Social enterprise memiliki ciri khas tersendiri yang membuatnya berbeda dengan model bisnis
konvensional. Alih-alih profit sebagai tujuan utama, social enterprise lebih memprioritaskan
tercapainya misi sosial.
Social enterprise jenis ini menjalankan bisnis mereka dengan menjual jasa berupa bantuan
pengembangan bisnis kepada kliennya, baik itu perorangan maupun perusahaan dalam bentuk firma.
Klien ini pun akan menjual produk dan jasa mereka ke pasar bebas.
Tipe-tipe social enterprise yang cocok untuk menerapkan model bisnis ini adalah institusi keuangan,
konsultan manajemen, jasa professional seperti akunting, firma hukum, dan teknologi.
PT. Mudah Teknologi yang berkecimpung di bidang IT, ingin membantu para UMKM untuk
meningkatkan efisiensi manajemen keuangan. Perusahaan tersebut menciptakan aplikasi pencatatan
keuangan yang kemudian dijual kepada UMKM.
Keuntungan dari penjualan aplikasi dan jasa tersebut dipakai untuk operasional perusahaan,
seperti marketing, pengembangan inovasi (research and development) dan kampanye edukasi bagi
UMKM.
Hal ini kemudian membantu kesejahteraan ekonomi populasi tersebut. Untuk bisa terus menjalankan
bisnis ini, social enterprise mengambil keuntungan dari margin produk setelah melakukan
penambahan nilai.
Hasil karya tangan para penenun ini kemudian diolah dan dikembangkan oleh Kainnesia menjadi
berbagai produk fashion yang menarik dan dipasarkan dengan mengusung tema yang unik.
Social enterprise jenis ini menyediakan lapangan kerja bagi target populasinya. Populasi yang
diberikan pekerjaan umumnya memiliki hambatan tertentu dalam bersaing di dunia kerja atau
kelompok yang tergolong marginal. Misalnya, mantan narapidana, orang dengan disabilitas, dan
tunawisma.
Selain itu, model bisnis ini juga bergantung pada keberhasilan melatih populasi target, konsistensi
mendampingi mereka, serta nilai komersial dari produk yang dihasilkan. Keuntungan dari penjualan
akan diinvestasikan kembali untuk keberlangsungan social enterprise serta populasi target yang
menjadi pegawainya.
Program sosial pada model bisnis ini adalah bisnis itu sendiri. Artinya, social enterprise jenis ini
membuat produk dan jasanya menjadi komersial dan target populasinya adalah pembelinya.
Umumnya, bisnis model ini diterapkan oleh rumah sakit, klinik, museum, institusi pendidikan. Uang
hasil penjualan digunakan untuk mencukupi biaya operasional dalam menyediakan jasa kepada
populasi target.
Contoh: Universitas yang menarik biaya pendidikan kepada para mahasiswa untuk membayar biaya
tenaga pengajar, perawatan gedung, dan fasilitas untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
mahasiswa untuk belajar.
Berbeda dengan model bisnis yang lainnya, aktivitas sosial dan aktivitas bisnis pada service
subsidization model dijalankan secara terpisah. Produk yang dihasilkan dijual ke pasar eksternal dan
pendapatannya digunakan untuk membiayai program sosial.
Bila social enterprise memiliki aset, maka aset tersebut juga bisa disewakan atau dikomersialkan
kepada publik. Aset fisik dapat berupa gedung, tanah, maupun peralatan. Sedangkan aset non fisik
dapat berupa metodologi, brand, atau jejaring.
Keuntungan dari model bisnis ini adalah perolehan dana tambahan tidak bergantung dengan aktivitas
sosial. Namun, meskipun secara struktur terpisah, pastikan aktivitas bisnis memiliki nilai yang tidak
bertentangan dengan aktivitas sosial. Sebab, jika bertentangan, tentu akan merusak citra dari social
enterprise itu sendiri.
Setelah beberapa waktu berjalan, mereka menyadari bahwa layanan ini juga dibutuhkan oleh para
pemimpin organisasi non-profit dan aktivis komunitas. ANCA pun memutuskan untuk
mengembangkan training dan materi edukasi dan dikomersilkan sebagai pendapatan tambahan untuk
membiayai program literasi untuk populasi target utamanya.
Jenis model bisnis yang satu ini hampir mirip dengan model market intermediary. Perbedaannya
terletak pada peran model market linkage yang tidak memasarkan produk mitranya, melainkan hanya
menghubungkan mitra pada pasar.
Klinik di pedesaan pun kesulitan untuk beroperasi secara optimal karena terkendala dana. Para la
Saud kemudian didirikan untuk menjembatani akses tersebut dengan mendirikan toko-toko obat di
masing-masing desa.