Anda di halaman 1dari 6

Social Entrepreneurship

Entrepreneurship-Business Creation

Social entrepreneurship atau biasa disebut juga dengan social innovation merupakan seorang atau


sekelompok entrepreneur yang menjalankan usaha atau bisnisnya demi kepentingan sosial atau
masyarakat. Seorang entreprenur biasa menjalankan bisnisnya dengan tujuan
memperoleh revenue dan profit semata. Berbeda halnya dengan social entreprenur yang memang
tujuan utama kegiatan bisnisnya untuk membantu masyarakat. Adanya social entrepreneur berasal
dari sifat dan karakteristik dari masing – masing entreprenur.

Social entreprenur memiliki definisi yaitu seseorang yang dapat memanfaatkan ide, inovasi serta
berbagai macam permasalahan yang dihadapi dalam bisnis sebagai peluang untuk menciptakan
usaha baru yang bermanfaat dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Jadi, tujuan utama social
entrepreneur bukan untuk memperoleh keuntungan ataupun kepuasan pelanggan, namun lebih
mengarah pada hasil yang dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat. Seperti yang
diungkapkan Ashoka Foundation, ‘Tidak seperti para entrepreneur bisnis tradisional, para social
entrepreneur terutama berusaha menghasilkan “nilai sosial” daripada keuntungan. Dan tidak seperti
kebanyakan organisasi nirlaba, pekerjaan mereka tidak hanya ditargetkan untuk dampak langsung
yang berskala kecil, tetapi juga untuk perubahan atau dampak jangka panjang’.

Beberapa contoh social entrepreneur yang mendunia adalah Muhammad Yunus, founder dari


Grameen Bank (yang saat ini sudah tersebar di 58 negara di seluruh dunia), kemudian Dr.
Venkataswamy yang mendirikan Klinik Mata Aravind. Passionnya dalam menemukan cara untuk
memberikan penglihatan kembali kepada para penderita katarak di negara asalnya yaitu Tamil Nadu
akhirnya mengarah ke pengembangan sistem perawatan mata yang telah membantu ribuan orang di
seluruh negeri.

Saat ini, sudah banyak para social entrepreneurship di dunia yang bergerak dalam berbagai sektor
bisnis, seperti makanan, fashion, kesehatan, lifestyle, travel, professional services, finance dan
teknologi. Contoh dalam bidang clothing dan fashion yaitu Alex Husted, Founder & CEO dari Helpsy.
Alex Husted mendirikan Helpsy pada tahun 2017 bersama sekelompok temannya dengan misi
lingkungan yaitu mengurangi limbah tekstil dengan menciptakan kenyamanan yang lebih baik untuk
mendaur ulang pakaian lama. Sejak awal, Helpsy telah menempatkan 1.800 wadah koleksi di seluruh
Timur Laut AS, dan pada tahun lalu mereka mengumpulkan lebih dari 25 juta pon pakaian.

Sedangkan dalam sektor makanan dan minuman, Max Rivest, CEO & Co-Founder Wize Monkey. Max
Rivest adalah CEO dan Co-Founder Wize Monkey, sebuah perusahaan teh yang berbasis di
Vancouver yang “menghidupkan kembali” teh daun kopi, yang membantu menstabilkan industri kopi
untuk pertumbuhan sosio-ekonomi jangka panjang. Rencana bisnisnya yang dimulai sebagai tesis
master di sekolah bisnis menjadi model bisnis perusahaan sosial. Max & Wize Monkey telah
menciptakan kebutuhan akan pekerjaan sepanjang tahun bagi petani kopi (dan mereka yang
memanen buah beri) yang sebelumnya menjadi korban musim.

Menjadi seorang social entrepreneur memang dibutuhkan niat yang khusus, tidak seperti menjalani
bisnis konvensional pada umumnya. Jiwa sosial yang tinggi merupakan salah satu karakter utama
yang harus ada pada diri seorang social entrepreneur. Nilai yang diciptakan oleh seorang social
entrepreneur juga amatlah berbeda dengan seorang entrepreneur biasa.

Motif mendirikan usaha ternyata tidak selalu untuk mendapatkan keuntungan,

ada orang-orang yang mendirikan suatu usaha justru karena ingin memecahkan

masalah-masalah sosial yang ada disekitarnya, yang selanjutnya kita sebut

dengan Social Entrepreneurship.

Perlukah UKM untuk belajar dan menerapkan social entrepreneurship ini? Apa

manfaatnya bagi bisnis kita? Apakah bisa social entrepreneur mendapatkan

keuntungan? Mari kita telaah bersama dalam topik ini.

Definisi

Social Entrepreneurship atau Kewirausahaan Sosial adalah suatu cara atau

pendekatan untuk menyelesaikan masalah sosial melalui strategi bisnis. Orang

yang menjalankan suatu bisnis sosial disebut social entrepreneur atau wirausaha

sosial.

Kewirausahaan atau bisnis sosial menggabungkan penerapan bisnis

konvensional dan lembaga sosial. Bisnis konvensional melakukan jual beli

barang atau jasa kepada konsumen untuk mendapatkan keuntungan, sedangkan

lembaga sosial menangani permasalahan sosial atas dasar kemanusiaan. Bisnis

sosial menggabungkan tujuan keduanya yaitu mencari keuntungan sambil

menangani masalah sosial.

Tidak semua bisnis yang melakukan kegiatan sosial dinamakan bisnis sosial.

Pada bisnis sosial, proses bisnis menjadi satu kesatuan dengan aktivitas

sosialnya, tidak berdiri masing-masing. Jadi, kalau ada usaha yang secara rutin

menyisihkan keuntungannya untuk menyantuni fakir miskin atau menyalurkan


bantuan kepada lembaga sosial lebih tepat disebut sebagai tanggung jawab

sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR), bukan bisnis

sosial.

Karakteristik Bisnis Sosial

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, ada lima karakteristik bisnis

sosial sehingga kita mudah menentukan perbedaannya. Ulasan mengenai hal ini

dapat kita baca lebih lanjut di Buku Profit Untuk Misi Sosial. Adapun

ringkasannya sebagai berikut :

1. Lahir dari sebuah misi untuk memecahkan masalah sosial dan


memberikan dampak sosial. Yang dimaksud masalah sosial dalam
konteks ini adalah adanya keterbatasan yang dialami sekelompok
masyarakat marginal untuk mendapatkan akses terhadap pasar dan
pelayanan tertentu. Kategori masyarakat marginal yang dimaksud yaitu
masyarakat miskin, penyandang disabilitas, anak jalanan, orang dengan
HIV/AIDS, mantan narapidana, dan sebagainya. Bisnis sosial ditujukan
untuk memecahkan masalah sosial yang dihadapi kelompok marginal
tersebut.
2. Adanya aktivitas pemberdayaan kepada penerima manfaat. Bisnis sosial
memberikan pendampingan yang berkelanjutan kepada penerima manfaat
hingga terjadi transformasi atau perubahan struktural bagi kehidupan
penerima manfaat, seperti mengalami perkembangan pola pikir, edukasi,
dan peningkatan keterampilan.
3. Beroperasi sesuai prinsip dan etika bisnis. Bisnis sosial mempraktikkan
etika bisnis kepada pemasok, penerima manfaat, dan konsumen, serta
bertanggung jawab terhadap dampak yang ditimbulkan dari aktivitas bisnis
tersebut. Selain itu, bisnis sosial juga harus terbuka dan transparan
terhadap operasional kegiatan bisnis dan pemberdayaannya.
4. Reinvestasi pada misi sosial. Ada komitmen dari bisnis sosial untuk
reinvestasi mayoritas laba atau surplus organisasi untuk perluasan
dampak sosialnya.
5. Berorientasi berkelanjutan. Sebuah bisnis sosial harus memiliki orientasi
berkelanjutan sebagai sebuah organisasi, baik pada SDM dan
keuangannya.

Dari kelimanya, karakteristik paling menonjol dari sebuah bisnis sosial adalah

adanya kegiatan pemberdayaan kelompok marginal dan reinvestasi pada misi

sosial.

Bisnis Sosial di Indonesia

Perkembangan bisnis sosial di Indonesia kini semakin positif. Peran dari

berbagai pihak, baik pemerintah, universitas, lembaga non-pemerintah,

perbankan, dan media dalam menciptakan ekosistem bagi bisnis sosial dengan

memberikan dukungan moril dan materil sangat berarti bagi pertumbuhan bisnis

dan dampak sosialnya.

Dikutip dari DBS, bisnis sosial memiliki beberapa tipe antara lain : bisnis sosial

berbasis komunitas, bisnis sosial nirlaba, bisnis sosial gabungan, dan bisnis

sosial berorientasi laba. Keempat tipe bisnis sosial ini yang umumnya ditemukan

di Indonesia.

1. Bisnis Sosial Berbasis Komunitas (Community Based Social Enterprise)

Tipe bisnis sosial ini berorientasi pada pemenuhan kebutuhan komunitasnya

sendiri. Contoh penerapan bisnis sosial berbasis komunitas dapat ditemukan


pada koperasi, salah satunya pada Koperasi Masyarakat Tunanetra (Komastra)

yang mencari keuntungan melalui kegiatan koperasi dimana semua anggota

koperasinya merupakan penyandang tunanetra.

2. Bisnis Sosial Nirlaba (Not-for Profit Social Enterprise)

Motivasi bisnis sosial ini umumnya mengatasi persoalan pada masyarakat

dengan ruang lingkup yang lebih luas sehingga pengelolaan bisnisnya lebih

profesional dengan mempekerjakan tenaga kerja yang kompeten. Model bisnis

sosial ini dapat kita temukan pada Greeneration Indonesia, sebuah NGO yang

memiliki misi untuk menggerakkan manusia untuk berperilaku ramah lingkungan.

Greeneration melakukan kampanye mengenai perilaku ramah lingkungan dan

menyediakan produk-produk pendukung gaya ramah lingkungan. Melalui

penjualan produk, Greeneration memperoleh keuntungan yang kemudian

disalurkan kembali untuk membiayai kampanye perilaku ramah lingkungan

kepada publik.

3. Bisnis Sosial Gabungan (Hybrid Social Enterprise)

Bentuk bisnis ini umumnya memiliki sumber dana yang beragam, ada yang

diperoleh dari dana sosial, semi-komersial, hingga komersial. Penerapan tipe

bisnis sosial ini dapat kita lihat pada Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB).

Penerima manfaat program YCAB bervariasi mulai dari anak-anak, remaja,

hingga ibu rumah tangga. Sebagai bisnis sosial bertipe hybrid, YCAB

memperoleh pendapatan dari penjualan produk hasil unit bisnis, donatur, dan

pemberi hibah.

4. Bisnis Sosial Berorientasi Laba


Bisnis sosial tipe ini berorientasi pada pembangunan, pertumbuhan, dan

kelancaran operasional perusahaan agar dapat sepenuhnya mandiri tanpa

bergantung pada bantuan pihak lain. Tipe bisnis sosial ini dapat kita lihat PT.

Kampung Kearifan Indonesia (Javara). Javara melakukan aktivitas bisnis dengan

memberdayakan para petani untuk mengangkat dan mempromosikan produk

pertanian lokal.

Bisnis sosial menawarkan konsep inovatif dalam penyelesaian masalah-masalah

sosial melalui aktivitas pemberdayaan dan reinvestasi sosial. Pelaku usaha dapat

menambahkan model bisnis sosial sebagai pilihan alternatif jika tertarik

membangun bisnis dengan konsep pemberdayaan masyarakat untuk mengatasi

berbagai persoalan sosial.

Terlebih lagi, jika kita menjalankan bisnis dengan adanya tujuan

atau purpose untuk hal sosial, itu akan menambah daya juang kita

sebagai entrepreneur. Ingat, sebaik-baiknya bisnis adalah yang bermanfaat

untuk masyarakat banyak. Semoga teman-teman dapat terinspirasi untuk

mengembangkan kewirausahaan sosial dalam bisnisnya.

Anda mungkin juga menyukai