Anda di halaman 1dari 11

PENGEMBANGAN MODEL BISNIS SOSIAL

(SOCIAL ENTREPRENEUR AND SOCIAL ENTERPRISE)

MATAKULIAH PENGUATAN KELEMBAGAAN SOSIAL EKONOMI


Dosen Pengampu: Dr. Ir. I Dewa Putu Oka Suardi, M.Si.

Oleh:

Putu Putri Kusumawicitra 208111005

I Wayan Agung Hardita 208111006

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat anugerah-
Nya, kami bisa menyelesaikan paper ini yang merupakan salah satu tugas dari mata kuliah
Penguatan Lembaga Sosial Ekonomi, Program Magister Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Udayana. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah memberikan dorongan dan motivasi dalam penyelesaian laporan ini

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kunjungan ini terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta
saran yang membangun guna menyempurnakan dan dapat menjadi acuan dalam menyusun
tulisan selanjutnya.

Denpasar, 21 September 2022

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Perubahan dunia bisnis di tengah perubahan zaman dan tantangan baru yang muncul
akibat dari perubahan pola pikir, kebijakan, dan evaluasi terhadap kondisi masa lalu, secara
langsung maupun tidak langsung membawa perubahan yang mendasar pada system manajerial
yang dikembangkan. Telah terjadi pergeseran dari kondisi ekonomi yang dikendalikan oleh
semangat manajemen yang biasanya hanya diterapkan oleh perusahaan-perusahaan besar
dengan modal yang kuat dan terstruktur secara sitematis, ke arah sistem ekonomi yang lebih
banyak digerakkan oleh semangat kewirausahaan yang mengedepankan inovasi dan kreativitas
meskipun dengan sumberdaya yang minim. Gerakan ini, kemudian dikenal dengan nama
kewirausahaan sosial.
Gelombang kewirausahaan sosial, ternyata juga sudah merambah Indonesia yang kian
terbukti mampu menyembuhkan berbagai penyakit sosial seperti kemiskinan, keterbelakangan,
dan kesehatan masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa, kewirausahaan telah telah dapat
memberikan manfaat serta harapan baru bagi masyarakat luas untuk perbaikan taraf
kehidupan. Satu hal, praktik kewirausahaan sosial yang sudah mulai marak dilakukan di
masyarakat tersebut, ternyata bukan pekerjaan yang mudah. Elkinton dan Hartigan (2009)
menyebut para wirausaha sosial ini sebagai ‘unreasonable people’, karena mereka adalah
orang yang aneh dan bepikir serta bekerja diluar keumuman. Para wirausaha sosial ini dianggap
menyimpang karena bersedia dan sanggup bekerja keras bukan hanya untuk dirinya, namun
untuk lingkungan yang lebih luas.
Dengan demikian kewirausahaan sosial dapat dilihat sebagai bagian dari eksperimen
dan inovasi yang memiliki potensi baru dalam disiplin kewirausahaan dan juga menjangkau
sektor sosial yang lebih luas. Dengan adanya celah bagi keterkaitan antara kewirausahaan
sosial dengan upaya-upaya implementasi social entrepreneurship serta keterlibatan
kelembagaan publik, menawarkan peluang kerjasama baru terutama dalam menciptakan kreasi
nilai-nilai yang mendukung bagi pembangunan yang berkelanjutan.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kewirausahaan Sosial
Kewirausahaan sosial adalah perpaduan antara manajemen nirlaba dan
kewirausahaan komersial, yang digerakan oleh paradigma dan inovasi dari bisnis,
kegiatan amal, dan gerakan sosial. Kewirausahaan sosial juga dapat di definisikan
sebagai sebuah model bisnis yang bertujuan menyelesaikan masalah masalah sosial
yang dihadapi oleh pelaku bisnis, pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM)
(Zhara, et.al. 2009). Pengusaha sosial (social entrepreneur) atau disebut dengan
wirausaha sosial dapat disebut sebagai individu yang visioner yang mampu
memberikan solusi kreatif untuk memecahkan beberapa permasalahan sosial yang
terjadi di sekitar kita. Mereka memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi masalah,
mengembangkan cara untuk mengubah sistem, dan menyebarluaskan gagasannya
sehingga dapat menggerakkan seluruh masyarakat untuk bekerja sama mengatasi
berbagai permasalahan yang dihadapi. Selain itu wirausaha sosial juga dapat diartikan
sebagai adalah seseorang yang mengerti permasalahan sosial dan menggunakan
kemampuan entrepreneurship untuk melakukan perubahan sosial. Terutama meliputi
bidang kesejahteraan, pendidikan dan kesehatan.
Kewirausahaan sosial (social entrepeneurship) menjadi bahasan menarik pada
beberapa tahun belakanngan ini. Kewirausahaan sosial menjadi penyeimbang bagi
kewirausahaan tradisonal komersial yang semata-mata hanya mengejar keuntungan
tanpa memperhatikan keadaan masyarakat dan lingkungan. Kewirausahaan sosial
(social entrepreneurship) dapat dikatakan sebagai seni untuk menciptakan bisnis sosial
yang bertanggung jawab yang bertujuan bukan hanya untuk menghasilkan keuntungan
semata akan tetapi juga berusaha memecahkan berbagai permasalahan sosial dan
lingkungan. Pengusaha sosial biasanya memulai menjalankan usahanya dengan konsep
triplebottomline. Triplebottomline mengacu kepada 3 aspek yang sangat penting yaitu
aspek manusia, aspek keuntungan dan aspek lingkungan. Hal ini mengidentifikasikan
bahwa dalam kewirausahaan sosial, harus dapat berjalan secara finansial, sosial dan
lingkungan bertanggung jawab. Social entrepreneurship terdiri dari empat elemen
utama yakni social value, civil society, innovation, and economic activity.
1. Social Value. Ini merupakan elemen paling khas dari social entrepreneurship
yakni menciptakan manfaat sosial yang nyata

2
2. Civil Society. Social entrepreneurship pada umumnya berasal dari inisiatif dan
partisipasi masyarakat sipil dengan mengoptimalkan modal sosial yang ada di
masyarakat.
3. Innovation. Social entrepreneurship memecahkan masalah sosial dengan cara-
cara inovatif antara lain dengan memadukan kearifan lokal dan inovasi sosial.
4. Economic Activity. Social entrepreneurship yang berhasil pada umumnya
dengan menyeimbangkan antara antara aktivitas sosial dan aktivitas bisnis.
Aktivitas bisnis/ekonomi dikembangkan untuk menjamin kemandirian dan
keberlanjutan misi sosial organisasi.
Social entrepreneurship merupakan bentuk dari community development yang
fokus pada sosial-ekonomi. Dibagi menjadi dua, yaitu memiliki keuntungan
dimana keuntungan tersebut yang digunakan untuk community development dan
tidak memiliki keuntungan dimana produknya yang digunakan untuk community
development. Seperti business entrepreneur, social entrepreneur memiliki lebih
tinggi kecenderungan rata-rata dalam mengambil risiko dan toleransi untuk
ketidakpastian. Konsep 4C'S merupakan kiat sukses ketika social entrepreneur
ingin mencapai kesuksesan. Menurut Tim Moral (2010), terdapat empat prasyarat
untuk konsep 4C’S yang terdiri dari compatibility, connection, communication,
dan commitment.
1. Compatibility yaitu adanya kecocokan yang baik antara produk atau layanan
yang disediakan dan tujuan perusahaan.
2. Connection yaitu sejauh mana entrepreneur telah berhasil menciptakan
semangat untuk usaha dan misinya antara stakeholder, pelanggan, rekan-rekan
dan masyarakat pada umumnya.
3. Communication merupakan kemampuan untuk meyakinkan stakeholder dari
kemampuan usaha untuk meraih apa yang telah ditargetkan dan mencapai hasil
terukur.
4. Commitment merupakan kemampuan dan keinginan untuk bertahan, mengatasi
hambatan, keraguan, dan keterbatasan sumber daya
2.2. Perusahaan Sosial
Perusahaan sosial adalah organisasi mencari laba tetapi menginklusikan misi
sosial dalam aktivitas kewirausahaan di mana perusahaan sosial memerlukannya untuk
pembangunan kemitraan, pengembangan kapasitas dan eksperimentasi sebelum
komersialisasi dapat terwujud. social enterprise adalah sebuah lembaga yang bergerak
3
dengan tujuan sosial namun dalam operasionalnya menggunakan prinsip dan aplikasi
bisnis (Wibowo dan Nulhakim, 2015). Jadi perusahaan sosial memiliki dua tujuan yaitu
mencari profit dan menjalankan tugas sosial. Menurut berikut Alter (2004) perusahaan
sosial memiliki karakteristik sebagai berikut.
1. Tujuan Sosial: diciptakan untuk mencapai/membuat dampak dan perubahan
sosial atau mencegah kegagalan pasar
2. Pendekatan enterprise: menggunakan teknik/mesin bisnis, kewirausahaan,
inovasi, pendekatan pasar, orientasi strategi, disiplin dan determinasi dari bisnis
profit (yang menghasilkan uang)
3. Kepemilikan sosial: dengan fokus pada pelayanan barang dan jasa kepada publik,
walaupun tidak harus disertai dengan legalisasi badan hukum

Sementara itu, social enterprise memiliki dimensi sosial sebagai berikut.

1. Memiliki tujuan/target kebermanfaatan sosial yang eksplisit


2. Inisiatif dikeluarkan oleh sejumlah atau sekelompok warga masyarakat
3. Pengambilan keputusan tidak didasarkan pada kepemilikan saham/kapital
4. Terdapat gerakan partisipasi secara alamiah, yang melibatkan orang-orang yang
terkena/terlibat dalam aktivitas
5. Distribusi keuntungan yang terbatas

Jadi, sebuah social enterprise idealnya dirumuskan oleh warga masyarakat


setempat yang merasakan adanya ketidaknyaman tertentu, ataupun karena mereka
melihat sebuah potensi tertentu yang dapat dikembangkan. Perusahaan sosial bergerak
dengan cara yang khas dan berbeda dengan pola konvensional lainnya. Terdapat
beberapa cara bagaimana aktivitas perusahaan sosial bergerak di masyarakat, antar lain
sebagai berikut.

1. Aktivitas bisnis dengan tujuan sosial sebagai hal yang utama, dimana surplus
keutungan diinvestasikan kepada tujuan utama yang telah ditentukan sebelumnya
2. Aktivitas yang dilakukan oleh sektor voluntari, dimana honor dibayarkan sebagai
imbalan dari dikerjakannya sebuah produk atau layanan.

4
BAB III
STUDI KASUS

3.1. Bina Swadaya


Bina Swadaya sebagai pelaku kewirausahaan sosial berperan dalam mendorong
perbaikan ekonomi masyarakat dalam rangka mengurangi kemiskinan. Program yang
berbasiskan pada pendekatan kewirausahaan telah terbukti secara nyata pada kemandirian
ekonomi masyarakat. Keberdayaan masyarakat menjadi nilai penting sebagaimana dalam
konsep kewirausahan sosial, penciptaan nilai sosial adalah tujuan utamanya dengan
menggabungkannya dengan aktivitas inovatif. Bina Swadaya merupakan organisasi
kewirausahaan sosial yang memberikan pleayanan kepada petani untuk dapat meningkatkan
perekonomiannya melalui bantuan keuangan dan juga pembentukan organisasi yang berfokus
pada pengembangan pertanian secara berkelanjutan.
Pada awalnya, Bina Swadaya merupakan sebuah organisasi yang bernama Ikatan Petani
Pancasila (IPP) yang berfokus pada pengembangan sektor pertanian yang meliputi (1)
intensifikasi pertanian, (2) ekstensifikasi pertanian, (3) pendidikan dan pelatihan, (4)
pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, serta (5) advokasi. Bina Swadaya kemudian
berkembang menjadi lembaga yang mandiri dengan menumbuhkan nilai-nilai kewirausahaan
dalam kegiatan sosialnya. Pendekatan kewirausahaan yang dilakukan oleh Bina Swadaya
dalam bentuk social business merupakan bentuk kemandirian secara finansial untuk
mendukung kegiatan sosialnya. Keuntungan yang diperoleh dari aktivitas wirausaha
dikembangkan dan disitribusikan kembali kepada masyarakat, khususnya kelompok
masyarakat berisiko (masyarakat miskin) melalui kegiatan yang berdampak sosial atau positif.
Untuk mencapai visi dan melaksanakan misinya Bina Swadaya merangkum kegiatan-
kegiatan kedalam tujuh bidang kegiatan seperti berikut: (1) Pemberdayaan Masyarakat Warga:
Berbentuk kegiatan Pengembangan Daerah, Kesehatan Masyarakat, Sanitasi, Lingkungan,
Pertanian, dan Ketenagakerjaan melalui pengkajian, pelatihan, konsultansi, dan pendampingan
(Bina Swadaya Konsultan), (2) Pengembangan Keuangan Mikro: Pelayanan keuangan mikro
dilakukan melalui lembaga perbankan dan non-bank, berusaha menyentuh masyarakat miskin
dan terpinggirkan (Bank Perkreditan Rakyat, Kantor Cabang Pelayanan Keuangan Mikro, dan
Koperasi Bina Swadaya Nusantara), (3) Pengembangan Agribisnis: Melalui kegiatan
pemasaran produk dan sarana produksi pertanian, mengembangkan "Toko Trubus" bagi
masyarakat Indonesia (Trubus Mitra Swadaya), mengembangkan pangan alternatif (Trubus
Pangan Swadaya), (4) Komunikasi Pembangunan: Memberikan informasi di berbagai bidang

5
pembangunan melalui, penerbitan majalah pertanian, buku pertanian, buku kesehatan, buku
perumahan, buku ketrampilan dan lain sebagainya. (Trubus Swadaya, Penebar Swadaya, Puspa
Swara, Trubus Agrisarana dan Niaga Swadaya), (5) Pengembangan Wisata Alternatif:
Menyelenggarakan program wisata yang berorientasi pada pembangunan, antara lain
pertanian, ekologi, budaya dan industri. (Cultural Education Development Progran/CEDEP -
Bina Swadaya Konsultan), (6) Pengembangan Jasa Percetakan: Mengelola industri percetakan
untuk menunjang kegiatan komunikasi pembangunan dan peningkatan pendapatan lembaga
melalui kemitraan. (Sarana Kata Grafika), (7) Pengembangan Sarana: Penyediaan Fasilitas
untuk pertemuan, pelatihan, lokakarya, workshop dan seminar:(Wisma Hijau – Bina Sarana
Swadaya). Berikut ini merupakan analisis aspek kewirausahaan yang dibagi menjadi lima
aspek pada table 3.1 dibawah ini.
Tabel 3.1 Analisis Wirausaha Sosial Bina Swadaya

ASPEK KEWI RAUSAHAAN


BINA SWADAYA
NO SOSIAL

1. Social value creation Memberikan pelayanan kepada para petani untuk dapat
meningkatkan pertanian dengan berfokus pada peningkatan
pertanian, pembiayaan mikro, pembangunan perdesaan, serta
pendidikan.
2. Inovasi Membangun ekonomi petani melalui pembentukan unit usaha
yang bergerak di bidang pertanian serta pendidikan dan pelatihan
(inovasi ini di luar pemikiran dasar sebagai LSM yang
menjalankan kegiatan bisnis)
3. Model bisnis 1. Pemberdayaan masyarakat yang mencakup pelatihan,
fasilitasi, dan konsultasi.
2. Memberikan jasa keuangan mikro dalam bentuk koperasi
simpan pinjam dan bank perkreditan rakyat.
3. Membangun bisnis pertanian yang mencakup proses dan
pemasaran produk maupun peralatan pertanian.
4. Membangun komunikasi dalam bentuk publikasi majalah,
buku, dan penyelenggaraan kegiatan yang berkaitan dengan
program pembangunan.
5. Membangun pariwisata alternatif dalam bentuk cultural,
environmental, and developmental exposure program
(CEDEP).
6. Membangun jejaring kerjasama, baik nasional maupun
internasional, dalam bentuk community forestry network,
AKSI (Indonesia Social Entre- preneurship Association),
program Bina Desa dan Gema PKM (pergerekan
pengembangan kredit mikro).
7. Memberikan bantuan fasilitas untuk penyeleng- garaan
konferensi, program peatihan, workshop, serta seminar.
4. Transformasi Melepaskan ketergantungan pembiayaan dari lembaga donor
untuk menjamin keberlanjutan kegiatan sosialnya dengan cara
memandirikan lembaga melalui aktivitas wirausaha.

6
5. Dampak sosial (outcome) 1. Peningkatan kapasitas ekonomi petani
2. Peningkatan keberdayaan masyarakat
3. Kohesi sosial petani

3.2. Kerja Sama Antar Bina Swadaya Sebagai Pengembangan Model Bisnis Sosial
Swadaya Consultant merupakan salah satu bagian (program) dari Trubus Bina Swadaya
(TBS) Grup - Yayasan Bina Swadaya, yakni perusahaan jasa konsultasi nasional yang
bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat dengan layanan utama berupa penelitian,
pelatihan, dan pendampingan. Perusahaan ini terbentuk dari semangat untuk
menyebarluaskan pengalaman Bina Swadaya kepada pihak-pihak lain yang mempunyai
perhatian terhadap kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Di sektor pertanian, Swadaya Consultant telah banyak berperan memperkuat konsep-
konsep pemberdayaan masyarakat petani. Dapat terlihat dalam Proyek Peningkatan
Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K) bekerjasama dengan Pengembangan Sumber
Daya Manusia – Departemen Pertanian (Deptan), Proyek Pengembangan Unit Pengolahan
Karet Rakyat (PUPKR) bekerjasama dengan Ditjen Perkebunan-Deptan, Proyek
Pengembangan Usaha Tani dan Ternak di Kawasan Timur Indonesia (PUTKATI)
bekerjasama dengan Ditjen Peternakan-Deptan, dan Proyek Participatory Integrated
Development in Rainfed Area (PIDRA) bekerjasama dengan Badan Bimas dan Ketahanan
Pangan Propinsi NTT.
Di sektor air bersih, sanitasi dan kesehatan, kegiatan konsultansi dimulai melalui
Program Pemasaran Sosial, Proyek Sanitasi dan Air Bersih bekerjasama dengan
Departemen Pekerjaan Umum (Ditjen Cipta Karya) pada tahun 1991-1993, dengan sumber
pendanaan dari UNDP. Selanjutnya, bekerjasama dengan Departemen Kesehatan yang
didanai oleh Bank Dunia, melaksanakan kegiatan konsultansi untuk Proyek Penyediaan Air
Bersih dan Sanitasi bagi Masyarakat berpenghasilan rendah (Water Supply and Sanitation
Project for Low Income Communities = WSSPLIC).
Di sektor kebencanaan, Bina Swadaya Konsultan juga mempunyai pengalaman dalam
memfasilitasi peningkatan dan penguatan pemberdayaan masyarakat untuk masyarakat
korban bencana (tsunami dan gempa bumi) dan pengurangan risiko bencana (PRB). Hal ini
tercermin dalam menangani sejumlah proyek kebencanaan, seperti: Technical Assistance
& Capacity Building for Micro and Small Enterprise in Yogyakarta and Centra Java after
DIY & Central Java Earthquake (kerjasama dengan IOM), Village Planning (kerjasama
dengan ADB); Community Empowerment on Micro-Scale Industry Recovery, Post

7
Earthquake, Post Earthquake in Yogyakarta and Central Java (kerjasama dengan JICA);
DRR Program in NTT (kerjasama dengan CORDAID), dll.
3.3. Kegiatan di Komunitas Bina Swadaya
Swadaya Consultant tidak hanya melayani kebutuhan kerjasama instansi pemerintah,
namun juga melayani kebutuhan kerjasama perusahaan swasta, lembaga swadaya
masyarakat lainnya, dan lembaga dana/internasional. Sebagai bagian dari Yayasan Bina
Swadaya yang merupakan sebuah lembaga swadaya masyarakat pengelola dan
pengembang kegiatan pelayanan yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan dan
kemandirian masyarakat, khususnya masyarakat lapisan bawah, semua unit kegiatan
Yayasan Bina Swadaya mengacu pada visi, misi dan strategi lembaga induk tersebut.
Dengan berpegang pada kepercayaan bahwa orang miskin bukan the have not, tetapi
mereka adalah the have litle, maka pengembangan kelompok swadaya diyakini oleh
Yayasan Bina Swadaya sebagai strategi ampuh untuk menanggulangii kemiskinan.
Secara perorangan, mereka sulit mengatasi permasalahan yang dihadapi, tetapi
bersamasama dalam suatu wadah yang mereka percayai, akan jauh lebih berkemampuan.
Berawal dari kegiatan pendampingan langsung terhadap masyarakat kecil dengan
pendekatan pengembangan kelompok swadaya masyarakat, Yayasan Bina Swadaya yang
saat ini telah memasuki usia dekade keempat dan didukung oleh 500 karyawan, telah
berkembang dan melahirkan berbagai aktivitas yang dikelompokkan dalam 5 Program
Kegiatan, yakni Program Agisbisnis & Toko; Keuangan Mikro; Pengelolaan Pengetahuan
dan Penerbitan; Pelatihan, Pendampingan, dan Penelitian; Fasilitas dan Pelayanan serta 3
Divisi Pengelolaan: Sumber Daya Manusia dan Kepersonaliaan;Keuangan dan Kepatuhan;
Pengembangan dan Program.
Salah satu binaan Program pelayanan keuangan mikro Bina Swadaya di Kecamatan
Kiaracondong Bandung, program yang ditujukan bagi UMKM agar mereka bisa
mengembangkan usahanya. Pada Program yang dilaksanakan oleh Lembaga Bina Swadaya
ini terlihat peran Community Worker memiliki peran yang penting agar kolektabilitas dari
pengembalian dana bergulir menjadi lancar. Yang menarik pada program ini adalah adanya
pembiasaan menabung sehingga UMKM memiliki dana untuk menambah modal maupun
untuk memenuhi kebutuhan lain di luar usaha. Sayangnya program ini tidak disertai dengan
pendampingan. Sehingga, UMKM tidak mendapatkan pengetahuan dan keterampilan baru
untuk menjalankan usahanya.

8
DAFTAR PUSTAKA

Alter, M. J. 2004. Science of flexibility. 3 rd (ed). Library of Congres Cataloging. USA


Astawa Putu I, 2016, Studi Kasus Kewirausahaan Sosial di Bali Dalam Pendekatan
Konsepsual, Jurnal Bisnis dan Kewirausahaan. Vol 12 No. 1 Maret 2016.
Elkington, John & Pamela Hartigan. 2008. The Power of Unreasonable People. Harvard
Business Press. Boston.
Firdaus, Nur. 2018. “Pengentasan Kemiskinan Melalui Pendekatan Kewirausahaan
Sosial”. Jurnal Ekonomi Dan Pembangunan 22 (1), 55-67.
https://doi.org/10.14203/JEP.22.1.2014.69-81.
Hasanah, Uswatun & Risna Resnawaty. 2017. Program Pelayanan Keuangan Mikro
Lembaga Bina Swadaya Di Kecamatan Kiaracondong Bandung. Jurnal Penelitian
& PPM. Vol 4, No: 2 Juli 2017. Hal: 129 - 389. Universitas Padjadjaran.
ISSN: 2442-448X
Wibowo, Hery Dan Nulhaqim, Soni Akhmad. 2015. Kewirausahaan Sosial: Merevolusi
Pola Pikir Menginisiasi Mitra Pembangunan. Unpad. Press. Bandung.
Zahra, S. A., Gedajlovic, E., Neubaum, D. O., & Shulman, J. M. (2009). A typology of
social entrepreneurs: Motives, search processes and ethical challenges. Journal of
Business Venturing.

Anda mungkin juga menyukai