Anda di halaman 1dari 10

REHABILITASI SOSIAL

LAPORAN HASIL OBSERVASI DAN WAWANCARA PADA BALAI REHABILITASI


SOSIAL PENYANDANG DISABILITAS SENSORIK RUNGU WICARA (BRSPDSRW)
“EFATA” KUPANG

KELOMPOK II

NAMA :

1. DELSIANA ANJEL OSARIA ZOGARA


2. MALGALINA RISKA RIVON KARMAU
3. AGRIANI SINCE LOPO

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Penyandang disabilitas merupakan orang-orang yang memiliki hambatan atau gangguan
sehingga membuat adanya keterbatasan dalam dirinya untuk melakukan sebuah aktivitas
maupun untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Disabilitas ( disability ) atau cacat adalah
mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik, dalam jangka
waktu lama di mana ketika berhadapan dengan berbagai hambatan, hal ini dapat menghalangi
partisipasi penuh dan efektif mereka dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang
lainnya (Lampiran UU RI Nomor 19 Tahun 2011, Pasal 1). Hambatan tersebut dapat
menjadikan suatu masalah bagi mereka, salah satunya ialah kurangnya interaksi antara
penyandang disabilitas dengan masyarakat sekitar, dikarenakan adanya hambatan pada
individu tersebut. Penyandang tuna rungu adalah sekelompok orang yang menggunakan
bahasa isyarat, biasanya mengkombinasikan bentuk tangan, gerak tangan, lengan, dan tubuh,
serta ekspresi wajah untuk mengungkapkan pikiran mereka.Sedangkan tuna wicara
merupakan individu yang mengalami kesulitan dalam berbicara, disebabkan tidak
berfungsinya alat-alat berbicara mereka. Tuna rungu wicara adalah kondisi realitas sosial
yang tidak terelakan didalam masyarakat. Penyandang kecacatan ini tidak mampu
berkomunikasi dengan baik selayaknya manusia biasanya. Tuna rungu-wicara sendiri adalah
suatu istilah yang dikaitkan satu sama lain. Keadaan ini merupakan hubungan yang spesifik
antara kemampuan mendengar dan kemampuan bicara (Somantri, 2006).
Keterbatasan yang dimiliki remaja tuna tungu wicara menjadi masalah di dalam
masyarakat. Masalah ini bukan hanya ditanggung oleh penderita, tetapi juga keluarga dan
masyarakat sehingga masalah itu sangat kompleks dan saling mempengaruhi. Hal ini
menjadikan mereka sebagai kelompok yang tersisih, terabaikan, dikucilkan, dianggap rendah
dan tidak mampu berkarya seperti selayaknya remaja normal lainnya (Sastrawinata dkk,
1977).
Dari permasalahan ini maka dibutuhkannya rehabilitasi social bagi penyandang
disabilitas sehingga dapat menyelesikan masalah- masalah yang terkait dengan keterbatasan
yang dimilikinya. Sesuai dengan yang tercantum dalam UndangUndang Nomor 11 Tahun
2009 tentang Kesejahteraan Sosial, rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan
mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Hal ini dimaksudkan agar dapat memulihkan
kembali rasa harga diri, percaya diri, kesadaran serta tanggung jawab terhadap masa depan
diri, keluarga maupun masyarakat atau lingkungan sosialnya, serta memulihkan kembali
kemauan dan kemampuan untuk dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.
Rehabilitasi sosial bisa diartikan sebagai pemulihan kembali keadaan individu yang
mengalami permasalahan sosial kembali seperti semula. Sehingga mereka dapat mandiri,
minim tergantung dengan orang lain, dan kesejahteraan sosial mereka dapat tercapai.
Saat ini ada begitu banyak panti rehabilitasi di Kota Kupang salah satunnya Balai
Rehabilitas Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara milik Kementrian Sosial
RI yang beralamat di Jl.Timur Raya KM.36 Naibonat. Balai rehabilitasi sosial ini khusus
menangani penyandang disabilitas tunawicara.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan tuna rungu wicara ?
1.2.2 Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara di daerah
kupang

1.3 TUJUAN
Untuk mengetahui tentang apa itu tuna rungu wicara dan bagaimana rehabilitasi social bagi
penyandang disabilitas sensorik tuna rungu wicara di kupang
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN TUNA RUNGU WICARA

Penyandang tuna rungu adalah sekelompok orang yang menggunakan bahasa isyarat,
biasanya mengkombinasikan bentuk tangan, gerak tangan, lengan, dan tubuh, serta
ekspresi wajah untuk mengungkapkan pikiran mereka.Sedangkan tuna wicara merupakan
individu yang mengalami kesulitan dalam berbicara, disebabkan tidak berfungsinya alat-
alat berbicara mereka.

Tuna rungu wicara adalah kondisi realitas sosial yang tidak terelakan didalam
masyarakat. Penyandang kecacatan ini tidak mampu berkomunikasi dengan baik
selayaknya manusia biasanya. Tuna rungu-wicara sendiri adalah suatu istilah yang
dikaitkan satu sama lain. Keadaan ini merupakan hubungan yang spesifik antara
kemampuan mendengar dan kemampuan bicara (Somantri, 2006).

Keterbatasan yang dimiliki remaja tuna tungu wicara menjadi masalah di dalam
masyarakat. Masalah ini bukan hanya ditanggung oleh penderita, tetapi juga keluarga dan
masyarakat sehingga masalah itu sangat kompleks dan saling mempengaruhi. Hal ini
menjadikan mereka sebagai kelompok yang tersisih, terabaikan, dikucilkan, dianggap
rendah dan tidak mampu berkarya seperti selayaknya remaja normal lainnya
(Sastrawinata dkk, 1977).
Dari permasalahan ini maka dibutuhkannya rehabilitasi social bagi penyandang
disabilitas sehingga dapat menyelesikan masalah- masalah yang terkait dengan
keterbatasan yang dimilikinya. Sesuai dengan yang tercantum dalam UndangUndang
Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, rehabilitasi sosial dimaksudkan
untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami
disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Hal ini
dimaksudkan agar dapat memulihkan kembali rasa harga diri, percaya diri, kesadaran
serta tanggung jawab terhadap masa depan diri, keluarga maupun masyarakat atau
lingkungan sosialnya, serta memulihkan kembali kemauan dan kemampuan untuk dapat
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Rehabilitasi sosial bisa diartikan sebagai
pemulihan kembali keadaan individu yang mengalami permasalahan sosial kembali
seperti semula. Sehingga mereka dapat mandiri, minim tergantung dengan orang lain, dan
kesejahteraan sosial mereka dapat tercapai.

2.2 BALAI REHABILITASI SOSIAL PENYANDANG DISABILITAS SENSORIK TUNA


RUNGU WICARA KUPANG

A. SEJARAH

Balai Rehabilitas Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara milik


Kementrian Sosial RI yang beralamat di Jl.Timur Raya KM.36 Naibonat. Balai rehabilitasi
sosial ini khusus menangani penyandang disabilitas tunawicara. Balai rehabilitasi ini
merupakan balai rehabilitasi yang berdiri pada tahun 1992 yang nama awalnya adalah Panti
Social Bina Rungu Wicara “EFFATA” Kupang yang mulai beroprasi pada tahun 1994
namun pada tahun 2019 telah diganti menjadi Balai Rehabilitasi Social Penyandang
Disabilitas Sensorik Tuna Rungu Wicara “EFATA” KUPANG. Balai ini dirikan karena
adanya departemen social yang mengatakan bahwa di daerah Kota Kupang lebih khususnya
Naibonat bahwa populasi tuna rungu wicara sangat banyak sehingga Kementian Social RI
berinisiatif untuk membuka suatu panti rehabilitasi guna mengatasi masalah social yang
dihadapi oleh penyandang disabilitas tuna runggu wicara. Data penghuni atau penerima
manfaat sendiri 70 orang dalam satu tahun yang dibagi menjadi 2 semester yaitu semester
pertama 35 orang dan semester kedua 35 orang. Wilayah jangkauan dari balai tidak hanya di
daerah NTT tetapi ada beberapa daerah yang menjadi penerima manfaat dibalai ini
diantaranya Bali, NTB, Maluku, Maluku Tenggara, Papua, Papua Barat. Untuk pemenuhan
kebutuhan balai ini bekerjasama dengan kementian social dan beberapa mitra lainnya

B. STANDAR ATAU KRITERIA PEMENUHAN BAGI PENERIMA MANFAAT

Kriteria yang harus di penuhi oleh calon penerima manfaat adalah harus mampu dilatih
atau didik artinya mampu mengikuti segala rangkaian program dengan baik tidak hanya itu
tetapi juga harus sehat jasmani maupun rohani, usia 15-35 tahun, belum berkeluarga,
penyandang tuna rungu, wicara dan rungu-wicara. Untuk standar atau tingkatan dalam balai
ini tidak adanya tingkatan jadi semua penerima manfaat baik itu yang tuli, bisu maupu tuli-
bisu di gabungkan tujuannya agar tidak adanya kecemburuan social
C. PROGRAM

Pada balai rehabilitasi social ini terdapat 9 program

1. Pertukangan bangunan
2. Pertukangan kayu
3. Bengkel motor
4. Bengkel las
5. Salon
6. Computer
7. Menjahit
8. Kerajinan tangan
9. Tenun ikat

Pada balai rehabilitasi ini berfokup pada peningkatan keteram pilan penerima manfaat
bimbingan yang dilakukan pun tidak hanya sebatas memberikan materi atau pun teori tetapi
membimbing hingga penerima manfaat dapat mendiri atau mampu secara individual dapat
mengaplikasikan keterampilam yang diperoleh dalam kehidupan nyata. Setelah penerima
manfaat sudah menguasai keteramilan yang ia ikuti balai rehabilitas akan memfasilitasi
dengan sarana dan prasarana yang menunjang kemandirian mereka seperti penyediaan
mesin jahit, computer dll.

D. LAMPIAN (FOTO)

Anda mungkin juga menyukai