Anda di halaman 1dari 6

KENALI DAN ATASI MASALAH KESEPIAN PADA LANSIA

Fuadah Fahrudiana, Titih Huriah*


*mahasiswa dan dosen Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Jika kita mendengar kata kesepian


mungkin yang ada di benak kita yaitu suatu
kondisi dimana kita berada di tempat sendiri
dan tidak dapat berinteraksi secara langsung
dengan orang lain. Sebenarnya anggapan itu
tidak semuanya salah karena kondisi
sendirian seseorang belum tentu merasakan kesepian dan sebaliknya, seseorang
bisa merasa kesepian bahkan ketika dengan banyak orang lain. Kesepian
merupakan salah satu pengalaman tidak menyenangkan yang dirasakan saat
kekurangan dalam kuantitas ataupun kualitas hubungan sosial. Perasaan
tersisihkan, terpencil, terisolasi dari sosial dan lingkungan, lalu merasa tidak
diperhatikan dan dimengerti sehingga tidak ada seorangpun tempat untuk berbagi
rasa dan pengalaman merupakan tanda-tanda yang dirasakan seseorang saat
mengalami kesepian. Akibatnya, akan menimbulkan perasaan tidak berdaya,
kurang percaya diri, ketergantungan, keterlantaran dan menilai dirinya sebagai
individu yang tidak berharga, tidak diperhatikan dan tidak dicintai.
Rasa kesepian akan semakin dirasakan oleh lansia yang merupakan salah
satu populasi rentan terhadap masalah ini karena sebelumnya mereka adalah
seseorang yang aktif dalam berbagai kegiatan yang menghadirkan atau
berhubungan dengan orang banyak. Lansia secara tahap kehidupan memasuki
tahap pensiun dari aktivitas pekerjaan dan karier, kehilangan pasangan karena
kematian maupun anak-anak karena sudah mulai membangun kehidupan sendiri.
Disisi lain dalam kehidupan sosial kebanyakan lansia mulai menarik diri dari
kegiatan sosial karena merasa tidak “prima” seperti sebelumnya dengan
kehilangan hal-hal yang dimilikinya semasa muda seperti kebugaran, penampilan
dan fisik.
Meningkatnya usia harapan hidup (life expectancy) merupakan salah satu
indikator keberhasilan kesehatan dalam pembangunan nasional. Berdasarkan data
dari Departemen Ekonomi dan Sosial PBB (2015), Indonesia sebagai populasi
lansia terbesar kedelapan di dunia dan peringkat ketiga diantara 25 negara Asia-
Pasifik. Menurut proyeksi Bappenas jumlah penduduk lansia di Indonesia
diperkirakan akan meningkat menjadi 36 juta pada tahun 2025. Dengan
meningkatkatnya usia harapan hidup akan mengakibatkan jumlah penduduk lanjut
usia bertambah, disisi lain hal ini akan mengakibatkan timbulnya masalah yang
cukup potensial terhadap kelompok masyarakat yang lain jika tidak diperhatikan
dan dilakukan upaya peningkatan kesejahteraan dan kesehatan lansia sejak
sekarang.
Masalah kesehatan yang dialami lansia tidak hanya dari aspek fisik
maupun biologis, tapi juga aspek psikologis perlu diperhatikan. Salah satu
masalah kesehatan psikologis lansia yaitu tentang kesepian. Penelitian yang
dilakukan di negara maju tentang angka kejadian kesepian pada lansia
menunjukkan bahwa sebanyak 40% lansia yang berusia di atas 65 tahun
melaporkan kesepian, paling tidak kadang-kadang. Sekitar 5–15% lansia pada
usia ini melaporkan sering merasa kesepian, tetapi angka itu meningkat menjadi
50% pada lansia yang berusia 80 tahun ke atas. Perasaan kesepian kronis dialami
oleh 15-30% dari populasi umum. Adapun angka kejadian kesepian secara
spesifik di Indonesia belum banyak diteliti. Hubungan antara kesepian dengan
konsekuensi dari bahayanya terhadap kesehatan fisik dan mental sering kali
dilaporkan, termasuk peningkatan resiko kematian.
Berbagai penelitian yang meneliti tentang penanganan masalah kesepian
ini menunjukkan keberagaman metode dan pendekatan untuk mengurangi
masalah kesepian pada lansia. Dalam ulasan di bawah ini metode atau
pendekatannya akan dikelompokkan sesuai tingkat masyarakat, keluarga dan
individu lansia itu sendiri.
1. Tingkat masyarakat
Pada tingkatan sosial masyarakat ini cukup banyak program intervensi yang
sudah diteliti efektifitasnya terhadap penurunan masalah kesepian pada lansia
di negara-negara maju. Di Indonesia sendiri sudah mulai dicanangkan
program untuk lansia yang berbasis komunitas maupun masyarakat. Program-
program tersebut antara lain:
a. Program pendidikan, kesejahteraan dan kesehatan
Program pendidikan ini diciptakan dengan mempertahankan metodologi
partisipatif dengan kegiatan-kegiatan seperti: dinamika kelompok, topik
pengantar motivasi, refleksi kelompok, menonton dan mengomentari
video, resolusi kasus praktis, demonstrasi tentang bagaimana menerapkan
apa yang dipelajari dan bermanfaat, bermain peran.

b. Peningkatan dukungan sosial dengan model Self-Matual-Group (SMG)


Model program berbasis SMG ini cukup efektif dalam meningkatkan
dukungan sosial di antara lansia yang kesepian. Lansia yang mengalami
masalah kesepian sepenuhnya diberdayakan untuk memahami dan
memecahkan masalah mereka sendiri yang berkaitan antara kesehatan
dengan self-efficacy yaitu persepsi dan keyakinan diri secara maksimum.
Model ini, volunteer dan pekerja masyarakat baik dari lembaga
pemerintah maupun swasta memainkan peran instruktur manajemen
kesehatan untuk membantu dalam pelaksanaan intervensi berbasis SMG.

c. Pelatihan ketrampilan sosial dan psikoedukasi


Program ini berfokus pada pelatihan atau pendidikan tentang
keterampilan sosial seseorang, seperti kemampuan percakapan dan
menafsirkan bahasa tubuh. Sedangkan psikoedukasi dapat berfokus pada
pengelolaan masalah kesehatan mental di samping pentingnya dukungan
sosial. Hasil akhir yang diharapkan yaitu individu lansia mampu
membentuk dan mempertahankan hubungan yang bermakna sehingga
masalah kesepian yang dirasakan dapat dikurangi. Bentuk implementasi
pelaksanaan dari intervensi ini antara lain melalui layanan kesehatan
mental, individu atau keluarga, sesi kelompok, intervensi digital serta
menggunakan dukungan rekan.
d. Sosialisasi yang didukung atau memiliki “pendukung yang berfokus
secara sosial”
Bentuk intervensi ini yaitu lansia yang mengalami masalah kesepian
ditawari dukungan dan bimbingan dalam menemukan dan menghadiri
kegiatan atau kelompok baru. Pendukung khusus (seorang profesional,
anggota keluarga, teman, relawan atau pendukung sebaya) bekerja
menuju tujuan sosial dengan lansia dengan masalah kesepian. Pendukung
khusus tersebut membantu individu membuat koneksi sosial yang dapat
dipertahankan setelah dukungan mereka berakhir, sehingga masalah
kesepian pada lansia dapat dikurangi maupun diatasi. Bentuk pelaksanaan
dari intervensi ini antara lain dukungan individual, diberikan oleh layanan
amal kesehatan mental dan organisasi sektor ketiga, komunitas lokal,
pendukung sebaya, bekerja dengan perawatan primer.

e. Seni yang melibatkan masyarakat


Kegiatan kesenian yang melibatkan masyarakat telah membantu lansia
untuk memperluas hubungan komunitas mereka dan membangun
hubungan yang mendukung dengan peserta lain. Selain itu
memungkinkan lansia untuk berhubungan dengan kreativitas mereka
sendiri dan mengembangkan peran yang berarti melalui seni. Hasil akhir
yang diharapkan yaitu aktualisasi dan sosialisasi diri lansia baik sehingga
masalah kesepian yang dialami lansia dapat dikurangi maupun teratasi.

2. Tingkat keluarga
Pada tingkat keluarga termasuk suami/istri, anak, saudara maupun tetangga
harus lebih memperhatikan, memahami dan mendukung lansia terlebih ketika
mengalami masalah kesepian ini. Bentuk dukungan tersebut antara lain
seperti menunjukkan kepedulian, melakukan kunjungan secara periodik,
melibatkan dalam diskusi, serta tidak melakukan kegiatan yang
diinterpresikan oleh lansia sebagai mengasingkannya. Hal yang dirasa
mungkin sepele ini sebetulnya sangat berarti bagi lansia karena merasa
diperhatikan, dihargai dan dilibatkan.
3. Tingkat individu lansia
a. Mengubah kognisi
Tujuan dari kegiatan ini yaitu untuk mengurangi kognisi (kesadaran/
pemahaman) 'maladaptive' atau yang tidak sesuai pada lansia dengan
masalah kesepian serta mengubah cara individu berpikir tentang
hubungan sosial mereka. Hasil akhir yang diharapkan yaitu adanya
perubahan perilaku, peningkatan koneksi sosial dan mengurangi masalah
kesepian pada lansia. Program pelaksanaan dari intervensi mengubah
kognisi ini antara lain melalui layanan kesehatan mental, berbasis
sekolah, sesi individual, sesi kelompok, intervensi digital.

b. Menjalin kontak sosial dengan teman, tetangga. Misalnya aktif dalam


berbagai kegiatan sosial, senam, paduan suara, menyalurkan hobi, atau
kegiatan keagamaan yang akan menghadirkan nuansa kegembiraan pada
saat pertemuan berlangsung.

c. Kontak menggunakan media dapat menjadi alternatif ketika interaksi


secara langsung tidak dapat dilakukan lansia, misalnya melalui telpon,
surat atau e-mail, kiriman lagu lewat radio, atau cara lain yang menjadi
penghubung dengan orang lain.

d. Melakukan suatu aktivitas yang menyenangkan, seperti membaca,


menulis, mendengarkan musik, melihat TV, berjalan-jalan, berbelanja,
menyiram tanaman, memberi makan binatang peliharan, menyapu,
menyanyi, mengatur buku, membersihkan kamar, dan kegiatan lain.

Mengingat masalah kesepian yang begitu kompleks baik gejala maupun


dampaknya, maka semua pihak dari keluarga, tetangga maupun masyarakat secara
keseluruhan harus dapat memahami dan memberi dukungan terhadap lansia yang
mengalami masalah kesepian. Harapannya lansia dapat terbebas dari rasa kesepian
dengan menjalin kontak sosial dan komunikasi dengan teman maupun tetangga,
melakukan aktivitas sehari-hari yang menjadi hobi dan menyenangkan serta
menjalani masa hidup di usia senjanya dengan senyum kebahagiaan lahir dan
batin serta sehat dari aspek fisik, psikologi, sosial dan spiritualnya.

Anda mungkin juga menyukai