Anda di halaman 1dari 7

Modul

Perspektif dan falsafah Keperawatan


Henry Wiyono S.Kep.,Ns
Penulis memandang proses keperawatan sebagai alat untuk berpikir kritis perawat dalam
kacamata

ilmu

keperawatan

(adaptasi

dari

Roy

yg

menulis

modifikasi

dengan

Psikoneuroimunologi (PNI) dari Ader). Secara umum menurut pemikiran penulis paradigm ilmu
adaptasi dari Roy dan PNI ada kesamaan. Kedua paradigma ilmu keperawatan tersebut dimulai
dengan adanya suatu penyebab stress (stressor) yang berperan sbg stimulus manusia untuk
merespons.
Respon yang ditujukkan seseorang sangat bervariasi, baik secara individu, tingkat
system, tingkat sel, maupun tingkat molekul / gen. respon seseorang itu sering disebut dengan
koping, sangat bergantung dari karakteristik individu (pendidikan, pengalamanan, watak,
norma/budaya). Jika manusia secara holistic (jiwa, raga, roh, dan sel) mampu membangun jenis
koping yg positif, maka dia akan mampu beradaptasi (eutrees), sehingga kerusakan perilaku
(sakit/sel) akan menunjukkan perbaikan. Bertolak dari pemahanan tsb, kita bisa menghubungkan
tentang makna proses keperawatan yg kita banggakan selama ini. Kalau kita mulai input
(stressor) maka kita lihat di proses keperawatan kita berada pada tahap pengkajian dan diagnosis
dan diagnosis keperawatan (dengan NANDA-nya). Proses coping kita lihat sebagai suatu
intervensi / implementasi terhadap respon tubuh yang mengalami stress (distress). Cuma yang
membedakan pada tahap in, jika pada konsep PNI semua intervensi yang diberikan berupa suatu
proses pembelajaran (learning process) yang akan berpengaruh terhadap respon biologis
(perbaikan respons imun), dapat dilihat pada tahap adaptasi pada proses keperawatan.
Penulis mencoba mengaitkan pemahaman proses keperawatan dengan pendekatan model
adaptasi dan PNI dengan tujuan lebih mempermudah cara berpikir kita secara kritis. Menurut R.
Ennis, berpikir kritis adalah memutuskan apa yang harus dilakukan berdasarkan pemikiran
rasional yang reflektif. Berpikir kritis meliputi mengemukakan ide,asumsi, prinsip, argumentasi,
kesimpulan dan tindakan yang rasional. Dalam dunia keperawatan berpikir kritis digunakan
untuk mengemukakan alasan yang scientific terhadap semua langkah dalam asuhan keperawatan
yang dituangkan dalam pembuatan proses keperawatan (Bandman dan Bandman, 1988). Pada
proses keperawatan perawat perlu mengidentifikasi dan menganalisis isu-isu berdasarkan

perspektif dan beberapa sudut panjang yang berbeda untuk memutuskan apa yang harus
dilakukan. Pada bagian ini penulis ingin menyampaikan kerangka berpikir kritis pada penerapan
proses keperawatan berdasarkan perspektif kombinasi model adaptasi dari Roy dan PNI.
INPUT (PENGKAJIAN DAN DIAGNOSIS)
System adaptasi mempunyai input berasal dari internal. Roy mengidentifikasi bahwa input
sebagai stimulus. Stimulus sebagai suatu informasi, kejadian atau energy dari lingkungan.
Sejalan dengan adanya stimulus, tingkat adaptasi individu direspons sebagai suatu input dalam
proses adaptasi. Tingkat adaptasi tersebut bergantung pada stimulus yang didapat berdasarkan
kemampuan individu. Tingkat respons antara individu, dan stressor yang diberikan.
Stressor yang dimaksudkan pada input (pengumpulan data) adalah stressor psikososial
yang dapat digunakan dalam pengembangan kerangka berpikir kritis pada paradigma PNI.
Pengkajian dan diagnosis dalam proses keperawatan merupakan suatu input (stressor) yang
didasarkan hasil wawancara, pemeriksaan fisik dan data laboratorium. Permasalah timbul jika
system adaptasi tersebut tidak dapat merespons dan menyelesaikan masalah yang diakibatkan
oleh perubahan lingkungan dalam upaya mempertahankan integritas system ( Andrews dan Roy,
1991; Roy, 1989).
Menghadapi era globalisasi saat ini, diharapkan perawat juga harus mampu menganalisis
data-data mulai dari tingkat system, organ, sel dan molekul/gen). indicator imunitas sebagai
acuan perawat untuk mampu merumuskan masalah secara akurat. Masalah yang ditemukan dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Hasil akhir dari tahap ini adalah teridentifikasinya
masalah keperawatan, yang dikelompokkan menjadi masalah fisik, psikologis, social, dan
spiritual.
Tahap diagnosis adalah tahap pengambilan keputusan yang paling kritikal, dimana
perawat dapat menentukan masalahnya yang benar benar dirasakan klien berikut
argumentasinya secara rasional. Semakin perawat terlatih untuk berpikir kritis, maka ia akan
semakin tajam dalam dalam menentukan masalah atau diagnosis keperawatan klien baik
diagnosis keperawatan yang sifatnya resiko, potensial ataupun yang actual. Berpikir kritis
memerlukan konseptualisasi dan ketrampilan ini sangat penting dalam perumusan diagnosis,
karena taksonomi diagnosis keperawatan pada dasarnya adalah suatu konsep (NANDA, 2003).
Berdasarkan taksonomi NANDA II, diagnosis keperawatan dibagi dalam 13 domain, 46 klas, dan

167 diagnosis keperawatan. Tiga belas domain tersebut yaitu; promosi kesehatan, nutrisi,
eliminasi, respons kardiovaskuler/pulmonal, persepsi dan kognitif, peesepsi diri, hubungan
peran, seksual, koping, prinsip hidup, keselamatan, kenyamanan dan tumbuh kembang
(NANDA, 2003).
Bertolak dari pemikiran baku diatas, maka penulis mencoba melihat kaitannya dengan
model adaptasi dari Roy. Masalah keperawatan terjadi sebagai proses internal yang terjadi pada
individu sebagai system adaptasi yang didefinisikan oleh Roy sebagai system effectors. Empat
effectors atau jenis gangguan adaptasi tersebut meliputi : (1) fisiologis; (2) konsep diri; (3) fungsi
peran dan (4) interdependen (ketergantungan). Perilaku yang berhubungan terhadap jenis
tersebut sebagai manifestasi dari tingkat adaptasi individu dan mengakibatkan penggunaan
mekanisme koping. Dengan mengobservasi perilaku seseorang berhubungan dengan jenis
adaptasi, perawat dapat mengidentifikasi respons adaptatif atau ketidakefektifan respons sehat
dan sakit.
Menurut Roy masalah keperawatan terjadi sbg proses internal yg terjadi pd individu sbg
sistem adaptasi yg dikenal sbg sistem effector. Empat effector atau jenis gangguan adaptasi tsb
meliputi :
a. Fisiologis (Biologis)
a) Oksigenasi
b) Nutrisi
c) Eliminasi
d) Aktivitas dan istirahat
e) Integritas kulit
f) Rasa (senses)
g) Cairan dan elektrolit
h) Fungsi neurologis
i) Fungsi endokrin
b. Konsep diri (psikologis) spiritual
Jenis konsep ini mengidentifikasi pola nilai, kepercayaan, dan emosi yang berhubungan
dengan ide diri sendiri. Perhatian ditujukan pada kenyataan keadaan diri sendiri tentang fisik
individual, dan moral etik. Jenis adaptasi ini menekankan pada integritas psikis yaitu
kebutuhan untuk mengetahui siapa supaya seseorang dapat bertahan dengan gangguan
integritas yang dialami. Konsep diri diartikan sebagai suatu kepercayaan dan perasaaan yang
dimiliki seseorang tentang dirinya. Konsep diri juga merupakan persepsi individu tentang
fisik dan kepribadian (personality). Konsep diri fisik meliputi sensasi tubuh dan gambaran
tubuh, sedangkan konsep diri personal meliputi konsistensi, ideal diri, dan moral etik

spiritual (Andrew, 1991). Konsistensi diri merupakan berusaha untuk mempertahankan


pandangan individu tentang apa dan bagaimana dirinya sedangkan moral etik spiritual
diri meliputi system meliputi system kepercayaan dan evaluasi seseorang tentang apa, siapa
dan bagaimana harus berperilaku di masyarakat.
Manifestasi penggunaan jenis koping yang tidak efektif, meliputi menyalahkan diri
sendiri, menghindar dan pasrah ( tanpa adanya upaya menyelesaikan masalah).
c. Fungsi peran (social )
Fungsi peran mengidentifikasi tentang pola interaksi social seorang berhubungan dengan
orang lain akibat dari peran ganda. Fungsi dari peran menekankan pada kebutuhan untuk
mengetahui bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain supaya dia bisa
bertindak. Peran dipandang sebagai suatu satu kesatuan dari social, dimana setiap peran
selalu ada dalam berhubungan dengan orang lain. (Andrew, 1991)
Peran dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu peran primer (utama), peran
sekunder, dan peran tersier. Peran utama (utama) menetukan kegiatan seseorang yang
dilakukan dalam kehidupannya. Peran tersebut ditentukan oleh umur, jenis kelamin, dan
tahap perkembangan seseorang. Peran sekunder adalah peran tambahan dalam menunjang
peran utama. Peran sekundder pada umumnya peran yang dilakukan individu dalam
memperoleh suatu prestasi atau penghargaan yang lebih tinggi dalam kehidupannya.
Sedangkan peran tersier merupakan peran yang berhubungan dengan peran sekunder dan
upaya individu dalam memenuhi kewajibannya. Peran tersier tersebut biasa sementara,
secara bebas dipilih oleh individu dan mungkin meliputi kegiatan perkumpulan atau
hobi.
Gangguan social yang ditunjukkan menurun Pearlin dan Anehensel (1986) adalah
emosi yang labil (terisolisasi, tidak diperhatikan dan tidak dihargai), kecemasan
(sakitnya, keluarga-orang lain, peran, biaya), dan gangguan interaksi social.
d. Interdependen
Interdependen mengidentifikasi pola nilai-nilai manusia, kehangatan, cinta dan rasa
saling memiliki. Proses tersebut terjadi melalui hubungan interpersonal terhadap individu
maupun kelompok. Menurut Andrew dan Roy (1991), jenis adaptasi interdependen yang
utama adalah perasaan aman dalam hubungan. Perasaan berharga bagi orang lain dan
adanya system dukungan yang konstruktif dalam lingkungan sekitarnya.

Meskipun dari keempat jenis adaptasi dijelaskan secara terpisah, tetapi keempat
jenis model adaptasi tersebut berhubungan satu dengan lainnya. Masalah keperawatan
psikososial berhubungan dengan respons imunitas. Menurut hasil penelitian yang penulis
lakukan pada pasien HIV, pasien yang mengalami distress psikologis dan berhubungan
dengan penurunan jumlah CD4, aktivasi IFN y dan anti HIV.
Proses
Membangun jenis koping yang positif (intervensi = perencanaan dan pelaksanaan )
Kita semua hafal dan ahli bahwa intervensi yang diberikan oleh perawat memiliki empat jenis
(PERMENKES RI 1239/2001), meliputi observasi, tindakan interdependen, edukasi dan
kolaborasi. Dimana letak ilmiah tindakan yang diberikan ? di mana fokus intervensi yang harus
dilakukan perawat secara ototomi (berbeda dengan profesi kesehatan lain)? Letak ilmiah
intervensi keperawatan menurut penulis harus dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah juga
didasarakn pada prinsip kebenaranKoherensi : runtut dengan ilmu-ilmu sebelumnya. Hal ini
dapat penulis jelaskan dengan paradigma PNI sebagai berikut.
Mekanisme efek intervensi keperawatan adalah sebagai berikut : pertama kali efek stress
adalah stimuli yang menimbulkan stres (stress dan stres tidak selalu dikonotasikan negatif).
Stress mempunyai triad yaitu aktivasi, resistensi (adaptasi), dan ekshausi. Jadi stressor
merupakan stimuli yang menyebabkan aktivasi, resitensi, dan ekshausi. Sinyal stress
dirambatkan mulai dari sel di otak (hipotalamus dan pituitasi), sel di adrenal (korteks dan
medulla), yang akhirnya disampaikan ke sel imun. Tingkat stress yang terjadi pada jenis dan
subset sel imun akan menentkan kualitas medulasi imunitas, baik alami maupun adaptif.

Tahapan tahapan menurut Roy and PNI


a. Tahap Intervensi
Roy mendefinisikan bahwa tujuan intervensi keperawatan ailah meningkatkan respons
adaptif berhubungan dengan empat jenis respons. Nursing aims is to increase the
persons adaptive response and to decrease ineffective responses (Roy, 1984 : 37).
Perubahan internal dan eksternal serta stimulus input bergantung pada kondisi koping

individu. Kondisi koping seseorang atau keadaan koping seseorang merupakan tingkat
adaptasi adaptasi seseorang. Tingkat adaptasi seseorang akan ditentukan oleh stimulus
focal, contextual dan residual. Focal adalah suatu respons yang diberikan secara langsung
terhadap ancaman ancaman/input yang masuk. Penggunaan focal pada umumnya
bergantung tingkat perubahan yang berdampak terhadap seseorang. Stimulus Contextual
adalah semua stimulasi lain seseorang baik internal maupun eksternal yang
mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, di ukur, dan secara objektif disampaikan
oleh individu. Stimulus residual adalah karakteristik / riwayat dari seseorang yang ada
dan timbul relevan dengan situasi yang dihadapi tetapi sulit diukur secara objektif.
Roy menggunakan istilah mekanisme koping untuk menjelaskan proses control dari
individu sebagai suatu system adaptasi. Beberapa mekanisme koping adalah genetic,
misalnya sel-sel darah putih dalam melawan bakteri yang masuk dalam tubuh.
Mekanisme lainnya adalah dipelajari misalnya respons humoral akibat distress
psikologis. Roy menekankan ilmu keperawatan yang unik berperan untuk mengontrol
mekanisme tersebut dinamakan kognator dan regulator.
b. Tahap output efektor (evaluasi) respons imunitas
Efek (output) akhir dari asuhan keperawatan adalah adaptif atau maladaptif yaitu
peningkatan medilasi respons imun yang dapat dijelaskan sebagai berikut : intervensi
yang diberikan akan menghasilkan Triple S yang banyak digunakan untuk merambatkan
sinyal.
Proses keperawatan yang didasarkan pada paradigma model dari Roy dan PNI
mempunai kerangka berpikir kritis yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya
secara koherensi. Sakit terjasi jika individu tidak mampu beradaptasi secara holistik dari
stress yang didapatkan. Intervensi keperawatan bertujuan sebagai stimulus terhadap stres
(sakit ) yang berperan memperbaiki jenis koping individu melalui proses pembelajaran.
Falsafah Keperawatan
Merupakan pandangan dasar tentang hakekta manusia dan esensi keperawatan yang menjadikan
kerangka dasar dalam praktek keperawatan. Hakekat manusia disini adalah manusia sebagai
makhluk biologis, psikologis, sosial, dan spritual, sedangkan esensinya adalah falsafah
keperawatan yang pertama, memandang pasien adalah makhluk yang utuh (holistik) yang harus
dipenuhi segala kebutuhannya baik kebutuhan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual yang
diberikan secara komprehensif dan tidak bisa dilakukan secara sepihak atau sebgian dari

kebutuhannya; kedua, bentuk pelayanan yang diberikan harus secara langsung dengan
memperhatikan aspek kemanusiaan; ketiga, setiap orang berhak mendapatkan perawatan tanpa
memandang perbedaan suku, kepercayaan, status sosial, agama dan ekonomi; keempat,
pelayanan keperawatan tersebut merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan
mengingat perawat bekerja dalam lingkup tim kesehatan buka sendiri-sendiri; kelima, pasien
adalah mitra yang selalu aktif dalam pelayanan kesehatan, bukan seorang penerima jasa yang
pasif
REFERENSI

La Ode Jumadi.(1999). Pengantar Keperawatan Profesional. Jakarta . EGC


Kusnanto. (2003).Pengantar Profesi & Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta. EGC
Nursalam. (2009). Proses dan Dokumemtasi Keperawatan Konsep dan Praktik Edisi
2.Jakarta. Salemba Medika
Zaidin, Ali. (2001).Dasar-Dasar Keperawatan Profesional. Jakarta. Widya Medika

Anda mungkin juga menyukai