Anda di halaman 1dari 21

BEKERJA BERSAMA MEWUJUDKAN

MASYARAKAT INKLUSIF
Pengalaman PPRBM SOLO
di 14 Kabupaten & 3 Kota di Provinsi Jawa Tengah
Siti Karimah
Pusat Pelatihan & Pengembangan Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat
(PPRBM) Solo

1
PROFIL PPRBM SOLO
PPRBM SOLO adalah sebuah lembaga swadaya
masyarakat yang sangat konsen terhadap isu
difabilitas. Dalam melaksanakan kerja
nyatanya, kami bersama – sama dengan
mesyarakat menggunakan strategi dan
pendekatan Rehabilitasi Bersumberdaya
Masyarakat (RBM) sekaligus Pembangunan
Inklusi Berbasis Masyarakat.

2
(Prof. Dr. R. Soeharso).
Yang Ada Hanya Manusia”
“Tidak Ada Manusia Cacat di Dunia
# For financial, CBR – DTC Solo supported by Caritas Germany & BMZ
(Germany), NLR (Netherlands), SMHF (Japan), CBM, EU (European Union),
LilianeFond (Netherlands) #

KOTA SEMARANG BREBES SALATIGA KAB. SEMARANG

TEGAL BOYOLALI SURAKARTA KLATEN SUKOHARJO

SRAGEN GROBOGAN KARANGANYAR WONOGIRI BLORA


3
RBM adalah strategi untuk
rehabilitasi, penyetaraan kesempatan,
pengurangan kemiskinan, dan inklusi
sosial difabel.
(Join position paper WHO, ILO,
UNESCO, 2004).

RBM adalah konsep yang terus


berkembang (evolving consept) tentang
difabilitas dan pembangunan. Ia bersifat
flexible dan respektif pada situasi lokal:
sosial, budaya, politik, nilai dan kearifan
lokal.
4
Kerja Nyata RBM
RBM adalah Strategi untuk Pemberdayaan Difabel
(mengembangkan kapasitas dan membangun karakter )
untuk meningkatan kualitas hidup difabel di semua aspek
kehidupan; dan merubah perilaku masyarakat (yang
meliputi transfer pengetahuan, ketrampilan, dan sikap);
serta advokasi kebijakan untuk kesetaraan hak dan
kesempatan bagi difabel melalui mainstreaming hak-hak
difabel ke dalam agenda pembangunan pemerintah di
segala bidang (lintas sektor) dalam rangka MENCAPAI
masyarakat inklusi dan lingkungan yang aksesibel /bebas
hambatan bagi difabel.
(Sunarman, CBR Center, 2010)

CBR (Community Based Rehabilitation) MENJADI CBID


(Community Based Inclusive Development)
5
RBM adalah Strategi untuk:

Rehabilitasi : Rehabilitasi identik dengan intervensi medis


(terapi, alat bantu, operasi, dll). Dalam RBM rehabilitasi medis
bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri. Rehabilitasi bukan
hanya agar difabel bisa “normal / mendekati normal” tetapi
bertujuan agar difabel mampu berpartisipasi secara penuh
dan efektif dalam ruang-ruang publik (pendidikan, ekonomi,
sosial, budaya, politik).

Penyetaraan kesempatan : Difabel tidak cukup hanya dibantu,


dikasihani, mereka berhak mendapatkan kesempatan untuk
hidup, tumbuh dan berkembang sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan (Memiliki Hak Asasi Manusia), sama
seperti manusia lainnya, agar memiliki akses dan mendapat
manfaat dalam pembangunan di segala bidang.
6
Pengurangan Kemiskinan : Selama berabad-abad lamanya,
difabel hidup penuh hambatan dan diskriminasi dari
lingkungan, sehingga mereka rata-rata hidup dalam
kemiskinan (lihat tabel analisa situasi difabel). Upaya-
upaya untuk pengurangan kemiskinan, tidak pernah
melibatkan difabel dan keluarga mereka, kalaupun ada,
tidak pernah sungguh-sungguh berpihak kepada difabel.
Kondisi tersebut memunculkan sebuah teori “lingkaran
setan kecacatan dan kemiskinan”. Kecacatan bisa
melahirkan kemiskinan, dan sebaliknya, kemiskinan bisa
melahirkan kecacatan.
Menurut study WHO dan Bank Dunia (dalam the World
Report on Disabilities, 2011): Setiap 1 dari 5 orang yang
paling miskin disuatu wilayah, adalah difabel atau keluarga
difabel.
7
Inklusi Sosial Difabel : Salah satu akar persoalan yang
dihadapi difabel sehari-hari adalah adanya stigma sosial
yang sudah berjalan selama puluhan tahun dan masih
hidup sampai saat ini (lihat stigma sosial pada difabel).
Bagi kebanyakan difabel, stigma sosial yang begitu kuat
membelenggu hidupnya, akan melahirkan stigma diri
(menganggap bahwa stigma sosial itu benar adanya).
Salah satu bukti masih adanya stigma sosial itu adalah
berupa pandangan (mind set / paradigma) dan tindakan
/ kebiasaan yang cenderung berangkat dari melihat
difabel dari sisi kelemahan (cacat/disabilitas) nya saja.

8
Prinsip RBM
General (Promoted by WHO):
• Inclusion (Inklusi), Full and Effective Participation of PWDs
(Partisipasi Penuh dan efektif difabel), Self-Advocacy
(Advokasi Mandiri), Sustainability (Keberlanjutan).

Prinsip Tambahan dari Pengalaman PPRBM Solo:

• Reduce Dependency (Mengurangi Ketergantungan)


• Reduce Charity (Mengurangi Belaskasihan/Charity)
• Consistency (Konsistensi)
• Accessibility (Aksesibilitas)

9
Definisi Difabel
Seseorang yang mempunyai perbedaan untuk
melakukan atau mengekspresikan
kemampuannya dalam menghadapi
hambatan aktivitas maupun
partisipasi yang disebabkan
oleh kondisi diri, lingkungan
fisik dan kehidupan sosial.

Sumber gambar : 10
http://www.clipartbest.com/cliparts/9cR/aan/9cRaanM9i.gif
Jenis Difabilitas
• Difabel Netra
• Difabel Rungu Wicara
• Difabel Daksa
• Difabel Autis
• Difabel Kejiwaan
• Difabel Down Syndrome
• Difabel Grahita
• Difabel Laras
BEBERAPA UNDANG – UNDANG / PERATURAN TERKAIT DIFABEL

• Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan


Convention On The Right Of Persons With Disabilities (Konvensi
Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas)
• UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa
• Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas)
• Perda No 11 Tahun 2014 Tentang Pemenuhan Hak Penyandang
Disabilitas Provinsi Jawa Tengah
• Perda No. 14 Tahun 2014 Tentang Kesetaraan Pemenuhan Hak
Penyandang Disabilitas Kabupaten Boyolali
ASAS PENGATURAN DESA ASAS PEMENUHAN HAK DIFABEL
DALAM UU NO. 6 TAHUN 2014 UU NO. 8 TAHUN 2016
TENTANG DESA TENTANG DESA

• Penghormatan terhadap
• rekognisi; martabat;
• subsidiaritas; •otonomi individu;
• keberagaman; •tanpa Diskriminasi;
• kebersamaan; •partisipasi penuh;
• kegotongroyongan; •keragaman manusia dan
• kekeluargaan; kemanusiaan;
• musyawarah; •Kesamaan Kesempatan;
• demokrasi; •kesetaraan;
• kemandirian; •Aksesibilitas;
• partisipasi; •kapasitas yang terus
• kesetaraan; berkembang dan identitas anak;
• pemberdayaan; • inklusif; dan
• keberlanjutan. •perlakuan khusus dan
Pelindungan lebih.
Kondisi Saat Ini….

Implem
Regulasi
entasi
Ada
Kurang
Matriks RBM

KESEHATAN PENDIDIKAN LIVELIHOOD SOSIAL PEMBERDAYAAN


(PENGHIDUPAN) MASYARAKAT

Rujukan dan Pendidikan Usia Dini Ketrampilan & Hubungan, Pernikahan Komunikasi
Penyadaran Pengembangan & Keluarga

Pencegahan Pendidikan Dasar Wiraswasta Pendampingan Mobilisasi Sosial


Individu

Perawatan Pend. Menengah dan Pelayanan Keuangan Seni & Budaya Peran serta dalam
Medis Pendidikan Tinggi Politik

Rehabilitasi Non formal Pegawai Upahan Hiburan, kesenangan Kelompok Mandiri


(sektor formal) (hobby) & olah raga

Alat Bantu Pengalaman Hidup – Perlindungan Sosial Akses Hukum Organisasi Difabel
Pendidikan sepanjang
hayat

15
Mengapa Kita harus mempromosikan Pembangunan
Inklusif dan Pembangunan Berkelanjutan
(Isu Utama dalam konteks Jawa Tengah):
• Difabel (termasuk yang dengan hambatan mental /
psikososial dan mengalami kusta) ,mengalami stigma
dan diskriminasi di semua aspek kehidupan dan
semua sektor pembangunan di kehidupan sehari-hari
mereka.
• Perempuan dan anak-anak difabel mengalami
beberapa pelecehan dan eksploitasi dalam berbagai
bentuk.
• Sistem dan struktur tidak berpihak terhadap difabel.

16
STIGMA SOSIAL :
Contoh : Difabilitas itu aib, tragedi (hilang STIGMA KESEHATAN :
harapan). Difabel itu minder, kurang PD, Contoh : Difabilitas itu sama dengan
pemarah, mudah tersinggung, dll sakit (tidak sehat jasmani rohani),
kelainan, ketidaknormalan. Difabel itu
harus direhabilitasi, dinormalkan.
STIGMA BUDAYA :
Contoh : Difabilitas itu identik dengan
STIGMA EKONOMI :
ketergantungan, ketidakmampuan
Contoh : Difabilitas itu hilangnya potensi,
berpikir dan berkarya.
kondisi yang tidak bisa dirubah, hilangnya
Difabel itu bukan pilihan pertama untuk
kemampuan bekerja. Difabel itu manusia
menjadi pemimpin dan menantu (tidak
tidak produktif, manusia biaya tinggi, beban
memenuhi syarat bibit, bebet, bobot).
tambahan, miskin, tidak boleh membuka
rekening bank, dll

STIGMA AGAMA : STIGMA PENDIDIKAN:


Contoh : Difabilitas itu penderitaan, Contoh : Difabilitas itu identik dengan
kutukan Tuhan, Dosa Masa Lalu, Dosa kelemahan, ketidakmampuan, hilangnya
Orang Tua, hasil persetubuhan yang tidak masa depan. Difabel itu tidak perlu
suci. Difabel itu harus dihindari, tidak sekolah, mengganggu, tidak cakap, dll.
boleh berjamaah, harus “ditolong dan
disantuni”. 17
Permasalahan Umum
• Minimnya akses terhadap informasi
•Terabaikanya hak-hak dasar sebagai warga negara (KTP, Jaminan
Kesehatan, Layanan kesehatan,bantuan-bantuan sosial)
•Program-program pembangunan yang tidak sesuai kebutuhan
dan atau tidak tepat sasaran bagi difabel
•Penegakan hukum yang tidak berperspektif difabel
•Pengabaian terhadap kasus-kasus hukum yang menimpa difabel
•Difabel kurang dilibatkan dalam proses pembangunan
•Difabel kurang dapat berpartisipasi dalam pembangunan
•Difabel belum menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan
di berbagai sektor
•Difabel belum merasakan dampak dari hasil-hasil pembangunan

18
Bagaimana Menerapkan Pembangunan Inklusif
dan Berkelanjutan di Pemerintahan lokal?

• Memperkuat Struktur Pemerintah Daerah dan Sistem melalui


Pembentukan Tim Advokasi Difabel atau Forum Peduli Difabel
dan Kusta dari unsur Pemerintah Daerah Departemen / Dinas /
Unit; dan pemangku kepentingan pembangunan lainnya.
• TAD dan FPDK disahkan oleh Walikota atau Bupati sebagai
badan koordinasi legal formal dan memiliki agenda rapat
koordinasi reguler untuk mengembangkan program dan
anggaran untuk mengakomodasi hak difabel (lintas sektoral).
• Meningkatkan partisipasi aktif dan keterlibatan difabel dalam
proses pembangunan mulai dari perencaan sampai dengan
tahap pelaksanaan dan evaluasi

19
Bagaimana Menerapkan Pembangunan Inklusif
dan Berkelanjutan di Level Grassroot ?
• Memperkuat Partisipasi penuh dan efektif dari
difabel Sistem dan Struktur Pemerintah
Daerah melalui Pembentukan Self-Help
Groups (SHG) difabel, yang kemudian menjadi
satu bagian utuh Jaringan Difabel lokal.
• Para pemimpin SHG dan organisasi difabel
terlibat penuh dan Mempengaruhi Sistem dan
Struktur Pemerintah Daerah.

20
TANTANGAN UTAMA
• Implementasi UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas
dan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (termasuk hak
difabel),membutuhkan kemauan politik dan komitmen.
• Difabel belum menjadi isu prioritas, tetap dipandang sebagai
permasalahan kesejahteraan sosial. Konsep rehabilitasi tidak optimal;
harus menjadi isu hak asasi manusia dalam pengembangan semua sektor
(multi stakeholder) / isu lintas sektoral.
• Data dan pemetaan difabel belum terpadu
• Pemahaman pemerintah (desa) terhadap difabel dan kebutuhannya.
• Cacat dipandang sebagai hak asasi manusia dalam isu-isu pembangunan;
Namun kepentingan politik dominan.
Grassroots Level:
• Butuh waktu dalam peningkatan kapasitas dan pembangunan karakter
difabel.
• Orientasi kebutuhan praktis masih dominan di lingkungan difabel.

21

Anda mungkin juga menyukai