PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya orang lain.
Pada dasarnya manusia hidup bermasyarakat dan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya
karena manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk bersosialisasi. Manusia akan
berinteraksi dengan masyarakat lainnya, Disamping itu manusia juga merupakan makhluk
individu yang mempunyai privasi, hak dan kewajiban.
Hak yang dimiliki manusia merupakan hak yang diberikan oleh Tuhan sejak di dalam
kandungan. Hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan
dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan bermasyarakat. .
Hak yang dimiliki setiap manusia adalah sama. Hak asasi ini dimiliki setiap manusia tanpa
melihat perbedaan apapun baik agama, suku bangsa, ras, jenis kelamin, warna kulit dan bentuk
fisik. Hak-hak ini tidak dapat dicabut oleh siapapun, dan mempunyai tujuan untuk menjamin
martabat setiap manusia. Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda, tidak semua individu
terlahir dengan sempurna, beberapa diantaranya mengalami keterbatasan dan ketidaksempurnaan
(cacat), baik fisik ataupun mental. Dengan kondisi yang seperti itu kaum penyandang cacat
sering mengalami masalah diskriminasi dalam hidup bermasyarakat, baik dalam lingkup negara
maupun internasional.
Kaum penyandang cacat adalah manusia dengan kemampuan yang berbeda dengan
ketidaksempurnaan fisik. Dalam masyarakat internasional disebut sebagai Difable (Different
ability people). Ada banyak sekali kaum difabel diseluruh dunia. Menurut data WHO, dari total
penduduk dunia, 15% diantaranya adalah kaum difabel. Mungkin sangat sedikit jika
diprosentasekan namun jika dikonfersi jumlah difabel tersebut mencapai satu miliar orang .
Kaum difabel butuh untuk berinteraksi dengan manusia lainnya. Sama dengan manusia yang
tidak mengalami ketidaksempurnaan fisik, kaum difabel juga membutukan orang lain bahkan
mereka membutuhkan perhatian yang lebih. Namun tidak sedikit masyarakat yang mengabaikan
kaum difabel, mereka lupa bahwa kaum difabel sama dengan manusia normal lainnya yang juga
mempunyai hak yang sama sebagai manusia.
Dalam masyarakat, kaum penyandang cacat baik fisik maupun maupun mental dianggap
sebagai aib, memalukan, serta tidak beruntung. Secara sosial kaum penyandang cacat
mendapatkan perlakuan tidak adil, diskriminatif, tersegregasi secara sosial, politik, pendidikan,
karir, dll dalam masyarakat. Mereka juga layak mendapatkan dukungan untuk memperoleh
pelayanan yang sesuai dengan hak-hak yang mereka butuhkan seperti SLB (Sekolah Luar Biasa),
sekolah regular, pendidikan ketrampilan bagi penyandang cacat, sarana dna prasarana untuk
difabel dalam ruang publik dan berbagai pelayanan kesehatan.
Di Negara- Negara berkembang, perhatian khusus dan penanganan terhadap kaum difabel
masih sangat terbatas. Fasilitas pendidikan SLB yang juga masih terbatas dan mahal, dimana
seharusnya kaum difabel mendapatkan kesempatan sekolah yang sama, sarana pelatihan kerja
dan kesempatan kerja masih sangat minim. Pemenuhan sarana dan prasarana untuk kaum difabel
di ruang publik masih jauh dari kata sempurna. Permasalahan kaum difabel bukan hanya sebatas
permasalahan dalam negeri namun sudah menjadi perhatian dunia Internasional. Dengan adanya
permasalahan kaum difabel yang semakin memprihatinkan tersebut masyarakat berupaya untuk
memperjuangkan hak- hak yang seharusnya didapatkan oleh kaum difabel.
Pada tahun 2006 United Nation dibawah UNICEF dan WHO menyelenggarakan CRPD
(Convention on The Rigths of Person with Disabilities) yang merupakan konvensi Internasional
Hak- Hak penyandang cacat yang disahkan oleh Majelis Umum PBB pada sidang ke-61 dengan
tujuan untuk melindungi dan memenuhi hak- hak dasar kaum difabel. Konvensi ini di Indonesia
di ratifikasi pada tanggal 30 November 2011 yang selanjutnya diadopsi menjadi UU No.19
Tahun 2013.
Perlindungan sosial merupakan elemen penting dalam strategi kebijakan sosial dalam
menurunkan tingkat kemiskinan serta memperkecil kesenjangan multidimensional, secara luas,
perlindungan sosial merupakan tindakan dalam memenuhi kebutuhan terutama kebutuhan
kelompok miskin, kelompok rentan dalam menghadapi kehidupan yang penuh resiko, serta
meningkatkan status sosial dan hak kelompok termarginalisasi di setiap Negara. Berbagai bentuk
perlindungan sosial yang diberikan Negara kepada warganya dengan tujuan agar setiap orang
mendapatkan akses terhadap layanan yang diberikan.Disamping itu juga produk undang-undang
yang dihasilkan untuk lebih memberikan rasa aman dan nyaman bagi warganya. Perempuan
sebagai bagian dari warga Negara juga, perlu mendapatkan perlindungan sosial sama seperti laki-
laki. Jika dibandingkan dengan laki-laki, maka perempuan lebih rentan terhadap berbagai bentuk
tindakan diskriminatif dengan memiliki konndisi ganda seperti ganggunan fisik
(Disabilitas).Kondisi inilah yang masih mewarnai kehidupan perempuan disabilitas saat ini. Data
International Labour Organization (ILO) menyebutkan bahwa jumlah Disabilitas di Indonesia
yaitu 11,580,117 orang. Berdasarkan hasil Susenas Modul Sosial Budaya dan Pendidikan
(MSBP) 2012, persentase perempuan penyandang disabilitas secara nasional sebesar 2,55 persen
terhadap total penduduk. Menurut daerah tempat tinggal, perempuan penyandang disabilitas di
perkotaan relatif lebih rendah dibandingkan di pedesaan, yaitu 2,28 persen berbanding 2,81
persen. Jika dibandingkan dengan perempuan, persentase laki-laki penyandang disabilitas relatif
lebih rendah, baik di perkotaan maupun di perdesaan.
1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan penulis akan asuhan kebidanan pada
perempuan dan anak kelompok rentan dengan kebutuhan khusus permasalahan fisik.
BAB II
PERMASALAHAN
PEMBAHASAN
Menurut UU Republik Indonesia Kelompok rentan adalah orang lanjut usia, anak-anak,
fakir miskin, perempuan hamil, dan orang dengan Disabilitas.
Semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam menikmati standar
kehidupan yang layak (Kementerian Hukum dan HAM)
Populasi yang hidup dalam kemiskinan tanpa akses ke tempat tinggal yang layak, air, sanitasi
dan nutrisi serta mereka yang distigmatisasi, didiskriminasi dan dimarjinalisasi oleh masyarakat
dan bahkan dikriminalisasi dalam kebijakan hukum negara (UNDP)
Diffabel
Mereka ini memiliki kemampuan yang berbeda karena adanya keterbatasan fisik yang dimiliki,
seperti keterbatasan karena mata tidak bisa melihat, kaki tidak bisa berjalan, telinga tidak bisa
mendengar, dan lain-lain. Keterbatasan fisik akan menghalangi mereka untuk bisa melakukan
aktivitas dan berkompetisi, sehingga memerlukan perlakuan khusus, seperti diperlukan jalan
dan tangga khusus untuk kaum diffabel dalam bangunan-bangunan publik.
Perempuan
Perempuan penyandang disabilitas masuk dalam kelompok perempuan dalam situasi khusus
yang mempunyai kerentanan lebih dibandingkan perempuan dan penyandang disabilitas pada
umumnya. Mereka ini telah lama hidup dalam situasi dan sistem sosial patriarki, di mana
mereka yang berjenis kelaminperempuan. laki-laki dianggap super dan memperoleh perlakuan
istimewa dengan meminggirkan kaum perempuan. Dalam jangka panjang, perempuan telah
mengalami marjinalisasi, bukan hanya oleh tradisi tertentu di setiap masyarakat, tetapi juga
kebijakan-kebijakan politik. Ibu Hamil dan Menyusui. Secara lebih khusus di kalangan
perempuan, ibu hamil dan ibu menyusui, memiliki risiko lebih besar lagi, karena dia bukan
hanya hidup sendiri, tetapi juga membawa anak yang dikandung dan disusui itu. Peningkatan
asupan gizi yang seimbang diperlukan untuk menjamin kelayakan hidup keduanya, sang ibu
dan anak.
Anak-anak
Anak-anak adalah orang yang memerlukan kegembiraan, kasih sayang, perlakuan yang santun,
dan asupan gizi seimbang untuk memastikan potensi-potensi dalam dirinya bisa tumbuh dengan
baik. Bencana atau ancaman bencana akan bisa merampas ini semua, sehingga kebijakan
berkaitan dengan kebencanaan harus memastikan bisa menjamin dan melindungi mereka.
Kaum miskin
Kaum miskin adalah kelompok rentan berikutnya, dilihat dari sudut ekonomi dan kesejahteraan
sosial. Dalam kehidupan normal saja, mereka selalu hidup dalam kemiskinan. Terlebih lagi,
ketika ada bencana atau ancaman bencana jelas akan berdampak pada mata pencarian,
kemampuan menghidupi keluarga, dan keberlangsungan keseluruhan keluarga miskin.
Lansia
Manusia usia lanjut juga kelompok rentan. Keterbatasn fisik dalam diri mereka adalah
kelemahan fisik atau penurunan dari keadaan normal karena dimakan usia. Penurunan kualitas
fisik itu akan mempengaruhi indera-indera dan respon mereka terhadap situasi sosial, termasuk
berkaitan dengan kebencanaan.
Indonesia menjunjung tinggi hak asasi manusia dan juga keterbatasan dasar manusia
sebagai hak yang secara kodrat melekat pada manusia, harus dilindungi, dihormati, dihargai,
dan ditegakkan demi meningkatkan kesejahteraan, keadilan, kebahagiaan, dan juga kecerdasan.
bahwa hak-hak inibenar-benar penting bagi kelangsungan hidup manusia, khususnya dalam
hal ini adalahwarga Negara Indonesia. Sedangkan yang termasuk dalam penyebutan Warga
NegaraIndonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain
yangdisahkan dengan Undang-Undang sebagai warga Negara ( Pasal 26 ayat (1) UUD1945).
Orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkandengan
penyandang cacat yang juga merupakan bagian dari orang-orang bangsaIndonesia asli dan
hak-hak relative. Pentingnya penekanan perlindungan hak bagi kaum penyandang cacat
merupakan orang-orang dengan kemampuan berbeda, sehingga perlu perlakuan yang khusus
juga dari pemerintah untuk memenuhi hak-hak yang disebutkan dalam Undang-Undang Dasar
1945 Bab XA mengenai hakasasi manusia.Selain itu tanpa adanya perlindungan lebih dari
pemerintah, para kaum penyandang cacat ini rentan terhadap perlakuan diskriminasi, terlebih
Bahkan dunia internasional juga begitu sangat peduli terhadap pemenuhan hak-hak
asasi manusia khususnya bagi kaum penyandang cacat, hal ini terbukti dengan adanya
Convention on the Rights of Persons with Disabilities. Konvensi PBB yang dilaksanakan
terpenuhinya hak asasi manusia tanpa adanya diskriminasi bagi kaum penyandang cacat
(difabel).
Non-Diskriminasi
Secara penuh dan efektif berpartisipasi dan ikut serta dalam masyarakat
Menghargai perbedaan dan penerimaan para penyandang cacat sebagai bagian dari
Persamaan kesempatan
Aksesibilitas
perumahan, fasilitas kesehatan dan tempat kerja yang mampu memenuhi kebutuhan
difabel untuk dapat hidup mandiri dan berpatisipasi penuh dalam semuaaspek kehidupan
Guna tercapainya aksesibilitas yang telah diatur dalam konvensi ini, negara-negara peserta
panduan untuk aksesibilitas fasilitas dan layanan yang terbuka atau yang disediakan
untuk umum
2. Memastikan bahwa fasilitas dan layanan yang terbuka atau yang disediakan untuk umum
4. Menyediakan huruf braile dan braile signage pada bangunan dan fasilitas lain yang
5. Memberikan bantuan hidup dan perantara, termasuk panduan, pembaca dan juru bahasa
6. Mempromosikan bentuk-bentuk lain yang sesuai bantuan dan dukungan bagi para difabel
7. Mempromosikan akses bagi para difabel terhadap informasi baru dan sistem teknologi
dapat diakses dengan teknologi dan sistem pada tahap awal, sehingga teknologi dan
yang merupakan kependekan dari different ability people atau yang dapat diartikan
dengan istilah disable, disable sendiri bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
perubahan yang cukup signifikan sesuai dengan persepsi dan penerimaan masyarakat
secara luas.
people with disability atau disabled people. People with disability kemudian
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi penyandang cacat yang pada awalnya
diskriminatif karena memandang seseorang memiliki salah satu jenis penyakit atau
difabel memiliki nilai lebih humanis dan sebagai suatu usaha untuk menghilangkan
eksistensi dan peran difabel dalam lingkungan mereka (Priyadi 2006 ; Annisa 2005).
Dalam UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang cacat, pengertian
penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental
1997 ini dikategorikan menjadi 3 ( tiga ) jenis penyandang cacat, antara lain
penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental dan penyandang cacat fisik dan
mental. Demikian pula pengertian penyandang cacat yang dijelaskan dalam Pasal 1
fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam
berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan
kesamaan hak.
Ada beberapa penggolongan pada orang cacat berikut merupakan jenis atau klasifikasi
Cacat Fisik, didefinisikan sebagai penderita yang mengalami anggota fisik yang
kurang lengkap seperti amputasi, cacat tulang, cacat sendi otot, lungkai, lengan,
dan lumpuh.
keterbatasan dalam mendengar atau memahami apa yang dikatakan oleh orang lain
dengan jarak lebih dari 1 meter tanpa alat bantu, lainnya tidak dapat berbicara
sama sekali atau bicara kurang jelas, dan mengalami hambatan atau kesulitan
lain biasanya orang-orang yang menderita cacat jenis ini mengalami kesusahan
dalam bersosial dan ada juga yang mengalami kesusahan dalam mengontrol emosi,
sehingga biasanya orang-orang yang mengalami cacat jenis ini perlu pengawsan
lakunya sama seperti dengan anak normal berusia 2 tahun dan biasanya wajahnya
dungu, embisil/kemampuan mental dan tingkah lakunyaseperti anak usia 3-7 tahun
, debil/kemampuan mental dan tingkah lakunya sama seperti anak usia 8-12 tahun.
Selain itu biasanya pada cacat jenis ini, orang-orang yang menderita cacat
jenis ini mengalami kesusahan dalam bersosial dan ada juga yang mengalami
mengalami cacat jenis ini perlu pengawasan yang lebih dibandingkan dengan
Disabilitas fisik
Penyandang disabilitas fisik mengalami keterbatasan akibat gangguan pada fungsi
tubuh. Cacat dapat muncul sejak lahir atau akibat kecelakaan, penyakit, atau efek
samping dari pengobatan medis. Beberapa jenisnya antara lain lumpuh, kehilangan
anggota tubuh akibat amputasi, dan cerebral palsy.
Disabilitas sensorik
adalah keterbatasan fungsi panca indra. Yang termasuk jenis disabilitas ini, antara
lain disabilitas wicara, rungu, dan netra.
Disabilitas mental
Disabilitas intelektual
Kelainan genetik dapat menimbulkan beragam kondisi, mulai dari cacat atau
kelainan fisik dan mental, hingga penyakit tertentu seperti kanker. Meski begitu,
tidak semua penyakit kanker disebabkan oleh kelainan genetik, sebagian juga dapat
terjadi karena faktor lingkungan dan gaya hidup yang tidak baik.
a. Buta warna
Salah satu kelainan genetik yang mungkin tidak asing lagi adalah buta warna.
Normalnya, mata manusia memiliki tiga jenis sel kerucut yang bereaksi terhadap
panjang gelombang cahaya berbeda-beda.
Untuk dapat melihat warna dengan baik, maka pigmen dari ketiga jenis sel
kerucut tersebut harus dapat bekerja dengan baik. Jika tidak, maka akan terjadi
buta warna.
Kelainan genetik ini disebabkan oleh adanya kesalahan gen yang kemudian
memengaruhi perkembangan sel darah merah. Sel darah merah penderita
penyakit ini memiliki bentuk yang tidak wajar, sehingga menyebabkan sel
darah tersebut tidak dapat hidup lama seperti sel darah sehat pada umumnya.
c. Hemofilia
Kondisi ini menyebabkan darah tidak dapat membeku secara normal, sehingga
ketika penderitanya mengalami cedera atau luka dan perdarahan yang terjadi
akan lebih lama.
d. Sindrom Klinefelter
Ciri khas lain pada kelainan genetik ini adalah kurangnya hormon testosteron
dan infertilitas.
Sindrom Down terjadi karena adanya materi genetik yang berlebih pada anak,
sehingga menyebabkan keterlambatan perkembangan anak secara fisik dan
mental.
Normalnya, seseorang mendapatkan 23 kromosom dari ayah dan 23 kromosom
dari ibu dengan total 46 kromosom. Pada sindrom Down, terjadi kelainan
genetik di mana jumlah kromosom 21 bertambah, sehingga total kromosom
yang didapat oleh anak adalah 47 kromosom.
Kondisi ini tidak dapat dicegah karena merupakan kelainan genetik, namun
dapat dideteksi lebih awal sebelum anak lahir. Kondisi anak dengan sindrom
Down dapat berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Sebagian anak dapat hidup dengan cukup sehat, sedangkan sebagian lagi
memiliki masalah kesehatan, seperti kelainan jantung atau kelainan otot.
Sebagian besar kondisi medis yang disebabkan oleh kelainan genetik tidak dapat
dicegah. Namun, ada yang bisa terdeteksi sejak di dalam kandungan
melalui pemeriksaan kromosom, salah satu metodenya dengan NIPT, sehingga
orang tua dapat mengantisipasi perawatan medis yang tepat untuk meningkatkan
kualitas hidup anak tersebut setelah lahir.
Oleh sebab itu, penting bagi ibu hamil untuk rutin memeriksakan kehamilan
ke dokter guna mendeteksi sejak dini kelainan genetik pada janinnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpuan
Kelompok Rentan dengan kebutuhan khusus mempunyai hak yang sama dengan orang lain
yang normal dan dapat hidup mandiri, berprestasi sesuai dengan minat dan potensi yang
dimiliki. Untuk itu, orangtua, keluarga, dan masyarakat wajib bertanggungjawab memenuhi
hak-hak anak dalam segala aspek kehidupan, seperti bersosialisasi di lingkungan, berekreasi,