Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN TEORITIS / KONSEPTUAL SASARAN PELAYANAN/

PERMASALAHAN

2.2 Kajian tentang Kemiskinan

2.1.1 Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan merupakan suatu hal yang sangatlah kompleks. Hampir di

semua daerah pernah atau mengalami kemiskinan. Penyebab kemiskinan pun

sangatlah bermacam-macam baik dari dalam diri individu bahkan dari luar individu.

Mental yang lemah serta rasa malas datang dari dalam individu sedangkan struktur

kekuasaan, kebijakan dan lainnya merupakan penyebab dari luar individu.

Kemiskinan juga dapat dikatakan akar dari semua dikarenakan masalah yang

lainnya akan timbul karena individu miskin.

“Kemiskinan merupakan situasi kesengsaraan dan ketidakberdayaan yang

dialami seseorang baik akibat ketidakmanpuannya memenuhi kebutuhan

hidup, maupun akibat ketidakmampuan negara atau masyarakat

memberikan perlindungan sosial kepada warganya.” (Suharto, 2013:16)

2.1.2 Karakteristik Kemiskinan

Berdasarakan studi SMERU menunjukan bahwa kemiskinan ditandai

dengan kriteria sebagai berikut:

1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan

papan).

2. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental


3. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita korban

tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil)

4. Rendahnya kualitas sumber daya manusia (buta huruf, rendahnya pendidikan

dan keterampilan, sakit-sakitan) dan keterbatasan sumber alam (tanah tidak

subur, lkasi terpencil, ketiadaan infrastruktur jalan, listrik, air)

5. Kerentanan terdapat goncangan yang bersifat individual (rendahnya pendapatan

dan aset) maupun massal (rendahnya modal sosial, ketiadaan fasilitas umum)

6. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang memadai

dan berkesinambungan

7. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan,

sanitasi, air bersih dan transportasi)

8. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan

keluarga atau tidak adanya perlindungan sosial dari negara dan masyarakat)

9. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.

2.1.3 Faktor Penyebab Kemiskinan

Menurut Suharto (2013:18) secara konseptual, kemiskinan bisa diakibatkan

oleh empat faktor, yaitu:

1. Faktor Individual

Terkait dengan aspek patologis, termasuk kondisi fisik dan psikologis individu.

Orang miskin disebabkan oleh perilaku, pilihan, atau kemampuan dari individu

itu sendiri dalam menghadapi kehidupannya.

2. Faktor Sosial
Kondisi-kondisi lingkungan sosial yang menjebak seseorang menjadi miskin.

Misalnya diskriminasi berdasarkan usia, gender, etnis yang menyebabkan

seseorang menjadi miskin. Termasuk dalam faktor ini adalah kondisi sosial dan

ekonomi keluraga yang biasanya menyebabkan kemiskinan antar generasi.

3. Faktor Kultural

Kondisi atau kualitas budaya yang menyebabkan kemiskinan. Faktor ini secara

khusus sering menunjuk pada konsep kemiskinan kultural atau budaya

kemiskinan yang menghubungkan kemiskinan dengan kebiasaan hidup atau

mentalitas. Sikap-sikap negatif seperti malas, fatalisme atau menyerah pada

nasib, tidak memiliki etos kerja, sering ditemukan pada fakir miskin..

4. Faktor Struktural

Merujuk kepada struktur atau sistem yang tidak adil, tidak sesitif dan tidak

accessible sehingga menyebabkan seseorang atau sekelompok orang menjadi

miskin.

2.2 Kajian tentang Fakir Miskin

2.2.1 Pengertian Fakir Miskin

Menurut Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2011, tentang Penanganan

Fakir Miskin, pada Pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa fakir miskin adalah orang

yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai

sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi

kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.

Kebutuhan dasar yang dimaksud dalam UU No 13 tahun 2011 meliputi kebutuhan


pangan, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan/atau

pelayanan sosial.

Dalam UU No 13 Tahun 2011 tersebut menjelaskan bahwa penanganan

fakir miskin berasaskan kemanusiaan, keadilan sosial, non-diskriminasi,

kesejahteraan, kesetiakawanan dan pemberdayaan. Selain itu terdapat juga hak dan

tanggung jawab fakir miskin. Fakir miskin berhak :

1. Memperoleh kecukupan pangan, sandang dan perumahan;

2. Memperoleh pelayanan kesehatan;

3. Memperoleh pendidikan yang dapat meningkatkan martabatnya;

4. Mendapatkan perlindungan sosial dalam membangun, mengembangkan dan

memberdayakan diri dan keluarganya sesuai dengan karakter budayanya;

5. Mendapatkan pelayanan sosial melalui jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan

rehabilitasi sosial dalam membangun, mengembangkan serta memberdayakan

diri dan keluarganya;

6. Memperoleh derajat kehidupan yang layak;

7. Memperoleh lingkungan hidup yang sehat;

8. Meningkatkan kondisi kesejahteraan yang berkesinambungan

9. Memperoleh pekerjaan dan kesempatan berusaha.

2.2.2 Indikator Fakir Miskin

Berikut adalah kriteria atau indikator keluarga fakir miskin menurut

Kepmensos Nomor 146/HUK/2013:

1. Tidak mempunyai pekerjaan tetap atau mempunyai tapi tidak mempunyai

kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar.


2. Mempunyai pengeluaran sebagian besar digunakan untuk memenuhi konsumsi

makanan pokok dengan sangat sederhana.

3. Tidak mampu atau mengalami kesulitan untuk berobat ketenaga medis kecuali

puskesmas atau yang disubsidi pemerintah.

4. Tidak mampu membeli pakaian satu kali dalam setahun untuk setiap anggota

keluarga.

5. Mempunyai kemampuan hanya menyekolahkan anaknya hanya sampai jenjang

pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).

6. Mempunyai dinding rumah terbuat dari kayu atau bambu/tembok dengan

kondisi tidak baik atau kulitas rendah termasuk tembok yang sudah

usang/berlumut/tidak diplester.

7. Kondisi lantai terbuat dari tanah/kayu/semen/keramik dengan kondisi yang tidak

baik.

2.3 Pekerjaan Sosial dengan Kemiskinan

2.3.1 Definisi Pekerjaan Sosial

Pekerjaan sosial adalah suatu bidang keahlian yang mempunyai

tanggung jawab untuk memperbaiki dan mengembangkan interaksi-

interaksi diantara orang dengan lingkungan sosial sehingga memiliki

kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka, mengatasi kesulitan-

kesulitan serta mewujudkan aspirasi-aspirasi dan nilai-nilai mereka.

Charles Zastrow (dalam Sukoco, 1998) dalam bukunya yang

berjudul Profesi Pekerjaan Sosial mengemukakan:

“definisi pekerjaan sosial sebagai kegiatan professional untuk membantu


individu-individu, kelompok-kelompok, dan masyarakat guna
meningkatkan atau memperbaiki kemampuan mereka dalam berfungsi
sosial serta menciptakan kondisi masyarakat yang memungkinkan
mereka mencapai tujuan”.

2.3.2 Keberfungsian Sosial

Menurut Dubois dan Milley (dalam Edi Suharto dkk, 2003)

mengatakan bahwa:

“Keberfungsian sosial berhubungan dengan pemenuhan


tanggungjawab-tanggungjawab seseorang kepada masyarakat umum,
terhadap mereka yang berada di lingkungan terdekat, dan terhadap
dirinya sendiri.Tanggung jawab ini termasuk pemenuhan kebutuhan
dasar manusia dan orang-orang yang memiliki tanggungan serta
memberikan kontribusi bagi masyarakat”.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka keberfungsian sosial

keluarga menyangkut aktivitas mereka sehari-hari, khususnya aktivitas

dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan, aktivitas dalam menjalankan

peranan dan aktivitas dalam berusaha mengatasi permasalahan yang mereka

alami dalam kehidupan.

Pertolongan yang diberikan kepada keluarga miskin ditujukan

untuk membantu meningkatkan kemampuan keluarga untuk memenuhi

kebutuhan baik jasmani, rohani maupun sosial yang dapat mempengaruhi

individu dalam melaksanakan peranan sosialnya.

2.3.3 Bidang Garapan Praktek Pekerjaan Sosial

Kesejahteraan keluarga adalah bagian dari kesejahteraan sosial,

selain itu menyangkut kondisi yang bermanfaat bagi kehidupan keluarga,

mencegah hal-hal yang mengganggu, melindungi, dan memantau mereka

mengembangkan potensi-potensi yang ada di dalam sebuah keluarga.


Sasaran praktek pekerja sosial adalah orang-orang yang mengalami

permasalahan sosial. Akar dari permasalahan sosial tersebut adalah

kemiskinan. Adapun peranan-peranan pekerja sosial yang berkaitan dengan

permasalahan kemiskinan sebagai berikut:

a. Peranan sebagai motivator

Pekerja sosial berperan untuk memberikan motivasi kepada

keluarga untuk mengatasi permasalahan yang dialami. Dalam hal ini

praktikan memberikan motivasi berupa advice and giving kepada klien

supaya klien menjadi keluarga yang tangguh dan dapat mengeksplorasi

potensi-potensi yang dimiliki.

b. Peranan sebagai Enabler

Pekerja sosial berperan sebagai pemungkin dalam membantu dan

meyakinkan individu dan keluarga bahwa mereka memiliki kemampuan

untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dengan pemanfaatan

berbagai sistem sumber yang ada. Dalam hal ini praktikan meyakinkan

klien bahwa sebenarnya orang yang ada disekitar klien adalah orang-

orang yang baik dengan cara mengajak klien memaksimalkan

potensinya dan meningkatkan keterampilannya.

c. Peranan sebagai Fasilitator

Peran pekerja sosial menfasilitasi anak terlantar dan orangtuanya

untuk mampu melakukan perubahan yang telah ditetapka dan disepakati

bersama. Dalam hal ini praktikan memfasilitasi klien supaya dapat


meningkatkan keterampilannya. Praktikan mengajak anak klien terlibat

dalam kegiatan yang ada di Berdaya Kreatif Foundation.

d. Peranan sebagai Broker

Dalam konteks pekerjaan sosial dengan masyarakat broker

merupakan kegiatan menghubungkan klien dengan sistem sumber

terkait. Praktikan dalam hal ini menghubungkan klien dengan pihak

lembaga dalam pengembangan peningkatan keterampilan.

e. Peranan sebagai Educator

Pekerja sosial berperan sebagai educator dimaksudkan adalah

pekerja sosial memberikan pengetahuan atau keterampilan dalam hal

tertentu. Dalam hal ini praktikan memberikan pengetahuan kepada klien

dalam pengolahan sayuran salah satunya kentang menjadi barang yang

disukai anak-anak. Dikarenakan rumah klien dekat dengan

2.4 Pekerja Sosial dengan Individu

2.4.1 Definisi Pekerjaan Sosial

Pekerjaan Sosial menurut Siporin dalam Adi Fahrudin (2014:61)

didefinisikan sebagai metode kelembagaan sosial untuk membantu orang

mencegah dan memecahkan masalah-masalah sosial mereka yang tengah

dihadapi, serta memulihkan dan meningkatkan keberfungsian sosial

mereka. Keberfungsian sosial merupakan upaya agar individu atau

kelompok dapat memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah, dapat

melakukan perannya serta dapat mengaktualisasikan diri.


“Pekerjaan sosial adalah profesi pertolongan kemanusiaan yang fokus

utamanya untuk membantu orang agar dapat membantu dirinya sendiri.

Dalam proses pertolongannya, pekerjaan sosial berpijak pada nilai,

pengetahuan dan keterampilan profesional yang mengedepankan prinsip

keberfungsian sosial (social functioning).” (Suharto, 2009: 149)

2.5 Teknik Intervensi

2.5.1 Metode yang Digunakan dalam Intervensi

A. Pengertian Metode Social Case Work.

Metode yang digunakan dalam intervensi adalah Metode Social Case

Work. Social Case Work merupakan suatu metode yang terorganisir dengan

baik untuk membantu orang agar ia mampu menolong dirinya sendiri serta

ditujukan untuk meningkatkan, memperbaiki dan memperkuat keberfungsian

sosialnya. (Skidmore, 1991: 42).

B. Model Dalam Pekerjaan Sosial Dengan Individu Dan Keluarga


Menurut Skidmore at al. (1991), dalam bekerja dengan individu dan
keluarga menggunakan beberapa model, yaitu : psychososial, functional,
problem-solving, behavior modification, family group treatment, crisis-oriented
brief treatment, adult sosialization dan task-oriented casework. Pekerja sosial
dalam melakukan prakteknya didasarkan pada teori tentang model, cara yang
mengkombinasikan prinsip-prinsip dari beberapa teori dan gaya masing-masing.
Teori-teori dan model-model baru dalam praktek berkembang dalam merespon
pengalaman dari para praktisi pada berbagai situasi.

1) Psychososial Model
Merupakan model yang pertama dikembangkan dan diterapkan pada
praktek sosial casework. Konsep model psikososial didasarkan pada
kerja awal yang dilakukan oleh Gordon Hamilton yang dikenal dengan
pendekatan organismik. Penyebab dan dampak relasi diidentifikasi
diantara individu dan lingkungannya. Psikologi ego dan ilmu perilaku
merupakan dasar penting bagi praktek. Model ini didasarkan pada teori
Freud dan diadaptasi untuk digunakan dalam praktek.
2) Functional Model
Model ini dikembangkan pada tahun 1930 di Sekolah Pekerjaan
Sosial Pennsylvania. Penekanannya pada relasi, dinamika penggunaan
waktu, dan penggunaan fungsi lembaga. Hal yang menjadi perhatian
model ini adalah bagaimana konsep individualitas dan keunikannya
diletakkan pada berbagai klasifikasi.
3) Problem Solving Model
Model ini dikembangkan tahun 1957 oleh Perlman di Chicago
School. Beberapa karakteristik dari model problem-solving adalah
identifikasi masalah oleh klien, aspek-aspek subyektif dari klien dalam
situasi bermasalah, pemusatan pada klien dan masalahnya, pencarian
solusi masalah, pembuatan keputusan dan tindakan. Tujuan dari proses
ini adalah membebaskan klien untuk menyimpan tugas yang
berhubungan dengan solusi masalah, melibatkan ego klien dalam
bekerja untuk menghadapi masalah dan memobilisasi kekuatan dalam
dan luar pelayanan untuk kepuasan penampilan peranan.

4) Behavior Modification Model


Model ini dikembangkan pada tahun 1960an yang didasarkan pada
teori Pavlov dan Skinner. Penerapan praktek model ini didasarkan
penelitian tentang pengubahan perilaku yang dapat diamati. Para
Behaviorist sepakat bahwa perilaku manusia dapat berupa perilaku
respondent dan perilaku operant. Perilaku dapat dipelajari melalui proses
kondisioning dan muncul dalam cara yang sama sebagai perilaku yang
“normal”. Perilaku tersebut dapat diubah melalui penerapan apa yang
telah diketahui tentang belajar dan modifikasi.
5) Task-Centered Casework
Model ini dikenal dengan “general service model” yang
dikembangkan tahun 1970an di University of Chicago. Dirancang untuk
memecahkan masalah psikososial khusus yang dialami individu atau
keluarga dan memiliki waktu yang singkat untuk praktek. Secara
bersama-sama, pekerja sosial dan klien mencapai kesepakatan tentang
masalah utama yang akan ditangani dan juga kemungkinan durasi
treatment. Pengorganisasian tindakan pemecahan masalah
dikembangkan secara kolaboratif oleh pekerja sosial dan klien, dan
tugas-tugas diarahkan untuk tindakan klien. Melalui pemusatan pekerja
sosial pada upaya membantu klien mengikuti kegiatan, pekerja sosial
menggunakan berbagai intervensi.

6) Crisis Intervention
Menurut Tilbury (1991), krisis dikategorikan dalam tiga bentuk,
yaitu : a. sebagai dampak dari bencana eksternal, seperti pengangguran,
penyakit, kematian, terkena penggusuran rumah; b. sebagai dampak dari
pembagian ulang peranan, misalnya kehilangan anggota keluarga atau
memperoleh anggota keluarga; c. sebagai dampak dari transisi peranan,
misalnya mulai sekolah, bolos sekolah, remaja, pernikahan, menjadi
orang tua, berpindah pekerjaan, promosi, menopause, menjadi kakek
atau nenek, pensiun dsb. Didalam pekerjaan sosial, terdapat beberapa
keadaan yang dapat digunakan untuk membantu individu dan keluarga
yang mengalami krisis, misalnya rumah sakit, panti untuk lansia; tempat
yang menyediakan situasi keluarga dan pernikahan; bekerja dengan
orang-orang di daerah kumuh atau penyedia rumah baru; bekerja dengan
orang tua yang melahirkan anak cacat atau premature; bekerja dengan
remaja; dalam bidang adopsi dsb. Tujuan intervensi krisis ini adalah
untuk melepaskan kecemasan yang dihadapi klien, untuk memobilisasi
sumber-sumber internal dan eksternal, dan untuk penyembuhan kearah
yang lebih sehat.
7) Family Therapy
Terapi keluarga merupakan cara kerja dengan orang-orang yang
memandang bahwa interaksi diantara anggota keluarga sebagai
kontribusi kepada dan mengatur disfungsi individu dan keluarga.
Perlakuan salah terhadap anak merupakan salah satu tanda disfungsi pada
keluarga. Perlakuan salah terjadi karena anggota keluarga tidak memiliki
kemampuan untuk mengatur lingkungan diantara dirinya, negosiasi
dalam menangani tahap perkembangan baru atau mengatasi tuntutan dari
luar (kehilangan pekerjaan, kondisi perumahan yang padat, dsb). Terapi
keluarga yang didasarkan atas pendekatan sistem mempertimbangkan
anak dan anggota keluarga lainnya yang terkait, dengan perilaku setiap
anggota keluarga yang mempengaruhi setiap orang dalam keluarga.
Dalam konteks ini, maka assessment terhadap keluarga secara
keseluruhan merupakan hal penting dalam memahami pengalaman anak.
Yang juga penting adalah bahwa intervensi harus dirancang dengan
melibatkan seluruh anggota keluarga.

C. Tahap-Tahap/Proses Praktek Pekerjaan Sosial Dengan Individu Dan


Keluarga

Praktek pekerjaan sosial merupakan proses yang terdiri dari tahap-tahap


intake, asesmen, penyusunan rencana intervensi, pelaksanaan intervensi,
evaluasi dan supervisi.

1. Engagement, intake, dan contract ; suatu tahap awal dalam praktek


pertolongan, yaitu kontak pendahuluan antara pekerja sosial dengan
pemerlu pelayanan sosial, yang berakhir pada kesepakatan untuk terlibat
dalam keseluruhan proses.

2. Pengungkapan dan pemahaman masalah (assessment) ; adalah proses


mengidentifikasi dan menganalisis masalah yang dialami oleh para
pemerlu pelayanan sosial.
3. Rencana intervensi adalah penyusunan rencana pemecahan masalah yang
sudah dianalisis.

4. Pelaksanaan intervensi didasarkan pada rencana yang telah disusun,


merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan
perubahan berencana dalam diri pemerlu pelayanan dan situasinya.

5. Evaluasi adalah penilaian terhadap proses maupun hasil intervensi.


6. Terminasi ; tahap ini dilakukan bila tujuan-tujuan yang telah disepakati
dalam kontrak telah dicapai, dan mungkin sudah tidak dicapai kemajuan-
kemajuan yang berarti dalam pemecahan masalah.

2.5.2 Teknik yang Digunakan dalam Intervensi

1. Small Talk

Teknik ini digunakan oleh pekerja sosial pada saat kontak permulaan

dengan klien. Tujuan utama small talk adalah terciptanya suatu suasana yang

dapat memberikan kemudahan bagi keduanya untuk melakukan pembicaraan

sehingga hubungan selanjutnya dalam proses intervensi akan berjalan sesuai

dengan yang diharapkan. Biasanya small talk dimulai oleh pekerja sosial untuk

membuka agar klien dapat berbicara

2. Ventilation

Teknik ini digunakan oleh pekerja sosial untuk membawa ke permukaan

perasaan-perasaan dan sikap-sikap yang diperlukan, sehingga perasaan-

perasaan dan sikap-sikap tersebut dapat mengurangi masalah yang dihadapi

klien. Pekerja sosial dituntut untuk dapat menyediakan kemudahan bagi klien

dalam mengungkapkan emosinya secara terbuka. Tujuan ventilation adalah

untuk menjernihkan emosi yang tertekan karena dapat menjadi penghalang


bagi gerakan positif klien. Dengan membantu klien menyatakan perasaan-

perasaannya, maka pekerja sosial akan lebih siap melaksanakan tindakan

pemecahan masalah serta dapat memusatkan perhatiannya pada perubahan

pada diri klien.

3. Support

Teknik ini mengandung arti memberikan semangat, menyokong dan

mendorong aspek-aspek dari fungsi klien, seperti kekuatan-kekuatan

internalnya, cara berperilaku dan hubungannya dengan orang lain. Support

harus didasarkan pada kenyataan dan pekerja sosial memberikan dukungan

terhadap perilaku atau kegiatan-kegiatan positif dari klien. Pekerja sosial harus

membantu klien apabila klien mengalami kegagalan dan sebaliknya lebih

mendorong klien apabila berhasil. Sebaiknya pekerja sosial menyatakan

terlebih dahulu aspek-aspek yang positif sebelum menyatakan aspek-aspek

negatif dari situasi yang dialami klien.

4. Reassurance

Teknik ini digunakan untuk memberikan jaminan kepada klien bahwa situasi

yang diperjuangkannya dapat dicapai pemecahannya dan klien mempunyai

kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalahnya. Reassurance harus

dibuat realistic dan tidak dapat dilakukan terhadap kenyataan yang tidak benar.

Pekerja sosial harus memberikan reassurance dalam waktu yang tepat dan

memberikan kesempatan kepada klien untuk menyatakan perhatian dan

kegagalannya secara wajar, oleh karena itu reassurance dilaksanakan dengan

kesadaran bahwa penyesuaian dapat dilakukan dalam setiap situasi.


Reassurance digunakan dengan menghargai kemampuan-kemampuan,

perasaan-perasaan dan pencapaian-pencapaian klien.

5. Advice giving and counseling

Teknik ini berhubungan dengan upaya memberikan pendapat yang didasarkan

pada pengalaman pribadi atau hasil pengamatan pekerja sosial dan upaya

meningkatkan suatu gagasan yang didasarkan pada pendapat-pendapat atau

digambarkan dari pengetahuan professional. Keberhasilan teknik ini

ditentukan oleh kemampuan klien mempergunakannya dan kemampuan

pekerja sosial membuat assessment yang valid.

6. Activities and programs

Teknik ini dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan

mengatasi kesulitan yang dihadapi klien melalui suatu sarana tertentu. Klien

diberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaan-perasaan tentang

kesulitannya dan membawa keluar atau mengatasi secara langsung kebutuhan

dan masalah tersebut pada tingkat non verbal atau situasi permainan. Musik,

tarian, permainan, drama, kerajinan tangan, merupakan media untuk

menggambarkan kebutuhan dan kesulitan yang dihadapi klien. Pekerja sosial

harus mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dapat membantu

memilih media terbaik untuk menyesuaikan kebutuhan-kebutuhan dan situasi-

situasi klien.

7. Locigal discussion

Teknik ini digunakan untuk memberikan kemampuan berpikir dan bernalar,

untuk memahami dan menilai fakta dari suatu masalah, untuk melihat
kemungkinan alternative pemecahannya dan untuk mengantisipasi serta

melihat konsekuensi-konsekuensi dalam mengevaluasi hasilnya.

8. Konseling

Konseling adalah inti dari praktek sosial casework. Pelayanan konseling

diberikan untuk terapi masalah-masalah emosional dan interpersonal individu

dan keluarga. Terdapat tiga tahap dalam konseling, yaitu: (a) tahap

membangun relasi, (b) tahap mengeksplorasi masalah secara mendalam; dan

(c) tahap mengeksplorasi alternatif-alternatif solusinya. Konseling bagi

individu dan keluarga tepat diberikan untuk mengatasi masalah-masalah sosial-

emosional, seperti masalah posttraumatic stress disorder.

9. Penyuluhan

Penyuluhan merupakan teknik yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran

individu dan keluarga terhadap suatu masalah dan bagaimana cara

mengatasinya. Sasaran penyuluhan adalah peningkatan kemampuan kognitif

dengan memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan. Bagian-bagian

penting dari setiap perubahan yang terjadi dalam keberfungsian sosial orang

diakibatkan oleh perubahan-perubahan kognitif. Perubahan kognitif sering

diikuti dengan perubahan-perubahan sikap dan perilaku. Oleh karena itu, untuk

mengubah perilaku dapat dilakukan dengan mengubah kognitifnya.

10. Mediasi

Mediasi adalah suatu teknik untuk menghubungkan individu dan keluarga

dengan sistem sumber. Setiap pemecahan masalah memerlukan sistem sumber.

Sistem sumber kadang-kadang tidak responsif terhadap masalah dan kebutuhan


pemerlu pelayanan. Oleh karena itu, mediasi diperlukan untuk

menghubungkan individu dan keluarga dengan sumberdaya-sumberdaya yang

terdapat di lingkungan.

11. Role Rehearsal and Demonstration

Teknik ini digunakan apabila cara-cara belajar perilaku baru

diperlukan. Pekerja sosial dapat meningkatkan fungsi sosial klien melalui

latihan penampilan peranan baik melalui diskusi atau permainan peranan atau

kedua-duanya. Sebagai pengganti permaianan peranan, pekerja sosial dapat

juga mendemonstrasikan bagaimana tindakan-tindakan tertentu dilakukan.

12. Terapi EFT

a. Definisi Terapi Emosional Freedom Techniques (EFT)

EFT merupakan tehnik penyembuhan emosional yang juga dapat

menyembuhkan gejala-gejala penyakit fisik. Hal ini berdasar pada revolusi

yang berkembang dalam keyakinan psikologi konvensional yang

menjelaskan bahwa “segala emosi negatif yang muncul dapat merusak

energy sistem dalam tubuh” Dengan hasil yang mengejutkan (50-90%

tergantung dari pengalaman), EFT menghilangkan gejala-gejala penyakit

yang timbul secara rutin. (Eddy Iskandar, 2010)

EFT dilakukan dengan mengetukkan dua ujung jari pada beberapa

lokasi titik di bagian tubuh. Ketukan-ketukan tersebut bertujuan untuk

menyeimbangkan energi meridian dalam tubuh ketika terjadi gejala-gejala

kemunduran fisik dan emosional yang mengganggu. Memori secara aktual

tetap sama, namun gejala penyakit hilang. Pada umumnya hal ini akan
bertahan lama. Kesadaran biasanya merubah perilaku sehat sebagai

konsekuensi dari penyembuhan.

EFT adalah terapi meridian energy seperti halnya akupuntur, hal ini

bekeja langsung pada sistem meridian di tubuh. Namun seperti halnya

menggunakan jarum, anda menstimulasi titik meridian utama dengan

mengetuknya dengan ringan. Analoginya, bayangkan meridian seperti

sungai. Permasalahan dalam emosi atau fisik sama halnya dengan

menghambat jalannya sungai.

b. Manfaat Terapi EFT (Emosional Freedom Techniques)

EFT berguna untuk mengefektifkan proses penyembuhan pada

beberapa penyakit seperti:

1) Kecanduan (makanan, rokok, alkohol, obat-obatan)

2) Allergi terhadap sesuatu,

3) Kegelisahan, rasa panik dan mudah marah

4) Tekanan & gangguan pikiran seperti depresi dan sedih

5) Merubah citra diri

6) Takut dan pobia terhadap suatu hal/benda

7) Kehilangan dan kesedihan

8) Mengurangi rasa bersalah

9) Mengurangi penyakit Insomnia

10) Trauma dan Ingatan buruk masa lalu

11) Menghilangkan rasa sakit dan nyeri seperti migrain, radang sendi, dan

12) Meningkatkan kinerja (olah raga, berbicara di depan umum)


c. Prosedur Pelaksanaan Terapi EFT

Langkah-langkah menerapkan EFT sangatlah mudah dan anda bisa

mencobanya sendiri dalam beberapa menit saja untuk menyingkirkan apa

yang saat ini sedang mengganggu anda. Selanjutnya, ketekunan anda yang

akan sangat menentukan tingkat kemahiran anda dalam menerapkan teknik

ini. EFT merupakan teknik yang menakjubkan dan ia lebih menakjubkan

jika dibarengi dengan kesungguhan dan ketekunan anda dan kesediaan anda

meluangkan waktu beberapa menit sehari untuk menggunakannya.

1) Langkah 1

Sebut masalah yang Anda hadapi, lebih baik jika anda bisa spesifik.

seperti contoh berikut: “walaupun saya (jelaskan masalah anda), saya

pasrah dan ikhlas kepada-Mu” ucapkanlah sebanyak 3x

2) Langkah 2

Tentukan derajat kesulitan masalah ini menurut penilaian subjektif anda

[skala 0–10, 0 = tidak ada kesulitan, 10 = paling sulit].

3) Langkah 3

Sambil mengetuk-ngetuk “titik karate” (karate chop) di tangan anda atau

mengusap-usap “titik nyeri” (sore spot) di dada bagian jantung anda,

ucapkan: “Meskipun (Saya mempunyai masalah ini), saya menerima diri

saya dengan tulus dan apa adanya.” Ucapkan tiga kali dengan keras.

Sebagai contoh: “Meskipun saya merasakan nyeri sekali di kepala saya,

saya menerima diri saya dengan tulus dan apa adanya.”

4) Langkah 4
Dengan menggunakan dua jari, ketuk-ketuklah setiap titik dengan cepat

kira-kira 7 kali. Mulailah dari titik 1 (pangkal alis) dan berakhir pada titik

7 (sedikit di bawah ketiak). Sambil mengetuk-ngetuk setiap titik tersebut,

ucapkan dengan keras sebuah kata atau frase kunci yang akan membantu

Anda untuk tetap fokus pada problem anda. Contoh kata kunci: “nyeri di

kepala”

Tabel 2.1
Titik-Titik Ketukan Terapi EFT
Titik-Titik Ketukan

1) Awal alis sebelah dalam 8) Di bawah puting

2) Tulang disisi luar mata 9) Ujung ibu jari

3) Tulang dibawah mata 10) Ujung jari telunjuk

4) Di bawah hidung 11) Ujung jari tengah.

5) Di antara mulut dan dagu 12) Ujung jari kelingking

6) Awal tulang selangka bagian dalam 13) Titik gambut

7) Titik lembut kira-kira 10 cm di 14) Titik karate

bawah ketiak

5) Langkah 5

Tarik nafas dalam-dalam dan rasakan kenyamanan dan rasa rileks

ditubuh.

6) Langkah 6

Periksa derajat kesulitan anda. Jika anda rasakan ada kemajuan yang

berarti, meskipun masih ada problem yang tersisa, ulangi prosedur anda

dengan menambahkan kata “masih” pernyataan: “Meskipun saya masih


tersisa rasa nyeri di kepala saya, saya menerima diri saya dengan tulus

dan apa adanya.” Teruskan sampai derajat kesulitan anda menjadi 0

(nyeri anda hilang sama sekali). Kata atau frase kunci yang bisa anda

sebutkan untuk tiap titik: “masih tersisa rasa nyeri di kepala.”

13. Terapi Realitas

Terapi realitas diperkenalkan oleh William Glasser pada tahun 1950-an. Terapi

realitas merupakan suatu pendekatan yang dikembangkan sebagai reaksi melawan

terapi konvensional. Terapi realitas adalah terapi yang bersifat jangka pendek yang

berfokus pada kondisi saat ini, menekankan pada kekuatan pribadi, dan mendorong

individu untuk mengembangkan tingkah laku yang lebih realistik agar dapat

mencapai kesuksesan (Corey, 2009).

Terapi realitas dalam hal ini berperan untuk membantu individu dalam

mencapai success identity, dimana dalam terapi, terapis akan berfokus pada

perilaku individu saat ini. Namun, terapi realitas berbeda dengan pendekatan

behavioral yang berfokus pada stimulus respon. Terapi ini berpusat pada person

yang melihat perilaku dalam konteks fenomenologis.

Berdasarkan pandangan diatas, dapat dinyatakan bahwa terapi realitas adalah

terapi yang bersifat jangka pendek. Terapis pada terapi realitas menekankan pada

kekuatan pribadi yang dimiliki oleh individu. Terapi realitas berfokus pada perilaku

individu saat ini dan membuka jalan kepada individu untuk menampilkan perilaku

yang dapat membawa individu ke keberhasilan dan pada akhirnya memunculkan

success identity di dalam diri individu.

D. Tahap-tahap atau Prosedur Terapi Realitas


Glasser dan Wubbolding (dalam Corey, 1996) menyebutkan bahwa prosedur

terapi realitas dapat dilakukan dengan langkah WDEP, yaitu wants, direction and

doing, evaluation, dan planning. Berikut ini adalah penjelasan dari langkah WDEP:

a) Wants

Wants merupakan suatu tahapan dimana terapis melakukan eksplorasi

terhadap harapan, kebutuhan dan persepsi dari individu. Terapis dapat bertanya,

“Apa yang anda inginkan?”. Melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terapis,

seorang individu diharapkan dapat memahami apakah harapan-harapan mereka

sejalan dengan kebutuhan mereka saat ini. Terapis pada tahapan ini harus bersifat

hangat dan menerima sehingga memungkinkan konseli untuk menjabarkan setiap

hal yang ia inginkan baik dalam keluarga, pertemanan, ataupun pekerjaan.

Beberapa pertanyaan yang dapat digunakan pada sesi ini adalah : “Jika anda sudah

menjadi sosok impian anda, bagaimanakah sosok itu?” “Bagaimana reaksi keluarga

anda jika keinginan mereka dan keinginan anda sejalan?” “Apakah anda ingin

berubah?” “Menurut anda, apa yang membuat anda tidak dapat berubah?”

b) Direction and Doing

Terapis realitas menekankan pada perilaku saat ini dan bukan pada masa

lalu. Oleh karenanya, seorang terapis realitas biasanya sering bertanya, “Apa yang

anda lakukan saat ini?” Meskipun suatu masalah bisa berakar dari pengalaman masa

lalu, namun individu perlu belajar bagaimana cara berdamai dengan masa lalunya

dan menunjukkan perilaku yang lebih baik untuk mencapai keinginannya. Kondisi

masa lalu individu boleh saja didiskusikan apabila hal itu memang dapat membantu

individu menyusun perencanaan hidup yang lebih baik.


Pada sesi ini, terapis mendiskusikan dengan individu mengenai apa saja

tujuan hidup mereka, apa yang akan mereka lakukan, dan kemana hidup mereka

akan berjalan dengan perilaku yang mereka tunjukkan saat ini. Seorang terapis

dapat bertanya, “Apa yang anda lihat pada diri anda saat ini? Bagaimana masa

depan anda?”.

c) Evaluation

Inti dari terapis realitas adalah untuk membantu individu mengevaluasi

perilakunya. Terapis dapat bertanya, “Apakah perilaku anda saat ini cukup rasional

untuk membawa anda ke keinginan anda? Apakah perilaku anda dapat mewujudkan

apa yang menjadi keinginan anda?”.Terapis pada tahapan ini dapat

mengkonfrontasi individu mengenai konsekuensi dari perilakunya.

d) Planning and Commitment

Ketika individu sudah dapat menentukan apa yang mereka inginkan dan

siap untuk diajak mengeksplorasi bentuk-bentuk perilaku yang dapat membawa

mereka ke tujuan yang mereka inginkan, maka sudah waktunya terapis mengajak

individu membuat rencana aksi. Wubbolding (dalam Corey, 1996) mengemukakan

bahwa dalam membuat perencanaan perilaku, ada beberapa hal yang harus

diperhatikan yaitu :

1. Pembuatan rencana perilaku harus memperhatikan kapasitas

motivasi dan kemampuan dari setiap individu. Seorang konselor yang terlatih

dapat membantu individu untuk membuat perencanaan yang memuaskan

kehidupannya. Konselor misalnya dapat bertanya kepada individu, “rencana

seperti apa yang harus anda buat agar anda lebih puas dengan hidup anda?”
2. Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang sederhana dan

mudah dimengerti. Perencanaan perilaku harus bersifat spesifik, konkrit,

dapat diukur, dan harus fleksibel atau dapat diubah-ubah ketika individu

sudah memahami perilaku apa yang sebenarnya ingin diubah.

3. Perencanaan yang dibuat haruslah berdasarkan pada persetujuan

individu.

4. Konselor harus mendorong individu untuk membuat

perencanaannya sendiri

5. Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang bersifat repetitif

dan dilakukan setiap hari

6. Perencanaan harus dilakukan sesegera mungkin

7. Perencanaan yang baik meliputi aktivitas yang bersifat process

centered, misalnya: individu dapat memiliki rencana untuk melamar

pekerjaan, menulis surat untuk teman.

8. Sebelum individu melakukan perencanaan, ada baiknya jika

individu diminta untuk mengevaluasi perencanaan yang dibuat, apakah

perencanaan tersebut sudah realistis.

9. Untuk memastikan bahwa individu akan melaksanakan rencana

yang sudah dibuat, maka individu harus membuat pernyataan secara tertulis.

14. Terapi kognitif


Sumber:

Corey, G. 2010. Teori dan Praktek Konseling-Psikoterapi. Refika Aditama:

Bandung

Pincus, Allen & Anne Minahan.1973. Sosial Work Practice : Model and Method.

Illionis : Peacock Publishers, Inc.

Skidmore, Rex A. 1991. Introdution to Social Work 5th Edition. United States:
Prentice Hall

Anda mungkin juga menyukai