Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

MATA KULIAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


MASALAH KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA DI BIDANG SOSIAL

Disusun oleh:
Dylan Purnama 201960279
Gicelle Zenitha D.A.P.P.M 201960287
M. Alfa Ahadi Arafat 201960287

STIE TRISAKTI
Jl. Kyai Tapa No. 20 Grogol
Jakarta Barat, DKI Jakarta 11440, Indonesia
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT hingga saat ini masih
memberikan nafas kehidupan dan anugerah akal, sehingga saya dapat menyelesaikan
pembuatan makalah ini dengan judul “Implementasi Makna Semboyan Bhineka Tunggal Ika”
tepat pada waktunya. Terimakasih pula kepada semua pihak yang telah ikut membantu
hingga dapat disusunnya makalah ini. 

Makalah sederhana ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam makalah ini membahas tentang pengertian hak,
pengertian kewajiban, pengertian warga negara, asas kewarganegaraan dan hak kewajiban
warga Negara berdasarkan UUD 1945. Akhirnya saya sampaikan terima kasih atas
perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
diri saya sendiri dan khususnya pembaca pada umumnya. 

Akhirnya, tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kekurangan. Dengan
segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat saya
harapkan dari para pembaca guna peningkatan kualitas makalah ini dan makalah-makalah
lainnya pada waktu mendatang. 

Jakarta, 25 Agustus 2019


BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Menurut Soerjono Soekanto, masalah sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral.
Masalah tersebut dianggap persoalankarena menyangkut tata kelakuan yang immoral,
berlawanan dengan hukum dan bersifat merusak. Dalam mengkaji konflik sosial
diperlukan adanya teori. Salah satu teori untuk mengkaji konflik sosial adalah teori
konflik. Menurut Karl Marx konflik terjadi karena adanya perbedaan kepentingan
materiil dalam kelas-kelas sosial yang berbeda. Menurut Karl Marx konflik terjadi
karena adanya perbedaan kepentingan materiil dalam kelas-kelas sosial yang berbeda.
Teori konflik adalah satu perspektif di dalam antropologi yang memandang
masyarakat sebagai satu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian atau komponen-
komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda di mana komponen yang
satu berusaha untuk menaklukkan komponen yang lain guna memenuhi
kepentingannya atau memperoleh kepentingan sebesar-besarnya.

Masalah sosial budaya terjadi karena adanya kesenjangan antara yang diharapkan
dengan realita yang terjadi. Masalah tersebut bersangkut-paut dengan hubungan
manusia dalam kerangka normatif. Salah satu masalah sosial budaya tersebut adalah
konflik sosial. Konflik sosial dapat diartikan sebuah pertentangan yang terjadi di
dalam kehidupan masyarakat. Konflik sosial dapat memecah belah kehidupan
masyarakat dan dapat juga sebagai penguatan integrasi internal suatu kelompok
masyarakat tertentu.
BAB II
Pembahasan

2.1. Konsep Dasar

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidak mampuan masyarakat untuk


memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan
kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar,
ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Sebagian orang memahami istilah
ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan
evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
kemiskinan dapat juga dikatakan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu
adanya tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang dibandingkan dengan
standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar
kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan
kesehatan kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang
miskin.

Dalam kamus ilmiah populer, kata “Miskin” mengandung arti tidak berharta (harta
yang ada tidak mencukupi kebutuhan) atau bokek. Adapun kata “fakir” diartikan sebagai
orang yang sangat miskin. Secara Etimologi makna yang terkandung yaitu bahwa kemiskinan
sarat dengan masalah konsumsi. Hal ini bermula sejak masa neo-klasik di mana kemiskinan
hanya dilihat dari interaksi negatif (ketidak seimbangan) antara pekerja dan upah yang
diperoleh.

2.2. Kemiskinan Di Indonesia, fenomena Dan Fakta

Permasalahan yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh pemerintah indonesia saat ini
adalah kemiskinan, disamping masalah-masalah yang lainnya. dewasa ini pemerintah belum
mampu menghadapi atau menyelesaikan permasalahan kemiskinan.

Menurut Remi dan Tjiptoherijanto (2002:1) upaya menurunkan tingkat kemiskinan


di Indonesia telah dimulai awal tahun 1970-an diantaranya melalui program Bimbingan
Masyarakat (Bimas) dan Bantuan Desa (Bandes). Tetapi upaya tersebut mengalami tahapan
jenuh pada pertengahan tahun 1980-an, yang juga berarti upaya penurunan kemiskinan di
tahun 1970-an tidak maksimal, sehingga jumlah orang miskin pada awal 1990-an kembali
naik. Disamping itu kecenderungan ketidakmerataan pendapatan nasional melebar yang
mencakup antar sektor, antar kelompok, dan ketidakmerataan antar wilayah.

Berdasarkan data Bank Dunia jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2002
bukanlah 10 sampai 20% tetapi telah mencapai 60% dari jumlah penduduk Indonesia yang
berjumlah 215 juta jiwa.

Hal ini diakibatkan oleh ketidakmampuan mengakses sumber-sumber permodalan,


juga karena infrastruktur yang juga belum mendukung untuk dimanfaatkan masyarakat
memperbaiki kehidupannya, selain itu juga karna SDM, SDA, Sistem, dan juga tidak terlepas
dari sosok pemimpin. Kemiskinan harus diakui memang terus menjadi masalah fenomenal
sepanjang sejarah Indonesia sebagai negara bangsa, bahkan hampir seluruh energi dihabiskan
hanya untuk mengurus persoalan kemiskinan. Yang menjadi pertanyaan sekarang ini adalah,
mengapa masalah kemiskinan seakan tak pernah habis, sehingga di negara ini, rasanya tidak
ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat
jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai
kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan
publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap
keluarga, menguatnya arus perpindahan dari desa ke kota dengan tujuan memperbaiki
kehidupan, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi
kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas. Kemiskinan menyebabkan masyarakat
desa rela mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup, kemiskinan menyebabkan banyak
orang melakukan prilaku menyimpang, harga diri diperjual belikan hanya untuk mendapatkan
makan.

Si Miskin rela mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi


mereka yang memiliki uang dan memegang kendali atas sektor perekonomian lokal dan
menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para buruh
bekerja sepanjang hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit. Bahkan yang lebih
parah, kemiskinan telah membuat masyarakat kita terjebak dalam budaya memalas, budaya
mengemis, dan menggantungkan harapannya dari budi baik pemerintah melalui pemberian
bantuan. kemiskinan juga dapat meningkatkan angka kriminalitas, kenapa penulis
mengatakan bahwa kemiskinan dapat meningkatkan angka kriminalitas, jawabannya adalah
karna mereka (simiskin) akan rela melakukan apa saja untuk dapat mempertahankan
hidupnya, baik itu mencuri, membunuh, mencopet, bahkan jika ada hal yang lebih keji dari
itu ia akan tega dan berani melakukannya demi hidupnya. Kalau sudah seperti ini siapa yang
harus kita salahkan. kemiskinan seakan menjadi sebuah fenomena atau sebuah persoalan
yang tak ada habis-habisnya, pemerintah terkesan tidak serius dalam menangani persoalan
kemiskinan, pemerintah lebih membiarkan mereka mengemis dan mencuri ketimbang
memikirkan cara untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat kemiskinan dan
membebaskan Negara dari para pengemis jalanan karna kemiskinan.

2.3. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia

 Tahun 1976 sampai 2007.


jumlah penduduk miskin di Indonesia pada periode 1976-2007 berfluktuasi dari tahun ke
tahun. Pada tahun 1976 penduduk miskin sekitar 54,2 juta jiwa (sekitar 44,2 juta jiwa di
perdesaan, dan sekitar 10 juta jiwa di perkotaan). Angka ini pada tahun 1980 berkurang
hingga menjadi sekitar 42,3 juta jiwa (sekitar 32,8 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,5 juta
jiwa di perdesaan), atau berkurang sekitar 21,95 persen dari tahun 1976. Pada tahun 1990
jumlah penduduk miskin berkurang hingga menjadi sekitar 27,2 juta jiwa (sekitar 17,8 juta
jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,4 juta jiwa di perdesaan), atau berkurang sekitar 35,69 persen
dari tahun 1980. Pada tahun 1996 jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan hingga
mencapai sekitar 34,5 juta jiwa (sekitar 24,9 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,6 juta jiwa
di perdesaan). Dibandingkan dengan tahun 1990, angka ini menurun sekitar 20,87 persen.
Namun, pada tahun 2002 jumlah penduduk miskin kembali meningkat hingga menjadi sekitar
38,4 juta jiwa. Sementara, pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin menurun hingga
menjadi sekitar 37.17 juta jiwa. Fluktuasi jumlah penduduk miskin di Indonesia disebabkan
karena terjadinya krisis ekonomi, pertambahan jumlah penduduk tiap tahun, pengaruh
kebijakan pemerintah dan sebagainya (Badan Pusat Statistik).

 Tahun 2007–Maret 2008


Analisis tren tingkat kemiskinan antara kondisi Maret 2007 dan Maret 2008 dimaksudkan
untuk mengetahui perubahan tingkat kemiskinan selama setahun terakhir. Garis kemiskinan
pada periode Maret 2007-Maret 2008 mengalami peningkatan sebesar 9,56 persen, yaitu
dari Rp.166.697,- per kapita per bulan pada Maret 2007 menjadi Rp.182.636,- per kapita per
bulan pada Maret 2008. Hal yang sama juga terjadi di perkotaan dan di perdesaan masing-
masing meningkat sebesar 9,02 persen dan 10,21 persen. Jumlah penduduk miskin di
Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen). Dibandingkan
dengan penduduk miskin pada Maret 2007 yang berjumlah 37,17 juta (16,58 persen), berarti
jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,21 juta (Tabel 4.3). Jumlah penduduk miskin di
daerah perdesaan turun lebih tajam dari pada daerah perkotaan. Selama periode Maret 2007-
Maret 2008, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,42 juta, sementara di daerah
perkotaan berkurang 0,79 juta orang. Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan
dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada bulan Maret 2007, sebagian besar (63,52 persen)
penduduk miskin berada di daerah perdesaan, sementara pada bulan Maret 2008 persentase
ini hampir sama yaitu 63,47 persen (Badan Pusat Statistik).

2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan menurut para Ahli.


Setiap permasalahan timbul pasti karna ada faktor yang mengiringinya yang
menyebabkan timbulnya sebuah permasalahan, begitu juga dengan masalah kemiskinan yang
dihadapi oleh negara indonesia. Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan
menurut Hartomo dan Aziz dalam Dadan Hudyana (2009:28-29) yaitu :

1).   Pendidikan yang Terlampau Rendah


Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai
keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan pendidikan atau
keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan keterbatasan kemampuan seseorang
untuk masuk dalam dunia kerja.
2).   Malas Bekerja
Adanya sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada nasib) menyebabkan
seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja.
3).   Keterbatasan Sumber Alam
Suatu masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak lagi
memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Hal ini sering dikatakan masyarakat itu
miskin karena sumberdaya alamnya miskin.
4).   Terbatasnya Lapangan Kerja
Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi
masyarakat. Secara ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja baru
sedangkan secara faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi masyarakat miskin
karena keterbatasan modal dan keterampilan.
5).   Keterbatasan Modal
Seseorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat
maupun bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu
tujuan untuk memperoleh penghasilan.
6).   Beban Keluarga
Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi dengan
usaha peningakatan pendapatan akan menimbulkan kemiskinan karena semakin banyak
anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan atau beban untuk hidup yang harus
dipenuhi.

Suryadiningrat dalam Dadan Hudayana (2009:30), juga mengemukakan bahwa


kemiskinan pada hakikatnya disebabkan oleh kurangnya komitmen manusia terhadap norma
dan nilai-nilai kebenaran ajaran agama, kejujuran dan keadilan. Hal ini mengakibatkan
terjadinya penganiayaan manusia terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain. Penganiayaan
manusia terhadap diri sendiri tercermin dari adanya :
1) keengganan bekerja dan berusaha,
2) kebodohan,
3) motivasi rendah,
4) tidak memiliki rencana jangka panjang,
5) budaya kemiskinan, dan
6) pemahaman keliru terhadap kemiskinan.

Sedangkan penganiayaan terhadap orang lain terlihat dari ketidakmampuan seseorang bekerja
dan berusaha akibat :
1) ketidakpedulian orang mampu kepada orang yang memerlukan atau orang tidak mampu
dan
2) kebijakan yang tidak memihak kepada orang miskin.
REPORT THIS AD
Kartasasmita dalam Rahmawati (2006:4) mengemukakan bahwa, kondisi kemiskinan dapat
disebabkan oleh sekurang-kurangnya empat penyebab, diantaranya yaitu :
1.  Rendahnya Taraf Pendidikan
Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri
terbatas dan meyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki. Taraf pendidikan
yang rendah juga membatasi kemampuan seseorang untuk mencari dan memanfaatkan
peluang.
2.  Rendahnya Derajat Kesehatan
Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya
pikir dan prakarsa.
3. Terbatasnya Lapangan Kerja
Selain kondisi kemiskinan dan kesehatan yang rendah, kemiskinan juga diperberat
oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama
itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan.
4.  Kondisi Keterisolasian
Banyak penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan
terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan
pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya.
Nasikun dalam Suryawati (2005:5) menyoroti beberapa sumber dan proses penyebab
terjadinya kemiskinan, yaitu :
1) Pelestarian Proses Kemiskinan Proses pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui
pelaksanaan suatu kebijakan diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya
justru melestarikan.
2)    Pola Produksi Kolonial
Negara ekskoloni mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi
marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor.
3)    Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Adanya unsur manajemen sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian
yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.
4)    Kemiskinan Terjadi Karena Siklus Alam.
Misalnya tinggal di lahan kritis, dimana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir tetapi
jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang
maksimal dan terus-menerus.
5)    Peminggiran Kaum Perempuan
Dalam hal ini perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan
penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah dari laki-laki.
6)    Faktor Budaya dan Etnik
Bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan seperti, pola hidup
konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat istiadat yang konsumtif saat
upacara adat atau keagamaan.

V.   KESIMPULAN.
       Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat
multidimensional. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara
komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara
terpadu. Kemiskinan harus menjadi sebuah tujuan utama dari penyelesaian masalah-masalah
yang dihadapi oleh negara Indonesia, karna aspek dasar yang dapat dijadikan acuan
keberhassilan pembangunan ekonomi adalah teratasinya masalah kemiskinan. Pemerintah
indonesia harus terus memberdayakan dan membina masyarakat miskin untuk dapat
mengelola sumber-sumber Ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidup
masyarakat. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya masalah kemiskinan,
diantaranya, SDM yang rendah, SDA yang tidak dikelolah dengan baik dan benar,
pendidikan yang rendah, tidak memiliki pengetahuan untuk mengembangkan sektor-sektor
perekonomian baik itu dibidang pertanian maupun dibidang perindustrian, dan masih banyak
lagi faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya permasalahan kemiskinan sebagaimana yang
penulis jelaskan diatas.
BAB III
Solusi
Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas kuncinya harus ada kebijakan dan
strategi pembangunan yang komprehensif dan berkelanjutan jangka panjang. Pemerintah
boleh saja mengejar pertumbuhan-ekonomi makro dan ramah pada pasar. Tetapi, juga harus
ada pembelaan pada sektor riil agar berdampak luas pada perekonomian rakyat.
Ekonomi makro-mikro tidak bisa dipisahkan dan dianggap berdiri sendiri. Sebaliknya
keduanya harus seimbang-berkelindan serta saling menyokong. Pendek kata harus ada
simbiosis mutualisme di antara keduanya.
Perekonomian nasional dengan demikian menjadi sangat kokoh dan vital dalam usaha
pemenuhan cita-cita tersebut. Perekonomian yang tujuan utamanya adalah pemerataan dan
pertumbuhan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebab, tanpa perekonomian nasional
yang kuat dan memihak rakyat maka mustahil cita-cita tersebut dapat tercapai. Intinya tanpa
pemaknaan yang subtansial dari kemerdekaan politik menjadi kemerdekaan ekonomi maka
sia-sialah pembentukan sebuah negara. Mubazirlah sebuah pemerintahan. Oleh karenanya
pentingnya menghapus kemiskinan sebagai prestasi pembangunan yang hakiki.
Selain itu juga tantangan yang sangat memilukan adalah kemiskinan di alami oleh
kaum perempuan yang ditunjukkan oleh rendahnya kualitas hidup dan peranan wanita,
terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta masih rendahnya angka
pembangunan gender.

Anda mungkin juga menyukai