Anda di halaman 1dari 17

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Masalah sosial

Masalah sosial masih sering kali terjadi dalam kehidupan


bermasyarakat di Indonesia. Permasalahan sosial seolah menjadi benang
kusut yang sangat sulit diperbaiki keteraturannya. Masalah-masalah ini
berdampak pada masyarakat luas dalam berbagai aspek kehiudupan,
sehingga perlu adanya upaya perbaikan dari masyarakat dan pemerintah
mengenai persoalan ini. Masalah sosial didefinisikan oleh banyak tokoh
beberapa diantaranya sebagai berikut:

1). Soerjono Soekamto

Guru besar bidang Sosiologi ini mendefinisikan masalah sosial


sebagai ketidaksesuaian antara unsur-unsur budaya atau masyarakat yang
jika dibiarkan dapat membahayakan interaksi dalam kelompok sosial.
Lebih lanjut guru besar Universitas Indonesia (UI) ini membagi masalah
sosial menjadi empat jenis, yaitu:

• Faktor ekonomi termasuk didalam-Nya kemiskinan, penjarahan, gizi


buruk dan pengangguran.
• Faktor psikologis termasuk diantarinya depresi, stress hingga bunuh
diri.
• Faktor biologis termasuk didalam-Nya wabah Covid-19 dan penyakit
menular lainnya.
• Faktor budaya termasuk didalam-Nya pergaulan bebas, tawuran, dan
kenakalan remaja.
2). Allen Pincus dan Anne Minahan

Allen Pincus dan Anne Minahan menyebutkan bahwa masalah sosial


adalah kondisi sosial yang tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat
setelah dievaluasi oleh masyarakat. Menurut masyarakat, masalah mereka
dapat dikenali jika terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan atau tidak
nyaman menurut penilaian mereka.

3). Earl Rubington dan Martin S. Weinberg

Dalam kajian sosialnya, kedua sosiolog tersebut mendefinisikan


masalah sosial sebagai kondisi dalam masyarakat yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai yang dianut masyarakat tersebut. Kesenjangan ini tidak
diinginkan dan tidak perlu adanya kesepakatan bersama di masyarakat
untuk mengubah kondisi tersebut menjadi kondusif bagi nilai-nilai yang
dianut. Secara garis besar, masalah sosial adalah ketidaksesuaian antara
harapan (berupa realisasi nilai-nilai yang dianut masyarakat) dengan
kenyataan yang terjadi. Ketidaksesuaian ini menimbulkan kecemasan di
hati dan rasa tidak nyaman karena dirasakan menyimpang dari sifat dan
kodrat masyarakat. Disebut masalah sosial karena kecemasan tersebut
dirasakan oleh banyak orang, tidak hanya satu atau dua individu. Jika
dibiarkan terus, masalah akan berbahaya dan harus diselesaikan melalui
kesepakatan masyarakat agar kondisi kembali kondusif. Umumnya,
masalah sosial terjadi karena pengaruh negatif terhadap kemajuan
peradaban, menghancurkan generasi, dan merugikan orang lain atau
lingkungan.
B. Kemiskinan

A. Definisi

Menurut Soerjono Soekanto (dalam Sosiologi, 1982: 10)


Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak
sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan
kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun
fisiknya dalam kelompok tersebut. Sedangkan Konferensi Dunia untuk
Pembangunan Sosial (World Summit for Social Development, 1995)
menjelaskan bahwa kemiskinan adalah rendahnya tingkat pendapatan dan
sumber daya produktif yang menjamin kehidupan berkesinambungan
kelaparan dan kekurangan gizi, rendahnya tingkat kesehatan, keterbatasan
dan kurangnya akses pada fasilitas pendidikan maupun layanan-layanan
pokok lainnya, dan Bank Dunia (2009) menyatakan bahwa kemiskinan
adalah keadaan tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan
penghasilan kurang dari US $ 1,25 per hari.

Kemudian Sjahrir (dalam Siagian, 2012), menjabarkan bahwa


kemiskinan merupakan suatu kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan dasar,
seperti kebutuhan fisik dasar (basic physical needs) berupa bahan makanan
pakaian, perumahan layak huni, dan layanan kesehatan dan kebutuhan
budaya dasar (basic cultural needs) meliputi pendidikan penggunaan
waktu luang untuk rekreasi, dan jaminan sosial. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kemiskinan ialah ketidaksanggupan seseorang atau
sekelompok orang untuk mencapai ketercukupan kebutuhan manusia
dalam standar hidup sosial yang ada.

Adapun ciri-ciri atau karakteristik dari penduduk yang tergolong


kategori miskin menurut beberapa ahli diantaranya, seperti Edi Suharto
(2009) yang menyatakan bahwa kemiskinan itu memiliki ciri;
Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang,
dan papan), ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun
mental dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, perempuan KDRT,
janda miskin, kelompok terkucil). Selain itu, mereka juga tidak memiliki
akses terhadap kebutuhan hidup dasar (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air
bersih, dan transportasi), jaminan masa depan (karena tiadanya simpanan
atau investasi untuk pendidikan dan keluarga), juga akses terhadap
lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.

Di sisi lain, mereka juga rentan terhadap guncangan yang bersifat


individual maupun massal, pun kualitas sumber daya manusia yang rendah
dan keterbatasan SDA, beberapa karakter mereka diatas inilah yang
membuat timbulnya diskriminasi pada golongan miskin, sehingga
terkadang sulit untuk turut andil dalam kegiatan sosial masyarakat.

Arkian, apa pula pandangan dari Emil Salim (dalam Siagian, 2012),
ia menggambarkan penduduk yang tergolong miskin kedalam 5
karakteristik seperti, umumnya penduduk miskin memiliki tingkat
pendidikan yang rendah, dan tidak memiliki faktor-faktor produksi (tanah
dan modal) sendiri, lazimnya juga tidak mempunyai kemungkinan untuk
memeroleh faktor produksi jika tanpa bantuan dari pihak lain, serta
biasanya sulit mengakses fasilitas pendidikan, kesehatan, dan layanan
pemenuhan kebutuhan lainnya, sehingga hidupnya tidak layak dan
membuat di antara mereka kerap kali timbul kelompok-kelompok
beranggotakan individu berusia relatif muda dan tidak mempunyai
keterampilan atau tingkat pendidikan memadai.

Dikutip dari buku Indikator Kemiskinan dan Misklasifikasi Orang


Miskin (2015) karya Ali Khomsan dan kawan-kawan, dijelaskan beberapa
jenis kemiskinan. Yaitu, kemiskinan absolut atau jenis kemiskinan di
mana orang-orang miskin mempunyai tingkat pendapatan di bawah garis
kemiskinan atau jumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan pokok hidup, seperti pangan, pakaian, dan tempat tinggal.
Kemiskinan relatif atau jenis kemiskinan yang terjadi karena pengaruh
kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat.
Kemiskinan kultural atau jenis kemiskinan yang disebabkan oleh faktor
budaya, seperti malas, tidak ada usaha untuk memperbaiki tingkat
kehidupan, pemboros, dan lain-lain. Kemiskinan struktural atau
kemiskinan yang dialami oleh suatu golongan masyarakat karena struktur
sosial masyarakat tersebut memungkinkan golongan masyarakat tidak ikut
menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi
mereka.

Sedangkan Menurut Chambers, kemiskinan merupakan intergrated


concept yang terdiri dari lima dimensi. Yaitu: Kemiskinan (Proper) adanya
kondisi ketidakmampuan pendapatan untuk mencukupi kebutuhan-
kebutuhan pokok yang juga dapat berlaku pada kelompok yang telah
memiliki pendapatan. Ketidakberdayaan (Powerless) Pada umumnya,
rendahnya kemampuan pendapatan akan berdampak pada kekuatan sosial
(social power) dari seseorang atau sekelompok orang terutama dalam
memperoleh keadilan ataupun persamaan hak untuk mendapatkan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Kerentanan menghadapi
situasi darurat (State of emergency). Seseorang atau sekelompok orang
yang disebut miskin tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi situasi
yang tidak terduga di mana situasi ini membutuhkan alokasi pendapatan
untuk menyelesaikannya, dan ketergantungan (dependency). Keterbatasan
kemampuan pendapatan dari seseorang atau sekelompok orang
menyebabkan tingkat ketergantungan sangat tinggi. Keterasingan
(Isolation) dimana masyarakat yang tinggal di daerah terpencil atau sulit
dijangkau oleh fasilitas-fasilitas kesejahteraan relatif memiliki taraf hidup
yang rendah.

Kemudian terdapat juga penyebab kemiskinan. Dalam buku


Memahami dan Mengukur Kemiskinan (2013) karya Indra Maipita yang
menjelaskan bahwa kemiskinan disebabkan oleh dua faktor, yaitu: Faktor
internal yang datang dari dalam diri seseorang, seperti sikap yang
menerima apa adanya, tidak bersungguh-sungguh dalam berusaha, kondisi
fisik yang tidak sempurna, dan sebagainya. Lalu, faktor eksternal yang
datang dari luar diri seseorang, seperti perubahan iklim, kerusakan alam,
kehidupan sosial, struktur sosial, kebijakan dan program pemerintah yang
tidak merata, dan lain-lain.

Adapun penyebab kemiskinan menurut suara orang miskin (BKPK,


2001). Keterbatasan pendapatan, modal, dan sarana untuk memenuhi
kebutuhan dasar. Kerentanan dan ketidakmampuan menghadapi
goncangan-goncangan dari krisis ekonomi, kegagalan panen karena hama,
banjir atau kekeringan, kehilangan pekerjaan (PHK), konflik sosial dan
politik, bencana alam (longsor, gempa bumi, perubahan iklim global),
ataupun lainnya. Tidak adanya suara yang mewakili dan terpuruk dalam
ketidakberdayaan di dalam institusi negara dan masyarakat karena,
kurangnya kepekaan pemerintah setempat untuk membantu perekonomian
baik materil maupun keterampilan.

B. Faktor Penyebab

Pada dasarnya, permasalahan sosial merupakan bagian yang tidak


dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan masalah
sosial terwujud sebagai hasil dari kebudayaan manusia itu sendiri dan
akibat dari hubungan dengan manusia lainnya. Dalam menentukan suatu
masalah merupakan masalah sosial atau tidak dapat dilakukan
menggunakan beberapa ukuran. Menurut Soekanto (2012), ukuran suatu
gejala sosial dapat dikatakan sebagai masalah sosial adalah sebagai
berikut:

1.Tidak adanya kesesuaian antara nilai sosial dengan tindakan sosial.

2.Sumber dari masalah sosial merupakan akibat dari suatu gejala sosial di
masyarakat.

3.Adanya pihak yang menetapkan suatu gejala sosial tergantung dari


karakteristik masyarakatnya.
Masalah sosial yang nyata (manifest social problem) dan masalah sosial
tersembunyi (latent social problem).

Perhatian masyarakat dan masalah sosial.

Sistem nilai dan perbaikan suatu masalah sosial

Keberagaman masalah sosial yang ada di masyarakat memerlukan adanya


suatu pendekatan untuk mengetahui faktor penyebab tersebut. Menurut
Raab dan Selznick (Soetomo, 2013), mengemukakan masalah sosial dapat
terjadi apabila:

1. Keberagaman masalah sosial yang ada di masyarakat memerlukan adanya


suatu pendekatan untuk mengetahui faktor penyebab tersebut. Menurut Raab
dan Selznick (Soetomo, 2013), mengemukakan masalah sosial dapat terjadi
apabila:

2. Keberagaman masalah sosial yang ada di masyarakat memerlukan adanya


suatu pendekatan untuk mengetahui faktor penyebab tersebut. Menurut Raab
dan Selznick (Soetomo, 2013), mengemukakan masalah sosial dapat terjadi
apabila:

3. Keberagaman masalah sosial yang ada di masyarakat memerlukan adanya


suatu pendekatan untuk mengetahui faktor penyebab tersebut. Menurut Raab
dan Selznick (Soetomo, 2013), mengemukakan masalah sosial dapat terjadi
apabila:

1. Terjadi antarwarga masyarakat yang menghambat pencapaian tujuan


penting dari sebagian besar warga masyarakat; dan

2. Organisasi sosial tidak dapat mengatur hubungan antarwarga dalam


menghadapi ancaman dari luar.

Masalah sosial yang terjadi dimasyarakat juga dapat dipengaruhi oleh adanya
ekslusi sosial. Eksklusi sosial adalah suatu proses yang menghalangi atau
menghambat individu dan keluarga, kelompok dan kampung dari sumber daya
yang dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial, ekonomi, dan
politik di dalam masyarakat. Permasalahan sosial yang ada di masyarakat
sangat beragam. Masalah yang dihadapi oleh seseorang belum tentu dapat
disebut sebagai masalah sosial. Oleh karena itu, Raab dan Selznick
mengemukakan permasalahan sosial yang ada di masyarakat dapat terjadi
apabila:

Terjadi antarwarga masyarakat yang menghambat pencapaian tujuan penting


dari sebagian besar warga masyarakat; dan

1. Organisasi sosial tidak dapat mengatur hubungan antarwarga dalam


menghadapi ancaman dari luar.

Masalah sosial yang terjadi dimasyarakat juga dapat dipengaruhi oleh adanya
ekslusi sosial. Eksklusi sosial adalah suatu proses yang menghalangi atau
menghambat individu dan keluarga, kelompok dan kampung dari sumber daya
yang dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial, ekonomi, dan
politik di dalam masyarakat. Permasalahan sosial yang ada di masyarakat
sangat beragam. Masalah yang dihadapi oleh seseorang belum tentu dapat
disebut sebagai masalah sosial. Oleh karena itu, Raab dan Selznick
mengemukakan permasalahan sosial yang ada di masyarakat dapat terjadi
apabila:

Terjadi antarwarga masyarakat yang menghambat pencapaian tujuan penting


dari sebagian besar warga masyarakat; dan

2. Organisasi sosial tidak dapat mengatur hubungan antarwarga dalam


menghadapi ancaman dari luar.

Masalah sosial yang terjadi dimasyarakat juga dapat dipengaruhi oleh adanya
ekslusi sosial. Eksklusi sosial adalah suatu proses yang menghalangi atau
menghambat individu dan keluarga, kelompok dan kampung dari sumber daya
yang dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial, ekonomi, dan
politik di dalam masyarakat. Permasalahan sosial yang ada di masyarakat
sangat beragam. Masalah yang dihadapi oleh seseorang belum tentu dapat
disebut sebagai masalah sosial. Oleh karena itu, Raab dan Selznick
mengemukakan permasalahan sosial yang ada di masyarakat dapat terjadi
apabila:

Terjadi antarwarga masyarakat yang menghambat pencapaian tujuan penting


dari sebagian besar warga masyarakat; dan

3. Organisasi sosial tidak dapat mengatur hubungan antarwarga dalam


menghadapi ancaman dari luar.
4. Masalah sosial yang terjadi dimasyarakat juga dapat dipengaruhi
olehadanya ekslusi sosial. Eksklusi sosial adalah suatu proses yang
menghalangi atau menghambat individu dan keluarga, kelompok dan
kampung dari sumber daya yang dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam
kegiatan sosial, ekonomi, dan politik di dalam masyarakat. Permasalahan
sosial yang ada di masyarakat sangat beragam. Masalah yang dihadapi
oleh seseorang belum tentu dapat disebut sebagai masalah sosial. Oleh
karena itu, Raab dan Selznick mengemukakan permasalahan sosial yang
ada di masyarakat dapat terjadi apabila:
1. Terjadi hubungan antarwarga masyarakat yang menghambat pencapaian
tujuan penting dari sebagian besar warga masyarakat.
2. Organisasi sosial tidak dapat mengatur hubungan antar warga dalam
menghadapi ancaman dari luar. 3. Adanya berbagai fenomena di
lingkungan masyarakat dapat menimbulkan permasalahan sosial. Namun,
tidak semua fenomena di masyarakat dapat disebut sebagai permasalahan
sosial

A. Jenis-jenis Kemiskinan

Menurut Ali Khomsan dan kawan-kawan dalam buku yang berjudul Indikator
Kemiskinan dan Misklasifikasi Orang Miskin, ada beberapa jenis kemiskinan
yang perlu diketahui, yakni:
1.Kemiskinan Absolut

Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang mendeskripsikan individu-


individu yang tingkat pendapatannya di bawah garis kemiskinan yang
ditetapkan oleh negara. Atau bisa juga diartikan seperti keadaan individu yang
penghasilannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan primernya.

2.Kemiskinan Relatif

Kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh kebijakan


pembangunan yang belum merata sehingga belum dapat menjangkau seluruh
masyarakat. Oleh sebab itu, di sebagian daerah ada penduduknya yang
memiliki ketimpangan pendapatan. Meskipun kondisi seorang penduduk
sudah berada di atas batas garis kemiskinan, tetapi tetap terlihat miskin karena
rata-rata pendapatan penduduk daerah tersebut lebih tinggi. Maka dari itu,
kemiskinan jenis ini dinamakan kemiskinan relatif. Kemiskinan relatif juga
bisa diartikan sebagai kemiskinan yang berasal dari perbandingan antara
penduduk dan lingkungannya. Dari kemiskinan relatif ini, maka bisa terbentuk
stigma bahwa personal A relatif lebih miskin dibandingkan personal B karena
personal B pendapatannya lebih tinggi.

3.Kemiskinan Kultural

Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang terbentuk karena kebiasaan


masyarakat yang sudah menjadi budaya, baik itu dari nilai-nilai yang diusung,
pemikiran, maupun cara kerja. Contoh kemiskinan kultural yang banyak
terjadi di masyarakat sebagai berikut:

• Malas
• Etos kerja yang rendah
• Mudah menyerah pada nasib
• Budaya masyarakat yang suka korupsi, kolusi, dan nepotisme
• Menolak adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
• Menggantungkan bantuan dari pihak lain, termasuk pemerintah
• Minder
• Suka foya-foya dan konsumtif berlebihan
• Suka mencuri dan memilih jalan pintas untuk sukses
• Mengandalkan harta warisan orang tua
• Tidak berdiri di atas kaki sendiri alias tidak mandiri
4.Kemiskinan Struktural

Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang berasal dari struktur sosial


yang tersemat pada golongan masyarakat tertentu dan memungkinan
terjadinya kondisi di mana mereka tidak dapat menggunakan sumber daya
yang sebenarnya tersedia untuk mereka. Contoh kemiskinan struktural yang
banyak terjadi di masyarakat, yaitu

• Sebuah daerah yang memiliki sumber daya alam melimpah, tetapi


masyarakatnya tidak dapat menikmati kekayaan tersebut.
• Penggusuran atau pembersihan lahan yang dilakukan oleh pemerintah
di suatu daerah sehingga menyebabkan masyarakat sekitar tidak
memiliki tempat tinggal dan kehilangan pekerjaan.
• Masyarakat di satu daerah tidak sempat memiliki pekerjaan atau
kehilangan pekerjaan karena sumber daya alam daerah tersebut
dikuasai oleh investor asing yang memakai tenaga kerja asing.
• Negara yang miskin karena tidak mampu membayar utang luar negeri.
B. Pemulung
Pemulung adalah golongan sosial yang memiliki usaha mengumpulkan
barang bekas. Mereka mengambil berbagai barang bekas yang diambil dari
jalan, tempat pembuangan sampah, pekarangan rumah penduduk, pasar,
terminal, pertokoan, stasiun, bandara, tempat wisata, rumah ibadah,
sekolah, kampus dan pemakaman(Azhari, 2009). Menurut (Nawardi,
1983) pemulung adalah orang yang mencari, memungut, mengambil,
mengumpulkan dan mencari sampah baik perorangan maupun kelompok
yang kemudian dijual kepada pengepul. Pemulung bekerja mengumpulkan
barang-barang bekas dengan cara mengerumuni muatan truk sampah yang
tengah dibongkar, sebagian pemulung lainnya berputar-putar mengais
barang bekas dari tumpukan-tumpukan sampah.
Sebagian masyarakat memandang sampah sebagai barang yang
menjijikan dan tidak bermanfaat, tetapi berbeda dengan pemulung.
Pemulung beranggapan bahwa sampah adalah sesuatu yang berharga
untuk menghidupi keluarga. Di Tempat Pembuangan Sementara (TPS)
adalah kawasan strategis untuk mengadu nasib bagi pemulung. Bekerja
sebagai pemulung bukan pekerjaan yang mudah, karena setiap hari harus
berkeliling menapaki setiap sudut kota untuk mendapatkan barang bekas
(Sutardji, 2009).
Kehidupan pemulung dari sisi sosial sering kali dipandang sebelah mata
oleh sebagian orang karena dianggap kotor, dekat dengan penyakit dan
memberikan pendapatan rendah. Meskipun demikian beberapa orang tetap
menekuni pekerjaan sebagai pemulung dilakukan atas dasar terpaksa atau
sukarela(Lestari Sukarniati et al., 2017). Kegiatan seperti mengambil
sampah dan mengumpulkannya dapat membuat badan jadi kotor dan
memalukan seperti halnya seorang pemulung(Ali & Hasan, 2019).
Kehidupannya yang tidak dapat dipisahkan dari benda-benda dan barang
kotor saat memilih-milih sampah membuat mereka juga dianggap sebagai
orang yang kotor, jorok, dan mempunyai pola hidup yang tidak sehat.
Perihal tentang kondisi sosial ekonomi pemulung diidentikkan dengan
kemiskinan. Kemiskinan merupakan suatu kondisi ketidaksesuaian
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang terjadi secara
terus menerus dengan waktu relatif lama seiring dengan ritme kehidupan
sehari-hari dan akan mempengaruhi tingkatkonsumsi, kesehatan, dan
proses pengambilan keputusan (Nawardi, 1983). Pekerjaan memulung
dengan memungut barang-barang bekas dianggap sebagai profesi yang
tidak menjanjikan dan tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Kehidupan mereka sering kali digambarkan dengan rumah-rumah
kardus yang kumuh karena tidak mempunyai tempat tinggal, sebab
penghasilannya tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang
layak.
Sekalipun kerap dianggap rendah, pada dasarnya pemulung tidak selalu
seperti apa yang sering digambarkan orang. Pemulung sejatinya adalah
pahlawan lingkungan, meskipun para pemulung tidak menyadari hal itu.
Keberadaannya sangat diperlukan oleh semua orang, dengan adanya
pemulung banyak sampah dapat dimanfaatkan kembali dan dapat
diproduksi ulang agar tidak terjadi penumpukan sampah yang bisa
berdampak pada bahaya lingkungan.
Berdasarkan temuan penelitian di lokasi Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) di Dusun Ngablak Kelurahan Sitimulyo Kecamatan Piyungan
Bantul Yogyakarta kehidupan sosial ekonomi tidak seperti pandangan
kebanyakan orang. Menurut mereka memulung sampah adalah berkah,
mendapatkan sampah sama dengan mendapatkan keberuntungan.
Keberadaan sampah menjadi sumber pencaharian untuk memenuhi
kebutuhan pemulung sehari-hari. Melihat fenomena tersebut, peneliti
merasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang bagaimana kehidupan
sosial ekonomi para pemulung sampah di TPA Piyungan, meskipun harus
menerima konsekuensi dari profesinya sebagai kelas rendahan.
C. Program penanggulangan kemiskinan dari pemerintah

1. Program Keluarga Harapan (PKH)

PKH adalah program perlindungan sosial yang memberikan bantuan tunai


kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dan bagi anggota keluarga
19 Program Pengentasan Kemiskinan Kabinet Indonesia Bersatu II RTS
diwajibkan melaksanakan persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan.
Program ini, dalam jangka pendek bertujuan mengurangi beban RTSM dan
dalam jangka panjang diharapkan dapat memutus mata rantai kemiskinan
antar generasi, sehingga generasi berikutnya dapat keluar dari perangkap
kemiskinan. Pelaksanaan PKH juga mendukung upaya pencapaian Tujuan
Pembangunan Millenium. Lima Komponen Tujuan MDG’s yang akan
terbantu oleh PKH yaitu: Pengurangan penduduk miskin dan kelaparan;
Pendidikan Dasar; Kesetaraan Gender; Pengurangan angka kematian bayi
dan balita; Pengurangan kematian ibu melahirkan.

2. Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

BOS adalah program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya


nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar dan menengah pertama
sebagai wujud pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun. BOS
diprioritaskan untuk biaya operasional nonpersonal, meskipun
dimungkinkan untuk membiayai beberapa kegiatan lain yang tergolong
dalam biaya personil dan biaya investasi. Tujuan umum program BOS
untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan
dalam rangka wajib belajar sembilan tahun yang bermutu. Sasaran
program BOS adalah semua siswa (peserta didik) di jenjang Sekolah Dasar
(SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Sekolah Menengah Pertama
(SMP)/Madrasah Tsyanawiyah (MTs), termasuk Sekolah Menengah
Terbuka (SMPT) dan Pusat Kegiatan Belajar Mandiri (PKBM) yang
diselenggarakan oleh masyarakat, baik negeri maupun swasta di seluruh
provinsi di Indonesia.
3. Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)
Meski dana BOS diharapkan dapat meningkatkan jumlah keikutsertaan
peserta didik, tapi faktanya, masih tetap saja ada siswa yang putus sekolah
dan tidak melanjutkan. Penyebabnya, para orangtua kesulitan memenuhi
kebutuhan pendidikan seperti baju, seragam, buku tulis dan buku cetak,
sepatu, biaya transportasi, dan biaya lain-lain yang tidak ditanggung oleh
dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Kebijakan Bantuan Siswa
Miskin (BSM) bertujuan agar siswa dari kalangan tidak mampu dapat
terus melanjutkan pendidikan di sekolah. Program 21 Program
Pengentasan Kemiskinan Kabinet Indonesia Bersatu II ini bersifat bantuan
bukan beasiswa, karena jika beasiswa bukan berdasarkan kemiskinan,
melainkan prestasi. Dana sebesar Rp 360.000 per tahun diberikan kepada
siswa tingkat SD, dipergunakan untuk keperluan sekolah, seperti,
pembelian buku pelajaran, seragam sekolah, alat-alat olahraga dan
keterampilan, pembayaran transportasi ke sekolah, serta keperluan lain
yang berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah. BSM adalah
bantuan yang diberikan kepada siswa dari keluarga kurang mampu untuk
dapat melakukan kegiatan belajar di sekolah. Bantuan ini memberi
peluang bagi siswa untuk mengikuti pendidikan di level yang lebih tinggi.
Selain itu, bertujuan untuk mengurangi jumlah siswa putus sekolah akibat
permasalahan biaya pendidikan. Sementara bagi siswa miskin di jenjang
pendidikan menengah atas pemerintah menyiapkan bantuan khusus murid
miskin di jenjang SMA dan bantuan beasiswa untuk siswa miskin pada
jenjang SMK. Di jenjang pendidikan tinggi, program beasiswa bagi anak
kurang mampu juga digulirkan pemerintah dengan nama bantuan belajar
mahasiswa miskin ber-IPK 2,5, dan beasiswa bidik misi. Bidik misi
bertujuan untuk meningkatkan akses dan kesempatan belajar di perguruan
tinggi bagi peserta didik yang berpotensi akademik memadai dan kurang
mampu secara ekonomi
4. Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS)
Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan
bagi masyarakat miskin dan hampir miskin. Tujuan Jamkesmas adalah
meningkatkan akses terhadap masyarakat miskin dan hampir miskin agar
dapat memperoleh pelayanan kesehatan. Pada saat ini Jamkesmas
melayani 76,4 juta jiwa. 23 Program Pengentasan Kemiskinan Kabinet
Indonesia Bersatu II
5. Program Beras Untuk Keluarga Miskin (RASKIN)
Raskin merupakan subsidi pangan yang diperuntukkan bagi keluarga
miskin sebagai upaya dari pemerintah untuk meningkatkan ketahanan
pangan dan memberikan perlindungan pada keluarga miskin.
Pendistribusian beras ini diharapkan mampu menjangkau keluarga miskin
dimana masing-masing keluarga akan menerima beras minimal 10 Kg/KK
tiap bulan dan maksimal 20 Kg/KK tiap bulan dengan harga bersih Rp
1.000/kg di titik-titik distribusi. Keberhasilan Program Raskin diukur
berdasarkan tingkat pencapaian indikator 6T, yaitu: tepat sasaran, tepat
jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat kualitas, dan tepat administrasi.
Program ini bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran Rumah
Tangga Sasaran (RTS) melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan
pokok dalam bentuk beras dan mencegah penurunan konsumsi energi dan
protein. Selain itu raskin bertujuan untuk meningkatkan/membuka akses
pangan keluarga melalui penjualan beras kepada keluarga penerima
manfaat dengan jumlah yang telah ditentukan.
14 KRITERIA MASYARAKAT MISKIN MENURUT STANDAR BPS
Ada 14 kriteria masyarakat miskin menurut standar Badan Pusat Statistik yang
dipergunakan untuk menentukan keluarga atau rumah tangga yang dapat
dikategorikan miskin, berikut penjelasannya:

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang


2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/ bambu / kayu murahan
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu / rumbia / kayu berkualitas rendah /
tembok tanpa diplester
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar / bersama-sama dengan rumah tangga
lain
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik
6. Sumber air minum berasal dari sumur / mata air tidak terlindung / sungai /air
hujan.
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar / arang / minyak
tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging / susu / ayam satu kali dalam seminggu
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu / dua kali dalam sehari
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas / poliklinik
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah : petani dengan luas lahan
500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau
pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah / tidak tamat SD/
hanya SD
14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp.
500.000,- seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau
barang modal lainnya.

Anda mungkin juga menyukai