Anda di halaman 1dari 7

PERMASALAHAN SOSIAL (MAKALAH KEMISKINAN)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang telah mendunia dan hingga kini masih menjadi
isu sentral di belahan bumi manapun. Selain bersifat laten dan aktual, kemiskinan adalah penyakit sosial
ekonomi yang tidak hanya dialami oleh Negara-negara berkembang melainkan negara maju sepeti
inggris dan Amerika Serikat. Negara inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada
era kebangkitan revolusi industri di Eropa.

Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai
petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka
umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi,
kriminalitas, pengangguran.Sedangkan Amerika Serikat bahkan mengalami depresi dan resesi ekonomi
pada tahun 1930-an dan baru setelah tiga puluh tahun kemudian Amerika Serikat tercatat sebagai
Negara Adidaya dan terkaya di dunia.

Pada kesempatan ini penyusun mencoba memaparkan secara global kemiskinan Negara-negara di dunia
ketiga, yaitu Negara-negara berkembang yang nota-benenya ada di belahan benua Asia. Kemudian juga
pemaparan secara spesifik mengenai kemiskinan di Negara Indonesia. Adapun yang dimaksudkan
Negara berkembang adalah Negara yang memiliki standar pendapatan rendah dengan infrastruktur yang
relatif terbelakang dan minimnya indeks perkembangan manusia dengan norma secara global. Dalam
hal ini kemiskinan tersebut meliputi sebagian Negara-negara Timur-Tengah, Asia selatan, Asia tenggara
dan Negara-negara pinggiran benua Asia.

Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu kemiskinan alami dan kemiskinan
buatan. kemiskinan alami terjadi akibat sumber daya alam (SDA) yang terbatas, penggunaan teknologi
yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan Buatan diakibatkan oleh imbas dari para birokrat kurang
berkompeten dalam penguasaan ekonomi dan berbagai fasilitas yang tersedia, sehingga mengakibatkan
susahnya untuk keluar dari kemelut kemiskinan tersebut. Dampaknya, para ekonom selalu gencar
mengkritik kebijakan pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan ketimbang dari pemerataan.

B. Perumusan Masalah

Dalam tugas kelompok ini, penyusun yang membahas mengenai masalah kemiskinan, didapatkan
rumusan masalah yang akan dibahas dalam analisis permasalahan. Rumusan masalah tersebut adalah
sebagai berikut:

1. Apa definisi dari kemiskinan?

2. Apa indikator terjadinya kemiskinan?


3. Faktor apa saja yang menjadi penyebab kemiskinan?

4. Bagaimanakah tingkat perkembangan kemiskinan di Indonesia?

5. Apa tantangan dalam menghadapi kemiskinan di Indonesia?

6. Kebijakan dan Program Penuntasan Kemiskinan di Indonesia?

C. Manfaat

1. Bagi Penulis

Penulisan makalah ini disusun sebagai salah satu pemenuhan tugas terstruktur dari mata kuliah
Permasalahan Sosial

2. Bagi pihak lain

Makalah ini diharapkan dapat menambah referensi pustaka yang berhubungan dengan permasalahan
dan upaya penyelesaian kemiskinan di Indonesia

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Menurut Friedman (1979), kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk memformulasikan


basis kekuasaan sosial, yang meliputi aset (tanah, perumahan, peralatan, kesehatan), sumber keuangan
(pendapatan dan kredit yang memadai), organisiasi sosial politik yang dapat dimanfaatkan untuk
mencapai kepentingan bersama, jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang atau jasa,
pengetahuan dan keterampilan yang memadai, serta informasi yang berguna.

Dalam kamus ilmiah populer, kata “Miskin” mengandung arti tidak berharta (harta yang ada tidak
mencukupi kebutuhan) atau bokek. Adapun kata “fakir” diartikan sebagai orang yang sangat miskin.
Secara Etimologi makna yang terkandung yaitu bahwa kemiskinan sarat dengan masalah konsumsi. Hal
ini bermula sejak masa neo-klasik di mana kemiskinan hanya dilihat dari interaksi negatif
(ketidakseimbangan) antara pekerja dan upah yang diperoleh.

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perkembangan arti definitif dari pada
kemiskinan adalah sebuah keniscayaan. Berawal dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan
konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan
komponen-komponen sosial dan moral. Misal, pendapat yang diutarakan oleh Ali Khomsan bahwa
kemiskinan timbul oleh karena minimnya penyediaan lapangan kerja di berbagai sektor, baik sektor
industri maupun pembangunan. Senada dengan pendapat di atas adalah bahwasanya kemiskinan
ditimbulkan oleh ketidakadilan faktor produksi, atau kemiskinan adalah ketidakberdayaan masyarakat
terhadap sistem yang diterapkan oleh pemerintah sehingga mereka berada pada posisi yang sangat
lemah dan tereksploitasi. Arti definitif ini lebih dikenal dengan kemiskinan struktural.

Deskripsi lain, arti definitif kemiskinan yang mulai bergeser misal pada awal tahun 1990-an definisi
kemiskinan tidak hanya berdasarkan tingkat pendapatan, tapi juga mencakup ketidakmampuan di
bidang kesehatan, pendidikan dan perumahan. Di penghujung abad 20-an telah muncul arti definitif
terbaru, yaitu bahwa kemiskinan juga mencakup kerentanan, ketidakberdayaan dan ketidakmampuan
untuk menyampaikan aspirasi.

Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang
berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris
mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang
muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang
sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga
rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya,
seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.

Amerika Serikat sebagai negara maju juga dihadapi masalah kemiskinan, terutama pada masa depresi
dan resesi ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun 1960-an Amerika Serikat tercatat sebagai negara adi
daya dan terkaya di dunia. Sebagian besar penduduknya hidup dalam kecukupan. Bahkan Amerika
Serikat telah banyak memberi bantuan kepada negara-negara lain. Namun, di balik keadaan itu tercatat
sebanyak 32 juta orang atau seperenam dari jumlah penduduknya tergolong miskin.

Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan
kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada
di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang,
kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas
garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin
kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha
memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.

Beberapa kelompok atau ahli telah mencoba merumuskan mengenai konsep kebutuhan dasar. Konsep
kebutuhan dasar yang dicakup adalah komponen kebutuhan dasar dan karakteristik kebutuhan dasar
serta hubungan keduanya dengan garis kemiskinan. Rumusan komponen kebutuhan dasar menurut
beberapa ahli adalah :

1. Menurut United Nations (1961), sebagaimana dikutip oleh HendraEsmara (1986: 289), komponen
kebutuhan dasar terdiri atas:kesehatan, bahan makanan dan gizi, pendidikan, kesempatan kerja
dankondisi pekerjaan, perumahan, sandang, rekreasi, jaminan sosial, dankebebasan manusia.

2. Menurut UNSRID (1966), sebagaimana dikutip oleh Hendra Esmara(1986: 289), komponen
kebutuhan dasar terdiri atas: (i) kebutuhanfisik primer yang mencakup kebutuhan gizi, perumahan,
dankesehatan; (ii) kebutuhan kultural yang mencakup pendidikan, rekreasidan ketenangan hidup; dan
(iii) kebutuhan atas kelebihan pendapatan.
3. Menurut Ganguli dan Gupta (1976), sebagaimana dikutip oleh HendraEsmara (1986: 289),
komponen kebutuhan dasar terdiri atas: gizi,perumahan, pelayanan kesehatan pengobatan, pendidikan,
dansandang. Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan Tahun 2008

4. Menurut Green (1978), sebagaimana dikutip oleh Thee Kian Wie (1981:31), komponen kebutuhan
dasar terdiri atas: (i) personal consumption items yang mencakup pangan, sandang, dan pemukiman; (ii)
basic public services yang mencakup fasilitas kesehatan, pendidikan, saluranair minum, pengangkutan,
dan kebudayaan.

5. Menurut Hendra Esmara (1986: 320-321), komponen kebutuhan dasarprimer untuk bangsa
Indonesia mencakup pangan, sandang,perumahan, pendidikan, dan kesehatan.

6. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), komponen kebutuhan dasar terdiridari pangan dan bukan
pangan yang disusun menurut daerahperkotaan dan perdesaan berdasarkan hasil Survei Sosial
EkonomiNasional (SUSENAS)

B. Indikator-indikator Kemiskinan

Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri secara detail indikator-indikator
kemiskinan tersebut.Adapun indikator-indikator kemiskinan sebagaimana di kutip dari Badan Pusat
Statistika, antara lain sebagi berikut:

1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan).

2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air
bersih dan transportasi).

3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).

4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.

5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.

6. Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.

7. Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.

8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.

9. Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan


rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil).

C. Penyebab Kemiskinan

Di bawah ini beberapa penyebab kemiskinan menurut pendapat Karimah Kuraiyyim. Yang antara lain
adalah:

1. Merosotnya standar perkembangan pendapatan per-kapita secara global.


Yang penting digaris bawahi di sini adalah bahwa standar pendapatan per-kapita bergerak seimbang
dengan produktivitas yang ada pada suatu sistem. Jikalau produktivitas berangsur meningkat maka
pendapatan per-kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya, seandainya produktivitas menyusut maka
pendapatan per-kapita akan turun beriringan. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi
kemerosotan standar perkembangan pendapatan per-kapita:

a. Naiknya standar perkembangan suatu daerah.

b. Politik ekonomi yang tidak sehat.

c. Faktor-faktor luar neger, diantaranya:

1) Rusaknya syarat-syarat perdagangan

2) Beban hutang

3) Kurangnya bantuan luar negeri, dan

4) Perang

2. Menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat.

Terlihat jelas faktor ini sangat urgen dalam pengaruhnya terhadap kemiskinan. Oleh karena itu, untuk
menaikkan etos kerja dan produktivitas masyarakat harus didukung dengan SDA dan SDM yang bagus,
serta jaminan kesehatan dan pendidikan yang bisa dipertanggungjawabkan dengan maksimal

3. Biaya kehidupan yang tinggi.

Melonjak tingginya biaya kehidupan di suatu daerah adalah sebagai akibat dari tidak adanya
keseimbangan pendapatan atau gaji masyarakat. Tentunya kemiskinan adalah konsekuensi logis dari
realita di atas. Hal ini bisa disebabkan oleh karena kurangnya tenaga kerja ahli, lemahnya peranan
wanita di depan publik dan banyaknya pengangguran.

4. Pembagian subsidi in come pemerintah yang kurang merata.

Hal ini selain menyulitkan akan terpenuhinya kebutuhan pokok dan jaminan keamanan untuk para
warga miskin, juga secara tidak langsung mematikan sumber pemasukan warga. Bahkan di sisi lain
rakyat miskin masih terbebani oleh pajak negara.

D. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia

Laporan Bank Pembangunan Asia (ADB) menyebutkan bahwa dalam lima tahun terakhir keadaan
kemiskinan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini diduga karena pesatnya pertumbuhan penduduk
yang tidak seimbang dengan meningkatnya Gross Domestic Product (GDP) dan atau disebabkan semakin
luasnya kesenjangan sosial (http://bisniskeuangan.kompas.com: 2011).

Hingga kini kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang menjadi isu sentral di Indonesia.
Lebih dari 110 juta orang Indonesia hidup dengan penghasilan kurang dari US$ 2 per hari. Jumlah ini
sama dengan jumlah penduduk Malaysia, Vietnam, dan Kamboja jika digabungkan. Sebagian besar
penduduk miskin di Asia Tenggara tinggal di Indonesia.
Kemiskinan menjadi alasan rendahnya Human Development Index (Indeks Pembangunan Manusia)
Indonesia. Secara menyeluruh, kualitas manusia Indonesia relatif sangat rendah jika dibandingkan
dengan kualitas manusia di negara-negara lain di dunia. United Nations Development Programme
(UNDP) menempatkan HDI Indonesia di peringkat 124 dari 187 negara pada tahun 2011
(http://dikti.go.id: 2011). Di tahun yang sama, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 30 juta
orang, sebesar 37% dari jumlah tersebut berada di daerah perkotaan dan 63% di daerah pedesaan.

Kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan secara
terbatas, membuat anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai
kesehatan, kurangnya kemampuan untuk menabung dan berinvestasi, minimnya akses ke pelayanan
publik, kurangnya lapangan pekerjaan dan jaminan sosial, serta menguatnya arus urbanisasi ke kota.

E. Tantangan Kemiskinan di Indonesia

Masalah kemiskinan di Indonesia sarat sekali hubungannya dengan rendahnya tingkat Sumber Daya
Manusia (SDM). dibuktikan oleh rendahnya mutu kehidupan masyarakat Indonesia meskipun kaya akan
Sumber Daya Alam (SDA). Sebagaimana yang ditunjukkan oleh rendahnya Indeks Pembangunan
Masyarakat (IPM) Indonesia pada tahun 2002 sebesar 0,692. yang masih menempati peringkat lebih
rendah dari Malaysia dan Thailand di antara negara-negara ASEAN. Sementara, Indeks Kemiskinan
Manusia (IKM) Indonesia pada tahun yang sama sebesar 0,178. masih lebih tinggi dari Filipina dan
Thailand. Selain itu, kesenjangan gender di Indonesia masih relatif lebih besar dibanding negara ASEAN
lainnya.

Tantangan lainnya adalah kesenjangan antara desa dan kota. Proporsi penduduk miskin di pedesaan
relatif lebih tinggi dibanding perkotaan. Data Susenas (National Social Ekonomi Survey) 2004
menunjukkan bahwa sekitar 69,0 % penduduk Indonesia termasuk penduduk miskin yang sebagian
besar bekerja di sektor pertanian. Selain itu juga tantangan yang sangat memilukan adalah kemiskinan di
alami oleh kaum perempuan yang ditunjukkan oleh rendahnya kualitas hidup dan peranan wanita,
terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta masih rendahnya angka pembangunan
gender (Gender-related Development Indeks, GDI) dan angka Indeks pemberdayaan Gender(Gender
Empowerment Measurement,GEM).

Tantangan selanjutnya adalah otonomi daerah. di mana hal ini mempunyai peran yang sangat signifikan
untuk mengentaskan atau menjerumuskan masyarakat dari kemiskinan. Sebab ketika meningkatnya
peran keikutsertaan pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan. maka tidak mustahil dalam
jangka waktu yang relatif singkat kita akan bisa mengentaskan masyarakat dari kemiskinan pada skala
nasional terutama dalam mendekatkan pelayanan dasar bagi masyarakat. Akan tetapi ketika pemerintah
daerah kurang peka terhadap keadaan lingkungan sekitar, hal ini sangat berpotensi sekali untuk
membawa masyarakat ke jurang kemiskinan, serta bisa menimbulkan bahaya laten dalam skala
Nasional.

F. Kebijakan dan Program Penuntasan Kemiskinan


Upaya penanggulangan kemiskinan Indonesia telah dilakukan dan menempatkan penanggulangan
kemiskinan sebagai prioritas utama kebijakan pembangunan nasional. Kebijakan kemiskinan merupakan
prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 dan dijabarkan lebih rinci dalam
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun serta digunakan sebagai acuan bagi kementrian, lembaga
dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan tahunan.

Sebagai wujud gerakan bersama dalam mengatasi kemiskinan dan mencapai Tujuan pembangunan
Milenium, Strategi Nasional Pembangunan Kemiskinan (SPNK) telah disusun melalui proses partisipatif
dengan melibatkan seluruh stakeholders pembangunan di Indonesia. Selain itu, sekitar 60 % pemerintah
kabupaten/ kota telah membentuk Komite penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD) dan menyusun
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) sebagai dasar arus utama penanggulangan
kemiskinan di daerah dan mendorong gerakan sosial dalam mengatasi kemiskinan. Adapun langkah
jangka pendek yang diprioritaskan antara lain sebagai berikut:

1. Mengurangi kesenjangan antar daerah dengan;

a. penyediaan sarana-sarana irigasi, air bersih dan sanitasi dasar terutama daerah-daerah langka
sumber air bersih.

b. pembangunan jalan, jembatan, dan dermaga daerah-daerah tertinggal

c. redistribusi sumber dana kepada daerah-daerah yang memiliki pendapatan rendah dengan
instrumen Dana Alokasi Khusus (DAK) .

2. Perluasan kesempatan kerja dan berusaha dilakukan melalui bantuan dana stimulan untuk modal
usaha, pelatihan keterampilan kerja dan meningkatkan investasi dan revitalisasi industri.

3. Khusus untuk pemenuhan sarana hak dasar penduduk miskin diberikan pelayanan antara lain:

a. pendidikan gratis sebagai penuntasan program belajar 9 tahun termasuk tunjangan bagi murid
yang kurang mampu

b. jaminan pemeliharaan kesehatan gratis bagi penduduk miskin di puskesmas dan rumah sakit kelas
tiga.

Di bawah ini merupakan contoh dari upaya mengatasi kemiskinan di Indonesia.

Contoh dari upaya kemiskinan adalah di propinsi Jawa Barat tepatnya di Bandung dengan diadakannya
Bandung Peduli yang dibentuk pada tanggal 23 – 25 Februari 1998. Bandung Peduli adalah gerakan
kemanusiaan yang memfokuskan kegiatannya pada upaya menolong orang kelaparan, dan
mengentaskan orang-orang yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam melakukan kegiatan,
Bandung Peduli berpegang teguh pada wawasan kemanusiaan, tanpa mengindahkan perbedaan suku,
ras, agama, kepercayaan, ataupun haluan politik.

Oleh karena sumbangan dari para dermawan tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan
permasalahan kelaparan dan kemiskinan yang dihadapi, maka Bandung Peduli melakukan targetting
dengan sasaran bahwa orang yang dibantu tinggal di Kabupaten/ Kotamadya Bandung, dan mereka yang
tergolong fakir. Golongan fakir yang dimaksud adalah orang yang miskin sekali dan paling miskin bila
diukur dengan “Ekuivalen Nilai Tukar Beras”.

Anda mungkin juga menyukai