Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

PENGANTAR PERENCANAAN SOSIAL

PELAYANAN UNTUK KAUM DISABILITAS

Sosiologi B 2019

Kelompok 6 :

Diana Isnaeni -1406619027

Kamila Khoirun Nisa -1406619026

Muhammad Syahiid Fiisabilillah -1406619023

Nisrina Alya Dwi Diffa -1406619075

Selvina -1406619013

Yoga Maulana -1406619033-

Universitas Negeri Jakarta

Jl. Rawamangun Muka, RT.11/RW.14, Rawamangun, Kec. Pulo Gadung,

Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13220


DAFTAR ISI
LAPORAN DAN PEMBAHASAN

1. Mengidentifikasi Permasalahan (Mendesak dan Masa yang Akan Datang)

Istilah Disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia berasal dari serapan kata bahasa Inggris
disability) yang berarti cacat atau ketidakmampuan. Penyandang disabilitas dapat diartikan
individu yang mempunyai keterbatasan fisik atau mental intelektual. Disabilitas adalah istilah
yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan adalah
sebuah masalah pada fungsi tubuh atau strukturnya; suatu pembatasan kegiatan adalah
kesulitan yang dihadapi oleh individu dalam melaksanakan tugas atau tindakan, sedangkan
pembatasan partisipasi merupakan masalah yang dialami oleh individu dalam keterlibatan
dalam situasi kehidupan.

Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan mental, yang
dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan
kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari:

1. penyandang cacat fisik;


2. penyandang cacat mental; serta
3. penyandang cacat fisik dan mental

 Permasalahan yang Mendesak


Pada 2011, Indonesia meratifikasi Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
Pada 2016, pemerintah Indonesia mengesahkan Undang-Undang (UU) Disabilitas yang
mengakui hak penyandang disabilitas dan mewajibkan pemerintah untuk memberikan mereka
perlakuan yang setara dengan non-disabilitas.

Organisasi-organisasi yang bergerak diisu disabilitas di Indonesia memuji peraturan yang


baru tersebut karena telah memperkenalkan pendekatan yang lebih adil terhadap penyandang
disabilitas. Namun setelah beberapa tahun pengesahan UU Disabilitas, di Indonesia sendiri
masih belum bisa mewadahi pengembangan ekonomi kreatif khususnya untuk penyandang
disabilitas. Sehingga pada umumnya para disabilitas sulit untuk menciptakan peluang
ekonomi yang baik.
Panti Sosial Bina Daksa Mandiri Karsa memberikan akses sebesar-besarnya untuk
kemandirian warga binaannya sehingga bisa menciptakan usaha yang produktif. Panti yang
berdiri pada tahun 1986 ini dikhususkan untuk para disabilitas yang mengidap cacat tubuh
yang menyebabkan individu memiliki gangguan gerak yang bersifat bawaan, sakit, atau
akibat kecelakaan (tuna daksa). Di panti ini menampung 40 warga binaan diantaranya 33
laki-laki dan 7 perempuan yang kesemuanya orang-orang dewasa. Tujuan dari berdirinya
panti ini yaitu untuk memberikan warga binaan keterampilan maupun pelatihan baik dalam
bidang seni maupun olahraga. Tidak banyak panti di Indonesia yang menaungi dan juga
membekali penyandang disabilitas berupa kreativitas dan pengembangan diri. Hal ini tentu
menjadi aset yang sangat berharga dalam pengembangan ekonomi, wirausaha dan kompetisi
diera globalisasi.

Ekonomi kreatif tentu selalu berhubungan dengan kreativitas, kekayaan intelektual, imajinasi
yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Umumnya kita akan berpikir bahwa
hanya orang-orang normal saja yang memiliki kelengkapan tubuh yang bisa menciptakan
sesutu yang unik, yang berbeda dari biasanya dan bisa dijadikan sebagai sumber pendapatan.
Namun anggapan tersebut tidaklah benar, penyandang disabilitas dengan segala keterbatasan
yang ada mampu berkarya dan menghasilkan kerya-karya dan kerajinan. Tentu kesempatan
untuk disabilitas mendorong ekonomi yang produktif dan berwirausaha terbuka luas, bila
sejalan dengan adanya kemudahan menciptakan lapangan kerja yang dapat diakses
penyandang disabilitas.

Seperi hal yang sudah kita ketahui bersama, bahwa stigma yang beredar dimasyarakat yang
menganggap penyandang disabilitas sulit untuk menciptakan ekonomi produktif tentulah
harus diedukasi. Menjadi penting untuk mengupayakan forum, lembaga, yayasan, dan para
pendukung industri ekonomi kreatif untuk dapat terlibat dan menjadi bagian dari wadah
kreatifitas penyandang disabilitas. Poin penting yang harus selalu disosialisaikan bahwasanya
mereka yang memiliki keterbatasan mampu memberikan yang terbaik ketika mereka
mendapatkan dukungan yang tepat dari semua elemen masyarakat.

 Permasalahan yang Akan Datang

Proses pembangunan dapat diartikan sebagai proses yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, baik dalam aspek ekonomi, sosial, politik, dan kesehatan. Proses
ini meliputi perencanaan, implementasi, pemantauan, dan evaluasi pembangunan tersebut.
Kurangnya partisipasi penyandang disabilitas dalam proses pembangunan berakar pada
stigma terhadap penyandang disabilitas dari masyarakat dan pemerintah. Melibatkan semua
elemen masyarakat termasuk penyandang disabilitas dalam proses pembangunan akan
memberikan manfaat ekonomi. Semisal bila pemerintah kurang mengupayakan membuka
lapangan pekerjaan bagi penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas akan terbatas dalam
pemenuhan kesejahteraannya, pemerintahpun akan kehilangan potensi pendapatan
ekonominya.

Pembangunan kota seharusnya melibatkan seluruh masyarakat tanpa membeda-bedakan


keterbatasan fisik. Peran serta penyandang disabilitas tidak terbatas dalam menyampaikan
masukan kepada Pemda, namun juga turut berkontribusi dalam program pembangunan yang
khususnya ditujukan untuk disabilitas. Pemda perlu menyampaikan dengan jelas termasuk
kepada disabilitas tentang informasi pengembangan kota dan program-program
pembangunan.

Tiga prinsip utama yaitu partisipasi, sikap tidak diskriminatif, dan aksesibilitas harus
ditegakkan dalam proses pembangunan untuk memastikan agar penyandang disabilitas dapat
berpartisipasi. Namun, Indonesia masih belum melaksanakan prinsip-prinsip tersebut. Akses
penyandang disabilitas untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses perencanaan kebijakan
pembangunan terbatas. Ketiadaan akses tersebut berdampak pada pemenuhan kebutuhan
(ekonomi) mereka sehari-hari. Tanpa memandang mereka sebagai kaum minoritas
seharusnya hak-hak disabilitas harus tetap diperhatikan untuk mewujudkan kesetaraan,
keadilan, dan kesejahteraan sosial

2. Menentukan tujuan (Perencanaan Program)

Berdasarkan permasalahan tersebut, pemerintah kota beserta dengan eleman pendukung


lainnya perlu turut mengupayakan pelatihan, pembinaan dan memberikan tempat atau wadah
(ekonomi kreatif) terhadap penyandang disabilitas. Hal ini untuk menumbuhkan jiwa
kreativitas dan kewirausahaan dan mengantarkan disabilitas untuk menjadi wirausaha.
Adanya pelatihan dan wadah disabilitas sehingga disabilitas tidak lagi hanya bergantung pada
ketersediaan lapangan pekerjaan yang sesuai. Namun mereka dapat mewujudkan kemandirian
dengan kewirausahaan dan membuat lapangan kerja sendiri.
Program ini bisa difokuskan ke ekonomi kreatif, karena penyandang disabilitas memilki
potensi kreativitas yang sangat tinggi. Dengan ini diharapkan penyandang disabilitas bisa
melahirkan ekonomi kreatif yang dapat menaungi teman-teman disabilitas lainnya.

Perencanaan program lain yang bisa diusahakan adalah menyediakan lowongan pekerjaan
untuk penyandang disabilitas. Kebijakan pemerintah harus dibuat seramah mungkin untuk
penyandang disabilitas. Pada kenyataannya kebijakan pemerintah yang mengharuskan
perusahaan menyediakan lowongan kerja dengan kuota 1 persen untuk penyandang
disabilitas pada tidak menghasilkan hasil yang signifikan. Mengingat jumlah tenaga atau usia
produktif disabilitas yang cukup banyak. Hal ini menidentifikasikan bahwa masih ada
marjinalisasi dalam penyediaan lapangan kerja untuk penyandang disabilitas.

Penyediaan akses yang mudah dalam mendapatkan lapangan pekerjaan, tentu menjadi sangat
berpengaruh bagi pembangunan ekonomi kreatif Indonesia. Pekerjaan yang produktif dan
layak memungkinkan para penyandang disabilitas mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Di sisi lain pengangguran akan berkurang dan peran penyandang disabilitas dalam
pembangunan ekonomi kreatif akan muncul dipermukaan. Untuk mewujudkannya diperlukan
kota ramah disabilitas yang tidak hanya memberi akses terhadap pelayanan namun juga
memberi kemudahan untuk menciptakan lapangan kerja.

Anda mungkin juga menyukai