Anda di halaman 1dari 79

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Birokrasi merupakan suatu sistem pengorganisasian negara dengan


tugas yang sangat kompleks dan hal ini jelas memerlukan pengendalian
operasi manajemen pemerintahan yang baik. Sangatlah disayangkan, apabila
kerja rutinitas aparat birokrasi sering menyebabkan masalah baru yang
menjadikan birokrasi statis dan kurang peka terhadap perubahan lingkungan
bahkan terkesan cenderung resisten terhadap pembaharuan. Kondisi seperti
ini seringkali memunculkan potensi praktek mal-administrasi yang
mengarah pada korupsi, kolusi, dan nepotisme. Bermula dari kondisi
tersebut maka pemerintah pusat maupun daerah perlu segera melakukan
reformasi birokrasi yang tidak hanya pada tataran komitmen saja tetapi juga
dilandingkan dalam tataran kehidupan nyata.
Sejak bergulirnya era reformasi, berbagai isu ataupun pemikiran
dilontarkan para pakar berkaitan dengan bagaimana mewujudkan tata
pemerintahan yang baik (good governance), di antaranya dilakukan melalui
reformasi birokrasi. Upaya tersebut secara bertahap dilakukan baik oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (Provinsi dan
Kabupaten/Kota). Secara empiris birokrasi identik dengan aparatur
pemerintah yang mempunyai tiga dimensi yaitu organisasi, sumber daya
manusia, dan manajemen. Dalam pemerintahan, dimensi itu dikenal
kelembagaan, kepegawaian dan ketatalaksanaan, yang merupakan unsur-
unsur administrasi negara; kiranya dimensi tersebut dapat ditambah dengan
kultur mindset. Konsep birokrasi Max Weber yang legal rasional,
diaktualisasikan di Indonesia dengan berbagai kekurangan dan kelebihan
seperti terlihat dari perilaku birokrasi. Perilaku birokrasi timbul manakala
terjadi interaksi antara karakteristik individu dengan karakteristik birokrasi;

1
apalagi dengan berbagai isu yang berkembang dan penegakan hukum saat
ini yang berkaitan dengan patologi birokrasi.
Pemerintah merupakan instrumen penting dalam mewujudkan tujuan
bernegara diantaranya mensejahterakan dan memakmurkan kehidupan
bangsa, tujuan tersebut sejatinya dapat terwujud apabila pondasi bernegara
dapat dijaga dan dijalankan dengan baik, sesuai yang telah diatur oleh
Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia.
Pemerintah mengatur jalannya proses berkehidupan sesuai dengan
amanat konstitusi yang ada tanpa membeda-bedakan hak-hak warga negara
yang satu dengan yang lainnya. Hak-hak warga negara merupakan hal yang
sangat vital untuk diperhatikan, negara menjamin hak-hak warga negara
melalui kebijakan-kebijakan yang telah diatur atau pun di perjelas oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Disabilitas atau kecacatan banyak dialami oleh sebagian masyarakat,
baik kecacatan yang dialami dari lahir atau karna kecelakaan yang
mengakibatkan seseorang menjadi cacat. Kondisi yang tidak sempurna
membuat para penyandang difabel memiliki keterbatasan dan hambatan
dalam menjalani kehidupan dan memenuhi kebutuhannya. dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, penyandang cacat adalah setiap orang yang
mempunyai kelainan fisik dan/ atau mental, yang dapat mengganggu atau
merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara
selayaknya, yang terdiri dari : a) Penyandang cacat fisik b) Penyandang
cacat mental c) Penyandang cacat fisik dan mental

Istilah penyandang disabilitas sering digunakan untuk menyebut


sekelompok masyarakat yang memiliki gangguan mental, kelainan atau
bahkan kehilangan fungsi organ tubuhnya. Kecacatan tersebut seharusnya
tidak menjadi halangan bagi penyandang disabilitas untuk memperoleh hak
hidup yang layak dan hak mempertahankan kehidupannya. Penyandang
disabilitas pada dasarnya bukanlah merupakan kaum minoritas dan wajib
mendapatkan perhatian yang sama dengan masyarakat normal lainnya.
Berdasarkan pengertian di atas hal ini perlu menjadi perhatian khusus
dan menjadi tanggung jawab bersama antara pihak pemerintah yang dalam

2
hal ini melalui Dinas Sosial selaku instansi yang memang menangani
masalah penyandang disabilitas, serta masyarakat agar diskriminasi terhadap
penyandang disabilitas dapat diminimalisir salah satunya melalui upaya
pemberdayaan. Pemberdayaan dari Dinas Sosial terhadap penyandang
Difabel salah satunya dengan cara mendayagunakan untuk dapat
mengembangkan kemampuan yang dimiliki melalui pembinaan dan
pelatihan yang intensif, sehingga mereka nantinya mempunyai bekal untuk
dapat hidup secara mandiri tanpa bergantung pada orang lain.
Penyandang Difabel sering dianggap sebagai masyarakat yang tidak
produktif, tidak mampu menjalankan tugas dan bertanggung jawab sehingga
hak-haknya pun seringkali diabaikan, para penyandang Difabel seharusnya
memiliki hak-hak dan kesempatam yang sama seperti yang lainnya untuk
mendapatkan pekerjaan yang layak. Namun banyak dari mereka yang ingin
bekerja tapi tidak memiliki kesempatan untuk memperoleh pekerjaan karena
berbagai hambatan. Seperti dikota Malang masih banyak pengusaha yang
tidak merekrut pekerja dari kaum Difabel, tenaga kerja Difabel masih belum
sepenuhnya terakomodasi untuk bekerja disejumlah perusahaan.
Minimnya peluang kerja dan seringnya terjadi penolakan yang dialami
oleh penyandang difabel tak jarang membuatnya putus asa. Maka dari itu
diperlukan adanya suatu komunitas yang mewadahi para penyandang
Difabel agar bisa saling berinteraksi dan menuangkan aspirasinya. Kekuatan
suatu komunitas adalah kepentingan bersama dalam memenuhi kebutuhan
kehidupan sosial yang biasanya berdasarkan atas kesamaan latar belakang
budaya, ideologi, dan ekonomi. Disamping itu, secara fisik suatu komunitas
biasanya diikat oleh batas lokasi atau geografis masing-masing komunitas,
karenya akan memiliki cara dan mekanisme yang berbeda dalam
menanggapi dan menyikapi keterbatasan yang dihadapinya serta
mengembangkan kemampuan kelompoknya. Dengan berkomunitas
diharapkan akan terjalin interaksi sosial yang saling menguatkan dalam
kebaikan.
Era globalisasi sekarang ini, memang dituntut hasil-hasil kerja yang
serba cepat dalam melayani dan memperluas mangsa di pasaranya.

3
Perusahan dan Instansi kinerja yang optimal dari para tenaga kerjanya.
Sayangnya tidak semua sumber daya manusia memiliki kapasitas yang
sama, keanekaragaman khusunya terkait kondisi fisik seseorang menjadi
pertimbangan pemilik dunia usaha dan atau penyedia lapangan kerja dalam
memilih tenaga kerja yang mereka gunakan. Keanekaragaman yang ada
pada dasarnya tidak boleh ada pembedaan perlakuan atas manusia satu
dengan manusia yang lainya baik itu dengan alsan suku, ras, agama atau
golongan, dengan demikian juga kondisi fisik atau dikenal dengan
disabilitas (different ability/ kemampuan berbeda). Perlakuan yang
diskriminatif terhadap kaum difabel masih mudah kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari kita. Pembangunan fisik infrastruktur kita masih
banyak yang belum responsif bagi kaum difabel, masih banyak ditemukan
kebijakan pemerintah yang belum memebrikan ruang-ruang partisipasi
publik bagi kaum difabel tersebut. Pihak swasta juga belum beriktikad baik
dalam membuka peluang yang sama atas mereka dalam pendidikan,
ekonomi, budaya politik dan sektor lainnya.
Memasuki dunia kerja penyandang difabel dihadapkan pada persoalan
penyesuain diri, karena secara tiba-tiba mereka dihadapkan kepada situasi
yang berbeda ditengah orang-orang non difabel. Keadaan tersebut
mendorong penyandang difabel melakukan proses penyesuain diri agar
kebutuhan mereka untuk mendapatkan keterampilan kerja berjalan
beriringan dengan penerimaan sosial ditempa kerja sehingga memungkinkan
mereka mendapatkan hasil kerja yang diharapkan.
Kenyataan di lapangan menunjukkan kondisi sebaliknya, minimnya
sarana pelayanan sosial dan kesehatan serta pelayanan lainnya yang
dibutuhkan oleh para difabel, termasuk aksesibilitas terhadap pelayanan
umum yang dapat mempermudah kehidupan difabel dimana sebagian besar
hambatan aksesibilitas tersebut berupa hambatan arsitektural, membuat
difabel kehilangan haknya dalam mendapatkan pelayanan yang baik.
Undang-undang No. 4 tahun 1997 menegaskan bahwa difabel
merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan,
hak, kewajiban, dan peran yang sama. Mereka juga mempunyai hak dan

4
kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
Pada pasal 6 dijelaskan bahwa setiap difabel berhak memperoleh: (a)
pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; (b)
pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai jenis dan derajat kecacatan ,
pendidikan, dan kemampuannya; (c) perlakuan yang sama untuk berperan
dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya; (d) aksesibilitas dalam
rangka kemandiriannya; (e) rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan
taraf kesejahteraan sosial; dan (f) hak yang sama untuk
menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya,
terutama bagi difabel anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.1
Pada prakteknya difabel memang diberikan hak-hak tersebut. Hak atas
pendidikan, hakatas pekerjaan sesuai kecacatan, aksesibilitas, dan yang
lainnya. Akan tetapi hak tersebut semata mata difasilitasi oleh pemerintah
tanpa ada pengarahan kepada difabel dan masyarakat keluarga penyandang
cacat tersebut. Contohnya dalam praktek pendidikan yang diberikan
pemerintah berupa SLB (Sekolah Luar Biasa)
Pemerintah membangun SLB (Sekolah Luar Biasa) walaupun dengan
jumlah yang belum memadai. Akan tetapi minimnya sosialisasi dari
pemerintah tentang pendidikan difabel ini menciptakan pengekangan hak
tersebut dalam keluarga para penyandang cacat. Anggapan tentang
kecacatan yang merupakan sebuah penyakit yang tidak dapat lagi
disembuhkan membuat keluarga- keluarga difabel berputus asa dan
beranggapan bahwa mereka tidaklah membutuhkan pendidikan. Padahal
difabel sama halnya dengan orang lain. Hanya keterbatasan fisiklah (dan
mental bagi penyandang tuna grahita) yang membuat mereka ‘berbeda’ dari
orang lain. Dan perbedaan tersebut pada dasarnya bukan alasan mereka
mempunyai Hak Asasi yang berbeda dari olang lain. Lain lagi kasusnya
pada hak mendapatkan pekerjaan yang layak bagi difabel yang pada intinya
tetap saja perhatian masyarakat dan pemerintahlah yang dituntut lebih
dibanding apa yang masyarakat punya pada saat ini.

1
UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG
PENYANDANG CACAT (file:///C:/Users/LENOVO/Downloads/Undang-Undang-tahun-1997-04-
97.pdf)diakses pada tanggal 05 november 2020,14.26

5
Di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas, jelaslah bahwa kesetaraan dan non-diskriminasi
merupakan salah satu syarat dari terbukanya berbagai akses bagi orang
dengan disabilitas (Pasal 2, Bab 1). Pengaturan aksesibilitas pelayanan lebih
lanjut bagi difabel secara lebih jelas dan gamblang diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat. Difabel dalam PP ini dijamin
kesamaan kesempatan dalam hak, kewajiban dan perannya sesuai dengan
kemampuannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Agar difabel
dapat berperan serta secaramaksimal aksesibilitas bagi difabel dijamin. 2
Keterbatasan yang masih dimiliki oleh penyandang disabilitas masih
menjadi penghalang yang besar bagi perusahaan swasta untuk me-
rekruitmen pegawai penyadang difabel sebagai karyawan. Dengan demikian
para penyandang difabel saat ini masih sulit untuk menemukan pekerjaan
yang dimana perusahaan menerima penyadang disabilitas sebagai pegawai,
penyandang disabilitas menjadi terganggu dalam memenuhi kehidupan
perekonomianya. Padahal, penyandang disabilitas bukan hanya bekerja
untuk memenuhi kondisi ekonomi tetapi juga berpengaruh dalam keadaan
sosial. Dengan bekerja, penyandang disabilitas dapat terjun sepenuhnya di
dalam lingkungan sosial. Dengan cara meningkatkan keterampilan
sosial,jaringan sosial, dan menjalakan berbagai peranan sosial. Para
penyanang disabilitas bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan
perekonomian saja akan tetapi juga untuk membutuhkan penghargaan dan
eksistensi diri.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka judul dari penelitian ini adalah
Birokrasi Rasional Dalam Rekruitmen Pegawai Penyandang Difabel.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pola (pattern/model)dari sudut pandang pemerintahan dalam


rekruitmen para penyandang disabilitas ?

2
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYANDANG
DISABILITAS(https://pug-pupr.pu.go.id/_uploads/PP/UU.%20No.%208%20Th.%202016.pdf)
diakses pada tanggal 05 november 2020,14.31

6
2. Bagaimana kebijakan Pemerintahan Kota Batu dalam sistem Rekruitmen
Penyandang Disabilitas?
3. Bagaimana sistem Pemerintahan Kota Batu dalam pelaksanaan
Rekruitmen Penyandang Disabilitas?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pola rekruitmen kerja penyandang Difabel di Kota


Batu
2. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan pemerintahan Kota Batu dalam
Sistem Rekruitmen Penyandang Disabilitas.
3. Untuk mengetahui sistem Pemerintahan Kota Batu dalam Rekruitmen
Pegawai Penyandang Difabel .

1.4. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu untuk dapat
memberikan kontribusi baik bagi pengembangan kajian sosiologi ilmu
politik khususnya mengenai kajian yang terkait akan pemenuhan hak-hak
politik kelompok Difabel. Pengembangan tersebut diharapkan dapat
menjadi bahan referensi bagi pengayaan materi pengajaran dan
penelitian-penelitian untuk selanjutnya .Hasil penelitian ini dapat
menyumbangkan ilmu pengetahuan dan informasi mengenai pola pe-
Rekrutan pegawai penyandang Difabel serta menjadi landasan untuk
mengkaji seputar permasalahan Difabel. Karena salah satu hak
penyandang disabilitas yang tidak luput untuk diperjuangkan adalah hak
ketenagakerjanya.
2. Manfaat praktis
Diharapkan mampu memberikan sumbangan berupa rekomendasi
kepada para pemangku kebijakan agar tetap memenuhi hak-hak
ketenagakerjaan bagi para penyandang difabel.Penelitian ini diharapkan
juga dapat dijadikan acuan atau literatur selanjutnya bagi peneliti yang

7
meneliti persoalan difabel dan menjadi masukan bagi para pembaca
dalam pemberdayaan peyandang difabel.

1.5. Definisi Konsep

1. Penyandang Disabilitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia penyandang diartikan
dengan orang yang menyandang (menderita) sesuatu. Sedangkan
disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia yang berasal dari kata
serapan bahasa Inggris disability (jamak: disabilities) yang berarti cacat
atau ketidakmampuan. 3
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang
Pengesahan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas
yaitu orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau
sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan
lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang
menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan
kesamaan hak.
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang
Pengesahan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas
yaitu orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau
sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan
lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang
menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan
kesamaan hak.4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang
Penyandang Cacat dalam pokok-pokok konvensi point 1 (pertama)
pembukaan memberikan pemahaman, yakni; Setiap orang yang
mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat menganggu atau
merupakan rintangan dan hamabatan baginya untuk melakukan secara

3
Istilah-istilah kedisabilitasan(https://mediadisabilitas.org/uraian/ind/artikel-11#:~:text=Definisi
%20Lain,yang%20berarti%20cacat%20atau%20ketidakmampuan.)diakses pada tanggal 05
november 2020,14.48
4
Penyandang cacat?penyandang disabilitas?(
https://www.usd.ac.id/pusat/psibk/2018/09/16/cacat-atau-disabilitas/)diakses pada tanggal 05
november 2020,14.55

8
selayaknya, yang terdiri dari, penyandang cacat fisik; penyandang cacat
mental; penyandang cacat fisik dan mental. 5Orang berkebutuhan khusus
(disabilitas) adalah orang yang hidup dengan karakteristik khusus dan
memiliki perbedaan dengan orang pada umumnya. Karena karakteristik
yang berbeda inilah memerlukan pelayanan khusus agar dia mendapatkan
hak-haknya sebagai manusia yang hidup di muka bumi ini.Orang
berkebutuhan khusus memiliki defenisi yang sangat luas, mencakup
orang-orang yang memiliki cacat fisik, atau kemampuan IQ (Intelligence
Quotient) rendah, serta orang dengan permasalahan sangat kompleks,
sehingga fungsi-fungsi kognitifnya mengalami gangguan.
Salah satu kunci utama dalam menciptakan Sumber Daya Manusia
(SDM) yang profesional adalah terletak pada proses Rekrutmen,Seleksi,
Training and Development calon tenaga kerja. Mencari tenaga kerja yang
profesional dan berkualitas tidaklah gampang. Merupakan sebuah
kewajiban dalam sebuah organisasi dan perusahaan-perusahan harus
melakukan penyaringan untuk anggota atau para pekerja yang baru.
Untuk itulah rekrutmen tenaga kerja dibutuhkan untuk menyaring para
pelamar yang ingin melamar. Dalam organisasi, rekrutmen ini menjadi
salah satu proses yang penting dalam menentukan baik tidaknya pelamar
yang akan melamar pada organisasi tersebut. Menurut Henry Simamora
Rekrutmen (Recruitment) adalah serangkaian aktivitas mencari dan
memikat pelamar kerja dengan  motivasi, kemampuan, keahlian, dan
pengetahuan yang diperlukan guna menutupi kekurangan yang
diidentifikasi dalam perencanaan kepegawai.6
Penyandang Difabel juga merupakan bagian dari masyrakat
Indonesia yang dimana juga perlu diperhatikan, mereka juga memiliki
hak,kewajiban, serta kedudukan serta kesempatan bekerja maupun di
dalam aspek yang lainnya. Penyandang disabilitas memerlukan perhatian

5
UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG
CACAT(file:///C:/Users/LENOVO/Downloads/Undang-Undang-tahun-1997-04-
97%20(1).pdf)diakses pada tanggal 05 november 2020,14.59
6
Henry Simmanora,‘’Rekrutmen(recruitmen)karyawan:definisi,tujuan,proses dan sistem
rekrutmen’’.( http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/11/rekrutmen-recruitment-karyawan-
definisi.html) diakses pada tanggal 05 november 2020, 15.12

9
khusus yang dimaksudkan agar supaya dapat memeperoleh perlindungan
dari kerentanan terhadap berbagai pelanggaran HAM. dalam Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 31
disebutkan bahwa: Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan
yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan
memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.
Penyandang Difabel merupakanm Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 31 disebutkan bahwa: Setiap tenaga
kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih,
mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang
layak di dalam atau di luar negeri.
Penyandang Difabel merupakan bagian dari masyarakat Indonesia
yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan kesempatan serta
peran yang sama dalam segala aspek kehidupan maupun penghidupan7.
Pengakuan tersebut telah dikuatkan secara hukum melalui Undang-
Undang no 8 tahun 2016 tentang Penyandang Difabel, yang
menyebutkan bahwa (1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Usaha
Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah wajib mempekerjakan
paling sedikit 2% (dua persen) Penyandang Disabilitas dari jumlah
pegawai atau pekerja; (2) Perusahaan swasta wajib mempekerjakan
paling sedikit 1% (satu persen) Penyandang Difabel dari jumlah pegawai
atau pekerja. Sanksinya pun tak main-main. Jika melanggar, akan
diberlakukan ancaman pidana maksimal 6 bulan dan/atau denda
maksimal 200 juta rupiah8.
Memasuki dalam dunia kerja penyandang disabilitas jelas mereka
akan dihadapkan kepada penyesuaian diri, karena secara tiba-tiba mereka
akan dihadapkan kepada situasi yang sangat berbeda yakni berada
ditengah-tengan non-disabilitas. Karena keadaan tersebut itu mendorong
para penyandang difabel untuk melakukan penyesuaian terhadap kondsi

7
Undang-undang 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
(https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-13-2003-ketenagakerjaan)diakses pada tanggal 05
november 2020,15.26
8
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 2016(ug-pupr.pu.go.id/_uploads/PP/UU.
%20No.%208%20Th.%202016.pdf) diakses pada tanggal 05 november 2020,15.34

10
yang membawa mereka untuk melakukan proses penyesuaian diri
sehingga kebutuhan mereka untuk bisa mendapatkan keterampilan kerja
dapat berjalan beriringan dengan diterimanya penerimaan sosial di
tempat bekerja sehingga memunginkan meraka mendapatkan hasil yang
mereka harapkan. Permasalahan ini menjadi menarik untuk dikaji karena
ketika para penyandang Difabel memasuki dunia kerja penyandang
Difabel akan dihadapkan persoalan penyesuaian diri dengan lingkungan
yang baru, khususnya terkait dengan interaksi dengan non disabilitas.
Peranan pekerja sosial dalam membantu penyandang Difabel melakukan
penyesuaian diri
2. Birokrasi
Pendapat Weber tentang “birokrasi rasional” berusaha memisahkan
antara kantor dan si pemegang jabatan, kondisi yang tepat untuk
pengangkatan dan kenaikan pangkat, hubungan otoritas yang disusun
secara sistematik antara kedudukan, hak dan kewajiban yang diatur
dengan tegas dan lain-lain. Istilah lain pada bidang pemerintahan yang
berasal dari zaman Yunani kuno dan berkaitan dengan birokrasi antara
lain, demokrasi, aristokrasi, teokrasi, monarki, dan lain-lain. Selanjutnya
analog dengan kata turunan “democracy” maka “bureau cracy” dapat
diturunkan menjadi “birokrat” artinya orang atau pejabat yang duduk
dalam lembaga birokrasi; birokratisme yang artinya pelayanan birokrasi
yang berbelit-belit dan birokratisasi yang artinya segala sesuatunya diatur
oleh birokrat9.
Dalam bahasa sehari-hari birokrasi diartikan dalam konotasi yang
tidak menyenangkan (red tape), kekakuan dan birokratis (pengurusan
yang berbelit-belit). Pengertian yang demikian bukan terjadi begitu saja
tetapi melalui proses yang cukup panjang dan dialami oleh banyak orang
yang pernah berurusan dengan pejabat (birokrasi). Dengan demikian,
birokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan atau pengaturan yang
dilakukan dari meja ke meja secara terpisah. Maksud dilakukannya
peraturan dan pengambilan keputusan secara terpisah-pisah itu adalah
9
Pengertian dan teori-teori klasik birokrasi (http://repository.ut.ac.id/4223/1/IPEM4317-
M1.pdf)diakses pada tanggal 05 november 2020,15.51

11
untuk menghindarkan terjadinya subjektivitas keputusan dan pengawasan
pada satu tangan. Demikian pula dalam hal pengangkatan pejabatnya
tidak didasarkan kehendak penguasa, tetapi didasarkan persyaratan-
persyaratan yang objektif, seperti pendidikan, keahlian, pengalaman, dan
senioritas.
Weber tidak pernah mendefinisikan birokrasi secara jelas berdiri
sendiri, tetapi hanya mengemukakan ciri-ciri, gejala-gejala, proposisi-
proposisi dan dari pengalaman yang ia lihat sehari-hari. Dari
kesemuannya ini para pembaca dapat menafsirkan pengertian birokrasi
yang dimaksudkan oleh Weber, termasuk karakteristiknya yang khusus,
dipandang sebagai bentuk birokrasi yang paling rasional. Konsep umum
birokrasi yang dikemukakan oleh Weber dibentuk melalui kesimpulan
dari sejumlah besar bagian-bagian kiasan yang dibuatkannya untuk itu.
Salah satu petunjuk bagi konsep umum Weber tampak dalam
identifikasinya terhadap jenis birokrasi patrimonial, di samping jenis
birokrasi lain, yaitu birokrasi rasional. Birokrasi patrimonial berbeda
dengan tipe birokrasi rasional. Birokrasi patrimonial diangkat
berdasarkan kriteria subjektif karena ada hubungan emosional dengan
pejabat yang mengangkat, sedangkan birokrasi rasional diangkat
berdasarkan kriteria objektif, yakni syarat-syarat yang sudah ditetapkan
lebih dahulu sebelum seseorang masuk menjadi pegawai pemerintah.10
Konsep tentang pejabat merupakan dasar bagi adanya birokrasi menurut
Weber, hal ini terlihat dari seringnya Weber dalam berbagai kesempatan
menggunakan Beamtentum  (staff pegawai), sebagai suatu alternatif bagi
pengertian birokrasi.

1.6. Metode Penelitian

1. Metode dan Jenis Penelitian

10
Prof. Dr. Ngadisah, M.A Pengertian dan teori-teori klasik birokrasi
(http://repository.ut.ac.id/4223/1/IPEM4317-M1.pdf )diakses pada tanggal 05 november
2020,15.51

12
Di dalam penelitian, untuk memperoleh data atau menghasilkan data
yang maksimal dan akurat dalam pelaksanaan suatu penelitian maka
harus menggunakan metode penelitian yang tepat dan benar, sehingga
suatu permasalahan penelitian yang dikaji nanti tidak terjadi kesalahan.
Menurut Kirk dan Miller penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu
dalam hal ilmu pengetahuan sosial secara fundamental bergantung dari
pengamatan pada manusia baik dalam kawasan maupun dalam
11
peristilahannya (dalam Moleong). Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif, karena secara garis besar metode penelitian kualitatif yaitu
penelitian yang memahmi fenomena apa yang dialami subjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, tindakan, dan lain-lain. Peneliti mencatat
semua kata-kata, dalam pemikiran informan serta
mendokumentasikannya dalam bentuk foto dan rekaman. Kata-kata, dan
tindakan diperoleh melalui wawancara dan observasi dengan berpedoman
pada instrumen penelitian.Fokus penelitian ini bertujuan untuk
mempermudah peneliti dalam menggali data dilapangan agar hasil data
yang diperoleh lebih terpusat dan terarah sesuai dengan rumusan
masalah.
Jenis penelitian yang digunakan adalah Studi Kasus berasal dari
terjemahan dalam bahasa Inggris “A Case Study” atau “Case Studies”.
Kata “Kasus” diambil dari kata “Case” yang menurut Kamus Oxford
Advanced Learner’s Dictionary of Current English, diartikan sebagai 1).
“instance or example of the occurance of sth., 2). “actual state of affairs;
situation”, dan 3). “circumstances or special conditions relating to a
person or thing”. Secara berurutan artinya ialah 1). contoh kejadian
sesuatu, 2). kondisi aktual dari keadaan atau situasi, dan 3). lingkungan
atau kondisi tertentu tentang orang atau sesuatu.12
Untuk menganalisis penelitian ini, maka peneliti menggunakan studi
kasus K.yin sesuai dengan yang telah disebutkan oleh Robert K,Yin

11
Prof,DR.Lexy J Moleong,”Metodologi penelitian kualitati”f,(bandung:PT Remaja
Rosdakarya,2018,hal
12
Taufik Hidayat Pembahasan studi kasus sebagai bagian metode penelitian
(https://www.researchgate.net/publication/335227300_PEMBAHASAN_STUDI_KASUS_SEBAGAI_
BAGIAN_METODOLOGI_PENELITIAN)diakses pada tanggal 05 november 2020,18.13

13
Bahwa Studi kasus digunakan untuk suatu penjelasan yang komprehensif
berkaitan dengan berbagai ospek seseorang, suatu kelompok, suatu
organisasi, suatu program maupun suatu situasi kemasyarakat yang
diteliti, diupayakan dan dipahami sedalam mungkin . studi kasus juga
memiliki pengertian berkaitan dengan peneltian yang terperinci tentang
seseorang atau suatu unit sosial dalam kurun waktu tertentu.suatu
pedoman yang dapat dikatakan baik untuk mengerjakan studi kasus yakni
dengan menyelenggarakansuatu penelitian yang dimana seorang lainnya
dapat mengulang kembali prosedur tersebut dan dengan sampai pada
hasil yang sama pula.
Untuk melakukan studi kasus Robert K.Yin , menganjurkan kasus
yang diangkat signifikan mengisyaratkan sebuah keunikan dan betul-
betul khas. Selain itu studi kasus harus lengkap dengan ciri memiliki
batas yang jelas, tersedia bukti yang relevan dan mempersalahkan
ketiadaan kondisi buatan, mempertimbangkan alternative
perspektif(anomaly) , menampilkan bukti yang memadai dan laporan
harus ditulis dengan craa menarik dan menggugah keunikan kasus.
Selanjutnya K.Yin, menyarankan lima komponen penting dalam
mendesain studi kasus yaitu : (1) pertanyaan-pertanyaan penelitian (2),
proposi penelitian, hal yang harus diteliti (3), unit analisis penelitian (4),
logika yang mengaitkan data dengan proposisi, dan (5),kriteria
mengintreprestasi temuan.
Selain studi kasus, ada fenomenologi, grounded theory, etnografi, dan
etnometodologi yang masuk dalam varian penelitian kualitatif. Penelitian
studi kasus memusatkan perhatian pada satu objek tertentu yang diangkat
sebagai sebuah kasus untuk dikaji secara mendalam sehingga mampu
membongkar realitas di balik fenomena. Sebab,yang kasat mata
hakikatnya bukan sesuatu yang real (realitas). Itu hanya pantulan dari
yang ada di dalam.
Sebagaimana lazimnya perolehan data dalam penelitian kualitatif, 
data studi kasus dapat diperoleh dari semua pihak yang di dalamnya ialah
bersangkutan, baik melalui wawancara, observasi, partisipasi, dan

14
dokumentasi. Data yang diperoleh dari berbagai cara itu hakikatnya untuk
saling melengkapi. Ada kalanya data yang diperoleh dari wawancara
belum lengkap, sehingga harus dicari lewat cara lain, seperti observasi,
dan partisipasi. Berbeda dengan metode penelitian kuantitatif yang
menekankan pada jumlah atau kuantitas sampel dari populasi yang diteliti,
sebaliknya penelitian model studi kasus lebih menekankan kedalaman
pemahaman atas masalah yang diteliti.Karena itu, metode studi kasus
dilakukan secara intensif terperinci dan mendalam terhadap suatu gejala
maupun suatu fenomena tertentu dengan ruanglingkup yang sempit.
Kendati lingkupnya sempit, dimensi yang digali harus luas, mencakup
berbagai aspek hingga tidak ada satu pun aspek yang tertinggal. Oleh
karena itu, di dalam studi kasus sangat tidak relevan pertanyaan-
pertanyaan seperti berapa banyak subjek yang diteliti, berapa sekolah, dan
berapa banyak sampel dan sebagainya. Perlu diperhatikan bahwa sebagai
varian penelitian kualitatif, penelitian studi kasus lebih menekankan
kedalaman subjek ketimbang banyaknya jumlah subjek yang diteliti.
Menurut Yin tidak cukup jika pertanyaan Studi Kasus hanya
menanyakan “apa”, (what),akan tetapi juga “bagaimana” (how) dan
“mengapa” (why). Pertanyaan “apa” dimaksudkan untuk memperoleh
pengetahuan deskriptif (descriptive knowledge), “bagaimana” (how)),
dan “mengapa” (why) maka akan diarahkan ke dalam serangkaian
peristiwa yang kontemporer yang dimana penelitinya nanti hanya akan
memiliki peluang yang kecil ataupun tidak ada peluang sama sekali
untuk melakukan kontrol terhadap peristiwa tersebut. Yin menekankan
penggunaan pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa”, karena kedua
pertanyaan tersebut dipandang sangat tepat untuk memperoleh
pengetahuan yang mendalam tentang gejala yang dikaji.13
Penelitian ini dalam menggunakan Studi Kasus ( case study) yakni
menggunakan juga tipe studi kasus yang berdasarkan terperancang
(embedded) yang dimana ini berdasarkan untuk beberapa atau unit untuk
dianalisis.penelitian Studi Kasus ini terikat(terperancang) hanya kepada
13
Prof,Dr,Robert K Yin,”Studi Kasus&Desain Metode”,Terj.M.Djauzi
Mudzakir(Malang,2014),hal.13.

15
unit-unti yang analisisnya telah ditentukan.untuk unit analisis itu sendiri
memang sangat dibutuhkan agar lebih memfokuskan penelitian kepada
maksud dan tujuannya. Adapula penentuan untuk unit analisis ditentukan
oleh kajian teori.
Adanya keberadaan studi kasus (terperancang) ini adalah sebenarnya
untuk menunjukkan bahwa penelitian studi kasus ini dapat diarahkan
pada fokus tertentu yang dimana sesuai dengan maksud dan tujuan yaitu
menggunakan unit untuk analisis.sehingga dapat diartikan bahwa unit
analisis sebenarnya merupakan bentuk dari upaya oleh pengarahan
penelitian studi kasus yang peneliti angkat.
2. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Batu yakni pada komunitas Shining


Tuli Kota Batu dan lembaga sosial ,peneliti mengambil lokasi tersebut
karena ditempat tersebut terdapat pola interaksi yang menarik,yakni
keberadaan para penyandang difabel yang bergabung dalam suatu
komunitas dalam badan sosial tersebut dan lembaga sosial yang
membantu komunitas tersebut.
3. Subyek penelitian
Pemilihan data secara purposive pada penelitian ini akan berpedoman
pada syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut:
a) Para pegawai disabilitas yang di rekrut oleh di Dinas Kota Batu
b) Karang taruna dan Dinas Sosial Kota Batu
c) Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kota
Batu
4. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data adalah langkah utama dalam penelitian
karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. 14 Teknik
pengumpulan data ini sangat memiliki fungsi yang sangat penting dalam
penelitian. Baik atau tidaknya hasil penelitian nanti maka sebagian akan
ditentukan oleh teknik pengumpulan data yang digunakan. Sebelum
melakukan penelitian peneliti melakukan observasi untuk mengamati hal-

14
Prof,Dr,Sugiyono,”Metode Penelitian Kuantitatif,kualitatif,dan R&D”(Bandung,2010),hal.308.

16
hal yang terjadi di lapangan sesuai dengan rumusan permasalahan.
Dalam hal ini berarti peneliti terjun langsung ke lingkungan masyarakat
dengan melihat kegiatan di dalam komunitas Shining Tuli Kota Batu.
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini di lakukan
dengan metode.
a) Observasi
Observasi merupakan pengamatan langsung terhadap fenomena
yang akan dikaji, dalam hal ini peneliti melakukan terjun langsung
dalam lingkungan masyarakat. Observasi dapat disebut pula dengan
pengamatan, meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu
objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Peneliti
menggunakan metode observasi langsung yaitu peneliti mengamati
dan terjun langsung ke komunitas Shining Tuli Kota Batu. Peneliti
melakukan pencatatan dari hasil pengamatan Peneliti dengan
melakukan metode observasi.
b) Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan adanya maksud tertentu.
Percakapan itu di lakukan dengan dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Proses
wawancara ini dibutuhkan peneliti untuk pengumpulan data yang
sebenarnya guna menunjang hasil penelitian guna mengetahui
kegiatan pemberdayaan penyandang difabel Kota Batu.
5. Pelaksanaan pengumpulan Data Studi Kasus
a) Enam Sumber Bukti
Enam Sumber Bukti dalam pelaksaan pengumpulan Data Studi
Kasus dapat dijadikan sebagai fokus penelitisn bagi pengumpulan
data studi kasus masing-masing dengan yakni :
1) Dokumentasi
Tipe informasi dengan menggunakan Dokumentasi seperti
ini adalah sebagai faktor yang mendukung serta menambahkan
bukti dari sumber-sumber yang di dapat lainnya. Dokumen juga

17
dapat membanti penverifikasian ejaan maupun judil ataupun
nama yang benar dari topic yang diteliti dalam wawancara.
Dokumen juga dapat menambahkan rincian hal yang spesifik
lainnya guna mendukung informan dari sumber-sumber lain jika
dokumenter bertentangan jauh dari yang bersangkutan. Karena
dokumen memiliki kendali peran yang sangat penting dalam
pengumpulan data studi kasus.
2) Rekaman Arsip
Rekaman Arsip disini dapat dipergunakan bersamaan
dengan sumber-sumber informasi yang lain dalam pelaksaan
studi kasus.pada beberapa dalam penelitian rekaman arsip
sangat begitu penting sehingga dapat menjadi objek perolehan
kembali dengan analsis yang kuat.
3) Wawancara
Wawancara merupakan suatu sumber informasi dalam studi
kasus yang dikatakan sangat penting dalam mencari informasi
karena wawancara memang merupakan sumber informasi yang
sangat esensial dalam studi kasus. Wawancara dapat diambil
dalam beebrapa bentuk,namun yang paling umum menggunakan
wawancara studi kasus yang bertipe open-ended, dimana
peneliti dapat menanyakan kepada responden terkait kunci
mengenai fakta-fakta sebuah peristiwa yang ada.
4) Observasi Langsung
Di dalam penelitian studi kasus dengan membuat kunjungan
lapangan terhadap situs studi kasus, dengan menciptakan
kesempatan untuk observasi langsung.dengan menggunakan
bukti observasi bermanfaat untuk dapat memberikan informasi
tambahan tentang topik yang akan diteliti. Observasi seperti ini
memiliki peran sebagi sumber bukti lain dalam suatu studi
kasus. Ini dapat terbentang mulai dari kegiatan pengumpulan
data formal sampai yang kausal.
5) Observasi Partisipan

18
Observasi Partsisipan yakni suatu bentuk observasi khsus
yang dimana peneliti tidak hanya menjadi pengamat yang pasif,
tetapi juga mengambil peran dalam situasi tertentu dan
berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa yang akan diteliti.
6) Perangkat Fisik
Perangkat fisik merupakan sumber bukti yang terakhir,
perangkat fisik(kultural) dapat dikatakan perangkat
teknologi,alat ataupun Instrumen,pekerjaan seni maupun bentuk
fisik lainnya. 15
b) Tiga prinsip Pengumpulan Data
1) Menggunakan multi Sumber Bukti
Menggunakan Multisumber bukti salah satu fungsi dari cara
mana sumber-sumber itu dapat dipahami dengan seolah peneliti
harus dapat memilih satu sumber dengan yang paling tepat
ataupun yang paling dapat dikuasai.karenanya dalam beberapa
peristiwa,peneliti menyatakan dengan desain penelitiannya
dengan mengidentifikasi dengan baik persoalan yang harus
dapat diselidiki maupun pemilihan sumber bukti tunggalnya
dengan seperti:wawancara sebagai fokus dari upaya
pengumpulan data.
2) Menciptakan Data dasar Studi Kasus
Prinsip kedua terkait dengan cara mengorganisasikan serta
mendokumentasikan data yang sudah terkumpul. Adapula
strategi kasus yang memang harus belajar banyak dari praktik-
praktik yang akan digunakan dengan strategi-strategi yang lain,
dimana dokumen pada umumnya terdiri atas dua kumpulan yang
terpisah dalam bentuk data ataupun bukti dasar dan laporan
peniliti dalam bentuk artikel maupun buku.
3) Memelihara rangkaian Bukti
Prinsip terkahir yang merupakan suatu prinsip yang harus
digunakan sebagai meningkatkan rehabilitas informasi studi
15
Prof.Dr.Robert K.Yin,”Studi Kasus Desain&Metode”,terj.M.Djauzi Mudzakir(Jakarta:Rajawali
Pers,2011)hal,103-117.

19
kasus sendiri adalah memelihara rangkaian bukti. Prinsip ini
didasarkan oleh pemahaman yang mirip dengan yang digunakan
dalam penelitian krimonologi. Prinsip ini dimaksudkan juga
untuk memungkinkan pengamatan dalam lingkup yang lebih
luas dalam pembacaan studi kasus.tujuan studi kasus dalam hal
ini mengarah lebih ke persoalan metodologis dalam menetapkan
validitas konstruk,dan dengan demikian bisa meningkatkan
keseluruhan kualitas dari studi kasus ini.
6. Teknik Pengambilan Sampling
Dalam teknik ini peneliti menggunakan penggunaan sampling yang
dimana merupakan tahapan untuk dapat menentukan sampel yang sesuai
dengan metode ataupun pendekatan dalam penelitian ini. Oleh karena itu
penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yang merupakan
pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu,karena
tidak semua sampel memiliki kriteria dengan fenomena yang
diteliti.teknik purposive sampling ini menetapkan teknik-teknik ataupun
kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh sampel-sampel dalam
penelitian ini.
7. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif adalah suatu proses yang dapat dilakukan
peniliti untuk mendapatkan jalan bekerja data, mengorganisasikan data,
memilah sehingga dapat menjadi sesuatu yang dapat dikelola,mencari
dan menemukan pola penelitian , menemukan apa yang penting dan apa
yang dipelajari dan apa yang di ceritakan atau disalurkan kepada orang
lain.bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara
berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, yaitu:
a) Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi
maupun dokumentasi untuk memperoleh data yang lengkap. Peneliti
mencatat secara objektif apa adanya sesuai dengan hasil wawancara
dan observasi di lapangan. Pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan melalui wawancara, pengamatan dan dokumentasi terkait

20
program-program pemberdayaan difabel yang dilakukan
pemerintahan Dinas Kota Batu. Dokumentasi yang peneliti dapatkan
berupa dokumentasi kegiatan-kegiatan pemberdayaan difabel yang
dilakukan oleh pemerintahan Dinas Kota Batu serta dokumentasi
wawancara dengan pegawai bagian badan kepegawaian &
pengembangan Sumber Daya Manusia serta kepegawaian Dinas
Sosial Kota Batu.
b) Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang
memerlukan kecerdasan, keluasan dan kedalaman wawasan yang
tinggi. Pemusatan perhatian, pada penyederhanaan, pengabstrakkan,
dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis yang
diperoleh di lapangan.
c) Penyajian Data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang telah
tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk penyajian data
kualitatif yang sering digunakan adalah bentuk teks naratif.
Penyajian data hasil penelitian ini Penyajian data merupakan bentuk
teks naratif dalam menyajikan informasi terkait dengan hambatan-
hambatan yang ditemui dalam pemberdayaan peyandang difabel dan
peran dinas sosial serta bagian kepegawaian kota batu dalam
komunitas penyandang difabel.
d) Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi
Penarikan simpulan merupakan bagian dari suatu kegiatan dari
konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan ini juga di verifikasi
selam penelitian berlangsung. Verifikasi dapat dilakukan secara
singkat yaitu dengan cara mengumpulkan data baru. Dengan
pengambilan keputusan, didasarkan pada reduksi data dan penyajian
data yang merupakan jawaban atas masalah yang diangkat dalam
penelitian. Kegiatan analisis data dalam penelitian ini bersifat

21
kualitatif tidak berjalan sendiri melainkan berlangsung secara
interaktif dalam aktivitas pengumpulan data.
e) Validitas Data
Validitas adalah dimana adanya ketepatan antara data yang
terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh
peneliti.dengan demikian dapat dikatakan bahwa data yang valid
adalah data yang tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh
peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek
penelitian .Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat
dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan
peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang
diteliti.Untuk menentukkan hasil akhir penelitian, maka sangat
diperlukan teknik untuk memeriksa validitas data. Adapun teknik
yang digunakan peneliti untuk memeriksa validitas data dalam
penelitian ini yaitu dengan menggunakan teknik triangulasi yang
memeriksa keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain
diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data itu.
Penelitian kualitatif validitas yang digunakan adalah triangulasi
sumber. Sebagaimana dikenal, dalam penelitian kualitatif peneliti
menggunakan metode wawancara, Observasi, dan survei. Untuk
memperoleh kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang
utuh mengenai informasi tertentu, peneliti bisa menggunakan metode
wawancara bebas dan wawancara terstruktur .atau, peneliti juga bisa
menggunakan informan yang berbeda untuk mengecek kebenaran
informasi tersebut. Melalui berbagai prespektif atau pandangan
diharapkan diperoleh hasil yang mendekati kebenaran karena itu,
trigulasi tahap ini dilakukan jika data atau informasi yang diperoleh
subyek atau informan penelitian diragukan kebenaranya. Dengan
demikian, jika data itu sudah jelas, misalnya berupa teks atau naskah
sejenisnya, triagulasi tidak perlu dilakukan.

22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Teori Birokrasi Max Weber


Birokrasi berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli
adalah suatu sistem dalam organisasi yang dibuat dan dirancang
berdasarkan aturan-aturan yang rasional dan sistematis,dengan bertujuan
untuk mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja individu
dalam rangka penyelesaian tugas-tugas administrasi berskala besar.
Pengertian birokrasi juga dapat dilihat dengan jenis atau karakteristik dari
birokrasi itu sendiri, namun para pakar ilmu sosial masing-masing
memiliki definisi yang berbeda-beda. Birokrasi menurut Max Weber dapat
dikatakan sebagai suatu organisasi yang besar dengan mempunyai ciri-ciri
otoritas legal rasional, legitimasi, ada pembagian kerja dan bersifat
imperasional.
Konsep dasar birokrasi tidak bisa dilepaskan dari konsep yang telah
digagas oleh Max Weber sosiolog ternama asal Jerman yakni dalam
karyanya ”The Theory of Economy and Social Organization” yang telah
dikenal melalui ideal-type (tipe ideal) birokrasi modern.16 Model ini yang
sering di adopsi dalam berbagai rujukan birokrasi berbagai negara,
termasuk di Indonesia. Konsepsi birokrasi yang dikemukakan oleh Max
Weber tersebut dapat dilihat dari legitimasi kekuasaan yang ada, yang
kemudian dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu :
1. Rational-legal authority (Otoritas Legal Rasional) yaitu otoritas dimana
legitimasi yang didasarkan pada keyakinan akan alat hukum yang
diciptakan secara rasional dan juga pada kewenangan seseorang yang
melaksanakan tata hukum sesuai prosedur. Weber yakin bahwa otoritas
ini dapat diandalkan karena ini merupakan bentuk otoritas yang paling
memuaskan dari segi teknis.

16
Said Hamzali,”Reformasi Birokrasi” (aidhamzali.wordpress.com/catatan-kuliah-ip-2010-
umy/reformasi-birokrasi/)diakses pada tanggal 10 november,09.10

23
2. Traditonal authotiy (Otoritas Tradisional) yaitu otoritas dimana sebuah
legitimasi yang bertumpu pada kepercayaan dan rasa hormat pada
tradisi dan masing-masing pengemban tradisi. Menurut weber otoritas
ini merupakan sarana ketidaksetaraan yang diciptakan dan dipelihara
karena jika tidak ada yang menentang otoritas ini maka pemimpin atau
kelompok pemimpin akan tetap dominan.
3. Charismatic type (Otoritas Kharismatik) yaitu otoritas dimana
legitimasi dilandaskan kepada charisma yang dimiliki oleh seorang
pemimpin sehingga ia dihormati dan dikagumi oleh pengikutnya.17

2.2. Kerangka Teori

2.2.1. Birokrasi Max Weber 2.Pembagian Kerja

Sesuai dengan fungsi dan


3.Sistem hierarki
bidangnya masing-masing
Sistem hierarki secara
vertikal dan jelas

BIROKRASI

1.Sentralisasi kekuasaan
4.Aturan tertulis Pusat memiliki kekuasaan
Yang dibuat oleh pusat atas kontrol pengambilan
keputusan dan
pembagian kerja

FUNGSI KEKUASAAN

17
Midkholus Surur “birokrasi Weberian:Propotional approach”. jurnal Politik dan Sosial
Kemasyarakatan.Vol.11 No.2 tahun 2019 Hal.89.

24
Charismatic authority
Traditional authority
Berdasarkan kemampuan
Kekuasaan yang berasal dari seseorang untuk
kepercayaan tradisional berinteraksi / menarik hati
org lain.

Rational legal authority

Berdasarkan kemampuan
individu

Jadi birokrasi adalah bentuk organisasi yang dicirikan oleh pembagian


kerja, hierarki yang didefinisikan dengan jelas, peraturan dan ketetapan
yang rinci dan sejumlah hubungan impersonal. Dalam praktek desain
organisasi ideal mengalami adaptasi, tetapi jiwanya masih tetap melekat
pada pembentukan organisasi Pemerintahan.Birokrasi merupakan suatu
sistem admintrasi serta pelaksanaan tugas yang dimana yang terstruktur
secara hierarki yang dengan jelas dilakukan dengan adanya agen ,aturan
dan ketetapan normal,impersonalitas serta bagian-bagian yang lainnya.
Orang-orang yang terpilih karena kemampuan dan keahlian mereka ada
dibidang nya. Jadi kesimpulanya adalah birokrasi yakni sistem admintrasi
dan pelaksanaan tugas keseharian yang terstruktur. Yang ada di dalam
sistem hierarki yang jelas, dilakukan dengan aturan tertulis dilakukan oleh
bagian-bagian tertentu yang terpisah oleh bagian yang lainnya sedangkan
untuk orang yang dipilih karena keahlian dan kemampuan dibidangnya

2.3. Literatur Review

2.3.1. Jurnal ke-1


Judul Daya juang menghadapi diskriminasi kerja pada
penyandang Tuna Daksa
Jurnal Fakultas Psikologi-fisip Unmul
Volume dan 1-12
Halaman
Tahun 2017

25
Penulis Meita Setyawati
Tanggal 30 oktober 2020

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran daya


juang penyandang tunadaksa yang bekerja ketika
dihadapkan dengan permasalahan diskriminasi kerja,
bagaimana respon subjek ketika mengalami diskriminasi
serta bentuk diskriminasi yang didapatkan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa subjek pada penelitian ini memiliki
daya juang yang berbeda satu sama lain. karena subjek
memenuhi keseluruhan aspek dari daya juang. Memiliki
pendidikan yang baik membuat subjek percaya diri
menghadapi setiap diskriminasi yang muncul. Kemampuan
ini yang membuat subjek mampu bekerja dengan baik.
Subjek Penelitian ini berfokus kepada penyandang tuna daksa
Pendahuluan Pada dasarnya penyandang tunadaksa memiliki kesamaan
dengan manusia normal pada umumnya , hanya saja
terdapat perbedaan yang terletak pada kelainan bentuk
tubuh dan ketidakberfungsian kondisi tubuh. Dampak dari
kecacatan yang dialami individu dan reaksi lingkungan
sosial yang tidak mendukung, biasanya membuat usaha
yang dilakukan individu tuna daksa menjadi pupus begitu
saja, sehingga individu tunadaksa kurang dapat
mengembangkan potensi dirinya Dalam hal ini,
penyandang tunadaksa juga merupakan bagian dari warga
negara Indonesia yang juga berhak untuk mendapatkan
kehidupan yang layak dengan mengembangkan potensi
agar dapat hidup layak dan sejajar dengan warga
masyarakat lainnya. Salah satu cara untuk mendapatkan
kehidupan yang layak adalah dengan bekerja. Setiap orang
memiliki hak-hak dasar dan kesamaan dalam pekerjaan
tanpa perlu mendapatkan diskriminasi hanya karena
perbedaan fisik yang nampak.

26
Metode Jenis metode penelitian ini menggukana kualitatif dengan
Penelitian penelitian naturalistik natural setting (Creswell,
2013),pendekatan yang dipakai dengan fenomenologi
penentuan informan dengan purposive sampling, karena
informan yag dipilih ialah yang terkait dengan judul
penelitian tersebut hal ini karena dinilai dapat mampu
memberikan informasi yang lebih.
Hasil Penelitian Dari penelitian diatas peneliti menggunakan 3 subyek yang
berbeda, bahwa 3 subyek memiliki daya juang dalam
menghadapi diskriminasi kerja walaupun mereka memiliki
kekurangan dengan kondisi fisik yang sangat berbeda
dengan orang awam lainnya. Para subyek memiliki
perbedaan daya tahan untuk melewati diskriminasi
melamar pekerjaan hingga akhirnya mereka bisa diterima
bekerja dan memperlihatkan bagaimana usaha keras
mereka untuk bekerja sesuai apa yang mereka kuasai dalam
lingkup pekerjaan.dari subyek 3 diatas terdapat aspek
origin dan ownership ,kontrol atau kendali, endurance atau
daya tahan
Kesimpulan Pada subjek D, terlihat pada aspek kontrol atau kendali D
terhadap masalah yang pasrah dengan semua diskriminasi
yang ada, Pada subjek M, terlihat pada aspek kontrol atau
kendali M menghadapi masalah. Kenyataan harus
menerima perubahan fisik membuat M merasa dunianya
hancur. Perubahan ini membuat M pada awalnya menjadi
orang yang sangat tertutup. Akan tetapi, tanggung jawab M
terhadap orangtuanya membuat M kembali bersemangat
untuk bekerja membantu perekonomian keluarganya. Pada
subjek T, terlihat pada aspek kontrol atau kendali T
menghadapi masalah. T merasa mampu mampu
menghadapi setiap kesulitan yang muncul karena T
menganggap itu bukanlah hal yang tidak bisa T lakukan.
Pada aspek origin dan ownership (O2),

27
2.3.2. Jurnal ke-2
Judul Peran Komunitas Sahabat Difabel Dalam Pemenuhan
Hak Ketenagakerjaan Penyandang Difabel Kota
Semarang
Jurnal Ilmu Pemerintahan FISIP Undip,Semarang
Volume dan 1-17
Halaman
Tahun 2018
Penulis Azmi Anti Mutiah
Tanggal 30 oktober 2020

Abstrak Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi


peran Komunitas Sahabat Difabel sebagai Community
based Organization(CBO) dalam pemenuhan hak
ketenagakerjaan penyandang difabel. Bagaimana
sebuah komunitas difabel menjalankan perannya
sehingga bisa berhasil dalam memperjuangkan hak-
hak ketenagakerjaan penyandang difabel serta berbagai
peluang dan hambatan yang dihadapi oleh komunitas.
Hak ketenagakerjaan yang dimaksud adalah berdasarkan
pada Perda Jawa Tengah tentang Pemenuhan Hak
Penyandang Disabilitas
Subjek Komunitas sahabat difabel,
Pendahuluan Para penyandang difabel seharusnya memiliki hak-hak
dan kesempatan yang sama seperti yang lainnya untuk
mendapatkan pekerjaan yang layak. Namun banyak dari
mereka yang ingin bekerja tapi tidak memiliki
kesempatan untuk memperoleh pekerjaan karena
berbagai hambatan. Seperti yang terjadi di Kota
Semarang, banyak pengusaha di Jawa Tengah yang
tidak merekrut pekerja dari kaum difabel. Tenaga kerja
difabel masih belum sepenuhnya terakomodasi untuk

28
bekerja di sejumlah perusahaan.Direktur Jenderal
Rehabilitas Sosial Kementerian Sosial, Samsudi
mengakui baru 25% perusahaan yang mempekerjakan
penyandang disabilitas. Minimnya peluang kerja dan
seringnya terjadi penolakan yang dialami oleh penyandang
difabel tak jarang membuatnya putus asa. Maka dari
itu diperlukan adanya suatu komunitas yang bisa
mewadahi para penyandang difabel agar bisa saling
berinteraksi dan menuangkan aspirasinya. Kekuatan
suatu komunitas adalah kepentingan bersama dalam
memenuhi kebutuhan kehidupan sosial yang biasanya
didasarkan atas kesamaan latar belakang budaya,
ideologi, sosial, dan ekonomi. Disamping itu, secara
fisik suatu komunitas biasanya diikat oleh batas lokasi
atau geografis masing-masing komunitas, karenanya
akan memiliki cara dan mekanisme yang berbeda dalam
menanggapi dan menyikapi keterbatasan yang
dihadapinya serta mengembangkan kemampuan
kelompoknya. Dengan berkomunitas diharapkan akan
terjalin interaksi sosial yang saling menguatkan dalam
kebaikan
Metode `Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Penelitian tipe penelitian deskriptif analitis melalui pendekatan
kualitatif. Sumber data yang digunakan berupa data
primer yang berasal dari hasil wawancara mendalam
terhadap informan penelitian dan data sekunder berupa
arsip dan dokumentasi kegiatan Komunitas Sahabat
Difabel. Teknik pemilihan informan menggunakan
purpossive sampling.

Hasil Penelitian hak penyandang difabel sebagai tenaga kerja adalah


mendapatkan penghasilan yang adil dan perlindungan,
serta memperoleh pengawasan kerja.Tugas ini merupakan

29
kewajiban pemerintah dan perusahaan. Akan tetapi, sebagai
organisasi pemerhati difabel, Komunitas Sahabat Difabel
memiliki peran untuk memastikan agar hak-hak tersebut
terpenuhi. Seperti yang dikatakan oleh founder komunitas
Ibu Noviana, bahwa jaminan akan hak-hak itu akan
ditanyakan pada saat Komunitas Sahabat Difabel
mendampingi proses rekrutmen tenaga kerja difabel.
Namun diakuinya, keterlibatan komunitas dalam hak ini
tidak terlalu banyak, karena hal itu merupakan kesepakatan
antara perusahaan dan calon tenaga kerja.
Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan penelitian peneliti mengambil
kesimpulan bahwa peran Komunitas Sahabat Difabel
dalam mengadvokasi hak penyandang difabel sudah
berhasil karena Komunitas Sahabat Difabel sudah
menjalankan fungsi-fungsinya sebagai Community-based
Organization. Komunitas Sahabat Difabel selalu
berusaha untuk melibatkan diri dalam forum-forum
kepemerintahan untuk mempengaruhi kebijakan
pemerintah melalui kegiatan advokasi. Kemitraan yang
dilakukan antara komunitas dan pihak swasta dapat dilihat
dari adanya kerjasama dalam bidang ketenagakerjaan.
Komunitas Sahabat Difabel mendampingi proses
rekrutmen tenaga kerja dan menjadi bahan
pertimbangan perusahaan ketika ada tenaga kerja
difabel yang mengalami permasalahan dengan
perusahaan. Komunitas Sahabat Difabel telah berhasil
dalam menjalankan perannya untuk pemenuhan hak-hak
ketenagakerjaan sesuai Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Tengah No. 11 Tahun 2014 Peluang yang dimiliki
Komunitas Sahabat Difabel adalah reputasi di mata
pemerintah, swasta, dan kalangan masyarakat difabel
serta letak strategis komunitas yang ada di pusat kota
di Jawa Tengah. Sedangkan hambatan dalam

30
pemenuhan hak ketenagakerjaan penyandang difabel adalah
perilaku tenaga kerja difabel yang kerap menjadi
perselisihan hubungan industrial, persyaratan kerja yang
memberatkan difabel, dan stigma dunia usaha
terhadap kemampuan penyandang difabel

2.3.3. Jurnal ke-3


Judul Penyandang Disabilitas Dalam Dunia kerja
Jurnal Pekerjaan sosial
Volume dan Vol1,No.3,hlm 234-244
Halaman
Tahun 2018
Penulis Geminastiti Purinami , Nurliana Cipta Apsari, Nandang
Mulyana
Tanggal 30 oktober 2020

Abstrak Penyandang disabilitas, mempunyai hak yang setara dengan


orang lain. Meski begitu, diskriminasi masih kerap
dirasakan karena mereka dianggap tidak mandiri. Demi
mencapai kemandirian, penyandang disabilitas melakukan
pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
meningkatkan keterampilan sosial. Kurang tersedianya
lapangan pekerjaan bagi penyandang disabilitas membuat
penyandang disabilitas lebih memilih untuk bekerja pada
sektor usaha. Adanya undang-undang no 8 tahun 2006,
membuat beberapa penyandang disabilitas bekerja di suatu
perusahaan. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi
penyandang disabilitas karena mereka harus dapat
beradaptasi dengan lingkungan kerja
Subjek Pekerja sosial,penyandang disabilitas
Pendahuluan Setiap manusia memiliki hak asasi yang sama. Hak
manusia tidak dibedakan oleh perbedaan fisik, warna kulit,
ras, suku maupun kepercayaan yang dianutnya. Diskrimiasi
yang dialami oleh penyandang disabilitas menjadikan

31
penyandang disabilitas kesulitan untuk memperoleh
pekerjaan. Padahal dalam Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 31 disebutkan
bahwa “Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan
kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau
pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak
di dalam atau di luar negeri”. Berdasarkan Undang-undang
tersebut penyandang disabilitas juga mempunyai hak untuk
mendapatkan kesempatan memperoleh pekerjaan.
Metode Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Penelitian tipe penelitian deskriptif analitis melalui pendekatan
kualitatif. Sumber data yang digunakan berupa data
primer yang berasal dari hasil wawancara mendalam
terhadap informan penelitian
Hasil Penelitian Pekerjaan sosial sebagai profesi pertolongan kemanusiaan
memiliki akses dan peran dalam memberikan pelayanan
sosial terhadap penyandang disabilitas. Sebagai salah satu
sasaran profesi pekerjaan sosial, penyandang disabilitas
menjadi bagian yang penting dalam perspektif pekerjaan
sosial. Pekerja sosial berfungsi untuk menjembatani antara
kepentingan penyandang disabilitas dan perusahaan karena
perlu ada keseimbangan di antara keduanya. Dalam semua
konteks, pekerja sosial berfokus pada kekuatan dan
kebutuhan individu, keluarga, dan komunitas, dan bekerja
secara kolaboratif untuk mendukung penyandang disabilitas
untuk mencapai kehidupan yang mereka inginkan. Pekerja
sosial mengambil pendekatan holistic yang mencakup
faktor individu dan sistemik. Praktik pekerja sosial dengan
disabilitas adalah sepanjang masa hidup, dan termasuk
bekerja dengan anak-anak, orang dewasa, keluarga,
pengasuh, kelompok, dan komunitas. Pekerja sosial
melakukan pelayanan untuk penyandang disabilitas dengan
mengadvokasi hak-hak mereka, memfasilitasi

32
pemberdayaan mereka (dan keluarga mereka) dan mencapai
kebutuhan dan aspirasi mereka.
Kesimpulan Kondisi fisik bahkan kondisi sosial penyandang disabilitas
yang pada umumnya dinilai rentan, baik dari aspek
ekonomi, pendidikan, keterampilan, maupun
kemasyarakatannya menyebabkan penyandang disabilitas
belum seluruhnya dimanfaatkan oleh perusahaan-
perusahaan sebagai suatu kebutuhan untuk kelangsungan
hidup. Padahal, penyandang disabilitas bekerja bukan
hanya untuk meningkatkan pendapatan secara ekonomi,
namun juga berpengaruh dalam bidang sosial. Penyandang
disabilitas bekerja bukan hanya semata untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, mereka bekerja untuk mengingkatkan
keterampilan sosial. Dengan bekerja, penyandang
disabilitas dapat dengan sepenuhnya terjun di dalam
lingkungan sosial dengan meningkatkan jaringan sosial,
keterampilan sosial, kemandirian dan menjalankan berbagai
peran sosial. Penyandang disabilitas juga bekerja untuk
memperoleh kebutuhan akan penghargaan dan pengakuan
sebagai bentuk dari eksistensi diri.

2.3.4. Jurnal ke-4


Judul Pilihan Rasional Pemilik Perusahaan Kosmetik
Merekrut Difabel
Jurnal Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial-Politik
Volume dan Vol 7,No.3
Halaman
Tahun 2019
Penulis Fitri Puji Astutik, Pambudi Handoyo
Tanggal 30 oktober 2020

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pilihan


rasional perusahaan dalam merekrut tenaga kerja difabel.
Mendeskripsikan pembagian kerja difabel dalam

33
perusahaan. Lokasi penelitian berada di PT United
Farmatic Indonesia di Kecamatan Wonoayu Kabupaten
Sidoarjo.. Tindakan perusahaan telah memenuhi regulasi
yang telah ditetapkan oleh pemerintah bahkan telah
melebihi ketentuan pemerintah. Adanya kerja sama yang
dibangun oleh pihak perusahaan dan pihak yayasan
berlandaskan sebuah kepercayaan (trust). Menjadi bagian
proses subjek mengaktualisasi pilihan rasionalnya. Aktor
korporat memberikan akses besar bagi para difabel untuk
bekerja di perusahaan
Subjek pemilik perusahaan, kepala manager HRD perusahaan,
pihak penyalur tenaga kerja difabel, dan pendamping calon
tenaga kerja difabel. Beberapa tenaga kerja yang bekerja di
PT United Farmatic Indonesia juga akan menjadi subjek
penelitian untuk memperkuat data.
Pendahuluan Pada dasarnya semua orang memiliki hak dan kewajiban
yang sama. Terutama dalam mendapatkan hak untuk
memperolah pekerjaan. Usia produktif yang telah
menempuh pendidikan selama 12 tahun berhak untuk
mendapatkan kesempatan dan peluang untuk bekerja serta
diterima di perusahaan yang di inginkan. Begitu pula
dengan kaum difabel juga mempunyai keinginan yang sama
dalam mendapatkan kesempatan kerja. Fokus dari
penelitian ini adalah bagaimana pilihan rasional pihak PT.
United Farmatic Indonesia merekrut difabel. Sedangkan
tidak sedikit orang normal yang menginginkan untuk
menjadi karyawan perusahaan tersebut. Dari segi
pengalaman dan kemampuan (softskill) yang lebih unggul
dibandingkan difabel. Kebanyakan perusahaan membuat
syarat yang komplek dan kaku (rigid)
Metode `Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
Penelitian perspektif teori pilihan rasional James S. Coleman. Subjek
dalam penelitian ini dipilih menggunakan teknik purposive.

34
Subjek ditentukan berdasarkan ciri-ciri tertentu yang sesuai
dengan tujuan penelitian, Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini meliputi observasi, wawancara mendalam,
dan dokumentasi. Data pendukung dalam penelitian ini
diperoleh dari pihak kedua. Data yang diperoleh bersifat
given. selain itu data pendukung lainnya diperoleh dari situs
resmi BPS, jurnal, buku atau referensi lain. Penelitian ini
menggunakan sebuah alat analisis teori pilihan rasional
(rational choice). Terdapat dalam karya Moleong beberapa
langkah untuk menganalisis yakni pemrosesan satuan,
melakukan 3 kategorisasi, penafsiran data. (Moleong, 2015:
249- 260)
Hasil Penelitian Lulusan difabel yang direkrut oleh PT United Farmatic
Indonesia rata-rata lulusan SMA Luar Biasa. Pihak
Yayasan Mandiri yang telah menyalurkan pada perusahaan.
Usia tenaga kerja difabel yang diterima perusahaan berkisar
antara 19 – 25 tahun. Lebih mengutamakan skill
dibandingkan usia. Seperti apa yang dikatakan oleh James
S. Coleman bahwa aktor akan lebih berkuasa terhadap
sumber daya yang dimilikinya. Bukan hanya untuk
mengatur syarat dan ketentuan untuk bekerja di perusahaan.
Hal lain juga diatur seperti tingkah laku menyangkut etika
kesopanan tenaga kerja difabel. Seperti apa yang dikatakan
oleh pemilik perusahaan setiap bulannya ada laporan
khusus mengenai kriteria penilaian tenaga kerja difabel
mauapun tenaga kerja reguler. Hal itu menjadi indikator
perusahaan untuk menentukan bagaimana perkembangan
tenaga kerja difabel
Kesimpulan Merekrut tenaga kerja merupakan sebuah keuntungan bagi
perusahaan. Pada awal mula berdiri dapat membayar murah
gaji para difabel. Hal itu dilakukan karena adanya efek dari
krisis moneter yang terjadi. Seiring dengan berjalannya
waktu perusahaan mengalami meningkatan yang signifikan

35
pada sisi keuntungan. Pada akhirnya dapat menggaji tenaga
kerja difabel sesuai dengan UMK. Pertukaran yang terlihat
adalah pihak yayasan telah menawarkan lulusan difabel dan
untuk mengucapkan rasa teima kasih. Pihak perusahaan
telah memberikan dana sebesar Rp 450.000.000,00.
Bertujuan untuk merenovasi SMA Putra Mandiri dan
Yayasan Karya Mandiri.. Kinerja dari tenaga kerja difabel
sangatlah mempengaruhi kepercayaan yang diberikan oleh
pihak perusahaan kepada pihak yayasan. Hal ini ditunjang
oleh pernyataan pemilik perusahaan bahwa ketika
perusahaan membutuhkan tenaga kerja difabel. Pihak
yayasan telah siap untuk membantu. Artinya pihak yayasan
telah dipercaya untuk menyalurkan lulusannya.

2.3.5. Jurnal ke-5


Judul Kajian hukum terhadap fasilitas Pelayanan Publik bagi
Penyandang Disabilitas
Jurnal
Volume dan Vol V,No,3
Halaman
Tahun 2016
Penulis Fanny Priscyllia
Tanggal 1 november 2020

Abstrak Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui


bagaimana tanggung jawab negara terhadap jaminan
aksesibilitas bagi penyandang disabilitas sesuai dengan
peraturan perundangundangan dan bagaimana aksesibilitas
terhadap fasilitas pelayanan publik bagi penyandang
disabilitas di Indonesia, Pelayanan publik merupakan hak
dasar warga negara dan tanggung jawab negara untuk
memenuhinya dalam rangka kesetaraan Hak Asasi Manusia
termasuk dalam bentuk fasilitas pelayanan publik yang
dapat diakses oleh penyandang disabilitas. Pemerintah telah

36
menjamin aksesibilitas terhadap fasilitas publik bagi
penyandang disabilitas yang diatur dalam beberapa
kebijakan.
Subjek Pemerintah
Pendahuluan Permasalahan yang dihadapi penyandang disabilitas di
Indonesia antara lain kurangnya akses informasi tentang
pentingnya melakukan rehabilitasi, kurangnya fasilitas
umum yang mempermudah para penyandang disabilitas
melaksanakan kegiatan sehari-hari dan kurangnya akses
pekerjaan untuk penyandang disabilitas.5 Sebagai warga
negara Indonesia, penyandang disabilitas juga merupakan
bagian dari warga negara Indonesia yang mempunyai
kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama dengan
warga negara lainnya. Bahkan UUD 1945 telah mengatur
bahwa “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan
perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan
manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan”
Metode `Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan Skripsi
Penelitian ini ialah metode penelitian yuridis normatif guna meneliti
peraturan perundang-undangan dan literatur yang sesuai
dengan permasalahan yang dibahas. Jenis penelitian ini
hanya menggunakan data sekunder yang dikumpulkan dari
bahan-bahan kepustakaan hukum seperti: bahan hukum
primer yaitu: peraturan perundang-undangan; bahan hukum
sekunder yaitu : buku-buku literatur dan karya-karya ilmiah
hukum. Bahan hukum tersier, terdiri dari : Kamus Hukum
dan Kamus Umum Bahasa Indonesia. Bahan-bahan hukum
yang telah dikumpulkan dianalisis secara kualitatif dan
normative
Hasil Penelitian Para penyandang disabilitas atau difabel masih menemui
kesulitan untuk mengakses fasilitas publik. Pemenuhan
hak-hak kaum difabel atau penyandang disabilitas mutlak

37
untuk direalisasikan oleh pemerintah, yakni pemenuhan
aksesibilitas fasilitas publik untuk kaum difabel. Sebagai
warga negara, kaum difabel memiliki hak untuk mengakses
ruang publik dan memanfaatkan fasilitasnya. Langkah awal
yang mungkin bisa dijalankan pemerintah adalah
melibatkan kaum difabel dalam setiap perumusan konsep
hingga tahap akhir pembangunan infrastruktur publik.
Dengan demikian, harapannya tidak ada lagi warga negara
yang hanya bisa menjadi penonton pembangunan
infrastruktur publik tanpa bisa mengaksesnya. Oleh karena
itu, pemerintah seharusnya bersungguh-sungguh
mewujudkan aspirasi difabel.
Kesimpulan Pelayanan publik merupakan hak dasar warga negara dan
tanggung jawab negara untuk memenuhinya dalam rangka
kesetaraan Hak Asasi Manusia termasuk dalam bentuk
fasilitas pelayanan publik yang dapat diakses oleh
penyandang disabilitas. Pemerintah telah menjamin
aksesibilitas terhadap fasilitas publik bagi penyandang
disabilitas yang diatur dalam beberapa kebijakan.

Dalam literatur yang di dapat oleh peneliti dengan tema dan judul
terkait “Birokrasi Rasional Dalam Rekruitmen Penyandang Difabel”, dari
lima jurnal atau literasi yang didapat oleh peneliti yakni jurnal pertama
yang mengangkat judul tentang”Daya Juang Menghadapi Diskriminasi
Kerja Pada Tuna Daksa” dalam penelitian ini peneliti mengatakan bahwa
para penyandang Tuna Daksa mampu melawan diskriminasi kerja
sehingga mereka akhirnya dapat diterima di suatu pekerjaan fokus
penelitian ini terhadap upaya tuna daksa melawan adanya diskriminasi di
lingkup pekerjaan hal ini dapat dilihat bahwa fenomena terhadap
diskriminasi pekerjaan di masyarakat masih ada diskiriminasi pekerjaan
sehingga membuat para penyandang tuna daksa pesimis hal ini didukung
menggunakan teori bahwa adanya diskriminasi pekerjaan makibatkan

38
adanya hambatan seseorang di dunia kerja untuk melakukan kegiatan
yang mendapatkan bayaran(Vellazques,2005) .
Penelitian kedua dalam judul “Peran Komunitas Sahabat Difabel
Dalam Pemenuhan Hak Ketenagakerjaan Penyandang Difabel Kota
Semarang” yang mengatakan bahwa adanya kekuatan suatu komunitas
adalah suatu kepentingan bersama demi mencapai kebutuhan kehidupan
sosial yang berdasarkan kesamaan latar belakang, Ideologi, ekonomi dan
sosial.berfokus pada para penyandang difabel, Judul ini mengangkat tema
yang sama dengan peneliti yakni dimana peran komunitas sangat
diperlukan untuk menyuarakan hak-hak kerja para disabilitas peran seperti
yang sangat diperlukan adanya suatu komunitas untuk dijadikan sebagai
wadah para Difabel sebagai tempat agar bisa saling berinteraksi dan
menuangkan aspirasinya hal ini dikuatkan dengan teori peran Soerjano
Soekanto dimana adanya aspek dinamis,perilaku sosial dan bagian
aktivitas yang dimainkan oleh seseorang.
Penelitian ketiga terkait ”Penyandang Disabilitas Dalam Dunia Kerja
” disini terdapat kebaharuan dengan penelitian pertama, penelitian ini
lebih memfokuskan pada pembahasan bagaimana para penyandang
Difabel dapat menyesuaikan diri di dalam lingkungan kerja namun tujuan
peneliti hampir sama yakni mengubah stigma negatif masyarakat terhadap
para disabilitas dalam dunia kerja.
Penelitian ke-empat ”Bagaimana Pilihan Rasional Pihak PT.United
Farmatic Indonesia Merekrut Difabel ” penelitian ini menunjukan bahwa
pemilik perusahaan sangat berperan penting dalam pengambilan memuat
keputusan,pemilik perusahaan disini dikatakan sebagai aktor dimana
tindakan yang akan diambil untuk mencapai sebuah kepentingan.dalam
penelitian ini hanya berfokus pada pemilik perusahaan dan kebaharuan
pada penelitian ini dimana adanya tujuan untuk menggali serta mengetahui
pertimbangan pihak perushaan dalam rekruitmen pegawai difabel.
Penelitian ke-lima “Kajian Hukum Terhadap Fasilitas Pelayanan
Publik Bagi Penyandang Difabel ”yang dimana penelitian ini berfokus
pada layanan publik ,penelitian tersebut mengangkat isu dengan ikatan

39
kajian hukum namun dalam penelitian ini hanya melibatkan apartur negara
tanpa melibatkan bagaimana kepuasan para penyandang disabilitas
tersebut.
Maka dari itu dari lima literature review yang peneliti temui yang
membedakan dengan penelitian ini terletak pada bagaimana pemerintah
sebagai apartur negara yang menjadi tangan untuk para difabel
menuangkan aspirasi dan kelebihan mereka,dengan didukung
menggunakan teori Birokrasi Max Weber lebih menekankan kepada
otoritas legal dimana ini terletak pada kemampuan masing-masing
individu pada kelebihannya dan ditempatkan di divisi sesuai kemampuan
para penyandang difabel disini tidak ada diskriminasi kerja semua pegawai
penyandang difabel diperlakukan sama rata seperti yang lainnya .yang
dimana disini berfokus kepada pemerintah dan kebaharuan yang dimiliki
berupa peran serta komunitas dan karang taruna yang membantu para
penyandang difabel untuk bisa bekerja di dalam naungan pemerintahan.
Kebaharuan dari tabel literature review yang peneliti temui dengan
penelitian sebelumnya terletak juga kepada sasaran penelitian pertama
hanya berfokus kepada para penyandang tuna daksa dengan menggunakan
teori Vellazques yakni diskriminasi kerja, penelitian kedua komunitas
penyandang difabel penelitian ini hampir sama dengan peneliti yakni
berfokus pada komunitas akan tetapi yang membedakanya peneliti
menggunakan subyek lain tidak hanya bertumpu kepada komunitas saja
dan penelitian ini didukung oleh teori peran Soerjono Soekanto, penelitian
ketiga pekerja sosial dan penyandang disabilitas penelitian ini hampir
sama dengan penelitian pertama terkait diskriminasi pekerja yang dimana
untuk menunjang dan mempermudah para difabel dalam beraktivitas di
lingkup pekerjaan, penelitian ke-empat pemilik perusahaan, kepala
manager HRD perusahaan, pihak penyalur tenaga kerja difabel, dan
pendamping calon tenaga kerja difabel. Beberapa tenaga kerja yang
bekerja di PT United Farmatic Indonesia dan terakhir pemerintah akan
tetapi penelitian ini hanya berpusat kepada layanan publik

40
41
BAB III
DESKRIPSI WILAYAH DAN OBJEK PENELITIAN

3.1. Gambaran Umum Kota Batu

3.1.1. Kondisi Geografis


Kota Batu adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia.
Kota Batu terletak 90 km sebelah barat daya Surabaya atau 15 km sebelah
barat laut Malang. Kota Batu berada di jalur yang menghubungkan
Malang-Kediri dan Malang-Jombang. Kota Batu berbatasan dengan
Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan di sebelah utara serta
dengan Kabupaten Malang di sebelah timur, selatan, dan barat. Wilayah
kota Batu berada di ketinggian 700- 1.700 meter di atas permukaan laut
dengan suhu udara rata-rata mencapai 12- 19 derajat Celsius. Kota Batu
berada pada 122,17’o sampai dengan 122,57′ o Bujur Timur dan 7,44’o
sampai dengan 8,26’o Lintang Selatan.
Kota Batu dahulu merupakan bagian dari Kabupaten Malang, yang
kemudian ditetapkan menjadi kota administratif pada 6 Maret 1993. Pada
tanggal 17 Oktober 2001, Batu ditetapkan sebagai kota otonom yang
terpisah dari Kabupaten Malang. Kota Batu dikenal sebagai salah satu kota
wisata terkemuka di Indonesia karena potensi keindahan alam yang luar
biasa. Kekaguman bangsa Belanda terhadap keindahan alam Batu
membuat wilayah kota Batu disejajarkan dengan sebuah negara di Eropa
yaitu Swiss dan dijuluki sebagai De Kleine Zwitserland atau Swiss Kecil
di Pulau Jawa.

Gambar 1. Peta Kota Batu

42
Sumber:Humas.batukota.go.id,2016
(https://humas.batukota.go.id/2019/04/23/panderman-edisi-ii-tahun-
2016/)diakses pada tanggal 21 november,08.11

3.1.2. Luas Wilayah


Luas kawasan Kota Batu secara keseluruhan adalah sekitar 19908,72
ha atau sekitar 0,42 persen dari total luas Jawa Timur. Dengan rincian luas
Kecamatan Bumiaji: 12.797,89 Ha, Kecamatan Batu: 4.545,82 Ha, dan
Kecamatan Junrejo 2.565,02 Ha.49 Sebagai daerah yang topografinya
sebagian besar wilayah perbukitan, Kota Batu memiliki pemandangan
alam yang sangat indah, sehingga banyak di jumpai tempat-tempat wisata
yang mengandalkan keindahan alam pegunungan disertai wisata air terjun,
kolam renang dan sebagainya.

Luas Kecamatan Menurut Jenis Tanah


Kecamatan Andosol Kambisol Aluvial Latosol
2017
Batu 1.831.04 889.31 239.86 260.34
Junrejo 1.526.19 1.526.19 199.93 217
Bumiaji 2.873.89 2.873.89 376.48 408.61
Kota Batu 6.231.12 3.026.37 816.27 885.95

43
Sumber:BPSKotaBatu,2017(https://batukota.bps.go.id/publication/2017
/08/11/854e67badaf27f24c61b2ae8/kota-batu-dalam-angka-2017.html)
diakses pada tanggal 21 november,08.12

3.1.3. Jumlah Penduduk


Pada tahun 2017 jumlah penduduk Kota Batu mencapai 211.298 jiwa.
Dengan luas wilayah sekitar 19,908 km2 , maka kepadatan penduduk
adalah sebesar 1.060 jiwa per km2 . 50 Kepadatan penduduk Kota Batu
selalu meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan kenaikan jumlah
penduduk setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena Kota Batu merupakan
daerah otonomi baru yang merupakan kota tujuan untuk melakukan
kegiatan ekonomi.
Tabel Indikator Kependudukan
Uraian 2017 2018 2019
Jumlah 194.793 196.951 211.298
penduduk
Pertumbuhan 1.14 1,17 1,17
penduduk
Kepadatan 978 989 1.060
penduduk
Sex ratio(%) 100,76 100,80 101,71
Sumber:BPSKotaBatu,2017(https://batukota.bps.go.id/publica
tion/2017/08/11/854e67badaf27f24c61b2ae8/kota-batu-dalam-
angka-2017.html)diakses pada tanggal 21, 08.13

Pertumbuhan penduduk Kota Batu pada tahun 2017 adalah sebesar


1,17 persen. Tingkat pertumbuhan penduduk ini tercatat mengalami sedikit
kenaikan dibanding dengan tahun sebelumnya yang sebesar 1,14 persen.
Selama periode 2017 hingga 2019, pertumbuhan penduduk di Kota Batu
relativ stabil. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan
penduduk antara lain jumlah kelahiran, kematian, dan mutasi penduduk
yang terdiri dari penduduk datang dan penduduk pindah.

44
3.1.4. Pemerintahan
Kota Batu dipimpin oleh seorang Walikota yang dipilih secara
langsung oleh rakyat pada tahun 2012. Pada pemilihan tersebut terpilih
Bpk. Eddy Rumpoko sebagai Walikota Batu untuk yang kedua kalinya
dengan masa bakti 2013-2018. Secara administratif, Kota Batu terbagi
menjadi 3 kecamatan dan 24 kelurahan/ desa. Selama periode 2010-2013,
baik jumlah kecamatan, desa dan kelurahan tidak ada perubahan.

Kecamatan Bumiaji mempunyai jumlah desa yang paling banyak yaitu


9 desa sedangkan Kecamatan Batu terdriri dari 8 desa/ kelurahan dan
Kecamatan Junrejo hanya terdiri dari 7 desa/ kelurahan.53 Semua desa/
kelurahan di Kota Batu termasuk klasifikasi Desa Swasembada. Apabila
dilihat dari jumlah RT/ RW nya, Kecamatan Batu mempunyai jumlah RT/
RW yang paling banyak dibandingkan dua kecamatan lainnya.

Tabel statistik pemerintahan kota batu

Wilayah 2017 2018 2019


Kecamatan 3 3 3
Desa 19 19 19
Kelurahan 5 5 5
RT 1.122 1.127 1.128
RW 237 238 238
Jumlah PNS
Laki-laki 2.594 2.452 2.452
Perempuan 2.351 2.286 2.286
Sumber:BPSKotaBatu,2017(https://batukota.bps.go.id/publication/
2017/01/02/0618317c0320d0e651418497/statistik-daerah-kota-batu-
2017.html)diakses pada tanggal 21 november,8.16

Jumlah pegawai Negri Sipil (PNS) di Kota Batu setiap tahun


mengalami peningkatan, pada tahun 2017 tercatat 4.945 PNS, tetapi pada
49 BPS.Kota Batu.2016 tahun 2018 mengalami penurunan yaitu sebesar
4.738 PNS. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah pegawai laki-laki hampr
sama banyak dengan jumlah pegawai perempuan. Yaitu masing-masing
sebesar 51,7 Persen pegawai lakilaki dan 48,3 pegawai perempuan.
Kualitas PNS berdasarkan pendidikan di Kota Batu menunjukkan

45
peningkatan yang cukup bagus, hal ini ditunjukan dengan tingkat
pendidikan pegawai dengan gelar sarjana, paling tinggi dari tingkat
pendidikan yang lain yaitu sebesar 56,06 persen. Dan yang berpendidikan
SD hanya sebesar 1,4 persen.50 Meningkatnya kualitas PNS di Kota Batu
diharapkan dapat memberikan kemajuan dalam pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan sehingga terwujud sistem pemerintahan yang baik.
Setiap dalam suatu unit Instansi untuk dapat menjalakankan tugasnya
sehingga selalu berusha agar dapat mencitrakan suatu tatanan kerja yang
baik, rapi dan teratur yang dijadikan sebagai alat guna untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan oleh Instansi tersebut. Dengan tatatan kerja
yang rapi,baik dan ter-struktur diharapkan hal ini dapat terwujudnya dan
terlaksana apabila ada tatanan kerja yang yang baik pula, yaitu struktur
organisasi yang sederhana akan tetapi dapat bekerja dengan baik dan
secara efisien serta dapat memungkinkan adanya pemihan tugas,wewenang
dan juga tanggung jawab yang jelas pada setiap bagian yang ada dalam
Institusi itu sendiri. Namun, Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa struktur
kepegawaian kota batu disini tidak terdapat diskriminasi dalam pembagian
kerja, Difabel yang bekerja juga memiliki jabatan yang setara dengan para
pegawai non-difabel.

3.2. Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan sesuatu yang dapat menjadi suatu


perhatian dalam sebuah penelitian karena objek penelitian ini merupakan
sasaran yang hendak ditujukan untuk mendapatkan sebuah jawaban
maupun solusi dari permasalahan yang terjadi dalam penelitian yang
diambil.pengertian objek penelitian adalah sebagai berikut: “Objek
penelitian adalah sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan
dan kegunaan tertentu tentang suatu hal objektif, valid, dan realiable
tentang suatu hal (variabel tertentu)”18.
Objek dalam penelitian ini adalah Badan Kepegawaian Dan
Pengawasan Sumber Daya Manusia , Dinas Sosial kota Batu, Karang

18
Sugiyono “metode penelitian kuantitatif,kualitatifdan R&D”(Bandung:CV.Alfabeta,2014)hal.13

46
Taruna dan Komunitas Difabel Kota Batu. Subyek dari penelitian ini
adalah Kepegawaian Yang terdaftar secara aktif di kantor Pemerintahan
Kota batu,pada penelitian ini akan diteliti pelaksanaan pemeriksaan dan
pelayanan yang telah diberikan oleh pemerintahan kota batu.

No Subjek Jumlah
1 Bagian kepegawaian dan sumber daya manusia 1
2 Dinas sosial 1
3 Karang taruna 1
4 Penyandang disabilitas 3

BAB IV
PENYAJIAN DAN ANALISA DATA

Penelitian yang berjudul Birokrasi Rasional dalam Rekruitmen


Pegawai Penyandang difabel kota Batu dalam koordinator wilayah Kota
Malang Jawa Timur khususnya Kota Batu ini digunakan untuk mengetahui
dan memahami bagaimana birokrasi itu berjalan sehingga terjadi adanya
sebuah tutunan para penyandang difabel mendapatkan pekerjaan yang
layak dan disamaratakan dengan orang awam pada umumnya. Walaupun
sejak awal pemerintahan Kota Batu sendiri sudah menyediakan kuota
untuk para penyandang difabel sebagai wadah dimana mereka bisa
mengapresiasi serta mengeksplor dirinya serta bekerjasama dengan
jangkauan dan jaringan yang lebih luas lagi serta mendapatkan hak dan
tempat yang layak sama seperti dengan orang awam.dengan dibuatnya
peraturan per Undang-Undangan dengan ketentuan pasal 5 Undang-
Undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (‘’UU
Ketengakerjaan’’) disebutkan bahwa

47
‘’Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama
tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan’’

Dalam penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa setiap orang setiap


tenaga kerja mampu mendapatkan hak serta kesempatan yang sama
dimana hal itu untuk memperoleh pekerjaan yang layak tanpa
dibedakannya Ras,Suku,Agama serta aliran lainnya. Mereka di pekerjakan
sesuai dengan kemampuan di bidang masing-masing sehingga tidak ada
lost communication untuk pekerjaan mereka kedepannya. Peran
pemerintah disini sangat diharapkan oleh para penyandang difabel agar
suara mereka terdengar oleh mereka yang memiliki dan memegang
kekuasaan tertinggi sehingga mereka dapat menyalurkan aspirasi.
Sebagian para pegawai difabel yang bekerja di pemerintahan Kota Batu
tersebut tidak mungkin bisa berdiri sendiri tanpa adanya bantuan dari suatu
komunitas yang menaungi mereka,disini peran komunitas Shining Tuli
Kota Batu lah yang menjabat tanganni para difabel yang bekerja di
pemerintahan Kota Batu tersebut.
Jenis penelitian ini adalah kualitatif, yang dimana disini meneliti
tentang kebijakan birokrasi pemerintahan kota batu terkait Rekruitmen
para pegawai penyandang difabel data yang digunakan adalah data
sekunder dan primer, di mana data primer diperoleh melalui wawancara
tidak terstruktur yang dimana dalam wawancara tesebut situasi berjalan
santai sehingga para subyek yang diteliti tidak terasa bahwa ia sedang
diwawancara dibiarkan wawancara mengalir dan membahas topik sehari-
hari dalam artian wawancara yang bebas dan tidak menggunakan pedoman
dalam melakukan wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan
lengkap untuk pengumpulan datanya. Untuk Pemanfaatan data dokumen
memang digunakan untuk menunjang data dalam penelitian ini. Baik Data
primer maupun sekunder akan saling melengkapi dalam analisis kualitatif.
Subyek penelitian yang dipilih pun ialah ketua karangtaruna Kota
Batu,pegawai penyandang difabel yang telah bekerja di Pemerintahan
Kota Batu baik yang pns maupun yang honorer serta Dinas Sosial dan
bagian kepegawaian dan sumber daya manusia. Data primer juga diperoleh

48
dengan menggunakan observasi yaitu dengan melihat bagaimana cara para
pemegang kekuasaan menggunakan kekuasaanya secara adil kepada para
pegawai penyandang difabel tersebut.

4.1. Penyajian Data dan Hasil Penelitian

4.1.1. Data Subyek Penelitian


Subyek penelitian yakni key informan yang dimana berasal dari
masing-masing divisi serta jabatan pekerjaan posisi mereka.pemerintah
kota batu merekrut pegawai penyandang difabel cukup banyak akan tetapi
disini peneliti hanya mengambil 3 subyek yang dimana terdapat difabel
cacat fisik dan difabel tuna rungu. Di sini posisi jabatan mereka berbeda-
beda difabel penyandang cacat fisik bekerja di bagian bidang statistik dan
kominfo sedangkan 2 orang lainnya bekerja dibagian Dinas Sosial dan
juga Dinas Pendidikan.sebelumnya Dinas Sosial sendiri belum pernah
merekrut pegawai penyandang difabel barulah pada tahun 2021 kemarin
Dinas Sosial membuka lowongan pekerjaan bagi penyandang difabel.
Berikut ini adalah merupakan identitas singkat dari masing-masing subyek
penelitian :

Tabel 1. Identitas Subyek penelitian berdasarkan


Umur,Pendidikan,Pekerjaan dan posisi.

No Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Posisi


(thn)

1. Teguh 50 SMA penjaga Ketua


parkir karang
taruna
2. Moch. Muslic 53 S2 PNS Kepala sub
H.Sodiq.SH bidang
data dan
formasi
3. Anwar 28 S1 PNS Fungsional
pranata
divisi

49
statistik
dan
kominfo
4. Suprapti,SE 40 S1 PNS Kasubag
Umum
5. Divia Famela 25 S1 Honorer Sekpri
Novita (Dinas
Sosial)
6. Nugrahaning 28 S1 Honorer Staff
Riasih Dinas
Pendidikan

4.2. Analisa Data

4.2.1. Karang Taruna

(sumber: dokumentasi peneliti)

Subyek penelitian pertama yaitu bapak Teguh yaitu salah satu


penjaga parkir di kantor samsat Kota Batu . Usia bapak teguh saat ini
berusia 50 tahun, bertempat tinggal di Kelurahan Sidomulyo Kota Batu.
Bapak teguh sendiri menjabat sebagai wakil ketua karangtaruna Kota Batu.
Wawancara dengan bapak teguh dilakukan pada tanggal 02 Febuari 2021
pukul 12.00 WIB bertempat di wilayah kantor Samsat Kota Batu. Bapak
teguh sendiri sudah mulai menjabat sebagai wakil ketua karangtaruna Kota
Batu berkisar +-4tahun yang dimana selama ia menjabat sebagai wakil
ketua karang taruna ia juga membantu para penyandang difabel bekerja di

50
pemerintahan Kota Batu pada tahun 2018 berkisar 3 orang yang sudah di
rekrut oleh pemerintah Kota Batu untuk bekerja di pemerintahan Kota
Batu yang dimana karangtaruna ini tidak hanya berdiri sendiri akan tetapi
karangtaruna ini juga dibantu oleh dinas sosial Kota Batu untuk
memberikan sebuah kesempatan kepada para difabel khususnya pada
komunitas Shining tuli Kota Batu. Dua peran ini sangat dibutuhkan para
difabel untuk menyalurkan suara dan hak mereka.
Mulai Pada tahun 2018 karang taruna sendiri memang mempunyai
jaringan serta fungsi menjadi salah satu pendamping difabel dan tidak
dapat terlepas dari Dinas Sosial .tidak hanya para penyandang difabel tuna
rungu akan tetapi karangtaruna disini juga menjabat tangani penyandang
difabel yang cacat fisik seperti mengajukan untuk bantuan kursi roda untuk
rekan-rekan cacat fisik dan juga karang taruna disini berperan memberikan
pelatihan membantik sehingga para difabel mempunyai kelebihan dalam
bidang kerajinan hasil dari kain membantik tersebut disalurkan kepada
dinas sosial dan dipamerkan melalui pameran sehingga para difabel juga
memberikan sebuah karya batik tulis tidak hanya itu Komunitas Shining
Tuli pun ketika ada pemeran di balai Kota Batu mereka memberikan
pertunjukan pantonim sehingga membuat banyak orang sadar bahwa
dengan kekurangan mereka juga bisa berkarya sama hal seperti orang
awam pada umumnya.

1. Bagaimana Pola (pattern/model)Rekruitmen kerja penyandang difabel


di pemerintah Kota Batu.
Dalam pola rekruitmen penyandang difabel di Kota Batu sendiri
bapak teguh mengatakan hal ini memang dibantu oleh Dinas Sosial
karena karang taruna memang berada dibawah naungan Dinas tersebut
sampai dengan kelurahan desa pun Dinas Sosial menjadi naungan
peran-peran tersebut. Dalam hal ini memang pada dasarnya Semuanya
tergantung dari kebijakan pemerintah kota sendiri sedangkan pendapat
dari kepala karang taruna dalam hal pola ini dapat dikatakan
Pemerintah kota Batu telah melihat bahwa memang mereka
sebenarnya sudah layak dilihat sebagaimana dalam hal pelatihan

51
mereka sudah dapat dikatakan berkembang dan dari Walikota Kota
Batu sendiri memberikan jalan untuk me-rekrut pegawai penyandang
difabel hal ini dapat menunjukkan otoritas kharismatik bahwa dari Ibu
Hj.Dewanti Rumpoko,M.Si selaku Walikota Kota Batu beliau sangat
merespon dan membuka lapangan pekerjaan dengan sangat baik serta
memberikan sebuah kesempatan untuk para difabel sehingga mereka
juga bisa bekerja di institusi naungan pemerintahan.hal ini bisa
dikatakan tidak terlalu sistematis dalam artian ini dikatakan terdapat
sebuah keberuntungan bagi mereka yang kurang mampu dan berbeda
dari orang awam pada umumnya,dan selama mereka diberikan
kesempatan para rekan-rekan difabel Komunitas Shining Tuli bisa
menunjukan kinerja dan antusias yang cukup baik.
2. Bagaimana Kebijakan pemerintah dalam rekruitmen pegawai
penyandang difabel.
Untuk Kebijakan Pemerintah dalam rekruitmen pegawai
penyandang difabel disini bapak teguh mengatakan bahwa kebijakan
pemerintah sudah sangat baik orang-orang yang memiliki kekuasaan
menggunakan kekuasaanya sesuai dengan apa yang diinginkan oleh
masyarakat kecil,hal ini membuat karang taruna tetap ingin berada
dibawah naungan serta berada dalam jaringan Dinas Sosial agar
pemerintahan dapat membantu orang-orang yang berkebutuhan
khusus. Kebijakan pemerintah dalam hal ini membantu untuk
meningkatkan kesejahteraan penyandang difabel,dari kebijakan Ibu
Hj.Dewanti Rumpoko,M.Si sebagai Walikota Kota Batu yakni dengan
adanya menyusun program dan melakukan berbagai upaya untuk
dapat memastikan penyandang difabel dapat mandiri dalam hal sosial
dan ekonomi,dan diantaranya dapat menjalin suatu hubungan
kerjasama dengan institusi pemerintahan.kerjasama ini merupakan
bentuk nyata sebuah komitmen dari Ibu Hj.Dewanti Rumpoko,M.Si
untuk dapat membantu memutuskan rantai kemiskinan khususnya
terhadap para penyandang difabel yakni dalam bentuk perluasan
lapangan kerja.kebijakan ini dibuat tidak semata-mata tidak dijalankan

52
oleh struktur pemerintahan itu sendiri disini terdapat adanya
agen(Dinas Sosial) yang mempunyai peran untuk menjalankannya.
Dan dalam rekruitmen Ibu Hj.Dewanti Rumpoko,M.Si sebagai
Walikota menekankan untuk setiap tahunnya tidak menentu apakah
dari Komunitas Shining tuli di minta untuk bekerja di Pemerintahan
Kota Batu atau tidak karena dalam situasi seperti ini juga melihat dari
kebijakan Pemerintahan itu sendiri.
3. Bagaimana Sistem Pemerintahan Kota Batu sdalam pelaksanaan
Rekruitmen penyandang difabel.
Dalam hal ini sendiri dalam memberikan peluang kerja pagi para
penyandang difabel bapak teguh mengatakan bahwa para Penyandang
difabel juga mempunyai kedudukan hukum serta hak asasi manusia
yang sama sebagai warga negara Indonesia. Mereka juga dari bagian
yang tidak dapat terpisahkan dari warga negara dan juga masyarakat
Indonesia yang merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha
Esa.dalam hal ini dalam sistem Pemerintahan Kota Batu sendiri
memang tidak terlepas dari peran Dinas Sosial yang membantu
menjabat tangani hal tersebut tanpa adanya bantuan dari Dinas Sosial
mungkin para rekan-rekan difabel tidak dapat menyalurkan hak-hak
ketenagakerjaan mereka. Sistem Pemerintahan Kota Batu disini
memiliki fungsi juga sebagai pemberdayaan masyarakat sebagai artian
penyediaan kesempatan,lapangan kerja,serta keterampilan untuk
meningkatkan kreativitas dan juga kemampuan para penyandang
difabel ini.Dalam rekruitmen penyandang difabel Pemerintah
mengharapkan banyak hal untuk meningkatkan kemampuannya
sehingga mereka dapat mampu hidup mandiri.selain itu, program kerja
yang dijalankan tersebut diharapkan dapat menyadarkan masyarakat
akan keberadaan penyandang difabel sebagai bagian juga dari
masyarakat.dengan hal tersebut pemerintah memberikan kebijakan
serta beberapa sitem yang dimana demi tercapainya hak tersebut.
Seperti halnya dengan menerapkannya kualitas SDM,sarana dan

53
prasarana kesejahteraan sosial bagi para penyandang difabel
khususnya di Kota Batu.

4.2.2. Badan Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia

Subyek penelitian kedua berasal dari bagian Dinas Kepegawaian dan


Sumber Daya Manusia yakni bapak Moch,Muslich H.Sodiq.SH yang
merupakan bagian dari pengurusan tentang ketenagakerjaan difabel yang
bekerja di pemerintahan kota batu. Usia subyek penelitian saat ini 53
tahun,pak Muslich bertempat tinggal di Sumberejo Kota Batu. Wawancara
dengan bapak Muslich dilakukan pada tanggal 27 oktober 2020 pukul
10.00 WIB di kantor Bagian Kepegawaian dan Sumber Daya manusia
Pemerintahan Kota Batu. Beliau di bagian BKPSDM (Kepegawaian dan
Sumber Daya Manusia) bertugas sebagai penanggung jawab serta
membantu Walikota melaksanakan urusan Pemerintahan yang yang
menjadikan kewenangan daerah dalam bidang kepegawaian,pendidikan
dan juga pelatihan. Beliau mengatakan kebijakan Pemerintah dalam hal
pe-rekrutan pegawai penyandang difabel disini CPNS pada tahun 2018
dalam hal ini memang penyandang disabilitas memang seharusnya
mendapatkan ruang untuk dapat mengabdi kepada bangsa dan negara.

1. Bagaimana kebijakan pemerintah Kota Batu dalam Rekruitmen


pegawai penyandang difabel.
Salah satu kebijakan Pemerintah Kota Batu yakni mereka para
penyandang difabel maupun yang berkebutuhan khusus bisa bekerja
sebagai PNS (pegawai negri sipil),karenanya dasarnya setiap warga

54
negara memiliki kedudukan yang sama serta hak untuk dapat bekerja
di dalam intitusi pemerintahan. hal itu memang diperkuat berdasarkan
dari pasal 61 Undang-Undang nomor 5 tahun 2014 tentang Apartur
Sipil Negara (UU ASN) menjelaskan bahwa formasi yang wajib bagi
penerimaan PNS bagi para penyandang difabel terdapat berbagai
macam ada yang berdasarkan formasi putra/putri lulusan terbaik
berpredikat dengan pujian (cumlaude) atau juga dengan prestasi yang
umum (biasa) dan juga formasi difabel. Berdasarkan dari formasi
tersebut masing-masing dari setiap daerah akhirnya mengirimkan
formasi melalui aplikasi informasi dari kemenpan dari situlah
kemudian dipilah untuk diambil sebagian formasi biasa,camlude dan
disabilitas.
Dalam hal ini Pemerintahan Kota Batu mendapatkan serta
membuka 2 formasi yakni termasuk formasi disabilitas. Kebijakan
pemerintah Kota Batu untuk melamar serta merekrut jumlah pegawai
penyandang difabel untuk instansi pusat yakni paling sedikit sekitar 2
(dua) persen dari total formasi dengan jabatan disesuaikan dengan
kebutuhan pada masing-masing instansi. sebenarnya pembukaan ini
memang sudah dilakukan sejak lama,akan tetapi tidak semua kuota
yang tersedia bisa terserap.
Disabilitas tidaklah menjadikan suatu alasan untuk dapat
mengeliminasi para penyandang difabel untuk tidak mendapatkan
pekerjaan yang layak dan mempertahankan hak untuk kehidupannya.19
Sistem rekruitmen institusi Pemerintahan di Kota Batu sendiri
memang dalam hal ini telah memberikan serta menjadikan suatu
jembatan bagi para penyandang difabel. Disini Dinas Sosial berperan
mendampingi para penyandang difabel saat seleksi tes tulis sehingga
benar-benar dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan yang melamar
memang benar penyandang difabel. Kemudian, saat proses tes seleksi
membantu bagian kesulitan di dalam hal apa dan memang
dibutuhkannya pendampingan khusus.
19
Majda El Muhtaj, 2008, Dimensi-Dimensi HAM: Mengurai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,
Edisi Pertama, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, Halaman 273.

55
Untuk memperkerjakan para penyandang difabel sesuai dengan
jenis dan juga derajat kecacatan,pendidikan, serta kemampuannya
memang merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh sebuah
institusi.tidak hanya perusahaan negara saja ataupun perushaan swasta
yang wajib memperkerjakan difabel,akan tetapi instansi pemerintahan
juga wajib untuk dapat memperkerjakan difabel.untuk di Sistem
Pemerintahan disini beliau mengatakan bahwa para pegawai
penyandang difabel diperlakukan sama seperti dengan orang awam
pada umumnya, tidak ada pembagian kerja yang dikhususkan semua
di sama rata sama hal nya seperti indiviu-individu yang lain. Mereka
bekerja sesuai dengan formasi yang dilamar tidak ada masalah dalam
hal penyandang disabilitas maupun tidak.
2. Bagaimana sistem Pemerintahan Kota Batu dalam pelaksanakan
Rekruitmen pegawai penyandang difabel.
Pemerintah sendiri sangat memberikan dukungan kepada para
penyandang disabilitas untuk dapat bekerja di Pemerintahan.meski
memang diketahui bahwa mereka memiliki kekurangan, mereka sudah
sepantasnya mendapatkan hal yang layak sesuai dengan kemamuan di
bidangnya masing-masing tiap individu.meski baru dibuka lagi adanya
lowongan ASN bagi disabilitas. Untuk anggota PNS kategori difabel,
bapak Muslich mengatakan bahwa panitia seleksi yang berhak
menentukan dimana penempatannya.namun,ia dapat memastikan
bahwa tidak adanya diskriminasi selama proses Rekruitmrn,dan
disesuaikan dengan keahlian serta kemampuan fisik.
Sangat diharapkan bahwa PNS difabel ini juga dapat bisa meraih
jenjang karier seperti PNS yang normal.baginya,tidak boleh adanya
diskriminasi di dalam pemerintahan kota batu.mengenai kriteria
pelamar, salah satu nya di cantumkan tentang persyaratan pelamar
disabilitas, disbailitas yang diperbolehkan ialah yang mengalami
keterbatasan fisik,kelainan,kerusakan pada fungsi gerak yang
diakibatkan oleh kecelakaan atau memang bawaan dari lahir(bukan
disabilitas intelektual,mental) dengan ketentuan hal tersebut dapat

56
mampu melakukan tugas seperti menganalisa,berdiskusi,mengetik dan
menyampaikan sebuah pemikiran.secara umum untuk proses sistem
rekrutmen untuk pegawai penyandang disabilitas tetap mengikuti
arahan dan juga kebijakan Kementrian PAN (Pendayagunaan Apartur
Negara)
3. Bagaimana pola (pattern/model)dari sudut pandang Pemerintah dalam
Rekruitmen pegawai penyandang difabel.
Dilihat dari Sudut pandang Pemerintahan Kota Batu dalam
merekrut pegawai penyandang difabel subyek mengatakan bahwa di
dalam pemerintahan ini tidak hanya membuka lowongan dari PNS
saja akan tetapi juga membuka lowongan untuk honorer sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki. Dinas tenaga kerja dan Dinas Sosial juga
memberikan kesempatan kepada para penyandang disabilitas untuk
dapat mengikuti pelatihan dan Pemerintah Kota Batu juga memiliki
kewenangan untuk dapat merekrut para penyandang difabel. Dengan
terbukanya lowongan pekerjaan bagi para penyandang difabel sangat
besar diharapkan adanya kesempatan bekerja di bidang yang lain baik
dalam hal sektor industri maupun dalam sektor baik formal maupun
informal. Pemerintah Kota Batu sangat mendukung dengan
antusiasnya para penyandang difabel yang ingin bekerja di dalam
institusi pemerintahan hal ini dapat membuktikan bahwa mereka
memiliki semangat juang yang tinggi. Jadi sebenarnya, tidak ada satu
alasan untuk diskriminatif terhadap disabilitas.semua orang berhak
mendapatkan hak dan kewajibannya untuk mempunyai aksesbilitas
yang sama dalam proses rekruitmen.
4.2.3. Dinas Sosial
Subyek ketiga berasal dari Dinas Sosial yaitu ibu Suprapti,SE yang
merupakan Kasubag Umum Dinas Sosial .usia subjek penelitian saat ini
adalah 40 tahun,ibu Suprapti bertempat tinggal di desa oro-oro ombo Batu,
peran Kasubag Umum pada Dinas Sosial sendiri yakni membantu Ibu
Walikota untuk melaksanakan urusan Pemerintahan di bidang sosial.
Beliau mengatakan terkait rekruitmen pegawai penyandang difabel yang

57
dilakukan oleh pemerintah pada mulanya memang melalui standar
kompetensi kepada calon pendamping disabilitas yang dimana hal ini
dibutuhkan kualifikas terkait pengetahuan (knowledge), keterampilan
(skill), dan sikap (attitude).
Dan pada realitanya tidak banyak kesejahteraaan sosial serta relawan
yang ingin mengabdikan diri pada pekerjaan tersebut. Disini Komunitas
Shining Tuli Kota Batu sangat membantu rekan-rekan difabel pada
kedudukannya dimana peran komunitas ini secara tidak langsung
membantu tumbuh dan berkembangnya orang-orang yang mempunyai
kebutuhan khusus. Penyandang difabel yang kita ketahui merupakan
individu yang memiliki keterbatasan.mereka tidak dapat memulai peranan
sosialnya secara sempurna,maka dari itu peran Dinas Sosial disini serta
karang taruna sangat dibutuhkan dalam pendampingan para penyandang
difabel.

1. Bagaimana kebijakan pemerintah Kota Batu dalam Rekruitmen


pegawai penyandang difabel.
Dalam kebijakan Pemerintahan di Kota Batu memang mereka
para penyandang difabel diberikan SK oleh BKPSDM (Bagian
Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia) akan tetapi menjadi
pegawai yang tidak tetap atau bisa disebut sebagai honorer. Mereka
tetap mendapatkan hak serta kedudukan yang sama dengan orang
yang normal hanya saja yang berbeda dengan yang mengikuti cpns
mereka tidak sama sekali dibantu oleh Dinas Sosial mereka masuk dan
berusaha dengan hasil mereka sendiri tanpa bantuan sedikitpun dari
Dinas Sosial.oleh karena itu,Pemerintah berupaya bagaimana caranya
agar bisa berupaya untuk memenuhi hak-hak mereka dengan
menjalankan beberapa program.negara yang bermartabat merupakan
negara yang mengayomi, menghargai,menghormati serta memenuhi
dan juga memberikan perlindungan kepada setiap warga negaranya
tanpa adanya terkecuali.
2. Bagaimana pola (pattern/model) dari sudut pandang Pemerintah
dalam Rekruitmen pegawai penyandang difabel.

58
Kecacatan tidak menjadi penghalang bagi institusi Pemerintah
untuk memenuhi hak bagi segala warga negara tidak menjadikan
sebagai kendala dalam merekrut para penyandang difabel untuk
memperoleh hak hidup dan juga untuk mempertahankan
kehidupannya. Penyandang difabel dimana dan apapun keadanya tetap
harus ditempatkan untuk memperoleh perlakuan yang khusus lantaran
disabilitas yang mereka alami.tapi pada realitanya,masih banyak para
penyandang difabel yang tidak mendapatkan kehidupan yang layak
dan serta perlindungan maupun pelayanan yang memadai. Seperti
yang dapat biasa kita lihat, masih banyak para penyandang difabel
yang menjadi pengemis yang hanya bisa meminta belas kasihan
kepada para pengendara motor dan mobil. Hal ini yang membuat Ibu
Hj.Dewanti Rumpoko,M.Si Walikota Kota Batu ingin memberikan
peluang untuk para penyandang difabel yang dimana mereka
memiliki kelebihan serta semangat juang yang tinggi untuk bisa
merasakan juga bekerja dalam institusi pemerintahan. Pemerintah
Kota Batu sangat membuka lowongan seluas-luasnya selama para
penyandang difabel mau serta niat untuk mendapartkan kehidupan dan
tatanan sosial yang lebih layak.kebijakan antara ASN dan honorer
tetap sama untuk jam kerja. Akan tetapi dalam pembagian kerja
sedikit dibedakan tidak sama dengan yang lainnya. Beliau mengatakan
bahwa
‘’dikarenakan memang mereka mempunyai keterbatasan sehingga
hanya saja diberikan pembagian kerja hanya yang secara ringan-
ringan saja. Contohnya seperti mengetik surat keluar masuk yang
sudah memiliki contohnya ,pengantaran surat dari ruang kepala
dinas dan ke divisi yang lainnya.’’

3. Bagaimana pola(pattern/model)pemerintah dalam Rekruitmen


pegawai penyandang difabel.
Selanjutnya, dalam hal sudut pandang Pemerintahan Kota Batu
mengenai perekrutan pegawai penyandang difabel hal ini peran Dinas
Sosial dalam hal membina dan mengawasi pemenuhan serta hak-hak

59
para penyandang difabel. Diantaranya Dinas Sosial telah beberapa kali
melakukan penyuluhan serta pelatihan dan juga bekerjasama dengan
karangtaruna,Dinas Sosial Kota Batu merupakan peranan yang sangat
penting dalam hal mengawasi dan membina para penyandang
disabilitas. Dimana para penyandang difabel memberikan feedback
yakni sarana dan dukungan untuk mengikuti dalam kegiatan pelatihan
tersebut. Pemerintahan Kota Batu sangat memegang komitmen untuk
terus mendorong agar lebih membuka lagi kesempatan pekerjaan
kepada para penyandang disabilitas.apalagi hal ini terkait dalam UU
No.8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas telah mengamanatkan
perushaan swasta untuk dapat memperkerjakan 1% penyandang
difabel dari pekerjaanya dan juga sebanyak 2% untuk institusi
Pemerintahan.
Sinergitas untuk dapat membuka lowongan pekerjaan seluas-
luasnya masih sangat terus diupayakan oleh Pemerintah
setempat,dengan hal ini menjadikan salah satu wujud kepedulian
Pemerintah terhadap penyandang difabel. Ketika Dinas Sosial
melakukan pelatihan hal ini juga tidak dapat terpisah antara pekerja
penyandang difabel dan yang non difabel. Dengan hal itu akan
terciptanya pemahaman saling pengertian karena pada akhirnya nanti
ketika memasuki dunia kerja,tidak adanya perbedaan. ‘’pekerja
difabel merupakan para pekerja yang gigih dan semangat mempunyai
etos kerja yang sangat baik dan mereka juga sangat menghargai sekali
pekerjaan mereka,sehingga ibu walikota tidak ragu-ragu untuk me-
rekrut mereka’’tegas ibu Suprapti.
Di sisi kendala, dapat dikatakan memang seringkali ada, namun
hal itu hanya semata-mata pada saat komunikasi dengan penyandang
tuna rungu dan tuna wicara saja,karena tidak sepenuhnya karyawan
dapat menggunakan bahasa isyarat. Pada umumnya, pekerja difabel
mereka kompak,penurut,dan ramah serta juga sangat menghargai
waktu bekerja.

60
Kewajiban Pemerintah dalam perekrutan pegawai merupakan
salah satu bentuk sistem Pemerintahan dan bentuk layanan publik
yang dimana hal itu akan selalu mendapatkan perhatian dari
masyarakat. Oleh karena itu, sudah bukan tempatnya lagi jika isu
Pemerintah tidak mendengarkan keluh kesah masyarakat kecil yang
dimana mereka mempunyai hak akan tetapi masih tidak sedikit yang
tidak dapat tersalurkan dikarenakan hambatan keterbatasan
fisik.dalam sebagian dari refomarsi birokrasi untuk dapat
mewujudkannya sutau tatanan pemerintahan yang baik. Dalam
pemerintahan dilalui UU nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang
difabel juga mendapatkan jaminan kelangsungan hidup yang maju
dan berkembang secara adil dan bermartabat.
Dalam hasil penelitian ini diketahui bahwa sistem Pemerintahan
Kota Batu dalam merekrut pegawai penyandang difabel menunjukkan
adanya kuota sebagian besar bagi penyandang disabilitas. Mereka
yang bekerja sebagai honorer tidak melewati proses seleksi dalam
bekerja. Mereka bisa diterima bekerja lebih karena faktor personal,
yakni kenal dengan akrab dengan Ibu Walikota tempat mereka
bekerja atau program dari pemerintah.
4.2.4. Perekrutan yang dibuka oleh Negara( CPNS)

(sumber: dokumentasi peneliti)

Subjek penelitian keempat berasal dari pasuruan yaitu M.Choirul


Anwar yang merupakan alumni teknik informatika di Universitas STMIK
YADIKA bangil,usia subyek penelitian saat ini adalah 28 tahun,

61
M.Choirul Anwar bertempat tinggal di pesanggrahan Kota Batu saat ini
sedang bekerja di pemerintahan kota batu dengan jabatan pekerjaan
sebagai pranata komputer di bidang statistik diskominfo (Dinas
Komunikasi dan Informatika). Beliau mengatakan bahwa dalam hal
perekrutan anggota CPNS penyandang difabel tidak adanya perbedaan.
Dari keseluruhan Provinsi Jawa Timur hanya Kota Batu,Blitar dan Jember
yang hanya membuka lowongan cpns pada tahun 2019 ialah di bagian
statistik dan kominfo untuk penyandang difabel. Subyek mengatakan
bahwa ia tidak dibantu oleh dinas sosial dan karang taruna Kota Batu
karena ia bukan berasal dari Kota Batu sehingga untuk cpns kemarin ia
benar-benar menjalankan dengan sendiri tanpa adanya bantuan dari Dinas
Sosial.
1. Bagaimana kebijakan pemerintah Kota Batu dalam Rekruitmen
pegawai penyandang difabel.
Dalam hal kebijakan Pemerintahan dapat dikatakan bahwa
Pemerintah Kota Batu sudah terbuka dan juga dikarenakan akhir 2018
masih sangat sedikit dari beberapa daerah yang membuka pendaftar
cpns bagi formasi penyandang difabel, pada tahun 2019 Pemerintahan
Kota Batu hanya membuka 6 peserta akan tetapi pada realitanya dari
sebagian penyandang difabel yang mendaftar hanya 2 orang saja yang
mengikuti tes CPNS tersebut dan yang lolos hanya 1 orang yaitu saya
sendiri.dalam kebijakan pemerintahan tetap sama dalam hal merekrut
pegawai penyandang difabel hanya saja yang berbeda dari segi bentuk
soal dikarenakan untuk soal yang berbentuk skd itu menyangkut
masalah terkait tentang ketenegaraan, pengetahuan umum dan
kebijakan untuk yang cpns sedangkan yang honorer langsung
mendapatkan arahan dari Ibu Walikota.
Dalam hal kebijakan inilah yang dibedakan seperti contohnya
‘’simulasi adanya atasan mempunyai staff disabilitas itu harus
bagaimana menyikapinya’’ tegas anwar. Untuk pendampingan
khususnya hal itu tergantung dari disabilitasnya seperti tuna rungu dan
tuna wicara,sedangkan disabilitas fisik tidak terlalu membutuhkan

62
pendampingan khusus ujarnya. Untuk pekerja honorer mereka dapat
langsung SK dari ibu Walikota sedangkan THL(tenaga harian
lapangan) dari kepala dinas sedangkan CPNS seperti saya tidak
dibantu oleh pihak Pemerintah melainkan saya menjalankannya
sendiri untuk bisa masuk di dalam Institusi Pemerintah Kota Batu.
Dalam Otoritas Legal Rasional merupakan otoritas yang dapat
diperoleh seseorang karena ia memenuhi persyaratan tertentu maupun
dengan adanya sistem hukum dan juga atas dasar kemampuan
individu itu sendiri,dalam sistem hukum disini dimaksud ialah sebagai
kaedah-kaedah yang telah diakui serta ditaati oleh masyarakat.disini
subyek telah mengatakan bahwa ia sendiri tidak dibantu oleh Dinas
Sosial melainkan ia melalui tes CPNS yang persyaratannya sudah
ditentukan.
Untuk kebijakan fasilitas di dalam Pemerintahan Kota Batu Dinas
Sosial memberikan kursi roda dan peralatan tongkat kaki tiga
dijadikan sebagai sarana penunjang alat bantu jalan bagi penyandang
disabilitas fisik.subyek mengatakan untuk kebijakan Pemerintah ‘’
sebenarnya belum ada 1 persen. Namun, kelompok difabel sudah
menilai, angka itu merupakan kemajuan yang sudah sangat berarti
bagi kami mba para penyandang difabel yang dimana kami susah
untuk mendapatkan pekerjaan.’’
Meski dapat dikatakan Kebijakan Pemerintah sudah mengarah
jauh lebih baik lagi, untuk kedepannya Pemerintah tidak seharusnya
masih mengkotak-kotakkan jenis disabilitas yang hanya dapat
melamar pekerjaan di sebuah posisi itu saja, bahkan mungkin bisa
jauh lebih baik. Seharusnya mungkin untuk kedepannya untuk setiap
posisi CPNS dapat terbuka bagi siapa saja termasuk difabel.meskipun
memang kuota khusus masih sangat diperlukan dan para difabel tidak
hanya diarahkan hanya bisa mendaftar pada posisi-posisi tertentu.
2. Bagaimana sudut pandang pemerintah dalam Rekruitmen pegawai
penyandang difabel

63
Dalam sistem Pemerintahan Kota Batu terkait perekrutan honorer
itu berdasarkan kebijakan langsung dari Ibu Hj.Dewanti
Rumpoko,M.Si selaku Walikota Kota Batu,sehingga para penyandang
difabel bisa bekerja di institusi Pemerintahan dengan tidak dilakukan
adanya ujian secara tertulis ini di khususkan bagi pegawai honorer
sehingga rekan-rekan honorer bisa langsung bekerja sesuai arahan dan
disposisi yang telah ditentukan oleh kepala dinas di bidang-bidang
tersebut.
‘’Ada banyak sekali terlihat perubahan ketika
difabel masuk dan bekerja disini , mulai dari cara pandang,
perlakuan, lalu pegawai yang lain pun ikut mulai
menyesuaikan diri,mereka bisa mulai berperilaku hormat
kepada difabel dan memahami etika kepada para
disabilitas,secara perlahan-lahan juga mengalami perubahan
yang berdampal positif baik bagi pegawai kantor itu sendiri
maupun difabel yang diperlakukan secara setara. Saya
percaya difabel sudah punya cara untuk beradaptasi dengan
suasana baru di tempat kerja,”kata Choirul Anwar.

3. Bagaimana pola (pattern/model) dari sudut pandang pemerntah dalam


Rekruitmen penyandang difabel.
Melihat dari Sudut pandang Pemerintahan terkait akan hal ini
dalam Proses seleksi bagi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang
telah berlangsung, selain dinilai sudah dilakukan secara transparan,
juga dianggap mengakomodir seluruh masyarakat tanpa terkecuali.
Hal tersebut disebabkan adanya kesempatan untuk menjadi abdi
negara juga diberikan pada masyarakat yang berkebutuhan khusus
atau difabel.
“Menurut saya formasi disabilitas dalam pemerintahan
kota batu sudah sangat baik ya. Itu juga sesuai dengan
UUD yang menyebutkan bahwa memang setiap warga
negara berhak mempunyai hak atas pekerjaan dan juga

64
kehihidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dengan
formasi ini, pemerintah sudah mengakomodir kesempatan
bagi semua orang,”

4.2.5. Tenaga Honorer yang dibantu oleh Karang taruna

(sumber: dokumentasi Peneliti)

Subjek penelitian kelima berasal dari kota batu yaitu Divia Famela
Novita,S.pd yang merupakan alumni S-1 pendidikan luar biasa di
Universitas Negri Malang ,usia subyek penelitian saat ini adalah 25 tahun,
Divia Famela Novita bertempat tinggal di Jl.Raya Kepuh Gg.1A/27 Kota
Malang saat ini sedang bekerja di pemerintahan kota batu dengan jabatan
pekerjaan sebagai Sekretaris Pribadi Kepala Dinas.diketahui informasi dari
subjek bahwa dalam pembagian tugas kerja memang dibedakan yakni ia
hanya mengerus keperluan-keperluan surat dari kepala dinas,tidak
diberikan pekerjaan-pekerjaan yang sama seperti pegawai yang lainnya

65
dikarenakan ia masih baru bekerja dipemerintahan Kota Batu pada tahun
2021 januari lalu sehingga ia memaparkan info yang ia ketahui.

1. Bagaimana kebijakan Pemerintah Kota Batu dalam Rekruitmen


pegawai penyandang difabel.
Untuk Kebijakan Pemerintah Kota Batu sendiri pada saat ini
yang dipaparkan oleh subjek bahwa pada awal mula pemerintah
membuka lapangan pekerjaan bagi CPNS yang dimana bisa untuk
merekrut penyandang difabel pada tahun 2020 akhir dengan kuota
hanya sekitar 1-2% saja.lalu untuk menyamaratakan tentang hak
ketenagakerjaan bagi para penyandang difabel disinilah muncul
kebijakan yang diberlakukan sendiri oleh Ibu Hj.Dewanti
Rumpoko,M.Si sebagai Walikota Kota batu yakni yang dimana
berawal dari Komunitas Shining Tuli sekitar bulan november-oktober
dengan diadakan agenda acara tentang rencana Hari Tuli Internasional
atau Hari Disabilitas Dunia. Dalam akhir rapat selesai ibu Hj.Dewanti
Rumpoko,M.Si memberikan sebuah kesempatan untuk para anggota
Komunitas Shining Tuli untuk bekerja di institusi Pemerintahan. Ibu
Hj.Dewanti Rumpoko,M.Si beliau sendiri yang memberikan opsi ke
beberapa anggota untuk bekerja di Instusi Pemerintah Kota Batu dan
memastikan siapa yang masih belum bekerja pada saat ini. Sehingga
dapat diketahui bahwa kebijakan Ibu Hj.Dewanti Rumpoko,M.Si
selaku Walikota Kota Batu dalam hal merekrut penyandang difabel
bisa melalui personal karena adanya hubungan kekerabatan tanpa
dilakukan adanya melalui tes tulis dan sebagainya.
‘’kami yang ditunjuk oleh Ibu Hj.Dewanti Rumpoko,M.Si
langsung diminta untuk bekerja di Pemerintahan Kota
Batu, kami hanya disuruh untuk melampirkan ijazah
kuliah,ktp,kk,sertifikat,foto dan riwayat hidup saja
.selanjutnya hal itu diteruskan oleh Kepala Dinas untuk
di tempatkan disposisi bidang apa’’

66
Untuk kebijakan yang diberlakukan oleh Ibu Dewanti selaku
Walikota Kota Batu dalam penyandang difabel yakni dengan tidak
mengaharuskan bahwa mereka harus S-1 akan tetapi d3 ataupun
lulusan SMA juga bisa asalkan mereka mau belajar dan mau
berkembang kedepannya untuk menuju perkembangan yang baru.
Sehingga sangat memberikan peluang yang sangat besar terhadap
rekan-rekan yang lainnya yang dimana memang pendidikan mereka
hanya lulusan D3 maupun SMA.

‘’saya menganggur dari tahun 2020 dan allhamdulillah


2021 saya sudah bisa bekerja disini(Pemerintah Kota
Batu) berkat bantuan dari Ibu Hj.Dewanti Rumpoko,M.Si
selaku Walikota Kota Batu. Banyak sekali sudah
teman-teman difabel yang bekerja disini ataupun yang
membuka usaha sendiri berkat bantuan program
kerja,pelatihan,nasihat dari Ibu Dewanti’’tegas Divia.

Dalam hal ini dapat dilihat otoritas kharismatik oleh Weber yang
dimiliki oleh Walikota Batu yakni ibu Hj.Dra.Dewanti Rumpoko,M.Si
karena beliau sebagai seseorang yang memiliki kekuasan yang tinggi
yang banyak disegani dan juga dapat membantu masyarakat kalangan
bawah .Ibu Hj.Dewanti Rumpoko,M.Si memiliki kharisma tersendiri
seperti dapat menggunakan kekuasaannya dengan baik dengan
memberikan arahan secara langsung kepada para penyandang
difabel.baik bagaimana cara-cara dalam mendengarkan aspirasi rekan-
rekan penyandang difabel dan juga memberikan nasihat-nasihat.

2. Bagaimana sistem pemerintahan Kota Batu dalam Rekruitmen


pegawai penyandang difabel.
Sistem pemerintahan Kota Batu dalam perekrutan penyandang
difabel yang ditegaskan oleh subyek dalam sistem Pemerintahan saat
ini yang dikendalikan oleh Ibu Hj.Dewanti Rumpoko,M.Si sudah
membantu para kaum difabel yang masih belum bekerja yakni dengan

67
adanya Dinas Sosial yang menaungi hal tersebut dapat membantu
kalangan-kalangan difabel dan juga Ibu Hj.Dewanti Rumpoko,M.Si
tidak segan-segan untuk turun langsung melihat kondisi dilapangan
dan untuk perekrutan CPNS pun sudah baik karena Pemerintah Kota
Batu merupakan salah satu instansi yang membuka lowongan bagi
penyandang difabel.subyek mengatakan bahwa para penyandang
difabel memang seharusnya bisa mendapatkan pekerjaan yang layak
sesuai dengan kondisi kemampuan dan pendidikan mereka.dapat
diketahui bahwa dalam konteks pekerjaan difabel masih sedikit
mendapatkan tempat pekerjaan dibandingkan dengan masyarakat
umumnya.
Di dukung dari berbagai aspek memang baik itu internal maupun
eksternal. Faktor dari internal yakni masih sering ditemui para
penyandang difabel yang masih menganggap dirinya tidak pantas
untuk dapat bekerja apalagi di dalam naungan instansi pemerintahan.
Namun disini Ibu Hj.Dewanti Rumpoko,M.Si Walikota Kota Batu
telah memberikan bantuan serta memberikan pesan bahwa dengan
memiliki kebutuhan khusus itu tidak menjadikan sebagai faktor
pengahalang sesorang untuk dapat melangkah maju untuk
kehidupannya. Dapat dikatakan bahwa keberanian walikota dalam
menjalankan kebijakannya untuk memperkerjakan para penyandang
difabel dapat diacungi jempol ujar divia.
3. Bagaimana pola (pattern/model) Dari sudut pandang pemerintah Kota
Batu dalam Rekruitmen pegawai penyandang difabel.
Dalam sudut pandang pun subjek mengatakan bahwa Pemerintah
sudah menjalankan proporsi nya sebagai Instansi yang telah
mewujudkannya Pemerintahan yang baik (Good Governance) yakni
dengan menjalankanya reformasi birokrasi dan juga Ibu Hj.Dewanti
Rumpoko,M.Si Walikota kota Batu sudah melakukan peran khusus
dengan tujuan untuk menjalankan fungsinya sebagai pemegang
kekuasaan. Mengharapkan untuk kedepannya Pemerintah serta
amanah dari Ibu Dewanti selaku Walikota Batu masih bisa membuka

68
lapangan pekerjaan yang luas agar para penyandang disabilitas yang
memang mempunyai keahlian di bidang tertentu memiliki prestasi dan
menyalurkan serta memberikan potensi yang besar terhadap
lingkungan yang luas.saat ini sinegritas untuk membuka lapangan
pekerjaan seluas-luasnya bagi penyandang disabilitas akan terus
diupayakan oleh Pemerintah Kota Batu.
Ditandai dengan adanya kerjasama antara Dinas Sosial dengan
karang taruna tentang penempatan dan juga akan pelatihan bagi
penyandang disabilitas kesepahaman ini merupakan sebuah komitmen
ibu Hj.Dewanti Rumpoko,M.Si Walikota Kota Batu dalam
memberikan kesempatan kerja dan juga perlakuan yang sama bagi
penyandang disabilitas.oleh karena itu Ibu Hj.Dewanti Rumpoko,M.Si
berusaha untuk memfasilitasi agar dapat memberikan sebuah
kesempatan kerja lebih luas kepada para penyandang difabel yang
disesuaikan dengan jenis dan derajat kecacatan,pendidikan,serta
kemampuan individu masing-masing. Dapat diartikan bahwa dalam
hal ini sudah ada kesadaran bersama karena para penyandang difabel
itu juga sepenuhnya tidak menuntut lebih hanya cukup
dikomunikasikan bersama dan mendapatkan tujuan yang sama.
4.2.6. Tenaga Honorer yang dibantu oleh Dinas Sosial dan Karang Taruna

(sumber:dokumentasi peneliti)

69
Subjek penelitian keenam berasal dari Kota Batu yaitu Nugrahaning
Riasih yang merupakan alumni S-1 probis di Universitas Negri Malang
,usia subyek penelitian saat ini adalah 28 tahun, Nugrahaning Riasih
bertempat tinggal di oro-oro ombo Batu saat ini sedang bekerja di
Pemerintahan Kota Batu dengan jabatan pekerjaan sebagai Sekretaris
pribadi bagian umum dan pengadmintrasi Kepala Dinas. Nugrahaning
Riasih atau biasa di panggil dengan sebutan akrab nining subjek yakni
lebih dahulu bekerja di Pemerintahan Kota Batu pada tahun 2018 –
sekarang dibarengi dengan teman-teman komunitas shining tuli lainnya.
Dalam hal ini pun nining mengatakan bahwa dalam kebijakan
pemerintahan ia juga dibantu oleh dinas sosial sama sperti rekan-rekan
lainnya.

1. Bagaimana Kebijakan Pemerintah Kota batu dalam sistem Rekruitmen


penyandang difabel.
Pada hal Kebijakan Rekruitmen pegawai penyandang difabel
Dinas Sosial pada awalnya tidak mengetahui adanya Komunitas
Shining Tuli tersebut,akhirnya dari pihak Ibu Hj.Dewanti
Rumpoko,M.Si selaku Walikota Kota Batu mengarahkan Dinas Sosial
untuk menghubungi kepala sekolah SLB Negri bumiaji untuk
menanyakan perihal apakah ada yang membutuhkan pekerjaan lalu
dari SLB sendiri menyarankan kepada Komunitas Shining Tuli
sehingga akhirnya Dinas Sosial memberikan naungan kepada karanga
taruna agar anggotanya dapat bekerja di instansi Pemerintahan.dalam
Kebijakan Pemerintah di bagian jobdesk pekerjaan diberikan sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing individu. Disini
Ibu Hj.Dewanti Rumpoko,M.Si memberikan lapangan pekerjaan bagi
para penyandang difabel dengan tidak membeda-bedakan segi
pendidikan sehingga ada beberapa teman-teman difabel yang bukan
dari lulusan S-1 pun bisa bekerja disini. "Saya sangat berterima kasih
kepada Ibu dewanti yang telah memberikan kesempatan membuka
lapangan pekerjaaan bagi jalur PNS maupun umum (honorer) khusus

70
bagi jalur disabilitas. Sehingga teman-teman saya juga dapat
berkesempatan bekerja disini," ungkapnya.
Otoritas kharismatik weber dalam hal ini mengacu pada
bahwasanya Ibu Hj.Dewanti Rumpoko,M.Si selaku Walikota Kota
Batu telah memiliki kemampuan-kemampuan yang mutu yang luar
biasa yang tidak banyak ditemukan oleh para pemegang kekuasaan
yang lain dimana beliau berani untuk membuka lowongan pekerjaan
bagi para penyandang difabel maupun yang berkebutuhan
khusus.disini Pemimpin yang Kharismatik meminta kabinet-kabinet
dibawahnya untuk hal kepatuhan ataupun dengan sukarela mengikuti
aturan-aturan yang telah ia buat atas dasar keunggulan personalnya
yang khusus.kepatuhan ini juga didasarkan oleh wibawa dan kharisma
yang dimiliki oleh pemegang kekuasaan tersebut.subyek mengatakan
bahwa baru kali ini Pemerintah Kota Batu yang saat ini dipimpin oleh
Ibu Hj.Dewanti Rumpoko,M.Si selaku Walikota Kota Batu yang
berani memberikan lowongan pekerjaan bagi para penyandang difabel
dan juga tidak melihat dari segi pendidikan.maka hal tersebut terlihat
bahwa mutu luar biasa yang berakaitan dengan wibawa dan juga
kharisma berlaku hanya satu generasi saja.
2. Bagaimana Sistem pemerintahan Kota Batu dalam Rekruitmen
pegawai penyandang difabel.
Dalam hal ini nining mengaku bahwa fasilitas kerja yang telah
diberikan oleh pihak kantor sudah sangat mendukung dan pekerjaan
yang diberikan tidak menambah beban bagi dirinya. tanpa adanya
perlindungan lebih dari Pemerintah maupun dukungan dari Dinas
Sosial ,kami para kaum penyandang cacat ini rentan terhadap
perlakuan diskriminasi, terlebih terhadap pemenuhan hak-hak.maka
dari itu, sistem Pemerintahan dengan mengandalkan Dinas Sosial
untuk menjabat tangani para kaum difabel masih sangat dibutuhkan
pada saat ini. yang membedakan dalam sistem perekrutan pegawai
difabel ialah dari yang CPNS mereka melalui tes langsung sesuai
dengan persyaratan yang sudah di tentukan dengan tanpa adanya

71
campur tangan Ibu Hj.Dewanti Rumpoko,M.Si sedangkan dari yang
umum(honorer) disini sangat dibantu oleh dari Ibu Hj.Dewanti
Rumpoko,M.Si sendiri yang mengarahkan.
3. Bagaimana pola (pattern/model) Dari sudut pandang pemerintah Kota
Batu dalam Rekruitmen pegawai penyandang difabel.
Minimnya peluang kerja dan seringnya terjadi penolakan dalam
proses rekruitmen pekerjaan yang dialami oleh penyandang difabel tak
jarang membuat para penyandang difabel putus asa sehingga jika
dilihat dari sudut pandang Pemerintahan, nining menegaskan bahwa
Pemerintah sudah memperhatikan Salah satu hak penyandang Difabel
yang tidak luput untuk diperjuangkan yakni hak ketenagakerjaannya
dimana Pemerintah Kota Batu sudah berani membuka lapangan
pekerjaan setidaknya bagi para penyandang difabel setidaknya 2%
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan dan Kebijakan Ibu Hj.Dewanti Rumpoko,M.Si selaku
Walikota menjalankan program pemberdayaan terhadap para
penyandang difabel yang dimana hal ini terlepas dari sistem
pemerintahan dalam artian bahwa Ibu Hj.Dewanti Rumpoko,M.Si
menjalankan program ini tanpa adanya sistem Pemerintahan di
belakangnya.

4.3. Analisis Teori

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa Dinas Sosial dan


karangtaruna sangat berperan dalam hal membantu menyuarakan hak-hak
para difabel untuk mendapatkan hak ketenagakerjannya.hal ini
sebagaimana telah didukung dalam Undang-undang Republik Indoneisa
1945 (UUD 1945) dalam pasal 28 D ayat (2) telah mengatur,bahwa setiap
orang berhak mempunyai dan mendapat imbalan serta mendapatkan
perlakuan yang adil juga layak dalam hubungan bekerja,setiap orang tanpa
adanya terkecuali,termasuk penyandang disabilitas. Pasal ini dapat
dijadikan sebagai salah satu dasar untuk mendapatkan kesetaraan peluang,
yang kini kerap menjadi isu bagi Penyandang Disabilitas. Pasal ini juga

72
dapat menjadikan sebagai dasar untuk peraturan perundang-undangan
yang berada di bawahnya untuk selalu memberikan ruang bagi para
Penyandang Disabilitas untuk mendapatkan kesetaraan Dalam
Mempekerjakan penyandang difabel sesuai dengan kompetensi yang telah
dimiliki hak ini merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan
oleh perusahaan negara, perusahaan swasta, maupu instansi pemerintah.
Namun, masih ada saja kasus yang justru mempersulit langkah
penyandang disabilitas dalam memperoleh pekerjaan layak. Masih banyak
yang beranggapan bahwa difabel tidak dapat mengerjakan suatu pekerjaan
seperti orang awam pada umumnya.padahal, mereka mempunyai hak dan
kedudukan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
Pemerintah Kota Batu telah menjalankan Undang-Undang (UU)
No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Dalam UU tersebut
mengatakan bahwa perusahaan ataupun instansi yang memiliki jumlah
pegawai 100 orang ataupun lebih, maka wajib mempekerjakan satu persen
penyandang difabel.  formasi pegawai bagi penyandang difabel bukanlah
sebuah keistimewaan, akan tetapi merupakan pengakomodasian yang
wajar karena keterbatasan penyandang difabel. Dalam hal ini dapat
dikatakan birokrasi menurut max weber bahwa sistem Pemerintahan Kota
Batu merupakan menjadi sebuah bentuk Sebagai agen pelayanan
masyarakat ,yang dimana dapat dikatakan sebagi birokrasi publik.disini
peneliti menyinggung terkait birokrasi yang dimana birokrasi tersebut
adalah merupakan sebuah pelaksanaan kekuasaan yang dijalankan oleh
para administrator yang profesional. Atau juga birokrasi merupakan
Pemerintahan yang diduduki oleh para pejabat.dalam penegertian
ini,pejabat yang memiliki kekuasaan dapat untuk mengatur dan
menjalankan sesuatu. Birokrasi seringkali disebut sebagai kekuasaan para
elit pejabat.
Maka dari itu Pemerintah perlunya menerapkan tentang birokrasi yang
dimana nantinya Bahwa reformasi birokrasi sebenarnya merupakan
kesempatan emas (Golden Opportunity) bagi pemerintah untuk tetap
mempertahankan kekuasaannya dan juga dapat membenahi birokrasi.

73
Kesempatan tersebut harus sangat dimanfaatkan secara optimal oleh
pemerintah untuk melakukan perubahan mendasar terhadap kehidupan
birokrasi. Dalam hal ini Pemerintah Kota Batu sudah menjalankan
birokrasi pemerintahannya sesuai dengan Undang-Undang tentang
ketenagakerjaan yang dimana Pemerintah Kota Batu telah berani dan
memeberikan sejumlah lapangan pekerjaan bagi para kaum penyandang
difabel.
Dalam pembahasan ini jika dikaitkan dengan teori Birokrasi max
weber maka Pemerintahan Kota Batu menggunakan legitimasi kekuasaan
Charismatic authority (Otoritas karismatik) yang dimana dalam sistem
otoritas karismatik ini para pengikut seperti kabinet-kabinet dan
bawahanya dengan sukarela untuk mengikuti aturan-aturan yang telah
dibuat oleh Ibu Hj.Dewanti Rumpoko,M.Si (pemimpin) ,disini pemimpin
yang mempunyai otoritas kekuasaan akan sangat mudah untuk
mengendalikan kekuasaanya serta mempimpin para kabinet-kabinet
dibawahnya dimana pemimpin inilah yang melakukan sesuatu tanpa ada
sistem dibaliknya (Pemerintah),Ketika individu keluar dan melakukan hal
yang dilakukan diluar pemerintahan hal itu yang menunjukan bahwa ia
memiliki otoritas kharismatik.Karena dengan adanya sikap yang dimiliki
oleh pemimpin tersebut dapat menjadikan sosok yang sangat disegani dan
dipatuhi atau bahkan juga dapat menjadikan sebuah panutan bagi para
pengikutnya. Otoritas disini dimaksudkan sebagai kekuasaan yang dimana
diyakini legitimasinya. Otoritas sendiri dimaksudkan sebagai sebuah
kekuasaan yang sah yang telah diberikan dari lembaga masyarakat yang
dimana dapat memungkinkan bahwa para pejabat yang memiliki
kekuasaan dapat menjalankan fungsinya. Birokrasi sendiri merupakan tipe
organisasi yang dimana digunakan oleh pemerintah untuk pelaksaan tugas-
tugas yang bersifat spesialisasi di dalam sistem Pemerintahan khususnya
oleh apartur Pemerintah. Disini Pemerintahan Kota batu menjalankan
otoritasnya sebagai pemegang kekuasaan yang dimana dipimpin oleh
Walikota yang menjalankan fungsi. lalu dibawahnya terdapat kabinet-

74
kabinet dibawahnya hingga yang paling rendah yang dimana semua itu
sudah diatur oleh peraturan negara.
Sebuah perusahaan atau sebuah instansi pemerintah yang dimana
mereka memperkerjakan penyandang difabel maka akan memberikan
sebuah manfaat bagi sektor perusahaan lain yang memperkerjakannya,
manfaat tersebut yaitu dimana memperkerjakan penyandang difabel berarti
sebuah perusahaan atau instansi tersebut mengelola tenaga kerja yang
beragam,termasuk juga para pekerja penyadang disabilitas.hal tersebut
dapat dikatakan sebagai faktor utama dalam efisiensi,ini diperkuat dari
pernyataan wawancara subjek dari ibu Suprapti bahwa mereka bekerja
dengan semangat dan sangat menghargai waktu dalam pekerjaanya.
Sehingga dapat dikatakan bahwa produktifitas dan keberhasilan secara
menyeluruh dalam merekrut pegawai penyandang difabel.sehingga apabila
penyandang difabel memperoleh hak kesempatan dalam bekerja,maka
dapat dikatakan keuntungan yang dapat diperoleh intansi tersebut ialah
produktivitas yang baik,tingkat kehadiran yang jauh lebih baik karena
penyandang disabiltas cenderung royal pada sebuah perusahaan yang
merekrutnya dan memperkerjakan penyandang difabel dapat memberikan
citra publik yang lebih baik dan meningkatkan semangat di tempat kerja.

75
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan dari hasil temuan penelitian peneliti dapat mengambil


kesimpulan bahwa peran karang taruna dalam Komunitas Shining Tuli
telah memberikan advokasi atau sebuah bantuan terhadap para
penyandang difabel,karena sudah berhasil melibatkan penyandang difabel
masuk dalam instansi pemerintahan dan dapat dikatakan karang taruna dan
Komunitas Shining Tuli telah menjalankan fungsinya sebagai CBO
(comunity based organization ). Dalam hal ini Komunitas Shining Tuli
berani untuk melibatkan anggotanya masuk ke dalam forum-forum
Pemerintahan.
Pemerintahan Kota Batu telah menjalankan fungsinya sebagai
pemegang kekuasaan yang dimana telah membuka lowongan pekerjaan
bagi para penyandang difabel untuk bekerja dalam instansi pemerintahan
melalui CPNS untuk mendapatkan lapangan pekerjaan yang layak,Ibu
Hj.Dewanti Rumpoko,M.Si selaku Walikota Kota Batu telah menjalankan
wewenangnya dalam otoritas kharismatik karena sifatnya yang
khusus,sehingga para kabinet dibawahnya menjadi patuh dan taat, yang
dimana hal ini memonjolkan dimana Ibu Hj.Dewanti Rumpoko,M.Si
selaku Walikota Kota Batu dapat membangun dan mempertahankan
hubungan yang baik dengan lingkungan sekitar yang secara konsisten
membuat individu lain merasa lebih baik atas dasar diri mereka sendiri
untuk dapat menuangkan aspirasinya.Dinas Sosial Kota Batu telah
memberikan wadah fasilitas pelatihan kepada para penyandang difabel hal
ini bertujuan agar untuk menumbuhkan motivasi serta inovasi penyandang
difabel untuk dapat terus berkarya,karena hal ini dapat membantu modal
mereka untuk terjun ke dunia kerja.disini Walikota Kota batu telah

76
mampu memberikan capaian ukuran sebuah efektivitas berdasarkan
indikator dengan tercapinya sebuah tujuan dan perubahan yang nyata.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil dari penelitian, dalam proses rekruitment kerja


untuk para disabilitas di kota batu dapat disimpulkan sudah sangat bagus.
Hubungan komunikasi dan kerjasama antara forum-forum difabel,
karangtaruna, dan pemerintah daerah setempat sudah berjalan dengan
sangat baik, sehingga semua aspirasi dari kaum difabel dapat terserap
dengan baik melalui program-program pemerintah. Saran yang dapat
disampaikan dalam penelitian ini yaitu agar tetap mempertahankan
komunikasi dan kerjasama yang telah dijelaskan sebelumnya agar untuk
kedepannya semua aspirasi maupun inovasi yang berkaitan dengan kaum
difabel dapat tetap terserap dengan baik. Disini Pemerintah Kota Batu
diupayakan agar masih berkomitmen agar terus membuka lowongan
pekerjaan bagi penyandang disabilitas baik untuk kuota CPNS maupun
bagi kuota honorer.

77
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Moleong, Lexy, J. 2018. Metodologi penelitian kualitatif. bandung:PT Remaja


Rosdakarya

Ngadasih,Pengertian dan teori-teori klasik birokrasi


(http://repository.ut.ac.id/4223/1/IPEM4317-M1.pdf)

Robert,Yin,K.2014. Studi Kasus&Desain Metode.Malang:Rajawali Pers

Sugiyono, ,Metode Penelitian Kuantitatif,kualitatif,dan R&D.Bandung:Alfabeta


bandung

Jurnal

Astutik Fitri Puji,Pambudi Handoyo “ Pilihan Rasional Pemilik Perusahaan


Kosmetik Merekrut Difabel”.vol.7 No.3 tahun 2019 Hal.3-6

Gemini Purinami,Nurliana Cipta Apsari,Nandang Mulyana “ penyandang


disabilitas dalam dunia kerja”.vol,1. No,3 tahun 2018 Hal.234-244

Midkholus Surur”Birokrasi Weberian:Propotional approach” jurnal politik dan


sosial Kemasyarakatan vol.11 No.2 tahun 2019 Hal.89

Mutiah Anti Azmi,Puji Astutik”Peran Komunitas Sahabat Difabel Dalam


Pemenuhan Hak Ketenagakerjaan Ppenyandang Difabel Kota Semarang”jurnal
Ilmu Pemerintahan,Vol.7 No.2 tahun 2018 Hal 1-7

Priscyllia Fanny”Kajian Hukum Terhadap Fasilitas Pelayanan Publik Bgai


Penyandang Disabilitas” vol.5 No.3 tahun 2016 Hal.1-6-110

Setyawati Meita” Daya Juang Mengahadapi Diskriminasi Kerja Pada


penyandang Tuna Daksa” jurnal Ilmiah Psikologi,Vol.5 No.1 tahun 2017 Hal 56-
57

Internet

78
Istilah-istilah kedisabilitasan
(https://mediadisabilitas.org/uraian/ind/artikel11#:~:text=Definisi
%20Lain,yang%20berarti%20cacat%20atau%20ketidakmampuan) diakses
pada tanggal 05 november
2020,14.48https://ppid.batukota.go.id/Penyandang cacat?penyandang
disabilitas? (sd.ac.id/pusat/psibk/2018/09/16/cacat-atau-disabilitas/) diakses
pada tanggal 05 november 2020,14.55

Penyandang Disabilitas (https://pug-pupr.pu.go.id/_uploads/PP/UU.%20No.


%208%20Th.%202016.pdf ) diakses pada tanggal 05 november 2020,14.31

Said Hamzali”Reformasi Birokrasi” (aidhamzali.wordpress.com/catatan-kuliah-


ip-2010-umy/reformasi-birokrasi/)diakses pada tanggal 05
november2020,15.51

Simmanira Henry”Rekruitmen(recruitmen)karyawan:definisi,tujuan,ptoses dan


sistem rekrutmen” (http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/11/rekrutmen-
recruitment-karyawan-definisi.html) diakses pada tanggal 05 november
2020,15.12

Undang-undang 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan


(https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-13-2003-ketenagakerjaan )
diakses pada tanggal 05 november 2020, 15.26

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1997


(file:///C:/Users/LENOVO/Downloads/Undang-Undang-tahun-1997-04-
97.pdf )diakses pada tanggal 05 november 2020,14.59

Undang-undang negara Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1997 tentang


“penyandang cacat” (file:///C:/Users/LENOVO/Downloads/Undang-
Undang-tahun-1997-04-97%20(1).pdf )diakses pada tanggal 05 november
2020,14.26

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2016


(ugpupr.pu.go.id/_uploads/PP/UU.%20No.%208%20Th.%202016.pdf)
diakses pada tanggal 05 november 2020,14.31

79

Anda mungkin juga menyukai