Oleh Kelompok 5
Fazri Al Hafiidh – 1406619074
Muhammad Iqbal Prakasa – 1406619070
Rafli Lamani – 1406619080
Yoga Maulana – 1406619033
Disusun Oleh:
Telah melaksanakan tugas KKL di Desa Cibitung, Kabupaten Subang, Jawa Barat pada
tanggal 17-21 Juni 2022. Adapun rincian kegiatan terangkum dalam laporan ini.
i
Hormat Kami,
Penulis, Penulis,
Penulis, Penulis,
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
iii
3.3 Dinamika Kegiatan Wisata di Kawasan Curug X.....................................................34
3.3.1 Sebelum Masa Pandemi.....................................................................................35
3.3.2 Saat Masa Pandemi............................................................................................37
3.3.3 Fase Pemulihan Wisata......................................................................................38
3.4 Pembagian Kerja Keluarga.......................................................................................39
3.4.1 Peran Anggota Keluarga untuk Mengelola Objek Wisata Curug X..................40
3.4.2 Hambatan dalam Melaksanakan Peran..............................................................42
3.5 Strategi Komersialisasi..............................................................................................44
3.5.1 Pembebasan Lahan............................................................................................45
3.5.2 Pembangunan Infrastruktur Objek Wisata Curug X......................................... 46
3.5.3 Upaya Pemasaran Objek Wisata Curug X.........................................................47
3.5.4 Hambatan Dalam Mengkomersialisasikan Curug X.........................................52
3.5.5 Kawasan Curug X sebagai Daya Tarik Wisata di Desa Cibitung.....................53
BAB IV PENUTUP..............................................................................................................57
4.1 Kesimpulan................................................................................................................57
4.2 Saran..........................................................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................60
BIODATA PENULIS............................................................................................................ 62
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Wisata alam adalah salah satu jenis wisata yang memiliki potensi besar di Indonesia,
karena kekayaan dan keindahan suasana alamnya yang tidak terhingga dan jumlah
peminat jenis wisata tersebut juga memiliki angka yang tinggi. Wisata alam yang indah
tentunya dapat dimanfaatkan oleh sektor pariwisata sebagai salah satu kawasan wisata
alam yang dapat dinikmati oleh seluruh wisatawan. Tentu saja harus tetap
memperhatikan dari segi pengelolaan dan pengembangan dari kawasan wisata alam
tersebut agar tetap lestari. Kawasan wisata alam saat ini merupakan jenis wisata yang
paling terkenal dan banyak disukai semua kalangan. Jenis wisata ini memiliki daya tarik
dan manfaat tersendiri bagi para pengunjungnya. Wisata alam biasanya menjadi salah
satu andalan suatu daerah untuk menarik para wisatawan.
Salah satu bentuk wisata alam adalah berupa curug atau biasa dikenal dengan air
terjun. Destinasi wisata alam curug atau air terjun merupakan salah satu objek wisata
yang cukup digemari dan digandrungi oleh berbagai kalangan masyarakat. Oleh karena
itu, masyarakat yang memiliki kesadaran akan potensi yang dimiliki oleh Curug berusaha
mengkomersialisasikan Curug dan menjadikan Curug sebagai objek wisata yang
memiliki nilai ekonomis dan dapat memberikan keuntungan bagi mereka.1
Salah satu curug di Desa Cibitung, Kabupaten Subang yang memiliki potensi dan
dikomersialisasikan adalah kawasan Curug X. Wisata Curug X sendiri merupakan salah
satu objek wisata di Desa Cibitung yang memiliki keindahan, keunikan, dan keberagaman
pesona pariwisata. Curug yang dibuka pada tahun 2015 ini dimiliki oleh satu keluarga
yang merupakan penduduk lokal Desa Cibitung. CI selaku pemilik Curug X dan anak
sulungnya DS membuka Curug X ini sebab mendapatkan saran dari seorang pengunjung
yang berasal dari Malaysia. Ia mengatakan curug X ini memiliki potensi untuk menarik
kunjungan wisatawan. Salah satu potensi yang dapat menarik daya tarik wisatawan untuk
mengunjungi Curug X ini dikarenakan banyaknya Curug dalam satu kawasan ini. Oleh
karena itu, Mereka pun akhirnya melakukan pembenahan terhadap Curug X, sekaligus
1
Rully Gustyana, dkk, “Pengembangan Potensi Objek Wisata Curug Anggrek Oleh Pemerintah Desa
Karangnunggal Kecamatan Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya Volume” 5, No. 1, 2020, hlm. 38 (Diakses
pada, 25 Juni 2022)
1
menyediakan segala sarana dan prasarana penunjang, dan merawat area sekitar Curug X
dengan tujuan untuk mengkomersialisasikannya.
Komersialisasi dari Curug X ini pun dilakukan secara bertahap, mulai dari menebang
dan membereskan tanaman-tanaman liar yang ada agar orang-orang lebih leluasa Ketika
berjalan hingga membangun beberapa segala sarana dan prasarananya. Setelah semua itu
selesai, barulah penetapan harga bagi wisatawan diberlakukan dan curug Xl sendiri resmi
menjadi objek wisata.
Komersialisasi dari Curug X yang dilakukan oleh keluarga ini pun mendatangkan
beragam keuntungan bagi keluarga pemilik Curug X ini. Tidak hanya melalui tiket
masuk untuk ke Curug X ini, mereka juga memperoleh keuntungan dari warung maupun
makanan dan minuman yang mereka dagangkan di wisata Curug X ini. Meskipun
demikian, di awal pandemi pada awal 2020 Curug X ini mengalami penurunan jumlah
wisatawan yang signifikan dan menyebabkan wisata Curug X ini ditutup hingga tahun
2022, sebelum akhirnya kembali dibuka lagi belakangan ini.
Semenjak pandemi terdapat beberapa sarana dan prasarana yang terdapat di Curug X
tersebut mengalami kerusakan yang dikarenakan sarana dan prasarana tersebut tidak
terurus selama pandemi. Saat ini, mereka juga tengah mencoba membangun dan
mengkomersialisasikan kembali wisata Curug X. Tidak hanya memikirkan bagaimana
cara mengembalikan beberapa sarana dan prasarana yang mengalami kerusakan akibat
tidak mendapatkan selama masa pandemi, tentunya mereka juga harus memikirkan
bagaimana cara untuk mengatasi permasalahan yang terdapat pada kawasan Curug X
tersebut.
Hal tersebut dikarenakan wisata Curug X masih memiliki permasalahan, yang salah
satunya adalah permasalahan terkait strategi pengelolaan. Untuk memperbaiki strategi
pengelolaan, perlu diketahui beberapa masalah dan potensi pada kawasan tersebut
sehingga dapat membuat strategi pengelolaan yang lebih baik dan dapat meningkatkan
angka pengunjung tanpa merusak keseimbangan ekosistem di dalamnya dan menjadi
pariwisata berkelanjutan. Beberapa aspek yang harus diperhatikan adalah aksesibilitas,
sarana dan prasarana, sumber daya manusia, daya tarik, dan promosi. Sedangkan dari
sudut pandang aspek pariwisata berkelanjutan adalah konservasi, partisipasi masyarakat,
ekonomi, dan infrastruktur. Apabila semua permasalahan ini dapat diatasi, tentunya tidak
menutup kemungkinan mereka dapat mengembalikkan wisata Curug X agar kembali
2
ramai dikunjungi wisatawan sehingga mereka dapat kembali mengkomersialisasikan
wisata Curug X tersebut.
Curug merupakan salah satu objek kenampakan alam yang berpotensi berkembang,
bertumbuh, dan semakin besar mendorong kegiatan perwisataan alam yang diminati
banyak orang. Daya tarik curug tak ayal mampu mendatangkan wisatawan untuk
berkunjung menikmati keindahan dan kesegaran air curug. Kesempatan untuk
mengembangkan potensi curug agar bermanfaat dan memberi keuntungan bagi segelintir
orang ataupun masyarakat sekitar telah menjadikan kenampakan alam satu ini tidak
sekadar hanya keindahan alam biasa. Namun kebermaknaannya telah bergeser, sebab
sebagian orang yang mengenal potensi curug menjadikan salah satu kenampakan alam ini
sebagai komoditas wisata.
Ada berbagai macam jenis wisata, misalnya wisata buatan, budaya, dan alam. Pada
kondisi ini curug yang dikomersialisasikan menjadi wisata alam merupakan bentuk
perpadauan antara sumber daya alam dan ekosistem baik dalam bentuk asli (alami)
maupun perpaduan buatan manusia. Sebab demikian pengelolaan wisata alam curug
sedikit banyaknya mengubah lingkungan alami curug. Di Desa Cibitung, Subang
dianugerahi potensi alam berupa curug-curug yang tersebar di berbagai dusun. Salah satu
kawasan curug yang berlokasi di Dusun Cicalung, merupakan curug yang dimiliki dan
dikelola oleh satu keluarga. Kawasan Curug X penyebutannya demikian merupakan area
yang meliputi beberapa curug yang dimiliki keluarga tersebut dalam satu kawasan yang
sama.
Kawasan yang dahulunya masih sangat alami dan sulit terjamah manusia lambat laun
dibenahi dan dirapikan, mengkonsepkan objek wisata yang ramah bagi berbagai kalangan
dengan dibangunnya berbagai macam sarana dan prasarana. Pihak pengelola curug
melakukan pembangunan berbagai sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan
perwisataan. Tujuannya memberi kenyamanan, keamanan, dan kesan yang baik bagi
wisatawan yang berkunjung pada objek wisata tersebut, sekaligus dalam rangka upaya
komersialisasi curug. Hal demikian sangat membantu menaikkan popularitas curug,
sehingga objek wisata tersebut dapat menarik minat kunjungan wisatawan.
3
Berdasarkan pendeskripsian rumusan masalah di atas untuk memfokuskan ruang
lingkup pembahasan maka penulis merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
Berdasarkan rumusan masalah yang sudah ditetapkan oleh penulis, maka tujuan yang
ingin dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dijelaskan di atas, manfaat penelitian dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pustaka atau referensi
untuk penelitian ilmiah sejenis yang berguna dalam pengembangan ilmu terkait
komersialisasi wisata curug oleh pemilik objek wisata curug, khususnya yang dimiliki
oleh segelintir pihak, misalnya institusi keluarga. Dalam hal ini pengembangan objek
wisata curug tentu tak terlepas dari usaha-usaha yang dilakukan segelintir pihak tersebut..
Sebagai pengembang mereka memastikan langkah yang strategis dalam rangka
memaksimalkan potensi-potensi curug. Oleh karena itu memahami upaya komersialisasi
sekaligus prosesnya menjadi penting untuk melihat sejauh mana hasil atau kemajuan yang
diterima pemilik curug.
4
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberi tinjauan positif, baik untuk
pemerintah daerah, organisasi desa, masyarakat setempat, terkhusus pemilik objek wisata
curug. Pengembangan dan pengelolaan curug yang dilakukan oleh segelintir pihak
seterusnya perlu memerhatikan upaya-upaya pengembangan wisata curug agar dapat
dilakukan secara terarah, terencana, dan tersistematis yang kedepannya curug diharapkan
memberi nilai ekonomis yang menguntungkan. Terkait pengoptimalan kondisi demikian
sejatinya akan berimplikasi pada gairah perwisataan dan selanjutnya berpengaruh pada
proses pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial terutama untuk pemilik curug, dan
berpotensi memberi dampak yang lebih luas lagi.
5
penelitian ini menjelaskan terdapat kekuatan dan kelemahan Curug Cipeuteuy sebagai
hasil dari analisa pengembangan pengelola curug.
Penelitian kedua yang menjadi referensi adalah penelitian yang dilakukan oleh Ida
Parida dengan judul “Strategi Pengembangan Wisata Alam di Wana Wisata Curug
Citambur KPH Cianjur.” Penelitian ini bermaksud untuk mengungkapkan strategi-strategi
yang dijalankan pihak pengelola sebagai langkah untuk melakukan pengembangan,
promosi, dan menuai kemajuan, serta memperkuat rencana-rencana dalam rangka
mewujudkan perwisataan alam yang ramah dikunjungi semua kalangan. Hasil dari
penelitian menunjukkan bahwa kemenarikan dan kekuatan pada objek wisata ini berupa
curug yang memiliki tiga tingkatan, tersedia berbagai spot selfie yang bagus, pengunjung
dapat melakukan berbagai kegiatan seperti memancing, berenang, terapi ikan, dan mandi
di bawah air terjun, serta kegiatan lain yang bisa dilakukan seperti camping ground,
tracking, sepeda gantung, dan wahana penelitian.
Sementara kekurangan yang perlu menjadi perhatian pihak pengelola yaitu akses jalan
menuju lokasi wisata yang rusak, kurangnya sarana berupa toilet, pusat informasi dan
petunjuk arah yang minim, manajemen ticketing yang kurang baik, kurangnya tempat
penginapan dan kebersihan lokasi. Merespon hal tersebut strategi pengembangan yang
dijadikan rekomendasi peneliti adalah dengan meningkatkan atraksi yang ada dan bisa
membuat atraksi baru yang kreatif agar bisa bersaing dengan obyek wisata lain; 2)
2
Yudha Sujadmoko Saputra dkk. “Pengembangan Taman Wisata Curug Cipeuteuy di Resort Bantaragung Seksi
Pengelolaan Taman Nasional (Sptn) Wilayah II Majalengka Taman Nasional Gunung Ciremai.” Journal Nusa
Sylva. Vol 12. No 2. 2012. Hal 47-60 (Diakses pada, 25 Juni 2022)
6
Perbaikan dan perawatan sarana dan prasarana; 4) Meningkatkan promosi; 5)
Memaksimalkan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Tenaga Kerja Profesional. 3
Sementara penelitian ketiga yang menjadi referensi adalah penelitian yang berjudul
“Analisis Faktor Daya Tarik Wisata Curug Kembar Binuang di Desa Raksabaya
Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis” yang ditulis oleh Eet Saeful Hidayat, dkk.
Penelitian tersebut bermaksud untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat
membuat wisatawan tertarik untuk mengunjungi curug Kembar Binuang. Dalam suatu
objek wisata agar wisatawan dapat merasa puas dalam menikmati perjalanannya, maka
objek wisata harus meliputi adanya atraksi wisata, amenitas, dan aksesibilitas.
Atraksi wisata merupakan pusat dari industri pariwisata yang mampu menarik
wisatawan untuk berkunjung ke objek wisata. Atraksi wisata sendiri meliputi keindahan
alam, iklim dan cuaca yang mendukung, kebudayaannya yang memiliki keunikan, serta
kulinernya. Sedangkan Amenitas merupakan berbagai fasilitas penunjang para wisatawan
yang terdiri dari infrastruktur jalan, pos jaga, toilet umum, warung jajanan, mushola, dll.
Dalam hal ini hampir semua fasilitas pendukung di obyek wisata Curug Kembar Binuang
Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis sudah tersedia dengan cukup baik. Sedangkan
Aksesibilitas berhubungan dengan segala jenis transportasi, jarak atau kemudahan
pencapaian suatu objek wisata. Serta unsur pendukung lainnya (pelaku industri
pariwisata, masyarakat dan institusi pengembangan) yang membentuk sistem yang
sinergis dalam mencapai target kunjungan wisatawan. Aksesibilitas sendiri meliputi hal-
hal seperti transportasi, papan petunjuk arah, pemandu usaha, dan sumber informasi.
3
Ida Parida. “Strategi Pengembangan Wisata Alam di Wana Wisata Curug Citambur KPH Cianjur”.
Wanamukti. Vol 24. No 1. 2021. Hal. 42-44, (Diakses pada, 25 Juni 2022)
7
Sementara kekurangan yang harus dibenahi oleh pihak pengelola curug Kembar
Binuang maupun pihak desa Raksabaya adalah masih adanya beberapa hambatan yang
dihadapi pemerintah desa dalam pengembangan obyek wisata Curug Kembar Binuang,
diantaranya penataan dan pengelolaan tempat obyek wisata masih belum optimal karena
adanya keterbatasan anggaran, sarana dan prasarana yang masih terbatas, kurangnya
promosi objek wisata dan transportasi menuju objek wisata yang masih terbatas. 4
Tinjauan penelitian sejenis yang kami gunakan sebagai referensi cukup membantu
peneliti sebagai sumber sekunder penelitian. Tulisan tersebut sekiranya menambah
pengetahuan dan wawasan terhadap fokus pada pengembangan objek wisata curug, serta
menampilkan parameter-parameter terkait bagaimana curug dikomersialisasikan guna
menjadi objek wisata yang optimal dan menarik bagi kunjungan wisatawan.
Daya tarik wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan
ke suatu daerah tujuan wisata. Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki
keunikan dan keindahan yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
Menurut Midelton dalam Basyira dan Hasan Abdul Rozak, daya tarik wisata alam, daya
tarik wisata bangunan, daya tarik wisata budaya, dan daya tarik wisata sosial.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang
kepariwisataan bahwa Daya Tarik Wisata bisa dijelaskan sebagai segala sesuatu yang
mempunyai keunikan, kemudahan, dan nilai yang berwujud keanekaragaman, kekayaan
alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau kunjungan para
wisatawan. Sedangkan dalam undang-undang nomor 9 tahun 1990 tentang
kepariwisataan disebutkan bahwa Daya Tarik Wisata adalah suatu yang menjadi sasaran
wisata, yang terdiri dari beberapa hal, yaitu:
1 Daya Tarik Wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang terdiri dari keadaan alam,
flora dan fauna;
4
Eet Saeful Hidayat dkk. “Analisis Faktor Daya Tarik Wisata Curug Kembar Binuang di Desa Raksabaya
Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis”. Jurnal Moderat. Vol 4. No 4. 2021. Hal 877-879, (Diakses pada, 25
Juni 2022)
8
2 Daya Tarik Wisata hasil karya manusia yang terdiri dari museum, peninggalan
sejarah, seni dan budaya, wisata agro, wisata buru, wisata petualangan alam, taman
rekreasi, dan kompleks hiburan; dan
3 Daya Tarik Wisata minat khusus, merupakan suatu hal yang menjadi daya tarik
sesuai dengan minat dari wisatawannya seperti berburu, mendaki gunung, menyusuri
gua, industri dan kerajinan, tempat perbelanjaan, sungai air deras, tempat-tempat
ibadah, tempat ziarah dan lain-lainnya
Division of Labour atau pembagian kerja adalah konsep ekonomi yang menyatakan
bahwa adanya pembagian tugas yang memungkinkan pekerja dapat fokus pada tugas
tugas-tugas tertentu. Secara singkatnya, pembagian kerja dapat dipahami sebagai konsep
spesialisasi pekerjaan dalam suatu masyarakat. Secara historis, peningkatan pembagian
kerja dikaitkan dengan pertumbuhan perdagangan, dan peningkatan kompleksitas proses
industri. Konsep dan implementasi pembagian kerja telah diamati dalam budaya Sumeria
(Mesopotamia) kuno, di mana penugasan pekerjaan di beberapa kota bertepatan dengan
peningkatan perdagangan dan saling ketergantungan ekonomi. Pembagian kerja
umumnya juga meningkatkan produktivitas produsen dan pekerja individu.5
Dalam konsep Division of Labour juga terdapat 4 jenis pembagian kerja, diantaranya
sebagai berikut:
1. Pembagian tugas yang sederhana, yang berarti pembagian orang dalam masyarakat
menurut pekerjaan. Dalam hal ini setiap orang memilih dan mengambil jenis
pekerjaan tertentu yang tertentu yang dirasa paling cocok bagi dirinya.
2. Pembagian tugas yang kompleks, yakni ketika seluruh pekerjaan dalam suatu
komunitas dibagi menjadi proses yang berbeda dan setiap proses diberikan kepada
orang yang berbeda.
55.
Rodriguez-Clare, A. (1996). “The division of labor and economic development.” Journal of Development
Economics, 49(1), 3-32.(Diakses pada, 8 November 2022)
9
3. Pembagian tugas menjadi sub-proses, yakni ketika proses yang kompleks dibagi
menjadi sub-proses dan kemudian pekerjaan tersebut selesai.
4. Pembagian tugas wilayah atau geografis, yakni Ketika suatu tempat atau wilayah
khusus industri tertentu atau dalam produksi komoditas tertentu.
Dalam mendirikan usaha, seperti yang dilakukan oleh keluarga CI yakni usaha wisata
alam berupa curug, pada umumnya tidak dapat dikerjakan sendirian dan tentunya harus
memiliki tim yang terdiri dari beberapa orang untuk menjalankan beberapa tugas yang
harus dikerjakan. Oleh karena itu, tentunya konsep Division of Labour ini sesuai dengan
fenomena pembagian kerja satu keluarga pemilik Curug X. Dimana setiap anggota
keluarga memiliki peran dan tugasnya masing-masing untuk melaksanakan pekerjaannya.
Sang anak perempuan biasanya menjaga warung sebelum wisatawan mengakses ke Curug
X, sang anak laki-laki sebagai pengelola Curug X sekaligus pemandu wisatawan, sang
ayah sebagai pemandu, dan ibu dari perempuan menjaga lahan.
6
Sigrid Martina dkk, “Pola Komersialisasi Teh Hijau pada Industri Hospitality : Pandangan Pelaku Usaha.”
Sadar Wisata: Jurnal Pariwisata, Volume 3 No. 1 Juni Tahun 2020 (Diakses pada, 30 Juni 2022)
7
Wahab, R. (2014). “Metodologi penelitian kualitatif.” (Diakses pada 1 Juli 2022)
11
Dalam sub bab desain pendekatan naratif ini berisi terkait dengan alasan kami
memilih metode pendekatan naratif, bagaimana metode penelitian yang akan kami
lakukan, bagaimana teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dengan
pendekatan naratif, dan bagaimana kami mengolah dan menganalisis data hasil penelitian
kualitatif dengan pendekatan naratif tersebut. Adapun untuk desain penelitian yang kami
lakukan, kami memilih pendekatan naratif dalam metode penelitian kualitatif karena
dalam pendekatan naratif memiliki konteks pendekatan yang dalam terhadap subjek
penelitian. Fokus pendekatan naratif terhadap satu atau beberapa subjek membuat pola
pendekatan dapat dilakukan lebih spesifik dan terangkat secara maksimal.
Adapun dalam menempuh penelitian tersebut, dapat dilakukan dengan bebrapa cara
yaitu pada pendekatan pertama yang digunakan dalam penelitian naratif adalah
membedakan tipe penelitian naratif melalui strategi analisis yang digunakan oleh
pengarang seperti yang dijelaskan Polkinghorne dalam Cresswell, menyebutkan strategi
tersebut menggunakan paradigma berpikir untuk menghasilkan deskripsi tema yang
kemudian akan menggenggam sekaligus menyelimuti cerita atau sistem klasifikasi tipe
cerita. Analisis naratif ini menekankan peneliti untuk mengumpulkan deskripsi peristiwa
atau kejadian dan kemudian mengkonfigurasikannya ke dalam cerita menggunakan
sebuah alur cerita. Sedangkan dalam metode pendekatan kedua yaitu menekankan kepada
ragam bentuk yang ditemukan dalam praktik-praktik penelitian naratif seperti kajian
biografi, otobiografi, sejarah hidup, cerita pengalaman, sejarah lisan, ataupun kajian
naratif.
Dalam hal ini kami menggunakan tipe pendekatan pertama yaitu dengan
mengumpulkan berbagai kisah dan pengalaman yang dialami subjek penelitian dengan
berfokus pada empat orang individu yang menjadi subjek penelitian kami. Adapaun ke
empat informan tersebut merupakan satu keluarga pemilik kawasan Curug X, Cibitung,
Subang.
Penelitian ini dilakukan di Desa Cibitung, Kab. Subang, Jawa Barat, tepatnya
berlokasi di Dusun Cicalung, kawasan objek wisata alam Curug X. Terletak sekitar 2,2
km ke arah selatan Balai Desa Cibitung. Penelitian yang kami lakukan berlangsung
selama 5 hari yaitu pada tanggal 17-21 Juni 2021. Selama waktu tersebut peneliti
12
melakukan proses penelitian dengan berbagai tahapan metode penelitian kualiattif yang
ditempuh.
1.7.4.1 Observasi
8
M. Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, (Yogyakarta: Gelora Aksara
Pratama, 2009), hlm. 91
13
Observasi atau pengamatan adalah suatu kegiatan turun langsung ke lapangan untuk
memeriksa dan mengamati secara langsung hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik
pelaku, tempat/lokasi penelitian, kegiatan yang dilakukan oleh pelaku, dan peristiwa
yang terjadi di lokasi penelitian.9 Peneliti melakukan observasi dengan berkunjung ke
objek wisata Curug X kemudian mengamati lingkungan fisik berupa akses jalan, sarana
dan prasarana, lingkungan alam, dan karakteristik curug. Observasi dilakukan untuk
memahami informasi yang lebih akurat, sehingga peneliti dapat menyampaikan hasil
temuannya sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan. Data yang diperoleh melalui
observasi langsung mencakup deskripsi yang berkaitan dengan ruang fisik kawasan
tersebut, lingkungan sekitar yang terhubung, aktivitas dan perilaku masyarakat, serta
semua kemungkinan interaksi baik di dalam maupun luar kelompok yang kami teliti.
1.7.4.2 Wawancara
Teknik wawancara dalam pengumpulan data kualitatif merupakan salah stau metode
yang digunakan untuk memperoleh informasi secara mendalam dan terperinci. Proses
wawancara dilakukan oleh peneliti secara langsung dan lisan dengan dibantu pedoman
wawancara yang sudah peneliti siapkan sebelumnya. Panduan wawancara yang
digunakan berisi gambaran terkait pertanyaan yang akan diteliti. Selain itu wawancara
dilakukan secara tidak terstruktur, dengan kata lain bersifat fleksibel, peneliti dapat
mengubah urutan pertanyaan, susunan kata, melongkap, atau menambah pertanyaan
selama wawancara. Teknik wawancara ini sangat membantu peneliti dalam menggali
informasi secara cepat, namun tetap dapat dipertanggungjawabkan.10
14
mengambil foto objek, subek, dan lokasi penelitian, serta rekaman video. Sementara
jalannya wawancara dikumpulkan melalui rekaman suara, dan catatan notulensi secara
tertulis, yang pada tahap berikutnya data tersebut dituliskan keseluruhan lalu disortir agar
data atau informasi sesuai dengan kebutuhan penelitian.11
Penelitian ini dalam prosesnya, setelah mengumpulkan data yang dibutuhkan, langkah
terpenting berikutnya adalah menganalisis data tersebut. Analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif dengan pendekatan naratif yang
didukung oleh penelitian kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian ini. Semua data
dalam penelitian ini yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumen
pendukung lainnya yang akan dimaknai dimaknai sebagai abstraksi dan cara berfikir.
Analisis sosiologi untuk memahami perilaku ekonomi masyarakat desa akan digunakan
dalam studi ini.
Sistematika penulisan yang baik tertuang melalui sistem penelitian yang tersistematis,
runtun, rapi, dan sesuai dengan kaidah-kaidah formal penulisan ilmiah yang baik dan
benar. Penelitian ini berisikan empat bab, yang antara satu dengan yang lainnya ditulis
secara konsisten dan terfokus pada pembahasan kajian penelitian. Penelitian yang
dituliskan secara sistematis diharapkan memudahkan pembaca dalam memahami
penelitian dan menjadi rujukan untuk penelitian serupa lainnya. Bab I merupakan bagian
pendahuluan, terdiri dari berbagai poin-poin bahasan yaitu latar belakang penelitian;
rumusan masalah yang berisi pertanyaan penelitian; tujuan penelitian; manfaat penelitian
yang dibagi menjadi manfaat teoritis dan manfaat praktis; tinjauan pustaka yang diperoleh
melalui penelitian sejenis dalam lingkup kajian komersialisasi objek wisata curug;
kerangka konseptual sebagai sebagai kerangka berpikir penelitian secara sosiologis;
metode penelitian dengan pendekatan penelitian naratif yang pengumpulan datanya
diperoleh melalui observasi, wawancara, dan studi kepustakaan; tenik analisis data; serta
terakhir adalah sistematika penulisan.
11
Farida Nugrahani, Ibid, hlm. 110.
15
bab pembahasan. Pada sub bab pertama membahas konteks sosio spasial Desa Cibitung,
ini meliputi penjelasan mengenai profil desa, kondisi geografis, dan kondisi sosial
ekonomi masyarakat. Pada sub bab kedua secara umum berfokus pada konteks sosial
kepariwisataan curug, ini meliputi penjelasan mengenai pariwisata curug di Desa
Cibitung, keadaan umum kawasan Curug X, lokasi dan akses kawasan Curug X, potensi
wisata kawasan Curug X, dan terakhir kegiatan pariwisata kawasan Curug X.
Bab III penelitian berisikan temuan lapangan dan pembahasan sehingga bab ini
merupakan penjelasan untuk menjawab pertanyaan penelitian berkaitan komersialisasi
wisata Curug X oleh satu keluarga. Pada pembahasan sub bab pertama penulis
mendeskripsikan profil-profil pemilik curug yang pemiliknya adalah satu keluarga yang
tinggal di area kawasan curug tersebut. Sub bab ini menjelaskan status pendidikan dan
status pekerjaan empat individu pemilik Kawasan curug X. Sub bab kedua membahas
dinamika kegiatan wisata di Kawasan Curug X yang penulis kategorikan berdasarkan
perbedaan kondisi dan aktivitas curug pada kurun waktu tertentu, yakni pada sebelum
munculnya pandemi Covid-19, saat masa pandemi Covid-19, dan fase pemulihan wisata.
Sub bab ketiga penulis membahas pembagian kerja dalam keluarga untuk
mengkomersialisasi dan mengelola kawasan Curug X, penentuan tugas berdasarkan peran
individu yang ditentukan pada posisinya di keluarga. Sub bab ini meliputi penjelasan
tentang peran anggota keluarga untuk mengelola curug, dan hambatan dalam
menjalankan peran-peran tersebut. Sub bab keempat penulis membahas strategi
komersialisasi yang dilakukan guna memanfaatkan potensi curug sebagai daya tarik
wisata. Mencakup penjelasan mengenai upaya pembebasan lahan, pembangunan
infrastruktur, pemasaran objek wisata, hambatan dalam pengomersialisasian curug, dan
kawasan curug x sebagai daya tarik wisata di Desa Cibitung.
Bab IV berisikan penutup, ini merupakan bab terakhir dalam penelitian, menjelaskan
kesimpulan dan saran terkait hasil penelitian yang telah dipaparkan. Pada bab ini, penulis
membuat kesimpulan mengenai temuan dan hasil penelitian yang diperoleh secara rinci
dan terstruktur. Selanjutnya pada bagian saran, penulis akan menyampaikan harapan dan
rekomendasi berdasar pada hasil penelitian yang telah dijalankan.
16
BAB II
2.1 Pengantar
Bab ini merupakan deskripsi yang merangkum penjelasan terkait konteks sosial
kepariwisataan Desa Cibitung, Subang. Merupakan pemaparan yang secara garis besar
diajukan untuk memprofil Desa Cibitung sehingga upaya memahami karakteristik lokasi
penelitian. Pada bab ini penulis membaginya menjadi 2 sub bab pembahasan sesuai
dengan kebutuhan penelitian dan hasil riset penulis. Pertama penulis berupaya
mendeskripsikan konteks sosio-spasial Desa Cibitung, pemarannya tetap berfokus pada
keadaan atau aspek-aspek sosial yang dimiliki desa Cibitung. Pada bagian ini secara
lebih rinci penulis menjelaskan gambaran umum mengenai Desa Cibitung, penulis
memaparkan profil desa, kondisi geografis, dan kondisi sosial ekonomi.
Konteks Sosio Spasial Desa Cibitung lebih mengarah pada aspek sosiologi
lingkungan dimana daya tarik wisata memiliki keunikan, mulai dari keunikan objek,
subjek, dan budaya yang diwariskan, sehingga menjadi kekayaan daerah yang berpotensi
bernilai menguntungkan. Desa Cibitung, merupakan daerah yg terletak di Kabupaten
Subang, merupakan salah satu daerah di Provinsi Jawa Barat yang memiliki potensi
sumber daya alam yang melimpah terutama untuk bisa diarahkan pada kegiatan
pariwisata. Secara morfologi Desa Cibitung berada pada daerah perbukitan yang terletak
17
pada ketinggian 700-800 meter di atas permukaan laut dengan suhu subtropis 19-24
derajat celcius. Wilayahnya yang terletak di antara perbukitan banyak menyimpan
berbagai destinasi wisata alam yang menarik berupa curug. Bila dilakukan pengelolaan
dan pengembangan wisata yang baik, curug di Desa Cibitung berpotensi memberi
kebaikan untuk mendorong kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat yang lebih
merata.
Desa Cibitung merupakan desa di kecamatan Ciater, Subang, Jawa Barat, Indonesia.
Memiliki luas 924 HA, Wilayah Cibitung meliputi 4 dusun: Cibitung, Cicalung, Citepus,
dan Sukanagara yang terbagi dalam 6 RW dan 23 RT. Jarak ke pusat ibu kota kabupaten
adalah 26 km sedangkan jarak ke ibu kota kecamatan adalah 4 km. Wilayah Desa
Cibitung berbatasan dengan Desa Palasari di sebelah barat, berbatasan dengan
Kecamatan Cisalak di sebelah timur, dengan Desa Cibeusi untuk sebelah selatan, serta
berbatasan dengan desa sanca pada bagian utara. Struktur masyarakat Desa Cibitung
menurut data pada tahun 2012 didominasi oleh jumlah angkatan usia produktif sebesar
2.473 orang dari total jumlah penduduk 2.897 orang. Tingkat pertumbuhan penduduk
masih berada pada kisaran 1 – 1,5 % dengan tingkat mortalitas kurang dari 1%.12
Cibitung tergolong desa asri yang masih didominasi dengan lingkungan perkebunan dan
persawahan. Mata pencaharian mayoritas masyarakatnya adalah petani dan petani buruh,
tak heran jika cibitung adalah penghasil sayuran terbaik seperti tomat, cabe, mentimun
dan komoditas lainnya. Sebagian kecil lainnya, warga memiliki mata pencaharian
sebagai pedagang, buruh, atau peternak. Untuk mengakomodasi kegiatan sosial ekonomi
warga terdapat beberapa kelembagaan yang masih aktif di desa Cibitung, diantaranya
adalah LPMD, RT/RW, dan PKK. semua kelembagaan ini berada dibawah Kepala Desa.
Cibitung secara demografis berlokasi pada daerah perbukitan yang berada di sekitar
ketinggian 700-800 meter di atas permukaan laut dengan suhu subtropis 19-24 derajat
celcius. Dengan kondisi tanah subur khas daerah perbukitan, Desa Cibitung ditanami
12
Moh. Asep Suharna, dan Amar Hamzah, “Pendampingan Pembukaan Pariwisata Baru Pada Bumdes Mekar
Sejahtera Desa Cibitung Menggunakan Metode Participatory Action Research,” Jurnal TUNAS: Jurnal Ilmiah
Pengabdian kepada Masyarakat, Vol 4 No 1, (November, 2022), hlm. 81-82. (Diakses pada, 15 Desember,
2022)
18
berbagai jenis pohon pelindung hutan yang berfungsi sebagai daerah resapan air. Luas
tanah perkebunan rakyat mencapai 105 hektar. Sedangkan sawah dan ladang mencapai
204 hektar dan permukiman seluas 15 hektar.13 Kondisi lingkungan perbukitan dengan
struktur tanah berbatu menyebabkan proses pengambilan air tanah menjadi kesulitan
tersendiri. Air bersih yang selama ini digunakan masyarakat bersumber dari mata air
pegunungan yang dialirkan dengan sistem gravitasi yang disalurkan melalui pipa atau
selang air ke setiap rumah tangga. Masalah tersebut menyebabkan pada beberapa lokasi
saluran pembuangan air limbah belum memenuhi standar minimal kesehatan. Dalam hal
ini keberadaan air bersih umum maupun MCK umum pada saat ini menjadi sebuah
prioritas kebutuhan.
Gambar 2.1
Su
mber: Google Maps, 2022
19
dikembangkan menjadi salah satu objek wisata alam unggulan, diantaranya adalah
kawasan Curug X, Curug Cisanca, dan Curug Bentang. Perlu menjadi perhatian adalah
kendala yang dihadapi untuk mengakses curug tersebut. Sulitnya akses menuju tempat
ini akibat terbatasnya moda transportasi umum yang bisa digunakan, sementara kondisi
jalan juga belum seluruhnya dalam keadaan baik, jalan yang sempit dan di beberapa titik
mengalami kerusakan menyebabkan masyarakat yang berasal dari maupun luar Desa
Cibitung mengalami kesulitan untuk mengakses curug tersebut. Selain itu objek wisata
juga masih minim dilengkapi penunjuk arah, fasilitas untuk mendukung kegiatan wisata,
dan hambatan promosi. Padahal bila pihak pengelola dan pemerintah desa memiliki
kebijakan terukur untuk mengorientasikan objek wisata curug, potensi curug untuk
dikembangkan agar menuai kemampuan yang lebih optimal akan mendorong
pembangunan desa dalam rangka kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Kondisi sosial ekonominya sangat dipengaruhi oleh keadaan geografis masyarakat itu
tinggal, sehingga akan menentukan sebaran mata pencaharian masyarakat sesuai dengan
potensi wilayah yang dioptimalkan. Mata pencaharian mayoritas masyarakat Desa
Cibitung Subang adalah petani dan petani buruh, tak heran jika cibitung adalah penghasil
sayuran terbaik seperti tomat, cabe, mentimun dan komoditas lainnya. Sebagian kecil
lainnya, warga memiliki mata pencaharian sebagai pedagang, buruh, atau peternak.
Aspek kehidupan sosial Warga Desa Cibitung secara umum merupakan menganut pola
hubungan paternalistic, dimana kaum laki-laki mengambil peran lebih banyak dalam
setiap persoalan kehidupan sehari-hari.
Sekalipun demikian partisipasi perempuan tetap lebih dominan dalam hal kegiatan
yang berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas kesehatan. Hubungan di antara
lembaga lokal dapat dikatakan cukup kondusif dengan indikator tingkat partisipasi
mereka dalam proses pelaksanaan program bisa dikatakan berjalan dengan baik. Norma
sosial kemasyarakatan dan keagamaan menjadi dasar yang kuat dalam perilaku
kehidupan sehari-hari yang berimplikasi pada budaya gotong royong dan keramah
tamahan.
20
2.3 Konteks Sosial Kepariwisataan Curug
Wisata curug ini menjadi salah satu daya tarik wisata yang dimiliki Desa Cibitung.
Potensi curug ini gilirannya dapat diupayakan terus berkembang agar dapat menjadi
salah satu pemasukan bagi perekonomian Desa Cibitung. Bila hal tersebut dapat
dioptimalkan masyarakat, potensi wisata yang memadai ini akan berkontribusi pada
kesejahteraan masyarakat. Konteks sosial kepariwisataan Desa Cibitung akan
menjelaskan poin-poin penting mengenai gambaran umum wisata Curug di Cibitung,
diantaranya pariwisata curug di Desa Cibitung, lokasi dan akses Kawasan Curug X,
keadaan umum kawasan Curug X, potensi wisata kawasan Curug X, dan kegiatan
pariwisata Curug X
Wisata yang bernuansakan alam cenderung banyak dimiliki oleh desa-desa yang
memiliki lingkungan masih asri, dengan kata lain belum banyak tersentuh modernisasi
pembangunan. Desa memang memiliki ciri khas topografi yang membedakannya dengan
karakter perkotaan, morfologi yang ditampilkan oleh pedesaan umumnya berupa
hamparan perbukitan atau pegunungan dengan hutan-hutan produksi atau hutan lindung
di bagian lerengnya. Wilayah tersebut umumnya banyak dialiri sungai-sungai yang
berasal dari mata air pegunungan. Salah-satu kenampakan alam yang dihasilkan dari
jatuhnya air sungai ke tempat yang lebih rendah dinamakan air terjun, atau dalam budaya
kebahasaan masyarakat sunda disebut sebagai Curug.
Kabupaten Subang, merupakan salah satu daerah di Provinsi Jawa Barat yang
memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah terutama yang bisa diarahkan untuk
kegiatan pariwisata. Potensi objek wisata yang ada di Kabupaten Subang, di antaranya di
Desa Cibitung. Secara morfologi Desa Cibitung berada pada daerah perbukitan yang
terletak pada ketinggian 700-800 meter di atas permukaan laut dengan suhu subtropis 19-
24 derajat celcius. Wilayahnya yang terletak di antara perbukitan banyak menyimpan
berbagai destinasi wisata alam yang menarik berupa curug.
Sedikitnya terdapat tiga wisata alam curug yang ada di Desa Cibitung. Ketiga curug
ini berada pada lokasi yang tidak berjauhan, hal ini bisa disebabkan karena curug berasal
dari sumber mata air yang sama. Curug tersebut diantaranya Curug Bentang, Curug
21
Cisanca, dan kawasan Curug X yang didalamnya meliputi tiga curug dengan
karakteristik curug yang berbeda.
Curug Bentang yang terletak di perbatasan Dusun Banceuy, Desa Sanca. Curug
Bentang adalah sebuah air terjun yang masih memiliki air jernih dan belum tercemar, dan
biasa digunakan oleh warga sekitar untuk memancing dan wisata air. Merupakan curug
yang diapit tebing sehingga dengan debit aliran curug yang cukup. besar. Curug ini
dipenuhi tumbuhan hijau di sekelilingnya dan banyak bebatuan yang ada di aliran
sungainya. Kendala yang dihadapi oleh Curug Bentang adalah sulitnya akses menuju
tempat ini karena buruknya kondisi jalan yang ditunjukkan dengan jalan yang berbatu
dan curam serta kurangnya petunjuk arah, sehingga menyulitkan orang yang berasal dari
luar Desa Cibitung untuk mengunjungi Curug Bentang
Curug Cisanca, bukan hanya sekedar menawarkan pesona air terjun saja, terdapat
beberapa konten wisata lainnya yang akan memanjakan para pengunjung. Saat ini wisata
Curug Cisanca Subang sudah tertata, meskipun belum 100% namun sudah layak untuk
dikunjungi, apalagi saat cuaca sangat mendukung. Pengunjung akan disuguhi
pemandangan indah khas pedesaan, curug yang masih alami ini dikelilingi pepohonan
hijau yang menawarkan nuansa kesejukan. Curug ini juga cocok untuk pengunjung yang
suka berswafoto. Curug Cisanca Subang menjadi salah-satu pesona, dan mahakarya di
kaki Gunung Tangkuban Perahu yang sangat melegenda.
Curug lainnya yang terdapat di Desa Cibitung adalah kawasan Curug X yang
merupakan lokasi penelitian yang penulis lakukan. Curug yang terletak di Dusun
Cicalung ini juga tidak kalah indahnya, menawarkan spot-spot asri di sepanjang
perjalanannya. Curug ini masih tergolong sepi pengunjung karena banyak masyarakat
sekitar Desa Cibitung yang belum memandang curug ini sebagai objek wisata yang
potensial, selain Curug Cisanca dan Curug Bentang.
22
sedang diusahakan baru pada sampai setengah jalan, artinya perbaikan dan pembenahan
belum dilakukan menyeluruh di semua kawasan curug. Salah satu yang tengah dalam
proses pembenahan yaitu akses jalan, dengan melakukan perbaikan pada kontur tanah
dan membuat undakan selayaknya anak tangga agar pijakan dapat dilalui dengan mudah.
Berbicara mengenai potensi objek wisata tentu dapat dioptimalkan kalau dalam arah
pengembangannya memiliki rancangan, tujuan, dan upaya partisipatif yang jelas.
Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup,
mengacu pada arti pemerintah desa juga mempunyai tugas dan kewenangan untuk lebih
bisa memanfaatkan dan melihat potensi sumber daya alam. Termasuk dalam
pengembangan potensi objek wisata, maka bersama pihak pengelola, pemerintah desa
juga harus lebih kreatif dalam mengembangkannya, seperti membuat daya tarik wisata
meningkat serta menjadikan kawasan objek wisata yang menguntungkan dari segi
ekonomi, terutama untuk menunjang pendapatan asli desa (PADes) dan menguntungkan
bagi masyarakat desa. Tetapi yang menjadi kendala adalah belum adanya partisipasi dari
pemerintah desa untuk bersama dengan pihak pengelola kawasan Curug X. Strategi
pengembangan curug yang optimal dengan dukungan berbagai sumber daya yang
maksimal menjadi proses menuju perubahan untuk menjadi lebih baik. Dilakukan secara
bertahap sesuai dengan arah tujuan yang terencana sesuai arah pengembangan
berkelanjutan. Bila hal tersebut bisa diimplementasikan perencanaan kawasan Curug X
berpotensi mampu menarik minat wisatawan untuk mengunjunginya, sebab peningkatan
dan perbaikan kondisi wisata, ini akan memberikan nilai ekonomi yang menguntungkan.
Kawasan Curug X merupakan curug yang dikelola oleh satu keluarga yang tinggal di
Dusun Cicalung, Desa Cibitung Subang. Akses untuk menuju kawasan Curug X ini
terbilang cukup sulit karena curug ini berlokasi di pedalaman desa dengan petunjuk jalan
dan akomodasi kendaraan yang kurang memadai. Lingkungan yang masih hijau di
sekitaran curug membuat kualitas udara di sekitar curug sangat sejuk sejuk dan asri.
Kawasan Curug X ini dikelilingi oleh tumbuhan yang besar dan cukup rapat, juga
terdapat beberapa lahan pertanian yang dapat dikunjungi oleh wisatawan. Kawasan
wisata Curug X memiliki beberapa curug dalam satu lokasi yang sama.
23
Gambar 2.1
Kawasan Curug X yang Masih Tampak Asri
Curug utama berada pada posisi yang paling dalam dengan tingkat kesulitan medan
yang bervariatif, namun semakin mendekati curug, akses jalan semakin curam dan licin.
Curug kedua tidak sedalam curug utama, namun akses yang masih sangat berbahaya
untuk dilalui. Pengunjung hanya bisa menikmati curug ini dari kejauhan karena memiliki
tingkat kemiringan dan kecuraman jalan yang berbahaya.
Untuk curug yang paling aman dikunjungi adalah curug ketiga merupakan curug
terluar yang ditemui dalam kawasan Curug X. Akses menuju curug inipun tergolong
landai dan bisa dilalui oleh berbagai kalangan wisatawan dengan aman. Arus dan aliran
air yang tidak deras membuat pengunjung di curug ini bisa bermain air, misalnya untuk
aktivitas berenang. Sementara kedua curug yang lainnya dilarang sebagai wahana untuk
berenang karena faktor arus yang sangat deras. Kawasan curug ini memiliki keunggulan
pada jumlah area yang memiliki lebih dari satu curug. Sehingga hal ini yang seharusnya
bisa dikelola lebih baik, pengunjung cenderung mendapatkan pengalaman yang lebih
mengesankan bila dapat mengunjungi lebih dari satu curug dalam waktu dan kawasan
yang sama. Selain itu di sekitaran Curug X juga dapat dijadikan tempat untuk berkemah
bagi wisatawan yang ingin merasakan nuansa pengalaman bermalam di sekitaran curug.
Kawasan Curug X merupakan curug yang berada di Dusun Cicalung, Desa Cibitung,
Kab. Subang, Jawa Barat. Curug X berjarak 2,2 km dari balai desa Cibitung, untuk jarak
ke pusat ibu kota kabupaten berjarak 28 km, sementara jarak ke ibukota kecamatan yang
berada di Ciater adalah 6 km. Bila dibandingkan dengan curug-curug yang lainnya yang
24
tergolong jauh lebih dekat dengan pusat desa.. Curug X ini merupakan di pinggiran
wilayah Subang karena faktor lokasi yang ditempuh perlu melewati banyak pepohonan
rapat, penerangan jalan yang sangat minim, dan jalan sempit yang jauh dari pusat
permukiman warga. Gambar 2.2
Akses Jalan Menuju Kawasan Curug X
25
untuk sekedar berswafoto atau bermain menjadi di curug lebih banyak. Selain curugnya
yang dapat dijadikan sebagai objek untuk berswafoto dan bermain, di sekitaran Curug X
juga dapat dijadikan tempat untuk berkemah bagi wisatawan yang ingin merasakan
tinggal di sekitaran curug.
Namun sayangnya, dengan letak lokasinya yang jauh dari pusat desa, bahkan kota
membuat curug X ini tidak banyak diketahui oleh wisatawan luar kota. Berdasarkan
wawancara yang dilakukan dengan salah satu pengelola curug X juga dikatakan bahwa
promosi yang dilakukan sangat terbatas, yakni hanya melalui media social facebook dan
konten YouTube yang di upload oleh wisatawan.
“Kalau promosi sih ada mas, di Facebook kita promosiin itu, kalau selain di Facebook
memang belum. Oh iya terkadang, ada juga tuh wisatawan yang berkunjung kesini,
terus dia rekam dan diupload di YouTube-nya di, ya lumayan kebantu juga sih dari
situ mas,” terang DS14
Gambar 2.3
Banner sebagai Penunjuk Arah Menuju Curug
14
Wawancara dengan DS (28), Pemilik Curug, 18 Juni 2022.
26
karena jalan menuju curug yang masih tanah sehingga kondisi jalannya licin. Selain itu,
juga tidak terdapat pegangan tangan di pinggir-pinggirnya sehingga membuat wisatawan
harus sangat berhati hati jika ingin mengunjungi Curug X. Hal tersebut membuat potensi
wisata Curug X sebagai daya tarik wisata alam cukup dipertanyakan.
Curug menawarkan panorama keindahan alam yang memukau, keasrian wisata alam
curug merupakan daya tarik bagi wisatawan. Nuansa lingkungan yang natural dianggap
sebagai keutamaan curug untuk mendorong jumlah wisatawan yang hendak mencari
wisata alam sebagai destinasi liburannya. Keindahan, keunikan, dan fasilitas yang
ditawarkan wisata curug membuat objek wisata alam ini mampu bersaing dengan wisata
alam lainnya seperti kebun teh, camp ground, taman bunga, hutan pinus, dan sebagainya.
Bahkan curug sudah memiliki kelompok peminatnya sendiri, wisatawan yang senang
mengunjungi curug cenderung memiliki hobi berpetualang. Kawasan curug yang terletak
di dalam pedesaan sampai di kaki pegunungan membuat wisatawan perlu mengeluarkan
ekstra tenaga untuk menjangkau tempat tersebut. Sesampainya di lokasi curug, ada hasrat
kepuasan yang muncul setelahnya, wisatawan menganggap usaha dan daya yang
dikeluarkan menjadi sepadan setelah merasakan kesegaran dan kesejukan air curug.
Apalagi curug kerap menghadirkan nuansa yang tenang, jauh dari hingar bingar
kebisingan, sehingga menjadi sangat cocok untuk melepas penat setelah sepanjang waktu
melakukan rutinitas.
Curug yang berada di Desa Cibitung Subang, kawasan Curug X memiliki lokasi yang
cukup tersembunyi. Meskipun begitu terdapat lebih dari tiga curug dalam satu kawasan
yang sama. Curug tersebut berada di dalam lembah, sehingga wisatawan perlu menuruni
susunan anak tangga dengan hati-hati untuk mencapainya. Untuk mencapai ketiga curug
tersebut, wisatawan perlu menyusuri arah yang berbeda, masing-masing memiliki
kesulitan aksesnya tersendiri.
“Di kawasan ini memang terdapat banyak curug, setiap curug punya keunikannya
masing-masing, tapi yang paling sering dikunjungi ya curug ini (curug pertama).
Kalau mau ke curug ini sebaiknya kabari saya, nanti biar saya antar, karena jalannya
juga masih belum rapi,” ucap DS dengan logat sundanya yang kental.15
15
DS, Ibid.
27
Gambar 2.4
Curug Utama di Kawasan Curug X
Curug utama berada pada posisi yang paling dalam dengan tingkat kesulitan medan
yang bervariatif, namun semakin mendekati curug, akses jalan semakin curam dan licin.
Pada beberapa titik akses jalan masih cukup berbahaya sebab belum dilakukan
pembenahan pada bagian tepi dan susur jalan yang dilewati. Curug kedua tidak sedalam
curug utama, namun akses yang masih sangat berbahaya untuk dilalui. Dari kejauhan
curug ini memiliki tingkat kemiringan dan kecuraman yang sedikit lebih berbahaya dari
curug pertama. Membutuhkan persiapan fisik, mental, dan alat-alat memadai untuk bisa
menjangkau curug ini. Gambar 2.5
Curug Kedua di Kawasan Curug X
28
“Kalau ini (curug kedua) memang kita belum bisa kesana, lihat dari sini aja, kalau
turun terlalu beresiko. Niatnya mau dirapikan dulu, tapi masih secara bertahap dari
atas dulu,” ujaranya DS sambil menunjuk.16
Terakhir curug ketiga, merupakan curug terluar yang ditemui dalam kawasan Curug
X. Ini adalah curug yang paling aman dikunjungi, selain membutuhkan waktu yang lebih
ringkas untuk mencapai curug ini, akses menuju curug inipun tergolong landai dan bisa
dilalui oleh berbagai kalangan wisatawan dengan aman. Curug ini tidak setinggi kedua
curug yang sebelumnya, oleh karenanya debit air yang jatuh juga tidak terlalu besar,
membuat pengunjung di curug ini bisa bermain di tepian atau di aliran sungainya.
Gambar 2.6
Curug Ketiga di Kawasan Curug X
Tidak banyak kegiatan bisa dilakukan pengunjung ketika berada di kawasan curug ini.
Kendati demikian curug identik dengan aktivitas bermain airnya, kegiatan berenang
sangat tidak direkomendasikan dilakukan di curug pertama dan kedua. Selain debit air
yang besar, dasar kolam pada kedua curug tersebut juga terkenal sangat dalam, sehingga
menjadi sangat berbahaya bila pengunjung bermain air atau berenang di curug tersebut.
Kegiatan yang memungkinkan dilakukan di curug tersebut hanyalah berfoto-foto, hal
tersebut juga perlu dilakukan dengan hati-hati, karena pijakan batu licin yang basah.
16
DS, Ibid.
29
Pengunjung perlu memilih tempat yang aman bila hendak mengabadikan foto, yaitu
tempat yang lebih tinggi dibanding dengan aliran curugnya dan agak menjauh dari
jatuhnya debit air. Praktis tidak banyak kegiatan yang bisa dilakukan di curug ini karena
faktor keamanan dan keselamatan, bila cuaca sudah mulai gelap pengunjung juga
diharapkan segera menjauh dari lokasi curug karena sewaktu-waktu curug bisa meluap
karena peningkatan debit air yang drastis.
“Pengunjung di sini sih paling kebanyakan foto-foto aja, nikmati udara segarnya.
Biasanya juga duduk-duduk sambil ngemil bawa makanan. Tapi kalau bisa berenang,
ada juga yang nyebur di sini (curug ketiga),” ujar pemuda berusia 28 tahun ini.17
Curug yang masih tergolong aman untuk dijadikan tempat bermain air dan berenang
adalah curug ketiga. Curug yang tidak terlalu tinggi ini memiliki debit air yang cukup
aman. Jatuhnya air tidak terlalu deras serta memiliki kolam yang cukup luas, membuat
kedalaman dari curug ini memungkinkan bagi pengunjung yang bisa berenang bermain
air langsung di bawahnya. Pengunjung juga bisa bermain air di aliran sungainya, aliran
air yang dangkal dan tidak deras cukup aman sekalipun pengunjung tersebut tidak bisa
berenang. Curug ini memang direkomendasikan bagi pengunjung yang hendak bermain
air, ditepiannya juga tersedia lahan yang cukup luas, jauh lebih aman dan nyaman berada
di curug ketiga ini baik untuk berenang maupun berswafoto.
Tidak jauh dari curug ini, tersedia lahan rerumputan yang cukup luas, meskipun masih
terdapat ranting dan bebatuan di lahan tersebut. Lahan ini tergolong masih sangat layak
untuk dijadikan tempat mendirikan tenda. Menurut penuturan DS lahan ini memang
diperuntukkan bagi wisatawan yang berencana bermalam di lokasi ini. Lahan ini bisa
menampung kurang lebih 5 tenda berukuran sedang, wisatawan yang bermalam di
tempat ini akan dikenakan biaya tambahan namun harganya tergolong sebanding dengan
pengalaman bermalam di area curug yang tergolong masih alami ini.
“Ada juga yang camping baru-baru ini, enggak banyak, paling semalaman aja. Kalau
camping bayar lagi untuk sewa lahannya, saya juga sediakan tenda dan kebutuhan
lainnya. Kalau camping paling jaga sikap aja, karena kalau udah terlalu malam saya
juga enggak bisa pantau terus,” sambungnya.18
30
senter, trash bag, selimut, dan sleeping bed. Hal tersebut DS persiapkan untuk
menunjang kenyamanan dan memberikan pelayanan optimal untuk para wisatawannya.
Meskipun tidak semua curug bisa aman dikunjungi, namun wisatawan akan terpuaskan
dengan pemandangan hijau, hawa sejuk, dan dinginnya air terjun di kawasan Curug X
ini. Namun yang perlu diperhatikan adalah sarana dan prasarana yang menunjang
kegiatan wisata di kawasan ini. Selain masih banyak yang perlu dibenahi dan dilengkapi,
aspek keselamatan menjadi satu hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan curug
ini kedepannya.
BAB III
31
UPAYA KOMERSIALISASI DAN DIVISION OF LABOUR OLEH PEMILIK
KAWASAN CURUG X
3.1 Pengantar
Penulis akan menjawab pertanyaan penelitian dalam bab tiga ini, berkaitan dengan
objek wisata berupa curug sebagai tempat yang dikomersialisasikan oleh suatu keluarga.
Pada pembahasan pertama, penulis akan mendeskripsikan profil keluarga dari pemilik
curug X terkait dengan status pendidikan dan status pekerjaan keluarga pemilik curug.
Kedua, penulis akan mendeskripsikan mengenai kegiatan apa saja yang terjadi dan
dilakukan di lokasi curug tersebut, baik pada masa sebelum pandemi Covid-19, saat
pandemi Covid-19, maupun ketika fase pemulihan setelah pandemi Covid-19
menerjang.
Ketiga, penulis akan membahas mengenai pembagian kerja yang harus dilakukan oleh
para anggota pemilik Curug X. Mulai dari peran Ci sebagai orang yang merawat curug
dan segala prasarananya, R menggarap lahan pertanian yang ada di curug, DS sebagai
orang yang memandu para wisatawan yang mengunjungi Curug X, dan SS sebagai orang
yang menjaga loket tiket dan menjaga warung yang ada di curug. Terakhir, penulis akan
membahas mengenai hal-hal apa saja yang ditemui oleh pemilik curug X selama
mengkomersialisasikan Curug X, yang meliputi cara-cara apa saja yang dilakukan oleh
keluarga pemilik curug dalam upaya mengkomersialisasikan Curug X tersebut, mulai
dari pembebasan lahan, pembangunan infrastruktur, pemasaran objek wisata, hambatan,
dan kawasan yang menjadi daya tarik wisata.
Wisata alam Curug X merupakan salah satu destinasi wisata tujuan wisatawan yang
terletak di Desa Cibitung, Kecamatan Ciater, Subang, Jawa Barat. Curug X sendiri
kepemilikannya dimiliki oleh satu keluarga/perorangan, yakni keluarga Bapak CI. CI
merupakan seorang kepala keluarga sekaligus sebagai orang yang membuka wisata
Curug X, dengan kata lain CI merupakan pemilik dari curug tersebut. Istri dari CI yakni
R sekaligus ibu dari Kedua anaknya, yakni DS dan SS. Dalam kesehariannya R
beraktivitas sebagai penggarap lahan pertanian dengan komoditas yang dihasilkan yaitu
padi. DS merupakan anak sulung dari pasangan CI dan R. Ia juga merupakan pemandu
wisata sekaligus pemilik Curug X. Bersama ayahnya, DS melakukan pengembangan dan
32
pembenahan Curug X. Hal tersebut dilakukannya hingga saat ini. Sedangkan anak anak
kedua dari pasangan CI dan R, sekaligus adik perempuan dari DS, yakni SS merupakan
penjaga warung sekaligus loket tiket untuk memasuki Kawasan Curug X.
Pendidikan yang diemban oleh keluarga bapa CI mayoritas tamat Sekolah Dasar. CI,
ibu R, dan DS, semuanya hanyalah seorang tamatan SD. Sedangkan anak perempuan
dari pasangan CI dan R yang bernama SS saat ini tengah menjalani masa pendidikannya
di tingkat 2 Sekolah Menengah Pertama (SMP).
“Kalau saya nggak banyak ngebantu buat mengelola curugnya, paling bersih-bersih
sekitar sini aja, rapihin tanaman. Kerjaan saya mah bertani aja buat makan
sekeluarga,” ungkap R.19
19
Wawancara dengan R (55), Istri CI (Pemilik Curug), 18 Juni 2022
33
DS sebagai anak sulung dari pasangan DS dan ibu R pada kesehariannya bekerja
sebagai pemandu curug dan mengawasi segala aktivitas yang dilakukan oleh wisatawan,
sekaligus memandu wisatawan untuk menuju ke berbagai lokasi curug. Ia juga
memastikan bahwa setiap wisatawan mendapatkan pelayanan terutama dari segi
keamanan dan keselamatan. Tugas tersebut ia lakukan dikarenakan kawasan curug
memang memiliki akses jalan yang cukup ekstrim dan berbahaya di beberapa titik lokasi,
sedangkan beberapa curug yang berada di kawasan tersebut juga memiliki tingkat
keamanan yang rendah akibat dari aliran air dan arus curug yang deras. Selain itu, ia juga
bekerja sebagai petani kebun, yaitu menanam buah dan sayur. Buah-buah yang biasa
ditanam seperti alpukat, jeruk, tomat, mangga, dan durian. Sedangkan sayuran yang biasa
ia tanam seperti kol, bayam dan kapulaga. Pada nantinya hasil panen dari tani kebunnya
tersebut ia jual ke pasar.
SS sebagai anak kedua dari pasangan CI dan R, sekaligus adik perempuan dari DS
dalam kesehariannya beraktivitas sebagai penjaga warung sekaligus bertanggung jawab
untuk loket tiket. Ia melayani pembeli atau wisatawan yang hendak membeli makanan
ringan atau minuman di warung, sekaligus juga melayani wisatawan dalam bertransaksi
pembayaran pada loket tiket.
Kawasan Curug X merupakan wisata alam curug yang sudah dibuka sejak tahun
2015. Terdapat banyak curug dalam kawasan wisata ini, Beberapa curug yang ada di
kawasan tersebut merupakan Curug yang paling sering dikunjungi, baik untuk aktivitas
bermain air, berswafoto, ataupun hanya menikmatinya dari kejauhan. Setiap curug
memiliki ciri khasnya masing-masing baik dari ketinggian curug, aliran sungai, kolam
curug, maupun tebing yang mengapit curug. Banyaknya curug dalam satu kawasan ini
menjadi salah satu daya tarik wisatawan untuk mengunjungi wisata alam curug ini.
Penulis membagi konteks terkait kegiatan wisata curug menjadi 3 bagian, yakni sebelum,
saat, dan setelah pemulihan pasca pandemi. Ini dikarenakan objek wisata Curug
mengalami berbagai keadaan berbeda pada kurun waktu tersebut.
“Dulu sebelum pandemi melanda curug selalu rame a, hampir tiap hari libur
pengunjung selalu ramai datang kesini, tetapi setelah pandemi melanda sekarang mah
pengunjung yang dateng pas hari libur dapat dihitung jari a tidak seperti sebelum
pandemi” ujar CI
34
Sebagaimana diketahui pandemi sangat berdampak terhadap kegiatan wisata. Setiap
wisata alam perlu beradaptasi dengan perubahan agar bisa bertahan di masa pandemi.
Malahan beberapa wisata alam perlu menutup aktivitas wisatanya, salah satunya wisata
alam di Curug X ini.
Sejarahnya curug ini pertama kali diketahui oleh wisatawan asal Malaysia yang
sedang berkunjung ke dusun Cicalung, mengetahui potensi yang baik terkait curug ini,
wisatawan tersebut meminta CI dan DS membuka curug ini sebagai objek wisata.
Akhirnya pada tahun 2015 curug ini dikomersialisasikan untuk pertama kalinya, sejak
dibuka curug mengalami pasang surut kenaikan wisatawan dan keadaan fisik area curug.
Komersialisasi curug dilakukan secara bertahap, artinya kenampakan alam yang nampak
tidak memiliki nilai guna ini diubah menjadi objek wisata alam, secara perlahan dengan
melakukan berbagai pembenahan dan perbaikan fisik. Pada gilirannya setelah proses itu
dilakukan, selanjutnya adalah melakukan penetapan harga, saat curug telah layak dibuka
menjadi objek wisata. Komersialisasi pada curug ini juga melibatkan jaringan-jaringan
masyarakat sekitar Dusun Cicalung, Desa Cibitung, dalam rangka untuk mempercepat
proses perapihan serta perawatan pada curug ini.
Pada awal mula curug dibuka, kawasan curug termasuk lokasi yang ekstrim. Pasalnya
pembenahan curug pada saat itu masih minim sekali dilakukan. Artinya lokasi curug
masih belum banyak terjamah tangan manusia. Lebatnya pepohonan dan semak, jalan
yang curam dan berlumpur, serta kesunyian lokasi curug membuat curug sulit diakses
pengunjung, hal ini berpengaruh terhadap gairah wisatawan yang datang ke lokasi curug.
Mengetahui lokasi curug yang perlu banyak melakukan pembenahan dan perapihan,
pihak pemilik dan pengelola curug secara bertahap melakukan pembenahan kawasan
curug. Upaya tersebut tentu menjadi salah satu cara yang dilakukan guna
mengkomersialisasikan curug.
Sebab Objek wisata alam tidak hanya menyajikan hamparan keindahan alam yang
indah serta alami, namun perlu memerhatikan kelayakan wisata alam, misalnya dalam
hal kenyamanan, keamanan, keselamatan, serta sarana dan prasarana penunjang kegiatan
wisata alam. Hal tersebut tentu menjadi perhatian yang serius bagi CI dan DS,
memastikan bahwa objek wisata curug banyak diminati oleh berbagai kalangan
35
wisatawan. “Pengunjung kalau mau liburan utamanya butuh suasana yang nyaman dan
aman, bagus ke kitanya juga jadi banyak pengunjung, jadi saling menguntungkan,” tukas
CI.”20
“Sebelum ada pandemi lokasi curug udah lumayan rapi dan aman, sedikit-sedikit saya
benahin sama anak saya. Ada pemasukan buat bikin fasilitas di sekitar curug, sembari
di buka. bertahap mulai dari jalannya yang dirapikan, di singkirkan kayu dan batu-
batu, buat saung juga, kemudian bikin wc. Ini kan penting biar pengunjung punya
kesan yang baik,” jelas CI yang juga ketua rt di Dusun Cicalung ini.21
20
Wawancara dengan CI (62), Pemilik Curug, 19 Juni 2022
21
CI, Ibid.
36
Masa pandemi menjadi masa-masa yang paling buruk bagi satu keluarga pemilik
kawasan Curug X ini. Pasalnya keterbatasan aktivitas wisata membuat kegiatan wisata
menjadi terhenti. Apalagi kebijakan untuk penghentian sementara aktivitas wisata sempat
diberlakukan. Akibat ini kegiatan wisata menjadi terhenti, pada awalnya kondisi ini
hanya terjadi sementara. Namun karena pengunjung yang datang ke curug semakin
menurun bahkan sama sekali tidak ada pengunjung selama beberapa bulan kedepan,
akhirnya aktivitas wisata curug dihentikan total dalam kurun waktu hampir 2 tahun
lamanya. Selama waktu itu praktis tidak ada kunjungan wisatawan, pengembangan curug
terhenti, pembenahan curug juga tidak dilanjutkan. Hal tersebut berakibat pada kondisi
kawasan curug yang mengalami kualitas penurunan. Perawatan fasilitas dan kawasan
curug tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit, sementara pemasukan hanya
bergantung pada kunjungan wisatawan. Terhentinya kegiatan wisata, praktis membuat
pemasukan menjadi nihil. Apalagi dengan status kepemilikan curug atas nama
perorangan, membuat pemerintah daerah atau lembaga desa tidak mencampuri apapun
terkait pengelolaan curug, termasuk dalam hal memberikan dana bantuan.
“Udah lama tutup karena pandemi, jadi gimana mau ngerawat curugnya, bukanya
juga kan kita nggak tau kapan. Kalau dibiarkan terus jadi rusak, kena panas, hujan,
dimakan serangga. Sementara saya sama bapak juga modal buat curugnya terus nipis,
jadi dibiarkan dulu sampai pandemi terus mereda,” jelas DS sambil terus berjalan ke
curug lainnya.22
Akses jalan pun terkena imbasnya, akses jalan yang sedianya telah rapi dan aman
dilalui, akibat tidak dirawat konturnya berubah menjadi curam dan licin. Diperparah oleh
hujan yang terus mengguyur daerah tersebut, sehingga mengubah bentuk permukaan
22
DS, Op.cit
37
tanah yang awalnya berupa undak-undakan seperti halnya anak tangga, menjadi jalanan
datar menurun yang becek dan rawan dilalui. Akibat pandemi turut memaksa keluarga CI
memberhentikan sejumlah petugas atau pekerja curug sebelumnya bekerja pada berbagai
posisi. Para pekerja tersebut biasanya melakukan perawatan pada akses jalan,
pembangunan sarana dan prasarana, sampai ada yang menjadi pemandu wisata.
Kebanyakan para pekerja tersebut merupakan tetangga CI yang selepas masa bercocok
tanam memiliki waktu luang atau kesenggangan dan memanfaatkannya dengan mencari
kerja sampingan.
Beruntung bagi keluarga CI, curug bukan satu-satunya sumber penghasilan keluarga,
CI bersama keluarga sudah lama berprofesi sebagai petani kebun, adapun hasil tani yang
ia hasilkan berupa padi, sayur mayur, dan juga buah-buahan. Dari penghasilan sebagai
petani kebun, ekonomi CI dapat ditopang walau dihantam pandemi. Meski penurunan
penghasilan yang sangat tajam akibat nihilnya penghasilan dari curug namun CI dapat
tetap bertahan di tengah situasi ketidakpastian ekonomi.
“Penghasilan utama keluarga sebetulnya dari bertani dan berkebun, ibu bertani di area
curug, saya sama bapak berkebun. Kebanyakan warga asli sini juga kerja nya begitu,
jadi ada jaringan yang saling membantu. Sebagian besar hasilnya dibeli tengkulak, di
bawa ke pasar Ciater,” terangnya.23
Awal tahun 2022, wisata Curug X kembali dibuka, tepatnya pada bulan Februari lalu.
Kembali aktifnya kegiatan wisata ini setelah sekian lama terhenti belum banyak
mendorong wisatawan untuk kembali datang sampai pertengahan 2022 ini. Pasalnya
pembukaan wisata ini tidak dibarengi dengan pemasaran wisata yang baik pula. Terlebih
keadaan objek wisata baik dari segi akses jalan atau fasilitas yang masih dalam tahap
pembenahan. Tentu untuk melakukan itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar,
pasalnya luas kawasan yang perlu dibenahi tergolong sangat luas. DS menuturkan untuk
kembali membuat akses jalan rapih membutuhkan waktu sekitar 3 bulan lamanya, itupun
hanya sebagian kecil akses jalan yang baru dibenahi. Kesulitan yang dihadapinya tentu
karena tidak adanya bantuan dari pihak pemerintah daerah ataupun organisasi desa.
Segala bentuk dana berasal dari kantong pribadi, upaya pembenahan serta penambahan
fasilitas dikerjakan mandiri pula, tugas tersebut dikerjakan oleh CI dan DS.
23
DS, Ibid.
38
Tidak adanya keterlibatan pemerintah menyebabkan kemajuan pada wisata curug ini
berjalan lamban. Pasca pemulihan wisata, beberapa pengunjung sudah ada yang datang
berwisata ke lokasi curug. Baru-baru ini DS menuturkan sejumlah anak muda yang
berasal dari Jawa tengah berkunjung ke lokasi ini, aktivitas utama yang dilakukan yakni
camping selama beberapa hari di sekitar curug ketiga. Meski begitu jumlah wisatawan
berkunjung masih begitu jauh bila dibandingkan tahun-tahun sebelum pandemi. Menurut
DS jumlah wisatawan yang berkunjung tidaklah menentu, dalam kondisi tertentu bahkan
tidak ada kunjungan wisatawan sama sekali.
Kondisi tersebut sering terjadi pada hari-hari kerja. Sedikit lebih membaik untuk hari
libur, sabtu-minggu, walaupun jumlah wisatawan yang berkunjung masih sangat sedikit,
praktis tidak sampai berjumlah puluhan orang. Pasca kondisi-kondisi terburuk pandemi,
untuk meningkatkan geliat perwisataan kawasan Curug X, inisiasi membuka warung di
awal tahun 2020, warung ini juga menjadi tempat transaksi penjualan tiket masuk.
Setidaknya pembenahan dan pembaharuan fasilitas yang ada memberi tanda angin segar
bahwa wisata curug ini sedang tahap melakukan pemulihan.
“Kalo hanya saya saja yang mencari uang ya kurang a, saya juga sudah tua kalo saya
mengurus semuanya sendiri tidak kuat, makanya si eneng sama si aa sama si ibu ikut
membantu saya dalam mencari uang, yah walaupun tidak banyak tetapi itu dapat
mengurangi pekerjaan saya a,” ujar CI24
Dalam hal ini pula terdapat pembagian tugas objek wisata kawasan Curug X yang
dimiliki oleh keluarga CI. Pembagian tugas-tugas tersebut diciptakan dan dilaksanakan
24
CI, Op.cit.
39
oleh setiap anggota keluarga CI. Hal ini dilakukan guna terciptanya efektifitas dan
efisiensi.
“Ya Ibu Eneng sama Aa ya membantu biasa seperti membantu mengurus curug,
menjual tiket dan snack, menjadi tour guide, bertani yang sesuai dengan kinerja
mereka saja jika mereka hanya mampu mengerjakan seperti itu ya tidak apa apa,”
Ujar CI25
Pada dasarnya kepala keluarga memainkan peran yang paling signifikan, dibantu
dengan anak laki-laki pertamanya, baik dalam hal pengambilan keputusan ataupun
pekerjaan yang dilakoni. Sementara ibu rumah tangga, dan anak perempuannya
cenderung mengambil peran yang lebih ringan, namun tetap saling menunjang antara
satu sama lainnya. Berikut adalah pembagian peran setiap anggota keluarga memiliki
kawasan Curug X ini adalah sebagai berikut
Tugas utama yang dilakukan oleh CI sebagai kepala keluarga adalah memberikan
perawatan terhadap Curug X termasuk segala sarana dan prasarananya. Pembenahan
yang ia lakukan ditujukan untuk menunjang kegiatan pariwisata yang lebih optimal
diantaranya, melakukan perbaikan pada akses jalan dengan menanami berbagai
rerumputan dan tumbuhan agar pijakan tidak menjadi licin. Selain itu, ia juga
membangun beberapa gazebo yang berdiri di beberapa titik akses jalan menuju curug.
Gazebo diperuntukkan bagi wisatawan yang hendak beristirahat atau berteduh ketika
melakukan perjalanan. Selain itu, CI juga memasang banner kawasan Curug X sebagai
penunjuk arah bagi wisatawan untuk menuju kawasan curug X.
25
CI, Ibid.
40
R memiliki pembagian tugas yang berbeda dari suami dan kedua anaknya dalam hal
mengelola curug. Pasalnya, R sama sekali tidak berurusan dan berkecimpung pada
persoalan curug X, baik dalam pengelolaan, perawatan, maupun pengembangan.
Kegiatan yang dilakukan oleh R sehari-hari melainkan ialah Bertani. Lahan pertanian
yang ia garap ditanami tumbuhan padi. Sebagian besar padi diperuntukkan bagi
keluarganya sendiri yang diolah sebagai nasi, Sebagian lainnya dijual ke pasar apabila
hasil panen padi cukup melimpah.
Satu-satunya tugas yang dilakukan oleh SS sebagai siswa tingkat SMP adalah
menjaga warung dan loket tiket masuk untuk menuju Curug X. Tugas tersebut
dikerjakannya setiap hari sabtu hingga minggu mulai pukul 6 pagi hingga sepulangnya
wisatawan. Sementara pada hari biasa tugas tersebut dilakukan bergantian dengan ibu
atau kakaknya, sampai sepulangnya sekolah SS. Harga tiket masuk menuju curug X
sendiri ditaksir seharga Rp 10.000 per orang, sedangkan motor dihargai seharga Rp
5000. Kendati demikian, ia juga pernah berjaga warung hingga 24 jam. Namun, apabila
wisatawan yang berkunjung ke Curug X tidak terlalu ramai, warung tersebut umumnya
akan ditutup pada pukul 9 malam.
41
3.4.2 Hambatan dalam Melaksanakan Peran
Setiap anggota keluarga memiliki tanggung jawab yang ditentukan oleh peran-peran
pada skema pembagian tugas dalam keluarga. Peran yang dijalani tersebut tidak
seluruhnya bisa berjalan secara lancar, terdapat tantangan dan berbagai hambatan yang
ditempuh oleh keluarga ini. Hambatan yang bila tidak bisa ditangani dengan baik ini
akan berdampak terhadap peran yang dijalani. Pada akhirnya pekerjaan tidak bisa
dilakukan atau hasilnya yang tidak sesuai harapan. Kawasan curug ini dikelola oleh satu
keluarga yang didalamnya terdiri dari 4 individu, merupakan jumlah yang sangat sedikit
bila pengelolaan hanya bertumpu melalui pembagian kerja yang dilimpahkan pada 4
individu ini. Meski sebelum pandemi, terdapat beberapa orang tetangga yang turut
membantu dalam proses pengembangan curug ini. Tetapi tetap saja, dengan hanya
bertumpu pada segelintir orang membuat upaya-upaya yang dilakukan terhadap curug ini
menjadi lamban, membutuhkan waktu yang panjang untuk sampai membuka kawasan
curug sehingga layak menjadi objek wisata yang aman dikunjungi. Hambatan oleh
karena ketiadaan peran dari pihak-pihak pemodal dan institusi yang lebih besar sangat
dirasakan.
42
dioperasikan menjadi salah satu objek wisata pilihan bagi masyarakat Subang dan
sekitarnya, namun kawasan curug masih belum seluruhnya tertata dengan baik. Pemilik
curug masih terus mengupayakan pembenahan curug secara berkala, baru hanya sekitar
50% kawasan curug yang sudah ditata sehingga aman dan layak dilalui. Sementara
kawasan yang lainnya masih cukup liar dan belantara, ditambah belum dibenahinya
akses jalan jika memasuki kawasan curug lebih dalam. Ini perjalanan yang menantang
dan cukup beresiko, dituntut ekstra kehati-hatian dan fisik yang prima. Menurut
penuturan CI dan DS kendala keterlibatan dari pihak-pihak lain untuk turut membantu
pengerjaan curug ini menjadi hambatan terbesarnya.
“Maunya ada yang bisa bantu-bantu biar cepet beres, maklum lah kita orang desa
kena pandemi ekonominya langsung jatuh. Jadi banyak dipertimbangkan dulu,
kalau modal yang ada buat bayar orang, takutnya curug masih sepi. saya
ngandelin hasil kebun juga kan belum cukup, hasilnya harus dibagi-bagi ke anak
istri,” terang CI27
Kekayaan alam begitu banyak tersebar di penjuru wilayah Indonesia baik yang sudah
tereksplorasi dengan baik ataupun yang masih sangat alami tanpa campur tangan
manusia. Diantara kekayaan alam di Indonesia yang menjadi aset pariwisata bagi sebuah
wilayah adalah curug. Pariwisata curug merupakan aset wisata yang identik dengan ciri
27
CI, Ibid.
43
khas panorama dan kekayaan alam yang mengutamakan keasrian lokasi. Berlatar
Belakang keindahan alam yaitu sebuah curug, Desa Cibitung Subang memiliki potensi
pariwisata alam yang sangat baik bila pengembangan objek wisata ini menjadi salah satu
orientasi bagi penggerak kemajuan masyarakat dan Desa Cibitung. Salah satu curug yang
lokasinya bisa ditempuh dari balai desa setempat adalah kawasan Curug X yang terletak
di Dusun Cicalung.
Hal ini berlaku pada kasus objek wisata alam kawasan Curug X, semulanya curug
hanya dimanfaatkan sebagai sumber mata air untuk mengairi sawah atau perkebunan
warga sekitar. Inisiasi satu keluarga yang lokasi kediamannya dekat dengan curug yakni
dengan menggarap kenampakan alam melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Ini
memadukan lingkungan alam yang natural dengan aspek-aspek buatan manusia tanpa
merusak kenampakan asli alamnya. Proses menuju perubahan dan pembenahan kawasan
Curug X menjadi objek wisata yang baik dilakukan secara bertahap sesuai dengan tujuan
rencana, pembagian tugas dan kemampuan dari setiap anggota keluarga yang terlibat.
Komersialisasi curug dalam tahapan pembukaan objek wisata sampai dengan
peningkatan kemampuan objek wisata menjadi penting guna memperbaiki, memajukan,
dan memberi efek daya tarik wisata bagi peningkatan jumlah wisatawan. Upaya
komersialisasi yang dilakukan pihak pengelola kawasan Curug X pada prosesnya
dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, meski pada prosesnya banyak ditemui
28
DS, Opcit.
44
kendala yang membuat pekerjaan menjadi terhenti dan berakibat pada kurang optimalnya
pengembangan pembangunan pariwisata. Kondisi ini terjadi karena kurangnya dukungan
dari masyarakat sekitar dan pemerintah daerah sehingga kemajuan bergerak lamban.
Dalam situasi ini implementasi yang dicapai masih belum banyak memberikan nilai
ekonomi yang menguntungkan bagi satu keluarga pengelola curug ini.
“Dibukanya curug ini diupayakan sama bapak, karena bapak RW disini jadi lebih
mudah buat komprominya, ada kesepakatan dari yang sebelumnya punya lahan, tapi
nggak semua kawasan ini punya orang, kebanyakan tanpa pemilik. Saya kurang
paham rincinya, karena bapak yang banyak ngurusnya.”29
Pembebasan lahan juga dibantu oleh anak pertama CI yang berinisial DS. DS
membantu dalam proses negosiasi, hal tersebut menjadi penting dalam upaya
pembebasan lahan. Itu dilakukan DS guna membantu ayahnya mewujudkan wisata curug
untuk dikelola secara personal. Ia pun turut berjuang dengan membantu finansial
keluarga. Bekerja sebagai petani kebun membuat ia mendapatkan penghasilan tambahan.
Penghasilan tersebut dipakai dalam mengupayakan pembebasan lahan. Pada gilirannya
DS bersama CI melakukan pembenahan untuk menata lahan setelah pembebasan,
utamanya adalah akses jalan menuju beberapa curug.
45
gazebo, tempat Istirahat, mushola, warung makan dan sebagainya. Sarana dan prasarana
kawasan Curug X belum berada pada kondisi prima, sempat vakum hampir sekitar 2
tahun dikarenakan pandemi. Pihak pemilik tengah berusaha membenahi sarana dan
prasarana curug yang sudah tampak usang, pemilik juga tengah berupaya membangun
beberapa sarana tambahan seperti gazebo, warung, dan kolam renang untuk aktivitas
berenang bagi anak kecil. Boleh dibilang apa yang sedang diusahakan baru pada sampai
setengah jalan, artinya perbaikan dan pembenahan belum dilakukan menyeluruh di
semua kawasan curug.
Salah satu yang tengah dalam proses pembenahan yaitu akses jalan, dengan
melakukan perbaikan pada kontur tanah dan membuat undakan selayaknya anak tangga
agar pijakan dapat dilalui dengan mudah. Penanaman tumbuhan-tumbuhan hias di sekitar
area Curug juga menjadi aktivitas yang rutin dilakukan pemilik Curug. DS sendiri yang
fokus utama tugasnya sebagai pemandu wisata turut berpartisipasi membantu untuk
membangun sarana dan prasarana penunjang kegiatan pariwisata. Tugas dan peranannya
terbagi bersama ayahnya, belum lama ini DS menuturkan, ia akan membuat membuat
kolam renang untuk anak-anak. Tujuannya agar anak-anak dapat tetap menikmati
wahana air, mengingat jalur atau trek menuju curug memang cukup berbahaya untuk
anak kecil.
“Memang masih terus dilakukan pembenahan karena udah lama nggak terurus, jadi
saya pelan-pelan ngerjain karena wisata yang lain juga udah buka, biar pengunjung
bisa nyaman lagi kalau kesini,” tutur DS.30
Berbicara terkait sarana dan prasarana peran SS tetaplah menjadi sentral, meskipun ia
tidak terlibat dalam pembangunan secara langsung. SS yang merupakan anak ke dua dari
CI bertugas sebagai penjual tiket dan menjaga warung makanan. SS memberikan layanan
secara ramah kepada setiap pengunjung yang datang, hal tersebut tentu memberi impresi
positif dari wisatawan, sehingga besar kemungkinan wisatawan akan kembali
berkunjung. “Kalau saya di warung terus buat jaga loket, kalau di bawah (area curug)
udah ada bapak sama aa. Biasanya jaga sampai menjelang malam soalnya rumah kan
juga deket.”
Peningkatan wisatawan tentu akan berjalan searah seiring dengan penyediaan sarana
dan prasarana penunjang kegiatan wisata. Komersialisasi dan pengembangan curug
30
DS, Ibid.
46
senantiasa berkaitan dengan aspek-aspek pelayanan yang tercermin dari seberapa optimal
sarana dan prasarana, dan seberapa besar pengunjung terbantu dengan adanya
infrastruktur tersebut. Tentu aspek yang sangat penting dari ketersediaan sarana dan
prasarana adalah kebersihan, kenyamanan, dan keamanan. Bila aspek-aspek tersebut
turut menjadi perhatian yang serius dan dilakukan secara optimal dalam
implementasinya, objek wisata kawasan Curug X sangat mungkin menarik lebih banyak
kunjungan wisatawan dan menerima impresi yang baik dari kunjungan wisatawan.
Objek wisata curug merupakan tempat wisata alam yang memiliki potensi untuk
bertumbuh, berkembang, dan menghasilkan lebih banyak peningkatan kapasitas-
kapasitas kesejahteraan sosial ekonomi, baik bagi pihak pengelola itu sendiri maupun
warga sekitar. Objek wisata yang memerhatikan aspek kelayakan dan keberlanjutan
pariwisata tentu memiliki strategi untuk melakukan upaya-upaya yang menunjang
berbagai kebutuhan operasional wisata. Sehingga objek wisata curug dapat terkelola
hingga baik sampai jangka menengah bahkan panjang, dan meminimalisir segala
hambatan atau ancaman yang berpotensi mengganggu stabilitas perwisataan curug.
Diantara pengelolaan curug yang terselenggara dengan baik adalah melalui kegiatan
pemasaran atau yang dikenal sebagai promosi wisata.
47
foto dan pengeditan yang baik, videographer yang memukau, dan keterangan-keterangan
menarik yang merepresentasikan keunikan dan keindahan curug tersebut.
Kebijaksanaan pihak pengelola dan koordinasi dengan pihak terkait lainnya menjadi
penting sehingga menjadi pengikat bagi pasar sasaran dan potensial, hal ini juga akan
membuka peluang-peluang yang lebih baik di masa yang akan datang. Aktivitas
pemasaran yang baik akan memerhatikan kegiatan-kegiatan promosi dalam berbagai
jenis upaya yang bisa dilakukan, misalnya melalui periklanan yaitu dengan
menggunakan berbagai media untuk merangsang perhatian pengunjung. Bentuk lainnya
adalah penjualan tatap muka, yaitu bentuk promosi secara personal dalam suatu
percakapan dengan calon pengunjung secara langsung dan berhadapan. Terakhir adalah
promosi penjualan, yaitu dengan cara mengadakan berbagai tawaran menarik yang
ditujukan untuk mempengaruhi selera atau animo pengunjung.31 Mengacu pada strategi
pemasaran yang baik, objek wisata curug akan berpotensi menjadi salah satu wisata alam
unggulan khususnya di Desa Cibitung, Subang. Masyarakat akan mulai melirik wisata
curug sebagai pilihan destinasi wisata yang menarik. Hanya saja perlu didukung dengan
fasilitas sebagai pendukung daya tarik wisata sekaligus memastikan kenyamanan dan
keamanan objek wisata.
Objek wisata alam curug banyak terdapat di Desa Cibitung, Subang, salah satu curug
yang cukup berpotensi menjadi wisata curug unggulan adalah objek wisata kawasan
Curug X yang letaknya tidak jauh dari Balai Desa Cibitung. Seperti yang telah
dipaparkan, pemasaran merupakan aspek yang sangat penting untuk mendorong
peningkatan kegiatan pariwisata. Tanpa adanya kegiatan pemasaran wisata Curug X
tentu tidak akan dilirik bahkan dikenal oleh masyarakat sekitar atau pun wisatawan dari
luar daerah. Perlu upaya panjang dan tidak mudah bagi satu keluarga ini untuk
melakukan pemasaran curug, hal ini cukup beralasan sebab tidak adanya dukungan dari
pihak-pihak luar yang membantu mereka dalam melakukan pemasaran. Tanpa jaringan
yang memadai, efektivitas dan efisiensi menjadi terhambat, proses kerja juga menjadi
tidak terencana begitu baik.
“Pemasarannya memang terhambat, karena kan enggak cukup cuma 1-2 orang saja
yang menjalankan. Harus banyak orang yang bekerja melakukan promosi, sementara
31
I Gusti Ayu Putu Seri Mahendrayani, Ida Bagus Suryawan a, “Strategi Pemasaran Daya Tarik Wisata untuk
Meningkatkan Jumlah Kunjungan Wisatawan Ke Wisata Sangeh Kabupaten Badung Provinsi Bali,” Jurnal
Destinasi Pariwisata, Vol. 5 No 2, 2018, (Diakses pada, 10 November 2022)
48
curug ini promosinya hanya saya saja yang menjalankan. Kalau bapak sama ibu kan
enggak ngerti media sosial, paling cuma adik saya aja yang bantu-bantu sedikit untuk
upload di Facebook,” terang DS saat ditanyain kendala pemasarannya.32
Kekurangan sumber daya dan tenaga yang mereka gunakan praktis upaya-upaya
promosi diakui belum mencapai hasil yang maksimal. Dengan demikian pemasaran
wisata yang dilakukan hanya sebatas kemampuan dan kapasitas yang mereka miliki,
kawasan wisata Curug X dipromosikan melalui pamflet-pamflet yang dipasang di
berbagai lokasi yang dianggap strategis. Pamflet tersebut juga berfungsi sebagai
penunjuk arah yang terpasang mulai dari balai desa sampai mendekati lokasi curug.
Meskipun tidak berukuran besar namun pamflet ini cukup membantu untuk memberitahu
lokasi keberadaan kawasan Curug X yang memang agak terpelosok dari perumahan
warga.
“Paling kita lebih mengandalkan pamflet-pamflet aja yang udah saya dan bapak
pasang sepanjang jalan. Itu cukup membantu buat ngarahin pengunjung kalau mau
kesini. Karena kalau andelin maps (Google Maps) meskipun udah lumayan akurat ya,
tapi jaringan pas mau ke sini kan sering enggak ada.”33
“Objek wisata yang populer di Subang juga kan pada tutup, itu pasti banyak kerugian.
Apalagi wisata lokal yang masih dikembangkan ini, wisatawan juga belum banyak
karena belum terkenal, adanya pandemi jadi terdampak banget. Waktu pandemi bisa
32
DS, Op.cit
33
DS, Ibid.
49
dihitung cuma ada beberapa orang doang yang datang selama seminggu. Enggak ada
pemasukan apa-apa buat kita, jadi kita enggak bisa ngerawat tempat ini,” balasnya.34
Efek pandemi memang lebih buruk dari yang diperkirakan, antisipasi telat dilakukan,
mau tidak mau kegiatan pariwisata perlu dihentikan untuk mengurangi penyebaran virus
covid-19. Kegiatan wisata curug ini dihentikan hampir 2 tahun lamanya, meski sempat
beberapa kali dibuka kembali, namun grafik persebaran virus dalam beberapa kurun
waktu mengalami peningkatan memaksa objek wisata kembali ditutup untuk mengikuti
kebijakan pemerintah. Kegiatan pariwisata curug yang belum menemui kejelasan dalam
kurun waktu yang panjang menyebabkan terpuruknya kegiatan operasional curug, ini
berarti segala aktivitas yang meliputi kegiatan pemasaran juga dipaksa berhenti. Praktis
pada masa itu tidak ada kunjungan wisatawan baik dari masyarakat lokal maupun
pendatang dari luar. Tapi keterpurukan bukan hanya untuk diratapi, tetapi perlu dihadapi
agar mampu bertahan dan keluar dari situasi sulit. Lantas seperti memulai segalanya dari
awal, promosi kembali digencarkan untuk menarik perhatian wisatawan-wisatawan baru.
Beruntung pada pertengahan bulan di tahun 2022 pandemi terus menunjukkan tren yang
melandai. Aktivitas pariwisata sudah mulai dibuka seperti biasa, tentu dengan pengetatan
protokol kesehatan yang standar.
“Kalau kita ikuti pemerintah aja, kalau memang harus ditutup kita tutup sampai ada
pemberitahuan lagi. Pandemi itu kan naik turun ya, kalau lagi turun pemerintah juga
bolehin buat buka wisata, jadi itu kesempatan buat kita. Tapi ini jadi harus dibangun
lagi dari awal, dirapikan dan dibenahin lagi, seterusnya semoga dibuka terus biar kita
ada pemasukan dari curug juga.”35
Kegiatan promosi kembali dijalankan, salah satu yang terbilang efektif adalah melalui
saluran media sosial. Pengelola kawasan Curug X memanfaatkan media sosial Facebook
dan YouTube sebagai sarana pemasaran baru-baru ini. Di era yang serba digital ini,
pemilik usaha dan bisnis memang didorong untuk mampu memanfaatkan celah dari
keterbukaan terhadap akses informasi dan komunikasi. Pemasaran yang optimal
ditunjukkan melalui cara-cara pengenalan objek wisata secara efisiensi dan efektifitas.
Pemanfaatan media sosial seperti Facebook dan YouTube sangat memungkinkan
pemasaran dengan jangkauan akses yang luas, instan, dan diterima oleh berbagai
kalangan masyarakat sebab sifat medianya yang universal.
34
DS, Ibid.
35
DS, Ibid.
50
“Promosi digital cuma dari Facebook sama Youtube, itupun banyak hambatan karena
enggak kepegang sama saya. Kalau Facebook saya ada akunnya, jadi saya sendiri
yang upload-upload foto di Facebook. Di YouTube juga ada video-video curugnya,
tapi bukan saya yang upload, itu sukarela aja dari wisatawan atau teman-teman saya
disini,” jelas DS sambil menatap ke arah kami.36
Pihak pengelola hanya perlu mengupload berbagai foto dan video yang menarik, juga
dengan sentuhan editan yang unik, foto dan video yang dibagikan melalui platform
tersebut sangat memungkinkan tersebar dengan cepat, luas, dan tanpa batasan waktu
yang mengikat. Aplikasi yang sejatinya bisa dipergunakan juga adalah Instagram,
aplikasi yang sangat populer ini digandrungi banyak orang terutama kalangan remaja dan
muda-mudi. Pengguna instagram di Indonesia yang menyuntung lebih dari 103 juta
pengguna merupakan potensi besar bila pengelola curug dapat memanfaatkan media satu
ini untuk menarik lebih banyak perhatian dan kedatangan penjunjung. Tetapi yang patut
disayangkan adalah kekurangan orang-orang yang dapat bekerja untuk mengelola media
tersebut. Orang-orang yang kreatif, terampil, serta memiliki visi bisnis yang baik
merupakan salah satu hal yang perlu dipertimbangkan untuk melibatkan bentuk promosi
media dalam pemasaran kawasan wisata Curug X. Hambatan dan kendala pengelolaan
yang dihadapi membuat upaya-upaya promosi masih bersifat stagnan dan belum
menunjukkan hasil yang signifikan.
“Kedepannya saya mau promosinya bisa lebih luas lagi, biar curug ini bisa lebih
dilihat orang-orang, seperti lewat Instagram dan maunya saya juga buat akun
YouTube sendiri. Cuma saya juga merasa belum mampu karena perlu butuh
dukungan dari yang lain buat mengelola media sosialnya,” harap DS.37
Kawasan Curug X merupakan curug alami yang terbuat dari alam itu sendiri, sebagai
masyarakat yang sering mengurusi dan merawat curug X, CI dan keluarga melakukan
pengkomersialisasian kepada curug X. Hal ini didasarkan karena mereka mengklaim
bahwa mereka lah yang membuat sarana dan prasarana di curug tersebut serta melakukan
pembenahan terhadap curug tersebut.
36
DS, Ibid.
37
DS, Ibid.
51
Menurut CI curug ini awalnya merupakan petak – petak lahan yang dimiliki oleh
seseorang dan di tahun 2015 pembukaan lahan dilakukan sebagai bentuk pembukaan
akses menuju curug yang dilakukan secara bertahap. Kendati memiliki hambatan yang
cukup menyulitkan keluarga ini, tidak menyurutkan niat mereka untuk membuka curug
yang memiliki potensi sebagai salah satu destinasi wisata di Desa Cibitung ini. Melalui
proses yang cukup panjang, pada akhirnya curug ini bisa dengan sepenuhnya dikelola
untuk dimanfaatkan secara optimal dan menuai keuntungan bagi keluarga CI maupun
masyarakat sekitar di Dusun Cicalung yang terlibat dalam pembenahan dan
pengembangan curug
“Awalnya lahan-lahannya punya orang luar negeri mas, kemudian dia memberi kami
sejumlah uang untuk mengelola dan mengembangkan curug ini secara mandiri agar
menjadi tempat wisata yang ramai akan pengunjung. Karena curug disini bisa dibilang
lumayan bagus jadi mereka meminta kami untuk mengurusnya agar bisa lebih
berkembang dan dikenal masyarakat luar”38
Dalam hal untuk pengkomersialisasian ini tentu saja mereka memiliki hambatan-
hambatan seperti mereka tidak memiliki kekuatan finansial yang cukup untuk mengurus
curug tersebut hal ini dipengaruhi karena penghasilan mereka sendiri yang tidak menentu
setiap harinya. Dengan kurangnya finansial hal itu juga akan memiliki dampak terhadap
curug yang dimana fasilitas curug yang ada akan tidak terurus karena kurangnya biaya
yang dimiliki. Dampak terparah terjadi karena pandemi, Covid-19 ini membuat
kunjungan wisatawan menurun drastis, ketiadaan wisatawan otomatis membuat pendapat
menjadi berkurang. Selama masa-masa terburuk pandemi, terpaksa objek wisata ini
berulang kali ditutup atas himbauan yang ada pada peraturan pemerintah. Segala sektor
kehidupan manusia begitu terdampak karena pandemi, termasuk objek wisata curug yang
pendapatannya mengandalkan jumlah kunjungan wisatawan. Karena Penutupan objek
wisata, mau tidak mau pemilik curug tidak bisa berbuat banyak, selama masa pandemi
objek wisata dibiarkan tidak terurus, tidak ada biaya untuk merawat curug untuk jangka
waktu yang panjang. Akibatnya fasilitas curug menjadi terbengkalai, rusak diterpa
panas-hujan-dan menjadi sarang serangga. Kondisinya pada waktu itu disebutkan
memprihatinkan, curug tidak layak kembali dibuka sebelum pembenahan yang cukup
besar. Sebab ini akan menyangkut keselamatan pengunjung, terutama akses jalan
berbahaya akibat curamnya tanah dengan semak-semak yang sudah tumbuh lebat. Ketika
pandemi sudah mulai reda, ditandai oleh penurunan jumlah masyarakat yang positif
38
DS, Ibid.
52
Covid dan angka kesembuhan yang tinggi, ekonomi sudah mulai beranjak bergairah.
Pada fase ini pendapatan yang dihasilkan melalui kegiatan pertanian dan perkebunan
berangsur-angsur stabil.
Daya tarik wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan
ke suatu daerah tujuan wisata. Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki
keunikan dan keindahan yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang
kepariwisataan bahwa Daya Tarik Wisata39 bisa dijelaskan sebagai segala sesuatu yang
mempunyai keunikan, kemudahan, dan nilai yang berwujud keanekaragaman, kekayaan
alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau kunjungan para
wisatawan.
Wisata alam memiliki daya tarik bagi masyarakat yang ingin berwisata dengan
keluarga karena wisata alam dapat memanjakan bagi masyarakat yang sedang berwisata,
curug juga memiliki daya tarik yang luar biasa bagi masyarakat, tidak hanya pegunungan
39
I Gusti Ayu Putu Seri Mahendrayani, Op.cit.
53
memiliki daya tarik tetapi curug juga memiliki daya tarik yang besar untuk sebagian
masyarakat yang menyukai bermain air di tengah rimbunnya pepohonan.
Curug merupakan salah satu destinasi utama masyarakat sebagai hiburan untuk
melepas kepenatan hal ini dikarenakan curug memberikan keindahan lanskap air biru
kehijauan yang jernih sehingga hal ini yang membuat banyak masyarakat lebih
mengutamakan liburan ke curug. Kawasan Curug X merupakan dapat menjadi salah satu
objek wisata pilihan bila berada di daerah Cibitung, Subang. Terdapat beberapa curug
yang bisa dieksplor oleh pengunjung dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda untuk
aksesnya. Kawasan curug yang berada wilayah lembah dataran tinggi tergolong masih
asri dan belum banyak mendapat sentuhan buatan manusia, terutama pada lokasi-lokasi
yang cukup dalam dan jauh dari akses masuk ke curugnya. Semakin dalam menyusuri
kawasan ini, akses jalan bertambah curam dengan tepian-tepian jurang yang dipenuhi
dengan semak dan pepohonan. Kondisi tersebut membuat pengunjung perlu berhati-hati
dalam melangkah, sebab medan yang cukup sulit. Untuk meminimalisir hal-hal yang
tidak diinginkan pengunjung yang ingin menuju curug, khususnya curug yang aksesnya
masih sulit dijangkau diharapkan meminta DS untuk mendampingi sampai ke lokasi
curugnya.
Setiap curug yang ada di kawasan ini memiliki tingkat kesulitan akses yang
bervariatif, waktu untuk menempuh dari satu curug ke curug lainnya berkisar 15 menit.
Terhitung terdapat tiga curug yang bisa kami temui di kawasan ini. Curug yang berada di
kawasan terluar tentu dapat ditempuh dalam waktu yang relatif singkat, medan yang
tergolong landai, serta akses jalan yang sudah rapi dan mudah dilalui. Di curug ini
pengunjung dapat bermain air di tepian atau pada aliran sungainya yang arusnya tidak
begitu deras. Bagi pengunjung yang lihai berenang dimungkinkan menuju tepat ke
bawah curugnya untuk lebih leluasa berenang di kedalaman yang ideal. Pengunjung juga
bisa leluasa mengabadikan aktivitasnya di curug yang ketinggiannya hanya sekitar 5
meter ini melalui foto atau video. Tepian berbatu yang cukup luas dan sudah ditata
sebaik mungkin membuat pengunjung bisa bersantai sambil menikmati kesegaran udara
40
DS, Op.cit.
54
yang berhembus di curug ini dengan aman. Tingkat keamanan yang sudah cukup baik
membuat curug ini jauh lebih layak dikunjungi dibandingkan dengan dua curug lainnya
yang berada pada lokasi lebih dalam. Berbeda dengan curug ini, bagi pengunjung yang
hendak mengeskplor dua curug lainnya, membutuhkan waktu sekitar 15 menit dari curug
yang sebelumnya sudah dijelaskan.
Masih pada satu kawasan yang sama namun medan yang dilalui akan semakin terjal
dan curam, kondisi ini bisa ditemukan di kawasan curug lainnya, curug yang berada di
lokasi lebih dalam biasanya memiliki medan yang jauh lebih berat. Begitu pula dengan
kawasan Curug X, akses jalan berbatu yang sebagian belum tertata, tepian jurang yang
menganga, sementara jalan setapak yang cukup sempit membuat pengunjung perlu ekstra
berhati-hati. Usaha dan tenaga yang dikeluarkan pun akan semakin banyak, sebanding
dengan medan sulit yang perlu dilalui. Aliran curug inipun jauh lebih deras mungkin
karena lebih dekat dengan sumber mata airnya, banyaknya debit air yang jatuh pada
kedua curug ini membuat curug ini hanya bisa dinikmati dari jarak tertentu saja, tidak
dimungkinan untuk aktivitas berenang, cukup mengabadikannya dengan kamera,
pengunjung bisa memperoleh foto yang ciamik dari curug dengan ketinggian sekitar 15-
20 meter ini. Disarankan agar tetap berhati-hati untuk tidak terlalu mendekat ke
curugnya. Di curug ini pengunjung akan merasakan alam yang lebih asri, hijau, dan
sejuk. Hembusan angin yang cukup deras cukup untuk melepas penat setelah menempuh
perjalanan yang tidak mudah untuk sampai ke dua curug ini.
“Di curug ini mah foto-foto aja, kan sekarang lagi banyak trend di Instagram gitu,
nggak perlu nyebur juga kan jadi tetap bisa dinikmati,” ujarnya sambil
tersenyum.41
Di area lainnya, yang membuat kawasan ini juga menarik yakni terdapat beberapa
lahan atau petak pertanian yang dapat dikunjungi oleh wisatawan yang senang
mengambil foto atau sekedar bersantai menghirup udara segar. Di sekitar lahan pertanian
yang jaraknya dekat dengan curug terluar terdapat sebidang tanah kosong ditumbuhi
rerumputan kecil, ini merupakan tempat wisatawan mendirikan tenda yang berencana
bermalam di lokasi ini. Untuk kebutuhan camping DS juga mengungkapkan memiliki
kebutuhan logistik yang bisa dipinjam wisatawan, selain tenda DS juga menyiapkan kayu
bakar, arang, senter, trash bag, selimut, dan sleeping bed. Hal tersebut DS persiapkan
41
DS, Ibid.
55
untuk menunjang kenyamanan dan memberikan pelayanan optimal untuk para
wisatawannya.
“Ada aja pemuda-pemuda yang camping walau nggak banyak, karena masih
perlu dirapihin lagi biar campingnya juga nyaman. Cuma kalau utamanya
sekarang mau perbaiki jalur dulu sama bapak, karena kan kebanyakan orang-
orang ke sini mau ke curugnya.”42
Sekiranya pembenahan lanjutan utamanya pada medan jalan menuju lokasi curug
yang lebih dalam penting menjadi perhatian pemilik curug ini. Destinasi wisata,
termasuk yang alami sekalipun pada dasarnya perlu memberi jaminan keamanan, ini
tentang tingkat resiko perjalanan dan bagaimana upaya pemilik curug meminimalisir
berbagai resiko yang dimungkinkan. Kawasan Curug X memang memiliki daya tariknya
tersendiri, pengunjung bisa mengeksplor beberapa curug dengan karakteristik yang
berbeda-beda, serta melakukan berbagai aktivitas yang disesuaikan berdasar tingkat
keamanan curug. Biaya masuk yang murah juga dapat menjadi faktor pembanding bagi
pengunjung yang memilih curug ini sebagai destinasi wisata pilihannya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kawasan Curug X merupakan curug yang berada di Dusun Cicalung , Desa Cibitung,
Subang, Jawa Barat. Curug yang berjarak 2,2 KM dari Balai Desa Cibitung merupakan
curug yang dimiliki dan dikelola oleh satu keluarga. Fenomena kepemilikan curug oleh
perseorangan bukan menjadi hal yang baru di Desa Cibitung. Namun yang menjadi
masalah adalah hambatan-hambatan dalam proses komersialisasi dan pengembangan
curug menjadikan tantangan besar bagi pemilik curug. Biasanya pemilik curug akan
menggandeng pihak-pihak tertentu yang terbentuk melalui wadah-wadah perkumpulan
42
Ds, Ibid.
56
desa, biasanya sebuah lembaga atau komunitas desa. Terkadang pemerintah desa turut
berkontribusi dalam pengembangan curug saat kondisi curug mulai banyak diminati
masyarakat sehingga kebutuhan yang sangat gencar akan lebih mudah diakomodir bila
melibatkan pemerintah daerah.
Curug X adalah representasi curug yang dimiliki dan dikelola secara perorangan,
tanpa melibatkan peran-peran lembaga desa dan pemerintah daerah. Dalam artian curug
sepenuhnya dioperasikan, dikelola, dan dikembangakan secara pribadi. Pemerintah desa
atau lembaga tidak sama sekali dilibatkan dalam proses tersebut. Hanya segelintir
masyarakat yang bermukim di Dusun Cicalung yang turut berkontribusi dengan perannya
sebagai pekerja yang ditugaskan untuk membenahi dan merawat kawasan curug. Tanpa
adanya bantuan dari perangkat desa pada halnya membuat pengembangan objek wisata
Curug X tidak seberkembang curug-curug di Desa Cibitung. Kelambanan dalam proses
pengerjaan dan pembangunan fasilitas bisa dilihat dari kondisi kawasan curug yang
belum mampu dioptimalkan potensinya. Bila dibandingkan dengan Curug Cisanca atau
Curug Bentang yang sudah lebih bagus kawasaan dan penataannya, kemajuan Curug X
boleh dibilang berjalan agak lamban. Hal ini tentu perlu menjadi perhatian terutama bagi
lembaga desa dan pemerintah daerah untuk membantu mengkomersialisasikan Curug X
agar menjadi curug yang diminati wisatawan dan berdampak pada peningkatan
kesejahteraan tidak hanya untuk pemilik curug, namun masyarakat sekitar curug tersebut.
4.2 Saran
Kehadiran objek wisata alam Curug X sejak tahun 2015 tidak membuat pemerintah
daerah bergeming untuk memerhatikan kondisi Curug tersebut. Utamanya komersialisasi
dan pengembangan objek wisata curug harus lebih dioptimalkan. Kemajuan tersebut
tentu akan sulit dicapai bila semua proses usahanya dilakukan hanya oleh pihak pemilik
curug saja. Hasilnya akan cenderung tidak maksimal dan proses pengembangan objek
wisata dengan melakukan pembenahan, pembangunan dan promosi membutuhkan waktu
yang jauh lebih lama. Maka yang turut menjadi perhatian yaitu keterlibatan pemerintah
daerah atau lembaga desa untuk memberikan dukungan kepada pelaku sadar wisata
dalam mengembangkan potensi wisata Curug X. Sebagaimana diketahui instansi
pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam mengatur pariwisata di daerahnya.
57
Pihak-pihak tersebut nantinya diharapkan akan mendukung keberlangsungan
pengembangan dan komersialisasi wisata Curug X. Misalnya mempromosikan kawasan
Curug X melalui media digital pada platform media sosial sehingga dapat menyentuh
banyak kalangan masyarakat. Kerjasama dengan pihak lain juga dapat berbentuk
penyediaan akomodasi, seperti penginapan di sekitar lokasi, tempat makan, toko
souvenir, dan wahana untuk kegiatan outbound seperti spot-spot foto selfie.
Perhatian yang tidak boleh luput disebutkan adalah perbaikan dan perawatan sarana
dan prasarana yang berada di Curug X. Keberadaan sarana dan prasarana memadai
dalam sebuah tempat wisata merupakan salah satu bentuk pelayanan dan faktor penting
yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu objek wisata. Semakin baik
sarana dan prasarana yang ada, tingkat kepuasan wisatawan akan semakin meningkat dan
akan semakin baik pula kesan yang dapat ditinggalkan wisatawan terhadap lokasi wisata
yang dikunjungi. Pada objek wisata Curug X , sarana dan prasarana masih belum cukup
memadai dan perlu perawatan. Dari hasil penelitian yang telah kami lakukan ada
beberapa sarana dan prasana yang perlu dbangun atau diperbaiki adalah jalan transportasi
menuju lokasi masuk, perbaikan dan penambahan toilet, kayu atau pagar pembatas,
gazebo, warung sebagai tempat makan, penunjuk arah, penerangan di lokasi kawasan,
dan pembangunan pusat informasi.
Ketiga strategi yang telah disebutkan di atas merupakan rekomendasi yang diharapkan
dapat berguna sebagai bahan pertimbangan bagi pemilik atau pengelola curug dalam
rangka memaksimalkan proses pengembangan dan komersialisasi curug. Sekaligus
58
mengurangi hambatan atau ancaman dari kegagalan objek wisata Curug X menarik minat
wisatawan sehingga memiliki posisi yang bagus untuk bersaing dengan objek wisata
curug lain.
DAFTAR PUSTAKA
Gustyana, Rully dkk, “Pengembangan Potensi Objek Wisata Curug Anggrek Oleh
Pemerintah Desa Karangnunggal Kecamatan Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya
Volume” 5, No. 1, 2020, hlm. 38 (Diakses pada, 25 Juni 2022)
59
Hidayat, Eet Saeful dkk. “Analisis Faktor Daya Tarik Wisata Curug Kembar Binuang di Desa
Raksabaya Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis”. Jurnal Moderat. Vol 4. No 4.
2021. Hal 877-879, (Diakses pada, 25 Juni 2022)
Martina, Sigrid dkk, “Pola Komersialisasi Teh Hijau pada Industri Hospitality : Pandangan
Pelaku Usaha.” Sadar Wisata: Jurnal Pariwisata, Volume 3 No. 1 Juni Tahun 2020
(Diakses pada, 30 Juni 2022)
Mahendrayani, I Gusti Ayu Putu Seri, dan Ida Bagus Suryawan, “Strategi Pemasaran Daya
Tarik Wisata untuk Meningkatkan Jumlah Kunjungan Wisatawan Ke Wisata Sangeh
Kabupaten Badung Provinsi Bali,” Jurnal Destinasi Pariwisata, Vol. 5 No 2, 2018,
(Diakses pada, 10 November 2022)
Mawardi, Rizal, 2018, “Penelitian Kualitatif Pendekatan Naratif,” artikel diakses melalui
https://dosen.perbanas.id (Diakses pada 1 Juli 2022)
Parida, Ida. “Strategi Pengembangan Wisata Alam di Wana Wisata Curug Citambur KPH
Cianjur”. Wanamukti. Vol 24. No 1. 2021. Hal. 42-44, (Diakses pada, 25 Juni 2022)
Saputra, Yudha Sujadmoko dkk. “Pengembangan Taman Wisata Curug Cipeuteuy di Resort
Bantaragung Seksi Pengelolaan Taman Nasional (Sptn) Wilayah II Majalengka
Taman Nasional Gunung Ciremai.” Journal Nusa Sylva. Vol 12. No 2. 2012. Hal 47-
60 (Diakses pada, 25 Juni 2022)
Suharna, Moh. Asep dan Amar Hamzah, “Pendampingan Pembukaan Pariwisata Baru Pada
Bumdes Mekar Sejahtera Desa Cibitung Menggunakan Metode Participatory Action
Research,” Jurnal TUNAS: Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat, Vol 4 No
1, (November, 2022), hlm. 81-82. (Diakses pada, 15 Desember, 2022)
Suyanto, Bagong dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan,
(Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 186.
60
Wawancara dengan DS (28), Pemilik Curug, 18- 19 Juni 2022
61
Biodata Penulis
Penulis mulai menempuh pendidikan di SDN Cipayung 07 Jakarta Timur di tahun yang sama.
Tidak jauh dari lokasi penulis menempuh pendidikan SD, penulis melanjutkan pendidikan di
SMPN 237 Cipayung, Jakarta Timur. Pada tahun 2016 di wilayah dan kota yang sama penulis
melanjutkan pendidikan di SMAN 64 dengan mengambil program IPS (Ilmu Pengetahuan
Sosial). Di tahun 2019 penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Negeri Jakarta,
Fakultas Ilmu Sosial, Program Studi Sosiologi melalui jalur SBMPTN.
Selama masa perkuliahan, penulis pernah mengikuti penelitian dalam mata kuliah Sosiologi
Pedesaan di Kampung Gajebo, Leuwidamar, Kab. Lebak, Banten; penelitian dalam mata
kuliah Tanggung Jawab Sosial Organisasi untuk melakukan pemetaan sosial di Kampung
Nelayan, Kamal Muara, Jakarta Utara; penelitian KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Desa
Cibitung, Ciater, Kab. Subang; penelitian pada mata kuliah Evaluasi Program Pembangunan
di Universitas Pancasila, Jagakarsa, Jakarta Selatan; penelitian mata kuliah Metode
Penelitian Lanjutan di Pasar Jatinegara, Jatinegara, Jakarta Timur; dan penelitian mata kuliah
Metode Penelitian Kualitatif di Pasar Kaget Bendungan Melayu, Koja, Jakarta Utara.
Saat ini penulis sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir kuliah skripsi di Kopi Nako,
Kota Wisata Cibubur, Gunung Putri, Bogor. Bersamaan dengan itu, penulis juga sedang
menjalani magang atau PKL (Praktek Kerja Lapangan) di LP3ES, Cinere, Depok yang
dimulai pada bulan September dan akan berakhir selama 3 bulan ke depan. Penulis juga aktif
dalam organisasi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di Lembaga Kajian Mahasiswa (LKM)
selama tiga periode dan aktif mengikuti berbagai rangkaian kegiatan di dalamnya. Selama
tergabung bersama LKM, penulis menjabat sebagai Staf Departemen Penulisan pada periode
2020-2021, serta menjabat sebagai Kepala Departemen Penulisan pada periode 2022. Bila
62
berminat untuk menghubungi penulis, maka dapat berkirim pesan melalui e-mail
yogamaulana443@gmail.com.
Biodata Penulis
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan oleh penulis selama masa kuliah diantaranya,
penelitian pada mata kuliah Sosiologi Pedesaan di Kampung Gajebo, Leuwidamar, Kab.
Lebak, Banten; penelitian pada mata kuliah Tanggung Jawab Sosial Organisasi untuk
melakukan pemetaan sosial di Kampung Nelayan, Kamal Muara, Penelitian pada mata kuliah
Metode Penelitian Kualitatif di Pasar Kaget Bendungan Melayu, Koja, Jakarta Utara,
penelitian pada mata kuliah Evaluasi Program Pembangunan di Universitas Pancasila,
Jagakarsa, Jakarta Selatan, dan penelitian pada mata kuliah KKL (Kuliah Kerja Lapangan) di
Desa Cibitung, Ciater, Kab. Subang.
Biodata Penulis
NIM : 1406619070
Agama : Islam
Email : iqbalprksa26@gmail.com
64