699/Kepariwisataan
LAPORAN AKHIR
HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI
TIM PENGUSUL
Dibiayai dari Dana PNBP Tahun Anggaran 2015 dengan Nomor Kontrak :
1659/UN14.1.11/PNL.01.00.00/2015
HALAMAN PENGESAHAN
2. Ketua Peneliti
a. Nama : I Wayan Darsana, SS., M. Par
b. Jenis Kelamin : Laki-Laki
c. NIP/NIDN : 03061981
d. Jabatan Struktural :-
e. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli
f. Fakultas/Program Studi : Pariwisata/Industri Perjalanan Wisata
g. Pusat Penelitian :-
h. Alamat : Jl. Dr. R Goris No 7 Denpasar
i. Telp/Fax : 0361 223798
j. Alamat Rumah : Jl. Muding Mekar Gang Gadung No. 10,
Kerobokan
k. Telp/Email : 0813530011199/ w.darsana@yahoo.com
3. Jumlah anggota peneliti : 3 orang
4. Jumlah Mahasiswa :2
5. Pembiayaan :
Jumlah yang diajukan ke Fakultas : 25.000.000,-
Jumlah yang disetujui : 22.000.000.-
Mengetahui,
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Udayana
ii
DAFTAR ISI
iii
5.2.Partisipasi Pelaku Pariwisata (Stakeholders) dalam Pengelolaan
Wisata Bahari yang Berkelanjutan di Kawasan Nusa
Penida……………………………...... .................................... 17
5.2.1 Pelaku Pariwisata Lokal dan Pelaku Pariwisata Luar Nusa
Penida ………………………………………………………. 20
5.3 Model Pengelolaan Wisata Bahari di Kawasan Pulau Nusa
Penida………………………………………………………. . 29
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN………………………………………. 44
6.1 Simpulan……………………………………………………… 44
6.2 Saran………………………………………………………….. 44
iv
DAFTAR TABEL
Hal.
TABEL 4.1 Rancangan Penelitian………………………… 10
TABEL 5.1 Jumlah Desa Dinas…………………………… 16
TABEL 5.2 Dive Operator di Nusa Penida dan Nusa
Lembongan Kecamatan Nusa Penida……….. 21
TABEL 5.3 Data Kunjungan Wisatawan ke Crystal Bay
Desa Sakti Tahun 2014 (Kapal Aristocat)…… 23
TABEL 5.4 Data Kunjungan Wisatawan ke Crystal Bay
Desa Sakti Tahun 2014 (Kapal Quicksilver)… 23
TABEL 5.5 Jumlah dan Tempat Bekerja Warga Lokal
Nusa Penida di Dive Operator……………….. 25
TABEL 5.1 Model Analisis Orientasi Terintegrasi………... 38
v
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 5.1 Model Orientasi Terintegrasi…………………….. 37
vi
KATA PENGANTAR
Atas anugrah Ida Sanghyang Widhi Wasa, tim peneliti mengucapkan rasa
syukur mampu menyelesaikan laporan penelitian Hibah Penelitian Unggulan Program
Studi (HUPS) yang berjudul,”Model Pengelolaan Wisata Bahari Berkelanjutan di
Pulau Nusa Penida, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung, Bali“ dalam bentuk
laporan akhir.
Laporan akhir ini merupakan keseluruhan hasil penelitian yang telah
dilakukan di Pulau Nusa Penida. Banyak kelemahan dalam penelitian ini terutama
administrasi penelitian sebagai pelajaran berharga bagi tim peneliti untuk lebih telaten
dan rapih dalam pengelolaan dana dan adminitrasi penelitian.
Kami mengucapkan terima kasih secara mendalam kepada Rektor Unud,
Ketua LPPM, Dekan Fakultas Pariwisata Unud, Ketua Program Studi S1 Industri
Perjalanan Wisata Unud kepada segenap pihak yang telah membantu penyelesaian
penelitian hingga berwujud laporan yaitu Bupati Pemkab Klungkung, Dinas
Pariwisata Pemkab Klungkung, Camat Nusa Penida dan para informan di Nusa
Penida yang telah sangat membantu dalam penyelesaian laporan akhir penelitian.
Kami tim peneliti menyampaikan terima kasih atas waktu dan beragam informasi
yang telah diberikan.
Tim Peneliti
vii
RINGKASAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
yang dilakukan baik dari Pemerintah Daerah Kabupaten Klungkung ataupun
keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan serta manfaat ekonomi dari aktivitas
wisata bahari terhadap masyarakat setempat.
Untuk mencapai tujuan-tujuan pengelolaan wisata bahari secara terpadu dan
berkelanjutan, maka perlu keterlibatan masyarakat, pemerintah dan perangkat
kebijakannya serta Industri pariwisata ( Biro Perjalanan wisata dan industri jasa dive
operator lainnya) sehingga pengelolaan wisata bahari di Pulau Nusa Penida
berkembang lebih terarah dan memberikan nilai manfaat untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi masyarkat dan menjaga kelestarian lingkungan wisata bahari
agar tetap berkelanjutan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
4. Wisatawan yang menginginkan adanya peluang untuk pengembangan keahliah
khusus (chance to develop special skills); dan
5. Wisatawan yang ingin berpartisipasi dalam kegiatan budaya local setempat
(participation in local culture).
Beberapa contoh kegiatan wisata bahari menurut karakteristiknya dapat
dikelompokan sebagai berikut:
1. Leisure (snorkeling, fishing, body board, parasailing, banana boat, pontoon slide,
jetski, sea rafting, sea walker, diving, dan coral gardening).
2. Sport (skiing, surfing, wind surfing, scuba diving, karakteristik leisure yang
dilombakan).
3. Cruise (boating, yacht, excursion, day cruise, floating hotel)
4
Strategi pembangunan bidang kelautan dan perikanan mencakup
pengembangan investasi untuk sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung lainnya
yang berwawasan lingkungan; dan melibatkan masyarakat local dalam
pengelolaannya. Untuk menyiapkan perannya yang semakin penting, arah kebijakan
makro pembangunan kelautan dan perikanan ditekankan pada:
1. Menyatukan komitmen politik dari para penentu kebijakan, mengkaji dan
menyusun Undang-Undang Kelautan Nasional yang sinergi dan terintegrasi
sebgai payung hukum pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia
2. Menentukan dan menetapkan batas-batas wilayah perairan pedalaman, zona
tambahan, dan landas kontinen
3. Meningkatkan pemahaman geopolitik dan geostrategis kepada seluruh komponen
4. Mengembangkan armada laut baik secara kualitas maupun kuantitasnya dalam
konteks menjaga keutuhan NKRI dan kekayaan sumber daya alam
5. Meningkatkan penanganan kerusakan lingkungan dan rehabilitasi wilayah pesisir
yang terdegradasi, menegmbangkan daerah perlindungan, dan menindak tegas
bagi perusak lingkungan.
5
1. Pendekatan berkesinambungan, inkremental dan fleksibel (continuous,
incremental and flexible approach). Pendekatan ini didasarkan pada kebijakan dan
rencana pemerintah, baik secara nasional maupun regional. Perencanaan
pariwisata dilihat sebagai suatu proses berkesinambungan yang perlu dievaluasi
berdasarkan pemantauan dan umpan balik dalam kerangka pencapaian tujuan dan
kebijakan pengembangan pariwisata.
2. Pendekatan sistem (system approach). Pariwisata dilihat sebagai suatu sistem
yang saling berhubungan (interrelated system), demikian halnya dalam
perencanaan dan teknik analisisnya.
3. Pendekatan menyeluruh (comprehensive approach). Pendekatan ini bisa juga
disebut pendekatan holistik. Seperti pada pendekatan sistem seluruh aspek yang
terkait dalam perencanaan pariwisata mencakup institusi, lingkungan dan
implikasi sosial ekonominya dianalisis dan direncanakan secara menyeluruh.
4. Integrated approach. Mirip dengan pendekatan sistem dan pendekatan
menyeluruh. Pariwisata dikembangkan dan direncanakan sebagai suatu sistem
yang terintegrasi baik ke dalam maupun ke luar.
5. Pendekatan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan
(environmental and sustainable development approach). Pariwisata direncanakan,
dikembangkan dan dikelola memperhatikan kelestarian lingkungan fisik dan sosial
budaya. Analisis daya dukung merupakan bagian yang paling penting dalam
pendekatan ini.
6. Pendekatan swadaya masyarakat (community approach). Pendekatan yang
melibatkan yang sebesar-besarnya masyarakat mulai dari proses perencanaan,
membuat keputusan, pelaksanaan dan pengelolaan pengembangan pariwisata.
7. Pendekatan implementasi (implementable approach). Kebijakan, rencana,
rekomendasi dan rumusan pengembangan pariwisata dibuat serealistis mungkin
dan dapat diterapkan. Rumusan perencanaan dibuat sejelas mungkin sehingga bisa
dilaksanakan.
8. Penerapan proses perencanaan yang sistematik (application of systematic planning
process). Pendekatan yang dilakukan berdasarkan logika tahapan kegiatan.
6
sampaikan oleh Ahmadi(2007) adalah proses pembaharuan hingga menjadi kesatuan
yang utuh atau bulat,sedangkan menurut Kay dan Alder (1999) terdapat tiga jenis
integrasi yaitu: integrasi sistem, integrasi kebijakan, dan integrasi fungsional.
Integrasi sistem memasukan mempertimbngkan dimensi spasial dan
temporal.Integrasi kebijakan sangat esensial untuk menjamin konsistensi dan program
pengelolaan secara terpadu dalam kontek kebijakan pemerintah pusat dan daerah serta
untk memelihara koordinasi.sedangkan integrasi fungsional berkaitan hunbungan
antara barbagai kegiatan pengelolaan seperti konfirmasi antara program dan kegiatan
untuk mencapai tujuan.Integrasi juga mengupayakan agar tidak terjadi duplikasinya
antara lembaga yang telibat tetapi saling melengkapi. Pengintegrasian antara tujuan
manajemen,aktivitas manajemen dan struktur manajemen merupakan salah satu
bentuk efekif integrasi manajemen.
Menurut Cox ( 1985,dalam Dowling dan Fennel,2003: 2) pengelolaan
pariwisata memperhatikan prinsip sebagai berikut.
1. Pembangunan dan pengembangaan pariwisata haruslah didasarkan pada kerarifan
lokal dan ‘special local sense’yang merefleksikan keunikan peninggalan budaya
keunikan lingkungan.
2. Preservasi proteksi,dan peningkatan kualitas Sumber Daya yang menjadi basis
pengembangan kawasan pariwisata
3. Pengembangan atraksi wisata tambahan yang mengakar pada khasana budaya
lokal.
4. Pelayanan pada wisatawan yang berbasis keunikan budaya dan lingkungan lokal
5. Memberikan dukungan dan legitimasi pada pembangunan dan pengembangan
pariwisata jika terbukti memberikan manfaat positif tetapi sebaliknya
mengendalikan dan/atau menghentikan aktifitas pariwisata tersebut jika
melampaui ambang batas (carryng capacity) lingkungan alam atau akseptabilitas
soaial maupun di sisi laian mampu meningkatkan pendapatan masyarakat.
7
BAB III
8
BAB IV
METODE PENELITIAN
9
Rancangan Penelitian
Masalah
1. Partisipasi pelaku
Pariwisata
2. Model pengelolaan
wisata bahari
Analisis Data
Model desa
wisata
10
2. Data kualitatif, merupakan data berbentuk deskriptif berupa berbagai keterangan
dan informasi dari hasul wawancara yang berhubungan dengan fokus penelitian
(Schumacer, 2003).
11
Dalam penelitian ini dipilih beberapa orang sebagai informan yang dianggap
memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam pemahaman keadaan setempat dan
mampu mengarahkan peneliti kepada informan lain yang memiliki informasi lebih
mendalam tentang fokus penelitian.
Dalam penelitian ini informan yang dimaksud adalah (1) pihak Pemerintah
Kabupatendan Camat Nusa Penida; (2) masyarakat lokal (Kepala Desa, tokoh
masyarakat, pelaku pariwisata bahari); dan (3) wisatawan.
12
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
13
3 pasar di kecamatan ini, masing-masing di desa batununggul, Toyapakeh dan
Jungutbatu.
Jumlah penduduk nusa penida pada tahun 2010, tercatat sebanyak 48.075 jiwa,
atau sekitar 13.359 rumah tangga ( kepala keluarga). terdapat 508 orang anak usia
antara 7-12 tahun tidak bersekolah, pada tahun 2010. mayoritas penduduk nusa penida
bekerja sebagai petani ( termasuk budidaya rumput laut). pada tahun 2010, tercatat
21.624 penduduk bekerja sebagai petani, 2.454 bekerja sebagai peternak, 2.058 orang
sabagai nelayan, 1.243 orang bekerja sebagai pedagang. dari 13.359 rumah tangga,
hanya 927 rumah tangga yang terlayani air bersih dari perusahan daerah, sisanya
memanfaatkan air bersih dari sumur dan cubang penampungan air hujan. terdapat
1.325 rumah tangga miskin di kecamatan nusa penida.
Nusa Penida memiliki potensi wisata yang sangat menjanjikan, terutama dari
wisata bahari.perairan nusa penida merupakan bagian dari segitiga terumbu karang
dunia. sehingga perairan nusa penida menyimpan berbagai macam biota laut. hampir
diseluruh pesisir nusa penida bisa dilakukan penyelaman. nusa penida juga terkenal
dengan munculnya ikan mola-mola yang muncul sekitar bulan september. hal ini
menarik minat ribuan wisatawan untuk menyelam bersama ikan langka tersebut. nusa
penida juga memiliki perairan yang dipenuhi oleh pari manta, hal ini juga sangat
menarik bagi wisatawan. nusa penida memiliki berbagai pantai yang mempesona
yang tentu sangat sayang untuk dilewatkan.
Sampai saat ini, akomodasi pariwisata berkembang pesat sebatas wilayah
pulau lembongan dan ceningan.namun di wilayah pulau nusa penida, akomodasi
wisata masih terbilang kurang. begitu juga infrastruktur terutama jalan masih jauh
dibawah standar.
14
Luas wilayah kawasan barat Pulau Nusa Penida adalah 100.030 Ha dari luas
wilayah Kecamatan Nusa Penida yaitu 202.840 Ha. Secara umum kondisi topografi
Pulau Nusa Penida tergolong landai sampai berbukit, yang mana untuk daerah pesisir
sepanjang pantai bagian utara berupa lahan datar dengan kemiringan 0-3% dari
ketinggian lahan 0-268 m di atas permukaan laut (dpl) dan semakin ke selatan
kemiringan lerengnya semakin bergelombang.(Sumber: RPJMD Kab.Klungkung
Tahun 2008 - 2013).
Kawasan Barat Nusa Penida termasuk beriklim tropis yaitu musim kemarau
yang dalam kondisi normal akan terjadi pada bulan April-Oktoberdan musim
penghujan yang biasanya terjadi pada musim Oktober-April, dengan temperatur udara
berkisar antara 27ºC – 30,9ºC serta kawasan ini memiliki curah hujan rata-rata
1562,67 mm setiap tahun.(Sumber: RPJMD Kab.Klungkung Tahun 2008)
5.1.3 Pemerintahan
Secara administrasi kawasan barat Pulau Nusa Penida dibagi menjadi delapan
desa administrasi yaitu; Desa Ped, Desa Toapakeh, Desa Sakti, Desa Bunga Mekar,
Desa Batumadeg, dan Desa Batukandik . Enam desa berada di wilayah barat Pulau
Nusa Penida sedangkan dua desa lainya, yaitu Desa Lembongan dan Desa Jungutbatu
berada di Pulau Lembongan, serta masing - masing Desa Dinas dipimpim oleh
seorang Kepala Desa
15
Tabel 5.1
Jumlah Desa Dinas, Dusun, Desa Adat, Pamong Desa, Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk
Menurut Jenis kelamin
16
5.1.4 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Nusa Penida
Aturan adat Pulau Nusa Penida pada umumnya dituangkan dalam awig-awig
(Hukum adat) yang dihasilkan dari kesepakatan (pararem) bersama. Peraturan adat di
pulau ini masih kuat dan mengikat, salah satunya adalah aturan adat yang melarang
masyarakatnya untuk tidak mengambil pasir di laut, masyarakat akan dikucilkan dari
Banjar Adat jika melakukan tindakan melanggar norma kesusilaan dan terdapatnya
aturan tentang pelarangan penangkapan burung.
Ikan Pari manta juga dijumpai di perairan Nusa Penida.Terdapat dua manta
point di bagian selatan pulau Nusa Penida.Ikan Pari manta ini muncul tidak mengenal
musim yang artinya dapat dijumpai sepanjang tahun. Ukuran rata-rata Pari manta di
Nusa Penida dua meter dan juga menjadi salah satu hewan laut kharismatik di Nusa
17
Penida. Begitu juga dengan Ikan Pari Manta (manta-ray), walaupun banyak tempat
memiliki ikan Pari manta, namun jika penyelam datang ke Nusa Penida,hampir 90%
dipastikan penyelam akan bertemu dengan ikan Pari manta. Kondisi ini menjadikan
perairan Nusa Penida sangat unik dan menarik untuk dikunjungi (CTC, 2011).
Berdasarkan data di atas aktifitas pariwisata bahari di Nusa Penida dapat
mendatangkan pemasukan bagi Kabupaten Klungkung, termasuk Provinsi Bali
melalui usaha daerah, retribusi dan perijinan, dan pastinya peningkatan taraf hidup
bagi masyarakat setempat. Sampai saat ini atraksi pariwisata bahari yang telah
dikembangkan di Nusa Penida antara meliputi fishing, mangrove tour, swimming,
diving, snorkling, surfing, danparasailing.
Pemerintah Kabupaten Klungkung melalui Bupatinya yang baru menjabat satu
setengah tahun, I Nyoman Suwirta sangat bersemangat untuk mengembangkan sektor
pariwisata di Klungkung, terutama di Nusa Penida. Menurut putra kelahiran Nusa
Lembongan ini, pariwisata di Klungkung, saat ini memang belum sebanding dengan
kabupaten lain, seperti Badung, Denpasar dan Gianyar. Disisi lain, Klungkung yang
lebih dikenal dengan Kota Serombotan itu, memiliki potensi yang tak kalah
menariknya dilihat dari segi seni budaya dan alamnya. Padahal Klungkung memiliki
potensi seni budaya dan alam, yang tak kalah dengan daerah lain di Bali. Inilah yang
terus di-branding, sehingga pariwisata Klungkung di kenal dunia luar.“Saat ini
jumlah kunjungan wisatawan ke Nusa Penida meningkat tajam mencapai 20 ribu
wisatwan pertahun, “ungkap Suwirta (Harian Pos Bali, 2015).
Berbeda dengan Bupati Klungkung, Gubenur Bali I Made Mangku Pastika
sebelumnya mengatakan Pulau Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, memerlukan
penataan wisata komprehensif sehingga dapat menarik minat wisatawan mengunjungi
pulau yang terkenal indah alam bawah lautnya itu.Potensi wisata di Nusa Penida itu
tinggi, namun karena dihadapkan pada masalah infrastruktur sehingga pariwisata
belum begitu berdampak meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Lebih lanjut
Gubernur Bali menyampaikan rezeki akibat kedatangan wisatawan baru dinikmati
oleh penduduk yang tinggal di sekitar pantai dan belum dinikmati masyarakat daratan
Nusa Penida yang masih bergelut dengan kemiskinannya."Ke depan, di daerah ini
harus dibuatkan lebih banyak vila atau penginapan, penataan kawasan, hingga
dimeriahkan dengan berbagai pertunjukan seni. Sekarang orang ke Nusa Penida `kan
belum jelas apa yang dapat dilihat”ujar Gubernur Bali (antara news, 2013).
18
Pernyataan kedua kepala daerah tersebut di atas menunjukkan perbedaan
perspektif dalam melihat arah pembangunan kepariwisataan di Nusa Penida,
meskipun memiliki kesamaan icon yaitu pengembangan wisata bahari. Di satu sisi,
Bupati Suwirta meyakini bahwa potensi alam dan budaya Nusa Penida sangat kuat,
tinggal meningkatkan promosi kepada wisatawan. Di sisi lain Gubernur Bali
memandang infrastruktur dan pemerataan ekonomi yang belum baik di Nusa Penida
sehingga penekanannya adalah kepada fasilitas-fasilitas penunjang kepariwisataan
yang mengarah kepada mengundang para investor dan pengadaan proyek-proyek
fisik.
Terlepas dari kedua pendapat tersebut di atas, situasi dan kondisi
kepariwisataan di Nusa Penida terlihat berjalan dengan baik. Dari hasil studi pustaka
dan observasi di lapangan terdapat banyak akomodasi pariwisata seperti home stay,
bungalow, resort, dan villa. Dapat diambil kesimpulan sementara bahwa warga
masyarakat lokal sudah peka terhadap arah perkembangan Nusa Penida yaitu pada
sektor pariwisata.
Hal tersbut terlihat dari hasil observasi dan hasil wawancara di lapangan,
untuk wisata bahari di Nusa Penida merupakan atraksi andalan kepada wisatawan.
Data di lapangan menunjukkan mayoritas wisatawan yang datang ke Nusa Penida
lebih banyak melakukan fun-dive di crystal bay dan manta point daripada ke dive site
lain. Wisatawan yang melakukan aktifitas selam sebagian besar ingin menikmati view
bawah laut Nusa Penida, termasuk fauna bawah lautnya seperti Ikan ikan Mola-mola
dan Pari Manta.(Ardana, wawancara 9 Juli 2015).
Terlihat jelas sebagaian besar wisatawan mancangera yang berkunjung ke
Nusa Penida adalah wisatawan yang memiliki minat khusus yaitu menyenangi
keindahan alam dengan rasa keingintahuan yang besar, memiliki nuansa petualangan,
memiliki keahlian atau skill minimal mampu berenang dan memiliki unsur
pelestarian. Empat hal tersebut jika dipahami dan mampu dijadikan peluang bisnis
oleh warga masyarakat lokal dapat menumbuhkan dan memeratakan pendapatan
melalui sektor pariwisata. Selama ini hanya pengusaha atau investor dari luar yang
memanfaatkannya dan cenderung bisnis oriented. Padahal, dengan memecah variabel
tersebut seperti keindahan alam, nuansa petualangan, skill diving, dan pelestarian
alam bawah laut dapat diolah-dimanfaatkan untuk membuka peluang-peluang usaha
bagi warga masyarakat lokal.
19
Pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah kabupaten Klungkung sudah
seharusnya lebih peka menangkap peluang-peluang tersebut. Informasi tentang Nusa
Penida sudah sangat banyak baik secara popular maupun sudut pandang ilmiah.
Ditambah investasi yang beragam sudah dilakukan, sekarang tinggal bagaimana
memanfaatkan potensi-potensi yang ada untuk perencanaan dan pengembangan lebih
lanjut yang terfokus kepada pariwisata berbasis masyarakat. Tanpa peran pemerintah
dan fasilitasi stakeholders maupun LSM/akademisi untuk memperkuat kelembagaan
di tingkat masyarakat lokal adalah yang paling dibutuhkan saat ini. Penguatan
kelembagaan sering dilupakan dalam pembangunan berbagai sektor saat ini. Sejatinya
penguatan kelembagaan yang didalamnya masuk unsur, sosial-budaya, Sdm,
permodalan dan pengembangan kedepannya, adalah kunci keberhasilan pembangunan
baik secara mikro maupun makro untuk mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan.
Sudah bukan saatnya kembali mengidentifikasi potens-potensi/sumber daya di
Nusa Penida karena akan menimbulkan permasalahan baru dan kejenuhan di
masyarakat. Hal utama yang diinginkan masyarakat Nusa Penida adalah implementasi
nyata dari berbagai program pembangunan dengan keterkaitan antar sektor. Sektor
pariwisata, sektor perikanan/kelautan, sektor pertanian dan sektor perkebunanserta
sektor yang relevan lainnya harus dapat bersinergi atau terintegrasi secara top down
maupun bottom up dengan meminimalkan unsur politis, like or dislike, konflik dan
sejenisnya yang dapat mnghambat pengembangan pembangunan termasuk sektor
kepariwisataan.
5.2.1 Pelaku Pariwisata Lokal dan Pelaku Pariwisata Luar Nusa Penida
Sampai saat ini di Kecamatan Nusa Penida (Pulau Nusa Penida dan Pulau
Lembongan) terdapat delapan dive operator yaitu Lembongan Dive Adventure,
Lembongan Dive Centre, Lembongan Dive Scuba, Pro Dive, Bali Dive Academy,
World Diving Lembongan, Blue Corner Diving, dan MM Diving.
Untuk water sport terdapat dua cruise besar yang memiliki ponton berlabuh di
pulau Lembongan, satu cruise kecil dengan ponton kecil di pulau Ceningan, dan satu
cruise besar dengan satu ponton di pulau Penida. Setiap cruise yang ada di Nusa
20
Penida menyediakan jasa watersport seperti snorkling, parasailing, kayaking,
banana boat dan lain lain. Cruise yang menyediakan jasa tersebut antara lain, Bali
Hai II Cruise, Bounty Cruise, Quick Silver, dan Eka Jaya Cruise.
Berdasarkan observasi dilapangan bahwa Perkembangan Dive Operator di Pulau
Nusa Penida saat ini berkembang cukup dimana pemiliknya berasal dari Luar Pulau
Bali dan pemilik asing, seperti tabel 5.2 berikut :
Tabel 5.2
Nama Dive Operator di Nusa Penida dan Nusa Lembongan
Kec. Nusa Penida
21
Berdasarkan data di lapangan aktivitas wisatawan di Nusa Penida cenderung
menyelam fun-dive dan dive-course di titik lokasi crystal bay dan manta point
dibandingkan dengan titik lokasi selam lainnya. Dive operator yang berkedudukan di
Nusa Penida hanya tiga seperti tersebut di atas, sisa dengan jumlah yang lebih banyak
berkedudukan di pulau Lembongan dengan titik lokasi menyelam di Pulau Nusa
Penida (crystal bay dan manta point).
Amat disayangkan hampir keseluruhan pemilik jasa dive operator berasal dari
luar Nusa Penida, Nusa Lembongan maupun Nusa Ceningan (Kecamatan Nusa
Penida). Meskipun beberapa tenaga kerjanya direkrut dari warga masyarakat
setempat. Fakta ini menunjukkan peran warga masyarakat lokal masih rendah untuk
berkecimpung di dunia pariwisata khususnya wisata bahari, belum sebanding dengan
potensi wisata bahari yang dimiliki. Kemungkinan penyebabnya adalah
permasalahan permodalan, Sdm dan belum menyadari akan potensi serta kemampuan
yang dimiliki.
22
Aristocat Tujuan Crystal Bay Desa Sakti sedangkan Desa Ped tidak ada data
kunjungan wisatawan serta data kunjungan wisatawan melalui speed boat tujuan Nusa
penida secara umum belum terdata.
Adapun data kunjungan wisatawan ke Nusa Penida melalui Kapal Aristocat
ditunjukan pada tabel 5.3 dan kunjungan wisatawan ke Desa Toyepakeh melalui kapal
Quicksilver ditunjukan pada tabel 5.4 berikut:
Tabel 5.3
Data Kunjungan Wisatawan ke Crystal Bay Desa Sakti Tahun 2014
(Kapal Aristocat)
No Tahun Jumlah Kunjungan
1 2010 1.534
2 2011 1.600
3 2012 3.476
4 2013 2.512
5 2014 2.308
Tabel 5.4
Data Kunjungan Wisatawan ke Crystal Bay Desa Sakti Tahun 2014
(Kapal Quicksilver)
23
menggunakan speed boat belum didata dan hanya membayar kontribusi sebesar Rp
15.000, per speed boat dan dalam seharinya pada musim ramai jumlah speed boat
berkisar anatra 30 – 50 speed boat sedangkan musim sepi berkisar antara 15 – 25
speed boat. ( Made Alep, Wawancara 7 Juli 2015 )
Hal Senada juga dipertegas oleh Bapak Camat Nusa Penida, bahwa kontribusi
saat ini hanya bersifat parsial yakni bagi daerah yang dikunjungi wisatawan yang
melakukan aktivitas bahari dikenakan biaya kontribusi Rp 15.000 per speed boat dan
dari Pihak Pemda Kabupaten Klungkung secepatnya akan membuat kebijakan terkait
dengan retribusi. ( Kt Sukla, wawancara 7 Juli 2015)
Berdasarkan Keterangan Dari kepala Desa Toyepakeh bahwa Kontribusi untuk
Desa Toyepakeh berbeda dengan Desa Sakti dan Desa Ped , yakni kontribusi yang
masuk ke desa sesuai dengan jumlah wisatawan dan tidak per kapal atau per speed
boat melainkan untuk satu wisatawan akan dikenakan biaya Rp 1500 per kepala dan
rata rata kunjungan wisatawan per hari mencapai 150 – 200 wisatawan yang melalui
kapal Quicksilver. Artinya dalam waktu satu hari desa Sakti memperoleh hamper Rp.
300.000 dari pihak Quicksilver dalam sebulan memperoleh Rp. 9.000.000 serta dalam
waktu setahun hampir mencapai Rp. 110.000.000. Ditambahkan juga bahwa mulai
dari Mei 2015 sampai sekarang Kapal Quicksilver akan membawa wisatawan sekitar
350 – 400 wisatawan per hari( Musbah, Wawancara 6 Juli 2015).
Dari segi penyerapan tenaga kerja lokal tampak sudah cukup banyak yang
bekerja di dive operator-dive operator yang ada di Nusa Penida. Perkembangan
kegiatan wisata bahari tentunya dapat menambah lapangan pekerjaan untuk
masyarakat lokal yang bekerja di bidang aktivitas bahari seperti dive Operator, guide
local dan lainya seperti pada tabel 5.5 berikut:
24
Tabel 5.5
Jumlah dan Tempat Bekerja Warga Lokal Nusa Penida di Dive Operator
25
serta masyarakat secara langsung di sektor pariwisata dapat terwujud. Begitu pula
dengan peran pengusaha yang masih mengabaikan pelestarian lingkungan masih sulit
untuk dilakukan pencegahan.
Warga masyarakat Nusa Penida harus menyadari dimana posisi saat ini dan
akan kemana arah pembangunan untuk mewujudkan kesejahterahaannya secara
berkelanjutan. Pembangunan kepariwisataan secara berkelanjutan menjadi suatu
keharusan untuk menciptakan keselarasan antara potensi, pengelolaan, kebijakan dan
peraturan perundang-undangan, dengan apa yang dikehendaki oleh warga masyarakat
lokal. Keberlanjutan adalah sesuatu yang eksistensial untuk dapat mewujudkan
kesejahterahaan masyarakat bukan saja untuk kepentingan saat ini melainkan juga
untuk masa depan generasi berikutnya. Kuncinya kembali kepada keselarasan dimana
untuk masyarakat Bali khususnya (termasuk Nusa Penida) keselarasan atau
keharmonisan atau keseimbangan sudah menjadi nilai budaya yang sering
diwacanakan yaitu Tri Hita Karana. Sejatinya dalam tataran praksis keselarasan sudah
terus diupayakan melalui implementasi desa adat/desa pekraman. Artinya masyarakat
Nusa Penida sebenarnya sudah mampu mengimplementasikan keselarasan hanya saja
berbeda konteksnya. Jadi bukan hal yang tidak mungkin jika ingin mewujudkan
pariwisata secara berkelanjutan di Nusa Penida, tinggal melaksanakan upaya
perencanaan dan pengembangannya.
Pariwisata berkelanjutan didefinisikan sebagai pariwisata yang
memperhitungkan penuh dampak ekonomi, sosial dan lingkungan saat ini dan masa
depan, memenuhi kebutuhan pengunjung, industri, lingkungan dan masyarakat
setempat. Pembangunan pariwisata secara berkelanjutan harus memperhatikan tiga
aspek penting yang harus dibangun secara baik yaitu aspek lingkungan, aspek
ekonomi dan aspek sosial budaya. Pengembangan pariwisata berkelanjutan
memerlukan partisipasi dari para pemegang kebijakan dan praktisi pariwisata terkait
dan kesadaran kultural serta kepemimpinan politik yang kuat untuk memastikan
adanya partisipasi yang aktif dan kesepakatan antar stakeholders. Pencapaian
pariwisata berkelanjutan merupakan proses yang berkesinambungan dan
membutuhkan pemantauan yang konstan, inovasi mengenai langkah-langkah
pencegahan dan perbaikan yang diperlukan terhadap dampak dari kegiatan pariwisata
juga harus terus dilakukan (UNEP dan WTO, 2005).
Selama ini yang terjadi dalam pengelolaan wisata bahari di Nusa Penida masih
bersifat partial, belum bersinergi dan terintegrasi dengan baik. Aspek ekonomi
26
menjadi perhitungan utama namun hanya dari sisi investor dari luar Nusa Penida yang
memanfaatkan potensi secara maksimal di Nusa Penida. Tidak lebih dari lima usaha
jasa wisata bahari yang dimiliki oleh warga lokal, itu pun terindikasi beberapa
diantaranya adalah milik orang asing (meminjam nama warga setempat) dan joint
dengan sistem bagi hasil. Pemanfaatan potensi alam bawah laut oleh warga lokal
masih bersifat sebagai partisipasi pasif dengan berbagai kendala seperti, permodalan,
Sdm, pengelolaan, kelembagaan, pemasaran dan promosi, serta masih mengandalkan
sektor yang dianggap lebih pasti/leboh menjanjikan mendatangkan pendapatan karena
sudah terlebih dahulu dilakukan. Seperti usaha rumput laut, sektor informal
pembuatan kerupuk ikan dan beberapa sektor lainnya.
Upaya dari pemerintah kabupaten Klungkung sudah menunjukkan arah
kemajuan dengan menyelenggarakan Festival Nusa Penida setiap tahunnya. Namun
penekanannya hanya pada aspek promosi belum dipikirkan aspek keberlanjutannya.
Seperti Aspek lingkungan dan Aspek Budaya masih minim perhatian atau belum
menjadi fokus dari program kerja pemerintah. Meskipun sudah memiliki pedoman
atau kerangka pikir untuk memperhatikan aspek lingkungan dan aspek budaya di
Nusa Penida, ternyata dalam tataran implementasi masih sulit untuk diterapkan.
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa partisipasi dari pelaku
pariwisata yang memanfaatkan potensi wisata bahari yang dimiliki Nusa Penida
belum maksimal, masih sebatas tarif kontribusi yang masuk ke Desa. Atau dengan
kata lain partisipasi dari para pengusaha masih bersifat partisipasi pasif. Hal ini
menunjukkan para pengusaha tersebut masih bersifat profit oriented/orientasi bisnis
dan merasa sudah cukup dengan hanya memberikan tarif kontribusi.
Bagi para pelaku pariwisata tersebut memiliki pandangan bahwa mereka sudah
sangat membantu desa-desa di Nusa Penida (khususnya yang langsung di tuju; desa
Sakti, Desa Ped dan desa Toya Pakeh) dengan kontribusi yang sudah diberikan.
Pemanfataannya diserahkan kepada pihak desa dan mereka merasa tidak tepat untuk
turut campur dalam pemanfaatan dana tarif kontribusi tersebut. Kepentingannya
adalah bisnis mereka berjalan dengan baik yaitu para wisatawan yang menggunakan
jasa dive operator atau speed boat merasa aman dan nyaman, desa mendapatkan
kontribusi dan tidak ada permasalahan lainnya lagi karena keduabelah pihak (investor
dan masyarakat lokal) sudah memiliki kesepakatan dan saling mengerti tentang hak
dan kewajibannya.
27
Terlihat para pengusaha tersebut memahami kondisi sosial budaya masyarakat
lokal seperti adat-istiadat, tradisi, karakteristik bahkan pola-pola ekonomi masyarakat
setempat. Jelas para pengusaha memiliki pula orientasi kultural tentang keberadaan
masyarakat lokal tersebut. Di sisi lain, warga masyarakat setempat yang memiliki
orientasi kultural tidak hanya sebatas tradisi dan adat-istiadat melainkan mereka
memiliki pandangan yang maju ke depan dan sama dengan desa-desa lainnya di Bali
tentunya memaknai kekinian tidak terlepas dari kebutuhan materi yang sarat pula
dengan kepentingan ekonomi.
Orientasi bisnis dan orientasi kultural tersebut menjadi kuat untuk
pengembangan kepariwisataan di Nusa Penida dan mungkin pula untuk
pengembangan sektor lainnya di pulau yang indah ini. Sesungguhnya berdasarkan
temuan data di lapangan yaitu orientasi bisnis dan orientasi kultural menjadi landasan
untuk melakukan berbagai perencanaan dan pengembangan yang jika disimak lebih
mendalam dasarnya adalah orientasi perubahan.
Dari perspektif pengusaha yang dominan berasal dari luar nusa penida
menganggap perubahan penting dari sisi kepentingan bisnis yaitu membuat potensi
wisata bahari dapat dijadikan produk atau atraksi wisata. Dari perspektif masyarakat
lokal nusa penida juga menganggap perubahan sangat penting untuk menjadikan
kehidupan sosial-ekonomi mereka menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Di titik ini terjalin pertemuan antara orientasi bisnis, orientasi kultural dan
orientasi perubahan sebagai satu kesatuan dan menjadi generator penggerak sektor-
sektor pembangunan, terutama sektor pariwisata di Pulau Nusa Penida. Terdeteksi
sampai saat ini ketiga orientasi tersebut dapat harmonis meskipun ada ketidak puasan
dari oknum masyarakat tetapi secara kenyataan mampu memberikan kenyamanan
bagi segenap komponen.
Bisnis dari pengusaha berjalan lancar, banyak warga lokal yang juga turut
bekerja, aktifitas keseharian warga lokal tidak terganggu dan tradisi, adat-istiadat,
upacara keagamaan, seperti upacara dewa yadnya ; piodaan di Pura-Pura besar di
Nusa Penida, pitra yadnya, manusa yadnya dan bhuta yadnya dapat berjalan dengan
sebagaimana mestinya. Bahkan terlihat kesejahterahaan masyarakat mulai meningkat
dengan indikator berkembangnya fasilitas umum, pembangunan infrastruktur, jejaring
informasi dan teknologi serta aksesibilitas yang jauh lebih baik dalam kurun waktu 25
tahun terakhir.
28
5.3 Model Pengelolaan Wisata Bahari di Kawasan Pulau Nusa Penida
Menuju Pengelolaan wisata bahari yang berkelanjutan perlu adanya keterlibatan
masyarakat lokal, pemerintah dan pelaku wisata bahari tersebut.Adanya kebijakan
yang mengatur tentang tatakelola wisata bahari agar berkelanjutan baik di bidang
ekonomi, lingkungan dan kunjungan wisatwawan yang meningkat dalam setiap
tahunnya.
Berdasarkan keterangan dari Bapak Bupati Klungkung, bahwa wisata bahari
merupakan wisata unggulan yang ada dinusa penida, sehinga perlu diatur
pengelolaanya sehinnga dapat memberikan keuntungan buat masyarakat nusa penida
dan peningkatan PAD Klungkung secara umum, untuk mendatangkan wisatawan ke
Nusa Penida pihak Pemda sudah melakukan beberapa promosi dan berbagai event
seperti festival nusa penida, dan mengenai wisata bahari berkelanjutan pihak
Pemerintah kabupaten sudah membentuk KKP (Kawasan konservasi Perairan) untuk
mengontrol kegiatan wisata bahari dan kawasan perairan dan perlunya dibentuk
sebuah kebijakan tentang pengelolaan wisata yang bermanfaat buat masyarakat dan
pemerintah daerah dan provinsi (I Nyoman Suwirta, Wawancara Juli 2015).
Pemerintah kabupaten Klungkung memiliki Rencana Pengelolaan KKP Nusa
Penida (Kawasan Konservasi Perairan) Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali. Zonasi
Kawasan Konservasi Perairan adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang
di kawasan konservasi perairan melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai
dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang
berlangsung sebagai satu kesatuan Ekosistem (PERMEN Kelautan dan Perikanan No.
30 Tahun 2010). Tujuan dibentuknya zonasi adalah guna mengatur pemanfaatan
sumberdaya pesisir dan laut di Nusa Penida disesuaikan dengan kondisi ekologi,
sosial, ekonomi dan budaya setempat agar dapat lestari dan berkelanjutan. Manfaat
lain dengan adanya zonasi adalah mencegah terjadinya potensi konflik antar
kepentingan di dalam memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut yang ada (KKP
Nusa Penida, 2012).
Pembentukan KKP dilihat secara seksama merupakan langkah antisipasi
berbagai permasalahan yang dapat ditimbulkan ketika suatu kawasan sudah mulai
dilirik oleh berbagai pihak. Pemanfaatan sumber daya tersebut menjadi urgent untuk
diatur agar tidak menimbulkan perebutan sumber daya dan pada akhirnya akan
merugikan semua pihak. Berbicara permasalahan pariwisata sangat memerlukan
kenyamanan dengan potensi luar biasa yang dimiliki pulau Nusa Penida. Upaya
29
mewujudkan pariwisata berkelanjutan menjadi semakin tampak jelas yaitu perlunya
segenap pihak di Pulau Nusa Penida memahami pentingnya pengelolaan aspek
ekonomi, aspek lingkungan dan aspek budaya dan jika tidak ada perencanaan dan
pengelolaan yang terintegrasi maka diyakini pengembangan pembangunan
kepariwisataan akan menemui jalan buntu, hanya menguntungkan satu pihak, dan
stagnasi yang sulit dicari solusi di masa mendatang (karena kepentingan, konflik dan
kerusakan lingkungan yang parah). Patut menjadi catatan adalah berdasarkan KKP
Nusa Penida tersebut di atas dari segi sosial-kemasyarakatan tampaknya Nusa Penida
memiliki potensi konflik yang besar, yang harus dipetakan secara bijaksana. Sehingga
solusi berbagai permasalahan di Nusa Penida dapat diterapkan dengan baik, dan
sebagai kunci utamanya adalah mampu mempersatukan masyarakat Nusa Penida
dengan satu visi sehingga berbagai misi program-program pembangunan dapat
terlaksana dengan baik.
Analisis data di atas diperkuat dengan kenyataan yang terjadi di lapangan
yaitu permasalahan di perairan Nusa Penida adalah penangkapan ikan secara ilegal
(merusak terumbu karang, potassium, satwa laut yang dilindungi ; treasure shark,
ikan karang dan penyu) oleh nelayan dari Nusa Penida maupun dari Lombok, Muncar
dan Tanjung Benoa), Wisata Bahari yang massal dan tidak ramah lingkungan karena
setiap tahunnya lebih dari 200 ribu wisatawan ke pulau Nusa Penida, namun
pengelolaannya masih belum baik mengancam terumbu karang dan biota laut, polusi
limbah dan sampah, melemahnya penerapan aturan adat, kurangnya kesadaran
masyarakat, kurangnya aturan dan kebijakan terkait pesisir dan laut, dan lemahnya
kapasitas sumberdaya manusia (KKP Nusa Penida, 2012).
30
Pengembangan wisata bahari di Nusa Penida jelas terlihat dari visi dan misi
walaupun penekanannya kepada aspek promosi. Wisata bahari dengan demikian
sudah menjadi fokus pembangunan Nusa Penida 20 tahun ke depan terintegrasi
dengan konservasi perairan/perikanan dan lingkungan maupun aspek ekonomi yaitu
untuk kesejahterahaan warga masyarakat setempat. Berikut penataan zonasi
berdasarkan KKP Nusa Penida (2012) :
a. Zona Inti (Luas : 120,29 ha) memiliki tiga lokasi didalam KKP Nusa Penida,
yaitu di Mangrove Lembongan, Tanjung Samuh dan Batu Abah. Zona inti
merupakan zona di dalam KKP Nusa Penida yang diperuntukkan bagi:
Perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan; Penelitian; dan Pendidikan.
b. Zona Perikanan Tradisional (Luas:17,264.27 ha), Batas luar dari zona
perikanan tradisional ini sama seperti dengan batas KKP Nusa Penida, yaitu 6
titik yang berada mengelilingi wilayah perairan Kecamatan Nusa Penida. Zona
Perikanan tradisional merupakan zona di dalam KKP Nusa Penida yang
diperuntukkan bagi: Perlindungan habitat dan populasi ikan; Penangkapan
ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan; Pariwisata dan rekreasi;
Penelitian dan monitoring; Pendidikan.
c. Zona Pariwisata Bahari Khusus (Luas: 905.24 hektar) tiga lokasi yang menjadi
zona pariwisata bahari khusus didalam KKP Nusa Penida, yaitu di
Lembongan, Ped dan Sental-Buyuk. Zona Pariwisata Bahari Khusus
merupakan zona di dalam KKP Nusa Penida yang diperuntukkan bagi:
Perlindungan habitat dan populasi ikan; Penangkapan ikan dengan alat dan
cara yang ramah lingkungan; Pariwisata dan rekreasi; Penelitian dan
monitoring; dan Pendidikan.
d. Zona Pariwisata Bahari (Luas:1,221.28 ha), Zona pariwisata bahari yang ada
didalam KKP Nusa Penida ada dibeberapa lokasi, yaitu: Manta Point, Pasih
Wug, Crystal Bay, Ceningan Wall – Gamat, Toyapakeh, Malibu A, Malibu B
dan Sampalan. Zona Pariwisata Bahari merupakan zona di dalam KKP Nusa
Penida yang diperuntukkan bagi: Perlindungan habitat dan populasi ikan;
Pariwisata dan rekreasi; Penelitian dan monitoring; dan Pendidikan.
e. Zona Budidaya Rumput Laut (Luas:464.25hektar), Zona budidaya rumput laut
ini menempati areal dimana masyarakat saat ini sudah menggunakannya. Zona
budidaya rumput laut dibagi kedalam beberapa nama sesuai dengan kedekatan
lokasi dengan nama administrasi ataupun nama lokal setempat. Berikut nama-
31
nama areanya : Lembongan A, Lembongan B, Lembongan C, Ceningan Wall,
Selat Lembongan – Ceningan, Toyapakeh, Toyapakeh – Ped, Suana –
Pejukutan dan Batununggul. Zona Budidaya Rumput Laut merupakan zona di
dalam KKP Nusa Penida yang diperuntukkan bagi: Perlindungan habitat dan
populasi ikan; Budidaya rumput laut; Penelitian dan monitoring; dan
Pendidikan.
f. Zona Suci (Luas: 46.71 hektar), Zona suci terbagi menjadi 4 bagian sesuai
keberadaan Pura Suci yang ada di Nusa Penida. Pura tersebut adalah Pura Ped,
Pura Ulakan, Pura Batu Medau dan Pura Batu Kuning. Zona Suci merupakan
zona di dalam KKP Nusa Penida yang diperuntukkan bagi: Perlindungan
habitat dan populasi ikan; Peribadatan umat Hindu; Penelitian dan
monitoring; dan Pendidikan.
g. Zona Pelabuhan (Luas: 35.15 hektar), Zona pelabuhan didalam KKP Nusa
Penida berada di Pelabuhan Sampalan. Zona Pelabuhan merupakan zona di
dalam KKP Nusa Penida yang diperuntukkan bagi: Perlindungan habitat dan
populasi ikan; Alur pelayaran dan pelabuhan; Penelitian dan monitoring;
Pendidikan.
Dari ke tujuh zonasi KKP Nusa Penida di atas dapat dimaknai permasalahan
dan arah pembangunan potensi perairan/perikanan termasuk pembangunan sektor
pariwisata khususnya wisata bahari. Permasalahannya adalah sejak ditetapkan pada
tahun 2012, KKP Nusa Penida belum dapat diimplementasikan secara maksimal.
Permasalahan seperti partisipasi pasif dari pengusaha dive operator yang dominan
berasal dari luar Nusa Penida, peran pasif dari masyarakat Nusa Penida, lemahnya
penegakan aturan, kurangnya fasilitasi dan pendampingan serta permasalahan sosial,
ekonomi dan budaya lainnya menjadi penghambat dalam mewujudkan pengelolan
wisata bahari secara berkelanjutan di Nusa Penida.
Ada pun model pengelolaan wisata bahari secara berkelanjutan di Nusa Penida
berdasarkan teknik analisis data secara kualitatif dengan memperhatikan data empiris
(pendekatan emic) maka melalui tahapan interpretatif data (pendekatan ethic) model
yang dianggap tepat untuk pengelolaan wisata bahari secara berkelanjutan ke depan
adalah model desa wisata sebagai bagian dari alternatif tourism.
Desa wisata merupakan suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan
fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang
menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. (Nuryanti, 1993).Penekanan desa
32
wisata adalah pengelolaan langsung dari warga masyarakat lokal, dengan partisipasi
aktif, masyarakat terlibat mulai dari tahapan perencanaan, hingga evaluasi. Pariwisata
berbasis masyarakat menjadi hal penting ditengah krisis dunia pariwisata global yang
mengacu kepada mass tourism dan menimbulkan lebih banyak dampak negative
daripada dampak positifnya. Pemahaman terhadap alternative tourism juga harus
dipahami, bahwa warga masyarakat setempat tidak dilepas begitu saja, melainkan
memerlukan fasilitator, pendampingan dan yang terpenting desa wisata adalah
menekankan kepada wisatawan minat khusus, berskala kecil dan berkelanjutan
mensejahterahkan warga masyarakat, serta pelestarian lingkungan termasuk
kebudayaan yang diwariskan. Hal terpenting agar suatu desa dapat menjadi desa
wisata adalah memiliki keunikan dan mendapatkan legitimasi dari pemerintah
kabupaten (Bupati) bahwa desa tersebut merupakan desa wisata.
Penetapan suatu desa wisata paling tidak memiliki beberapa persyaratan,
upaya-upaya, pembangunan fasilitas, dan tipe-tipe desa wisata sebagai pilihan yaitu
(Anom, dkk : 2015):
1. Memiliki keunikan
2. Aksesbilitasnya cukup terjangkau
3. Kesamaan Visi dan Misi di Masyarakat tentang desa wisata
4. Keamanan dan Hospitality
5. Infrastruktur cukup memadai
6. Kondisi Lingkungan dan Kenyamanan
7. Memiliki kaitan dengan daya tarik wisata terdekat.
Untuk suksesnya pembangunan desa wisata, perlu ditempuh upaya-upaya
sebagai berikut :
1. Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM)
Pelaksanaan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), bisa dilakukan
melalui pendidikan, pelatihan dan keikutsertaan dalam seminar, diskusi,
dan lain sebagainya, serta di bidang-bidang kepariwisataan. Pendidikan
diperlukan untuk tenaga-tenaga yang ditugaskan generasi muda dari
desa yang bersangkutan untuk dididik mereka yang akan diberi
tugas menerima dan melayani wisatawan. Keikutsertaan dalam seminar,
diskusi, dan lain sebagainya diberikan kepada para petugas kepariwisataan di
desa, kecamatan, dan kabupaten, karena penduduk desa umumnya hanya
mempunyai keterampilan bertani. Kepada mereka dapat diberikan pelatihan
33
keterampilan lain untuk menambah kegiatan usaha seperti kerajinan, industri
rumah tangga, pembuatan makanan lokal, budi daya jamur, cacing, menjahit,
dan lain sebagainya.
2. Kemitraan
Pola kemitraan atau kerjasama dapat saling menguntungkan antara pihak
pengelola desa wisata dengan para pengusaha pariwisata di kota atau pihak
Pembina desa wisata dalam hal ini pihak dinas pariwisata daerah. Bidang-
bidang usaha yang bisa dikerjasamakan, antara lain seperti: bidang akomodasi,
perjalanan, promosi, pelatihan, dan lain-lain.
3. Kegiatan Pemerintahan di Desa
Kegiatan dalam rangka desa wisata yang dilakukan oleh pemerintah desa,
antara lain seperti : Rapat-rapat dinas, pameran pembangunan, dan upacara-
upacara hari-hari besar diselenggarakan di desa wisata.
4. Promosi
Desa wisata harus sering dipromosikan melalui berbagai media, oleh karena
itu desa atau kabupaten harus sering mengundang wartawan dari media cetak
maupun elektronik untuk kegiatan hal tersebut.
5. Festival / Pertandingan
Secara rutin di desa wisata perlu diselenggarakan kegiatan-kegiatan yang bias
menarik wisatawan atau penduduk desa lain untuk mengunjungi desa wisata
tersebut, misalnya mengadakan festival kesenian, pertandingan olah raga, dan
lain sebagainya.
6. Membina Organisasi Masyarakat Lokal
Masyarakat desa biasanya banyak yang merantau di tempat lain. Mereka akan
pulang ke desa kelahirannya pada saat hari raya agama, yang dikenal dengan
istilah “mudik”. Mereka juga bisa diorganisir dan dibina untuk memajukan
desa wisata mereka.
7. Kerjasama dengan Universitas.
Universitas-Universitas di Indonesia mensyaratkan melakukan Kuliah Kerja
Praktek Lapangan (KKPL) bagi mahasiswa yang akan menyelesaikan
studinya, sehubungan dengan itu sebaiknya dijalin atau diadakan kerjasama
antara desa wisata dengan Universitas yang ada, agar bisa memberikan
masukan dan peluang bagi kegiatan di desa wisata untuk meningkatkan
pembangunan desa wisata tersebut.
34
Untuk memperkaya Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) di suatu desa
wisata, dapat dibangun berbagai fasilitas dan kegiatan sebagai berikut :
1. Eco-lodge: renovasi homestay agar memenuhi persyaratan akomodasi
wisatawan, atau membangun guest house berupa, bamboo house, traditional
house, log house, dan lain sebagainya.
2. Eco-recreation: kegiatan pertanian, pertunjukan kesenian lokal,
memancing ikan di kolam, jalan-jalan di desa (hiking), biking di desa dan
lain sebagainya.
3. Eco-education: mendidik wisatawan mengenai pendidikan lingkunagn dan
memperkenalkan flora dan fauna yang ada di desa yang bersangkutan.
4. Eco-research : meneliti flora dan fauna yang ada di desa, dan
mengembangkan produk yang dihasilkan di desa, serta meneliti keadaan
sosial ekonomi dan budaya masyarakat di desa tersebut, dan
sebagainya.
5. Eco-energy : membangun sumber energi tenaga surya atau tenaga air
untuk Eco-lodge.
6. Eco-development : menanam jenis-jenis pohon yang buahnya untuk
makanan burung atau binatang liar, tanaman hias, tanaman obat, dll,
agar bertambah populasinya.
7. Eco-promotion : promosi lewat media cetak atau elektronik, dengan
mengundang wartawan untuk meliput mempromosikan kegiatan desa
wisata.
Menurut pola, proses dan tipe pengelolanya desa atau kampung wisata di
Indonesia sendiri, terbagi dalam dua bentuk, yaitu tipe terstruktur dan tipe terbuka.
1. Tipe terstruktur (enclave)
Tipe terstruktur ditandai dengan karakter-karakter sebagai berikut :
• Lahan terbatas yang dilengkapi dengan infrastruktur yang spesifik untuk
kawasan tersebut. Tipe ini mempunyai kelebihan dalam citra yang
ditumbuhkannya sehingga mampu menembus pasar internasional.
• Lokasi pada umumnya terpisah dari masyarakat atau penduduk lokal, sehingga
dampak negatif yang ditimbulkannya diharapkan terkontrol. Selain itu
pencemaran sosial budaya yang ditimbulkan akan terdeteksi sejak dini.
35
• Lahan tidak terlalu besar dan masih dalam tingkat kemampuan perencanaan
yang integratif dan terkoordinir, sehingga diharapkan akan tampil menjadi
semacam agen untuk mendapatkan dana-dana internasional sebagai unsur
utama untuk “menangkap” servis-servis dari hotel-hotel berbintang lima.
Contoh dari kawasan atau perkampungan wisata jenis ini adalah kawasan Nusa Dua,
Bali dan beberapa kawasan wisata di Lombok. Pendekatan Kawasan pedesaan ini
diakui sebagai suatu pendekatan yang tidak saja berhasil secara nasional, melainkan
juga pada tingkat internasional. Pemerintah Indonesia mengharapkan beberapa tempat
di Indonesia yang tepat dapat dirancang dengan konsep yang serupa.
2. Tipe Terbuka (spontaneus)
Tipe ini ditandai dengan karakter-karakter yaitu tumbuh menyatunya kawasan
dengan struktur kehidupan, baik ruang maupun pola dengan masyarakat lokal.
Distribusi pendapatan yang diperoleh dari kegiatan wisatawan dapat langsung
dinikmati oleh penduduk lokal, akan tetapi dampak negatifnya cepat menjalar menjadi
satu ke dalam penduduk lokal, sehingga sulit dikendalikan. Contoh dari tipe
perkampungan wisata jenis ini adalah kawasan Prawirotaman, Yogyakarta.
Dari penjabaran desa wisata di atas, Nusa Penida sangat berpotensi untuk
pengembangan desa-desa wisata. Selama ini wisata bahari sudah sangat berkembang
pesat di Nusa Penida namun belum terwujud pemerataan dan hasil yang dirasakan
langsung oleh masyarakatnya. Keuntungan yang diperoleh oleh para pengusaha
(investor dive operator) tidak diragukan lagi sangatlah besar. Hasil yang diberikan
kepada masyarakat Nusa Penida dalam bentuk tarif kontribusi juga cukup memadai.
Tetapi belum menyentuh terhadap keberlanjutan dari kepariwisataan di Nusa Penida.
Desa wisata merupakan salah satu jawaban untuk pengembangan kepariwisataan
Nusa Penida.
Hanya saja yang sangat perlu dipahami adalah tidak semua desa dapat
dijadikan desa wisata dan untuk sampai pada tahapan kesuksesan dalam
pembangunan desa wisata memerlukan proses, artinya memerlukan tahapan dan yang
paling kongkret adalah memerlukan waktu untuk dapat mencapai kesuksesan. Hal ini
sering dilupakan oleh para pemegang kebijakan bahkan pelaku desa wisata tersebut.
Iming-iming akan segera mendapatkan keuntungan yang besar dari kedatangan
wisatawan tanpa kesiapan produk, atraksi wisata, dan pengelolaan yang baik justru
akan membuat warga masyarakat lokal jenuh dan mengganggap desa wisata tidak
tepat diterapkan. Untuk itu diperlukan peranan segenap komponen mulai dari
36
pemerintah kabupaten, pemerintah kecamatan, pemerintah desa, desa adat, warga
masyarakat dan stakeholders bersatu-padu mewujudkannya.
Berikut Model Pengelolaan Wisata Bahari Secara Berkelanjutan sebagai suatu
proses dengan memadukan orientasi-orientasi yang ditemukan di lapangan dengan
mengawali sebagai orientasi perubahan. Pada dasarnya segenap masyarakat di Nusa
Penida menginginkan perubahan-perubahan dalam kehidupan mereka dari
sebelumnya. Perubahan tersebut cenderung terfokus kepada bagaimana hidup lebih
baik dari sebelumnya, saudara, teman, tetangga atau orang-orang di sekeliling mampu
memenuhi kebutuhan materi, mengapa saya tidak? Kepentingan ekonomi menjadi hal
utama dan merupakan hal umum di mana pun mulai dari negara terbelakang, negera
berkembangan bahkan negar-negara maju. Berdasarkan temuan di lapangan berikut
model pengelolaan wisata bahari yang disebut sebagai ”Model Orientasi
Terintegrasi” :
Gambar 5.1
”Model Orientasi Terintegrasi”
Orientasi
Perubahan
Orientasi
Kultural
Desa
Wisata
/
Wisata
Bahari
Orientasi
Bisnis
Keberlanjutan
/
Tri
Hita
Karana
Kesejahterahaan
Masyarakat
37
dimiliki, menyamakan visi dan misi segenap masyarakat, melibatkan dalam
pengambilan keputusan, pendampingan dari pemerintah kabupaten Klungkung, LSM
dan akademisi, dilanjutkan dengan melakukan perencanaan. Kesulitannya adalah
bagaimana mampu mengubah mind set warga masyarakat yang sudah kadung
memiliki orientasi perubahan berbasiskan materaial seperti bagaimana agar cepat
memperoleh uang. Agar dapat dengan mudah menjadikan desa wisata sebagai
orientasi perubahan diperlukan upaya sosialisasi tentang desa wisata. Dapat
bekerjasama dengan akademisi dengan arahan memberikan penyuluhan desa wisata,
memberikan gambaran desa wisata yang berhasil dan desa wisata yang gagal, serta
yang terpenting adalah mampu memberikan keyakinan bahwa desa wisata meskipun
pada tahapan awal tidak dirasakan langsung oleh masyarakat tapi tetapkan target
bahwa pada kurun waktu tertentu, manfaat secara ekonomi dapat dirasakan, termasuk
pelestarian alam dan lingkungan asalkan mendapat dukungan penuh segenap pihak.
Proses selanjutnya adalah membuka pemahaman akan pentingnya orientasi
kultural yang mengacu kepada filosofis Tri Hita Karana. Keberadaan Nusa Penida
yang dahulu dikenal sebagai daerah kering, terbelakang dan angker, namun saat ini
sudah berubah dengan pesatnya sebagai destinasi pariwisata yang sangat diminati
oleh wisatawan. Artinya, keterbukaan dan potensi Nusa Penida sangat bagus untuk
pengembangan keparwisataan. Jika pengelolaannya tidak secara baik dan
mengesampingkan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan lingkungan
dan manusia dengan sesamanya maka situasi dan kondisi Nusa Penida ke depan dari
berbagai perpektif (ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, keamanan, dll) akan
terpuruk. Pihak-pihak luar akan mudah memanfaatkan potensi-potensi yang dimiliki,
untuk kepentingan pribadi atau golongan yang biasanya sangat bernuansa bisnis.
Awig-awig, perarem, desa, kala patra dan bentuk hukum adat lainnya, berdampingan
dengan hukum positif harus kembali ditegakkan secara sadar dan asas konsensus
berdasarkan nilai tradisi tidak boleh dikesampingkan. Jauh sebelum Nusa Penida
berkembang pembangunannya masyarakat sudah memiliki pola-pola kehidupan dan
norma-norma yang disebut sebagai kearifan lokal. Kearifan lokal jika ditinjau secara
umum sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat moderen. Sebagai contoh betapa
saat ini masyarakat moderen sudah banyak yang merasakan manfaat dari obat-obatan
tradisional dan contoh lainnya betapa wisatawan terpukau dengan keindahan beragam
kesenian yang berasal dari Bali.
38
Meskipun kearifan lokal beberapa diantaranya perlu penyesuaian, akan tetapi
penyesuaian tersebut hendaknya bersifat partial, atau jika memang benar-benar tidak
sesuai dengan keadaan saat ini. Secara simbolis jika dperhatikan seluruh kearifan
lokal adalah bersifat untuk menjaga tatanan sosial, memberikan manfaat secara
filosofis bagi masyarakatnya yang mana patut dan tidak patut seperti filosofi Tri Hita
Karana. Ketika masyarakat moderen tidak lebih dari 25 tahun mewacanakan
pembangunan berkelanjutan, di Bali sudah beratus-ratus tahun mengenal dan
berupaya menerapkan Tri Hita Karana. Keberlanjutan mutlak diperlukan dan harus
disadari betapa pentingnya sumber daya-sumber daya yang ada saat ini untuk para
generasi penerus.
Apabila orientasi kultural dapat diterima maka paham pariwisata
berkelanjutan akan mudah diterapkan untuk mewujudkannya. Penting diingat bahwa
orientasi kultural tidak mudah untuk mengubah atau pun sebaliknya mengabaikannya.
Justru itu, harus dilihat secara seksama pola-pola sosial masyarakat pada kondisi
terakhir. Pemahaman tim peneliti, jika masih memiliki desa adat/desa pekraman
seharusnya akan lebih mudah untuk memberikan pemahaman untuk masyarakat
memiliki orientasi kultural berbasiskan kepada Tri Hita Karana yang menekankan
kepada keharmonisan dan keberlanjutan pembangunan kepariwisataan khususnya
pengelolaan desa wisata.
Orientasi kultural selama ini di masyarakat Nusa Penida sebenarnya tidak
dapat dilepaskan dari kehidupan sosio-ekonomi masyarakat agraris dan masyarakat
nelayan. Begitu pula secara histori, keberadaan masyarakat Nusa Penida tidak dapat
dilepaskan dari Bali Daratan (Puri Klungkung). Menurut informasi dari Bali daratan,
zaman dahulu banyak orang-orang yang bersalah dari berbagai wangsa (Brahmana,
Ksatriya, Wesia dan Sudra) dibuang/diasingkan ke pula Nusa Penida. Sampai tahun
1990-an Nusa Penida masih dikenal sebagai daerah yang terpinggirkan. Baru
kemudian setelah (akhir zaman orde baru) itu, ada investor yang masuk membeli
lahan mulailah Nusa Penida berkembang.
Sangat wajar apabila masyarakat Nusa Penida ada yang mengatakan
berkarakteristik ”panas”, atau sulit diatur karena alasan orientasi kultural di atas.
Namun menurut pendapat tim peneliti justru hal tersebut sebenarnya modal dasar
motivasi masyarakat Nusa Penida yang kuat, bersemangat, ulet dan memiliki
kekuatan untuk bertahan dalam keadaan sesulit apa pun. Apabila orientasi kultural
tersebut disadari dan dimanfaatkan untuk pengembangan pembangunan terutama
39
sektor pariwisata maka sebenarnya tidak sulit untuk memperoleh hasil sesuai dengan
harapan. Kata kunci untuk orientasi kultural pada masyarakat Nusa Penida untuk
dalam rangka menanamkan kembali nilai-nilai kearifan lokal seperti Tri Hita Karana
adalah ”semangat kebersamaan”. Penyatuan melalui semangat kebersamaan jelas
adalah desa adat/desa pekraman, banjar, Pura-Pura besar yang ada di Nusa Penida,
komunitas, kelompok-kelompok warga, bahkan partai politik. Sebagai wadah
orientasi kultural semua elemen tersebut dapat dijadikan mesin untuk mempermudah
mewujudkan desa wisata.
Terakhir yaitu orientasi bisnis diupayakan pemahaman kepada warga
masyarakat bahwa keuntungan dalam berbisnis adalah mutlak. Namun jika
keuntungan tersebut diperoleh hanya oleh segelintir orang, apalagi hanya oleh para
pengusaha dari luar Nusa Penida tentunya tidak akan bermanfaat. Alangkah baiknya
jika orientasi bisnis dalam bentuk desa wisata nantinya mampu mewujudkan
kesejahterahaan masyarakat secara berkelanjutan. Potensi pariwisata yang kaya
dimiliki oleh Nusa Penida tinggal diidentifikasi dan diputuskan bersama untuk
dijadikan produk dan atraksi wisata atau dibuatkan fasilitas pendukung pariwisata
yang dimiliki oleh warga desa, dikelola oleh warga desa dan hasilnya dinikmati
bersama oleh warga desa.
Bagi warga masyarakat yang sudah membangun bisnis di desanya tidak
menjadi masalah dan justru dapat bergabung dalam satu desa wisata dan memberikan
efek positif bagi warga yang lain. Desa wisata bukanlah membangun pariwisata
semata, melainkan sektor yang sudah ada seperti pertanian (rumput laut), perkebunan,
perikanan dapat bersinergi dengan sektor pariwisata. Wisatawan dapat menikmati
keindahan bahari perairan Nusa Penida, termasuk aktifitas warga setempat dalam
kesehariannya.
Orientasi bisnis juga harus berhati-hati diterapkan kepada masyarakat dalam
perencanaan desa wisata. Sering terjadi ketika suatu desa akan dijadikan desa wisata,
sedari awal dijanjikan bahwa akan mendatangkan wisatawan dalam jumlah banyak,
uang yang mengalir dan desa atau masyarakat akan cepat kaya. Kesalahan ini dapat
menimbulkan masyarakat sangsi dan jenuh sehingga dapat dengan cepat
meninggalkan pembangunan desa wisata jika dalam waktu dekat ternyata
uang/”dollar” tidak kunjung datang.
Sebagai suatu proses, jika orientasi perubahan yaitu desa wisata dengan
produk wisata bahari, dilanjutkan dengan orientasi kultural dengan berbasis kepada
40
keberlanjutan maka seharusnya orientasi bisnis dapat dipahami sebagai suatu proses
yang tidak mudah mewujudkannya namun harus secara bersama-sama dijaga
konsistensinya. Desa wisata tidak mengharuskan warga mengganti profesi melainkan
justru menambah dan memperkuat ketahanan perekonomian sesuai dengan potensi
yang dimiliki.
Pada tahapan perencanaan, jangan dilupakan para stakeholders yaitu para
pengusaha yang sudah memanfaatkan Nusa Penida sebagai lahan bisnis mereka.
Sedari awal jika memungkinkan diajak duduk bersama, bawasannya sangat
diperlukan pemikiran pembangunan pariwisata berbasis masyarakat di Nusa Penida
yang pola ke depannya adalah saling melengkapi. Mass tourism yang sudah
digerakkan oleh para pengusaha tidak dapat dicegah, melainkan harus tetap berjalan.
Di sisi lain, para pengusaha sedapat mungkin mampu meng-combine jasa, produk,
atraksi kepada wisatawan dengan jasa, produk, atraksi yang direncanakan oleh desa
wisata. Hal ini penting di amsa awal untuk meminimalkan penolakan dari pihak
pengusaha karena jelas orientasi para pengusaha adalah sangat berorientasi bisnis.
Sebagai contoh, jika desa wisata adalah desa Ped maka produk wisatanya dapat saling
melengkapi dengan produk yang dimiliki oleh dive operator, mulai seni budaya dan
fasilitas pendukung seperti restoran, toilet dan sarana umum lainnya termasuk
kebersihan lingkungan dan keramah-tamahan warga setempat. Peran stakeholders
mutlak diperlukan untuk pengembangan desa wisata karena pasar sudah para
pengusahayang memiliki, dan untuk memiliki pasar wisatawan minat khusus tinggal
bersinergi dengan para pengusaha tersebut.
Masih dalam proses perencanaan sudah mulai diidentifikasi potensi-potensi
wisata berdasarkan zonasi KKP Nusa Penida, penataan kebijakan yang berbasis
kepada payung hukum, penguatan Sdm, penguatan kelembagaan dan permodalan.
Segenap komponen tersebut sedari awal untuk menentukan skala prioritas dan apa
yang dapat dilakukan secara cepat, tepat, efisien dan efektif.
Pada tahapan pelaksanaan segenap komponen harus menyadari tugas pokok
dan fungsinya dan penguatan kelembagaan/pengorganisasian tidak dapat dianggap
remeh. Pengaturan/pengelolaan harus berdasarkan orientas perubahan, orientasi
kultural dan orientasi bisnis tersebut di atas. Perubahan akan terjadi tidak setenang air
di danau, melainkan akan terjadi berbagai hal yang dapat diprediksi atau bahkan tidak
terduga. Disinilah akan diuji perencanaan yang sebelumnya dilakukan sehingga
seharusnya akan mengoptimalkan pelaksanaan desa wisata. Kontrol dari para
41
pengurus, biasanya dalam desa wisata disebut Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis)
sangat besar peranannya. Koordinasi dengan pemerintah desa, desa adat/desa
pekraman dan selalu meminta petunjuk teknis dan kebijakan kepada pemerinta
kabupaten melalui pemerintah kecamatan akan sangat membantu.
Baik dan buruk hasilnya nanti akan teruji pada tahapan evaluasi yang
sebaiknya dilakukan per semester. Program-program kerja yang sudah dijalankan,
tingkat keberhasilan, target yang belum dipenuhi dan permasalahan lain dapat
diselesaikan pada tahap evaluasi. Hasil dari evaluasi adalah revisi-revisi dari program
kerja yang belum dapat diwujudkan termasuk pola kerjasama, penggunaan anggaran,
produk dan atraksi wisatawan yang perlu direvitalisasi, dsb.
Berkaca dari beberapa desa wisata di Bali yang sudah mapan dan berlanjut
pembangunannya, kunci keberhasilannya adalah pelibatan secara langsung
masyarakatnya dari mulai perencanaan yaitu pada tahap pengambilan keputusan.
Masyarakat tidak perlu berganti profesi, profesi sebelumnya tetap berjalan bersinergi
dengan kebutuhan desa wisata. Permodalan dapat disiasati dengan bantuan dari
pemerintah, LSM atau investor yang merasa bertanggungjawab untuk turut membantu
desa wisata. Kelembagaan dan Sdm yang diperkuat secara perlahan dengan
memberikan bukti dan keyakinan akan besarnya manfaat dari desa wisata, terakhir
adalah pentingnya jaringan desa wisata yang akan mempermudah dalam hal
pemasaran maupun promosi.
Nusa Penida tidak akan sulit untuk melaksanakan keseluruhan orientasi dan
tahapan pengembangan desa wisata tersebut di atas karena hampir keseluruhan sudah
ada dan dimiliki. Tinggal sekarang bagaimana cara atau strategi menjalankan model
orientasi terintegrasi sesuai dengan kemampuan dari masing-msing desa. Model
orientasi terintegrasi bukan suatu model yang kaku melainkan flesibel dengan
keadaan masyarakat setempat. Sebagai hasil dari penelitian lapangan model orientasi
terintegrasi tepat digunakan di Nusa Penida, dan pada bagian-bagian tertentu dapat
dijadikan acuan di tempat lain yang memiliki karakteristik serupa.
42
Diupayakan penetapan desa wisata tidak asal-asalan melainkan memperhatikan
pertimbangan sebagai berikut :
Jika desa wisata di Nusa Penida dapat menjadi model pengelolaan wisata bahari
secara berkelanjutan maka merupakan suatu terobosan pembangunan yang membantu
pemerintah di sektor kepariwisataan. Walau pun model orientasi terintegrasi di atas
perlu pengujian dalam pelaksanaannya diyakini tidak akan sulit dalam
pelaksanaannya. Model orientasi terintegrasi di atas diperoleh berdasarkan atas fakta-
fakta di lapangan, sehingga tidak dibuat-buat atau dipaksakan. Oleh karena itu
kegagalan dari penerapan model tersebut akan terlihat mulai dari orientasi perubahan.
Pada tahapan ini akan terlihat jelas apakah model dapat diterapkan untuk proses
selanjutnya. Jika tidak dapat menyamakan orientasi perubahan di masyarakat (sebagai
contoh pada visi dan misi desa wisata) makan tentunya model orientasi terintegrasi
dalam pengelolaan desa wisata tidak akan dapat dilanjutkan.
43
BAB VI
Simpulan dan Saran
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan bertitik tolak dari data di lapangan maka
diperoleh simpulan sebagai berikut :
1. Partisipasi Pelaku Pariwisata (Stakeholders) dalam Pengelolaan
Wisata Bahari yang Berkelanjutan di Kawasan Pulau Nusa
Penida adalah partisipasi pasif. Bagi pengusaha pengelola dive
operator yang dominan dari luar Nusa Penida hanya
berorientasi bisnis semata. Masyarakat lokal juga memiliki
tingkat partisipasi pasif yang hanya mengandalkan tarif
kontribusi dari para pengusaha. Meskipun dive operator
menyerap tenaga kerja lokal namun partisipasinya tidak lebih
dari kedua hal tersebut yaitu tariff kontribusi dan
memperkerjakan warga lokal. Pola kepariwisataan bahari di
Nusa Penida belum menunjukkan partisipasi aktif dari
pengusaha maupun warga lokal dan belum menunjukkan ciri
pariwisata berkelanjutan
2. Model Pengelolaan Wisata Bahari secara Berkelanjutan di
Kawasan Pulau Nusa Penida adalah model desa wisata sebagai
bagian dari pariwisata alternatif dengan Model pengelolaan
desa wisata secara berkelanjutan orientasi terintegrasi.
Berdasarkan data di lapangan ditemukan bahwa orientasi
perubahan sebagai nilai-nilai yang mendasari perkembangan
pembangunan di Nusa Penida. Orientasi Perubahan jika
arahnya adalah desa wisata dengan potensi wisata bahari,
dilanjutkan dengan orientasi kultural yaitu keberlanjutan
dengan filosofi Tri Hita Karana dan orientasi bisnis dengan
tujuan kesejahterahaan masyarakat.
6.2 Saran-Saran
Untuk saran-saran berdasarkan simpulan di atas dapat disampaikan
diupayakan penetapan desa wisata tidak asal-asalan melainkan memperhatikan
pertimbangan sebagai berikut :
44
a. Melihat situasi dan kondisi di lapangan, perencanaan model desa wisata di
Nusa Penida tidak dapat diterapkan secara serentak di seluruh kecamatan/desa.
Melainkan terlebih dahulu dipilih, satu desa sebagai pilot project
b. Diupayakan desa wisata tersebut dalam satu banjar untuk pilot project
c. Pengusaha-pengusaha dive operator mau membantu Banjar tersebut
d. Pemerintah kabupaten Klungkung terus membina dan memantau
perkembangannya
e. Mengikutsertakan LSM atau Perguruan Tinggi/Akademisi mulai tahapan
perencanaan
f. Memilih lokasi strategis sesuai dengan KKP Nusa Penida
g. Persyaratan Desa Wisata harus diperhatikan terutama memiliki keunikan
h. Upaya-upaya Mewujudkan Desa Wisata harus menjadi prioritas seperti
pengembangan Sdm, membangun kemitraan dan penguatan kelembagaan
i. Pembangunan Fasilitas Desa Wisata sesuai keperluan
j. Tipe-Tipe Desa Wisata yang sesuai
k. Product Style
l. Menyiapkan permodalan
45
DAFTAR PUSTAKA
Clark, J.R. 1995. Coastal Zone Management Handbook. Lewis Publishers. New York.
Douglas, N. and Derret, R. 2001. Special Interest Tourism.John Wiley & Sons
Australia, Ltd. Milton..
Hernández J.M. , Carmelo J.L. The interactions between natural and physical capitals
in the tourist lifecycle model.
Muslich Mansur. 2010. Melaksanakan PTK Penelitian Tindakan Kelas itu Mudah.
Jakarta : PT. Bumi Aksara
Pendit. S. Nyoman, 2003. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: PT.
Pradnya Paramida.
UNEP and UNWTO. 2005. “Making Tourism More Sustainable - A Guide for
Policy Makers”, p.11-12. Paris and Madrid : UNEP and WTO
Schumacer, Sally. 2003. Research in Education. New Jersey : Pearson.
46
Peraturan Perundang – Udangan, Peraturan Daerah dan Surat Keputusan (SK)
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Bali.
47
LAMPIRAN-LAMPIRAN
I. JUSTIFIKASI ANGGARAN
Anggaran untuk Komponen Pelaksana
No Nama Peran Biaya (rupiah)
Perjalanan
No. Lokasi Tujuan Jumlah (Orang) Biaya Jumlah Total
Satuan Hari (rupiah)
(rupiah)
1. Lokasi di Pantai Pengumpulan data 5 Tim peneliti 100.000 Paket 500.000
Crystal Bay primer
2. Lokasi di Pantai Pengumpulan 5 Tim peneliti 100.000 Paket 500.000
Toya Pakeh primer
3. Lokasi di Pantai Pengumpulan data 5 Tim peneliti 100.000 Paket 500.000
Ped primer
4. Lokasi di Pantai Pengumpulan data 5 Tim peneliti 100.000 Paket 500.000
Gamat primer
5 Lokasi di Pantai Pengumpulan data 5 Tim peneliti 100.000 Paket 500.000
Pasih Uug primer
2.500.000
Sub Total
48
II. DAFTAR PEMBAYARAN PPH
49
III. POSTER SENASTEK 2015
P-PNL-214
Seminar Nasional Sains dan Teknologi (SENASTEK-2015), Kuta, Bali, INDONESIA, 29 – 30 Oktober 2015
50
IV. PAPER SENASTEK 2015
1) 2) 3)
I Wayan Darsana, S.S, M. Par. Drs. I Made Sendra, M. Si. I Made Adikampana, S.T. M.T.
4)
I Gst. Ag. Oka Mahagangga, S. Sos, M. Si.
PS. S1 Industri Perjalanan Wisata (IPW), Fakultas Pariwisata, Univ. Udayana,Jl. DR. R.
1
Abstrak
Nusa Penida memiliki potensi wisata yang sangat prospektif namun belum dikelola secara maksimal.
Salah satunya adalah potensi wisata bahari yang selama ini belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk
kepentingan masyarakat lokal. Tulisan ini berupaya menemukan model pengelolaan wisata bahari
secara berkelanjutan di Pulau Nusa Penida, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi
Bali dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil Penelitian menunjukkan, Pertama minimnya
peran stakeholders wisata bahari yang sebagian besar merupakan investor dari luar Nusa Penida
dalam pengelolaan wisata bahari secara berkelanjutan. Para investor cenderung profit oriented dan
mengesampingkan peran serta warga masyarakat lokal. Kedua, minimnya peran serta warga
masyarakat lokal dalam pengelolaan wisata bahari di daerah asalnya yang dominan dikuasai oleh
investor luar, Ketiga, model pengelolaan wisata bahari yang tepat berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan adalah community based tourism dengan pendekatan desa wisata atau alternatif lain
sebagai ecotourism.
Kata Kunci : Model, Pengelolaan, Wisata, Bahari, Berkelanjutan
Abstract
Nusa Penida has a highly prospective tourism potential but has not been managed optimally. For
example, the marine tourism that has not been fully utilized for the benefit of local communities. This
paper seeks to find a model management in a sustainable marine tourism on the island of Nusa Penida,
District Nusa Penida, Klungkung, Bali Province using qualitative approach. The results of this research
are, first the lack of role of maritime tourism stakeholders who are mostly investors from outside Nusa
Penida in the management of marine tourism in a sustainable manner. Investors tend to be profit
oriented and rule out the participation of local community members. Secondly, the lack of participation
of local citizens in the management of marine tourism in the region of origin of the dominant
controlled by outside investors, Third, marine tourism management model that is appropriate based on
the research that has been done is a community based tourism approach tourist village or other
alternatives as ecotourism.
Keywords : Models, Management, Tourism, Marine, Sustainable
51
V. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas
No Nama NIP Bidang Alokasi Waktu Uraian Tugas
(Jam/Minggu)
Ilmu
1 IWayanDarsana,SS,.M.Par 03061981 Manajemen 7 jam/Minggu Sebagai ketua
pariwisata peneliti bertugas
menggali data di
lapangan,
menganalisis
data kuantitatif
serta
mengkoordinir
penelitan dan
penyelenggaraan
seminar.
2 Drs. I Made Sendra, M. Si 196508222000031001 Sejarah 7 jam/Minggu Membuat
Pariwisata kuesioner,
mengolah data
kualitatif,
interview
mendalam,
kearsipan dan
dokumentasi
4 I Adikampana, S.T., M.T. 197702242001121002 Perencanaa 7 jam/Minggu Tabulasi,
n Pariwisata Analisis Data
Kuantitatif dan
kualitatif
5 I Gst. Ag. Oka Mahagangga, 197710102006041004 Antropologi 7jam/Minggu Studi literatur
S. Sos., M. Si Pariwisata wawancara,
Observasi
lapangan dan
menganalisis
data kuatitatif
6 I Dewa Putu Kiskenda Mahasiswa Industri 3 jam/Minggu Observasi,
Erwanda Putra Perjalanan dokumentasi,
Wisata penyebaran
kuesioner,
pengetikan,
memperbanyak
laporan
7 I Made Darmaja Mahasiswa Industri 3 jam/Minggu Observasi,
Perjalanan dokumentasi,
Wisata Transportasi,
penyebaran
kuesioner,
pengetikan,
memperbanyak
laporan
52
VI.Biodata Ketua dan Anggota
1. DAFTAR RIWAYAT HIDUP KETUA PENELITI
A.
Identitas
Diri
1.
Nama
Lengkap
(dengan
gelar)
I
Wayan
Darsana,SS,.M.Par
L
2.
Jabatan
Fungsional
Asisten
Ahli
3.
Jabatan
Struktural
-‐
4.
NIP/NIK/No.Identitas
lainnya
5.
NIDN
-‐
6.
Tempat
dan
Tanggal
Lahir
Sakti
03
Juni
1981
7.
Alamat
Rumah
Jl.
Sekuta
Gg
Melati
2
No.5
Sanur
8.
Nomor
Telepon/Faks
/HP
081353001199
`
Alamat
Kantor
Jl.
Dr.
R.
Gorris
No.
7
Denpasar
10.
Nomor
Telepon/Faks
0361223798
11.
Alamat
e-‐mail
w.darsana@yahoo.com
12.
Lulusan
yang
telah
dihasilkan
-‐
13.
Mata
Kuliah
yg
diampu
1. Bahasa Inggris 1
2. Tiketing
3. Tata Graha
4. Pariwisata berkelanjutan
B.
Riwayat
Pendidikan
Program
S-‐1
S-‐2
S-‐3
Nama
Perguruan
Tinggi
Universitas
Udayana
Universitas
Udayana
Universitas
Udayana
Bidang
Ilmu
Sastra
Inggris
Magister
Kajian
Doktoral
Kajian
Pariwisata
Pariwisata
Tahun
Masuk
2003
2009
2012
Tahun
Lulus
2008
2011
-‐
Judul
Analysis
of
Strategi
Pengembangan
Skripsi/Thesis/Disertasi
Conjunctions
in
Bali
Daya
Tarik
Wisata
Travel
News
Kawasan
Barat
Pulau
Nusa
Penida
Kabupaten
Klungkung
Nama
Drs.
I
Ketut
Wandia,
Prof.
Dr.
I
Made
Pembimbing/Promotor
M.A
Sukarsa,SE,MS
I
Wayan
Dr.
Ir
.Samsul
Alam
Mulyawan,S.S.,M.Hu Paturesi,MSP
m
C.
Pengalaman
Penelitian
dalam
5
Tahun
Terakhir
(Bukan
Skripsi,
Tesis,
maupun
Disertasi)
Pendanaan
No.
Tahun
Judul
Penelitian
Sumber
*)
Jml
(Juta
Rp.)
1.
*)
Tuliskan
sumber
pendanaan
:
PDM,
SKW,
Pemula,
Fundamental,
Hibah
Bersaing,
Hibah
Pekerti,
Hibah
Pascasarjana,
Hikom,
Stranas,
Kerjasama
Luar
Negeri
dan
Publikasi
Internasional,
RAPID,
Unggulan
Stranas
atau
sumber
lainnya.
D.
Pengalaman
Pengabdian
kepada
Masyarakat
dalam
5
Tahun
Terakhir
Judul
Pengabdian
Kepada
Pendanaan
No.
Tahun
Masyarakat
Sumber
*)
Jml
(Juta
Rp.)
*)
Tuliskan
sumber
pendanaan
:
Penerapan
IPTEKS
–
SOSBUD,
Vucer,
Vucer
Multitahun,
UJI,
Sibermas,
atau
sumber
dana
lainnya
E.
Pengalaman
Penulisan
Artikel
Ilmiah
dalam
Jurnal
dalam
5
Tahun
Terakhir
No.
Judul
Artikel
Ilmiah
Volume/Nomor
Nama
Jurnal
53
1.
F.
Pengalaman
Penyampaian
Makalah
Secara
Oral
pada
Pertemuan/
Seminar
Ilmiah
dalam
5
Tahun
Terakhir
Nama
Pertemuan
ilmiah/
No.
Judul
Artikel
Ilmiah
Waktu
dan
Tempat
Seminar
1.
G.
Pengalaman
Penulisan
Buku
dalam
5
Tahun
Terakhir
No.
Judul
Buku
Tahun
Jumlah
Penerbit
Halaman
1.
H.
Pengalaman
Perolehan
HKI
dalam
5
–
10
Tahun
Terakhir
No.
Judul/Thema
HKI
Tahun
Jenis
No.P/ID
1.
I.
Pengalaman
Merumuskan
Kebijakan
Publik/Rekayasa
Sosial
Lainnya
dalam
5
Tahun
Terakhir
Judul/Tema/Jenis
Rekayasa
Sosial
Lainnya
Tempat
Respon
No.
Tahun
yang
Telah
Diterapkan
Penerapan
Masyarakat
1.
J.
Penghargaan
yang
Pernah
Diraih
dalam
10
tahun
Terakhir
(dari
pemerintah,
asosiasi
atau
institusi
lainnya)
No.
Jenis
Penghargaan
Institusi
Pemberi
Tahun
Penghargaan
1.
Semua
data
yang
saya
isikan
dan
tercantum
dalam
biodata
ini
adalah
benar
dan
dapat
dipertanggungjawabkan
secara
hukum.
Apabila
dikemudian
hari
ternyata
dijumpai
ketidak-‐sesuaian
dengan
kenyataan,
saya
sanggup
menerima
risikonya.
Demikian
biodata
ini
saya
buat
dengan
sebenarnya
untuk
memenuhi
salah
satu
persyaratan
dalam
pengajuan
penelitian
:
Hibah
Unggulan
Udayana
Denpasar,
30
OKTOBER
2015
I
Wayan
Darsana,SS,.M.Par
54
2. DAFTAR RIWAYAT HIDUP ANGGOTA PENELITI I
b. Identitas Diri
1 Nama Lengkap (dengan gelar) I Made Adikampana, S.T., M.T.
2 Jenis Kelamin L/P
3 Jabatan Fungsional Lektor Kepala
4 NIP/NIK/No.Identitas lainnya 197702242001121002
5 NIDN 0024027704
6 Tempat dan Tanggal Lahir Negara, 24 Februari 1977
7 Alamat e-mail adikampana@gmail.com
8 Nomor Telepon/HP 08123884484
9 Alamat Kantor Jl. DR. R. Goris No. 7 Denpasar
10 Nomor Telepom/Faks. (0361) 223798
11 Lulusan yang telah dihasilkan S-1 = 53 orang; S-2 = - orang; S-3 = - orang
12 Mata Kuliah yang diampu 1. Geografi Pariwisata
2. Proses Perencanaan pariwisata
3. Perencanaan Kawasan Pariwisata
4. Perencanaan Destinasi Pariwisata
5. Pariwisata Berbasis Masyarakat
A. Riwayat Pendidikan
Program S-1 S-2 S-3
Nama Perguruan Tinggi Institut Teknologi Universitas Universitas
Nasional Bandung Gadjah Mada Udayana
Bidang Ilmu Teknik Planologi Teknik Arsitektur Pariwisata
Pariwisata
Tahun Masuk - Lulus 1995 - 2001 2004 - 2006 2012 -
Judul Skripsi/Tesis/Desertasi Identifikasi Pariwisata Alam -
Karakteristik dan Peluang
Pedagang Kaki Pekerjaan bagi
Lima dalam Masyarakat Lokal
rangka
Penanganannya di
Kota Bandung
Nama Pembimbing/Promotor Ir. Akhmad Prof. Ir. Wiendu -
Setiobudi, M.Sc. Nuryanti,
M.Arch., Ph.D.
55
6 2014 Model Integrasi Masyarakat Lokal dalam Perencanaan Destinasi Pariwisata
Perdesaan
* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian DIKTI maupun dari sumber lainnya.
56
Bali
5 Seminar Nasional Sains dan Teknologi Partisipasi 2014
2014 Masyarakat Lokal Bali
Dalam
Pengembangan
Pariwisata
Ekologis
6 Seminar Nasional Sains dan Teknologi Dampak 2014
2014 Pariwisata Bali
Perdesaan bagi
Masyarakat Lokal
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai
ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Anggota Peneliti I
Denpasar, 30 Oktober 2015
57
3. DAFTAR RIWAYAT HIDUP ANGGOTA PENELITI II
B. Riwayat Pendidikan
Program S-1 S-2
58
Kebudayaa
n RI
59
Berkelanjutan.
2 Pemahaman Lintas Budaya: Pemahaman Lintas 23 Oktober
Langkah Awal Memahami Budaya Jepang- 2010. Jurusan
Budaya Jepang. Indonesia. Pendidikan Bahasa
Jepang DIII Fakultas
Bahasa dan Seni
Universitas Pendidikan
Ganesha.
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata
dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi
salah satu persyaratan dalam pengajuan penelitian : Unggulan Program Studi
Denpasar, 30 Oktober 2015
60
3. DAFTAR RIWAYAT ANGGOTA PENELITI III
A. Identitas Peneliti
1. Nama Lengkap dengan Gelar I Gst. Ag. Oka Mahagangga, S.Sos, M.Si, (L)
2. Jabatan Fungsional Lektor
3. Jabatan Struktural Ketua Lab. Destinasi Pariwisata
4. NIP 197710102006041004
5. NIDN 0010107702
6. Tempat dan Tanggal Lahir Denpasar, 10 Oktober 1977
7. Alamat Rumah Jl. Durian, No. 19 Denpasar-Bali
8. Telepon/Fax/HP (0361) 239831/0818344007
9. Alamat Kantor Jl. Dr. R. Gorris, No. 7 Denpasar
10. Telepon/Fax (0361) 223798
11. Alamat E-mail Oka_mahagangga@yahoo.com
12. Lulusan yang telah dihasilkan S1 = 20 Orang
13.Mata Kuliah yang Diampu 1. Antropologi Pariwisata
2. Komunikasi Lintas Budaya
3. Sosiologi Politik
4. Manajemen Krisis Pariwisata
5. Public Relation
B. Riwayat Pendidikan
S1 S2 S3
Nama PT Universitas Udayana Universitas Udayana -
Bidang Ilmu Antropologi Budaya Kajian Budaya
Tahun Masuk/Lulus 1996/2003 2004/2007
Judul Skripsi/Tesis The Criminal Life of Strategi Bali TV dalam -
The Prisoner’s: Mewujudkan Ideologi
Sosialiasi Antar Ajeg Bali : Suatu
Narapidana di LP Perspektif Kajian
Kerobokan Denpasar Budaya
Nama Pembimbing Dr.Emiliana Mariyah, Prof. Dr. Emiliana
MS dan Drs. I Gst. Mariyah, MS dan Dr. I
Putu Sudiarna, MA Wayan Redig
61
Kejahatan di Bali, Tahap I
4. 2010 Pengembangan LP Hibah Bersaing Rp. 48.000.000
Kerobokan dalam
Meminimalkan Tindak
Kejahatan di Bali, Tahap II
5. 2011 Pemetaan Kriminalitas Hibah Unggulan Rp. 50.000.000
dan Upaya Antisipasi Udayana
Tindak Kejahatan
Terhadap Wisatawan
(Studi Bentuk
Kejahatan di Kawasan
Wisata Kuta)
62
Kemiskinan Premanisme”.
Ancaman Pariwisata
Bali Ke Depan.
Semua Data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata iniadalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian
dengan kenyataan, saya sanggup menerima resikonya.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
pengajuan Hibah Unggulan Program Studi.
63
64