Anda di halaman 1dari 72

Bidang Unggulan : Budaya dan Pariwisata

699/Kepariwisataan

LAPORAN AKHIR
HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

MODEL PENGELOLAAN WISATA BAHARI BERKELANJUTAN


DI PULAU NUSA PENIDA, KECAMATAN NUSA PENIDA
KABUPATEN
KLUNGKUNG– BALI

TIM PENGUSUL

I Wayan Darsana / 03061981(Ketua)


Drs.I Made Sendra,M.Si / 196508222000031001 ( Anggota )
I Made Adikampana,ST,MT. / 197702242001121002 ( Anggota )
I Gst Agung Oka Mahagangga,S.Sos,.M.Si /197710102006041004 ( Anggota )

PROGRAM STUDI INDUSTRI PERJALANAN WISATA


FAKULTAS PARIWISATA
UNIVERSITAS UDAYANA
Oktober 2015

Dibiayai dari Dana PNBP Tahun Anggaran 2015 dengan Nomor Kontrak :
1659/UN14.1.11/PNL.01.00.00/2015
HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Penelitian : Model Pengelolaan Wisata Bahari Berkelanjutan di Pulau


Nusa Penida, Kecamatan Nusa Penida Kabupaten
Klungkung Bali

2. Ketua Peneliti
a. Nama : I Wayan Darsana, SS., M. Par
b. Jenis Kelamin : Laki-Laki
c. NIP/NIDN : 03061981
d. Jabatan Struktural :-
e. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli
f. Fakultas/Program Studi : Pariwisata/Industri Perjalanan Wisata
g. Pusat Penelitian :-
h. Alamat : Jl. Dr. R Goris No 7 Denpasar
i. Telp/Fax : 0361 223798
j. Alamat Rumah : Jl. Muding Mekar Gang Gadung No. 10,
Kerobokan
k. Telp/Email : 0813530011199/ w.darsana@yahoo.com
3. Jumlah anggota peneliti : 3 orang
4. Jumlah Mahasiswa :2
5. Pembiayaan :
Jumlah yang diajukan ke Fakultas : 25.000.000,-
Jumlah yang disetujui : 22.000.000.-

Denpasar, 30 Oktober 2015


Mengetahui
Ketua Program Studi Ketua Peneliti
Industri Perjalanan Wisata

I Made Kesuma Negara, S.E. , M. Par I Wayan Darsana, SS. M. Par.


NIP. 197805292003121001 NIDN. 03061981

Mengetahui,
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Udayana

Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng.


NIP. 19640807 199203 1 002

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
RINGKASAN................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL…………………………………………………………… v
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………. . vi
KATA PENGANTAR……………………………………………………… vii
RINGKASAN................................................................................................ .. viii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Permasalahan ........................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 3
2.1 Tinjauan Wisata Bahari Sebagai Pariwisata Minat Khusus ... 3
2.2 Tinjauan Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari ............... 4
2.3 Teori Perencanaan .................................................................. 5
2.4 Pengelolaan Wisata Bahari Terintegrasi ................................. 6
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ................................. 8
3.1 Tujuan Penelitian .................................................................... 8
3.2 Manfaat Penelitian ................................................................... 8
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................... 9
4.1 Rancangan Penelitian dan Ruang Lingkup Penelitian (DOV).. 9
4.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................ 10
4.2.1 Jenis Data……………………………………………… 10
4.2.2 Sumber Data…………………………………………… 10
4.2.3 Teknik Pengumpulan Data…………………………….. 10
4.3 Teknik Penentuan Sample ....................................................... 11
4.4 Teknik Analisis Data dan Penyajian Hasil Penelitian .............. 12
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 13
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................... 13
5.1.2 Keadaan Geografi ........................................................... 14
5.1.3 Pemerintahan……………………………………….. .... 15
5.1.4 Kependudukan dan Mata Pencaharian……………… ... 15
5.1.4 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Nusa Penida…....... 16

iii
5.2.Partisipasi Pelaku Pariwisata (Stakeholders) dalam Pengelolaan
Wisata Bahari yang Berkelanjutan di Kawasan Nusa
Penida……………………………...... .................................... 17
5.2.1 Pelaku Pariwisata Lokal dan Pelaku Pariwisata Luar Nusa
Penida ………………………………………………………. 20
5.3 Model Pengelolaan Wisata Bahari di Kawasan Pulau Nusa
Penida………………………………………………………. . 29
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN………………………………………. 44
6.1 Simpulan……………………………………………………… 44
6.2 Saran………………………………………………………….. 44

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 46


LAMPIRAN-LAMPIRAN………………………………………………… 49
JUSTIFIKASI ANGGARAN……………………………… ........................ 49
DAFTAR PEMBIAYAAN PPH…………………………………………… 50
POSTER SENASTEK 2015………………………………………………… 51
PAPER SENASTEK 2015…………………………………………………. 52
SUSUNAN ORGANISASI DAN TUGAS………………………………… 53
BIODATA…………………………………………………………………… 54

iv
DAFTAR TABEL

Hal.
TABEL 4.1 Rancangan Penelitian………………………… 10
TABEL 5.1 Jumlah Desa Dinas…………………………… 16
TABEL 5.2 Dive Operator di Nusa Penida dan Nusa
Lembongan Kecamatan Nusa Penida……….. 21
TABEL 5.3 Data Kunjungan Wisatawan ke Crystal Bay
Desa Sakti Tahun 2014 (Kapal Aristocat)…… 23
TABEL 5.4 Data Kunjungan Wisatawan ke Crystal Bay
Desa Sakti Tahun 2014 (Kapal Quicksilver)… 23
TABEL 5.5 Jumlah dan Tempat Bekerja Warga Lokal
Nusa Penida di Dive Operator……………….. 25
TABEL 5.1 Model Analisis Orientasi Terintegrasi………... 38

v
DAFTAR GAMBAR

Hal.
Gambar 5.1 Model Orientasi Terintegrasi…………………….. 37

vi
KATA PENGANTAR
Atas anugrah Ida Sanghyang Widhi Wasa, tim peneliti mengucapkan rasa
syukur mampu menyelesaikan laporan penelitian Hibah Penelitian Unggulan Program
Studi (HUPS) yang berjudul,”Model Pengelolaan Wisata Bahari Berkelanjutan di
Pulau Nusa Penida, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung, Bali“ dalam bentuk
laporan akhir.
Laporan akhir ini merupakan keseluruhan hasil penelitian yang telah
dilakukan di Pulau Nusa Penida. Banyak kelemahan dalam penelitian ini terutama
administrasi penelitian sebagai pelajaran berharga bagi tim peneliti untuk lebih telaten
dan rapih dalam pengelolaan dana dan adminitrasi penelitian.
Kami mengucapkan terima kasih secara mendalam kepada Rektor Unud,
Ketua LPPM, Dekan Fakultas Pariwisata Unud, Ketua Program Studi S1 Industri
Perjalanan Wisata Unud kepada segenap pihak yang telah membantu penyelesaian
penelitian hingga berwujud laporan yaitu Bupati Pemkab Klungkung, Dinas
Pariwisata Pemkab Klungkung, Camat Nusa Penida dan para informan di Nusa
Penida yang telah sangat membantu dalam penyelesaian laporan akhir penelitian.
Kami tim peneliti menyampaikan terima kasih atas waktu dan beragam informasi
yang telah diberikan.

Denpasar, 30 Oktober 2015

Tim Peneliti

vii
RINGKASAN

Potensi Wisata Bahari yang terdapat di Kepulauan Nusa penida yaitu:


pantainya berpasir putih, keadaan laut yang sangat jernih dengan berbagai jenis ikan
warna – warni seperti: Manta Point ( Pari manta) di Selatan Pulau Nusa penida ,
Sunfish ( Ikan Mola – Mola) di Crystal bay Desa Sakti , terumbu karang yang indah,
Fishing (Wisata Memancing), Water Sport ( Olah Raga Air) di Desa Toyepakeh,
Diving di Perairan Pulau Nusa Penida(wisata menyelam).
Hasil penelitian menunjukkan potensi Wisata bahari yang ada di Pulau Nusa
Penida pengelolaan dan keterlibatan masyarakat belum maksimal. Para pengusaha
sebagai dive operator yang dominan dari luar Nusa Penida dan masyarakat lokal
masih berada pada tingkat partisipasi pasif dalam pengelolaan wisata bahari dan
temuan yang mengejutkan adalah belum digunakannya konsep pariwisata secara
berkelanjutan.
Temuan penelitian lain adalah model desa wisata bagi pengelolaan wisata
bahari secara berkelanjutan disebut sebagai model orientasi terintegrasi. Model
tersebut bukan paksaan dari tim penelitia melainkan sesuai dengan temuan di
lapangan dianalisis secara emic dan ethic. Orientasi perubahan adalah mengarahkan
warga lokal untuk membentuk desa wisata dalam pengelolaan wisata bahari dengan
dilanjutkan orientasi kultural yaitu mewujudkan pariwisata secara berkelanjutan
dengan filosofis Tri Hita Karana dan orientasi bisnis adalah penekanan kepada
kesejahterahaan masyarakat.
Poin terpenting adalah desa wisata sebagai bagian dari pariwisata alternatif
tidak seperti mass tourism, melainkan memerlukan kesamaan visi dan misi di tingkat
masyarakat, pengambilan keputusan bersama, penguatan Sdm dan kelembagaan,
wisatawan dalam skala kecil, memerlukan proses dan tidak serta merta secepat kilat
mendatangangkan keuntungan. Menetapkan desa wisata nanti selayaknya tidak
serentak melainkan dipilih satu desa sebagai pilot project dengan memperhatikan
syarat-syarat desa wisata dan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida.
Keywords : Model, Pengelolaan, Wisata Bahari

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki potensi wisata yang
beranekaragam, seperti: keindahan alam, keanekaragaman budaya, keramah tamahan
masyarakatnya dan juga peninggalan sejarahnya, yang tersebar di seluruh provinsi
dan kota yang terbentang di seluruh wilayah Indonesia sebagai potensi daya tarik
wisata. Kecendrungan pariwisata dunia sudah mengarah kepada daya tarik wisata
alam (Back to Nature) yang membuka peluang untuk mengembangkan berbagai
bentuk wisata minat khusus (special interest tourism), seperti: adventure tourism,
Golf, marine tourism, wellness tourism (spa) dan ecotourism.
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali ditetapkan 16 kawasan pariwisata yang
tersebar di Kabupaten atau Kota, untuk Kabupaten Klungkung hanya ada satu
kawasan pariwisata yaitu terdapat di Kepulaun Nusa Penida yang tersebar di tujuh
Desa, seperti: Desa Suana, Batununggul, Ped, Toyapakeh, Lembongan, Jungutbatu
dan Desa Sakti. Dari tujuh Desa yang ditetapkan sebagai kawasan pariwisata
tersebut, Desa Lembongan dan Desa Jungutbatu dalam bidang kepariwisataan relatif
berkembangan baik.
Di wilayah Kepulauan Nusa Penida terdapat Potensi wisata bahari / marine
tourism yang tidak jauh beda dengan daerah lain yang ada di Provinsi Bali, seperti
Wisata bahari di Tulamben dan Amed di Kabupaten Karangasem, wisata Bahari di
Tanjung Benoa, Pantai Kuta, Dream Land di Kabupaten Badung, Wisata Bahari di
Kawasan Sanur dan lainya. Adapun potensi Wisata Bahari yang terdapat di
Kepulauan Nusa penida yaitu: pantainya berpasir putih, keadaan laut yang sangat
jernih dengan berbagai jenis ikan warna – warni seperti: Manta Point (Pari manta) di
Selatan Pulau Nusa penida , Sunfish ( Ikan Mola – Mola) di Crystal bay Desa Sakti,
terumbu karang yang indah, Fishing (Wisata Memancing), Water Sport (Olah Raga
Air) di Desa Toyepakeh, Diving di Perairan Pulau Nusa Penida(wisata menyelam).
Potensi Daya tarik wisata Bahari di Pulau Nusa Penida semestinya
memberikan dampak positif terhadap masyarakat setempat dan menambah PAD
(Pendapat Anggaran Daerah) Kabupaten Klungkung. Berdasarkan Observasi di
lapangan, belum ditemukan bentuk pengelolaan wisata bahari di Pulau Nusa Penida

1
yang dilakukan baik dari Pemerintah Daerah Kabupaten Klungkung ataupun
keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan serta manfaat ekonomi dari aktivitas
wisata bahari terhadap masyarakat setempat.
Untuk mencapai tujuan-tujuan pengelolaan wisata bahari secara terpadu dan
berkelanjutan, maka perlu keterlibatan masyarakat, pemerintah dan perangkat
kebijakannya serta Industri pariwisata ( Biro Perjalanan wisata dan industri jasa dive
operator lainnya) sehingga pengelolaan wisata bahari di Pulau Nusa Penida
berkembang lebih terarah dan memberikan nilai manfaat untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi masyarkat dan menjaga kelestarian lingkungan wisata bahari
agar tetap berkelanjutan.

1.2 Rumusan Permasalahan


Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah disampaikan, dapat
dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut.
1. Bagaimanakah Partisipasi Pelaku Pariwisata (Stakeholders) dalam
Pengelolaan Wisata Bahari yang Berkelanjutan di Kawasan Pulau Nusa
Penida ?
2. Bagaimana Model Pengelolaan Wisata Bahari secara Berkelanjutan di
Kawasan Pulau Nusa Penida ?

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Wisata Bahari Sebagai Pariwisata Minat Khusus


Kegiatan pariwisata minat khusus merupakan bentuk kegiatan berwisata yang
aktif, dimana wisatawan terlibat secara fisik dan emosianal dalam suatu kegiatan
tertentu, bukan sekedar kegiatan berwisata pasif.Dengan demikian, pariwisata minat
khusus tidak semata-mata berupa kegiatan berwisata yang mengandung aktivitas
secara fisik namun juga memberikan tambahan wawasan pengetahuan (gaining
insight) bagi wisatawan. Di samping itu, Novelli (2005) juga memberikan definisi
pariwisata minat khusus sebagai berikut:

“Special interest tourism may be defined as a form of tourism which involves


consumers whose holiday choice is inspired by specific motivations and whose level
of satisfaction is determined by the experience they pursue.”

Dapat dijabarkan sesuai definisi di atas, pariwisata minat khusus memiliki


beberapa prinsip, yaitu:
1. Motivasi wisatawan mencari sesuatu yang baru, otentik dan perjalanan wisata
yang berkualitas
2. Motivasi dan keputusan untuk melakukan perjalanan ditentukan oleh minat
tertentu dari wisatawan dan bukan dari pihak-pihak lain
3. Wisatawan melakukan perjalanan wisata untuk mencari pengalaman baru yang
diperoleh dari objek sejarah, makanan lokal, olahraga, adapt istiadat, dan
petualangan alam.
Wisatawan sebagai penikmat pariwisata minat khusus juga memiliki karakteristik
tertentu, diantaranya menurut Douglas and Derrett (2001) adalah:
1. Wisatawan yang telah memiliki pengalaman perjalanan wisata yang mumpuni
(sophisticated experienced travelers, not tourists);
2. Wisatawan yang menginginkan pengalaman langsung dari sumber atau lokasi
setempat (want hands-on experience);
3. Wisatawan yang menginginkan adanya tantangan intelektual dalam kegiatan
berwisatanya (intellectual challenge);

3
4. Wisatawan yang menginginkan adanya peluang untuk pengembangan keahliah
khusus (chance to develop special skills); dan
5. Wisatawan yang ingin berpartisipasi dalam kegiatan budaya local setempat
(participation in local culture).
Beberapa contoh kegiatan wisata bahari menurut karakteristiknya dapat
dikelompokan sebagai berikut:
1. Leisure (snorkeling, fishing, body board, parasailing, banana boat, pontoon slide,
jetski, sea rafting, sea walker, diving, dan coral gardening).
2. Sport (skiing, surfing, wind surfing, scuba diving, karakteristik leisure yang
dilombakan).
3. Cruise (boating, yacht, excursion, day cruise, floating hotel)

2.2 Tinjauan Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari


Pengembangan wisata bahari tidak dapat dipisahkan dengan pembangunan
bidang kelautan, mengingat pariwisata bahari merupakan salah satu sub-bidang
pembangunan kelautan. Berdasarkan hasil kajian Deputi Bidang Sumber Daya Alam
dan Lingkungan Hidup Direktorat Kelautan dan Prikanan, dinyatakan bahwa dari
tujuh sub-bidang kelautan (perikanan, pertambangan dan migas, industri maritime,
angkutan laut, pariwisata bahari, bangunan, kelautan, dan jasa laut lainnya), ternyata
sub-bidang pariwisata dan perikanan menpunyai nilai besaran Incremental Capital
Output Ratio (ICOR) yang lebih rendah dibanding dengan sub-bidang lainnya. Hal ini
berarti bahwa sub-bidang pariwisata dan perikanan merupakan sub-bidang yang
memiliki tingkat resiko investasi yang paling rendah dan efisien.
Khusus mengenai sub-bidang pariwisata bahari, dari 17.508 pulau yang
tersebar di seluruh wilayah Indonesia, terdapat 36 kawasan pusat pertumbuhan yang
teridentifikasi dengan jumlah pulau yang dapat dikembangkan sebanyak 4.557 pulau.
Dari jumlah tersebut telah teridentifikasi 146 pulau yang diprioritaskan untuk
dikembangkan. Dalam bidang kelautan, pariwisata bahari mempunyai ICOR terkecil
yaitu 2,92 yang berarti memiliki tingkat resiko investasi yang paling rendah dan
efisien. Selain itu pariwasata bahari, memilki indeks derajat penyebaran (IDP) dan
indeks derajat kepekaan (IDK) tertinggi masing-masing sebesar 1,57 dan 1,51
sehingga sangat potensial untuk dikembangkan. Dalam jangka pendek pengembangan
wisata bahari masih mengalami kendala internal yakni adanya konflik sosial budaya,
dan kepastian hukum dalam investasi di bidang ini masih belum kondusif.

4
Strategi pembangunan bidang kelautan dan perikanan mencakup
pengembangan investasi untuk sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung lainnya
yang berwawasan lingkungan; dan melibatkan masyarakat local dalam
pengelolaannya. Untuk menyiapkan perannya yang semakin penting, arah kebijakan
makro pembangunan kelautan dan perikanan ditekankan pada:
1. Menyatukan komitmen politik dari para penentu kebijakan, mengkaji dan
menyusun Undang-Undang Kelautan Nasional yang sinergi dan terintegrasi
sebgai payung hukum pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia
2. Menentukan dan menetapkan batas-batas wilayah perairan pedalaman, zona
tambahan, dan landas kontinen
3. Meningkatkan pemahaman geopolitik dan geostrategis kepada seluruh komponen
4. Mengembangkan armada laut baik secara kualitas maupun kuantitasnya dalam
konteks menjaga keutuhan NKRI dan kekayaan sumber daya alam
5. Meningkatkan penanganan kerusakan lingkungan dan rehabilitasi wilayah pesisir
yang terdegradasi, menegmbangkan daerah perlindungan, dan menindak tegas
bagi perusak lingkungan.

2.3. Teori Perencanaan


Perencanaan (planning) adalah suatu kegiatan berpikir yang lingkupnya
menyeluruh dan mencakup bidang yang sangat luas, kompleks, dan berbagai
komponennya saling kait mengkait, dengan syarat-syarat perencanaan (Paturusi,
2008: 8) :
1. Logis, bisa dimengerti dan sesuai dengan kenyataan yang berlaku.
2. Luwes (fleksibel) dan tanggap mengikuti dinamika perkembangan.
3. Objektif, didasari tujuan dan sasaran yang dilandasi pertimbangan yang
bersistem dan ilmiah.
4. Realitas, dapat dilaksanakan, memiliki rentang rencana: jangka panjang,
menengah dan pendek.
Untuk mengoptimalkan keuntungan dari pengembangan pariwisata dibutuhkan
suatu perencanaan yang baik dan matang.Tujuan ini hanya dapat dicapai jika
direncanakan dengan baik dan terintegrasi dengan perencanaan pembangunan
nasional secara keseluruhan. Ada delapan model pendekatan perencanaan pariwisata
menurut Inskeep (1991), yaitu:

5
1. Pendekatan berkesinambungan, inkremental dan fleksibel (continuous,
incremental and flexible approach). Pendekatan ini didasarkan pada kebijakan dan
rencana pemerintah, baik secara nasional maupun regional. Perencanaan
pariwisata dilihat sebagai suatu proses berkesinambungan yang perlu dievaluasi
berdasarkan pemantauan dan umpan balik dalam kerangka pencapaian tujuan dan
kebijakan pengembangan pariwisata.
2. Pendekatan sistem (system approach). Pariwisata dilihat sebagai suatu sistem
yang saling berhubungan (interrelated system), demikian halnya dalam
perencanaan dan teknik analisisnya.
3. Pendekatan menyeluruh (comprehensive approach). Pendekatan ini bisa juga
disebut pendekatan holistik. Seperti pada pendekatan sistem seluruh aspek yang
terkait dalam perencanaan pariwisata mencakup institusi, lingkungan dan
implikasi sosial ekonominya dianalisis dan direncanakan secara menyeluruh.
4. Integrated approach. Mirip dengan pendekatan sistem dan pendekatan
menyeluruh. Pariwisata dikembangkan dan direncanakan sebagai suatu sistem
yang terintegrasi baik ke dalam maupun ke luar.
5. Pendekatan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan
(environmental and sustainable development approach). Pariwisata direncanakan,
dikembangkan dan dikelola memperhatikan kelestarian lingkungan fisik dan sosial
budaya. Analisis daya dukung merupakan bagian yang paling penting dalam
pendekatan ini.
6. Pendekatan swadaya masyarakat (community approach). Pendekatan yang
melibatkan yang sebesar-besarnya masyarakat mulai dari proses perencanaan,
membuat keputusan, pelaksanaan dan pengelolaan pengembangan pariwisata.
7. Pendekatan implementasi (implementable approach). Kebijakan, rencana,
rekomendasi dan rumusan pengembangan pariwisata dibuat serealistis mungkin
dan dapat diterapkan. Rumusan perencanaan dibuat sejelas mungkin sehingga bisa
dilaksanakan.
8. Penerapan proses perencanaan yang sistematik (application of systematic planning
process). Pendekatan yang dilakukan berdasarkan logika tahapan kegiatan.

2.4 Pengelolaan Wisata Bahari Terintegrasi


Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta,2006) definisi
integrasi adalah penyatuan supaya menjadi bulat atau utuh. Definisi integrasi yang di

6
sampaikan oleh Ahmadi(2007) adalah proses pembaharuan hingga menjadi kesatuan
yang utuh atau bulat,sedangkan menurut Kay dan Alder (1999) terdapat tiga jenis
integrasi yaitu: integrasi sistem, integrasi kebijakan, dan integrasi fungsional.
Integrasi sistem memasukan mempertimbngkan dimensi spasial dan
temporal.Integrasi kebijakan sangat esensial untuk menjamin konsistensi dan program
pengelolaan secara terpadu dalam kontek kebijakan pemerintah pusat dan daerah serta
untk memelihara koordinasi.sedangkan integrasi fungsional berkaitan hunbungan
antara barbagai kegiatan pengelolaan seperti konfirmasi antara program dan kegiatan
untuk mencapai tujuan.Integrasi juga mengupayakan agar tidak terjadi duplikasinya
antara lembaga yang telibat tetapi saling melengkapi. Pengintegrasian antara tujuan
manajemen,aktivitas manajemen dan struktur manajemen merupakan salah satu
bentuk efekif integrasi manajemen.
Menurut Cox ( 1985,dalam Dowling dan Fennel,2003: 2) pengelolaan
pariwisata memperhatikan prinsip sebagai berikut.
1. Pembangunan dan pengembangaan pariwisata haruslah didasarkan pada kerarifan
lokal dan ‘special local sense’yang merefleksikan keunikan peninggalan budaya
keunikan lingkungan.
2. Preservasi proteksi,dan peningkatan kualitas Sumber Daya yang menjadi basis
pengembangan kawasan pariwisata
3. Pengembangan atraksi wisata tambahan yang mengakar pada khasana budaya
lokal.
4. Pelayanan pada wisatawan yang berbasis keunikan budaya dan lingkungan lokal
5. Memberikan dukungan dan legitimasi pada pembangunan dan pengembangan
pariwisata jika terbukti memberikan manfaat positif tetapi sebaliknya
mengendalikan dan/atau menghentikan aktifitas pariwisata tersebut jika
melampaui ambang batas (carryng capacity) lingkungan alam atau akseptabilitas
soaial maupun di sisi laian mampu meningkatkan pendapatan masyarakat.

7
BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian


Ada pun tujuan dilakukan penelitian ini adalah :
1. Untuk Memahami Partisipasi Pelaku Pariwisata (stakeholders)dalam Pengelolaan
Wisata Bahari di kawasan Pulau Nusa Penida
2. Untuk Menemukan Model Pengelolaan Wisata Bahari Pariwisata (stakeholders)
di kawasan Pulau Nusa Penida.

3.2 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Secara akademis penelitian ini diharapkan mampu mengaplikasikan konsep
dan teori pariwisata alternatif khususnya dalam penelitian ini mengenai
pengelolaan wisata bahari.
2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran mengenai model pengelolaan kawasan wisata bahari sebagai
referensi atau masukan bagi pemerintah kabupaten Klungkung dan pengelola
wisata bahari di Nusa Penida agar dapat digunakan untuk peningkatan kualitas
wisata dalam rangka mewujudkan kesejahterahaan masyarakat lokal dalam
kerangka pariwisata berkelanjutan.

8
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian dan Ruang Lingkup Penelitian (DOV)


Pendekatan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui mengenai
bagaimana pengelolaan pariwisata bahari di Pulau Nusa Penida menuju wisata bahari
berkelnjutan. Pendekatan penelitian menggunakan metode deskripftif kualitatif,
berusaha mengambarkan suatu gejala sosial yang berlangsung pada saat studi. Metode
kualitatif ini memberikan informasi yang lengkap sehingga bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan serta lebih banyak diterapkan pada berbagai
masalah (Rangkuti,1994).
Metode deskriftif kualiutatif adalah metode yang menuturkan dan menabsirkan
data yang ada , misalnya situasi yang dialami, satu hubungan, kegiatan, pandangan,
sikap yang menampak atau tentang satu proses yang sedang berlangsung, penmgaruh
yang sedang bekerja, kelainan yang sedang muncul, kecendrungan yang menampak,
pertentangan yang meruncing dan sebagainya (Rangkuti, 1994).
Konstruksi teori/konsep pariwisata didasarkan pada studi pustaka di cross check
dengan kondisi empiris sesuai variabel penelitian. Dalam tahap analisis teori/konsep,
hasil observasi dan wawancara mendalam disintesis untuk menjelaskan dan
memahami kaitan atau hubungan sebab akibat antar variabel.
Ada pun ruang lingkup (DOV) dalam penelitian ini adalah :
1. Partisipasi pelaku pariwisata (Stakeholders) dalam pengelolaan Wisata Bahari
yang berkelanjutan di Kawasan Pulau Nusa Penida yaitu Partisipasi Aktif dan
Partisipasi Pasif dari pelaku pariwisata lokal dan pelaku pariwisata luar Nusa
Penida
2. Model pengelolaan wisata bahari di Kawasan Pulau Nusa Penida adalah hasil
temuan di lapangan berdasarkan tipe dan bentuk partisipasi pelaku pariwisata
dalam pengelolaam wisata bahari di Pulau Nusa Penida

9
Rancangan Penelitian

Wisata Bahari Pulau Nusa


Penida

Pelaku Pariwisata yaitu lokal


dan luar Nusa Penida

Masalah
1. Partisipasi pelaku
Pariwisata
2. Model pengelolaan
wisata bahari

Teori / Konsep pra lapangan Teori/Konsep Temuan di


1. Kebijakan wisata bahari Lapangan
2. Perencanaan 1. Bentuk Partisipasi Aktif
3. Pengembangan 2. Bentuk Partisipasi Pasif
4. Pengelolaan Wisata 3. Orientasi Bisnis
Bahari Terintegrasi 4. Orientasi Kultural
5. Minat Khusus 5. Orientasi Perubahan

Analisis Data

Model desa
wisata

4.2 Jenis dan Sumber Data


4.2.1 Jenis Data
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data kuantitatif, adalah data berupa angka-angka yang dapat dihitung dan
diperoleh secara pasti ( Muslich, 2010).

10
2. Data kualitatif, merupakan data berbentuk deskriptif berupa berbagai keterangan
dan informasi dari hasul wawancara yang berhubungan dengan fokus penelitian
(Schumacer, 2003).

4.2.2 Sumber Data


Pada penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu sumber data primer dan
sumber data skunder .Sumber data primer yaitu sumber data yang langsung
dikumpulkan dari sumber pertama sebagai data utama yaitu berupa kata-kata dan
tindakan orang yang diamati atau diwawancarai untuk kemudian dicatat tertulis,
direkam atau difoto (Moleong, 2005).Data sekunder adalah data yang di dapat dari
sumber tertulis seperti sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen
pribadi dan dokumen resmi (Moleong, 2005).

4.2.3 Teknik Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif sehingga teknik
pengumpulan data yang digunakan dominan adalah metode-metode penelitian
kualitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah :
a. Observasi sebagai sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan
peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang,
tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa termasuk perasaan
(Ghony dan Almanshur, 2014).
b. Wawancara Mendalam adalah teknik pengumpulan data dengan tanya jawab
secara langsung kepada informan dengan menggunakan alat bantu berupa
pedoman wawancara semi terstruktur ( Kusmayadi, 2000).
c. Studi Kepustakaan digunakan untuk mengumpulkan data sekunder yang
bersumber dari buku-buku atau dokumen-dokumen tertulis seperti laporan
akhir, jurnal ataupun data statistik (Wardiyanta, 2010)

4.3 Teknik Penentuan Sample


Sample dalam penelitian ini adalah menggunakan informan sebagai ciri khas
penelitian kualitatif. Ada pun teknik penentuan informan menggunakan purpossive
sampling yaitu teknik penentuan sampling yang disesuaikan dengan tujuan penelitian
(Nawawi, 2005).

11
Dalam penelitian ini dipilih beberapa orang sebagai informan yang dianggap
memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam pemahaman keadaan setempat dan
mampu mengarahkan peneliti kepada informan lain yang memiliki informasi lebih
mendalam tentang fokus penelitian.
Dalam penelitian ini informan yang dimaksud adalah (1) pihak Pemerintah
Kabupatendan Camat Nusa Penida; (2) masyarakat lokal (Kepala Desa, tokoh
masyarakat, pelaku pariwisata bahari); dan (3) wisatawan.

4.4 Teknik Analisis Data dan Penyajian Hasil Penelitian


Sesuai dengan pendekatan kualitatif penelitian ini menggunakan Teknik
Analisis data kualitatif. Menganalisis data dalam kualitatif berarti secara sistematis
menyusun, mengintegrasikan dan menyelidiki-mencari pola dan hubungan di antara
rincian spesifik. Untuk melakukan analisis data dihubungkan dengan konsep/teori
generalisasi awal dan mengindentifikasi ke dalam tema-tema. Analisis
memungkinkan meningkatkan pemahaman, mengembangkan teori dan memajukan
pengetahuan (Neuman, 2013 : 559).
Proses Analisis data kualitatif dalam penelitian ini meliputi (Moleong, 2005) :
a. Reduksi Data
b. Kategorisasi Data
c. Sintesis
d. Menyusun Hipotesis Kerja
Proses analisis dilakukan sejak tahap pengumpulan data melalui proses
pengorganisasian data yang mencakup serangkaian proses kategorisasi atau
pengkodean (coding), interpretasi data, pengungkapan relasi antar kelompok kategori
dengan instrumen penelitian yang utama adalah tim peneliti.
Teknik penyajian data yang menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif
yang tujuannya untuk menyajikan, mendeskripsikan atau menggambarkan,
menguraikan, menjelaskan dan menjabarkan secara jelas dan sistematis data yang
diperoleh di lapangan (Kusumayadi dan Sugiarto, 2000).

12
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Kabupaten Klungkung memiliki nilai histroris yang erat berkaitan dengan
keberadaan masyarakat Bali saat ini. Sebagai salah satu kabupaten yang luasnya
terkecil di Bali setelah Kota Denpasar dari sembilan Kabupaten dan Kota di Bali
dengan luas wilayah 315 km² atau 5,59% dari luas Provinsi Bali. Secara fisik wilayah
Kabupaten Klungkung sepertiganya (112,16 km²) terletak di daratan Pulau Bali dan
dua pertiganya (202,84 km²) merupakan daerah kepulauan yaitu : Pulau Nusa Penida,
Pulau Nusa Lembongan, dan Pulau Nusa Ceningan. Memiliki panjang garis pantai
sekitar 90 km² yang terdapat di Klungkung daratan 20 km² dan 70 km² di Kepulauan
Nusa Penida, sehingga merupakan potensi perekonomian laut dengan budidaya
rumput laut dan penangkapan ikan laut.
Secara administrasi Kabupaten Klungkung terdiri dari 4 kecamatan, yaitu
Kecamatan Klungkung, Kecamatan Dawan, Kecamatan Banjarangkan dan Kecamatan
Nusa Penida dengan jumlah desa sebanyak 53 desa dan 6 kelurahan serta 244 dusun.
Sebanyak 30,2 % atau 16 desa terletak di Kecamatan Nusa Penida dari 53 desa yang
ada di Kabupaten Klungkung.(Sumber: RPJMD Kabupaten Klungkung Tahun
2008.2013).
Hasil registrasi tahun 2008 penduduk Kabupaten Klungkung berjumlah
176.822 jiwa. Jumlah penduduk di masing-masing kecamatan yaitu Kecamatan Nusa
Penida 47.448 jiwa, Kecamatan Banjarangkan 39.037 jiwa, Kecamatan Klungkung
54.111 jiwa dan Kecamatan Dawan 36.226 jiwa. (Sumber: RPJMD
Kabupaten Klungkung Tahun 2008).
Nusa penida adalah sebuah kecamatan, yang terdiri dari 3 pulau yang
berpenghuni.Luas keseluruhan daratan nusa penida 202.840 kilometer persegi. Pada
tahun 2010, terdapat 4.970 hektare lahan pertanian, 4.035 hektare tanah perkebunan,
5.333 hektare hutan rakyat. Luas tanah pertanian dan perkebunan menyusut setiap
tahunnya.Pada tahun 2009 luas tanah pertanian 5.421 hektare dan luas tanah
perkebunan 8.070 hektare.terdapat 16 desa di kecamatan nusa penida. 14 desa di
pulau nusa penida dan 2 desa di pulau lembongan ( lembongandan jungutbatu ). Desa
yang paling luas adalah desa Batukandik (21.660 kilometer persegi), dan yang
memiliki luas paling sempit adalah desa toyapakeh (0,650 kilometer persegi).terdapat

13
3 pasar di kecamatan ini, masing-masing di desa batununggul, Toyapakeh dan
Jungutbatu.
Jumlah penduduk nusa penida pada tahun 2010, tercatat sebanyak 48.075 jiwa,
atau sekitar 13.359 rumah tangga ( kepala keluarga). terdapat 508 orang anak usia
antara 7-12 tahun tidak bersekolah, pada tahun 2010. mayoritas penduduk nusa penida
bekerja sebagai petani ( termasuk budidaya rumput laut). pada tahun 2010, tercatat
21.624 penduduk bekerja sebagai petani, 2.454 bekerja sebagai peternak, 2.058 orang
sabagai nelayan, 1.243 orang bekerja sebagai pedagang. dari 13.359 rumah tangga,
hanya 927 rumah tangga yang terlayani air bersih dari perusahan daerah, sisanya
memanfaatkan air bersih dari sumur dan cubang penampungan air hujan. terdapat
1.325 rumah tangga miskin di kecamatan nusa penida.
Nusa Penida memiliki potensi wisata yang sangat menjanjikan, terutama dari
wisata bahari.perairan nusa penida merupakan bagian dari segitiga terumbu karang
dunia. sehingga perairan nusa penida menyimpan berbagai macam biota laut. hampir
diseluruh pesisir nusa penida bisa dilakukan penyelaman. nusa penida juga terkenal
dengan munculnya ikan mola-mola yang muncul sekitar bulan september. hal ini
menarik minat ribuan wisatawan untuk menyelam bersama ikan langka tersebut. nusa
penida juga memiliki perairan yang dipenuhi oleh pari manta, hal ini juga sangat
menarik bagi wisatawan. nusa penida memiliki berbagai pantai yang mempesona
yang tentu sangat sayang untuk dilewatkan.
Sampai saat ini, akomodasi pariwisata berkembang pesat sebatas wilayah
pulau lembongan dan ceningan.namun di wilayah pulau nusa penida, akomodasi
wisata masih terbilang kurang. begitu juga infrastruktur terutama jalan masih jauh
dibawah standar.

5.1.2 Keadaan Geografis


Secara geografis kawasan barat Pulau Nusa Penida berada di Kecamatan Nusa
Penida Kabupaten Klungkung dan terletak pada 155º30’00’’ dan155º36’00’’ Bujur
Timur dan 8º40’00’’ sampai 8º45’00’’ Lintang Selatan. Batas- batas wilayah kawasan
barat pulau NusaPenida, yaitu: di sebelah barat dan utara di batasi oleh Selat Badung,
sebelah selatan di batasi oleh Samudra Indonesia, sebelah timur di batasi oleh Desa
Sekartaji, Desa Klumpu dan Desa Kutampi.

14
Luas wilayah kawasan barat Pulau Nusa Penida adalah 100.030 Ha dari luas
wilayah Kecamatan Nusa Penida yaitu 202.840 Ha. Secara umum kondisi topografi
Pulau Nusa Penida tergolong landai sampai berbukit, yang mana untuk daerah pesisir
sepanjang pantai bagian utara berupa lahan datar dengan kemiringan 0-3% dari
ketinggian lahan 0-268 m di atas permukaan laut (dpl) dan semakin ke selatan
kemiringan lerengnya semakin bergelombang.(Sumber: RPJMD Kab.Klungkung
Tahun 2008 - 2013).
Kawasan Barat Nusa Penida termasuk beriklim tropis yaitu musim kemarau
yang dalam kondisi normal akan terjadi pada bulan April-Oktoberdan musim
penghujan yang biasanya terjadi pada musim Oktober-April, dengan temperatur udara
berkisar antara 27ºC – 30,9ºC serta kawasan ini memiliki curah hujan rata-rata
1562,67 mm setiap tahun.(Sumber: RPJMD Kab.Klungkung Tahun 2008)

5.1.3 Pemerintahan
Secara administrasi kawasan barat Pulau Nusa Penida dibagi menjadi delapan
desa administrasi yaitu; Desa Ped, Desa Toapakeh, Desa Sakti, Desa Bunga Mekar,
Desa Batumadeg, dan Desa Batukandik . Enam desa berada di wilayah barat Pulau
Nusa Penida sedangkan dua desa lainya, yaitu Desa Lembongan dan Desa Jungutbatu
berada di Pulau Lembongan, serta masing - masing Desa Dinas dipimpim oleh
seorang Kepala Desa

5.1.4 Kependudukan dan Mata Pencaharian


Berdasarkan hasil registrasi penduduk pada tahun 2008, jumlah penduduk di
kawasan barat Pulau Nusa Penida adalah 24003 jiwa. Jumlah penduduk di Kecamatan
Nusa Penida 47.448 jiwa, untuk lebih jelasnya seperti Tabel 5.1 di bawah ini :

15
Tabel 5.1
Jumlah Desa Dinas, Dusun, Desa Adat, Pamong Desa, Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk
Menurut Jenis kelamin

No Desa Luas Jumlah Penduduk Jumlah


Wilayah

(Km2) Laki Perempuan Jumlah Desa Dusun


(jiwa) (jiwa) (jiwa) Adat (buah)
1 Sakti 13,160 1.750 1.727 3.477 1 4
2 BungaMekar 19,730 1.168 1.272 2.440 - 6
3 Batumadeg 13,560 1.160 1.132 2.292 1 6
4 Klumpu 13.580 1.604 1.620 3.224 1 5
5 Batukandik 21.660 1.842 2.319 4.161 1 8
6 Sekartaji 15.390 759 837 1.596 1 6
7 Tanglad 15,240 998 1.150 2.148 1 4
8 Pejukutan 10,840 1.632 1.746 3.378 - 5
9 Suana 10,420 1.620 1.653 3.273 1 4
10 Batununggul 13,450 1.988 2.197 4.185 3 4
11 Kutampi 13,140 1.491 1.527 3.018 1 6
12 Kutampi 10,750 1.360 1.263 2.623 - 3
Kaler
13 Ped 21,150 1.869 1.856 3.725 1 6
14 Toyapakeh 0,650 259 292 551 - -
15 Lembongan 6,150 2.147 2.051 4.198 1 6
16 Jungutbatu 3,970 1.518 1.641 3.159 1 6
Jumlah : 2 202,840 23.205 24.384 47.448 14 79

Sumber : Kecamatan Nusa Penida dalam angka 2009

Bertani adalah merupakan mata pencaharian pokok masyarakat di Pulau Nusa


Penida. Pertanian tanaman pangan palawija seperti; jagung, ubikayu, dan berbagai
jenis kacang – kacangan serta jenis tanaman perkebunan seperti kelapa, jambu mente
dan berternak sapi lokal yang merupakan mata pencaharian pokok masyarakat yang
berada di daerah perbukitan, sedangkan untuk masyarakat daerah pesisir sebagian
besar sebagai nelayan, dan bertani jenis rumput laut Euchema Spinossum. Selain itu
terdapat pula masyarakat yang bermata pencaharian sebagai pegawai negeri dan
swasta, pedagang maupun jasa.

16
5.1.4 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Nusa Penida
Aturan adat Pulau Nusa Penida pada umumnya dituangkan dalam awig-awig
(Hukum adat) yang dihasilkan dari kesepakatan (pararem) bersama. Peraturan adat di
pulau ini masih kuat dan mengikat, salah satunya adalah aturan adat yang melarang
masyarakatnya untuk tidak mengambil pasir di laut, masyarakat akan dikucilkan dari
Banjar Adat jika melakukan tindakan melanggar norma kesusilaan dan terdapatnya
aturan tentang pelarangan penangkapan burung.

5.2 Partisipasi Pelaku Pariwisata (Stakeholders) dalam Pengelolaan Wisata

Bahari yang Berkelanjutan di Kawasan Pulau Nusa Penida

Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali, memiliki


keanekaragaman hayati laut yang tinggi dan merupakan bagian dari kawasan segitiga
terumbu karang dunia ( the coral triangle ). Kecamatan yang terdiri dari tiga pulau
utama yaitu Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan ini memilki 1.419
hektar terumbu karang, 230 hektar hutan bakau, dan 108 hektar padang lamun (TNC,
2010).
Di perairan Nusa Penida dijumpai ikan Mola-mola (sunfish) yang menjadi
icon bawah laut Nusa Penida, bahkan pulau Bali. Ikan Mola-mola ini memiliki ukuran
rata-rata dua meter dan muncul di perairan Nusa Penida sekitar bulan Juli-September.
Kemunculan ikan Mola-mola untuk membersihkan dirinya dari berbagai parasit
dengan bantuan ikan-ikan karang sekaligus berjemur untuk mendapatkan sinar
matahari guna menyesuaikan suhu tubuh akibat berada di perairan dalam cukup
lama.Terdapat beberapa “cleaning station” atau tempat membersihkan diri ikan
Mola-mola di perairan Nusa Penida.Khusus untuk ikan Mola-mola (Sunfish), hanya
di Nusa Penida yang kemunculannya bisa diprediksi.Ikan Mola mola muncul di
perairan Nusa Penida antara bulan Juli-September setiap tahunnya.Oleh sebab itu,
pada bulan bulan tersebut, para penyelam dari seluruh dunia datang ke Nusa Penida,
untuk melihat ikan Mola mola (CTC 2011).

Ikan Pari manta juga dijumpai di perairan Nusa Penida.Terdapat dua manta
point di bagian selatan pulau Nusa Penida.Ikan Pari manta ini muncul tidak mengenal
musim yang artinya dapat dijumpai sepanjang tahun. Ukuran rata-rata Pari manta di
Nusa Penida dua meter dan juga menjadi salah satu hewan laut kharismatik di Nusa

17
Penida. Begitu juga dengan Ikan Pari Manta (manta-ray), walaupun banyak tempat
memiliki ikan Pari manta, namun jika penyelam datang ke Nusa Penida,hampir 90%
dipastikan penyelam akan bertemu dengan ikan Pari manta. Kondisi ini menjadikan
perairan Nusa Penida sangat unik dan menarik untuk dikunjungi (CTC, 2011).
Berdasarkan data di atas aktifitas pariwisata bahari di Nusa Penida dapat
mendatangkan pemasukan bagi Kabupaten Klungkung, termasuk Provinsi Bali
melalui usaha daerah, retribusi dan perijinan, dan pastinya peningkatan taraf hidup
bagi masyarakat setempat. Sampai saat ini atraksi pariwisata bahari yang telah
dikembangkan di Nusa Penida antara meliputi fishing, mangrove tour, swimming,
diving, snorkling, surfing, danparasailing.
Pemerintah Kabupaten Klungkung melalui Bupatinya yang baru menjabat satu
setengah tahun, I Nyoman Suwirta sangat bersemangat untuk mengembangkan sektor
pariwisata di Klungkung, terutama di Nusa Penida. Menurut putra kelahiran Nusa
Lembongan ini, pariwisata di Klungkung, saat ini memang belum sebanding dengan
kabupaten lain, seperti Badung, Denpasar dan Gianyar. Disisi lain, Klungkung yang
lebih dikenal dengan Kota Serombotan itu, memiliki potensi yang tak kalah
menariknya dilihat dari segi seni budaya dan alamnya. Padahal Klungkung memiliki
potensi seni budaya dan alam, yang tak kalah dengan daerah lain di Bali. Inilah yang
terus di-branding, sehingga pariwisata Klungkung di kenal dunia luar.“Saat ini
jumlah kunjungan wisatawan ke Nusa Penida meningkat tajam mencapai 20 ribu
wisatwan pertahun, “ungkap Suwirta (Harian Pos Bali, 2015).
Berbeda dengan Bupati Klungkung, Gubenur Bali I Made Mangku Pastika
sebelumnya mengatakan Pulau Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, memerlukan
penataan wisata komprehensif sehingga dapat menarik minat wisatawan mengunjungi
pulau yang terkenal indah alam bawah lautnya itu.Potensi wisata di Nusa Penida itu
tinggi, namun karena dihadapkan pada masalah infrastruktur sehingga pariwisata
belum begitu berdampak meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Lebih lanjut
Gubernur Bali menyampaikan rezeki akibat kedatangan wisatawan baru dinikmati
oleh penduduk yang tinggal di sekitar pantai dan belum dinikmati masyarakat daratan
Nusa Penida yang masih bergelut dengan kemiskinannya."Ke depan, di daerah ini
harus dibuatkan lebih banyak vila atau penginapan, penataan kawasan, hingga
dimeriahkan dengan berbagai pertunjukan seni. Sekarang orang ke Nusa Penida `kan
belum jelas apa yang dapat dilihat”ujar Gubernur Bali (antara news, 2013).

18
Pernyataan kedua kepala daerah tersebut di atas menunjukkan perbedaan
perspektif dalam melihat arah pembangunan kepariwisataan di Nusa Penida,
meskipun memiliki kesamaan icon yaitu pengembangan wisata bahari. Di satu sisi,
Bupati Suwirta meyakini bahwa potensi alam dan budaya Nusa Penida sangat kuat,
tinggal meningkatkan promosi kepada wisatawan. Di sisi lain Gubernur Bali
memandang infrastruktur dan pemerataan ekonomi yang belum baik di Nusa Penida
sehingga penekanannya adalah kepada fasilitas-fasilitas penunjang kepariwisataan
yang mengarah kepada mengundang para investor dan pengadaan proyek-proyek
fisik.
Terlepas dari kedua pendapat tersebut di atas, situasi dan kondisi
kepariwisataan di Nusa Penida terlihat berjalan dengan baik. Dari hasil studi pustaka
dan observasi di lapangan terdapat banyak akomodasi pariwisata seperti home stay,
bungalow, resort, dan villa. Dapat diambil kesimpulan sementara bahwa warga
masyarakat lokal sudah peka terhadap arah perkembangan Nusa Penida yaitu pada
sektor pariwisata.
Hal tersbut terlihat dari hasil observasi dan hasil wawancara di lapangan,
untuk wisata bahari di Nusa Penida merupakan atraksi andalan kepada wisatawan.
Data di lapangan menunjukkan mayoritas wisatawan yang datang ke Nusa Penida
lebih banyak melakukan fun-dive di crystal bay dan manta point daripada ke dive site
lain. Wisatawan yang melakukan aktifitas selam sebagian besar ingin menikmati view
bawah laut Nusa Penida, termasuk fauna bawah lautnya seperti Ikan ikan Mola-mola
dan Pari Manta.(Ardana, wawancara 9 Juli 2015).
Terlihat jelas sebagaian besar wisatawan mancangera yang berkunjung ke
Nusa Penida adalah wisatawan yang memiliki minat khusus yaitu menyenangi
keindahan alam dengan rasa keingintahuan yang besar, memiliki nuansa petualangan,
memiliki keahlian atau skill minimal mampu berenang dan memiliki unsur
pelestarian. Empat hal tersebut jika dipahami dan mampu dijadikan peluang bisnis
oleh warga masyarakat lokal dapat menumbuhkan dan memeratakan pendapatan
melalui sektor pariwisata. Selama ini hanya pengusaha atau investor dari luar yang
memanfaatkannya dan cenderung bisnis oriented. Padahal, dengan memecah variabel
tersebut seperti keindahan alam, nuansa petualangan, skill diving, dan pelestarian
alam bawah laut dapat diolah-dimanfaatkan untuk membuka peluang-peluang usaha
bagi warga masyarakat lokal.

19
Pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah kabupaten Klungkung sudah
seharusnya lebih peka menangkap peluang-peluang tersebut. Informasi tentang Nusa
Penida sudah sangat banyak baik secara popular maupun sudut pandang ilmiah.
Ditambah investasi yang beragam sudah dilakukan, sekarang tinggal bagaimana
memanfaatkan potensi-potensi yang ada untuk perencanaan dan pengembangan lebih
lanjut yang terfokus kepada pariwisata berbasis masyarakat. Tanpa peran pemerintah
dan fasilitasi stakeholders maupun LSM/akademisi untuk memperkuat kelembagaan
di tingkat masyarakat lokal adalah yang paling dibutuhkan saat ini. Penguatan
kelembagaan sering dilupakan dalam pembangunan berbagai sektor saat ini. Sejatinya
penguatan kelembagaan yang didalamnya masuk unsur, sosial-budaya, Sdm,
permodalan dan pengembangan kedepannya, adalah kunci keberhasilan pembangunan
baik secara mikro maupun makro untuk mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan.
Sudah bukan saatnya kembali mengidentifikasi potens-potensi/sumber daya di
Nusa Penida karena akan menimbulkan permasalahan baru dan kejenuhan di
masyarakat. Hal utama yang diinginkan masyarakat Nusa Penida adalah implementasi
nyata dari berbagai program pembangunan dengan keterkaitan antar sektor. Sektor
pariwisata, sektor perikanan/kelautan, sektor pertanian dan sektor perkebunanserta
sektor yang relevan lainnya harus dapat bersinergi atau terintegrasi secara top down
maupun bottom up dengan meminimalkan unsur politis, like or dislike, konflik dan
sejenisnya yang dapat mnghambat pengembangan pembangunan termasuk sektor
kepariwisataan.

5.2.1 Pelaku Pariwisata Lokal dan Pelaku Pariwisata Luar Nusa Penida
Sampai saat ini di Kecamatan Nusa Penida (Pulau Nusa Penida dan Pulau
Lembongan) terdapat delapan dive operator yaitu Lembongan Dive Adventure,
Lembongan Dive Centre, Lembongan Dive Scuba, Pro Dive, Bali Dive Academy,
World Diving Lembongan, Blue Corner Diving, dan MM Diving.
Untuk water sport terdapat dua cruise besar yang memiliki ponton berlabuh di
pulau Lembongan, satu cruise kecil dengan ponton kecil di pulau Ceningan, dan satu
cruise besar dengan satu ponton di pulau Penida. Setiap cruise yang ada di Nusa

20
Penida menyediakan jasa watersport seperti snorkling, parasailing, kayaking,
banana boat dan lain lain. Cruise yang menyediakan jasa tersebut antara lain, Bali
Hai II Cruise, Bounty Cruise, Quick Silver, dan Eka Jaya Cruise.
Berdasarkan observasi dilapangan bahwa Perkembangan Dive Operator di Pulau
Nusa Penida saat ini berkembang cukup dimana pemiliknya berasal dari Luar Pulau
Bali dan pemilik asing, seperti tabel 5.2 berikut :

Tabel 5.2
Nama Dive Operator di Nusa Penida dan Nusa Lembongan
Kec. Nusa Penida

No Nama Dive Operator Lokasi Keterangan


1 Dive Octopus Desa Ped -
2 Nusa Penida Water Desa Toyepakeh -
Sport
3 Nusa Penida Dive Desa Toyepakeh -
Resort / Potapecska
Skola Dive Center
(Czech Dive School )
4 Lembongan Dive Nusa Lembongan -
Adventure

5 Lembongan Dive Nusa Lembongan -


Cente

6 Pro Dive Nusa Lembongan -

7 Bali Diving Academy Nusa Lembongan -

8 World Diving Nusa Lembongan -


Lembongan

9 Blue Corner Diving Nusa Lembongan -

10 MM Diving Nusa Lembongan -

Sumber : Hasil Penelitian, 2015

21
Berdasarkan data di lapangan aktivitas wisatawan di Nusa Penida cenderung
menyelam fun-dive dan dive-course di titik lokasi crystal bay dan manta point
dibandingkan dengan titik lokasi selam lainnya. Dive operator yang berkedudukan di
Nusa Penida hanya tiga seperti tersebut di atas, sisa dengan jumlah yang lebih banyak
berkedudukan di pulau Lembongan dengan titik lokasi menyelam di Pulau Nusa
Penida (crystal bay dan manta point).

Tarif menyelam di Nusa Penida dengan menggunakan guide berkisar antara


Rp. 425.000 sampai Rp. 745.000 untuk satu kali penyelaman. Jumlah wisatawan di
masing-masing dive operator saat high season tidak seragam. Tergantung dari besar
kecilnya dive operator terutama ditinjau dari jumlah Sdm, fasilitas-peralatan yang
dimiliki, dan jaringan pemasarannya. Jumlah kunjungan rata-rata wisatawan di
masing-masing dive operator (termasuk dive operator berkedudukan di Nusa
Lembongan) mulai dari 35 orang per bulannya hingga 1000 orang. Berbeda saat low
season dive operator kedatangan wisatawan jumlahnya kecil mulai dari 10 sampai
300 orang wisatawan.

Amat disayangkan hampir keseluruhan pemilik jasa dive operator berasal dari
luar Nusa Penida, Nusa Lembongan maupun Nusa Ceningan (Kecamatan Nusa
Penida). Meskipun beberapa tenaga kerjanya direkrut dari warga masyarakat
setempat. Fakta ini menunjukkan peran warga masyarakat lokal masih rendah untuk
berkecimpung di dunia pariwisata khususnya wisata bahari, belum sebanding dengan
potensi wisata bahari yang dimiliki. Kemungkinan penyebabnya adalah
permasalahan permodalan, Sdm dan belum menyadari akan potensi serta kemampuan
yang dimiliki.

Kunjungan wisatawan ke Nusa Penida mulai mengalami peningaktan hal ini


dibuktikan dengan banyaknya Speed Boat dan Kapal Aristocat milik bali Hai Cruise
yang berlabuh di Crystal Bay yang membawa wisatawan dari Nusa Dua, Tanjung
Benua, Sanur dan Padang Bay serta kapal besar seperti Quicksilver yang berlabuh
setiap hari di Desa Toyepakeh.
Data kunjungan wisatawan yang datanya bisa diperoleh dilapangan yaitu data
kunjungan wisatawan melalui Kapal Quicksilver tujuan Desa Toyepakeh dan Kapal

22
Aristocat Tujuan Crystal Bay Desa Sakti sedangkan Desa Ped tidak ada data
kunjungan wisatawan serta data kunjungan wisatawan melalui speed boat tujuan Nusa
penida secara umum belum terdata.
Adapun data kunjungan wisatawan ke Nusa Penida melalui Kapal Aristocat
ditunjukan pada tabel 5.3 dan kunjungan wisatawan ke Desa Toyepakeh melalui kapal
Quicksilver ditunjukan pada tabel 5.4 berikut:

Tabel 5.3
Data Kunjungan Wisatawan ke Crystal Bay Desa Sakti Tahun 2014
(Kapal Aristocat)
No Tahun Jumlah Kunjungan

1 2010 1.534

2 2011 1.600

3 2012 3.476

4 2013 2.512

5 2014 2.308

Sumber: PT.Bali Hai Cruises, 2014

Data Kunjungan wisatawan ke Desa Toyepakeh melalui Kapal Quicksilver pada


Tabel 5.4 Berikut:

Tabel 5.4
Data Kunjungan Wisatawan ke Crystal Bay Desa Sakti Tahun 2014
(Kapal Quicksilver)

No Tahun Jumlah Kunjungan


1 2010 16.744
2 2011 60.692
3 2012 60.692
4 2013 69.354
5 2014 69.354
Sumber: PT.Bali Bahari Nusantara , 2014

Berdasarkan keterangan dari Kepala Desa Sakti bahwa, kunjungan wisatawan


yang bisa didata hanya data dari kapal Aristocat sedangkan wisatawan yang

23
menggunakan speed boat belum didata dan hanya membayar kontribusi sebesar Rp
15.000, per speed boat dan dalam seharinya pada musim ramai jumlah speed boat
berkisar anatra 30 – 50 speed boat sedangkan musim sepi berkisar antara 15 – 25
speed boat. ( Made Alep, Wawancara 7 Juli 2015 )
Hal Senada juga dipertegas oleh Bapak Camat Nusa Penida, bahwa kontribusi
saat ini hanya bersifat parsial yakni bagi daerah yang dikunjungi wisatawan yang
melakukan aktivitas bahari dikenakan biaya kontribusi Rp 15.000 per speed boat dan
dari Pihak Pemda Kabupaten Klungkung secepatnya akan membuat kebijakan terkait
dengan retribusi. ( Kt Sukla, wawancara 7 Juli 2015)
Berdasarkan Keterangan Dari kepala Desa Toyepakeh bahwa Kontribusi untuk
Desa Toyepakeh berbeda dengan Desa Sakti dan Desa Ped , yakni kontribusi yang
masuk ke desa sesuai dengan jumlah wisatawan dan tidak per kapal atau per speed
boat melainkan untuk satu wisatawan akan dikenakan biaya Rp 1500 per kepala dan
rata rata kunjungan wisatawan per hari mencapai 150 – 200 wisatawan yang melalui
kapal Quicksilver. Artinya dalam waktu satu hari desa Sakti memperoleh hamper Rp.
300.000 dari pihak Quicksilver dalam sebulan memperoleh Rp. 9.000.000 serta dalam
waktu setahun hampir mencapai Rp. 110.000.000. Ditambahkan juga bahwa mulai
dari Mei 2015 sampai sekarang Kapal Quicksilver akan membawa wisatawan sekitar
350 – 400 wisatawan per hari( Musbah, Wawancara 6 Juli 2015).
Dari segi penyerapan tenaga kerja lokal tampak sudah cukup banyak yang
bekerja di dive operator-dive operator yang ada di Nusa Penida. Perkembangan
kegiatan wisata bahari tentunya dapat menambah lapangan pekerjaan untuk
masyarakat lokal yang bekerja di bidang aktivitas bahari seperti dive Operator, guide
local dan lainya seperti pada tabel 5.5 berikut:

24
Tabel 5.5
Jumlah dan Tempat Bekerja Warga Lokal Nusa Penida di Dive Operator

No Nama Desa Jumlah Pekerja Wisata Bahari


1 Desa Sakti 4 orang Perahu dan staff Bali Hai Cruise
/ Kapal Aristocat
2 Desa Toyepakeh 20 orang Staff Quicksilver dan security
Quiksilver serta staff Dive
Operator
3 Desa Ped 2 Orang 1 Staaf Dive Operator dan 1
staff Desa untuk memungut
kontriusi
Sumber : Hasil Penelitian, 2015

Kunjungan wisatawan yang meningkat dalam setiap tahunnya idealnya dapat


melibatan masyarakat lokal baik sebagai tenaga kerja atau sebagai penyedia fasilitas
pendukung pariwisata seperti warung makan atau restaurant, artshop dan lainnya.
Kenyataan di lapangan ditemukan kegiatan pendukung pariwisata lainnya seperti Spa,
warung dan artshop masih relatif minim.
Menurut Camat Nusa Penida untuk mendukung kegiatan wisata bahari tersebut
perlu masyarakat lokal dilibatkan seperti di tempat destinasi wisata bahari dibuka
fasilitas Pendukung pariwisata seperti tempat makan, spa, artshop dan lainya dengan
syarat pelaku dive operator membuat paket tersebut yang disediakan oleh masyarakat
lokal. Menurut Bapak Camat Nusa Penida,Mengenai keterlibatan pelaku pariwisata
bahari terhadap kelestarian lingkungan ekosistem laut agar wisata baharinya
berkelanjutan masih sangat rendah hal ini disebabkan masih banyak speed boat yang
membawa wisatawan menaruh jangkar sembarangan dan tidak pada tempatnya yang
sudah disediakan di destinasi wisata bahari sehingga menyebabkan terumbu karang
dan ekosistem laut rusak serta belum adanya material yang didistribusikan ke Desa
masing masing untuk kegiatan sadar lingkungan ( Kt Sukla, wawancara 7 Juli 2015).
Pernyataan Camat Nusa Penida tersebut mengindikasikan bahwa pemerintah
kabupaten Klungkung sebenarnya sudah memahami tentang pentingnya partisipasi
aktif dari para pengusaha seperti dive operator dan harus ditunjang pula oleh peran
serta atau keterlibatan aktif dari masyarakat setempat. Akan tetapi kesulitan dari
pemerintah kabupaten Klungkung adalah mengimplementasikan agar terjadi peran

25
serta masyarakat secara langsung di sektor pariwisata dapat terwujud. Begitu pula
dengan peran pengusaha yang masih mengabaikan pelestarian lingkungan masih sulit
untuk dilakukan pencegahan.
Warga masyarakat Nusa Penida harus menyadari dimana posisi saat ini dan
akan kemana arah pembangunan untuk mewujudkan kesejahterahaannya secara
berkelanjutan. Pembangunan kepariwisataan secara berkelanjutan menjadi suatu
keharusan untuk menciptakan keselarasan antara potensi, pengelolaan, kebijakan dan
peraturan perundang-undangan, dengan apa yang dikehendaki oleh warga masyarakat
lokal. Keberlanjutan adalah sesuatu yang eksistensial untuk dapat mewujudkan
kesejahterahaan masyarakat bukan saja untuk kepentingan saat ini melainkan juga
untuk masa depan generasi berikutnya. Kuncinya kembali kepada keselarasan dimana
untuk masyarakat Bali khususnya (termasuk Nusa Penida) keselarasan atau
keharmonisan atau keseimbangan sudah menjadi nilai budaya yang sering
diwacanakan yaitu Tri Hita Karana. Sejatinya dalam tataran praksis keselarasan sudah
terus diupayakan melalui implementasi desa adat/desa pekraman. Artinya masyarakat
Nusa Penida sebenarnya sudah mampu mengimplementasikan keselarasan hanya saja
berbeda konteksnya. Jadi bukan hal yang tidak mungkin jika ingin mewujudkan
pariwisata secara berkelanjutan di Nusa Penida, tinggal melaksanakan upaya
perencanaan dan pengembangannya.
Pariwisata berkelanjutan didefinisikan sebagai pariwisata yang
memperhitungkan penuh dampak ekonomi, sosial dan lingkungan saat ini dan masa
depan, memenuhi kebutuhan pengunjung, industri, lingkungan dan masyarakat
setempat. Pembangunan pariwisata secara berkelanjutan harus memperhatikan tiga
aspek penting yang harus dibangun secara baik yaitu aspek lingkungan, aspek
ekonomi dan aspek sosial budaya. Pengembangan pariwisata berkelanjutan
memerlukan partisipasi dari para pemegang kebijakan dan praktisi pariwisata terkait
dan kesadaran kultural serta kepemimpinan politik yang kuat untuk memastikan
adanya partisipasi yang aktif dan kesepakatan antar stakeholders. Pencapaian
pariwisata berkelanjutan merupakan proses yang berkesinambungan dan
membutuhkan pemantauan yang konstan, inovasi mengenai langkah-langkah
pencegahan dan perbaikan yang diperlukan terhadap dampak dari kegiatan pariwisata
juga harus terus dilakukan (UNEP dan WTO, 2005).
Selama ini yang terjadi dalam pengelolaan wisata bahari di Nusa Penida masih
bersifat partial, belum bersinergi dan terintegrasi dengan baik. Aspek ekonomi

26
menjadi perhitungan utama namun hanya dari sisi investor dari luar Nusa Penida yang
memanfaatkan potensi secara maksimal di Nusa Penida. Tidak lebih dari lima usaha
jasa wisata bahari yang dimiliki oleh warga lokal, itu pun terindikasi beberapa
diantaranya adalah milik orang asing (meminjam nama warga setempat) dan joint
dengan sistem bagi hasil. Pemanfaatan potensi alam bawah laut oleh warga lokal
masih bersifat sebagai partisipasi pasif dengan berbagai kendala seperti, permodalan,
Sdm, pengelolaan, kelembagaan, pemasaran dan promosi, serta masih mengandalkan
sektor yang dianggap lebih pasti/leboh menjanjikan mendatangkan pendapatan karena
sudah terlebih dahulu dilakukan. Seperti usaha rumput laut, sektor informal
pembuatan kerupuk ikan dan beberapa sektor lainnya.
Upaya dari pemerintah kabupaten Klungkung sudah menunjukkan arah
kemajuan dengan menyelenggarakan Festival Nusa Penida setiap tahunnya. Namun
penekanannya hanya pada aspek promosi belum dipikirkan aspek keberlanjutannya.
Seperti Aspek lingkungan dan Aspek Budaya masih minim perhatian atau belum
menjadi fokus dari program kerja pemerintah. Meskipun sudah memiliki pedoman
atau kerangka pikir untuk memperhatikan aspek lingkungan dan aspek budaya di
Nusa Penida, ternyata dalam tataran implementasi masih sulit untuk diterapkan.
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa partisipasi dari pelaku
pariwisata yang memanfaatkan potensi wisata bahari yang dimiliki Nusa Penida
belum maksimal, masih sebatas tarif kontribusi yang masuk ke Desa. Atau dengan
kata lain partisipasi dari para pengusaha masih bersifat partisipasi pasif. Hal ini
menunjukkan para pengusaha tersebut masih bersifat profit oriented/orientasi bisnis
dan merasa sudah cukup dengan hanya memberikan tarif kontribusi.
Bagi para pelaku pariwisata tersebut memiliki pandangan bahwa mereka sudah
sangat membantu desa-desa di Nusa Penida (khususnya yang langsung di tuju; desa
Sakti, Desa Ped dan desa Toya Pakeh) dengan kontribusi yang sudah diberikan.
Pemanfataannya diserahkan kepada pihak desa dan mereka merasa tidak tepat untuk
turut campur dalam pemanfaatan dana tarif kontribusi tersebut. Kepentingannya
adalah bisnis mereka berjalan dengan baik yaitu para wisatawan yang menggunakan
jasa dive operator atau speed boat merasa aman dan nyaman, desa mendapatkan
kontribusi dan tidak ada permasalahan lainnya lagi karena keduabelah pihak (investor
dan masyarakat lokal) sudah memiliki kesepakatan dan saling mengerti tentang hak
dan kewajibannya.

27
Terlihat para pengusaha tersebut memahami kondisi sosial budaya masyarakat
lokal seperti adat-istiadat, tradisi, karakteristik bahkan pola-pola ekonomi masyarakat
setempat. Jelas para pengusaha memiliki pula orientasi kultural tentang keberadaan
masyarakat lokal tersebut. Di sisi lain, warga masyarakat setempat yang memiliki
orientasi kultural tidak hanya sebatas tradisi dan adat-istiadat melainkan mereka
memiliki pandangan yang maju ke depan dan sama dengan desa-desa lainnya di Bali
tentunya memaknai kekinian tidak terlepas dari kebutuhan materi yang sarat pula
dengan kepentingan ekonomi.
Orientasi bisnis dan orientasi kultural tersebut menjadi kuat untuk
pengembangan kepariwisataan di Nusa Penida dan mungkin pula untuk
pengembangan sektor lainnya di pulau yang indah ini. Sesungguhnya berdasarkan
temuan data di lapangan yaitu orientasi bisnis dan orientasi kultural menjadi landasan
untuk melakukan berbagai perencanaan dan pengembangan yang jika disimak lebih
mendalam dasarnya adalah orientasi perubahan.
Dari perspektif pengusaha yang dominan berasal dari luar nusa penida
menganggap perubahan penting dari sisi kepentingan bisnis yaitu membuat potensi
wisata bahari dapat dijadikan produk atau atraksi wisata. Dari perspektif masyarakat
lokal nusa penida juga menganggap perubahan sangat penting untuk menjadikan
kehidupan sosial-ekonomi mereka menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Di titik ini terjalin pertemuan antara orientasi bisnis, orientasi kultural dan
orientasi perubahan sebagai satu kesatuan dan menjadi generator penggerak sektor-
sektor pembangunan, terutama sektor pariwisata di Pulau Nusa Penida. Terdeteksi
sampai saat ini ketiga orientasi tersebut dapat harmonis meskipun ada ketidak puasan
dari oknum masyarakat tetapi secara kenyataan mampu memberikan kenyamanan
bagi segenap komponen.
Bisnis dari pengusaha berjalan lancar, banyak warga lokal yang juga turut
bekerja, aktifitas keseharian warga lokal tidak terganggu dan tradisi, adat-istiadat,
upacara keagamaan, seperti upacara dewa yadnya ; piodaan di Pura-Pura besar di
Nusa Penida, pitra yadnya, manusa yadnya dan bhuta yadnya dapat berjalan dengan
sebagaimana mestinya. Bahkan terlihat kesejahterahaan masyarakat mulai meningkat
dengan indikator berkembangnya fasilitas umum, pembangunan infrastruktur, jejaring
informasi dan teknologi serta aksesibilitas yang jauh lebih baik dalam kurun waktu 25
tahun terakhir.

28
5.3 Model Pengelolaan Wisata Bahari di Kawasan Pulau Nusa Penida
Menuju Pengelolaan wisata bahari yang berkelanjutan perlu adanya keterlibatan
masyarakat lokal, pemerintah dan pelaku wisata bahari tersebut.Adanya kebijakan
yang mengatur tentang tatakelola wisata bahari agar berkelanjutan baik di bidang
ekonomi, lingkungan dan kunjungan wisatwawan yang meningkat dalam setiap
tahunnya.
Berdasarkan keterangan dari Bapak Bupati Klungkung, bahwa wisata bahari
merupakan wisata unggulan yang ada dinusa penida, sehinga perlu diatur
pengelolaanya sehinnga dapat memberikan keuntungan buat masyarakat nusa penida
dan peningkatan PAD Klungkung secara umum, untuk mendatangkan wisatawan ke
Nusa Penida pihak Pemda sudah melakukan beberapa promosi dan berbagai event
seperti festival nusa penida, dan mengenai wisata bahari berkelanjutan pihak
Pemerintah kabupaten sudah membentuk KKP (Kawasan konservasi Perairan) untuk
mengontrol kegiatan wisata bahari dan kawasan perairan dan perlunya dibentuk
sebuah kebijakan tentang pengelolaan wisata yang bermanfaat buat masyarakat dan
pemerintah daerah dan provinsi (I Nyoman Suwirta, Wawancara Juli 2015).
Pemerintah kabupaten Klungkung memiliki Rencana Pengelolaan KKP Nusa
Penida (Kawasan Konservasi Perairan) Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali. Zonasi
Kawasan Konservasi Perairan adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang
di kawasan konservasi perairan melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai
dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang
berlangsung sebagai satu kesatuan Ekosistem (PERMEN Kelautan dan Perikanan No.
30 Tahun 2010). Tujuan dibentuknya zonasi adalah guna mengatur pemanfaatan
sumberdaya pesisir dan laut di Nusa Penida disesuaikan dengan kondisi ekologi,
sosial, ekonomi dan budaya setempat agar dapat lestari dan berkelanjutan. Manfaat
lain dengan adanya zonasi adalah mencegah terjadinya potensi konflik antar
kepentingan di dalam memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut yang ada (KKP
Nusa Penida, 2012).
Pembentukan KKP dilihat secara seksama merupakan langkah antisipasi
berbagai permasalahan yang dapat ditimbulkan ketika suatu kawasan sudah mulai
dilirik oleh berbagai pihak. Pemanfaatan sumber daya tersebut menjadi urgent untuk
diatur agar tidak menimbulkan perebutan sumber daya dan pada akhirnya akan
merugikan semua pihak. Berbicara permasalahan pariwisata sangat memerlukan
kenyamanan dengan potensi luar biasa yang dimiliki pulau Nusa Penida. Upaya

29
mewujudkan pariwisata berkelanjutan menjadi semakin tampak jelas yaitu perlunya
segenap pihak di Pulau Nusa Penida memahami pentingnya pengelolaan aspek
ekonomi, aspek lingkungan dan aspek budaya dan jika tidak ada perencanaan dan
pengelolaan yang terintegrasi maka diyakini pengembangan pembangunan
kepariwisataan akan menemui jalan buntu, hanya menguntungkan satu pihak, dan
stagnasi yang sulit dicari solusi di masa mendatang (karena kepentingan, konflik dan
kerusakan lingkungan yang parah). Patut menjadi catatan adalah berdasarkan KKP
Nusa Penida tersebut di atas dari segi sosial-kemasyarakatan tampaknya Nusa Penida
memiliki potensi konflik yang besar, yang harus dipetakan secara bijaksana. Sehingga
solusi berbagai permasalahan di Nusa Penida dapat diterapkan dengan baik, dan
sebagai kunci utamanya adalah mampu mempersatukan masyarakat Nusa Penida
dengan satu visi sehingga berbagai misi program-program pembangunan dapat
terlaksana dengan baik.
Analisis data di atas diperkuat dengan kenyataan yang terjadi di lapangan
yaitu permasalahan di perairan Nusa Penida adalah penangkapan ikan secara ilegal
(merusak terumbu karang, potassium, satwa laut yang dilindungi ; treasure shark,
ikan karang dan penyu) oleh nelayan dari Nusa Penida maupun dari Lombok, Muncar
dan Tanjung Benoa), Wisata Bahari yang massal dan tidak ramah lingkungan karena
setiap tahunnya lebih dari 200 ribu wisatawan ke pulau Nusa Penida, namun
pengelolaannya masih belum baik mengancam terumbu karang dan biota laut, polusi
limbah dan sampah, melemahnya penerapan aturan adat, kurangnya kesadaran
masyarakat, kurangnya aturan dan kebijakan terkait pesisir dan laut, dan lemahnya
kapasitas sumberdaya manusia (KKP Nusa Penida, 2012).

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi di perairan Nusa Penida dalam KKP


Nusa Penida (2012) disebutkan konservasi perairan Nusa Penida adalah :
"Terwujudnya pengelolaan kawasan konservasi perairan Nusa Penida yang efektif,
berbudaya dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat” dengan Misi jangka
panjang (20 tahun) pengelolaan kawasan konservasi berdasarkan visi yang ada
adalah: “Mendorong pengelolaan secara kolaboratif antara para pemangku
kepentingan di dalam kawasan konservasi perairan Nusa Penida”, “Mempromosikan
pariwisata bahari yang lestari dan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat”, dan
“Menerapkan sistim perikanan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan”.

30
Pengembangan wisata bahari di Nusa Penida jelas terlihat dari visi dan misi
walaupun penekanannya kepada aspek promosi. Wisata bahari dengan demikian
sudah menjadi fokus pembangunan Nusa Penida 20 tahun ke depan terintegrasi
dengan konservasi perairan/perikanan dan lingkungan maupun aspek ekonomi yaitu
untuk kesejahterahaan warga masyarakat setempat. Berikut penataan zonasi
berdasarkan KKP Nusa Penida (2012) :
a. Zona Inti (Luas : 120,29 ha) memiliki tiga lokasi didalam KKP Nusa Penida,
yaitu di Mangrove Lembongan, Tanjung Samuh dan Batu Abah. Zona inti
merupakan zona di dalam KKP Nusa Penida yang diperuntukkan bagi:
Perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan; Penelitian; dan Pendidikan.
b. Zona Perikanan Tradisional (Luas:17,264.27 ha), Batas luar dari zona
perikanan tradisional ini sama seperti dengan batas KKP Nusa Penida, yaitu 6
titik yang berada mengelilingi wilayah perairan Kecamatan Nusa Penida. Zona
Perikanan tradisional merupakan zona di dalam KKP Nusa Penida yang
diperuntukkan bagi: Perlindungan habitat dan populasi ikan; Penangkapan
ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan; Pariwisata dan rekreasi;
Penelitian dan monitoring; Pendidikan.
c. Zona Pariwisata Bahari Khusus (Luas: 905.24 hektar) tiga lokasi yang menjadi
zona pariwisata bahari khusus didalam KKP Nusa Penida, yaitu di
Lembongan, Ped dan Sental-Buyuk. Zona Pariwisata Bahari Khusus
merupakan zona di dalam KKP Nusa Penida yang diperuntukkan bagi:
Perlindungan habitat dan populasi ikan; Penangkapan ikan dengan alat dan
cara yang ramah lingkungan; Pariwisata dan rekreasi; Penelitian dan
monitoring; dan Pendidikan.
d. Zona Pariwisata Bahari (Luas:1,221.28 ha), Zona pariwisata bahari yang ada
didalam KKP Nusa Penida ada dibeberapa lokasi, yaitu: Manta Point, Pasih
Wug, Crystal Bay, Ceningan Wall – Gamat, Toyapakeh, Malibu A, Malibu B
dan Sampalan. Zona Pariwisata Bahari merupakan zona di dalam KKP Nusa
Penida yang diperuntukkan bagi: Perlindungan habitat dan populasi ikan;
Pariwisata dan rekreasi; Penelitian dan monitoring; dan Pendidikan.
e. Zona Budidaya Rumput Laut (Luas:464.25hektar), Zona budidaya rumput laut
ini menempati areal dimana masyarakat saat ini sudah menggunakannya. Zona
budidaya rumput laut dibagi kedalam beberapa nama sesuai dengan kedekatan
lokasi dengan nama administrasi ataupun nama lokal setempat. Berikut nama-

31
nama areanya : Lembongan A, Lembongan B, Lembongan C, Ceningan Wall,
Selat Lembongan – Ceningan, Toyapakeh, Toyapakeh – Ped, Suana –
Pejukutan dan Batununggul. Zona Budidaya Rumput Laut merupakan zona di
dalam KKP Nusa Penida yang diperuntukkan bagi: Perlindungan habitat dan
populasi ikan; Budidaya rumput laut; Penelitian dan monitoring; dan
Pendidikan.
f. Zona Suci (Luas: 46.71 hektar), Zona suci terbagi menjadi 4 bagian sesuai
keberadaan Pura Suci yang ada di Nusa Penida. Pura tersebut adalah Pura Ped,
Pura Ulakan, Pura Batu Medau dan Pura Batu Kuning. Zona Suci merupakan
zona di dalam KKP Nusa Penida yang diperuntukkan bagi: Perlindungan
habitat dan populasi ikan; Peribadatan umat Hindu; Penelitian dan
monitoring; dan Pendidikan.
g. Zona Pelabuhan (Luas: 35.15 hektar), Zona pelabuhan didalam KKP Nusa
Penida berada di Pelabuhan Sampalan. Zona Pelabuhan merupakan zona di
dalam KKP Nusa Penida yang diperuntukkan bagi: Perlindungan habitat dan
populasi ikan; Alur pelayaran dan pelabuhan; Penelitian dan monitoring;
Pendidikan.
Dari ke tujuh zonasi KKP Nusa Penida di atas dapat dimaknai permasalahan
dan arah pembangunan potensi perairan/perikanan termasuk pembangunan sektor
pariwisata khususnya wisata bahari. Permasalahannya adalah sejak ditetapkan pada
tahun 2012, KKP Nusa Penida belum dapat diimplementasikan secara maksimal.
Permasalahan seperti partisipasi pasif dari pengusaha dive operator yang dominan
berasal dari luar Nusa Penida, peran pasif dari masyarakat Nusa Penida, lemahnya
penegakan aturan, kurangnya fasilitasi dan pendampingan serta permasalahan sosial,
ekonomi dan budaya lainnya menjadi penghambat dalam mewujudkan pengelolan
wisata bahari secara berkelanjutan di Nusa Penida.
Ada pun model pengelolaan wisata bahari secara berkelanjutan di Nusa Penida
berdasarkan teknik analisis data secara kualitatif dengan memperhatikan data empiris
(pendekatan emic) maka melalui tahapan interpretatif data (pendekatan ethic) model
yang dianggap tepat untuk pengelolaan wisata bahari secara berkelanjutan ke depan
adalah model desa wisata sebagai bagian dari alternatif tourism.
Desa wisata merupakan suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan
fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang
menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. (Nuryanti, 1993).Penekanan desa

32
wisata adalah pengelolaan langsung dari warga masyarakat lokal, dengan partisipasi
aktif, masyarakat terlibat mulai dari tahapan perencanaan, hingga evaluasi. Pariwisata
berbasis masyarakat menjadi hal penting ditengah krisis dunia pariwisata global yang
mengacu kepada mass tourism dan menimbulkan lebih banyak dampak negative
daripada dampak positifnya. Pemahaman terhadap alternative tourism juga harus
dipahami, bahwa warga masyarakat setempat tidak dilepas begitu saja, melainkan
memerlukan fasilitator, pendampingan dan yang terpenting desa wisata adalah
menekankan kepada wisatawan minat khusus, berskala kecil dan berkelanjutan
mensejahterahkan warga masyarakat, serta pelestarian lingkungan termasuk
kebudayaan yang diwariskan. Hal terpenting agar suatu desa dapat menjadi desa
wisata adalah memiliki keunikan dan mendapatkan legitimasi dari pemerintah
kabupaten (Bupati) bahwa desa tersebut merupakan desa wisata.
Penetapan suatu desa wisata paling tidak memiliki beberapa persyaratan,
upaya-upaya, pembangunan fasilitas, dan tipe-tipe desa wisata sebagai pilihan yaitu
(Anom, dkk : 2015):
1. Memiliki keunikan
2. Aksesbilitasnya cukup terjangkau
3. Kesamaan Visi dan Misi di Masyarakat tentang desa wisata
4. Keamanan dan Hospitality
5. Infrastruktur cukup memadai
6. Kondisi Lingkungan dan Kenyamanan
7. Memiliki kaitan dengan daya tarik wisata terdekat.
Untuk suksesnya pembangunan desa wisata, perlu ditempuh upaya-upaya
sebagai berikut :
1. Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM)
Pelaksanaan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), bisa dilakukan
melalui pendidikan, pelatihan dan keikutsertaan dalam seminar, diskusi,
dan lain sebagainya, serta di bidang-bidang kepariwisataan. Pendidikan
diperlukan untuk tenaga-tenaga yang ditugaskan generasi muda dari
desa yang bersangkutan untuk dididik mereka yang akan diberi
tugas menerima dan melayani wisatawan. Keikutsertaan dalam seminar,
diskusi, dan lain sebagainya diberikan kepada para petugas kepariwisataan di
desa, kecamatan, dan kabupaten, karena penduduk desa umumnya hanya
mempunyai keterampilan bertani. Kepada mereka dapat diberikan pelatihan

33
keterampilan lain untuk menambah kegiatan usaha seperti kerajinan, industri
rumah tangga, pembuatan makanan lokal, budi daya jamur, cacing, menjahit,
dan lain sebagainya.
2. Kemitraan
Pola kemitraan atau kerjasama dapat saling menguntungkan antara pihak
pengelola desa wisata dengan para pengusaha pariwisata di kota atau pihak
Pembina desa wisata dalam hal ini pihak dinas pariwisata daerah. Bidang-
bidang usaha yang bisa dikerjasamakan, antara lain seperti: bidang akomodasi,
perjalanan, promosi, pelatihan, dan lain-lain.
3. Kegiatan Pemerintahan di Desa
Kegiatan dalam rangka desa wisata yang dilakukan oleh pemerintah desa,
antara lain seperti : Rapat-rapat dinas, pameran pembangunan, dan upacara-
upacara hari-hari besar diselenggarakan di desa wisata.
4. Promosi
Desa wisata harus sering dipromosikan melalui berbagai media, oleh karena
itu desa atau kabupaten harus sering mengundang wartawan dari media cetak
maupun elektronik untuk kegiatan hal tersebut.
5. Festival / Pertandingan
Secara rutin di desa wisata perlu diselenggarakan kegiatan-kegiatan yang bias
menarik wisatawan atau penduduk desa lain untuk mengunjungi desa wisata
tersebut, misalnya mengadakan festival kesenian, pertandingan olah raga, dan
lain sebagainya.
6. Membina Organisasi Masyarakat Lokal
Masyarakat desa biasanya banyak yang merantau di tempat lain. Mereka akan
pulang ke desa kelahirannya pada saat hari raya agama, yang dikenal dengan
istilah “mudik”. Mereka juga bisa diorganisir dan dibina untuk memajukan
desa wisata mereka.
7. Kerjasama dengan Universitas.
Universitas-Universitas di Indonesia mensyaratkan melakukan Kuliah Kerja
Praktek Lapangan (KKPL) bagi mahasiswa yang akan menyelesaikan
studinya, sehubungan dengan itu sebaiknya dijalin atau diadakan kerjasama
antara desa wisata dengan Universitas yang ada, agar bisa memberikan
masukan dan peluang bagi kegiatan di desa wisata untuk meningkatkan
pembangunan desa wisata tersebut.

34
Untuk memperkaya Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) di suatu desa
wisata, dapat dibangun berbagai fasilitas dan kegiatan sebagai berikut :
1. Eco-lodge: renovasi homestay agar memenuhi persyaratan akomodasi
wisatawan, atau membangun guest house berupa, bamboo house, traditional
house, log house, dan lain sebagainya.
2. Eco-recreation: kegiatan pertanian, pertunjukan kesenian lokal,
memancing ikan di kolam, jalan-jalan di desa (hiking), biking di desa dan
lain sebagainya.
3. Eco-education: mendidik wisatawan mengenai pendidikan lingkunagn dan
memperkenalkan flora dan fauna yang ada di desa yang bersangkutan.
4. Eco-research : meneliti flora dan fauna yang ada di desa, dan
mengembangkan produk yang dihasilkan di desa, serta meneliti keadaan
sosial ekonomi dan budaya masyarakat di desa tersebut, dan
sebagainya.
5. Eco-energy : membangun sumber energi tenaga surya atau tenaga air
untuk Eco-lodge.
6. Eco-development : menanam jenis-jenis pohon yang buahnya untuk
makanan burung atau binatang liar, tanaman hias, tanaman obat, dll,
agar bertambah populasinya.
7. Eco-promotion : promosi lewat media cetak atau elektronik, dengan
mengundang wartawan untuk meliput mempromosikan kegiatan desa
wisata.
Menurut pola, proses dan tipe pengelolanya desa atau kampung wisata di
Indonesia sendiri, terbagi dalam dua bentuk, yaitu tipe terstruktur dan tipe terbuka.
1. Tipe terstruktur (enclave)
Tipe terstruktur ditandai dengan karakter-karakter sebagai berikut :
• Lahan terbatas yang dilengkapi dengan infrastruktur yang spesifik untuk
kawasan tersebut. Tipe ini mempunyai kelebihan dalam citra yang
ditumbuhkannya sehingga mampu menembus pasar internasional.
• Lokasi pada umumnya terpisah dari masyarakat atau penduduk lokal, sehingga
dampak negatif yang ditimbulkannya diharapkan terkontrol. Selain itu
pencemaran sosial budaya yang ditimbulkan akan terdeteksi sejak dini.

35
• Lahan tidak terlalu besar dan masih dalam tingkat kemampuan perencanaan
yang integratif dan terkoordinir, sehingga diharapkan akan tampil menjadi
semacam agen untuk mendapatkan dana-dana internasional sebagai unsur
utama untuk “menangkap” servis-servis dari hotel-hotel berbintang lima.
Contoh dari kawasan atau perkampungan wisata jenis ini adalah kawasan Nusa Dua,
Bali dan beberapa kawasan wisata di Lombok. Pendekatan Kawasan pedesaan ini
diakui sebagai suatu pendekatan yang tidak saja berhasil secara nasional, melainkan
juga pada tingkat internasional. Pemerintah Indonesia mengharapkan beberapa tempat
di Indonesia yang tepat dapat dirancang dengan konsep yang serupa.
2. Tipe Terbuka (spontaneus)
Tipe ini ditandai dengan karakter-karakter yaitu tumbuh menyatunya kawasan
dengan struktur kehidupan, baik ruang maupun pola dengan masyarakat lokal.
Distribusi pendapatan yang diperoleh dari kegiatan wisatawan dapat langsung
dinikmati oleh penduduk lokal, akan tetapi dampak negatifnya cepat menjalar menjadi
satu ke dalam penduduk lokal, sehingga sulit dikendalikan. Contoh dari tipe
perkampungan wisata jenis ini adalah kawasan Prawirotaman, Yogyakarta.
Dari penjabaran desa wisata di atas, Nusa Penida sangat berpotensi untuk
pengembangan desa-desa wisata. Selama ini wisata bahari sudah sangat berkembang
pesat di Nusa Penida namun belum terwujud pemerataan dan hasil yang dirasakan
langsung oleh masyarakatnya. Keuntungan yang diperoleh oleh para pengusaha
(investor dive operator) tidak diragukan lagi sangatlah besar. Hasil yang diberikan
kepada masyarakat Nusa Penida dalam bentuk tarif kontribusi juga cukup memadai.
Tetapi belum menyentuh terhadap keberlanjutan dari kepariwisataan di Nusa Penida.
Desa wisata merupakan salah satu jawaban untuk pengembangan kepariwisataan
Nusa Penida.
Hanya saja yang sangat perlu dipahami adalah tidak semua desa dapat
dijadikan desa wisata dan untuk sampai pada tahapan kesuksesan dalam
pembangunan desa wisata memerlukan proses, artinya memerlukan tahapan dan yang
paling kongkret adalah memerlukan waktu untuk dapat mencapai kesuksesan. Hal ini
sering dilupakan oleh para pemegang kebijakan bahkan pelaku desa wisata tersebut.
Iming-iming akan segera mendapatkan keuntungan yang besar dari kedatangan
wisatawan tanpa kesiapan produk, atraksi wisata, dan pengelolaan yang baik justru
akan membuat warga masyarakat lokal jenuh dan mengganggap desa wisata tidak
tepat diterapkan. Untuk itu diperlukan peranan segenap komponen mulai dari

36
pemerintah kabupaten, pemerintah kecamatan, pemerintah desa, desa adat, warga
masyarakat dan stakeholders bersatu-padu mewujudkannya.
Berikut Model Pengelolaan Wisata Bahari Secara Berkelanjutan sebagai suatu
proses dengan memadukan orientasi-orientasi yang ditemukan di lapangan dengan
mengawali sebagai orientasi perubahan. Pada dasarnya segenap masyarakat di Nusa
Penida menginginkan perubahan-perubahan dalam kehidupan mereka dari
sebelumnya. Perubahan tersebut cenderung terfokus kepada bagaimana hidup lebih
baik dari sebelumnya, saudara, teman, tetangga atau orang-orang di sekeliling mampu
memenuhi kebutuhan materi, mengapa saya tidak? Kepentingan ekonomi menjadi hal
utama dan merupakan hal umum di mana pun mulai dari negara terbelakang, negera
berkembangan bahkan negar-negara maju. Berdasarkan temuan di lapangan berikut
model pengelolaan wisata bahari yang disebut sebagai ”Model Orientasi
Terintegrasi” :

Gambar 5.1
”Model Orientasi Terintegrasi”

Orientasi  Perubahan  
Orientasi  Kultural  
Desa  Wisata  /  
Wisata  Bahari   Orientasi  Bisnis  
Keberlanjutan  /  Tri  
Hita  Karana   Kesejahterahaan  
Masyarakat  

Sumber : Hasil Penelitian, 2015

Model dalam gambar 5.1 ”Model Orientasi Terintegrasi” di atas merupakan


suatu proses yang dapat diterapkan dalam pengelolaan wisata bahari secara
berkelanjutan di Nusa Penida. Proses awal adalah memahami terlebih dahulu seperti
apa desa wisata sebagai bagian dari pariwisata alternatif, melihat potensi yang

37
dimiliki, menyamakan visi dan misi segenap masyarakat, melibatkan dalam
pengambilan keputusan, pendampingan dari pemerintah kabupaten Klungkung, LSM
dan akademisi, dilanjutkan dengan melakukan perencanaan. Kesulitannya adalah
bagaimana mampu mengubah mind set warga masyarakat yang sudah kadung
memiliki orientasi perubahan berbasiskan materaial seperti bagaimana agar cepat
memperoleh uang. Agar dapat dengan mudah menjadikan desa wisata sebagai
orientasi perubahan diperlukan upaya sosialisasi tentang desa wisata. Dapat
bekerjasama dengan akademisi dengan arahan memberikan penyuluhan desa wisata,
memberikan gambaran desa wisata yang berhasil dan desa wisata yang gagal, serta
yang terpenting adalah mampu memberikan keyakinan bahwa desa wisata meskipun
pada tahapan awal tidak dirasakan langsung oleh masyarakat tapi tetapkan target
bahwa pada kurun waktu tertentu, manfaat secara ekonomi dapat dirasakan, termasuk
pelestarian alam dan lingkungan asalkan mendapat dukungan penuh segenap pihak.
Proses selanjutnya adalah membuka pemahaman akan pentingnya orientasi
kultural yang mengacu kepada filosofis Tri Hita Karana. Keberadaan Nusa Penida
yang dahulu dikenal sebagai daerah kering, terbelakang dan angker, namun saat ini
sudah berubah dengan pesatnya sebagai destinasi pariwisata yang sangat diminati
oleh wisatawan. Artinya, keterbukaan dan potensi Nusa Penida sangat bagus untuk
pengembangan keparwisataan. Jika pengelolaannya tidak secara baik dan
mengesampingkan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan lingkungan
dan manusia dengan sesamanya maka situasi dan kondisi Nusa Penida ke depan dari
berbagai perpektif (ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, keamanan, dll) akan
terpuruk. Pihak-pihak luar akan mudah memanfaatkan potensi-potensi yang dimiliki,
untuk kepentingan pribadi atau golongan yang biasanya sangat bernuansa bisnis.
Awig-awig, perarem, desa, kala patra dan bentuk hukum adat lainnya, berdampingan
dengan hukum positif harus kembali ditegakkan secara sadar dan asas konsensus
berdasarkan nilai tradisi tidak boleh dikesampingkan. Jauh sebelum Nusa Penida
berkembang pembangunannya masyarakat sudah memiliki pola-pola kehidupan dan
norma-norma yang disebut sebagai kearifan lokal. Kearifan lokal jika ditinjau secara
umum sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat moderen. Sebagai contoh betapa
saat ini masyarakat moderen sudah banyak yang merasakan manfaat dari obat-obatan
tradisional dan contoh lainnya betapa wisatawan terpukau dengan keindahan beragam
kesenian yang berasal dari Bali.

38
Meskipun kearifan lokal beberapa diantaranya perlu penyesuaian, akan tetapi
penyesuaian tersebut hendaknya bersifat partial, atau jika memang benar-benar tidak
sesuai dengan keadaan saat ini. Secara simbolis jika dperhatikan seluruh kearifan
lokal adalah bersifat untuk menjaga tatanan sosial, memberikan manfaat secara
filosofis bagi masyarakatnya yang mana patut dan tidak patut seperti filosofi Tri Hita
Karana. Ketika masyarakat moderen tidak lebih dari 25 tahun mewacanakan
pembangunan berkelanjutan, di Bali sudah beratus-ratus tahun mengenal dan
berupaya menerapkan Tri Hita Karana. Keberlanjutan mutlak diperlukan dan harus
disadari betapa pentingnya sumber daya-sumber daya yang ada saat ini untuk para
generasi penerus.
Apabila orientasi kultural dapat diterima maka paham pariwisata
berkelanjutan akan mudah diterapkan untuk mewujudkannya. Penting diingat bahwa
orientasi kultural tidak mudah untuk mengubah atau pun sebaliknya mengabaikannya.
Justru itu, harus dilihat secara seksama pola-pola sosial masyarakat pada kondisi
terakhir. Pemahaman tim peneliti, jika masih memiliki desa adat/desa pekraman
seharusnya akan lebih mudah untuk memberikan pemahaman untuk masyarakat
memiliki orientasi kultural berbasiskan kepada Tri Hita Karana yang menekankan
kepada keharmonisan dan keberlanjutan pembangunan kepariwisataan khususnya
pengelolaan desa wisata.
Orientasi kultural selama ini di masyarakat Nusa Penida sebenarnya tidak
dapat dilepaskan dari kehidupan sosio-ekonomi masyarakat agraris dan masyarakat
nelayan. Begitu pula secara histori, keberadaan masyarakat Nusa Penida tidak dapat
dilepaskan dari Bali Daratan (Puri Klungkung). Menurut informasi dari Bali daratan,
zaman dahulu banyak orang-orang yang bersalah dari berbagai wangsa (Brahmana,
Ksatriya, Wesia dan Sudra) dibuang/diasingkan ke pula Nusa Penida. Sampai tahun
1990-an Nusa Penida masih dikenal sebagai daerah yang terpinggirkan. Baru
kemudian setelah (akhir zaman orde baru) itu, ada investor yang masuk membeli
lahan mulailah Nusa Penida berkembang.
Sangat wajar apabila masyarakat Nusa Penida ada yang mengatakan
berkarakteristik ”panas”, atau sulit diatur karena alasan orientasi kultural di atas.
Namun menurut pendapat tim peneliti justru hal tersebut sebenarnya modal dasar
motivasi masyarakat Nusa Penida yang kuat, bersemangat, ulet dan memiliki
kekuatan untuk bertahan dalam keadaan sesulit apa pun. Apabila orientasi kultural
tersebut disadari dan dimanfaatkan untuk pengembangan pembangunan terutama

39
sektor pariwisata maka sebenarnya tidak sulit untuk memperoleh hasil sesuai dengan
harapan. Kata kunci untuk orientasi kultural pada masyarakat Nusa Penida untuk
dalam rangka menanamkan kembali nilai-nilai kearifan lokal seperti Tri Hita Karana
adalah ”semangat kebersamaan”. Penyatuan melalui semangat kebersamaan jelas
adalah desa adat/desa pekraman, banjar, Pura-Pura besar yang ada di Nusa Penida,
komunitas, kelompok-kelompok warga, bahkan partai politik. Sebagai wadah
orientasi kultural semua elemen tersebut dapat dijadikan mesin untuk mempermudah
mewujudkan desa wisata.
Terakhir yaitu orientasi bisnis diupayakan pemahaman kepada warga
masyarakat bahwa keuntungan dalam berbisnis adalah mutlak. Namun jika
keuntungan tersebut diperoleh hanya oleh segelintir orang, apalagi hanya oleh para
pengusaha dari luar Nusa Penida tentunya tidak akan bermanfaat. Alangkah baiknya
jika orientasi bisnis dalam bentuk desa wisata nantinya mampu mewujudkan
kesejahterahaan masyarakat secara berkelanjutan. Potensi pariwisata yang kaya
dimiliki oleh Nusa Penida tinggal diidentifikasi dan diputuskan bersama untuk
dijadikan produk dan atraksi wisata atau dibuatkan fasilitas pendukung pariwisata
yang dimiliki oleh warga desa, dikelola oleh warga desa dan hasilnya dinikmati
bersama oleh warga desa.
Bagi warga masyarakat yang sudah membangun bisnis di desanya tidak
menjadi masalah dan justru dapat bergabung dalam satu desa wisata dan memberikan
efek positif bagi warga yang lain. Desa wisata bukanlah membangun pariwisata
semata, melainkan sektor yang sudah ada seperti pertanian (rumput laut), perkebunan,
perikanan dapat bersinergi dengan sektor pariwisata. Wisatawan dapat menikmati
keindahan bahari perairan Nusa Penida, termasuk aktifitas warga setempat dalam
kesehariannya.
Orientasi bisnis juga harus berhati-hati diterapkan kepada masyarakat dalam
perencanaan desa wisata. Sering terjadi ketika suatu desa akan dijadikan desa wisata,
sedari awal dijanjikan bahwa akan mendatangkan wisatawan dalam jumlah banyak,
uang yang mengalir dan desa atau masyarakat akan cepat kaya. Kesalahan ini dapat
menimbulkan masyarakat sangsi dan jenuh sehingga dapat dengan cepat
meninggalkan pembangunan desa wisata jika dalam waktu dekat ternyata
uang/”dollar” tidak kunjung datang.
Sebagai suatu proses, jika orientasi perubahan yaitu desa wisata dengan
produk wisata bahari, dilanjutkan dengan orientasi kultural dengan berbasis kepada

40
keberlanjutan maka seharusnya orientasi bisnis dapat dipahami sebagai suatu proses
yang tidak mudah mewujudkannya namun harus secara bersama-sama dijaga
konsistensinya. Desa wisata tidak mengharuskan warga mengganti profesi melainkan
justru menambah dan memperkuat ketahanan perekonomian sesuai dengan potensi
yang dimiliki.
Pada tahapan perencanaan, jangan dilupakan para stakeholders yaitu para
pengusaha yang sudah memanfaatkan Nusa Penida sebagai lahan bisnis mereka.
Sedari awal jika memungkinkan diajak duduk bersama, bawasannya sangat
diperlukan pemikiran pembangunan pariwisata berbasis masyarakat di Nusa Penida
yang pola ke depannya adalah saling melengkapi. Mass tourism yang sudah
digerakkan oleh para pengusaha tidak dapat dicegah, melainkan harus tetap berjalan.
Di sisi lain, para pengusaha sedapat mungkin mampu meng-combine jasa, produk,
atraksi kepada wisatawan dengan jasa, produk, atraksi yang direncanakan oleh desa
wisata. Hal ini penting di amsa awal untuk meminimalkan penolakan dari pihak
pengusaha karena jelas orientasi para pengusaha adalah sangat berorientasi bisnis.
Sebagai contoh, jika desa wisata adalah desa Ped maka produk wisatanya dapat saling
melengkapi dengan produk yang dimiliki oleh dive operator, mulai seni budaya dan
fasilitas pendukung seperti restoran, toilet dan sarana umum lainnya termasuk
kebersihan lingkungan dan keramah-tamahan warga setempat. Peran stakeholders
mutlak diperlukan untuk pengembangan desa wisata karena pasar sudah para
pengusahayang memiliki, dan untuk memiliki pasar wisatawan minat khusus tinggal
bersinergi dengan para pengusaha tersebut.
Masih dalam proses perencanaan sudah mulai diidentifikasi potensi-potensi
wisata berdasarkan zonasi KKP Nusa Penida, penataan kebijakan yang berbasis
kepada payung hukum, penguatan Sdm, penguatan kelembagaan dan permodalan.
Segenap komponen tersebut sedari awal untuk menentukan skala prioritas dan apa
yang dapat dilakukan secara cepat, tepat, efisien dan efektif.
Pada tahapan pelaksanaan segenap komponen harus menyadari tugas pokok
dan fungsinya dan penguatan kelembagaan/pengorganisasian tidak dapat dianggap
remeh. Pengaturan/pengelolaan harus berdasarkan orientas perubahan, orientasi
kultural dan orientasi bisnis tersebut di atas. Perubahan akan terjadi tidak setenang air
di danau, melainkan akan terjadi berbagai hal yang dapat diprediksi atau bahkan tidak
terduga. Disinilah akan diuji perencanaan yang sebelumnya dilakukan sehingga
seharusnya akan mengoptimalkan pelaksanaan desa wisata. Kontrol dari para

41
pengurus, biasanya dalam desa wisata disebut Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis)
sangat besar peranannya. Koordinasi dengan pemerintah desa, desa adat/desa
pekraman dan selalu meminta petunjuk teknis dan kebijakan kepada pemerinta
kabupaten melalui pemerintah kecamatan akan sangat membantu.
Baik dan buruk hasilnya nanti akan teruji pada tahapan evaluasi yang
sebaiknya dilakukan per semester. Program-program kerja yang sudah dijalankan,
tingkat keberhasilan, target yang belum dipenuhi dan permasalahan lain dapat
diselesaikan pada tahap evaluasi. Hasil dari evaluasi adalah revisi-revisi dari program
kerja yang belum dapat diwujudkan termasuk pola kerjasama, penggunaan anggaran,
produk dan atraksi wisatawan yang perlu direvitalisasi, dsb.
Berkaca dari beberapa desa wisata di Bali yang sudah mapan dan berlanjut
pembangunannya, kunci keberhasilannya adalah pelibatan secara langsung
masyarakatnya dari mulai perencanaan yaitu pada tahap pengambilan keputusan.
Masyarakat tidak perlu berganti profesi, profesi sebelumnya tetap berjalan bersinergi
dengan kebutuhan desa wisata. Permodalan dapat disiasati dengan bantuan dari
pemerintah, LSM atau investor yang merasa bertanggungjawab untuk turut membantu
desa wisata. Kelembagaan dan Sdm yang diperkuat secara perlahan dengan
memberikan bukti dan keyakinan akan besarnya manfaat dari desa wisata, terakhir
adalah pentingnya jaringan desa wisata yang akan mempermudah dalam hal
pemasaran maupun promosi.
Nusa Penida tidak akan sulit untuk melaksanakan keseluruhan orientasi dan
tahapan pengembangan desa wisata tersebut di atas karena hampir keseluruhan sudah
ada dan dimiliki. Tinggal sekarang bagaimana cara atau strategi menjalankan model
orientasi terintegrasi sesuai dengan kemampuan dari masing-msing desa. Model
orientasi terintegrasi bukan suatu model yang kaku melainkan flesibel dengan
keadaan masyarakat setempat. Sebagai hasil dari penelitian lapangan model orientasi
terintegrasi tepat digunakan di Nusa Penida, dan pada bagian-bagian tertentu dapat
dijadikan acuan di tempat lain yang memiliki karakteristik serupa.

Melihat situasi dan kondisi di lapangan, perencanaan model desa wisata di


Nusa Penida tidak dapat diterapkan secara serentak di seluruh kecamatan/desa.
Melainkan terlebih dahulu dipilih, satu desa sebagai pilot project. Keunikan menjadi
dasar penetapan yang utama disusul dengan syarat-syarat desa wisata di atas.

42
Diupayakan penetapan desa wisata tidak asal-asalan melainkan memperhatikan
pertimbangan sebagai berikut :
Jika desa wisata di Nusa Penida dapat menjadi model pengelolaan wisata bahari
secara berkelanjutan maka merupakan suatu terobosan pembangunan yang membantu
pemerintah di sektor kepariwisataan. Walau pun model orientasi terintegrasi di atas
perlu pengujian dalam pelaksanaannya diyakini tidak akan sulit dalam
pelaksanaannya. Model orientasi terintegrasi di atas diperoleh berdasarkan atas fakta-
fakta di lapangan, sehingga tidak dibuat-buat atau dipaksakan. Oleh karena itu
kegagalan dari penerapan model tersebut akan terlihat mulai dari orientasi perubahan.
Pada tahapan ini akan terlihat jelas apakah model dapat diterapkan untuk proses
selanjutnya. Jika tidak dapat menyamakan orientasi perubahan di masyarakat (sebagai
contoh pada visi dan misi desa wisata) makan tentunya model orientasi terintegrasi
dalam pengelolaan desa wisata tidak akan dapat dilanjutkan.

43
BAB VI
Simpulan dan Saran

6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan bertitik tolak dari data di lapangan maka
diperoleh simpulan sebagai berikut :
1. Partisipasi Pelaku Pariwisata (Stakeholders) dalam Pengelolaan
Wisata Bahari yang Berkelanjutan di Kawasan Pulau Nusa
Penida adalah partisipasi pasif. Bagi pengusaha pengelola dive
operator yang dominan dari luar Nusa Penida hanya
berorientasi bisnis semata. Masyarakat lokal juga memiliki
tingkat partisipasi pasif yang hanya mengandalkan tarif
kontribusi dari para pengusaha. Meskipun dive operator
menyerap tenaga kerja lokal namun partisipasinya tidak lebih
dari kedua hal tersebut yaitu tariff kontribusi dan
memperkerjakan warga lokal. Pola kepariwisataan bahari di
Nusa Penida belum menunjukkan partisipasi aktif dari
pengusaha maupun warga lokal dan belum menunjukkan ciri
pariwisata berkelanjutan
2. Model Pengelolaan Wisata Bahari secara Berkelanjutan di
Kawasan Pulau Nusa Penida adalah model desa wisata sebagai
bagian dari pariwisata alternatif dengan Model pengelolaan
desa wisata secara berkelanjutan orientasi terintegrasi.
Berdasarkan data di lapangan ditemukan bahwa orientasi
perubahan sebagai nilai-nilai yang mendasari perkembangan
pembangunan di Nusa Penida. Orientasi Perubahan jika
arahnya adalah desa wisata dengan potensi wisata bahari,
dilanjutkan dengan orientasi kultural yaitu keberlanjutan
dengan filosofi Tri Hita Karana dan orientasi bisnis dengan
tujuan kesejahterahaan masyarakat.
6.2 Saran-Saran
Untuk saran-saran berdasarkan simpulan di atas dapat disampaikan
diupayakan penetapan desa wisata tidak asal-asalan melainkan memperhatikan
pertimbangan sebagai berikut :

44
a. Melihat situasi dan kondisi di lapangan, perencanaan model desa wisata di
Nusa Penida tidak dapat diterapkan secara serentak di seluruh kecamatan/desa.
Melainkan terlebih dahulu dipilih, satu desa sebagai pilot project
b. Diupayakan desa wisata tersebut dalam satu banjar untuk pilot project
c. Pengusaha-pengusaha dive operator mau membantu Banjar tersebut
d. Pemerintah kabupaten Klungkung terus membina dan memantau
perkembangannya
e. Mengikutsertakan LSM atau Perguruan Tinggi/Akademisi mulai tahapan
perencanaan
f. Memilih lokasi strategis sesuai dengan KKP Nusa Penida
g. Persyaratan Desa Wisata harus diperhatikan terutama memiliki keunikan
h. Upaya-upaya Mewujudkan Desa Wisata harus menjadi prioritas seperti
pengembangan Sdm, membangun kemitraan dan penguatan kelembagaan
i. Pembangunan Fasilitas Desa Wisata sesuai keperluan
j. Tipe-Tipe Desa Wisata yang sesuai
k. Product Style
l. Menyiapkan permodalan

45
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2007. Psikologi Sosial, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Clark, J.R. 1995. Coastal Zone Management Handbook. Lewis Publishers. New York.

Douglas, N. and Derret, R. 2001. Special Interest Tourism.John Wiley & Sons
Australia, Ltd. Milton..

Ghony, M. Djunaidi dan Fauzan Almanshur. 2014. Metode Penelitian Kualitatif.


Yogyakarta : Ar-Ruzz Media

Hernández J.M. , Carmelo J.L. The interactions between natural and physical capitals
in the tourist lifecycle model.

Inskeep, E. 1991. Tourism planning an Integrated and Sustainable Development


Approach,Van Nostrand Reinhold,New York.

Kusmayadi, et.al. 2000. Metode Penelitian dalam Bidang Kepariwisataan. Jakarta :


PT. Gramedia

Moleong, Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja


Rosdakarya

Muslich Mansur. 2010. Melaksanakan PTK Penelitian Tindakan Kelas itu Mudah.
Jakarta : PT. Bumi Aksara

Neuman, W. Lawrence. Metodologi Penelitian Sosial : Pendekatan Kualitatif dan


Kuantitatif. Jakarta : PT. Indeks.

Pendit. S. Nyoman, 2003. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: PT.
Pradnya Paramida.

Poerwadarminta, W.J.S. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi ke 3, Balai


Pustaka, Jakarta.

Poon, A. 1993. Tourism, Technology, and Competitive Strategies. CAB International.


Harmondsworth, UK.

UNEP and UNWTO. 2005. “Making Tourism More Sustainable - A Guide for
Policy Makers”, p.11-12. Paris and Madrid : UNEP and WTO
Schumacer, Sally. 2003. Research in Education. New Jersey : Pearson.

Wardiyanta. 2010. Metode Penelitian Pariwisata. Yogyakarta : Andi

46
Peraturan Perundang – Udangan, Peraturan Daerah dan Surat Keputusan (SK)

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Bali.

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan


Pulau-Pulau Kecil.

47
LAMPIRAN-LAMPIRAN
I. JUSTIFIKASI ANGGARAN
Anggaran untuk Komponen Pelaksana
No Nama Peran Biaya (rupiah)

1. I Wayan Darsana, S.S, M. Par Ketua 1.760.000


2. I Made Adikampana, S.T, M. T. Anggota 1.260.000
3 Drs. I Made Sendra, M. Si Anggota 1.260.000
4 I Gst. Ag. Oka Mahagangga, S.Sos.,M.Si Anggota 1.260.000
5. I Dewa Putu Kiskenda Erwanda Putra Mahasiswa 380.000

6. I Made Darmaja Mahasiswa 380.000


Sub Total 6.300.000

Bahan Habis Pakai dan Peralatan


No. Jenis Pengeluaran Kegunaan Biaya (rupiah)

1. Pedoman wawancara Mengumpulkan data 500.000


lapangan
2 Alat Tulis Mengumpulkan data 6.200.000
primer dan sekunder
3. Sewa kamera, film Data Photo 500.000
4 Biaya perbaikan dan pemeliharaan alat Perawatan 500.000
Sub Total 7.700.000

Perjalanan
No. Lokasi Tujuan Jumlah (Orang) Biaya Jumlah Total
Satuan Hari (rupiah)
(rupiah)
1. Lokasi di Pantai Pengumpulan data 5 Tim peneliti 100.000 Paket 500.000
Crystal Bay primer
2. Lokasi di Pantai Pengumpulan 5 Tim peneliti 100.000 Paket 500.000
Toya Pakeh primer
3. Lokasi di Pantai Pengumpulan data 5 Tim peneliti 100.000 Paket 500.000
Ped primer
4. Lokasi di Pantai Pengumpulan data 5 Tim peneliti 100.000 Paket 500.000
Gamat primer
5 Lokasi di Pantai Pengumpulan data 5 Tim peneliti 100.000 Paket 500.000
Pasih Uug primer
2.500.000
Sub Total

Publikasi, Seminar, Laporan Penelitian


No Jenis Pengeluaran Biaya
(rupiah)
1. Biaya Penyusunan Laporan 750.000
2. Biaya Penggandaan dan Pengiriman 1.500.000
4 Seminar hasil 1.250.000
5 Biaya publikasi ilmiah 500.000
6 Biaya penelusuran pustaka 1.000.000
7 Administrasi surat menyurat dan perizinan 500.000
Sub Total 5. 500.000
Biaya Keseluruhan : 6.300.000 + 7.700.000 + 2.500.000 + 5.500.000 = Rp.22.000.000

48
II. DAFTAR PEMBAYARAN PPH

49
III. POSTER SENASTEK 2015
P-PNL-214
Seminar Nasional Sains dan Teknologi (SENASTEK-2015), Kuta, Bali, INDONESIA, 29 – 30 Oktober 2015

MODEL PENGELOLAAN WISATA BAHARI BERKELANJUTAN DI


PULAU NUSA PENIDA, KECAMATAN NUSA PENIDA
KABUPATEN
KLUNGKUNG– BALI
I. W. Darsana, I. M. Sendra, I. M. A. Kampana, I. G. A. O. Mahagangga
PS. S1 Industri Perjalanan Wisata, Fak. Pariwisata-Universitas Udayana
Corresponding author: w.darsana@yahoo.com

Selain itu SDM di Nusa Penida perlu terus ditingkatkan


PENDAHULUAN karena wisata bahari sebagai minat khusus memerlukan
LATAR BELAKANG DAN PERMASALAHAN pengetahuan luas tentang kemaritiman. Kebijakan dari
Nusa Penida memiliki potensi wisata yang sangat prospektif namun pemerintah kabupaten Klungkung sudah cukup baik melalui
belum dikelola secara maksimal. Salah satunya adalah potensi wisata kerjasama dengan pemerintah pusat maupun LSM. Namum
bahari yang selama ini belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk pada tataran implementasi masih memerlukan realisasi
kepentingan masyarakat lokal. Pariwisata Nusa Penida diperlukan dengan pendekatan sosialisasi dan pendekatan kultural.
perpaduan antar sektor seperti kelautan, perikanan dan pertanian
sangat diperlukan. Perencanaan pariwisata menjadi urgent untuk
MODEL PENGELOLAAN WISATA BAHARI DI KAWASAN
dapat menciptakan pariwisata secara berkelanjutan dengan partisipasi
PULAU NUSA PENIDA
aktif masyarakat lokal. Diperlukan implementasi model pengelolaan
Berdasarkan analis hasil observasi dan data di lapangan,
pariwisata terintegrasi untuk dapat mempercepat akselerasi ekonomi
model pengelolaan wisata bahari yang tepat adalah
dan pemerataan pembangunan di Nusa Penida dengan ragam potensi
community based tourism dengan pendekatan desa wisata.
yang belum maksimal pemanfaatannya.
Community based tourism (CBT) atau pariwisata berbasis
Penelitian menggunakan teori dan konsep yaitu perencanaan dan
masyarakat adalah model pengelolaan kepariwisataan
pengelolaan pariwisata (Douglas, N. and Derret, R. 2001), dan konsep
dengan potensi yang dimiliki dengan pelibatan masyarakat
Wisata Bahari (Pendit, 1994).
lokal secara aktif mulai dari tahapan perencanaan,
kelembagaan, operasional, evaluasi dengan pola
PERMASALAHAN
pendampingan. Model ini diimplemtasikan melalui pendekatan
Permasalahan dalam penelitian adalah ”Bagaimana Partisipasi Pelaku
desa wisata sebagai core project dengan integrasi antar
Pariwisata (Stakeholders) dalam Pengelolaan Wisata Bahari yang
sektor dan wisata bahari sebagai ikon.
Berkelanjutan di Kawasan Pulau Nusa Penida? Dan Bagaimana
Desa wisata secara embriotik memerlukan kajian holistik
Model Pengelolaan Wisata Bahari di Kawasan Pulau Nusa Penida?
mengenai potensi dan strategi mewujudkannya. Desa wisata
TUJUAN memerlukan pula ijin dari Bupati Klungkung melalui SK
Untuk mengetahui partisipasi pelaku pariwisata dalam pengelolaan Bupati, diperlukan pendampingan LSM, akademisi, dan
wisata bahari yang berkelanjutan di kawasan pulau Nusa Penida dan kerjasama dengan praktisi pariwisata travel agent. dan
rancangan model pengelolaan wisata bahari di kawasan Pulau Nusa investor yang sudah menanamkan modal di Nusa Penida.
Penida Poin terpenting adalah memberikan pemahaman kepada
masyarakat bahwa desa wisata bukanlah fokus kepada mass
METODE PENELITIAN tourism melainkan sebagai alternative tourism dengan ciri
Penelitian menggunakan metodelogi kualitatif dengan menggunakan wisatawan minat khusus, skala kecil dan interaksi terbuka
metode observasi (Ghony dan Almanshur, 2014), metode wawancara antara wisatawan dengan masyarakat lokal.
mendalam (Kusmayadi 2000), Studi Kepustakaan (Wardiyanta, 2010)
dan teknik analisis data interpretatif (Neuman, 2013) dengan teknik KESIMPULAN
penyajian data secara deskriptif kualitatif (Kusmayadi, 2000) Partisipasi Pelaku Pariwisata (Stakeholders) dalam
Pengelolaan Wisata Bahari yang Berkelanjutan di Kawasan
PEMBAHASAN Pulau Nusa Penida minim keterlibatan masyarakat lokal dan
model yang seharusnya digunakan untuk dapat meningkatkan
PARTISIPASI PELAKU PARIWISATA (STAKEHOLDERS) DALAM peran masyarakat nusa penida adalah CBT dengan core
PENGELOLAAN WISATA BAHARI YANG BERKELANJUTAN DI Desa Wisata dan ikon adalah wisata bahari.
KAWASAN PULAU NUSA PENIDA
Berdasarkan hasil penelitian partisipasi pelaku pariwisata DAFTAR PUSTAKA
(stakeholders) dalam pengelolaan wisata bahari berkelanjutan di Douglas, N. and Derret, R. 2001. Special Interest
kawasan pulau Nusa Penida, masih berfokus kepada kepentingan Tourism.John Wiley & Sons. Ltd. Milton. Australia
bisnis semata. Minimnya peran serta warga masyarakat lokal dalam Pendit, Nyoman S. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar.
pengelolaan wisata bahari di daerah asalnya yang dominan dikuasai Perdana.Jakarta.
oleh investor luar. Para investor masih mengesampingkan peranan Ghony, M. Djunaidi dan Fauzan Almanshur. 2014. Metode
atau partisipasi masyarakat lokal dalam memotivasi, memberdayakan Penelitian Kualitatif. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta
dan membantu masyarakat lokal turut berperan serta secara aktif Kusmayadi, et.al. 2000. Metode Penelitian dalam Bidang
dalam aktivitas wisata bahari. Kepariwisataan. PT. Gramedia. Jakarta.
Neuman, W. Lawrence. Metodologi Penelitian Sosial :
Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. PT. Indeks. Jakarta.

50
IV. PAPER SENASTEK 2015

MODEL PENGELOLAAN WISATA BAHARI BERKELANJUTAN


DI PULAU NUSA PENIDA, KECAMATAN NUSA PENIDA
KABUPATEN KLUNGKUNG– BALI

1) 2) 3)
I Wayan Darsana, S.S, M. Par. Drs. I Made Sendra, M. Si. I Made Adikampana, S.T. M.T.
4)
I Gst. Ag. Oka Mahagangga, S. Sos, M. Si.
PS. S1 Industri Perjalanan Wisata (IPW), Fakultas Pariwisata, Univ. Udayana,Jl. DR. R.
1

Goris, No. 7, Denpasar-Bali, Telp/Fax : (0361) 223798, E-mail : w.darsana@yahoo.com


2
PS. S1 IPW, Fakultas Pariwisata, Univ. Udayana,Jl. DR. R. Goris, No. 7, Denpasar-Bali
3
PS. S1 Dest. Par, Fakultas Pariwisata, Univ. Udayana,Jl. DR. R. Goris, No. 7, Denpasar-Bali
4
PS. S1 Dest. Par, Fakultas Pariwisata, Univ. Udayana,Jl. DR. R. Goris, No. 7, Denpasar-Bali

Abstrak
Nusa Penida memiliki potensi wisata yang sangat prospektif namun belum dikelola secara maksimal.
Salah satunya adalah potensi wisata bahari yang selama ini belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk
kepentingan masyarakat lokal. Tulisan ini berupaya menemukan model pengelolaan wisata bahari
secara berkelanjutan di Pulau Nusa Penida, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi
Bali dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil Penelitian menunjukkan, Pertama minimnya
peran stakeholders wisata bahari yang sebagian besar merupakan investor dari luar Nusa Penida
dalam pengelolaan wisata bahari secara berkelanjutan. Para investor cenderung profit oriented dan
mengesampingkan peran serta warga masyarakat lokal. Kedua, minimnya peran serta warga
masyarakat lokal dalam pengelolaan wisata bahari di daerah asalnya yang dominan dikuasai oleh
investor luar, Ketiga, model pengelolaan wisata bahari yang tepat berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan adalah community based tourism dengan pendekatan desa wisata atau alternatif lain
sebagai ecotourism.
Kata Kunci : Model, Pengelolaan, Wisata, Bahari, Berkelanjutan

Abstract
Nusa Penida has a highly prospective tourism potential but has not been managed optimally. For
example, the marine tourism that has not been fully utilized for the benefit of local communities. This
paper seeks to find a model management in a sustainable marine tourism on the island of Nusa Penida,
District Nusa Penida, Klungkung, Bali Province using qualitative approach. The results of this research
are, first the lack of role of maritime tourism stakeholders who are mostly investors from outside Nusa
Penida in the management of marine tourism in a sustainable manner. Investors tend to be profit
oriented and rule out the participation of local community members. Secondly, the lack of participation
of local citizens in the management of marine tourism in the region of origin of the dominant
controlled by outside investors, Third, marine tourism management model that is appropriate based on
the research that has been done is a community based tourism approach tourist village or other
alternatives as ecotourism.
Keywords : Models, Management, Tourism, Marine, Sustainable

51
V. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas
No Nama NIP Bidang Alokasi Waktu Uraian Tugas
(Jam/Minggu)
Ilmu
1 IWayanDarsana,SS,.M.Par 03061981 Manajemen 7 jam/Minggu Sebagai ketua
pariwisata peneliti bertugas
menggali data di
lapangan,
menganalisis
data kuantitatif
serta
mengkoordinir
penelitan dan
penyelenggaraan
seminar.
2 Drs. I Made Sendra, M. Si 196508222000031001 Sejarah 7 jam/Minggu Membuat
Pariwisata kuesioner,
mengolah data
kualitatif,
interview
mendalam,
kearsipan dan
dokumentasi
4 I Adikampana, S.T., M.T. 197702242001121002 Perencanaa 7 jam/Minggu Tabulasi,
n Pariwisata Analisis Data
Kuantitatif dan
kualitatif
5 I Gst. Ag. Oka Mahagangga, 197710102006041004 Antropologi 7jam/Minggu Studi literatur
S. Sos., M. Si Pariwisata wawancara,
Observasi
lapangan dan
menganalisis
data kuatitatif
6 I Dewa Putu Kiskenda Mahasiswa Industri 3 jam/Minggu Observasi,
Erwanda Putra Perjalanan dokumentasi,
Wisata penyebaran
kuesioner,
pengetikan,
memperbanyak
laporan
7 I Made Darmaja Mahasiswa Industri 3 jam/Minggu Observasi,
Perjalanan dokumentasi,
Wisata Transportasi,
penyebaran
kuesioner,
pengetikan,
memperbanyak
laporan

52
VI.Biodata Ketua dan Anggota
1. DAFTAR RIWAYAT HIDUP KETUA PENELITI
A.  Identitas  Diri  
1.   Nama  Lengkap  (dengan  gelar)     I  Wayan  Darsana,SS,.M.Par   L  
2.   Jabatan  Fungsional     Asisten  Ahli  
3.   Jabatan  Struktural   -­‐  
4.   NIP/NIK/No.Identitas  lainnya      
5.   NIDN   -­‐  
6.   Tempat  dan  Tanggal  Lahir     Sakti  03  Juni  1981  
7.   Alamat  Rumah     Jl.  Sekuta  Gg  Melati  2  No.5  Sanur  
8.   Nomor  Telepon/Faks  /HP   081353001199  
`   Alamat  Kantor     Jl.  Dr.  R.  Gorris  No.  7  Denpasar  
10.   Nomor  Telepon/Faks     0361223798  
11.   Alamat  e-­‐mail     w.darsana@yahoo.com  
12.   Lulusan  yang  telah  dihasilkan   -­‐  
 13.          Mata  Kuliah  yg  diampu   1. Bahasa Inggris 1
2. Tiketing
3. Tata Graha
4. Pariwisata berkelanjutan

 
B.  Riwayat  Pendidikan    
 
Program   S-­‐1   S-­‐2   S-­‐3  
Nama  Perguruan  Tinggi   Universitas  Udayana   Universitas  Udayana   Universitas  Udayana  
Bidang  Ilmu   Sastra  Inggris   Magister  Kajian   Doktoral  Kajian  
Pariwisata     Pariwisata  
Tahun  Masuk   2003   2009   2012  
Tahun  Lulus   2008   2011   -­‐  
Judul   Analysis  of   Strategi  Pengembangan    
Skripsi/Thesis/Disertasi   Conjunctions  in  Bali   Daya  Tarik  Wisata  
Travel  News   Kawasan  Barat  Pulau  
Nusa  Penida  Kabupaten  
Klungkung  
Nama   Drs.  I  Ketut  Wandia,   Prof.  Dr.  I  Made    
Pembimbing/Promotor   M.A   Sukarsa,SE,MS  
I  Wayan   Dr.  Ir  .Samsul  Alam  
Mulyawan,S.S.,M.Hu Paturesi,MSP  
m  
 
C.  Pengalaman  Penelitian  dalam  5  Tahun  Terakhir  
       (Bukan  Skripsi,  Tesis,  maupun  Disertasi)    
 
Pendanaan  
No.   Tahun   Judul  Penelitian  
Sumber  *)   Jml  (Juta  Rp.)  
1.          
*)   Tuliskan   sumber   pendanaan   :   PDM,   SKW,   Pemula,   Fundamental,   Hibah   Bersaing,   Hibah   Pekerti,   Hibah  
Pascasarjana,   Hikom,   Stranas,   Kerjasama   Luar   Negeri   dan   Publikasi   Internasional,   RAPID,   Unggulan  
Stranas  atau  sumber  lainnya.  
 
D.  Pengalaman  Pengabdian  kepada  Masyarakat  dalam  5  Tahun  Terakhir  
 
Judul  Pengabdian  Kepada     Pendanaan  
No.   Tahun  
Masyarakat     Sumber  *)   Jml  (Juta  Rp.)  
         
*)  Tuliskan  sumber  pendanaan  :  Penerapan  IPTEKS  –  SOSBUD,  Vucer,  Vucer  Multitahun,  UJI,  Sibermas,  atau  
sumber  dana  lainnya  
 
E.  Pengalaman  Penulisan  Artikel  Ilmiah  dalam  Jurnal  dalam  5  Tahun  Terakhir  
No.   Judul  Artikel  Ilmiah   Volume/Nomor   Nama  Jurnal  

53
1.        
 
F.   Pengalaman       Penyampaian       Makalah     Secara     Oral   pada   Pertemuan/   Seminar   Ilmiah   dalam   5  
Tahun  Terakhir  
Nama  Pertemuan  ilmiah/  
No.   Judul  Artikel  Ilmiah   Waktu  dan  Tempat  
Seminar  
1.        
 
G.  Pengalaman  Penulisan  Buku  dalam  5  Tahun  Terakhir  
No.   Judul  Buku     Tahun   Jumlah   Penerbit  
Halaman  
1.          
 
H.  Pengalaman  Perolehan  HKI  dalam  5  –  10  Tahun  Terakhir  
No.   Judul/Thema  HKI     Tahun   Jenis   No.P/ID  
1.          
 
I.  Pengalaman  Merumuskan  Kebijakan  Publik/Rekayasa  Sosial  Lainnya  dalam  5  Tahun  Terakhir    
Judul/Tema/Jenis  Rekayasa  Sosial  Lainnya   Tempat   Respon  
No.   Tahun  
yang  Telah  Diterapkan   Penerapan   Masyarakat  
1.          
 
J.  Penghargaan  yang  Pernah  Diraih  dalam  10  tahun  Terakhir  (dari  pemerintah,  asosiasi  atau  
institusi  lainnya)    
No.   Jenis  Penghargaan   Institusi  Pemberi   Tahun  
Penghargaan  
1.        
 
Semua   data   yang   saya   isikan   dan   tercantum   dalam   biodata   ini   adalah   benar   dan   dapat  
dipertanggungjawabkan   secara   hukum.   Apabila   dikemudian   hari   ternyata   dijumpai   ketidak-­‐sesuaian  
dengan   kenyataan,   saya   sanggup   menerima   risikonya.   Demikian   biodata   ini   saya   buat   dengan   sebenarnya  
untuk  memenuhi  salah  satu  persyaratan  dalam  pengajuan  penelitian  :  Hibah  Unggulan  Udayana  
 
            Denpasar,  30  OKTOBER  2015  
                                                                                                                                               
 
 
I  Wayan  Darsana,SS,.M.Par  
             

54
2. DAFTAR RIWAYAT HIDUP ANGGOTA PENELITI I

b. Identitas Diri
1 Nama Lengkap (dengan gelar) I Made Adikampana, S.T., M.T.
2 Jenis Kelamin L/P
3 Jabatan Fungsional Lektor Kepala
4 NIP/NIK/No.Identitas lainnya 197702242001121002
5 NIDN 0024027704
6 Tempat dan Tanggal Lahir Negara, 24 Februari 1977
7 Alamat e-mail adikampana@gmail.com
8 Nomor Telepon/HP 08123884484
9 Alamat Kantor Jl. DR. R. Goris No. 7 Denpasar
10 Nomor Telepom/Faks. (0361) 223798
11 Lulusan yang telah dihasilkan S-1 = 53 orang; S-2 = - orang; S-3 = - orang
12 Mata Kuliah yang diampu 1. Geografi Pariwisata
2. Proses Perencanaan pariwisata
3. Perencanaan Kawasan Pariwisata
4. Perencanaan Destinasi Pariwisata
5. Pariwisata Berbasis Masyarakat

A. Riwayat Pendidikan
Program S-1 S-2 S-3
Nama Perguruan Tinggi Institut Teknologi Universitas Universitas
Nasional Bandung Gadjah Mada Udayana
Bidang Ilmu Teknik Planologi Teknik Arsitektur Pariwisata
Pariwisata
Tahun Masuk - Lulus 1995 - 2001 2004 - 2006 2012 -
Judul Skripsi/Tesis/Desertasi Identifikasi Pariwisata Alam -
Karakteristik dan Peluang
Pedagang Kaki Pekerjaan bagi
Lima dalam Masyarakat Lokal
rangka
Penanganannya di
Kota Bandung
Nama Pembimbing/Promotor Ir. Akhmad Prof. Ir. Wiendu -
Setiobudi, M.Sc. Nuryanti,
M.Arch., Ph.D.

B. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir


(Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)

No. Tahun Judul Penelitian

1 2010 Pembangunan Pariwisata Berbasis Komunitas di Atraksi Wisata Ceking


2 2011 Desa Wisata Berbasis Masyarakat sebagai Model Pemberdayaan Masyarakat
di Desa Pinge
3 2013 Model Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Pariwisata
Ekologis
4 2013 Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Kawasan Pariwisata
Candi Dasa Provinsi Bali
5 2014 Model Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Pariwisata
Ekologis

55
6 2014 Model Integrasi Masyarakat Lokal dalam Perencanaan Destinasi Pariwisata
Perdesaan
* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian DIKTI maupun dari sumber lainnya.

C. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir


No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat

1 2011 Penataan Kemitraan dan Kelembagaan Desa Wisata Tista Kecamatan


Kerambitan Kabupaten Tabanan
2 2012 Pengembangan Agrotourism Berbasis Ipteks Terpadu di Desa Lod Tunduh
Kabupaten Gianyar
3 2013 Pengembangan Atraksi Agrowisata Terpadu Berbasis Ipteks
4 2014 IbM Desa Pakraman Pinge yang Menghadapi Permasalahan Pengembangan
Produk Desa Wisata
* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema pengabdian kepada masyarakat DIKTI maupun dari
sumber lainnya.

D. Publikasi Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir


No. Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor Nama Jurnal
1 Analisis Dampak Budaya Pembangunan 2/2, 2011 dwijenAGRO
Bandara Internasional Terhadap Masyarakat
Sekitarnya
2 Desa Wisata Berbasis Masyarakat sebagai 12/1, 2012 Analisis
Model Pemberdayaan Masyarakat di Desa Pinge Pariwisata
3 Integrasi Masyarakat Lokal dalam Perencanaan 3/1, 2012 Jurnal Ilmiah
Destinasi Pariwisata (Sebagai manifestasi Hospitality
praktek dekonstruktif) Management
4 Optimalisasi Kontribusi Pariwisata Ceking 2/1, 2012 Jurnal Ilmiah
terhadap Ekonomi Masyarakat Lokal Pariwisata
5 Tantangan Pengembangan Pariwisata di Daerah 5/1, 2014 Jurnal Ilmiah
Pinggiran Hospitality
Management

E. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir


Nama Pertemuan ilmiah/ Judul Artikel Waktu dan
No.
Seminar Ilmiah Tempat
1 Kegiatan Temu Karya Pengembangan Kawasan Pengintegrasian 2010
Pariwisata Terpadu Pengembangan Bali
Pariwisata dalam
Ekonomi
Masyarakat Lokal
2 Seminar Hasil-Hasil Penelitian 2011 Lembaga Kontribusi 2011
Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Pariwisata Unud
Universitas Udayana Ceking terhadap
Ekonomi
Masyarakat Lokal
3 Seminar Hasil-Hasil Penelitian Pariwisata Badan Kajian Dampak 2012
Pengembangan Sumber Daya Pariwisata Bandara Bali
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif terhadap Budaya
Republik Indonesia Masyarakat
4 Deseminasi Hasil-hasil Penelitian tahun Partisipasi 2013
2013 Masyarakat Lokal Unud
Dalam
Pengembangan
Kawasan
Pariwisata Candi
Dasa Provinsi

56
Bali
5 Seminar Nasional Sains dan Teknologi Partisipasi 2014
2014 Masyarakat Lokal Bali
Dalam
Pengembangan
Pariwisata
Ekologis
6 Seminar Nasional Sains dan Teknologi Dampak 2014
2014 Pariwisata Bali
Perdesaan bagi
Masyarakat Lokal

F. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir


Jumlah Penerbit
No. Judul buku Tahun
Halaman
1 Pariwisata Berkelanjutan dalam 2010 xiv + 294 Udayana
Pusaran Krisis Global University Press
2 Pariwisata Kalimantan: Pemikiran & 2010 xiii + 155 Arsimedik
Perjalanan ke Jantung Borneo Publisher
3 The Exellence Research Universitas 2011 vii + 182 Udayana
Udayana 2011 University Press
4 Prosiding Seminar Nasional Sains dan 2014 xxviii + Udayana
Teknologi 2014 1032 University Press

G. Perolehan HKI dalam 5 – 10 Tahun Terakhir


No. Judul/Thema HKI Tahun Jenis No.P/ID
- - - - -

H. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya


dalam 5 Tahun Terakhir
Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Tempat Respon
No. Tahun
Lainnya yang Telah Diterapkan Penerapan Masyarakat
1 Rencana Induk Pengembangan Pariwisata 2012 Kabupaten Mendukung
Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur Nunukan program

I. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi, atau


institusi lainnya)
Institusi Pemberi
No. Jenis Penghargaan Tahun
Penghargaan
1 Peneliti Muda Terbaik Tingkat Unud 2010
Universitas Udayana Bidang Sosial

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai
ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.

Anggota Peneliti I
Denpasar, 30 Oktober 2015

I Made Adikampana, S.T., M.T.


NIP. 1977022420011210023.

57
3. DAFTAR RIWAYAT HIDUP ANGGOTA PENELITI II

1. Nama Lengkap (dengan gelar) Drs. I Made Sendra, M.Si. L


2. Jabatan Fungsional Lektor
3. Jabatan Struktural -
4. NIP/NIK/No.Identitas lainnya 196508222000031001
5. NIDN 0022086507
6. Tempat dan Tanggal Lahir Denpasar,22 Agustus 1965
7. Jl.Pemogan No.240/Depan
Alamat Rumah Br.Panti Sari Pemogan Denpasar
Selatan (80221).
8. Nomor Telepon/Faks /HP 08123954918
9. Alamat Kantor Jl.Dr. R. Goris Denpasar.
10. Nomor Telepon/Faks (0361) 223798.
11. Alamat e-mail sendrawitari@yahoo.com
S-1= 100 orang; S-2= 0 Orang;
12. Lulusan yang telah dihasilkan
S-3= 0 Orang …
13. Mata Kuliah yg diampu 1. Bahasa Jepang 1,2,3.
2. Komunikasi Lintas Budaya.
3. Manajemen Konvensi (MICE).
4. Pariwisata Internasional.
5. Sejarah Jepang 1 dan 2.

B. Riwayat Pendidikan
Program S-1 S-2

Nama Perguruan Universitas Udayana Universitas Indonesia


Tinggi
Bidang Ilmu Sejarah Kajian Wilayah Jepang
Tahun Masuk 1983 1994
Tahun Lulus 1989 1997
Judul Konfrensi Denpasar dan Pergolakan Konsep Pewarisan Harta Warisan
Skripsi/Tesis/Desertasi Politik di Bali 1945-1950 Ie Kepada Chonan Pada Ie Petani
di Jepang Pada Zaman Meiji
Nama Prof.Dr. I Gede Parimarta, M.A. Prof. Dr. Haryati Subadio.
Pembimbing/Promotor Drs. I Putu Suwita, M.Hum. Prof. Dr. Parsudi Suparlan.

C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir


(Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)
No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan
Sumber Jml(Juta
Rp.)
1 2008 Profil Ibu RumahTangga Jepang dalam Keluarga DIPA 5.000.000.,
Kawin Cam- pur Jepang-Bali di Kawasan Wisata Ubud.
2 2009 Penerjemahan Bhs Jepang Indonesia:Analisis DIPA 5000.000.,
Penerjemahan Kosa Ka ta Budaya.
3 2010 Analisis Makna Fungsi Sosio Religi Upacara DIPA 7.500.000.,
Menek Kelih Pada Masyarakat Jepang dan Bali.
4 2011 Tuturan Wisatawan Jepang Di Bali Sebagai DIPA 7.500.000.,
Pencerminan Prilaku Berbahasa Orang Jepang.
5 2012 Fungsi dan Makna Ritual Nampah Batu Di Desa Depeha Kementrian 170.000.000
Kecamatan Kubutambahan Kabu paten Pendidikan
Buleleng. dan

58
Kebudayaa
n RI

D. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Pendanaan


Kepada Masyarakat Sumber Jml(Juta Rp.)
1 2008 Pelatihan Bahasa Asing Pada Masyarakat Desa Bona DIPA 4.000.000.,
Kabupaten Gianyar.
2 2009 Pelatihan Teknik Memandu Guide Lokal di Daya DIPA 4.000.000.,
Tarik Wisata Alas Kedaton.
3 2010 Pelatihan Bahasa Jepang Di Industri Café DIPA 4.000.000.,
Kedonganan Jimbaran-Bali.
4 2010 Penataan Kemitraan Dan Kelembagaan Desa Wisata DIPA 4.000.000.,
Tista Kecamatan Kerambitan Kabupaten Tabanan
5 2011 Penguatan Sadar Wisata dan Penguatan Citra Wisata DIPA 4.000.000.,
Melalui Penanaman Tanaman Upakara Di
Kerambitan Kabupaten Tabanan tanggal 20 Oktober
2010.
6 2011 Pengembangan Wisata Pedesaan Berbasis DIPA 4.000.000.,
Masyarakat Di Desa Taro Gianyar.
7 2012 Penyuluhan Bhs. Jepang Kepada Pramuwisata Lokal DIPA 4.000.000.,
Di Desa Sangeh Badung.

E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun


Terakhir
No. Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor Nama Jurnal
1 Ancestors Worship in Japanese and Volume 8/No. 2, Analisis Pariwisata
Balinese Kinship System 2008. Fak. Pariwisata
Unud.
2 Profil Ibu Rumah Tangga Jepang Volume 10/No.1. Analisis Pariwisata
dalam Pasangan Kawin Campur 2010 Fak. Pariwisata
Jepang Bali di Kawasan Pariwisata Unud.
Ubud.
3 Shamanisme Sebuah Pendekatan Volume 2/No.3, 2010. Linguistik dan
Teologi Terhadap Sikap dan Tingkah Sastra Spota STIBA
Laku Keagamaan Masyarakat Saraswati
Jepang. Denpasar.
4 Analisis Tuturan Yang Mencerminkan Vol. 1/No.2. Jurnal Linguistik dan
Ungkapan Basa Basi Sebagai Etika September 2011. Sastra Spota STIBA
Berbahasa Orang Jepang. Saraswati
Denpasar.
5 The Three Hita Karana Philosophy As Vol. 11/No. 1,2011. Jurnal Analisis
A Model of Rural Tourism Pariwisata
Development in Bali. Fak. Pariwisata
Unud.

F. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral pada Pertemuan/


Seminar Ilmiah dalam 5 Tahun Terakhir
No Nama Pertemuan Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat
Ilmiah/Seminar
1 Mencari Format Pengelolaan Penerapan Konsep Tri 17 Juni 2009. Fakultas
Pariwisata Bali yang Hita Karana Dalam Pariwisata Unud.
Sustainable. Pembangunan
Pariwisata

59
Berkelanjutan.
2 Pemahaman Lintas Budaya: Pemahaman Lintas 23 Oktober
Langkah Awal Memahami Budaya Jepang- 2010. Jurusan
Budaya Jepang. Indonesia. Pendidikan Bahasa
Jepang DIII Fakultas
Bahasa dan Seni
Universitas Pendidikan
Ganesha.

3 Seminar Hasil Penelitian Di Desa Fungsi dan Makna 8Desember 2012


Depeha, Kecamatan Ritual Nampah Batu Di Kantor Kepala Desa
Kubutambahan Kabupaten Desa Adat Depeha Depeha Kubutambahan
Buleleng. Kubutambahan Kabupaten Buleleng.
Kabupaten Buleleng

G. Pengalaman Penulisan Buku dalam 5 Tahun Terakhir


No. Judul Buku Tahun Jumlah Penerbit
Halaman
1 "Long Stay Tourism: Studi Kasus 2010 20 halaman Udayana University
Pengembangan Bali Sebagai Destinasi Press.
Wisata Bagi Pensiunan Di Jepang"
dalam Pariwisata Berkelanjutan Dalam
Pusaran Krisis Global

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata
dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi
salah satu persyaratan dalam pengajuan penelitian : Unggulan Program Studi
Denpasar, 30 Oktober 2015

(Drs. I Made Sendra, M.Si)


Nip:196508222000031001

60
3. DAFTAR RIWAYAT ANGGOTA PENELITI III
A. Identitas Peneliti
1. Nama Lengkap dengan Gelar I Gst. Ag. Oka Mahagangga, S.Sos, M.Si, (L)
2. Jabatan Fungsional Lektor
3. Jabatan Struktural Ketua Lab. Destinasi Pariwisata
4. NIP 197710102006041004
5. NIDN 0010107702
6. Tempat dan Tanggal Lahir Denpasar, 10 Oktober 1977
7. Alamat Rumah Jl. Durian, No. 19 Denpasar-Bali
8. Telepon/Fax/HP (0361) 239831/0818344007
9. Alamat Kantor Jl. Dr. R. Gorris, No. 7 Denpasar
10. Telepon/Fax (0361) 223798
11. Alamat E-mail Oka_mahagangga@yahoo.com
12. Lulusan yang telah dihasilkan S1 = 20 Orang
13.Mata Kuliah yang Diampu 1. Antropologi Pariwisata
2. Komunikasi Lintas Budaya
3. Sosiologi Politik
4. Manajemen Krisis Pariwisata
5. Public Relation

B. Riwayat Pendidikan
S1 S2 S3
Nama PT Universitas Udayana Universitas Udayana -
Bidang Ilmu Antropologi Budaya Kajian Budaya
Tahun Masuk/Lulus 1996/2003 2004/2007
Judul Skripsi/Tesis The Criminal Life of Strategi Bali TV dalam -
The Prisoner’s: Mewujudkan Ideologi
Sosialiasi Antar Ajeg Bali : Suatu
Narapidana di LP Perspektif Kajian
Kerobokan Denpasar Budaya
Nama Pembimbing Dr.Emiliana Mariyah, Prof. Dr. Emiliana
MS dan Drs. I Gst. Mariyah, MS dan Dr. I
Putu Sudiarna, MA Wayan Redig

C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir


No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan
Sumber Jml(Juta/Rupiah)

1. 2008 Ekspansi Pedagang Pemula/Dosen Rp. 5.000.000


Acung Kintamani ke Muda
Daerah Domisili
Wisatawan di Kota
Denpasar

2. 2008 Survei Kinerja Dies Unud Rp. 5.000.000


Universitas Udayana

3. 2009 Pengembangan LP Hibah Bersaing Rp. 38.500.000


Kerobokan dalam
Meminimalkan Tindak

61
Kejahatan di Bali, Tahap I
4. 2010 Pengembangan LP Hibah Bersaing Rp. 48.000.000
Kerobokan dalam
Meminimalkan Tindak
Kejahatan di Bali, Tahap II
5. 2011 Pemetaan Kriminalitas Hibah Unggulan Rp. 50.000.000
dan Upaya Antisipasi Udayana
Tindak Kejahatan
Terhadap Wisatawan
(Studi Bentuk
Kejahatan di Kawasan
Wisata Kuta)

D. Pengalaman Pengabdian Kpd Masyarakat Lima Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan


Sumber Jml(Juta/Rupiah)

1. 2009 Pelatihan Pelayanan Pengabdian Unud Rp. 2.000.000


Periksa dan Pembuatan
Paket Wisata bagi
Pengelola Objek
Wisata

2. 2009 Penerapan Strategi Pengabdian Unud Rp. 2.000.000


Bauran Pemasaran
untuk Meningkatkan
Kedatangan Wisatawan
ke Desa Plaga Petang,
Badung

3. 2010 Pelatihan Bahasa Jepang di Pengabdian Unud Rp. 2.000.000


Industri Cafe Kedonganan

E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal Dalam 5 Tahun Terakhir

No Judul Artikel Ilmiah Volume/No/ Tahun Nama Jurnal


1. Bali TV dan Ajeg Bali 4/8/2007 Jurnal S2 Kajian
Budaya (PPS S2 Kajian
Budaya- Unud)
2. Premanisme dan Pariwisata 15/2/2008 Jurnal Analisis
Pariwisata (Fak.
Pariwisata-Unud)
3. Premanisme, Pariwisata dan Media 5/3/2010 Jurnal Kepariwisataan
Massa Indonesia
(Kemenbudpar RI)
4. Eksistensi Kehidupan Sosial-Budaya 3/1/2011 Jurnal Iptekma (Biro
Masyarakat Tenganan Pegringsingan Kemahasiswaan Unud)
Ditengah Gencarnya Arus Pariwisata

F.Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral Pada Seminar Ilmiah


No Nama Seminar Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat
1. Seminar Nasional Pariwisata dan “Kemiskinan dan 28 Agustus 2010

62
Kemiskinan Premanisme”.
Ancaman Pariwisata
Bali Ke Depan.

G. Pengalaman Penulisan Buku dalam 5 Tahun Terakhir


No. Judul Buku Tahun Jumlah Halaman Penerbit
1. Pemberdayaan dan 2011 214 Denpasar : Pustaka
Hiperdemokrasi Larasan
Dalam
Pembangunan
Pariwisata

Semua Data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata iniadalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian
dengan kenyataan, saya sanggup menerima resikonya.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
pengajuan Hibah Unggulan Program Studi.

Denpasar, 30 Oktober 2015

(I Gst. Ag. Oka Mahagangga, S.Sos, M.Si)

63
64

Anda mungkin juga menyukai