Anda di halaman 1dari 9

ANTARA TAMPIL ISTIMEWA (UNGGUL)

DAN KEIKHLASAN BERIBADAH

Oleh : Fakih Usman

ِ ‫ِبس ِْم هَّللا ِ الرَّحْ َم ِن الر‬


‫َّحيْم‬
ِ ‫ال َّسالَ ُم َع َل ْي ُك ْم َو َرحْ َم ُة‬
‫هللا َو َب َر َكا ُت ُه‬
PENDAHULUAN

Puji syukur kami panjatkan kehadhirat Allah SWT atas limpahan nikmat yang tercurah
kepada seluruh hamba-Nya yang diberi petunjuk baik berupa nikmat Iman, nikmat hidup,
nikmat sehat dan nikmat-nikmat lainnya yang tidak bisa disebutkan karena begitu banyaknya
karunia Allah SWT kepada kita.

Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Junjungan kita Nabi Besar Muhammad
Shollallahu alaihi wasallam juga Keluarga dan Shahabatnya serta seluruh Umatnya
khususnya semua yang ditaqdirkan bisa hadir pada kesempatan ini.

Maha Suci Allah, Yang tidak ada ilmu bagi hamba-Nya kecuali apa yang telah dikariniakan-
Nya dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Sebagai orang yang beriman kita diperintahkan oleh Allah maupun Rosulnya agar tidak
pernah berhenti dalam proses belajar berbagai ilmu baik yang berkaitan dengan hubungan
vertical dengan Allah (hablum minallah) maupun yang berkaitan dengan hubungan
horizontal (hablum minannaas). Sehingga seorang yang beriman harus selalu mengupgrade
kualitas dirinya melalui jalan ilmu dan pengamalannya, dengan demikian pengabdian kita
sebagai hamba-Nya akan sampai pada target sesuai yang dikehendaki Allah SWT.

Pada kesempatan ini penyaji ingin mencoba mengajak berdiskusi pada forum ini untuk
mengkaji beberapa makolah (quote) karya Syaikh Ibnu Atho’illah As-Sakandari dalam
Kitabnya yang sangat legendaris AL-HIKAM yang disyarahi oleh Syaikh Abdullah Asy-
Syarkowi Al-Khalwati. Dengan harapan setelah kajian ini hadirin akan menambah wawasan
bagi yang belum pernah membacanya dan sebagai refresing bagi yang telah memahaminya,
dan semoga upaya kita dalam rangka meningkatkan kualitas diri dalam bingkai Keimanan
dan Keislaman mendapatkan petunjuk dan ridho Allah SWT…. Aamiin…

PEMBAHASAN PERTAMA

Quote # 6 ( Syeikh Ibnu Athailah As-Sakandari)

Antara Tampil Istimewa (Unggul) dan Keikhlasan Dalam Beribadah

Fakih Usman 1
“Keinginanmu agar orang mengetahui keistimewaanmu adalah bukti ketidaktulusanmu
dalam ubudiyah-mu”

Sesuai Syarah Syeikh Abdullah Asy-Syarqawi Al-Halwati, bahwa


hasrat dan keinginan seseorang agar keistimewaan atau kelebihan yang diberikan oleh Allah
SWT berupa ilmu, berbagai amal soleh atau capaian kondisi hati (ahwal) diketahui oleh
publik adalah bukti ketidaktulusan kita dalam ubudiyah (ibadah)

Maka kondisi yang terjadi di lapangan (lingkungan) beberapa contoh konkrit yang sering
terjadi di tengah tengah kita misalnya diantara kita ada yang dikaruniai oleh Allah SWT bisa
istiqomah bangun di waktu malam untuk melaksanakan sholat tahajjud atau secara rutin
melaksanakan sholat dhuha, dermawan terhadap kaum yang lemah, bisa mendawamkan
puasa-puasa sunah, tetapi masih ada rasa pingin diketahui oleh publik dengan tujuan
pencitraan maka orang tersebut dikatakan tidak ikhlas atau tidak tulus dalam melakukan
ibadahnya kepda Allah SWT. Tetapi kesimpulan ini adalah untuk mengevaluasi diri kita
sendiri bukannya untuk menilai orang lain, sebab apabila hal tersebut untuk memvonis orang
lain akan bertentangan degan adab seorang yang sedang belajar tasawuf. Karena pada
dasarnya hikmah-hikmah tersebut untuk direnungkan dan diimplementasikan pada diri kita
sejauh mana kita sudah menjalankan ibadah sesuai yang dikehendaki Allah baik informasi
tersebut dari Al-Qur’an, Al-hadits maupun penjelasan-penjelasan para ulama.

Memperhatikan judul tulisan ini maupun quote diatas dapat ditarik 2 kata kunci yaitu
Keistimewaan (tampil unggul) dan ketidaktulusan. Yang pertama adalah kata istimewa,
dimana kata ini mengandung makna bahwa seseorang yang istimewa pasti akan tampil
unggul dibandingkan dengan lainnya. Pertanyaannya adalah apakah seseorang yang
mempunyai keunggulan harus berpura-pura menjadi orang yang hina untuk menghindari
ketidaktulusan dalam beribadah, tentunya tidak demikian pemahamannya.

Kita boleh tampil istimewa di hadapan public karena keistimewaan tersebut adalah sebagai
anugrah yang harus kita syukuri dengan niat yang tulus untuk memperlihatkan kemurahan
Allah kepada hamba-Nya adalah suatu sikap positif yang tidak perlu kita ragukan lagi.

Diantara contoh keunggulan yang bersifat fisik adalah orang yang hendak shalat
memakai pakaian terbaik dalam semua shalat, baik shalat wajib ataupun shalat
sunnah. Maksud berpakaian tidak hanya sekedar menutup aurat kemudian selesai
(cukup). Akan tetapi, maksud dari berpakaian adalah memperindah penampilan
ketika berdiri di hadapan Rabb semesta alam. Berpenampilan sebagaimana
tersebut di atas adalah perintah Agama sehingga kita tidak perlu merasa riya
sepanjang hati kita tetap berniat dalam rangka mencari keridhoan Allah.

Q.S. Al-A’raf [7:31]

Antara Tampil Istimewa (Unggul) dan Keikhlasan Dalam Beribadah

Fakih Usman 2
‫ْرفُ ْو ۚا اِنَّهٗ اَل‬ ِ ‫۞ ٰيبَنِ ْٓي ٰا َد َم ُخ ُذ ْوا ِز ْينَتَ ُك ْم ِع ْن َد ُكلِّ َمس‬
ِ ‫ْج ٍد َّو ُكلُ ْوا َوا ْش َرب ُْوا َواَل تُس‬

ِ ‫ي ُِحبُّ ْال ُمس‬


٣١ - ࣖ ‫ْرفِي َْن‬
Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid,
makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan.

Keunggulan lainnya yang bersifat amal perbuatan adalah orang yang membiasakan diri
menjauhkan dari tempat tidur untuk memperbanyak ibadah, berdo’a sebagimana Firman
Allah dalam surat As-Sajdah :

Q.S. As-Sajdah [32:16]

‫اج ِع يَ ْد ُع ْو َن َربَّهُ ْم َخ ْوفًا َّوطَ َمع ًۖا َّو ِم َّما َر َز ْق ٰنهُ ْم‬
ِ ‫ض‬َ ‫تَتَ َج ٰافى ُجنُ ْوبُهُ ْم َع ِن ْال َم‬
١٦ - ‫يُ ْنفِقُ ْو َن‬
Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa
takut dan penuh harap, dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan
kepada mereka.

Penampilan merupakan salah satu hal yang diperhatikan dalam Islam. Bagaimanapun,
Islam sangat menjaga adab dan sopan santun dalam berpenampilan dan berpakaian.
Islam mengajarkan umatnya agar menjaga penampilan, baik itu menyangkut fisik
maupun non-fisik (mental dan akhlak).

Namun demikin sikap tersebut harus kita jaga jangan sampai bergeser kepada sifat-sifat yang
tidak dikehendaki oleh Allah SWT misalnya berkembang menjadi sombong, ujub, ingin
dipuji, membanggakan diri yang disebabkan oleh adanya keistimewaan yang diberikan oleh
Allah SWT tersebut. Kita harus tetap konsisten pada keyakinan bahwa segala keistimewaan
(keunggulan) baik secara fisik maupun capaian amaliah ibadah pada hakekatnya adalah
merupakah anugrah dari Allah dan setiap saat bisa saja diambil oleh si pemberi yaitu Allah
SWT. Allah maha kuasa atas segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi dan kita sebagai
hambanya sangat lemah di hadapan-Nya.

Maka dari itu di dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang secara eksplisit mengandung
makna kebesaran dan kekuasaan Allah SWT serta perintah agar manusia dapat berbuat
ikhlas dalam beribadah sebagaimana berikut ini

Antara Tampil Istimewa (Unggul) dan Keikhlasan Dalam Beribadah

Fakih Usman 3
1. QS. Adz-Dzariat [51: 56]

َ ‫ت ْال ِج َّن َوااْل ِ ْن‬


٥٦ - ‫س اِاَّل لِيَ ْعبُ ُد ْو ِن‬ ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.

2. Q.S. Al Kahfi [18:39]

‫ت َما َش ۤا َء هّٰللا ُ ۙ اَل قُ َّوةَ اِاَّل بِاهّٰلل ِ ۚاِ ْن تَ َر ِن اَ َن‬


َ ‫ك قُ ْل‬ َ ‫َولَ ْوٓاَل اِ ْذ َد َخ ْل‬
َ َ‫ت َجنَّت‬

َ ‫۠ا اَقَ َّل ِم ْن‬


٣٩ - ‫ك َمااًل َّو َولَ ًد ۚا‬
Dan mengapa ketika engkau memasuki kebunmu tidak mengucapkan ”Masya Allah, la
quwwata illa billah” (Sungguh, atas kehendak Allah, semua ini terwujud), tidak ada
kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah, sekalipun engkau anggap harta dan
keturunanku lebih sedikit daripadamu.

3. Q.S. Al-Bayyinah [98:5]

‫صي َْن لَهُ ال ِّدي َْن ەۙ ُحنَفَ ۤا َء َويُقِ ْي ُموا الص َّٰلوةَ َويُْؤ تُوا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ِ‫َو َمٓا اُ ِمر ُْٓوا اِاَّل لِيَ ْعبُ ُدوا َ ُم ْخل‬
َ ِ‫ال َّز ٰكوةَ َو ٰذل‬
٥ - ‫ك ِدي ُْن ْالقَيِّ َم ۗ ِة‬

“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-
mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan
zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).”

4. Q.S. Al Hajj [22:31]

ُ‫ ُحنَفَ ۤا َء هّٰلِل ِ َغ ْي َر ُم ْش ِر ِكي َْن بِ ٖ ۗه َو َم ْن يُّ ْش ِر ْك بِاهّٰلل ِ فَ َكاَنَّ َما َخ َّر ِم َن ال َّس َم ۤا ِء فَتَ ْخطَفُه‬.2

ٍ ‫الطَّ ْي ُر اَ ْو تَه ِْويْ بِ ِه الرِّ ْي ُح فِ ْي َم َك‬


ٍ ‫ان َس ِح ْي‬
٣١ - ‫ق‬

Antara Tampil Istimewa (Unggul) dan Keikhlasan Dalam Beribadah

Fakih Usman 4
“(Beribadahlah) dengan ikhlas kepada Allah, tanpa mempersekutukan-Nya. Barangsiapa
mempersekutukan Allah, maka seakan-akan dia jatuh dari langit lalu disambar oleh burung,
atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh”

5. Q.S. Al An’am [6 :162]

١٦٢ - ‫ي َو َم َماتِ ْي هّٰلِل ِ َربِّ ْال ٰعلَ ِمي ۙ َْن‬ َ ‫قُلْ اِ َّن‬
َ ‫صاَل تِ ْي َونُ ُس ِك ْي َو َمحْ يَا‬
Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah
untuk Allah, Tuhan seluruh alam,

Dari firman Allah SWT sudahlah jelas bahwa ikhlas adalah merupakan syarat untuk bisa
diterimanya amal seorang hamba dalam melakukan ibadah kepada-Nya dan tempatnya ikhlas
adalah di hati. maka dengan kalimat yang sangat simple keikhlasan suatu perbuatan adalah
tergantung dari niatnya sebagimana hadits Nabi Muhammad SAW sbb :

1. Hadits dari Umar bin Khothob RA.

ِ ‫ت ِهجْ َر ُت ُه ِإ َلى‬
‫هللا‬ ْ ‫ َف َمنْ َكا َن‬.‫ت َوِإ َّن َما لِ ُك ِّل امْ ِرٍئ َما َن َوى‬ ِ ‫ِإ َّن َما ْاَألعْ َما ُل ِبال ِّنيَّا‬
‫ت ِهجْ َر ُت ُه لِ ُد ْن َيا يُصِ ْي ُب َها َأ ْو‬ ِ ‫َو َرس ُْولِ ِه َف ِهجْ َر ُت ُه ِإ َلى‬
ْ ‫ َو َمنْ َكا َن‬،ِ‫هللا َو َرس ُْولِه‬
َ ‫امْ َرَأ ٍة َي ْن ِك ُح َها َف ِهجْ َر ُت ُه ِإ َلى َما َه‬.
‫اج َر ِإ َل ْي ِه‬
Semua perbuatan tergantung niatnya dan balasan bagi tiap-tiap orang (tergantung) dari
apa yang diniatkan. Maka barang siapa yang niat hijrahnya karena Allah dan Rosuln-Nya,
maka hijrahnya untuk Allah dan Rosul-Nya, dan barang siapa yang niat hijrahnya karena
dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuann yang ingin dinikahinya maka
hijrahnya adalah kepada apa yang diniatkan (HR. BUkhori dan Muslim).

2. Hadits dari Abu Hurairah RA

ُ ‫ « ِإنَّ هَّللا َ الَ َي ْن‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫َعنْ َأ ِبى ه َُري َْر َة َقا َل َقا َل َرسُو ُل هَّللا‬
‫ظ ُر‬
‫ رواه مسلم‬.» ‫وب ُك ْم َوَأعْ َمالِ ُك ْم‬ ُ ‫ِإ َلى ص َُور ُك ْم َوَأمْ َوالِ ُك ْم َو َل ِكنْ َي ْن‬
ِ ُ‫ظ ُر ِإ َلى قُل‬ ِ
Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak
melihat fisik dan harta kalian tetapi Ia melihat hati dan amal kalian”.( HR. Muslim. ).

Mengingat setiap orang pasti memiliki karakteristik yang beragam ditinjau dari sisi umur,
pengetahuan, pengalaman empiric maka untuk mencapai derajat ikhlas sesuai ajaran Allah
dan Rosul-Nya perlu melakukannya melalui tahapan-tahapan yang bisa dijangkau oleh setiap

Antara Tampil Istimewa (Unggul) dan Keikhlasan Dalam Beribadah

Fakih Usman 5
individu, misalnya pada awalnya seorang anak bisa dengan tertib menjalankan ibadah sholat
karena takut dimarahi oleh orang tuanya maka sebagai orang tua harus bijak dalam
menyikapinya meskipun motivasinya belum sesuai dengan konsep ikhlas yang ada dalam Al-
Quran maupun hadits, bagaimanapun seorang anak yang telah rajin sholat harus kita
apresiasi tetapi pembinaannya jangan berhenti sampai disitu saja harus ada pembinaan secara
terus menerus sehingga pada akhirnya dia faham dengan konsep ikhklas yang sebenarnya.

Predikat ikhlas dalam pengertian yang sebenarnya sebagaimana dimaksud dalam Al-Qur’an
maupun Al-Hadits harus menjadi target setiap muslim dengan cara meningktkan kualitas
ibadah secara terus menerus baik amaliah fisik maupun amaliah hati. Untuk meraihnya perlu
adanya kesungguhan karena pada hakekatnya mudah dicapai melalui pengetahuan dan
kesadaran tentang hakekat diri kita di hadapan Allah SWT.

PEMBAHASAN KEDUA

Quote # 7 ( Syeikh Ibnu Athailah As-Sakandari)

“Hilangkan pandangan makhluk padamu dengan pandangan Allah. Lupakan sambutan


mereka dengan menyaksikan sambutan-Nya padamu.”

Sesuai Syarah Syeikh Abdullah Asy-Syarqawi Al-Halwati pada Quote #7 ini sbb:
Singkirkan pandangan mahluk kepadamu. Jangan menoleh kepada pandangan mereka
terhadapmu. Jangan mencarinya. Jangan pula pernah terpikir olehmu untuk
mendapatkannya. Jauhkan pandangan mereka itu dari dirimu. Jauhkan ia dengan pandangan
Allah terhadapmu! Hendaknya yang kau harap dan kau cari hanyalah pandangan Allah
terhadapmu.

Lupakan sambutan mereka kepadamu dengan menyaksikan sambutan Allah kepadamu,


jangan pernah menoleh kepada kehangatan sambutan mereka, apalagi mencarinya. Namun,
jadikan tolehan dan pencarianmu hanya kepada sambutan Allah karena sambutan mahluk
kepada seorang murid sebelum ia mencapai kesempurnaan justru akan mendorongnya untuk
berpura-pura dan sok alim di hadapan mereka. Tentu itu akan membuat derajatnya turun dan
jatuh di hadapan Allah SWT, na’udzubillah.Tak ada yang ridha dengan sambutan mahluk
kepada dirinya kecuali orang berakal sempit dan bertekad rendah. Hal itu dikarenakan,
keridhaan manusia merupakan sesuatu yang tidak bisa diketahui dengan pasti. Manusia
terbodoh adalah yang mencari sesuatu yang tidak diketahuinya. Adapun orang berakal cerdas
dan luas, ia tidak akan cenderung, kecuali kepada sambutan Allah terhadapnya, tanpa peduli
dengan celaan atau hinaan orang-orang kepadanya.

Seorang bijak berkata, “Orang yang tulus adalah orang yang tidak peduli jika seluruh
kehormatannya sirna dari hati mahluk demi memperbaiki hatinya. Ia tidak suka jika manusia
mengetahui sebiji sawi kesalehan amalnya dan tidak benci jika mereka mengetahui

Antara Tampil Istimewa (Unggul) dan Keikhlasan Dalam Beribadah

Fakih Usman 6
keburukan amalnya. Jika ia benci keburukannya diketahui, itu pertanda bahwa ia berharap
lebih dari manusia. Ini bukanlah keikhlasan para Shadiqin.

Mencari keridhoan manusia merupakan sesuatu yang tidak bisa dicapai, sebagaimana firman
Allah dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah ayat 62, sebagai berikut :

ُّ ‫يَحْ لِفُ ْو َن بِاهّٰلل ِ لَ ُك ْم لِيُرْ ض ُْو ُك ْم َوهّٰللا ُ َو َرس ُْولُهٗ ٓ اَ َح‬


- ‫ق اَ ْن يُّرْ ض ُْوهُ اِ ْن َكانُ ْوا ُمْؤ ِمنِي َْن‬
٦٢
Mereka bersumpah kepadamu dengan (nama) Allah untuk menyenangkan kamu, padahal
Allah dan Rasul-Nya lebih pantas mereka mencari keridaan-Nya jika mereka orang mukmin.

‫ِين رض[[ى‬ َ ‫اِئش [ َة ُأ ِّم ْال ُم[[ْؤ ِمن‬


َ ‫او َي ُة ِإ َلى َع‬ ِ ‫ب م َُع‬ َ ‫َعنْ َرج ٍُل ِمنْ َأهْ ِل ْال َمدِي َن ِة َقا َل َك َت‬
‫اِئش[ ُة‬
َ ‫ت َع‬ ْ ‫ َف َك َت َب‬. َّ‫[رى َع َلى‬ ِ [‫وص[ينِى فِي[ ِه َوالَ ُت ْك ِث‬ ِ ‫هللا عنها َأ ِن ْاك ُت ِبى ِإ َلىَّ ِك َتا ًب[[ا ُت‬
- ِ ‫ت َر ُس[و َل هَّللا‬ ُ ْ‫[ك َأمَّا َبعْ[ ُد َف[ِإ ِّنى َس[ ِمع‬ َ [‫او َي َة َسالَ ٌم َع َل ْي‬ ِ ‫رضى هللا عنها ِإ َلى م َُع‬
ُ ‫اس َك َف[[اهُ هَّللا‬ ِ ‫ض[ا َء هَّللا ِ ِب َس[ َخطِ ال َّن‬ َ ‫س ِر‬ َ ‫ َيقُ[[و ُل « َم ِن ْال َت َم‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬
‫اس‬ِ ‫اس ِب َس َخطِ هَّللا ِ َو َك َل ُه هَّللا ُ ِإ َلى ال َّن‬ ِ ‫ضا َء ال َّن‬َ ‫س ِر‬ َ ‫اس َو َم ِن ْال َت َم‬ ِ ‫مُْؤ َن َة ال َّن‬
Dari seseorang penduduk Madinah, ia berkata bahwa Mu’awiyah pernah menuliskan surat
pada ‘Aisyah -Ummul Mukminin- radhiyallahu ‘anha, di mana ia berkata, “Tuliskanlah
padaku suatu nasehat untuk dan jangan engkau perbanyak.” ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha pun menuliskan pada Mu’awiyah,“ Salamun alaikum, maka Allah akan cukupkan dia
dari beban manusia. Barangsiapa yang mencari ridho manusia namun Allah itu murka,
maka Allah akan biarkan dia bergantung pada manusia.”
(HR. Tirmidzi no. 2414 dan Ibnu Hibban no. 276. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih)
Dalam lafazh Ibnu Hibban disebutkan,

َ ‫ض [ى َع ْن[ ُه ال َّن‬
، ‫اس‬ َ ْ‫اس رض[[ي هللا عن[[ه َوَأر‬ ِ ‫ض [ا هَّللا ِ ِب َس [ َخطِ ال َّن‬
َ ‫س ِر‬ َ ‫َمنْ ا ِْل َت َم‬
َ ‫ِط هَّللا ُ َع َل ْي ِه َوَأسْ َخ َط َع َل ْي ِه ال َّن‬
‫اس‬ َ ‫اس ِب َس َخطِ هَّللا ِ َسخ‬
ِ ‫ضا ال َّن‬َ ‫س ِر‬ َ ‫َو َمنْ ا ِْل َت َم‬
“Barangsiapa yang mencari ridho Allah saat manusia tidak suka, maka Allah akan
meridhoinya dan Allah akan membuat manusia meridhoinya. Barangsiapa yang mencari
ridho manusia dan membuat Allah murka, maka Allah akan murka padanya dan membuat
manusia pun ikut murka.”

Antara Tampil Istimewa (Unggul) dan Keikhlasan Dalam Beribadah

Fakih Usman 7
Kalau kita renungkan, merupakan perbuatan yang tidak baik jika kita melakukan sesuatu
untuk mencari ridho manusia namun membuat Allah murka. Apakah kita lebih memilih
dicintai manusia dibanding dengan dicintai Allah, lebih takut dijauhi manusia daripada
dijauhi Allah, lebih takut terhadap murka manusia yang tidak berdaya ketimbang murka
Allah Subhanahuwata’ala yang maha kuasa atas segala sesuatu? Oleh karena itu dari hadist
diatas, dapat diambil pelajaran apabila dihadapkan dengan suatu pilihan, maka pilihlah
pilihan yang membuat Allah ridho, sekalipun beresiko membuat manusia tidak suka terhadap
kita. Apalagi dalam hadist tersebut dijelaskan bahwasannya ujung-ujungnya Allah juga akan
membuat manusia ridho/tidak berkuasa atas kita jika kita benar-benar mencari ridho Allah
diatas manusia, dan kita-pun mendapatkan ketenangan. Sebaliknya bagi yang mendahulukan
ridho manusia diatas ridho Allah, maka Allah akan murka dan Allah-pun akan membuat
manusia murka terhadap dirinya atau seseorang tersebut akan tergantung pada manusia dan
menjadi hina dihadapan manusia, na’udzubillahimindzaalik.

Selain itu juga harus selalu kita sadari bahwasannya ridho manusia adalah sesuatu yang tidak
mungkin bisa tercapai. Karena selera manusia selalu berubah-ubah dan setiap orang
memiliki pemikiran yang berbeda-beda. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Asy-
Syafi’i,

ُ ‫اس َغا َي ٌة الَ ُت ْد َر‬


‫ك‬ ِ ‫ضا ال َّن‬
َ ‫ ِر‬ 
“Ridho manusia merupakan tujuan yang tidak bisa tercapai”

KESIMPULAN

Tidak ada larangan untuk tampil istimewa dengan mengoptimalkan segala kelebihan yang
dianugerahkan Allah kita (tampil unggul) dalam dalam hubungan vertical (Hablum Hinallah)
dan hubungan horizontal (Hablum Minannas) selagi tetap menyadari hakekat diri kita adalah
hamba Allah yang tidak mampu melakukan apapun tanpa pertolongan dari-Nya.

Dalam melakukan ibadah kepada Allah bagi seorang hamba tidak ada pilihan lain kecuali
harus tulus (ikhlas) hanya karena Allah semata dan harus bersih atau terbebas dari segala
motivasi apapun selain Allah. Hanya Allah sebagi tujuan ibadahnya, dan Ridho-Nya adalah
sebagai dambaannya.

Proses menuju ikhlas adalah harus dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan masing-
masing individu. Melalui berfikir dengan mengoptimalkan akal dan berdzikir kepada Allah
SWT setiap saat untuk melembutkan hati (qolbu).

Kita tidak boleh terlalu mengkalkulasi respon public tetapi harus fokus kepada bagaimana
sikap atau pandangan Allah kepada kita. Janganlah pencitraan dijadikan sebagai target dalam
melakukan ibadahnya karena akan merusak nilai ibadah di hadapan Allah SWT.

Antara Tampil Istimewa (Unggul) dan Keikhlasan Dalam Beribadah

Fakih Usman 8
PENUTUP

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul
makalah ini.

Penulis banyak berharap para hadirin dan pembaca berkenan memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penulis demi meningkatkan kualitas tulisan pada kesempatan-
kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para
hadirin dan pembaca sekalian pada umumnya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan
ridho-Nya kepada kita semua, Aamiin.

ُ‫َوال َّسالَ ُم َعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمةُ هللاِ َوبَ َر َكاتُه‬

Antara Tampil Istimewa (Unggul) dan Keikhlasan Dalam Beribadah

Fakih Usman 9

Anda mungkin juga menyukai