Anda di halaman 1dari 70

PRAKTIK UMUM DI BALAI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

(Laporan Praktik Umum)

Oleh

Ali Wafa

1814151027

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2021
i

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PRAKTIK UMUM

Judul : PRAKTIK UMUM DI TAMAN NASIONAL WAY


KAMBAS (TNWK)
Nama : Ali Wafa
NPM : 1814151027
Jurusan/PS : Kehutanan

Tanggal Persetujuan : September 2021

Menyetujui,

Ketua Jurusan Kehutanan Dosen Pembimbing

Dr. Indra Gumay Febryano, S.Hut., M.Si. Dr. Arief Darmawan, S.hut., M.sc
NIP 197402222003121001 NIP 197907012008011009

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian


Universitas Lampung

Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si.


NIP 196110201986031002
ii

SANWACANA

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatu,

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan
Karunia-Nya serta shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir Praktikum Umum Jurusan
Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Dalam penulisan laporan ini
masih terdapat banyak kekurangan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak.

Laporan kegiatan Praktikum Umum ini dapat disusun karena memperoleh


dukungan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang ikut berperan dalam
penulisan laporan ini.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada :


1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
2. Dr. Indra Gumay Febryano, S.Hut., M.Si., selaku Ketua Jurusan Kehutanan,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
3. Yulia Rahma Fitriana. S.Hut., M.Sc. Ph.D., selaku Koordinator PU Jurusan
Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
4. Machya Kartika Tsani, S.Hut.,M.Sc., selaku Koordinator PU Jurusan
Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
5. Dr. Arief Darmawan, S.Hut., M.Sc., selaku pembimbing Praktik Umum yang
telah banyak meluangkan waktu dan memberikan arahan serta petunjuk dalam
penyusunan laporan ini.
iii

6. Kuswandono, selaku Kepala Balai Besar Taman Nasional Way Kambas..


7. Seluruh aparatur dan aktifis lingkungan di Taman Nasional Way Kanan.
8. Kedua orangtua saya yang telah memberikan dukungan dan semangat selama
pelaksanaan praktik umum dan pembuatan laporan.
9. Kedua adik saya yang secara tidak langsung memberi semangat, dukungan,
dan motivasi selama pelaksanaan praktik umum dan pembuatan laporan.
10. Kelompok 2 PU TNWK selaku partnert dalam melaksanakan kegiatan Praktik
Umum.
11. Keluarga besar CORSYL yang telah memberikan motivasi dan dukungan
dalam penyelesaian penulisan laporan ini.
12. Pimpinan FOSI FP tahun 2020 secara tidak langsung memberi semangat,
dukungan, dan motivasi selama pelaksanaan praktik umum dan pembuatan
laporan.
13. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya, yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan laporan Praktik Umum.

Semoga seluruh amal baik yang telah Bapak, Ibu, dan rekan-rekan berikan kepada
penulis mendapatkan pahala dari Alloh SWT. Aamiin. Akhirnya penulis
berharap agar laporan ini dapat bermanfaat dan barokah bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatu,

Bandar Lampung, September 2021


Penulis,

Ali Wafa
iv

DAFTAR ISI

Teks Halaman

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PRAKTIK UMUM .................... i


SANWACANA ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... vi

I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Tujuan Praktik Umum ...................................................................... 4
1.3. Waktu, Tempat, dan Metode Pelaksanaan Kegiatan Praktik Umum .. 4

II. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK UMUM 6


2.1. Sejarah Taman Nasional Way Kambas (TNWK) .............................. 6
2.2. Gambaran Umum Taman Nasional Way Kambas (TNWK) .............. 6
2.3. Visi Misi Taman Nasional Way Kambas (TNWK) ........................... 8
2.4. Potensi Flora dan Fauna Taman Nasional Way Kambas (TNWK) .... 8
2.4.1. Potensi Flora .......................................................................... 8
2.4.2. Potensi Fauna ......................................................................... 9
2.5. Ekonomi dan Sosial Budaya Masyarakat Sekitar TNWK .................. 10
2.6. Permasalahan di Taman Nasional Way Kambas (TNWK) ................ 11

III. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN ....................................... 13


3.1. Hasil Kegiatan .................................................................................. 13
3.1.1. Kegiatan Mitigasi Konflik di SPTN Wilayah II Bungur .......... 13
v

3.1.2. Kegiatan Praktik Umum di SPTN Wilayah III Kuala Penet ..... 18
3.1.2.1. Menanam Pohon di Zona Restorasi Rawa Kidang ..... 18
3.1.2.2. Berkunjung ke Kebun Pakan Gajah dan Lebah Madu 20
3.1.2.3. Berkunjung ke RSG dan Patroli Kawasan Hutan ....... 22
3.1.3. Kegiatan Praktik Umum di SPTN Wilayah I Way Kanan ........ 25
3.2. Analisis Kegiatan Praktik Umum...................................................... 28
3.2.1. Kegiatan Mitigasi Konflik di SPTN Wilayah II Bungur .......... 28
3.2.1.1. Pengertian Mitigasi Konflik ...................................... 28
3.2.1.2. Karakteristik Gajah ................................................... 29
3.2.1.3. Perilaku Gajah .......................................................... 33
3.2.1.4. Perawatan Harian Gajah ........................................... 36
3.2.1.5. Mitigasi Konflik Gajah dan Manusia (KGM) ............ 36
3.2.1.6. Blokade Gajah .......................................................... 38
3.2.1.7. Patroli dan Monitaring Gajah .................................... 38
3.2.1.8. Patroli Sapu Jerat ...................................................... 39
3.2.2. Zona Restorasii Rawa Kidang dan Rawa bunder ..................... 40
3.2.3. Kebun Pakan Gajah dan Kebun Pakan ebah Madu .................. 42
3.2.4. Patroli di Resort Margahayu dan Resort Way Kanan ............... 45
3.2.5. Pengecekan dan Pemasangan Kamera trap .............................. 45
3.2.6. Rumah Sakit Gajah (RSG) ...................................................... 46

IV. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 48


4.1. Kesimpulan ...................................................................................... 48
4.2. Saran ................................................................................................ 48

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 50


LAMPIRAN ................................................................................................ 54
vi

DAFTAR TABEL

Teks Halaman

Tabel 1. Pakan Kesukaan Gajah dan Indeks Neu ........................................... 43


vii

DAFTAR GAMBAR

Teks Halaman

Gambar 1. Camp Elephant Response Unit (ERU) Tegal Yoso ..................... 15


Gambar 2. Blokade Gajah Liar pada Saat Malam Hari ................................ 16
Gambar 3. Memandikan Gajah Jinak ........................................................... 17
Gambar 4. Zona Restorasi Rawa Kidang RPTN Margahayu ........................ 18
Gambar 5. Pemindaha Tanaman ke Lahan yang Lebih Kosong ................... 19
Gambar 6. Kebun Pakan gajah .................................................................... 21
Gambar 7. Kebun Pakan Lebah Madu ......................................................... 21
Gambar 8. Rumah Sakit Gajah (RSG) ......................................................... 22
Gambar 9. Patroli Kawasan Hutan di RPTN Margahayu ............................. 23
Gambar 10. Jejak (Kiri) Babi Hutan, (Tengah) Rusa Sambar, (Kanan) Gajah 24
Gambar 11. Pal Batas TNWK (Kiri), dan Alat Mengusir Gajah (Kanan) ....... 24
Gambar 12. Tanda Nama Kantor SPTN Wilayah I Way Kanan TNWK ........ 25
Gambar 13. Pemasangan Kamera Trap.......................................................... 26
Gambar 14. Kunjungan ke Zona Restorasi Rawa Bunder .............................. 27
Gambar 15. Patroli Jalur Jungle Track di Resort Way Kanan ........................ 28
viii

DAFTAR LAMPIRAN

Teks Halaman

Lampiran 1. Struktur Organisasi Taman Nasional Way Kambas (TNWK) .... 54


Lampiran 2. Peta Zonasi Taman Nasional Way Kambas (TNWK) ................ 55
Lampiran 3. Peta Daerah Penyangga Taman Nasional Way Kambas (TNWK) 56
Lampiran 4. Peta RPTN Taman Nasional Way Kambas (TNWK) ................. 57
Lampiran 5. Kegiatan Praktik Umum di SPTN Wilayah II Bungur................ 58
Lampiran 6. Kegiatan Praktik Umum di SPTN Wilayah III Kuala Penet ....... 59
Lampiran 7. Kegiatan Praktik Umum di SPTN Wilayah I Way Kanan .......... 60
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam memanfaatkan hutan yang merupakan sumber daya alam yang dapat
diperbarui memerlukan sistem pengelolaan hutan yang bijaksana salah satunya
ialah dengan mengetrapkan prinsip kelestarian. Untuk mencapai tujuan tersebut
maka pemahaman tentang hutan sebagai suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan
perlu dihayati serta dipahami oleh semua insan yang memanfaatkan hutan demi
kehidupannya melalui pengusaan ilmu dan seni serta teknologi hutan dan
kehutanan.

Hutan mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia, sejak manusia lahir
sampai nanti masuk ke liang kubur manusia memerlukan produk yang dihasilkan
dari hutan. Hutan memberikan perlindungan dan naungan dan produk-produk
yang dibutuhkan manusia untuk kelangsungan hidupnya. Demikian pula hutan
merupakan tempat hidupnya binatang liar dan sumber plasma nutfah yang
semuanya juga berguna bagi kelangsungan kehidupan manusia dijagad raya ini.
Manusia memperoleh produk seperti makanan, obat-obatan, kayu untuk bangunan
dan kayu bakar dan juga menikmati manfaat adanya pengaruh dari hutan yaitu
iklim mikro serta peranan hutan dalam mencegah erosi dan memelihara kesuburan
tanah.

Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat dipulihkan dan berfungsi sebagai
ekosistem yang memiliki potensi ekonomi, ekologis dan sosial budaya sangat
tinggi oleh karenanya hutan harus dikelola secara optimal dan lestari untuk
kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan hutan sebagai salah satu
bagian dari pengelolaan hutan, hendaknya dilaksanakan secara rasional dengan
berlandaskan kebijakan dan rencana yang tepat. Untuk itu, maka proses
perumusan kebijakan dan perencanaan dalam pengelolaan hutan haruslah
melibatkan seluruh pihak yang bergantung pada kepentingan terhadap hutan.

Penerapan prinsip pengelolaan hutan lestari (SFM) dalam praktek pengurusan


hutan menuntut adanya kejelasan mengenai penggunaan unit analisis yang
menjadi landasan pendekatan dalam perencanaan pengurusan hutan denagn
mempertimbangkan aspek ekonomi, ekologi dan social budaya. Aspek ekologis
salah satunya bioregion merupakan kesatuan wilayah yang memiliki keseragaman
karateristik flora, fauna dan tipe ekosistem. Kesatuan ini dapat digunakan sebagai
penetapan fungsi pokok hutan untuk keperluan konservasi (fauna dan tipe
ekosistem). Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi yang
merupakan sumber daya hutan yang melimpah menjadikan sector kehutanan
sebagai pendukung perekonomian nasional. Penurunan luas tutupan hutan akibat
perambahan ditambah lagi adanya kebakaran hutan dan lahan setiap tahunnya.

Hutan menurut fungsinya dibagi menjadi tiga yaitu hutan lingdung, hutan
produksi, dan hutan konservasi. Hutan lindung berfungsi untuk menjaga sistem
penyangga kehidupan seperti sepadan sungai, daerah yang rawan longsor dan
rawan bencana alam, dan sekitar mata air. Hutan produksi berfungsi untuk
menghasilkan hasil hutan berupa kayu sebagai bahan baku industri. Hutan
konservasi berfungsi sebagai tempat pelestariankeanekaragaman hayati,
pelindungan sistem penyangga kehidupan, dan pemanfaatan sumberdaya alam
secara lestari. Kawasan hutan yang termasuk hutan konservasi yaitu Suaka
Margasatwa, Cagar Alam, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Hutan Buru
(UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan).

Taman Nasional Way Kambas merupakan salah satu Taman Nasional di Provinsi
Lampung. Secara geografis terletak antara 4°37’ - 5°15’ LS, 106°32’ - 106°52’
BT dengan luas 125.621,3 hektar dan ketinggian 0 – 60 mdpl.. Taman Nasional
Way Kambas termasuk dalam daerah tujuan wisata, khususnya wisata air, wisata
alam, dan ekologi terbatas (Istianah, 2018). Taman Nsional Way Kambas juga

2
dijadikan sebagai tembpat belajar bagi pelajar SLTP ataupun SLTA, dan
perguruan tinggi.

Taman Nasional Way Kambas merupakan kawasan konservasi yang melindungi


satwa liar yang terancam punah seperti gajah sumatra (Elephant maximus
sumatranus), harimau sumatra (Panthera tigris), badak sumatra (Diserohinus
sumatranus), beruang madu (Helaarctos malayanus), tapir (Tapirus indicus), dan
beberapa spesies burung dan reptil. Wilayah Taman Nasional Way Kambas di
bagi menjadi tiga Wilayah Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) dengan
setiap SPTN dibagi kedalam beberapa Resort Pengelolaan Taman Nasional
(RPTN). SPTN yang ada di TNWK yaitu SPTN 1 Way Kanan dengan 4 RPTN,
SPTN II Bungur dengan 4 RPTN, dan SPTN III Kuala Penet dengan 4 RPTN.

Praktik umum bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa


mengaplikasiskan beragam pengetahuan yang didapat selama di perkuliahan
sesuai dengan bidang ilmunya sehingga mahasiswa memperoleh bekal
kemampuan operasional yang sangat berguna sebagai calon sarjana. Teori yang
dipelajari kadang tidak sesuai dengan kondisi dilapangan, sehingga diperlukan
ide-ide alternatif yang dapat menyelesaikan masalah tersebut secara bersama-
sama.

Dalam suatu upaya untuk mengembangkan kemampuan yang telah didapatkan


pada bangku perkuliah maka seorang mahasiswa perlu mengadakan proses
pembelajaran luar kelas dalam bentuk Praktik Umum. Terkait hal yang telah
diuraikan tersebut, maka sebagai seorang mahasiswa Kehutanan di mana ilmu
tentang Kehutanan menuntut seorang akademisi tertarik untuk mengetahui
bagaimana proses.pengelolaaan,pelestarian, perlindungan, dan pemanfaatan
kawasan konservasi Taman Nasional Way Kambas.

3
1.2. Tujuan Praktik Umum

Tujuan dari Praktik Umum yang akan dilakukan sebagai berikut:

1. Mengetahui struktur organisasi dan sistem pengelolaan Balai Taman Nasional


Way Kambas.
2. Mengetahui pembagian zona Taman Nasional Way Kambas.
3. Mengetahui kegiatan-kegiatan pengelolaan di Taman Nasional way Kambas
4. Mengaplikasikan ilmu yang didapatkan di perkuliahan dikehidupan nyata.

1.3. Waktu, Tempat, dan Metode Pelaksanaan Kegiatan Praktik Umum

Praktik umum dilaksanakan pada tanggal 03 – 23 Agustus 2021 di Taman


Nasional Way Kambas. Metode kegiatan praktik umum mengikuti arahan dari
Balai Taman Nasional Way Kambas.dan menyesuaikan dengan kondisi Balai
Taman Nasional Way Kambas. Metode kegiatan praktik umum sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap pihak terkait yang berhubungan dengan

kegiatan di Balai Taman Nasional Way Kambas atau sesuai petunjuk

pembimbing lapang atau berupa penjelasan langsung dari pembimbing

lapang. Dengan dilakukan wawancara tersebut diperoleh informasi yang

dibutuhkan selama kegiatan Praktik Umum.

2. Pengamatan (observasi) secara langsung

Pengamatan (observasi) dilakukan secara langsung di lapangan untuk

mengetahui kodisi lapangan, sistem operasional kegiatan yang ada di Taman

Nasional Way Kambas, dan cara kerja karyawan.

3. Pengumpulan data dan informasi

Pengumpulan data dan informasi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan

Praktik Umum mahasiswa terkait data dan informasi teoritis kegiatan di

4
lapangan. Data dan informasi tersebut diperoleh dari arsip yang dimiliki oleh

perusahaan maupun studi literatur yang berhubungan dengan topik Praktik

Umum.

4. Paktik lapang

Praktik lapang dilakukan setelah kegiatan observasi, mahasiswa dapat

melakukan praktik secara langsung mengenai kegiatan yang sudah ditetapkan

oleh Balai Taman Nasional Way Kambas. Dengan adanya praktik lapang

dapat memperoleh keterampilan operasional dan memperkaya keilmuan.

Selain itu keterlibatan secara langsung di lapangan diperoleh penambahan

pengambilan data-data yang diperlukan.

5. Studi pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh pembuktian maupun alasan-

alasan ilmiah mengenai berbagai aktivitas yang dilakukan selama proses

berlangsung di lapangan.

6. Pembahasan laporan

Menginterpretasikan data yang diperoleh selama kegiatan Praktik Umum

untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan paktik umum dan

kaitannya dengan topik permasalahan yang dibahas kemudian

mempersembahkannya dalam bentuk laporan.

5
II. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK UMUM

2.1. Sejarah Taman Nasional Way Kambas (TNWK)

Awal mula Taman Nasional Way Kambas berstatus sebagai kawasan suaka marga
satwa pada tahun 1924. Pada tahun 1937 berubah status menjadi suaka alam,
sesuai dengan Keputusan Gubernur Hindia Belanda Nomor 14 Stbl
1937tertanggal 26 Januari 1937. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
444/Menhut-II/1989 mendeklerasikan kawasan ini menjadi Taman Nasional, lalu
tahun 1991 dalam bentuk Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 144/Kpts/II/1991
tertanggal 13 Maret 1991 sebagai Taman Nasional Way Kambas (Istianah, 2018).

TNWK terletak berada di Kabupaten Lampung Timur dan Kabupaten Lampung


Tengah. TNWK memiliki zona khusus konservasi yang merupakan bagian
Taman Nasional yang letak, kondisi, dan potensinya memiliki kemampuan untuk
konservasi satwa liar yang dilindungi (Jati, 2015). Kawasan Taman Nasional
Way Kambas dengan luas 125.631,31 ha dikelola oleh sub Balai Konservasi
Sumber Daya Alam Way Kambas dengan bertanggung jawab kepada Balai
Konservasi Sumber Daya Alam II Tanjung Karang. Atas dasar surat keputusan
Menteri Kehutanan Nomor 185/Kpts-II/1997 tertanggal 13 Maret 1997
menyatakan Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam Way Kambas berubah
menjadi Balai Taman Nasional Way Kambas (Situs Resmi Way Kambas, 2017).

2.2. Gambaran Umum Taman Nasional Way Kambas (TNWK)

Taman Nasional Way kambas memiliki potensi pariwisata yang cukup tinggi
dengan keindahan alam yang cukup menarik dan bervariasi, mulai dari keindahan
alam, ekosistem, hutan magrove, hutan pantai, hutan hujan, dataran rendah dan
lain-lain kesemuanya ini bisa dinikmati dengan cara menyelusuri sungai-sungai
besar yang ada di sekitar Taman Nasional Way Kambas, seperti Way Panet dan
Way Wako dengan menggunakan kapal motor speed Board (Istianah, 2018).

Taman Nasional Way Kambas sebagian besar didominasi dataran rendah yang
bergelombang dengan ketinggian dari 0 – 98 mdpl. Musim hujan terjadi pada
bulan Oktober – April, musim kemarau terjadi pada bulan Mei – September
(Istianah, 2018). TNWK memiliki curah hujan 2.500 – 3.000 mm/tahun,
temperatur udara 28o – 37o C. Secara geografis terletak antara 4°37’ - 5°15’ LS,
106°32’ - 106°52’ BT dengan luas 125.621,3 hektar dan ketinggian 0 – 60 mdpl.
Ekosistem yang terdapat di TNWK terdiri dari hutan rawa air tawar, padang
alang-alang/semak belukar, dan hutan pantai di Sumatera (Istianah, 2018).

Saat ini TNWK memiliki 5 mitra kerja dalam upaya konservasi genetis dan
pengamanan hutan. Menurut Istianah (2018), Kawasan yang dilindungi
contohnya TNWK dapat memberikan manfaat berupa wisata alam dan rekreasi.
Kawasan TNWK merupakan bagian dari dataran rendah pantai timur Sumatera.
Jenis tanah TNWK didominasi oleh kombinasi podsolik merah kuning, alluvial
hidromorf dan gley humus. Tipe iklim TNWK merupakan iklim basah, namun
tingkat curah hujannya relatif rendah (Jati, 2015). TNWK juga memiliki zona
konservasi satwa liar secara in situ dan eks situ yang dimanfaatkan sebagai objek
wisata yaitu Pusat Latihana Gajah (PLG) sebagai pusat konservasi gajah sumatra
(Elephant maximus sumatranus) dan Suaka Rhino Sumatera (SRS) sebagai pusat
konservasi badak sumatra (Diserohinus sumatranus).

Aksesibilitas menuju kawasan TNWK semakin mudah, sejak di


operasionalkannya jalan nasional lintas timur Sumatera di Propinsi Lampung.
Kawasan TNWK dapat diakses dengan baik melalui : Rute jalan nasional lintas
timur, baik dari arah Bakauheni maupun arah Palembang lewat Menggala; rute
jalan propinsi dari arah Bandar Lampung – Sribawono-way jepara; serta jalan
propinsi dari arah Gunung Sugih – Metro – Sukadana – TNWK. Adanya
kemudahan akses tersebut, membuka peluang pengembangan wisata TNWK

7
semakin terbuka luas. Sebelum memasuki kawasan TNWK, pengunjung
diwajibkan untuk menunjukkan SIMAKSI (Surat Izin Masuk Kawasan
Konservasi) kepada petugas. TNWK dibagi menjadi beberapa zonasi yaitu zona
inti,zona pemanfaatan, zona rimba, zona satwa liar, dan zona perlindungan (Jati,
2015).

2.3. Visi Misi Taman Nasional Way Kambas (TNWK)

2.3.1. VISI
1. Sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan,
2. Sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa
3. Sebagai kawasan pemanfaatan secara lestari potensi sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya.

2.3.2. MISI
1. Melestarikan flora dan fauna, selain itu pelatihan dan tempat konservasi gajah
sumatra.
2. Sebagai wadah konservasi pelestarian flora dan fauna dan utuk sarana
masyarakat untuk mengetahui fauna dan flora (sarana rekreasi dan pendidikan).
(Situs Resmi Taman Nasional Way Kambas).

2.4. Potensi Flora dan Fauna di Taman Nasional Way Kambas (TNWK)

2.4.1. Potensi Flora

Jenis tumbuhan di taman nasional tersebut antara lain api-api (Avicennia marina),
pidada (Sonneratia sp.), nipah (Nypa fruticans), gelam (Melaleuca leucadendron),
salam (Syzygium polyanthum), rawang (Glochidion borneensis), ketapang
(Terminalia cattapa), cemara laut (Casuarina equisetifolia), pandan (Pandanus
sp.), puspa (Schima wallichii), meranti (Shorea sp.), minyak (Dipterocarpus
gracilis), dan ramin (Gonystylus bancanus) (Istianah, 2018). Tumbuhan bawah

8
yang banyak dijumpai yaitu jenis harendong bulu (Clidemia hirta) dan jenis paku-
pakuan (Jati, 2015).

Menurut Jati (2015), jenis-jenis tumbuhan yang mudah dijumpai pada kawasan
TNWK diantaranya yaitu meranti tembaga (Shorea leprosula) damar jati (Shorea
ovalis), sempur (Dillenia excelsa), gaharu (Aquilaria malaccensis), menggris
(Koompasia mallarensis), sapen (Pometia sp.), nangok (Litsea roxburghii),
mahoni daun besar (Swietenia macrophylla), dan berasan (Memecylon edule).
Jenis pohon yang mendominasi pada kawasan ini adalah Meranti (Shorea sp.)
famili Dipterocarpaceae (Jati, 2015) yang memiliki tajuk lebat yang menjulang
tinggi sekitar 70 – 80 meter pada hutan hujan dataran rendah (Newman et. al,
1999). Famili ini penghasil kayu utama pada hutan hujan tropis di bagian Barat
Indonesia (Jati, 2015).

2.4.2. Potensi Fauna

Taman Nasional Way Kambas memiliki 50 jenis mamalia diantaranya badak


Sumatera (Diserohinus sumatranus), gajah Sumatera (Elephas maximus
sumatranus), harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), tapir (Tapirus
indicus), anjing hutan (Cuon alpinus sumatrensis), siamang, 406 jenis burung
diantaranya bebek hutan (Cairina scutulata), bangau sandang lawe (Ciconia
episcopus stormi), bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus), sempidan biru
(Lophura ignita), kuau (Argusianus argus argus), pecuk ular (Anhinga
melanogaster); berbagai jenis reptilia, amfibia, ikan, dan insekta (Istianah, 2018).

Penelitian Jati (2015), pada kawasan TNWK ditemukan 17 jenis burung, 10 jenis
mamalia, 6 jenis herpetofauna (amfibi dan reptil), dan 6 jenis kupu-kupu. Jenis
burung yang paling banyak dijumpai yaitu srigunting hitam (Dicrucus
macrocercus), kicuit batu (Moralica cinerea), merbah corok-corok (Pycnonotus
simplex), kadalan birah (Phaecophaeus diardi) dan sepah hutan (Pericrorotus
flammeus). Sedangkan untuk jenis-jenis mamalia yang ditemukan diantaranya
yaitu siamang (Symphalangus syndactylus), monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis), babi hutan (Sus scrofa), bajing kelapa (Callosciurrus notatus),

9
bajing tiga warna (Callosciurrus prevostii), kijang (Muntiacus muntjak) dan rusa
sambar (Cervus unicolor).

Gajah-gajah liar yang dilatih di Pusat Latihan Gajah Taman Nasional Way
Kambas dapat dijadikan sebagai gajah tunggang, atraksi, angkutan kayu dan bajak
sawah. Pada pusat latihan gajah tersebut, dapat disaksikan pelatih mendidik dan
melatih gajah liar, menyaksikan atraksi gajah main bola, menari, berjabat tangan,
hormat, mengalungkan bunga, tarik tambang, berenang dan masih banyak atraksi
lainnya (Istianah, 2018). Badak sumatera dapat dijumpai oleh pengunjung pada
saat keeper melakukan kegiatan pemeliharaan terhadap badak di dalam kandang
(Jati, 2015).

Marpaung (2002), menyatakan bahwa flora dan fauna yang unik dan menarik
dapat menjadi suatu objek dan daya tarik wisata yang penting, yang harus
dilindungi sebagai daerah konservasi. Konsep yang dianggap penting saat ini
dalam pengembangan objek dan daya tarik wisata adalah adanya tujuan
pendidikan bagi pengunjung tentang apa yang mereka lihat, khususnya penekanan
terhadap masalah ekologi dan konservasi. Sehingga dapat meningkatkan
perekonomiaan masyarakat sekitar Taman Nasional Way Kambas.

2.5. Ekonomi dan Sosial Budaya Masyarakat Sekitar TNWK

Terdapatnya wisata atraksi gajah di TNWK secara tidak langsung dapat membuka
lapangan pekerjaan dan peluang usaha seperti tempat penginapan, cafe, rumah
makan, toko souvenir dan lain-lain. Perekonomian masyarakat juga ikut
meningkat karena adanya wisata di TNWK. Hasil dari penjualan tiket masuk atau
retribusi dari wistawan yang mengunjungi atraksi gajah dapat meningkatkan
pendapatan negara (Istianah, 2018).

Pemanfaatan jasa lingkungan seperti aktivitas wisata alam terbukti mampu


berkontribusi dalam menumbuhkan perekonomian setempat secara berkelanjutan
tanpa harus kehilangan daya dukung dan fungsi lingkungannya. Meningkatnya
orang yang bekerja di sektor wisata di TNWK disebabkan karena tingkat

10
pendapatan masyarakat setempat kawasan hutan yang relatif rendah, tingkat
pendidikan yang relatif rendah, dan semakin meningkatnya jumlah penduduk.
Masyarakat sekitar TNWK rata-rata berpendidikan paling tinggi SD dan SMP
atau sederajat. Pendapatan dari usaha sektor pariwisata dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan, lama bekerja, lokasi membuak usaha (Istianah, 2018).

2.6. Permasalah di Taman Nasional Way Kambas (TNWK)

Masalah yang dihadapi dalam pengelolaan Taman Nasional Way Kambas di


samping gangguan yang terjadi dari Gajah liar yang ada dalam kawasan Taman
Nasional Way Kambas, dalam pengelolaan Taman Nasinal Way Kambas
membuat hilangnya habitat tersebut secara terus menerus, kemudian dari akibat
kebekaran hutan yang terjadi setiap tahunnya, walaupun upaya patroli terus
dilakukan untuk mengantisipasi terhadap hambatan ini, namun belum masimal
karena letak pos yang terpencil dan kurangnya minat pengembangan taman
nasional (Istianah, 2018).

Perburuan illegal juga menjadi masalah serius yang harus ditangani oleh pihak
pengelola TNWK. Setiap tahun selalu ditemukan bekas jebakan untuk memburu
satwa yang dilindungi. Perburuan illegal harus di tangani secara serius karena
akan menyebabkan menurunnya populasi satwa yang dilindungi. Pemukiman dan
pembukaan lahan illegal menyebabkan merusaknya habitat satwa di kawasan
TNWK. Menurut Istianah (2018), upaya yang dapat dilakukan untuk
menangulangi masalah tersebut seperti pembagian zonasi, pelestarian alam,
pengembangan sarana dan prasarana, melakukan patroli, dan berdiskusi dan
memberikan penyuluhan kepada masyarakat.

Taman Nasional Way Kambas yang didominasi semak belukar dan alang-lanag
menyebabkan sering terjadinya kebakaran lahan. Faktor yang menyebabkan
kebakaran bukan karena alam tetapi karena disengaja oleh pihak yang toidak
bertanggung jawab. Kebakaran hutan yang terjadi akan menyebabkan kematian
satwa yang dilindungi dan menghambat proses suksesi lahan tersebut. Kebakaran

11
hutan sering muncul saat musim kemarau karena suhu meningkat dan kadar air
bahan bakar atau seresah menjadi turun sehingga api mudah merambat dan
membakar seresah tersebut. Arah angin yang tidak menentu menyulitkan
pemadaman kebakaran. Satwa liar yang mati akibat kebakaran hutan seperti
tringgiling, kelinci, serangga, dan hewan berukuran kecil.

Konflik satwa liar dengan manusia khususnya gajah sering terjadi di Way
Kambas. Habitat dan pakan alami gajah yang mulai berkurang di alam
menyebabkan gajah memasuki lahan kebun petani. Petani mengalami kerugian
karena gajah memakan dan merusak tanaman petani. Untuk menanggulagi
masalah tersebut TNWK bermitra dengan Elephant Respon Unit (ERU). ERU
bertugas menghalangi dan mengiring gajah agar tidak memasuki dan merusak
tanaman petani dengan menggunakan gajah jinak. ERU terdapat di beberapa
RPTN di setiap SPTN di TNWK.

12
III. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

3.1. Kegiatan Praktik Umum di TNWK

Kegiatan Praktikum Umum tidak ditentukan oleh mahasiswa tetapi mahasiswa


mengikuti kegiatan yang ada di lokais praktik umum. Kegiatan akan ditentukan
oleh pihak TNWK sesuai dengan kegiatan yang ada dilapangan. Kegiatan
dilakukan di setiap Seksi PTN yang ada di TNWK. Jumlah mahasiswa yang
mengikuti praktik umum di TNWK sebanyak 23 orang dengan dibagi ke dalam
tiga kelompok. Setiap kelompok akan dibagi ke dalam 3 seksi PTN di TNWK.
Setiap kelompok akan di rolling setiap 5 hari sekali sehingga dapat melakukan
kegiatan di setiap Seksi PTN. Seksi PTN yang ada di TNWK yaitu SPTN
Wilayah I Way Kanan, SPTN Wilayah II Bungur, dan SPTN Wilayah III Kuala
Penet.

Tiga hari pertama kami mendapatkan pengarahan dari Balai TNWK seperti apa
saja kegiatan yang ada di TNWK, keadaan TNWK, potensi flora dan fauna
TNWK dan lain-lain. Tiga hari terakhir kita berkegiatan menyusun laporan
kegiatan Praktik Umum. Laporan ini nanti kita presentasikan di kantor Balai
TNWK di hari terakhir Praktik Umum (hari ke-21).

3.1.1. Kegiatan Mitigasi Konflik di SPTN Wilayah II Bungur

SPTN Wilayah II Bungur didominasi oleh lahan basah tipe pesisir dan lautan
(Web resmi TNWK) serta terdapat ekosistem rumput ilalang sebagai habitat alami
gajah liar. Rumput Ilalang yang kering akan mudah terbakar sehingga rawan
terjadinya kebakaran. SPTN Wilayah II juga terdapat ekosistem hutan hujan
tropis. SPTN Wilayah II Bungur terdiri dari 4 Resort yaitu Resort Toto Projo,
Resort Rantau Jaya, Resort Umbul salam, dan Resort Cabang. Kegiatan di SPTN
Wilayah II Bungur kami berfokus pada kregiatan mitigasi konflik gajah liar
dengan masyarakat desa penyangga. Kami melakukan kegiatan dengan ERU
tegal Yoso yang terletak di Resort PTN Toto Projo.

Elephant Response Unit (ERU) adalah suatu lembaga/organisasi/badanyang


berfokus dalam menangani konflik gajah dan manusia (KGM). ERU salah satu
mitra TNWK yang membantu dalam menangani permasalahn konflik gajah dan
manusia di TNWK. Salah satu ERU yang ada di TNWK adalah ERU Tegal Yoso.
ERU Tegal Yoso terletak di Resort PTN Toto Projo Seksi PTN Wilayah II
Bungur TNWK. Kegiatan yang biasa dilakukan yaitu patroli dan monitoring
gajah liar, pengiringan gajah liar, perawatan harian gajah, pelatihan gajah, blokade
gajah liar di malam hari, dan patroli sapu jerat. ERU Tegal Yoso dipimpin oleh
pak Edy Sutrisno. ERU di bawah naungan langsung oleh Kepala Balai TNWK.
Laporan WCS menyebutkan bahwa tercatat sebanyak 37 kasus KGM yang terjadi
di Desa Tegal Yoso. Kasus KMG 98% gajah datang berkelompok dan 2% gajah
datang soliter (Zazuli dan Dewi, 2014). Antisipasi dini KGM meliputi intensitas
kedatangan rombongan gajah, luas tanaman yang dirusak, jenis tanaman yang
dimakan,dan waktu kedatangan rombongan gajah kesuatu desa (Febryano dkk.,
2018).

ERU Tegal Yoso memiliki 8 ekor gajah yang terdiri dari 5 ekor gajah jantan dan 3
ekor gajah betina. Dua ekor gajah betina termasuk gajah induk yang sudah
melahirkan masing-masing satu ekor anak gajah yang berjenis kelamin jantan.
Kedua indukan gajah bernama “Wulan” dan “Dona”. Sedangkan anakan gajah
betina bernama “Elena” yang kaki belakang cacat karena kena jerat pemburu
illegal. Gajah jantan terdiri dari 3 ekor gajah dewasa dan 2 ekor gajah anakan.
Gajah jantan dewasa diberi nama “karnagun”, karnagin”, dan “Aditya”. Gajah
Karnagin satu gadingnya patah karena kecelakaan saat akan dibawa dari
Palembang ke TNWK. Gajah anakan diberi nama “Dori” dan “Baher”. Baher
adalah gajah paling muda di ERU Tegal Yoso. Kedua gajah jantan anakan hasil

14
dari breeding oleh ERU Tegal Yoso.

Kegiatan mitigasi konflik gajah dan manusia di ERU Tegal Yoso diantaranya
yaitu monitoring dan patroli gajah liar, pengiringan gajah liar, blokade gajah liar,
patroli sapu jerat. Monitoring gajah liar dilakukan dengan melihat posisi
kelompok/rombongan gajah liar dengan GPS Scolar yang dipasang ke kelompok
gajah yang sering berkonflik dengan manusis. Patroli gajah liar dilakukan pada
pagi hari dengan menunggagi gajah jinak di lokasi yang sering didatangi gajah.

Pengiringan dilakukan jika gajah di posisi sekitar kebun warga yang di


indikasikan gajah tersebut akan merusak kebin gajah. Blokade dilakukan pada
malam hari untuk mencegah gajah masuk ke kebun warga. Gajah akan memasuki
kebun warga pada malam hari sedangkan pada pagi hari gajah mencari makan di
dalam kawasan hutan. Patroli sapu jerat dilakukan jika posisi kelompok gajah di
dalam kawasaan hutan. Patroli sapu jerat bertujuan untuk mencari dan mengambil
jerat yang dipasang oleh pelaku pemburu satwa liar illegal di dalam kawasan
hutan.

Gambar 1. Camp Elephant Response Unit (ERU) Tegal Yoso.

Gajah liar akan menganggu kebun warga di pinggiran kawasan hutan mengikuti
budaya dan pola musim tanam yang ada di masyarakat. Waktu terjadinya

15
gangguan berbarengan dengan waktu musim panen (WCS, 2010). Tahun 2010
tercatat jenis tanaman yang dirusak gajah adalah jenis tanaman pangan (Padi,
singkong, dan jagung sebesar 65% seluas 0,906 ha), tanaman kebun (kakao,
kelapa sawit, dan karet sebesar 17% dan berjumlah 2.602 batang), dan tanaman
berkayu hutan (sengon, akasia, dan albasia sebesar 5%). Untuk tanaman
hortikultura (pisanag, nanas, dan semangka) jumlah yang mengalami kerusakan
akibat gangguan gajah liar sebanyak 10.253 batang (Febryano dkk., 2018).

Gambar 2. Blokade gajah liar saat malam hari.

Blokade gajah liar dilakukan pada malam hari pukul 21.00 – 03.00 WIB. Blokade
tidak dilakukan setiap hari karena blokade akan dilakukan jika posisi gajah pada
GPS Scolar di dekat pinggiran kawasan hutan. Blokade bertujuan untuk
mencegah dan mengusir gajah yang masuk ke kebun warga. Gajah yang bergerak
secara soliter lebih sulit unruk melakukan pengusiran karena tidak diketahui
secara pasti posisi gajah tersebut. ERU TegalYoso ada gajah yang terkenal karena
bergerak soliter yang disebut “Janda Anak Satu” yaitu gajah betina dengan satu
anaknya yang bergerak keluar dengan rombongannya.

Patroli sapu jerat bertujuan untuk mencari dan mengambil jerat yang dipasang
oleh pemburu illegal. Kegiatan ini menyusuri kawasan hutan yang di indikasikan
terdapat jerat. Jerat yang berhasil ditemukan dilepas dan dimusnahkan agar tidak

16
menjerat satwa liar yang ada di dalam kawasan hutan. Kegiatn ini dilakukan rutin
minimal satu kali seminggu.

Gambar 3. Memandikan gajah jinak.

Perawatan gajah dilakukan setiap hari. Gajah dimandikan setiap pagi hari dan
sore hari. Siang hari gajah melakukan kegiatan patrol Kawasan hutan dan
pengiringan gajah liar jika gajah liar terlihat mendekati perbatasan Kawasan
hutan. Pengiringan bertujuan untuk agar gajah liar tidak memasuki kebun warga
dan Kembali masuk ke Kawasan hutan. Jika tidak ada kegiatan gajah jinak
dikembalakan (diangon) di Kawasan hutan dekat dengan camp agar mencari
makan sendiri. Pemberian makanan tambahan setiap 4 hari sekali.

Patroli dan monitoring gajah liar dilakukan pada pukul 10.00 hingga pukul 17.00.
Patroli dan monitoring gajah liar dilakukan untuk mendeteksi dini keberadaan dan
pergerakan gajah liar. Kegiatan ini dilakukan ketika terdapat gajah liar yang telah
terdeteksi oleh GPS Collar. Dari kegiatan yang telah dilakukan didapatkan hasil
berupa jejak-jejak pergerakan gajah liar.

17
3.1.2. Kegiatan Praktik Umum di SPTN Wilayah III Kuala Penet

Seksi PTN Wilayah III Kuala Penet di dominasi kawasan perairan. SPTN
Wilayah ini terdapat objek wisata PKG (Pusat Konservasi Gajah) yang terletak
pada Resort PTN Margahayu. PKG memiliki luas kurang lebih 2.000 ha. PKG
bukan hanya sebagai twmpat wisata saja tetapi juga sebagai pusatnya konservasi
gajah sumatera secara eks situ pada habitat alaminya. Seksi PTN Wilayah III
Kuala Penet memilki 4 Resort PTN yaitu Resort Sekapuk, Resort Margahayu,
Resort Kuala Kambas, dan Resort Kuala Penet.

3.1.2.1. Menanam Pohon di Zona Restorasi Rawa Kidang

Gambar 4. Zona Restorasi Rawa Kidang RPTN Margahayu.

Zona Restorasi Rawa Kidang terletak pada Resort PTN Margahayu Seksi PTN
Wilayah III Kuala Penet. Zona Restorasi bertujuan untuk mengembalikan
ekosistem hutan yang rusak karena faktor alam maupun manusis menjadi pada
keadaan semula (awal sebelum rusak). Zona ini memiliki luas sekitar 50 ha
dengan target 10 ha yang tertanam pohon setiap tahun. Zona Restorasi Rawa
Kidang dikelola sepenuhnya oleh Kelompok Tani Hutan (KTH) Rahayu Jaya
Labuhan Ratu VII. Anggota KTH ini berjumlah 56 orang yang berasal dari desa

18
penyangga sekitar TNWK. Satwa liar yang sering memasuki Zona Restorasi
Rawa Kidang adalah badak sumatera, rusa sambar, monyet ekor panjang, gajah
sumatera, dan babi hutan. Jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman pakan
badak yang berjumlah sekitar 56 jenis tanaman.

Tanaman yang paling banyak ditanam adalah pulai, ara lebar, salam, jabon,
ketapang, sungkai, bayur, jamal, dan mentru. Jenis tanaman yang ditanam harus
jenis tanaman lokal atau endemik yang ada di TNWK dan tidak boleh jenis
tanaman dari luar TNWK. Maksudnya jenis tanaman lokal/endemik adalah jenis
tanaman yang memang tumbuh di kawasan tersebut. Jenis tanaman yang disukai
badak, rusa, dan babi adalah tanaman yang menghasilkan getah berwarna putih
seperti pulai (Alstonia scholarisi), Ara lebar (Ficus sp.), nangka hutan
(Artocarpus sp.), jabon (Neolamarckia cadambai) dan semua tanaman penghasil
getah berwarna putih. Bagian tanaman yang diamakan satwa liar adalah bagian
tanaman yang masih muda yaitu pucuk/tunas. Jenis tanaman yang paling banyak
ditanami yaitu mentru/puspa (Schima sp.) dan salam (Syzygium polyantum).

Gambar 5. Pemindahan Tanaman ke Lahan yang Lebih Kosong.

Tanaman di tanam dengan 2 x 2, 3 x 3, dan 4 x 4 dengan kombinasi tanam


random (acak) dalam satu lahan (polikultur). Perbanyakan bibit dengan cara
cabutan. Bibit yang siap tanam dilapangan sekitar 3 – 4 bulan. Keadaan lahan

19
kurang subur didominasi tanah merah. Pada musim hujana keadaan lengket dan
jika musim kemarau menjadi sangat kering dan keras. Lahan juga didominasi
rumput ilalang yang jika musim kemarau mudah terbakar karena ilalaang tersebut
kering. Sedangkan saat musim penghujan rumput ilallang tersebut mudah tumbuh
walapun sudah di pangkas akan tetap tumbuh. Rumput ilallang tersebut akan
menganggu pertumbuhan tanaman yang ditanam. Untuk mengatasi masalah
kesuburan tanah, tanaman diberi pupuk kandang dengan tambahan dolomitagar
pH tanah netral. Pada zona Restorasi ini kami melakukan pemindahan tanaman
ke tempat yang kosong.

Permasalahan yang ada di Zona Restorasi Rawa Kidang anatara lain : kebakaran
hutan, pucuk tanaman dimakan satwa, biaya perawatan tanaman yang mahal,
rumput ilalang. Kebakaran terjadi karena disengaja bukan karena alam.
Kebakaran paling sering terjadi pada musim kemarau. Pada musim kemarau
rumput ilallang dan seresah tanaman menjadi kering dan suhu mejadi panas
sehingga seresah dan rumput ilallang mudah terbakar. Kebakaran menyebabkan
tanaman mati, satwa liar mati, dan juga asap kebakaran menjadi polusi. Pucuk
tanaman yang dimakan satwaa liar menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan
bahkan mati. Dana yang terbatas menyebabkan perawatan tanaman kurang
maksimal. Rumput ilallang bukan hanya menghambat pertumbuhan tanaman,
tetapi juga meningkatkan biaya perawatan tanaman meningkat.

3.1.2.2. Berkunjung ke Kebun Pakan Gajah dan Lebah Madu

Kebun pakan gajah adalah suatu lahan yang khusus ditanami tanaman untuk
pakan gajah. Jenis tanaman yang ditanam adalah rumput gajah. Luas dari kebun
pakan gajah adalah 20 ha namun yang efektif ditanami sekitar 18 ha sisanya
digunakan untuk jalan, bangunan, posko, dan tempat parkir kendaraan. Kebun
pakan gajah ini trletak di Pusat Konservasi Gajah (PKG). Pemanenan awal
dilakukan pada saat umur 5 bulan dan untuk pemanenan selanjutnya setiap umur 4
bulan. Penanggung jawab dari kebun pakan gajah adalah pak Tengku Dedy.
Pukan diberikan ke rumput gajah yang ditanam agar pertumbuhannya masksimal.

20
Manajemen kebun pakan gajah dan Pusat Konservasi Gajah (PKG) dikelola
langsung di bawah Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Tujuan didirikannya
kebun pakan gajah sebagai penyedia pakan tambahan untuk gajah pada malam
hari. Pemanenan pakan gajah dilakukan sebanyak 4 kali dalam sebulan. Gajah
diberi pakan sebanyak 10 % dari beratnya. Untuk gajah yang masih kecil pada
pakannya diberi garam supaya kandungan mineral yang dibutuhkan tercukupi.
Suplemen tambahan yang biasa diberikan pada gajah yaitu beras, gula merah,
dedak dan untuk gajah kecil suplemen yang diberikan seperti pisang, jagung.

Gambar 6. Kebun Pakan Gajah.

Gambar 7. Kebun pakan lebah madu.

21
Kebun pakan lebah terletak di luar kawasan hutan lebih tepatnya di Desa Labuhan
Ratu VII. Kebun pakan ini dikelola oleh KTH Rahayu Jaya secara mandiri
dengan luas 0,25 ha. Tanaman yang ditanami di kebun pakn ini adalah air mata
pengantin, krokot, dan wedusan. Krokot dan wedusan sebagai tanaman tambahan.
Tanaman yang disebut pakan lebah madu yaitu tanaman yang dapat menghasilkan
bunga. Semua tanaman yang berbunga bisa menjadi pakan lebah madu

Air mata pengantin berbunga setelah usia 2 bulan. Lubang tanam 1m x 1m x 1m.
Setengah bagian lagi diberi pupuk kendang. Air mata penagtin di tanam di lubang
yang sudh di isi pukan dan gel popok. Pukan sebagai sumber unsur hara dan gel
popok berfungsiuntuk menjaga kandungan air. Air mata pengantin berguna atau
fungsinya sebagai bahan pangan utama bagi lebah, karena bunga ini tidak
mengenal musim berbunga, atau disebut berbunga sepanjang musim. Sehingga
lebah tidak terlalu jauh mencari pakan.

3.1.2.3. Berkunjung ke RSG dan Patroli Kawasan Hutan

Gambar 8. Rumah Sakit Gajah (RSG);

Pendiri Rumah Sakit Gajah adalah Prof. Dr. Ir. H. Rubini Atmawidjaja dan beliau
sangat berjasa untuk konservasi gajah sumatera. Karena jasa beliau sehingga

22
nama beliau diabadikan menjadi nama rumah sakit gajah. Rumah sakit gajah ini
adalah rumah sakit gajah pertama dan terbesar se-Asia Tenggara. RSG ini
memiliki 4 tim medis termasuk 2 dokter hewan. Kegiatan yang dilakukan di
rumah sakit gajah diantarnya penanganan gajah liar dan gajah jinak, treatment
gajah (dilakukan dengan cara di infus), pengecekan rutin (dilakukan sesuai
kebutuhan), dan pengecekan kehamilan gajah (masa kehamilan gajah ±2 tahun).
Penyakit yang sering ditemukan sama dengan penyakit yang ditemukan pada
manusia. Gajah yang sakit akan di infus di belakang daun telinga. Permasalahan
yang ada di RSG diantaranya : kurangnya alat dan ada alat yang tidak bisa
digunakan (alat timbang dan USG), dan kurangnya tenaga medis.

Patroli kawasan adalah suatu kegiatan monitoring keadaan hutan dengan


menyusuri dalam kawasan hutan. Patroli kali ini kami melakukan patroli di
sekitar kantor Resort PTN Margahayu. Resort PTN Margahayu memiliki luas ±
8.692,68 Ha yang dipimpin oleh Pak Marjulis. Saat pelaksanaan patroli, SOP
yang dilengkapi berupa senjata, alat dan bahan makanan. Personil yang
melakukan patrol paling sedikit 4 orang. Patroli dilakukan 1 bulan sekali, namun
apabila bersama mitra dilakukan 4 kali dalam sebulan. Lokasi patroli dilakukan
di perbatasan kawasan hutan dengan Dusun Margahayu Desa Labuhan Ratu VII.

Gambar 9. Patroli kawasan hutan di RPTN Margahayu.

23
Patroli yang kita lakukan menemukan jejak satwa lair seperti jejak gajah liar, jejak
babi hutan, dan jejak rusa sambar dan juga menemukan pohon berukuran kecil
yang rubuh karena di injak gajah liar. Kawasan hutan dibatasi denahn tanggul
sedalam 3 meter yang bertujaun agar satwa liar tidak keluar kawasan dan juga
terdapat pal batas TNWK. Luar kawasan hutan sudah terdapat sawah warga.

Gambar 10. Jejak (Kiri) Babi Hutan, (Tengah) Rusa Sambar, (Kanan) Gajah .

Gambar 11. Pal batas TNWK (kiri), dan alat mengusir gajah (kanan).

24
3.1.3. Kegiatan di SPTN Wilayah I Way Kanan

Seksi PTN Wialayah I Way Kanan terdapat lima tipe vegetasi yaitu vegetasi hutan
mangrove, vegetasi hutan pantai, vegetasi hutan riparian, vegetasi hutan rawa, dan
vegetasi hutan daratan rendah. Topografinya relatif datar dan bergelombang
dengan ketinggiann 0 – 50 mdpl SPTN Wilayah I Way Kanan terbagi kedalam 4
Resort Pengelolaan diantaranya : Resort Way Kanan, Resort Rawa Bunder, Resort
Susukan Baru, dan Resort Wako.

Kami mengikuti kegiatan hanya di Resort Rawa Bunder dan Resort Way Kanan.
Sedangkan di Resort Susukan Baru dan Resort Wako tidak ada kegiatan
dikarenakan pada waktu bersamaan kedatangan tamu yaitu Pak Dirjen KSDAE ke
TNWK sehingga kita hanya melakukan kegiatan bersih-bersih di sekoitar jalan
masuk PKG. Jarak dan keadaan yang tidak memungkinkan ke Resort Wako
menyebabakan tidak bisa mengikuti kegiatan di Resort Wako. Item kegiatan yang
dapat dilakukan : kegiatan Pendidikan, monitoring KEHATI, kegiatan
pemadaman KARHUTLA, pemulihan ekosistem, dan mitigasi konflik.

Gambar 12.Tanda nama kantor SPTN Wilayah I Way Kanan TNWK.

Di Resort Rawa Bunder kita melakukan kegiatan pemantauan dan pemasangan


kamera trab. Kamera trap adalah kamera yang dipasng di tempat yang di

25
indikasikan sebagai jalur jelajah satwa liar. Pemasangan kamera trap dilakukan
selama ±1 bulan. Dengan pengecekan dilakukan 10 – 15 hari setelah
pemasangan. Pemasangan kamera trap dipasang dengan jarak tinggi 70 cm dari
permukaan tanah yang datar. Kendala yang biasa dialami pada saat kamera trap
terpasang yaitu hilang, rusak, dan cuaca. Rekaman kamera trap terekam skijang,
rusa sambar dan beberapa pelaku illegal fishing.

Gambar 12 : Pemantauan rekaman kamera trap.

Gambar 13. Pemasangan kamera trap.

26
Setelah melakukan pemantauan dan pemasangan kamera trap, kami langsung
lanjut berkunjung ke Zona Restorasi Rawa Bunder. Restorasi rawa bunder berdiri
pada 14 September 2018 dengan luas 25 ha. Jumalh anggota pengelola samapi
sekarang sebanyak 7 orang. Dalam pengelolaan restorasi rawa bunder belum ada
Kerjasama dengan KTH setempat, tetapi sudah mengurus PKS dengan pihak KTH
Rabala 1 (Pada awal bulan Agustus 2021). Zona Restorasi Rawa Bunder seluas
25 ha. Jenis tanaman yang ada di restorasi: pulai, beringin, kapak, gaharu,
jambon, Nangka, sonokeling dan lain-lain. Masalah : kabakaran yang terjadi pada
tahun 2019 dan juga kurangnya anggota pengelola restorasi (masalah internal).

Gambar 14. Kunjungan ke Zona Restorasi Rawa Bunder.

Di Resort Way Kanan kita melakukan kegiatan Patroli Jalur Jungle Track. Resort
Way Kanan dipimpin oleh Pak Rahmat Wahyudi. Resort Way Kanan termasuk
Zona Inti. Pada saat melakukan patroli kita tidak menemukan maupun menjumpai
satwa liar bahkan jejak kita tidak menemukannya. Kita hanya mendengar suara
siamang dan menemukan bekas roda kendaraaan motor pelaku illagal fishing.
Flora yang dominan di Resort Way Kanan yaitu menggeris, meranti, pulai, puspa,
dan labak. Fauna yang sering ditemukan adalah harimau sumatera, gajah
sumatera, babi hutan, siamang, macan akar (kucing hutan), dan buaya muara.

27
Masalah yang terjadi adalah illegal fishing, indikasi terjadinya perburuan liar, dan
kurangnya personil (Internal).

Gambar 15. Patroli Jalur Jungle Track di Resort Way Kanan.

3.2. Analisis Kegiatan Praktik Umum

3.2.1. Kegiatan Mitigasi Konflik di SPTN Wilayah II Bungur

3.2.1.1. Pengertian Mitigasi Konflik

Mitigasi adalah suatu upaya untuk mengurangi resiko bencana, dengan cara
pembangunan fisik, penyadaran, dan peningkatan kemampuan menghadapi suatu
bencana (UU Nomor 24 tahun 2017 tentang Penanggulangan Bencana). Bencana
didefinisikan sebagai suatu gangguan yang berasal dari faktor alam/faktor non
alam maupun faktor manusia , mengakibatkan kerusakan, dan korban jiwa
manusia dan mahluk hidup lainnya, kerugian harta benda serta dampak psikologis
(Febryano dkk., 2018). Rahman (2015), mengolongkan mitigasi kedalam dua
kelompok yaitu mitigasi struktural dan mitigasi non struktural.

28
Mitigasi merupakan tahap awal untuk menangulangi atau mengurangi dampak
bencana. Mitigasi dilakukan sebelum bencana terjadi. Menurut Febryano dkk
(2018), bencana dikelompokkan menjadi 3 yaitu bencana alam, bencana non alam,
dan bencana sosial. Bencana alam terjadi karena faktor alam seperti gempa bumi,
tsunami, banjir, dan lonsor. Bencana non alam terjadi karena faktor non alam
seperti gagal teknologi, epedemi, dan wabah penyakit. Bencana sosial terjadi
karena diakibatkan oleh faktor manusia seperti perselisiahan antar manusia,
maupun anatar kelompok manusia. Menurut Febryano dkk (2018), mtitigasi
gangguan gajah liar termasuk bencana sosial karena adnya konflik manusia
dengan gajah liar.

Menurut KBBI konflik adalah pertentangan atau ketegangan antar dua individu
yang berselisih. Konflik terjadi karena adanya perbedaan ciri-ciri individu dibawa
pada saat berinteraksi dengan lainnya. Pihak yang berkonflik akan saling
menghancurkan atau membuat lawannya tidak berdaya. Konflik sangat wajar
terjadi dan tidak akan hilang. Konflik akan hilang jika masyarakat hilang
bersamaan dengan konflik itu sendiri.

Para pakar teori mengklain bahwa pihak-pihak yang berkonflik akan


menghasilkan respon terhadap konflik dalam bentuk dua-dimensi
(Febryano dkk., 2018). .Dari pengertian mitigasi dan konflik diatas dapat
disimpulkan bahwa mitigasi konflik gajah adalah suatu upaya untuk menggurangi
atau menangulangi resiko dampak perselisihan atau ketengangan antara manusia
dengan gajah liar.

3.2.1.2. Karakteristik Gajah

Gajah sumatra (Elephant maxsimus sumatranus) termasuk subspesies gajah asia


(Elephant maximus). Gajah sumatra pertama kali diperkenalkan oleh Temmick
pada tahun 1847. Gajah sumatra termasuk ordo Proboscidae yang termasuk ordo
satu-satunya di famili Elephantidae.

29
Sistematik satwa ini sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub-Phylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Sub-Class : Eutheria
Ordo : Proboscidea
Family : Elephantidae
Genus : Elephas
Spesies : Elephas maximus
Sub-Spesies : Elephas maximus sumatranus

Terdapat dua spesies gajah yang diakui di dunia yaitu gajah afrika (Loxodonta
africana) dan gajah asia (Elephant maximus). Gajah afrika memiliki telinga yang
besar, punggung yang cekung, kulit yang lebih berkerut, daerah perut yang
miring, dan dua perpanjangan yang seperti jari di ujung belalai. Telinga gajah
asia lebih kecil, punggungnya cembung, kulitnya lebih halus, daerah perutnya
horizontal dan kadang-kadang melengkung di tengah, dan ujung belalainya hanya
memiliki satu perpanjangan. (Febryano dkk., 2018). Secara umum gajah asia
lebih kecil dari gajah afrika.

IUCN memasukkan gajah sumatra pada kategori satwa terancam punah dan
CITES memasukkan gajah sumatra pada kategori APPENDIX I sejak tahun
1990. Gajah asia hanya ditemukan di pulau Sumatra dan Kalimantan bagian
Timur. Gajah sumatra (Elephant maximus sumatranus) dan gajah kalimantan
(Elephant maximus borneensis) termasuk kategori Evolutionary Significant Unit,
sehingga menempatkan gajah sumatra dan gajah kalimantan memiliki prioritas
tinggi konservasi gajah asia (Febryano dkk., 2018).

Gajah adalah mamalia darat terbesar di dunia. Tinggi gajah afrika kurang lebih 3
– 4 m (10 – 13 ft), sedangkan tinggi gajah asia kurang lebih 2 – 3 m (7 – 1 ft).
Massa gajah afrika bervaariasi antara 4.000 – 7.000 kg (8.800 – 15.400 lb),
sedangkan gajah asia bermassa antara 3.000 – 5.000 kg (6.600 – 11.000 lb).

30
Jumlah kerangka gajah sekitar 326 – 351 tulang. Gajah afrika memiliki 21 pasang
tulang iga, sedangkan gajah asia memiliki 19 – 20 pasang tulang iga. Tengkorak
terdapat rongga udara (sinus) megurangi berat tengkorak dan menjaga kekuatan
tengkorak secara keseluruhan. Tengkorak bagian belakang melengkung yang
bertujuan menjaga otak ke segala arah. Leher gajah relatif pendek untuk
menopang kepala yang ukurannya besar (Febryano dkk., 2018). Penglihatan
gajah dibatasi oleh lokasi dan pergerakan bola mata. Gajah termasuk hewan
dikromat dan dapat melihat secara baik di kondisi cahaya reduh namun kurang
baik pada kondisi cahay terang (Byrne et al., 2009). Suhu tubuh gajah rata-rata
sekitar 35,9o C (970 F).

Telinga gajah memiliki dasar yang tebal dan ujung yang tipis. Daun telinga gajah,
atau pina, memiliki sejumlah pembuluh darah yang disebut pembuluh darah
kapiler. Darah yang hangat mengalir ke pembuluh darah kapiler, sehingga
membantu mengeluarkan panas tubuh yang berlebih. Semakin lebar daun teliga
gajah semakin banyak jumlah pembuluh darah kapiler sehingga semakin banyak
udara panas yang dapat dikeluarkan.

Belalai adalah gabungan dari hidung dan bibir atas tetapi saat tahap fetus bibir
atas dan belalai masih terpisah. Belalai memiliki kurang lebih 150.000 fasikel
otot, tanpa tulang dan sedikit lemak. Terdapat dua jenis otot: superfisial (di
permukaan) dan internal. Otot superfisial terbagi menjadi otot dorsal, ventral, dan
lateral, sementara otot internal terbagi menjadi otot melintang dan menyebar.
Belalai gajah berfungsi untuk bernapas, mencium bau, menyentuh, menggapai,
dan menghasilkan suara (Shosani, 1998 dalam Febryano dkk., 2018).

Menurt Shosani (1998), pada umumnya gajah memiliki 26 gigi: 2 gigi seri, yang
disebut taring, 12 gigi geraham kecil susu, dan 12 gigi geraham. Gajah termasuk
hewan polifiodon yaitu hewan yang mengalami rotasi gigi sepanjang hidupnya.
Gigi untuk mengunyah diganti enam kali dalam jangka waktu kehidupan gajah.
Gigi baru tumbuh di bagian belakang mulut dan maju ke depan dan mendorong
keluar gigi lama. Gigi pengunyah pertama di rahang tanggal setelah gajah
berumur dua atau tiga tahun. Gigi pengunyah kedua tanggal saat gajah berusia

31
enam tahun. Gigi pengunyah ketiga tanggal pada umur 9–15 tahun, dan gigi
keempat akan bertahan hingga usia 18–28 tahun. Gigi kelima akan tanggal pada
awal umur 40-an, dan gigi keenam (yang biasanya merupakan gigi terakhir) akan
tetap ada hingga akhir hayat.

Taring gajah merupakan modifikasi gigi seri di rahang atas. Taring tersebut
menggantikan gigi susu ketika gajah berumur 6–12 bulan dan tumbuh dengan laju
pertumbuhan sekitar 17 cm (7 in) per tahun. Taring yang baru tumbuh memiliki
lapisan enamel yang nantinya akan luntur. Dentin pada taring disebut gading dan
pada penampang lintangnya terdapat pola garis yang berselang-seling, yang
menghasilkan area berbentuk permata.

Menurut Shoshani (1998), kulit gajah biasanya sangat keras, dengan ketebalan 25
cm (10 in) di punggung dan sebagian kepalanya. Kulit di sekitar mulut, anus, dan
di dalam telinga jauh lebih tipis. Warna kulit gajah pada umumnya abu-abu,
tetapi gajah afrika tampak berwarna kecoklatan atau kemerahan setelah berkubang
di lumpur yang berwarna. Gajah tidak memiliki kelenjar keringat, sehingga untuk
mendinginkan suhu tubuh gajah menggunakan tanah, lumpur atau air ke
tubuhnya.

Posisi tubuh gajah lebih vertikel dari pada mamlia lainnya yang bertujuan untuk
menopang tubuhnya. Kaki gajah berbentuk bulat dan bagian bawah lunak yang
dapat mendistribusi berat tubuhnya secara merata. Gajah dapat bergerak ke depan
atau belakang, tetapi tidak dapat berderap, melompat, atau mencongklang. Gajah
didarat hanya dapat berjalan biasa dan berjalan cepat (Shoshani, 1998). Gajah
berjalan cepat mencapai kecepatan 18 km/h atau 11 mph (Genin at al., 2010).
Menurut Shosani (1998), gajah termasuk hewan perenang handal selama enam
jam berenang tanpa menyentuh dasar dan dapat beranng sejauh 48 km (30 mi)
dengan kecepatan 21 km/h atau 13 mph.

Massa otak gajah berkisar antara 45 – 55 kg (99–121 (lb). Saat lahir, massa otak
gajah sudah mencapai 30 – 40% massa otak dewasa. Gajah memiliki kantong
pada tenggorakannya untuk menyimpan air. Gajah memiliki jantung yang
bermassa kurang lebih 12 – 21 kg (26 – 46 lb). Panjang usus gajah bisa mencapai

32
35 m (115ft). Gajah hanya dapat mencerna sebagian kecil asupan makanan,
sehingga kotoran gajah masih memiliki serat. Testis gajah jantan terletak didekat
ginjal. Panjang penis gajah dapat mencapai 100 cm (39 in) dan diameternya
kurang lebih 16 cm (6 in). Penis gajah berbentuk S saat sedang ereksi dan
memiliki lubang uretral eksternal yang berbentuk Y. Gajah betina memiliki
klitoris yang panjangnya dapat mencapai 40 cm (16 in). Vulvanya terletak di
antara kaki belakang (Febryano dkk., 2018).

3.2.1.3. Perilaku Gajah

Kehidupan sosial gajah betina dan gajah jantan sangat berbeda. Gajah betina
selama hidupnya berkelompok dengan keluarga yang matrilineal yang
beranggotakan lebih dari 10 anggota yang dipimpin oleh gajah betina tertua ynag
disebut matriark. Gajah betina tertua akan memimpin kelompok sampai dia mati
atau sampai tidak mampu lagi memimpin kelompoknya (Febryano dkk., 2018).
Laursen dan Bekoff (1978), saat tugasnya berakhir, anak perempuan tertua sang
matriark akan menggantikannya, bahkan bila saudara perempuan sang matriark
masih hidup. Menurut Sukumar (2003), gajah betina juga akan beriteraksi dan
bergaul dengan klan, keluarga, kelompok, maupun suppopulasi gajah lain untuk
membentuk suatu kelompok ikatan. Febryano dkk (2018), kelompok ikatan adalah
gabungan dari dua keluarga.

Menjelang dewasa, gajah jantan akan menghabiskan lebih banyak waktu di luar
kelompoknya dan bergaul dengan jantan dari luar atau bahkan kelompok lain.
Gajah jantan di Amboseli saat usia 14 – 15 tahun menghabiskan waktunya sekitar
80% di luar kelompok keluarganya. Setelah sang jantan meninggalkan kelompok,
gajah jantan akan hidup sendiri atau bersama jantan lain. Gajah jantan akan
membentuk kelompok yang terdiri dari 2 atau 3 individu yang terbesar sampai 7
individu. Dominasi gajah jantan dengan jantan lainnya dipengaruhi oleh usia,
besar tubuh, dan kondisi seksual. Jantan yang lebih tua dapat mengatur atau
mengontrol gajah yang lebih muda (Febryano dkk., 2018).

33
Komunikasi antar gajah ditandai dengan mengelus dan atau melilitkan belalai.
Gajah yang lebih tua akan menampar dengan belalai, menendang, atau mendorong
gajah yang lebih muda untuk mendisisplinkannya. Saat sedang bertemu atau jika
senang gajah akan saling menyentuh mulut, kelenjar temporal, dan alat kelamin.
Gajah induk akan menyentuh kaki, belalai, dan ekor untuk berkomunikasi dengan
anaknya (Febryano dkk., 2018). Jika anak gajah ingin beristirahat, dia akan
menekan kaki belakang induknya dan jika ingin menyusu anak gajah akan
menyentuh payudara atau kaki induknya (Payne at al., 1986).

Gajah yang megangkat kepala dan membentnagkan daun teinganya menunjukkan


suatu ancaman. Jika gajah menggoncangkan kepala, menggertakan telinga, serta
melempar debu dan tumbuhan menandakan gajah menunjukkan suatu ancaman
yang serius. Jika senang gajah akan mengangkat belalainya. Gajah yang tunduk
akan menundukkan kepala dan belalainya, serta meratakan telinganya di lehernya
dan jika menerima tantangan akan membentuk telingan berbentuk V. Gajah akan
mengeluarkan suara melalui laring. Suara trompet menandakana gajah dalam
keadaan sulit, sedang senang, maupun agresif. (Payne at al., 1986). Gajah yang
sedang bertengkar biasanya meraung, dan yang terluka akan melenguh (Kingdon,
1988). Suara rendah digunakan matriark untuk memberi tahu kelompoknya
berpindah tempat. Suara rendah juga digunakan untuk menyapa anggota kelompo
setelah berpisah beberapa jam serta untuk menandakan gajah sedikit bergairah
(Febryano dkk., 2018).

Gajah juga dapat mempelajari dan membedakan sesuatu secara visual dan akustik.
Gajah juga dapat membuat suatu alat yang dimodifikasi dengan cabang kayu
untuk memukul lalat. Gajah diperkirakan memiliki kemampuan peta kognitif
yang dapat mengenali atau mengingat tempat, lokasi habitatnya dengan waktu
yang lama. gajah juga mampu menggingat dan mendeteksi lokasi kelompoknya
(Febryano dkk., 2018). Jangka hidup gajah sekitar 60 – 70 tahun (Shoshani, 1998).
Habitat gajah bertipe ekosistem seperti pesisir, savana, padang illang, rawa,
pengunungan, dan hutan hujan tropis (Febryano dkk., 2018). Gajah lebih sering
menggunakan hutan bervegetasi medium dan vegetasi terbuka (Sitompul, 2008).
Gajah menggunakan hutan sekunder sebagai daerah mencari makan dan hutan

34
primer sebagai tempat berlindung, beristirahat serta melakukan perkawinan
(Abdullah dkk., 2009). Hutan sekunder ditumbuhi tanaman herba, perdu, dan
terna yang disukai gajah (Febryano dkk., 2018).

Gajah betina mulai mengalami kematangan seksual pada usia 9 tahun sedangkan
gajah jantan pada usia 14 – 15 tahun. Fase must adalah fase dimana gajah jantan
mengalami peningkatan kadar testoteron (birahi). Gajah jantan muda memasuki
periode musth pada musim kemarau (Januari – Mei), sementara gajah jantan yang
lebih tua mengalaminya pada musim hujan (Juni – Desember). Gajah jantan yang
mengalami must ditandai dengan pada wajahnya keluar cairan dari kelenjar
temporal, berjalan dengan kepala terangkat dan berayun, mengali tanah dengan
gadingnya, menandai, mengeluarkan suara bising, dan melaambai dengan sebelah
daun telinga (Febryano dkk., 2018). Must dapat berlangsung selama sehari
sampai empat hari (Sukumar, 2003).

Gajah termasuk hewan poligini, yaitu hewan yang setiap kali bunting hanya satu
anak. Jika ada lebih dari satu anak maka salah satu anak akan mati setelah
dilahirkan. Gajah bunting (Gestasi) selama 2 tahun dan rentang kehamilan antara
4 – 5 tahun. Siklus oestrus gajah betina berlangsung selama 14–16 minggu
dengan fase folikular selama 4–6 minggu dan fase luteal selama 8–10 minggu.
Tingkat kesuburan gajah betina akan berkurang secara bertahap pada usia 45 – 51
tahun. Penis gajah dapat bergerak gesit dan bergerak sangat bebas. Sebelum
terjadinya sanggama bentuk penis gajah melengkung keatas dan kedepan.
Kopulasi dilakukan tanpa gerakan pinggul dan jeda ejakulasi serta berlangsung
sekitar 45 detik. Selama kopulasi gajah jantan meletakkan belalainya pada
punggung gajah betina (Febryano dkk., 2018).

Kelahiran gajah berlansung pada musim penghujan (Sukumar, 1989). Tinggi


anak gajah yang baru lahir adalah 85 cm (33 in), dan bermassa kurang lebih 120
kg (260 lb). Gajah baru lahir sudah dapat berdiri sendiri, berjalan, serta dapat
mengikuti ibu dan keluarganya. Gajah baru lahir bergantung dengan penciuman,
setuhan, dan rangsangan karena penglihatannya masih buruk. Bulan pertama anak
gajah sudah dapat memegang, menyentuh, dan menempatkan makanan ke

35
mulutnya tetapi belum bisa menghisap air dengan belalainya dan harus langsung
dari mulutnya. Anak gajah menyusu sampai umur 3 tahun atau lebih tua lagi.
Menyusui setelah umur dua tahun berperan dalam mempertahankan tingkat
pertumbuhan, keadaan tubuh, dan kemampuan reproduksi. Cara bermain anak
gajah jantan dan betina berbeda, betina berlari dan mengejar satu sama lain
sedangkan jantan bermain-main dan berkelahi (Febryano dkk., 2018).

3.2.1.4. Perawatan Harian Gajah

Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu kekayaan


fauna Indonesia yang termasuk satwa langka dan dikhawatirkan akan punah.
Gajah Sumatera yang berada di Pusat Konservasi Gajah (PKG) atau pun Elephant
Respon Unit (ERU) adalah hasil domestikasi dari TNWK sejak tahun 1985 saat
berdirinya PKG. Program domestikasi satwa liar khususnya gajah dapat
digunakan tujuan ganda, yaitu disamping untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
(orientasi sosial ekonomi, budaya, rekreasi) juga sekaligus untuk menopong
kelestarian spesies tersebut (Alikodra, 2010). Gajah jinak hasil domestikasi
kemudian mendapat pengasuhan dari mahout, orang yang bertugas untuk merawat
dan melatih gajah (Meytasari dkk., 2014). Perawatan yang dilakukan oleh mahout
dimulai dari memandikan gajah, memberi makan serta melakukan pelatihan gajah.

Salah satu aktivitas Taman Nasional Way Kambas antara lain melakukan
pembinaan anak gajah, yaitu anak-anak gajah yang berasal dari gajah domestikasi
tetap jinak sedangkan yang berasal dari gajah liar turut menjadi jinak. Gajah liar
yang turut menjadi pelaku pengrusakan lahan pertanian masyarakat dapat
diminimalisir jumlahnya dengan gajah jinak dan gajah jinak juga dapat
bermanfaat sebagai penunjang ekowisata di PKG maupun ERU (Alikodra, 2010).

3.2.1.5. Mitigasi Konflik Gajah dan Manusia (KGM)

Penyelesaian KGM perlu adanya pendekatan banyak dimensi (multi dimension


approach) dan bersinergi dengan semua pemangku kepentingan (multi

36
stakeholder apporach). Agar Mitigasi KGM optimal dan berkesinambungan
harus berdasarkan pendekatan dari sisi ekonomi, sosial budaya, dan ekologi
(Febryano dkk., 2018). Semua sektor harus saling berkoordinasi agar konflik
yang muncul dapat ditangani secara cepat dan terukur. Febryano dkk (2018),
kerusakan tanaman akibat gajah liar di bagi menjadi dua yaitu kerusakan yang
diakibatkan karena gajah secara kebetulan menemukan kebun masyarakat
(opportunistic raiding) dan kerusakan tanaman akibat gajah liar keluar
habitatanya karena adanya kerusakan, fragmentasi, dan degradasi habitatnya, serta
terbatasnya pakan alami gajah di habitatnya (obligate raiding).

Pergerakan gajah yang berkonflik dapat dipantau dengan pemasangan GPS


Scolar. GPS Scolar dipasang kepada kelompok gajah yang sering berkonflik
dengan manusia. Pemasangan dilakukan oleh dokter hewan dengan dibantu
tenaga ahli lainnya. Gajah liar yang terpasang GPS Scolar akan dilepaskan
kembali ke kelompoknya. Penanganan KGM bisa juga dengan pembuatan kanal,
pemasangan pagar listrik, patroli dan monitoring gajah liar, blokade gajah liar,
pembentukan Pam Swakarsa, pembentukan gubuk jaga, dan bantuan ekonomi
masyarakat yang terkena dampak KGM (TNWK, 2013). Upaya mitigasi KGM
bisa secara fisik, biologi, dan sosial. Secara fisik bisa dengan pembuatan parit
atau kanal. Secara biologi bisa dengan penanaman tanaman yang tidak disukai
gajah. Secara sosial bisa dengan memakai terompet, mercon, ataupun petasan
untuk menakuti gajah.

Masyarakat akan mendapatkan hasil panen sebesar 70% jika melakukan


penghalauan gajah sedangkan masyarakat hanya akan mendapatkan hasil panen
sebesar 30%.jika tidak melakukan penghalauan gajah (Hanafi, 2008 dalam
Febryano dkk., 2018). Biaya yang dikeluarkan dari penghalauan gajah dapat
ditutupi dari hasil panen. Menurut Hanafi (2008) dalam Febryano dkk (2018),
nilai ekonomi penghalauan adalah nilai yang dikeluarkan dari kegiatan
penghalauan gajah. Nilai ekonomi penghalauan diperoleh dari berapa lama
penghalauan, berapa orang yang terlibat, dan berapa banyak biaya untuk
pengadaan alat penghalauan gajah. Nilai ekonomi penghalauan tergantung pada

37
berapa banyak gajah yang masuk kebun warga dan berapa banyak warga yang
terlibat untuk menghalau gajah tersebut.
3.2.1.6. Blokade Gajah Liar

Jumlah penduduk yang setiap tahun meningkat juga meningatkan tingkat


kebutuhan pokok sehingga menyebabkan menyempitnya habitat alami gajah.
Habitat alami gajah setaip tahun mengalami fragmentasi dan degredasi. Gajah
yang habitatnya sudah rusak akan memasuki kebun warga untuk mencari makan
sehingga juga meningkatkan konflik gajah dengan manusia. Untuk mengatasi
maslaha tersebut masyarakat dan perusahaan menggunakan teknik – teknik
mitigasi konflik (Yoza dkk., 2013). salah satu teknik mitigasi konflik yang dapat
dilakukan yaitu blokade gajah.

Gajah adalah satwa liar yg senang mengembara. Gajah sporadis sekali menetap
pada suatu tempat yg terbatas, hidupnya selalu berpindah-pindah dari satu tempat
ke tempat lain untuk mendapatkan makanan. Saat inilah gajah terus menelusuri
kawasannya untuk mencari makanannya. Apabila ketersediaan makanan pada
daerah asal tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya maka gajah akan
beranjak mencari makanan pada wilayah lain di sekitar habitatnya. Kondisi ini
berpotensi menyebabkan permasalahan di lokasi sekitar habitat. Upaya gajah buat
memenuhi kebutuhan pakannya adalah dengan mendatangi kebun/lahan milik
masyarakat (Nuryasin dkk., 2014). Tingginya kasus konflik antara gajah dan
masyarakat inilah yang menyebebkan terbentuknya kegiatan blokade gajah liar.
Blokade gajah liar ini membantu masyarakat dalam mengusir gajah liar yang
memasuki kebun warga untuk mencari makan.

3.2.1.7. Patroli dan Monitoring Gajah

Kehilangan tempat asal dan menurunnya kualitas tempat asli gajah lantaran
pemanfaatan sumber daya hutan untuk keperluan pembangunan non kehutanan
juga industri kehutanan adalah ancaman serius terhadap kehidupan gajah dan
ekosistemnya. Berkurangnya tempat asal gajah akan menyebabkan pengurangan

38
ruang mobilitas sehingga dalam memenuhi kebutuhan hidup dari sisi ekologinya
sangat berpotensi untuk menyebabkan permasalahan antara satwa tersebut dalam
aktivitas pembangunan di sekitar habitatnya. Adanya patroli dan monitoring
gajah liar difungsikan untuk melihat bagaimana gajah liar melakukan
kesehariannya, patroli dan monitoring ini juga difungsikan agar perseteruan antara
gajah dan manusia berkurang.

Patroli dilakukan berdasarkan posisi gajah yang terlihat dari GPS Scolar. Patroli
bertujuan untuk mendeteksi dini keberadaan gajah dan menjadi dasar dalam
melakukan blakade gajah. Patroli juga berfungsi untuk menemukan jejak-jejak
kelompok gajah. Jika ada kelompok gajah besar akan dilakukan pengiringan
gajah agar memasuki kembali ke dalam kawasan hutan.

3.2.1.8. Patroli Sapu Jerat

Populasi satwa liar mengalami penurunan yang sangat drastis dan ancaman
kepunahannya relatif tinggi hal ini ditimbulkan oleh besarnya kerusakan hutan
dan perburuan liar. Salah satu ancaman pada daerah Taman Nasional merupakan
perburuan liar menggunakan jerat. Banyaknya jumlah jerat pada sekali pasang
dipengaruhi oleh frekuensi satwa yang sering dijumpai (Sari dan Kurnia, 2019).
Dalam mengatasi perburuan liar yang sering terjadi, maka dibuatlah aktivitas
Patroli Sapu Jerat oleh Taman Nasional Way Kambas. Patroli sapu jerat ini
bertujuan untuk mengurangi atau mentiadakan perburuan liar dan menghilangkan
jerat-jerat satwa yang berada dalam kawasan hutan.

Jerat satwa yang biasa ditemukan pada tempat Taman Nasional Way Kambas
yaitu jerat sling dan jerat jaring. Jerat sling digunakan untuk menangkap satwa liar
seperti kijang, kancil, dan mamalia lainnya. Jerat sling ini umumnya dipasang
menggunakan salah satu ujung kawat yang dipasang pada ranting pohon dan
ujung lainnya disimpul melingkar. Ketika satwa melewati ujung simpul yang
melingkar kait yang telah terpasang akan terlepas dan simpul akan mengikat
satwa yang melintas. Sedangkan jerat jaring adalah jerat yang menggunakan
bentuk jaring yang terbuat dari nilon. Jerat ini dipasang membentang secara

39
horizontal dan tiap ujungnya dipasang ke pohon. Jerat ini biasa dipakai oleh
pemburu untuk menangkap burung (Sari dkk., 2018).

3.2.2. Zona Restorasi Rawa Kidang dan Rawa Bunder

Zona restorasi adalah suatu zona yang bertujuan untuk mengembalikan ekosistem
hutan yang sudah rusak kembali lagi seperti semula (sebelum mengalami
kerusakan). Zona ini memiliki ciri-ciri lahan yang sering kebakaran, didominasi
ilallang, tanah dalam keadaan marginal. dan vegetasinyA sudah rusak. Zona
Restorasi Rawa Kidang terletak di Resort Margahayu SPTN Wilayah III Kuala
Penet. Zona ini dikelola oleh KTH Rahayu Jaya sebagi mitra TNWK yang
membantu dalam menanami zona Restorasi Rawa Kidang. Sedangkan Zona
Restorasi Rawa Bunder terletak di Resort Rawa Bunder SPTN Wilayah I Way
Kanan. Zona ini masih dikelola oleh SPTN Wilayah I Way Kanan denagn
melibatkan masyarakat desa penyangga sekitar Zona tersebut.

Restorasi merupakan konsep yang tergolong baru dalam upaya pemulihan kondisi
suatu ekosistem yang rusak (Gunawan dkk., 2011). Restorasi hutan merupakan
pengkondisian ekosistem untuk mencapai pola dan profil yang serupa dengan
kondisi pada saat ekosistem belum terganggu, baik dari segi komposisi, struktur, maupun
fungsi (Alberta University, 2003). Restorasi Rawa Kidang dan Rawa Bunder akan
melakukan penanaman kembali lahan yang sudah rusak dengan berbagai jenis tanaman
sebagai pakan badak sumatera. Tanaman yangdisukai badak, rusa, dan babi adalah
tanaman yang menghasilkan getah putih. Tanaman yang sering ditanam yaitu pulai
(Alstonia scholaris), ara lebar (Ficus sp), jabon (Neolamarckia cadamba),
beringin (Ficus benjamina), salam (Syzygium polyanthum), mentru (Schima sp),
dan lain-lain. Tanaman yang ditanam di kedua Zona Restorasi hampir sama
bahkan tidak ada perbedaan karens kondisi lahan sama yaitu didominasi oleh
rumput ilallang. Rumput ilallang akan menganggu pertumbuhan tanaman.
Menurut Zulkarnain dkk (2019), ilallang mengeluarkan zat alelopati yang dapat
menghambat pertumbuhan tanaman.

40
Pemulihan ekosistem sebagai upaya untuk memaksimalkan konservasi
keanekaragaman hayati dan fungsi ekosistem. Jenis pohon yang sesuai dengan
tujuan mencapai mekanisme pengembangan bersih yang melibatkan negara maju
dan negara-negara berkembang harus memiliki beberapa kriteria yang tepat,
karena bibit dapat dengan mudah disesuaikan dengan kondisilingkungan, dengan
tipe yang dapat tumbuh dengan cepat dan dapat bersaing dengan cepat dan dapat
bersaing. dengan rumput atau tanaman gulma lain (Hidayati dkk., 2009).

Permasalahan utama yang terjadi di kedua Zona Restorasi ini adalah rumput
ilallang. Rumput ilallang yang dapat mudah tumbuh di lahan marginal, dan sulit
untuk diatasi sangat menghambat pertumbuhan tanaman. Ilallang adalah
tanaman tahunan yang cocok tumbuh di bawah sinar matahari,di tanah yang basah
(lembab) maupun kering (Atien, 2008). Ilallang tanaman yang dapat tumbuh
dilahan yang terbuka dikarenakan tanaman ini membutuhkan sinar matahari yang
sangat tinggi untuk proses fotosintesis (Purnomosidhi at al., 2005). Ilallang
sangat mudah tumbuh dan persebarannya sangat luas. Menurut Murniati (2002),
Ilallang berkembangbiak dengan biji dan rhizoma. Biji ilallang sangat ringan dan
mudah tersebar melalui air, angin, udara, hewan dan manusia. Ilallang akan
melakukan pembungaan jika dalam keadaan stress karena pembakaran,
pembabatan, dan kekeringan sehingga ilallang sangat sulit untuk diatasi.

Zona Restorasi Rawa Kidang dan Rawa Bunder memiliki persemaian sendiri.
Persemaian ini berfugsi untuk menghasilkan bibit tanaman. Bibit tanaman
diperoleh dari pembibitan masyarakat desa penyangga dan perbanyakan secara
generatif. Perbanyakan yang dilakukan dengan cara pencabutan dari semai yang
tumbuh di tegakan sekitar lahan yang kan ditanamai. Kualitas bibit yang
dihasilkan dari cabutan kurang baik karena bibit yang ditanam banyak yang mati
sehingga kualitas tanaman kurang baik.

Perbanyakan tanaman yang bisa menangani kualitas bibit dengan kultur jaringan.
Tetapi, permasalahnnya kultur jaringan membutuhkan biaya yang mahal dan
keahlian yang cukup. Kultu jaringan dapat memberikan keuntungan anatar lain:
bibityang dihasilakn seragam dan sama dengan induknya, bisa menghasilkan bibit

41
lebih banyak dan cepat, tanaman yang dihasilkan tahan terhadap serangan hama
dan penyakit, dan untuk menghasilkan bibit hanya membutuhkan bahan bibit
sedikit serat tidak merusak tanaman induk.

Tanah pada Zona Restorasi dalam keadaan marginal dan kurang subur. Keadaan
ini dapat diatasi dengan mikoriza. Mikoriza adalah sekelompok jamur tanah yang
bersimbiosis saling menguntungkan dengan akar tanaman atau pohon, agar jamur
ini mendapat pasokan gula cair dari tanaman, dan sebaliknya jamur ini
menukarkannya dalam bentuk air dan unsur hara yang diperlukan untuk
pertumbuhan tanaman (Saepul, 2006). Simbiosis mikoriza dengan akar tanaman
terjadi secara alami di alam.

Mikoriza akan membantu akar tanaman mencari unsur hara, dan air didalam
tanah. Tanaman akan menghasilkan karbon dioksida yang dimakan oleh mikoriza
tersebut. Mikoriza juga dapat menghasilkan tumbuh badan yang dapat dimakan
oleh manusia. Menurut Kurnia dkk (2019), mikoriza sangat bermanfaat bagi
tanaman seperti mempercepat pertumbuhan tanaman, meningkatkan penyerapan
unsur hara dan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan pantogen penyebab
penyakit. Semakin marginal suatu lahan semakin subur mikoriza tumbuh. Jadi,
lahan yang tidak subur sangat cocok tempat tumbuh mikoriza. Bahkan jika lahan
itu subur mikoriza akan dorman atau bisa menjadi parasit untuk tanaman.

3.2.3. Kebun Pakan Gajah dan Kebun Pakan Lebah Madu

Kebun pakan gajah yang terdapat di Pusat Latihan Gajah sebagai penyedia pakan
tambahan untuk gajah pada malam hari. Pemanenan pakan gajah dilakukan
sebanyak 4 kali dalam sebulan. Ketersediaan pakan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan fisik habitat, seperti iklim dan tanah sebagai media pertumbuhan.
Ketersediaan pakan yang cukup, mempengaruhi tingkat kesejahteraan satwa,
sehingga gajah memiliki kemampuan reproduksi yang baik dan memiliki
ketahanan terhadap penyakit (Alikodra, 1979).

42
Tabel 1. Jenis pakan kesukaan gajah dan indeks neu (Supartono, 2007)

No. Nama ilmiah Famili Kesukaan Gajah Rata-rata


1 Gigantochloa cf. atroviolacea Poaceae Bambu sri 79,86
2 Ficus recurva Moraceae Beringin 40,11
3 Ficus variegata Moraceae Kayu aro 37,18
4 Ficus fistulosa Moraceae Batang siap 26,00
5 Panicum sp. Poaceae Petai 20,65
6 Knema laurina Myristicaceae Rotan Sabut 18,53
7 Nephelium maingaji Sapindaceae Kupai berbulu 7,86
8 Dendrocnide stimulans Urticaceae Akar toha 7,26
9 Caesalpinia sp. Fabaceae Akar Petaian 5,68
10 Calamus cf. javensis Arecaceae Salak hutan 5,43
11 Hymenachne acutigluma Poaceae Alang-alang 5,20
12 Gonocaryum gracile Icacinaceae Liana manggul 4,59
13 Spatholobus sp.3 Fabaceae Mayor 4,58
14 Artocarpus elastica Moraceae Terap 4,57
15 Tephrosia sp. Fabaceae Akar leper 4,19
16 Macaranga diepenhorstii Euphorbiaceae Sekubung 4,08
17 Korthalsia echinometra Arecaceae Rotan dahan2 3,67
18 Ficus pumila Moraceae Akar teratai 3,58
19 Centotheca lappacea Poaceae Kupai daun lebar 3,25
20 Macaranga hypoleuca Euphorbiaceae Kemang 2,77
21 Calamus ornatus Arecaceae Rotan kesur 2,24
22 Coscinium fenestratum Menispermaceae Sepatah 2,18
23 Commersonia bartramia Sterculiaceae Akar waru 1,91
24 Spatholobus ferrugineus Fabaceae Akar jitan 1,68
25 Gigantochloa robusta Poaceae Kayu sebulu 1,50
26 Vitex pubescent Verbenaceae Laban 1,38
27 Calamus cf. heteroideus Arecaceae Rotan semut 1,34
28 Phanera kockiana Fabaceae Akar kupu-kupu 1,25
29 Gymnopetalum chinense Cucurbitaceae Pulai 1,22
30 Zizyphus horsfieldii Icacinaceae Liana berduri 1,02

Gajah mengkonsumsi berbagai jenis tumbuhan dan dibutuhkan dalam jumlah


yang besar. Makanan dipilih oleh gajah terdiri dari rumput, semak, daun pohon,
kulit kayu, tumbuhan air dan buah. Rumput utama yang menjadi pakan gajah
yaitu Imperata cylindrica, Leersia hexandra, sedangkan daun pohon diantaranya
adalah Ficus glomerata, dan Mossa spp. (Borah and Deka, 2008). Jenis tanaman
yang ditanam di Kebun Pakan Gajah dan Pusat Latihan Gajah Taman Nasional
Way Kambas adalah tanaman rumput gajah atau king grass yang memiliki
perbedaan jenis yaitu pakan daun lebar, terdapat miang serta pakan yang terdapat
bunga.

43
Gajah memakan berbagai jenis tanaman. Jumlah jenis tanaman yang dimakan
gajah ada 24 jenis di TNWK (Ribai, 2011), 55 jenis di Aceh (Zahrah, 2002), dan
70 jenis di Bengkulu (Syariffudin, 2008). Sehingga jika digabung dari ketiga
peneliti diatas berjumlah 115 jenis tanaman. Menurut Joshi dan Singh (2008), di
TN Rajaji India gajah memakan 74% pohon, 14% rumput, 8% semak dan 4%
liana. Bagian tumbuhan yang dimakan yaitu cabang (78% dari jumlah spesies),
daun (76%) dan kulit pohon (24%). Menurut Febryano dkk (2018), ada 11 genus
tanaman yang dimakan gajah yaitu Albizzia, Bauhinia, Cynodon, Dalbergia,
Eugenia, Ficus, Mallotus, Pithecellobium, Saccharum, Shorea, dan Terminalia

Kebun lebah madu ditanami bunga air mata pengantin, krokot, dan wedusan
sebagai pakan lebah madu. Semua jenis tanaman berbunga (tanaman hutan,
tanaman pertanian, tanaman perkebunan, tanaman holtikultura, dan tumbuhan
liar) yang mengandung unsur nektar sebagai bahan madu, polen, dan propolis
dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan lebah (Darwis, 2016). Tanaman dapat
menghasilkan nektar dan polen, tetapi terdapat pula tanaman yang hanya
memproduksi nektar atau polen saja (). Menurut Sumardi (2004), lebah dapat
mendatangi sejumlah ratus bunga untuk mengumpulkan nektar atau polen yang
berlebihan serupa sumber makanannya. Lebah madu tertarik mendatangi bunga
dengan mengenali warna bunga, aroma bunga dan bentuk bunga.

Kebutuhan pokok lebah, yaitu nektar dan pollen. Sumber makanan ini harus
tersedia setiap bulan, setiap musim, dan wadah pertumbuhan tanaman tersebut
harus cocok/sesuai (Darwis, 2016). Pada habitat yang bersiklus musiman,
tanaman bisa mematok tersedianya bunga dan pada tempat yang lainnya.
Ketersediaan tanaman pakan ini bisa dibatasi oleh musim paceklik. Sumardi
(2004), menyatakan bahwa, banyak komponen yang mempengaruhi keluarnya
nektar pada tanaman. Beberapa komponen yang penting antara lain: temperatur,
kelembaban, sifat tanah, angin dan usia tanaman. Dari tanaman berbunga, nektar
dan polen siap saat bunga tanaman sedang mekar.

Lebah menyukai polen karena kandungan proteinnya dan menyukai nektar karena
kadar gulanya, semakin banyak nektar mengandung gula maka lebah akan sering

44
mengunjungi bunga tersebut. Tanaman berbunga yang baik untuk sumber pakan
lebah harus mengandung nektar dan pollen yang mudah diambil lebah, dan
tanaman bunga harus terjangkau oelh jelajah lebah (Hariyanto, 2011).

Lebah madu akan berkembang biak dan memiliki koloni yang besar/individu yang
banyak jika kondisi habitat tempat hidup sangat mendukung. Lingkungan yang
dibutuhkan adalah tersedianya banyak tanaman berbunga penghasil nektar dan
pollen serta cukup cadangan makanan lainnya. Simpanan nektar yang banyak
disarang akan memikat perkembangan keluarga lebah yang baik, yaitu dalam
membentuk sarang baru dan juga dalam menghasilkan telur. sedangkan
ketersediaan pollen di sarang yang cukup akan memberikan kualitas generasi
lebah yang baik, kuat dan lama hidup yang relative panjang (Anendra, 2010).

3.2.4. Patroli di Resort Margahayu dan Resort Way Kanan

Patroli adalah kegiatan pengawasan dan pemantaun kawasan hutan dengan


menyusuri bagian kawasan hutan yang dindikasikan terjadinya pelanggaran
seperti perburuan ilegal, penebangan ilegal, kebakaran, ilegal fishing, dan
penabangan ilegal. Patroli biasanya dilakukan oleh polisi hutan (Polhut).
Kegiatan patroli biasanya melibatkan masyarakat sekitar kawasan hutan. Jika
ditemukan pelanggarn, pelaku akan di bawa ke kepolisian karena polhut hanya
bertugas menangkap pelaku saja. Patroli biasanya dilakukan sekitar 3 – 4 kali
seminggu.

Patroli minimal membawa satu senjata api. Patroli dilakukan didalam kawasan
hutan. Satu kali patroli minimal 4 orang dan membawa perbekalan. Patroli
bertujuan untuk mengetahui keadaan kawasan hutan, ada tidaknya penebangan
ilegal, keberadaan satwa liar, keberadaan spesies tanaman. Peralatan yang harus
ada jika akan melakukan patroli antara lain senjata api, parang, bahan makanan,
obat-obatan, dan alat pelindung diri.

45
3.2.5. Pengecekan dan Pemasangan Kamera Trap

Perburuan dan pembalakan liar saat ini semakin meningkat karena kelangkaan
sumber daya alam. Inilah yang membuat orang-orang di sekitar Anda terlibat
dalam kegiatan ilegal. Hal ini juga terkait erat dengan lemahnya penegakan
hukum dari pihak yang berwenang. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan
preventif untuk melestarikan KEHATI. Untuk itu, upaya penanggulangan yang
dapat dilakukan antara lain tindakan preventif berupa patroli hutan, terutama di
daerah-daerah yang sering ditemukan aktivitas ilegal oleh masyarakat (Zulkifli
dkk., 2017). Kegiatan yang di lakukan di resort Way Kanan yaitu patroli jalur
track. Patroli darat dilakukan bersama polhut. Selama patroli berlangsung tidak
ditemukan jerat ataupun tindakan illegal lainnya. Selain itu, kegiatan patroli
dilakukan di resort rawa bunder. Kegiatan patroli di resort rawa bunder dilakukan
bersama 1 orang polisi hutan dan Masyarakat Mitra Polhut (MMP) dengan
melakukan pengecekan dan pemasangan kamera trap di daerah rawan tersebut.

Kamera trap adalah metode yang digunakan untuk mengetahui pergerakan objek
yang diamati. Balok kamera adalah menangkap rekaman rekaman keberadaan
tujuan tujuan observasi yang diinginkan (Sukistyawati dkk., 2016). Pemasangan
kamera tarp berlangsung di area Resort Rawa Bunder, yang memiliki potensi
untuk penemuan aktivitas satwa liar dan kegiatan masyarakat ilegal. Pengecekan
dilakukan 10-15 hari setelah kamera trap dipasang. Hasil yang direkam oleh
kamera trap, monyet ekor panjang (Macaca fascicular), kijang (Muntiacus
munjak), rusa sambar (Cervus unicolor). Selain itu, kegiatan penangkapan ikan
ilegal telah terekam kamera trap beberapa kali yang dilakukan oleh masyarakat.

Kamera Trap berfungsi untuk mengetahui keberadaan dan jumlah satwa liar yang
dilindungi di alam. dan sebagai pendeteksiaan dini perburuan ilegal. Sehingga
dapat diantisipasi sebelum terjadinya perburuan. Kamera trap biasanya
digunakan untuk mengetahui gambaran jumlah suatu spesies satwa liar tertentu
seperti hariamu sumatera (Panthera tigris).

46
3.2.6. Rumah Sakit Gajah (RSG)

Rumah Sakit Hewan adalah suatu bangunan atau gedung yang difungsikan untuk
merawat hewan yang sakit untuk menjadi sehat kembali (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2007). Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No.
02/Permentan/OT.140/1/2010. Rumah Sakit Hewan adalah tempat usaha
pelayanan jasa medik veteriner yang dijalankan oleh suatu manajemen dengan
dipimpin oleh seorang dokter hewan penanggungjawab, memiliki fasilitas untuk
pelayanan gawat darurat, laboratorium diagnostik, rawat inap, unit penanganan
intensif, ruang isolasi, serta dapat menerima jasa layanan medik veteriner yang
bersifat rujukan. Rumah sakit gajah di Taman Nasional Way Kambas menangani
kegiatan penanganan gajah liar dan gajah jinak, treatment gajah (dilakukan
dengan cara di infus), pengecekan rutin (dilakukan sesuai kebutuhan) dan
pengecekan kehamilan gajah (masa kehamilan gajah ±2 tahun.

Sama halnya dengan manusia, hewan sebagai makhluk hidup juga memerlukan
suatu kondisi yang sehat. Tidak menutup kemungkinan hewan juga bisa terkena
penyakit layaknya yang terjadi pada manusia. Hewan dapat menunjukkan suatu
gejala emosional atau itikad dimana mereka merasakan sakit karena penyakit atau
sebab lainnya yang bersifat fisik (seperti terjatuh atau tertabrak oleh benda keras).
Aristoteles (384-322 S.M.) merangkum karakter emosional hewan menjadi: baik
(good), cepat marah (quick tempered), pandai (intelligent), jahat (mean), ramah
(noble), berdarah murni / keturunan asli (throroughbred), berseni (crafty),
menarik perhatian (spirited affectionate), mudah marah (easy tempered), dan
cemburu (jealous). Hewan-hewan ini membutuhkan makan, minum, dan tempat
tinggal. Di samping itu, mereka sangat membutuhkan kasih sayang. juga hewan
sebenamya memiliki ingatan (memory). Hal-hal tersebut di atas merupakan dasar
penimbangan bahwa hewan juga merupakan suatu makhluk hidup yang memiliki
jiwa, ingatan, dan karakter. Mereka dapat menunjukkan suatu kondisi emosional
tergantung kepada bagaimana manusia memperlakukannya.

47
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari kegiatan praktik umum yang telah dilakukan di Taman Nasional
Way kambas sebagi berikut :

1. Balai TNWK dipimpin oleh seorang Kepala Balai, di bawahnya ada yang
bertanggung jawab pada bidang perencanaan, kepegawaian, dan administrasi.
Dalam melaksanakan pengelolaannya, TNWK dibagi menjadi 3 wilayah
pengelolaan yaitu SPTN Wilayah I Way Kanan, SPTN Wilayah II Bungur,
dan SPTN Wilayah III Kuala Penet. Setiap SPTN dibagi lagi menjadi 4
Resort PTN. Setiap SPTN dan RPTN dipimpin oleh seorang Kepala Seksi
dan Kepala Resort.
2. Zona yang ada di Taman Nasional Way kambas yaitu Zona Inti, Zona Rimba,
Zona Pemanfaatan, Zona Religi, Zona Khusus, dan Zona Restorasi.
3. Kegiatan yang dapat kita lakukan di Taman Nasional Way Kambas anatar
lain : penyuluhan, mitigasi konflik, patroli kawasan, penanaman pohon di
Zona Restorasi, pemasangan kamera trap, pegamatan burung, inventarisasi
flora dan fauna, pemadaman kebakaran, dan lain-lain.

4.2. Saran

Saran untuk pengelolaan Taman Nasional Way Kambas anatara lain :


1. Lebih dirutinkan lagi untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat di
Desa Penyangga agar masyarakat tahu pentingnya hutan dan seluruh isisnya
bagi lingkungan.

49
2. Lebih dirutinkan lagi melakukan patroli di lokasi-lokasi yang rawan
pelanggaran
3. Lebih ditingkatkan lagi pengawasan dan pemantauan perbatasan TNWK
dengan Desa Penyangga agar masyarakat yang masuk kawasan hutan tanpa
izin berkurang.
4. Penanaman pohon di Zona Restorasi bisa diasosiassikan dengan mikoriza
agar pertumbuhan tanaman lebih baik dan cepat sehingga lahan dapat lebih
cepat tertutup vegetasi pohon kembali.
5. Perbanyakan bibit untuk Zona Restorasi bisa dengan melakukan kultur
jaringan.
6. Lebih dilengkapi lagi data flora dan fauna, sarana dan prasarana, topografi,
tanah, desa penyangga, dan data lainnya agar pengelolaan lebih teratur.

50
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah., Iskandar, J. T., Choesin, D. N., dan Sjarmidi, A. 2009. Estimasi Daya
Dukung Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temminck)
Berdasarkan Aktivitas Harian dengan menggunakan Sistem Informasi
Geografis sebagai Solusi Konflik dengan Lahan Pertanian.Berk. Penel.
Hayati Edisi Khusus: 3B. 29 – 36. 2009.
Alberta University. 2003. Land Reclamation, Remediation, and Restoration.
Alberta University Press. Alberta.

Alikodra, H. S. 2010. Teknik Pengelolaan Satwa Liar dalam Rangka


Mempertahankan Keanekaragaman Hayati Indonesia. Institut Pertanian
Bogor Press. Bogor.
Anendra. Y. C, 2010. Aktivitas Apis cerana Mencari Polen, Identifikasi Polen,
dan Kompetisi.
Atien, S. 2008. Apotek Hidup Tanaman Rempah-Rempah dan Tanaman Liar.
Yrama Widya. Bandung.
Borah, J and K. Deka. 2008. Nutritional evaluation of forage preferred by wild
elephants in the rani range forest, Assam, India. Journal Gajaha 28 (1): 41 –
47. 7 hlm.

Byrne, R. W.; Bates, L.; and Moss C. J. 2009. Elephant cognition in primate
perspective. Comparative Cognition and Behavior Review 4: 65 – 79. 14
page.

Darwis, M. 2016. Analisis potensi pakan lebah pada hutan desa di desa
patteneteang kecamatan tompobulu kabupaten bantaeng. [Skripsi]. Program
Studi Kehutanan Fakultas pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
Makassar.
Febryano, I. G., Winarno G. D., Rusita., dan Yuwono, S. B. 2018. Buku Ajar :
Mitigasi Konflik Gajah dan Manusis di Taman Nasional Way Kambas.
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Genin, J. J. Willems, P. A.; Cavagna, G. A.; Lair, R.; and Heglund, N. C. 2010.
Biomechanics of locomotion in Asian elephants. Journal of Experimental
Biology. 213 (5): 694 – 706. 12 page.

51
Gunawan, W., Basuni, S., Indrawan, A., Prasetyo, L. B. dan Soedjito, H. 2011.
Analisis komposisi dan struktur vegetasi terhadap upaya restorasi kawasan
hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. JPSL. 1 (2) : 93 – 105. 13
hlm.
Hariyanto, T., 2011. Budi Daya Lebah Madu. Caraka Darma Aksara. Mataram,
Nusa Tengara Barat.
Hidayati, N., T. Juhaeti., dan M. Mansur. 2009. Biological diversity contribution
to reducing CO2 in the atmosphere. Makalah dismpaikan dalam
International Seminar on Achieving Resilient-Agriculture to Climate
Change through Development of ClimateBased Risk Management Scheme.
Bogor, 17–19 November 2009.

Istianah, N. 2018. Usaha pengembangan objek wisata taman nasional way


kambas terhadap pendapatan masyarakat (Studi Kasus di Objek Wisata
Way Kambas Kec. Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur). [Skripsi].
Jurusan Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Insitut Agama
Islam Negeri Metro. Metro.
Jati, R. N. 2015. Alternatif rencana pengembangan ekowisata di suaka rhino
sumatera (SRS) taman nasional way kambas. [Skripsi]. Departement
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2007. Pengertian Rumah Sakit Hewan. Balai
Pustaka. Jakarta.

Kurnia., Gusmiaty., dan Halimah, S. 2019. Identifikasi dan karakteristik mikoriza


pada tegakan nyatoh (Palaquium sp.). Jurnal Perennial. 15 (1): 51 – 57. 7
hlm.
Laursen, L.; Bekoff, M. 1978. Loxodonta africana. Mammalian Species 92 (92):
1 – 8. 8 page.
Marpaung, H. 2002. Pengetahuan Kepariwisataan. Alfabeta. Bandung.
Meytasari, P., Bakri, S., dan Herwanti, S. 2014. Penyusunan kriteria domestika
dan evaluasi praktek pengasuhan gajah :Studi di Taman Nasional Way
Kambas Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Sylva Lestari. 2 (2) : 79 – 88.
10 hlm.
Murniati, 2002. From imperata cylindrical grasslands to productive agroforesty.
[Thesis].: Wageningen University. Wageningen
Nuryasin., Yoza, D., dan Kausar. 2014. Dinamika dan resolusi konflik gajah
sumatera (Elephas maximus sumatranus) terhadap manusia di Kecamatan
Mandau Kabupaten Bengkalis. Jom Faperta. 1 (2): 1 – 14. 14 hlm.

52
Purnomosidhi, P., Hairiah, K., Rahayu and S. Van Noordwijk, M, 2005.Small
Holder Options For Reclaiming And Using Imperata cylindrical L. (Alang-
Alang) Grasslands In Indonesia. In: Palm CA. Vosti SA. Sanches PA,
Ericksen PJ. Juo ASR, eds. Slash and burn, the search for alternatives.
Columbia University Press. New York.

Rahman, A. Z. 2015. Kajian mitigasi bencana tanah longsor di Kabupaten


Banjarnegara. Jurnal Manajemen dan Kebijakan Publik. 1 (1).
Ribai. 2011. Studi Perilaku Makan Alami Gajah Sumatra di Pusat Konservasi
Gajah Taman Nasional Way Kambas Kabupaten Lampung Timur.
Universitas Lampung. Lampung.
Saepul, U.Y. 2006. Penggunaan Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) untuk
Meningkatkan Pertumbuhan Semai Jati (Tectona Grandis Linn. F.) pada
Limbah Media Tumbuh Jamur Tiram (Pleurotus sp.). Program Studi
Budidaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sari, E dan Kurnia. 2019. Temuan jerat satwa di jalur aktif patroli berbasis
SMART di taman nasional bukit barisan selatan. [Skripsi]. Universitas
Lampung. Lampung
Sari, E. K., Rustiati, E. L. dan Rahman, F. 2018. Temuan jerat satwa di jalur aktif
patroli berbasis smart (spatial monitoring and reporting tool) di taman
nasional bukit barisan selatan. Prosiding Seminar Nasional. Universitas
Lampung. Bandar Lampung.
Shoshani, J. 1998. Understanding proboscidean evolution: a formidable task.
Trends in Ecology and Evolution. 13 (12): 48 – 87. 39 page.
Situs Resmi Taman Nasional Way Kambas. 2018. www.waykambas.go.id di
akses pada tanggal 31 Juli 2021 pukul15.31 WIB.
Sukistyanawati, A., Pramono, H., Suseno, B., Cahyono, H. dan Andriyono, S.
2016. Inventarsisasi satwa liar di Cagar Alam Pulai Sempu. Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan. 8 (1) : 26 – 35. 10 hlm.
Sukumar, R. 2003. The Living Elephants. Evolutionary Ecology, Behavior, and
Conservation. Oxford University Press. England.
Sumardi, B. 2004. Budi Daya Lebah Madu. Aneka Ilmu, Semarang.
Syarifuddin. 2008. Analisis daya dukung habitat dan pemodelan dinamika
populasi gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus): Studi Kasus Di
Kawasan Seblat Kabupaten Bengkulu Utara. [Disertasi]. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Undang – undang Repulik Indonesia Nomor 24 tahun 2017 tentang
Penanggulangan Bencana. Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 24
tahun 2017 tentang Penanggulangan Bencana. Sekretariat Negara. Jakarta.

53
Undang – undang Repulik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 41 tahun 1999 tentang
Kehutanan. Sekretariat Negara. Jakarta.

Yoza, D., Sulaeman, R. dan Kausar. 2013. Mitigasi konflik gajah-manusia


menggunakan sistem agroforestri sawit hutan di kabupaten bengkalis.
Prosiding Seminar Nasional. Universitas Riau. Pekanbaru.
Zahrah, M. 2002. Analisis karakteristik komunitas vegetasi habitat gajah sumatra
(Elephas maximus sumatranus) di kawasan hutan Kabupaten Aceh Timur
dan Kabupaten Langkat. [Thesis]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Zazuli, M dan Dewi, B. S. 2014. Mitigasi konflik manusia-gajah oleh Elephant
Response Unit di Resort Toto Projo Taman Nasional Way Kambas (Studi
Kasus Di Desa Tanjung Tirto dan Desa Tegal Yoso). Seminar Nasional
Sains dan Teknologi VI Lembaga Penelitian dan Pengabdian. Universitas
Lampung. Bandar Lampung.
Zulkarnain, Z., Wijayanti, E., Fitriani, U., dan Triyono, A. 2019. Studi literatur
untuk memperoleh dasar ilmiah penggunaan akar alang-alang sebagai
ramuan jamu untuk penyembuhan beberapa penyakit di rumah riset jamu
hortus medicus. Jurnal Media Litbangkes. 29 (4): 329 – 340. 12 hlm.

Zulkifli., Ismail., dan Kamarubayana, L. 2017. Studi pengendalian kebakaran


hutan di wilayah Kelurahan Merdeka Kecamatan Samboja Kalimantan
Timur. Jurnal Agrofir. 16 (1) : 114 – 150. 7 hlm.

54
LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur oranisasi Balai Taman Nasional Way Kambas (TNWK)

54
Lampiran 2. Peta Zonasi Taman Nasional Way Kambas (TNWK)

(Sumber : Buku zonasi TNWK, 2009)

55
Lampiran 3. Peta daerah penyangga Taman Nasional Way Kambas (TNWK)

56
Lampiran 4. Peta RPTN Taman Nasional Way Kambas (TNWK)

57
Lampiran 5. Kegiatan Praktik Umum di SPTN Wilayah II Bungur

a. Diskusi dengan Kepala Seksi PTN Wilayah II Bungur

b. Kegiatan patroli sapu jerat di ERU Tegal Yoso

c. Kegiatan pengangkutan pakan tambahan gajah di ERU Tegal Yoso

58
Lampiran 6. Kegiatan Praktik Umum di SPTN Wilayah III Kuala Penet

a. Diskusi dengan Pak Tengku Dedy penanggung jawab kebun pakan gajah

b. Kunjungan ke Rumah Sakit Gajah (RSG)

c. Persiapan sebelum berangkat patroli kawasan hutan di Resort PTN Margahayu

59
Lampiran 7. Kegiatan Praktik Umum di SPTN Wilayah I Way Kanan

a. Pengarahan dari Kepala Seksi PTN Wilayah I Way Kanan

b. Kegiatan pemasangan kamera trap

c. Kunjungan di Zona Restorasi Rawa Bunder RPTN Rawa Bunder

60

Anda mungkin juga menyukai