iii
PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam, atas berkat rahmat-Nya
penyusun dapat menyelesaikan laporan PKL II ini dengan baik. Shalawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad saw.
yang membawa petunjuk bagi seluruh umat manusia.
Banyak pihak yang telah membantu dan berkontribusi dalam penyelesaian
laporan PKL II ini. Oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Ilham, S. St. Pi., M. Sc., M. Aq., Ph. D. selaku direktur Politeknik
Kelautan dan Perikanan Jembrana.
2. Ibu Diah Ayu Satyari Utami, S. Pi., M. Si. selaku dosen pembimbing yang
telah banyak meluangkan waktunya untuk meberikan pengarahan dan
nasihat-nasihat kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
laporan PKL II ini dengan baik.
3. Ibu Andina Chairun Nisa, S. Pi., M. P. selaku ketua program studi budi daya
ikan Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana.
4. Kedua orang tua penyusun yang telah mendoakan dan memberi restu kepada
penyusun sehingga laporan PKL II ini dapat terselesaikan dengan mudah.
5. Bapak H. Salim selaku pemilik hatchery yang telah memberikan izin kepada
penyusun untuk melaksanakan PKL II di lokasi tersebut.
Kesalahan dan kekurangan di dalam laporan PKL II ini merupakan murni
dari kedangkalan ilmu penyusun. Artinya, laporan PKL II ini masih jauh dari kata
sempurna. Sehingga kritik, saran, dan masukan dari berbagai pihak akan sangat
berharga bagi perbaikan penyusun ke depannya.
iv
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1. PENDAHULUAN
1
bahwa permasalahan dalam budidaya ikan adalah tingginya kematian pada saat
masa peralihan benih mengkonsumsi pakan alami dan masa peralihan dari
pakan alami ke pakan buatan (Fitriadi et al., 2020). Walaupun perkembangan
usaha budidaya ikan kerapu banyak mengalami peningkatan yang cukup
signifikan, akan tetapi tingginya biaya produksi masih menjadi hambatan (Fadli et
al., 2013). Secara umum volume ekspor ikan kerapu Indonesia mengalami
penurunan dari tahun 2011-2013 (Alifatri et al., 2017).
Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan Praktik Kerja Lapangan (PKL) II
ini adalah mengetahui teknik pemeliharaan larva dan produksi benih ikan kerapu
cantang di HSL Raya, Desa Pasir Putih, Kecamatan Bungatan, Kabupaten
Situbondo, Jawa Timur. Selain itu, juga untuk menambah ilmu pengetahuan dan
pengalaman kerja, serta mengamalkan ilmu yang sudah dipelajari di kampus
pada kegiatan lapangan. HSL Raya adalah hatchery skala rumah tangga yang
bergerak dalam bidang pemeliharaan larva ikan kerapu cantang dan telah
bersertifikat CPIB. Unit usaha ini berstatus Hak Milik Perseorangan. Penamaan
HSL diambil dari nama pemilik hatchery itu sendiri yaitu Haji Salim, disingkat
menjadi HSL.
1.2. Tujuan
Praktik Kerja Lapangan (PKL) II ini sejatinya adalah untuk meningkatkan
kompetensi taruna dalam bidang keahliannya serta untuk meningkatkan sikap
profesionalisme dan budaya kerja sesuai dengan yang dibutuhkan IDUKA
(Industri Dunia Usaha dan Dunia Kerja). Tetapi dalam lingkup Praktik Kerja
Lapangan (PKL) II yang penyusun lakukan ini memiliki tujuan yaitu untuk
mengetahui teknik pemeliharaan larva dan produksi benih ikan kerapu cantang di
HSL Raya, Desa Pasir Putih, Kecamatan Bungatan, Kabupaten Situbondo, Jawa
Timur.
2
2. TINJAUAN PUSTAKA
3
berada di bawah sirip pektoral, kepala dan badan berwarna coklat kemerahan,
sirip-sirip kecoklatan kecuali sirip dada yang berwarna kemerahan (Saputra,
2022). Berikut gambar ikan kerapu macan (Gambar 1).
4
2. Menginjak masa matang gonad dengan ukuran panjang tubuh mencapai 130
cm, marking (warna dasar pada tubuh ikan), menarik tadi akan menghilang
dan berubah menjadi cokelat dengan bintik putih di seluruh tubuhnya, dengan
warna sirip yang masih kekuningan.
3. Ketika berukuran dewasa, ikan ini memiliki warna biru gelap dengan sedikit
bercak putih di sekujur tubuhnya. Dalam fase ini, ikan kerapu kertang akan
lebih dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi daripada ikan hias karena ukuran
tubuhnya.
5
Ukurannya di atas rata-rata kerapu, yakni 1,5 meter dengan berat lebih dari 100
kg, warnanya kuning dengan bintik hitam, banyak ditemukan di kawasan dengan
terumbu karang yang masih bagus (Ngingu, 2023). Gambar ikan kerapu kertang
disajikan pada Gambar 2.
6
2.1.6. Morfologi Ikan Kerapu Cantang
Adapun ciri dari ikan kerapu ini yaitu memiliki ciri khas warna kulit yang
cokelat kehitaman dengan corak garis melintang di seluruh badannya
(Kapanlagi, 2021). Ikan kerapu cantang memiliki ciri-ciri yaitu berbadan kekar,
berkepala besar dan bermulut lebar, seluruh tubuhnya ditutupi oleh sisik-sisik
kecil, pada pinggiran operculum bergerigi dan terdapat duri di operculum
tersebut, serta dua sirip punggungnya yang pertama berbentuk duri-duri
(Tafshare, 2020).
Ikan kerapu hibrida cantang memiliki bentuk tubuh compress dan relatif
membulat dengan ukuran lebar kepala sedikit atau hampir sama dengan lebar
badannya, kulit berwarna coklat kehitaman dengan lima garis hitam melintang di
bagian tubuhnya, semua sirip bercorak seperti ikan kerapu kertang dengan dasar
berwarna kuning yang dilengkapi bintik-bintik hitam yang juga banyak tersebar di
kepala dan di dekat sirip pectoral dengan jumlah yang berbeda pada setiap
individu, sirip punggung melebar ke arah belakang, menyatu dan terdiri atas 11
jari-jari keras dan 15 jari-jari lunak, sirip pectoral terdiri atas 17 jari-jari lunak, sirip
ventral terdiri dari 1 jari-jari keras dan 5 jari-jari lunak, sirip anal terdiri dari 2 jari-
jari keras dan 8 jari-jari lunak, sedangkan sirip caudal terdiri atas 13 jari-jari
lunak, bentuk ekor rounded, bentuk mulut lebar superior (bibir bawah lebih
panjang dari bibir atas), tipe sisik ctenoid (bergerigi), dan bentuk gigi runcing
(canine) (Rochmad dan Mukti, 2020). Ikan kerapu cantang secara morfologi mirip
dengan kedua spesies induknya, namun seiring pertumbuhannya, ikan ini lebih
unggul daripada kerapu macan (Djurumbaha et al., 2022). Gambar ikan kerapu
cantang ditampilkan sebagai berikut (Gambar 3).
8
2.5. Hama dan Penyakit
Harjuni et al. (2023) menyatakan bahwa, pada ikan kerapu macan
(Epinephelus fuscoguttatus) parasit yang mendominasi ialah jenis Diplectanum
sp., yang terdapat pada insang ikan. Menurut Setiawan (2023), ikan yang
terinfeksi parasit ini akan memperlihatkan gejala klinis seperti menurunnya nafsu
makan, tingkah laku berenang abnormal pada permukaan air serta warna tubuh
berubah menjadi pucat. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa parasit
Trichodina sp., Benedenia sp., Diplectanum sp. dan Cryptocaryon irritans
menunjukkan insidensi dengan intensitas cukup tinggi pada budidaya ikan laut
untuk komoditas ikan kerapu (Epinephelus sp.), kakap putih (Lates calcarifer),
bawal bintang (Trachinotus blochii) hingga ikan hias clown fish (Amphiprion sp.)
(Novriadi et al., 2014). Beberapa hal yang dapat mengganggu kehidupan kerapu
antara lain curah hujan, kelimpahan plankton, parameter air, kondisi pakan,
pencemaran, keracunan, penanganan ikan, dan gen (Puspitasari, 2017). Jumlah
ektoparasit yang ditemukan menginfeksi ikan kerapu cantang dapat dilihat pada
Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Jumlah ektoparasit yang menginfeksi ikan kerapu cantang
Jumlah Jumlah Ukuran
Organ
Lokasi Penelitian Jenis Parasit Ikan Parasit Parasit
Diamati
(ekor) (ind) (cm)
Sebelum budidaya Monogenea Usus 1 1
Laboratorium FKP Myxobolus
Hati 1 1
Undana spp
Setelah budidaya Trichodina sp Lendir 1 1 1
Laboratorium Neobenedenia
Lendir 1 1 1
SKIPM Kupang sp
(Sumber: Ndjurumbaha et al., 2022)
9
3. METODE
10
3.2.1.2 Data Kuantitatif
Data kuantitatif merupakan sekumpulan data berupa angka (Saefulloh,
2022). Pendapat tentang data kuantitatif juga disampaikan oleh Rahardja et al.
(2023), yang menyatakan bahwa data kuantitatif adalah data yang dinyatakan
dalam bentuk angka. Pernyataan di atas juga didukung oleh pendapat Lubis
(2023), bahwa data kuantitatif adalah data yang diperoleh bersifat numerik atau
dalam bentuk angka yang dapat dianalisis dengan menggunakan statistik.
Senada dengan pendapat di atas, Aini D et al. (2023), menjelaskan bahwa data
kuantitatif adalah jenis data yang dapat diukur atau dihitung secara langsung,
yang berupa informasi atau penjelasan yang dinyatakan dengan bilangan atau
angka-angka. Data kuantitatif yang penyusun kumpulkan dalam PKL II ini
meliputi survival rate (SR), hatching rate (HR), pertumbuhan pertambahan bobot,
pertambahan panjang, dan data kualitas air.
11
Waktu
No. Variabel Alat Frekuensi
Pengamatan
menetas
10. Survival rate (SR) - 1 kali per siklus Ketika panen
11. Pertambahan bobot Timbangan Setiap minggu -
larva
12. Pertambahan Penggaris Setiap minggu -
panjang larva
13. Dosis pakan buatan Timbangan Setiap hari -
14. Dosis pakan alami Microscope 1 kali per siklus -
13. Letak geografis HSL Kuesioner - -
Raya Situbondo
14. Sejarah berdirinya Kuesioner - -
15. Struktur organisasi Kuesioner - -
dan ketenagakerjaan
16. Fasilitas pokok Kuesioner - -
17. Fasilitas pendukung Kuesioner - -
18. Alat transportasi Kuesioner - -
19. Persiapan bak Kuesioner - -
pemeliharaan larva
20. Persiapan air media Kuesioner - -
pemeliharaan larva
21. Penebaran telur Kuesioner - -
22. Penetasan telur - -
23. Pengelolaan pakan Kuesioner - -
24. Pengelolaan kualitas Kuesioner - -
air
25. Grading Kuesioner - -
26. Panen Kuesioner - -
27. Pasca panen Kuesioner - -
12
data yang telah ada, seperti dari instansi terkait adalah Dinas Pekerjaan Umum,
laporan, buku, jurnal dan sumber lainnya (Ramadona et al., 2023).
3.3.2. Wawancara
Teknik wawancara merupakan cara sistematis untuk memperoleh
informasi-informasi dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan lisan mengenai suatu
obyek atau peristiwa pada masa lalu, kini, dan akan datang (Pujaastawa, 2016).
Sementara Fadhallah (2021), mendefinisikan wawancara adalah komunikasi
antara dua pihak atau lebih yang bisa dilakukan dengan tatap muka di mana
salah satu pihak berperan sebagai interviewer dan pihak lainnya berperan
sebagai interviewee dengan tujuan tertentu, misalnya untuk mendapatkan
informasi atau mengumpulkan data. Sementara Kamaria (2021), menuliskan
bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
3.3.3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah suatu bentuk kegiatan atau proses dalam
menyediakan berbagai dokumen dengan memanfaatkan bukti yang akurat
berdasarkan pencatatan dari berbagai sumber (Hasan H, 2022). Pendapat lain
mengatakan bahwa pengertian dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-
hal atau variabel berupa catatan, transkip, buku-buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya (Abdussamad, 2021).
Pengumpulan data dengan cara dokumentasi merupakan suatu hal yang
dilakukan oleh peneliti guna mengumpulkan data dari berbagai hasil media cetak
membahas mengenai narasumber yang akan diteliti (Arischa, 2019).
13
3.3.4. Partisipasi Aktif
Partisipasi adalah keterlibatan seseorang dalam suatu kegiatan, baik
keterlibatan secara langsung maupun tidak langsung, materiil maupun non
materiil (Masruri, 2020). Pendapat tentang partisipasi juga disampaikan oleh
Safrida et al. (2017), yang menyatakan bahwa partisipasi adalah suatu
keterlibatan mental dan emosi seseorang dalam mencapai tujuan dan ikut
bertanggung jawab terhadapnya.
3.4.2. Tabulating
Pembeberan (tabulating) adalah bagian terakhir dari pengolahan data,
maksud dari tabulasi adalah memasukkan data pada tabel tertentu dan mengatur
angka-angka serta menghitungnya (Nuraini et al., 2020). Adapun yang
menyatakan bahwa, tabulating adalah proses menempatkan data dalam bentuk
tabel dengan jawaban-jawaban yang sudah diberi kode yang berisikan data
sesuai dengan kebutuhan analisis (Ayumardensi dan Ningrum, 2022). Kegiatan
yang dilakukan dalam tabulasi adalah menyusun, menghitung data hasil
pengkodean angket, dan kemudian disajikan ke dalam tabel korelasi (Latubessy
dan Ahsin, 2016).
14
antara fenomena yang diamati yaitu dengan menggunakan logika ilmiah dengan
kata lain, analisis deskriptif adalah pembahasan yang pemecahan masalahnya
dengan menggunakan data empiris. Senada dengan pendapat di atas, Ria
(2018), menyatakan bahwa analisis deskirptif digunakan untuk menarik
kesimpulan berdasarkan analisis data hasil perumusan, implementasi, dan
evaluasi yang disesuaikan dengan temuan di lapangan. Pendapat lain
mengatakan bahwa, metode deskriptif adalah metode yang menjelaskan atau
mendeskripsikan suatu fakta, data, dan objek penelitian secara sistematis dan
sesuai dengan situasi alamiah (Latifah dan Supena, 2021).
15
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
16
Peran unit usaha ini dalam bidang industri yaitu, memasok benih untuk
ditebar pada stadia pembesaran, yang mana hasil panen dari kegiatan
pembesaran tersebut dapat dijadikan sebagai bahan baku industri.
Pengembangan sektor perikanan perlu diarahkan untuk meningkatkan peran
dalam menciptakan keterkaitan dengan sektor yang lain melalui peningkatan nilai
tambah, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan, serta
keterkaitan yang kuat dengan sektor yang lain baik keterkaitan ke depan maupun
ke belakang, yang pada akhirnya akan menumbuhkan kegiatan perekonomian,
dalam kasus ini Provinsi Aceh (Nurlina, 2018). Sektor kelautan dan perikanan
merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan dalam pembangunan
ekonomi nasional, khususnya dalam penyediaan bahan pangan protein,
perolehan devisa dan penyediaan lapangan kerja (Irwansyah, 2019).
Permasalahan yang cukup penting pada teknologi budidaya perikanan di
darat adalah rendahnya teknologi budidaya yang sudah dikuasai oleh
pembudidaya untuk membudidayakan jenis ikan yang potensial, baik ikan
konsumsi maupun ikan hias (Bahdad dan Yuliana, n.d.).
17
4. Tugas dari divisi pemeliharaan HSL Raya yaitu menangani kegiatan
operasional sehari-hari, memberi pakan, memantau kesehatan, menyusun
program pemberian pakan, merawat bak, memisahkan larva sesuai ukuran
(grading), melakukan pemanenan, menghitung larva, packing, serta mencatat
data harian terkait tindakan pemeliharaan.
Berikut bagan struktur organisasi dan ketenagakerjaan HSL Raya (Gambar 5).
Komisaris
H. Salim
Divisi Pemeliharaan
1. M. Firdausi
2. Syamsul Hadi
3. Nur Cholis
4. Faton
18
4.2. Fasilitas
4.2.1. Fasilitas Utama
1. Wadah pemeliharaan HSL Raya
Wadah pemeliharaan larva dibuat agak melengkung agar memudahkan
dalam pembersihan dan mencegah penumpukan kotoran. Wadah pemeliharaan
berada di dalam ruangan. Saluran air masuk dioperasikan menggunakan selang
spiral yang bagian ujungnya diberi filter bag dan diikat dengan karet ban untuk
menyaring air agar dapat mencegah masuknya hewan renik laut. Air diambil dari
bak tandon menggunakan pompa celup Shimizu 750 watt. Data wadah
pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Data wadah pemeliharaan
No. Jenis wadah Jumlah Ukuran Kapasitas Fungsi
10 ton Wadah
Bak
3 m × 2,5 m pemeliharaan
1. pemeliharaan 8
× 1,3 m larva dan
larva
penetasan telur
10 ton Wadah kultur
Bak kultur 3 m × 2,5 m
2. 13 chlorella sp. dan
pakan alami × 1,3 m
rotifera sp.
Bak 10 ton Wadah
3 m × 2,5 m
3. penampungan 2 penampungan
× 1,3 m
air air
2. Sumber listrik
Pasokan listrik utama pada HSL Raya bersumber dari jaringan listrik umum
atau PLN yang memiliki daya listrik 41.500 kVA. Sedangkan sumber listrik
cadangan berasal dari satu buah genset diesel yang memiliki daya listrik 10.000
kVA. Genset digunakan ketika terjadi pemadaman listrik, sehingga distribusi dan
keberlanjutan oksigen dalam bak pemeliharaan larva tetap terjaga dengan baik.
Dokumentasi sumber listrik dapat dilihat pada Gambar 11 di bawah ini.
19
3. Sumber aerasi
Hatchery skala kecil umumnya menggunakan blower sebagai sumber
aerasi. HSL Raya memiliki empat blower yang masing-masing berkekuatan
100watt dan dengan merk yang sama yakni Resun. Dua blower digunakan untuk
bak pemeliharaan, dan dua blower lainnya digunakan untuk bak kultur pakan
alami serta bak tandon. Pendistribusian oksigen dilakukan dengan menggunakan
pipa PVC 1 inci yang diberi lubang sebagai tempat valve (keran selang aerasi)
berukuran 4 milimeter. Fasilitas utama HSL Raya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Fasilitas utama
No. Fasilitas Jumlah Spesifikasi Keterangan
Sebagai alat untuk
Berbahan
1. Saringan artemia 3 menyaring artemia
waring
hasil dekapsulasi
Saringan Berbahan Sebagai alat untuk
2. 2
chlorella waring memanen chlorella
Sebagai alat untuk
Berkapasitas
3. Timbangan digital 1 menimbang obat-
5 kg
obatan
Sebagai alat untuk
Berkapasitas
4. Timba 2 menebar pupuk
5 liter
chlorella
Berkapasitas Sebagai alat untuk
5. Ember grading 20
15 liter menggrading larva
Sebagai wadah
6. Wadah pakan 3 - dalam pemberian
pakan
Sebagai alat untuk
7. Termometer 2 Merek Resun
mengukur suhu
Sebagai alat
distribusi air dari
8. Selang spiral 10 5 meter
tandon ke wadah
pemeliharaan
Sebagai alat untuk
Merek
9. Pompa 2 mengalirkan air
Shimizu
menuju tandon
Merek L- Sebagai alat untuk
10. Filter bag 10
Feltro menyaring air
20
dan panen, serta satu gudang pakan untuk menyimpan pakan larva. Fasilitas
pendukung di HSL Raya dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Fasilitas pendukung
No. Fasiitas Jumlah Fungsi
Sebagai
tempat
memelihara
1. Ruang pemeliharaan 3
larva ikan
kerapu
cantang
Sebagai
tempat untuk
Tempat grading dan menggrading,
2. 1
panen menghitung,
dan packing
larva
Sebagai
tempat
3. Gudang pakan 1
penyimpanan
pakan
21
Tujuan sterilisasi ini agar alat dan bahan yang akan digunakan benar-benar
steril, bebas dari mikroorganisme (Yuliani dan Ismail, 2023). Ujung pipa inlet
dipasang filter bag yang diikat menggunakan karet ban, bertujuan untuk
menyaring air laut agar organisme-organisme patogen tidak masuk ke dalam
bak. Berikut salah satu dokumentasi kegiatan persiapan bak pemeliharaan larva
(Gambar 25).
22
dengan cara memasukkan kantong plastik berisi telur-telur tersebut ke dalam
bak pemeliharaan larva. Apabila kantong plastik terdapat uap, maka itu
pertanda bahwa telur sudah dapat beradaptasi dengan suhu di bak. Penebaran
telur dilakukan secara hati-hati.
Menurut Nainggolan et al. (2022), untuk menghitung daya tetas telur (Hatching
Rate) digunakan rumus sebagai berikut:
23
batu aerasi, selang aerasi, pipa outlet dan inlet, serta filter bag. Tujuannya untuk
menghilangkan lumut-lumut yang menempel dan sisa-sisa pakan alami pada
bak. Kemudian dibilas dengan air tawar dengan membuka pipa outlet terlebih
dahulu. Ketika bak sudah bersih, maka akan dilakukan pengeringan bak, yakni
dijemur di bawah sinar matahari sampai benar-benar kering, tujuannya adalah
untuk membunuh organisme-organisme yang bersifat patogen.
Apabila bak sudah melalui proses pengeringan, selanjutnya akan dilakukan
pengisian air laut setinggi 60 cm dari tinggi bak 130 cm. Ketika air laut dalam bak
sudah setinggi 60 cm, kran inlet ditutup kemudian air laut yang ada di dalam bak
tersebut diberi chlorine bubuk sebanyak 60 gram yang dilarutkan dengan air
tawar sebanyak 5 liter terlebih dahulu, lalu ditebar ke dalam bak untuk
pensterilan air. Chlorine merupakan bahan kimia pembunuh kuman (Taupik et
al., 2023). Setelah air diberi chlorine, maka akan dibiarkan selama satu hari.
Aaerasi dihidupkan untuk meratakan chlorine. Adapun dokumentasi persiapan
bak kultur pakan alami dapat dilihat pada Gambar 30 di bawah ini.
24
hijau, pertanda kultur berhasil. Dokumentasi kegiatan kultur chlorella sp. ada
pada Gambar 31 di bawah ini.
Penebaran pupuk
Gambar 9 Dokumentasi kultur chlorella sp.
26
4.3.6. Pengelolaan Pakan
Pemberian pakan alami pada stadia larva merupakan langkah awal yang
sangat penting bagi kelansungan hidup larva (Banthani et al., 2019). Pakan alami
yang digunakan yaitu chlorella sp., rotifera sp., artemia, dan udang rebon. Larva
umur D1 – D2 masih berwarna bening dan bergerak melayang-layang, selain itu
larva tidak diberi makan sama sekali karena masih terdapat cadangan makanan
berupa kuning telur (egg yolk). Kuning telur merupakan energi cadangan dalam
perkembangan sebelum larva dapat makanan (Arisandi et al., 2022). Umur D3 –
D40 larva sudah diberikan pakan alami berupa rotifera sp. dengan kepadatan 3
individu/ml dan chlorella sp. sebanyak 100.000 sel/ml. Pemberian rotifera sp. dan
chlorella sp. dilakukan satu kali dalam sehari, yaitu pada pukul 07.00 WIB. Selain
itu, larva juga diberikan minyak cumi dari D1 – D8 yang bertujuan untuk
mencegah larva menempel pada dinding bak. Pemberian minyak cumi dilakukan
3 kali sehari yaitu pada pukul 06.00, 12.00, dan 17.00 WIB dengan cara
meneteskannya pada setiap titik aerasi. Sementara pemberian artemia dilakukan
pada saat larva berumur D15 – D30 sebanyak tiga kali dalam sehari dengan
dosis 10 individu/ml pada pukul 08.00, 10.00, 14.00 WIB. Adapun udang rebon,
diberikan pada saat larva D26 – D40 sebanyak dua kali dalam sehari pada pukul
09.00 dan 11.00 WIB dengan dosis pemberian adlibitum. Berikut pemberian
pakan alami pada pemeliharaan larva ikan kerapu cantang (Tabel 8).
Tabel 8 Pemberian pakan alami
Umur Jenis Keterangan
Dosis Pukul (WIB)
Larva Pakan (sehari)
D0 – D2 Egg yolk – – –
D3 – D40 Chlorella sp. 100.000 sel/ml 07.00 1 kali
D3 – D40 Rotifera sp. 3 individu/ml 07.00 1 kali
D15 – D30 Artemia 10 individu/ml 08.00, 10.00, 14.00 3 kali
D26 – D40 Udang rebon Adlibitum 09.00, 11.00 2 kali
Ada pula untuk pakan buatan yaitu epifeed LHF 2, otohime B1, otohime B2,
otohime C1, otohime S1 dan otohime S2. Pemberian pakan buatan ini dilakukan
ketika larva sudah berumur empat hari (D4). Jenis pakan buatan yang diberikan
disesuaikan dengan bukaan mulut larva. Larva yang berumur D4 – D11 diberi
pellet cair (epifeed LHF 2) sebanyak 15 mililiter, dengan frekuensi pemberian 1
kali sehari pada pukul 08.00 WIB. Sedangkan larva berumur D12 – D20 sudah
27
diberikan pellet biasa yakni otohime B1 sebanyak 15 gram, dengan frekuensi
pemberian 4 kali sehari pada pukul 06.00, 09.00, 12.00, dan 15.00 WIB.
Sementara larva umur D21 – D30 diberi otohime B2 dan C1 masing-masing
sebanyak 16 gram, dengan frekuensi pemberian 4 kali sehari pada pukul 06.00,
09.00, 12.00, dan 15.00 WIB. Ketika larva berumur D31 – panen, maka akan
diberi otohime S1 dan S2 masing-masing sebanyak 20 gram, dengan frekuensi
pemberian 4 kali sehari di jam 06.00, 09.00, 12.00, dan 15.00 WIB. Perbedaan
pakan yang diberikan bertujuan untuk menyesuaikan pakan dengan bukaan
mulut larva dan kebutuhan pakannya. Pemberian pakan buatan dapat dilihat
pada Tabel 9 di bawah ini.
Tabel 9 Pemberian pakan buatan
Umur Keterangan
Jenis Pakan Dosis Pukul (WIB)
Larva (sehari)
D4 – D11 Epifeed LHF 2 15 mililiter 08.00 1 kali
D12 – D20 Otohime B1 15 gram 06.00, 09.00, 4 kali
12.00, 15.00
D21 – D30 Otohime B2 dan 16 gram 06.00, 09.00, 4 kali
C1 12.00, 15.00
D31 – Otohime S1 dan 20 gram 06.00, 09.00, 4 kali
panen S2 12.00, 15.00
28
penyiponan dilakukan setiap hari, karena pada D20 ke atas pemberian pakan
pada larva meningkat, sehingga sisa pakan maupun kotoran ikan akan
meningkat pula. Alat sipon yang digunakan terbuat dari pipa PVC sepanjang 3
meter dan bagian ujungnya dipasang paralon T yang dilapisi dengan spon
sebagai pembersih.
Paralon T disambung dengan selang sepanjang 6 meter untuk mengalirkan
kotoran dan sisa pakan yang ada pada dasar bak. Penyiponan dilakukan satu
kali dalam sehari. Adapun data kualitas air yang penyusun dapatkan melalui
observasi terlihat pada Lampiran 2.
4.3.8. Monitoring Pertumbuhan
Tujuan dari monitoring pertumbuhan larva ini adalah untuk mengetahui
pertambahan berat dan panjangnya. Monitoring pertumbuhan larva dilakukan
melalui dua cara, yang pertama mengukur larva dengan penggaris biasa untuk
mengetahui panjangnya, dan yang kedua menimbang larva dengan timbangan
digital untuk mengetahui bobotnya. Pegukuran dan penimbangan larva dilakukan
setiap tujuh hari sekali, yakni dari D7 – D35. Pertumbuhan panjang dan bobot
dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini.
Tabel 10 Data pertumbuhan larva
No. Umur Panjang Bobot
1. 7 hari 0,04 cm 0,003 gram
2. 14 hari 0,41 cm 0,006 gram
3. 21 hari 0,89 cm 0,011 gram
4. 28 hari 1,1 cm 0,017 gram
5. 35 hari 2,4 cm 0,023 gram
4.3.9. Grading
Grading adalah pengelompokan larva sesuai dengan ukuran, yang
bertujuan untuk mencegah terjadinya kanibalisme. Kegiatan grading pada HSL
Raya Situbondo dilakukan pada D25 hingga masa panen tiba. Proses grading
diawali dengan pengurangan air sebanyak 70 cm dari tinggi bak 130 cm
kemudian dilakukan penangkapan larva dengan tudung saji. Berikut akan
disajikan data ukuran larva yang digrading (Tabel 11).
Tabel 11 Ukuran larva yang digrading
No. Umur Larva (Hari) Ukuran Larva
1. D25 0,5 – 0,9 cm
29
2. D30 1,2 – 1,7 cm
3. D35 2,4 cm – 2,8 cm
4. D40 3,5 cm – 4 cm
4.3.10. Panen
Ketika waktu penen tiba, maka yang pertama dilakukan adalah menata
ember secara sejajar dan berpasangan. Ember tersebut sudah diberi lubang kecil
pada bagian samping, supaya air tidak sampai penuh yang menyebabkan larva
keluar dari dalam ember tersebut. Setelah itu, pipa PVC 1 inci diletakkan di
antara ember-ember tersebut dengan diberi penyangga, untuk mengalirkan air
secara terus menerus, dengan tujuan memberi oksigen dan mengurangi stress
pada larva. Pipa tersebut sudah diberi lubang kecil sebanyak ember yang sudah
ditata sebelumnya, penempatan lubangnya disesuaikan dengan posisi ember
yang apabila air mengalir akan tepat ke dalam ember-ember tersebut. Pipa PVC
pengalir air tersebut diberi penutup pipa pada salah satu bagian ujungnya,
supaya nantinya hanya pada lubang-lubang tersebutlah yang akan
mengeluarkan air sebagai penyuplai oksigen bagi larva. Air laut dialirkan dari bak
tandon menggunakan pipa PVC 1 inci dengan memanfaatkan pompa celup
berkekuatan 400 watt. Pemanenan larva dilakukan dengan mengurangi air di
dalam bak sebanyak 8 ton terlebih dahulu, kemudian larva ditangkap dengan
menggunakan tudung saji dan diletakkan ke dalam timba berisi air.
Larva di dalam timba tersebut selanjutnya diletakkan ke dalam ember yang
sudah disiapkan pada awal tadi. Setelah itu, larva akan dipilih sesuai dengan
ukuran dan memisahkan larva yang bad standard, kemudian dilakukan
penghitungan larva secara manual. Panen di HSL Raya dilakukan ketika larva
berumur D35 – D40, dengan ukuran larva 2,8 cm hingga 4 cm. Kegiatan panen
dilakukan pada pagi hari. Agar dapat mengurangi proses metabolisme larva
selama pengangkutan, maka sebelum panen akan dilakukan pemberokan.
Tujuan dari pemberokan itu sendiri adalah supaya pada saat ikan dalam
perjalanan ikan tidak muntah dan untuk mengurangi kotoran pada ikan yang
akan menyebabkan meningkatnya amonia dan dapat menyebabkan kematian
(Aini R dan Johan, 2023). Data SR adalah sebagai berikut (Tabel 12).
Tabel 12 Data survival rate (SR)
Jumlah Jumlah
Survival
Kode Bak Kultivan Kultivan
Rate
Akhir Awal
30
Bak 1 149.100 ekor 426.000 ekor 35 %
Bak 2 148.500 ekor 450.000 ekor 33 %
Bak 3 135.780 ekor 438.000 ekor 31 %
31
KESIMPULAN DAN SARAN
4.4. Kesimpulan
1. Teknik pemeliharaan larva ikan kerapu cantang dimulai dengan persiapan bak
pemeliharaan larva, persiapan air media pemeliharaan, penebaran telur,
penetasan telur, pengelolaan pakan, pengelolaan kualitas air, monitoring
pertumbuhan, grading, panen, dan pasca panen. Satu siklus membutuhkan
waktu ±40 hari.
2. HR yang diperoleh pada bak 1 yaitu 71% dari telur yang ditebar sebanyak
600.000 butir dan menetas sebanyak 426.000 ekor. Sedangkan pada bak 2
yaitu 75% dari telur yang ditebar sebanyak 600.000 butir dan menetas
sebanyak 450.000 ekor. Sementara pada bak 3 yaitu 73% dari telur yang
ditebar sebanyak 600.000 butir dan menetas sebanyak 438.000 ekor. Hasil
panen benih yang diperoleh pada bak 1 sabanyak 149.100 ekor dari larva
yang menetas sebanyak 426.000 ekor, sehingga diperoleh SR 35%.
Sedangkan pada bak 2 hasil panen diperoleh sebanyak 148.500 ekor dari
larva yang menetas sebanyak 450.000 ekor, sehingga dipeoleh SR 33%.
Sementara pada bak 3 hasil penen diperoleh sebanyak 135.780 ekor dari
larva yang menetas sebanyak 438.000 ekor, sehingga diperoleh SR 31%.
4.5. Saran
1. Berdasarkan kegiatan PKL II ini disarankan pada persiapan bak, dilakukan
penyiraman dinding dan dasar bak, selang aerasi, batu aerasi, serta pipa
outlet dan inlet menggunakan chlorine terlebih dahulu sebelum disikat,
kemudian didiamkan selama 1 hari sehingga hama dan penyakit dapat di
kurangi dengan lebih baik. Setelah itu baru disikat dan dicuci menggunakan
detergen untuk menghilangkan bau chlorine tersebut.
2. Pengadaan alat kualitas air juga perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi
kualitas air, dengan mengetahui kondisi kualitas air kita dapat mengambil
tindakan untuk menjaga kualitas air tersebut agar tetap optimal. Kualitas air
yang optimal akan mendukung dalam keberhasilan usaha.
32
DAFTAR PUSTAKA
Abdussamad, H. Z., & Sik, M. S. (2021). Metode Penelitian Kualitatif. CV. Syakir
Media Press.
Abidin, Z., Miranti, S., & Rimandi Bakkara, O. (2023). Pengaruh Pemberian
Tepung Kunyit pada Pakan Terhadap Profil Darah Ikan Kerapu Cantang
(Ephinephelus fuscoguttatus x Ephinephelus lanceolatus). (Doctoral
dissertation, Universitas Maritim Raja Ali Haji).
Agrotani. (2017). Nama ilmiah ikan kerapu kertang. Diambil dari
https://www.agrotani.com/nama-ilmiah-ikan-kerapu-kertang/amp/
Agrozine. (2021). Mengenal jenis-jenis ikan kerapu berharga tinggi. Diambil dari
https://www.google.com/amp/s/agrozine.id/mengenal-jenis-jenis-ikan-
kerapu-berharga-tinggi/amp/
Aini, D. N., Ningsih, P. A., & Rahma, S. (2023). Analisis Kinerja Keuangan
Pengelolaan Alokasi Dana Desa Berdasarkan Rasio Efektivitas dan Rasio
Pertumbuhan pada Kantor Desa Jati Mulyo Tanjung Jabung Timur. Jurnal
Riset Ekonomi dan Akuntansi, 1(1), 125-140.
Aini, R., & Johan, Y. (2023, March). Teknik Pembesaran Ikan Kerapu Macan
(Epinephelus fuscoguttatus) di Balai Perikanan Budidaya Laut Batam. In
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan (pp.
216-220).
Alifatri, L. O., Hariyadi, S., & Susanto, H. A. (2017). Analisis Daya Dukung Lahan
untuk Pengembangan Budi Daya Kerapu di Perairan Tambak Kecamatan
Cilebar, Kabupaten Karawang. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia, 22(1), 52-66.
Arisandi, A., Rokhmaniati, S., & Farid, A. (2022). Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Laut (Berbasis Budidaya Perikanan Air Payau), 47.
Arischa, S. (2019). Analisis Beban Kerja Bidang Pengelolaan Sampah Dinas
Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Pekanbaru. Jurnal Online
Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 6(1), 1-15.
Ayumardensi, R., & Ningrum, P. P. A. (2022). Analisis Tingkat Keuntungan
Usahatani Bawang Daun di Kelurahan Muara Siban Kecamatan Dempo
Utara Kota Pagar Alam. Societa: Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis, 10(2), 9-17.
Bahdad, & Yuliana, E. (n.d.). Permasalahan dalam Pengelolaan Perikanan di
Indonesia.
Banthani, G., Rostika, R., Herawati, T., & Suryadi, I. B. B. (2019). Efektifitas
Pemberian Rotifera (Brachionus rotundiformis) yang Diperkaya dengan
Taurin dan Glutamin Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan
Larva Ikan Kerapu Sunu (Plectropomus leopardus). Jurnal Perikanan
Kelautan, 10(2).
Darwis, M. (2014). Manajemen Pemberian Pakan Alami Ikan Kerapu Tikus
(Cromileptes altivelis) pada Keramba Jaring Apung (KJA) di Balai
Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar Sulawesi Selatan.
Dewi, N. L. P. P., Purnama, I. N., & Utami, N. W. (2022). Penerapan Data Mining
untuk Clustering Penilaian Kinerja Dosen Menggunakan Algoritma K-
Means (Studi Kasus: STMIK Primakara). Jurnal Ilmiah Teknologi
Informasi Asia, 16(2), 105-112.
Djurumbaha, J. D., Jasmanindar, Y., & Salosso, Y. (2022). Perbedaan Jenis
Parasit pada Ikan Kerapu Cantang (Epinephelus fuscoguttatus x
Epinephelus lanceolatus) Sebelum dan Sesudah Budidaya di Keramba
Jaring Apung Semau. Jurnal Aquatik, 5(2), 67-81.
33
Exporthub. (2022). Ikan kerapu, si eksotis yang ekspornya fantastis (demo).
Diambil dari https://exporthub.id/ikan-kerapu-si-eksotis-yang-ekspornya-
fantastis/
Fadhallah, R. A. (2021). Wawancara. Unj Press.
Fadli, J., Sunaryo, S., & Djunaedi, A. (2013). Pemberian Enzim Papain pada
Pakan Komersil Terhadap Pertumbuhan dan Efisiensi Pakan Ikan Kerapu
Macan (Epinephelus fuscoguttatus). Journal of marine research, 2(3), 50-
57.
Fau, Y. T. V., & Ziraluo, Y. P. B. (2022). Strategi Budi Daya Ikan Kerapu dengan
Memakai Sistem Keramba Jaring Apung di Pulau-pulau Batu. Jurnal
Education and Development, 10(1), 553-558.
Febrianti, A. I. (2018). Pembenihan Ikan Kerapu Kertang (Epinephelus
lanceolatus) di Kolam. (Paper, Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta).
Febrianto, T., Ma'mun, A., & Apdillah, D. (2023). Target Strength Ikan Kerapu
Cantang Terhadap Panjang Total Ikan Menggunakan Singlebeam
Echosounder. Jurnal Akuatiklestari, 6(2), 200-205.
Fergianda, S., Apdillah, D., & Febrianto, T. (2022). Hubungan Target Strength
Terhadap Ukuran Tubuh Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)
Menggunakan Teknologi Hidroakustik (Doctoral dissertation, Universitas
Maritim Raja Ali Haji).
Fietri, W. A., Razak, A., & Sumarmin, R. (2021). Analisis Filogenetik Familia Ikan
Kerapu Serranidae Berdasarkan Penandaan Chytocrome Oxydase I
(COI) dari Pasar Ikan Lokal di Indonesia.
Firdausi, S. L. Y., & Mubarak, A. S. (2021). Manajemen Pendederan Ikan Kerapu
Cantang (Epinephelus Fuscoguttatus-Lanceolatus) pada Bak Beton di
Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Kabupaten Situbondo
Propinsi Jawa Timur. (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).
Fitri, A., Wismanto, W., Nursikin, M., Mashuri, M., & Amin, K. (2023). Peran
Ganda Guru Pendidikan Agama Islam dalam Membimbing Siswa
Bermasalah di SD Islam Al-Rasyid Pekanbaru. Journal on Education,
5(3), 9710-9717.
Fitriadi, R., Palupi, M., Kusuma, B., & Prakosa, D. G. (2020). Manajemen
Pemberian Pakan pada Budidaya Ikan Kerapu Macan (Epinephelus
fuscogutattus) di Desa Klatakan, Situbondo, Jawa Timur. Samakia: Jurnal
Ilmu Perikanan, 11(2), 66-70.
Gunamantha, I. M. (2020). Penentuan Kadar Lemak pada Feses Ikan Kerapu
Macan (Epinephelus Fuscoguttatus) dengan Metode Gravimetri
Menggunakan Pelarut Metanol–Kloroform. International Journal of
Applied Chemistry Research, 2(2), 33-37.
Harahap, A. F., Rostika, R., Agung, M. U. K., & Haetami, K. (2019). Pemanfaatan
Simplisia Pepaya pada Ikan Rucah untuk Pakan Kerapu Cantang
(Epinephelus fuscoguttatus-lanceolatus) di Keramba Jaring Apung Pesisir
Pangandaran. Jurnal Perikanan Kelautan, 10(2).
Harjuni, F., Wulanda, Y., Sarumaha, H., Ramdhani, F., Yunita, L. H., & Khobir, M.
L. (2023). Identifikasi Parasit yang Menginfeksi Benih Ikan Kerapu Macan
(Epinephelus fuscoguttatus) di Keramba Jaring Apung (KJA). Journal Of
Indonesian Tropical Fisheries (JOINT-Fish): Jurnal Akuakultur, Teknologi
dan Manajemen Perikanan Tangkap dan Ilmu Kelautan, 6(1), 35-43.
Hasan, H. (2022). Pengembangan Sistem Informasi Dokumentasi Terpusat pada
STMIK Tidore Mandiri. JURASIK (Jurnal Sistem Informasi dan Komputer),
2(1), 23-30.
34
Hasan, M. H. M., Yulianto, T., & Miranti, S. (2021). Pengaruh Pemberian Pakan
Ikan Rucah Terhadap Pertumbuhan Ikan Kerapu Cantang (Epinephelus
fuscoguttatus x Epinephelus lanceolatus). Intek Akuakultur, 5(1), 10-19.
Hasan, S., Saraswati, E., & Setyaningrum, E. W. (2022). Pengaruh Perbedaan
Salinitas Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan
Kerapu Cantang (Epinephelus Fuscoguttatus Lanceolatus). Journal Of
Sustainable Agriculture and Fisheries, 2(2), 74-84.
Hasanah, H. (2017). Teknik-teknik Observasi (Sebuah Alternatif Metode
Pengumpulan Data Kualitatif Ilmu-ilmu Sosial). At-Taqaddum, 8(1), 21-46.
Hitijahubessy, B. (2019). Analisis Kelayakan untuk Budidaya Ikan Kerapu pada
Keramba Jaring Apung di Teluk Ambai Yapen. (Doctoral dissertation,
Universitas Bosawa).
Indriani, A., Witanto, Y., Supriyadi, S., & Hendra, H. (2017). Sistem Kontrol
Kekeruhan dan Temperatur Air Laut Menggunakan Microcontroller
Arduino Mega. Jurnal Teknik Mesin, 6(3), 158-163.
Ismi, S., & Asih, Y. N. (2011). Perkembangan Telur dan Tingkah Laku Larva
Kerapu Hybrid Cantang. In Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur
(Vol. 1, No. 1, pp. 9-12).
Ismi, S., Hutapea, J. H., Kusumawati, D., & Asih, Y. N. (2018). Perkembangan
Morfologi dan Perilaku Larva Ikan Kerapu Hibrida Cantik pada Produksi
Massal. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 10(2), 431-440.
Jalaludin, J. (2021). Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan
Konsumen pada PT. Bina Sejahtera Bangun Persada Serang Banten.
Akademik: Jurnal Mahasiswa Ekonomi & Bisnis, 1(2), 40-48.
Kamaria, A. (2021). Implementasi Kebijakan Penataan dan Mutasi Guru Pegawai
Negeri Sipil di Lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera
Utara. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 7(3), 82-96.
Kapanlagi. (2021). 7 jenis ikan kerapu yang bisa dibudidayakan, kenali ciri
fisiknya. Diambil dari https://plus.kapanlagi.com/7-jenis-ikan-kerapu-yang-
bisa-dibudidayakan-kenali-ciri-fisiknya-297044.html
Khaatimah, H., & Wibawa, R. (2017). Efektivitas Model Pembelajaran
Cooperative Integrated Reading dan Komposisi Terhadap Hasil
Belajar. Jurnal Teknologi Pendidikan: Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pembelajaran, 2 (2), 76-87.
Khalil, M., Salamah, S., Zumairi, Z., & Muliani, M. (2021). Kajian Kinerja
Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Kerapu Macan
(Ephinephelus fuscogusttatus) Menggunakan Pakan Hewani yang
Berbeda. Acta Aquatica: Aquatic Sciences Journal, 8(2), 118-123.
Kumparan. (2023). 6 jenis ikan kerapu dan karakteristiknya. Diambil dari
https://www.google.com/amp/s/m.kumparan.com/amp/ragam-info/6-jenis-
ikan-kerapu-dan-karakteristiknya-20yXcV18C3b
Kusumastuti, A., & Khoiron, A. M. (2019). Metode Penelitian Kualitatif. Lembaga
Pendidikan Sukarno Pressindo (LPSP).
Latifah, N., & Supena, A. (2021). Analisis Attention Siswa Sekolah Dasar dalam
Pembelajaran Jarak Jauh di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Basicedu,
5(3), 1175-1182.
Latubessy, A., & Ahsin, M. N. (2016). Hubungan Antara Adiksi Game Terhadap
Keaktifan Pembelajaran Anak Usia 9-11 Tahun. Simetris: Jurnal Teknik
Mesin, Elektro dan Ilmu Komputer, 7(2), 687-692.
Lubis, N. (2023). Analisis Kinerja Keuangan Serta Kebijakan Deviden Terhadap
Harga Saham pada Perusahaan Perbankan di Bei. Sintaksis: Jurnal
Ilmiah Pendidikan, 3(2), 115-121.
35
Malkab, A. N. I. (2023). Inventarisasi Jenis Ikan Kerapu dan Ikan Kakap yang
Diperdagangkan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lappa, Kabupaten
Sinjai, Sulawesi Selatan = Inventory of Species of Grouper-Snapper
Traded at the Lappa Fish Auction Place (TPI), Sinjai Regency, South
Sulawesi (Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin).
Masruri, M. (2020). Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan di Desa Bumi
Rahayu Kecamatan Tanjung Selor Kabupaten Bulungan. Jurnal Inovasi
Penelitian, 1(6), 1171-1180.
Mujiyanto, M., & Sugianti, Y. (2014). Bioekologi Ikan Kerapu di Kepulauan
Karimunjawa (Bioecology of Groupers in Karimunjawa Waters). Ilmu
Kelautan: Indonesian Journal of Marine Sciences, 19(2), 88-96.
Mulyani, S., Hadijah, & Hitijahubessy, B. (2021). Potensi Pengembangan
Budidaya Ikan Kerapu Perairan Teluk Ambai Provinsi Papua. Gowa:
CV. Berkah Utami.
Muslim, M., Iskandar, A., & Hendriana, A. (2022). Budi Daya Ikan Kerapu di
Tambak. Solok: PT. Insan Cendekia Mandiri Group.
Mustopa, D. G. (2022). Majelis Ta’lim Sebagai Alternatif Pusat Pendidikan Islam.
Ta'lim: The Islamic Religious Educational Journal, 1(1).
Nainggolan, C., Malting, M., & Yusuf, N. S. (2022). Derajat Penetasan Telur Ikan
Lele Dumbo (Clarias gariepinus) yang Diinkubasi pada Media Air yang
Berbeda. Journal of Tropical Fisheries, 18(1), 8-16.
Ndjurumbaha, J. D. N., Jasmanindar, Y., & Salosso, Y. (2022). Perbedaan Jenis
Parasit pada Ikan Kerapu Cantang (Epinephelus fuscoguttatus x
Epinephelus lanceolatus) Sebelum dan Sesudah Budidaya di Keramba
Jaring Apung Semau. Jurnal Aquatik, 5(2), 67-81.
Ngingu. (2023). Ikan kerapu. Diambil dari
https://hewanbinatang.com/ikan/kerapu/
Novriadi, R., Agustatik, S., Hendrianto, Pramuanggit, R., & Hariwibowo, A.
(2014). Penyakit Infeksi pada Budidaya Ikan Laut di Indonesia.
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya, Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan. hal, 28.
Nuraini, P., Alfani, M. H., & Hamzah, Z. (2020). Literasi Produk Perbankan
Syariah Bagi Guru Pondok Pesantren di Kota Pekanbaru. Journal of
Economic, Bussines and Accounting (COSTING), 4(1), 317-325.
Ogahribet. (tidak ada tanggal). Jenis ikan kerapu bernilai ekonomis tinggi dan
kaya manfaat. Diambil dari
https://www.google.com/amp/s/ogahribet.com/jenis-ikan-kerapu/amp/
Palupi, M., Fitriadi, R., Prakosa, D. G., & Pramono, T. B. (2020). Analisis
Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Kerapu Cantang (Epinephelus sp.) di
Desa Blitok, Situbondo. Samakia: Jurnal ilmu perikanan, 11(2), 101-107.
Pintarpet. (2021). Daftar jenis ikan kerapu laut paling terkenal di indonesia, pada
mau makan?. Diambil dari https://petpintar.com/ikan/jenis-ikan-kerapu-
laut
Pradila, A. (2018). Profil dan Analisis Finansial Pembudidaya Ikan Kerapu
Cantang (E. fuscoguttatus X E. lanceolatus) di KJA Situbondo Jawa Timur
(Doctoral dissertation, Fakultas Perikanan dan Kelautan).
Pratama, M. F. (2023). Pemeriksaan Viral Nervous Necrosis pada Ikan Kerapu
Lumpur (Epinephelus coioides) dengan Metode Polymerase Chain
Reaction (PCR). Jurnal Ruaya: Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmu
Perikanan dan Kelautan, 11(2).
Pratiwi, C. S. (2022). TA: Pembesaran Ikan Kerapu Macan (Epinephelus
fuscogutattus) pada Keramba Jaring Apung (Doctoral dissertation,
Politeknik Negeri Lampung).
36
Pratiwi, R., & Kancitra, P. (2015). Perbandingan Potensi Berat dan Volume
Lumpur yang Dihasilkan Oleh IPA Badak Singa PDAM Tirtawening Kota
Bandung Menggunakan Data Sekunder dan Primer. Jurnal Reka
Lingkungan, 3(1), 30-40.
Prayogo, I., & Isfanji, W. (2014). Teknik Pemeliharaan Larva Kerapu Cantang
(Epinephelus fuscoguttatus lanceolatus). Penerbit: Samakia, 5(1), 13-11.
Prayor, H. (2021). Pengaruh Penambahan Metionin pada Pakan Formulasi
Terhadap Laju Pertumbuhan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus
fuscoguttatus) di Fase Penggelondongan.
Pujaastawa, I. B. G. (2016). Teknik Wawancara dan Observasi untuk
Pengumpulan Bahan Informasi. Universitas Udayana, 4.
Puspitasari, D. (2017). Teknik Pembesaran Ikan Kerapu Cantik (Epinephelus sp.)
pada Keramba Jaring Apung di Balai Perikanan Budidaya Air Payau
(BPBAP) Situbondo, Jawa Timur.
Putra, G. S., & Fernos, J. (2023). Pengaruh Disiplin Kerja Dan Motivasi Kerja
Terhadap Kinerja Pegawai pada Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian
Kota Padang. Jurnal Valuasi: Jurnal Ilmiah Ilmu Manajemen dan
Kewirausahaan, 3(2), 617-629.
Rahardja, I. U., MTI, M., Sudaryono, I., TI, M., & Ir Mochamad Heru Riza Chakim,
M. M. (2023). Statistik Deskriptif Teori. Rumus. Kasus untuk Penelitian.
Asosiasi Pendidikan Tinggi Informatika dan Komputer (APTIKOM).
Ramadona, F., Yermadona, H., & Dewi, S. (2023). Analisis Kerusakan Jalan
Raya pada Lapis Permukaan dengan Metode Pavement Condition Index
(PCI) dan Metode Bina Marga (Studi Kasus Ruas Jalan Landai Sungai
Data STA 0+ 000–STA 2+ 000). Ensiklopedia Research and Community
Service Review, 2(2), 15-20.
Ria, A. (2018). Analisis Penerapan Aplikasi Keuangan Berbasis Android pada
Laporan Keuangan UMKM Mekarsari Depok. Sosio e-kons, 10(3), 207-
2019.
Rianto, A. (2018). 11 jenis ikan kerapu termahal di indonesia. Diambil dari
https://www.isw.co.id/post/2018/11/22/11-jenis-ikan-kerapu-termahal-di-
indonesia
Rijali, A. (2018). Analisis Data Kualitatif. Alhadharah: Jurnal Ilmu Dakwah, 17(33),
81-95.
Rimbakita. (tidak ada tanggal). Ikan kerapu - taksonomi, ciri, morfologi, habitat,
jenis dan karakteristik. Diambil dari https://rimbakita.com/kerapu/
Rindawan, R., & Syahrir, S. (2019). Kompetensi Guru Pendidikan Jasmani
Olahraga dan Kesehatan dalam Pelaksanaan Evaluasi Pembelajaran
SMAN 1 Praya Barat Daya Tahun 2018. JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan
Pendidikan), 3(1).
Rochmad, A. N., & Mukti, A. T. (2020). Teknik Pembesaran Ikan Kerapu Hibrida
Cantang (Epinephelus fuscoguttatus × Epinephelus lanceolatus) pada
Karamba Jaring Apung. Jurnal Biosains Pascasarjana, 22(1), 29-36.
Rosa, R. N., & Zaman, S. (2017). Pengelolaan Pembibitan Tanaman Kelapa
Sawit (Elais guineensis Jacq.) di Kebun Bangun Bandar, Sumatera Utara.
Buletin Agrohorti, 5(3), 325-333.
Ruangburuh. (2020). Panduan lengkap cara budi daya ikan kerapu cantang.
Diambil dari https://ruangburuh.com/panduan-lengkap-cara-budidaya-
ikan-kerapu-cantang/?amp=1
Sabanise, Y. F., & Rakhman, A. (2019). Sistem Pendukung Keputusan
Penerimaan Beasiswa dengan Menggunakan Metode Simple Additive
Weighting (SAW) Studi Kasus Politeknik Harapan Bersama Tegal. Smart
Comp: Jurnalnya Orang Pintar Komputer, 8(1), 48-53.
37
Saefulloh, M. A. (2022). Pengaruh Struktur Modal dan Ukuran Perusahaan
Terhadap Nilai Perusahaan Real Estate dan Properti yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia Periode 2020-2021 (Bachelor's thesis, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta).
Safrida, L. N., Ambarwati, R., & Albirri, E. R. (2017). Partisipasi Mahasiswa
dalam Pembelajaran Kooperatif Berdasarkan Lesson Study. Jurnal
Edukasi, 4(3), 54-58.
Saputra, F. A. (2022). TA: Perkawinan Silang Ikan Kerapu Macan (Epinephelus
fuscoguttatus) dan Kertang Kertang (Epinephelus lanceolatus) di BPBAP
Situbondo (Doctoral dissertation, Politeknik Negeri Lampung).
Setiawan, A. Q. (2023). Kajian Ektoparasit pada Budi Daya Ikan Kerapu Cantang
(Epinephelus fuscoguttatus x Epinephelus lanceolatus) di Perairan
Ringgung dan Durian, Pesawaran, Lampung: Identifikasi, Prevalensi, dan
Intensitas.
Sofiati, S., Yuliana, E., & Warlina, L. (2021). Strategi Pengembangan Usaha
Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT) Kerapu Hybrid Cantang
(Epinephelus fuscoguttatus >< Epinephelus lanceolatus).
Pelagicus, 2(1), 1-14.
Sriyanti, S. & Akhrianti, I. (2021). Teknik Pembesaran Ikan Kerapu Macan
(Epinephelus fuscoguttatus) di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut
(BBPBL) Lampung. Aquatic Science, 3(1), 14-19.
Subagia, I. P. B. (2023). Rentabilitas Usaha Backyard Hatchery Ikan Kerapu
Hibrida di Desa Penyabangan Kecamatan Gerokgak Kabupaten
Buleleng (Doctoral dissertation, Universitas Mahasaraswati Denpasar).
Syahputri, D. R., Karim, M., & Yodfiatfinda, Y. (2021). Analisis Risiko Budidaya
Ikan Kerapu Cantang (Epinephelus fuscoguttatus x Epinephelus
lanceolatus) di Perairan Pulau Lancang Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
Jurnal Bioindustri (Journal Of Bioindustry), 4(1), 69-83.
Tafshare. (2020). Klasifikasi, morfologi dan habitat ikan kerapu cantang. Diambil
dari https://www.tafshare.com/2020/04/klasifikasi-morfologi-dan-habitat-
ikan-kerapu-cantang.html?m=1
Taupik, M., Suryadi, A. M. T. A., Makkulawu, A., & La Kilo, J. (2023). Analisis
Cemaran Klorin pada Beras dengan Metode Volumetri Studi Kasus:
Kabupaten Bone Bolango. Indonesian Journal of Pharmaceutical
Education, 3(2).
Tino, W., Siregar, V. P., & Gaol, J. L. (2022). Aplikaai Model Evaluasi Multikriteria
Menggunakan Fuzzy AHP untuk Penentuan Lokasi Budidaya Ikan Kerapu
di Kepulauan Seribu. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 14(3),
363-378.
Triarso, I., & Putro, S. P. (2019). Pengembangan Budi Daya Perikanan Produktif
Berkelanjutan Sistem IMtA (Integrated Multi-trophic Aquaculture) (Studi
Kasus di Kepulauan Karimunjawa, Jepara). Life Science, 8(2), 192-199.
Tumadang, L. S., Sampekalo, J., & Lantu, S. (2016). Pengaruh Pemberian
Beberapa Jenis Pakan pada Pertumbuhan Ikan Kerapu Cantang
(Epinephelus sp.) di Karamba Jaring Apung di Teluk Talengen Kepulauan
Wahono, A. S. (2019). Manifestasi Pembangunan Desa Melalui Pendirian dan
Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (Bumdesa) (Studi Kasus: Desa
Pasir Putih, Kabupaten Situbondo). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB, 7(2).
Wahyudi, D., Suhermanto, A., Triana, A., & Herdianto, T. (2022). Deteksi Parasit
dan Virus pada Pembesaran Ikan Kerapu Cantang (Epinephelus
fuscoguttatus vs Epinephelus lanceolatus) Detection of Parasite and Virus
in Grow Out of Hybrid Groupers (Epinephelus fuscoguttatus vs
Epinephelus lanceolatus). Jurnal Airaha, 11(02).
38
Wardono, E. W. (2013). Artikel Ilmiah Praktik Kerja Lapang Program Studi S-1
Budidaya Perairan.
Widjayanthi, L., & Widayanti, Y. A. (2020). Dampak Penggunaan Keramba Jaring
Apung pada Pembudidaya Ikan Kerapu Berdasarkan Perspektif Sosial
Ekonomi. Jurnal Kirana, 1(1), 12-18.
Wikipedia. (2023). Kerapu kertang. Diambil dari
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kerapu_kertang
Wulandari, V. (2019). Kajian Perkembangan dan Pertumbuhan Larva Ikan
Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus (Forskal, 1775) pada Suhu
Media yang Berbeda.
Yanuari, Y. (2019). Analisis Pengaruh Motivasi Kerja dan Lingkungan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan. Baskara: Journal of Business and
Entrepreneurship, 2(1), 45-54.
Yuliani, W., & Ismail, R. (2023). Uji Aktivitas Antijamur Fungi Endofit Tanaman
Sarang Semut (Myrmecodia pendans) Terhadap Jamur Candida albicans.
Pharmacy Genius, 2(1), 31-42.
Yulianto, D., Renggong, R., & Madiong, B. (2021). Analisis Penyidikan Polri
Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan di Wilayah Polres Mamasa.
Indonesian Journal of Legality of Law, 3(2), 129-135.
39
LAMPIRAN
Grading
5. Kamis, 19
Oktober 2023 Pengukuran kualitas air
40
Rincian Kegiatan Praktik dan
No. Hari/Tanggal Jenis Kegiatan Dokumentasi Paraf
6. Kamis, 19 Pengukuran kualitas air
Oktober 2023
Pengukuran suhu
7. Kamis, 19 Pengukuran kualitas air
Oktober 2023
Grading
Pemberian pakan
41
Rincian Kegiatan Praktik dan
No. Hari/Tanggal Jenis Kegiatan Dokumentasi Paraf
12. Kamis, 26 Pasca panen
Oktober 2023
Packing benih
Grading
42
Rincian Kegiatan Praktik dan
No. Hari/Tanggal Jenis Kegiatan Dokumentasi Paraf
43
Lampiran 2 Hasil pengukuran kualitas air
Hari Kode
Suhu Salinitas pH Nitrit Nitrat Amonia
ke- bak
1 1 31,2 oC 29 ppt 5,20 - - -
2 35,3 oC 28 ppt 8,56 - - -
3 33,8 oC 30 ppt 7,57 - - -
o
2 1 34,5 C 31 ppt 6,77 - - -
2 33,8 oC 29 ppt 7,05 - - -
3 30,5 oC 27 ppt 8,09 - - -
3 1 31,5 oC 28 ppt 5,25 - - -
2 31,5 oC 29 ppt 8,05 - - -
o
3 24,5 C 25 ppt 7,20 - - -
4 1 24,4 oC 31 ppt 8,14 - - -
2 24,5 oC 30 ppt 8,01 - - -
3 25,5 oC 29 ppt 7,15 - - -
5 1 26,3 oC 32 ppt 5,01 - - -
o
2 27,2 C 30 ppt 6,70 - - -
3 24,5 oC 31 ppt 8,05 - - -
6 1 24,4 oC 29 ppt 6,05 - - -
2 25,7 oC 28 ppt 7,17 - - -
o
3 30,5 C 30 ppt 8,14 - - -
7 1 30,5 oC 31 ppt 5,05 0 mg/l 100 mg/l 0,5 mg/l
2 31,8 oC 30 ppt 6,14 0,1 mg/l 50 mg/l 1,0 mg/l
3 30,5 oC 28 ppt 8,11 0 mg/l 100 mg/l 0,5 mg/l
8 1 30,3 oC 27 ppt 7,05 - - -
o
2 31,5 C 29 ppt 8,09 - - -
3 28,7 oC 30 ppt 6,14 - - -
9 1 24,5 oC 24 ppt 5,24 - - -
2 25,6 oC 27 ppt 6,07 - - -
o
3 27,7 C 30 ppt 8,05 - - -
10 1 30,5 oC 28 ppt 8,11 - - -
2 31,2 oC 30 ppt 8,56 - - -
3 31,5 oC 31 ppt 7,10 - - -
11 1 28,6 oC 29 ppt 6,09 - - -
o
2 29,5 C 31 ppt 7,19 - - -
3 30,7 oC 30 ppt 8,09 - - -
44
Hari Kode
Suhu Salinitas pH Nitrit Nitrat Amonia
ke- bak
12 1 31,2 oC 26 ppt 5,05 - - -
2 29,6 oC 28 ppt 6,20 - - -
o
3 30,5 C 30 ppt 8,05 - - -
13 1 28,7 oC 31 ppt 5,27 - - -
2 25,8 oC 28 ppt 7,26 - - -
3 26,5 oC 29 ppt 6,27 - - -
14 1 29.3 oC 30 ppt 8,11 0 mg/l 50 mg/l 1,0 mg/l
2 27,9 oC 31 ppt 6,09 0.25 mg/l 100 mg/l 0,5 mg/l
3 30,3 oC 29 ppt 5,27 0,1 mg/l 50 mg/l 1,0 mg/l
15 1 31,2 oC 27 ppt 8,56 - - -
2 30,5 oC 26 ppt 7,22 - - -
3 29,5 oC 29 ppt 8,09 - - -
16 1 28,5 oC 30 ppt 5,20 - - -
2 27,6 oC 25 ppt 6,28 - - -
3 30,1 oC 27 ppt 8,06 - - -
17 1 31,2 oC 30 ppt 7,27 - - -
o
2 29,5 C 31 ppt 6,01 - - -
3 28,9 oC 29 ppt 5,05 - - -
18 1 30,3 oC 28 ppt 7,21 - - -
2 31,2 oC 29 ppt 8,09 - - -
3 30,5 oC 30 ppt 8,05 - - -
o
19 1 31,5 C 31 ppt 5,05 - - -
2 29,9 oC 32 ppt 6,47 - - -
3 26,7 oC 29 ppt 7,56 - - -
20 1 30,1 oC 33 ppt 6,58 - - -
2 29,5 oC 30 ppt 5,67 - - -
o
3 30,3 C 29 ppt 8,01 - - -
21 1 29,3 oC 31 ppt 7,07 0,25 mg/l 100 mg/l 0,5 mg/l
2 30,5 oC 32 ppt 7,05 0 mg/l 100 mg/l 0,5 mg/l
3 31,8 oC 29 ppt 5,06 0,25 mg/l 50 mg/l 1,0 mg/l
22 1 31,5 oC 30 ppt 8,06 - - -
2 30,5 oC 32 ppt 5,68 - - -
3 31,2 oC 31 ppt 6,70 - - -
45
Hari Kode
Suhu Salinitas pH Nitrit Nitrat Amonia
ke- bak
23 1 30,2 oC 29 ppt 8,03 - - -
2 29,6 oC 27 ppt 6,77 - - -
o
3 31,5 C 30 ppt 5,66 - - -
24 1 29,5 oC 31 ppt 5,44 - - -
2 29,7 oC 32 ppt 6,33 - - -
3 30,1 oC 29 ppt 7,54 - - -
25 1 31,8 oC 26 ppt 8,07 - - -
o
2 30,4 C 29 ppt 7,09 - - -
3 29,8 oC 29 ppt 5,66 - - -
26 1 27,5 oC 28 ppt 6,42 - - -
2 25,6 oC 27 ppt 5,33 - - -
3 29,6 oC 30 ppt 7,42 - - -
27 1 30,7 oC 27 ppt 6,76 - - -
2 31,2 oC 30 ppt 6,56 - - -
3 30,8 oC 31 ppt 5,32 - - -
28 1 31,2 oC 31 ppt 7,67 0,25 mg/l 100 mg/l 1,0 mg/l
2 30,4 oC 29 ppt 5,34 0,25 mg/l 50 mg/l 1,0 mg/l
3 31,3 oC 30 ppt 5,67 0 mg/l 100 mg/l 0,5 mg/l
29 1 31,6 oC 30 ppt 8,05 - - -
2 30,9 oC 31 ppt 8,56 - - -
3 29,9 oC 29 ppt 6,79 - - -
o
30 1 31,9 C 25 ppt 7,56 - - -
2 30,7 oC 30 ppt 7,69 - - -
3 29,5 oC 31 ppt 8,01 - - -
31 1 30,5 oC 29 ppt 7,01 - - -
2 31,4 oC 30 ppt 5,45 - - -
o
3 31,8 C 27 ppt 6,37 - - -
32 1 30,2 oC 29 ppt 5,05 - - -
2 30,8 oC 28 ppt 6,89 - - -
3 31,3 oC 30 ppt 8,05 - - -
33 1 30,5 oC 31 ppt 5,76 - - -
2 31,2 oC 32 ppt 7,89 - - -
3 30,2 oC 29 ppt 8,05 - - -
46
Hari Kode
Suhu Salinitas pH Nitrit Nitrat Amonia
ke- bak
34 1 31,7 oC 30 ppt 7,56 - - -
2 31,5 oC 29 ppt 8,09 - - -
o
3 30,5 C 31 ppt 6,30 - - -
35 1 30,8 oC 33 ppt 7,46 0 mg/l 100 mg/l 0,5 mg/l
2 31,2 oC 31 ppt 5,66 0 mg/l 100 mg/l 0,5 mg/l
3 30,5 oC 29 ppt 7,21 0 mg/l 100 mg/l 1,0 mg/l
36 1 29,5 oC 30 ppt 8,09 - - -
o
2 30,5 C 28 ppt 7,59 - - -
3 31,3 oC 29 ppt 6,77 - - -
37 1 31,2 oC 27 ppt 5,06 - - -
2 30,5 oC 29 ppt 7,07 - - -
3 28,9 oC 30 ppt 8,09 - - -
38 1 27,5 oC 26 ppt 6,11 - - -
2 29,8 oC 28 ppt 8,30 - - -
3 26,9 oC 31 ppt 7,39 - - -
39 1 31,5 oC 30 ppt 6,42 - - -
o
2 29,8 C 28 ppt 7,45 - - -
3 27,5 oC 31 ppt 5,56 - - -
40 1 25,6 oC 29 ppt 5,76 - - -
2 29,7 oC 27 ppt 6,78 - - -
3 28,3 oC 26 ppt 8,09 - - -
o
41 1 30,8 C 30 ppt 5,05 - - -
2 31,9 oC 31 ppt 7,77 - - -
3 30,6 oC 32 ppt 8,43 - - -
42 1 31,5 oC 31 ppt 6,78 0 mg/l 50 mg/l 0,5 mg/l
2 30,6 oC 29 ppt 5,65 0,25 mg/l 50 mg/l 0,5 mg/l
3 31,2 oC 30 ppt 7,14 0 mg/l 100 mg/l 0,5 mg/l
43 1 29,5 oC 32 ppt 8,09 - - -
2 28,9 oC 30 ppt 8,11 - - -
3 30,5 oC 29 ppt 7,98 - - -
44 1 30,2 oC 28 ppt 8,56 - - -
2 31,5 oC 25 ppt 5,20 - - -
3 30,9 oC 29 ppt 6,76 - - -
47
Hari Kode
Suhu Salinitas pH Nitrit Nitrat Amonia
ke- bak
45 1 31,9 oC 30 ppt 5,25 - - -
2 30,9 oC 31 ppt 6,37 - - -
o
3 29,7 C 29 ppt 8,35 - - -
46 1 28,5 oC 32 ppt 7,20 - - -
2 30,9 oC 29 ppt 6,46 - - -
3 31,7 oC 31 ppt 7,25 - - -
47 1 30,2 oC 28 ppt 7,11 - - -
o
2 31,4 C 30 ppt 6,19 - - -
3 30,3 oC 31 ppt 5,29 - - -
48 1 30,4 oC 32 ppt 6,45 - - -
2 30,7 oC 29 ppt 5,17 - - -
3 31,7 oC 28 ppt 7,16 - - -
49 1 29,8 oC 31 ppt 8,17 0,25 mg/l 50 mg/l 0,5 mg/l
2 27,7 oC 30 ppt 5,19 0 mg/l 50 mg/l 1,0 mg/l
3 28,9 oC 32 ppt 7,18 0 mg/l 50 mg/l 1,0 mg/l
50 1 30,1 oC 29 ppt 8,45 - - -
o
2 31,2 C 28 ppt 7,75 - - -
3 29,8 oC 30 ppt 6,68 - - -
51 1 30,3 oC 31 ppt 5,20 - - -
2 31,3 oC 30 ppt 6,34 - - -
3 30,9 oC 28 ppt 7,14 - - -
o
52 1 29,9 C 27 ppt 6,11 - - -
2 30,8 oC 31 ppt 7,33 - - -
3 31,3 oC 30 ppt 8,02 - - -
53 1 30,5 oC 32 ppt 7,15 - - -
2 31,9 oC 29 ppt 6,18 - - -
o
3 31,5 C 30 ppt 7,31 - - -
54 1 30,6 oC 31 ppt 6,13 - - -
2 30,9 oC 32 ppt 5,27 - - -
3 31,7 oC 29 ppt 6,27 - - -
55 1 29,7 oC 31 ppt 6,19 - - -
2 31,5 oC 30 ppt 8,17 - - -
3 30,1 oC 27 ppt 5,49 - - -
48
Hari Kode
Suhu Salinitas pH Nitrit Nitrat Amonia
ke- bak
56 1 31,2 oC 24 ppt 6,71 0 mg/l 100 mg/l 0,5 mg/l
2 30,2 oC 27 ppt 5,45 0,25 mg/l 100 mg/l 0,5 mg/l
3 31,7 oC 29 ppt 6,30 0,25 mg/l 100 mg/l 1,0 mg/l
57 1 30,5 oC 26 ppt 6,13 - - -
2 31,8 oC 29 ppt 5,19 - - -
3 31,6 oC 28 ppt 6,17 - - -
58 1 30,5 oC 29 ppt 7,04 - - -
o
2 31,3 C 30 ppt 7,28 - - -
3 30,1 oC 30 ppt 7,45 - - -
59 1 30,6 oC 31 ppt 6,20 - - -
2 29,4 oC 32 ppt 5,43 - - -
3 28,2 oC 29 ppt 7,56 - - -
60 1 30,2 oC 31 ppt 8,19 - - -
2 31,5 oC 29 ppt 7,15 - - -
3 30,5 oC 28 ppt 5,45 - - -
61 1 29,3 oc 30 ppt 6,28 - - -
o
2 31,7 C 29 ppt 5,31 - - -
3 30,9 oC 27 ppt 7,21 - - -
62 1 29,8 oC 31 ppt 6,32 - - -
2 27,7 oC 30 ppt 5,56 - - -
3 28,8 oC 32 ppt 7,40 - - -
o mg mg
63 1 29,7 C 28 ppt 5,20 0 /l 100 /l 0,5 mg/l
2 31,7 oC 29 ppt 5,29 0 mg/l 50 mg/l 0,5 mg/l
3 28,9 oC 31 ppt 5,37 0,25 mg/l 100 mg/l 0,5 mg/l
64 1 25,5 oC 31 ppt 6,09 - - -
2 27,7 oC 30 ppt 7,19 - - -
o
3 28,6 C 29 ppt 8,20 - - -
65 1 29,9 oC 28 ppt 8,09 - - -
2 27,5 oC 27 ppt 8,01 - - -
3 30,1 oC 30 ppt 8,11 - - -
66 1 30,5 oC 31 ppt 5,30 - - -
2 31,2 oC 32 ppt 5,37 - - -
3 29,9 oC 29 ppt 6,05 - - -
49
Hari Kode
Suhu Salinitas pH Nitrit Nitrat Amonia
ke- bak
67 1 30,7 oC 28 ppt 5,27 - - -
2 31,9 oC 25 ppt 5,39 - - -
oC
3 29,9 29 ppt 5,34 - - -
68 1 30,6 oC 30 ppt 6,19 - - -
2 29,5 oC 31 ppt 5,17 - - -
3 31,7 oC 29 ppt 5,16 - - -
69 1 30,9 oC 30 ppt 7,05 - - -
o
2 31,2 C 30 ppt 5,01 - - -
3 30,5 oC 28 ppt 5,31 - - -
70 1 31,7 oC 27 ppt 5,29 0,25 mg/l 100 mg/l 1,0 mg/l
2 31,4 oC 28 ppt 5,32 0 mg/l 100 mg/l 1,0 mg/l
3 30,1 oC 30 ppt 6,11 0 mg/l 50 mg/l 0,5 mg/l
71 1 29,5 oC 31 ppt 5,12 - - -
2 28,7 oC 30 ppt 5,16 - - -
3 30,5 oC 29 ppt 5,19 - - -
72 1 31,4 oC 28 ppt 5,20 - - -
o
2 30,5 C 30 ppt 6,39 - - -
3 29,8 oC 31 ppt 6,20 - - -
73 1 27,7 oC 27 ppt 7,69 - - -
2 29,8 oC 30 ppt 8,05 - - -
3 30,1 oC 29 ppt 7,29 - - -
o
74 1 29,5 C 28 ppt 6,27 - - -
2 25,6 oC 29 ppt 5,26 - - -
3 27,9 oC 31 ppt 5,30 - - -
75 1 30,9 oC 30 ppt 5,17 - - -
2 31,2 oC 31 ppt 5,49 - - -
o
3 29,8 C 29 ppt 5,26 - - -
76 1 30,4 oC 31 ppt 5,45 - - -
2 31,9 oC 29 ppt 5,20 - - -
3 29,8 oC 28 ppt 5,26 - - -
50