Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL SKRIPSI

IMPLEMENTASI PROGRAM WISATA EDUKASI SOSIAL (WES)


PADA PENYANDANG TUNA DAKSA
(Di Unit Pelayanan Teknis Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Bangil-Pasuruan)

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah
Malang sebagai Persyaratan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana (S-1)/

Penulis :

Agil Woro Endrianto

201610030311070

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tujuan yang akan dicapai negara Indonesia ialah peningkatan
kesejahteraan seluruh warga negara, tidak hanya dalam arti materil akan tetapi
juga dalam semua bidang kehidupan karena secara langsung menyangkut harkat
dan martabat manusia. Pentingnya tujuan tersebut, sehingga bentuk-bentuk
kesejahteraan yang ingin dicapai itu sering dicantumkan dalam pasal-pasal
tertentu dari undang-undang dasar negara misalnya, keadilan sosial yang berarti
kesenjangan ekonomi dibuat sekecil mungkin karena memang sulit atau tidak
mungkin dihilangkan sama sekali, peningkatan kecerdasan bangsa, perolehan
pekerjaan yang layak, jaminan adanya penghasilan yang wajar, jaminan
terpeliharanya anak-anak yatim piatu, jaminan tidak terlantarnya para janda dan
orang-orang lanjut usia, pelayanan kesehatan yang memuaskan dan terhindarnya
rakyat dari kelaparan serta berbagai bentuk jaminan sosial lainnya.

Tujuan pembangunan kesejahteraan sosial mencakup seluruh masyarakat


dan seluruh rakyat bangsa Indonesia, termasuk warga negara yang menyandang
masalah kesejahteraan sosial dan salah satu penyandang masalah kesejahteraan
sosial sebagai sasaran dari pembangunan kesejahteraan sosial yaitu orang-orang
yang berstatus penyandang disabilitas.1 World Health Organization (WHO)
memberikan definisi disabilitas sebagai keadaan terbatasnya kemampuan untuk
melakukan aktivitas dalam batas-batas yang dianggap normal.

Pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak-hak penyandang disabilitas


sebagaimana yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009
dimana penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah upaya yang terarah, terpadu
dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat
dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga
negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan

1
Arikunto, Suharsimi. 2007. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Aksara
perlindungan sosial dan negara juga memiliki kewajiban untuk merealisasikan hak
yang termuat dalam konvensi, melalui penyesuaian peraturan perundang-
undangan, hukum dan adminitrasi dari setiap negara, termasuk mengubah
peraturan perundang-undangan, kebiasaan dan praktik-praktik yang diskriminatif
terhadap penyandang disabilitas dalam segala aspek kehidupan seperti pendidikan,
kesehatan, pekerjaan, politik, olahraga, seni dan budaya, serta pemanfaatan
teknologi, informasi dan komunikasi.

Tuna daksa adalah suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat
gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot, dan sendi dalam fungsinya
yang normal. Kondisi ini disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, atau dapat juga
disebabkan oleh pembawaan sejak lahir.2 Tunadaksa sering juga diartikan sebagai
suatu kondisi yang menghambat kegiatan individu sebagai akibat kerusakan atau
gangguan pada tulang dan otot, sehingga mengurangi kapasitas normal individu
untuk mengikuti pendidikan dan untuk berdiri sendiri.

Oleh sebab itu penanganan masalah kesejahteraan sosial bagi penyandang


disabilitas perlu ditangani secara komprehensif oleh pemerintah, pemerintah
daerah, masyarakat dan keluarga penyandang disabilitas agar penyandang
disabilitas dapat berfungsi secara sosial sesuai hak yang dimilikinya. Rehabilitasi
Sosial merupakan salah satu hak kesejahteraan sosial yang dimiliki penyandang
disabilitas yang menjadi tanggung jawab Kementerian Sosial sebagai lembaga
yang menetapkan standar rehabilitasi sosial yang ada di Indonesia berkordinasi
dengan Dinas Sosial Daerah Provinsi dan akan dilaksanakan oleh Dinas Sosial
Kabupaten/Kota yang ada di setiap daerah. Kegiatan rehabilitasi sosial merupakan
pembangunan kesejahteraan sosial yang sangat penting, seperti yang tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 yang menyebutkan Rehabilitasi
Sosial sebagai proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan
seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan
sehari-hari.

Refungsional dan pengembangan bagi penyandang disabilitas sangatlah


penting agar tidak ada lagi kesejangan sosial sehingga dapat tercapai tujuan akhir
dari pembangunan bidang kesejahteraan sosial di Indonesia. Bentuk rehabilitasi

2
Sutjihati Somantri. 2006. Psikologi anak luar biasa. Bandung: Refika Aditama
sosial yang ada di RSBD Bangil salah satunya melakukan bimbingan fisik,
bimbingan mental/keagamaan, dan bimbingan sosial, dan keterampilan berbasis
praktek pekerjaan sosial. Program rehabilitasi yang dilakukan oleh Lembaga
Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Bangil salah satunya ialah WES (Wisata Edukasi
Sosial). Wisata Edukasi Sosial merupakan bentuk pembelajaran mental dan
pengetahuan bagi penyandang disabilitas tubuh yang ada di RSBD Bangil.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka didapat rumusan masalah yang


akan dikaji yaitu “Bagaimana Implementasi Program Wisata Edukasi Sosial
(WES) Pada Penyandang Tuna Daksa di Unit Pelayanan Teknis Rehabilitasi
Sosial Bina Daksa Bangil-Pasuruan?”

C. Tujuan Penlitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimana Implementasi


Program Wisata Edukasi Sosial (Wes) Pada Penyandang Tuna Daksa yang ada di
Unit Pelayanan Teknis Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Bangil-Pasuruan.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan dan dasar
referensi pengembangan teori terkait dengan rehabilitasi sosial serta
mengembangkan ilmu pengetahuan dan penelitian pada jurusan kesejahteraan
sosial.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan
UPT Rehabilitasi Sosial Bina Daksa maupun lembaga UPT Rehabilitasi Sosial
lain untuk memberikan inovasi baru melalui program kerja, seperti halnya
program edukasi sosial bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS).

RUANG LINGKUP PENELITIAN


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan salah satu acuan penulis dalam melakukan
penelitian sehingga penulis dapat memperkaya konsep yang digunakan dalam mengkaji
penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian terdahulu penulis, tidak menemukan
penelitian dengan judul seperti judul penelitian penulis. Namun penulis mengangkat
beberapa penelitian sebagai referensi dalam memperkaya bahan kajian penulis. Berikut
merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal terkait dalam penelitian yang
dilakukan penulis.

Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan


Syam Implementasi Penelitian ini membahas

Fathurrachma Rencana tentang Program Rehabilitas

nda Program Sosial bagi Penyandang

,Suryadi Rehabilitasi Disabilitas Netra yang sudah

,Ratih Nur, Sosial Bagi berjalan dengan baik. yang

Jurusan Penyandang berfokus bagi klien yang

Administrasi Disabilitas Netra menderita cacat netra dalam

Publik, (Studi di UPT melakukan kegiatan

Fakultas Ilmu Rehabilitasi keterampilan.

Administrasi, Sosial Cacat

Universitas Netra Malang

Brawijaya
Dermawan Pemberdayaan Penelitian ini membahas

Waruwu, Ni Penyandang tentang jenis penyandang

Ketut Jeni Disabilitas pada disabilitas dan bentuk

Adhi, Objek Wisata pemberdayaan penyandang


Program Studi Kuta Bali disabilitas pada obyek wisata

Psikologi, Kuta, Bali.

Fakultas

Ekonomika

dan

Humaniora,

Universitas

Dhyana Pura.
Yulia Implementasi Rehabilitasi sosial yang

Vawitrie, Rehabilitasi diberikan oleh Pemerintah

Program Studi Sosial Bagi Kota Pekanbaru melalui

Administrasi Penyandang Dinas Sosial adalah berupa

Publik. Disabilitas Di pemeberian bantuan sosial,

Jurusan Ilmu Kota Pekanbaru pelatihan kreativitas serta

Administrasi. motivasi dan pembinaan

Fakultas Ilmu lanjutan bagi penyandang

Sosial dan disabilitas yang telah

Ilmu Politik. pengikuti pelatihan yang

Universitas diadakan sebelumnya.

Riau. Pelaksanaan rehabilitasi sosial

juga didukung oleh kebijakan,

sehingga mampu menjadi

pendukung yang dapat

memaksimalkan pelaksanaan

rehabilitasi sosial bagi

penyandang disabilitas
B. Definisi Implementasi
Implementasi dapat dikatakan sebagai pelaksanaan ataupun penerapan.
Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang
menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan untuk
menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa undang-undang, peraturan
pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga
pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.
Implementasi merupakaan tahap proses atau pelaksanaan yang dilakukan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan. Model
manajemen implementasi menurut Nugroho (2009) menggambarkan pelaksanaan
atau implementasi kebijakan dalam konteks manajemen berada dalam kerangka
oganizing-leading-controlling.3 Jadi ketika kebijakan sudah dibuat, maka tugas
selanjutnya adalah mengorganisasikan, melaksanakan kepemimpinan untuk
memimpin pelaksanaan, dan melakukan pengendalian pelaksanaan tersebut. Dalam
manajemen implementasi kebijakan dapat disusun melalui (1) Implementasi strategi,
(2) pengorganisasian, (3) penggerakkan dan kepemimpinan, (4) pengendalian. Peter
deLeon dan Linda deLeon (2001) dalam Nugroho (2010) mengemukakan
pendekatan-pendekatan dalam implementasi kebijakan publik dapat dikelompokkan
menjadi tiga model yaitu model kebijakan Top-down, bottom-up, dan hybrid model.
Salah satu model implementasi yang menggunakan pendekatan top-down adalah
model implementasi dari Van Meter dan Van Horn.
Model implementasi kebijakan dari Van Meter dan Van Horn dalam Nugroho
(2009) menegaskan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linear dari
kebijakan publik, implementor, dan kinerja kebijakan publik. 4 Beberapa variabel
yang dimasukkan sebagai variebal yang mempengaruhi dalam proses kebijakan
publik adalah (1) standar dan sasaran kebijakan; (2) Aktivitas implementasi dan
komunikasi antar organisasi; (3) Karakteristik dari agen pelaksana; (4) Kondisi
ekonomi, sosial dan politik; dan (5) Kecenderungan (disposition) dari pelaksana.
Variabelvariabel bebas dari model implementasi van meter dan van horn ini

3
Sugiyono. 2014.Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif, dan
R&D.Bandung: Alfabeta.
4
Nugroho, D. Riant. 2003. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta:
PT. Elex Media Komputindo
diperoleh dari pendekatannya yang mencoba menghubungkan antara isu kebijakan
dengan kinerja kebijakan. Mereka menegaskan bahwa perubahan, kontrol, dan
kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep yang penting dalam prosedur
implementasi. Sementara Edward III (1980, 1) dalam Nugroho (2009, h.512)
menegaskan bahwa masalah utama administrasi publik adalah lack of attention
implementation. Edward juga menyarankan untuk memperhatikan empat isu pokok
dalam implementasi agar dapat berjalan secara efektif yaitu communication,
resource, disposition, dan bureaucratic structures.

C. Program Wisata Edukasi Sosial


1. Definisi Wisata Edukasi Sosial
Dalam membangun kesejahteraan disabilitas tubuh yang ada di Provinsi Jawa
Timur melalui UPT Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Pasuruan diperlukan adanya
inovasi-inovasi yang dapat mendukung kemajuan dan kemandirian disabilitas tubuh
serta dapat mengatasi hambatan yang membelenggu diri disabilitas tubuh dalam
menjalankan fungsi sosialnya dimasyarakat. Melalui inovasi program “Wisata
Edukasi Sosial” dalam penyelenggaraan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi
disabilitas tubuh diharapkan dapat mengoptimalkan kemampuan klien binaan dalam
bersosialisasi dengan masyarakat dan melatih fungsi sosialnya kembali sekaligus
mengetuk hati dan kepedulian masyarakat terhadap Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) disabilitas tubuh yang ada. Dengan pelayanan dan
rehabilitasi sosial yang prima yang dilakukan oleh UPT Rehabilitasi Sosial Bina
Daksa Pasuruan Dinas Sosial Provinsi jawa Timur diharapkan pengentasan masalah
kesejahteraan sosial khususnya disabilitas tubuh di Provinsi Jawa Timur berjalan
maksimal.5
Inovasi Program Wisata Edukasi Sosial UPT Rehabilitasi Sosial Bina
Daksa Pasuruan adalah Program pembaharuan yang berbeda dari yang sudah ada
atau yang sudah dikenal sebelumnya dalam penyelenggaraan pelayanan dan
rehabilitasi sosial di UPT Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Pasuruan. Dimana
seseorang atau sekelompok orang atau masyarakat dapat melakukan alternatif
kegiatan dengan mengunjungi UPT Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Pasuruan sebagai
tujuan rekreasi, edukasi, pengembangan kepribadian, atau dapat mempelajari

5
Upt Rehabilitasi Bina Daksa Sosial Pasuruan. 2017. Program Inovasi “ Wisata Edukasi
Sosial. Malang : Pasuruan.
keunikan dan daya tarik dari keberadaan warga binaan/klien disabilitas tubuh dalam
berlatih untuk berkarya serta dapat menikmati lingkungan alam yang dimiliki dalam
jangka waktu tertentu sehingga diperoleh proses pembelajaran kehidupan yang lebih
baik dan dapat memberikan banyak manfaat mengenai permasalahan Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) disabilitas tubuh. Dengan demikian program
ini diharapkan dapat mengoptimalkan kemampuan klien binaan dalam bersosialisasi
dengan masyarakat dan melatih fungsi sosialnya kembali sekaligus mengetuk hati
dan kepedulian masyarakat terhadap Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS) disabilitas tubuh tersebut.6
Wisata Edukasi merupakan salah satu program usaha untuk mengoptimalkan
potensi lahan ulang yang dimiliki oleh UPT Rehabilitas Sosial Bina Daksa Pasuruan
agar lebih bermanfaat dan berdaya bagi warga binaan.
2. Tujuan Wisata Edukasi Sosial
Tujuan adanya wisata edukasi sosial ini sebagai pusat informasi dan edukasi
bagi masyarakat tentang Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
khususnya pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi para penyandang disabilitas
tubuh, Menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan sehingga
menjadi tempat penyelenggaraan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang nyaman,
segar, bersih, indah bagi klien disabilitas tubuh dan sebagai tempat untuk
meningkatkan kemampuan bersosialisasi para klien disabilitas tubuh dengan
masyarakat maupun sesama teman klien disabilitas, dan sebagai alternatif bagi
masyarakat sebagai wahana edukasi, bermain, rekreasi alam, rekreasi sosial
dengan lingkungan yang nyaman dan sebagai bagian dari paru-paru kota.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan Wisata Edukasi Sosial:
a. Menjadikan UPT Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Pasuruan sebagai pusat informasi
dan edukasi bagi masyarakat tentang Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS) khususnya pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi para penyandang
disabilitas tubuh di prov. Jatim.
b. Menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan sehingga menjadi
tempat penyelenggaraan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang nyaman, segar,
bersih, indah bagi klien disabilitas tubuh dan sebagai tempat untuk meningkatkan

6
Upt Rehabilitasi Bina Daksa Sosial Pasuruan. 2017. Program Inovasi “ Wisata Edukasi
Sosial. Malang : Pasuruan.
kemampuan bersosialisasi para klien disabilitas tubuh dengan masyarakat maupun
sesama teman klien disabilitas di UPT Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Pasuruan
c. Menjadikan UPT Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Pasuruan sebagai alternatif bagi
masyarakat sebagai wahana edukasi, bermain, rekreasi alam, rekreasi sosial dengan
lingkungan yang nyaman dan sebagai bagian dari paru-paru kota.
d. Sebagai tempat penelitian bagi para mahasiswa di perguruan tinggi mengenai
pelayanan dan rehabilitasi sosial yang diselenggarakan dalam penanganan PMKS
Disabilitas Tubuh di Prov. Jawa Timur.
3. Sasaran Program Wisata Edukasi Sosial
Adapun sasaran dari program Wisata Edukasi Sosial ini antara lain:
1. Dunia Pendidikan ( TK – SD – SMP – SMA – Mahasiswa)
2. Penyandang Disabilitas Tubuh dan keluarganya
3. Masyarakat umum
TEORI PEMBERDAYAAAN

D. Penyandang Tuna Daksa


1. Definisi Tuna Daksa
Disabilitas Tubuh/ Tuna daksa adalah suatu keadaan yang menghambat
kegiatan individu sebagai akibat kerusakan atau gangguan pada tulang, otot,
atau sendi sehingga mengurangi kapasitas normal individu untuk berdiri
sendiri. Kondisi ini dapat disebabkan karena pembawaan sejak lahir, penyakit
atau kecelakaan.  Disabilitas Tubuh/ Tuna daksa dapat didefinisikan sebagai
penyandang bentuk kelainan atau kecacatan pada sistem otot, tulang, dan
persendian yang dapat mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi,
adaptasi, mobilisasi, dan gangguan perkembangan keutuhan pribadi.7
Pada dasarnya mereka para penyandang disabilitas tubuh juga
memiliki kondisi kehidupan yang sama dengan manusia lainya, memiliki
pikiran, aspirasi, perasaan ingin dicintai dan dihargai, serta memiliki
keinginan untuk berprestasi atau memiliki ketrampilan hidup dalam mengisi
kehidupannya. Untuk itu sangat dibutuhkan daya ungkit ataupun pendorong
untuk mengoptimalkan kemampuan dan potensi yang ada pada diri mereka,
dengan demikian optimalisasi pelayanan dan rehabilitasi yang prima, efektif
dan efisien sesuai dengan kebutuhan disabilitas Tubuh sangat diperlukan,
7
Hikmawati , Eni. 2011. Kebutuhan Pelayanan Sosial Penyandang Cacat Vol 16 No 1 hal 20-
23.Jurnal.
guna meningkatkan harga diri, percaya diri, kemauan, kemampuan serta
kualitas penyandang disabilitas tubuh untuk menghadapi kehidupan
bermasyarakat sehingga dapat melaksanakan keberfungsian sosialnya dan
menjadi orang yang lebih bermartabat dimasyarakat sangat dibutuhkan
kehadiran negara dalam proses rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas
tubuh untuk dapat membantu dan menolong dirinya sendiri
Pengertian Tuna daksa menurut para ahli,8“penyandang tuna daksa
sesorang yang mempunyai kelainan tubuh pada yang meliputi tulang otot dan
persendian baik fungsi ayau strukturnya yang dapat menggangu dan
menghambat baginya untuk melakukan kegiatan atau aktifitas secara layak.”
Tuna daksa dapat didefinisikan sebagai penyangdang bentuk kelainan
atau kecacatan pada sistem otot, persendian dan tulang yang dapat
mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi, dan
gangguan perkembangan keutuhan pribadi.9
Secara umum seseorang yang diidentifikasikan mengalami tuna daksa10
adakah mereka yang mengalami kelainan atau kecacatan pada sistem otot,
persendian, dan tulang karena kecelakaan atau bawaan dari lahir. Dari
beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa tuna daksa adalah suatu
kelainan fisisk atau tubuh yang diperoleh sejak lahir, penyakit, atau
kecelakaan.
2. Jenis-jenis Tuna Daksa
Dalam kajian kedokteran, secara umum karakteristik kelainan yang
dikategorikan sebagai penyandang tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi11 :
A. Tunadaksa Ortopedi

Yaitu mereka yang mengalami kelainan, kecacatan, ketunaan tertentu pada


bagian tulang, otot tubuh, ataupun daerah persendian baik yang dibawa sejak lahir
maupun yang diperoleh kemudian (karena penyakit atau kecelakaan) sehingga
mengakibatkan terganggunya fungsi tubuh secara normal.12 Adapun penggolongan
penyandang tunadaksa dalam kelompok kelainan sistem otot dan rangka, adalah:
8
Hikmawati , Eni. 2011. Kebutuhan Pelayanan Sosial Penyandang Cacat Vol 16 No 1 hal 20-
23.Jurnal.
9
Karyana, A dan Sri W. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunadaksa. Jakarta:
Luxima
10
Karyanta, NA. 2013. Self-Esteem Pada Penyandang Tunadaksa. Jurnal Psikologi Vol.5
No.9 (2013).Surakarta : Universitas Sebelas Maret Surakarta
11
Aziz, S. 2015. Pendidikan Seks Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Gava Media
a. Poliomyelitis merupakan suatu infeksi pada sumsum tulang belakang yang
disebabkan oleh virus polio yang mengakibatkan kelumpuhan dan bersifat
menetap. Sedangkan dilihat dari sel-sel motorik yang rusak, kelumpuhan karena
polio dibedakan menjadi empat, yaitu tipe spinal merupakan kelumpuhan pada
otot leher, sekat dada, tangan dan kaki. Tipe bulbair merupakan kelumpuhan
fungsi motorik pada satu atau lebih syaraf tepi dengan ditandai adanya gangguan
pernafasan. Tipe bulbispinalis yaitu gabungan antara tipe spinal dan bulbair. Serta
tipe encephalitis yang biasa disertai dengan demam, kesadaran menurun, tremor
dan terkadang kejang.
b. Muscle dystrophy merupakan jenis penyakit yang mengakibatkan otot tidak
berkembang karena mengalami kelumpuhan yang bersifat progresif dan simetris.
Penyakit ini ada hubungannya dengan keturunan.
c. Spina bifida merupakan jenis kelainan pada tulang belakang yang ditandai dengan
terbukanya satu tiga ruas tulang belakang dan tidak tertutupnya kembali selama
proses perkembangan. Akibatnya fungsi jaringan saraf terganggu dan dapat
mengakibatkan kelumpuhan.
B. Tunadaksa saraf

Mereka yang mengalami kelainan akibat gangguan pada susunan saraf di otak.
Jika otak mengalami kelainan, sesuatu akan terjadi pada organisme fisik, emosi, dan
mental.

Klasifikasi tunadaksa dikategorikan menjadi :13

1. Tunadaksa yang tergolong bagian D adalah seseorang yang menderita gangguan


karena polio atau lainnya, sehingga mengalami ketidaknormalan dalam fungsi
tulang, otot-otot atau kerjasama fungsi otot-otot namun seseorang tersebut
berkemampuan normal.
2. Tunadaksa yang tergolong bagian D1 adalah seseorang yang mengalami gangguan
semenjak lahir atau cerebral palsy, sehingga mengalami hambatan jasmani karena
tidak berfungsinya tulang, otot sendi, dan syaraf- syaraf. Kemampuan inteligensi
seseorang tersebut berada di bawah normal atau terbelakang.

12
Karyana, A dan Sri W. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunadaksa. Jakarta:
Luxima
13
Mangunsong, F. 2011. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Depok:
LPSP3 Universitas Indonesia
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitain


Metode penelitian menggunakan pendeketan deskriptif. Model penelitian
deskriptif ini nantinya untuk membantu menganalisa data dalam penulisan adalah
menggunakan kualitatif. Menurut Creswell penerapan metode penelitian kualitatif
menganalisa permasalahan-permasalahan yang berangkat dari persoalan sosial dan juga
kemanusiaan (Creswell, 2016). Dapat menjelaskan masalah secara rinci dari isu yang
diangkat, serta mampu menganalisis secara jelas berupa fakta, contoh, dan bukti dengan
menampilkan data. Memunculkan kebenaran dengan mempelajari dan memahami kasus
atau permaslahan yang sedang terjadi.
Memfokuskan masalah dapat diperoleh dengan memberikan pertanyaan-
pertanyaan dan pengumpulan data dari narasumber yang menjadi obyek penelitian
secara spesifik atau terperinci yang menyangkut tentang Implementasi Program Wisata
Edukasi Sosial (WES) pada Penyandang Tuna Daksa. gjgjkh
B. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini terbagi menjadi 2
sumber data yakni, data primer, dan data sekunder. Secara rinci akan dijelaskan
sebagai berikut.
1. Primer

Pada penelitian ini dimulai menggunakan sumber data primer yaitu sumber
data yang dihasilkan dari wawancara. Karena penelitian ini menggunakan model
penelitia kualitati. Wawancara yang akan dilakukan berupa pertanyaan-pertanyaan
terbuka, diharapkan data ataupun pertanyaan yang akan diberikan oleh narasumber
dapat berkembang dan menjawab data-data yang diperlukan di dalam penelitian ini.
Informan yang hendak diwawancarai adalah Kepala UPT RSBD Bangil , Divisi
Rehabilitasi dan Pelayanan, Klien UPT RSBD Bangil.

2. Sekunder

Data sekunder dalam penelitian yang digunakan unutk melengkapi serta


mendukung data primer. Sebagai pendukung penelitian ini, data sekunder ini berupa
jurnal-jurnal yang terkait dengan pendeketan program wisata edukasi sosial dan
penyandang tuna daksa. Dokumen juga di perlukan dengan Perundang-undangan
terkait dengan Program wisata edukasi, penyandang tuna daksa, data, gambar, peta
sebagai penunjang penelitian. Sember data sekunder ini juga di peroleh dari objek
penelitian di UPT RSBD Bangil Pasurusan

3. Teknik Pengumpulan Data

Langkah selanjutnya dalam metode penelitian adalah menentukan teknik


pengumpulan data dari hasil penelitian. Menurut (Creswell, 2016) pengumpulan data
adalah sebuah kegiatan yang dilakukan untuk membatasi penelitian dalam mencari
data agar tetap fokus pada masalah yang sedang diangkat. Dalam hal ini diharapkan
dalam pengumpulan data hasil penelitian secara jelas, akurat, dan dapat dipercaya.
Pengumpulan berbagai informasi yang ada dapat diperoleh dari hasil
wawancara kepada informan, observasi pada instansi atau lokasi penelitian, serta
dokumentasi untuk mencatat dan merekam berbagai informasi yang ada.
Pengumpulan dari berbagai data yang ingin diperoleh pada penelitian ini dapat
menggunakan strategi sebagai berikut, diantaranya adalah:
a. Observasi
Observasi menjelaskan bahwa kegiatan dalam pengumpulan data dengan
mencatat, melaporkan secara terstruktur atas fenomena yang menjadi obyek
penelitian. Dengan membuka segala kemungkinan serta kepekaan peneliti terhadap
fenomena sekitar yang sedang terjadi sehingga, menggali sensitifitas analisa peneliti
terhadap obyek penelitian.
Observasi dapat digambarkan dengan kegiatan pengamatan terhadap obyek
penelitian secara langsung, dengan harapan peneliti mampu memahami dengan baik
dari obyek penelitian tersebut. Observasi yang dilakukan ini berdasarkan pada
permasalahan dalam Implementasi Program Wisata Edukasi Sosial (WES) pada
penyandang tuna daksa
b. Wawancara
Wawancara adalah pengumpulan data dengan menggunankan sesi pertanyaan-
jawaban secara terstruktur disesuaikan dengan koridor dari fokus penelitian. Pada
penelitian kualitatif strategi pengumpulan data menggunakan wawancara merupakan
sumber utama untuk memahami permasalahan yang ada, tentu saja narasumber yang
dituju lebih memahami dan paham terhadap konsep atau permasalahan yang sedang
diangkat. Narasumber yang diwawancarai tidak hanya satu akan tetapi berbagai
narasumber yang memenuhi kriteria penelitian. Wawancara yang akan dilakukan
terpusat kepada Kepala Kepala UPT RSBD Bangil.
Wawancara yang dilakukan kepada obyek penelitian ini dikarenakan
memenuhi kriteria yang paham terhadap pelaksanaan Program Wisata Edukasi Sosial
(WES) pada Penyandang Tuna Daksa.
a. Dokumentasi
Dokumentasi salah satu strategi pengumpulan data yang melihat serta
mencatat baik itu dari dokumen/arsip, dan digunakan sebagai pendukung data dari
hasil penelitian secara jelas, akurat, dan dapat dipercaya. Karena, jika pengumpulan
data yang dilakukan hanya berupa wawancara dan observasi maka, tingkat kevalidan
data masih kurang di dalam penulisan karya ilmiah. Sehingga, dibutuhkan pendukung
dokumentasi dapat berbentuk laporan, gambar, serta karya ilmiah seseorang yang
mengarah pada pelaksanaan Program Wisata Edukasi Sosial (WES).
4. Lokasi Penelitian
Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi yang lebih jelas dan lengkap serta
memudahkan peneliti dalam melakukan observasi. Lokus yang menjadi penelitian ini
adalah UPT RSBD Bangil.(ALASAN MEMILIH LOKASI)
5. Subjek penelitian
Subyek penelitian14 merupakan sesuatu yang sangat penting kedudukannya di
dalam penelitian, subyek penelitian harus ditata sebelum peneliti siap untuk
mengumpulkan data. Subyek penelitian dapat berupa benda, hal atau orang. Dengan
demikian subyek penelitian pada umumnya manusia atau apa saja yang menjadi urusan
manusia

Adapun subyek dalam penelitian ini adalah pekerja sosial, Kepala Bidang
Advokasi, dan Penerima Manfaat penyandang disabilitas tunadaksa di Unit Pelayanan
Teknis Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Bangil-Pasuruan. Dalam pengumpulan data dari
sumber data, peneliti menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan
sampel dengan pertimbangan tertentu15. Penentuan sampel subyek tersebut berdasarkan
kreteria sebagai berikut :

1. Pekerja sosial yang menangani penyandang disabilitas tunadaksa.

14
Arikunto, S., 2007, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek EdisiRevisi VI hal 134,
Rineka Apta, Jakarta.
15
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
2. Melaksanakan layanan bimbingansosial.
3. Mengajar penyandang disabilitas tunadaksa kurang lebih 1 tahun.
4. Bersedia untuk diteliti.
6. Analisis Data
Teknis analisis data yaitu data yang telah terkumpul dari hasil wawancara dan
studi kepustakaan atau dekomentasikan, dianalisis dan ditafsirkan untuk mengetahui
maksud serta maknanya, kemudian dihubungkan dengan masalah penelitian. Data yang
terkumpul disajikan dalam bentuk narasi dan kutipan langsung hasil wawancara.
Pengumpulan data dengan cara:
1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada


penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan-
catatan lapangan. Data yang di reduksi akan memberikan gambaran yang lebih
spesifik dan mempermudah peneliti melakukan pengumpulan data selanjutnya serta
mencari data tambahan jika diperlukan. Semakin lama peneliti berada di lapangan
maka jumlah data akan semakin banyak, semakin kompleks dan rumit. Oleh karena
itu, reduksi data perlu dilakukan sehingga data tidak bertumpuk agar tidak
mempersulit analisis selanjutnya.

2. Display Data

Setelah data di reduksi, langkah analisis selanjutnya adalah penyajian data.


Penyajian data merupakan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian
data diarahkan agar data hasil reduksi terorganisaikan, tersusun dalam pola hubungan
sehingga makin mudah dipahami. Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk
uraian naratif, bagan, hubungan antar kategori serta diagram alur. Pada langkah ini,
peneliti berusaha menyusun data yang relevan sehingga informasi yang didapat
disimpulkan dan memiliki makna tertentu untuk menjawab masalah penelitian.

3. Penarikan Kesimpulan

Tahap ini merupakan tahap penarikan kesimpulan dari semua data yang telah
diperoleh sebagai hasil dari penelitian. Penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah
usaha untuk mencari atau memahami makna/arti, keteraturan, pola-pola,
penjelasan,alur sebab akibat atau proposisi. Sebelum melakukan penarikan
kesimpulan terlebih dahulu dilakukan reduksi data, penyajian data serta penarikan
kesimpulan atau verifikasi dari kegiatan-kegiatan sebelumnya. Penarikan kesimpulan
merupakan tahap akhir dari kegiatan analisis data.Penarikan kesimpulan ini
merupakan tahap akhir dari pengolahan data.

4. Keabsahan Data
Data yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti dalam penelitian harus dijamin
kebenarannya dan keabsahanya. Sedangkan pengalaman seseorang itu subyektif. Jika
disepakati oleh beberapa atau banyak orang barulah dapat dikatakan obyektif. Dalam
penelitian kualitatif terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk
mengembangkan validitas data atau mengecek keabsahan data.16
Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengecekan keabsahan data dengan
teknik trianggulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain. Diluar data itu keperluan pengetikan atau pembandingan terhadap
data itu.17
Dalam pemeriksaan data ini peneliti menggunakan teknik trianggulasi.
Menurut Patton (Moleong, 2014: 330) bahwa trianggulasi dengan sumber yaitu
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.

16
Poerwandari, E.K. 2007. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. .
Depok: LPSP3 Universitas Indonesia
17
Moleong, L.J. 2015. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset

Anda mungkin juga menyukai