Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengertian Lansia
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses
kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada
tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental,
khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah
dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuaan normal, seperti
rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman
panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas
orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan
peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai.
Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat
menyikapi secara bijak (Soejono, 2000).
Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan
waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase
akhir dari rentangkehidupan.
Pengertian lansia UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut
usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos, 1999). Usia
lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena
biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan
kematian (Hutapea, 2005).
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses
penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik
yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan
kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel,
jaringan, serta sistem organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari
pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua
tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa
kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga
dan masyarakat.

2.2

Peran Lansia Di Masyarakat


Sama seperti orang berusia madya harus belajar untuk memainkan peranan
baru demikian juga dengan kaum lansia. Dalam kebudayaan dewasa ini, dimana
efisiensi, kekuatan, kecepatan dan kemenarikan bentuk fisik sangat dihargai,
mengakibatkan orang lansia sering dianggap tidak ada gunanya lagi. Karena mereka
tidak dapat bersaing dengan orang-orang yang lebih muda dalam berbagai bidang
tertentu dimana kriteria nilai sangat diperlukan, dan sikap sosial terhadap mereka
tidak menyenangkan.
Lebih jauh lagi, lansia diharapkan untuk mengurangi peran aktifnya dalam
urusan masyarakat dan sosial. Demikian juga dengan dunia usaha dan
profesionalisme. Hal ini mengakibatkan pengurangan jumlah kegiatan yang dapat
dilakukan oleh lansia, dan karenanya perlu mengubah beberapa peran yang masih
dilakukannya.
Sosial disini yang dimaksudkan adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai
acuan dalam berinteraksi antar manusia dalam konteks masyarakat atau komuniti,
sebagai acuan berarti sosial bersifat abstrak yang berisi simbol-simbol berkaitan
dengan pemahaman terhadap lingkungan, dan berfungsi untuk mengatur tindakantindakan yang dimunculkan oleh individu-individu sebagai anggota suatu masyarakat.
Sehingga dengan demikian, sosial haruslah mencakup lebih dari seorang individu
yang terikat pada satu kesatuan interaksi, karena lebih dari seorang individu berarti
terdapat hak dan kewajiban dari masing-masing individu yang saling berfungsi satu
dengan lainnya.
Orang tua diharapkan untuk menyesuaiakan diri dengan menurunkan
kekuatan, dan menurunnya kesehatan secara bertahap. Hal ini sering diartikan sebagai
perbaikan dan perubahan peran yang pernah dilakukan didalam maupun diluar rumah.
Mereka juga diharapkan untuk mencari kegiatan untuk menganti tugas-tugas
terdahulu yang menghabiskan sebagian besar waktu dikala masih muda dahulu.
Bagi beberapa lansia berkewajiban mengikuti rapat yang meyangkut kegiatan
sosial dan kewajiban sebagai warga negara sangat sulit dilakukan karena kesehatan
dan pendapatan yang menurun setelah mereka pensiun. Akibat dari menurunnya
kesehatan dan pendapatan, maka mereka perlu menjadwalkan dan menyusun kembali
pola hidup yang sesuai dengan keadaan saat itu, yang berbeda dengan masa lalu.
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang
memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung
karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat
umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan
pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara
karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan
2

pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali


menjadi terlantar.

2.3

Konsep-konsep yang Relevan dengan Budaya


2.3.1

Holisme / Seutuhnya.
Antropologi percaya bahwa kebudayaan adalah fungsi yang
terintegrasi seluruhnya dengan bagian interelasi dan interdependensi.
Perubahan budaya biasanya mengundang tantangan tantangan baru dan
berbagai masalah.

2.3.2

Enkulturasi
Adalah proses mendapatkan pengetahuan dan menghayati nilai-nilai..

2.3.3

Etnosentris
Adalah suatu kepercayaan bahwa hanya sendiri yang terbaik. Sangat
penting bagi perawat untuk tidak berpendapat bahwa hanya caranya sendiri
yang terbaik dan menganggap ide orang lkain tidak diketahui atuau di pandang
rendah.

2.3.4

Stereotip
Stereotip atau sesuatu yang bersifat statis / tetap merupakan
kepercayaan yang dibesar besarkan dan gambaran yang dilukiskan dengan
populer dalam media massa dan ilmu kebangsaan. Sifat ini juga menyebabkan
tidak bekembangnya pemikiran seseorang.

2.3.5

Nilai nilai Budaya


Sistem budaya mengandung berbagai orientasi nilai. Nilai merupakan
bentuk kepercayaan bagaimana seseorang harus berperilaku , kepercayaan
adalah sesuatu pertanyaan yang tujuannya berpegang kepada kebenaran tapi
mungkin boleh atau tidak boleh berlandaskan kenyataan empiris. Salah satu
elemen yang paling penting terbangun dalam budaya dan nilainya. Nilai ini
bersama sama memiliki budaya yang paling penting terbangun dalam
budaya dan nilainya. Nilai ini bersama memberikan stabilitas dan keamanan
budaya, menyajikan standart perilaku.
Penilaian terhadap budaya bersifat relatif . Budaya bersifat dinamis,
adaptif dan integratif.Pemahaman akan konsep budaya, membawa kita pada
kesimpulan bahwa gagasan, perasaan dan perilakumanusia dalam kehidupan
sosialnya sangat dipengaruhi oleh budaya yang berlaku di masyarakat.

2.4

Perbedaan Budaya
2.4.1

Kolektifitas Etnis
Kolektifitas Etnis adalah kelompok dengan asal yang umum, perasaan
identitas dan memiliki standart perilaku yang sama. Individu yang bedasarkan
dalam kelompok seperti itu mengikuti budaya oleh norma-norma yang
menentukan jalan ikiran dan perilaku mereka ( Harwood, 1981 ) .

2.4.2

Shok Budaya
Shok Budaya adalah salah satu sebab karena bekerja dengan individu
yang latar belakang kulturnya berbeda. Shock budaya sebagai perasaan yang
tidak ada yang menolong ketidaknyamanan dan kondisi disoirentasi yang
dialami oleh orang luar yang berusaha beradaptasi secara komprehensif atau
secara efektif dengan kelompok yang berbeda akibat akibat paraktek nilai-nilai
dan kepercayaan.( Leininger, 1976). Perawat dapat mengurangi shock budaya
dengan mempelajari tentang perpedaan kelompok budaya dimana ia terlibat.
Pemting untuk perawat mengembangkan hormat kepada orang lain yang
berbeda budaya sambil menghargai perasaan dirinya. Praktik perawatan
kesehatan memerlukan toleransi kepercayaan yang bertentangan dengan
perawat.

2.4.3

Pola Komunikasi
Kendala yang paling nyata timbul bila kedua orang berbicara dengan
bahasa ang berbeda. Kebiasaan berbahasa dari klien adalah salah satu cara
untuk melihat isi dari budaya. Menurut Kluckhohn,1972, bahwa tiap bahasa
adalah merupakan jalan khusus untuk meneropong dan interprestasi
pengalaman tiap bahasa membuat tatanan seluruhnya dari asumsi yang tidak
disadari tetang dunia dan penghidupan. Kendala untuk komunkasi bisa saja
terjadi walaupun individu berbicara dengan bahasa yang sama. Perawat
kadang kesulitan untuk menjelaskan sesuatu dengan bahasa yang sederhana,
bebas dari bahasa yang jlimet yang klien bisa menagkap. Sangat penting untuk
menentukan ahwa pesan kita bisa diterima dan dimengerti maksudnya .

2.4.4

Jarak Pribadi dan Kontak


Jarak pribadi adalah ikatan yang tidak terlihat dan fleksibel. Pengertian
tentang jarak pribadi bagi perawat kesehatan masyarakat memungkinkan
proses pengkajian dan peningkatan interaksi perawat klien. Kontak yang dekat
sering diperlukan perawat saat pemeriksaan fisik, perawat hendaknya berusaha
4

untuk mengurangi kecemasan dengan mengenal kebutuhan individu akan jarak


dan berbuat yang sesuai untuk melindungi hak privasi.
2.4.5

Padangan Sosiokultural tentang Penyakit dan Sakit


Budaya mempengaruhi harapan dan persepsi orang mengenai gejala
cara memberi etika kepada penyakit, juga mempengaruhi bilamana, dan
kepada siapa mereka harus mengkomunikasikan masalah masalah kesehatan
dan berapa lama mereka berada dalam pelayanan. Karena kesehatan dibentuk
oleh faktor faktor budaya, maka terdapat variasi dari perilaku pelayanan
kesehatan, status kesehatan, dan pola pola sakit dan pelayanan didalam dan
diantara budaya yang berbeda beda.

2.5

Hubungan sosial budaya dengan lansia


Kebudayaan merupakan sikap hidup yang khas dari sekelompok individu yang
dipelajari secara turun temurun , tetapi sikap hidup ini ada kalanya malah
mengundang resiko bagi timbulnya suatu penyakit . Kebudayaan tidak dibatasi oleh
suatu batasan tertentu yang sempit , tetapi mempunyai struktur-struktur yang luas
sesuai dengan perkembangan dari masyarakat itu sendiri.
Sikap budaya terhadap warga usia lanjut mempunyai implikasi yang dalam
terhadap kesejahteraan fisik maupun mental mereka. Pada masyarakat tradisional
warga usia lanjut ditempatkan pada kedudukan yang terhormat, sebagai Pinisepuh
atau Ketua Adat dengan tugas sosial tertentu sesuai adat istiadatnya, sehingga warga
usia lanjut dalam masyarakat ini masih terus memperlihatkan perhatian dan
partisipasinya dalam masalah - masalah kemasyarakatan. Hal ini secara tidak
langsung berpengurah kondusif bagi pemeliharaan kesehatan fisik maupun mental
mereka.
Sebaliknya struktur kehidupan masyarakat modern sulit memberikan peran
fungsional pada warga usia lanjut,posisi mereka bergeser kepada sekedar peran
formal, kehilangan pengakuan akan kapasitas dan kemandiriannya. Keadaan ini
menyebabkan warga usia lanjut dalam masyarakat modern menjadi lebih rentan
terhadap tema - tema kehilangan dalam perjalanan hidupnya.

2.6

Permasalahan Aspek Sosial Budaya


Menurut Setiabudhi (1999), permasalahan sosial budaya lansia secara umum
yaitu masih besarnya jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan, makin
melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang
diperhatikan, dihargai dan dihormati, berhubung terjadi perkembangan pola
kehidupan keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada bentuk keluarga kecil,
5

akhirnya kelompok masyarakat industri yang memiliki ciri kehidupan yang lebih
bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan
untung rugi, lugas dan efisien yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan
lansia, masih rendahnya kuantitas tenaga professional dalam pelayanan lansia dan
masih terbatasnya sarana pelayanan pembinaan kesejahteraan lansia, serta belum
membudayanya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia .

2.7

Kebudayaan dan Perubahannya


Tentu saja kebudayaan itu tidak statis , kecuali mungkin pada masyarakat
pedalaman yang terpencil . Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan lansia
biasanya dipelajari pada masyarakat yang terisolasi dimana cara - cara hidup mereka
tidak berubah selama beberapa generasi , walaupun mereka merupakan sumber data data biologis yang penting dan model antropologi yang berguna , lebih penting lagi
untuk memikirkan bagaimana mengubah kebudayaan mereka itu. Pada Negara dunia
ke 3 laju perkembangan ini cukup cepat, dengan berkembangnya suatu masyarakat
perkotaan dari masyarakat pedesaan. Ide-ide tradisional yang turun temurun, sekarang
telah di modifikasi dengan pengalaman-pengalaman dan ilmu pengetahuan baru.
Sikap terhadap penyakit pun banyak mengalami perubahan .Kaum muda dari
pedesaan meninggalkan lingkungan mereka menuju kekota. Akibatnya tradisi budaya
lama di desa makin tersisih. Meskipun lingkungan dari masyarakat kota modern dapat
di kontrol dengan tekhnologi, setiap individu didalamnya adalah subjek dari pada
tuntutan ini, tergantung dari kemampuannya untuk beradaptasi.

2.8

Kebudayaan dan Asuhan Keperawatan pada Lansia


Bila suatu bentuk pelayanan kesehatan baru diperkenalkan ke dalam suatu
masyarakat dimana faktor-faktor budaya masih kuat. Biasanya dengan segera mereka
akan menolak dan memilih cara pengobatan tradisional sendiri. Apakah mereka akan
memilih cara baru atau lama, akan memberi petunjuk kepada kita akan kepercayaan
dan harapan pokok mereka lambat laun akan sadar apakah pengobatan baru tersebut
berfaedah , sama sekali tidak berguna, atau lambat memberi pegaruh. Namun mereka
lebih menyukai pengobatan tradisional karena berhubungan erat dengan dasar hidup
mereka. Maka cara baru itu akan dipergunakan secara sangat terbatas, atau untuk
kasus-kasus tertentu saja.
Pelayanan kesehatan yang modern oleh sebab itu harus disesuaikan dengan
kebudayaan setempat, akan sia-sia jika ingin memaksakan sekaligus cara-cara modern
dan menyapu semua cara-cara tradisional . Bila tenaga kesehatan berasal dari lain
suku atau bangsa, sering mereka merasa asing dengan penduduk setempat . ini tidak
akan terjadi jika tenaga kesehatan tersebut berusaha mempelajari kebudayaan mereka
dan menjembatani jarak yang ada diantara mereka. Dengan sikap yang tidak simpatik
serta tangan besi, maka jarak tersebut akan semakin lebar. Setiap masyarakat
mempunyai cara pengobatan dan kebiasaan yang berhubungan dengan ksehatan
6

masing-masing. Sedikit usaha untuk mempelajari kebudayaan mereka akan


mempermudah memberikan gagasan yang baru yang sebelumnya tidak mereka
terima.
Pemuka - pemuka di dalam masyarakat itu harus diyakinkan sehingga mereka
dapat memberikan dukungan dan yakin bahwa cara - cara baru tersebut bukan untuk
melunturkan kekuasaan mereka tetapi sebaliknya akan memberikan manfaat yang
lebih besar .Pilihan pengobatan dapat menimbulkan kesulitan. Misalnya , bila
pengobatan tradisional biasanya mengunakan cara-cara menyakitkan seperti mengirisiris bagian tubuh atau dengan memanasi penderita , akan tidak puas hanya dengan
memberikan pil untuk diminum . Hal tersebut diatas bisa menjadi suatu penghalang
dalam memberikan pelayanan kesehatan, tapi dengan berjalannya waktu mereka akan
berfikir dan menerima.

2.9

Sosial dan Kultural yang Mempengaruhi Asuhan Keperawatan Pada Lansia


Yang dipakai sebagai pokok pembicaraan dari bab ini adalah tentang
kesehatan lansia yang bukan hanya berdasarkan pengetahuan dari penyakit fisik saja ,
tetapi juga atas pengaruh dari sosial kultural. Sering kali perawat harus merencanakan
dan memberikan asuhan kepada individu / keluarga pasien lansia yang kepercayaan
kesehatannya berbeda dari faham perawat . Guna memberikan pelayanan yang efektif
dan cocok perawat harus mengenal pentingnya pengaruh budaya dan lain - lain
kultural .
Secara sosial seseorang yang memasuki usia lanjut juga akan mengalami
perubahan- perubahan. Perubahan ini akan lebih terasa bagi seseorang yang
menduduki jabatan atau pekerjaan formal. la akan merasa kehilangan semua
perlakuan yang selama ini didapatkannya seperti dihormati, diperhatikan dan
diperlukan. Bagi orang-orang yang tidak mempunyai waktu atau tidak merasa perlu
untuk bergaul diluar lingkungan pekerjaannya, perasaan kehilangan ini akan
berdampak pada semangatnya, suasana hatinya dan kesehatannya. Di dalam keluarga,
peranannya-pun mulai bergeser. Anak-anak sudah "jadi orang", mungkin sudah punya
rumah sendiri, tempat tinggalnya mungkin jauh. Rumah jadi sepi, orangtua seperti
tidak punya peran apa-apa lagi.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Analisis Fenomena Keperawatan


Kasus:
Ny.A (65 tahun) tinggal di rumah sederhana di sebuah desa dengan penduduk lumayan padat.
Sejak 5 tahun yang lalu, kedua anaknya meninggalkan Ny. A sendiri di rumah, karena harus
pergi merantau mencari pekerjaan. Ny.A banyak menghabiskan waktunya di rumah. Untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, Ny.A dibantu oleh tetangganya, karena merasa kasihan
terhadap Ny.A. Ny.A sering mengeluhkan nyeri dibagian sendi tangan dan kakinya sejak
10tahun yang lalu.
Tetangga Ny.A menawarkan bantuan pada Ny.A untuk mengantarkan dia pergi berobat ke
dokter untuk memeriksakan penyakitnya. Namun Ny.A lebih senang memijatkan tangan dan
kakinya ke tukang pijat yang ada di daerahnya. Ny.A lebih percaya pada tukang pijat yang
menjadi langganannya sejak dulu. Petugas pelayanan kesehatan juga beberapa kali
mendatangi Ny.A, untuk memberikan pelayanan kesehatan gratis. Namun Ny.A, menolak dan
menyuruh petugas itu pergi.
Hubungan Ny. A, juga tidak terlalu baik dengan tetangganya . Ny.A hanya mau menerima
bantuan, namun enggan untuk berinteraksi terlalu lama dengan tetangganya. Ny.A hanya mau
menjawab pertanyaan dan berbicara seperlunya saja. Ny.A tampak menarik diri dari
lingkungan sekitarnya. Ny.A hanya mau banyak bercerita pada tetangga yang memiliki
hubungan paling dekat dengannya. Ny.A mengaku lebih nyaman berkomunikasi dengan
anak-anaknya.
Di dalam rumah Ny. A terdapat sebuah TV, Namun TV tersebut tidak pernah difungsikan.
Tidak ada fasilitas telepon di rumah Ny.A, Ny.A biasanya mendapat kabar tentang anaknya
dari tetangga yang juga merantau dan sedang pulang kampung. Ny.A biasanya menggunakan
jasa tukang becak untuk berpergian sekedar membeli kebutuhan sehari-hari setiap satu
minggu sekali. Ny.A mengaku tidak terbiasa menggunakan jasa kendaraan bermotor pada
saat bepergian, karena takut jatuh.

1). Faktor teknologi (tecnological factors)


Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran
menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji: persepsi sehat
sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan
kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan
dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.

Dalam kasus ini diungkapakan bahwa, klien seseorang yang meyakini bahwa sakit yang
dideritanya itu bisa disembuhkan ke dukun pijat tanpa harus pergi ke petugas kesehatan.
Dengan berbagai alasan, dikarenakan lokasi yang kurang terjangkau dan juga faktor dari
dalam diri klien sendiri yang menganggap bahwa dukun pijat lebih mampu mengatasi
penyakit klien.
2). Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para
pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran
di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh
perawat adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab
penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
Dalam kasus tidak diungkapakan secara langsung agama apa yang dianut oleh klien. Namun
pada kondisis sakit seperti itu, klien tertutup dengan masalah kesehatannya. Kllien sudah
dinasehati oleh tetangganya untuk pergi ke dokter, namun ia beranggapan dukun pijat lebih
bisa diandalkan.

3). Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama panggilan, umur
dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam
keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
Tipe keluarga yang ada pada kasus ini, adalah keluarga dengan lansia didalamnya. Dimana
lansia tersebut memiliki 2 orang anak yang merantau sejak lima tahun yang lalu.

4). Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya
yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai
sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini
adalah: posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan,
kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan
dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
Ny. A adalah seorang ibu rumah tangga namun, sejak 10 tahun yang lalu ia sudah terjangkit
artritis. Dia memiliki 2 orang anak namun sudah merantau keduanya dan tidak tinggal dalam
satu rumah lagi. Demi memenuhi kehidupan sehari-hari Ny. A hanya menerima bantuan dari
tetangganya. Sesekali (1 minggu sekali) ny. A pergi berbelanja.

5). Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi
kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang
perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam
berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien
yang dirawat.
Petugas kesehatan sekitar sudah mencoba berkunjung ke rumah Ny. A namun, selalu tidak
ada respon yang baik dari klien.
6). Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki
untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh
perawat diantaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh
keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau
patungan antar anggota keluarga.
Dalam memenuhi kehidupan sehari-hari klien lebih suka menerima bantuan dari orang lain.
Klien mengira bahwa biaya ke rumah sakit atau berobat ke dokter terlalu mahal jika
dibandingkan dengan pergi berobat ke dukun pijat.

7). Faktor pendidikan (educational factors)


Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan
formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya di
dukung oleh bukti bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi
terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap
ini adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar
secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
Klien menderita atritis selama 10 tahun terakhir, namun tidak ada upaya untuk pergi berobat
ke fasilitas kesehatan. Klien kurang bisa belajar secara aktif dan mandiri terhadap
penyakitnya.

3.1.1 Perencanaan dan Implementasi


Perencanaan keperawatan transkultural menawarkan tiga strategi sebagai pedoman Leininger
(1984) ; Andrew & Boyle, 1995 yaitu :
1. Perlindungan/mempertahankan budaya (Cultural carepreservation/maintenance) bila
budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan,
2. Mengakomodasi/menegosiasi budaya (Cultural careaccommodatio atau negotiations)
apabila budaya pasien kurang mendukung kesehatan.
10

3. Mengubah dan mengganti budaya pasien dan keluarganya (Cultural care repartening /
recontruction).

Pada kasus diatas, maka kami memberikan implementasi berupa:

1. Diagnosa 1 (Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan ketiadaan orang terdekat,


ketidakselarasan sosial kultural, defisit pengetahuan atau keterampilan tentang cara
meningkatakan kebersamaan )
Tujuan atau Kriteria Hasil (NOC):
1)
2)
3)
4)

Pasien menunjukkan keterampilan interaksi sosial


Pasien menunjukkan keterlibatan sosial
Pasien memahami dampak perilaku diri pada interaksi sosial
Pasie menunjukkan perilaku yang dapat meningkatkan atau memperbaiki interaksi
sosial
5) Pasien mendapatakan / meningkatkan keterampilan interaksi sosial (mis; kedekatan
dan kerja sama).
6) Pasien mengungkapakan keinginan untuk berhubungan dengan orang lain
Intervensi (NIC) :
1) Modifikasi perilaku keterampilan sosial : Membantu pasien mengembangkan atau
meningkatakan keterampilan sosial interpersonal.
2) Pembinaan hubungan kompleks : Membina hubungan yang terapeutik dengan
pasien yang kesulitan berinteraksi dengan orang lain.
3) Promosi integritas keluarga : Meningkatkan persatuan dan kesatuan keluarga.
4) Promosi keterlibatan keluarga : Memfasilitasi perawatan keluarga dalam perawatan
emosi dan kondisi fisik pasien.
5) Peningkatan Harga Diri :Membantu pasien meningkatkan penilaian pribadi tentang
harga diri.
6) Peningkatan sosialisi : Memfasilitasi kemampuan pasien untuk berinteraksi dengan
orang lain.
Aktivitas lain :
1) Buat interaksi terjadwal
2) Identifikasi perubahan perilaku tertentu
3) Identifikasi tugas-tugas yang dapat meningkatakan atau memperbaiki interaksi
sosial
4) Libatkan pendukung sebaya dalam memberkan umpan balik kepada pasien dalam
interksi sosial
Peningkatan sosialisasi ( NIC) :
1) Anjurkan bersikap jujur dan apa adanya dalam berinteraksi dengan oran lain
11

2) Anjurkan menghargai hak orang lain


3) Anjurkan sabar dalam membina hubungan
4) Bantu pasien meningkatkan kesadaran tentang kekuatan dan keterbatasan dalam
berkomunikasi dengan orang lain
5) Beri umpan balik positif jika pasien dapat berinterksi dengan orang lain
6) Fasilitasi pasien dalam memberi masukan dan membuat perencanaan aktivitas
mendatang

2. Diagnosa 2 (Isolasi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan untuk terikat dalam


hubungan pribadi yang memuaskan, perilaku atau nilai sosial yang tidak berterima).
Tujuan/ Kriteria Evaluasi (NOC):
1) Pasien menunjukkan keterlibatan sosial ( interaksi dengan teman dekat, tetangga,
anggota keluarga,berpartisipasi sebagai sukarelawan pada aktivitas atau
organisasi,dan sebagainya)
2) Mulai membina hubungan dengan orang lain
3) Mengembangkan hubungan satu sama lain
4) Mengembangkan keterampilan sosial yang dapat mengurangi isolasi (mis, bekerja
sama)
5) Melaporkan adanya dukungan sosial (mis, bantuan dalam bentuk dari orang lain
dalam bentuk bantuan emosi, waktu, keuangan, tenaga, atau informasi )
Intervensi (NIC) :
1) Modifikasi perilaku keterampilan sosial : Membantu pasien mengembangkan atau
meningkatakan keterampilan sosial interpersonal.
2) Pembinaan hubungan kompleks : Membina hubungan yang terapeutik dengan
pasien yang kesulitan berinteraksi dengan orang lain.
3) Peningkatan koping : Membantu pasien beradaptasi dengan persepsi stresor,
perubahan, atau ancaman yang menghambat pemenuhan kenutuhan hidup dan
peran.
4) Promosi integritas keluarga : Meningkatkan persatuan dan kesatuan keluarga.
5) Promosi keterlibatan keluarga : Memfasilitasi perawatan keluarga dalam perawatan
emosi dan kondisi fisik pasien.
6) Peningkatan kesadaran diri : Membantu pasien menggali dan memahami gagasan,
perasaan, motivasi, dan perilaku pasien.
7) Peningkatan sosialisi : Memfasilitasi kemampuan pasien untuk berinteraksi dengan
orang lain.
8) Peningkatan sistem dukungan : Memfasilitasi dukungan kepada pasien oleh
keluarga, teman, dan komunitas.
Aktivitas lain :
1) Bantu pasien membedakan persepsi dan kenyataan
12

2) Identifikasi bersama pasien faktor-faktor yang mempengaruhi perasaan isolasi


sosial
3) Beri penguatan terhadap usaha-usaha yang dilakukan pasien, keluarga, dan temanteman untuk berinterksi
Peningkatan sosialisasi ( NIC) :
1) Dukung hubungan dengan orang lain yang mempunyai minat dan tujuan yang sama
2) Berikan umpan balik tentang peningkatan dalam aktivitas
3) Dukung pasien untuk mengubah lingkungan seperti jalan-jalan

Intervensi keperawatan berdasarakan 3 aspek menurut Leininger, antara lain :


Modifikasi :
1) Memberikan penyuluhan dan informasi, agar pasien mampu :
2) Memodifikasi pola pikir klien, bahwa setiap penyakit harus diperiksakan di petugas
medis, tidak harus selalu pergi ke tukang pijat.
3) Menerima kritik dan saran dari orang lain.
4) Bersikap terbuka dan belajar berinteraksi sosial dengan orang lain.
5) Belajar membina hubungan baik dengan tetangga.
6) Mampu menerima perubahan yang tejadi dengan lingkungannya (menyangkut
penggunaan teknologi dan transportasi).

13

Anda mungkin juga menyukai