Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Masa lansia merupakan periode terakhir dalam kehidupan manusia. Masa lansia
ditandai dengan adanya beberapa perubahan baik secara fisik, psikologis maupun
sosial, dimana perubahan ini akan mempengaruhi kondisi fisik dan mental lansia.
Seseorang telah menjadi lanjut usia dapat dilihat berdasarkan ciri-ciri fisik, mental
age dan chronological age. Rambut memutih, kulit berkeriput, gigi mulai tanggal
serta keropos tulang merupakan ciri-ciri fisik yang sering muncul pada individu
yang lanjutusia meski sebenarnya tidak terlalu jelas kapan mulai terjadinya proses
menjadi tua ini (Hurlock,1996).
Menurut Dawson, dkk (Santrock, 2000) hampir dua per tiga dari seluruh wanita
di atas usia 60 tahun terkena osteoporosis atau keropos tulang. Ciri-ciri fisik pada
masa lanjut usia tersebut biasanya terjadi sangat bervariasi pada setiap individu dan
bahkan tidak dapat dijadikan patokan utama karena seorang yang belum lanjut usia
pun dapat memiliki ciri tersebut misalnya rambut sudah memutih. Perubahan fisik
yang ada ini dinyatakan dengan penuaan (aging). Aging is slow process during
which the body undergoes changes that eventually bring about death, even if no
marked disease or disorder is present (Mader, 2006: 326). Sementara itu, mental
age sebagai salah satu indikator seseorang telah memasuki masa lanjut usia dapat
dilihat antara lain melalui kemampuan kognitif seseorang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Baltes, dkk (Santrock, 2000) ditemukan
bahwa kecepatan memproses informasi mengalami penurunan pada masa lanjut
usia. Berdasarkan chronological age, juga terdapat beberapa pendapat mengenai
batasan usia bagi seorang dewasa lanjut. Menurut Santrock (2000) masa dewasa
lanjut, sering pula disebut dengan masa dewasa akhir, dimulai pada usia 60’an dan
diperluas sampai sekitar usia 120 tahun. Pada usia ini rentang kehidupannya sangat
panjang jika individu dapat bertahan hidup lebih lama. Pada umumnya lansia
menikmati hari tuanya di lingkungan keluarga, akan tetapi terdapat pula lansia yang
tidak tinggal dengan keluarga, khususnya dengan anak-anak mereka. Hal ini
dikarenakan anak-anak tumbuh dan berkembang dengan mandiri serta
meninggalkan rumah dan hidup terpisah dengan orang tua. Kondisi ini memicu
munculnya rasa kesepian pada lansia, dimana kesepian tersebut disebabkan karena
adanya keterbatasan dukungan sosial yang diterima oleh lansia itu sendiri. Hal ini
tentunya akan menimbulkan ketakutan pada lamsia terlebih lagi timbulnya rasa
cemas yang dirasakan para lansia terkait hal ini.oleh karena ini semua problem
yang dialami oleh lansia ini tentunya tak bisa lepas dari perhatian orang orang
disekitar agar kecemasan tersebut tidak berujung pada hal-hal yang akan
berdampak negatif bagi para lansia itu sendiri.

1
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Sosio-Emosi Pada Lansia


Jurnal yang berjudul “Tinggal Sendiri di Masa Lanjut Usia” menyatakan bahwa
proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi
fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain.Keadaan
inilah yang berpotensi menimbulkan problem karena pada masa lanjut usia
biasanya disertai dengan perubahan kepribadian. Artinya menjadi lanjut usia,
sesungguhnya bukan sekedar bertambah panjang usia tetapi juga meningkatkan
mutu kehidupan lanjut usia sebab dengan bertambahnya kualitas hidup lanjut usia
akan memperpanjang usia lanjut usia seperti azas yang dianut oleh WHO yaitu “To
Add to Life Years that Have Been Added to Life”. Santrock (2002) menambahkan
bahwa meski populasi sekarang dapat bertahan hidup lebih panjang tetapi patut
disayangkan bahwa hal ini dapat terhambat karena mental yang tidak sehat. Sehat
mental tidak sekedar terbebas dari gangguan mental tetapi merefleksikan
kemampuan seseorang untuk menghadapi masalah kehidupan dengan cara yang
efektif dan memuaskan.

PBB telah mendefinisikan kesehatan sebagai kondisi atau keadaan fisik,mental


dan sosial yang baik dan bukan sekedar bebas dari penyakit saja. (WHO, 1993).
Dalam instrument Quality of Life, diungkap kualitas hidup manusia yang mencakup
aspek fisik, fungsi psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial dan lingkungan
yang kesemuanya bertujuan untuk dapat mencapai penuaan yang berhasil atau
successful aging. Hal ini juga terjadi dalam tahap perkembangan sebelumnya,
memasuki tahap dewasa lanjut juga mempunyai tugas perkembangan tersendiri.

Erikson menjelaskan bahwa seorang yang mencapai masa dewasa lanjut, jika
telah mencapai sukses, mencapai kepuasaan batin dan kebahagiaan maka akan
tercapai ego integrity dan jika merasa tidak berhasil maka akan merasa hampa dan
tidak berguna (Kusumiati, 2009: 25). Oleh karena itu, Faktor dukungan lingkungan
sosial terutama keluarga memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap
pengalaman emosi lansia sebagaimana dijelaskan dalam jurnal. Dukungan
keluarga membantu munculnya respon positif pada lansia. Ada tiga perasaan
positif sebagai respon subjek terhadap dukungan dari keluarga mereka,yaitu:
perasaan “tambah semangat”, perasaan “terhibur”, dan perasaan “senang”.

2
2.2 Kondisi Kepribadian Lansia

A. Pengertian Kepribadian
Ada beberapa pengertian yang berbeda untuk istilah kepribadian, tetapi hampir
semua menitik beratkan tiga sifat utama. Pertama, adalah kepribadian
mencerminkan keunikan setiap individu. Sifat-sifat pada kepribadian individu
membedakannya dari individu-individu lain dan kepribadian mendeskripsikan tipe
seseorang yang berbeda dari orang lain. Kedua,teori-teori kepribadian memfokuskan
pada sifat-sifat orang yang cukup stabil selama periode waktu yang lama dan pada
situasi-situasi yang berbeda. Ketiga, kepribadian merupakan penghubung antara
individu dengann lingkungannya, kepribadian mencerminkan pola atau gaya
individu untuk menyesuaikan diri pada lingkungan. Individu dapat dimodifikasi
serta menciptakan secara aktif lingkungannya, tetapi pada waktu yang bersamaan
lingkungan juga memengaruhi individu.

B. Stabilitas dan Perubahan Kepribadian


Karakteristik, sifat atau temperamen ditunjukkan dengan adanya kontinuitas dari
keunikan seseorang yang berlangsung dalam waktu yang lama. Kepribadian
berkembang melalui dua cara. Pertama, kepribadian berkembang sebagai hasil dari
pengalaman selama masa anak-anak, sering sebagai hasil dari pengaruh pola asuh
dan teknik membesarkan anak. Kedua, kepribadian sebagai cara atau karakteristik
seseorang dalam merespons lingkunganya yang dilakukan sepanjang kehidupan.
Seorang individu adalah sebuah makhluk yang berubah juga. Kepribadian
dipengaruhi oleh faktor biologis, psikologis dan sosio kultural. Proses ini terjadi
sepanjang waktu.
Kontinuitas atau kestabilan kepribadian dapat bersifat internal dan eksternal.
Kontinuitas internal sangat penting selama masa pertengahan dan masa usia lanjut
karena dapat memberikan kesadaran untuk:
1. Memelihara kompetensi, kepandaian, dan kontrol diri yang dapat dilakukan
secara teratur.
2. Memiliki integritas dan perasaan bahwa hidupnya berarti.
3. Menjaga harga diri.
4. Melakukan interaksi dan lingkungan.

Kontinuitas eksternal juga penting dalam mengatur kehidupan seseorang di


dalam keluarga atau suatu komunitas. Konttinuitas dalam lingkungan eksternal juga
memberikan fasilitas terpeliharanya harga diri seseorang dalam berhubungan dengan
orang lain. kontinuitas ini bertujuan membantu seorang individu bertahan terhadap
berbagai perubahan yang terjadi, seperti masa pension atau keadaan menjanda. Teori
kontinuitas lebih menekankan pada bagaimana menjalankan sesuatu yang rutin dan
bermanfaat. Kedewasaan dalam berhubungan dengan orang lain akan memberikan
kesempatan untuk tercapainya kebersamaan dan keintiman.

3
Dengan demikian kepribadian dapat dipandang sebagai suatu proses yang
kompleks yang meliputi perubahan dan kontinuitas. Kepribadian merefleksikan
keunikan individu yang cenderung stabil dan meliputi interaksi dinamis antara
individu dengan lingkungannya. Beberapa karakteristik kepribadian tidak berubah
karena usia, namun sebaliknya aspek-aspek kepribadian lain dapat berubah.
Karakteristik-karakteristik yang tidak berubah antara lain adaptif dan bertujuan. Hal
ini berarti adaptasi umum dari kepribadian seperti integritas atau kemampuan
penyesuaian dan struktur kepribadian umum berbeda antara individu yang satu
dengan yang lain tanpa mempertimbangkan usia kronologis mereka.
Ada sedikit perubahan yang dapat diprediksi dengan bertambahnya usia.
Interaksi adaptif anntara manusia dengan lingkungan sosial tetap stabil. Hal ini
berarti orang lanjut usia beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan sama
banyaknya dengan orang usia setengah baya. Kepribadian yang stabil relative dapat
menyesuaikan dan beradaptasi untuk berubah dalam peran dan status di samping
tetap stabil secara umum. “Tingkah laku dari orang lanjut usia normal lebih
konsisten dan lebih dapat diprediksi daripada orang yang lebih muda dan struktur
kepribadian lebih jelas terlihat dalam diri orang tua daripada orang yang muda”.

C. Karakteristik Kepribadian Dewasa Akhir


Dengan datangnya masa dewasa, manusia menjadi sadar akan perbedaan antara
tujuan hidupnya dengan orang lain sehingga sering berperilaku dengan cara yang
lebih realistis dan sesuai secara sosial. Reaksi orang lain terhadap penampilan dan
perilakunya membuatnya melakukan modifikasi terhadap setiap tindakannya dan
melakukan yang terbaik yang bisa dilakukan. Hal ini merupakan cerminan evaluasi
diri yang berpengaruh pada kehidupannya dan keberhasilannya dalam
menyeimbangkan diri. Konsep diri seseorang, termasuk nilai pribadi yang
menyeluruh yang ada pada dirinya sebagai kepribadian, sesuai dengan kemampuan
evaluasi dirinya terhadap diri dan perilakunya sendiri. Faktor penampilan,
kesehatan, keterampilan fisik, kemampuan mental dan aspek temperamen seseorang
memengaruhi tingkat penerimaan dan penilaian orang lain terhadapnya.

D. Tipe Kepribadian
Keunikan kepribadian manusia khususnya terdapat pada usia lanjut. Orang lanjut
usia memiliki karakteristik kepribadian yang luas dibandingkan orang-orang yang
lebih muda. Faktanya, beberapa penelitian ditekankan lebih pada perbedaan
dibandingkan persamaan antara kepribadian pada masa dewasa akhir. Perbedaan
kepribadian cukup terlihat dalam pola yang bervariasi dalam tingkah laku defensive
dan penyesuaian diri pada masa dewasa akhir.
Kepribadian orang lanjut usia dibedakan menjadi lima tipe kepribadian, yaitu
mature (matang), rocking chair (tergantung), armored (bertahan), angry (menolak)
dan self-hating (benci diri). Orang dengan kepribadian matang yang relatif bebas
dari karakteristik kecemasan dan konflik kecemasan, dapat menerima diri sendiri

4
dan tumbuuh menjadi tua dengan penyesalan yang sedikit. Demikian juga dengan
orang yang berkepribadian tergantung, yang memandang usia lanjut sebagai
kebebasan dari tanggung jawab dan sebagai kesempatan untuk memuaskan
kebutuhan pasif.
Orang dengan tipe bertahan, berada pada penyesuaian menengah, menahan diri
dari kecemasan dengan tetap sibuk. Tipe penyesuaian diri yang buruk, pertama,
adalah tipe menolak, mengekspresikan kemarahan dan menyalahkan prang lain
untuk kegagalannya. Kedua yaitu benci diri, lebih depresi dibandingkan orang yang
menolak dan menyalahkan diri sendiri karena ketidak beruntungan dan
kekecewaannya. Orang-orang ini membencu dirinya sendiri dan pada umumnya
orang memandang masa usia lanjut sebagai masa yang sia-sia, periode eksistensi
manusia yang tidak menyenangkan.
Tipe kepribadian tersebut menunjukkan adanya perbedaan kepribadian dan
mekanisme penyesuaian dalam masa usia lanjut. Empat sifat kepribadian utama
adalah: Integrated, armored-defended, passive-dependent dan unintegrated.
Kepribadian integrated (terintegrasi) yang berfungsi dengan baik dan memiliki
kemampuan kognitif dan ego yang kompleks, mempunyai tiga pola aktivitas peran:
terorganisir, terpusat, dan bebas. Terorganisir terikat dengan berbagai aktivitas.
Orang-orang dengan tipe terpusat memilih menggunakan energinya untuk sedikit
peran yang penting. Orang-orang dengan tipe bebas mengungkapkan kepuasan pada
kehidupannya, tetapi dengan sukarela melepaskan diri dari berbagai peran.
Kepribadian armored-defended berorientasi tujuan dan berusaha keras dengan
selalu mendorong dirinya sendiri. Dua tipe kepribadian orang lanjut usia pada
kelompok ini adalah “holding on” dan “constricted”. Orang-orang bertipe holding
on yakin bahwa mereka akan baik-baik saja selama mereka tetap sibuk. Individu
constricted mengurangi keterlibatan mereka dengan orang lain dan melawan usia
lanjut dengan berkonsentrasi pada kehilangan dan kekurangan yang dialami.
Dua pola usia lanjut juga ditemukan dalam kelompok passive-
dependent:succorance-seeking dan apathetic. Individu succorance-seeking memiliki
kebutuhan ketergantungan kuat dan mengungkapkan kepuasan dalam kehidupan
selama mereka memiliki paling tidak satu atau dua orang untuk bergantung.
Individu apathetic biasanya pasif dan sedikit memiliki aktivitas atau interaksi sosial
dan memiliki minat yang kecil pada lingkungannya. Tipe kepribadian keempat
terdiri dari individu yang disorganized atau unintegrated yang memiliki problem
psikologis yang serius.
Pada kepribadian tipe integrated mempunyai kepuasan hidup yang tinggi
dengan tidak mempertimbangkan apakah mereka aktif dalam berbagai peran sosial
atau tidak. Pada bagian ekstrim yang lain, yaitu tipe unintegrated memiliki tingkat
kepuasan hidup yang rendah atau menengah, baik mereka aktif atau tidak. Tipe
armored-defended yang tinggi atau menengah tingkat aktivitasnya, tinggi pula
kepuasan hidupnya. Tipe passive-dependent cenderung menengah kepuasan
hidupnya tanpa mempertimbangkan derajat keaktifan mereka. Kemudian,

5
karakteristik kepribadian terlihat menjadi dimensi penting bagi kesuksesan orang
yang berusia lanjut, baik yang tetap beraktivitas atau mengundurkan diri secara
bertahap dari aktivitas dan keterlibatan sosial.

E. Kepribadian sebagai prediksi Emosionalisme, Kesehatan, dan Kesejahteraan


Kepribadian merupakan alat prediksi yang kuat untuk emosi dan kesejahteraan
subjektif lebih kuat dibandingkan dengan hubungan sosial dan kesehatan
(Isaacowitz & Smith, 2003). Dalam penelitian Longitudinal yang mengikutsertakan
empat generasi selama 23 tahun, emosi negatif yang diukur melalui laporan pribadi
halnya seperti kegelisahan, kebosanan, kesepian, dan depresi masing-masing
dengan usia.
Penjelasan yang mungkin mengenai gambaran umum yang positif ini datang dari
teori selektivitas sosial emosional, ketika orang beranjak tua, mereka cenderung
mencari aktivitas dan orang-orang yang memberikan kepuasan emosional . Selain
itu kemampuan lansia yang lebih baik dalam mengatur emosi menjelaskan
mengeapa mereka cenderung lebih senang dan ceria dibandingkan dewasa yang
lebih muda, dan lebih jarang mengalami emosi negatif.
Dua ciri kepribadian Big Five ekstraversi dan neurotisisme dan
mendemonstrasikan hubungan ini. Seperti yang diprediksi oleh Costa dan McCrae.
Orang yang kepribadian ekstraversi (mudal bergaul dan berorientasi sosial)
cenderung memberikan emeosi yang positif dan bertambahnya usia mereka
(Charles, dkk, 2001). Orang yang berkepribadian neurotis (suasana hati yang
mudah berubah, perasa, pencemas, dan penggelisah) cenderung memberikan kesan
emosi negatif dan bukan emosi positif dan mereka cenderung kurang positif dengan
bertambahnya usia mereka.

F. Model Lima Faktor Ciri-Ciri Kepribadian Pada Masa Lansia


Tipe stabilitas jangka panjang seperti yang dilaporkan Costa dan McCrae dan
didiskusikan adalah tngkat rata-rata dari beragam sifat-sifat tertentu dalam populasi.
Menurut model lima faktor dan penelitian yang mendukungnya, orang yang kasar,
secara rata-rata tidak mungkin menjadi.
Emosi adalah bagian dari definisi dan paket kepribadian. Misalnya neurotismen
dalam banyak hal merupakan karakteristik negatif dalam memandang dunia. Oleh
karena itu, tidak mengherankan bahwa variabel kepribadian mungkin berkaitan
dengan kesejahteraan umum dan kepuasan dalam kehidupan (Lucas & Dinner,
2009)
Dua ciri kepribadian dari teori Big five ciri kepribadian ekstraversi.
Eksplorasi kita mengenai diri (self) berfokus pada perubahan dalam penghargaan
diri (self-esteem), possible selves, penerimaan diri (self-acceptance, dan kendali diri
(self-control). Ini mendeskripsikan bagaimana penghargaan diri cenderung turun
dimasa remaja perempuan.

6
1. Penghargaan Diri
Sebuah studi lintas budaya mengenai harga diri yang dideskripsikan melakukan
pengukuran terhadap individu yang berjumlah lebih dari 300.000 dengan usia
antara 9 hingga 90 tahun (Robins, 2002). Dengan penunjukkan skala
1 2 3 4 5
Sangat Sangat
Tidak setuju Setuju

Penghargaan diri meningkat diusia duapuluhan, mendatar diusia tigapuluhan dan


enampuluhan dan kemudian menurun secara drastis diusia tujuhpuluhan dan diusia
delapan puluhan.

2.3 Permasalahan Pada Lansia


Hal hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan sehingga membawa
lansia ke arah penurunan baik dari aspek psikologis, misalnya bingung, depresi,
panic, dan lain sebagainya, hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor
psikososial yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian
keluarga, atau trauma psikis. Menurut Hurlock (Fitriana, 2016) terdapat beberapa
masalah yang dialami lansia, diantaranya:

a. Kesepian (loneliness), yang dialami oleh lansia pada saat meninggalnya pasangan
hidup, terutama bila dirinya saat itu mengalami penurunan status kesehatan seperti
menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik
terutama gangguan pendengaran harus dibedakan antara kesepian dengan hidup
sendiri. Banyak lansia hidup sendiri tidak mengalami kesepian karena aktivitas
sosialnya tinggi, lansia yang hidup dilingkungan yang beraggota keluarga yang
cukup banyak tetapi mengalami kesepian. Kesepian bukan karena menjadi
sendirian, tetapi karena adanya sebuah hubungan atau sekelompok hubungan yang
diperlukan. Ada dua tipe yang dapat berpengaruh dalam perasaan kesepian
(Indriana, 2012). Emotional isolation adalah kurangnya ikatan intim yang
sebenarnya dan hilangnya hubungan ini tidak bisa digantikan oleh alternatif
hubungan sosial lainnya. Isolasi emosional ini tampaknya menyertai janda karena
intimacy dan perasaan yang unik yang melekat pada hubungan pernikahan, yang
membuatnya sangat sulit untuk memindahkan kebutuhan akan kepuasan dari
pernikahan ke hubungan yang lain.para janda biasanya mengalami isolasi sosial
akibat kurangnya jaringan keterlibatan dengan orang lain sehingga menimbulkan
perasaan bosan, tanpa tujuan, dan keterbatasan. Isolasi sosial lebih mudah dihadapi
dibandingkan dengan isolasi emosional, apabila berbagai macam hubungan sosial
tersebut dirasakan memuaskan.
Hubungan suami istri yang lebih lama menjadi tidak tergantikan dan
menimbulkan rasa kehilangan yang mendalam. Kesepian yang dialami oleh janda,
salah satu penyebabnya adalah karena individu kehilangan seseorang untuk saling

7
berbagi pengalaman atau seseorang yang dicintai. Para janda merasakan kesepian
tidak hanya ketika mereka makan sendirian, namun seluruh irama kehidupan dari
peran ibu rumah tangga yang terganggu ketika tidak ada objek untuk melakukan
tugas. Para janda mungkin juga merasakan kesepian karena mereka tidak lagi
menjadi objek dari aktivitas seseorang dan cinta seseorang. Akhirnya, ada rasa
kesepian karena gaya hidup atau aktivitas yang menyibukkan sebagai pasangan
tidak ada lagi. Ada beberapa cara untuk menghindari kesepian, diantaranya tetap
sibuk, melibatkan diri dalam berbagai aktivitas, mencari peran baru, tetapi
kesuksesannya tergantung pada ketertarikan sosial dan keterampilan yang dimiliki
lansia.

b. Duka cita (bereavement),dimana pada periode duka cita ini merupakan periode
yang sangat rawan bagi lansia. meninggalnya pasangan hidup, temen dekat, atau
bahkan hewan kesayangan bisa meruntuhkan ketahanan kejiwaan yang sudah rapuh
dari seorang lansia, yang selanjutnya memicu terjadinya gangguan fisik dan
kesehatannya. Adanya perasaan kosong kemudian diikuti dengan ingin menangis
dan kemudian suatu periode depresi. Depresi akibat duka cita biasanya bersifat self
limiting. Setiap makhluk hidup akan mengalami kematian. Kematian datang dengan
berbagai cara, ada yang diawali dengan tanda-tanda seperti sakit atau tertimba
bencana, ada juga yang datang secara tiba-tiba. Namun, tak seorangpun tahu
bagaimana cara ia meninggal dunia. Tidak ada bukti tentang perkembangan
orientasi khusus mengenai kematian di masa lanjut usia. Penambahan kesadaran
mengenai kematian sejalan dengan kesadaran individu bahwa mereka sudah
mengalami penuaan. Para peneliti menemukan bahwa orang dewasa biasanya lebih
merasa takut terhadap kematian dibandingkan dengan orang tua.
Pada usia tua, kematian yang datamg bisa dirasakan sebagai suatu penghargaan
yang dirasakan kurang pada tahun terakhir hidupnya. Bertambahnya pemikiran dan
pembicaraan mengenai kematian, dan berkembangnya pemikiran mengenai
integritas melalui tinjauan hidup yang positif, mungkin dapat membantu para lanjut
usia untuk menerima kematian. Umumnya orang berusaha untuk menemukan arti
dari kehidupan mereka di dunia. Ada yang menemukan arti hidup dengan cara siap
menerima kematian, karena kesiapan dalam menghadapinya dan memberikan artian
positif pada makna hidup itu sendiri. Namun, kematian juga bisa diartikan sebagai
ancaman pada ketiada-berartian yang membawa kecemasan hidup yang merupakan
karakteristik dasar manusia sebagai satu-satunya makhluk yang sadar dengan
kematian. Kecemasan ini sebagai keadaan yang subjektif bagi individu yang
menyadari bahwa ia dapat kehilangan hidupnya dan dunianya.
Lansia yang mengalami kemalangan seperti menderita sakit fisik atau hidup
lebih lama dari semua orang yang dia cintai, umumnya mereka kehilangan alasan
untuk tetap hidup karena dia tidak menemukan kehadiran mereka. Alasan mengapa
kematian mengakibatkan kita cemas karena kematiakn merupakan sesuatu yang
tidak bisa terelakkan. Hal ini dapat mengehntikan segala aktivitas, rencana, dan

8
tidak menetapkan apapun karena kematian akan merusakny. Biasanya lansia
memakai keletihan dan kelelahan sebagai alasan atau cara untukmemberhentikan
dirinya untuk menghadapi kematian.

c. Gangguan cemas, terbagi dalam beberapa golongan yaitu fobia, gangguan panik,
gangguan cemas umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif-
kompulsif. Pada lansia gangguan cemas merupakan kelanjutan dari dewasa muda
dan bisaanya berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek
samping obat atau gejala penghentian mendadak suatu obat. Perasaan
ketidakpastian dalam menghadapi masa depan yang berubah jauh dari pola hidup
bisaanya, banyak dialami oleh lansia. Hal itu muncul karena berbagai hal seperti
daya tahan tubuh dan fungsi organ tubuh yang menurun, kesibukan kerja dan posisi
jabatan yang hilang, kehidupan rumah tangga yang kurang harmonis dan
sebagainya ikut mempengaruhi kepribadian seseorang yang memasuki usia lansia.
Kekhawatiran sosial takut merasa tersingkir dari lingkungan apalagi ketika aktif
suka dihormati dan ditakuti orang (bawahan) karena sikapnya yang arogan,
sombong dan kurang komunikatif dengan oranglain. Rasa takut dan cemas ketika
memasuki lansia akan menambah potensi terserang penyakit fisik dan psikologis,
kecuali orang yang mampu menghadapi perubahan keadaan dengan pegangan
sipiritual yang kuat dan mantap. Setiap yang muda akan tua dan setiap yang hidup
akan mati. Karena itu persiapkan hidup dihari dan persiapkan diri menghadapi
kematian dengan mendekatkan diri kepada Yang Maha Pencipta (Tuhan).
Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa pada lansia,
antara lain sebagai berikut :
1. Penurunan kondisi fisik
2. Penurunan fungsi dan potensi seksual
3. Perubahan aspek psikososial
4. Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan
5. Perubahan dalam peran social di masyarakat
6. Penurunan kondisi fisik

1. Penurunan kondisi fisik


Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi
fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga
berkurang, energy menurun, kulit keriput, tulang makin rapuh, menurunnya masa
otot, dan lain sebagainya. Kondisi fisik seseorang ketika memasuki masa lansia
akan mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini menimbulkan gangguan
pada fungsi fisik, psikologis maupun social. Akibat dari gangguan yang di alami
pada masa lansia ini seseorang cenderung akan bergantung pada orang lain.

9
Pada masa lansia agar tetap dapat menjaga kondisi fisik, psikologis, maupun
social, harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang membutuhkan tenaga yang
banyak. Seorang yang sudah lansia harus mampu mengatur pola hidupnya
denganbaik seperti makan, tidur, istirahat, dan bekerja dengan seimbang.

2. Penurunan fungsi dan potensi seksual


Faktor psikologis yang menyertai lansia :
1. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
2. Sikap keluarga dan masyrakat
3. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia

Pada masa lansia sudah terjadi disfungsi seksual karena perubahan hormonal dan
sudah terjadinya penurunan fungsi secara seksual, dan juga pada masa lansia sudah
terjadinya rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual.

3. Penurunan aspek psikososial


Seseorang yang sudah memasuki masa lansia akan mengalami penurunan pada
fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,
penalaran, pemahaman, pengertian, dan perhatian sehingga menyebabkan reaksi
fisik dan perilaku lansia menjadi lambat.
Sementara dari psikomotornya lansia sudah mengalami penuruan seperti
dorongan untuk bergerak, bertindak, dn berkordinasi. Dengan adanya penurunan
tersebut lansia juga mengalami penurunan pada aspek psikososial yang berkaitan
dengan kepribadian lansia. Tipe kepribadian pada masa lansia antara lain :
1. Tipe kepribadian mandiri (independent personality)
2. Tipe kepribadian konstruktif (construction personality)
3. Tipe kepribadian tergantung (dependent personaility)
4. Tipe kepribadian bermusuhan (hostility personality)
5. Tipe kepribadian kritik diri (self hate personality)

4. Perubahan Pekerjaan
Perubahan yang terjadi pada masa lansia dalam hal pekerjaan mulai terjadi
ketika memasuki masa pensiun. Pada masa ini mulai muncul anggapan bahwa
pension hanya akan menghilangkan penghasilan, kedudukan, peran, jabatan,
kegiatan, status, dan harga diri.

5. Perubahan Dalam Peran Di Masayarakat


Akibat berkurangnya fungsi fisik pada lansia maka anggapan terhadap peran
lansia dalam masyarakat hanya akan menghambat dan memperlambat kegiatan
yang ada dimasyarakat. Pada masa lansia sesorang cenderung hanya diberikan
peran sebagai penasihat tanpa ikut berperan aktif didalam masyarakat.

10
6. Penurunan kondis fisik
Pada masa lansia sesorang sudah mengalami penuruna dari fungsi fisik seperti
penglihatan yang sudah berkurang yakni mata mulai rabun, fungsi pendengaran
yang kurang, penciuman yang sudah berkurang, hal ini juga mengakibatkan seorang
lansia cenderung akan bergantung kepada orang lain dan lansia akan sangat rentan
mengalami gangguan psikologis seperti stress hingga depresi.

11
BAB 3
PENUTUP

3.1 Simpulan
Lanjut usia adalah periode penutup rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode
dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu.Tahap usia lanjut
merupakan tahap terjadinya penuaan dan penurunan, yang lebih jelas daripada
tahap usia baya. Pada usia lanjut, terjadi penurunan kemampuan fisik aktivitas
menurun, sering mengalami gangguan kesehatan, dan mereka cenderung
kehilangan semangat. Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk
hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas
fungsional. Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan degenerative
pada kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh
lainnya. Menurut Allport, lamsia memiliki beberapa ciri mengenai kondisi
kepribandiannya, yaitu berkembangnya masalah sosial psikologis, Kemampuan
mengadakan introspeksi, merefleksikan diri sendiri, memandang diri sendiri secara
objektif dan kemampuan untuk mendapatkan pemahaman tentang hidup dan
kehidupan, serta kepribadian yang matang. Lansia juga mengalami beberapa
masalah psikologis menurut Hurlock yaitu kecemasan, kesepian, duka cita, dan
depresi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Fitriani, Mei. 2016. Problem Psikospiritual Lansia Dan Solusinya Dengan Bimbingan
Penyuluhan Islam (Studi Kasus Balai Pelayanan Sosial Cepiring Kendal).
Jurnal Ilmu Dakwah. Vol. 36, (1), hlm. 78-81.
Indriana, Yeniar. 2012. Gerontologi dan Progreria. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Papalia, Diane E., dan Ruth Duskin Feldman. 2015. Menyelami Perkembangan
Manusia. Jakarta: Salemba Humanika.
Santrock, John W. 2018. Life-Span Development. Novietha, editor. Jakarta: Erlangga.

13

Anda mungkin juga menyukai