Anda di halaman 1dari 13

BAB I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses mempelajari nilai-nilai kebudayaan pada setiap masyarakat dapat dilihat

semenjak anak masih dalam kandungan. Pada setiap tradisi kebudayaan masyarakat

semenjak anak masih dalam kandungan, banyak aktifitas ritual seperti slametan serta

pantangan-pantangan yang tidak boleh dilakukan oleh sang calon ibu karena

dipercaya akan berdampak pada kelahiran anak. Ini tidak hanya terjadi pada orang

Jawa dan Sunda tetapi juga pada komunitas Batak. Hal yang ingin dicapai dengan

pelaksanaan slametan tersebut adalah lahimya anak dalam keadaan sempuma atau

tidak cacat mental maupun fisik.

Pada setiap kelompok masyarakat terdapat pola-pola asuhan yang mencenninkan

nilai-nilai kebudayaan masing-masing kelompok. Hal ini terlihat dari proses

sosialisasi didalam pembesaran anak-anak mereka. Proses ini yang pada akhimya

membawa anak ke dalam proses pembudayaan yang dikenal dengan enkulturasi yaitu

proses dimana individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya

dengan adat, sistem norma, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam

kebudayaannya. Banyak hal-hal yang menyangkut nilai, norma yang harus

dijalankan dan ditanamkan pada anak-anak sebagai proses enkulturasi atau

"pembudayaan" tidak lagi dijalankan ketika lingkungan telah berubah. Banyak faktor

yang mendukung perubahan pola pembudayaan pada anak-anak yang menginjak

masa remaja karena proses enkulturasi bersifat kompleks dan berlangsung seumur

hidup, tetapi proses tersebut berbeda-beda pada berbagai tahap dalam lingkaran

1
kehidupan seorang. Enkulturasi terjadi secara agak dipaksakan selama awal masa

kanak -kanak tetapi ketika mereka bertambah dewasa akan belajar secara lebih sadar

untuk menerima atau menolak nilai-nilai atau anjuran-anjuran dari masyarakatnya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian sosialisasi dan enkulturasi!

2. Bagaimana pengaruh budaya pada pengasuhan anak, pola asuh dan keluarga!

3. Bagaimana pengaruh budaya pada teman sebaya!

4. Bagaimana pengaruh budaya pada Pendidikan dan pengaruh budaya pada

kepercayaan (agama)!

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari sosialisasi dan enkulturasi

2. Untuk mengetahui pengaruh budaya pada pengasuh anak, pola asuh dan

keluarga

3. Untuk mengetahui pengaruh budaya pada teman sebaya

4. Untuk mengetahui pengaruh budaya pada Pendidikan dan pada kepercayaan

(agama)

2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sosialisasi dan Enkulturasi


Pengertian enkulturasi adalah suatu proses sosial yang dilakukan oleh seorang

individu dalam mempelajari dan menyesuai kan pikiran serta sikapnya dengan adat

istiadat, sistem norma, tata sosial, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam

kebudayaan nya. Proses enkulturasi dalam Bahasa Inggris “enculturation”, pada

hekaktnya sudah dimulai oleh seseorang sejak ia masih kecil di dalam lingkungan

keluarga, tetangga, sudara, teman sepermainan atau di bahkan di dalam sekolah

sekalipun. Proses terjadinya enkulturasi seringkali dimulai dari adanya kegiatan

belajar dengan meniru berbagai tindakan, kemudian dari tindakan yang di hasilkan

dari belajar tersebut diinternalisasikan atau di masukan dalam kepribadiannya.

Dengan proses yang dilakukan berkali-kali, tindakan seseorang menjadi suatu pola

yang mantap dan norma yang mengatur tindakannya dibudayakan.

Pengertian Enkulturasi Menurut Para Ahli Definisi para ahili terhadap pengertian

enkulturasi, antara lain sebagai berikut;

 Havilland (1988), Pengertian enkulturasi adalah praktik pendidikan

dilakukan seseorang yang biasanya bersumber dalam adat kebiasaan pokok

masyarakat yang berhubungan dengan pangan, tempat berteduh dan

perlindungan, dan bahwa praktik pendidikan anak pada gilirannya

menghasilkan kepribadian tertentu pada masa dewasa.

3
 Adamson Hoebel, Definisi enkulturasi adalah suatu keadaan yang terjadi

pada seseorang untuk mengakuturasikan budayanya sekaligus

menginternalisasi hasil kebudayanya dalam kehidupan bermasyarakat.

Dari 2 pengertian enkulturasi menurut para ahli di atas, dapatlah disimpulkan

secara umum enkulturasi adalah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk

mengenal hasil kebudayaan dengan cara dilakukan secara ajeg (terus menerus).

Pengertian sosialisasi secara sederhana dapat dipahami sebagai proses

internalisasi nilai dan norma sosial ke dalam individu. Sosialisasi merupakan bagian

inti dari proses interaksi sosial. Sebagai makhluk sosial, kita senantiasa berinteraksi

dengan manusia lainnya. Dalam proses interaksi, terjadi sosialisasi.

 Soerjono Soekanto mendefinisikan sosialisasi sebagai proses sosial dimana

individu mendapatkan pembentukan sikap untuk berperilaku sesuai perilaku

orang-orang di sekitarnya.

 Peter L. Berger mendeskripsikan sosialisasi sebagai proses individu menjadi

anggota masyarakat yang partisipatif.

 Horton dan Hunt mengatakan sosialisasi adalah proses seseorang

menghayati norma-norma kelompok dimana ia hidup sehingga timbul

kepribadian yang unik.

 Edward Shils mendefinisikan sosialisasi sebagai proses sosial seumur hidup

seseorang yang dijalani sebagai anggota kelompok dan masyarakatnya

melalui pembelajaran kebudayaan.

4
 Nursal Luth mendeskripsikan sosialisasi sebagai proses adaptasi individu

terhadap masyarakatnya.

Dari beberapa pengertian sosialisasi di atas, bahwa sosialisasi merupakan proses

penghayatan norma sosial ke dalam individu dalam rangka penyesuaian diri sebagai

anggota kelompok atau masayarakat. Proses penghayatan menunjukkan adanya

internalisasi nilai dan norma dari luar, masuk ke dalam diri. Nilai dan norma inilah

yang pada akhirnya memengaruhi pembentukan kepribadian. Di sini, pengertian

sosialisasi dan prosesnya melekat erat dengan pembentukan kepribadian. sosialisasi

dibagi menjadi dua yaitu sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder

(dalam masyarakat).

Menurut Goffman kedua proses tersebut berlangsung dalam institusi total,

yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut, terdapat

sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam

jangka waktu kurun tertentu, bersamasama menjalani hidup yang terkukung, dan

diatur secara formal.

 Sosialisasi primer

Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi primer sebagai

sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi

anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-

5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota

5
keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan

dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya. Dalam tahap ini, peran orang-

orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak

melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak

akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara

anak dengan anggota keluarga terdekatnya.

 Sosialisasi sekunder

Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi

primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam

masyarakat. Bentuk-bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam

proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan

dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan' identitas diri yang

lama.

2.2 Pengaruh Budaya Dan Pengasuhan Anak, Pola Asuh Dan Keluarga

Vygotsky menunjukkan bahwa pengetahuan manusia berakar pada budaya, yang

berarti sebagian besar apa yang diketahui anak-anak berasal dari keluarga mereka,

seperti cara berdiri dan berjalan, makan makanan, dan bagaimana berperilaku baik di

tempat-tempat umum. Pada banyak kesempatan, perilaku anak-anak sebagian besar

didasarkan pada harapan dan tuntutan orang tua mereka.

6
Jauh lebih tepat untuk memeriksa gaya pengasuhan dan artinya dalam konteks

budaya. Budaya berteori untuk memberikan makna yang berbeda terhadap perilaku

(misalnya, pengasuhan anak) dan memiliki efek yang berbeda pada anak-anak dan

remaja di berbagai budaya yang berbeda". Penelitian menyebutkan bahwa anak-anak

akan menerima perilaku pengasuhan yang konsisten dengan nilai-nilai budaya.

Jadi, budaya dapat mempengaruhi gaya pengasuhan orang tua. Tapi kembali lagi

kepada orang tua. Apakah orang tua bersedia menurunkan budaya-budaya yang telah

nenek moyang turunkan, ataukah lebih memilih pengasuhan moderen yang sama

sekali tidak melibatkan budaya dalam pengasuhan terhadap anak.

Memasukkan nilai budaya dalam pola pengasuhannya juga berguna untuk

mempersiapkan anak kedepannya di masa yang akan datang yaitu anak dalam

menghadapi kehidupan masyarakat di sekitarnya, bekerja maupun ketika anak sudah

berkeluarga. Nilai budaya berperan aktif dalam pembentukan moral dan kepribadian

anak yang diajarkan oleh kedua orang tuanya sehingga anak akan memiliki moral dan

kepribadian sesuai dengan budaya yang ada dilingkungan masyarakat sang anak.

Oleh karena itu sebagai orang tua ajarkan anak nilai nilai budaya yang baik dan

ajarkan anak dengan pola asuh yang terbaik agar anak kedepannya menjadi pribadi

yang jauh lebih baik dari kedua orang tuanya. Nilai budaya tidak akan pernah

terpisahkan dari kehidupan bermasyarakat dan pola asuh anak hingga di masa depan.

2.3 Pengaruh Budaya Pada Teman Sebaya

7
Indonesia merupakan negara yang multikultural. Artinya, Indonesia terdiri dari

banyak daerah yang berbeda-beda budaya, suku bangsa, golongan, agama dan ras. Di

setiap daerah di Indonesia, mempunyai bahasa yang berbeda-beda, watak yang

berbeda-beda, karakter masyarakatnya yang berbeda-beda pula. Oleh karna itu teman

sebaya berhubungan dengan budaya kita di indonesia yang mempunyai berbagai

macam budaya dan tentunya juga gaya bahasa yang berbeda beda swtiap daerahnya

lebih baik jika kita pandai-pandai menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Begitu pula bagi anak-anak yang mempunyai teman sebaya yang berasal dari

daerah yang berbeda dengan daerah kita, anak-anak harus pula memahami budaya

teman kita itu. Memahami bahasa dan budaya lain itu sangat penting. Tidak hanya

untuk memahami teman sebaya kita yang menggunakan dialek bahasa yang berbeda,

tetapi juga bermanfaat apabila kita pindah ke kota lain yang berbeda dialek bahasa

dengan kita. Setiap orang pasti mempunyai kebudayaan masing-masing dan yang

pasti semuanya akan berbeda satu sama lain, kecuali memang berasal dari daerah

yang sama.

2.4 Pengaruh Budaya Pada Pendidikan

Pendidikan juga berpengaruh pada kebudayaan dan pendidikan juga bisa berubah

sesuai perkembangan kebudayaan karena pendidikan merupakan proses transfer

kebudayaan dan sebagai cermin nilai-nilai kebudayaan (pendidikan bersifat reflektif).

Pendidikan juga bersifat progresif, yaitu selalu mengalami perubahan perkembangan

sesuai tuntutan perkembangan kebudayaan.

8
Kedua sifat tersebut berkaitan erat dan terintegrasi. Untuk itu perlu pendidikan

formal dan informal (sengaja diadakan atau tidak). Perbedaan kebudayaan menjadi

cermin bagi bangsa lain, membuat perbedaan sistem, isi dan pendidikan pengajaran

sekaligus menjadi cermin tingkat pendidikan dan kebudayaan.

2.5 Pengaruh Budaya Pada Kepercayaan (Agama)

Dengan adanya budaya masyarakat akan dapat memahami agama yang terdapat

pada dataran empiriknya atau agama yang tampil dalam bentuk formal yang

menggejala di masyarakat, perubahan kebudayaan dapat terjadi karena beberapa

faktor yakni letak geografis daerah tersebut, sejarah dari generasi sebelumnya dan

juga pengaruh dari bangsa lain. Namun perkembangan kebudayaan tidak dapat kita

lepaskan dari Agama . Karena keduanya memiliki hubungan yang sangat erat antara

lain: agama merupakan bagian dari budaya , agama dapat melahirkan budaya agama

terpisah dengan budaya. Maka budaya itu terdiri dari 5 lapisan. Lapisan itu diwakili

oleh budaya agama pribumi, Hindu, Buddha, Islam dan Kristen (Andito, ed,1998:77-

79) yaitu:

a) Agama pribumi yang memiliki ritus-ritus yang berkaitan dengan penyembahan

roh nenek moyang yang telah tiada atau lebih setingkat yaitu Dewa-dewa suku

seperti sombaon di Tanah Batak, agama Merapu di Sumba, Kaharingan di

Kalimantan. Dari agama pribumi bangsa Indonesia mewarisi kesenian dan

estetika yang tinggi dan nilai-nilai kekeluargaan yang sangat luhur.

9
b) Hinduisme, yang telah meninggalkan peradaban yang menekankan pembebasan

rohani agar atman bersatu dengan Brahman maka dengan itu ada solidaritas

mencari pembebasan bersama dari penindasan sosial untuk menuju kesejahteraan

yang utuh.

c) Agama Buddha, yang telah mewariskan nilai-nilai yang menjauhi ketamakan dan

keserakahan. Bersama dengan itu timbul nilai pengendalian diri dan mawas

diridengan menjalani 8 tata jalan keutamaan.

d) Agama Islam yang telah menyumbangkan kepekaan terhadap tata tertib

kehidupan melalui syari’ah, ketaatan melakukan shalat dalam lima

waktu,kepekaan terhadap mana yang baik dan mana yang jahat dan melakukan

yang baik dan menjauhi yang jahat (amar ma’ruf nahi munkar) berdampak pada

pertumbuhan akhlak yang mulia. Inilah hal-hal yang disumbangkan Islam dalam

pembentukan budaya bangsa.

e) Agama Kristen, baik Katholik maupun Protestan. Agama ini menekankan nilai

kasih dalam hubungan antar manusia. Tuntutan kasih yang dikemukakan melebihi

arti kasih dalam kebudayaan sebab kasih ini tidak menuntutbalasan yaitu kasih

tanpa syarat. Kasih bukan suatu cetusan emosional tapi sebagai tindakan konkrit

yaitu memperlakukan sesama seperti diri sendiri. Dipandang dari segi budaya,

semua kelompok agama di Indonesia telah mengembangkan budaya agama untuk

mensejahterakannya tanpa memandang perbedaan agama, suku dan ras.

f) Agama menurut Durkheim sebagai sistem yang menyatu menegenai berbagai

kepercayaan dan peribadatan yang berkaitan dengan benda-benda sakral. Menurut

10
E.B Taylor kepercayaan terhadap adanya wujud-wujud spiritual. Kata agama

berasal dari bahasa sansekerta, terdiri dari dua kata, yaitu “a” dan “gama”; “a”

berarti tidak dan gama berarti kacau, maksudnya tidak kacau atau teratur; hal ini

berarti orang beragama itu akan memperoleh ketentraman dan hatinya penuh

kedamaian Selain itu ada pula yang mengatakan, kata agama berasal dari kata

gam yang berarti tuntunan, karena agama itu menjadi tuntunan hidup dalam

kehidupan seseorang di dunia ini. Dalam masyarakat selain kata agama dikenal

pula kata din dari bahasa Arab dan kata religi dari bahasa eropa.

Terdapat 2 pandangan terhadap masalah apakah agama merupakan hasil

kebudayaan atau sebaliknya kebudayaan merupakan hasil buah budi manusia yang

diilhami oleh tuntunan agama.Pertama pendapat yang menyatakan bahwa kebudayaan

adalah sumber agama dan karena itu agama adalah unsur kebudayaan, hal ini tidak

berarti jika kita menyatakan kebudayaan Hindu, kebudayaan Islam dan lainnya. Hal

ini akan mengarah pada penolakan terhadap jasa agama serta lembaga agama sebagai

sumber perkembangan kebudayaan masa lalu dan sekarang. Pandangan tersebut juga

tidak mengakui hakekat esensial agama yang terletak pada unsur wahyu yang dibawa

nabi dan rasul dari Tuhan. Kebenaran pandangan tersebut mungkin terletak pada

kebudayaan adalah hasil buah budi manusia termasuk didalamnya nabi dan rasul

penerima wahyu dari Tuhan.

11
BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam melakukan interaksi tentunya manusia memiliki lingkungan tempat

tinggal karena manusia dibesarkan, diasuh dan berkembang karena pada dasarnya

manusia tidak akan mampu bertahan hidup tanpa adanya manusia lainnya.

Komunikasi juga menjadi bagian yang mendasar bagi proses pembelajaran manusia

yang dilakukan sejak dini agar mendapatkan proses pengajaran atau pembelajaran

dari orang tua serta keluarga, karena orang tua dan keluarga adalah pondasi

pembentukan karakter manusia, melalui itulah sebagai awalan dari manusia

menerima dan menjalankan proses kebudayaan.

Enkulturasi sebagai Proses pembudayaan terjadi dalam bentuk pewarisan

tradisi budaya dari satu generasi kepada generasi berikutnya yang diadopsi. Salah

satu cara untuk melakukan proses Enkulturasi adalah dengan berkomunikasi,

komunikasi tentunya di bangun sejak dini kepada anggota keluarga, melewati

komunikasi manusia membangun dan memberikan nilai-nilai kebudayaannya kepada

generasi-generasi baru. Ada tujuh unsur kebudayaan yaitu ; Peralatan, mata

pencaharian, sistem kemasyarakatan, kesenian, sistem pengetahuan, religi dan bahasa.

12
Bahasa sendiri didalam konteks komunikasi merupakan hakikat untuk melaksanakan

kegiatan komunikasi, baik secara verbal (berbicara) maupun non verbal (bahasa tubuh

maupun simbol-simbol).

DAFTAR PUSTAKA

Suradi (2016). BENTUK KOMUNIKASI DALAM MENJALANKAN PROSES


ENKULTURASI BUDAYA. eJournal Ilmu Komunikasi, 2016, 4 (1):160-173

Wiriaatmadja, R. (1992). PERANAN PENGAJARAN SEJARAH NASIONAL


INDONESIA DALAM PEMBENTUKAN IDENTITAS NASIONAL: Upaya
Peraihan Nilai-Nilai Integralistik Dalam Proses Sosialisasi Dan Enkulturasi
Berbangsa Di Kalangan Siswa SMAK 1 BPK Penabur Di Bandung (Doctoral
dissertation, Universitas Pendidikan Indonesia).
Sulistiyono, S. T., Rochwulningsih, Y., Budi Utomo, C., & Rinardi, H. (2005). Model
Sosialisasi Dan Enkulturasi Nilai-Nilai Kebaharian Untuk Memperkuat
Integrasi Indonesia Sebagai Negara Maritim Melalui Pengajaran Sejarah Dan
Budaya Maritim Nusantara Di Sekolah Dasar.

13

Anda mungkin juga menyukai