Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar belakang
Kebudayaan merupakan bagian dan menjadi milik masyarakat manapun di dunia ini.
Dan setiap masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri yang berbeda dari kebudayaan yang
dimiliki oleh masyarakat lain. Istilah peradaban (Civilazation) adalah nama yang diberikan
kepada kebudayaan yang telah mencapai taraf perkembangan teknologi yang sudah tinggi.
Kebudayaan melahirkan kaidah-kaidah untuk melindungi masyarakat dari kehancuran
yang diakibatkan dari kekuatan tersembunyi di masyarakat. Kaidah ini berupa petunjuk cara
bertingkah laku di dalam pergaulan hidup.
Dewasa ini, kebudayaan diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan
setiap kelompok orang-orang dalam arti luas. Manusia berbeda dengan binatang. karena manusia
tidak dapat hidup begitu saja di tengah-tengah alam, melainkan selalu mengubah alam itu.
Kebudayaan dipandang sebagai suatu yang lebih bersifat dinamis bukan sesuatu yang
statis, bukan lagi kata benda tetapi kata kerja.

B.       Rumusan Masalah
            Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah adalah:
1.      Bagaimana konsepsi-konsepsi khusus mengenai pergeseran masyarakat dan kebudayaan ?
2.      Bagaimana proses belajar kebudayaan sendiri ?
3.      Bagaimana proses evolusi sosial ?
4.      Bagaimana proses difusi ?
6.      Apa yang dimaksud dengan inovasi ?
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Konsepsi-konsepsi Khusus mengenai Pergeseran Masyarakat dan Kebudayaan


                                
Dinamika social (social dynamics) adalah semua konsep yang diperlukan apabila ingin
menganalisis proses-proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan, termasuk lapangan
penelitian ilmu antropologi dan sosiologi. Diantara konsep-konsep ada mengenai proses bbelajar
kebudayaan oleh warga masyarakat bersangkutan, yaitu internalisasi (internalization),sosialisasi
(sosialization), dan enkulturasi (enculturation).ada juga proses perkembangan kebudayaan umat
manusia pada umumnya dan bentuk-bentuk kebudayaan yang sederhana, hingga bentuk-bentuk
yang makin lama makin kompleks, yaituu evolusi kebudayaan (cultural evolution). Kemudian
ada proses penyebaran kebudayaan secara geografi, terbawa oleh perpindahan bangsa-bangsa di
muka bumi, yaitu proses difusi (diffusion),ada juga proses  atau yang berkaitan erat dengan
penemuan baru (discovery dan invention).

B.  Proses belajar Kebudayaan Sendiri

1.      Proses Internalisasi

                        Proses internalissi adalah proses panjang sejak seorang individu dilahirkan


sampai ia hampir meninggal. Individu belajar menanamkan dalam kepribadiannya segala
perasaan, hasrat, napsu, dan emosi yang diperlukan sepanjang hidupnya, tetapi wujud dan
pengaktifan dari berbagai macam isi kepribadiannya itu sangat dipengaruhi oleh berbagai
macam stimulasi yang berada dalam sekitaran alam dan lingkungan social dan
budayanya. Perasaan pertama yang diaktifkan dalam kepribadian seorang bayi saat
dilahirkan adalah perasaan puas dan tidak puas. Lingkungan yabg berbeda dengan
kandungan ibu member pengalaman yng tidak  puas yang pertama kepada si individu
baru itu. Baru setelah ia dibungkus selimut dan diberi kesempatan untuk menyusu, maka
rasa tidak puas itu hilang. Kemudian setiap kali ia terkena pengaruh-pengaruh lingkungan
yang menyebabkan rasa tidak puas tadi ia akan menangis, tetapi setiap kali ia diberi
selimut dan susu (yang mendatangkan rasa puas tadi) ia merasa nyaman. Secara sadar si
bayi telah belajar untuk tidak hanya mengalami, tetapi juga mengetahui cara
mendatangkan rasa puas, yaitu dengan menangis.
                        Tiap hari dalam hidupnya berlalu, bertambahlah pengalamannya mengenai
bermacam-macam perasaan baru, dan belajarlah ia merasakan kegembiraan,
kebahagiaan,simpati, cinta, benci, keamanan, harga diri,kebenaran, perasaan
bersalah,dosa, malu dan sebagainya. Juga berbagai macam hasrat, seperti hasrat untuk
mempertahankan hidup, bergaul, meniru, tahu, berbakti, keindahan, dipelajarinya melalui
proses internalisasi menjadi kepribadian individu.
2.      Proses Sosialisasi 

                        Proses sosialisasi berkaitan dengan proses belajar kebudayaan dalam


hubungan dengan system social. Dalam proses itu seorang individu dari masa anak-anak
sampai hingga masa tuanya belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala
macam individu sekelilingnya yang menduduki beraneka macam peranan social yang
mungkin ada dalam kehidupan sehari-hari.
                        Kita dapat mengerti cara menyelami dan mencoba mencapai pengertian
tentang suatu kebudayaan dengan belajar dari jalannya proses sosialisasi baku yang lazim
dialami oleh sebagian individu dalam kebudayaan bersangkutan. Itulah sebabnya proses
sosialisasi.
                        Ketika seorang anak mulai sekolah,ia mulai belajar mengenai perbedaan
antara jenis kelamin pria dan wanita. Menginjak usia remaja,hasrat birahinya mulai
berkembang. Untuk itu ia harus menyesuaikan diri dengan segala aturan kebudayaan,adat
istiadat yang ada di masyarakat. Demikian pula aturan-aturan itu dapat kita teliti dan
analisis pengaruhnya pada para individu, dan untuk selanjutnya dapat kita ikuti dengan
teliti segala situasi sekitar individu-individu lain dalam lingkungan sosialnya, serta unsur-
unsur kebudayaan yang lazim mempengaruhi diri orang Indonesia dalam golongan
pegawai yang hidup dalam masyarakat kota.
                        Proses sosialisasi dalam golongan-golongan social yang lain (dalam
lingkungan social dari berbagai suku bangsa di Indonesia atau dalam lingkungan social
bangsa-bangsa lain di dunia) dapat menunjukkan proses sosialisasi yang sangat berbeda.
Misalnya, bayi yang diasuh dalam keluarga kaum buruh dalam kota-kota industri besar di
Amerika Serikat akan menghadapi individu-individu yang lain daripada bayi dalam
contoh di atas tadi. Tokoh ayah dalam keluarga kaum buruh di Amerika misalnya tidak
begitu penting dalam proses sosialisasi pertama dari bayi, karena ayah sudah berangkat
ke pabrik pagi-pagi sebelum si bayi bangun, sedangkan siang hari ia tidak pulang untuk
makan, dan baru kembali pada malam hari saat bayi sudah akan tidur. Hanya pada hari
Sabtu dan Minggu bayi mengalami pengaruh kehadiran ayahnya.
                        Demikianlah para individu dalam masyarakat yang berbeda akan
mengalami proses sosialisasi yang berbeda pula karena proses sosialisasi banyak
ditentukan oleh susunan kebudayaan dan lingkungan sosial yang bersangkutan.
                        Kalau sekarang keadaan kita balik ;dengan mengikuti secara teliti proses
sosialisasi yang lazim dialami para individu dalam suatu masyarakat,mungkin kita
menemukan salah satu metode lagi yang akan memberikan kepada kita satu pengertian
luas tentang gejalah dan masalah yang hidup dalam masyarakat dan kebudayaan
bersangkutan.
Memang sejak berapa lama,beberapa sarjana ilmu antropologi budaya telah mencoba
metode penelitian tersebut.selama melakukan field work mereka antara lain
mengumpulkan bahan mengenai:
a.       Adat istiadat [pengasuhan anak,
b.      Tingkah laku seks yang lazim dilakukan dalam suatu masyarakat,
c.       Riwayat hidup secara detail dari beberapa individu dalam suatu masyarakat.
                        Di Indonesia,penelitian berpusat pada masalah serupa itu pernah dilakukan
pula oleh sarjana antropologi,seperti Margaret mead;dan dua buah karangan hasil
penelitian seperti itu adalah growth and culture yang ditulisnya bersama dengan F.C.
MacGregor (1951), and ritual in bali (1955), sangat terkenal dalam kalangan antropologi.
3.      Proses Enkulturasi

                        Istilah yang sesuai untuk kata “enkuitrasi “ adalah “pembudayaan” (dalam


bahasa inggris digunakan istilah institutionalization).[1] Proses enkulturasi  adalah proses
seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan
adat,system norma,dan peraturan yang hidup dalam kebudayaannya.
                        Proses enkulturasi sudah dimulai sejak kecil dari dalam alam pikiran
warga suatu masyarakat; mula-mula dari orang-orang di dalam lingkungan
keluarganya,kemudian dari teman-temannya bermain.sering kali ia belajar dengan meniru
berbagai macam tindakan,setelah perasaan dan nilai budaya pemberi motivasi akan
tindakan meniru itu telah dinternalisasi dalam kepribadiannya. Dengan berkali-kali
meniru maka tindakannya menjadi suatu pola yang mantap, dan norma yang mengatur
tindakannya”di budidayakan”. Kadang-kadang berbagai norma juga dipelajari seorang
individu secara sebagian-sebagian. Caranya mendengar berbagai orang dalam lingkungan
pergaulannya pada saat-saat yang berbeda-beda,menyinggung atau membicarakan norma
tadi. Sudah tentu ada norma yang diajarkan kepadanya dengan sengaja tidak hanya dalam
lingkungan keluarga dan diluar keluarga, tetapi juga secara normak di sekolah. Di
samping aturan-aturan masyarakat dan Negara yang diajarkan di sekolah melalui berbagai
mata pelajaran seperti tata Negara, ilmu kewarganegaraan dan sebagainya,juga aturan
sopan santun bergaul dan lain-lainnya tetap diajarkan secara formal.
                        Sebagai contoh dapat disebut misalnya cara seorang Indonesia
mempelajari aturan adat Indonesia yang mengajarkan agar orang Indonesia yang habis
bepergian kesuatu tempat yang jauh, memberi ”oleh-oleh” kepada kerabatnya yang dekat
dan kepada para tetangganya yang tinggal disuatu rumahnya. Rasa aman karna ia
mempunyai banyak hubungan baik dengan orang-orang sekitarnya di masa susah
sehingga perlu untuk membalas jasanya,dan nilai gotong royong yang mertupakan
motivasi dari tindakan yang membagi-bagi “oleh-oleh” tadi, telah sejak lama, ketika ia
masih kecil, diinternalisasi dalam kepribadiannya.
                        Sudah tentu dalam suatu masyarakat ada pula individu yang mengalami
berbagai hambatan dalam proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasinya, yang
menyebabkan bahwa hasilnya kurang baik. Individu itu tidak dapat menyesuaikan
kepribadiannya dengan lingkungan sosial  sekitarnya, menjadi kaku dalam pergaulannya,
dan condong untuk senantiasa menghindari norma-norma dan aturan-aturan
masyarakatnya. Hidupnya penuh peristiwa konflik dengan orang lain. Individu-individu
serupa itu disebut deviants.
C.  Proses Evolusi Sosial

1.      Proses Microscopic dan Macroscopic dalam Evolusi Sosial

            Proses evolusi dari suatu masyarakat dan kebudayaan analisis oleh seoran peneliti seolah-
olah dari dekat secara detail (microscopic),atau dapat juga dipandang seolah-olah dari jauh
dengan hanya memperhatikan perubahan-perubahan yang tampak besar saja (macroscopic).
Proses evolusi sosial-budaya yang dianalisis secara detail akan membuka mata peneliti untuk
berbagai macam proses perubahan yang terjadi dalam dinamika kehidupan sehari-hari tiap
masyarakat di dunia. Proses-proses ini disebut dalam ilmu antropologi “proses-proses berulang”
(recurrent processes). Proses-proses evolusi sosial budaya yang dipandang seolah-olah dari jauh
hanya akan menampakkan kepada peneliti perubahan-perubahan besar yang terjadi dalam jangka
waktu yang panjang. Proses-proses ini disebut dalam ilmu antropologi”proses-proses
menentukan arah” (directional processes).[2]
2.      Proses-proses Berulang dalam evolusi sosial Budaya
                        Perhatianyan terhadap proses-proses berulang dalam evolusi sosial
budaya,belum dapat mendapat perhatian dari ilmu antropologi. Perhatian itu sebenarnya
timbul bersama dengan perhatian ilmu antropologi terhadap factor individu dalam
masyarakat,yaitu sejak masa sekitar 1920. Sebelum tahun 1920, sebagian besar dari para
sarjana antropologi hanya memperhatikan adat istiadat yang lazim berlaku dalam suatu
masyarakat yang menjadi objek penelitiannya. Sikap, perasaan, dan tingkah laku khusus
para individu dalam masyarakat tadi yang mungkin bertentangan dengan adat istiadat
yang lazin, diabaikan saja atau tidak mendapat perhatian layak. Dengan demikian kalau
seorang ahli antropologi misalnya harus menulis tentang adat istiadat perkawinan orang
Bali, ia hanya akan mengumpulkan keterangan tentang hal yang lazim dilakukan dalam
perkawinan-perkawinan orang Bali itu. Upacara, aktivitas, dan tindakan yang
menyimpang dari adat Bali pada umumnya terjadi karena berbagai situasi atau keadaan
khusus, biasanya diabaikan atau kurang diperhatikan. Tindakan individu warga
masyarakatyang menyimpang dari adat istiadat umum seperti terurai sebelumnya, pada
suatu ketika dapat banyak terjadi dan dapat sering berulang (recurrent) dalam kehidupan
sehari-hari di setiap masyarakat di seluruh dunia.
                        Sudah tentu masyarakat pada umumnya tidak membiarkan saja
penyimpangan-penyimpangan dari para warganya itu, dan itulah sebabnya dalam tiap
masyarakat ada alat-alat pengendalian masyarakat yang bertugas untuk mengurangi
penyimpangan tadi. Masalah antara keperluan keperluan individu dan masyarakat selalu
akan ada dalam tiap masyarakat, dan walaupun ada kemungkinan bahwa ada suatu
masyarakat yang tenang untuk suatu jangka waktu tertentu,tetapi pada suatu saat, tentu
ada juga berbagai individu yang membangkang, dan ketegangan-ketegangan masyarakat
akan menjadi recurrent lagi. Akhirnya, kalau penyimpangan-penyimpangan tadi pada
suatu ketika menjadi demikian recurrent sehingga masyarakat tidak dapat
mempertahankan adatnya lagi, maka masyarakat terpaksa member konsekuensinya, dan
adat serta aturan diubah sesuai dengan desakan keperluan-keperluan baru dari individu-
individu dalam masyarakat.
                        Faktor ketegangan antara adat istiadat dari suatu masyarakat dengan
keperluan para inidividu di dalamnya itu menyebabkan perlu adanya dua konsep yang
perlu dibedakan dengan tajam oleh para peneliti masyarakat, terutama para ahli
antropologi dan sosiologi. Konsep  antara dua wujud dari tiap kebudayaan, yaitu: (i)
kebudayaan sebagai suatu kompleks dari konsep norma-norma, pandangan-pandangan
dan sebagainya, yang abstrak (yaitu system budaya) dan (ii) kebudayaan sebagai suatu
rangkaian dari tindakan yang konkret dimana individu saling berinteraksi (yaitu system
sosial). Kedua system tersebut sering ada dalam keadaan konflik satu dengan yang lain,
dan suatu pengertian mengenai konflik antara kedua system yang ada dalam tiap
masyarakat itu menjadi pangkal untuk mencapai penertian mengenai dinamika mayarakat
pada umumnya.
3.      Proses Mengarah dalam Evolusi Kebudayaan
                
                        Kalau evolusi masyarakat dan kebudayaan kita pandang seolah-olah dari
suatu jarak yang jauh, dengan mengambil interval waktu yang panjang (misalnya
beberapa ribu tahun), maka akan tampak perubahan-perubahan besar yang seolah-olah
bersifat menentukan arah (directional) dari sejarah perkembangan masyarakat dan
kebudayaan yang bersangkutan.
                        Perubahan-perubahan besar ini dalam abad ke-19 yang lalu telah menjadi
perhatian utama para sarjana ilmu antropologi budaya dalam arti umum. Pada masa
sekarang, gejala ini menjadi perhatian khusus dalam suatu subilmu dalam
antropologo,yaitu ilmu prehistori.[3] Ilmu ini mempelajari sejarah perkembangan
kebudayaan manusia dalam jangka waktu yang panjang dan juga oleh para ilmu sejarah
perkembagan seluruh umat manusia dan juga harus bekerja dengan waktu yang panjang.

D.   Proses Difusi
                       
1.      Penyebaran Manusia

                        Ilmu paleoantropologi telah memperkirakan bahwa makhluk manusia


pertama hidup di daerah sabana beriklim tropis di Afrika Timur. Sedangkan sekarang
makhluk itu menduduki hampir seluruh muka bumi ini dalam segala macam lingkungan
iklim . hal itu hanya dapat diterangkan dengan dengan adanya proses pembiakan dan
gerak penyebaran atau migrasi-migrasi yang disertai proses penyesuaian atau adaptasi
fisik dan sosial budaya dari makhluk manusia dalam jangka waktu berates-ratus ribu
tahun lamanya sejak zaman purba.
Ditinjau secara lebih teliti, maka kita dapat membayangkan berbagai macam sebab dari
migrasi-migrasi itu. Ada hal-hal yang menyebabkan migrasi yang lambat dan otomatis,
ada pula peristiiwa-peristiwa yang menyebabkan migrasi yang cepat dan mendadak.
                        Para sarjana prehistori mencoba merekonstruksikan kembali gerak migrasi
kelompok-kelompok manusia di muka bumi. Selain itu telah memetakan pula dengan
garis-garis panah untuk menunjukkan arah-arah migrasi itu. Di peta 1 yang dibuat
berdasarkan buku W.Howelis, Back of History (1954 : hlm.177,287,298), tergambar
garis-garis migrasi yang terpenting dari makhluk manusia.
                        Walaupun demikian, bila ditinjau dalam waktu yang panjang, suatu
kelompok manusia lama-kelamaan akan pindah wilayah juga, karena wilayah yang lama,
binatang perburuan misalnya sudah mulai berkurang atau karena dalam wilayah yang
lama jumlah manusia sudah mulai terlampau banyak. Namun perpindahan itu berjalan
dengan sangat lambat, dan biasanya tanpa disadari orang-orang yang bbersangkutan.
Suatu migrasi serupa itu sebenarnya tidak harus kita gambarkan sebagai suatu garis lurus
(I), tetapi sebagai garis spiral (II).
2.      Penyebaran Unsur-unsur Kebudayaan

                        Penyebaran unsur-unsur kebudayaan dapat juga terjadi tanpa ada


perpindahan kelompok-kelompok manusia atau bangsa-bangsa dari saru tempat ke tempat
lain, tapi oleh karena ada individu-individu tertentu yang membawa unsur-unsur
kebudayaan itu hingga jauh sekali. Mereka itu terutama pedagang atau pelaut. Pada
zaman penyebaran agama besar, para pendeta agama Budha, para pendeta agama Nasrani,
dan kaum Muslimin mendifusikan berbagai unsur dari kebudayaan-kebudayaan dari
mana mereka berasal, sampai jauh sekali. Terutama ilmu sejarahlah yang telah banyak
memperhatikan cara penyebaran dari unsur-unsur kebudayaan oleh individu-individu
terurai tadi.
                        Bentuk difusi yang lain lagi dan mendapat perhatian ilmu antropologi
adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang berdasarkan pertemuan-pertemuan
antara individu dalam suatu kelompok manusia dengan individu kelompok tetangga.
Pertemuan antara kelompok-kelompok semacam itu dapat berlangsung dengan berbagai
cara.
                        Cara yang pertama adalah hubungan di mana bentuk dan kebudayaan itu
masing-masing hampir tidak berubah. Hubungan ini, yaitu hubungan symbiotic, dapat
kita lihat contohnya didaerah pedalaman negara-negara Kongo , Togo, dan Kamerun di
Afrika Tengah dan Barat. Di daerah pedalaman negara-negara tersebut berbagai suku
bangsa Afrika hidup dari bercocok tanam di ladang. Mereka mempunyai tetangga,
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari suku-suku bangsa Negrito[4] hidup dari
berburu dan mengumpulkan hasil hutan. Hasil berburu dan hasil hutan itu dibarter dengan
hasil pertanian. Hubungan semacam ini telah berlangsung sejak lama sekali, malahan
mungkin sudah sejak berabad-abad lamanya, kedua belah pihak sudah saling
membutuhkan, tetapi hubungan mereka terbatas hanya pada barter barang-barang itu saja,
sedangkan proses saling mempengaruhi tidak ada.
                        Cara lain adalah bentuk hubungan yang disebabkan karena perdagangan,
tetapi dengan akibat yang lebih jauh daripada yang terjadi  pada hubungan symbiotic.
Unsur-unsur kebudayaan asing dibawa oleh para pedagang masuk ke dalam kebudayaan
penerima dengan tidak sengaja atau tanpa paksaan. Hubungan ini, dengan mengambil
istilah dari ilmu sejarah, sering disebut penetration pasifique, artinya “pemasukan secara
damai”
                        Akhirnya kalau kita perhatikan suatu proses difusi tidak hanya dari sudut
bergeraknya unsur-unsur kebudayaan dari suatu tempat ke tempat lain di muka bumi saja,
tetapi terutama sebagai prosesdi mana unsur-unsur kebudayaan dibawaoleh individu-
individu dari suatu kebudayaa, dan harus diterima oleh individu-individu dari kebudayaan
lain, maka terbukti bahwa tidak pernah terjadi difusi dari satu unsure kebudayaan.

F.    Inovasi

1.      Inovasi dan penemuan


            Inovasi adalah suatu proses paembaruan dan penggunaan sumber daya alam,
energi, dan modal,pengaturan baru dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru yang
semua akan menyebabkan adanya sistem produksi yang menghasilkan produk-produk
baru. Dengan demikian inovasi itu mengenai pembaruan kebudayaan yang khusus
mengenai unsur teknologi dan ekonomi.
Proses inovasi sudah tentu sangat erat kaitannya dengan penemuan baru dalam teknologi.
Suatu penemuan biasanya juga merupakan suatu proses sosial yang panjang dan melalui
dua tahap khusus yaitu discovery dan invention.
            Suatu discovery adalah suatu penemuan dari unsur kebudayaan yang baru, baik
berupa suatu alat yang baru, suatu ide baru, yang diciptakan oleh seorang individu
baru,atau suatu rangkaian dari beberapa individu dalam masyarakat yang
bersangkutan. Discovery baru menjadi invention bila masyarakat sudah mengakui,
menerima, dan menerapkan penemuan baru itu.
Proses dari discovery hingga ke invetion sering memerlukan tidak hanya seorang
individu, yaitu penciptanya saja,tetapi suatu rangkaian yang terdiri dari beberapa orang
pencipta. Penemuan baru misalnya dimulai dengan aktivitas dari seorang yang berbangsa
Amerika bernama S.Marcus, yang dalam tahun 1875 mengembangkan motor gas
pertama. Sebenarnya, sistem motor gas juga telah merupakan hasil dari suatu rangkaian
gagasan yang dikembangkan selangkah demi selangkah oleh beberapa orang pencipta lain
sebelum Marcus. Walaupun demikian, Marcuslah yang membulatkan penemuan itu dan
yang pertama kali menghubungkan motor gas dengan sebuah kereta dengan cara yang
sedemikian rupa sehingga kereta tadi dapat berjalan tanpa ditarik oleh kuda. Itulah
saatnya mobil menjadi suatu discovery. Baru lebih dari 30 tahun kemudian, sesudah suatu
rangkaian sumbangan pemikiran dari banyak pencipta lain dari berbagai negara di Eropa
maupun Amerika, menambah pada perbaikan pada alat tadi, maka mobil telah mencapai
suatu bentuk. Lalu dapat  dipakai sebagai alat pengangkut oleh manusia dengan cukup
praktis dan aman. Bentuk mobl semacam itu, yang memperoleh hak paten ddi Amerika
lebih-kurang pada tahun 1911, dapat disebut permulaan dari kendaraan mobil yang pada
masa sekarang menjadi salah satu alat terpenting dalam kehiddupan masyarakat manusia.
Dengan terciptanya bentuk itu, kendaraan mobil menjadi suatu invention baru.
            Pada saat suatu penemuan menjadi suatu invebtion, proses penemuan belum
selesai. Walaupun kira-kira sesudah 1911 produksi mobil dimulai dan menjadi suatu
inovasi teknologi yang ekonomis, namun mobil belum dikenal oleh suatu masyarakat.
Penyebarannya masih harus dipropagandakan kepada khalayak ramai. Lagipula, waktu
itu biaya produksi masih demikian tingginya sehingga hanya suatu golongan yang sangat
kecil saja dapat membelinya. Untuk membuat agar biaya produksi dapat menjadi
serendah mungkin masih diperlukan serangkaian penemuan perbaikan lagi, dan kemudian
penerimaan dari masyarakat juga belum dapat meluas apabila masyarakat belum siap dan
belum matang untuk menerimanya.
2.   Pendorong penemuan baru
Para sarjana mengatakan bahwa pendorongpenemuan baru itu adalah: (a) kesadaran
para individu akan kekurangan dalam kebudayaan; (b) mutu dari keahlian dalam suatu
kebudayaan; (c) sistem perangsang bagi aktivitas mencipta dalam masyarakat.
Dalam tiap masyarakat tentu ada individu-individu yang sadar akan adanya
berbagai kekurangan dalam kebudayaan mereka. Di antara para individu itu banyak yang
menerima kekurangan-kekurangan itu sebagai hal yang memnag harus diterima saja;
individu-individu lain mingkin tidak puas dengan keadaan, tetapi pasif atau hanya
menggerutu saja, dan tidak berani atau tidak mampu untuk berbuat apa-apa; sedangkan
ada juga individu-individu aktif yang berusaha berbuat sesuatu untuk mengisi atau
memperbaiki kekurangan yang mereka sadari itu. Dari kategori individu-individu tersebut
terakhir inilah antara lain muncul para pencipta dari penemuan-penemuan baru, baik yang
bersifat discovery maupun yang bersifat invention.
Keinginan para ahli dalam suatu masyarakat akan mutu merupakan dorongan juga
akan terjadinya penemuan baru. Kata “ahli” di sini tentu diambil dalam arti seluas-
luasnya, jadi bukan hanya ahli dalam suatu ilmu, melainkan juga ahli dalam ahli
pertukangan, pengrajinan, ahli kesenian atau seniman; pendeknya ahli dalam segala
pekerjaan yang mungkin terdapat dalam suatu masyarakat.
Keinginan untuk mencapai mutu yang tinggi menyebabkan bahwa seorang ahli
selalu mencoba memperbaiki hasil-hasil karyanya, dan dalam usaha itu sering tercapai
hasil yang sebelumnya belum pernah tercapai oleh ahli lain. Dengan demikian telah
timbul suatu penemuan baru.
3.   Inovasi dan Evolusi
Suatu penemuan baru harus selau dilihat dalam kebudayaan tempat penemuan tadi
terjadi. Hal ini disebabkan karena suatu penemuan baru jarang merupakan suatu
perubahan mendadak dan keadaan tidak ada, menjadi keadaan ada. Suatu penemuan baru
biasanya berupa suatu rangkaian panjang, dimulai dari penemuan-penemuan kecil secara
akumulatif diciptakan oleh sederet pencipta-pencipta. Dengan demikian , proses inovasi
(yaitu proses pembaruan teknologi ekonomi dan lanjutannya) itu juga merupakan suatu
proses evolusi. Bedanya ialah bahwa dalam proses inovasi individu-individu itu pasif,
bahkan sering bersifat negatif. Karena kegiatan dan usaha individu itulah, maka suatu
inovasi merupakan suatu proses perubahan kebudayaan yang begitu cepat (artinya lebih
cepat keliahatan daripada suatu proses evolusi kebudayaan).

BAB III
PENUTUP
1.      Dinamika sosial adalah semua konsep yang diperlukan apabila ingin menganalisis proses-proses
pergeseran masyarakat dan kebudayaan.
2.      Proses belajar Kebudayaan Sendiri terbagi tiga yaitu: Proses internalisasi, proses sosialisasidan
proses enkulturasi.
3.      Proses Evolusi Sosial terbagi tiga yaitu: Proses Microscopic dan Macroscopic dalam Evolusi
Sosial, Proses-proses Berulang dalam evolusi sosial Budaya dan Proses Mengarah dalam Evolusi
Kebudayaan.
3.      Proses Difusi Tebagi dua yaitu: Penyebaran Manusia dan Penyebaran Unsur-unsur Kebudayaan.
4.      Akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu
kebudayaan tertentu dihadapkandengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan
sedemikian rupa,sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke
dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu
sendiri.Adapunyang dimaksud asimilasi yaitu Asimilasi adalah proses sosial yang timbul bila
ada: (a) golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda, (b)
saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga (c) kebudayaan-
kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas , dan juga
unsur-unsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.
5.      Inovasi adalah suatu proses paembaruan dan penggunaan sumber daya alam, energi, dan
modal,pengaturan baru dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru yang semua akan
menyebabkan adanya sistem produksi yang menghasilkan produk-produk baru.
DAFTAR PUSTAKA

Koentjaranigrat. pengantar ilmu antropologi. Jakarta: Rineka cipta, 2009.


Ardiwinata, Jajat. dan Ahmad hufad. Sosiologo Antropologi Pendidikan. Bandung: Upi Press
2007.
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Radar Jaya Offset. 2000
Saidang. dkk. Sosiologi Untuk Sekolah Menengah Atas. Solo: CV Haka mj 2010

Anda mungkin juga menyukai