Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

TENTANG ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS POPULASI RENTAN “


KECACATAN”

Disusun Oleh :

Kelompok 1

Aprilia Tresyane Apandano (201901046)

Igede Wisnanda Ariputra (201901052)

Trisinta (201901078)

Eka Putri Wardini (201901050)

Mohammad Fauzan Baso(201901059)

MOH FAHMI S LAMOHAMAD(201901057)

Putra Abdullah (201901079)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA PALU
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................................3
A. latar belakang......................................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................4
B. KONSEP KECACATAN (DISSABILITY).....................................................................................................4
1. Definis

2. Regulasi (perUndang-Undangan yang mengatur kebijakan tentang kecacatan)

3. Jumlah dan jenis kecacatan di Indonesia

4. Permasalahan dan dampak terkait kecacatan

C. KONSEP RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS..................................................................9


BAB III......................................................................................................................................................10
PENUTUP.................................................................................................................................................10
D. Kesimpulan.......................................................................................................................................10
E.Saran......................................................................................................................................................10
F. Referensi...............................................................................................................................................10

BAB I PENDAHULUAN
A. latar belakang
Kecacatan adalah adanya disfumgsi atau berkurangnya suatu fungsi yang secara objektif dapat
diukur/dilihat, karena adanya kehilangan atau kehilangan dari bagian tubuh atau organ
seseorang. Misalnya, tidak adanya tanggan, kelumpuhan pada bagian tertentudari tubuh.
Kecacatan ini bisa selalu pada seseorang, yang dapat menghasilkan perilaku-perilaku yang
berbeda pada individu yang berbeda, misalnya kerusakan otak dapat menjadikan individu
tersebut cacat mental, hiperaktif, buta dan lain-lainnya (Mangunsong, 1998). Populasi berasal
dari bahasa latin yaitu populous (rakyat, berarti penduduk). Didalam pelajaran ekologi, populasi
adalah sekelo lah sekelompok individu yang sejenis. Apabila kita membicarakan populasi,
haruslah disebut jenis t jenis individu yang dibicarakan individu yang dibicarakan dengan
menentukan batas- batas tukan batas- batas waktunya serta nya serta tempatnya. Jadi, tnya. Jadi,
populasi adalah lasi adalah Kumpulan individu sejenis yang hidup pada suatu Kumpulan
individu sejenis yang hidup pada suatu daerah dan waktu tertentu. rah dan waktu tertentu.
Populasi rentan atau populasi beresiko adalah kondisi yang mempengaruhi kondisi seseorang
atau populasi untuk menjadi sakit atau sehat (Kaakinen, Hanson, Birenbaum dalam Stanhope &
Lancaster, 2004). Pandera mengkategorikan faktor  resiko kesehatan antara lain genetik, usia,
karakteristik biologi, kesehatan individu, gaya hidup dan lingkungan. Jika seseorang dikatakan
rawan apabila mereka  berhadapan  berhadapan dengan penyakit, penyakit, bahaya, bahaya, atau
outcome outcome negatif. negatif. Faktor pencetusnya pencetusnya  berupa  berupa genetik,
genetik, biologi biologi atau psikososial. psikososial. Populasi Populasi rawan atau rentan
merupakan merupakan kelompok-kelompok sosial yang memiliki peningkatan risiko yang relatif
atau rawan untuk menerima pelayanan kesehatan. Kenyataan menunjukan bahwa Indonesia
memiliki banyak peraturan ki banyak peraturan perundangundangan yang mengatur tentang
Kelom an yang mengatur tentang Kelompok  Rentan, tetapi tingkat implementasin entasinya
sangat beragam.

BAB II PEMBAHASAN

B. KONSEP KECACATAN (DISSABILITY)


1. Devinisi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia1 penyandang diartikan dengan orang yang menyandang
(menderita) sesuatu. Sedangkan disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia yang berasal dari
kata serapan bahasa Inggris disability (jamak: disabilities) yang berarti cacat atau
ketidakmampuan. Menurut John C. Maxwell, penyandang disabilitas merupakan seseorang yang
mempunyai kelainan dan/atau yang dapat mengganggu aktivitas.18 Menurut Goffman
sebagaimana dikemukakan oleh Johnson, mengungkapkan bahwa masalah sosial utama yang
dihadapi penyandang cacat “disabilitas” adalah bahwa mereka abnormal dalam tingkat yang
sedemikian jelasnya sehingga orang lain tidak merasa enak atau tidak mampu berinteraksi
dengannya. Lingkungan sekitar telah memberikan stigma kepada penyandang cacat, bahwa
mereka dipandang tidak mampu dalam segala hal merupakan penyebab dari berbagai masalah.
Dalam keadaan yang serba terbatas dan asumsi negatif dari orang lain, ada sebagian dari mereka
yang terus berusaha untuk tidak selalu bergantung pada orang lain. Menurut IG.A.K Wardani
anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mempunyai sesuatu yang luar biasa yang secara
signifikan memebedakan nya dengan anak-anak seusia pada umumnya. Keluarbiasaaan yang
dimiliki anak tersebt dapat merupakan sesuatu yang keluarbiasaan yang dimiliki anak tersebut
dapat merupakan sesuatu yang positif, dapat pula yang negatif.19 Penyandang disabilitas adalah
anggota masyarakat dan memiliki hak untuk tetap berada dalam komunitas lokal. Para
penyandang disabilitas harus menerima dukungan yang dibutuhkan dalam struktur pendidikan,
kesehatan, pekerjaan dan pelayanan sosial. Sehingga hak-hak penyandang disablitas dalam
persektif HAM dikategorikan sebagai hak khusus bagi kelompok masyarakat tertentu.

2. Regulasi (perUndang-Undangan yang mengatur kebijakan tentang kecacatan)

Beberapa pengertian tentang Penyandang Disabilitas/ Penyandang Cacat yang diatur dalam
Undang-Undang yaitu :

1. Menurut Resolusi PBB Nomor 61/106 tanggal 13 Desember 2006, penyandang disabilitas
merupakan setiap orang yang tidak mampu menjamin oleh dirinya sendiri, seluruh atau sebagian,
kebutuhan individual normal dan/atau kehidupan sosial, sebagai hasil dari kecacatan mereka,
baik yang bersifat bawaan maupun tidak, dalam hal kemampuan fisik atau mentalnya.

2. Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, penyandang
cacat/disabilitas merupakan kelompok masyarakat rentan yang berhak memperoleh perlakuan
dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.

3. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, penyandang


cacat/disabilitas digolongkan sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki kehidupan yang
tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial.

4. Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Hak-Hak Penyandang


Disabilitas, penyandang disabilitas yaitu orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental,
intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan
dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh
dan efektif berdasarkan kesamaan hak.
5. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, penyandang
disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat
menganggu atau merupakan rintangan dan hamabatan baginya untuk melakukan secara
selayaknya, yang terdiri dari, penyandang cacat fisik; penyandang cacat mental; penyandang
cacat fisik dan mental.

6. Diperbarui dengan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang


Penyandang Disabilitas menyebutkan bahwa penyandang disabilitas adalah setiap orang yang
mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama
yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk
berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

7. Menurut Pasal 1 angka 6 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2013 tentang
Perlindungan dan Pelayanan Bagi Penyandang Disabilitas, Penyandang Disabilitas adalah setiap
orang yang mempunyai kelainan fisik dan/ataau mental, yang dapat menganggu atau merupakan
rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan aktivitas secara selayaknya, yang terdiri dari
penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental, serta penyandang cacat fisik dan mental.

8. Menurut Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 10 Tahun 2013 tentang Pelayanan dan
Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas adalah setiap orang yang
mempunyai kelainan fisik dan/atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan
dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari:
penyandang disabilitas fisik, penyandang disabilitas mental serta penyandang disabilitas fisik
dan mental.

3. Jumlah dan jenis kecacatan atau Disability di Indonesia

1. Disabiliti mental atau kelainan mental. Kelainan mental ini terdiri dari:

a. Mental Tinggi, Sering dikenal dengan orang berbakat intelektual, di mana selain memiliki
kemampuan intelektual di atas rata-rata dia juga memiliki kreativitas dan tanggungjawab
terhadap tugas.

b. Mental Rendah, Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual/IQ (Intelligence


Quotient) di bawah rata-rata dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anak lamban belajar
(slow learnes) yaitu anak yang memiliki IQ (Intelligence Quotient) antara 70-90. Sedangkan
anak yang memiliki IQ (Intelligence Quotient) di bawah 70 dikenal dengan anak
berkebutuhan khusus.

c. Berkesulitan Belajar Spesifik, Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi belajar


(achievment) yang diperoleh.
2. Disabilitas Fisik. Kelainan ini meliputi beberapa macam, yaitu:

a. Kelainan Tubuh (Tuna Daksa). Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak
yang disebabkan oleh kelainan neuromuskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit
atau akibat kecelakaan (kehilangan organ tubuh), polio dan lumpuh.

b. Kelainan Indera Penglihatan (Tuna Netra). Tunanetra adalah individu yang memiliki
hambatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu:
buta total (blind) dan low vision.

c. Kelainan Pendengaran (Tunarungu). Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan


dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan
dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka
biasa disebut tunawicara.

d. Kelainan Bicara (Tunawicara), adalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam


mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti
oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini
dapat bersifat fungsional di mana kemungkinan disebabkan karena ketunarunguan, dan
organik yang memang disebabkan adanya ketidaksempurnaan organ bicara maupun adanya
gangguan pada organ motorik yang berkaitan dengan bicara.

3. Tunaganda (disabilitas ganda).Penderita cacat lebih dari satu kecacatan (yaitu cacat fisik dan
mental).

Penyandang disabilitas berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 dapat


dikategorikan kedalam empat kelompok, yaitu:

a. Penyandang Disabilitas fisik, yaitu terganggunya fungsi gerak, antara lain amputasi,
lumpuh layuh atau kaku, paraplegi, celebral palsy (CP), akibat stroke, akibat kusta, dan orang
kecil. Kelainan ini meliputi beberapa macam yaitu:

1. kelainan Tubuh (Tuna Daksa), Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan
gerak yang disebabkan oleh kelainan neuromuskular dan stuktur tulang yang bersifat
bawaan, sakit atau akibat kecelakaan (kehilangan organ) polio atau lumpuh.

2. Kelainan Indera Penglihatan (Tuna Netra), Tunanetra adalah individu yang memiliki
hamabatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan
yaitu: buta total (blind) dan low vision.

3. Kelainan Pendengaran (Tunarungu), Tunarungu adalah individu yang memiliki


hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Karena memiliki
hambatan dalam pendengaran individu tunarunggu memiliki hambatan dalam berbicra
sehingga mereka biasa disebut tunawicara.
4. Kelainan Bicara (Tunawicara), Tunawicara adalah seseorang yang mengalami kesulitan
dalam mengungkapkan pirikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat
dimengerti oleh orang lain. Kelainan biacara ini dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan
bicara ini dapat bersifat fungsional di mana kemungkinan disebabkan karena ketunarunguan,
dan organik yang memang disebabkan adanya ketidaksempurnaan organ biacara maupun
ada gangguan pada organ motoric yang berkaitan dengan bicara.

b. Penyandang Disabilitas intelektual, yaitu terganggunya fungsi pikir karena tingkat


kecerdasan di bawah rata-rata, antara lain lambat belajar, disabilitas grahita dan down syndrom.

c. Penyandang Disabilitas mental, yaitu terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku, antara
lain:

1. Psikososial di antaranya skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian;


dan

2. Disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial di


antaranya autis dan hiperaktif.

3. Penyandang Disabilitas sensorik, yaitu terganggunya salah satu fungsi dari panca indera,
antara lain disabilitas netra, disabilitas rungu, dan/atau disabilitas wicara.

4. Permasalahan dan dampak terkait kecacatan

Permasalahan yang dihadapi penyandang disabilitas atau kecacatan di Indonesia sangatlah


banyak. Bagian berikut adalah masalah yang dihadapi oleh penyandang disabilitas di Indonesia
berdasarkan tingkatannya:

1. Permasalahan pada Tingkat Keluarga

Setidaknya ada dua permasalahan yang dihadapi oleh PDM pada tingkat keluarga. Permasalahan
pertama adalah tekanan stigma tentang PDM pada anggota keluarga yang ada. Dengan tekanan
stigma yang menganggap PDM sebagai momok, maka anggota keluarga PDM cenderung
melakukan tindakan yang kurang humanis terhadap PDM. PDM bisa saja dilarang keluar rumah,
atau bahkan dipasung. Meskipun tindakan pasung telah dilarang sejak tahun 1977, namun masih
banyak keluarga PDM yang melakukan hal tersebut. Kedua, efek stigma masyarakat cenderung
juga sangat memengaruhi PDM yang baru saja keluar dari institusi rehabilitasi. PDM cenderung
mendapatkan kesulitan berintegrasi kembali dengan masyarakat. Karena stigma masyarakat yang
buruk terhadap PDM, masyarakat cenderung meminimalkan interaksi sosial dengan PDM.
Bahkan, masyarakat cenderung menyulitkan PDM untuk mendapatkan pekerjaan. Akhirnya,
PDM kembali merasa tertekan dan kembali membutuhkan perawatan.
2. Permasalahan pada Tingkat Masyarakat

Permasalahan bagi PDM di tingkat masyarakat adalah efek stigma masyarakat terhadap PDM itu
sendiri. Efek stigma oleh masyarakat pada PDM setidaknya akan mempengaruhi PDM pada dua
fase. Pertama pada PDM yang masih pada stase ODMK. Karena stigma masyarakat yang buruk
terhadap individu yang mengunjungi psikiater maupun psikolog, maka PDM pada stase ODMK
cenderung enggan melakukan pengobatan. Padahal PDM yang mendapatkan pengobatan sedini
mungkin akan lebih mudah untuk pulih. Kedua, efek stigma masyarakat cenderung juga sangat
memengaruhi PDM yang baru saja keluar dari institusi rehabilitasi. PDM cenderung
mendapatkan kesulitan berintegrasi kembali dengan masyarakat. Karena stigma masyarakat yang
buruk terhadap PDM, masyarakat cenderung meminimalkan interaksi sosial dengan PDM.
Bahkan, masyarakat cenderung menyulitkan PDM untuk mendapatkan pekerjaan. Akhirnya,
PDM kembali merasa tertekan dan kembali membutuhkan perawatan.

3. Pendidikan Rendah

Banyak dari penyandang disabilitas yang berpendidikan rendah bahkan tidak sekolah. Adanya
pendidikan yang rendah tersebut terkait dengan adanya ideologi yang berkembang dikalangan
keluarga penyandang disabilitas sendiri bahwa anak mereka tidak membutuhkan pendidikan
tinggi karena kecacatannya menjadi kendala dalam mengakses pendidikan yang ada. Selain itu
juga ada kaitan dengan kondisi keluarga yang miskin sehingga tidak mampu membiayai anak-
anak mereka. Pendidikan rendah mempunyai kaitan dengan pemberian pelatihan yang agak lebih
berat. Hal ini seperti diungkapkan oleh responden penelitian bahwa para penyandang disabilitas
memiliki pendidikan yang rendah, sehingga kegiatan untuk menguatkan ekonominya sangat
rendah atau sangat sedikit. Dengan demikian untuk memperkuat ekonomi, mereka harus bekerja
serta harus mengikuti pelatihan, pendidikan dan keterampilan. Kegiatan inipun harus sesuai
dengan usia mereka.

4. Keterbatasan sarana aksesibilitas bagi penyandang cacat/disabilitas

Upaya membangun aksesibilitas secara fisik dan nonfisik bagi para penyandang disabilitas di
Indonesia hingga saat ini masih sulit diwujudkan. Berdasar hasil penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya dan hasil wawancara dengan responden, sarana aksesibilitas bagi penyandang
disabilitas masih sangat terbatas. Pemanfaatan sarana bagi penyandang disabilitas oleh pihak-
pihak yang tidak berkepentingan menunjukkan bahwa belum ada penegakkan hukum yang tegas
atas penyalahgunaan tersebut. Selain itu, belum adanya keberpihakan baik dari pemerintah
maupun masyarakat bahwa sarana tersebut memang diperuntukkan untuk memberikan pelayanan
bagi penyandang disabilitas.
C. KONSEP RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
1. Diagnosa keperawatan komunitas yang mingkin muncul
1) Ketidak efektifan pemeliharaan kesehatan
2) Perilaku kesehatan cenderung beresiko
3) Defisiensi kesehatan komunitas
2. Perencanaan primer, sekunder,tersier
1) Perilaku kesehatan cenderung beresiko b/d kurang pemahaman

n Nic noc
o
1 Prevensi primer Prevensi primer
- Pendidikan kesehatan - Meningkatkan pengetahuan
- Pengajaran prosedur dan kesehatan dan perilaku
tindakan - Partisipasi dalam mengambil
keputusan keperawatan
kesehatan
2 Prevensi sekunder Prevalesi sekunder
- Terapi aktifitas - Keamana dan kesehatan serta
- Manjemen prilaku perawatan lingkungan
- Modifikasi prilaku - Status kenyamanan lingkungan
- Menajemen lingkungan dan - Status kesehatan individu
keamanan kualitas hidup
- Menajemen system kesehatan - Kepuasan menagemen kasus
dan pengontrolan berkala - Kepuasan terhadap lingkungan
fisik
- Kepuasan terhadap keamanan
- Status kesehatan keluarga
- Status kesehatan komunitas
- Kualitas hidu keluarga berupa
partisipasi tim kesehatan dalam
keluarga
3 Prevensi tersier Prevensi tersier
- Dukungan terhadap pasien - Partisipasi tim kesehatan dalam
- Dukungan terhadap keluarga keluaraga
- Meningkatkan kemampuan
koping

Pencegahan :
Primer : pendidikan kesehatan dan melatih cara manajemen lingkungan yang dapat
mengakibatkan Resiko kesehatan.
Sekunder : monitor kepatuhan minum obat dan memberikan perawatan
Tersier : meningkatkan kemampuan koping dan mengembangkan sistem pendukun

BAB III

PENUTUP

D. Kesimpulan
Penyandang cacat sebagai manusia membutuhkan kebutuhan yang sama dengan manusia pada
umumnya yaitu kebutuhan fisik, psikis dan sosial. Kebutuhan fisik meliputi makan, sandang,
tempat tinggal, kesehatan, pendidikan dan akses pekerjaan. Untuk kebutuhan sosial yaitu
penerimaan dan penghargaan, sedangkan kebutuhan psikis yaitu perhatian, kasih sayang
sehingga merasa aman. Kebutuhan yang khusus adalah aksesibilitas yakni lingkungan yang akses
untuk memperlancar dan memudahkan mobilitas karena keterbatasan fisiknya. Selain lingkungan
yang akses penyandang cacat juga memerlukan alat bantu mobilitas sesuai dengan kecacatannya
guna meminimalisir keterbatasan dalam mobilitas. Diketahuinya kebutuhan penyandang cacat
secara jelas maka dapat dijadikan acuan dalam pelayanan dan rehabilitasi sehingga tujuan
rehabilitasi sosial dapat tercapai yaitu penyandang cacat dapat melaksanakan fungsi sosial secara
wajar dan mandiri sesuai dengan kondisinya. Disamping itu, terdapat  peraturan perundang-
undangan yang belum sepenuhnya mengako mengakomodasi berbagai hal yang modasi berbagai
hal yang  berhubungan dengan kebutuhan bagi perlindungan  berhubungan dengan kebutuhan
bagi perlindungan kelompok rentan.Keberadaan masyarakat ompok rentan.Keberadaan
masyarakat kelompok rentan yang merupakan mayoritas di negeri ini memerlukan tindakan aktif
untuk melindungi hak-hak dan kepentingankepentingan mereka melalui penegakan hukum dan
tindakan legislasi lainnya.Hak asasi orang-orang yang diposisikan sebagai masyarakat kelompok
iposisikan sebagai masyarakat kelompok rentan belum terpenuhi secara maksimal, sehingga
membawa konsekuensi bagi kehidupan diri dan keluarganya, serta secara tidak langsung juga
mempunyai dampak bagi masyarakat.

E.Saran
Dengan adanya makalah ini maka diharapkan untuk dapat mengaplikasikan pada kehidupan
dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan hidup.
DAFTAR PUSTAK

Anderson, E.T . 2006 . Buku Ajar Keperawatan Komunitas Teori dan Praktik , Jakarta : EGC
Mary A. Nies, Melaine McEwen.Keperawatan kesehatan komunitas dan
keluarga.2019.Elsevier.Singapore
Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas; Konsep dan Aplikasi.
Jakarta : Salemba Medika
 Riyadi. Sugeng (2007), Keperawatan Kesehatan Masyarakat, retieved may 12nd.
Smeltzer, & Bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal. Bedah Brunner dan Suddarth.
Jakarta : EGC
R, Fallen. Catatan Kuliah Keperawatan Komunitas. (2010). Yogyakarta: Nuha Medika
Vaughan, 2000, General Oftamology, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai