Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PENYAKIT MENTAL,KECACATAN,DAN POPULASI


TERLANTAR

Kelompok 4
Anggota :
1 Eka Putri Ramadhani 2114201035
2 Hesti Eka Putri 2114201045
3 Niati Khaira 2114201084
4 Nurdia Wahyuni Putri 2114201091
5 Nur Ambia Safira 2114201088
6 Silvia Irhayani 2114201134
7 Aliyah adilah 2114201011

Dosen mata kuliah : Ns. Rizki Kurniadi, M.Kep

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
TAHUN 2024/2025
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat Allah Ta’ala. Atas
limpaham rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul Penyakit Mental, Kecacatan,
dan Populasi terlantar dapat kami selesaikan dengam baik. Begitu pula atas limpahan kesehatan
dan kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada kami shingga makalah ini dapat kami susun
melalui beberapa sumber yakni melalui kajian pustaka maupun melalui media internet.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini, kedua orang tua
kami yang telah memberikan banyak kontribusi bagi kami, dosen pembimbing kami, dan juga
kepada teman-eman seperjuangan yang membant kami dalam berbagai hal. Harapan
kami,informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Tiada yang sempurna didunia ini melainkan Allah SWT, tuhan yang maha sempurna, karena itu
kami memohon kritik dan saran yang membangn bagi perbaikan makalah kami selanjutnya.

Demikian makalah ini kami buat apabila terdapat kesalahan dalam penulisan atau pun
adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon maaf. Tim
penulis menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bias membuat karya
makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Bangkinang, April 2024

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Populasi rentan atau populasi beresiko adalah kondisi yang mempengaruhi kondisi
seseorang atau populasi untuk menjadi sakit atau sehat (Kaakinen, Hanson, Birenbaum
dalam Stanhope & Lancaster, 2004). Pandera mengkategorikan faktor resiko kesehatan
antara lain genetik, usia, karakteristik biologi, kesehatan individu, gaya hidup dan
lingkungan. Jika seseorang dikatakan rawan apabila mereka berhadapan dengan penyakit,
bahaya, atau outcome negatif. Faktor pencetusnya berupa genetik, biologi atau
psikososial. Populasi rawan atau rentan merupakan kelompok-kelompok sosial yang
memiliki peningkatan risiko yang relatif atau rawan untuk menerima pelayanan
kesehatan.

Kenyataan menunjukan bahwa Indonesia memiliki banyak peraturan perundang-


undangan yang mengatur tentang Kelompok Rentan, tetapi tingkat implementasinya
sangat beragam. Sebagian undang-undang sangat lemah pelaksanaannya, sehingga
keberadaannya tidak memberi manfaat bagi masyarakat. Disamping itu, terdapat
peraturan perundang-undangan yang belum sepenuhnya mengakomodasi berbagai hal
yang berhubungan dengan kebutuhan bagi perlindungan kelompok rentan. Keberadaan
masyarakat kelompok rentan yang merupakan mayoritas di negeri ini memerlukan
tindakan aktif untuk melindungi hak-hak dan kepentingan-kepentingan mereka melalui
penegakan hukum dan tindakan legislasi lainnya. Hak asasi orang-orang yang diposisikan
sebagai masyarakat kelompok rentan belum terpenuhi secara maksimal, sehingga
membawa konsekuensi bagi kehidupan diri dan keluarganya, serta secara tidak langsung
juga mempunyai dampak bagi masyarakat.
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan agregat populasi rentan?


2. Apa yang dimaksud dengan populasi rentan penyakit mental ?
3. Apa yang dimaksud dengan populasi rentan kecacatan ?
4. Apa yang dimaksud populasi rentan terlantar ?
5. Bagaimana Asuhan keperawatan untuk agregat dalam komunitas populasi rentan ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang agregat populasi rentan


2. Untuk mengatahui tentang populasi rentan penyakit mental
3. Untuk mengetahui populasi rentan kecacatan
4. Untuk mengtahui populasi rentan terlantar
5. Untuk mengetahui bagaiaman asuhan keperawatan untuk agregat dalam komunitas
populasi rentan.
BAB II

PEMBAHASAN
A. KONSEP TEORI

1. Populasi Rentan

Pengertian Kelompok Rentan tidak dirumuskan secara eksplisit dalam


peraturan perundang-undangan, seperti tercantum dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-
Undang No.39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap orang yang termasuk
kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan
lebih berkenaan dengan kekhususannya. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan kelompok masyarakat yang rentan, antara lain, adalah
orang lanjut usia, anakanak, fakir miskin, wanita hamil dan penyandang cacat.
Sedangkan menurut Human Rights Reference disebutkan, bahwa yang tergolong ke
dalam Kelompok Rentan adalah:

a. Refugees (pengungsi)
b. Internally Displaced Persons (IDPs) (orang orang yang terlantar)
c. National Minoritie (kelompok minoritas)
d. Migrant Workers (pekerja migran )
e. Indigenous Peoples (orang pribumi/penduduk asli dari tempat pemukimannya)
f. Children (anak)
g. Women (wanita)

Menurut Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia, kelompok rentan adalah
semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam menikmati standar
kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berlaku umum bagi suatu masyarakat
yang berperadaban. Jadi kelompok rentan dapat didefinisikan sebagai kelompok yang
harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah karena kondisi sosial yang sedang
mereka hadapi.

Menurut Undang-undang No.4 tahun 1997 yang dimaksud dengan penyandang cacat
adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental, yang dapat
mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan
kegiatan secara selayaknya. Dari sisi pengelompokkannya, maka penyandang cacat
dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) hal : Penyandang cacat fisik, Penyandang cacat
mental, Penyandang cacat fisik dan mental.

2. Penyandang Cacat / Disabilitas


a. Pengertian Penyandang Disabilitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia1 penyandang diartikan dengan orang
yang menyandang (menderita) sesuatu. Sedangkan disabilitas merupakan kata
bahasa Indonesia yang berasal dari kata serapan bahasa Inggris disability (jamak:
disabilities) yang berarti cacat atau ketidakmampuan.

Menurut Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 10 Tahun 2013 tentang


Pelayanan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, penyandang
disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental
yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk
melakukan kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari: penyandang disabilitas
fisik, penyandang disabilitas mental serta penyandang disabilitas fisik dan mental.
Orang berkebutuhan khusus (disabilitas) adalah orang yang hidup dengan
karakteristik khusus dan memiliki perbedaan dengan orang pada umumnya. Karena
karakteristik yang berbeda inilah memerlukan pelayanan khusus agar dia
mendapatkan hak-haknya sebagai manusia yang hidup di muka bumi ini.Orang
berkebutuhan khusus memiliki defenisi yang sangat luas, mencakup orang-orang
yang memiliki cacat fisik, atau kemampuan IQ (Intelligence Quotient) rendah, serta
orang dengan permasalahan sangat kompleks, sehingga fungsi-fungsi kognitifnya
mengalami gangguan. Penyandang Cacat dalam pokok-pokok konvensi point 1
(pertama) pembukaan memberikan pemahaman, yakni; Setiap orang yang
mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat menganggu atau merupakan
rintangan dan hamabatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri
dari, penyandang cacat fisik; penyandang cacat mental; penyandang cacat fisik dan
mental.
Menurut Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 10 Tahun 2013 tentang
Pelayanan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, penyandang
disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental
yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk
melakukan kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari: penyandang disabilitas
fisik, penyandang disabilitas mental serta penyandang disabilitas fisik dan mental.

Orang berkebutuhan khusus (disabilitas) adalah orang yang hidup dengan


karakteristik khusus dan memiliki perbedaan dengan orang pada umumnya. Karena
karakteristik yang berbeda inilah memerlukan pelayanan khusus agar dia
mendapatkan hak-haknya sebagai manusia yang hidup di muka bumi ini.Orang
berkebutuhan khusus memiliki defenisi yang sangat luas, mencakup orang-orang
yang memiliki cacat fisik, atau kemampuan IQ (Intelligence Quotient) rendah, serta
orang dengan permasalahan sangat kompleks, sehingga fungsi-fungsi kognitifnya
mengalami gangguan.

b. Jenis-jenis Disabilitas
Terdapat beberapa jenis orang dengan kebutuhan khusus/disabilitas. Ini berarti
bahwa setiap penyandang disabilitas memiliki defenisi masing-masing yang mana
kesemuanya memerlukan bantuan untuk tumbuh dan berkembang secara baik.
Jenis-jenis penyandang disabilitas 5 :

1. Disabilitas Mental. Kelainan mental ini terdiri dari:


a) Mental Tinggi.
Sering dikenal dengan orang berbakat intelektual, di mana selain memiliki
kemampuan intelektual di atas rata-rata dia juga memiliki kreativitas dan
tanggungjawab terhadap tugas.

b) Mental Rendah
Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual/IQ (Intelligence
Quotient) di bawah rata-rata dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anak
lamban belajar (slow learnes) yaitu anak yang memiliki IQ (Intelligence
Quotient) antara 70-90. Sedangkan anak yang memiliki IQ (Intelligence
Quotient) di bawah 70 dikenal dengan anak berkebutuhan khusus.

c) Berkesulitan Belajar Spesifik


Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi belajar (achievment) yang
diperoleh

2. Disabilitas Fisik. Kelainan ini meliputi beberapa macam, yaitu7:


a. Kelainan Tubuh (Tuna Daksa)
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan
oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan,
sakit atau akibat kecelakaan (kehilangan organ tubuh), polio dan lumpuh.

b. Kelainan Indera Penglihatan (Tuna Netra)


Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan.
Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total
(blind) dan low vision.

c. Kelainan Pendengaran (Tunarungu)


Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran
baik permanen maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan dalam
pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara
sehingga mereka biasa disebut tunawicara.

d. Kelainan Bicara (Tunawicara)


Adalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran
melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti oleh
orang lain. Kelainan bicara ini dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan
bicara ini dapat bersifat fungsional di mana kemungkinan disebabkan
karena ketunarunguan, dan organik yang memang disebabkan adanya
ketidaksempurnaan organ bicara maupun adanya gangguan pada organ
motorik yang berkaitan dengan bicara.

3. Tunaganda (disabilitas ganda).Penderita cacat lebih dari satu kecacatan (yaitu


cacat fisik dan mental)

3. Tunawisma/ Gelandangan
a. Definisi
Homeless atau tunawisma menggambarkan seseorang yang tidak memiliki
tempat tinggal secara tetap maupun yang hanya sengaja dibuat untuk tidur.
Tunawisma biasanya di golongkan ke dalam golongan masyarakat rendah dan tidak
memiliki keluarga.

Masyarakat yang menjadi tunawisma bisa dari semua lapisan masyarakat


seperti orang miskin, anak-anak, masyarakat yang tidak memiliki keterampilan,
petani, ibu rumah tangga, pekerja sosial, tenaga kesehatan profesional serta
ilmuwan. Beberapa dari mereka menjadi tunawisma karena kemiskinan atau
kegagalan sistem pendukung keluarga mereka. Selain itu alasan lain menjadi
tunawisma adalah kehilangan pekerjaan, ditinggal oleh keluarga, kekerasan dalam
rumah tangga, pecandu alkohol, atau cacat. Walaupun begitu apapun penyebabnya,
tunawisma lebih rentan terhadap masalah kesehatan dan akses ke pelayanan
perawatan kesehatan berkurang.

b. Faktor Penyebab Munculnya Tunawisma


1) Kemiskinan
Kemiskinan merupakan faktor dominan yang menyebabkan banyaknya
gelandangan, pengemis dan anak jalanan. Kemiskinan dapat memaksa
seseorang menjadi gelandangan karena tidak memiliki tempat tinggal yang
layak, serta menjadikan mengemis sebagai pekerjaan. Ketidakmampuan
seseorang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarga membuatnya
dalam garis kemiskinan. Penghasilan yang tidak menentu berbanding terbalik
dengan pengeluaran membuat seseorang rela menjadi tunawisma untuk tetap
bertahan hidup.Selain itu anak dari keluarga miskin menghadapi risiko yang
lebih besar untuk menjadi anak jalanan karena kondisi kemiskinan yang
menyebabkan mereka kerap kali kurang terlindung.

2) Rendah tingginya pendidikan


Rendahnya pendidikan sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan
seseorang. Pendidikan sangat berpengaruh terhadap persaingan didunia kerja.
Seseorang dengan pendidikan rendah akan sangat sulit mendapatkan sebuah
pekerjaan yang layak. Sedangkan mereka juga memerlukan biaya untuk
mencukupi semua kebutuhan hidupnya. Pada umumnya tingkat pendidikan
gelandangan dan pengemis relatif rendah sehingga menjadi kendala bagi

mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak.

Anda mungkin juga menyukai