Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

Trauma Abdomen

Di Susun Oleh
Kelompok 4 :

1. Nur wardani
2. Saidatul faujiah
3. Sisilia megati
4. Sandi claudio labulu
5. Pingki
6. Putra abdula

PROGAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
2022
A. Trauma abdomen

Trauma abdomen merupakan trauma yang terjadi pada regio


abdomen dan dapat diakibatkan oleh trauma tumpul maupun oleh
trauma tajam yang dapat mengenai organ-organ pada abdomen.
Gejala utama yang dapat terjadi dapat berupa nyeri, tenderness,
maupun adanya jejas yang tampak pada abdomen. Trauma ini juga
dapat mengakibatkan perdarahan dan infeksi. (Legome, 2016).

Regio abdomen dapat dibagi menjadi empat area utama yaitu


abdomen intrahroracic yang terletak pada abdomen bagian atas yang
dilindungi oleh sangkar dari costae sehingga daerah ini seringkali
tidak dapat dievaluasi melalui palpasi dan pemeriksaan fisik
lengkap. Bagian kedua adalah bagian abdomen yang terletak pada
area pelvis yang dikenal sebagai suatu ‘bony pelvis’, bagian ini
terdapat beberapa organ penting yaitu kandung kemih, urethra,
rektum, usus halus, tuba falopii dan uterus pada wanita. Cedera pada
area ini sering bersifat ekstraperitoneal dan sulit untuk didiagnosa.
Bagian ketiga adalah abdomen yang terletak retroperitoneal yang
terdiri atas beberapa organ yaitu ginjal, ureter, pankreas, aorta dan
vena cava, cedera pada area ini sulit diketahui hanya dengan
melakukan pemeriksaan fisik. Bagian terakhir dikenal sebagai area
abdomen sejati, di mana di dalamnya terdapat beberapa organ yaitu
usus halus dan usus besar, uterus dalam keadaan gravida, kandung
kemih ketika mengalami distensi. (Legome, 2016).

Trauma tumpul abdomen merupakan salah satu penyebab


mortalitas dan morbiditas pada hampir semua usia, trauma yang
terjadi pada beberapa kasus kadang tidak menunjukkan manifestasi
yang jelas hingga diagnosis ditegakkan dan terapi dijalankan.
Penegakan diagnosis awal pada trauma tumpul abdomen cukup sulit
untuk dikerjakan dan kadang tidak akurat, beberapa gejala yang
harus dicurigai sebagai trauma tumpul abdomen di antaranya adalah
nyeri, tenderness, perdarahan gastrointestinal, hipovolemia, dan
bukti adanya iritasi pada peritoneum.
B. Etiologi
Penyebab trauma abdomen menurut Sjamsuhidajat (1997)
antara lain yaitu : trauma, iritasi , infeksi,obstruksi dan operasi.
Kerusakan organ abdomen dan pelvis dapat disebabkan trauma
tembus, biasanya tikaman atau tembakan dan trauma tumpul akibat
kecelakaan mobil,pukulan langsung atau jatuh.. Luka yang tampak
ringan bisa menimbulkan cedera eksterna yang mengancam nyawa
(Boswick,1996).

C. Patofisiologi
Trauma abdomen terjadi karena trauma ,infeksi ,iritasi dan
obstruksi. Kemungkinan bila terjadi perdarahan intra abdomen yang
serius pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai
penurunan hitung sel darah merah dan akhirnya gambaran klasik
syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka
tanda –tanda perforasi ,tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak.
Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan
nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus
bila telah terjadi peritonitis umum.
Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami tatikardi dan
peningkatan suhu tubuh , juga terdapat leukositosis.
Biasanya tanda –tanda peritonitis belum tampak .Pada fase awal
perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul . Bila
terdapat kecurigaan bahwa masuk kerongga abdomen , maka operasi
harus dilakukan (Sjamsuhidajat ,1997).

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis trauma abdomen dapat meliputi : nyeri
(khususnya karena gerakan),nyeri tekan dan lepas(mungkin
menandakan iritasi peritonium karena cairan gastrointestinal atau
darah)distensi abdomen ,demam, anoreksia, mual dan
muntah ,tatikardi ,peningkatan suhu tubuh ( Smeltzer,2001).
E. Klasfikasi
Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis:
1. Trauma penetrasi: Trauma Tembak
Trauma tajam abdomen adalah suatu ruda paksa yang
mengakibatkan luka pada permukaan tubuh dengan penetrasi ke
dalam rongga peritoneum yang disebabkan oleh tusukan benda
tajam. Trauma akibat benda tajam dikenal dalam tiga bentuk luka
yaitu: luka iris atau luka sayat (vulnus scissum), luka tusuk (vulnus
punctum) atau luka bacok (vulnus caesum). Luka tusuk maupun luka
tembak akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi
ataupun terpotong. Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan
menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap organ
viscera, dengan adanya efek tambahan berupa temporary cavitation,
dan bisa pecah menjadi fragmen yang mengakibatkan kerusakan
lainnya. Kerusakan dapat berupa perdarahan bila mengenai
pembuluh darah atau organ yang padat. Bila mengenai organ yang
berongga, isinya akan keluar ke dalam rongga perut dan
menimbulkan iritasi pada peritoneum.
2.. Trauma non-penetrasi atau trauma tumpul
Diklasifikasikan ke dalam 3 mekanisme utama, yaitu tenaga
kompresi (hantaman), tenaga deselerasi dan akselerasi. Tenaga
kompresi (compression or concussive forces) dapat berupa hantaman
langsung atau kompresi eksternal terhadap objek yang terfiksasi.
Misalnya hancur akibat kecelakaan, atau sabuk pengaman yang salah
(seat belt injury). Hal yang sering terjadi adalah hantaman, efeknya
dapat menyebabkan sobek dan hematom subkapsular pada organ
padat visera. Hantaman juga dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen pada organ berongga dan menyebabkan ruptur.
Pengeluaran darah yang banyak dapat berlangsung di dalam kavum
abdomen tanpa atau dengan adanya tanda-tanda yang dapat diamati
oleh pemeriksa, dan akhir-akhir ini kegagalan dalam mengenali
perdarahan intraabdominal adalah penyebab utama kematian dini
pasca trauma. Selain itu, sebagian besar cedera pada kavum abdomen
bersifat operatif dan perlu tindakan segera dalam menegakan
diagnosis dan mengirim pasien ke ruang operasi.
F. Epidemiologi
Trauma merupakan penyebab kematian tersering ketiga pada
populasi umum setelah penyakit kardiovaskular dan kanker. Pada
subgrup pasien usia dibawah 40 tahun, trauma merupakan penyebab
kematian utama (Guillion, 2011). Di Amerika Serikat, angka korban
akibat trauma diperkirakan sekitar 57 juta setiap tahunnya, yang
mengakibatkan sekitar 2 juta jiwa harus dirawat inap dan 150.000
kematian (Elliot dan Rodriguez, 1996). Dengan beban ekonomi yang
disebabkan oleh trauma cukup signifikan, diperkirakan trauma
mengakibatkan hilangnya angka kehidupan sebesar 26% dan lebih dari
separuhnya kehilangan usia produtifnya (Tentillier dan Mason, 2000).
Trauma abdomen, merupakan penyebab kematian yang cukup
sering, ditemukan sekitar 7– 10% dari pasien trauma (Costa, 2010). Di
Eropa, trauma tumpul abdomen sering terjadi, sekitar 80% dari
keseluruhan trauma abdomen. Pada tigaperempat kasus trauma tumpul
abdomen, kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab tersering dan
sering ditemukan pada pasien politrauma. Diikuti oleh jatuh sebagai
penyebab kedua tersering. Hal ini seringnya berhubungan dengan
tindakan percobaan bunuh diri, kecelakaan kerja, dan kecelakaan saat
olahraga (Guillion, 2011).
Di Indonesia, didapatkan bahwa prevalensi cedera secara nasional
adalah sebesar 8,2%, dimana prevalensi tertinggi ditemukan di
Sulawesi Selatan (12,8%) dan terendah di Jambi (4,5%). Penyebab
cedera secara umum yang terbanyak adalah jatuh (40,9%) dan
kecelakaan sepeda motor (40,6%), selanjutnya penyebab cedera karena
terkena benda tajam/tumpul (7,3%), transportasi darat lain (7,1%) dan
kejatuhan (2,5%). Penyebab cedera transportasi sepeda motor tertinggi
ditemukan di Bengkulu (56,4 persen) dan terendah di Papua (19,4%)
(Riskesdas 2013).
G. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada evaluasi trauma tumpul abdomen, anamnesis yang detil
dan akurat sangat diperlukan untuk memastikan kemungkinan
terjadinya cedera organ intraabdomen akibat trauma tumpul
abdomen (Sugrue, 2000). Informasi diperoleh dari paramedis, polisi
atau yang mendampingi pasien saat transportasi dan juga dari pasien
sendiri jika pasien sadar baik (Richard et al, 2007). Saat melakukan
anamnesis, digunakan sistem MIST, yaitu:
a. Mekanisme cedera
b. Injury (cedera yang didapat)
c. Signs (tanda atau gejala yang dialami)
d. Treatment (penanganan yang telah diberikan) (Sugrue, 2000).
2. Pemeriksaan fisis
Penilaian klinis terhadap pasien yang mengalami trauma
tumpul abdomen terkadang sulit dilakukan dan tidak akurat, dan
dapat ditemukan pada sekitar 50% pasien yang mengalami trauma
tumpul abdomen (Legome dan Geibel, 2016; Sugrue, 2000). Selain
penurunan kesadaran, efek hemoperitoneum dan variasi cedera dari
berbagai variasi gejala cedera organ padat atau berongga membuat
interpretasi yang sulit dilakukan. Adanya cedera lainnya pada pasien
multi trauma memberikan tantangan tambahan (Sugrue, 2000).
Tanda dan gejala yang sering ditemukan pada pasien yang sadar baik
yaitu:
a. Nyeri perut
b. Nyeri tekan pada abdomen
c. Perdarahan gastrointestinal
d. Hipovolemik
e. Tanda-tanda peritonitis (Legome dan Geibel, 2016)
Bagaimanapun, akumulasi darah dalam jumlah yang banyak di
intraperitoneum dan rongga pelvis dapat memberikan perubahan
pemeriksaan fisik yang tidak signifikan. (Legome, Geibel. 2016)
Keluhan nyeri perut maupun nyeri tekan pada abdomen memiliki
sensitifitas yang baik untuk mengidentifikasi cedera organ intra
abdomen, tetapi sensitifitas tersebut dapat menurun bila didapatkan
penurunan skor Glasgow Coma Scale (GCS) (Adelgais, 2014).
Evaluasi terhadap cedera penyerta yang berhubungan sangat
diperlukan pada pasien yang mengalami trauma tumpul abdomen
(Sugrue, 2000). Pada pemeriksaan fisis, ada beberapa tanda yang
dapat membantu untuk memprediksi kemungkinan cedera organ
intraabdomen, yaitu :
a. Lap belt marks : berhubungan dengan ruptur usus halus
b. Kontusio dengan steering wheel shaped
c. Ekimosis pada daerah panggul (Grey Turner sign) atau umbilicus
(Cullen sign) : mengindikasikan perdarahan retroperitoneal tetapi
biasanya timbul setelah beberapa jam sampai beberapa hari
d. Distensi abdomen
e. Terdengar bising usus pada daerah thorak : mengindikasikan
cedera pada diafragma
f. Bruit pada abdomen: Mengindikasikan adanya penyakit vaskuler
yang mendasari atau adanya fistel arteriovenous fistula.
g. Nyeri tekan lokal atau difus, disertai rigiditas : kemungkinan
cedera peritoneum.
h. Krepitasi atau thoracic cage yang tidak stabil mengindikasikan
kemungkinan cedera lien atau hepar (Legome dan Geibel, 2016).
3. Pemeriksaan penunjang
Pasien dengan trauma tumpul abdomen yang berat, organ
intra-abdomen harus dievaluasi dengan menggunakan pemeriksaan
yang objektif dibandingkan hanya dengan pemeriksaan fisis sendiri
bila didapatkan nyeri yang signifikan dan disertai dengan penurunan
kesadaran.

Anda mungkin juga menyukai