Anda di halaman 1dari 252

UNIVERSITAS INDONESIA

MODEL DIMENSI MANUSIA UNTUK KEBERLANJUTAN


HUNIAN VERTIKAL PERKOTAAN
(Kajian: Kualitas Udara Dalam Ruang)

With a Summary in English


Model of Human Dimension for Sustainability of Urban Vertical Housing
(Study on Indoor Air Quality)

DISERTASI

Dyah Nurwidyaningrum
NPM: 1506818285

JENJANG DOKTOR
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN
SEKOLAH ILMU LINGKUNGAN
JAKARTA, JANUARI, 2019
UNIVERSITAS INDONESIA

MODEL DIMENSI MANUSIA UNTUK KEBERLANJUTAN


HUNIAN VERTIKAL PERKOTAAN
(Kajian: Kualitas Udara Dalam Ruang)

Disertasi ini diajukan sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar

DOKTOR DALAM
ILMU LINGKUNGAN

Dyah Nurwidyaningrum
NPM: 1506818285

JENJANG DOKTOR
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN
SEKOLAH ILMU LINGKUNGAN
JAKARTA, JANUARI, 2019
BIODATA PENULIS

Penulis, Dyah Nurwidyaningrum dilahirkan di Cempaka


Baru, Kemayoran, Jakarta Pusat, D.K.I. Jakarta pada
tanggal 6 bulan Juli tahun 1974, anak ke 3 dari 4
bersaudara putra/putri pasangan Bapak Nursam Widyanto
dan Ibu Nuryati (alm.). Penulis menikah dengan Masfuri
Sodikin pada tahun 2000 dan telah dikaruniai putra/putri
2 orang, Qonita Shobrina dan Lutfi Razan Muhammad,
17 dan 16 tahun, dan pendidikan di SMAIT Nurul Fikri.

Penulis adalah penganut agama Islam dan saat ini bertempat tinggal di Jalan
Sempu Raya No.7A, Beji, Kota Depok, 16421.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Harapan Mulya 27 di Jakarta


pada tahun 1986, pendidikan menengah di SMPN 10 di Jakarta pada tahun1989,
dan kemudian di SMAN 5 di Jakarta pada tahun 1992. Penulis melanjutkan studi
jenjang S1 di Universitas Indonesia, Fakultas Teknik, dan Jurusan Arsitektur dan
lulus pada tahun 1997. Pendidikan S2 ditempuh di Universitas Indonesia, Fakultas
Teknik, dan Jurusan Arsitektur, lulus pada tahun 2010.

Pengalaman kerja penulis diawali dengan bekerja sebagai yunior arsitek di PT


Tetra Hedra. Saat ini penulis bekerja sebagai staf pengajar di Politeknik Negeri
Jakarta, pernah menjabat sebagai Sekretaris Kelompok Keahlian Dasar Teknik,
Ka Studio Laboratorium Gambar Teknik, Senat Politeknik Negeri Jakarta, dan
Sekretaris Tempat Uji Kompetensi Jurusan Teknik Sipil LSP PNJ. Sebagai panitia
teknis pengembangan gedung PNJ, pernah penjabat sebagai anggota, sekretaris,
dan ketua perencanaan dan pengawasan Gedung Perpustakaan, Gedung Parkir,
Asrama Mahasiswa, dan Gedung Administrasi Utama PNJ. Sebagai arsitek,
sebagai tim Master Plan PNJ, Gedung Kegiatan Mahasiswa dan Masjid Kampus
Darul Ilmi. Untuk perencanaan di luar kampus, mendesain bangunan elderly
people di Kupang, gedung Sekolah Darul Jannah di Cibubur, dan beberapa rumah
dan perumahan di wilayah Depok. Organisasi profesi yang digeluti ialah HTII
(Himpunan Teknik Iluminasi Indonesia) dan aktif sebagai asesor kompetisi di
Lembaga Sertifikasi PNJ. Pernah mengikuti Green Professional GBCI (Green
Building Council Indonesia).

iviv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Penulis menghaturkan kesyukuran yang tidak


terhingga kepada Allah Subhanawata’ala sehingga penulis dapat menyelesaikan
disertasi ini. Disertasi ini dapat terselesaikan karena dukungan dan perhatian
banyak pihak. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya
dari lubuk hati dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada orang-orang yang
telah memberikan nasihat dan keleluasaan berfikir, mengkaji, dan menulis dengan
menjaga prinsip, norma, etika dan kaidah-kaidah ilmiah. Beliau yang telah
berperan ialah:

1. Prof. dr. Haryoto Kusnoputranto, SKM, Dr.PH, Promotor, kepakaran dalam


bidang kesehatan lingkungan dan industri, telah membimbing dengan cermat
dan teliti untuk hunian sehat dan memberikan masukan untuk publikasi jurnal
internasional.
2. Prof. Dr. Ir. Emirhadi Suganda, M.Sc., Kopromotor I, kepakaran beliau dalam
bidang arsitektur memberikan ide kearsitekturan ke dalam penelitian sehingga
menarik untuk dikaji secara multidisiplin.
3. Dr. Ir. Setyo Sarwanto Moersidik, DEA, Kopromotor II, kepakaran beliau
dalam bidang teknik lingkungan dan pengalamannya memberikan jalan keluar
setiap permasalahan dalam proses disertasi.
4. Dr. Hayati Sari Hasibuan, ST, MT, Ketua Program Studi Program S2 Ilmu
Lingkungan Universitas Indonesia saat penulis menempuh Ujian Proposal
Riset, dengan kesabarannya memberi dorongan kepada penulis untuk cepat
mengajukan ujian-ujian.
5. Dr. Drs. Suyud Warno Utomo, M.Si, Ketua Program Studi Program S3 Ilmu
Lingkungan Universitas Indonesia saat penulis menempuh Ujian Seminar
Hasil Riset dan Ujian Prapromosi, dengan kesungguhannya memberikan akses
kemudahan kepada penulis untuk mengurus masalah administrasi ujian-ujian.
6. Dr. dr. Tri Edhi Budhi Soesilo, M.Si, Wakil Direktur Sekolah Ilmu
Lingkungan Universitas Indonesia, sejak awal perkuliahan memberi semangat
untuk segera melakukan disertasi dan menyelesaikan tetap waktu.
7. Dr. Emil Budianto, MSc., Direktur Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas
Indonesia, mendorong mahasiswa S3 ilmu lingkungan untuk tidak menunda
waktu dan mengingatkan masalah plagiarisme.
8. Dr. Ir. Oswar Muadzin Mungkasa, MURP, Deputi Gubernur DKI Jakarta
Bidang Tata Ruang dan Lingkungan, sebagai penguji disertasi dan memberi
masukan dari aspek perkotaan dan ekonomi.
9. Prof. Dr. Achmad Fedyani, S.S., M.A.(Almarhum), sebagai penguji disertasi
dan memberi masukan dari aspek sosial dan budaya.
10. Prof. Dr. Ir. Harinaldi, M. Eng., Direktur Bidang Pendidikan Universitas
Indonesia, sebagai penguji disertasi dan memberi masukan dan saran-saran.

v
11. Dr. Linda Damarjanti, MT, sebagai penguji disertasi dan memberi masukan
tentang modal sosial (social capital) yang menjadi topik utama disertasi ini.
12. Pihak Pengelola, Penghuni dan Pengembang Apartemen Green Pramuka City,
yang telah memberikan kesempatan penulis dan tim mahasiswa Politeknik
Negeri Jakarta: Miftahul Ulum, Billy Septanto, Puspita Kinasih, dan Reynaldi
Prayogi, mengambil data dan pengukuran, serta alumni mahasiswa Politeknik
Negeri Jakarta yang bekerja di apartemen ini: Bayu, Edwin, Samuel,
Kharisma, dan Erik terima kasih atas bantuan dan dukungannya.
13. Drs. Iman Santoso, M.Phil, dosen FMIPA-Biologi UI, Mba Asri Martini, staf
FMIPA-Biologi UI, dan Asisten Mahasiswa Qoni, yang telah memberikan
saran untuk pengukuran angka kuman.
14. Dr. Eng., Rahmat Widyanto, S.Kom, M.Eng, dosen FASILKOM UI sekaligus
adinda penulis, yang telah membantu dalam Perhitungan SOM dan
aplikasinya.
15. Masfuri, S.Kp, MN., dosen FIK UI, suami tercinta, dan anak-anakku
tersayang Qonita Shobrina dan Lutfi Razan Muhammad, yang dengan penuh
pengertian dan seperjuangan menjalani masa sekolah.
16. Ayahanda Drs. Nursam Widyanto, S.E.Akt, M.M., yang mendukung dengan
setulus hati dan harapan, kepadamu disertasi ini aku persembahkan.
17. Dra. Rita Farida, M.Hum, teman dan sahabat yang menemani selama
menginap di apartemen, memberi kenyamanan, dan nasehat.
18. Teman-teman seperjuangan: Yanuar Purnama, Prisca Delima, Rahmi Kastri,
Peggy, dan Annisa. Teman-teman Sekolah Ilmu Lingkungan: Bayu Andalas,
Soleh Rusyadi, Widhilaga Gia Perdana dan teman-teman lainnya yang tidak
dapat penulis sebutkan satu-persatu.
19. Teman-teman dari Politeknik Negeri Jakarta yang membantu dalam merevisi
penulisan jurnal dalam editing bahasa dan grafis: Afifah Muharikah, Siti
Aisyah, Eri Ester Khairas, dan Rachmad Eko.
20. Staf pasca sarjana dan SIL: Nining, Ayu, Pak Karwoto, Mas Juju, dan Mba
Sri.

Akhir kata, semoga disertasi ini dapat memberikan manfaat yang luas, khususnya
bagi pemerintah DKI Jakarta, pengelola rusunami, dan pemerhati permukiman di
perkotaan untuk mewujudkan hunian vertikal perkotaan yang sehat dan
berkelanjutan.

Jakarta, Januari 2019

Penulis

vi
ABSTRAK
Nama : Dyah Nurwidyaningrum
Program Studi : Ilmu Lingkungan
Judul : MODEL DIMENSI MANUSIA UNTUK
KEBERLANJUTAN HUNIAN VERTIKAL PERKOTAAN
(Kajian: Kualitas Udara Dalam Ruang)
Penghuni di hunian vertikal perkotaan lebih rentan mengalami Building Related
Illness karena sistem tata udara Air Conditioning (AC) yang mengalami penyusutan
mutu. Ini menyebabkan Kualitas Udara Dalam Ruang (KUDR) di unit hunian
perkotaan cenderung lebih buruk daripada hunian horisontal di Jakarta. Tujuan
penelitian ini menyusun model dimensi manusia penghuni dan pengelola dengan
pengetahuan, persepsi, dan partisipasi untuk mencapai hunian vertikal perkotaan yang
sehat dan berkelanjutan dengan KUDR. Metode riset yang digunakan ialah
korelasional multivariat dengan analisis PLS-SEM (Partial Least Square-Structural
Equation Model) dan mengaplikasikan model dengan ANN-SOM (Artificial Neural
Network-Self Organizing Map). Hasil penelitian menunjukkan kesatuan dimensi
penghuni dan dimensi pengelola yang efektif untuk KUDR adalah dengan konstruk
dimensi pengelola sebagai variabel penekan kepada dimensi penghuni yang
mempengaruhi KUDR. Kompetensi pengelola sangat mempengaruhi penghuni untuk
mengupayakan KUDR dan mendorong perubahan perilaku sehat di hunian vertikal
perkotaan. Keselarasan dalam pengetahuan, persepsi, dan partisipasi. Pemenuhan
kenyamanan fisik dan psikis penghuni oleh pengelola mempengaruhi perilaku
partisipasi dalam kesehatan dan menggerakkan keberlanjutan hunian perkotaan.
Kata kunci: dimensi manusia, KUDR, tata udara, PLS-SEM, ANN-SOM

ABSTRACT
Name : Dyah Nurwidyaningrum
Study Program : Environmental Science
Title : Model of Human Dimension for The Sustainability of
Urban Vertical Housing Through Indoor Air Quality
Residents in urban vertical housing are more susceptible to Building Related Illness
due to depreciation of air conditioning (AC) systems, causing Indoor Air Quality
(IAQ) in urban residential units is worse than in horizontal housing in Jakarta. The
purpose of this study is to develop a model of the human dimensions of the residents
and the managers with knowledge, perception, and participation to achieve the
healthy and sustainable urban vertical housing with the IAQ. The research method is
a multivariate correlation, analyse with Partial Least Square-Structural Equation
model (PLS-SEM) and aplication to the model with Artificial Neural Network-Self
Organizing Map(ANN-SOM). The result of the study shows the unity of the resident
and manager dimensions is effective with the construct of the manager dimensions as
the suppressing variabel of the resident dimensions that influence IAQ. The manager
competency greatly affect the residents to strive for IAQ and encourage healthy
behavioral changes in urban vertical housing. The conformity of knowledge,
perception, and participation then the fulfillment of the physical and psychological
comfort for the residents by the managers influences the behavior of participation in
health and drives the sustainability of urban housings.
Keywords: human dimension, IAQ, air conditioning, PLS-SEM, ANN-SOM

viii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS DAN BEBAS ii
PLAGIARISME.................................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... iii
BIODATA PENULIS........................................................................................ iv
KATA PENGANTAR....................................................................................... v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.......................... vii
ABSTRAK......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI...................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL.............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR/GRAFIK......................................................................... xiv
DAFTAR ISTILAH........................................................................................... xvi
DAFTAR SINGKATAN................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xxi
RINGKASAN.................................................................................................... xxii
SUMMARY......................................................................................................... xxiv

1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 6
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................. 6
1.3.1 Tujuan Umum..................................................................... 6
1.3.2 Tujuan Khusus.................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................ 7
1.4.1 Manfaat Teoritis................................................................. 7
1.4.2 Manfaat Praktis................................................................... 8

2. TINJAUAN PUSTAKA 9
2.1 Kerangka Teoritik............................................................................. 9
2.1.1 Konsep Ilmu lingkungan.................................................... 10
A. Konsep Interaksi........................................................ 13
B. Konsep Keberlanjutan............................................... 13
2.1.2 Ekologi Manusia dan Kenyamanann................................. 15
A. Kenyamanan Fisik..................................................... 17
B. Kenyamanan Psikis................................................... 18
2.1.3 Hunian Perkotaan .............................................................. 19
A. Pengelolaan Hunian Perkotaan................................. 23
B. Kenyamanan Fisik di Hunian Perkotaan................... 25
C. Kenyamanan Psikis di Hunian Perkotaan................. 25
2.1.4 Teori Psikologi Lingkungan............................................... 26
A. Persepsi..................................................................... 28
B. Perilaku..................................................................... 30
C. Partisipasi.................................................................. 31
2.1.5 Dimensi Manusia................................................................ 33

ix
A. Dimensi Manusia di Hunian Perkotaan..................... 34
B. Dimensi Pengelola.................................................... 35
C. Dimensi Penghuni..................................................... 37
2.1.6 Konsep Kesehatan Lingkungan.......................................... 38
2.1.7 Pengetahuan dan Perilaku Sehat di Hunian Perkotaan....... 39
2.1.8 Teori Ventilasi (Sirkulasi Udara)....................................... 40
2.1.9 Teori Ventilasi di Hunian Perkotaan.................................. 42
2.1.10 Kualitas Udara dalam Ruang (KUDR)............................... 43
2.1.11 Efektivitas Kualitas Udara Dalam Ruang di Hunian
Perkotaan............................................................................ 47
2.1.12 Peraturan Terkait Hunian Vertikal dan KUDR.................. 48
2.1.13 Layak Fungsi Hunian dan Layak Lingkungan................... 52
2.2 Instrumen Analisis Riset................................................................... 55
2.2.1 Partial Least Square Structural Equation Modelling
(PLS SEM)......................................................................... 56
2.2.2 Artificial Neural Network (ANN) dan Self Optimizing
Map (SOM) ........................................................................ 58
2.3 Hasil Penelitian-penelitian Terdahulu.............................................. 62
2.3.1 Hasil Penelitian-penelitian Terkait KUDR......................... 62
2.3.2 Hasil Penelitian Serupa....................................................... 65
A. Peningkatan Kualitas Hidup di Rusunawa Urip
Sumoharjo Pasca-Redevelopment, Surabaya............ 65
B. Perencanaan dan Desain Healthy Living di Ruang
Publik, Apartemen Sudirman Suites,
Bandung.................................................................... 66
2.4 Kerangka Berpikir............................................................................ 67
2.5 Kerangka Konsep.............................................................................. 70
2.6 Hipotesis........................................................................................... 75

3. METODE RISET 77
3.1 Pendekatan Riset............................................................................... 77
3.2 Tempat dan Waktu Riset.................................................................. 78
3.3 Populasi dan Sampel......................................................................... 82
3.4 Variabel Riset................................................................................... 85
3.5 Data Riset.......................................................................................... 90
3.5.1 Pengumpul Data................................................................. 90
A. Data Primer................................................................. 90
B. Data Sekunder............................................................ 92
3.5.2 Pengolahan Data................................................................. 93
3.6 Analisis Data..................................................................................... 95
3.6.1 Tahap Analisis Data............................................................ 95
3.6.2 Konstruk-konstruk Variabel Penelitian.............................. 99
A. Konstruk-konstruk Dimensi Manusia....................... 99
(1) Konstruk-konstruk Dimensi Penghuni............ 99
(2) Konstruk-konstruk Dimensi Pengelola............ 101
B. Konstruk-konstruk Dimensi Penghuni-
Pengelola................................................................... 101
C. Konstruk-konstruk Kualitas Udara Dalam

x
Ruang........................................................................ 103
3.6.3 Konstruk Hubungan Dimensi Manusia dan Kualitas
udara dalam ruang dengan Analisis SEM .......................... 104
3.6.4 Formulasi SOM dari konstruk-konstruk Model SEM........ 105
3.7 Keterbatasan Penelitian.................................................................... 107
3.8 Rekapitulasi Tujuan Penelitian, Sumber Data, Jenis Data, dan
Teknik Memperoleh Data serta Metode Analisis............................. 109

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 110


4.1 Deskripsi Hasil Riset........................................................................ 110
4.1.1 Daya Dukung Lingkungan.................................................. 110
4.1.2 Bangunan, Kebersihan dan Sistem Ventilasi...................... 112
4.1.3 Keterlibatan Ekonomi Masyarakat di Bangunan dan
Sekitarnya........................................................................... 115
4.1.4 Kondisis KUDR Unit Hunian............................................. 116
A. Polutan Fisik.............................................................. 117
. B. Polutan Kimia............................................................ 118
C. Polutan Biologi.......................................................... 119
D. Pengaruh Pergerakan Udara terhadap KUDR dan
Kenyamanan Indoor.................................................. 120
4.2 Dimensi Penghuni dalam Efektivitas KUDR.................................. 121
4.2.1 Karakteristik Penghuni ...................................................... 121
A. Data Umum Penghuni............................................... 122
B. Pengetahuan Penghuni.............................................. 123
C. Persepsi Penghuni..................................................... 124
D. Perilaku Penghuni..................................................... 125
E. Partisipasi Penghuni.................................................. 128
4.2.2 Analisis SEM Penghuni...................................................... 129
A. Dimensi Penghuni-KUDR dengan
Partisipasi.................................................................. 129
B. Dimensi Penghuni-KUDR dengan Pengetahuan
sebagai intervening dan suppressor ......................... 130
4.3 Dimensi Pengelola dalam Efektivitas KUDR................................... 132
4.3.1 Karakteristik Pengelola....................................................... 132
A. Data Umum Pengelola.............................................. 132
B. Kompetensi Pengelola............................................... 134
C. Persepsi Pengelola..................................................... 136
D. Perilaku Pengelola..................................................... 138
E. Motivasi Pengelola................................................. 139
4.3.2 Analisis SEM Pengelola..................................................... 140
A. Dimensi Pengelola-KUDR dengan
Memotivasi................................................................ 140
B. Dimensi Pengelola-KUDR dengan Pengetahuan
sebagai intervening dan suppressor......................... 141
4.4 Kesatuan Dimensi Penghuni dan Dimensi Pengelola dalam
Efektivitas KUDR............................................................................. 143
4.4.1 Kesatuan dan Kesenjangan Penghuni dan Pengelola
tentang KUDR, Kesehatan dan Lingkungan...................... 143
xi
4.4.2
Analisis SEM Dimensi Penghuni-Dimensi Pengelola........ 144
4.4.3
Revisi Kerangka Konsep dan Konstruk SEM Dimensi
Penghuni-Dimensi Pengelola............................................. 153
4.5 Model Dimensi Manusia dalam Hunian Sehat dan Berkelanjutan
melalui Efektivitas KUDR di Perkotaan........................................... 155
4.5.1 Konsep Model..................................................................... 155
4.5.2 Model Aplikasi melalui Analisis SOM.............................. 158
4.6 Pembahasan Hasil Riset.................................................................... 165
4.6.1 Hasil Riset Berdasarkan Kajian Teoritis............................ 165
4.6.2 Hasil Riset Berdasarkan Implementasi dalam
Perencanaan, Pembangunan dan Pemeliharaan di
Lapangan............................................................................ 170
4.6.3 Masukan tentang Desain Arsitektur Hunian....................... 174

5. KESIMPULAN DAN SARAN 176


5.1 Kesimpulan....................................................................................... 176
5.2 Saran-saran....................................................................................... 178

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 182


LAMPIRAN........................................................................................................ 194

xii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Perbedaan Tujuan Metode Analisis SEM, SOM, Sistem 56


Dinamik, dan LCA...........................................................
Tabel 3.1 Variabel Independen (Bebas)........................................... 87
Tabel 3.2 Variabel Dependen (Terikat) dan Variabel Moderator.... 88
Tabel 3.3 Pengelompokan Sub Variabel dengan Pendekatan 107
ANN-SOM.......................................................................
Tabel 3.4 Rekapitulasi tujuan penelitian, sumber data, jenis data, 109
dan teknik memperoleh data serta metode analisis yang
digunakan.........................................................................
Tabel 4.1 Kondisi Kualitas Udara Luar Hunian............................... 115
Tabel 4.2 Pengaruh Pergerakkan Udara terhadap KUDR Unit........ 120
Tabel 4.3 Usia dan Lama Tinggal Responden Penghuni................. 122
Tabel 4.4 Aktivitas Penghuni dalam 1 hari dan Pengaruhnya 127
terhadap KUDR...............................................................
Tabel 4.5 Bidang Tanggungjawab Responden Pengelola................ 133
Tabel 4.6 Convergence Validity....................................................... 150
Tabel 4.7 Discriminant Validity....................................................... 151
Tabel 4.8 Reliability Validity............................................................ 152
Tabel 4.9 Influence Test (T Test)...................................................... 152
Tabel 4.10 Percentage of Influence (R Square)................................. 153

xiii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Persentase Kesehatan Respirasi di Hunian Vertikal Kota 3


Jakarta.................................................................................
Gambar 2.1 Hubungan Interaksi antara Lingkungan Alam, 12
Lingkungan Buatan, dan Lingkungan Sosial Kualitas
Udara Dalam Ruang di Hunian Perkotaan..........................
Gambar 2.2 Penerimaan Rasa berdasarkan Jarak dalan Persepsi 17
Proxemic.............................................................................
Gambar 2.3 Diagram Dimensi Budaya di hunian 27
perkotaan.............................................................................
Gambar 2.4 Brunswik’len model, yang didaptasi untuk persepsi 29
lingkungan...........................................................................
Gambar 2.5 Hirarki Kebutuhan Maslow................................................. 31
Gambar 2.6 Berbagai Polutan dalam Ruang Hunian.............................. 45
Gambar 2.7 Contoh Model Konstruk PLS SEM.................................... 57
Gambar 2.8 Konsep ANN....................................................................... 59
Gambar 2.10 Tampilan Peta dalam ANN-SOM....................................... 60
Gambar 2.11 Kerangka Teori Penelitian.................................................. 61
Gambar 2.12 Posisi Penelitian (State of the art)....................................... 68
Gambar 2.13 Kerangka Berpikir............................................................... 70
Gambar 2.14 Kerangka Konsep................................................................ 71
Gambar 2.15 Model Hunian Vertikal Sehat yang diharapkan.................. 73
Gambar 3.1 Site Plan dan potongan prinsip Apartemen Green 80
Pramuka City......................................................................
Gambar 3.2 Struktur Organisasi Pengelola Hunian Vertikal.................. 83
Gambar 3.3 Alat Ukur KUDR................................................................ 92
Gambar 3.4 Tahap Penyusunan Model................................................... 96
Gambar 3.5 Skema Tahapan Penelitian.................................................. 98
Gambar 3.6 Konstruk-konstruk Dimensi Penghuni................................ 100
Gambar 3.7 Konstruk-konstruk Dimensi Pengelola............................... 101
Gambar 3.8 Konstruk-konstruk Dimensi Penghuni-Pengelola............... 102
Gambar 3.9 Konstruk-konstruk Dimensi Penghuni-Pengelola dengan 103
Perubahan Partisipasi Hidup Sehat.....................................
Gambar 3.10 Konstruk-Konstruk Kualitas Udara Dalam Ruang............. 104
Gambar 3.11 Konstruk-konstruk awal Hubungan Dimensi Manusia dan 105
KUDR dengan Metode SEM..............................................
Gambar 3.12 Formulasi ANN untuk SOM............................................... 106
Gambar 4.1 Gambaran Area Hijau Hunian ........................................... 111
Gambar 4.2 Kondisi Bangunan dan Fasilitas Hunian............................. 112
Gambar 4.3 Ilustrasi Aliran Udara dalam Ruang dan Penempatan Alat 114
Ventilasi...............................................................................
Gambar 4.4 Fasilitas Penunjang Kegiatan Sehari-hari............................ 116
Gambar 4.5 Efek Kelembaban udara Unit Hunian berdasarkan 118
ASHRAE.............................................................................
Gambar 4.6 Kondisi Kenyamanan Udara Unit Hunian........................... 121

xiv
Gambar 4.7 Grafik Usia dan Lama Tinggal Responden Penghuni......... 122
Gambar 4.8 Grafik Taraf Pendidikan, Pengetahuan Kebersihan, dan 123
Dampak Polutan Penghuni..................................................
Gambar 4.9 Grafik Kenyamanan Fisik dan Kenyamanan Psikis 125
Penghuni..............................................................................
Gambar 4.10 Grafik Perilaku Berpotensi Polutan..................................... 126
Gambar 4.11 Grafik Partisipasi Kesehatan............................................... 128
Gambar 4.12 Hubungan DimensiPH dan KUDR dengan dan tanpa 129
Indikator Partisipasi.............................................................
Gambar 4.13 DimensiPenghuni-KUDR dengan PengetahuanPH 131
sebagai intervening..............................................................
Gambar 4.14 DimensiPenghuni-KUDR dengan PengetahuanPH 132
sebagai suppressor..............................................................
Gambar 4.15 Grafik Presentase Jumlah Responden sesuai dengan 134
Tanggungjawab Pekerjaan..................................................
Gambar 4.16 Grafik Tingkat Pendidikan Responden Pengelola.............. 135
Gambar 4.17 Grafik Pengetahuan Kebersihan dan Dampak Polutan 135
Responden Pengelola..........................................................
Gambar 4.18 Grafik Kemampuan Mengatur dan Melayani Pengelola..... 137
Gambar 4.19 Grafik Kemampuan Memeriksa Pengelola......................... 139
Gambar 4.20 Grafik Kemampuan Memotivasi Pengelola........................ 140
Gambar 4.21 DimensiPengelola-KUDR dengan dan tanpa Indikator 141
Kemampuan Motivasi.........................................................
Gambar 4.22 DimensiPengelola-KUDR dengan PengetahuanPL 142
sebagai Intervening.............................................................
Gambar 4.23 DimensiPengelola-KUDR dengan PengetahuanPL 142
sebagai Suppressor..............................................................
Gambar 4.24 Hubungan Dimensi Penghuni-Dimensi Pengelola dalam 145
SEM.....................................................................................
Gambar 4.25 DimensiPenghuni-DimensiPengelola dengan variabel 146
PengetahuanPH sebagai Suppressor...................................
Gambar 4.26 DimensiPenghuni-DimensiPengelola dengan 147
PengetahuanPL sebagai intervening atau suppressor
dalam Outer Model..............................................................
Gambar 4.27 DimensiPenghuni-DimensiPengelola dengan 148
PengetahuanPL sebagai intervening atau suppressor
dalam Inner Model..............................................................
Gambar 4.28 Revisi Kerangka Konsep berdasarkan Hasil Riset.............. 153
Gambar 4.29 Revisi Konstruk SEM berdasarkan Hasil Riset................... 154
Gambar 4.30 Model Dimensi Manusia untuk Keberlanjutan Hunian 156
Vertikal Perkotaan, Kajian KUDR......................................
Gambar 4.31 Kelompok Data SOM menurut Dimensi Sosial, Dimensi 159
Lingkungan, dan Dimensi Ekonomi....................................
Gambar 4.32 SOM hits dari data training................................................. 160
Gambar 4.33 Karakterisasi Kelompok Data pada Weight Vectors........... 161
Gambar 4.34 Penerapan kelompok Neuron A-I pada Model Dimensi 163
Manusia untuk Keberlanjutan Hunian Vertikal
Perkotaan.............................................................................

xv
DAFTAR ISTILAH

Abiotik : makhluk tak hidup


Berkelanjutan : keadaan yang berlangsung dalam kesimbangan yang
menguntungkan setiap generasi
Biaya pemulihan : biaya yang terjadi untuk mengembalikan ke kondisi
yang baik kembali
Biotik : makhluk hidup
Budaya : budaya adalah perancangan bersama atas pikiran yang
membedakan anggota-anggota suatu kelompok orang
dengan kelompok lainnya (Hofstede)
Building Related : suatu penyakit yang dapat didiagnosis dan diketahui
Illness penyebabnya berkaitan dengan kontaminasi udara
dalam bangunan
Dimensi : Situasi yang memiliki ukuran tertentu secara fisik dan
psikologis serta peran-peran yang dijalankan
Dimensi manusia : ruang dan waktu yang dimiliki manusia, sehingga
dapat tinggal dan memanfaatkan potensi yang ada
padanya dengan penuh kesadaran, baik sebagai
individu atau makhluk sosial
Efektivitas : tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu cara
atau usaha tertentu sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai
Ergonomis : sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia
Green Building : lembaga yang mendapat pengakuan dari pemerintah
Council Indonesia Indonesia untuk mensertifikasi bangunan ramah
lingkungan
Hidden Dimension : dimensi yang tidak terlihat langsung
Hunian berkelanjutan : hunian yang memperhatikan kelangsungan hidupnya
dengan keseimbangan aspek sosial, ekonomi, dan
lingkungan
Hunian Vertikal : bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam
Perkotaan suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian
yang distrukturkan secara fungsional merupakan
satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan
digunakan secara terpisah terutama untuk tempat
hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda
bersama dan tanah bersama
Ilmu lingkungan : interaksi antara makhluk hidup termasuk manusia di
dalamnya dengan lingkungan alam: tanah, air, dan
udara, yang memberi dampak satu dengan lainnya
Indeks kependudukan : perbandingan jumlah penduduk dalam satuan luas area
Indoor health and : kesehatan dan kenyamanan dalam ruang
comfort
Interaksi : suatu hubungan timbal-balik antara dua hal sampai
terjalin suatu komunikasi yang intensif
Kajian empirik : studi yang berdasarkan pengamatan data nyata di
lokasi

xvi
Keberlanjutan : Ketersediaan sumber daya yang dapat
menyejahterakan penduduknya sehingga perlu
diperhitungkan pemakaiannya oleh generasi saat ini
dan dikembangkan untuk generasi mendatang.
Kelestarian : keadaan asri seperti semula
Kenyamanan : suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia baik fisik dan psikis
Kualitas Kehidupan : terpenuhinya kebutuhan fisik, kenyamanan psikis,
hubungan sosial, dan dukungan lingkungan
Kualitas Ruang : Kesatuan bentuk fisik yang mendorong untuk
melakukan kegiatan dengan nyaman
Kualitas Udara Dalam : fenomena multidisiplin dan ditentukan oleh banyak
Ruang jalur berupa kontaminan kimia, biologi dan fisika
yang menjadi satu kesatuan
Koefisien Dasar : prosentase antara luas bangunan dari luas lahan
Bangunan
Kontruk : konstruk adalah konsep yang dapat diamati dan ukur
Lingkungan hidup : kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain
Material finishing : Bahan berbentuk cat atau spray untuk memberi
lapisan yang baik pada permukaan.
Multiple Chemical penyakit yang timbul karena sensitivitas terhadap
Sensitivity aneka zat kimia
Multiple Occupant : banyak penghuni
Orientasi : arah acuan
Pembangunan : Pembangunan dengan mempertahankan keserasian
berkelanjutan lingkungan, vitalitas sosial, budaya, ekonomi, dan
pertahanan keamanannya tanpa mengabaikan atau
mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam
pemenuhan kebutuhan mereka.
Pencemaran udara : kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau
biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat
membahayakan kesehatan
Pengelola : manusia yang mengelola tempat tinggal hunian
vertikal perkotaan
Pengelolaan Ventilasi : Pemilihan, perawatan dan pengecekan berkala sistem
ventilasi
Penghuni : manusia yang bertempat tinggal di hunian vertikal
perkotaan
Polusi : berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia
atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan
turun sampai ke tingkat tertentu
Prevalensi : jumlah orang dalam populasi yang mengalami
penyakit, gangguan pada suatu waktu dihubungkan
dengan besar populasi dari mana kasus itu berasal

xvii
Proxemic : komunikasi non verbal
Respirasi : proses pengambilan oksigen serta pengeluaran sisa
berupa karbondioksida dan uap air
Risiko kesehatan : potensi bahaya yang akan terjadi pada kesehatan
Ruang terbuka hijau : pemanfaatan lahan pada satu kawasan yang
diperuntukan untuk penghijauan tanaman
Shock Culture : gagap budaya
Sick Building : situasi dimana penghuni suatu bangunan mengeluhkan
Syndrome masalah kesehatan
Siklus udara : aliran udara yang berputar dalam kondisi tertentu
Silent Language : komunikasi dengan bahasa tubuh
Sistem ekologi : Keterkaitan antara biotik dan abiotik yang membentuk
struktur tertentu
Sumber daya : nilai potensi yang dimiliki oleh suatu materi atau
unsur tertentu dalam kehidupan
Sosial : Interaksi individu atau kelompok
The Limit to Growth : batas pertumbuhan karena daya dukung yang sudah
maksimal
Utilitas bangunan : perlengkapan yang mendukung operasional suatu
bangunan
Ventilasi : sistem yang menyebabkan siklus pergerakkan udara
terus-menerus yang membawa unsur-unsur
kontaminan ke luar dan tergantikan dengan udara baru
yang segar

xviii
DAFTAR SINGKATAN

AC : Air Conditioning
ACH : Air Change Hour
AIVC : Air Infiltration and Ventilation Centre
Amdal : Analisis Dampak Lingkungan
ANN : Artificial Neural Network
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
ASHRAE : American Society of Heating, refrigerating, and Air-
Conditioning Engineers
BPN : Badan Pertanahan Nasional
BMKG : Badan Metereologi Klimatologi, Geofisika
BRI : Building Related Illness
BRFSS : Behavioral Risk Factor Surveillance System
BUMN : Badan Usaha Milik Negara
CFD : Computational Fluid Dynamics
DKI : Daerah Khusus Ibukota
DNA : Asam Deoksiribonukleat
EPA : Environmental Protection Agency
GBCI : Green Building Council Indonesia
GPC : Green Pramuka City
HAMKI : Himpunan Ahli Manajemen Konstruksi Indonesia
HELI : Health and Environmental Lingkages Initiative
HRD : Human Resource Development
HVAC : Heating Ventilation Air Conditioning
IAQ : Indoor Air Quality
IHC : Indoor Health Comfort
IMB : Ijin Mendirikan Bangunan
INGUB : Instruksi Gubernur
ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut
K3 : Keamanan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja
KDH : Koefisien Dasar Hijau
Kemenpera : Kementerian Perumahan Rakyat
Kemen PU : Kementerian Pekerjaan Umum
KPR : Kredit Pemilikan Rumah
KUDR : Kualitas Udara Dalam Ruang
LAKPI : Lembaga Advokasi Konsumen Properti Indonesia
LCA : Life Cycle Analysis
LEED USA : Leadership Environment United State of Amerika
LPJK : Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
MBR : Masyarakat Berpenghasilan Rendah
MCS : Multiple Chemical Sensitivity
MDG : Millenium Development Goals
MK : Manajemen Konstruksi
NHIS : National Health Interview Survey
NIOSH : National Institute for Occupational Safety and Health
P3SRS : Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun

xix
PERGUB : Peraturan Gubernur
PERMEN : Peraturan Menteri
PERMENKES : Peraturan Menteri Kesehatan
PH : Penghuni
PL : Pengelola
PLS : Partial Least Square
PM : Particulate Matter
PP : Peraturan Pemerintah
PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronis
PPT : Power Point
PUPR : Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
3R : Reduce, Reuse, Recycle
RH : Relative Humidity
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
RUSUN : Rumah Susun
RT : Rukun Tetangga
RTH : Ruang Terbuka Hijau
RW : Rukun Warga
SBS : Sick Building Syndrome
SDG : Sustainable Development Goals
SEM : Structural Equation Modelling
SKA : Sertifikat Kompetensi Ahli
SMA : Sekolah Menengah Atas
SNI : Standar Nasional Indonesia
SOM : Self Organizing Map
TBC : Tuberkolosis
UKL : Upaya Pengelolaan Lingkungan
UPL : Upaya Pemantauan Lingkungan
UU : Undang-Undang
VOC : Volatile Organic Compound
WHO : World Health Organization

xx
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1A. Lembar Kuesioner Penghuni........................................... 192


Lampiran 1B. Lembar Kuesioner Pengelola.......................................... 197
Lampiran 1C. Lembar Pengukuran KUDR........................................... 201
Lampiran 2A. Lokasi Pengambilan Sampel Unit Hunian Tower P........ 203
Lampiran 2B. Lokasi Pengambilan Sampel Unit Hunian Tower C(1)... 205
Lampiran 2C. Lokasi Pengambilan Sampel Unit Hunian Tower C(2)... 205
Lampiran 3A. Data Responden Penghuni............................................... 206
Lampiran 3B. Data Responden Pengelola.............................................. 207
Lampiran 3C. Data Pengukuran KUDR Unit........................................ 208
Lampiran 4A. Dimensi Penghuni dan KUDR tanpa dan dengan 209
Indikator Tingkat Partisipasi...........................................
Lampiran 4B. Dimensi Penghuni dan KUDR dengan PengetahunPH 210
sebagai Moderating.........................................................
Lampiran 4C. PengetahuanPH sebagai Intervening dan Suppressor.... 211
Lampiran 4D. DimensiPengelola KUDR tanpa dan dengan 212
Kemampuan Memotivasi................................................
Lampiran 4E. DimensiPengelola-KUDR dengan PengetahuanPL 213
sebagai Moderating.........................................................
Lampiran 4F. DimensiPengelola-KUDR dengan PengetahuanPL 214
sebagai Intervening dan Suppressor................................
Lampiran 4G. DimensiPenghuni-DimensiPengelola.............................. 215
Lampiran 4H. DimensiPenghuni-DimensiPengelola dengan 216
Pengetahuan PH sebagai Variabel Suppressor................
Lampiran 4I. DimensiPenghuni-DimensiPengelola dengan 217
PengetahuanPL sebagai Variabel Intervening atau
Suppressor.......................................................................
Lampiran 5A. Rumus Self Organizing Map (SOM), Training Tool dan 218
Topology..........................................................................
Lampiran 5B. Data Zscore untuk Pemetaan Weight Vektors................. 219
Lampiran 5C. Kategori Area sesuai Karakterisasi Skala Likert............. 220
Lampiran 6A. Foto-foto Unit Hunian..................................................... 221
Lampiran 6B. Foto-foto Aktivitas Sehari-hari....................................... 222
Lampiran 6C. Foto-foto Pengukuran, Pengajuan Kuesioner, dan 223
Wawancara......................................................................

xxi
RINGKASAN

Program Studi Ilmu Lingkungan


Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia
Disertasi (Januari, 2019)

A. Nama : Dyah Nurwidyaningrum


B. Judul Disertasi : Model Dimensi Manusia Untuk Keberlanjutan
Hunian Vertikal Perkotaan
(Kajian: Kualitas Udara Dalam Ruang)
C. Jumlah Halaman : halaman permulaan 22, halaman isi 180;
Gambar 61, Tabel 16, Lampiran 32.
D. Isi Ringkasan :

Pencemaran udara di kota metropolitan dari aktivitas ekonomi industri


mempunyai dampak pencemaran lingkungan yang mempengaruhi kesehatan
manusia di perkotaan (EPA, 2018). Hunian sebagai tempat manusia tumbuh dan
berkembang membutuhkan kualitas udara dalam ruang (KUDR) yang baik. KUDR
umumnya disebabkan oleh 4 (empat) hal, yaitu: penetrasi udara luar, aktivitas
manusia, peralatan ventilasi, dan penggunaan material finishing bangunan (EPA,
2017). Hasil penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penghuni
hunian vertikal jauh lebih berisiko menderita infeksi saluran pernafasan (ISPA)
dibanding masyarakat Jakarta secara keseluruhan. Menurut Gautami et al (2012)
dan Tryanni et al (2013), salah satu faktor yang mempengaruhi adalah faktor
perilaku manusia.

Berdasarkan uraian di atas, KUDR masih menjadi persoalan yang berdampak


kesehatan di hunian vertikal perkotaan. Salah satu faktor yang mempengaruhi
adalah perilaku manusia dan sistem pengelolaan yang belum optimal. Persoalan
penyediaan hunian di perkotaan yang berbentuk vertikal seharusnya tidak
menyebabkan risiko kesehatan yang lebih tinggi terhadap penghuni. Pengelolaan
ventilasi yang baik dan aktivitas manusia yang memelihara adalah dimensi sosial
yang penting dalam meningkatkan kualitas udara dalam ruang secara bersama di
hunian vertikal perkotaan. Peneliti memandang berbagai faktor kesamaan
persepsi, perilaku dan partisipasi dalam pemenuhan aspek fisik dan psikis oleh
penghuni dan pengelola mempengaruhi kualitas hidup, kesehatan dan
keberlanjutan hunian vertikal perkotaan. Aspek kerjasama dimensi manusia yang
didasari kebersamaan dan pengetahuan tentang KUDR untuk memenuhi kepuasan
atas kenyamanan fisik dan psikis penghuni akan meningkatkan kualitas udara dan
kesehatan dalam hunian vertikal perkotaan.

Tujuan penelitian ini ialah mengkaji eksistensi dimensi manusia penghuni dan
pengelola melalui persepsi, perilaku, dan partisipasi dalam efektivitas kualitas
udara ruang untuk mencapai hunian vertikal perkotaan yang sehat dan
berkelanjutan. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
konstribusi kepada ilmu lingkungan khususnya bidang ekologi manusia yang
menekankan efektivitas kualitas udara dalam ruang hunian perkotaan. Secara
akademis penelitian ini dapat memberikan sumbangan teoritis dalam

xxii
pengembangan model keberlanjutan pengelolaan di hunian vertikal perkotaan
terkait modal sosial bagi peningkatan kualitas kehidupan penghuninya.

Hubungan interaksi antara lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lingkungan


sosial, dapat menjelaskan persoalan lingkungan dalam kajian ekologi manusia
hubungannya dengan kualitas udara dalam ruang. Lingkungan alam dimana udara
berasal, kondisi fisik dan ventilasi bangunan sebagai lingkungan buatan tempat
manusia tinggal, dan lingkungan sosial yaitu ruang manusia berkehidupan dengan
membawa kebiasaan atau pola tertentu, dapat mempengaruhi KUDR yang
disebabkan siklus udara ruang yang terganggu.

Kebaharuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan dimensi manusia, yaitu


pengelola dan penghuni mempengaruhi KUDR dengan pemenuhan aspek
kenyamanan fisik dan psikis penghuni sehingga merubah persepsi dan perilaku.
Terjalinnya interaksi pengelola dan penghuni diharapkan dapat mengubah pola
perilaku menjadi partisipasi.

Pendekatan riset kuantitatif, sedangkan metode riset yang digunakan adalah


metode kombinasi. Statistik inferensial yang dipakai adalah Partial Least Square
Structural Equation Modelling (PLS-SEM) penelitian dan Artificial Neural
Network Self Optimizing Map (ANN-SOM) untuk menguji hipotesis dan
memperoleh dominasi kelompok model hubungan antar variabel.

Hasil riset menunjukkan kesatuan dimensi penghuni dan dimensi pengelola yang
efektif adalah dengan kontruk dimensi pengelola sebagai pendorong dimensi
penghuni kemudian berpengaruh pada KUDR. Dimensi budaya penghuni-
pengelola yang terdiri pengetahuan, persepsi, dan partisipasi menjadi energi
penggerak untuk pengelolaan yang seimbang di hunian vertikal perkotaan.
Pengetahuan pengelola yang terdiri atas taraf pendidikan, pengetahuan dampak
polutan dan pengetahuan kebersihan sangat mendorong nilai yang positif dimensi
penghuni pada KUDR. Model dimensi manusia untuk keberlanjutan hunian
vertikal perkotaan dengan kajian KUDR dapat disusun dengan keseimbangan
pengelolaan dimensi sosial, dimensi lingkungan dan dimensi ekonomi. Model
tersebut juga memberikan informasi seberapa besar kualitas hunian yang
ditunjukkan dengan nilai terpusat di tengah lingkaran. Penyempurnaan kebijakan-
kebijakan yang membentuk keseimbangan sistem ekologi di hunian vertikal
adalah upaya untuk meningkatkan kualitas kehidupan di perkotaan.

Daftar Kepustakaan: 150 (dari tahun 1988 sampai tahun 2018)

xxiii
SUMMARY

Programme of Study in Environmental Science


School of Environmental Science University of Indonesia
Disertation (January, 2019)

A. Name : Dyah Nurwidyaningrum


B. Title : Model of Human Dimension for Sustainability
of Urban Vertical Housing Through Indoor Air
Quality
C. Number of pages : Initial page 22, contents 180; Figures 61,
Tables 16, Appendices 32.
D. Summary :

Air pollution in metropolitan city from industrial economic activity has the impact
on environmental pollution, affecting human health in urban area (EPA, 2018).
Dwelling, a place where humans grow and act, needs a good indoor air quality
(IAQ). IAQ is generally caused by 4 (four) aspects: outside air penetration, human
activities, ventilation equipment, and the use of finishing material of the building
(EPA, 2017). The results of previous studies indicate that the occupants of vertical
housing are much more at a risk of suffering from respiratory infections than the
people of Jakarta as a whole. According to Gautami et al (2012) and Tryanni et al
(2013), one which influences to IAQ is the human behavior factor.

Based on the above description, IAQ issues are remain have the impact on health
problems in urban vertical housing. The influencing factors are not optimal human
behavior and management system. The problem of vertical housing in urban areas
should not lead to a higher health risk to the residents. The good management of
ventilation and human activities are the important social dimension in improving
IAQ in urban vertical housing. We looked at the various factors of perception,
behavior and participation similarity in the fulfillment of physical and
psychological aspects by residents and managers affect the quality of life, health
and sustainability of urban vertical housing. The cooperation of humans
dimension based on togetherness and knowledge of IAQ to meet the satisfaction
of the physical and psychological comfort of residents will improve the air quality
and health in urban vertical housing.

The general objective of this study is to examine the human dimensions of


residents and managers through perceptions, behaviors, and participation in the
effectiveness of IAQ to achieve a healthy and sustainable urban vertical hausing.
Theoretically, the results of this study are expected to contribute to environmental
science, especially the field of human ecology that emphasizes on the
effectiveness of the air quality in urban dwelling space. Academically, this
research could provide theoretical contribution in developing model of
sustainability of management in urban vertical housing related to social capital for
improvement of life quality of its inhabitants.

xxiv
The relationships among the natural environment, the human environment, and
the social environment can reveal the environmental issues in human ecological
studies relating to IAQ. The natural environment in which the air comes from, the
physical condition and the building ventilation as an human environment in which
humans live, and the social environment which is the living space of humans by
carrying their habits or patterns may disturbed indoor air circulation.

The novelty of this research is to analyze the relationship between the residents
and the managers dimensions, which affect IAQ with the fulfillment of physical
and psychological aspect of the residents, that chane their perceptions and
behaviors. The interaction between the residents and the managers is expected to
shift the behavior into the participation.

The research approach is quantitative and the research method used a combination
method. Inferential statistics used are Partial Least Square Structural Equation
Modeling (PLS-SEM) and Artificial Neural Network Self Optimizing Map
(ANN-SOM) to test the hypothesis and develop the model of relationship between
variables.

The result of the research shows that the unity of the residents and the managers
dimension as driver the resident dimension and then affecting the IAQ. The
cultural dimension of the residents-managers which consists of knowledge,
perception, and participation becomes the driving energy for balanced
management in urban vertical housing. Knowledge of manager consisting of
educational level, knowledge of pollutant impact and hygiene knowledge strongly
encourages positive the value of the resident dimension to IAQ. A model of
human dimensions for sustainability of urban vertical housing with study of IAQ
can be arranged with a balance of management of social, environmental and
economic dimensions. The model also provides information on how much the
quality of housing shown by the centralized value in the middle of the circle. The
Completion of policies that shape the balance of ecological system in vertical
housing is needed to improve the quality of life in urban areas.

Number of References: 150 (issued from 1988 to 2018)

xxv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hawkes (2017) menyatakan nilai-nilai masyarakat (society values) adalah dasar
dari apapun yang dibangun untuk mencapai kualitas kehidupan (quality of life).
Eksistensi manusia sebagai bagian dari suatu masyarakat, mampu mengatur diri
dan kelompoknya untuk mengekspresikan nilai-nilai masyarakat melalui suatu
upaya bersama. Society values adalah esensi untuk menjadi masyarakat sehat dan
berkelanjutan dalam keadilan sosial, tanggung jawab terhadap lingkungan dan
kelayakan ekonomi. Society values diperoleh melalui proses persepsi, perubahan
perilaku, dan partisipasi. Pendekatan pengelolaan dalam suatu kerangka terpadu
baik dari aspek fisik dan psikis manusia diperlukan untuk membentuk manusia
yang utuh. Pengelolaan interaksi masyarakat dan tempat tinggalnya yang
dipandang dari aspek sosial, lingkungan dan ekonomi adalah sesuatu cara
mencapai perencanaan ruang hidup manusia yang efektif. Hal ini dapat diterapkan
untuk kehidupan di hunian vertikal di Jakarta.

Penduduk Kota Jakarta berjumlah 10.177.924 jiwa dengan luas lahan 664,01 km2
(BPS, 2017). Dalam 1 hektar area dihuni lebih dari 157 penduduk, telah melebihi
angka ideal Badan Pusat Statistik 100 orang/hektar. Selain itu Kota Jakarta
menerima limpahan pekerja dari daerah sekitarnya pada jam kerja, sehingga siang
hari jumlah penduduk Kota Jakarta bisa bertambah sampai 14,5 juta (Jakarta
Bisnis, 2017), ini menyebabkan padatnya arus lalu lintas berbagai kendaraan yang
dapat menimbulkan polusi udara.

Di Kota Jakarta, telah diterapkan hunian vertikal karena kepadatan penduduk


yang tinggi dan dibutuhkan daya dukung ruang terbuka hijau untuk kelangsungan
kehidupan manusia di perkotaan menurut Prawibawa et al (2015). Jakarta telah
berkembang menjadi kota megapolitan dengan banyak kepentingan ekonomi
terjalin dengan kota di sekitarnya sehingga berpengaruh pada gaya hidup dan cara
tinggal penduduknya. Sampai saat ini, harga tanah yang semakin mahal
mendorong pekerja tinggal dengan 2 (dua) cara, tinggal di hunian vertikal atau
tinggal di kota sekitar Jakarta (Bodetabek). Alasan pekerja memilih tinggal di
hunian vertikal adalah fleksibilitas kepemilikan, bisa disewa atau dibeli dan
dibayar dengan angsuran, dan akses yang mudah ke tempat kerja dan berbagai
tempat strategis (Arijani, 2016). Tipe hunian ini disebut rusunami (rumah susun
milik). Rusunami adalah rumah susun yang dibangun oleh swasta dan tujuan
penyediaannya untuk kalangan berpendapatan menengah, (middle-income).

Kallo (2009) dari Lembaga Advokasi Konsumen Properti Indonesia (LAKPI)


mengatakan banyak pembeli hunian vertikal mengeluhkan spesifikasi yang tidak
sesuai dengan pemasaran. Salah satunya termasuk fasilitas sosial yang kurang
sehingga menyebabkan penghuni cenderung individualis. Konflik kepentingan
yang sering terjadi umumnya disebabkan perbedaan perspektif tentang penyediaan
ruang-ruang yang terdiri atas ruang personal, ruang sosial dan ruang publik
(kenyamanan fisik). Begitu pula dengan kelengkapannya yang tidak sesuai dengan
ekspektasi dari segi kelegaan, kesehatan, pemeliharaan (kenyamanan psikis) yang
berhubungan dengan keadaan ekonomi, sosial budaya dan lingkungan
(Damayanti, 2011). Menurut Schmidt et al (2003), konflik terjadi karena ada
pihak-pihak yang berkeinginan mencapai agenda masing-masing. Kondisi yang
telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menyebabkan emosi atau
stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Widyaningrum et al,
2013). Ketidaknyamanan ini menyebabkan ketidakbetahan tinggal di hunian
vertikal. Pengamat perkotaan, Jogo (2016) mengatakan konflik sosial di hunian
vertikal Kota Jakarta seperti bola salju yang menggelinding. Jika pemerintah tidak
segera turun tangan maka persoalan yang muncul akan semakin pelik.

Hunian sebagai tempat manusia tumbuh dan berkembang membutuhkan kualitas


udara dalam ruang (KUDR) yang baik. Data World Health Organization (WHO)
bersama The Health and Environment Linkages Initiative (HELI) tahun 2002,
menunjukkan banyak wilayah pembangunan di dunia yang penduduknya
meninggal disebabkan pencemaran udara dalam ruang. Penurunan KUDR
disimpulkan disebabkan oleh 4 (empat) hal, yaitu: penetrasi udara luar yang

2
Universitas Indonesia
tercemar, aktivitas manusia dalam ruang yang melakukan aktivitas pembakaran
(misalnya memasak dan merokok), pengelolaan sampah yang kurang tepat dengan
bahan pembersih sintetik, dan penggunaan material finishing bangunan yang
mengandung zat kimia tertentu (EPA, 2017). Keempatnya dapat menimbulkan
penyakit alergi, gangguan pernafasan dan gangguan kebutuhan fisiologis yang
dirasakan langsung maupun tidak langsung. Penyakit-penyakit ini dikenal atau
disebut sebagai Sick Building Syndrome (SBS), Building Related Illness (BRI)
atau Multiple Chemical Sensitivity (MCS).

(%)

ISPA

Asma
TBC
Tahun

Gambar 1.1 Persentase Kesehatan Respirasi di Hunian Vertikal Kota Jakarta


Sumber: RISKESDAS (2007-2013) dan Gautami (2012), telah diolah kembali

Gambar 1.1 memperlihatkan penghuni hunian vertikal lebih rentan terinfeksi


penyakit respirasi dibanding masyarakat Jakarta secara keseluruhan dari data
RISKESDAS. Kecenderungan RISKESDAS menunjukkan penderita ISPA, TBC
dan asma, presentasenya bertambah dari tahun 2007 sampai tahun 2013.
Penelitian Gautami et al (2012) menunjukkan prevalensi tuberkulosis di hunian
vertikal cenderung lebih besar yaitu 7,6% dibandingkan hasil RISKERDAS tahun
2013 tentang prevalensi tuberkulosis di Kota Jakarta, yaitu 1,8%. Gautami et al
(2012) juga memperlihatkan bahwa prevalensi gangguan respirasi di hunian
vertikal perkotaan di Jakarta adalah 32,9%, dibandingkan hasil RISKERDAS

3
Universitas Indonesia
tahun 2013 tentang prevalensi ISPA di Jakarta sebesar 25,2%. Menurut Gautami
et al (2012), salah satu faktor yang mempengaruhi adalah faktor perilaku manusia,
seperti merokok dalam ruang.

Saat ini sebagian besar hunian vertikal di perkotaan, direncanakan dengan sistem
ventilasi buatan atau Air Conditioner (AC). Tujuan pemakaian AC untuk
memperoleh kenyamanan udara dalam ruang dengan memperoleh suhu udara
yang lebih dingin dari luar bangunan, yang lebih panas di Jakarta. Konsekuensi
dari penggunaan AC adalah pemeliharaan secara berkala. Penggunaan AC yang
kurang terpelihara kebersihannya dapat menimbulkan kuman penyakit radang
paru-paru (pneumonia) oleh bakteri Legionella (Lubis, 2014). Selain itu, Mukono
(2010) menyatakan dalam kondisi suhu yang nyaman tetap dapat menimbulkan
gangguan kesehatan/Sick Building Syndrome (SBS). Upaya pengelola mendorong
penghuni untuk menjaga KUDR di hunian vertikal menjadi penting.

Lembaga penilai bangunan ramah lingkungan di Indonesia, Green Building


Council Indonesia (GBCI), dalam aspek kesehatan dan kenyamanan ruang
(indoor health and comfort), memasukkan komponen penilaian tentang tingkat
kenyamanan pengguna gedung melalui survei kenyamanan ruang minimal kepada
30% penghuni. Ini menunjukkan pentingnya peran pengelola-penghuni untuk
mewujudkan KUDR yang sehat. Selain itu, GBCI memberikan nilai positif untuk
pengelola yang mengkampanyekan minimal secara tertulis dampak negatif dari
merokok dalam bangunan. Ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.
Hal ini menuntun kepada perlunya dimensi kualitas sosial pengelola-penghuni
sebagai parameter untuk mengoptimalkan KUDR.

Apa yang terjadi di lingkungan buatan manusia mengenai KUDR, menunjukkan


interaksi ruang luar (lingkungan alam) dan ruang dalam (lingkungan buatan) yang
sangat dipengaruhi oleh perilaku interaksi manusia. Menurut Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, dimensi dua
arah pengelola-penghuni untuk menjaga kebersihan dan memonitor secara berkala

4
Universitas Indonesia
kualitas udara memegang peranan yang sangat penting dalam kelangsungan
kehidupan dan keberlanjutan di hunian vertikal. Peraturan ini mewajibkan setiap
hunian perkotaan membentuk Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Hunian
perkotaan (P3SRS). Tujuannya untuk mewujudkan pengelolaan bersama hunian
perkotaan yang tata cara mengurus kepentingan para pemilik dan penghuni diatur
dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang dibuat bersama. Tujuan
dibentuknya P3SRS adalah untuk menengahi konflik kepentingan antara pemilik
sebagai pengelola dan penghuni. Akan tetapi konflik kerap terjadi karena
penghuni dan pengelola memiliki persepsi yang berbeda.

Manusia sebagai modal sosial pembangunan berkelanjutan perlu mempunyai


jaminan kesehatan baik dari segi fisik dan psikis. Jika kondisi lingkungan
terutama lingkungan hunian tidak menjamin kesehatan manusia maka manusia
tidak dapat berperan aktif dan produktif melaksanakan tugas untuk membangun
masyarakat dan negara. Biaya-biaya pemulihan kesehatan, akibat dampak
pengelolaan hunian yang kurang tepat akan membebani keluarga, pemerintah dan
negara.

Keterbaharuan penelitian ini adalah dimensi manusia yaitu penghuni dan


pengelola dapat membentuk kesatuan dengan optimal melalui persepsi, perilaku,
dan partisipasi yang benar maka pengelolaan kualitas udara dalam ruang untuk
mencapai hunian perkotaan yang sehat dan berkelanjutan dapat berjalan efektif.
Hunian perkotaan yang sehat melalui kualitas udara dalam ruang tidak hanya
ditentukan faktor teknis seperti sosioekonomi, bentuk hunian, sistem ventilasi dan
kualitas udara kota namun juga dipengaruhi dimensi manusia pada ruang hunian
yang direpresentasikan dengan kesatuan persepsi, perilaku, dan partisipasi
penghuni dan pengelola sebagai bagian terpenting dalam pengelolaan sistem
ekologi di hunian perkotaan.

5
Universitas Indonesia
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian sebelumnya, pola interaksi dimensi manusia penghuni-
pengelola dalam pengelolaan saat ini pada hunian vertikal perkotaan di Jakarta
belum menjamin kualitas udara dalam ruang (KUDR) yang dapat berdampak pada
kesehatan penghuni. Selain itu, ada persoalan bahwa manusia di hunian vertikal
perkotaan mempunyai risiko lebih besar berpenyakit respirasi daripada manusia
yang tinggal pada hunian horisontal (Gautami, 2012). Salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi adalah dimensi manusia yang belum membentuk kesatuan yang
optimal dalam menjalankan sistem ventilasi di hunian vertikal perkotaan yang
dirancang untuk memberikan kesehatan dan kenyamanan bagi penghuni. Faktor
kesatuan dimensi manusia penghuni-pengelola yang menjalankan dan memelihara
sirkulasi udara yang baik adalah modal yang penting dalam mewujudkan
kesehatan di hunian vertikal perkotaan. Peneliti memandang berbagai faktor
kesamaan persepsi, perilaku dan partisipasi dan pemenuhan kenyamanan fisik dan
psikis penghuni oleh pengelola mempengaruhi kesehatan, kenyamanan dan
keberlanjutan hunian perkotaan.

Berdasarkan pernyataan perumusan masalah di atas, penulis menyusun


pertanyaan-pertanyaan penelitian, sebagai berikut:
1. Bagaimana dimensi manusia penghuni dan pengelola dapat menjadi kesatuan
yang optimal dengan pengetahuan, persepsi, dan partisipasi melalui kualitas
udara dalam ruang untuk mencapai keberlanjutan di hunian vertikal
perkotaan?
2. Bagaimana model dimensi manusia untuk keberlanjutan di hunian vertikal
perkotaan melalui kualitas udara dalam ruang tersusun?
3. Bagaimana aplikasi model dimensi manusia untuk keberlanjutan di hunian
vertikal perkotaan melalui kualitas udara dalam ruang untuk menilai kinerja
pengelola?

1.3 Tujuan Riset


Tujuan penelitian ini ialah:

6
Universitas Indonesia
1. Membuat pola kesatuan dimensi manusia penghuni dan pengelola dengan
pengetahuan, persepsi, dan partisipasi melalui kualitas udara ruang untuk
mencapai keberlanjutan di hunian vertikal perkotaan. Tujuan ini dirinci
sebagai berikut:
a. Menemukan dimensi penghuni yang optimal untuk mempengaruhi
kualitas udara dalam ruang dengan pengetahuan, persepsi, dan partisipasi
penghuni.
b. Menemukan dimensi pengelola yang optimal untuk mempengaruhi
kualitas udara dalam ruang dengan pengetahuan, persepsi, dan partisipasi
pengelola.
c. Membuat pola kesatuan dimensi penghuni dan dimensi pengelola yang
mempengaruhi kualitas udara ruang dengan pengetahuan, persepsi, dan
partisipasi penghuni dan pengelola.
2. Menyusun model dimensi manusia untuk keberlanjutan di hunian vertikal
perkotaan melalui kualitas udara dalam ruang.
3. Mengaplikasikan model dimensi manusia untuk keberlanjutan di hunian
vertikal perkotaan melalui kualitas udara dalam ruang untuk mengevaluasi
kinerja pengelola.

1.4 Manfaat Riset


1.4.1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi
kepada ilmu lingkungan khususnya bidang ekologi manusia yang menekankan
dimensi manusia dalam perspektif budaya dan perilaku untuk memperoleh
efektivitas kualitas udara dalam ruang hunian vertikal perkotaan. Dengan
mengembangkan model dimensi manusia dalam hunian perkotaan sehat dan
berkelanjutan, para pengelola bangunan dapat mempertimbangkan pentingnya
faktor partisipasi manusia di dalamnya, daya dukung lingkungan dan daya dukung
ekonomi. Penelitian ini dapat pula digunakan untuk mengarahkan kebijakan
pembangunan hunian vertikal di perkotaan supaya tercipta kualitas lingkungan
dan kualitas kesehatan hunian vertikal perkotaan.

7
Universitas Indonesia
Secara akademis penelitian ini dapat memberikan sumbangan teoritis dalam
pengembangan model dimensi manusia untuk keberlanjutan di hunian vertikal
perkotaan melalui kualitas udara dalam ruang terkait modal sosial bagi
peningkatan kualitas kehidupan penghuninya dan secara paralel meningkatkan
kualitas kesehatan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong peneliti lain
untuk melakukan studi lanjutan tentang perubahan perilaku (dimensi budaya)
yang mendorong kesehatan dan keandalan hunian perkotaan dari aspek sosial,
ekonomi dan lingkungan sehingga memperkaya hasil kajian secara empirik.

1.4.2. Manfaat Praktis


Manfaat praktis hasil penelitian ini ialah:
1. Tersusunnya model dimensi manusia untuk keberlanjutan di hunian vertikal
perkotaan melalui kualitas udara dalam ruang oleh kesatuan dimensi penghuni
dan dimensi pengelola. Model ini diharapkan dapat digunakan sebagai
masukan kepada pemerintah dalam mengevaluasi peraturan dan kebijakan
pengelolaan hunian vertikal perkotaan.
2. Memberikan masukan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pihak swasta
pengembang, dan pengelola hunian vertikal suatu dasar penyusunan rencana
pembangunan dan pengelolaan hunian vertikal perkotaan yang memperhatikan
aspek kesehatan penghuni.
3. Mengusulkan solusi praktis untuk mengevaluasi kinerja pengelola dalam
pencapaian keberlanjutandi hunian vertikal perkotaan dengan kesimbangan
dimensi sosial, dimensi lingkungan, dan dimensi ekonomi.

8
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian ini bertopik peran dimensi manusia dalam efektivitas kualitas udara
ruang yang menekankan pengetahuan, persepsi, dan partisipasi dalam upaya
memelihara KUDR di hunian vertikal perkotaan. Untuk mendukung penelitian ini
digunakan beberapa teori yang relevan serta berkaitan dengan pokok bahasan
dalam studi ilmu lingkungan. Teori-teori pendukung sebagai berikut konsep ilmu
lingkungan, ekologi manusia dan dimensi kenyamanan fisik-kenyamanan psikis,
konsep hunian perkotaan berkelanjutan, teori persepsi, perilaku dan partisipasi,
ventilasi dan daya dukung lingkungan, konsep kesehatan dan kualitas udara dalam
ruang (KUDR).

2.1 Kerangka Teoritik


Kerangka teoritik disusun untuk mempermudah penulisan secara sistematik dan
terstruktur untuk mengarahkan pada komponen variabel yang akan diteliti. Teori-
teori yang terkait dengan topik penelitian akan diuraikan dalam bahasan, tersusun
sebagai berikut: (1) Konsep ilmu lingkungan dan prinsip dasar lingkungan yang
terkait, yakni teori interaksi dan teori keberlanjutan, (2) Ekologi dan ekologi
manusia, (3) Konsep hunian perkotaan berkelanjutan, dimensi manusia dan
kenyamanan fisik dan psikis, (4) Psikologi lingkungan dalam persepsi-perilaku,
dan partisipasi, serta (5) Konsep kesehatan, kualitas udara dalam ruang, dan
sistem ventilasi yang mempengaruhinya. Penelitian-penelitian pendahulu yang
mendukung teori akan dibahas setelah penjabaran teori-teori. Penjabaran teori-
teori tersebut dengan dasar perspektif ilmu lingkungan yang mengaitkan peran
manusia sebagai aktor utama yang mempengaruhi kualitas lingkungan hidup.
Pada akhir pembahasan teori akan dibuat rangkuman yang akan menjadi kerangka
teoritik, sebagai dasar perumusan kerangka berpikir dan kerangka konsep
penelitian ini.
2.1.1 Konsep Ilmu Lingkungan
Untuk lebih mendalami konsep ilmu lingkungan, penulis mulai dengan definisi
lingkungan hidup agar pemikiran terfokus pada lingkup kajian ilmu lingkungan.
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lainnya (Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup).
Menurut peraturan ini, lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi
setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 28 dan bahwa kualitas
lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan
konsisten oleh semua pemangku kepentingan.

Menurut Miller-Spoolman (2012), ilmu lingkungan adalah studi interdisiplin


tentang interaksi manusia dengan makhluk hidup (biotik) dan mahkluk tak hidup
(abiotik) dalam lingkungannya. Lingkungan adalah segala sesuatu di sekitar
manusia. Makhluk hidup dan makhluk tak hidup (udara, air dan energi)
mempunyai interaksi jaringan dan hubungan yang kompleks yang mengaitkan
manusia dengan lainnya dan dunia dimana manusia tinggal. Komponen kunci dari
ilmu lingkungan ialah ekologi. Dalam ekologi terdapat banyak karakteristik
organisme dan ekosistem, kajian ini menekankan ekosistem manusia.

Cunningham et al (2012) mengatakan ilmu lingkungan adalah studi sistematik


dari lingkungan manusia dan tempat manusia di dalamnya. Manusia terbiasa
dengan 2 dunia. Dunia alam yaitu tumbuhan, hewan, tanah, udara dan air yang
mendukung manusia berjuta tahun. Satu dunia lainnya ialah lembaga sosial dan
bukti sejarah yang manusia hasilkan dari ilmu pengetahuan, teknologi dan
organisasi politik. Kedua dunia tersebut sangat penting untuk hidup manusia,
namun integrasi keduanya akan menghasilkan sesuatu berjangka panjang.

10
Universitas Indonesia
Selanjutnya Enger-Smith (2010) menerangkan ilmu lingkungan adalah studi inter
hubungan antara manusia dan lingkungan alam. Kata lingkungan biasanya
dipahami sebagai kondisi sekitar yang berdampak kepada makhluk hidup.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang berdampak kepada mahkluk hidup
sepanjang hidup. Sebaliknya semua mahkluk hidup termasuk manusia akan
memberi efek kepada banyak komponen di lingkungannya. Bagaimanapun
manusia berada dalam kemasyarakatan yang kompleks sehingga ilmu lingkungan
harus sepakat dengan politik, organisasi sosial, ekonomi, etika dan filsafat.

Berdasarkan uraian di atas, ketiga ahli sepakat bahwa ilmu lingkungan adalah
interaksi antara makhluk hidup termasuk manusia di dalamnya dengan lingkungan
alam (tanah, air, dan udara). Miller-Spoolman menekankan interaksi dalam
jaringan yang kompleks dan saling memberi pengaruh sehingga manusia perlu
mempelajari karakteristik makhluk hidup lain dan ekosistemnya. Cunninghams
berpendapat bahwa dua dunia yang berinteraksi ialah dunia alam termasuk
manusia dan dunia lembaga dimana manusia tersebut berada. Manusia perlu
memanfaatkan dunia lembaga tersebut agar dapat mendukung dunia alam
sehingga kehidupan akan langgeng. Enger-Smith memandang hubungan mahkluk
hidup dan alam kepada hubungan timbal-balik, yang saling memberi dampak
satu-dengan lainnya. Menurut penulis, ilmu lingkungan adalah interaksi antara
makhluk hidup termasuk manusia di dalamnya dengan lingkungan alam: tanah,
air, dan udara (Miller-Spoolman, 2012; Cunninghams, 2012; Enger-Smith, 2010)
yang saling memberi dampak satu dengan lainnya (Enger-Smith, 2010).

Hubungan interaksi antara lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lingkungan


sosial, dapat menjelaskan persoalan lingkungan dalam kajian ekologi manusia
hubungannya dengan kualitas udara dalam ruang seperti pada Gambar 2.1.
Lingkungan alam dimana udara berasal, kondisi fisik dan ventilasi bangunan
sebagai lingkungan buatan tempat manusia tinggal, dan lingkungan sosial yang
merupakan ruang manusia berkehidupan dengan kebiasaannya atau, dapat
mempengaruhi kualitas udara dalam ruang yang disebabkan siklus udara ruang
yang terganggu.

11
Universitas Indonesia
Kualitas
Udara

Pencemaran Gangguan
Udara Respirasi
Siklus
(ISPA)
Udara
Ruang yang
terganggu

Pola/Kebiasaan Persepsi ttg Kondisi


Hidup Kesehatan Fisik &
Hunian Ventilasi

Gambar 2.1 Hubungan Interaksi antara Lingkungan Alam, Lingkungan Buatan,


dan Lingkungan Sosial dalam Kualitas Udara Dalam Ruang di Hunian Perkotaan

Pada Gambar 2.1 menunjukkan pola perilaku yang tidak tepat (lingkungan sosial)
dan pemeliharaan kualitas udara (lingkungan alam) yang tidak sesuai dapat
menyebabkan pencemaran udara. Begitu pula dengan pola perilaku di dalam
ruang akan mempengaruhi KUDR. Kondisi fisik bangunan dan ventilasinya
(lingkungan buatan), serta kualitas udara (lingkungan alam) yang kurang baik,
mempengaruhi kualitas udara dalam ruang (KUDR) dan dapat menyebabkan
gangguan respirasi manusia Inspeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Kondisi
bangunan dan ventilasinya (lingkungan buatan), serta pola hidup yang kurang
baik (lingkungan sosial) dapat menyebabkan persepsi yang keliru tentang
kesehatan di bangunan tertentu. Irisan dari ketiganya (lingkungan alam,
lingkungan buatan, dan lingkungan sosial) menunjukkan adanya masalah inti
yaitu siklus udara segar dalam ruang yang terganggu akibat dari kebiasaan
manusia, kondisi fisik, dan kualitas udara luar yang belum benar.

12
Universitas Indonesia
A. Konsep Interaksi
Miller-Spoolman (2012) mendefinisikan interaksi adalah hubungan antara
makhluk hidup dan tak hidup yang saling mempengaruhi. Cunninghams (2012)
berpendapat interaksi adalah hubungan faktor-faktor yang saling ketergantungan
dalam ekosistem. Kemudian Enger-Smith (2010) mengatakan interaksi adalah
hubungan organisme dengan mahkluk tak hidup di sekitarnya. Menurut penulis
apa yang dinyatakan Miller-Spoolman, Cunninghams, dan Enger-Smith pada
prinsipnya sama, tetapi Cunninghams tidak membedakan dalam mahkluk hidup
dan tak hidup. Dengan demkian, penulis menyimpulkan interaksi adalah
hubungan antara mahkluk hidup dan tak hidup (Miller-Spoolman, 2012; Enger-
Smith, 2010) dalam suatu ekosistem (Cunninghams, 2012).

Interaksi adalah suatu hubungan timbal-balik antara dua hal sampai terjalin suatu
komunikasi yang intensif. Interaksi antara makhluk hidup (biotik) dan makhluk
tak hidup (abiotik) akan berlangsung dengan baik bila ada kesimbangan diantara
keduanya yang saling mendukung secara terus-menerus. Manusia sebagai bagian
dari mahkluk hidup yang paling cerdas memegang peranan yang dominan untuk
mengatur keseimbangan interaksi tersebut.

Berkaitan dengan kualitas udara dalam ruang, terdapat beberapa interaksi yang
berhubungan dengan lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial.
Interaksi antara pengelola dan penghuni adalah hubungan inter manusia dalam
lingkungan sosial. Kesatuan interaksi manusia (kenyamananan fisik dan psikis
manusia) ini akan mempengaruhi interaksinya kepada lingkungan buatan dan
lingkungan alam di sekitarnya. Selain itu, interaksi lingkungan sosial manusia
dengan lingkungan alam yang kurang benar dalam hal ini pencemaran dalam
ruang dapat berdampak pada kualitas udara dalam ruang dan kualitas kehidupan
di lingkungan sosial.

B. Konsep Keberlanjutan
Mengenai keberlanjutan, Miller-Spoolman (2012) menyatakan definisi
keberlanjutan adalah ketersediaan energi, siklus, dan keberagaman untuk

13
Universitas Indonesia
mendukung pertumbuhan penduduk. Cunninghams (2012) mengatakan
keberlanjutan adalah hidup di bumi dengan sumber daya yang terbarukan tanpa
merusak proses ekologi yang mendukung. Selanjutnya Enger-Smith (2010)
menyebutkan keberlanjutan adalah menggunakan sumber daya secara seimbang
dengan sistem ekologi untuk menghasilkan pendapatan dan meningkatkan standar
hidup setiap orang. Pada intinya pendapat ketiga ahli hampir sama yang
menunjukkan ketersediaan sumber daya: energi dan siklusnya, dan keberagaman
hayati namun Miller-Spoolman mempercayai bahwa pertumbuhan penduduk
membutuhkan ketersediaan yang cukup, Cunninghams menekankan kepada
sumber daya terbarukan sedangkan Enger-Smith menekankan keseimbangan
sumber daya atas penduduk dan sumber daya dapat memberikan tambahan
pendapatan dan meningkatkan standar hidup. Dengan demikian penulis
menyatakan setuju dengan Miller-Spoolman (2012) bahwa keberlanjutan adalah
ketersediaan sumber daya yang dapat menyejahterakan penduduknya sehingga
pemakaiannya perlu diperhitungkan oleh generasi saat ini, untuk dikembangkan
bagi generasi mendatang.

Keberlanjutan adalah sebuah definisi yang sederhana namun perlu usaha yang
sungguh-sungguh untuk mencapainya. Makna dari kata keberlanjutan sangat erat
hubungannya kegiatan ekonomi yang berupaya menyeimbangkan dengan
kelestarian lingkungan alam. Meadow et al (2012) dalam The Limit to Growth,
mengatakan pertumbuhan ekonomi akan sangat dibatasi oleh ketersediaan sumber
daya alam.

Penelitian ini mempunyai relevansi dengan konsep pembangunan berkelanjutan.


Perkembangan konsep pembangunan berkelanjutan negara-negara yang
sebelumnya mengacu Millenium Development Goals (MDG) yang berakhir di
tahun 2015, berlanjut ke Sustainable Development Goals (SDG) sampai tahun
2030. Tahun 2015 adalah tonggak untuk semua pemangku kepentingan
pembangunan manusia di seluruh dunia, setiap entitas, baik itu pembuat
kebijakan, masyarakat atau pengelola bangunan, akan menyadari bahwa tingkat
komitmen pada pembangunan tempat tinggal dan manusia, memainkan peran
yang penting.

14
Universitas Indonesia
SDG terdiri atas 17 tujuan, yang intinya menyempurnakan tujuan dalam MDG. Di
antara 17 tujuan, penelitian ini mengarah kepada 3 tujuan SDG, yaitu: (1)
menempatkan hidup sehat dan pemajuan kesejahteraan semua orang dalam segala
tingkatan usia, (2) menciptakan kota-kota dan tempat-tempat pemukiman yang
inklusif, aman, menunjang kemajuan dan berkelanjutan, dan (3) memajukan
kehidupan bermasyarakat yang damai dan inklusif bagi pembangunan
berkelanjutan, menyediakan akses bagi keadilan untuk semua orang dan
membangun institusi-institusi yang efektif, akuntabel, dan inklusif pada semua
tingkat.

Hubungannya dengan hunian vertikal perkotaan, pembangunan manusia dan


huniannya dapat berkelanjutan jika pembangunan aspek ekonomi, sosial, dan
lingkungan dapat bergerak seimbang, tidak saling meniadakan. Dimensi kesatuan
kehidupan sosial pengelola dan penghuni yang benar akan menggerakkan
perputaran ekonomi di hunian dengan baik dan saling menguntungkan. Selain itu,
unsur-unsur yang berkaitan dengan efisiensi biaya (perencanaan dan pemeliharaan
hunian yang sehat) akan terwujud dengan tetap memperhatikan daya dukung
lingkungan supaya kehidupan sosial dan ekonomi dapat berlanjut di bangunan
hunian.

2.1.2 Ekologi Manusia dan Kenyamanan


Ekologi manusia dapat dianggap sebagai berurusan dengan persimpangan dua
sistem adaptif yang kompleks dari sistem sosial-ekonomi-teknologi manusia yang
tertanam dalam biosfer fisik-kimia-lingkungan hidup. Masing-masing
menghasilkan properti yang muncul dan sulit diprediksi. Sistem gabungan ini
kemudian diganggu dengan meningkatnya skala sistem manusia, perubahan
dramatis di dalamnya yang dihasilkan oleh evolusi budaya yang cepat, dan efek
yang cenderung menuju kehancuran (Ehrlich et al, 2012). Kemudian, Dyball et al
(2015) berpendapat dimensi ekologi manusia beragam mulai dari biofisik Bumi
hingga etika perilaku manusia dan memiliki potensi besar untuk membantu dalam
upaya penyelarasannya.

15
Universitas Indonesia
Ekologi manusia berada pada suatu ekosistem tertentu. Pengertian ekosistem
adalah sebuah sistem ekologi yang dibentuk oleh hubungan timbal balik atau
interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya (E-biologi, 2015). Menurut
penulis, ekologi manusia adalah suatu interaksi antara kehidupan ekosistem
manusia dengan makhluk hidup lain dan lingkungannya, disertai upaya
penyelarasan setiap perubahan untuk keseimbangan keduanya.

Borden (2008) dalam human ecology forum tentang society for human ecology
menyimpulkan bahwa it (human ecology) is interdisciplinary mandate invites
crossing boundaries. Artinya ekologi manusia interdisipliner lintas batas
(keilmuan). Menurut Costanza et al (2007), ekologi manusia adalah a critical
transdisciplinary approach to creating a better, more sustainable world. We
cannot achieve this goal without integrating the study and management of human
societies and the rest of nature as tightly interconnected dynamic systems. Artinya
ekologi manusia adalah pendekatan transdisipliner kritis untuk menciptakan dunia
yang lebih baik, lebih berkelanjutan. Jadi manusia tidak dapat mencapai tujuan
ekologi tanpa mengintegrasikan studi dan manajemen masyarakat manusia dan
seluruh alam sebagai kesatuan saling terkait. Sesuai penjelasan di atas, penulis
dapat mengatakan bahwa ekologi manusia adalah upaya kreatif manusia dalam
memanfaatkan lingkungan hidup dan tak hidup dengan menggunakan interdisiplin
ilmu.

Ekologi dengan pengakuan bahwa manusia terlibat unutk membangun ekologi


lingkungan perkotaan dan pinggiran kota, menumbuhkan suatu pengertian baru
yaitu ekologi manusia. Asumsi dasar dari ekologi manusia ini adalah interaksi
manusia dapat dipelajari dengan menggunakan perangkat yang terstruktur.
Artinya, interaksi yang terjadi pada satu tingkat, habitat, bergantung kepada
kelompok lain yang lebih tinggi, seperti komunitas (Steiner, 2016). Dalam
interaksi manusia dengan lingkungan komunitasnya, terdapat faktor yang harus
terpenuhi yaitu kenyamanan. Kenyamanan dapat dibagi menjadi 2 aspek, yaitu
aspek dimensi kenyamanan fisik dan dimensi kenyamanan psikis.

16
Universitas Indonesia
A. Kenyamanan Fisik
Kenyamanan fisik dinyatakan oleh Hutchison (2018) sebagai jarak-jarak tertentu
dalam berkomunikasi nonverbal. Komunikasi antar dimensi manusia
membutuhkan ruang tempat dan waktu.

Gambar 2.2 Penerimaan Rasa berdasarkan Jarak dalan Persepsi Proxemic


Sumber: Hall (1988), telah diolah kembali.

Gambar 2.2 menggambarkan manusia membutuhkan kondisi jarak tertentu agar


dapat berekspresi dalam lingkup personal atau pribadi, lingkup sosial untuk
berkomunikasi, dan publik untuk mengenali dan dikenali. Kondisi yang
diperlukan ini dikenal dengan istilah proxemic, yaitu komunikasi non verbal yang
diekspresikan dengan mengatur jarak tubuh dan arah atau hadapan tubuh.
Manusia mampu mengekspresikan komunikasi dengan jarak informal, gerakan
tubuh, perasaan panas, dan reaksi akan bau. Ruang adalah tempat manusia
berekspresi tertentu sehingga mempunyai standar yang dapat dinilai oleh manusia
dalam kenyamanan.

Gifford (2007) menyatakan perubahan-perubahan dimensi yang mendadak akan


membuat shock culture, yang mempengaruhi reaksi tertentu. Variabel yang paling

17
Universitas Indonesia
dominan dalam mempengaruhi jarak pada suatu ruang adalah daya tarik.
Kenyamanan fisik sangat mempengaruhi kenyamanan psikis atau sebaliknya
kenyamanan psikis dapat mempengaruhi kenyamanan fisik.

Norton (2009) menyatakan Some social work models have included the physical
environment (natural and built environments) as a separate dimension. Artinya
beberapa model kerja sosial telah memasukkan lingkungan fisik (lingkungan alam
dan buatan) sebagai dimensi terpisah. Ini menunjukkan ada penekanan studi
tentang kenyamanan lingkungan fisik buatan.

Ada semakin banyak bukti tentang dampak lingkungan fisik terhadap


kenyamanan manusia dan meningkatnya kekhawatiran keadilan lingkungan di
lingkungan fisik (Hutchison, 2018). Besaran proxemic sangat dipengaruhi oleh
besaran tubuh, pola gerakan, dan kebutuhan jarak antara, yang kesemuanya
dipengaruhi oleh kebiasaan atau budaya yang dipahami. Penulis berpendapat
kenyamanan fisik adalah kecukupan yang dirasakan seseorang ketika beraktifitas
di suatu tempat, yang dipengaruhi oleh pola budaya yang dipahami.

B. Kenyamanan Psikis
Penelitian dalam domain neurokognitif baru-baru ini menyimpulkan bahwa
representasi ruang peripersonal dipengaruhi oleh interaksi antar manusia (Lachini
et al, 2016). Selain itu, dipengaruhi juga oleh tingkat kecemasan dan ketenangan
pada obyek dalam interaksi tersebut. Manusia juga sangat peka secara psikis
seperti kelegaan, bereaksi terhadap kepadatan ruang yang sempit.

Kalantidou (2013) mengatakan teori psikologi yang terstruktur membantu arsitek


mengenal dimensi keberadaaannya terhadap efek dari rancangannya kepada
pengenalan diri, orientasi, refleksi diri dan kreatifitas penghuni. Ruang yang
didesain ahli perencana memiliki dampak psikis kepada penghuni.

Pernyataan-pernyataan di atas menunjukkan bahwa ahli psikologi sepakat bahwa


lingkungan sekitar adalah sumber yang penting dalam mempengaruhi sikap,

18
Universitas Indonesia
perilaku, dan keadaan internal seseorang di suatu tempat tinggal. Akibat
kepadatan tinggi, menyebabkan stres, menarik diri, mengurangi perilaku
menolong, menurunkan kemampuan mengerjakan tugas, dan perilaku agresif
karena frustasi.

Nasution (2015) mengatakan kenyamanan psikis adalah suatu kondisi tertentu


yang memberikan sensasi menyenangkan bagi penghuni. Kenyamanan fisik
berkorelasi dengan kenyamanan psikis, kenyamanan ini terdiri atas kenyamanan
ruang (spasial), kenyamanan penglihatan (visual), kenyamanan pendengaran
(auditorial), dan kenyamanan udara (termal). Ekspresi kenyamanan psikis ialah
rasa aman, bersih, tenang, dan gembira.

Penulis menyimpulkan kenyamanan psikis adalah persepsi penghuni yang dapat


diperoleh dari panca inderanya, jika ruang disusun sesuai dengan karakter dan
volume minimal ruang yang diharapkan maka tidak terjadi stres dan menurunkan
produktifitasnya.

2.1.3 Hunian Perkotaan


Istilah hunian perkotaan berasal dari terjemahan kata flat dalam bahasa Inggris
yang berarti rumah tinggal yang bertingkat. Berdasarkan Undang-undang No. 20
Tahun 2011 tentang Rumah Susun, definisi hunian perkotaan adalah bangunan
gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam
bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal
maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki
dan digunakan secara terpisah terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi
dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.

Nosarianti et al (2016) mengatakan apartemen adalah sebuah model tempat


tinggal yang mengambil sebagian kecil ruang dari suatu bangunan. Artinya dalam
suatu bangunan terdiri dari banyak tempat tinggal yang tersusun dari ruang-ruang
layaknya tempat tinggal. Kemudian, menurut Setiyawan (2018), apartemen
adalah beberapa ruangan tempat tinggal yang berbentuk susun (flat). Marlina

19
Universitas Indonesia
(2008) mendefinisikan apartemen adalah bangunan yang memuat beberapa grup
hunian yang berupa rumah flat atau rumah petak bertingkat yang diwujudkan
untuk mengatasi masalah perumahan akibat kepadatan tingkat hunian dan
keterbatasan lahan dengan harga yang terjangkau di perkotaan.

Penulis melihat pengertian hunian perkotaan secara teoritis pada dasarnya sama
dengan apartemen dan kondominium yaitu suatu pemilikan bersama atas gedung-
gedung yang bersifat multi penghuni (multiple occupant) yang masing-masing
penghuninya memiliki pengakuan akan hak yang terpisah dari para penghuni
lainnya. Dengan demikian masing-masing penghuni diakui mempunyai
kepentingannya sendiri-sendiri atas ruang yang ditempatinya, yang harus
dihormati oleh orang-orang dan pihak-pihak lain. Dalam perkembangannya di
Indonesia, istilah hunian perkotaan selalu digambarkan sebagai rumah bagi
masyarakat menengah ke bawah atau berpenghasilan rendah sedangkan istilah
kondominium ditujukan bagi hunian perkotaan bagi masyarakat kelas menengah
ke atas. Status apapun yang berkembang di masyarakat, penghuni hunian
perkotaan perlu mendapat lingkungan yang sehat dan berkelanjutan.

Menurut Damayanti (2011), hunian perkotaan berkelanjutan adalah yang


memenuhi dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan sehingga tujuan pembangunan
untuk meningkatkan modal manusia (human capital), yaitu kesejateraan,
kesehatan, ketentraman. Sedangkan Tanuwidjaya et al (2009) menyatakan hunian
perkotaan berkelanjutan adalah yang memenuhi 6 aspek keberlanjutan, yaitu:
fungsional, sosial/perilaku, keamanan terhadap bahaya kebakaran, aksesibilitas,
pengembangan dan perubahan, kenyamanan, ekonomi (konstruksi dan
pemeliharaan bangunan), dan lingkungan hidup. Sedangkan Living Beyond
Green (2013) yang disponsori Leadership in Energy and Environmental Design-
United State of America (LEED USA) menyatakan bahwa apartemen
berkelanjutan adalah yang memperhatikan hemat energi listrik, pengelolaan
sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, dan recycle), bebas polusi, aksesibilitas
dan perilaku praktis penghuni yang hemat. Dari definisi-definisi di atas, penulis
melihat ada 2 (dua) hal yang ditekankan pada definisi-definisi di atas yaitu aspek

20
Universitas Indonesia
fisik dan psikis, sehingga penulis setuju dengan definisi menurut Damayanti, yang
di dalamnya sudah mengandung kedua aspek fisik dan psikis, dan nilai ekonomi,
sosial dan lingkungan dinyatakan dengan tegas sesuai perspektif ilmu lingkungan.

Gifford (2007) mengatakan bentuk bangunan rusun mempengaruhi perubahan


perilaku namun banyak juga disebabkan bukan oleh masalah arsitektur. Variabel
lain yang sangat penting ialah tingkat kepadatan unit rumah dan pilihan bentuk
rumah yang diinginkan. Rusun yang memuaskan penghuni umumnya yang cukup
mahal dan lebih terlayani.

Klasifikasi hunian vertikal perkotaan (rumah susun) menurut UrbanEdge (2018),


berdasarkan jenis dan ukuran unit tempat tinggal.
Apartemen berdasarkan jenis apartemen, yaitu:
a. Apartemen Klasik, yang terdiri dari 6 jenis ruang; ruang keluarga, ruang
makan, 2 ruang tidur, dapur, dan 2 kamar mandi.
b. Apartemen Servis, dilengkapi dengan interior yang lengkap dan umumnya
disewakan.
c. Apartemen Duplex (tingkat 2), bagian bawah untuk fungsi semipublik dan
bagian atas lebih privat.
d. Apartemen Fleksibel, yang pembagian ruangnya bisa diatur sesuai
perubahan kondisi, misalnya bisa diatur dengan tambahan 1 kamar tidur
saat diperlukan.
e. Apartemen Yunior, terdiri dari 4 ruang: ruang tidur, ruang keluarga, ruang
makan, dan dapur dengan luas yang terbatas.
f. Apartemen Mewah (Luxury), yang ukuran, finishing material dan
perabotannya didesain untuk kelas yang mewah.

Apartemen berdasarkan hak kepemilikan, rumah susun dibedakan menjadi 2 jenis,


yaitu :
a. Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa), adalah rumah susun
sederhana yang disewakan kepada masyarakat perkotaan yang tidak

21
Universitas Indonesia
mampu untuk membeli rumah atau yang ingin tinggal untuk sementara
waktu misalnya para mahasiswa, pekerja temporer dan lain lainnya.
b. Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami ), adalah rumah susun dengan
sistem kepenghunian melalui mekanisme kepemilikan secara Kredit
Pemilikan Rumah (KPR).

Apartemen dibedakan berdasarkan ketinggian lantai, menurut Perda DKI Jakarta


No.7/1991 tentang Bangunan dalam Wilayah DKI Jakarta:
a. Bangunan Rendah (Low Rise Building): memiliki ketinggian 2-4 lantai.
Pada tipe ini digunakan tangga sebagai sarana sirkulasi vertikalnya. Jenis
ini dikenal dengan sebutan walk-up flat.
b. Bangunan Sedang (Medium Rise Building): memiliki ketinggian 5-8 lantai.
Umumnya pada tipe ini sudah digunakan elevator listrik sebagai sarana
sirkulasi vertikalnya.
c. Bangunan Tinggi (High Rise Building): memiliki ketinggian di atas 8.
Tipe ini harus menggunakan elevator listrik sebagai sarana sirkulasi
vertikalnya.

Apartemen dibedakan berdasarkan bentuk massa bangunan:


a. Kotak pipih (Slab), bangunan berbentuk seperti kotak yang pipih dan
biasanya untuk kelas menengah-bawah. Massa yang berbentuk slab
biasanya menggunakan koridor sebagai penghubung ruang, yang terdiri
dari dua deret ruang dengan 1 koridor (double loaded corridor), satu deret
ruang dengan 1 koridor (single loaded corridor) dan koridor teras (terrace
plan).
b. Kotak menjulang (Tower), biasanya ketinggian bangunannya di atas 20
lantai, untuk kelas menegah atas. Sistem sirkulasinya menggunakan sistem
inti karena menggunakan lift. Ada berbagai variasi bentuk tower antara
lain satu bangunan (single tower) dan beberapa bangunan (multi tower).

Menurut Gang (2016), perkembangan hunian bertingkat tinggi perkotaan di masa


yang akan datang akan semakin berpeluang, namun harus ada penyelesaian untuk

22
Universitas Indonesia
masalah koneksi sosial. Potensi ini menyebabkan pembagian rumah susun seperti
yang telah dijelaskan akan lebih sulit dibedakan karena saling terkoneksi.

A. Pengelolaan Hunian Perkotaan


Pengelolaan pada rumah susun meliputi kegiatan operasional, pemeliharaan, dan
perawatan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Pemeliharaan
adalah kegiatan menjaga keandalan gedung beserta prasarana dan sarana agar
selalu baik fungsi, sedangkan perawatan merupakan kegiatan memperbaiki dan
mengganti bagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, sarana
prasarana agar bangunan gedung tetap baik fungsi. Kegiatan pengelolaan pada
Rumah Susun Umum Milik dan Rumah Susun Umum Komersial wajib
dilaksanakan oleh pengelola yang berbadan hukum dan mendapatkan izin usaha
dari pemerintah daerah.

Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang tahun 2011 tentang Rumah Susun, mewajibkan
pemilik sarusun untuk membentuk Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah
Susun (P3SRS). P3SRS merupakan badan hukum yang bertugas untuk mengurus
kepentingan para pemilik dan penghuni yang berkaitan dengan pengelolaan
kepemilikan benda bersama, bagian bersama, tanah bersama, dan penghunian
yang dituangkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga P3SRS.

Heston (2014) mengatakan dalam penyelenggaraan pembangunan rumah susun


terdapat tiga pihak yang berperan, yaitu pertama pihak pembangun (yang
sekaligus menjadi pengelola awal) dan pihak penghuni rumah susun, yang ketiga
bangunan dan lingkungannya.

Pihak pembangun rumah susun secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu dari
pemerintah dan swasta. Dari pihak pemerintah, dibagi menjadi dua yaitu instansi
pusat yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
seperti Kementrian Negara Perumahan Rakyat dan Departemen Pekerjaan Umum
dan Instansi daerah yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Pihak pembangun

23
Universitas Indonesia
yang berasal dari swasta, dapat dibagi juga menjadi dua. Yaitu dari pihak semi
pemerintah Badan Umum Milik Negara (BUMN/Badan/Perum) dan pengembang.

Heston (2014) mengatakan dari hasil penelitian terhadap 3 (tiga) rumah susun di
Jakarta, Yogjakarta, dan Batam, aspek pengelolaan dan penghunian meliputi
aspek kebersihan, penyediaan air bersih dan pembuangan air kotor, kegiatan
sosial, tempat ibadah, fasilitas kesehatan, tempat bermain anak, perpustakaan,
ruang terbuka, fasilitas olah raga, fasilitas belanja, antisipasi kebakaran,
kemampuan dan kemauan bayar penghuni, biaya rutin dan pemindahan
kepemilikan. Kemudian, faktor yang berperan dalam aspek pengelolaan dan
penghunian tersebut ialah administrasi dan keuangan, pelayanan umum, tata
kehidupan sosial. Dari ketiga faktor tersebut untuk membentuk tata kehidupan
sosial, pengelola membutuhkan waktu yang tidak singkat dan kesiapan penghuni.
Pertimbangan yang berat bagi penghuni tinggal di rumah susun adalah
penyesuaian budaya tinggal dan kekawatiran konflik sosial.

Pengelola berhak menerima sejumlah biaya pengelolaan, yang dihitung


berdasarkan kebutuhan biaya operasional, pemeliharaan, dan perawatan. Biaya
pengeloaan ditanggung penghuni secara bersama dan dihitung secara
proporsional. Untuk rumah susun masyarakat berpenghasilan rendah yaitu rumah
susun sewa dan rumah susun khusus milik pemerintah, umumnya biaya
pengelolaan mendapat subsidi dari pemerintah.

Pengelolaan rumah susun di awal pembangunan selama masa transisi sampai


terbentuk Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun (P3SRS), pelaku
pembangunan dapat bertindak selaku pengelola. Masa transisi yang dimaksud
adalah sebelum seluruh unit terjual, dalam pasal 59 ayat (1) Peraturan Menteri
Negara Perumahan Rakyat Nomor 15 tahun 2007 tentang Tata Laksana
Pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Sederhana, paling lama 1
tahun sejak penyerahan pertama kali kepada pemilik. Dalam pengelolaan masa
transisi, pelaku pembangunan dapat bekerja sama dengan pengelola. Besarnya
biaya pengelolaan ditanggung penghuni dan pelaku pembangunan untuk unit yang

24
Universitas Indonesia
belum terjual. Akan tetapi, dalam praktiknya perhitungan biaya pengelolaan ini
kurang transparan bagi penghuni.

B. Kenyamanan Fisik di Hunian Perkotaan


Luthfiah (2010) menyatakan kenyamanan fisik hunian dapat dilihat dari aspek
sosial, ekonomi dan fisik lingkungan. Semakin tinggi kualitas aspek sosial,
ekonomi dan fisik lingkungan semakin baik kenyamanan fisik hunian.
Purwaningsih et al (2012) mengatakan kenyamanan fisik terjadi jika penghuni
dapat menerima kondisi ruang rumah susun dan dapat menyesuaikan keadaan
dengan melakukan perubahan fisik ruang seminimal mungkin.

Kang et al (2014) menyatakan kenyamanan dimensi fisik di rumah susun meliputi


(1) Kenyamanan udara, suara, pencahayaan, suhu, dan lingkungan, (2) Kebersihan
sampah, material, dan aktivitas fisik, (3) Keamanan dari kecelakaan kecil atau
bencana alam, (4) Kenyamanan dalam pelayanan komposisi ruang, kinerja
fasilitas, dan sirkulasi manusia. Jonsson et al (2013) berpendapat kenyamanan
fisik hunian perkotaan dapat dinilai dari kepuasan atas kualitas udara, kepuasan
atas kenyamanan suhu, dan kepuasan atas kualitas suara. Dari pendapat-pendapat
di atas, penulis berkesimpulan bahwa hunian perkotaan dinilai dari kenyamanan
fisik ruang dan aspek-aspek yang menyertainya, yaitu: kebersihan, kesehatan,
kehangatan, kebisingan dan keamanannya.

C. Kenyamanan Psikis di Hunian Perkotaan


Jonsson et al (2013) berpendapat pemenuhan aspek psikis dari hunian perkotaan
berdasarkan jender, umur, gaya hidup, tingkat kesehatan individu penghuni. Kang
et al (2014) mengungkapkan bahwa kenyamanan dimensi psikis penghuni di
hunian perkotaan ialah (1) Daya hidup, yang terdiri atas:daya tarik lingkungan
hunian, kepadatan, kondisi pencahayaan, tingkat suara, kepantasan ukuran ruang,
(2) Stabilitas, yang terdiri atas: ruang hijau, dan privasi, (3) Kebanggaan, terdiri
atas privatisasi, dan kebanggaan, (4) Keamanan, yang terdiri atas keamanan
secara mental dan ketercegahan dari kejahatan dan kecelakaan lalu lintas.
Harianto (2014) mengatakan kenyamanan dimensi psikis dipengaruhi oleh tingkat

25
Universitas Indonesia
ekonomi individu. Penciptaan kesan spasial baik secara horizontal maupun
vertikal dapat menimbulkan keleluasaan yang tinggi.

Ratih (2005) menjelaskan bahwa salah satu kenyamanan yang mempengaruhi


psikologi penghuni adalah kebolehan intervensi pada teritori pada ruang publik
sebagai perluasan dari unit hunian. Penghuni membutuhkan terpenuhinya
kebutuhan fisiologis, rasa aman, kebutuhan sosial, harga diri atau kehormatan, dan
aktualisasi diri.

Gifford (2007) menyatakan pendapat bahwa aspek psikis di hunian perkotaan


bertingkat tinggi sangat dipengaruhi oleh batas ketegangan, kepadatan dan
kesehatan mental individu. Dengan demikian penulis menyatakan bahwa
kenyamanan psikis penghuni di hunian vertikal perkotaan sangat dipengaruhi oleh
kesesuaian kondisi ruang seperti yang diharapkan.

2.1.4 Teori Psikologi Lingkungan


Psikologi lingkungan adalah bidang penelitian dengan fokus pada faktor individu
dan sosial yang bertanggung jawab atas banyak tanggapan manusia yang kritis
terhadap lingkungan fisik (Bonnes, 2017). Psikologi lingkungan meneliti transaksi
antara individu dan lingkungan mereka yang dibangun dan alami. Ini termasuk
menyelidiki perilaku yang menghambat atau menumbuhkan pilihan yang
berkelanjutan, sehat terhadap iklim, dan meningkatkan alam, pendahulunya dan
berkorelasi perilaku tersebut, dan intervensi untuk meningkatkan perilaku
proenvironmental (Gifford, 2014).

Hawkes (2017) seorang budayawan tentang hunian perkotaan, dalam teorinya


tentang the fourth pillar of sustainability: culture’s essential rule in public
planning, mengatakan bahwa manusia merasakan nilai eksistensi diri, ini
diperlukan untuk membuat makna kehidupannya. Gambar 2.3 adalah diagram
cultural dimension (dimensi budaya) yang mendukung keseimbangan kualitas
kehidupan yang terdiri atas 3 pilar, yaitu: dimensi sosial, dimensi lingkungan, dan
dimensi ekonomi supaya berkelanjutan untuk kehidupan manusia. Ketiga pilar

26
Universitas Indonesia
mendukung kehidupan sehingga irisan kelangsungan, kecukupan, dan tanggung
jawab dalam masyarakat, dari semuanya itu akan timbul nilai-nilai positif,
aspirasi, hubungan-hubungan, keberagaman, kreativitas, inovasi, dan keandalan.

Gambar 2.3 Diagram Dimensi Budaya di hunian perkotaan


Sumber: Hawkes (2017)

Dimensi budaya dalam ruang lingkup individu menunjukkan ekpresi dari


eksistensi diri yang diwujudkannya dengan komunikasi sosial. Komunikasi sosial
terjadi antar individu atau kelompok dalam kehidupan di masyarakat yang
memiliki konteks dalam segala dimensi kehidupan manusia. Seluruh dimensi
kehidupan manusia dipenuhi dengan komunikasi. Mudjiono (2012) mengatakan
komunikasi sosial mengisyaratkan bahwa berkomunikasi itu penting untuk
membangun konsep diri, aktualisasi diri, untuk kepentingan hidup, untuk
memperoleh kebahagiaan sehingga terhindar dari tekanan dan ketegangan.
Melalui komunikasi sosial dapat memenuhi kebutuhan emosional dan
meningkatkan kesehatan mental. Para ilmuwan sosial mengakui bahwa

27
Universitas Indonesia
komunikasi membangun hubungan horisontal dan vertikal. Hubungan horisontal
kepada sesama dan hubungan vertikal kepada Tuhan dan generasi di bawahnya.

Klockner (2015) berpendapat komunikasi adalah bagian penting dari perubahan


masyarakat menuju lebih berkelanjutan. Komunikasi diperlukan untuk mengatasi
masalah lingkungan. Komunikasi lingkungan jauh yang bermanfaat untuk
memahami jenis perilaku tertentu. Kesulitan-kesulitan dalam berkomunikasi
berasal dari fakta bahwa kelompok-kelompok atau sub-kultur yang ada
mempunyai perangkat norma yang berlainan. Oleh karena itu rangsangan
komunikasi yang sama mungkin dipersepsikan secara berbeda oleh kelompok-
kelompok. Kematangan dalam budaya ditandai dengan toleransi atas perbedaan-
perbedaan dan ditindaklanjuti sebagai masukan pemikiran bersama.

A. Persepsi
Aquinas (2014) mengatakan tentang persepsi:
We have here the basis for talk of immateriality in perception. If the
acquiring of a form by matter in physical change results in a new instance
of the form and this is not the case with perception, we can make the point
that acquiring the form in sensation is not identical to the acquiring of the
form by matter in the primary sense.
Artinya, kita miliki dasar untuk pembicaraan nonmaterial dalam persepsi. Jika
memperoleh bentuk materi dalam hasil perubahan fisik tidak terjadi pada persepsi,
kita dapat membuat sesuatu untuk memperoleh bentuk sensasi, tidak identik
dengan memperoleh bentuk oleh materi dalam arti primer. Maksud dari
pernyataan di atas menurut penulis adalah sensasi atau persepsi sebenarnya dapat
dirasakan dari beberapa hal fisik tetapi bisa juga dari beberapa hal yang tidak
terlihat langsung.

Gifford et al (2011) menyatakan seseorang mempunyai tingkat kesadaran, derajat


adaptasi, dan kebutuhan yang selektif untuk hadir ke lingkungan tertentu dengan
kenyataan yang kompleks berarti manusia kadang melewatkan suatu elemen

28
Universitas Indonesia
sehingga berpendapat negatif pada kesehatan atau keamanannya. Teori Gifford
menyempurnakan Brunswik’len model, yang didaptasi untuk persepsi lingkungan.

Pengaturan Pengaturan yang


itu sendiri Isyarat Terpilih Proximal Terpilih
ditetapkan

Jumlah Pohon Tak terganggu


Validitas Ekologi Pemanfaatan Isyarat
Warna Air
Tercemar

Keindahan Jumlah Sampah Keindahan


Aktual Yang Terkesan
Menyolok
Tinggi Gunung

Pantai Berpasir Kenyamanan

Jumlah orang Kepadatan

Prestasi

Gambar 2.4 Brunswik’len model, yang didaptasi untuk persepsi lingkungan


Sumber: Gifford (2011), telah diolah kembali

Gambar 2.4 menunjukkan adaptasi persepsi lingkungan dalam ekologi, yang


apabila perbedaan antara disain dan persepsi yang diterima kecil menunjukkan
suatu prestasi (keberhasilan perencanaan). Saat manusia melihat komposisi suatu
lingkungan akan muncul isyarat untuk mempersepsikan suatu rasa yang
disimpulkannya.

Penekanan bahwa efek lingkungan dimediasi oleh filter, mereka adalah bagian
dari lingkungan yang dipersepsikan, juga melibatkan harapan, motivasi, penilaian
dan makna simbolis. Lingkungan sebagai bentuk komunikasi non verbal,
lingkungan sebagai sistem simbol, persepsi (melalui berbagai indra) dan kognisi
(memberi makna kepada lingkungan dengan penamaan, klasifikasi dan susunan)
tampaknya menjadi mekanisme penting (Rapoport, 2016).

Keempat definisi tentang persepsi sebelumnya menunjukkan bahwa keluaran


perilaku manusia dapat disebabkan oleh lingkungan fisik tergantung dari bentuk

29
Universitas Indonesia
komunikasi non verbal, lingkungan sebagai simbol, persepsi, kognisi dan
pernyataan sikap dari informasi sebelumnya. Oleh karenanya merubah karakter
pola perilaku harus dilakukan secara menyeluruh. Untuk mendorong manusia
berperan dalam aksi lingkungan, perlunya manusia mengerti peran atau
partisipasinya dalam masyarakat di lingkungannya.

B. Perilaku
Dimensi perilaku manusia atau budaya adalah mengubah jalan hidup,
menyediakan cara untuk berpikir tentang alam dan kompleksitas perilaku
manusia. Orang-orang dan situasi di lingkungan kerja sosial (Hutchison, 2018).
Pendekatan ini mempelajari tentang perilaku manusia (human behavior) dalam
hal menciptakan lingkungan fisik manusia memanfaatkan potensi sumber daya
alam yang ada di sekitarnya.

Manusia mengatur interior rumah dalam pola tertentu yang berhubungan dengan
gaya hidup, kelas sosial, dan budaya. Adaptasi di hunian baru dapat membuat
stres, ekplorasi pengaturan baru untuk menghadirkan kembali. Sehubungan
dengan waktu yang dihabiskan manusia di rumah, kenyamanan psikis sangat
penting, masuk dalam ranah privasi yang sangat dalam.

Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2005), perilaku adalah tanggapan atau


reaksi individu terhadap rangsangan dari lingkungan. Dari pandangan biologis
perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan.
Perilaku adalah sesuatu yang dilakukan seseorang yang dapat diamati, diukur, dan
diulang. Ketika kami mendefinisikan perilaku dengan jelas, kami secara khusus
mendeskripsikan tindakan. Kami tidak mengacu pada motivasi pribadi, proses
internal, atau perasaan untuk mendapatkan perhatian (Bicard et al, 2016).
Kemudian, menurut Freeman et al (2016), perilaku adalah bahasa komunikasi.

Mustafa et al (2011) menyatakan bahwa manusia dapat berubah perilakunya di


tempat tinggal berbeda dengan sebelumnya, yaitu dengan hadirnya ruang-ruang
untuk mengakomodasi perilaku domestik. Di hunian perkotaan, peningkatkan

30
Universitas Indonesia
pemanfaatan ruang untuk aktivitas ekonomi, semakin kecilnya intensitas
penggunaan ruang sebagai sarana interaksi sosial warga. Alford et al (2002)
mengatakan perubahan perilaku dimulai dengan kesadaran yang dipicu dengan
pengetahuan, namun pengetahuan tentang lingkungan perlu disertai komitmen
yang tinggi melalui kebijakan lingkungan. Penulis berpendapat perilaku tidak
timbul tanpa melalui proses persepsi, semakin banyak pengetahuan individu untuk
mempersepsikan sesuatu semakin berhati-hati dalam berperilaku.

C. Partisipasi
Maslow et al (2015) mengatakan tentang psikologi manusia dalam makalah
Theory of Human Motivation yang dikenal dengan hirarki kebutuhan Maslow.
Maslow menggunakan istilah fisiologis, keamanan, kepemilikan dan cinta, harga
diri, aktualisasi diri, dan transendensi-diri untuk menggambarkan pola yang
memotivasi manusia bergerak pada umumnya.

Partisipasi

Perilaku

Persepsi
Gambar 2.5 Hirarki Kebutuhan Maslow

Gambar 2.5 Hirarki Kebutuhan Maslow


Sumber: Wardani et al, 2016

Gambar 2.5 menunjukkan bahwa secara psikologi, manusia bergerak dengan satu
tujuan yang semakin lama semakin tinggi kelas kebutuhan eksistensi diri. Kelas
pertama memenuhi kebutuhan kenyamanan fisik, selanjutnya psikis: keamanan,
kecintaan, harga diri, sampai aktualisasi dirinya.

Aktualisasi diri dapat didefinisikan sebagai perkembangan yang paling tinggi dari
semua bakat, pemenuhan semua kualitas dan kapasitas. Aktualisasi juga

31
Universitas Indonesia
memudahkan dan meningkatkan pematangan serta pertumbuhan. Ketika individu
makin bertambah besar, maka mulai berkembang. Pada saat itu juga, tekanan
aktualisasi beralih dari segi fisiologis ke segi psikis. Bentuk tubuh dan fungsinya
telah mencapai tingkat perkembangan dewasa, sehingga perkembangan
selanjutnya berpusat pada kepribadian. Aktualisasi diri adalah suatu proses
menjadi diri sendiri dengan mengembangkan sifat-sifat serta potensi individu
sesuai dengan keunikannya yang ada untuk menjadi kepribadian yang utuh.

Rogers (2015) mengatakan manusia pada dasarnya memiliki ciri keterbukaan,


kegembiraan pada pengalaman baru (eksistensial), dan kepercayaan, sehingga
mudah mengaktualisasi dirinya dalam komunikasi sosial yang lingkupnya luas
dalam lingkungan. Menurut WHO, partisipasi bermakna mensyaratkan bahwa
individu berhak untuk terlibat dalam keputusan yang secara langsung
mempengaruhi mereka, termasuk dalam desain, implementasi, dan pemantauan
intervensi kesehatan.

Pengaruh dari aktualisasi dalam kelompok tidak akan berubah menuju ke arah
yang lebih baik tanpa keterlibatan sebagian besar partisipan untuk secara bersama
menerima suatu kesepakatan yang telah disetujui bersama. Dalam pembangunan
berkelanjutan aspek sosial memegang peranan penting untuk mewujudkan
kebersamaan dengan komunikasi yang benar dan kepemimpinan yang efektif.

Partisipasi adalah peran serta seseorang atau kelompok masyarakat dalam proses
pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan
dengan memberi masukan pikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dan atau
materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan
(Ferdinan, 2012). Pengertian tentang partisipasi dikemukakan oleh Djalal et al
(2001) bahwa pembuat keputusan menyarankan kelompok atau masyarakat ikut
terlibat dalam bentuk penyampaian saran dan pendapat, barang, keterampilan,
bahan dan jasa. Partisipasi dapat juga berarti bahwa kelompok mengenal masalah
mereka sendiri, mengkaji pilihan mereka, membuat keputusan, dan memecahkan
masalahnya.

32
Universitas Indonesia
Konsep partisipasi mencakup kerjasama antara semua unsur terkait dan
merupakan suatu kesepakatan, harapan, persepsi dan sistem komunikasi dimana
kemampuan dan pendidikan mempengaruhi sikap dan cara berprilaku seseorang.
Partisipasi berarti mengambil bagian, atau menurut Hofstede (2011)
“participation is the taking part in one of more phases of the process” artinya
partisipasi berarti ambil bagian dalam suatu tahap atau lebih dari suatu proses.

Penulis setuju dengan pernyataan Hofstede bahwa partisipasi adalah terlibat


dalam suatu tahap atau lebih dari suatu proses yang didasari oleh suatu
kesepakatan, harapan, persepsi dan sistem komunikasi yang baik. Proses yang
dimaksud dalam tulisan ini tentu saja proses pengelolaan hunian perkotaan.

2.1.5 Dimensi Manusia


Pengertian dimensi diterjemahkan sebagai ukuran (panjang, lebar, tinggi, dan
luas) atau ruang tiga dimensi atau ruang metafisis, dari segi hukum, pengertiannya
menjadi pusat tinjauan ilmiah (Miriam-Webster.com). Selain itu kamus Miriam-
Webster.com mendefinisikannya selain seperti pengertian di atas, sebagai the
quality of spatial extension (penerusan ruang) atau a lifelike or realistic quality
(kualitas hidup atau realistis hidup) atau a level of existence or conciousness
(tingkat eksistensi atau kesadaran). Definisi ini mengatakan bahwa dimensi adalah
deskripsi dari kualitas kehidupan yang dilakukan dengan suatu kesadaran. Dalam
arsitektur, dimensi dimengerti sebagai sebuah ukuran, bila dikaitkan dengan
dimensi manusia menjadi ukuran perabotan atau luasan ruang yang disesuaikan
dengan kebutuhan manusia.

Dimensi juga didefinisikan sebagai an aspect or feature of a situation, problem,


or thing, artinya sebuah aspek atau fitur dari situasi, masalah, atau sesuatu.
Dimensi adalah sesuatu hal yang menekankan kehadiran suatu aspek tersebut.
Menurut Rouse (2018), “dimension is a collection of reference information about
a measurable event”. Artinya adalah kumpulan informasi referensi tentang
peristiwa yang dapat diukur. Dengan demikian, penulis mendefinikan dimensi

33
Universitas Indonesia
adalah suatu aspek yang dapat diukur baik secara fisik maupun secara konseptual
(karakteristiknya).

Selanjutnya, manusia didefinisikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai


makhluk berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Sementara itu dalam
bahasa Latin disebut mens manusia berarti ada yang berpikir dan homo berarti
orang yang dilahirkan di bumi. Mustafa (2008) mengatakan manusia memiliki 2
substansi (1) substansi jasad/materi dan (2) substansi immateri yaitu ruh,
keduanya kesatuan yang mempunyai potensi. Pendapat lain ialah Socrates dalam
Khasinah (2013) mengatakan manusia sebagai zoon politicon atau hewan yang
bermasyarakat, makhluk sempurna dengan berbagai potensi akal. Manusia adalah
makhluk sosial, oleh karena itu diharapkan fungsi manusia terhadap alam adalah
bagaimana manusia memanfaatkan potensi alam untuk mencukupkan kebutuhan
hidup manusia secara secara bersama dan berkelanjutan.

Dengan demikian dimensi manusia adalah ruang, waktu, dan karakteristik yang
dimiliki manusia, sehingga dapat tinggal dan memanfaatkan potensi yang ada
padanya dengan penuh kesadaran, baik sebagai individu atau makhluk sosial.
Kesimpulannya dimensi manusia adalah ruang, waktu, dan potensi manusia baik
secara individu maupun kelompok (sosial), yang dapat meningkatkan kualitas
kehidupan manusia dan lingkungannya dimana manusia itu tinggal. Keberadaan
potensi manusia dapat mengupayakan kebenaran nilai-nilai yang menjadi
tanggung jawabnya.

A. Dimensi Manusia di Hunian Perkotaan


Hanny et al (2013) mengungkapkan bahwa individu-individu penghuni rusun
berpengaruh secara signifikan terhadap keberlanjutan komunitasnya, baik secara
langsung maupun melalui perantaraan unsur-unsur lingkungan. Menurut Hanny
membangun harmoni lingkungan rumah susun yang menjamin keberlanjutan
adalah perlunya kesatuan harmoni individu, harmoni sosial, dan harmoni
lingkungan. Keberlanjutan akan berlangsung bila terdapat perilaku yang positif

34
Universitas Indonesia
dari individu, komunitas sosialnya, dan dukungan lingkungan rumah susun
dimana individu-individu bertemu dengan kelompok sosialnya.

Hasil penelitian Damayanti (2011) menunjukkan semakin baik faktor kinerja


pengelola maka semakin positif perilaku penghuni, dan semakin baik faktor
kinerja pengelola semakin baik persepsi penghuni sehingga semakin tinggi tingkat
kepuasan yang mempengaruhi perilaku yang positif. Kinerja pengelola akan
dipersepsikan positif oleh penghuni sehingga penghuni terdorong untuk memberi
respon dengan perilaku yang positif kepada pengelola.

Gifford (2007) mengatakan faktor-faktor pendorong perubahan perilaku dalam


rumah susun ialah status ekonomi yang berbeda, lokasi bangunan, pola asuh anak,
jenis kelamin, dan kedudukan individu dalam masyarakat. Menurut Gifford latar
belakang perubahan perilaku sangat didukung oleh kemampuan ekonomi, pola
asuh di masa lalu, dan ketokohan seseorang di masyarakat.

Menurut Hartatik et al (2010), peningkatan kualitas hidup penghuni di rumah


susun disebabkan penghuni terlibat dalam redevelopment secara langsung,
sehingga proses partisipasi yang penghuni alami membuat mereka puas dengan
optimalisasi redevelopment yang telah dilaksanakan bersama pengelola.

Penulis berpendapat bahwa dimensi manusia di hunian perkotaan adalah peran


penghuni dan pengelola yang sinergis meningkatkan kualitas hidup di hunian
perkotaan. Pengelola dapat mengambil inisiatif terlebih dahulu untuk melibatkan
peran penghuni dalam memelihara rumah tinggalnya. Dengan menjalankan
potensi masing-masing dengan penuh kesadaran, pengelola dan penghuni bersama
membangun dan memelihara kehidupan di hunian perkotaan.

B. Dimensi Pengelola
Pengelola adalah badan atau organisasi yang bertugas atau ditunjuk untuk
mengelola rumah susun (Heston, 2014). Hak dan kewenangan badan pengelola
adalah membuat tata tertib dan aturan lainnya yang berhubungan dengan

35
Universitas Indonesia
pengelolaan rumah susun. Badan pengelola adalah badan yang dibentuk oleh
perhimpunan penghuni yang berbadan hukum, atau pihak ketiga yang berstatus
sebagai badan hukum professional atau perusahaan pengembang itu sendiri yang
tentunya memiliki sumber daya manusia yang mumpuni (Kuswahyono, 2004).

Badan pengelola bangunan rumah susun yang ditunjuk oleh perhimpunan


penghuni yang penting diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Badan pengelola ini harus berbentuk badan hukum yang melaksanakan
tugas berdasarkan suatu perjanjian formal, dengan perhimpunan penghuni.
2. Badan pengelola yang ditunjuk oleh perhimpunan penghuni ini harus
profesional. Artinya, suatu badan hukum yang benar-benar mempunyai
kemampuan untuk mengelola suatu bangunan bertingkat (Arie, 2004).

Kewajiban badan pengelola rumah susun pada hakikatnya telah ditentukan dalam
Pasal 66 Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun yang
esensinya mencakup hal-hal sebagai berikut:
(1) Melaksanakan pemeriksaan, pemeliharaan kebersihan rumah susun dan
lingkungannya pada bangunan bersama, benda bersama dan tanah
bersama.
(2) Mengawasi ketertiban dan keamanan penghuni serta penggunaan
bangunan bersama, benda bersama dan tanah bersama sesuai dengan
peruntukannya.
(3) Secara berkala memberikan laporan kepada perhimpunan penghuni
disertai permasalahan dan usulan pemecahannya.

Kuswahyono (2004) berpendapat bahwa badan pengelola yang profesional


melakukan survei kepada penghuni untuk mengetahui bentuk pelayanan yang
sebenarnya diinginkan oleh penghuni hunian vertikal, melakukan pengukuran
kepuasan penghuni agar diketahui secara detail variabel-variabel apa saja dalam
suatu layanan yang dapat mengalami kegagalan.

36
Universitas Indonesia
C. Dimensi Penghuni
Penghuni rumah susun adalah manusia yang tinggal dalam waktu tertentu di
hunian vertikal. Penghuni dapat berasal dari kelompok masyarakat berpenghasilan
rendah yang berasal dari lokasi pemindahan penduduk (relokasi). Kelompok
penghuni yang berasal dari pekerja/pegawai suatu perusahaan/instansi. Kelompok
lain penghuni rumah susun adalah mahasiswa.

Penghuni terdiri dari berbagai kelas usia yang memiliki kebutuhan yang berbeda
atas model rumah tinggal. Terutama untuk hunian yang padat akan lebih berisiko
pada kesehatan bagi orang tua dan anak-anak karena mereka cenderung sedikit
berpindah sehingga kurang mengalami pergantian udara.

Budaya tinggal yang berubah merupakan faktor keengganan bagi (calon)


penghuni untuk tinggal di rusun. Masyarakat berpenghasilan rendah (MBR),
umumnya memiliki kekuatan sosial lebih kuat dibanding kelas masyarakat lain,
membutuhkan ruang komunal yang lebih. Selain itu, kecenderungan untuk
menambah ruang sesuai kebutuhan, sulit untuk diakomodasi struktur bangunan
rusun yang masif. Penghuni umumnya tetap dapat melakukan adaptasi di
lingkungan rusun. Dari penelitian Heston (2014) mengenai pengaturan antar
satuan unit hunian, didapati bahwa penghuni merasakan kondisi yang sudah
cukup baik. Akan tetapi kondisi yang dikeluhkan adalah penghuni yang
mementingkan diri sendiri, munculnya sikap individualis seperti menutupi ruang
jemuran tetangganya dari cahaya matahari.

Menurut teori arsitektur dalam pengembangan desain apapun pengambilan


keputusan harus mempertimbangkan manusia sebagai suatu entitas spiritual,
bukan hanya entitas fisik, agar hasil desain dapat mencapai sasaran yang dituju
(Laurens, 2005). Penghuni pada dasarnya dapat memberikan masukan untuk
penyesuaian unit seperti yang diharapkannya. Selain itu, penghuni sebaiknya
mempunyai inisiatif untuk memperbaiki keadaan tempat tinggalnya di rumah
susun supaya lebih sehat. Penghuni dapat mengambil tindakan yang tepat untuk
memperbaiki kualitas udara di dalam ruangan dengan mengeluarkan sumber,

37
Universitas Indonesia
mengubah aktivitas, membuka blokir ventilasi udara, atau membuka jendela untuk
sementara meningkatkan ventilasi (EPA, 2018).

2.1.6 Konsep Kesehatan Lingkungan


World Health Organization (WHO, 2016) mendefinisikan kesehatan lingkungan
melingkupi semua faktor fisik, kimia, dan biologis di luar diri seseorang, dan
semua faktor terkait yang memengaruhi perilaku. Ini mencakup penilaian dan
pengendalian faktor-faktor lingkungan yang berpotensi mempengaruhi kesehatan.
Ini ditargetkan untuk mencegah penyakit dan menciptakan lingkungan yang
mendukung kesehatan. Definisi ini tidak termasuk perilaku yang tidak
berhubungan dengan lingkungan, serta perilaku yang berkaitan dengan
lingkungan sosial dan budaya, dan genetika.

Dalam ilmu lingkungan mengenai bahaya lingkungan, zat kimia dan mahkluk
biologi tertentu dapat menyebabkan penyakit kepada manusia, dan dapat menular
dari satu manusia ke manusia lainnya (Miller, 2012), sehingga manusia perlu
memperhatikan bagaimana sumber penyakit tersebut terjadi dan mengupayakan
kesehatannya.

Selanjutnya, pengertian kesehatan lingkungan menurut Friel (2016):


Environmental health involves understanding the impacts of environmental,
human-made hazards, protecting human health and ecological systems
against these hazards. This includes studying the impacts of human-made
chemicals on wildlife or human health, as well as how the environment
influences the spread of diseases.
Maksud pernyataan di atas adalah kesehatan lingkungan melibatkan pemahaman
dampak dari bahaya lingkungan, tanda bahaya buatan manusia, proteksi kesehatan
manusia, dan sistem ekologi terhadap tanda bahaya ini. Ini termasuk mempelajari
dampak dari bahan kimia buatan manusia pada satwa liar atau kesehatan manusia,
serta bagaimana lingkungan mempengaruhi penyebaran penyakit.

38
Universitas Indonesia
Di Indonesia, pengertian kesehatan lingkungan adalah ilmu yang mempelajari
berbagai masalah kesehatan akibat dari hubungan interaksi antara berbagai bahan,
kekuatan, kehidupan, zat, yang memiliki potensi penyebab sakit yang timbul
akibat perubahan-perubahan lingkungan dengan masyarakat serta menerapkan
upaya pencegahan gangguan kesehatan yang ditimbulkannya.

Penulis berpendapat bahwa kesehatan lingkungan mengandung 2 (dua) unsur kata


kesehatan dan lingkungan dan di antara keduanya terdapat interrelasi dan saling
mempengaruhi. Pendekatan kesehatan lingkungan dengan melihat integrasi
transdisiplin ilmu dan secara holistik. Hubungan manusia dan kesehatan dalam
lingkungan dipengaruhi oleh persepsi dari psikologi manusia tersebut dalam
merespon lingkungan. Oleh karena itu, penulis perlu mengkaitkan teori psikologi
manusia dan persepsi terhadap kualitas udara dalam ruang.

2.1.7 Pengetahuan dan Perilaku Sehat di Hunian Perkotaan


Zhao et al (2016) menyatakan kesehatan merupakan faktor yang paling penting
bagi penghuni rumah susun daripada kenyamanan pandangan, penghematan biaya
dan proteksi lingkungan. Penelitiannya menunjukkan secara umum dari kedua
lokasi yang berbeda, penghuni merasakan puas terhadap terhadap kenyamanan
termal. Ini menunjukkan manusia dapat beradaptasi dengan kondisi termal.
Sementara itu, Frey et al (2014), hasil penelitiannya menyatakan konsentrasi
pajanan meningkat untuk penghuni yang mempunyai kebiasaan yang kurang baik
seperti merokok, jumlah folmaldehide lebih banyak terdapat di ruang tengah,
balkon, dan dapur melebihi standar. Ada hubungan yang kuat antara perilaku,
kondisi kesehatan dan KUDR yang dievaluasi.

Spengler et al (2000) menemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi


KUDR ialah perubahan persepsi publik, perubahan filosofi desain ventilasi,
perubahan nilai kepemilikan, dan peraturan yang berlaku. Oleh karena itu
perlunya sinergi antara persepsi penghuni dan pengelola dalam mengelola
kesehatan bangunan hunian yang diinisiasi oleh pengelola.

39
Universitas Indonesia
Loftness et al (2007) mengatakan desain yang berkelanjutan membutuhkan faktor
sosial, lingkungan dan teknis adalah prinsip perencanaan hubungan dalam-luar
ruang. Penghuni bangunan mempunyai peran penting dalam memelihara
kesehatan di ruang dalam terutama rumah tinggal hunian rumah susun. Kontribusi
KUDR ialah kebiasaan hidup bersih dan perilaku seperti: konsumsi produk,
finishing perabotane dan interior, dan perlengkapan yang digunakan.

Barnes (2014) mendapatkan bahwa pengurangan kontaminasi berhubungan


dengan perubahan perilaku kesehatan sekitar 20-98% di laboratorium dan 31-94%
di lokasi pengukuran. Masih sangat sedikit sekali bukti penelitian dari teori
perubahan perilaku ini, diperlukan metodologi yang lebih tegas untuk
mempelajari dampak perubahan perilaku terhadap pajanan polusi dalam ruang.

Penulis berpendapat semakin penghuni dan pengelola mempunyai pengetahuan


kesehatan yang lebih tinggi akan mempengaruhi perilaku hidup sehat dan kualitas
KUDR di hunian perkotaan.

2.1.8 Teori Ventilasi (Sirkulasi Udara)


Dalam bangunan definisi ventilasi adalah pergerakkan udara masuk ke dan keluar
dari ruang tertutup (ventilation is the intentional introduction of outside air into a
space (Hussain et al, 2006).

Ventilasi adalah proses dimana udara bersih (biasanya udara luar) disediakan
untuk ruang dan udara pengap dihilangkan. Ini dapat dicapai dengan cara alami
atau mekanis (AIVC, 2018). Ventilasi diperlukan untuk menyediakan oksigen
untuk metabolisme dan untuk mencairkan polutan metabolik (karbon dioksida dan
bau). Ini juga digunakan untuk membantu dalam menjaga kualitas udara dalam
ruangan yang baik dengan mencairkan dan menghilangkan polutan lainnya yang
dipancarkan dalam ruang tetapi tidak boleh digunakan sebagai pengganti untuk
pengendalian sumber polusi yang tepat. Ventilasi juga digunakan untuk
pendinginan dan (terutama di tempat tinggal) untuk menyediakan oksigen ke

40
Universitas Indonesia
peralatan pembakaran. Ventilasi yang baik adalah penyumbang utama bagi
kesehatan dan kenyamanan penghuni bangunan.

Kemudian, Cunningham et al (2012) mengatakan bahwa dalam inversi temperatur


dalam waktu tertentu dapat menyebabkan terperangkapnya polutan, sehingga
ventilasi dapat melancarkan terperangkapnya polutan dengan aliran udara yang
teratur.

Menurut ilmu kesehatan dan biologi (Diana, 2013), ventilasi adalah proses
pergerakan udara ke dan dari dalam paru. Proses ini berfungsi untuk
menyediakan/menyalurkan oksigen dari udara luar yang dibutuhkan sel untuk
metabolisme dan membuang karbondioksida hasil sisa metabolisme sel ke luar
tubuh. Dengan demikian, menurut penulis seharusnya ventilasi dalam arsitektur
adalah proses pergerakkan udara bersih (O2) ke dalam ruang, menggantikan udara
kotor (CO2 dan kontaminan).

Ventilasi bangunan merupakan pertimbangan desain penting untuk alasan


kesehatan dan keselamatan (Hughes et al, 2011). Ada dua strategi ventilasi utama,
yaitu mekanik dan alami. Ventilasi mekanik adalah bentuk yang paling umum
digunakan, karena menawarkan sirkulasi yang dapat dikontrol. Ventilasi alami
bergantung pada kondisi angin eksternal untuk memberikan pasokan udara segar
yang dibutuhkan.

Penelitian Chen et al (2016) menunjukkan bahwa penggunaan ventilasi akan


efektif dengan mengoptimalkan passive design (perencanaan ruang secara
optimal) sehingga kepuasan atau kebaikan dari pencahayaan alami, sirkulasi udara
akan mengurangi kelembaban dan menambah kenyamanan termal. Menurut
penulis, ventilasi adalah suatu sistem yang menyebabkan siklus pergerakan udara
terus-menerus yang membawa unsur-unsur kontaminan ke luar dan tergantikan
dengan udara baru segar (banyak mengandung O2). Ventilasi akan optimal dengan
desain bangunan yang memberikan akses bergeraknya udara bertukar dengan

41
Universitas Indonesia
udara segar secara terus menerus dan perilaku penggunanya untuk memelihara
operasional alat ventilasi.

Untuk menentukan kecepatan ventilasi terkait kenyamanan ruang, dapat


digunakan grafik bioklimatik yang disusun oleh Olgyay (Al-Azri et al, 2012).
Grafik ini membantu untuk melihat suatu ruang dalam kondisi kering atau
lembab. Kemudian ditunjukkan pula berapa kecepatan udara yang dapat
memperbaiki kondisi tersebut.

2.1.9 Teori Ventilasi di Hunian Perkotaan


Penelitian Gautami et al (2013) mengungkapkan sebanyak 513 penghuni suatu
rusun menderita PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis) 41,9%, ISPA (Infeksi
Saluran Pernafasan Akut) 32,9%. Hasil penelitian menunjukkan hubungan antara
prevalensi penyakit kronis (kesehatan penghuni) dengan kinerja ventilasi dan
pencahayaan rusun. Hasil penelitian Harb et al (2016) menunjukkan bahwa
sirkulasi udara rata-rata harus dicek ulang kembali setelah satu tahun supaya
kontaminan dan partikulat menurun. Pengurangan Volatile Organic Compound
(VOC) sangat tergantung dari sirkulasi udara (kinerja ventilasi).

Zhang et al (2016) mengatakan ketika konsentrasi CO2 di dalam ruang 200-300


ppm dan konsentrasi CO2 di luar ruang 500 ppm, penggunaan jendela berventilasi
selama 55 menit dapat mengurangi konsentrasi CO2. Ketika PM2,5 di dalam
100ug/m3 dan di luar 300 ug/m3, PM2,5 menurun sebesar 16% setelah jendela
berventilasi beroperasi. Ini menunjukkan ventilasi mempunyai fungsi yang
penting dalam menciptakan kualitas udara dalam ruang di hunian bertingkat.
Kinerja ventilasi harus dikontrol secara bersama baik oleh pengelola maupun
penghuni. Selanjutnya Zhang et al (2012) mengatakan kualitas udara dalam ruang
dipengaruhi material, interior, sistem ventilasi dan pencahayaan. Review Zhang ini
memberikan pandangan yang berbeda yaitu pentingnya pengendalian polusi udara
luar yang berpengaruh terhadap kualitas udara dalam ruang melalui lubang
ventilasi.

42
Universitas Indonesia
Frias et al (2014) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pergantian udara yang
baik dapat menghilangkan kontaminasi dalam ruang rumah susun, yang mana
nilai pergantian udara dalam ruang/ACH (Air Change Hour) adalah antara 0,77
sampai 1. Ini menandakan kinerja ventilasi dalam hunian perkotaan tidak boleh
berhenti karena perputaran udara bergantung kepada kinerja alat ini.

Chenary et al (2016) mempunyai pendapat yang lebih mengarah kepada


mengkombinasikan sistem ventilasi untuk hunian perkotaan, yaitu kombinasi
sistem ventilasi mekanis dengan sistem ventilasi alami (hybrid ventilation) untuk
penghematan energi bangunan. Sistem kombinasi ini ternyata membuat kualitas
udara lebih baik di bangunan bertingkat tinggi.

Hong et al (2015) menyatakan hasil analisis variabel yang berkaitan dengan


konsumsi energi bangunan termasuk ventilasi di dalamnya dengan metode
Kerangka DNA (Deoksiribonukleat Asam), menunjukkan bahwa aspek perilaku
pengguna (behavior) menduduki aspek tertinggi yang mempengaruhi konsumsi
energi suatu bangunan. Penulis melihat bahwa dalam merencanakan sistem
ventilasi hunian bertingkat tinggi perlu diawali desain sistem ventilasi yang
terintegrasi dengan bangunan untuk memperoleh kualitas udara terbaik,
selanjutnya partisipasi pengguna untuk memelihara dan memastikan ventilasi
beroperasi dengan baik.

2.1.10 Kualitas Udara Dalam Ruang (KUDR)


Efektivitas adalah menekankan pada hasil yang dicapai, sedangkan efisiensi lebih
melihat pada bagaiman cara mencapai hasil yang dicapai itu dengan
membandingkan antara input dan outputnya (Humaedi, 2016). Berdasarkan uraian
di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu keadaan yang
menunjukkan sejauh mana rencana dapat tercapai. Semakin banyak rencana yang
dapat dicapai, semakin efektif pula kegiatan tersebut, sehingga kata efektivitas
dapat juga diartikan sebagai tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu
cara atau usaha tertentu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

43
Universitas Indonesia
Ruangan merupakan suatu tempat manusia beraktifitas. Umumnya, manusia
menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam ruang dibandingkan di luar
ruang. Jika manusia berada di dalam ruangan dengan sirkulasi ligkungan udara
yang buruk, maka perlu diperhatikan kualitas udara dan kemungkinan
terakumulasinya bahan pencemar, seperti NO2, CO, formadehide dan lain-lain.
Bahan-bahan pencemar tersebut dapat memberikan pengaruh negatif terhadap
kesehatan manusia (Budiyono, 2010).

Dalam ilmu lingkungan, Miller (2012) menyatakan bahwa KUDR adalah masalah
yang sangat serius. Menurut EPA, polutan di dalam ruang dapat 2 sampai 5 kali
lebih berbahaya daripada polutan di luar bangunan karena lebih banyak jenis
polutan kimia dalam bahan finihing bangunan, baik dalam bentuk cat maupun
spray.

Berkaitan dengan KUDR, dapat dijelaskan bahwa efektivitas KUDR adalah


tingkat keberhasilan yang dapat dicapai untuk mewujudkan kualitas udara dalam
ruang yang baik. Semakin baik rencana dan pengelolaan akan semakin
meningkatkan keberhasilan capaian KUDR. Pengertian yang lebih luas dari
penyataan ini adalah terciptanya KUDR yang mendukung kesehatan manusia
(fisik dan psikis) di hunian dan mempengaruhi produktivitas masyarakatnya.

Environmental Protection Agency (EPA, 2018) mendefinisikan kualitas udara


dalam ruang (KUDR) adalah suatu kondisi kualitas udara dalam bangunan dan
strukturnya, yang berhubungan dengan kesehatan dan kenyamanan pengguna
bangunan. Di Indonesia, KUDR menurut Permenkes No.1077 Tahun 2011 tentang
Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah, adalah nilai parameter yang
mengindikasikan kondisi fisik, kimia dan biologi udara. Kondisi fisik udara
meliputi kelembaban, pencahayaan, suhu, dan partikulat sedangkan kondisi kimia
udara mencakup SO2, NO2, CO2, CO dan materi kimia lainnya. Selanjutnya
kondisi biologi udara ialah bakteri, jamur, dan angka kuman.

44
Universitas Indonesia
Menurut Tham (2016), berpendapat bahwa KUDR adalah fenomena multidisiplin
dan ditentukan oleh banyak jalur berupa kontaminan kimia, biologi dan fisika
yang menjadi satu kesatuan. Definisi lain, KUDR adalah kualitas udara di dalam
ruang yang memenuhi standar tertentu yang dipengaruhi kualitas udara di sekitar
bangunan, aktivitas manusia dalam ruang, kinerja alat ventilasi, dan material
finishing interior. KUDR dibangun untuk memenuhi kesehatan dan kenyamanan
penghuni bangunan (United States Environmental Agency for Home/EPAHome
US). Dalam hal definisi, penulis berpendapat sama dengan Tham (2016).

Gambar 2.6 Berbagai polutan dalam ruang hunian


Sumber: Miller (2012)

Gambar 2.6 memperlihatkan berbagai polutan yang berpotensi menyebabkan


gangguan kesehatan bagi penghuni. Polutan tersebut dapat dihindari dengan

45
Universitas Indonesia
mengganti bahan yang lebih aman dan dapat dikeluarkan dari hunian dengan alat
sirkulasi udara.

Sistem pengudaraan lahir dari upaya manusia untuk mewujudkan KUDR yang
efektif. Perkembangan sistem pengudaraan mulai dari sistem alami, kemudian
sistem mekanis (kipas) dan selanjutnya sistem mekanis berpendingin (AC),
berkembang terus diupayakan untuk memenuhi kenyamanan manusia. Hal yang
menjadi keprihatinan ialah tingkat pencemaran udara luar yang semakin tinggi di
perkotaan dan semakin sempitnya ruang terbuka hijau (RTH), membuat semakin
sulitnya mewujudkan KUDR yang ideal walaupun dengan teknologi ventilasi
yang canggih.

GBCI (Green building council Indonesia) adalah sebuah lembaga mandiri dan
nirlaba yang berkomitmen pada penddikan masyarakat dalam mengaplikasikan
praktik terbaik lingkungan dan memfasilitasi transformasi industri bangunan
global yang berkelajutan di Indonesia. GBCI (2012) menyatakan dalam panduan
penerapan perangkat penilaian bangunan hijau pada bangunan terbangun versi
1.0, menguraikan kriteria kenyamanan dan kesehatan dalam ruang bangunan
berkelanjutan (Indoor Health and Comfort) memenuhi 9 aspek, yang terdiri atas
1(satu) aspek persyaratan dan 8(delapan) aspek penilaian. Kedelapan aspek
tersebut ialah: kampanye bebas asap rokok sebagai prasyarat, kemudian (1)
Introduksi udara luar, (2) pengendalian asap rokok di lingkungan, (3) monitoring
CO2 dan CO, (4) pengukuran bebas pencemar fisik dan kimia, (5) pembersihan
alat bantu ventilasi dan pengukuran jumlah bakteri secara berkala, (6)
kenyamanan visual, dan (7) bebas kebisingan, serta (8) survei baku kenyamanan
ruang.

Selain itu, NIOSH (National Institute for Occupational Safety and Health)
mengatakan terdapat 4(empat) faktor yang mempengaruhi kualitas udara dalam
ruang, yaitu: (1) Sumber dari luar bangunan, yang terdiri atas: udara luar yang
terkontaminasi, emisi dari sumber di sekitar bangunan, gas tanah, dan kelembaban
yang mengeluarkan mikrobilogi, (2) Perlengkapan, yang terdiri atas: alat HVAC

46
Universitas Indonesia
(Heating Ventilation Air conditioner), dan perlengkapan non HVAC yang
menghasilkan VOC (Volatile Organic Compound), dan zat kimia lainnya, (3)
Aktivitas manusia, yang terdiri atas aktivitas pribadi (merokok, memasak),
aktivitas kerumahtanggaan (membuang sampah, membersihkan dengan pewangi),
dan aktivitas pemeliharaan (mengecat, mengontrol hama), (4) Komponen
Bangunan dan Perlengkapan, yang terdiri atas: lokasi yang menghasilkan debu
atau fiber, kondisi sanitasi dan drainase yang bocor, dan pelepasan zat kimia dari
bangunan.

Selanjutnya Persily (2015) dalam studi literaturnya mengenai standar ASHRAE


62 (American Society of Heating, refrigerating, and Air-Conditioning Engineers
No.620) yang bertujuan kualitas udara dalam ruang, membedah perkembangan
standar tersebut. Temuannya menunjukkan KUDR mengalami perubahan yang
semakin luas. Menurut penulis, perkembangan perubahan iklim, perubahan
kebutuhan bangunan yang semakin besar, dan inovasi teknologi yang semakin
menjawab kebutuhan bangunan, membuat perubahan sistem ventilasi yang harus
terintegrasi dengan bangunan dan lingkungannya. Penulis menyimpulkan kualitas
udara dalam ruang adalah potensi multi-dimensi yang dipengaruhi oleh daya
dukung lingkungan (kualitas udara luar dan kualitas tanaman sebagai penyerap
CO2 dan kontaminan), kondisi fisik ruang, aktivitas manusia, dan monitoring
terus-menerus secara berkala baik dalam bentuk pengukuran alat ataupun survei
penghuni.

2.1.11 Efektivitas Kualitas Udara Dalam Ruang di Hunian Perkotaan


Banyak penelitian-penelitian yang mengkaji untuk menemukan efektivitas KUDR
di hunian perkotaan. Berikut ini ialah hasil penelitian-penelitian dalam rangka
efektivitas KUDR di hunian perkotaan.

Das et al (2014) menunjukkan bahwa nilai PM2,5 di dalam ruang hunian dan di
luar bangunan sangat berbeda. Pengaruh perbedaan adalah PM2,5 dalam ruang
dipengaruhi oleh infiltrasi dari luar dan konsentrasi hasil dari gas setelah
memasak, serta temperatur dalam ruang. Loftness et al (2007) mengatakan desain

47
Universitas Indonesia
yang berkelanjutan mendorong perhitungan kebutuhan dalam infrastruktur,
konsumsi energi yang efisien, ketahanan dan kemampuan recycle. Untuk
memperoleh KUDR yang baik, pemasangan material perlengkapan rumah tinggal
berasal dari material yang tidak menyebabkan kontaminasi, yang berlabel
ekolabel.

Alamsyah et al (2013) mengatakan hasil penelitiannya di rusun Mariso di


Makassar menunjukkan dengan metode path analysis, aspek teknis, aspek kinerja
manajemen, dan aspek perilaku mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja
prasarana bangunan, termasuk kualitas udara dalam ruang. Day et al (2015)
berpendapat bahwa perilaku penghuni yang mendapatkan pelatihan dalam rangka
high performance building, menunjukkan perilaku yang mendukung kinerja
bangunan dan merasa lebih puas. Du et al (2015) mengungkapkan bahwa perilaku
penghuni di hunian perkotaan sangat mempengaruhi kondisi KUDR bangunan
dan meningkatkan kepuasan penghuni.

Lai et al (2009) dalam penelitiannya mengenai kualitas lingkungan termasuk


kualitas udara menemukan bahwa temperatur operasional, konsentrasi CO2,
tingkat kebisingan, dan tingkat iluminasi, semuanya berdampak kepada
penerimaan kualitas lingkungan dalam bangunan. Xue et al (2016) menggunakan
pendekatan yang terstruktur untuk menilai kepuasan penghuni hunian perkotaan
bertingkat tinggi terhadap kualitas lingkungan dalam ruang termasuk kualitas
udara dalam ruang. Hasil penelitian Xue et al menunjukkan yang mempengaruhi
perasaan kualitas udara dalam ruang yang baik, sangat dipengaruhi oleh gender,
umur, lingkungan fisik dan perilaku adaptif. Xue mengusulkan untuk membuat
desain bangunan yang adaptif seperti moveable sunshading, vetilasi dan
pencahayaan yang bisa diatur selain filter kebisingan dan ventilasi alami. Xue
juga mengatakan perlunya survei untuk mengetahui kebutuhan yang spesifik.

Penulis menyatakan efektivitas kualitas udara dalam ruang di hunian perkotaan


akan semakin baik apabila pengguna dan pengelola secara bersama memelihara
kebersihan ruang. Kemudian secara bersama mengatur sirkulasi udara dengan

48
Universitas Indonesia
sistem ventilasi yang terintegrasi dan didukung oleh penyediaan ruang terbuka
hijau (RTH) di lingkungan bangunan, yang menciptakan kondisi iklim mikro yang
kondusif.

2.1.12 Peraturan Terkait Hunian Vertikal dan KUDR


Peraturan mengenai hunian vertikal di Indonesia pada awalnya menggunakan
Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun namun karena
perkembangan bidang permukiman yang pesat, pemerintah mengeluarkan
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Tujuan
penyelenggaraan rumah susun dalam undang-undang ini ialah
(1) Menjamin terwujudnya rumah susun layak huni dan terjangkau,
(2) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang,
(3) Mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman
kumuh,
(4) Mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan,
(5) Memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi,
(6) Memberdayakan para pemangku kepentingan,
(7) Memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian,
pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun.

Dalam peraturan ini disebutkan dalam pasal 2 terdapat hal yang berkaitan dengan
kesehatan, yaitu memberikan landasan agar pembangunan rumah susun
memenuhi standar rumah sehat, syarat kesehatan lingkungan, dan perilaku hidup
sehat. Selain itu, disebutkan hal yang berkaitan dengan kelestarian dan
keberlanjutan, yaitu memberikan landasan agar rumah susun diselenggarakan
dengan menjaga keseimbangan lingkungan hidup dan menyesuaikan dengan
kebutuhan yang terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk dan
keterbatasan lahan. Hal yang berkaitan tentang kenyamanan juga disinggung di
pasal ini yaitu persyaratan kenyamanan ruang dan gerak antar ruang,
pengkondisian udara, pandangan, getaran, dan kebisingan.

49
Universitas Indonesia
Sesuai pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang
Rumah Susun menyebutkan bahwa negara bertanggungjawab atas
penyelenggaraan rumah susun yang pembinaannya dilaksanakan oleh
pemerintah yakni Menteri pada tingkat nasional, Gubernur di tingkat provinsi
serta Bupati/Walikota pada tingkat Kabupaten/ Kota. Selain itu mengacu pada
Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun pasal 73 bahwa
pengaturan dan pembinaan dilakukan oleh Kemenpera terkait Kebijakan Umum.
Kementerian Pekerjaan Umum terkait kebijakan teknis dan kemudahan
perkreditan dan perpajakan diatur Kementerian Keuangan serta bentuk dan tata
cata pembuatan buku tanah dan penerbitan sertifikat hak milik atas satuan Rusun
oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Banyak opini dan kritik terhadap peraturan ini karena beberapa pasal yang
mensyaratkan pengaturan lebih lanjut melalui peraturan pemerintah. Salah
satunya pasal 69 mengenai peningkatan kualitas rumah susun dan pasal 40 ayat 4
mengenai standar pelayanan minimal prasarana, sarana, dan utilitas umum tidak
rinci sehingga berpotensi multitafsir. Peraturan pelaksanaan seharusnya hadir
paling lambat satu tahun setelah undang-undang tersebut dibuat seperti tercantum
pada pasal 119 namun sampai saat ini belum diterbitkan.

Peraturan pendukung di atas ialah Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988


tentang Rumah Susun. Peraturan Pemerintah ini mengatur penyelenggaraan
rumah susun yang terdiri atas pembinaan, persyaratan teknis, izin layak huni,
pemilikan unit, pengelolaan, dan pengawasan. Namun peraturan ini, hanya
menyatakan secara umum tentang penyelenggaraan rumah susun, belum dianggap
menjelaskan secara rinci.

Berkaitan dengan kesehatan dan kualitas udara, diatur pada pasal 11 yang tertulis:
(1) Semua ruang yang dipergunakan untuk kegiatan sehari-hari harus
mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan udara luar
dan pencahayaan langsung maupun tidak langsung secara alami, dalam
jumlah yang cukup, sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
(2) Dalam hal hubungan langsung maupun tidak langsung dengan udara luar
dan pencahayaan langsung maupun tidak langsung secara alami

50
Universitas Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak mencukupi atau tidak
memungkinkan, harus diusahakan adanya pertukaran udara dan
pencahayaan buatan yang dapat bekerja terus menerus selama ruangan
tersebut digunakan, sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
Dalam bunyi pasal di atas mendorong aturan untuk mengikuti standar rumah
sehat.

Selanjutnya, peraturan yang berkaitan dengan pembangunan hunian vertikal ialah


Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pedoman
Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi. Dalam
peraturan ini yang termasuk kategori bangunan rumah susun sederhana bertingkat
tinggi adalah yang memiliki jumlah lantai lebih dari 8 sampai dengan 20an lantai.
Materi yang terkandung dalam peraturan ini adalah ketentuan administratif,
ketentuan teknis tata bangunan (arsitektur dan lingkungan), ketentuan teknis
keandalan bangunan (keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan), dan ketentuan
pembiayaan bangunan.

Dalam peraturan ini sudah disebutkan material dan sistem yang digunakan dalam
pembangunan rumah susun, terutama yang berkaitan dengan kesehatan dan
keandalan bangunan, dan pengaturan lingkungan yang mendukung. Penggunaan
material struktur utama yaitu precast dan beton ringan, yang umumnya
mempunyai nilai akustik yang tinggi dan tidak mengandung racun yang
membahayakan kesehatan. Dalam peraturan ini, juga disebutkan persyaratan
kesehatan bangunan gedung hunian vertikal, seperti sistem penghawaan, sistem
pencahayaan, sistem sanitasi, dan penggunaan bahan bangunan yang tidak
mencemari lingkungan. Unsur kenyamanan juga disebutkan, yaitu: ruang gerak
antara ruang secara horizontal dan vertikal, kondisi udara dalam ruang,
kenyamanan pandangan dari ruang-ruang, dan dari getaran dan kebisingan.

Peraturan lain yang lebih teknis adalah SNI 03-7013-2004 tentang Tata Cara
Perencanaan Fasilitas Lingkungan Rumah Susun Sederhana. Peraturan ini
mengarah ke persiapan desain arsitektur dan lingkungan rumah susun dengan
perhitungan fasilitas dengan pendekatan desain kawasan perkotaan. Isi materi

51
Universitas Indonesia
dimulai dengan pertimbangan pemilihan lokasi dengan pendekatan analisis site
dan peruntukan yang telah ditentukan, penentuan jenis-jenis fasilitas berdasarkan
jumlah penghuni, fasilitas niaga, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas
pemerintahan dan pelayanan, serta ruang terbuka hijau. Dalam peraturan ini juga
ditentukan tahapan perencanaan secara singkat, walaupun belum sampai kepada
angka standar pengukuran yang lebih konkrit.

Selain peraturan yang telah disebutkan di atas, terdapat pergub (peraturan


gubernur) dan ingub (instruksi gubernur) di provinsi ibukota Jakarta yang
berkaitan dengan rumah susun, seperti Peraturan Gubernur Nomor 54 Tahun
2008 tentang Baku Mutu Kualitas Udara Dalam Ruang (KUDR) dan Instruksi
Gubernur Nomor 131 Tahun 2016 tentang Optimalisasi Pengelolaan Rumah susun
Sederhana Sewa di provinsi daerah Khusus Ibukota Jakarta.

2.1.13 Layak Fungsi Hunian dan Layak Lingkungan

Sertifikat Layak Fungsi adalah sertifikat yang diterbitkan oleh pemerintah daerah
untuk menyatakan suatu bangunan gedung baik secara administratif maupun
teknis, sebelum pemanfaatannya (Permen PU No.25/PRT/M/2007 tentang
Pedoman Sertifikat Layak Fungsi Bangunan Gedung). Bangunan yang mendapat
sertifikat layak fungsi adalah bangunan yang memenuhi dokumen sebagai berikut:
(1) Berita acara hasil pemeriksaan kelayakan struktur dan sistem proteksi
kebakaran dari Konsultan yang melakukan audit.
(2) Lampiran berupa:
(i) Dokumen Pendukung, yang terdiri atas salinan IMB (Ijin
Mendirikan Bangunan) yang berlaku, surat pernyataan yang
ditandatangani perencana terkait tentang desain bangunan yang
sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia): standar gempa,
keamanan kebakaran, dan standar penyandang cacat.
(ii) Hasil Audit bidang arsitektur, struktur, proteksi kebakaran,
mekanikal dan elektrikal,
(iii) Sertifikat Bidang Usaha dari konsultan MK (Manajemen
Konstruksi) yang mengaudit.

52
Universitas Indonesia
(iv) SKA (Sertifikat Kompetensi Ahli) inspektor minimal tingkat
madya yang melakukan audit, yang diterbitkan Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) dan Himpunan Ahli
Manajemen Konstruksi Indonesia (HAMKI).

Untuk bangunan tinggi, selain dipenuhi persyaratan di atas, harus dilengkapi


dengan rekomendasi dan berita acara tentang hasil uji coba instalasi dan
perlengkapan bangunan yang meliputi: Instalasi listrik arus kuat dan pembangkit,
listrik cadangan/genset, instalasi kebakaran (sistem alarm, instalasi pemadaman
api, hidran dan lain-lain), instalasi transportasi lift dalam gedung, Instalasi air
bersih dan dan buangan air kotor. Sertifikat layak fungsi berlaku selama 5 tahun
kemudian diperpanjang dan dapat diperoleh setelah bangunan dikaji kembali
secara teknis dan masih memenuhi persyaratan teknis kelayakan penggunaan
bangunan.

Pembahasan layak fungsi dalam Permen PU No.25/PRT/M/2007 tentang


Pedoman Layak Fungsi Bangunan Gedung, masih sebatas kepada kesehatan yang
diakibatkan oleh melemahnya kekuatan struktur namun belum sampai pada
persyaratan sehat KUDR dan kampanye kepada penghuni atau rencana program
pemilik bangunan untuk meningkatkan kemampuan penghuni dapat secara sosial
hidup sehat.

Layak Lingkungan atau Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap
orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL
(Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan) dalam
rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai syarat
memperoleh izin usaha dan atau kegiatan (Peraturan Pemerintah No.27 tahun
2012 tentang Izin Lingkungan).

Kelayakan lingkungan di dalam amdal selama ini terbatas pada penyebutan bahwa
dokumen amdal menjadi dasar penetapan kelayakan lingkungan. Peraturan
Pemerintah No.27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

53
Universitas Indonesia
menyebutkan kriteria untuk menetapkan suatu rancana kegiatan tidak layak
lingkungan. Keputusan layak lingkungan hampir disetujui setelah ada
menyerahkan dokumen oleh pejabat berwenang. Keputusan kelayakan lingkungan
sering merupakan suatu keputusan politik (Salim, 2010).

Sehubungan dengan rumah susun, ada 5 (lima) prinsip utama dari konsep
perumahan dan pemukiman yang berwawasan lingkungan yang harus
dikembangkan sesuai kondisi awal yang ada (Hapsari, 2015), yaitu:
(1) Mempertahankan dan memperkaya ekosistem yang ada
Termasuk di dalamnya adalah berlanjutnya ekosistem yang ada. Perubahan
yang dilakukan terhadap unsur ekosistem karena adanya pembangunan
gedung atau prasarananya harus diimbangi dengan peningkatan kemampuan
dari unsur ekosistem yang tidak terusik. Di samping itu, perlu ditambah unsur
ekosistem baik secara kuantitatif maupun kualitatif yang memperkaya peran
ekosistem secara keseluruhan.
(2) Menggunakan energi yang minimal
Baik rencana makro maupun mikro perumahan dan permukiman harus
memanfaatkan sistem iklim yang ada (secara pasif) dan perancangan
bangunan yang memanfaatkan prinsip yang sama ditambah dengan sistem
radian yang dapat meningkatkan efektifitasnya dibandingkan dengan system
pasif. Pemilihan bahan bangunan, cara membangun dan rancangan bentuk
dapat berpengaruh terhadap kebutuhan energi baik jangka pendek maupun
panjang.
(3) Mengendalikan limbah dan pencemaran
Limbah yang harus dikendalikan mulai dan yang dihasilkan oleh jamban dan
kamar mandi, dapur, rumah sampai akibat dan pemakaian berbagai peratatan
listrik, bahan bakar fosil dan sebagainya. Limbah ini harus terkelola dengan
baik dan jelas dengan prinsip produksi bersih.
(4) Menjaga kelanjutan sistem sosial-budaya lokal
Gaya hidup yang berlaku sudah secara mantap diterjemahkan ke dalam
berbagai tatanan dan bentuk bangunan serta peralatan yang dipakai sehari-
hari. Kaidah dan pola dan warisan budaya dan pola hidup ini harus menjadi

54
Universitas Indonesia
dasar awal untuk dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan
baru yang diciptakan oleh pembangunan yang maju dan berhasil yang
merupakan proses berlanjut.
(5) Meningkatkan pemahaman konsep lingkungan
Permukiman terbentuk melalui proses yang berlangsung terus. Dalam
perkembangan proses ini selalu akan terjadi pergantian pemukim baik secara
alami melalui proses lahir dan mati, maupun karena mobilitas penduduk
antara yang datang dan pergi.

Keterangan Hapsari (2015) adalah yang diharapkan dari adanya UKL-UPL.


Pembahasan layak lingkungan rumah susun masih sering menekankan pada
masalah dampak terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Pembahasan layak
fungsi bangunan rumah susun berkaitan dengan layak lingkungannya, yang
mempunyai fokus yang berbeda. Layak lingkungan menekankan pada hubungan
bangunan dan lingkungan sekitarnya, sedangkan layak fungsi menekankan pada
hubungan bangunan dengan manusia yang menggunakannya. Layak lingkungan
dapat berdampak kepada layak fungsi bangunan.

2.2 Instrumen Analisis Riset


Karakteristik penelitian ini ialah penelitian sosial yang berhubungan dengan aspek
teknis. Aspek sosial yang dapat berdampak kepada pemeliharaan aspek fisik
bangunan dan lingkungannya. Aspek sosial termasuk penelitian yang mempunyai
banyak indikator, sehingga dalam melihat fenomena persepsi, perilaku, dan
partisipasi menggunakan metode analisis multivariate, yang antara satu variabel
dan variabel lainnya diduga memiliki keterikatan.

Beberapa metode penelitian multivariate ialah analisis regresi linear berganda,


analisis diskriminan, analisis varian multivariate (MANOVA), dan analisis
korelasi kanonikal (Sugiyono, 2016). Metode analisis tersebut bertujuan untuk
mengetahui pengaruh antara variabel bebas dan terikat yang jumlahnya lebih dari
3 variabel, yang sifatnya terbatas. Dalam riset ilmu lingkungan terdapat beberapa
metode analisis yang dapat digunakan dalam penelitian multi variabel untuk

55
Universitas Indonesia
tujuan yang lebih luas seperti analisis SEM (Structural Equation Modelling),
analisis sistem dinamik, analisis daur hidup (LCA/Life Cycle Analysis), dan
analisis ANN-SOM (Artificial Neural Network Self Organizing Map). Analisis-
analisis tersebut mempunyai tujuan-tujuan tersendiri yang dapat digunakan
peneliti untuk mencapai tujuan penelitian. Berikut ini adalah perbandingan tujuan
dari analisis SEM, ANN-SOM, Sistem Dinamik, dan LCA tersebut di atas:

Tabel 2.1 Perbedaan Tujuan Metode Analisis SEM, SOM, Sistem Dinamik, dan LCA

Metode Analisis Tujuan


PLS-SEM Mencari kekuatan hubungan antara variabel
ANN-SOM Mengetahui kelompok kedekatan variabel-variabel
Sistem Dinamik Mengidentifikasi variabel yang berpengaruh dalam
sistem
LCA Menganalisa dampak suatu produk lingkungan
selama siklus hidupnya

Tujuan penelitian ini adalah mencari sejauh apa kekuatan hubungan antara
variabel-variabel, oleh karena itu peneliti memilih menggunakan metode analisis
SEM. Untuk menggambarkan kelompok (klaster/cluster) kedekatan antara
hubungan antara variabel penulis menambahkan dengan salah satu jenis metode
analisis ANN, yaitu SOM untuk mempermudah membentuk model penelitian ini.

2.2.1. Partial Least Square Structural Equation Modelling (PLS-SEM)


Metode SEM adalah gabungan analisis faktor dan regresi berganda yang
melibatkan banyak variabel. SEM digunakan oleh para ahli statistik yang mencari
metode untuk membuat model yang dapat menjelaskan hubungan di antara
variabel-variabel. Dalam penelitian ilmu sosial terdapat banyak variabel yang
tidak mudah diukur yang dikategorikan sebagai variabel laten, sehingga perlu
beberapa indikator (variabel manifes). Dalam sebuah metode riset yang
menggunakan sejumlah variabel laten dan indikatornya, tidak dapat menggunakan
alat-alat statistik seperti uji t, anova,korelasi dan regresi berganda jadi diperlukan
model SEM (Santoso, 2015).

56
Universitas Indonesia
SEM (Structural Equation Modelling) adalah alat analisis statistik yang
digunakan untuk menyelesaikan model bertingkat secara serempak yang tidak
dapat diselesaikan oleh persamaan regresi linear. SEM dapat juga dianggap
sebagai gabungan dari analisis regresi dan analisis faktor. SEM dapat
dipergunakan untuk menyelesaikan model persamaan dengan variabel terikat
lebih dari satu dan juga pengaruh timbal balik (recursive). SEM berbasis pada
analisis kovarians sehingga memberikan matriks kovarians yang lebih akurat dari
pada analisis regresi linear.

Untuk menyelesaikan penelitian dengan jumlah sampel yang relatif kecil,


dibutuhkan suatu pendekatan khusus. Salah satu pendekatan yaitu Partial least
Square (PLS) atau sering disebut soft modelling (Jaya et al,2008). PLS berbasis
analisis varians yang hubungan antara variabel indikator tidak harus saling
mempengaruhi dan hubungan dengan variabel latennya lebih fleksibel arahnya.
Program-program statistik yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan PLS-
SEM misalnya SMARTPLS atau WarpPLS.

Variabel Indikator | Variabel Laten Eksogenous Variabel Laten Endogenous | Variabel Indikator
Gambar 2.7 Contoh Model Kontruk PLS-SEM
Sumber: Sarwono (2017)

57
Universitas Indonesia
Pada model struktural (Gambar 2.7), yang disebut juga sebagai model bagian
dalam (inner model), semua variabel laten dihubungan satu dengan yang lain
dengan didasarkan pada teori substansi. Variabel laten dibagi menjadi dua, yaitu
eksogenous dan endogenous. Variabel laten eksogenous adalah variabel penyebab
(dependent) atau variabel tanpa didahului oleh variabel lainnya (independent)
dengan tanda anak panah menuju ke variabel lainnya (variabel laten endogenous).

Sarwono (2017) mengatakan bahwa Structural Equation Modeling (SEM) adalah


teknik statistik yang digunakan untuk membangun dan menguji model statistik
yang biasanya dalam bentuk model-model sebab akibat. SEM sebenarnya
merupakan teknik hibrida yang meliputi aspek-aspek penegasan (confirmatory)
dari analisis faktor, analisis jalur dan regresi yang dapat dianggap sebagai kasus
khusus. Sedangkan PLS-SEM lebih digunakan untuk membangun suatu teori.

2.2.2 Artificial Neural Network (ANN) dan Self Optimizing Map (SOM)
SOM adalah salah satu jenis dari ANN (Artificial Neural Network). Menurut
Suhartono (2012), ANN adalah konsep metode analisis yang mengadopsi cara
otak manusia melakukan proses menjadi keluaran (output). Ada beberapa jenis
ANN, yaitu: (1) Perceptron, (2) Multi layer perception, (3) Backpropagation Net,
(4) Hopfield net, dan (5) Kohonen Feature Map. SOM sama dengan Kohonen
Feature map, karena ditemukan oleh Teuvo Kohonen (University Helsinki) tahun
1982.

Metode analisis ANN sudah pernah digunakan untuk penelitian ilmu lingkungan,
yaitu penelitian oleh Pramudita (2015). Untuk metode SOM, Wulandari (2016)
memakai SOM untuk menganalisis Clustering ketahanan dan kerentanan pangan
di Magetan.

58
Universitas Indonesia
Gambar 2.8. Konsep ANN
Sumber: Suhartono (2012)

(a) (b)

Gambar 2.9 Perbedaan Model Variabel ANN (a) dan SOM (b)
Sumber: researchgate.net, diunduh Januari 2019

Gambar 2.9 menunjukkan konsep ANN seperti sel otak manusia berpikir,
informasi (input) diterima oleh dendrites, kemudian diproses melewati inti sel dan
keluar menjadi (output) melalui axon. Kemudian di gambar 2.9 (a) dan (b),
menunjukkan perbedaan model susunan variabel bebas sebagai input dan variabel
terikat sebagai output antara ANN dan SOM. Dalam proses indentifikasi
ANN/SOM akan muncul fungsi matematika, seperti di bawah ini.

...............2.1

adalah informasi dari lapisan sebelumnya, adalah fungsi khusus yang

disebut fungsi aktivasi, dan adalah beban (weight).

59
Universitas Indonesia
Selanjutnya SOM tahapan lanjutan dari ANN yang bertujuan memberi gambaran
kelompok (cluster) yang tertuang dalam bentuk peta warna (map). Gambaran
formula fungsi terbentuk dari vektor beban (weight vector) yaitu Wv(s), dengan
bentuk formula sebagai berikut:

......2.2

Hasil fungsi vektor tersebut akan diterjemahkan dalam bentuk peta warna seperti
pada gambar 2.10. Peta tersebut kemudian diinterpretasikan sesuai dengan

kelompok warna tertentu yang umumnya didominasi variabel yang dominan. Peta
titik (scatter plot) juga dapat ditampilkan untuk memperlihatkan posisi kelompok.

Gambar 2.10. Tampilan Peta dalam ANN-SOM


Sumber: http://hdimagegallery.net/self+organizing+map

SOM dapat diselesaikan dengan bantuan program statistik MATLAB. MATLAB


adalah program komputer yang dapat membantu memecahkan berbagai masalah
matematis (Widiarso, 2005). Peneliti telah banyak menggunakan MATLAB untuk
menemukan solusi dari berbagai masalah numerik secara cepat dan dapat
ditampilkan dalam bentuk grafik.

Dari uraian-uraian teori-teori di atas, tersusunlah kerangka teori penelitian sebagai


berikut dalam gambar 2.11.

60
Universitas Indonesia
Model Dimensi Manusia untuk Keberlanjutan Hunian Vertikal Perkotaan melalui
KUDR

Gambar 2.11 Kerangka Teori Penelitian

Gambar kerangka teori di atas menunjukkan susunan teori yang melandasi


penelitian ini. Penjabaran teori, mulai dari dasar teori ilmu lingkungan yang
mengkaji tentang upaya yang dilakukan manusia untuk mengelola lingkungan
hidup dan dampaknya kepada makhluk hidup (Miller et al, Cunninghams, Enger
et al). Penekanan penelitian ini menggunakan teori interaksi dan keberlanjutan.
Teori interaksi digunakan untuk mengungkapkan interaksi dimensi manusia dan
lingkungan. Sedangkan Teori keberlanjutan digunakan untuk mengarahkan
kepada model hunian berkelanjutan. Untuk membantu mengungkap karakteristik
interaksi dan pola keberlanjutan dari penelitian, diperlukan teori ekologi manusia,
teori hunian perkotaan, teori kesehatan lingkungan, dan teori ventilasi. Teori
ekologi manusia yang mendasari penelitian ini ialah tentang kenyamanan dan
interaksi dipengaruhi oleh organisasi yang lebih tinggi, yaitu komunitas (Steiner,
2016). Teori hunian perkotaan yang digunakan mengenai hunian perkotaan
berkelanjutan yang memenuhi dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan sehingga
dapat meningkatkan human capital (Damayanti, 2011). Untuk menemukan faktor-
faktor kesehatan yang dipengaruhi oleh interaksi dengan lingkungan, teori
kesehatan lingkungan menjadi dasar untuk mencari bahan dan dampak

61
Universitas Indonesia
pencemaran udara (Friel, 2016). Kemudian untuk menemukan bagaimana
pencemaran udara ruang terjadi, teori ventilasi membantu menemu-kenali
penyebabnya, Frias (2014) mengungkapkan teori tentang sirkulasi udara di hunian
vertikal.

Berdasarkan teori-teori di atas kemudian dikerucutkan ke 2 (dua) teori pilihan,


yaitu teori persepsi-perilaku-partisipasi (Maslow, 2015) dan teori KUDR hunian
vertikal (Tham, 2016). Maslow (2015) mengarahkan pada bagaimana persepsi
mendasari penghuni dan pengelola berinteraksi, berperilaku, dan berpartisipasi di
hunian vertikal. Sedangkan Tham (2016) membantu dalam menyusun model
modifikasi Hawkes (2017) menjadi model hunian sehat dan berkelanjutan.
Sebagai alat analisis teori analisis SEM (Sarwono, 2017) dan analisis SOM
(Widiarso,2005) mendukung kajian. SEM membantu menemukan konsep model
sosial yang berpengaruh terhadap aktivitas pencemaran dan SOM membantu
membuat model prediktifnya.

2.3 Hasil Penelitian-penelitian Terdahulu


Penulis menyajikan penelitian-penelitian pendahulu untuk memahami kerangka
persolan yang diteliti dan menegaskan kebaharuan penelitian yang akan dilakukan
atau posisi penelitian yang diambil.

2.3.1 Hasil Penelitian-penelitian Terkait KUDR


Penelitian-penelitian yang terkait dengan KUDR sebelumnya perlu dijelaskan
untuk melihat persoalan secara rinci dan bagian apa yang akan dikaji dalam
penelitian sehingga semakin melengkapi teori-teori yang telah ada. Berikut uraian
hasil penelitian KUDR terdahulu.

Penelitian Gautami et al (2013) menyatakan terdapat hubungan antara prevalensi


penyakit respirasi kronis dengan ventilasi hunian perkotaan dan pencahayaan
hunian perkotaan. Zhao et al (2016) mengatakan kesehatan adalah faktor yang
dinyatakan paling penting oleh penghuni hunian berkaitan dengan kenyamanan
lingkungan dalam ruang seperti kenyamanan termal, kenyamanan pandangan,

62
Universitas Indonesia
KUDR, penghematan biaya dan proteksi lingkungan. Kemudian, Wells et al
(2015) berpendapat tidak ada perbedaan signifikan konsentrasi kualitas udara
antar gedung dengan konsep hemat energi dan gedung konvensional tanpa
penilaian perbedaan perilaku. Brown et al (2015) berpendapat hunian perkotaan
low income cenderung mempunyai konsentrasi kontaminan yang lebih tinggi,
seperti penggunaan material yang mengandung formaldehyde, kebiasaan
merokok, kelembaban, dan kepadatan penghuni yang lebih tinggi. Selanjutnya,
Barnes (2014) menyatakan pengurangan kontaminasi berhubungan dengan
perubahan perilaku. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh Gautami et al
(2013), Zhao et al (2016), Wells et al (2015), Brown et al (2015), dan Barnes
(2014), menunjukkan pentingnya persepsi penghuni dalam menilai kualitas udara
dan kesehatan hunian, dan pentingnya perubahan perilaku dalam mengurangi
kontaminasi. Menurut penulis, persepsi penghuni menunjukkan keadaan
sesungguhnya tentang kondisi fisik bangunan, dan perilaku pengelola dalam
memelihara kualitas udara secara umum dalam bangunan hunian, namun untuk
kesehatan penghuni sangat dipengaruhi oleh perilaku sehat penghuni dalam unit
hunian masing-masing dan berpartisipasi memberi masukan kepada pengelola.
Dengan demikian aspek persepsi, perilaku dan partisipasi pengelola dan penghuni
perlu terjalin dengan benar untuk mewujudkan kualitas udara dalam ruang yang
baik.

Zhang et al (2012) mengungkapkan masalah polusi udara dalam ruang


dipengaruhi kinerja sistem ventilasi. Selain ventilasi, kualitas udara dalam ruang
dipengaruhi oleh material, kombinasi interior, sistem ventilasi, dan pencahayaan
serta pengaruh kondisi dari luar ruang. Razzaghian et al (2016) berpendapat
bahwa demi kesehatan dan keberlanjutan hunian bertingkat perkotaan di masa
depan, berpikir secara ekologi (ekological thinking) perlu menjadi dasar
pembangunan hunian, bukan hanya masalah high quality material hunian.
Penelitian ini menguji 4(empat) aspek yang ditargetkan, yaitu: konstruksi,
manajemen, kenyamanan, dan kesehatan. Kemudian, Prawibawa et al (2015)
mengatakan berbagai masalah di kawasan hunian perkotaan disebabkan
perencanaan yang kurang mengacu kepada konsep arsitektur hijau, yang meliputi:

63
Universitas Indonesia
analisis daya dukung lahan, studi demografi, dan konsep dasar bangunan. Faktor-
faktor yang mempengaruhi desain ialah desain yang ramah lingkungan,
berkelanjutan, sehat, klimatik, dan estetik. Berdasarkan pernyataan tersebut,
penulis berpendapat perilaku pengelola dan penghuni yang mengacu pada konsep
ramah lingkungan mewujudkan kualitas udara yang sehat di hunian vertikal.

Dari hasil penelitiannya, Frey et al (2014) menemukan konsentrasi kontaminan


baik berbentuk aerosol atau bio-aerosol, semakin meningkat untuk penghuni yang
mempunyai kebiasaan yang kurang baik, seperti merokok. Jumlah folmaldehide
lebih banyak terdapat di ruang tengah, balkon, dan dapur, tempat dimana aktifitas
merokok dilakukan. Ini menunjukkan ada hubungan yang kuat antara perilaku
dengan kondisi kesehatan dan kualitas udara dalam ruang. Pendapat Spengler et al
(2000), dari telaah literatur yang dilakukannya, penulis menyatakan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi kualitas udara dalam ruang ialah perubahan persepsi
publik, perubahan filosofi desain ventilasi, perubahan kepemilikan, dan peraturan
yang berlaku. Penulis melihat perlunya perubahan perilaku untuk tidak
menyebarkan polutan dalam ruang, perubahan perilaku dapat menjadi suatu
program yang diinisiasi oleh pengelola hunian.

Tham et al (2016) dan Kang et al (2014) mengungkapkan bahwa indeks dan


pengukuran KUDR dapat menjadi indikator kualitas udara dalam ruang namun
respon dan pengetahuan penghuni tentang pengaruh lingkungan bangunan seperti
perubahan iklim dan pertumbuhan kota dapat menjadi suatu proteksi kesehatan
penghuni. Penulis berpendapat pedoman indeks KUDR yang tidak hanya melalui
pengukuran fisik melalui alat monitoring atau survei penghuni, namun juga
melalui keberhasilan program perubahan perilaku oleh pengelola yang direspon
dengan tingkat partisipasi penghuni untuk mewujudkan KUDR.

Penelitian oleh Das et al (2014), Murakami et al (2006), dan Wu et al (2015)


menggunakan metode analisis menggunakan perangkat lunak CFD, analisis
statistik, dan Life Cycle Analysis (LCA) untuk mengukur efektivitas kualitas udara
dalam ruang. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis SEM

64
Universitas Indonesia
(Structural Equation Model) untuk mengungkap pengaruh dimensi manusia
(pengelola-penghuni) dalam efektivitas kualitas udara dalam ruang, kemudian
menggunakan SOM untuk melihat kelompok variabel-variabel secara jelas.

Rangkuman semua hasil telaah terhadap penelitian-penelitian dan kajian empirik


terdahulu mengenai kualitas udara dalam ruang, menunjukkan indikator penilaian
kualitas udara dengan lebih sering dilakukan dengan cara pengukuran langsung
dibandingkan dengan menentukan indeks dari survei kepada penghuni yang
outputnya ialah persepsi tentang kepuasan kualitas udara dalam ruang.

2.3.2 Hasil Penelitian Serupa


A. Peningkatan Kualitas Hidup di Rusunawa Urip Sumoharjo Pasca-
Redevelopment, Surabaya.
Penelitian oleh Hartatik (2010) ini bertujuan untuk membuktikan bahwa konsep
redevelopment yang telah dilakukan di Rusunawa Urip Sumoharjo mampu
meningkatkan kualitas hidup penghuni ditinjau dari Konsep Perumahan menurut
Turner yaitu: yang penting dari sebuah rumah adalah sebagai proses bukan hanya
sebuah produk. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif
(deskriptif statistik) dan kualitatif. Pengukuran peningkatan kualitas hidup dan
tingkat kepuasan penghuni terhadap rusun dilakukan sebelum dan setelah
redevelop (apakah rusun sudah sesuai dengan harapan dan kebutuhan penghuni),
dan kemudian dicari hubungan keduanya.

Hasil penelitiannya adalah hampir seluruh penghuni telah puas dengan kondisi
rusun setelah di-redevelop (98%). Sedangkan penghuni yang menyatakan puas
terhadap kondisi rusun tersebut, ternyata hampir semuanya telah meningkat
kualitas hidupnya (88%). Hal ini menunjukkan bahwa kesatuan penghuni dan
pengelola yang melakukan redevelopment mampu mendukung proses peningkatan
kualitas hidup karena sesuai dengan harapan dan kebutuhan penghuni. Penulis
berpendapat kebersamaan dalam mewujudkan hunian perkotaan dapat
meningkatkan nilai kepercayaan antara penghuni dan pengelola sehingga hasil

65
Universitas Indonesia
yang diharapkan dapat memuaskan banyak pihak walaupun mungkin tidak semua
keinginan dapat tercapai.

B. Perencanaan dan Desain Healthy Living di Ruang Publik, Apartemen


Sudirman Suites, Bandung
Penelitian oleh Anita et al (2016) ini bertujuan mencari hubungan tata letak dan
pola arsitektur ruang publik yang mendukung konsep healthy living untuk
penghuni apartemen. Ruang-ruang publik apartemen ini dinilai memberi fasilitas
penghuni untuk lebih aktif bergerak dengan magnet ruang yang menyenangkan,
yaitu green roof di lantai 5 dan 9, lobi yang luas 60m2, ruang luar, taman, dan
kolam renang yang dapat disewakan untuk kegiatan kumpul keluarga dan
seremoni, selain fasilitas jogging track dan fitness center. Metode penelitian
dilakukan melalui wawancara dengan pengelola, observasi lapangan dan analisis
ruang yang menunjang healthy living.

Hasil penelitian ini menunjukkan letak ruang-ruang publik menggerakkan


penghuni untuk berkeliling di area ruang publik apartemen secara kontinyu,
menuju ruang magnet yang tersebar dan melewati area yang menarik membawa
ke ruang magnet berikutnya. Ruang-ruang publik selain menarik untuk wadah
interaksi sosial seperti berbincang, tawar-menawar, dan jual-beli. Ruang-ruang
publik yang hijau dirasakan penghuni menyegarkan bangunan secara keseluruhan
(Inner court) dan membuat penghuni betah berada di ruang publik tersebut.
Berkaitan dengan KUDR, konsep ini meningkatkan KUDR di sekitar bangunan
dan memberikan fasilitas kepada penghuni untuk menikmati udara segar. Dengan
desain tersebut juga diharapkan mengurangi perilaku penghuni merokok dan
mencemarkan udara.

Demikian pembahasan penelitian terdahulu yang dapat menjadi dasar penelitian


ini. Secara umum dapat disimpulkan bahwa indikator keberhasilan KUDR bukan
hanya berdasarkan pengukuran melalui alat IAQ meter, survei kepuasan penghuni
dan perbaikan sirkulasi udara/ventilasi tetapi ada unsur perilaku dan partisipasi
untuk menciptakan KUDR secara keberlanjutan.

66
Universitas Indonesia
Berdasarkan pembahasan pustaka dan penelitian terdahulu di atas, posisi
penelitian yang dikaji ini mengambil penekanan kepada aspek dimensi manusia
dalam efektivitas kualitas udara dalam ruang yang menggunakan metode SEM
(Structural equation modeling) dan SOM (Self organizing map). Penulis
berpendapat penilaian indikator kualitas udara dalam ruang hunian perkotaan
tidak hanya ditentukan oleh pengukuran fisik dan pendapat (survei) penghuni,
namun sangat dipengaruhi oleh terjalinnya interaksi yang baik antara pengelola
dan penghuni sehingga pengelola dapat menerapkan program partisipasi penghuni
untuk mewujudkan kualitas udara yang efektif. Penelitian ini merumuskan arahan
pengembangan model pengelolaan kualitas udara dalam ruang berkelanjutan di
perkotaan yang menekankan aspek perubahan perilaku dimensi manusia,
pengelola-penghuni, agar dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan
manusia di hunian perkotaan secara berkelanjutan.

Berikut ini ialah kedudukan penelitian disertasi ini terhadap penelitian pendahulu
(halaman berikutnya):

67
Universitas Indonesia
State of the art / Posisi Riset

Model Dimensi Manusia untuk


Keberkelanjutan Hunian Vertikal
Perkotaan melalui Kualitas Udara
Dalam Ruang
Jika dimensi manusia yaitu penghuni dan
pengelola dapat membentuk kesatuan
dengan optimal melalui persepsi, perilaku,
dan partisipasi yang benar maka pengelolaan
kualitas udara dalam ruang untuk mencapai
hunian perkotaan yang sehat dan
berkelanjutan dapat berjalan efektif. Hunian
perkotaan berkelanjutan melalui kualitas
udara dalam ruang tidak hanya ditentukan
oleh sosioekonomi, bentuk hunian, sistem
ventilasi dan kualitas udara kota namun juga
dipengaruhi oleh kesatuan persepsi, perilaku,
dan partisipasi penghuni dan pengelola
sebagai bagian terpenting dalam pengelolaan
sistem ekologi di hunian perkotaan.

Gambar 2.12 Posisi Penelitian (State of the art)

68
Gambar 2.12 memperlihatkan posisi atau kedudukan penelitian ini dari penelitian-
penelitian pendahulu yang terdapat dalam daftar pustaka. Penelitian pendahulu
yang sudah dilakukan ada pada lingkup topik pengaruh KUDR kepada manusia,
karakteristik KUDR yang mendukung aktifitas manusia, sumber-sumber polutan
di hunian vertikal, indeks dan pengukuran KUDR untuk pengendalian dan analisis
eksperimen dan statistik untuk melihat kecenderungan KUDR. Hasil dari
penelitian ini menyumbangkan pengetahuan yang mengerucut kepada faktor yang
meningkatkan KUDR, yaitu: kepuasan penghuni, arsitektur bangunan, dukungan
lingkungan, sistem ventilasi, aktivitas manusia yang menghasilkan polutan, indeks
pemantauan, dan manajemen pengelolaannya.

Hasil penelitian di atas mendorong penulis untuk menganalisis bagian yang belum
lengkap dari hasil penelitian tersebut dari perspektif ilmu lingkungan. Penulis
melihat bahwa manusia sebagai faktor aktif yang dapat berbuat untuk KUDR
daripada menjadi obyek yang dipengaruhi dampak polutan. Selain itu, metode
yang sudah dikembangkan cenderung terpisah antara aspek sosial dan aspek
teknis. Aspek sosial yang melingkupi perilaku dan gaya hidup penghuni dan aspek
teknis yang menghitung dan mengukur indeks parameter KUDR dalam suatu
ruang.

Dalam penelitian yang dikembangkan, penulis menghubungan aspek sosial yang


dapat mempengaruhi aspek teknis dan hubungan antara keduanya. Penulis
menggunakan perspektif ilmu lingkungan yang menekankan luaran penelitian
kepada konsep keberlanjutan. Dengan demikian posisi penelitian ini adalah
pengembangan model dimensi manusia untuk keberlanjutan hunian vertikal
perkotaan melalui kualitas udara dalam ruang yang memasukkan unsur
pengetahuan, persepsi, dan partisipasi dari perilaku manusia sebagai energi
pernggerak dalam mengoptimalkan KUDR.

2.4 Kerangka Berpikir


Kerangka berpikir ialah kondisi nyata dari faktor yang saling berinteraksi dan
mempengaruhi. Berdasarkan teori terdapat interaksi antara unit hunian dengan

69
perilaku manusia yang beraktifitas di dalamnya. Interaksi tersebut akan
dipengaruhi oleh kondisi pencemaran dari luar hunian dan dalam bangunan.
Kondisi iklim dan polusi udara di luar unit akan mempengaruhi bentuk fisik
bangunannya sebagai bentuk antisipasi terhadap ketidaknyamanan.

Manusia yang menempati hunian mempunyai persepsi yang menentukan kesan


dan sikapnya berdasarkan informasi yang diterima manusia itu dari kebiasaan
hidup sebelumnya. Pada saat manusia tersebut berpersepsi baik akan beradaptasi
dengan lingkungan barunya maka akan menerima kondisi yang ada dengan segala
konsekuensinya, dan dapat bekerjasama dengan baik. Kesadaran untuk
berkerjasama dalam rangka mewujudkan lingkungan yang baik dan sehat,
tentunya didukung dengan pengetahuan dalam bidang yang berkaitan dengan
kesehatan dan pentingnya kualitas udara dalam ruang.

Gambar 2.13 Kerangka Berpikir

Gambar 2.13 menunjukkan kerangka berpikir multidisiplin ilmu yaitu biologi,


arsitektur, sosiologi, politik, psikologi, kesehatan dan teknik utilitas bangunan
untuk menyelesaikan persoalan lingkungan, khususnya kualitas udara dalam

70
Universitas Indonesia
ruang (KUDR). Ekosistem buatan sebagai tempat manusia berinteraksi dengan
alam dan makhluk hidup lainnya dalam penelitian ini berbentuk fisik hunian
perkotaan. Program kualitas udara dalam ruang perlu didukung oleh sikap
kooperatif yang baik dari penghuni dan pengelola dalam bangunan sehingga
kesehatan unit dapat diwujudkan.

Gambar 2.13 juga memperlihatkan bahwa teori multidisiplin yang disusun dengan
konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep keberlanjutan adalah konsep yang
menyeimbangkan kepentingan dimensi sosial, lingkungan dan ekonomi. Dengan
kerangka berpikir ini diharapkan keberlanjutan hunian vertikal perkotaan dapat
dievaluasi.

2.5 Kerangka Konsep


Berdasarkan penjelasan di sub bab 2 sebelumnya, penulis menyimpulkan jika ada
kerjasama yang positif dari dimensi manusia (pengelola-penghuni) di hunian
perkotaan maka kualitas udara dalam ruang berkelanjutan di hunian perkotaan
akan menjadi efektif. Hubungan yang baik ini didukung oleh pengetahuan tentang
dampak polutan dalam ruang dan kebersihan dan kesehatan lingkungan, dan
umumnya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan.

Dengan demikian hubungan antara variabel kunci yang diteliti adalah sebagai
berikut pada gambar 2.14.

Gambar 2.14 Kerangka Konsep

71
Universitas Indonesia
Gambar 2.14 menunjukkan, keberhasilan mewujudkan kualitas udara dalam ruang
yang berkelanjutan adalah pada kinerja dimensi manusia pengelola-penghuni yang
tentunya didukung oleh pengetahuan pengelola-penghuni yang terdiri atas taraf
pendidikan, informasi dampak polutan ruang, dan pengetahuan aktifitas yang
mendukung kebersihan ruang. Keberhasilan kinerja pengelola-penghuni pada
kualitas udara dalam ruang diukur dengan pengukuran persepsi dan partisipasi
pengelola-penghuni dan data pengukuran empirik keadaan kualitas udara.
Dimensi penghuni yang mempengaruhi efektivitas KUDR, ditentukan oleh
pemenuhan kenyamanan fisik dan psikis dari ruang tempat tinggal, aktivitas
penghuni yang mendorong terjadinya polutan dalam ruang, dan tingkat partisipasi
penghuni dalam memelihara kebersihan ruang dan sirkulasi udara melalui bukaan
dan alat ventilasi. Dimensi pengelola yang mempengaruhi efektivitas KUDR,
ditentukan oleh kemampuan dalam mengatur ruang-ruang unit dan ruang-ruang
bersama (sosial dan publik), kemampuan memeriksa pemeliharaan ruang dan alat
ventilasi, kemampuan melayani masalah kelegaan ruang, kemudahan ekonomi,
keberlangsungan sosial-budaya, dan kecukupan dukungan lingkungan, dan
kemampuan memotivasi perubahan pola perilaku yang lebih baik untuk
kepentingan bersama.

Dengan efektivitas kualitas udara dalam ruang, akan mempengaruhi kesehatan


manusia dalam bangunan dan mendukung produktifitas ekonominya. Dengan
demikian dengan harapan dari tersusunnya model hunian vertikal yang sehat
melalui efektivitas kualitas udara dalam ruang dapat terwujud oleh kesatuan
penghuni dan pengelola dalam pengelolaan sistem ekologi di perkotaan.

Sesuai dengan penjabaran di atas menjadi jelas bahwa dalam mewujudkan hunian
vertikal perkotaan yang sehat perlu memperhatikan interaksi antara dimensi
sosial, dimensi lingkungan, dan dimensi ekonomi untuk keberlanjutannya.
Interaksi antara dimensi sosial dan dimensi lingkungan menunjukkan perlunya
tanggung jawab manusia pada kualitas lingkungan dalam hunian vertikal
perkotaan adalah kualitas udara dalam unit hunian. Interaksi antara dimensi sosial

72
Universitas Indonesia
dan dimensi ekonomi menunjukkan perlunya kecukupan kebutuhan fisik dan
psikis manusia supaya dapat menjadi produktif mengelola sistem ekologinya.
Selanjutnya, interaksi antara dimensi lingkungan dan dimensi ekonomi
menunjukkan pentingnya kelangsungan sirkulasi udara yang segar dan sehat.
Semua dimensi dapat berinteraksi dengan baik dimensi manusia di dalamnya
mempunyai pengetahuan dan persepsi yang benar sehingga mendorong perubahan
perilaku, dan ikut berpartisipasi dalam sistem tersebut. Gambaran model hunian
vertikal yang sehat seperti harapan penulis, dapat dilihat pada gambar 2.15.

Model ini adalah modifikasi dari model Hawkes tentang dimensi budaya dari
kualitas kehidupan di permukiman perkotaan, gambar dapat dilihat pada gambar
2.3. Hawkes (2017) menunjukkan perlunya interaksi dimensi sosial, dimensi
lingkungan, dan dimensi ekonomi dalam bingkai dimensi budaya untuk
keberlanjutan permukiman hunian di perkotaan. Dalam interaksi antar dimensi-
dimensi tersebut terdapat irisan kecukupan, kelangsungan dan tanggung jawab
menjadi persoalan penting yang diambil dari konsep pembangunan berkelanjutan.

Pengetahuan, Persepsi, dan Partisipasi

Keadilan
hak makhluk
hidup

Kelangsungan Tanggung-
Hidup jawab manusia

Gambar 2.15 Model Dimensi Manusia untuk Keberlanjutan Hunian Vertikal Perkotaan,
yang diharapkan

73
Universitas Indonesia
Modifikasi model dari Hawkes karena penulis melihat model tersebut dapat
dilanjutkan sebagai dasar penggambaran konsep kualitas kehidupan yang sehat di
hunian vertikal di perkotaan.

Berdasarkan teori-teori yang telah dijelaskan, penulis membuat asumsi-asumsi


untuk menyusun konstruk penelitian. Asumsi dalam penelitian ini yang terkait
dimensi manusia adalah dimensi manusia yang menentukan langsung kondisi
KUDR di unit hunian ialah penghuni dan pengelola. Penghuni memilih bahan
finishing, karpet, merk AC, jenis pengharum, dan melakukan aktifitas yang dapat
memperburuk atau memperbaiki KUDR, seperti menggunakan zat kimia untuk
pengharum dan meletakkan tanaman penyerap polusi dalam ruang. Pengelola
memfasilitasi luasan ruang, sistem partisi, bahan finishing lantai, dinding, dan
plafond, serta sistem pemipaan air dan udara, dan membantu memelihara dan
mengontrol ruang dengan melakukan pengecekan rutin, yang juga mempengaruhi
KUDR hunian. Asumsi yang terkait hunian vertikal perkotaan adalah unit-unit di
hunian vertikal perkotaan yang sedang marak dibangun yaitu rumah susun
sederhana milik (rusunami) yang dibangun oleh pihak swasta (private company)
dan penyediaan tanahnya berkerjasama dengan pemerintah daerah dengan tujuan
memenuhi kesenjangan jumlah hunian yang terbangun dengan jumlah hunian
yang dibutuhkan di perkotaan (backlog).

Asumsi dari penelitian ini berfokus kepada unit hunian karena sebagai rumah
tinggal untuk beristirahat dan berkumpul keluarga, keluarga penghuni sebagian
besar berada dalam unit hunian. Unit-unit hunian dengan luas unit terbatas 30-
36m2 dan yang luas dan bahannya dipengaruhi oleh faktor pembiayaan
pelaksanaan dan pemeliharaan dan harga jual yang terjangkau oleh masyarakat
berpenghasilan menengah ke bawah. Hunian perkotaan tipe rusunami, baik yang
bersubsidi atau tidak, biaya pembangunan, pemeliharaan dan pengelolaan
ditanggung oleh pembeli, termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan
(HGB) karena tanah sebagian besar rusunami bukan milik pengembang dan
pemerintah daerah. Pembiayaan ini yang menurut penulis perlu dipikirkan sampai

74
Universitas Indonesia
kepada KUDR dan kesehatan penghuni sehingga tipe hunian vertikal ini dapat
memenuhi persyaratan berkelanjutan untuk dikembangkan di perkotaan.

Hal yang terkait dengan perubahan perilaku penghuni yang berpengaruh ke


KUDR, dari hasil observasi sangat dipengaruhi oleh arahan dan ketentuan dari
pengelola rusunami sehingga penulis berkesimpulan bahwa keduanya perlu
berubah untuk mengoptimalkan KUDR di unit hunian. Perubahan perilaku yang
mengoptimalkan KUDR diasumsikan dapat berubah dengan penambahan
pengetahuan, perubahan persepsi dan terlibat partisipasi untuk hidup sehat dengan
pemenuhan kebutuhan yang diinginkan kedua pihak penghuni dan pengelola
(teori Maslow).

2.6 Hipotesis
Berdasarkan teori dan uraian sebelumnya dapat diambil kesimpulan menjadi
hipotesis sebagai berikut:
1. Jika dimensi manusia penghuni dan pengelola dapat menjadi kesatuan yang
optimal melalui pengetahuan, persepsi, dan partisipasi maka efektivitas
kualitas udara ruang untuk mencapai hunian vertikal perkotaan yang sehat
dan berkelanjutan dapat terwujud.
2. Jika kesatuan dimensi manusia penghuni dan pengelola dapat meningkatkan
kualitas udara ruang maka model dimensi manusia untuk keberlanjutan
hunian vertikal perkotaan melalui kualitas udara dalam ruang dapat disusun.
3. Jika model dimensi manusia untuk keberlanjutan hunian vertikal perkotaan
melalui kualitas udara dalam ruang dapat disusun maka aplikasinya dapat
dibuat untuk menilai kenerja pengelola.

Penjelasan dari hipotesis pertama adalah penghuni dan pengelola perlu


mempunyai kesamaan tujuan untuk mengatur pengelolaan hunian vertikal.
Kesamaan tujuan tersebut dibangun dari kesamaan persepsi dan partisipasi
melalui pengetahuan sehingga menghasilkan perilaku yang saling mendukung.
Kesamaan tujuan dan perilaku yang saling mendukung disebut kesatuan.
Penghuni mempunyai kebutuhan dan kebiasaan yang mempengaruhi perilakunya

75
Universitas Indonesia
disebut sebagai dimensi penghuni. Begitu pula pengelola mempunyai tanggung
jawab dan kepentingan yang disebut dimensi pengelola. Dengan kesatuan dimensi
penghuni dan dimensi pengelola, diharapkan pengelolaan program-program
hunian dan pemeliharaan bangunannya yang berkaitan dengan KUDR dapat
mendukung kesehatan penghuni dan keberlanjutan hidup yang berkualitas.

Penjelasan hipotesis kedua adalah kesatuan dimensi penghuni dan pengelola


pengaruhnya pada efektivitas KUDR diuji dengan analisis PLS-SEM. Hasil
analisis menjadi dasar untuk menyusun model dimensi manusia untuk
keberlanjutan hunian vertikal perkotaan melalui kualitas udara dalam ruang.

Selanjutnya, penjelasan hipotesis ketiga adalah model dimensi manusia untuk


keberlanjutan hunian vertikal perkotaan melalui kualitas udara dalam ruang yang
sudah tersusun, dapat dilanjutkan menjadi model aplikasi. Model aplikasi disusun
dari karaterisasi dengan analisis ANN-SOM. Model aplikasi ini dapat digunakan
untuk menilai keberlanjutan hunian vertikal perkotaan yang dilaksanakan oleh
pengelola. Model aplikasi ini sebagai bahan evaluasi kinerja pengelola hunian
vertikal perkotaan.

76
Universitas Indonesia
BAB 3
METODE RISET

Untuk mencapai tujuan penelitian mewujudkan sebuah model dimensi manusia


untuk keberlanjutan hunian vertikal perkotaan melalui efektivitas kualitas dalam
udara ruang, disusunlah metode riset yang dapat mengungkap pengetahuan,
persepsi, dan perilaku dimensi penghuni dan pengelola pada KUDR. Sebuah
pendekatan riset dirancang untuk mencapai tujuan tersebut.

3.1 Pendekatan Riset


Penelitian ini termasuk jenis penelitian pengembangan yang bertujuan untuk
menemukan model penyempurnaan sehingga hasilnya dapat digunakan untuk
pengelolaan kesehatan di hunian vertikal melalui KUDR. Oleh karena penelitian
ini termasuk penelitian kombinasi antara bidang sosial dan teknis maka
pendekatan yang digunakan adalah mix methods.

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif sedangkan metode yang


digunakan adalah metode kombinasi (mix methods) yaitu kuantitatif dan kualitatif.
Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang analisisnya lebih fokus pada data-
numerikal (analisis dalam bentuk angka) yang diolah dengan metode statistika.
Metode kuantitatif dalam penelitian ini adalah metode korelasional multivariat
yang digunakan untuk mengetahui pengaruh suatu variabel terhadap variabel
lainnya. Untuk pengelompokan data dalam analisis digunakan skala Likert.
Kemudian, metode kualitatif ialah fenomenologi dengan pengamatan dan
wawancara yang mendalam (in depht inteviews) yang digunakan untuk
memperoleh data fenomena penghunian yang diindikasikan mempengaruhi
rumusan hipotesis. Data kualitatif diperoleh dengan wawancara baik penghuni
maupun pengelola. Selain itu, penulis tinggal untuk beberapa waktu di hunian
untuk merasakan tinggal sebagai penghuni dan berinteraksi dengan pengelola.
Dari data kualitatif juga dapat diperoleh kesenjangan pengelolaan yang memicu
adanya konflik antara penghuni dan pengelola.
Penyajian datanya menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah
prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan
subjek atau objek dalam penelitian dapat berupa orang, lembaga, masyarakat dan
yang lainnya yang pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau
apa adanya.

Analisis kuantitatif menggunakan alat statistik, baik statistik deskriptif maupun


statistik inferensial. Statististik deskriptif dimaksudkan untuk menggambarkan
karakteristik responden dan kelompok data dari variabel penelitian. Statistik
inferensial yang digunakan ialah Partial Least Square Structural Equation
Modelling (PLS-SEM) dan Artificial Neural Network Self Optimizing Map
(ANN-SOM). PLS-SEM dipakai untuk memperoleh kelompok model pengaruh
antar variabel, sedangkan ANN-SOM untuk meyusun model prediktif agar dapat
diaplikasikan. Kemudian hasil analisis dibahas dengan menguraikan setiap
variabel penelitian dan membahas hubungan antar variabel untuk dibandingkan
dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya dan data sekunder. Selanjutnya
disusunlah sebuah model.

3.2 Tempat dan Waktu Riset


Tempat penelitian adalah lokus dimana penelitian dilakukan. Penulis mengambil
lokasi di rumas susun kelas menengah yang terletak di Kota Jakarta. Pengambilan
tempat penelitian di Kota Jakarta diharapkan dapat mewakili kondisi hunian
vertikal di perkotaan pada umumnya di Indonesia.

Kriteria lokus yang dipersyaratkan dalam penelitian ini ialah:


1. Apartemen termasuk kategori apartemen kelas menengah milik (rusunami)
dengan ketinggian lebih dari 9 lantai, mewakili tipe masyarakat menengah
perkotaan yang mampu membeli hunian dengan harga terjangkau.
2. Apartemen dengan jumlah unit hunian dalam bangunan bermassa besar
merupakan superblok terintegrasi dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan
(konsep sebuah analogi kota/mikro city).

78
Universitas Indonesia
3. Apartemen yang unitnya telah didiami minimal selama 1 tahun, dengan
pertimbangan penghuni dan pengelola bangunan telah melakukan kegiatan
rutin dengan pola hidup/kebiasaan tertentu.
4. Memenuhi persyaratan fisik unit yang memenuhi standar minimal persyaratan
rumah sehat (Kepmenkes Nomor 249 Tahun 1999 tentang Standar Minimal
Rumah Sehat), yaitu:
 luas unit hunian (minimal ruang tidur untuk 2 orang 8m2),
 fasade unit hunian dengan balkon untuk jemur/mengeringkan dan tempat
maintenance alat sirkulasi udara,
 luasan akses pencahayaan alami, dan
 kebersihan lingkungan, terdapat manajemen pengelolaan sampah dan
drainase dengan baik.
5. Telah memiliki badan P3SRS (Persatuan Penghuni dan Pengelola Satuan
Rumah Susun), yang ke depannya akan dibuat rukun tetangga (RT) dan rukun
warga (RW) sehingga berkehidupan yang serupa dengan hunian horisontal
pada umumnya.

Penulis telah melakukan observasi awal ke 3 (tiga) alternatif hunian perkotaan


untuk dapat dilaksanakan penelitian, yaitu: Apartemen Green Pramuka City,
Apartemen Bassura City dan Apartemen Kalibata City. Setelah observasi, penulis
membuat analisis perbandingan kualitas ruang dan bangunan terkait KUDR
(terlampir). Hasilnya Apartemen Green Pramuka City (GPC) mempunyai nilai
yang sama dengan Apartemen Kalibata Residence khususnya dalam aspek
dukungan lingkungan kepada kualitas udara dan bentuk bangunan (U dan T) serta
luas unit (33m2). Akan tetapi dari aspek lokasi sumber polutan dimana di GPC
juga dipengaruhi oleh sumber polutan yang berasal dari kendaraan umum yang
melewati jalan boulevard yang berada di tengah antar bangunan tower. Hal ini
menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi KUDR unit hunian.

79
Universitas Indonesia
Green
Pramuka City
Tahap Pertama

Gambar 3.1 Site Plan dan Potongan Prinsip Apartemen Green Pramuka City
Sumber: http://www.greenpramuka-city.com/site-plan/

Dari gambar 3.1, apartemen Green Pramuka City yang dibangun pada tahap
pertama ialah 4 tower: Paggio, Pino, Chrisant, dan Bougenville. Tower Paggio
dan Tower Pino dihuni sejak tahun 2012 sedangkan Tower Chrisant dan
Bougenville dihuni sejak tahun 2013. Apartemen GPC dipilih secara purposive
dengan dasar pertimbangan mempunyai ciri hidupnya dalam aspek sosial,
lingkungan, dan ekonomi, selain itu mempunyai konsep One Stop living
Environment yaitu lingkungan hidup yang terpenuhi dalam satu kawasan
(greenpramukacity.com).

Massa bangunan Tower Pino dan Chrisant berbentuk U dengan setiap lantai
terdiri dari 44 unit dengan jumlah lantai 25 lantai plus 2 lantai dasar dan

80
Universitas Indonesia
basement, sehingga 1 tower terdiri atas 1100 unit hunian. Luas per lantai kurang
lebih 1500 m2, apabila 1 unit terdiri dari 3 orang maka 1 lantai dihuni 132 orang.
Jadi kepadatan per lantai adalah 11,3 m2/orang. Besaran ini sudah memenuhi
standard minimal rumah tinggal di Indonesia 9 m2/orang untuk standard terendah
(UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan pasal 22 ayat 3).

GPC terletak diantara 2 jalan yaitu Jalan Ahmad Yani (sebelah timur) dan Jalan
Pramuka Sari (sebelah barat). Jalan Ahmad Yani berada di bawah Jalan Tol
Pulomas-Cawang (Jakarta Inner Ring Road). Jalan Ahmad Yani adalah jalan
kolektor sedangkan Jalan Layang Pulomas-Cawang adalah jalan arteri. Keduanya
sangat ramai sehingga cukup menghasilkan sumber polutan dan kebisingan
walaupun jarak bangunan sudah direncanakan + 60 meter dari batas pinggir jalan
tersebut. Dari Jalan Pramuka Sari bangunan berjarak + 30 meter, namun jalan ini
tidak seramai yang pertama dan termasuk jalan lokal. Bagian selatan GPC adalah
lokasi komplek perumahan perhubungan udara yang memiliki jalan lingkungan
yang sepi dan di sebelahnya terdapat lahan hijau yang masih luas berbatas dengan
Jalan Pramuka Raya. Bagian utara terdapat pula komplek perumahan
perhubungan udara dan di sebelahnya terdapat gedung komersial perkantoran dan
perdagangan yang berakses ke Jalan Rawasari Selatan.

Penelitian re-evaluasi analisis tapak GPC (Andriyana, 2016) menyebutkan bahwa


GPC dari aspek kemudahan akses terhadap fasilitas umum, seperti halte bus,
angkutan umum, klinik kesehatan, sekolah lanjutan (SMP dan SMA), pusat
tanggap kebakaran, dan pasar dan minimarket dalam jangkauan 200 sampai 1000
meter. Sementara itu di lahan GPC sendiri sedang dibangun fasilitas sekolah dasar
(TK dan SD), fasilitas olah raga (jogging track, lapangan basket, dan kolam
renang), taman bermain dan jalan lingkungan yang sekaligus sebagai perparkiran.
Dengan dekatnya jalan dan fasilitas umum menyebabkan lingkungan di sekitar
bangunan cukup ramai baik orang dan kendaraan bermotor.

Waktu penelitian secara keseluruhan akan dilakukan selama 12 (duabelas) bulan,


yang secara garis besar menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu: empat bulan pertama

81
Universitas Indonesia
adalah waktu pengambilan data penelitian, empat bulan berikutnya merupakan
waktu pelaksanaan analisis, dan empat bulan terakhir waktu penulisan laporan
penelitian serta ujian.

3.3 Populasi dan Sampel


Populasi riset ini adalah penghuni, pengelola, dan unit hunian GPC. Populasi
penghuni adalah penghuni yang telah menetap di GPC selama minimal 1 tahun
sehingga sudah merasakan pengelolaan bangunan secara menyeluruh. Populasi
pengelola adalah pengelola yang terlibat dalam urusan pengelolaan bangunan
selama minimal 1 tahun. Populasi unit adalah unit GPC yang telah dihuni selama
minimal 1 tahun.

Pengambilan sampel bagi penghuni dan unit dilakukan dengan cara purposive
sampling. Sampel diambil dari tower yang mewakili dan dari setiap lantai.
Sedangkan, pengambilan sampel untuk pengelola juga dilakukan dengan
purposive sampling namun dengan cara berbeda. Menurut Sugiyono (2010)
pengertiannya adalah: teknik untuk menentukan sampel penelitian dengan
beberapa pertimbangan tertentu yang bertujuan agar data yang diperoleh nantinya
bisa lebih representatif. Purposive sampling adalah metode pemilihan sampel
dengan cara pemilihan sesuai tujuan, jumlah sampel ditentukan oleh kecukupan
capaian dari tujuan penelitian.

Penentuan sampel pengelola disesuaikan dengan struktur pengelolaan apartemen,


pengelola yang terlibat pengaturan dan pemeliharaan bangunan umunya tertuang
dalam gambar berikut:

82
Universitas Indonesia
Gambar 3.2 Struktur Organisasi Pengelola Hunian Vertikal Rusunami
Sumber: GPC, diolah kembali

Gambar 3.2 menunjukkan bagian yang di atas atau kiri menjadi atasan langsung
yang mengawasi struktur di bawahnya atau kanan. Dari bagan tersebut maka
pengambilan sampel dilakukan kepada bagian-bagian:
 HRD (human resource development)
 Divisi operasi dan pengaturan bangunan
 Bagian pelayanan bangunan
 Bagian pemeliharaan unit hunian
 Bagian pelayanan konsumen
 Bagian keteknikan
 Bagian mekanikal

Dari setiap bagian pengelola diambil sampel 5 orang per bagian sehingga
keseluruhan sampel sebanyak 35 orang. Akan tetapi, oleh karena menurut analisis
Partial Least Square (PLS-SEM), jumlah sampel minimal harus 10 kali dari
variabel indikator untuk satu variabel laten maka jumlah sampel pengelola
menjadi 10 kali 4 (empat) atau minimal 40 sampel pengelola. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan 85 data pengelola.

83
Universitas Indonesia
Untuk pengambilan sampel penghuni berdasarkan kepada kriteria sebagai berikut:
(1) Penghuni tinggal dalam kesehariannya di unit hunian tersebut selama lebih
dari 1 tahun,
(2) Penghuni adalah kepala keluarga/wakil kepala keluarga yang telah berusia
lebih dari 17 tahun dan mengetahui pengelolaan unit tersebut.
(3) Penghuni dalam kondisi sehat fisik dan psikis sehingga mengerti dengan baik
perangkat kuesioner yang diajukan.

Sehubungan dengan penghuni, unit sampel juga harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
(1) Unit adalah unit milik/sewa yang telah ditinggali selama minimal 1 tahun oleh
penghuni yang sama,
(2) Unit memiliki kelengkapan rumah tinggal yang biasa ditinggali dalam waktu
lebih dari 1 tahun, seperti tempat tidur, meja dan kursi makan, perlengkapan
dapur dan cuci, lemari, AC, dan pencahayaan.
(3) Unit tidak dalam perbaikan baik interior, utilitas maupun ekterior.

Apartemen Green Pramuka City (GPC) tahap pertama terdiri atas 4 tower dengan
1000 unit per tower. Untuk penelitian lebih fokus dan data sebaran dapat
mewakili letak unit berdasarkan ketinggian bangunan, pengambilan sampel
dilakukan di 2 tower yaitu Tower Pino dan Tower Chrisant dan juga sudah
mewakili dari sampel berdasarkan waktu penghunian. Tower Pino mewakili
hunian dengan masa dihuni sejak tahun 2012 dan Tower Chrisant mewakili masa
dihuni sejak 2013. Perhitungan target sampel purposive sampling didasarkan pada
kecukupan sampel yang dibutuhkan karena termasuk non propability sampling.
Selain itu dalam analisis Partial Least Square (PLS-SEM) cukup untuk digunakan
pada ukuran sampel yang cukup. Ukuran sampel yang cukup dengan persyaratan
minimal adalah 10 kali dari besarnya indikator formatif terbanyak yang digunakan
untuk mengukur 1 variabel laten atau atau 10 kali dari jumlah jalur struktural
terbanyak yang ditujukan ke variabel laten tertentu dalam model struktural
(Sarwono, 2017). Berdasarkan hal tersebut, penulis mengumpulkan sampel
penghuni sebesar minimal 10 kali dari 4 (empat) variabel indikator penghuni dan

84
Universitas Indonesia
4 (empat) variabel indikator pengelola pada konstruk struktural penelitian di
halaman 103, yaitu minimal 40 orang jumlah sampel penghuni dan minimal 40
orang jumlah sampel pengelola . Untuk meningkatkan kualitas data dan analisis
penulis menggunakan 85 data penghuni dan 85 data pengelola.

Waktu pengambilan sampel pengukuran pada periode bulan Agustus 2017 sampai
dengan Maret 2018 dan memilih kondisi cuaca yang terang untuk memperoleh
pengukuran yang sama. Pengambilan data sampel penghuni dan pengelola dalam
waktu 1 tahun agar lebih memudahkan peneliti mengambil sampel baik dari
penghuni maupun pengelola.

3.4 Variabel Riset


Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan kerangka penelitian,
penelitian ini menggunakan variabel yang bisa diukur secara langsung dan secara
tidak langsung. Variabel yang diukur langsung ialah variabel yang terdiri atas
kesatuan unsur kualitas udara dalam ruang (KUDR), yang diukur pada setiap unit
hunian, yaitu konsentrasi kontaminan fisik, kimia, dan biologi. Variabel diukur
tidak langsung ialah variabel yang memerlukan skala Likert untuk mengetahui
tingkat kepentingannya, yaitu kesatuan tingkat kenyamanan fisik, kenyamanan
psikis, aktivitas penghuni yang berpotensi menimbulkan sumber polutan, dan pola
perilaku-partisipasi untuk penghuni. Variabel-variabel yang diukur tidak langsung
dari pengelola ialah kemampuan mengatur, melayani, memeriksa, dan memotivasi
dalam pengelolaan kualitas udara dalam ruang dan kesehatan ruang. Hubungan
variabel dapat dilihat pada kerangka konsep gambar 2.10. Parameter pengukuran
KUDR hunian mempunyai nilai parameter menurut Permenkes Nomor 1077
Tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah. Parameter
tersebut mempunyai ambang batas untuk mengetahui apakah nilai polutan
mendekati nilai yang baik. Dalam penelitian ini, parameter hanya digunakan
sebagai dasar untuk menunjukkan terkontrol atau tidaknya nilai polutan ruang dan
menunjukkan pengaruh aktivitas dan perilaku terhadap nilai paremeter tersebut.

85
Universitas Indonesia
Dalam pengukuran konstruk-konstruk penelitian, terdapat 3 jenis variabel yaitu
variabel independen (bebas), variabel dependen (terikat), dan variabel supressor.
Variabel supressor adalah variabel yang memperkuat atau memperlemah
hubungan variabel independen dan variabel dependen dan berada di depan
variabel independen. Penjelasan definisi operasional setiap variabel dapat dilihat
pada tabel 3.1 dan tabel 3.2.

Tabel 3.1 pada halaman selanjutnya menunjukkan variabel independen yang


terdiri atas variabel dimensi penghuni (variabel laten 1) dan variabel dimensi
pengelola (variabel laten 2). Variabel penghuni mempunyai 4 (empat) variabel
indikator, yaitu: variabel kenyamanan dimensi fisik, variabel kenyamanan psikis,
aktivitas yang menghasilkan polutan dan variabel perilaku partisipasi. Keempat
variabel indikator akan diukur menggunakan perangkat kuesioner. Skala
pengukuran yang digunakan adalah skala Likert. Selanjutnya variabel pengelola
mempunyai 4 (empat) variabel indikator yang terdiri atas: variabel kemampuan
mengatur, variabel kemampuan melayani, variabel kemampuan memeriksa, dan
variabel kemampuan memotivasi. Keempat indikator variabel dimensi pengelola
diukur dengan wawancara dengan hasil menggunakan Skala Likert.

86
Universitas Indonesia
Tabel 3.1. Variabel Independen (Bebas)

Variabel Definisi Operasional Instrumen/Skala

VARIABEL INDEPENDEN
Dimensi Penghuni Manusia yang bertempat tinggal di Kuesioner
(Variabel Laten 1) hunian vertikal perkotaan

Kenyamanan Fisik Persepsi kenyamanan mengenai Skala Likert 1-5


(Variabel Indikator 1.1) tempat untuk beraktivitas dan 5= sangat setuju, 4= setuju,
bersirkulasi dalam ruang personal 3= netral, 2= tidak setuju,
dan ruang sosial dan 1= sangat tidak setuju
Kenyamanan Psikis Persepsi kenyamanan yang timbul Skala Likert 1-5
(Variabel Indikator 1.2) mengenai kelegaan ruang, 5= sangat setuju, 4= setuju,
kebersihan ruang, estetika ruang, 3= netral, 2= tidak setuju,
keamanan, kemudahan ekonomi dan 1= sangat tidak setuju
dan sosial budaya
Aktivitas→Polutan Kegiatan sehari-hari dalam unit Skala Likert 1-5
(Variabel Indikator 1.3) hunian yang dapat menimbulkan 5= sangat setuju, 4= setuju,
polutan, yaitu merokok, memasak, 3= netral, 2= tidak setuju,
memakai pengharum ruang, dan 1= sangat tidak setuju
menyimpan sampah basah/kimia,
memelihara hewan
Perilaku Partisipasi Aktivitas yang menimbulkan pola Skala Likert 1-5
(Variabel Indikator 1.4) hidup sehat, yaitu kebersihan, cek 5= sangat setuju, 4= setuju,
kesehatan, dan pemilihan bahan 3= netral, 2= tidak setuju,
tidak mengandung zat polutan dan 1= sangat tidak setuju

Dimensi Pengelola Manusia yang mengelola tempat Kuesioner


(Variabel Laten 2) tinggal hunian vertikal perkotaan

Kemampuan Mengatur Kemampuan mengarahkan staf dan Skala Likert 1-5


(Variabel Indikator 2.1) penghuni untuk menggunakan 5= sangat setuju, 4= setuju,
ruang-ruang sesuai kebutuhan 3= netral, 2= tidak setuju,
personal, sosial, publik dan dan 1= sangat tidak setuju
kampanye bebas asap
Kemampuan Melayani Kemampuan memberikan jasa Skala Likert 1-5
(Variabel Indikator 2.2) kebersihan ruang, dan perbaikan 5= sangat setuju, 4= setuju,
alat ventilasi dan pemilihan 3= netral, 2= tidak setuju,
material bangunan dan 1= sangat tidak setuju
Kemampuan Memeriksa Kemampuan memonitor kualitas Skala Likert 1-5
(Variabel Indikator 2.3) udara dalam ruang (pengukuran 5= sangat setuju, 4= setuju,
dengan alat atau survei penghuni) 3= netral, 2= tidak setuju,
dan 1= sangat tidak setuju
Kemampuan Kemampuan mendorong penghuni Skala Likert 1-5
Memotivasi turut berpartisipasi menjaga 5= sangat setuju, 4= setuju,
(Variabel Indikator 2.4) kesehatan bangunan 3= netral, 2= tidak setuju,
dan 1= sangat tidak setuju

Selanjutnya Tabel 3.2 terdiri atas variabel dependen yaitu variabel kualitas udara
dalam ruang dan variabel moderator yaitu variabel pengetahuan KUDR.

87
Universitas Indonesia
Tabel 3.2. Variabel Dependen (Terikat) dan Variabel Supressor

Variabel Definisi Operasional Instrumen/Skala

VARIABEL DEPENDEN
Kualitas udara dalam Kondisi udara yang ideal Pengukuran dengan alat
ruang untuk kesehatan manusia
(Variabel Laten 3)
Polutan Fisik Kadar materi partikel Skala Interval (Permenkes No.1077)
(Variabel Indikator 3.1) (PM10), temperatur, dan 5= ideal di bawah ambang batas, 4=
kelembaban dalam ruang sedikit di bawah ambang batas, 3= di
ambang batas, 2= sedikit melebihi, 1=
jauh melebihi ambang batas
Polutan Kimia Kadar materi Skala Interval (Permenkes No.1077)
(Variabel Indikator 3.2) formaldehide, CO dan 5= ideal di bawah ambang batas, 4=
CO2 sedikit di bawah ambang batas, 3= di
ambang batas, 2= sedikit melebihi, 1=
jauh melebihi ambang batas
Polutan Biologi Kadar angka kuman Skala Interval (Permenkes No.1077)
(Variabel Indikator 3.3) dalam ruang 5= ideal di bawah ambang batas, 4=
sedikit di bawah ambang batas, 3= di
ambang batas, 2= sedikit melebihi, 1=
jauh melebihi ambang batas
VARIABEL SUPRESSOR

Pengetahuan KUDR Pengetahuan yang Kuesioner


(Variabel Laten 4) mendasari perilaku untuk
selalu memelihara KUDR
Taraf Pendidikan Tingkat Pendidikan Skala Ordinal
(Variabel Indikator 4.1) formal Pengelola atau 5 = S2, 4= S1, 3= D3, 2= SMA, dan 1=
Penghuni SMP
Pengetahuan Kebersihan Pengetahuan tentang Skala Likert (PH)
(Variabel Indikator 4.2) kebersihan yang 5= sangat setuju, 4= setuju, 3= netral,
berdampak kepada 2= tidak setuju, dan 1= sangat tidak
kesehatan (penghuni/PH); setuju
Pengalaman dalam
bidang pekerjaan yang Skala Ordinal (PL)
berhubungan dengan 5= kebersihan dan pemeliharaan, 4=
kebersihan (pengelola/PL) manajemen dan finishing, 3=
persampahan, 2= pelayanan
konsumen, dan 1= marketing
Pengetahuan Dampak Pengetahuan tentang Skala Likert (PH)
Polutan dampak polutan udara 5= sangat setuju, 4= setuju, 3= netral,
(Variabel Indikator 4.3) dalam ruang 2= tidak setuju, dan 1= sangat tidak
(penghuni/PH); setuju
Pendidikan non formal
(pengelola/PL) dalam Skala Ordinal (PL)
bidang yang berhubungan 5= ahli, 4= menengah, 3= dasar, 2=
dengan KUDR mengikuti sebagian, dan 1= tidak
mengikuti

88
Universitas Indonesia
Selanjutnya variabel dependen, variabel kualitas udara dalam ruang terdiri atas 3
(tiga) variabel indikator, yaitu: variabel polutan fisik, variabel polutan kimia, dan
variabel polutan biologi. Pengukuran ketiganya menggunakan skala interval
sebagai berikut 5 jika ideal di bawah ambang batas, 4 jika sedikit di bawah
ambang batas, 3 jika di ambang batas, 2 jika sedikit melebihi, 1 jika jauh melebihi
ambang batas dengan berpedoman pada parameter Permenkes No.1077 tahun
2011.

Variabel polutan fisik ditandai dengan 3 (tiga) indikator, yaitu: PM10, temperatur,
dan kelembaban udara.
- Kandungan PM10 dengan skala 5 jika 0-34 mg/m3, 4 jika 35-65 mg/m3 dan 3
sesuai ambang batas 66-75 mg/m3, 2 jika 76-100 mg/m3, dan 1 jika >100 mg/m3.
- Kondisi temperatur semakin baik jika mendekati temperatur ideal 24oCelsius
sehingga nilai 5 jika 23-25oC, 4 jika 20-22oC atau 26-28oC, 3 jika 16-19oC atau
29-32oC, 2 jika 10-15oC atau 33-38oC, 1 jika <9oC atau >39oC.
- Selanjutnya kelembaban udara mempunyai interval nilai 5 pada kelembaban ideal
49-51%, 4 jika 40-48% atau 52-60%, 3 jika 30-39% atau 61-70%, 2 jika 21-29%
atau 71-80%, dan 1 jika <21% atau >81%.

Variabel polutan kimia terdiri atas polutan CO, formadehide (HCHO), dan CO2.
- Polutan CO mempunyai nilai 5 jika 0-4 ppm, 4 jika 5-7 ppm, 3 jika 8-10 ppm, 2
jika 11-14 ppm, dan 1 jika >15 ppm.
- Polutan formadehide (HCHO) bernilai 5 jika 0-0,05 ppm, 4 jika 0,06-0,08 ppm, 3
jika 0,09-0,11 ppm, 2 jika 0,12-0,14 ppm, dan 1 jika >0,14 ppm.
- Polutan CO2 memiliki nilai 5 jika 0-500 ppm, 4 jika 501-990, 3 jika 991-1010
ppm, 2 jika 1011-1500 ppm, dan 1 jika >1500 ppm.

Variabel polutan biologi ditunjukkan hanya oleh angka kuman 5 jika 0-400
CFU/m3, 4 jika 351-690 CFU/m3, 3 jika 691-710 CFU/m3, 2 jika 711-1000
CFU/m3dan 1 jika >1000 CFU/m3.

89
Universitas Indonesia
Kemudian variabel pengetahuan KUDR sebagai variabel supressor terdiri atas
variabel taraf pendidikan, variabel pengetahuan kebersihan, dan variabel
pengetahuan polutan. Taraf pendidikan untuk penghuni dan pengelola
menggunakan skala ordinal, yaitu 5 jika pendidikan S2, 4 pendidikan S1, 3
pendidikan D3, 2 pendidikan SMA, dan 1 pendidikan SMP. Pengetahuan
kebersihan memakai skala Likert untuk penghuni dan skala ordinal untuk
pengelola yang dapat diketahui dari pengalaman dalam bagian atau bidang
pekerjaan di apartemen. Skala pengetahuan kebersihan dari pengelola ialah 5
untuk bidang kebersihan dan pemeliharaan, 4 untuk bidang manajemen dan
finishing, 3 untuk bagaian persampahan, 2 untuk bagaian pelayanan konsumen,
dan 1untuk marketing. Selanjutnya pengetahuan dampak polutan, menggunakan
skala Likert untuk penghuni dan skala ordinal untuk pengelola berdasarkan
pelatihan yang berhubungan dengan kebersihan, kesehatan, dan kualitas udara
ruang. Skala pengetahuan dampak polutan terdiri atas nilai 5 untuk pelatihan ahli,
4 untuk pelatihan menengah, 3 untuk pelatihan dasar, 2 untuk pernah mengikuti
sebagian dari pelatihan, dan 1= tidak pernah mengikuti pelatihan sama sekali.

3.5 Data Riset


Secara garis besar, data penelitian dikumpulkan, diolah, dan dianalisis. Uraian
tersebut dijelaskan dalam berikut ini:

3.5.1 Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini data yang digunakan ialah data primer dan sekunder. Data
primer digunakan untuk mengumpulkan data tentang kondisi nyata faktor-faktor
yang terkait dengan kualitas udara dalam ruang di hunian perkotaan sedangkan
data sekunder dibutuhkan sebagai data komparasi dari data primer untuk
menyatakan sikap peneliti terhadap temuan di tempat penelitian.

A. Data Primer
Data primer adalah data yang bersumber langsung dari lokus penelitian. Data
primer yang dibutuhkan ialah:

90
Universitas Indonesia
 Data fisik bangunan gedung dan unit berupa: ukuran ruang, jenis material
finishing dinding, plafon, dan perabotane, ukuran bukaan jendela dan
ventilasi, ada atau tidaknya lubang partisi ruang,
 Data sistem sirkulasi udara atau ventilasi dari dan ke dalam unit hunian:
kecepatan pengudaraan dan jenis air conditioner.
 Data karakteristik penghuni, yaitu: persepsinya tentang kenyamanan fisik dan
psikis di hunian, serta partisipasi penghuni. Kemudian data pendukung yakni,
jumlah orang per unit, macam aktifitas yang mempengaruhi KUDR, seperti
berapa kali memasak dalam sehari, berapa waktu membersihkan debu dari
ruang, apakah menggunakan pengharum ruangan atau merokok dalam ruang,
dan sejauh apa mengetahui KUDR.
 Data karakteristik pengelola, yaitu: bidang penugasan kerja, apakah telah
menjalani pelatihan yang berhubungan dengan KUDR, kegiatan yang
berhubungan dengan manajemen pengelolaan gedung, dan sejauh apa
kemampuan melayani, mengatur, memeriksa, dan memotivasi penghuni untuk
terlibat dalam pemeliharaan hunian.

Pengumpulan data awal yang terkait bentuk fisik unit hunian, kondisi ventilasi,
dan aktivitas pengelolaan kualitas udara dalam ruang bangunan, digunakan cara
observasi. Observasi berfungsi untuk menggali apakah persoalan penelitian sesuai
dengan keadaan lokus penelitian.

Teknik pengumpulan data primer melalui instrumen kuesioner untuk menemukan


persepsi penghuni tentang kenyamanan fisik, kenyamanan psikis, perilaku
partisipasi, dan aktivitas yang menunjang kesehatan di bangunan (Petrus, 2009).
Teknik campuran kuesioner dan wawancara digunakan untuk populasi pengelola
karena penulis ingin mendapatkan data yang rinci dan mendalam untuk menggali
kemampuan mengatur, melayani, memeriksa, dan kemampuan interaksi
pengelola.

Pengumpulan data kualitas udara dalam ruang digunakan cara observasi dengan
melihat keadaan, mengukur di tempat, dan wawancara langsung di setiap unit

91
Universitas Indonesia
hunian. Pemantauan dilakukan untuk mengumpulkan data introduksi udara luar,
pengendalian asap, dan sumber polutan fisik, kimia dan biologi. Pengukuran
dengan alat dilakukan untuk variabel konsentrasi CO, formadehide (HCHO), CO2,
PM10, kondisi termal dan kelembaban, serta angka kuman. Pengukuran kualitas
udara untuk polutan fisik dan kimia menggunakan alat IAQ meter dan particulate
meter, selanjutkan pengukuran polutan biologi menggunakan Microbiology Air
Sampler.

(a) (b) (c)

Gambar 3.3. Alat Ukur KUDR: (a) Lutron IAQ meter AQ-9910SD
(b) Particle Counter AMT18 (c) Economic Air Sampler AM2050A
Sumber: Laboratorium KPK DT Politeknik Negeri Jakarta

Gambar 3.3 menunjukkan alat-alat yang digunakan untuk mengukur kadar


kualitas udara dalam ruang dalam penelitian ini. Bagian (a) alat yang digunakan
untuk mengukur termal, kelembaban, dan CO, (b) alat yang dipakai untuk
mengukur materi debu (PM) dan formaldehide, dan (c) alat yang digunakan untuk
mengukur angka kuman udara.

B. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang bersumber dari sumber lain dari lokus penelitian.
Data sekunder yang dibutuhkan ialah:

92
Universitas Indonesia
 Data literatur tentang teori-teori dasar penelitian yaitu: teori ilmu lingkungan
dan prinsip dasarnya, teori dimensi manusia, yakni ekologi manusia dan
hunian perkotaan sebagai bagian dari lingkungan buatan manusia, teori
psikologi lingkungan yang di dalamnya terdapat terori persepsi, perilaku dan
partisipasi, selanjutnya teori KUDR dan sistem sirkulasi udara di hunian
vertikal perkotaan, dan teori kesehatan lingkungan.
 Data jurnal-jurnal yang mendasari posisi penelitian dan temuan-temuan riset
terdepan yang memperkuat kebaharuan penelitian.
 Data standar dan peraturan yang digunakan sebagai parameter yang akan
dicapai dalam riset, seperti Permeskes tentang KUDR hunian, PermenPU
tentang hunian vertikal, SNI tentang ventilasi, dan standar KUDR lainnya
seperti Greenship Indoor Health Comfort (IHC) GBCI.

Teknik pengumpulan data sekunder melalui studi penelusuran peraturan-


peraturan, standar-standar seperti SNI, jurnal-jurnal penelitian, dan data
perencanaan dan pemeliharaan gedung. Peraturan digunakan untuk
mengidentifikasi kebijakan tentang hunian perkotaan, yaitu tugas dan kewajiban
pengelola-penghuni. Standar seperti SNI tentang ventilasi, Permenkes no.1077
dan Greenship IHC GBCI untuk bangunan terbangun versi 1.0, digunakan untuk
menyusun skala pengukuran untuk indiktor kualitas udara dalam ruang. Jurnal-
jurnal dipakai sebagai dasar teori dan posisi penelitian. Kemudian, data
perencanaan dipakai untuk memetakan sejauh apa efisiensi perencanaan bangunan
yang mengarah kepada kualitas udara dalam ruang, dan data pemeliharaan
digunakan untuk mendapatkan kesesuaian antara wawancara dan data
pemeliharaan.

3.5.2 Pengolahan Data


Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah secara sistematis. Pencatatan hasil
observasi dituliskan dan diklasifikasikan dalam bentuk tabel dan gambar. Data
fisik unit hunian dan model ventilasi digambarkan dengan program Autocad versi
2018 dan Power Point (PPT) untuk menunjukkan ukuran yang presisi dan

93
Universitas Indonesia
kemudahan ilustrasi. Data awal tentang kondisi hubungan penghuni dan pengelola
dijelaskan secara deskriptif.

Data primer yang berupa kuesioner dan pengukuran langsung akan dimasukkan ke
dalam program EXCEL untuk dapat dimasukkan ke SMARTPLS dan ANN-SOM.
Kemudian diuji secara statistik dengan software SMARTPLS untuk melihat
hubungan antar variabel dan diukur tingkat reliabilitasnya sekaligus validitas dan
reabilitasnya. Data hasil pengamatan dan wawancara akan diklasifikasikan dan
dituangkan dalam penjelasan deskriptif. Data sekunder dipilih dan disusun
menjadi bentuk tabel dan grafik untuk memudahkan analisis data dan komparasi
dengan data primer.

3.6 Analisis Data


Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Partial Least Square
Structural Equation Modeling (PLS-SEM), yang dipakai untuk penelitian yang
dikembangkan dari prinsip ekonometri digabungkan dengan prinsip pengaturan
dari psikologi dan sosiologi. Hal ini dikarenakan terdapat analisis hubungan antar
variabel yang terjadi secara bersamaan. Dengan analisis PLS-SEM akan diketahui
tingkat hubungan dan arah hubungan antara variabel independen dan variabel
dependen yang diamati. Pendekatan yang dilakukan untuk mengestimasi
parameter model akan digunakan dengan model PLS-SEM. Dengan bantuan
program komputer SMARTPLS memungkinkan dilakukannya model-model linier
yang menggunakan variabel laten sehingga memudahkan dalam mengkaji model
penelitian faktor kinerja pengelola-penghuni dalam efektivitas kualitas udara
dalam ruang di Apartemen Green Pramuka City.

Selanjutnya data akan dianalisis dengan Self Optimizing Map (SOM) untuk
memperoleh gambaran kelompok data yang saling mendukung dalam kelompok
tertentu, hasil analisis data dalam bentuk grafik. SOM membantu memetakan
model hubungan baik dalam bentuk fungsi matematika dan gambar. SOM
dikerjakan dengan menggunakan program komputer MATLAB.

94
Universitas Indonesia
3.6.1. Tahap Analisis Data
Tahap Analisis data menjelaskan secara rinci penyusunan model yang diharapkan.
Berikut penjelasan secara rinci:
a. Perumusan Masalah
Perumusan masalah adalah dasar untuk menentukan tujuan penelitian. Perumusan
masalah disusun berdasarkan kesnjangan pola perilaku realitas yang sebenarnya
dengan yang diharapkan berdasarkan teori. Selanjutnya menentukan tujuan
penelitian.
b. Identifikasi Komponen
Berdasarkan teori-teori yang disarikan dari studi literatur dan jurnal penelitian
terbaru, penulis mengidentifikasikan variabel-variabel komponen penelitian.

c. Penyusunan Konsep
Setelah variabel-variabel diidentifikasi, tahap selanjutnya penyusunan komponen-
komponen menjadi suatu alur yang sesuai dengan teori. Penyusunan juga
dipengaruhi oleh standar parameter berupa peraturan, standar teknis, dan temuan
penelitian terdahulu.

d. Metodologi
Metodologi mengarahkan pembuktian atas konsep yang telah disusun. Pemilihan
Metodologi disesuaikan dengan tujuan dan pola statistik korelasional multivariate
SEM yang sesuai dengan konseptual yang disusun.

e. Penyusunan Konstruk Model


Konstruk-konstruk disusun dari daftar identifikasi komponen dan diatur
berdasarkan metodologi yang dipilih. Dengan metode PLS-SEM konstruk-
konstruk persepsi, perilaku, dan partisipasi penghuni-pengelola dan pengaruhnya
terhadap kualitas udara dalam ruang.

f. Formulasi Model
Formulasi model dikerjakan menggunakan program komputer SMARTPLS
berdasarkan konstruk model. Data yang telah dikumpulkan dimasukkan dalam
permodelan. Hasil permodelan akan menghasilkan nilai-nilai formulasi model
sehingga dapat diinterpretasikan. Kemudian dilanjutkan dengan formulasi model
dengan MATLAB sampai menghasilkan data grafik.

95
Universitas Indonesia
Pada gambar 3.4 berikut ini disajikan tahap penyusunan model:

Perumusan Masalah

Identifikasi Komponen

Konsep Model

Metodologi

Konstruk Model

Formulasi Model

Validasi

Model Konseptual

Tidak
Sesuai?

Ya

Implementasi

Gambar 3.4 Tahap Penyusunan Model

g. Validasi
Untuk memastikan formulasi model yang benar, hasil perlu divalidasi dengan
mengecek nilai data yang telah dimasukkan mempunyai pola yang sama, sehingga
formulasi model mendekati realitas di lapangan. Validasi model dilakukan dengan
menghitung validasi Outer Model dan Inner Model. Validasi Outer Model
ditampilkan dengan perhitungan nilai Convergence Validity (>0,4), Discriminant

96
Universitas Indonesia
Validity (nilai variabel indikatornya lebih besar dari variabel indikator lain), dan
Reliability Validity (>0,5), sedangkan di Inner Model ditunjukkan dengan
Influence Test (>1,96).

h. Implementasi
Analisis skenario model dilakukan dengan melakukan penskalaan nilai-nilai
parameter output dari hasil ANN-SOM. Karakteristik input-output sistem
dipelajari dan diberi karakter sesuai 3(tiga) aspek pembangunan berkelanjutan:
dimensi sosial, dimensi lingkungan, dan dimensi ekonomi untuk kemudahan
implementasi model.

Berdasarkan penjabaran ini maka penulis membuat skema tahapan penelitian


untuk memperjelas alur penelitian, yaitu di gambar 3.5 di halaman 98. Pada
gambar 3.5, penyusunan instrumen penelitian (kuesioner) mempunyai penentuan
yang penting untuk mendapatkan data yang diharapkan (Amir, 2015). Kuesioner
sudah divalidasi terlebih dahulu dengan memasukkan data awal dan diuji
reabilitasnya (Periantalo, 2015).

97
Universitas Indonesia
Studi Literatur

Observasi Lapangan

Penyusunan Instrumen Penelitian

Pengumpulan Data

Data Fisik Hunian: Data Persepsi, Data Peraturan dan


- Bentuk Unit Perilaku, dan Manajemen
- Material Bangunan Partisipasi Penghuni Pengelolaan
- Sistem Ventilasi & Pengelola

Konsep Model Permodelan dengan SEM Permodelan SOM

Hasil SEM Hasil SOM

Interpretasi Hasil SEM &SOM

Formulasi Model

Hasil Model

Analisis Hasil

Kesimpulan dan Saran

Gambar 3.5 Skema Tahapan Penelitian

98
Universitas Indonesia
3.6.2. Konstruk-konstruk Variabel Penelitian
Untuk mempermudah gambaran hubungan antar variabel disusunlah konstruk-
konstruk sebagai berikut:

A. Konstruk-konstruk Dimensi Manusia


Kontruk-kontruk dimensi manusia terdiri atas konstruk-konstruk dimensi
penghuni dan konstruk-konstruk dimensi pengelola. Kinerja dimensi pengelola-
penghuni akan saling mempengaruhi satu sama lain seperti dalam teori Maslow
yang dibahas di bab 2 tentang partisipasi. Untuk membahas lebih jelas hubungan
antar variabel, pembahasan dijabarkan secara bertahap dan berhirarki.

Untuk dimensi manusia yang terdiri atas 2, yaitu: dimensi penghuni dan pengelola
akan dijabarkan mulai dari dimensi penghuni kemudian dimensi pengelola, dan
terakhir hubungan dimensi penghuni-pengelola.

(1) Konstruk-konstruk Dimensi Penghuni


Konstruk-konstruk dimensi penghuni terdiri atas aktivitas yang menghasilkan
sumber polutan, kebutuhan fisik dan kebutuhan psikis. Aktivitas menghasilkan
sumber polutan adalah kegiatan-kegiatan penghuni yang menyebabkan
munculnya polutan di dalam ruang.

Kenyamanan fisik berhubungan dengan kebutuhan dasar penghuni untuk dapat


berkegiatan di ruang personal, ruang sosial, dan ruang publik-nya, dimana
menurut Hutchison (2018), pada dasarnya manusia mempunyai luasan tertentu
secara fisik untuk merasakan nyaman dalam melakukan aktivitas personal, sosial,
dan publik. Selain itu, penulis menambahkan satu konstruk tentang pemeliharaan
ruang-ruang tersebut, yaitu: satu aspek yang berhubungan dengan kualitas ruang
menurut waktu, selain ruang, sehingga ada keterkaitan antara ruang dan waktu,
maksudnya kenyamanan fisik ruang tidak dapat terwujud tanpa pemeliharaan
ruang tersebut dari segi kekokohan, kebersihan, dan estetika.

99
Universitas Indonesia
Kenyamanan fisik yang berkaitan dengan ruang, belum tentu dapat membuat
manusia sehat tanpa pemenuhan kebutuhan psikis, dalam hal ini kenyamanan
secara fisik akan dirasakan bila kenyamanan psikisnya juga terpenuhi. Dengan
demikian, akan membentuk kesehatan fisik dan mental. Gambar 3.6 menunjukkan
konstruk-kontruk dimensi penghuni yang terdiri atas kebutuhan fisik dan psikis.

Gambar 3.6 Konstruk-konstruk Dimensi Penghuni

Kenyamanan psikis secara umum didukung oleh 3(tiga) aspek utama, yaitu:
kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi, adanya kecukupan sumber
daya lingkungan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti
udara sehat, air, dan matahari, dan kecukupan sebagai makluk sosial dan
berbudaya seperti bekerja, bersekolah, berkumpul, dan berpendapat. Selain itu,
penulis menambahkan satu aspek yang berkaitan dengan derajat kebebasan
kenyamanan psikis ruang, yaitu aspek kelegaan ruang. Dengan terpenuhinya 4
(empat) aspek, yaitu: kelegaan ruang, kemudahan ekonomi, dukungan lingkungan,
dan sosial budaya, penghuni akan merasakan kebahagiaan atau kenyamanan
psikis.

100
Universitas Indonesia
(2) Konstruk-konstruk Dimensi Pengelola
Konstruk dimensi pengelola adalah konstruk yang berhubungan dengan tugasnya.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun Pasal 66:
Kewajiban badan pengelola hunian perkotaan pada hakikatnya ialah (1) mengatur
setiap kelengkapan dalam hunian perkotaan dan siapapun yang memanfaatkannya,
(2) melayani kebutuhan penghuni dan mengkomunikasikan kebutuhan itu, (3)
memeriksa kinerja kelengkapan dan tim operasional hunian perkotaan.

Gambar 3.7 Konstruk-konstruk Dimensi Pengelola

Gambar 3.7 menunjukkan konstruk-kontruk dimensi pengelola sesuai Peraturan


Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun Pasal 66, penulis setuju
dengan konstruk ini karena pengelola sebagai unit managemen harus mempunyai
kemampuan untuk mengatur kelengkapan hunian perkotaan, melayani penghuni
dengan baik, dan memeriksa kinerja kelengkapan dan tim operasional bangunan,
agar kinerja keseluruhan bangunan berjalan dengan lancar.

B. Konstruk-konstruk Hubungan Dimensi Penghuni-Pengelola


Berdasarkan konstruk-konstruk dimensi penghuni dan konstruk-kontruk dimensi
pengelola, hubungan antara keduanyan dapat dilihat pada gambar 3.8 di halaman
selanjutnya. Gambar 3.8 menunjukkan pengelola harus memiliki kemampuan
mengatur kelengkapan ruang personal, ruang sosial, dan ruang publik hunian

101
Universitas Indonesia
perkotaan. Pengelola juga harus dapat memeriksa kinerja kelengkapan ruang
personal, ruang sosial, dan ruang publik hunian perkotaan. Kemampuan pengelola
untuk mengatur dan memeriksa akan mempengaruhi kenyamanan fisik penghuni
hunian perkotaan.

Sub Variabel Indikator Pengelola Dan Penghuni

Gambar 3.8 Konstruk-konstruk Dimensi Penghuni-Pengelola

Pengelola juga harus dapat melayani kebutuhan penghuni dalam kelegaan ruang,
kemudahan ekonomi, adanya dukungan lingkungan, dan berlangsungnya sosial
budaya di hunian perkotaan. Terpenuhinya kelegaan ruang, kemudahan ekonomi,
adanya dukungan lingkungan, dan berlangsungnya sosial budaya akan
mempengaruhi kenyamanan psikis penghuni bertempat tinggal di hunian
perkotaan. Konstruk-konstruk ini adalah umum yang berlangsung di hunian
perkotaan. Sebagai kebaharuan (novelty) penelitian ini, penulis berpendapat
perlunya kerjasama yang baik antara pengelola dan penghuni untuk mewujudkan
pengelolaan hunian perkotaan yang sehat, sehingga penulis menambahkan satu
konstruk di dimensi pengelola dan satu konstruk di dimensi penghuni sebagai
model intervensi dimensi budaya. Kerjasama yang baik antara pengelola dan
penghuni untuk mencapai perubahan pola perilaku yang berkelanjutan di hunian
perkotaan. Dimensi pengelola ditambah konstruk kemampuan memotivasi dan
dimensi penghuni ditambah konstruk perilaku partisipasi. Kemampuan pengelola

102
Universitas Indonesia
untuk memotivasi penghuni agar ikut berpartisipasi dalam memelihara kebersihan
ruang dan lingkungan adalah sebuah perubahan pola perilaku positif supaya
kualitas hidup di hunian perkotaan semakin meningkat sehingga mempunyai nilai
keberlanjutan seperti penghematan energi, kualitas lingkungan, dan kualitas
masyarakatnya.

Gambar 3.9 Konstruk-konstruk Dimensi Penghuni - Pengelola dengan Partisipasi Hidup Sehat

Gambar 3.9 di atas menunjukkan pengelolaan di hunian perkotaan oleh penghuni-


pengelola untuk memperoleh hidup sehat yang berkelanjutan melalui kualitas
udara yang baik. Jadi konstruk dimensi penghuni menjadi 4 aspek, yaitu: perilaku
partisipasi kesehatan, aktivitas yang menghasilkan polutan, kenyamanan fisik, dan
kenyamanan psikis ruang. Sedangkan konstruk dimensi pengelola menja 4 aspek,
yaitu: kemampuan memotivasi, kemampuan mengatur, kemampuan memeriksa,
dan kemampuan melayani.

C. Kontruk-konstruk Kualitas Udara Dalam Ruang


Sehubungan dengan topik penelitian ini yang mengangkat dimensi manusia
dalam efektivitas kualitas udara dalam ruang, pembahasan selanjutnya adalah
konstruk-konstruk kualitas udara dalam ruang. Penyusunan konstruk-konstruk
kualitas udara dalam ruang berdasarkan atas PERMENKES No. 1077 tentang

103
Universitas Indonesia
Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah. Ini sesuai dengan SNI 03-
6572-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian
Udara Pada Bangunan Gedung.

Gambar 3.10 Konstruk-Konstruk Kualitas Udara Dalam Ruang

Gambar 3.10 menunjukkan konstruk-konstruk kualitas udara dalam ruang, yang


terdiri atas 3 aspek, yaitu: polutan fisik, polutan kimia, dan polutan biologi.

3.6.3 Konstruk Awal Hubungan Dimensi Manusia dan Kualitas udara dalam
ruang dengan Analisis PLS-SEM
Berdasarkan pembahasan di atas, tersusunlah konstruk-konstruk dimensi manusia
dalam efektivitas kualitas udara dalam ruang sehingga sesui dengan kerangka
konsep seperti pada bab 2, gambar 2.15. Di gambar 2.15, penulis menyebutkan
ada variabel moderator yang mempengaruhi hubungan variabel bebas (dimensi
manusia) ke variabel terikat (kualitas udara dalam ruang). Variabel moderator
tersebut adalah pengetahuan tentang kualitas udara dalam ruang yang terdiri atas 3
indikator, yaitu: tingkat pendidikan, pengetahuan tentang dampak polutan ruang,
dan pengetahuan tentang kebersihan ruang. Dengan demikian tersusunlah
konstruk-konstruk seperti pada gambar 3.11.

104
Universitas Indonesia
Gambar 3.11 Konstruk-Konstruk Awal Hubungan Dimensi Manusia dan KUDR
dengan Metode PLS-SEM

Gambar 3.11 menunjukkan penjabaran kerangka konsep menjadi konstruk-


konstruk variabel dengan analisis PLS-SEM. Variabel laten terdiri atas dimensi
pengelola, dimensi penghuni, pengetahuan KUDR, dan KUDR. Variabel manifes
atau indikator dari dimensi pengelola ialah kemampuan memotivasi, kemampuan
mengatur, kemampuan memeriksa, dan kemampuan melayani. Variabel manifes
dari dimensi penghuni ialah perilaku partisipasi, kenyamanan fisik, dan
kenyamanan psikis ruang. Variabel manifes dari KUDR ialah polutan fisik,
polutan kimia, dan polutan biologi. Selanjutnya, Variabel manifes dari
pengetahuan KUDR ialah tingkat pendidikan, dampak polutan ruang, dan aktifitas
kebersihan lingkungan.

3.6.4 Formulasi SOM dari konstruk-konstruk Model PLS-SEM


Formulasi SOM digunakan untuk melakukan analisis kelompok (kluster) dari sub
variabel indikator kinerja pengelola dan penghuni seperti gambar 3.8. Data sub
variabel indikator yaitu: perubahan pola perilaku, persepsi ruang personal-sosial-
publik, pemeliharaan ruang, kelegaan unit ruang, kemudahan ekonomi, dukungan
lingkungan, dan sosial budaya. Kesatuan sub variabel indikator pengelola-

105
Universitas Indonesia
penghuni digunakan untuk keperluan proses training sehingga akan terkelompok
ke dalam komposisi model.

Untuk memberi gambaran yang lebih rinci dari model yang diharapkan, data
penghuni-pengelola dimasukkan sebagai input pada formulasi SOM, sehingga
akan dapat dilihat sub variabel indikator yang dominan mempengaruhi kualitas
udara dalam ruang. Formulasi yang akan diproses SOM dengan program
MATHLAB adalah sebagai berikut:

Input data Ouput Data


Proses
(Penghuni-pengelola) (Kualitas Hunian)
Komputasi

Hidden Layer

Partisipasi Hidup
Sehat

Ruang Personal,
Ruang Sosial, dan
Ruang Publik

Sosial-budaya

Model Dimensi
Manusia untuk
Kelegaan Ruang Keberlanjutan
Hunian Vertikal
Dukungan
Lingkungan

Pemeliharaan Ruang

Kemudahan ekonomi

Gambar 3.12 Formulasi ANN untuk SOM

106
Universitas Indonesia
Hasil model SOM akan muncul setelah proses training, kemudian dilanjutkan
dengan proses mapping. Melalui proses komputasi, peta dominasi dari masing-
masing sub variabel indikator akan muncul. Peta ini akan membantu
menunjukkan kedekatan sub variabel indikator di dalam model hunian yang sehat
dalam gambar 2.15. Untuk memperoleh model tersebut sub variabel indikator
dikelompokkan ke 3 (tiga) konsep keberlanjutan hunian (Hawkes,2017), yaitu:
dimensi sosial, dimensi ekonomi, dan dimensi lingkungan dalam bingkai dimensi
budaya.

Tabel 3.3 menunjukkan pengelompokan sub variabel indikator dengan pendekatan


ilmu lingkungan melalui konsep keberlanjutan hunian dalam model dimensi
manusia dalam hunian vertikal yang sehat, ditinjau dari dimensi sosial, dimensi
ekonomi, dan dimensi lingkungan.

Tabel 3.3 Pengelompokan Sub Variabel dengan Pendekatan ANN-SOM

Dimensi Budaya Pengetahuan, Persepsi, Partisipasi Hidup Sehat


Dimensi Sosial Dimensi Ekonomi Dimensi Lingkungan
Sosial-Budaya Pemeliharaan Ruang Kelegaan Ruang
Ruang personal, sosial, Kemudahan Ekonomi Dukungan Lingkungan
dan publik

Hasil analisis akan menunjukkan kedekatan masing-masing dimensi model, dan


pengaruh dimensi manusia pengelola-penghuni dalam hunian sehat berkalanjutan
dengan output KUDR. Dari bangunan model tersebut akan ditarik kesimpulan
tentang pengaruh dimensi manusia penghuni dan pengelola untuk mencapai
efektivitas kualitas udara ruang di hunian vertikal perkotaan.

3.7. Keterbatasan Penelitian


Keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini berdasarkan uraian sebelumnya
ialah:

107
Universitas Indonesia
1. Jumlah data responden penghuni dan pengelola, dan data pengukuran KUDR
dari sejumlah data dipilih sejumlah yang sama antara penghuni, pengelola, dan
pengukuran KUDR. Jumlah data yang dianalisis yaitu 85 data penghuni, 85
data pengelola dan 85 data pengukuran untuk kemudahan analisis PLS-SEM
dengan SMARTPLS dengan nilai validitas dan reabilitas terbaik. Data
pengukuran KUDR dan data penghuni dari unit yang sama namun data
pengelola dipilih random untuk dipasangkan ke data unit dan penghuni
berdasarkan asumsi pengelola mempunyai tanggung jawab yang sama kepada
semua unit.
2. KUDR yang diukur ialah hanya di dalam unit hunian dan yang menggunakan
sistem ventilasi buatan (AC). Kondisi unit hunian dengan sistem ini, ruang
didesain tertutup dan dengan bukaan jendela yang dapat ditututp rapat untuk
mengoptimalkan kinerja AC agar energi listrik minimal dan menyaring jalur
polusi udara luar masuk ke dalam melalui filterisasi fan outdoor. Pengaruh
KUDR dari ruang terdekat seperti koridor dan polusi udara luar tidak dapat
dihindari walaupun pengaruhnya sangat kecil karena pengukuran dilakukan
dalam kondisi ruang tertutup.
3. Dalam penelitian ini, luaran model berlaku untuk hunian vertikal di perkotaan
dengan tipe rusunami bertingkat 8 sampai 30 lantai dengan asumsi pengaruh
angin belum mengganggu dan masih dapat menggunakan sistem ventilasi
kombinasi (unit dengan AC dan koridor dengan ventilasi alami). Dalam
penelitian ini besarnya subsidi pemerintah kepada pembangunan rusunami dan
status tanah bangunan (HGB murni atau HGB hak pengelolaan lahan)
diperhitungkan tidak berpengaruh kepada hasil penelitian.
4. Parameter pengukuran KUDR menggunakan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1077 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan
Udara Dalam Ruang Rumah. Parameter ini yang digunakan sebagai ambang
batas KUDR dalam penelitian karena sesuai dengan fungsi bangunan yaitu
hunian dan belum ada parameter KUDR khusus untuk hunian vertikal di
Indonesia.

108
Universitas Indonesia
3.8. Rekapitulasi Tujuan Penelitian, Sumber Data, Jenis Data, dan Teknik
Memperoleh Data serta Metode Analisis.
Secara rinci rekapitulasi mengenai tujuan penelitian, sumber data, jenis data, dan
teknik memperoleh data serta metode analisis yang digunakan, disajikan pada
Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Rekapitulasi Tujuan Penelitian, Sumber Data, Jenis Data, dan Teknik Memperoleh Data
serta Metode Analisis Yang Digunakan
No. Tujuan Penelitian Sumber Data, Jenis Data, dan Metode
Teknik Memperoleh Data Analisis
1. Membuat pola kesatuan dimensi manusia penghuni dan pengelola dengan
pengetahuan, persepsi, dan partisipasi melalui kualitas udara ruang untuk
mencapai keberlanjutan di hunian vertikal perkotaan.
a. Menemukan dimensi Data Primer: Analisis
penghuni yang optimal Kuesioner Penghuni, PLS-SEM
untuk mempengaruhi Pengukuran KUDR unit
kualitas udara dalam ruang hunian
dengan pengetahuan,
persepsi, dan partisipasi
penghuni.
b. Menemukan dimensi Data Primer: Analisis
pengelola yang optimal Kuesioner Pengelola, PLS-SEM
untuk mempengaruhi Pengukuran KUDR unit
kualitas udara dalam ruang hunian
dengan pengetahuan,
persepsi, dan partisipasi
pengelola.
c. Membuat pola kesatuan Data Primer: Analisis
dimensi penghuni dan Kuesioner Penghuni dan PLS-SEM
dimensi pengelola yang Pengelola, Pengukuran
mempengaruhi kualitas KUDR unit hunian
udara ruang dengan
pengetahuan, persepsi, dan
partisipasi penghuni dan
pengelola.
2. Menyusun model dimensi Data Primer: Analisis
manusia untuk keberlanjutan Kuesioner Penghuni dan PLS-SEM
di hunian vertikal perkotaan Pengelola, Pengukuran
melalui kualitas udara dalam KUDR unit hunian
ruang.
3. Mengaplikasikan model Data Primer: Analisis
dimensi manusia untuk Kuesioner Penghuni ANN-SOM
keberlanjutan di hunian
vertikal perkotaan melalui
kualitas udara dalam ruang
untuk mengevaluasi kinerja
pengelola.

109
Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Uraian pembahasan dimulai dengan deskripsi kondisi fisik KUDR dan unit hunian
serta daya dukung lingkungan. Fenomena gaya hidup terdiri atas pengetahuan,
persepsi dan partisipasi yang diungkapkan oleh penghuni dan pengelola. Ini
menjelaskan bagaimana pengetahuan, persepsi, dan partisipasi mempengaruhi
perilaku penghuni dan pengelola. Selanjutnya, penjelasan analisis sampai dengan
reabilitas, validitas data dan hasil analisis SEM dengan SMARTPLS, yang
diteruskan dengan pembuktian teori-teori dalam model modifikasi Hawkes
menjadi model dimensi manusia untuk keberlanjutan hunian vertikal perkotaan
melalui KUDR. Pembahasan terakhir, pemetaan ANN-SOM yang dihasilkan
program MATLAB ke dalam modifikasi Hawkes menjadi aplikasi model tersebut.

4.1 Deskripsi Hasil Riset


Deskripsi hasil riset dibagi dalam hasil pengamatan kondisi fisik bangunan dan
KUDR berdasarkan pengukuran dan persepsi penghuni. Dilanjutkan dengan
deskripsi karakteristik penghuni dan pengelola dalam persepsi, perilaku dan
partisipasi hidup sehat serta hubungan sosial antara penghuni-pengelola.

4.1.1 Daya Dukung Lingkungan


Konsep lingkungan yang disampaikan kepada penghuni di awal pengenalan lokasi
adalah 20% berupa bangunan dan sisanya 80% ruang terbuka untuk menerapkan
daya dukung lingkungan. Peraturan yang digunakan oleh pelaku pembangunan
GPC ialah perhitungan KDH (Koefisien Dasar Hijau) dengan rumus luas ruang
terbuka dibagi luas seluruh lahan namun dari hasil perhitungan ternyata ruang
terbuka GPC sebenarnya seluas 64,7%, belum dihitung KDH sesungguhnya, yang
nilainya ternyata kurang dari 40%. Menurut GBCI (Green building Council
Indonesia) lahan hijau GPC baru memenuhi persyaratan dasar (10%) dan belum
memenuhi kriteria bangunan hijau minimal 40% karena yang dimaksud lahan
hijau adalah lahan yang tidak tertutupi perkerasan dan 50%nya merupakan
pepohonan yang memberi naungan. Pepohonan tersebut belum memenuhi kriteria

110
Universitas Indonesia
bangunan hijau. Suasana pepohonan hijau di GPC dapat dinikmati di bagian sisi
dari keempat tower pembangunan tahap pertama (bagian utara Tower Fagio,
Tower Pino, Tower Chrisant, dan Tower Bougenville). Sementara di area lainnya
masih berupa keberadaan tanaman perdu dalam pagar pembatas taman dengan
jalan utama. Penghuni menikmati suasana di tempat ini dari mulai hanya duduk,
berbincang, berjalan-jalan, dan berolahraga ringan.

(a) Denah lokasi (b) Pandangan dari Lantai 10


Gambar 4.1 Gambaran Area Hijau Hunian
Sumber: Site Plan GPC dan Foto Survei Pribadi

Penerapan dari dukungan kesehatan lingkungan mengenai kebersihan dan kualitas


lingkungan, ditunjukkan dengan penerapan long soak pond beserta sistem
pembersihan air sebagai penampung air hujan dan air permukaan, dengan sistem
ini menjamin ketersediaan air bersih dan air cuci. Selain itu, terdapat danau buatan
sebagai penampung air buangan habis cuci yang bermanfaat untuk diolah
kembali. Untuk daerah bersosialisasi di outdoor, terdapat taman kolam ikan di
yang berfungsi sebagai area jogging track. Keberadaan kolam renang di setiap
tower dinilai penghuni menyenangkan karena menambah kesejukan secara visual.
Kebersihan ruang luar terlihat terpelihara setiap harinya. Masalah limbah cair dan
padat pada lingkungan GPC tertangani dengan baik sehingga tidak sampai
menimbulkan bau kurang menyenangkan dan penampakan yang tidak
menyenangkan.

111
Universitas Indonesia
Untuk kondisi kualitas udara luar, area GPC dipisahkan oleh jalan boulevard yang
terbuka untuk dilewati kendaraan umum membuat area bangunan yang
menghadap ke sisi jalan ini mendapat kualitas udara yang kurang baik, terutama
bagian bangunan di lantai dasar, selain itu juga mendapat kebisingan yang lebih
tinggi

4.1.2 Bangunan, Kebersihan dan Sistem Ventilasi


Di sekeliling 10 tower hunian yang telah terbangun, dilengkapi fasilitas-fasilitas
yaitu pusat perbelanjaan (mal), basemen parkir 2 (dua) lantai, foodcourt, kolam
renang, bank dan ATM, serta mushola yang cukup besar di basemen pusat
perbelanjaan. Selain itu dilengkapi juga dengan fasilitas-fasilitas kerjasama
dengan tenan seperti Indomart, Alfamart, laundry, resto, klinik dan apotik.
Fasilitas yang masih dinilai kurang oleh penghuni ialah tempat belanja harian
yang murah, sekolah dasar, dan tempat berkumpul indoor. Dalam jangka panjang,
fasilitas sekolah dasar akan dibangun seperti yang tertuang dalam Site Plan
(halaman 80).

(b) mal

(a) tower-tower (pandangan dari bloulevard) (c) foodcourt

(d) tenan sewa (e) kolam renang (f) parkir basement


Gambar 4.2. Kondisi Bangunan dan Fasilitas Hunian

112
Universitas Indonesia
Menurut SNI 03-7013 tahun 2004 tantang Fasilitas Rumah Susun, fasilitas yang
harus disediakan ialah fasilitas niaga untuk alternatif tempat kerja, fasilitas
pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum,
ruang terbuka. Saat ini fasilitas yang belum terealisasi ialah fasilitas pendidikan,
sedangkan fasilitas yang belum terlengkapi ialah kantor pemerintahan dan
balainya (RT/RW). Berdasarkan ketentuan dalam SNI, fasilitas pendidikan yang
perlu disediakan seharusnya sampai tingkat pendidikan menengah atas (SMA)
dalam populasi > 4800 jiwa.

Letak parkir di basement tidak berdampak polusi udara kepada unit hunian karena
tidak ada akses (pintu) yang langsung berhubungan dari koridor dan lift. Menuju
parkir basement melalui tangga tersendiri. Sedangkan parkir di permukaan dapat
berpengaruh ke unit bila penghuni membuka jendela hunian. Oleh karena itu,
Penghuni hanya akan mendapatkan udara segar bila membuka jendela pagi hari
(pukul 04.00-07.00) karena setelah itu kendaraan yang diparkir mulai bergerak
dan aktifitas perparkiran mulai aktif sampai sore hari.

Pemeliharaan kebersihan gedung oleh pengelola meliputi keseluruhan bangunan


kecuali unit-unit hunian. Untuk pelayanan kebersihan oleh pengelola, meliputi
menyapu dan mengepel koridor dan lobi, dilakukan 2 (dua) kali dalam sehari,
sedangkan kebersihan fasade bangunan rutin dibersihkan sebulan sekali tidak
termasuk balkon dari unit. Sampah padat dari setiap unit dikumpulkan ke
penampungan sementara dengan penutup di setiap lantai dan berada dalam ruang
tertutup, sehingga tidak menimbulkan bau.

Mengenai sistem ventilasi digunakan kombinasi alami dan buatan. Unit


menggunakan sistem buatan dengan AC split sebagai alat sirkulasi buatan dibantu
dengan exhaust fan. Setiap unit umumnya mempunyai 2 (dua) AC untuk tipe unit
2 (dua) kamar, 1 (satu) AC terletak di ruang keluarga dan 1 (satu) AC lagi di
kamar tidur utama, sedangkan kamar tidur kedua dilengkapi lubang antara kedua
kamar dilengkapi dengan kipas. Bagian jendela yang dapat dibuka di bagian atas
dengan alasan keamanan namun sebagian besar penghuni menyatakan jarang

113
Universitas Indonesia
membukanya. Secara umum penghuni menyatakan kondisi termal unit cukup
nyaman.

Sirkulasi Buatan AC+Kipas Sirkulasi Alami Sirkulasi Buatan AC+Kipas


Gambar 4.3. Ilustrasi Aliran Udara Dalam Ruang dan Penempatan Alat Ventilasi

Untuk koridor, tangga darurat, dan ruang sirkulasi digunakan sistem ventilasi
alami dengan membuka jendela yang berada di ruang-ruang tersebut. Secara rutin
petugas melakukan sweeping (pembersihan dari alas kaki dan barang-barang
penghuni) agar ruang koridor tetap bersih dan lancar untuk situasi darurat serta
kemudahan pembersihan oleh petugas.

Kualitas udara luar bangunan secara keseluruhan masih dalam baku mutu kualitas
udara, hanya nilai kelembaban saja yang lebih dari 60% hunian melebihi baku
mutu, seperti dalam Tabel berikut ini (tabel 4.1). Pengukuran dilakukan pada pagi
hari di lantai 10 dan lantai dasar dari total 24 lantai. Lantai 10 mewakili
ketinggian menengah bangunan. Dari tabel tersebut menunjukkan kecenderungan
kadar CO tertinggi di lantai dasar pada pukul 7.30 pagi hari, ini dikarenakan pada
saat itu kondisi kendaraan terpadat, penghuni berangkat kerja dan mengantar anak
sekolah. CO2 cenderung naik menjelang siang hari dan akan menurun kembali
menjelang malam hari. Kadar O2 di lantai atas (lantai 10) cenderung lebih rendah
daripada lantai dasar, dikarenakan saat pagi hari di lantai dasar terdapat banyak
tumbuhan dan pohon. Kondisi kelembaban pagi hari cenderung tinggi begitu pula
suhu di luar bangunan.

114
Universitas Indonesia
Tabel 4.1 Kondisi Kualitas Udara Luar Hunian Pagi Hari

Akan tetapi dari hasil pengukuran terhadap unit-unit berdasarkan keberadaan


posisi unit dan ketinggian tingkat lantai, KUDR unit di hunian vertikal ini tidak
dipengaruhi oleh posisi unit dan ketinggian tingkat lantainya tersebut karena
menggunakan sistem tertutup (AC). Ini menunjukkan bahwa alat sirkulasi udara
di unit hunian ini cukup baik dalam menyaring polusi udara luar ke dalam unit
bangunan. Jadi pencemaran udara luar sangat sedikit mempengaruhi KUDR unit
dan ini tergantung dengan alat sirkulasi udara yang digunakan.

4.1.3 Keterlibatan Ekonomi Masyarakat di Bangunan dan Sekitarnya


Keunggulan dari aspek ekonomi bagi penghuni ialah kemudahan akses
transportasi publik dan kedekatan tempat-tempat strategis di ibukota Jakarta.
Selain jalan utama terdapat halte transportasi online dan transportasi konvensional
(ojek dan taksi), serta terdapat tempat pemberhentian bus bandara pada jam-jam
tertentu. Tempat-tempat strategis di sekitar lokasi ialah gerbang masuk tol dalam
kota, pusat-pusat perbelanjaan, perkantoran dan pendidikan. Mengenai akses
sepeda dan perparkirannya belum ada (bagian dari kampanye udara bersih), belum
menjadi perhatian pengelola di apartemen ini tetapi untuk pejalan kaki sudah
terdapat jalur khusus dan pedestrian yang layak. Akses yang belum tersedia ialah
akses untuk penghuni berkebutuhan khusus dan manula. Keterlibatan penghuni
dalam kegiatan ekonomi di kawasan hunian umumnya dalam hal sewa-menyewa
unit, sebagai pemilik sewa atau sebagai marketing sewa-beli unit hunian atau kios.

115
Universitas Indonesia
(a) Gerobak penyedia sarapan (b) Pos ojek daring

(c) Penjual makanan matang (d) Pedestrian untuk menunggu jemputan


Gambar 4.4. Fasilitas Penunjang Kegiatan Sehari-hari

Keterlibatan ekonomi bagi masyarakat sekitar kawasan hunian ialah berjualan


kebutuhan penghuni seperti menjual sarapan di pagi hari, makanan-makanan
dengan harga terjangkau, dan menyewa kios-kios untuk berjualan dan jasa
laundry yang sebagian besar berada di lantai dasar tower. Selain itu timbul
kegiatan sejenis di sekitar apartemen, selain dalam hal kuliner yaitu jasa
transportasi (sampai sewa kendaraan).

4.1.4 Kondisi KUDR Unit Hunian


Hasil observasi secara fisik menunjukkan sebagian besar unit memiliki kebersihan
ruang yang cukup baik. Ruang tidur utama, ruang tidur anak, dan ruang keluarga
umumnya cukup bersih namun untuk kamar mandi dan balkon cenderung lembab,
kurang dibersihkan dan beberapa saluran tidak lancar. Bau udara yang timbul di
unit-unit, data menunjukkan 30% disebabkan bau asap rokok padahal sudah ada
himbauan untuk tidak merokok. Selain asap rokok, bau udara yang tercium adalah
bau sisa makanan yang berasal dari saluran pembuangan air kategori grey water

116
Universitas Indonesia
(air buangan BAK dan mengandung sabun. Beberapa unit yang kurang
diperhatikan kebersihannya terlihat terdapat serangga (kecoa).

A. Polutan Fisik
a. PM10
Sebagian besar unit memiliki dinding dan perabotan yang bersih namun lantai
umumnya berkeadaan masih berdebu, kecuali unit yang siang hari tetap
digunakan keluarga. Untuk unit yang tidak ada keluarga beraktivitas siang hari,
umumnya kebersihan lantai kurang mendapat perhatian. Sebagian besar balkon
berkeadaan tidak dibersihkan, tempat terdapat mesin AC. Kondisi PM10 setiap
unit yang diukur berada rata-rata normal 0,03 µg/m3, nilai di bawah baku mutu
yang ditentukan (<70 µg/m3).

b. Suhu
Mengenai suhu, penghuni unit (98%) umumnya berpendapat kondisi suhu
ruangan biasa saja, tidak sejuk namun juga tidak panas. Suhu terendah 25oC dan
suhu tertinggi 34oC, dengan rentang sebagian besar antara 29oC sampai dengan
32oC, jadi suhu cenderung di batas atas. Baku mutu yang dipersyaratkan 18-30oC.
SNI tentang Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara
Pada Bangunan Gedung, menyatakan suhu yang nyaman berkisar 24oC. Kondisi
suhu di unit hunian sebagian besar (74% dari unit-unit) lebih tinggi dari yang
dipersyaratkan 30oC, yaitu 31-34 oC. Kondisi suhu di atas suhu kamar (25 oC)
berpotensi menguapkan material mengandung VOC.

c. Kelembaban Udara
Untuk kelembaban udara, sebagian besar (68% dari unit-unit) dalam kondisi
melebihi baku mutu 40-60%, yaitu di angka 62-74%. Kondisi terbanyak pada
angka kelembaban udara 60-68%. Keadaan ini dikawatirkan dapat memicu
tumbuhnya tungau (mites) dan jamur (fungi) serta menimbulkan alergi (Rhinitis
dan Asthma, ASHRAE 2016) . Nilai kelembaban yang tinggi ini belum dirasakan
mengganggu secara fisik pada penghuni namun unit harus dijaga benar
kebersihannya.

117
Universitas Indonesia
Gambar 4.5. Efek Kelembaban Udara Unit Hunian berdasarkan ASHRAE
Sumber: ASHRAE,2016

Gambar 4.5 di atas menunjukkan kelembaban udara relatif antara 60-68% dapat
berpotensi menimbulkan penyakit alergi dan berkembangnya tungau (mites) dan
jamur (fungi).

B. Polutan Kimia
a. Formadehide
Sebagian besar unit menggunakan wallpaper full-furnished (seluruh dinding) yang
bahan dan perekatnya mengandung formaldehide. Materi ini berbahaya karena
mudah menguap pada suhu tertentu dan bersifat karsinogenik (penyebab kanker).
Hasil pengukuran di unit-unit hunian menunjukkan angka formaldehide unit yang
menggunakan wallpaper lebih tinggi daripada yang tidak menggunakannya. Unit-
unit yang non wallpaper mengandung formadehide antara 0,01-0,04 ppm,
sedangkan unit-unit yang menggunakannya mempunyai nilai 0,036-0,09 ppm.
Baku mutu yang dipersyaratkan kurang dari 0,1 ppm, nilai tertinggi masih di
bawah baku mutu namun unit yang memakai wallpaper dapat bisa berpotensi 2-3
kali lipat membahayakan daripada yang non wallpaper. Penghuni umumnya
memilih memakai wallpaper untuk keindahan dengan gambar sesuai tema yang
diinginkan. Pemasangan wallpaper melalui jasa penyedia yang diijinkan oleh
pengelola.

118
Universitas Indonesia
b. Carbon Monoksida (CO)
Kondisi gas CO beberapa unit cukup bervariasi, namun sebagian besar (80% dari
unit hunian) mempunyai nilai sesuai baku mutu 1-9 ppm, namun yang 20% masih
mengandung sampai dengan angka 29 ppm. Unit yang kondisi CO-nya tinggi
umumnya pengguna yang merokok dalam unit dan mempunyai AC kurang baik
atau rusak sehingga sirkulasi udara kurang mengalir. Alasan penghuni yang
merokok adalah kebiasaan yang sebelumnya sudah dilakukan.

c. Carbon Dioksida (CO2)


Kondisi CO2 ditunjukkan sebagian besar unit dengan angka cukup baik di bawah
baku mutu 1000 ppm namun terdapat 4 (empat) unit yang melebihi angka
tersebut. Angka tersebut menjadi tinggi pada waktu menjelang siang hari karena
aktivitas memasak. Dari hasil observasi terhadap pengukuran menunjukan rentang
perubahan kadar CO2 yang mengalami perubahan yang besar. Pengukuran pada 2
(dua) unit menunjukkan angka terendah pada pagi hari dan meningkat pada siang
hari terutama unit yang digunakan untuk kegiatan memasak. Pengukuran pada
kedua unit itu menunjukkan angka 502-648 ppm dan 604-1111 ppm. Nilai ini
disebabkan oleh aktifitas penghuni seperti memasak atau aktifitas pembakaran
lainnya, seperti menggunakan lilin.

C. Polutan Biologi
Pengukuran polutan biologi melalui angka kuman bakteri. Hampir semua unit
hunian mempunyai angka kuman di bawah baku mutu 700 CFU/m3 namun masih
ada 2 unit yang melebihi sampai angka 998 CFU/m3 dari 88 sampel. Nilai yang
mendekati ambang > 500 CFU/m3 sekitar 10% dari unit-unit. Kondisi unit yang
angka kumannya kecil adalah unit yang bersih, berbau segar dan memiliki AC
yang terstandar kualitasnya. Sedangkan, tingginya angka pengukuran kuman
sebagian besar dikarenakan penghuninya yang sedang sakit atau unit yang lembab
dan kotor.

D. Pengaruh Pergerakan Udara terhadap KUDR dan Kenyamanan Indoor


Sistem sirkulasi dan kecepatan udara dalam unit hunian mempengaruhi kondisi
kualitas udara ruang (SNI 03-6572). Dari data 85 unit hunian, Tabel 4.2

119
Universitas Indonesia
menunjukkan pengaruh kecepatan pergerakkan udara pada kualitas udara ruang
unit hunian.

Tabel 4.2 Pengaruh Pergerakan Udara pada KUDR Unit


Pergerakan Suhu Kelembaban Formaldehide CO CO2 Angka
Udara (oC) udara (ppm) (ppm) (ppm) kuman
(m/s) (%) (CFU/m3)
0-0,19 32-34 64-74 0,03-0,06 8-29 470-1050 93-988
0,2-0,39 31-33 57-67 0,02-0,05 0-10 250-1000 88-644
0,4-0,79 30-32 54-64 0,01-0,04 0-7 220-974 55-414
0,8-1,19 29-31 52-62 0,01-0,04 0-5 200-918 40-228
1,2-1,4 28-30 49-59 0,00-0,03 0-3 180-634 97-367

Tabel mununjukkan secara umum, semakin besar nilai sirkulasi udara sampai
batas tertentu menunjukkan angka suhu, kelembaban udara (Relative
Humidity/RH), Formaldehide, CO, CO2, dan angka kuman cenderung menurun.
Walaupun nilainya tidak turun secara teratur, namun menunjukkan pengaruh
peran alat sirkulasi udara untuk mengkondisikan KUDR.

Pengaruh Kecepatan Udara terhadap suhu bahwa setiap kenaikan kecepatan udara
0,2 m/s kurang lebih akan mengurangi suhu 1oC. Kecepatan udara maksimal di
unit hunian 1,4 m/s, masih dalam batas kenyamanan (Frick et al, 2006) yaitu < 1,5
m/s. Kelembaban udara menurun sekitar1% dengan kenaikan kecepatan udara 0,1
m/s. Kondisi ini berpengaruh menurunkan angka kuman. Data menunjukkan
kondisi kelembaban udara yang lebih rendah 1%, dan angka kuman berkurang
+26,7 CFU/m3.

Pengaruh sirkulasi udara terhadap polutan kimia, meliputi formaldehide, CO, dan
CO2. Jumlah formaldehide berkurang sekitar 0,1 ppm bila kecepatan udara
bergerak naik 1m/s. Kadar CO berkurang 14 ppm setiap kenaikan 1m/s dan kadar
CO2 menurun sebesar 280 ppm.
Mengenai kondisi kenyamanan udara unit hunian dapat dilihat pada grafik Olgyay
berikut ini:

120
Universitas Indonesia
Gambar 4.6. Kondisi Kenyamanan Unit Hunian berdasarkan Grafik Olgyay
Sumber: Al-Azri, 2012

Dari gambar terlihat bahwa unit-unit hunian secara umum berada pada kondisi
sedikit kurang nyaman berdasarkan grafik Olgyay. Akan tetapi tingkat
kenyamanan dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kecepatan sirkulasi udara
sebesar 1m/detik. Hasil ini menunjukkan pentingnya alat sirkulasi udara pada unit
hunian sebagai capaian nilai kenyamanan dan membuang zat pencemar.

4.2 Dimensi Penghuni dan Efektivitas KUDR


Sebelum membahas Analisis PLS-SEM untuk mengetahui konstruk yang tepat
dalam menjelaskan dimensi penghuni berkaitan dengan KUDR dan kesehatan,
kita perlu mengetahui terlebih dahulu karakteristik penghuni, pengetahuan,
persepsi, perilaku, dan partisipasinya.

4.2.1 Karakteristik Penghuni


Jumlah data responden penghuni digunakan dalam analisis ini berjumlah 85 orang
setelah dipilih konsistensi datanya dari sejumlah data pengukuran. Konsistensi
data yang dimaksud adalah kuesioner dijawab sesuai dengan arahan pertanyaan
dan pengukuran dilakukan dengan lengkap.

121
Universitas Indonesia
A. Data Umum Penghuni
Data umum adalah data yang secara tidak langsung mempengaruhi hasil analisis
dimensi penghuni. Untuk penghuni, data umum terdiri atas usia dan lama tinggal.
Dari Tabel 4.3 dapat dilihat frekuensi responden penghuni berdasarkan usia dan
lama tinggal. Usia responden umumnya adalah usia muda dengan rentang 18-37
tahun (73%) dan sebagian kecil lainnya dengan rentang usia 38-58 tahun (27%).
Ini artinya responden sebagian besar adalah pasangan atau keluarga muda dan
usia produktif untuk bekerja, serta sangat sibuk. Dari data lama tinggal, sebagian
besar responden penghuni telah tinggal di hunian selama 1(satu) sampai dengan 3
tahun (84%) dan sebagian lainnya sudah tinggal 4-5 tahun (17%). Ini artinya
sebagian besar penghuni sudah cukup merasakan tinggal di hunian. Penghuni
yang lebih lama adalah yang berada di Tower Pino yang bangunannya telah
terbangun lebih dahulu 1 (satu) tahun sebelumnya. Untuk penghuni yang tinggal,
umumnya pasangan muda dan keluarga muda yang mempunyai anak rentang
balita dan anak sekolah dasar. Sebagian kecil pasangan manula dan keluarga
dengan anak usia remaja. Artinya, sebagian besar sedang membutuhkan banyak
biaya untuk membangun keluarga yang utuh. Kepadatan orang dalam unit antara
2-5 orang per unitnya.

Tabel 4.3. Usia dan Lama Tinggal Responden Penghuni

Usia (Th) Responden % Lama Tinggal (Th) Responden %


18-27 33 39 1 21 25
28-37 29 34 2 35 41
38-47 11 13 3 15 18
48-58 12 14 4 4 5
59-68 0 0 5 10 12

(a) Persentase Usia (th) (b) Persentase lama Tinggal (th)


Gambar 4.7. Grafik Persentase Usia dan Lama Tinggal Responden Penghuni

122
Universitas Indonesia
B. Pengetahuan Penghuni
Dari data kuesioner, pengetahuan penghuni diukur dari 3 (tiga) aspek yaitu taraf
pendidikan, pengetahuan tentang kebersihan dan pengetahuan dampak polutan.
Gambaran pengetahuan dapat dilihat pada tabel dan grafik di gambar 4.8.

(a) Taraf Pendidikan PH

(b) Pengetahuan Kebersihan PH (c) Pengetahuan Dampak Polutan PH

Gambar 4.8. Grafik Taraf Pendidikan, Pengetahuan Kebersihan, dan Dampak Polutan Penghuni

Gambar 4.8 menunjukkan bahwa responden sebagian besar adalah berpendidikan


diploma 3 dan sarjana strata 1 (82%), sisanya ialah SMP (2%), SMU (9%), dan
sarjana strata 2 (7%). Dari data tingkat pendidikan memperlihatkan responden
berpendidikan cukup baik dan mempunyai penghasilan yang cukup baik.
Umumnya responden bekerja pada bidang pekerjaan yang bervariasi, namun yang
menarik terdapat 27% responden yang berkerja di sektor bangunan gedung,
artinya ada 27% penghuni yang mengerti tentang bangunan gedung memilih
tinggal di hunian ini.

123
Universitas Indonesia
Selanjutnya data pengetahuan kebersihan responden cukup baik tentang keharusan
pembersihan unit dari debu dan sampah, serta pengetahuan untuk kepedulian
terhadap lingkungan. Sebagian besar responden penghuni mengetahui pentingnya
kebersihan sebesar 95% dengan 3 (tiga) parameter kebersihan di area sekitar
hunian, terdapat hama pengganggu (tikus, kecoa, lalat), dan adanya kerja bakti
dan sosialisasi kebersihan.

Mengenai pengetahuan dampak polutan dalam ruang, dari data terungkap


sebagian besar responden mempunyai pemahaman yang baik mulai dari perlunya
mengecek AC (88%), mengetahui penularan penyakit bisa melalui udara (96%),
adanya bahan-bahan finishing dan pembersih yang mengandung kimia (80%), dan
memahami pentingnya pepohonan untuk menetralisir pencemaran (100%).
Kekurangannya, baru sebesar 61% responden penghuni yang mau mengerti
bahaya merokok. Sebagian yang lain masih berpendapat adanya pro kontra
tentang bahaya asap rokok.

C. Persepsi Penghuni
Persepsi responden penghuni meliputi kenyamanan fisik dan psikis akan unit dan
bangunan yang ditinggali. Untuk kenyamanan fisik, sebagian besar penghuni
umumnya merasa cukup dengan kondisi fisik hunian untuk kegiatan pribadi
(98%) namun mereka merasa unit masih merasa kurang besar untuk kegiatan
keluarga (61%). Selanjutnya, pendapat mereka untuk ruang berkumpul di luar unit
di sekitar bangunan adalah belum cukup tersedia (47%).

Mengenai kenyamanan psikis, responden menyatakan cukup merasakan kelegaan


ruang-ruang (87%). Sedangkan tentang kemudahan ekonomi, mereka berbeda
pendapat hampir sepertiga menyatakan tidak bisa berhemat hidup di apartemen
walaupun selebihnya menyatakan bisa berhemat (68%). Untuk masalah kebebasan
berkegiatan terkait sosial-budaya, 62% penghuni menyatakan dapat melakukan
aktifitas tersebut. Gambaran persepsi mereka untuk kenyamanan fisik dan psikis
dapat dilihat pada gambar 4.9. Artinya walaupun luasan ruang unit terbatas,

124
Universitas Indonesia
sebagian besar penghuni menerima dan dapat beraktifitas sesuai dengan
kebutuhan.

Tidak Setuju Setuju Tidak Setuju Setuju


(a) Kenyamanan Fisik (b) Kenyamanan Psikis
Gambar 4.9. Grafik Kenyamanan Fisik dan Kenyamanan Psikis Penghuni

D. Perilaku Penghuni
Perilaku yang berhubungan dengan polusi udara dan kebersihan tempat tinggal
dinyatakan dalam lima parameter yaitu: penggunaan penghisap asap setelah
memasak, perilaku merokok dalam unit, penggunaan pengharum ruangan
pemakaian cairan pembersih yang mengandung zat kimia, dan penempatan bahan
kimia di tempat terbuka dalam unit. Setengah jumlah responden menyatakan tidak
menggunakan penghisap asap setelah memasak (56%). Data ini menunjukkan
masih banyak penghuni yang belum memahami pentingnya penghisap asap untuk
ruang tertutup. Sebagian kecil mengakui tidak melakukan kegiatan merokok
dalam unit (29%) namun sebagian besar lainnya merokok dalam unit hunian. Ini
menunjukkan sebagian besar penghuni belum menyadari bahwa merokok dalam
unit sangat membahayakan keluarga. Sebagian besar responden menggunakan
pengharum ruangan (66%). Artinya sebagian besar masih menyukai pengharum
berbahan kimia. Selanjutnya, mengenai cairan pembersih berbahan kimia, 73%
penghuni memakai bahan tersebut. Data perilaku lainnya ialah menyimpan
dengan secara tertutup bahan kimia seperti semprotan serangga dan cat. Sejumlah
33% penghuni yang menyatakan, menyimpannya secara tertutup. Sebagian besar
lainnya belum antisipasi terhadap bahaya bahan tersebut yang dapat mengganggu
kesehatan pernafasan.

125
Universitas Indonesia
Gambar 4.10 menunjukkan grafik perbandingan perilaku yang berpotensi polutan
dalam unit hunian, sesuai penjelasan di atas.

Gambar 4.10. Grafik Perilaku Berpotensi Polutan

Selanjutnya akan dijelaskan gambaran aktifitas rutin penghuni dalam satu hari dan
potensi tercemarnya udara di unit. Unit yang dipilih adalah unit yang
menggambarkan kondisi umum dari keseluruhan unit yang diobservasi. Unit
dengan 2 (dua) kamar tidur dilengkapi dengan 2 (dua) AC dan kipas 2 (dua) buah,
1 (satu) exhaust fan di kamar mandi dan 1 (satu) kipas di antara 2 (dua) kamar
tidur, serta perabotan standar. Kondisi unit dengan tingkat kebersihan sedang dan
kondisi AC yang cukup baik. Unit ditinggali oleh pasangan muda, namun tidak
tinggal di unit saat hari libur.

Kegiatan rutin sehari di sekitar hunian secara umum dapat dijelaskan sebagai
berikut: pagi hari antara waktu pukul 06.00-08.00 adalah waktu tersibuk bagi
penghuni. Pekerja dan anak-anak sekolah bersiap dan berangkat sehingga koridor,
lift, lobi, parkir dan trotoar sangat ramai. Setelah lewat waktu tersebut umumnya
para balita dan manula mulai ke luar dari unit dan turun bermain dan menikmati
taman dan ruang luar hunian. Kegiatan dari staf kebersihan sesi pagi hari di setiap
lantai dimulai sekitar pukul 09.00 sampai selesai sekitar pukul 12.00. Setelah
pukul 10.00 koridor dan lift lengang kembali namun sekitar pukul 13.00 sampai
sore lift dan lobi mulai ramai kembali sampai menjelang pukul 22.00.

Tabel selanjutnya menunjukkan perubahan angka polutan fisik dan kimia di satu
unit dalam 1 (satu) hari dekaitkan dengan aktivitas penghuni.

126
Universitas Indonesia
Tabel 4.4. Aktivitas Penghuni dalam Sehari dan Pengaruhnya ke KUDR

Aktivitas umum di pagi hari adalah bangun, persiapan berangkat dan membuat
sarapan. Sebagian penghuni tidak membuat sarapan sendiri karena di lantai dasar
terdapat gerobak-gerobak penyedia sarapan berbagai jenis, seperti, bubur, nasi
uduk, dan makanan berat lainnya. Selain itu di area luar komplek hunian terdekat
juga terdapat penjual makanan di pagi hari. Tempat-tempat tersebut sangat ramai
pagi hari.

Pagi hari saat jendela dan pintu dibuka udara segar masuk ke dalam unit, sehingga
kadar O2 lebih baik. Sekitar pukul 8.00, kadar CO sedikit tinggi sisa aktifitas
merokok. Menjelang pukul 9.00 pagi kadar CO2 naik, ini disebabkan aktifitas
memasak pada waktu itu dan menurun setelah selesai. Semakin siang pukul 9.00,
suhu unit naik hingga 31oC. Setelah AC dinyalakan kembali suhu turun dan
konstan sampai malam hari dan saat suhu bangunan turun terlepas dari paparan
panas matahari, suhu unit juga ikut menurun menjadi 28 oC. Sementara itu
kelembaban udara tertinggi terjadi pagi hari dan kelembaban udara terendah
terjadi sore hari pada sekitar pukul 15.00.

Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa selain AC dan matahari (iklim),
aktivitas penghuni dalam ruang sangat mempengaruhi naik-turunnya kualitas
udara indoor dan potensi pencemaran udara. Oleh karena itu, penghuni perlu
melakukan aktivitas lain untuk mengimbangi keadaan tersebut atau
mengendalikan aktivitasnya untuk tidak berlebihan.

127
Universitas Indonesia
E. Partisipasi Penghuni

Keterangan:
1 = kurang
2 = cukup baik
3 = baik
4 = sangat baik

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
%

Gambar 4.11. Grafik Partisipasi Kesehatan

Partisipasi penghuni diindikasikan dengan kegiatan membersihkan perabotan dari


debu dan kotoran, memeriksakan ke dokter bila keluarga terkena gejala penyakit,
memilih pengharum yang tidak mengandung zat kimia, mengecek gas dari
kompor setelah selesai memasak, dan membuka jendela atau ventilasi untuk
memasukkan udara segar di pagi hari. Gambaran partisipasi dapat dilihat di
Gambar 4.11.

Hasilnya menunjukkan lebih dari separuh responden membersihkan perabot rutin


setiap hari (56%), sebagian lagi tidak melakukan secara rutin. Lebih dari sepertiga
responden menyatakan tidak memeriksa kesehatan bila terjadi gejala penyakit
tetapi mengobati sendiri (65%). Sebagian besar responden menyatakan berusaha
memilih pengharum tanpa zat kimia (86%). Sebagian besar juga menyatakan
selalu mengecek kondisi kompor dan gasnya agar tidak terjadi kebocoran (80%).
Hampir semua responden menyatakan berupaya membuka jendela di pagi hari
(96%).

Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa partisipasi penghuni yang tinggi ialah
memilih pengharum ruangan tanpa zat kimia, mengecek kondisi kompor, dan
membuka jendela pagi hari. Untuk memeriksakan keluarga ke dokter dan
membersihkan debu, partisipasinya masih belum maksimal.

128
Universitas Indonesia
4.2.2 Analisis PLS-SEM Penghuni
A. DimensiPenghuni-KUDR dengan Partisipasi
Pada kerangka konsep, telah dipaparkan penambahan variabel indikator
partisipasi penghuni sebagai faktor dimensi budaya. Hasil analisis SEM, peran
indikator Partisipasi penghuni ternyata meningkatkan nilai faktor loading pada
outer model indikator polutan fisik dari KUDR dari nilai T statistik 1.132 menjadi
1.377 dan nilai P value 0.258 menjadi 0.169. Sementara kondisi indikator lainnya
sudah memenuhi persyaratan T<1.96 dan P<0.05 (Lampiran 4A). Kemudian
indikator tersebut menambah signikansi pengaruh variabel Dimensi Penghuni ke
variabel KUDR dari nilai 3.728 menjadi 4.003. Artinya partisipasi penghuni
dalam menjaga kebersihan dan kesehatan diri, keluarga dan ligkungan dapat
meningkatkan nilai KUDR.

Tanpa Indikator Partisipasi Dengan Indikator Partisipasi

Outer model, semua indikator variabel laten menjadi sesuai persyaratan >0.4

3.728
4.003

Inner Model menguat dari 3.728 menjadi 4.003

Gambar 4.12. Hubungan DimensiPH dan KUDR dengan dan tanpa Indikator Partisipasi
Sumber: SMARTPLS

Dari Gambar 4.12 dapat dilihat peningkatan nilai tersebut. Persyaratan statistik
dari kedua konsrtuk telah memenuhi Composite reability dan Discriminant
validity serta nilai koefisien determinasi (Rsquare) yang tidak mengalami
perubahan 18%. Dari kedua konstruk tersebut dapat dinilai bahwa variabel-
variabel indikator KenyamananFisikRuang, KenyamananPsikisRuang,
AktivitasBerpotensiPolutan, dan TingkatPartisipasi merupakan kesatuan yang
baik dari DimensiPenghuni untuk meningkatkan KUDR. Hal ini ditunjukkan

129
Universitas Indonesia
dengan angka T statistik outer loading yang kuat yitu 2.822-7.096. Variabel-
variabel indikator PolutanBiologi, PolutanFisik, dan PolutanKimia menunjukkan
juga kesatuan yang baik dengan KUDR namun nilai PolutanFisik cenderung lebih
lemah. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam teori KUDR penyebab polusi indoor
yang langsung ialah polutan kimia dan polutan biologi, sedangkan PM10 sebagai
polutan fisik sangat sedikit pengaruhnya (NIOSH, 2017).

B. DimensiPenghuni-KUDR dengan PengetahuanPH sebagai intervening


dan suppressor.
Pada kerangka konsep di Bab 2, variabel pengetahuanPH (pengetahuan penghuni)
ditempatkan sebagai moderating namun hasil analisis SMARTPLS kurang
menghasilkan kekuatan hubungan yang lebih baik dan cenderung lemah (uji T
dari 4.003 ke 3.076, lampiran 4B). Oleh karena itu, dalam pembahasan ini lebih
fokus pada variabel intervening dan variabel suppressor, dapat dilihat pada
gambar di halaman berikut. Variabel intervening adalah variabel antara yang
dipengaruhi oleh variabel bebas kemudian mempengaruhi variabel terikat dan
variabel suppressor atau variabel penekan adalah variabel yang menekan
pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya. Pada penyusunan konstruk
PLS, taraf pendidikanPH sebagai bagian dari variabel dimensi penghuni selalu
muncul dengan nilai outer loading yang rendah (<0.4) sehingga dalam
pembahasan pada studi kasus ini, berikutnya indikator ini akan tidak diikutkan. Ini
artinya taraf pendidikanPH kurang memiliki relevansi dengan pengetahuanPH
yang berkaitan dengan KUDR.

Pengetahuan PH mempunyai potensi sebagai intervening dan suppressor dalam


memperkuat pengaruh Dimensi penghuni kepada KUDR. Pada gambar di bawah
ini dapat dilihat perbedaan nilai outer model dan inner model, Pengetahuan PH
mempunyai potensi sebagai intervening dan suppressor. Gambar 4.13
menunjukkan bahwa Pengetahuan PH sebagai intervening memiliki nilai outer
loading yang belum memenuhi syarat, sedangkan sebagai suppressor memenuhi
syarat >0.4. Selain itu, terdapat nilai T statistik outer loading 2 (dua) indikator
yang tidak memenuhi syarat yaitu polutan fisik dan polutan kimia.

130
Universitas Indonesia
Outer Model PengetahuanPH sebagai variabel intervening kurang memenuhi persyaratan >0.4

Outer Model PengetahuanPH sebagai variabel suppressor memenuhi persyaratan >0.4

Gambar 4.13. DimensiPenghuni-KUDR dengan PengetahuanPH sebagai intervening


Sumber: SMARTPLS

Selanjutnya, gambar 4.14 menunjukkan perbedaan nilai inner model kontruk


pengaruh Pengetahuan PH sebagai intervening dan suppressor. Keduanya
menunjukkan nilai T Statistik inner model yang baik dan signifikan di atas 1.96.
Sebagai intervening memperlihatkan nilai inner model yang kuat antara dimensi
penghuni dan KUDR dari hubungan tidak langsung 3.782+1.982= 5.764 namun
nilai T outer loading masih jauh <1.96, jadi tidak memenuhi syarat. Sebaliknya
sebagai suppressor, PengetahuanPH memperkuat pengaruh DimensiPenghuni ke
KUDR menjadi 5.080 dan nilai T outer loading sekitar angka 1.96.

Kesimpulan sementara PengetahuanPH mempunyai nilai yang lebih baik sebagai


variabel suppressor dibandingkan intervening. Dari Rsquare juga mengungkapkan
bahwa sebagai variabel suppressor mempunyai pengaruh lebih kuat daripada
intervening (Rsquare Adjusted 0.183 > 0.066, lampiran 4C).

131
Universitas Indonesia
Inner Model PengetahuanPH sebagai variabel intervening, nilai T ,1.96 kurang memenuhi
syarat

Inner Model PengetahuanPH sebagai variabel suppressor, nilai T memenuhi dan mendekati
persyaratan >1.96

Gambar 4.14. DimensiPenghuni-KUDR dengan PengetahuanPH sebagai suppressor


Sumber: SMARTPLS

4.3 Dimensi Pengelola dan Efektivitas KUDR


Setelah mengetahui dimensi penghuni, selanjutnya penjelasan dimensi pengelola.
Penjelasan dimensi pengelola meliputi karakteristik pengelola, pengetahuan
pengelola lebih tepatnya kompetensi pengelola, persepsi, perilaku, dan partisipasi
pengelola dalam bentuk motivasi kepada penghuni.
.
4.3.1 Karakteristik Pengelola
Jumlah responden pengelola berjumlah 85 orang disesuaikan dengan jumlah
penghuni agar dapat dianalisis dengan SMARTPLS.

A. Data Umum Pengelola


Pengelola GPC adalah sebuah badan perusahaan kontraktor dalam bidang
manajemen konstruksi. Pengelolaan hunian masih dipegang langsung oleh
pengembang karena belum terbentuk P3SRS yang baru. Responden pengelola
dipilih secara purposive agar mewakili bidang-bidang yang terkait dengan

132
Universitas Indonesia
pengelolaan dan penghunian. Dari data pada tabel 4.5, responden pengelola
bekerja dan bertanggung jawab pada bidang kebersihan, pemeliharaan,
persampahan, keteknikan (engineering), penyelesaian pekerjaan arsitektur
(finishing), pemasaran (marketing), pelayanan konsumen (customer service) dan
manajemen. Semua bidang tersebut berhubungan dengan penghuni berkaitan
dengan kebersihan dan pelayanan, namun dari semua bidang tersebut, bidang
kebersihan dan pelayanan konsumen yang paling sering berinteraksi dengan
penghuni. Oleh karena pengelola dalam study ini masih dalam lingkup
pengembang. Bagian keteknikan pengelola adalah orang yang sama dari
pengembang, artinya mereka bekerja lanjutan dari pengembang menjadi
pengelola.

Tabel 4.5. Bidang Tanggungjawab Responden Pengelola

Bidang Tanggung Jawab Jumlah %


Kebersihan 20 24
Pemeliharaan (maintenance) 20 24
Persampahan 4 5
Keteknikan (engineering) 16 19
Finishing 16 19
Manajemen dan HRD 4 5
Customer Service dan Marketing 5 6

133
Universitas Indonesia
Gambar 4.15. Grafik Presentase Jumlah Responden sesuai dengan Tanggungjawab Pekerjaan

Para pengelola bekerja di GPC dengan interval waktu 1 sampai dengan 6 tahun.
Sejumlah pengelola sudah berkerja cukup lama (3-6 tahun) yaitu 24% dari
seluruhnya, sisanya 76% bekerja 1 sampai 3 tahun. Perusahaan pengelola tidak
hanya mengelola hunian GPC saja, beberapa personal pengelola merupakan
pindahan dari hunian yang lain.

B. Kompetensi Pengelola
Pengetahuan pengelola ditandai dengan 3 (tiga) kriteria dalam konstruk penelitian
ini, yaitu: taraf pendidikan, pengetahuan kebersihan, dan pengetahuan dampak
polutan. Pengetahuan dampak polutan ditentukan dari tingkat pelatihan
kompetensi berkaitan K3 (kesehatan dan keselamatan kerja), yang di dalamnya
diberikan pelatihan tentang pencemaran udara. Taraf pendidikan personal
pengelola mempunyai pengaruh kepada posisi bidang jabatan yang menentukan
pengambilan keputusan tentang pengelolaan dan penghunian.

134
Universitas Indonesia
Gambar 4.16. Grafik Tingkat Pendidikan Responden Pengelola

Pada Gambar 4.16 menunjukkan bahwa separuh lebih dari pengelola


berpendidikan SMU dan SMP, terutama yang bekerja pada bagian kebersihan dan
persampahan. Bagian ini berada pada tingkat terbawah atau lebih kepada
operasional dalam urutan manajemen. Sedangkan yang berpendidikan S2 dan
sebagian S1 menduduki jabatan sebagai engineer dan manajer. Untuk yang
berpendidikan D3, umumnya bertugas di bagian operasional bangunan, posisi
yang membutuhkan keahlian tertentu dalam perawatan bangunan dan seperti
finishing dan keteknikan, serta maintenance.

(a) Pengetahuan Kebersihan Pengelola (b) Pengetahuan Dampak Polutan Pengelola

Gambar 4.17. Grafik Pengetahuan Kebersihan dan Dampak Polutan Responden Pengelola

135
Universitas Indonesia
Pengetahuan kebersihan pengelola ditunjukkan pada gambar 4.17 bagian a.
Gambar menunjukkan bahwa sebagian besar pengelola (79%) mempunyai
pengetahuan bidang kebersihan dan kesehatan dengan nilai cukup baik. Sekitar
21% lainnya masih belum lama berpengalaman dalam bidang kebersihan, namun
secara umum dapat dinyatakan pengelola sudah cukup baik pengetahuan
kebersihannya. Selanjutnya mengenai pengetahuan dampak polutan, semua
pengelola sudah mendapatkan pelatihan tentang K3 yang juga berhubungan
dengan polutan udara namun tingkat pelatihan yang didapatkan berbeda
tergantung dari bidang pekerjaan. Pengelola yang sudah mendapatkan pelatihan
dasar (cukup) umumnya sudah mengetahui bahaya bahan kimia berbahaya,
sedangkan untuk tingkat yang lebih tinggi lebih kepada penanganan dan
pengambilan keputusan bila kebahayaan terjadi.

C. Persepsi Pengelola
Oleh karena sebagian kecil pengelola hunian adalah meneruskan dari pengembang
(kontraktor), maka saat memberikan pendapatnya ada kecenderungan persepsi
yang diutarakan mewakili pengembang. Berikut ini pendapat responden pengelola
mengenai desain pembangunan hunian. Mereka mengatakan bahwa pihak
pengembang dan pengelola sudah menjalankan semua prosedur sesuai aturan
pemerintah agar hunian menjadi layak huni. Akan tetapi mereka mengakui bahwa
dalam hal pengelolaan hunian, mereka belum berpengalaman. Mereka
menjelaskan bahwa pengelola adalah anak perusahaan dari pengembang yang
baru terbentuk bersamaan dengan hunian tersebut dihuni. Harapan pengembang
agar pengelolaan menjadi mudah dikoordinasikan antara pengembang dan
pengelola.

Masalah perawatan dan pemeliharaan bangunan menjadi sesuatu yang penting


bagi pengelola, agar bangunan dapat berfungsi sesuai dengan perencanaan.
Penerapan kebersihan bangunan dan lingkungan menurut pengelola secara rutin
sudah dijalankan dengan baik dan secara teratur dilakukan pengawasan dan
pemeriksaan berkala. Keluhan dari penghuni mengenai kebersihan dan perawatan

136
Universitas Indonesia
listrik dan AC sudah dijalankan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Pemilihan
bahan dan alat ditentukan oleh penghuni namun melalui persetujuan pengelola.

Nilai
(a) Kemampuan Mengatur

Nilai
(b) Kemampuan Melayani
Gambar 4.18. Grafik Kemampuan Mengatur dan Melayani Pengelola

Persepsi pengelola mengenai kemampuan mereka dalam mengatur ruang-ruang


dapat dilihat pada gambar 4.18 bagian a, pengelola menyatakan telah mengatur
ruang-ruang baik unit penghuni, ruang sosial dan ruang bersama (publik) secara
baik dan bersih. Hampir seluruh responden pengelola berpendapat telah mengatur
ruang personal dan ruang sosial dengan baik. Akan tetapi mengenai ruang publik
masih ada 23% dari responden pengelola yang berpendapat belum mengatur ruang
publik dengan baik, misalnya dalam mengatur perparkiran.

Selanjutnya pada gambar 4.18 bagian b, persepsi pengelola tentang pelayanan


dalam kelegaan ruang, masalah ekonomi, dukungan lingkungan dan kegiatan
sosial-budaya penghuni. Pengelola sebesar 68% berpendapat tentang kelegaan

137
Universitas Indonesia
ruang telah terpenuhi. 49% mengatakan pengelola memberikan peluang penghuni
untuk berkegiatan ekonomi di hunian. 73% mengungkapkan telah berusaha
menghijaukan lingkungan. 87% berpersepsi kehidupan sosial-budaya penting
untuk penghuni. Secara umum persepsi pengelola tentang kemampuan pelayanan
mereka sudah me lakukan dengan baik, namun mereka mengakui hidup di hunian
vertikal tidak mungkin ekonomis.

D. Perilaku Pengelola
Untuk tata tertib penggunaan ruang, pengelola mengatur supaya berkumpulnya
penghuni dapat dilakukan bukan di sekitar unit (daerah private) tetapi di ruang
tertentu seperti lobi, taman dan foodcourt sehingga tidak mengganggu unit
lainnya. Pengaturan ruang publik adalah dengan menempatkan parkir, ruang
tunggu kendaraan dan penjemputan sesuai pada tempatnya sehingga tidak saling
mengganggu.

Berkaitan dengan KUDR, peran pengelola dalam mengatur unit hunian ialah
menyediakan perencanaan interior dan pemasangan AC. Perilaku pengelola yang
berhubungan dengan KUDR ialah pemeriksaan bangunan dan peralatan supaya
ventilasi berjalan baik. Sebagian besar mereka (87%) menyatakan pemeriksaan
secara rutin selalu dilakukan, dapat dilihat pada gambar 4.17.

Kemudian 86% berpendapat terlibat langsung dalam pemantauan, pengawasan,


dan pemeriksaan operasional hunian, bahkan sampai menggunakan borang ceklist
atau pencatatan (92%). Begitu pula tentang perilaku cepat tanggap terhadap
laporan penghuni untuk segera melakukan pemeriksaan mendadak (82%). Semua
hasil pemeriksaan dilaporkan ke atasan langsung (96%).

138
Universitas Indonesia
%

Nilai

Gambar 4.19. Grafik Kemampuan Memeriksa Pengelola

Dalam keseharian di GPC, kegiatan-kegiatan yang dilakukan pengelola untuk


kesehatan ialah menyediakan fasilitas olah raga seperti membuat kolam renang di
setiap tower hunian, menyediakan jogging track, dan mengadakan senam bersama
setiap minggu yang disebut Zumba Party. Untuk kegiatan yang berhubungan
dengan sosial-budaya dapat dilakukan di area footcourt seperti sholat Jumat
bersama, sedangkan untuk sholat pada hari raya keagamaan, menggunakan parkir
yang berada di antara 2 tower.

E. Motivasi Pengelola
Dalam hal partisipasi oleh pengelola, bentuknya adalah motivasi kepada penghuni
untuk hidup lebih sehat di hunian perkotaan. Data kuesioner menunjukkan bahwa
sebanyak 68% responden pengelola berpendapat telah mengkampanyekan hidup
sehat. Kemudian 54% mengatakan bahwa pengelola juga mengadakan pelatihan
hidup sehat untuk penghuni. Responden pengelola (77%) mengungkapkan telah
mengkampanyekan untuk tidak merokok. Mereka (40%) mengatakan penghuni
antusias dengan penyuluhan, artinya menurut pengelola separuh penghuni
merespon ajakan tersebut. Sedangkan penghuni yang melaksanakan ajakan
tersebut sedikit menurut pendapat pengelola (28%).

139
Universitas Indonesia
%

Nilai

Gambar 4.20. Grafik Kemampuan Memotivasi Pengelola

Hasil observasi lapangan menunjukkan motivasi pengelola kepada penghuni


dalam bentuk fisik masih bersifat umum untuk bangunan gedung yaitu tanda-
tanda K3 dan papan-papan peraturan. Contohnya penempatan peraturan di
pemakaian tempat bersama, seperti pada jungle pond dan kolam renang.

4.3.2 Analisis PLS-SEM Dimensi Pengelola


A. DimensiPengelola-KUDR dengan Variabel Indikator Memotivasi
Indikator Kemampuan Memotivasi (K.Memotivasi) pada kerangka konsep telah
dinyatakan sebagai indikator dimensi pengelola yang menunjukkan kepedulian
pengelola dalam KUDR. Hasil analisis SEM dapat dilihat di tabel 4.21. Hasil
tersebut menunjukkan K.Memotivasi pada konstruk DimensiPengelola-KUDR
belum menunjukkan nilai tambah baik dalam outer dan inner model, juga
Rsquarenya. Artinya K.Memotivasi tidak langsung mempengaruhi nilai KUDR.

Pada gambar di bawah nilai outer model tidak menunjukkan perubahan yang
berarti, sebaliknya pada inner model terjadi pelemahan kekuatan hubungan 1,355
menjadi 1,099, ini menunjukkan kurangnya motivasi yang dilakukan pengelola.
Rsquare juga tidak menunjukkan perubahan signifikan dari 0,132 menjadi 0,123.
Di lampiran 4D juga menunjukkan nilai T inner model kurang dari persyaratan
(1,09 < 1,96).

140
Universitas Indonesia
Tanpa Indikator K.Memotivasi Dengan Indikator K.Memotivasi

Outer model, belum semua indikator sesuai persyaratan >0.4 dan tidak ada perubahan

1,355 1,090

Rsquare 0.132
Rsquare 0.123
Inner Model dari keduanya kurang memenuhi persyaratan T>1,96

Gambar 4.21. DimensiPengelola-KUDR dengan dan tanpa Indikator Kemampuan Motivasi


Sumber: SMARTPLS

Peran K.Memotivasi dapat dilihat dalam kesatuan dengan variabel laten


DimensiPengelola, nilai outer Loading K.Memotivasi setara dengan variabel
indikator lainnya, ini menunjukkan K.Memotivasi dapat diterima menjadi
kesatuan dalam DimensiPengelola.

Berdasarkan hasil ini disimpulkan bahwa variabel DimensiPengelola tidak


mempunyai pengaruh langsung kepada KUDR namun mungkin dapat mempunyai
pengaruh tidak langsung melalui variabel lain. Analisis lebih lanjut mengenai
pengaruh tidak langsung Dimensi Pengelola akan dibahas di bagian selanjutnya.

B. DimensiPengelola-KUDR dengan PengetahuanPL sebagai Intervening dan


Suppressor
Pembahasan selanjutnya pengaruh PengetahuanPL (pengetahuan pengelola)
terhadap KUDR. Hasilnya sebagai variabel moderating seperti halnya pada
PengetahuanPH menunjukkan nilai T statistik yang tidak signifikan, hasil rinci
dapat dilihat pada Lampiran 4E. Pembahasan berikutnya langsung
PengetahuanPL sebagai Intervening dan Suppressor.

141
Universitas Indonesia
Outer Model PengetahuanPL sebagai variabel intervening sudah memenuhi persyaratan >0,4

Outer Model PengetahuanPL sebagai variabel suppressor belum memenuhi persyaratan >0,4

Gambar 4.22. DimensiPengelola-KUDR dengan PengetahuanPL sebagai Intervening


Sumber: SMARTPLS

Gambar 4.22 memperlihatkan nilai outer model PengetahuanPL sebagai variabel


intervening sudah memenuhi persyaratan >0,4, sedangkan Outer Model
PengetahuanPL sebagai variabel suppressor terdapat 1 (satu) indikator (0,296)
yang belum memenuhi persyaratan >0,4. Dalam konstruk tersebut juga
memperlihatkan kesatuan variabel-variabel indikator dari PengetahuanPL cukup
baik dan dapat diterima (T statistik 0,404-0,953).

Inner Model PengetahuanPL sebagai variabel intervening, nilai T tidak memenuhi syarat

Inner Model PengetahuanPL sebagai variabel suppressor, nilai T memenuhi dan mendekati
persyaratan >1,96

Gambar 4.23. DimensiPengelola-KUDR dengan PengetahuanPL sebagai Suppressor


Sumber: SMARTPLS

142
Universitas Indonesia
Uji Inner Model pada gambar 4.23 menggambarkan hubungan yang kuat antara
DimensiPengelola dan PengetahuanPL. Inner model sebagai intervening,
menunjukkan angka 5,187 dan sebagai suppressor menunjukkan angka 5,111,
nilai hampir sama, ini berarti PengetahuanPL dapat berpotensi sebagai intervening
ataupun suppressor. Sayangnya, dari kedua konstruk menunjukkan nilai pengaruh
DimensiPengelola bersama PengetahuanPL kepada KUDR kurang signifikan
(1,16 dan 0,622 < 1,96). Ini menunjukkan dugaan bahwa Dimensi Pengelola
memang tidak berpengaruh langsung kepada KUDR.

4.4 Kesatuan Dimensi Penghuni dan Dimensi Pengelola dalam Efektivitas


Kualitas Udara Ruang
Untuk melihat kesatuan keseluruhan konstruk, pembahasan berikutnya adalah
kesatuan dimensi penghuni dan dimensi pengelola.

4.4.1 Kesatuan dan Kesenjangan Penghuni dan Pengelola tentang KUDR,


Kesehatan dan Lingkungan
Kesatuan Penghuni dan Pengelola dalam hal KUDR, ditunjukkan dengan
kesepakatan tentang sistem ventilasi (AC) yang diterapkan pada gedung (unit
hunian). Penghuni dapat menggunakan penyedia jasa di luar daftar pengelola
dengan persyaratan disetujui pihak pengelola. Pengelola mempersyaratkan untuk
tidak mempengaruhi konstruksi bangunan, seperti berat alat dan cara pemasangan
di dinding.

Untuk menunjang aktivitas kesehatan di lingkungan, keberadaan taman yang


dilengkapi jungle pond, kolam renang dan jogging track disukai penghuni.
Secara sosial, kesepakatan tentang kegiatan rutin seperti sarapan gerobak, senam,
Sholat Jumat dan Sholat Hari Raya dapat difasilitasi. Dari aspek ekonomi,
kemudahan akses angkutan umum dengan sirkulasi pejalan kaki yang nyaman
menjadi sesuatu yang dirasakan baik oleh penghuni.

Kesenjangan antara penghuni dan pengelola secara fisik dan lingkungan ialah
kurangnya kemudahan akses dan kelengkapan untuk penyandang cacat, orang

143
Universitas Indonesia
sakit dan manula yang memudahkan pergerakkan. Kemudian hijaunya pepohonan
juga masih dirasakan sangat kurang oleh penghuni. Aspek sosial yang sangat
kurang menurut penghuni adalah kurang responnya pengelola dengan perubahan
gaya hidup seperti memfasilitasi pembelian barang secara online dan masukan
dari penghuni tentang perparkiran. Dari segi ekonomi penghuni mengeluhkan
biaya pemeliharaan dan operasional yang besar terutama untuk parkir dan
kenaikan yang terus-menerus. Pengelola berpendapat bahwa penghuni kurang
antusias untuk merespon penyuluhan kesehatan dan lingkungan, serta himbauan
dari manajemen pengelola.

4.4.2 Analisis PLS-SEM Dimensi Penghuni-Dimensi Pengelola


Pembahasan ini bertujuan untuk mencari konstruk kesatuan yang tepat antara
DimensiPenghuni dan DimensiPengelola.

A. Kesatuan DimensiPenghuni-DimensiPengelola
Oleh karena dari pembahasan DimensiPengelola-KUDR sudah dapat dilihat
bahwa DimensiPengelola tidak berhubungan langsung dengan KUDR, jadi
perubahan konstruk yang dirancang menghubungkan DimensiPengelola sebagai
variabel suppressor dari DimensiPenghuni. DimensiPengelola sebagai variabel
suppressor karena nilai yang lebih baik daripada sebagai variabel intervening.

144
Universitas Indonesia
Outer Model DimensiPengelola sebagai variabel suppressor memenuhi persyaratan >0,4

Inner Model DimensiPengelola sebagai variabel suppressor, memenuhi nilai T dan mendekati
persyaratan >1,96

Gambar 4.24. Hubungan DimensiPenghuni-DimensiPengelola dalam SEM


Sumber: SMARTPLS

Hasil analisis PLS-SEM ditunjukkan di Gambar 4.24. Gambar menunjukkan,


perubahan konstruk yang baru, nilai inner model menunjukkan signikansi lebih
tinggi (T 3,539, 4,446). Hubungan DimensiPengelola-DimensiPenghuni-KUDR
menjadi lebih baik dibandingkan dengan nilai T statistik yang terpisah antara
DimensiPenghuni dan DimensiPengelola pada pembahasan sebelumnya. Selain
itu, nilai outer model juga memenuhi persyaratan >0,4 dan persyaratan lainnya
seperti Composite Reability dan Discriminant Validity (Lampiran 4G). Dari
kostruk ini juga dilihat peran variabel indikator TingkatPartisipasi dan
KemampuanMemotivasi yang memperkuat hubungan konstruk. Dengan demikian
konstruk ini akan menjadi dasar pengembangan konstruk selanjutnya.

145
Universitas Indonesia
B. Dimensi Penghuni-Dimensi Pengelola dengan PengetahuanPH sebagai
Suppressor
Dalam pembahasan sebelumnya telah disebutkan bahwa PengetahuanPH lebih
kuat sebagai variabel suppressor sehingga pembahasan selanjutnya melihat peran
PengetahuanPH pada konstruk DimensiPenghuni-DimensiPengelola juga
pengaruhnya kepada KUDR. Pada gambar dapat dilihat nilai outer dan inner
model konstruk ini lebih baik dari halaman sebelumnya. Hal ini menunjukkan
PengetahuanPH meningkatkan kekuatan hubungan kesatuan Dimensi Penghuni-
DimensiPengelola terhadap KUDR. Nilai R square juga meningkat walaupun
kecil dari 0,155 menjadi 0,179 (Lampiran 4H).

Outer Model PengetahuanPH dan DimensiPengelola sebagai variabel suppressor memenuhi


persyaratan >0.4

Inner Model PengetahuanPH dan DimensiPengelola sebagai variabel suppressor, sebagian besar
memenuhinilai T dan mendekati persyaratan >1,96
Gambar 4.25. DimensiPenghuni-DimensiPengelola dengan variabel PengetahuanPH sebagai
Suppressor
Sumber: SMARTPLS

146
Universitas Indonesia
C. DimensiPenghuni-DimensiPengelola dengan PengetahuanPL sebagai
intervening atau suppressor
Dalam pembahasan sebelumnya telah disebutkan bahwa PengetahuanPL dapat
berpotensi sebagai variabel intervening atau suppressor, sehingga perlu diuji
manakah konstruk yang lebih optimal menurut analisis PLS-SEM. Pembahasan
selanjutnya memperbandingkan kedua keadaan tersebut. Gambar di bawah
menunjukkan nilai outer model, pengetahuanPL sebagai intervening menjadikan
salah satu indikator PengetahuanDampakPolutanPL nilai 0,284 masih jauh dari
persyaratan nilai outer model>0,4, sedangkan sebagai suppressor, nilai 0,384
dapat dibulatkan menjadi 0,4 yaitu, dapat dikatakan sebagai suppressor memenuhi
persyaratan.

(a)
PengetahuanPL sebagai intervening, nilai Outer Model lebih tinggi dan memenuhi persyaratan
>0.4

(b)
PengetahuanPL sebagai suppressor, nilai Outer Model memenuhi persyaratan >0.4
Gambar 4.26. DimensiPenghuni-DimensiPengelola dengan PengetahuanPL sebagai
intervening atau suppressor dalam Outer Model

147
Universitas Indonesia
Pengujian Inner model diperlihatkan pada Gambar 4,27, nilai pengaruh
DimensiPenghuni ke KUDR lebih kuat (5,163 dari 4,707) jika PengetahuanPL
sebagai suppressor (b) daripada sebagai intervening (a). Selain itu juga nilai T
inner model lainnya dari pengetahuanPH ke DimensiPenghuni dan antar
DimensiPengelola dan DimensiPenghuni menjadi meningkat. Nilai T outer model
sebagai suppressor juga lebih tinggi.

4.707

(a)
PengetahuanPL sebagai intervening, nilai Inner Model sebagian besar memenuhi nilai T dan
mendekati persyaratan >1,96,
R Square KUDR 0,190

5.163

(b)
PengetahuanPL sebagai suppressor, nilai Inner Model lebih tinggi, sebagian besar memenuhi
nilai T dan mendekati persyaratan >1,96, R Square KUDR 0,192

Gambar 4.27. DimensiPenghuni-DimensiPengelola dengan PengetahuanPL sebagai intervening


atau suppressor dalam Inner Model
Sumber: SMARTPLS

148
Universitas Indonesia
Gambar 4.26 bagian b menunjukkan semua nilai outer model dari semua
indikator DimensiPenghuni, PengetahuanPH, DimensiPengelola, PengetahuanPL,
dan KUDR memenuhi persyaratan dengan nilai >0,4 dengan Pengetahuan PH dan
PengetahuanPL sebagai suppressor. Selain itu, nilai inner model
DimensiPenghuni, Pengetahuan PH, DimensiPL, PengetahuanPL sebagai
suppressor menjadi lebih kuat dan memenuhi persyaratan >1,96. Hal ini berarti
bahwa kontruk ini adalah konstruk SEM yang sesuai dengan kajian riset dan
ditentukan sebagai konstruk SEM kesatuan dimensi penghuni dan dimensi
pengelola terhadap KUDR di hunian vertikal perkotaan di Indonesia. Namun
untuk membuktikan bahwa konstruk ini dapat digunakan, perlu diperjelas dengan
nilai-nilai statistik lainnya seperti pada Tabel 4.6 sampai Tabel 4.9.

Berdasarkan perbandingan di atas, dimengerti bahwa variabel PengelolaPL lebih


berfungsi sebagai variabel suppressor sehingga pembahasan kesatuan
DimensiPenghuni-DimensiPengelola mengacu pada konstruk tersebut. Untuk
melihat konstruk secara detail memenuhi pemenuhan persyaratan statistik,
penjelasan selanjutnya akan menampilkan nilai-nilai tersebut berdasarkan
konstruk terakhir. Di Outer Model yang ditampilkan adalah nilai Convergence
Validity, Discriminant Validity, dan Reliability Validity, sedangkan di Inner
Model ditunjukkan dengan Influence Test dan Precentage of Influence.

149
Universitas Indonesia
Table 4.6 Convergence Validity
No. Variabel Indikator Loading T Value Keterangan
Factor/LF (>0,4) (>1,96)
1 DimensiPenghuni
TingkatPartisipasiKesehatan 0,647 4,262 Valid
AktivitasBerpotensiPolutan 0,783 6,815 Valid
KenyamananFisik 0,838 8,254 Valid
KenyamananPsikis 0,733 5,151 Valid
2 PengetahuanPH
PengetahuanDampakPolutanPH 0,576 2,122 Valid
PengetahuanKebersihanPH 0,881 5,935 Valid
3 DimensiPengelola
KemampuanMemotivasi 0,929 11,152 Valid
KemampuanMengatur 0,863 10,209 Valid
KemampuanMelayani 0,957 11,224 Valid
KemampuanMemeriksa 0,869 10,406 Valid
4 PengetahuanPL
TarafPendidikanPL 0,935 7,562 Valid
PengetahuanDampakPolutanPL 0,384 1,821 Mendekati Valid
PengetahuanKebersihanPL 0,727 3,849 Valid
5 KUDR
PolutanFisik 0,447 1,466 Valid LF
PolutanKimia 0,577 2,079 Valid
PolutanBiologi 0,626 1,827 Valid LF
Sumber: SMARTPLS, telah diolah kembali

Tabel di atas menunjukkan hampir semua variabel indikator mencapai persyaratan


statistik ke variabel latennya. Indikator PengetahuanDampakPolutanPL mendekati
Valid bila dibulatkan menjadi 0,4 pada loading factor. Sementara itu,
PengetahuanDampakPolutanPL, PolutanFisik, dan PolutanBiologi Valid >0,4
berdasarkan Loading Factor, jadi dapat dianggap memehuni syarat. Untuk
memperjelas nilai outer model, tabel Discriminant Validity pada tabel 4.7
menunjukkan validitas yang kuat semua indikator dimana nilai indikator kepada
variabel laten selalu lebih besar daripada ke variabel laten lainnya.

150
Universitas Indonesia
Table 4.7 Discriminant Validity
No. Variabel Cross Loading Ket.
Indikator
Dimensi Pengetahuan Dimensi Pengetahuan KUDR
Penghu PH Pengelola PL
ni
1 TingkatPartisipa 0,647 0,177 0,215 -0,352 -0,224 Valid
si Kesehatan
AktivitasBerpot 0,784 0,212 0,106 -0,302 -0,378 Valid
ensiPolutan
Kenyamanan 0,838 0,370 0,254 -0,142 -0,406 Valid
Fisik
Kenyamanan 0,733 0,081 0,170 0,121 -0,252 Valid
Psikis

2 Pengetahuan 0,163 0,576 -0,068 -0,026 -0,085 Valid


DampakPolutan
PH
Pengetahuan 0,283 0,881 0,026 -0,092 -0,171 Valid
KebersihanPH

3 Kemampuan 0,219 -0,064 0,929 -0,461 0,018 Valid


Memotivasi
Kemampuan 0,076 0,016 0,863 -0,419 -0,072 Valid
Mengatur
Kemampuan 0,293 -0,032 0,957 -0,441 -0,060 Valid
Melayani
Kemampuan 0,310 0,063 0,863 -0,287 -0,156 Valid
Memeriksa

4 TarafPendidikan -0,275 -0,078 -0,483 0,935 -0,061 Valid


PL
Pengetahuan 0,094 -0,050 -0,147 0,384 0,020 Valid
DampakPolutan
PL
Pengetahuan -0,171 -0,063 -0,162 0,727 0,021 Valid
KebersihanPL

5 PolutanFisik -0,232 -0,057 -0,218 0,107 0,447 Valid


PolutanKimia -0,247 0,030 0,234 -0,079 0,577 Valid
PolutanBiologi -0,241 -0,275 -0,143 -0,082 0,626 Valid

Sumber: SMARTPLS, telah diolah kembali

Tabel 4.8 memperkuat lagi validitas variabel laten dari kesatuan indikator-
indikatornya. Tabel menunjukkan nilai Composite Reliability yang memenuhi
persyaratan >0,5 untuk semua variabel laten namun bila dilihat dari nilai Average
Variance Extracted, variabel KUDR kurang memenuhi validitas. Oleh karena
dalam teori kualitas udara ketiga indikator yang terdiri atas polutan fisik, polutan
kimia, dan polutan biologi tidak dapat dipisahkan maka penulis tetap
mencantumkan dengan catatan kurang valid. Penjelasan secara teoritis adalah

151
Universitas Indonesia
karena pada umumnya pengukuran KUDR pada polutan fisik berbentuk debu
(PM10) nilainya kecil.

Table 4.8 Reliability Validity


No. Variabel Laten Composite Average Variance Keterangan
Reliability (>0,5) Extracted (>0,5)
DimensiPenghuni 0,839 0,568 Valid
PengetahuanPH 0,704 0,554 Valid
DimensiPengelola 0,948 0,820 Valid
PengetahuanPL 0,743 0,517 Valid
KUDR 0,568 0,308 AVE Kurang
Valid
Sumber: SMARTPLS, telah diolah kembali

Penilaian inner model dapat dilihat dengan Influence Test (T Test) yaitu nilai T
statistik (>1,96) dan P value (<0,05). Pada tabel 4.9 menunjukkan bahwa semua
inner model mempunyai nilai signifikansi yang baik.

Table 4.9 Influence Test (T Test)


No. Variabel Laten T Statistics P Value Keterangan
(>1,96) (<0,05)
Direct Effect
DimensiPenghuni > KUDR 4,262 0,000 Signifikan
PengetahuanPH > DimensiPenghuni 3,356 0,001 Signifikan
DimensiPengelola > 2,387 0,017 Signifikan
DimensiPenghuni
PengetahuanPL > DimensiPengelola 4,623 0,000 Signifikan
Indirect Effect
DimensiPengelola > KUDR 2,157 0,032 Signifikan
Sumber: SMARTPLS, telah diolah kembali

Kemudian untuk menilai seberapa besar pengaruh variabel-variabel laten kepada


variabel laten lainnya (KUDR dan DimensiPenghuni), dapat menggunakan nilai R
Square Adjusted. Pada tabel 4.10 dapat dilihat persentase pengaruh variabel-
variabel laten tersebut. Yang pertama pengaruh PengetahuanPL,
DimensiPengelola, PengetahuanPH, dan DimensiPenghuni kepada KUDR yaitu
sebesar 0,19 atau 19% kepada KUDR. Persentase ini menunjukkan
DimensiPengelola dan DimensiPenghuni sebagai dimensi manusia pada hunian
ini mempengaruhi keadaan KUDR sebesar 19%. Menurut kajian teoritis pada bab
2, KUDR secara umum lebih dipengaruhi oleh kondisi ventilasi udara, kualitas

152
Universitas Indonesia
udara di luar bangunan dan keluasan fisik ruang. Hasil penelitian ini menunjukkan
dimensi manusia sebagai makluk sosial melalui persepsi, perilaku, dan partisipasi
dapat berpengaruh kepada KUDR sebesar 19%. Walaupun nilai ini cukup kecil
namun terkait dengan aspek pengaruh perilaku (sosial) pada aspek teknis, nilai ini
cukup berpengaruh.

Table 4.10 Percentage Of Influence (R Square)


No. Variabel Laten R Square Keterangan
KUDR 0,190 19,0 %
DimensiPenghuni 0,162 16,2 %
Sumber: SMARTPLS, telah diolah kembali

Yang kedua pengaruh PengetahuanPL, DimensiPengelola, dan PengetahuanPH


kepada DimensiPenghuni yaitu sebesar 0,162 yang mendorong DimensiPenghuni
berpengaruh kepada KUDR. Ini menunjukkan bahwa pengelola hunian secara
bersama dengan pengetahuan penghuni dan pengelola dinilai berpengaruh sebesar
16,2%. Nilai ini masih menunjukkan adanya pengaruh antar variabel.

4.4.3 Revisi Kerangka Konsep dan Konstruk SEM Dimensi Penghuni-


Pengelola
Berdasarkan hasil riset di atas bahwa pengetahuan penghuni dan pengelola efektif
sebagai variabel supressor, dengan demikin kerangka konsep kesatuan penghuni
dan pengelola direvisi seperti Gambar 4.28. Selain itu Konstruk SEM menjadi
seperti pada Gambar 4.29.

Gambar 4.28. Revisi Kerangka Konsep berdasarkan Hasil Riset

153
Universitas Indonesia
Untuk lebih menjelaskan perbedaan peran pengetahuan sebagai variabel
intervening atau supressor, perlu dijelaskan keterkaitannya dengan penerapan di
lapangan. Telah disebutkan sebelumnya bahwa variabel suppressor adalah
variabel yang menekan pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya. Artinya
bahwa peran variabel tersebut dapat mempengaruhi hubungan variabel satu
terhadap lainnya melalui variabel pertama. Berkaitan dengan tema riset, dapat
disebutkan bahwa pengetahuan penghuni ataupun pengelola berperan pada
kekuatan pengaruh dimensi penghuni-dimensi pengelola terhadap kondisi KUDR.
Implementasinya ialah perlunya mempersiapkan pengetahuan penghuni sebelum
bertempat tinggal di hunian vertikal dan mempersiapkan pengetahuan pengelola
sebelum melakukan tugas pengelolaan di hunian vertikal, artinya perlu program
preparatory baik untuk penghuni maupun pengelola. Pengelola perlu
mendapatkan pelatihan kompetensi berkaitan dengan tugasnya.

Gambar 4.29. Revisi Konstruk SEM berdasarkan Hasil Riset

Gambar 4.29 adalah model kontruk SEM optimal untuk kesatuan dimensi
penghuni-pengelola untuk pengelolaan KUDR di hunian vertikal perkotaan.
Gambar ini menunjukkan dimensi penghuni mempengaruhi langsung kondisi
KUDR di unit dan bangunan hunian dan dimensi pengelola berperan penting
untuk mendorong dimensi penghuni untuk menghasilkan KUDR yang sehat.

154
Universitas Indonesia
4.5. Model Dimensi Manusia dalam Hunian Sehat dan Berkelanjutan melalui
Efektivitas KUDR di Perkotaan

4.5.1 Konsep Model


Berdasarkan penjelasan di atas melalui hasil pengamatan dan analisis SEM
dengan SMARTPLS, maka dapat diketahui bahwa dimensi manusia di hunian
vertikal perkotaan mempunyai peran yang cukup mempengaruhi kondisi KUDR
unit dan bangunan, yaitu sebesar 19%. Kesatuan dimensi penghuni-dimensi
pengelola melalui dorongan yang dilaksanakan pengelola kepada penghuni
berpengaruh sebesar 16,2%. Hasil ini menunjukkan untuk mewujudkan hunian
sehat perlunya menggalakkan dimensi budaya yang baik antara penghuni dan
pengelola yang memperhatikan aspek-aspek kesehatan jasmani dan rohani agar
tercipta keberlanjutan. Secara keseluruhan dapat dijelaskan bahwa modifikasi
Model Hawkes (bab 2, halaman 27) dengan perspektif ilmu lingkungan atas dasar
pembangunan berkelanjutan dapat digunakan untuk menggambarkan model
dimensi manusia dalam hunian vertikal sehat berkelanjutan melalui efektivitas
KUDR (bab 2, halaman 73). Model ini dapat digunakan untuk hunian vertikal
dengan tipe rusunami. Rusunami adalah hunian vertikal yang dibangun oleh
perusahaan swasta yang ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan menengah.

Model yang telah dimodifikasi tersusun menjadi tampilan model pada Gambar
4.30. Model pada Gambar 4.30 adalah temuan dari hasil peneltian ini yaitu Model
Dimensi Manusia dalam Hunian Sehat Berkelanjutan melalui Efektivitas KUDR
di Perkotaan. Model Dimensi Manusia dalam Hunian Sehat Berkelanjutan melalui
Efektivitas KUDR di Perkotaan tersusun berdasarkan unsur-unsur variabel-
variabel yang telah diuji dengan analisis PLS-SEM dan memenuhi persyaratan
validitas dan reabilitas secara statistik.

155
Universitas Indonesia
Gambar 4.30. Model Dimensi Manusia untuk Keberlanjutan Hunian Vertikal Perkotaan, kajian
Kualitas Udara Dalam Ruang

Penjelasan dari model konseptual di atas adalah dimensi budaya yang meliputi
pengetahuan, persepsi, perilaku, dan partisipasi. Dimensi manusia penghuni dan
pengelola akan bertindak dan berinteraksi baik dengan sesama dan makhluk hidup
lainnya, didasari oleh suatu pengetahuan tertentu. Kemudian pengetahuan ini ikut
berpengaruh terhadap persepsi, perilaku, dan partisipasi manusia. Bagaimana
penghuni dan pengelola berpersepsi, kemudian persepsi mempengaruhi perilaku,
dan belajar dari perilaku-perilaku sebelumya menjadi berpartisipasi lebih baik dan
terus memperbaiki cara hidup sampai mencapai titik keadilan yang diharapkan.

156
Universitas Indonesia
Untuk mencapai keberlanjutan dari konsep kesehatan di hunian vertikal perkotaan
ditandai dengan adanya keseimbangan antar 3 dimensi: dimensi sosial, dimensi
lingkungan, dan dimensi ekonomi. Dimensi sosial untuk mencapai tujuan
kesehatan penghuni perlu memperhatikan kepuasan atas ruang personal, ruang
sosial, dan ruang publik, dan kepuasan untuk hidup bersosial-budaya. Dimensi
lingkungan untuk kesehatan perlu menekankan pada kelegaan ruang suasana yang
menyenangkan dan dukungan lingkungan yang hijau. Dimensi ekonomi
mendorong dalam pemeliharaan ruang dan perlengkapan dan memberi akses
berkembangnya kemampuan ekonomi penghuninya. Ketiga irisan lingkaran
dimensi sosial, dimensi lingkungan, dan dimensi ekonomi dalam konsep
pembangunan berkelanjutan menunjukkan kualitas hidup yang berlanjut dengan
terjaminnya keadilan hak, tanggung-jawab, dan kelangsungan hidup.

Kesatuan interaksi dimensi penghuni dan pengelola didapatkan bila mempunyai


cara pandang yang sama dalam persepsi, perilaku dan partisipasi. Untuk
memperoleh keserasian tersebut, keduanya perlu mempunyai pengetahuan yang
benar mengenai hidup yang keberlanjutan. Dalam perspektif ilmu lingkungan,
keberlanjutan ditandai dengan keseimbangan antara dimensi sosial, dimensi
lingkungan, dan dimensi ekonomi. Irisan 3 (tiga) lingkaran dimensi sosial,
dimensi lingkungan, dan dimensi ekonomi adalah gesekan persoalan yang
umumnya timbul dari ketiga dimensi tersebut. Irisan persoalan antara dimensi
sosial dan dimensi lingkungan yaitu masalah keadilan hak setiap individu
manusia, hak mahkluk hidup lainnya, dan hak alam. Irisan persoalan antara
dimensi lingkungan dan ekonomi adalah tanggung-jawab untuk memelihara daya
dukung lingkungan dalam transaksi ekonomi yang berjalan. Selanjutnya irisan
dimensi ekonomi dan dimensi sosial adalah kelangsungan kehidupan makhluk
hidup yang membutuhkan dukungan ekonomi.

Jadi untuk mencapai hunian vertikal yang sehat dan berkelanjutan, perlunya
dimensi manusia penghuni dan pengelola menjaga keseimbangan ketiga dimensi
sosial, dimensi lingkungan, dan dimensi ekonomi dengan menekankan kepada
kepuasan akan ruang-ruang hunian, aktivitas sosial budaya, kesenangan atas

157
Universitas Indonesia
kelegaan ruang, dukungan lingkungan, kemudahan dalam ekonomi, dan
pemeliharaan ruang. Kesemuanya dibingkai dan digerakkan dengan dimensi
budaya yang tercipta melalui pengetahuan, persepsi, perilaku, dan partisipasi
penghuni dan pengelola di hunian vertikal perkotaan.

4.5.2 Model Aplikasi melalui Analisis SOM


Model Aplikasi ini adalah penerapan untuk prediksi dari model hunian sehat
berkelanjutan melalui efektivitas KUDR. Aplikasi ini dimaksudkan untuk
memudahkan dalam mengevaluasi pengelolaan kesehatan di hunian vertikal
perkotaan, sehingga menjadi prediksi untuk memperbaiki sistem yang ada
menjadi lebih berkelanjutan. Untuk menyusun model aplikasi ini digunakan
analisis ANN-SOM.

A. Konstruk SOM dan Tipologi Neuron


Konstruk yang dikembangkan dalam input training SOM disesuaikan dengan
yang digambarkan pada bab 3 halaman 106. Data input ialah persepsi penghuni
dari dimensi sosial, dimensi lingkungan, dan dimensi ekonomi. Data dimensi
sosial terdiri atas partisipasi kesehatan, persepsi tentang ruang personal, ruang
sosial, ruang publik, dan kehidupan sosial-budaya. Dimensi lingkungan ialah
kelegaan ruang dan dukungan lingkungan. Selanjutnya, dimensi ekonomi terdiri
atas pemeliharaan ruang dan kemudahan ekonomi. Gambar 4.31 mengilustrasikan
pengelompokan data sesuai dimensi sosial, dimensi lingkungan, dan dimensi
ekonomi.

158
Universitas Indonesia
DIMENSI BUDAYA

DIMENSI SOSIAL

Model Dimensi
Manusia untuk
Keberlanjutan
DIMENSI LlNGKUNGAN Hunian Vertikal

DIMENSI EKONOMI

Gambar 4.31. Kelompok Data SOM menurut Dimensi Sosial, Dimensi Lingkungan, Dimensi
Ekonomi, dan Dimensi Budaya

Untuk proses training analisis SOM, penentuan jumlah neuron menjadi penting
untuk memudahkan aplikasi pada model. Dalam kasus ini, data berjumlah 85
yaitu dari 85 responden penghuni. Untuk memudahkan klasifikasi kelompok
ditentukan jumlah neuron 9 titik dengan bentuk kolom 3 x 3 yang disebut SOM
topology. Gambaran susunan neuron dan jumlah data yang masuk dalam proses
training dalam SOM topology dapat dilihat dalam SOM hits seperti pada gambar
4.32.

159
Universitas Indonesia
Gambar 4.32. SOM Hits Dari Data Training
Sumber: MATHLAB

Gambar 4.32 memperlihatkan setiap neuron berisi angka jumlah data yang masuk.
Dari gambar tersebut menunjukkan jumlah data terkecil ialah 4 data sampai
jumlah data terbesar 14 data di neuron-neuron.

B. Karakterisasi Kelompok Data Neuron pada Grafik Weight Vectors


Data training SOM akan menghasilkan tabel cndx, tabel zscores, dan grafik
Weight Vectors. Dalam tabel cndx akan diinformasikan kelompok data sesuai
dengan jumlah neuron yang telah ditentukan, yaitu 9 kelompok. Setelah terjadi
tipologi kelompok, langkah selanjutnya melengkapi setiap neuron mempunyai
karakteristik nilai tersendiri. Karakterisasi nilai dibuat sesuai dengan skala Likert
(1:tidak baik, 2:kurang baik, 3:cukup baik, 4:baik, dan 5:sangat baik) berdasarkan
tabel cndx (lampiran M) hasil keluaran training SOM. Angka-angka pada tabel
cndx diterjemahkan ke skala Likert dengan interval (>4,10: sangat baik, 3,60-
4,10: baik, 2,75-3,59: cukup, 1,50-2,74: kurang, dan < 1,50: tidak baik) pada studi

160
Universitas Indonesia
kasus ini. Untuk hal ini, dibutuhkan kecermatan dan kreatifitas dalam menentukan
karakter kelompok supaya setiap kelompok mempunyai karakter tertentu.

Hasilnya diilustrasikan dalam Gambar 4.34 grafik Weight Vectors. Setiap titik
neuron memiliki karakteristik yang khas dari setiap dimensi sosial, dimensi,
lingkungan, dan dimensi ekonomi. Titik neuron G mempunyai karakter terbaik
dengan karakter sosial, lingkungan, dan ekonomi semuanya sangat baik,
sebaliknya titik neuron C mendapatkan karakter terendah dengan ciri nilai sosial
cukup, namun nilai lingkungan dan ekonomi kurang. Titik neuron lainnya
menempati nilai karakter sosial, lingkungan, dan ekonomi berjenjang dari titik
neuron G yang terletak pada bagian paling kanan di grafik Weight Vectors, dari
sangat baik menjadi kurang baik ke arah titik neuron C yang bernilai kurang baik.
Sumbu Y Zscores

Sumbu X Zscores
Gambar 4.33. Karakterisasi Kelompok Data pada Grafik Weight Vectors
Sumber: MATHLAB

161
Universitas Indonesia
Karakterisasi ini berguna untuk menempatkan neuron pada model hunian sehat
dan berkelanjutan pada tahap selanjutnya (Gambar 4.33). Penempatan pada grafik
Weight Vectors ditentukan melaui tabel zscores (Lampiran N). Pada tabel zscores,
kolom pertama menunjukkan koordinat sumbu X dan kolom kedua menunjukkan
koordinat sumbu Y di grafik Weight Vectors. Berdasarkan tabel zscores, dapat
ditemukan posisi setiap data input titik neuron pada koordinat tertentu di grafik
Weight Vectors.

C. Aplikasi dalam Model Konseptual


Tahap terakhir menyusun hasil karakterisasi neuron di model aplikasi yang
ditunjukan oleh Gambar 4.35. Setiap neuron diberi nama dengan huruf A sampai I
(9 neuron). Selanjutnya model konsep dari modifikasi model Hawkes dibagi-bagi
dengan area-area berbentuk lingkaran yang memusat ke arah titik pusat lingkaran
besar. Lingkaran kecil di pusat ialah tempat neuron terbaik nilai mendekati 5 (titik
G). Lingkaran sedang kedua ialah tempat neuron dengan nilai baik, dan
seterusnya semakin ke tepi lingkaran besar dan di luar ketiga lingkaran dimensi
sosial, dimensi lingkungan, dan dimensi ekonomi berarti mempunyai nilai
semakin rendah. Mengenai perincian nilai gradasi lingkaran dengan titik pusat
lingkaran dan penjelasannya ada di Lampiran 5C.

Cara membaca model adalah dengan melihat area yang terbentuk dari penempatan
titik-titik kelompok (A, B, C, D,E, F, G, H, dan I). Area membentuk kurva
tertutup yang melingkupi semua titik A sampai I. Kurva tersebut secara
menyeluruh, menutupi area segitiga di tengah dan mengarah ke area dimensi
irisan dimensi sosial dan dimensi lingkungan. Persentase yang tampil menyertai
titik-titik tersebut juga mempengaruhi cara membacanya.

162
Universitas Indonesia
C
5%

F
D 9%
12%
A I
14% 16%
G
13%
H
11%
B E
16% 5%

Gambar 4.34. Penerapan kelompok Neuron A-I pada Model Dimensi Manusia untuk
Keberlanjutan Hunian Vertikal Perkotaan

Pada titik G angka 13%, menunjukkan bahwa penghuni berpendapat


keberlanjutan kesehatan di hunian ini memiliki tingkat kepercayaannya sebesar
13%. Daerah yang dominan tertutupi berikutnya ialah irisan dimensi sosial dan
lingkungan. Ini berarti penghuni percaya bahwa penyelesaian persoalan keadilan
hak manusia dan lingkungan lebih baik (16+9=25%, I dan F) dari pada persoalan
kelangsungan hidup (14%, A). Akan tetapi penghuni menganggap bahwa
pengelola belum dapat memelihara daya dukung lingkungan dalam transaksi
ekonomi yang berjalan (0%). Di bagian dimensi ekonomi terdapat angka 16% (B)
dan di bagian dimensi lingkungan terdapat angka 5 % (E) yang berada lebih dekat
dengan pusat. Artinya penghuni berpendapat bahwa pengelola lebih
mengedepankan aspek ekonomi daripada aspek lingkungan karena angka 16%

163
Universitas Indonesia
lebih tinggi daripada 5%. Selain itu terdapat angka 5% (titik C) berada lebih jauh
dari pusat dari titik lainya dan di area dimensi sosial. Ini berarti bahwa penghuni
berpendapat aspek sosial paling rendah daripada aspek ekonomi dan aspek
lingkungan.

Kesimpulan dari penjabaran di atas adalah hunian ini mempunyai nilai


keberlanjutan kesehatan jasmani dan rohani yang masih rendah dengan nilai
keadilan hak yang lebih baik daripada nilai kelangsungan hidup, dan lebih
mengedepankan dimensi ekonominya. Jadi untuk lebih mengarah kepada
keberlanjutan, perlu diperbaiki dengan meningkatkan dimensi lingkungan,
kemudian dimensi sosial. Perbaikan dimensi lingkungan adalah dengan
meningkatkan kualitas dan kuantitas RTH (ruang terbuka hijau) dan menambah
kelegaan ruang.

Kualitas RTH ditingkatkan dengan mengganti tanaman yang lebih menyerap


polutan, seperti Sirih Belanda (Scindapsus Aurens). Sedangkan kuantitas RTH
bisa ditingkatkan dengan membuat vertikal garden skala medium sehingga bisa
berfungsi sebagai buffer sumber pencemaran udara dari kendaraan. Salah satu
cara meningkatkan kelegaan ruang adalah memperluas pandangan di jalur yang
dilewati penghuni. Contohnya di lobi sebagai pintu masuk awal ke hunian, saat ini
kondisinya sempit sehingga tidak nyaman untuk menerima tamu. Lobi dapat
dibuat lega dengan menyusun loker-loker surat lebih efektif dan mesin ATM
sehingga tidak menutupi pandangan ke arah jendela dan ke arah lift.

Kualitas dimensi sosial dapat ditingkatkan dengan membentuk P3SRS yang


diharapkan penghuni dan membentuk sistem pengelolaan yang berbasis struktur
kemasyarakatan seperti RT (rukun tetangga) dan RW (rukun warga). Dengan
demikian setiap permasalahan dapat diselesaikan secara kekeluargaan dan usulan
disampaikan dengan perwakilan, terkelola oleh sistem yang dibentuk ini. Dengan
meningkatkan dimensi lingkungan dan dimensi sosial maka nilai tanggung-jawab
untuk memelihara daya dukung lingkungan dalam transaksi ekonomi yang
berjalan akan meningkat.

164
Universitas Indonesia
4.6 Pembahasan Hasil Riset
Dengan tersusunnya model konsep dan aplikasi hunian vertikal yang sehat dan
berkelanjutan melalui KUDR di perkotaan, maka tujuan penelitian telah terjawab
dan hipotesis telah terbuktikan.

Hipotesis pertama adalah jika dimensi manusia penghuni dan pengelola dapat
menjadi kesatuan yang optimal melalui persepsi, perilaku, dan partisipasi maka
efektivitas kualitas udara ruang untuk mencapai hunian perkotaan yang sehat dan
berkelanjutan dapat terwujud. Hipotesis ini telah terbuktikan dengan
ditemukannya konstruk SEM yang optimal. Kesatuan dimensi penghuni dan
pengelola dapat menjadi optimal dengan kontruk SEM yang ditunjukkan dengan
dorongan pengelola kepada penghuni sehingga KUDR menjadi efektif.
Pengetahuan penghuni dan pengelola menjadi faktor yang menguatkan untuk
mempunyai persepsi yang seimbang, berperilaku dan berpartisipasi untuk
mewujudkan gaya hidup sehat.

Hipotesis kedua yaitu jika kesatuan dimensi manusia penghuni dan pengelola
dapat meningkatkan kualitas udara ruang maka model hunian vertikal yang sehat
dan berkelanjutan di perkotaan dapat disusun. Hipotesis ini juga telah tercapai
dengan tersusunnya model. Oleh karena kesatuan yang optimal sudah tersusun
dari konstruk SEM maka model hunian vertikal yang sehat dan berkelanjutan di
perkotaan dapat disusun pula berdasarkan konstruk SEM tersebut. Kemudian
model tersebut dapat diaplikasikan dengan karakterisasi SOM.

4.6.1 Hasil Riset Berdasarkan Kajian Teoritis


Berdasarkan hasil penelitian, unsur- unsur dimensi manusia penghuni dapat
dikembangkan untuk mewujudkan kualitas kehidupan yang sehat, dengan
dipenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kenyamanan fisik dan kenyamanan
psikis. Hal ini sama dengan pendapat Gifford (2007) dan Harianto (2014). Hal ini
dapat mendukung persepsi, perilaku, dan partisipasi pada dimensi sosial, dimensi
lingkungan, dan dimensi ekonomi yang kesemuanya menjadi konsep dasar dari
suatu keberlanjutan kehidupan masyarakat di hunian vertikal perkotaan.

165
Universitas Indonesia
Penekanan dimensi sosial pada rumah susun tipe sewa (rusunawa) untuk
masyarakat berpendapatan rendah, penulis setuju dengan pendapat Damayanti
(2011) dan Hanny (2013). Untuk rumah susun tipe milik (rusunami) bagi
masyarakat berpendapatan menengah, penekanan dimensi ekonomi menjadi sama
kuatnya dengan dimensi sosial karena pembiayaan pembangunan dan operasional
harus ditanggung oleh penghuni selama memiliki unit hunian.

Hunian vertikal adalah suatu konsep perubahan gaya hidup yang menyesuaikan
kebutuhan masyarakat (optimalisasi lahan perkotaan) dengan rumus dasar untuk
membuat keseimbangan dalam lingkungan hidup sehingga tujuan untuk
mewujudkan keharmonisan kehidupan harus tercapai (Hanny, 2012). Dominansi
pembiayaan dan ekonomi yang menjadi konsekuensi logis dari keputusan
membangun hunian vertikal tipe rusunami jangan sampai merubah tujuan dalam
menciptakan lingkungan buatan yang menyediakan tempat untuk generasi penerus
berkembang dan melanjutkan cita-cita kehidupan (Laurens, 2005). Oleh karena itu
perlu juga penekanan dimensi lingkungan untuk kualitas hidup di hunian vertikal,
yang tentunya lebih membutuhkan pengaturan karena lebih kompleks dari hunian
horisontal.

Unsur-unsur dimensi manusia yang terdiri dari kemampuan dalam berkomunikasi


menurut Mudjono (2012), berpersepsi dengan pendapat, berperilaku dan
berpartisipasi menurut (Maslow, 2017) dalam suatu interaksi sosial dapat
dioptimalkan. Dari hasil penelitian ini, penghuni dan pengelola memegang
peranan utama untuk menyelesaikan semua kepentingan dan mencari solusi
bersama, memperbaiki aturan dan ketentuan yang melibatkankan perwakilan dari
setiap pihak yang berkepentingan dalam proses interaksi dan pemeliharaan
selanjutnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Ferdinan (2012) dan Hofstede
(2011).

Suatu ketentuan dan peraturan bukanlah aturan baku yang tidak dapat berubah dan
diperbaharui namun perlu suatu pengalaman dalam membuat aturan yang baru
menurut Hawkes (2017) namun pengalaman perlu dimiliki pihak yang mengatur

166
Universitas Indonesia
rusunami selain mendapatkan nilai ekonomi dari pengelolaannya. Pengalaman
tidak dapat trial and error apalagi dalam mengelola suatu komunitas yang besar
yang membutuhkan kualifikasi dan kompetensi pengelola tertentu.

Penghuni dan pengelola mempunyai cara berkomunikasi yang berbeda karena


kepentingan yang berbeda dan kedudukan yang berbeda, yang mengatur
cenderung mendominasi yang lain. Kesepakatan-kesepakatan yang kurang detail
dan kurang jujur (adil) juga dapat menjadi penyebab tidak harmoninya suatu
interaksi sosial. Satu pihak merasa lebih pakar dan dan lebih berkuasa dari pihak
lainnya sedangkan pihak lainnya tidak mempunyai informasi yang cukup tentang
kondisi nyata dan konsekuensi dari mengambil keputusan tinggal di hunian
vertikal. Perbedaan ini sangat berpengaruh kepada ketidakpekaan dan tidak dapat
fokus kepada pengelolaan hunian yang sehat dan berkelanjutan.

Ketidakharmonisan akan memunculkan konflik sehingga satu pihak dapat berbuat


melebihi batas terhadap pihak lainnya. Kekawatiran menjadi tempat kejahatan
baru dan kegiatan tidak bermoral menjadi lebih rawan tumbuh di lingkungan
rusunami yang tidak harmonis (Hanny, 2012, Heston, 2014). Kerawanan yang
menuju kepada gangguan psikis dan ketidaknyamanan akan mempengaruhi
kesehatan secara fisik dan mempengaruhi persepsi terhadap faktor keamanan.
Ketidakseimbangan ini akan memicu stres berkepanjangan (Kalantidou, 2017).
Selain itu dalam penelitian, penulis menemukan bahwa ketidakharmonisan ini
dapat menyebabkan ruang yang kurang sehat dalam kualitas udara ruang.

Hunian vertikal baru dengan jumlah tower bangunan dan jumlah unit yang banyak
seperti replika sebuah kota kecil suatu kota baru dalam bentuk vertikal sehingga
kebutuhan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) seharusnya dapat
menggunakan standar sebuah kota. Sayangnya hal ini masih luput dari
perencanaan rusunami, sehingga kebutuhan pusat kesehatan yang terjamin dan
pendidikan dasar belum terpenuhi.

167
Universitas Indonesia
Pengelola tidak boleh berasumsi bahwa penghuni hunian vertikal adalah hanya
masyarakat pekerja, sementara keluarga yang terdiri atas anak dan orang
tua/manula serta keluarga yang disabilitas membutuhkan fasilitas yang sesuai.
Hunian vertikal juga membutuhkan fasilitas dan program kegiatan yang sama
dengan hunian horisontal seperti berkumpul kelompok seusia sehingga keluarga
merasa nyaman secara psikis. Program-program kegiatan bukan hanya bersifat
kegiatan sesaat namun lebih kepada kegiatan yang berefek pada kesehatan jangka
panjang dan berkesan mendalam dalam masyarakat. (Gifford, 2007; Heston,
2014).

Hunian vertikal perkotaan tidak hanya tampil megah terlihat dari luar namun
mempunyai kenyamanan tinggal dan dapat menciptakan ruang-ruang sosial yang
positif kepada keberlanjutan generasi selanjutnya di dalamnya (Loftness et al,
2007). Untuk mengetahui kegiatan atau program yang berkelanjutan (Hapsari,
2015), pengelola perlu menerima masukan dari penghuni (Kuswahyono,2004).

Hunian vertikal yang terbangun bukanlah berdiri sendiri namun merupakan


bagian yang juga dapat menyatu dan berinteraksi dengan masyarakat di sekitarnya
(tujuan SDG). Yang perlu dipahami pengelola, hunian baru ini bukanlah milik
pengelola, pengelola hanya mengambil manfaat ekonomi dari pengelolaannya
sehinga perlu transfer of knowledge dalam pemeliharaan dan pengelolaan hunian
tersebut kepada penghuni (Day et al, 2015). Kesatuan penghuni perlu belajar
untuk mengerti pengelolaan dan bersama pengelola menciptakan hunian yang
dibutuhkan dan tentunya fasilitas dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan.

Perubahan sosial yang berkembang seperti pembelanjaan online dan green


transportation menjadi sesuatu yang perlu diadaptasi selain agar tidak terjadi
konflik pelayanan dan perparkiran, juga akan pasti menjadi keniscayaan yang
terus berkembang. Konsep pengelolaan sampah reduce, reuse dan recycle tidak
hanya berdimensi fisik tetapi dapat menjalin sistem sosial yang kuat (Tanuwijaya
et al, 2009), oleh karena itu akan sangat baik menjadikannya budaya partisipasi
kebersihan. Aktivitas yang berpotensi mencemarkan unit dan lingkungan

168
Universitas Indonesia
umumnya tidak disadari sebagai bahaya oleh penghuni karena tidak berdampak
langsung dalam jangka pendek (Alamsyah et al, 2013), oleh karena itu perlu
disosialisasi dan dimotivasi untuk dihindari.

Faktor partisipasi akan muncul bila kebutuhan dasar terpenuhi dan dorongan
untuk berpartisipasi ditimbulkan (Maslow, 2017). Fungsi dasar manusia yang
secara fitrah ingin membenahi ruang fisik dan mental serta lingkungan adalah
bagian dari sistem ekologi manusia, sehingga pengelola dapat memfasilitasi ruang
untuk berkreatifitas untuk segala usia menyesuaikan daur hidup usia
kelangsungan manusia dari lahir sampai akhir. Kehandalan bangunan bukan
hanya kehandalan sistem struktur, sistem kebakaran, sistem keamanan, dan sistem
utilitas, namun juga sistem sosial kemasyarakatan. Fungsi bangunan melalui
kegiatan pemeliharaan perlu didukung dengan sistem sosial yang baik (Barnes,
2014).

Model kualitas hidup di hunian perkotaan dari Hawkes mendorong keseimbangan


dimensi sosial, dimensi lingkungan, dan dimensi ekonomi sehingga dimensi
manusia dapat mengoptimalkan potensinya di tempat tinggalnya. Aplikasi pada
model ini dapat menjadi dasar pengambilan keputusan untuk mendukung
kehidupan sehat di hunian vertikal perkotaan. Keseimbangan dalam mengatur
masalah kelangsungan hidup, keadilan hak, dan tanggung jawab dalam
masyarakat, akan memberikan nilai-nilai positif, aspirasi, hubungan-hubungan,
keberagaman, kreativitas, inovasi, dan keandalan masyarakat.

Hal yang perlu diperhatikan juga adalah kesehatan penghuni secara fisik dan
psikis yang keberlanjutannya dipengaruhi oleh kenyamanan tipe ruang,
kelangsungan kehidupan sosial-budaya, kelegaan ruang, dukungan lingkungan,
pemeliharaan ruang, dan kemudahan ekonomi dalam kajian kualitas udara dan
kesehatan penghuni di hunian vertikal perkotaan. Penulis tidak setuju dengan
pendapat keterbatasan pembiayaan berpengaruh pada fasilitas kesehatan dan
keluasan ruang karena dengan desain dan komunikasi yang tepat, persoalan ini
dapat diselesaikan.

169
Universitas Indonesia
4.6.2 Hasil Riset Berdasarkan Implementasi dalam Perencanaan,
Pembangunan dan Pemeliharaan di Lapangan.
Penghuni perlu mendapatkan informasi yang adil tentang hak dan kewajiban
sebagai penghuni di hunian vertikal perkotaan, yang tentunya sangat berbeda
dengan memiliki hunian pribadi. Misalnya, pengetahuan mengenai tanah bersama
(Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun), hak guna
bangunan (Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria) yang berlaku 30 tahun, perkiraan biaya operasional selama
penghunian, dan umur bangunan yang berpengaruh kepada umur kepemilikan
unit. Kemudian, pengetahuan yang berkaitan persiapan menerima cara hidup baru
di hunian vertikal dan aturan-aturan yang lebih kompleks daripada hunian
horisontal.

Pengelolaan hunian berskala besar membutuhkan pengelola yang berpengalaman


minimal 3 tahun. Oleh karena persyaratan P3SRS terbentuk di tahun pertama,
pada tahun kedua P3SRS mulai membuat anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga (AD/ART) dan membentuk badan-badan di bawah koordinasinya serta
menyusun program-program, kemudian tahun ketiga implementasi dari program-
program tersebut, dan dievaluasi di akhir tahun ketiga. Pengalaman 3 tahun,
menurut penulis, pengelola sudah sampai pada implementasi dan mendapat
evaluasi untuk perbaikan program. Jadi, pengalaman pengelolaan hunian vertikal
perlu menjadi persyaratan bagi pengelola untuk mendapat ijin pengelolaan,
dengan minimal berpengalaman selama 3 tahun.

Pengelola sementara yaitu pelaku pembangunan (pengembang) harus membentuk


P3SRS selambatnya 1 tahun sesuai ketentuan yang berlaku (Peraturan Menteri
Negara Perumahan Rakyat Nomor 15 tahun 2007 tentang Tata Laksana
Pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Sederhana). Pengelola dari
pengembang cenderung lebih memperhatikan aspek perawatan bangunan secara
fisik dan kurang peduli dengan pengembangan sosial-budaya masyarakat
penghuni. Pengelola yang baru adalah badan yang harus bebas dari pengaruh
pengembang. Pemerintah daerah memegang peranan penting dalam pengawasan

170
Universitas Indonesia
dan pembinaan pembentukkan P3SRS hunian vertikal baru. Oleh karena suatu
interaksi sosial yang belum matang (membudaya), membutuhkan intervensi pihak
ketiga sebagai mediator dalam menengahi kepentingan-kepentingan secara adil
antar semua pihak, ini tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011
tentang Rumah Susun pada pasal 11 tentang pembinaan penyelenggaraan rumah
susun.

Dengan terbentuknya P3SRS untuk hunian maka dapat segera dibentuk


kelompok-kelompok perwakilan dari setiap kelompok hunian (distrik) atau
bangunan dan aktivitas sosial kemasyarakat yang seharusnya dapat cepat
berlangsung sewajarnya seperti di hunian horisontal. Setiap distrik dapat
terbentuk pengelolaannya secara mandiri di bawah P3SRS sehingga tidak harus
menunggu seluruh bangunan terbangun dalam kurun waktu yang menahun. Pada
Pasal 59 ayat 1 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
disebutkan P3SRS paling lama 1 tahun sejak penyerahan pertama kali kepada
pemilik. Tugas pengelola dalam Pasal 66 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun
1988 tentang rumah susun, esensinya mencakup hal-hal yang memerlukan
interaksi dengan penghuni yang dapat segera terwujud.

Badan pengelola yang profesional melakukan survei kepada penghuni untuk


mengetahui bentuk pelayanan yang sebenarnya diinginkan oleh penghuni hunian
vertikal, melakukan pengukuran kepuasan penghuni agar diketahui secara detail
variabel-variabel apa saja dalam suatu layanan yang mengalami kegagalan.
Pengelola sebaiknya diwajibkan untuk melakukan survei kepada penghuni secara
berkala dan hasilnya dilaporkan kepada pemerintah daerah sebagai persyaratan
perijinan pengurusan Hak Guna Bangunan, sehingga pemerintah mendapatkan
data yang dapat mengevaluasi kinerja pengelola. Green Building Council
Indonesia (GBCI) menjadikan Indoor Health and Comfort (kesehatan dan
kenyamanan dalam ruang) sebagai kriteria bangunan hijau untuk memperoleh
ruang bangunan yang berkelanjutan. Di dalamnya meliputi program pemeriksaan
dan pemeliharaan secara berkala untuk pengendalian rokok, pengukuran bebas
pencemar fisik dan kimia, pembersihan alat bantu ventilasi dan pengukuran

171
Universitas Indonesia
jumlah bakteri secara berkala, kenyamanan visual dan kebisingan, dan survei baku
kenyamanan ruang perlu dilakukan. Pemerintah daerah dan Kementrian PUPR
dapat mengarahkan kepada perolehan kriteria tersebut dan memberikan
penghargaan kepada hunian vertikal perkotaan yang mencapai kriteria tersebut.

Penyesuaian kebijakan perlu dilakukan untuk rumah susun dalam rangka


menghindari multitafsir penerapan dari peraturan yang berlaku. Sebagai contoh
SNI 03-7013-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Fasilitas Lingkungan Rumah
Susun Sederhana, SNI ini belum sesuai untuk hunian rusunami karena rusunami
memiliki pertimbangan ekonomi yang ketat. Kebijakan lain yang kontraproduktif
seperti Undang-undang No.20 tahun 2011 pasal 75 tentang Rumah Susun yang
menyatakan bahwa pembentukan P3SRS hanya bisa dilakukan oleh pihak
pengembang. Ketentuan ini bertentangan dengan pasal 74 ayat 1 yang
menyatakan penghuni rumah susun wajib membentuk P3SRS.

Selain itu, pengertian layak huni di Undang-undang ini juga multitafsir, masih
belum dipahami secara utuh oleh berbagai pihak. Oleh karena layak huni yang
dimaksud masih sebatas fisik bangunan dan teknis operasional belum menyentuh
aspek sosial dan kelangsungan hidup yang berkaitan dengan program sosial-
budaya di hunian vertikal. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang
Rumah Susun pasal 35 menyatakan ijin layak huni dilakukan pemerintah daerah
yaitu Perda Nomor 1 Tahun 1991, namun dalam Peraturan Daerah khusus
Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 1991 tentang Rumah Susun pasal 11 menyatakan
tentang teknis pelaksanaan ijin layak huni, belum tegas menyatakan dimensi
sosial dari layak huni. Menurut Hoesin (2013) Rumah yang layak harus dimaknai
dari beberapa segi, diantaranya: segi sosiologis, filosofis, kesehatan, legalitas
maupun dari sisi fisik, apalagi dari sisi energi yaitu hemat energi. Jadi perlunya
kebijakan-kebijakan baru untuk rusunami, terutama dalam pengelolaan sosial
budaya masyarakat hunian vertikal.

Selanjutnya untuk mengatasi keresahan penghuni tetap hunian vertikal perlu


adanya peraturan yang membatasi perubahan fungsi hunian vertikal menjadi

172
Universitas Indonesia
service apartement (Arie, 2004). Arti service apartement di sini adalah rusunami
yang sebagian berubah fungsi menjadi hotel atau penginapan sewa. Dari hasil
obeservasi penulis, kerawanan yang sering terjadi seperti penyewaan unit untuk
kegiatan-kegiatan yang tidak dikehendaki pemilik unit dan tetangganya seperti
untuk disewakan pada pihak untuk perbuatan asusila dan pengedaran narkoba,
yang menimbulkan keresahan penghuni lainnya yang benar-benar menetap di
hunian vertikal.

Dari aspek ekonomi yang menurut penghuni sangat merugikan adalah


peningkatan kualitas fisik hunian dan biaya pengelolaan yang kurang
dikomunikasikan dengan jelas perubahan biaya dan dibebankan kepada penghuni.
Ini memerlukan aturan yang jelas dan sosialisasi yang rinci kepada penghuni.
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun pasal 57
dinyatakan biaya pengelolaan diatur dalam peraturan menteri yang membidangi
bangunan gedung dan pada bab 8 pasal 61-69 disebutkan peningkatan kualitas
rumah susun harus disetujui 60% anggota P3SRS dan bekerjasama dengan pelaku
pembangunan.

Berkaitan dengan KUDR, penghuni perlu mendapatkan pengetahuan yang cukup


tentang K3, seperti penggunaan dan penyimpanan bahan kimia berbahaya.
Penghuni juga didorong untuk bepartisipasi untuk memilih tipe AC dan penghisap
asap yang baik, memilih bahan finishing dan perabotan yang tidak mengandung
formaldehide dan VOC, tidak merokok dalam unit namun disediakan ruang
khusus dengan penghisap asap (standar GBCI), dan memelihara tanaman indoor
penyerap polutan. Penghuni dihimbau untuk rajin membersihkan unitnya,
menyikat kamar mandi, tidak membuang sisa makanan ke dalam saluran
pembuangan, dan membuang sampah setiap hari di tempat yang disediakan sesuai
pemilahannya.

Kepadatan hunian rusunami di bawah 36 m2 per unit menurut standar di Indonesia


masih memenuhi kriteria namun untuk standar kesehatan masih di bawah standar
WHO minimal 40 m2 per unit. Perencanaan luas unit sebaiknya tidak kurang dari

173
Universitas Indonesia
40 m2 per unit. Pembagian ruang sebaiknya tidak berlaku dengan partisi tetap
namun dapat disesuaikan dengan kebutuhan, contohnya pemanfaatan dinding
partisi geser. Dengan demikian sirkulasi udara dapat berganti lebih leluasa dan
ruang kelihatan lebih luas serta tidak menimbulkan kebosanan.

Untuk meningkatkan kompetensi pengelola dalam hal KUDR, selain pelatihan


K3, untuk pengelola yang berposisi pengambil keputusan perlu mengikuti
pelatihan green assosiate yang diadakan GBCI. Pelatihan ini memberikan
wawasan dan kesadaran tentang pentingnya merencanakan bangunan ramah
lingkungan, berkaitan dengan persoalan penanganan sampah, perhitungan daya
dukung lingkungan, pertimbangan kesehatan dan kenyamanan ruang, serta
program-program yang dapat meningkatkan kapasitas pengelola. Pelatihan lain
yang diperlukan adalah pelatihan yang berkaitan dengan pembentukan masyarakat
yang berbudaya di hunian vertikal supaya pengelola memahami perlunya hirarki
ruang, kehidupan sosial-budaya, kontrol sosial, dan strategi penanganan konflik.

4.6.3 Masukan tentang Desain Arsitektur Hunian


Berikut ini adalah masukan mengenai arsitektur hunian vertikal perkotaan supaya
lebih sehat, hemat energi, dan berkelanjutan:
• Untuk memberi pandangan yang lebih luas dalam unit yang terbatas. Penghuni
dapat memilih warna pembatas ruang (lantai, dinding dan plafond) dengan
warna putih atau warna muda. Terutama plafond dan dinding yang berperan
utama sebagai pemantul cahaya. Dinding dapat dipadukan dengan elemen
cermin yang besar. Perabotan yang fleksibel dan menghindari banyak bentuk
3D untuk menghindari bayangan dan terkesan mengisi ruangan lebih penuh.
Gunakan material pembagi berwarna transparan. Penghias ruangan prioritas
yang menempel pada dinding. Pilihan bentuk yang sederhana dan geometris
atau dengan lampu wall washer yang mudah diganti polanya untuk mengganti
suasana ruang.
• Untuk menghindari bahan yang dapat menimbulkan polutan. Penghuni
sebaiknya memilih perabotan dengan perekat alami untuk menghindari bahan
perekat sintetik dan asbestos. Untuk pengganti Wall paper yang mengandung

174
Universitas Indonesia
formaldehide, memilih Wall paper 3D terbuat dari serat alam (fiber plant),
tidak mahal dan ramah lingkungan, dan merupakan bahan daur ulang.
• Untuk kemudahan kebersihan dan pemeliharaan, memilih cat yang mudah
dibersihkan dan tahan lama easy clean dan odorless, anti jamur, dan tidak
mengandung VOC.
• Untuk penghematan ekonomi dan energi, memilih lampu LED. Jenis lampu
downlight mengesankan plafon lebih tinggi dan menghindari silau, sudut lebih
lapang, dan tidak panas. Pilihan yang berwarna Cool light supaya terkesan
lebih dingin. Dinding dengan warna hijau muda memantulkan intensitas
paling besar sehingga lebih hemat energi. Kaca menggunakan roller blind,
lebih efektif menahan panas dan mudah dibersihkan dengan cara sedot debu.
• Untuk mempercepat penyerapan polusi dan menghindari bakteri, penghuni
dapat menambah tanaman indoor antipolusi dan memilih AC anti bakteri.

175
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian, dapat disimpulkan sesuai
tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Menemukan pola dimensi manusia penghuni dan pengelola dengan


pengetahuan, persepsi, dan partisipasi melalui kualitas udara ruang untuk
mencapai keberlanjutan di hunian vertikal perkotaan.
Yang terdiri atas beberapa rincian tujuan:
a. Menemukan dimensi penghuni yang optimal untuk mempengaruhi
kualitas udara dalam ruang dengan pengetahuan, persepsi, dan
partisipasi penghuni.
Tujuan ini tercapai dengan didapatkan dimensi penghuni yang optimal, yaitu
dimensi penghuni yang terdiri atas indikator-indikator kenyamanan fisik,
kenyamanan psikis, aktivitas berpotensi polutan, dan partisipasi kesehatan.
Keempat indikator dimensi penghuni tersebut mempunyai kekuatan yang
signifikan untuk mencapai kualitas udara dalam ruang. Faktor pengaruh
pengetahuan yang terdiri atas pengetahuan dampak polutan dan pengetahuan
kebersihan sangat memperkuat capaian efektivitas kualitas udara dalam ruang
sebagai variabel suppressor.
b. Menghubungkan dimensi pengelola yang optimal untuk mempengaruhi
kualitas udara dalam ruang dengan pengetahuan, persepsi, dan
partisipasi pengelola.
Tujuan ini tercapai dengan didapatkan dimensi pengelola yang optimal, yaitu
dimensi pengelola yang terdiri atas kemampuan melayani, kemampuan
memeriksa, kemampuan mengatur, dan kemampuan memotivasi. Keempat
indikator dimensi pengelola tersebut mempunyai kekuatan untuk mencapai
kualitas udara dalam ruang. Faktor pengaruh pengetahuan yang terdiri atas
pengetahuan dampak polutan, pengetahuan kebersihan, dan taraf pendidikan

176
Universitas Indonesia
memperkuat capaian efektivitas kualitas udara ruang sebagai variabel
suppressor.
c. Membuat pola kesatuan dimensi penghuni dan dimensi pengelola yang
mempengaruhi kualitas udara ruang dengan pengetahuan, persepsi, dan
partisipasi penghuni dan pengelola.
Tujuan ini tercapai dengan didapatkan kesatuan dimensi penghuni dan
dimensi pengelola. Kesatuan tersebut dicapai bila dimensi pengelola berperan
mendorong dimensi penghuni untuk memperoleh efektivitas kualitas udara
dalam ruang. Pengetahuan baik pengetahuan penghuni dan pengetahuan
pengelola berfungsi sebagai variabel suppressor. Pengetahuan penghuni
cukup kuat mendorong dimensi penghuni dan pengetahuan pengelola kuat
mendorong dimensi pengelola. Pengetahuan pengelola lebih berperan
mendorong pada keseluruhan konstruk. Kemampuan mendorong atau
memotivasi oleh pengelola dapat diwujudkan dalam bentuk program
kampanye KUDR untuk unit sehat dan aktivitas berkumpul penghuni untuk
berolahraga atau berpartisipasi dalam hal kebersihan. Pengetahuan penghuni
yang mempengaruhi ialah pengetahuan dampak polutan dan pengetahuan
kebersihan. Pengetahuan pengelola yang mempengaruhi ialah pengetahuan
dampak polutan, pengetahuan kebersihan, dan tarah pendidikan. Jadi
kompetensi pengelola lebih dominan.

2. Menyusun model dimensi manusia untuk keberlanjutan di hunian


vertikal perkotaan melalui kualitas udara dalam ruang.
Tujuan penelitian ini tercapai dengan tersusunnya model dimensi manusia untuk
keberlanjutan hunian vertikal perkotaan dengan kajian kualitas udara dalam ruang
dari hasil analisis PLS-SEM. Hasilnya, dalam model ini, penulis menyusun
pengetahuan, persepsi dan partisipasi bagian dari dimensi budaya sebagai dasar
perilaku untuk mencapai kesehatan unit hunian. Pengetahuan, persepsi, dan
partisipasi sebagai energi penggerak ke arah keberlanjutan ketiga dimensi sosial,
dimensi lingkungan, dan dimensi ekonomi. Susunan faktor-faktor yang
mempengaruhi KUDR terbagi sesuai dimensi sosial, dimensi lingkungan, dan
dimensi ekonomi. Kenyamanan ruang dan sosial budaya di hunian vertikal adalah

177
Universitas Indonesia
bagian dari dimensi sosial. Kelegaan ruang dan dukungan lingkungan bagian dari
dimensi lingkungan. Pemeliharaan ruang dan kemudahan ekonomi bagian dari
dimensi ekonomi.

3. Mengaplikasikan model dimensi manusia untuk keberlanjutan di hunian


vertikal perkotaan melalui kualitas udara dalam ruang untuk
mengevaluasi kinerja pengelola.
Tujuan penelitian ini tercapai dengan tersusunnya model aplikasi dimensi manusia
untuk keberlanjutan hunian vertikal perkotaan dengan kajian kualitas udara dalam
ruang dari hasil analisis ANN-SOM. Hasilnya, dalam model ini, penulis
menyusun karakterisasi data pendapat penghuni atau pengguna menjadi nilai dari
dimensi sosial, dimensi lingkungan, dan dimensi ekonomi. Nilai tersebut dapat
tersusun pada model dimensi manusia untuk keberlanjutan hunian vertikal
perkotaan dengan kajian kualitas udara dalam ruang. Jadi, hasilnya dapat dilihat
keseimbangan antara dimensi sosial, dimensi lingkungan, dan dimensi ekonomi.
Selain itu, hasil ini memperlihatkan nilai keberlanjutan pengelolaan hunian
vertikal perkotaan. Model aplikasi ini dapat digunakan untuk menilai dan
mengevaluasi kinerja pengelola setiap tahun atau secara berkala.

5.2 Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis memberikan saran-saran kepada pihak
yang berkepentingan pada kualitas udara dan kesehatan di hunian vertikal
perkotaan.

A. Saran kepada penghuni rusunami di Jakarta:


1. Menjalin komunikasi yang baik dengan pengelola untuk menghindari konflik
dan memberikan masukan kepada pengelola supaya pengelolaan sampai
kepada program kesehatan dan KUDR.
2. Memilih hunian vertikal dengan pengelola yang berpengalaman minimal 3
tahun khususnya mempunyai kompetensi pada bidang KUDR dan memiliki
program-program yang secara aktif mengajak penghuni untuk berpartisipasi
pada program gaya hidup sehat.

178
Universitas Indonesia
3. Memilih perlengkapan ruang yang aman dari polutan indoor dan melakukan
aktifitas yang dapat menjaga kesehatan dan kualitas udara dalam ruang unit,
dan segera melaporkan bila timbul bau udara yang perlu diwaspadai kepada
pengelola.

B. Saran kepada pengelola rusunami di Jakarta:


1. Menyegerakan pembentukan P3SRS yang terdiri atas perwakilan penghuni
dan pengelola agar terjalin komunikasi yang efektif untuk tindak lanjut
pengelolaan bersama agar tercapai kelangsungan hidup sehat di hunian.
2. Melakukan survei kebutuhan kesehatan dan kenyamanan (indoor health and
comfort) penghuni secara berkala (1 tahun sekali) supaya meningkatkan mutu
pelayanan dan menyelesaikan masalah yang teridentifikasi dari hasil survei.
3. Meningkatkan kapasitas/kompetensi pengelola dalam bidang manajemen
pengelolaan penghuni dan pengetahuan tentang perubahan gaya hidup
perkotaan yang dinamis. Pengelola yang kreatif dan berpengalaman ditandai
dengan program pengelolaan kesehatan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh
penghuni.

C. Saran kepada Pemerintah DKI Jakarta:


1. Mempersyaratkan pengelola yang sudah berpengalaman minimal 3 tahun
dalam pengelolaan rumah susun agar dapat mengelola hunian vertikal
perkotaan yang jumlah unitnya banyak, massa bangunannya besar dan
masalah pembiayaannya lebih kompleks. Dengan demikian kompetensinya
mampu mengatasi konflik sodial dan membuat program-program penghunian
yang memperhatikan sampai pada aspek kesehatan penghuni.
2. Melakukan evaluasi Peraturan Daerah khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun
1991 yang terkait layak huni untuk menghindari multitafsir antar pihak yang
berkepentingan. Rumusan layak huni yang meliputi layak dalam dimensi
sosial, ekonomi dan lingkungan sehingga tidak saja peraturan layak huni yang
mencapai aspek fisik akan tetapi layak huni yang mencapai aspek psikis dan
kesehatan.

179
Universitas Indonesia
3. Membina/mengawal pelaksanaan sistem pengelolaan rusunami khususnya satu
tahun pertama pada awal penghunian yaitu program persiapan penghunian
untuk rusunami baru, dan mendampingi sampai pembentukan P3SRS.

D. Saran untuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat/PUPR:


1. Merevisi Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 15 Tahun 2007
tentang Tata Laksana Pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun
Sederhana untuk rusunami karena untuk rusunami diperlukan peraturan
berbeda dengan rumah susun serhana (yang dikelola pemerintah). Khususnya
aturan mengenai pembentukan P3SRS dalam 1 tahun setelah 1 (satu)
bangunan tinggi selesai dan tidak menunggu keseluruhan kawasan rumah
susun terselesaikan.
2. Mengembangkan peraturan tentang kewajiban survei kebutuhan kesehatan dan
kenyamanan (indoor health and comfort) kepada penghuni secara berkala
yang digunakan sebagai dasar penilaian kinerja pengelolaan di hunian vertikal
tersebut. Selain itu sebagai data masukan bagi pemerintah untuk menentukan
kebijakan baru terkait peningkatan kualitas hidup di perkotaan.
3. Mengevaluasi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21 Tahun
2007tentang Pedoman Layak Fungsi Bangunan Gedung. Layak fungsi tidak
sebatas pada kesehatan yang diakibatkan oleh melemahnya kekuatan struktur
tetapi sampai pada persyaratan sehat KUDR.
4. Mengevaluasi Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah
Susun pasal 69 mengenai peningkatan kualitas rumah susun dan pasal 40 ayat
4 mengenai standar pelayanan minimal prasarana, sarana, dan utilitas umum
yang tidak rinci sehingga berpotensi multitafsir.
5. Mendorong perusahaan swasta untuk membangun hunian vertikal dengan
sertifikat green building, selain meningkatkan nilai bangunan juga memelihara
keberlanjutan operasional bangunan dan mengurangi dampak aktifitas
bangunan kepada lingkungan di perkotaan.

180
Universitas Indonesia
E. Saran untuk perencana dan pengembang rusunami:
1. Mempertimbangkan kelegaan ruang dan pernafasan dalam penentuan luasan
unit hunian dan kelangsungan sirkulasi udara untuk mencapai unit hunian
yang sehat.
2. Memperhitungkan kelembaban, suhu, dan kecepatan udara untuk mencapai
unit hunian yang nyaman, sekaligus terhindar dari tumbuhnya tungau dan
jamur dalam unit hunian.
3. Memilihkan spesifikasi material bangunan yang aman dari timbulnya polutan
udara dan interior yang berpotensi menimbulkan alergi dan gangguan
pernafasan.

F. Saran untuk peneliti selanjutnya:


1. Penelitian yang menguji Model Dimensi Manusia di Hunian Vertikal
Perkotaan yang Sehat dan Berkelanjutan dengan penekanan pada desain yang
mengkaji lebih dalam nilai-nilai pembiayaan operasional jangka panjang
untuk pengelolaan fisik hunian dan pengaruhnya kepada dimensi sosial, salah
satunya dengan pendekatan Life Cycle Analysis (LCA).
2. Penelitian tentang Hunian Vertikal Perkotaan yang Sehat dan Berkelanjutan
dengan penekanan pada sistem hubungan bangunan dan lingkungan yang
lebih menggali berlangsungnya daur air, daur udara dan material
menggunakan konsep 3 R: Reuse, Reduce, dan Recycle dan partisipasi dimensi
manusia.
3. Penelitian-penelitian desain perencanaan bangunan rumah susun yang sehat
dan pengembangan konsep sosial-budaya di hunian vertikal perkotaan.
Metode perencanaan gedung, penghunian dan pengelolaan rusunami yang
berbasis sosial-budaya.

181
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

Air Infiltration and Ventilation Centre (AIVC). (2018). What is Ventilation?


https://www.aivc.org/resources/faqs/what-ventilation. Diunduh 15 Oktober
2018.

Al-Azri, N., Zurigat, Y., Al-Rawahi, N. 2012. Development of Bioclimatic Chart


for Passive Building Design in Muscat-Omar. International Conference on
Renewable and Power Quality. 1(10), 1809-1815.

Alamsyah, H., Samang, L., Wunas, S. (2013). Kinerja prasarana dasar rumah
susun sederhana sewa (rusunawa) Mariso. Jurnal Jurusan Sipil Universitas
Hasanuddin.

Alford, W.P., Weller, R.P., Hall, L., Polenske, K.R., Shen, Y., dan Zweig, D.
(2002). The Human Dimension of Pollution Policy Implementation: Air
Quality in Rural, China. Journal of Contemporary China, 32.

Amir, M.T. (2015). Merancang Kuesioner: Konsep dan Panduan untuk Penelitian
Sikap, Kepribadian, dan Perilaku. Jakarta: Prenadamedia Group.

Andriyana, R. (2016). Analisis Tapak Pasca Pembangunan Tahap 2 Gedung


Apartemen The Green Pramuka City. Tugas Akhir Politeknik Negeri
Jakarta.

Anita, J.P., Putri, D.P., Sobari, M.H., Aryanti, D.N. (2016). Perencanaan dan
Desain Healthy Living di Ruang Publik, Apartemen Sudirman Suites,
Bandung. Jurnal Reka Karsa, Institut Teknologi Nasional (Itenas), 1-12.

Aquinas, S. T. (2014). Stanford encyclopedia of philosophy. First published Mon


Jul 12, 1999; substantive revision Fri May 23, 2014.
https://plato.stanford.edu/entries/aquinas/.

Arie, S.H. (2004). Dinamika Pengaturan Rumah Susun atau Apartemen. Hukum
dan Pembangunan, 317-330.

Arijani, P.D., Haryanto, R. (2016). Preferensi Penghuni Tinggal di Apartemen


Bersubsidi The Modern Golf, Kota Tangerang. Jurnal Pengembangan Kota,
4(2),129-138.http:/ejournal2.undip.ac.id/index.php/jpk. DOI:10.14710/jpk.

ASHRAE. (2016). Heating Ventilating and Air Conditioning (HVAC) System and
Equipment Handbook, Chapter 22.

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta. (2017). Jumlah Penduduk dan
Rasio Jenis Kelamin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi DKI Jakarta .
https://jakarta.bps.go.id/statictable/2017/01/24/91/3-1-2-jumlah-penduduk-
dan-rasio-jenis-kelamin-menurut-kabupaten-kota-di-provinsi-dki-jakarta-
2015.html. Diunduh 4 November 2018.

182
Universitas Indonesia
Balasubramanian, R. dan Lee, S.S. (2012). Characteristics of Indoor Aerosols in
Residential Homes in Urban Locations: A Case Study in Singapore. Journal
of The Air and Management,57(8), 981-990.

Barnes, B.R. (2014). Behavioural Change, Indoor Air Pollution and Child
Respiratory Health in Developing Countries: A Review. International
Journal of Environmental Research and Public Health. ISSN 1660-4601.

Bicard, S.C. dan Bicard, D.F. (2016). Defining Behavior. The Iris Center.
http://iris.peabody. Vanderbilt.edu.

Bonnes, M. (2017). Psychological Theories for Environmental Issues. London:


Routledge. E-Book ISBN 9781351907910.

Borden, R.J (2008). A brief history of SHE: Reflections on the founding and first
twenty five years of the Society for Human Ecology. Human Ecology
Review. 15 (1), 95–108.

Brown, T.; Dassonville, C.; Derbez, M.; Ramalho, O.; Kirchner, S.; Crump, D.;
Mandin, C.. (2015). Relationships between socioeconomic and lifestyle
factors and indoor air quality in French dwellings. Journal Environmental
Research.

Budiyono, A. (2010). Pencemaran Udara: Dampak Pencemaran Udara pada


Lingkungan. Jurnal Lapan, 2(1).

Chen, X., Yang, H., dan Sun, K. (2016). A Holistic Passive Design Approach to
Optimize Indoor Environmental Quality of A Typical Residential Building in
Hongkong. Journal of Energy.

Chenary, B., Carrilho, J.D., Da Silva, G. (2016). Toward sustainable, energy-


efficient and healthy ventilation strategies in Buildings: A review.
Renewable and Sustainable Energy reviews.

Costanza, R., Graumlich, L. Steffen, W., Crumley, C., Dearing, J., Hibbard, K.,
Leemans, R. Redman, C., dan Schimel, D. (2007). Sustainability or
Collapse: What Can We Learn from Integrating the History of Humans and
the Rest of Nature? AMBIO: A Journal of Human Environment. 36(7), 522-
527.

Cunningham, W.P., Cunningham, M.A. (2012) Environmental Science, A Global


Concern. Twelfth Edition. New York: McGraw-Hill.

Damayanti, S. (2011). Model Pembangunan Hunian perkotaan Berkelanjutan di


Perkotaan (Kajian Persepsi, Kepuasan dan Perilaku Penghuni Hunian
perkotaan Cinta Kasih di DKI Jakarta). Disertasi. Program Studi Ilmu
Lingkungan. Universitas Indonesia.

183
Universitas Indonesia
Das, P., Shrubsole, C., Jones, B., Hamilton, I., Chalabi, Z., Davie, M.,
Mavrogianni, A., Taylor, J. (2014). Using Propabilistic Sampling-based
Sensitivity Analyses for Indoor Air Qualty Modelling. Journal of Building
and Environment, 78, 171-182.

Day, J.K., Gunderson, D.E. (2015). Understanding high performance buildings:


The link between occupant knowledge of passive design systems,
corresponding behaviors, occupant comfort and environmental satisfaction.
Journal of Building and Environment.

Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Pendidikan Kewarganegaran, Jakarta:


Depdiknas.

Diana, P. (2013). Ilmu Keperawatan: Mekanisme Ventilasi Pernafasan.


http://putrydiana20.blogspot.co.id/2013/04/mekanisme-ventilasi-
pernafasan.html.

Djalal, F., Supriadi, D. (2001). Konsep Dasar dan Teori Partisipasi. Universitas
Negeri Yogjakarta. http://eprints.uny.ac.id/7720/3/bab%202%20-
%20%2007110241010.pdf.

Dyball, R., dan Newell, Barry. (2015). Understanding Human Ecology. A system
Approach to Sustainability. London: Routledge, Taylor and Francis Group.

Du, L., Prasauska, T., Laivo, V., Turunen, M., Pekkonen, M., Kiviste, M.,
Aaltonen, A., Martuzevicius, D., Shaughnessy, U.H. (2015). Assessment of
indoor environmental quality in existing multi-family buildings in North-
East Europe. Journal of Environment International.

E-Biologi.com. (2015). Pengertian Ekosistem dan Macam-Macam Ekosistem.


http://www.ebiologi.com.

Ehrlich, P.R. dan Ehrlich, A.H. (2012). Solving The Human Predicament.
International Journal of Environmental Studies 69: 557-565.

Enger, E.D., Smith, B.F. (2008). Environmental Science, A Study of


Interrelationships. Twelfth Edition. New York: McGraw-Hill.

EPA. (2018). Indoor Air Quality in Apartments, What if you live in an


apartement. https://www.epa.gov/indoor-air-quality-iaq/indoor-air-quality-
apartments.

EPA. (2017). Basic Information on Pollutants and Sources of Indoor Air


Pollution. https://www.epa.gov/mold/indoor-pollutants-and-sources.

Ferdinan, B.T. (2012). Konsep Dasar dan Teori Partisipasi. E-print Universitas
Negeri Yogyakarta.

184
Universitas Indonesia
Freeman, N.L., Perry, A., dan Bebko, J.M. (2016). Behaviour is Communication:
Nonverbal Communicative Behaviour, 145-155.

Frey, S.E., Destaillats, H., Cohn, S., Ahrentzen, S., dan Fraser, M.P. (2014).
Characterization of Indoor Air Quality and Resident Health in An Arizona
Senior Housing Apartement Building. Journal of The Air & Waste
Management Association. ISSN 1096-2247.

Frias, M.M., Chalabi, Z., Foss, .M. (2014). Quantifying Uncertaunty in health
Impact Assessment: A case-study Example on Indoor Housing Ventilation.
Environment International, 62, 95-103.

Frick, H., Mulyani, H. (2006). Arsitektur Ekologis: Konsep Arsitektur Ekologis di


Iklim Tropis, Penghijauan Kota Dan Kota Ekologis, serta Enargi terbarukan.
Yogyakarta: Kanisius.

Friel, S. (2016). What is Environmental Health? Definition, Types and Sources.


Chapter17/Lesson 1. http://study.com/academy/lesson/what-is-
environmental-health-definition-types-sources.html.

Gang, J. (2016). Three Points of the residential Highr-Rise: Designing for Social
Connectivity. International Journal of High-Rise Buildings, 5(2), 117-125.

Gautami, W. dan Syahrudin, E. (2012). Hubungan Kondisi Lingkungan Hunian


perkotaan dengan Prevalensi Penyakit Respirasi kronis di Jakarta. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Gifford, R. (2007). The Consequences of Living in High-Rise Buildings.


Architecture Science Review, 50(1). University of Sidney.

Gifford, R., Steg, dan L., Reser, J.P. (2011). Environmental Psychology. In IAAP
Handbook of Aplied Psychology, 440-470.

Gifford, R. (2014). Environmental Psychology Matters. Annual Review of


Psychology, 65, 541-547.

Greenpramukacity Official. (2017). About Green Pramuka City.


http://www.greenpramukacity.com/. Diunduh 4 Juni 2017.

Greenship Interior Space Version 1.0. (2012). Greenship Rating Tools untuk
Ruang Dalam. Green Building Council Indonesia.

Hanny. (2013). A Model of Environmental Harmony Towards Sustainable Walk-


up Flats Community in Kemayoran-Jakarta. Humanities and Social
Sciences. 3(11), 1-11.

Hall, E.T. (1988). Hidden Dimension. New York: Random House.

185
Universitas Indonesia
Hapsari, D.W. (2015). Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Perumahan. https://dedewulanhapsari.wordpress.com/2015/01/09/amdal-
perumahan/. Diunduh 2 Februari 2018.

Harb. (2016). The 40m3 innovative experimental room for indoor Air Studies
(IRINA) Development and Validations. Journal of Chemical Engineering
Journal.

Harianto, G. (2014). Keleluasaan Ruang pada Unit Apartemen. E-Journal


Graduate Unpar. Part D-Architecture, 1(2). ISSN: 2355-4274.

Hartatik., Setijanti, P., dan Nastiti, S. (2010). Peningkatan Kualitas Hidup


Penghuni di Rusunawa Urip Sumoharjo Pasca-redevelopment. Seminar
nasional Perumahan Permukiman dalam pembangunan Kota.

Hawkes, J. (2017). The Fourth Pillar of Sustainability : Culture â€TM s essential


role in public planning, (January).

Heston, Y. P. (2014). Kajian Penghunian dan Pengelolaan Rumah Susun yang


Berkelanjutan di Indonesia. Peneliti Balai Litbang Soskling Bidang
Permukiman. http://pracastino.blogspot.co.id/2014/12/kajian-penghunian-
dan-pengelolaan-rumah.html.

Hoesin, H. (2013) Rumah yang Layak, Sehat, dan Hemat Energi, Rumah Apa Itu?
Bukik Ranah Ilmu. Februari.
https://lizenhs.wordpress.com/2013/02/04/rumah-yang-layak-sehat-dan-
hemat-energi-apa-itu/. Diunduh 15 Desember 2018

Hofstede, G. (2011). Dimensionalizing cultures: The Hofstede model in context.


Online Readings in Psychology and Culture, 2 (1). Retrieved from
dx.doi.org/10.9707/2307-0919.1014.

Hong, T., D’Oca, S., Turner, W.J.N., Lange, S.C.T. (2015). An ontology to
represent energy-related occupant behavior in buildings, Part I:
Introduction to the DNAs framework. Journal of Building Environment, 92,
764-777.

Hughes, B.R. dan Ghani,S.A.(2011). A numerical investigation into the feasibility


of a passive-assisted natural ventilation stack device, International Journal
of Sustainable Energy, 30(4), 193-211.

Humaedi, M.A. (2016). Etnografi Bencana: Menakar Peran para Pemimpin Lokal
dalam Pengurangan Resiko Bencana. LKIS, Yogyakarta.

Hussain; Vendavarz, A.; Kumar, S.; Muhammed. (2006). HVAC : Handbook Of


Heating, Ventilation, And Air conditioner (1st ed.). New York: Industrial
Press. ISBN 0-8311-3163-2.

186
Universitas Indonesia
Hutchison, E.D. (2018). Dimensions of Human Behavior: Person and
Environment. USA: SAGE, 11.

Ito, K., Horikawa, K.. (2016). Toward The Development of An In Silico Human
Model for Indoor Environmental Design. Proceeding Japan Academic,
Series B, 92. DOI: https://doi.org/10.2183/pjab.92.185.

Jakarta Bisnis. 2017. Pendatang Baru di Jakarta: Daya Beban Kota ada Batasnya.
http://jakarta.bisnis.com/read/20170625/77/665960/pendatang-baru-di-
jakarta-djarot-daya-beban-kota-ada-batasnya. Diunduh 12 Kktober 2018.

Jaya, I.G.N.M., dan Sumertajaya, I.M. (2008). Pemodelan Persamaan Struktural


Dengan Partial Least Square. Seminar nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika.

Jogo, N. (2016). Pengelolaan dan Konsep, Solusi Rukun di Apartemen.


http://industri.kontan.co.id/news/pengelolaan-konsep-solusi-rukun-di-
apartemen.

Jonsson, A.Z., dan Wilheemsson, M. (2013). Impact of perceived indoor


Environment Quality on Overall Satisfaction in Swedish Dwellings.
Building and Environment, 63, 134-144.

Kalantidou, E. (2013). Design Psychology: Exploring The Human Dimension of


Designing ‘Otherwise’. Zoontechnica. The Journal of Redirective Design.
Griffith University.

Kallo, E. (2009). Potensi Konflik dan Solusi Hukum dalam Pengelolaan Hunian
perkotaan di Indonesia. Erwin Kallo & Co Property Lawyers. Seminar
Implementasi dan Permasalahan Hukum Pengelolaan Hunian perkotaan di
Indonesia, Jakarta 19 Agustus 2009.

Kang, N.N., Kim, J.T., Lee, T.K. (2014). A Study on the Healthy Housing Quality
of Multi-family Attached House According to Dwelling Unit Age. Energy
procedia, 62, 505-602.

Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. (2015). Peraturan Menteri Dalam


Negeri Nomor 39 Tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi
Pemerintah.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1999). Keputusan Menteri


Kesehatan Nomor 249 Tahun 1999 tentang Standar Minimal Rumah Sehat.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1999). Keputusan Menteri


Kesehatan Nomor 829 Tahun 1999 tentang Persyaratan Kesehatan Rumah.

187
Universitas Indonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1077 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara
Dalam Ruang Rumah.

Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia. (2007). Peraturan Menteri


Pekerjaan Umum Nomor 05 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi.

Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia. (2007). Peraturan Menteri


Pekerjaan Umum Nomor 25 Tahun 2007 tentang Pedoman Layak Fungsi
Bangunan Gedung.

Kementerian Perumahan Rakyat Republik Indonesia. (2007). Peraturan Menteri


Negara Perumahan Rakyat Nomor 15 Tahun 2007 tentang Tata Laksana
Pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Sederhana.

Khasinah, S. (2013). Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat.


Jurnal ilmiah DIDAKTIKA, 13(2), 296-317.

Klockner, C.A. (2015). The Psychology of Pro-Environmental Communication:


Beyond Standard Information. Book of Springer.

Konsultanstatistik.com. (2016). SEM (Structural Equation Modelling).


http://www.konsultanstatistik.com/2009/03/structural-equation-
modeling_17.html.

Kuswahyono, I. (2004). Hukum Rumah Susun Suatu Bekal Pengantar


Pemahaman. Malang: Bayumedia Publishing. Perhimpunan Penghubi.
http://perhimpunan-penghuni.com/definition.html.

Lachini, T., Coello, Y., Frassinetti, F., Senese, V.P., Galante, F., dan Ruggiero, G.
(2016). Peripersonal and Interpersonal Space in Virtual and Real
Environment: Effects of Gender and Age. Journal of Environmental
Psychology, 45, 154-164.

Lai, A.C.K., Mui, K.W., Wong, L.T., Law, L.Y. (2009). An Evaluation Model for
indoor Environment Quality (IEQ) acceptance in residential buildings.
Journal of Energy and Buildings.

Laurens, J. M. (2005). Arsitektur dan Perilku Manusia. Jakarta: Grasindo,


Gramedia.

Lee, S. Dan Lee, J. (2012). Outbreak Investigations and Identification of


Legionella in Contaminated Water. Journal of Legionalle, 87-118. Part of
The Methods in Molecular Biology, 954.

188
Universitas Indonesia
Living Beyond Green. (2013). Sustainable Apartement Living.
http://www.livingbeyondgreen.com/residents-resources/. Diunduh 15
Desember 2017.

Loftness, V., Hakkinen, B., Adan, O. dan Nevalainen, A. (2007). Elements that
Contribute to Healthy Building Design. Environmental Health Perspectives.
115(6), 965-970.

Lubis, I. P.L. (2014). Keberadaan Bakteri Legionella Pada Ruangan Ber-AC dan
Karakteristik serta Keluhan Kesehatan Pegawai di Kantor Gubernur
Sumatera Utara.

Luthfiah. (2010). Perubahan Bentuk dan Fungsi Hunian pada Rumah Susun Pasca
Penghunian. Jurnal Ruang, 2(2).

Marlina, E. (2008). Panduan Perancangan Bangunan Komersial. Yogyakarta:


Penerbit Andi.

Maslow, A., Maslow, P.A., dan Trabajo. (2015). Hierarchy of Needs.A First Look
at Communication Theory by Griffin. USA: E.McGraw-Hill, 124-133.

Meadows, D., dan Randers, J. (2012). The Limits to Growth, The 30-year update.
Rouledge. London: Taylor and Francis Group.

Miller, G.T., dan Spoolman, S.E. (2012). Living in The Environment. USA:
Brooks/Cole.

Mudjiono, Y. (2012). Komunikasi Sosial. Jurnal Ilmu Komunikasi, 2(1). ISSN:


2088-981X.

Mukono (2010). Pengaruh Kualitas Udara dalam Ruang Ber-AC terhadap


Gangguan Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Airlangga. http://mukono.blog.unair.ac.id/2010/02/11/pengaruh-kualitas-
udara-dalam-ruangan-ber-ac-terhadap-gangguan-kesehatan/.

Murakami, S., Kaneko, T., Ito, K., dan Fukao, H. (2006). Study on The
Productivity in Classroom (part1) Field Survei on Effect of Air
Quality/Thermal Environment on Learning Performance. Elsevier, 1, 271-
276.

Mustafa, A.F., Trisutomo, S., dan Hamzah, B. (2011). Komparasi Perilaku


Penghuni Hunian perkotaan Dengan Penghuni Permukiman Kumuh. (Studi
Kasus: Hunian Perkotaan Sewa Mariso, Kota Makassar). Pascasarjana
Universitas Hasanuddin. http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/
c543580107c8d67a2a6ba2f 7149bbb32.pdf.

Nasution, N.A. (2015). Pengaruh ruang Hunian Apartemen pada Kenyamanan


Penghuni. narizkaayu@gmail.com. https://id.scribd.com/document/

189
Universitas Indonesia
330295346/Artikel-Jurnal-Ilmiah-Pengaruh-Ruang-Hunian-Apartemen-
Pada-Kenyamanan-Penghuni.

NIOSH/ National Institute for Occupational Safety and Health. (2017). Factor
Affecting Indoor Air Quality. https://www.cdc.gov/niosh/pdfs/sec_2.pdf

Norton, E.C., Ng, S.W., dan Popkin, B.M. (2009). Why have physical Activity
Levels Declined among Chinese Adults? Findings from the 1991-2006
China Health and Nutrition Surveis. Social Science dan Medicine, 68(7),
1305-1314.

Nosariantari, A.W., Liani, W.S., Octaviari, I., Widjaja, I. P., dan Brunner, T.
(2016). Tata Letak dan Jenis Lift terhadap Struktur dan Bentuk Massa
Easton Park Apartment. Jurnal Reka Karsa, 4(1), 1-13. Institut Teknologi
Nasional.

Pang, K. (2003). Self-Organizing Maps, Neural Networks. Fall.


https://www.cs.hmc.edu/~kpang/nn/som.html. Diunduh 3 Maret 2017.

Pemerintah Republik Indonesia. (1988). Peraturan Pemerintah Nomor 04 Tahun


1988 tentang Rumah Susun.

Pemerintah Republik Indonesia. (1999). Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun


1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

Pemerintah Republik Indonesia. (2003). Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun


2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan..

Pemerintah Republik Indonesia. (2012). Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun


2012 tentang Izin Lingkungan.

Pemerintah Republik Indonesia. (1960). Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960


tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Pemerintah Republik Indonesia. (1985). Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985


tentang Rumah Susun.

Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009


tentang Lingkungan Hidup.

Pemerintah Republik Indonesia. (2011). Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011


tentang Perumahan.

Pemerintah Republik Indonesia. (2011). Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011


tentang Rumah Susun.

190
Universitas Indonesia
Periantalo, J. (2015). Validitas Alat Ukur Psikologi: Aplikasi Praktis. Yogjakarta:
Pustaka Pelajar.

Persily, A. (2015). Challenges in developing ventilation and KUDR standards:


The story of ASHRAE Standar 62. Journal Building and Environment.

Petrus. (2009). Kuesioner Penelitian: Membuat Kuesioner.


http://kuesionerpenelitian.blogspot.co.id/.

Prawibawa, D., L., Santosa, R., Arsitektur, J., Teknik, F., Teknologi, I., dan
Nopember, S. (2015). Konsep Arsitektur Hijau Sebagai Penerapan Hunian
Susun di Kawasan Segi Empat Tunjungan Surabaya, 4(2), 2–6.

Pramudita, B.B. (2015). Pola Distribusi Penyakit Filariasis Akibat Perubahan


Iklim Global (Kajian tentang Daerah Endemik Baru Kota Tanggerang
Selatan). Disertasi Ilmu Lingkungan. Universitas Indonesia.

Public Health. (2016). Sick Building Syndrome: Pengertian, Penyebab, dan


Gejala Sick Building Syndrome. http://www.indonesian-
publichealth.com/sick-building-syndrome/. Diunduh 12 Juli 2017.

Purwaningsih, E., dan Giyarsih, S.R. (2012) Penyesuaian Diri Penghuni Rumah
Susun terhadap Lingkungan Tempat Tinggal (Kasus Penghuni Rumah
Susun Cokrodirjan Yogyakarta). Seminar Nasional Green Urban Housing
Policy. Universitas Diponegoro.

Rapoport, A. (2016). Human Aspects of Urban Form: Towards a Man,


Environmental Approach to urban Form and Design. Oergamon Press,
Oxford, UK.

Ratih, I. W. (2005). Efektivitas Ruang Publik di Rumah Susun: Kajian Perilaku


Penghuni Rusun Case Study: Rusun Industri Dalam.
Http://www.ar.itb.ac.id/wdp.

Razzaghian, F., Rahmana, M.R., dan Shokouki, M.A. (2016). Ecological Analysis
of High-Rise Buildings by Eco City Theory (Case Study: Mashhad
Metropolitan). International Journal of Humanities and Cultural Studies
ISSN 2356-5926.

Rogers. (2015). Revisiting Carl Rogers Theory of Personality. Journal Psyche


http://journalpsyche.org/revisiting-carl-rogers-theory-of-personality/

Rouse, M. (2010). Dimension. Search Data Management. Tech Target.


https://searchdatamanagement.techtarget.com/definition/dimension.
Diunduh 12 September 2017.

Salim, E. (2010). Pembangunan Berkelanjutan, Peran dan Kontribusi Emil Salim.


Jakarta: Gramedia. ISBN: 978-979-91-0258-4.

191
Universitas Indonesia
Santoso, S. (2015). Amos 22 untuk SEM (Structural Equation Modelling) Konsep
Dasar dan Aplikasi. Elex Media Komputindo. Jakarta: Kompas Gramedia.

Sarwono, J., (2017). Teori SEM (Structural Equation Model) dan PLS-SEM.
Jonathansarwono.info/sem/sem.htm.

Schmidt, B.E. (2003). Anthropology of Violence and Conflict. European


Association of Social Anthropologists. Routledge, Taylor & Francis Group,
London and New York, USA.

Setiyawan, A. A., Dwiyanto, A., dan Setyowati, E. (2018). Apartemen di


Gedawang. Tesis, Universitas Diponegoro.

SNI 03-6572 (2001) tentang Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan
Pengkondisian Udara Pada Bangunan Gedung.

Spengler, J.D. dan Chen, Q. (2000). Indoor air quality factors in designing a
healthy building. Journal of Annual review of energy and the environment
vol.25 p.567-600.

Steiner, F.R. (2016). Human Ecology: How Nature and Culture Shape Our World.
Washington: Island Press, 6.

Sugiyono. (2016). Statistika untuk Penelitian. Penerbit Alfabeta. Bandung.

Suhartono, D. (2012). Dasar Pemahaman Neural Network.


http://socs.binus.ac.id/2012/07/26/konsep-neural-network/.

Tanuwidjaya, G., Mustakim, Maman, dan H., Sudarman, A. (2009). Integrasi


Kebijakan Perencanaan dan Desain Hunian perkotaan yang Berkelanjutan
dalam Konsteks Pembangunan Kota. Seminar nasional Green Impact
Indonesia.

Tham, K.W. (2016). Indoor air quality and its effects on humans-A review of
challenges and developments in the last 30 years. Journal of Energy
Building, 130, 637-650. Elsevier.

Tryanni, V. dan Syarifuddin, E. (2013). Prevalensi gangguan Respirasi dan


Hubungannya dengan Perilaku Warga Rumah Susun serta Faktor yang
Berubungan. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

UrbanEdge. (2018). Types of Apartments. https://urbanedge.apartments/types-


sizes-apartments/. Diunduh 18 Agustus 2018.

Wardani, F.K., Suartini, F., Permatasari, I., Yolanda, V., Wasilah, N., dan Putri,
S.D.T. (2016). Teori dan Penerapan Teori Motivasi: Hirarki Kebutuhan
Abraham Maslow. Institut Pertanian Bogor.

192
Universitas Indonesia
Wells, E.M., Berges, M., Metcalf, M., Kinsella, A., Foremen, K., Deraborn, D. G.,
dan Greenberg, S. (2015). Indoor Air Quality and Occupant Comfort in
Homes with deep Versus Conventional Energy Efficiency Renovations.
Journal Building and Environment, 93, 331-338.

WHO/World Health Organization. (2016). Health Topics: Environmental Health.


http://www.who.int/topics/environmental_health/en/. Diunduh 14 Maret
2017.

Widiarso, T. (2005). Tutorial Praktis Belajar Mathlab. Teguh98047@yahoo.com.


Diunduh 11 September 2018.

Widyaningrum, I.A., Pongtuluran, Y., dan Tricahyadinata, I. (2013). Pengaruh


konflik Peran Ganda dan Stres kerja Terhadap Kinerja Karyawan Wanita
pada Swalayan Era Mart 5000 di Samarinda. Fakultas Ekonomi, Universitas
Mulawarman.

Wu, H., Duan, H., Wang, J., Wang, T., Wang, X. (2015). Quantification of
Carbon Emission of Construction Waste by Using Streamlined LCA: A Case
Study of Shenzhen, China. Journal Material Cycles and Waste Management,
17(4) 637-645.

Wulandari, K., Fauzy, A. (2016). Implementasi Self Organizing Maps (SOM)


Untuk Clustering Ketahanan dan Kerentanan Pangan Desa di Kabupaten
Magetan. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika. Universitas
Kanjuruhan Malang.

Xue, Mak, C.M., Ai, Z.T. (2016). A Structured approach to overall environmental
satisfaction in high-rise residential buildings.

Zhang, G., Wang, X.. (2012). Discussion on The Ecological Design of


Architecture in Improving The Indoor Environment Quality. Journal
Applied Mechanics and Materials. 5, 174-177.

Zhang, N., Jin, W., He, J. (2016). Experimental study on the influence of
ventilated window on indoor air quality and energy consumption. Procedia
Engineering.

Zhao, Z., Amansyah, K., Chamoun, R., El-Gohary, N. (2016). Occupant’


Perceptions about Indoor Environment Comfort and Energy Related Values
in Commercial and Residential Buildings. Procedia Environmental
Sciences, 34, 631-640.

193
Universitas Indonesia
Lampiran 1A. Lembar Kuesioner Penghuni

Lembar Kuesioner: PENGHUNI


Persepsi, Perilaku, dan Partisipasi Penghuni dalam Rangka Kesehatan dan Kualitas Udara
dalam Bangunan Apartemen di DKI Jakarta

A. PENJELASAN
Kami mengucapkan terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari yang telah
berkenan untuk meluangkan waktu untuk mengisi lembar kuesioner ini.

Survei ini dilakukan dalam rangka penelitian tentang persepsi, perilaku, dan partisipasi
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari yang berkenaan dengan aktivitas kesehatan dan pengetahuan
tentang pengelolaan Kualitas Udara dalam (KUDR) Ruang di Apartemen.

Sebelumnya, peneliti mengucapkan terima kasih atas kerjasama Bapak/Ibu/Saudara/Saudari.

B. PERTANYAAN SELEKSI
Apakah saudara/saudari telah tinggal di apartemen ini minimal 1 tahun? Ya Tidak

Jika Anda menjawab ‘Ya’ maka Anda dapat melanjutkan ke pertanyaan berikutnya.
Apabila Anda menjawab ‘Tidak’ maka mohon maaf Anda tidak dapat melanjutkan
pengisian kuesioner. Terima kasih atas kerjasama Anda.

C. DATA PRIBADI
Berikan tanda Silang (X) pada penelitian pernyataan yang tersedia di bawah ini:

1 Unit di Blok/Tower : No.................


2 Jenis Kelamin : Pria Wanita
3 Usia : 20-29 tahun 30-39 tahun 40-49 tahun
50-59 tahun >60 tahun
4 Suku :
5 Status Pernikahan : Menikah Belum Menikah Lain-lain
6 Pendidikan Terakhir : SMP SMU/STM D3/S1
Lainnya: ...........................
7 Pekerjaan : PNS Swasta Wiraswasta

194
IRT Lainnya:............
8 Bidang Pekerjaan : Kesehatan Konstruksi Interior
Lainnya:........
9 Lama Tinggal di : 1-3 tahun 4-6 tahun > 6 tahun
Apartemen ini
10 Tipe Rumah : 20 m2 33 m2 33 m2 sudut
11 Tinggal di lantai ke.. : ......................
12 Jumlah orang di unit : ...................... orang
hunian ini
13 Unit mengggunakan AC Ventilasi Silang Kipas/Exaust

D. PENDAPAT ANDA MENGENAI APARTEMEN INI

Berikanlah tanda silang (X) pada jawaban yang sesuai dengan pendapat Bapak/Ibi/Saudara/i:

Kenyamanan Fisik Ruang

No Pernyataan Sangat Setuju Netral Tidak Sangat


Setuju Setuju Tidak
Setuju
1 Anda dapat melakukan kegiatan pribadi di
rumah ini.
2 Ukuran perabot sesuai dengan kebutuhan
anda
3 Anda dapat berbincang-bincang dengan
keluarga tanpa gangguan di dalam unit
4 Anda mendapat ruang yang cukup untuk
berkumpul bersama di ruang keluarga
5 Anda dapat berkomunikasi dengan tetangga
sebelah di koridor apartemen.
6 Anda dapat mengobrol dengan tetangga di
tempat umum yang telah ditentukan di
apartemen.
7 Anda melihat pemeliharaan bangunan yang
rutin di apartemen ini.
8 Anda selalu melihat ajakan untuk memelihara
ruang dengan baik di bangunan ini.
.
Keterangan : Netral Jika Saudara/i merasa biasa saja bergerak
dalam ruang
Sangat setuju Jika Saudara/i merasa sangat leluasa bergerak Tidak setuju Jika Saudara/i merasa tidak cukup bergerak
dalam ruang, ruang terpelihara, dan ada petunjuk dalam ruang, ruang terpelihara, dan ada
petunjuk
Setuju Jika Saudara/i merasa cukup leluasa bergerak Sangat tidak Jika Saudara/i merasa sangat sempit
dalam ruang, ruang terpelihara, dan ada petunjuk setuju bergerak dalam ruang, ruang kurang
terpelihara, dan tidak ada petunjuk

195
Kenyamanan Psikis Ruang

No Pernyataan Sangat Setuju Netral Tidak Sangat


Setuju Setuju Tidak
Setuju
1 Anda merasa lega/tidak sesak berada di unit
ini.
2 Anda senang berada di rumah ini mendapat
pandangan/view keluar yang bagus.
3 Anda merasa dapat berhemat tinggal di
apartemen ini.
4 Anda mendapat keleluasaan untuk berjualan
atau menjalankan bisnis di apartemen ini.
5 Anda menilai lingkungan di sekitar unit rumah
sangat mendukung kehidupan di apartemen.
6 Pepohonan, air dan suasana di sekitar unit,
dapat mendorong semangat anda beraktivitas.
7 Anda dan keluarga dapat menikmati fasilitas
untuk bermain dan berkegiatan bersama sekitar
apartemen.
8 Anda dapat berkumpul dengan tetangga untuk
beraktifitas tertentu di sekitar apartemen.
.
Keterangan : Netral Jika Saudara/i merasa biasa saja dalam
beraktifitas dan pandangan sekitar
Sangat setuju Jika Saudara/i merasa sangat lega beraktifitas dan Tidak setuju Jika Saudara/i merasa kurang lega
mudah melihat keindahan ruang sekitar beraktifitas dan kurang melihat keindahan
ruang sekitar
Setuju Jika Saudara/i merasa lega beraktifitas dan mudah Sangat tidak Jika Saudara/i merasa tidak lega beraktifitas
melihat keindahan ruang sekitar setuju dan tidak melihat keindahan ruang sekitar

Aktivitas Sumber Polutan

No Pernyataan Sangat Setuju Netral Tidak Sangat


Setuju Setuju Tidak
Setuju
1 Anda/keluarga selalu memasak dengan kompor
yang dilengkapi penghisap asap
2 Ada aktifitas merokok di unit hunian
3 Saudara/keluarga menyemprotkan pengharum
ruangan
4 Anda selalu membersihkan segala sesuatu
menggunakan cairan pembersih
5 Anda menyimpan semprotan serangga, atau cat
di tempat terbuka.
.
Keterangan : Netral Jika Saudara/i sesekali melihat/melakukan
aktivitas tersebut
Sangat setuju Jika Saudara/i melihat/melakukan aktivitas hampir Tidak setuju Jika Saudara/i pernah melihat/melakukan
setiap hari aktivitas tersebut
Setuju Jika Saudara/i sering melihat/melakukan aktivitas Sangat tidak Jika Saudara/i sama sekali tidak pernah
tersebut setuju melihat/melakukan aktivitas tersebut

196
Partisipasi Kesehatan

No Pernyataan Sangat Setuju Netral Tidak Sangat


Setuju Setuju Tidak
Setuju
1 Anda selalu rutin mengelap perabotan setiap
waktu tertentu secara rutin
2 Anda memeriksakan kesehatan keluarga ke
dokter, baik dalam kondisi sakit atau mencegah
penyakit tertentu.
3 Anda memilih pengharum yang tidak
mencemarkan ruangan.
4 Anda sering mengecek kompor/alat memasak
untuk memastikan tidak keluar gas beracun.
5 Anda sesekali membuka jendela untuk
memasukkan udara pagi ke rumah ini.
.
Keterangan : Netral Jika Saudara/i sesekali melihat/melakukan
aktivitas tersebut
Sangat setuju Jika Saudara/i melihat/melakukan aktivitas hampir Tidak setuju Jika Saudara/i pernah melihat/melakukan
setiap waktu tertentu. aktivitas tersebut
Setuju Jika Saudara/i sering melihat/melakukan aktivitas Sangat tidak Jika Saudara/i sama sekali tidak pernah
tersebut setuju melihat/melakukan aktivitas tersebut

Pengetahuan KUDR

No Pernyataan Sangat Setuju Netral Tidak Sangat


Setuju Setuju Tidak
Setuju
1 Anda mengetahui bahwa AC perlu dicek secara
rutin karena untuk menghilangkan debu dan
bakteri.
2 Anda menyadari bahwa penyakit dapat
menular melalui udara.
3 Anda mengetahui bahan cat dan pengharum
tertentu mengeluarkan zat kimia berbahaya ke
udara yang dapat terhirup manusia.
4 Anda memahami perlunya pepohonan yang
banyak untuk menghasilkan oksigen dan
mengurangi pencemaran.
5 Anda mengetahui bahaya merokok dan yang
menghirup asap rokok akan sakit.
.
Keterangan : Netral Jika Saudara/i pernah mendapat informasi
dari media apapun yang bukan pelatihan
Sangat setuju Jika Saudara/i mengetahui hal tersebut karena anda Tidak setuju Jika Saudara/i pernah mendengar hal
sering mendapat pelatihan/pendidikan tentang itu tersebut
Setuju Jika Saudara/i mengetahui hal tersebut karena anda Sangat tidak Jika Saudara/i tidak pernah mendengar hal
pernah mendapat pelatihan/pendidikan tentang itu setuju tersebut

197
E. SARAN DAN KETERANGAN
1. Apa saran Bapak/Ibu/Saudara/i untuk meningkatkan kenyamanan fisik di Apartemen?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................

2. Apa saran Bapak/Ibu/Saudara/i untuk menambah kenyamanan supaya lebih senang


tinggal di apartemen ini?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................

3. Apa usul Bapak/Ibu/Saudara/i supaya kehidupan di apartemen ini lebih sehat?


..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................

Terima kasih kerjasama Bapak/Ibu/Saudara/Saudari telah mengisi kuesioner ini.

*****ŠăĺăƜ ŠƐħåť*****

198
Lampiran 1B. Lembar Kuesioner Pengelola

Lembar Kuesioner: PENGELOLA


Persepsi, Pengelolaan, dan Partisipasi dalam Rangka Kesehatan dan Kualitas Udara dalam
Bangunan Apartemen di DKI Jakarta

A. PENJELASAN
Kami mengucapkan terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari yang telah
berkenan untuk meluangkan waktu untuk mengisi lembar kuesioner ini.

Survei ini dilakukan dalam rangka penelitian tentang persepsi, pengelolaan, dan partisipasi
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari yang berkenaan dengan aktivitas kesehatan pengelolaan Kualitas
Udara di Apartemen.

Sebelumnya, peneliti mengucapkan terima kasih atas kerjasama Bapak/Ibu/Saudara/Saudari.

B. PERTANYAAN SELEKSI
Apakah saudara/saudari telah bekerja di apartemen ini minimal 1 tahun? Ya Tidak

Jika Anda menjawab ‘Ya’ maka Anda dapat melanjutkan ke pertanyaan berikutnya.
Apabila Anda menjawab ‘Tidak’ maka mohon maaf Anda tidak dapat melanjutkan
pengisian kuesioner. Terima kasih atas kerjasama Anda.

C. DATA PRIBADI
Berikan tanda Silang (X) pada penelitian pernyataan yang tersedia di bawah ini:

1 Alamat tinggal : Kel................ Kec.................... Kota................


2 Jenis Kelamin : Pria Wanita
3 Usia : 20-29 tahun 30-39 tahun 40-49 tahun
50-59 tahun >60 tahun
4 Suku :
5 Status Pernikahan : Menikah Belum Menikah Lain-lain
6 Pendidikan Terakhir : SMP SMU D3/S1
Lainnya: ...........................
7 Bekerja pada bagian : Kebersihan Persampahan Perbaikan
Pemeliharaan Lainnya:............

197
8 Bidang Pekerjaan : Kebersihan Pemeliharaan Perbaikan
Manajemen Lainnya:............ ........................
9 Lama Bekerja di : 1-3 tahun 4-6 tahun > 6 tahun
Apartemen ini
10 Pelatihan KUDR : Dasar Menengah Ahli
yang diikuti
11 Lembaga yang :
mengadakan ......................

D. PENDAPAT ANDA MENGENAI APARTEMEN INI

Berikanlah tanda silang (X) pada jawaban yang sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu/Saudara/i,
dengan ketentuan sebagai berikut:

Mengatur
No Pernyataan Sangat Setuju Netral Tidak Sangat
Setuju Setuju Tidak
Setuju
1 Menurut saudara penghuni perlu mempunyai
ruang privasi yang sesuai dengan kebutuhan
fisik dan psikisnya.
2 Menurut saudara penghuni perlu mempunyai
dan ruang bersosialisasi yang sesuai dengan
kebutuhan fisik dan mentalnya.
3 Selama ini, sebagai bagian dari karyawan anda
mendapatkan kesempatan untuk ikut menata-
tertibnya penggunaan ruang-ruang.
4 Selama ini anda dan tim telah berusaha
mengatur penggunaan ruang-ruang agar tidak
bentrok, nyaman dan tertib.
5 Aturan tata tertib pemanfaatan ruang-ruang
dalam apartemen menurut anda sudah
diusahakan sebaik-baiknya.
.
Keterangan : Netral Jika Saudara/i berpendapat hal ini mungkin
dapat dilakukan
Sangat setuju Jika Saudara/i berpendapat hal ini harus dilakukan Tidak setuju Jika Saudara/i berpendapat hal ini tidak
terlalu perlu dilakukan
Setuju Jika Saudara/i berpendapat hal ini perlu dilakukan Sangat tidak Jika Saudara/i berpendapat sangat tidak perlu
setuju dilakukan

198
Memeriksa

No Pernyataan Sangat Setuju Netral Tidak Sangat


Setuju Setuju Tidak
Setuju
1 Pemeriksaan alat-alat operasional bangunan
dilaksanakan secara rutin oleh petugas.
2 Anda pernah mendapat tugas memeriksa-
memantau-mengawasi pemeriksaan kondisi
unit bangunan apartemen.
3 Petugas mempunyai lembaran daftar ceklis
untuk memeriksa-memantau bangunan.
4 Perbaikan alat-alat operasional dan kerusakan
bagian bangunan dilakukan dengan segera dan
cepat terselesaikan.
5 Hasil perbaikan dilaporkan ke atasan dan
dievaluasi untuk peningkatan pelayanan.
.
Keterangan : Netral Jika Saudara/i berpendapat hal ini mungkin
dapat dilakukan
Sangat setuju Jika Saudara/i berpendapat hal ini harus dilakukan Tidak setuju Jika Saudara/i berpendapat hal ini tidak
terlalu perlu dilakukan
Setuju Jika Saudara/i berpendapat hal ini perlu dilakukan Sangat tidak Jika Saudara/i berpendapat sangat tidak perlu
setuju dilakukan

Melayani

No Pernyataan Sangat Setuju Netral Tidak Sangat


Setuju Setuju Tidak
Setuju
1 Anda sudah memberikan pelayanan sebaik-
baiknya kepada penghuni dan pengunjung.
2 Menurut anda, pengelola telah memikirkan
memberikan ruang-ruang yang leluasa
beraktivitas dan nyaman.
3 Pengelola berusaha memberikan kesempatan
penghuni untuk mengembangkan usahanya
dengan memperhatikan peraturan yang
berlaku.
4 Manajemen/pengelola semaksimal mungkin
menghijaukan ligkungan bangunan.
5 Kehidupan sosial-budaya adalah kegiatan yang
penting bagi penghuni dan pengunjung.
.
Keterangan : Netral Jika Saudara/i berpendapat hal ini mungkin
dapat dilakukan
Sangat setuju Jika Saudara/i berpendapat hal ini harus dilakukan Tidak setuju Jika Saudara/i berpendapat hal ini tidak
terlalu perlu dilakukan
Setuju Jika Saudara/i berpendapat hal ini perlu dilakukan Sangat tidak Jika Saudara/i berpendapat sangat tidak perlu
setuju dilakukan

199
Memotivasi

No Pernyataan Sangat Setuju Netral Tidak Sangat


Setuju Setuju Tidak
Setuju
1 Menurut anda, pengelola telah
mengkampanyekan hidup sehat dan
kebersihan.
2 Manajemen/pengelola secara rutin
mengadakan pelatihan/penyuluhan kepada
perwakilan penghuni tentang hidup di hunian
apartemen.
3 Manajemen/pengelola membuat peraturan
larangan merokok atau menyediakan ruangan
khusus untuk merokok.
4 Partisipasi penghuni sangat antusias dengan
penyuluhan/ajakan kebersihan lingkungan.
5 Penghuni sangat senang dan melaksanakan
himbauan/ajakan manajemen/pengelola.
.
Keterangan : Netral Jika Saudara/i berpendapat hal ini mungkin
dapat dilakukan
Sangat setuju Jika Saudara/i berpendapat hal ini harus dilakukan Tidak setuju Jika Saudara/i berpendapat hal ini tidak
terlalu perlu dilakukan
Setuju Jika Saudara/i berpendapat hal ini perlu dilakukan Sangat tidak Jika Saudara/i berpendapat sangat tidak perlu
setuju dilakukan

E. SARAN DAN KETERANGAN


1. Apa saja jenis pelatihan/penyuluhan yang telah dilaksanakan oleh pengelola apartemen
untuk penghuni/pengguna?
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................

2. Pemeriksaaan apa saja yang Bapak/Ibu/Saudara/i ketahui selalu dilaksanakan di


apartemen ini?
................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
3. Apa saja keluhan penghuni kepada pengelola yang umumnya disampaikan kepada
Bapak/Ibu/Saudara/i?
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
Terima kasih kerjasama Bapak/Ibu/Saudara/Saudari telah mengisi kuesioner ini.

*****ŠăĺăƜ ŠƐħåť*****

200
Lampiran 1C. Lembar Pengukuran KUDR

Lembar Pengukuran
Kualitas Udara dalam Ruang/Indoor Air Quality Unit Apartemen berdasarkan
PERMENKES No.1077 Tahun 2011
A. PENJELASAN
Kami mengucapkan terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari yang telah
berkenan untuk mengijinkan pengukuran KUDR di unit rumah.

Survei ini dilakukan dalam rangka penelitian tentang persepsi, pengelolaan, dan partisipasi
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari yang berkenaan dengan aktivitas kesehatan pengelolaan Kualitas
Udara di Apartemen.

Sebelumnya, peneliti mengucapkan terima kasih atas kerjasama Bapak/Ibu/Saudara/Saudari.

B. DATA UNIT

1 Unit di Blok/Tower : No.................


2 Pemilik :

C. PENGUKURAN FISIK
Data hasil pengukuran:
No Pengukuran 1 2 3 Satuan
Waktu:
1 PM 10 % RH
2 Suhu Udara (rata-rata/harian) m/dtk
3 Kelembaban µ/m3
o
4 Laju Ventilasi C
Keterangan:..................................................................................................................................

D. PENGUKURAN KIMIA
Data hasil pengukuran:
No Pengukuran 1 2 3 Satuan
Waktu:
1 CO ppm
2 CO2 ppm
3 VOC Ada/tidak
Keterangan:..................................................................................................................................

201
E. PENGUKURAN KONTAMINAN BIOLOGI

Data hasil pengukuran:

No Pengukuran 1 2 3 Satuan
Waktu:
1 Angka Kuman CFU/m3
2 Jamur Ada/tidak
Keterangan:..................................................................................................................................

F. INFORMASI PENDUKUNG
1. Sistem Ventilasi yang digunakan:
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................

2. Jenis material finishing dalam unit hunian:


Dinding:..................................................................................................................................
Perabot:...................................................................................................................................
Lantai:.....................................................................................................................................
Plafond:..................................................................................................................................

3. Jenis spray untuk penggunaan sehari-hari:


Pengharum ruangan:..............................................................................................................
Pembasmi serangga:...............................................................................................................

4. Data lain:
Jenis kompor:..................................................Lama memasak:............................................
Memelihara binatang peliharaan:..........................................................................................

5. Tanda-tanda ISPA:
Pusing Sering batuk Sakit tenggorokan Pilek

Mual Sesak Nafas Mata perih Gatal

6. Informasi tambahan:...........................................................................................................
******

202
Lampiran 2A. Lokasi Pengambilan Sampel Unit Hunian Tower P

No Unit Letak Pengambilan Sampel No Unit Letak Pengambilan Sampel


PI/02/MM PI/07/OC
PI/07/OE
PI/07/OH

PI/08/MC PI/12/ND
PI/08/ME PI/12/NJ

PI/15/NM PI/17/MA

PI/18/NC PI/19/MN
PI/19/ND

PI/21/NH PI/26/MO
PI/26/NK

203
Lampiran 2B. Lokasi Pengambilan Sampel Unit Hunian Tower C(1)

No Unit Letak Pengambilan No Unit Letak Pengambilan


Sampel Sampel
CH/ 06/ JB CH/07/LA
CH/ 06/ LH CH/07/LF
CH/07LN

CH/08/JD CH/09/JI
CH/08/JK CH/09/KM
CH/08/KN CH/09/LC

CH/ 10/ LG CH/ 11/ JC


CH/10/KM CH/ 11/ JG
CH/ 11/ LJ
CH/11/JO

CH/ 12/ KJ CH/ 15/ JG


CH/ 15/ LI

CH/ 17/ JB CH/ 18/ LF


CH/ 17/ JE
CH/ 17/ KN
CH/ 17/ LH
CH/ 17/ LL

204
Lampiran 2C. Lokasi Pengambilan Sampel Unit Hunian Tower C(2)

No Unit Letak Pengambilan No Unit Letak Pengambilan


Sampel Sampel
CH/ 19/ JF CH/ 20/ JG
CH/20/JK

CH/21/JL CH/26/JC
CH/21/KG CH/26/LB
CH/21/LE CH/26/LH

CH/ 27/ KI CH/28/KE


CH/ 27/ LG CH/28/JK
CH/28/LG

CH/29/JH

205
Lampiran 3A. Data Responden Penghuni
UNIT No Persepsi 1 2 3 4 5 6 7 8 P.Kebersihan Usia T.Pendidikan HASIL Pekerjaan Bidang Kerja Lama Tinggal/th Orang/unit K.Fisik (F1) F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 HASIL K.Psikis (P1) P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 HASIL A2 Aktifitas Polusi (A1) A3 A4 A5 HASIL Partisipasi (K1) K2 K3 K4 K5 HASIL P. KUDR (U1) U2 U3 U4 U5 HASIL
P1/02/MM 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1.0 18 SMP 1.0 L L 3 4 4 2 4 2 4 3 2 4 3.1 2 4 2 3 3 3 2 3 2.8 2 4 4 3 2 3.3 4 4 3 3 4 3.5 4 4 3 4 4 3.8
PI/07/OE 2 1 1 1 1 0 1 0 0 1.0 19 SMA 1.0 L L 3 4 4 3 4 2 4 3 3 4 3.4 2 4 2 3 3 3 2 3 2.8 2 4 4 3 2 3.3 4 4 3 3 4 3.5 4 4 3 4 4 3.8
PI/07/OH 3 1 1 1 0 0 1 0 0 1.0 31 D3 3.0 S KONSTRUKSI 1 1 4 3 4 3 2 3 3 3 3.1 3 4 4 2 4 5 3 4 3.6 4 3 4 3 3 3.3 2 3 4 4 5 3.3 3 4 4 5 4 4.0
PI/07/OC 4 1 1 1 0 0 1 0 0 1.0 30 D3 3.0 S KONSTRUKSI 1 1 4 2 4 3 2 3 3 3 3.0 3 4 4 2 4 5 3 4 3.6 4 3 4 3 3 3.3 2 3 4 4 5 3.3 3 4 4 5 4 4.0
PI/08/ME 5 1 1 1 1 0 1 1 0 2.0 33 S2 5.0 PNS PERHUBUNGAN 1 2 4 4 4 3 3 4 4 3 3.6 4 4 2 3 4 3 4 3 3.4 3 3 4 4 2 3.3 3 3 4 4 4 3.5 4 4 4 4 4 4.0
PI/08/MC 6 1 1 1 1 0 1 1 0 2.0 32 S2 5.0 PNS PERHUBUNGAN 1 2 4 4 4 3 3 4 4 3 3.6 4 4 2 3 4 3 4 3 3.4 3 3 4 4 2 3.3 3 3 4 4 4 3.5 4 4 4 4 4 4.0
PI/12/ND 7 1 1 1 0 0 1 1 0 2.0 26 D3 3.0 S KONSTRUKSI 1.5 2 5 5 5 5 5 5 5 5 5.0 5 4 4 3 4 4 4 4 4.0 1 5 4 4 3 4.0 4 3 4 3 4 3.5 5 5 5 5 5 5.0
PI/15/NM 8 1 1 0 0 1 1 0 0 1.0 25 S1 4.0 PNS KESEHATAN 2 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4.0 4 4 4 4 4 4 4 4 4.0 2 3 4 4 4 3.8 4 4 4 4 4 4.0 4 4 4 4 4 4.0
PI/17/MA 9 1 0 1 0 0 1 1 0 2.0 27 D3 3.0 S KONSTRUKSI 2 2 5 5 5 5 5 5 5 5 5.0 5 4 4 3 4 4 4 4 4.0 1 5 4 4 3 4.0 4 3 4 3 4 3.5 5 5 5 5 5 5.0
PI/18/NC 10 1 1 0 0 0 1 1 0 2.0 42 S1 4.0 S KONSTRUKSI 2 1 5 5 5 4 4 4 4 4 4.4 4 4 4 3 4 4 4 4 3.9 3 4 4 4 3 3.8 4 4 4 4 4 4.0 4 4 4 4 4 4.0
PI/19/MN 11 1 1 1 0 0 1 1 0 2.0 28 S1 4.0 S JASA 1 1 4 4 4 4 4 4 4 3 3.9 4 2 4 3 4 4 4 2 3.4 2 4 4 4 4 4.0 4 4 4 4 5 4.0 4 5 5 5 5 4.8
PI/19/ND 12 1 1 1 0 0 1 1 0 2.0 26 S1 4.0 PNS KESEHATAN 2 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4.0 4 4 4 4 4 4 4 4 4.0 2 3 4 4 4 3.8 4 4 4 4 4 4.0 4 4 4 4 4 4.0
PI/21/NH 13 1 1 0 0 1 1 1 0 2.0 28 S1 4.0 S L 2 2 5 4 4 4 4 4 4 4 4.1 4 4 4 3 4 4 4 4 3.9 3 4 3 3 2 3.0 4 4 4 4 4 4.0 4 5 4 4 4 4.2
PI/26/MO 14 1 1 1 1 0 0 1 0 1.0 38 S1 4.0 S IT 5 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3.9 4 2 4 3 4 4 4 3 3.5 4 4 2 4 2 3.0 4 4 4 4 5 4.0 4 4 4 5 5 4.4
PI/26/NK 15 0 1 1 1 0 1 0 0 1.0 50 S1 3.0 S PERTAMBANGAN 2 2 4 4 4 4 2 4 4 2 3.5 4 4 1 2 4 2 4 2 2.9 2 2 2 2 4 2.5 2 4 2 2 4 2.5 4 4 4 4 4 4.0
CH/06/LH 16 1 1 1 1 0 1 1 0 2.0 27 S1 4.0 S JASA 1 1 4 4 4 4 4 4 4 3 3.9 4 2 4 3 4 4 4 2 3.4 2 4 4 4 4 4.0 4 4 4 4 5 4.0 4 5 5 5 5 4.8
CH/06/JB 17 1 1 1 1 1 1 0 0 1.0 29 S1 4.0 S L 2 2 5 4 4 4 4 4 4 4 4.1 4 4 4 3 4 4 4 4 3.9 3 4 3 3 2 3.0 4 4 4 4 4 4.0 4 5 4 4 4 4.2
CH/08/JK 18 1 1 1 0 0 1 1 0 2.0 39 S1 4.0 S IT 5 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3.9 4 3 4 3 4 4 4 3 3.6 4 4 2 4 2 3.0 4 4 4 4 5 4.0 4 4 4 5 5 4.4
CH/08/KN 19 1 1 0 0 1 1 0 0 1.0 49 S1 3.0 S PERTANAHAN 2 2 4 4 4 4 2 4 4 2 3.5 4 4 1 2 4 2 4 2 2.9 2 2 2 2 4 2.5 2 4 3 3 4 3.0 4 4 4 4 4 4.0
CH/08/JD 20 1 1 1 0 0 0 1 0 1.0 22 D3 3.0 L L 5 1 5 4 5 3 2 5 3 5 4.0 4 5 4 5 4 3 4 4 4.1 1 1 3 4 4 3.0 3 3 4 2 2 3.0 2 5 3 5 5 4.0
CH/09/LC 21 1 1 1 0 0 0 1 0 1.0 34 D3 3.0 W KECANTIKAN 2 2 4 4 4 2 2 4 3 3 3.3 4 2 1 2 4 2 3 3 2.6 2 2 5 5 5 4.3 5 5 5 5 5 5.0 4 4 3 5 5 4.2
CH/09/JI 22 0 1 0 0 1 1 0 1 2.0 35 D3 3.0 W WEDDING 2 2 4 4 4 2 2 4 3 3 3.3 4 2 1 2 4 2 3 3 2.6 2 2 5 5 5 4.3 5 5 5 5 5 5.0 4 4 3 5 5 4.2
CH/10/KM 23 0 1 0 0 1 1 1 1 3.0 25 S1 4.0 S JASA 1 2 5 4 4 4 3 3 3 3 3.6 4 4 4 3 4 4 4 4 3.9 4 4 4 4 4 4.0 4 4 4 4 4 4.0 4 3 4 4 3 3.6
CH/10/ LG 24 1 1 0 0 1 0 1 0 1.0 24 S1 4.0 PNS KONSTRUKSI 2 1 4 4 4 2 2 4 4 2 3.3 4 4 2 3 4 4 4 4 3.6 2 2 4 2 2 2.5 2 4 4 2 4 3.0 4 4 3 4 4 3.8
CH/11/JO 25 1 1 1 1 1 1 1 0 2.0 27 S1 4.0 S IT 2 2 4 4 4 4 4 4 3 3 3.8 4 4 2 3 4 4 4 4 3.6 2 2 4 4 2 3.0 2 4 4 4 4 3.5 5 5 4 5 5 4.8
CH/11/JG 26 1 1 1 1 1 0 1 0 1.0 26 S1 4.0 PNS KESEHATAN 2 1 5 5 5 4 3 4 3 3 4.0 4 4 4 4 2 2 3 3 3.3 3 3 4 4 2 3.3 2 2 4 4 2 3.0 4 5 5 5 5 4.8
CH/11/LJ 27 1 1 1 1 0 0 1 0 1.0 40 S1 4.0 L L 4 1 3 4 2 3 4 3 2 1 2.8 3 3 1 2 3 3 3 3 2.6 4 4 3 3 3 3.3 3 3 3 4 5 3.3 4 5 5 5 4 4.6
CH/12/KJ 28 1 1 0 1 0 1 0 0 1.0 24 S1 4.0 S JASA 1 2 5 4 4 4 3 3 3 3 3.6 4 4 4 3 4 4 4 4 3.9 4 4 4 4 4 4.0 4 4 4 4 4 4.0 4 3 4 4 4 3.8
CH/17/JE 29 1 1 0 1 0 0 1 0 1.0 25 S1 4.0 PNS KONSTRUKSI 2 1 4 4 4 2 2 4 4 2 3.3 4 4 2 3 4 4 4 4 3.6 2 2 4 2 2 2.5 2 4 4 2 4 3.0 4 4 3 4 4 3.8
CH/17/JB 30 1 1 0 0 0 1 1 0 2.0 26 S1 4.0 S IT 2 2 4 4 4 4 4 4 3 3 3.8 4 4 2 3 4 4 4 4 3.6 2 2 4 4 2 3.0 2 4 4 4 4 3.5 5 5 4 5 5 4.8
CH/17/LL 31 1 1 1 0 0 1 1 1 3.0 28 S1 4.0 W KONSTRUKSI 3 3 4 4 4 4 2 4 4 4 3.8 4 4 4 3 3 2 4 4 3.5 1 4 2 4 2 3.0 2 4 4 4 4 3.5 3 4 4 4 4 3.8
CH/18/LF 32 1 1 0 0 0 1 1 0 2.0 27 S1 4.0 PNS KESEHATAN 2 1 5 5 5 4 3 4 3 3 4.0 4 4 4 4 3 2 3 3 3.4 3 3 4 4 2 3.3 2 3 4 4 4 3.3 4 5 5 5 5 4.8
CH/19/JF 33 1 1 0 0 1 1 1 0 2.0 39 S1 4.0 L L 4 1 4 4 2 3 4 3 2 2 3.0 3 3 1 2 3 3 3 3 2.6 4 4 3 3 3 3.3 3 3 3 4 5 3.3 4 5 5 5 4 4.6
CH/20/JK 34 0 1 0 0 1 1 1 0 2.0 29 S1 4.0 W KONSTRUKSI 3 3 4 4 4 4 2 4 4 4 3.8 4 4 4 3 3 2 4 4 3.5 1 4 2 4 2 3.0 2 4 4 4 4 3.5 3 4 4 4 4 3.8
CH/20/JG 35 1 1 1 0 0 1 1 0 2.0 57 S1 4.0 W L 3 1 4 4 4 2 2 4 4 5 3.6 4 4 4 3 3 3 4 4 3.6 1 4 2 4 2 3.0 4 4 4 4 4 4.0 4 4 4 4 5 4.2
CH/21/LE 36 1 1 0 0 0 1 0 0 1.0 37 S1 4.0 W KONSTRUKSI 1 2 4 4 4 2 3 4 4 4 3.6 4 3 4 3 3 4 4 4 3.6 4 2 3 4 2 2.8 3 3 4 4 4 3.5 4 4 4 4 4 4.0
CH/21/JL 37 1 1 1 0 1 1 0 0 1.0 56 S1 4.0 W L 3 1 4 4 4 2 2 4 4 5 3.6 4 4 4 3 3 3 4 4 3.6 1 4 2 4 2 3.0 4 4 4 4 4 4.0 4 4 4 4 5 4.2
CH/26/JC 38 1 1 1 0 0 1 0 0 1.0 29 D3 3.0 PNS L 2 2 4 4 5 5 3 4 5 5 4.4 4 5 4 3 5 5 5 4 4.4 3 4 4 4 3 3.8 4 3 4 4 4 3.8 4 4 3 4 4 3.8
CH/27/KI 39 1 1 0 1 0 1 1 0 2.0 36 S1 4.0 W KONSTRUKSI 1 2 4 4 4 2 3 4 4 4 3.6 4 3 4 3 3 4 4 4 3.6 4 2 3 4 2 2.8 3 3 4 4 4 3.5 4 4 4 4 4 4.0
CH/27/LG 40 1 1 0 0 0 1 1 0 2.0 30 SMA 3.0 PNS L 2 2 4 4 5 5 3 4 5 5 4.4 4 5 4 3 5 5 5 4 4.4 3 4 4 4 3 3.8 4 3 4 4 4 3.8 4 4 3 4 4 3.8
CH/28/JK 41 1 1 1 1 0 1 1 0 2.0 55 SMA 3.0 W L 3 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5.0 5 4 4 5 5 5 5 4 4.6 4 5 4 5 5 4.8 5 5 5 5 4 5.0 5 4 4 4 4 4.2
CH/28/LG 42 1 1 1 0 0 1 1 0 2.0 54 SMA 3.0 W L 3 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5.0 5 4 4 5 5 5 5 4 4.6 4 5 4 5 5 4.8 5 5 5 5 4 5.0 5 4 4 4 4 4.2
CH/29/JH 43 0 0 0 0 0 0 1 0 1.0 27 S1 4.0 Swasta JASA 1 1 4 4 4 4 4 4 4 3 3.9 4 2 4 3 4 4 4 3 3.5 2 4 4 4 4 4.0 4 4 4 4 5 4.0 4 5 5 5 5 4.8
CH/07/LF 44 0 1 1 0 0 0 1 0 1.0 18 SMP 1.0 L L 3 4 4 2 4 2 4 3 2 4 3.1 2 4 2 3 3 3 2 3 2.8 2 4 4 3 2 3.3 4 4 3 3 4 3.5 4 4 3 4 4 3.8
CH/07LN 45 1 1 1 1 0 1 0 0 1.0 19 SMA 1.0 L L 3 4 4 3 4 2 4 3 3 4 3.4 2 4 2 3 3 3 2 3 2.8 2 4 4 3 2 3.3 4 4 3 3 4 3.5 4 4 3 4 4 3.8
CH/07/LA 46 1 1 1 0 0 1 0 0 1.0 31 D3 3.0 S KONSTRUKSI 1 1 4 3 4 3 2 3 3 3 3.1 3 4 4 2 4 5 3 4 3.6 4 3 4 3 3 3.3 2 3 4 4 5 3.3 3 4 4 5 4 4.0
CH/08/KB 47 1 1 1 0 0 1 0 0 1.0 30 D3 3.0 S KONSTRUKSI 1 1 4 2 4 3 2 3 3 3 3.0 3 4 4 2 4 5 3 4 3.6 4 3 4 3 3 3.3 2 3 4 4 5 3.3 3 4 4 5 4 4.0
CH/09/JD 48 1 1 1 1 0 1 1 0 2.0 33 S2 5.0 PNS PERHUBUNGAN 1 2 4 4 4 3 3 4 4 3 3.6 4 4 2 3 4 3 4 3 3.4 3 3 4 4 2 3.3 3 3 4 4 4 3.5 4 4 4 4 4 4.0
CH/11/JC 49 1 1 1 1 0 1 1 0 2.0 32 S2 5.0 PNS PERHUBUNGAN 1 2 4 4 4 3 3 4 4 3 3.6 4 4 2 3 4 3 4 3 3.4 3 3 4 4 2 3.3 3 3 4 4 4 3.5 4 4 4 4 4 4.0
CH/15/LI 50 1 1 1 0 0 1 1 0 2.0 26 D3 3.0 S KONSTRUKSI 1.5 2 5 5 5 5 5 5 5 5 5.0 5 4 4 3 4 4 4 4 4.0 1 5 4 4 3 4.0 4 3 4 3 4 3.5 5 5 5 5 5 5.0
CH/17/LH 51 1 1 0 0 1 1 0 0 1.0 25 S1 4.0 PNS KESEHATAN 2 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4.0 4 4 4 4 4 4 4 4 4.0 2 3 4 4 4 3.8 4 4 4 4 4 4.0 4 4 4 4 4 4.0
CH/15/LI 52 1 0 1 0 0 1 1 0 2.0 27 D3 3.0 S KONSTRUKSI 2 2 5 5 5 5 5 5 5 5 5.0 5 4 4 3 4 4 4 4 4.0 1 5 4 4 3 4.0 4 3 4 3 4 3.5 5 5 5 5 5 5.0
CH/26/LH 53 1 1 0 0 0 1 1 0 2.0 42 S1 4.0 S KONSTRUKSI 2 1 5 5 5 4 4 4 4 4 4.4 4 4 4 3 4 4 4 4 3.9 3 4 4 4 3 3.8 4 4 4 4 4 4.0 4 4 4 4 4 4.0
CH/26/LB 54 1 1 1 0 0 1 1 0 2.0 28 S1 4.0 S JASA 1 1 4 4 4 4 4 4 4 3 3.9 4 2 4 3 4 4 4 2 3.4 2 4 4 4 4 4.0 4 4 4 4 5 4.0 4 5 5 5 5 4.8
CH/21/KG 55 1 1 1 0 0 1 1 0 2.0 26 S1 4.0 PNS KESEHATAN 2 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4.0 4 4 4 4 4 4 4 4 4.0 2 3 4 4 4 3.8 4 4 4 4 4 4.0 4 4 4 4 4 4.0
CH/17/KN 56 1 1 0 0 1 1 1 0 2.0 28 S1 4.0 S L 2 2 5 4 4 4 4 4 4 4 4.1 4 4 4 3 4 4 4 4 3.9 3 4 3 3 2 3.0 4 4 4 4 4 4.0 4 5 4 4 4 4.2
CH/28/KE 57 1 1 1 1 0 0 1 0 1.0 38 S1 4.0 S IT 5 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3.9 4 2 4 3 4 4 4 3 3.5 4 4 2 4 2 3.0 4 4 4 4 5 4.0 4 4 4 5 5 4.4
CH/28/ 58 0 1 1 1 0 1 0 0 1.0 50 S1 3.0 S PERTAMBANGAN 2 2 4 4 4 4 2 4 4 2 3.5 4 4 1 2 4 2 4 2 2.9 2 2 2 2 4 2.5 2 4 2 2 4 2.5 4 4 4 4 4 4.0
CH/26/LH 59 1 1 1 1 0 1 1 0 2.0 27 S1 4.0 S JASA 1 1 4 4 4 4 4 4 4 3 3.9 4 2 4 3 4 4 4 2 3.4 2 4 4 4 4 4.0 4 4 4 4 5 4.0 4 5 5 5 5 4.8
CH/26/LB 60 1 1 1 1 1 1 0 0 1.0 29 S1 4.0 S L 2 2 5 4 4 4 4 4 4 4 4.1 4 4 4 3 4 4 4 4 3.9 3 4 3 3 2 3.0 4 4 4 4 4 4.0 4 5 4 4 4 4.2
CH/17/LH 61 1 1 1 0 0 1 1 0 2.0 39 S1 4.0 S IT 5 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3.9 4 3 4 3 4 4 4 3 3.6 4 4 2 4 2 3.0 4 4 4 4 5 4.0 4 4 4 5 5 4.4
CH/17/KN 62 1 1 0 0 1 1 0 0 1.0 49 S1 3.0 S PERTANAHAN 2 2 4 4 4 4 2 4 4 2 3.5 4 4 1 2 4 2 4 2 2.9 2 2 2 2 4 2.5 2 4 3 3 4 3.0 4 4 4 4 4 4.0
CH/09/LC 63 1 1 1 0 0 0 1 0 1.0 22 D3 3.0 L L 5 1 5 4 5 3 2 5 3 5 4.0 4 5 4 5 4 3 4 4 4.1 1 1 3 4 4 3.0 3 3 4 2 2 3.0 2 5 3 5 5 4.0
CH/09/JI 64 1 1 1 0 0 0 1 0 1.0 34 D3 3.0 W KECANTIKAN 2 2 4 4 4 2 2 4 3 3 3.3 4 2 1 2 4 2 3 3 2.6 2 2 5 5 5 4.3 5 5 5 5 5 5.0 4 4 3 5 5 4.2
CH/08/JD 65 0 1 0 0 1 1 0 1 2.0 35 D3 3.0 W WEDDING 2 2 4 4 4 2 2 4 3 3 3.3 4 2 1 2 4 2 3 3 2.6 2 2 5 5 5 4.3 5 5 5 5 5 5.0 4 4 3 5 5 4.2
CH/07/LF 66 0 1 0 0 1 1 1 1 3.0 25 S1 4.0 S JASA 1 2 5 4 4 4 3 3 3 3 3.6 4 4 4 3 4 4 4 4 3.9 4 4 4 4 4 4.0 4 4 4 4 4 4.0 4 3 4 4 3 3.6
CH/09/KM 67 1 1 0 0 1 0 1 0 1.0 24 S1 4.0 PNS KONSTRUKSI 2 1 4 4 4 2 2 4 4 2 3.3 4 4 2 3 4 4 4 4 3.6 2 2 4 2 2 2.5 2 4 4 2 4 3.0 4 4 3 4 4 3.8
CH/15/JG 68 1 1 1 1 1 1 1 0 2.0 27 S1 4.0 S IT 2 2 4 4 4 4 4 4 3 3 3.8 4 4 2 3 4 4 4 4 3.6 2 2 4 4 2 3.0 2 4 4 4 4 3.5 5 5 4 5 5 4.8
CH/05/LG 69 1 1 1 1 1 0 1 0 1.0 26 S1 4.0 PNS KESEHATAN 2 1 5 5 5 4 3 4 3 3 4.0 4 4 4 4 2 2 3 3 3.3 3 3 4 4 2 3.3 2 2 4 4 2 3.0 4 5 5 5 5 4.8
CH/06/JD 70 1 1 1 1 0 0 1 0 1.0 40 S1 4.0 L L 4 1 3 4 2 3 4 3 2 1 2.8 3 3 1 2 3 3 3 3 2.6 4 4 3 3 3 3.3 3 3 3 4 5 3.3 4 5 5 5 4 4.6
CH/06/KK 71 1 1 0 1 0 1 0 0 1.0 24 S1 4.0 S JASA 1 2 5 4 4 4 3 3 3 3 3.6 4 4 4 3 4 4 4 4 3.9 4 4 4 4 4 4.0 4 4 4 4 4 4.0 4 3 4 4 4 3.8
CH/07/IG 72 1 1 0 1 0 0 1 0 1.0 25 S1 4.0 PNS KONSTRUKSI 2 1 4 4 4 2 2 4 4 2 3.3 4 4 2 3 4 4 4 4 3.6 2 2 4 2 2 2.5 2 4 4 2 4 3.0 4 4 3 4 4 3.8
CH/09/JC 73 1 1 0 0 0 1 1 0 2.0 26 S1 4.0 S IT 2 2 4 4 4 4 4 4 3 3 3.8 4 4 2 3 4 4 4 4 3.6 2 2 4 4 2 3.0 2 4 4 4 4 3.5 5 5 4 5 5 4.8
CH/09/JD 74 1 1 1 0 0 1 1 1 3.0 28 S1 4.0 W KONSTRUKSI 3 3 4 4 4 4 2 4 4 4 3.8 4 4 4 3 3 2 4 4 3.5 1 4 2 4 2 3.0 2 4 4 4 4 3.5 3 4 4 4 4 3.8
CH/11/KJ 75 1 1 0 0 0 1 1 0 2.0 27 S1 4.0 PNS KESEHATAN 2 1 5 5 5 4 3 4 3 3 4.0 4 4 4 4 3 2 3 3 3.4 3 3 4 4 2 3.3 2 3 4 4 4 3.3 4 5 5 5 5 4.8
CH/17/LF 76 1 1 0 0 1 1 1 0 2.0 39 S1 4.0 L L 4 1 4 4 2 3 4 3 2 2 3.0 3 3 1 2 3 3 3 3 2.6 4 4 3 3 3 3.3 3 3 3 4 5 3.3 4 5 5 5 4 4.6
CH/02/LC 77 0 1 0 0 1 1 1 0 2.0 29 S1 4.0 W KONSTRUKSI 3 3 4 4 4 4 2 4 4 4 3.8 4 4 4 3 3 2 4 4 3.5 1 4 2 4 2 3.0 2 4 4 4 4 3.5 3 4 4 4 4 3.8
CH/02/LK 78 1 1 1 0 0 1 1 0 2.0 57 S1 4.0 W L 3 1 4 4 4 2 2 4 4 5 3.6 4 4 4 3 3 3 4 4 3.6 1 4 2 4 2 3.0 4 4 4 4 4 4.0 4 4 4 4 5 4.2
CH/02/LF 79 1 1 0 0 0 1 0 0 1.0 37 S1 4.0 W KONSTRUKSI 1 2 4 4 4 2 3 4 4 4 3.6 4 3 4 3 3 4 4 4 3.6 4 2 3 4 2 2.8 3 3 4 4 4 3.5 4 4 4 4 4 4.0
CH/02/JL 80 1 1 1 0 1 1 0 0 1.0 56 S1 4.0 W L 3 1 4 4 4 2 2 4 4 5 3.6 4 4 4 3 3 3 4 4 3.6 1 4 2 4 2 3.0 4 4 4 4 4 4.0 4 4 4 4 5 4.2
CH/02/JB 81 1 1 1 0 0 1 0 0 1.0 29 D3 3.0 PNS L 2 2 4 4 5 5 3 4 5 5 4.4 4 5 4 3 5 5 5 4 4.4 3 4 4 4 3 3.8 4 3 4 4 4 3.8 4 4 3 4 4 3.8
CH/02/JD 82 1 1 0 1 0 1 1 0 2.0 36 S1 4.0 W KONSTRUKSI 1 2 4 4 4 2 3 4 4 4 3.6 4 3 4 3 3 4 4 4 3.6 4 2 3 4 2 2.8 3 3 4 4 4 3.5 4 4 4 4 4 4.0
CH/02/JE 83 1 1 0 0 0 1 1 0 2.0 30 SMA 3.0 PNS L 2 2 4 4 5 5 3 4 5 5 4.4 4 5 4 3 5 5 5 4 4.4 3 4 4 4 3 3.8 4 3 4 4 4 3.8 4 4 3 4 4 3.8
CH/02/JG 84 1 1 1 1 0 1 1 0 2.0 55 SMA 3.0 W L 3 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5.0 5 4 4 5 5 5 5 4 4.6 4 5 4 5 5 4.8 5 5 5 5 4 5.0 5 4 4 4 4 4.2
PI/12/NJ 85 1 1 1 0 0 1 1 0 2.0 54 SMA 3.0 W L 3 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5.0 5 4 4 5 5 5 5 4 4.6 4 5 4 5 5 4.8 5 5 5 5 4 5.0 5 4 4 4 4 4.2
206
Lampiran 3B. Data Responden Pengelola
UNIT No Bagian Tingkat Pendidikan Pendidikan Lama bekerja(th) Pengalaman(th) Taraf Pelatihan Pelatihan X13 Mengatur (X1) X12 X14 X15 HASIL Memeriksa (X2) X22 X23 X24 X25 HASIL Melayani (X3) X32 X33 X34 X35 HASIL Memotivasi (X4) X42 X43 X44 X45 HASIL
P1/02/MM 1 kebersihan SMA 2.0 2 2.0 Dasar 1.0 5 5 4 4 4 4.3 5 5 4 5 4 4.6 4 4 5 4 4 4.2 5 5 5 4 4 4.0
PI/07/OE 2 kebersihan SMA 2.0 5 5.0 Dasar 1.0 5 5 5 5 5 5.0 4 5 4 4 5 4.4 4 5 5 5 3 4.4 5 5 3 4 3 5.0
PI/07/OH 3 kebersihan SMA 2.0 5 5.0 Dasar 1.0 4 5 4 4 4 4.3 3 4 4 5 5 4.2 5 5 3 4 5 4.4 5 5 5 5 5 4.0
PI/07/OC 4 kebersihan SMA 2.0 2 2.0 Dasar 1.0 4 5 4 4 5 4.5 5 4 4 4 4 4.2 5 5 5 5 5 5.0 4 4 4 4 4 4.0
PI/08/ME 5 kebersihan SMP 1.0 5 5.0 Dasar 1.0 3 4 4 5 4 4.3 5 4 4 4 5 4.4 5 4 4 5 4 4.4 5 4 5 3 3 4.6
PI/08/MC 6 kebersihan SMA 2.0 3 3.0 Dasar 1.0 5 5 4 4 4 4.3 5 5 4 5 4 4.6 4 4 5 4 4 4.2 5 5 5 4 4 4.0
PI/12/ND 7 kebersihan SMA 2.0 3 3.0 Dasar 1.0 5 5 5 5 5 5.0 4 5 4 4 5 4.4 4 5 5 5 3 4.4 5 5 3 4 3 5.0
PI/15/NM 8 kebersihan SMA 2.0 3 3.0 Dasar 1.0 4 5 4 4 4 4.3 3 4 4 5 5 4.2 5 5 3 4 5 4.4 5 5 5 5 5 4.0
PI/17/MA 9 kebersihan SMA 2.0 2 2.0 Dasar 1.0 4 5 4 4 5 4.5 5 4 4 4 4 4.2 5 5 5 5 5 5.0 4 4 4 4 4 4.0
PI/18/NC 10 kebersihan SMP 1.0 2 2.0 Dasar 1.0 3 4 4 5 4 4.3 5 4 4 4 5 4.4 5 4 4 5 4 4.4 5 4 5 3 3 4.0
PI/19/MN 11 pemeliharaan SMA 2.0 2 2.0 Dasar 1.0 4 5 5 4 5 4.8 5 5 4 4 4 4.4 5 4 4 5 5 4.6 5 4 5 3 3 3.8
PI/19/ND 12 pemeliharaan SMA 2.0 2 2.0 Dasar 1.0 4 4 4 5 4 4.3 4 5 5 4 4 4.4 5 5 3 5 3 4.2 5 3 5 3 3 3.8
PI/21/NH 13 pemeliharaan SMP 1.0 4 4.0 Dasar 1.0 3 4 4 5 5 4.5 5 5 4 4 4 4.4 4 4 3 5 4 4.0 4 4 5 3 3 4.0
PI/26/MO 14 pemeliharaan SMA 2.0 3 3.0 Dasar 1.0 4 4 4 5 5 4.5 5 5 3 4 4 4.2 5 5 4 4 4 4.4 5 4 5 3 3 3.0
PI/26/NK 15 pemeliharaan D3 3.0 3 3.0 Dasar 1.0 4 5 4 4 3 4.0 4 4 3 3 4 3.6 4 3 3 4 3 3.4 3 2 4 3 3 3.0
CH/06/LH 16 pemeliharaan S1 4.0 3 3.0 Dasar 1.0 4 5 4 4 3 4.0 4 4 3 3 4 3.6 4 3 3 4 3 3.4 3 2 4 3 3 4.0
CH/06/JB 17 pemeliharaan SMA 2.0 3 3.0 Dasar 1.0 4 4 4 5 5 4.5 5 5 3 4 4 4.2 5 5 4 4 4 4.4 5 4 5 3 3 3.8
CH/08/JK 18 pemeliharaan SMP 1.0 4 4.0 Dasar 1.0 3 4 4 5 5 4.5 5 5 4 4 4 4.4 4 4 3 5 4 4.0 4 4 5 3 3 3.8
CH/08/KN 19 pemeliharaan SMA 2.0 3 3.0 Dasar 1.0 4 4 4 5 4 4.3 4 5 5 4 4 4.4 5 5 3 5 3 4.2 5 3 5 3 3 4.0
CH/08/JD 20 pemeliharaan D3 3.0 1 1.0 Dasar 1.0 4 5 5 4 5 4.8 5 5 4 4 4 4.4 5 4 4 5 5 4.6 5 4 5 3 3 4.4
CH/09/LC 21 persampahan SMP 1.0 1 1.0 Dasar 1.0 3 5 4 5 4 4.5 4 4 4 4 4 4.0 5 5 3 4 4 4.2 5 5 5 4 3 4.6
CH/09/JI 22 persampahan SMP 1.0 1 1.0 Dasar 1.0 3 4 4 5 4 4.3 4 4 4 4 4 4.0 5 5 3 4 4 4.2 5 5 5 4 4 2.4
CH/10/KM 23 engineering D3 3.0 3 3.0 Dasar 1.0 3 4 4 4 3 3.8 4 4 4 3 4 3.8 4 3 2 2 4 3.0 3 2 2 2 3 3.0
CH/10/ LG 24 engineering D3 3.0 3 3.0 Dasar 1.0 4 5 4 3 3 3.8 4 4 4 4 4 4.0 4 4 4 3 4 3.8 3 2 4 3 3 2.6
CH/11/JO 25 engineering D3 3.0 6 6.0 Menengah 2.0 3 4 4 3 3 3.5 3 3 4 4 4 3.6 3 3 3 3 4 3.2 2 2 3 3 3 3.6
CH/11/JG 26 engineering D3 3.0 3 3.0 Dasar 1.0 3 4 3 4 4 3.8 4 4 4 5 4 4.2 4 3 3 4 5 3.8 4 3 5 3 3 2.4
CH/11/LJ 27 engineering S1 4.0 3 3.0 Dasar 1.0 3 4 4 4 3 3.8 4 4 4 3 4 3.8 4 3 2 2 4 3.0 3 2 2 2 3 3.0
CH/12/KJ 28 engineering S1 4.0 3 3.0 Dasar 1.0 4 5 4 3 3 3.8 4 4 4 4 4 4.0 4 4 4 3 4 3.8 3 2 4 3 3 2.6
CH/17/JE 29 engineering S2 5.0 5 5.0 Ahli 3.0 3 4 4 3 3 3.5 3 3 4 4 4 3.6 3 3 3 3 4 3.2 2 2 3 3 3 3.6
CH/17/JB 30 engineering S1 4.0 3 3.0 Menengah 2.0 3 4 3 4 4 3.8 4 4 4 5 4 4.2 4 3 3 4 5 3.8 4 3 5 3 3 2.8
CH/17/LL 31 finishing D3 3.0 3 3.0 Dasar 1.0 3 4 5 3 3 3.8 2 4 4 4 4 3.6 4 3 1 3 5 3.2 2 3 3 3 3 3.2
CH/18/LF 32 finishing D3 3.0 3 3.0 Dasar 1.0 3 5 5 3 3 4.0 4 4 4 3 3 3.6 3 2 3 3 4 3.0 3 3 4 3 3 2.0
CH/19/JF 33 finishing D3 3.0 3 3.0 Menengah 2.0 2 5 5 2 2 3.5 4 4 5 2 4 3.8 5 1 2 1 5 2.8 2 2 2 3 1 5.0
CH/20/JK 34 finishing D3 3.0 3 3.0 Menengah 2.0 5 5 5 5 5 5.0 5 3 5 5 5 4.6 5 5 5 5 5 5.0 5 5 5 5 5 5.0
CH/20/JG 35 finishing S1 4.0 3 3.0 Menengah 2.0 5 5 5 5 5 5.0 5 3 5 5 5 4.6 5 5 5 5 5 5.0 5 5 5 5 5 3.2
CH/21/LE 36 finishing S1 4.0 3 3.0 Dasar 1.0 3 5 5 3 3 4.0 4 4 4 3 3 3.6 3 2 3 3 4 3.0 3 3 4 3 3 2.8
CH/21/JL 37 finishing S1 4.0 3 3.0 Dasar 1.0 3 4 5 3 3 3.8 2 4 4 4 4 3.6 4 3 1 3 5 3.2 2 3 3 3 3 2.0
CH/26/JC 38 finishing D3 3.0 3 3.0 Menengah 2.0 2 5 5 2 2 3.5 4 4 5 2 4 3.8 5 1 2 1 5 2.8 2 2 2 3 1 4.0
CH/27/KI 39 manajemen/HRD D3 3.0 3 3.0 Menengah 2.0 5 4 5 4 5 4.5 5 5 5 5 5 5.0 4 4 4 5 5 4.4 4 3 5 5 3 4.2
CH/27/LG 40 manajemen/HRD S1 4.0 3 3.0 Menengah 2.0 5 5 5 4 5 4.8 5 5 5 5 5 5.0 4 4 4 5 5 4.4 4 3 5 5 4 4.2
CH/28/JK 41 marketing/CS SMA 2.0 5 5.0 Dasar 1.0 3 4 4 4 4 4.0 5 3 5 5 5 4.6 5 4 5 5 4 4.6 5 4 5 4 3 4.2
CH/28/LG 42 marketing/CS SMA 2.0 5 5.0 Dasar 1.0 3 3 4 4 4 3.8 5 3 5 5 5 4.6 5 4 5 5 4 4.6 5 4 5 4 4 4.4
CH/29/JH 43 marketing/CS D3 3.0 5 5.0 Dasar 1.0 3 4 4 4 4 4.0 5 3 5 5 5 4.6 5 4 5 5 4 4.6 5 4 5 4 4 4.4
CH/07/LF 44 kebersihan SMA 2.0 2 2.0 Dasar 1.0 5 5 4 4 4 4.3 5 5 4 5 4 4.6 4 4 5 4 4 4.2 5 5 5 4 4 4.0
CH/07LN 45 kebersihan SMA 2.0 5 5.0 Dasar 1.0 5 5 5 5 5 5.0 4 5 4 4 5 4.4 4 5 5 5 3 4.4 5 5 3 4 3 5.0
CH/07/LA 46 kebersihan SMA 2.0 5 5.0 Dasar 1.0 4 5 4 4 4 4.3 3 4 4 5 5 4.2 5 5 3 4 5 4.4 5 5 5 5 5 4.0
CH/08/KB 47 kebersihan SMA 2.0 2 2.0 Dasar 1.0 4 5 4 4 5 4.5 5 4 4 4 4 4.2 5 5 5 5 5 5.0 4 4 4 4 4 4.0
CH/09/JD 48 kebersihan SMP 1.0 5 5.0 Dasar 1.0 3 4 4 5 4 4.3 5 4 4 4 5 4.4 5 4 4 5 4 4.4 5 4 5 3 3 4.6
CH/11/JC 49 kebersihan SMA 2.0 3 3.0 Dasar 1.0 5 5 4 4 4 4.3 5 5 4 5 4 4.6 4 4 5 4 4 4.2 5 5 5 4 4 4.0
CH/15/LI 50 kebersihan SMA 2.0 3 3.0 Dasar 1.0 5 5 5 5 5 5.0 4 5 4 4 5 4.4 4 5 5 5 3 4.4 5 5 3 4 3 5.0
CH/17/LH 51 kebersihan SMA 2.0 3 3.0 Dasar 1.0 4 5 4 4 4 4.3 3 4 4 5 5 4.2 5 5 3 4 5 4.4 5 5 5 5 5 4.0
CH/15/LI 52 kebersihan SMA 2.0 2 2.0 Dasar 1.0 4 5 4 4 5 4.5 5 4 4 4 4 4.2 5 5 5 5 5 5.0 4 4 4 4 4 4.0
CH/26/LH 53 kebersihan SMP 1.0 2 2.0 Dasar 1.0 3 4 4 5 4 4.3 5 4 4 4 5 4.4 5 4 4 5 4 4.4 5 4 5 3 3 4.0
CH/26/LB 54 pemeliharaan SMA 2.0 2 2.0 Dasar 1.0 4 5 5 4 5 4.8 5 5 4 4 4 4.4 5 4 4 5 5 4.6 5 4 5 3 3 3.8
CH/21/KG 55 pemeliharaan SMA 2.0 2 2.0 Dasar 1.0 4 4 4 5 4 4.3 4 5 5 4 4 4.4 5 5 3 5 3 4.2 5 3 5 3 3 3.8
CH/17/KN 56 pemeliharaan SMP 1.0 4 4.0 Dasar 1.0 3 4 4 5 5 4.5 5 5 4 4 4 4.4 4 4 3 5 4 4.0 4 4 5 3 3 4.0
CH/28/KE 57 pemeliharaan SMA 2.0 3 3.0 Dasar 1.0 4 4 4 5 5 4.5 5 5 3 4 4 4.2 5 5 4 4 4 4.4 5 4 5 3 3 3.0
CH/28/ 58 pemeliharaan D3 3.0 3 3.0 Dasar 1.0 4 5 4 4 3 4.0 4 4 3 3 4 3.6 4 3 3 4 3 3.4 3 2 4 3 3 3.0
CH/26/LH 59 pemeliharaan S1 4.0 3 3.0 Dasar 1.0 4 5 4 4 3 4.0 4 4 3 3 4 3.6 4 3 3 4 3 3.4 3 2 4 3 3 4.0
CH/26/LB 60 pemeliharaan SMA 2.0 3 3.0 Dasar 1.0 4 4 4 5 5 4.5 5 5 3 4 4 4.2 5 5 4 4 4 4.4 5 4 5 3 3 3.8
CH/17/LH 61 pemeliharaan SMP 1.0 4 4.0 Dasar 1.0 3 4 4 5 5 4.5 5 5 4 4 4 4.4 4 4 3 5 4 4.0 4 4 5 3 3 3.8
CH/17/KN 62 pemeliharaan SMA 2.0 3 3.0 Dasar 1.0 4 4 4 5 4 4.3 4 5 5 4 4 4.4 5 5 3 5 3 4.2 5 3 5 3 3 4.0
CH/09/LC 63 pemeliharaan D3 3.0 1 1.0 Dasar 1.0 4 5 5 4 5 4.8 5 5 4 4 4 4.4 5 4 4 5 5 4.6 5 4 5 3 3 4.4
CH/09/JI 64 persampahan SMP 1.0 1 1.0 Dasar 1.0 3 5 4 5 4 4.5 4 4 4 4 4 4.0 5 5 3 4 4 4.2 5 5 5 4 3 4.6
CH/08/JD 65 persampahan SMP 1.0 1 1.0 Dasar 1.0 3 4 4 5 4 4.3 4 4 4 4 4 4.0 5 5 3 4 4 4.2 5 5 5 4 4 2.4
CH/07/LF 66 engineering D3 3.0 3 3.0 Dasar 1.0 3 4 4 4 3 3.8 4 4 4 3 4 3.8 4 3 2 2 4 3.0 3 2 2 2 3 3.0
CH/09/KM 67 engineering D3 3.0 3 3.0 Dasar 1.0 4 5 4 3 3 3.8 4 4 4 4 4 4.0 4 4 4 3 4 3.8 3 2 4 3 3 2.6
CH/15/JG 68 engineering D3 3.0 6 6.0 Menengah 2.0 3 4 4 3 3 3.5 3 3 4 4 4 3.6 3 3 3 3 4 3.2 2 2 3 3 3 3.6
CH/05/LG 69 engineering D3 3.0 3 3.0 Dasar 1.0 3 4 3 4 4 3.8 4 4 4 5 4 4.2 4 3 3 4 5 3.8 4 3 5 3 3 2.4
CH/06/JD 70 engineering S1 4.0 3 3.0 Dasar 1.0 3 4 4 4 3 3.8 4 4 4 3 4 3.8 4 3 2 2 4 3.0 3 2 2 2 3 3.0
CH/06/KK 71 engineering S1 4.0 3 3.0 Dasar 1.0 4 5 4 3 3 3.8 4 4 4 4 4 4.0 4 4 4 3 4 3.8 3 2 4 3 3 2.6
CH/07/IG 72 engineering S2 5.0 5 5.0 Ahli 3.0 3 4 4 3 3 3.5 3 3 4 4 4 3.6 3 3 3 3 4 3.2 2 2 3 3 3 3.6
CH/09/JC 73 engineering S1 4.0 3 3.0 Menengah 2.0 3 4 3 4 4 3.8 4 4 4 5 4 4.2 4 3 3 4 5 3.8 4 3 5 3 3 2.8
CH/09/JD 74 finishing D3 3.0 3 3.0 Dasar 1.0 3 4 5 3 3 3.8 2 4 4 4 4 3.6 4 3 1 3 5 3.2 2 3 3 3 3 3.2
CH/11/KJ 75 finishing D3 3.0 3 3.0 Dasar 1.0 3 5 5 3 3 4.0 4 4 4 3 3 3.6 3 2 3 3 4 3.0 3 3 4 3 3 2.0
CH/17/LF 76 finishing D3 3.0 3 3.0 Menengah 2.0 2 5 5 2 2 3.5 4 4 5 2 4 3.8 5 1 2 1 5 2.8 2 2 2 3 1 5.0
CH/02/LC 77 finishing D3 3.0 3 3.0 Menengah 2.0 5 5 5 5 5 5.0 5 3 5 5 5 4.6 5 5 5 5 5 5.0 5 5 5 5 5 5.0
CH/02/LK 78 finishing S1 4.0 3 3.0 Menengah 2.0 5 5 5 5 5 5.0 5 3 5 5 5 4.6 5 5 5 5 5 5.0 5 5 5 5 5 3.2
CH/02/LF 79 finishing S1 4.0 3 3.0 Dasar 1.0 3 5 5 3 3 4.0 4 4 4 3 3 3.6 3 2 3 3 4 3.0 3 3 4 3 3 2.8
CH/02/JL 80 finishing S1 4.0 3 3.0 Dasar 1.0 3 4 5 3 3 3.8 2 4 4 4 4 3.6 4 3 1 3 5 3.2 2 3 3 3 3 2.0
CH/02/JB 81 finishing D3 3.0 3 3.0 Menengah 2.0 2 5 5 2 2 3.5 4 4 5 2 4 3.8 5 1 2 1 5 2.8 2 2 2 3 1 4.0
CH/02/JD 82 manajemen/HRD D3 3.0 3 3.0 Menengah 2.0 5 4 5 4 5 4.5 5 5 5 5 5 5.0 4 4 4 5 5 4.4 4 3 5 5 3 4.2
CH/02/JE 83 manajemen/HRD S1 4.0 3 3.0 Menengah 2.0 5 5 5 4 5 4.8 5 5 5 5 5 5.0 4 4 4 5 5 4.4 4 3 5 5 4 4.2
CH/02/JG 84 marketing/CS SMA 2.0 5 5.0 Dasar 1.0 3 4 4 4 4 4.0 5 3 5 5 5 4.6 5 4 5 5 4 4.6 5 4 5 4 3 4.2
PI/12/NJ 85 marketing/CS SMA 2.0 5 5.0 Dasar 1.0 3 4 4 4 3 3.8 5 3 5 5 5 4.6 5 4 5 5 4 4.6 5 4 5 4 4 4.4
207
Lampiran 3C. Data Pengukuran KUDR Unit
UNIT No Keterangan Pencahayaan (Lux) Kebisingan (db) Pergerakan Udara (m/s) PM10 (mg/m3) HASIL Kelembaban Udara/RH (%) HASIL Suhu (oC) HASIL P.Nyaman  FISIKA Formaldehide (ppm) HASIL CO (ppm) HASIL CO2 (ppm) HASIL P.Nyaman KIMIA Angka Kuman (CFU/m3) BIOLOGI
P1/02/MM 1 45 75 1.2 0.03 5.0 60 5.0 31 3.0 2.0 4.0 0.09 3.0 2 5.0 555 4.0 40 4.0 97 5.0
PI/07/OE 2 49 49 0.8 0.03 5.0 63 5.0 31 3.0 4.0 4.0 0.05 5.0 11 2.0 428 5.0 40 4.0 168 5.0
PI/07/OH 3 53 53 1.1 0.03 5.0 63 5.0 31 3.0 4.0 4.0 0.04 5.0 2 5.0 406 5.0 40 5.0 128 5.0
PI/07/OC 4 58 58 0.4 0.03 5.0 64 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.03 5.0 1 5.0 441 5.0 40 5.0 120 5.0
PI/08/ME 5 merokok, ac off 55 55 0 0.03 5.0 62 5.0 31 3.0 4.0 4.0 0.04 5.0 8 3.0 1047 2.0 40 3.3 93 5.0
PI/08/MC 6 merokok 76 76 0.1 0.03 5.0 62 5.0 31 3.0 4.0 4.0 0.07 4.0 3 5.0 1111 2.0 40 3.7 25 5.0
PI/12/ND 7 50 47 1.2 0.03 5.0 68 5.0 31 3.0 4.0 4.0 0.04 5.0 4 4.0 512 4.0 40 4.3 85 5.0
PI/15/NM 8 92 50 0.1 0.03 5.0 60 5.0 31 3.0 4.0 4.0 0.05 5.0 8 3.0 988 4.0 20 4.0 100 5.0
PI/17/MA 9 30 54 1.1 0.03 5.0 65 5.0 30 3.0 4.0 4.0 0.03 5.0 1 5.0 557 4.0 40 4.7 227 5.0
PI/18/NC 10 85 52 0.4 0.03 5.0 63 5.0 31 3.0 4.0 4.0 0.03 5.0 1 5.0 670 4.0 20 4.7 155 5.0
PI/19/MN 11 66 50 0.1 0.03 5.0 64 5.0 31 3.0 4.0 4.0 0.02 5.0 9 3.0 751 4.0 40 4.0 998 2.0
PI/19/ND 12 58 54 0.2 0.03 5.0 63 5.0 30 3.0 4.0 4.0 0.03 5.0 5 4.0 865 4.0 40 4.3 188 5.0
PI/21/NH 13 ac off 34 45 0 0.03 5.0 55 5.0 33 2.0 4.0 3.5 0.03 5.0 11 2.0 963 4.0 20 3.7 186 5.0
PI/26/MO 14 52 50 1.2 0.03 5.0 65 5.0 29 3.0 4.0 4.0 0.02 5.0 0 5.0 0 5.0 40 5.0 260 5.0
PI/26/NK 15 57 48 0.1 0.03 5.0 66 5.0 31 3.0 2.0 4.0 0.02 5.0 10 3.0 887 4.0 40 4.0 520 4.0
CH/06/LH 16 88 56 1.4 0.03 5.0 63 5.0 30 3.0 4.0 4.0 0.02 5.0 10 3.0 567 4.0 40 4.0 414 4.0
CH/06/JB 17 87 55 1.2 0.03 5.0 65 5.0 29 3.0 4.0 4.0 0.01 5.0 1 5.0 556 4.0 40 4.7 362 4.0
CH/08/JK 18 ac off 93 53 0 0.03 5.0 68 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.01 5.0 3 5.0 470 5.0 40 5.0 384 4.0
CH/08/KN 19 73 48 0.2 0.03 5.0 66 5.0 31 3.0 4.0 4.0 0.01 5.0 5 4.0 789 4.0 20 4.3 336 5.0
CH/08/JD 20 46 53 0.1 0.03 5.0 67 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.02 5.0 0 5.0 837 4.0 40 4.7 620 4.0
CH/09/LC 21 23 55 0.1 0.03 5.0 53 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.01 5.0 1 5.0 682 4.0 40 4.7 244 5.0
CH/09/JI 22 45 46 0.2 0.03 5.0 60 5.0 31 3.0 2.0 4.0 0.01 5.0 0 5.0 497 5.0 20 5.0 312 5.0
CH/10/KM 23 ac mati 36 56 0 0.03 5.0 74 5.0 29 3.0 2.0 4.0 0.01 5.0 29 1.0 595 4.0 20 3.3 326 5.0
CH/10/ LG 24 82 56 0.4 0.03 5.0 57 5.0 25 5.0 4.0 5.0 0.01 5.0 7 4.0 829 4.0 20 4.3 204 5.0
CH/11/JO 25 44 45 0.2 0.03 5.0 60 5.0 31 3.0 4.0 4.0 0.01 5.0 0 5.0 250 5.0 40 5.0 320 5.0
CH/11/JG 26 124 49 0.2 0.03 5.0 57 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.01 5.0 2 5.0 952 4.0 40 4.7 384 4.0
CH/11/LJ 27 65 59 0.2 0.03 5.0 64 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.01 5.0 2 5.0 530 4.0 40 4.7 318 5.0
CH/12/KJ 28 45 67 0.2 0.03 5.0 66 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.01 5.0 2 5.0 512 4.0 20 4.7 428 4.0
CH/17/JE 29 merokok, masak 54 43 0.4 0.03 5.0 64 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.03 5.0 3 5.0 974 4.0 20 4.7 286 5.0
CH/17/JB 30 masak 53 46 0.5 0.03 5.0 55 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.03 5.0 1 5.0 1069 2.0 20 4.0 228 5.0
CH/17/LL 31 masak, ac mati 36 61 0.1 0.03 5.0 63 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.02 5.0 1 5.0 869 4.0 40 4.7 645 4.0
CH/18/LF 32 58 53 0.9 0.03 5.0 64 5.0 30 3.0 4.0 4.0 0.01 5.0 1 5.0 932 4.0 20 4.7 552 4.0
CH/19/JF 33 28 54 2.2 0.03 5.0 59 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.01 5.0 6 4.0 753 4.0 20 4.3 614 4.0
CH/20/JK 34 masak 52 64 0.3 0.03 5.0 64 5.0 32 3.0 2.0 4.0 0.02 5.0 3 5.0 918 4.0 20 4.7 644 4.0
CH/20/JG 35 53 54 0.8 0.03 5.0 57 5.0 30 3.0 4.0 4.0 0.01 5.0 1 5.0 734 4.0 40 4.7 593 4.0
CH/21/LE 36 37 51 0.3 0.03 5.0 65 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.06 4.0 20 1.0 895 4.0 20 3.0 341 5.0
CH/21/JL 37 masak 42 54 1.1 0.03 5.0 66 5.0 31 3.0 4.0 4.0 0.05 5.0 2 5.0 865 4.0 40 4.7 157 5.0
CH/26/JC 38 ac off 46 46 0.1 0.03 5.0 55 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.04 5.0 20 1.0 866 4.0 40 3.3 228 5.0
CH/27/KI 39 40 56 0.3 0.03 5.0 56 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.03 5.0 1 5.0 789 4.0 20 4.7 398 4.0
CH/27/LG 40 65 56 1.2 0.03 5.0 49 4.0 29 3.0 4.0 4.0 0.07 4.0 3 5.0 634 4.0 20 4.3 367 4.0
CH/28/JK 41 ac off 55 65 0.1 0.03 5.0 65 5.0 30 3.0 4.0 4.0 0.06 4.0 13 2.0 633 4.0 40 3.3 844 2.0
CH/28/LG 42 ac off 120 59 0.1 0.03 5.0 70 5.0 30 3.0 4.0 4.0 0.02 5.0 21 1.0 439 5.0 40 3.7 233 5.0
CH/29/JH 43 kosong 425 57 1.2 0.03 5.0 68 5.0 31 3.0 2.0 4.0 0.04 5.0 16 1.0 331 5.0 20 3.7 587 4.0
CH/07/LF 44 45 75 1.2 0.03 5.0 60 5.0 31 3.0 2.0 4.0 0.09 3.0 2 5.0 555 4.0 40 4.0 97 5.0
CH/07LN 45 49 49 0.8 0.03 5.0 63 5.0 31 3.0 4.0 4.0 0.05 5.0 11 2.0 428 5.0 40 4.0 168 5.0
CH/07/LA 46 53 53 1.1 0.03 5.0 63 5.0 31 3.0 4.0 4.0 0.04 5.0 2 5.0 406 5.0 40 5.0 128 5.0
CH/08/KB 47 58 58 0.4 0.03 5.0 64 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.03 5.0 1 5.0 441 5.0 40 5.0 120 5.0
CH/09/JD 48 merokok, ac off 55 55 0 0.03 5.0 62 5.0 31 3.0 4.0 4.0 0.04 5.0 8 3.0 1047 2.0 40 3.3 93 5.0
CH/11/JC 49 merokok 76 76 0.1 0.03 5.0 62 5.0 31 3.0 4.0 4.0 0.07 4.0 3 5.0 1111 2.0 40 3.7 25 5.0
CH/15/LI 50 50 47 1.2 0.03 5.0 68 5.0 31 3.0 4.0 4.0 0.04 5.0 4 4.0 512 4.0 40 4.3 85 5.0
CH/17/LH 51 92 50 0.1 0.03 5.0 60 5.0 31 3.0 4.0 4.0 0.05 5.0 8 3.0 988 4.0 20 4.0 100 5.0
CH/15/LI 52 30 54 1.1 0.03 5.0 65 5.0 30 3.0 4.0 4.0 0.03 5.0 1 5.0 557 4.0 40 4.7 227 5.0
CH/26/LH 53 85 52 0.4 0.03 5.0 63 5.0 31 3.0 4.0 4.0 0.03 5.0 1 5.0 670 4.0 20 4.7 155 5.0
CH/26/LB 54 66 50 0.1 0.03 5.0 64 5.0 31 3.0 4.0 4.0 0.02 5.0 9 3.0 751 4.0 40 4.0 998 2.0
CH/21/KG 55 58 54 0.2 0.03 5.0 63 5.0 30 3.0 4.0 4.0 0.03 5.0 5 4.0 865 4.0 40 4.3 188 5.0
CH/17/KN 56 ac off 34 45 0 0.03 5.0 55 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.03 5.0 11 2.0 963 4.0 20 3.7 186 5.0
CH/28/KE 57 52 50 1.2 0.03 5.0 65 5.0 29 3.0 4.0 4.0 0.02 5.0 0 5.0 0 5.0 40 5.0 260 5.0
CH/28/ 58 57 48 0.1 0.03 5.0 66 5.0 31 3.0 2.0 4.0 0.02 5.0 10 3.0 887 4.0 40 4.0 520 4.0
CH/26/LH 59 88 56 1.4 0.03 5.0 63 5.0 30 3.0 4.0 4.0 0.02 5.0 10 3.0 567 4.0 40 4.0 414 4.0
CH/26/LB 60 87 55 1.2 0.03 5.0 65 5.0 29 3.0 4.0 4.0 0.01 5.0 1 5.0 556 4.0 40 4.7 362 4.0
CH/17/LH 61 ac off 93 53 0 0.03 5.0 68 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.01 5.0 3 5.0 470 5.0 40 5.0 384 4.0
CH/17/KN 62 73 48 0.2 0.03 5.0 66 5.0 31 3.0 4.0 4.0 0.01 5.0 5 4.0 789 4.0 20 4.3 336 5.0
CH/09/LC 63 46 53 0.1 0.03 5.0 67 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.02 5.0 0 5.0 837 4.0 40 4.7 620 4.0
CH/09/JI 64 23 55 0.1 0.03 5.0 53 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.01 5.0 1 5.0 682 4.0 40 4.7 244 5.0
CH/08/JD 65 45 46 0.2 0.03 5.0 60 5.0 31 3.0 2.0 4.0 0.01 5.0 0 5.0 497 5.0 20 5.0 312 5.0
CH/07/LF 66 ac mati 36 56 0 0.03 5.0 74 5.0 29 3.0 2.0 4.0 0.01 5.0 29 1.0 595 4.0 20 3.3 326 5.0
CH/09/KM 67 82 56 0.4 0.03 5.0 57 5.0 29 3.0 4.0 4.0 0.01 5.0 7 4.0 829 4.0 20 4.3 204 5.0
CH/15/JG 68 44 45 0.2 0.03 5.0 60 5.0 31 3.0 4.0 4.0 0.01 5.0 0 5.0 250 5.0 40 5.0 320 5.0
CH/05/LG 69 124 49 0.2 0.03 5.0 57 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.01 5.0 2 5.0 952 4.0 40 4.7 384 4.0
CH/06/JD 70 65 59 0.2 0.03 5.0 64 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.01 5.0 2 5.0 530 4.0 40 4.7 318 5.0
CH/06/KK 71 45 67 0.2 0.03 5.0 66 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.01 5.0 2 5.0 512 4.0 20 4.7 428 4.0
CH/07/IG 72 merokok, masak 54 43 0.4 0.03 5.0 64 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.03 5.0 3 5.0 974 4.0 20 4.7 286 5.0
CH/09/JC 73 masak 53 46 0.5 0.03 5.0 55 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.03 5.0 1 5.0 1069 2.0 20 4.0 228 5.0
CH/09/JD 74 masak, ac mati 36 61 0.1 0.03 5.0 63 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.02 5.0 1 5.0 869 4.0 40 4.7 645 4.0
CH/11/KJ 75 58 53 0.9 0.03 5.0 64 5.0 30 3.0 4.0 4.0 0.01 5.0 1 5.0 932 4.0 20 4.7 552 4.0
CH/17/LF 76 28 54 2.2 0.03 5.0 59 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.01 5.0 6 4.0 753 4.0 20 4.3 614 4.0
CH/02/LC 77 masak 52 64 0.3 0.03 5.0 64 5.0 32 3.0 2.0 4.0 0.02 5.0 3 5.0 918 4.0 20 4.7 644 4.0
CH/02/LK 78 53 54 0.8 0.03 5.0 57 5.0 30 3.0 4.0 4.0 0.01 5.0 1 5.0 734 4.0 40 4.7 593 4.0
CH/02/LF 79 37 51 0.3 0.03 5.0 65 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.06 4.0 20 1.0 895 4.0 20 3.0 341 5.0
CH/02/JL 80 masak 42 54 1.1 0.03 5.0 66 5.0 31 3.0 4.0 4.0 0.05 5.0 2 5.0 865 4.0 40 4.7 157 5.0
CH/02/JB 81 ac off 46 46 0.1 0.03 5.0 55 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.04 5.0 20 1.0 866 4.0 40 3.3 228 5.0
CH/02/JD 82 40 56 0.3 0.03 5.0 56 5.0 32 3.0 4.0 4.0 0.03 5.0 1 5.0 789 4.0 20 4.7 398 4.0
CH/02/JE 83 65 56 1.2 0.03 5.0 49 4.0 29 3.0 4.0 4.0 0.07 4.0 3 5.0 634 4.0 20 4.3 367 4.0
CH/02/JG 84 ac off 55 65 0.1 0.03 5.0 65 5.0 30 3.0 4.0 4.0 0.06 4.0 13 2.0 633 4.0 40 3.3 844 2.0
PI/12/NJ 85 ac off 120 59 0.1 0.03 5.0 70 5.0 30 3.0 4.0 4.0 0.02 5.0 21 1.0 439 5.0 40 3.7 233 5.0
208
Lampiran 4A. Dimensi Penghuni dan KUDR tanpa dan dengan Indikator Tingkat Partisipasi

209
Lampiran 4B. Dimensi Penghuni dan KUDR dengan PengetahunPH sebagai Moderating

Dengan variabel moderating PengetahuanPH, kekuatan hubungan Dimensi Penghuni dan KUDR
tidak menimbulkan kekuatan baru (melemah dari 4.003 ke 3.076)

210
Lampiran 4C. PengetahuanPH sebagai Intervening dan Suppressor

PengetahuanPH sebagai intervening

PengetahuanPH sebagai suppressor

intervening suppressor

211
Lampiran 4D. DimensiPengelola KUDR tanpa dan dengan Kemampuan Memotivasi

Tanpa Kemampuan Memotivasi Dengan Kemampuan Memotivasi

Penyesuaian outer loading dengan menghilang Polutan Biologi, tetap T tidak signifikan dan
Rsquare melemah

212
Lampiran 4E . DimensiPengelola-KUDR dengan PengetahuanPL sebagai Moderating

213
Lampiran 4F. DimensiPengelola-KUDR dengan PengetahuanPL sebagai Intervening dan
Suppressor

214
Lampiran 4G. DimensiPenghuni-DimensiPengelola

215
Lampiran 4H. DimensiPenghuni-DimensiPengelola dengan Pengetahuan PH sebagai
Variabel Suppressor

216
Lampiran 4I. DimensiPenghuni-DimensiPengelola dengan PengetahuanPL sebagai Variabel
Intervening atau Suppressor

Intervening Suppressor

217
Lampiran 5A. Rumus Self Organizing Map (SOM), Training Tool dan Topology

218
Lampiran 5B. Data Zscore untuk Pemetaan Weight Vectors

ZSCORES X Y CNDX ZSCORES X Y CNDX


1 -3,17016102 0,962568923 C 44 -3,17016 0,962569 C
2 -2,78533976 0,71267355 C 45 -2,78534 0,712674 C
3 -0,4131999 1,37506013 B 46 -0,4132 1,37506 B
4 -0,4131999 1,37506013 B 47 -0,4132 1,37506 B
5 -0,92385659 -0,964143949 I 48 -0,92386 -0,96414 I
6 -0,92385659 -0,964143949 I 49 -0,92386 -0,96414 I
7 2,53446064 -0,740042393 G 50 2,534461 -0,74004 G
8 0,99428069 0,270071879 D 51 0,994281 0,270072 D
9 2,53446064 -0,740042393 G 52 2,534461 -0,74004 G
10 1,18206448 0,309797064 D 53 1,182064 0,309797 D
11 0,63607324 -0,311173064 H 54 0,636073 -0,31117 H
12 0,99428069 0,270071879 D 55 0,994281 0,270072 G
13 1,18206448 0,309797064 D 56 1,182064 0,309797 D
14 0,43724127 0,222451181 H 57 0,437241 0,222451 H
15 -1,28268426 -2,265557 I 58 -1,28268 -2,26556 I
16 0,63607324 -0,311173064 H 59 0,636073 -0,31117 H
17 1,18206448 0,309797064 D 60 1,182064 0,309797 D
18 0,43724127 0,222451181 H 61 0,437241 0,222451 H
19 -1,25514205 -2,293131396 I 62 -1,25514 -2,29313 I
20 0,445611 0,824550499 A 63 0,445611 0,82455 A
21 -2,30943263 -1,105188876 F 64 -2,30943 -1,10519 F
22 -2,30943263 -1,105188876 F 65 -2,30943 -1,10519 F
23 0,57654953 0,766759095 A 66 0,57655 0,766759 A
24 -1,2551088 -0,26363915 E 67 -1,25511 -0,26364 E
25 -0,63298928 -0,819721234 I 68 -0,63299 -0,81972 I
26 0,134986 1,094993459 B 69 0,134986 1,094993 B
27 -3,19097463 -0,381239527 F 70 -3,19097 -0,38124 F
28 0,57654953 0,766759095 A 71 0,57655 0,766759 A
29 -1,2551088 -0,26363915 E 72 -1,25511 -0,26364 E
30 -0,63298928 -0,819721234 I 73 -0,63299 -0,81972 I
31 0,76991782 0,665799628 A 74 0,769918 0,6658 A
32 0,37311998 0,685478512 A 75 0,37312 0,685479 A
33 -3,00319084 -0,341514342 F 76 -3,00319 -0,34151 F
34 0,76991782 0,665799628 A 77 0,769918 0,6658 A
35 -0,18193853 1,416628291 B 78 -0,18194 1,416628 B
36 -0,20948074 1,444202688 B 79 -0,20948 1,444203 B
37 -0,18193853 1,416628291 B 80 -0,18194 1,416628 B
38 2,05185077 -0,723391178 I 81 2,051851 -0,72339 G
39 -0,20948074 1,444202688 B 82 -0,20948 1,444203 B
40 2,05185077 -0,723391178 G 83 2,051851 -0,72339 G
41 2,81390793 -1,190918936 G 84 2,813908 -1,19092 G
42 2,81390793 -1,190918936 G 85 2,813908 -1,19092 G
43 0,82206252 -0,027444191 H

219
Lampiran 5C. Kategori Area sesuai Karakterisasi Skala Likert

220
Lampiran 6A. Foto-foto Unit Hunian

CH02JC: R. Tengah K. T. Utama K. T. Anak Pandangan ke Luar

CH05LG: R. Tengah K. T. Utama K. T. Anak Pandangan ke Luar

CH09JC: R. Tengah K. T. Utama K. T. Anak Pandangan ke Luar

PI21NG: R. Tengah K. T. Utama K. T. Anak Pandangan ke Luar

221
Lampiran 6B. Foto-foto Aktivitas Sehari-hari

Indoor

Outdoor

Arean fasilitas

Suasana Sekitar

222
Lampiran 6C. Foto-foto Pengukuran, Pengajuan Kuesioner, dan Wawancara

Pengukuran

Pengajuan Kuesioner

Wawancara

Papan Pengumuman

223

Anda mungkin juga menyukai