Anda di halaman 1dari 126

POLA KOMUNIKASI TUNA NETRA DAN TUNA

RUNGU
(Studi Komunikasi Ketua dan Anggota di Dewan Pengurus
Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia,
Kota Padang Panjang)

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S.Sos)

Disusun oleh:
Raudhatul Fadhili
11170510000013
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN
PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
2020 M / 1442 H
23/09/2021

23/09/2021

12/10/2021
ABSTRAK
Raudhatul Fadhili, 11170510000013
Pola Komunikasi Tuna Netra dan Tuna Rungu (Studi Komunikasi
Ketua dan Anggota di Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan
Penyandang Disabilitas Indonesia, Kota Padang Panjang

Fokus penelitian ini adalah Pola komunikasi antar tuna


netra dan tuna rungu, pada komunikasi ketua dan anggota di
Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas
Indonesia, Kota Padang Panjang. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif yang betujuan untuk menjelaskan pola
komunikasi antar tuna netra dan tuna rungu.
Dari permasalahan tersebut, peneliti menentukan rumusan
masalah, yang Pertama bagaimana pola komunikasi ketua dan
anggota tuna rungu di Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan
Penyandang Disabilitas Indonesia, kota Padang Panjang? dan
Kedua apa saja hambatan dalam komunikasi bagi ketua dan
anggota penyandang tuna rungu di Dewan Pengurus Cabang
Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia, kota Padang
Panjang?
Agar penelitian ini terarah peneliti menggunakan teori
Interaksionisme Simbolik yang dikembangkan oleh Herbert
Blumer yang bertumpu pada tiga premis: manusia bertindak
terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna; makna diperoleh
dari hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan orang lain; dan
makna-makna tersebut disempurnakan disaat proses sosial sedang
berlangsung.
Dari penelitian yang dilakukan dapat ditemukan pola
komunikasi antar tuna netra dan tuna rungu pada ketua dan
anggota di Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang
Disabilitas Indonesia, kota Padang Panjang dan hambatan
komunikasi yang ditemukan yaitu kurangnya penggunaan metode
dan teknik dalam berkomunikasi, seperti halnya komunikasi
hanya bisa terjalin ketika berada ditempat sepi saja, dan
terkadang komunikasi akan terjadi hanya jika ada penerjemah.
Kata kunci : Tuna Netra, Tuna Rungu, Pola Komunikasi,
Teori Interaksionisme Simbolik

i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, segala puji serta syukur kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan kenikmatan, keberkahan, kekuatan,
dan kecerdasan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, sebagi suri
tauladan bagi seluruh umat manusia.
Skripsi dengan judul: Pola Komunikasi Tuna Netra Dan
Tuna Rungu (Studi Komunikasi Ketua dan Anggota di Dewan
Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas
Indonseia, Kota Padang Panjang) adalah untuk memenuhi tugas
akhir dan melengkapi syarat-syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Sosial (S. Sos) pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Universitas
Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Peneliti menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak
kekurangan dan kelemahan, hal ini disebabkan karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang peneliti miliki.
Oleh karena itu, kritik dan saran serta bimbingan sangat
diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Untuk kesempurnaan
penelitian ini, peneliti tidak dapat membalas partisipasi pihak lain
yang turut memberikan bantuan moril maupun materil. Untuk itu
peneliti menyampaikan ucapan terima kasih sedalam-dalamnya
kepada:
1. Suparto, M. Ed, Ph. D, selaku Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Wakil Dekan I Bidang Akademik Dr. Siti

ii
Napsiyah, S. Ag, BSW. MSW., Wakil Dekan II Bidang
Administrasi Umum Dr. Sihabudin Noor, M. Ag., serta
Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan Dr. Cecep
Castrawijaya, M. A.
2. Dr. Armawati Arbi, M. Si selaku Ketua Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Dr. Edi Amin, M. A
selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam.
3. Fita Fathurokmah, M. Si selaku dosen penasehat
akademik yang telah membimbing dan memberikan
dukungan kepada peneliti.
4. Pia Khoirotun Nisa, M. I. Kom selaku dosen pembimbing
yang telah bersedia meluangkan waktu dan ilmu untuk
memberikan dukungan, masukan, dan arahan sehingga
peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Peneliti
ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Beliau, semoga kebaikannya dibalas oleh Allah
SWT.
5. Teristimewa peneliti mempersembahkan skripsi ini untuk
Apa Delli dan Ama Maswita. Peniliti mengucapkan
terima kasih yang sedalam-dalamnya, karena berkat
support dan kasih sayangnya penulis bisa berada sampai
titik ini. Semoga Apa dan Ama selalu diberikan kesehatan
dan diberikan keberkahan dunia dan akhirat.
6. Segenap Bapak dan Ibu dosen dan Staf Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah membekali

iii
peneliti dengan berbagai ilmu dan pengetahuan selama
peneliti mengikuti perekuliahan.
7. Pihak Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang
Disabilitas Indonesia, kota Padang Panjang yang telah
memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan
penelitian.
8. Ramadhan, Refyul Fatri, Lilis Suryani, Raimaddi, Indra,
Sari Oktavia selaku Ketua dan Anggota yang telah
memberikan izin peneliti dan memberikan informasi
terkait penelitian ini.
9. Bambang dan Robert selaku pakar yang mengerti
mengenai disabilitas dan telah membantu peneliti dalam
proses penulisan skripsi sebagai informan.
10. Kepada kedua saudara peneliti Kak Ni dan Kak Ya yang
telah memberi semangat dan dukungan untuk
menyelesaikan skripsi ini.
11. Dan teruntuk semua pihak yang telah berkontribusi
selama masa perkuliahan peneliti dan yang tidak bisa
peneliti sebutkan satu-satu. Semoga Allah SWT
membalas kebaikan dan keberkahan dunia dan akhirat
kepada kalian semua. Aamiin.
Demikianlah ucapan terima kasih yang dapat peneliti
sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu peneliti
mulai dari awal penulisan hingga skripsi ini. Peneliti menyadari
bahwa skripsi ini terdapat ketidaksempurnaan, peneliti berharap
pembaca bisa memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan

iv
skripsi ini. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi penulis dan
seluruh pihak yang membacanya.

v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................ x
BAB I ................................................................................... 1
PENDAHULUAN ............................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................... 1
B. Batasan Masalah ........................................................6
C. Rumusan Masalah .................................................... 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................ 7
E. Tinjauan Kajian Terdahulu ....................................... 8
F. Metodologi Penelitian ............................................ 11
1. Paradigma Penelitian ........................................ 11
2. Pendekatan Penelitian ...................................... 12
3. Metode Penelitian ............................................. 14
4. Pengumpulan Data ........................................... 15
5. Jenis dan Sumber Data ..................................... 17
6. Teknik Analisis Data ........................................ 18
7. Tempat dan Waktu Penelitian .......................... 20
G. Sistematika Penulisan ............................................. 20
BAB II ................................................................................ 23
LANDASAN TEORI /KAJIAN PUSTAKA ..................... 23
A. Landasan Teori ....................................................... 23
1. Teori Interaksionisme Simbolik ....................... 23
B. Kajian Pustaka ........................................................ 26

vi
1. Pola Komunikasi .............................................. 26
2. Tuna Netra ........................................................ 29
3. Tuna Rungu ...................................................... 30
4. Ketua dan Anggota ........................................... 34
5. Disabilitas ........................................................ 34
BAB III .............................................................................. 37
GAMBARAN UMUM ...................................................... 37
A. Sejarah Organisasi Dewan Pengurus Cabang
Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia, kota
Padang Panjang ...................................................... 37
B. Visi, Misi, dan Program ......................................... 44
C. Struktur Organisasi ................................................. 46
D. GambaranUmum Kota Padang Panjang ................. 48
E. Biografi Singkat Ketua dan Anggota ..................... 52
BAB IV .............................................................................. 55
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ............................. 55
A. Pola Komunikasi Ketua dan Anggota Penyandang
Tuna Rungu di Dewan Pengurus Cabang
Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang
Panjang ................................................................... 55
B. Hambatan Komunikasi antara Ketua dan Anggota
Penyandang Tuna Rungu di Dewan Pengurus
Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas
Indonesia, kota Padang Panjang ........................ 62
BAB V ................................................................................ 67
PEMBAHASAN ................................................................ 67

vii
A. Pola Komunikasi Ketua dan Anggota Penyandang
Tuna Rungu di Dewan Pengurus Cabang
Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang
Panjang ................................................................... 67
B. Hambatan Komunikasi antara Ketua dan Anggota
Penyandang Tuna Rungu di Dewan Pengurus
Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas
Indonesia, kota Padang Panjang ........................ 78
BAB VI .............................................................................. 84
PENUTUP .......................................................................... 84
A. Kesimpulan ............................................................. 84
B. Implikasi ................................................................. 86
C. Saran ...................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA ........................................................ 88
LAMPIRAN ...................................................................... 95

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Teknik Analisis Data ........................................... 19


Gambar 3.1 Kegiatan Disabilitas ............................................ 40
Gambar 3.2 Kegiatan Disabilitas ............................................ 41
Gambar 3.3 Kegiatan Disabilitas ............................................ 41
Gambar3.4 Kegiatan Disabilitas ............................................. 42
Gambar 3.5 Kegiatan Disabilitas ............................................ 43
Gambar 3.6 Kegiatan Disabilitas ............................................ 43
Gambar 4.1 Pola Komunikasi ................................................. 60
Gambar 4.2 Pola Komunikasi ................................................. 60
Gambar 4.3 Pola Komunikasi ................................................. 61
Gambar 4.4 Pola Komunikasi ................................................. 62
Gambar 4.5 Hambatan Komunikasi ........................................ 66
Gambar 5.1 Abjad BISINDO .................................................. 73

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Tinjauah Kajian Terdahulu ..................................... 8

x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan pilar utama dalam
kehidupan manusia. Sebagaimana seorang makhluk
hidup dalam menjalankan roda kehidupannya harus
melakukan komunikasi dengan manusia lainnya.
Komunikasi tidak hanya sebatas komunikasi personal
saja, melainkan juga pada tataran komunikasi organisasi.
Pada organisasi, komunikasi diartikan sebagai proses
pertukaran ide-ide, sikap, emosi, gagasan, lambang-
lambang, simbol, maupun instruksi untuk mencapai
tujuan tertentu. Contohnya saja di dalam organisasi
komunikasi formal dilakukan dengan sistem surat-
menyurat, pelaporan, dan pertemuan formal, dan pada
komunikasi informal contohnya melalui interaksi di luar
struktur. Komunikasi formal dan informal ini dilakukan
dengan pertukaran pesan baik secara verbal maupun non
verbal seperti percakapan, tulisan, dan unsur visual
lainnya.
Komunikasi ialah hal yang paling penting dalam
mencapai tujuan organisasi tersebut. Nakpodia (2010)
mengemukakan bahwa tanpa komunikasi, suatu
organisasi apapun tidak akan menjadi seperti apa yang
diharapkan dan tidak akan dapat mencapai tujuannya

1
2

secara efektif.1 Terdapat beberapa macam komunikasi


organisasi antara lain, vertikal turun (komunikasi ke
bawah), vertikal naik (komunikasi ke atas), komunikasi
horizontal (komunikasi sejawat), dan komunikasi
diagonal (lintas bidang), dimana dalam sebuah organisasi
komunikasi vertikal baik naik maupun turun biasanya
terjadi antara bawahan dengan atasan dan juga
sebaliknya, komunikasi horizontal biasanya terjadi
diantara orang yang setara kedudukannya dalam
organisasi, atau rekan sejawat dalam organisasi,
sedangkan komunikasi diagonal biasanya jarang terjadi
karena adanya aturan dalam struktur organisasi.2
Di dalam suatu organisasi peran dari seluruh
komponen sangat berpengaruh untuk kelangsungan dari
proses komunikasi tersebut. Tetapi pada hakekatnya
suatu kegiatan tentunya mempunyai hambatan/gangguan
dalam berkomunikasi. Contohnya saja pada organisasi
Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang
Disabilitas Kota Padang Panjang, salah satu hambatan
dalam berkomunikasi ketika ketua yang memiliki
keterbatasan dalam penglihatan (tuna netra) harus
berinteraksi satu sama lain dengan anggota lainnya yang
memiliki keterbatasan dalam pendengarannya (tuna
rungu). Hambatan lain yang dirasakan ialah perbedaan

1
Yosal Iriantara & Usep Syaripudin, Komunikasi Pendidikan,
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2013), h. 41.
2
Yosal Iriantara & Usep Syaripudin, Komunikasi Pendidikan,
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2013), h. 51.
3

cara pandang dan cara memahami suatu bahasa atau


kalimat dan harus adanya kesepakatan antara kedua
belah pihak untuk menggunakan simbol tertentu dalam
berkomunikasi. Organisasi ini diperkenalkan di Kota
Padang Panjang pada tahun 2017, dan sempat mengalami
permasalahan selama satu tahun dan sekarang sudah
aktif kembali. Di sini terdapat perkumpulan penyandang
disabilitas apapun, seperti tuna rungu, tuna netra, tuna
grahita, dan lain-lain, yang memiliki latar belakang
pekerjaan yang berbeda-beda. Dengan rentan usia dari
anak-anak hingga orang dewasa sekalipun.
Tuna netra berasal dari kata tuna yang berarti
rusak atau rugi dan netra yang berarti mata. Jadi, tuna
netra yaitu individu yang mengalami kerusakan atau
hambatan pada organ mata. 3 Pengertian tuna netra tidak
saja mengarah pada mereka yang buta, tetapi mencakup
juga mereka yang mampu melihat tetapi sangat terbatas
dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup
sehari-hari terutama dalam belajar. Jadi, individu dengan
kondisi penglihatan yang termasuk low vision (setengah
melihat), atau rabun adalah bagian dari kelompok anak
tuna netra.4 Sedangkan tunarungu merupakan istilah
umum yang digunakan untuk menunjuk seseorang yang
mengalami keterbatasan dan ketidakmampuan dalam

3
Esthy Wikasanti, Pengembangan Life Skills untuk Anak
Berkebutuhan Khusus, (Jogjakarta: Redaksi Maxima, 2014), h. 9-10
4
Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: PT.
Refika Aditama, 2007), cet 2, h. 65
4

mendengar bunyi-bunyi yang berasal dari lingkungan


sekitar, sehingga mengalami hambatan dalam
memperoleh bahasa untuk bekal berkomunikasi dengan
orang lain. Menurut Murni Winarsih, tunarungu adalah
seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar baik sebagian maupun
seluruhnya yang diakibatkan oleh tidak berfungsinya
sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak
dapat menggunakan alat pendengarannya dalam
kehidupan sehari-hari, yang berdampak terhadap
kehidupannya secara kompleks terutama pada
kemampuan bahasa sebagai alat komunikasi yang sangat
penting.5 Sesuai dengan Firman Allah SWT dalam Al-
Quran surah An-Nur ayat 61 menjelaskan kita sesama
makhluk hidup tidak boleh membeda-bedakan dengan
makhluk hidup lainnya.
‫يض‬ ِ ‫ع َم ْٱن َم ِر‬ َ ‫عهَى ْٱْلَع َْرجِ َح َر ٌج َو ََل‬ َ ‫ج َو ََل‬ ٌ ‫عهَى ْٱْل َ ْع َم ٰى َح َر‬ َ ‫ْس‬ َ ‫نَّي‬
‫ت‬ِ ‫ت َءابَآٰئِ ُك ْم أ َ ْو بُيُى‬ ِ ‫ىا ِم ۢه بُيُىجِ ُك ْم أ َ ْو بُيُى‬ ۟ ُ‫عهَ ٰ ٰٓى أَوفُ ِس ُك ْم أَن ج َأ ْ ُكه‬
َ ‫ج َو ََل‬ ٌ ‫َح َر‬
ِ ‫ت أ َ ْع ٰ َم ِم ُك ْم أ َ ْو بُيُى‬
‫ت‬ ِ ‫ت أَخ ٰ ََىجِ ُك ْم أ َ ْو بُيُى‬ ِ ‫أ ُ َّم ٰ َهحِ ُك ْم أ َ ْو بُيُى‬
ِ ‫ت إِ ْخ ٰ َىوِ ُك ْم أ َ ْو بُيُى‬
ٰ ِ ‫ت أ َ ْخ ٰى ِن ُكم أ َ ْو بُيُى‬
َ ‫ت ٰ َخهَحِ ُك ْم أ َ ْو َما َمهَ ْكحُم َّمفَاجِ َحهٰٓۥُ أ َ ْو‬
ۚ ‫صدِي ِق ُك ْم‬ ْ َ ِ ‫ع ٰ َّمحِ ُك ْم أ َ ْو بُيُى‬ َ
‫عهَ ٰ ٰٓى‬
َ ‫ىا‬ ۟ ‫س ِهّ ُم‬
َ َ‫ىا َج ِميعًا أ َ ْو أ َ ْشح َاجًا ۚ فَإِذَا د َ َخ ْهحُم بُيُىجًا ف‬ ۟ ُ‫عهَ ْي ُك ْم ُجىَا ٌح أَن ج َأ ْ ُكه‬ َ ‫ن َي‬
َ ‫ْس‬
‫ث نَعَهَّ ُك ْم‬
ِ َ‫ٱل َءا ٰي‬ َّ ‫طيِّبَةً ۚ َك ٰر َنِكَ يُبَيِّ ُه‬
ْ ‫ٱَّللُ نَ ُك ُم‬ َ ً‫ٱَّلل ِ ُم ٰبَ َر َكة‬
َّ ‫أَوفُ ِس ُك ْم ج َِحيَّةً ِ ّم ْه ِعى ِد‬
‫ج َ ْع ِقهُىن‬
Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang
pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi

5
Murni Winarsih, Intervensi Dini Bagi Anak Tunarungu Dalam
Pemerolehan Bahasa, (Jakarta: Depdiknas, 2007), h. 23
5

dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) dirumah


kamu sendiri atau dirumah bapak-bapakmu, dirumah ibu-
ibumu, dirumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di
rumah saudaramu yang perempuan, dirumah saudara
bapakmu yang laki-laki, dirumah saudara bapakmu yang
perempuan, dirumah saudara ibumu yang laki-laki, dirumah
saudara ibumu yang perempuan, dirumah yang kamu miliki
kuncinya atau dirumah kawan-kawanmu. Tidak ada
halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau
sendirian. Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari)
rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada
(penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu
sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi
berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-
ayatnya(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya. 6
Ayat tersebut mengandung makna kesetaraan
yaitu bahwa tidak ada halangan bagi masyarakat untuk
bergabung bersama dengan mereka yang berkebutuhan
khusus seperti buta, pincang, bisu, tuli atau bahkan sakit.
Mereka berhak untuk makan bersama berkumpul
bersama layaknya masyarakat pada umumnya.
Melihat karakteristik penyandang tuna rungu
yang unik, maka fenomena penggunaan simbol-simbol
komunikasi tuna rungu dengan komunikasi tuna netra
merupakan kajian komunikasi yang sangat menarik
ketika komunikasi dalam tataran praksisnya menyentuh
aspek kemanusiaan. Bagi tuna rungu, dimensi

6
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahannya
Dilengkapi dengan Asbabun Nuzul dan Hadits Shahih, (Bandung: PT Madina
Raihan Makmur), h. 358
6

kehidupannya bukan sama sekali hening, melainkan juga


penuh simbol yang dapat dimaknai sebagai sebuah syarat
terjadinya komunikasi dan interaksi efektif dengan lawan
bicaranya. Dan bagi tuna netra, dimensi kehidupannya
bukan hanya gelap, tetapi juga penuh dengan simbol dan
bunyi-bunyian yang dapat dimaknai sebagai suatu syarat
terjadinya komunikasi dengan lawan bicaranya.
Bagaimanapun komunikasi antara ketua dan anggota
sangat diperlukan agar tujuan organisasi tersebut bisa
dicapai dengan baik. Seperti halnya di Dewan Pengurus
Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia
kota Padang Panjang komunikasi harus dibangun antara
ketua yang tuna netra terhadap anggota yang tuna rungu.
Untuk itu, melalui pernyataan di atas maka penulis ingin
membahas lebih dalam tentang “POLA KOMUNIKASI
TUNA NETRA DAN TUNA RUNGU (Studi
Komunikasi Ketua dan Anggota di Dewan Pengurus
Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas
Indonesia, Kota Padang Panjang)”
B. Batasan Masalah
Penelitian ini mengkaji tentang Pola Komunikasi
Tuna Netra dan Tuna Rungu, karena peneliti tertarik
dengan hal tersebut. Agar penelitian ini lebih terarah,
maka penulis membatasi masalah Pola Komunikasi Tuna
Netra dan Tuna Rungu (Studi Komunikasi Ketua dan
Anggota di Dewan Pimpinan Cabang Perkumpulan
Penyandang Disabilitas Indonesia, kota Padang Panjang).
7

Batasan masalah penelitian ini peneliti lihat dari aspek


tuna netra dan aspek tuna rungu
C. Rumusan Masalah
Merujuk dari pembatasan masalah di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pola komunikasi ketua dan anggota tuna
rungu di Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan
Penyandang Disabilitas Indonesia, kota Padang
Panjang?
2. Apa saja hambatan dalam komunikasi bagi ketua dan
anggota penyandang tuna rungu di Dewan Pengurus
Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas
Indonesia, kota Padang Panjang?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Merujuk dari rumusan masalah di atas, maka
tujuan yang ingin peneliti capai yaitu:
1. Untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi
ketua dan anggota tuna rungu di Dewan Pengurus
Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas
Indonesia, kota Padang Panjang.
2. Untuk mengetahui apa saja hambatan komunikasi
bagi ketua dan anggota penyandang tuna rungu di
Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan
Penyandang Disabilitas Indonesia, kota Padang
Panjang.
8

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dari


segi akademis dan praktis yaitu:
a. Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan dan wawasan bagi
akademis, dan praktisi agar dapat mengetahui
bagaimana Pola Komunikasi Tuna Netra dan Tuna
Rungu di Dewan Pimpinan Cabang Perkumpulan
Penyandang Disabilitas Indonesia, kota Padang
Panjang. Sehingga pembaca dapat mengetahui
pola komunikasi tuna netra dan tuna rungu.
b. Manfaat Praktis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat
memberikan manfaat kepada pembaca seluruh
elemen masyarakat sebagai pembaca secara praktis
dalam berkomunikasi dengan penyandang
disabilitas.

E. Tinjauan Kajian Terdahulu


Beberapa penelusuran dan telaah terhadap
berbagai hasil kajian yang terkait dengan hal yang
berkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan adalah
sebagai berikut:
Tabel 1.
Tinjaun Kajian Terdahulu
Nama Peneliti, Persamaan Perbedaan
9

Tahun dan Judul Terdahulu Sekarang


Skripsi, Wahyu Dalam Objek yang Objek yang
Novitasari (2019), penelitian diteliti ialah nanti akan
“Pola Komunikasi menggunakan mahasiswa diteliti ketua
Antara Mahasiswa penelitian IAIN Salatiga dan anggota
IAIN Salatiga kualitatif dengan penyandang
dengan Pemilik deskriptif . pemilik kos tuna rungu di
Kos Non-Muslim di Sumber data non-muslim di Dewan
Kelurahan primer dan Kelurahan Pengurus
Mangunsari sekunder, Mangunsari Cabang
Kecamatan metode Kecamatan Perkumpulan
Sidomukti Kota pengumpulan Sidomukti Penyandang
Salatiga." data dilakukan Kota Salatiga. Disabilitas
dengan teknik Indonesia, kota
wawancara, Padang
observasi, dan Panjang.
dokumentasi,
hasil analisis
data dianalisis
menggunakan
reduksi data,
penyajian data,
dan penarikan
kesimpulan.
Skripsi, Dina Dalam Objek yang Objek yang
Prasanti (2017), penelitian diteliti ialah nanti akan
10

“Pola Komunikasi menggunakan pendiri diteliti ketua


Organisasi dalam metode komunitas dan anggota
Mempertahankan penelitian MOTTUL, penyandang
Loyalitas Anggota deskriptif ketua 2 tuna rungu di
(Studi Deskriptif kualitatif . MOTTUL, Dewan
Kualitatif Pola Sumber data humas Pengurus
Komunikasi primer dan MOTTUL. Cabang
Organisasi dalam sekunder. Perkumpulan
Mempertahankan Teknik Penyandang
Loyalitas Anggota pengumpulan Disabilitas
Komunitas data dalam Indonesia, kota
(MOTTUL) Motor penelitian Padang
Tua Lawas Sragen) adalah Panjang.
menggunakan
teknik
wawancara
dan observasi.
Skripsi, Sheila Dalam Objek yang Objek yang
Muflihah (2015), penelitian diteliti ialah nanti akan
“Pola Komunikasi menggunakan tiga siswa tuna diteliti ketua
Siswa Tuna Netra pendekatan netra dan tiga dan anggota
dengan Siswa Tuna kualitatif siswa tuna penyandang
Rungu di SLBN-A dengan metode rungu di tuna rungu di
Citeureup Kota deskriptif. SLBN-A Dewan
Cimahi” Teknik Citeureup Kota Pengurus
pengumpulan Cimahi. Cabang
11

data dilakukan Perkumpulan


dengan cara Penyandang
observasi, Disabilitas
wawancara Indonesia, kota
dan dokumen. Padang
Analisa data Panjang.
yang dilakukan
tiga tahapan,
yaitu reduksi
data, display
data, dan
penarik
kesimpulan.

F. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma adalah cara pandang atau melihat
sesuatu yang hidup dalam diri seseorang dan
mempengaruhi orang tersebut dalam memandang
realitas sekitarnya. Paradigma penelitian merupakan
kerangka berpikir yang menjelaskan bagaimana cara
pandang peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan
perlakuan peneliti terhadap ilmu atau teori yang
dikonstruksi sebagai suatu pandangan yang mendasar
12

dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi


pokok persoalan yang semestinya dipelajari.7
Paradigma penelitian ini menggunakan paradigma
interpretif. Interpretif melihat fakta sebagai sesuatu
yang unik dan memiliki konteks dan makna yang
khusus sebagai esensi dalam memahami makna sosial.
Interpretif melihat fakta sebagai hal yang cair (tidak
kaku) yang melekat pada sistem makna dalam
pendekatan interpretatif. Fakta-fakta tidaklah
imparsial, objektif dan netral. Fakta merupakan
tindakan yang spesifik dan kontekstual yang
beragantung pada pemaknaan sebagian orang dalam
situasi sosial. Interpretif menyatakan situasi sosial
mengandung ambiguisitas yang besar. Perilaku dan
pernyataan dapat memiliki makna yang banyak dan
dapat dinterpretasikan dengan berbagai cara.8
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan
sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data
sedalam-dalamnya. Menurut Lincoln dan Guba,
metodologi peniltian kualitatif merupakan suatu

7
Lincoln, Y. S., & Guba, E. G, Buku Penelitian Nuralistik, (Jakarta:
Pusat Antar Universitas Terbuka Alih Bahasa Sinwari Natakusuma.
Depdikbud, 1988), h. 89
8
LW. Newman, Social Research Methods Qualitative and
Quantitative Approaches, (Boston: Allyn and Bacon, 2000), h. 72
13

tujuan untuk membangun pemahaman untuk


9
membuat penjelasan mendalam.
Menurut Arikunto pendekatan kualitatif
menitikberatkan pada data-data penelitian yang akan
dihasilkan berupa kata-kata melalui pengamatan dan
wawancara.10 Moleong menjabarkan sebelas
karakteristik pendekatan kualitatif yaitu:
a. Menggunakan latar alamiah,
b. Menggunakan manusia sebagai instrumen
utama,
c. Menggunakan metode kualitatif (pengamatan,
wawancara, atau studi dokumen) untuk
menjaring data,
d. Menganalisis data secara induktif,
e. Menyusun teori dari bawah ke atas (grounded
theory),
f. Menganalisis data secara deskriptif,
g. Lebih mementingkan proses daripada hasil,
h. Membatasi masalah penelitian berdasarkan
fokus,
i. Menggunakan kriteria tersendiri (seperti
triangulasi, pengecekan sejawat, uraian rinci,
dan sebagainya) untuk memvalidasi data,

9
Imam Gunawan, Metodologi Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik,
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014)
10
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan
Praktek, (Jakarta: Rhieka Cipta, 1998), h. 10
14

j. Menggunakan desain sementara (yang dapat


disesuaikan dengan kenyataan di lapangan),
k. dan hasil penelitian dirundingkan dan disepakati
bersama oleh manusia yang dijadikan sebagai
sumber data.11
3. Metode penelitian
Dalam penelitian ini, metode penelitian yang
digunakan metode penelitian deskriptif yang
membantu dalam melakukan pengamatan secara
mendalam pada penelitian ini. Menurut Moh Nazir
metode deskriptif adalah suatu metode dalam
meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu
set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun kelas
peristiwa pada masa sekarang.12 Tujuannya untuk
membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki.
Menurut Jalaludin Rakhmat metode penelitian
deskriptif analisis bertujuan mengumpulkan informasi
aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada,
mengidentifikasi masalah atau memberikan kondisi
dan praktek-praktek yang berlaku, membuat
perbandingan evaluasi, menentukan apa yang

11
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Penelitian Kualitatif,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 10-13
12
Moh Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Gahlia Indonesia, 2011), h.
54
15

dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang


sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk
menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang
akan datang.13
4. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah
utama yang dilakukan dalam penelitian. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, peneliti tidak
akan mendapatkan data yang memenuhi standar yang
ditetapkan. 14 Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik observasi, wawancara dan
dokumentasi.
a. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data
melalui pengamatan, jadi observasi yang
dimaksud adalah teknik pengamatan dan
pencatatan sistematis terhadap gejala, fenomena
atau objek yang akan diteliti. 15 Peneliti akan
melakukan observasi langsung kepada Dewan
Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang
Disabilitas Indonesia, kota Padang Panjang
untuk meneliti hal yang berkaitan dengan ketua
dan anggota penyandang tuna rungu.

13
Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Deskriptif, (Bandung: PT
Rosdakarya, 2007), cet 23, h. 9-10
14
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2013), h. 308
15
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Realtion dan Komunikasi,
Ed. 1, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), cet 4, h. 31.
16

b. Wawancara
Yaitu percakapan dengan maksud tertentu
yang dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu
penulis sebagai pewawancara dengan
mengajukan beberapa pertanyaan kepada
individu yang bersangkutan.16 Menurut
Kerlinger, wawancara merupakan situasi peran
antarpribadi berhadapan muka (face to face),
ketika seseorang pewawancara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk
memperoleh jawaban-jawaban yang relevan
dengan masalah penelitian kepada seseorang
yang diwawancarai atau informan.17 Dalam
penelitian ini, wawancara akan digunakan
sebagai alat mengumpulkan data melalui
beberapa informan di Dewan Pengurus Cabang
Perkumpulan Penyandang Disabilitas
Indonesia, kota Padang Panjang.
c. Dokumentasi
Menurut Suharmini Arikunto, metode
dokumentasi adalah metode yang dilakukan
dengan mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkip nilai, dan

16
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT
Rosdakarya, 2007), cet 23, h. 18
17
Imam Gunawan, Penelitian Kualitatif Teori dan Praktek, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2013), h. 162
17

sebagainya. 18 Hasil penelitian akan lebih


kredibel jika didukung dengan gambar/foto dari
objek yang dijadikan penelitian.
5. Jenis dan Sumber Data
a. Data primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan
langsung oleh peneliti melalui sumbernya dengan
melakukan penelitian ke objek yang diteliti.19 Data
primer penelitian ini adalah ketua dan anggota
penyandang tuna rungu di Dewan Pengurus
Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas
Indonesia, kota Padang Panjang.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak
langsung memberikan data kepada peneliti,
misalnya penelitian harus melalui orang lain atau
mencari melalui dokumen. Data ini diperoleh
dengan menggunakan studi literatur yang
dilakukan terhadap banyak buku, diperoleh
berdasarkan catatan-catatan, diperoleh dari
internet yang berhubungan dengan penelitian.20
Data sekunder dalam penelitian ini, berupa teks

18
Suharsimi Arikunto, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2002), h. 206
19
Husain Umar, Metode Riset Bisnis, (Jakarta: Gramedia Pustaka,
2003), h. 56
20
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV.
Alfabeta, 2005), h. 62
18

tertulis yang didapat dari jurnal, skripsi atau karya


ilmiah yang mendukung penelitian ini.
Data sekunder didapatkan dari artikel,
studi pustaka, skripsi, jurnal ilmiah, dan internet
searching yang dapat mendukung penelitian ini.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data hasil wawancara, observasi dan
dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data dan
memilih mana yang penting serta mana yang perlu
dipelajari serta membuat kesimpulan sehingga mudah
dipahami.21
Menurut Miles dan Huberman mengemukakan
bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara
terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah
jenuh.22 Menurut Miles dan Huberman (1984)
aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, data
display, dan kesimpulan.
a. Reduction data (Data Reduksi)
Mereduksi data yaitu merangkum, memilih
hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal
yang penting, dicari tema dan polanya dan
membuang yang tidak perlu. Hal ini dilakukan

21
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D, (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2007), h. 333-345
22
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D, (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2013)
19

agar data yang telah direduksi memberikan


gambaran yang jelas, dan mempermudah dalam
mengumpulan data dan mencarinya jika
diperlukan.
b. Display data (Penyajian Data)
Miles dan Huberman (1984) menyatakan
“the most frequent from of display data for
qualitative research data in the past has been
narrative text” yang paling sering digunakan
untuk penyajian data dalam penelitian kualitatif
adalah dengan teks yang bersifat naratif.
c. Verification (Kesimpulan)
Akan ditarik kesimpulan dengan
memaknai data yang telah didapatkan dalam
penelitian dalam bentuk singkat dan mudah
dipahami, akan menjadi jawaban atas pertanyaan
penelitian yang diajukan.

Gambar 1.1
20

Teknik Analisis Data Kualitatif Menurut Miles


dan Hubberman23
7. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Balai-
Balai, Padang Panjang Barat, kota Padang Panjang,
Sumatera Barat. Waktu penelitian dilakukan pada
bulan November 2020-selesai.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini merujuk kepada
pedoman umum karya ilmiah yang tercantum dalam
pedoman akademik program strata tahun 2017/507 UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
BAB I : Pendahuluan
Terdiri dari latar belakang, batasan masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian
terdahulu, metodologi penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II : Landasan Teori/Kajian Pustaka
Bab ini berisikan pembahasan tentang landasan teori
Interaksi Simbolik Herbert Blumer. Dan disajikan
kajian pustaka mengenai pola komunikasi ketua dan
anggota penyandang tuna rungu.
BAB III : Gambaran Umum
Bab ini membahasa tentang sejarah, visi, misi,
program, dan struktur Dewan Pengurus Cabang

23
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D, (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2007), h. 333-345
21

Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia, kota


Padang Panjang. Dan disajikan profil singkat kota
Padang Panjang serta cerita singkat antara pimpinan dan
anggota penyandang tuna rungu di Dewan Pengurus
Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia,
kota Padang Panjang.
BAB IV : Data dan Temuan Penelitian
Dalam bab ini berisi uraian penyajian dan temuan
penelitian terkait:
a. Pola komunikasi ketua dan anggota penyandang tuna
rungu di Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan
Penyandang Disabilitas Indonesia, kota Padang
Panjang.
b. Hambatan komunikasi antara ketua dan anggota
penyandang tuna rungu di Dewan Pengurus Cabang
Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia, kota
Padang Panjang.
BAB V : Pembahasan
Bagian ini berisi uraian yang mengaitkan latar belakang,
teori, dan rumusan teori baru dari penelitian
a. Pola komunikasi ketua dan anggota penyandang tuna
rungu di Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan
Penyandang Disabilitas Indonesia, kota Padang
Panjang.
b. Hambatan komunikasi antara ketua dan anggota
penyandang tuna rungu di Dewan Pengurus Cabang
22

Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia, kota


Padang Panjang.
BAB VI : Penutup
Dalam bab ini merupakan penutuo dari pembahasan bab-
bab sebelumnya dan berisikan kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI/KAJIAN PUSTAKA
Pola komunikasi ialah suatu sistem dalam mengirim dan
menerima pesan dari komunikator kepada komunikan agar
tujuannya tercapai. Dalam berkomunikasi kita tuntut untuk
mengerti lawan bicara kita, agar kita dapat mengetahui cara apa
yang akan kita gunakan untuk berkomunikasi dengan lawan
bicara tersebut, agar tujuan dari komunikasi tercapai.
Komunikasi akan terasa sulit ketika orang tuna netra
dipertemukan di dalam sebuah organisasi dengan orang tuna
rungu. Pola komunikasi ini harus menjadi perhatian bagi kita
semua, agar tujuan dari komunikasi mereka bisa tercapai
sebagaimana mestinya.
A. Landasan Teori
1. Teori Interaksinisme Simbolik Herbert Blumer
Interaksi simbolik atau populer dengan teori
interaksionisme simbolik merupakan salah satu prespektif
teori yang baru muncul setelah adanya teori aksi (action
theory) yang dipelopori dan dikembangkan oleh Max Weber.
Ciri khas dari interaksi simbolik yang essensinya adalah
komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna
terletak pada pemahaman makna yang diberikan terhadap
tindakan orang lain melalui penggunaan simbol-simbol,
interpretasi, dan pada akhirnya tiap individu tersebut akan
berusaha saling memahami maksud dan tindakan masing-
masing untuk mencapai kesepakatan bersama.

23
24

Teori interaksionisme simbolik (symbolic interactionism),


yang diperkenalkan oleh Herbert Blumer dan George Herbert
Mead tahun 1863-1931, sudah dikenal dalam kajian ilmu
perpustakaan dan informasi. Menurut Mead simbol atau
tanda yang diberikan oleh manusia dalam melakukan
interaksi mempunyai makna-makna tertentu sehingga dapat
menimbulkan komunikasi, dan komunikasi secara murni
baru terjadi bila masing-masing pihak tidak saja memberikan
makna pada perilaku mereka sendiri, tetapi memahami atau
berusaha memahami makna yang diberikan oleh pihak lain.1
Selanjutnya Herbert Blumer, yang mempopulerkan teori
interaksi simbolik pada tahun 1939 memberi julukan
pemikiran Mead itu sebagai teori Interaksionisme Simbolik.2
Herbert Blumer mendefinisikan interaksionisme simbolik
atau teori interaksi simbolik sebagai sebuah proses interaksi
dalam rangka membentuk arti atau makna bagi setiap
individu.3 Teori interaksionisme bertumpu pada tiga premis
utama Blumer:4
a. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-
makna

1
Ritzer G, Douglas JG R, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana,
2010)
2
M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007)
3
Aidil Haris & Asrinda Amalia, Makna dan Simbol dalam Proses
Interaksi Sosial (Sebuah Tinjauan Komunikasi), (Jurnal Risalah. Vol. 29 No. 1,
2018), h. 18
4
Riyadi Soeprapto, Interaksionisme Simbolik Perspektif Sosiologi
Modern, (Yogyakarta: Averroes Press dan Pustaka Pelajar, 2002), h. 120-121
25

b. Makna diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan


dengan orang lain
c. Makna-makna tersebut disempurnakan disaat proses sosial
sedang berlangsung.
Makna dalam perspektif interaksional adalah ciptaan
situasi sosial, memberikan penekanan pada kebersamaan
pengalaman sosial. Perspektif interaksional memandang diri
sebagai ciptaan sosial yang hanya dicapai melalui
komunikasi dengan orang lain.5
Dalam pandangan interaksi simbolik, sebagaimana
Blumer yang dikutip oleh Deddy Mulyana, proses sosial
dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan dan
menegakkan aturan-aturan, bukan aturan-aturan yang
menciptakan dan menegakkan kehidupan kelompok. Dalam
konteks ini, makna dikontruksikan dalam proses interaksi,
dan proses tersebut bukanlah suatu medium netral yang
memungkinkan kekuatan-kekuatan sosial melainkan
perannya, melainkan subtansi yang sebenarnya dari
organisasi sosial dan kekuatan sosial. Bagi penganut interaksi
simbolik, masyarakat adalah proses interaksi simbolik.6
Herbert Blumer menyatakan ada tiga premis dasar
interaksi simbolik, yaitu meaning, language and thought.
a. Meaning

5
Aubrey Fisher, Teori-teori Komunikasi Perspektif Mekanis,
Psikologis, Interaksional, dan Pragmatis, (Bandung: Remadja Karya, 1986), h.
354
6
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru
Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: Rosdakarya, 2013), h.
70
26

Blumer menyatakan humans act toward people or


things on the basics of the meaning they assign to those
people or things. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa
tindakan seseorang baik kepada orang lain atau subjek
didasarkan pada pemaknaan yang mereka berikan.
b. Language
Menurut Blumer meaning arise out of the social
interaction that people have with each other. Pemaknaan
yang dimaksud seperti premis pertama tidak melekat pada
seseorang atau suatu objek begitu saja, melainkan
merupakan suatu proses interaksi dengan orang lain.
Interaksi ini merupakan suatu proses bersama. Dalam
interaksi ini, makna yang diperoleh merupakan suatu
negosiasi dengan penggunaan bahasa, atau yang lebih
tepatnya penggunaan simbol-simbol, baik itu verbal-
dengan bahasa maupun nonverbal.
c. Thought
Blumer menyatakan an individual interpretation
of simbols is modified by his or her own thought process.
Interpretasi yang dilakukan melibatkan proses berpikir.
Dimaksudkan sebagai adanya jeda untuk berpikir dalam
meninterpretasi suatu simbol, jeda ini lalu menjadi cara
untuk mempertimbangkan beberapa alternatif tindakan
dan memikirkan reaksi yang mungkin muncul dari orang
lain.
B. Kajian Pustaka
1. Pola Komunikasi
27

Pola dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah


sistem.7 Adapun yang dimaksud sistem adalah seperangkat
unsur-unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk
suatu totalitas.8 Sedangkan menurut Endang Saifuddin
Anshari sistem ialah suatu keseluruhan yang terdiri atas
(yang dibina oleh) beberapa unsur yang satu dengan yang
lainnya berhubungan secara korelatif: saling mendukung,
saling menopang, saling mengukuhkan, saling menjelaskan.9
Komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris
dari kata latin communis yang berarti sama, communico,
communication, atau communicare yang berarti membuat
sama (to make common). Istilah pertama (communis) paling
sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan
akar dari kata-kata pikiran, suatu makna, atau suatu pesan
dianut secara sama.10
Pada dasarnya komunikasi memiliki pengertian yang
begitu luas, baik sebagai suatu ilmuyang tersendiri maupun
sebagai suatu proses. Carl I. Hovland mengemukakan bahwa
komunikasi merupakan: the process by which an
individual/communicator transmits stimuli (usually verbal
symbols) to modify the behavior of other
individuals/communicates yaitu komunikasi ialah proses

7
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2008), h. 115
8
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2008), h. 849
9
Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam Pokok-pokok Pikiran
tentang Islam dan Umatnya, (Jakarta: CV. Rajawali, 1982), h. 194
10
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2002), h. 41
28

seorang /komunikator menyampaikan peransang-perangsang


(biasanya lambing-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk
mengubah tingkah laku orang lain.11
Menurut Raymond Ross, komunikasi adalah suatu prosese
menyortir, memilih, dan mengirim simbol-simbol yang
sedemikian rupa sehingga dapat membantu pendengar dalam
membangkitkan daya respon atau pemaknaan dari sebuah
pemikiran yang seleras dengan yang dimaksud dengan
komunikator.12 Astrid Susanto mengemukakan, perkataan
komunikasi berasal dari kata communicare yang dalam
bahasa latin mempunyai arti berpartisipasi atau
memberitahukan, menyampaikan pesan, informasi, gagasan
dan pendapat yang dilakukan oleh seseorang kepada orang
lain dengan mengharapkan feedback.13 Selain itu, menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengiriman dan
penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih
sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.14
Pola komunikasi (patterns of communication) adalah
suatu jaringan (network) di mana informasi disalurkan.15
Menurut Syaiful Bahri Djamarah bahwa pola komunikasi

11
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi,
(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), h. 24
12
Sambas Syukardi, Sosiologi Komunikasi, (Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2015), h. 49
13
Phil Astrid Susanto, Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung:
Bina Cipta, 1980), h. 29
14
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h.
585
15
Richard West & Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi
Analisis dan Aplikasi, (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), h. 37
29

dapat dipahami sebagai pola hubungan antara dua orang atau


lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara
yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.16
2. Tuna Netra
Tuna netra berasal dari kata tuna yang berarti rusak atau
rugi dan netra yang berarti mata. Jadi tuna netra yaitu
individu yang mengalami kerusakan atau hambatan pada
organ mata.17 Dari sudut pandang medis seseorang dikatakan
megalami tuna netra apabila “memiliki visus dua puluh per
dua ratus atau kurang dan memiliki lantang pandangan
kurang dari dua puluh derajat”.18 Selain itu tuna netra juga
diartikan sebagai “seseorang yang sudah tidak mampu
memfungsikan indra penglihatannya untuk keperluan
pendidikan dan pengajaran walaupun telah dikoreksi dengan
lensa”.19
Dari segi bahasa kata tuna netra terdiri dari kata tuna dan
netra. Dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia kata tuna
berarti tidak memiliki, tidak punya, luka atau rusak.
Sedangkan kata netra berarti penglihatan. Dengan demikian
tuna netra berarti buta, tetapi buta belum tentu sama sekali
gelap atau sama sekali tidak dapat melihat. Dalam literatur
bahasa inggris istilah tuna netra juga disebut dengan “Visual

16
Bahri Djamarah Syaiful, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak
dalam Keluarga, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 1
17
Esthy Wikasanti, Pengembangan Life Skills untuk Anak
Berkebutuhan Khusus, (Jogjakarta: Redaksi Maxima, 2014), 9-10.
18
E. Kosasih, Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus
(Bandung: Yrama Widya, 2012), hal.181.
19
Laili S. Cahya, Buku Anak untuk ABK (Yogyakarta: Familia, 2013),
10.
30

Impairment (Kerusakan Penglihatan) atau “Sight Loss


(Kehilangan Penglihatan)”.
Dalam bidang pendidikan luar biasa, individu dengan
gangguan penglihatan lebih akrab disebut dengan
penyandang tuna netra. Pengertian tuna netra tidak saja
mengarah pada mereka yang buta, tetapi mencakup juga
mereka yang mampu melihat tetapi sangat terbatas dan
kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-
hari terutama dalam belajar. Jadi, individu dengan kondisi
penglihatan yang termasuk setengah melihat/low vision, atau
rabun adalah bagian dari kelompok anak tuna netra.20
3. Tuna Rungu
Secara fisik, tidak ada yang berbeda pada anak tunarungu
dibandingkan dengan anak normal pada umumnya. Tanda-
tanda ketunarunguan pada anak tunarungu baru akandapat
dilihat, ketika kita berkomunikasi dengan anak tunarunngu
tersebut. Ketika anak tunarungu berbicara, mereka tidak
dapat mengeluarkan suara, mengeluarkan suara
namundengan artikulasi yang kurang jelas, atau bahkan tidak
dapat berbicara sama sekali sehingga komunikasi mereka
digantikan dengan bahasa isyarat.21
Andreas Dwidjosumarto mengemukakan bahwa seseorang
yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan
tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori

20
Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: PT.
Refika Aditama, 2007), Cet. II, hlm. 65.
21
Jati Rinakri Atmaja, Pendidikan dan Bimbingan Anak Tunarungu,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2018), hal. 61.
31

yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (low of hearing). Tuli


adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami
kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya
mengalami kerusakan tetapi masih dapat berfungsi untuk
mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat
bantu dengar (hearing aids).22
Murni Winarsih mengemukakan bahwa tunarungu adalah
suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar
dari yang ringan sampai berat, digolongkan ke dalam tuli dan
kurang dengar. Orang tuli adalah yang kehilangan
kemampuan mendengar sehingga menghambat proses
informasi bahasa melalui pendengaran, baik memakai
ataupun tidak memakai alat bantu dengar dimana batas
pendengaran yang dimilikinya cukup memungkinkan
keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran.
Tin Suharmini mengemukakan tunarungu dapat diartikan
sebagai keadaan dari individu yang mengalami kerusakan
pada indera pendengaran sehingga menyebabkan tidak bisa
menangkap berbagai rangsang suara, atau rangsang lain
melalui pendengaran.23
Salah satu karakteristik tuna rungu adalah hilang atau
kurangnya kemampuan mendengar hal ini mengakibatkan
mereka sukar dalam berkomunikasi. Salah satu hal
permasalahan yang menghambat tuna rungu dalam

22
Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: Refika
Aditama, 2006), hal. 93.
23
Laili S Cahya, Buku Anak Untuk ABK. (Yogyakarta: Familia,
2013), hal. 10.
32

berkomunikasi adalah penguasaan kosakata yang masih


sedikit. Bahasa pasif (reflektif) lebih cepat berkembang
dibandingkan dengan bahasa aktif (ekspresif). Perkembangan
bahasa bicara pada umumnya mengikuti pola-pola tertentu
secara kontiniu dan kompleks, diawali dengan fase reflek
vokalisasi (reflektive vokalitation), meraban (babling), laling
(lalling), echolalia, dan selanjutnya bicara sebenarnya.24
Penderita tuna rungu tentu saja akan memerlukan bentuk
komunikasi khusus agar maksud pembicaraan bisa
tersampaikan dengan baik.
Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran yang
diperoleh melalui tes dengan menggunakan audiometer,
ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Tuna rungu Ringan (Mild Hearing Loss). Orang yang
tergolong tuna rungu ringan mengalami kehilangan
pendengaran antara 27-40 dB,
b. Tuna rungu Sedang (Moderate Hearing Loss). Orang yang
tergolong tuna rungu sedang mengalami kehilangan
pendengaran antara 41-55 dB,
c. Tuna rungu Agak Berat (Moderatly Severe Hearing Loss).
Orang yang tergolong tuna rungu agak berat mengalami
pendengaran antara 56-70 dB,
d. Tuna rungu Berat (Severe Hearing Loss). Orang yang
tergolong tuna rungu berat mengalami kehilangan
pendengaran antara 71-90 dB,

24
Tarmansyah, Komunikasi Anak Berkebutuhan Khusus (No.
21/XXIII08/1--/2004, (Padang, 2004)
33

e. Tuna rungu Berat Sekali (Prof Ound Hearing Loss).


Orang yang tergolong tuna rungu berat sekali mengalami
kehilangan pendengaran lebih dari 90 dB.25
Karakteristik lain mengenai anak tunarungu menurut Edja
Sadjaah meliputi beberapa aspek yang meliputi aspek bahasa,
aspek motorik, dan aspek kepribadian.26 Adapun menurut
Permanarian Somad dan Tati Hernawati yang menyebutkan
karakteristik anak tunarungu dilihat dari segi intelegensi,
bahasa dan bicara, dan emosi sosial yaitu sebagai berikut:27
a. Karakteristik intelegensi anak tunarungu pada umumnya
normal atau rata-rata, tetapi karena perkembangan
intelegensi sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa
maka anak tunarungu akan menampakkan intelegensi
yang rendah disebabkan oleh kesulitan memahami bahasa.
b. Karakteristik bahasa dan bicara anak tunarungu sampai
pada masa meraban tidak mengalami hambatan karena
meraban merupakan kegiatan alami pernapasan dan pita
suara. Setelah masa meraban perkembangan bahasa dan
bicara anak tuna rungu akan terhenti.
c. Karakteristik emosi dan sosial anak tunarungu meliputi :
1) Egosentrisme yang melebihi anak normal
2) Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih
luas

25
Wardani, dkk, Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus,
(Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2013), h. 5-6.
26
Edja Sadjaah, Gangguan Bicara-Bahasa, (Bandung: San Grafika,
2005), hal. 109-114.
27
Permanarian Somad & Tati Herawati, Ortopedagogik Anak
Tunarungu, (Jakarta: Depdikbud, 1996), hal. 35-39.
34

3) Ketergantungan terhadap orang lain


4) Perhatian mereka lebih sukar dialihkan
5) Memiliki sifat polos, sederhana, dan tanpa banyak
masalah.
6) Lebih mudah marah dan cepat tersinggung
4. Ketua dan Anggota
Istilah ketua merupakan terjemahan leadership yang
berasal dari leader yang artinya pemimpin, kepala.28 Seorang
pemimpian ialah orang yang melihat lebih banyak dari pada
yang dilihat orang lain, dan melihat sebelum orang lain
melihat.29 Pengertian ketua dalam praktek organisasi
mengandung konotasi menggerakkan, mengarahkan,
membimbing, melindungi, membina, memberikan teladan,
memberikan dorongan, memberikan bantuan dan
sebagainya.30
Sedangkan anggota menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia merupakan orang yang menjadi bagian atau
masuk dalam suatu golongan (perserikatan, dewan, panitia,
dan sebagainya).
5. Disabilitas
Pengertian disabilitas menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah orang yang menyandang (menderita)
sesuatu, sedangkan disabilitas merupakan kata bahasa

28
Ach Mohyi, Teori dan Perilaku Organisasi, (UMM Press, 1999), h.
175
29
Agustinus Johanes Djohan, Lima Pilar Kepemimpinan, (Malang:
Media Nusa Creative, 2016), h. 3
30
Wahjosumodjo, Kepimpinan Kepala Sekolah: Tinjaun Teoritik dan
Permasalahnnya,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 349
35

Indonesia yang berasal dari kata serapan bahasa Inggris


disability yang berarti cacat atau ketidakmampuan.
Menurut John C. Maxwell, penyandang disabilitas
merupakan seseorang yang mempunyai kelainan dan/atau
yang dapat mengganggu aktivitas.31
Penyandang disabilitas adalah anggota masyarakat dan
memiliki hak untuk tetap berada dalam komunitas lokal. Para
penyandang disabilitas harus menerima dukungan yang
dibutuhkan dalam struktur pendidikan, kesehatan, pekerjaan
dan pelayanan sosial. Sehingga hak-hak penyandang
disablitas dalam persektif HAM dikategorikan sebagai hak
khusus bagi kelompok masyarakat tertentu.32
UU Nomor 8 tahun 2016 Pasal 1 ayat 1 mendefinisikan
penyandang disabilitas sebagai:33
Setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik,
intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu
lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat
mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi
secara penuh dan efektif dengan warga Negara lainnya
berdasarkan kesamaan hak.
Menurut peneliti, penyandang disabilitas yaitu orang yang
memeliki keterbatasan fisik dalam waktu yang panjang

31
Sugiono, Ilhamuddin, dan Arief Rahmawan, Klasterisasi
Mahasiswa Difabel Indonesia Berdasarkan Background Histories dan
Studying Performance. Indonesia Journal of Disability Studies Vol. 20, No.
21, 2014. Hal. 1.
32
Bagir Manan dkk., Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak
Asasi Manusia di Indonesia, Alumni, 2006), hal. 140-152.
33
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016
Tentang Penyandang Disabilitas Pasal 1, ayat 1
36

sehingga akan mengalami hambatan ketika berinteraksi


dengan lingkungannya.
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Sejarah Organisasi Dewan Pengurus Cabang
Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia Kota
Padang Panjang

Pada awalnya organisasi ini bernama Persatuan


Penyandang Cacat Indonesia (PPCI). Kini sudah berganti
nama menjadi Perkumpulan Penyandang Disabilitas
Indonesia (PPDI). PPDI adalah payung bagi organisasi
sosial penyandang disabilitas, organisasi sosial disabilitas
dan organisasi kemasyarakatan penyandang disabilitas
sesuai dengan tingkat kedudukannya berfungsi sebagai
wadah perjuangan, koordinasi, konsultasi, advokasi dan
sosialisasi disabilitas ditingkat nasional dan internasional.
Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia atau

37
38

disingkat PPDI dibentuk pada tanggal 11 Maret 1987,


berkedudukan di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Visi lembaga ini adalah mewujudkan partisipasi penuh
dan persamaan kesempatan penyandang disabilitas dalam
seluruh aspek kehidupan. PPDI berfungsi sebagai
lembaga koordinasi dan advokasi bagi anggota-
anggotanya, sedangkan bagi pemerintah PPCI merupakan
mitra dalam penyusunan berbagai kebijakan dan program
berkaitan penyandang disabilitas. PPDI memiliki jaringan
kerja hampir diseluruh provinsi di Indonesia dan
merupakan anggota dari Disabled People Internasional.
Sejak tahun 2005, PPDI bersama organisasi jaringannya
aktif mendorong dan memberikan konsep naskah
akademis bagi proses ratifikasi CRPD.
PPDI bertujuan memperjuangkan pemenuhan hak-hak
penyandang disabilitas agar memperoleh kesamaan
kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan
penghidupan serta dapat berpartisipasi penuh dalam
pembengunan nasional. Padahal guna menjamin
kesejahteraan penyandang disabilitas, dalam hal ini
pemerintah telah mengatur regulasi khusus sebagaimana
tertuang dalam Undang-Undang RI No. 8 Tahun 2016
bahwa:
Negara Kesatuan Republilk Indonesia menjamin
kelangsungan hidup setiap warga Negara, termasuk
bagi para penyandang disabilitas yang mempunyai
39

kedudukan hukum dan memiliki hak asasi manusia


yang sama sebagai Warga Negara Indonesia dan
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari warga
negara dan masyarakat Indonesia serta merupakan
amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa,
untuk bisa hidup maju dan berkembang secara adil
dan bermartabat.
Tentang penyandang disabilitas, Pelaksanaan dan
pemenuhan hak Penyandang Disabilitas berasaskan:
a. Penghormatan terhadap martabat;
b. Otonomi individu;
c. Tanpa Diskriminasi;
d. Partisipasi penuh;
e. Keragaman manusia dan kemanusiaan;
f. Kesamaan Kesempatan;
g. Kesetaraan;
h. Aksesibilitas;
i. Kapasitas yang terus berkembang dan identitas
anak;
j. Inklusif; dan
k. Perlakuan khusus dan Pelindungan lebih
Di Padang Panjang organisasi Dewan Pengurus
Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia
didrikan pada akhir tahun 2017 dan berjalan hingga
sekarang. Organisasi ini sempat tidak aktif selama satu
40

tahun.1 Usia dari anggota yang aktif berkisar dari umur 20


tahun hingga 50 tahun. Di organisasi ini juga terdapat
berbagai jenis disabilitas, seperti tuna netra, tuna rungu,
tuna daksa, autis, tuna grahita, dan down sindrom. Selama
perkembangan organisasi tersebut, sudah banyak kegiatan
yang dilakukan, diantaranya:
a. Pendataan
b. Meninjau usaha disabilitas

Gambar 3.12

1
Wawancara dengan Bapak Ramadhan sebagai ketua Dewan
Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia, Kota
Padang Panjang, tanggal 19 Februari, pukul 14.00 WIB, di Kelurahan Balai-
balai, Kota Padang Panjang
2
Diakses dari
https://m.facebook.com/dpc.ppdipp.3?tsid=0.07959096503078333&source=re
sult , pada tanggal 26 Maret 2021 pukul 23.00
41

Usaha disabilitas tuna rungu


c. Pawai simpati 17 Agustus 2019
d. Bantuan untuk disabilitas

Gambar 3.2.3
Penyaluran bantuan untuk disabilitas
e. Australia award
f. Buka bersama

3
Diakses dari https://sumbar.antaranews.com/berita/357132/ppdi-
padang-panjang-salurkan-zakat-untuk-50-penyandang-disabilitas , pada
tanggal 27 Januari 2021 pukul 15.59
42

Gambar 3.3.4
Buka bersama
g. Memperingati HDI 2018, 2019, 2020

Gambar 3.4.5
Peringatan HDI Tahun 2019
h. Membentuk rumah sahabat disabilitas

4
Diakses pada https://web.facebook.com/dpc.ppdipp.3/photos_of ,
pada tanggal 27 Januari 2021 pukul 16.30.
5
Diakses dari https://www.fajarsumbar.com/2019/12/ppdi-gelar-
pawai-penyandang-disabilitas.html?m=0 , pada tanggal 27 Januari 2021 pukul
15.55.
43

Gambar 3.5.6
Rumah Sahabat Disabilitas.
i. Pelatihan merajut

Gambar 3.6.7
Hasil rajutan DPC PPDI.

6
Diakses dari https://web.facebook.com/dpc.ppdipp.3/photos_of ,
pada tanggal 27 Januari 2021 pukul 16.13.
7
Diakses dari https://web.facebook.com/dpc.ppdipp.3 , pada tanggal
27 Januari 2021 pukul 16.08
44

B. Visi, Misi dan Program


Visi Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia:
Terwujudnya partisipasi penuh dan kesamaan
kesempatan penyandang disabilitas dalam segala
aspek kehidupan dan penghidupan.
Visi Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia
Kota Padang Panjang:
Untuk Kesejahteraan dan Kemandirian
Penyandang Disabilitas Di Kota Padang Panjang
Misi Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia:
a. Melakukan koordinasi dan konsultasi tentang semua
hal yang berkaitan dengan ius disabilitas.
b. Melakukan advokasi terhadap perjuangan hak dan
peningkatan kesejahteraan penyandang disabilitas.
c. Menyeimbangkan kewajiban dan hak penyandang
disabilitas sebagai warga negara Indonesia.
d. Mengupayakan keterpaduan langkah, potensi
penyandang disabilitas dalam rangka peningkatan
kualitas, efektifitas, efesiensi dan relevansi atas
kemitraan yang saling menguntungkan dan
bermartabat.
e. Memberdayakan penyandang disabilitas agar turut
berperan serta sebagai pelaku pembangunan yang
mandiri, produktif dan berintegrasi.
f. Melakukan kampanye kepedulian dan kesadaran
publik sebagai media sosialisasi dan informasi
tentang penyandang disabilitas kepada masyarakat
45

Misi Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia


kota Padang Panjang:
a. Memberikan Pelayanan yang optimal bagi
Penyandang Disabilitas di Kota Padang Panjang
melalui Pusat Layanan Konsultasi dan Advokasi
Disabilitas.
b. Melakukan pendataan, menginventerisasi,
mengakomodirisasi serta memberdayakan bakat dan
potensi Penyandang Disabilitas di Kota Padang
Panjang.
c. Meningkatkan perekonomian Penyandang
Disabilitas melalui Program Penyandang Disabilitas
Berwirausaha di Kota Padang Panjang.
d. Mewujudkan Transparansi Informasi dan
Akuntabilitas Keuangan serta menertibkan
Administrasi Keorganisasian Penyandang
Disabilitas secara sistemik dan terorganisir.
e. Memperjuangkan hak-hak dan aspirasi Penyandang
Disabilitas Kota Padang Panjang dalam mengakses
layanan kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan
sosial serta layanan fasilitas umum lainnya.
Program Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan
Penyandang Disabilitas Kota Padang Panjang:
a. Bidang Advokasi dan Pendidikan terintegrasi
melalui Pusat Layanan Konsultasi dan Advokasi
Disabilitas.
46

b. Bidang Pemberdayaan Ekonomi dan


Kewirausahaan terintegrasi melalui Program
Disabilitas Berwirausaha.
c. Bidang Sosial dan Kesejahteraan terintegrasi
melalui program pemberian santunan dan bantuan
sosial bagi penyandang Disabilitas Berat.
d. Bidang Pemberdayaan Potensi Anggota
terintegrasi melalui Program Pendataan, Pemetaan
dan Pemberdayaan Potensi Anggota.
e. Bidang Informasi dan Komunikasi terintegrasi
melalui Program Disabilitas Channel.

C. Struktur Organisasi
Pelindung : 1. Walikota Padang Panjang
2. Ketua DPRD Kota Padang Panjang
3. FORKOPIMDA Kota Padang Panjang

Pembina : 1. Kepala Dinas P2KBP3A Kota Padang


Panjang
2. Kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga
Kota Padang Panjang
3. Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang
Panjang
4. Camat Kecamatan Padang Panjang
Timur
5. Camat Kecamatan Padang Panjang
47

Barat

Penasehat : 1. H. Wahyudi, S. Pd (Kepala SLB


Negeri 01 Kota Padang Panjang)
2. Ida Herida, S. Pd (Kepala SLB Asih
Putera Kota Padang Panjang)
3. Syahril, S. Sos (Tuna daksa)
4. Betmon Oktivi Paulin, S. Sn (Guru
SLB)
5. Zulkifli, SH (Tuna Daksa)

Dewan : 1. Dt. Syafri Syam (Tuna Daksa)


Pertimbangan 2. Nazrul (Tuna Netra)
Organisasi 3. Adri Oky Shandra (Tuna Rungu)
4. Mezi Revi S, S. Pd (Guru SLB)
5. Edison Amir (Tuna Daksa)

Pengurus :
Ketua : Ramadhan
Wakil : M. Alvin Nur Akbar, S. Sn
Ketua
Sekretaris : Muhammad Ilham, S. Ds
Wakil : Khairul Zikri
Sekretaris
Bendahara : Epa Delila
Wakil : Ahda Rabbani, S. Pd
48

Bendahara

D. Gambaran Umum Kota Padang Panjang8


Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia, untuk menjalankan roda pemerintahan, Padang
Panjang dijadikan suatu kewedanaan yang wilayahnya
meliputi Padang Panjang, Batipuh dan X Koto yang
berkedudukan di Padang Panjang.
Pada masa agresi militer Belanda, Kota Padang
Panjang pernah menjadi pusat pemerintahan sementara
Sumatera Tengah setelah Kota Padang dikuasai Belanda
pada pada tahun 1947.
Berdasarkan Ketetapan Ketua PDRI tanggal 1
Januari 1950 tentang Pembagian Propinsi juga sekaligus
ditetapkan pula pembagian Kabupaten dan Kota antara
lain Bapituh dan X Koto kedalam wilayah Kabupaten
Tanah Datar, sehingga Padang Panjang hanya merupakan
tempat kedudukan Wedana yang mengkoordinir
Kecamatan X Koto.
Kemudian berdasarkan UU No. 8 tahun 1956
tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Kecil di
lingkungan Propinsi Sumatera Tengah, maka lahir secara
resmi Kota Kecil Padang Panjang.
Kota Padang Panjang sebagai pemerintahan daerah
terbentuk pada tanggal 23 Maret 1956. Selanjutnya,

8
Diakses dari https://www.padangpanjang.go.id/kota , pada tanggal
27 Januari 2021, pukul 15.45.
49

barulah setahun kemudian, berdasarkan Undang-undang


nomor 1 tahun 1957, status kota ini sejajar dengan daerah
kabupaten dan kota lainnya di Indonesia.
Pada tahun 1957 dilantik Walikota pertama dan
sebagai Daerah Otonom sesuai Peraturan Daerah Nomor
34/K/DPRD-1957 dibentuk 4 (empat) Resort, dan dimana
masing-masing Resort dengan Keputusan DPRD
Peralihan Kota Praja Nomor 12/K/DPRD-PP/57
membawahi 4 jorong sebagai berikut :

No. Kelurahan
Resort Bukit Surungan
1 Sigando
2 Gantiang
3 Ekor Lubuk
4 Ngalau

No. Kelurahan
Resort Pasar
1 Balai-balai
2 Bukit Surungan
3 Pasar Baru
4 Tanah Hitam

No. Kelurahan
50

Resort Lareh Nan Panjang


1 Koto Katiak
2 Koto Panjang
3 Tanah Pak Lambiak
4 Guguk Malintang

No. Kelurahan
Resort Bukit Surungan
1 Kampuang Manggis
2 Pasar Usang
3 Silaiang Atas
4 Silaiang Bawah

Kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 18


Tahun 1965 istilah kota praja diganti menjadi kotamadya
dan berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 44 Tahun 1980
dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1982 tentang
Susunan dan Tata Kerja Pemerintahan Kelurahan, maka
resort diganti menjadi kecamatan dan jorong diganti
menjadi kelurahan dan berdasarkan peraturan pemerintah
nomor 13 tahun 1982 Kota Padang Panjang dibagi atas
dua kecamatan yakni Kecamatan Padang Panjang Barat
dan Kecamatan Padang Panjang Timur, dengan secara
keseluruhan 16 kelurahan.
51

Kemudian dalam rangka Pembinaan Kehidupan


Nagari sebagai kesatuan masyarakat Hukum Adat, maka
berdasarkan Mubes LKAAM tahun 1966 di Kota Padang
Panjang terdapat 3 KAN, yaitu:
No. KAN
1 Gunuang
2 Lareh Nan Panjang
3 Bukit Surungan
Sedangkan Resort Pasar, karena sebagian besar
penduduknya pendatang tidak dibentuk KAN.
Hari Jadi Kota Padang Panjang yang selama ini
diperingati tanggal 23 Maret setiap tahunnya, sesuai
dengan tanggal pengundangan dari Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah
Otonom Kota Kecil dalam Lingkungan Daerah Propinsi
Sumatera Tengah, ternyata masih banyak masyarakat /
warga Kota Padang Panjang yang belum dapat menerima
atau mengakui Hari Jadi dimaksud. Hal ini disebabkan
karena dalam sejarah perkembangannya, Padang Panjang
sebetulnya sudah ada sejak beberapa ratus tahun yang
lalu.
Terhadap penetapan Hari Jadi Kota Padang
Panjang tersebut di atas, beberapa tahun terakhir ini
masyarakat / warga Kota Padang Panjang mengusulkan
kepada Pemerintah Kota Padang Panjang untuk meninjau
kembali melalui suatu kajian sejarah yang melibatkan
Tokoh Masyarakat, Sejarawan atau kalangan Akademisi
52

serta Stake Holders lainnya di lingkungan Pemerintah


Kota Padang Panjang. Atas usul masyarakat inilah
Pemerintah Kota Padang Panjang pada tahun 2002 yang
lalu membentuk Badan Kajian Sejarah dan Perjuangan
Bangsa (BKSPB) Kota Padang Panjang yang ditetapkan
dengan Keputusan Walikota Padang Panjang Nomor 227
Tahun 2002 yang antara lain bertugas meninjau dan
mengkaji ulang Hari Jadi Kota Padang Panjang
berdasarkan sejarah atau historis dan perkembangan yang
telah ada beberapa ratus tahun yang lalu.
Hasil kegiatan BKSPB Kota Padang Panjang
terhadap Hari Jadi Kota Padang Panjang dimaksud sesuai
dengan tahapannya telah disempurnakan melalui Kegiatan
Seminar Sehari yang diadakan pada tanggal 12 Maret
2003. Pada saat itu disepakati bahwa penetapan Hari Jadi
Kota Padang Panjang adalah tanggal 1 Desember 1790,
dan untuk pertama kalinya diperingati pada tanggal 1
Desember 2004 dan dilanjutkan pada tahun-tahun
berikutnya. Untuk lebih menguatkan legalitas atau dasar
hukum dari penetapan Hari Jadi Kota PadangpPanjang
tanggal 1 Desember 1790 ditetapkan dengan suatu
Peraturan Daerah yaitu Peraturan Daerah Kota Padang
Panjang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Penetapan Hari
Jadi Kota Padang Panjang.
E. Biografi Singkat Ketua dan Anggota
53

Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang


Disabilitas Indonesia di Kota Padang Panjang berdiri pada
akhir tahun 2017 dan berjalan hingga sekarang.
1. Biografi ketua
Nama : Ramadhan
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 03 Januari 1985
Alamat : Kelurahan Balai-balai
Pekerjaan : Tukang Pijat

2. Biografi anggota
a. Nama : Refyul Fatri
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 26 Januari 1983
Alamat : Kelurahan Silaing Atas
Pekerjaan : Belum bekerja
b. Nama : Lilis suryani
Jenis kelamin :Perempuan
Tanggal lahir :12 Oktober 1974
Alamat : Kelurahan Koto Panjang
Pekerjaan : Belum bekerja
c. Nama : Raimaddi
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 10 Oktober 1978
Alamat : Kelurahan Koto Panjang
Pekerjaan : Tidak bekerja
d. Nama : Indra
54

Jenis kelamin : Laki-laki


Tanggal lahir : 14 November 1994
Alamat : Koto Panjang
Pekerjaan : Kerja di industri kapur
e. Nama : Sari Oktavia
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 01 Januari 1994
Alamat : Padang Panjang
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
BAB IV

DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

Pola komunikasi adalah suatu sistem dalam mengirim dan


menerima pesan dari komunikator kepada komunikan agar
tujuannya tercapai. Dalam mempelajari pola komunikasi tuna
netra dan tuna rungu ini, peneliti telah melakukan penelitian
selama kurang lima bulan di Dewan Pengurus Cabang
Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia, kota Padang
Panjang terkait pola komunikasi tuna netra dan tuna rungu. Dan
kemudian peneliti membahas mengenai bagaimana pola
komunikasi tuna netra dan tuna rungu serta apa saja hambatan
komunikasi yang dirasakan oleh ketua dan anggota penyandang
tuna rungu. Berikut pembahasan yang telah peneliti susun:

A. Pola komunikasi ketua dan anggota penyandang tuna rungu


di Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang
Disabilitas Indonesia, kota Padang Panjang.
Pola komunikasi (patterns of communication) adalah
suatu jaringan (network) di mana informasi disalurkan.1
Menurut Syaiful Bahri Djamarah bahwa pola komunikasi
dapat dipahami sebagai pola hubungan antara dua orang atau
lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara
yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.2

1
Richard West & Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi
Analisis dan Aplikasi, (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), h. 37
2
Bahri Djamarah Syaiful, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak
dalam Keluarga, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 1

55
56

Pola komunikasi yang dijalin antara penyandang


disabilitas ini bermacam-macam, terutama pola komunikasi
yang terjalin antar tuna netra dan tuna rungu. Seperti yang
dijelaskan oleh ketua (bapak Ramadhan):
“Berbeda-beda, misalnya dengan si Refyul, ketika dia
menyentuh bagian tertentu dan sedikit mengeluarkan suara,
itu akan jelas bahwasannya itu orang yang berbeda”3
Dan ditambahkan dengan keterangan oleh anggota tuna
rungu (bapak Refyul):
“Ketika saya bertemu di tempat sepi saya bisa menyapa
ketua dengan meraba atau menyentuh ketua, dan terkadang
saya mengeluarkan suara saya sedikit”4
Dan juga ditambahkan dengan keterangan dari ketua
(bapak Ramadhan):
“Terkadang saya juga menyentuh simbol atau bahasa
isyarat dari tuna rungu tersebut. Dengan cara meraba
tangan dari tuna rungu tersebut.”5
Dan ditambahkan keterangan oleh anggota tuna rungu
(ibu Lilis):

3
Wawancara dengan bapak Ramadhan sebagai ketua Dewan
Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang Panjang,
Tanggal 19 Februari 2021, Pukul 14:00 WIB, di Rumah Disabilitas, kota
Padang Panjang
4
Wawancara dengan bapak Refyul sebagai anggota tuna rungu di
Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang
Panjang, Tanggal 19 Februari 2021, Pukul 15:30 WIB, di Rumah Disabilitas,
kota Padang Panjang
5
Wawancara dengan bapak Ramadhan sebagai ketua Dewan
Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang Panjang,
Tanggal 19 Februari 2021, Pukul 14:00 WIB, di Rumah Disabilitas, kota
Padang Panjang
57

“Harus ada kesepakatan sebelumya diantara kita,


sehingga saya sedikit-sedikit bisa berkomunikasi dengan
ketua. Walaupun kita berkomunikasi hanya sekedar tegur
sapa, dan terkadang sekedar perintah dari ketua”6
Dan juga keterangan dari anggota tuna rungu (bapak
Raimaddi):
“Saya merasa kurang bisa berkomunikasi dengan ketua,
karena kami sama-sama memiliki kekurangan. Tetapi
bagaimanapun saya harus melakukan komunikasi dengan
ketua, saya lebih senang ketika berkomunikasi dengan ketua
adakala ada penerjemah atau orang yang akan membantu
kita dalam komunikasi. Sehingga apa yang kami bicarakan
kami bisa saling mengerti.”7
Dan ditambahkan keterangan dari anggota tuna rungu
(bapak Indra):
“Saya kesulitan, karena kalau pun harus menggunakan
BISINDO dan tidak semua orang menggunakan bahasa yang
sama.”8
Dan juga ditambahkan oleh anggota tuna rungu (ibu
Sari):
6
Wawancara dengan Ibu Lilis sebagai anggota tuna rungu di Dewan
Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang Panjang,
Tanggal 26 Februari 2021, Pukul 13:00 WIB, di Rumah Disabilitas, kota
Padang Panjang
7
Wawancara dengan Bapak Raimaddi sebagai anggota tuna rungu di
Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang
Panjang, Tanggal 26 Februari 2021, Pukul 14:00 WIB, di Rumah Disabilitas,
kota Padang Panjang
8
Wawancara dengan bapak Indra sebagai anggota tuna rungu di
Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang
Panjang, Tanggal 26 Februari 2021, Pukul 15:00 WIB, di Rumah Disabilitas,
kota Padang Panjang
58

“Saya berkomunikasi dengan ketua kalau ada orang


ketiga (penerjemah), kalaupun harus berkomunikasi, harus
ditempat yang sepi. Sehingga antar kami bisa saling
mengerti satu sama lain.”9
Ditambahkan keterangan oleh pakar disabilitas
Bukittinggi (bapak Bambang):
“Karena tuna netra hanya bisa auditori maka sistem
komunikasi yang terbaik yang dilakukan dengan memahami
keadaan sekitar, dan harus adanya pelatihan jika harus
berkomunikasi dengan tuna rungu. Yang mana tuna rungu
sistem berkomunikasi yang baik yaitu dengan bahasa
isyarat.”10
Dan juga ditambahkan keterangan oleh pakar disabilitas
Bukittinggi (bapak Robert):
“Salah satu cara terbaik yaitu dengan meraba tangan
tuna rungu ketika menggunakan bahasa isyarat, tetapi tidak
semua netra yang bisa mengerti bahasa isyarat, apalagi
keterbatasan bahasa isyarat tiap-tiap daerah yang membuat
tuna netra dan tuna rungu harus sama-sama menambah kosa
kata bahasa isyarat, apalagi BISINDO.”11
Dari data yang peneliti dapatkan berdasarkan wawancara
dengan delapan orang informan dengan kapabilitas yang

9
Wawancara dengan Ibu Sari sebagai anggota tuna rungu di Dewan
Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang Panjang,
Tanggal 26 Februari 2021, Pukul 16:00 WIB, di Rumah Disabilitas, kota
Padang Panjang
10
Wawancara dengan bapak Bambang sebagai pakar disabilitas
Bukittinggi, tanggal 29 April 2021, pukul 14:30 WIB, melalui Video Call
11
Wawancara dengan bapak Robert sebagai pakar disabilitas
Bukittinggi, tanggal 29 April 2021, pukul 15:00 WIB, melalui Video Call
59

mumpuni dalam permasalahan yang akan diteliti. Adapun


informan yang ada dalam penelitian ini adalah ketua Dewan
Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota
Padang Panjang (bapak Ramadhan), anggota penyandang
tuna rungu (bapak Refyul, ibu Lilis, bapak Raimaddi, bapak
Indra, dan ibu Sari), dan pakar disabilitas (bapak Bambang
dan bapak Robert). Peneliti mendapatkan temuan penelitian
terkait pola komunikasi antar tuna netra dan tuna rungu
sebagai berikut:
1. Dalam berkomunikasi antar tuna netra (ketua) dengan
beberapa orang anggota tuna rungu harus adanya
kesepakatan terlebih dahulu. Seperti bagaimana
seharusnya menyapa ketika bertemu, karena setiap
anggota tuna rungu memiliki cara masing-masing untuk
menyapa ketua (tuna netra) sehingga adanya perbedaan
yang memudahkan untuk mengingat dengan siapa ia
sedang bertemu.
2. Dengan adanya kesepakatan tersebut, harus ada orang
ketiga (penerjemah) sebelum mereka melakukan
komunikasi. Guna untuk mempermudah mereka dalam
mengambil kesepakatan seperti apa harusnya ketika
mereka saling berpapasan, sehingga ketua (tuna netra)
mengetahui dengan siapa ia berkomunikasi.
60

Gambar 4.1
Pada gambar 4.1 menjelaskan kegiatan adanya
kegiatan dengan penerjemah mengenai komunikasi
dengan ketua, dan digambar tersebut anggota tuna rungu
terlihat mengerti dengan apa yang dikatakan penerjemah.
3. Salah satu pola komunikasi yang sedang digiatkan di
Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang
Disabilitas Indonesia, kota Padang Panjang antar tuna
netra dan tuna rungu yaitu dengan meraba simbol yang
digunakan ketika mereka berkomunikasi. Dalam hal ini
tuna netra harus memahami simbol-simbol yang
digunakan oleh tuna rungu, sehingga tidak adanya
kekeliruan antar mereka.

Gambar 4.2
Pada gambar 4.2 terlihat proses komunikasi yang
sedang digiatkan di Dewan Pengurus Cabang
Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang
61

Panjang yaitu dengan meraba simbol BICINDO dengan


tujuan mempermudah komunikasi yang akan terjalin
antar tuna netra dan tuna rungu nantinya.
4. BICINDO merupakan simbol komunikasi yang
digunakan mereka selama berkomunikasi, terutama antar
tuna rungu. Hal ini juga tidak menutup kemungkinan
untuk siapapun memahami BICINDO tersebut, apalagi
sesama anggota organisasi tersebut. Sehingga tidak
adanya pembedaan antar penyandang disabilitas lainnya.

Gambar 4.3
Pada gambar 4.3 terlihat penggunan BISINDO
dari salah seorang anggota tuna ketika berkomunikasi
dengan anggota tuna rungu lainnya melalui gadget.
5. Meraba atau menyentuh juga digunakan oleh tuna rungu
untuk menyapa tuna netra (ketua). Hal ini digunakan
ketika mereka berpapasan dijalan dan apalagi kondisi
jalanan yang ramai, sehingga dengan meraba atau
menyentuh setidaknya mereka sudah bisa mengenal satu
sama lainnya.
62

Gambar 4.4
Pada gambar 4.4 dicontohkan bagaimana cara tuna
rungu menyapa tuna netra ketika berpapasan di jalan. Setiap
anggota tuna rungu mempunyai cara tersendiri untuk
menyapa ketua, agar ketua tidak kebingunan siapa yang
menyapa ketika bertemu dijalan.
B. Hambatan komunikasi antara ketua dan anggota penyandang
tuna rungu di Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan
Penyandang Disabilitas Indonesia, kota Padang Panjang.
Effendy menyatakan bahwa beberapa ahli komunikasi
menyatakan bahwa tidaklah mungkin seseorang melakukan
komunikasi yang sebenar-benarnya efektif.12 DeVito
menyatakan bahwa hambatan komunikasi memiliki
pengertian bahwa segala sesuatu yang dapat mendistorsi

12
Onong Effendy, Ilmu, teori dan filsafat komunikasi, (Bandung:
PTCitra Aditya Bakti, 2003), h. 45
63

pesan, hal apapun yang menghalangi penerima menerima


pesan.13
Menurut Ketua Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan
Penyandang Disabilitas (bapak Ramadhan) terhadap
hambatan, sebagai berikut:
“Masih banyak kendalanya. Salah satu kendala nya tidak
semua tuna rungu yang bisa BICINDO, itu akan lebih sulit
bagi saya. Solusinya yaitu saya tergerak untuk selalu intens
berkomunikasi dengan tuna rungu tersebut agar kita sama-
sama paham.”14
Dan juga ketua (bapak Ramadhan) juga mengemukakan
pendapat mengenai hambatan dalam komunikasi sebagai
berikut:
“Salah satu masalahnya ketika kita bertegur sapa di
tempat keramaian, terkadang saya tidak tau keberadaan
lawan bicara saya. Kalau bisa saya berkomunikasi di tempat
yang tenang dan sunyi, agar saya bisa merasakan dan
mendengar sedikit suara dari tuna rungu tersebut.”15
Salah seorang anggota (bapak Refyul) juga
mengemukakan pendapat sebagai berikut:

13
Joseph A. DeVito, Komunikasi antar manusia (alih bahasa: Ir.
AgusMaulana M.S.M), (Tangerang: Karisma Publishing Group, 2011), h. 11-
14
14
Wawancara dengan bapak Ramadhan sebagai ketua Dewan
Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang Panjang,
Tanggal 19 Februari 2021, Pukul 14:00 WIB, di Rumah Disabilitas, kota
Padang Panjang
15
Wawancara dengan bapak Ramadhan sebagai ketua Dewan
Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang Panjang,
Tanggal 19 Februari 2021, Pukul 14:00 WIB, di Rumah Disabilitas, kota
Padang Panjang
64

“Kalau berkomunikasi berdua saja tidak bisa, harus ada


penerjemah. Dan kalaupun harus berbicara berdua, harus
ditempat sepi, dan harus ada kesepakatan antara kita,
setidaknya untuk komunikasi seadanya saja. Saya juga
menemukan perbedaan bahasa isyarat antar daerah,
contohnya ketika saya ke Kota Bukittinggi, saya tidak
mengerti bahasa isyarat mereka. Sehingga ketika saya ingin
berlomba, saya tidak bisa, karena bahasa isyarat lebih
banyak dimengerti anak-anak muda.”16
Anggota lain (bapak Raimaddi) juga mengemukakan
pendapat mengenai hambatan komunikasi dengan ketua
sebagai berikut:
“harus berkomunikasi di tempat sepi, adanya perbedaan
bahasa isyarat antar daerah yang membuat saya tidak
mengerti dengan tuna rungu di daerah lainnya.”17
Anggota lain juga (bapak Indra) mengemukakan pendapat
yang lain:
“Ya dengan BISINDO yang saya gunakan, terkadang
beda orang, beda juga BISINDO yang digunakan.”18

16
Wawancara dengan bapak Refyul sebagai anggota tuna rungu di
Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang
Panjang, Tanggal 19 Februari 2021, Pukul 15:30 WIB, di Rumah Disabilitas,
kota Padang Panjang
17
Wawancara dengan Bapak Raimaddi sebagai anggota tuna rungu di
Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang
Panjang, Tanggal 26 Februari 2021, Pukul 14:00 WIB, di Rumah Disabilitas,
kota Padang Panjang
18
Wawancara dengan bapak Indra sebagai anggota tuna rungu di
Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang
Panjang, Tanggal 26 Februari 2021, Pukul 15:00 WIB, di Rumah Disabilitas,
kota Padang Panjang
65

Pakar disabilitas Bukittinggi (bapak Bambang) juga


menambahkan keterangan:
“Kalau tidak bisa memahami, akan terjadinya salah
pengertian atau miskomunikasi antar tuna netra dan tuna
rungu tersebut. Sedangkan tuna rungu dalam berkomunikasi
harus ada bahasa isyarat yang bisa dimengerti setidaknya
untuk sesame tuna rungu. Adanya keterbatasan bahasa juga
merupakan hambatan yang akan terjadi dalam
berkomunikasi, apalagi komunikasi yang dijalin antar tuna
netra dan tuna rungu.”19
Dari data yang peneliti dapatkan berdasarkan wawancara
dengan lima orang informan dengan kapabilitas yang
mumpuni dalam permasalahan yang akan diteliti. Adapun
informan yang ada dalam penelitian ini adalah ketua Dewan
Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota
Padang Panjang (bapak Ramadhan), anggota penyandang
tuna rungu (bapak Refyul, bapak Raimaddi, dan bapak
Indra), dan pakar disabilitas (bapak Bambang), peneliti
mendapatkan temuan penelitian terkait hambatan komunikasi
antar tuna netra dan tuna rungu sebagai berikut:
1. Hambatan yang terjadi dalam komunikasi tuna netra
dan tuna rungu yaitu perbedaan cara pandang simbol
antar tuna netra dan tuna rungu. Bukan saja antar tuna
netra dan tuna rungu, antar tuna rungu saja memiliki
cara pandang simbol yang berbeda. Hal ini

19
Wawancara dengan bapak Bambang sebagai pakar disabilitas
Bukittinggi, tanggal 29 April 2021, pukul 14:30 WIB, melalui Video Call
66

dikarenakan perbedaan pendidikan mereka, sehingga


banyak yang tidak sama simbol yang digunakannya.
2. Lingkungan juga menjadi hambatan dalam
berkomunikasi antar tuna netra dan tuna rungu.
Contohnya saja ketika di tempat ramai itu mereka
akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi,
mereka cenderung lebih bisa berkomunikasi di tempat
yang sepi agar komunikasi yang dijalin mencapai
tujuannya.

Gambar 4.5
Pada gambar 4.5 terlihat kami berkumpul untuk
persiapan wawancara. Tetapi dengan apa yang
disampaikan penerjemah, anggota banyak yang
kurang paham dan kurang mengerti karena mereka
lebih leluasa untuk berkomunikasi berdua saja.
BAB V

PEMBAHASAN

Pada bab berikut ini peneliti akan membahas tentang hasil


temuan yang dikembangkan dari pola komunikasi tuna netra dan
tuna rungu (studi komunikasi ketua dan anggota di Dewan
Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas
Indonesia, kota Padang Panjang) serta hambatan dalam
komunikasi bagi ketua dan anggota penyandang tuna rungu di
Dewan Pimpinan Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas,
kota Padang Panjang.

A. Pola komunikasi ketua dan anggota penyandang tuna


rungu di Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan
Penyandang Disabilitas Indonesia, kota Padang Panjang.
Pola komunikasi adalah suatu sistem dalam mengirim dan
menerima pesan dari komunikator kepada komunikan agar
tujuan dari komunikasi tersebut bisa dicapai. Menurut
Syaiful Bahri Djamarah bahwa pola komunikasi dapat
dipahami sebagai pola hubungan antara dua orang atau lebih
dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang
tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.1 Teori
interaksionisme bertumpu pada tiga premis utama Blumer:2
a. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-
makna

1
Bahri Djamarah Syaiful, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak
dalam Keluarga, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 1
2
Riyadi Soeprapto, Interaksionisme Simbolik Perspektif Sosiologi
Modern, (Yogyakarta: Averroes Press dan Pustaka Pelajar, 2002), h. 120-121

67
68

Human act toward people or things on the basis of


the meanings they assign to those people or things yaitu
manusia akan bertindak atau bersikap terhadap manusia
lainnya, pada dasarnya dilandasi atas pemaknaan yang
mereka kenakan kepada pihak lain tersebut.3 Dengan
kata lain, manusia akan aktif ketika menentukan dan
memaknai lingkungan dan situasi. Makna berasal dari
simbol yang berasal dari interaksi sosial dan perlu
adanya kesepakatan dalam menerapkan makna tertentu.4
Tema pertama pada interaksi simbolik berfokus pada
pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia,
dan tidak bisa dilepaskan dari proses komunikasi, karena
makna itu tidak akan ada artinya, sampai pada akhirnya
di konstruksi secara interpretatif oleh individu melalui
proses interaksi, untuk menciptakan makna yang dapat
disepakati secara bersama. Berikut kutipan pernyataan
dari ibu Lilis informan terkait tema pertama:
“Harus ada kesepakatan sebelumya diantara kita,
sehingga saya sedikit-sedikit bisa berkomunikasi dengan
ketua. Walaupun kita berkomunikasi hanya sekedar
tegur sapa, dan terkadang sekedar perintah dari ketua”5

3
Elbadiansyah Umiarso, Interaksi Simbolik: Dari Era Klasik Hingga
Modern, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2014), h. 158
4
West & Turner, Pengantar Teori Komunikasi, Analisis dan Aplikasi,
(Salemba Humanika: Jakarta, 2008)
5
Wawancara dengan Ibu Lilis sebagai anggota tuna rungu di Dewan
Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang Panjang,
Tanggal 26 Februari 2021, Pukul 13:00 WIB, di Rumah Disabilitas, kota
Padang Panjang
69

Dan juga ditambahkan dengan keterangan dari bapak


Ramadhan:
“Berbeda-beda, misalnya dengan si Refyul, ketika dia
menyentuh bagian tertentu dan sedikit mengeluarkan
suara, itu akan jelas bahwasannya itu orang yang
berbeda”6
Dan begitu juga ditambahkan dengan keterangan dari
bapak Refyul:
“Ketika saya bertemu di tempat sepi saya bisa
menyapa ketua dengan meraba atau menyentuh ketua,
dan terkadang saya mengeluarkan suara saya sedikit”7
Dari keterangan yang didapat berdasarkan kutipan
wawancara dengan ketiga informan tersebut, bisa dilihat
bahwa pola komunikasi yang dijalin antar tuna netra dan
tuna rungu di Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan
Disabilitas Indonesia, kota Padang Panjang yaitu dengan
menggesekkan atau meraba tuna netra (ketua) ketika
bertemu dengan tujuan untuk tegur sapa antar mereka,
terkadang tidak jarang tuna rungu mengelurarkan sedikit
suara agar tuna netra (ketua) dapat dengan mudah
membedakannya. Dan makna-makna tersebut tidak akan
ada tanpa kesepakatan antar mereka terlebih dahulu,

6
Wawancara dengan bapak Ramadhan sebagai ketua Dewan
Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang Panjang,
Tanggal 19 Februari 2021, Pukul 14:00 WIB, di Rumah Disabilitas, kota
Padang Panjang
7
Wawancara dengan bapak Refyul sebagai anggota tuna rungu di
Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang
Panjang, Tanggal 19 Februari 2021, Pukul 15:30 WIB, di Rumah Disabilitas,
kota Padang Panjang
70

sehingga ketika bertemu pun mereka bisa tegur sapa


dengan cara tersebut. Sesuai yang disampaikan oleh
Blumer, makna akan ada ketika adanya kesepakatan
yang dalam penelitian ini peneliti melihat adanya
kesepakatan antar mereka terlebih dahulu sebelum
mereka melakukan komunikasi, dan pada akhirnya hasil
dari kesepakatan mereka lah yang akan digunakan untuk
komunikasi selanjutnya.
b. Makna diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan
dengan orang lain
Meaning arises out of the social interaction that
people have with each other. Pemaknaan muncul dari
interaksi sosial yang dipertukarkan di antara mereka.
Makna tidak akan muncul atau melekat pada suatu objek
secara alamiah.8 Makna akan lahir dari proses negosiasi
melalui penggunaan bahasa (language) dalam perspektif
interaksionisme simbolik. Blumer menegaskan akan
pentingnya penamaan dalam proses pemaknaan.
Cara berpikir dengan menggunakan sudut pandang
interaksionisme simbolik harus meyakini bahwa makna
tercipta lantaran interaksi dengan orang lain.9 Setiap
makna diwujudkan melalui simbol, dimana simbol itu
sendiri merupakan stimulus atas makna dan nilai-nilai

8
Elbadiansyah Umiarso, Interaksi Simbolik: Dari Era Klasik Hingga
Modern, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2014), h. 158
9
West & Turner, Pengantar Teori Komunikasi, Analisis dan Aplikasi,
(Salemba Humanika: Jakarta, 2008)
71

tertentu bagi setiap orang.10 Tingkat pemahaman manusia


terhadap objek atau realitas sosial, akan tergantung pada
sejauh mana simbol-simbol yang tersedia mampu
mempresentasikan makna yang dimaksud.
Berikut kutipan pernyataan dari bapak Raimaddi
terkait tema kedua:
“Saya merasa kurang bisa berkomunikasi dengan
ketua, karena kami sama-sama memiliki kekurangan.
Tetapi bagaimanapun saya harus melakukan komunikasi
dengan ketua, saya lebih senang ketika berkomunikasi
dengan ketua adakala ada penerjemah atau orang yang
akan membantu kita dalam komunikasi. Sehingga apa
yang kami bicarakan kami bisa saling mengerti.”11
Dan ditambakan dengan keterangan dari ibu Sari:
“Saya berkomunikasi dengan ketua kalau ada orang
ketiga (penerjemah), kalaupun harus berkomunikasi,
harus ditempat yang sepi. Sehingga antar kami bisa
saling mengerti satu sama lain.”12
Dan juga ditambahkan dengan keterangan dari bapak
Indra:

10
Emory Griffin, A First Look at Communication Theory Fifth
Edition, (Boston: McGraw-Hill, 2000), h. 55
11
Wawancara dengan Bapak Raimaddi sebagai anggota tuna rungu di
Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang
Panjang, Tanggal 26 Februari 2021, Pukul 14:00 WIB, di Rumah Disabilitas,
kota Padang Panjang
12
Wawancara dengan Ibu Sari sebagai anggota tuna rungu di Dewan
Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang Panjang,
Tanggal 26 Februari 2021, Pukul 16:00 WIB, di Rumah Disabilitas, kota
Padang Panjang
72

“Saya kesulitan, karena kalau pun harus


menggunakan BISINDO dan tidak semua orang
13
menggunakan bahasa yang sama.”
Dan juga ditambahkan keterangan dari bapak
Bambang:
“Karena tuna netra hanya bisa auditori maka sistem
komunikasi yang terbaik yang dilakukan dengan
memahami keadaan sekitar, dan harus adanya pelatihan
jika harus berkomunikasi dengan tuna rungu. Yang mana
tuna rungu sistem berkomunikasi yang baik yaitu dengan
bahasa isyarat.”14
Dari keterangan yang didapat berdasarkan kutipan
wawancara dengan keempat informan tersebut, bisa
dilihat bahwa harus adanya bahasa isyarat ketika
berkomunikasi dengan tuna rungu maupun tuna netra,
sehingga tujuan komunikasi tersebut bisa tercapai dengan
baik. Bahasa isyarat yang digunakan di Dewan Pengurus
Cabang Perkumpulan Penyandang Disabiliatas Indonesia,
kota Padang Panjang yaitu BISINDO dibentuk oleh
kelompok tuli dan muncul secara alami berdasarkan
pengamatan teman tuli. Maka dari itu, BISINDO memiliki
variasi “dialek” di berbagai daerah. BISINDO
disampaikan dengan gerakan dua tangan.

13
Wawancara dengan bapak Indra sebagai anggota tuna rungu di
Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang
Panjang, Tanggal 26 Februari 2021, Pukul 15:00 WIB, di Rumah Disabilitas,
kota Padang Panjang
14
Wawancara dengan bapak Bambang sebagai pakar disabilitas
Bukittinggi, tanggal 29 April 2021, pukul 14:30 WIB, melalui Video Call
73

Gambar 5.1
Abjad dalam BISINDO15

Penerjemah juga dibutuhkan dalam komunikasi antar


tuna netra dan tuna rungu agar tidak adanya
kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Seperti halnya
Rasullullah SAW pernah ditegur agar memperhatikan
penyandang tuna netra yaitu Abdullah bin Ummi
Maktum. Hal ini berkaitan dengan turunnya surah „Abasa:
ٓۙ ٰ َ َ َ َ
١ - ‫س َوت َو ىّل‬ ‫عب‬
ۗ َْْ ُ ۤ ْ َ
٢ - ‫ان َجا َءه اْلع ىٰم‬
ٓۙ‫َ َ ُ ْ ْ َ َ َ َّ ٗ َ َّ ٰ ى‬
٣ - ‫ّك‬ ‫وما يد ِريك لعله يز‬
ۗ ْ ِّ ُ َ ْ َ َ َّ َّ َ
٤ - ‫ا ْو َيذك ُر فتنف َعه الذكرىى‬
ٓۙ ْ َ َ
٥ - ‫ا َّما َم ِن ْاستغ ٰىن‬
ۗ ّٰ َ ٗ َ َ ْ َ َ
٦ - ‫فانت له ت َصدى‬

15
Diakses dari https://www.klobility.id/post/perbedaan-bisindo-dan-
sibi, pada tanggal 30 juni 2021 pukul 01:47 WIB
74

ۗ ٰ َّ َّ َ َ َ َ
٧ - ‫َو َما عل ْيك اَّل َيزّك‬
ٓۙ َ ۤ َ
٨ - ‫َوا َّما َم ْن َجا َءك َي ْس ىٰع‬
ٓۙ ‫ُ ْ ى‬
٩ - ‫َوه َو َيخ ٰش‬
ۚ ّٰ َ َ ُ ْ َ َ ْ َ َ
١١ - ‫فانت عنه تلّٰه‬
ٌ ْ َ َّ ‫َ َّ ى‬
١١ - ۚ ‫كَّل ِان َها تذ ِك َرة‬

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling karena telah


datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia
ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin)
mendapatkan pelajaran, lalu pelajaran itu memberi manfaat
kepadanya? Adapun orang yang menganggap dirinya serba
cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan)
atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Adapun
orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk
mendapatkan pelajaran), sedang ia takut kepada (Allah), maka
kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)!
Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu
16
peringatan.
Dari peristiwa turunnya surah „Abasa ini kita bisa
mengambil pelajaran bahwa Islam sangat memperhatikan
penyandang disabilitas, dan Islam juga menyuruh kita
agar menerima penyandang disabilitas dan menyetarakan
kedudukan semua manusia dan bahkan juga menyuruh
kita untuk memprioritaskannya.
Sesuai yang disampaikan Blumer, makna akan
diwujudkan dari simbol-simbol yang digunakan. Pada

16
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahannya
Dilengkapi dengan Asbabun Nuzul dan Hadits Shahih, (Bandung: PT Madina
Raihan Makmur), h. 585
75

penelitian ini peneliti melihat adanya simbol yang


digunakan diantara mereka ketika berkomunikasi, simbol
tersebut berupa bahasa isyarat (BISINDO), yang mana
dengan simbol tersebut mereka akan lebih mudah
berkomunikasi walaupun tidak semua mereka bisa
menggunakan BISINDO tersebut.
c. Makna-makna tersebut disempurnakan disaat proses sosial
sedang berlangsung
An individual’s interpretation of symbols is modified
by his or her own thought process. Interaksionisme
simbolik menggambarkan proses berpikir sebagai
perbincangan dengan diri sendiri.17 Proses berpikir ini
sendiri bersifat refleksif. Tema terakhir ini berkaitan
dengan hubungan antara kebebasan individu dan
masyarakat, asumsi ini mengakui jika norma-norma sosial
membatasi perilaku tiap individunya, dan pada akhirnya
individulah yang akan menentukan pilihan yang ada
dalam sosial kemasyarakatannya. Asumsi-asumsi yang
berkaitan dengan tema ini adalah:
a. Orang dan kelompok masyarakat dipengaruhi oleh
proses budaya dan sosial.
b. Stuktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.
Blumer menyebutkan manifestasi dari apa yang
disebut dengan self indication, yaitu proses komunikasi
yang sedang berjalan dimana individu mengetahui

17
Elbadiansyah Umiarso, Interaksi Simbolik: Dari Era Klasik Hingga
Modern, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2014), h. 158
76

sesuatu, menilainya, memberikan makna, dan


18
memutuskan untuk bertindak atas dasar makna itu.
Berikut kutipan pernyataan dari keterangan dari
bapak Ramadhan:
“Terkadang saya juga menyentuh simbol atau bahasa
isyarat dari tuna rungu tersebut. Dengan cara meraba
tangan dari tuna rungu tersebut.”19
Dan ditambahkan keterangan dari bapak Robert:
“Salah satu cara terbaik yaitu dengan meraba tangan
tuna rungu ketika menggunakan bahasa isyarat, tetapi
tidak semua netra yang bisa mengerti bahasa isyarat,
apalagi keterbatasan bahasa isyarat tiap-tiap daerah
yang membuat tuna netra dan tuna rungu harus sama-
sama menambah kosa kata bahasa isyarat, apalagi
BISINDO.”20
Dari pernyataan kedua informan tadi dapat dilihat
bahwa makna tersebut akan disempurnakan pada proses
sosial jika penyandang tuna netra meraba tangan atau
dengan meraba simbol atau bahasa isyarat (BISINDO)
dari penyandang tuna rungu. Di dalam agama Islam
menegaskan kesetaraan sosial antara penyandang

18
Littlejohn & Foss, Teori Komunikasi edisi 9, (Jakarta: Salemba
Humanika, 2009), h. 155
19
Wawancara dengan bapak Ramadhan sebagai ketua Dewan
Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang Panjang,
Tanggal 19 Februari 2021, Pukul 14:00 WIB, di Rumah Disabilitas, kota
Padang Panjang
20
Wawancara dengan bapak Robert sebagai pakar disabilitas
Bukittinggi, tanggal 29 April 2021, pukul 15:00 WIB, melalui Video Call
77

disabilitas dan mereka yang buka penyandang disabilitas,


seperti yang dijelaskan dalam surah An-Nur ayat 61:
َ ْ َ ْ َ َ َ َّ ٌ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ َّ ٌ َ َ ‫َ ْ َ َ َ ْ َ ْ ى‬
‫ض َح َر ٌج َّوَّل‬ ِ ‫ليس عَل اْلعٰم حرج وَّل عَل اْلعر ِج حرج وَّل عَل الم ِري‬
َ ُ ُ َ ُ ۤ ٓ َ ُ ْۢ ُ ُ ْ َ ْ َ ُ ُ ْ َ ٓ‫َ ى‬
‫عَل انف ِسك ْم ان تأكل ْوا ِم ْن ُب ُي ْو ِتك ْم ا ْو ُب ُي ْو ِت ا َبا ِٕىك ْم ا ْو ُب ُي ْو ِت ا َّم ىه ِتك ْم ا ْو ُب ُي ْو ِت‬
َ ُ َ َ ُ ْ َ َ ُ َ َ َ ُ ْ
‫ِاخ َو ِانك ْم ا ْو ُب ُي ْو ِت اخ ىو ِتك ْم ا ْو ُب ُي ْو ِت اع َم ِامك ْم ا ْو ُب ُي ْو ِت ع ّٰم ِتك ْم ا ْو ُب ُي ْو ِت‬
ٌ ‫س َع َل ْي ُك ْم ُج َن‬
‫اح‬ َ ‫َا ْخ َو ِال ُك ْم َا ْو ُب ُي ْو ِت ىخ ٓل ِت ُك ْم َا ْو َما َم َل ْك ُت ْم َّم َف ِات َح ٗىه َا ْو َص ِد ْي ِق ُك ْ ۗم َل ْي‬
ً َ ُ ُ ْ َ ‫َ ٓى‬ ِّ َ ً ُْ َ َ َ َ ًۗ َ ْ َ َ َُُْ ْ َ
‫ان تأكل ْوا َج ِم ْي ًعا ا ْو اشتاتا ف ِاذا دخلت ْم ُب ُي ْوتا ف َسل ُم ْوا عَل انف ِسك ْم ت ِح َّية ِّم ْن‬
َ ُ َ ُ َّ َ ‫ْ ٰ ُ ى َ َ ً َ ِّ َ ً َ ى َ ُ َ ِّ ُٰ ٰ ُ َ ُ ْ ى‬
ࣖ ‫اّٰلل لك ُم اْل ىي ِت ل َعلك ْم ت ْع ِقل ْون‬ ‫اّٰلل م ٰبكة طيبة ۗ كذ ِلك يب ّي‬ ِ ‫ِعن ِد‬
Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang
pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi
dirimu, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu atau di
rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-
saudaramu yang laki-laki, di rumah saudara-saudaramu yang
perempuan, di rumah saudara-saudara bapakmu yang laki-laki,
di rumah saudara-saudara bapakmu yang perempuan, di rumah
saudara-saudara ibumu yang laki-laki, di rumah saudara-saudara
ibumu yang perempuan, (di rumah) yang kamu miliki kuncinya
atau (di rumah) kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu
makan bersama-sama mereka atau sendiri-sendiri. Apabila kamu
memasuki rumah-rumah hendaklah kamu memberi salam
(kepada penghuninya, yang berarti memberi salam) kepada
dirimu sendiri, dengan salam yang penuh berkah dan baik dari
sisi Allah. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat(-Nya)
bagimu, agar kamu mengerti.21
Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa kita harus
memperlakukan mereka secara sama dan harus menerima
secara tulus keberadaan mereka, tanpa mendiskriminasi

21
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahannya
Dilengkapi dengan Asbabun Nuzul dan Hadits Shahih, (Bandung: PT Madina
Raihan Makmur), h. 358
78

dalam kehidupan sehari-hari. Islam juga sangat


mengecam sikap diskriminasi yang berdasarkan
kesombongan dan jauh dari akhlaqul karimah.
Sesuai yang disampaikan oleh Blumer, individu
mengetahui sesuatu, menilainya, memberikan makna, dan
memutuskan untuk bertindak atas dasar makna itu. Dari
penelitian ini peneliti menyimpulkan bahwa mereka akan
bertindak setelah itu dengan upaya meraba tangan ketika
mereka akan berkomunikasi. Sehingga hasil akhir dari
pola komunikasi mereka dengan meraba tangan lawan
jenis mereka ketika berkomunikasi.
B. Hambatan komunikasi antara ketua dan anggota
penyandang tuna rungu di Dewan Pengurus Cabang
Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia, kota
Padang Panjang.
Dalam konteks komunikasi, hambatan merupakan
suatu hal yang menghalangi kelancaran proses
komunikasi. Pada hakikatnya hambatan yang terjadi
muncul bukan berasal dari sumber atau salurannya,
melainkan dari audiens (penerima) karena manusia
sebagai komunikan memiliki peluang untuk salah
menafsirkan, tidak mampu mengingat dengan jelas yang
79

diterimanya dari komunikator. 22 Wursanto meringkas


hambatan komunikasi terdiri dari tiga macam, yaitu: 23
1. Hambatan yang bersifat teknis
Hambatan yang bersifat teknis adalah hambatan yang
disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu:
a. Kurangnya sarana dan prasarana yang diperlukan
dalam proses komunikasi
b. Penguasaan teknik dan metode berkomunikasi yang
tidak sesuai
c. Kondisi fisik yang tidak memungkinkan terjadinya
proses komunikasi yang dibagi menjadi kondisi fisik
manusia, kondisi fisik yang berhubungan dengan
waktu/situasi, dan kondisi peralatan
Berikut keterangan ketua Dewan Pengurus Cabang
Perkumpulan Penyandang Disabilitas sebagai berikut:
“Masih banyak kendalanya. Salah satu kendala nya
tidak semua tuna rungu yang bisa BICINDO, itu akan
lebih sulit bagi saya. Solusinya yaitu saya tergerak untuk
selalu intens berkomunikasi dengan tuna rungu tersebut
agar kita sama-sama paham. Salah satu masalahnya
ketika kita bertegur sapa di tempat keramaian, terkadang
saya tidak tau keberadaan lawan bicara saya. Kalau bisa
saya berkomunikasi di tempat yang tenang dan sunyi,

22
Yopi Kusmiati dan Pia Khoirotun Nisa, Komunikasi Pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Madrasah, (Tangerang selatan: Namiya
perss, 2017), h. 25
23
L. Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi, (Yogyakarta: CV.
Andi Offset, 2005), h. 171
80

agar saya bisa merasakan dan mendengar sedikit suara


dari tuna rungu tersebut.”24
Dan ditambahkan keterangan dari bapak Refyul
sebagai berikut:
“Kalau berkomunikasi berdua saja tidak bisa, harus
ada penerjemah. Dan kalaupun harus berbicara berdua,
harus ditempat sepi, dan harus ada kesepakatan antara
kita, setidaknya untuk komunikasi seadanya saja. Saya
juga menemukan perbedaan bahasa isyarat antar daerah,
contohnya ketika saya ke Kota Bukittinggi, saya tidak
mengerti bahasa isyarat mereka. Sehingga ketika saya
ingin berlomba, saya tidak bisa, karena bahasa isyarat
lebih banyak dimengerti anak-anak muda.”25
Dan juga ditambahkan keterangan oleh bapak
Raimaddi sebagai berikut:
“Harus berkomunikasi di tempat sepi, adanya
perbedaan bahasa isyarat antar daerah yang membuat
saya tidak mengerti dengan tuna rungu di daerah
lainnya.”26

24
Wawancara dengan bapak Ramadhan sebagai ketua Dewan
Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang Panjang,
Tanggal 19 Februari 2021, Pukul 14:00 WIB, di Rumah Disabilitas, kota
Padang Panjang
25
Wawancara dengan bapak Refyul sebagai anggota tuna rungu di
Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang
Panjang, Tanggal 19 Februari 2021, Pukul 15:30 WIB, di Rumah Disabilitas,
kota Padang Panjang
26
Wawancara dengan Bapak Raimaddi sebagai anggota tuna rungu di
Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang
Panjang, Tanggal 26 Februari 2021, Pukul 14:00 WIB, di Rumah Disabilitas,
kota Padang Panjang
81

Dari keterangan dari ketiga informan tersebut bahwa


hambatan teknis yang terjadi antar tuna netra dan tuna
rungu dapat berupa kurangnya penggunaan metode dan
teknik dalam berkomunikasi, seperti halnya komunikasi
hanya bisa terjalin ketika berada ditempat sepi saja, dan
terkadang komunikasi akan terjadi hanya jika ada
penerjemah. Kondisi fisik dari mereka juga merupakan
hambatan dari proses komunikasi yang mereka jalin. Hal
ini dikarenakan tiap mereka memiliki kekurangan masing-
masing, dimana kekurangan mereka yang menyebabkan
keterbatasan mereka dalam berkomunikasi, apalagi
komunikasi yang terjalin antara tuna netra (buta) dan tuna
rungu (tuli).
2. Hambatan semantic
Hambatan yang disebabkan kesalahan dalam
menafsirkan, kesalahan dalam memberikan pengertian
terhadap bahasa (kata-kata, kalimat, kode-kode) yang
dipergunakan dalam proses komunikasi. Berikut
pernyataan dari bapak Indra:
“Ya dengan BISINDO yang saya gunakan, terkadang
beda orang, beda juga BISINDO yang digunakan.”27
Dan ditambahkan keterangan oleh Pakar disabilitas
Bukittinggi (bapak Bambang):

27
Wawancara dengan bapak Indra sebagai anggota tuna rungu di
Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang
Panjang, Tanggal 26 Februari 2021, Pukul 15:00 WIB, di Rumah Disabilitas,
kota Padang Panjang
82

“Kalau tidak bisa memahami, akan terjadinya salah


pengertian atau miskomunikasi antar tuna netra dan tuna
rungu tersebut. Sedangkan tuna rungu dalam
berkomunikasi harus ada bahasa isyarat yang bisa
dimengerti setidaknya untuk sesama tuna rungu. Adanya
keterbatasan bahasa juga merupakan hambatan yang
akan terjadi dalam berkomunikasi, apalagi komunikasi
yang dijalin antar tuna netra dan tuna rungu.”28
Dari penyataan kedua informan dapat kita lihat
terdapat hambatan komunikasi semantic berupa perbedaan
cara pandang terhadap simbol dalam berkomunikasi. Ini
disebabkan karena perbedaan latar belakang antar mereka,
sehingga adanya perbedaan bahasa isyarat. Tidak hanya
latar belakang, perbedaan daerah juga menyebabkan
perbedaan bahasa isyarat atau simbol, sehingga tidak
semua mereka mengerti akan simbol tersebut. Tidak
jarang diantara mereka mengalami kesalahan penafsiran
dari simbol/bahasa isyarat yang digunakan, karena
perbedaan pandangan mereka terhadap simbol/bahasa
isyarat tersebut.
3. Hambatan perilaku
Hambatan perilaku disebut juga hambatan
kemanusiaan. Hambatan yang disebabkan berbagai bentuk
sikap atau perilaku, baik dari komunikator maupun
komunikan. Peneliti tidak menemukan adanya hambatan

28
Wawancara dengan bapak Bambang sebagai pakar disabilitas
Bukittinggi, tanggal 29 April 2021, pukul 14:30 WIB, melalui Video Call
83

komunikasi perilaku yang terjadi antar tuna netra dan tuna


rungu tersebut.
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada penelitian yang berjudul “Pola Komunikasi
Tuna Netra dan Tuna Rungu (Studi Komunikasi Ketua
dan Anggota di Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan
Penyandang Disabilitas Indonesia, Kota Padang
Panjang).” Dan berdasarkan dari data dan hasil temuan
yang peneliti dapatkan selama di lapangan, maka peneliti
menarik kesimpulan:
1. Pola komunikasi ketua dan anggota penyandang tuna
rungu di Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan
Penyandang Disabilitas Indonesia, kota Padang
Panjang.
Berdasarkan dari data dan hasil temuan yang
peneliti dapatkan di lapangan dan juga pembahasan di
bab sebelumnya terkait “Pola komunikasi ketua dan
anggota penyandang tuna rungu di Dewan Pengurus
Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas
Indonesia, kota Padang Panjang” peneliti menarik
kesimpulan bahwa pola komunikasi yang dijalin
antar tuna netra dan tuna rungu sesuai dengan Teori
Interkasi Simbolik Blumer yaitu: makna berasal dari
simbol dan perlunya ada kesepakatan dalam
menerapkan makna tertentu, yang mana peneliti
melihat perlunya ada kesepakatan diantara mereka

84
85

sebelum mereka berkomunikasi sehingga simbol itu


disepakati diantara mereka; Pemahaman terhadap
manusia lainnya akan bergantung dari simbol-simbol
yang tersedia, peneliti melihat adanya simbol atau
bahasa isyarat yang digunakan yaitu BISINDO;
Individu akan mengetahui, menilainya, dan
memutuskan atau bertindak atas makna tersebut,
peneliti melihat hasil akhirnya mereka akan bertindak
sesuai dengan simbol yang mereka dapat melalui
meraba tangan tersebut.
2. Hambatan komunikasi antara ketua dan anggota
penyandang tuna rungu di Dewan Pengurus Cabang
Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia,
kota Padang Panjang.
Berdasarkan data dan hasil temuan yang
peneliti dapatkan di lapangan dan juga
pembahasan bab sebelumnya terkait “Hambatan
komunikasi antara ketua dan anggota penyandang
tuna rungu di Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan
Penyandang Disabilitas Indonesia, kota Padang
Panjang” peneliti menarik kesimpulan bahwa
hambatan teknis yang terjadi antar tuna netra dan tuna
rungu dapat berupa kurangnya penggunaan metode
dan teknik dalam berkomunikasi, seperti halnya
komunikasi hanya bisa terjalin ketika berada ditempat
sepi saja, dan terkadang komunikasi akan terjadi
hanya jika ada penerjemah. Kondisi fisik dari mereka
86

juga merupakan hambatan dari proses komunikasi


yang mereka jalin. Hambatan komunikasi semantic
berupa perbedaan cara pandang terhadap simbol
dalam berkomunikasi. Ini disebabkan karena
perbedaan latar belakang antar mereka, sehingga
adanya perbedaan bahasa isyarat.
B. Implikasi
Berdasarkan penelitian serta analisis data mengenai
Pola Komunikasi Tuna Netra dan Tuna Rungu, berikut
implikasi yang dapat dikemukakan adalah:
1. Akademisi
Sebagai rujukan untuk akademisi serta menambah
wawasan bagi masyarakat untuk mengetahui pola dan
hambatan komunikasi antar tuna netra dan tuna
rungu.
2. Praktisi
Diharapkan bisa menjadi referensi ilmiah bagi
praktisi penyandang disabilitas terutama tuna netra
dan tuna rungu sehingga bisa memberikan kontribusi
untuk memahami pola dan hambatan komunikasi
antar tuna netra dan tuna rungu.
C. Saran
Saran peneliti dalam penelitian yang berjudul “Pola
Komunikasi Tuna Netra dan Tuna Rungu (Studi
Komunikasi Ketua dan Anggota di Dewan Pengurus
Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia,
Kota Padang Panjang)” adalah:
87

1. Akademisi
Untuk akademisi yang akan melakukan penelitian
mengenai pola komunikasi antar tuna netra dan tuna
rungu sebaiknya melakukan observasi yang
mendalam terhadap tuna netra dan tuna rungu
tersebut, agar penelitian dapat berkembang luas dan
semakin menambah pengetahuan bagi masyarakat
luas.
2. Praktisi
a. Untuk praktisi disabilitas agar selalu berkontribusi
dan memberikan arahan untuk penyandang
disabilitas lainnya.
b. Untuk peneliti selanjutnya agar bisa mengkaji
lebih mendalam terkait pembahasan yang sama
dan referensi yang berbeda agar penelitian tentang
pola komunikasi tuna netra dan tuna rungu dapat
semakin berkembang dan sehingga menambah
wawasan bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Anshari, Endang Saifuddin. 1982. Wawasan Islam
Pokok-pokok Pikiran tentang Islam dan Umatnya.
Jakarta: CV. Rajawali
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian;
Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rhieka Cipta
Arikunto, Suharsimi. 2002. Metodologi Penelitian.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Atmaja, Jati Rinakri. 2018. Pendidikan dan
Bimbingan Anak Tunarungu. Bandung: PT. Remaja
Rosdakari
Cahya, Laili S. 2013. Buku Anak Untuk ABK.
Yogyakarta: Familia
Departemen Agama RI. Al-Qur’an Tajwid dan
Terjemahannya Dilengkapi dengan Asbabun Nuzul dan
Hadits Shahih. Bandung: PT Madina Raihan Makmur
Depdikbud. 2008. Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
DeVito, Joseph A. 2011. Komunikasi antar manusia
(alih bahasa: Ir. AgusMaulana M.S.M). Tangerang:
Karisma Publishing Group
Djohan, Agustinus Johanes. 2016. Lima Pilar
Kepemimpinan. Malang: Media Nusa Creative
Douglas, Ritzer G. 2010. Teori Sosiologi Modern.
Jakarta: Kencana

88
Effendy, Onong Uchjana. 1993. Ilmu, Teori dan
Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Effendy, Onong Effendy. 2003. Ilmu, Teori dan
filsafat komunikasi. Bandung: PTCitra Aditya Bakti
Fisher, Aubrey. 1986. Teori-teori Komunikasi
Perspektif Mekanis, Psikologis, Interaksional, dan
Pragmatis. Bandung: Remadja Karya
Gunawan, Imam. 2013. Penelitian Kualitatif Teori
dan Praktek. Jakarta: Bumi Aksara
Gunawan, Imam. 2014. Metodologi Penelitian
Kualitatif Teori dan Praktik. Jakarta: PT Bumi Aksara
Iriantara, Yosal & Usep Syaripudin. 2013.
Komunikasi Pendidikan. Bandung: Simbiosa Rekatama
Media
Kosasih, E. 2012. Cara Bijak Memahami Anak
Berkebutuhan Khusus. Bandung: Yrama Widya
Kusmiati, Yopi dan Pia Khoirotun Nisa. 2017.
Komunikasi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK) di Madrasah. Tangerang selatan: Namiya perss
Lincoln, Y. S., & Guba, E. G. 1988. Buku Penelitian
Nuralistik. Jakarta: Pusat Antar Universitas Terbuka Alih
Bahasa Sinwari Natakusuma. Depdikbud
Littlejohn & Foss. 2009. Teori Komunikasi edisi 9.
Jakarta: Salemba Humanika

89
Manan, Bagir dkk. 2006. Perkembangan Pemikiran
dan Pengaturan Hak Asasi Manusia di Indonesia.
Alumni.
Mohyi, Ach. 1999. Teori dan Perilaku Organisasi.
UMM Press
Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian
Pendidikan Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Moleong, Lexy, J. 2007. Metode Penelitian
Kualitatif cet 23. Bandung: PT Rosdakarya
Mulyana, Deddy. 2002. Ilmu Komunikasi Suatu
Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Mulyana, Deddy Mulyana. 2013. Metodologi
Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi
dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Rosdakarya
Nazir, Moh. 2011. Metode Penelitian. Bogor:
Gahlia Indonesia
Newman, LW. 2000. Social Research Methods
Qualitative and Quantitative Approaches. Boston: Allyn
And Bacon
Poloma, M. 2007. Sosiologi Kontemporer. Jakarta:
Raja Grafindo Persada
Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Metode Penelitian
Deskriptif cet 23. Bandung: PT Rosdakarya
Republik Indonesia. 2016. Undang-Undang No. 8
Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas

90
Ruslan, Rosady. 2008. Metode Penelitian Public
Realtion dan Komunikasi, Ed. 1 cet 4. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
Sadjaah, Edja. 2005. Gangguan Bicara-Bahasa.
Bandung: San Grafika
Soeprapto, Riyadi. 2002. Interaksionisme Simbolik
Perspektif Sosiologi Modern. Yogyakarta: Averroes Press
dan Pustaka Pelajar
Somad, Permanarian & Tati Herawati. 1996.
Ortopedagogik Anak Tunarungu. Jakarta: Depdikbud
Somantri, Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar
Biasa. Bandung: Refika Aditama
Somantri, Sutjihati. 2007. Psikologi Anak Luar
Biasa Cet. II. Bandung: PT. Refika Aditama
Susanto, Phil Astrid. 1980. Komunikasi Teori dan
Praktek. Bandung: Bina Cipta
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif.
Bandung: CV. Alfabeta
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Penerbit Alfabeta
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Penerbit Alfabet
Syaiful, Bahri Djamarah. 2004. Pola Komunikasi
Orang Tua dan Anak dalam Keluarga. Jakarta: Rineka
Cipta

91
Syukardi, Sambas. 2015. Sosiologi Komunikasi.
Bandung: CV. Pustaka Setia
Tarmansyah. 2004. Komunikasi Anak Berkebutuhan
Khusus (No. 21/XXIII08/1--/2004. Padang.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2008. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional
Umar, Husain. 2003. Metode Riset Bisnis.
Jakarta: Gramedia Pustaka
Umiarso, Elbadiansyah. 2014. Interaksi Simbolik:
Dari Era Klasik Hingga Modern. (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada
Wahjosumodjo. 2007. Kepimpinan Kepala Sekolah:
Tinjaun Teoritik dan Permasalahnnya. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
Wardani, dkk. 2013. Pengantar Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus. Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka
West, Richard & Lynn H. Turner. 2008. Pengantar
Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba
Humanika
Wikasanti, Esthy. 2014. Pengembangan Life Skills
untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Jogjakarta: Redaksi
Maxima, 2014
Wursanto, L. 2005. Dasar-dasar Ilmu Organisasi.
Yogyakarta: CV. Andi Offset

92
B. Wawancara
Ramadhan sebagai ketua Dewan Pengurus Cabang
Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota Padang
Panjang
Refyul sebagai anggota tuna rungu di Dewan
Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas,
kota Padang Panjang
Lilis sebagai anggota tuna rungu di Dewan Pengurus
Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota
Padang Panjang
Raimaddi sebagai anggota tuna rungu di Dewan
Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas,
kota Padang Panjang
Indra sebagai anggota tuna rungu di Dewan
Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas,
kota Padang Panjang
Sari sebagai anggota tuna rungu di Dewan Pengurus
Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas, kota
Padang Panjang
Bambang sebagai pakar disabilitas kota Bukittinggi
Robert sebagai pakar disabilitas kota Bukittinggi
C. Jurnal
Haris, Aidil & Asrinda Amalia. 2018. Makna dan
Simbol dalam Proses Interaksi Sosial (Sebuah Tinjauan
Komunikasi), Jurnal Risalah. Vol. 29, No. 1
Sugiono, Ilhamuddin, dan Arief Rahmawan. 2014.
Klasterisasi Mahasiswa Difabel Indonesia Berdasarkan

93
Background Histories dan Studying Performance.
Indonesia Journal of Disability Studies. 20 (21): 1

D. Website
https://www.klobility.id/post/perbedaan-bisindo-dan-sibi,
pada tanggal 30 Juni 2021 pukul 01:47 WIB
https://m.facebook.com/dpc.ppdipp.3?tsid=0.07959096503078
333&source=result , pada tanggal 26 Maret 2021 pukul
23.00
https://sumbar.antaranews.com/berita/357132/ppdi-
padang-panjang-salurkan-zakat-untuk-50-
penyandang-disabilitas , pada tanggal 27 Januari 2021
pukul 15.59
https://web.facebook.com/dpc.ppdipp.3/photos_of , pada
tanggal 27 Januari 2021 pukul 16.30.
https://www.fajarsumbar.com/2019/12/ppdi-gelar-pawai-
penyandang-disabilitas.html?m=0 , pada tanggal 27
Januari 2021 pukul 15.55.
https://web.facebook.com/dpc.ppdipp.3/photos_of , pada
tanggal 27 Januari 2021 pukul 16.13.
https://web.facebook.com/dpc.ppdipp.3 , pada tanggal 27
Januari 2021 pukul 16.08.
https://www.padangpanjang.go.id/kota , pada tanggal 27
Januari 2021, pukul 15.45.

94
LAMPIRAN
Lampiran 1
TRANSKIP WAWANCARA
Pewawancara : Raudhatul Fadhili
Narasumber : Ramadhan (36 tahun)
Status : Ketua DPC PPDI
Waktu : Jumat, 19 Februari 2021, 14:00 – 15:30 WIB
Tempat : Rumah Disabilitas Padang Panjang
1. Tanya : Kapan bapak menjabat sebagai ketua?
Jawab : Dari akhir tahun 2018
2. Tanya : Menurut bapak, tujuan dari organisasi ini apa?
Jawab : Wadah perkumpulan penyandang disabilitas, di
organisasi ini tempat kita saling berbagi, di
organisasi ini kita bisa melihatkan keterampilan
kita
3. Tanya : Menurut bapak, apakah tujuan dari organisasi ini
sudah tercapai atau belum?
Jawab : Karena organisasi ini baru jadi masih jauh untuk
mencapai tujuan tersebut
4. Tanya : Mohon maaf sebelumnya bapak, bagaimana
bapak mengelola organisasi ini, sedangkan bapak
sebagai ketua mempunyai keterbatasan dan
anggota lainnya mempunyai keterbatasan yang
berbeda-beda?
Jawab : Kita dalam organisasi ini kan tidak sendiri, kita
bisa saling tolong menolong

95
5. Tanya : Komunikasi seperti apa yang bapak gunakan
ketika berkomunikasi dengan tuna rungu?
Jawab : Kemarin saya sudah mencoba bahasa isyarat,
kalau sekedar menyuruh bisa, tidak komunikasi
seperti komunikasi dengan yang lainnya.
6. Tanya : Apakah harus ada penerjemah ketika bapak
berkomunikasi lebih intens dengan tuna rungu?
Jawab : Iya, akan lebih mudah komunikasi dengan tuna
rungu jika ada penerjemahnya.
7. Tanya : Apakah bapak menggunakan simbol-simbol,
misalnya ketika berbicara dengan si A harus
seperti itu, kalau dengan si B harus dengan seperti
yang lainnya.
Jawab : Berbeda-beda, misalnya dengan si Refyul, ketika
dia menyentuh bagian tertentu dan sedikit
menggunakan suara, itu akan jelas bahwasannya
itu orang yang berbeda.
8. Tanya : Bagaimana cara bapak memutuskan untuk
menggunakan simbol itu?
Jawab : Harus ada persetujuan terlebih dahulu dengan
tuna rungu
9. Tanya : Apakah simbol itu ada hanya ada ketika tegur
sapa saja?
Jawab : Terkadang saya juga menyentuh simbol atau
bahasa isyarat dari tuna rungu tersebut. Dengan
cara meraba tangan dari tuna rungu tersebut.

96
10. Tanya : Apakah bapak sudah paham secara keseluruhan
dengan bahasa isyarat tersebut?
Jawab : Belum secara keseluruhan, hanya bahasa sehari-
hari yang baru saya ingat.
11. Tanya : Menurut bapak, apakah komunikasi yang bapak
sampaikan bisa tersampaikan dengan baik kepada
orang tersebut?
Jawab : Sebagian sudah bisa, tetapi harus melihat kondisi.
Contohnya saja seperti sekarang ini, saya tidak
bisa berkomunikasi langsung kesemua tuna rungu.
Harus berkomunikasi secara ke satu-satu orang.
12. Tanya : Selama bapak berkomunikasi dengan tuna rungu,
apakah bapak selalu menemukan kendala? Jika
ada, apakah solusi itu ada?
Jawab : Masih banyak kendalanya. Salah satu kendala
nya tidak semua tuna rungu yang bisa BICINDO,
itu akan lebih sulit bagi saya. Solusinya yaitu saya
tergerak untuk selalu intens berkomunikasi dengan
tuna rungu tersebut agar kita sama-sama paham.
13. Tanya : Masalah yang sering bapak rasakan selama ini
ketika berkomunikasi dengan tuna rungu apa?
Jawab : Salah satu masalahnya ketika kita bertegur sapa
di tempat keramaian, terkadang saya tidak tau
keberadaan lawan bicara saya. Kalau bisa saya
berkomunikasi di tempat yang tenang dan sunyi,
agar saya bisa merasakan dan mendengar sedikit
suara dari tuna rungu tersebut.

97
TRANSKIP WAWANCARA
Pewawancara : Raudhatul Fadhili
Narasumber : Refyul Fatri (38 Tahun)
Status : Anggota tuna rungu
Waktu : Jumat, 19 Februari 2021, 15:30 – 16:30 WIB
Tempat : Rumah Disabilitas Padang Panjang
1. Tanya : Ikut organisasi ini dari kapan?
Jawab : Hampir 2 tahun
2. Tanya : Cara berkomunikasi dengan ketua?
Jawab : Ketika saya bertemu di tempat sepi saya bisa
menyapa ketua dengan meraba atau menyentuh
ketua, dan terkadang saya mengeluarkan suara
saya sedikit. Dan saya harus mengerti bahasa
isyarat nya terlebih dahulu. Termasuk ketika
ingin berbicara dengan wali kota, saya harus
menyampaikan apa yang ingin disampaikannya
kepada Ilham (penerjemah) dan akan diteruskan
kepada ketua.
3. Tanya : ketika bertemu dengan ketua dijalan, cara
berbicara atau menyapa ketua bagaimana?
Jawab : harus ada kesepakatan bahasa isyarat terlebih
dahulu. Kalau ditempat keramaian, saya tidak
dapat berkomunikasi dengan ketua. Saya hanya
bisa berkomunikasi ditempat sepi, kalau bisa
hanya saya dan ketua saja yang berkomunikasi.
Termasuk ketika berkumpul bersama, saya lebih
cendrung tidak mengerti apa yang disampaikan

98
ketua. Dan komunikasi yang efektif terjalin
ketika di rumah ketua, kita bisa menggunakan
bahasa isyarat atau memegang.
4. Tanya : Kendala yang dirasakan ketika berkomunikasi
dengan ketua?
Jawab : Kalau berkomunikasi berdua saja tidak bisa, harus
ada penerjemah. Dan kalaupun harus berbicara
berdua, harus ditempat sepi, dan harus ada
kesepakatan antara kita, setidaknya untuk
komunikasi seadanya saja. Saya juga menemukan
perbedaan bahasa isyarat antar daerah, contohnya
ketika saya ke Kota Bukittinggi, saya tidak
mengerti bahasa isyarat mereka. Sehingga ketika
saya ingin berlomba, saya tidak bisa, karena
bahasa isyarat lebih banyak dimengerti anak-anak
muda.

TRANSKIP WAWANCARA
Pewawancara : Raudhatul Fadhili
Narasumber : Lilis Suryani (47 Tahun)
Status : Anggota tuna rungu
Waktu : Jumat, 26 Februari 2021, 13:00 – 14:00 WIB
Tempat : Rumah Disabilitas Padang Panjang
1. Tanya : Ikut organisasi ini dari kapan?
Jawab : Kurang lebih 2 tahun
2. Tanya : Cara berkomunikasi dengan ketua?

99
Jawab : Harus ada kesepakatan sebelumya diantara kita,
sehingga saya sedikit-sedikit bisa berkomunikasi
dengan ketua. Walaupun kita berkomunikasi
hanya sekedar tegur sapa, dan terkadang sekedar
perintah dari ketua.
3. Tanya : ketika bertemu dengan ketua dijalan, cara
berbicara atau menyapa ketua bagaimana?
Jawab : Saya merasa agak sulit ketika bertemu dengan
ketua di jalan, apalagi ketika bertemu di tempat
yang ramai. Sehingga saya dan ketua akan
mengalami kesulitan. Tetapi kalau di tempat
yang lumayan sepi, setidaknya saya bisa sekedar
memegang beliau, dan sedikit mengeluarkan
sedikit suara.
4. Tanya : Kendala yang dirasakan ketika berkomunikasi
dengan ketua?
Jawab : Saya merasa kewalahan berkomunikasi dengan
ketua, apalagi tidak ada penerjemah ketika saya
berkomunikasi dengan ketua.

TRANSKIP WAWANCARA
Pewawancara : Raudhatul Fadhili
Narasumber : Raimaddi (43 Tahun)
Status : Anggota tuna rungu
Waktu : Jumat, 26 Februari, 14:00 – 15:00 WIB
Tempat : Rumah Disabilitas Padang Panjang
1. Tanya : Ikut organisasi ini dari kapan?

100
Jawab : 2 tahun
2. Tanya : Cara berkomunikasi dengan ketua?
Jawab : Saya merasa kurang bisa berkomunikasi dengan
ketua, karena kami sama-sama memiliki
kekurangan. Tetapi bagaimanapun saya harus
melakukan komunikasi dengan ketua, saya lebih
senang ketika berkomunikasi dengan ketua
adakala ada penerjemah atau orang yang akan
membantu kita dalam komunikasi. Sehingga apa
yang kami bicarakan kami bisa saling mengerti.
3. Tanya : ketika bertemu dengan ketua dijalan, cara
berbicara atau menyapa ketua bagaimana?
Jawab : Saya hanya bisa berkomunikasi ditempat sepi,
tidak bisa berkomunikasi di tempat yang ramai.
4. Tanya : Kendala yang dirasakan ketika berkomunikasi
dengan ketua?
Jawab : harus berkomunikasi di tempat sepi, adanya
perbedaan bahasa isyarat antar daerah yang
membuat saya tidak mengerti dengan tuna rungu
di daerah lainnya.

TRANSKIP WAWANCARA
Pewawancara : Raudhatul Fadhili
Narasumber : Indra (27 Tahun)
Status : Anggota tuna rungu
Waktu : Jumat, 26 Februari 2021, 15:00 – 16:00 WIB
Tempat : Rumah Disabilitas Padang Panjang

101
1. Tanya : Ikut organisasi ini dari kapan?
Jawab : 2 tahunan
2. Tanya : Cara berkomunikasi dengan ketua?
Jawab : saya kesulitan, karena kalau pun harus
menggunakan BISINDO dan tidak semua orang
menggunakan bahasa yang sama.
3. Tanya : ketika bertemu dengan ketua dijalan, cara
berbicara atau menyapa ketua bagaimana?
Jawab : Saya meraba ketua, dan terkadang saya
menggeluarkan sedikit suara untuk ketua bisa
tau dengan siapa ia berinteraksi.
4. Tanya : Kendala yang dirasakan ketika berkomunikasi
dengan ketua?
Jawab : Ya dengan BISINDO yang saya gunakan,
terkadang beda orang, beda juga BISINDO
yang digunakan.

TRANSKIP WAWANCARA
Pewawancara : Raudhatul Fadhili
Narasumber : Sari Oktavia (27 Tahun)
Status : Anggota tuna rungu
Waktu : Jumat, 26 Februari 2021, 16:00 – 17:00 WIB
Tempat : Rumah Disabilitas Padang Panjang
1. Tanya : Ikut organisasi ini dari kapan?
Jawab : kurang lebih saya ikut sudah 2 tahunan
2. Tanya : Cara berkomunikasi dengan ketua?

102
Jawab : saya berkomunikasi dengan ketua kalau ada orang
ketiga (penerjemah), kalaupun harus
berkomunikasi, harus ditempat yang sepi.
Sehingga antar kami bisa saling mnegerti satu
sama lain.
3. Tanya : ketika bertemu dengan ketua dijalan, cara
berbicara atau menyapa ketua bagaimana?
Jawab : saya harus meraba atau menyentuh ketua, dan
terkadang saya harus mengeluarkan sedikit suara
saya, agar ketua tau dengan siapa ia sedang
berpapasan.
4. Tanya : Kendala yang dirasakan ketika berkomunikasi
dengan ketua?
Jawab : saya tidak bisa berkomunikasi banyak dengan
ketua, hanya sekedar tegur sapa saja. Kalau harus
berkomunikasi banyak, harus ada penerjemah.

TRANSKIP WAWANCARA
Pewawancara : Raudhatul Fadhili
Narasumber : Bambang
Status : Pakar Disabilitas Bukittinggi
Waktu :Kamis, 29 April 2021, 14:00 – 15:00 WIB
Tempat : Via Video Call
1. Tanya : Bagaimana tanggapan bapak mengenai
komunikasi antara tuna netra dan tuna
rungu?

103
Jawab : Kalau menurut saya komunikasi yang dijalin
antar tuna netra bisa menggunakan bahasa
seperti manusia lainnya. Sedangkan tuna
rungu tidak bisa mendengar, kalaupun bisa
hanya keadaan sekian persen.
2. Tanya : Menurut bapak bagaimana cara yang terbaik
agar komunikasi antar tuna netra dan tuna
rungu?
Jawab : karena tuna netra hanya bisa auditori maka
sistem komunikasi yang terbaik yang
dilakukan dengan memahami keadaan
sekitar, dan harus adanya pelatihan jika harus
berkomunikasi dengan tuna rungu. Yang
mana tuna rungu sistem berkomunikasi yang
baik yaitu dengan bahasa isyarat.
3. Tanya : Menurut bapak hambatan apa yang akan terjadi
ketika tuna netra dan tuna rungu
berkomunikasi?
Jawab : kalau tidak bisa memahami, akan terjadinya
salah pengertian atau miskomunikasi antar
tuna netra dan tuna rungu tersebut. Sedangkan
tuna rungu dalam berkomunikasi harus ada
bahasa isyarat yang bisa dimengerti
setidaknya untuk sesame tuna rungu. Adanya
keterbatasan bahasa juga merupakan hambatan
yang akan terjadi dalam berkomunikasi,

104
apalagi komunikasi yang dijalin antar tuna
netra dan tuna rungu.
4. Tanya : Apa langkah yang harus dilakukan agar
komunikasi yang dijalin mencapai
tujuannya?
Jawab : Dilakukan pelatihan secara khusus, dilakukan
pelatihan untuk tuna rungu atau tuna netra,
harus saling memahami bahasa isyarat satu
sama lainnya.

TRANSKIP WAWANCARA
Pewawancara : Raudhatul Fadhili
Narasumber : Robert
Status : Pakar Disabilitas Kota Bukittinggi
Waktu :Kamis, 29 April 2021, 15:00 – 15:30 WIB
Tempat : Via Video Call
1. Tanya : Menurut bapak, cara terbaik komunikasi
antar tuna netra dan tuna rungu?
Jawab : salah satu cara terbaik yaitu dengan
meraba tangan tuna rungu ketika
menggunakan bahasa isyarat, tetapi tidak
semua netra yang bisa mengerti bahasa
isyarat, apalagi keterbatasan bahasa isyarat
tiap-tiap daerah yang membuat tuna netra
dan tuna rungu harus sama-sama
menambah kosa kata bahasa isyarat,
apalagi BISINDO.

105
Lampiran 2

105
106
107
Lampiran 3

Dokumentasi

Foto ketika tuna netra dan tuna rungu berkomunikasi

Foto ketika tuna netra berkomunikasi dengan


penerjemah

108
Foto ketika saya mewawancarai ketua dan anggota

Foto ketika tuna rungu berkomunikasi lewat gadget


dengan tuna rungu lainnya

109
Foto tuna netra dan tuna rungu berkumpul disuatu
ruangan (rumah disabilitas)

110
111

Anda mungkin juga menyukai