Anda di halaman 1dari 107

SKRIPSI

ALTERNATIF DESAIN REVETMENT DI CENTER POINT OF


INDONESIA MAKASSAR

Disusun dan diajukan oleh:

LOVEEANE RIBKA
D011 19 1019

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
GOWA
2023
i

LEMBAR PENGESAHAN
ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini ;


Nama : Loveeane Ribka
NIM : D011 19 1019
Program Studi : Teknik Sipil
Jenjang : S1

Menyatakan dengan ini bahwa karya tulisan saya berjudul

ALTERNATIF DESAIN REVETMENT DI CENTER POINT OF


INDONESIA MAKASSAR

Adalah karya tulisan saya sendiri dan bukan merupakan pengambilan alihan tulisan
orang lain dan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya
saya sendiri.

Semua informasi yang ditulis dalam skripsi yang berasal dari penulis lain telah
diberi penghargaan, yakni dengan mengutip sumber dan tahun penerbitannya. Oleh
karena itu semua tulisan dalam skripsi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab
penulis. Apabila ada pihak manapun yang merasa ada kesamaan judul dan atau hasil
temuan dalam skripsi ini, maka penulis siap untuk diklarifikasi dan
mempertanggungjawabkan segala resiko.

Segala data dan informasi yang diperoleh selama proses pembuatan skripsi, yang
akan dipublikasi oleh Penulis di masa depan harus mendapat persetujuan dari Dosen
Pembimbing.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau
keseluruhan isi skripsi ini hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi atas perbuatan tersebut.

Gowa, 26 Juni 2023

Yang Menyatakan

Materai

Loveeane Ribka
iii

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul
“ALTERNATIF DESAIN REVETMENT DI CENTER POINT OF
INDONESIA MAKASSAR” yang merupakan salah satu syarat yang diajukan
untuk menyelesaikan studi pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak kendala yang dihadapi dalam
penyusunan tugas akhir ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak, maka tugas
akhir ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan, penulis
ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof Dr. Eng. Ir. Muhammad Isran Ramli ST., M.T., selaku Dekan
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
2. Bapak Prof . Dr. H. M Wihardi Tjaronge S.T., M.Eng., selaku Ketua
Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
3. Bapak Silman Pongmanda, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing I yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan
mulai dari awal penelitian hingga selesainya penulisan ini.
4. Ibu Dr. A. Ildha Dwipuspita, ST., MT., selaku dosen pembimbing II yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan
mulai dari awal penelitian hingga selesainya penulisan ini.
5. Seluruh Dosen Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin.
6. Seluruh Staf dan Karyawan Departemen Teknik Sipil, staf Laboratorium
dan asisten Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin.
7. Kedua orang tua tercinta yaitu ayahanda Lentey Karundeng dan Ibunda
Ratnawati atas doa, kasih sayang, motivasi, dan segala dukungan selama ini,
baik moral maupun material yang diberikan.
8. Wali orang tua yaitu tante Irmawati, tante Jumiati, om Asdar dan om Aksar
atas kasih sayang dan segala dukungan selama masa perkuliahan ini.
9. Saudara kandung yang tercinta yaitu, Julyandre Hikari Karundeng,
Novangga Noel Karundeng dan Gerard Rizky Paskah Karundeng yang
selalu memberikan semangat dalam penyelesaian tugas akhir ini.
10. Teman seperjuangan yaitu Ersiana Sari Tandilolo, Sara Malisan Lati,
Nafilah Rohadatul Aisy dan Juwita Apri Liasari yang senantiasa
memberikan dukungan terbaik selama masa perkuliahan.
11. Anastasya, Sykasihayati, Nur Aviyah, Ananda Niken, Christy yang tetap
memberikan dukungan dari jarak yang jauh.
12. Saudari Nur Yasmin dan Azizah atas bantuan dan dukungannya hingga
penyelesaian tugas akhir ini.
13. Teman-Teman GEOMETRIC KMKO SIPIL 2019 yang senantiasa
memberikan warna selama perkuliahan, dukungan tiada henti serta semangat
dan dorongan dalam penyelesaian tugas akhir ini.
14. Rekan-rekan di KKD KEAIRAN 2019 yang senantiasa membantu serta
memberikan semangat dan dorongan dalam penyelesaian tugas akhir.
iv

15. Saudara-saudari PORTLAND 2020, Departemen Teknik Sipil dan Teknik


Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Angkatan 2019.
16. Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang telah
mendukung penulis dalam pengerjaan tugas akhir ini.

Akhir kata penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dari semua pihak.
Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi siapapun yang membacanya.

Gowa, 26 Juni 2023

Penulis
v

ABSTRAK

LOVEEANE RIBKA. Alternatif Desain Revetment Di Center Point Of Indonesia


Makassar (dibimbing oleh Silman Pongmanda, S.T., M.T. dan Dr. A. Ildha
Dwipuspita, S.T., M.T.)

Kota Makassar merupakan ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan sekaligus


merupakan kota terbesar keempat di Indonesia dan terbesar di Kawasan Timur
Indonesia dengan luas 175,8 km2. Sejak tahun 2020 Makassar memiliki tempat
wisata ikonik baru yaitu Center Point of Indonesia yang biasa dikenal dengan
sebutan CPI. Kawasan ini merupakan hasil reklamasi dengan luas 157 hektar yang
menghadap langsung ke laut lepas Selat Makassar. Kawasan hasil reklamasi ini
dikelilingi dengan bangunan pelindung pantai yaitu revetment yang menggunakan
susunan bebatuan besar pada sisi miringnya. Desain revetment dengan susunan
bebatuan besar ini sudah sering kali digunakan, oleh karena itu alternatif desain
revetment dilakukan agar desain revetment lebih efisien dan menampilkan sesuatu
yang baru pada kawasan Center Point of Indonesia.
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis data-data awal hidro-
oseanografi berdasarkan data sekunder pada perencanaan revetment untuk
merumuskan alternatif desain revetment di Center Point of Indonesia.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dan data yang
digunakan yaitu data primer dan sekunder, kemudian dilakukan analisis tinggi dan
periode gelombang menggunakan metode peramalan laut yang nantikan data
tersebut digunakan dalam menentukan periode ulang gelombang.
Hasil yang di peroleh didapat tinggi gelombang dengan kala ulang 10 tahun
berkisar 3,91 meter dengan periode 7,75 detik di perairan laut dalam sehingga dapat
diperhitungkan tinggi gelombang rencana sebesar 2,50 meter. Berdasarkan tinggi
gelombang, didapatkan elevasi mercu bangunan revetment sebesar 8,22 meter
dihitung dari dasar tanah dan susunan revetment yang digunakan adalah kubus
beton dan bebatuan serta penambahan tembok laut reflektor gelombang untuk
meminimalisir terjadinya limpasan air.

Kata Kunci: Revetment, Center Point of Indonesia, Gelombang.


vi

ABSTRACT

LOVEEANE RIBKA. Alternative Revetment Design At Center Point Of Indonesia


Makassar (supervised by Silman Pongmanda, S.T., M.T. dan Dr. A. Ildha
Dwipuspita, S.T., M.T.)

Makassar City is the capital of South Sulawesi Province and the fourth largest
city in Indonesia and the largest in Eastern Indonesia with an area of 175.8 km2.
Since 2020, Makassar has had a new iconic tourist spot, the Center Point of
Indonesia, commonly known as CPI. This area is the result of reclamation with an
area of 157 hectares facing directly to the open sea of the Makassar Strait. This
reclaimed area is surrounded by coastal protection buildings, namely revetment,
which uses a large rock arrangement on the sloping side. Revetment design with
this arrangement of large rocks has often been used, therefore alternative revetment
designs are carried out so that the revetment design is more efficient and displays
something new in the Center Point of Indonesia area.
The main objective of this research is to analyze preliminary hydro-
oseanographic data based on secondary data on revetment planning to formulate
alternative revetment designs at Center Point of Indonesia.
This research uses quantitative research methods and the data used are
primary and secondary data, then the wave height and period are analyzed using
the ocean forecasting method which will be used in determining the wave return
period.
The results obtained obtained wave height with a return period of 10 years
ranging from 3,91 meters with a period of 7,75 seconds in deep sea waters so that
the planned wave height of 2,50 meters can be calculated. Based on the wave
height, the elevation of the revetment building lighthouse is 8,22 meters calculated
from the ground and the revetment arrangement used is concrete cubes and rocks
and the addition of wave reflector seawalls to minimize water runoff.

Keywords: Revetment, Center Point of Indonesia, wave.


vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i


PERNYATAAN KEASLIAN................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
ABSTRAK .............................................................................................................. v
ABSTRACT ........................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN DAN ARTI SIMBOL ................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
1.3 Tujuan Perancangan .................................................................................. 2
1.4 Manfaat Perancangan ................................................................................ 2
1.5 Batasan masalah ........................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 4
2.1 Pantai......................................................................................................... 4
2.2 Bangunan Pantai ....................................................................................... 6
2.3 Batimetri ................................................................................................. 10
2.4 Pasang Surut............................................................................................ 10
2.5 Analisis Data Angin dan Peramalan Gelombang.................................... 13
2.6 Perkiraan Gelombang Dengan Periode Kala Ulang................................ 19
2.7 Gelombang Rencana ............................................................................... 22
2.8. Elevasi Muka Air Rencana ..................................................................... 24
2.9 Analisis Perencanaan Revetment ............................................................ 26
2.10 Tembok Laut Lengkung (Wave Reflector) ............................................. 34
2.11 Tekanan Tanah Lateral ............................................................................ 36
2.12 Stabilitas Dinding Penahan Tanah .......................................................... 37
BAB iii METODE PENELITIAN/PERANCANGAN ......................................... 40
3.1 Lokasi Penelitian..................................................................................... 40
3.2 Jenis Penelitian dan Sumber Data ........................................................... 41
3.3 Alat dan bahan penelitian........................................................................ 41
3.4 Studi Literatur ......................................................................................... 41
3.5 Metode pengumpulan data ..................................................................... 42
3.6 Prosedur Penelitian ................................................................................. 43
BAB iv HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 44
4.1 Keadaan Umum Lokasi........................................................................... 44
4.2 Data Bathimetri ....................................................................................... 45
4.3 Data Pasang Surut ................................................................................... 46
4.4 Data Angin .............................................................................................. 47
4.5 Peramalan Gelombang ............................................................................ 50
4.6 Perhitungan Gelombang Rencana ........................................................... 59
4.7 Elevasi Muka Air Rencana ..................................................................... 62
4.8 Perhitungan Struktur Revetment ............................................................. 63
viii

4.9 Analisis Stabilitas.................................................................................... 68


4.10 Desain Revetment ................................................................................... 71
4.11 Detail Desain ........................................................................................... 72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 73
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 73
5.2 Saran ....................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 75
ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Definisi dan batasan pantai ................................................................... 4


Gambar 2. Definisi dan karakteristik gelombang di daerah pantai ......................... 5
Gambar 3. Contoh revetment .................................................................................. 6
Gambar 4. Contoh Tembok laut .............................................................................. 7
Gambar 5. Contoh bangunan jetty .......................................................................... 8
Gambar 6. Contoh bangunan groin ......................................................................... 8
Gambar 7. Contoh pemecah gelombang ................................................................. 9
Gambar 8. Grafik tipe pasang surut ...................................................................... 11
Gambar 9. Contoh mawar angin ........................................................................... 14
Gambar 10. Hubungan antara kecepatan angin di laut dan darat .......................... 15
Gambar 11. Contoh penggambaran fetch.............................................................. 17
Gambar 12. Grafik peramalan tinggi dan periode gelombang .............................. 19
Gambar 13. Penentuan tinggi gelombang pecah ................................................... 23
Gambar 14. Tinggi gelombang maksimum fungsi kedalaman ............................. 24
Gambar 15. Kenaikan muka air karena gelombang .............................................. 25
Gambar 16. Perkiraan kenaikan muka air laut karena pemanasan global............. 26
Gambar 17. Run up gelombang ............................................................................ 27
Gambar 18. Perbandingan run-up dan run-down relatif untuk berbagai tipe sisi
miring ................................................................................................. 27
Gambar 19. Butir lapis lindung buatan ................................................................. 29
Gambar 20. Angka stabilitas NS untuk fondasi dan pelindung kaki ..................... 33
Gambar 21. Pelindung kaki bangunan .................................................................. 34
Gambar 22. Definisi sket-tembok laut dengan reflektor ....................................... 35
Gambar 23. Grafik untuk tembok laut dengan kekasaran blok beton ................... 36
Gambar 24. Ilustrasi penggulingan dan pergeseran .............................................. 37
Gambar 25. Pemeriksaan terhadap penggulingan ................................................. 38
Gambar 26. Pemeriksaan terhadap pergeseran ..................................................... 39
Gambar 27. Lokasi penelitian ............................................................................... 40
Gambar 28. Diagram alir pengerjaan tugas akhir ................................................. 43
Gambar 29. Kondisi lokasi perencanaan ............................................................... 44
Gambar 30. Ukuran bebatuan ............................................................................... 45
Gambar 31. Peta Bathimetri .................................................................................. 46
Gambar 32. Grafik Pasang Surut Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar ............... 47
Gambar 33. Anemometer dan display anemometer .............................................. 48
Gambar 34. Mawar angin (windrose) ................................................................... 49
Gambar 35. Penentuan nilai Uw ............................................................................ 51
Gambar 36. Panjang fetch barat laut ..................................................................... 53
Gambar 37. Panjang fetch barat ............................................................................ 53
Gambar 38. panjang fetch barat daya .................................................................... 54
Gambar 39. Menentukan tinggi dan periode gelombang dengan duration
limited................................................................................................. 56
Gambar 40. Penentuan nilai db .............................................................................. 61
Gambar 41. Penentuan nilai kenaikan muka air laut pada tahun 2033 ................. 62
Gambar 42. Penentuan nilai Ru ............................................................................. 64
Gambar 43. Penentuan angka stabilitas Ns3 .......................................................... 67
x

Gambar 44. Pembagian dinding penahan tanah .................................................... 69


Gambar 45. Desain revetment ............................................................................... 71
Gambar 46. Tampak samping dan atas kubus beton ............................................. 72
Gambar 47. Tampak samping dan atas buis beton ................................................ 72
xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. komponen-komponen harmonik pasut utama ......................................... 12


Tabel 2. Contoh tabel data angin .......................................................................... 13
Tabel 3. Persamaan untuk peramalan tinggi gelombang dengan menggunakan
Metode SMB ...................................................................................... 18
Tabel 4. Pedoman pemilihan gelombang rencana................................................. 20
Tabel 5. Jumlah data versus Y .............................................................................. 21
Tabel 6. Jumlah data versus Yn ............................................................................ 21
Tabel 7. Jumlah data versus σn............................................................................. 21
Tabel 8. Koefisien stabilitas .................................................................................. 30
Tabel 9. Koefisien Lapis ....................................................................................... 32
Tabel 10. Konstanta Pasang Surut Pelabuhan Makassar ...................................... 46
Tabel 11. Elevasi Muka Air (Referensi 0 = LWS) ............................................... 47
Tabel 12. Data angin tahun 2016 .......................................................................... 48
Tabel 13. Persentase frekuensi kejadian angin selama 10 tahun .......................... 49
Tabel 14. Kecepatan angin dalam satuan m/det .................................................... 50
Tabel 15. Rekapitulasi UA ..................................................................................... 52
Tabel 16. Perhitungan panjang fetch ..................................................................... 54
Tabel 17. Perbandingan tinggi dan periode gelombang dengan fetch limited dan
duration limited pada tahun 2013 hingga 2015.................................. 57
Tabel 18. Gelombang maksimum pada tahun 2013-2022 .................................... 58
Tabel 19. Analisa frekuensi gelombang (Metode Gumbel) .................................. 58
Tabel 20. Perhitungan tinggi dan periode gelombang dengan kala uang tertentu
(Metode Gumbel) ............................................................................... 59
Tabel 21. Tinggi dan periode beberapa kala ulang ............................................... 59
Tabel 22. Tabel perhitungan MR ........................................................................... 69
xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data angin, sebaran angin dan mawar angin tahun 2013-2022 ........ 77
Lampiran 2. Tabel Rekapitulasi analisa data angin dan peramalan gelombang ... 87
Lampiran 3. Tabel L-1 .......................................................................................... 90
Lampiran 4. Data tanah ......................................................................................... 91
Lampiran 5. Dokumentasi peninjauan lokasi penelitian ....................................... 92
xiii

DAFTAR SINGKATAN DAN ARTI SIMBOL

Lambang/Singkatan Arti dan Keterangan


A Luas
B Lebar Puncak
C Kohesi
d Kedalaman
db Kedalaman gelombang pecah
DWL Design Water Level = muka air laut rencana
Elmercu Elevasi mercu bangunan
F Fetch
Fb Tinggi jagaan
FS Safety Factor
g Gravitasi
ɣa Berat satuan air laut
ɣb Berat satuan batu lapis lindung
ɣr Berat satuan batu pelindung
H Tinggi gelombang
Hb Tinggi gelombang pecah
HD Tinggi gelombang rencana
Ho Tinggi gelombang laut dalam
Ho’ Tinggi gelombang ekuivalen
Hs Tinggi gelombang signifikan
HWS High Water Spring = muka air laut pasang purnama
Ir Bilangan irribaren
K∆ Koefisien lapis
Ka Kondisi tanah keadaan aktif
KD Koefisien stabilitas batu lindung
Ko Kondisi tanah keadaan diam
Kp Kondisi tanah keadaan pasif
KR Koefisien refraksi
KS Koefisien Shoaling
xiv

L Panjang gelombang
LO Panjang gelombang laut dalam
LWS Low Water Spring = muka air laut surut purnama
Mo Momen yang mengakibatkan penggulingan
MR Momen yang menahan penggulingan
MSL Mean Water Level = muka air laut rata-rata
N Jumlah batu lindung
NS Stability Number
Ø Sudut geser
P Porositas
Pa tegangan utama arah horizontal untuk kondisi aktif
Ph Gaya horizontal
Pp tegangan utama arah horizontal untuk kondisi pasif
Ru Tinggi rayapan gelombang
Sb Set down didaerah gelombang pecah
SLR Sea Level Rise = kenaikan muka air laut akibat efek
rumah kaca
SMB Sverdrup Munk Bretscheider
SPM Shore Protection Manual
SS Storm Surge = kenaikan muka air akibat badai
t Tebal lapis armor
T Periode gelombang
U Kecepatan angin
UA Kecepatan tegangan angin
UL Kecepatan angin di daratan
UW Kecepatan angin di lautan
UWS Underwatersill
W Berat minimum armor unit
WS Wind set up = kenaikan muka air akibat badai
α Sudut
𝜃 Sudut kemiringan
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia memiliki sebutan negara kepulauan karena mempunyai kurang
lebih 17.000 pulau dengan garis pantai sepanjang lebih dari 95.000 km, yang
dimana merupakan negara yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia.
Wilayah pantai di Indonesia sangat bermanfaat untuk kehidupan manusia, wilayah
ini dapat digunakan untuk pemukiman, pelabuhan, pertanian, pertambakan,
perikanan tangkap, hingga sebagai tempat pariwisata. Sering kali pantai menjadi
sarana pariwisata yang maju dikarenakan pemandangan yang di dapatkan antar
daratan dan lautan tersebut sangat indah dan mengundang banyaknya pengunjung.
Namun, dikarenakan banyaknya aktivitas di daerah pantai maka sering kali
diperlukan bangunan pelindung pantai agar mencegah terjadinya kemunduran garis
pantai dan rusaknya fasilitas yang ada di sekitar pantai. Bangunan pelindung pantai
dapat berupa revetment, pemecah gelombang, jetty, dan groin.
Kota Makassar merupakan ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan sekaligus
menjadi kota terbesar keempat di Indonesia dan terbesar di Kawasan Timur
Indonesia dengan luas 175,8 km2. Makassar sudah sejak lama dikenal memiliki
Pantai Losari sebagai wisata ikonik di kota tersebut. Namun, sejak tahun 2020
Makassar memiliki tempat wisata ikonik baru yaitu Center Point of Indonesia.
Center Point of Indonesia yang biasa disebut CPI yang merupakan kawasan hasil
reklamasi dengan luas 157 hektar yang menghadap langsung ke laut lepas Selat
Makassar. Pantai pada kawasan Center Point of Indonesia ini sangat terkenal dan
ramai pengunjung dikarenakan tempatnya yang cocok untuk memanjakan mata
menikmati matahari terbenam dan lokasinya langsung menghadap ke pantai
bertebing dengan bebatuan di pinggir pantainya sebagai bangunan pelindung
pantai. Tumpukan bebatuan yang ada pada tebing pantai disebut dengan revetment.
Bangunan pantai revetment mempunyai sisi miring yang dapat terbuat dari
berbagai macam bentuk butir lapis lindung seperti , batu gunung, bronjong, kubus
beton, sand bag, buis beton, quadripod, tetrapod, tribar, dolos, dan sebagainya.
Namun pada pengerjaannya sering kali bangunan pantai revetment hanya
menggunakan susunan batu besar/batu gunung. Hal ini dikarenakan biaya yang
lebih ekonomis jika hanya menggunakan bebatuan. Oleh karena banyaknya pantai
2

yang menggunakan revetment dengan bebatuan membuat penampilannya menjadi


sesuatu hal yang sudah biasa bagi masyarakat. Begitu pula dengan kawasan pantai
Center Point of Indonesia dengan revetmentnya, seharusnya dengan lokasi yang
strategis untuk menjadi tempat wisata ikonik di Makassar, Center Point of
Indonesia harus memiliki desain revetment yang lebih menarik dan membuat
sesuatu yang baru. Dengan desain yang lebih efisien dan banyaknya pengunjung
yang berdatangan dapat membuat kawasan tempat wisata ini menjadi lebih maju
dan dikenal lebih luas.
Berdasarkan uraian diatas, bahwa diperlukannya desain revetment yang lebih
efisien pada kawasan yang strategis tersebut yaitu tempat wisata Center Point of
Indonesia, maka hal tersebut menjadi dasar bagi penulis untuk melakukan
perancangan yang berjudul “Alternatif Desain Revetment di Center Point of
Indonesia Makassar”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam
perancangan ini adalah:
1. Bagaimana kondisi Hidro-oseanografi di Center Point of Indonesia
Makassar berdasarkan data sekunder?
2. Bagaimana alternatif desain revetment Center Point of Indonesia
Makassar?

1.3 Tujuan Perancangan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka perancangan ini


bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui bagaimana kondisi Hidro-oseanografi di Center Point
of Indonesia Makassar berdasarkan data sekunder.
2. Untuk mengetahui alternatif desain revetment yang lebih efisien di Center
Point of Indonesia Makassar.

1.4 Manfaat Perancangan

Adapun Manfaat dari perancangan ini, yaitu:


1. Diharapkan alternatif desain dapat membuat desain revetment pada area
Center Point of Indonesia yang lebih efisien.
3

2. Diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu


pengetahuan dalam studi yang terkait dan dapat dijadikan sebagai bahan
referensi untuk kajian penelitian lebih lanjut.

1.5 Batasan masalah


Batasan masalah dalam melaksanakan perancangan ini adalah :
1. Penelitian di lakukan di daerah kawasan Center Point of Indonesia.
2. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang didapatkan dari
beberapa instasi atau hasil survei dari pihak lain.
3. Tidak menganalisa perubahan garis pantai.
4. Tidak memperhitungkan pengaruh daya dukung tanah.
5. Tidak memperhitungkan settlement.
6. Tidak memperhitungkan anggaran biaya dan analisa ekonomi.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pantai
Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa Indonesia yang sering rancu
pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Pesisir adalah daerah darat
di tepi laut yang masih dapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut dan
perembesan air laut. Sedangkan pantai adalah daerah di tepi perairan yang
dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Daerah daratan adalah
daerah yang terletak di atas dan dibawah permukaan laut dimulai dari batas garis
pasang tertinggi. Daerah lautan adalah daerah yang terletak diatas dan dibawah
permukaan dimulai dari sisi laut pada garis surut terendah, termasuk dasar laut dan
bagian dibawahnya. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan
air laut, dimana posisinya tidak tepat dan berpindah dan sesuai dengan pasang surut
air laut dan erosi pantai yang terjadi. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu
sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
kelestarian fungsi pantai. Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian
yang lebarnya sesuai dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 m dari
titik pasang tertinggi ke arah daratan. (Triatmodjo, 1999). Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Gambar 1 berikut :

Sumber: Triadmodjo, 1999.


Gambar 1. Definisi dan batasan pantai
5

Selain beberapa definisi seperti yang telah disebutkan diatas, di dalam


mempelajari teknik pantai juga perlu mengetahui beberapa definisi yang berkaitan
dengan karakteristik gelombang di daerah sekitar pantai, seperti ditunjukkan dalam
Gambar 2. gelombang yang merambat mengalami perubahan bentuk yang
dikarenakan pengaruh kedalaman laut. Berkurangnya kedalaman laut maka
semakin berkurangnya panjang gelombang dan berubahnya (bertambah atau
berkurang) tinggi gelombang. Pada saat kemiringan gelombang (perbandingan
antara tinggi dan panjang gelombang) mencapai batas maksimum, gelombang akan
pecah. Karakteristik gelombang setelah pecah berbeda dengan sebelum pecah.
Gelombang yang telah pecah tersebut merambat terus ke arah pantai sampai
akhirnya gelombang bergerak naik dan turun pada permukaan pantai (uprush dan
downrush). Garis gelombang pecah merupakan batas perubahan perilaku
gelombang dan juga transpor sedimen pantai. Daerah dari garis gelombang pecah
ke arah laut disebut dengan offshore. Sedang daerah yang terbentang ke arah pantai
dari garis gelombang pecah dibedakan menjadi tiga daerah yaitu breaker zone, surf
zone, dan swash zone. Daerah gelombang pecah (breaker zone) adalah daerah di
mana gelombang yang datang dari laut (lepas pantai) mencapai tidak-stabilan dan
pecah. Di pantai yang landai gelombang pecah bisa terjadi beberapa kali. Surf zone
adalah daerah yang terbentang antara bagian dalam dari gelombang pecah dan batas
naik-turunnya gelombang di pantai. Pantai yang landai mempunyai surf zone yang
lebar. Swash zone adalah daerah yang dibatasi oleh garis batas tertinggi naiknya
gelombang dan batas terendah turunnya gelombang di pantai (Triatmodjo, 1999).

Sumber: Triatmodjo, 1999.


Gambar 2. Definisi dan karakteristik gelombang di daerah pantai
6

Ditinjau dari profil pantai, daerah ke arah pantai dari garis gelombang pecah
dibagi menjadi tiga daerah yaitu inshore, foreshore, dan backshore. Perbatasan
antara inshore foreshore adalah batas antara air laut pada saat muka air rendah dan
permukaan pantai. Proses gelombang pecah di daerah inshore sering menyebabkan
terbentuknya longshore bar, yaitu gumuk pasir yang memanjang dan kira-kira
sejajar dengan garis pantai. Foreshore adalah daerah yang terbentang dari garis
pantai pada saat muka air rendah sampai batas atas dari uprush pada saat air pasang
tinggi. Profil pantai di daerah ini mempunyai kemiringan yang lebih curam daripada
profil di daerah inshore dan backshore. Backshore adalah daerah yang dibatasi oleh
foreshore dan garis pantai yang terbentuk pada saat terjadi gelombang badai
bersamaan dengan muka air tinggi (Triatmodjo, 1999).

2.2 Bangunan Pantai


Bangunan pantai adalah bangunan yang dibangun di wilayah pesisir dengan
tujuan tertentu, misalnya beberapa bangunan seperti berikut ini.

2.2.1 Revetment

Gambar 3. Contoh revetment

Revetment adalah bangunan yang memisahkan daratan dan perairan pantai


yang dibangun sejajar garis pantai yang berfungsi untuk melindungi pantai dari
serangan gelombang. Revetment dapat menahan terjadinya limpasan gelombang ke
daratan yang ada di belakangnya. Biasanya revetment digunakan untuk daerah
pemukiman atau fasilitas umum yang sudah sangat dekat dengan garis pantai.
Bangunan ini dapat berbentuk dinding vertikal, miring, lengkung, atau bertangga
serta dapat terbuat dari pasangan batu, dinding beton atau buis beton.
Revetment, biasa disebut “slope protection”, adalah bangunan pelindung
tebing pantai terhadap gelombang yang relatif kecil, misalnya pada kolam
7

pelabuhan, bendungan ataupun pantai dengan gelombang kecil. Ada dua tipe
Revetment yaitu “permiable revetment” dan “impermiable revetment” (Pratikto,
1996).
Revetment adalah bangunan berupa struktur penahan gempuran gelombang
sebagai proyeksi terhadap tebing pantai yang ditempatkan di sepanjang kawasan
yang akan dilindungi. Penggunaan revetment dimaksudkan untuk memperkuat tepi
pantai agar tidak terjadi pengikisan pantai akibat gempuran gelombang. Tetapi bila
dinding penahan tidak direncanakan dengan baik, dapat mengakibatkan kerusakan
yang terjadi menjadi relatif cepat. Karena itu pada bagian dasar perlu dirancang
suatu struktur penahan erosi yang cukup baik (Sub Direktorat Rawa dan Pantai,
1997).

2.2.2 Tembok Laut dan Tanggul Laut

Gambar 4. Contoh Tembok laut

Bangunan ini merupakan bangunan yang ditujukan untuk melindungi


kawasan pesisir dari ancaman gelombang. Tanggul laut (sea dike) mempunyai
tujuan sangat khusus, yaitu melindungi kawasan pesisir yang elevasi daratannya
relatif rendah dari ancaman genangan air, seperti banjir rob atau pada sistem polder.
Sementara itu, tembok laut (sea wall) biasanya digunakan untuk menghadang
gempuran gelombang agar tidak terjadi erosi. Tembok laut juga digunakan untuk
menjaga agar fasilitas yang ada di pantai tidak rusak akibat jangkauan gelombang.
Struktur tanggul laut harus kedap air (impermeable) karena berfungsi untuk
menahan air agar tidak masuk ke kawasan yang dilindungi, sedangkan tembok laut
dapat lolos air (permeable) maupun tidak lolos air (Yuwono, 2020).
8

2.2.3 Bangunan jetty

Gambar 5. Contoh bangunan jetty

Bangunan jeti merupakan bangunan yang menjorok ke laut dengan tujuan


untuk berbagai keperluan, misalnya untuk dermaga (sandar dan bongkar muat
kapal), stabilisasi muara sungai (biasa disebut training jetty), bangunan pengatur
laju sedimen (pendek dan jumlahnya relatif banyak biasa disebut groin). Di
samping itu, jeti sering pula dimanfaatkan untuk menahan sedimen agar tidak
masuk ke kolam labuh dan biasanya difungsikan pula sebagai pemecah gelombang
(Yuwono, 2020).

2.2.4 Groin

Gambar 6. Contoh bangunan groin

Bangunan groin adalah bangunan yang ditujukan untuk mencegah terjadinya


erosi dengan cara mengatur laju angkutan pasir menyusur pantai sehingga kapasitas
angkut tidak melebihi kemampuan suplai. Bangunan groin biasanya dibangun
berseri, sehingga kemampuannya untuk mengatur laju angkutan sedimen dapat
efektif (Yuwono, 2020).
9

2.2.5 Bangunan Pemecah Gelombang

Gambar 7. Contoh pemecah gelombang

Bangunan pemecah gelombang adalah bangunan yang ditujukan untuk


melindungi suatu kawasan perairan dari ancaman gelombang. Kawasan perairan
tersebut di antaranya kolam labuh dan perairan wisata. Pemecah gelombang juga
dapat dimanfaatkan di antaranya untuk mencegah masuknya material/sedimen ke
kolam labuh atau menjaga agar pantai tidak tererosi dengan cara menghancurkan
energi gelombang menuju ke kawasan pesisir tersebut. Tipe pemecah gelombang
ada beberapa macam, di antaranya yaitu pemecah gelombang tersambung daratan
(shore connected breakwater), pemecah gelombang lepas pantai (offshore
breakwater), pemecah gelombang bawah air (submerged breakwater, artificial reff
breakwater), dan pemecah gelombang terapung (floating breakwater) (Yuwono,
2020).

2.2.6 Ambang Bawah Air

Ambang bawah air atau Underwatersill-UWS adalah bangunan relatif tipis


yang dipasang di bawah air. Tujuan utama pembangunannya untuk menahan dan
membelokkan sebagian besar angkutan sedimen supaya tidak masuk ke suatu
kawasan perairan, misalnya kolam labuh. Bangunan ini mirip dengan submerged
breakwater, dan dapat pula difungsikan sebagai pemecah gelombang, namun
pelindungnya terhadap gangguan gelombang kurang efektif (Yuwono, 2020).
10

2.3 Batimetri

Batimetri atau kedalaman air laut merupakan ukuran kedalaman daerah


perairan laut yang diukur dari atas permukaan air ke dasar laut. Peta batimetri
adalah data spasial yang berisi informasi kedalaman suatu daerah perairan.
Informasi batimetri dapat menggambarkan tentang kondisi struktur dan bentuk
dasar perairan dari suatu daerah (Sager, 1998). Batimetri merupakan kegiatan
pengumpulan data kedalaman dasar laut dengan metode penginderaan atau rekaman
dari permukaan dasar perairan, yang akan diolah untuk menghasilkan relief dasar
perairan, sehingga dapat digambarkan susunan dari garis-garis kedalaman (kontur).
Pemetaan kondisi dasar perairan tersebut dikonversikan dalam keadaan surut
terendah atau LWS (Low Water Surface).

2.4 Pasang Surut


Gelombang pasang surut adalah gelombang atau fluktuasi muka air yang
disebabkan oleh gaya tarik menarik antara planet bumi dan planet-planet lain
terutama bulan dan matahari. Pasang surut termasuk gelombang panjang dengan
periode gelombang berkisar antara 12 dan 24 jam. Puncak gelombang pasang surut
biasa disebut air pasang (high tide) dan lembahnya disebut air surut (low tide).
Pasang surut harian tunggal adalah pasang surut yang terjadi satu kali sehari,
yaitu sekali pasang dan sekali surut. Pasang surut ini mempunyai periode sekitar 24
jam 50 menit. Sementara itu, pasang surut harian ganda adalah pasang surut yang
terjadi dua kali dalam sehari, dua kali pasang dan dua kali surut. Periode pasang
surut ini sekitar 12 jam 24 menit. Untuk menentukan klasifikasi pasang surut
tersebut dipergunakan formula sebagai berikut (Yuwono, 2020).

𝐹= (1)

Konstanta AK1, AO1, AM2, AS2 adalah amplitudo konstituen pasang surut
utama atau bisa disebut konstanta pasang surut utama.
Bilamana:
F ≤ 0,25 : pasang harian ganda
F ≤ 3,00 : pasang harian tunggal
0,25 < F < 3,00 : pasang campuran condong ke harian ganda
1,50 < F < 3,00 : pasang campuran condong ke harian tunggal
11

Grafik pasang surut sesuai dengan tipe pasang surutnya dapat dilihat pada
Gambar 8.

Gambar 8. Grafik tipe pasang surut


Perbandingan amplitudo dan fase akibat atraksi benda-benda langit tertentu
pada pola pasut dinyatakan dengan konstanta-konstanta pembanding dengan simbol
dan nilai tertentu untuk menjelaskan akibat atraksi gravitasi bulan atau matahari
dengan kedudukan tertentu terhadap tinggi muka air. Konstanta-konstanta tersebut
disebut sebagai komponen harmonik yang dapat dilihat pada Tabel 1 (Poerbandono
dan Djunasjah, 2005).
12

Tabel 1. komponen-komponen harmonik pasut utama


Spesies Komponen Perioda (jam) Fenomena
Gravitasi bulan dengan orbit lingkaran
M2 12.42
dan sejajar ekuator bumi
Gravitasi matahari dengan orbit
S2 12.00
lingkaran dan sejajar ekuator bumi
Semi Diurnal
Perubahan jarak ke bumi akibat
`N2 12.66
lintasan yang berbentuk elips
Perubahan jarak matahari ke bumi
K2 11.97
akibat lintasan yang berbentuk elips
Kt 23.9 Deklinasi sistem bulan dan matahari
Diurnal O1 25.8 Deklinasi bulan
P1 24.0 Deklinasi matahari
Mf 327.86 Variasi setengah bulanan
Perioda Panjang Mm 661.3 Variasi bulanan
Ssa 2191.43 Variasi semi tahunan
2SM2 11.61 Interaksi bulan dan matahari
Interaksi bulan dan matahari dengan
MNS2 13.13 perubahan jarak matahari akibat
lintasan berbentuk elips
Perairan Dangkal Interaksi bulan dan matahari dengan
MK3 8.18 perubahan jarak matahari akibat
lintasan berbentuk elips
M4 6.21 2x kecepatan sudut M
MS4 2.20 Interaksi M dan S

Berdasarkan Tabel 1 diatas, terdapat lima belas konstanta harmonik. Namun


untuk keperluan prediksi pada umumnya hanya menggunakan 9 komponen utama
konstanta pasut, yaitu M2, S2, K2, N2, K1, O1, P1, M4, dan MS4.
Mengingat elevasi muka air laut selalu berubah setiap saat, maka diperlukan
suatu elevasi yang ditetapkan berdasar data pasang surut, yang dapat digunakan
sebagai pedoman di dalam perencanaan bangunan pantai. Beberapa elevasi tersebut
adalah sebagai berikut (Triatmodjo, 1999).
1. Muka air tinggi (high water level), muka air tertinggi yang dicapai pada saat
air pasang dalam satu siklus pasang surut.
2. Muka air rendah (low water level), kedudukan air terendah yang dicapai pada
saat air surut dalam satu siklus pasang surut.
13

3. Muka air tinggi rerata (mean high water level, MHWL), adalah rerata dari
muka air tinggi selama periode 19 tahun.
4. Muka air rendah rerata (mean low water level, MLWL), adalah rerata dari
muka air rendah selama periode 19 tahun.
5. Muka air laut rerata (mean sea level, MSL), adlaah muka air rerata antara
muka air tinggi rerata dan muka air rendah rerata. Elevasi ini digunakan
sebagai referensi untuk elevasi di daratan.
6. Muka air tinggi tertinggi (highest high water level, HHWL), adalah air
tertinggi pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.
7. Air rendah terendah (lowest low water level, LLWL), adalah air terendah pada
saat pasang surut pernama atau bulan mati.

2.5 Analisis Data Angin dan Peramalan Gelombang


Data angin yang digunakan untuk peramalan gelombang adalah data di
permukaan laut pada lokasi pembangkitan. Data tersebut dapat diperoleh dari
pengukuran langsung di atas permukaan laut atau pengukuran di daratan di dekat
lokasi peramalan kemudian di konversi menjadi data angin di laut. Kecepatan angin
diukur dengan anemometer, dan biasanya dinyatakan dalam knot. Satu knot adalah
panjang satu menit garis bujur melalui khatulistiwa yang ditempuh dalam satu jam,
atau 1 knot = 1,852 km/jam = 0,5 m/d (Triatmodjo, 1999). Dengan pencatatan angin
jam-jaman tersebut akan didapat tabel ringkasan dan diagram wind rose (mawar
angin). Dengan mawar angin ini maka karakteristik angin dapat dibaca.

Tabel 2. Contoh tabel data angin


Kecepatan Arah Angin
(knot) U TL T TG S BD B BL
0-10 88,3%
10-13 1,23 0,27 0,32 0,06 0,08 0,6 0,56 1,35
13-16 1,84 0,40 0,48 0,08 0,13 0,7 0,70 2,03
16-21 0,17 0,07 0,08 0,01 0,01 0,12 0,12 0,20
21-27 0,01 - - - - 0,03 0,03 -
Sumber: Triatmodjo, 1999.
14

Sumber: Triatmodjo, 1999

Gambar 9. Contoh mawar angin


Peramalan gelombang dimaksudkan mengalih-ragamkan (transformasi) data
angin menjadi data gelombang. Mengingat kurangnya data gelombang di Indonesia,
maka untuk keperluan perencanaan bangunan pantai sering dilakukan peramalan
gelombang berdasarkan data angin.

2.5.1 Kecepatan Angin

Untuk keperluan peramalan gelombang biasanya dipergunakan kecepatan


angin pada ketinggian 10 meter. Apabila kecepatan tidak diukur pada ketinggian
tersebut maka kecepatan anginnya perlu dikoreksi dengan persamaan :

𝑈 = 𝑈 (2)
dengan:
U10 = kecepatan angin pada ketinggian 10 m (knots, m/det)
UZ = kecepatan angin pada ketinggian z m (knots, m/det)
Z = ketinggian data kecepatan angin diambil (m)
yang berlaku untuk z lebih kecil dari 20 m.
15

Hubungan antara angin di atas laut dan angin di atas daratan terdekat
diberikan oleh persamaan :

𝑅 = (3)

Dengan:
RL = Nilai diperoleh dari grafik hubungan antara kecepatan angin di darat dan di
laut
UW = Kecepatan angin di atas permukaan laut (m/s)
UL = Kecepatan angin di atas daratan (m/s)

Seperti grafik pada Gambar 10 merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Great
Lake, Amerika Serikat. Grafik tersebut dapat digunakan untuk daerah lain kecuali
apabila karakteristik daerah sangat berlainan.

Sumber: Triatmodjo, 1999.


Gambar 10. Hubungan antara kecepatan angin di laut dan darat

Rumus-rumus dan grafik-grafik pembangkitan gelombang mengandung


variable UA yaitu faktor tegangan angin (wind-stress factor) yang dapat dihitung
dari kecepatan angin. Setelah dilakukan berbagai konversi kecepatan angin,
16

kecepatan angin di konversikan pada faktor tegangan angin dengan menggunakan


rumus berikut :
,
𝑈 = 0,71 𝑈 (4)
dengan:
UA = wind stress factor
U10 = kecepatan angin pada ketinggian 10 m

2.5.2 Fetch

Fetch adalah jarak seret gelombang. Di dalam pembangkitan gelombang di


laut, fetch dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut. Di daerah
pembentukkan gelombang, gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang
sama dengan arah angin tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah angin. Di
dalam tinjauan pembangkit gelombang laut, fetch dibatasi dalam bentuk daratan
yang mengelilingi laut.
Panjang fetch pada umumnya dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi
daerah pembangkitan gelombang. Fetch dapat didefinisikan sebagai panjang daerah
pembangkitan gelombang dan diukur pada arah hembus angin. Sementara itu,
panjang fetch di laut bebas ditentukan berdasarkan batas-batas (Yuwono, 2020):
1) Posisi garis pantai (coast line position),
2) Muka pergerakan angin (meteorological front),
3) Lengkung isobar (curvature of isobar),
4) Penyebaran isobar (spreading of isobar).

Fetch rerata efektif diberikan oleh persamaan berikut :

𝐹 = (5)

dengan:
Feff = Fetch rerata efektif (km)
Xi = Panjang segmen fetch yang diukur dari titik konservasi gelombang (km)
𝑎 = deviasi pada kedua sisi dari arah angin dengan menggunakan pertambahan
6° sampai sudut terbesar 42° pada kedua sisi arah angin
17

Sumber: Triatmodjo, 1999.

Gambar 11. Contoh penggambaran fetch

2.5.3 Lama Hembus (td)

Lama hembus ditentukan berdasarkan lama badai yang terjadi. Berdasarkan


hasil studi model distribusi kecepatan angin pada saat badai di Indonesia Wilayah
Barat (Hermawan S., 2002); Indonesia Wilayah Tengah (Thambas, 2003) dan
Indonesia Wilayah Timur (Edi H., 2004), badai yang terjadi di Indonesia umumnya
hanya berkisar 9 jam dengan distribusi kecepatan angin sebagai berikut :
1) Tiga jam pertama : 60 sd 70% Umaks
2) Tiga jam kedua : 100% Umaks
3) Tiga jam terakhir : 60 sd 70% Umaks
Kesimpulan penting dari studi tersebut adalah peramalan tinggi gelombang
dengan distribusi kecepatan angin tersebut, hasilnya setara dengan peramalan tinggi
gelombang menggunakan dengan lama hembus sekitar 4 jam hingga 5 jam.
Berdasarkan hasil studi ini maka disarankan untuk keperluan peramalan gelombang
dipergunakan Umaks dan td = 4 – 5 jam (Yuwono, 2020).
18

2.5.4 Peramalan Gelombang di Laut Dalam

Besarnya tinggi dan periode gelombang di laut dalam ini didapatkan dari hasil
analisis data angin yang didapatkan dari BMKG dengan panjang fetch efektif yang
sudah diperhitungkan terlebih dahulu. Perhitungan tinggi dan periode gelombang
di laut dalam dapat menggunakan metode Sverdrup Munk Bretscheider (SMB)
yang telah dimodifikasi (CERC, 1984). Perumusan metode SMB dapat dilihat pada
Tabel 3. Perhitungan dengan metode SMB mempunyai 2 klasifikasi yaitu
berdasarkan Fetch Limited dan Fully Developed. (dengan satuan yang digunakan
adalah satuan SI dengan g = 9,8 m/s2).
Pemilihan rumus untuk peramalan tinggi dan periode gelombang di laut
dalam harus memperhatikan kondisi lapangan, sehingga hasil dari pendekatan
hitungan secara empiris bisa logis dan sesuai dengan kondisi yang ada. Perumusan
berdasarkan kondisi Fetch Limited digunakan bila pantai tertutup oleh penghalang
(pulau atau teluk). Sedangkan perumusan berdasarkan kondisi Fully Developed Sea
digunakan bila pantai berhubungan dengan laut bebas yang tidak ada
penghalangnya. Apabila hasil perhitungan berdasarkan metode SMB didapatkan
sangat besar, maka harus dikoreksi terhadap grafik pada Gambar 12 agar sesuai
dengan kondisi lapangan.

Tabel 3. Persamaan untuk peramalan tinggi gelombang dengan


menggunakan Metode SMB
Metric Units
Dimensionles H(m), T(s), UA(m/s) H(m), T(s),
,F(m), t(s) UA(m/s), F(km), t(hr)
Fetch Limited (F,U)
𝟏
𝒈. 𝑯𝒎𝟎 𝒈𝑭 𝟐 𝐻 = 5,112𝑥10 𝑈 𝐹 𝐻 = 1,616𝑥10 𝑈 𝐹
𝟑
= 𝟏, 𝟔𝒙𝟏𝟎
𝑼𝟐𝑨 𝑼𝟐𝑨
𝟏
𝒈. 𝑻𝒎 𝟏
𝒈𝑭 𝟑 𝑇 = 5,112𝑥10 𝑈 𝐹 𝑇 = 6,238𝑥10 𝑈 𝐹
= 𝟐, 𝟖𝟓𝟕𝒙𝟏𝟎
𝑼𝑨 𝑼𝟐𝑨
𝟐
𝒈. 𝒕 𝒈𝑭 𝟑 𝑡 = 5,112𝑥10 𝑈 𝐹 𝐹
= 𝟔, 𝟖𝟖𝒙𝟏𝟎 𝑡 = 8,93𝑥10
𝑼𝑨 𝑼𝟐𝑨 𝑈
Fully Developed
𝒈. 𝑯𝒎𝟎 𝟏 𝐻 = 2,482𝑥20 𝑈 𝐻 = 2,482𝑥10 𝑈
= 𝟐, 𝟒𝟑𝟑 𝒙 𝟏𝟎
𝑼𝟐𝑨
𝒈. 𝑻𝒎 𝑇 = 8,308𝑥10 𝑈 𝑇 = 8,308𝑥10 𝑈
= 𝟖, 𝟏𝟑𝟒
𝑼𝑨
𝒈. 𝒕 𝑡 = 7,296𝑥10 𝑈 𝑡 = 2,027𝑈
= 𝟕, 𝟏𝟓 𝒙 𝟏𝟎𝟒
𝑼𝑨
𝑔 = 9.8 𝑚/𝑠2
Sumber: CERC, 1984.
19

Berdasarkan pada kecepatan angin, lama hembus angin dan fetch dapat
menggunakan grafik pada Gambar 12 (SPM, 1984). Dari grafik tersebut apabila
panjang fetch, faktor tegangan angin dan durasi diketahui maka tinggi dan periode
gelombang signifikan dapat dihitung.

Gambar 12. Grafik peramalan tinggi dan periode gelombang

2.6 Perkiraan Gelombang Dengan Periode Kala Ulang

Frekuensi gelombang besar merupakan faktor yang mempengaruhi


perencanaan struktur pantai. Untuk mengatur gelombang dengan periode ulang
tertentu, diperlukan data gelombang untuk periode pengukuran yang lama
(beberapa tahun). Dari tiap tahun pencatatan, gelombang representatif semacam H S,
H10, H1, Hmaks, dan lainnya dapat ditentukan. Berdasarkan representasi beberapa
tahun pengamatan, bisa diperkirakan kalau gelombang yang diharapkan disamai
ataupun dilampaui sekali dalam T tahun, serta gelombang tersebut diketahui
sebagai gelombang periode ulang tahun T atau gelombang T tahunan (Triatmodjo,
1999).
Proses ini mirip dengan pendugaan debit banjir dengan kala ulang 50 tahun
dalam hidrologi. Misalnya, bila T=50 maka gelombang yang diprediksi ialah
gelombang 50 tahun atau periode ulang 50 tahun, yang berarti kalau gelombang
diperkirakan bakal disamai atau dilampaui rata-rata setiap 50 tahun sekali. Jika data
yang tersedia adalah data angin, maka dilakukan analisis frekuensi terhadap data
20

angin yang setelah itu digunakan untuk memprediksi gelombang. Dalam hal ini,
gelombang peramalan adalah gelombang yang signifikan.
Penentuan kala ulang gelombang rencana biasanya didasarkan pada nilai
daerah yang akan dilindungi dan jenis konstruksi yang akan dibangun. Semakin
tinggi nilai ekonomis daerah yang akan dilindungi makin besar pula kala ulang
gelombang rencana yang akan dipilih. Selain itu, perlu dipertimbangkan pula
besarnya risiko kehilangan jiwa apabila terjadi kegagalan konstruksi. Semakin
besar kemungkinan terjadinya korban jiwa semakin tinggi pula kala ulang
gelombang rencana yang dipilih. Untuk menentukan kala ulang gelombang rencana
biasanya dilakukan studi kelayakan (feasibility study) untuk memilih kala ulang
yang memberikan kelayakan terbaik (dapat dilihat dari Net Benefit terbaik, Benefit
Cost Rasio Terbaik, Total Cost terendah atau pertimbangan korban jiwa yang
mungkin terjadi). Dalam penentuan kala ulang (return period) gelombang rencana
dapat dipergunakan pedoman yang terdapat pada Tabel 4 tentang pedoman
pemilihan gelombang rencana yang sesuai dengan jenis struktur bangunan yang
dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4. Pedoman pemilihan gelombang rencana


Gelombang Rencana
No. Jenis Struktur Bangunan
Jenis Gelombang Kala Ulang (tahun)
Struktur Fleksibel Hs, (H33)
a. Risiko rendah 5 – 10
1
b. Risiko sedang 10 – 100
c. Risiko tinggi 100 – 1000
Struktur Semi Kaku H10 - H1
a. Risiko rendah 5 – 10
2
b. Risiko sedang 10 – 100
c. Risiko tinggi 100 – 1000
Struktur Kaku H1 - Hmaks
a. Risiko rendah 5 – 10
3
b. Risiko sedang 10 – 100
c. Risiko tinggi 100 – 1000

Untuk menentukan kala ulang (return period) gelombang rencana,


dipergunakan analisis harga-harga ekstrem tinggi gelombang. Biasanya hanya
diambil satu gelombang tertinggi setiap tahunnya dalam melakukan analisis kala
21

ulang gelombang ini dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya dengan
metode Fisher Tippet, Weibull, dan Gumbel. (Yuwono, 2020).
Pada penelitian ini, hanya menggunakan salah satu metode yaitu metode
Gumbel. Metode Gumbel memiliki persamaan sebagai berikut.

𝐻 = (6)

( )
𝜎𝐻 = (7)

H = 𝐻 + (Y − Y ) (8)

dengan:
𝐻 = rata-rata tinggi gelombang signifikan dari seluruh data yang ada
𝜎𝐻 = deviasi standard tinggi gelombang signifikan
Nilai Y, Yn, σn berdasarkan periode ulang dan jumlah data dapat dilihat pada
Tabel 5, Tabel 6 dan Tabel 7 seperti berikut.

Tabel 5. Jumlah data versus Y


Kala Ulang
Y
(tahun)
2 0,3665
5 1,4999
10 2,2502
25 3,1985
50 3,9019
100 4,6001

Tabel 6. Jumlah data versus Yn


n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,495 0,499 0,503 0,507 0,510 0,512 0,515 0,518 0,520 0,522
20 0,523 0,525 0,526 0,528 0,529 0,530 0,532 0,533 0,534 0,535
30 0,536 0,537 0,538 0,538 0,539 0,540 0,541 0,541 0,542 0,543

Tabel 7. Jumlah data versus σn


N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,94 0,96 0,98 0,99 1,00 1,02 1,03 1,04 1,04 1,05
20 1,06 1,06 1,07 1,08 1,08 1,09 1,09 1,10 1,10 1,10
30 1,11 1,11 1,11 1,12 1,12 1,12 1,13 1,13 1,14 1,14
22

2.7 Gelombang Rencana


Selama penjalarannya menuju pantai, tinggi gelombang dan arah gelombang
berubah karena pengaruh proses refraksi dan pendangkalan serta gelombang pecah;
yang tergantung pada bathimetri dan karakteristik gelombang di laut dalam
(Triatmodjo, 2006).
1) Gelombang tidak pecah
Apabila bangunan berada pada kedalaman yang cukup besar, yaitu lebih besar
dari 1,5 kali tinggi gelombang maksimum yang terjadi maka gelombang di
lokasi tersebut tidak pecah. Kondisi tersebut diperhitungkan untuk berbagai
elevasi muka air. Kondisi gelombang di lokasi tersebut dapat dihitung
berdasar gelombang rencana di laut dalam dengan menggunakan analisis
refraksi dan pendangkalan gelombang.
Mengingat gelombang di suatu lokasi terdiri dari berbagai macam tinggi,
periode dan arah gelombang, maka karakteristik gelombang di lokasi
bangunan adalah gelombang terbesar yang diperoleh dari berbagai
karakteristik gelombang tersebut.
2) Gelombang pecah
Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju pantai mengalami
perubahan bentuk dengan puncak gelombang semakin tajam sampai akhirnya
pecah pada suatu kedalaman tertentu. Tinggi dan kedalaman gelombang
pecah tergantung pada tinggi gelombang di laut dalam, periode gelombang,
dan kemiringan dasar laut.
3) Gelombang telah pecah
Gelombang yang telah pecah tersebut akan merambat ke arah pantai dengan
tinggi gelombang lebih kecil daripada tinggi gelombang pecah. Setelah
pecah, tinggi gelombang maksimum yang mungkin terjadi tergantung pada
kedalaman air di kaki bangunan.
4) Hitungan kondisi gelombang
Tinggi gelombang di lokasi bangunan dihitung dengan dua cara berikut ini.
a. Analisis refraksi, pendangkalan dan gelombang pecah berdasarkan
karakteristik gelombang di laut dalam. Cara ini dilakukan apabila
bangunan berada pada kedalaman yang cukup besar, sehingga kondisi
23

gelombang adalah tidak pecah atau pecah. Untuk itu perlu diketahui
batas terjadinya gelombang pecah dan mengaitkannya dengan
kedalaman lokasi bangunan. Hitungan tinggi dan kedalaman
gelombang pecah dilakukan dengan menggunakan Gambar 13.
b. Berdasarkan tinggi gelombang maksimum yang mungkin terjadi. Cara
ini dipakai apabila bangunan berada pada kedalaman yang lebih kecil,
sehingga gelombang yang menjalar dari laut dalam telah pecah sebelum
mencapai bangunan. Tinggi gelombang maksimum merupakan fungsi
kedalaman air. Apabila kedalaman rencana maksimum pada bangunan
dan periode gelombang datang diketahui, maka dapat dihitung tinggi
gelombang rencana. Hitungan dapat dilakukan dengan menggunakan
Gambar 14 . gambar tersebut menunjukkan bahwa apabila pantai relatif
datar (m=0) maka perbandingan Hb /ds = 0,78.

Gambar 13. Penentuan tinggi gelombang pecah


24

Gambar 14. Tinggi gelombang maksimum fungsi kedalaman

2.8. Elevasi Muka Air Rencana

Dalam perencanaan bangunan pantai, perhitungan terhadap muka air untuk


beberapa keadaan perlu dilakukan. Muka air laut rencana atau design water level
diperhitungkan terhadap pasang surut high water spring (HWS), wave set-up/strom
surge, dan sea level rise (SLR) akibat rumag kaca (green house effect). Muka air
laut rencana dapat ditentukan dengan rumus berikut :

𝐷𝑊𝐿 = 𝐻𝑊𝑆 + (𝑊𝑆 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑆𝑆) + 𝑆𝐿𝑅 (9)


dengan :
DWL = desain water level (m)
HWS = high water spring (m)
WS = wave set-up (m)
SS = storm surge (m)
SLR = sea level rise (m)

2.8.1 Wave Set-Up (SW)

Gelombang yang datang dari laut menuju pantai menyebabkan fluktuasi


muka air di daerah pantai terhadap muka air diam. Pada waktu gelombang akan
25

pecah akan terjadi penurunan elevasi muka air rerata terhadap elevasi muka air diam
di sekitar lokasi gelombang pecah. Kemudian dari titik dimana gelombang pecah
permukaan air rerata miring ke atas ke arah pantai.

Gambar 15. Kenaikan muka air karena gelombang


Wave set-up dipantai dapat dihitung dengan menggunakan teori Longuet-
Higgins dan Stewart (1963, dalam CERC, 1984). Besar wave set-down di daerah
gelombang pecah diberikan oleh :

,
𝑆 =− (10)

dengan :
Sb = Set-down di daerah gelombang pecah
T = Periode Gelombang
Hb = Gelombang pecah
db = Kedalaman gelomban
g = Percepatan gravitasi
Wave set-up dipantai diberikan oleh bentuk berikut :

𝑆 = ∆𝑆 − 𝑆 (11)
Longuet-Higgins dan Stewart melakukan analisa data hasil percobaan yang
dilakukan oleh Saville (1961, dalam SPM, 1984) dan hasilnya adalah ∆S = 0,15 db.
Dengan menganggap bahwa db = 1,28 Hb maka :

∆𝑆 = 0,15𝑑 (12)
Substitusi persamaan makan didapatkan

𝑆 = 0,19 1 − 2,82 𝐻 (13)


26

2.8.2 Sea Level rise (SLR)

Peningkatan suhu bumi yang diakibatkan oleh efek rumah kaca menyebabkan
penguapan lebih besar yang berakibat meningkatnya curah hujan dan berpotensi
mengalami kebanjiran. Dampak lainnya adalah peningkatan tinggi muka air laut
yang disebabkan oleh pemuaian air laut dan mencairnya gunung-gunung es di
kutub. Kenaikan permukaan air laut akan menyebabkan mundurnya garis pantai
sehingga menggusur daerah pemukiman dan mengancam daerah perkotaan yang
rendah, membanjiri lahan produktif dan mencemari persediaan air tawar. Gambar
16 memberikan perkiraan besarnya kenaikan muka air laut tahun 1990-2100, yang
disertai perkiraan atas dan bawah.

Gambar 16. Perkiraan kenaikan muka air laut karena pemanasan


global

2.9 Analisis Perencanaan Revetment

2.9.1 Elevasi Mercu Bangunan

Elevasi mercu bangunan dihitung berdasarkan run-up gelombang (kenaikan


gelombang), yang tergantung pada karakteristik gelombang, kemiringan bangunan,
porositas dan kekasaran lapis lindung. Pada waktu gelombang menghantam suatu
bangunan, gelombang tersebut akan naik (run-up) pada permukaan bangunan.
Elevasi bangunan yang di recanakan tergantung pada run-up dan limpasan yang
27

diizinkan. Gambar 17 menunjukkan run-up gelombang yang terjadi karena


gelombang bangunan dengan permukaan miring. Dalam menentukan run-up,
diperlukan bilangan Irribaren yang dikaitkan dengan grafik pada Gambar 18 .
Bilangan Irribaren mempunyai bentuk persamaan berikut :

𝐼 = , (14)

dengan:
Ir = bilangan irrabaren
𝜃 = sudut kemiringan sisi pemecah gelombang
H = tinggi gelombang di lokasi bangunan
L0 = panjang gelombang di laut dalam

Gambar 17. Run up gelombang

Gambar 18. Perbandingan run-up dan run-down relatif untuk berbagai


tipe sisi miring
28

Elevasi mercu bangunan didapatkan dengan persamaan :

𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑚𝑒𝑟𝑐𝑢 = 𝐷𝑊𝐿 + 𝑅 + 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑗𝑎𝑔𝑎𝑎𝑛 (15)


dengan:
DWL = desain water level
Ru = run up gelombang
Tinggi jagaan (0,5 sampai 1 m)

2.9.2 Lapis Lindung

Stabilitas unit lapis lindung tergantung pada berat dan bentuk unit serat
kemiringan sisi bangunan. Bentuk unit akan mempengaruhi kaitan antara butir batu
yang ditumpuk. Butir batu dengan sisi takam akan mengait satu sama lain dengan
baik sehingga akan lebih stabil. Batu-batu pada lapis pelindung dapat diatur
peletakannya untuk mendapat kaitan yang cukup baik atau diletakkan secara
sembarang. Semakin besar kemiringan memerlukan batu semakin berat. Berat tiap
butir batu dapat mencapai beberapa ton. Kadang-kadang sulit mendapatkan batu
seberat itu dalam jumlah yang sangat besar. Untuk mengatasinya maka dibuat batu
buatan dari beton dengan bentuk tertentu (Bambang Triatmodjo, 2006).
Batu atau unit buatan ini bisa berbentuk sederhana seperti kubus yang
memerlukan berat yang cukup besar, atau bentuk khusus yang lebih ringan tetapi
lebih sulit dalam pembuatan, karena diperlukan cetakan/bekisting khusus. Unit
buatan bisa berupa tetrapod, tribar, hexapod, dolos, dsb. beberapa bentuk unit
buatan diberikan pada Gambar 19. Tetrapod mempunyai empat kaki yang
berbentuk kerucut terpancung. Tribar terdiri dari tiga kaki yang saling dihubungkan
oleh lengan. Quadripod mempunyai bentuk mirip tetrapod tetapi sumbu-sunbu dari
ketiga kakinya berada pada bidang datar. Dolos terdiri dari dua kaki saling
menyilang yang dihubungkan dengan lengan (Bambang Triatmodjo, 2006).
29

Gambar 19. Butir lapis lindung buatan

Di dalam perencanaan pemecah gelombang sisi miring, ditentukan berat butir


batu pelindung, yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus Hudson.

𝑊= ( )
(16)

𝑆 = (17)

dengan:
W = Berat butir batu pelindung
γr = Berat jenis batu
γa = Berat jenis air laut
H = Tinggi gelombang rencana
θ = Sudut kemiringan sisi pemecah gelombang
KD = Koefisien stabilitas yang tergantung pada bentuk batu pelindung (batu alam
atau buatan), kekasaran permukaan batu, ketajaman sisi-sisinya, ikatan antara butir,
30

dan kondisi gelombang. Nilai KD untuk berbagai bentuk batu pelindung diberikan
dalam Tabel 8.

Tabel 8. Koefisien stabilitas


Lengan bangunan Ujung (kepala) bangunan Kemi-
Penem- KD KD ringan
Lapis lindung n
patan Gelomb. Gelomb. Gelomb. Gelomb.
Cot θ
pecah tidak pecah pecah tidak pecah
Batu pecah
Bulat halus 2 Acak 1,2 2,4 1,1 1,9 1,5-3,0
Bulat halus >3 Acak 1,6 3,2 1,4 2,3 *2
Bersudut kasar 1 Acak *1 2,9 *1 2,3 *2
1,9 3,2 1,5
Bersudut kasar 2 Acak 2,0 4,0 1,6 2,8 2,0
1,3 2,3 3,0
Bersudut kasar >3 Acak 2,2 4,5 2,1 4,2 *2
Khusus*
Bersudut kasar 2 3 5,8 7,0 5,3 6,4 *2
Paralelepipedum 2 Khusus 7,0-20,0 8,5-24,0 - -
5,0 6,0 1,5
Tetrapod dan
2 Acak 7,0 8,0 4,5 5,5 2,0
Quadripod
3,5 4,0 3,0
8,3 9,0 1,5
Tribar 2 Acak 9,0 10,0 7,8 8,5 2,0
6,0 6,5 3,0
8,0 16,0 2,0
Dolos 2 Acak 15,8 31,8
7,0 14,0 3,0
Kubus
2 Acak 6,5 7,5 - 5,0 *2
dimodifikasi
Hexapod 2 Acak 8,0 9,5 5,0 7,0 *2
Tribar 1 Seragam 12,0 15,0 9,5 9,5 *2
Batu pecah
(KRR) - Acak 2,2 2,5 - -
(graded angular)

Catatan :
n : jumlah susunan butir batu dalam lapis pelindung
*1 : penggunaan n=1 tidak disarankan untuk kondisi gelombang pecah
*2 : sampai ada ketentuan lebih lanjut tentang nilai KD, penggunaan KD dibatasi
pada kemiringan 1:1,5 sampai 1:3
*3 : batu ditempatkan dengan sumbu panjangnya tegak lurus permukaan
bangunan

2.9.3 Lebar Puncak, Tebal Lapis Pelindung Utama dan Lapis Bawah serta
Jumlah Unit Lapis Pelindung.

Lebar puncak pemecah gelombang tergantung pada limpasan yang diizinkan.


Pada kondisi limpasan diizinkan, lebar puncak minimum adalah sama dengan lebar
dari tiga butir pelindung yang disusun berdampingan (n=3). Untuk bangunan tanpa
terjadi limpasan, lebar puncak pemecah gelombang bisa lebih kecil. Selain batasan
tersebut, lebar puncak harus cukup lebar untuk keperluan operasi peralatan pada
31

waktu pelaksanaan pembangunan dan perawatan. Lebar puncak pemecah


gelombang dapat dihitung dengan rumus berikut ini.

𝐵 = 𝑛𝑘∆ (18)

dengan:
B = lebar puncak
N = jumlah butir batu (nminimum=3)
k∆ = koefisien lapis
W = berat butir batu pelindung
γr = berat jenis batu pelindung
puncak pemecah gelombang terkadang juga diberikan dinding dan lapis beton
yang dicor di tempat dengan tujuan untuk memperkuan puncak bangunan,
menambah tinggi puncak bangunan, dan sebagai jalan untuk perawatan.
Tebal lapis lindung utama dan lapis bawah pertama dan kedua diberikan rumus
berikut :

𝑡 = 𝑛𝑘∆ (19)

Jumlah butir unit lapis lindung pada lapis lindung utama tiap satu satuan luas
diberikan oleh persamaan berikut :

𝑁 = 𝐴𝑛𝑘∆ 1 − (20)

dengan :
t = tebal lapis pelindung
n = jumlah lapis batu dalam lapis pelindung
k∆ = koefisien lapis
W = berat unit lapis lindung atau batu pada lapis lindung
A = luas permukaan
P = porositas rerata dari lapis pelindung (%)
N = jumlah butir batu untuk satu satuan luas permukaan A
γr = berat jenis batu
32

Tabel 9. Koefisien Lapis


Koef. Lapis Porositas
Batu pelindung n Penempatan
(k∆) P(%)
Batu alam (halus) 2 Random (acak) 1,02 38
Batu alam (kasar) 2 Random (acak) 1,15 37
Batu alam (kasar) >3 Random (acak) 1,10 40
Kubus 2 Random (acak) 1,10 47
Tetrapod 2 Random (acak) 1,04 50
Quadripod 2 Random (acak) 0,95 49
Hexapod 2 Random (acak) 1,15 47
Tribard 2 Random (acak) 1,02 54
Dolos 2 Random (acak) 1,00 63
Tribar 1 Seragam 1,13 47
Batu alam Random (acak) 37
Sumber: Triatmodjo, 1999.

2.9.4 Kaki Pelindung Revetment

Berat butir batu untuk fondasi dan pelindung kaki bangunan diberikan oleh
persamaan berikut :

𝑊= ( )
(21)

dengan :
W = Berat butir batu pelindung (ton)
γr = Berat jenis batu (ton/m3)
H = Tinggi gelombang rencana (m)
Sr = perbandingan antara berat jenis batu dan berat jenis air laut = γ r /γa
γa = Berat jenis air laut (1,025~1,03 ton/m 3)
NS = angka stabilitas rencana untuk fondasi dan pelindung tumit bangunan

Karena pengaruh gelombang, tanah di kaki bangunan dapat tererosi yang


dapat menyebabkan lapis lindung yang berdiri diatasnya longsor. Untuk mencegah
kerusakan tersebut, di depan kaki bangunan dibuat pelindung tumit (toe protection).
Pelindung tumit berbentuk apron dari tumpukan batu yang berupa unit
pelindung dan tahan terhadap gaya-gaya gelombang dan arus. Apron tumit harus
bisa mempertahankan tanah dasar fondasi untuk tidak tererosi. Apron tumit bisa
berada di atas tanah dasar atau terpendam di dalam tanah dengan angka stabilitas
NS berdasarkan Gambar 20.
33

Gambar 20. Angka stabilitas NS untuk fondasi dan pelindung kaki

Hales (1980, dalam CERC, 1984) menjelaskan perlindungan apron tumit


untuk jetty, pemecah gelombang, revetmen. Pada struktur dengan kemiringan 1:3
atau lebih curam dan tumit terbuka terhadap serangan gelombang di air dangkal,
apron tumit dilindungi oleh batu satu lapis dari unit lapis lindung utama. Lebar
apron adalah tigas sampai empat kali batu pelindung, yang dihitung dengan

Persamaan 𝐵 = 𝑛𝑘∆ (18) di mana n=3 sampai 4 dan W=Wr. Pelindung

tumit dapat ditempatkan pada tanah dasar galian sampai kedalaman tanah keras.
Apabila tanah dasar adalah pasir yang cukup dalam maka apron tumit ditempatkan
pada kedalaman 0,6 sampai 2,0 m.
Revetment dibangun di sepanjang pantai dan berada di atas muka air rencana
atau pada air dangkal. Apron tumitnya terbuka terhadap serangan gelombang.
Karena berada di air dangkal, gelombang pecah bisa langsung menghantam apron
tumit. Oleh karena itu apron tumit harus aman terhadap serangan gelombang.
Keruntuhan pada apron tumit bisa menyebabkan runtuhnya seluruh tubuh
bangunan.
34

Unit pelindung apron tumit dari revetmen yang terbuka terhadap gelombang
di laut dangkal dapat merupakan perpanjangan dari lapis pelindung utama. Apabila
memungkinkan apron tumit dibuat terendam. Jika gerusan ringan, tebal apron tumit
terendam minimum adalah tumpukan dua lapis batu. Apabila gerusan cukup besar,
tebal pelindung dapat dua kalinya dan kedalaman bertambah sampai 1,5 kali. Untuk
gerusan parah, lebar tumit terpendam dibuat sama dengan atau dua kali dari
kedalaman tumit, yang bisa 2 sampai 3 kali tinggi gelombang rencana.
Jika apron adalah berm yang ditempatkan pada tanah dasar, tebal apron tumit
sama dengan lapis satu batu, dan lebar apron adalah tigas atau empat batu. Apabila
gerusan besar, tebal apron tumit adalah dua kali tebal lapis rerata satu batu dan
lebarnya sama dengan 3 sampai 4,5 tinggi gelombang rencana.

Gambar 21. Pelindung kaki bangunan

2.10 Tembok Laut Lengkung (Wave Reflector)

Tembok laut merupakan bangunan yang ideal untuk melindungi fasilitas


terbangun yang berada di tepi pantai, yang posisinya relatif dekat dengan garis
pantai dari ancaman gelombang. Tipe tembok laut sendiri sangat beragam salah
satunya yaitu tembok lengkung atau wave reflector. Hal yang perlu
dipertimbangkan dalam perencanaan tembok laut lengkung adalah memilih lereng
(sudut kemiringan) sisi depan tembok laut (θ), diameter lengkung reflektor
gelombang (R), dan jika diperlukan adalah kekasaran buatan (berupa blok beton, k)
yang dipasang di lereng tembok laut tersebut.
35

Gambar 22. Definisi sket-tembok laut dengan reflektor

Untuk mendapatkan hasil yang optimum dalam perencanaan tembok laut


yang akan dirancang, diperlukan kriteria sebagai berikut:
1) Rayapan gelombang (Ru) tidak begitu tinggi,
2) Luncuran atau rayapan air yang berlebih diusahakan kembali lagi ke laut
dengan struktur reflektor gelombang,
3) Tinggi gelombang refleksi relatif kecil,
4) Penghancuran energi gelombang oleh tembok laut cukup efektif
Jadi di dalam perancangan tembok laut tersebut perlu diusahakan agar kriteria di
atas dapat terpenuhi, yaitu dengan melakukan optimasi. Optimasi dilakukan
dengan cara memilih:
1) Sudut lereng bangunan (θ) yang tepat,
2) Memilih jari-jari (R) lengkung reflektor gelombang yang efektif,
3) Memilih menggunakan atau tanpa kekasaran lereng dengan blok beton (k),
Sehingga didapatkan nilai rayapan gelombang (R u) yang kecil, refleksi gelombang
yang kecil (Kr) dan tembok laut dapat efektif menghancurkan energi gelombang
(Yuwono, 2020).
Berdasarkan penelitian Nalarasih, R.T. (2019) dijelaskan tinggi rayapan
gelombang relatif (Ru/H) dan tinggi gelombang refleksi (Kr/H) merupakan fungsi
dari parameter kecuraman gelombang (H/L), kemiringan bangunan (θ) dan radius
reflektor gelombang (R/D). Hasil penelitian Nalarasih (2019) dapat dilihat pada
Gambar 23 untuk tembok laut dengan kekasaran blok beton.
36

Gambar 23. Grafik untuk tembok laut dengan kekasaran blok beton

2.11 Tekanan Tanah Lateral


Tekanan tanah lateral adalah gaya yang ditimbulkan akibat dorongan tanah
di belakang struktur penahan tanah. Besarnya tekanan lateral sangat dipengaruhi
oleh perubahan letak (displacement) dari dinding penahan dan sifat-sifat tanahnya.
Analisis tekanan tanah lateral ditinjau pada kondisi keseimbangan plastis, yaitu saat
massa tanah pada kondisi tepat akan runtuh (Rankine 1857, dalam Ramadhani
2010).
Pada prinsipnya kondisi tanah dalam kedudukannya ada 3 kemungkinan,
yaitu:
 Dalam keadaan diam (Ko)
 Dalam keadaan aktif (Ka)
 Dalam keadaan pasif (Kp)
Teori yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teori Rankine
(1857), persamaan tentang koefisien tekanan tanah aktif dan pasif adalah sebagai
berikut:
1 − 𝑠𝑖𝑛∅ ∅
𝐾𝑎 = = tan 45° −
1 + 𝑠𝑖𝑛∅ 2
37

1 + 𝑠𝑖𝑛∅ ∅
𝐾𝑝 = = tan 45° +
1 − 𝑠𝑖𝑛∅ 2
Adapun langkah yang dipakai untuk tanah terkohesi, maka tegangan utama
arah horizontal untuk kondisi pasif dan aktif
1
𝑃𝑎 = 𝑥 𝛾 𝑥 𝐻 𝑥 𝐾𝑎 − 2 𝑥 𝐶 𝑥 √𝐾𝑎 𝑥 𝐻
2
1
𝑃𝑝 = 𝑥 𝛾 𝑥 𝐻 𝑥 𝑃𝑎 − 2 𝑥 𝐶 𝑥 √𝑃𝑎 𝑥 𝐻
2
dengan:
∅ = sudut gesek dalam tanah
𝛾 = berat volume tanah
H = tinggi dinding
Ka = koefisien tanah aktif
Kp = koefisien tanah pasir

2.12 Stabilitas Dinding Penahan Tanah


Tekanan tanah dan gaya-gaya yang bekerja pada dinding penahan tanah
sangat mempengaruhi stabilitas dinding penahan tanah itu sendiri, secara umum
pemampatan atau penggunaan bahan dalam konstruksi dinding penahan tanah yang
berarti memberikan perkuatan pada massa tanah. Perkuatan ini, juga mengurangi
potensi gaya lateral yang menimbulkan perpindahan kearah horizontal dari pada
dinding tersebut sebagai akibat adanya beban vertikal yang dipindahkan menjadi
tekanan horizontal yang bekerja dibelakang dinding penahan tanah atau biasa
dikenal sebagai tekanan tanah aktif (Suryolelono, 1994).

Gambar 24. Ilustrasi penggulingan dan pergeseran


38

Dinding penahan tanah dapat mengalami kegagalan dengan cara terguling


pada bagian kakinya atau bergeser pada sepanjang alasnya seperti pada Gambar 24.
Pemeriksaan stabilitas terhadap kegagalan penggulingan dan pergeseran akan
dijelaskan sebagai berikut.

2.12.1 Stabilitas Terhadap Penggulingan

Faktor aman terhadap penggulingan (FSoverturning) dapat diperhitungkan


dengan menggunakan persamaan di bawah ini:

𝐹𝑆 = >2 ( 22 )

𝛴𝑀 = 𝑀 + 𝑀 + 𝑀 + 𝑀 + 𝑀 + 𝑀 + 𝑀 ( 23 )
𝛴𝑀 = 𝑃𝑎 ( 24 )

dengan:
MR = Momen yang melawan penggulingan (kN.m)
Mo = Momen yang mengakibatkan penggulingan (kN.m)
H = Tinggi dinding (m)
Ph = gaya horizontal (kN)

Gambar 25. Pemeriksaan terhadap penggulingan

2.12.2 Stabilitas Terhadap Pergeseran

Faktor aman terhadap pergeseran (FSSliding) dapat diperhitungkan dengan


menggunakan persamaan berikut ini:
39

( ∅) ( )
𝐹𝑆 = > 1,5 ( 25 )
dengan:
V = berat tanah di belakang dinding penahan tanah (kN)
C = kohesi antara tanah dengan dasar dinding penahan tanah (kN/m 2)
B = lebar dinding penahan tanah
tan ∅ = faktor geser antara tanah dan dinding penahan tanah

Gambar 26. Pemeriksaan terhadap pergeseran


40

BAB III
METODE PENELITIAN/PERANCANGAN

3.1 Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian untuk merencanakan alternatif desain revetment berada di
daerah Center Point of Indonesia, khususnya pada bagian paling barat dari Center
Point of Indonesia. Tinjauan lokasi dilaksanakan pada bulan Maret 2023.

Gambar 27. Lokasi penelitian


41

3.2 Jenis Penelitian dan Sumber Data

1) Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuanlitatif.
Penelitian ini dilaksanakan dengan cara menganalisis data yang telah ada,
oleh karena itu landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus
penelitian sesuai dengan fakta di lapangan.
2) Sumber data
Pada penelitian ini akan menggunakan 2 sumber data yaitu:
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan seperti
identifikasi masalah yang terjadi pada lokasi penelitian dan pengambilan
dokumentasi bagaimana keadaan lokasi saat ini.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait atau hasil
survei dari pihak lain seperti data peta bathimetri, data pasang surut dan
data angin.

3.3 Alat dan bahan penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah komputer/pc, kamera,


aplikasi Google Earth, aplikasi ArcMap, aplikasi AutoCad.

3.4 Studi Literatur


Studi Literatur yang dilakukan pada tugas akhir diperlukan sebagai penunjang
dan pengetahuan dasar sebelum pengerjaan tugas akhir. Dalam proses ini, penulis
dapat mengetahui berbagai macam dasar teori yang digunakan dalam pengerjaan
tugas akhir. Studi literatur didapatkan dari berbagai sumber seperti buku, jurnal,
peraturan-peraturan, internet dan penunjang lainnya yang berkaitan dengan
perancangan bangunan pantai revetment. Adapun studi yang digunakan adalah
sebagai berikut :
1) Kondisi eksisting daerah studi saat ini yaitu Center Point of Indonesia,
Makassar.
2) Peramalan gelombang, meliputi analisa mengenai pembangkitan gelombang,
tinggi dan panjang gelombang, serta tinggi gelombang rencana di lokasi
bangunan.
42

3) Perhitungan dimensi bangunan, meliputi analisa penentuan tinggi elevasi


puncak bangunan, berat dan tebal butir batu pelindung, lebar mercu dan tumit
pelindung bangunan.

3.5 Metode pengumpulan data


Metode pengumpulan data untuk penelitian adalah sebagai berikut:
1) Data primer
Pengumpulan data primer terdiri atas:
a. Identifikasi masalah yang terjadi pada lokasi.
b. Dokumentasi keadaan bangunan pantai revetment pada saat ini.
2) Data sekunder
Pengumpulan data sekunder yang digunakan pada penelitian ini bersalah dari
instansi terkait atau hasil survei dari pihak lain. Data tersebut terdiri atas:
a. Data topografi dan bathimetri, didapatkan dari laman resmi Badan
Informasi Geospasial Tanah Air Indonesia.
b. Data pasang surut, didapatkan dari Keputusan Menteri Perhubungan
Nomor KM 48 Tahun 2020.
c. Data angin, didapatkan dari BMKG Stasiun Paotere Makassar.
43

3.6 Prosedur Penelitian


`

MULAI

PENETAPAN LOKASI PENELITIAN

PEKERJAAN PERSIAPAN
 Studi pustaka
 Tinjauan lapangan
 Pengumpulan data sekunder

DATA PRIMER DATA SEKUNDER


 Observasi dan  Data topografi dan
identifikasi masalah bathimetri
 Dokumentasi keadaan  Data pasang surut
lokasi  Data angin

ANALISA DATA
 Penentuan data angin
 Penentuan fetch efektif
 Analisa Refraksi
 Analisa Shoaling
 Perhitungan gelombang pecah
 Penentuan elevasi muka air

PENENTUAN DIMENSI STRUKTUR


REVETMENT
 Elevasi puncak bangunan
 Perhitungan dimensi

TIDAK

ANALISIS STABILITAS
 Terhadap guling
 Terhadap geser

YA

HASIL PERENCANAAN
 Gambar desain
 Laporan akhir

SELESAI

Gambar 28. Diagram alir pengerjaan tugas akhir


44

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi


Kondisi revetment pada lokasi Center Point of Indonesia menggunakan
susunan bebatuan besar seperti pada Gambar 29. Besarnya batu pada lokasi
bangunan pantai memiliki ukuran yang beragam, berdasarkan hasil observasi pada
lokasi penelitian di temukan besar diameter batu yaitu sekitar 28 cm hingga
mencapai lebih dari 100 cm. Penyusunan batu pada bangunan pantai ini dilakukan
secara acak atau tidak teratur. Setelah melakukan observasi juga dapat di asumsikan
bangunan pantai yang ada saat ini memiliki kemiringan 1:2.
Tingginya gelombang maupun keadaan pasang muka air laut pada lokasi ini
belum pernah menyebabkan limpasan. Pasang air tertinggi terjadi pada saat cuaca
ekstrim, namun ketinggian muka air laut hanya sampai pada mercu revetment.

Gambar 29. Kondisi lokasi perencanaan


45

Gambar 30. Ukuran bebatuan

4.2 Data Bathimetri

Peta bathimetri dan topografi daerah Center Point of Indonesia didapatkan


menggunakan bantuan aplikasi ArcGis dan AutoCAD, sedangkan untuk data
bathimetri atau kedalaman elevasi di dasar laut merupakan data bathimetri nasional
yang dapat di unduh dari laman resmi Badan Informasi Geospasial Tanah Air
Indonesia. Peta bathimetri khususnya pada lokasi perencanaan bangunan pantai
dapat diliat pada Gambar 31. Area yang berwarna merah merupakan lokasi
perencanaan bangunan pantai, garis biru merupakan kontur elevasi dasar laut dan
untuk garis hitam sendiri merupakan daratan. Berdasarkan peta bathimetri tersebut
dapat dilihat bahwa kedalaman pada lokasi perencanaan didapatkan -5 meter,
sehingga untuk perencanaan selanjutnya dapat digunakan kedalaman -5 meter.
46

Gambar 31. Peta Bathimetri

4.3 Data Pasang Surut


Data pasang surut yang digunakan pada perancangan ini merupakan data
sekunder yang diambil dari hasil analisis Distrik Navigasi Kelas I Makassar, 2018.
Analisis yang dilakukan menggunakan metode Least Square. Dengan konstanta
pasang surut yang didapatkan sebagai berikut (KM 48 Tahun 2020).

Tabel 10. Konstanta Pasang Surut Pelabuhan Makassar

Konstanta S0 M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1
A (m) 1,2 1,884 1,262 0,292 0,587 2,203 1,991 0,251
Phase 0 -43,78 47,99 -52,45 1,07 -83,03 -67,19 25,88
Sumber : KM 48 Tahun 2020

Dengan menggunakan data konstanta pasang surut tersebut maka tipe pasang
surut yang terjadi di lokasi dapat diprediksi dengan menggunakan rumus Formzhal
Number (FN).
𝐴𝐾1 + 𝐴𝑂1
𝐹 =
𝐴𝑀2 + 𝐴𝑆2
2,203 + 1,991
𝐹 =
1,884 + 1,262
𝐹 = 1,33 (0,25 < F < 1,50)
47

Berdasarkan bilangan Formzhal yang didapatkan, maka dapat diketahui tipe pasang
surut yang terjadi merupakan tipe pasang campuran condong ke harian ganda
(Mixed Tide Prevailing Semi Diurnal). Adapun grafik dan range pasang surut
sebagai berikut.

Sumber : KM 48 Tahun 2020

Gambar 32. Grafik Pasang Surut Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar

Komponen pasang surut yang dihasilkan selain digunakan untuk


menuntukan tipe pasang surut pada perairan di Makassar, dapat juga
digunakan untuk mencari nilai HWS, MSL, dan LWS yang akan digunakan
dalam perancangan dengan elevasi seperti pada Tabel 11.

Tabel 11. Elevasi Muka Air (Referensi 0 = LWS)


Referensi Elevasi Muka Air
HWS 1,468 m
MSL 0,734 m
LWS 0m
Sumber : KM 48 Tahun 2020

4.4 Data Angin

Data angin yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan


Geofisika (BMKG) Stasiun Paotere Makassar dapat dianalisis untuk meramalkan
dan menentukan karakteristik gelombang laut di perairan Makassar. Alat yang
digunakan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) adalah
anemometer dengan ketinggian 10 meter.
48

Gambar 33. Anemometer dan display anemometer

Data angin yang digunakan merupakan data tiap bulan selama 10 tahun, mulai
tahun 2013 hingga 2022. Data pada tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 12.
Kemudian data angin selama 10 tahun tersebut dapat disajikan dalam bentuk
diagram mawar angin (windrose) seperti pada Gambar 34 agar karakteristik angin
dapat dibaca dengan cepat dan mudah.

Tabel 12. Data angin tahun 2016


Kecepatan Arah
Bulan Maksimum
(Knot) (……o) Mata Angin
Januari 35 250 B
Februari 29 290 B
Maret 16 260 B
April 12 330 BL
Mei 14 310 BL
Juni 14 320 BL
Juli 16 60 TL
Agustus 17 10 U
September 19 320 BL
Oktober 33 260 B
November 17 290 B
Desember 29 300 BL
Sumber: BMKG Stasiun Paotere Makassar

Kecepatan angin pada tiap-tiap bulan merupakan kecepatan maksimum.


Untuk arah mata angin digunakan 8 mata angin yaitu Utara (U), Timur Laut (TL),
Timur (T), Tenggara (Tg), Selatan (S), Barat Daya (BD), Barat (B) dan Barat Laut
49

(BL). Jika arah derajat kecepatan merupakan 0°, maka masuk dalam kategori angin
tenang (Calms).

Tabel 13. Persentase frekuensi kejadian angin selama 10 tahun


Rekapitulasi Persentase Frekuensi Kejadian Angin (%)
Kecepatan (knot)
Arah Jumlah
1-5 5 - 10 10 - 15 15 - 20 >20
Utara 4,17% 0,00% 2,50% 2,50% 0,00% 9,17%
Timur Laut 0,83% 0,00% 4,17% 0,83% 0,83% 6,67%
Timur 0,00% 0,00% 0,83% 0,83% 1,67% 3,33%
Tenggara 15,83% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 15,83%
Selatan 2,50% 0,00% 0,83% 0,00% 0,00% 3,33%
Barat Daya 0,00% 0,00% 4,17% 0,00% 2,50% 6,67%
Barat 0,00% 0,00% 4,17% 4,17% 8,33% 16,67%
Barat Laut 5,00% 0,83% 7,50% 4,17% 11,67% 29,17%
Jumlah Angin Maksimum Bulanan 90,83%
Sumber: Hasil analisis

Berdasarkan rekapitulasi persentase frekuensi kejadian angin selama 10 tahun


(2013-2022), diketahui jumlah angin maksimum sebesar 90,83% dan angin tenang
sebesar 9,17%.

Gambar 34. Mawar angin (windrose)


50

4.5 Peramalan Gelombang

Angin merupakan sirkulasi yang kurang lebih sejajar dengan permukaan


bumi. Angin terjadi akibat adanya perubahan ataupun perbedaan suhu antara suatu
tempat dengan tempat yang lain. Dalam perhitungan meramalkan gelombang,
kecepatan maksimum digunakan dengan maksud agar memperoleh kondisi
gelombang yang ekstrim. Angin maksimum tersebut, terlebih dahulu harus
dikoreksi menggunakan koreksi elevasi dan koreksi lokasi pengamatan seperti
berikut.

4.5.1 Koreksi Kecepatan Angin

Kecepatan angin yang digunakan untuk peramalan adalah kecepatan angin


pada ketinggian 10 m atau biasa ditulis U10. Satuan kecepatan angin yang dipakai
biasanya adalah m/det atau knots (nautical miles/jam), dimana 1 nautical mile =
1,852 m; sehingga 1 knots ≈ 0,5 m/det. Dikarenakan data angin yang diperoleh dari
BMKG Stasiun Paotere merupakan data dengan elevasi ketinggian 10 meter,
sehingga tidak perlu melakukan koreksi kecepatan angin. Untuk mempermudah
perhitungan selanjutnya, data angin dengan satuan knots terlebih dahulu di ubah
menjadi m/det dengan data seperti pada Tabel 14.

Tabel 14. Kecepatan angin dalam satuan m/det

Bulan 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022

Januari 28,0 14,5 15,5 17,5 10,5 12,5 13,5 1,9 2,2 2,6
Februari 0,0 19,5 12,5 14,5 22,5 11,5 8,5 1,6 1,8 2,1
Maret 0,0 8,5 10,5 8,0 8,0 8,5 17,5 0,7 1,1 1,1
April 0,0 10,5 13,5 6,0 8,0 6,0 7,0 0,6 0,8 0,7
Mei 0,0 14,5 6,0 7,0 7,0 8,5 9,5 1,2 1,4 0,9
Juni 0,0 6,0 6,0 7,0 5,0 5,0 6,0 2,0 1,0 1,2
Juli 10,5 8,0 6,0 8,0 22,5 5,0 6,0 2,1 1,6 1,8
Agustus 0,0 7,0 7,0 8,5 6,0 6,0 8,5 1,9 1,4 1,4
September 0,0 10,5 14,5 9,5 7,0 6,0 5,0 1,9 1,2 1,8
Oktober 0,0 7,0 7,0 16,5 12,5 6,0 11,5 1,7 2,4 0,7
November 0,0 7,0 6,0 8,5 7,0 10,5 7,0 0,5 0,7 0,7
Desember 0,0 13,5 15,5 14,5 12,5 10,5 8,5 1,8 2,1 2,0
51

4.5.2 Koreksi Lokasi Pengamatan

Jika data yang dimiliki merupakan data angin pengukuran di darat maka
diperlukan koreksi untuk mendapatkan nilai kecepatan di laut. Faktor koreksi
dilambangkan dengan RL, yang didapatkan menggunakan grafik hubungan
kecepatan angin di laut dan darat.

Gambar 35. Penentuan nilai Uw


Diketahui pada Gambar 35, Untuk UL pada tahun 2013 bulan Januari sebesar 28
m/d maka didapatkan sebesar RL = 0,9.
𝑅 =

𝑈
0,9 =
28

Sehingga dapat diketahui kecepatan angin di laut sebesar:


𝑈 =𝑅 𝑥𝑈
𝑈 = 0,9 𝑥 28
𝑈 = 25,2
52

4.5.3 Faktor Tegangan Angin

Setelah mendapatkan melalui koreksi lokasi pengamatan dan mendaptkan


kecepatan angin di atas permukaan laut maka dapat diperhitungkan faktor tegangan
angin (wind-stress factor).
Faktor tegangan angin dihitung dengan rumus berikut :
,
𝑈 = 0,71𝑈
,
𝑈 = 0,71 𝑥 (25,2)
𝑈 = 37,582 𝑚/𝑑

Tabel 15. Rekapitulasi UA

Faktor Tegangan Angin


Bulan
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022
Januari 37,582 18,169 19,094 21,371 14,074 16,061 17,173 3,026 3,482 3,897
Februari 0,000 24,083 16,061 18,169 28,718 15,027 11,725 2,524 2,891 3,367
Maret 0,000 11,725 14,074 11,115 11,115 11,725 21,371 0,930 1,733 1,653
April 0,000 14,074 17,173 8,631 11,115 8,631 10,030 0,859 1,249 0,999
Mei 0,000 18,169 8,631 10,030 10,030 11,725 13,014 1,882 2,182 1,337
Juni 0,000 8,631 8,631 10,030 7,266 7,266 8,631 3,126 1,477 1,919
Juli 14,074 11,115 8,631 11,115 28,718 7,266 8,631 3,250 2,519 2,760
Agustus 0,000 10,030 10,030 11,725 8,631 8,631 11,725 2,965 2,269 2,144
September 0,000 14,074 18,169 13,014 10,030 8,631 7,266 3,032 1,815 2,745
Oktober 0,000 10,030 10,030 19,946 16,061 8,631 15,027 2,649 3,820 0,923
November 0,000 10,030 8,631 11,725 10,030 14,074 10,030 0,667 0,955 0,975
Desember 0,000 17,173 19,094 18,169 16,061 14,074 11,725 2,780 3,195 3,118

4.5.4 Perhitungan Fetch Rerata Efektif

Penentuan panjang fetch memerlukan peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)


dengan tahapan menentukan titik awal arah angin datang yang menjadi acuan 0 dan
menarik lurus garis dari titik awal hingga membentur daratan lainnya. Panjang fetch
menggunakan pertambahan 6 sampai sudut sebesar 42 pada kedua sisi dari arah
angin. Tiap-tiap panjang fetch dihitung dari titik lokasi perancanaan yaitu Center
Point of Indonesia sampai menemui daratan/pulau dengan arah barat laut (Gambar
36), barat (Gambar 37), dan barat daya (Gambar 38). Sementara untuk arah lainnya
seperti utara, timur laut, timur, tenggara, dan selatan tidak diperhitungkan sudah
merupakan daratan tanpa panjang fetch.
Perhitungan panjang fetch menggunakan media bantu Google Earth sehingga
memiliki ketetapan yang cukup tinggi dalam menentukan fetch dikarenakan
memiliki fitur penggaris dengan batuan arah derajat dan tampilan yang
53

terperbaharui secara berkala sehingga mempermudah jika terdapat pulau maupun


daratan baru. Kemudian untuk perhitungan fetch dapat dilihat pada tabel Tabel 16.

Gambar 36. Panjang fetch barat laut

Gambar 37. Panjang fetch barat


54

Gambar 38. panjang fetch barat daya


Setelah mendapatkan panjang garis fetch, hasil dari tiap-tiap panjang garis
yang ditarik tersebut dikalikan dengan nilai cos a. Besarnya cos a berdasarkan
besarnya tiap-tiap sudut baik dari arah kanan maupun kiri. Dengan demikian dapat
dilakukan perhitungan fetch rerata efektif sebagai berikut.

Tabel 16. Perhitungan panjang fetch


Xi (km) Xi Cos a
a (o) Cos a
BL B BD BL B BD
42 0,743 0 429 15 0,000 318,809 11,147
36 0,809 0 420 162 0,000 339,787 131,061
30 0,866 0 380 110 0,000 329,090 95,263
kiri

24 0,914 554 374 111 506,104 341,666 101,404


18 0,951 62 372 446 58,966 353,793 424,171
12 0,978 13 407 616 12,716 398,106 602,539
6 0,995 58 396 545 57,682 393,831 542,014
0 1,000 442 14 490 442,000 14,000 490,000
6 0,995 432 737 35 429,633 732,963 34,808
12 0,978 413 874 0 403,975 854,901 0,000
18 0,951 373 630 0 354,744 599,166 0,000
kanan

24 0,914 36 92 0 32,888 84,046 0,000


30 0,866 496 399 0 429,549 345,544 0,000
36 0,809 542 560 0 438,487 453,050 0,000
42 0,743 257 559 0 190,988 415,418 0,000
Total 13,511 3357,732 5974,169 2432,407

Setelah menghitung total dari Xi cos a tiap-tiap arah, lalu dapat dihitung fetch
efektif pada arah Barat Laut, Barat dan Barat Daya yang menggunakan rumus
sebagai berikut:
55

𝛴 𝑋 cos 𝑎
𝐹 =
𝛴 cos 𝑎
3357,732
𝐹 𝐵𝑎𝑟𝑎𝑡 𝐿𝑎𝑢𝑡 =
13,511
= 𝟐𝟒𝟖, 𝟓𝟐𝟎 km
5974,169
𝐹 𝐵𝑎𝑟𝑎𝑡 =
13,511
= 𝟒𝟒𝟐, 𝟏𝟕𝟑 km
2432,407
𝐹 𝐵𝑎𝑟𝑎𝑡 𝐷𝑎𝑦𝑎 =
13,511
= 𝟏𝟖𝟎, 𝟎𝟑𝟑 km

4.5.5 Perhitungan Tinggi dan Periode Gelombang pada Laut Dalam


Menggunakan Metode Svendrup Munk Bretschneider (SMB).

Berdasarkan hasil perhitungan fetch dapat dilakukan perhitungan tinggi dan


periode gelombang berdasarkan metode Sverdrup Munk Bretschneider (SMB) yang
telah dimodifikasi Shore Protection Manual, 1984. Kecepatan angin yang
digunakan adalah kecepatan angin maksimum bulanan dengan arah angin yang
berpengaruh adalah Barat Laut, Barat dan Barat Daya.
Dalam perhitungan tinggi dan periode gelombang laut dalam diperlukan
faktor koreksi terhadap kecepatan angin yang ada seperti yang terlebih dahulu telah
dilakukan pada bab sebelumnya, seperti faktor koreksi ketinggian jika adanya
perbedaan lokasi ketinggian pencatatan angin dan faktor koreksi kecepatan angin
di laut karenasehingga didapatkan faktor tegangan angin.
Kemudian dari hasil perhitungan, tinggi gelombang yang terbentuk dikoreksi
dengan duration limited agar hasil yang didapatkan sesuai dengan kondisi lapangan.
Diasumsikan angin yang berhembus berdurasi 5 jam dan dilakukan perbandingan
terhadap tinggi gelombang dengan fetch limited dan duration limited.
Tabel 17 memperlihatkan hasil perhitungan tinggi gelombang berdasarkan
metode Sverdrup Munk Bretscheider (SMB) dengan fetch limited dan duration
limited. Rumus yang digunakan untuk perhitungan tinggi dan periode gelombang
dengan fetch limited adalah sebagai berikut yang memakai satuan H(m), T(s),
UA(m/s), dan F(km).
56

𝐻 = 1,616𝑥10 𝑈 𝐹

𝑇 = 6,238𝑥10 𝑈 𝐹
Dengan menggunakan rumus fetch limited, tegangan angin sebesar 37,582
dengan panjang fetch Barat Laut yaitu 248,520 km maka tinggi gelombang dapat
dihitung sebagai berikut:

𝐻 = 1,616𝑥10 𝑈 𝐹

𝐻 = 1,616 𝑥 10 𝑥 37,582 𝑥 248,520 = 9,57 𝑚

Sedangkan periode gelombang;

𝑇 = 6,238𝑥10 𝑈 𝐹

𝑇 = 6,238 𝑥 10 𝑥 37,582 𝑥 248,520 = 13,14 𝑠

Untuk koreksi menggunakan duration limited selama 5 jam dapat


menggunakan grafik seperti pada gambar. Berdasarkan data yang telah di olah
didapatkan tegangan kecepatan angin 37,582 dengan durasi selama 5 jam, maka
dengan menarik garis pada grafik akan didapatkan tinggi gelombang sebesar 5,1
meter dan periode sebesar 8,9 detik.

5,1 m ; 8,9 s

Gambar 39. Menentukan tinggi dan periode gelombang dengan


duration limited
57

Tabel 17. Perbandingan tinggi dan periode gelombang dengan fetch


limited dan duration limited pada tahun 2013 hingga 2015

Arah Fetch Limited Duration Limited


U
Tahun Bulan Mata H T t H T
(m/s) Angin (m) (s) (hr) (m) (s)
Januari 28,0 BL 9,57 13,14 5 5,10 8,90
Februari 0,0 CALM 0,00 0,00 5 0,00 0,00
Maret 0,0 CALM 0,00 0,00 5 0,00 0,00
April 0,0 CALM 0,00 0,00 5 0,00 0,00
Mei 0,0 CALM 0,00 0,00 5 0,00 0,00
Juni 0,0 CALM 0,00 0,00 5 0,00 0,00
2013

Juli 10,5 BD 3,05 8,50 5 1,51 5,50


Agustus 0,0 CALM 0,00 0,00 5 0,00 0,00
September 0,0 CALM 0,00 0,00 5 0,00 0,00
Oktober 0,0 CALM 0,00 0,00 5 0,00 0,00
November 0,0 CALM 0,00 0,00 5 0,00 0,00
Desember 0,0 CALM 0,00 0,00 5 0,00 0,00
Januari 14,5 BL 4,63 10,31 5 2,00 6,25
Februari 19,5 B 8,18 13,72 5 3,10 7,20
Maret 8,5 BL 2,99 8,91 5 1,20 4,90
April 10,5 BL 3,59 9,47 5 1,51 5,50
Mei 14,5 B 6,17 12,49 5 2,00 6,25
Juni 6,0 BL 2,20 8,04 5 0,70 4,30
2014

Juli 8,0 U 0,00 0,00 5 0,00 0,00


Agustus 7,0 TL 0,00 0,00 5 0,00 0,00
September 10,5 T 0,00 0,00 5 0,00 0,00
Oktober 7,0 B 3,41 10,25 5 1,05 4,65
November 7,0 B 3,41 10,25 5 1,05 4,65
Desember 13,5 BL 4,37 10,12 5 2,00 6,05
Januari 15,5 BL 4,86 10,48 5 2,30 6,45
Februari 12,5 BL 4,09 9,90 5 1,80 5,80
Maret 10,5 BL 3,59 9,47 5 1,51 5,50
April 13,5 BL 4,37 10,12 5 2,00 6,05
Mei 6,0 BD 1,87 8,04 5 0,70 4,30
Juni 6,0 BD 1,87 8,04 5 0,70 4,30
2015

Juli 6,0 B 2,93 9,75 5 0,70 4,30


Agustus 7,0 B 3,41 10,25 5 1,05 4,65
September 14,5 B 6,17 12,49 5 2,00 6,25
Oktober 7,0 BD 2,17 7,60 5 1,05 4,65
November 6,0 BL 2,20 8,04 5 2,00 6,05
Desember 15,5 BD 4,14 9,41 5 2,30 6,45

Berdasarkan perbandingan tinggi dan periode gelombang dengan


menggunakan persamaan Fetch Limited dan Duration Limited, data yang kemudian
akan digunakan adalah data yang lebih kecil. Sementara untuk data gelombang pada
tahun 2013 bulan Januari tidak di gunakan karena tinggi dan periode gelombang
yang dihasilkan terlalu besar dibandingkan data tinggi dan periode gelombang
lainnya.
58

4.5.7 Perkiraan Gelombang dengan Periode Ulang

Perkiraan gelombang dengan periode pada penelitian ini dilakukan dengan


menggunakan metode Gumbel. Proses perhitungan gelombang dengan periode
ulang metode Gumbel memerlukan gelombang terbesar (Hmaks) tiap tahun yang
telah di olah sebelumnya. Gelombang terbesar/maksimum pada tahun 2013 hingga
2022 dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Gelombang maksimum pada tahun 2013-2022


U Arah H T
Tahun Bulan mata
(m/s) angin (m) (s)
2013 July 10,5 BD 1,51 5,50
2014 Februari 19,5 B 3,10 7,20
2015 Januari 15,5 BL 2,30 6,45
2016 Januari 17,5 B 2,60 6,70
2017 Februari 22,5 B 3,75 7,80
2018 Januari 12,5 B 1,80 5,80
2019 Maret 17,5 B 2,60 6,70
2020 Januari 1,9 BL 0,77 5,67
2021 Januari 2,2 BL 0,89 5,94
2022 Januari 2,6 BL 0,99 6,17

Kemudian, berdasarkan data gelombang maksimum maka dapat


diperhitungkan analisis frekuensi gelombang dengan kala ulang Metode Gumbel
seperti pada Tabel 19 dibawah ini.

Tabel 19. Analisa frekuensi gelombang (Metode Gumbel)


H maks (m) T maks (s)
No. Tahun
𝑯 𝑯 − 𝑯𝑺 (𝑯 − 𝑯𝑺 )𝟐 𝑻 𝑻 − 𝑻𝑶 (𝑻 − 𝑻𝑶 )𝟐
1 2013 1,510 -0,521 0,271 5,500 -0,894 0,799
2 2014 3,100 1,069 1,143 7,200 0,806 0,650
3 2015 2,300 0,269 0,072 6,450 0,056 0,003
4 2016 2,600 0,569 0,324 6,700 0,306 0,094
5 2017 3,750 1,719 2,955 7,800 1,406 1,977
6 2018 1,800 -0,231 0,053 5,800 -0,594 0,353
7 2019 2,600 0,569 0,324 6,700 0,306 0,094
8 2020 0,771 -1,260 1,588 5,673 -0,721 0,520
9 2021 0,887 -1,144 1,309 5,944 -0,450 0,202
10 2022 0,993 -1,038 1,078 6,172 -0,222 0,049
𝜮 20,310 9,117 63,938 4,741
𝑯𝑺 2,031 𝑻𝑶 6,394

Untuk mendapatkan tinggi dan periode gelombang pada periode kala ulang
tahun 10, 20, 30, 50 dan 100 diperlukan nilai σn, Y , Yn dan seperti pada Tabel 20.
59

Perhitungan tinggi dan periode gelombang dengan kala uang tertentu (Metode
Gumbel).

Tabel 20. Perhitungan tinggi dan periode gelombang dengan kala uang
tertentu (Metode Gumbel)
Periode
ulang
𝑯𝑺 𝝈𝑯𝑺 𝝈𝒏 𝒀 𝒀𝒏 𝑯𝑺𝑻 𝑻𝑶 𝝈𝑻𝑺 𝑻𝑺𝑻
gelombang
(tahun)
10 2,031 1,006 0,940 2,250 0,495 3,910 6,394 0,726 7,749
20 2,031 1,006 1,060 2,970 0,523 4,355 6,394 0,726 8,069
30 2,031 1,006 1,110 3,339 0,536 4,573 6,394 0,726 8,227
50 2,031 1,006 1,160 3,902 0,548 4,941 6,394 0,726 8,492
100 2,031 1,006 1,200 4,600 0,560 5,420 6,394 0,726 8,837

Sehingga didapatkan tinggi dan periode beberapa kala ulang untuk laut dalam
seperti pada Tabel 21.

Tabel 21. Tinggi dan periode beberapa kala ulang


Tinggi
Kala Periode
gelombang
ulang (s)
(m)
10 3,91 7,75
20 4,35 8,07
30 4,57 8,23
50 4,94 8,49
100 5,42 8,84

4.6 Perhitungan Gelombang Rencana


Tinggi gelombang biasanya diukur atau diramalkan di perairan dalam. Pada
saat gelombang menjalar dari perairan dalam menuju ke pantai dimana merupakan
lokasi perencanaan bangunan pantai akan dibangun, maka gelombang tersebut
mengalami proses perubahan tinggi dan arah gelombang. Perubahan ini antara lain
disebabkan karena adanya proses refraksi, proses pendangkalan proses difraksi jika
lokasi mengalami difraksi. Oleh karena itu, perhitungan gelombang rencana akan
dibahas selanjutnya dengan parameter sebagai berikut:
Tinggi gelombang (Ho) = 3,91 m
Periode gelombang (T) = 7,75 s
Arah gelombang datang (a°) = 45°
Kedalaman (d) =5
60

4.6.1 Perhitungan Koefisien Shoaling/Pendangkalan (Ks)

Dengan parameter yang ada, proses pendangkalan dapat diperhitungan seperti


berikut.
 𝐿 = 1,56 𝑥 𝑇 = 1,56 𝑥 7,75 = 93,698 𝑚
,
 𝐶 = = = 12,09
,

 = = 0,053
,

Berdasarkan nilai d/Lo, maka nilai d/L, n dan koefisien shoaling dapat dilihat pada
lampiran L-1 (Triatmodjo, 2006) dengan nilai sebagai berikut.

 = 0,09726

 𝑛 = 0,8942
 𝐾 = 0,8385
Maka didapatkan panjang gelombang dilaut dangkal:
𝑑
= 0,09726
𝐿
𝐿 = 0,09726 𝑥 𝑑 = 0,09726 𝑥 5 = 51,409 𝑚

4.6.2 Perhitungan Koefisien Refraksi (Kr)

Perhitungan koefisien refraksi yaitu perubahan derajat arah kedatangan


gelombang dapat diperhitungkan seperti berikut.
𝐿 51,409
𝐶= = = 6,633
𝑇 7,75
𝐶 6,633
sin 𝑎 = 𝑥 sin 𝑎 = 𝑥 sin 45 = 0,467 → 𝑎 = 27,831°
𝐶 93,698

cos 𝑎° cos 45
𝐾 = = = 0,763
cos 𝑎 cos 27,831

4.6.3 Tinggi Gelombang di Lokasi (HD)

Perhitungan gelombang di lokasi bangunan dapat diperhitungkan dengan


rumus sebagai berikut.
𝐻 =𝐾𝐾𝐻
𝐻 = 0,8385 𝑥 0,763 𝑥 3,91 = 2,50 𝑚
61

Untuk pantai dengan kemiringan relatif datar, perhitungan gelombang pecah dapat
menggunakan rumus tanpa melalui grafik terlebih dahulu. Apabila pantai relatif
datar, maka tinggi gelombang pecah ditentukan dengan rumus:
𝐻 = 0,78𝑑
Dengan kedalaman perairan, ds = 5 m
𝐻 = 0,78 𝑥 5 = 3,9 𝑚

Gambar 40. Penentuan nilai db

𝐻 3,9
= = 0,0066
𝑔𝑇 9,81 𝑥 6,89
Berdasarkan grafik hubungan, maka didapatkan nilai kedalaman pada gelombang
pecah sebagai berikut:
𝑑
= 1,3
𝐻
𝑑 = 𝐻 𝑥 1,3
𝑑 = 3,9 𝑥 1,3
𝑑 = 5,07 𝑚
62

4.7 Elevasi Muka Air Rencana

Elevasi muka air rencana merupakan parameter penting sangat penting


didalam perencanaan bangunan pantai. Elevasi tersebut menjadi acuan nantinya
untuk menentukan elevasi mercu bangunan pantai. Perhitungan elevasi muka air
rencana dapat dilihat sebagai berikut.

4.7.1 Wave Set Up

Untuk wave set-up diambil data dari perhitungan sebelumnya, dengan data
Hb = 3,9 m dan T = 8,61 s. Maka besar wave set up adalah:

𝐻
𝑆 = 0,19 1 − 2,82 𝐻
𝑔𝑇

3,9
𝑆 = 0,19 1 − 2,82 3,9
9,81 𝑥 7,75

𝑆 = 0,57 𝑚

4.7.2 Sea Level Rise

Peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer menyebabkan


kenaikan suhu dibumi sehingga mengakibatkan kenaikan muka air laut. Sea level
rise didapatkan berdasarkan grafik penentuan dibawah.

Gambar 41. Penentuan nilai kenaikan muka air laut pada tahun 2033
63

Berdasarkan grafik, kenaikan muka air laut yang terjadi pada 10 tahun kedepan
yaitu pada tahun 2033 dengan perkiraan terbaik adalah 21 cm (direncanakan umur
bangunan = 10 tahun)
𝑆𝐿𝑅 = 21 𝑐𝑚 = 0,21 𝑚

Sehingga didaptkan elevasi muka air rencana adalah sebagai berikut:


𝐷𝑊𝐿 = 𝐻𝑊𝑆 + 𝑆 + 𝑆𝐿𝑅
𝐷𝑊𝐿 = 1,47 + 0,57 + 0,21
𝐷𝑊𝐿 = +2,25 𝑚

4.8 Perhitungan Struktur Revetment

4.8.1 Elevasi Mercu Bangunan

Elevasi mercu bangunan dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:


𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑚𝑒𝑟𝑐𝑢 = 𝐷𝑊𝐿 + 𝑅 + 𝐹
Berdasarkan rumus elevasi mercu, perlu terlebih dahulu mencari nilai run up
kemudian Fb atau tinggi jagaan yang berkisar 0,5 hingga 1,5 m.

Diketahui:
Jenis Bangunan = Revetment
Lapis Lindung = Kubus Beton
Tinggi Gelombang = 2,50 m
Periode Gelombang = 7,75 detik
Kemiringan bangunan = 1:2
Perhitungan run up gelombang dapat dilihat sebagai berikut.
𝐿 = 1,56 𝑥 𝑇
𝐿 = 1,56 𝑥 7,75
𝐿 = 93,70 𝑚
Untuk mengetahu run up gelombang, perlu diketahui bilangan iribarren:
1
𝑡𝑔 𝜃 2
𝐼 = , = , = 3,061
𝑇 7,75
𝐿 93,70
64

Setelah bilangan iribarren diketahui kemudian diketahui nilai run up gelombang


berdasarkan grafik hubungan. Lapis lindung revetment direncanakan dari kubus
beton. Mengingat bahwa pada Gambar 42 tidak ada grafik untuk kubus beton, maka
untuk hitungan run up gelombang dianggap sama dengan tetrapod.

Gambar 42. Penentuan nilai Ru

Berdasarkan grafik diketahui Ru/H = 0,775 maka didapatkan:


𝑅 = 0,775 𝑥 2,50 = 1,938
Sehingga dapat diperhitungkan elevasi mercu sebagai berikut:
𝐸𝑙𝑣. 𝑀𝑒𝑟𝑐𝑢 = 𝐷𝑊𝐿 + 𝑅 + 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑗𝑎𝑔𝑎𝑎𝑛
𝐸𝑙𝑣. 𝑀𝑒𝑟𝑐𝑢 = 2,25 + 1,938 + 0,5
𝐸𝑙𝑣. 𝑀𝑒𝑟𝑐𝑢 = 4,69 𝑚
Dikarenakan terdapat elevasi di bawah LWS, maka elevasi bangunan yang
didapatkan adalah:
𝐸𝑙𝑣. 𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 = 4,69 − (−3,53)
𝐸𝑙𝑣. 𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 = 8,22 𝑚
65

4.8.2 Perhitungan Lapis Lindung

Perhitungan lapisan lindung memerlukan parameter sebagai berikut.


𝛾 = 2,4 𝑡𝑜𝑛 (berat jenis beton)
𝛾 = 1,03 𝑡𝑜𝑛 (berat jenis air)
𝐾 = 7,5 (Koefisien stabilitas)
𝑛 = 2 𝑙𝑎𝑝𝑖𝑠
𝐻 = 2,50 𝑚

4.8.3 Lapis Pelindung Luar (W1)

Berat lapis lindung dihitung dengan rumus Hudson. Untuk lapis lindung
kubus beton dengan n = 2 lapis.
𝛾𝐻
𝑊=
𝐾 (𝑆 − 1) cot 𝜃
2,4 𝑥 2,50
𝑊 =
7,5(2,3 − 1) 2
𝑊 = 1,063 𝑡𝑜𝑛
𝑊 = 1063 𝑘𝑔

4.8.4 Tebal Lapis Lindung (t1)

Untuk nilai dari koefisien lapis (K∆) = 1,10

𝑊
𝑡 = 𝑛𝑘∆
𝛾

0,445
𝑡 = 2 𝑥 1,10
2,4
𝑡 = 1,7 𝑚

4.8.5 Lapis Pelindung Kedua (W2)

Pada lapis lindung kedua, berat butir batu pelindung menggunakan berat
pelindung pertama yang dibagi 10 seperti berikut:
𝑊 1,063
=
10 10
𝑊 = 0,106 𝑡𝑜𝑛
𝑊 = 106,28 𝑘𝑔
66

4.8.6 Tebal Lapis Lindung Kedua (t2)

Untuk nilai dari koefisien lapis (K∆) = 1,10

0,106
𝑡 = 5 𝑥 1,10
2,65
𝑡 = 1,88 𝑚

4.8.7 Lapis Core Layer (W3)

𝑊 1,063
=
200 200
𝑊 = 0,0053 𝑡𝑜𝑛
𝑊 = 5,314 𝑘𝑔

4.8.8 Lebar Puncak Revetment

Untuk lebar puncak revetment, dibutuhkan minimal 3 butir pelindung oleh


karena itu n minimal = 3 dengan koefisien stabilitas yang digunakan merupakan
koefisien stabilitas butir pelindung utama.
n minimal =3
K∆ = 1,10

𝑊
𝐵 = 𝑛𝑘∆
𝛾

1,063
𝐵 = 3 𝑥 1,10
2,4
𝐵 = 2,5 𝑚

4.8.8 Jumlah Batu Pelindung

Jumlah butir batu pelindung tiap satuan luas (10 m2) dan porositas = 47
dihitung dengan rumus berikut:
𝑃 𝛾
𝑁 = 𝐴𝑛𝑘∆ 1 −
100 𝑊

47 2,4
𝑁 = 10 𝑥 2 𝑥 1,10 1 −
100 1,063
𝑁 = 20,07 → 20 𝑏𝑢𝑎ℎ
Maka jumlah butir pelindung tiap satuan luas (10 m2) berjumlah 20 buah butir batu
pelindung kubus beton.
67

4.8.9 Pelindung kaki

Berat unit pelindung kaki, dapat diperhitungkan menggunakan rumus berikut:


Tebal pelindung kaki
, ,
𝑟= = = 1,8

Tebal tumit = 1r – 2r (digunakan 1r)


Maka, Tebal tumit = 1,8 meter

Lebar pelindung kaki


Lebar tumit = 2H – 3H (digunakan 2H)
𝐵 = 2𝐻 = 2 𝑥 2,50 = 5 𝑚
Maka, Lebar tumit = 5 meter

Berat batu pelindung kaki


𝑑𝑠 = 5 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
𝑑1 = 3,22 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
,
= = 6,44

Gambar 43. Penentuan angka stabilitas Ns3


68

Berdasarkan grafik maka didapatkan angka stabilitas rencana minimum (Ns3)


sebesar 220. Sehingga berat batu pelindung kaki dapat dihitung sebagai berikut:
𝛾𝐻
𝑊=
𝑁 (𝑆 − 1)
2,65 𝑥 2,50
𝑊=
220 (2,57 − 1)
𝑊 = 0,0483 𝑡𝑜𝑛
𝑊 = 48,4 𝑘𝑔

4.9 Analisis Stabilitas


Analisis stabilitas yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan analisis
stabilitas terhadap guling dan geser. untuk menghitung stabilitas terhadap guling
dan geser pada dinding penahan tanah memerlukan parameter data sebagai berikut:
 Berat isi tanah (ɣ) = 21,6 KN/m3
 Sudut geser (Ø) = 30°
 Kohesi (C) = 5 KN/m2
 H = 7,1 m
 Berat beton (ɣc) = 24 KN/m3
 Koefisien tekanan tanah aktif
∅ 30
𝐾𝑎 = tan 45 − = tan 45 − = 0,33
2 2
 Tekanan tanah aktif
1
𝑃𝑎 = 𝑥 𝐾𝑎 𝑥 𝛾 𝑥 𝐻 − 2 𝑥 𝐶 𝑥 √𝐾𝑎 𝑥 𝐻
2
1
𝑃𝑎 = 𝑥 0,33 𝑥 21,6 𝑥 6,45 − 2 𝑥 5 𝑥 0,33 𝑥 6,45
2
𝑃𝑎 = 140,48 → 𝑃𝑎 = 𝑃ℎ

4.9.1 Stabilitas Terhadap Penggulingan

Untuk memperhitungkan stabilitas terhadap penggulingan, diperlukan


terlebih dahulu perhitungan luas pada tiap-tiap bagian pada dinding penahan tanah.
Bagian-bagian tersebut dapat dilihat pada Gambar 44.
69

Gambar 44. Pembagian dinding penahan tanah

Setelah mengetahui bagian dari dinding penahan tanah maka dapat diperhitungkan
luas, berat, jarak terhadap titik c hingga total momen yang menahan terjadinya
penggulingan (MR). Perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Tabel perhitungan MR


Jarak terhadap
Bagian Luas Berat Momen
titik c
1 29,04 1,9 55,176
1,21
2 1,83 43,92 1,9 83,448
3 1,83 43,92 1,9 83,448
4 4,62 110,88 1,9 210,672
5 1,36 32,64 0,4 13,056
6 1,75 37,8 2,75 103,95
7 7 168 1,5 252
𝛴𝑉 466,2 𝛴𝑀 801,75
70

𝛴𝑀
𝐹𝑆 =
𝛴𝑀
𝑀 +𝑀 +𝑀 +𝑀 +𝑀 +𝑀 +𝑀
𝐹𝑆 =
𝐻
𝑃𝑎
3
55,176 + 83,448 + 83,448 + 210,672 + 13,056 + 103,95 + 252
𝐹𝑆 =
7,1
140,48 3

801,75
𝐹𝑆 = = 2,411
332,489
𝐹𝑆 = 2,411 > 2, maka stabilitas guling aman.

4.9.2 Stabilitas Terhadap Pergeseran

Untuk perhitungan stabilitas terhadap pergeseran dapat menggunakan


persamaan berikut:
𝛴𝑉(tan ∅) + (𝐵 𝑥 𝐶)
𝐹𝑆 =
𝑃𝑎
466,2 (tan 30) + (3 𝑥 5)
𝐹𝑆 =
140,48
𝐹𝑆 = 2,02 > 1,5, maka stabilitas geser aman.
71

4.10 Desain Revetment

Gambar 45. Desain revetment


72

4.11 Detail Desain

4.11.1 Detail Kubus Beton

Gambar 46. Tampak samping dan atas kubus beton

4.11.2 Detail Buis Beton

Gambar 47. Tampak samping dan atas buis beton


73

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan pengumpulan data sekunder dan menganalisis data tersebut maka
didapatkan kondisi hidro-oseanografi sebagai berikut :
a. Kedalaman pada daerah sekitar kawasan Center Point of Indonesia sebesar
-5 meter.
b. Tipe Pasang surut di Laut Makassar merupakan tipe pasang campuran
condong ke harian ganda, dengan nilai HWS = 1,47 meter, MSL = 0,73
meter dengan LWS = 0 meter.
c. Tinggi dan periode gelombang pada laut dalam yang didapatkan dengan
Metode Gumbel sebesar 3,91 meter dengan periode sebesar 7,75 detik.
2. Berdasarkan analisis dan perhitungan dengan mengacu pada teori dan rumus-
rumus empiris serta parameter-parameter yang ada, maka dalam perencanaan
revetment di Center Point of Indonesia Makassar telah diperoleh suatu
kesimpulan sebagai berikut :
a. Elevasi perencanaan bangunan revetment +8 meter dari dasar laut.
b. Lapis lindung revetment menggunakan 2 material berbeda dan penambahan
lapisan inti menambahkan geotekstil.
- Lapis lindung pertama (Kubus beton) dengan berat 1,063 ton, tebal lapis
1,7 meter sehingga besar sisi kubus 0,8 x 0,8 meter.
- Lapis lindung kedua (Batu Kasar) dengan berat 0,1063 ton, tebal lapis
1,88 meter sehingga diameter bebatuan 0,5 meter.
- Lapisan inti geotekstil memiliki berat yang berkisar pada 0,00531 ton.
c. Lebar puncak revetment sebesar 2,5 meter.
d. Jumlah batu pelindung tiap satuan luas 10 m2 berjumlah 20 buah kubus
beton.
e. Pelindung kaki revetment memiliki lebar 5 meter dan tebal 1,8 meter.
f. Tembok pelengkung reflektor gelombang terbuat dari beton.
g. Pondasi sumuran pada tembok pelengkung memiliki kedalaman 4 meter
(susunan 4 buah pondasi sumuran 1 meter).
74

5.2 Saran

1. Dapat diterapkan sebagai alternatif desain revetment di Center Point of


Indonesia yang lebih efisien.
2. untuk penelitian selanjutnya sebaiknya mengambil data primer untuk
pengamatan pasang surut agar nilai pasang surut lebih tepat pada lokasi
penelitian.
75

DAFTAR PUSTAKA

Azra, L., Sarita, U., Adityawan, M., H., D., Fitriah. (2022). Perhitungan Stabilitas
Dinding Penahan Tanah Tipe Gravitasi Pada Gedung Wisma Kebun Raya
Kendari. Univeristas Halu Oleo Kendari. Jurnal Media Konstruksi 7(2) : 40-
41.

Boonastria, Citra M. D. (2013). Perencanaan Bangunan Pengaman Pantai Untuk


Mengatasi Kemunduran Garis Pantai Teluk Penyu Cilacap Jawa Tengah.
Institut Teknologi Sepuluh November.

CERC. (1984). Shore Protection Manual Volume 1. US Army Coastal Engineering


Research Center. Washington, DC.

Das, Braja. (2011). Principles Of Foundation Engineering, SI Seventh Edition.


Cengage Learning. USA.

Hardiyatmo, Hary C. (2002). Mekanika Tanah I. Gadjah Mada University Press :


Yogyakarta

Kartika, Amaliah., A, Basri. (2015). Studi Penanganan Abrasi Pantai Dengan


Menggunakan Seawall di Tope Jawa Kabupaten Takalar. Universitas
Muhammadiyah Makassar.

Kartikasari Y. (2008). Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck on
Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan. Tesis. Institut
Teknologi Bandung.

Menteri Perhubungan. (2020). Keputusan Menteri Perhubungan Republik


Indonesia Nomor KM 48 Tahun 2020 Tentang Rencana Induk Pelabuhan
Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Menteri Perhubungan. Jakarta.

Muliati, Yati. (2020). Rekayasa Pantai. Itenas : Bandung.

Pratikto, Widi A., dkk. (2014). Struktur Pelindung Pantai. Mediatama Saptakarya :
Surabaya.

Sager, W. (1998). Measuring The Depth. Quarterdeck Online Winter 1998 / Spring
1999; Vol. 6, No. 3. http :// oceanography.tamu.edu /Quarterdeck /1998/3/
sager-2.html.

Samudra, A., R., S., Halim, F., Jasin, M., I. (2018). Evaluasi Kinerja Breakwater
Terhadap Gelombang Di Kawasan Pelabuhan Manado. Universitas Sam
Ratulangi. Jurnal Sipil Statistik 6(4) : 214.

Suryolelono, B. K., (1994). Teknik Fondasi Bagian II. Nafiri. Yogyakarta.

Triatmodjo, Bambang. (1996) . Perencanaan Pelabuhan. Beta Offset : Yogyakarta.


76

Triatmodjo, Bambang. (2006). Perencanaan Bangunan Pantai. Beta Offset :


Yogyakarta.

Triatmodjo,Bambang. (1999). Teknik Pantai. Beta Offset : Yogyakarta

Yuwono, Nur. (2020). Teknik Perlindungan Dan Pengamanan Wilayah Pesisir.


Kanisius : Yogyakarta
77

Lampiran 1. Data angin, sebaran angin dan mawar angin tahun 2013-2022

Tahun : 2013
Kecepatan Arah
Bulan Maksimum
(Knot) (……o) Mata Angin

Januari 56 315 BL
Februari 0 0 CALM
Maret 0 0 CALM
April 0 0 CALM
Mei 0 0 CALM
Juni 0 0 CALM
Juli 21 220 BD
Agustus 0 0 CALM
September 0 0 CALM
Oktober 0 0 CALM
Nopember 0 0 CALM
Desember 0 0 CALM

Persentase Frekuensi Kejadian Angin (%)


Kecepatan (knot)
Arah Jumlah
1-5 5 - 10 10 - 15 15 - 20 >20
Utara 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Timur Laut 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Timur 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Tenggara 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Selatan 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Barat Daya 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 8,33% 8,33%
Barat 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Barat Laut 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 8,33% 8,33%
Jumlah Angin Maksimum Bulanan 16,67%
78

Tahun : 2014
Kecepatan Arah
Bulan Maksimum
(Knot) (……o) Mata Angin

Januari 29 320 BL
Februari 39 290 B
Maret 17 320 BL
April 21 320 BL
Mei 29 280 B
Juni 12 300 BL
Juli 16 360 U
Agustus 14 60 TL
September 21 70 T
Oktober 14 250 B
Nopember 14 280 B
Desember 27 320 BL

Persentase Frekuensi Kejadian Angin (%)


Kecepatan (knot)
Arah Jumlah
1-5 5 - 10 10 - 15 15 - 20 >20
Utara 0,00% 0,00% 0,00% 8,33% 0,00% 8,33%
Timur Laut 0,00% 0,00% 8,33% 0,00% 0,00% 8,33%
Timur 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 8,33% 8,33%
Tenggara 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Selatan 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Barat Daya 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Barat 0,00% 0,00% 16,67% 0,00% 16,67% 33,33%
Barat Laut 0,00% 0,00% 8,33% 8,33% 25,00% 41,67%
Jumlah Angin Maksimum Bulanan 100,00%
79

Tahun : 2015
Kecepatan Arah
Bulan Maksimum
(Knot) (……o) Mata Angin

Januari 31 330 BL
Februari 25 320 BL
Maret 21 310 BL
April 27 320 BL
Mei 12 240 BD
Juni 12 240 BD
Juli 12 260 B
Agustus 14 250 B
September 29 250 B
Oktober 14 240 BD
Nopember 12 300 BL
Desember 31 230 BD

Persentase Frekuensi Kejadian Angin (%)


Kecepatan (knot)
Arah Jumlah
1-5 5 - 10 10 - 15 15 - 20 >20
Utara 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Timur Laut 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Timur 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Tenggara 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Selatan 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Barat Daya 0,00% 0,00% 25,00% 0,00% 8,33% 33,33%
Barat 0,00% 0,00% 16,67% 0,00% 8,33% 25,00%
Barat Laut 0,00% 0,00% 8,33% 0,00% 33,33% 41,67%
Jumlah Angin Maksimum Bulanan 100,00%
80

Tahun : 2016
Arah
Kecepatan
Bulan
Maksimum (Knot) (……o) Mata Angin

Januari 35 250 B
Februari 29 290 B
Maret 16 260 B
April 12 330 BL
Mei 14 310 BL
Juni 14 320 BL
Juli 16 60 TL
Agustus 17 10 U
September 19 320 BL
Oktober 33 260 B
Nopember 17 290 B
Desember 29 300 BL

Persentase Frekuensi Kejadian Angin (%)


Kecepatan (knot)
Arah Jumlah
1-5 5 - 10 10 - 15 15 - 20 >20
Utara 0,00% 0,00% 0,00% 8,33% 0,00% 8,33%
Timur Laut 0,00% 0,00% 0,00% 8,33% 0,00% 8,33%
Timur 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Tenggara 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Selatan 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Barat Daya 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Barat 0,00% 0,00% 0,00% 16,67% 25,00% 41,67%
Barat Laut 0,00% 0,00% 25,00% 8,33% 8,33% 41,67%
Jumlah Angin Maksimum Bulanan 100,00%
81

Tahun : 2017
Kecepatan Arah
Bulan Maksimum
(Knot) (……o) Mata Angin

Januari 21 310 BL
Februari 45 260 B
Maret 16 280 B
April 16 330 BL
Mei 14 3 U
Juni 10 30 TL
Juli 45 300 BL
Agustus 12 330 BL
September 14 50 TL
Oktober 25 105 T
Nopember 14 320 BL
Desember 25 300 BL

Persentase Frekuensi Kejadian Angin (%)


Kecepatan (knot)
Arah Jumlah
1-5 5 - 10 10 - 15 15 - 20 >20
Utara 0,00% 0,00% 8,33% 0,00% 0,00% 8,33%
Timur Laut 0,00% 0,00% 16,67% 0,00% 0,00% 16,67%
Timur 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 8,33% 8,33%
Tenggara 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Selatan 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Barat Daya 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Barat 0,00% 0,00% 0,00% 8,33% 8,33% 16,67%
Barat Laut 0,00% 0,00% 16,67% 8,33% 25,00% 50,00%
Jumlah Angin Maksimum Bulanan 100,00%
82

Tahun : 2018
Kecepatan Arah
Bulan Maksimum
(Knot) (……o) Mata Angin

Januari 25 280 B
Februari 23 300 BL
Maret 17 280 B
April 12 320 BL
Mei 17 90 T
Juni 10 20 U
Juli 10 110 T
Agustus 12 170 S
September 12 40 TL
Oktober 12 240 BD
Nopember 21 30 TL
Desember 21 300 BL

Persentase Frekuensi Kejadian Angin (%)


Kecepatan (knot)
Arah Jumlah
1-5 5 - 10 10 - 15 15 - 20 >20
Utara 0,00% 0,00% 8,33% 0,00% 0,00% 8,33%
Timur Laut 0,00% 0,00% 8,33% 0,00% 8,33% 16,67%
Timur 0,00% 0,00% 8,33% 8,33% 0,00% 16,67%
Tenggara 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Selatan 0,00% 0,00% 8,33% 0,00% 0,00% 8,33%
Barat Daya 0,00% 0,00% 8,33% 0,00% 0,00% 8,33%
Barat 0,00% 0,00% 0,00% 8,33% 8,33% 16,67%
Barat Laut 0,00% 0,00% 8,33% 0,00% 16,67% 25,00%
Jumlah Angin Maksimum Bulanan 100,00%
83

Tahun : 2019
Kecepatan Arah
Bulan Maksimum
(Knot) (……o) Mata Angin

Januari 27 270 B
Februari 17 300 BL
Maret 35 290 B
April 14 320 BL
Mei 19 310 BL
Juni 12 50 TL
Juli 12 240 BD
Agustus 17 5 U
September 10 250 B
Oktober 23 220 BD
Nopember 14 350 U
Desember 17 290 B

Persentase Frekuensi Kejadian Angin (%)


Kecepatan (knot)
Arah Jumlah
1-5 5 - 10 10 - 15 15 - 20 >20
Utara 0,00% 0,00% 8,33% 8,33% 0,00% 16,67%
Timur Laut 0,00% 0,00% 8,33% 0,00% 0,00% 8,33%
Timur 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Tenggara 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Selatan 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Barat Daya 0,00% 0,00% 8,33% 0,00% 8,33% 16,67%
Barat 0,00% 0,00% 8,33% 8,33% 16,67% 33,33%
Barat Laut 0,00% 0,00% 8,33% 16,67% 0,00% 25,00%
Jumlah Angin Maksimum Bulanan 100,00%
84

Tahun : 2020
Kecepatan Arah
Bulan Maksimum
(Knot) (……o) Mata Angin

Januari 4 321 BL
Februari 3 340 U
Maret 1 356 U
April 1 116 TG
Mei 2 123 TG
Juni 4 132 TG
Juli 4 134 TG
Agustus 4 136 TG
September 4 143 TG
Oktober 3 160 S
Nopember 1 155 TG
Desember 4 328 BL

Persentase Frekuensi Kejadian Angin (%)


Kecepatan (knot)
Arah Jumlah
1-5 5 - 10 10 - 15 15 - 20 >20
Utara 16,67% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 16,67%
Timur Laut 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Timur 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Tenggara 58,33% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 58,33%
Selatan 8,33% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 8,33%
Barat Daya 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Barat 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Barat Laut 16,67% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 16,67%
Jumlah Angin Maksimum Bulanan 100,00%
85

Tahun : 2021
Kecepatan Arah
Bulan Maksimum
(Knot) (……o) Mata Angin

Januari 4 322 BL
Februari 4 320 BL
Maret 2 356 U
April 2 174 S
Mei 3 136 TG
Juni 2 126 TG
Juli 3 133 TG
Agustus 3 130 TG
September 2 136 TG
Oktober 5 168 S
Nopember 1 359 U
Desember 4 324 BL

Persentase Frekuensi Kejadian Angin (%)


Kecepatan (knot)
Arah Jumlah
1-5 5 - 10 10 - 15 15 - 20 >20
Utara 16,67% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 16,67%
Timur Laut 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Timur 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Tenggara 41,67% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 41,67%
Selatan 16,67% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 16,67%
Barat Daya 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Barat 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Barat Laut 25,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 25,00%
Jumlah Angin Maksimum Bulanan 100,00%
86

Tahun : 2022
Kecepatan Arah
Bulan Maksimum
(Knot) (……o) Mata Angin

Januari 5 323 BL
Februari 4 324 BL
Maret 2 0 CALM
April 1 139 TG
Mei 2 122 TG
Juni 2 124 TG
Juli 4 126 TG
Agustus 3 133 TG
September 4 153 TG
Oktober 1 138 TG
Nopember 1 360 U
Desember 4 46 TL

Persentase Frekuensi Kejadian Angin (%)


Kecepatan (knot)
Arah Jumlah
1-5 5 - 10 10 - 15 15 - 20 >20
Utara 8,33% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 8,33%
Timur Laut 8,33% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 8,33%
Timur 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Tenggara 58,33% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 58,33%
Selatan 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Barat Daya 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Barat 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Barat Laut 8,33% 8,33% 0,00% 0,00% 0,00% 16,67%
Jumlah Angin Maksimum Bulanan 91,67%
87

Lampiran 2. Tabel Rekapitulasi analisa data angin dan peramalan gelombang

Dengan
Dengan Duration
U Arah UA Fetch Fetch ket
Limited
Tahun Bulan Mata RL UW Limited
Angin
H T t H T
(knot) (m/s) (m/s) (km)
(m) (s) (jam) (m) (s)
Januari 56 28,0 BL 0,9 25,20 37,58 248,520 9,6 13,1 5,0 5,1 8,9 DL
Februari 0 0,0 CALM 0 0,00 0,00 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Maret 0 0,0 CALM 0 0,00 0,00 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
April 0 0,0 CALM 0 0,00 0,00 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Mei 0 0,0 CALM 0 0,00 0,00 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Juni 0 0,0 CALM 0 0,00 0,00 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
2013

Juli 21 10,5 BD 1,08 11,34 14,07 180,033 3,1 8,5 5,0 1,5 5,5 DL
Agustus 0 0,0 CALM 0 0,00 0,00 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
September 0 0,0 CALM 0 0,00 0,00 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Oktober 0 0,0 CALM 0 0,00 0,00 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
November 0 0,0 CALM 0 0,00 0,00 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Desember 0 0,0 CALM 0 0,00 0,00 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Januari 29 14,5 BL 0,96 13,96 18,17 248,520 4,6 10,3 5,0 2,0 6,3 DL
Februari 39 19,5 B 0,9 17,55 24,08 442,173 8,2 13,7 5,0 3,1 7,2 DL
Maret 17 8,5 BL 1,15 9,78 11,72 248,520 3,0 8,9 5,0 1,2 4,9 DL
April 21 10,5 BL 1,08 11,34 14,07 248,520 3,6 9,5 5,0 1,5 5,5 DL
Mei 29 14,5 B 0,96 13,96 18,17 442,173 6,2 12,5 5,0 2,0 6,3 DL
Juni 12 6,0 BL 1,27 7,62 8,63 248,520 2,2 8,0 5,0 0,7 4,3 DL
2014

Juli 16 8,0 U 1,17 9,36 11,12 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Agustus 14 7,0 TL 1,23 8,61 10,03 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
September 21 10,5 T 1,08 11,34 14,07 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Oktober 14 7,0 B 1,23 8,61 10,03 442,173 3,4 10,2 5,0 1,1 4,7 DL
November 14 7,0 B 1,23 8,61 10,03 442,173 3,4 10,2 5,0 1,1 4,7 DL
Desember 27 13,5 BL 0,99 13,33 17,17 248,520 4,4 10,1 5,0 2,0 6,1 DL
Januari 31 15,5 BL 0,94 14,53 19,09 248,520 4,9 10,5 5,0 2,3 6,5 DL
Februari 25 12,5 BL 1,01 12,63 16,06 248,520 4,1 9,9 5,0 1,8 5,8 DL
Maret 21 10,5 BL 1,08 11,34 14,07 248,520 3,6 9,5 5,0 1,5 5,5 DL
April 27 13,5 BL 0,99 13,33 17,17 248,520 4,4 10,1 5,0 2,0 6,1 DL
Mei 12 6,0 BD 1,27 7,62 8,63 180,033 1,9 8,0 5,0 0,7 4,3 DL
Juni 12 6,0 BD 1,27 7,62 8,63 180,033 1,9 8,0 5,0 0,7 4,3 DL
2015

Juli 12 6,0 B 1,27 7,62 8,63 442,173 2,9 9,7 5,0 0,7 4,3 DL
Agustus 14 7,0 B 1,23 8,61 10,03 442,173 3,4 10,2 5,0 1,1 4,7 DL
September 29 14,5 B 0,96 13,96 18,17 442,173 6,2 12,5 5,0 2,0 6,3 DL
Oktober 14 7,0 BD 1,23 8,61 10,03 180,033 2,2 7,6 5,0 1,1 4,7 DL
November 12 6,0 BL 1,27 7,62 8,63 248,520 2,2 8,0 5,0 2,0 6,1 DL
Desember 31 15,5 BD 0,94 14,53 19,09 180,033 4,1 9,4 5,0 2,3 6,5 DL
Januari 35 17,5 B 0,91 15,93 21,37 442,173 7,3 13,2 5,0 2,6 6,7 DL
Februari 29 14,5 B 0,96 13,96 18,17 442,173 6,2 12,5 5,0 2,0 6,3 DL
Maret 16 8,0 B 1,17 9,36 11,12 442,173 3,8 10,6 5,0 1,2 4,8 DL
April 12 6,0 BL 1,27 7,62 8,63 248,520 2,2 8,0 5,0 0,7 4,3 DL
Mei 14 7,0 BL 1,23 8,61 10,03 248,520 2,6 8,5 5,0 1,1 4,7 DL
2016

Juni 14 7,0 BL 1,23 8,61 10,03 248,520 2,6 8,5 5,0 1,1 4,7 DL
Juli 16 8,0 TL 1,17 9,36 11,12 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Agustus 17 8,5 U 1,15 9,78 11,72 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
September 19 9,5 BL 1,12 10,64 13,01 248,520 3,3 9,2 5,0 1,3 5,3 DL
Oktober 33 16,5 B 0,91 15,06 19,95 442,173 6,8 12,9 5,0 2,5 6,6 DL
88

November 17 8,5 B 1,15 9,78 11,72 442,173 4,0 10,8 5,0 1,2 4,8 DL
Desember 29 14,5 BL 0,96 13,96 18,17 248,520 4,6 10,3 5,0 2,0 6,3 DL
Januari 21 10,5 BL 1,08 11,34 14,07 248,520 3,6 9,5 5,0 1,5 5,5 DL
Februari 45 22,5 B 0,9 20,25 28,72 442,173 9,8 14,6 5,0 3,8 7,8 DL
Maret 16 8,0 B 1,17 9,36 11,12 442,173 3,8 10,6 5,0 1,2 4,8 DL
April 16 8,0 BL 1,17 9,36 11,12 248,520 2,8 8,8 5,0 1,2 4,8 DL
Mei 14 7,0 U 1,23 8,61 10,03 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Juni 10 5,0 TL 1,33 6,63 7,27 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
2017

Juli 45 22,5 BL 0,9 20,25 28,72 248,520 7,3 12,0 5,0 3,8 7,8 DL
Agustus 12 6,0 BL 1,27 7,62 8,63 248,520 2,2 8,0 5,0 0,7 4,3 DL
September 14 7,0 TL 1,23 8,61 10,03 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Oktober 25 12,5 T 1,01 12,63 16,06 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
November 14 7,0 BL 1,23 8,61 10,03 248,520 2,6 8,5 5,0 1,1 4,7 DL
Desember 25 12,5 BL 1,01 12,63 16,06 248,520 4,1 9,9 5,0 1,8 5,8 DL
Januari 25 12,5 B 1,01 12,63 16,06 442,173 5,5 12,0 5,0 1,8 5,8 DL
Februari 23 11,5 BL 1,04 11,96 15,03 248,520 3,8 9,7 5,0 1,7 5,7 DL
Maret 17 8,5 B 1,15 9,78 11,72 442,173 4,0 10,8 5,0 1,2 4,8 DL
April 12 6,0 BL 1,27 7,62 8,63 248,520 2,2 8,0 5,0 0,7 4,3 DL
Mei 17 8,5 T 1,15 9,78 11,72 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Juni 10 5,0 U 1,33 6,63 7,27 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
2018

Juli 10 5,0 T 1,33 6,63 7,27 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Agustus 12 6,0 S 1,27 7,62 8,63 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
September 12 6,0 TL 1,27 7,62 8,63 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Oktober 12 6,0 BD 1,27 7,62 8,63 180,033 1,9 7,2 5,0 0,7 4,3 DL
November 21 10,5 TL 1,08 11,34 14,07 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Desember 21 10,5 BL 1,08 11,34 14,07 248,520 3,6 9,5 5,0 1,5 5,5 DL
Januari 27 13,5 B 0,99 13,33 17,17 442,173 5,8 12,3 5,0 2,0 6,1 DL
Februari 17 8,5 BL 1,15 9,78 11,72 248,520 3,0 8,9 5,0 1,2 4,8 DL
Maret 35 17,5 B 0,91 15,93 21,37 442,173 7,3 13,2 5,0 2,6 6,7 DL
April 14 7,0 BL 1,23 8,61 10,03 248,520 2,6 8,5 5,0 1,1 4,7 DL
Mei 19 9,5 BL 1,12 10,64 13,01 248,520 3,3 9,2 5,0 1,4 5,3 DL
Juni 12 6,0 TL 1,27 7,62 8,63 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
2019

Juli 12 6,0 BD 1,27 7,62 8,63 180,033 1,9 7,2 5,0 0,7 4,3 DL
Agustus 17 8,5 U 1,15 9,78 11,72 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
September 10 5,0 B 1,33 6,63 7,27 442,173 2,5 9,2 5,0 0,6 3,8 DL
Oktober 23 11,5 BD 1,04 11,96 15,03 180,033 3,3 8,7 5,0 1,7 5,7 DL
November 14 7,0 U 1,23 8,61 10,03 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Desember 17 8,5 B 1,15 9,78 11,72 442,173 4,0 10,8 5,0 1,2 4,8 DL
Januari 4 1,9 BL 1,7 3,25 3,03 248,520 0,8 5,7 5,0 1,1 7,1 FL
Februari 3 1,6 U 1,7 2,80 2,52 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Maret 1 0,7 U 1,9 1,25 0,93 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
April 1 0,6 TG 1,9 1,17 0,86 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Mei 2 1,2 TG 1,8 2,21 1,88 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Juni 4 2,0 TG 1,65 3,34 3,13 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
2020

Juli 4 2,1 TG 1,65 3,44 3,25 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Agustus 4 1,9 TG 1,7 3,20 2,97 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
September 4 1,9 TG 1,7 3,26 3,03 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Oktober 3 1,7 S 1,7 2,92 2,65 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
November 1 0,5 TG 1,9 0,95 0,67 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Desember 4 1,8 BL 1,7 3,03 2,78 248,520 0,7 5,5 5,0 1,0 6,9 FL
Januari 4 2,2 BL 1,65 3,64 3,48 248,520 0,9 5,9 5,0 1,2 7,4 FL
202
1

Februari 4 1,8 BL 1,7 3,13 2,89 248,520 0,7 5,6 5,0 1,0 7,0 FL
89

Maret 2 1,1 U 1,8 2,07 1,73 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
April 2 0,8 S 1,9 1,58 1,25 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Mei 3 1,4 TG 1,8 2,49 2,18 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Juni 2 1,0 TG 1,9 1,81 1,48 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Juli 3 1,6 TG 1,7 2,80 2,52 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Agustus 3 1,4 TG 1,8 2,57 2,27 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
September 2 1,2 TG 1,8 2,14 1,82 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Oktober 5 2,4 S 1,65 3,93 3,82 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
November 1 0,7 U 1,9 1,27 0,95 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Desember 4 2,1 BL 1,65 3,40 3,19 248,520 0,8 5,8 5,0 1,1 7,2 FL
Januari 5 2,6 BL 1,55 3,99 3,90 248,520 1,0 6,2 5,0 1,4 7,7 FL
Februari 4 2,1 BL 1,65 3,55 3,37 248,520 0,9 5,9 5,0 1,2 7,3 FL
Maret 2 1,1 CALM 1,8 1,99 1,65 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
April 1 0,7 TG 1,9 1,32 1,00 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Mei 2 0,9 TG 1,9 1,67 1,34 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Juni 2 1,2 TG 1,8 2,24 1,92 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
2022

Juli 4 1,8 TG 1,7 3,02 2,76 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Agustus 3 1,4 TG 1,8 2,46 2,14 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
September 4 1,8 TG 1,7 3,00 2,74 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Oktober 1 0,7 TG 1,9 1,24 0,92 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
November 1 0,7 U 1,9 1,29 0,98 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
Desember 4 2,0 TL 1,7 3,33 3,12 - 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 -
90

Lampiran 3. Tabel L-1


91

Lampiran 4. Data tanah


92

Lampiran 5. Dokumentasi peninjauan lokasi penelitian

Anda mungkin juga menyukai