Anda di halaman 1dari 153

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Departemen Teknik Sipil Skripsi Sarjana

2018

Alternatif Penanganan Banjir Sungai


Deli dengan Model Terowongan Air (Tunnel)

Himawan, Hartono
Universitas Sumatera Utara

https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/10055
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
ALTERNATIF PENANGANAN BANJIR SUNGAI DELI DENGAN
MODEL TEROWONGAN AIR (TUNNEL)
TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian


Pendidikan Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :
HARTONO HIMAWAN
13 0404 022

Pembimbing :
Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia, M.Sc
19660417 199303 1 004

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Banjir merupakan suatu bencana alam yang terjadi karena meluapnya sejumlah debit air
dari sungai yang dikarenakan tingginya intensitas curah hujan pada suatu daerah. Di kota
Medan terdapat sebuah sungai yang membelah kota yaitu sungai Deli. Sungai Deli terbentang
sepanjang 72km dengan cakupan DAS seluas 472,96 km2 mulai dari kabupaten Karo sampai
kota Medan.
Penelitian ini menggunakan metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu dan Gamma 1
yang berguna untuk membandingkan debit banjir. Data yang diperoleh adalah data primer dan
dat sekunder.
Dalam hasil analisa curah hujan yang digunakan untuk perhitungan intensitas curah hujan
adalah nilai distribusi curah hujan Distribusi Log Person III dan penelitian ini lebih fokus
terhadap debit banji periode ulang 25 tahun.
Dari hasil perhitungan debit banjir Q25 dengan metode HSS Nakayasu sebesar 203,218
m /s dan HSS Gamma 1 sebesar 433,419 m3/s. Pada penelitian ini menggunakan metode
3

routing maka debit yang diambil untuk merencakan tunnel ialah sebesar 135,519 m3/s yang
dihitung dengan Q25 Nakayasu. Dengan mengatahui kapasitas sungai Deli sebesar 90 m3/s,
maka debit yang masuk ke tunnel sebesar 45,519 m3/s dan diperoleh dimensi tunnel
berdiameter sebesar 6,22 meter dengan sudut 270o dan berdiameter 6,5 meter dengan sudut
240o.
Dapat disimpulkan bahwa debit yang masuk ke dalam tunnel berdiameter 6,5 meter dapat
mencapai kedalaman 2,91 meter dan dari penelitian ini berdasarkan nilai cross section yang
dimasukkan ada beberapa titik yang terkena banjir dimulai dari kawasan Avros kecamatan
Medan Polonia sampai ke Kesawan kecamatan Medan Barat .

Kata Kunci : Hidrograf Satuan Sintetik, Nakayasu, Gamma 1, DAS Deli, tunnel

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan karunia

kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Shalawat dan

salam penulis ucapkan kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW yang telah memberi

keteladanan tauhid, ikhtiar dan kerja keras sehingga menjadi panutan dalam menjalankan setiap

aktivitas kita sehari-hari, karena sungguh suatu hal yang sangat sulit yang menguji ketekunan

dan kesabaran untuk tidak pantang menyerah dalam menyelesaikan penulisan ini.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada

Program Studi Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Utara. Adapun judul skripsi yang diambil adalah :

“Alternatif Penanganan Banjir Sungai Deli Dengan Model Terowongan Air (Tunnel)”

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari

dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin

menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang

berperan penting yaitu :

1. Ayahanda Agus Gunawan dan Ibunda Dewi Kemala Sari tercinta yang merupakan

malaikat tanpa sayap dalam kehidupan serta kakak saya Rizki Pratama Ningsih yang

telah banyak berkorban, memberi semangat, nasehat, motivasi hidup, pantang

menyerah dan segalanya.

2. Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia, M.Sc., sebagai Dosen Pembimbing yang telah

banyak mendukung, memberi masukan, bimbingan dan menyempatkan waktu untuk

tugas akhir penulis dan juga sebagai orang tua yang telah sabar memberikan arahan,

saran dan motivasi kepada penulis.

3. Ibu Ir. Seri Maulina, M.Si, Ph.D sebagai Dekan Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara.

ii

Universitas Sumatera Utara


4. Bapak Ir. Medis Surbakti, MT., sebagai Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Ir. Andy Putra Rambe, MBA., sebagai Sekertaris Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia, M.Sc., sebagai koordinator Teknik Sumber

Daya Air Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

7. Bapak Ivan Indrawan, ST, MT., dan Kakanda Riza Inanda Siregar, ST, MT., sebagai

dosen pembanding dan penguji atas saran dan masukkannya yang diberikan kepada

penulis terhadap Tugas Akhir ini.

8. Abangda Robi Arianta Sembiring, ST, M.Eng yang telah banyak membantu dalam

pengerjaan penelitian ini.

9. Bapak/ibu staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara yang telah membimbing dan memberikan pengajaran kepada penulis

selama masa studi.

10. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis.

11. Terima kasih kepada seluruh teman – teman seperjuangan angkatan 2013 yang

selama ini memberikan segala bantuan dan terkhususnya teman – teman ‘kontrakan’

dan ‘Anak Air’ (Hendra, Andri, Heru, Idris, Panji Boi, Adi, Yahya, Angelina, Rizka,

Sumanto, Yasir dan Rivaldy).

12. Terima kasih untuk Yayasan Karya Salemba Empat yang telah memberi penulis

bantuan finansial berupa beasiswa agar dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dan

pelatihan yang sangat berharga di Lanud Adi Sutjipto Yogyakarta dan Hotel Dominic

Purwokerto.

iii

Universitas Sumatera Utara


13. Terima kasih kepada keluarga Karya Salemba Empat Nusantara dan teristimewa

Karya Salemba Empat USU yang mengajari penulis banyak hal tentang ilmu yang

tidak diperoleh di kelas.

14. Terima kasih kepada Rahmah EL Candra atas dukungan semangat pantang menyerah

dan selaku orang yang spesial saat jumpa pertama karena Karya Salemba Empat.

15. Terima kasih yang sangat luar biasa untuk adik adik 2016 yang membantu semangat

dan doa demi kelancaran Tugas Akhir ini (Jansen, Saleh, Okta, Muammar, Eka Fadli,

Zal, Dandy, Hilda, Fikri) dan yang lainnya yang tidak tersebut seluruhnya.

16. Dan segenap pihak yang belum penulis sebut di sini atas jasa-jasanya dalam

mendukung dan membantu penulis dari segiapapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat

diselesaikan dengan baik.

Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata

sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dari

para pembaca demi perbaikan menjadi lebih baik.

Terimakasih saya ucapkan diakhir kata, semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi para

pembaca. Amin

Medan, Februari 2018


Penulis

Hartono Himawan
13 0404 022

iv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ v

DAFTAR TABEL ........................................................................................................ x

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. .xiii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................5

1.3 Tujuan Penelitian .........................................................................................5

1.4 Batasan Masalah.......................................................................................... 6

1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 6

1.6 Sistematika Penulisan ................................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 8

2.1 Banjir............................................................................................................ 8

2.1.1 Pengertian Banjir..........................................................................................8

2.1.2 Jenis – jenis Banjir....................................................................................... 9

2.1.3 Penyabab Banjir........................................................................................... 9

2.1.4 Tingkat Bahaya Banjir................................................................................. 11

2.1.5 Daerah Rawan Banjir................................................................................... 11

2.2 Penelitian Terdahulu.................................................................................... 12

2.3 Daerah Aliran Sungai................................................................................... 14

2.3.1 Pengertian Daerah Aliran Sungai................................................................. 14

2.3.2 Bentuk – bentuk Daerah Aliran Sugai......................................................... 15

Universitas Sumatera Utara


2.3.3 Pengertian Sungai........................................................................................ 17

2.3.4 Kawasan Daerah Aliran Sungai Deli........................................................... 18

2.4 Terowongan (Tunnel)................................................................................... 20

2.4.1 Pengertian Terowongan............................................................................... 20

2.4.2 Terowongan di Negara Maju....................................................................... 22

2.5 Hidrologi...................................................................................................... 24

2.5.1 Pengertian dan Siklus Hidrologi.................................................................. 24

2.5.2 Analisa Curah Hujan Kawasan.................................................................... 26

2.5.3 Analisa Frekuensi Curah Hujan................................................................... 29

2.5.4 Uji Distribusi Frekuensi Curah Hujan......................................................... 35

2.5.5 Intensitas Curah Hujan................................................................................. 40

2.5.6 Waktu Konsentrasi....................................................................................... 41

2.5.7 Koefisien Limpasan..................................................................................... 42

2.6 Debit Banjir.................................................................................................. 43

2.6.1 Pengertian Debit Banjir................................................................................ 43

2.6.2 Metode Perhitungan Debit Banjir................................................................ 43

2.6.2.1 Metode Rasional.......................................................................... 43

2.6.2.2 Metode Hidrograf Banjir............................................................. 44

2.7 Analisis Hidrolika........................................................................................ 54

2.7.1 Saluran Terbuka........................................................................................... 54

2.7.2 Saluran Tertutup........................................................................................... 58

2.7.3 Dimensi Saluran........................................................................................... 59

2.8 Hydologic Engineering Center River Analysis System............................... 60

2.8.1 Graphicaal User Interface............................................................................ 61

2.8.2 Analisa Hidraulika....................................................................................... 62

vi

Universitas Sumatera Utara


2.8.3 Penyimpanan Data dan Manajemen Data.................................................... 63

2.8.4 Grafik dan Pelaporan................................................................................... 64

2.8.5 HEC – RAS dalam Analisis Potensi Banjir................................................. 65

BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................... 66

3.1 Lokasi Penelitian.......................................................................................... 66

3.2 Metode Penelitian........................................................................................ 67

3.3 Garis Besar Penelitian.................................................................................. 68

3.3.1 Studi Pendahuluan........................................................................................68

3.3.2 Pengumpulan Data....................................................................................... 69

3.4 Analisis Data................................................................................................ 69

3.4.1 Analisis Curah Hujan Kawsan..................................................................... 69

3.4.2 Analisa Distribusi Curah Hujan................................................................... 69

3.4.3 Uji Kecocokan..............................................................................................70

3.4.4 Analisis Debit Banjir HSS Gamma 1 dan Nakayasu................................... 70

3.4.5 Pemodelan HEC – RAS............................................................................... 70

3.5 Penarikan Kesimpulan dan Saran................................................................ 70

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 71

4.1 Kondisi Eksisting MFC................................................................................ 71

4.2 Analisa Hidrologi......................................................................................... 72

4.3 Curah Hujan Bulanan Maksimum................................................................72

4.3.1 Data Curah Hujan Sampali.......................................................................... 73

4.3.2 Data Curah Hujan Tongkoh......................................................................... 73

4.3.3 Data Curah Hujan Helvetia.......................................................................... 74

4.3.4 Data Curah Hujan Belawan..........................................................................74

4.4 Penentuan Curah Hujan Wilayah................................................................. 75

vii

Universitas Sumatera Utara


4.5 Analisis Frekuensi Curah Hujan.................................................................. 77

4.5.1 Metode Distribusi Normal........................................................................... 77

4.5.2 Metode Distribusi Log Normal.................................................................... 79

4.5.3 Merode Distribusi Log Person III................................................................ 80

4.5.4 Metode Distribusi Gumbel........................................................................... 82

4.5.5 Tabulasi Analisis Frekuensi Distribusi........................................................ 84

4.6 Uji Kecocokan............................................................................................. 85

4.6.1 Pengujian Dispersi....................................................................................... 85

4.6.2 Pengujian Chi – Kuadrat..............................................................................88

4.6.3 Pengujian Smirnov – Kolmogorov.............................................................. 90

4.7 Perhitungan Koefisien Limpasan................................................................. 90

4.8 Analisis Intensitas Curah Hujan................................................................... 92

4.9 Analisis Hidrograf Debit Banjir Rencana.................................................... 93

4.9.1 Metode Gamma 1......................................................................................... 94

4.9.2 Metode Nakayasu......................................................................................... 99

4.10 Analisa Debit Banjir Dari Huli ke Kampung Aur........................................105

4.10.1 Metode Gamma 1......................................................................................... 105

4.10.2 Metode Nakayasu......................................................................................... 109

4.11 Perhitungan Debit Inflow/ Outflow............................................................. 112

4.12 Analisa Kapasitas Sungai Deli dengan HEC – RAS .................................. 114

4.12.1 Menggunakan Cara Manual......................................................................... 114

4.12.2 Menggunakan HEC – RAS .......................................................................... 117

4.13 Potensi Banjir dengan HEC – RAS............................................................. 119

4.14 Analisis Dimensi Saluran Tunnel................................................................ 123

viii

Universitas Sumatera Utara


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 127

5.1 Kesimpulan.................................................................................................. 127

5.2 Saran.............................................................................................................128

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... xvi

LAMPIRAN...................................................................................................................xix

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

1.1 Data Kejadian Banjir Di Indonesia Tahun 1979 – 2009.............................. 3

2.1 Faktor – faktor Penyebab Banjir.................................................................. 9

2.2 Tingkat Bahaya Banjir Berdasarkan Periode Kala Ulang............................ 11

2.3 Penelitian Terdahulu Mengenai Banjir Kota Medan................................... 12

2.4 Nilai Variabel Reduksi Gauss...................................................................... 30

2.5 Nilai K T untuk Distribusi Log Normal....................................................... 31

2.6 Nilai K T Untuk Distribusi Log Person III.................................................... 32

2.7 Reduksi Standar deviasi (𝑌𝑛 ) Untuk Distribusi Gumbel.............................. 34

2.8 Reduksi Standar deviasi (𝑆𝑛 ) Untuk Distribusi Gumbel.............................. 34

2.9 Reduksi Variat (𝑌𝑛 ) Sebagai Fungsi Periode Ulang....................................34

2.10 Persyaratan Masing Masing Distribusi........................................................ 35

2.11 Nilai Kritis Untuk Distribusi Chi – Kuadrat................................................ 37

2.12 Nilai Kritis Do Smirnov Kolmogorov.......................................................... 40

2.13 Koefisien Aliran Permukaan (C) Untuk Daerah Urban............................... 42

2.14 Koefisien Manning....................................................................................... 56

2.15 Geometri Saluran Penampang...................................................................... 58

2.16 Nilai Manning Untuk Gorong- Gorong....................................................... 60

4.1 Data Curah Hujan Stasiun Sampali.............................................................. 73

4.2 Data Curah Hujan Stasiun Tongkoh............................................................ 73

4.3 Data Curah Hujan Stasiun Helvetia............................................................. 74

4.4 Data Curah Hujan Stasiun Belawan............................................................ 74

4.5 Data Curah Hujan Harian Maksimum DAS Deli.........................................75

4.6 Luas Tangkapan Hujan Tiap-tiap Stasiun Pengamatan............................... 76

4.7 Curah Hujan Harian Maksimum Thiessen DAS Deli................................ 76

Universitas Sumatera Utara


4.8 Perhitungan Metode Distribusi Normal....................................................... 77

4.9 Curah Hujan Rencana Metode Distribusi Normal....................................... 78

4.10 Perhitungan Metode Distribusi Log Normal................................................ 79

4.11 Curah Hujan Rencana Metode Distribusi Log Normal................................ 80

4.12 Perhitungan Metode Distribusi Log Person III........................................... 81

4.13 Curah Hujan Rencana Metode Distribusi Log Person III............................ 82

4.14 Perhitungan Metode Distribusi Gumbel...................................................... 83

4.15 Nilai Reduce Mean dan Reduce Standar Deviation..................................... 83

4.16 Curah Hujan Rencana Metode Distribusi Gumbel...................................... 84

4.17 Tabulasi Data Curah Hujan.......................................................................... 85

4.18 Uji Kecocokan Dengan Dispersi Statistik.................................................... 86

4.19 Perhitungan Parameter Dispersi Statistik..................................................... 86

4.20 Uji Kecocokan Dengan Dispersi Logaritmik............................................... 87

4.21 Perhitungan Parameter Dispersi Logaritmik................................................ 87

4.22 Perbandingan Parameter Perhitungan Dispersi............................................ 88

4.23 Perhitungan Peringkat Peluang Periode Ulang T Tahun............................. 88

4.24 Perhitungan Uji Chi Kuadrat........................................................................89

4.25 Perhitungan Uji Smirnv Kolmogorov.......................................................... 90

4.26 Zona Penggunaan Lahan DAS Deli............................................................. 91

4.27 Nilai Koefisien Pengaliran di DAS Deli...................................................... 91

4.28 Intensitas Hujan Dengan Periode Ulang Tertentu........................................92

4.29 Unit Hidrograf Gamma I.............................................................................. 95

4.30 Debit Banjir Periode Ulang 25 Tahun..........................................................96

4.31 Rekapitulasi Debit Banjir Metode Gamma I................................................98

4.32 Unit Hidrograf Nakayasu............................................................................. 101

xi

Universitas Sumatera Utara


4.33 Debit Banjir Periode Ulang 25 Tahun..........................................................102

4.34 Rekapitulasi Debit Banjir Metode Nakayasu............................................... 103

4.35 Unit Hidrograf Gamma I (Kampung Aur)................................................... 107

4.36 Debit Banjir Periode Ulang 25 Tahun (Kampung Aur)............................... 108

4.37 Unit Hidrograf Nakayasu (Kampung Aur).................................................. 110

4.38 Debit Banjir Periode Ulang 25 Tahun (Kampung Aur)............................... 111

4.39 Debit Inflow/ Outflow Periode Ulang 25 Tahun.......................................... 113

xii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perubahan Run-Off............................................................................... 10

Gambar 2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS)................................................................ 15

Gambar 2.3 Bentuk Memanjang/ Bulu Burung........................................................ 15

Gambar 2.4 Bentuk Radial........................................................................................16

Gambar 2.5 Bentuk Paralel....................................................................................... 16

Gambar 2.6 Bentuk Komplek................................................................................... 17

Gambar 2.7 Struktur Koridor Sungai........................................................................ 18

Gambar 2.8 Terowongan Lalu Lintas....................................................................... 20

Gambar 2.9 Terowongan Angkutan......................................................................... 22

Gambar 2.10 Channel Tunnel.................................................................................... 23

Gambar 2.11 Seikan Tunnel....................................................................................... 23

Gambar 2.12 SMART Tunnel.................................................................................... 24

Gambar 2.13 Siklus Hidrologi.................................................................................... 25

Gambar 2.14 Perhitungan Dengan Cara Ajlabar........................................................ 27

Gambar 2.15 Perhitungan Dengan Cara Poligon Thiessen.........................................28

Gambar 2.16 Perhitungan Dengan Cara Isohyet........................................................ 29

Gambar 2.17 Hidrograf Satuan Bebas Terhadap Waktu Dan Limpasannya

Berbanding Lurus Dengan Tebal Hujan Efektif................................... 45

Gambar 2.18. Hidrograf Satuan Memenuhi Prinsip Superposisi.................................46

Gambar 2.19 Penentuan Nilai WF.............................................................................. 47

Gambar 2.20 Penentuan RUA ((Relative Upstream Area)......................................... 48

Gambar 2.21 Sketsa HSS Gamma 1........................................................................... 49

Gambar 2.22 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu..................................................... 51

Gambar 2.23 Penampang Saluran Persegi.................................................................. 57

xiii

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.24 Gambar Saluran Trapesium.................................................................. 57

Gambar 2.25 Software HEC – RAS versi 5.0.3..........................................................64

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian DAS Deli.................................................................. 66

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian........................................................................ 68

Gambar 4.1 Skema Debit Banjir Untuk Immediate Plan......................................... 71

Gambar 4.2 Polygon Thiessen DAS Deli................................................................. 75

Gambar 4.3 Grafik Unit Hidrograf HSS Gamma I................................................... 96

Gambar 4.4 Grafik Debit Banjir Hidrograf HSS Gamma I...................................... 99

Gambar 4.5 Grafik Unit Hidrograf HSS Nakayasu.................................................. 101

Gambar 4.6 Grafik Debit Banjir Hidrograf HSS Nakayasu..................................... 105

Gambar 4.7 Grafik Unit Hidrograf HSS Gamma I (Kampung Aur)........................ 107

Gambar 4.8 Grafik Unit Hidrograf HSS Nakayasu (Kampung Aur)....................... 111

Gambar 4.9 Sketsa Penampang Sungai Deli di MFC............................................... 115

Gambar 4.10 Sketsa Penampang Sungai Deli di Avros..............................................115

Gambar 4.11 Sketsa Penampang Sungai Deli di Multatuli........................................ 116

Gambar 4.12 Tampilan Utama Aplikasi HEC – RAS 5.0.3....................................... 117

Gambar 4.13 Hasil Geometri Data............................................................................. 117

Gambar 4.14 Perhitungan Dengan Steady Flow Data................................................ 118

Gambar 4.15 Proses Me-Run Steady Flow Analysis.................................................. 118

Gambar 4.16 Profil Muka Air Q = 90 m3/s................................................................ 119

Gambar 4.17 Tampilan Utama Aplikasi HEC – RAS 5.0.3....................................... 119

Gambar 4.18 Perhitungan Dengan Unsteady Flow Data............................................ 120

Gambar 4.19 Hasil Run Dari Unsteady Flow Data.................................................... 120

Gambar 4.20 Genangan Banjir Pada Ras Mapper...................................................... 121

Gambar 4.21 Profil Muka Air Banjir Maksimum...................................................... 121

xiv

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.22 Kedalaman Banjir................................................................................. 122

Gambar 4.23 Sketsa Saluran Tunnel θ = 270o............................................................ 123

Gambar 4.24 Sketsa Saluran Tunnel θ = 240o............................................................ 124

Gambar 4.25 Hasil Output Menggunakan HEC – RAS ............................................ 124

xv

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banjir merupakan kata yang sangat popular di Indonesia, khususnya dalam musim hujan,

mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir. Sehingga banjir dapat di

definisikan sebagai suatu bencana alam yang terjadi karena meluapnya sejumlah debit air dari

sungai yang dikarenakan tingginya intensitas curah hujan pada suatu daerah sehingga

penampang yang ada tidak mampu lagi menampung sejumlah debit air yang datang dari saluran

drainase yang bermuara pada sungai tersebut. Akibat tingginya intensitas curah hujan di hulu,

air meluap hingga melewati tanggul sungai dan masuk ke daerah pemukiman warga yang ada

di sekitarnya.

Banjir merupakan salah satu permasalahan yang serius bagi banyak negara di dunia. Pada

negara-negara tropis khususnya Indonesia, banjir umumnya disebabkan oleh curah hujan yang

tinggi di atas normal, sehingga sistem pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai

yang terbentuk secara alamiah serta sistem saluran drainase yang tidak mampu lagi

menampung akumulasi air hujan tersebut sehingga terjadi luapan air yang menggenangi

kawasan tersebut.

Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwasanya banjir selalu saja menjadi

permasalahan serius yang sering muncul di daerah perkotaan akibat pesatnya pertumbuhan

ekonomi dan pembangunan. Gejala pembangunan kota di Indonesia tidak lagi mengacu pada

rancangan kota yang memperhatikan kelestarian lingkungan hidup. Bencana banjir akan

menimbulkan dampak yang merugikan di berbagai kehidupan masyarakat. Selain kerugian

materi, kerugian moril yang timbul adalah kondisi mental yang menurun atau terganggu karena

kehilangan harta benda akibat bencana banjir. Dampak banjir ini pun terdiri dari tiga kategori,

yaitu :

Universitas Sumatera Utara


1. Dampak primer

2. Dampak sekunder

3. Dampak tersier

Sebagai negara yang di lewati garis khatulistiwa, Indonesia hanya memiliki dua musim

saja yaitu musim hujan dan musim kemarau. Maka dari itu tak jarang bila musim hujan datang

banyak sekali kejadian banjir yang melanda beberapa kota di Indonesia tidak terkecuali kota-

kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Medan, Bandung, Surabaya ataupun kota lainnya.

Permasalahan banjir di Indonesia sudah menjadi masalah klasik yang tidak kunjung henti

penanganannya. Kejadian banjir inipun terjadi karena beberapa hal yaitu :

1. Perubahan tata guna lahan

2. Sampah

3. Erosi dan sedimentasi

4. Curah hujan yang tinggi

5. Pengaruh pasang surut air laut

6. Perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak tepat.

Berdasarkan harian Kompas edisi 29 Mei 2012, banjir di Indonesia menempati urutan ke

6 dari 162 negara dengan jumlah 1.101.507 orang yang akan terkena dampaknya. Sedangkan

menurut data kejadian banjir 1979 – 2009 dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana

(BNPB) provinsi Sumatera Utara menempati urutan ke 4 dari 33 provinsi yang ada di Indonesia

dengan kejadian banjir yang mencapai 175 kali kejadian setelah Jawa Tengah, Jawa Timur dan

Jawa barat. Kejadian banjir tersebut umumnya terjadi di ibu kota provinsi Sumatera Utara yaitu

Kota Medan. Tabel 1.1 berikut adalah data kejadian bencana banjir yang terjadi di Indonesia

sejak tahun 1979 – 2009.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 1.1 Data Kejadian Banjir Di Indonesia Tahun 1979 - 2009

Nama Jumlah Jumlah Nama Jumlah


No No Nama Provinsi No
Provinsi Kejadian Kejadian Provinsi Kejadian
1 Bali 16 12 Kalsel 132 23 Papua Barat 0
2 Banten 66 13 Kalteng 53 24 NAD 138
3 Bengkulu 19 14 Kaltim 63 25 Riau 46
4 DIY 18 15 Babel 6 26 Sulbar 13
5 DKI Jakarta 62 16 Kepri 2 27 Sulsel 130
6 Gorontalo 25 17 Lampung 72 28 Sulteng 55
7 Jambi 84 18 Maluku 6 29 Sultra 41
8 Jabar 248 19 Maluku Utara 7 30 Sulut 20
9 Jateng 337 20 NTB 53 31 Sumbar 96
10 Jatim 278 21 NTT 99 32 Sumsel 53
11 Kalbar 73 22 Papua 23 33 Sumut 175
(Sumber : Badan Nasional Penanggulangan Bencana)
Sebagai kota terbesar ketiga, Medan kerap kali dilanda banjir saat hujan deras mengguyur

kota Medan. Sebagian besar banjir di akibatkan karena meluapnya sungai Deli, yang mana

sungai ini menjadi saluran utama yang mendukung drainase kota dan memiliki panjang sungai

mencapai 72 km dengan luas DAS 472,96 Km2. Sungai Deli beserta anak dan ranting

sungainya mengalir dari Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang dan melintasi Kota Medan

sebelum bermuara ke Selat Malaka. Bagian hulu sungai pada umumnya berada di Kabupaten

Karo dan Kabupaten Deli Serdang, sedangkan bagian tengah dan hilir berada di Kota Medan

(Bapedalda Sumut, 2010).

Banjir yang terjadi di kota Medan dipengaruhi oleh perubahan tata guna lahan. Karena

apabila terjadi perubahan lahan dari yang awalnya lahan tersebut sebagai lahan resapan yang

kini berubah menjadi lahan kedap air seperti perkerasan aspal dan atap bangunan, maka jika

terjadi hujan lahan yang awalnya sebagai resapan tidak mampu lagi berfungsi sebagai reservoar

alami sehingga air mengalir ke daerah yang lebih rendah dengan debit yang lebih besar. Selain

perubahan tata guna lahan, banjir di kota Medan terjadi karena dua hal, yaitu :

1. Banjir akibat kiriman dari daerah hulu

2. Banjir akibat buruknya drainase di kota Medan.

Universitas Sumatera Utara


Jika melihat peristiwa banjir yang terjadi di kota Medan, kebanyakan banjir disebabkan

oleh meluapnya sungai Deli. Seperti pada kasus yang terjadi pada beberapa waktu lalu tepatnya

pada Rabu 27 September 2017, meluapnya sungai Deli dan sungai Babura merendam

pemukiman warga di kelurahan Sei Mati, kecamatan Medan Maimun. Akibatnya sebanyak 355

rumah dan 1.320 jiwa terkena dampaknya. Tidak hanya pada kelurahan Sei Mati saja, tetapi

akibat dari meluapnya sungai Deli, kelurahan Aur yang berada pada kecamatan Medan

Maimun juga ikut terkena dampaknya, tercatat ada 25 rumah dan 140 jiwa yang terendam

banjir. Dan sekitar 85 rumah juga ikut terendam banjir pada kelurahan Kuala Bekala kecamatan

Medan Johor. Pada umumnya ketinggian air saat banjir ialah berkisar antara 50 – 80 cm.

Selain pada tanggal tersebut tercatat juga bahwa banjir yang terjadi akibat meluapnya

sungai Deli terjadi pada Kamis 23 Februari 2017. Tepatnya pada lingkungan IV, kelurahan

Aur, kecamatan Medan Maimun di terjang banjir kiriman. Menurut pengamatan warga

ketinggian air mencapai 100 cm atau melebihi pinggang orang dewasa. Dan akibat dari

terjangan banjir kiriman ini meninggalkan endapan lumpur setebal 10 cm.

Melihat peristiwa banjir yang terus – menerus melanda kota Medan, seharusnya

pemerintah kota sigap dalam mengatasi banjir yang terjadi hampir di seluruh kecamatan,

khususnya pada kecamatan Medan Maimun bila hujan datang dan banjir merendam

pemukiman warga. Walaupun sudah berbagai macam cara dilakukan pemerintah tetapi kota

Medan masih saja tergenang oleh banjir yang terjadi saat hujan mengguyur kota Medan.

Akhir – akhir ini pemerintah kota Medan gencar melalukan perbaikan dan permbuatan

drainase di seluruh kecamatan yang ada di kota Medan secara merata, yang mana nantinya

dengan adanya perbaikan dan pembuatan drainase ini dapat membantu mengurangi genangan

banjir yang ada di kota Medan.

Walaupun sudah diperbaiki dan dilakukan pengerukan sedimen pada drainase kota, tidak

jarang kota Medan masih digenangi banjir akibat hujan. Ditambah dengan adanya Medan

Universitas Sumatera Utara


Floodway Control, kota Medan masih belum juga terbebas dari banjir yang ada pada saat

sungai Deli meluap.. Sehingga muncul ide dari penulis dengan membuat perencanaan saluran

penanganan banjir yaitu terowongan air (tunnel)pada kawasan yang sering sekali terjadi banjir.

Seperti yang ada pada negara tetangga yaitu Malaysia, negara tersebut mampu

membebaskan kotanya dari banjir dengan sistem tunnel yang mana tunnel ini memiliki banyak

fungsi, seperti pada saat hujan tiba tunnel tersebut berfungsi sebagai pengalir air banjir dan saat

keadaan normal dapat berfungsi sebagai jalan lalu lintas kendaraan. Tetapi melihat

perekonomian Indonesia dan kondisi yang ada, tentu pembuatan tunnel seperti yang dimiliki

Malaysia tidaklah mudah dan membutuhkan biaya yang sangat besar. Maka dari itu peneliti

merencanakan dimensi tunnel dengan penampang yang lebih kecil dan tujuan dari pembuatan

tunnel ini dapat berjalan sesuai yang direncanakan yaitu mampu mengurangi air banjir yang

melanda kota Medan bila terjadi hujan yang dapat menimbulkan banjir.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dapat diambil berdasarkan latar belakang yang telah

dijelaskan diatas yaitu :

1. Bagaimana menentukan pilihan lokasi dan jalur Tunnel ?

2. Berapa besar dimensi dan panjang Tunnel yang diperlukan ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian tugas akhir ini ialah sebagai berikut :

1. Menentukan dimana lokasi yang tepat dalam perencanaan dan pembuatan tunnel di kota

Medan.

2. Menentukan seberapa besar dimensi diameter dan panjang tunnel yang diperlukan dalam

perencanaan dan pembuatan tunnel di kota Medan sesuai dengan debit banjir Q25.

Universitas Sumatera Utara


1.4 Batasan Masalah

Penelitian tugas akhir ini hanya membahas masalah pada sungai Deli dengan lingkup

kajian sebagai beriku :

1. Menganalisis debit banjir dengan menggunakan metode Gamma I dan Nakayasu.

2. Menganalisis penerapan model tunnel untuk mengatasi banjir sungal Deli pada kota Medan

dengan debit banjir Q25.

3. Penelitian ini tidak membahas RAB dalam pembuatan tunnel.

4. Pemodelan banjir menggunakan aplikasi HEC – RAS.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diambil dari penelitian tugas akhir ini adalah :

1. Memberi informasi dan data tentang rencana pembangunan terowongan air (tunnel) di

wilayah kota Medan kepada pihak yang hendak melakukan pembuatan tunnel tersebut.

2. Memberi informasi kepada warga di kawasan yang terkena banjir bahwa akan dilakukannya

pembuatan tunnel dalam mengurangi dampak banjir.

3. Menjadi acuan untuk peneliti lain dalam merencanakan tunnel pada daerah lain.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, ruang lingkup penelitian, manfaat

penelitian, serta sistematika penulisan laporan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Menguraikan tentang beberapa teori dasar yang digunakan sebagai pedoman dalam

analisa dan pembahasan masalah.

Universitas Sumatera Utara


BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Menjelaskan tentang lokasi penelitian, metode yang digunakan dalam analisa, dan

langkah-langkah dalam penelitian.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisi data hasil penelitian serta pembahasan masalah.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Berupa hasil penelitian yang menjawab permasalahan Saran-saran berisi hal-hal

yang masih dapat dikerjakan dengan lebih baik dan dapat dikembangkan lebih

lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Banjir

2.1.1 Pengertian Banjir

Banjir dalam pengertian umum adalah debit aliran air sungai dalam jumlah yang tinggi,

atau debit aliran air di sungai secara relatif lebih besar dari kondisi normal akibat hujan yang

turun di hulu atau di suatu tempat tertentu terjadi secara terus menerus, sehingga air tersebut

tidak dapat ditampung oleh alur sungai yang ada, maka air melimpah keluar dan menggenangi

daerah sekitarnya (Peraturan Dirjen RLPS No.04 thn 2009). Adapula yang mendefinisikan

banjir merupakan peristiwa alam yang dapat menimbulkan kerugian harta benda penduduk

serta dapat pula menimbulkan korban jiwa. Dikatakan banjir apabila terjadi luapan air yang

disebabkan kurangnya kapasitas penampang saluran. Banjir di bagian hulu biasanya arus

banjirnya deras, daya gerusnya besar, tetapi durasinya pendek. Sedangkan di bagian hilir

arusnya tidak deras (karena landai), tetapi durasi banjirnya panjang (Robert J. Kodoatie,

Sugiyanto, 2001). Selain itu banjir juga dapat di definisikan naiknya permukaan air lantaran

curah hujan yang diatas normal, perubahan suhu, tanggul/bendungan yang bobol, pencairan

salju yang cepat, terhambatnya aliran air di tempat lain (Ligal, 2008).

Maka dari beberapa pendapat mengenai definisi banjir dapat ditarik kesimpulan bahwa

banjir adalah suatu bencana alam yang terjadi karena meluapnya sejumlah debit air dari sungai

yang dikarenakan tingginya intensitas curah hujan pada suatu daerah sehingga penampang

yang ada tidak mampu lagi menampung sejumlah debit air yang datang dari saluran drainase

yang bermuara pada sungai tersebut. Akibat tingginya intensitas curah hujan di hulu, air meluap

hingga melewati tanggul sungai dan masuk ke daerah pemukiman warga yang ada di

sekitarnya.

Universitas Sumatera Utara


2.1.2 Jenis – Jenis Banjir

Jenis banjir terbagi berdasarkan lokasi sumber aliran permukaan dan berdasarkan

mekanisme terjadinya banjir (M. Syahril, 2009) yaitu:

1. Berdasarkan lokasi sumber aliran permukaannya:

a) Banjir Kiriman (banjir bandang): Banjir yang diakibatkan oleh tingginya curah hujan

didaerah hulu sungai.

b) Banjir lokal: banjir yang terjadi karena volume hujan setempat yang melebihi

kapasitas pembuangan disuatu wilayah.

2. Berdasarkan mekanisme banjir tediri atas 2 jenis yaitu:

a) Regular Flood: Banjir yang diakibatkan oleh hujan

b) Irregular Flood: Banjir yang diakibatkan oleh selain hujan, seperti tsunami,

gelombang pasang, dan hancurnya bendungan.

2.1.3 Penyebab Banjir

Menurut Kodoatie dan Sugiyanto (2002) penyebab banjir diklasifikasikan dalam 2

kategori, yaitu banjir karena faktor alam dan faktor manusia seperti pada tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1 Faktor – Faktor Penyebab Banjir

Penyebab Banjir

No Faktor Alam Faktor Manusia


1 Curah hujan Perubahan tata guna lahan
2 Pengaruh fisiografi Kawasan kumuh
3 Erosi dan sedimentasi Sampah
4 Kapasitas sungai Drainasi lahan
5 Kapasitas drainase yang tidak memadai Bendung dan bangunan air
6 Pengaruh air pasang Kerusakan bangunan pengendalian banjir
Perencanaan sitem pengendalian banjir yang
7
tidak tepat
(Sumber : Kodoatie dan Sugiyanto, 2002)

Universitas Sumatera Utara


Dari beberapa faktor diatas ada salah satu faktor yang menjadi penyebab utama terjadinya

banjir seperti yang saat ini ialah perubahan tata guna lahan. Perubahan tata guna lahan

merupakan penyebab utama banjir dibandingkan dengan yang lainnya. Sebagai contoh, apabila

suatu hutan yang berada dalam suatu daerah aliran sungai diubah menjadi pemukiman, maka

debit puncak sungai akan meningkat antara 6 sampai 10 kali. Angka 6 dan angka 20 ini

tergantung jenis hutan dan jenis pemukiman (Kodoatie dan Syarif, 1996).

Bila suatu kawasan hutan yang awal mulanya dapat berfungsi sebagai penahan run-off

kini berubah menjadi pemukiman padat penduduk maka bila terjadi hujan dengan intensitas

yang cukup tinggi, besar kemungkinan run-off tidak dapat lagi tertahan di daerah resapan

seperti hutan yang mana fungsi hutan sendiri ialah sebagai reservoar alam terbesar. Perubahan

run-off akibat perubahan tata guna lahan dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut :

Gambar 2.1 Perubahan Run-off

10

Universitas Sumatera Utara


2.1.4 Tingkat Bahaya Banjir

Menurut Suherlan (2001) kerawanan banjir merupakan keadaan yang menggambarkan

mudah atau tidaknya suatu daerah terkena banjir dengan didasarkan pada faktor-faktor alam

yang mempengaruhibanjir antara lain faktor meteorologi (intensitas curah hujan, distribusi

curah hujan,frekuensi dan lamanya hujan berlangsung) dan karakteristik daerah aliran sungai

(kemiringan lahan/kelerengan, ketinggian lahan, testur tanah dan penggunaan lahan).

Bila melihat dari bentuk lahan (landform) dari sistem lahan seperti dataran aluvial,

lembah aluvial, kelokan sungai, dan rawa-rawa merupakan daerah yang rentan terkena banjir

karena merupakan daerah rendah atau cekungan dengan lereng (Paimin dkk, 2009). Adapun

tingkat bahaya banjir berdasarkan periode kala ulang dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.2 Tingkat Bahaya Banjir Berdasarkan Periode Kala Ulang

Kelas Kala Ulang Debit Banjir Daerah Rawan Banjir

1 Q50 − Q100 Sangat Tinggi


2 Q30 − Q50 Tinggi
3 Q10 − Q30 Sedang
4 Q1 − Q10 Rendah
(Sumber : Zevri, 2014)

2.1.5 Daerah Rawan Banjir

Untuk mengetahui tingginya tingkat kerugian yang terjadi akibat banjir, maka perlu

diketahui daerah mana saya yan masuk dalam daerah rawan banjir. Berdasarkan karakter

wilayahnya, daerah rawan banjir dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu :

1. Limpasan dari tepi sungai

2. Wilayah cekungan

3. Banjir akibat pasang surut.

Menurut Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang garis sempadan sungai, daerah

manfaat sungai, daerah penguasaan sungai dan bekas sungai, daerah penguasaan sungai adalah

11

Universitas Sumatera Utara


dataran banjir, daerah retensi, bantaran atau daerah sempadan. Elevasi dan debit banjir daerah

rawan banjir sekurangkurangnya ditentukan berdasarkan analisis perioda ulang 50 tahunan.

Tingginya muka air banjir di setiap daerah berbeda – beda tergantung kontur wilayahnya.

Dengan menggunakan peta kontur ketinggian permukaan tanah serta melalui analisis hidrologi

dan hidrolika dapat ditentukan pembagian dataran banjir menurut tingkat resiko terhadap

banjir. Pembagian daerah rawan banjir digunakan sebagai bahan acuan penataan ruang wilayah

perkotaan sehingga diketahui resiko banjir yang akan terjadi.

2.2 Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang membahas mengenai banjir terkhususnya yang

berkaitan dengan sungai Deli dapat dilihat dalam tabel 2.3 berikut :

Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu Mengenai Banjir Kota Medan

Metode
No Nama Peneliti Tahun Judul Penelitain Hasil Penelitian
Penelitian
Penggunaan
aplikasi HEC –
Studi Potensi Dan RAS dalam Dari periode ulang
ResikoBanjir Di penentuan 10, 25, 50 dan 100
Daerah Aliran potensi dan tahun terdapat 4
Putri Zandiba
1 2017 Sungai (DAS) resiko banjir dan kecamatan yang
Siregar
Deli Dengan Hidrograf Satuan masuk zona rawan
Sistem Informasi Sintetik banjir dan terdapat
Geografis (GIS) Nakayasu untuk 4 titik evakuasi
mengetahui debit
banjir
Debit banjir
Perhitungan
periode ulang 25 –
dengan Hidrograf
100 tahun berkisar
Satuan Sintettik
92,56 m3/detik
Penentuan Tinggi Nakayasu dan
Indra Prima sampai 448,56
2 2015 Muka Air Banjir rumus Manning
Hasyim Siregar m3/detik, dan
Sungai Deli untuk
bagian hilir DAS
menghitung
Deli yang memiliki
tinggi muka air
potensi paling
sungai Deli
besar

12

Universitas Sumatera Utara


Diperoleh elevasi
Analisa Tinggi Penggunaan data pasang maksimum
Muka Air Dan sekunder yang sebesar 270 cm dan
Daerah Genangan dianalisis dengan dengan HSS
Banjir ROB analisa hidrologi Nakayasu debit
3 Yusriawan 2015 Muara Sungai dan analisa banjir maksimum
Deli hidrolia serta kala ulang 25, 50
Menggunakan menggunakan dan 100 tahun
Software HEC – metode berkisar 606,654
RAS kuantitatif m3/detik sampai
733,032 m3/detik
Membandingkan Penggunaan metode
data sekunder HSS Nakayasu
Kajian Metode yang telah diperoleh debit
Hidrograf Satuan dianalisis dengan sebesar 300,056
4 Ibnu Syifa H 2015
Sintetik Pada menggunakan m3/detik yang mana
Sungai Deli metode mendekati debit
Hidrograf Satuan dari BWS sebesar
Sintetik 310,822 m3/detik
Debit sungai Deli
sebesar 114,8044
m3/detik baru
masuk ke floodway
Menghubungkan dan sebesar
Evaluasi Fungsi
tinggi muka air 289,755 m3/detik
Bendung Dan
banjir dengan baru akan melewati
Floodway Sungai
M. Khairul debit banjir pada puncak mercu
5 2015 Deli – Percut
Syahputra periode ulang floodway. Sehingga
Dalam Mitigasi
tertentu dengan Medan Floodway
Banjir Di Kota
menggunakan Control belum
Medan
rating curve dapat berfungsi
secara optimal
karena elevasi
mercu yang terlalu
tinggi.
Membahas
perilaku
masyarakat Perilaku
Banjir Di
Kampung Aur masayarakat yang
Perkotaan (Studi
dan faktor membuang sampah
Kasus Kampung
6 Mega Natalia 2014 penyebab banjir ke sungai sudah
Aur Kecamatan
serta menjadi kebiasaan
Medan Maimun
pemanfaatan sehingga sulit untuk
Kota Medan)
sungai dalam dihilangkan
kehidupan sehari
– hari

13

Universitas Sumatera Utara


2.3 Daerah Aliran Sungai (DAS)

2.3.1 Pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS)

Undang-undang No.7 tahun 2004 pasal 1 menyatakan bahwa DAS adalah suatu wilayah

daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi

menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke

laut secara alami yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai

dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Pendapat lain juga

dikemukakan oleh Bambang Triadmodjo (2009) bahwa daerah aliran sungai (DAS) merupakan

daerah tangkapan air yang dihulu dibatasi oleh punggung–punggung gunung atau bukit,

dimana air hujan yang jatuh di daerah tersebut dan air tanahnya akan mengalir menuju sungai

utama pada suatu titik/stasiun yang ditinjau. Dengan demikian DAS merupakan satuan wilayah

alami yang memberikan manfaat produksi serta memberikan pasokan air melalui sungai, air

tanah, dan atau mata air, untuk memenuhi berbagai kepentingan hidup, baik untuk manusia,

flora maupun fauna (Paimin dkk, 2012).

Pada umumnya DAS dibagi menjadi tiga bagian yaitu daerah hulu, tengah dan hilir. DAS

juga memiliki fungsi sebagai mengalirkan air, menyangga kejadian puncak hujan, melepas air

secara bertahap, memelihara kualitas air, dan mengurangi pembuangan massal.

Seiring perkembangan zaman, DAS juga mengalami kerusakan dari waktu ke waktu,

faktor utama kerusakan DAS menurut Sinukaban (2007) ditandai dengan menurunnya

kemampuan menyimpannya yang menyebabkan tingginya laju erosi dan debit banjir sungai-

sungainya. Faktor utama penyebab ialah sebagai berikut :

1. Hilang/rusaknya penutupan vegetasi permanen/hutan.

2. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya.

3. Penerapan teknologi pengelolaan lahan/pengelolaan DAS yang tidak tepat.

14

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS)

2.3.2 Bentuk – Bentuk Daerah Aliran Sungai

Bila dilihat berdasarkan bentuknya daerah aliran sungai (DAS) dibagi menjadi empat

bentuk yaitu :

1. Bentuk Memanjang/ Bulu Burung

Umumnya bentuk dari daerah aliran sungai ini memanjang dengan anak sungai yang

terletak di kanan dan kiri dari sungai induknya (sungai utama). Akibat dari bentuk seperti

ini debit banjir yang relatif lebih kecil karena waktu tiba banjir dari anak-anak sungainya

yang terletak dikiri-kanan sungai utama berbeda-beda. Gambar 2.3 berikut merupakan

daerah aliran sungai dengan bentuk memanjang/ bulu burung :

Gambar 2.3 Bentuk Memanjang/ Bulu Burung

15

Universitas Sumatera Utara


2. Bentuk Radial

Bila dilihat dari bentuknya seolah – olah seperti sebuah kipas yang mana aliran sungai

terpusat pada satu titik sehingga menggambarkannya adanya bentuk radial. Akibat dari

bentuk tersebut maka waktu yang diperlukan aliran yang datang dari segala penjuru anak

sungai memerlukan waktu yang hampir bersamaan. Gambar 2.4 berikut merupakan

daerah aliran sungai dengan bentuk radial :

Gambar 2.4 Bentuk Radial

3. Bentuk Paralel

Daerah aliran sungai ini berbentuk bercabang yang bertemu di daerah hilir. Apabila

terjadi banjir di daerah hilir biasanya terjadi setelah dibawah titik pertemuan. Gambar 2.5

berikut merupakan daerah aliran sungai dengan bentuk paralel :

Gambar 2.5 Bentuk Paralel

4. Bentuk Komplek

Daerah aliran sungai bentuk komplek merupakan bentuk kejadian gabungan dari

beberapa bentuk DAS yang dijelaskan diatas. Gambar 2.6 berikut merupakan daerah

aliran sungai dengan bentuk paralel :

16

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.6 Bentuk Komplek

2.3.3 Pengertian Sungai

Sungai merupakan suatu saluran terbuka yang tercipta secara alamiah di permukaan bumi

yang didalamnya terdapat air dari darat yang mengalir ke laut. Air yang mengalir di permukaan

bumi secara terus menerus mengakibat adanya erosi, hal inilah yang menjadi penyebab utama

erosi di permukaan bumi. Menurut Sandy (1985), dalam pergerakannya air selain melarutkan

sesuatu juga mengikis bumi sehingga akhirnya terbentuklah cekungan dimana air tertampung

melalui saluran kecil atau besar yang disebut dengan istilah alur sungai.

Sungai juga memiliki fungsi pokok yaitu untuk mengalirkan kelebihan air dari

permukaan tanah, selain itu fungsi lainnya ialah dapat digunakan untuk kebutuhan sehari – hari

masnuia, seperti sumber air minum, PLTA, pengairan, transportasi air, untuk meninggikan

tanah yang rendah dan mengatur suhu tanah. Menurut peraturan perundangan yang ada, fungsi

sungai adalah:

1. Sungai sebagai sumber air yang merupakan salah satu sumber daya alam yang

mempunyai fungsi serba guna bagi kehidupan manusia.

2. Sungai harus dilindungi dan dijaga kelestariannya, ditingkatkan fungsi dan

pemanfaatannya, dan dikendalikan daya rusaknya terhadap lingkungan.

Menurut Waryono (2001) bahwa struktur sungai pada hakekatnya merupakan bentuk luar

penampang badan sungai yang memiliki karakteristik berbeda pada bagian hulu, tengah, dan

hilir. Lebih jauh dikemukakan bahwa bagian dari struktur sungai meliputi badan sungai,

17

Universitas Sumatera Utara


tanggul sungai dan bantaran sungai. Forman (1986) menggambarkan struktur koridor sungai

secara rinci seperti gambar 2.7 berikut :

Gambar 2.7 Struktur Koridor Sungai

Keterangan :

A : Penyangga Tepian Sungai D : Batas tinggi air semu

B : Dataran banjir E : Dasar sungai

C : Badan Sungai F : Vegetasi riparian

2.3.4 Kawasan Daerah Aliran Sungai Deli

Sungai Deli merupakan sebuah sungai yang menjadi induk dari beberapa anak sungai

pada Satuan Wilayah Sungai (SWS) Belawan/ Belumai Ular dan sungai Deli terbentang

sepanjang 72 Km tepat membelah kota Medan dengan luas 472,96 km2 .

Secara geografis sungai Deli beserta anak dan ranting sungainya mengalir mulai dari

kabupaten Karo, kabupaten Deli Serdang dan melintasi kota Medan. Di kabupaten Karo dan

Deli Serdang merupakan bagian hulu sungai Deli sedangkan bagian tengah dan bagian hilir

berada di kota Medan. Sungai Deli dapat digolongkan atas tiga bagian yakni :

18

Universitas Sumatera Utara


1. Bagian Hulu

Pada bagian hulu biasanya lahan dimanfaatkan sebagai area pertanian, perikanan,

pemukiman serta hutan. Sedangkan airnya dikelola menjadi air baku siap minum yang

terdapat di desa Pamah kecamatan Delitua, selain untuk air minum air sungainya dikelola

menjadi tempat rekreasi di desa Sembahe dan Logna di kecamatan Sibolangit dan irigasi

juga terdapat di berbagai lokasi. Terlebih lagi untuk pertanian terdapat di desa Semangat

Gunung.

Dari segi topografinya, sungai Deli mengalir melalui daerah perbukitan dengan

topografi yang beragam, antara landai, terjal dan curam sehingga terdapat beberapa

terjunan.

2. Bagian Pertengahan

Pada bagian pertengahan ini topografi daerah pengaliran sungai Deli cenderung landai

dengan kemiringan 0,31%. Lahan pada bagian pertengahan ini juga dimanfaatkan

sebagai daerah pemukiman, perkantoran dan industri. Deaerah pertengahan ini

merupakan deerah pusat kota, sentral jasa dan perdagangan.

3. Daerah Hilir

Secara topografi kemiringan daerah hilir ini mencapai 0,2% itu berarti kawasan pada

daerah hilir ini semakin landai. Berdasarakan laporan pementauan kualitas dan upaya

pencemaran sungai Deli (Dokumen Bapedalda, 2006) daerah hilir ini dimanfaatkan

sebagai pusat industri, terdapat lebih dari 54 (lima puluh empat) kegiatan/ industri

disepanjang Sungai Deli , termasuk hotel dan rumah sakit, banyak diantara industi ini

yang membuang limbahnya ke Sungai Deli tanpa pengolahan terlebih dahulu.

19

Universitas Sumatera Utara


2.4 Terowongan (Tunnel)

2.4.1 Pengertian Terowongan

Terowongan adalah lubang bukaan mendatar atau sedikt miring yang dibuat di bawah

tanah, gunung, sungai, laut, daerah industri dan bahkan pemukiman padat penduduk.

Terowongan umunya tertutup di seluruh sisi kecuali di kedua ujungnya yang terbuka pada

lingkungan luar. Menurut Made Astawi Rai (1988) berdasarkan kegunaannya terowongan

dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Terowongan Lalu Lintas

a) Terowongan Kereta Api

Digunakan sebagai prasarana transportasi jalur kereta api, biasanya ditemukan pada

daerah pegunungan tetapi ada juga yang dibawah pemukiman padat.

b) Terowongan Jalan Raya

Terowongan yang dibangun untuk kendaraan bermotor karena pesatnya pertambahan

lalu – lintas jalan raya bersamaan dengan berkembangnya industri kendaraan bermotor.

Gambar 2.8 Terowongan Lalu Lintas

20

Universitas Sumatera Utara


c) Terowongan Pejalan Kaki

Terowongan ini termasuk dalam grup terowongan jalan (road tunnel) tetapi

penampangnya lebih kecil. Terowongan ini biasanya digunakan dibawah jalan raya yang

ramai atau dibawah sungai dan kanal sebagai tempat menyebrang bagi pejalan kaki.

d) Terowongan Navigasi

Dibuat untuk kepentingan penyaluran air di kanal – kanal dan sungi – sungai yang

menghubungkan satu kanal/ sungai ke kanal/ sungai lainnya. Biasanya ditemukan di

pegunungan untuk memperpendek jarak penyaluran air.

e) Terowongan Transportasi di Bawah Kota

Biasanya dibangun di bawah kota yang padat penduduk sebagai alternatif pembangunan

jalan raya.

f) Terowongan Transportasi Tambang di Bawah Tanah

Terowongan ini dibuat sebagai jalan masuk kedalam tambang bawah tanah yang

digunakan untuk lalu – lintas para pekerja tambang, mengangkut peralatan tambang,

mengangkut batuan dan bijih hasil penambangan

2. Terowongan Angkutan

a) Terowongan Stasiun Pembangkit Listrik Air

Air dialihkan atau dialirkan dari sungai atau reservoir untuk digunakan sebagai

pembangkit listrik disebuah stasiun pembangkit yang letaknya lebih rendah. Terowongan

ini dapat dikategorikan pada suatu grup utama berdasarkan kegunaannya

b) Terowongan Penyediaan Air

Terowongan ini hampir sama dengan terowongan stasiun pembangkit listrik air,

perbedaannya hanya pada fungsi kedua terowongan tersebut. Fungsi dari terowongan

penyediaan air adalah menyalurkan air dari mata air ketempat penyimpanan air di dalam

kota atau membelokkan air ke tempat penyimpanan tersebut.

21

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.9 Terowongan Angkutan

c) Terowongan Untuk Saluran Air Kotor

Terowongan ini dibuat untuk membuang air kotor dari kota atau pusat industri ke tempat

pembuangan yang sudah disediakan.

d) Terowongan Yang Digunakan Untuk Kepentingan Umum

Terowongan ini biasanya dibuat di daerah perkotaan untuk menyalurkan kabel listrik dan

telepon, pipa gas dan air, dan juga pipa – pipa lainnya yang penting, dibuat dibawah

saluran air, jalan raya, jalan kereta api, blok bangunan untuk memudahkan inspeksi

secara kontinyu, pemeliharaan dan perbaikan sewaktu – waktu kalau ada kerusakan.

2.4.2 Terowongan di Negara Maju

Hampir kebanyakan negara maju sudah banyak menerapkan sistem terowongan (tunnel)

dalam mengatasi permasalahan yang ada dinegaranya baik itu segi transportasi ataupun banjir.

Berikut contoh penerapan tunnel yang ada dibeberapa negara :

1. Channel Tunnel

Terowongan Channel adalah terowongan bawah rel kereta api bawah laut dengan

panjang 50,5 kilometer yang menghubungkan Folkestone, Kent dekat Dover di Inggris Raya

dengan Coquelles, Pas-de-Calais dekat Calais di utara Perancis, dan terletak di bawah Selat
22

Universitas Sumatera Utara


Dover, Inggris.Memiliki kedalaman 75 meter dibawah laut dimana sekitar 37,9 kilometer dari

terowongan tersebut berada di dasar laut.

Gambar 2.10 Channel Tunnel

2. Seikan Tunnel

Terowongan ini merupakan terowongan terpanjang yang dapat digunakan untuk

keperluan transportasi manusia di dunia saat ini. The Seikan Tunnel menelan biaya sebesar US

$ 3,6 miliar untuk pembangunannya. Terowongan Seikan adalah terowongan untuk jalur rel

kereta api sepanjang 53,85 km di Jepang, dimana sekitar 23,3 kilometer dari terowongan

tersebut berada di dasar laut.Terowongan ini terletak sekitar 140 meter di dasar laut atau dengan

kedalaman 240 meter) di bawah permukaan laut.

Gambar 2.11 Seikan Tunnel

23

Universitas Sumatera Utara


3. SMART Tunnel

Stormwater Management And Road Tunnel atau SMART Tunnel, adalah drainase besar dan

struktur jalan di Kuala Lumpur, Malaysia, dan sebuah proyek nasional besar di negara ini.

Terowongan sepanjang 9,7 km adalah terowongan stormwater terpanjang di Asia Tenggara dan

terpanjang kedua di Asia. Tujuan utama terowongan ini adalah untuk mengatasi masalah banjir

bandang di Kuala Lumpur dan juga untuk mengurangi kemacetan di sepanjang jalan Sungai

Besi dan jembatan layang Loke Yew di Pudu pada jam sibuk. Ada dua komponen terowongan

ini, terowongan stormwater dan terowongan jalan tol. Ini adalah terowongan multi-tujuan

terpanjang di dunia. Besarnya biaya pembangunan tunnel ini sebesar USD 514 juta.

Gambar 2.12 SMART Tunnel

2.5 Hidrologi

2.5.1 Pengertian dan Siklus Hidrologi

Menurut Singh (1992), menyatakan bahwa hidrologi adalah ilmu yang membahas

karakteristik menurut waktu dan ruang tentang kuantitas dan kualitas air bumi, termasuk di

dalamnya kejadian, pergerakan, penyebaran, sirkulasi tampungan, eksplorasi, pengembangan

dan manajemen. Hidrologi merupakan suatu tahapan paling awal yang harus diketahui dalam

merancang bangunan dalam suatu DAS untuk memperkirakan besarnya debit banjir yang

24

Universitas Sumatera Utara


terjadi didaerah tersebut. Pada saat terjadinya tidak semua air hujan jatuh ke bumi melainkan

sebagian ada yang terhambat oleh vegetasi (Intersepsi). Intersepsi sendiri terbagi menjadi 3

macam, yaitu :

1. Interception Loss yaitu proses menguapnya air yang jatuh ke vegetasi tetapi belum

sampai menyentuh tanah.

2. Through Fall yaitu air hujan yang jatuh terhambat oleh dedeaunan terlebih dahulu

sebelum jatuh ke bumi.

3. Stem Flow yaitu air hujan yang jatuh ke vegetasi dan mengalir melalui batang vegetasi

tersebut.

Siklus hidrologi adalah rangkaian peristiwa yang terjadi dengan air dari saat ia jatuh ke

bumi (hujan) hingga menguap ke udara untuk kemudian jatuh kembali ke bumi (Arsyad, 1985).

Gambar 2.13 Siklus Hidrologi

Adapun tahapan proses terjadinya hujan atau siklus hidrologi ialah sebagai berikut :

1. Evaporasi adalah proses dimana air laut, danau atau sungai menguap menjadi partikel –

partikel gas/uap. Penguapan dapat terjadi dari semua permukaan yang lembab, baik dari

permukaan tanah, permukaan tanaman maupun dari permukaan air.

2. Transpirasi adalah proses penguapan yang berasal bukan hanya dari air laut, danau,

sungai tetapi dari tumbuh – tumbuhan dan hewan. Maka dari itu makhluk hidup juga

mengeluarkan uap.

25

Universitas Sumatera Utara


3. Evapotranspirasi adalah proses penguapan yang berasal dari keduanya yaitu berasal dari

danau, sungai, laut dan berasal dari makhluk hidup yang berkumpul jadi satu di atmosfer.

4. Sublimasi adalah proses penguapan yang berasal selain dari evaporasi, transpirasi dan

evapotranspirasi melainkan juga berasal dari naiknya uap air dari permukaan bumi ke

atas atmosfer bumi.

5. Kondensasi merupakan proses berubahnya uap air yang berasal dari evaporasi,

transpirasi dan evapotranspirasi menjadi partikel – partikel es yang berukuran sangat

kecil dan menjadi gumpalan awan.

6. Presipitasi adalah proses mencairnya awan akibat adanya pengaruh suhu udara yang

tinggi. Pada proses inilah hujan terjadi.

7. Run – off adalah air limpasan yang terjadi saat hujan turun, air limpasan ini bergerak

secara gravitasi di permukaan bumi. Limpasan ini biasanya terjadi pada saluran drainase,

sungai, muara dan menuju laut

8. Infiltrasi adalah proses masuknya air hujan melalui pori – pori tanah yang akan

terakumulasi menjadi air tanah. Proses ini secara perlahan akan membawa air tanah

menuju laut.

2.5.2 Analisa Curah Hujan Kawasan

Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan

rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang

bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini dapat disebut curah

hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

Ada 3 macam cara yang berbeda dalam menentukan tinggi curah hujan rata-rata pada

suatu kawasan dari angka-angka curah hujan di beberapa titik stasiun pengamat curah hujan,

yaitu :

26

Universitas Sumatera Utara


1. Metode Rata – rata Aljabar

Cara ini memberikan hasil yang dapat dipercaya jika pos – pos penakarnya

ditempatkan secara merata di kawasan tersebut, dan hasil penakaran masing – masing

pos penakar tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh pos di seluruh kawasan.

(Sumber: Soemarto, 1987). Keuntungan dari metode rata – rata aljabar ini ialah lebih

objektif.

Adapun persaman aljabar menurut Harto (1993) yaitu :

R1 + R2 + ...+ Rn
̅=
R (2.1)
n

Dimana :

̅
R : Curah hujan rata – rata kawasan (mm)

R1 , R 2 , R n : Curah hujan pada stasiun pengamatan 1, 2, ..., n (mm)

n : Jumlah stasiun pengamatan

Gambar 2.14 Perhitungan Dengan Cara Ajlabar

2. Metode Poligon Thiessen

Metode ini dilakukan dengan cara mempertimbangkan daerah pengaruh tiap titik

pengamatan, karena stasiun pengamatan tidak tersebar secar merata pada suatu daerah.

Hal yang perlu diperhatikan dalam cara poligon thiessen ini adalah stasiun pengamatan

minimal tiga stasiun dan penambahan stasiun akan merubah seluruh jaringan.

Adapun persamaan poligon thiessen menurut Harto (1993) yaitu :

A1 R1 + A2 R2 + ...+ An Rn
̅=
R (2.2)
A1 +A2 + ...+ An

27

Universitas Sumatera Utara


Dimana :

̅
R : Curah hujan maksimum rata – rata (mm)

R1 , R 2 , R n : Curah hujan pada stasiun pengamatan 1, 2, ..., n (mm)

A1 , A2 , An : Luas daerah poligon 1, 2, ..., n (𝐾𝑚2 )

Gambar 2.15 Perhitungan Dengan Cara Poligon Thiessen

3. Metode Isohyet

Metode bersifat subjektif tergantung pengalaman, keahlian dan pengetahuan pemakai

terhadap sifat curah hujan pada daerah setempat. Isohyet adalah garis pada peta yang

menunjukkan tempat-tempat dengan curah hujan yang sama. Metode Isohyet berguna

terutama berguna untuk mempelajari pengaruh hujan terhadap perilaku aliran air sungai

terutama untuk daerah dengan tipe curah hujan orografik (daerah pegunungan). Metode

ini merupakan metode yang paling akurat untuk menentukan hujan rata-rata.

Adapun persamaan Isohyet menurut Harto (1993) yaitu :


(Rn + Rn+1 )
An ×
̅ = ∑ni=1 (
R 2
) (2.3)
An

Dimana :

̅
R : Curah hujan rata – rata (mm)

R1 , R 2 , R n : Curah hujan pada stasiun pengamatan 1, 2, ..., n (mm)

A1 , A2 , An : Luas daerah poligon 1, 2, ..., n (𝐾𝑚2 )

n : Jumlah staiun pengamat

28

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.16 Perhitungan Dengan Cara Isohyet

2.5.3 Analisa Frekuensi Curah Hujan

Dalam penelitian ini dihitung hujan harian rancangan dengan kala ulang 2, 5, 10, 15, 20,

25, 50, dan 100 tahun. Menurut Soemarto (1987), dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam

distribusi dan empat jenis distribusi yang umum digunakan dalam bidang hidrologi, yaitu:

Distribusi Normal, Distribusi Log Normal, Distribusi Log-Pearson Type III, dan Distribusi

Gumble. Adapun perbedaan dari setiap metode distribusi iala sebagai berikut :

1. Distribusi Normal

Distribusi normal sering juga disebut sebagai distribusi Gauss. Secara umum

persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

XT = ̅
X + K T × SX (2.4)

̅
XT − X
KT = (2.5)
SX

Dimana :

XT : Besarnya curah hujan rencana pada periode ulang T tahun

̅
X : Nilai rata - rata hitung sampel

KT : Faktor frekuensi

SX : Standar deviasi

Nilai faktor frekuensi K T umumnya sudah tersedia dalam tabel untuk mempermudah

perhitungan, biasa disebut sebagai tabel nilai variabel reduksi Gauss (Variable reduced

Gauss) seperti ditunjukkan dalam tabel 2.4 berikut :

29

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.4 Nilai Variabel Reduksi Gauss

(Sumber : Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 37)

2. Distribusi Log Normal

Jika variabel acak Y = Log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan mengikuti

distribusi Log Normal. Persamaan distribusi log normal dapat ditulis sebagai berikut :

Log XT = ̅̅̅̅̅̅̅
Log X + K T × SLog x (2.6)

Dimana :

Log XT : Besarnya curah hujan rencana pada periode ulang T tahun

̅̅̅̅̅̅̅
Log X : Nilai rata - rata hitung sampel

KT : Faktor frekuensi

SLog x : Standar deviasi

30

Universitas Sumatera Utara


Pada distribusi Log Normal, variabel K T yang ada memiliki nilai yang sama juga

seperti pada tabel distribusi Normal, yaitu :

Tabel 2.5 Nilai K T untuk Distribusi Log Normal

(Sumber : Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 37)

3. Distribusi Log Person III

Parameter statistik yang diperlukan pada perhitungan Log Person III ada 3 yaitu: harga

rata-rata (mean), penyimpangan baku (Standard deviation) dan koefisien swekness.

Terdapat 12 buah distribusi Pearson, tetapi hanya distribusi Log Person III yang dipakai

dalam analisis hidrologi. Tidak ada syarat untuk distribusi ini, disebut Log Person III

karena memperhitungkan 3 parameter fisik (Limantara Lili, 2010).

Dalam menghitung besarnya curah hujan rencana dengan distribusi Log Person III,

tentukan nilai koefisien kemiringan ( CS ) dan standar deviasi ( SX ) terlebih dahulu

31

Universitas Sumatera Utara


dengan menggunakan persamaan dispersi logaritmik, kemudian hitung besarnya curah

hujan rencana dengan memakai persamaan berikut :

Log XT = ̅̅̅̅̅̅̅
Log X + K T × SLog x (2.7)

Dimana :

Log XT : Besarnya curah hujan rencana pada periode ulang T tahun

̅̅̅̅̅̅̅
Log X : Nilai rata - rata hitung sampel

KT : Faktor frekuensi

SLog x : Standar deviasi

Besarnya nilai K T pada distribusi Log Person III dapat dilihat pada tabel 2.6 berikut :

Tabel 2.6 Nilai K T Untuk Distribusi Log Person III

32

Universitas Sumatera Utara


(Sumber : Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 37)

4. Distribusi Gumbel

Jika data yang digunakan dalam perhitungan adalah berupa sampel (populasi terbatas),

maka perhitungan hujan rencana berdasarkan distribusi Gumbel dilakukan dengan rumus

berikut:

Y −Y
XT = ̅
X + ( TRS n) × SX (2.8)
n

Dimana :

XT : Besarnya curah hujan rencana pada periode ulang T tahun

̅
X : Nilai rata - rata hitung sampel

YTR : Reduced variate

Yn : Reduced mean sesuai jumlah sampel

Sn : Reduced standar deviation sesuai jumlah sampel

SX : Standar Deviasi

Untuk mengetahui besarnya nilai dari YTR , Yn , Sn dapat dilihat dalam tabel berikut :

33

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.7 Reduksi Standar Deviasi (Yn ) untuk Distribusi Gumbel

(Sumber : Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 51)

Tabel 2.8 Reduksi Standar Deviasi (Sn ) untuk Distribusi Gumbel


(Sumber : Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 37)

Tabel 2.9 Reduksi variat (𝑌𝑇𝑅 ) sebagai fungsi periode ulang

(Sumber : Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 52)

Tabel 2.9 Reduksi Variat (Yn ) Sebagai Fungsi Periode Ulang

(Sumber : Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 52)

34

Universitas Sumatera Utara


Pada setiap pergitungan distribusi diatas memiliki persyaratan – persayaratan yang

harus dipenuhi sebagai dasar pemilihan penggunaan metode distribusi. Persyaratan

tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.10 Persyaratan Masing Masing Distribusi

(Sumber : Hidrologi Terapan, Bambang Triadmodjo, 2008)

2.5.4 Uji Distribusi Frekuensi Curah Hujan

Setelah dilakukan perhitungan dari setiap metode distribusi curah hujan, maka selanjutnya

dipilih salah satu metode untuk dilakukan pengujian distribusi. Adapun pengujian distribusi yang

dilakukan yaitu sebagai berikut :

1. Pengujuan Dispersi Statistik dan Logaritma

a) Dispersi Statistik

Distribusi curah hujan yang menggunakan pengukuran dispersi ini alah distribusi

Normal dan distribusi Gumbel. Dalam perhitungan ini ada beberapa parameter yang

digunakan yang meliputi nilai rata-rata ( ̅


X ), deviasi standar ( SX ), koefisien variasi

( CV )koefisien kemiringan ( CS ) dan koefisien kurtosis (CK ). Adapun persamaan untuk

perhitungan parameter menurut Soewarno (1995) sebagi berikut :

R
̅
X = ∑ nX (2.9)

̅ )2
∑(Xi − X
SX = √ (2.10)
n−1

35

Universitas Sumatera Utara


SX
CV = X̅
(211)

n ∑n ̅ 3
i=1(Xi − X)
CS = (2.12)
(n−1)(n−2)SX 3

𝑛2 ∑n ̅ 4
i=1(Xi − X)
CK = (2.13)
(n−1)(n−2)(n−3)SX 4

Dimana :

̅
X : Tinggi hujan harian maksimum rata-rata selama n tahun (mm)

SX : Deviasi standar

CV : Koefisien variasi

CS : Koefisien kemiringan

CK : Koefisien kurtosis
n : Jumlah tahun pencatatan data hujan

b) Dispersi Logaritma

Sedangkan dalam perhitungan dispersi logaritma hampir sama dengan perhitungan

dispersi statistik hanya saja perhitungan nilai parameter menggunakan Logaritma.

Adapun distribusi curah hujan yang menggunakan pengukuran dispersi ini alah distribusi

Normal dan distribusi Gumbel. Berikut rumus perhitungan menggunakan dispersi

logaritmik :

∑(LogXi − ̅̅̅̅̅̅̅
LogX)2
SLog X = √ (2.14)
n−1

SLogX
CV = ̅̅̅̅̅̅̅
(2.15)
LogX

n ∑n ̅̅̅̅̅̅̅ 3
i=1(LogXi − LogX)
CS = (2.16)
(n−1)(n−2)SLogX 3

n2 ∑n ̅̅̅̅̅̅̅ 4
i=1(LogXi − LogX)
CK = (2.17)
(n−1)(n−2)(n−3)SLogX 4

Besarnya nilai parameter – parameter diatas akan menentukan jenis metode distribusi

curah hujan yang akan dipakai selanjutnya.

36

Universitas Sumatera Utara


2. Pengujian Chi – Kuadrat

Pengujian Chi – Kuadrat ini dimaksud untuk menentukan apakah persamaan distribusi

yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisa.

Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter 𝑋 2 . Persamaan yang digunakan

menurut Soewarno (1995) ialah :

(Oi −Ei )2
X 2 = ∑Gi=1 (2.18)
Ei

Dimana :

X2 : Parameter Chi – Kuadrat terhitung

G : Jumalh sub kelompok

Oi : Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i

Ei : Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i

Suatu distribusi dikatakan cocok atau selaras jika hasil perbandingan antara nilai Chi

Kuadrat (𝑋 2 ) hitung < 𝑋 2 kritis. Nilai 𝑋 2 kritis dapat dilihat di Tabel 2.11 berikut :

Tabel 2.11 Nilai Kritis Untuk Distribusi Chi – Kuadrat

37

Universitas Sumatera Utara


(Sumber : Soewarno, 1995)

Untuk mempermudah perhitungan Chi – Kuadrat maka dilakukan pengurutan data

dari yang terbesar sampai terkecil atau sebaliknya dengan menggunakan persamaan :
m
p= × 100% (2.19)
n+1

Dimana :

p : Peluang

m : Nomor urut data

n : Jumlah data

Selanjutnya dari hasil pengamatan yang didapat dicari penyimpangannya dengan chi

square kritis paling kecil. Untuk suatu nilai nyata tertentu (level of significant) yang

sering diambil adalah 5 %. Derajat kebebasan ini secara umum dihitung dengan rumus

sebagai berikut (Soewarno,1995) :

G = 1 + 1,33 Ln N (2.20)

DK = G − (R + 1) (2.21)

38

Universitas Sumatera Utara


Dimana :

G : Jumalh sub kelompok

DK : Derajat kebebasan

R : Banyaknya parameter (R = 2 untuk Log Person III)

N : Jumlah data

Adapun kriteria penilaian hasilnya adalah sebagai berikut :

 Apabila peluang lebih dari 5% maka persamaan dirtibusi teoritis yang digunakan

dapat diterima.

 Apabila peluang lebih kecil dari 1% maka persamaan distribusi teoritis yang

digunakan tidak dapat diterima.

 Apabila peluang lebih kecil dari 1% - 5% maka tidak mungkin mengambil keputusan,

perlu penambahan data.

3. Pengujian Smirnov Kolmogorov

Uji keselarasan Smirnov Kolmogorov adalah uji beda antara data yang di uji

normalitasnya dengan data normal baku. Konsep Dasar dari uji normalitas yaitu

membandingkan distribusi data (yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi normal

baku. Uji keselarasan Smirnov Kolmogorov digunakan untuk mengetahui apakah distribusi

nilai sampel yang diamati sesuai dengan distribusi teoritis tertentu (normal, uniform, poisson,

eksponensial). Langkah – langkah dalam pengujian ini ialah sebagai berikut ;

 Urutkan data dari besar ke kecil dan tentukan peluang dari masing-masing data

tersebut dengan rumus:


m
p= × 100% (2.22)
n+1

Dimana :

P : Peluang m : Nomor urut data n : Jumlah data

39

Universitas Sumatera Utara


 Tentukan peluang teoritis untuk masing-masing data tersebut berdasarkan persamaan

distribusinya:

1
p= (2.23)
T

 Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesar antara peluang pengamatan

dengan peluang teoritis:

D = P(X <) − P′(X <) (2.24)

 Apabila D < Do maka distribusi yang digunakan untuk menentukan debit rencana

dapat diterima, sebaliknya jika harga D > Do, maka distribusi yang digunakan untuk

menentukan debit rencana tidak diterima. Berdasarkan tabel 2.12, nilai kritis Smirnov-

Kolmogorov ditentukan harga Do.

Tabel 2.12 Nilai Kritis Do Smirnov Kolmogorov

(Sumber : Soewarno, 1995)

2.5.5 Intensitas Curah Hujan

Menurut Lubis (1992) intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi

pada suatu kurun waktu dimana air tersebut terkonsentrasi. Dalam penelitian ini intensitas

hujan diturunkan dari data curah hujan harian. Menurut Lubis (1992) intensitas hujan (mm/jam)

40

Universitas Sumatera Utara


dapat diturunkan dari data curah hujan harian (mm) empirik menggunakan metode Dr.

Mononobe sebagai berikut:


2
R24 24 3
I= 24
× (t) (2.25)

Dimana :

I : Intensitas curah hujan (mm/jam)

R 24 : curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

t : durasi curah hujan (jam)

Dengan menggunakan persamaan diatas intensitas curah hujan untuk berbagai nilai

waktu konsentrasi dapat ditentukan dari besar data curah hujan harian (24 jam).

2.5.6 Waktu Konsentrasi

Waktu Konsentrasi (tc) suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang

jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluaran DAS (titik kontrol) setelah

tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan bahwa jika

durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi, maka setiap bagian DAS secara serentak telah

menyumbangkan aliran terhadap titik kontrol (Suripin, 2004).

Adapun persamaan yang dikembangkan oleh Kirpich (1940) untuk menentukan besarnya

nilai 𝑡𝑐 adalah sebagai berikut :

0,385
0,87 × L2
t c = ( 1000 × S ) (2.26)

Dimana :

tc : Waktu konsentrasi banjir (Jam)

L : Panjang saluran (km)

S : Kemiringan rata – rata saluran

41

Universitas Sumatera Utara


2.5.7 Koefisien Limpasan

Koefisien C didefinisikan sebagai nisbah antara laju puncak aliran permukaan terhadap

intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi nilai C adalah laju infiltrasi tanah, tanaman

penutup tanah dan intensitas hujan (Arsyad, 2006).

Faktor utama yang mempengaruhi koefisien adalah laju infiltrasi tanah, kemiringan

lahan, tanaman penutup tanah, dan intensitas hujan. Selain itu juga tergantung pada sifat dan

kondisi tanah, air tanah, derajat kepadatan tanah, porositas tanah, dan tingkat kejenuhan tanah

(Suripin, 2004).

Berdasarkan SNI 03-2415-1991 besarnya nilai C untuk masing masing daerah dapat

dilihat pada tabel 2.13 berikut ini :

Tabel 2.13 Koefisien Aliran Permukaan (C) Untuk Daerah Urban

(Sumber : SNI 03-2415-1991)

42

Universitas Sumatera Utara


2.6 Debit banjir

2.6.1 Pengertian Debit Banjir

Daerah dataran banjir diprediksi berdasarkan debit banjir dengan kala ulang tertentu.

Debit banjir dengan kala ulang 100 tahun Q100 bermakna banjir yang memiliki probabilitas

kejadian 0.01 dalam setahun yang akan menggenangi daerah dataran banjir. Daerah dataran

banjir Q100 tentu jauh lebih besar dari daerah dataran banjir Q10 . Mengingat banyak sungai di

Indonesia yang tidak dilengkapi dengan alat pengukur debit, maka debit banjir biasanya

dihitung berdasarkan curah hujan dengan menggunakan metode Gumbel, metode Log Pearson

III, ataupun metode Normal. Dan perhitungan debit banjir digunakan dengan metode hidrograf

sintetis (Nakayasu, Snyder, Gamma 1 dll) untuk pemodelan unsteady flow dan metode rasional

untuk steady flow.

2.6.2 Metode Perhitungan Debit Banjir

2.6.2.1 Metode Rasional

Metode Rasional hanya digunakan untuk menentukan banjir maksimum bagi saluran-

saluran dengan daerah aliran kecil, kira-kira 100 - 200 acres atau kira-kira 40-80 ha. Untuk

daerah yang alirannya lebih luas sampai dengan 5000 Ha, dapat digunakan metode rasional

yang diubah. Untuk luas daerah yang lebih dari 5000 Ha, digunakan hidrograf satuan atau

metode rasional yang diubah. Metode Rasional ini dapat dinyatakan secara aljabar dengan

persamaan sebagai berikut (Subarkah, 1980) :

Q=f×C×I×A (2.27)

Dimana :

Q : Debit banjir rencana (m3 /s) I : Intensitas hujan (mm/jam)

F : Faktor konversi = 0,278 A : Luas daaerah aliran (km2 )

C : Koefisien pengaliran

43

Universitas Sumatera Utara


2.6.2.2 Metode Hidrograf Banjir

Kebanyakan daerah aliran sungai sebagian besar curah hujan akan menjadi limpasan

langsung. Aliran semacam ini dapat menghasilkan puncak banjir yang tinggi. Teori hidrograf

satuan menghubungkan hujan netto atau hujan efektif, yaitu sebagian hujan total yang

menyebabkan adanya limpasan permukaan, dengan hidrograf limpasan langsung sehingga

merupakan sarana untuk menghitung hidrograf akibat hujan sebarang. Ini dikerjakan atas dasar

anggapan bahwa transformasi hujan netto menjadi limpasan langsung tidak berubah karena

waktu (time invariant).Dari sudut limpasan langsung semua hujan yang tidak memberikan

sumbangan terhadap terjadinya banjir dipandang sebagai kehilangan. Kehilangan tersebut

terdiri atas:

a. Air hujan yang tersangkut didahan pohon dan tumbuhan (interception)

b. Tampungan di cekungan (depression storage)

c. Pengisian lengas tanah (replenisment of soil moisture)

d. Pengisian air tanah (recharge) dan

e. Evapotranspirasi

Jadi hidrograf tersebut didefinisikan sebagai hubungan antara salah satu unsur aliran

terhadap waktu. Berdasarkan definisi tersebut dikenal ada 2 macam hidrograf, yaitu hidrograf

muka air dan hidrograf debit. Hidrograf muka air tidak lain adalah data atau garafik hasil

rekaman AWLR (Automatic Water Level Recorder). Sedangkan hidrograf debit, yang dalam

pengertian sehari hari disebut hidrograf, diperoleh dari hidrograf muka air dan lengkung

debit.Hidrograf tersusun atas dua komponen, yaitu aliran permukaan, yang berasal dari aliran

langsung air hujan, dan aliran dasar (base flow).Aliran dasar berasal dari air tanah yang pada

umumnya tidak memberikan respon yang cepat terhadap hujan.

44

Universitas Sumatera Utara


1. Hidrograf Satuan

Hidrograf satuan merupakan hidrograf limpasan langsung (direct runoff hydrograph)

yang dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi merata di seluruh DAS dan intensitas tetap

dalam satuan waktu yang ditetapkan (Sherman, 1932, dalam Harto, 1993). Sedangkan

Soemarto (1987) mengemukakan 4 dalil dalam teori klasik tentang hidrograf satuan, yang

menganggap bahwa teori hidrograf satuan merupakan penerapan dari teori sistem linier

dalam bidang hidrologi. Keempat asumsi tersebut adalah sebagai berikut :

a. Dalil I (prinsip merata), yaitu hidrograf satuan ditimbulkan oleh satu satuan hujan lebih

yang terjadi merata di seluruh DAS, selama waktu yang ditetapkan.

b. Dalil II (prinsip waktu dasar konstan), yaitu dalam suatu DAS, hidrograf satuan dihasilkan

oleh hujan-hujan efektif dalam waktu yang sama akan mempunyai waktu dasar yang

sama, tanpa melihat intensitas hujannya (Gambar 2.12).

c. Dalil III (prinsip linearitas), yaitu besarnya limpasan langsung pada suatu DAS

berbanding lurus terhadap tebal hujan efektif, yang berlaku bagi semua hujan dengan

waktu yang sama (Gambar 2.12).

d. Dalil IV (prinsip superposisi), yaitu total hidrograf limpasan langsung yang disebabkan

oleh beberapa kejadian hujan yang terpisah merupakan penjumlahan dari tiap-tiap

hidrograf satuan (Gambar 2.12).

Gambar 2.17 Hidrograf Satuan Bebas Terhadap Waktu dan limpasannya berbanding
lurus dengan tebal hujan efektif (Soemarto 1987)

45

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.18. Hidrograf Satuan Memenuhi Prinsip Superposisi (Soemarto 1987)

2. Hidrograf Satuan Sintetik

Hidrograf Satuan Sintetis adalah hidrograf yang di dasarkan atas sintetis parameter-

parameter daerah aliran sungai (Sutapa, 2005). Seyhan (1977) mengemukakan bahwa

beberapa parameter fisik DAS berperan dalam menentukan bentuk hidrograf satuan selain

karakteristik hujan. Parameter fisik DAS tersebut adalah luas DAS, kemiringan, panjang

sungai. Parameterparameter fisik DAS itulah yang akan dipergunakan untuk menetapkan

besarnya hidrograf satuan dari DAS yang bersangkutan dengan metode hidrograf satuan

sintesis.

Adapun keuntungan dari hidrograf satuan sintetis ini menurut Seyhan (1977) adalah bisa

mensintesasikan hidrograf dari DAS yang terukur dan menggunakannya untuk DAS yang

tidak teruku. Sedangkan kelemahannya menurut Seyhan (1977) dan Harto (993).ialah

karena persamaan hidrograf satuan sintesis dibuat secara empiris dengan data yang

diperoleh pada tempat-tempat lokal, persamaan tersebut terbatas pada kawasan dengan

kondisi geografis yang serupa dengan kawasan dimana persamaan tersebut diperoleh.

Pada penelitian ini hidrograf satuan sintesis yang digunakan ialah hidrograf satuan sintetik

Nakayasu dan hidrograf satuan sintetik Gamma 1.

46

Universitas Sumatera Utara


2.1 Hidrograf Satuan Sintetis Gamma 1

Hidrograf satuan sintetis Gamma I dikembangkan oleh Sri Harto (1993) berdasarkan

perilaku hidrlogi 30 DAS di Pulau Jawa. Meskipun diturunkan dari data DAS di pulau

Jawa. Ternyata hidrograf satuan sintetis Gamma I berfungsi baik untuk berbagai

daerah lain di Indonesia.

Bagian-bagian dari HSS Gamma 1 adalah bagian naik, bagian puncak dan bagian

turun. Adapun rumus yang digunakan ialah sebagai berikut :

a. Waktu Naik (TR ) ialah waktu yang diukur mulai dari saat hidrograf mulai naik

sampai terjadinya debit puncak. Persamaan yang digunakan dalam menentukan

besarnya nilai TR adalah sebagi berikut :

L 3
TR = 0,43 (100 SF) + 1,0665 SIM + 1,2775 (2.28)

Dimana :

TR : Waktu naik (jam)

L : Panjang sungai (km)

SF : Faktor sumber yaitu perbandingan antara jumlah panjang tingkat I

L1 +L1
dengan jumlah panjang sungai semua tingkat. SF = (L )
1 +L1 +L2

SIM : Faktor simetri ditetapkan sebagai hasil kali antara faktor lebar (WF)

dengan luas relatif DAS sebelah hulu ( RUA )

Gambar 2.19 Penentuan Nilai WF

47

Universitas Sumatera Utara


b. Debit Puncak (QP )

Persamaan dalam menentukan nilai (QP ) adalah sebagi berikut :

QP = 0,1836 A0,5886 TR −0,4008 JN0,2381 (2.29)

Dimana :

𝑄𝑃 : Debit puncak (𝑚3 /𝑠)

JN : Jumlah pertemuan sungai

A : Luas DAS (km)

𝑇𝑅 : Waktu naik (jam)

c. Waktu Dasar (TB ) yaitu waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai

berakhirnya limpasan langsung atau debit sama dengan nol. Persamaan yang

digunakan dalam menentukan besarnya nilai TB adalah sebagi berikut :

TB = 27,4132 . TR 0,1457 . SN 0,7344 . S −0,0986 . RUA0,2574 (2.30)

Dimana :

TB : Waktu dasar (jam)

TR : Waktu naik (jam)

SN : Frekuensi sumber

S : Kelandaian sungai

RUA : Luas DAS sebelah hulu

Gambar 2.20 Penentuan RUA ((Relative Upstream Area)

48

Universitas Sumatera Utara


d. Koefisien Tampungan (K) yang menunjukan kemampuan DAS dalam fungsinya

sebagai tampungan air. Persamaan yang digunakan ialah :

K = 0,5617 . A0,1798 . S −0,1446 . SF −1,0897 . D0,0452 (2.31)

Dimana :

K : Koefisien tampungan (jam)

A : Luas DAS ((𝑘𝑚2 )

S : Kelandaian sungai

SF : Faktor sumber

D : Kerapatan jaringan kuras (km/km2 )

e. Debit pada bagian turun hidrograf (QT )

Persamaan mencari besarnya nilai QT adalah sebagai berikut :

QT = QP × e−t/K (2.32)

Gambar 2.21 Sketsa HSS Gamma 1 (Soedibyo, 1993)

f. Hujan Efektif (ф)

ф = 10,4903 – 3,859 × 10−6. A2 + 1,6985×10−13 (A/SN)4 (2.33)

Dimana :

Ф : Hujan efektif (mm/jam)

SN : Frekuensi sumber

A : Luas DAS ((km2 )

49

Universitas Sumatera Utara


g. Aliran Dasar (𝑄𝑏 )

Qb = 0,4751 A0,6444 D0,9430 (2.34)

Dimana :

Qb : Aliran dasar (m3 /s)

A : Luas DAS ((km2 )

D : Kerapatan jaringan kuras (km/km2 )

2.2 Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu

Dalam buku Bambang Triadmodjo (2006) yang berjudul Hidrologi Terapan menulis

cara menghitung hidrograf satuan sintetik dengan menggunakan metode Nakayasu

seperti pada persamaan dibawah berikut ini :

a) Waktu Kelambatan (t g )

Untuk L > 15 km

t g = 0,4 + 0,058 × L (2.35)

Untuk L < 15 km

t g = 0,21 × L 0,7 (2.36)

b) Waktu Puncak (t p )

t p = t g + 0,8 × Tr (2.37)

c) Durasi Hujan (Tr )

Tr = 0,5 × t g sampai 1 × t g (2.38)

d) Waktu Saat Debit Sama Dengan 0,3 kali Debit Puncak (t 0,3 )

t 0,3 = α × t g (2.39)

e) Debit Puncak (Qp )

𝐶 ×𝐴 × 𝑅0
Qp = 3,6 ×(0,3 × t (2.40)
p + t0,3 )

50

Universitas Sumatera Utara


Keterangan rumus – rumus diatas :

Qp : Debit puncak banjir (m3/s)

tg : Waktu konsentrasi (jam)

L : Panjang sungai utama (km)

C : Koefisen pengaliran

A : Luas DAS (km2)

Tr : Durasi hujan (jam)

tp : Waktu puncak (jam)

α : Koefisien karakteristik DAS (biasanya = 2)

t 0,3 : Waktu saat debit sama dengan 0,3 kali debit puncak (jam)

R0 : Curah hujan efektif (mm)

Gambar 2.22 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu (Bambang Triadmodjo, 2006)

Untuk mendapatkan lengkung kurva hidrograf satuan sintetik Nakayasu digunakan

persamaan berikut ini :

 Lengkung Naik ( 0 < t < t p )

2,4
t
Qt = Qp (t ) (2.41)
p

51

Universitas Sumatera Utara


 Lengkung Turun I (t p < t < t p + t 0,3 )

t−tp

Qt = Qp × 0,3 t0,3 (2.42)

 Lengkung Turun II (t p + t 0,3 < t < t p + t 0,3 + 1,5 t 0,3)

t−tp +0,5 t0,3

Qt = Qp × 0,3 1,5 t0,3


(2.43)

 Lengkung Turun III (t > t p + t 0,3 + 1,5 t 0,3)

t−tp +1,5 t0,3

Qt = Qp × 0,3 2 t0,3
(2.44)

3. Penelusuran Sungai (Routing)

Metode yang banyak digunakan dalam penelusuran sungai ialah menggunakan

metode Muskingum. Persamaan yang digunakan dalam metode ini ialah persamaan

kontinuitas dan persamaan momentum. Persamaan kontinuitas :

dS
dt
= I−O (2.45)

Keterangan :

S = tampungan, storage (m3)

I = inflow atau aliran masuk ke titik tinjauan (m3/s)

O = outflow atau aliran keluar titik tinjauan (m3/s)

t = waktu (jam)

Jika interval penelusuran diubah dari dt menjadi Δt maka :


𝐼𝑗 +𝐼𝑗+1
𝐼= (2.46)
2

𝑂𝑗 +𝑂𝑗+1
𝑂= (2.47)
2

𝑑𝑆 𝑆𝑗 +𝑆𝑗+1
= (2.48)
𝑑𝑡 Δt

Selanjutnya jika persamaan 2.46 sampai 2.48 dimasukkan ke persamaan 2.45 akan

didapat persamaan :

52

Universitas Sumatera Utara


Sj +Sj+1 Ij +Ij+1 Oj +Oj+1
Δt
= 2
= (2.49)
2

atau

Ij +Ij+1 Oj +Oj+1
Sj + Sj+1 = × Δt − × Δt (2.50)
2 2

Keterangan :

Sj+1 = tampungan pada langkah penelusuran ke j+1; nilainya belum diketahui

Sj = tampungan pada langkah penelusuran ke j; nilainya diketahui

Ij = inflow pada langkah penelusuran ke j; nilainya diketahui

Ij+1 = inflow pada langkah penelusuran ke j+1; nilainya diketahui

Oj = outflow pada langkah penelusuran ke j; nilainya diketahui

Oj+1 = outflow pada langkah penelusuran ke j+1; nilainya belum diketahui

Jadi terdapat 2 variabel yang nilainya belum diketahui dari persamaan 2.50 yaitu :

Sj+1 dan Oj+1

Jika dalam 1 persamaan terdapat 2 variabel yang nilainya belum diketahui maka dalam

penyelesaiannya memerlukan 1 persamaan lagi, dalam hal ini persamaan Tampungan.

Persamaan tampungan yang digunakan dalam Muskingum method adalah persamaan

tampungan sungai, yaitu :

S = K [X(t)+(t-X) x O] (2.51)

Keterangan :

S = tampungan sungai (m3)

K = koefisien tampungan, yaitu perkiraan waktu perjalanan aliran dari titik tinjauan 1

ke titik tinjauan berikutnya (misalnya titik tinjauan 2). Satuannya adalah jam atau

hari. Harga K dianggap konstan selama pengaliran.

X = faktor pembobot (0 s/d 0.5) tidak berdimensi. Harga X dianggap konstan selama

pengaliran.

Jika periode penelusuran dt diubah menjadi Δt maka dari persamaan 2.51 diperoleh :

53

Universitas Sumatera Utara


Sj = K [X (Ij) + (1 – X) x Oj (2.52)

Sj+1 = K [X (Ij+1) + (1 – X) x Oj+1] (2.53)

Berdasarkan persamaan 2.52 dan 2.53 diperoleh :

Sj+1 - Sj = K [X (Ij+1) + (1 – X) x Oj+1] - K [X (Ij) + (1 – X) x Oj] (2.54)

Oleh karena suku sebelah kiri sama dengan dari persamaan 2.50 dan persamaan 2.54

adalah sama, maka berdasarkan kedua persamaan tersebut diperoleh persamaan :

Ij +Ij+1 Oj +Oj+1
2
× Δt − × Δt = K [(X(Ij+1 − Ij )) + ((1 − X) × (Oj+1 − Oj )) ] (2.55)
2

Dengan menyusun ulang suku-suku dari persamaan 2.55) dan suku Oj+1 dinyatakan

secara eksplisit maka akan diperoleh persamaan :

Oj+1 = C1 x Ij+1 + C2 x Ij + C3 x Oj (2.56)

Keterangan :

Δt−2×K×X
C1 = 2×K×(1−X)+Δt (2.57)

Δt+2×K×X
C2 = 2×K×(1−X)+Δt (2.58)

2×K×(1−X)−Δt
C3 = 2×K×(1−X)+Δt (2.59)

Syarat : C1 + C2 + C3 = 1

2.7 Analisis Hidrolika

Analisis hidrolika bertujuan untuk menentukan dimensi hidrolis suatu saluran, dimana

airan air dalam saluran dapat berupa saluran terbuka dan saluran tertutup.

2.7.1 Saluran Terbuka

Dikatakan saluran terbuka karena memiliki permukaan yang bebas, permukaan bebas ini

dipengaruhi oleh tekanan udara luar secara langsung. Pada umumnya saluran terbuka

digunakan pada daerah yang :

54

Universitas Sumatera Utara


- Lahan yang masih luas

- Lalu lintas pejalan kakinya relatif jarang

- Beban di kira dan kanan saluran relatif ringan

Ada beberapa rumusan yang digunakan dalam menentukan dimensi saluran, seperti :

1. Kecepatan dalam saluran Chezy

V = C√RI (2.60)

Dimana :

V = kecepatan rata – rata (m3/s)

C = koefisien Chezy

R = jari – jari hidrolis (m)

I = kemiringan dasar saluran

Besarnya nilai C dapat menggunakan pernyataan berikut :


0,0015 1
23+ ×
- Kutter : C= s n
n (23+0,00155) (2.61)
1+ ×
√R s

1
- Manning : C= R1/6 (2.62)
R

87
- Bazin : C= m (2.63)
1+
√R

Dimana :

V = kecepatan (m/s)

C = koefisien Chezy (m1/2/s)

R = jari – jari hidrolis (m)

S = kemiringan dasar saluran (m/m)

n = koefisien Manning

m = koefisien kekasaean (tergantung jenis bahan saluran)

55

Universitas Sumatera Utara


2. Debit aliran dengan rumus Manning
1
Q= V×A = n × R2/3 × S1/2 × A (2.64)

Kondisi debit aliran berfluktuasi sehingga perlu memperhatikan kecepatan aliran.

Diupayakan agar pada saat debit pembuangan kecil masih dapat mengangkutsedimen, dan pada

keadaan debit besar terhindar dari bahaya erosi.

Berikut ini adalah tabel mengenai nilai koefisien kekasaran Manning menurut Ven Te

Chow yang umum digunakan :

Tabel 2.14 Koefisien Manning

(Sumber : Open Channel Hydraulics, Ven Te Chow)

3. Penampang Saluran

Penampang saluran yang paling ekonomis adalah saluran yang dapat melewatkandebit

maksimum untuk luas penampang basah, kekasaran dan kemiringan dasartertentu. Berdasarkan

persamaan kontinuitas, tampak jelas bahwa untuk luas penampang melintang tetap, debit

maksimum dicapai jika kecepatan aliran maksimum. Dari rumus Manning maupun Chezy

dapat dilihat bahwa untuk kemiringan dasar dan kekasaran tetap, kecepatan maksimum dicapai

jika jari-jari hidraulik R maksimum.

56

Universitas Sumatera Utara


Selanjutnya untuk penampang tetap, jari-jari hidraulik maksimum keliling basah, P

minimum. Kondisi seperti itu yang telah kita pahami tersebut memberi jalan untuk menentukan

dimensi penampang melintang saluran yang ekonomis untuk berbagai macam bentuk seperti

tampang persegi dan tampang trapesium.

a) Penampang Persegi Paling Ekonomis

Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi dengan lebar dasar B dan

kedalaman air h, luas penampang basah A = B x h dan keliling basah P. Maka bentuk

penampang persegi paling ekonomis adalah jika kedalaman setengah dari lebar dasar

saluran atau jari-jari hidrauliknya setengah dari kedalaman air.

Gambar 2.23 Penampang Saluran Persegi

Untuk bentuk penampang persegi yang ekonomis :

A=B.h (2.65)

P = B + 2h (2.66)

B = 2h atau h = B/2 (2.67)

A B.h
R= = B+2h (2.68)
P

b) Penampang Saluran Trapesium Paling Ekonomis

Luas penampang melintang A dan Keliling basah P, saluran dengan penampang

melintang bentuk trapesium dengan lebar dasar b, kedalaman h dan kemiringan

dinding 1:m (gambar 2.4.) dapat dirumuskan sebagai berikut :

Gambar 2.24 Penampang Saluran Trapesium

57

Universitas Sumatera Utara


A = (B + mh)h (2.69)

P = B + 2h√m2 + 1 (2.70)

B = P − 2h√m2 + 1 (2.71)

Penampang trapesium paling ekonomis adalah jika kemiringan dindingnya m =

1/√3 atau Ө = 60°. Dapat dirumuskan sebagai berikut :


2
B = 3 h√3 (2.72)

A = h2 √3 (2.73)

Adapun bentuk penampang saluran yang lain dapat dilihat pada tabel 2.15 berikut :

Tabel 2.15 Geometri Saluran Penampang

(Sumber : Open Channel Hydraulics, Ven Te Chow)

2.7.2 Saluran Tertutup

Aliran dalam saluran terbuka digerakkan oleh gaya penggerak yang dilakukan oleh

jumlah berat aliran yang mengalir menuruni lereng, sedang pada saluran tertutup gaya

penggerak tersebut dilakukan oleh gradient tekanan. Ketentuan-ketentuan mengenai aliran bagi

saluran tertutup yang penuh adalah tidak berlaku pada saluran terbuka. Pendekatan yang

digunakan di Indonesia dalam merancang drainase perkotaan masih menggunakan cara

konvensional, yaitu dengan menggunakan saluaran terbuka. Bila digunakan saluran yang

58

Universitas Sumatera Utara


ditanam dalam tanah biasanya berbentuk bulat atau persegi, maka diasumsikan saluran tersebut

tidak terisi penuh (dalam arti tidak tertekan), sehingga masih dapat dipergunakan persamaan

saluran terbuka. Saluran tertutup umumnya digunakan pada :

- Daerah yang lahannya terbatas (pasar, pertokoan)

- Daerah yang lalu lintas pejalan kakinya padat

- Lahan yang dipaki untuk lapangan parker.

2.7.3 Dimensi Saluran

Perhitungan dimensi saluran didasarkan pada debit harus ditampung oleh saluran (QS

dalam m3/s) lebih besar atau sama dengan debit rencana yang diakibatkan oleh hujan rencana

(QT dalam m3/s). Kondisi demikian dapat dirumuskan dengan persamaan berikut:

QS ≥ QT (2.74)

Debit yang mampu ditampung oleh saluran (QS ) dapat diperoleh dengan rumus seperti

di bawah ini:

QS = AS . V (2.75)

Dimana:

As = luas penampang saluran (m2)

V = kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/s)

Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran dapat dihitung dengan menggunakan rumus

Manning sebagai berikut:


1
V = n × R2/3 × S1/2 (2.76)

As
R= (2.77)
P

Di mana:

V = kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/det)

n = koefisien kekasaran Manning (Tabel 2.14)

59

Universitas Sumatera Utara


R = jari-jari hidrolis (m)

S = kemiringan dasar saluran

As = luas penampang saluran (m2)

P = keliling basah saluran (m)

Nilai koefisien kekasaran Manning n, untuk gorong-gorong dan saluran pasangan dapat

dilihat pada Tabel 2.16

Tabel 2.16 Nilai Manning (n) Untuk Gorong- Gorong

(Wesli, 2008, Drainase Perkotaan : 97)

2.8 Hydologic Engineering Center River Analysis System (HEC-RAS)

HEC-RAS merupakan program aplikasi untuk pemodelan aliran saluran terbuka seperti

drainase, sungai, dan penampang saluran terbuka lainnya. River Analysis System (RAS), dibuat

oleh Hydrologic Engineering Center (HEC) yang merupakan satuan kerja di bawah US Army

Corps of Engineers (USACE). HEC-RAS dapat menyajikan merupakan pemodelan satu

dimensi aliran tunak maupun tak-tunak (steady and unsteady onedimensional flow model).

HEC-RAS memiliki empat komponen model satu dimensi yaitu:

1. Hitungan profil muka air aliran tunak

2. Simulasi aliran tak-tunak

3. Hitungan angkutan sedimen

60

Universitas Sumatera Utara


4. Hitungan kualitas air.

Dalam pemodelan, input HEC-RAS untuk pemodelan keempat komponen tersebut dapat

memakai data geometri yang sama, routine hitungan hidraulika yang sama, serta beberapa fitur

desain hidraulik yang dapat diakses setelah hitungan profil muka air dilakukan. HEC-RAS

merupakan program aplikasi yang mengintegrasikan fitur graphical user interface, analisis

hidraulik, manajemen dan penyimpanan data, grafik, serta pelaporan.

2.8.1 Graphical User Interface

Interface ini berfungsi sebagai penghubung antara pemakai dan HEC-RAS. Graphical

interface dibuat untuk memudahkan pemakaian HEC-RAS dengan tetap mempertahankan

efisiensi. Melalui graphical interface ini, dimungkinkan untuk melakukan hal-hal berikut ini:

1. Manajemen file.

2. Memasukkan data serta mengeditnya.

3. Melakukan analisis hidraulik.

4. Menampilkan data masukan maupun hasil analisis dalam bentuk tabel dan grafik.

5. Penyusunan laporan.

6. Mengakses On-Line help.

2.8.2 Analisis Hidraulika

Steady Flow Water Surface Component. Modul ini berfungsi untuk menghitung profil

muka air aliran permanen berubah beraturan (steady gradually varied flow). Program ini

mampu memodelkan jaringan sungai, sungai dendritik, maupun sungai tunggal. Regime aliran

61

Universitas Sumatera Utara


yang dapat dimodelkan adalah aliran subkritik, super- kritik, maupun campuran antara

keduanya.

Modul aliran permanen HEC-RAS mampu memperhitungkan pengaruh berbagai

hambatan aliran, seperti jembatan (bridges), gorong-gorong (culverts), bendung (weirs),

ataupun hambatan di bantaran sungai.Modul aliran permanen dirancang untuk dipakai pada

permasalahan pengelolaan bantaran sungai dan penetapan asuransi resiko banjir berkenaan

dengan penetapan bantaran sungai dan dataran banjir.Modul aliran permanen dapat pula

dipakai untuk perkiraan perubahan muka air akibat perbaikan alur atau pembangunan tanggul.

Unsteady Flow Simulation. Modul ini mampu mensimulasikan aliran takpermanen satu

dimensi pada sungai yang memiliki alur kompleks.Semula, modul aliran tak-permanen HEC-

RAS hanya dapat diaplikasikan pada aliran sub-kritik dan mensimulasikan regime aliran

campuran (sub-kritik, super-kritik, loncat air, dan draw-downs).Fitur spesial modul aliran tak-

permanen mencakup analisis dam-break, limpasan melalui tanggul dan tanggul jebol, pompa,

operasi dam navigasi, serta aliran tekan dalam pipa.

Sediment Transport/ Movable Boundary Computations.Modul ini mampu

mensimulasikan transport sedimen satu dimensi (simulasi perubahan dasar sungai) akibat

gerusan atau deposisi dalam waktu yang cukup panjang (umumnya tahunan, namun dapat pula

dilakukan simulasi perubahan dasar sungai akibat sejumlah banjir tunggal).Potensi transpor

sedimen dihitung berdasarkan fraksi ukuran butir sedimen sehingga memungkinkan simulasi

armoring dan sorting. Fitur utama modul transport sedimen mencakup kemampuan untuk

memodelkan suatu jaring (network) sungai, dredging, berbagai alternatif tanggul, dan

pemakaian berbagai persamaan (empiris) transport sedimen.

Modul transport sedimen dirancang untuk mensimulasikan trend jangka panjang gerusan

dan deposisi yang diakibatkan oleh perubahan frekuensi dan durasi debit atau muka air,

ataupun perubahan geometri sungai. Modul ini dapat pula dipakai untuk memprediksi deposisi

62

Universitas Sumatera Utara


didalam reservoir, desain kontraksi untuk keperluan navigasi, mengkaji pengaruh dredging

terhadap laju deposisi, memperkirakan kedalaman gerusan akibat banjir, serta mengkaji

sedimentasi di suatu saluran.

Water Quality Analysis. Modul ini dapat dipakai untuk melakukan analisis kualitas air di

sungai. HEC-RAS versi 4.0 Beta saat ini baru dapat dipakai untuk melakukan analisis

temperatur air. Versi ini akan akan dapat dipakai untuk melakukan simulasi transpor berbagai

konstituen kualitas air.

2.8.3 Penyimpanan Data dan Manajemen Data

Penyimpanan data dilakukan ke dalam “flat” files (format ASCII dan biner), serta file

HEC-DSS. Data masukan dari pemakai HEC-RAS disimpan kedalam file-file yang

dikelompokkan menjadi: project, plan, geometry, steady flow, unsteady flow, dan sediment

data. Hasil keluaran model disimpan kedalam binary file. Data dapat ditransfer dari HEC-RAS

ke program aplikasi lain melalui HEC-DSS file.

Manajemen data dilakukan melalui user interface. Pemakai diminta untuk menuliskan

satu nama file untuk project yang sedang dia buat. HEC-RAS akan menciptakan beberapa file

secara automatik (file-file: plan, geometry, steady flow, unsteady flow, output, etc.) dan

menamainya sesuai dengan nama file project yang dituliskan oleh pemakai. Penggantian nama

file, pemindahan lokasi penyimpanan file, penghapusan file dilakukan oleh pemakai melalui

fasilitas interface; operasi tersebut dilakukan berdasarkan project-by-project. Penggantian

nama, pemindahan lokasi penyimpanan, ataupun penghapusan file yang dilakukan dari luar

HEC-RAS (dilakukan langsung pada folder), biasanya akan menyebabkan kesulitan pada saat

pemakaian HEC-RAS mengingat pengubahan tersebut kemungkinan besar tidak dikenali oleh

HEC-RAS. Oleh karena itu, operasi atau modifikasi file-file harus dilakukan melalui perintah

dari dalam HEC-RAS.

63

Universitas Sumatera Utara


2.8.4 Grafik dan Pelaporan

Fasilitas grafik yang disediakan oleh HEC-RAS mencakup grafik X-Y alur sungai,

tampang lintang, rating curves, hidrograf, dan grafik-grafik lain yang merupakan plot X-Y

berbagai variabel hidraulik. HEC-RAS menyediakan pula fitur plot 3D beberapa II-28 tampang

lintang sekaligus. Hasil keluaran model dapat pula ditampilkan dalam bentuk tabel. Pemakai

dapat memilih antara memakai tabel yang telah disediakan oleh HECRAS atau

membuat/mengedit tabel sesuai kebutuhan. Grafik dan tabel dapat ditampilkan di layar,

dicetak, atau dicopy ke clipboard untuk dimasukkan kedalam program aplikasi lain (word

processor, spreadsheet). Fasilitas pelaporan pada HECRAS dapat berupa pencetakan data

masukan dan keluaran hasil pada printer atau plotter.

Gambar 2.25 Software HEC – RAS versi 5.0.3

Dalam penggunaan program HEC-RAS, yang perlu diperhatkan yaitu input data untuk

HEC-RAS. Setiap data yang berhubungan dengan kondisi kajian sudah tentu merupakan input

pada pemodelan. Data geometri untuk model saluran dan bangunan air menggunakan data

lapangan hasil survei dan data ketinggian elevasi. Data perhitungan hidrologi berupa data debit

banjir dengan periode ulang tertentu. Pemodelan dibuat dengan memanfaatkan data debit

berdasarkan kurva hidrograf untuk mengetahui pergerakan air. Data kecepatan air sesaat yang

tercatat dan sudah dianalisis secara hidrolis dapat menjadi input pada syarat batas.

64

Universitas Sumatera Utara


2.8.5 HEC-RAS dalam Analisis Potensi Banjir

Dalam permasalahan banjir hal utama yang harus diketahui adalah sampai setinggi mana

profil muka air yang dihasilkan oleh debit banjir sehingga dapat menggenangi daerah di sekitar

sungai tersebut. Maka dari itu dengan menggunakan program HEC - RAS dapat diprediksi

sampai setinggi mana profil muka air banjir yang terjadi. Hasil daripada prediksi tersebut dapat

ditampilkan menurut periode ulang banjir tahunan baik itu Q2 sampai Q100 yang terjadi

sepanjang daerah aliran sungai baik itu di badan sungai, bantaran sungai bagian kiri dan kanan,

sampai daerah dataran tinggi yaitu daerah pemukiman dan fasilitas-fasilitas infrastruktur yang

ada disekitar sungai. Dengan adanya simulasi pemodelan seperti ini banjir dapat di analisa dan

dapat memprediksi banjir tahunan yang sering terjadi akibat curah hujan yang sangat tinggi

dan akibat saluran penampang sungai yang tidak dapat menampung debit banjir yang melebihi

kapasitas tampang saluran. Dan hasil dari prediksi pemodelan tersebut dapat diintegrasi dengan

sistem informasi geografis yang nantinya dapat menampilkan informasi daripada daerah

genangan banjir dan luas genangan yang terjadi menurut periode kala ulangnya.

65

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini terletak di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu tepatnya di

sungai Deli yang terbentang dari kabupaten Karo, kabupaten Deli Serdang dan kotamadya

Medan. Tetapi dalam penelitian ini penulis hanya fokus pada aliran sungai Deli yang ada di

kota Medan. Secara geografi lokasi penelitian berada pada posisi 980 41’ 15’’ – 980 42’ 27’’

Bujur Timur dan 30 31’ 45’’ – 30 46’ 09’’Lintang Utara. Lebih tepatnya lokasi dimulai dari

Medan Floodway Control (hulu) hingga 23 km ke arah hilir yaitu Pekan Labuhan . Adapun

batasan DAS Deli ialah :

Sebelah Utara : Daerah Aliran Sungai Belawan.

Sebelah Selatan : Daerah Aliran Sungai Wampu.

Sebelah Barat : Daerah Aliran Sungai Belawan.

Sebelah Timur : Daerah Aliran Sungai Batang Kuis

Untuk gambar lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Sungai
Percut

Gambar 3.1 Lokasi Penelitaian DAS Deli

66

Universitas Sumatera Utara


3.2 Metode Penelitian

Dalam penulisan tugas akhir ini metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan

kuantitatif. Data yang dipakai adalah berupa data primer dan data sekunder. Dari kedua data

tersebut yang kemudian akan di analisis berdasarkan analisis hidrologi dana analisa hidrolika.

Analisis kunatitiaif ini diperlukan dalam menganalisis data curah hujan dan data profil

sungai untuk mengetahui potensi banjir yang terjadi. Hasil analisis tersebut kemudian di input

ke software HEC – RAS yang memberikan informasi pemodelan berupa tinggi banjir dan

daerah banjir yang terjadi. Selanjutnya, output dari HEC – RAS akan digunakan untuk prediksi

daerah genangan banjir dan dimensi tunnel yang akan digunakan dalam mengatasi banjir.

Adapun diagram alir penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

Mulai

Survei Lapangan Studi Pendahuluan

Pengumpuluan Data

Data Primer Data Sekunder

 Cross Section  Peta Tata Guna Lahan


 Debit Sesaat  Peta Profil Sungai
 Curah Hujan Harian
Maximum 10 tahun

Analisa Curah Hujan Rata – Rata Kawasan


(Poligon Thiessen)

67

Universitas Sumatera Utara


A

Analisa Distribusi Curah Hujan Rencana :


 Normal
 Log Normal
 Log Person III
 Gumbel

Analisis Pemodelan
Hidrograf banjir Rencana :
 HSS Gamma I
 HSS Nakayasu

OK Validasi Data Debit

Simulasi Banjir Q2 sampai Q100

Analisa Pemodelan Tunnel di


HEC- RAS

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian

3.3 Garis Besar penelitian

Berdasarkan gambar 3.2 diatas, penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu

sebagai berikut :

3.3.1 Studi Pendahuluan

Pengumpulan literatur mengenai penelitian di tempat yang sama tetapi dengan metode

yang berbeda atau sebaliknya dan sumber lain yang berkaitan dengan penelitian yang akan

dilakukan.

68

Universitas Sumatera Utara


3.3.2 Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer ini merupakan data yang diperoleh peneliti langsung dari lapangan saat

melakukan survei. Dengan dilakukannya tinjauan langsung ke lapangan bertujuan

untuk mendapatkan data lebar sungai dan debit sungai pada setiap titik yang ditinjau.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak kedua, biasanya data ini sudah

dalam keadaan diolah penelitian sebelumnya seperti instansi terkait, buku, jurnal atau

nternet. Data yang dibutuhkan ialah peta tata guna lahan yang bertujuan untuk

mengetahui koefisien limpasan pada daerah aliran sungai Deli. Selanjutnya

diperlukannya data curah hujan bulanan dan harian maksimum agar dapat melakukan

perhitungan hidrologi sehingga didapat debit banjir maksimum tiap peridoe

perencanaan.

3.4 Analisis Data

3.4.1 Analisis Curah Hujan Kawasan

Dalam menghitung curah hujan kawasan pada tugas akhir ini menggunakan metode

Poligon Thiessen yaitu dengan memperhitungkan pengaruh daerah tiap – tiap pengamatan.

Dikarenakan lokasi penelitan tidak berada pada daerah yang seragam atau dengan kemiringan

0,2% sehingga perhitungan curah hujan dengan menggunakan metode Poligon Thiessen

dianggap lebih teliti dibanding metode Rata – rata Aljabar dan Isohyet.

3.4.2 Analisis Distribusi Curah Hujan

Dalam analisa distribusi curah hujan digunakan metode distribusi Normal, Log Normal,

Log Person III dan Gumbel. Dalam penelitian ini dihitung curah hujan rancangan dengan

periode ulang 2, 5, 10, 15, 20, 25, 50 dan 100 tahun.

69

Universitas Sumatera Utara


3.4.3 Uji Kecocokan

Setelah mendapatkan hasil perhitungan frekuensi curah hujan menggunakan berbagai

metode distribusi dengan berbagai kala ulang, hasil perhitungan tersebut perlu diuji untuk

diketahui data yang dapat digunakan untuk perhitungan selanjutnya. Uji kesesuain distribusi

yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah dengan Metode Smirnov-Kolmogorof dan Chi

Kuadrat.

3.4.4 Analisis Debit Banjir Rancangan Dengan HSS Gamma I dan Nakayasu

Analisis debit banjir rancangan kala ulang diambil dari data curah hujan kala ulang dan

mengolah data tersebut dengan menggunakan Metode Hidrograf Satuan Sintetik Gamaa I dan

Nakayasu.

3.4.5 Pemodelan HEC – RAS

Setelah perhitungan debit telah diperoleh, selanjutnya adalah meng-input data tersebut

kedalam software HEC – RAS. Pada tahap ini hasil output adalah berupa dimensi saluran

tunnel dan daerah yang berpotensi rawan banjir.

3.5 Penarikan Kesimpulan dan Saran

Setelah memperoleh hasil dari pengolahan data dan analisis maka selanjutnya peneliti

dapat menarik kesimpulan yang merupakan jawaban dari pertanyaan ilmiah yang ada pada

tujuan penelitian. Setelah itu peneliti mampu memberikan kontribusi berupa saran kepada

pembaca mengenai hambatan dan solusi yang berhubungan dengan masalah pada penelitian

ini.

70

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Eksisting Medan Floodway Control

Salah satu upaya untuk mengontrol bencana banjir tersebut adalah dengan membuat

floodway. Floodway tersebut direncanakan menghubungkan Sungai Deli dengan Sungai

Percut dengan panjang + 3.800 m, dengan tujuan agar debit Sungai Deli yang besar dapat

dialihkan ke Sungai Percut. Floodway ini berupa saluran terbuka dengan bentuk penampang

trapesium prismatik, dengan lebar dasar saluran 5,0 meter dan kedalaman rata-rata 4,35 m.

Floodway diharapkan untuk dapat mengalihkan debit banjir dari Sungai Deli ke Sungai Percut

sebesar 70 m3/s. Kondisi eksisting bangunan pelimpah mempunyai elevasi 32,5 sementara

bendung Deli mempunyai elevasi 31,0 dengan sistem orifice. Dalam perencanaan Medan

Floodway Control Project, debit banjir rencana ditetapkan dalam beberapa tingkatan salah

satunya ialah Immediate Plan (rencana jangka pendek) dengan periode ulang banjir 25 tahun

dan debit sebesar 70 m3/s. Adapun skema gambar Immediate Plan adalah seperti berikut :

Gambar 4.1 Skema Debit Banjir Untuk Immediate Plan

71

Universitas Sumatera Utara


4.2 Analisis Hidrologi

Analisa hidrologi ini bertujuan untuk mengetahui debit limpasan air hujan pada Daerah

Aliran Sungai (DAS) Deli pada saat hujan. Debit yang dianalisa adalah debit banjir yang terjadi

dalam periode ulang 2, 5, 10,15, 25, 50 dan 100 tahun. Perhitungan debit banjir ini dilakukan

dengan mengonversikan data curah hujan yang diperoleh menjadi limpasan permukaan.

Adapun data yang diperlukan dalam menghitung debit banjir adalah sebagai berikut :

1. Data curah hujan harian maksimum 10 tahun terakhir

2. Luas Catchment Area (daerah tangkapan air)

4.3 Curah Hujan Harian Maksimum

Dalam menganalisa curah hujan untuk prakiraan intensitas curah hujan diperlukannya

data curah hujan dalam kurun waktu tertentu. Untuk mendapatkan analisa intensitas hujan dan

perkiraan banjir yang akurat diperlukannya data curah hujan minimal 10 tahun terakhir secara

berurutan. Data curah hujan yang dibutuhkan adalah curah hujan harian maksimum yang terjadi

dalam setahun.

Selain itu dalam menganalisa curah hujan, stasiun curah hujan yang dipakai adalah

stasiun yang langsung berhubungan dengan daerah genangan banjir yang akan diteliti. Pada

penelitian ini data curah hujan yang dipakai adalah data sepuluh tahun terakhir dimulai dari

tahun 2006 sampai dengan 2015 serta data curah hujan ini diperoleh dari Stasiun Klimatologi

Kelas I Sampali.

Adapun stasiun penakar curah hujan yang digunakan adalah stasiun yang ada di hulu

hingga hilir DAS Deli yaitu :

1. Stasiun Curah Hujan Sampali, tahun 2006-2015 (10 tahun terakhir)

2. StasiunCurah Hujan Tuntungan, tahun 2006-2015 (10 tahun terakhir)

3. Stasiun Curah Hujan Helvetia, tahun 2006-2015 (10 tahun terakhir)

4. Stasiun Curah Hujan Belawan, tahun 2006-2015 (10 tahun terakhir)

72

Universitas Sumatera Utara


Data curah hujan untuk masing-masing stasiun dapat dilihat pada Tabel 4.1 – 4.4 sebagai

berikut :

4.3.1 Data Curah Hujan Sampali

Lokasi Pengamatan : Stasiun Curah Hujan Staklim Sampali, Kab. Deli Serdang.

Adapun data curah hujan yang diamati oleh Stasiun Curah Hujan Sampali mulai dari

tahun 2006 sampai 2015 dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1 Data Curah Hujan Stasiun Sampali (mm)

(Sumber : Stasiun Klimatologi Kelas I Sampali, 2017)

4.3.2 Data Curah Hujan Tongkoh

Lokasi Pengamatan : Stasiun Curah Hujan Tongkoh, Kab. Karo.

Adapun data curah hujan yang diamati oleh Stasiun Curah Hujan Tongkoh mulai dari

tahun 2006 sampai 2015 dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2 Data Curah Hujan Stasiun Tongkoh (mm)

(Sumber : Stasiun Klimatologi Kelas I Sampali, 2017)

73

Universitas Sumatera Utara


4.3.3 Data Curah Hujan Helvetia

Lokasi Pengamatan : Stasiun Pengamatan Curah Hujan Helvetia, Kota Medan.

Adapun data curah hujan yang diamati oleh Stasiun Curah Hujan Helvetia mulai dari

tahun 2006 sampai 2015 dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut :

Tabel 4.3 Data Curah Hujan Stasiun Helvetia (mm)

(Sumber : Stasiun Klimatologi Kelas I Sampali, 2017)

4.3.4 Data Curah Hujan Belawan

Lokasi Pengamatan : Stasiun Pengamatan Curah Hujan Stamar Belawan, Kota Medan.

Adapun data curah hujan yang diamati oleh Stasiun Curah Hujan Belawan mulai dari

tahun 2006 sampai 2015 dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut :

Tabel 4.4 Data Curah Hujan Stasiun Belawan (mm)

(Sumber : Stasiun Klimatologi Kelas I Sampali, 2017)

Data curah hujan dari Stasiun Klimatologi Kelas I Sampali pada empat lokasi stasiun

curah hujan didapatlah curah hujan maksimum pada DAS Deli seperti tabel 4.5 berikut :

74

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.5 Data Curah Hujan Harian Maksimum DAS Deli

(Sumber : Analisa dan Perhitungan, 2017)

4.4 Penentuan Curah Hujan Wilayah

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode Polygon Thiessen dengan

memperhitungkan pengaruh daerah tiap-tiap pengamatan di mana masing-masing stasiun

mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap

garis penghubung antara dua stasiun. Data yang digunakan ialah data curah hujan harian

maksimum dari keempat stasiun pengamatan curah hujan yaitu stasiun Sampali, Tongkoh,

Helvetia dan Belawan. Berikut ini adalah gambaran daerah aliran sungai (DAS) Deli yang

dimulai dari hulu sampai hilir.

Gambar 4.2 Polygon Thiessen DAS Deli

75

Universitas Sumatera Utara


Dari perhitungan luas area dengan menggunakan metode Polygon Thiessen yang dibagi

menjadi 4 daerah diatas dapat dijelaskan pada tabel berikut :

Tabel 4.6 Luas Tangkapan Hujan Tiap-tiap Stasiun Pengamatan

(Sumber : BPDAS Wampu Sei Ular, 2017)

Curah hujan kawasan diperoleh dengan menggunakan persamaan yaitu:

̅= ∑bi=1 (An × Rn )
R A n

Sebagai contoh dalam menghitung curah hujan kawasan DAS Deli untuk tahun 2006

adalah sebagai berikut :

(59,34 x 112) + (134,18 x 114) + (244,82 x 76) + (34,62 x 396)


̅=
R = 114,721 mm
472,96

Perhitungan selengkapnya mengenai curah hujan kawasan dengan metode Polygon

Thiessen maka dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut :

Tabel 4.7 Curah Hujan Harian Maksimum Thiessen DAS Deli


Stasiun Curah Hujan R max Thiessen
Tahun
Sampali Tongkoh Helvetia Belawan (mm)
2006 112 114 76 396 114,721
2007 135 112 76 103 95,592
2008 90 84 87 190 94,065
2009 103 94 113 136 108,039
2010 401 94 84 101 127,854
2011 98 122 60 123 86,969
2012 83 145 97 119 110,472
2013 111 135 78 114 100,947
2014 165 113 70 100 96,314
2015 90 101 69 81 81,592
(Sumber : Perhitungan, 2017)

76

Universitas Sumatera Utara


4.5 Analisis Frekuensi Curah Hujan

Frekuensi curah hujan periodik adalah besarnya kemungkinan suatu besaran hujan

disamai atau dilampaui sekali dalam jangka waktu tertentu. Distribusi frekuensi dilakukan

untuk mendapatkan curah hujan rencana periode ulang (XT ) dengan periode ulang tertentu.

Metode frekuensi curah hujan periodik yang paling sering digunakan dalam bidang

hidrologi ada empat jenis metode, yaitu :

1. Distribusi Normal

2. Distribusi Log Normal

3. Distribusi Log Person III

4. Distribusi Gumbel

Dalam penelitian ini dihitung curah hujan rancangan dengan kala ulang 2, 5, 10, 15, 20,

25, 50, dan 100 tahun.

4.5.1 Metode Distribusi Normal

Perhitungan frekuensi curah hujan dengan Metode Distribusi Normal dapat dilihat pada

tabel 4.8 berikut :

Tabel 4.8 Perhitungan Metode Distribusi Normal

(Sumber : Perhitungan, 2017)

77

Universitas Sumatera Utara


Dari tabel diatas maka dapat dicari nilai Standar Deviasinya sebagai berikut :

̅ )2
∑(Xi − X
Sx = √ n−1

1717,202
Sx = √ = 13,813
9

Pada analisa curah hujan rencana dengan distribusi normal diperlukan nilai K T (variabel

reduksi) yang diperoleh dari tabel 2.4 untuk menentukan analisa curah hujan rencana dengan

distribusi normal. Selanjutnya untuk mendapatkan besarnya curah hujan rencana pada periode

ulang tertentu adalah dengan menggunakan rumus :

XT = ̅
X + K T × Sx

Adapun perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut :

Tabel 4.9 Curah Hujan Rencana Metode Distribusi Normal

(Sumber : Perhitungan, 2017)

Berikut hasil analisa curah hujan rencana dengan metode Distribusi Normal :

 Periode ulang (T) 2 tahun

XT = ̅
X + K T × Sx

X2 = 101,656 + (0 × 13,813) = 101,656 mm

 Periode ulang (T) 10 tahun

XT = ̅
X + K T × Sx

X10 = 101,656 + (1,280 × 13,813) = 119,337 mm

78

Universitas Sumatera Utara


4.5.2 Metode Distribusi Log Normal

Perhitungan frekuensi curah hujan dengan Metode Distribusi Log Normal dapat dilihat

pada tabel 4.10 berikut :

Tabel 4.10 Perhitungan Metode Distribusi Log Normal

(Sumber : Perhitungan, 2017)

Dari tabel diatas maka dapat dicari nilai Standar Deviasinya sebagai berikut :

̅ )2
∑(Xi − X
Sx = √
n−1

1717,2019
Sx = √ = 13,813
9

∑(Log Xi − ̅̅̅̅̅̅̅
LogX)2
S Log x = √ n−1

0,03067038
S Log x = √ = 0,058377
9

Selanjutnya untuk mendapatkan besarnya curah hujan rencana pada periode ulang

tertentu adalah dengan menggunakan rumus :

Log XT = ̅̅̅̅̅̅̅
Log X + K T × SLog x

XT = 10Log XT

Adapun perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut :

79

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.11 Curah Hujan Rencana Metode Distribusi Log Normal

(Sumber : Perhitungan, 2017)

Berikut hasil analisa curah hujan rencana dengan metode Distribusi Log Normal :

 Periode ulang (T) 2 tahun

Log XT = ̅̅̅̅̅̅̅
Log X + K T × SLog x

Log X2 = 2,0036 + (0 × 0,058377) = 2,0036 mm

XT = 10Log XT

X2 = 102,0036 = 100,828 mm

 Periode ulang (T) 10 tahun

Log XT = ̅̅̅̅̅̅̅
Log X + K T × SLog x

Log X10 = 2,0036 + (1,28 × 0,058377) = 2,0783 mm

XT = 10Log XT

X10 = 102,0783 = 119,758 mm

4.5.3 Metode Distribusi Log Person III

Perhitungan frekuensi curah hujan dengan Metode Distribusi Log Person III dapat dilihat

pada tabel 4.12 berikut :

80

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.12 Perhitungan Metode Distribusi Log Person III

(Sumber : Perhitungan, 2017)

Dari tabel diatas maka dapat dicari nilai Standar Deviasinya sebagai berikut :

̅̅̅̅̅̅̅̅
∑(Log Xi −Log X)2
S Log x = √ n−1

0,0306704
S Log x = √ = 0,058377
9

Selanjutnya pada analisa curah hujan rencana dengan distribusi Log Person III diperlukan

nilai KT yang diperoleh dari tabel 2.6 untuk menentukan analisa curah hujan rencana dengan

distribusi Log Person III. Selanjutnya untuk mendapatkan besarnya curah hujan rencana pada

periode ulang tertentu ada beberapa tahapan :

1. Mencari koefisien asimetri dahulu untuk mendapatkan nilai KT dengan rumus :

n × ∑ni=1(Log Xi − ̅̅̅̅̅̅̅
Log X)3
Cs = 3
(n − 1) × (n − 2) × SLogX

2. Lalu mencari besarnya curah hujan dengan rumus berikut:

̅̅̅̅̅̅̅̅
Log XT = Log X + KT × S

XT = 10Log XT

Adapun perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.13 berikut :

81

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.13 Curah Hujan Rencana Metode Distribusi Log Person III

(Sumber : Perhitungan, 2017)

Berikut hasil analisa curah hujan rencana dengan metode Distribusi Log Person III :

 Periode ulang (T) 2 tahun

Log XT = ̅̅̅̅̅̅̅
Log X + K T × SLog x

Log X2 = 2,0036 + (−0,031 × 0,058377) = 2,002 mm

XT = 10Log XT

X2 = 102,002 = 100,403 mm

 Periode ulang (T) 10 tahun

Log XT = ̅̅̅̅̅̅̅
Log X + K T × SLog x

Log X10 = 2,0036 + (1,300 × 0,058377) = 2,079 mm

XT = 10Log XT

X10 = 102,079 = 120,082 mm

4.5.4 Metode Distribusi Gumbel

Perhitungan frekuensi curah hujan dengan Metode Distribusi Gumbel dapat dilihat pada

tabel 4.14 berikut :

82

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.14 Perhitungan Metode Distribusi Gumbel

(Sumber : Perhitungan, 2017)

Dari tabel diatas maka dapat dicari nilai Standar Deviasinya sebagai berikut :

̅ )2
∑(Xi − X
Sx = √
n−1

1717,202
Sx = √ = 13,813
9

Setelah nilai Standar Deviasi diperoleh, maka selanjutnya mencari curah hujan rencana

pada periode ulang tertentu dengan mengetahui besarnya reduce mean (Yn) dan reduce standar

deviation (Sn). Banyaknya data curah hujan yang digunakan pada penelitian ini adalah 10 tahun

sehingga dapat diketahui nilai Yn dan Sn seperti tabel 4.15 berikut :

Tabel 4.15 Nilai Reduce Mean dan Reduce Standar Deviation


No Variabel Nilai
1 Sn 0,9496
2 Yn 0,4952
(Sumber : Suripin, 2003)

Selanjutnya untuk mendapatkan besarnya curah hujan rencana pada periode ulang

tertentu adalah dengan menggunakan rumus :

̅ + (YTR −Yn ) × SX
XT = X S n

Adapun perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.16 berikut :

83

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.16 Curah Hujan Rencana Metode Distribusi Gumbel

(Sumber : Perhitungan, 2017)

Berikut hasil analisa curah hujan rencana dengan metode Distribusi Gumbel :

 Periode ulang (T) 2 tahun

Y −Y
XT = ̅
X + ( TRS n) × SX
n

0,3668 −0,4952
X2 = 101,656 + ( ) × 13,813 = 99,789 mm
0,9496

 Periode ulang (T) 10 tahun

Y −Y
XT = ̅
X + ( TRS n) × SX
n

2,2510 −0,4952
X10 = 101,656 + ( ) × 13,813 = 127,196 mm
0,9496

4.5.5 Tabulasi Analisis Frekuensi Distribusi

Setelah diperoleh besarnya curah hujan rencana dari ke empat metode distribusi yaitu :

Distribusi Normal, Distribusi Log Normal, Distribusi Log Person III dan Distribusi Gumbel

dapat dilihat pada tabel 4.17 berikut :

84

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.17 Tabulasi Data Curah Hujan

(Sumber : Perhitungan, 2017)

4.6 Uji Kecocokan (Goodnes of fittest test)

Dari keempat metode distribusi curah hujan yang telah di hitung diatas, tahapan

selanjutnya ialah pengujian kecocokan untuk memilih metode distribusi curah hujan yang

nantinya akan dipakai. Dalam penelitian ini ada tiga tahap pengujian yaitu :

1. Pengujian Dispersi

2. Uji Chi – Kuadrat

3. Uji Smirnov – Kolmogorov

4.6.1 Pengujian Dispersi (Stastistik dan Logaritmik)

Pada uji kecocokan ini ada beberapa parameter yang harus diperhatikan yaitu nilai rata-

rata ( ̅
X ), deviasi standar ( SX ), koefisien variasi ( CV ), koefisien kemiringan ( CS ) dan

koefisien kurtosis (CK ). Untuk menentukan besarnya nilai parameter tersebut dapat

menggunakan persamaan 2.9 sampai 2.17.

Adapun hasil perhitungan distribusi curah hujan dengan dispersi statistik ialah sebagai

berikut :

85

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.18 Uji Kecocokan Dengan Dispersi Statistik

(Sumber : Perhitungan, 2017)

Setelah diperoleh hasil perhitungannya maka selanjutnya ialah menentukan besarnya

nilai koefisien variasi ( CV ), koefisien kemiringan ( CS ) dan koefisien kurtosis (CK ). Adapun

besarnya nilai parameter CV , CS dan CK adalah sebagai berikut :

Tabel 4.19 Perhitungan Parameter Dispersi Statistik

(Sumber : Perhitungan, 2017)

Selanjutnya perhitungan dengan distribusi curah hujan dengan dispersi logaritmik ialah

sebagai berikut :

86

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.20 Uji Kecocokan Dengan Dispersi Logaritmik

(Sumber : Perhitungan, 2017)

Setelah diperoleh hasil perhitungannya maka selanjutnya ialah menentukan besarnya

nilai koefisien variasi ( CV ), koefisien kemiringan ( CS ) dan koefisien kurtosis (CK ). Adapun

besarnya nilai parameter CV , CS dan CK adalah sebagai berikut :

Tabel 4.21 Perhitungan Parameter Dispersi Logaritmik

(Sumber : Perhitungan, 2017)

Setelah nilai parameter dari perhitungan dispersi diatas maka selanjutnya dibandingkan

dengan syarat yang telah ditetapkan. Adapun hasil perbandingan parameter dispersi adalah

sebagai berikut :

87

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.22 Perbandingan Parameter Paerhitungan Dispersi

Syarat Hasil Perhitungan Perbandingan


Jenis Sebaran
Cs Ck Cs Ck Cs Ck
Normal (Gauss) 0 3 0,4793 3,9348 Tidak Memenuhi Tidak Memenuhi
Log Normal 0,087 3,014 0,1905 3,6906 Tidak Memenuhi Tidak Memenuhi
Gumbel 1,14 5,4 0,4793 3,9348 Tidak Memenuhi Tidak Memenuhi
Log Pearson III Selain Dari Nilai Diatas 0,1905 3,6906 Memenuhi Memenuhi
(Sumber : Perhitungan, 2017)

Dari perhitungan yang telah dilakukan dengan persyaratan diatas maka dipilih distribusi

Log Person III. Untuk memastikan pemilihan tersebut perlu dilakukan perbandingan hasil

perhitungan dengan uji Chi – Kuadrat dan Simirnov Kolmogorov.

4.6.2 Pengujian Chi – Kuadrat

Setelah dilakukan perhitungan dengan pengujian dispersi maka dipilihlah metode

distribusi Log Person III, maka selanjutnya ialah dilakukan pengujian dengan Chi – Kuadrat

dengan mengurutkan data dari terbesar sampai terkecil atau sebaliknya, cara ini disebut juga

plotting positions. Plotting positions menggunakan persamaan :


m
P(X) = × 100%
n+1

Tabel 4.23 Perhitungan Peringkat Peluang Periode Ulang T Tahun

Curah Hujan Max


No Tahun m Rmax Urut P(X) (%)
(mm) Xi

1 2006 114.721 1 127.854 9.091


2 2007 95.592 2 114.721 18.182
3 2008 94.065 3 110.472 27.273
4 2009 108.039 4 108.039 36.364
5 2010 127.854 5 100.947 45.455
6 2011 86.969 6 96.314 54.545
7 2012 110.472 7 95.592 63.636
8 2013 100.947 8 94.065 72.727
9 2014 96.314 9 86.969 81.818
10 2015 81.592 10 81.592 90.909
(Sumber : Perhitungan, 2017)

88

Universitas Sumatera Utara


Kemudian data yang telah diurutan dari yang terbesar sampai terkecil maka dilakukan

perhitungan untuk mendapatkan nilai Chi Kuadrat dengan persamaan :

(Oi −Ei )2
X 2 = ∑Gi=1 Ei

Untuk mendapatkan nilai G menggunanakan persamaan :

G = 1 + 1,33 Ln n, dimana n = 10, maka

G = 1 + 1,33 Ln (10)

G = 4,062 ≈ 5

DK = G – (R+1)

R yang digunakan dalam distribusi Log Person III adalah 2.

DK = 5 – (2+1)

DK = 2
n 10
Ei = = =2
G 5

Xmax − Xmin 127,854− 81,592


∆X = = = 11,566
G−1 5−1

1
Xawal = Xmin − 2 ∆X

1
Xawal = 81,593 − 2 (11,566)

Xawal = 75,809

Tabel 4.24 Perhitungan uji Chi Kuadrat

(Sumber : Perhitungan, 2017)

89

Universitas Sumatera Utara


Dari tabel (BAB 2 chi kuadat kritis) untuk dK = 2 dengan menggunakan signifikasi (α)

= 0,05 diperoleh nilai X 2 kritis = 5,991. Sedangkan dari hasil perhitungan diatas diperoleh

X 2 = 1,6 < X 2 = 5,991, maka itu berarti distribusi Log Person III memenuhi syarat.

4.6.3 Pengujian Sminrnov Kolmogorov

Perhitungan pengujian smirnov kolmogorof untuk Log Person III dapat dilihat pad tabel

berikut :

Tabel 4.25 Perhitungan Uji Smirnov Kolmogorof

(Sumber : perhitungan, 2017)

Dari perhitungan Smirnov Kolmogorov diatas diperoleh nilai DMax = 0,2020 pada

peringkat m=10. Dengan menggunakan tabel 2.12 untuk derajat kepercayaan (α) = 0,05, maka

diperoleh nilai DO = 0,41. Sehingga dapat dilihat bahwa nilai DMax = 0,2020 < DO = 0,41 maka

perhitungan distribusi menggunakan metode Log Person III dapaat diterima.

4.7 Perhitungan Koefisien Limpasan

Koefisen permukaan (run off) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas

permukaan tanah menuju sungai, danau dan lautan. Air hujan yang jatuh kepermukaan tanah

ada yang langsung masuk ke dalam tanah atau disebut air infiltrasi. Sebagian lagi mengalir di

atas permukaan tanah menuju ke tempat yang lebih rendah. Koefisien limpasan variabel paling

menentukan debit banjir. Faktor utama yang mempengaruhi C adalah laju infiltrasi tanah atau

90

Universitas Sumatera Utara


persentase lahan kedap air, kemiringan lahan, tanaman penutup lahan, dan intensitas hujan.

Penggunaan lahan pada DAS Deli dapat dilihat pada tabel 4.26 berikut ini :

Tabel 4.26 Zona Penggunaan Lahan DAS Deli

(Sumber : Analisa Data dan Peta RBI Medan)

Laju infiltrasi menurun pada hujan yang terus-menerus dan juga dipengaruhi kondisi

kejenuhan air sebelumnya. Nilai koefisien pengaliran di DAS Deli dapat dilihat pada tabel 4.27

berikut :

Tabel 4.27 Nilai Koefisien Pengaliran di DAS Deli

(Sumber : Perhitungan, 2017)

91

Universitas Sumatera Utara


Sehingga di dapat nilai C sebagai berikut :

25747,4845
C= = 0,282
91140,16

4.8 Analisis Intensitas Curah Hujan

Persamaan yang dipakai dalam menentukan besarnya intensitas curah hujan ialah

menggunakan metode Dr. Mononobe pada persamaan 2.25 dan besarnya nilai curah hujan

diambil dari distribusi Log Person III sehingga didapat hasil perhitungan seperti pada tabel

4.28 berikut :

Tabel 4.28 Intensitas Hujan Dengan Periode Ulang Tertentu


Intensitas (I)
Periode
Ulang 2 tahun 5 tahun 10 tahun 15 tahun 20 tahun 25 tahun 50 tahun 100 tahun

R24
100.403 112.753 120.082 122.902 125.745 128.655 134.683 140.357
(mm)
t mm/jam mm/jam mm/jam mm/jam mm/jam mm/jam mm/jam mm/jam
1 34.808 39.089 41.630 42.608 43.593 44.602 46.692 48.659
2 21.928 24.625 26.225 26.841 27.462 28.098 29.414 30.653
3 16.734 18.792 20.014 20.484 20.958 21.443 22.447 23.393
4 13.813 15.513 16.521 16.909 17.300 17.700 18.530 19.310
5 11.904 13.368 14.237 14.572 14.909 15.254 15.968 16.641
6 10.542 11.838 12.608 12.904 13.202 13.508 14.141 14.737
7 9.512 10.682 11.377 11.644 11.913 12.189 12.760 13.297
8 8.702 9.772 10.408 10.652 10.898 11.151 11.673 12.165
9 8.045 9.034 9.622 9.848 10.075 10.308 10.791 11.246
10 7.499 8.422 8.969 9.180 9.392 9.609 10.059 10.483
11 7.037 7.903 8.417 8.614 8.814 9.018 9.440 9.838
12 6.641 7.458 7.942 8.129 8.317 8.509 8.908 9.283
13 6.296 7.070 7.530 7.707 7.885 8.067 8.445 8.801
14 5.992 6.729 7.167 7.335 7.505 7.678 8.038 8.377
15 5.723 6.427 6.845 7.005 7.167 7.333 7.677 8.000
16 5.482 6.156 6.556 6.710 6.866 7.024 7.354 7.663
17 5.265 5.912 6.297 6.445 6.594 6.746 7.062 7.360
18 5.068 5.691 6.061 6.204 6.347 6.494 6.798 7.085
19 4.888 5.490 5.847 5.984 6.122 6.264 6.558 6.834
20 4.724 5.305 5.650 5.783 5.917 6.053 6.337 6.604
21 4.573 5.135 5.469 5.598 5.727 5.860 6.134 6.393
22 4.433 4.979 5.302 5.427 5.552 5.681 5.947 6.197
23 4.304 4.833 5.147 5.268 5.390 5.515 5.773 6.017
24 4.183 4.698 5.003 5.121 5.239 5.361 5.612 5.848
(Sumber : Perhitungan, 2017)

92

Universitas Sumatera Utara


Berikut hasil analisa intensitas curah hujan dengan metode Dr. Mononobe :

 Periode Ulang (T) 2 tahun ( t = 1 ; 10 ; 22 )


2
R24 24 3
I= 24
× (t)

2
100,403 24 3
I= × (1) = 34,808 mm/jam
24

2
100,403 24 3
I= × (10) = 7,499 mm/jam
24

2
100,403 24 3
I= × (22) = 4,433 mm/jam
24

 Periode Ulang (T) 25 tahun ( t = 1 ; 10 ;22 )


2
R24 24 3
I= × (t)
24

2
128,655 24 3
I= × (1) = 44,602 mm/jam
24

2
128,655 24 3
I= × (10) = 9,609 mm/jam
24

2
128,655 24 3
I= × (22) = 5,681 mm/jam
24

4.9 Analisis Hidrograf Debit Banjir Rencana

Metode penentuan debit banjir rencana akan dilakukan dengan dua cara yaitu metode

hidrograf satuan sintetik Gamma I dan hidrograf satuan sintetik Nakayasu.

4.9.1 Metode Gamma 1

Metode hidrograf satuan sintetik (HSS) Gamma I banyak digunakan untuk mengetahui

hidrograf banjir di Indonesia. Metode ini memang bisa dikondisikan terhadap kondisi topografi

sungai-sungai di Indonesia bila dibandingkan cara-cara lain. Berikut parameter yang digunakan

dalam perhitungan Gamma 1 :

93

Universitas Sumatera Utara


Luas DAS (A) : 472,96 km2

Panjang Sungai Utama (L) : 72 km

Kemiringan Sungai (S) : 0,0193

Kerapatan Jaringan Kuras (D) : 0,157

Luas DAS Bagian Hulu (RUA) : 0,592

Faktor Lebar (WF) :3

Faktor Simetri (SIM) : 1,776

Faktor Sumber (SF) : 0,347

Frekuensi Sumber (SN) : 0,4

Jumlah Pertemuan Sungai (JN) : 10

Dari parameter – parameter diatas dapat ditentukan besar nilai hidrograf satuan sintettik

Gamma 1 dengan tahapan dan persamaan sebagai berikut :

1. Waktu Naik (TR )

L 3
TR = 0,43 (100 SF) + 1,0665 SIM + 1,2775

72 3
TR = 0,43 (100 ×0,347) + 1,0665 (1,776) + 1,2775

TR = 7,01 jam

2. Debit Puncak (QP )

QP = 0,1836 A0,5886 TR −0,4008 JN0,2381

QP = 0,1836 . (472,96)0,5886 . (7,01)−0,4008 . (10)0,2381

QP = 5,46 m3/s

3. Waktu Dasar (TB )

TB = 27,4132 . TR 0,1457 . SN 0,7344 . S −0,0986 . RUA0,2574

TB = 27,4132 . (7,01)0,1457 . (0,4)0,7344 . (0,0193)−0,0986 . (0,592)0,2574

TB = 23,96 jam

94

Universitas Sumatera Utara


4. Koefisien Tampungan (K)

K = 0,5617 . A0,1798 . S −0,1446 . SF −1,0897 . D0,0452

K = 0,5617 . (472,96)0,1798 . (0,0193)−0,1446 . (0,347)−1,0897 . (0,157)0,0452

K = 8,77

5. Menghitung Debit

Debit pada bagian naik hidrograf (QT )

𝑇
QT = (T ) × Qp
R

Debit pada bagian turun hidrograf (QT )

QT = QP × e−t/K

Untuk nilai t > TR = 7,01, misal nilai t = 8 sehingga di peroleh :

QT = 5,46 × e−(8−7,01)/8,77

QT = 4,88 m3/s

Untuk perhitungan unit hidrograf selanjutnya dapat dilihat pada tabel 4.29 berikut :

Tabel 4.29 Unit Hidrograf Gamma I


T Qt T Qt
3
(Jam ke) (m /s) (Jam ke) (m3 /s)
0 0,00 18 1,56
1 0,78 19 1,39
2 1,56 20 1,24
3 2,34 21 1,11
4 3,12 22 0,99
5 3,89 23 0,88
6 4,67 24 0,79
7 5,45 25 0,70
7,01 5,46 26 0,63
8 4,88 27 0,56
9 4,35 28 0,50
10 3,88 29 0,44
11 3,47 30 0,40
12 3,09 31 0,35
13 2,76 32 0,32
14 2,46 33 0,28
15 2,20 34 0,25
16 1,96 35 0,22
17 1,75 36 0,20

(Sumber : Perhitungan, 2017)

95

Universitas Sumatera Utara


Unit Hidrograf Gamma I
6.00
5.50
5.00
4.50
4.00
Q m3/s

3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38

t (jam)
Qt

Gambar 4.3 Grafik Unit Hidrograf HSS Gamma I

Selanjutnya untuk menghitung besarnya debit banjir pada periode ulang 25 tahun dapat

dilihat di tabel 4.30 berikut :

Tabel 4.30 Debit Banjir Periode Ulang 25 Tahun

Q Design Rainfall
t
terkoreksi Q(m3/s)
1 2 3
(jam) (m3/d) 44,602 28,098 21,443
0 0 0 0 0 0
1 0,779 34,737 0 0 35,516
2 1,558 69,475 43,766 0 114,799
3 2,336 104,212 65,650 50,100 222,298
4 3,115 138,950 87,533 66,800 296,398
5 3,894 173,687 109,416 83,500 370,497
6 4,673 208,424 131,299 100,200 444,597
7 5,452 243,162 153,182 116,900 518,696
7,01 5,460 243,509 153,401 117,067 519,437
8 4,880 217,672 137,125 104,646 464,323

96

Universitas Sumatera Utara


Sambungan tabel 4.30

Q Design Rainfall
t
terkoreksi Q(m3/s)
1 2 3
(jam) (m3/d) 44,602 28,098 21,443
9 4,354 194,210 122,344 93,366 414,275
10 3,885 173,276 109,157 83,303 369,621
11 3,466 154,600 97,392 74,324 329,781
12 3,093 137,936 86,894 66,313 294,235
13 2,759 123,068 77,528 59,165 262,520
14 2,462 109,803 69,172 52,788 234,224
15 2,196 97,968 61,716 47,098 208,978
16 1,960 87,408 55,064 42,021 186,453
17 1,748 77,987 49,128 37,492 166,356
18 1,560 69,581 43,833 33,451 148,425
19 1,392 62,081 39,108 29,845 132,426
20 1,242 55,389 34,893 26,628 118,153
21 1,108 49,419 31,132 23,758 105,417
22 0,989 44,092 27,776 21,197 94,055
23 0,882 39,340 24,782 18,913 83,917
24 0,787 35,099 22,111 16,874 74,872
25 0,702 31,316 19,728 15,055 66,802
26 0,626 27,941 17,602 13,432 59,601
27 0,559 24,929 15,704 11,985 53,177
28 0,499 22,242 14,012 10,693 47,445
29 0,445 19,845 12,501 9,540 42,331
30 0,397 17,706 11,154 8,512 37,768
31 0,354 15,797 9,952 7,595 33,698
32 0,316 14,094 8,879 6,776 30,065
33 0,282 12,575 7,922 6,046 26,825
34 0,252 11,220 7,068 5,394 23,933
35 0,224 10,010 6,306 4,813 21,354
36 0,200 8,931 5,626 4,294 19,052
(Sumber : Perhitungan, 2017)

Untuk perhitungan debit banjir pada periode ulang yang lain adalah dengan cara yang

sama, hanya saja berbeda pada intensitas hujannya sesauai pada periode ulang masing –

masing. Adapun rekapitulasi dari debit banjir rancangan dengan periode ulang 2, 5, 10, 15, 20,

25, 50 dan 100 tahun dengan metode Gamma I dapat dilihat pada tabel 4.31 berikut ini :

97

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.31 Rekapitulasi Debit Banjir Metode Gamma I
Debit Banjir
Jam
Q2 Q5 Q10 Q15 Q20 Q25 Q50 Q100
0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 27.888 31.223 33.201 33.963 34.731 35.516 37.144 38.676
2 89.932 100.802 107.253 109.735 112.237 114.799 120.105 125.099
3 173.996 195.111 207.641 212.462 217.323 222.298 232.604 242.305
4 231.994 260.147 276.855 283.283 289.764 296.398 310.139 323.074
5 289.993 325.184 346.068 354.104 362.205 370.497 387.674 403.842
6 347.992 390.221 415.282 424.925 434.646 444.597 465.209 484.610
7 405.990 455.258 484.496 495.745 507.087 518.696 542.744 565.379
7.01 406.570 455.908 485.188 496.454 507.812 519.437 543.519 566.187
8 363.431 407.535 433.707 443.778 453.931 464.323 485.849 506.112
9 324.258 363.608 386.959 395.945 405.003 414.275 433.481 451.560
10 289.307 324.416 345.250 353.267 361.349 369.621 386.758 402.887
11 258.124 289.448 308.037 315.189 322.400 329.781 345.070 359.461
12 230.302 258.249 274.835 281.216 287.650 294.235 307.876 320.716
13 205.478 230.413 245.211 250.905 256.645 262.520 274.691 286.147
14 183.330 205.578 218.780 223.860 228.982 234.224 245.083 255.304
15 163.570 183.419 195.199 199.731 204.301 208.978 218.666 227.786
16 145.939 163.649 174.159 178.203 182.280 186.453 195.097 203.234
17 130.209 146.010 155.387 158.995 162.632 166.356 174.068 181.328
18 116.174 130.272 138.638 141.857 145.103 148.425 155.306 161.783
19 103.652 116.230 123.695 126.567 129.463 132.426 138.566 144.345
20 92.480 103.702 110.362 112.925 115.508 118.153 123.630 128.786
21 82.511 92.524 98.467 100.753 103.058 105.417 110.305 114.905
22 73.618 82.552 87.853 89.893 91.950 94.055 98.415 102.520
23 65.683 73.654 78.384 80.204 82.039 83.917 87.807 91.469
24 58.603 65.715 69.935 71.559 73.196 74.872 78.343 81.610
25 52.286 58.632 62.397 63.846 65.306 66.802 69.899 72.814
26 46.651 52.312 55.671 56.964 58.267 59.601 62.364 64.965
27 41.622 46.673 49.671 50.824 51.987 53.177 55.642 57.963
28 37.136 41.643 44.317 45.346 46.383 47.445 49.645 51.715
29 33.133 37.154 39.540 40.458 41.384 42.331 44.294 46.141
30 29.562 33.149 35.278 36.097 36.923 37.768 39.519 41.168
31 26.375 29.576 31.476 32.207 32.943 33.698 35.260 36.730
32 23.533 26.388 28.083 28.735 29.392 30.065 31.459 32.771
33 20.996 23.544 25.056 25.638 26.224 26.825 28.068 29.239
34 18.733 21.006 22.355 22.874 23.398 23.933 25.043 26.087
35 16.714 18.742 19.946 20.409 20.876 21.354 22.344 23.276
36 14.912 16.722 17.796 18.209 18.626 19.052 19.935 20.767
(Sumber : Perhitungan, 2017)

98

Universitas Sumatera Utara


Debit Banjir Metode Gamma I
600
550
500
450 Periode 2 tahun
400
Q m3/s

Periode 5 tahun
350
300 Periode 10 tahun
250 Periode 15 tahun
200 Periode 20 tahun
150
Periode 25 tahun
100
50 Periode 50 tahun
0 Periode 100 tahun
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38

t (jam)
Gambar 4.4 Grafik Debit Banjir Hidrograf HSS Gamma I

4.9.2 Metode Nakayasu

Ada beberapa parameter yang dibutuhkan untuk mengetahui besarnya debit dengan

menggunakan metode Nakaysu, yaitu sebagai berikut :

Luas DAS (A) : 472,96 km2

Panjang Sungai Utama (L) : 72 km

Kemiringan Sungai (S) : 0,0193

Koefisien pengaliraan : 0,282

Dari parameter – parameter diatas dapat ditentukan besar nilai hidrograf satuan sintettik

Nakayasu dengan tahapan dan persamaan sebagai berikut :

1. Waktu Kelambatan (t g )

t g = 0,4 + 0,058 𝐿

t g = 0,4 + 0,058 (72)

t g = 4,58 jam

99

Universitas Sumatera Utara


2. Durasi Hujan (Tr )

Tr = 0,75 t g

Tr = 0,75 (4,58)

Tr = 3,43 jam

3. Waktu Puncak (t p )

t p = t g + 0,8 × Tr

t p = 4,58 + 0,8 × 3,43

t p = 7,32 jam

4. Waktu Saat Debit Sama Dengan 0,3 kali Debit Puncak (t 0,3 )

t 0,3 = α × t g

t 0,3 = 2 × 4,58

t 0,3 = 9,16 jam

5. Debit Puncak (Qp )

C ×A × R0
Qp = 3,6 ×(0,3 × t
p + t0,3

0,282 ×472,96 × 1
Qp = 3,6 ×(0,3 × 7,32+ 9,16

Qp = 3,26 m3/s

Selanjutnya untuk menentukan lengkung kurva naik dan kurva turun dapat menggunakan

persamaan 2.41 – 2.44. Maka diperoleh unit hidrograf dengan metode Nakayasu sebagai

berikut :

100

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.32 Unit Hidrograf Nakayasu

T Qt T Qt
3 3
(Jam ke) (m /s) (Jam ke) (m /s)
0 0,00 20 0,72
1 0,03 21 0,66
2 0,14 22 0,60
3 0,38 23 0,55
4 0,77 24 0,51
5 1,31 25 0,46
6 2,02 26 0,42
7 2,93 27 0,39
7,32 3,26 28 0,36
8 2,99 29 0,33
9 2,62 30 0,30
10 2,30 30,20 0,29
11 2,01 31 0,28
12 1,76 32 0,26
13 1,55 33 0,24
14 1,36 34 0,23
15 1,19 35 0,21
16 1,04 36 0,20
16,47 0,98 37 0,19
17 0,94 38 0,18
18 0,86 39 0,16
19 0,78 40 0,15
(Sumber : Perhitungan, 2017)

Unit Hidrograf Nakayasu


3.50

3.00

2.50
Q m3/s

2.00

1.50

1.00

0.50

0.00
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42

t (jam)
Qt
Gambar 4.5 Grafik Unit Hidrograf HSS Nakayasu

101

Universitas Sumatera Utara


Selanjutnya untuk menghitung besarnya debit banjir pada periode ulang 25 tahun dapat

dilihat di tabel 4.33 berikut :

Tabel 4.33 Debit Banjir Periode Ulang 25 Tahun

Q Design Rainfall
t
terkoreksi Q(m3/s)
1 2 3
(jam) (m3/d) 44.602 28.098 21.443
0 0.00 0 0 0 0
1 0.03 1.225 0 0 1.252
2 0.14 6.466 4.073 0 10.684
3 0.38 17.109 10.778 8.225 36.496
4 0.77 34.126 21.498 16.406 72.794
5 1.31 58.299 36.726 28.027 124.360
6 2.02 90.302 56.887 43.413 192.626
7 2.93 130.729 82.354 62.848 278.861
7.32 3.26 145.609 91.728 70.002 310.604
8 2.99 133.177 83.897 64.025 284.085
9 2.62 116.761 73.555 56.133 249.067
10 2.30 102.368 64.488 49.214 218.365
11 2.01 89.750 56.539 43.147 191.448
12 1.76 78.686 49.569 37.828 167.848
13 1.55 68.987 43.459 33.165 147.158
14 1.36 60.483 38.102 29.077 129.018
15 1.19 53.028 33.405 25.493 113.115
16 1.04 46.491 29.287 22.351 99.171
16.47 0.98 43.683 27.518 21.001 93.181
17 0.94 41.712 26.277 20.053 88.977
18 0.86 38.210 24.071 18.369 81.506
19 0.78 35.001 22.049 16.827 74.662
20 0.72 32.062 20.198 15.414 68.393
21 0.66 29.370 18.502 14.120 62.651
22 0.60 26.904 16.949 12.934 57.390
23 0.55 24.645 15.525 11.848 52.571
24 0.51 22.576 14.222 10.853 48.157
25 0.46 20.680 13.028 9.942 44.113

102

Universitas Sumatera Utara


Sambungan tabel 4.33

Q Design Rainfall
t
terkoreksi Q(m3/s)
1 2 3
(jam) (m3/d) 44.602 28.098 21.443
26 0.42 18.944 11.934 9.107 40.409
27 0.39 17.353 10.932 8.342 37.016
28 0.36 15.896 10.014 7.642 33.908
29 0.33 14.561 9.173 7.000 31.061
30 0.30 13.339 8.403 6.413 28.453
30.20 0.29 13.105 8.256 6.300 27.954
31 0.28 12.434 7.833 5.978 26.524
32 0.26 11.643 7.335 5.597 24.836
33 0.24 10.902 6.868 5.241 23.255
34 0.23 10.208 6.430 4.907 21.774
35 0.21 9.558 6.021 4.595 20.388
36 0.20 8.949 5.638 4.302 19.090
37 0.19 8.380 5.279 4.029 17.875
38 0.18 7.846 4.943 3.772 16.737
39 0.16 7.347 4.628 3.532 15.672
40 0.15 6.879 4.334 3.307 14.674
(Sumber : Perhitungan, 2017)
Adapun rekapitulasi debit banjir periode ulang 2, 5, 10, 15, 20, 25, 50, 100 tahun dengan

menggunakan metode Nakayasu adalah sebagai berikut :

Tabel 4.34 Rekapitulasi Debit Banjir Metode Nakayasu


Debit Banjir
Jam
Q2 Q5 Q10 Q15 Q20 Q25 Q50 Q100
0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 0.983 1.101 1.171 1.198 1.225 1.252 1.310 1.364
2 8.369 9.381 9.981 10.212 10.445 10.684 11.177 11.642
3 28.566 32.032 34.090 34.881 35.679 36.496 38.188 39.781
4 56.977 63.891 67.994 69.573 71.165 72.794 76.169 79.346
5 97.338 109.150 116.160 118.857 121.577 124.360 130.126 135.552
6 150.771 169.068 179.925 184.103 188.315 192.626 201.557 209.963
7 218.268 244.756 260.474 266.522 272.620 278.861 291.790 303.959
7.32 243.114 272.616 290.124 296.861 303.652 310.604 325.004 338.559
8 222.357 249.341 265.354 271.515 277.727 284.085 297.256 309.653
9 194.948 218.605 232.644 238.046 243.492 249.067 260.614 271.483
10 170.917 191.658 203.967 208.703 213.478 218.365 228.489 238.018

103

Universitas Sumatera Utara


Sambungan tabel 4.34
Debit Banjir
Jam
Q2 Q5 Q10 Q15 Q20 Q25 Q50 Q100
11 149.849 168.033 178.825 182.977 187.163 191.448 200.323 208.678
12 131.377 147.320 156.781 160.422 164.092 167.848 175.630 182.955
13 115.183 129.160 137.455 140.647 143.865 147.158 153.981 160.403
14 100.984 113.239 120.512 123.310 126.131 129.018 135.000 140.630
15 88.536 99.280 105.656 108.110 110.583 113.115 118.359 123.295
16 77.623 87.042 92.633 94.783 96.952 99.171 103.769 108.097
16.47 72.934 81.785 87.037 89.058 91.096 93.181 97.501 101.568
17 69.644 78.095 83.110 85.040 86.986 88.977 93.102 96.985
18 63.796 71.538 76.132 77.900 79.682 81.506 85.285 88.842
19 58.439 65.531 69.739 71.359 72.991 74.662 78.124 81.382
20 53.532 60.029 63.884 65.367 66.863 68.393 71.564 74.549
21 49.037 54.988 58.520 59.878 61.248 62.651 65.555 68.289
22 44.920 50.371 53.606 54.851 56.106 57.390 60.051 62.555
23 41.148 46.142 49.105 50.245 51.395 52.571 55.008 57.303
24 37.693 42.267 44.982 46.026 47.079 48.157 50.390 52.491
25 34.528 38.718 41.205 42.162 43.126 44.113 46.159 48.084
26 31.629 35.467 37.745 38.621 39.505 40.409 42.283 44.046
27 28.973 32.489 34.576 35.379 36.188 37.016 38.732 40.348
28 26.540 29.761 31.672 32.408 33.149 33.908 35.480 36.960
29 24.312 27.262 29.013 29.687 30.366 31.061 32.501 33.857
30 22.271 24.973 26.577 27.194 27.816 28.453 29.772 31.014
30.20 21.880 24.535 26.111 26.717 27.329 27.954 29.250 30.470
31 20.761 23.280 24.775 25.351 25.931 26.524 27.754 28.911
32 19.439 21.798 23.198 23.737 24.280 24.836 25.987 27.071
33 18.202 20.411 21.721 22.226 22.734 23.255 24.333 25.348
34 17.043 19.111 20.339 20.811 21.287 21.774 22.784 23.734
35 15.958 17.895 19.044 19.486 19.932 20.388 21.333 22.223
36 14.942 16.755 17.831 18.246 18.663 19.090 19.975 20.808
37 13.991 15.689 16.696 17.084 17.475 17.875 18.704 19.484
38 13.100 14.690 15.633 15.996 16.362 16.737 17.513 18.243
39 12.266 13.755 14.638 14.978 15.321 15.672 16.398 17.082
40 11.485 12.879 13.706 14.025 14.345 14.674 15.354 15.995
(Sumber : Perhitungan, 2017)

104

Universitas Sumatera Utara


Debit Banjir Metode Nakayasu
360
340
320
300
280 Periode 2 tahun
260
Q m3/s

240 Periode 5 tahun


220
200 Periode 10 tahun
180
160
140 Periode 15 tahun
120
100 Periode 20 tahun
80
60 Periode 25 tahun
40
20 Periode 50 tahun
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 Periode 100 tahun

t (jam)
Gambar 4.6 Grafik Debit Banjir Hidrograf HSS Nakayasu

4.10 Analisa Debit Banjir Dari Hulu ke Kampung Aur

Dalam perhitungan ini yang dicari adalah debit yang mengalir dari hulu sampai ke

Kampung Aur yang bertujuan untuk mengetahui besarnya debit yang nantinya digunakan

untuk merancang bearnya dimensi tunnel. Tetapi sebelumnya perlu diketahui bahwa adanya

kanal pada sungai Deli yang dapat mengalirkan debit sebesar 70 m3/s menuju sungai Percut.

Yang mana panjang kanal tersebut ialah lebih dari 3.800 meter dengan penampang berbentuk

trapesium dan dengan permukaan yang bebas.

Adapaun perhitungannya menggunakan metode Gamma I dan Nakayasu seperti pada

perhitungan diatas.

4.10.1 Metode Gamma I

Berikut parameter yang digunakan dalam perhitungan Gamma 1 :

Luas DAS (A) : 241,589 km2

Panjang Sungai Utama (L) : 54,7 km

Kemiringan Sungai (S) : 0,0247

Kerapatan Jaringan Kuras (D) : 0,157


105

Universitas Sumatera Utara


Luas DAS Bagian Hulu (RUA) : 0,592

Faktor Lebar (WF) :3

Faktor Simetri (SIM) : 1,776

Faktor Sumber (SF) : 0,547

Frekuensi Sumber (SN) : 0,417

Jumlah Pertemuan Sungai (JN) :8

Dengan cara perhitungan yang sama seperti perhitungan Gamma I sebelumnya, maka

diperoleh besarnya nilai hidrograf satuan sintettik Gamma I sebagai berikut :

1. Waktu Naik (TR )

TR = 3,60 jam

2. Debit Puncak (QP )

QP = 4,56 m3/s

3. Waktu Dasar (TB )

TB = 21,86 jam

4. Koefisien Tampungan (K)

K = 4,57

5. Menghitung Debit

Debit pada bagian turun hidrograf (QT )

Untuk nilai t > TR = 3,60, misal nilai t = 5 sehingga di peroleh :

QT = 3,35 m3/s

Untuk perhitungan unit hidrograf selanjutnya dapat dilihat pada tabel 4.35 berikut :

106

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.35 Unit Hidrograf Gamma I

T Qt T Qt
3
(Jam ke) (m /s) (Jam ke) (m3 /s)
0 0 18 0,19
1 1,26 19 0,16
2 2,53 20 0,13
3 3,79 21 0,10
3,60 4,56 22 0,08
4 4,17 23 0,07
5 3,35 24 0,05
6 2,69 25 0,04
7 2,16 26 0,03
8 1,74 27 0,03
9 1,40 28 0,02
10 1,12 29 0,02
11 0,90 30 0,01
12 0,72 31 0,01
13 0,58 32 0,01
14 0,47 33 0,01
15 0,38 34 0,01
16 0,30 35 0,00
17 0,24 36 0,00
(Sumber : Perhitungan, 2017)

Unit Hidrograf Gamma I


5.00
4.50
4.00
3.50
Q m3/s

3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38

t (jam)
Qt

Gambar 4.7 Grafik Unit Hidrograf HSS Gamma I

107

Universitas Sumatera Utara


Selanjutnya untuk menghitung besarnya debit banjir pada periode ulang 25 tahun dapat

dilihat di tabel 4.36 berikut :

Tabel 4.36 Debit Banjir Periode Ulang 25 Tahun

Q Design Rainfall
t
terkoreksi Q(m3/s)
1 2 3
(jam) (m3/d) 44.602 28.098 21.443
0 0 0 0 0 0
1 1.26 56.415 0 0 57.680
2 2.53 112.830 71.078 0 186.438
3 3.79 169.245 106.618 81.364 361.022
3.60 4.56 203.184 127.998 97.681 433.419
4 4.17 186.209 117.304 89.520 397.207
5 3.35 149.586 94.233 71.914 319.087
6 2.69 120.167 75.700 57.770 256.331
7 2.16 96.533 60.812 46.408 205.918
8 1.74 77.548 48.852 37.281 165.419
9 1.40 62.296 39.244 29.949 132.885
10 1.12 50.044 31.526 24.059 106.750
11 0.90 40.202 25.325 19.327 85.755
12 0.72 32.295 20.345 15.526 68.890
13 0.58 25.943 16.343 12.472 55.341
14 0.47 20.841 13.129 10.019 44.457
15 0.38 16.742 10.547 8.049 35.713
16 0.30 13.449 8.473 6.466 28.689
17 0.24 10.804 6.806 5.194 23.047
18 0.19 8.679 5.468 4.173 18.514
19 0.16 6.972 4.392 3.352 14.873
20 0.13 5.601 3.528 2.693 11.948
21 0.10 4.500 2.835 2.163 9.598
22 0.08 3.615 2.277 1.738 7.710
23 0.07 2.904 1.829 1.396 6.194
24 0.05 2.333 1.469 1.121 4.976
25 0.04 1.874 1.180 0.901 3.997
26 0.03 1.505 0.948 0.724 3.211
27 0.03 1.209 0.762 0.581 2.579
28 0.02 0.971 0.612 0.467 2.072
29 0.02 0.780 0.492 0.375 1.665
30 0.01 0.627 0.395 0.301 1.337

108

Universitas Sumatera Utara


Sambungan tabel 4.36

Q Design Rainfall
t
terkoreksi Q(m3/s)
1 2 3
(jam) (m3/d) 44.602 28.098 21.443
31 0.01 0.504 0.317 0.242 1.074
32 0.01 0.405 0.255 0.194 0.863
33 0.01 0.325 0.205 0.156 0.693
34 0.01 0.261 0.164 0.126 0.557
35 0.00 0.210 0.132 0.101 0.447
36 0.00 0.168 0.106 0.081 0.359
(Sumber : Perhitungan, 2017)

4.10.2 Metode Nakayasu

Berikut parameter yang digunakan dalam perhitungan Nakayasu :

Luas DAS (A) : 241,589 km2

Panjang Sungai Utama (L) : 54,7 km

Kemiringan Sungai (S) : 0,0247

Koefisien pengaliraan : 0,282

Dengan cara perhitungan yang sama seperti perhitungan Nakayasu sebelumnya, maka

diperoleh besarnya nilai hidrograf satuan sintettik Nakayasu sebagai berikut :

1. Waktu Kelambatan (t g )

t g = 3,57 jam

2. Durasi Hujan (Tr )

Tr = 2,68 jam

3. Waktu Puncak (t p )

t p = 5,72 jam

4. Waktu Saat Debit Sama Dengan 0,3 kali Debit Puncak (t 0,3 )

t 0,3 = 7,15 jam

109

Universitas Sumatera Utara


5. Debit Puncak (Qp )

Qp = 2,14 m3/s

Selanjutnya untuk menentukan lengkung kurva naik dan kurva turun dengan metode

Nakayasu dapat dilihat pada tabel 4.37 berikut :

Tabel 4.37 Unit Hidrograf Nakayasu

T Qt T Qt
3
(Jam ke) (m /s) (Jam ke) (m3 /s)
0 0 20 0,29
1 0,03 21 0,26
2 0,17 22 0,23
3 0,45 23 0,21
4 0,91 23,58 0,19
5 1,55 24 0,19
5,72 2,14 25 0,17
6 2,04 26 0,16
7 1,72 27 0,14
8 1,45 28 0,13
9 1,23 29 0,12
10 1,04 30 0,11
11 0,88 31 0,10
12 0,74 32 0,09
12,86 0,64 33 0,09
13 0,63 34 0,08
14 0,56 35 0,07
15 0,50 36 0,07
16 0,45 37 0,06
17 0,40 38 0,06
18 0,36 39 0,05
19 0,32 40 0,05
(Sumber : Perhitungan, 2017)

110

Universitas Sumatera Utara


Unit Hidrograf Nakayasu
2.50

2.00
Q m3/s
1.50

1.00

0.50

0.00
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42

t (jam) Qt

Gambar 4.8 Grafik Unit Hidrograf HSS Nakayasu

Selanjutnya untuk menghitung besarnya debit banjir pada periode ulang 25 tahun dapat

dilihat di tabel 4.38 berikut :

Tabel 4.38 Debit Banjir Periode Ulang 25 Tahun

Q Design Rainfall
t
terkoreksi Q(m3/s)
1 2 3
(jam) (m3/d) 44.602 28.098 21.443
0 0.00 0 0 0 0.000
1 0.03 1.452 0 0 1.484
2 0.17 7.662 4.827 0 12.661
3 0.45 20.276 12.773 9.748 43.252
4 0.91 40.442 25.477 19.443 86.269
5 1.55 69.091 43.525 33.215 147.380
5.72 2.14 95.267 60.015 45.800 203.218
6 2.04 90.818 57.212 43.661 193.727
7 1.72 76.735 48.340 36.890 163.686
8 1.45 64.836 40.844 31.170 138.303
9 1.23 54.782 34.510 26.336 116.857
10 1.04 46.287 29.159 22.252 98.736
11 0.88 39.109 24.637 18.802 83.425
12 0.74 33.044 20.817 15.886 70.488
12.86 0.64 28.580 18.004 13.740 60.965
13 0.63 28.139 17.726 13.528 60.023
14 0.56 25.149 15.843 12.090 53.645
15 0.50 22.477 14.159 10.806 47.945

111

Universitas Sumatera Utara


Sambungan tabel 4.38

Q Design Rainfall
t
terkoreksi Q(m3/s)
1 2 3
(jam) (m3/d) 44.602 28.098 21.443
16 0.45 20.088 12.655 9.657 42.851
17 0.40 17.954 11.310 8.631 38.298
18 0.36 16.046 10.108 7.714 34.229
19 0.32 14.341 9.034 6.895 30.592
20 0.29 12.817 8.074 6.162 27.341
21 0.26 11.455 7.217 5.507 24.436
22 0.23 10.238 6.450 4.922 21.840
23 0.21 9.150 5.764 4.399 19.519
23.58 0.19 8.574 5.401 4.122 18.290
24 0.19 8.275 5.213 3.978 17.652
25 0.17 7.607 4.792 3.657 16.226
26 0.16 6.992 4.405 3.361 14.915
27 0.14 6.427 4.049 3.090 13.710
28 0.13 5.908 3.722 2.840 12.602
29 0.12 5.431 3.421 2.611 11.584
30 0.11 4.992 3.145 2.400 10.648
31 0.10 4.588 2.891 2.206 9.788
32 0.09 4.218 2.657 2.028 8.997
33 0.09 3.877 2.442 1.864 8.270
34 0.08 3.564 2.245 1.713 7.602
35 0.07 3.276 2.064 1.575 6.987
36 0.07 3.011 1.897 1.448 6.423
37 0.06 2.768 1.744 1.331 5.904
38 0.06 2.544 1.603 1.223 5.427
39 0.05 2.339 1.473 1.124 4.988
40 0.05 2.150 1.354 1.033 4.585
(Sumber : Perhitungan, 2017)

4.11 Perhitungan Debit Inflow/ Outflow

Setelah diperoleh debit banjir dengan periode ulang 25 tahun, maka selanjutnya ialah

mengetahui sebarapa besar debit yang masuk ke sungai Deli dengan menggunakan metode

Muskingum. Perhitungan debit inflow/ outflow menggunakan debit banjir yang diperoleh dari

metode Nakayasu dapat dilihat pada tabel 4.39 berikut :

112

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.39 Debit Inflow/ Outflow Periode Ulang 25 Tahun

Nakayasu
Time Inflow outflow
(jam) (m3/s) (m3/s)
1 1.484 1.484
2 12.661 2.183
3 43.252 7.369
4 86.269 21.271
5 203.218 48.892
6 193.727 96.526
7 163.686 125.024
8 138.303 135.519
9 116.857 135.049
10 98.736 128.231
11 83.425 118.057
12 60.965 105.831
13 60.023 91.751
14 53.645 81.438
15 47.945 72.396
16 42.851 64.437
17 38.298 57.407
18 34.229 51.181
19 30.592 45.656
20 27.341 40.745
21 24.436 36.375
22 21.840 32.482
23 18.290 28.934
24 17.652 25.568
25 16.226 23.005
26 14.915 20.805
27 13.710 18.889
28 12.602 17.201
29 11.584 15.700
30 10.648 14.356
31 9.788 13.143
32 8.997 12.045
33 8.270 11.047
34 7.602 10.137
35 6.987 9.307
36 6.423 8.547
(Sumber : Perhitungan, 2017)

113

Universitas Sumatera Utara


Berikut hasil perhitungan debit inflow/ outflow dengan mengunakan metode

Muskingum :

K = 3 ; Δt = 1 ; x = 0.1, sehingga diperoleh besar nilai C0 , C1 , C2 dengan persamaan berikut :


D = K − Kx + 0.5Δt = 3 − (3)(0,1) + 0,5(1) = 3,2
−Kx+0.5Δt (−3)(0,1)+0,5(1)
C0 = = = 0,0625
D 3,2

Kx+0.5Δt (3)(0,1)+0,5(1)
C1 = = = 0,25
D 3,2

K−Kx−0.5Δt 3−(3)(0,1)−0,5(1)
C2 = = = 0,6875
D 3,2

Selanjutnya cek besar nilai ∑ C = C0 + C1 + C2 = 0,0625 + 0,25 + 0,6875 = 1


Setelah nilai∑ C = 1, masukkan nilai C0 , C1 , C2 pada persamaan berikut agar mendapatkan
besarnya nilai outflow :
O2 = C0 I2 + C1 I1 + C2 O1
Untuk t = 1 jam ; O1 = I1 = 1,484 m3/s
Untuk t = 2 jam ; O2 = (0,0625)(12,661) + (0,25)(1,484) + (0,6875)(1,484) = 2,183 m3/s
Untuk t = 3 jam ; O3 = (0,0625)(43,252) + (0,25)(12,661) + (0,6875)(2,183) = 7,369 m3/s

4.12 Analisis Kapasitas Sungai Deli

Untuk mengetahui kepasitas daya tampung sungai Deli adalah dengan menggunakan

hitungan manul sesuai survei ke lapangan dan dengan aplikasi HEC – RAS.

4.12.1 Menggunakan Cara Manual

Berikut ini adalah perhitungan kapasitas sungai Deli dengan cara manual, yang mana

sebelumnya telah dilakukan survei lapangan dengan menggunakan alat ukur kecepatan aliran

(current meter) di 3 titik pengamatan ialah :

a) Medan Floodway Control (Kanal)

Data yang diperoleh ialah :

L = 20 m

h1 = 0,6 m ; h2 = 3,0 m ; h3 = 1,0 m

114

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.9 Sketsa Penampang Sungai Deli di MFC

V1 = 0,84 m/s ; V2 = 0,78 m/s ; V3 = 0,49 m/s

̅ = 0,7 m/s ;
Maka nilai V A = 35 m2

̅ menjadi 3 kali lebih besar, maka


Dengan mengasumsikan jika terjadi banjir nilai V

diperoleh debit sebesar :

̅×𝐴
𝑄=V

Q = 3(0,7) × 35 = 73,5 m3/s

b) Avros (Polonia)

Data yang diperoleh ialah :

L = 15,6 m

h1 = 0,6 m ; h2 = 1,0 m ; h3 = 1,1 m

h4 = 1,2 m ; h5 = 0,8 m

Gambar 4.10 Sketsa Penampang Sungai Deli di Avros

115

Universitas Sumatera Utara


V1 = 0,24 m/s ; V2 = 0,51 m/s ; V3 = 0,535 m/s

V4 = 0,33 m/s V5 = 0,185 m/s

̅ = 0,36 m/s ;
Maka nilai V A = 13,96 m2

̅ menjadi 3 kali lebih besar, maka


Dengan mengasumsikan jika terjadi banjir nilai V

diperoleh debit sebesar :

̅×𝐴
𝑄=V

Q = 3(0,36) × 13,96 = 15,077 m3/s

c) Multatuli
Data yang diperoleh ialah :

L = 20,6 m

h1 = 1,0 m ; h2 = 1,1 m ; h3 = 0,7 m

Gambar 4.11 Sketsa Penampang Sungai Deli di Multatuli

V1 = 0,245 m/s ;V2 = 0,61 m/s ;V3 = 0,44 m/s

̅ = 0,43 m/s ;
Maka nilai V A = 17,885 m2

̅ menjadi 3 kali lebih besar, maka


Dengan mengasumsikan jika terjadi banjir nilai V

diperoleh debit sebesar :

̅×𝐴
𝑄=V

Q = 3(0,43) × 17,885 = 23,07 m3/s

116

Universitas Sumatera Utara


Jadi, dari perolehan debit diatas dapat diambil rata –ratanya sebesar 37,2 m3/s dengan

kondisi air normal dan dengan melihat sisa penampang yang ada, sungai Deli mampu

nenampung debit banjir sebesar 90 m3/s.

4.12.2 Menggunakan HEC – RAS

Adapun tahapan menghitung kapasitas sungai Deli dengan menggunakan aplikasi HEC

– RAS Adalah sebagai berikut :

1. Membuat projek baru dengan memilih file lalu new project seperti yang ada pada gambar

4.12 berikut :

Gambar 4.12 Tampilan Utama Aplikasi HEC – RAS 5.0.3

2. Pilih edit pada tampilan utama kemudian klik geometric data yang gunanya untuk

memasukkan nilai penampang pada setiap cross section, nilai Manning, jarak antar setiap

penampang dan koordinat alur sungai.

Gambar 4.13 Hasil Geometri Data

117

Universitas Sumatera Utara


3. Setelah itu kembali pada tampilian utama dengan memilih edit lalu klik steady flow data.

Pada tahap ini debit yang simasukkan sebesar 90 m3/s dikarenakan perhitungan manual.

Gambar 4.14 Perhitungan dengan Steady Flow Data

4. Pada tampilan utama pilih run lalu klik steady flow analysis. Pada bagian ini nilai yang

dimasukkan pada steady flow data akan diproses dengan menekan tombol compute.

Gambar 4.15 Proses me-run Steady Flow Analysis

118

Universitas Sumatera Utara


5. Setelah selesai proses me-run, selanjutnya melihat profil penampang sungai dengan

memilih view profile pada tampilan utama.

Gambar 4.16 Profil Muka Air Q = 90 m3/s

Dari hasil perhitungan diatas dengan menggunakan steady flow bahwa sungai Deli mampu

menampung debit sebesar 90 m3/s. Hanya saja terjadi meluapnya air pada beberapa titik.

4.13 Potensi Banjir dengan HEC – RAS

Dari perhitungan besaran debit banjir dengan metode Muskingum diatas, maka

selanjutnya mengetahui daerah yang tergenang banjir dengan menggunakan HEC – RAS,

tahapannya ialah sebagai berikut :

1. Membuka file yang telah dibuat terlebih dahulu pada steady flow diatas.

Gambar 4.17 Tampilan Utama Aplikasi HEC – RAS 5.0.3

119

Universitas Sumatera Utara


2. Pilih edit pada tampilan utama kemudian klik unstedy flow data. Pada bagian BCLine :

Upstream diisi dengan flow hydrograph yang mana nilai ini berasal dari outflow Q25 pada

perhitungan metode Muskingum diatas. Pada bagian BCLine : Downstream diisi dengan

normal depth. Setelah selesai keluar ke tampilan utama.

Gambar 4.18 Perhitungan dengan Unsteady Flow Data

3. Pada tampilan utama, pilih run lalu klik unsteady flow analysis. Pada bagian programs to

run pilih semua kategori kecuali sediment. Kemudian pada simulation time window atur

waktu mulai dan berakhir sesuai pada unsteady flow data. Selanjutnya klik compute, pada

bagian ini dihitung besaran debit banjir outflow tadi dan akan menghasilkan daerah

genangan banjir.

Gambar 4.19 Hasil Run dari Unsteady Flow Data

120

Universitas Sumatera Utara


4. Setelah proses compute selesai, pilih open RAS Mapper to view maps pada tampilah utama.

Gambar 4.20 Genangan Banjir Pada RAS Mapper

Pada gambar diatas terjadi genangan banjir pada bagian Hulu (Kanal) di kecamatan Medan

Johor.

5. Untuk mengetahui ketinggian profil muka air maksimum dapat mengklik view profile.

Gambar 4.21 Profil Muka Air Banjir Maksimum

121

Universitas Sumatera Utara


Bila dilihat dari data cross section sungai Deli, banjir terbesar terjadi pada titik 91 sampai

77, dikarenakan eleveasi permukaan tanah yang sangat rendah dan apabila dikonversikan ke

lokasi lapangan, banjir terjadi pada wilayah Avros Medan Polonia hingga ke Kesawan Medan

Barat.

6. Selanjutnya untuk mengetahui kedalaman air setiap penampang klik view cross section pada

tampilan utama.

(b)

Gambar 4.22 (a) Kedalaman Banjir pada titik 87 dan (b) Kedalaman Banjir pada titik 85

122

Universitas Sumatera Utara


Dari hasil output diatas genangan banjir terjadi tidak hanya pada satu sisi saja melainkan ada

beberapa titik yang kedua sisinya terkena dampak luapan sungai Deli. Banjir menggenangi

wilayah tersebut dapat mencapai kedalaman lebih dari3 meter.

4.14 Analisis Dimensi Saluran Tunnel

Setelah semua perhitungan debit banjir diperoleh maka selanjutnya ialah merencanakan

seberapa besar dimensi tunnel yang akan digunakan untuk menampung debit banjir yang terjadi

saat periode ulang 25 tahun. Adapun data yang digunakan ialah sebagai berikut :

Q25 = 135,519 m3/s

Qkapasitas = 90 m3/s

n = 0,014

S = 0,0006

θ = 270o dan 240o

Dari data diatas akan direncanakan sebuah saluran terbuka dengan penampang lingkaran

tertutup. Adapun perhitungannya sebagai berikut :

Qtunnel = Q25 – Qkapasitas = 135,519 – 90

Qtunnel = 45,519 m3/s

a) Jika θ = 270o

360−270 BO √2 BO
Makas, Cos = OC → = → BO = 0,354 d
2 2 0,5 d

360−270 BC √2 BC
Sin = OC → = 0,5 d → BC = 0,354 d
2 2

Gambar 4.23 Sketsa Saluran Tunnel θ = 270o

123

Universitas Sumatera Utara


1 270o 1
A = 4 πd2 (360o ) + (2 × 0,354d) × 0,354d
2

A = 0,589 d2 + 0,125d2

A = 0,714 d2

1 sinθ
R = (4 (1 − ) d)
θ

1 sin(270)
R = (4 (1 − ) d)
270

R = 0,251 d

Maka dari perhitungan diatas dengan menggunakan persamaan Q = A × V dapat dihitung

dimensi tunnel dengan cara :

1 2⁄
Qtunnel =A×n×R 3 × √S

1
45,519 = 0,714 d2 × 0,014 × (0,251 d)2/3 × 0,00061/2

45,519 = 0,348 d8/3

d8/3 = 130,80

d = 6,22 meter

45,519
Cek nilai V = Q/A = 0,714 (6,22)2 = 1,65 m/s

b) Jika θ = 240o

360−240 BO 1 𝐵𝑂
Makas, Cos = OC → = 0,5 𝑑 → BO = 0,25 d
2 2

360−240 BC √3 BC
Sin = OC → = 0,5 d → BC = 0,433 d
2 2

Gambar 4.24 Sketsa Saluran Tunnel θ = 240o

124

Universitas Sumatera Utara


1 240o 1
A = 4 πd2 (360o ) + (2 × 0,433d) × 0,25d
2

A = 0,524 d2 + 0,108d2

A = 0,632 d2

1 sinθ
R = (4 (1 − ) d)
θ

1 sin(240)
R = (4 (1 − ) d)
240

R = 0,251 d

Maka dari perhitungan diatas dengan menggunakan persamaan Q = A × V dapat dihitung

dimensi tunnel dengan cara :

1 2⁄
Qtunnel =A×n×R 3 × √S

1
45,519 = 0,632 d2 × 0,014 × (0,251 d)2/3 × 0,00061/2

45,519 = 0,308 d8/3

d8/3 = 147,79

d = 6,5 meter

45,519
Cek nilai V = Q/A = 0,632 (6,5)2 = 1,71 m/s

Dari perhitungan dimensi tunnel tersebut diperoleh hasil jika dengan sudut 270o maka

diameter tunnel sebesar 6,22 meter dengan kecepatan 1,65 m/s dan jika dengan sudut 240o

maka diamter tunnel sebesar 6,5 meter dengan kecepatan 1,71 m/s. Berikut ini hasil

perhitungan menggunakan HEC –RAS :

125

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.25 Hasil Output Menggunkan HEC - RAS

Maka dari itu setelah diperoleh diamater tunnel dan lokasi genangan banjir, maka rencana

penentuan titik inlet dan outlet tunnel tersebut ialah dimulai dari Jl. Dr Barito – Jl. Komodor

Muda Adi Sucipto – Jl. Imam Bonjol – belakang Hotel Arya Duta dengan koordinat 98o 41’

10’’ – 98o 40’ 28’’ Bujur Timur dan 3o 33’ 11’’ – 3o 35’ 29’’ Lintang Utara dengan total

panjang jalur tunnel sepanjang 5190 meter.

126

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan perhitungan data – data pada penelitian tugas akhir ini dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Perhitungan debit banjir dengan metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu terjadi

pada jam puncak yaitu jam ke – 5,72 dengan periode ulang 2 tahun sebesar 159,061

m3/s; 5 tahun sebesar 178,364 m3/s; 10 tahun sebesar 189,818 m3/s; 15 tahun sebesar

194,226 m3/s; 20 tahun sebesar 198,669 m3/s; 25 tahun sebesar 203,218 m3/s; 50 tahun

sebesar 212,639 m3/s; 100 tahun sebesar 221,507 m3/s.

2. Perhitungan debit banjir dengan metode Hidrograf Satuan Sintetik Gamma I terjadi

pada jam puncak yaitu jam ke – 3,60 dengan periode ulang 2 tahun sebesar 339,243

m3/s; 5 tahun sebesar 380,411 m3/s; 10 tahun sebesar 404,841 m3/s; 15 tahun sebesar

414,242 m3/s; 20 tahun sebesar 423,719 m3/s; 25 tahun sebesar 433,419 m3/s; 50 tahun

sebesar 453,513 m3/s; 100 tahun sebesar 472,427 m3/s.

3. Genangan banjir berdasarkan cross section sungai Deli terjadi pada titik 91 sampai

titik 77, bila dilihat pada kondisi lapangan berada wilayah Avros kecamatan Medan

Polonia hingga ke Kesawan kecamatan Medan Barat.

4. Dimensi tunnel yang digunakan untuk sudut 270o sebesar 6,22 meter dengan

kecepatan 1,65 m/s dan sudut 240o sebesar 6,5 meter dengan kecepatan 1,71 m/s.

5. Dengan menggunakan HEC- RAS, debit yang masuk ke dalam tunnel berdiameter 6,5

meter dapat mencapai kedalaman 2,91 meter.

6. Peletakan jalur tunnel dimulai dari Jl. Dr Barito – Jl. Komodor Muda Adi Sucipto –

Jl. Imam Bonjol – belakang Hotel Arya Duta dengan total jarak sepanjang 5190 meter

ke arah utara.

127

Universitas Sumatera Utara


5.2 Saran

1. Untuk hasil yang lebih akurat sebaiknya menggunakan data curah hujan jam – jaman.

2. Penelitian mengenai potensi banjir di wilayah DAS Deli diharapkan menggunakan

data – data yang lebih terbaru agar potensi banjir yang dihitung dapat sesuai dengan

kenyataanya di masa sekarang.

3. Diperlukannya data melintang yang lebih akurat dan lengkap agar pemodelan daerah

genangan banjir memberi hasil yang lebih presisi.

128

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1993. Permen PU No. 63/PRT/1993 Tentang Garis Sempadan


Anonim, 1993. Permen PU No. 63/PRT/1993 Tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah
Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai, dan Bekas Sungai
Anonim. 2004. Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Lembaran
Negara RI Tahun 2004, No 32. Sekretariat Negara. Jakarta.
Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Chow, V T. 1970. Hidrolika Saluran Terbuka (Open Channel Hydraulics). PT.Gelora Aksara
Pratama.
Chow, Ven Te, David R. Maidment., & Larry W. Mays. 1988. Applied Hydrology. McGraw-
Hill
Data Kejadian Bencana Banjir 1979-2009, BNPB.
Harto, Sri (1993): Konsep Siklus Hidrologi, Buku Analisa Hidrologi Edisi Kedua, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta
Harto, Sri (2000) : Analisis Hidrologi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Indarto. 2010. Hidrologi, Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi. Bumi Aksara.
Jakarta
Ira Merryza, Yovanka. 2011. Evaluasi Perencanaan Hidrolik Floodway untuk Keperluan
Banjir Kota Medan. Universitas Sumatera Utara. Medan
Kamiana, I. M., 2010. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air. Palangkaraya:
Penerbit GRAHA ILMU
Kodoatie, Robert J. 1996. Penghantar Hidrogeologi. Yogyakarta : Andi Offset.
Kodoatie. Robert J., Sugiyanto. 2001. Banjir. Pustaka Pelajar. Semarang.
Kodoatie, Robert J. & Sugiyanto. 2002. “Banjir” Beberapa Penyebab dan Metode
Pengendaliannya dalam Perspektif Lingkungan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Ligal, S. 2008. Pendekatan Pencegahan dan Penanggulangan Banjir. Jurnal. Dinamika
Teknik Sipil Volume 8, No. 2 Juli 2008
Limantara. Lily Montarcih. 2010. Hidrologi Praktis. CV LubukAgung: Bandung
Linsley, R.K., Kohler, M.A, dkk. 1989. Hidrologi Untuk Insinyur. Edisi Ketiga Penerbit
Erlangga..Jakarta:
Lubis, A. U. 1992. Kelapa Sawit di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat, Pematang
Siantar

xvi

Universitas Sumatera Utara


M Syahril B. Kusuma, Hadi Kardhana 2009. Banjir dan Upaya Penanggulannya. Program for
Hydro – Meteorological Risk Mitigation Secondary Cities in Asia, Indonesia, Bandung

Nasution, Rahmad Siddik. 2014. Analisis Hidograf Satuan Sintetik DAS Wampu Kabupaten
Langkat. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Paimin, dkk. 2012. Sistem Perencanaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi (P3KR): Bogor
Palar, Ronaldo Toar., L. Kawet, E.M. dan Wuisan, H. Tangkudung. 2013. Studi Perbandingan
Antara Hidrograf Scs (Soil Conservation Service) Dan Metode Rasional Pada Das
Tikala. Manado: Universitas Sam Ratulangi.
Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang garis sempadan sungai, Daerah Manfaat
Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai
Rahayu, Anita. 2009. Penggunaan Metode Soil Conservation Services (Scs) Untuk
Memprediksi Aliran Permukaan Pada Lahan Perkebunan Kelapa Sawit, Unit Usaha
Rejosari, Ptp Nusantara Vii Lampung. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Sandy, 1985. Morfologi Daerah Aliran Sungai. Guru Besar Jurusan Geografi Universitas
Indonesia, Jakarta.
Sandy, I.M,.1985. Republik Indonesia Geografi Regional. Jakarta. FMIPA UI
Sherman L. K. 1932. Stream flowFrom Rainfall by the Unit Hydrograph Method. News-
Record.Eng.
Sinukaban, N. 2007. Peranan Konservasi Tanah dan Air dalam Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai. Ketua Umum Pengurus Pusat MKTI Periode 2004 – 2007 Jurusan ilmu Tanah,
Institut Pertanian Bogor
Sinukaban, N. 2007. Konservasi Tanah dan Air Kunci Pembangunan Berkelanjutan. Direktorat
Jendral RLPS dan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 334 hal.

Sirait, Jones Hendra M. 2010. Analisis Kemampuan Kanal Banjir Dalam Menanggulangi
Masalah Banjir Kota Medan Kaitannya Dalam Pengembangan Wilayah. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Suherlan, E. 2001. Zonasi Tingkat Kerentanan Banjir Kabupaten Bandung Menggunakan
Informasi Geografi. Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suripin. 2003. Sistem Drainase Perkotaan Berkelanjutan. Penerbit ANDI. Yogyakarta:
Suripin.2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi. Yogyakarta.

xvii

Universitas Sumatera Utara


Semina, Johan. 2014. Pengujian Metode Hidrograf Satuan Sintetik Di Daerah Aliran Sungai
(DAS) Belawan. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Soemarto, CD. 1995. Hidrologi Teknik. Edisi Kedua: Penerbit Erlangga. Jakarta
Soemarto, C.D,.1987Hidrologi Teknik. Usaha Nasional. Surabaya..
Soewarno. 1991. Hidrologi Pengukuran dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Hidrometri).
Bandung. Penerbit Nova.
Soewarno, 1995: Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Jilid I. Nova. Bandung

Somantri, L. 2008. Pemanfaatan Teknik Penginderaan Jauh Untuk Mengidentifikasi


Kerentanan dan Risiko Banjir.
Sosrodarsono, S. 2003. Hidrologi Untuk Pengairan: Penerbit PT Pradnya paramita. . Jakarta
Sosrodarsono, Suyono dan Kensaku Takeda. 2003. Hidrologi Untuk Pengairan. PT Pradnya
Paramita:Jakarta
Sosrodarsono, Suyono. 2006. Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnya Paramita: Jakarta.
Seyhan, Ersin. 1990:Dasar-Dasar Hidrologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 380 hlm.
Syahputra, Muhammad Khairul. 2015. Evaluasi Fungsi Bendung Dan Floodway Sungai Deli
Percut Dalam Mitigasi Banjir Di Kota Medan. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Syifa H, Ibnu. 2015. Kajian Metode Hidrograf Satuan Sintetik Pada Sungai Deli. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Triatmojo, Bambang. 1995,Hidrolika II. Beta Offset. Yokyakarta
Triatmodjo.B. 2008. Hidrologi Terapan. Beta Offset Yogyakarta
Triatmodjo.B. 2009. Hidrologi Terapan. Beta Offset Yogyakarta
Triatmodjo, B. 2010. Hidrologi Terapan. Beta Offset. Yogyakarta
Tunnisa, Lathifa., Suyanto, dan Solichin. 2014. Potensi Banjir Di Das Siwaluh Menggunakan
Metode Soil Conservation Service Dan Soil Conservation Service Modifikasi Sub Dinas
Pengairan Jateng. Surakarta: Universitas Sebelat Maret.
Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air.
Wesli, 2008, Drainase Perkotaan, Graha Ilmu, Yogyakarta
Zevri, A. 2014. Analisis Potensi Risiko Banjir Pada DAS yang Mencakup Kota Medan Dengan
Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Tesis. Universitas Sumatera Utara:
Medan.

xviii

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 1

KEJADIAN BANJIR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI

Gambar 1. Sungai Deli dan Babura di Medan Meluap


Sumber : Metrotvnews, 2017

Gambar 2. Sungai Deli Meluap, Medan Maimun Diterjang Banjir Kiriman


Sumber : Geosumut, 2017

xix

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 2
TINJAUAN LAPANGAN

Gambar 3. Pengamatan Debit Lapangan di Medan Floodway Control

Gambar 4. Pengamatan Debit Lapangan di Polonia

xx

Universitas Sumatera Utara


Gambar 5. Pengamatan Debit Lapangan di Multatuli

xxi

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 3
RECANA JALUR TUNNEL

Gambar 6. Rencana Jalur Tunn

xxii

Universitas Sumatera Utara


1

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai