net/publication/47734969
Article
Source: OAI
CITATIONS READS
0 1,007
1 author:
Faiz Isma
Universitas Samudra
3 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Faiz Isma on 27 April 2018.
TUGAS AKHIR
Disusun oleh :
FAIZ ISMA
050404072
Tiada yang pantas diucapkan selain rasa syukur penulis kehadirat Allah SWT,
Tuhan Yang Maha Pengasih yang kasih-Nya tiada terpilih, Tuhan Yang Maha
Adapun judul dari Tugas Akhir ini adalah “Studi Karakteristik Fisik Muara
Sungai Belawan Sumatera Utara”. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari
bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak. Penulis hanya dapat mengucapkan
terima kasih atas segala jerih payah, motivasi dan doa yang diberikan hingga penulis
1. Bapak Dr. Ir. Ahmad Mulia Perwira Tarigan, M.Sc, selaku Dosen
2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik
4. Bapak Ir. Boas Hutagalung, M.Sc, Bapak Faizal Ezeddin, MS, Bapak Ir.
masukan dan kritikan yang membangun dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
6. Ayahanda Drs. Ismail Manurung, M.Ag. dan Ibunda Dra. Deswita, yang
telah mendukung baik moril dan materil, serta memotivasi penulis dalam
Iqbal, Edo Febrian, Andri Rivaldi dan Hidrolika Community, terima kasih
atas bantuan dan dukungan dalam bentuk apapun selama mengerjakan tugas
akhir ini maupun selama masa perkuliahan. Terima kasih yang tak terhingga
angkatan ’06 ’07 ’08 ’09, terima kasih atas bantuan dan dukungannya baik
secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian tugas akhir ini,
sehingga tugas akhir ini dapat selesai dengan baik dan tanpa menemui
Penulis menyadari Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu,
segala saran, masukan dan kritikan yang sifatnya membangun akan penulis terima
semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Hormat Saya,
Penulis
FAIZ ISMA
NIM : 05 0404 072
Halaman
ABSTRAK ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xii
DAFTAR NOTASI .............................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Umum........................................................................................ 1
1.2 Latar Belakang ........................................................................... 3
1.3 Maksud dan Tujuan ................................................................... 5
1.4 Pembatasan Masalah ................................................................. 6
1.4.1 Batimetri (Modeling Bathymetri) .............................................. 6
1.4.2 Pasang Surut (Tide) ................................................................... 6
1.4.3 Arus Pasang Surut (Tide Current) .............................................. 7
1.4.4 Suhu dan kadar garam (Temperature and Salinity) ..................... 7
1.4.5 Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended Solid) .......................... 8
1.5 Ruang Lingkup dan Metodologi ................................................ 9
1.6 Sistematika Penulisan ................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
- me : massa bumi
- mi : massa bulan (Mm) atau massa matahari (Ms)
- r : jarak pusat Bumi – pusat Bulan (km)
- ω : kecepatan sudut bumi bulan mengelilingi sumbu bersama (rad/detik)
- Φ : sudut yang terbentuk oleh bumi terhadap bulan
- F : bilangan Formzal
- AK1 : amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan
oleh gaya tarik bulan dan matahari
- AO1 : amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan
oleh gaya tarik bulan
- AM2 : amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh
- U(x,t) : Total kecepatan arus pasut terhadap waktu dan jarak (m/det)
- Δht : rentang kedalaman yang terjadi tiap jam akibat pasut (m)
- σx : standard deviasi dari suatu variasi parameter
- ωs : kecepatan jatuh sedimen (m/s)
PENDAHULUAN
1.1 Umum
Secara umum estuari mempunyai peran ekologis penting antara lain : sebagai
sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal
circulation), penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan yang bergantung pada
estuaria sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makanan (feeding ground) dan
sebagai tempat untuk bereproduksi dan/atau tempat tumbuh besar (nursery ground)
terutama bagi sejumlah spesies ikan dan udang. Perairan estuaria secara umum
Muara mempunyai nilai ekonomis yang penting, karena dapat berfungsi sebagai
alur penghubung antara laut dan daerah yang cukup dalam di daratan. Pengaruh pasang
surut yang masuk ke estuari dapat menyebabkan kenaikan muka air, baik pada waktu air
pasang maupun air surut. Selama periode pasang air dari laut dan dari sungai masuk ke
estuari dan terakumulasi dalam jumlah sangat besar, dan pada periode surut volume air
tersebut akan kembali ke laut, sehingga karena besarnya volume air yang dialirkan ke
laut maka kedalaman aliran akan cukup besar. Selain itu kecepatan arus juga besar
yang dapat mengerosi dasar estuari sehingga dapat mempertahankan kedalaman aliran.
Kondisi ini memungkikan digunakannya estuari untuk alur pelayaran menuju ke daerah
Penjalaran pasang surut ke estuari disertai juga intrusi air asin, yang kadang-
kadang bisa sampai jauh ke hulu sungai. Pengetahuan intrusi air asin adalah penting
(intake) dari saluran primer di daerah persawahan pasang surut atau tambak. Daerah
pertanian tidak boleh dipengaruhi air asin. Oleh karena itu saluran irigasi harus
diletakkan di daerah yang tidak dipengaruhi air asin. Demikian juga, suatu jenis
ikan/udang akan berkembang dengan baik pada lingkungan dengan kadar garam tertentu.
Letak intake saluran dari suatu tambak harus sedemikian rupa sehingga kadar garam air
untuk tambak memenuhi persyaratan. Lokasi studi tugas akhir ini adalah muara Sungai
Belawan yang berada di Kecamatan Medan Belawan di Kota Madya Medan, Sumatera
Utara.
Gambar.1 Daerah Muara Sungai Belawan Kecamatan Medan Belawan Kota Madya
Medan, Sumatera Utara
Medan. Kecamatan Medan Belawan terletak di wilayah Utara Kota Medan, Sebelah
Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, Sebelah Timur berbatasan dengan
Marelan dan Kecamatan Medan Labuhan, Sebelah Utara berbatasan dengan Selat
Malaka. Kecamatan Medan Belawan dengan luas wilayahnya 26,25 KM², Kecamatan
Medan Belawan adalah daerah pesisir Kota Medan dan merupakan wilayah bahari dan
maritim yang berbatasan langsung pada Selat Malaka dengan penduduknya berjumlah
Belawan ini merupakan urat nadi perekonomian Sumatera Utara khususnya arus keluar
masuk barang dan penumpang melalui angkutan laut, sehingga Kota Medan dikenal
Estuaria merupakan badan air tempat terjadinya percampuran masa air laut yang
dipengaruhi oleh pasang surut dengan air tawar yang berasal dari sungai. Hal ini
menyebabkan kondisi perairan ini sangat tergantung pada kondisi air laut dan air tawar
yang masuk ke dalamnya. Pengaruh pasang surut terhadap sirkulasi aliran (kecepatan
/debit sungai, profil muka air, intrusi air asin) di estuari dapat sampai jauh ke sungai
yang tergantung pada tinggi pasang surut, dan karakteristik estuari (tampang aliran,
pada waktu banjir pada hulu dan tengah sungai yang merupakan tempat aktivitas
manusia sehingga banjir tersebut dapat dibuang ke laut. Karena letaknya yang berada di
ujung hilir, maka debit aliran di muara adalah lebih besar dibanding tampang sungai di
sebelah hulu. Selain itu muara sungai juga harus melewatkan debit yang ditimbulkan
oleh pasang surut, yang bisa lebih besar dari debit sungai. Sesuai dengan fungsinya
tersebut muara sungai harus cukup lebar dan dalam. Permasalahan yang sering dijumpai
adalah banyaknya endapan di muara sungai sehingga tampang alirannya kecil, yang
Proses masuknya air laut ke muara dikenal dengan instrusi air laut. Jarak instrusi
air laut sangat tergantung pada krakteristik muara, pasang surut, dan debit sungai.
Semakin besar tinggi pasang surut dan semakin kecil debit sungai semakin jauh instrusi
air laut atau sebaliknya. Transpor garam di muara terjadi secara konveksi dan difusi.
Secara konveksi artinya garam terbawa (terangkut) bersama dengan aliran air (karena
terpengaruh kecepatan aliran). Transpor secara difusi terjadi karena adanya turbulensi
dan perbedaan kadar garam disuatu titik dengan titik – titik disekitarnya, sehingga kadar
garam akan menyebar ketitik konsentrasi yang lebih rendah, kedua transpor yang terjadi
sangat dipengaruhi oleh banyaknya partikel tersuspensi yang dibawa oleh air tawar dan
tersuspensi tersebut, seperti arus dari laut. Jika hal ini berlangsung secara terus menerus
berbagai aspek dalam perairan baik dari segi aspek biologis maupun ekologis.
Dalam muara, air sungai bercampur dengan air laut melalui aktivitas pasang
surut dan gelombang (Nelson et al dalam Purba, 2006). Salah satu peranan penting
muara sungai adalah sebagai tempat pengeluaran/ pembuangan debit sungai yang
membawa material yang disuplai dari darat. Material ini sebagian akan mengendap di
muara sungai dan sisanya akan diteruskan ke laut. Gross (1972) menekankan bahwa
pasang mendominasi sirkulasi air di sebagian besar muara sungai, sehingga suplai air di
muara sungai bergantung pada peristiwa pasang surut. Arus pasang akan mampu
mengaduk sedimen yang ada di muara sungai dimana hal ini akan terkait dengan
kekeruhan di perairan muara. Material padatan tersuspensi yang berada di kolom air
akan menghambat penetrasi cahaya matahari yang masuk ke perairan, akibatnya proses
Adapun maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari
karakteristik fisik muara sungai merupakan kecepatan arus yang disebabkan dari pasut
laut dan debit aliran sungai belawan, penyebaran parameter suhu dan kadar garam pada
badan air muara sungai belawan akibat adanya perpindahan yang disebabkan arus pasut
dari laut dan aliran sungai belawan. Kemudian dilakukan perbandingan antara kondisi
fisik lapangan dengan kondisi fisik muara sungai yang menggunakan persamaan wright
dkk.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, permasalahan yang akan dibahas dibatasi
ruang lingkupnya agar tidak terlalu luas, permasalahan yang akan dibahas hanya sebatas
karakteristik fisik Muara Sungai Belawan yang akan dimodelkan dengan bantuan
program Microsoft Office Excel, sehingga dapat diketahui perubahan fisik muara yang
terjadi tiap titik lokasi sepanjang muara sungai, cakupan yang akan dibahas dari
Bathimetri adalah pengukuran lebar (W), kedalaman (D) dan jarak (L). Peralatan
yang digunakan untuk mengukur jarak dan lebar menggunakan Global Positioning
System (GPS). Sedangkan peralatan yang digunakan untuk mengukur kedalaman adalah
Pasang surut adalah perubahan elevasi muka air laut akibat adanya gaya tarik
benda-benda dilangit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi.
Perubahan elevasi muka air laut tersebut berlangsung secara periodik (Teknik Pantai,
1999). Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Secara umum pasang surut
di berbagai daerah dapat dibedakan menjadi empat tipe yaitu pasang surut harian ganda
(semidiurnal tide), pasang surut harian tunggal (diurnal tide), pasang surut campuran
condong ke harian ganda (mixed semidiurnal tide), dan pasang surut campuran condong
Arus adalah pergerakan air secara horizontal yang disebabkan adanya perubahan
ketinggian permukaan laut. Arus lautan global merupakan pergerakan masa air yang
sangat besar dan arus ini yang mempengaruhi arah aliran air lautan dan terkait antara
satu lautan dengan lautan lain di seluruh dunia. Adanya arus lautan ini disebabkan oleh
perputaran bumi.
Pada umumnya arus terjadi sepanjang pantai disebabkan oleh perbedaan muka
air pasang dan surut tiap jam di sepanjang estuari yang dipengaruhi volume dari arah
hulu sungai (upstream) menuju hilir sungai (downstream), sehingga perilaku arus
dipengaruhi pola pasang surut. Kecepatan arus yang aman untuk kapal berlabuh
diurnal yang lebih besar daripada laut, terutama apabila estuaria tersebut dangkal dan air
yang datang (pada saat pasang-naik) ke perairan estuaria tersebut kontak dengan daerah
kehidupan organisme di perairan laut dan payau. Parameter ini sangat spesifik di
perairan estuaria. Kenaikan suhu di atas kisaran toleransi organism dapat meningkatkan
laju metabolisme dan aktifitas ini berbeda untuk spesies, proses dan level atau kisaran
suhu.
Kadar garam dalam sistem estuari berbeda-beda sepanjang siklus pasang surut,
umumnya bertambah pada air tinggi dan berkurang pada air rendah. Pendekatan ini
Kadar garam air laut biasanya diasumsikan dengan 35 ‰ yang masuk menuju sungai
yang berbatasan dengan laut akibat pasang yang terjadi dilaut dan dipengaruhi dari debit
sungai, sehingga terjadinya campuran antara air tawar (sungai) dan air asin (laut).
Intrusi air asin yang masuk ke sungai tergantung pada tingginya pasang yang masuk ke
sungai.
Zat padat tersuspensi (Total Suspended Solid) adalah semua zat padat (pasir,
lumpur, dan tanah liat) atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air dan dapat
berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton, Zat padat tersuspensi merupakan
tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen, dan berfungsi sebagai bahan
pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat
organik di suatu perairan. Penetrasi cahaya matahari ke permukaan dan bagian yang
lebih dalam tidak berlangsung efektif akibat terhalang oleh zat padat tersuspensi,
sehingga fotosintesis tidak berlangsung sempurna. Sebaran zat padat tersuspensi di laut
antara lain dipengaruhi oleh masukan yang berasal dari darat melalui aliran sungai,
ataupun dari udara dan perpindahan karena resuspensi endapan akibat pengikisan.
Kandungan zat padat tersuspensi masih sesuai dengan Nilai Ambang Batas
(NAB) yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk kepentingan
perikanan dan taman laut konservasi yaitu < 80 mg/l, namun tidak sesuai untuk
kepentingan pariwisata (mandi selam dan renang) yaitu < 23 mg/l. Menurut US-EPA
pengaruh padatan tersuspensi sangat beragam, tergantung pada sifat kimia alamiah
Adapun metode penulisan yang dilakukan dalam penyelesaian tugas akhir ini
adalah :
Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan data – data dan informasi dari
buku, serta jurnal – jurnal yang mempunyai relevansi dengan bahasan dalam
2. Studi lapangan
3. Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari lapangan dan kepustakaan yang bersesuaian dengan
pokok bahasan, disusun secara sitematis dan logis dan dilakukan korelasi
sehingga diperoleh suatu gambaran umum yang akan dibahas dalam tugas akhir
ini.
4. Analisa Data
Dari hasil pengolahan data akan didapat model fisik muara di kawasan muara
telah disusun sedemikian rupa hingga berbentuk sebuah laporan tugas akhir.
deli Sumatera Utara dan memberikan gambaran umum tentang muara serta tujuan,
Bab II berisikan studi literatur yang menguraikan karakteristik model fisik muara
kemudian diuraikan juga bagaimana proses transpor sedimen yang terjadi di Muara
Sungai Belawan .
Bab III memberikan gambaran lokasi studi tugas akhir yang menjelaskan kondisi
lapangan untuk melakukan pemodelan dengan bantuan program microscoft office excel
Bab V berisi kesimpulan yang dirangkum dari hasil simulasi yang dilakukan dan
STUDI LITERATUR
2.1 Batimetri
dengan metode penginderaan atau rekaman dari permukaan dasar perairan, yang akan
diolah untuk menghasilkan relief dasar perairan, sehingga dapat digambarkan susunan
Peralatan yang digunakan untuk mengukur jarak antara lain Theodolith, Electronic Data
Measurement (EDM), atau Global Positioning System (GPS). Sedangkan peralatan yang
digunakan untuk mengukur kedalaman adalah fishfinder 240 blue dan perahu boat.
media air muara berupa pasang surut muara sungai, sehingga sangat sulit untuk
menentukan objek yang sama pada waktu yang berbeda. Dengan demikian pada
pengukuran kedalaman dasar muara perlu dilakukan 3 pengukuran sekaligus pada waktu
yang bersamaan yaitu pengukuran kedalaman, pengukuran posisi alat ukur kedalaman,
dan pengukuran pasang surut. Dari ketiga data tersebut akan menjadi informasi
kedalaman muara pada posisi tersebut terhadap suatu bidang refrensi (chart datum).
Kedalaman muara sungai adalah jarak antara dasar muara pada suatu tempat
terhadap permukaan muaranya. Kedalaman muara ini dapat dibagi menjadi beberapa
jenis, seperti kedalaman ukuran yaitu kedalaman yang didapat dari bacaan alat ukur;
yang paling sederhana adalah cara mekanis dengan menggunakan galah atau tali ukur,
sedangkan yang sangat canggih adalah dengan menggunakan sinar laser yang
dipancarkan dari pesawat terbang. Namun cara yang sering digunakan adalah metoda
Cara yang paling sederhana dalam mengukur kedalaman estuari adalah dengan
menggunakan galah berskala, dengan membaca kedudukan muka laut pada skala galah
maka kedalaman bacaan didapat. Namun cara ini sangat berkaitan dengan panjang galah,
semakin panjang galah maka semakin banyak masalah didapat dalam pengukuran. Maka
untuk lebih memudahkan pengukuran galah diganti dengan pita ukur berskala dengan
pemberat diujungnya dikenal dengan sebutan lot, seperti terlihat pada Gambar
Dengan cara ini pengukuran dapat dilakukan lebih dalam lagi namun masalah
baru timbul diantaranya bila pemberat cukup ringan maka pita akan mudah dipengaruhi
kedudukannya oleh arus laut sehingga bentangan pita akan melengkung, sedangkan bila
pemberat cukup berat maka pita akan meregang sehingga kedalaman bacaan akan lebih
Pada kedua cara mekanis tersebut diatas data yang didapat terbatas pada tempat
atau posisi alat tersebut diturunkan, sedangkan diantara dua tempat yang berurutan tidak
sisinya, sehingga untuk mendapatkan ukuran yang lebih baik Interval jarak antara dua
lama.
Sekalipun demikian cara tersebut diatas tidak berarti tidak dapat digunakan pada masa
kini, cara tersebut masih dapat digunakan dalam beberapa kondisi yaitu :
relatif rata.
yang juga sederhana (Dragging) untuk memeriksa dasar laut dari kedalalaman yang lebih
c. Pengukuran yang dilakukan untuk memeriksa secara acak pada daerah hasil ukuran
pemancar pada permukaan laut kemudian dipantulkan oleh dasar laut dan diterima
kembali oleh transducer penerima, transducer pemancar dan penerima dapat terletak
dikemas dalam bentuk pulsa-pulsa menjalar pada medium air laut dengan kecepatan
kurang lebih 1500 m/detik dengan panjang lintasannya dua kali kedalaman air laut yang
dilaluinya.
Menurut wright dkk (1973) menyatakan bahwa lebar dan kedalaman estuari dapat
Wx = W0 e − a ( x / L ) ……………………………. (2.1)
Dx = D0 e − b ( x / L ) …………………………….. (2.2)
teori analisis untuk dinamika dari batimetri estuari dapat didekati dengan fungsi.
n
x
W x = WL ………….…………………….. (2.3)
λ
dan
m
x
D x = DL ………………………………. (2.4)
λ
Dimana :
Dyer (1986) mencatat bahwa banyak estuari yang dapat ditunjukkan secara
eksponensial variasi lebar, kedalaman, dan luas penampang dari jarak mulut estuari
(mouth estuary). Dengan cara yang sama, prandle (1986) menggantikan menajadi
W x = W0 e − nx ………………………………… (2.5)
D x = DL e − mx ………………………………... (2.6)
Prandle (1986) telah melakukan percobaan pada estuari seperti terlihat pada tabel 1.1
Pasang surut merupakan perubahan elevasi muka air laut akibat adanya gaya tarik
benda-benda dilangit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi. Perubahan
elevasi muka air laut tersebut berlangsung secara periodik (Teknik Pantai, 1999).
Fenomena pergerakan naik turunya permukaan air laut secara berkala yang
diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik-menarik antara benda-benda
astronomi terutama oleh matahari dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal.
Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara
langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran
bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada
gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih
bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di
laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu
Meskipun sudah sejak lama diketahui bahwa gejala pasang surut laut terutama
dihasilkan oleh adanya gaya tarik bulan dan matahari, namun baru setelah Newton pada
tahun 1807 menemukan hukum gravitasi, gejala pasang surut dapat dianalisa secara
kuantitatif.
Pertama pertimbangkan keadaan sederhana ini. Pusat dari gravitasi bulan terletak pada
bidang yang sama dengan ekuator bumi dan bulan berada pada suatu jarak yang konstan
dari bumi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.
Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton (1642-
1727), Teori ini menerangkan sifat-sifat pasut secara kualitatif. Teori terjadi pada bumi
ideal yang seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh kelembaman (Inertia)
Pada teori kesetimbangan, bumi diasumsikan tertutup air dengan kedalaman dan
densitas yang sama dan naik turun muka laut sebanding dengan gaya pembangkit
pasang surut (Tide Generating Force) yaitu Resultante gaya tarik bulan dan gaya
sentrifugal, teori ini berkaitan dengan hubungan antara laut, massa air yang naik, bulan,
dan matahari. Gaya pembangkit pasut ini akan menimbulkan air tinggi pada dua lokasi
angkasa, dalam hal ini proporsional dengan produk massanya dan sebaliknya
M m ………………………….. (2.7)
F =G
r2
Dimana :
• M adalah massa bumi berkisar 4,1 x 1023 slug= 14,59 x 4,1 x 1023 = 59,819 x
1023 kg
• m adalah massa bulan berkisar 7.0375 x 1022 kg dan massa matahari berkisar
1.9206 x 1030 kg
ω = kecepatan sudut dari sistem Bumi - Bulan pada sumbu bersama (rad/detik)
r = rm + re
Pada sistem Bumi-Bulan, dimana Bumi dianggap tidak berotasi pada sumbunya,
tetapi mengadakan putaran (revolusi) pada sumbu putaran bersama Bumi-Bulan. Sistem
Bumi-Bulan dalam keadaan setimbang, gaya-gaya yang bekerja pada sistem itu adalah
Mm ………………… (2.9)
m ω 2 rm = G
r2
tegak lurus terhadap permukaan bumi menambah atau mengurangi gaya gravitasi bumi.
Akan tetapi pengaruhnya kecil (orde magnitude 10-7 g), untuk gerakan air sebenarnya ,
hanya komponen tangensial terhadap permukaan bumilah yang penting. Komponen ini
selanjutnya disebut Tractive Force, Fs (Doodson dan Warburg, 1941 dalam Thabet,
1980) adalah
Bulan mengelilingi bumi sekali dalam 24 jam 84 menit. Jika faktor lain
diabaikan maka suatu lokasi di bumi akan mengalami dua kali pasang dan dua kali surut
bumi tertutup merata oleh air laut (equilibrium theory), jika hanya ada pengaruh bulan
saja atau matahari saja tetapi tidak pengaruh keduannya secara bersamaan dan jika
bulan atau matahari mempunyai orbit yang benar-benar berupa lingkaran dan orbitnya
Tetapi pada kenyataannya anggapan tersebut tidak benar. Karena laut tidak
meliputi bumi secara merata tetapi terputus oleh benua dan pulau. Topografi dasar laut
tidak rata mendatar tetapi sangat bervariasi dari palung yang dalam, gunung bawah laut
sampai paparan yang luas dan dangkal. Demikian pula ada selat yang sempit dan
panjang atau teluk berbentuk corong dengan dasar melandai. Hal tersebut menimbulkan
penyimpangan dari kondisi yang ideal dan menyebabkan ciri-ciri pasang surut yang
Selain itu posisi kedudukan bulan dan matahari dalam orbit selalu berubah
relatif terhadap bumi. Apabila bulan dan matahari berada kurang lebih pada satu garis
lurus dengan bumi, seperti pada saat bulan muda atau bulan purnama maka gaya tarik
keduanya akan saling memperkuat. Dalam keadaan demikian terjadi pasang surut
purnama (spring tide) dengan tinggi air yang maksimum melebihi pasang biasa.
Sebaliknya surutnya sangat rendah hingga lokasi dengan pantai yang landai bisa
menjadi kering sampai ke laut. Tetapi jika bulan dan matahari membentuk sudut siku-
siku terhadap bumi maka gaya tarik keduanya akan saling meniadakan. Akibatnya
perbedaan tinggi air antara pasang dan surut kecil, keadaan ini dikenal dengan pasang
perbani (neap tide). Gambar 2.6 di bawah ini menjelaskan kondisi Bumi-Bulan-
Matahari saat pasang perbani (neap tide) dan pasang purnama (Spring Tide).
Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Secara umum pasang surut
di berbagai daerah dapat dibedakan menjadi empat tipe yaitu pasang surut harian ganda,
pasang surut harian tunggal, pasang surut campuran condong ke harian ganda, dan
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi
yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan dan teratur. Periode pasang
surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit. Pasang surut tipe ini dapat dilihat pada Gambar
2.8a.
Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode
pasang surut adalah 24 jam 50 menit. Pasang surut tipe ini terjadi di perairan selat
Karimata. Pasang surut tipe ini dapat dilihat pada Gambar 2.8d.
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi
mempuyai tinggi dan periode yang berbeda. Pasang surut jenis ini banyak terdapat di
perairan Indonesia bagian timur. Pasang surut tipe ini dapat dilihat pada Gambar 2.8b.
Dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi tinggi dan
periodenya sangat berbeda. Pasang surut jenis ini banyak terdapat di selat Kalimantan
dan pantai utara Jawa Barat. Pasang surut tipe ini dapat dilihat pada Gambar 2.8c.
Pada pasang surut campuran yang lebih condong ke pasut harian ganda dalam
satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut, namun tinggi dan waktunya berbeda.
Hal ini terjadi di sebagian besar perairan indonesia bagian timur. Yang terakhir pasang
surut campuran yang condong ke semi-diurnal, pada jenis ini terjadi sekali pasang dan
Gambar 2.7 Persebaran Tipe Pasang Surut di Indonesia (Teknik Pantai, 1999)
pasut (Tidal Constant/ Formzal) yang dihitung dengan menggunakan metode Admiralti
Dimana:
AK1 adalah amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh
AO1 adalah amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh
AM2 adalah amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh
AS2 adalah amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh
Bilangan Formzall
Tipe Pasang Surut Keterangan
(F)
gaya tarik bulan dan matahari (lunar dan solar komponen). Komponen lainnya adalah
komponen pasang surut tersebut seperti pada Tabel 2.3. Hasil penguraian pasang surut
adalah parameter amplitudo dan beda fase masing-masing komponen pasang surut
Matahari-bulan K1 23.93
Utama bulan O1 25.82 Pasang Surut Diurnal
Utama matahari P1 24.07
KEMPTEN R-20 Strip-Chart yang dikelola oleh Pelindo Belawan. Alat tersebut masuk
dalam klasifikasi jenis pelampung (float type tide gauge), yaitu alat pencatat pasang
surut otomatis yang bekerja berdasarkan naik turunnya pelampung. Cara kerjanya
dengan mencatat sendiri perubahan naik turunnya permukaan laut dalam skala yang
lebih kecil pada kertas pencatat (recording paper) dalam bentuk grafik.
Grafik hasil pengamatan pada recording paper tersebut merupakan fungsi dari
garis-garis skala tinggi dengan waktu. Gerakan kertas menurut waktu dilaksanakan oleh
suatu mekanisme jam dengan penggerak pegas atau baterai. Dari data bentuk grafik
(analog) tersebut diubah dalam bentuk data numerik (angka) dengan mengkonversi pada
skala yang sebenarnya sehingga hasil data numerik akan menggambarkan keadaan
surut.
2.2.4 Ramalan Kenaikan Muka Air Akibat Pasut (Spring Tide and Neap Tide)
lingkungan sungai. Tugas Akhir ini meninjau pasang surut pada Muara Sungai Belawan
yang terletak pada bagian timur pulau sumatera, dari gambar 2.7 dapat dilihat bahwa
tipe pasut pada Muara Sungai Belawan merupakan tipe pasut harian ganda (semidiurnal
tide), Pugh (2004) menyajikan lunar dan solar pada pasang surut semidiurnal dari
proses kedudukan muka air pada saat terjadi pasang tertinggi dan kedudukan muka air
pada saat surut terendah dalam proses spring tide dan neep tide dapat dirumuskan
Pugh (2004) ramalan pasang surut akibat gaya tarik matahari (solar) untuk komponen
S2 adalah,
Pugh (2004) Ramalan pasang surut akibat gaya tarik bulan (lunar) umtuk komponen M2
adalah,
Kedalaman air yang sebenarnya tiap waktu h(t) adalah penjumlahan numerik dari
dimana hS2 (t) dan h M2 (t) adalah kedalaman air tiap waktu t, AS2 dan AM2 adalah
amplitudo pasang surut pengaruh gaya tarik matahari dan bulan, 2π adalah sudut rotasi
matahari dan TM2 adalah periode pasut akibat bulan. siklus bulan 29,5 hari adalah
sekitar 1,035 waktu yang diperlukan dari siklus matahari (Pugh, 2004) yaitu 24,84 jam
dengan demikian periode pasut lunar semi diurnal 12,42 jam dan seperempat pasut
perpindahan dari perairan yang dalam (laut) yang masuk menuju ke perairan yang
dalam kategori overtide, yaitu komponen pasut yang lajunya 2 kali laju komponen M2.
overtide adalah sebuah komponen pasut harmonik dimana lajunya merupakan perkalian
eksak dari laju suatu komponen dasar pasut yang dibangkitkan dari gaya pembangkit
pasut. Biasanya overtide ini muncul atau dominan di perairan dangkal dan amplitudo
Dimana:
x adalah jarak peninjauan muara sungai tiap titik (m)
AM2 adalah amplitudo komponen pasut akibat gaya tarik Bulan (m)
h adalah kedalaman aliran (m)
g adalah percepatan gravitasi (m/s2)
T adalah priode pasut lunar quarter-diurnal (6.21 jam).
saluran. Luas kwartal diurnal juga bertambah jika kedalaman saluran tersebut kecil, dan
Dimana :
h M4 (t) adalah Tinggi muka air akibat amplitudo M4 tiap waktu t (m)
AM4 adalah amplitudo seperampat pasut diurnal pengaruh Bulan (lunar quarter-diurnal)
(dari persamaan 2.17)
TM4 adalah periode pasut lunar quarter-diurnal (6.21 jam)
Maka kenaikan muka air pasut pada muara sungai dirumuskan oleh Pugh (2004) adala
sebagai berikut:
h(t ) = hS 2 (t ) + hM 2 (t ) + hM 4 (t ) + DT
t t 3 x AM2 2 t
= AS 2 sin 2π + AM 2 sin 2π + sin 2π + DT … (2.17)
12 12.42 4 h T g h 6.21
Dimana :
h(t) adalah naik muka air pasut tiap waktu pada muara sungai (m)
hM2 adalah naik muka air pasut pengaruh bulan (lunar semidiurnal)
hS2 adalah naik muka air pasut pengaruh matahari (solar semidiurnal)
Naik muka air pasut akibat pengaruh benda-benda langit dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
Variasi yang terus menerus dari tinggi dan bentuk pasut dikaitkan dengan
gerakan yang kompleks dari bumi (mengelilingi matahari dan revolusi terhadap
sumbunya) dan bulan (mengelilingi bumi). Selain bulan, interaksi antara bumi dan
matahari juga mempengaruhi fenomena pasut, namun interaksi antara bumi dan bulan,
dalam hal ini adalah gaya tarik/gravitasi bulan, lebih besar daripada gaya tarik matahari.
Hal ini diakibatkan jarak bumi dan bulan (rata-rata 381.160 km) yang jauh lebih dekat
dibandingkan jarak bumi dan matahari (rata-rata 149,6 juta km) meskipun massa bulan
jauh lebih kecil daripada massa matahari. Karena jarak lebih menentukan daripada
massa, maka bulan mempunyai peran yang lebih besar daripada matahari dalam
menentukan pasut. Gaya tarik bulan yang mempengaruhi pasang surut besarnya kurang
lebih 2,2 kali lebih kuat daripada gaya tarik matahari. Hal ini mengakibatkan air laut,
yang menyusun 71% permukaan bumi, menggelembung pada sumbu yang menghadap
ke bulan. Pasang surut terbentuk karena rotasi bumi yang berada di bawah muka air
yang menggelembung ini, yang mengakibatkan kenaikan dan penurunan permukaan laut
di wilayah pesisir secara periodik. Gaya tarik gravitasi matahari juga memiliki efek
yang sama namun dengan derajat yang lebih kecil Dengan memahami mekanisme
pokok yang terlibat, berbagai teori dan teknik dikembangkan untuk melakukan
peramalan pasut.
Arus pasut adalah aliran air dalam arah horizontal yang periodik yang merupakan
respon terhadap naik turunnya elevasi muka air yang disebabkan pasang surut.
Arus di estuari terutama disebabkan oleh kegiatan pasang surut dan aliran sungai.
Arus biasanya terdapat pada kanal (saluran), tetapi dalam kanal ini, kecepatan arus
dapat mencapai beberapa mil per jam. Kecepatan tertinggi terjadi pada bagian tengah
kanal, dimana hambatan gesek dengan dasar dan sisi tepian yang paling kecil.
dibicarakan diatas, kanal dimana arus terpusat seringkali merupakan tempat erosi yang
sangat mencolok. Untuk kebanyakan estuaria, pada bagian hulu terjadi masukan air
tawar yang terus menerus. Sebagian air tawar ini bergerak ke hilir estuaria, bercampur
sedikit atau banyak dengan air laut. Sebagian besar air ini pada akhirnya mengalir
keluar estuaria atau menguap untuk mengimbangi air berikutnya yang masuk dibagian
hulu. Selang waktu yang dibutuhkan sejumlah massa air tawar untuk dikeluarkan dari
estuari disebut penggelontoran (flushing time). Selain waktu ini dapat menjadi tolak
ukur keseimbangan suatu sistem estuaria. Waktu penggelontoran yang lama, penting
Di daerah sungai atau selat, dimana arah aliran dibatasi oleh geometri channel,
arus pasut bersifat berkebalikan atau reversing, sehingga arah aliran bergantian dalam
arah yang hampir berlawanan serta adanya kondisi dimana kecepatan arus sangat kecil
pada saat aliran arus berbalik yang dinamakan slack water. Kecepatan arus pasang surut
pada masing-masing arah tersebut bervariasi dari kecepatan nol pada saat slack water
hingga kecepatan maksimal. Kecepatan arus pasut biasanya berubah-ubah secara kontinu
dalam suatu selang waktu tertentu atau sering disebut dalam satu siklus pasut. Kecepatan
satu hari pada arah yang berlawanan serta mencapai kecepatan minimum pada waktu dan
Gambaran arus pasut tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.9. Gambar tanda
panah merepresentasikan kecepatan arus untuk setiap jam. Air pasang biasanya
digambarkan di atas garis air slack water dan air surut di gambarkan dibawahnya. Kurva
arus pasut terbentuk di sepanjang ujung panah dan memiliki karakteristik yang sama
Keterangan :
• Pada saat pasang, muka air di laut lebih tinggi daripada di estuari dimana gerakan
• Pada saat surut muka air di laut lebih rendah daripada di estuari sehingga arus
pasut bergerak keluar estuari menuju laut, gerakan keluar estuari ini disebut ebb
Aliran debit (Q m3/detik) adalah laju aliran air (u m/det) (dalam bentuk volume
air) yang melewati suatu penampang melintang muara sungai (A m2) per satuan waktu
(detik) .
Q = u. A ................................................ (2.18)
Pertimbangkanlah kedua bagian yang ada pada gambar 2.11 untuk mengisi
volume V1 dan V2 dengan waktu t f, pada bagian penampang pipa 1 dan 2 dari A1
V1
U1 = …………………………….. (2.19)
A1.t f
V1 + V2 ………………………….. (2.20)
U2 =
A2t f
Dimana U1 dan U2 adalah kecepatan aliran dalam masing – masing pipa 1 dan 2.
arus pasang surut pada setiap penampang sebagai produk dari lebar muara (Wx), dan
perubahan kedalaman pasang surut per detik (Δhf) terhadap pembagian tiap penampang
panjang muara menuju hulu sungai (A), yang merupakan sebagai kontribusi kecepatan
Q
uf = …………………………… (2.21)
Wx Dx
Dimana :
menghitung volume air yang keluar melalui tiap penampang muara sungai akibat
pasang surut.
………………. (2.22)
Δl adalah Panjang muara sungai dari hulu sungai menuju hilir sungai tiap titik
peninjauan (m)
Wx adalah lebar muara sungai dari hulu (upstream) hingga hilir (downstream) tiap titik
lokasi (m)
Dimana formula tersebut menghitung volume air yang terkandung per meter
Untuk mengetahui kecepatan arus pasut terhadap waktu tiap titik lokasi (U(x,t)) adalah:
Dimana:
Δht adalah rentang kedalaman yang terjadi tiap jam akibat pasut (m)
Perairan yang ada di dunia memiliki luas permukaan air berkisar 360 juta km2,
terdiri dari serangkaian sungai dan laut yang saling berhubungan. untuk memahami
distribusi energi panas di muara, perlu untuk mempertimbangkan sumber panas laut di
dunia secara keseluruhan. ada aliran energi matahari yang tetap masuk ke bumi
sehingga keluar terus-menerus radiasi tersebut dari bumi kembali ke angkasa. Sumber
Suhu air di estuaria bervariasi dari pada diperairan dekat pantai. Hal ini sebagian
karena biasanya di estuari volume air lebih kecil sedangkan luas permukaan lebih besar,
dengan demikian pada atmosfer yang ada, air estuaria ini lebih cepat panas dan lebih
cepat dingin (fjord, karena dalamnya dan volumenya besar tidak memperlihatkan gejala
ini). Alasan lain terjadinya variasi ini ialah masukan air tawar. Air tawar di sungai dan
kali lebih dipengaruhi oleh perubahan suhu musiman daripada air laut. Sungai di daerah
beriklim sedang suhunya lebih rendah di musim dingin dan lebih tinggi di musim panas
Ketika air tawar masuk estuaria dan bercampur dengan air laut, terjadi
perubahan suhu. Akibatnya, suhu perairan estuaria lebih rendah pada musim dingin dan
lebih tinggi pada musim panas dari pada perairan di sekitarnya. Skala waktunya
menarik karena dapat dilihat dengan perubahan pasang surut, suatu titik tertentu di
yang terbesar dan perairan yang lebih dalam kisaran suhunya lebih kecil. Pada estuaria
baji garam, perbedaan suhu vertikal ini juga memperlihatkan kenyataan bahwa perairan
permukaan didominasi air tawar, sedangkan perairan yang lebih dalam didominasi atau
Salinitas permukaan air laut sangat erat kaitannya dengan proses penguapan,
salinitas air laut dapat berbeda secara geografis akibat pengaruh curah hujan local,
banyaknya air yang masuk ke laut, penguapan dan edaran masa air (King, 1963). Perubahan
salinitas pada perairan bebas (laut bebas) adalah relative lebih kecil dibandingkan ke
perairan pantai. Hal ini disebabkan karena perairan pantai banyak memperoleh masukan air
tawar dari Muara-muara sungai terutama pada waktu musim hujan (Hela dan Laevastu,
1970).
Estuaria dikelilingi daratan pada ketiga sisi. Ini berarti bahwa luas perairan yang
diatasnya angin dapat bertiup untuk menciptakan ombak adalah minimal. Dangkalnya
perairan di estuaria pada umumnya juga jadi penghalang bagi terbentuknya ombak yang
besar. Sempitnya mulut estuaria, diikuti dengan dasar yang dangkal, menghilangkan
pengaruh ombak yang masuk ke estuaria dari laut secara cepat. Sebagai akibat proses
Istilah teknik untuk keasinan lautan adalah halinitas, dengan didasarkan bahwa
terlarut. Dalam oseanografi, halinitas biasa dinyatakan bukan dalam persen tetapi dalam
jumlah gram garam untuk setiap liter larutan. Sebelum tahun 1978, salinitas atau
sampel terhadap "Copenhagen water", air laut buatan yang digunakan sebagai standar
air laut dunia. Pada 1978, oseanografer meredifinisikan salinitas dalam Practical
Salinity Units (psu, Unit Salinitas Praktis): rasio konduktivitas sampel air laut terhadap
larutan KCL standar. Rasio tidak memiliki unit, sehingga tidak bisa dinyatakan bahwa
2.4.2.1 Pencampuran antara air tawar (sungai) dan air asin (laut)
Secara defenisi dapat pula dikatakan bahwa estuari adalah badan air yang
bergerak dinamis sebagai tempat bertemunya air tawar dan air asin (dalam hal ini adalah
air laut). Adanya perbedaan karakteristik antara air tawar dan air laut maka
pencampuran yang terjadi diantaranya tidak akan terjadi dengan mudahnya, terkadang
Air laut mengandung sekitar 35 parts per thousand (ppt) garam-garam terlarut termasuk
didalamnya Sodium Chloride dan Magnesium Chlorida, yang lebih rapat dibandingkan
dengan kandungan air tawar. Karenanya air laut akan memiliki densitas yang lebih berat
dibandingkan air tawar pada keadaan suhu yang sama. Air laut dapat menjadi pengantar
listrik yang baik dan mempunyai pembiasan cahaya yang lebih kuat dibandingkan air tawar.
Berdasarkan kekuatan relatif antara pasang surut dan debit sungai, sirkulasi estuari dapat di
Estuari jenis ini berkembang pada sungai yang bermuara ke laut, yang pasang surutnya
sangat rendah dan debit sungai sangat kuat. Antara air asin dan air tawar terjadi gradien rapat
massa dan keasinan yang sangat tajam dan membentuk holoklin yang stabil dan kedua jenis
massa air akan terpisah, dengan air tawar yang mengalir menuju laut berada pada lapisan air
asin, dan lapisan air asin mengalir di bawah air tawar dengan membentuk sudut. Salinitas di
lapisan bawah sama dengan salinitas air laut, sedang lapisan atas merupakan air tawar. Arah
Estuari tercampur sebagian berkembang pada sungai yang bermuara pada laut
dengan pasang surut moderat. Arus pasang surut cukup berpengaruh, dan seluruh massa
air bergerak naik dan turun estuari mengikuti naik dan turunnya air, sehingga pada
pertemuan air asin atau air tawar menimbulkan geseran pada dasar estuari menimbulkan
tegangan geser, dan menimbulkan turbulensi. Terjadi pencampuran air asin ke arah atas
dan air tawar ke arah bawah. Air tawar mengalir ke arah laut bercampur dengan air asin
Estuari tercampur sempurna biasanya terdapat pada estuari yang lebar dan
dangkal, dimana pasang surutnya tinggi, dan arus pasang surut lebih kuat dibandingkan
dengan aliran sungai, kolom air menjadi tercampur secara keseluruhan, tidak terjadi
bidang batas antara air asin dan air tawar. Distribusi salinitas dalam arah vertikal adalah
sama atau pada estuari jenis ini hamper tidak terjadi variasi salinitas ke arah vertikal.
Variasi salinitas hanya terjadi sepanjang estuari, tanpa stratifikasi vertikal dan lateral.
Pencampuran antara air tawar (sungai) dan air asin (laut) ini dapat silihat dari
tipe estuari yang ditunjukkan oleh Uncles dkk (1983) yang menyatakan suatu tipe
estuari yang tergantung pada rasio aliran (P) dari suatu estuari tersebut dengan
R ……………………………… (2.24)
P=
AU t
Dimana:
Jika P < 0.01, maka estuari tergolong tercampur sempurna (Well Mixed Estuary)
Suatu model untuk memprediksi parameter suhu pada muara sungai digunakan
distribusi Gaussian tergantung pada asumsi dari suatu proses variasi penyebaran
terhadap waktu (Lewis, 1997). Distribusi dalam arah tertentu sering memiliki bentuk
ukuran yang mungkin mirip fungsi Gaussian, dan penyebaran distribusi yang dapat
1 x 2 …………………….. (2.25)
C ( x) = exp − 2
2πσ x 2σ x
Dimana C (x) adalah konsentrasi pada setiap posisi x. dalam ekspresi ini penyebut
ekspresi ini dapat dinormalisasi untuk menghasilkan distribusi tentang kesatuan dengan
x 2 …………………………. (2.26)
C ( x) = exp − 2
2σ x
Distribusi ini dapat digunakan sebagai penyebaran energi panas dan salinitas yang
suhu air di estuari bervariasi sepanjang siklus pasang surut di setiap lokasi muara
sungai, akibat adanya perbedaan antara suhu air asin (laut) dan air tawar (sungai).
Secara umum ada dua kasus yang biasanya terjadi pada muara sungai:
0
Pada musim dingin, suhu air laut , Ts C biasanya lebih hangat dari pada
suhu air sungai, TR0 C, sehingga suhu air berkurang dalam bagian hulu. Persamaan
2.32 dapat digunakan untuk menguraikan distribusi yang ada sebagai kurva Gaussian:
x2 ………………….. (2.27)
T ( x) = (TS − TR ) exp − + T
2σ x
2 R
Dimana:
Pada musim panas, suhu air laut umumnya lebih dingin dari pada air sungai,
sehingga suhu air bertambah pada bagian hilir. Persamaan 2.32 dapat digunakan untuk
x2
T ( x) = (TR − TS ) exp − 2
+ TS ....……………….. (2.28)
2σ x
Dimana:
Ts adalah suhu pada aliran laut (°C)
TR adalah suhu pada aliran sungai (°C)
Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.13, Data tersebut terlihat berhubungan
dengan suhu sungai 31 °C dan suhu laut 28 °C hasil dari survei lapangan pada tanggal
15 april 2010 pada Muara Sungai Belawan, dan variansi (σx) 6,500 untuk jarak dalam
km. kasus ini bisa di gunakan di Indonesia yang memiliki iklim tropis.
Kadar garam (salinity) dalam sistem estuari berbeda-beda pada sepanjang siklus
pasang, dan umumnya bertambah pada air pasang dan berkurang pada saat air surut.
memanjang ini dalam kaitannya dengan keseimbangan kandungan kadar garam dari
_
_
−δ s δ δ s ………………………… (2.29)
u = Ks
δx δx δx
Hal ini menjelaskan bahwa pengaruh kecepatan arus pasut tehadap kadar garam
dari hilir (sisi kiri pada persamaan 2.37) yang diseimbangkan dengan difusi hulu sungai
(sisi kanan pada persamaan 2.37). Pendekatan ini sudah digunakan oleh West dan
Williams (1975) dalam Tay Estuary di Skotlandia. Kadar garam air laut biasanya
berkisar 35 ‰ dan kadar garam berkurang pada bagian hulu sungai. Persamaan 2.32
dapat digunakan untuk menjelaskan variasi kadar garam yang terkandung pada hilir
x 2 ……………………….. (2.30)
S ( x) = S exp − 2
2σ x
Dimana contohnya ditunjukkan dalam gambar 2.14, data tersebut berhubungan dengan
kurva yang memiliki variansi (σx = 6,500) untuk jarak dalam kilometer dan S adalah
Sedimen merupakan hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi parit
atau jenis erosi tanah lainnya. Karena adanya transpor sedimen dari tempat yang lebih
tinggi (hulu) ke daerah hilir dapat menyebabkan pendangkalan estuari, sungai, dan
karena pada tingkat tertentu adanya aliran sedimen ke daerah hilir dapat menambah
kesuburan tanah serta terbentuknya tanah garapan baru di daerah hilir, dan pada saat
yang bersamaan aliran sedimen juga dapat menurunkan kualitas perairan dan
sedimen layang dalam sungai (suspended sediment) atau dengan pengukuran langsung
yang memiliki diameter butir yang kecil seperti pasir halus, lanau, dan lempung atau
reaksi kimia yang heterogen, dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang
paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan.
Penetrasi cahaya matahari ke permukaan dan bagian yang lebih dalam tidak
berlangsung efektif akibat terhalang oleh zat padat tersuspensi, sehingga fotosintesis
tidak berlangsung sempurna. Sebaran zat padat tersuspensi di laut antara lain
dipengaruhi oleh masukan yang berasal dari darat melalui aliran sungai, ataupun dari
aliran air (arus dan gelombang), secara umum angkutan sedimen dibagi menjadi 3
bagian yaitu:
Pada kondisi ini pengangkutan material terjadi pada aliran yang mempunyai
kecepan aliran yang relatif lambat, sehingga material yang terbawa arus sifatnya hanya
Jika kecepatan aliran semakin cepat, gerakan loncatan material akan semakin
sering terjadi sehingga apabila butiran tersebut tergerus oleh aliran utama atau aliran
turbulen kearah permukaan, maka material tersebut tetap bergerak (melayang) didalam
aliran dalam selang waktu tertentu, umumnya pada kondisi ini sedimen yang memiliki
c. Saltation Load
Pada kondisi ini pengangkutan material terjadi pada aliran yang mempunyai
kecepan aliran yang relatif cepat, sehingga material yang terbawa arus membuat
loncatan-loncatan akibat dari gaya dorong pada material tersebut, kondisi ini sedimen
tidak kontak langsung terhadap dasar saluran dan memiliki ukuran butiran yang sangat
sehingga sulit memberikan nama menurut jenisnya. Untuk itu diberikan deskripsi
mengenai istilah dalam proses sedimentasi agar diperoleh informasi yang objektif sesuai
densitas (kerapatan)
• Kecepatan jatuh adalah bentuk keseimbangan antara gaya gravitasi yang bekerja
pada suatu partikel yang kecil yang berbentuk bola (spheric) dalam suatu fluida.
dipindahkan dari muara dalam jumlah yang besar karena aktivitas arus dan gelombang
yang intensif di muara. Hal ini dapat dilihat dari perubahan garis pantai yang terdekat
tergantung pada dua faktor yaitu sifat fisika kimia sedimen dan kondisi biologi perairan.
Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh erosi dan sedimentasi amat mudah
penampungan air maupun muara-muara sungai di tepi laut (Djunaid et al, 2002).
pasir, mana yang termasuk kerikil dan sebagainya. Salah satu klasifikasi yang terkenal
Kerikil
-6 64,0
(Gravel)
-2,25 19,0 ¾ in
Krakal/Koral (Peeble) Halus
4,76 No. 4
-2 4,0
Batu Kerikil (Granule) Kasar
-1 2,0
No. 10
Sangat Kasar
0 1,0 No. 20
Kasar
1 0,5 Sedang
Halus
2,32 0,20 No. 100
3 0,125 No. 140
Halus
Sangat Halus
3,76 0,074 No. 200
4 0,0625
Lanau
(Silt) 8 0,00391
Lempung Lanau atau Lempung
(Clay) 12 0,00024 (Silt or Clay)
Koloid
(Colloid)
millimeter dianggap sebagai pasir. Material yang lebih halus sebagai lumpur (silt) dan
lempung (clay). Sedangkan material yang lebih besar dari pasir disebut krakal/ koral
(pebbles) dan brangkal (cobbles). Pada kebanyakan lokasi brangkal (cobbles) adalah
material utama yang membentuk pantai, seperti di sepanjang Chesil Beach (England).
ukuran. Nilai phi (φ) dihubungkan dengan ukuran butiran sebagai berikut:
Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak larut
yang ukuran maupun beratnya kecil, misalnya tanah liat, bahan-bahan organik tertentu,
tersuspensi adalah aliran turbulensi. Partikel tersuspensi dalam air disebut dengan
suspensi aqueous. Beberapa muatan tersuspensi aqueous secara aktif saling menukar
muatan (pasir halus, lanau dan lempung) dengan substrat (Rifardi, 2008).
Sebagian besar sedimen yang saling bertukar antara sungai dan laut berada
dalam bentuk zat padat tersuspensi (total suspended solid). Uncles dkk (2001)
menafsirkan bahwa lebih dari 90% dari 18-24 x109 T endapan laut setiap tahunnya
pada batasan pasut dan penggabungan sistem estuari namun juga berubah-ubah akibat
siklus pasut sebagai jawaban terhadap masuknya air sungai musiman. Brown (1999)
melaporkan bahwa TSS bertambah berkisar 102 mg/dm3 dalam estuari dengan batasan
pasang kecil dimana gabungan kekuatan yang pada umumnya lemah, sampai berkisar
104 mg/dm3 dalam estuari dengan batasan pasang besar dimana gabungan kekuatan
memindahkan, dan mengendapkan partikulat pada sistem estuari. Ada sejarah panjang
hubungan fungsional untuk konsentrasi yang ada dan lokasi partikulat dalam rangka
Suspensi, pemindahan, dan deposisi zat partikulat pada pasang dan sistem
estuari dibahas oleh Dyer (1986, 1997) dan Masselink dan Hughes (2003) Secara
khusus, pembahasan ini didasarkan atas penafsiran, Markosfsky dkk (1986), Brenon dan
Le Hir (1998), Clarke dan Elliott (1998), dan Tatersall dkk (2003). Secara umum
besarnya perubahan massa TSS per unit pada dasar saluran yang ada bergabung melalui
kolom air (massa beban yang tertahan) yang tergantung pada adveksi, perpaduan, erosi,
dan endapan. Proses tersebut dapat dijelaskan dengan persamaan paduan adveksi
kedalaman rata-rata untuk endapan yang tertahan (McMamus dan Prandle (1997) dan
Beban yang tertahan secara sederhana merupakan produk dari kedalaman dan
konsentrasi, h C :
Istilah pertama pada bagian sisi kanan menghadirkan bahan yang berubah ke
dalam bagian tertentu dengan gradien konsentrasi horizontal yang dijelaskan dibawah
ini. Istilah kedua pada sisi kanan menghadirkan paduan horizontal dan secara umum
diabaikan karena gradien konsentrasi horizontal dalam hal ini kecil. Dua istilah yang
terakhir pada sisi kanan adalah erosi dan endapan dari sedimen.
Partikel padat naik dan pindah ke hilir akibat tekanan fluida yang membuat
keseimbangan berat butiran terhadap gaya gravitasi. Kekuatan cairan berasal dari arus
pasut. Masalah ini dapat diatasi dengan penentuan nilai tekanan cairan yang mengawali
gerakan tersebut dan kuantifikasi profil partikulat dalam kaitannya dengan variabel arus.
Penentuan yang paling sederhana untuk tekanan yang dimaksud yang mengalirkan
endapan yang ada dikenal dengan hukum tekanan quadratic (Lewis, 1997).
τ = ρC D u 2 ……………………….. (2.32)
Dimana :
dan dalam hal ini memadai terhadap terjadinya friksi yang tergantung pada kerasnya
menjelaskan nilai tersebut untuk CD seperti yang dijelaskan pada Tabel 2.5.
Lempung 0.0024
Lempung 0.0022
Kerikil 0.0047
pengurangan tekanan yang dipindahkan terlebih dahulu, dan secara umum batas ambang
tersebut meningkat dengan bertambahnya diameter butiran sedimen yang ada. Dyer
(1986) memberikan data koefisien hambatan seperti yang ditunjukkan pada Gambar
2.15 untuk kondisi kritis sebagai satu fungsi kecepatan arus. Data tersebut dihadirkan
dengan :
Dimana :
τ
E P = M − 1 …………………………. (2.34)
τ cr
Rumus ini menurut Dyer (1986) sudah digunakan dalam bentuk matematis oleh
Odd dan Owen (1972) dan Krone (1976) dengan nilai untuk koefisien erosi (M) dalam
batasan 0.0005 – 0.015 kg/m2s dengan suhu tinggi. Baru-baru ini, Brenon dan Le Hir
sapa????)
Dimana :
jatuhnya atau fall velocity (w), yang mana adalah kecepatan maksimum yang dicapai
oleh suatu partikel akibat gaya gravitasi. Ukuran partikel yang tersuspensi dalam suatu
kolom air akan tergantung kepada nilai fall velocity. Untuk suatu ukuran butiran partikel
yang besar, akan jatuh dengan cepat dan akan lebih sedikit mendapat tahanan dari air
Secara teori di dalam air yang tenang di mana perlawanan yang relevan adalah
berat sendiri dari butiran (Ws), gaya apung (FB) dan gaya hela atau drag force (FD)
…………… (2.36)
dimana ρs = berat jenis partikel dan ρ = berat jenis air. adalah volume terhadap
asumsi dari butiran bulat dengan diameter d, dan CD = drag coefficient dari butiran
jatuh. CD diketahui sebagai fungsi dari bilangan Reynolds, yang tidak berdimensi dan
24
diberikan sebagai berikut ; nilai suatu coefisien kekasaran (CD) =
Re
tergantung pada kekentalan air ( υ ) dan ukuran partikel, dengan partikel kuarsa dalam
air laut pada suhu berkisar 20 0C dan kadar garam 35‰, maka Dyer, 1986 memberikan
suatu nilai kecepatan jatuh partikel suspensi dari keseimbangan gaya-gaya partikel
sedimen adalah:
Persamaan 2.37 dikenal pada Hukum Stokes berlaku pada partikel terhadap pasir
berukuran sedang dan halus. Nilai tertentu berada pada batasan 0.03 – 3 mms-1 (0.00003
– 0.003 ms-1). Menurut (Brenon dan Le Hir 1998, Bass dkk, 2002).
Untuk mengamati pasang rata-rata yang terjadi terkait dengan besarnya erosi
parameter yang ada sudah diperkenalkan sebelumnya. pada keseimbangan dalam arus
terhadap kecepatan kritis dengan simbol ucr (m/s). menurut uncles dkk, 1998.
M u m2
C= 2 − 1 + C B ……………………. (2.38)
S p ω s u cr
Dimana:
tergantung pada volume upstream, dan debit air tawar setiap pembagian luas penampang
Dimana:
surut terhadap waktu dapat dirumuskan dengan fungsi kosinus menurut uncles dkk,
1998 adalah:
Dimana:
Medan yang terletak pada posisi 03°47’ Lintang Utara dan 98°42’ Bujur Timur dengan
luas wilayah 265,10 km² dengan batas wilayah sebagai berikut sebelah utara dengan
Selat Malaka, sebelah Selatan dengan Kabupaten Deli Serdang, sebelah timur dengan
Kabupaten Deli Serdang, serta sebelah barat dengan kabupaten Deli Serdang (gambar
Kota Medan, ibukota propinsi Sumatera Utara dan berbatasan langsung dengan Selat
berlabuh, berolah gerak, dan melakukan aktivitas bongkar muat kapal – kapal.
Belawan ini merupakan urat nadi perekonomian Sumatera Utara, khususnya arus keluar
masuk barang dan penumpang melalui angkutan laut, sehingga Kota Medan dikenal
Kondisi fisik Kecamatan Medan Belawan yang akan diuraikan terdiri dari : batas
dan iklim.
Kecamatan Medan Belawan terletak di wilayah Utara Kota Medan dengan batas-batas
sebagai berikut :
Labuhan
memiliki luas mencapai 265.10 km2 atau 0,36% dari luas Propinsi Sumatera Utara.
Jumlah kecamatan yang ada di Kota Medan adalah 21 kecamatan dengan kecamatan
Medan Labuhan memiliki luas terbesar yaitu 36.67 km2 atau 11,12% dari luas Kota dan
kecamatan Medan Maimun memiliki luas terkecil yaitu 2.98 km2 atau 1,12% dari luas
Kota Medan. Kecamatan yang terletak paling barat adalah kecamatan Medan Tembung,
kecamatan paling timur adalah kecamatan Medan Helvetia, kecamatan paling utara
adalah kecamatan Medan Belawan yang merupakan lokasi penelitian dan kecamatan
paling selatan adalah kecamatan Johor. Daftar luas kecamatan, disajikan pada tabel 3.1:
Berdasarkan data tahun 2009 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik
Kotamadya Medan, jumlah penduduk Kotamadya Medan adalah 2.121.053 jiwa terdiri
dari:
Data selengkapnya mengenai jumlah penduduk Kota Medan dapat dilihat pada
Tabel 3.2.
perhubungan darat, laut, dan udara, merupakan prasarana pendukung sarana moda
sektor ekonomi modern khususnya di industri ekspor. Hal ini dimaksudkan untuk
akses kepada pasar regional dan internasional sekaligus memperluas pelayanan jasa
perkotaan, Kota Medan telah dilengkapi dengan prasarana jalan tol Belmera yang
Kota medan memliki terminal angkutan darat yang merupakan tempat proses
pemindahan orang atau barang melalui sarana moda transportasi darat untuk proses
Medan juga memiliki prasarana pelabuhan laut internasional Belawan yang terletak di
Kecamatan Medan Belawan. Pelabuhan laut Belawan yang dilengkapi dengan dermaga
peti kemas dengan teknologi tinggi telah menjadi altenatif pemindahan manusia dan
barang baik domestik maupun internasional melalui sarana moda angkutan laut seperti
Jakarta, Surabaya, Ujung Pandang, dan lain-lain termasuk berbagai pelabuhan laut
yang relatif lengkap, seperti terminal domestik dan internasional yang terpisah,
pelayanan imigrasi dan ruang kedatangan yang didukung sumber daya manusia dan
satu bandara internasional terbesar di Indonesia setelah bandara Soekarno Hatta, yang
melayani hampir seluruh jalur penerbangan domestik dan internasional baik orang
maupun barang (ekspor-import) seperti Jakarta, Surabaya, Ujung Pandang, dan lain-lain
kolam pelayaran kapal – kapal dan memiliki fasilitas dermaga tempat bersandarnya
kapal – kapal untuk melakukan aktivitas bongkar muat manusia atau barang yang
terletak pada spadan sisi Timur muara sungai merupakan cabang pelabuhan Indonesia
(Pelabuhan Belawan)
• Belawan Lama (dermaga 001-008) melayani kapal antar pulau dan lokal yang
• Tambatan Antar Pulau Ujung Baru (dermaga 101 -104); melayani kapal antar
pulau yang membawa general cargo dan tongkang. Sistem instalasi conveyor dan
• Ujung Baru (dermaga 105 – 114); merupakan dermaga dengan panjang 1275 m
dan kedalaman sampai -10 m LWS. Dermaga di Ujung Baru ini melayani
sebagian besar cargo yang melalui pelabuhan Belawan (34% general cargo, 45%
curah cair, dan 23% curah kering). Dermaga 105 dan 106 merupakan dedicated
berth untuk melayani muatan minyak sawit secara terpadu. Dermaga 114
• Kolam Citra (dermaga 201 – 203, dermaga Semen Andalas dan dermaga IKD).
Dermaga 201 – 203 digunakan untuk general cargo domestik sedangkan dermaga
semen Andalas dan IKD untuk membongkar semen curah kering dan cair lainnya.
• Jetty Pertamina; untuk melayani tanker bahan baker migas yang dioperasikan
wilayah khatulistiwa dimana tekanan udara rendah dan mempunyai iklim tropis.
Perubahan iklim sangat kecil sehingga iklim harian dapat diprediksi dengan mudah.
Curah hujan > 150 mm terjadi pada bulan September hingga bulan januari dan curah
hujan < 150 mm terjadi pada bulan februari hingga bulan agustus. Suhu udara harian di
rata 82 %.
Angin dominan adalah angin muson Timur Laut yang bertiup sepanjang bulan
November hingga bulan Maret sedangkan angin muson Barat Daya bertiup dari bulan
Juni hingga bulan September dengan kekuatan rata – rata di Selat Malaka 10 knots.
Rata – rata curah hujan di kota medan untuk priode ulang 25 tahun (1955-2000)
bervariasi antara 100 – 260 mm/bulan. Data curah hujan dapat dilihat pada tabel 3.3
Daerah pantai disekitar muara sungai terdiri dari hutan mangrove dengan jenis
tanah lanau dan lempung hingga 3.5 km ke arah lepas pantai. Selepas itu kondisi pantai
mencapai kemiringan 1:400 hingga kedalaman -20 m. laut dengan kedalaman -20 m
Data pasang surut yang diperlukan untuk pemodelan ini merupakan hasil
pengamatan yang dilaksanakan pada tanggal 1 April 2010 s.d 31 Mei 2010 oleh pelindo
lakukan di Muara Sungai Belawan. Lokasi pengamatan pasut dapat dilihat pada
gambar 3.5
Lokasi
Pengamatan
Pasut.
Hasil pengamatan pasut selama 15 hari dari tabel 3.4 diperlihatkan pada Gambar 3.7
komponen utama Bulan (AM2) untuk keperluan pemodelan fisik Muara Sungai
Belawan.
(skema) dengan bantuan tabel-tabel dari perhitungan metode Admiralty. Secara garis
1. Kelompok hitungan 1
Pada hitungan kelompok ini ditentukan pertengahan pengamatan, bacaan
tertinggi dan terendah. Bacaan tertinggi menunjukkan kedudukan alat tertinggi
dan bacaan terendah menunjukkan alat terendah
2. Kelompok hitungan 2
Ditentukan bacaan positif (+) dan negatif (-) untuk kolom X1, Y1, X2, Y2, X4 dan
Y4 dalam setiap hari pengamatan.
3. Kelompok hitungan 3
Pengisian kolom X0, X1, Y1, X2, Y2, X4 dan Y4 dalam setiap hari pengamatan.
Kolom X0 berisi perhitungan mendatar dari hitungan X1 pada kelompok
hitungan 2 tanpa memperhatikan tanda (+) dan (-). Kolom X1, Y1, X2, Y2, X4
dan Y4 merupakan penjumlahan mendatar dari X1 , Y1, X2, Y2, X4 dan Y4 pada
kelompok hitungan 2 dengan memperhatikan tanda (+) dan (-) harus ditambah
dengan besaran B(B kelipatan 100)
4. Kelompok hitungan 4
Untuk pengamatan 15 piantan, besaran yang telah ditambah B dapat ditentukan
dan selanjutnya menghitung X00, Y00 sampai dengan X4d, Y4d dimana:
- Indeks 00 untuk X berarti X00
- Indeks 00 untuk Y berarti Y00
- Indeks 4d untuk X berarti X4d
- Indeks 4d untuk Y berarti Y4d
Akhirnya dari perhitungan ini akan menentukan harga w dan (1+W), besaran g,
kelipatan dari 3600 serta amplitudo (A) dan beda fase (g0).
Dari tabel 3.5 diperoleh nilai F < 0.25, maka tipe pasang surut pada Muara
Belawan yang bertujuan untuk mengumpulkan data – data yang diperlukan dalam
pemodelan fisik muara sungai. Adapun data – data yang diperlukan adalah sebagai
berikut:
kandungan total suspended solid (TSS) yang terjadi pada badan air estuari.
• Thermometer
dengan menjelejahi muara sungai yang dimulai dari mulut muara (estuary mouth)
hingga bagian hulu sungai Belawan sampai diperolehnya badan air yang tidak
Positioning System (GPS) yang berfungsi untuk penentuan koordinat titik lokasi
di mulai dari mulut muara menuju hulu sungai dengan melihat pengaruh kadar
garam (salinity) yang terkandung pada badan air dengan alat digital salt meter.
digital salt meter sampai diperolehnya badan air yang tidak terpengaruhi
kandungan kadar garam, jarak yang diperoleh dalam pengukuran Muara Sungai
Belawan adalah 18 km, kemudian titik sampel ditandai dengan huruf abjad.
fishfinder 240 blue, Rincian kedalaman estuari tiap titik lokasi ditunjukkan pada tabel
1 A 1.9
2 B 2.7
3 C 3.5
4 D 4.0
5 E 5.6
6 F 6.5
7 G 8.0
8 H 9.6
9 I 10.7
10 J 12.0
menggunakan alat GPS, pengukuran dilakukan dari sisi timur sampai sisi barat muara
sungai. Data survei pengukuran lebar muara diperlihatkan pada tabel 3.8.
1 A 27
2 B 100
3 C 150
4 D 195
5 E 220
6 F 250
7 G 300
8 H 350
9 I 437
10 J 500
pengaruh pasut terhadap sungai, pengukuran ini menggunakan alat digital salt meters.
Hasil pengukuran pada Muara Sungai Belawan yang dilaksanakan pada tanggal 21
April 2010 – 22 April 2010 diperoleh salinitas pada mulut muara berkisar 28 ppt
1 A 0
2 B 0.4
3 C 1.20
4 D 2.6
5 E 4.40
6 F 8.70
7 G 14.8
8 H 21.1
9 I 26.1
10 J 28.0
Ketika air tawar masuk estuari dan bercampur dengan air laut, terjadi perubahan
suhu. Akibatnya, suhu perairan estuaria lebih rendah pada musim dingin dan lebih
tinggi pada musim panas dari pada perairan di sekitarnya. Skala waktunya menarik
karena dapat dilihat dengan perubahan pasang surut, suatu titik tertentu di estuari karena
memperlihatkan variasi suhu yang besar sebagai fungsi dari perbedaan antara suhu air
Muara Sungai Belawan berada pada wilayah tropis, umumnya pada daerah
tropis suhu di laut lebih dingin dari suhu di sungai. Hasil penelitian suhu yang terjadi di
Muara Sungai Belawan pada suhu laut berkisar 28 °C dan suhu pada hulu sungai
berkisar 31 °C
1 A 31.0
2 B 30.6
3 C 30.2
4 D 29.9
5 E 29.7
6 F 29.4
7 G 29.1
8 H 28.7
9 I 28.5
10 J 28.0
Pengambilan sampel air pada muara sungai menggunakan botol aqua 1.5 liter,
pengambilan sampel dilakukan pada kedalaman 1 meter dari permukaan air setiap titik
1 A V
2 B
3 C
4 D IV
5 E
6 F III
7 G
8 H II
9 I
10 J I
Alat – alat yang digunakan dalam percobaan zat padat tersuspensi adalah
1. Cawan
2. Oven
3. Suntik 10 ml
3. Panaskan cawan yang berisi sampel air selama ± 3 jam dengan suhu 120 °C
1000
TSS = a
V
Dimana :
a adalah massa cawan setelah dipanaskan (suhu 120 °C) dikurangi dengan massa cawan
kosong (mg).
kosong)(ml)
1000
TSS = 0,867 = 83,82 mg
10,343 l
a = 0.801 mg
a = 0.738 mg
1000
TSS = 0,738 = 69,20 mg
10,664 l
a = 0.823 mg
1000
TSS = 0,823 = 79,23 mg
10,388 l
a = 0.883 mg
TSS
No Titik Sampel TSS
(mg/l)
1 A V 85.00
2 B 82.11
3 C 82.12
4 D IV 79,23
5 E 74.22
6 F III 69,20
7 G 73.56
8 H II 77,91
9 I 80.87
10 J I 83,82
Namun kandungan zat padat tersuspensi ini berubah – ubah setiap waktu
diakibatkan faktor kecepatan pasang dan surut air laut dan debit sungai pada bagian
hulu sungai.
disebabkan sedimen yang berasal dari hulu sungai dan sedimen yang berasal hamparan
pantai yang berada pada kepala estuari (head estuary), hal ini dipengaruhi oleh siklus
Pada sedimen berukuran kasar seperti kerikil dan pasir, sifat – sifatnya
tergantung pada ukuran butirannya. Pada sedimen berbutir halus seperti lempung dan
lanau secara langsung tidak ada hubungannya dengan ukuran butirannya. Sifat lanau
dan lempung bergantung pada komposisi zat mineralnya dari pada ukuran butirannya.
Sedimen yang ukuran butirannya terbagi rata dari yang besar hingga yang kecil disebut
ukuran butir sedimen dari ukuran saringan terbesar (saringan no.10) hingga ukuran
3.5.1 peralatan
• Satu set saringan yang terdiri dari ukuran no. 10, no. 20, no. 40, no.60, no. 80,
• Mesin pengayak
Metode pelaksanaan dalam analisa saringan (sieve analysis) antara lain sebagai berikut :
menggunakan kedua tangan ssampai menjadi butiran asli, usahakan tidak sampai
ukuran no. 10, no. 20, no.40, no.60, no. 80, no. 100, no. 200, dan pan. Ayakan
disusun dalam suatu tumpukan di mana untuk ayakan yang lebih besar pada
pada ayakan yang paling atas dan ayakan digetarkan sehingga pasir jatuh sejauh
beratnya.
3.6 Hidrologi
sebelum akhirnya bermuara di Selat Malaka sepanjang 53 Km dengan lebar sungai rata-
musim kemarau dan pada musim penghujan debit maksimum sebesar 15 m³/detik.
Muara Sungai Belawan berada pada DAS Belawan dengan luasan 417,63 km2
dan mempunyai 35 anak sungai seperti yang terdapat pada Tabel 3.13.
Luas daerah tangkapan hujan (Catchment Area) DAS BeLawan ini mencapai 417,63
km2. Berdasarkan kondisi topografi pada wilayah DAS Betawan maka dapat diketahui
% dengan rata rata keterengan Lahan adalah 1 %. Sebaran kelerengan Lahan DAS
Betawan secara detail dapat dilihat pada Gambar 3.10. Kemiringan lereng 0 - 8 %
(datar) memiliki luas 324,98 km2 dan kemiringan lereng 8 - 15 % (landai) memiliki
terendapkan disepanjang pantai dan muara. Alur masuk pelabuhan Belawan dan Kolam
Citra mempunyai kadar sedimentasi yang tinggi, sehingga diperlukan pemeliharaan yang
berupa pengerukan berkala sebanyak 2 kali setahun untuk alur pelayaran dan 1 kali
setahun untuk kolam pelabuhan. Pengerukan selalu diawali dengan survey bathimetri
dengan cara sounding alur dan kolam pelabuhan yang disebut dengan istilah predredging,
untuk mengetahui volume sedimen yang akan dikeruk. Setelah pengerukan juga
dilakukan sounding sebagai prosedur pemeriksaan yang disebut dengan istilah final
sounding.
Data rekapitulasi volume hasil pengerukan alur dan kolam pelabuhan untuk periode
sedimentasi pada alur., akan tetapi setelah tahun 1984 volume sedimentasi relatif
fluktuatif, terutama terjadi peningkatan volume keruk pada tahun 1986 yang mungkin
diakibatkan karena pemeliharaan akibat sedimentasi pada tahun 1985 yang kurang
Total volume
32.719.603,0 2.861.682,0
telah dikeruk
Sumber : PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo Belawan)
Untuk periode terdahulu 1979 – 1990 terlihat bahwa volume pengerukan untuk
alur pelayaran relatif besar sampai dengan tahun 1984, hal ini dapat dipahami karena
pada periode ini merupakan tahap pengembangan Pelabuhan Belawan. Pada periode ini
terdapat butiran-butiran sedimen dalam jumlah besar yang dihasilkan dari konstruksi
fisik pelabuhan yang terutama berupa reklamasi (Terminal Peti Kemas, Gabion). Setelah
reklamasi selesai, volume sedimentasi relatif berkurang, akan tetapi semakin meningkat
perairan sekitarnya.
Potongan melintang as saluran predredging dan final sounding tahun 1992 – 1996 untuk
Data rekapitulasi volume hasil pengerukan alur dan kolam pelabuhan periode untuk
Tabel 3.15 Volume pengerukan alur dan kolam pelabuhan periode tahun 1997-2002
ALUR PELAYARAN BELAWAN KOLAM PELABUHAN
Total volume
7,105,151.0 1,435,329.0
yang telah
dikeruk
Untuk periode terbaru 1997 – 2002 terlihat bahwa volume pengerukan di alur
pelayaran relatif sama dengan periode akhir tahun 1979-1990. Terlihat bahwa telah
terjadi penurunan jumlah sedimentasi selama 3 tahun dari tahun 1999 – 2001, dan
meningkat lagi pada tahun terakhir masa ini. Pada periode ini volume sedimen di kolam
–10 mLWS terlihat bahwa pada beberapa bagian alur relatif memerlukan pengerukan
Gambar 3.11 Profil Memanjang As Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan berdasarkan Pre Dredge Sounding Tahun 1993 -1996, dan final
Sounding Tahun 1993 – 1996 (dalam meter; sumbu y adalah kedalaman dari LWS, sumbu x adalah alur dari station 0.
Pemodelan fisik Muara Sungai ini dilakukan pada muara Sungai Belawan untuk
melihat kondisi muara sungai yang terjadi tiap jam akibat pasang surut yang
• Koordinat titik sampel pemodelan yang dilakukan tiap jarak 2 km dari mulut
estuari hingga sungai sampai kondisi badan air tidak terpengaruh parameter
• Data zat padat tersuspensi yang terkandung pada badan air estuari
menggunakan persamaan yang telah digunakan para pakar sebelumnya pada estuari –
estuari yang ada di dunia, sehingga akan terlihat kondisi fisik muara Sungai Belawan.
Bathymetri)
Salinity)
Dari hasil peninjauan lapangan untuk pemodelan ini titik awal lokasi sampel
diambil pada mulut estuari (mouth estuary) menuju hulu sungai dengan melihat
kandungan kadar garam pada badan air hingga tidak dipengaruhi kadar garam diperoleh
berkisar 18 km dari titik awal lokasi, pengambilan jarak tiap 2 km dan di simbolkan
dengan huruf abjad dari J - A dapat di lihat pada Gambar 4.1 dan koordinat titik sampel
Koordinat
Jarak Sepadan Muara
Titik Elevasi (z) X Y
(km) Sungai Belawan
(UTM) (UTM)
untuk keperluan pemodelan tiap titik sampel yang telah didapat dari survei lapangan
seperti.
- Data pasang surut untuk mengetahui kenaikan muka air rata-rata pasut sebagai
Data – data tersebut akan dimodelkan menggunakan bantuan program Microsoft excel,
agar diketahui kondisi fisik estuari Belawan tiap titik lokasi akibat pasang surut yang
terjadi.
Dari hasil survei lapangan yang dilaksanakan pada tanggal 21 April 2010
diperoleh kondisi penampang muara Sungai Belawan tiap titik lokasi yang terlihat pada
Luas Penampang
Jarak Kedalaman Lebar Muara
Titik (Cross Section)
(km) (m) (m)
(m2)
18 A 1.9 27 51.3
16 B 2.7 100 270
14 C 3.5 150 525
12 D 4.0 195 780
10 E 5.6 220 1232
8 F 6.5 250 1625
6 G 8.0 300 2400
4 H 9.6 350 3360
2 I 10.7 437 4676
0 J 12.0 500 6000
Perubahan volume air dari hulu ke hilir sungai yang di tinjau untuk tiap
kedalaman per meter akibat pasang surut pada muara sungai menggunakan
persamaan 2.31.
Tabel 4.3 Hasil volume upstream dari sungai menuju mulut estuari
Titik Lokasi A B C D E F G H I J
Lebar Muara Sungai (m) 27.0 100 150 195 220 250 300 350 437 500
Kedalaman Muara Sungai (m) 1.9 2.7 3.5 4.0 5.6 6.5 8.0 9.6 10.7 12.0
2
Luas Penampang (m ) 51 270 525 780 1,232 1,625 2,400 3,360 4,676 6,000
3 6
Volume Upstream (m x 10 ) 0.05 0.25 0.55 0.94 1.38 1.88 2.48 3.18 4.06 5.06
parameter suhu (temperature) dan kadar garam (salinity) yang terjadi pada badan air
x2
C ( x) = exp − 2
2σ x
Dimana :
σ adalah suatu variasi dari parameter yang akan terjadi pada badan air.
σ
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6
x
-18 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01
-16 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.03
-14 0.00 0.00 0.00 0.01 0.02 0.04 0.07
-12 0.00 0.00 0.01 0.03 0.06 0.09 0.14
-10 0.00 0.02 0.04 0.08 0.14 0.19 0.25
-8 0.03 0.07 0.14 0.21 0.28 0.35 0.41
-6 0.14 0.23 0.32 0.41 0.49 0.55 0.61
-4 0.41 0.52 0.61 0.67 0.73 0.77 0.80
-2 0.80 0.85 0.88 0.91 0.92 0.94 0.95
0 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
2 0.80 0.85 0.88 0.91 0.92 0.94 0.95
4 0.41 0.52 0.61 0.67 0.73 0.77 0.80
6 0.14 0.23 0.32 0.41 0.49 0.55 0.61
8 0.03 0.07 0.14 0.21 0.28 0.35 0.41
10 0.00 0.02 0.04 0.08 0.14 0.19 0.25
12 0.00 0.00 0.01 0.03 0.06 0.09 0.14
14 0.00 0.00 0.00 0.01 0.02 0.04 0.07
16 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.03
18 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01
Nilai variasi ini dilakukan dengan cara coba-coba (trial and error)
penyebaran parameter yang terjadi sepanjang muara sungai, sedangkan reverse gaussian
merupakan kebalikannya.
penyebaran suhu yang terjadi pada badan air muara sungai dapat diperoleh dari
persamaan 2.34 untuk kasus penyebaran suhu pada daerah tropis, dimana suhu laut
= 28 °C
= 28.23 °C
Penyebaran parameter kadar garam yang terjadi pada Muara Sungai Belawan
dengan menggunakan persamaan 2.38. dimana salinitas mulut muara (S) adalah 28 ‰
dengan menggunakan distribusi Gaussian dapat diperoleh penyebaran suhu tiap titik
Stitik J = 28 (Ctitik J)
= 28 ppt
Stitik I = 28 (Ctitik I)
= 25.86 ppt
Tabel 4.5 Hasil penyebaran parameter badan air tiap titik lokasi
Titik Lokasi A B C D E F G H I J
Jarak dari sungai (km) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
Gaussian 0.00 0.01 0.02 0.06 0.14 0.28 0.49 0.73 0.92 1.00
Reverse Gaussian 1.00 0.92 0.73 0.49 0.28 0.14 0.06 0.02 0.01 0.00
Suhu °C 31.00 30.98 30.94 30.83 30.59 30.16 29.53 28.82 28.23 28.00
Kadar Garam (ppt) 0.04 0.17 0.57 1.60 3.84 7.85 13.70 20.38 25.86 28.00
Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Parameter Badan air lapangan dengan Model
Bulan digunakan persamaan 2.12 dan 2.13 dan untuk mengetahui tinggi muka air total
pengaruh pasut yang terjadi sehari – hari digunakan persamaan 2.14 yang merupakan
sistem sinusoidal, dimana data – data yang diperlukan adalah sebagai berikut:
- DT = 1.50 m
- TM2 = 12.42 jam (priode pasut untuk semidiurnal pengaruh gaya gravitasi
Pengaruh pasang dan surut pada suatu perairan terjadi perubahan tiap waktu yang
ht = hS2 + hM2 + DT
= 0 + 0 + 1.5 = 1.5 m
ht = hS2 + hM2 + DT
Untuk perhitungan tinggi muka air pasang dan surut yang terjadi di estuari akibat
pengaruh gaya tarik Bulan (lunar) dan Matahari (solar) pada bulan april 2010
Tabel 4.5 Pasang surut yang terjadi pada muara sungai Belawan
Waktu Pasang Waktu Pasang
S2 (m) M2 (m) S2 (m) M2 (m)
(jam) Surut (m) (jam) Surut (m)
Tanggal 1 0.0 0.0 1.51
Tanggal 2 0.0 -0.4 1.13
1 0.2 0.4 2.14
2 0.3 0.8 2.61 25 0.2 0.1 1.77
3 0.4 0.9 2.80 26 0.3 0.5 2.34
4 0.3 0.8 2.66
27 0.4 0.8 2.70
5 0.2 0.5 2.22
28 0.3 0.9 2.75
6 0.0 0.1 1.60
7 -0.2 -0.4 0.95 29 0.2 0.8 2.47
8 -0.3 -0.7 0.45 30 0.0 0.5 1.96
9 -0.4 -0.9 0.21 31 -0.2 0.0 1.32
10 -0.3 -0.8 0.31 32 -0.3 -0.4 0.74
11 -0.2 -0.6 0.71 33 -0.4 -0.8 0.35
12 0.0 -0.2 1.31 34 -0.3 -0.9 0.26
35 -0.2 -0.8 0.48
13 0.2 0.3 1.96
36 0.0 -0.5 0.96
14 0.3 0.6 2.49
37 0.2 -0.1 1.58
15 0.4 0.9 2.77
38 0.3 0.3 2.18
16 0.3 0.9 2.72 39 0.4 0.7 2.59
17 0.2 0.7 2.36 40 0.3 0.9 2.73
Pasang Pasang
Waktu (jam) S2 (m) M2 (m) Waktu (jam) S2 (m) M2 (m)
Surut (m) Surut (m)
Tanggal 21 0.0 -0.4 1.07 Tanggal 22 0.0 -0.1 1.43
505 0.2 -0.8 0.94 529 0.2 -0.5 1.21
506 0.3 -0.9 0.95 530 0.3 -0.8 1.05
507 0.4 -0.8 1.09 531 0.4 -0.9 1.00
508 0.3 -0.5 1.33 532 0.3 -0.8 1.07
509 0.2 -0.1 1.60 533 0.2 -0.5 1.24
510 0.0 0.3 1.85 534 0.0 0.0 1.47
511 -0.2 0.7 2.01 535 -0.2 0.4 1.71
512 -0.3 0.9 2.04 536 -0.3 0.7 1.90
513 -0.4 0.8 1.95 537 -0.4 0.9 2.00
514 -0.3 0.6 1.75 538 -0.3 0.8 1.97
515 -0.2 0.2 1.49 539 -0.2 0.5 1.84
516 0.0 -0.3 1.24 540 0.0 0.1 1.62
517 0.2 -0.6 1.06 541 0.2 -0.3 1.38
518 0.3 -0.9 0.98 542 0.3 -0.7 1.16
519 0.4 -0.9 1.02 543 0.4 -0.9 1.02
520 0.3 -0.7 1.18 544 0.3 -0.9 0.99
521 0.2 -0.3 1.41 545 0.2 -0.6 1.09
522 0.0 0.2 1.66 546 0.0 -0.2 1.28
523 -0.2 0.6 1.87 547 -0.2 0.2 1.53
524 -0.3 0.8 1.99 548 -0.3 0.6 1.78
525 -0.4 0.9 1.99 549 -0.4 0.9 1.96
526 -0.3 0.7 1.88 550 -0.3 0.9 2.03
527 -0.2 0.4 1.68 551 -0.2 0.7 1.98
Pasang Pasang
Waktu (jam) S2 (m) M2 (m) Waktu (jam) S2 (m) M2 (m)
Surut (m) Surut (m)
Tanggal 25 0.0 0.8 2.34 Tanggal 26 0.0 0.9 2.40
601 0.2 0.6 2.28 625 0.2 0.8 2.51
602 0.3 0.2 2.01 626 0.3 0.5 2.36
603 0.4 -0.3 1.62 627 0.4 0.1 2.00
604 0.3 -0.7 1.19 628 0.3 -0.4 1.50
605 0.2 -0.9 0.83 629 0.2 -0.7 0.99
606 0.0 -0.9 0.63 630 0.0 -0.9 0.61
607 -0.2 -0.6 0.65 631 -0.2 -0.8 0.45
608 -0.3 -0.3 0.89 632 -0.3 -0.6 0.56
609 -0.4 0.2 1.29 633 -0.4 -0.2 0.91
610 -0.3 0.6 1.75 634 -0.3 0.3 1.41
611 -0.2 0.8 2.15 635 -0.2 0.6 1.95
612 0.0 0.9 2.39 636 0.0 0.9 2.37
613 0.2 0.7 2.41 637 0.2 0.9 2.57
614 0.3 0.4 2.20 638 0.3 0.7 2.51
615 0.4 -0.1 1.80 639 0.4 0.3 2.18
616 0.3 -0.5 1.33 640 0.3 -0.2 1.68
617 0.2 -0.8 0.89 641 0.2 -0.6 1.12
618 0.0 -0.9 0.60 642 0.0 -0.8 0.66
619 -0.2 -0.8 0.54 643 -0.2 -0.9 0.41
620 -0.3 -0.4 0.72 644 -0.3 -0.7 0.43
621 -0.4 0.0 1.10 645 -0.4 -0.4 0.73
622 -0.3 0.4 1.59 646 -0.3 0.1 1.23
623 -0.2 0.8 2.06 647 -0.2 0.5 1.80
adalah:
Adalah pasang tertinggi dan terendah pada saat kedudukan bulan dan matahari
Adalah pasang tertinggi dan terendah pada saat kedudukan bulan dan matahari
Model utama fisik estuari merupakan keadaan dari estuari yang dipengaruhi dari
pasut laut dan kecepatan aliran sungai, sehingga kondisi kedalaman estuari dapat
berubah – ubah tiap jam yang tergantung pada kenaikan dan penurunan muka air akibat
pasut, akibat adanya perubahan kenaikan muka air maka terjadinya kecepatan arus pasut
pada estuari. Adapun kondisi fisik dari analisa pemodelan adalah sebagai berikut :
merupakan komponen pasut yang lajunya 2 kali laju komponen M2 disebut dengan
overtide adalah sebuah komponen pasut harmonik (atau arus pasut) dimana lajunya
merupakan perkalian eksak dari laju suatu komponen dasar pasut yang dibangkitkan
dari gaya pembangkit pasut. Biasanya overtide ini muncul atau dominan di perairan
dangkal. Amplitudo komponen pasut lunar quarter-diurnal (AM4) pada muara sungai
diperoleh dengan persamaan 2.17 dan kedalaman air akibat pengaruh komponen M4
dapat diperoleh menggunakan persamaan 2.18, maka perhitungan pengaruh pasut lunar
- Untuk titik J (jarak (x) dari mulut muara sungai hingga hulu sungai)
- Untuk titik I (jarak (x) dari mulut muara sungai hingga hulu sungai)
- Untuk titik H (jarak (x) dari mulut muara sungai hingga hulu sungai)
- Untuk titik G (jarak (x) dari mulut muara sungai hingga hulu sungai)
• Tinggi muka air Seperampat pasut diurnal pengaruh Bulan (lunar quarter-
diurnal)
Kedalaman muara sungai berubah-ubah setiap waktu akibat pengaruh pasut yang
terjadi pada laut yang masuk kedalam sungai. Perhitungan kedalaman estuari
dipengaruhi pasang dan surut yang terjadi tiap jam pada Muara Sungai Belawan adalah
sebagai berikut :
Dimana :
Htotal = 0
D (0) = 12 m
Htotal = 2.1 + 0
= 12.6 m
Htotal = 2.6 + 0
= 13.1 m
Htotal = 0
D (0) = 10.7 m
= 11.3 m
= 11.8 m
Htotal = 0
D (0) = 9.6 m
= 10.2 m
= 10.7 m
ditimbulkan pasut laut yang masuk ke muara sungai akibat pengaruh gaya tarik benda –
benda angkasa yang menyebabkan kedalaman dari muara sungai berubah – ubah setiap
waktu. Kecepatan arus pasut di estuari juga dipengaruhi debit sungai sehingga
terjadinya pencampuran antara air laut dan air sungai. Perhitungan kecepatan arus pasut
b. Titik sampel I
c. Titik sampel H
Pada estuari terjadi perpindahan parameter yang terkandung pada badan air
estuari akibat kecepatan arus pasut dari laut dan kecepatan aliran sungai, dalam
pemodelan ini perpindahan yang terjadi pada estiuari belawan dapat diperoleh dari
kecepatan total pasut tiap jam dari titik lokasi pemodelan adalah sebagai berikut :
• Titik Sampel I
0.111 x 3600
Displacement(1) = 0.54 + = 0.94 km
1000
Perpindahan yang terjadi dari parameter badan air (salinitas dan suhu) yang berubah tiap
jam akibat pasang surut tiap titik lokasi penelitian, hal ini ditunjukkan dari jarak titik
Titik Lokasi A B C D E F G H I J
Jarak dari sungai (km) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
Suhu °C 31.00 30.98 30.94 30.83 30.59 30.16 29.53 28.82 28.23 28.00
Kadar Garam (ppt) 0.04 0.17 0.57 1.60 3.84 7.85 13.70 20.38 25.86 28.00
Suhu pada titik lokasi I adalah 28.23 °C dan kadar garam pada titik lokasi I adalah
25.88 ppt yang berjarak 16 km dari sungai, hal ini dapat berubah – ubah akibat pasang
Tabel 4.7 Perpindah parameter badan air tiap jam akibat pasut
Waktu (jam) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Arus pasut (m/s) 0.106 0.079 0.031 -0.024 -0.073 -0.104 -0.108 -0.084 -0.039 0.016 0.067 0.101 0.109 0.088
Total arus (m/s) 0.103 0.076 0.028 -0.027 -0.077 -0.107 -0.111 -0.087 -0.042 0.013 0.064 0.098 0.105 0.085
Perpindahan (km) 0.37 0.64 0.75 0.65 0.37 -0.01 -0.41 -0.73 -0.88 -0.83 -0.60 -0.25 0.13 0.44
Suhu (⁰C) 28.23 28.23 28.23 28.23 28.23 28.82 28.82 28.82 28.82 28.82 28.82 28.82 28.23 28.23
Kadar garam (ppt) 25.9 25.9 25.9 25.9 25.9 20.4 20.4 20.4 20.4 20.4 20.4 20.4 25.9 25.9
Pengambilan sampel sedimen dilakukan pada mulut muara yang di ambil oleh
pengemudi boat yang digunakan untuk survei lapangan di Muara Sungai Belawan,
sampel sedimen diambil pada kedalaman 2.5 m sisi barat mulut estuari. Pengujian
FT. USU.
Ukuran Komulatif
% %
Berat tertahan %
Ayakan Tertahan Lolos
Tertahan
#10 (2.00 mm) 0 Gram 0 0 100
#20 (0.84 mm) 0 Gram 0 0 100
#40 (0.42 mm) 3 Gram 1.19 1.19 98.81
#60 (0.250 mm) 9 Gram 3.56 4.75 95.25
#80 (0.177 mm) 12.5 Gram 4.94 9.69 90.31
#100 (0.149 mm) 80 Gram 31.62 41.31 58.69
#200 (0.074 mm) 119 Gram 47.03 88.34 11.66
Pan 29.5 Gram 11.66 100.00 0.00
Jumlah 253 Gram 100.00
terdapat di muara Sungai Belawan didominasi pasir halus dengan diameter 0.149 mm
dan pasir sangat halus dengan diameter 0.074 mm. dari skala wenworth maka diperoleh
nilai φ = 2.32 untuk pasir halus dan φ = 3.76 untuk pasir sangat halus.
Dari hasil analisa saringan (sieve analysis) pada tabel diatas diperoleh %
tertahan pada pan (lolos ayakan no.200) adalah 11.66 % dari berat total sedimen,
dengan ini dapat dilakukan uji hidrometer untuk mencari diameter butiran pada tabel
4.5 .
butiran sedimen lanau dan lempung yang biasanya paling banyak terkandung pada
padatan tersuspensi, agar diperoleh nilai kecepatan kritis (ucr) dan kecepatan jatuh (fall
Bilangan estuari ini bertujuan untuk melihat tipe dari estuari, persamaan 2.24
dapat digunakan untuk mengetahui tipe estuari pada Estuari Belawan adalah sebagai
berikut:
- Jika Ne < 0.1 maka estuari dinyatakan memiliki tipe sudut asin (well-mixed
estury)
PFm2
Ne =
TR
Dimana :
uf
PFm =
gh(∆ρ / ρ )
Δρ adalah densitas air laut (1035 kg/m3) dikurangi densitas air sungai (1000 kg/m3)
Maka:
Karena Ne < 0.1, maka tipe estuari pada Muara Sungai Belawan adalah tipe estuari
Ambang Batas (NAB) yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)
untuk kepentingan perikanan dan taman laut konservasi yaitu < 80 mg/l dan untuk
Zat padat tersuspensi yang terjadi pada estuari dipengaruhi oleh erosi yang
terjadi dibagian hulu sungai dan hamparan pantai yang diakibatkan dari kecepatan arus
pasut dan kecepatan aliran sungai, zat padat tersuspensi memiliki kandungan sedimen
yang memilki diameter butir kecil yaitu pasir sangat halus, lanau, dan lempung.
Menurut skala wenworth menyatakan ukuran butiran untuk pasir halus berkisar 0.074
mm, lanau berkisar 0.0625 mm, dan lempung berkisar 0.00391 mm.
kecepatan jatuh (fall velocity) sedimen, hal ini dipengaruhi dari diameter sedimen dari
Muara Sungai Belawan, smakin kecil diameter butir sedimen, maka semakin lama
kecepatan jatuh (ws) dari sedimen yang menyebabkan semakin besar kandungan TSS
pada badan air yang dilalui sedimen tersebut, Dalam pemodelan ini diameter butir
sedimen yang lolos saringan no.200 seperti diperlihatkan pada tabel 4.5,
Kecepatan ambang kritis (ucr) dapat diperoleh dari persamaan 2.39 dan fall
velocity (ws) dapat diperoleh dari persamaan 2.44. hasil dari perhitungan diperlihatkan
Kecepatan arus pasut maksimum dapat dihtung dengan persamaan 2.52 sebagai berikut :
- Untuk titik J
- Untuk titik I
- Untuk titik H
Perhitungan kecepatan arus pasut tersebut untuk mendapatkan penyebaran zat padat
tersuspensi akibat pasut.
persamaan 2.49. untuk mengetahui keadaan konsentrasi tiap titik yang di tinjau pada
M u m2
C= 2 − 1 + CB
S p ω s u cr
Uncles,dkk (1992) memberikan suatu nilai koefisien erosi (M) berkisar 0.00003 kg/m2s.
Nilai parameter suspensi (Sp) Muara Sungai Belawan adalah 2, karena tipe estuary
Dimana:
- M = 0.00003 kg/m2s
- Sp = 2
- CB = 100 mg/dm3
Kandungan sedimen pada zat padat tersuspensi umumnya adalah pasir sangat
halus, lanau (silt) dan lempung (clay), maka dari hasil hidrometer diperoleh diameter
butiran (D) yang diambil dalam pemodelan ini adalah 0.0083 mm yang sesuai dengan
skala Wenworth merupakan diameter butir sedimen antara pasir sangat halus dan lanau.
Konsentrasi sedimen suspensi pada badan air tanpa pengaruh pasang surut dan
pengaruh pasut yang terjadi di muara Sungai Belawan. hal ini dilaksanakan menurut
waktu akibat pengaruh pasut dari laut, hal ini dapat ditentukan dari persamaan 2.51.
Kandungan konsentrasi sedimen suspensi pada badan air estuari berubah – ubah tiap
waktu akibat pengaruh pasut dari laut, hal ini dapat ditentukan dari persamaan 2.51.
program Microsoft Office Excel, adapun bagian yang akan dimodelkan adalah batimetri,
spring-neap, dan model utama dari kondisi fisik estuari Belawan tiap titik peninjauan
Penjelasan bantuan program MS. Office Excel untuk batimetri muara sungai
Ambil insert forms kemudian add spinner ke dalam cell yang berfungsi
sebagai pengontrol untuk keperluan pemodelan fisik estuary.
- Ketik cell B4 yang menyatakan S2 adalah komponen pasut akibat daya tarik
matahari, selanjutnya klik cell D4 =E4/10.
- Ketik cell B6 yang menyatakan M2 adalah komponen pasut akibat daya
tarik bulan, selanjutnya klik cell D6 =E6/10.
- Ketik cell B8 yang menyatakan AM4 m adalah 2 kali kecepatan laju dari
pengaruh M2, selanjutnya klik cellD8=(3*1000*(18-D10) * D6 * D6) / (4 *
E8 * 6,21 * 3600 * ((9,81*E8)^0,5)).
- Ketik cell B8 yang menyatakan depth m adalah kedalaman tiap titik sampel
yang ditinjau dari fisik estuari, selanjutnya klik cell
E8=LOOKUP(D10;bathymetry!C27:L27;bathymetry!C31:L31).
- Ketik cell B10 yang menyatakan start station adalah posisi awal titik sampel,
selanjutnya klik D4 =E10/10.
- Ketik cell B12 yang menyatakan fresh water input adalah debit sungai yang
masuk kedalam estuari, selanjutnya klik D12 =15.
- Ketik cell B13 yang menyatakan flow at station adalah kecepatan aliran
sungai yang masuk kedalam penampang estuari, selanjutnya klik
D13=D12/T34
- Ketik cell B14 dengan temperature (suhu), selanjutnya klik cell C14 = 31
(sungai) dan klik cell E14 = 28 (laut)
- Ketik cell B18 yang menyatakan M adalah koefisien erosi (kgm-2s-1),
selanjutnya klik C18= 0,00003.
- Ketik cell B19 yang menyatakan Sp adalah parameter suspensi (mm s-1),
selanjutnya klik C19= 2.
- Ketik cell B20 yang menyatakan Cb adalah latar belakang suspensi (mg
dm3), selanjutnya klik C20= 100.
- Ketik cell B22 yang menyatakan Ucr adalah kecepatan ambang kritis 100 cm
diatas dasar estuari (m s-1), selanjutnya klik C22=D22/100.
- Ketik cell B24 yang menyatakan ωs adalah kecepatan jatuh (mm s-1),
selanjutnya klik cell B24=D24/10.
- Ketik cell A31 yang menyatakan Time after mid tides adalah waktu pasang
surut (hrs), selanjutnya klik cell E31 =D31+1, kemudian drag hingga R31.
- Ketik cell A32 yang menyatakan Lunar quarter-diurnal adalah tinggi muka
air akibat amplitudo komponen pasut M4 (m), selanjutnya klik cell
D32=$C$8*SIN(2*PI()*D31/6,21), kemudian drag hingga R32.
- Ketik cell A33 yang menyatakan Water depth adalah kedalaman muka air
yang dipengaruhi pasut tiap jam pada estuari(m), selanjutnya klik cell
D33=$C$8*SIN(2*PI()*D31/6,21), kemudian drag hingga
R33=LOOKUP(D31;'spring-neaps'!$B$3:$B$339;'spring-
neaps'!$E$3:$E$30)+D32-1,5+$E$8, kemudian drag hingga R33.
- Ketik cell A34 yang menyatakan Tidal current adalah kecepatan arus pasut
akibat perubahan kedalaman tiap jam pasut (m s-1), selanjutnya klik cell
D34 =$T$35*1000000*(E33-D33)/($T$34*3600), kemudian drag hingga
Dari hasil pemodelan pada titik lokasi I daerah dermaga Pelindo diperoleh suatu
pemodelan akibat terjadinya pasang dan surut selama 12 jam sebagai berikut.
Tabel 4.14 Perubahan kedalaman estuari tiap jam akibat pasut selama 12 jam
Waktu (jam) Kedalaman (m)
0 10,7
1 11,3
2 11,8
3 12,0 Pasang Tertinggi
4 11,9
5 11,4
6 10,8
7 10,2
8 9,6
9 9,4 Surut Terendah
10 9,5
11 9,9
12 10,5
Dari tabel 4.15 diatas terlihat pada kecepatan arus pada saat pasang (+) sedangkan pada
saat surut ( - ) perubahan kecepatan arus dapat dilihat pada tabel berikut ini.
ebb Tide
Slack Water
Flood Tide
Kecepatan Arus (m/s) 0.15 0.11 0.04 -0.04 -0.11 -0.15 -0.16 -0.13 -0.06 0.02 0.093 0.142 0.154
Displacement (km) 0,54 0,94 1,09 0,96 0,56 0,01 -0,56 -1,01 -1,22 -1,15 -0,82 -0,30 0,25
Temperature (⁰C) 28,14 28,14 28,14 28,14 28,14 28,14 28,51 28,51 28,51 28,51 28,51 28,51 28,14
Salinity (‰) 26,7 26,7 26,7 26,7 26,7 26,7 23,2 23,2 23,2 23,2 23,2 23,2 26,7
-3
TSS Conc (mg dm ) 79,41 84,25 93,94 99,94 96,06 86,21 79,64 85,29 93,39 99,56 97,63 88,33 80,33
Dari tabel 4.9 didapat pasang tertinggi pada jam ke 3 sehingga untuk parameter
penyebaran suhu pada badan air diperoleh 28.14 ºC dan penyebaran kadar garam
diperoleh 26.7 ‰ dan penyebaran zat padat tersuspensi diperoleh 99.94 mg/l dari
kondisi ini badan air pada saat pasang tertinggi TSS melebihi batas ambang yang
diberikan oleh pemerintah menyatakan jika TSS > 80 mg/l tidak layak untuk perikanan
namun terlihat dari tabel 4.11 pada air normal badan air masih memiliki dibawah batas
ambang.
Gambar 4.10 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi J
Gambar 4.11 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi H
Gambar 4.12 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi G
Gambar 4.13 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi F
Gambar 4.14 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi E
Gambar 4.15 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi D
Gambar 4.16 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi C
Gambar 4.17 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi B
Gambar 4.18 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi A
persamaan 2.1 dan 2.2 yang diberikan oleh wright dkk, 1973, karena wright dkk tidak
memberikan koefisien kedalaman estuari (b) dan koefisien lebar estuari (a), maka
koefisien tersebut dapat dicari dengan menggunakan pendekatan regresi dengan bantuan
Program Matlab.
Dalam bantuan program Matlab ini persamaan yang digunakan harus dilinearkan agar
Persamaan lebar estuari yang dilinerkan untuk mendapatkan koefisien lebar estuary (a),
sehingga :
W x = W0 e − a ( x / L )
ln W x = ln W0 + ln e − a ( x / L )
~ ~
W x = W0 − a ( x / L )
~ ~
a ( x n / L ) = W0 − W x
~ ~
W0 − W x
a=
(xn / L )
D x = D0 e − b ( x / L )
ln D x = ln D0 + ln e −b ( x / L )
~ ~
D x = D0 − b ( x / L )
~ ~
b ( x n / L ) = D0 − D x
~ ~
D0 − D x
a=
(xn / L )
Masukkan input data lebar estuari pada mulut muara dari kondisi lapangan
Masukkan input data lebar estuari tiap titik peninajauan dari data lapangan
didapat koefisien lebar estuari (a) dan koefisien kedalaman estuari (b)
Tabel 4.17 Kode pemerograman Matlab untuk koefisien lebar estuari (a)
clc, clear
%Data Lebar Estuari Belawan
Wo=[500] %Lebar mulut muara (esturi)
Wn=[500 437 350 300 250 220 195 150 100 27] %Kedalaman profil
X =[0:2000:18000]
L =18000
%Maka diperoleh:
a=w\x
%Maka diperoleh:
b=w\x
Dari persamaan regresi diatas dapat diperoleh nilai koefisien lebar estuari (a)
a = 0.4626
b = 0.6036
Setelah diperoleh nilai koefisien lebar dan kedalaman estuari dan dibandingkan dengan
data hasil survei lapangan, pemodelan ini dibantu dengan program Microsoft office
- Titik A
- Titik C
Hasil perhitungan pemodelan kedalaman untuk titik – titik berikutnya dapat dilihat pada
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Pemodelan Kedalaman Estuari (m) 6.6 7.0 7.5 8.0 8.6 9.2 9.8 10.5 11.2 12.0
Kedalaman Estuari Lapangan (m) 1.9 2.7 3.5 4.0 5.6 6.5 8.0 9.6 10.7 12.0
- Titik A
- Titik B
- Titik C
Hasil perhitungan pemodelan Lebar untuk titik – titik berikutnya dapat dilihat pada
Tabel 4.20 Pebandingan antara lebar pemodelan dan lebar lapangan estuari Belawan
A B C D E F G H I J
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Pemodelan Lebar Estuari (m) 315.8 332.3 349.8 368.1 387.4 407.6 429.0 451.5 475.1 500.0
Lebar Estuari Lapangan (m) 27.0 100.0 150.0 195.0 220.0 250.0 300.0 350.0 437.0 500.0
Gambar 4.19 Grafik Perbandingan Lebar Lapangan dan Lebar Pemodelan Muara
adalah
- Titik A
AA = 315.8 x 6.6
AA = 2080.8 m 2
- Titik B
AB = 332.8 x 7.0
AB = 2340.6 m 2
Perhitungan luas penampang (cross section) dari data lapangan estuari Belawan
adalah
- Titik A
AB =1.9 x 27
AB = 51.3 m 2
- Titik B
AB = 2.7 x 100
AB = 270 m 2
Hasil perhitungan pemodelan Lebar untuk titik – titik berikutnya dapat dilihat pada
Tabel 4.21 Pebandingan antara luas penampang pemodelan dan luas penampang
lapangan estuari Belawan
A B C D E F G H I J
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Luas Penampang
2
Pemodelan (m ) 2,080.8 2,340.6 2,632.9 2,961.7 3,331.5 3,747.5 4,215.5 4,741.8 5,334.0 6,000.0
Gambar 4.20 Grafik Perbandingan Lebar Lapangan dan Lebar Pemodelan Muara
Sungai Belawan
Hasil pemodelan yang menggunakan data kedalaman dan lebar dari persamaan yang
diberikan oleh wright dkk di tunjukkan dengan gambar hasil MS. Office Excel sebagai
berikut.
dengan menggunakan persamaan yang diberikan oleh wright dkk, terlihat terjadi
peningkatan zat padat tersuspensi pada mulut estuari yang berpotensi pendangkalan dan
meningkatnya kedalaman dan lebar dari suatu estuari tidak menjamin berkurangnya
Pemodelan fisik estuari yang terjadi tiap jam akibat pasut dari kondisi tersebut
dapat dilihat pada gambar 4.22 pada titik lokasi I dimana kecepatan arus maksimum
yang terjadi berkisar 0.235 m/det pada saat pasang dan 0.239 m/det pada saat surut, dari
arus maksimum yang diperoleh memenuhi syarat untuk kapal berlabuh karena < 1 m/det.
Tapi untuk zat padat tersuspensi maksimum dari fisik yang dimodelkan berkisar 101,54
mg/l, hal ini melebihi batas yang oleh mentri lingkungan yaitu < 80 mg/l untuk
Lokasi I
Gambar 4.23 Grafik perbandingan arus pasut dari penampang lapangan dengan
penampang menurut Wright dkk
Tabel 4.23 Perbandingan TSS dari penampang lapangan dengan penampang dari
persamaan Wright dkk
Waktu (jam) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
3
TSS Conc mg/dm 86.27 89.50 96.14 99.96 97.37 90.81 86.43 88.35 94.77 99.65 98.42 92.22 86.88
3
TSS Conc mg/dm 101.54 101.18 100.43 100.00 100.29 101.03 101.52 101.31 100.59 100.04 100.18 100.87 101.47
Gambar 4.24 Grafik perbandingan perubahan TSS akibat pasut dari penampang
lapangan dengan penampang menurut Wright dkk
Dari kondisi muara sungai Belawan saat ini sudah cukup memadai, hal ini
terlihat dari kandungan zat padat tersuspensi yang terkandung pada badan air dari
penampang lapangan lebih kecil dari penampang menggunakan persaaman Wright dkk,
meminimalisir TSS pada badan air yang dapat menyebabkan pengkalan pada mulut
besarnya debit perkiraan untuk berbagai kala ulang yang nantinya berguna untuk
melihat pengaruh banjir terhadap model fisik muara Sungai Belawan dari prediksi 5
Data-data:
Koefisien pengaliran:
1 + 0,012. A 0, 7
α=
1 + 0,0075. A 0, 7
1 + 0,012(417.63 0, 7 )
α= = 0,2971635903
1 + 0,075(417.63 0, 7 )
Waktu konsentrasi:
t = 0,1xL0,8 xI −0,3
= 1,29284926
β = 0,773485379
Rt = 0,707.Rn t + 1
Rt = 0,707.Rn 25.705104 + 1
Rt = 3.65356. Xi
Rt
sehingga, q =
3,6 xt
3.65356. Xi
q=
3,6 x 25.705104
q = 0,0394816 Xi m3/detik/km2
Qn = α .β . A.q.Rn
Qn = .3.789955 Rn
Qn = 3.789955 R(5)
Qn = 3.789955. 148,15
Qn = 561.482 m3/detik
Untuk n = 10 tahun
Qn = 3.789955 R(10)
Qn = 3.789955.184.12
Qn = 697.8065 m3/detik
Kala Rn Qn
Ulang
5 148,15 561.482 M3/Det
10 184.12 697.8065 M3/Det
Untuk n = 5 tahun
Qn = 3.789955 R(5)
Qn = 3.789955. 134,81
Qn = 510,9238 m3/detik
Untuk n = 10 tahun
Qn = 3.789955 R(10)
Qn = 3.789955.160.92
Qn = 609.8795 m3/detik
Kala Ulang Rn Qn
5 134,81 510,924 M3/detik
160,75 609.879 M3/detik
10
25 198,13 750.904 M3/detik
bertambahnya kecepatan aliran sungai, sehingga adanya dorongan kecepatan arus pasut
dari laut yang menyebabkan intrusi air laut berkurang dari kondisi pada saat tidak
terjadi banjir.
Debit banjir yang terjadi di sungai Belawan berkisar 561.48 m3/detik yang
Tabel 4.26 Pengaruh banjir terhadap model fisik muara Sungai Belawan
S2 m 0.4 4
M2 m 0.9 9
start station
6.0 60
D
697.81
3
Debit Babjir M /detik
-1
Aliran Sungai 0.719 ms
Temp⁰C 31 28
Sungai Laut
Waktu (jam) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Lunar quarter-diurnal m 0.0000 0.0110 0.0117 0.0014 -0.0102 -0.0122 -0.0027 0.0093 0.0126 0.0041 -0.0083 -0.0129 -0.0054 0.0072 0.0130
Kedalaman Air m 4.0 4.6 5.1 5.3 5.1 4.7 4.1 3.5 3.0 2.7 2.8 3.2 3.8 4.5 5.0 At this station
0.218 0.159 0.060 -0.052 -0.148 -0.206 -0.213 -0.168 -0.082 0.028 0.133 0.205 0.223 0.181 Luas Penampang 780 2
Arus pasut (m/s) m
-0.502 -0.560 -0.659 -0.771 -0.867 -0.925 -0.932 -0.888 -0.801 -0.691 -0.586 -0.514 -0.496 -0.539 Upstr vol /m tide 3 6
Total arus (m/s) 0.94 m x 10
Perpindahan (km) -1.81 -3.82 -6.19 -8.97 -12.09 -15.42 -18.78 -21.97 -24.86 -27.35 -29.46 -31.31 -33.09 -35.03
Suhu (⁰C) 30.94 30.98 31.00 31.00 31.00 31.00 31.00 31.00 31.00 31.00 31.00 31.00 31.00 31.00
Kadar garam (ppt) 0.6 0.2 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
-3
TSS Conc mg dm 95.39 96.47 98.70 99.99 99.12 96.91 95.44 96.09 98.24 99.88 99.47 97.39 95.59
Akibat debit banjir sebesar 697.81 m3/detik yang mempengaruhi penampang muara Sungai Belawan yang menghasilkan aliran
sungai sebesar 0.719 m/det yang akan mendorong kecepatan arus pasut yang terjadi pada model fisik estuari , maka diperoleh intrusi air
laut masuk kedalam sungai berkurang sejauh 6 km dari kondisi pada saat debit sungai normal yaitu sebesar 15 m3/detik sehingga intrusi air
5.1 Kesimpulan
Dari hasil studi karakteristik model fisik Model Fisik muara Sungai Beawan dapat
parameter pada saat pasang tertinggi suhu pada badan air diperoleh 28.14 ºC dan
penyebaran kadar garam diperoleh 26.7 ‰ dan penyebaran zat padat tersuspensi
diperoleh 99.94 mg/l dari kondisi ini badan air pada saat pasang tertinggi TSS
melebihi batas ambang yang diberikan oleh pemerintah menyatakan jika TSS >
2. Dari hasil pemodelan pada titik lokasi I diperoleh kedalaman minimum akibat
surut terendah pada jam ke 9 dan diperoleh penyebaran parameter pada saat
pasang terendah suhu pada badan air diperoleh 28.51 ºC dan penyebaran kadar
garam diperoleh 23.2 ‰ dan penyebaran zat padat tersuspensi diperoleh 99.55
mg/l dari kondisi ini badan air pada saat pasang tertinggi TSS melebihi batas
ambang yang diberikan oleh pemerintah menyatakan jika TSS > 80 mg/l tidak
3. kecepatan arus maksimum pada saat pasang menuju surut adalah 0.157 m/s dan
pada saat surut kecepatan arus maksimum adalah 0.156 m/s pada saat surut
menuju pasang hal ini dipengaruhi beda tinggi kedalaman dan luas penampang.
muara Sungai Belawan yang menghasilkan aliran sungai sebesar 0.719 m/det yang
akan mendorong kecepatan arus pasut yang terjadi pada model fisik estuari , maka
diperoleh intrusi air laut masuk kedalam sungai berkurang sejauh 6 km dari kondisi
pada saat debit sungai normal yaitu sebesar 15 m3/detik sehingga intrusi air asin
Saran
1. Muara Sungai Belawan merupakan salah satu potensi terbesar sebagai pelabuhan
internasional dan lokasi tambak ikan, oleh karena itu pemerintah dan masyarakat
harus menjaga kelestarian badan air estuari dari kerusakan baik yang disebabkan
oleh alam sendiri ataupun oleh manusia agar tidak terjadi kekeruhan badan air
yang besar akibat erosi yang dapat menyebabkan pendangkalan pada MULUT
tumbuhan mangrove pada dinding estuari pada bagian sungai dan mengelola
limbah terlebih dahulu sebelum kontak langsung pada badan air estuari.
diperlukan penelitian lebih lanjut tentang seberapa besar endapan yang terjadi
di muara Sungai Belawan, Agar nantinya didapatkan data yang lebih lengkap
dan akurat, sehingga dapat memberikan informasi kepada berbagai pihak terkait
• Alat pengambil sampel air zat padat tersuspensi (total suspended solid)
Gambar A6 Cawan
Hardisty, J. (jack), 2007. Estuaries : Monitoring and Modeling The Physical System.
Rutledge, London, 272pp.
M.S. Tarigan, Edward. 2003, Kandungan Total Zat Padat Tersuspensi di Perairan
Raha. Jakarta : LIPI
Block.S.C. 2007. Microsoft Excel 2007 dalam Membangun Rumus dan Fungsi . Jakarta:
Erlangga: IKAPI.
Isma Faiz, 2007. Laporan Praktikum Mekanika Tanah. Departemen Teknik Sipil USU