Anda di halaman 1dari 190

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/47734969

Studi Karakteristik Muara Sungai Belawan Sumatera Utara

Article
Source: OAI

CITATIONS READS

0 1,007

1 author:

Faiz Isma
Universitas Samudra
3 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Analisa Potensi Erosi DAS Deli Menggunakan SIG View project

All content following this page was uploaded by Faiz Isma on 27 April 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ABSTRAK

Muara sungai (estuari) merupakan proses tempat terjadinya percampuran dua


masa air antara air laut dan air sungai. Masuknya air laut ke arah hulu sungai (intrusi air
asin) dari hasil pengamatan lapangan pada muara Sungai Belawan diperoleh sekitar 18
km dari mulut estuari menuju arah hulu sungai hingga diperolehnya kandungan
parameter badan air yang tidak terpengaruh salinitas akibat pasut, muara Sungai
Belawan memiliki tipe sudut asin (well-mixed estuary).
Dalam pengamatan karakteristik fisik estuari dilakukan penentuan titik lokasi
yang dimulai dari mulut estuari yang diberi simbol J hingga kearah hulu sungai dengan
simbol A. jarak tiap titik lokasi dari J-A sejauh 18 km dibagi tiap 2 km, kemudian
dilakukan pemodelan dengan bantuan program Microsoft Office Excel menggunakan
rumus – rumus teoritis dari fisik estuari.
kedalaman maksimum berkisar 12 m akibat pasang tertinggi pada jam ke 3 dan
diperoleh penyebaran parameter pada saat pasang tertinggi suhu pada badan air
diperoleh 28.14 ºC dan penyebaran kadar garam diperoleh 26.7 ‰ dan penyebaran zat
padat tersuspensi diperoleh 99.94 mg/l dari kondisi ini badan air pada saat pasang
tertinggi TSS melebihi batas ambang yang diberikan oleh pemerintah menyatakan jika
TSS > 80 mg/l tidak layak untuk kehidupan perikanan, mandi dan selam. Akibat debit
banjir sebesar 697.81 m3/detik yang mempengaruhi penampang muara Sungai Belawan
yang menghasilkan aliran sungai sebesar 0.19 m/det yang akan mendorong kecepatan
arus pasut yang terjadi pada model fisik estuari , maka diperoleh intrusi air laut masuk
kedalam sungai berkurang sejauh 6 km dari kondisi pada saat debit sebesar 15 m3/detik
sehingga intrusi air asin yang masuk kedalam sungai sejauh 12 km

Universitas Sumatera Utara


STUDI KARAKTERISTIK MUARA SUNGAI BELAWAN
SUMATERA UTARA

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan


melengkapi syarat untuk menempuh
Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

FAIZ ISMA
050404072

BIDANG STUDI STRUKTUR


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2010

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Muara sungai (estuari) merupakan proses tempat terjadinya percampuran dua


masa air antara air laut dan air sungai. Masuknya air laut ke arah hulu sungai (intrusi air
asin) dari hasil pengamatan lapangan pada muara Sungai Belawan diperoleh sekitar 18
km dari mulut estuari menuju arah hulu sungai hingga diperolehnya kandungan
parameter badan air yang tidak terpengaruh salinitas akibat pasut, muara Sungai
Belawan memiliki tipe sudut asin (well-mixed estuary).
Dalam pengamatan karakteristik fisik estuari dilakukan penentuan titik lokasi
yang dimulai dari mulut estuari yang diberi simbol J hingga kearah hulu sungai dengan
simbol A. jarak tiap titik lokasi dari J-A sejauh 18 km dibagi tiap 2 km, kemudian
dilakukan pemodelan dengan bantuan program Microsoft Office Excel menggunakan
rumus – rumus teoritis dari fisik estuari.
kedalaman maksimum berkisar 12 m akibat pasang tertinggi pada jam ke 3 dan
diperoleh penyebaran parameter pada saat pasang tertinggi suhu pada badan air
diperoleh 28.14 ºC dan penyebaran kadar garam diperoleh 26.7 ‰ dan penyebaran zat
padat tersuspensi diperoleh 99.94 mg/l dari kondisi ini badan air pada saat pasang
tertinggi TSS melebihi batas ambang yang diberikan oleh pemerintah menyatakan jika
TSS > 80 mg/l tidak layak untuk kehidupan perikanan, mandi dan selam. Akibat debit
banjir sebesar 697.81 m3/detik yang mempengaruhi penampang muara Sungai Belawan
yang menghasilkan aliran sungai sebesar 0.19 m/det yang akan mendorong kecepatan
arus pasut yang terjadi pada model fisik estuari , maka diperoleh intrusi air laut masuk
kedalam sungai berkurang sejauh 6 km dari kondisi pada saat debit sebesar 15 m3/detik
sehingga intrusi air asin yang masuk kedalam sungai sejauh 12 km

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Tiada yang pantas diucapkan selain rasa syukur penulis kehadirat Allah SWT,

Tuhan Yang Maha Pengasih yang kasih-Nya tiada terpilih, Tuhan Yang Maha

Penyayang yang sayang-Nya tiada terbilang, yang telah memberikan kemampuan

kepada penulis untuk dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Adapun judul dari Tugas Akhir ini adalah “Studi Karakteristik Fisik Muara

Sungai Belawan Sumatera Utara”. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat

untuk menyelesaikan pendidikan Strata I (S1) di Departemen Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari

bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak. Penulis hanya dapat mengucapkan

terima kasih atas segala jerih payah, motivasi dan doa yang diberikan hingga penulis

dapat menyelesaikan studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara, terutama kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Ahmad Mulia Perwira Tarigan, M.Sc, selaku Dosen

Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran

untuk membantu, membimbing dan mengarahkan penulis hingga selesainya

tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik

Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


3. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Boas Hutagalung, M.Sc, Bapak Faizal Ezeddin, MS, Bapak Ir.

Sufrizal, M.Eng, selaku Dosen Pembanding/Penguji yang telah memberikan

masukan dan kritikan yang membangun dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Bapak/Ibu Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera

Utara yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan

hingga selesainya tugas akhir ini.

6. Ayahanda Drs. Ismail Manurung, M.Ag. dan Ibunda Dra. Deswita, yang

telah mendukung baik moril dan materil, serta memotivasi penulis dalam

menyelesaikan tugas akhir ini

7. Teman-teman seperjuangan angkatan ’05 “CIV05” khususnya Muhammad

Iqbal, Edo Febrian, Andri Rivaldi dan Hidrolika Community, terima kasih

atas bantuan dan dukungan dalam bentuk apapun selama mengerjakan tugas

akhir ini maupun selama masa perkuliahan. Terima kasih yang tak terhingga

atas persaudaraan, persahabatan dan kebersamaannya. Masa-masa itu layak

untuk dikenang dan dipertahankan akhir hayat nanti.

8. Abang-abang & Kakak-kakak angkatan ’02 ’03 ’04 dan Adik-adik

angkatan ’06 ’07 ’08 ’09, terima kasih atas bantuan dan dukungannya baik

secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian tugas akhir ini,

sehingga tugas akhir ini dapat selesai dengan baik dan tanpa menemui

hambatan serta rintangan yang berarti.

Penulis menyadari Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu,

segala saran, masukan dan kritikan yang sifatnya membangun akan penulis terima

Universitas Sumatera Utara


dengan tangan terbuka demi perbaikan tugas akhir ini. Akhir kata penulis berharap

semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, September 2010

Hormat Saya,

Penulis

FAIZ ISMA
NIM : 05 0404 072

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xii
DAFTAR NOTASI .............................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Umum........................................................................................ 1
1.2 Latar Belakang ........................................................................... 3
1.3 Maksud dan Tujuan ................................................................... 5
1.4 Pembatasan Masalah ................................................................. 6
1.4.1 Batimetri (Modeling Bathymetri) .............................................. 6
1.4.2 Pasang Surut (Tide) ................................................................... 6
1.4.3 Arus Pasang Surut (Tide Current) .............................................. 7
1.4.4 Suhu dan kadar garam (Temperature and Salinity) ..................... 7
1.4.5 Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended Solid) .......................... 8
1.5 Ruang Lingkup dan Metodologi ................................................ 9
1.6 Sistematika Penulisan ................................................................ 10

BAB II TINJAUAN LITERATUR.................................................................... 12


2.1 Batimetri .................................................................................... 12
2.1.1 Pengukuran kedalaman muara sungai ......................................... 12
2.1.1.a Cara mekanis ............................................................................. 13
2.1.1.b Perum Gema .............................................................................. 14
2.1.2 Penentuan Lebar dan Kedalaman Sebagai Fungsi Jarak ............... 15
2.1.3 Lebar dan Kedalaman Sebagai Fungsi Eksponensial Jarak ......... 16
2.2 Pasang Surut .............................................................................. 17
2.2.1 Pembangkit pasang surut ............................................................ 18
2.2.2 Tipe Pasang Surut ...................................................................... 23

Universitas Sumatera Utara


2.2.3 Komponen Pasang Surut ............................................................ 27
2.2.4 Ramalan Kenaikan Muka Air Akibat Pasut
(Spring Tide and Neap Tide) ..................................................... 29
2.2.5 Pasang Surut Muara Sungai ....................................................... 30
2.3 Arus Pasang Surut (Tidal Current) Muara Sungai ...................... 33
2.3.1 Hubungan Debit dan Pasang Surut.............................................. 35
2.4 Suhu dan Salinitas Estuari .......................................................... 37
2.4.1 Suhu (Temperature) ................................................................... 37
2.4.2 Kadar Garam (Salinity) .............................................................. 38
2.4.2.1 Pencampuran antara air tawar (sungai) dan air asin (laut) ........... 39
2.4.3 Distribusi Gaussian .................................................................... 42
2.4.3.1 Suhu Muara Sungai .................................................................... 43
2.4.3.2 Salinitas Muara sungai ............................................................... 45
2.5 Zat Padat Tersuspensi (TSS) ...................................................... 46
2.5.1 Deskripsi Umum Sedimen.......................................................... 47
2.5.1.1 Partikel sedimen dasar (Bed load) ............................................... 47
2.5.1.2 Partikel sedimen melayang (Suspended load).............................. 47
2.5.1.3 Saltation Load............................................................................ 48
2.5.2 Karakteristik Sedimen ................................................................ 48
2.5.3 Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended Solid) ......................... 51
2.5.3.1 Erosi partikulat (erosion of particulate)...................................... 53
2.5.3.2 Endapan Partikulat (Deposition of particulate) ........................... 56
2.5.3.3 Keseimbangan Konsentrasi (Equilibrium Concentrations) ......... 57

BAB III KONDISI FISIK LOKASI KAJIAN.................................................... 60


3.1. Kondisi Umum Wilayah Muara Sungai Belawan ....................... 60
3.1.1 Lokasi Muara Sungai Belawan ................................................... 60
3.1.2 Kondisi Fisik Kecamatan Medan Belawan di Kotamadya Medan 61
3.1.2.1 Batas Administratif .................................................................... 61
3.1.2.2 Luas Wilayah ............................................................................. 62
3.1.2.3 Jumlah Penduduk ....................................................................... 63
3.1.2.4 Sarana dan Prasarana ................................................................. 65

Universitas Sumatera Utara


3.1.3 Fasilitas Muara Sungai Belawan ................................................ 66
3.2. Kondisi Klimatologi.................................................................. 69
3.3 Kondisi Bathimetri Muara Sungai Belawan ................................ 70
3.4 Kondisi Hidro – Oseanografi...................................................... 72
3.5 Kondisi Lapangan ...................................................................... 78
3.5.1 Penentuan Titik Lokasi di Muara Sungai .................................... 79
3.5.2 Pengukuran Kedalaman Estuari.................................................. 81
3.5.3 Pengukuran Lebar Estuari .......................................................... 81
3.5.4 Pengukuran Salinitas Estuari ..................................................... 82
3.5.5 Pengukuran Suhu Estuari ........................................................... 83
3.5.6 Pengukuran Kandungan Total Suspended Solid (TSS) Estuari .... 83
3.5.7 Analisa Saringan (Sieve Analysis) ............................................. 87
3.5.8 Peralatan .................................................................................... 88
3.5.9 Metode Pelaksanaan................................................................... 88
3.6 Hidrologi ................................................................................... 89
3.7 DAS Belawan ............................................................................ 90
3.8 Pengerukan ................................................................................ 92

BAB IV ANALISA PEMODELAN FISIK MUARA SUNGAI BELAWAN .... 97


4.1 Gambaran Umum Pemodelan Fisik Muara Sungai ..................... 97
4.1.1 Gambaran Lokasi Pemodelan ..................................................... 98
4.2 Batimetri Estuari Belawan.......................................................... 99
4.2.1 Kondisi Penampang Muara Sungai Belawan .............................. 100
4.2.2 Distribusi Gaussian dan Reverse Gaussian ................................. 101
4.3 Kedudukan Pasut Estuari Belawan (Spring – Neap Tide) ........... 106
4.4 Model Utama Fisik Estuari Belawan .......................................... 111
4.4.1 Seperempat pasut diurnal pengaruh Bulan (lunar quarter-
Diurnal ...................................................................................... 111
4.4.2 Perubahan Kedalaman Estuari akibat Pasut
(Water Depth Estuary) ………………………………………………..113
4.4.3 Kecepatan Arus Pasut Estuari (tidal current estuary) ................. 115
4.4.4 Perpindahan (Displacement) ...................................................... 119

Universitas Sumatera Utara


4.5 Pemodelan Zat Padat Tersuspensi (TSS) .................................... 121
4.5.1 Bilangan Estuari......................................................................... 123
4.6 Gambaran Pemodelan dengan Program Microsoft Office Excel .. 128
4.7 Penentuan Kedalaman dan Lebar Menurut Wright dkk ............... 149
4.8 Perhitungan Debit Banjir ............................................................ 160
4.8.1 Pengaruh Banjir Terhadap Model Fisik Muara Sungai Belawan . 163
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 165
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 165
5.2 Saran.......................................................................................... 166

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Daerah Sungai Belawan Kecamatan Medan Belawan


Kotamadya Medan, Sumatera Utara ........................................ 2
Gambar 2.1. Pengukuran Kedalaman Cara Mekanis .................................... 15
Gambar 2.2. Alat Perum Gema .................................................................... 16
Gambar 2.3. Gaya Tarik Bulan (Perencanaan Pelabuhan, 1985) .................... 20
Gambar 2.4. Sistem Bumi – Bulan (Perencanaan Pelabuhan, 1985) ............. 21
Gambar 2.5. Distribusi tractive Force (Thabet,1980) .................................... 23
Gambar 2.6a. Kedudukan Bumi-Bulan-Matahari Saat Pasang Perbani
(Neap Tide) .............................................................................. 24
Gambar 2.6b. Kedudukan Bumi-Bulan-Matahari Saat Pasang Purnama
(Spring Tide) .......................................................................... .. 25
Gambar 2.7. Persebaran Tipe Pasang Surut di Indonesia
(Teknik Pantai, 1999) .............................................................. 26
Gambar 2.8. Tipe Pasang Surut (Teknik Pantai, 1999) ................................. 27
Gambar 2.9. Pola bolak balik arus pasang surut ............................................ 38
Gambar 2.10. Penampang Pipa ...................................................................... 44
Gambar 2.11. Proses Percampuran Air Tawar dan Air Asin ........................... 47
Gambar 2.12. Penyebaran Gaussian untuk Parameter Badan Air .…………… 50
Gambar 2.13. Variasi Penyebaran Parameter Suhu Estuari ........................... 51
Gambar 2.14. Variasi PenyebaranSalinitas Estuari ......................................... 53
Gambar 2.15. Grafik Kecepatan Kritis Terhadap Diameter Butir Sedimen ..... 62
Gambar 2.16. Keseimbangan gaya-gaya yang bekerja pada partikel sedimen . 63
Gambar 3.1. Peta Kotamadya Medan ........................................................... 68
Gambar 3.2. Peta Kecamatan Medan Belawan ............................................. 70
Gambar 3.3. Fasilitas Muara Sungai Belawan .............................................. 76
Gambar 3.4. Bathimetri Muara Sungai Belawan ........................................... 79
Gambar 3.5. Sket Lokasi Pengamatan Pasut (sumber: Pelindo I) .................. 80
Gambar 3.6. Grafik pengamatan pasut selama 15 hari di Muara Sungai
Belawan .................................................................................. 82
Gambar 3.7. Sket Penentuan Titik Lokasi .................................................... 86

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.8. Pengayakan Saringan ............................................................... 96
Gambar 3.9. Sebaran Kelerengan Lahan DAS Belawan ............................... 99
Gambar 3.10. Profil Memanjang As Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan berdasarkan
Pre Dredge Sounding Tahun 1993 -1996, dan final Sounding Tahun
1993 – 1996 (dalam meter, sumbu y adalah kedalaman dari LWS, sumbu
x adalah alur dari station 0.. ..................................................... 103
Gambar 4.1. Sket Model Fisik Muara Sungai Belawan ................................ 105
Gambar 4.2. Persiapan Sampel Sedimen ...................................................... 122
Gambar 4.4 Kondisi batimetri estuari Belawan dengan MS. Office Excel…….. 131
Gambar 4.5 Hasil perhitungan pasut dengan MS. Office Excel ........................ 134
Gambar 4.6 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi I …………………………………………………………. 135
Gambar 4.7 Grafik Arus Pasut Lokasi Titik I ………………………………….. 138
Gambar 4.8 Grafik Kedalaman Estuari Akibat Pasut Lokasi Titik I……………139
Gambar 4.9 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi J……………………………………………………………. 140
Gambar 4.10 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi H………………………………………………………….. 140
Gambar 4.11 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi G………………………………………………………….. 141
Gambar 4.12 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi F………………………………………………………….. 141
Gambar 4.13 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi E………………………………………………………….. 142
Gambar 4.14 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi D………………………………………………………….. 142
Gambar 4.15 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi C………………………………………………………….. 143
Gambar 4.16 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi B………………………………………………………….. 143
Gambar 4.17 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi A………………………………………………………….. 144

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.18 Grafik Perbandingan Kedalaman Lapangan dan Kedalaman
Pemodelan Muara Sungai Belawan………………………………... 148
Gambar 4.19 Grafik Perbandingan Lebar Lapangan dan Lebar Pemodelan Muara
Sungai Belawan……………………………………………………... 149
Gambar 4.20 Grafik Perbandingan Lebar Lapangan dan Lebar Pemodelan Muara
Sungai Belawan……………………………………………………... 150
Gambar 4.21 Kondisi batimetri estuari Belawan dengan MS. Office Excel
menggunakan persamaan Wright dkk……………………………… 151
Gambar 4.22 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi I ………………………………………………………………152
Gambar 4.23 Grafik perbandingan arus dari data lapangan dengan data penampang
menurut Wright dkk ………………………………………………… 152
Gambar 4.24 Grafik perbandingan arus dari data lapangan dengan data Penampang
` menurut Wright dkk ……………………………………………….. 153

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Koefisien estuari, prandle (1986) ................................................. 18


Tabel 2.2. Pengelompokan Tipe Pasut ......................................................... 28
Tabel 2.3. Komponen Pasang Surut ............................................................. 29
Tabel 2.4. Skala Wenworth dari klasifikasi ukuran sedimen ........................ 57
Tabel 2.5. Koefisien hambatan (Drag coefficients) berdasarkan partikel dasar
saluran saluran muara (Dyer, 1986) ............................................. 61
Tabel 3.1. Daftar luas kecamatan Kotamadya Medan ................................... 71
Tabel 3.2. Jumlah penduduk Kotamadya Medan .......................................... 72
Tabel 3.3. Banyak Hari Hujan dan Curah Hujan .......................................... 78
Tabel 3.4. Hasil Pengamatan Pasang Surut selama 15 hari ........................... 81
Tabel 3.5. Komponen Pasang Surut Hasil Pengamatan ............................... 83
Tabel 3.6. Penentuan Titik Sampel Selama Dua Hari ................................... 86
Tabel 3.7. Pengukuran Kedalaman Estuari ................................................... 87
Tabel 3.8. Hasil Pengukuran Lebar Muara .................................................. 88
Tabel 3.9. Pengukuran Salinitas Estuari Belawan ......................................... 88
Tabel 3.10. Pengukuran Suhu Estuari ............................................................ 89
Tabel 3.11. Titik Pengambilan Sampel Air .................................................... 90
Tabel 3.12. Hasil Pengukuran Total suspended Solid (TSS) ........................... 93
Tabel 3.13. Anak-Anak Sungai DAS Belawan ............................................... 97
Tabel 3.14. Volume Pengerukan Alur Pelayaran dan Kolam Pelabuhan Priode
Tahun 1979 – 1990 ...................................................................... 100
Tabel 3.15. Volume pengerukan alur dan kolam pelabuhan periode tahun
1997-2002 ................................................................................... 101
Tabel 4.1. Koordinat Titik Sampel ............................................................... 106
Tabel 4.2. Kedalaman, Lebar dan Luas Penampang Muara Sungai .............. 107
Tabel 4.3. Perhitungan pasang surut selama 24 jam ...................................... 113
Tabel 4.4. Analisa Saringan pada Mulut Estuari ........................................... 123
Tabel 4.5. Analisa Hidrometer sedimen ....................................................... 123
Tabel 4.6. Kecepatan Kritis (u100cr) dan Kecepatan Jatuh Sedimen (ws) ........ .. 127
Tabel 4.7 Kode pemerograman pemodelan pasut (spring – neap) estuari dengan

Universitas Sumatera Utara


bantuan MS Office Excel …………………………………………… 135
Tabel 4.8 Kode pemerograman pemodelan fisik estuari dengan bantuan MS Office
Excel untuk model utama……………………………………………. 136
Tabel 4.9 Perubahan kedalaman estuari tiap jam akibat pasut selama 12 jam…... 137
Tabel 4.10 Perubahan kedalaman estuari dan arus pasut selama 24 jam ……… 138
Tabel 4.11 Penyebaran Parameter Badan Air Estuari………………………… 139
Tabel 4.12 Kode pemerograman Matlab untuk koefisien lebar estuari (a)…….. 146
Tabel 4.13 Kode pemerograman Matlab untuk koefisien kedalaman estuari (b).. 146
Tabel 4.14 Pebandingan antara kedalaman pemodelan dan kedalaman lapangan
estuari Belawan ……………………………………………………….. 147
Tabel 4.15 Pebandingan antara lebar pemodelan dan lebar lapangan estuari
Belawan………………………………………………………………. 148
Tabel 4.16 Pebandingan antara luas penampang pemodelan dan luas penampang
lapangan estuari Belawan……………………………………………. 150
Tabel 4.17 Perbandingan arus pasut dari data lapangan dengan data Wright dkk.. 152
Tabel 4.18 Perbandingan TSS dari data lapangan dengan data Wright dkk ……... 153

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR NOTASI

- me : massa bumi
- mi : massa bulan (Mm) atau massa matahari (Ms)
- r : jarak pusat Bumi – pusat Bulan (km)
- ω : kecepatan sudut bumi bulan mengelilingi sumbu bersama (rad/detik)
- Φ : sudut yang terbentuk oleh bumi terhadap bulan
- F : bilangan Formzal
- AK1 : amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan
oleh gaya tarik bulan dan matahari
- AO1 : amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan
oleh gaya tarik bulan
- AM2 : amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh

gaya tarik bulan


- hS2(t) : Kenaikan muka air akibat gaya tarik matahari terhadap bumi (m)
- hM2(t) : Kenaikan muka air akibat gaya tarik bulan terhadap bumi (m)
- h(t) : Kenaikan muka air total akibat pasut terhadap waktu (m)
- DT : Tinggi muka air rata – rata pasut
- h : Kedalaman aliran air (m)
- g : Percepatan gravitasi (m/s2)
- T : Priode pasut lunar quarter-diurnal (6.21 jam).
- hM4(t) : Kedalaman air pada waktu t (m)
- AM4 : Amplitudo seperampat pasut diurnal pengaruh Bulan (lunar quarter-
diurnal)
- uf : kecepatan air sungai (m/s)
- Ne : Bilangan estuari

- U(x,t) : Total kecepatan arus pasut terhadap waktu dan jarak (m/det)

- Δht : rentang kedalaman yang terjadi tiap jam akibat pasut (m)
- σx : standard deviasi dari suatu variasi parameter
- ωs : kecepatan jatuh sedimen (m/s)

Universitas Sumatera Utara


- M : koefisien erosi (kg/m2s)

- Sp : parameter suspensi tergantung pada bentuk tipe estuari

- um : kecepatan arus pasut rata-rata maximum (m/s)

- ucr : kecepatan kritis batas ambang (m/s)

- CB : latar belakang konsentrasi (mg/l)

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Umum

Secara umum estuari mempunyai peran ekologis penting antara lain : sebagai

sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal

circulation), penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan yang bergantung pada

estuaria sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makanan (feeding ground) dan

sebagai tempat untuk bereproduksi dan/atau tempat tumbuh besar (nursery ground)

terutama bagi sejumlah spesies ikan dan udang. Perairan estuaria secara umum

dimanfaatkan manusia untuk tempat pemukiman, tempat penangkapan dan budidaya

sumberdaya ikan, jalur transportasi, pelabuhan dan kawasan industri

Muara mempunyai nilai ekonomis yang penting, karena dapat berfungsi sebagai

alur penghubung antara laut dan daerah yang cukup dalam di daratan. Pengaruh pasang

surut yang masuk ke estuari dapat menyebabkan kenaikan muka air, baik pada waktu air

pasang maupun air surut. Selama periode pasang air dari laut dan dari sungai masuk ke

estuari dan terakumulasi dalam jumlah sangat besar, dan pada periode surut volume air

tersebut akan kembali ke laut, sehingga karena besarnya volume air yang dialirkan ke

laut maka kedalaman aliran akan cukup besar. Selain itu kecepatan arus juga besar

yang dapat mengerosi dasar estuari sehingga dapat mempertahankan kedalaman aliran.

Kondisi ini memungkikan digunakannya estuari untuk alur pelayaran menuju ke daerah

pedalaman. Dengan demikian keberadaan estuari akan mempercepat perkembangan

Universitas Sumatera Utara


daerah yang ada di sekitarnya, karena memungkinkan dibukanya pelabuhan-pelabuhan

di daerah tersebut. Beberapa pelabuhan yang berada di estuari diantaranya adalah

pelabuhan Belawan, Palembang, London, New York, dan sebagainya.

Penjalaran pasang surut ke estuari disertai juga intrusi air asin, yang kadang-

kadang bisa sampai jauh ke hulu sungai. Pengetahuan intrusi air asin adalah penting

untuk mengetahui dinamika sedimen di estuari, penentuan letak bangunan pengambilan

(intake) dari saluran primer di daerah persawahan pasang surut atau tambak. Daerah

pertanian tidak boleh dipengaruhi air asin. Oleh karena itu saluran irigasi harus

diletakkan di daerah yang tidak dipengaruhi air asin. Demikian juga, suatu jenis

ikan/udang akan berkembang dengan baik pada lingkungan dengan kadar garam tertentu.

Letak intake saluran dari suatu tambak harus sedemikian rupa sehingga kadar garam air

untuk tambak memenuhi persyaratan. Lokasi studi tugas akhir ini adalah muara Sungai

Belawan yang berada di Kecamatan Medan Belawan di Kota Madya Medan, Sumatera

Utara.

Gambar.1 Daerah Muara Sungai Belawan Kecamatan Medan Belawan Kota Madya
Medan, Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


Sungai Belawan merupakan salah satu dari delapan sungai yang ada di Kota

Medan. Kecamatan Medan Belawan terletak di wilayah Utara Kota Medan, Sebelah

Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, Sebelah Timur berbatasan dengan

Kabupaten Deli Serdang, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan

Marelan dan Kecamatan Medan Labuhan, Sebelah Utara berbatasan dengan Selat

Malaka. Kecamatan Medan Belawan dengan luas wilayahnya 26,25 KM², Kecamatan

Medan Belawan adalah daerah pesisir Kota Medan dan merupakan wilayah bahari dan

maritim yang berbatasan langsung pada Selat Malaka dengan penduduknya berjumlah

94.735 jiwa (2006).

Di Kecamatan Medan Belawan ini terdapat Pelabuhan Belawan yang merupakan

pelabuhan terbuka untuk perdagangan internasional, regional dan nasional. Pelabuhan

Belawan ini merupakan urat nadi perekonomian Sumatera Utara khususnya arus keluar

masuk barang dan penumpang melalui angkutan laut, sehingga Kota Medan dikenal

dengan pintu gerbang Indonesia bagian Barat.

1.2 Latar Belakang

Estuaria merupakan badan air tempat terjadinya percampuran masa air laut yang

dipengaruhi oleh pasang surut dengan air tawar yang berasal dari sungai. Hal ini

menyebabkan kondisi perairan ini sangat tergantung pada kondisi air laut dan air tawar

yang masuk ke dalamnya. Pengaruh pasang surut terhadap sirkulasi aliran (kecepatan

/debit sungai, profil muka air, intrusi air asin) di estuari dapat sampai jauh ke sungai

yang tergantung pada tinggi pasang surut, dan karakteristik estuari (tampang aliran,

kekasaran dinding, dan sebagainya).

Universitas Sumatera Utara


Muara sungai berfungsi sebagai pengeluaran/pembuangan debit sungai, terutama

pada waktu banjir pada hulu dan tengah sungai yang merupakan tempat aktivitas

manusia sehingga banjir tersebut dapat dibuang ke laut. Karena letaknya yang berada di

ujung hilir, maka debit aliran di muara adalah lebih besar dibanding tampang sungai di

sebelah hulu. Selain itu muara sungai juga harus melewatkan debit yang ditimbulkan

oleh pasang surut, yang bisa lebih besar dari debit sungai. Sesuai dengan fungsinya

tersebut muara sungai harus cukup lebar dan dalam. Permasalahan yang sering dijumpai

adalah banyaknya endapan di muara sungai sehingga tampang alirannya kecil, yang

dapat mengganggu pembuangan debit sungai ke laut. Ketidaklancaran pembuangan

tersebut dapat mengakibatkan banjir di daerah hulu muara.

Proses masuknya air laut ke muara dikenal dengan instrusi air laut. Jarak instrusi

air laut sangat tergantung pada krakteristik muara, pasang surut, dan debit sungai.

Semakin besar tinggi pasang surut dan semakin kecil debit sungai semakin jauh instrusi

air laut atau sebaliknya. Transpor garam di muara terjadi secara konveksi dan difusi.

Secara konveksi artinya garam terbawa (terangkut) bersama dengan aliran air (karena

terpengaruh kecepatan aliran). Transpor secara difusi terjadi karena adanya turbulensi

dan perbedaan kadar garam disuatu titik dengan titik – titik disekitarnya, sehingga kadar

garam akan menyebar ketitik konsentrasi yang lebih rendah, kedua transpor yang terjadi

secara bersamaan (konveksi dan difusi) disebut dengan dispersi.

Nybakken (1992) menyatakan bahwa keberadaan lumpur di dasar perairan

sangat dipengaruhi oleh banyaknya partikel tersuspensi yang dibawa oleh air tawar dan

air laut serta faktor-faktor yang mempengaruhi penggumpalan, pengendapan bahan

tersuspensi tersebut, seperti arus dari laut. Jika hal ini berlangsung secara terus menerus

Universitas Sumatera Utara


maka proses pendangkalan akibat proses sedimentasi akan berdampak terhadap

berbagai aspek dalam perairan baik dari segi aspek biologis maupun ekologis.

Dalam muara, air sungai bercampur dengan air laut melalui aktivitas pasang

surut dan gelombang (Nelson et al dalam Purba, 2006). Salah satu peranan penting

muara sungai adalah sebagai tempat pengeluaran/ pembuangan debit sungai yang

membawa material yang disuplai dari darat. Material ini sebagian akan mengendap di

muara sungai dan sisanya akan diteruskan ke laut. Gross (1972) menekankan bahwa

pasang mendominasi sirkulasi air di sebagian besar muara sungai, sehingga suplai air di

muara sungai bergantung pada peristiwa pasang surut. Arus pasang akan mampu

mengaduk sedimen yang ada di muara sungai dimana hal ini akan terkait dengan

konsentrasi padatan tersuspensi yang ada di muara sungai.

Padatan tersuspensi secara langsung akan menyebabkan naiknya tingkat

kekeruhan di perairan muara. Material padatan tersuspensi yang berada di kolom air

akan menghambat penetrasi cahaya matahari yang masuk ke perairan, akibatnya proses

fotosintesis oleh fitoplankton akan terhambat yang menyebabkan kandungan oksigen

terlarut diperairan menurun.

1.3 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari

karakteristik fisik muara sungai merupakan kecepatan arus yang disebabkan dari pasut

laut dan debit aliran sungai belawan, penyebaran parameter suhu dan kadar garam pada

badan air muara sungai belawan akibat adanya perpindahan yang disebabkan arus pasut

dari laut dan aliran sungai belawan. Kemudian dilakukan perbandingan antara kondisi

fisik lapangan dengan kondisi fisik muara sungai yang menggunakan persamaan wright

dkk.

Universitas Sumatera Utara


Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk

kepentingan pihak – pihak terkait dalam pengembangan pembangunan dan pelestarian

di kawasan muara sungai belawan.

1.4 Pembatasan Masalah

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, permasalahan yang akan dibahas dibatasi

ruang lingkupnya agar tidak terlalu luas, permasalahan yang akan dibahas hanya sebatas

karakteristik fisik Muara Sungai Belawan yang akan dimodelkan dengan bantuan

program Microsoft Office Excel, sehingga dapat diketahui perubahan fisik muara yang

terjadi tiap titik lokasi sepanjang muara sungai, cakupan yang akan dibahas dari

karakteristik fisik estari adalah :

1.4.1 Batimetri (Modeling Bathymetri)

Bathimetri adalah pengukuran lebar (W), kedalaman (D) dan jarak (L). Peralatan

yang digunakan untuk mengukur jarak dan lebar menggunakan Global Positioning

System (GPS). Sedangkan peralatan yang digunakan untuk mengukur kedalaman adalah

Fishfinder 240 blue.

1.4.2 Pasang Surut (Tide)

Pasang surut adalah perubahan elevasi muka air laut akibat adanya gaya tarik

benda-benda dilangit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi.

Perubahan elevasi muka air laut tersebut berlangsung secara periodik (Teknik Pantai,

1999). Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Secara umum pasang surut

di berbagai daerah dapat dibedakan menjadi empat tipe yaitu pasang surut harian ganda

(semidiurnal tide), pasang surut harian tunggal (diurnal tide), pasang surut campuran

condong ke harian ganda (mixed semidiurnal tide), dan pasang surut campuran condong

ke harian tunggal (mixed diurnal tide).

Universitas Sumatera Utara


1.4.3 Arus Pasut (Tide Current)

Arus adalah pergerakan air secara horizontal yang disebabkan adanya perubahan

ketinggian permukaan laut. Arus lautan global merupakan pergerakan masa air yang

sangat besar dan arus ini yang mempengaruhi arah aliran air lautan dan terkait antara

satu lautan dengan lautan lain di seluruh dunia. Adanya arus lautan ini disebabkan oleh

perputaran bumi.

Pada umumnya arus terjadi sepanjang pantai disebabkan oleh perbedaan muka

air pasang dan surut tiap jam di sepanjang estuari yang dipengaruhi volume dari arah

hulu sungai (upstream) menuju hilir sungai (downstream), sehingga perilaku arus

dipengaruhi pola pasang surut. Kecepatan arus yang aman untuk kapal berlabuh

disyaratkan berkecepatan maksimal 2 knot atau 1 m/dt.

1.4.4 Suhu dan kadar garam (Temperature and Salinity)

Suhu air di daerah estuaria biasanya memperlihatkan fluktuasi annual dan

diurnal yang lebih besar daripada laut, terutama apabila estuaria tersebut dangkal dan air

yang datang (pada saat pasang-naik) ke perairan estuaria tersebut kontak dengan daerah

yang substratnya terekspos (Kinne, 1964).

Suhu dan salinitas merupakan parameter-parameter fisika yang penting untuk

kehidupan organisme di perairan laut dan payau. Parameter ini sangat spesifik di

perairan estuaria. Kenaikan suhu di atas kisaran toleransi organism dapat meningkatkan

laju metabolisme, seperti pertumbuhan, reproduksi dan aktifitas organisme. Kenaikan

laju metabolisme dan aktifitas ini berbeda untuk spesies, proses dan level atau kisaran

suhu.

Kadar garam dalam sistem estuari berbeda-beda sepanjang siklus pasang surut,

umumnya bertambah pada air tinggi dan berkurang pada air rendah. Pendekatan ini

Universitas Sumatera Utara


sudah digunakan oleh West dan Williams (1975). dalam Tay Estuary di Skotlandia.

Kadar garam air laut biasanya diasumsikan dengan 35 ‰ yang masuk menuju sungai

yang berbatasan dengan laut akibat pasang yang terjadi dilaut dan dipengaruhi dari debit

sungai, sehingga terjadinya campuran antara air tawar (sungai) dan air asin (laut).

Intrusi air asin yang masuk ke sungai tergantung pada tingginya pasang yang masuk ke

sungai.

1.4.5 Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended Solid)

Zat padat tersuspensi (Total Suspended Solid) adalah semua zat padat (pasir,

lumpur, dan tanah liat) atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air dan dapat

berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton, Zat padat tersuspensi merupakan

tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen, dan berfungsi sebagai bahan

pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat

organik di suatu perairan. Penetrasi cahaya matahari ke permukaan dan bagian yang

lebih dalam tidak berlangsung efektif akibat terhalang oleh zat padat tersuspensi,

sehingga fotosintesis tidak berlangsung sempurna. Sebaran zat padat tersuspensi di laut

antara lain dipengaruhi oleh masukan yang berasal dari darat melalui aliran sungai,

ataupun dari udara dan perpindahan karena resuspensi endapan akibat pengikisan.

Kandungan zat padat tersuspensi masih sesuai dengan Nilai Ambang Batas

(NAB) yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk kepentingan

perikanan dan taman laut konservasi yaitu < 80 mg/l, namun tidak sesuai untuk

kepentingan pariwisata (mandi selam dan renang) yaitu < 23 mg/l. Menurut US-EPA

pengaruh padatan tersuspensi sangat beragam, tergantung pada sifat kimia alamiah

bahan tersuspensi tersebut.

Universitas Sumatera Utara


1.5 Ruang Lingkup dan Metodologi

Adapun metode penulisan yang dilakukan dalam penyelesaian tugas akhir ini

adalah :

1. Studi pustaka / literatur

Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan data – data dan informasi dari

buku, serta jurnal – jurnal yang mempunyai relevansi dengan bahasan dalam

tugas akhir ini serta masukan-masukan dari dosen pembimbing.

2. Studi lapangan

a. Pengambilan data sekunder

Dilakukan pengumpulan data – data sekunder yang diperoleh dari instansi

terkait di daerah penelitian.

b. Pengambilan data primer

c. Data ini diperoleh dengan mengadakan survei dilapangan.

3. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari lapangan dan kepustakaan yang bersesuaian dengan

pokok bahasan, disusun secara sitematis dan logis dan dilakukan korelasi

sehingga diperoleh suatu gambaran umum yang akan dibahas dalam tugas akhir

ini.

4. Analisa Data

Dari hasil pengolahan data akan didapat model fisik muara di kawasan muara

sungai Belawan, Sumatera Utara.

5. Penulisan laporan tugas akhir

Universitas Sumatera Utara


Seluruh data dan hasil pengolahannya akan disajikan dalam satu laporan yang

telah disusun sedemikian rupa hingga berbentuk sebuah laporan tugas akhir.

1.6 Sistematika Penulisan

Bab I berisikan pendahuluan yang memberikan penjelasan tentang muara sungai

deli Sumatera Utara dan memberikan gambaran umum tentang muara serta tujuan,

ruang lingkup dan metodologi dalam penulisan tugas akhir ini.

Bab II berisikan studi literatur yang menguraikan karakteristik model fisik muara

kemudian diuraikan juga bagaimana proses transpor sedimen yang terjadi di Muara

Sungai Belawan .

Bab III memberikan gambaran lokasi studi tugas akhir yang menjelaskan kondisi

daerah Muara Sungai Belawan.

Bab IV berisikan hasil dan pembahasan dari data-data yang diperoleh di

lapangan untuk melakukan pemodelan dengan bantuan program microscoft office excel

menggunakan rumus-rumus teoritis tentang fisik di Muara Sungai Belawan dan

kemudian dilakukan perbandingan dengan data lapangan.

Bab V berisi kesimpulan yang dirangkum dari hasil simulasi yang dilakukan dan

saran-saran untuk penelitian yang lebih lanjut.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

STUDI LITERATUR

2.1 Batimetri

Bathimetri merupakan kegiatan pengumpulan data kedalaman dasar muara

dengan metode penginderaan atau rekaman dari permukaan dasar perairan, yang akan

diolah untuk menghasilkan relief dasar perairan, sehingga dapat digambarkan susunan

dari garis-garis kedalaman (kontur). Pemetaan kondisi dasar perairan tersebut

dikonversikan dalam keadaan surut terendah (Low Water Surface).

Unsur utama pembuatan bathymetri adalah pengukuran jarak dan kedalaman.

Peralatan yang digunakan untuk mengukur jarak antara lain Theodolith, Electronic Data

Measurement (EDM), atau Global Positioning System (GPS). Sedangkan peralatan yang

digunakan untuk mengukur kedalaman adalah fishfinder 240 blue dan perahu boat.

Faktor lain yang sangat mempengaruhi pengukuran batimetri adalah dinamika

media air muara berupa pasang surut muara sungai, sehingga sangat sulit untuk

menentukan objek yang sama pada waktu yang berbeda. Dengan demikian pada

pengukuran kedalaman dasar muara perlu dilakukan 3 pengukuran sekaligus pada waktu

yang bersamaan yaitu pengukuran kedalaman, pengukuran posisi alat ukur kedalaman,

dan pengukuran pasang surut. Dari ketiga data tersebut akan menjadi informasi

kedalaman muara pada posisi tersebut terhadap suatu bidang refrensi (chart datum).

2.1.1 Pengukuran kedalaman muara sungai

Kedalaman muara sungai adalah jarak antara dasar muara pada suatu tempat

terhadap permukaan muaranya. Kedalaman muara ini dapat dibagi menjadi beberapa

jenis, seperti kedalaman ukuran yaitu kedalaman yang didapat dari bacaan alat ukur;

Universitas Sumatera Utara


kedalaman lainnya adalah kedalaman peta, yaitu kedalaman dasar muara suatu tempat

terhadap chart datumnya.

Pengukuran kedalaman muara dapat dilakukan dengan beberapa cara, metoda

yang paling sederhana adalah cara mekanis dengan menggunakan galah atau tali ukur,

sedangkan yang sangat canggih adalah dengan menggunakan sinar laser yang

dipancarkan dari pesawat terbang. Namun cara yang sering digunakan adalah metoda

perum gema ( fishfinder)

2.1.1.a Cara mekanis

Cara yang paling sederhana dalam mengukur kedalaman estuari adalah dengan

menggunakan galah berskala, dengan membaca kedudukan muka laut pada skala galah

maka kedalaman bacaan didapat. Namun cara ini sangat berkaitan dengan panjang galah,

semakin panjang galah maka semakin banyak masalah didapat dalam pengukuran. Maka

untuk lebih memudahkan pengukuran galah diganti dengan pita ukur berskala dengan

pemberat diujungnya dikenal dengan sebutan lot, seperti terlihat pada Gambar

Dengan cara ini pengukuran dapat dilakukan lebih dalam lagi namun masalah

baru timbul diantaranya bila pemberat cukup ringan maka pita akan mudah dipengaruhi

kedudukannya oleh arus laut sehingga bentangan pita akan melengkung, sedangkan bila

pemberat cukup berat maka pita akan meregang sehingga kedalaman bacaan akan lebih

kecil dari yang seharusnya.

Pada kedua cara mekanis tersebut diatas data yang didapat terbatas pada tempat

atau posisi alat tersebut diturunkan, sedangkan diantara dua tempat yang berurutan tidak

diketahui atau diasumsikan mempunyai kedalaman diantara kedua kedalaman pada

sisinya, sehingga untuk mendapatkan ukuran yang lebih baik Interval jarak antara dua

Universitas Sumatera Utara


kedalaman dirapatkan namun berakibat waktu yang dibutuhkan untuk mengukur lebih

lama.

Sekalipun demikian cara tersebut diatas tidak berarti tidak dapat digunakan pada masa

kini, cara tersebut masih dapat digunakan dalam beberapa kondisi yaitu :

a. Daerah yang diukur mempunyai kelandaian rendah yang mempunyai permukaan

relatif rata.

b. Pengukuran diikuti dengan penyapuan kedalaman walaupun dilakukan dengan cara

yang juga sederhana (Dragging) untuk memeriksa dasar laut dari kedalalaman yang lebih

kecil dari batas tertentu, seperti pada kedalaman sampai 6 meter.

c. Pengukuran yang dilakukan untuk memeriksa secara acak pada daerah hasil ukuran

yang akan disetujui.

Gambar 2.1 Pengukuran Kedalaman Cara Mekanis

2.1.1.b Perum Gema

Cara ini menggunakan gelombang suara yang dipancarkan oleh transducer

pemancar pada permukaan laut kemudian dipantulkan oleh dasar laut dan diterima

kembali oleh transducer penerima, transducer pemancar dan penerima dapat terletak

Universitas Sumatera Utara


pada tempat yang terpisah ataupun yang relatif sama. Gelombang udara tersebut yang

dikemas dalam bentuk pulsa-pulsa menjalar pada medium air laut dengan kecepatan

kurang lebih 1500 m/detik dengan panjang lintasannya dua kali kedalaman air laut yang

dilaluinya.

Gambar 2.2 Alat Perum Gema (fishfinder 240 blue)

2.1.2 Penentuan Lebar dan Kedalaman Sebagai Fungsi Jarak

Menurut wright dkk (1973) menyatakan bahwa lebar dan kedalaman estuari dapat

diwakili dengan persamaan berikut ini :

Wx = W0 e − a ( x / L ) ……………………………. (2.1)

Dx = D0 e − b ( x / L ) …………………………….. (2.2)

Universitas Sumatera Utara


Persamaan tersebut dikembangkan oleh Prandle (1986) menyatakan bahwa umumnya

teori analisis untuk dinamika dari batimetri estuari dapat didekati dengan fungsi.

n
x
W x = WL   ………….…………………….. (2.3)
λ

dan

m
x
D x = DL   ………………………………. (2.4)
λ

Dimana :

Wx adalah lebar estuari (m)


WL adalah lebar pada mulut estuari (m)
Dx adalah Kedalaman estuari (m)
DL adalah kedalaman pada mulut estuary (m)
x adalah pengukuran dari mulut muara hingga hulu (m)
m dan n adalah koefisien estuari
λ adalah dimensi horizontal sebagai panjang estuari (m)
a dan b merupakan koefisien estuary

2.1.3 Lebar dan Kedalaman Sebagai Fungsi Eksponensial Jarak

Dyer (1986) mencatat bahwa banyak estuari yang dapat ditunjukkan secara

eksponensial variasi lebar, kedalaman, dan luas penampang dari jarak mulut estuari

(mouth estuary). Dengan cara yang sama, prandle (1986) menggantikan menajadi

persamaan dan persamaan.

W x = W0 e − nx ………………………………… (2.5)

D x = DL e − mx ………………………………... (2.6)

Dimana m dan n merupakan koefisien estuari.

Prandle (1986) telah melakukan percobaan pada estuari seperti terlihat pada tabel 1.1

dan memberikan suatu nilai koefisian estuari.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1 Koefisien estuari, prandle (1986)

Nama Panjang Estuari


n m
Estuari (km)
Fraser 135 -0.7 0.7
Rotterdam 99 0 0
Hudson 248 0.7 0.4
Potomac 184 1.0 0.4
Delaware 214 2.1 0.3
Miramichi 55 2.7 0
Bay of Fundy 635 1.5 1.0
Thames 95 2.3 0.7
Bristol Channel 623 1.7 1.2
St Lawrence 418 1.5 1.9

2.2 Pasang Surut

Pasang surut merupakan perubahan elevasi muka air laut akibat adanya gaya tarik

benda-benda dilangit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi. Perubahan

elevasi muka air laut tersebut berlangsung secara periodik (Teknik Pantai, 1999).

Fenomena pergerakan naik turunya permukaan air laut secara berkala yang

diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik-menarik antara benda-benda

astronomi terutama oleh matahari dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat

diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil.

Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal.

Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara

langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran

bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada

gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih

Universitas Sumatera Utara


dekat dari pada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah

bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di

laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu

rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari.

2.2.1 Pembangkit pasang surut

Meskipun sudah sejak lama diketahui bahwa gejala pasang surut laut terutama

dihasilkan oleh adanya gaya tarik bulan dan matahari, namun baru setelah Newton pada

tahun 1807 menemukan hukum gravitasi, gejala pasang surut dapat dianalisa secara

kuantitatif.

Pertama pertimbangkan keadaan sederhana ini. Pusat dari gravitasi bulan terletak pada

bidang yang sama dengan ekuator bumi dan bulan berada pada suatu jarak yang konstan

dari bumi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.3 Gaya Tarik Bulan (Perencanaan Pelabuhan, 1985)

Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton (1642-

1727), Teori ini menerangkan sifat-sifat pasut secara kualitatif. Teori terjadi pada bumi

ideal yang seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh kelembaman (Inertia)

diabaikan. Teori ini menyatakan bahwa naik-turunnya permukaan laut sebanding

Universitas Sumatera Utara


dengan gaya pembangkit pasang surut (King, 1966). Untuk memahami gaya

pembangkit pasang surut dilakukan dengan memisahkan pergerakan sistem bumi-bulan-

matahari menjadi 2 yaitu, sistem bumi-bulan dan sistem bumi-matahari.

Pada teori kesetimbangan, bumi diasumsikan tertutup air dengan kedalaman dan

densitas yang sama dan naik turun muka laut sebanding dengan gaya pembangkit

pasang surut (Tide Generating Force) yaitu Resultante gaya tarik bulan dan gaya

sentrifugal, teori ini berkaitan dengan hubungan antara laut, massa air yang naik, bulan,

dan matahari. Gaya pembangkit pasut ini akan menimbulkan air tinggi pada dua lokasi

dan air rendah pada dua lokasi (Gross, 1987).

Newton menunjukkan bahwa kekuatan atraksi antara kedua benda-benda

angkasa, dalam hal ini proporsional dengan produk massanya dan sebaliknya

proporsional dengan jarak pemisahnya r, Newton mendefensikan proporsinalitas

konstan sebagai G, konstan gravitasi universal, (6.672 x 10-11 Nm2kg-2), sehingga

kekuatan yang ada menjadi :

M m ………………………….. (2.7)
F =G
r2

Dimana :

• M adalah massa bumi berkisar 4,1 x 1023 slug= 14,59 x 4,1 x 1023 = 59,819 x
1023 kg

• m adalah massa bulan berkisar 7.0375 x 1022 kg dan massa matahari berkisar
1.9206 x 1030 kg

• Jarak rata-rata bumi-bulan (r) (238.862 mil = 1,609 x 238862 = 384.328,958km)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.4 Sistem Bumi – Bulan (Perencanaan Pelabuhan, 1985)

Sistem Bumi – Bulan di atas dapat dilukiskan sebagai berikut:

M adalah massa Bumi (kg)

m adalah massa Bulan (kg)

ω = kecepatan sudut dari sistem Bumi - Bulan pada sumbu bersama (rad/detik)

r = jarak pusat Bumi – pusat Bulan (km)

rm= jarak pusat Bulan – sumbu bersama (km)

re = jarak pusat Bumi – sumbu bersama (km)

r = rm + re

Pada sistem Bumi-Bulan, dimana Bumi dianggap tidak berotasi pada sumbunya,

tetapi mengadakan putaran (revolusi) pada sumbu putaran bersama Bumi-Bulan. Sistem

Bumi-Bulan dalam keadaan setimbang, gaya-gaya yang bekerja pada sistem itu adalah

gaya tarik menarik dan gaya sentrifugal pada sumbu bersama.

• Keseimbangan gaya yang terjadi di Bumi :


Mm
M .ω 2 re = G ………………… (2.8)
r2
• Keseimbangan gaya yang terjadi di Bulan :

Mm ………………… (2.9)
m ω 2 rm = G
r2

Universitas Sumatera Utara


Dimana

ω adalah kecepatan sudut bumi bulan mengelilingi sumbu bersama (rad/detik)


rm= jarak pusat Bulan – sumbu bersama (km)

re = jarak pusat Bumi – sumbu bersama (km)

Gaya pembangkit pasut membentuk sudut dengan permukaan bumi. Komponen

tegak lurus terhadap permukaan bumi menambah atau mengurangi gaya gravitasi bumi.

Akan tetapi pengaruhnya kecil (orde magnitude 10-7 g), untuk gerakan air sebenarnya ,

hanya komponen tangensial terhadap permukaan bumilah yang penting. Komponen ini

selanjutnya disebut Tractive Force, Fs (Doodson dan Warburg, 1941 dalam Thabet,

1980) adalah

3 gme ……………………… (2.10)


Fs = 3 sin 2Φ
2K

Φ adalah sudut yang terbentuk oleh bumi terhadap bulan

Gambar 2.5 Distribusi tractive Force (Thabet,1980)

Bulan mengelilingi bumi sekali dalam 24 jam 84 menit. Jika faktor lain

diabaikan maka suatu lokasi di bumi akan mengalami dua kali pasang dan dua kali surut

Universitas Sumatera Utara


dalam sehari. Teori tersebut akan benar jika digunakan anggapan seluruh permukaan

bumi tertutup merata oleh air laut (equilibrium theory), jika hanya ada pengaruh bulan

saja atau matahari saja tetapi tidak pengaruh keduannya secara bersamaan dan jika

bulan atau matahari mempunyai orbit yang benar-benar berupa lingkaran dan orbitnya

tepat diatas khatulistiwa.

Tetapi pada kenyataannya anggapan tersebut tidak benar. Karena laut tidak

meliputi bumi secara merata tetapi terputus oleh benua dan pulau. Topografi dasar laut

tidak rata mendatar tetapi sangat bervariasi dari palung yang dalam, gunung bawah laut

sampai paparan yang luas dan dangkal. Demikian pula ada selat yang sempit dan

panjang atau teluk berbentuk corong dengan dasar melandai. Hal tersebut menimbulkan

penyimpangan dari kondisi yang ideal dan menyebabkan ciri-ciri pasang surut yang

berbeda-beda dari satu lokasi ke lokasi lainnya.

Selain itu posisi kedudukan bulan dan matahari dalam orbit selalu berubah

relatif terhadap bumi. Apabila bulan dan matahari berada kurang lebih pada satu garis

lurus dengan bumi, seperti pada saat bulan muda atau bulan purnama maka gaya tarik

keduanya akan saling memperkuat. Dalam keadaan demikian terjadi pasang surut

purnama (spring tide) dengan tinggi air yang maksimum melebihi pasang biasa.

Sebaliknya surutnya sangat rendah hingga lokasi dengan pantai yang landai bisa

menjadi kering sampai ke laut. Tetapi jika bulan dan matahari membentuk sudut siku-

siku terhadap bumi maka gaya tarik keduanya akan saling meniadakan. Akibatnya

perbedaan tinggi air antara pasang dan surut kecil, keadaan ini dikenal dengan pasang

perbani (neap tide). Gambar 2.6 di bawah ini menjelaskan kondisi Bumi-Bulan-

Matahari saat pasang perbani (neap tide) dan pasang purnama (Spring Tide).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.6a Kedudukan Bumi-Bulan-Matahari Saat Pasang Perbani (Neap Tide)

Gambar 2.6b Kedudukan Bumi-Bulan-Matahari Saat Pasang Purnama (Spring Tide)

2.2.2 Tipe Pasang Surut

Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Secara umum pasang surut

di berbagai daerah dapat dibedakan menjadi empat tipe yaitu pasang surut harian ganda,

pasang surut harian tunggal, pasang surut campuran condong ke harian ganda, dan

Universitas Sumatera Utara


pasang surut campuran condong ke harian tunggal. Keempat tipe tersebut terdapat di

Indonesia dengan persebaran dapat dilihat pada Gambar 2.7

1. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide)

Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi

yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan dan teratur. Periode pasang

surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit. Pasang surut tipe ini dapat dilihat pada Gambar

2.8a.

2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide)

Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode

pasang surut adalah 24 jam 50 menit. Pasang surut tipe ini terjadi di perairan selat

Karimata. Pasang surut tipe ini dapat dilihat pada Gambar 2.8d.

3. Pasang surut campuran condong ke harian ganda

Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi

mempuyai tinggi dan periode yang berbeda. Pasang surut jenis ini banyak terdapat di

perairan Indonesia bagian timur. Pasang surut tipe ini dapat dilihat pada Gambar 2.8b.

4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal

Dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi tinggi dan

periodenya sangat berbeda. Pasang surut jenis ini banyak terdapat di selat Kalimantan

dan pantai utara Jawa Barat. Pasang surut tipe ini dapat dilihat pada Gambar 2.8c.

Pada pasang surut campuran yang lebih condong ke pasut harian ganda dalam

satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut, namun tinggi dan waktunya berbeda.

Hal ini terjadi di sebagian besar perairan indonesia bagian timur. Yang terakhir pasang

surut campuran yang condong ke semi-diurnal, pada jenis ini terjadi sekali pasang dan

Universitas Sumatera Utara


sekali surut dalam sehari tetapi kadang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang

sangat berbeda dalam tinggi dan waktunya.

Gambar 2.7 Persebaran Tipe Pasang Surut di Indonesia (Teknik Pantai, 1999)

Gambar 2.8 Tipe Pasang Surut (Teknik Pantai, 1999)

Universitas Sumatera Utara


Tipe pasang surut dapat diketahui dengan cara mendapatkan bilangan/ konstanta

pasut (Tidal Constant/ Formzal) yang dihitung dengan menggunakan metode Admiralti

yang merupakan perbandingan jumlah amplitudo komponen diurnal terhadap amplitudo

komponen semidiurnal, yang dinyatakan dengan :

AK1 + AO1 ……………………….. (2.11)


F=
AM 2 + AS 2

Dimana:

F adalah bilangan Formzal

AK1 adalah amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh

gaya tarik bulan dan matahari

AO1 adalah amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh

gaya tarik bulan

AM2 adalah amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh

gaya tarik bulan

AS2 adalah amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh

gaya tarik matahari

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.2 Pengelompokan Tipe Pasut

Bilangan Formzall
Tipe Pasang Surut Keterangan
(F)

Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang


dan 2 kali air surut dengan ketinggian
Pasang harian ganda
F < 0.25 yang hampir sama dan terjadi berurutan
(semidiurnal)
secara teratur. Periode pasang surut
rata-rata adalah 12 jam 24 menit.
Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang
0.25 < F < 1.5 Campuran, condong dan 2 kali air surut dengan ketinggian
ke semidiurnal
dan periode yang berbeda.
Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang
dan 1 kali air surut dengan ketinggian

Campuran, condong yang berbeda. Kadang-kadang terjadi 2


1.5<F<3.0
ke diurnal kali air pasang dalam 1 hari dengan
perbedaan yang besar pada tinggi dan
waktu.
Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang
F < 3.0 Pasang harian tunggal dan 1 kali air surut. Periode pasang
(diurnal)
surut adalah 24 jam 50 menit

2.2.3 Komponen Pasang Surut

Guna memperkirakan keadaan pasang surut, maka terdapat banyak

komponenkomponen yang mempengaruhi pasang surut. Komponen utama adalah akibat

gaya tarik bulan dan matahari (lunar dan solar komponen). Komponen lainnya adalah

komponen non astronomis

Komponen pasang surut yang ada sebanyak 9 (sembilan). Penjabaran ke delapan

komponen pasang surut tersebut seperti pada Tabel 2.3. Hasil penguraian pasang surut

adalah parameter amplitudo dan beda fase masing-masing komponen pasang surut

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.3 Komponen Pasang Surut

Simbol Periode Keterangan


Komponen
(jam)
Utama bulan M2 12.42
Utama matahari S2 12.00
Bulan akibat variasi bulanan jarak N2 12.66 Pasang Surut Semi
bumi-bulan Diurnal
Matahari-bulan akibat perubahan K2 11.97
sudut deklinasi matahari-bulan
Utama bulan M4 6.21
Matahari-bulan MS4 6.10 Perairan Dangkal

Matahari-bulan K1 23.93
Utama bulan O1 25.82 Pasang Surut Diurnal
Utama matahari P1 24.07

Untuk menentukan peramalan komponen pasang surut di laut dan estuary

biasanya digunakan metode admiralty, Adapun alat pencatatnya adalah A-OTT

KEMPTEN R-20 Strip-Chart yang dikelola oleh Pelindo Belawan. Alat tersebut masuk

dalam klasifikasi jenis pelampung (float type tide gauge), yaitu alat pencatat pasang

surut otomatis yang bekerja berdasarkan naik turunnya pelampung. Cara kerjanya

dengan mencatat sendiri perubahan naik turunnya permukaan laut dalam skala yang

lebih kecil pada kertas pencatat (recording paper) dalam bentuk grafik.

Grafik hasil pengamatan pada recording paper tersebut merupakan fungsi dari

garis-garis skala tinggi dengan waktu. Gerakan kertas menurut waktu dilaksanakan oleh

suatu mekanisme jam dengan penggerak pegas atau baterai. Dari data bentuk grafik

(analog) tersebut diubah dalam bentuk data numerik (angka) dengan mengkonversi pada

skala yang sebenarnya sehingga hasil data numerik akan menggambarkan keadaan

sebenarnya di lapangan pengamatan. Konversi data inilah yang mengakibatkan

timbulnya kesalahan-kesalahan yang harus dilakukan koreksi. Sebagai pembanding

Universitas Sumatera Utara


dapat dilihat pada rambu ukur yang biasanya terpasang pada lokasi pengamatan pasang

surut.

2.2.4 Ramalan Kenaikan Muka Air Akibat Pasut (Spring Tide and Neap Tide)

Model muara sungai dikembangkan hanya dengan menggunakan tiga komponen,

Masing-masing konsituen tersebut berkembang melalui air laut yang masuk ke

lingkungan sungai. Tugas Akhir ini meninjau pasang surut pada Muara Sungai Belawan

yang terletak pada bagian timur pulau sumatera, dari gambar 2.7 dapat dilihat bahwa

tipe pasut pada Muara Sungai Belawan merupakan tipe pasut harian ganda (semidiurnal

tide), Pugh (2004) menyajikan lunar dan solar pada pasang surut semidiurnal dari

proses kedudukan muka air pada saat terjadi pasang tertinggi dan kedudukan muka air

pada saat surut terendah dalam proses spring tide dan neep tide dapat dirumuskan

seperti berikut ini.

Pugh (2004) ramalan pasang surut akibat gaya tarik matahari (solar) untuk komponen

S2 adalah,

hS2(t) = AS2 sin (2πt/TS2) ……………………… (2.12)

Pugh (2004) Ramalan pasang surut akibat gaya tarik bulan (lunar) umtuk komponen M2

adalah,

hM2(t) = AM2 sin (2πt/TM2) …………………… (2.13)

Kedalaman air yang sebenarnya tiap waktu h(t) adalah penjumlahan numerik dari

kedalaman yang sesuai dengan datum, DT :

h(t) = hS2 (t) + hM2 (t) + DT ………………....... (2.14)

dimana hS2 (t) dan h M2 (t) adalah kedalaman air tiap waktu t, AS2 dan AM2 adalah

amplitudo pasang surut pengaruh gaya tarik matahari dan bulan, 2π adalah sudut rotasi

Universitas Sumatera Utara


bulan terhadap bumi dan bumi terhadap matahari, TS2 adalah periode pasut akibat

matahari dan TM2 adalah periode pasut akibat bulan. siklus bulan 29,5 hari adalah

sekitar 1,035 waktu yang diperlukan dari siklus matahari (Pugh, 2004) yaitu 24,84 jam

dengan demikian periode pasut lunar semi diurnal 12,42 jam dan seperempat pasut

lunar diurnal 6,21 jam.

2.2.5 Pasut Muara Sungai

Pasut muara sungai dipengaruhi adanya komponen overtide akibat adanya

perpindahan dari perairan yang dalam (laut) yang masuk menuju ke perairan yang

dangkal (sungai), Pugh (2004) menyatakan bahwa komponen pasut M4 termasuk ke

dalam kategori overtide, yaitu komponen pasut yang lajunya 2 kali laju komponen M2.

overtide adalah sebuah komponen pasut harmonik dimana lajunya merupakan perkalian

eksak dari laju suatu komponen dasar pasut yang dibangkitkan dari gaya pembangkit

pasut. Biasanya overtide ini muncul atau dominan di perairan dangkal dan amplitudo

M4 yang diberikan adalah:

3.x AM2 2 3 x AM2 2


AM 4 = = …………………… (2.15)
4 λ T h 4 hT g h

Dimana:
x adalah jarak peninjauan muara sungai tiap titik (m)
AM2 adalah amplitudo komponen pasut akibat gaya tarik Bulan (m)
h adalah kedalaman aliran (m)
g adalah percepatan gravitasi (m/s2)
T adalah priode pasut lunar quarter-diurnal (6.21 jam).

Dengan demikian, Amplitudo M4 bertambah karena jarak meningkat sepanjang

saluran. Luas kwartal diurnal juga bertambah jika kedalaman saluran tersebut kecil, dan

sebagai luas dari komponen semi-diurnal.

Universitas Sumatera Utara


Kenaikan muka air akibat komponen M4 yang dihasilkan adalah sebagai berikut :

hM4(t) = AM4 sin (2π t / TM4) ………………….. (2.16)

Dimana :

h M4 (t) adalah Tinggi muka air akibat amplitudo M4 tiap waktu t (m)
AM4 adalah amplitudo seperampat pasut diurnal pengaruh Bulan (lunar quarter-diurnal)
(dari persamaan 2.17)
TM4 adalah periode pasut lunar quarter-diurnal (6.21 jam)

Maka kenaikan muka air pasut pada muara sungai dirumuskan oleh Pugh (2004) adala

sebagai berikut:

h(t ) = hS 2 (t ) + hM 2 (t ) + hM 4 (t ) + DT

 t   t  3 x AM2 2  t 
= AS 2 sin  2π  + AM 2 sin  2π + sin  2π  + DT … (2.17)
 12   12.42  4 h T g h  6.21 

Dimana :

h(t) adalah naik muka air pasut tiap waktu pada muara sungai (m)

hM2 adalah naik muka air pasut pengaruh bulan (lunar semidiurnal)

hS2 adalah naik muka air pasut pengaruh matahari (solar semidiurnal)

hM4 adalah amplitudo lunar quarter-diurnal

DT adalah naik muka air rata-rata pasut estuari

Naik muka air pasut akibat pengaruh benda-benda langit dapat dilihat pada gambar

berikut ini.

Universitas Sumatera Utara


DT

Gambar 2.9. Kurva pasut (Thabet, 1980)

Variasi yang terus menerus dari tinggi dan bentuk pasut dikaitkan dengan

gerakan yang kompleks dari bumi (mengelilingi matahari dan revolusi terhadap

sumbunya) dan bulan (mengelilingi bumi). Selain bulan, interaksi antara bumi dan

matahari juga mempengaruhi fenomena pasut, namun interaksi antara bumi dan bulan,

dalam hal ini adalah gaya tarik/gravitasi bulan, lebih besar daripada gaya tarik matahari.

Hal ini diakibatkan jarak bumi dan bulan (rata-rata 381.160 km) yang jauh lebih dekat

dibandingkan jarak bumi dan matahari (rata-rata 149,6 juta km) meskipun massa bulan

jauh lebih kecil daripada massa matahari. Karena jarak lebih menentukan daripada

massa, maka bulan mempunyai peran yang lebih besar daripada matahari dalam

menentukan pasut. Gaya tarik bulan yang mempengaruhi pasang surut besarnya kurang

lebih 2,2 kali lebih kuat daripada gaya tarik matahari. Hal ini mengakibatkan air laut,

yang menyusun 71% permukaan bumi, menggelembung pada sumbu yang menghadap

ke bulan. Pasang surut terbentuk karena rotasi bumi yang berada di bawah muka air

yang menggelembung ini, yang mengakibatkan kenaikan dan penurunan permukaan laut

di wilayah pesisir secara periodik. Gaya tarik gravitasi matahari juga memiliki efek

yang sama namun dengan derajat yang lebih kecil Dengan memahami mekanisme

pokok yang terlibat, berbagai teori dan teknik dikembangkan untuk melakukan

peramalan pasut.

Universitas Sumatera Utara


2.3 Arus Pasang Surut (Tidal Current) Muara Sungai

Arus pasut adalah aliran air dalam arah horizontal yang periodik yang merupakan

respon terhadap naik turunnya elevasi muka air yang disebabkan pasang surut.

Arus di estuari terutama disebabkan oleh kegiatan pasang surut dan aliran sungai.

Arus biasanya terdapat pada kanal (saluran), tetapi dalam kanal ini, kecepatan arus

dapat mencapai beberapa mil per jam. Kecepatan tertinggi terjadi pada bagian tengah

kanal, dimana hambatan gesek dengan dasar dan sisi tepian yang paling kecil.

Walaupun estuaria merupakan tempat keseluruhan sedimen mengendap seperti

dibicarakan diatas, kanal dimana arus terpusat seringkali merupakan tempat erosi yang

sangat mencolok. Untuk kebanyakan estuaria, pada bagian hulu terjadi masukan air

tawar yang terus menerus. Sebagian air tawar ini bergerak ke hilir estuaria, bercampur

sedikit atau banyak dengan air laut. Sebagian besar air ini pada akhirnya mengalir

keluar estuaria atau menguap untuk mengimbangi air berikutnya yang masuk dibagian

hulu. Selang waktu yang dibutuhkan sejumlah massa air tawar untuk dikeluarkan dari

estuari disebut penggelontoran (flushing time). Selain waktu ini dapat menjadi tolak

ukur keseimbangan suatu sistem estuaria. Waktu penggelontoran yang lama, penting

artinya untuk pemeliharaan komunitas plankton estuari.

Di daerah sungai atau selat, dimana arah aliran dibatasi oleh geometri channel,

arus pasut bersifat berkebalikan atau reversing, sehingga arah aliran bergantian dalam

arah yang hampir berlawanan serta adanya kondisi dimana kecepatan arus sangat kecil

pada saat aliran arus berbalik yang dinamakan slack water. Kecepatan arus pasang surut

pada masing-masing arah tersebut bervariasi dari kecepatan nol pada saat slack water

hingga kecepatan maksimal. Kecepatan arus pasut biasanya berubah-ubah secara kontinu

dalam suatu selang waktu tertentu atau sering disebut dalam satu siklus pasut. Kecepatan

Universitas Sumatera Utara


arus pasut pada pasut tipe semi diurnal mencapai maksimum sebanyak dua kali dalam

satu hari pada arah yang berlawanan serta mencapai kecepatan minimum pada waktu dan

arah di antara kedua kecepatan maksimumnya.

Gambaran arus pasut tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.9. Gambar tanda

panah merepresentasikan kecepatan arus untuk setiap jam. Air pasang biasanya

digambarkan di atas garis air slack water dan air surut di gambarkan dibawahnya. Kurva

arus pasut terbentuk di sepanjang ujung panah dan memiliki karakteristik yang sama

dengan bentuk kurva sinus.

Gambar 2.10 Pola bolak balik arus pasang surut


(Sumber: http://eezway.org/clinic/Oceanography/Resources/Tides.pdf)

Keterangan :

• Pada saat pasang, muka air di laut lebih tinggi daripada di estuari dimana gerakan

arus pasut memasuki estuari ini disebut flood.

• Pada saat surut muka air di laut lebih rendah daripada di estuari sehingga arus

pasut bergerak keluar estuari menuju laut, gerakan keluar estuari ini disebut ebb

Universitas Sumatera Utara


2.3.1 Hubungan Debit dan Arus Pasut

Aliran debit (Q m3/detik) adalah laju aliran air (u m/det) (dalam bentuk volume

air) yang melewati suatu penampang melintang muara sungai (A m2) per satuan waktu

(detik) .

Q = u. A ................................................ (2.18)

Pertimbangkanlah kedua bagian yang ada pada gambar 2.11 untuk mengisi

volume V1 dan V2 dengan waktu t f, pada bagian penampang pipa 1 dan 2 dari A1

dan A2. Kecepatan aliran sebenarnya dapat dihitung dengan :

V1
U1 = …………………………….. (2.19)
A1.t f

V1 + V2 ………………………….. (2.20)
U2 =
A2t f

Dimana U1 dan U2 adalah kecepatan aliran dalam masing – masing pipa 1 dan 2.

diperlihatkan pada gambar berikut ini :

Gambar 2.11 Penampang Pipa

Persamaan 2.28 dan persamaan 2.29 dapat dikembangkan untuk menentukan

arus pasang surut pada setiap penampang sebagai produk dari lebar muara (Wx), dan

perubahan kedalaman pasang surut per detik (Δhf) terhadap pembagian tiap penampang

panjang muara menuju hulu sungai (A), yang merupakan sebagai kontribusi kecepatan

Universitas Sumatera Utara


aliran sungai (Uf), sebagai komponen tidak tetap (mengalir keluar) sama dengan debit

air sungai (Q), yang dibagi dengan tiap luas penampang:

Q
uf = …………………………… (2.21)
Wx Dx

Dimana :

Q adalah debit sungai (m3/det)


Wx adalah lebar estuari tiap titik lokasi (m)
Dx adalah kedalaman estuary tiap titik lokasi (m)
pemodelan perubahan volume hulu adalah batimetri muara digunakan untuk

menghitung volume air yang keluar melalui tiap penampang muara sungai akibat

pasang surut.

………………. (2.22)

Δl adalah Panjang muara sungai dari hulu sungai menuju hilir sungai tiap titik

peninjauan (m)

Wx adalah lebar muara sungai dari hulu (upstream) hingga hilir (downstream) tiap titik

lokasi (m)

Dimana formula tersebut menghitung volume air yang terkandung per meter

untuk tiap kedalaman akibat pasang surut pada muara sungai

Untuk mengetahui kecepatan arus pasut terhadap waktu tiap titik lokasi (U(x,t)) adalah:

volume.upstream..∆ht Q ……… (2.23)


U ( x, t ) = −
W x D x .3600 Wx Dx

Dimana:

Δht adalah rentang kedalaman yang terjadi tiap jam akibat pasut (m)

Universitas Sumatera Utara


Wx adalah lebar estuari tiap titik lokasi (m)
Dx adalah kedalaman estuary tiap titik lokasi (m)
Q adalah debit sungai (m3/det)
Volume upstream adalah volume sungai menuju mulut estuary (m3 .106)

2.4 Suhu dan Salinitas Estuari

2.4.1 Suhu (Temperature)

Perairan yang ada di dunia memiliki luas permukaan air berkisar 360 juta km2,

terdiri dari serangkaian sungai dan laut yang saling berhubungan. untuk memahami

distribusi energi panas di muara, perlu untuk mempertimbangkan sumber panas laut di

dunia secara keseluruhan. ada aliran energi matahari yang tetap masuk ke bumi

sehingga keluar terus-menerus radiasi tersebut dari bumi kembali ke angkasa. Sumber

energi panas terbesar adalah panas dari matahari.

Suhu air di estuaria bervariasi dari pada diperairan dekat pantai. Hal ini sebagian

karena biasanya di estuari volume air lebih kecil sedangkan luas permukaan lebih besar,

dengan demikian pada atmosfer yang ada, air estuaria ini lebih cepat panas dan lebih

cepat dingin (fjord, karena dalamnya dan volumenya besar tidak memperlihatkan gejala

ini). Alasan lain terjadinya variasi ini ialah masukan air tawar. Air tawar di sungai dan

kali lebih dipengaruhi oleh perubahan suhu musiman daripada air laut. Sungai di daerah

beriklim sedang suhunya lebih rendah di musim dingin dan lebih tinggi di musim panas

daripada suhu air laut didekatnya.

Ketika air tawar masuk estuaria dan bercampur dengan air laut, terjadi

perubahan suhu. Akibatnya, suhu perairan estuaria lebih rendah pada musim dingin dan

lebih tinggi pada musim panas dari pada perairan di sekitarnya. Skala waktunya

menarik karena dapat dilihat dengan perubahan pasang surut, suatu titik tertentu di

Universitas Sumatera Utara


estuari karena memperlihatkan variasi suhu yang besar sebagai fungsi dari perbedaan

antara suhu air laut dan air sungai.

Suhu juga bervariasi secara vertikal. Perairan permukaan mempunyai kisaran

yang terbesar dan perairan yang lebih dalam kisaran suhunya lebih kecil. Pada estuaria

baji garam, perbedaan suhu vertikal ini juga memperlihatkan kenyataan bahwa perairan

permukaan didominasi air tawar, sedangkan perairan yang lebih dalam didominasi atau

seluruhnya terdiri dari air laut.

2.4.2 Kadar Garam (Salinity)

Salinitas permukaan air laut sangat erat kaitannya dengan proses penguapan,

salinitas air laut dapat berbeda secara geografis akibat pengaruh curah hujan local,

banyaknya air yang masuk ke laut, penguapan dan edaran masa air (King, 1963). Perubahan

salinitas pada perairan bebas (laut bebas) adalah relative lebih kecil dibandingkan ke

perairan pantai. Hal ini disebabkan karena perairan pantai banyak memperoleh masukan air

tawar dari Muara-muara sungai terutama pada waktu musim hujan (Hela dan Laevastu,

1970).

Estuaria dikelilingi daratan pada ketiga sisi. Ini berarti bahwa luas perairan yang

diatasnya angin dapat bertiup untuk menciptakan ombak adalah minimal. Dangkalnya

perairan di estuaria pada umumnya juga jadi penghalang bagi terbentuknya ombak yang

besar. Sempitnya mulut estuaria, diikuti dengan dasar yang dangkal, menghilangkan

pengaruh ombak yang masuk ke estuaria dari laut secara cepat. Sebagai akibat proses

ini, pada estuaria merupakan tempat yang airnya tenang.

Istilah teknik untuk keasinan lautan adalah halinitas, dengan didasarkan bahwa

halida-halida—terutama klorida—adalah anion yang paling banyak dari elemen-elemen

terlarut. Dalam oseanografi, halinitas biasa dinyatakan bukan dalam persen tetapi dalam

Universitas Sumatera Utara


“bagian perseribu” (parts per thousand , ppt) atau permil (‰), kira-kira sama dengan

jumlah gram garam untuk setiap liter larutan. Sebelum tahun 1978, salinitas atau

halinitas dinyatakan sebagai ‰ dengan didasarkan pada rasio konduktivitas elektrik

sampel terhadap "Copenhagen water", air laut buatan yang digunakan sebagai standar

air laut dunia. Pada 1978, oseanografer meredifinisikan salinitas dalam Practical

Salinity Units (psu, Unit Salinitas Praktis): rasio konduktivitas sampel air laut terhadap

larutan KCL standar. Rasio tidak memiliki unit, sehingga tidak bisa dinyatakan bahwa

35 psu sama dengan 35 gram garam per liter larutan.

Gambar 2.12 Penyebaran Salinitas Laut Permukaan Bumi

2.4.2.1 Pencampuran antara air tawar (sungai) dan air asin (laut)

Secara defenisi dapat pula dikatakan bahwa estuari adalah badan air yang

bergerak dinamis sebagai tempat bertemunya air tawar dan air asin (dalam hal ini adalah

air laut). Adanya perbedaan karakteristik antara air tawar dan air laut maka

pencampuran yang terjadi diantaranya tidak akan terjadi dengan mudahnya, terkadang

Universitas Sumatera Utara


pencampuran dapat terjadi dengan sempurna tetapi kadang pula akan terstratifikasi

membentuk lapisan tersendiri.

Air laut mengandung sekitar 35 parts per thousand (ppt) garam-garam terlarut termasuk

didalamnya Sodium Chloride dan Magnesium Chlorida, yang lebih rapat dibandingkan

dengan kandungan air tawar. Karenanya air laut akan memiliki densitas yang lebih berat

dibandingkan air tawar pada keadaan suhu yang sama. Air laut dapat menjadi pengantar

listrik yang baik dan mempunyai pembiasan cahaya yang lebih kuat dibandingkan air tawar.

Gambar 2.13 Proses Percampuran Air Tawar dan Air Asin

Berdasarkan kekuatan relatif antara pasang surut dan debit sungai, sirkulasi estuari dapat di

kelompokkan ke dalam 3 golongan utama, Suripin (2000), yaitu :

1. Estuari sudut asin / (Salt Wegde / Stratified Estuary)

Estuari jenis ini berkembang pada sungai yang bermuara ke laut, yang pasang surutnya

sangat rendah dan debit sungai sangat kuat. Antara air asin dan air tawar terjadi gradien rapat

massa dan keasinan yang sangat tajam dan membentuk holoklin yang stabil dan kedua jenis

massa air akan terpisah, dengan air tawar yang mengalir menuju laut berada pada lapisan air

asin, dan lapisan air asin mengalir di bawah air tawar dengan membentuk sudut. Salinitas di

lapisan bawah sama dengan salinitas air laut, sedang lapisan atas merupakan air tawar. Arah

kecepatan aliran di atas dan di bawah bidang batas berlawanan.

Universitas Sumatera Utara


2. Estuari tercampur sebagian (Partially Mixed Estuary)

Estuari tercampur sebagian berkembang pada sungai yang bermuara pada laut

dengan pasang surut moderat. Arus pasang surut cukup berpengaruh, dan seluruh massa

air bergerak naik dan turun estuari mengikuti naik dan turunnya air, sehingga pada

pertemuan air asin atau air tawar menimbulkan geseran pada dasar estuari menimbulkan

tegangan geser, dan menimbulkan turbulensi. Terjadi pencampuran air asin ke arah atas

dan air tawar ke arah bawah. Air tawar mengalir ke arah laut bercampur dengan air asin

dengan proporsi yang lebih tinggi.

3. Estuari tercampur sempurna (Well Mixed Estuary)

Estuari tercampur sempurna biasanya terdapat pada estuari yang lebar dan

dangkal, dimana pasang surutnya tinggi, dan arus pasang surut lebih kuat dibandingkan

dengan aliran sungai, kolom air menjadi tercampur secara keseluruhan, tidak terjadi

bidang batas antara air asin dan air tawar. Distribusi salinitas dalam arah vertikal adalah

sama atau pada estuari jenis ini hamper tidak terjadi variasi salinitas ke arah vertikal.

Variasi salinitas hanya terjadi sepanjang estuari, tanpa stratifikasi vertikal dan lateral.

Pencampuran antara air tawar (sungai) dan air asin (laut) ini dapat silihat dari

tipe estuari yang ditunjukkan oleh Uncles dkk (1983) yang menyatakan suatu tipe

estuari yang tergantung pada rasio aliran (P) dari suatu estuari tersebut dengan

persamaan sebagai berikut:

R ……………………………… (2.24)
P=
AU t

Dimana:

R adalah aliran sungai (m/s)

Universitas Sumatera Utara


A adalah luas penampang dari estuary (m2)
Ut adalah kecepatan rata – rata arus pasut estuari (m/s)

Uncles dkk memberikan batasan untuk tipe estuari adalah:

Jika P < 0.01, maka estuari tergolong tercampur sempurna (Well Mixed Estuary)

Jika P > 0.1, maka tergolong estuari stratifikasi (Stratified Estuary)

2.4.3 Distribusi Gaussian

Suatu model untuk memprediksi parameter suhu pada muara sungai digunakan

distribusi Gaussian tergantung pada asumsi dari suatu proses variasi penyebaran

terhadap waktu (Lewis, 1997). Distribusi dalam arah tertentu sering memiliki bentuk

ukuran yang mungkin mirip fungsi Gaussian, dan penyebaran distribusi yang dapat

dinyatakan oleh variasinya. Hal ini biasanya untuk menggambarkan perubahan

parameter suhu (σx), dari distribusi konsentrasi sebagai berikut:

1  x 2  …………………….. (2.25)
C ( x) = exp − 2
2πσ x  2σ x 
Dimana C (x) adalah konsentrasi pada setiap posisi x. dalam ekspresi ini penyebut

melambangkan jumlah total zat dalam bagian.

ekspresi ini dapat dinormalisasi untuk menghasilkan distribusi tentang kesatuan dengan

hanya menghapus pengali untuk memberikan (gambar 2.12)

 x 2  …………………………. (2.26)
C ( x) = exp − 2
 2σ x 

Distribusi ini dapat digunakan sebagai penyebaran energi panas dan salinitas yang

terjadi di lingkungan estuari.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.14 Penyebaran Gaussian Untuk Parameter Badan Air

• Suhu muara sungai

suhu air di estuari bervariasi sepanjang siklus pasang surut di setiap lokasi muara

sungai, akibat adanya perbedaan antara suhu air asin (laut) dan air tawar (sungai).

Secara umum ada dua kasus yang biasanya terjadi pada muara sungai:

a. Kasus musim dingin suhu memanjang (longitudinal temperature winter case)

0
Pada musim dingin, suhu air laut , Ts C biasanya lebih hangat dari pada

suhu air sungai, TR0 C, sehingga suhu air berkurang dalam bagian hulu. Persamaan

2.32 dapat digunakan untuk menguraikan distribusi yang ada sebagai kurva Gaussian:

 x2  ………………….. (2.27)
T ( x) = (TS − TR ) exp −  + T
 2σ x 
2 R

Dimana:

Ts adalah suhu pada aliran laut (°C)

TR adalah suhu pada aliran sungai (°C)

Universitas Sumatera Utara


b. Kasus musim panas suhu memanjang (longitudinal summer case)

Pada musim panas, suhu air laut umumnya lebih dingin dari pada air sungai,

sehingga suhu air bertambah pada bagian hilir. Persamaan 2.32 dapat digunakan untuk

menguraikan distribusi tersebut sebagai kurva Gaussian.

 x2 
T ( x) = (TR − TS ) exp − 2
+ TS ....……………….. (2.28)
 2σ x 
Dimana:
Ts adalah suhu pada aliran laut (°C)
TR adalah suhu pada aliran sungai (°C)

Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.13, Data tersebut terlihat berhubungan

dengan suhu sungai 31 °C dan suhu laut 28 °C hasil dari survei lapangan pada tanggal

15 april 2010 pada Muara Sungai Belawan, dan variansi (σx) 6,500 untuk jarak dalam

km. kasus ini bisa di gunakan di Indonesia yang memiliki iklim tropis.

Gambar 2.15 Variasi Penyebaran Parameter Suhu Estuari

Universitas Sumatera Utara


• Salinitas Muara Sungai

Kadar garam (salinity) dalam sistem estuari berbeda-beda pada sepanjang siklus

pasang, dan umumnya bertambah pada air pasang dan berkurang pada saat air surut.

Para pakar (mis, Dyer,1986) menghadirkan analisa rincian mengenai distribusi

memanjang ini dalam kaitannya dengan keseimbangan kandungan kadar garam dari

hilir hingga hulu sungai yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

_
 _

−δ s δ  δ s  ………………………… (2.29)
u = Ks
δx δx  δx 
 

Hal ini menjelaskan bahwa pengaruh kecepatan arus pasut tehadap kadar garam

dari hilir (sisi kiri pada persamaan 2.37) yang diseimbangkan dengan difusi hulu sungai

(sisi kanan pada persamaan 2.37). Pendekatan ini sudah digunakan oleh West dan

Williams (1975) dalam Tay Estuary di Skotlandia. Kadar garam air laut biasanya

berkisar 35 ‰ dan kadar garam berkurang pada bagian hulu sungai. Persamaan 2.32

dapat digunakan untuk menjelaskan variasi kadar garam yang terkandung pada hilir

sungai hingga hulu sungai dengan distribusi Gaussian.

 x 2  ……………………….. (2.30)
S ( x) = S exp − 2 
 2σ x 

Dimana contohnya ditunjukkan dalam gambar 2.14, data tersebut berhubungan dengan

kurva yang memiliki variansi (σx = 6,500) untuk jarak dalam kilometer dan S adalah

salinitas yang terkandung pada mulut estuari.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.16 Variasi Penyebaran Salinitas Estuari

2.5 Zat Padat Tersuspensi (TSS)

Sedimen merupakan hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi parit

atau jenis erosi tanah lainnya. Karena adanya transpor sedimen dari tempat yang lebih

tinggi (hulu) ke daerah hilir dapat menyebabkan pendangkalan estuari, sungai, dan

terbentuknya tanah baru di pinggir-pinggir sungai. Dengan demikian proses sedimentasi

dapat memberikan dampak yang menguntungkan dan merugikan. Menguntungkan

karena pada tingkat tertentu adanya aliran sedimen ke daerah hilir dapat menambah

kesuburan tanah serta terbentuknya tanah garapan baru di daerah hilir, dan pada saat

yang bersamaan aliran sedimen juga dapat menurunkan kualitas perairan dan

pendangkalan badan perairan. Hasil sedimen biasanya diperoleh dari pengukuran

sedimen layang dalam sungai (suspended sediment) atau dengan pengukuran langsung

di dalam muara sungai.

Zat padat tersuspensi (Total Suspended Solid) umumnya mengandung sedimen

yang memiliki diameter butir yang kecil seperti pasir halus, lanau, dan lempung atau

Universitas Sumatera Utara


partikel-partikel yang tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen hidup (biotik)

seperti fitoplankton, Zat padat tersuspensi merupakan tempat berlangsungnya reaksi-

reaksi kimia yang heterogen, dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang

paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan.

Penetrasi cahaya matahari ke permukaan dan bagian yang lebih dalam tidak

berlangsung efektif akibat terhalang oleh zat padat tersuspensi, sehingga fotosintesis

tidak berlangsung sempurna. Sebaran zat padat tersuspensi di laut antara lain

dipengaruhi oleh masukan yang berasal dari darat melalui aliran sungai, ataupun dari

udara dan perpindahan karena resuspensi endapan akibat pengikisan.

2.5.1 Deskripsi umum sedimen

Sedimen merupakan material berupa partikel-partikel yang bergerak akibat

aliran air (arus dan gelombang), secara umum angkutan sedimen dibagi menjadi 3

bagian yaitu:

a. Partikel sedimen dasar (Bed load)

Pada kondisi ini pengangkutan material terjadi pada aliran yang mempunyai

kecepan aliran yang relatif lambat, sehingga material yang terbawa arus sifatnya hanya

menggelinding sepanjang saluran.

b. Partikel sedimen melayang (Suspended load)

Jika kecepatan aliran semakin cepat, gerakan loncatan material akan semakin

sering terjadi sehingga apabila butiran tersebut tergerus oleh aliran utama atau aliran

turbulen kearah permukaan, maka material tersebut tetap bergerak (melayang) didalam

aliran dalam selang waktu tertentu, umumnya pada kondisi ini sedimen yang memiliki

Universitas Sumatera Utara


ukuran butiran yang kecil yaitu lanau (silt) dan lempung.(clay)

c. Saltation Load

Pada kondisi ini pengangkutan material terjadi pada aliran yang mempunyai

kecepan aliran yang relatif cepat, sehingga material yang terbawa arus membuat

loncatan-loncatan akibat dari gaya dorong pada material tersebut, kondisi ini sedimen

tidak kontak langsung terhadap dasar saluran dan memiliki ukuran butiran yang sangat

kecil seperti coloid.

2.5.2 Karakteristik Sedimen

Material sedimen pada umumnya merupakan campuran beberapa jenis material

sehingga sulit memberikan nama menurut jenisnya. Untuk itu diberikan deskripsi

mengenai istilah dalam proses sedimentasi agar diperoleh informasi yang objektif sesuai

hasil pengamatan di lapangan deskripsi dan istilah tersebut antara lain:

• Ukuran partikel sedimen yaitu menyatakan ukuran panjang diameter butiran

sedimen dengan menganggap bahwa bentuk ukuran sedimen adalah bola

• Berat spesifik merupakan berat persatuan volume yang hubungannya dengan

densitas (kerapatan)

• Porositas sedimen didefinisikan sebagai harga perbandingan volume udara

dalam suatu sampel terhadap jumlah total volume sedimen.

• Kecepatan jatuh adalah bentuk keseimbangan antara gaya gravitasi yang bekerja

pada suatu partikel yang kecil yang berbentuk bola (spheric) dalam suatu fluida.

Carefoot dalam Arifin (2008) menyatakan bahwa butiran sedimen dapat

dipindahkan dari muara dalam jumlah yang besar karena aktivitas arus dan gelombang

yang intensif di muara. Hal ini dapat dilihat dari perubahan garis pantai yang terdekat

Universitas Sumatera Utara


dengan muara sungai. Jadi proses erosi, pengangkutan dan pengendapan sedimen

tergantung pada dua faktor yaitu sifat fisika kimia sedimen dan kondisi biologi perairan.

Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh erosi dan sedimentasi amat mudah

ditemukan, antara lain menipisnya permukaan tanah, terjadinya selokan/parit alami,

perubahan vegetasi, kekeruhan dan sedimentasi di sungai, rawa, danau, kawasan

penampungan air maupun muara-muara sungai di tepi laut (Djunaid et al, 2002).

Para geolog mengembangkan klasifikasi untuk menentukan mana yang termasuk

pasir, mana yang termasuk kerikil dan sebagainya. Salah satu klasifikasi yang terkenal

adalah skala Wenworth yang mengklasifikasikan sedimen oleh ukuran (dalam

millimeter) seperti ditunjukkan dalam tabel 2.4.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.4 Skala Wenworth dari klasifikasi ukuran sedimen
Unit Diameter Ukuran
Deskripsi Ukuran Skala Unified Soil
Phi Ayakan Ayakan
Wenworth Classification (USC)
(φ ) d (mm) U.S.

Bongkah (Boulder) Brangkal (Cobble)


-8 256

Brangkal (Cobble) 76,2 3 in Kasar

Kerikil
-6 64,0
(Gravel)
-2,25 19,0 ¾ in
Krakal/Koral (Peeble) Halus
4,76 No. 4

-2 4,0
Batu Kerikil (Granule) Kasar
-1 2,0
No. 10
Sangat Kasar
0 1,0 No. 20

Kasar
1 0,5 Sedang

Pasir 1,25 0,42 No. 40 Pasir


Sedang
(Sand)
2 0,25 (Sand)

Halus
2,32 0,20 No. 100
3 0,125 No. 140
Halus
Sangat Halus
3,76 0,074 No. 200
4 0,0625
Lanau
(Silt) 8 0,00391
Lempung Lanau atau Lempung
(Clay) 12 0,00024 (Silt or Clay)
Koloid
(Colloid)

Universitas Sumatera Utara


Dalam skala Wenworth tersebut partikel yang berukuran diantara 0,0625 dan 2

millimeter dianggap sebagai pasir. Material yang lebih halus sebagai lumpur (silt) dan

lempung (clay). Sedangkan material yang lebih besar dari pasir disebut krakal/ koral

(pebbles) dan brangkal (cobbles). Pada kebanyakan lokasi brangkal (cobbles) adalah

material utama yang membentuk pantai, seperti di sepanjang Chesil Beach (England).

Krumbein (1936) mengenalkan skala phi sebagai alternatif penghitungan

ukuran. Nilai phi (φ) dihubungkan dengan ukuran butiran sebagai berikut:

φ = − log2 d ……………………………………… (2.31)

sehingga 2-φ = d; di mana d adalah dihitung dalam millimeter.

2.5.3 Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended Solid)

Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak larut

dan tidak mengendapkan langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel

yang ukuran maupun beratnya kecil, misalnya tanah liat, bahan-bahan organik tertentu,

sel-sel mikroorganisme dan sebagainya (Fardiaz, dalam Mukminin, 2008).

Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan

kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton,

sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang pada gilirannya menyebabkan

terganggunya keseluruhan rantai makanan. Kekuatan dasar untuk mentranspor muatan

tersuspensi adalah aliran turbulensi. Partikel tersuspensi dalam air disebut dengan

suspensi aqueous. Beberapa muatan tersuspensi aqueous secara aktif saling menukar

muatan (pasir halus, lanau dan lempung) dengan substrat (Rifardi, 2008).

Sebagian besar sedimen yang saling bertukar antara sungai dan laut berada

dalam bentuk zat padat tersuspensi (total suspended solid). Uncles dkk (2001)

menafsirkan bahwa lebih dari 90% dari 18-24 x109 T endapan laut setiap tahunnya

Universitas Sumatera Utara


berasal dari sungai ke laut tertahan dalam muara. Konsentrasi SPM estuari tergantung

pada batasan pasut dan penggabungan sistem estuari namun juga berubah-ubah akibat

siklus pasut sebagai jawaban terhadap masuknya air sungai musiman. Brown (1999)

melaporkan bahwa TSS bertambah berkisar 102 mg/dm3 dalam estuari dengan batasan

pasang kecil dimana gabungan kekuatan yang pada umumnya lemah, sampai berkisar

104 mg/dm3 dalam estuari dengan batasan pasang besar dimana gabungan kekuatan

yang ada lebih besar. Pembahasan mempertimbangkan proses yang menahan,

memindahkan, dan mengendapkan partikulat pada sistem estuari. Ada sejarah panjang

terhadap penelitian yang dilakukan ke dalam TSS, Humber (Jackon,1964) memperoleh

hubungan fungsional untuk konsentrasi yang ada dan lokasi partikulat dalam rangka

mengembangkan pemodelan partikel melayang di lingkungan muara sungai.

Suspensi, pemindahan, dan deposisi zat partikulat pada pasang dan sistem

estuari dibahas oleh Dyer (1986, 1997) dan Masselink dan Hughes (2003) Secara

khusus, pembahasan ini didasarkan atas penafsiran, Markosfsky dkk (1986), Brenon dan

Le Hir (1998), Clarke dan Elliott (1998), dan Tatersall dkk (2003). Secara umum

besarnya perubahan massa TSS per unit pada dasar saluran yang ada bergabung melalui

kolom air (massa beban yang tertahan) yang tergantung pada adveksi, perpaduan, erosi,

dan endapan. Proses tersebut dapat dijelaskan dengan persamaan paduan adveksi

kedalaman rata-rata untuk endapan yang tertahan (McMamus dan Prandle (1997) dan

Bass dkk (2002).

Beban yang tertahan secara sederhana merupakan produk dari kedalaman dan

konsentrasi, h C :

∂hC ∂hC ∂  ∂hC 


=u +  K x  + Er − DP ……………… (2.32)
∂t ∂x ∂x  ∂x 

Universitas Sumatera Utara


Dimana:

C adalah konsentrasi suspensi kedalaman rata-rata (mg/l)


h adalah kedalaman (m)
Kx adalah koefisien difusi horizontal

Istilah pertama pada bagian sisi kanan menghadirkan bahan yang berubah ke

dalam bagian tertentu dengan gradien konsentrasi horizontal yang dijelaskan dibawah

ini. Istilah kedua pada sisi kanan menghadirkan paduan horizontal dan secara umum

diabaikan karena gradien konsentrasi horizontal dalam hal ini kecil. Dua istilah yang

terakhir pada sisi kanan adalah erosi dan endapan dari sedimen.

2.5.3.1 Erosi partikulat (erosion of particulate)

Partikel padat naik dan pindah ke hilir akibat tekanan fluida yang membuat

keseimbangan berat butiran terhadap gaya gravitasi. Kekuatan cairan berasal dari arus

pasut. Masalah ini dapat diatasi dengan penentuan nilai tekanan cairan yang mengawali

gerakan tersebut dan kuantifikasi profil partikulat dalam kaitannya dengan variabel arus.

Penentuan yang paling sederhana untuk tekanan yang dimaksud yang mengalirkan

endapan yang ada dikenal dengan hukum tekanan quadratic (Lewis, 1997).

τ = ρC D u 2 ……………………….. (2.32)

Dimana :

τ adalah tegangan geser (n/m2)


ρ adalah densitas air segar (berkisar 1000 kg/m3)
u adalah kecepatan arus pasut (m/s)
CD adalah koefisien hambatan

Universitas Sumatera Utara


Pernyataan tersebut benar untuk arus seperti yang ada pada bilangan Reynolds

dan dalam hal ini memadai terhadap terjadinya friksi yang tergantung pada kerasnya

permukaan endapan sehingga pengaruh kekentalan dapat diabaikan. Dyer (1986)

menjelaskan nilai tersebut untuk CD seperti yang dijelaskan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 koefisien hambatan (Drag coefficients) berdasarkan partikel dasar


saluran saluran muara (Dyer, 1986)
Jenis sedimen CD

Lanau berpasir 0.0014

Pasir berlanau 0.0024

Lempung 0.0024

Lempung berpasir 0.0030

Pasir kasar 0.0061

Lempung 0.0022

Pasir berkerikil 0.0024

Pasir halus 0.0026

Kerikil 0.0047

Batas ambang pemindahan endapan tersebut merupakan nilai kritis untuk

pengurangan tekanan yang dipindahkan terlebih dahulu, dan secara umum batas ambang

tersebut meningkat dengan bertambahnya diameter butiran sedimen yang ada. Dyer

(1986) memberikan data koefisien hambatan seperti yang ditunjukkan pada Gambar

2.15 untuk kondisi kritis sebagai satu fungsi kecepatan arus. Data tersebut dihadirkan

dengan :

Universitas Sumatera Utara


U cr = 10.5 D 0.37 ………………………… (2.33)

Dimana :

D adalah diameter butiran (m)

Gambar 2.17 Grafik Kecepatan Kritis Terhadap Diameter Butir Sedimen

Besarnya erosi partikulat (Ep) dibuat proporsional dengan kelebihan tegangan

geser dasar saluran yang ada (Bass, dkk, 2002).

τ 
E P = M  − 1 …………………………. (2.34)
 τ cr 

Rumus ini menurut Dyer (1986) sudah digunakan dalam bentuk matematis oleh

Odd dan Owen (1972) dan Krone (1976) dengan nilai untuk koefisien erosi (M) dalam

batasan 0.0005 – 0.015 kg/m2s dengan suhu tinggi. Baru-baru ini, Brenon dan Le Hir

(1998) menggunakan M = 0.001 kg/m2s, Uncles dkk (1992) menggunakan M = 0.00003

kg/m2s1 dan Tattersall dkk (2003) menggunakan M = 0.000035 kg/m2s. (menurut

sapa????)

Universitas Sumatera Utara


 u m2 
E P = M  2 − 1 …………………………. (2.35)
 u cr 

Dimana :

koefisien erosi (M) (berkisar 0.0003 kg/m2s)


um adalah kecepatan arus pasut maksimum (m/s)
ucr adalah arus batas ambang kritis sebesar 0.2 m/s (lanau), 0.4 m/s (pasir halus), dan 0.6
m/s (pasir sedang).

2.5.3.2 Endapan Partikulat (Deposition of particulate)

Karakteristik hidrodinamik dari proses endapan partikel adalah kecepatan

jatuhnya atau fall velocity (w), yang mana adalah kecepatan maksimum yang dicapai

oleh suatu partikel akibat gaya gravitasi. Ukuran partikel yang tersuspensi dalam suatu

kolom air akan tergantung kepada nilai fall velocity. Untuk suatu ukuran butiran partikel

yang besar, akan jatuh dengan cepat dan akan lebih sedikit mendapat tahanan dari air

dibandingkan dengan butiran partikel yang lebih halus.

Gambar 2.18 Keseimbangan gaya-gaya yang bekerja pada partikel sedimen

Secara teori di dalam air yang tenang di mana perlawanan yang relevan adalah

berat sendiri dari butiran (Ws), gaya apung (FB) dan gaya hela atau drag force (FD)

Universitas Sumatera Utara


diberikan oleh fluida. Keseimbangan gaya untuk partikel (dengan gaya yang positif

memiliki arah ke bawah) adalah:

…………… (2.36)

dimana ρs = berat jenis partikel dan ρ = berat jenis air. adalah volume terhadap

asumsi dari butiran bulat dengan diameter d, dan CD = drag coefficient dari butiran

jatuh. CD diketahui sebagai fungsi dari bilangan Reynolds, yang tidak berdimensi dan

24
diberikan sebagai berikut ; nilai suatu coefisien kekasaran (CD) =
Re

Pada bilangan Reynolds yang rendah, dimana koefisien kekasaran (CD)

tergantung pada kekentalan air ( υ ) dan ukuran partikel, dengan partikel kuarsa dalam

air laut pada suhu berkisar 20 0C dan kadar garam 35‰, maka Dyer, 1986 memberikan

suatu nilai kecepatan jatuh partikel suspensi dari keseimbangan gaya-gaya partikel

sedimen adalah:

ω s = 6000 D2 ………………………… (2.37)

Persamaan 2.37 dikenal pada Hukum Stokes berlaku pada partikel terhadap pasir

berukuran sedang dan halus. Nilai tertentu berada pada batasan 0.03 – 3 mms-1 (0.00003

– 0.003 ms-1). Menurut (Brenon dan Le Hir 1998, Bass dkk, 2002).

2.5.3.3 Keseimbangan Konsentrasi (Equilibrium Concentrations)

Untuk mengamati pasang rata-rata yang terjadi terkait dengan besarnya erosi

harus membuat keseimbangan antara besarnya endapan sedimen untuk beberapa

parameter yang ada sudah diperkenalkan sebelumnya. pada keseimbangan dalam arus

Universitas Sumatera Utara


pasang simetris, dari kecepatan arus maksimum dihadirkan dengan simbol um (m/s)

terhadap kecepatan kritis dengan simbol ucr (m/s). menurut uncles dkk, 1998.

M  u m2 
C=  2 − 1 + C B ……………………. (2.38)
S p ω s  u cr 

Dimana:

M adalah koefisien erosi (0.00003 kg/m2s)


Sp adalah parameter suspensi yang tergantung pada tipe estuari, Sp = 2 (estuari
tercampur sempurna), Sp = 4 (estuari tercampur sebagian), dan Sp = 8 (estuari
startifikasi).

um adalah kecepatan arus pasut rata-rata maximum (m/s)

ucr adalah kecepatan kritis batas ambang (m/s)

CB adalah latar belakang konsentrasi (mg/l)

Secara terpisah untuk perkiraan pertama, kecepatan arus pasut puncak

tergantung pada volume upstream, dan debit air tawar setiap pembagian luas penampang

menurut uncles dkk, 1998 adala :

0.15 (2( Am2 + As 2 )) upstream.volume / jam ………………….. (2.39)


um =
3600 W x D x

Dimana:

Wx adalah lebar muara sungai setiap titik peninjauan (m)


Dx adalah kedalaman muara sungai tiap titik peninjauan (m)
Am2 adalah amplitudo utama bulan (m)
As2 adalah amplitudo utama matahari (m)

Universitas Sumatera Utara


Kemudian perubahan zat padat tersuspensi yang terjadi sepanjang siklus pasang

surut terhadap waktu dapat dirumuskan dengan fungsi kosinus menurut uncles dkk,

1998 adalah:

 C − CB   2πt   ……………….. (2.40)


C (t ) =  1 + cos   + C B
 2   6.21  

Dimana:

C adalah konsentrasi suspensi normal (mg/l)


CB adalah latar belakang konsentrasi sedimen suspensi (mg/l)
2πt adalah kecepatan sudut terhadap waktu (derajat/jam)

Universitas Sumatera Utara


BAB III

KONDISI FISIK LOKASI KAJIAN

3.1 Kondisi Umum Wilayah Muara Sungai Belawan

3.1.1 Lokasi Muara Sungai Belawan

Muara Sungai Belawan terletak di kecamatan Medan Belawan, Kotamadya

Medan yang terletak pada posisi 03°47’ Lintang Utara dan 98°42’ Bujur Timur dengan

luas wilayah 265,10 km² dengan batas wilayah sebagai berikut sebelah utara dengan

Selat Malaka, sebelah Selatan dengan Kabupaten Deli Serdang, sebelah timur dengan

Kabupaten Deli Serdang, serta sebelah barat dengan kabupaten Deli Serdang (gambar

3.1). Dengan ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut.

Gambar 3.1 Peta Kotamadya Medan

Muara Sungai Belawan terletak di Timur Laut Pantai Sumatera ± 27 km dari

Kota Medan, ibukota propinsi Sumatera Utara dan berbatasan langsung dengan Selat

Universitas Sumatera Utara


Malaka. serta kabupaten Deli Serdang merupakan suatu kolam pelayaran untuk tempat

berlabuh, berolah gerak, dan melakukan aktivitas bongkar muat kapal – kapal.

Muara Sungai Belawan ini terdapat Pelabuhan Belawan yang merupakan

pelabuhan terbuka untuk perdagangan internasional, regional dan nasional. Pelabuhan

Belawan ini merupakan urat nadi perekonomian Sumatera Utara, khususnya arus keluar

masuk barang dan penumpang melalui angkutan laut, sehingga Kota Medan dikenal

dengan pintu gerbang Indonesia bagian Barat.

3.1.2 Kondisi Fisik Kecamatan Medan Belawan di Kotamadya Medan

Kondisi fisik Kecamatan Medan Belawan yang akan diuraikan terdiri dari : batas

administratif, luas wilayah, jumlah penduduk, mata pencaharian, potensi perekonomian

dan iklim.

3.1.2.1 Batas Administratif

Kecamatan Medan Belawan terletak di wilayah Utara Kota Medan dengan batas-batas

sebagai berikut :

• Sebelah Barat : Kabupaten Deli Serdang

• Sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang

• Sebelah Selatan : Kecamatan Medan Marelan dan Kecamatan Medan

Labuhan

• Sebelah Utara : Selat Malaka

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.2 Peta Kecamatan Medan Belawan

3.1.2.2 Luas Wilayah

Wilayah kawasan Kota Medan bersadarkan pengukuran lapangan tahun 2006

memiliki luas mencapai 265.10 km2 atau 0,36% dari luas Propinsi Sumatera Utara.

Jumlah kecamatan yang ada di Kota Medan adalah 21 kecamatan dengan kecamatan

Medan Labuhan memiliki luas terbesar yaitu 36.67 km2 atau 11,12% dari luas Kota dan

kecamatan Medan Maimun memiliki luas terkecil yaitu 2.98 km2 atau 1,12% dari luas

Kota Medan. Kecamatan yang terletak paling barat adalah kecamatan Medan Tembung,

kecamatan paling timur adalah kecamatan Medan Helvetia, kecamatan paling utara

adalah kecamatan Medan Belawan yang merupakan lokasi penelitian dan kecamatan

paling selatan adalah kecamatan Johor. Daftar luas kecamatan, disajikan pada tabel 3.1:

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.1 Daftar luas kecamatan Kotamadya Medan

KECAMATAN LUAS (KM2) PERSENTASE (%)


Medan Tuntungan 20.68 7.80
Medan Johor 14.58 5.50
Medan Amplas 11.19 4.22
Medan Denai 9.05 3.41
Medan Area 5.52 2,10
Medan Kota 5.27 1,99
Medan Maimun 2.98 1.12
Medan Polonia 9.01 3.40
Medan Baru 5.84 2,20
Medan Selayang 12.81 4,83
Medan Sunggal 15.44 5,82
Medan Helvetia 13.16 4,96
Medan Petisah 6.82 2.57
Medan Barat 5.33 2.02
Medan Timur 7.76 2,93
Medan Perjuangan 4.09 1,54
Medan Tembung 7.99 3,01
Medan Deli 20.84 7,86
Medan Labuhan 36.67 13.83
Medan Marelan 23.82 8.99
Medan Belawan 26.25 9.90
Jumlah 265.1 100,00

Sumber: Kotamadya Medan Tahun 2009

3.1.2.3 Jumlah Penduduk

Berdasarkan data tahun 2009 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik

Kotamadya Medan, jumlah penduduk Kotamadya Medan adalah 2.121.053 jiwa terdiri

dari:

Universitas Sumatera Utara


- Laki-laki : 1.049.457 jiwa

- Perempuan : 1.071.596 jiwa

Data selengkapnya mengenai jumlah penduduk Kota Medan dapat dilihat pada

Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Jumlah penduduk Kotamadya Medan

Jenis Kelamin Penduduk Kepadatan


No. Kecamatan
Laki-laki Perempuan (Jiwa) (Jiwa/Km2)
1. Medan Tuntungan 34.153 35.919 70.073 3.388
2. Medan Johor 57.495 58.725 116.220 7.971
3. Medan Amplas 57.127 58.029 115.156 10.291
4. Medan Denai 69.746 70.194 139.939 15.463
5. Medan Area 53.866 55.386 109.253 19.792
6. Medan Kota 41.298 42.994 84.292 15.995
7. Medan Maimun 28.212 29.646 57.859 19.416
8. Medan Polonia 26.389 27.038 53.427 5.930
9. Medan Baru 20.822 23.394 44.216 7.571
10. Medan Selayang 42.434 43.244 85.678 6.688
11. Medan Sunggal 54.452 56.216 110.667 7.168
12. MedanHelvetia 71.713 73.662 145.376 11.047
13. Medan Petisah 32.795 35.325 68.120 9.988
14. Medan Barat 38.513 40.585 79.098 14.840
15. Medan Timur 56.201 57.673 113.874 14.675
16. Medan Perjuangan 51.752 53.950 105.702 25.844
17. Medan Tembung 70.628 71.158 141.786 17.745
18. Medan Labuhan 53.522 53.399 106.922 2.916
19. Medan Marelan 64.183 62.436 126.619 5.316
20. Medan Belawan 48.908 47.791 96.700 3.684
21. Medan Deli 75.246 74.830 150.076 7.201
Jumlah 1.049.457 1.071.596 2.121.053 8.001
Sumber: Kota Medan Tahun 2009

Universitas Sumatera Utara


3.1.2.4 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana perhubungan di Kota Medan terdiri dari prasarana

perhubungan darat, laut, dan udara, merupakan prasarana pendukung sarana moda

transportasi untuk perkembangan prekonomian kota medan, seperti:

a. Prasarana jaringan jalan dan terminal lalu lintas darat

Pembangunan jaringan jalan di Kota Medan diutamakan untuk mendukung

sektor ekonomi modern khususnya di industri ekspor. Hal ini dimaksudkan untuk

meningkatkan efisiensi produksi dengan menekan biaya pengangkutan, menciptakan

akses kepada pasar regional dan internasional sekaligus memperluas pelayanan jasa

perkotaan, Kota Medan telah dilengkapi dengan prasarana jalan tol Belmera yang

menghubungkan pusat produksi pelabuhan Belawan di Kota Medan dengan Tanjung

Morawa di Kabupaten Deli Serdang. Dalam koordinasi pemerintah propinsi juga

direncanakan pembangunan jalan tol Medan-Binjai dan Medan-Tebing Tinggi sehingga

melengkapi kebutuhan jaringan jalan.

Kota medan memliki terminal angkutan darat yang merupakan tempat proses

pemindahan orang atau barang melalui sarana moda transportasi darat untuk proses

pengembangan perekonomian Kota Medan seperti terminal amplas di kecamatan Medan

Amplas dan terminal pinang baris di kecamatan Medan Sunggal.

b. Prasarana lalu lintas laut

Dalam mendukung kegiatan perdagangann regional dan internasional, Kota

Medan juga memiliki prasarana pelabuhan laut internasional Belawan yang terletak di

Kecamatan Medan Belawan. Pelabuhan laut Belawan yang dilengkapi dengan dermaga

peti kemas dengan teknologi tinggi telah menjadi altenatif pemindahan manusia dan

barang baik domestik maupun internasional melalui sarana moda angkutan laut seperti

Universitas Sumatera Utara


kapal. Pelabuhan laut Belawan menjadi prasarana transportasi laut yang

menghubungkan Kota Medan dengan seluruh kota-kota besar di Indonesia seperti

Jakarta, Surabaya, Ujung Pandang, dan lain-lain termasuk berbagai pelabuhan laut

negara sahabat seperti Malaysia, Singapura, dan lain-lain.

c. Prasarana lalu lintas udara

Bandara Polonia terletak di Kecamatan Medan Polonia dengan berbagai fasilitas

yang relatif lengkap, seperti terminal domestik dan internasional yang terpisah,

lapangan parkir, pendaftaran keberangkatan, pelayanan pabean, ruang tunggu,

pelayanan imigrasi dan ruang kedatangan yang didukung sumber daya manusia dan

teknologi kenyamanan dan keamanan penumpang. bandara Polonia merupakan salah

satu bandara internasional terbesar di Indonesia setelah bandara Soekarno Hatta, yang

melayani hampir seluruh jalur penerbangan domestik dan internasional baik orang

maupun barang (ekspor-import) seperti Jakarta, Surabaya, Ujung Pandang, dan lain-lain

(domestik), Malaysia, Amsterdam, Singapura dan lain-lain (internasional).

3.1.3 Fasilitas Muara Sungai Belawan

Muara Sungai Belawan terletak di kecamatan Medan Belawan yang merupakan

kolam pelayaran kapal – kapal dan memiliki fasilitas dermaga tempat bersandarnya

kapal – kapal untuk melakukan aktivitas bongkar muat manusia atau barang yang

terletak pada spadan sisi Timur muara sungai merupakan cabang pelabuhan Indonesia

(Pelabuhan Belawan)

Universitas Sumatera Utara


Fasilitas dermaga pelabuhan Belawan berada pada sisi Timur muara sungai pada daerah :

• Belawan Lama (dermaga 001-008) melayani kapal antar pulau dan lokal yang

membawa general cargo serta kebutuhan makanan.

• Tambatan Antar Pulau Ujung Baru (dermaga 101 -104); melayani kapal antar

pulau yang membawa general cargo dan tongkang. Sistem instalasi conveyor dan

hopper terdapat pada dermaga 104 (untuk pembongkaran pupuk).

• Ujung Baru (dermaga 105 – 114); merupakan dermaga dengan panjang 1275 m

dan kedalaman sampai -10 m LWS. Dermaga di Ujung Baru ini melayani

sebagian besar cargo yang melalui pelabuhan Belawan (34% general cargo, 45%

curah cair, dan 23% curah kering). Dermaga 105 dan 106 merupakan dedicated

berth untuk melayani muatan minyak sawit secara terpadu. Dermaga 114

dimanfaatkan juga untuk tambatan kapal penumpang, dan terminal penumpang

berada pada sisi darat dermaga ini.

• Kolam Citra (dermaga 201 – 203, dermaga Semen Andalas dan dermaga IKD).

Dermaga 201 – 203 digunakan untuk general cargo domestik sedangkan dermaga

semen Andalas dan IKD untuk membongkar semen curah kering dan cair lainnya.

Dermaga ini mempunyai kedalaman – 6 m LWS sampai – 7 m LWS.

• Jetty Pertamina; untuk melayani tanker bahan baker migas yang dioperasikan

oleh Pertamina, dapat menampung kapal sampai 17.000 DWT

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.3 Fasilitas Muara Sungai Belawan

Universitas Sumatera Utara


3.2 Kondisi Klimatologi

Muara Sungai Belawan berada di Provinsi Sumatera Utara yang terletak di

wilayah khatulistiwa dimana tekanan udara rendah dan mempunyai iklim tropis.

Perubahan iklim sangat kecil sehingga iklim harian dapat diprediksi dengan mudah.

Curah hujan > 150 mm terjadi pada bulan September hingga bulan januari dan curah

hujan < 150 mm terjadi pada bulan februari hingga bulan agustus. Suhu udara harian di

Belawan berkisar antara 22 °C – 33 °C dengan kelembaban sangat tinggi dengan rata-

rata 82 %.

Angin dominan adalah angin muson Timur Laut yang bertiup sepanjang bulan

November hingga bulan Maret sedangkan angin muson Barat Daya bertiup dari bulan

Juni hingga bulan September dengan kekuatan rata – rata di Selat Malaka 10 knots.

Rata – rata curah hujan di kota medan untuk priode ulang 25 tahun (1955-2000)

bervariasi antara 100 – 260 mm/bulan. Data curah hujan dapat dilihat pada tabel 3.3

yang menunjukkan banyaknya hari hujan dan curah hujan.

Tabel 3.3 Banyak Hari Hujan dan Curah Hujan

2000 2001 2002 2003


No Bulan Hari Hari Hari Hari
hujan mm hujan Mm hujan mm hujan Mm
1 Januari 13 172 14 196 10 94 11 122
2 Februari 8 81 2 5 3 78 8 165
3 Maret 7 177 12 160 5 45 8 108
4 April 13 178 9 97 3 87 7 113
5 May 8 58 6 56 6 64 9 151
6 Juni 7 55 6 157 4 53 5 31
7 juli 4 77 9 189 5 97 6 162
8 Agustus 9 93 8 73 8 75 7 92
9 September 18 339 13 172 15 316 9 124
10 Oktober 13 186 14 323 15 227 18 426
11 November 9 157 13 213 13 161 8 148
12 Desember 9 185 7 303 7 63 7 114
Rata-rata 10 147 9 162 8 113 9 146

Universitas Sumatera Utara


3.3 Kondisi Bathimetri Muara Sungai Belawan

Daerah pantai disekitar muara sungai terdiri dari hutan mangrove dengan jenis

tanah lanau dan lempung hingga 3.5 km ke arah lepas pantai. Selepas itu kondisi pantai

mencapai kemiringan 1:400 hingga kedalaman -20 m. laut dengan kedalaman -20 m

memanjang hingga 10 km ke arah Timur Laut. Kontur bathimetri Muara Sungai

Belawan dapat dilihat pada gambar 3.4.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.4 Bathimetri Muara Sungai Belawan

Universitas Sumatera Utara


3.3 Kondisi Hidro – Oseanografi

Data pasang surut yang diperlukan untuk pemodelan ini merupakan hasil

pengamatan yang dilaksanakan pada tanggal 1 April 2010 s.d 31 Mei 2010 oleh pelindo

I cabang belawan. Dengan pembacaan ketinggian air setiap 1 jam pengamatan di

lakukan di Muara Sungai Belawan. Lokasi pengamatan pasut dapat dilihat pada

gambar 3.5

Lokasi
Pengamatan
Pasut.

Gambar 3.5 Sket Lokasi Pengamatan Pasut (sumber: Pelindo I)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.6 Hasil Pengamatan pasut muara sungai Belawan (PT. Pelindo I Belawan)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Hasil pengamatan pasang surut yang telah dilakukan tanggal 21 april 2010 dapat dilihat pada tabel 3.4 berikut ini:

Tabel 3.4 Hasil Pengamatan Pasang Surut selama 15 hari

Tanggal 21 April s/d 5 Mei 2010


T/J 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 J/T
21 90 110 140 160 180 180 180 170 160 140 130 130 140 150 170 180 200 200 190 180 160 130 110 100 21
22 90 90 110 130 150 170 180 180 180 170 160 150 140 140 140 150 160 160 180 190 180 160 140 120 22
23 110 90 90 100 110 140 160 180 190 200 190 180 160 140 130 130 130 130 160 180 190 190 180 160 23
24 130 110 90 80 90 110 130 170 190 210 220 210 190 160 130 110 100 100 130 150 180 200 200 190 24
25 170 140 100 80 70 80 100 140 180 210 230 240 220 190 150 110 90 90 90 120 160 190 210 220 25
26 200 170 130 90 70 60 70 110 150 200 240 250 250 220 170 130 90 90 70 90 130 170 200 220 26
27 220 200 160 120 80 60 60 80 130 180 220 250 260 240 200 150 100 100 50 60 90 140 180 220 27
28 230 220 190 150 100 70 50 70 100 150 200 240 270 260 230 180 130 130 50 40 60 110 150 200 28
29 230 230 210 180 130 90 60 60 80 120 180 220 260 270 250 210 150 150 60 40 50 80 120 170 29
30 210 230 220 200 160 120 80 70 80 110 150 200 240 260 260 230 180 150 120 100 100 130 170 200 30
1 180 210 220 210 180 140 110 80 80 100 130 180 220 240 250 230 200 150 110 70 50 60 80 120 1
2 160 190 210 210 190 160 130 110 100 100 130 160 200 220 240 230 210 170 130 90 70 60 70 100 2
3 130 160 190 200 190 170 150 130 110 110 130 150 180 200 220 220 210 180 150 120 90 80 80 90 3
4 110 140 160 160 180 180 160 150 130 130 130 150 170 180 200 210 200 190 160 140 110 100 90 90 4
5 110 120 140 160 170 170 170 160 150 150 140 150 160 170 180 190 190 180 170 150 130 120 110 100 5
Sumber : Pelabuhan Indonesia Cabang Belawan

Hasil pengamatan pasut selama 15 hari dari tabel 3.4 diperlihatkan pada Gambar 3.7

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.7 Grafik pengamatan pasut selama 15 hari di Muara Sungai Belawan

Universitas Sumatera Utara


Dari hasil pengmatan pasut oleh Pelindo Belawan, kemudian dapat dilakukan

untuk menguraikan suatu komponen pasut menggunakan metode admiralty, bertujuan

untuk mengetahui amplitudo komponen utama Matahari (AS2) dan amplitudo

komponen utama Bulan (AM2) untuk keperluan pemodelan fisik Muara Sungai

Belawan.

Adapun tahapan perhitungan tersebut menggunakan delapan kelompok hitungan

(skema) dengan bantuan tabel-tabel dari perhitungan metode Admiralty. Secara garis

besar hitungan dengan menggunakan metode Admiralty adalah sebagai berikut:

1. Kelompok hitungan 1
Pada hitungan kelompok ini ditentukan pertengahan pengamatan, bacaan
tertinggi dan terendah. Bacaan tertinggi menunjukkan kedudukan alat tertinggi
dan bacaan terendah menunjukkan alat terendah

2. Kelompok hitungan 2
Ditentukan bacaan positif (+) dan negatif (-) untuk kolom X1, Y1, X2, Y2, X4 dan
Y4 dalam setiap hari pengamatan.

3. Kelompok hitungan 3
Pengisian kolom X0, X1, Y1, X2, Y2, X4 dan Y4 dalam setiap hari pengamatan.
Kolom X0 berisi perhitungan mendatar dari hitungan X1 pada kelompok
hitungan 2 tanpa memperhatikan tanda (+) dan (-). Kolom X1, Y1, X2, Y2, X4
dan Y4 merupakan penjumlahan mendatar dari X1 , Y1, X2, Y2, X4 dan Y4 pada
kelompok hitungan 2 dengan memperhatikan tanda (+) dan (-) harus ditambah
dengan besaran B(B kelipatan 100)

4. Kelompok hitungan 4
Untuk pengamatan 15 piantan, besaran yang telah ditambah B dapat ditentukan
dan selanjutnya menghitung X00, Y00 sampai dengan X4d, Y4d dimana:
- Indeks 00 untuk X berarti X00
- Indeks 00 untuk Y berarti Y00
- Indeks 4d untuk X berarti X4d
- Indeks 4d untuk Y berarti Y4d

Universitas Sumatera Utara


5. Kelompok hitungan 5
Perhitungan pada kelompok ini sudah memperhatikan sembilan unsur utama
pembangkit pasang surut (M2, S2, K2, N2, K1, O1, P1, M4 dan MS4). Untuk
perhitungan kelompok hitungan 5 mencari nilai X00, X10, selisih X12 dan Y1b,
selisih X13 dan Y1c, X20, selisih X22 dan Y2b, selisih X23 dan Y2c, selisih X42 dan
Y4b dan selisih X44 dan Y4d. Untuk perhitungan kelompok hitungan 6 mencari
nilai Y10, jumlah Y12 dan X1b, jumlah Y13 dan X1c Y20, jumlah Y22 dan X2b,
jumlah Y23 dan X2c, jumlah Y42 dan X4d dan jumlah Y44 dan X4d.

6. Kelompok hitungan 7 dan 8


Menentukan besarnya P.R cos r, P.R sin r, menentukan besaran p, besaran f,
menentukan harga V’, V’’, V’’’ dan V untuk tiap unsur utama pembangkit
pasang surut (M2, S2, K2, N2, K1, O1, P1, M4 dan MS4), menentukan harga u dan
harga p serta harga r.

Akhirnya dari perhitungan ini akan menentukan harga w dan (1+W), besaran g,

kelipatan dari 3600 serta amplitudo (A) dan beda fase (g0).

Tabel 3.5 Amplitudo komponen Pasang Surut Hasil Pengamatan


Karakteristik Amplitudo
Pasang Surut Pasang Surut (cm)
AM2
89.84
AS2
43.06
AN2
11.77
AK1
39.16
AO1
10.10
AM4
15.00
AP1
11.63
Bilangan
F = 0.371
Formzall (F)

Dari tabel 3.5 diperoleh nilai F < 0.25, maka tipe pasang surut pada Muara

Sungai Belawan merupakan tipe campuran harian ganda (Mixed,semidiurnal),

Universitas Sumatera Utara


3.4 Kondisi Lapangan

Penelitian lapangan dilaksanakan pada tanggal 21 April 2010 di Muara Sungai

Belawan yang bertujuan untuk mengumpulkan data – data yang diperlukan dalam

pemodelan fisik muara sungai. Adapun data – data yang diperlukan adalah sebagai

berikut:

• Penentuan titik lokasi pemodelan sepanjang estuari

• Pengukuran kedalaman estuari

• Pengukuran lebar estuari

• Pengukuran salinitas pada badan air estuari

• Pengukuran suhu pada badan air estuari

• Pengambilan sampel air dan melakukan uji laboratorium untuk melihat

kandungan total suspended solid (TSS) yang terjadi pada badan air estuari.

Alat – alat yang digunakan pada penelitian ini adalah

• Fishfinder 240 Blue

• Global Positioning System (GPS)

• Digital Salt Mater

• Thermometer

• Motor Boat Nelayan

• Botol Pengambil Sampel Air

Universitas Sumatera Utara


3.4.1 Penentuan Titik Lokasi di Muara Sungai

Penentuan titik lokasi dilaksanakan menggunakan motor boat nelayan setempat

dengan menjelejahi muara sungai yang dimulai dari mulut muara (estuary mouth)

hingga bagian hulu sungai Belawan sampai diperolehnya badan air yang tidak

dipengaruhi kadar garam.

Langkah – langkah pengambilan titik lokasi :

1. Penentuan titik lokasi diambil tiap jarak 2 km menggunakan alat Global

Positioning System (GPS) yang berfungsi untuk penentuan koordinat titik lokasi

di mulai dari mulut muara menuju hulu sungai dengan melihat pengaruh kadar

garam (salinity) yang terkandung pada badan air dengan alat digital salt meter.

2. Setiap jarak 2 km dilakukan pengukuran kandungan kadar garam dengan alat

digital salt meter sampai diperolehnya badan air yang tidak terpengaruhi

kandungan kadar garam, jarak yang diperoleh dalam pengukuran Muara Sungai

Belawan adalah 18 km, kemudian titik sampel ditandai dengan huruf abjad.

Universitas Sumatera Utara


Rincian penentuan titik sampel diperlihatkan pada tabel 3.4 yang dilaksanakan pada

tanggal 21 April 2010 – 22 April 2010 sebagai berikut.

Tabel 3.6 Pengambilan Titik Sampel Selama Dua Hari


Koordinat
Waktu
No Titik X Y
Survei
(UTM) (UTM)

1 A 453309 412468 13:05:46


2 B 455290 413398 11:16:32
3 C 457271 414268 10:11:55
4 D 459252 415178 09:55:50
5 E 461250 416088 08:15:38 Hari Kedua

6 F 463248 416998 14:45:52


7 G 465252 417908 13:50:12
8 H 467078 418656 12:45:39
9 I 468794 419690 11:45:50
10 J 470783 429580 09:35:39 Hari Pertama

Gambar 3.8 Sket Penentuan Titik Lokasi

Universitas Sumatera Utara


3.4.2 Pengukuran Kedalaman Estuari

Pengukuran kedalaman estuari dilakukan tiap titik lokasi menggunakan alat

fishfinder 240 blue, Rincian kedalaman estuari tiap titik lokasi ditunjukkan pada tabel

3.7 berikut ini.

Tabel 3.7 Pengukuran Kedalaman Estuari


Kedalaman
No Titik Pengukuran
(m)

1 A 1.9
2 B 2.7
3 C 3.5
4 D 4.0
5 E 5.6
6 F 6.5
7 G 8.0
8 H 9.6
9 I 10.7
10 J 12.0

3.4.3 Pengukuran Lebar Estuari

Pengukuran lebar muara dilaksanakan di setiap titik sampel penelitian

menggunakan alat GPS, pengukuran dilakukan dari sisi timur sampai sisi barat muara

sungai. Data survei pengukuran lebar muara diperlihatkan pada tabel 3.8.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.8 Hasil Pengukuran Lebar Muara
Lebar
No Titik
Muara (m)

1 A 27
2 B 100
3 C 150
4 D 195
5 E 220
6 F 250
7 G 300
8 H 350
9 I 437
10 J 500

3.4.4 Pengukuran Salinitas Estuari

Pengukuran kandungan kadar garam di estuari untuk mengetahui over flow

pengaruh pasut terhadap sungai, pengukuran ini menggunakan alat digital salt meters.

Hasil pengukuran pada Muara Sungai Belawan yang dilaksanakan pada tanggal 21

April 2010 – 22 April 2010 diperoleh salinitas pada mulut muara berkisar 28 ppt

pengaruh over flow akibat pasang sejauh 18 km ke arah sungai belawan

Tabel 3.9 Pengukuran Salinitas Estuari Belawan


Salinitas
No Titik
(ppt)

1 A 0
2 B 0.4
3 C 1.20
4 D 2.6
5 E 4.40
6 F 8.70
7 G 14.8
8 H 21.1
9 I 26.1
10 J 28.0

Universitas Sumatera Utara


3.4.5 Pengukuran Suhu Estuari

Ketika air tawar masuk estuari dan bercampur dengan air laut, terjadi perubahan

suhu. Akibatnya, suhu perairan estuaria lebih rendah pada musim dingin dan lebih

tinggi pada musim panas dari pada perairan di sekitarnya. Skala waktunya menarik

karena dapat dilihat dengan perubahan pasang surut, suatu titik tertentu di estuari karena

memperlihatkan variasi suhu yang besar sebagai fungsi dari perbedaan antara suhu air

laut dan air sungai.

Muara Sungai Belawan berada pada wilayah tropis, umumnya pada daerah

tropis suhu di laut lebih dingin dari suhu di sungai. Hasil penelitian suhu yang terjadi di

Muara Sungai Belawan pada suhu laut berkisar 28 °C dan suhu pada hulu sungai

berkisar 31 °C

Tabel 3.10 Pengukuran Suhu Estuari

No Titik Suhu (°C)

1 A 31.0
2 B 30.6
3 C 30.2
4 D 29.9
5 E 29.7
6 F 29.4
7 G 29.1
8 H 28.7
9 I 28.5
10 J 28.0

3.4.6 Pengukuran Kandungan Total Suspended Solid (TSS) Estuari

Pengambilan sampel air pada muara sungai menggunakan botol aqua 1.5 liter,

pengambilan sampel dilakukan pada kedalaman 1 meter dari permukaan air setiap titik

Universitas Sumatera Utara


tertentu sebagai refrensi dari kandungan zat tersuspensi pada estuari.titik station

pengambilan sampel dapat dilihat pada tabel 3.8 berikut ini

Tabel 3.11 Titik Pengambilan Sampel Air

No Titik Sampel TSS

1 A V
2 B
3 C
4 D IV
5 E
6 F III
7 G
8 H II
9 I
10 J I

Uji laboratorium dilaksanakan di laboratorium penelitian limbah di Teknik Kimia FT.

USU pada tanggal 10 Mei 2010.

Alat – alat yang digunakan dalam percobaan zat padat tersuspensi adalah

1. Cawan

2. Oven

3. Suntik 10 ml

4. Timbangan digital ketelitian 0,001 gram

Prosedur percobaan zat padat tersuspensi adalah sebagai berikut :

1. Timbang cawan dalam keadaan kosong

2. Masukkan sampel sebanyak 10 ml

3. Panaskan cawan yang berisi sampel air selama ± 3 jam dengan suhu 120 °C

4. Setelah dipanaskan timbang cawan beserta sampel hasil pemanasan

Universitas Sumatera Utara


5. Hitung Total Suspended Solid dengan rumus :

1000
TSS = a
V

Dimana :

a adalah massa cawan setelah dipanaskan (suhu 120 °C) dikurangi dengan massa cawan

kosong (mg).

V adalah volume sampel ((massa cawan + sampel sebelum dipanaskan) – cawan

kosong)(ml)

Perhitungan zat padat tersuspensi (TSS)

• Sampel I pada titik J (mulut muara) adalah sebagai berikut :

Massa cawan kosong (N59) (CK) : 29,926 mg

Massa Cawan + sampel (CS) : 40,269 mg

Massa cawan + sampel setelah dipanaskan suhu 120 °C (CT) = 30,793 mg

Volume sampel = CS – CK = 40,269 – 29,926 = 10,343 ml

a = CT – CK = 30,473 – 29,926 = 0,867 mg

1000
TSS = 0,867 = 83,82 mg
10,343 l

• Sampel II pada titik H berjarak 4 km dari mulut muara

Massa cawan kosong (N60) (CK) = 30,004 mg

Massa cawan + sampel (CS) = 40.285 mg

Massa cawan + sampel setelah dipanaskan suhu 120 °C (CT) = 30.805 mg

Volume sampel = 10,281 ml

a = 0.801 mg

Universitas Sumatera Utara


1000
TSS = 0,801 = 77,91 mg
10,281 l

• Sampel III pada titik F berjarak 8 km dari mulut mauara

Massa cawan kosong (N99) (CK) = 29,316 mg

Massa cawan + sampel (CS) = 39,980 mg

Massa cawan + sampel setelah dipanaskan suhu 120 °C (CT) = 30.054 mg

Volume sampel = 10,664 ml

a = 0.738 mg

1000
TSS = 0,738 = 69,20 mg
10,664 l

• Sampel IV pada titik D berjarak 12 km dari mulut mauara

Massa cawan kosong (N72) (CK) = 29,411 mg

Massa cawan + sampel (CS) = 39,799 mg

Massa cawan + sampel setelah dipanaskan suhu 120 °C (CT) = 30.234 mg

Volume sampel = 10,388 ml

a = 0.823 mg

1000
TSS = 0,823 = 79,23 mg
10,388 l

• Sampel V pada titik B berjarak 16 km dari mulut mauara

Massa cawan kosong (N88) (CK) = 29,411 mg

Massa cawan + sampel (CS) = 39,799 mg

Massa cawan + sampel setelah dipanaskan suhu 120 °C (CT) = 30.294 mg

Volume sampel = 10,388 ml

a = 0.883 mg

Universitas Sumatera Utara


1000
TSS = 0.883 = 85,00 mg
10,388 l

Tabel 3.12 Hasil Pengukuran Total suspended Solid (TSS)

TSS
No Titik Sampel TSS
(mg/l)
1 A V 85.00
2 B 82.11
3 C 82.12
4 D IV 79,23
5 E 74.22
6 F III 69,20
7 G 73.56
8 H II 77,91
9 I 80.87
10 J I 83,82

Namun kandungan zat padat tersuspensi ini berubah – ubah setiap waktu

diakibatkan faktor kecepatan pasang dan surut air laut dan debit sungai pada bagian

hulu sungai.

3.5 Analisa Saringan (Sieve Analysis)

Sedimen yang terkandung pada muara sungai umumnya bervariasi yang

disebabkan sedimen yang berasal dari hulu sungai dan sedimen yang berasal hamparan

pantai yang berada pada kepala estuari (head estuary), hal ini dipengaruhi oleh siklus

pasang surut yang terjadi pada estuari.

Pada sedimen berukuran kasar seperti kerikil dan pasir, sifat – sifatnya

tergantung pada ukuran butirannya. Pada sedimen berbutir halus seperti lempung dan

lanau secara langsung tidak ada hubungannya dengan ukuran butirannya. Sifat lanau

dan lempung bergantung pada komposisi zat mineralnya dari pada ukuran butirannya.

Sedimen yang ukuran butirannya terbagi rata dari yang besar hingga yang kecil disebut

Universitas Sumatera Utara


bergradasi baik (well graded) dan bilamana besar butiran-butirannya hamper sama

seluruhnya maka sedimen tersebut bergradasi seragam (uniformaly graded).

Pemeriksaan analisa saringan (sieve analysis) bertujuan untuk menentukan distribusi

ukuran butir sedimen dari ukuran saringan terbesar (saringan no.10) hingga ukuran

sedimen terkecil (saringan no. 200).

3.5.1 peralatan

Peralatan yang digunakan dalam analisa saringan adalah

• Neraca kapasitas 100 gram dengan ketelitian 0,1 gram

• Satu set saringan yang terdiri dari ukuran no. 10, no. 20, no. 40, no.60, no. 80,

no.100, no.200, dan pan

• Kuas atau sikat

• Mesin pengayak

3.5.2 Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan dalam analisa saringan (sieve analysis) antara lain sebagai berikut :

1. Sedimen dibiarkan mengering diudara terbuka sampai mencapai keadaan rapuh,

setiap gumpalan butiran dipecah hingga merata (gambar 4.7)

2. Setelah mengering, hancurkan gumpalan-gumpalan pasir tersebut dengan

menggunakan kedua tangan ssampai menjadi butiran asli, usahakan tidak sampai

menghancurkan butiran sedimen asli.

3. Setiap contoh sampel ditimbang beratnya ± 500 gr

4. Contoh sampel tersebut langsung disaring dengan menggunakan saringan

ukuran no. 10, no. 20, no.40, no.60, no. 80, no. 100, no. 200, dan pan. Ayakan

disusun dalam suatu tumpukan di mana untuk ayakan yang lebih besar pada

Universitas Sumatera Utara


bagian atas dan ayakan yang lebih halus berada di bawahnya. Sampel diletakkan

pada ayakan yang paling atas dan ayakan digetarkan sehingga pasir jatuh sejauh

mungkin menembus tumpukan ayakan.

5. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan mesin pengayak, setiap sampel

dibiarkan selama ± 10 menit agar penyaringan berlangsung secara sempurna.

6. Tanah yang tertahan pada masing-masing saringan ditimbang dan dicatat

beratnya.

Gambar 3.9 Pengayakan Saringan selama 10 menit

3.6 Hidrologi

Hulu Sungai Belawan berada di daerah Kecamatan Pancur Batu, melintasi

Kecamatan Sunggal, Kecamatan Hamparan Perak dan Kecamatan Labuhan Deli

sebelum akhirnya bermuara di Selat Malaka sepanjang 53 Km dengan lebar sungai rata-

Universitas Sumatera Utara


rata antara 10 – 30 meter. Memiliki fluktuasi debit minimum sebesar 8,59 m³/detik pada

musim kemarau dan pada musim penghujan debit maksimum sebesar 15 m³/detik.

3.7 DAS Belawan

Muara Sungai Belawan berada pada DAS Belawan dengan luasan 417,63 km2

dan mempunyai 35 anak sungai seperti yang terdapat pada Tabel 3.13.

Tabel 3.13 Anak-Anak Sungai DAS Belawan

Luas daerah tangkapan hujan (Catchment Area) DAS BeLawan ini mencapai 417,63

km2. Berdasarkan kondisi topografi pada wilayah DAS Betawan maka dapat diketahui

karakteristik kelerengan pada lahan-lahan DAS BeLawan, yaitu antara : 0 % hingga 13

% dengan rata rata keterengan Lahan adalah 1 %. Sebaran kelerengan Lahan DAS

Betawan secara detail dapat dilihat pada Gambar 3.10. Kemiringan lereng 0 - 8 %

(datar) memiliki luas 324,98 km2 dan kemiringan lereng 8 - 15 % (landai) memiliki

luas 92,65 km2.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.10 Sebaran Kelerengan Lahan DAS Belawan

Universitas Sumatera Utara


3.8 Pengerukan

Sungai Belawan membawa sedimen dalam jumlah yang banyak yang

terendapkan disepanjang pantai dan muara. Alur masuk pelabuhan Belawan dan Kolam

Citra mempunyai kadar sedimentasi yang tinggi, sehingga diperlukan pemeliharaan yang

berupa pengerukan berkala sebanyak 2 kali setahun untuk alur pelayaran dan 1 kali

setahun untuk kolam pelabuhan. Pengerukan selalu diawali dengan survey bathimetri

dengan cara sounding alur dan kolam pelabuhan yang disebut dengan istilah predredging,

untuk mengetahui volume sedimen yang akan dikeruk. Setelah pengerukan juga

dilakukan sounding sebagai prosedur pemeriksaan yang disebut dengan istilah final

sounding.

Data rekapitulasi volume hasil pengerukan alur dan kolam pelabuhan untuk periode

terdahulu, tahun 1979 – 1990 disajikan dalam tabel 3.14.

Volume sedimen di kolam pelabuhan polanya sejalan dengan peningkatan

sedimentasi pada alur., akan tetapi setelah tahun 1984 volume sedimentasi relatif

fluktuatif, terutama terjadi peningkatan volume keruk pada tahun 1986 yang mungkin

diakibatkan karena pemeliharaan akibat sedimentasi pada tahun 1985 yang kurang

memenuhi persyaratan draft kapal atau perluasan kolam pelabuhan.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.14 Volume Pengerukan Alur Pelayaran dan Kolam Pelabuhan Priode
Tahun 1979 – 1990

Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan Kolam Pelabuhan

Volume Kedalaman Volume Kedalaman


No. Tahun No. Tahun
Keruk (m3) (M LWS) Keruk (m3) (M LWS)

1. 79 3.360.445,0 -9,0 1 79 178.000,0 -7 s/d -9

2. 80 3.510.000,0 -9,0 2 80 250.060,0 -7 s/d -9

3. 81 3.600.000,0 -9,0 3 81 449.815,0 -7 s/d -9

4. 82 3.700.000,0 -9,0 4 82 292.800,0 -7 s/d -9

5. 83 3.515.000,0 -10,0 5 83 582.775,0 -7 s/d -9

6. 84 3.100.000,0 -10,0 6 84 176.500,0 -7 s/d -9

7. 85 2.576.585,0 -10,0 7 85 56.004,0 -7 s/d -9

8. 86 1.657.573,0 -9,5 8 86 237.014,0 -7 s/d -11

9. 87 1.600.000,0 -9,5 9 87 85.714,0 -7 s/d -11

10. 88 1.500.000,0 -9,5 10 88 185.000,0 -7 s/d -11

11. 89 2.100.000,0 -9,5 11 89 190.000,0 -7 s/d -11

12. 90 2.500.000,0 -9,5 12 90 178.000,0 -7 s/d -11

Total volume
32.719.603,0 2.861.682,0
telah dikeruk
Sumber : PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo Belawan)

Untuk periode terdahulu 1979 – 1990 terlihat bahwa volume pengerukan untuk

alur pelayaran relatif besar sampai dengan tahun 1984, hal ini dapat dipahami karena

pada periode ini merupakan tahap pengembangan Pelabuhan Belawan. Pada periode ini

terdapat butiran-butiran sedimen dalam jumlah besar yang dihasilkan dari konstruksi

fisik pelabuhan yang terutama berupa reklamasi (Terminal Peti Kemas, Gabion). Setelah

reklamasi selesai, volume sedimentasi relatif berkurang, akan tetapi semakin meningkat

Universitas Sumatera Utara


seiring asumsi dengan perubahan tata guna lahan di sekitar hulu Pelabuhan Belawan dan

perairan sekitarnya.

Potongan melintang as saluran predredging dan final sounding tahun 1992 – 1996 untuk

alur pelayaran disajikan dalam Gambar 3.11

Data rekapitulasi volume hasil pengerukan alur dan kolam pelabuhan periode untuk

tahun 1997 – 2002 disajikan dalam Tabel 3.15 .

Tabel 3.15 Volume pengerukan alur dan kolam pelabuhan periode tahun 1997-2002
ALUR PELAYARAN BELAWAN KOLAM PELABUHAN

TAHU VOLUME KERUK VOLUME KERUK


No No TAHUN
N (M3) (M3)
1 1997 1,800,000.0 1 1997 187,113.0

2 1998 1,681,102.0 2 1998 347,151.0

3 1999 800,000.0 3 1999 203,426.0

4 2000 780,332.0 4 2000 249,296.0

5 2001 818,915.0 5 2001 238,493.0

6 2002 1,224,802.0 6 2002 209,850.0

Total volume
7,105,151.0 1,435,329.0
yang telah
dikeruk

Untuk periode terbaru 1997 – 2002 terlihat bahwa volume pengerukan di alur

pelayaran relatif sama dengan periode akhir tahun 1979-1990. Terlihat bahwa telah

terjadi penurunan jumlah sedimentasi selama 3 tahun dari tahun 1999 – 2001, dan

meningkat lagi pada tahun terakhir masa ini. Pada periode ini volume sedimen di kolam

pelabuhan relatif stabil.

Universitas Sumatera Utara


Dari gambar 3.11 dapat dilihat, jika kedalaman alur pelayaran yang diperlukan sebesar

–10 mLWS terlihat bahwa pada beberapa bagian alur relatif memerlukan pengerukan

yang cukup dalam, s/d ≈ 2 meter.

Universitas Sumatera Utara


Sumber : PT. Pelindo I Cabang Belawan)

Gambar 3.11 Profil Memanjang As Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan berdasarkan Pre Dredge Sounding Tahun 1993 -1996, dan final
Sounding Tahun 1993 – 1996 (dalam meter; sumbu y adalah kedalaman dari LWS, sumbu x adalah alur dari station 0.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

ANALISA PEMODELAN FISIK MUARA SUNGAI BELAWAN

4.1 Gambaran Umum Pemodelan Fisik Muara Sungai

Pemodelan fisik Muara Sungai ini dilakukan pada muara Sungai Belawan untuk

melihat kondisi muara sungai yang terjadi tiap jam akibat pasang surut yang

mempengaruhi muara tersebut dengan melakukan pengumpulan data – data lapangan

seperti berikut ini :

• Koordinat titik sampel pemodelan yang dilakukan tiap jarak 2 km dari mulut

estuari hingga sungai sampai kondisi badan air tidak terpengaruh parameter

salinitas menggunakan GPS (Global Positioning System) yang berjarak 18 km

dari mulut estuari.

• Data kedalaman estuari

• Data lebar estuari

• Data parameter suhu pada badan air laut dan sungai

• Data parameter salinitas pada badan air mulut estuari

• Data zat padat tersuspensi yang terkandung pada badan air estuari

Data – data yang diperoleh dari lapangan akan dilakukan pemodelan

menggunakan persamaan yang telah digunakan para pakar sebelumnya pada estuari –

estuari yang ada di dunia, sehingga akan terlihat kondisi fisik muara Sungai Belawan.

Kondisi fisik estuari yang akan dimodelkan adalah sebagai berikut :

a. Model Kedalaman, Lebar Estuari dan Luas Penampang Estuari (Modeling

Bathymetri)

b. Model Pasang Surut Estuari (Modeling Tides Estuary)

Universitas Sumatera Utara


c. Model Arus Estuari (Modeling Currents Estuary)

d. Model Penyebaran Suhu dan Salinitas Estuari (Modeling Temperature and

Salinity)

e. Model Zat Padat Tersuspensi Estuari (Modeling Total Suspended Solid)

4.1.1 Gambaran Lokasi Pemodelan

Dari hasil peninjauan lapangan untuk pemodelan ini titik awal lokasi sampel

diambil pada mulut estuari (mouth estuary) menuju hulu sungai dengan melihat

kandungan kadar garam pada badan air hingga tidak dipengaruhi kadar garam diperoleh

berkisar 18 km dari titik awal lokasi, pengambilan jarak tiap 2 km dan di simbolkan

dengan huruf abjad dari J - A dapat di lihat pada Gambar 4.1 dan koordinat titik sampel

diperlihatkan pada Tabel 4.1 .

Gambar 4.1 Sket Model Fisik Muara Sungai Belawan

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.1 Koordinat Titik Sampel

Koordinat
Jarak Sepadan Muara
Titik Elevasi (z) X Y
(km) Sungai Belawan
(UTM) (UTM)

18 A Hutan Mangrove 15.6 453309 412468


16 B Hutan Mangrove 14.8 455290 413398
14 C Hutan Mangrove 14 457271 414268
12 D Hutan Mangrove 13.5 459252 415178
10 E Hutan Mangrove 11.9 461250 416088
8 F Hutan Mangrove 11 463248 416998
6 G Dermaga TNI-AL 9.5 465252 417908
4 H Dermaga Bulk Cargo 7.9 467078 418656
2 I Terminal Pelindo 6.8 468794 419690
0 J Dermaga Peti Kemas 5.5 470783 429580

4.2 Batimetri Estuari Belawan

Dalam melakukan suatu pemodelan estuari diperlukan data – data batimetri

untuk keperluan pemodelan tiap titik sampel yang telah didapat dari survei lapangan

seperti.

- Kondisi penampang muara Sungai Belawan

- Parameter suhu pada badan air laut dan sungai

- Parameter kadar garam pada mulut estuari

- Data pasang surut untuk mengetahui kenaikan muka air rata-rata pasut sebagai

pedoman untuk pemodelan pasut estuari Belawan.

Data – data tersebut akan dimodelkan menggunakan bantuan program Microsoft excel,

agar diketahui kondisi fisik estuari Belawan tiap titik lokasi akibat pasang surut yang

terjadi.

Universitas Sumatera Utara


4.2.1 Kondisi penampang muara Sungai Belawan

Dari hasil survei lapangan yang dilaksanakan pada tanggal 21 April 2010

diperoleh kondisi penampang muara Sungai Belawan tiap titik lokasi yang terlihat pada

tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2 Kondisi Penampang muara Sungai Belawan

Luas Penampang
Jarak Kedalaman Lebar Muara
Titik (Cross Section)
(km) (m) (m)
(m2)
18 A 1.9 27 51.3
16 B 2.7 100 270
14 C 3.5 150 525
12 D 4.0 195 780
10 E 5.6 220 1232
8 F 6.5 250 1625
6 G 8.0 300 2400
4 H 9.6 350 3360
2 I 10.7 437 4676
0 J 12.0 500 6000

4.2.2 Volume Upstream ( Volume sungai menuju laut)

Perubahan volume air dari hulu ke hilir sungai yang di tinjau untuk tiap

kedalaman per meter akibat pasang surut pada muara sungai menggunakan

persamaan 2.31.

• Titik A menuju titik B (jarak 2000 m)

Lebar (w) pada titik A = 27 m

Universitas Sumatera Utara


• Titik B menuju titik C (jarak 2000 m)

Lebar (w) pada titik B = 100 m

Tabel 4.3 Hasil volume upstream dari sungai menuju mulut estuari

Titik Lokasi A B C D E F G H I J

Jarak dari mulut estuari (km) 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0

Lebar Muara Sungai (m) 27.0 100 150 195 220 250 300 350 437 500

Kedalaman Muara Sungai (m) 1.9 2.7 3.5 4.0 5.6 6.5 8.0 9.6 10.7 12.0
2
Luas Penampang (m ) 51 270 525 780 1,232 1,625 2,400 3,360 4,676 6,000
3 6
Volume Upstream (m x 10 ) 0.05 0.25 0.55 0.94 1.38 1.88 2.48 3.18 4.06 5.06

4.2.3 Distribusi Gaussian dan Reverse Gaussian

Distribusi Gaussian dan reverse Gaussian berfungsi sebagai penyebaran

parameter suhu (temperature) dan kadar garam (salinity) yang terjadi pada badan air

dari mulut estuari menuju sungai.

Rumus yang digunakan tedapat pada persamaan 2.34 adalah

 x2 
C ( x) = exp − 2 
 2σ x 

Dimana :

x adalah jarak tiap titik lokasi (km)

σ adalah suatu variasi dari parameter yang akan terjadi pada badan air.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.4 Nilai variasi dari distribusi Gaussian

σ
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6
x
-18 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01
-16 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.03
-14 0.00 0.00 0.00 0.01 0.02 0.04 0.07
-12 0.00 0.00 0.01 0.03 0.06 0.09 0.14
-10 0.00 0.02 0.04 0.08 0.14 0.19 0.25
-8 0.03 0.07 0.14 0.21 0.28 0.35 0.41
-6 0.14 0.23 0.32 0.41 0.49 0.55 0.61
-4 0.41 0.52 0.61 0.67 0.73 0.77 0.80
-2 0.80 0.85 0.88 0.91 0.92 0.94 0.95
0 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
2 0.80 0.85 0.88 0.91 0.92 0.94 0.95
4 0.41 0.52 0.61 0.67 0.73 0.77 0.80
6 0.14 0.23 0.32 0.41 0.49 0.55 0.61
8 0.03 0.07 0.14 0.21 0.28 0.35 0.41
10 0.00 0.02 0.04 0.08 0.14 0.19 0.25
12 0.00 0.00 0.01 0.03 0.06 0.09 0.14
14 0.00 0.00 0.00 0.01 0.02 0.04 0.07
16 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.03
18 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01

Gambar 4.2 Grafik variasi dari distribusi Gaussian

Nilai variasi ini dilakukan dengan cara coba-coba (trial and error)

Universitas Sumatera Utara


• Distribusi Gaussian titik J (x = 0)

• Distribusi Gaussian titik H (x = 2km)

Distribusi Gaussian merupakan suatu metode yang digunakan sebagai

penyebaran parameter yang terjadi sepanjang muara sungai, sedangkan reverse gaussian

merupakan kebalikannya.

penyebaran suhu yang terjadi pada badan air muara sungai dapat diperoleh dari

persamaan 2.34 untuk kasus penyebaran suhu pada daerah tropis, dimana suhu laut

lebih besar dari suhu sungai.

Hasil survei lapangan diperoleh :

Suhu laut (TR) : 31 °C

Suhu Sungai (TS) : 28 °C

• Penyebaran Suhu Titik J

Ttitik J = (28 – 31 °C) (Ctitik J) + 31 °C

= 28 °C

Universitas Sumatera Utara


• Penyebaran suhu titik I

Ttitik I = (28 – 31 °C) (Ctitik I) + 31 °C

= 28.23 °C

Penyebaran parameter kadar garam yang terjadi pada Muara Sungai Belawan

dengan menggunakan persamaan 2.38. dimana salinitas mulut muara (S) adalah 28 ‰

dengan menggunakan distribusi Gaussian dapat diperoleh penyebaran suhu tiap titik

peninjauan adalah sebagai berikut :

• Penyebaran salinitas titik J

Stitik J = 28 (Ctitik J)

= 28 ppt

• Penyebaran salinitas titik I

Stitik I = 28 (Ctitik I)

= 25.86 ppt

Tabel 4.5 Hasil penyebaran parameter badan air tiap titik lokasi

Titik Lokasi A B C D E F G H I J
Jarak dari sungai (km) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Gaussian 0.00 0.01 0.02 0.06 0.14 0.28 0.49 0.73 0.92 1.00

Reverse Gaussian 1.00 0.92 0.73 0.49 0.28 0.14 0.06 0.02 0.01 0.00

Suhu °C 31.00 30.98 30.94 30.83 30.59 30.16 29.53 28.82 28.23 28.00

Kadar Garam (ppt) 0.04 0.17 0.57 1.60 3.84 7.85 13.70 20.38 25.86 28.00

Universitas Sumatera Utara


Perbandingan antara data hasil survey dengan model kadar dan suhu dapat dilihat pada

grafik brikut ini.

Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Parameter Badan air lapangan dengan Model

4.3 Kedudukan Pasut Estuari Belawan (Spring – Neap Tide)

Universitas Sumatera Utara


Untuk menghitung pasang surut yang terjadi akibat gaya tarik Matahari dan

Bulan digunakan persamaan 2.12 dan 2.13 dan untuk mengetahui tinggi muka air total

pengaruh pasut yang terjadi sehari – hari digunakan persamaan 2.14 yang merupakan

sistem sinusoidal, dimana data – data yang diperlukan adalah sebagai berikut:

- AS2 = 0.4 m (dari tabel 3.5)

- AM2 = 0.9 m (dari tabel 3.5)

- DT = 1.50 m

- TS2 = 12 jam (priode pasut untuk semidiurnal pengaruh gaya gravitasi

matahari terhadap bumi)

- TM2 = 12.42 jam (priode pasut untuk semidiurnal pengaruh gaya gravitasi

bulan terhadap bumi)

- 2π (sudut rotasi bumi) = 2x180° = 360°.

Pengaruh pasang dan surut pada suatu perairan terjadi perubahan tiap waktu yang

dipengaruhi akibat rotasi benda-benda angkasa, maka:

• Untuk waktu (t) = 0 jam

- Pasut akibat gaya tarik akibat matahari (S2)

hS2(t) = AS2 sin (2πt/TS2)

hS2(0) = (0.4) sin (2(180)(0)/12) = 0 m

- Pasut akibat gaya tarik akibat bulan (M2)

hM2(t) = AM2 sin (2πt/TM2)

hM2(0) = (0.9) sin (2(180)(0)/12.42) = 0 m

- Total pasut (total tide)

ht = hS2 + hM2 + DT

= 0 + 0 + 1.5 = 1.5 m

Universitas Sumatera Utara


• Untuk waktu (t) = 1 jam

- Pasut akibat gaya tarik akibat matahari (S2)

hS2(t) = AS2 sin (2πt/TS2)

hS2(1) = (0.4) sin (2(180)(1)/12) = 0.2 m

- Pasut akibat gaya tarik akibat bulan (M2)

hM2(t) = AM2 sin (2πt/TM2)

hM2(1) = (0.9) sin (2(180)(1)/12.42) = 0.4 m

- Total pasut (total tide)

ht = hS2 + hM2 + DT

= 0.2 + 0.4 + 1.5 = 2.1 m

• Untuk waktu (t) = 2 jam

- Pasut akibat gaya tarik akibat matahari (S2)

hS2(t) = AS2 sin (2πt/TS2)

hS2(2) = (0.4) sin (2(180)(2)/12) = 0.3 m

- Pasut akibat gaya tarik akibat bulan (M2)

hM2(t) = AM2 sin (2πt/TM2)

hM2(2) = (0.9) sin (2(180)(2)/12.42) = 0.8 m

- Total pasut (total tide)

htotal = hS2 + hM2 + DT

= 0.3 + 0.8 + 1.5 = 2.6 m

• Untuk waktu (t) = 3 jam

- Pasut akibat gaya tarik akibat matahari (S2)

hS2(t) = AS2 sin (2πt/TS2)

hS2(5) = (0.4) sin (2(180)(3)/12) = 0.4 m

Universitas Sumatera Utara


- Pasut akibat gaya tarik akibat bulan (M2)

hM2(t) = AM2 sin (2πt/TM2)

hM2(5) = (0.9) sin (2(180)(3)/12.42) = 0.9 m

- Total pasut (total tide)

htotal = hS2 + hM2 + DT

= 0.4 + 0.9 + 1.5 = 2.8 m

Untuk perhitungan tinggi muka air pasang dan surut yang terjadi di estuari akibat

pengaruh gaya tarik Bulan (lunar) dan Matahari (solar) pada bulan april 2010

diperlihatkan pada tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.5 Pasang surut yang terjadi pada muara sungai Belawan
Waktu Pasang Waktu Pasang
S2 (m) M2 (m) S2 (m) M2 (m)
(jam) Surut (m) (jam) Surut (m)
Tanggal 1 0.0 0.0 1.51
Tanggal 2 0.0 -0.4 1.13
1 0.2 0.4 2.14
2 0.3 0.8 2.61 25 0.2 0.1 1.77
3 0.4 0.9 2.80 26 0.3 0.5 2.34
4 0.3 0.8 2.66
27 0.4 0.8 2.70
5 0.2 0.5 2.22
28 0.3 0.9 2.75
6 0.0 0.1 1.60
7 -0.2 -0.4 0.95 29 0.2 0.8 2.47
8 -0.3 -0.7 0.45 30 0.0 0.5 1.96
9 -0.4 -0.9 0.21 31 -0.2 0.0 1.32
10 -0.3 -0.8 0.31 32 -0.3 -0.4 0.74
11 -0.2 -0.6 0.71 33 -0.4 -0.8 0.35
12 0.0 -0.2 1.31 34 -0.3 -0.9 0.26
35 -0.2 -0.8 0.48
13 0.2 0.3 1.96
36 0.0 -0.5 0.96
14 0.3 0.6 2.49
37 0.2 -0.1 1.58
15 0.4 0.9 2.77
38 0.3 0.3 2.18
16 0.3 0.9 2.72 39 0.4 0.7 2.59
17 0.2 0.7 2.36 40 0.3 0.9 2.73

18 0.0 0.3 1.78 41 0.2 0.9 2.55


42 0.0 0.6 2.11
19 -0.2 -0.2 1.13
43 -0.2 0.2 1.51
20 -0.3 -0.6 0.58
44 -0.3 -0.2 0.92
21 -0.4 -0.8 0.26 45 -0.4 -0.6 0.47
22 -0.3 -0.9 0.26 46 -0.3 -0.9 0.29
23 -0.2 -0.7 0.58 47 -0.2 -0.9 0.42

Universitas Sumatera Utara


Waktu Pasang Waktu Pasang
S2 (m) M2 (m) S2 (m) M2 (m)
(jam) Surut (m) (jam) Surut (m)
Tanggal 3 0.0 -0.7 0.82 Tanggal 4 0.0 -0.9 0.64
49 0.2 -0.3 1.40 73 0.2 -0.6 1.07
50 0.3 0.1 1.99 74 0.3 -0.2 1.61
51 0.4 0.6 2.46 75 0.4 0.2 2.12
52 0.3 0.8 2.68 76 0.3 0.6 2.46
53 0.2 0.9 2.59 77 0.2 0.9 2.56
54 0.0 0.7 2.24 78 0.0 0.9 2.38
55 -0.2 0.4 1.69 79 -0.2 0.7 1.99
56 -0.3 -0.1 1.10 80 -0.3 0.3 1.48
57 -0.4 -0.5 0.62 81 -0.4 -0.1 0.98
58 -0.3 -0.8 0.37 82 -0.3 -0.5 0.61
59 -0.2 -0.9 0.40 83 -0.2 -0.8 0.48
60 0.0 -0.8 0.71 84 0.0 -0.9 0.60
61 0.2 -0.5 1.22 85 0.2 -0.7 0.95
62 0.3 0.0 1.80 86 0.3 -0.4 1.43
63 0.4 0.4 2.30 87 0.4 0.0 1.93
64 0.3 0.7 2.58 88 0.3 0.5 2.31
65 0.2 0.9 2.60 89 0.2 0.8 2.48
66 0.0 0.8 2.33 90 0.0 0.9 2.40
67 -0.2 0.6 1.85 91 -0.2 0.8 2.10
68 -0.3 0.1 1.29 92 -0.3 0.5 1.65
69 -0.4 -0.3 0.79 93 -0.4 0.1 1.17
70 -0.3 -0.7 0.47 94 -0.3 -0.4 0.78
71 -0.2 -0.9 0.42 95 -0.2 -0.7 0.58

Pasang Pasang
Waktu (jam) S2 (m) M2 (m) Waktu (jam) S2 (m) M2 (m)
Surut (m) Surut (m)
Tanggal 21 0.0 -0.4 1.07 Tanggal 22 0.0 -0.1 1.43
505 0.2 -0.8 0.94 529 0.2 -0.5 1.21
506 0.3 -0.9 0.95 530 0.3 -0.8 1.05
507 0.4 -0.8 1.09 531 0.4 -0.9 1.00
508 0.3 -0.5 1.33 532 0.3 -0.8 1.07
509 0.2 -0.1 1.60 533 0.2 -0.5 1.24
510 0.0 0.3 1.85 534 0.0 0.0 1.47
511 -0.2 0.7 2.01 535 -0.2 0.4 1.71
512 -0.3 0.9 2.04 536 -0.3 0.7 1.90
513 -0.4 0.8 1.95 537 -0.4 0.9 2.00
514 -0.3 0.6 1.75 538 -0.3 0.8 1.97
515 -0.2 0.2 1.49 539 -0.2 0.5 1.84
516 0.0 -0.3 1.24 540 0.0 0.1 1.62
517 0.2 -0.6 1.06 541 0.2 -0.3 1.38
518 0.3 -0.9 0.98 542 0.3 -0.7 1.16
519 0.4 -0.9 1.02 543 0.4 -0.9 1.02
520 0.3 -0.7 1.18 544 0.3 -0.9 0.99
521 0.2 -0.3 1.41 545 0.2 -0.6 1.09
522 0.0 0.2 1.66 546 0.0 -0.2 1.28
523 -0.2 0.6 1.87 547 -0.2 0.2 1.53
524 -0.3 0.8 1.99 548 -0.3 0.6 1.78
525 -0.4 0.9 1.99 549 -0.4 0.9 1.96
526 -0.3 0.7 1.88 550 -0.3 0.9 2.03
527 -0.2 0.4 1.68 551 -0.2 0.7 1.98

Waktu (jam) S2 (m) M2 (m) Pasang

Universitas Sumatera Utara


Surut (m) Pasang
Waktu (jam) S2 (m) M2 (m)
Surut (m)
Tanggal 23 0.0 0.3 1.81
Tanggal 24 0.0 0.6 2.13
553 0.2 -0.1 1.56
577 0.2 0.2 1.94
554 0.3 -0.6 1.29
578 0.3 -0.2 1.63
555 0.4 -0.8 1.07
579 0.4 -0.6 1.29
556 0.3 -0.9 0.95
580 0.3 -0.9 0.99
557 0.2 -0.7 0.96
581 0.2 -0.9 0.82
558 0.0 -0.4 1.10
582 0.0 -0.7 0.81
559 -0.2 0.0 1.35
583 -0.2 -0.3 0.97
560 -0.3 0.5 1.63
584 -0.3 0.1 1.27
561 -0.4 0.8 1.89
585 -0.4 0.5 1.64
562 -0.3 0.9 2.05
586 -0.3 0.8 1.97
563 -0.2 0.8 2.09
587 -0.2 0.9 2.20
564 0.0 0.5 1.98
588 0.0 0.8 2.25
565 0.2 0.1 1.75
589 0.2 0.4 2.12
566 0.3 -0.4 1.45
590 0.3 0.0 1.82
567 0.4 -0.7 1.16
591 0.4 -0.5 1.44
568 0.3 -0.9 0.95
592 0.3 -0.8 1.07
569 0.2 -0.8 0.87
593 0.2 -0.9 0.80
570 0.0 -0.6 0.94
594 0.0 -0.8 0.70
571 -0.2 -0.1 1.15
595 -0.2 -0.5 0.80
572 -0.3 0.3 1.46
596 -0.3 -0.1 1.08
573 -0.4 0.7 1.78
597 -0.4 0.4 1.47
574 -0.3 0.9 2.03
598 -0.3 0.7 1.88
575 -0.2 0.9 2.16
599 -0.2 0.9 2.19

Pasang Pasang
Waktu (jam) S2 (m) M2 (m) Waktu (jam) S2 (m) M2 (m)
Surut (m) Surut (m)
Tanggal 25 0.0 0.8 2.34 Tanggal 26 0.0 0.9 2.40
601 0.2 0.6 2.28 625 0.2 0.8 2.51
602 0.3 0.2 2.01 626 0.3 0.5 2.36
603 0.4 -0.3 1.62 627 0.4 0.1 2.00
604 0.3 -0.7 1.19 628 0.3 -0.4 1.50
605 0.2 -0.9 0.83 629 0.2 -0.7 0.99
606 0.0 -0.9 0.63 630 0.0 -0.9 0.61
607 -0.2 -0.6 0.65 631 -0.2 -0.8 0.45
608 -0.3 -0.3 0.89 632 -0.3 -0.6 0.56
609 -0.4 0.2 1.29 633 -0.4 -0.2 0.91
610 -0.3 0.6 1.75 634 -0.3 0.3 1.41
611 -0.2 0.8 2.15 635 -0.2 0.6 1.95
612 0.0 0.9 2.39 636 0.0 0.9 2.37
613 0.2 0.7 2.41 637 0.2 0.9 2.57
614 0.3 0.4 2.20 638 0.3 0.7 2.51
615 0.4 -0.1 1.80 639 0.4 0.3 2.18
616 0.3 -0.5 1.33 640 0.3 -0.2 1.68
617 0.2 -0.8 0.89 641 0.2 -0.6 1.12
618 0.0 -0.9 0.60 642 0.0 -0.8 0.66
619 -0.2 -0.8 0.54 643 -0.2 -0.9 0.41
620 -0.3 -0.4 0.72 644 -0.3 -0.7 0.43
621 -0.4 0.0 1.10 645 -0.4 -0.4 0.73
622 -0.3 0.4 1.59 646 -0.3 0.1 1.23
623 -0.2 0.8 2.06 647 -0.2 0.5 1.80

Universitas Sumatera Utara


Dari hasil kenaikan pasut diatas terlihat kedudukan pasut spring tide dan neap tide

adalah:

Adalah pasang tertinggi dan terendah pada saat kedudukan bulan dan matahari

sejajar dengan bumi (Spring Tide)

Adalah pasang tertinggi dan terendah pada saat kedudukan bulan dan matahari

tegak lurus dengan bumi (Neap Tide)

4.4 Model Utama Fisik Estuari Belawan

Model utama fisik estuari merupakan keadaan dari estuari yang dipengaruhi dari

pasut laut dan kecepatan aliran sungai, sehingga kondisi kedalaman estuari dapat

berubah – ubah tiap jam yang tergantung pada kenaikan dan penurunan muka air akibat

pasut, akibat adanya perubahan kenaikan muka air maka terjadinya kecepatan arus pasut

pada estuari. Adapun kondisi fisik dari analisa pemodelan adalah sebagai berikut :

4.4.1 Seperampat pasut diurnal pengaruh Bulan (lunar quarter-diurnal)

Seperampat pasut diurnal pengaruh Bulan (lunar quarter-diurnal) (M4)

merupakan komponen pasut yang lajunya 2 kali laju komponen M2 disebut dengan

overtide adalah sebuah komponen pasut harmonik (atau arus pasut) dimana lajunya

merupakan perkalian eksak dari laju suatu komponen dasar pasut yang dibangkitkan

dari gaya pembangkit pasut. Biasanya overtide ini muncul atau dominan di perairan

dangkal. Amplitudo komponen pasut lunar quarter-diurnal (AM4) pada muara sungai

diperoleh dengan persamaan 2.17 dan kedalaman air akibat pengaruh komponen M4

dapat diperoleh menggunakan persamaan 2.18, maka perhitungan pengaruh pasut lunar

quarter-diurnal tiap jam pada muara sungai adalah :

Universitas Sumatera Utara


• Amplitudo komponen lunar quarter-diurnal (AM4 )

- Untuk titik J (jarak (x) dari mulut muara sungai hingga hulu sungai)

- Untuk titik I (jarak (x) dari mulut muara sungai hingga hulu sungai)

- Untuk titik H (jarak (x) dari mulut muara sungai hingga hulu sungai)

- Untuk titik G (jarak (x) dari mulut muara sungai hingga hulu sungai)

• Tinggi muka air Seperampat pasut diurnal pengaruh Bulan (lunar quarter-

diurnal)

a. Titik J (AM4 = 0.000)

- Untuk waktu (t) = 1 jam

hM4(t) = AM4 sin (2πt/TM4)

hM4(1) = 0 sin (2(180)(1)/6.21) = 0.000

- Untuk waktu (t) = 2 jam

hM4(1) = 0 sin (2(180)(2)/6.21) = 0.000

Universitas Sumatera Utara


b. Titik I (AM4 = 0.0005 m)

- Untuk waktu (t) = 1 jam

hM4(1) = 0.0005 sin (2(180)(1)/6.21) = 0.00042 m

- Untuk waktu (t) = 2 jam

hM4(2) = 0.0005 sin (2(180)(2)/6.21) = 0.00045 m

c. Titik H (AM4 = 0.0012 m)

- Untuk waktu (t) = 1 jam

hM4(1) = 0.0012 sin (2(180)(1)/6.21) = 0.0010 m

- Untuk waktu (t) = 2 jam

hM4(2) = 0.0012 sin (2(180)(2)/6.21) = 0.0011 m

4.4.2 Perubahan Kedalaman Estuari akibat Pasut ( Water Depth Estuary)

Kedalaman muara sungai berubah-ubah setiap waktu akibat pengaruh pasut yang

terjadi pada laut yang masuk kedalam sungai. Perhitungan kedalaman estuari

merupakan penjumlahan kedalaman bathymetri dengan perubahan muka air yang

dipengaruhi pasang dan surut yang terjadi tiap jam pada Muara Sungai Belawan adalah

sebagai berikut :

Data – data yang diketahui pada pemodelan ini adalah :

- Data kedalaman bathymetri tiap titik

- Data pasut yang terjadi pada Muara Sungai Belawan

Rumus kedalaman estuari (D) adalah :

D(t) = DB + (Htotal – DT)

Dimana :

DB adalah Kedalaman bathymetri (m)

Universitas Sumatera Utara


htotal adalah Kenaikan muka air yang dipengaruhi pasut (m)

Htotal = htotal + h(M4)

DT adalah Datum Pasut (m)

• Titik J (Kedalaman Batimetri (DB) = 12 m)

- Untuk waktu (t) = 0 jam

Htotal = 0

D (0) = 12 m

- Untuk waktu (t) = 1 jam

Htotal = 2.1 + 0

D(1) = 12 + ( 2.1 – 1.5 ) = 12 + 0.6

= 12.6 m

- Untuk waktu (t) = 2 jam

Htotal = 2.6 + 0

D(2) = 12 + (2.6 – 1.5) = 12 + 1.1

= 13.1 m

• Titik I (Kedalaman Batimetri (DB) = 10.7 m)

- Untuk waktu (t) = 0 jam

Htotal = 0

D (0) = 10.7 m

- Untuk waktu (t) = 1 jam

Htotal = 2.1 + 0.0005 = 2.1005

D(1) = 10.7 + ( 2.1 – 1.5 ) = 10.7 + 0.6

= 11.3 m

Universitas Sumatera Utara


- Untuk waktu (t) = 2 jam

Htotal = 2.6 + 0.0005 = 2.6005

D(2) = 10.7 + (2.6 – 1.5) = 10.7 + 1.1

= 11.8 m

• Titik H (Kedalaman Batimetri (DB) = 9.6 m)

- Untuk waktu (t) = 0 jam

Htotal = 0

D (0) = 9.6 m

- Untuk waktu (t) = 1 jam

Htotal = 2.1 + 0.0012 = 2.1012

D(1) = 9.6 + ( 2.1 – 1.5 ) = 9.6 + 0.6

= 10.2 m

- Untuk waktu (t) = 2 jam

Htotal = 2.6 + 0.0013 = 2.6013

D(2) = 9.6 + (2.6 – 1.5) = 9.6 + 1.1

= 10.7 m

4.4.3 Kecepatan Arus Pasut Estuari (tidal current estuary)

Kecepatan arus pasut merupakan kecepatan aliran secara horizontal yang

ditimbulkan pasut laut yang masuk ke muara sungai akibat pengaruh gaya tarik benda –

benda angkasa yang menyebabkan kedalaman dari muara sungai berubah – ubah setiap

waktu. Kecepatan arus pasut di estuari juga dipengaruhi debit sungai sehingga

terjadinya pencampuran antara air laut dan air sungai. Perhitungan kecepatan arus pasut

digunakan persamaan 2.32

Universitas Sumatera Utara


a. Titik sampel J

Volume upstream.106 = 5.06 x 106 m3

Luas penampang = 6000 m2

Debit Sungai Belawan = 15 m3/det

Kecepatan aliran sungai = Q/A = 15/6000 = 0.0025 m/det

- Untuk waktu (t) = 0

Δht = D(1) - D(0) = 12.6 – 12 = 0.6 m

Kecepatan arus pasut total :

U (0) = 0.149 – 0.0025 = 0.1465 m/det

- Untuk waktu (t) = 1 jam

Δht = D(2) - D(1) = 13.1 – 12.6 = 0.5 m

Kecepatan arus pasut total :

U (1) = 0.111 – 0.0025 = 0.1085 m/det

- Untuk waktu (t) = 2 jam

Δht = D(3) - D(2) = 13.3 – 13.1 = 0.2 m

Kecepatan arus pasut total :

U (2) = 0.044 – 0.0025 = 0.0415 m/det

- Untuk waktu (t) = 3 jam

Δht = D(4) - D(3) = 13.2 – 13.3 = - 0.1 m

Universitas Sumatera Utara


Kecepatan arus pasut total :

U (3) = - 0.033 – 0.0025 = - 0.036 m/det

b. Titik sampel I

Volume upstream.106 = 4.06 . 106 m3

Luas penampang = 4,676 m2

Debit Sungai Belawan = 15 m3/det

Kecepatan aliran sungai = Q/A = 15/4676 = 0.0032 m/det

- Untuk waktu (t) = 0

Δht = D(1) - D(0) = 11.3 – 10.7 = 0.6 m

Kecepatan arus pasut total :

U (0) = 0.153 – 0.0032 = 0.150 m/det

- Untuk waktu (t) = 1 jam

Δht = D(2) - D(1) = 11.8 – 11.3 = 0.5 m

Kecepatan arus pasut total :

U (1) = 0.114 – 0.0032 = 0.111 m/det

- Untuk waktu (t) = 2 jam

Δht = D(3) - D(2) = 12.0 – 11.8 = 0.2 m

Universitas Sumatera Utara


Kecepatan arus pasut total :

U (2) = 0.046 – 0.003 = 0.042 m/det

- Untuk waktu (t) = 3 jam

Δht = D(4) - D(3) = 11.9 – 12 = - 0.1 m

Kecepatan arus pasut total :

U (3) = - 0.035 – 0.003 = - 0.038 m/det

c. Titik sampel H

Volume upstream.106 = 3.18 . 106 m3

Luas penampang = 3,360 m2

Debit Sungai Belawan = 15 m3/det

Kecepatan aliran sungai = Q/A = 15/3360 = 0.004 m/det

- Untuk waktu (t) = 0

Δht = D(1) - D(0) = 10.2 – 9.6 = 0.6 m

Kecepatan arus pasut total :

U (0) = 0.168 – 0.004 = 0.164 m/det

- Untuk waktu (t) = 1 jam

Δht = D(2) - D(1) = 10.7 – 10.2 = 0.5 m

Universitas Sumatera Utara


Kecepatan arus pasut total :

U (1) = 0.125 – 0.004 = 0.121 m/det

- Untuk waktu (t) = 2 jam

Δht = D(3) - D(2) = 10.9 – 10.7 = 0.2 m

Kecepatan arus pasut total :

U (2) = 0.050 – 0.004 = 0.046 m/det

- Untuk waktu (t) = 3 jam

Δht = D(4) - D(3) = 10.8 – 10.9 = - 0.1 m

Kecepatan arus pasut total :

U (3) = - 0.038 – 0.003 = - 0.041 m/det

4.4.4 Perpindahan (Displacement)

Pada estuari terjadi perpindahan parameter yang terkandung pada badan air

estuari akibat kecepatan arus pasut dari laut dan kecepatan aliran sungai, dalam

pemodelan ini perpindahan yang terjadi pada estiuari belawan dapat diperoleh dari

kecepatan total pasut tiap jam dari titik lokasi pemodelan adalah sebagai berikut :

• Titik Sampel I

- Kecepatan arus pasut total t = 0 :

U (0) = 0.153 – 0.0032 = 0.150 m/det

Universitas Sumatera Utara


- Perpindahan yang terjadi adalah

Displacement (0) = 0.150 x 3600 / 1000 = 0.54 km

- Kecepatan arus pasut total t = 1 jam :

U (1) = 0.114 – 0.0032 = 0.111 m/det

- Perpindahan yang terjadi adalah

0.111 x 3600
Displacement(1) = 0.54 + = 0.94 km
1000

Perpindahan yang terjadi dari parameter badan air (salinitas dan suhu) yang berubah tiap

jam akibat pasang surut tiap titik lokasi penelitian, hal ini ditunjukkan dari jarak titik

lokasi menuju sungai adalah:

Tabel 4.6 Parameter badan air tiap titik lokasi penelitian

Titik Lokasi A B C D E F G H I J
Jarak dari sungai (km) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Suhu °C 31.00 30.98 30.94 30.83 30.59 30.16 29.53 28.82 28.23 28.00

Kadar Garam (ppt) 0.04 0.17 0.57 1.60 3.84 7.85 13.70 20.38 25.86 28.00

Parameter badan air titik lokasi I

Suhu pada titik lokasi I adalah 28.23 °C dan kadar garam pada titik lokasi I adalah

25.88 ppt yang berjarak 16 km dari sungai, hal ini dapat berubah – ubah akibat pasang

surut yang terjadi pada kawasan estuari tersebut.

Tabel 4.7 Perpindah parameter badan air tiap jam akibat pasut

Waktu (jam) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Arus pasut (m/s) 0.106 0.079 0.031 -0.024 -0.073 -0.104 -0.108 -0.084 -0.039 0.016 0.067 0.101 0.109 0.088

Total arus (m/s) 0.103 0.076 0.028 -0.027 -0.077 -0.107 -0.111 -0.087 -0.042 0.013 0.064 0.098 0.105 0.085

Perpindahan (km) 0.37 0.64 0.75 0.65 0.37 -0.01 -0.41 -0.73 -0.88 -0.83 -0.60 -0.25 0.13 0.44

Suhu (⁰C) 28.23 28.23 28.23 28.23 28.23 28.82 28.82 28.82 28.82 28.82 28.82 28.82 28.23 28.23
Kadar garam (ppt) 25.9 25.9 25.9 25.9 25.9 20.4 20.4 20.4 20.4 20.4 20.4 20.4 25.9 25.9

Universitas Sumatera Utara


4.5 Pemodelan Zat Padat Tersuspensi (TSS)

Pengambilan sampel sedimen dilakukan pada mulut muara yang di ambil oleh

pengemudi boat yang digunakan untuk survei lapangan di Muara Sungai Belawan,

sampel sedimen diambil pada kedalaman 2.5 m sisi barat mulut estuari. Pengujian

sampel tersebut dilaksanakan di laboratorium mekanika tanah Departemen Teknik Sipil

FT. USU.

Gambar 4.4 Persiapan Sampel Sedimen

Tabel 4.8 Analisa Saringan sedimen

Ukuran Komulatif
% %
Berat tertahan %
Ayakan Tertahan Lolos
Tertahan
#10 (2.00 mm) 0 Gram 0 0 100
#20 (0.84 mm) 0 Gram 0 0 100
#40 (0.42 mm) 3 Gram 1.19 1.19 98.81
#60 (0.250 mm) 9 Gram 3.56 4.75 95.25
#80 (0.177 mm) 12.5 Gram 4.94 9.69 90.31
#100 (0.149 mm) 80 Gram 31.62 41.31 58.69
#200 (0.074 mm) 119 Gram 47.03 88.34 11.66
Pan 29.5 Gram 11.66 100.00 0.00
Jumlah 253 Gram 100.00

Universitas Sumatera Utara


Dari hasil analisa saringan (sieve analysis) didapatkan bahwa sedimen yang

terdapat di muara Sungai Belawan didominasi pasir halus dengan diameter 0.149 mm

dan pasir sangat halus dengan diameter 0.074 mm. dari skala wenworth maka diperoleh

nilai φ = 2.32 untuk pasir halus dan φ = 3.76 untuk pasir sangat halus.

Dari hasil analisa saringan (sieve analysis) pada tabel diatas diperoleh %

tertahan pada pan (lolos ayakan no.200) adalah 11.66 % dari berat total sedimen,

dengan ini dapat dilakukan uji hidrometer untuk mencari diameter butiran pada tabel

4.5 .

Tabel 4.9 Analisa Hidrometer sedimen


Temperatur
Kelangsungan Pembacaan Diameter Persen
Hr
Hidrometer Mengendap
Waktu (T°C) Butir (D)
(Rh) (%)
0 Menit 27
0.5 Menit 27 8 13 0.0700 1.554
1 Menit 27 8 13 0.0520 1.554
2 Menit 27 7 14 0.0350 1.389
5 Menit 27 7 14 0.0210 1.389
15 Menit 27 6 15 0.0120 1.223
30 Menit 27 6 15 0.0083 1.223
1 Jam 27 5 16 0.0062 1.058
4 Jam 27 4 17 0.0021 0.893
24 Jam 27 3 18 0.00085 0.785

sampel sedimen di analisa dengan hidrometer untuk memperoleh diameter

butiran sedimen lanau dan lempung yang biasanya paling banyak terkandung pada

padatan tersuspensi, agar diperoleh nilai kecepatan kritis (ucr) dan kecepatan jatuh (fall

velocity) untuk keperluan pemodelan padatan tersuspensi.

Universitas Sumatera Utara


4.5.1 Bilangan Estuari

Bilangan estuari ini bertujuan untuk melihat tipe dari estuari, persamaan 2.24

dapat digunakan untuk mengetahui tipe estuari pada Estuari Belawan adalah sebagai

berikut:

Syarat menurut Dyer (1997) adalah:

- Jika Ne < 0.1 maka estuari dinyatakan memiliki tipe sudut asin (well-mixed

estury)

- Jika Ne > 0.1 maka estuary dinyatakan memiliki tipe startifikasi.

PFm2
Ne =
TR

Dimana :

uf
PFm =
gh(∆ρ / ρ )

Kecepatan aliran sungai belawan (uf) adalah 0.292 m/s

Δρ adalah densitas air laut (1035 kg/m3) dikurangi densitas air sungai (1000 kg/m3)

Kedalaman sungai belawan (h) adalah 1.9 m

Maka:

Karena Ne < 0.1, maka tipe estuari pada Muara Sungai Belawan adalah tipe estuari

campuran sudut asin (well-mixed estuary).

Universitas Sumatera Utara


Padatan tersuspensi dapat menyebabkan kekeruhan pada badan air, Nilai

Ambang Batas (NAB) yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)

untuk kepentingan perikanan dan taman laut konservasi yaitu < 80 mg/l dan untuk

kepentingan pariwisata (mandi selam dan renang) yaitu < 23 mg/l.

Zat padat tersuspensi yang terjadi pada estuari dipengaruhi oleh erosi yang

terjadi dibagian hulu sungai dan hamparan pantai yang diakibatkan dari kecepatan arus

pasut dan kecepatan aliran sungai, zat padat tersuspensi memiliki kandungan sedimen

yang memilki diameter butir kecil yaitu pasir sangat halus, lanau, dan lempung.

Menurut skala wenworth menyatakan ukuran butiran untuk pasir halus berkisar 0.074

mm, lanau berkisar 0.0625 mm, dan lempung berkisar 0.00391 mm.

Perkiraan pemodelan TSS dipengaruhi dengan kecepatan ambang keritis dan

kecepatan jatuh (fall velocity) sedimen, hal ini dipengaruhi dari diameter sedimen dari

Muara Sungai Belawan, smakin kecil diameter butir sedimen, maka semakin lama

kecepatan jatuh (ws) dari sedimen yang menyebabkan semakin besar kandungan TSS

pada badan air yang dilalui sedimen tersebut, Dalam pemodelan ini diameter butir

sedimen yang lolos saringan no.200 seperti diperlihatkan pada tabel 4.5,

Kecepatan ambang kritis (ucr) dapat diperoleh dari persamaan 2.39 dan fall

velocity (ws) dapat diperoleh dari persamaan 2.44. hasil dari perhitungan diperlihatkan

pada tabel 4.6

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.10 Kecepatan Kritis (ucr) dan Kecepatan Jatuh Sedimen (ws)
Kecepatan Kecpatan
Diameter
Kritis (ucr) Jatuh (ws)
Butir (mm)
(m/s) (mm/s)
0.0700 0.30 29.40
0.0520 0.27 16.22
0.0350 0.23 7.35
0.0210 0.19 2.40
0.0120 0.16 0.86
0.0083 0.14 0.41
0.0062 0.12 0.23
0.0021 0.08 0.03
0.00085 0.06 0.004

Kecepatan arus pasut maksimum dapat dihtung dengan persamaan 2.52 sebagai berikut :

Amplitudo komponen pasut dapat dilihat pada tabel 3.3

- Amplitudo komponen utama matahari (AS2) = 0.4 m

- Amplitudo komponen utama bulan (AM2) = 0.9 m

- Untuk titik J

- Untuk titik I

- Untuk titik H

Perhitungan kecepatan arus pasut tersebut untuk mendapatkan penyebaran zat padat
tersuspensi akibat pasut.

Universitas Sumatera Utara


Zat padat tersuspensi yang terkandung dalam badan air estuari dapat digunakan

persamaan 2.49. untuk mengetahui keadaan konsentrasi tiap titik yang di tinjau pada

Estuari Belawan adalah sebagai berikut:

M  u m2 
C=  2 − 1 + CB
S p ω s  u cr 

Uncles,dkk (1992) memberikan suatu nilai koefisien erosi (M) berkisar 0.00003 kg/m2s.

Nilai parameter suspensi (Sp) Muara Sungai Belawan adalah 2, karena tipe estuary

merupakan tipe campuran sudut asin sudut asin (well-mixed estuary).

Konsentrasi sedimen suspense tiap titik adalah sebagai berikut:

Dimana:

- M = 0.00003 kg/m2s

- Sp = 2

- CB = 100 mg/dm3

Kandungan sedimen pada zat padat tersuspensi umumnya adalah pasir sangat

halus, lanau (silt) dan lempung (clay), maka dari hasil hidrometer diperoleh diameter

butiran (D) yang diambil dalam pemodelan ini adalah 0.0083 mm yang sesuai dengan

skala Wenworth merupakan diameter butir sedimen antara pasir sangat halus dan lanau.

Konsentrasi sedimen suspensi pada badan air tanpa pengaruh pasang surut dan

pengaruh pasut yang terjadi di muara Sungai Belawan. hal ini dilaksanakan menurut

para pakar yang telah melakukan evaluasi di muara Sungai Humber.

• Konsentrasi titik sampel J

Universitas Sumatera Utara


Kandungan konsentrasi sedimen pada badan air estuari berubah – ubah tiap

waktu akibat pengaruh pasut dari laut, hal ini dapat ditentukan dari persamaan 2.51.

 Untuk waktu (t) = 1 jam

 Untuk waktu (t) = 2 jam

 Untuk waktu (t) = 3 jam

• Konsentrasi titik sampel I

Kandungan konsentrasi sedimen suspensi pada badan air estuari berubah – ubah tiap

waktu akibat pengaruh pasut dari laut, hal ini dapat ditentukan dari persamaan 2.51.

 Untuk waktu (t) = 1 jam

Universitas Sumatera Utara


 Untuk waktu (t) = 2 jam

 Untuk waktu (t) = 3 jam

4.6 Gambaran Pemodelan dengan Program Microsoft Office Excel

Analisa perhitungan pemodelan Muara Sungai Belawan menggunakan bantuan

program Microsoft Office Excel, adapun bagian yang akan dimodelkan adalah batimetri,

spring-neap, dan model utama dari kondisi fisik estuari Belawan tiap titik peninjauan

yang dijelaskan seperti berikut ini

Universitas Sumatera Utara


4.6.1 Batimetri

Penjelasan bantuan program MS. Office Excel untuk batimetri muara sungai

Belawan adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.5 Kondisi batimetri estuari Belawan dengan MS. Office Excel

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.11 Flow chart Batimetri estuari dengan bantuan MS Office
Excel untuk batimetri
- Ketik cell A2 dengan River T (suhu sungai), kemudian klik cell A3 = 31
merupakan parameter suhu sungai
- Ketik cell A4 dengan Sea T (suhu laut), kemudian klik cell A5 = 28
merupakan parameter suhu laut
- Ketik A6 dengan M, kemudian klik cell merupakan koefisien erosi,
kemudian ketik cell A7 dengan 0.00003 merupakan nilai koefisien erosi
- Ketik cell A8 dengan SP merupakan parameter suspensi, kemudian ketik cell
A9 dengan 2 merupakan nilai parameter yang sesuai dengan tipe estuari.
- Ketik cell A10 dengan CB merupakan latar belakang konsentrasi suspensi,
kemudian ketik 100 mg/l merupakan nilai latar belakang konsentrasi
suspensi pada kedalaman 100 cm dari dasar saluran.
- Ketik cell A12 dengan Ucr merupakan kecepatan ambang kritis pada 100 cm
dari dasar saluran, kemudian ketik 0.14 m/s suatu nilai kecepatan ambang
kritis.
- Ketik cell A14 dengan ws merupakan kecepatan jatuh butiran sedimen
suspensi, kemudian ketik cell A15 dengan 0.4 mm/s merupakan suatu nilai
kecepatan jatuh butiran sedimen suspensi.
- Ketik cell A16 dengan Tide, kemudian klik cell A16 =2*('main
model'!D4+'main model'!D6)
- Masukan nilai cell C27 = 0, selanjutnya cell D27 = C27 + 2 = 4, kemudian
drag sampai L27 seperti seperti terlihat diatas, Nilai 2 menyatakan jarak tiap
titik peninjauan sejauh 18 km.
- Masukan nilai cell C27 = 0, selanjutnya cell D27 = C27 + 2 = 4, kemudian
drag sampai L27 seperti seperti terlihat diatas, Nilai 2 menyatakan jarak tiap
titik peninjauan sejauh 18 km.
- Masukkan cell C28 – L28 = A - J, A-J merupakan simbol dari titik sampel.
- Ketik cell A29 dengan jarak dari mulut muara dalam km (Km From Mouth),
kemudian klik cell C29 = 18, selanjutnya klik D29 = C29 – 2, kemudian
drag sampai L29.
- Ketik cell A30 dengan Lebar (width), kemudian klik D30 – L30 = Hasil

Universitas Sumatera Utara


survei lapangan tiap titik peninjauan.
- Ketik cell A30 dengan width yang merupakan lebar estuari (m), kemudian
klik D30 – L30 = Hasil survei lapangan tiap titik peninjauan.
- Ketik cell A31 dengan depth yang merupakan kedalaman estuari (m),
kemudian klik D31 – L31 = Hasil survei lapangan tiap titik peninjauan.
- Ketik cell A32 dengan cross section yang merupakan luas penampang (m2),
selanjutnya klik C32 = =C30*C31, kemudian drag hingga L32.
- Ketik cell A33 dengan Volume Upstream yang merupakan volume hulu
sungai ( m3 x 106), selanjutnya klik C33=2000*C30/1000000 dan klik cell
D33 = =2000*D30/1000000+C33, kemudian drag hingga L33.
- Ketik cell A35 dengan Gaussian yang merupakan metode gaussian untuk
keperluan penyebaran parameter pada badan air estuari, selanjutnya klik
C35=2,7^((-C29*C29)/(2*6,5*6,5)), kemudian drag hingga L35.
- Ketik cell A36 dengan Reverse Gaussian yang merupakan kebalikan dari
gaussian untuk keperluan penyebaran suhu pada badan air laut dan sungai
yang bercampur di estuari, selanjutnya klik
C36=2,7^((C27*C27)/(2*6,5*6,5)), kemudian drag hingga L36.
- Ketik cell A37 dengan Temperature ⁰C, selanjutkan klik
C37=IF($A$5<$A$3;$A$3+($A$5-$A$3)*C35;$A$5+($A$3-$A$5)*C36),
kemudian drag hingga L37
- Ketik cell A38 = kadar garam yang merupakan Salinity ‰, selanjutnya klik
C38 =28*C35, nilai 28‰ menyatakan kandungan kadar garam pada mulut
estuari adalah 28 mg/liter, kemudian drag hingga L38
- Ketik cell A39 Maximum Flow m s-1, selanjutnya klik
C39=0,15*$A$17*1000000*C33/(3600*C$30*C$31), kemudian drag
hingga L39 .
- Masukan nilai cell C40 = 0, selanjutnya cell D40=C40+2= 4, kemudian drag
sampai L40 seperti seperti terlihat diatas, Nilai 2 menyatakan jarak tiap titik
peninjauan.
- Cell B41 - B53 menyatakan pengaruh pasang surut tiap jam dari 0 – 12 jam
dari kejadian zat padat tersuspensi yang terkandung pada badan air,
selanjutnya klik cell C41=1000*$A$7*(((C$39^2)/($A$13^2))-

Universitas Sumatera Utara


1)/($A$9*0,001*$A$15)+$A$11, kemudian drag hingga L41.
- Untuk jam ke-1, klik cell C42 =(0,5*(C$41-
$A$11))*(1+COS(2*PI()*$B42/6,21))+$A$11, kemudian drag L42.
- Untuk jam ke-2, klik cell C43 =(0,5*(C$41-
$A$11))*(1+COS(2*PI()*$B43/6,21))+$A$11, kemudian drag L43.
Seterusnya sampai cell L53

Gambar 4.6 Hasil perhitungan pasut dengan MS. Office Excel

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.12 Kode pemerograman pemodelan pasut (spring – neap) estuari dengan
bantuan MS Office Excel
- Ketik cell B2 dengan time (waktu),selanjutnya klik cell B3 = 0, kemudian
klik cell B4 = B3 +1 dan drag hingga cell B30 yang menyatakan kejadian
tiap jam pasut.
- Ketik cell C2 dengan S2 menyatakan komponen pasut akibat daya tarik
matahari, selanjutnya klik cell C3 = 'main model'!D4*SIN(2*PI()*B3/12),
kemudian drag hingga cell C30.
- Ketik D2 dengan M2 menyatakan komponen pasut akibat daya tarik bulan,
selanjutnya klik cell D3 = 'mainmodel'!$D$6*SIN(2*PI()*B3/12,42),
kemudian drag hingga cell D30.
- Ketik cell E2 dengan Total Tide m menyatakan total kenaikan permukaan air
pasut akibat daya tarik matahari dan bulan, selanjutnya klik cell E3=
=(C3+D3+1,5), kemudian drag hingga cell E30.
- Nilai 1.5 menyatatakan kenaikan muka air rata – rata pasut estuary Belawan

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.7 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi I

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.13 Flow chart pemodelan fisik estuari dengan bantuan MS Office
Excel untuk model utama.

Ambil insert forms kemudian add spinner ke dalam cell yang berfungsi
sebagai pengontrol untuk keperluan pemodelan fisik estuary.

- Ketik cell B4 yang menyatakan S2 adalah komponen pasut akibat daya tarik
matahari, selanjutnya klik cell D4 =E4/10.
- Ketik cell B6 yang menyatakan M2 adalah komponen pasut akibat daya
tarik bulan, selanjutnya klik cell D6 =E6/10.
- Ketik cell B8 yang menyatakan AM4 m adalah 2 kali kecepatan laju dari
pengaruh M2, selanjutnya klik cellD8=(3*1000*(18-D10) * D6 * D6) / (4 *
E8 * 6,21 * 3600 * ((9,81*E8)^0,5)).
- Ketik cell B8 yang menyatakan depth m adalah kedalaman tiap titik sampel
yang ditinjau dari fisik estuari, selanjutnya klik cell
E8=LOOKUP(D10;bathymetry!C27:L27;bathymetry!C31:L31).
- Ketik cell B10 yang menyatakan start station adalah posisi awal titik sampel,
selanjutnya klik D4 =E10/10.
- Ketik cell B12 yang menyatakan fresh water input adalah debit sungai yang
masuk kedalam estuari, selanjutnya klik D12 =15.
- Ketik cell B13 yang menyatakan flow at station adalah kecepatan aliran
sungai yang masuk kedalam penampang estuari, selanjutnya klik
D13=D12/T34
- Ketik cell B14 dengan temperature (suhu), selanjutnya klik cell C14 = 31
(sungai) dan klik cell E14 = 28 (laut)
- Ketik cell B18 yang menyatakan M adalah koefisien erosi (kgm-2s-1),
selanjutnya klik C18= 0,00003.
- Ketik cell B19 yang menyatakan Sp adalah parameter suspensi (mm s-1),
selanjutnya klik C19= 2.
- Ketik cell B20 yang menyatakan Cb adalah latar belakang suspensi (mg
dm3), selanjutnya klik C20= 100.
- Ketik cell B22 yang menyatakan Ucr adalah kecepatan ambang kritis 100 cm
diatas dasar estuari (m s-1), selanjutnya klik C22=D22/100.
- Ketik cell B24 yang menyatakan ωs adalah kecepatan jatuh (mm s-1),
selanjutnya klik cell B24=D24/10.
- Ketik cell A31 yang menyatakan Time after mid tides adalah waktu pasang
surut (hrs), selanjutnya klik cell E31 =D31+1, kemudian drag hingga R31.
- Ketik cell A32 yang menyatakan Lunar quarter-diurnal adalah tinggi muka
air akibat amplitudo komponen pasut M4 (m), selanjutnya klik cell
D32=$C$8*SIN(2*PI()*D31/6,21), kemudian drag hingga R32.
- Ketik cell A33 yang menyatakan Water depth adalah kedalaman muka air
yang dipengaruhi pasut tiap jam pada estuari(m), selanjutnya klik cell
D33=$C$8*SIN(2*PI()*D31/6,21), kemudian drag hingga
R33=LOOKUP(D31;'spring-neaps'!$B$3:$B$339;'spring-
neaps'!$E$3:$E$30)+D32-1,5+$E$8, kemudian drag hingga R33.
- Ketik cell A34 yang menyatakan Tidal current adalah kecepatan arus pasut
akibat perubahan kedalaman tiap jam pasut (m s-1), selanjutnya klik cell
D34 =$T$35*1000000*(E33-D33)/($T$34*3600), kemudian drag hingga

Universitas Sumatera Utara


Q34.
- Ketik cell A35 yang menyatakan Total current adalah kecepatan arus pasut
yang dipengaruhi kecepatan aliran sungai (m s-1), selanjutnya klik cell D35=
D34-$D$13, kemudian drag hingga Q35.
- Ketik cell A36 yang menyatakan Displacement adalah perpindahan yang
terjadi pada badan air akibat kecepatan arus pasut (kms), selanjutnya klik
cell D36=C36+(3600*D35)/1000, kemudian drag hingga Q36
- Ketik cell A37 yang menyatakan Temperature adalah penyebaran suhu yang
terjadi pada badan air estuari akibat pasut (⁰C), selanjutnya klik
D37=LOOKUP($D$10+D36;bathymetry!$C$27:$L$27;bathymetry!$C$37:
$L$37), kemudian drag hingga Q37.
- Ketik cell A38 yang menyatakan Salinity adalah penyebaran kadar garam
pada badan air akibat pasang dai laut yang masuk kedalam estuari menuju
sungai dan dipengaruhi air tawar dan sungai (‰ ), selanjutnya klik cell
D38==LOOKUP($D$10+D36;bathymetry!$C$27:$L$27;bathymetry!$C$38
:$L$38), kemudian drag hingga Q38.
- Ketik cell A39 yang menyatakan TSS Conc adalah zat padat tersuspensi
yang terkandung pada badan air estuari (mg dm-3), selanjutnya klik cell
D39=HLOOKUP($D$10+D36+1;bathymetry!$C$40:$L$53;D31+2),
kemudian drag hingga P39.

Dari hasil pemodelan pada titik lokasi I daerah dermaga Pelindo diperoleh suatu

pemodelan akibat terjadinya pasang dan surut selama 12 jam sebagai berikut.

Tabel 4.14 Perubahan kedalaman estuari tiap jam akibat pasut selama 12 jam
Waktu (jam) Kedalaman (m)

0 10,7
1 11,3
2 11,8
3 12,0 Pasang Tertinggi
4 11,9
5 11,4
6 10,8
7 10,2
8 9,6
9 9,4 Surut Terendah
10 9,5
11 9,9
12 10,5

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.15 Perubahan kedalaman estuari dan arus pasut selama 24 jam
Waktu Arus Pasut
Kedalaman (m)
(jam) (m/s)
0 10,7 0,153
1 11,3 0,114
2 11,8 0,045
3 12,0 -0,034
4 11,9 -0,105
5 11,4 -0,149
6 10,8 -0,155
7 10,2 -0,121
8 9,6 -0,056
9 9,4 0,023
10 9,5 0,096
11 9,9 0,145
12 10,5 0,156
13 11,2 0,128
14 11,7 0,066
15 12,0 -0,012
16 11,9 -0,086
17 11,6 -0,1395
18 11,0 -0,1565
19 10,3 -0,1335
20 9,8 -0,0765
21 9,5 -0,0001
22 9,5 0,0762
23 9,8 0,1328
24 10,3 0,1553

Dari tabel 4.15 diatas terlihat pada kecepatan arus pada saat pasang (+) sedangkan pada

saat surut ( - ) perubahan kecepatan arus dapat dilihat pada tabel berikut ini.

ebb Tide

Slack Water
Flood Tide

Gambar 4.8 Grafik Arus Pasut Lokasi Titik I

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.9 Grafik Kedalaman Estuari Akibat Pasut Lokasi Titik I

Tabel 4.16 Penyebaran Parameter Badan Air Estuari


Waktu (jam) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kecepatan Arus (m/s) 0.15 0.11 0.04 -0.04 -0.11 -0.15 -0.16 -0.13 -0.06 0.02 0.093 0.142 0.154

Displacement (km) 0,54 0,94 1,09 0,96 0,56 0,01 -0,56 -1,01 -1,22 -1,15 -0,82 -0,30 0,25

Temperature (⁰C) 28,14 28,14 28,14 28,14 28,14 28,14 28,51 28,51 28,51 28,51 28,51 28,51 28,14
Salinity (‰) 26,7 26,7 26,7 26,7 26,7 26,7 23,2 23,2 23,2 23,2 23,2 23,2 26,7
-3
TSS Conc (mg dm ) 79,41 84,25 93,94 99,94 96,06 86,21 79,64 85,29 93,39 99,56 97,63 88,33 80,33

Dari tabel 4.9 didapat pasang tertinggi pada jam ke 3 sehingga untuk parameter

penyebaran suhu pada badan air diperoleh 28.14 ºC dan penyebaran kadar garam

diperoleh 26.7 ‰ dan penyebaran zat padat tersuspensi diperoleh 99.94 mg/l dari

kondisi ini badan air pada saat pasang tertinggi TSS melebihi batas ambang yang

diberikan oleh pemerintah menyatakan jika TSS > 80 mg/l tidak layak untuk perikanan

namun terlihat dari tabel 4.11 pada air normal badan air masih memiliki dibawah batas

ambang.

Universitas Sumatera Utara


Hasil tiap titik lokasi fisik estuari yang dimodelkan menggunakan data lapangan adalah

• Lokasi Titik J (Dermaga Peti Kemas)

Gambar 4.10 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi J

Universitas Sumatera Utara


• Lokasi Titik H (Dermaga Bulk Cargo)

Gambar 4.11 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi H

Universitas Sumatera Utara


• Lokasi Titik G (Dermaga TNI-AL)

Gambar 4.12 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi G

Universitas Sumatera Utara


• Lokasi Titik F (Hutan Mangrove)

Gambar 4.13 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi F

Universitas Sumatera Utara


• Lokasi Titik E (Hutan Mangrove)

Gambar 4.14 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi E

Universitas Sumatera Utara


• Lokasi Titik D (Hutan Mangrove)

Gambar 4.15 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi D

Universitas Sumatera Utara


• Lokasi Titik C (Hutan Mangrove)

Gambar 4.16 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi C

Universitas Sumatera Utara


• Lokasi Titik B (Hutan Mangrove)

Gambar 4.17 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi B

Universitas Sumatera Utara


• Lokasi Titik A (Hutan Mangrove)

Gambar 4.18 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik
Lokasi A

Universitas Sumatera Utara


4.6 Penentuan Kedalaman dan Lebar

pemodelan kedalaman, lebar, dan luas penampang yang menggunakan

persamaan 2.1 dan 2.2 yang diberikan oleh wright dkk, 1973, karena wright dkk tidak

memberikan koefisien kedalaman estuari (b) dan koefisien lebar estuari (a), maka

koefisien tersebut dapat dicari dengan menggunakan pendekatan regresi dengan bantuan

Program Matlab.

Dalam bantuan program Matlab ini persamaan yang digunakan harus dilinearkan agar

bisa di input kedalam program ini.

Persamaan lebar estuari yang dilinerkan untuk mendapatkan koefisien lebar estuary (a),

sehingga :

W x = W0 e − a ( x / L )
ln W x = ln W0 + ln e − a ( x / L )
~ ~
W x = W0 − a ( x / L )
~ ~
a ( x n / L ) = W0 − W x
~ ~
W0 − W x
a=
(xn / L )

Persamaan kedalaman estuari yang dilinierkan untuk mendapatkan koefisien Kedalaman

estuari (b) sehingga :

D x = D0 e − b ( x / L )
ln D x = ln D0 + ln e −b ( x / L )
~ ~
D x = D0 − b ( x / L )
~ ~
b ( x n / L ) = D0 − D x
~ ~
D0 − D x
a=
(xn / L )

Universitas Sumatera Utara


Urutan langkah – langkah yang harus dikerjakan dalam program Matlab ini adalah :

Masukkan input data lebar estuari pada mulut muara dari kondisi lapangan

Masukkan input data lebar estuari tiap titik peninajauan dari data lapangan

Masukkan input data jarak tiap titik peninjauan.

Data tersebut diselesaikan dengan bantuan program Matlab merubah persamaan

menjadi persamaan linear

Persamaan tersebut kemudian diselesaikan secara secara matriks untuk sehingga

didapat koefisien lebar estuari (a) dan koefisien kedalaman estuari (b)

Tabel 4.17 Kode pemerograman Matlab untuk koefisien lebar estuari (a)
clc, clear
%Data Lebar Estuari Belawan
Wo=[500] %Lebar mulut muara (esturi)
Wn=[500 437 350 300 250 220 195 150 100 27] %Kedalaman profil
X =[0:2000:18000]
L =18000

%Mencari Koefisien Lebar Muara Sungai Belawan dari Persamaan Wright


dkk (1973):
%Wn=Wo*e.^(-a*x/L) %Persamaan lebar estuari
%log(Wn)=log(Wo)-aX/L) %Persamaan diatas di linearkan
%Jika [log(Wo)-log(Wn)]=q
%Jika [Xn/L]=x, maka persamaan matriks tersebut menjadi:
%x*a=w
%Dimana
w=[log(500)-log(500);log(500)-log(437);log(500)-log(350);log(500)-
log(300);log(500)-log(250);log(500)-log(220);log(500)-
log(195);log(500)-log(150);log(500)-log(100);log(500)-log(27)]
x=[0;0.1111;0.2222;0.3333;0.4444;0.5555;0.6666;0.7777;0.8888;1]
q=w

%Maka diperoleh:
a=w\x

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.18 Kode pemerograman Matlab untuk koefisien kedalaman estuari (b)
clc, clear
%Data Kedalaman Estuari Belawan
Do=[12] %Lebar mulut muara (esturi)
Dn=[12 10.70 9.6 8.0 6.50 5.60 4.0 3.5 2.7 1.9] %Kedalaman
estuari tiap titik peninjauan
X =[0:2:18]
L =18

%Mencari Koefisien Kedalaman Estuari (b) Belawan dari Persamaan Wright


dkk (1973):
%Dn=Do*e.^(-b*x/L) %Persamaan Kedalaman estuari
%log(Dn)=log(Do)-bX/L) %Persamaan diatas di linearkan
%Jika [log(Do)-log(Dn)]=q
%Jika [Xn/L]=x, maka persamaan matriks tersebut menjadi:
%x*a=w
%Dimana
w=[log(12)-log(12);log(12)-log(10.70);log(12)-log(9.60);log(12)-
log(8.00);log(12)-log(6.50);log(12)-log(5.60);log(12)-
log(4.0);log(12)-log(3.5);log(12)-log(2.7);log(12)-log(1.9)]
x=[0;0.1111;0.2222;0.3333;0.4444;0.5555;0.6666;0.7777;0.8888;1]

%Maka diperoleh:
b=w\x

Dari persamaan regresi diatas dapat diperoleh nilai koefisien lebar estuari (a)

dan koefisien kedalaman estuari (b) yaitu:

a = 0.4626

b = 0.6036

Setelah diperoleh nilai koefisien lebar dan kedalaman estuari dan dibandingkan dengan

data hasil survei lapangan, pemodelan ini dibantu dengan program Microsoft office

excel dengan mensimulasikan persamaan 2.1 dan 2.2

 Perhitungan pemodelan kedalaman estuari Belawan adalah

- Titik A

DB =12 e −0.6036 (18 / 18)


DB = 6.6 m

Universitas Sumatera Utara


- Titik B

DB =12 e −0.6036 (16 / 18)


DB = 7.0 m

- Titik C

DC =12 e −0.6036 (14 / 18)


DC = 7.5 m

Hasil perhitungan pemodelan kedalaman untuk titik – titik berikutnya dapat dilihat pada

tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.19 Pebandingan antara kedalaman pemodelan dan kedalaman lapangan


estuari Belawan
A B C D E F G H I J

18 16 14 12 10 8 6 4 2 0

Pemodelan Kedalaman Estuari (m) 6.6 7.0 7.5 8.0 8.6 9.2 9.8 10.5 11.2 12.0

Kedalaman Estuari Lapangan (m) 1.9 2.7 3.5 4.0 5.6 6.5 8.0 9.6 10.7 12.0

Perbandingan kedalaman model estuari dengan data kedalaman survei

Gambar 4.18 Grafik Perbandingan Kedalaman Lapangan dan Kedalaman


Pemodelan Muara Sungai Belawan

Universitas Sumatera Utara


 Perhitungan pemodelan lebar estuari Belawan adalah

- Titik A

W A = 500 e −0.4626 (18 / 18)


W A = 315.8 m

- Titik B

WB = 500 e −0.4626 (16 / 18)


WB = 332.3 m

- Titik C

WC = 500 e −0.4626 (14 / 18)


WC = 349.8 m

Hasil perhitungan pemodelan Lebar untuk titik – titik berikutnya dapat dilihat pada

tabel 4.4 berikut ini.

Tabel 4.20 Pebandingan antara lebar pemodelan dan lebar lapangan estuari Belawan
A B C D E F G H I J

18 16 14 12 10 8 6 4 2 0

Pemodelan Lebar Estuari (m) 315.8 332.3 349.8 368.1 387.4 407.6 429.0 451.5 475.1 500.0

Lebar Estuari Lapangan (m) 27.0 100.0 150.0 195.0 220.0 250.0 300.0 350.0 437.0 500.0

Gambar 4.19 Grafik Perbandingan Lebar Lapangan dan Lebar Pemodelan Muara

Universitas Sumatera Utara


Sungai Belawan

 Perhitungan luas penampang (cross section) dari pemodelan estuari Belawan

adalah

- Titik A

AA = 315.8 x 6.6
AA = 2080.8 m 2

- Titik B

AB = 332.8 x 7.0
AB = 2340.6 m 2

 Perhitungan luas penampang (cross section) dari data lapangan estuari Belawan

adalah

- Titik A

AB =1.9 x 27
AB = 51.3 m 2

- Titik B

AB = 2.7 x 100
AB = 270 m 2

Hasil perhitungan pemodelan Lebar untuk titik – titik berikutnya dapat dilihat pada

tabel 4.5 berikut ini.

Tabel 4.21 Pebandingan antara luas penampang pemodelan dan luas penampang
lapangan estuari Belawan
A B C D E F G H I J

18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Luas Penampang
2
Pemodelan (m ) 2,080.8 2,340.6 2,632.9 2,961.7 3,331.5 3,747.5 4,215.5 4,741.8 5,334.0 6,000.0

Universitas Sumatera Utara


Luas Penampang
2
Lapangan (m ) 51.3 270.0 525.0 780.0 1,232.0 1,625.0 2,400.0 3,360.0 4,675.9 6,000.0

Gambar 4.20 Grafik Perbandingan Lebar Lapangan dan Lebar Pemodelan Muara
Sungai Belawan

Hasil pemodelan yang menggunakan data kedalaman dan lebar dari persamaan yang

diberikan oleh wright dkk di tunjukkan dengan gambar hasil MS. Office Excel sebagai

berikut.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.21 Kondisi batimetri estuari Belawan dengan MS. Office Excel
kedalaman dan lebar menggunakan persamaan Wright dkk

Universitas Sumatera Utara


Dari hasil perbandingan antara data lapangan dengan penentuan dan lebar

dengan menggunakan persamaan yang diberikan oleh wright dkk, terlihat terjadi

peningkatan zat padat tersuspensi pada mulut estuari yang berpotensi pendangkalan dan

menyebabkan kekeruhan pada estuari tersebut. Hal ini menunjukkan semakin

meningkatnya kedalaman dan lebar dari suatu estuari tidak menjamin berkurangnya

kandungan zat padat tersuspensi pada mulut estuari.

Pemodelan fisik estuari yang terjadi tiap jam akibat pasut dari kondisi tersebut

dapat dilihat pada gambar 4.22 pada titik lokasi I dimana kecepatan arus maksimum

yang terjadi berkisar 0.235 m/det pada saat pasang dan 0.239 m/det pada saat surut, dari

arus maksimum yang diperoleh memenuhi syarat untuk kapal berlabuh karena < 1 m/det.

Tapi untuk zat padat tersuspensi maksimum dari fisik yang dimodelkan berkisar 101,54

mg/l, hal ini melebihi batas yang oleh mentri lingkungan yaitu < 80 mg/l untuk

keperluan perikanan dan <23 mg/l untuk penyelaman dan parawisata.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.22 Hasil Pemodelan fisik estuari dengan Ms – Office Excel pada Titik

Lokasi I

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.22 Perbandingan arus pasut dari penampang lapangan dengan Wrightdkk
Waktu (jam) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Arus m/det 0.230 0.171 0.066 -0.055 -0.163 -0.230 -0.239 -0.187 -0.089 0.032 0.144 0.218 0.235 0.192
Arus m/det 0.150 0.111 0.042 -0.038 -0.109 -0.153 -0.159 -0.125 -0.060 0.020 0.093 0.142 0.154 0.125

Gambar 4.23 Grafik perbandingan arus pasut dari penampang lapangan dengan
penampang menurut Wright dkk

Tabel 4.23 Perbandingan TSS dari penampang lapangan dengan penampang dari
persamaan Wright dkk
Waktu (jam) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
3
TSS Conc mg/dm 86.27 89.50 96.14 99.96 97.37 90.81 86.43 88.35 94.77 99.65 98.42 92.22 86.88
3
TSS Conc mg/dm 101.54 101.18 100.43 100.00 100.29 101.03 101.52 101.31 100.59 100.04 100.18 100.87 101.47

Gambar 4.24 Grafik perbandingan perubahan TSS akibat pasut dari penampang
lapangan dengan penampang menurut Wright dkk

Dari kondisi muara sungai Belawan saat ini sudah cukup memadai, hal ini

terlihat dari kandungan zat padat tersuspensi yang terkandung pada badan air dari

penampang lapangan lebih kecil dari penampang menggunakan persaaman Wright dkk,

Universitas Sumatera Utara


namun perlu dilakukan perawatan pada penampang muara sungai agar dapat

meminimalisir TSS pada badan air yang dapat menyebabkan pengkalan pada mulut

muara Sungai Belawan dengan cara memproteksi dinding penampang ataupun

memelihara hutan mangrove disekitar spadan muara Sungai Belawan.

4.7 Perhitungan Debit Banjir

Perhitungan debit banjir pada sungai Belawan diperlukan untuk mengetahui

besarnya debit perkiraan untuk berbagai kala ulang yang nantinya berguna untuk

melihat pengaruh banjir terhadap model fisik muara Sungai Belawan dari prediksi 5

sampai 10 tahun akan datang.

Perhitungan Debit Banjir Rencana dengan Metode Haspers

Data-data:

Luas daerah aliran sungai Belawan (A) = 417.63 km2

Panjang sungai utama Belawan = 83.92 km

Kemiringan dasar sungai rata-rata = 0,00125

Koefisien pengaliran:

1 + 0,012. A 0, 7
α=
1 + 0,0075. A 0, 7

dimana α = koefisien pengaliran masing-masing areal pengembangan.

1 + 0,012(417.63 0, 7 )
α= = 0,2971635903
1 + 0,075(417.63 0, 7 )

Waktu konsentrasi:

t = 0,1xL0,8 xI −0,3

Universitas Sumatera Utara


t = 0,1x83.92 0,8 x0,00125 −0,3 = 25.705104 jam

1  t + 3,7 x10 −0, 4.t   A0, 75 


= 1+   x  12 
β  t 2 + 15   

1  25.705104 + (3,7 x10 −0, 4 x 25.705104 )   417.63 0, 75 


= 1+   x 
β  25.705104 2 + 15   12 

= 1,29284926

β = 0,773485379

Curah hujan efektif untuk beberapa periode ulang

Rt = 0,707.Rn t + 1

Rt = 0,707.Rn 25.705104 + 1

Rt = 3.65356. Xi

Rt
sehingga, q =
3,6 xt

3.65356. Xi
q=
3,6 x 25.705104

q = 0,0394816 Xi m3/detik/km2

Besar debit banjir rencana dapat dihitung sebagai berikut:

Qn = α .β . A.q.Rn

Qn = 0,29716359 x 0,773485379 x 417.63 x 0.039816 x Rn

Qn = .3.789955 Rn

Kombinasi Metode Haspers-Haspers

Universitas Sumatera Utara


Untuk n = 5 tahun

Qn = 3.789955 R(5)

Qn = 3.789955. 148,15

Qn = 561.482 m3/detik

Untuk n = 10 tahun

Qn = 3.789955 R(10)

Qn = 3.789955.184.12

Qn = 697.8065 m3/detik

Tabel 4.24. Ringkasan debit banjir metode Haspers-Haspers

Kala Rn Qn
Ulang
5 148,15 561.482 M3/Det
10 184.12 697.8065 M3/Det

Kombinasi Metode Haspers-Log Pearson III

Untuk n = 5 tahun

Qn = 3.789955 R(5)

Qn = 3.789955. 134,81

Qn = 510,9238 m3/detik

Untuk n = 10 tahun

Qn = 3.789955 R(10)

Qn = 3.789955.160.92

Qn = 609.8795 m3/detik

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.25. Ringkasan debit banjir metode Haspers-Log Pearson III

Kala Ulang Rn Qn
5 134,81 510,924 M3/detik
160,75 609.879 M3/detik
10
25 198,13 750.904 M3/detik

4.7.1 Pengaruh Banjir Terhadap Model Fisik Muara Sungai Belawan

Pengaruh banjir terhadap model fisik estuari Belawan yang menyebabkan

bertambahnya kecepatan aliran sungai, sehingga adanya dorongan kecepatan arus pasut

dari laut yang menyebabkan intrusi air laut berkurang dari kondisi pada saat tidak

terjadi banjir.

Debit banjir yang terjadi di sungai Belawan berkisar 561.48 m3/detik yang

berpengaruh terhadap model adalah sebagai berikut.

Tabel 4.26 Pengaruh banjir terhadap model fisik muara Sungai Belawan

S2 m 0.4 4

M2 m 0.9 9

AM4 m 0.0130 depth m 4.0


width m 195.0

start station
6.0 60
D
697.81
3
Debit Babjir M /detik
-1
Aliran Sungai 0.719 ms

Temp⁰C 31 28
Sungai Laut

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.27 Kondisi fisik muara Sungai akibat debit banjir yang terjadi di muara Sungai Belawan

Waktu (jam) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Lunar quarter-diurnal m 0.0000 0.0110 0.0117 0.0014 -0.0102 -0.0122 -0.0027 0.0093 0.0126 0.0041 -0.0083 -0.0129 -0.0054 0.0072 0.0130
Kedalaman Air m 4.0 4.6 5.1 5.3 5.1 4.7 4.1 3.5 3.0 2.7 2.8 3.2 3.8 4.5 5.0 At this station
0.218 0.159 0.060 -0.052 -0.148 -0.206 -0.213 -0.168 -0.082 0.028 0.133 0.205 0.223 0.181 Luas Penampang 780 2
Arus pasut (m/s) m
-0.502 -0.560 -0.659 -0.771 -0.867 -0.925 -0.932 -0.888 -0.801 -0.691 -0.586 -0.514 -0.496 -0.539 Upstr vol /m tide 3 6
Total arus (m/s) 0.94 m x 10
Perpindahan (km) -1.81 -3.82 -6.19 -8.97 -12.09 -15.42 -18.78 -21.97 -24.86 -27.35 -29.46 -31.31 -33.09 -35.03
Suhu (⁰C) 30.94 30.98 31.00 31.00 31.00 31.00 31.00 31.00 31.00 31.00 31.00 31.00 31.00 31.00
Kadar garam (ppt) 0.6 0.2 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
-3
TSS Conc mg dm 95.39 96.47 98.70 99.99 99.12 96.91 95.44 96.09 98.24 99.88 99.47 97.39 95.59

Akibat debit banjir sebesar 697.81 m3/detik yang mempengaruhi penampang muara Sungai Belawan yang menghasilkan aliran

sungai sebesar 0.719 m/det yang akan mendorong kecepatan arus pasut yang terjadi pada model fisik estuari , maka diperoleh intrusi air

laut masuk kedalam sungai berkurang sejauh 6 km dari kondisi pada saat debit sungai normal yaitu sebesar 15 m3/detik sehingga intrusi air

asin yang masuk kedalam sungai sejauh 12 km..

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil studi karakteristik model fisik Model Fisik muara Sungai Beawan dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut

1. Dari hasil pemodelan pada titik lokasi I diperoleh kedalaman maksimum

berkisar 12 m akibat pasang tertinggi pada jam ke 3 dan diperoleh penyebaran

parameter pada saat pasang tertinggi suhu pada badan air diperoleh 28.14 ºC dan

penyebaran kadar garam diperoleh 26.7 ‰ dan penyebaran zat padat tersuspensi

diperoleh 99.94 mg/l dari kondisi ini badan air pada saat pasang tertinggi TSS

melebihi batas ambang yang diberikan oleh pemerintah menyatakan jika TSS >

80 mg/l tidak layak untuk kehidupan perikanan, mandi dan selam.

2. Dari hasil pemodelan pada titik lokasi I diperoleh kedalaman minimum akibat

surut terendah pada jam ke 9 dan diperoleh penyebaran parameter pada saat

pasang terendah suhu pada badan air diperoleh 28.51 ºC dan penyebaran kadar

garam diperoleh 23.2 ‰ dan penyebaran zat padat tersuspensi diperoleh 99.55

mg/l dari kondisi ini badan air pada saat pasang tertinggi TSS melebihi batas

ambang yang diberikan oleh pemerintah menyatakan jika TSS > 80 mg/l tidak

layak untuk kehidupan perikanan, mandi dan selam

3. kecepatan arus maksimum pada saat pasang menuju surut adalah 0.157 m/s dan

pada saat surut kecepatan arus maksimum adalah 0.156 m/s pada saat surut

menuju pasang hal ini dipengaruhi beda tinggi kedalaman dan luas penampang.

Universitas Sumatera Utara


4. Akibat debit banjir sebesar 697.81 m3/detik yang mempengaruhi penampang

muara Sungai Belawan yang menghasilkan aliran sungai sebesar 0.719 m/det yang

akan mendorong kecepatan arus pasut yang terjadi pada model fisik estuari , maka

diperoleh intrusi air laut masuk kedalam sungai berkurang sejauh 6 km dari kondisi

pada saat debit sungai normal yaitu sebesar 15 m3/detik sehingga intrusi air asin

yang masuk kedalam sungai sejauh 12 km..

Saran

Adapun saran yang ingin penulis sampaikan setelah melakukan studi

karakteristik model fisik muara sungai Belawan adalah :

1. Muara Sungai Belawan merupakan salah satu potensi terbesar sebagai pelabuhan

internasional dan lokasi tambak ikan, oleh karena itu pemerintah dan masyarakat

harus menjaga kelestarian badan air estuari dari kerusakan baik yang disebabkan

oleh alam sendiri ataupun oleh manusia agar tidak terjadi kekeruhan badan air

yang besar akibat erosi yang dapat menyebabkan pendangkalan pada MULUT

estuari dengan cara memproteksi dinding estuari ataupun membudidayakan

tumbuhan mangrove pada dinding estuari pada bagian sungai dan mengelola

limbah terlebih dahulu sebelum kontak langsung pada badan air estuari.

2. Penelitian ini merupakan gambaran awal yang menjelaskan seberapa besar

padatan tersuspensi yang terdapat di muara Sungai Belawan. Untuk itu

diperlukan penelitian lebih lanjut tentang seberapa besar endapan yang terjadi

sepanjang estuari yang dipengaruhi konsentrasi dan sebaran padatan tersuspensi

di muara Sungai Belawan, Agar nantinya didapatkan data yang lebih lengkap

dan akurat, sehingga dapat memberikan informasi kepada berbagai pihak terkait

mengenai sedimentasi yang terjadi di perairan Muara Sungai Belawan.

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


• Alat penentuan posisi koordinat dan jarak

Gambar A1 Global Positioning System (GPS)

• Alat pengukur parameter kadar garam dan suhu

Gambar A2 Digital Salt Mater

Universitas Sumatera Utara


• Alat perum gema pengukur Kedalaman estuari

Gambar A3 Fishfinder 240 Blue

• Alat pengambil sampel air zat padat tersuspensi (total suspended solid)

Gambar A4 Botol Pengambil Sampel Air

Universitas Sumatera Utara


Gambar uji laboratorium zat padat tersuspensi (TSS) Teknik Kimia FT. USU

Gambar A5 Persiapan Uji zat padat Tersuspensi

Gambar A6 Timbangan Digital Ketelitian 0.001 gram

Universitas Sumatera Utara


Gambar A6 Oven

Gambar A6 Cawan

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Hardisty, J. (jack), 2007. Estuaries : Monitoring and Modeling The Physical System.
Rutledge, London, 272pp.

Kramadibrata, Soedjono. 1985. Perencanaan Pelabuhan. Bandung: Ganeca Exact.

Triatmodjo, Bambang. 1999. Teknik Pantai. Yogyakarta : Beta Offset.

M.S. Tarigan, Edward. 2003, Kandungan Total Zat Padat Tersuspensi di Perairan
Raha. Jakarta : LIPI

P.T. (Persero) Pelabuhan Indonesia I. (2006). Master Plan Pelabuhan Belawan.


Sumatera Utara, Indonesia.

Kementerian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Keputusan No. 02/Men


KLH/1988 tentang Pedoman Baku Mutu Lingkungan, Kementrian Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Jakarta, 1988.

Block.S.C. 2007. Microsoft Excel 2007 dalam Membangun Rumus dan Fungsi . Jakarta:
Erlangga: IKAPI.

Isma Faiz, 2007. Laporan Praktikum Mekanika Tanah. Departemen Teknik Sipil USU

Soemarto, C.D., 1995. Hidrologi Teknik. Penerbit Erlangga.Jakarta

Universitas Sumatera Utara

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai