Anda di halaman 1dari 137

ANALISA DIMENSI DAN STABILITAS BANGUNAN PENGAMAN (JETTY)

MUARA LAMTEH DI KECAMATAN PEUKAN BADA


KABUPATEN ACEH BESAR

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian

Pendidikan Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

Rizqan Maulidin
10 0404 035

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK
Analisa Dimensi dan Stabilitas Bangunan Pengaman (Jetty) Muara Lamte
di Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar merupakan perencanaan
bangunan fisik berupa bangunan jetty sebagai pengaman muara Lamteh terhadap
pendangkalan. Tujuan dari perencanaan ini adalah untuk merencanakan bangunan
pengaman muara sungai untuk alur pelayaran dengan menggunakan jenis
bangunan pelindung batu alam (rubble mound).
Adapun ruang lingkup pada analisa jetty dengan jenis rubble mound ini
meliputi perencanaan kemiringan jetty, perhitungan lebar jetty, perhitungan
ukuran batu pelindung, perhitungan jumlah unit pelindung, perhitungan berat batu
pelindung, perhitungan tinggi jetty, perhitungan tebal lapis lindung, perhitungan
jumlah lapis pada jetty, perhitungan tinggi muka air rencana dan perhitungan
stabilitas jetty itu sendiri. Data teknis yang diperoleh dari lokasi perencanaan
berupa elevasi muka air antara -0,5 meter sampai pada -3,0 meter di ujung lokasi
perencanaan tambahan jetty.
Dari hasil pengolahan data angin maka diperolah angin dominan untuk
lokasi perencanaan dari arah timur laut dengan tinggi gelombang rencana yang di
hasilkan sebesar 2,209 m. Struktur jetty jenis rubble mound terdiri dari susunan
batu dengan berat batu pelindung utama sebesar ±2,399 ton, lapis kedua ±(1,199-
1,607) ton, dengan lapis inti (7,9 -159) kg dengan ketebalan 1,5-2 m dan stabilitas
jetty memiliki angka yang aman yaitu 4,836 >2.

Kata Kunci : Jetty, Rubble Mound

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberi

karunia kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas

Akhir ini. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan

studi pada Program Studi Strata Satu (SI) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang diambil adalah:

“Analisa Dimensi Dan Stabilitas Bangunan Pengaman (Jetty) Muara Lamteh


Di Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar”

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak

terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu:

1. Kepada keluarga besar saya, Ayah saya Khairizal, Mama saya Cut Mutia

dan Kakek saya Chairuman yang selalu mengirimkan do’a, serta telah

bekerja keras untuk menguliahkan anaknya. Terimakasih juga kepada

adik saya Razqi Monzari dan Rifat Muyassar yang telah memberikan

semangat untuk saya agar menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia Tarigan, M.Sc selaku Dosen

Pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan yang sangat

bernilai, masukan, dukungan serta meluangkan waktu, tenaga dan

pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik

Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

ii

Universitas Sumatera Utara


4. Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc selaku koordinator sub jurusan Teknik

Sumberdaya Air Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara.

5. Bapak Ir. Makmur Ginting, M.Sc dan Bapak Ivan Indrawan, ST, MT

selaku Dosen Pembanding, atas saran dan masukan yang diberikan

kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.

6. Kepada kawan seperjuangan angkatan 2010 Teknik Sipil, Irfan, Akbar,

Dhaka, Zunardis, Maulana, Irul, Lutfi, Syahru, Uus, Umri, Lamhot, Tria,

Abdul, Cika, Sari, Dwi, Reby, Taslim, Fahmi, Ijep, Iqbal, Himawan serta

teman-teman angkatan 2010 yang tidak dapat disebutkan seluruhnya

terimakasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

7. Bapak/Ibu seluruh staf pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini

kepada penulis.

9. Kepada teman-teman seperantauan, Yussar, Darkasih, Paduka Raja,

Bang Alvian, Ifrat, Saniman, Rifqi, Maulana Realzy, Teuku Hendra,

Muhammadan, serta teman-teman yang tidak dapat disebutkan

seluruhnya terima kasih atas dukungannya selama ini.

10. Dan segenap pihak yang belum penulis sebut disini atas jasa-jasanya

dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga

Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

iii

Universitas Sumatera Utara


Mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan yang penulis miliki, maka

penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca

diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan semoga laporan Tugas

Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Agustus 2016

Penulis

Rizqan Maulidin
10 0404 035

iv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................ v

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii

DAFTAR NOTASI ...................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 2

1.3 Batasan Masalah................................................................................ 3

1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 3

1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 3

1.6 Sistematika Penulisan ....................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 6

2.1 Gambaran Umum Pantai ................................................................... 6

2.2 Gelombang ........................................................................................ 6

v
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Deformasi Gelombang ............................................................. 7

2.2.2 Analisa Gelombang .................................................................. 7

2.2.3 Prediksi Gelombang ................................................................. 8

2.2.4 Refraksi Gelombang................................................................. 11

2.2.5 Refleksi Gelombang ................................................................. 13

2.2.6 Difraksi Gelombang ................................................................. 14

2.2.7 Gelombang Pecah..................................................................... 15

2.2.8 Gelombang Rencana dan Periodenya....................................... 18

2.2.9 Gelombang yang Terjadi di Pantai ........................................... 20

2.2.10 Gelombang Disain.................................................................. 21

2.3 Fluktuasi Muka Air Laut ................................................................... 21

2.3.1 Pasang Surut ............................................................................. 22

2.3.2 Naiknya Muka Air Karena Angin ............................................ 22

2.3.3 Sea Level Rise .......................................................................... 23

2.4 Perhitungan fetch ............................................................................... 24

2.5 Sedimentasi dan Erosi ....................................................................... 27

2.5.1 Didominasi Gelombang Laut ................................................... 28

2.5.2 Didominasi Aliran Sungai ........................................................ 28

vi
Universitas Sumatera Utara
2.5.3 Didominasi Pasang Surut ......................................................... 28

2.5.4 Angkutan Sedimen Pantai ........................................................ 29

2.5.5 Angkutan Sedimen Sejajar Pantai ............................................ 29

2.5.6 Angkutan Sedimen Tegak Lurus Pantai ................................... 29

2.6 Bangunan Jetty .................................................................................. 30

2.6.1 Jenis Bangunan ........................................................................ 30

2.6.2 Lebar dan Kedalaman Alur Muara Sungai .............................. 31

2.6.3 Detil Konstruksi ....................................................................... 32

2.6.4 Jetty Susunan Batu (Rubble Mound) ........................................ 32

2.6.5 Perencanaan Kemiringan Jetty ................................................. 34

2.6.6 Perhitungan Berat Butir Batu Pelindung .................................. 35

2.6.7 Perhitungan Tebal Lapis Pelindung ......................................... 36

2.6.8 Perhitungan Lebar Puncak dan Jumlah Butir Batu .................. 36

2.7 Analisa Stabilitas Jetty Rubble Mound ............................................. 37

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 39

3.1 Lokasi Penelitian ............................................................................... 39

3.2 Persiapan Data ................................................................................... 39

3.2.1 Studi Pustaka Terhadap Materi Penelitian ............................... 40

vii
Universitas Sumatera Utara
3.2.3 Menemtukan Kebutuhan Data.................................................. 40

3.3 Metode Pengumpulan Data ............................................................... 40

3.3.1 Data Primer .............................................................................. 40

3.3.2 Data Sekunder .......................................................................... 40

3.4 Pengolahan dan Analisa Data............................................................ 41

3.5 Perencanaan Jetty .............................................................................. 41

3.6 Analisa Stabilitas Jetty ...................................................................... 41

3.7 Perencanaan Flow Chart ................................................................... 42

3.8 Jadwal Penelitian............................................................................... 43

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN ........................ 44

4.1 Pengolahan Data................................................................................ 44

4.1.1 Pengolahan Data Angin ........................................................... 44

4.2 Perhitungan fetch ............................................................................... 46

4.3 Kecepatan Angin Signifikan ............................................................. 48

4.4 Peramalan Gelombang ...................................................................... 49

4.4.1 Perhitungan Tinggi Gelombang dan Periodenya (Barat) ......... 49

4.4.2 Perhitungan Tinggi Gelombang dan Periodenya (Timur Laut) 51

4.5 Analisa Gelombang Rencana ............................................................ 55

viii
Universitas Sumatera Utara
4.5.1 Periode Ulang Gelombang ....................................................... 55

4.5.2 Perhitungan Gelombang Rencana dan Periodenya (Barat) ...... 56

4.5.3 Pemilihan Periode Ulang Gelombang ...................................... 58

4.6 Gelombang Desain Arah Timur Laut ................................................ 59

4.6.1 Perhitungan Koefisien Refraksi (Kr) ........................................ 59

4.6.2 Perhitungan Koefisien Shoaling (Ks) ....................................... 60

4.7 Gelombang Desain Arah Barat ......................................................... 63

4.7.1 Perhitungan Koefisien Refraksi (Kr) ........................................ 63

4.7.2 Perhitungan Koefisien Shoaling (Ks) ....................................... 64

4.8 Perhitungan Gelombang Pecah Arah Timur Laut ............................. 66

4.9 Perhitungan Gelombang Pecah Arah Barat....................................... 69

4.10 Analisa Angkutan Sedimen ............................................................. 72

4.11 Lebar dan Kedalaman Alur Muara Sungai ..................................... 73

4.12 Perencanaan Jetty ............................................................................ 74

4.12.1 Menentukan Bilangan Irribaren (ir) ...................................... 74

4.12.2 Berat Butir Lapis Lindung (W) .............................................. 75

4.12.3 Perhitungan Ukuran Batu Pelindung...................................... 76

4.12.4 Perhitungan Tinggi Jetty (Hst) ............................................... 77

ix
Universitas Sumatera Utara
4.12.5 Tebal Lapis Lindung .............................................................. 77

4.12.6 Perhitungan Lebar Jetty.......................................................... 77

4.12.7 Lebar Permukaan Bawah Jetty B’ .......................................... 78

4.12.8 Menentukan Jumlah Butir Batu (N) ....................................... 78

4.13 Stabilitas Jetty ................................................................................. 79

4.13.1 Stabilitas Jetty Terhadap Gaya Dukung Tanah ...................... 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 85

5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 85

5.2 Saran .................................................................................................. 86

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 87

LAMPIRAN

x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Lokasi Muara Lamteh ....................................................... 2

Gambar 2.1 Hubungan Kecepatan Angin di Laut dan di Darat .................... 10

Gambar 2.2 Refraksi Gelombang .................................................................. 12

Gambar 2.3 Defraksi Gelombang ................................................................. 15

Gambar 2.4 Penentuan Tinggi Gelombang Pecah ........................................ 18

Gambar 2.5 Wave Set Up dan Wave Set Down ............................................. 22

Gambar 2.6 Kenaikan Muka Air Laut Karena Badai .................................... 23

Gambar 2.7 Perkiraan Kenaikan Muka Air Laut Karena Pemanasan Global 24

Gambar 2.8 Perhitungan Fetch ..................................................................... 25

Gambar 2.9 Run Up Gelombang (Triadmodjo) ............................................ 33

Gambar 2.10 Run Up Gelombang ................................................................. 34

Gambar 2.11 Nomogram Kemiringan Susunan Batu ................................... 35

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian ............................................................... 39

Gambar 4.1 Mawar Angin Maksimum Stsiun BMKG ................................. 45

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Antara Kecepatan Angin di Laut dan di Darat 50

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Kecepatan Angin di Laut dan di Darat 52

Gambar 4.4 Penentuan Tinggi Gelombang Pecah ........................................ 66

xi
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.5 Penentuan Kedalaman Gelombang Pecah ................................. 67

Gambar 4.6 Penentuan Tinggi Gelombang Pecah ........................................ 70

Gambar 4.7 Penentuan Kedalaman Gelombang Pecah ................................. 71

Gambar 4.8 Perbandingan Run Up dan Run Down ....................................... 74

Gambar 4.9 Potongan Jetty ........................................................................... 78

Gambar 4.10 Sketsa Potongan Detail Jetty ................................................... 79

Gambar 4.11 Potongan Detail Jetty .............................................................. 81

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Koefisien Refleksi ......................................................................... 14

Tabel 2.2 Hubungan Yn dengan Besarnya Sampel (n) ................................. 20

Tabel 2.3 Hubungan Sn dengan Besarnya Sampel (n) .................................. 20

Tabel 2.4 Tingkat Kerusakan ........................................................................ 20

Tabel 4.1 Kejadian Angin Maksimum di Stasiun BMKG ............................ 45

Tabel 4.2 Perhitungan Panjang fetch ............................................................. 46

Tabel 4.3 Perhitungan Panjang fetch ............................................................. 47

Tabel 4.4 Rekapitulasi Kecepatan Angin Maksimum ................................. 48

Tabel 4.5 Gelombang Arah Barat dan Periodenya........................................ 53

Tabel 4.6 Gelombang Arah Timur Laut dan Periodenya .............................. 54

Tabel 4.7 Rekapitulasi Tinggi Gelombang dan Periodenya.......................... 55

Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Distribusi Probabilitas Gumbel ....................... 56

Tabel 4.9 Periode Kala Ulang ....................................................................... 57

Tabel 4.10 Rekapitulasi Gelombang Rencana dan Periode (75%) ............... 58

Tabel 4.11 Tinggi Gelombang Berdasarkan Tingkat Kerusakan Barat ........ 59

Tabel 4.12 Tinggi Gelombang Berdasarkan Tingkat Kerusakan Timur Laut 59

Tabel 4.13 Perhitungan Gelombang Pantai Arah Timur Laut ...................... 62

xiii
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.14 Perhitungan Gelombang Pantai Arah Barat ................................ 65

Tabel 4.15 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Gelombang Pecah Timur Laut . 69

Tabel 4.16 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Gelombang Pecah Barat ........... 72

Tabel 4.17 Nilai Nc, N𝛾, Nq ........................................................................ 80

Tabel 4.18 Perhitungan Perencanaan Jetty.................................................... 83

xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR NOTASI

Feff = Fecth rerata efektif (Km)

UL = Kecepatan angin pada ketinggian 10 m di atas tanah (knot)

Uz = Kecepatan angin yang di ukur pada elevasi Z meter di atas tanah (knot)

UA = Kecepatan seret angin (m/det)

Uw = Kecepatan angin di laut (m/det)

RL = Kecepatan angin di laut dan di darat (m/det)

Lo = Panjang gelombang di laut dalam (m)

Kr = Koefisien Refraksi

Ks = Koefisien shoaling

Co = Cepat rambat gelombang di laut dalam (m/det)

L = Panjang gelombang di pantai (m)

C1 = Cepat rambat gelombang di pantai (m/det)

T = Periode gelombang (det)

H1 = Tinggi gelombang (m)

X = Koefisien refleksi

Hr = Tinggi gelombang refleksi (m)

xv
Universitas Sumatera Utara
Hi = Tinggi gelombang dating (m)

H’o = Tinggi gelombang laut dalam ekivalen (m)

Hb = Tinggi gelombang pecah (m)

db = Kedalaman air pada saat gelombang pecah (m)

m = kemiringan dasar laut (m)

g = Grafitasi (m/s)

Hs = Tinggi gelombang signifikan rata-rata (m)

Hs(T) = Tinggi gelombang signifikan untuk periode ulang T tahun (m)

S = Standar deviasi (m)

H = Tinggi gelombang yang bisa mengakibatkan kerusakan tertentu (m)

HD=O = Tinggi gelombang dengan tingkat kerusakan 0-5% (m)

K = Koefisien kerusakan (%)

Ir = bilangan irribarn

Ho = Tinggi gelombang di lokasi bangunan (m)

W = Berat batu lapis luar (ton)

𝛾𝑟 = Berat jenis batu (ton/m3)

𝛾𝑤 = Berat jenis air (ton/m3)

KD = Koefisien stabilitas

xvi
Universitas Sumatera Utara
H = Tinggi gelombang rencana (m)

t = Tebal lapis (m)

N = Jumlah unit

B = Lebar puncak (m)

Lb = Panjang kaki pelindung (m)

tb = tebal kaki pelindung (m)

r = Tebal lapis pelindung rata-rata (m)

Hst = Tinggi bangunan pemecah gelombang (m)

HWL = Elevasi muka air tertinggi (m)

d = Kedalaman laut di lokasi perencanaan (m)

Ru = Run up gelombang (m)

A = Luas penampang konstruksi (m2)

SF = Faktor keamanan

xvii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A.1 Letak Jetty.............................................................................. 86

Lampiran A.2 Peta Lokasi Penelitian ........................................................... 87

Lampiran A.3 Koefisien Lapis ...................................................................... 90

Lampiran A.4 Koefisien Stabilitas ................................................................ 91

Lampiran A.5 Grafik Sondir ......................................................................... 92

Lampiran A.6 Grafik Pasang Surut ............................................................... 93

Lampiran B.1 Fungsi d/L Untuk Pertambahan Nilai d/Lo ............................ 94

Lampiran B.2 Fungsi d/L Untuk Pertambahan Nilai d/Lo ............................ 95

Lampiran B.3 Fungsi d/L Untuk Pertambahan Nilai d/Lo ............................ 96

Lampiran B.4 Fungsi d/L Untuk Pertambahan Nilai d/Lo ............................ 97

Lampiran B.5 Fungsi d/L Untuk Pertambahan Nilai d/Lo ............................ 98

Lampiran B.6 Fungsi d/L Untuk Pertambahan Nilai d/Lo ............................ 99

Lampiran B.7 Fungsi d/L Untuk Pertambahan Nilai d/Lo ............................ 100

Lampiran B.8 Fungsi d/L Untuk Pertambahan Nilai d/Lo ............................ 101

Lampiran B.9 Fungsi d/L Untuk Pertambahan Nilai d/Lo ............................ 102

Lampiran B.10 Fungsi d/L Untuk Pertambahan Nilai d/Lo .......................... 103

Lampiran B.11 Fungsi d/L Untuk Pertambahan Nilai d/Lo .......................... 104

xviii
Universitas Sumatera Utara
Lampiran B.12 Fungsi d/L Untuk Pertambahan Nilai d/Lo .......................... 105

Lampiran B.13 Fungsi d/L Untuk Pertambahan Nilai d/Lo .......................... 106

Lampiran B.14 Fungsi d/L Untuk Pertambahan Nilai d/Lo .......................... 107

Lampiran B.15 Fungsi d/L Untuk Pertambahan Nilai d/Lo .......................... 108

Lampiran C.1 Kondisi Muara ....................................................................... 109

Lampiran C.2 Dokumentasi .......................................................................... 110

Lampiran D.1 Potongan Jetty (-0,5 meter).................................................... 111

Lampiran D.2 Potongan Jetty (-1,0 meter).................................................... 112

Lampiran D.3 Potongan Jetty (-1,5 meter).................................................... 113

Lampiran D.4 Potongan Jetty (-2,0 meter).................................................... 114

Lampiran D.5 Potongan Jetty (-2,5 meter).................................................... 115

Lampiran D.6 Potongan Jetty (-3,0 meter).................................................... 116

xix
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kabupaten Aceh Besar adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Aceh yang

banyak memiliki kawasan pantai. Kawasan pantai tersebut memiliki sumber daya

alam yang bernilai ekonomis. Tidak menutup kemungkinan pantai juga

mengalami berbagai kerusakan, baik yang diakibatkan oleh alam, maupun faktor

dari pengguna kawasan pantai. Gampong Lamteh merupakan salah satu kelurahan

yang berada di wilayah pesisir Kabupaten Aceh Besar. Di kelurahan terseburt

terdapat muara Lamteh yang bermuara di perairan Selat Malaka.

Sebagai wilayah pesisir, sebagian penduduk Gampong Lamteh berprofesi

sebagai nelayan. Muara Lamteh merupakan pintu keluar yang biasa dilalui oleh

nelayan tersebut untuk mencapai lautan.

Letak astronomis muara tersebut yaitu pada 5°28'26.05" Lintang Utara dan

95°14'9.00" Bujur Timur dengan tinggi rata-rata 0,70 meter di atas permukaan

laut.

Peristiwa gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004

menyebabkan kerusakan yang cukup parah di kawasan Gampong Lamteh. Akibat

peristiwa tersebut, bagian muara sungai tersebut juga mengalami perubahan alur

dan terjadi penumpukan sedimen di muara tersebut. Selain berdampak terhadap

alur pelayaran, pendangkalan muara tersebut juga dapat berdampak terhadap

terjadinya luapan air saat terjadinya musim hujan sehingga dapat mengancam

sarana dan prasarana di sekitarnya.

Universitas Sumatera Utara


2

Gambar 1.1. Peta Lokasi Muara Lamteh

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan fenomena yang terjadi tersebut, permasalahan yang dibahas

dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Mencari faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penumpukan sedimen

di muara Lamteh.

2. Bagaimana cara meminimalisir terjadinya penumpukan sedimen yang

menutupi bagian muara Lamteh.

3. Analisa dimensi, stabilitas bangunan Jetty di muara Lamteh.

Universitas Sumatera Utara


3

1.3 Batasan Masalah

Melihat luasnya permasalahan mengenai bangunan Jetty tersebut, maka

batasan-batasan penelitian dibatasi dalam ruang lingkup berikut ini:

1. Wilayah yang ditinjau di muara Lamteh Kecamatan Peukan Bada.

2. Perencanaan Jetty meliputi bentuk, dimensi, serta volume.

3. Tidak merencanakan DED (Detail Engineering Design).

4. Investigasi geoteknik tidak ditinjau.

5. Tidak memperhitungkan sedimentasi sungai.

6. Transpor sedimen tidak diperhitungkan.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Untuk merencanakan bangunan pengaman muara sungai (Jetty) untuk alur

pelayaran.

2. Untuk melindungi pemukiman penduduk sekitar muara dari hempasan air

laut.

3. Untuk mengantisipasi terendapnya sedimen di muara sungai yang terjadi

karena pengaruh gelombang air laut.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi penyusun; sebagai studi mahasiswa tentang mata kuliah yang

berkaitan dengan aplikasi di lapangan.

Universitas Sumatera Utara


4

2. Bagi akademik; sebagai pembelajaran bagi pihak-pihak yang membutuhkan

sumber terkait.

3. Bagi masyarakat; sebagai masukan yang dapat digunakan untuk mengatasi

permasalahan serupa pada muara sungai di daerah-daerah lain yang

berkaitan.

1.6 Sistematika Penulisan

Rancangan sitematika penulisan secara keseluruhan pada penelitian ini

terdiri dari 5 bab, yaitu:

Bab I Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang pekerjaan, perumusan masalah, ruang lingkup

penelitian yang dilaksanakan serta sistematika penulisan laporan penelitian.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini mencakup segala hal yang dapat dijadikan sebagai sumber

pengambilan tema penelitian, penentuan langkah pelaksanaan dan metode

penganalisaan yang diambil dari beberapa perpustakaan yang ada.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dan rencana

kerja dari penelitian serta mendeskripsikan lokasi penelitian.

Universitas Sumatera Utara


5

Bab IV Analisa Data Dan Pembahasan

Bab ini merupakan analisa tentang permasalahan, eveluasi, dan

perhitungan terhadap masalah yang ada di lokasi penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini merupakan kesimpulan dari butir-butir hasil analisa dan

pembahasan yang telah dilakukan. Kesimpulan juga disertai dengan rekomendasi

saran yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya atau untuk penerapan hasil

penelitian di lapangan.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Pantai

Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa Indonesia yang sering

rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Pesisir adalah daerah

darat di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin

laut dan perembesan air laut. Sedangkan pantai adalah daerah di tepi perairan

yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai

adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut, dimana posisinya tidak

tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air laut dan erosi pantai

yang terjadi.

2.2 Gelombang

Gelombang di laut bisa dibangkitkan oleh angin (gelombang angin), gaya

tarik matahari dan bulan (pasang surut), letusan gunung berapi atau gempa di laut

(tsunami), dan lain sebagainya (Triatmodjo, 1999). Gelombang dapat

menimbulkan energi untuk membentuk pantai, menimbulkan arus dan transpor

sedimen dalam arah tegak lurus dan sepanjang pantai, serta menyebabkan gaya-

gaya yang bekerja pada bangunan pantai. Pasang surut juga merupakan faktor

penting karena bisa menimbulkan arus yang cukup kuat terutama di daerah yang

sempit, misalnya di teluk, estuari, dan muara sungai. Selain itu elevasi muka air

pasang dan air surut juga penting untuk merencanakan bangunan-bangunan

pantai.

Universitas Sumatera Utara


7

2.2.1 Deformasi Gelombang

Deformasi gelombang adalah suatu perubahan sifat gelombang yang

terjadi pada saat ada gelombang bergerak merambat menuju ke pantai. Apabila

suatu deretan gelombang bergerak dari laut dalam menuju pantai, maka

gelombang tersebut akan mengalami deformasi atau perubahan bentuk yang

disebabkan oleh proses refraksi dan pendangkalan gelombang, difraksi, refleksi,

dan gelombang pecah (Triatmodjo, 1999).

2.2.2 Analisa Gelombang

Pengetahuan akan gelombang sangat penting dalam perencanaan

pelabuhan dan bangunan pelindung pantai. Tergantung dari kegunaan pelabuhan,

tinggi gelombang dan kecepatan arus. Gelombang dilaut dapat dibedakan menjadi

beberapa macam tergantung gaya yang mengakibatkan. Gaya-gaya tersebut dapat

berupa angin, gaya tarik matahari dan bulan (pasang surut), tsunami akibat letusan

gunung berapi atau gempa, gaya akibat kapal dan sebagainya.

Menurut Triatmodjo (1999:154), untuk pekerluan perencanaan bangunan

pantai sering dilakukan peramalan gelombang berdasarkan data angin. Pemakaian

data angin untuk keperluan peramalan gelombang dilakukan mengingat kurangya

kegiatan pengumpulan data gelombang di Indonesia, karena disebabkan mahalnya

peralatan pencatat gelombang disamping resiko hilang atau rusaknya peralatan

cukup besar. Gelombang dapat menimbulkan energi untuk membentuk pantai,

menimbulkan arus dan transport sedimen dalam arah tegak lurus di sepanjang

pantai, serta menyebabkan gaya-gaya yang bekerja pada bangunan pantai.

Universitas Sumatera Utara


8

Gelombang merupakan factor utama dalam penentuan tata letak (lay out)

pelabuhan, alur pelayaran dan perencanaan suatu konstruksi bangunan pantai.

2.2.3 Prediksi Gelombang

Prediksi gelombang dimaksudkan untuk mengalihragamkan (transformasi)

data angin menjadi data gelombang (Triatmodjo, 2003:60). Data angin tersebut

dapat diperoleh dari pengukuran langsung diatas permukaan laut atau dari

pengukuran di darat yang kemudian dikonversikan menjadi data angin laut. Data

kecepatan dan arah mata angin dianalisis distribusi arahnya yang kemudian

digambarkan sesuai dengan arah mata angin, untuk mendapatkan arah tiupan

angin yang dominan Hasil dari persentase arah tiupan angin yang dominan akan

digunakanuntuk perncanaan gelombang. Data angin yang di peroleh adalah data

angin dari pengukuran di darat, oleh karena itu data inharus di transfer menjadi

data angin laut sehingga dapat digunakan sebagai analisis prediksi gelombang.

Rumus yang aka digunakan sebgai berikut:

𝑈𝑧
UL = x (U10) (2.1)
𝑍

Uw = R L . UL (2.2)

UA = 0,71 . Uw1,23 (2.3)

di mana:
[U10]L = kecepatan angin pada ketinggian 10 m di atas tanah (knot);
Uz = kecepatan angin yang di ukur pada elevasi Z m di atas tanah (knot);
Z = ketinggian alat ukur di atas tanah (m);
Uw = kecepatan angin di laut (m/det);
UA = kecepatan seret angin (m/det);
RL = hubungan kecepatan angin laut dan angin darat.

Universitas Sumatera Utara


9

Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan

energinya ke air. Kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada permukaan

laut, sehingga permukaan air yang semula tenang akan terganggu dan timbul riak

gelombang kecil diatas permukaan air. Apabila kecepatan angin bertambah, riak

tersebut menjadi semakin besar. Dan apabila angin berhembus terus pada akhirnya

akan terbentuk gelombang. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus,

semakin besar gelombang yang terbentuk (Triadmodjo, 1999).

Tinggi dan periode gelombang yang dibangkitkan dipengaruhi oleh

kecepatan angin (U), lama hembusan angin (D), fetch (F) dan arah angin. Pada

umumnya pengukuran angin dilakukan didaratan, sedangkan di dalam rumus-

rumus pembangkitan gelombang, data angin yang digunakan adalah yang ada di

atas permukaan laut. Oleh karena itu diperlukan transformasi data angin diatas

daratan (yang terdekat dengan lokasi studi) ke data angin di atas permukaan laut

(Triadmodjo, 1999). Hubungan antara angin diatas laut dan angin diatas daratan

terdekat diberikan oleh persamaan berikut:

𝑈𝑊
RL = (2.4)
𝑈𝐿

di mana:
UL = Kecepatan angin yang diukur di darat (m/dt);
Uw = Kecepatan angin di laut (m/dt);
R = Nilai koreksi hubungan kecepatan angin di darat dan dilaut.

Universitas Sumatera Utara


10

Gambar 2.1 Hubungan kecepatan angin dilaut dan didarat (Triadmodjo, 1999)

Gambar 2.1 Merupakan hasil dari pengamatan yang dilakukan di Great

Lake, Amerika Serikat di peroleh gambar yang menghubungkan antara kecepatan

angin di laut dan didarat. Nilai UA digunakan untuk menghitung besarnya

gelombang dan periode gelombang yang terjadi.

Rumus peramalan gelombang yang ditentukan berdasarkan pernyataan

berikut (Anonim, 1984), tinggi dan periode gelombang dapat dicari dengan

menggunakan rumus :

Tinggi gelombang (H)

1,616 x 10-2 x (UA x Fetch0,5) (2.5)

Periode gelombang (T)

6,238 x 10-1 x ((UA x Fetch)1/3) (2.6)

Universitas Sumatera Utara


11

di mana:

UA = tegangan angin (m/det);


F = panjang fetch (m).

2.2.4 Refraksi Gelombang

Refraksi gelombang adalah perubahan bentuk pada gelombang akibat

adanya perubahan kedalaman laut. Di laut dalam, gelombang menjalar tanpa

dipengaruhi dasar laut, akan tetapi di laut transisi dan laut dangkal, dasar laut

mempengaruhi bentuk gelombang (Triatmodjo, 1999).

Refraksi menentukan tinggi gelombang di suatu tempat berdasarkan

karakteristik gelombang datang. Refraksi mempunyai pengaruh cukup besar

terhadap tinggi dan arah gelombang serta distribusi energi gelombang di

sepanjang pantai. Besarnya nilai refraksi dihitung dengan rumus:

LO = 1,56 x T2 (2.7)

𝐿𝑜
Co = (2.8)
𝑇

𝑑
(2.9)
𝐿𝑜

𝑑
(2.10)
𝐿

𝑑
L = (2.11)
𝑑/𝐿

𝐿
C1 =𝑇 (2.12)

𝐶1
Sin 𝛼 = . Sin 𝛼0 (2.13)
𝐶0

Universitas Sumatera Utara


12

cos 𝛼 0
Kr = (2.14)
cos 𝛼 1

𝑛𝑜 .𝐿𝑜
Ks = (2.15)
𝑛1.𝐿

H1 = Ks . Kr . H0 (2.16)

di mana :
Lo = panjang gelombang di laut dalam (m);
Kr = koefisien refraksi;
Ks = koefisien shoaling;
𝛼0 = sudut datang gelombang di laut dalam dan garis pantai (o);
𝛼1 = sudut datang gelombang pada titik yang ditinjau (o);
Co = cepat rambat gelombang di laut dalam (m/det);
L = panjang gelombang di pantai (m);
C1 = cepat rambat gelombang di pantai (m/det);
T = periode gelombang (det);
H1 = tingi gelombang (m).

Perubahan arah gelombang akibat refraksi akan menghasilkan konvergensi

(penguncupan) atau divergensi (penyebaran) energi gelombang dan

mempengaruhi energi gelombang yang terjadi di suatu tempat di daerah pantai

(Triatmodjo, 1999). Seperti yang terlihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Refraksi gelombang

Universitas Sumatera Utara


13

Gambar diatas memberikan gambaran proses refraksi gelombang di daerah

pantai yang mempunyai garis kontur dasar laut dan garis pantai yang tidak teratur.

Suatu deretan gelombang L0 dan garis puncak gelombang sejajar bergerak

menuju pantai. Terlihat dalam gambar bahwa garis puncak gelombang berubah

bentuk dan berusaha untuk sejajar garis kontur pantai.

Pada lokasi 1, garis orthogonal gelombang mengincup sedangkan di

lokasi 2 garis orthogonal menyebar. Karena energi diantara kedua garis

orthogonal adalah konstan sepanjang lintasan, berarti energi gelombang tiap

satuan lebar di lokasi 1 adalah lebih besar dari pada di lokasi 2 (karena jarak antar

garis orthogonal di lokasi 1 lebih kecil dari pada jarak antar garis orthogonal di

laut dalam dan jarak antar garis orthogonal di lokasi 2 lebih besar dari pada jarak

antar garis orthogonal di laut dalam). Misal akan direncanakan suatu dermaga

pelabuhan, maka lokasi 2 akan lebih cocok dari pada lokasi 1, karena bangunan-

bangunan yang direncanakan akan menahan energi gelombang yang lebih kecil

(Triatmodjo, 1999).

2.2.5 Refleksi Gelombang

Refleksi gelombang adalah suatu fenomena ketika suatu gelombang

datang mengenai atau membentur suatu rintangan (misal: ujung dermaga), maka

gelombang tersebut akan di pantulkan sebagian ataupun seluruhnya. Tinjauan

refleksi gelombang sangat penting di dalam perencanaan bangunan pantai. Suatu

bangunan pantai yang mempunyai sisi miring dan terbuat dari batu akan bisa

menyerap energi gelombang lebih banyak dibandingkan dengan bangunan tegak

dan masif.

Universitas Sumatera Utara


14

Pada bangunan vertikal, halus, dan berdinding tidak permeable,

gelombang akan di pantulkan seluruhnya (Triatmodjo, 1999). Besar kemampuan

suatu bangunan memantulkan gelombang diberikan oleh koefisien refleksi (X),

yaitu perbandingan antara tinggi gelombang refleksi (Hr) dengan tinggi

gelombang datang (Hi).


𝐻𝑟
X= (2.17)
𝐻𝑖

di mana :

X = koefisien refleksi;
Hr = tinggi gelombang refleksi;
Hi = tinggi gelombang datang.

Koefisien refleksi bangunan diperkirakan berdasarkan tes model.

Koefisien refleksi berbagai tipe bangunan diberikan pada Tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Koefisien refleksi (Triatmodjo, 1999)


Tipe bangunan X

Dinding vertikal dengan puncak di atas air 0.7 - 1.0

Dinding vertikal dengan puncak terendaml 0.5 - 0.7

Tumpukan batu sisi miring 0.3 - 0.6

Tumpukan blok beton 0.3 - 0.5

Bangunan vertikal dengan peredam energi (diberi lubang) 0.02 - 0.2

2.2.6 Difraksi Gelombang

Difraksi gelombang adalah suatu fenomena ketika suatu gelombang dating

terhalang oleh suatu rintangan seperti pulau atau bangunan pemecah gelombang,

maka gelombang akan membelok di sekitar ujung rintangan dan masuk ke daerah

terlindung di belakangnya. Dalam difraksi ini, terjadi transfer energi dalam arah

Universitas Sumatera Utara


15

tegak lurus penjalaran gelombang menuju daerah yang terlindung. Biasanya tinggi

gelombang akan berkurang di sepanjang puncak gelombang menuju daerah yang

terlindung (Triatmodjo, 1999).

Apabila tidak terjadi difraksi gelombang, daerah di belakang rintangan

akan tenang. Namun, karena adanya proses difraksi, maka daerah tersebut

terpengaruh oleh gelombang dating. Transfer energi ke daerah terlindung

menyebabkan terbentuknya gelombang di daerah tersebut, meskipun tidak sebesar

gelombang di luar daerah terlindung (Triatmodjo, 1999). Dalam hal ini dapat

dilihat pada Gambar 2.3 yang menunjukkan terjadinya difraksi gelombang.

Gambar 2.3 Difraksi gelombang (Triadmodjo, 1999)

2.2.7 Gelombang Pecah

Gelombang yang menjalar dari laut dalam menuju pantai mengalami

perubahan bentuk karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Pengaruh

kedalaman laut mulai terasa pada kedalaman lebih kecil dari setengah kali panjang

gelombang. Di laut dalam profil gelombang adalah sinusoidal, semakin menuju ke

Universitas Sumatera Utara


16

perairan yang lebih dangkal puncak gelombang semakin tajam dan lembah

gelombang semakin datar.

Selain itu kecepatan dan panjang gelombang berkurang secara berangsur-

angsur sementara tinggi gelombang bertambah. Gelombang pecah dipengaruhi

oleh kemiringannya, yaitu perbandingan antara tinggi dan panjang gelombang.

Gelombang pecah biasanya terjadi di daerah pantai di mana kecepatan gelombang

akan menurun karena perubahan kedalaman perairan. Tinggi gelombang dapat

dihitung dengan rumus dibawah ini:

H’o = Kr.H1 (2.18)

H′ 0
g .T 2
(2.19)

Hb
(2.20)
H’0

Hb
Hb = H’o . H’0 (2.21)

Hb
(2.22)
g .T 2

db
(2.23)
Hb

𝑑
db = H𝑏 . Hb (2.24)
b

di mana :

Hb = tinggi gelombang pecah (m);


H’O = tinggi gelombang laut dalam ekivalen (m);
db = kedalaman air pada saat gelombang pecah (m);
db
= didapat dari grafik kedalaman gelombang pecah;
Hb
m = kemiringan dasar laut;
T = periode gelombang (det);
g = gravitasi (m/s)

Universitas Sumatera Utara


17

Terdapat beberapa jenis gelombang pecah yaitu surging, plunging, dan

spilling. Semua jenis tersebut dibedakan oleh dasar perairan tempat pecahnya

gelombang pecah dapat dibedakan menjadi tiga tipe berikut ini:

1. Spilling

Spilling biasanya terjadi apabila gelombang dengan kemiringan kecil

menuju ke pantai yang datar (kemiringan kecil). Gelombang mulai pecah pada

jarak yang cukup jauh dari pantai dan pecahnya terjadi berangsur-angsur. Buih

terjadi pada puncak gelombang selama mengalami pecah dan meninggalkan suatu

lapis tipis buih pada jarak yang cukup panjang. Gelombang ini lebih sering terjadi,

dimana kemiringan dasarnya lebih kecil sekali, oleh karena itu reaksinya lebih

lambat, sangat lama dan biasanya digunakan untuk berselancar. Spilling

berhubungan dengan gelombang yang curam yang dihasilkan oleh lautan ketika

timbul badai.

2. Plunging

Apabila kemiringan gelombang dan dasar bertambah, gelombang akan

pecah dan puncak gelombang akan memutar dengan massa air pada puncak

gelombang akan terjun ke depan. Energi gelombang pecah dihancurkan dalam

turbulensi, sebagian kecil di pantulkan pantai ke laut, dan tidak banyak gelombang

baru terjadi pada air yang lebih dangkal.

3. Surging
Surging terjadi pada pantai dengan kemiringan yang
sangat besar seperti yang terjadi pada pantai berkarang.
Gelombang pecah tipe surging ini mirip dengan plunging, tetapi
sebelum puncaknya terjun, dasar gelombang sudah pecah. Untuk
penentuan tinggi dari gelombang pecah dapat dilihat pada
Gambar 2.4.

Universitas Sumatera Utara


18

Gambar 2.4 Penentuan tinggi gelombang pecah

2.2.8 Gelombang Rencana dan Periodenya

Dalam perencanaan bangunan pantai, frekuensi gelombang-gelombang

besar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhinya. Untuk menentukan

gelombang dengan periode ulang tertentu dibutuhkan data gelombang dalam

jangka waktu pengukuran cukup panjang (beberapa tahun). Data tersebut bisa

berupa data pengukuran gelombang atau data gelombang hasil prediksi

(peramalan) berdasarkan data angin (Triatmodjo, 1999).

Tinggi gelombang rencana dan periodenya dihitung berdasarkan kala

ulang rencana, menurut jenis konstruksi yang akan dibangun dan nilai daerah

yang akan dilindungi. Semakin tinggi nilai daerah yang dilindungi, makin besar

kala ulang gelombang rencana yang dipakai. Periode ulang kejadian gelombang

dihitung dengan rumus distribusi probabilitas Gumbel.

Universitas Sumatera Utara


19

Σ H Si
HS = 𝑛
(2.25)

Σ (H Si −H S )2
s = (2.26)
𝑛 −1

𝑌𝑇 −𝑌𝑛
HS(T) = HS + s 𝑆𝑛
(2.27)

YTR = - ln − ln ((Tr-1)/ Tr)) (2.28)

di mana:
HS(T) = tinggi gelombang signifikan untuk periode ulang T tahun (m);
HS = tinggi gelombang signifikan rata-rata (m);
S = standar deviasi (m);
N = jumlah data;
YTR, 𝑆𝑛 , 𝑌𝑛 = parameter statistik, (Tabel 2.2, 2.3, 2.4).

Pemilihan periode ulang gelombang ditentukan berdasarkan pada tingkat

kerusakan yang ditimbulkan oleh gelombang tersebut (CERC (b), 1984:7-212).

Tingkat kerusakan yang diizinkan berkisar antara 0% s/d 30% dan dihitung

dengan rumus sebagai berikut :

𝐻
𝐻𝐷 =0
=K (2.29)

di mana :
H = tinggi gelombang yang dapat mengakibatkan kerusakan tertentu (m);
HD=0 = tinggi gelombang dengan tingkat kerusakan 0-5% (m);
K = koefisien kerusakan (Tabel 2.4).

Universitas Sumatera Utara


20

Tabel 2.2 Hubungan Yn dengan besarnya sampel (n) (Soemarto, 1985 : 149)

n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0.495 0.500 0.504 0.507 0.510 0.513 0.513 0.518 0.520 0.522

20 0.524 0.525 0.527 0.528 0.530 0.531 0.532 0.533 0.534 0.535

30 0.536 0.537 0.538 0.539 0.540 0.540 0.541 0.542 0.542 0.543

40 0.544 0.544 0.545 0.545 0.546 0.546 0.547 0.547 0.548 0.548

Tabel 2.3 Hubungan Sn dengan besarnya sampel (n) (Soemarto, 1985 : 149)
n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0.950 0.968 0.983 0.997 1.010 0.021 1.032 1.041 1.049 1.057

20 1.063 1.070 1.075 1.081 1.086 1.086 1.092 1.100 1.105 1.109

30 1.112 1.116 1.119 1.123 1.126 1.129 1.131 1.134 1.136 1.139

40 1.141 1.114 1.146 1.148 1.150 1.152 1.154 1.156 1.157 1.159

Tabel 2.4 Tingkat kerusakan (CERC, 1984:7-212)


Tingkat
(0-5)% (5-10)% (10-15)% (15-20)% (20-25)%
kerusakan

𝐻
1.000 1.080 1.190 1.270 1.370
𝐻𝐷=0

2.2.9 Gelombang yang Terjadi di Pantai

Gelombang yang menjalar dari laut dalam menuju pantai (laut dangkal)

mengalami transformasi atau perubahan bentuk karena adanya proses reflaksi,

pedangkalan (shoaling), difraksi, refleksi dan gelombang pecah (Triatmodjo,

1999). Shoaling adalah peristiwa perubahan bentuk gelombang karena adanya

pendangkalan topografi dasar laut (Triatmodjo, 2003).

Universitas Sumatera Utara


21

2.2.10 Gelombang Disain

Gelombang disain yang digunakan sebagai acuan perencanaan breakwater

ditentukan dengan membandingkan antara nilai db dengan nilai Hpantai. Sebelum

menentukan tinggi gelombang desain yang akan di pakai, maka terlebih dahulu di

hitung gelombang pecah dari arah utara dan arah timur laut.

Dari hasil perhitungan keduanya dibandingkan ketinggian gelombang

dengan gelombang desain. Nilai terkecil dari kedua nilai tersebut digunakan

sebagai tinggi gelombang perencanaan (Hd), hal ini berdasarkan asumsi apabila

nilai Hpantai lebih besar dari Hpecah maka nilai Hd tidak pernah tercapai karena

gelombang karena gelombang telah pecah (Triatmodjo, 2003).

2.3 Fluktuasi Muka Air Laut

Elevasi muka air laut merupakan parameter sangat penting di dalam

perencanaan bangunan pantai. Beberapa proses alam yang terjadi dalam waktu

yang bersamaan membentuk variasi muka air laut dengan periode panjang. Proses

tersebut meliputi tsunami, gelombang badai (Storm surge), kenaikan muka air

karena gelombang (wave set up),

kenaikan muka air karena pemanasan suhu global dan pasang surut.

Diantara beberap proses tersebut, fluktuasi muka air karena tsunami dan

gelombang badai yang tidak dapat ditentukan (diprediksi) kapan terjadinya seperti

pada Gambar 2.5 (Triatmodjo, 1999).

Universitas Sumatera Utara


22

Gambar 2.5 Wave set up dan wave set down

2.3.1 Pasang Surut

Pasang surut adalah fluktuasi (naik turunnya) muka air laut karena adanya

gaya tarik benda-benda di langit, terutama bulan dan matahari terhadap massa air

laut di bumi. Gaya tarik menarik antara bulan dengan bumi lebih mempengaruhi

terjadinya pasang surut air laut daripada gaya tarik menarik antara matahari

dengan bumi, sebab gaya tarik bulan terhadap bumi nilainya 2,2 kali lebih besar

daripada gaya tarik matahari terhadap bumi. Hal ini terjadi karena meskipun

massa bulan lebih kecil dari pada massa matahari, akan tetapi jarak bulan terhadap

bumi jauh lebih dekat dari pada jarak bumi terhadap matahari (Triatmodjo, 1999).

2.3.2 Naiknya Muka Air Karena Angin (Wind Set Up)

Angin dengan kecepatan besar (badai) yang terjadi di atas permukaan laut

bisa membangkitkan fluktuasi muka air laut yang besar di sepanjang pantai jika

badai tersebut cukup kuat dan daerah pantai dangkal dan luas (Triatmodjo, 1999).

Universitas Sumatera Utara


23

Kenaikan muka air laut pada suatu daerah yang disebabkan oleh badai dapat

dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Kenaikan muka air laut karena badai

2.3.3 Kenaikan Elevasi Muka Air Laut Karena Pemanasan Global (Sea

Level Rise)

Efek rumah kaca menyebabkan bumi menjadi panas, sehingga dapat

dihuni kehidupan. Disebut efek rumah kaca karena kemiripannya dengan apa yang

terjadi dalam sebuah rumah kaca ketika matahari bersinar. Sinar matahari yang

masuk melalui atap dan dinding kaca menghangatkan ruangan di dalamnya

sehingga suhu menjadi lebih tinggi daripada di luar. Hal ini disebabkan karena

kaca menghambat sebagian panas untuk keluar (kaca sebagai penangkap panas).

Di bumi, efek rumah kaca dihasilkan oleh gas-gas tertentu dalam jumlah kecil di

atmosfer (disebut gas rumah kaca).

Namun, selama 200 tahun terakhir ini, jumlah gas rumah kaca dalam

atmosfer semakin meningkat secara berangsur angsur akibat dari kegiatan

manusia. Peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer menyebabkan

kenaikan suhu bumi dan berakibat pada mencairnya gunung-gunung es di kutub

Universitas Sumatera Utara


24

sehingga mengakibatkan kenaikan muka air laut. Di dalam perencanaan bangunan

pantai, kenaikan muka air laut yang disebabkan oleh pemanasan global ini harus

diperhitungkan (Triatmodjo, 1999). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.7 yang

menunjukkan perkiraan dari kenaikan muka air laut akibat pemanasan global.

Gambar 2.7 Perkiraan kenaikan muka air laut karena pemanasan global

Gambar diatas memberikan perkiraan besarnya kenaikan muka air laut dari

tahun 1990 sampai 2100 yang disertai perkiraan batas atas dan batas bawah.

Grafik tersebut didasarkan pada anggapan bahwa suhu bumi meningkat seperti

yang terjadi saat ini, tanpa ada tindakan untuk mengatasinya.

2.4 Perhitungan Fetch

Fetch adalah panjang keseluruhan suatu daerah pembangkitan gelombang

dimana angin berhembus dengan arah dan kecepatan yang konstan. Panjang fetch

dapat ditentukan dari peta atlas dan peta hidro-oceanografi (DKP-Aceh). Arah

angin masih dianggap konstan apabila perubahannya tidak sampai 150.

Universitas Sumatera Utara


25

Sedangkan kecepatan angin masih dianggap konstan apabila perubahannya tidak

lebih dari 5 knot atau 2,5 m/dt (Triatmodjo, 1999). Dalam peramalan angin, fetch

biasanya dibatasi dalam bentuk daratan yang mengelilingi daerah pembangkitan

gelombang seperti pada Gambar 2.8.

Perencanaan bangunan pantai biasanya menggunakan karakteristik

gelombang di laut dalam, yang ditetapkan berdasarkan pengukuran gelombang di

lapangan atau berdasarkan hasil peramalan gelombang dengan menggunakan data

angin dan fetch.

Gambar 2.8 Perhitungan fetch

Fetch dapat didefinisikan sebagai panjang daerah pembangkit gelombang

pada arah datangnya angin. Dalam meninjau pembangkitan gelombang di laut,

fetch dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut.

Universitas Sumatera Utara


26

Pada daerah pembentuk gelombang, gelombang tidak hanya dibangkitkan

dalam arah yang sama dengan angin tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap

arah angin (Triatmodjo, 2003:99). Apabila bentuk pembangkit tidak teratur, maka

untuk keperluan peramalan gelombang ditentukan fetch efektif dengan

persamaannya adalah sebagai berikut:

Σ χi.cos 𝜃
Feff = (2.30)
Σcos 𝜃

Dimana:
Feff = fetch rerata efektif;
Xi = panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi ke ujung
akhir fetch;
𝜃 =deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan
pertambahan 6o sampai sebesar 42o pada kedua sisi arah angin.

Gelombang signifikan adalah gelombang individu (individual wave) yang

dapat mewakili suatu spektrum gelombang (Triatmodjo, 1999:131). Gelombang

yang terjadi di alam tidaklah teratur (acak) dan sangat kompleks, dimana masing-

masing gelombang di dalam suatu spectrum (deretan) gelombang mempunyai

karakteristik yang berbeda-beda. Dalam kita mempelajari gelombang, kita

beranggapan bahwa gelombang itu teratur dan sama karakteristiknya. Asumsi ini

hanya untuk memudahkan kita untuk dapat mempelajari karakteristiknya. Maka

dari itu gelombang alam harus dianalisis secara statistik (Triatmodjo, 1999).

Analisis statistik gelombang diperlukan untuk mendapatkan beberapa karakteristik

gelombang (Triatmodjo, 1999), yaitu:

1. Gelombang representatif (gelombang signifikan)

2. Probabilitas kejadian gelombang

3. Gelombang ekstrim

Universitas Sumatera Utara


27

Untuk keperluan perencanaan bangunan-bangunan pantai, perlu dipilih

tinggi dan periode gelombang individu (individual wave) yang dapat mewakili

suatu deretan (spektrum) gelombang. Gelombang tersebut dikenal dengan

gelombang representatif atau gelombang signifikan. Apabila tinggi gelombang

dari suatu pencatatan diurutkan dari nilai tertinggi hingga nilai terendah atau

sebaliknya, maka akan dapat ditentukan nilai dari tinggi gelombang signifikan

(Hs), dengan s merupakan rerata dari n persen gelombang tertinggi yang telah

diurutkan. Dengan bentuk seperti itu akan dapat dinyatakan karakteristik

gelombang alam dalam bentuk gelombang tunggal.

Misalnya H10 rerata dari 10% gelombang tertinggi dari pencatatan

gelombang yang telah diurutkan. Bentuk yang paling banyak dipakai adalah H33

atau rerata dari 33% gelombang tertinggi dari pencatatan gelombang yang telah

diurutkan. Karena sering dipakai maka H33 sering disebut sebagai tinggi

gelombang signifikan (H33 = Hs). Cara yang sama juga dapat diterapkan untuk

menentukan Ts atau periode gelombang signifikan (Triatmodjo, 1999).

2.5 Sedimentasi dan Erosi

Muara sungai dapat dibedakan dalam tiga kelompok yang tergantung pada

faktor dominan yang mempengaruhinya. Di suatu muara, ketiga faktor tersebut

bekerja secara simultan, tetapi biasanya salah satunya mempunyai pengaruh lebih

dominan dari yang lainnya. Sedimentasi adalah proses pengendapan yang tidak

diharapkan yang terjadi di luar garis pantai (muara sungai).

Universitas Sumatera Utara


28

2.5.1 Didominasi Gelombang Laut

Tipe muara ini ditandai dengan angkutan sedimen menyusur pantai setiap

tahun cukup besar. Pada tipe ini biasanya muara tertutup oleh lidah pasir dengan

pola sedimentasi. Gelombang besar pada pantai berpasir dapat

menyebabkan/menimbulkan angkutan (transpor) sedimen (pasir), baik dalam arah

tegak lurus maupun sejajar/sepanjang pantai. Dari kedua jenis transpor tersebut,

transpor sedimen sepanjang pantai adalah yang paling dominan. Angkutan

sedimen tersebut dapat bergerak masuk ke muara sungai dan karena di daerah

tersebut kondisi gelombang sudah tenang, maka sedimen akan mengendap.

Semakin besar gelombang, semakin besar angkutan sedimen.

2.5.2 Didominasi Aliran Sungai

Tipe muara ini ditandai dengan debit sungai yang menyusur setiap tahunan

cukup besar sehingga debit tersebut merupakan parameter utama pembentukan

muara sungai di laut dengan gelombang relatif kecil. Sungai tersebut membawa

angkutan sedimen dari hulu cukup besar.

2.5.3 Didominasi Pasang Surut

Tipe muara ini ditandai dengan fluktuasi pasang surut yang cukup besar.

Apabila tinggi pasang surut cukup besar, volume air pasang yang masuk ke sungai

sangat besar. Air tersebut akan berakumulasi dengan air dari hulu sungai. Pada

waktu air surut, volume air yang sangat besar tersebut mengalir keluar dalam

periode waktu tertentu yang tergantung pada tipe pasang surut. Dengan demikian,

kecepatan arus selama air surut cukup besar, yang cukup potensial untuk

membentuk muara sungai.

Universitas Sumatera Utara


29

2.5.4 Angkutan Sedimen Pantai

Transpor sedimen pantai adalah gerak sedimen di daerah pantai yang

disebabkan oleh gelombang dan arus. Transpor sedimen pantai mengakibatkan

perubahan garis pantai baik terjadinya akresi maupun erosi. Transpor sedimen

pantai dapat berupa transpor sedimen sejajar pantai dan transpor sedimen tegak

lurus pantai. Transpor sedimen sejajar pantai mempunyai arah ratarata sejajar

pantai, sedangkan transpor sedimen tegak lurus pantai mempunyai arah rata-rata

tegak lurus pantai.

2.5.5 Angkutan Sedimen Sejajar Pantai

Angkutan sedimen sejajar pantai (Long shore transport) disebabkan oleh

bergolaknya sedimen saat gelombang pecah, lalu bergerak terbawa arus dan

komponen gelombang sejajar pantai. Pada suatu titik di pantai, ada sedimen yang

datang dan ada sedimen yang pergi (terangkut). Ketika sedimen yang terangkut

lebih besar daripada sedimen yang datang, maka akan terjadi erosi pantai. Rumus

yang digunakan adalah:

𝑆 = 0,014 𝐻𝑜 2 . 𝐶𝑜 . 𝐾 2 𝑅𝐵𝑅 . sin 𝛼𝑏𝑟 . cos 𝛼𝑏𝑟 (2.31)

2.5.6 Angkutan Sedimen Tegak Lurus Pantai

Pengangkutan sedimen dibagi atas dua bagian yaitu angkutan sedimen

yang menuju arah laut dalam (offshore) seperti yang terjadi pada saat badai, dan

menuju ke arah pantai (onshore) seperti yang terjadi pada saat gelombang.

Angkutan sedimen menuju ke arah laut dalam terjadi dengan cepat dan sedimen

akan terbentuk bar yang akan berfungsi untuk meredam gelombang. Sedimen

Universitas Sumatera Utara


30

akan hilang bila pantainya curam sehingga tidak mungkin terjadinya bar. Rumus

yang digunakan adalah :

𝜏𝑏 𝑈 2
𝑜
𝜑𝑠ℎ𝑖𝑒𝑙𝑑𝑠 = 𝜌 𝑏 −𝜌 .𝑔.𝑑
= 𝑆.𝑔.𝑑 (2.32)

2.6 Bangunan Jetty

Jeti adalah bangunan tegak lurus pantai yang diletakkan pada satu atau

kedua sisi muara sungai yang berfungsi untuk mencegah terjadinya luapan air

sungai oleh endapan sedimen pantai. Selama proses pengendapan tersebut

biasanya disertai dengan membeloknya muara sungai dalam arah yang sama

dengan arah transpor sedimen sepanjang pantai. Penanggulangan penutupan

muara dibedakan atas penanggulangan untuk lalu lintas kapal (jeti panjang) dan

penanggulangan penutupan mulut muara yang menyebabkan banjir (jeti pendek).

2.6.1 Jenis Bangunan

a. Fix/Rigid Structure

Jenis konstruksi yang tidak bergerak yang mempunyai struktur masif,

mempunyai kelebihan kemudahan dan kecepatan dalam pemasangannya, harga

konstruksi lebih murah dan biaya pemeliharaannya lebih rendah. Sedangkan

kekurangannya terletak pada prosedur perencanaan yang lebih rumit, apabila

terjadi bencana kerusakan yang terjadi tiba-tiba dan total, sulit untuk usaha

perbaikannya. (Jatmoko, 2003)

Universitas Sumatera Utara


31

b. Flexible Structure

Jenis konstruksi yang bisa bergerak mempunyai keuntungan dan

kemudahan dalam perencanaan, strukturnya relatif sederhana, faktor stabilitas

tinggi, karena bisa mengabsorpsi sebagian besar energi gelombang yang

menghantam permukaan bangunan, dan bangunan masih tetap berfungsi meskipun

terjadi kerusakan yang berat, serta mudah untuk memperbaikinya. Sedangkan

kekurangannya terletak pada ketersediaan material (bahan batuan) dalam jumlah

volume yang besar untuk diameter dan kualitas yang diisyaratkan (biasanya

membutuhkan diameter batuan besar dalam jumlah yang besar). (Jatmoko, 2003)

2.6.2 Lebar dan Kedalaman Alur Muara Sungai

a. Lebar Alur

Untuk lebar alur atau bukaan outlet jetty pada lokasi studi direncanakan

dapat dilalui oleh dua jalur lalu lintas kapal ikan dengan bobot 30 GT dengan

panjang (Loa) = 18,5 m, lebar (Boa) = 4,6 m, dan draf (T) = 1,2 m. Dari data

tersebut dihitung dimensi lebar alur (Jatmoko,18):

Lebar alur ≥ 7,6 × Boa

Lebar alur ≥ 1,5 × Loa

Diambil yang terbesar.

Universitas Sumatera Utara


32

b. Kedalaman Alur

Pada perencanaan kedalaman alur, freeboard atau ruang kebebasan bersih

diambil sedalam 0,9 m. Untuk hitungan kedalaman alur (dn) sebagai berikut:

dn = LLWL - draf kapal - freeboard

2.6.3 Detil Konstruksi

Bagian konstruksi pada bangunan pengarah dan penahan gelombang di

outlet muara sungai, secara garis besar bisa dibagi menjadi dua bagian utama,

yaitu bagian konstruksi pokok dan bagian konstruksi pelindung.

2.6.4 Jetty Susunan Batu (Rubble Mound)

Jetty susunan batu (rubble mounds) adalah bangunan yang terdiri dari

tumpukan atau susunan batu alam, dimana pada perhitungan elevasi dan lebar

puncak pemecah gelombangnya tergantung pada limpasan (overtopping) yang

diizinkan. Air yang melimpasi puncak jetty akan mengganggu ketenangan air pada

kola pelabuahan. Elevasi puncak bangunan dihitung berdasarkan kanaikan (run

up) gelombang seperti pada Gambar 2.11 yang tergantung pada karakteristik

gelombang, kemiringan bangunan, kekerasan lapis puncak dan porositas.

Universitas Sumatera Utara


33

Gambar 2.9 Run up gelombang (Triatmodjo, 2003:139)

Gelombang yang menghamtam suatu bangunan, gelombang tersebut akan

naik (run up) ke permukaan bangunan (Traitmodjo, 2003:139). Elevasi (tinggi)

bangunan yang direncanakan tergantung pada run up dan limpasan yang

diizinkan. Run up gelombang tergantung pada bentuk dan kekasaran bangunan,

kedalaman air pada kaki bangunan, kemiringan dasar laut di depan bangunan dan

karakteristik gelombang. Karena banyaknya variable yang berpengaruh, maka

besarnya run up dapat didekati dengan bilangan Irribaren, seperti berikut:

𝑡𝑎𝑛𝜃
Ir = (𝐻 0.5
(2.30)
𝑜 /𝐿𝑜 )

di mana :
Ir = bilangan irribaren;
𝜃 = sudut kemiringan sisi pemecah gelombang (O);
Ho = tinggi gelombang di lokai bangunan (m);
Lo = panjang gelombang di laut dalam (m).

Universitas Sumatera Utara


34

Pada waktu gelombang menghantam suatu bangunan, maka gelombang

tersebut akan mengalami run up pada permukaan bangunan. Run up sangat

penting untuk perencanaan suatu bangunan pantai. Karena pada saat gelombang

menuju bangunan yang ada di pantai ada beberapa factor yang terjadi pada

bangunan tersebut salah satunya adalah factor tekanan gelombang yang

menghantam bangunan tersebut yang berpengaruh pada kestabilan. Adapun run

up yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 2.12 (Triatmodjo, 2003:139).

Titik run up maksimum

h
RcosØ
H’O
ds

Gambar 2.10 Run up gelombang

2.6.5 Perencanaan Kemiringan Jetty

Kemiringan suatu jetty rubble mound direncanakan dengan mengacu

kepada nomogram (Kramadibrata, 1985:186) yang memberikan hubungan antara

berat batu dengan tinggi gelombang seperti pada Gambar 2.13.

Universitas Sumatera Utara


35

Gambar 2.11 Nomogram kemiringan susunan batu (Kramadibrata, (1985:139)

2.6.6 Perhitungan Berat Butir Batu Pelindung

Bagian kepala bangunan memerlukan berat butir batu pelindung yang

lebih besar daripada bagian lengan bangunan. Hal ini mengingat bahwa kepala

bangunan dapat menerima serangan gelombang dari berbagai arah. Nilai KD

untuk bagian kepala bangunan lebih kecil daripada nilai KD di lengan bangunan.

Berat butir batu pelindung dihitung dengan rumus Hudson dan Jackson 1962

(SPM, 1984) berikut:

𝛾𝑟 𝐻3
W =𝐾 (2.33)
𝐷 𝑆𝑟 −1 𝑐𝑜𝑡𝜃

di mana :
W = berat batu lapis luar (ton);
𝛾𝑟 = berat jenis batu, 𝛾𝑟 = 2,65 ton/m3;
H = tinggi gelombang rencana (m);
KD = koefisien stabilitas;
𝛾
Sr = 𝛾𝑟
𝑤
𝛾𝑤 = berat jenis air laut, 𝛾𝑤 =1,03 ton/m3;
𝜃 = sudut talud bangunan pelindung (O).

Universitas Sumatera Utara


36

2.6.7 Perhitungan Tebal Lapis Pelindung

Dalam perencanaan jetty dibuat dalam 3 layer, yaitu lapis pelindung, lapis

lindung kedua, dan lapis inti, dengan rumus tebal lapis pelindung berikut:

1
t = n.𝑘∆ (w/𝛾𝑟 )3 (2.34)

di mana:
t = tebal lapis (m);
n = jumlah lapis;
𝑘∆ = Koefisien lapis (Lampiran A.5).

2.6.8 Perhitungan Lebar Puncak dan Jumlah Butir Batu


1
B = n.𝑘∆ (w/𝛾𝑟 )3 (2.35)

2
𝑝 𝛾
N = A.n.k∆. 1 − 100 (𝑊𝑟 )3 (2.36)

di mana:
B = lebar puncak (m);
N = jumlah butir batu (nminimum =3);
𝑘∆ = Koefisien lapis, (Tabel 2.5)
W = berat butir batu pelindung (ton);
𝛾𝑟 = berat jenis batu pelindung (𝛾𝑟 = 2,65 ton/m3).

Berat Butir Batu Pondasi dan Pelindung Kaki Bangunan (Toe Protection)

Tumpukan batu juga digunakan sebagai pondasi dan pelindung kaki bangunan

pantai. Berat butir batu untuk pondasi dan pelindung kaki bangunan diberikan

oleh persamaan berikut :

𝛾𝛾 .𝐻 3
𝑊= 3 (𝑆𝑟−1)3 (2.37)
𝑁𝑠

Universitas Sumatera Utara


37

Di pantai berpasir, pembuatan jeti yang mencorok cukup jauh ke laut dapat

menyebabkan terhalangnya transpor sedimen sepanjang pantai. Akibatnya,

sedimen yang bergerak dari sebelah kiri akan terhalang oleh jeti, sehingga

pengendapan terjadi di daerah tersebut. Daerah di sebelah kanannya, gelombang

yang datang membentuk sudut terhadap garis pantai menyebabkan terjadi arus

sepanjang pantai. Arus tersebut dapat mengangkut sedimen. Tetapi di daerah ini

tidak mendapatkan suplai sedimen, karena sedimen yang bergerak dari sebelah

kiri terhalang oleh bangunan. Akibatnya pantai di sebelah kanan jeti akan

mengalami erosi.

2.7 Analisa Stabilitas Jetty Rubble Mound

Kontrol ini dipakai untuk mengetahui apakah tanah di bawah jetty dapat

menahan berat sendiri konstruksi jetty tersebut (daya dukung tanah). Perhitungan

menggunakan pondasi dangkal karena sesuai syarat untuk pondasi dangkal yaitu

D < B.

Untuk dasar pondasi segi empat (LxB) besar daya dukung tanah dasar

menurut Terzhagi adalah menggunakan rumus:

𝐵 𝐵 𝐵
ql = 1 − 0,2 𝑥 γ. 𝐿 . Nγ + 1 − 0,2 𝑥 . c.Nc + γ. D.Nq (2.38)
𝐿 𝐿

Qult = ql . B (2.39)

W = A . 𝛾𝑟 (2.40)

di mana:
γtanah = berat jenis tanah (t/m3);
γw = berat jenis laut 1,03 (t/m3);

Universitas Sumatera Utara


38

𝛾𝑟 = berat jenis batu 2,65 (t/m3);


∅ = sudut geser tanah (o);
D = kedalaman konstruksi jetty (m);
B = lebar jetty (m);
L = panjang jetty (m)
W = berat konstruksi sendiri (t/m3);
A = luas penampang konstruksi (t/m3).

Stabilitas jetty sangat dipengaruhi oleh gaya gelombang yang

menyebabkan susunan batuan menjadi terguling atau bergeser. Persamaan yang

digunakan untuk menghitung stabilitas sebagai berikut:

𝑄𝑢𝑙𝑡
SF = >2 (2.41)
𝑊

di mana :

W = berat konstruksi sendiri (t/m3);

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang akan dikaji terletak pada 5°28'26.05" Lintang

Utara dan 95°14'9.00" Bujur Timur dengan tinggi rata-rata 0,70 meter di atas

permukaan laut. Tepatnya berada di Kelurahan Lamteh Kecamatan Peukan Bada,

Kabupaten Aceh Besar.

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian

3.2 Persiapan Data

Pada tahap persiapan data ini disusun hal-hal yang harus dilakukan dengan

tujuan untuk efektifitas waktu dan pekerjaan penulisan tugas akhir, tahap

persiapan ini meliputi kegiatan sebagai berikut:

39

Universitas Sumatera Utara


40

3.2.1 Studi Pustaka Terhadap Materi Penelitian

Stuudi pustaka dilakukan untuk memberikan gambaran pada penulis

mengenai tata cara perhitungan dan standar-standar dalam penelitian yang akan

dilakukan yang nantinya digunakan sebagai acuan dalam penyusunan laporan

tugas akhir.

3.2.2 Menentukan kebutuhan Data

Pada tahap awal, penulis harus menentukan data apa saja yang dibutuhkan

untuk memberikan gambaran mendetail tentang penelitian.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Pada tahap ini, diperlukan analisa secara teliti. Untuk dapat menganalisa

dengan baik, diperlukan data, teori konsep dasar dan alat bantu yang memadai,

sehingga kebutuhan data sangat mutlak diperlukan.

3.3.1 Data Primer

Data primer merupaka data yang didapat dari survey secara langsung di

lokasi penelitian. Adapun data yang diperoleh pada saat pengamatan langsung di

lokasi penelitian berupa wawancara secara langsung terhadap penduduk setempat.

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakam data yang diperoleh dari instansi terkait, dalam

hal ini data sekunder diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofifika

(BMKG) Blangbintang, Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh dan Tsunami &

Universitas Sumatera Utara


41

Disaster Mitigation Research Center (TDMRC). Adapun data yang diperoleh

adalah data angin, pasang surut, dan ukuran kapal.

3.4 Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan dan analisa data yang dibutuhkan dan dikelompokkan sesuai

identifikasi permasalahannya, sehingga diperoleh hasil analisa yang efektif dan

terarah. Adapun analisa yang dilakukan yaitu: Data angin, Data pasang surut, dan

Data sedimen.

3.5 Perencanaan Jetty

Jeti adalah bangunan tegak lurus pantai yang diletakkan pada satu atau

kedua sisi muara sungai yang berfungsi untuk mencegah terjadinya luapan air

sungai oleh endapan sedimen pantai. Adapun perhitungan perencanaan jetty

dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.6.2) hingga Persamaan (2.67).

3.6 Analisa Stabilitas Jetty

Pada saat analisa stabilitas jetty, stabil tidaknya suatu susunan batu pada

konstruksi yang direncanakan sangat dipengaruhi oleh unsur bentuk, ukuran batu,

berat batu penyusun serta besarnya gaya gelombang yang bekerja pada badan

jetty. Perhitungan analisa stabilitas jetty rubble mound menggunakan Persamaan

(2.7).

Universitas Sumatera Utara


42

3.7 Perencanaan Flow Chart

MULAI

Tinjauan Pustaka

Pengumpulan Data

Data Sekunder

Data Angin Data Batimetri Data Pasang Surut Data Sondir


(BMKG) (DKP) (DKP) (DKP)

Pengolahan Data:

1. Perhitungan Fetch
2. Analisa Angin
3. Analisa Gelombang
4. Perencanaan Jetty
5. Analisa Stabilitas Jetty

Kesimpulan

SELESAI

Universitas Sumatera Utara


43

3.8 Jadwal Penelitian

Bulan ke-
No Kegiatan
1 2 3 4

1 Pengajuan judul

2 Penyusunan proposal

3 Survey awal

4 Evaluasi proposal

5 Pelaksanaan penelitian

Pengolahan data, analisis


6
dan penyusunan laporan

7 Seminar hasil penelitian

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan berdasarkan data-data yang telah dikumpukan,

baik berupa data primer maupun data sekunder. Data-data tersebut seperti data

angin, topografi/bathimetri, data tanah dan lain-lain. Pengolahan data disajikan

berdasarkan rumus-rumus dan teori-teori yang telah di tentukan.

4.1.1 Pengolahan Data Angin

Dalam menganalisa dimensi jetty ini menggunakan data angin dan

gelombang maksimum. Data angin maksimum dimasukkan ke dalam sebuah tabel

dalam bentuk persentase dan kecepatan angin, kemudian dibagi dalam delapan

kelompok angin yang besarnya berkisar dari 0 sampai 20 knot.

Dalam perhitungan data angin, data yang diambil diatas 10 knot. Ini

dikarenakan angin pada kecepatan ini dikategorikan angin sedang dan angin yang

dihasilkan sudah mulai besar. Data yang diperoleh tersebut selanjutnya dilakukan

pengelompokan berdasarkan arah dan kecepatan. Hasil pengelompokkan

(pengolahan) tersebut dibuat dalam bentuk tabel atau diagram yang disebut

dengan mawar angin atau wind rose. Data kecepatan angin yang telah dianalisa

dalam bentuk persentase kemudian diplot dalam bentuk mawar angin (wind rose)

seperti pada Gambar 4.1. Distribusi kejadian angin maksimum disajikan pada

Tabel 4.1.

44

Universitas Sumatera Utara


45

Tabel 4.1 Kejadian angin maksimum di Stasiun Meteorologi dan Geofisika Kota
Blang Bintang tahun 2000-2012.

Arah DISTRIBUSI KEJADIAN (%)


Angin <10 10-14 14-18 18-22 >22 Jumlah
N 2,78 2,51 0,93 0,23 6,45
NE 6,87 6,09 2,55 0,63 16,14
E 1,35 0,84 0,51 0,27 2,97
SE 1,29 0,84 0,51 0,7 3,33
41,52
S 7,46 4,3 2,61 1,71 16,08
SW 2,04 1,2 0,44 0,23 3,92
W 1,33 0,32 0,08 1,81 1,81
NW 4,55 2,51 0,61 0,11 7,78

Gambar 4.1 Mawar angin kejadian angin maksimum untuk stasiun


Meteorologi dan Geofisika Blang Bintang tahun 2000 – 2012

Universitas Sumatera Utara


46

4.2 Perhitungan Fetch

Fetch merupakan panjang keseluruhan suatu daerah pembangkitan

gelombang dimana angin berhembus dengan arah dan kecepatan yang konstan.

Arah angin masih dianggap konstan apabila perubahannya tidak sampai 150.

sedangkan kecepatan angin masih dianggap konstan apabila perubahannya tidak

lebih dari 5 knot (2,5 m/dt) (Triatmodjo, 1999).

Dalam melakukan peninjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch

dibatasi oleh daratan yang mengelilingi laut. Panjang fetch membatasi waktu yang

diperlukan gelombang untuk terbentuk karena pengaruh angin, jadi

mempengaruhi waktu untuk mentransfer energi angin ke gelombang. Fetch ini

berpengaruh pada periode dan tinggi gelombang yang dibangkitkan. Semakin

panjang jarak fetchnya, ketinggian gelombangnya akan semakin besar dan periode

gelombangnya akan semakin lama. Untuk menentukan panjang fetch untuk arah

barat dan timur laut dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan 4.3 dengan menggunakan

peta hidro-oceanografi maupun google earth.

Tabel 4.2 Perhitungan panjang fetch arah barat dapat ditentukan dengan
menggunakan peta hidro-oceanografi maupun dari google earth
(Agustian, 2010).

Sudut Xi *
Cos α Xi (Km)
α Cos α
42 0,743 1,75 1,3
36 0,809 2,25 1,82
30 0,866 2,75 2,382
24 0,914 3,2 2,925
18 0,951 5 4,755
12 0,978 5 4,89

Universitas Sumatera Utara


47

Sambungan Tebel 4.2 perhitungan panjang fetch arah barat

6 0,995 5 4,775
0 1 5 5
6 0,995 5,25 5,014
12 0,978 5,25 5,135
18 0,951 5,25 4,993
24 0,914 5,15 4,707
30 0,866 5 4,33
36 0,809 13,5 10,922
42 0,743 12 8,916
Jumlah 13,511 71,862

( 𝑋𝑖 .𝐶𝑜𝑠ᴓ)
Fetch = 𝐶𝑜𝑠ᴓ

71,862
= 13,511

= 5,350 km

Tabel 4.3 Perhitungan panjang fetch timur laut dapat ditentukan dengan
menggunakan peta hidro-oceanografi maupun dari google earth.
(Agustian, 2010).

Sudut α Cos α Xi (Km) Xi * Cos α


42 0,743 25 18,575
36 0,809 25 20,225
30 0,866 300 259,8
24 0,914 300 274,2
18 0,951 300 285,3
12 0,978 300 293,4
6 0,995 300 286,5

Universitas Sumatera Utara


48

Sambungan Tabel 4.3 Perhitungan fetch arah timur laut

0 1 0 0
6 0,995 0 0
12 0,978 0 0
18 0,951 0 0
24 0,914 0 0
30 0,866 0 0
36 0,809 0 0
42 0,743 0 0
Jumlah 13,511 1438

( 𝑋𝑖 .𝐶𝑜𝑠ᴓ)
Fetch = 𝐶𝑜𝑠ᴓ

1438 ,000
= 13,511

= 107,058 km

4.3 Kecepatan Angin Signifikan

Data angin yang digunakan untuk menganalisa gelombang merupakan

angin yang lebih besar dari 10 knot. Distribusi kecepatan angin maksimum

disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Rekapitulasi kecepatan angin maksimum Stasiun Blang Bintang dalam
satuan knots dari tahun 2000 – 2012 (BMKG Blang Bintang, 2015)

Timur Barat Barat


Tahun Utara Timur Tenggara Selatan Barat
Laut Daya Laut
2000 13 20 21 15 17 16 18 18
2001 15 19 25 11 13 23 30 20
2002 13 20 21 15 17 16 18 18
2003 14 30 24 15 19 15 22 19
2004 15 20 22 16 12 15 20 14
2005 20 22 18 16 18 15 20 14
2006 15 20 24 14 22 16 31 27
2007 12 24 22 20 14 15 30 16
2008 18 20 16 12 12 14 15 15
2009 14 16 13 27 12 10 22 19
2010 22 25 16 32 13 14 34 37

Universitas Sumatera Utara


49

2011 16 17 17 22 12 21 19 17
2012 13 15 18 20 14 18 20 21
Rata- 15,384 20,615 19,769 18,076 15 16 23 19,615
rata

Berdasarkan data angin yang diperoleh, arah angin yang dominan yang

mempengaruhi adalah arah barat sebesar 1,81% dan timur laut 16,14%.

4.4 Peramalan Gelombang

Peramalan gelombang yang dilakukan berdasarkan data angin yang telah

didapat. Peramalan gelombang dilakukan untuk mengetahui tinggi dan periode

gelombang signifikan di derah perencanaan. Sebagai awal perhitungan data angin

di analisa untuk mendapatkan kecepatan angin dilaut (Uw) yang kemudian

digunakan untuk menghitung pembangkitan gelombang. Pembentukan

pambangkitan gelombang dilakukan dari delpan arah mata angin, yang kemudian

dipilih yang paling berpengaruh terhadap lokasi perencanaan. Adapun langkah-

langkah dalam perhitungan gelombang adalah sebagai berikut:

4.4.1 Perhitungan Tinggi Gelombang dan Periodenya (Arah Barat)

1. Mencari kecepatan dan arah angin yang berpengaruh dari tahun 2000

sampai dengan tahun 2012 yang dapat menimbulkan gelombang dan

periode gelombang.

Contoh: Kecepatan angin maksimum pada tahun 2000 arah barat adalah

sebesar 18 knot.

2. Konversi kecepatan angin menjadi m/dt (1 knot = 0,514 m/dt)

Contoh: 18 knot = (0.514 x 18) = 9,252 m/dtk

Universitas Sumatera Utara


50

3. Kecepatan angin di laut dapat dihitung dengan menggunakan Gambar 4.2

Grafik hubungan antara kecepatan angin di laut dan di darat.

Gambar 4.2 Grafik hubungan antara kecepatan angin di laut dan didarat

Dari Gambar 4.2 di didapat nilai hubungan kecepatan angin di laut dan di darat

RL = 1,2

Selanjutnya menentukan kecepatab angin di laut (UW)

Uw = UL x RL = 7,956 x 1,2 = 9,548 m/dtk

4. Menghitung kecepatan seret angin (UA) dengan menggunakan rumus:

UA = 0,71 x Uw1,23 = 0,71 x 9,5481,23 = 11,390 m/dtk

5. Dari hasil perhitungan keceptan seret angin (UA) dan Fetch yang didapat,

tinggi dan periode gelombang dapat dicari dengan menggunakan rumus :

Universitas Sumatera Utara


51

Fetch arah barat = 5,350 Km

Tinggi gelombang H = 1,616 x 10-2 x (UA x Fetch0,5) = 1,616 x 10-2 x

(11,390 x 5,3500,5) = 0,447 m

Periode gelombang T = 6,238 x 10-1 x ((UA x Fetch)1/3) = 6,238 x 10-1 x

((11,390 x 5,350)1/3) = 2,492 m

4.4.2 Perhitungan Tinggi Gelombang dan Periodenya (Arah Timur Laut)

1. Mencari kecepatan dan arah angin yang berpengaruh dari tahun 2000

sampai dengan tahun 2012 yang dapat menimbulkan gelombang dan

periode gelombang.

Contoh: kecepatan angin maksimum tahun 2000 pada arah utara sebesar

20 knot.

2. Konversi kecepatan angin menjadi m/dt (1 knot = 0,514 m/dt)

Contoh: 20 knot = (0.514 x 20) = 10,28 m/dtk

3. Kecepatan angin di laut dapat dihitung dengan menggunakan Gambar 4.2

Grafik hubungan antara kecepatan angin di laut dan di darat.

Universitas Sumatera Utara


52

Gambar 4.3 Grafik hubungan antara kecepatan angin di laut dan didarat

Dari Gambar 4.3 di didapat nilai hubungan kecepatan angin di laut dan di darat

RL = 1,125

Selanjutnya menentukan kecepatab angin di laut (UW)

Uw = UL x RL = 8,840 x 1,125 = 9,945 m/dtk

4. Menghitung kecepatan seret angin (UA) dengan menggunakan rumus:

UA = 0,71 x Uw1,23 = 0,71 x 9,9451,23 = 11,976 m/dtk

5. Dari hasil perhitungan keceptan seret angin (UA) dan Fetch yang didapat,

tinggi dan periode gelombang dapat dicari dengan menggunakan rumus :

Fetch arah timur laut = 107,058 Km

Universitas Sumatera Utara


53

Tinggi gelombang H = 1,616 x 10-2 x (UA x Fetch0,5) = 1,616 x 10-2 x

(11,976 x 107,058,5) = 2,002 m

Periode gelombang T = 6,238 x 10-1 x ((UA x Fetch)1/3) = 6,238 x 10-1 x

((11,976 x 107,058)1/3) = 6,760 m

Sedangkan untuk perhitungan selengkapnya dapat dihitung ulang dengan

menggunakan cara yang sama mulai tahun 2000 – 2012. Untuk perhitungan tinggi

gelombang dan periode yang selengkapnya disajikan dalam Tabel 4.5 untuk arah

utara dan Tabel 4.6 untuk arah timur laut.

Tabel 4.5 Gelombang arah barat dan periodenya

Tahun UL UL (m/det) RL UW UA Fetch H T


2000 18 9,252 1,15 9,15 10,81 4,661 0,404 2,409
2001 30 15,42 0,98 12,996 16,643 4,661 0,622 2,781
2002 18 9,252 1,15 9,15 10,81 4,661 0,404 2,409
2003 22 11,308 1,075 10,454 12,735 4,661 0,476 2,544
2004 20 10,28 1,125 9,946 11,977 4,661 0,448 2,493
2005 20 10,28 1,125 9,946 11,977 4,661 0,448 2,493
2006 31 15,934 0,9 12,333 15,605 4,661 0,583 2,722
2007 30 15,42 0,98 12,996 16,643 4,661 0,622 2,781
2008 15 7,71 1,225 8,122 9,336 4,661 0,349 2,294
2009 22 11,308 1,075 10,454 12,735 4,661 0,476 2,544
2010 34 17,476 0,88 13,226 17,006 4,661 0,636 2,801
2011 19 9,766 1,13 9,491 11,307 4,661 0,423 2,445
2012 20 10,28 1,125 9,946 11,977 4,661 0,448 2,493

Universitas Sumatera Utara


54

Tabel 4.6 Gelombang arah timur laut dan periodenya

Tahun UL UL (m/det) RL UW UA Fetch H T


2000 20 10,28 1,125 9,946 11,977 167,334 2,003 6,761
2001 19 9,766 1,13 9,491 11,307 167,334 1,891 6,632
2002 20 10,28 1,125 9,946 11,977 167,334 2,003 6,761
2003 30 15,42 0,98 12,996 16,643 167,334 2,783 7,544
2004 20 10,28 1,125 9,946 11,977 167,334 2,003 6,761
2005 22 11,308 1,075 10,454 12,735 167,334 2,129 6,9
2006 20 10,28 1,125 9,946 11,977 167,334 2,003 6,761
2007 24 12,336 1,025 10,874 13,367 167,334 2,235 7,013
2008 20 10,28 1,125 9,946 11,977 167,334 2,003 6,761
2009 16 8,224 1,2 8,487 9,855 167,334 1,648 6,336
2010 25 12,85 1,02 11,272 13,971 167,334 2,336 7,117
2011 17 8,738 1,15 8,642 10,076 167,334 1,685 6,383
2012 15 7,71 1,225 8,122 9,336 167,334 1,561 6,223

Dari hasil perhitungan di atas didapat tinggi gelombang dan periode

gelombang untuk arah utara dan timur laut. Untuk hasil selengkapnya disajikan

dalam Tabel 4.7.

Universitas Sumatera Utara


55

Tabel 4.7 Rekapitulasi perhitungan peramalan tinggi telombang Hs dan periode


gelombang Ts

Barat Timur Laut


Tahun
Hs (m) Ts (dtk) Hs (m) Ts (dtk)
2000 0,404 2,409 2,003 6,761
2001 0,622 2,781 1,891 6,632
2002 0,404 2,409 2,003 6,761
2003 0,476 2,544 2,783 7,544
2004 0,448 2,493 2,003 6,761
2005 0,448 2,493 2,129 6,9
2006 0,583 2,722 2,003 6,761
2007 0,622 2,781 2,235 7,013
2008 0,349 2,294 2,003 6,761
2009 0,476 2,544 1,648 6,336
2010 0,636 2,801 2,336 7,117
2011 0,423 2,445 1,685 6,383
2012 0,448 2,493 1,561 6,223

4.5 Analisa Gelombang Rencana

4.5.1 Periode Ulang Gelombang

Periode ulang gelombang dihitung dengan menggunakan rumus statistic

dengan periode ulang 2,5,10,25,50 dan 100 tahun. Gelombnag dengan periode

ulang tertentu dihitung dengan metode analisi frekuensi seperti banyak digunakan

dalam analisis hidrologi (Triatmodjo, 2011:62). Sehubungan dengan menentukan

metode yang bisa dipakai dalam menentukan periode ulang gelombang, maka

penulis memilih Distribusi Probabilitas Gumbel.

Untuk menentukan periode gelombang rencana data gelombang yang

diprediksi adalah berdasarkan data angin maksimum, maka untuk perencanaan

tinggi gelombang nilainya direduksi sampai 75% dan hasil selengkapnya disajikan

Universitas Sumatera Utara


56

di dalam Tabel 4.10 dan Tabel 4.11. Sedangkan untuk tinggi gelombang masing

masing periode disajikan pada Tabel 4.12.

4.5.2 Perhitungan Gelombang Rencana dan Periodenya (Hd) Arah Barat

Contoh: perhitungan gelombang rencana menggunakan distribusi

probabilitas gumbel (Hd) arah barat dengan periode ulang gelombang untuk 2

tahun disajikan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Hasil perhitungan distribusi probabilitas Gumbel (Hd) arah barat

No Tahun Hmax (X) Xrata-rata (X-Xrata-rata) (X-Xrata-rata)2


1 2000 0,404 0,487 -0,082 0,00688
2 2001 0,622 0,487 0,135 0,01825
3 2002 0,404 0,487 -0,082 0,00688
4 2003 0,476 0,487 -0,011 0,00012
5 2004 0,488 0,487 -0,039 0,00155
6 2005 0,488 0,487 -0,039 0,00155
7 2006 0,583 0,487 0,096 0,00927
8 2007 0,622 0,487 0,135 0,01825
9 2008 0,349 0,487 -0,138 0,01905
10 2009 0,476 0,487 -0,011 0,00012
11 2010 0,636 0,487 0,148 0,0221
12 2011 0,423 0,487 -0,064 0,00415
13 2012 0,448 0,487 -0,039 0,00155
∑ 6,337 0,109

Standar deviasi (s)

 X 
n
2
i X
S i 1
n 1

0,109
S= = 0,09562
12

Dengan jumlah data (n) = 13 maka didapat :

Universitas Sumatera Utara


57

Yn = 0,507
Sn = 0,997
Yt = 0,3665
Tabel 4.9 Periode kala ulang

Tr
Yt
(Tahun)
2 0,3665
5 1,4999
10 2,2504
20 2,9702
25 3,1255
50 3,9019
100 4,6001

Mencari periode ulang untuk 2 tahun :

𝑌𝑡−𝑌𝑛 0,3665 −0,507


Untuk mencari nilai Kt = = = -0,1409
𝑆𝑛 0,997

Untuk mencari nilai Hd = ( Xrata-rata ) + ( S x Kt ) = 0,487 + ( 0,0892 x (-0,1409)) =

0,474 m

Untuk mencari nilai Hd 75% = 0,75 x Hd = 0,75 x 0,474 = 0,355 m

Sedangkan untuk perhitungan periode gelombang arah timur laut tetap

menggunakan cara yang sama. Adapun untuk perhitungan kala ulang 5,10,25,50

dan 100 tahun dengan menggunakan cara yang sama. Adapun perhitungan yang

lengkap untuk arah timur laut dan utara disajikan dalam Tabel 4.10.

Universitas Sumatera Utara


58

Tabel 4.10 Rekapitulasi gelombang rencana dan periode sebelum dan sesudah
reduksi 75%

Hd (m) Hd (75%) Td (det) Td (75%)


Periode Timur Timur Timur Timur
Barat Barat Barat Barat
Laut Laut Laut Laut
2 0,474 1,964 0,355 1,473 2,497 6,708 1,873 5,031
5 0575 2,417 0,431 1,812 2,950 7,161 2,212 5,370
10 0,642 2,716 0,482 2,037 3,249 7,460 2,437 5,595
20 0,707 3,004 0,530 2,253 3,537 7,748 2,652 5,811
25 0,721 3,066 0,540 2,299 3,599 7,810 2,699 5,857
50 0,790 3,375 0,592 2,531 3,908 8,119 2,931 6,089
100 0,853 3,654 0,639 2,741 4,187 8,398 3,140 6,299

4.5.3 Pemilihan Periode Ulang Gelombang

Pemilihan periode ulang gelombang didasarkan pada tingkat kerusakan

yang ditimbulkan oleh gelombang. Kerusakan yang ditimbulkan oleh gelombang

akan tampak apabila didaerah pantai terdapat bangunan pantai. Tingkat kerusakan

yang dibolehkan berkisar antara 0 – 30%.

Pada perencanaan tambahan ini dipilih periode ulang gelombang 25 tahun

dengan arah barat adalah 0,540 m dan timur laut 2,299 m dengan tingkat

kerusakan (5 – 10%). Berdasarkan hasil perhitungan gelomabang yang dapat

mengakibatkan kerusakan (H) arah barat 0,583 m dan arah timur laut sebesar

2,482. Adapun perhitungan selengkapnya disajikan pada Tabel 4.11 dan Tabel

4.12.

Universitas Sumatera Utara


59

Tabel 4.11 Tinggi gelombang berdasarkan tingkat kerusakan arah barat (25 tahun)

Tingkat kerusakan (0-5)% (5-10)% (10-15)% (15-20)% (20-30)%


H/HD=0 1.00 01.08 01.19 01.27 01.37
H (m) 0,54 0,583 0,642 0,685 0,739

Tabel 4.12 Tinggi berdasarkan tingkat kerusakan arah timur laut (25 tahun)

Tingkat kerusakan (0-5)% (5-10)% (10-15)% (15-20)% (20-30)%


H/HD=0 1.00 01.08 01.19 01.27 01.37
H (m) 2.299 2,482 2,735 2,919 3,149

4.6 Gelombang Desain Arah Timur Laut

Gelombang desain yang digunakan sebagai acuan perencanaan jetty

ditentukan dengan membandingkan nilai H dan nilai H1. Penentuan tinggi

gelombang pada lokasi perencanaan diperoleh melalui analisis deformasi

gelombang. Kedalaman yang ditinjau pada kedalaman 0,500 – 8,500 dengan T =

5,857 dan arah datang gelombang ( α = 36o ) , H0 = 2,299 m

4.6.1 Perhitungan Koefisien Refraksi (Kr)

Perhitungan gelombang di laut dalam (LO)

LO = 1,56 x T2 = 1,56 x (5,857)2 = 53,514 m

Menghitung cepat rambat gelmbang di laut dalam (CO)

Lo 53,514
CO = = = 9,136
𝑇 5,857

Menentukan peretambahan nilai d / LO

0,500
d / LO = = 0,0093
53,514

Universitas Sumatera Utara


60

Untuk nilai d / LO diatas dapat dicari dengan menggunakan Tabel pada Lampiran

B.4. (Triatmodjo,1996).

d/L = 0,0388

Panjang gelombang di pantai (L) dapat dihitung dengan rumus:

L = 0,500 / 0,0388 = 12,886 m

Cepat rambat gelombang di pantai (C1) dapat dihitung dengan rumus:

C1 = L / T = 12,886 / 5,857 = 2,200 m/det

Arah datang gelombang pada kedalaman 0,500 m dapat dihitung dengan

menggunakan rumus:

Sin α1 = (C1 / C0) sin α0 36o = (2,200 / 9,136) sin α0 36o = 0,240 sin α0 36o

= 0,141

Koefisien reflaksi (Kr) dapat dihitung dengan menggunkan rumus:

cos α0 cos 36
Kr = = = 0,899
cos α1 cos 0,141

4.6.2 Perhitungan Koefisien Shoaling (Ks)

Untuk menghitung koefisien pendangkalan dicari nilai n dengan

menggunakan Lampiran B.2 fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo berdasarkan

nilai d/Lo di atas (0,0093), maka di dapat n1 = 0,9807 dan n0 = 0,5 (untuk

parameter di laut dalam)

Universitas Sumatera Utara


61

Koefisien pendangkalan (Ks) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

𝑛𝑜 .𝐿𝑜 0,5 𝑥 53,514


Ks = = = 1,455
𝑛1.𝐿 0,9807 𝑥 12,886

Penentuan ketinggian gelombang di pantai (H1) dapat di hitung dengan

menggunkan rumus:

H1 = Ks . Kr . H0 = 1,455 x 0,899 x 2,299 = 3,007

Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa:

H1 = 3,007

H0 = 2,299

Untuk hasil perhitungan selengkapnya penentuan ketinggian gelombang desain di

pantai arah timur laut pada masing-masing kedalaman maupun periode dapat

dilihat pada Tabel 4.13 sedangkan untuk fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo

dapat dilihat pada Lampiran B.1 sampai B.15.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.13 Perhitungan gelombang pantai arah timur laut

T d LO α00 L Ho H1
(det) (meter) (meter) Co d/LO d/L (meter) C1 Sin α1 Kr Ks (meter) (meter)
5,857 0,500 53,515 36,000 9,137 0,009 0,039 12,887 2,200 0,141 0,899 1,456 2,299 3,008
5,857 1,000 53,515 36,000 9,137 0,019 0,056 17,857 3,049 0,196 0,899 1,249 2,299 2,582
5,857 1,500 53,515 36,000 9,137 0,028 0,068 22,059 3,766 0,242 0,899 1,135 2,299 2,345
5,857 2,000 53,515 36,000 9,137 0,037 0,079 25,316 4,322 0,278 0,899 1,069 2,299 2,209
5,857 2,500 53,515 36,000 9,137 0,047 0,090 27,778 4,743 0,305 0,899 1,032 2,299 2,132
5,857 3,000 53,515 36,000 9,137 0,056 0,100 30,000 5,122 0,329 0,899 1,002 2,299 2,071

Universitas Sumatera Utara


63

4.7 Gelombang Desain Arah Barat

Penentuan tinggi gelombang pada lokasi perencanaan diperoleh melalui

analisis deformasi gelombang. Kedalaman yang ditinjau pada kedalaman 0.500 –

8.500 dengan T = 2,699 dan arah datang gelombang ( α = 36o ) , H0 = 0,540

4.7.1 Perhitungan Koefisien Refraksi (Kr)

LO = 1,56 x T2 = 1,56 x (2,699)2 = 11,364 m

Lo 11,364
CO = = = 4,210
𝑇 2,699

0,500
d / LO = = 0,044
11,364

Untuk nilai d / LO diatas dapat dicari dengan meggunakan Tabel 4.15 Lampiran

B.5 fungsi d / L untuk pertambahan nilai d / LO (Triatmodjo,1996).

d/L = 0,040

L = 0,500 / 0,087 = 5,747 m

C1 = L / T = 5,747 / 2,699 = 2,129 m/det

Arah datang gelombang pada kedalaman 0,500 m dihitung:

Sin α1 = (C1 / C0) sin α0 36o = (2,129 / 4,210) sin α0 36o = 0.297

Koefisien reflaksi dihitung dengan rumus:

cos α0 cos 36
Kr = = = 0,8994
cos α1 cos 0.297

Universitas Sumatera Utara


64

4.7.2 Perhitungan Koefisien Shoaling (Ks)

Untuk menghitung koefisien pendangkalan dicari nilai n dengan

menggunakan lampiran-1 fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo berdasarkan

nilai d/Lo di atas (0,044), maka di dapat n1 = 0,911 dan n0 = 0,5 (untuk parameter

di laut dalam).

Koefisien pendangkalan dihitung dengan rumus:

𝑛𝑜 .𝐿𝑜 0,5 𝑥 11,364


Ks = = = 1,041
𝑛1.𝐿 0,911𝑥 5,747

H1 = Ks . Kr . H0 = 1,041 x 0,899 x 0,540 = 0,505 m

Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan :

H1 = 0,505

H0 = 0,540

Untuk hasil perhitungan selengkapnya penentuan ketinggian gelombang

desain arah barat pada masing-masing kedalaman maupun periode dapat dilihat

pada Tabel 4.14 sedangkan untuk fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/LO dapat

dilihat pada Lampiran B.1 sampai B.15.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.14 Perhitungan gelombang pantai arah barat

T d LO α00 L Ho H1
(det) (meter) (meter) Co d/LO d/L (meter) C1 Sin α1 Kr Ks (meter) (meter)
2,699 0,500 11,364 36,000 4,210 0,044 0,040 12,500 4,631 0,646 0,899 0,681 0,540 0,331
2,699 1,000 11,364 36,000 4,210 0,088 0,057 17,544 6,500 0,906 0,899 0,581 0,540 0,282
2,699 1,500 11,364 36,000 4,210 0,132 0,071 21,127 7,828 1,091 0,899 0,534 0,540 0,259
2,699 2,000 11,364 36,000 4,210 0,176 0,083 24,096 8,928 1,245 0,899 0,505 0,540 0,245
2,699 2,500 11,364 36,000 4,210 0,220 0,094 26,596 9,854 1,374 0,899 0,486 0,540 0,236
2,699 3,000 11,364 36,000 4,210 0,264 0,100 30,000 11,115 1,550 0,899 0,462 0,540 0,224

Universitas Sumatera Utara


66

4.8 Perhitungan Gelombang Pecah Arah Timur Laut

Berdasarkan peta bathimetri, kemiringan dasar laut 1 : 30 = 0,03.

Gelombang pada laut dalam H0 = 2,299 m, T = 5,857 detik, Kr = 0,8994 dan L0 =

53,514 m

Tinggi gelombang laut ekivalen (H’0) dapat dihitung dengan menggunakan

rumus:

H’0 = Kr . HO = 0,8994 x 2,299 = 2,066 m

H′ 0 2,066
= 9,81 X5,857 2 = 0,0061
g .T 2

H′ 0
Untuk nilai = 0,0061 dengan kemiringan pantai m = 0,03 diperoleh dari
g .T 2

Gambar 4.4 (Triatmodjo,2012:51)

1,10

0,0061

Gambar 4.4 Penentuan tinggi gelombang pecah

Universitas Sumatera Utara


67

Hb
= 1,1
H’0

Menghitung kedalaman gelombang pecah (Hb) dapat dihitung dengan

menggunakan rumus:

Hb = 2,066 x 1,1 = 2,273 m

Tinggi gelombang pecah dapat di hitung dengan menggunakan rumus:

Hb 2,273
= 9,81 𝑥 5,857 2 = 0,0067
g .T 2

db
dapat dicari dengan menggunakan Gambar 4.5 (Triatmodjo, 2012:52).
Hb

1,18

0,0067

Gambar 4.5 Penentuan kedalaman gelombang pecah


Dengan menggunakan Gambar 4.5 Penentuan kedalaman gelombang

pecah nilai yang didapat adalah:

db
= 1,18
Hb

Universitas Sumatera Utara


68

Setelah tinggi gelombang pecah diperoleh, selanjutnya dihitung kedalaman air

pada saat gelombang pecah (db) dengan menggunan rumus:

𝑑
db = H𝑏 . Hb = 1,18 x 2,273 = 2,682 m
b

Universitas Sumatera Utara


69

Tabel 4.15 Rekapitulasi hasil perhitungan gelombang pecah arah timur laut

Timur Laut
d db Hdesain Keterangan
Hpantai Hpecah
0.5 2,682 3,008 2.273 2.273 Tidak diterima
1 2,682 2,582 2.273 2.273 Tidak diterima
1.5 2,682 2,345 2.273 2.273 Tidak diterima
2 2,682 2,209 2.273 2,209 Diterima
2.5 2,682 2,132 2.273 2,132 Diterima
3 2,682 2,071 2.273 2,071 Diterima

4.9 Perhitungan Gelombang Pecah Arah Barat

Berdasarkan peta bathimetri, kemiringan dasar laut 1 : 30 = 0,03.

Gelombang pada laut dalam H0 = 0,540 m, T = 2,699 detik, Kr = 0,8994 dan L0 =

11,364 m

Tinggi gelombang laut ekivalen (H’0) dapat dihitung dengan menggunakan

rumus:

H’0 = Kr . HO = 0,8994 x 0,540 = 0,485 m

H′ 0 0,485
= 9,81 X 2,6992 = 0,0068
g .T 2

H′ 0
Untuk nilai = 0,0068 dengan kemiringan pantai m = 0,03 diperoleh dari
g .T 2

Gambar 4.6 (Triatmodjo,2012:51).

Universitas Sumatera Utara


70

1,1

0,0068

Gambar 4.6 Penentuan tinggi gelombang pecah

Dari gambar penentuan tinggi gelombang pecah maka diperoleh:

Hb
= 1,1
H’0

Menghitung kedalaman gelombang pecah (Hb) dapat dihitung dengan

menggunakan rumus:

Hb = 0,485 x 1,1 = 0,534 m

Tinggi gelombang pecah dapat di hitung dengan menggunakan rumus:

Hb 0,534
= 9,81 X 2,6992 = 0,0074
g .T 2

db
dapat dicari dengan menggunakan Gambar 4.7 (Triatmodjo, 2012:52).
Hb

Universitas Sumatera Utara


71

1,18

0,0074

Gambar 4.7 Penentuan kedalaman gelombang pecah

Dari Gambar 4.7 penentuan kedalaman gelombang pecah diperoleh:

db
= 1,18
Hb

Setelah tinggi gelombang pecah diperoleh, selanjutnya dihitung kedalaman air

pada saat gelombang pecah (db) dengan menggunan rumus:

𝑑
db = H𝑏 . Hb = 1,18 x 0,534 = 0,961 m
b

Universitas Sumatera Utara


72

Tabel 4.16 Rekapitulasi hasil perhitungan gelombang pecah arah barat

Barat
D db Hdesain Keterangan
Hpantai Hpecah
0.5 0,961 0,331 0,534 0,331 Diterima
1 0,961 0,282 0,534 0,282 Diterima
1.5 0,961 0,259 0,534 0,259 Diterima
2 0,961 0,245 0,534 0,245 Diterima
2.5 0,961 0,236 0,534 0,236 Diterima
3 0,961 0,224 0,534 0,224 Diterima

4.10 Analisa Angkutan Sedimen

Perhitungan angkutan sedimen sejajar pantai dilakukan menggunakan

metode CERC. Untuk parameter-parameter yang dipakai adalah parameter-

parameter yang diperoleh berdasarkan pada perhitungan-perhitungan sebelumnya.

𝑆 = 0,014 𝐻𝑜 2 . 𝐶𝑜 . 𝐾 2 𝑅𝐵𝑅 . sin 𝛼𝑏𝑟 . cos 𝛼𝑏𝑟

= 0,014 x (24.3600.31) x 0,5402 x 4,210 x 0,89942 x 0,587 x 0,809

= 17.683,388 m3/bulan atau 212.200,656 m3/tahun

Universitas Sumatera Utara


73

4.11 Lebar dan Kedalaman Alur Muara Sungai

a. Lebar Alur

W ≥ 7,6 B (lalu lintas dua jalur)

W ≥ 7,6 . 4,6

W ≥ 35 m

Sedangkan muara Lamteh memiliki lebar hidraulik sebesar 36 meter, sehingga

tidak diperlukan lagi dilakukannya pelebaran alur.

b. Kedalaman Alur

dn = LLWL - df – freeboard = -0,082 – 1,2 – 0,9 = - 2 meter

Sedangkan alur muara Lamteh berada pada elevasi rata-rata -0,3 m,

sehingga diperlukan dilakukannya pengerukan untuk memenuhi persyaratan

minimum alur pelayaran.

c. Panjang Jetty

Dari perhitungan di atas diketahui gelombang pecah pada kedalaman 2

meter, maka ujung Jetty direncanakan pada kedalaman 3 meter. Dari peta

Bathimetri dapat diketahui panjang Jetty yang memiliki ujung pada kedalaman 3

meter yaitu sebelah kanan sepanjang 256,7 meter, dan sebelah kiri sepanjang

335,85 meter. Gambar perencanaan panjang Jetty dapat dilihat pada Lampiran A.

Universitas Sumatera Utara


74

4.12 Perencanaan Jetty

Perencanaan Jetty ini merupakan perencanaan bangunan yang terdiri dari

tumpukan batu alam. Metode untuk melakukan perhitungan didasarkan pada teori

perencanaan yang dilaksanakan. Perhitungan pada kedalaman laut (d) = 2,0 meter

dengan tinggi gelombang dipantai (Hpantai) = 2,209 m, tinggi gelombang di laut

dalam (Ho) = 2,299 m dan periode gelombang (T) = 5,857 detik. Untuk pelindung

kaki (Lb) di ambil minimum 3 meter dengan ketebalan 2-3 meter (Triatmodjo),

dan panjang gelombang di laut dalam (L0) = 53,515 m. Adapun langkah

perhitungannya adalah sebagai berikut:

4.12.1 Menentukan Bilangan Irribaren (ir):

tan ∅ tan 36
Ir = H0 = 2,299 0,5 = 3,505
( )0,5 (
53 ,515
)
𝐿0

Berdasarkan hitungan di atas didapat nilai irribaren 3,505 maka untuk

menentukan nilai Ru/H dapat menggunakan Gambar 4.8.

1,24

Ir = 3,505

Gambar 4.8 Perbandingan Runup dan Rundown

Universitas Sumatera Utara


75

Dari gambar diatas di dapat nilai Ru/H adalah 1,24

𝛾 2,65
Sr = 𝛾 𝑟 = 1,03 = 2,5728 ton/m3
𝑤

Dimana :

Berat jenis batu 𝛾𝑟 = 2,65 ton/m3

Berat jenis laut 𝛾𝑤 = 1,03 ton/m3

Sudut talud bangunan pelindung (1:1,5)

1
Tan β = 1,5

1
β = tan-1 = 33,7
1,5

1
cot∅ = tan (33,7) = 1,4994

4.12.2 Berat Butir Lapis Lindung (W):

Berat butir lapis lindung dapat dihitung dengan menggunakan rumus

empiris. nilai KD (Lampiran A.3) untuk batu pecah bersudut kasar 2,3 dengan

n = 3, kemiringan breakwater rencana adalah 1:1,5. Adapun untuk menentukan

berat batu lapis lindung adalah sebagai berikut:

𝛾𝑟 . 𝐻3 2,65 𝑥 2,2993
W=𝐾 3
= = 2,399 ton
𝐷 (𝑠𝑟 −1) 𝑐𝑜𝑡𝜃 2,3 (2,5728 −1)3 𝑥1,4994

Untuk lapis lindung kedua (W2):

W2 = 0,5W - 0,67W = 0,5 x 2,399 = 1,199 ton - 0,67 x 2,399 = 1,607 ton

Universitas Sumatera Utara


76

Untuk lapis lindung bawah pertama (W3):

W3 = 0,1W – 0,003W = 0,1 x 2,399 = 0,239 ton – 0,003 x 2,399 = 0,0072 ton

Untuk lapis lindung bawah kedua (W4):

W4 = 0,005W = 0,005 x 2,399 = 0,012 ton

Untuk lapis inti (W5):

2,5 x 10-4 W– 1,67 x 10-4 W = 2,5 x 10-4 x 2,399 = 0,0006 ton – 1,67 x 10-4 x

2,399 = 0,0004 ton

4.12.3 Perhitungan Ukuran Batu Pelindung

Ukuran batu pelindung untuk tiap lapisan pada jetty susunan batu menurut

Hudson dan Jackson (Triatmodjo, 2003:136) dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan empiris sebagai berikut:

Menentukan lapisan pelindung pertama (W):

W = 0,75W – 1,25W = 0,75 x 2,399 = 1,799 ton – 1,25 x 2,399 = 2,998 ton

Menentukan lapisan pelindung kedua (W2):

W2 = 0,75W – 1,25W = 0,75 x 2,399 = 1,799 ton – 1,25 x 2,399 = 2,998 ton

Menentukan lapisan pelindung bawah pertama (W3):

W3 = 0,70W – 1,30W = 0,70 x 2,399 = 1,679 ton – 1,30 x 2,399 = 3,118 ton

Menentukan lapisan pelindung bawah kedua (W4):

W4 = 0,50W – 1,50W = 0,50 x 2,399 = 1,199 ton – 1,50 x 2,399 = 3,598 ton

Universitas Sumatera Utara


77

Untuk lapis inti (W5):

0,30W – 1,70W = 0,30 x 2,399 = 0,719 ton – 1,70 x 2,399 = 4,078 ton

4.12.4 Perhitungan Tinggi (Elevasi) Jetty (Hst)

Menggunakan parameter-parameter seperti kemiringan rencana jetty yaitu

1:15 dan tinggi gelombang dilaut dalam (HO) = 2,299 m. Nilai wave run-up

diperoleh dari rumus irribaren dan HWL = 2,2 (Dinas Kelautan dan Perikanan

Provinsi Aceh) Ru = dari Gambar 4.8 di dapat Ru/H = 1,24 sehingga Ru = 1,24 x

H = 1,24 x 2,299 = 2,850 m. Maka tinggi elevasi (Hst) jetty dapat di cari dengan

persamaan:

Hst = d + HWL + Ru + 0,5 = 0,5 +2,2 + 2,850 + 0,5 = 6,050 m

4.12.5 Tebal Lapis Lindung

Perhitungan tebal lapisan lindung berdasarkan jumlah minimal lapisan

batu dan parameter dari batu. Tebal lapisan (t) dihitung dengan rumus:

t = n.k∆ (W/𝛾𝑟 )1/3 = 3 x 1,1 (2,399/2,65)1/3 = 3,192 m

4.12.6 Perhitungan Lebar Jetty (B)

Perhitungan lebar puncak (B) dapat dihitung menggunakan rumus empiris

sebagai berikut:

t = n.k∆ (W/𝛾𝑟 )1/3 = 3 x 1,1 (2,399/2,65)1/3 = 3,192 m

Universitas Sumatera Utara


78

4.12.7 Lebar Permukaan Bawah Jetty B’

Untuk menentukan lebar konstruksi bawah jetty tersebut disajikan pada

1
Gambar 4.9. Dengan B = 3,192 m dan β = tan-1 = 33,7o
1,5

B= 3,192 m

Hst = 6,050 m
O
33,7

B’
Gambar 4.9 Potongan jetty
6,050
Tan 33,7 =
𝑥

6,050
X = 0,6669 = 9,071 m

B’ = 3,192 + 2(9,071) = 21,334 m

4.12.8 Menentukan Jumlah Butir Batu (N)

Untuk menentukan jumlah unit batu pelindung dapat di cari dengan

menggunakan persamaan berikut:

2
𝑝 𝛾 40 2,65 2
N = A.n.k∆. 1 − 100 (𝑊𝑟 )3 = (164,346) x 3 x 1,1 x 1 − 100 x (2,399)3 =

75,098 = 75 Unit

Universitas Sumatera Utara


79

4.13 Stabilitas Jetty

4.13.1 Stabilitas Jetty Terhadap Gaya Dukung Tanah

Kontrol ini dipakai untuk mengetahui apakah tanah di bawah jetty dapat

menahan berat sendiri konstruksi jetty tersebut (daya dukung tanah). Perhitungan

menggunakan pondasi dangkal karena sesuai syarat untuk pondasi dangkal yaitu

D < B, Sedangkan struktur ini memiliki D = 1-1,75 meter dan B = 34,833 meter

sehingga D < B. tanah yang akan di uji adalah tanah pada kedalaman -3 meter

karena ini merupakan kedalaman yang paling besar. Adapun sketsa jetty yang

bekerja disajikan pada Gambar 4.10.

Dimensi Breakwater

Lebar jetty(LB) = 27,335-34,833 meter

Tinggi jetty (Hst) = 6,050-8,550 meter

Panjang jetty (L) = 335,85 meter

Leber slope sisi sungai = 11,7820-23,7778 meter

Leber slope sisi laut = 11,7820-23,7778 meter

B = 3,192 m

Lb = 3 m Hst = 8,550 m

LB = 34,833 m

Gambar 4.10 Sketsa potongan detail jetty

Universitas Sumatera Utara


80

Perhitungan dilakukan pada kondisi terdrainase karena pada kondisi

lapangan kondisi tanah dibawah breakwater kecil kemungkinannya untuk

mengalami kondisi tidak terdrainase dimana air tidak dapat dialirkan keluar

sehingga ikut menahan beban yang diletakkan di atasnya.

Jenis tanah = pasir halus sedikit lanau, abu-abu


Kedalaman = -3 meter
𝛾𝑏𝑎𝑡𝑢 = 2,65 t/m3
𝛾𝑎𝑖𝑟 𝑙𝑎𝑢𝑡 = 1,03 t/m3
NSPT = 20 (hasil boring pada kedalaman 0,5 – 3,2 meter)
Ndesain = 21,7 (hasil analisis konversi NSPT berdasarkan pedoman analisis
daya dukung tanah pondasi dangkal bangunan air 2005)
Dr = 59,7 % ( dari tabel kepadatan relative versus Ndesain )
∅ tanah = 38,4o ( dari tabel kepadatan relative dan uji tanah dilapangan)
𝛾𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟 = 1,4 t/m3 (berat jenis material pasir)
𝐶′ = (1,4 – 1,03) = 0,37 t/m3
C = 0 t/m3 (karena pasir merupakan jenis tanah non kehesif sehinnga
tidak memiliki lekatan antar partikel tanah).
Tabel faktor daya dukung terzhagi (Wowiess, 1988) untuk sudut geser

38.4o disajikan pada Tabel 4.19.

Tabel 4.17 Nilai Nc, Nγ dan Nγ

Sudut Geser Nc Nγ Nq
Ø 38.4 77.5 77.9 61.55

Universitas Sumatera Utara


81

Untuk dasar pondasi segi empat (LxB) besar daya dukung tanah dasar menurut

Terzhagi adalah menggunakan rumus:

𝐵 𝐵 𝐵
ql = 1 − 0,2 𝑥 γ. 𝐿 . Nγ + 1 − 0,2 𝑥 . c.Nc + γ. D.Nq
𝐿 𝐿

34,833 34,833 34,833


= 1 − 0,2 𝑥 x 0,37 x x 77,9 + 1 − 0,2 𝑥 x 0 x 77,5 +
335,85 335,85 335,85

0,37 x 3 x 61,55 = 69,299 t/m2

Qult = 69,299 x 34,833 = 2413,894 t/m

Beben jetty yang bekerja disajikan pada Gambar 4.11 di bawah ini dan dapat di

hitung dengan rumus:

B = 3,192 m

Laut lepas

Lb = 3 m
Hst = 8,550m
Pelindung Kaki

B’=28,833 m

LB = 34,833 m
Gambar 4.11 Potongan detail jetty
W = A x 𝛾𝑏𝑎𝑡𝑢

3+ 28,833 31,833 + 34,833


= 𝑥 5,550 𝑥 2,65 + 𝑥 3 𝑥 2,65
2 2

= 499,088 t/m

𝑄𝑢𝑙𝑡
SF = >2
𝑊

2413 ,894
= = 4,836 > 2 ……………………………………………...OK
499,088

Universitas Sumatera Utara


82

Perencanaan jetty ini merupakan perencanaan yang terdiri dari tumpukan

batu alam. Metode untuk melakukan perhitungan didasarkan pada teori

perencanaan yang dilaksanakan. Adapun untuk perhitungan selengkapnya

disajikan pada Tabel 4.18 sedangkan untuk letak jetty bisa dilihat pada Lampiran

A.1 untuk gambar potongan perencanaan bisa dilihat pada Lampiran D.1 sampai

Lampiran D.6 dan koefisien lapis bisa dilihat pada Lampiran A.3.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.18 Perhitungan perencanaan jetty
T L0 HO Perhitungan Berat Batu Pelindung
d Hpantai Hdesain Ir Sr Ru/H Cot ∅
(det) (m) (m) W (ton) W2 (ton) W3 (ton) W4 (ton) W5 (ton)
0,5 5,857 2,2090 53,5150 2,299 2,2730 3,5050 2,5728 1,24 1,4994 2,399 1,199-1,607 0,239-0,0072 0,012 0,0006-0,0004
1 5,857 2,2090 53,5150 2,299 2,2730 3,5050 2,5728 1,24 1,4994 2,399 1,199-1,608 0,239-0,0073 0,012 0,0006-0,0005
1,5 5,857 2,2090 53,5150 2,299 2,2730 3,5050 2,5728 1,24 1,4994 2,399 1,199-1,609 0,239-0,0074 0,012 0,0006-0,0006
2 5,857 2,2090 53,5150 2,299 2,2090 3,5050 2,5728 1,24 1,4994 2,399 1,199-1,610 0,239-0,0075 0,012 0,0006-0,0007
2,5 5,857 2,2090 53,5150 2,299 2,2090 3,5050 2,5728 1,24 1,4994 2,399 1,199-1,611 0,239-0,0076 0,012 0,0006-0,0008
3 5,857 2,2090 53,5150 2,299 2,2090 3,5050 2,5728 1,24 1,4994 2,399 1,199-1,612 0,239-0,0077 0,012 0,0006-0,0009

Lanjutan Tabel 4.18 Perhitungan perencanaan jetty


Perhitungan Ukuran Batu Pelindung HWL Ru Tinggi Kebebasan Tebal Lapisan Hst B X B'
W (ton) W2 (ton) W3 (ton) W4 (ton) W5 (ton) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m)
1,799-2,998 1,799-2,998 1,679-3,118 1,199-3,598 0,719-4,078 2,2 2,8500 0,5 3,192 6,0500 3,192 9,0718 21,3356
1,799-2,999 1,799-2,999 1,679-3,119 1,199-3,599 0,719-4,079 2,2 2,8500 0,5 3,192 6,5500 3,192 9,8216 22,8351
1,799-2,1000 1,799-2,1000 1,679-3,120 1,199-3,600 0,719-4,080 2,2 2,8500 0,5 3,192 7,0500 3,192 10,5713 24,3346
1,799-2,1001 1,799-2,1001 1,679-3,121 1,199-3,601 0,719-4,081 2,2 2,8500 0,5 3,192 7,5500 3,192 11,3210 25,8341
1,799-2,1002 1,799-2,1002 1,679-3,122 1,199-3,602 0,719-4,082 2,2 2,8500 0,5 3,192 8,0500 3,192 12,0708 27,3336
1,799-2,1003 1,799-2,1003 1,679-3,123 1,199-3,603 0,719-4,083 2,2 2,8500 0,5 3,192 8,5500 3,192 12,8205 28,8330

Universitas Sumatera Utara


Lanjutan Tabel 4.18 Perhitungan perencanaan jetty
tb Lb LB N Area Muka air rencana
(m) (m) (m) (Unit) (m) (m)
2m-3m 3 27,3356 75,0984 164,3461 3,2
2m-3m 3 28,8351 80,8299 176,8888 3,7
2m-3m 3 30,3346 86,9039 190,1813 4,2
2m-3m 3 31,8341 93,3205 204,2234 4,7
2m-3m 3 33,3336 100,0797 219,0153 5,2
2m-3m 3 34,8330 107,1815 234,5570 5,7

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah melakukan perhitungan dan analisa pada muara Lamteh

Kabupeten Aceh Besar, maka bab ini berisi kesimpulan yang dapat diambil dan

saran-saran yang dapat diberikan.

5.1 Kesimpulan

Setelah melakukan perhitungan dan pembahasan pada bab sebelumnya,

maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kondisi perairan Muara Lamteh di Kecamatan Peukan Bada Kabupaten

Aceh Besar diperlukan jetty tipe rubble mound untuk melindungi alur

pelayaran kapal dari sedimentasi.\

2. Jumlah angkutan sedimen sejajar pantai yang terjadi adalah sebesar

212.200,656 m3/tahun.

3. Perhitungan gelombang yang dihitung dengan menggunakan data angin

darat menghasilkan tinggi gelombang rencana sebesar 2,209 m.

4. Untuk alur pelayaran, lebar alur yaitu 36 meter dengan kedalaman 2 meter.

Sehingga dapat dilewati kapal dengan ukuran 30GT.

5. Perhitungan data-data pasang surut menunjukkan muka air pasang

tertinggi sebesar 2,200 m dimana tinggi muka air tersebut menjadi muka

air rencana.

6. Panjang jetty sebelah kanan yaitu 256,7 meter dan panjang jetty sebelah

kiri yaitu 335,85 meter.

85

Universitas Sumatera Utara


86

7. Jetty jenis rubble mound yang direncanakan memiliki ketinggian (6,050-

8,550) meter dengan tebal lapis (1,5-3,192) meter.

8. Analisa stabilitas bangunan pengaman muara ini memiliki angka yang

cukup aman yaitu 4,836 > 2.

5.2 Saran-saran

1. Pembangunan jetty ini akan memicu terjadinya erosi dan akresi di sekitar

banguan jetty. Hal ini perlu dikaji lebih lanjut agar tidak terjadi pengikisan

garis pantai.

2. Meskipun jettu tipe rubble mound lebih mudah diperbaiki namun

kerusakan jetty ini perlu secara rutin diperhatikan karena kerusakannya

dapat terjadi secara berangsur-angsur.

3. Sebagai sebuah karya tulis ilmiah, tugas akhir ini masih jauh dari

sempurna. Keterbatasan data hidro-oseanografi lokasi studi merupakan

kendala utamanya. Oleh karena itu, untuk menyempurnakan keakuratan

perencanaan ini maka perlu memperoleh data yang lebih lengkap.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Baskoro, W. Adi, 2009. Kajian Pengaruh Pembangunan Jetty Terhadap


Kapasitas Sungai Muara Way Kuripan Kota Bandar Lampung. Tesis.
Magister Teknik Sipil. Universitas Dipenogoro.

CERC, 1984. Shore Protection Manual (SPM ‘884). US Army Coastal


Engineering, Research Center. Washington.

Fahmi, M., 2013, Perencanaan Jetty Muara Lambada Lhok Kecamatan


Baitusalam Aceh Besar, (Tugas Akhir), Fakultas Teknik Unsyiah, Banda
Aceh.
Hafli, T.Mudi.,2014, Simulasi Numerik Perubahan Morfologi Pantai Akibat
Konstruksi Jetty Pada Muara Lambada Lhok Aceh Besar Menggunakan
Software Delft3D, (Tugas Akhir), Fakultas Teknik Unsyiah, Banda Aceh.
Kramadibrata, S., 1985. Perencanaan Pelabuhan. Ganeca Exact, Bandung.

Nur Yuwono., 1994, Perancangan Bangunan Jetty, Laboratorium Hidraulika dan


Hidrologi, PAU-IT-UGM, Yogyakarta
Soemarto, C.D., 1995. Hiddrologi Teknik. Erlangga. Jakarta.

Sutirto, 2014. Gelombang dan Arus Laut Lepas. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Tawas, H.J., 2013. Perencanaan Jetty di Muara Sungai Ranoyapo Amurang.


Jurnal. Jurusan Teknik Sipil. Fakultas Teknik. Universitas Sam Ratulangi.

Triadmodjo, B., 1999. Teknik Pantai. Beta Offset. Yogyakarta.

Triadmodjo, B., 2003. Pelabuhan. Beta Offset. Yogyakarta.

87

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Lampiran A.2. Peta Situasi Lokasi Penelitian

Universitas Sumatera Utara


90

Lampiran A.3 Koefisien Lapis (Triatmodjo, 1996:136)

Koef.Lapis Porositas P
Batu Pelindung n Penempatan
(𝑘∆) (%)
Batu alam (halus) 2 Random (Acak) 1.02 38
Batu alam (kasar) 2 Random (Acak) 1.15 37

Batu alam (kasar) >3 Random (Acak) 1.1 40

Kubus 2 Random (Acak) 1.1 47

Tetrapod 2 Random (Acak) 1.04 50

Quadripod 2 Random (Acak) 0.95 49

Hexapod 2 Random (Acak) 1.15 47

Tribard 2 Random (Acak) 1.02 54

Dolos 2 Random (Acak) 1 63

Tribard 1 Seragam 1.13 47

Batu Random (Acak) 37

Universitas Sumatera Utara


91

Lampiran A.4 Koefisien stabilitas (Triatmodjo, 1996:135)

Lengan bangunan Ujung bangunan


KD KD
Lapis lindung n Penempatan Gel. Gel. Kemiringan
Gel. Gel.
Tidak Tidak
Pecah Pecah
pecah pecah
Batu pecah
Bulat halus 2 Acak 1.2 2.4 1.1 1.9 1.5-3.0
Bulat halus >3 Acak 1.6 3.2 1.4 2.3 *2
Bersudut kasar 1 Acak *1 2.9 *1 2.3 *2
1.9 3.2 1.5
Bersudut kasar 2 Acak 2 4 1.6 2.8 2
1.3 2.3 3
Bersudut kasar >3 Acak 2.2 4.5 2.1 4.2 *2
Bersudut kasar 2 Khusus*3 5.8 7 5.3 6.4 *2
(8,5-
Paralelepipedium 2 Khusus (7-20) - -
24)
5 6 1.5
Tetrapot 2 Acak 7 8 4.5 5.5 2
3.5 4 3
8.3 9 1.5
Tribar 2 Acak 9 10 7.8 8.5 2
6 6.5 3
Dolos 2 Acak 15.8 31.8 8 16 2
7 14 3
Kubus
Dimodifikasi 2 Acak 6.5 7.5 - 5 *2
Hexapod 2 Acak 8 9.5 5 7 *2
Tribar 1 Seragam 12 15 7.5 9.5 *2
Batu pecah - Acak 2.2 2.5 - -

Universitas Sumatera Utara


Lampiran A.5 Grafik Sondir
PROYEK : DED MUARA KUALA LAMTEH TANGGAL : 31 OKT.- 2012
LAMTEH - BANDA ACEH OPERATOR : MARJANI
CPT NO : S - 01 S-01 CUACA : Cerah
TOTAL KED. 3,2 M MAT : 0,3 m LEMBAR : 1 dari 1
Jumlah
Hambatan Hambatan
Hambatan Jumlah Hambatan Hambatan
KEDALAMAN Pelekat Setempat
Konus (qC) Hambatan Selimut Pelekat
(HP) (HS) Hambatan Konus dan Jumlah Hambatan Pelekat
(JHP)
0
m m kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2 kg/cm kg/cm2
0 -0,2 3 5 19,90 3,56 3,56 0,18 1,78 0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250
-0,2 -0,4 20 25 49,74 8,90 12,46 0,45 6,23
-0,5
-0,4 -0,6 30 35 49,74 8,90 21,36 0,45 10,7
-0,6 -0,8 15 20 49,74 8,90 30,26 0,45 15,1
-1
-0,8 -1 24 28 39,80 7,12 37,38 0,36 18,7
-1 -1,2 26 29 29,85 5,34 42,72 0,27 21,4
-1,2 -1,4 40 47 69,64 12,46 55,18 0,62 -1,5
27,6
-1,4 -1,6 42 46 39,80 7,12 62,30 0,36 31,2
-1,6 -1,8 50 58 79,59 14,24 76,54 0,71 38,3-2

Kedalaman (m)
-1,8 -2 80 86 59,69 10,68 87,22 0,53 43,6
-2 -2,2 89 96 69,64 12,46 99,68 0,62 49,8
-2,2 -2,4 120 130 99,49 17,80 117,48 0,89 -2,5
58,7
-2,4 -2,6 132 140 79,59 14,24 131,72 0,71 65,9
-2,6 -2,8 150 158 79,59 14,24 145,96 0,71 73-3
-2,8 -3 165 177 119,39 21,36 167,32 1,07 83,7
-3 -3,2 180 185 49,74 8,90 176,22 0,45 88,1
-3,2 -3,4 200 0-3,5
-3,4 -3,6 0
-3,6 -3,8 0 -4
-3,8 -4 0
-4 -4,2 0
-4,2 -4,4 0-4,5
-4,4 -4,6 0
-4,6 -4,8 0 -5
-4,8 -5 0 JHP kg/cm
-5 -5,2 0 HK (qC) kg/cm2
0
Luas Piston + 8,05 cm2

Universitas Sumatera Utara


Tinggi Pasut (cm)

50
90

70
130
170
210
230

110
150
190
1
14
27
40
53
66
79
92
105
118
131
144
157
170
183
196
209
222
235
248
261
274
287
300
313
326
339
352
365
378

Waktu (jam)
391
404
417
430
31 Okteber s/d 2 Desember 2012

443
456
469
482
Grafik Pengamatan Pasang Surut di Kuala Lamteh

495
508
521
534
547
560
573
586
599
612
625
638
651
664
677
690

Universitas Sumatera Utara


703
716
94

Lampiran B.1 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo

Universitas Sumatera Utara


95

Lampiran B.2 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo

Universitas Sumatera Utara


96

Lampiran B.3 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo

Universitas Sumatera Utara


97

Lampiran B.4 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo

Universitas Sumatera Utara


98

Lampiran B.5 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo

Universitas Sumatera Utara


99

Lampiran B.6 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo

Universitas Sumatera Utara


100

Lampiran B.7 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo

Universitas Sumatera Utara


101

Lampiran B.8 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo

Universitas Sumatera Utara


102

Lampiran B.9 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo

Universitas Sumatera Utara


103

Lampiran B.10 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo

Universitas Sumatera Utara


104

Lampiran B.11 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo

Universitas Sumatera Utara


105

Lampiran B.12 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo

Universitas Sumatera Utara


106

Lampiran B.13

Lanjutan lampiran Tabel A-1 Fungsi d / L untuk pertambahan nilai d / Lo

Universitas Sumatera Utara


107

Lampiran B.14

Lanjutan lampiran Tabel A-1 Fungsi d / L untuk pertambahan nilai d / Lo

Universitas Sumatera Utara


108

Lampiran B.15 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo

Universitas Sumatera Utara


109

Lampiran C.1. Kondisi Muara

Kondisi Muara Lamteh yang terjadi pendangkalan

Kondisi Muara Lamteh yang terjadi pendangkalan

Universitas Sumatera Utara


110

Lampiran C.2. Dokumentasi

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai