Anda di halaman 1dari 111

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI BORED PILE DENGAN

MENGGUNAKAN METODE ANALITIS DAN PROGRAM


PLAXIS V. 8. 6 (STUDI KASUS PROYEK PEMBANGUNAN
FLY OVER SIMPANG SURABAYA KOTA
BANDA ACEH KM 0+525)

TUGAS AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Serjana Teknik pada
Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Disusun Oleh :
ANBIYA ALFALAH
14 0404 016

Disetujui Oleh :

Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE


19510629198411001

BIDANG STUDI GEOTEKNIK


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK
Pondasi dalam suatu bangunan merupakan bagian paling bawah dan
berhububgan langsung dengan tanah. pada struktur bangunan, pondasi berfungsi
untuk memikul beban bangunan yang ada diatasnya. Untuk menghasilkan
bangunan yang kokoh, pondasi harus direncanakan dengan hati-hati. Pondasi
harus diperhitungkan sedemikian rupa baik dari segi dimensi maupun secara
analitis..

Penelitian ini bertujuan untuk mencari nilai daya dukung aksial


perencanaan pondasi bored pile berdasarkan data SPT, menggunakan metode
Reese and Wright, Metode Elemen Hingga dengan Software Plaxis. Daya dukung
lateral menggunakan metode Broms, serta dihitung penurunan elastik bored pile
yang terjadi. Metode pengumpulan data adalah dengan melakukan observasi
lapangan serta pengambilan data dari Balai pelaksanaan jalan nasional Wilayah
Banda aceh .

Perhitungan daya dukung aksial tiang bor menggunakan data SPT dengan
metode Reese & Wright yaitu sebesar 1486,77 Ton pada kedalaman 66 m. Dari
hasil PDA test juga didapat daya dukung ultimit pada kedalaman 66 m adalah
1197,63 ton tidak jauh berbeda dengan hasil perhitungan dengan software plaxis
sebesar 1308,50 ton pada kedalaman 66 m. Daya dukung lateral berdasarkan
Metode Broms pada Bore Hole – P8 secara analitis sebesar 157,50 Ton dan secara
grafis sebesar 128,53 Ton. Penurunan elastis tunggal yang dihasilkan sebesar
13,12 mm. Penurunan dengan software plaxis adalah sebesar 58,40 mm.

Dari keseluruhan metode perhitungan daya dukung serta penurunan yang


terjadi akibat beban kerja, pondasi bored pile masih dalam kategori aman.

Kata Kunci : Daya Dukung, SPT, PDA, Plaxis V.8.6, Penurunan Elastis

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas
Akhir ini sebagai syarat utama dalam memperoleh gelar sarjana Teknik dari
Universitas Sumatera Utara dengan judul “Analisis Daya Dukung Pondasi
Bored Pile Dengan Menggunakan Metode Analitis dan Program Software
Plaxis (Studi Kasus Proyek Pembangunan Fly over simpang Surabaya Kota
Banda Aceh KM 0+525)” ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan dalam
menempuh ujian Serjana Teknik Sipil pada Fakultas Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatra Utara.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian Tugas Akhir ini tidak
lepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan dari banyak pihak, maka pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE, selaku Dosen Pembimbing yang
terlah sabar memberi bimbingan, arahan, dan saran kepada saya untuk
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Wakil Dekan 1 Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Medis Sejahtera Surbakti, ST, MT, Ph.D, selaku Ketua
Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Ridwan Anas, ST, MT sebagai Sekretaris Departemen Teknik
Sipil Universitas Sumatera Utara
5. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT dan Ibu Ika Puji Hastuty,ST.MT selaku
Dosen Pembanding dan Dosen Penguji Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak dan Ibu Dosen Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
7. Bapak dan Ibu pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.

ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8. Terutama kepada Orangtua saya, ayah saya Ir.Fadli dan bunda saya
Rulina Rita ST.MT yang selalu memberikan Doa, Dukungan, dan
Motivasi kepada saya sehingga bisa menyelesaikan Tugas Akhir ini.
9. Kepada pasangan penulis Fitri Khairani Aldira Situmeang yang telah
memberikan dukungan dan motivasi kepada saya.
10. Kepada M.Fahmi Siregar yang telah membantu saya sehingga bisa
menyelesaikan tugas akhir ini.
11. Kepada adik saya Raihanah Rasikah yang telah memberikan doa dan
dukungan
12. Kepada teman-teman teknik sipil 2014 yang telah memberikan dukungan
13. Segenap pihak yang membantu dan mendukung yang belum ditulis satu
persatu atas jasa dan dukungan yang telah membantu dalam perkulihaan
dan tugas akhir ini.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan saya. Oleh
karena itu saya menerima semua kritik dan saran yang bersifat membangun
mengenai Tugas Akhir ini.
Akhir kata saya mengucapkan terimakasih dan saya berharap tugas akhir ini
juga memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2019

ANBIYA ALFALAH

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

ABSTRAK ....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL............................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vii
DAFTAR NOTASI .......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ......................................................................... 2
1.2. Rumusan Masalah..................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................... 2
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................... 3
1.5. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 3
1.6. Batasan Masalah ....................................................................... 4
1.7.Sistematika Penulisan ................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 6
2.1. Tinjauan Umum ........................................................................ 6
2.2. Tanah ........................................................................................ 7
2.3. Penyelidikan Tanah .................................................................. 8
2.3.1. Pengujian dengan Standard Penetration Test (SPT ..... 9
2.4. Pondasi Dalam .......................................................................... 11
2.4.1. Tipe dan Jenis Pondasi Dalam ...................................... 11
2.4.2. Penggunaan Pondasi Bored Pile ................................... 12
2.4.3. Jenis Pondasi Tiang Bor (Bored pile) ........................... 13
2.4.4. Pengaruh Pemasangan Bored Pile ................................ 14
2.4.5. Metode Pelaksanaan Bored Pile ................................... 15
2.5. Pengeboran dengan Metode RCD (Reverse Circulation Drilling) 23
2.5.1. Prosedur Pengeboran Metode RCD .............................. 24

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.6. Pile Driving Analyzer (PDA) ................................................... 29
2.6.1. Prosedur Pengujian Dinamik PDA Test ....................... 32
2.6.2. Software CAPWAP ...................................................... 32
2.7. Kapasitas Daya Dukung Tiang Bor (Bored Pile) .................... 33
2.7.1. Daya Dukung Aksial Pondasi Tiang Bor / Bored Pile . 34
2.7.1.1. Daya Dukung Berdasarkan Data Standard
Penetration Test.............................................. 34
2.7.2. Kapasitas Daya Dukung Lateral Bored Pile ................ 37
2.7.3. Tahanan Beban Lateral Ultimit .................................... 41
2.7.3.1.Metode Broms................................................... 42
2.8. Perhitungan Dengan Program Plaxis V. 8. 6 ............................ 51
2.9. Jarak antar Tiang dalam Kelompok .......................................... 59
2.10. Kapasitas Kelompok dan Efisiensi Pondasi Bored Pile......... 61
2.11. Faktor Keamanan ................................................................... 64
2.12. Penurunan Bored Pile ............................................................ 66
2.12.1. Penurunan Elastis (Elastic Settlement) ....................... 66
2.13. Penelitian Terdahulu .............................................................. 68
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 70
3.1. Data Umum Proyek .................................................................. 70
3.2. Data Teknis Bored Pile ............................................................ 70
3.3. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 71
BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN................................................. 74

4.1. Pendahuluan ............................................................................. 74


4.2. Menghitung Kapasitas Daya Dukung Bored Pile .................... 74
4.2.1. Menghitung Kapasitas Daya Dukung Bored Pile dari Data
SPT… .......................................................................... 74
4.2.2. Daya Dukung Bored Pile berdasarkan hasil Pile Driving
Analyzer(PDA) test ....................................................... 79

4.3. Menghitung Daya Dukung Lateral Pondasi Bored Pile........... 79


4.4. Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Aksial Kelompok Tiang 81

4.5. Analisa Daya Dukung Dengan Bantuan Software Plaxis ........ 83

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.5.1. Daya Dukung dan Penurunan Bored Pile dengan Plaxis 83

4.5.2. Proses Pemodelan Pada Program Plaxis ......................... 84


4.5.2.1. Daya Dukung Vertikal ...................................... 84
4.6. Diskusi ...................................................................................... 88

4.6.1. Evaluasi Hasil Perhitungan Daya Dukung Tiang Bor


(Bored Pile)… .................................................... 88
4.6.2. Penurunan yang Terjadi ...................................... 88
4.6.3. Perbandingan Antara Tekanan Air Pori Sebelum
Konsolidasi dan Setelah Konsolidasi dari Program
Plaxis ................................................................... 91
4.6.4. Perbandingan antara Penurunan Sebelum Konsolidasi
dan Sesudah Konsolidasi dari Program Plaxis.... 92
4.6.5. Evaluasi Diameter Pondasi Bored Pile ................ 93
4.6.6. Evaluasi Luas Penulangan Pondasi Bored Pile.... 94
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 95
5.1. Kesimpulan ............................................................................... 95
5.2. Saran ......................................................................................... 96

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 97

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

2.1 Kriteria Pondasi Tiang Pendek dan Pondasi Tiang Panjang 40


2.2 Hubungan Modulus Sub grade (k1) dengan kuat Geser
Undrained untuk Lempung kaku Terkonsolidasi Berlebihan
(Overconsolidated clay) 40
2.3 Nilai-nilai nh untuk Tanah Granular (c=0) 40
2.4 Nilai-nilai nh untuk Tanah Kohesif 41
2.5 Nilai Perkiraan Modulus Elastisitas Tanah 55
2.6 Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada Tanah Pasir 56
(Schmertman, 1970)
2.7 Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada Tanah 56
Lempung (Randolph,1978)
2.8 Hubungan Jenis Tanah, Konsistensi dan Poisson’s Ratio 57
2.9 Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah 59
2.10 Faktor Keamanan untuk Pondasi Tiang 66
2.11 Nilai Koefisiean Empiris (Cp) 68
4.1 Data Bored Pile 83
4.2 Perbandingan hasil nilai Qu 88
4.3 Perbandingan Nilai Tekanan Air Pori 91
4.4 Penurunan Tanah dengan Program Plaxis 93

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
No.

2.1 Diagram Fase Tanah 8


2.2 Standart Penetration Test 10
2.3 Jenis-jenis Bored Pile 13
2.4 Proses Pekerjaan Metode Kering 16
2.5 Proses Pekerjaan Metode Basah 16
2.6 Proses Pekerjaan Metode Casing 18
2.7 Proses Pengeboran (Boring) 19
2.8 Mengukur Bored Length dengan Measuring Tape 20
2.9 Peralatan Pengujian Bentonite Slurry 23
2.10 Pengoperasian Dasar Metode RCD 25
2.11 Pelaksanaan Pondasi Bored Pile dengan Metode RCD 25
2.12 Sketsa PDA Test 31
2.13 Tampilan Program CAPWAP 33
2.14 Daya Dukung Ujung Bored Pile Pada Tanah Pasir (Reese and
Wright, 1977) 35
2.15 Tahanan Geser Selimut Bored Pile Pasiran (Reese and Wright,
1977) 37
2.16 Definisi Tiang Ujung Bebas dan Tiang Ujung Jepit 38
2.17 Defleksi dan Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang dengan
Kondisi Kepala Tiang Bebas Akibat Beban Lateral
pada Tanah Kohesif (a)Pondasi Tiang Pendek,
(b) Pondasi Tiang Panjang (Broms, 1964) 43
2.18 Kapasitas Beban Lateral pada Tanah Kohesif; (a) untuk Pondasi
Tiang Pendek, (b) untuk Pondasi Tiang Panjang (Hardiyatmo,
2002) 45
2.19 Defleksi dan Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang dengan
Kondisi Kepala Tiang Terjepit Akibat Beban Lateral pada Tanah
Kohesif; (a)Pondasi Tiang Pendek,(b) Pondasi Tiang
Panjang(Hardiyatmo, 2002) 45

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.20 Defleksi dan Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang dengan
Kondisi Kepala Tiang Bebas Akibat Beban Lateral pada Tanah
Granular; (a) Pondasi Tiang Pendek, (b) Pondasi Tiang Panjang
(Hardiyatmo,2002) 46
2.21 Defleksi dan Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang dengan
KondisiKepala Tiang Jepit Akibat Beban Lateral pada Tanah
Granular;(a) Pondasi Tiang Pendek, (b) Pondasi Tiang
Panjang(Hardiyatmo, 2002) 48
2.22 Defleksi dan mekanisme keruntuhan pondasi tiang dengan kondisi
kepala tiang jepit akibat beban lateral pada tanah granular; (a)
pondasi tiang pendek, (b) pondasi tiang panjang (Broms, 1964) 49
2.23 Kapasitas beban lateral pada tanah granular; (a) tiang pendek, (b)
tiang panjang (Tomlinson, 1977) 51
2.24 Model Pondasi Tiang Bor ( Bored Pile ) 51
2.25 Jarak Antar Tiang Dalam Kelompok 59
2.26 Susunan Jarak Antar Tiang Dalam Kelompok (Bowles, 1999) 60
2.27 Tipe Keruntuhan Dalam Kelompok Tiang 61
2.28 Definisi Jarak s Dalam Hitungan Efisiensi Tiang 63
2.29 Variasi Jenis Bentuk Unit Tahanan Friksi (Kulit) Alami
Terdistribusi Sepanjang Tiang Tertanam ke Dalam Tanah 68
3.1 Lokasi proyek paket 10 71
3.2 Lokasi bored pile 71
3.3 Bagan Alir Penelitian 73
4.1 Menentukan Nilai Tahanan Selimut Pada Tanah Non-Kohesif 77
4.2 Sketsa Konfigurasi Kelompok Bored Pile 82
4.3 Hasil Kalkulasi dan Besar Nilai MSF pada Phase2 86
4.4 Hasil Kalkulasi dan Besar Nilai MSF pada Phase4 87
4.5 Penurunan Pondasi Bored Pile Setelah Konsolidasi 90
4.6 Excess Pore Pressure Sebelum Konsolidasi 91
4.7 Excess Pore Pressure Setelah Konsolidasi 91
4.8 Penurunan Tanah Sebelum Konsolidasi 93
4.9 Penurunan Tanah Setelah Konsolidasi 93

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR NOTASI
A = interval pembacaan sondir (setiap pembacaan 20 cm)

Ap = luas penampang tiang (m2)

B = lebar atau diameter tiang (m)

Bg = lebar kelompok tiang (cm)

Cp = koefisien empiris

Cs = konstanta Empiris

c = kohesi tanah (kg/cm²)

cu = kohesi undrained (kN/m2)

d = diameter tiang (m)

Dr = kerapatan relatif (%)

e = angka pori

e = jarak beban lateral dari permukaan tanah

Ep = modulus elastis tiang (kN/m2)

Es = modulus elastisitas tanah di sekitar tiang(kN/m 2)

Eg = effisiensi kelompok tiang

f = jarak momen maksimum dari permukaan tanah (m)

fs = gesekan selimut tiang per satua luas (Ton/m 2)

Gs =specific gravity

g = jarak dari lokasi momen maksimum sampai dasar tiang (m)

H = tebal lapisan (m)

Hu = Beban Lateral (kN)

I = momen inersia (cm4)

Ip = momen inersia tiang (cm4)

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
K = faktor kekakuan tiang

K = modulus tanah

k = koefisien permeabilitas

k1 = modulus reaksi subgrade dari Terzaghi

kh = koefisien permeabilitas arah horizontal

kv = koefisien permeabilitas arah vertikal

L = panjang tiang bored pile (m)

My = momen leleh (kN-m)

N-SPT = nilai N-SPT

m = jumlah baris tiang

n = jumlah tiang dalam kelompok

n = jumlah tiang dalam satu baris

nh = koefisien fariasi modulus

P = keliling tiang (m)

PF = probabilitas kegagalan

po = tekanan overburden efektif

Q = besar beban yang bekerja (kN)

Qa = beban maksimum tiang tunggal (Ton)

Qp = daya dukung ultimit ujung tiang (Ton)

Qs = daya dukung ultimit selimut tiang (Ton)


Qwp
= daya dukung yang bekerja pada ujung tiang dikurangi

daya dukung friction (kN)

Qws = daya dukung friction (kN)

q = tekanan pada dasar pondasi


qp = tahanan ujung per satuan luas (Ton/m2)

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
qp = daya dukung ultimate tiang (kN)

S = penurunan untuk tiang tunggal (mm)

s = jarak pusat ke pusat antar tiang

Se(1) = penurunan elastis dari tiang (mm)

Se(2) = penurunan tiang yang disebabkan oleh beban di ujung tiang (mm)

Se(3) = penurunan tiang yang disebabkan oleh beban di sepanjang batang


tiang(mm)
S = besar penurunan yang terjadi (mm)
Sg = penurunan kelompok tiang (mm)

Wp = berat pile (Ton)

Wr = berat hammer(Ton)

α = koefisien adhesi antara tanah dan tiang

ϕ = sudut geser dalam


= berat isi tanah (kN/m3)
γdry = berat jenis tanah kering (kN/m3)

γsat = berat jenis tanah jenuh (kN/m3)

γw = berat isi air(kN/m3)


= koefisien dari skin friction
μ = poisson’s ratio
ψ = sudut dilantansi (o)

xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran-1 = Data Bore Log

Lampiran-2 = Data Laporan Pengecoran

Lampiran-3 = Data PDA Test

Lampiran-4 = Shop Drawing

xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pondasi dalam suatu bangunan merupakan bagian paling bawah dan


berhubungan langsung dengan tanah. pada struktur bangunan, pondasi berfungsi
untuk memikul beban bangunan yang ada diatasnya. Untuk menghasilkan
bangunan yang kokoh, pondasi harus direncanakan dengan hati-hati. Pondasi
harus diperhitungkan sedemikian rupa baik dari segi dimensi maupun secara
analitis.

Indonesia adalah sebuah negara berkembang, pembangunan di Indonesia


telah banyak dijalankan, bukan hanya di kota-kota, tapi telah menyebar ke daerah-
daerah, di seluruh pelosok tanah air. Dalam pembangunan tersebut banyak
bangunan besar seperti gedung, jembatan, bendungan dan bangunan lain
didirikan. Untuk menahan beban bangunan yang berat tersebut tentunya
diperlukan pondasi yang kokoh.

Apabila kondisi tanah di permukaan tidak mampu menahan bangunan


tersebut, maka beban bangunan harus diteruskan ke lapisan tanah keras di
bawahnya. Untuk itu sering dipakai konstruksi pondasi dalam berupa tiang
pancang. Pondasi tiang pancang sering dipakai pada lahan yang masih luas dan
kosong, dimana getaran yang ditimbulkan pada saat aktifitas pemancangan
berlangsung tidak mengganggu lingkungan sekitarnya. Namun jika bangunan
tersebut didirikan di lokasi yang telah padat penduduknya, maka getaran yang
ditimbulkan akan menimbulkan masalah karena sangat mengganggu dan dapat
merusak bangunan di sekitarnya. Dalam hal ini pemakaian pondasi bored pile
merupakan pilihan pondasi yang tepat. Pondasi bored pile adalah pondasi tiang
yang pemasangannya dilakukan dengan mengebor tanah pada awal
pengerjaannya, baru kemudian diisi dengan tulangan dan di cor dengan beton.
Apabila kekuatan tanah tidak mampu memikul beban pondasi, maka penurunan
yang berlebihan atau keruntuhan dari tanah akan terjadi, kedua hal tersebut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menyebabkan kerusakan konstruksi yang berada di atas pondasi tadi. Dalam
perencanaannya, sangatlah penting dilakukan analisis mengenai daya dukung
pondasi. Tujuan dari tugas akhir ini untuk menghitung daya dukung tiang dari
hasil Standar Penetrasi Test (SPT), dari data PDA test, serta membandingkan hasil
daya dukung tiang dari beberapa penyelidikan yang dilakukan pada tiang
kelompok berdasarkan nilai efisiensi.

Dari uraian di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini
adalah bagaimana menentukan daya dukung pondasi bored pile di salah satu titik
yang berlokasi di fly over simpang Surabaya kota Banda aceh.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini ialah :

1. Bagaimana hasil evaluasi dan perbandingan besarnya daya dukung


pada pondasi dengan menggunakan metode elemen hingga, metode
analitik dan menggunakan data PDA dari hasil uji lapangan.

2. Bagaimana menentukan gaya lateral pada bored pile.

3. Bagaimana menentukan penurunan elastis pada tiang bored pile.

4. Bagaimana menentukan efisiensi pada kelompok tiang bored pile.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini ialah :

1. Mengevaluasi dan membandingkan besarnya daya dukung pada


pondasi dengan menggunakan metode elemen hingga, metode analitik
dan menggunakan data PDA hasil uji lapangan.

2. Menentukan gaya lateral pada bored pile.

3. Menentukan penurunan elastis pada tiang bored pile.

4. Menentukan efisiensi pada kelompok tiang bored pile.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.4. Manfaat Penelitian

Tugas Akhir ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Memberikan ilmu mengenai pondasi khususnya mengenai bored pile


dalam pencarian daya dukung menggunakan metode elemen hingga.

2. Mahasiswa ataupun pihak lain yang akan membahas tugas akhir yang
sama.

3. Pihak-pihak yang membutuhkan informasi dan mempelajari hal-hal


yang dibahas dalam laporan Tugas Akhir.

1.5 Metode Pengumpulan Data

Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini


adalah studi kasus, dengan mendapatkan data dari lapangan dan instansi terkait
dan mengumpulkan keterangan dari buku atau jurnal serta masukan dari dosen
pembimbing.

Adapun teknik pembahasan yang dilakukan adalah:

 Studi literature yaitu mengumpulkan kajian literature yang berhubungan


dengan tugas akhir ini, yang bersumber dari buku serta referensi jurnal
sebagai pendekatan teori maupun sebagai perbandingan untuk mengkaji
penelitian ini.
 Pengumpulan data-data yang diperlukan untuk menunjang penyelesaian
tugas akhir ini yang terdiri dari :
 Data Primer : Data hasil uji lapangan yang dilakukan oleh PT. Dian
Previta yang berupa data Standar Penetrasi Test (SPT), Pile Driving
Analyzer (PDA) test, gambar detail pondasi, dan struktur proyek
 Data Sekunder: yang terdiri dari foto-foto yang berhubungan dalam Tugas
Akhir ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


 Studi Bimbingan, yaitu melakukan bimbingan dan konsultasi dengan
dosen pembimbing yang turut berperan penting dalam penyelesaian tugas
akhir ini.

6. Batasan Masalah

Dalam pelaksanaan proyek pembangunan Jalan Layang Kereta Api


Medan hal yang dianalisa adalah daya dukung pondasi kelompok pilenya, maka
sangatlah perlu diadakan pembatasan masalah yang bertujuan menghindari
kerancuan serta penyimpangan dari tujuan semula. Pembatasan masalah dalam
laporan ini dibatasi pada:

a) Proyek pembangunan Fly Over simpang Surabaya kota Banda Aceh

b) Tiang yang ditinjau adalah pondasi bored pile (P8).

c) Tidak melakukan analisis biaya.

d) Metode yang digunakan untuk menganalisa bored pile menggunakan


metode elemen hingga Plaxis.V.8.6

e) Tidak meninjau akibat gaya horizontal (Gaya gempa).

1.7. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam melakukan analisis terhadap permasalahan yang ada


perlu dilakukan sistematika penulisan yang disusun dalam beberapa bab sebagai
berikut:

BAB I. Pendahuluan
Bab ini menggambarkan informasi awal dari keseluruhan penelitian ini, yang
berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan.

BAB II. Studi Pustaka


Berisi dasar teori, rumus, dan segala sesuatu yang digunakan untuk menyelesaikan
Tugas Akhir ini, yang diperoleh dari buku literatur, tulisan ilmiah, website /
search engine dan hasil penulisan sebelumnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III. Metode Penelitian
Berisi metodologi penulisan Tugas Akhir berupa pengumpulan data dan metode
analisis.

BAB IV. Analisa dan Pembahasan


Berisi perhitungan daya dukung pondasi bored pile dengan mengolah data-data
yang diperoleh.

BAB V. Kesimpulan dan Saran


Bab ini berisi pernyataan pernyataan singkat dan jelas yang disajikan dari analisis
dan pembahasan yang berkaitan erat dengan menjawab tujuan penelitiaan serta
saran yang dapat diberikan untuk melanjutkan penelitian yang sudah dikerjakan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum

Pondasi ialah bagian dari suatu sistem rekayasa yang meneruskan beban
yang ditopang oleh pondasi dan beratnya sendiri kepada dan ke dalam tanah
dan batuan yang terletak di bawahnya (Bowles, 1997). Suatu perencanaan
pondasi dikatakan benar apabila beban yang diteruskan oleh pondasi ke tanah
tidak melampaui kekuatan tanah yang bersangkutan (Das, 1995).

Dalam menentukan perencanaan pondasi suatu bangunan ada dua hal yang
harus diperhatikan pada tanah yang ada di bawah pondasi, yaitu:

1. Daya dukung pondasi yang direncanakan harus lebih besar daripada


beban yang bekerja pada pondasi tersebut baik beban statik maupun
beban dinamiknya.

2. Penurunan yang terjadi akibat pembebanan tidak boleh melebihi


penurunan yang diijinkan.

Banyak faktor dalam pemilihan jenis pondasi, faktor tersebut antara lain
beban yang direncanakan bekerja, jenis lapisan tanah dan faktor non-teknis
seperti biaya konstruksi, waktu konstruksi,. Pemilihan jenis pondasi yang
digunakan sangat berpengaruh kepada keamanan struktur yang berada di atas
pondasi tersebut. Jenis pondasi yang dipilih harus mampu menjamin
kedudukan struktur terhadap semua gaya yang bekerja. Selain itu, tanah
pendukungnya harus mempunyai kapasitas daya dukung uang cukup untuk
memikul beban yang bekerja sehingga tidak terjadi keruntuhan.

Pondasi dibedakan atas dua jenis, yaitu pondasi dangkal (shallow


foundation) dan pondasi dalam (deep foundation). Pondasi dangkal digunakan
apabila lapisan tanah keras terletak tidak jauh dari permukaan tanahnya.
Pondasi dangkal didesain dengan kedalaman lebih kecil atau sama dengan
lebar dari pondasi tersebut. Sedangkan pondasi dalam digunakan apabila

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


lapisan tanah kerasnya terletak jauh dari permukaan tanah. Pondasi dalam
didesain dengan kedalaman lebih besar atau sama dengan lebar dari pondasi
tersebut.

Di era perkembangan zaman yang semakin modern ini penggunaan


pondasi bored pile semakin banyak karena beberapa alasan. Oleh sebab itu
sangat menarik untuk meninjau perkembangan berbagai pemakaiannya dan
pelaksanaan konstruksi jenis pondasi dalam ini, namun demikian pengalaman
menunjukkan bahwa pada setiap pekerjaan pondasi bored pile muncul
masalah-masalah spesifik dengan kondisi yang berbeda menyangkut segi
pelaksanaan konstruksi maupun hal-hal yang menyangkut daya dukung tanah
di lokasi proyek. Dalam pemilihan pondasi sangat dibutuhkan pengetahuan
tentang jenis tanah, daya dukung dan penurunan yang akan ditimbulkan dalam
batas aman, pengendalian mutu menjadi salah satu kunci penting keberhasilan
pondasi bored pile.

2.2. Tanah

Tanah adalah materi utama yang menerima sepenuhnya penyaluran


beban yang ditimbulkan akibat konstruksi bangunan yang dibuat diatasnya.
Tanah yang ada di permukaan bumi mempunyai karakteristik dan sifat yang
berbeda-beda, sehingga hal ini merupakan suatu tantangan bagi perekayasa
konstruksi untuk memahami perilaku tanah yang dihadapi dalam perencanaan
konstruksi dengan jalan melakukan penyelidikan dan penelitian terhadap sifat-
sifat yang dimiliki tanah yang tentunya hasilnya tidak mutlak, tepat dan benar.
Akan tetapi paling tidak kita dapat melakukan pendekatan secara teknis yang
dapat dipertanggungjawabkan akurasinya dalam perencanaan konstruksi.

Tanah terdiri dari tiga komponen yaitu air, udara, dan bahan padat. Udara
dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis sedangkan air sangat
mempengaruhi sifat – sifat teknis tanah. Ruang diantara butiran–butiran
sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga terisi oleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


air seluruhnya tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Sedangkan bila rongga
terisi air dan udara tanah pada kondisi jenuh sebagian (partially saturated).
Komponen-komponen tanah tersebut akan diperjelas pada Gambar 2.1
berikut:

Gambar 2.1 Diagram fase tanah (Das, 1995)

2.3 Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)

Penyelidikan tanah (Soil Investigation) adalah proses pengambilan


contoh (sample) tanah yang bertujuan untuk menyelidiki karakteristik tanah
tersebut. Dalam mendesain pondasi, penting bagi para engineer untuk
mengetahui sifat setiap lapisan tanah (seperti berat isi tanah, daya dukung,
ataupun daya rembes) dan juga ketinggian muka air tanah. Oleh sebab itu soil
investigation adalah pekerjaan awal yang harus dilakukan sebelum
memutuskan akan menggunakan jenis pondasi dangkal dan dalam.

Penyelidikan tanah (soil investigation) ada dua jenis yaitu :

1. Penyelidikan di lapangan (in situ test)


Jenis penyelidikan di lapangan seperti pengeboran (hand boring
ataupun machine boring), Cone Penetrometer Test (sondir), Standard
Penetration Test (SPT), Sand Cone Test dan Dynamic Cone
Penetrometer.
2. Penyelidikan di laboratorium (laboratory test)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Jenis penyelidikan di laboratorium terdiri dari uji index properties
tanah (Atterberg Limit, Water Content, Spesific Gravity, Shieve Analysis)
dan engineering properties tanah (direct shear test, triaxial test,
consolidation test, permeability test, compaction test, dan CBR).

Dari hasil penyelidikan tanah di lapangan diperoleh contoh tanah


(soil sampling) yang dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Contoh tanah tidak terganggu (undisturbed soil)

Suatu contoh tanah dikatakan tidak terganggu apabila contoh tanah


itu dianggap masih menunjukkan sifat-sifat asli tanah tersebut. Sifat asli
yang dimaksud adalah contoh tanah tersebut tidak mengalami perubahan
pada strukturnya, kadar air, atau susunan kimianya. Undisturbed soil
digunakan untuk percobaan engineering properties.

b. Contoh tanah terganggu ( disturbed soil )

Contoh tanah terganggu adalah contoh tanah yang diambil tanpa


adanya usaha–usaha tertentu untuk melindungi struktur asli tanah
tersebut. Disturbed soil digunakan untuk percobaan uji index properties
tanah.

2.3.1. Standard Penetration Test (SPT)

Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan


daya dukung tanah secara langsung di lokasi. Pengujian langsung dilapangan
dengan metode Standard Penetration Test (SPT) dilakukan dalam satu lubang
bor dengan memasukkan tabung sampel yang berdiameter 35 mm sedalam 305
mm, kedalam tanah pada dasar lubang bor dengan memakai suatu beban
penumbuk dengan berat 140 lb (63 kg) yang dijatuhkan dari ketinggian 30 in
(75 cm). Setelah memasuki kedalam tanah 6 in (15 cm) jumlah pukulan
ditentukan untuk memasukkannya kedalam sedalam 12 in (30cm) berikutnya.
Jumlah pukulan ini disebut nilai N (N value) atau Number of blows. Seperti
terlihat pada Gambar 2.2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.2 Standard penetration test (Das, 1995)

Pengamatan dan perhitungan SPT dilakukan sebagai berikut :

a. Mula-mula tabung SPT dipukul ke dalam tanah sedalam 45 cm yaitu


kedalaman yang diperkirakan akan terganggu oleh pengeboran.
b. Kemudian untuk setiap kedalaman 15 cm dicatat jumlah pukulan
yang dibutuhkan untuk memasukkannya.
c. Jumlah pukulan untuk memasukkan split spoon 15 cm pertama
dicatat sebagai N1. Jumlah pukulan untuk memasukkan 15 cm kedua
adalah N2 dan jumlah pukulan untuk memasukkan 15 cm ketiga
adalah N3 . Jadi total kedalaman setelah pengujian SPT adalah 45 cm
dan menghasilkan N1, N2, dan N3.
d. Angka SPT ditetapkan dengan menjumlahkan 2 angka pukulan
terakhir (N2+N3) pada setiap interval pengujian dan dicatat pada
lembaran Drilling Log.
e. Setelah selesai pengujian, tabung SPT diangkat dari lubang bor ke
permukaan tanah untuk diambil contoh tanahnya dan dimasukkan ke
dalam kantong plastik untuk diamati di laboratorium.

Kemudian hasil dari pekerjaan bor dan SPT dituangkan dalam lembaran
drilling log.Uji SPT dapat dihentikan jika jumlah pukulan melebihi 50 kali
sebelum penetrasi 30 cm tercapai. Tujuan percobaan SPT yaitu :

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


a. Untuk menentukan kepadatan relatif dan sudut geser (ϕ) lapisan tanah
tersebut dari pengambilan contoh tanah dengan tabung.
b. Dapat diketahui jenis tanah dan ketebalan dari setiap lapisan tanah.
c. Untuk memperoleh data yang kumulatif pada perlawanan penetrasi
tanah dan menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi
yang biasanya sulit diambil sampelnya.

2.4 Pondasi Dalam (Deep Foundation)

Merupakan pondasi yang dipergunakan untuk meneruskan beban ke


lapisan tanah yang mampu memikulnya dan letaknya cukup dalam. Menurut
“Bowles (1997)”, sebuah pondasi harus mampu memenuhi beberapa
persyaratan stabilitas dan deformasi, seperti :

a) Kedalaman harus memadai untuk menghindarkan pergerakan tanah lateral


dari bawah pondasi khusus untuk pondasi tapak dan pondasi rakit.
b) Kedalaman harus berada di bawah daerah perubahan volume musiman
yang disebabkan oleh pembekuan, pencairan dan pertumbuhan tanaman.
c) Sistem harus aman terhadap penggulingan, rotasi, penggelinciran atau
pergeseran tanah.
d) Sistem harus aman terhadap korosi atau kerusakan yang disebabkan oleh
bahan berbahaya yang terdapat di dalam tanah.
e) Sistem harus cukup mampu beradaptasi terhadap beberapa perubahan
geometri konstruksi atau lapangan selama proses pelaksanaan dan mudah
dimodifikasi seandainya perubahan perlu dilakukan.
f) Metode pemasangan pondasi harus seekonomis mungkin.
g) Pergerakan tanah keseluruhan (umumnya penurunan) dan pergerakan
diferensial harus dapat ditolerir oleh elemen pondasi dan elemen bangunan
atas.
h) Pondasi dan konstruksinya harus memenuhi syarat standar untuk
perlindungan lingkungan.

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.4.1. Tipe dan jenis pondasi dalam

Pondasi dalam sering juga di sebut dengan pondasi tiang, dari segi
pelaksanaannya dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:

a. Pondasi tiang pancang beton bertulang pracetak (precast reinforced


concrete pile).
b. Pondasi tiang cor di tempat (cast in place), sering disebut dengan
tiang bored pile.

Pondasi tiang dapat dibagi menjadi tiga kategori antara lain.

a. Tiang perpindahan besar (large displacement)

Tiang perpindahan besar yaitu tiang pejal atau berlubang dengan ujung
tertutup yang dipancang ke dalam tanah sehingga terjadi perubahan volume
tanah yang relatif besar. Termasuk dalam tiang perpindahan besar adalah tiang
kayu, tiang beton pejal, tiang beton prategang, tiang baja bulat, (tertutup pada
ujungnya).

b. Tiang perpindahan kecil (small displacement)

Tiang perpindahan kecil adalah sama seperti tiang kategori pertama hanya
volume tanah yang dipindahkan saat pemancangan relatif kecil, contohnya
tiang beton berlubang dengan ujung terbuka, tiang beton prategang berlubang
dengan ujung terbuka, tiang baja H, tiang baja bulat ujung terbuka, tiang ulir.

c. Tiang tanpa perpindahan (non displacement)

Tiang tanpa perpindahan, terdiri dari tiang yang dipasang ke dalam tanah
dengan cara menggali atau mengebor tanah. Termasuk dalam tiang tanpa
perpindahan adalah bored pile, yaitu tiang beton yang pengecorannya langsung
di dalam lubang hasil pengeboran tanah (pipa baja diletakkan di dalam lubang
dan dicor beton).

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.4.2 Penggunaan pondasi Bored Pile

Pondasi bored pile adalah merupakan salah satu jenis pondasi tiang yang
biasa digunakan pada konstruksi bangunan tinggi. Pemakaian pondasi bored
pile adalah merupakan alternatif lain, bilamana dalam pelaksanaan
pembangunan berada pada suatu lokasi yang sangat sulit atau beresiko tinggi
apabila mempergunakan pondasi tiang pancang. Dari sisi teknologi, pemakaian
pondasi bored pile ini memiliki beberapa keunggulan, antara lain mobilisasi
yang mudah, karena pondasi dicetak di tempat dan hanya membutuhkan alat
boring serta perakitan tulangan, tidak mengganggu lingkungan atau bangunan
di sekitarnya karena tidak menghasilkan getaran yang dapat merusak bangunan
lain di sekitarnya. Hal ini merupakan salah satu pertimbangan penggunaan
pondasi bored pile pada proyek pembangunan fly over yang dibangun di banda
aceh dan di sekitar proyek telah terdapat bangunan-bangunan pertokoan
maupun perumahan masyarakat.

2.4.3. Jenis Pondasi Tiang Bor (Bored Pile)

Pondasi tiang bor (bored pile) diklasifikasikan sesuai dengan rancangan


untuk meneruskan beban struktur ke lapisan tanah keras. Jenis-jenis pondasi
bored pile dilihat Gambar 2.3 ini.

a. Bored pile lurus untuk tanah keras.

b. Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk bel.

c. Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk trapezium.

d. Bored pile lurus untuk tanah berbatu-batuan

Gambar 2.3 Jenis-jenis bored pile (Das, 1995)

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.4.4 Pengaruh pemasangan Bored Pile

a. Bored Pile dalam Tanah Granuler


Pada waktu pengeboran, biasanya dibutuhkan tabung luar (casing)
sebagai pelindung terhadap longsoran dinding galian. Gangguan kepadatan
tanah terjadi pada saat tabung pelindung ditarik keatas saat pengecoran .
Karena itu dalam hitungan bored pile di dalam tanah pasir, Tomlinson (1975)
menyarankan untuk menggunakan sudut geser dalam (ϕ) ultimit dari contoh
tanah terganggu, kecuali jika tiang diletakkan pada kerikil padat dimana
dinding lubang yang bergelombang tidak terjadi Jika pemadatan yang
seksama diberikan pada beton yang berada di atas tiang, maka gangguan
kepadatan tanah dieliminasi sehingga sudut geser dalam (ϕ) pada kondisi padat
dapat digunakan, akan tetapi pemadatan tersebut sulit dilaksanakan karena
terhalang tulangan beton.
b. Bored Pile dalam Tanah Kohesif
Penelitian pengaruh pekerjaan pemasangan bore pile pada adhesi antara
dinding tiang dan tanah sekitarnya, menunjukkan bahwa nilai adhesi lebih kecil
dari pada nilai kohesi tak terdrainase (undrained cohesion) tanah sebelum
pemasangan tiang. Hal ini, adalah akibat dari pelunakan lempung di sekitar
dinding lubang. Pelunakan tersebut adalah pengaruh dari bertambahnya kadar
air lempung oleh pengaruh – pengaruh air pada pengecoran beton, pengaliran
air tanah ke zona yang bertekanan yang lebih rendah di sekitar lubang bor, dan
air yang dipakai untuk pelaksanaan pembuatan lubang bor. Pelunakan pada
tanh lempung dapat dikurangi jika pengeboran dan pengecoran dilaksanakan
dalam waktu 1 atau 2 jam (Palmer and Holland, 1966).
Pelaksanaan pengeboran juga mempengaruhi kondisi dasar lubang yang
dibuat. Hal ini mengakibatkan pelunakan dan gangguan tanah lempung di dasar
lubang, yang berakibat menambah besarnya penurunan. Pengaruh gangguan ini
sangat besar terutama bila diameter ujung tiang diperbesar, dimana tahanan
ujungnya sebagian ditumpu oleh ujung tiang. Karena itu, penting untuk
membersihkan dasar lubang. Gangguan yang lain dapat pula terjadi akibat

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pemasangan tiang yang tidak baik, seperti : pengeboran yang melengkung,
pemisahan campuran beton saat pengecoran dan pelengkungan tulangan beton
saat pemasangan. Hal – hal tersebut perlu diperhatikan saat pemasangan.

2.4.5 Metode pelaksanaan Bored Pile

Pada saat ini ada tiga metode dasar pengeboran (variabel-variabel tempat
proyek mungkin juga memerlukan perpaduan beberapa metode), yaitu :

a. Metode Kering (Dry Hole Method)


Cara ini sesuai dengan jenis tanah kohesif dan pada tanah dengan muka
air tanah yang berada pada kedalaman di bawah dasar lubang bor atau jika
permeabilitas tanahnya sangat kecil, sehingga pengecoran beton dapat
dilakukan sebelum pengaruh air terjadi.
Pada metode kering yang pertama dilakukan adalah sumuran digali (dan
dasarnya dibentuk lonceng jika perlu). Kemudian sumuran diisi sebagian
dengan beton dan kerangka tulangan dipasang dan setelah itu sumuran telah
selesai dikerjakan. Kerangka tulangan tidak boleh dimasukkan sampai
mencapai dasar sumuran karena diperlukan pelindung beton minimum, tetapi
kerangka tulangan boleh diperpanjang sampai akhir mendekati kedalaman
penuh dari pada hanya mencapai kira – kira setengahnya saja. Metode ini
membutuhkan tanah tempat proyek yang tak berlekuk (kohesif) dan permukaan
air di bawah dasar sumuran atau jika permeabilitasnya cukup rendah, sumuran
bisa digali (mungkin juga dipompa) dan dibeton sebelum sumuran terisi air
cukup banyak sehingga bisa mempengaruhi kekuatan beton. Rangkaian
pelaksanaan dapat dilihat seperti pada Gambar 2.4.

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.4 Proses pekerjaan metode kering
(hardianto,2008)
b. Metode Basah (Wash Boring Method)

Metode basah umumnya dilakukan bila pengeboran melewati muka air


tanah, sehingga lubang bor biasanya longsor bila dindingnya tidak ditahan.
Agar lubang tidak longsor, di dalam lubang bor diisi dengan larutan tanah
lempung atau larutan polimer, jadi pengeboran dilakukan dalam larutan. Jika
kedalaman yang diinginkan telah tercapai, lubang bor dibersihkan dan tulangan
yang telah dirangkai dimasukkan ke dalam lubang bor yang masih berisi cairan
bentonite (polymer). Adukan beton dimasukkan ke dalam lubang bor dengan
pipa tremie, larutan bentonite akan terdesak dan terangkut ke atas oleh adukan
beton. Larutan yang keluar dari lubang bor, ditampung dan dapat digunakan
lagi untuk pengeboran di lokasi selanjutnya.

Gambar 2.5 Proses pekerjaan metode basah


(hardianto,2008)

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


c. Metode Casing

Casing diperlukan karena runtuhan tanah (caving) atau deformasi lateral


dalam lubang bor dapat terjadi. Perlu dicatat bahwa slurry perlu
dipertahankansebelum casing masuk. Dalam kondisi tertentu, casing harus
dimasukkan dengan menggunakan alat penggetar (vibrator).

Penggunaan casing harus cukup panjang dan mencakup seluruh bagian


tanah yang dapat runtuh akibat penggalian dan juga diperlukan bila terdapat
tekanan artesis. Casing juga dibutuhkan pada pengecoran di atas tanah atau di
tengah-tengah air, misalnya pada pondasi untuk dermaga atau jembatan.

Pada metode ini, casing dipakai pada proyek yang mungkin terjadi
lekukan atau deformasi lateral yang belebihan terhadap rongga sumur (sharf
cavity). Perlu kita ingat bahwa sebelum casing dimasukkan, suatu adonan spesi
encer (slurry) digunakan untuk mempertahankan lubang. Setelah casing
dipasang, adonan dikeluarkan dan sumur diperdalam hingga pada kedalaman
yang diperlukan dalam keadaan kering. Bergantung pada kebutuhan site dan
proyek, sumuran di bawah casing akan dikurangi paling tidak sampai ID
casing kadang kadang 25 sampai 50 mm kurangnya untuk jarak ruang bor
tanah (auger) yang lebih baik.

Casing bisa saja ditinggalkan dalam sumuran atau bisa juga dikeluarkan
jika dikeluarkan, maka ruangan melingkar antara casing dan tanah (yang diisi
dengan adonan atau lumpur hasil pengeboran) diganti dengan adukan encer
(grout) maka adonan akan dipindahkan keatas puncak sehingga rongga tersebut
diisi dengan adukan encer. Rangkaian pelaksanaan dapat dilihat seperti pada
Gambar 2.6

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.6 Proses pekerjaan metode casing
(hardianto,2008)
Dalam pelaksanaan pekerjaan bored pile sangat diperlukan ketelitian dan
pengawasan akan mutu pekerjaan. Dari beberapa metode kerja pelaksanaan
bored pile, metode kerja dari bored piling work (wet hole method) lebih sering
dipergunakan, berikut ini metode pelaksanaan bored pile yaitu:

a. Urutan Pelaksanaan:

Prosedur urutan pekerjaan bored pile adalah sebagai berikut:

1. Marking posisi pile oleh surveyor.

2. Instal casing sementara (temporary casing).

3. Mulai melakukan pengeboran (boring).

4. Jika Lubang bor tidak stabil, boring harus dilakukan dengan bentonite.

5. Setelah pengeboran sudah mencapai toe level, lakukan inspeksi


lapangan untuk konfirmasi toe level.

6. Lowering steel cage ke dalam lubang bor.

7. Casting bored pile dengan pipa tremi.

8. Cabut (extract) casing.

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


b. Metodologi
1. Setting Out
Kontraktor pelaksana harus menyediakan license surveyor dalam
membuat setting out point /titik bored pile yang akan dibor.
Kemudian 4 poin sebagai referensi yang dipasang (offset) tidak
kurang dari 1 m dari titik posisi pile.
2. Temporary Casing
Cara pemasangan casing sementara yaitu dengan menggunakan
Vibrator (Vibro-hammer) yang di pukul ke dalam tanah. Verticality
dicek dengan menggunakan 2 plum yang diletakkan secara ortogonal
jika casing kurang dari 4 m.
3. Boring
Soil auger dan soil bucket dipakai untuk pengeboran tanah yang
halus (soft), pasir (sand) sampai tanah keras (hard layer). Apabila
dalam pengeboran ditemukan batu (rock) bisa dipakai rock auger
atau core barrel. Chisel tidak diijinkan dalam pengeboran jika tidak
disetujui oleh pengawas lapangan. Proses pengeboran dilihat pada
Gambar 2.7

Gambar 2.7 Proses pengeboran (boring)

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Verticality kelly bar mesin bor dapat dicheck dengan menggunakan 2
benang yang diposisikan sebagai plum line secara tegak lurus sebelum
pengeboran di mulai. Verticality dari lubang bor dapat dicheck dengan melihat
posisi dari kelly bar terhadap casing. Lubang bor dalam posisi vertical jika
kelly bar di tengah (centre) casing. Selama proses pengeboran, akan dipakai
adukan bentonite untuk menjaga agar lubang bor tidak runtuh (collapse). Di
sini bentonite berperan untuk menstabilkan lubang bor dengan memastikan
tekanan di dalam bore hole lebih besar daripada tekanan horizontal dari tanah
dan air tanah. Parameter dari bentonite akan dicek dan dites setiap pile setelah
proses de-sanding selesai dilakukan dengan mengambil sampel dari pile.
Properti dari cairan bentonite akan dicek sebelum proses casting dimulai.
Sampel tanah diambil setiap 5 m dan akan disimpan di dalam plastik dan
ditulis (marking) untuk referensi jika dibutuhkan. Setelah mencapai design
level alat bor akan diganti dengan dasar yang flat cleaning bucket). Cleaning
bucket berfungsi untuk membersikan dasar lubang bor. Pengukuran kedalaman
lubang bor dilakukan dengan menurukan measuring tape sampai ke dasar
lubang bor. Di ujung measuring tape dipasang plum dengan berat yang cukup
agar memastikan measuring tape sampai ke dasar bore hole seperti terlihat
pada Gambar 2.8

Gambar 2.8 Mengukur bored length dengan measuring tape

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Bentonite loss
Jika terjadi kehilangan bentonite secara tiba-tiba, langkah yang perlu diambil:
a. Adukan bentonite ditambah ke lubang bor untuk menjaga bentonite tetap
di ketinggian level yang cukup. Jika hanya minor loss proses boring tetap
dilanjutkan dengan memperhatikan bentonite level apakah masih
mengalami penurunan atau tidak.
b. Lubang bor akan diurug (backfill) dengan tanah untuk mencegah
kehilangan bentonite, kemudian dipadatkan (compact) dengan chisel (alat
bor dengan mata bor serong).
c. Setelah kehilangan bentonite (bentonite loss) dapat dikontrol, baru boring
dapat dilanjutkan. Dalam kasus kehilangan bentonite ini apabila tidak
dapat diatasi dengan usaha diatas maka bore hole dapat di backfill kembali
dan masalah ini lebih baik didiskusikan dan di review dengan konsultan
dan kontraktor.
5. Reinforcement (steel cage)
Steel cage akan dipabrikasi di tempat fabrication yard. Lokasi pabrikasi
ini sudah ditentukan di dalam logistic plan kontraktor. Helical link akan dilas
pada tulangan utama (main reinforcement), demikian juga laping akan dilas
secukupnya jika steel lebih dari 12 m sehingga memungkinkan steel cage akan
dibagi menjadi 2 section. Hal ini untuk menjaga agar main reinforcement tetap
tersambung bila steel cage akan dipindahkan.
6. Casting
Metode casting adalah dengan menggunakan pipa tremi. Ready mix
dituang melalui bucket yang berbentuk pipa corong. Panjang pipa tremi 2m,
3m, dan 1m yang disambung. Sebelum ready mix dituang terlebih dahulu
sterofom dituang ke dalam corong untuk melancarkan aliran ready mix dalam
pipa tremi. Casting akan dihentikan jika concrete sudah mencapai minimum
300 mm diatas cut off level. Over cast dilakukan untuk menghindari concrete
yang bercampur dengan tanah (unsound concrete) sewaktu pencabutan casing.
Pipa tremi akan dibuka secara kontinu, tetapi tetap dijaga agar pipa tremi
minimal 2 m tertanam di bawah concrete level. Selama casting, bored log dan
concrete record harus dipersiapkan yang berisi data delivery time, volume

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


concrete, concrete level (diukur tiap satu lori concrete selesai dituang). Satu
sampel kubus atau silinder diambil setiap 30 m3atau sesuai dengan spesifikasi
teknis dari konsultan.
Casting harus dicabut 2 jam setelah proses casting selesai. Jika ada plunge
column (I-beam) yang akan dipasang ke dalam bored pile, setelah casting
selesai dilakukan, casting terlebih dahulu dicabut sampai toe level casting
sedikit diatas concrete level. Dan casting dicabut seutuhnya setelah 24 jam.
Setelah casting selesai, lubang juga harus ditutup (backfill) kembali dengan
pasir atau tanah setidaknya 4 jam setelah casting.
7. Bentonite
Bubuk bentonite dicampur dengan air dalam digestor dengan kapasitas 2 m per
satu kali batching. Adukan bentonite (bentonite slurry) disimpan di dalam silo
pada bentonite plant dengan total kapasitas 2,5 x volume total bore hole yang
ukurannya terbesar. Adukan (slurry) didaur ulang dengan menggunakan mesin
de-sanding.
8. Properti Bentonite Slurry
Pada dasarnya, adukan tediri dari campuran yang seragam dalam air.
Tempat pengujian bentonite slurry (laboratorium) harus disediakan di lapangan
dan pengujian bentonite slurry dilakukan bila proses casting bored pile akan
dimulai. Proses pencatatan laporan lab hasil pengujian bentonite slurry
disimpan dan kemudian dilampirkan dengan bored log.
Peralatan Pengujian bentonite slurry seperti pada Gambar 2.9 yang terdiri
dari:
a. 1 mud balance (density test).
b. PH paper (mengukur PH).
c. 1 sand screen set (sand content test).
d. 1 march cone (viscocity test).

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.9 Peralatan pengujian bentonite slurry

Semua pengujian wajib dilakukan sesuai dengan spesifikasi serta


disaksikan oleh pengawas lapangan. Hasil pengujian harus ditandatangani dan
diapprove oleh pengawas lapangan.

2.5. Pengeboran dengan Metode RCD (Reverse Circulation Drilling)

RCD (Reverse Circulation Drilling) adalah sebuah metode dengan biaya


yang efisien dan cepat untuk mendapatkan sampel dengan kualitas tinggi dari
eksplorasi dan pertambangan. Sistem telah berkembang secara kontinu sejak
awalnya di Australia pada awal 1970-an. Dan sekarang sebagai metode yang
lebih dipilih pada awal eksplorasi, pengolahan biji besi, dan kualitas kontrol
lubang masuk. Yang sekarang telah digunakan untuk proses penggalian lubang
bor untuk konstruksi gedung.

Metode RCD merupakan metode dengan pengeboran sedikit berputar


untuk melepaskan tanah yang dibor dan air melalui borde pile. Dengan
memperluas pengeboran pile membuat pengeboran terus menerus berjalan, hal
ini efektif dilakukan sehingga tidak perlu untuk mengangkat bucket seperti
metode lain. Ketinggian air harus dijaga 2m lebih tinggi daripada tingkat air
bawah tanah untuk mencegah runtuhnya lubang dibor. Jika ketinggian muka air
di dalam lubang yang berisi material halus dari air tanah yang dibor sudah
cukup penuh, salurkan hingga habis ke kolam pengendapan dan endapkan, hal
ini untuk mencegah runtuhnya dinding berongga pada bored pile. Proses
sirkulasi air seperti mengirim air ke luar melalui pipa dari lubang yang dibor,
aliran air dengan mudah mengalir, sehingga dinding berongga yang lebih

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


stabil, dan air yang mengalir di dalam pipa mengalir dengan cepat, yang
membuat tanah dibor habis dengan mudah. Dalam metode RCD, casing
diperlukan untuk mencegah runtuhnya dinding berlubang dan untuk
mengamankan tingkat air di dalam lubang.

2.5.1 Prosedur Pengeboran Metode RCD

Ada beberapa tahapan yang harus dilaksanakan dalam metode RCD


yaitu:

1. Setting Mesin RCD (RCD Machine Instalation)

Setelah stand pipe terpasang, mata bor sesuai dengan diameter yang
ditentukan dimasukkan terlebih dahulu ke dalam stand pipe, kemudian
beberapa buah pelat dipasang untuk memperkuat tanah dasar dudukan mesin
RCD (dapat dilihat pada Gambar 2.10), kemudian mesin RCD diposisikan
dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Mata bor disambung dengan stang pemutar, kemudian mata bor diperiksa
apakah sudah tepat berada pada pusat/as stand pipe (titik pondasi).

b. Pondasi mesin RCD harus tegak lurus terhadap lubang yang akan dibor
(yang sudah terpasang stand tube).

Dalam metode RCD, pengeboran sedikit berputar untuk melepaskan


tanah yang dibor dan air melalui bored pile. Dengan memperluas pengeboran
pile membuat pengeboran terus menerus berjalan, hal ini efektif dilakukan
sehingga tidak perlu untuk mengangkat bucket seperti metode lain.

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.11 Pengoperasian dasar metode RCD
(Ibrahim 2007)
Ketinggian air harus dijaga 2 m lebih tinggi daripada tingkat air bawah
tanah untuk mencegah runtuhnya lubang dibor . Jika ketinggian muka air di
dalam lubang yang berisi material halus dari air tanah yang dibor sudah cukup
penuh, salurkan hingga habis ke kolam pengendapan dan endapkan , hal ini
untuk mencegah runtuhnya dinding berongga pada bored pile. Proses sirkulasi
air seperti mengirim air ke luar dari pipa dibor, aliran air dengan mudah
mengalir, sehingga dinding berongga yang lebih stabil, dan air yang mengalir
di dalam pipa menalir dengan cepat, yang membuat tanah dibor habis dengan
mudah. Dalam metode RCD, casing, diperlukan untuk mencegah runtuhnya
dinding berlubang dan untuk mengamankan tingkat air di dalam lubang.

2. Proses Pengeboran (Drilling Work)

Setelah letak/posisi mesin RCD sudah benar – benar tegak lurus, maka
proses pengeboran dapat dimulai dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Pengeboran dilakukan dengan memutar mata bor kearah kanan, dan


sesekali diputar ke arah kiri untuk memastikan bahwa lubang pengeboran
benar–benar mulus, sekaligus untuk menghancurkan tanah hasil
pengeboran supaya larut dalam air agar lebih mudah dihisap.

2. Proses pengeboran dilakukan secara bersamaan dengan proses


penghisapan lumpur hasil pengeboran, oleh karena itu air yang
ditampung pada kolam air harus dapat memenuhi sirkulasi air yang
diperlukan untuk pengeboran.

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Setiap kedalaman pengeboran + 3 meter, dilakukan peyambungan stang
bor sampai kedalaman yang diinginkan tercapai.

4. Jika kedalaman yang diinginkan hampir tercapai (+ 1 meter lagi), maka


proses penghisapan dihentikan (mesin pompa hisap tidak diaktifkan),
sementara pengeboran terus dilakukan sampai kedalaman yang
diinginkan (dapat diperkirakan dari stang bor yang sudah masuk),
selanjutnya stang bor dinaikkan sekitar 0,5 – 1 meter, lalu proses
penghisapan dilakukan terus sampai air yang keluar dari selang buang
kelihatan lebih bersih (+ 15 menit).

5. Kedalaman pengeboran diukur dengan meteran pengukur, jika


kedalaman yang diinginkan belum tercapai maka proses pada langkah ke
4 dilakukan kembali. Jika kedalaman yang diinginkan sudah tercapai
maka stang bor boleh diangkat dan dibuka.

3. Instalasi Tulangan dan Pipa Tremic (Steel Cage and Tremic Pipe
Instalation)

Tulangan yang digunakan sudah harus tersedia lebih dahulu sebelum


pengeboran dilakukan, sehingga proses pengeboran selesai, langsung dilakukan
instalasi tulangan, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kelongsoran
dinding lubang yang sudah selesai dibor. Tulangan harus dirakit rapi dan ikatan
tulangan spiral dengan tulangan utama harus benar–benar kuat sehingga pada
waktu pengangkatan tulangan oleh crane tidak terjadi kerusakan pada tulangan.
Proses instalasi tulangan dilakukan sebagai berikut :

a. Posisi crane harus benar–benar diperhatikan, sehingga tulangan yang


akan dimasukkan benar–benar tegak lurus terhadap lubang bor, dan juga
pada waktu pengecoran tidak menghalangi jalan masuk truck mixer.

b. Pada tulangan diikatkan dua buah sling (kabel hook crane), satu buah
pada ujung atas tulangan dan satu buah lagi pada bagian sisi memanjang
tulangan. Pada bagian dimana sling diikat, ikatan tulangan spiral dengan
tulangan utama diperkuat (bila perlu dilas), sehingga pada waktu

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tulangan diangkat, tulangan tidak rusak (ikatan spiral dengan tulangan
utama tidak lepas). Pada setiap sambungan (bagian overlap) sebaiknya
dilas, karena pada proses pengecoran, sewaktu pipa tremie dinaikkan dan
diturunkan kemungkinan dapat mengenai sisi tulangan yang dapat
menyebabkan sambungan tulangan terangkat ke atas.

c. Tulangan diangkat dengan menggunakan dua hook crane, satu pada sling
bagian ujung atas dan satu lagi pada bagian sisi memanjang,
pengangkatan dilakukan dengan menarik hook secara bergantian
sehingga tulangan tepat lurus, dan setelah tulangan terangkat dan sudah
tegak lurus dengan lubang bor, kemudian dimasukkan secara perlahan ke
dalam lubang, posisi tulangan terus dijaga supaya tidakmenyentuh
dinding lubang bor dan posisinya harus benar–benar di tengah/di pusat
bor.

d. Jika level yang diinginkan berada di bawah permukaan tanah, maka


digunakan besi penggantung.

e. Setelah tulangan dimasukkan, kemudian pipa tremie dimasukkan. Pipa


tremie disambung–sambung untuk memudahkan proses instalasi dan juga
untuk memudahkan pemotongan tremie pada waktu pengecoran. Ujung
pipa tremie berjarak 25 – 50 cm dari dasar lubang pondasi. Jika jaraknya
kurang dari 25 cm maka pada saat pengecoran beton lambat keluar dari
tremie, sedangkan jika jaraknya lebih dari 50 cm, maka saat pertama kali
beton keluar dari tremie akan terjadi pengenceran karena bercampur
dengan air pondasi (penting untuk diperhatikan). Pada bagian ujung atas
pipa tremie disambung dengan corong pengecoran.

4. Pengecoran dengan Ready Mix Concrete

Proses pengecoran harus segera dilakukan setelah instalasi tulangan dan


pipa tremie selesai, guna menghindari kemungkinan terjadinya kelongsoran
pada dinding lubang bor. Oleh karena itu pemesanan ready mix concrete harus
dapat diperkirakan waktunya dengan waktu pengecoran. Proses pengecoran
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


a. Pipa tremie dinaikkan setinggi 25 -50 cm diatas dasar lubang bor, air
dalam pipa tremie dibiarkan dulu stabil, kemudian dimasukkan bola karet
atau mangkok karet yang diameternya sama dengan diameter dalam pipa
tremie, yang berfungsi untuk menekan air yang bercampur lumpur ke
dasar lubang sewaktu beton dituang pertama sekali, sehingga beton tidak
bercampur dengan lumpur.

b. Pada awal pengecoran, penuangan dilakukan lebih cepat, hali ini


dilakukan supaya bola karet dapat benar–benar menekan air campuran
lumpur di dalam pipa tremie, setelah itu penuangan distabilkan sehingga
beton tidak tumpah dari corong.

c. Jika beton dalam corong penuh, pipa tremie dapat digerakkan naik turun
dengan syarat pipa tremie yang tertanam dalam beton minimal 1 meter
pada saat pipa tremie dinaikkan. Jika pipa tremie yang tertanam dalam
beton terlalu panjang, hal ini dapat memperlambat proses pengecoran,
sehingga perlu dilakukan pemotongan pipa tremie dengan
memperhatikan syarat bahwa pipa tremie yang masih tertanam dalam
beton minimal 1 meter.

d. Proses pengecoran dilakukan dengan mengandalkan gaya gravitasi bumi


(gerak jatuh bebas), posisi pipa tremie harus berada pada pusat lubang
bor, sehingga tidak merusak tulangan atau tidak menyebabkan tulangan
terangkat pada saat pipa tremie digerakkan naik turun.

e. Pengecoran dihentikan 0,5–1 meter diatas batas beton bersih, sehingga


kualitas beton pada batas bersih benar–benar terjamin (bebas dari
lumpur).

f. Setelah pengecoran selesai dilakukan, pipa tremie diangkat dan dibuka,


serta dibersihkan. Batas pengecoran diukur dengan meteran kedalaman.

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. Penutupan Kembali (Back Filling)
Lubang pondasi yang telah selesai di cor ditutup kembali dengan tanah
pipe
setelah beton mengeras dan stand dicabut, kemudian tanah tersebut
dipadatkan, sehingga dapat dilewati truck dan alat–alat berat lainnya.

6. Drainase dan Pagar Sementara Selama Pelaksanaan Pekerjaan Bored


Pile

Untuk menampung air dan lumpur buangan dari lubang bored pile,
dibuat proteksi sementara menggunakan karung yang diisi pasir Pagar
sementara dibuat dan dipasang untuk melindungi lokasi pekerjaan dari
masyarakat umum, gangguan lalulintas, dll.

2.6 Pile Driving Analyzer (PDA)


Uji pembebanan dinamis yang mulai berkembang adalah uji Pile Driving
Analyzer (PDA) yang dikembangkan di Case Institute of Technology, Ohio
(Goble, 1970). PDA adalah suatu sistem yang terdiri dari suatu perangkat
elektronik komputer dan dilengkapi dengan sensor accelerometer dan strain
transducer.
PDA didasarkan pada analisis data hasil rekaman getaran gelombang
yang terjadi pada waktu tiang dipukul dengan palu pancang. Regangan dan
percepatan gelombang akibat pengaruh alat pancang diukur dengan
menggunakan strain transducer dan accelerometer. Uji pembebanan untuk
mencari daya dukung menggunakan beban dinamik dengan sebuah sistem
komputerisasi yang dilengkapi dengan strain transducer dan accelerator untuk
menentukan gaya dan kecepatan dalam bentuk grafik, pada saat pondasi tiang
yang diuji dipikul dengan hammer. Untuk melakukan tes ini diperlukan beban
dinamik berupa tumbukan pada tiang. Pada tiang pancang, biasanya tes PDA
dilakukan dengan menggunakan hammer pancang yang ada. Tumbukan yang
terjadi akan menghasilkan gelombang, pembacaan gaya dan kecepatan
gelombang adalah dasar untuk menghitung daya dukung pondasi. Hasil dari uji

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PDA kemudian dianalisa lebih jauh menggunakan Case Pile Wave Analysis
Program (CAPWAP). Analisis menggunakan CAPWAP akan menghasilkan :
Daya dukung (Ru); Gaya ujung (Rb); Gaya gesek (Rs); Displacement (DMX).
Alat dan Perlengkapan pengujian Pile Driving Analyzer yang digunakan
antara lain :
1. PDA-Model PAX.
2. Dua (2) strain transducer dengan kabel.
3. Dua (2) accelerometer dengan kabel.
4. Alat bantu, seperti bor beton, baut fischer, kabel penghubung dan
perlengkapan keamanan.

Persiapan Pengujian yang dilakukan sebelum pelaksanaan pengujian


adalah sebagai berikut :
a. Kepala tiang harus tegak, lurus dengan permukaan yang rata.
b. Siapkan hammer dan cushion tiang pada kepala tiang.
c. Strain transducer dan accelerometer dipasang pada 2 sisi tiang yang
saling berseberangan dengan jarak minimal 50 cm dari ujung kepala
tiang. Keempat pasang sensor tersebut dipasang vertikal atau sejajar as
tiang. Periksa hubungan antara seluruh instrumen dengan PDA.
Lakukan Kalibrasi strain transducer dan accelerometer.
d. Masukkan seluruh data tiang, hammer dan instrumen lain sebagai data
masukan (input) PDA model PAX.
e. Lakukan pemeriksaan kembali terhadap data masukan yang diperoleh
sehingga pengujian dapat terlaksana dengan baik.
Setelah tahap persiapan selesai dilakukan, pengujian dilakukan dengan
pemukulan hammer untuk mendapatkan energi yang cukup dan tegangan yang
terjadi pada kepala tiang tidak menyebabkan kerusakan tiang. Selama
pemukulan hammer, variabel-variabel yang diperoleh dari pengujian di
monitor dan dievaluasi.
Monitor PDA memberikan keluaran yang berasal dari strain transducers
dan accelerometers pondasi tiang pancang, dan data tersebut dievaluasi sebagai
berikut:

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Data strain dikombinasi dengan modulus elastisitas dan luas penampang
tiang, memberikan tekanan vertikal pada tiang.
2. Data acceleration diintegrasikan dengan waktu hasil partikel percepatan
perjalanan gelombang melalui tiang,
3. Data acceleration diintegrasikan dengan waktu hasil perpindahan
pondasi selama pemukulan hammer.
Setiap impact atau tumbukan yang diberikan pada ujung atas tiang akan
menghasilkan gelombang tegangan (stress wave) yang bergerak ke bawah
sepanjang tiang dengan kecepatan suara di media materialnya, maka PDA
dengan alat sensornya yang ditempatkan pada tiang bagian atas akan dapat
menganalisa gelombang tersebut dan menghitung daya dukung tiang dengan
metode Case.
Dalam analisa persamaan gelombang (wave equation) impact yang
diberikan pada kepala tiang adalah simulasinya, maka dengan PDA ini impact
tersebut adalah benar terjadi.
Suatu massa hammer ditumbukkan pada kepala tiang untuk
menghasilkan gelombang tegangan keseluruh panjang tiang. Dengan
menempatkan sepasang sensor yaitu transducer di bagian atas tiang pada sisi
yang berlawanan untuk mencegah pengaruh lentur tiang, maka pengukuran
kecepatan partikel (particle velocity) sebagai hasil integrasi terhadap besaran
percepatan terukur dari accelerometer, serta pengukuran gaya (force) sebagai
hasil perkalian besaran regangan terukur dari transduser regangan (strain
transducer) dapat dilakukan. Dimana hasil pengukuran inilah yang menjadi
dasar dalam perhitungan daya dukung pondasi tiang dengan metode Case.
Sketsa PDA test bisa dilihat di gambar 2.12

Gambar 2.12 sketsa PDA test (sivic 1965)

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.6.1. Prosedur Pengujian Dinamik PDA Test

Metode pengujian dinamik pada tiang pancang mengacu pada ASTM-


D4945. Proses pengujian diringkas adalah sebagai berikut:

a. Menyiapkan benda uji, yaitu tiang pancang beton bertulang yang


sudah cukup umur untuk menahan pukulan hammer. Permukaan
benda uji harus bersih dan rata untuk menjaga kualitas hasil
pengujian.
b. Memasang sensor (Strain transducer dan accelerometer) pada jarak
minimal 2kali diameter tiang pancang dari tepi atas tiang pancang.
c. Memasukan data-data umum proyek penelitian tiang,dan instrumen
pengujian pada alat PAX
d. Memukul tiang dengan cara menjatuhkan hammer yang beratnya
dianggap dapat memobilisasi daya dukung ultimit tiang. Dengan
tinggi jatuh sekitar 1 meter, berat palu umunya diambil 1-2% dari
daya dukung ultimit tiang. Untuk kasus ini digunakan hammer
seberat
2.6.2. Software CAPWAP
Case pile Wave Analysis Program (CAPWAP) adalah program aplikasi
untuk menganalisa gelombang gaya (F) dan kecepatan (V) yang diukur oleh
PDA. Program CAPWAP digunakan untuk memperkirakan distribusi dan
besarnya gaya perlawanan tanah sepanjang tiang berdasarkan modelisasi yang
dibuat dan memisahkannya menjadi bagian dinamis dan bagian statis.
Program CAPWAP menggunakan model matematis sistem tiang tanah
dengan element diskrit massa dan pegas seperti pada analisa persamaan
gelombang (wave equation), namun hanya merupakan fungsi dari pergerakan
tiang saja, sedang tanah sendiri adalah pasif. Sehingga parameter tanah yang
perlu diketahui adalah tahanan batas (Ru), perpindahan elastis dari tahanan
statis (quake), faktor redaman tanah (Jc).
Analisa CAPWAP dilakukan dengan mencocokkan kurva (F dan V)
simulasi yang karakteristiknya diketahui, dengan kurva hasil redaman PDA
secara iterasi (trial and error). Jika belum mendapatkan suatu kecocokan,

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dapat diiterasi lagi dengan mengubah parameter tanahnya. Jika sudah cocok,
artinya model tanah yang dicari sudah selesai, maka perlawanan tanah (Ru)
dapat dipisah menjadi bagian dinamis dan statis sehingga karakteristik bagian
statisnya dapat didefenisikan.
Termasuk hasil dari CAPWAP adalah dengan model tanah sudah dapat
disimulasikan untuk setiap elemen tiang yaitu fungsi kedalaman, maka dapat
disimulasikan perilaku sistem tiang tanah di bawah pembebanan yaitu kurva
hubungan beban dengan penurunan kepala tiang (load-settlement curve).
Kemudian dengan pengetahuan karakteristik hubungan beban dan
penurunan dalam setiap elemen, maka daya dukung batas tiang dapat diketahui
berdasarkan penurunan izin vertikal mencapai 2,5 mm/blows. Tampilan
program CAPWAP bisa dilihat pada gambar 2.13

Gambar 2.13. Tampilan program CAPWAP

2.7 Kapasitas Daya Dukung Tiang Bor (Bored Pile)

Yang dimaksud dengan kapasitas dukung tiang adalah kemampuan atau


kapasitas tiang dalam mendukung beban. Jika satuan yang digunakan dalam
kapasitas dukung pondasi dangkal adalah satuan tekanan (kPa), maka dalam
kapasitas dukung tiang satuannya adalah satuan gaya (kN). Dalam beberapa
literatur digunakan istilah pile capacity atau pile carrying capacity.

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.7.1 Daya Dukung Aksial Pondasi Tiang Bor / Bored Pile

Daya dukung ultimate pondasi tiang bor (bored pile) dapat dihitung
berdasarkan data hasil uji lapangan maupun berdasarkan data parameter tanah
hasil pengujian di laboratorium dengan mengikuti rumus umum yang diperoleh
dari penjumlahan tahanan ujung dan tahanan selimut tiang yaitu:

2.7.1.1 Daya Dukung Berdasarkan Data Standard Penetration Test

Daya dukung pondasi tiang bor dapat dihitung dengan berbagai metode
tergantung dengan data-data yang tersedia pada proyek tersebut. Perhitungan
sebaiknya dilakukan dengan menguji sampel di laboratorium untuk
mendapatkan nilai parameter tanah secara akurat sehingga perhitungan juga
akan mendekati hasil yang sebenarnya. Namun jika data yang di dapat terbatas,
perhitungan juga dapat dilakukan hanya dengan menggunakan salah satu data
uji lapangan saja, misalnya data SPT saja jika hanya itu data yang tersedia.
Kita lakukan pendekatan secara empiris untuk mengetahui nilai-nilai parameter
lainnya, di antara beberapa metode untuk menghitung daya dukung
berdasarkan data SPT adalah sebagai berikut:

Metode Reese and Wright (1977)

a. Daya dukung ujung pondasi bored pile (end bearing)


Qp= qp.Ap …….…………………………………………………..(2.4)
dimana:
Qp = Daya dukung ultimate ujung tiang (Ton).
qp = Tahanan ujung per satuan luas (Ton/m2).
Ap = Luas penampang pondasi tiang bor (m2).

Untuk tanah Kohesif


qp= 9 . Cu…………………………………………………………..(2.5)
dimana:

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Cu = Kohesi tanah, (Ton/m2)
= …………………………………………………...(2.6)

Untuk tanah non Kohesif


Reese and Wright (1977) mengusulkan korelasi antara q p dan N-SPT
seperti terlihat pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14 Daya dukung ujung bored pile pada tanah pasir
(Reese and Wright, 1977)

untuk N < 60 makaqp = 7 N (Ton/m2) < 400 (Ton/m2).


untuk N > 60 maka qp = 400 (Ton/m2). N = Nilai rata-rata SPT.

b. Daya dukung selimut Bored Pile (skin friction)


Qs = fs.L.P…………………………………………………..…...(2.7)
Qs = Daya dukung ultimate selimut tiang (Ton).
fs = Gesekan selimut tiang per satuan luas (α x Cu). (Ton/m 2).
L = Panjang tiang (m).
P = Keliling penampang tiang (m).
Bila bored pile terletak pada tanah yang berlapis, maka formula tersebut
dapat dimodifikasi sebagai berikut :
Qs = ∑ ……………………………………………………(2.8)

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dimana:
Qs = Daya dukung ultimate selimut tiang (Ton).
fs = Gesekan selimut tiang per satuan luas (α x Cu). (Ton/m2).
L = Tebal lapisan tanah yang bergesekan (m).
P = Keliling penampang tiang (m).
Gesekan selimut tiang per satuan luas dipengaruhi oleh jenis tanah dan
parameter kuat geser tanah. Untuk tanah kohesif dan non kohesif dapat
dihitung dengan formula:
Untuk Tanah Kohesif
fs = α.Cu …………………………………………………………..(2.9)
Dimana:
α = Faktor adhesi.
Berdasarkan penelitian Reese and Wright (1977) α = 0,55

Cu= Kohesi tanah (ton/m2).

Untuk Tanah non Kohesif

Dimana untuk N < 53 maka fs = 0,32 N-SPT (Ton/m2).

Untuk 53 < N < 100 maka fs diperoleh dari korelasi langsung dengan NSPT
(Reese dan Wright, 1977) mengenai tahanan geser seperti pada Gambar
(2.15)

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.15 Tahanan geser selimut bored pile pasiran
(Reese dan Wright, 1977)

2.7.2 Kapasitas Daya Dukung Lateral Tiang Bored Pile

Pondasi tiang terkadang harus menahan beban lateral (horizontal),


seperti beban gempa dan beban lainnya. Beban-beban tersebut akan bekerja
pada ujung atas (kepala tiang). Hal ini akan menyebabkan kepala tiang
terdeformasi ke arah lateral dan akan menimbulkan gaya geser pada tiang dan
tiang akan melentur sehingga timbul momen lentur. Gaya geser yang dipikul
tiang harus mampu didukung oleh tampang tiang sesuai dengan bahan yang
dipakai. Besarnya gaya geser dapat dianggap terbagi rata ke seluruh tiang.
Selain kapasitas dukung tiang perlu juga ditinjau terhadap kapasitas dukung
tanah di sekitarnya. Keruntuhan yang mungkin terjadi karena keruntuhan tiang,
dan dapat pula karena keruntuhan tanah di sekitarnya. Jika tanah cukup keras
maka keruntuhan akan terjadi pada tiang karena kapasitas lentur tiang
terlampaui. Sedangkan jika tiang cukup kaku (pendek) maka keruntuhan yang
akan terjadi akibat terlampauinya kapasitas dukung tanah.

Dalam analisis gaya lateral, tiang-tiang perlu dibedakan menurut model


ikatannya dengan pelat penutup tiang. Model ikatan tersebut sangat

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mempengaruhi kelakuan tiang dalam mendukung beban lateral. Tiang-tiang
dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Tiang ujung jepit (fixed end pile)


Definisi tiang ujung jepit (fixed end pile) menurut McNulty adalah
tiang yang ujung atasnya terjepit (tertanam) dalam pelat penutup
kepala tiang paling sedikit sedalam 60 cm (24 inch)
2. Tiang ujung bebas (free end pile)

Tiang ujung bebas adalah tiang yang bagian atasnya tidak terjepit
atau terjepit kedalam pelat penutup kepala tiang tetapi kurang dari
60 cm. Definisi tiang ujung bebas dan tiang ujung jepit bisa dilihat
pada gambar 2.16

Gambar 2.16 Definisi tiang ujung bebas dan tiang ujung jepit

Untuk menentukan tiang termasuk tiang panjang atau tiang pendek perlu
diketahui faktor kekakuan tiang. Faktor kekakuan tiang dapat diketahui dengan
menghitung factor faktor kekakuan R dan T. Faktor-faktor tersebut dipengaruhi
oleh kekakuan tiang (EI) dan kompresibilitas tanah yang dinyatakan dalam
modulus tanah (K) yang tidak konstan untuk sembarang tanah, tapi tergantung
pada lebar dan kedalaman tanah yang dibebani. Faktor kekakuan untuk modulus
tanah lempung (R) dinyatakan oleh Persamaan berikut :

√ ……………………………………………………………(2.10)

Dimana :

K = kh . d = k1/1,5 = Modulus tanah

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


k1 = Modulus reaksi subgrade dari Terzaghi

Ep = Modulus elastis tiang

Ip = Momen inersia tiang ( cm4)

d = Lebar atau diameter tiang (cm)

Nilai-nilai k1 yang disarankan oleh Terzaghi (1955), ditunjukkan dalamTabel 2.2.


Pada kebanyakan lempung terkonsolidasi normal (normally consolidated) dan
tanah granular, modulus tanah dapat dianggap bertambah secara linier dengan
kedalamannya. Faktor kekakuan untuk modulus tanah granular dinyatakan oleh
Persamaan :

√ …………………………………………………………………….(2.11)

Dengan modulus tanah : k = nhz

Dan modulus reaksi sub grade horizontal : kh = nh (z/d)

Koefisien variasi modulus (nh) diperoleh Terzhagi secara langsung uji


beban tiang dalam tanah pasir yang terendam air. Nilai-nilai (nh) yang disarankan
oleh Terzaghi dan Reese dkk (1956) ditunjukkan dalam Tabel 2.3. Nilai-nilai
(nh) yang lain, ditunjukkan dalam Tabel 2.4.

Dari nilai-nilai faktor kekakuan R dan T yang telah dihitung, Tomlinson


(1977), mengusulkan kriteria tiang kaku atau disebut tiang pendek dan tiang
panjang (tiang tidak kaku / elastik) yang dikaitkan dengan panjang tiang yang
tertanam dalam tanah (L), seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 2.1. Batasan ini
digunakan untuk menghitung defleksi tiang akibat gaya horizontal.

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 2.1 Kriteria pondasi tiang pendek dan pondasi tiang Panjang
(Tomlinson, 1977)
Modulus Tanah (K)
Modulus Tanah (K)
Tipe Tiang Bertambah dengan
Konstan
Kedalaman
Kaku L ≤ 2T L ≤ 2R

Tidak Kaku L ≥ 4T L ≥ 3,5R

Tabel 2.2 Hubungan modulus sub grade (k1) dengan kuat geser undrained untuk
lempung kaku terkonsolidasi berlebihan (Terzaghi, 1955)
Konsistensi Kaku Sangat kaku Keras

Kohesi undrained
kN/m2 100-200 200-400 >400
kg/cm2 1-2 2-4 >4
k1
MN/m3 18-36 36-72 >72
kg/cm3 1,8-3,6 3,6-7,2 >7,2
k1 direkomendasikan
MN/m3 27 54 >108
Kg/cm3 2,7 5,4 >10,8

Tabel 2.3 Nilai-nilai nh untuk tanah granular (c = 0) (Tomlinson, 1977)

Kerapatan relatif Tidak Sedang Padat


padat
Interval nilai A 100 – 300 300 – 1000 1000 –
2000
Nilai A dipakai 200 600 1500
nh,pasir kering atau lembab (Terzaghi) 2425 7275 19400
(kN/m3)
nh,pasir terendam air (kN/m3)
Terzaghi 1386 4850 11779
Reese dkk 5300 16300 34000

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 2.4 Nilai-nilai nh untuk tanah kohesif (Hardiyatmo, 2011)
Tanah nh (kN/m3) Referensi
Lempung 166-3518 Reese dan Matlock (1956)
terkonsolidasi normal
lunak 277-554 Davisson – Prakash (1963)

Lempung 111-277 Peck dan Davidson (1962)


terkonsolidasi normal
organik 111-831 Davidson (1970)

55 Davidson (1970)
Gambut
27,7-111 Wilson dan Hilts (1967)
Loss 8033-11080 Bowles (1968)

2.7.3 Tahanan Beban Lateral Ultimit

Pondasi tiang terkadang harus menahan beban lateral (horizontal),


seperti beban gempa dan beban lainnya. Beban-beban tersebut akan bekerja
pada ujung atas (kepala tiang). Hal ini akan menyebabkan kepala tiang
terdeformasi ke arah lateral dan akan menimbulkan gaya geser pada tiang dan
tiang akan melentur sehingga timbul momen lentur. Gaya geser yang dipikul
tiang harus mampu didukung oleh tampang tiang sesuai dengan bahan yang
dipakai. Besarnya gaya geser dapat dianggap terbagi rata ke seluruh tiang.
Selain kapasitas dukung tiang perlu juga ditinjau terhadap kapasitas dukung
tanah di sekitarnya. Keruntuhan yang mungkin terjadi karena keruntuhan tiang,
dan dapat pula karena keruntuhan tanah di sekitarnya. Jika tanah cukup keras
maka keruntuhan akan terjadi pada tiang karena kapasitas lentur tiang
terlampaui. Sedangkan jika tiang cukup kaku (pendek) maka keruntuhan yang
akan terjadi akibat terlampauinya kapasitas dukung tanah

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.7.3.1 Metode Broms

Metode perhitungan ini menggunakan teori tekanan tanah yang


disederhanakan dengan menganggap bahwa sepanjang kedalaman tiang, tanah
mencapai nilai ultimit.

Keuntungan metode Broms :

 Dapat digunakan pada tiang panjang maupun tiang pendek.


 Dapat digunakan pada kondisi kepala tiang terjepit maupun bebas.

Kerugian metode Broms :

 Hanya berlaku untuk lapisan tanah yang homogen, yaitu tanah


lempung saja atau tanah pasir saja.
 Tidak dapat digunakan pada tanah berlapis.

Broms membedakan antara tiang pendek dan panjang serta membedakan


posisi kepala tiang bebas dan terjepit. Broms, 1964, mengemukakan beberapa
anggapan dalam metode ini bahwa tanah adalah salah satu dari non-kohesif
saja (c=0) atau kohesif saja (f = 0), oleh karena itu, tiang pada setiap tipe tanah
dianalisis secara terpisah. Broms juga menyatakan bahwa tiang pendek kaku
(short rigid pile) dan tiang panjang lentur (long flexible pile) dianggap terpisah.
Tiang dianggap tiang pendek kaku (shortrigid pile) jika L/T ≤ 2 atau L/R ≤ 2
dan dianggap tiang panjang lentur (longflexible pile) jika L/T ≥ 4 atau L/R ≥
3,5

1) Tiang Dalam Tanah Kohesif

Pada tanah kohesif, tegangan tanah yang terjadi di permukaan tanah


sampai kedalaman 1 ,5 kali diameter (1,5d) dianggap sama dengan nol
dan konstan sebesar 9cu untuk kedalaman yang lebih besar dari 1,5d
tersebut. Hal ini dianggap sebagai efek penyusutan tanah.

a. Tiang Ujung Bebas (Free end Piles)


Beban lateral yang bekerja pada kedua jenis tiang tersebut akan
menghasilkan pergerakan yang berbeda dari segi defleksi dan

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mekanisme keruntuhan tiang. Pada tiang panjang tahanan terhadap
gaya lateral akan ditentukan oleh momen maksimum yang dapat
ditahan tiangnya sendiri (My). Defleksi dan mekanisme keruntuhan
tiang ujung bebas pondasi tiang pendek dan tiang panjang dapat
dilihat pada gambar 2.17

Gambar 2.17 Defleksi dan mekanisme keruntuhan tiang ujung bebas (a)pondasi
tiang pendek, (b) pondasi tiang panjang (Broms, 1964)

Pada Gambar 2.17 diatas, f mendefinisikan letak momen maksimum, sehingga


diperoleh:

f = Hu /
(9cu.d)…………………………………………………………….………(2.12)

Dengan mengambil momen terhadap titik di mana momen pada tiang


maksimum, diperoleh:

Mmaks = Hu (e + 3d/2 + f) – 1/2 f (9cu.d.f)

= Hu (e + 3d/2 + f) – 1/2 f H

= Hu (e + 3d/2 + 1/2 f)

Mmaks = Hu (e + 1,5d + 0,5f)

Momen maksimum dapat pula dinyatakan oleh persamaan berikut :

Mmaks = (9/4)
d.g2.cu…………………………..…………………………………………...(2.13)

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


g………………………………......................................................................(2.14)

Dimana:

d = diameter tiang (m)

Hu = beban lateral (kN)

Cu = kohesi tanah undrained (kN/m2)

f = jarak momen maksimum dari permukaan tanah (m)

g = jarak dari lokasi momen maksimum sampai dasar tiang (m)

Karena L = 3d/2 + f + g, maka Hu dapat dihitung dari Persamaan (2.12) di atas,


diperoleh:

Hu = 9cu.d (L – g – 1,5d) ………..……………………………………….…(2.15)

Dimana nilai-nilai Hu yang diplot dalam grafik hubungan L/D dan Hu/cud2
ditunjukkan pada Gambar 2.20 (a) yang berlaku untuk tiang pendek. Hitungan
Brooms untuk tiang pendek di atas didasarkan pada penyelesaian statika, yaitu
dengan menganggap bahwa panjang tiang ekuivalen dengan (L – 3d/2), dengan
eksentrisitas beban ekuivalen (e + 3d/2).

Sedangkan untuk tiang panjang Gambar 2.18 (b) tahanan terhadap gaya
lateral akan ditentukan oleh momen maksimum yang dapat ditahan tiangnya
sendiri (My) dengan menganggap Mmaks = My (Momen leleh), penyelesaian
persamaan diplot ke dalam grafik hubungan antara My/c uD3 dan Hu/cuD2.

Nilai beban lateral Hu dapat ditentukan secara langsung melalui grafik pada
Gambar 2.18(b).

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.18 Kapasitas beban lateral pada tanah kohesif; (a) untuk pondasi tiang
pendek, (b) untuk pondasi tiang panjang (Broms, 1964)

b. Tiang Ujung Jepit (Fixed-end Pile)


Pada tiang ujung jepit, Broms menganggap bahwa momen yang
terjadi pada tubuh tiang yang tertanam di dalam tanah sama dengan
momen yang terjadi di ujung atas tiang yang terjepit oleh pile cap.
Mekanisme keruntuhan akibat beban lateral yang terjadi pada
pondasi tiang dengan kondisi kepala tiang terjepit dapat dilihat
pada gambar berikut:

Gambar 2.19 Defleksi dan mekanisme keruntuhan pondasi tiang dengan


kondisi kepala tiang terjepit akibat beban lateral pada tanah kohesif
(Broms, 1964)

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Untuk tiang pendek, dapat dihitung tahanan ultimate tiang terhadap beban
lateral dengan persamaan berikut:

Mmaks = Hu (0,5L + 0,75D)…………………………….…..………………(2.16)

Dimana:

Hu = beban lateral (kN)

d = diameter tiang (m)

cu = kohesi tanah (kN/m2)

L = panjang tiang (m)

g = jarak momen maksimum dasar tiang (m)

Nilai-nilai Hu dapat diplot dalam grafik hubungan L/D dan Hu/cuD2 ditunjukkan
pada Gambar 2.18(a).

sedangkan untuk tiang panjang Hu dapat dicari dengan persamaan berikut:

Hu = …………………………………….………………………(2.17)

Dimana:

My = momen leleh (kN-m)

f = jarak momen maksimum dari pemukaan tanah (m)

Gambar 2.20 Grafik Tahanan Lateral Ultimit Tiang Pada Tanah Kohesif
(a)Tiang Pendek, (b) Tiang Panjang (Broms,1964)

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2) Pada Tanah Granuler
Untuk tiang dalam tanah granular (c=0), seperti pasir, kerikil, batuan,
Broms menganggap sebagai berikut:
1. Tekanan tanah aktif yang bekerja di belakang tiang, diabaikan.
2. Bentuk penampang tidak berpengaruh terhadap tekanan tanah ultimate
atau tahanan ultimate.
3. Tahanan tanah lateral sepenuhnya termobilisasi pada gerakan tiang yang
diperhitungkan
4. Distribusi tekanan tanah pasif disepanjang tiang bagian depan sama
dengan tiga kali tekanan pasif Rankine

Distribusi tekanan tanah dinyatakan oleh persamaan:

pu = 3 po Kp………………………………………………(2.18)

dimana:

pu = tahanan tanah ultimate

po = tekanan overburden efektif

Kp = tan2(45o + ϕ /2)……………………………………...(2.19)

ϕ = sudut geser dalam efektif

a. Tiang Ujung Bebas

Untuk tiang pendek, tiang dianggap berotasi di dekat ujung bawah tiang. Tekanan
yang terjadi ditempat ini dianggap dapat digantikan oleh gaya terpusat yang
bekerja pada ujung bawah tiang.

Hu = …………………………………...……….(2.20)

Momen maksimum terjadi pada jarak f di bawah permukaan tanah,

dimana:

Hu = 1,5γ d Kp f2………………...……………………………(2.21)

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lokasi momen maksimum:

√ ………………………………………...………..…..(2.22)

(Hardiyatmo, 2002)

Sehingga momen maksimum diperoleh dengan persamaan berikut :

Mmaks = Hu (e + 1,5f)…………………………………………….... (2.23)

Defleksi dan mekanisme keruntuhan pondasi tiang dengan kondisi kepala tiang
bebas akibat beban lateral pada tanah granular bisa dilihat pada gambar 2.21

Gambar 2.21 Defleksi dan mekanisme keruntuhan pondasi tiang dengan kondisi
kepala tiang bebas akibat beban lateral pada tanah granular; (a) pondasi tiang
pendek, (b) pondasi tiang panjang(Broms, 1964)

b. Tiang Ujung Jepit (Fixed-end Piles)

Model keruntuhan untuk tiang-tiang pendek (kaku). keruntuhan tiang


berupa translasi, beban lateral ultimit dinyatakan oleh :

Hu = 1,5 d γ L2 Kp …………………………………..………………………(2.24)

Lokasi momen maksimum dapat dicari dengan Persamaan (2.19)

Momen maksimum:

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Mmax = 2/3 Hu L.………………………………………………………….…(2.25)

Momen leleh:

My = (0,5γ∙d∙L3∙Kp) - Hu∙L ………………………………………………… (2.26)

Dimana:

Hu = beban lateral (kN)

Kp = koefisien tekanan tanah pasif

Mmax = momen maksimum (kN-m)

My = momen leleh (kN-m)

L = panjang tiang (m) d = diameter tiang (m)

f = jarak momen maksimum dari permukaan tanah (m)

γ = berat isi tanah (kN/m3)

e = jarak beban dari permukaan tanah (m)

Gambar 2.22 Defleksi dan mekanisme keruntuhan pondasi tiang dengan


kondisi kepala tiang jepit akibat beban lateral pada tanah
granular; (a) pondasi tiang pendek, (b) pondasi tiang panjang
(Broms, 1964)

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kapasitas lateral tiang (Hu) juga dapat diperoleh secara grafis. Hu
diperoleh dari Gambar 2.23. Nilai Hu yang diperoleh dari grafik tersebut harus
mendekati nilai Hu yang dihitung secara manual pada Persamaan (2.24) dan
Persamaan (2.25).

Sedangkan untuk tiang ujung jepit yang tidak kaku (tiang panjang),
dimana momen maksimum mencapai My di dua lokasi (Mu+ =Mu-) maka Hu
dapat diperoleh dari persamaan berikut:

…………………………………………………………………….(2.27)

Dan nilai f dapat dicari dengan Persamaan (2.22), kemudian disubstitusikan ke


Persamaan (2.26), sehingga nilai Hu menjadi:

…………………………………………...……………….(2.28)

Dimana:

Hu = beban lateral (kN)

Kp = koefisien tekanan tanah pasif = tan2(45o+ϕ/2)

My = momen ultimate (kN-m)

d = diameter tiang (m)

f = jarak momen maksimum dari permukaan tanah (m)

γ = berat isi tanah (kN/m3)

e = jarak beban lateral dari permukaan tanah (m) = 0

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.23 Kapasitas beban lateral pada tanah granular; (a) tiang
pendek, (b) tiang panjang (Tomlinson, 1977)

2.8. Perhitungan Dengan Program Plaxis V. 8. 6

Dalam menggunakan program Plaxis, pengguna harus mengetahui


terlebih dahulu konsep pemodelan yang akan dipilih. Sebelum melakukan
perhitungan secara numerik, maka terlebih dahulu dibuat model dari pondasi
tiang pancang yang akan dianalisis, seperti Gambar 2.24 berikut ini :

Gambar 2.24 Model pondasi tiang bor ( bored pile )

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Material yang dipergunakan dalam pemodelan tersebut adalah material
tanah dan material pondasi, dimana masing-masing material mempunyai
sifat teknis yang memengaruhi perilakunya. Dalam program Plaxis, sifat –
sifat tersebut diwakili oleh parameter dan pemodelan yang spesifik.

Pemodelan pada Plaxis mengasumsikan perilaku tanah bersifat isotropis


elastic linier berdasarkan Hukum Hooke. Akan tetapi, model ini memiliki
keterbatasan dalam memodelkan perilaku tanah, sehingga umumnya
digunakan untuk struktur yang padat dan kaku di dalam tanah. Input
parameter berupa Modulus Young E dan rasio Poisson υ dari material yang
bersangkutan.

E=σ/ε ……….………………………………………………………(2.29)

ν=ε_h/ε_v……………………...…………………………………….(2.30)

Di dalam program Plaxis ada beberapa jenis permodelan tanah antara lain
model tanah Mohr – Coulomb dan model Soft Soil.

a. Model Mohr-Coulumb

Pemodelan Mohr – Coulomb mengasumsikan bahwa perilaku tanah


bersifat plastis sempurna (Linear Elastic Perfect Plastic Model), dengan
menetapkan suatu nilai tegangan batas dimana pada titik tersebut tegangan
tidak lagi dipengaruhi oleh regangan. Input parameter meliputi lima buah
parameter yaitu :

a. modulus Young ( E ), rasio Poisson ( υ ) yang memodelkan


keelastisitasan tanah

b. kohesi ( c ), sudut geser ( ϕ ) memodelkan perilaku plastis dari tanah

c. dan sudut dilantasi ( ψ ) memodelkan perilaku dilantansi tanah

Pada pemodelan Mohr – Coulumb umumnya dianggap bahwa nilai E


konstan untuk suatu kedalaman pada suatu jenis tanah, namun jika

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


diinginkan adanya peningkatan nilai E per kedalaman tertentu disediakan
input tambahan dalam program Plaxis. Untuk setiap lapisan yang
memperkirakan rata – rata kekakuan yang konstan sehingga perhitungan
relatif lebih cepat dan dapat diperoleh kesan pertama deformasi. Selain lima
parameter di atas, kondisi tanah awal memiliki peran penting dalam masalah
deformasi tanah.

Nilai rasio Poisson υ dalam pemodelan Mohr – Coulomb didapat dari


hubungannya dengan koefisien tekanan

dimana : (2.31)

(2.32)

Secara umum nilai υ bervariasi dari 0,3 sampai 0,4 namun untuk kasus–
kasus penggalian (unloading) nilai υ yang lebih kecil masih realistis.

b. Model Tanah Lunak (Soft Soil)

Seperti pada pemodelan Mohr – Coulomb, batas kekuatan tanah


dimodelkan. dengan parameter kohesi (c), sudut geser dalam tanah (ϕ), dan
sudut dilantasi (ψ). Sedangkan untuk kekakuan tanah dimodelkn
menggunakan parameter λ* dan k*, yang merupakan parameter kekakuan
yang didapatkan dari uji triaksial maupun oedometer.

(2.33)

(2.34)

Model Soft Soil ini dapat memodelkan hal – hal sebagai berikut :

1. Kekakuan yang berubah bersama dengan tegangan (Stress


Dependent Stiffness)

2. Membedakan pembebanan primer (primary loading) terhadap


unloading – reloading

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Mengingat tegangan pra – konsolidasi

c. Studi Parameter

Model tanah yang dipilih adalah model Mohr – Coulomb, dimana


perilaku tanah dianggap elastis dengan parameter yang dibutuhkan yaitu :

1. Berat isi tanah γ (kN/m3), didapat dari hasil pengujian laboratorium

2. Modulus elastisitas, E (stiffness modulus) digunakan pendekatan


terlebih dahulu dengan memperoleh Modulus Geser Tanah (G),
sehingga nilai E dapat diperoleh melalui Persamaan :

υ ………..……………………………………..(2.35)

3. Poisson’s ratio (υ) diambil nilai 0.2 – 0.4

4. Sudut Geser Dalam (ϕ) didapat dari hasil pengujian laboratorium

5. Kohesi ( c ) didapat dari hasil pengujian laboratorium

6. Sudut dilantasi (ψ) diasumsikan sama dengan nol.

7. Perilaku tanah dianggap elastis

d. Parameter Tanah

1. Modulus Young (E)

Terdapat beberapa usulan nilai E yang diberikan oleh peneliti,


diantaranya pengujian sondir yang dilakukan oleh DeBeer (1965)
dan Webb (1970) memberikan korelasi antara tahanan kerucut q c dan
E sebagai berikut :

E = 2 qc ( dalam satuan kg/cm2 ) ……………………………….(2.36)

Bowles memberikan persamaan yang dihasilkan dari


pengumpulan data sondir, sebagai berikut :

E = 3 qc (untuk pasir) …………...……….…….........……...(2.37)

54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


E = 2 – 8 qc (untuk lempung)…………………………………....(2.38)
dengan : qc dalam kg/cm2.

Nilai perkiraan modulus elastisitas dapat diperoleh dengan


pengujian SPT (Standard Penetration Test). Nilai modulus elastis
yang dihubungkan dengan nilai SPT, sebagai berikut:

(untuk pasir berlempung) ………………...(2.39)

(untuk pasir) ………..……………….(2.40)

Tabel 2.5 Nilai perkiraan modulus elastisitas tanah

Macam Tanah Es (Kg/cm2)


Lempung
1. Sangat lunak 3,0 – 30
2. Lunak 20 – 40
3. Sedang 45 – 90
4. Berpasir 300 – 425
Pasir
1. Berlanau 50 – 200
2. Tidak padat 100 – 250
3. Padat 500 – 1000
Pasir dan kerikil
1. Padat 800 – 2000
2. Tidak padat 500 – 1400
Lanau 20 – 200
Loses 150 – 600
Cadas 1400 – 14000

55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 2.6 Korelasi N-SPT dengan modulus elastisitas
pada tanah pasir (Schmertman, 1970)
Subsurface Penetration Friction Poisson Relative Young’s Shear
Condition Resistance Angle Ratio Density Modulus Modulus
Range N Φ (deg) (v) Dr (%) Range Range
Es* (psi) G** (psi)
Very
0–4 28 0.45 0 – 15 0-440 0-160
Loose
Loose 4 – 10 28 – 30 0.40 15 – 35 440-1100 160-390
Medium 10 – 30 30 – 36 0.35 35 – 65 1100-3300 390-1200
Dense 30 – 50 36 – 41 0.30 65 – 85 3300-5500 1200-1990
Very
50 – 100 41 – 45 0.2 85 –100 5500-11000 1990-3900
Dense
Es* = 2 qc psf G** = ; dimana v = 0,5

Tabel 2.7 Korelasi N-SPT dengan modulus elastisitas pada tanah lempung
(Randolph,1978)
Subsurface Penetration Poisson Shear Young’s Shear
Condition Resistance Ratio Strength Modulus Modulus
Range N (v) Su Range Range
(psf) Es* (psi) G** (psi)
Very soft 2 0.45 250 170 – 340 60-110
Soft 2–4 0.40 375 260 – 520 80-170
Medium 4–8 0.35 750 520 – 1040 170-340
Stiff 8 – 15 0.30 1500 1040– 2080 340-690
Very Stiff 15 – 30 0.2 3000 2080-4160 690-1390
Hard 30 0.004 4000 2890-5780 960-1930
40 0.004 5000 3470-6940 1150-2310
60 0.0035 7000 4860-9720 1620-3420
80 0.0035 9000 625012500 2080-4160
100 0.003 11000 764015270 2540-5090
120 0.003 13000 902018050 3010-6020

Es = (100-200)Su psf G** = ; dimana v = 0,5

56

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Poisson’s Ratio (v)

Rasio Poisson sering dianggap sebesar 0,2 – 0,4 dalam


pekerjaan–pekerjaan mekanika tanah. Nilai sebesar 0,5 biasanya
dipakai untuk tanah jenuh dan nilai 0 sering dipakai untuk tanah
kering dan tanah lainnya untuk kemudahan perhitungan.

Tabel 2.8 Hubungan jenis tanah, konsistensi dan poisson’s ratio (v)

Soil Type Description poisson’s ratio (v)


Soft 0,35 – 0,40
Clay Medium 0,30 – 0,35
Stiff 0,20 – 0,30
Loose 0,15 – 0,25
Sand Medium 0,25 – 0,30
Dense 0,25– 0,35

3. Berat Jenis Kering (γdry )

Berat jenis tanah kering adalah perbandingan antara berat tanah


kering dengan satuan volume tanah. Berat jenis tanah kering dapat
diperoleh dari data Soil Test dan Direct Shear.

4. Berat Jenis Tanah Jenuh ( γsat)

Berat jenis tanah jenuh adalah pe rbandingan antara berat tanah


jenuh. Dimana ruang porinya terisi penuh dengan air.

(2.41)

dimana :

Gs : Spesific Gravity

57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


e :Angka Pori

γw : Berat Isi Air

Nilai – nilai dari Gs, e dan γw didapat dari hasil pengujian tanah
dengan Triaxial Test dan Soil Test

5. Sudut Geser Dalam (ϕ)

Sudut geser dalam tanah dan kohesi merupakan faktor dari


kuat geser tanah yang menentukan ketahan tanah terhadap deformasi
akibat tegangan yang bekerja pada tanah. Deformasi dapat terjadi
akibat adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan
tegangan geser. Nilai dari sudut geser dalam tanah didapat dari
engineering properties tanah, yaitu dengan triaxial test dan direct
shear test.

6. Kohesi (c)

Kohesi merupakan gaya tarik menarik antar partikel tanah.


Nilai dari kohesi didapat dari engineering properties, yaitu dengan
triaxial test dan direct shear test.

7. Permeabilitas (k)

Berdasarkan Persamaan Kozeny – Carman, nilai permeabilitas


untuk setiap layer tanah dapat dicari dengan menggunakan rumus :

(2.42)

Untuk tanah yang berlapis – lapis harus dicari nilai


permeabilitas untuk arah vertikal dan horizontal dapat dicari dengan
rumus :

(2.43)

(Das, 1995)

dimana :

58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


H : tebal lapisan

e : angka pori

k : koefisien permeabilitas

kv : koefisien permeabilitas arah vertical

kh :koefisien permeabilitas arah


horizontal

Nilai koefisien permeabilitas tanah dapat ditentukan berdasarkan jenis


tanah tersebut seperti pada Tabel 2.13 berikut ini:

Tabel 2.9 Nilai koefisien permeabilitas tanah (Das, 1995)

K
Jenis Tanah
cm/dtk ft/mnt

Kerikil bersih 1,0 – 100 2,0 - 200

Pasir kasar 0,01- 1,0 0,02 – 2,0

Pasir halus 0,001- 0,01 0,002 – 0,02

Lanau 0,00001 – 0,001 0,00002 – 0,002

Lempung < 0,000001 < 0,000002

2.9. Jarak antar Tiang dalam Kelompok

Gambar 2.25 Jarak antar tiang dalam kelompok

59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Jarak antara tiang bor di dalam kelompok tiang akan mempengaruhi
kapasitas daya dukung kelompok tiang. Bila beberapa tiang dikelompokkan
dengan jarak yang saling berdekatan maka tegangan tanah akibat gesekan tiang
dengan tanah mempengaruhi daya dukung tiang yang lain. Jarak minimum
antara dua tiang adalah: S > 2 D. Berdasarkan laporan dari ASCE Committee on
deep Foundation (1984), menganjurkan untuk tidak menggunakan efisiensi
kelompok untuk mendeskripsikan aksi kelompok tiang (group action). Laporan
yang dihimpun berdasarkan studi dan publikasi sejak 1963 itu menganjurkan
bahwa tiang gesekan pada tanah pasiran dengan jarak tiang sekitar 2D – 3D akan
memiliki daya dukung yang lebih besar daripada jumlah total daya dukung
individual tiang. Apabila S > 3D maka tidak ekonomis, karena akan
memperbesar ukuran/dimensi pier (footing). Jarak antar tiang dalam kelompok
terlihat pada Gambar 2.25.

Susunan tiang sangat berpengaruh terhadap luas denah pile cap, yang
secara tidak langsung tergantung dari jarak tiang. Bila jarak tiang kurang teratur
atau terlalu lebar, maka luas denah pile cap akan bertambah besar dan berakibat
volume beton menjadi bertambah besar sehingga biaya konstruksi membengkak.

Berikut ini adalah Gambar 2.26 susunan jarak antar tiang (Bowles, 1999):

Gambar 2.26 Susunan jarak antar tiang dalam kelompok (Bowles, 1999)

60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.10 Kapasitas Kelompok dan Efisiensi Pondasi Bored Pile

Pada kelompok tiang yang dasarnya bertumpu pada lapisan lempung


lunak, faktor aman terhadap keruntukhan blok harus diperhitungkan, terutama
untuk jarak tiang – tiang yang dekat. Pada tiang yang dipasang pada jarak yang
besar, tanah diantara tiang tidak bergerak sama sekali ketika tiang bergerak ke
bawah oleh akibat beban, tanah diantara tiang juga ikut bergerak turun. Pada
kondisi ini, kelompok tiang dapat dianggap sebagai satu tiang besar dengan
dengan lebar yang sama dengan lebar kelompok tiang. Saat tanah yang
mendukung beban kelompok tiang ini mengalami keruntuhan, maka model
keruntuhan disebut keruntuhan blok.

Jadi, pada keruntuhan blok, tanah yang terletak diantara tiang bergerak
kebawah bersama– sama dengan tiangnya. Mekanisme keruntuhan yang
demikian dapat terjadi pada tipe – tipe tiang pancang maupun pada bored pile.

a.Tiang Tunggal b. Kelompok Tiang

Gambar 2.27 Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang

Keterangan: ------------ = Permukaan keruntuhan geser

Umumnya model keruntuhan blok terjadi bila rasio jarak tiang dibagi
diameter (S/d) sekitar kurang dari 2 (dua). Whiteker (1957) memperlihatkan 63
bahwa keruntuhan blok terjadi pada jarak 1,5 D untuk kelompok tiang yang
berjumlah 3 x 3, dan lebih kecil dari 2,25 D untuk tiang yang berjumlah 9 x 9.

Kapasitas ultimate kelompok tiang dengan memperlihatkan faktor efisiensi


tiang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

Qg = Eg . n. Qa ……………………………………………..………(2.44)

61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dimana :

Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan (kg)

Eg = Efisiensi kelompok tiang (%)

n = Jumlah tiang dalam kelompok

Qa = Beban maksimum tiang tunggal (kg)

Beberapa Persamaan efisiensi tiang telah diusulkan untuk menghitung


kapasitas kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan.
Persamaan – persamaan yang diusulkan didasarkan pada susunan tiang, dengan
mengabaikan panjang tiang, variasi bentuk tiang yang meruncing, variasi sifat
tanah dengan kedalaman dan pengaruh muka air tanah.Persamaan untuk
menghitung efisiensi kelompok tiang adalah sebagai berikut :

1. Metode Converse-Labarre

Efisiensi kelompok tiang (Eg) diperoleh dari Persamaan:

( ) ( )
……………………………………………..(2.45)

Dimana :

Eg = Effisiensi kelompok tiang

m = Jumlah baris tiang

n = Jumlah tiang dalam satu baris

= Arc tg D/S, dalam derajat

s = Jarak pusat ke pusat antara tiang (cm)

d = Diameter tiang (cm)

2. Metode Los Angeles Group persamaan Efisiensi kelompok tiang (Eg)

(2.46)

62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dimana :

Eg = Effisiensi kelompok tiang

m = Jumlah baris tiang

n = Jumlah tiang dalam satu baris

s = Jarak pusat ke pusat antara tiang (cm)

d = Diameter tiang (cm)

3. Seiler – Keeney Formula

, * ( )
+* +- …………………………………..(2.47)

dimana :

Eg = Efisiensi kelompok tiang

m = Jumlah baris tiang

n = Jumlah tiang dalam satu baris

s = Jarak pusat ke pusat antar tiang (ft)

S
D

S S

Gambar 2.28 Definisi jarak s dalam hitungan efisiensi tiang

63

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Selain menggunakan perhitungan menggunakan nilai efisiensi di atas,
berdasarkan pengalaman beberapa peneliti juga menyarankan bahwa perilaku
grup tiang di atas tanah pasir mengikuti beberapa ketentuan berikut :

3. Untuk tiang pancang dengan jarak antar pile, pusat ke pusat, s 3d maka
besar Qg adalah sebesar ∑ Qa.

4. Sedangkan untuk bored pile dengan jarak antar pile, s ≈ 3d maka besar

Qg diambil sebesar sampai

Beban maksimum :

∑ ∑
…………………………………………….(2.48)

Qi = Gaya pada tiang

X = Absis tiang terhadap titik berat kelompok tiang

Y = Ordinat tiang terhadap titik berat kelompok tiang

=Jumlah kuadrat absis dan ordinat tiang

2.11 Faktor Keamanan

Menurut Pugsley (1966), untuk menentukan faktor kemanan dapat


digunakan klasifikasi struktur sebagai berikut:

a. Bangunan monumental, seperti menara, monumen, tugu monumental,


dan lain-lain pada umumnya memiliki umur rencana lebih dari 100 tahun;

b. Bangunan permanen, seperti bangunan-bangunan gedung, jembatan, jalan


raya, jalan kereta api; pada umumnya memiliki umur rencana sekitar 50
tahun;

64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


c. Bangunan sementara, pada umumya memiliki umur rencana kurang dari
25 tahun, bahkan setelah bangunan permanen yang didukung selesai
bangunan sementara ini langsung dibongkar. Sebagai contoh: cofferdam,
bracing untuk galian tanah, jembatan sementara dan lain-lain.

Tingkat pengendalian dan pengawasan selama konstruksi berjalan juga


dapat dipakai untuk menentukan faktor keamanan. Tingkat pengendalian dapat
dikategorikan sebagai berikut:

a. Pengendalian baik: kondisi tanah cukup homogen dan konstruksi


pondasi didasari pada program penyelidikan tanah dengan tingkat
profesional, terdapat informasi uji pembebanan di lokasi proyek atau
di lokasi sekitar proyek, dan pengawasan konstruksi dilaksanakan
secara ketat.

b. Pengendalian sedang: kondisi ini mewakili kondisi yang paling umum


dilakukan pada proyek konstruksi. Mirip dengan kondisi (1) –
pengendalian baik, hanya saja kondisi tanah bervariasi dan tidak ada
informasi mengenai data pengujian beban.

c. Pengendalian kurang: tidak ada informasi uji pembebanan, tanah sulit


dan bervariasi, tetapi pengujian tanah dilakukan dengan baik,
pengawasan kurang ketat.

d. Pengendalian buruk: kondisi tanah sangat bervariasi atau dapat


dikatakan sangat buruk, penyelidikan tanah tidak mencukupi, tidak
ada data uji pembebanan.

Nilai faktor keamanan menurut Reese & O’Neill dilihat dari klasifikasi
struktur serta jenis pengendaliannya terdapat pada Tabel 2.10.

65

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 2.10 Faktor keamanan untuk pondasi tiang (Reese & O’Neill, 1989)
Klasifikasi Struktur Bangunan Bangunan Bangunan
Monumental Permanen Sementara
Probabilitas kegagalan PF = 10-5 PF = 10-4 PF = 10-3
yang dapat diterima
Pengendalian baik 2,3 2,0 1,4
Pengendalian sedang 3,0 2,5 2,0
Pengendalian kurang 3,5 2,8 2,3
Pengendalian buruk 4,0 3,4 2,8

2.12 Penurunan Bored Pile

Pada waktu tiang dibebani, tiang akan mengalami konsolidasi dan tanah
disekitarnya akan mengalami penurunan. Penurunan terjadi dalam tanah ini
disebabkan oleh berubahnya susunan tanah maupun oleh pengurangan rongga
pori atau air di dalam tanah tersebut. Beberapa metode hitungan penurunan telah
diusulkan, berikut ini akan dijelaskan tentang penurunan elastis.

2.12.1 Penurunan Elastis (Elastic Settlement)

Penurunan segera atau penurunan elastis adalah penurunan pondasi yang


terletak pada tanah berbutir halus yang jenuh dan dapat dibagi menjadi tiga
komponen. Penurunan total adalah jumlah dari ketiga komponen tersebut, yang
ditunjukkan pada Persamaan di bawah ini:

S = Se(1) + Se(2) + Se(3) ..……………………………………………..(2.49)

Dengan:

S = Penurunan Total

Se(1) = Penurunan elastis dari tiang

Se(2) = Penurunan tiang yang disebabkan oleh beban di ujung tiang

Se(3) = Penurunan tiang yang disebabkan oleh beban di sepanjang batang tiang

66

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


( )
( ) ……… ……………………………………………..(2.50)

( ) ……………………………………………………………(2.51)

( ) ………………………………………………………………(2.52)

Dimana:

Qwp = Daya dukung yang bekerja pada ujung tiang dikurangi daya
dukung friction (kN)

Qws = Daya dukung friction (kN)

Ap = Luas penampang tiang (m2)

L = Panjang tiang (m)

Ep = Modulus elastisitas dari bahan tiang (kN/m2)

d = Diameter Tiang (m)

qp = Daya dukung ultimate(kN)

Cp = Koefisien empiris

Cs = Konstanta empiris

Nilai ξ tergantung dari unit tahanan friksi alami (the natural of unit
friction resistance) di sepanjang tiang tertanam dai dalam tanah. Nilai ξ = 0,5
untuk bentuk unit tahanan friksi alami yang berbentuk seragam atau simetris,
seperti persegi panjang atau parabolic seragam, umumnya pada tanah lempung
atau lanau. Sedangkan untuk tanah pasir nilai ξ = 0,67 untuk bentuk unit tahanan
friksi alaminya berbentuk segitiga. Pada Gambar 2.29 akan ditunjukkan bentuk
unit tahanan friksi.

67

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.29 Variasi bentuk unit tahanan friksi (kulit) alami
terdistribusi sepanjang tiang tertanam ke dalam tanah (Bowles, 1993)

Tabel 2.11 Nilai koefisien empiris (Cp) (Das, 1995)

Tipe Tanah Tiang Pancang Tiang Bor


Sand (dense to loose) 0,02-0,04 0,09-0,18
Clay (stiff to soft) 0,02-0,03 0,03-0,06
Silt (dense to loose) 0,03-0,05 0,09-012

2.13. Penelitian Terdahulu

Sebagai studi literatur penulis mengambill penelitian terdahulu yang


relevan terhadap pembahasan penulis dalam tugas akhir ini. Adapun beberapa
penelitian yang diambil adalah:

Ivšić, Bačić, dan Librić (2013) membandingkan antara hasil estimasi daya
dukung dan penurunan pondasi bored pile menggunakan metode empiris dan hasil
pengujian di lapangan. Hasil perhitungan daya dukung ultimit (Qu) tiang dengan
metode empiris, jauh lebih besar dari pada hasil pengujian di lapangan dan kurva
perpindahan (displacement curve) yang didapat dari metode lain selain metode
pengujian statis langsung tidaklah realistis.

Akbar .dkk (2008) menganalisis Qu pada pondasi bored pile berdasarkan


hasil pengujian beban (loading test) dengan beberapa metode. Untuk penurunan
bored pile >12 mm, sekitar 8% beban dipikul oleh ujung tiang (daya dukung
ujung) dan sekitar 92% beban dipikul oleh badan tiang (daya dukung friksi).

68

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Andi dan Fahriani (2014) membandingkan hasil perhitungan analisis
dengan beberapa metode, perhitungan metode elemen hingga, dengan hasil
pengujian Pile Driving Analyzer (PDA) yang dianggap sebagai daya dukung
aktual. Dari beberapa metode yang digunakan, hasil yang paling mendekati daya
dukung aktual adalah metode elemen hingga dan metode Meyerhoff (1956).

Simanjuntak (2015) menganalisis daya dukung pondasi tiang bor


menggunakan metode Meyerhoff untuk data sondir, metode Reese & Wright
(1977) untuk data SPT, dan metode Converse-Labarre dan metode Los Angeles
Group untuk efisiensi dan daya dukung kelompok tiang serta menggunakan data
hasil pengujian PDA untuk dianggap sebagai daya dukung aktual. Hasil
perhitungan yang paling mendekati hasil pengujian PDA adalah metode Reese &
Wright (1977) dengan data SPT.

Karya (2015) membandingkan daya dukung pondasi bored pile dengan


cara analitis dan metode elemen hingga, dengan metode loading test yang
dilakukan di lapangan. Hasil perhitungan dengan metode elemen hingga lebih
mendekati hasil metode loading test dibandingkan dengan perhitungan secara
analitis.

Ibrahim, Malik,dan Omar (2012) memperkirakan daya dukung pondasi


bored pile menggunakan metode BS 8004, simulasi Monte Carlo menggunakan
program Matlab, dan metode elemen hingga. Hasil pengujian untuk semua
metode didapatkan faktor keamanan antara 1,5 – 1,7 dan untuk semua metode,
lebih dari 94% beban dipikul oleh badan tiang (daya dukung friksi) dan kurang
dari 6% beban dipikul oleh ujung tiang (daya dukung ujung). Peneliti juga
menyarankan agar pendesainan pondasi harus diiringi dengan pengujian langsung
dilapangan (in situ loading test).

69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Data Umum Proyek

Data umum dari proyek Pembangunan fly over simpang Surabaya adalah
sebagai berikut:

1.Nama Proyek : Pembangunan fly over simpang surabaya kota


Banda Aceh

2.Lokasi Proyek : Banda Aceh

3.Pemilik Proyek : Balai pelaksanaan Jalan Nasioanal I Banda Aceh

4.Kontraktor utama : PT. PAKUBUMI SEMESTA

5.Peta Lokasi : Gambar 3.1

3.2 Data Teknis Bored Pile

Data ini diperoleh dari pihak kontraktor dengan data bored pile P50
sebagai berikut :

1. Panjang Bored Pile : 66 m

2. Diameter Bored Pile : 120 cm

3. Mutu Beton : K350

4. Mutu Baja : U39

5. Diameter Tulangan max : D32

6. Slump Test : 16 ± 2 cm

70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 3.1 Lokasi proyek

Lokasi bored pile P8 yang diuji PDA yang datanya digunakan untuk menghitung
daya dukung bored pile dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Lokasi bored pile P8

3.3 Metode Pengambilan Data

Untuk mencapai maksud dan tujuan studi ini, dilakukan beberapa


tahapan yang dianggap perlu dan secara garis besar diuraikan sebagai berikut:

71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Tahapan pertama adalah melakukan review dan studi kepustakaan terhadap
text book dan jurnal-jurnal yang terkait dengan pondasi tiang,
permasalahan pada pondasi tiang serta desain dan pelaksanaan pemboran
tiang.
2. Tahapan kedua adalah peninjauan langsung ke lokasi proyek dan
menentukan lokasi pengambilan data yang tersedia.
3. Tahap ke tiga mengumpulkan data-data dari pihak konsultan dan
pelaksana lapangan.Data yang diperoleh adalah:
a) Data hasil SPT
b) Daya dukung tiang dari hasil pengujian Pile Driving Analyzer (PDA)
c) Stuktur Organisasi Proyek dan detail pondasi
4. Tahap ke empat adalah menganalisis data dengan menggunakan data-data
di atas berdasarkan formula yang ada.
5. Tahap ke lima menganalisis terhadap hasil perhitungan yang dilakukan
dan membuat kesimpulan.Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar
3.3

72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Mulai

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Analisa Data dan


Metode Analisis Metode Elemen
Perhitungan
berdasarkan Data Hingga (Plaxis)
SPT dan PDA

Analisis Hasil
Perhitungan

Kesimpulan dan
Saran

Selesai

Gambar 3.3 Bagan alir penelitian

73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

ANALISA DAN PERHITUNGAN

4.1 Pendahuluan

Pada bab ini, penulis akan mengaplikasikan metode perhitungan daya


dukung yang telah disampaikan pada Bab II. Daya dukung tiang akan dihitung
dengan menggunakan data Standard Penetration Test (SPT) yaitu jumlah
pukulan palu (N-Value), hasil perhitungan,Plaxis dan hasil pengujian
PileDriving Analizer

4.2 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Bored Pile

4.2.1 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Bored Pile dari Data SPT

Perhitungan kapasitas daya dukung bored pile dari data SPT memakai
metode Reese & Wright dan data diambil pada titik P8

Perhitungan kapasitas daya dukung ultimate pada titik P8 :

Data Bored Pile:

Diameter Tiang (d) = 120 cm

Keliling Tiang (p) = π .d

= 3,14 . 120 cm

= 376,8 cm = 3,768 m

Luas Bored Pile = ¼ . π . d2

= ¼ . 3,14 . 1202 cm

= 1130 cm2 = 1,130 m2

74

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dari Persamaan (2.4) daya dukung ultimate pada ujung bored pile tanah
kohesif dinyatakan sebagai berikut:

Untuk lapisan tanah kedalaman 24 m :

Qp = qp. Ap

qp = 9 . Cu

Cu -SPT . 10

= (2/3 . 8 . 10)

= 53,33 kN/m2 = 5,333 t/m2

qp = 9 . Cu

= 9 . 5,333 t/m2

= 47,97 t/m2

Ap = ¼ x π x d2

= ¼ x π x (1,2 m)2

= 1,130 m2

Qp = 47,97 t/m2 . 1,130 m2

= 54,2061 ton

Untuk daya dukung ujung pada tanah non kohesif dapat diketahui dengan
menggunakan grafik Reese & Wright (Gambar 2.16).

Untuk lapisan tanah pada kedalaman 16 m : N-SPT = 46. Karena N-SPT≤ 60,
maka digunakan Persamaan: qp = 7.N = 7 . 46 = 322 t/m2 dengan syarat qp≤400
t/m2.

Maka Qp = qp.Ap = 322 . 1,130 = 363,86 ton.

Untuk N-SPT > 60, nilai qp adalah konstan sebesar 400 t/m2.

75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dari Persamaan (2.7) daya dukung selimut pada tanah kohesif dapat dinyatakan
sebagai berikut :

Untuk lapisan tanah kedalaman 24 m :

Qs = fs . L . p

Dari Persamaan (2.9) :

fs = α . Cu

α = 0,55

fs = 0,55 . 5,333 t/m2

= 2,933 t/m2

Qs = fs. L. p

= 2,933 t/m2 . 2 m . 3,768 m

= 22.103 ton

Untuk tanah non kohesif pada kedalaman 16 m nilai fs dapat diketahui dengan
menggunakan grafik Reese & Wright (Gambar 2.5) untuk 53<N<100. Dapat
dilihat pada gambar 4.1.

76

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1,61

Gambar 4. 1 Menentukan nilai tahanan selimut pada tanah non-kohesif

Untuk N<53 maka digunakan:

fs = 0,32N

= 0,32 . 46

= 14,720 t/m2

Qs = 14,720 . 2. 3,768 =110,930 ton.

77

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Untuk kedalaman dan lapisan tanah selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.1

Depth Skin Friction End Bearing Q ult


Soil Description Soil Layer N α Cu
(m) Local Cumm (ton) (ton)
0 Top Soil 1 0 0 0 0 0
2 lempung 2 7 0.55 46.67 193.42 193.42 474.77 668.192
4 pasir 3 11 26.53 219.95 77.00 296.951
6 pasir 3 16 38.58 258.54 112.00 370.535
8 lempung kelanauan 4 9 0.55 60.00 248.69 507.22 610.42 1117.64
10 lempung kelanauan 4 5 0.55 33.33 138.16 645.38 339.12 984.503
12 lempung kelanauan 4 4 0.55 26.67 110.53 755.91 271.30 1027.21
14 lempung kelanauan 4 46 0.55 306.67 1271.07 2026.98 3119.90 5146.89
16 lempung kelanauan 5 26 0.55 173.33 718.43 2745.42 1763.42 4508.84
18 lempung kelanauan 5 9 0.55 60.00 248.69 2994.10 610.42 3604.52
20 lempung kelanauan 5 11 0.55 73.33 303.95 3298.06 746.06 4044.12
22 lempung kelanauan 5 9 0.55 60.00 248.69 3546.74 610.42 4157.16
24 lempung kelanauan 5 8 0.55 53.33 221.06 3767.80 542.59 4310.39
26 pasir 6 23 55.46 3823.26 161.00 3984.26
28 pasir 6 38 91.64 3914.90 266.00 4180.9
30 pasir kelempungan 7 17 41.00 3955.90 119.00 4074.9
32 Lempung 8 13 0.55 86.67 359.22 4315.11 881.71 5196.83
34 Lempung 8 10 0.55 66.67 276.32 4591.43 678.24 5269.67
36 Lempung 8 14 0.55 93.33 386.85 4978.28 949.54 5927.82
38 Lempung 8 23 0.55 153.33 635.54 5613.82 1559.95 7173.77
40 Lempung 8 14 0.55 93.33 386.85 6000.67 949.54 6950.2
42 Lempung 8 14 0.55 93.33 386.85 6387.51 949.54 7337.05
44 Lempung 8 15 0.55 100.00 414.48 6801.99 1017.36 7819.35
46 Lempung 8 19 0.55 126.67 525.01 7327.00 1288.66 8615.66
48 Lempung 8 33 0.55 220.00 911.86 8238.86 2238.19 10477
50 lempung kepasiran 9 39 0.55 260.00 1077.65 9316.51 2645.14 11961.6
52 lempung kepasiran 9 60 0.55 400.00 1657.92 10974.43 4069.44 15043.9
54 cadas kerikil 10 60 121.33 11095.76 400.00 11495.8
56 cadas kepasiran 11 60 121.33 11217.08 400.00 11617.1
58 cadas kepasiran 11 60 121.33 11338.41 400.00 11738.4
60 pasir 12 60 121.33 11459.74 400.00 11859.7
62 cadas 13 60 121.33 11581.07 400.00 11981.1
64 cadas 13 42 101.28 11682.36 294.00 11976.4

78

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.2.2. Daya Dukung Bored Pile berdasarkan hasil Pile Driving

Analyzer (PDA) test

Hasil Tes PDA pada bored pile Pier-8 didapat besar daya dukung tiang 1267.10
ton. Untuk keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada lampiran.

4.3 Menghitung Daya Dukung Lateral Pondasi Bored Pile

Untuk mengetahui tanah runtuh atau tidak akibat adanya beban lateral
(horizontal) yang terjadi pada tiang, maka perlu di hitung daya dukung lateral-
nya. Untuk menghitung daya dukung horizontal, terlebih dahulu hitung faktor
kekauan tiang untuk tanah non kohesif. Perhitungan kapasitas daya dukung lateral
tiang bored pile menggunakan metode Broms. Metode ini hanya dapat digunakan
pada lapisan tanah yang homogen yaitu tanah lempung saja atau pasir saja. Dari
hasil pengujian SPT diketahui bahwa jenis tanah yang dominan adalah pasir,
sehingga pada perhitungan daya dukung lateral ini dianggap jenis tanahyang
mewakili adalah pasir.

Daya dukung lateral (BH-P8 kedalaman 66 m dengan diameter 1,2 m)

Jenis tanah : Granular

Berat isi tanah(γ) : 21,700

Sudut geser tanah(ϕ) : 41,800

Data tiang

Diameter Bored Pile (D) : 1,200 m

Mutu beton (f’c) : K 350 29,050 Mpa

Momen ultimate (My) : 1525 kNm

= 25332,0844 Mpa = 25332084,400 kN/m2

79

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


= 0,102 m4

Perhitungan dilakukan dengan tahap berikut:

1. Cek perilaku tiang dan hitung faktor kekakuan tiang. Berdasarkan


Tabel 2.7 diambil koefisien variasi modulus tanah (n h) = 34000 kN/m3

Dengan menggunakan Persamaan (2.11) dapat di hitung faktor kekakuan


modulus tanah yang tidak konstan yaitu:

L ≥ 4T

60 m ≥ 9,504 m

Jenis tiang pancang dikategorikan sebagai tiang panjang / elastic pile. Sehingga
tahanan tiang terhadap gaya lateral akan ditentukan oleh momen maksimum (My)
yang dapat ditahan tiangnya sendiri.

2. Cek keruntuhan tanah akibat beban lateral Agar dapat mengetahui tanah
runtuh atau tidak akibat adanya beban lateral yang terjadi pada tiang,
maka kita harus menghitung besarnya momen maksimum yang harus
ditahan oleh tiang jika tanah didesak ke arah horizontal oleh tiang sampai
tanah tersebut runtuh. Bending moment untuk diameter tiang 1200 mm
adalah 152,500 tm = 1525 kNm.

Koefisien tekanan tanah pasif Kp = ( )

= ( ) = 4,997

80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Maka, dengan menggunakan Persamaan (2.24)didapat:

Hu = 1,500(1,200)(21,700)(60)2 (4,997)

= 702658.152 kNm > 1525 kNm

Mmax> My, maka tanah tidak akan runtuh sehingga gaya horizontal untimit (Hu)
ditentukan oleh kekuatan bahan tiang dalam menahan beban momen.

3. Cek nilai Hu yang terjadi dengan Persamaan (2.28)

4.4 Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Aksial Kelompok Tiang

Berdasarkan Gambar 4.2, struktur kelompok bored pile P8 dapat dibuat sketsa
seperti di bawah ini:

Gambar 4.2 Sketsa konfigurasi kelompok bored pile P8

81

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dalam perhitungan kapasitas daya dukung kelompok tiang digunakan Metode
Seiler - Keeney untuk mendapatkan nilai efisiensi maksimum dari kelompok tiang
yang akan menghasilkan daya dukung maksimum kelompok tiang.

Dengan menggunakan Persamaan (2.45), (2.46), dan (2.47)

a. Metode Converse-Labarre

( ) ( )
( )

Eg = 1 – 0,22

= 0,78

= 78 %

b. Metode Los Angeles Group

[ ( ) ( ) √ ( )( )]

Eg = 0,83

= 83%

c. Metode Seiler - Keeney

* (
+*
)
+

Eg = 0,946

= 94,60 %

Maka kapasitas daya dukung ultimate kelompok tiang

Qg = Eg . n. Qa

= 0,78 x 9 x 1267,1

= 8895,04 ton

82

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.5 Analisa Daya Dukung Dengan Bantuan Software Plaxis

4.5.1 Daya dukung dan penurunan bored pile dengan Plaxis

Pada Plaxis daya dukung ultimate yang akan dihitung adalah daya dukung aksial
pondasi bored pile. Pemodelan yang digunakan adalah pemodelan geometri
axisymetric yaitu kondisi awal digambarkan hanya seperempat bagian namun
sudah mewakili seluruh sisi yang lain. Karena dianggap simetris dan dengan
pemodelan tanah Mohr Coulomb. Data-data yang harus diketahui sebelum
melakukan pemodelan pondasi bored pile yang ditunjukkan pada Tabel 4.2

Tabel 4.1 Data bored pile

No. Keterangan Nilai

1 Diameter Bored Pile (m) 1,2

2 Panjang Tiang (m) 33

3 Luas Penampang (m2) 1,321

4 Modulus Elastisitas (E)


2
20676000
(kN/m )

5 Momen Inersia (I) (m4) 0,102

6 Berat jenis (γ) (kN/m3) 25

7 EA (kN/m) 2,8 x 107

8 EI (kNm2/m) 2,5 x 106

9 Angka Poisson (v) 0,3

Karena keterbatasan data, maka sebagian parameter menggunakan data yang


didapat dari referensi parameter berdasarkan Nspt. Untuk angka poisson (v),
diambil dari hubungan jenis tanah, konsistensi dan poisson ratio. Berat isi tanah
(γ) dan kohesi (c), diambil Korelasi antara Nspt. Sementara untuk γunsaturated

83

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


diperoleh dengan cara mengurangi γsaturated sebesar 10 kN/m3 (berat isi air), γ yang
ditampilkan untuk tanah di atas batas muka air adalah γ saturated sedangkan yang di
bawah muka air tanah adalah γunsaturated.

4.5.2 Proses Pemodelan Pada Program Plaxis.

4.5.2.1 Daya dukung vertikal

Berikut ini proses pemasukan data ke program Plaxis, yaitu :

1. Langkah pertama, atur parameter dasar dari model di jendela


Pengaturan Global. Kali ini saya menggunakan 15 titik nodal dengan
pemodelan axysimetri.

2. Buat pemodelan cluster tanah seperti kondisi di lapangan, kemudian


masukkan parameter-parameter tanah untuk setiap jenis tanah yang
ada di lapangan.

3. Kemudian bentuk mesh dan tentukan nilai tekanan air pori serta
tegangan efektifnya. Lalu modelkan langkah perhitungan serta
tentukan titik tinjauan dan mulai program untuk melakukan
perhitungan.

4. Pada saat memasukkan beban yang akan bekerja pada pemodelan,


beban rencana harus dibagi dengan keliling penampang bored pile
terlebih dahulu karena beban yang bekerja disimulasikan menjadi
beban garis.

5. Setelah perhitungan berjalan dan selesai, maka akan diperoleh besar


nilai Σ-MSF pada tab Multipliers, seperti pada Gambar 4.4 berikut:

84

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


MSF

Gambar 4.3 Hasil kalkulasi dan besar nilai MSF pada phase 2

Nilai Σ-MSF (sebelum konsolidasi) sebesar 1.2559 Maka Qu titik Bore Hole - 20
adalah :

Qu = Σ Msf x 1000 ton

= 1,2559 x 1000 ton

= 1255,90 ton

85

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


MSF

Gambar 4.4 Hasil kalkulasi dan besar nilai MSF pada phase 4

Nilai Σ-MSF (setelah konsolidasi) sebesar 1,3085 Maka Qu titik Bore Hole - 20
adalah :

Qu = Σ Msf x 1000 ton

= 1,3085 x 1000 ton

= 1308,50 ton

86

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.6 Diskusi

4.6.1 Evaluasi Hasil Perhitungan Daya Dukung Tiang Bor (Bored

Pile)

Hasil perhitungan berdasarkan SPT, Plaxis dan PDA diperoleh nilai daya dukung
ultimate untuk diameter 1,200 m pada Bore Hole – P8 seperti tampak pada Tabel
4.3 di bawah ini.

Tabel 4.2 Perbandingan hasil nilai Qu

Perhitungan Kedalaman Qu Perbandingan

(m) (ton) Terhadap

PDA (%)

Dari Data SPT 66 1197,63 94,52

Dari Program
66 1308,50 103,27
Plaxis

Dari Data
66 1267,1 100,00
PDA

4.6.2 Penurunan yang Terjadi

Penurunan pondasi dapat ditinjau dalam dua keadaan yakni sebelum dan sesudah
konsolidasi, namun untuk pondasi bored pile umumnya hanya satu keadaan
karena merupakan nondisplacement pile. Saat tiang baru selesai dicor mulai
terjadi penurunan sehingga harus ditunggu terlebih dahulu selesai proses
penurunannya barulah struktur di atas pondasi dapat dibangun. Setelah proses
konsolidasi selesai, partikel tanah telah menjadi rapat, air serta udara telah keluar
sehingga penurunan yang terjadi akan lebih kecil daripada sebelum konsolidasi.

87

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Qwp = Daya dukung ujung – daya dukung selimut

= 294 – 101,28

= 192.72 kN

Qws = 101,28 kN

qp =11976,36 ton = 1197,64 kN

Ap = 1,130 m2

Ep = 20676000 kN/m2

L = 66 m

Dari Gambar 2.31 maka ζ = 0,670

d = 1,200 m

Cp = 0,090

Cs = ( √ ⁄ )

= ( √ ⁄ )

= 0,116

Berdasarkan Persamaan (2.50),(2.51),(2.52)

( )
Se(1) =

Se(1) = 0,000736 m

Se(2) =

88

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Se(2) = 0,012068 m

Se(3) =

Se(3) = 0,000311 m

Sehingga didapat nilai total penurunan elastik dengan Persamaan (2.49)

S =Se(1) + Se(2) + Se(3)

= 0,000736 + 0,012068+ 0,000311

= 0,01314 m = 13,12 mm

Berdasarkan hasil Plaxis penurunan yang terjadi sebesar 58,84 x10 -3 meter atau
58,84 mm seperti yang terlihat pada Gambar 4.5 berikut:

Gambar 4.5 Penurunan pondasi bored pile setelah konsolidasi

89

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.6.3 Perbandingan Antara Tekanan Air Pori Sebelum Konsolidasi dan
Setelah Konsolidasi dari Program Plaxis.

Berdasarkan Gambar 4.8, Gambar 4.9 dan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa besar
nilai tekanan air pori ekses dari Program Plaxis memberikan hasil yang berbeda
antara keadaan plastis dan konsolidasi.

Dari nilai tersebut dapat dilihat bahwa besar tekanan air pori ekses sebelum
konsolidasi dan sesudah konsolidasi berkurang sehingga daya dukung tanah
meningkat.

Tabel 4.3 Perbandingan Nilai Tekanan Air Pori

Tekanan Air Pori Sebelum Tekanan Air Pori Setelah

Konsolidasi(kN/m2) Konsolidasi(kN/m2)

5,89 5,24

A A

Gambar 4.6 Excess pore Gambar 4.7 Excess pore


pressure sebelum konsolidasi pressure setelah konsolidasi

90

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.6.4 Perbandingan antara Penurunan Sebelum Konsolidasi dan Sesudah
Konsolidasi dari Program Plaxis.

Penurunan pondasi dapat ditinjau dalam dua keadaan yakni sebelum dan sesudah
konsolidasi. Dari hasil perhitungan dengan program Plaxis didapat hasil
penurunan seperti pada Tabel 4.5.

Dapat dilihat bahwa tidak terjadi penurunan lagi setelah proses konstruksi selesai.
Pada umumnya saat tiang baru selesai dicor maka akan terjadi penurunan yang
belum stabil, penurunan akan terus berlangsung selama proses konsolidasi.

Penurunan tanah yang terjadi setelah konsolidasi lebih kecil dari pada sebelum
konsolidasi, itu dikarenakan pada saat selesai konsolidasi partikel tanah telah
rapat, air dan udara telah keluar.

Tabel 4.4 Penurunan tanah dengan program Plaxis

Penurunan Tanah sebelum Penurunan Tanah setelah konsolidasi


konsolidasi(mm)
(mm)

58,84 61,98

Perbandingan penurunan sebelum dan setelah konsolidasi dapat dilihat pada


Gambar 4.10 dan 4.11.

91

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


A A

Gambar 4.8 Penurunan Gambar 4.9 Penurunan


tanah sebelum konsolidasi tanah setelah konsolidasi

4.6.5 Evaluasi Diameter Pondasi Bored Pile

Diameter pondasi bored pile yang dibutuhkan untuk memikul beban yang terjadi
diatasnya yaitu :

SF = 2

Qw = = 633,55 ton

fc’ = k-350 = 3500 ton/m2

Ds = √

= √

didapat D = 0,96 m = 96 cm

92

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Digunakan bored pile = 120 cm

maka Daktual ≥ Dperlu

4.6.6 Evaluasi Luas Penulangan Pondasi Bored Pile

Berdasarkan SNI 03-2847-2002, persyaratan rasio penulangan


dan . Perhitungan luas penulangan pondasi (adalah sebagai
berikut:

Ap =

= 1.130.400 mm2

As =

= 33761,28 mm2

Asmin = . Ap

= 0,01 . 1.130.400 mm2

=11.304 mm2

Asmax = . Ap

= 0,08 . 1.130.400 mm2

= 90.432 mm2

Maka Asmin ≤ As ≤ Asmax

93

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan pada proyek pembangunan Fly Over


simpang Surabaya kota Banda Aceh , maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:

1. Hasil perhitungan daya dukung ultimit untuk diameter 1,20 m dan Panjang
tiang 66 m pada Bore Hole – P8 dari data SPT didapat Qu= 1197,63 ton
dengan perbandingan sebesar 94,52 % terhadap data PDA, dari program
Plaxis setelah konsolidasi didapat Qu= 1308,50 ton dengan perbandingan
sebesar 103,27% terhadap data PDA, dimana Qu hasil pengujian PDA
=1267,1 ton

2. Hasil perhitungan kapasitas daya dukung ultimit lateral bored pile dengan
metode Broms pada diameter 1,20 secara analitis didapat Q u= 157,50 ton
dan secara grafis didapat Qu= 128,53 ton.

3. Hasil penurunan bored pile yang diperoleh dengan Metode Penurunan


Elastis = 13,12 mm, dengan program Plaxis = 58,4 mm, dan dari pengujian
PDA = 19,70 mm

4. Hasil Perhitungan nilai efisiensi kelompok tiang (E g) dengan Metode


Converse-Labarre = 78%, Metode Los Angeles = 83 % dan Metode Seiler
– Keeney = 94,60 %. Maka efisiensi kelompok tiang (E g) diambil sebesar
78 % (Metode Converse-Labarre). Maka hasil perhitungan nilai daya
dukung kelompok (Qg) sebesar 8895,04 ton.

5. Nilai tekanan air pori pada Bore Hole P8 menggunakan program Plaxis
Sebelum Konsolidasi = 5,89 kN/m2 dan Setelah Konsolidasi = 5,24 kN/m2

6. Lamanya waktu proses konsolidasi yang berlangsung dengan Program


Metode Elemen Hingga adalah 120 hari

94

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7. Dari hasil perhitungan di atas, nilai daya dukung tanah berdasarkan hasil
SPT, pengujian PDA test, dan Plaxis tidak jauh berbeda. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa hasil perhitungan menggunakan metode analitis dan
program Plaxis tidak jauh berbeda dengan daya dukung aktual yaitu hasil
pengujian PDA (PDA Test).

8. Dari hasil evaluasi diameter pondasi bored pile, didapat Daktual ≥ Dperlu,
maka diameter yang digunakan dapat dikatakan memenuhi diameter yang
diperlukan.

9. Dari hasil evaluasi penulangan pondasi bored pile, didapat hasil


perhitungan Asmin ≤ As ≤ Asmax, sehingga luas penulangan dapat dikatakan
memenuhi syarat.

5.2. Saran

1. Dalam penggunaan program Plaxis diperlukan cross check terhadap data


dilapangan sehingga kesalahan – kesalahan yang diakibatkan pemodelan
yang tidak tepat ataupun sebab lainnya tidak terjadi.

2. Untuk pengujian di lapangan, pengujian dengan PDA lebih baik diiringi


dengan melakukan loading test untuk hasil yang lebih akurat.

3. Data teknis sangat diperlukan dalam membuat rencana analisa perhitungan


maka dari itu pengujian data teknis di laboratorium harus dilakukan
dengan baik dan dikontrol dengan data dengan waktu atau tempat yang
berbeda sebagai perbandingan.

4. Pengujian yang dilakukan dilapangan hendaknya dilakukan dengan teliti


karena hasil pengujian inilah yang akan dianggap sebagai data yang
sebenarnya (aktual).

95

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A., Khilji, S., Khan S. B., Qureshi, M. S., dan Sattar, M., 2008. Shaft
Friction of Bored Piles in Hard Clay, Pak. J. Engg. & Appl. Sci. Vol. 3
Jul 2008 (p.54 – 60).

Andi, Y., dan Fahriani, F., 2014, Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang
Pancang Diverivikasi Dengan Hasil Uji Pile Driving Analysis dan
Capwap (Studi Kasus Proyek Pembangunan Gedung Kantor Bank
Sumsel Babel di Pangkalpinang), Jurnal Fropil Vol 2 Nomor 1.
Januari-Juni 2014.

Bowles, J. E., 1984, Foundation Analysis and Design, Terjemahan oleh Pantur
Silaban. Jilid II, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Das, B. M., Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) 1, Jakarta

: Erlangga 1995

Das, B. M., Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) 2, Jakarta :


Erlangga 1995.

Das, B. M., 2011, Principles of Foundation Engineering, SI Seventh Edition


(repaired by Utan), Cengage Learning, Stamford.

Hardiyatmo, H. C., 2002, Teknik Fondasi 1, Edisi kedua jilid 2, Yogyakarta : Beta
Offset.

Harstanto, C., dkk., 2015, Analisa Daya Dukung Tiang Bor (Bored Pile) pada
Struktur Pylon Jembatan Soekarno dengan Plaxis 3D, Jurnal Ilmiah
Media Engineering.

Hulu, H. B., 2015. Analisa Daya Dukung Pondasi Bored Pile dengan
Menggunakan Metode Analitis (Studi Kasus Proyek Pembangunan
Manhattan Mall dan Condominium), Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.

96

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Ibrahim, A. M., Malik, I., and Omar, O. A., 2012, Assessment of load-carrying
capacity of bored pile in clay soil using different methods, International
Journal of Engineering Research and Applications (IJERA) ISSN:
2248-9622.

Ivšić, T., Bačić, M., and Librić, L., 2013, Estimation of bored pile capacity and
settlement in soft soil, Građevinar 65 (2013) 10, 901-918. UDK
624.154.001.2:624.044/.46

Jusi, U., 2015. Analisa Kuat Dukung Pondasi Bored Pile berdasarkan Data
Pengujian Lapangan (Cone dan N-Standard Penetration Test), Jurnal
Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Pekanbaru.

Karya, A. W., 2015. Perbandingan Analisa Besar Daya Dukung Pondasi Bore
Pile menggunakan Elemen Hingga terhadap Metode Analitik dan Metode
Loading Test (Studi Kasus Proyek Pembangunan Manhattan Mall dan
Condominium), Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara..

Pradira, I. T., 2018, Analisa Daya Dukung dan Penurunan Elastik Pondasi Tiang
Bor (Bore Pile) dengan menggunakan Metode Analitis dan Metode
Elemen Hingga (Studi Kasus Proyek Jalan Layang Kereta Api Medan-
Bandar Khalipah KM 2+600), Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.

Simanjuntak, I. T. H., 2015, Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Bor Kelompok
pada Proyek Pembangunan Gedung Pendidikan Fak. MIPA Universitas
Negeri Medan (UNIMED), Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.

97

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai