Tugas Akhir
Disusun Oleh :
110404105
Fakultas Teknik
Medan
2017
i
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
Saya menyadari bahwa dalam penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas
dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya
1. Kepada kedua orang tua saya, yang dengan penuh cinta kasih dan kesabaran
2. Kepada Bapak Ir. Torang Sitorus, MT. selaku dosen pembimbing yang telah
tenaga dan pikiran dalam membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
3. Bapak Medis Sejahtera Surbakti, ST, MT. selaku Ketua Departemen Teknik
4. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan dan Bapak Ir. Besman Surbakti, MT.,
ii
Universitas Sumatera Utara
6. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada
saya.
Teknik Sipil lainnya yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, saya menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun dalam penyempurnaan Tugas Akhir ini. Akhir kata saya mengucapkan
terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Medan,
Penulis
iii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................... i
iv
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Cellular Beam .................................................................... 12
v
Universitas Sumatera Utara
4.6 Perbandingan Tegangan Lentur dan Lendutan Antara Analitis dengan
ANSYS ........................................................................................ 64
vi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hal
vii
Universitas Sumatera Utara
3.9 Potongan Penampang Honeycomb Beam 30
3.10 SolidWorks 31
viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GRAFIK
No Judul Hal
56
4.2 Deformasi Yang Terjadi Akibat Pembebanan (D/Do = 1,4)
57
4.3 Tegangan Yang Terjadi Akibat Pembebanan (D/Do = 1,5)
58
4.4 Deformasi Yang Terjadi Akibat Pembebanan (D/Do = 1,5)
4.5 Tegangan Yang Terjadi Akibat Pembebanan (D/Do = 1,6) 59
ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
No Judul Hal
Profil Awal
x
Universitas Sumatera Utara
4.15 Tabel Perbandingan Metode Analitis dengan ANSYS Untuk 70
Cellular Beam
Honeycomb Beam
xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR NOTASI
Simbol Keterangan
ε Regangan
Fu Tegangan Putus
Fy Tegangan Leleh
E Modulus Elastisitas
G Modulus Geser
µ Poison Ratio
α Koefisien Pemuaian
Do Diameter Lubang
D Tinggi Profil
Փ Sudut Bukaan
A Luas Penampang
xii
Universitas Sumatera Utara
Zx Section Modulus Arah Sumbu X
P Beban Terpusat
n Jumlah Lubang
xiii
Universitas Sumatera Utara
Bab I
Pendahuluan
1
Universitas Sumatera Utara
bertambahnya inersia maka akan menambah kemampuan dari baja tersebut. Nilai
ekonomis dari profil I bisa bertambah, karena dengan profil I awal yang dimensinya
lebih kecil dan ringan bisa dibentuk menjadi profil yang memiliki tinggi yang lebih.
Bentuk dari bukaan pada bagian badan baja akan tergantung pada pilihan
perencana dan bukaan yang diinginkan. Tidak ada peraturan yang tetap untuk
mengatur bentuk dari bukaan yang ada. Tetapi untuk kenyamanan perencana, lebih
menggunakan bukaan dengan bentuk yang simetris. Balok baja dengan bukaan
biasanya disebut dengan castellated beams. Ada beberapa bentuk bukaan pada baja
yang biasanya digunakan seperti honeycomb beam yang bukaannya berbentuk segi
enam dan cellular beam dengan bukaan bentuk lingkaran.
2
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1.2 Proses Pembuatan Honeycomb Beam
(AISC Steel Design Guide 31 : Castellated And Cellular Beam Design, 2016)
Pada penelitian ini akan ditinjau IWF yang akan dibuat menjadi cellular
beam dan honeycomb. Setelah proses tersebut, akan terjadi perubahan pada bentuk
profil IWF yang membuat terjadi penambahan pada tinggi profil. Dengan
bertambahnya tinggi profil, maka akan bertambah juga inersia dari profil sehingga
menambah kemampuan profil menahan beban. Peninjauan yang dilakukan adalah
membandingkan kemampuan dari cellular beam dan honeycomb beam.
3
Universitas Sumatera Utara
1.4 Pembatasan Masalah
Metode penelitian yang digunakan pada tugas akhir ini adalah metode
kajian literatur dimana data-data yang diperlukan diasumsikan berdasarkan kondisi
dilapangan. Berikut ini adalah urutan dari penelitian ini :
4
Universitas Sumatera Utara
BAB II
DASAR TEORI
2. 1. BAJA STRUKTURAL
Baja struktural biasa juga dikenal dengan baja lunak atau baja karbon
rendah. Baja struktural adalah salah satu bahan metal yang paling banyak
digunakan untuk gedung, jembatan, crane, kapal, menara, kendaraan, dan berbagai
jenis struktur lain.
5
Universitas Sumatera Utara
ekonomis walaupun biaya awalnya agak lebih mahal dari pada baja karbon
tradisional.
Baja tertentu memiliki sifat kemampuan dilas yang lebih baik, beberapa
lainnya lebih sesuai untuk tangki tekanan (pressure vessels), baik pada suhu di atas
maupun di bawah suhu kamar.
Diagram tersebut dimulai dengan garis lurus dari pusat sumbu O ke titik
A, yang berarti bahwa hubungan antara tegangan dan regangan pada daerah awal
ini bukan saja linier melainkan juga proporsional. Untuk baja berkarbon rendah,
limit ini berada pada selang 30 sampai 50 ksi (210 sampai 350 Mpa), tetapi baja
berkekuatan tinggi (dengan kandungan karbon lebih tinggi ditambah unsur paduan
lain) dapat mempunyai batas proporsional lebih dari 80 ksi (550 Mpa). Melewati
titik A, proporsionalitas antara tegangan dan regangan tidak ada lagi, jadi tegangan
6
Universitas Sumatera Utara
di A disebut limit proporsional. Kemiringan garis lurus dari O ke A disebut modulus
elastisitas. Karena kemiringan mempunyai satuan tegangan dibagi regangan, maka
modulus elastisitas mempunyai satuan yang sama dengan tegangan.
7
Universitas Sumatera Utara
Sesudah mengalami regangan besar yang terjadi selama peluluhan di
daerah BC, baja mulai mengalami pengerasan regang (Strain Hardening). Selama
itu, bahan mengalami perubahan dalam struktur kristalin, yang menghasilkan
peningkatan resistensi bahan tersebut terhadap deformasi lebih lanjut.
Perpanjangan benda uji di daerah ini membutuhkan peningkatan beban tarik,
sehingga diagram tegangan-regangan mempunyai kemirigan positif dari C ke D.
Beban tersebut pada akhirnya mencapai harga maksimumnya, dan tegangan pada
saat itu (di titik D) disebut tegangan ultimate. Penarikan batang lebih lanjut akan
disertai dengan pengurangan beban dan akhirnya terjadi putus/patah di suatu titik.
BJ 34 340 210 22
BJ 37 370 240 20
BJ 41 410 250 18
BJ 50 500 290 16
BJ 55 550 410 13
8
Universitas Sumatera Utara
Tegangan Putus (Ultimate Stress)
Tegangan putus untuk perencanaan (Fu) tidak boleh diambil melebihi
nilai yang ditetapkan oleh tabel 2.1
Tegangan Leleh (Yielding Stress)
Tegangan leleh untuk perencanaan (Fy) tidak boleh diambil melebihi
nilai yang ditetapkan oleh tabel 2.1
Sifat-Sifat Mekanis Lainnya
Sifat-sifat mekanis lain baja struktural untuk maksud perencanaan
ditetapkan sebagai berikut :
Modulus Elastisitas : E = 200000 MPa
Modulus Geser : G = 80000 MPa
Poison Ratio : µ = 0,3
Koefisien Pemuaian : α = 12x10-6 /oC
Lentur Vierendeel
Lentur vierendeel disebabkan oleh transfer gaya geser disekeliling lubang agar
tetap konsisten dengan perubahan momen lentur sepanjang balok.
Tekuk Pada Badan
Tekuk yang terjadi bagian badan yang berada diantara bukaan terjadi akibat gaya
geser horizontal yang melewati daerah badan yang diantara bukaan.
9
Universitas Sumatera Utara
Geser Horizotal Dan Vertikal
Pada elemen lentur, gaya geser horizontal dan vertikal ditahan oleh bagian badan
balok.
Tekuk Lateral-Torsi
Tekuk lateral-torsi, tekuk lokal sayap, luluh akibat tarik pada sayap bisa dihitung
menggunakan aturan yang sama dengan balok solid.
Lendutan
Lendutan yang terjadi bisa dihitung dengan menggunakan 90% inersia.
Beban Terpusat
Pada balok dengan bukaan dibagian badan yang diberikan beban terpusat pada
1 bagian sayap harus memiliki proporsi yang cukup untuk tekuk lokal pada sayap
dan luluh lokal pada badan.
Gambar 2.1 Mode Kegagalan Pada Bukaan Yang Jaraknya Terlalu Dekat
(Lawson, 2011)
10
Universitas Sumatera Utara
2. 3. BALOK KASTELLA
11
Universitas Sumatera Utara
2. 3. 1. Cellular Beam
Cellular beam adalah balok baja dengan bentuk bukaan lingkaran pada
bagian badan profil. Cellular Beam dibentuk dengan cara memotong dua semi
lingkaran pada bagian badan profil yang umumnya profil baja berbentuk I. Setelah
dua potongan pada bagian badan selesai, maka setengah baja tersebut diangkat,
digabungkan dan dilakukan pengelasan antara yang satu dengan yang lainnya untuk
membentuk sesuatu yang baru, lebih tinggi, lebih kaku dan lebih kuat. Hasil balok
baja yang baru dibentuk tersebut akan lebih tinggi daripada balok baja yang awal,
sehingga menghasilkan section modulus yang lebih besar. Gambar berikut
mengilustrasikan proses pembuatan cellular beam.
12
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan cellular beam pada konstruksi semakin banyak, karena para
perencana melihat adanya keuntungan dari profil I yang memiliki bukaan pada
badannya. Salah satu keuntungan dari penggunaan cellular beam adalah terjadi
pengurangan berat dari balok baja akibat pada saat pemotongan ada bagian yang
tidak digunakan dan suatu peningkatan kekakuan lentur (section modulus yang
lebih besar) yang diakibatkan bertambahnya tinggi pada profil baja. Keuntungan -
keuntungan lain dengan penggunaan cellular beam meliputi kemampuan untuk
melewatkan keperluan-keperluan instalasi melalui lubang yang ada. Cellular beam
juga memberikan keuntungan aesthetic ketika digunakan dalam struktur dengan
balok yang terbuka. Pada saat ini cellular beam digunakan pada bangunan-
bangunan komersial, bangunan-bangunan industri, gedung parkir dan jembatan.
(ArcellorMittal, 1996)
13
Universitas Sumatera Utara
kaki. Untuk parameter perencanaan tipe 2, biasa digunakan untuk lantai, parkiran
mobil, struktur lepas pantai dan kolom.
𝑆
1,08 < 𝐷𝑜 < 1,5
𝐷
1,25 < 𝐷𝑜 < 1,75
Do ≤ 0,8 D
e ≤ 0,4 Do
Dimana :
Do = Diameter lubang
D = Tinggi Profil
S = Jarak antara pusat lubang ke pusat lubang
e = Jarak antara sisi terluar antar lubang
B = lebar sayap profil
tf = tebal sayap profil
tw = tebal badan profil
W = Jarak ujung bentang ke lubang
14
Universitas Sumatera Utara
2. 3. 2. HONEYCOMB BEAM
15
Universitas Sumatera Utara
Pada gambar diatas, menunjukkan standard dari perencanaan balok
honeycomb yang diambil dari British Standard 5950 : Part I : 1990. Seperti yang
terlihat pada gambar, sudut bukaan yang direncanakan harus sebesar 60o dari yang
ditunjukkan British Standard. Untuk tinggi bukaan yang disarankan adalah
setengah dari tinggi awal profil sebelum dilakukan pemotongan dan untuk jarak
antar lubang adalah 1,08 dari tinggi bukaan. Knowles (1985) memberikan
penjelasan yang lebih rinci untuk merencanakan honeycomb beam yang mengikuti
dari BS 5950 : Part I : 1990. Seperti terlihat pada Gambar 2.10.
Dimana :
a = 1/4(p-2cCot60o)
b = cCot60o
c = 0,5Ds
p = 1,08Ds
Փ = 60o
Dc = D + c = D + 0,5D.s
D = Tinggi awal Profil
Ds = 0,5D = Tinggi bukaan
16
Universitas Sumatera Utara
Dalam perencanaan honeycomb beam yang diberikan Omer W. Blodgett
(1991), untuk sudut potongan tidak harus sebesar 60o. Besaran sudut potongan
umumnya berada antara 45o sampai 70o, tetapi besar sudut yang biasanya digunakan
adalah 45o dan 60o. Gambar dibawah menunjukkan perencanaan balok honeycomb
yang diberikan Omer W. Blodgett (1991).
Dimana :
Dg = db + h
S = 2(b+e)
dT= 0,5(db-h)
ℎ
tan Ø = 𝑏
17
Universitas Sumatera Utara
Jarak e bisa divariasikan besarnya untuk menghasilkan bukaan pada badan
yang cocok untuk pengerjaan utilitas dan juga untuk mendapatkan jarak yang cocok
untuk melakukan pengerjaan pengelasan.
18
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENILITIAN
3. 1. Umum
19
Universitas Sumatera Utara
Diagram Alur Penilitian
Mulai
Dokumentasi Teknik
Selesai
20
Universitas Sumatera Utara
3. 2. Perencanaan Cellular Beam Dan Honeycomb Beam
Pada penelitian ini, profil baja awal yang digunakan adalah profil IWF
400X200, dengan data sebagai berikut :
Profil baja awal akan dibentuk menjadi honeycomb beam dan cellular
beam dengan beberapa variasi. Perencanaan balok Castella menggunakan panduan
dari penilitian Jamadar dan Kumbhar (2015), seperti berikut ini :
𝑆
1,08 < 𝐷𝑜 < 1,5
𝐷
1,25 < 𝐷𝑜 < 1,75
Do ≤ 0,8 D
e ≤ 0,4 Do
W ≥ 0,5Do
21
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.1 Honeycomb Beam dan Cellular Beam
Dimana :
Do = Diameter lubang
D = Tinggi Profil
S = Jarak antara pusat lubang ke pusat lubang
e = Jarak antara sisi terluar antar lubang
W = Jarak ujung balok ke lubang
B = lebar sayap profil
tf = tebal sayap profil
22
Universitas Sumatera Utara
Model 7 620 1,08 1,41
Model 8 600 1,08 1,5
Model 9 580 1,08 1,61
23
Universitas Sumatera Utara
Seperti yang terlihat pada gambar 3.3a, ada sedikit bukaan yang tidak
penuh terpotong pada ujung bentang untuk menyesuaikan panjang dengan
perencanaan. Untuk menghilangkan bukaan tersebut bisa diisi dengan pelat. Cara
paling gampang adalah dengan menambahkan pelat pada setiap ujung untuk
menutup lubang tersebut. Seperti pada gambar berikut ini.
24
Universitas Sumatera Utara
3.3 Perhitungan Inersia Cellular Beam Dan Honeycomb Beam
25
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.7 Potongan Penampang Cellular Beam
𝐷𝑜 2 𝑆 − 𝐷𝑜 2
√
𝐷=𝑑+ ( ) − ( )
2 2
Dimana :
D = tinggi cellular beam
d = tinggi profil awal
Do = diameter lubang
S = jarak antar lubang
𝐷 − 𝐷𝑜
𝑑𝑡𝑛𝑒𝑡 =
2
Dimana :
dtnet = tinggi penampang tee
Lalu rumus untuk mencari inersia penampang yang berada didaerah bukaan :
𝑑𝑒𝑓𝑓𝑒𝑐𝑡 = 𝐷 − 2. (𝑑𝑡 − 𝑦𝑡𝑒𝑒)
Dimana :
deffect = jarak antara titik berat 2 penampang tee
ytee = titik berat penampang tee
26
Universitas Sumatera Utara
𝑑𝑒𝑓𝑓𝑒𝑐𝑡 2
𝐼𝑥𝑛𝑒𝑡 = 2. 𝐼𝑥𝑡𝑒𝑒 + 2. 𝐴𝑡𝑒𝑒 ( )
2
𝐼𝑥𝑛𝑒𝑡
𝑆𝑥𝑛𝑒𝑡 =
𝐷
(2)
Dimana :
Ixnet = inersia penampang di daerah lubang
Ixtee = inersia penampang tee
Atee = luas penampang tee
Sxnet = section modulus penampang di daerah lubang
Setelah didapat inersia di daerah bukaan, baru dicari inersia didaerah yang tidak
berada di daerah bukaan seperti berikut :
Dimana :
Agross = luas penampang penuh (daerah tanpa lubang)
𝑡𝑤. 𝐷𝑜3
𝐼𝑥𝑔𝑟𝑜𝑠𝑠 = 𝐼𝑥𝑛𝑒𝑡 +
12
𝐼𝑥𝑔𝑟𝑜𝑠𝑠
𝑆𝑥𝑔𝑟𝑜𝑠𝑠 =
𝐷
(2)
Dimana :
Ixgross = inersia penampang penuh (tanpa bukaan)
Sxgross = section modulus penampang penuh (tanpa bukaan)
Dari rumus – rumus diatas, dicari inersia setiap model cellular beam yang akan
diteliti. Seperti yang ada di tabel berikut :
27
Universitas Sumatera Utara
3.3.2 Inersia Honeycomb Beam
(AISC Steel Design Guide 31 : Castellated And Cellular Beam Design, 2016)
𝑑 − 𝐷𝑜
𝑑𝑡𝑛𝑒𝑡 =
2
𝐷 = 𝐷𝑜 + 2. 𝑑𝑡𝑛𝑒𝑡
Dimana :
dtnet = tinggi penampang tee
d = tinggi profil awal
Do = tinggi lubang
D = tinggi honeycomb beam
28
Universitas Sumatera Utara
Lalu rumus untuk mencari inersia penampang yang berada didaerah bukaan :
Dimana :
deffect = jarak antara titik berat 2 penampang tee
ytee = titik berat penampang tee
𝑑𝑒𝑓𝑓𝑒𝑐𝑡 2
𝐼𝑥𝑛𝑒𝑡 = 2. 𝐼𝑥𝑡𝑒𝑒 + 2. 𝐴𝑡𝑒𝑒 ( )
2
𝐼𝑥𝑛𝑒𝑡
𝑆𝑥𝑛𝑒𝑡 =
𝐷
(2)
Dimana :
Ixnet = inersia penampang di daerah lubang
Ixtee = inersia penampang tee
Atee = luas penampang tee
Sxnet = section modulus penampang di daerah lubang
Setelah didapat inersia di daerah bukaan, baru dicari inersia didaerah yang tidak
berada di daerah bukaan seperti berikut :
Dimana :
Agross = luas penampang penuh (daerah tanpa lubang)
29
Universitas Sumatera Utara
𝑡𝑤. 𝐷𝑜3
𝐼𝑥𝑔𝑟𝑜𝑠𝑠 = 𝐼𝑥𝑛𝑒𝑡 +
12
𝐼𝑥𝑔𝑟𝑜𝑠𝑠
𝑆𝑥𝑔𝑟𝑜𝑠𝑠 =
𝐷
(2)
Dimana :
Ixgross = inersia penampang penuh (tanpa bukaan)
Sxgross = section modulus penampang penuh (tanpa bukaan)
Seperti terlihat pada rumus diatas, perbedaan antara honeycomb beam dan
cellular beam terletak pada perencanaan tingginya saja. Untuk rumus inersia dan
section modulus sama antara cellular beam dan honeycomb beam. Untuk potongan
penampang honeycomb beam digambarkan seperti gambar dibawah ini.
30
Universitas Sumatera Utara
3. 4. Aplikasi Yang Digunakan
3. 4. 1. SolidWorks
Aplikasi yang digunakan untuk menggambar (3D) model profil baja untuk
penelitian ini adalah SolidWorks. SolidWorks memakai 3 area kerja, Parts,
Assembly dan Drawing yang saling berkaitan, ketika salah satu design diubah maka
gambar yang lain akan ikut menyesuaikan sehingga tidak perlu melakukan editing
pada design yang lain.
Aplikasi ini digunakan untuk mempermudah proses gambar permodelan
profil baja yang akan dianalisis. Pada aplikasi yang digunakan untuk menganalisis
yaitu Ansys bisa juga digunakan untuk menggambar elemen yang akan dianalisis,
tetapi dengan Solidworks proses menggambar akan lebih praktis dan mudah.
Setelah gambar sudah selesai dikerjakan dengan Solidworks, gambar tersebut akan
diimport ke Ansys untuk dianalisis.
Gambar 3. 10 SolidWorks
31
Universitas Sumatera Utara
3. 4. 2. Pembuatan Model
Cellular
Model 1 Beam
S/DO= 1,28
D/Do = 1,4
D = 615 mm
n = 14 lubang Honeycomb
Beam
Cellular
Model 2 Beam
S/DO= 1,28
D/Do = 1,5
D = 600 mm
n = 16 lubang
Honeycomb
Beam
32
Universitas Sumatera Utara
Cellular
Beam
Model 3
S/DO= 1,28
D/Do = 1,6
D = 580 mm
n = 18 lubang
Honeycomb
Beam
Cellular
Model 4 Beam
S/DO= 1,18
D/Do = 1,4
D = 615 mm
n = 16 lubang Honeycomb
Beam
Model 5
S/DO= 1,18
Cellular
D/Do = 1,5
Beam
D = 600 mm
n = 18 lubang
33
Universitas Sumatera Utara
Honeycomb
Beam
Cellular
Beam
Model 6
S/DO= 1,18
D/Do = 1,6
D = 580 mm
n = 20 lubang
Honeycomb
Beam
Cellular
Beam
Model 7
S/DO= 1,08
D/Do = 1,4
D = 615 mm
n = 18 lubang
Honeycomb
Beam
34
Universitas Sumatera Utara
Cellular
Beam
Model 8
S/DO= 1,08
D/Do = 1,5
D = 600 mm
n = 20 lubang
Honeycomb
Beam
Cellular
Beam
Model 9
S/DO= 1,08
D/Do = 1,6
D = 580 mm
n = 22 lubang
Honeycomb
Beam
35
Universitas Sumatera Utara
3. 4. 3. Teori ANSYS
Teknik sipil yang merupakan salah satu cabang ilmu teknik yang paling
tua, yang merupakan suatu ilmu yang luas yang dapat mempersatukan banyak
perbedaan dan aspek-aspek penting dari ilmu teknik, termasuk struktur, air, dan
tanah mekanis. Hal ini membentuk suatu kunci masukan dalam perencanaan dan
pembangunan suatu struktur yang berbeda-beda seperti sistem penyedia air,
bangunan-bangunan, pembangkit listrik, jembatan dan terowongan. Untuk
mempermudah dalam perencanaan dibutuhkan sebuah metode yang dapat
membantu.
Metode elemen hingga adalah suatu alat numerik yang digunakan dalam
menyelesaikan masalah teknik seperti persamaan diferensial dan integral dengan
metode pendekatan. Metoda itu mula-mula dikembangkan untuk mempelajari
tentang struktur dan tekanan dan kemudian berkembang pada masalah mekanika
kontinu. Dengan menggunakan metode elemen hingga, banyak dikembangkan
perangkat lunak untuk mempermudah pekerjaan para insinyur sipil.
Teknologi ANSYS mekanis mempersatukan struktur dan material yang
bersifat non-linear. ANSYS multiphysic juga mengatasi masalah panas, struktur,
elektromagnetik, dan ilmu bunyi. Program ANSYS dapat digunakan dalam teknik
sipil, teknik listrik, fisika dan kimia. ANSYS merupakan tujuan utama dari paket
permodelan elemen hingga untuk secara numeric memecahkan masalah mekanis
yang berbagai macam. Masalah yang ada termasuk analisa struktur statis dan
dinamis (baik linear dan non-linear), distribusi panas dan masalah cairan, begitu
juga dengan ilmu bunyi dan masalah elektromagnetik.
Secara umum, suatu solusi elemen hingga dapat di pecahkan dengan
mengikuti 3 tahap ini. Ini merupakan panduan umum yang dapat digunakan untuk
menghitung analisis elemen hingga.
Preprocessing : tahapan awal dalam mengolah data input sebelum memasuki
proses tahapan utama. Langkah – langkahnya yaitu :
Memasukkan Engineering Data
36
Universitas Sumatera Utara
Ini adalah tahapan awal dari melakukan analisis dengan menggunakan
ANSYS. Setelah membuka aplikasi ANSYS, pilih static structural untuk
melakukan analisis struktur. Lalu akan muncul tampilan seperti gambar
dibawah ini.
Setelah sepertil muncul tampilan seperti gambar diatas, lalu pilih engineering
data. Pada engineering data seperti tampilan dibawah ini, masukkan data-
data teknik benda yang akan dianalisis. Setelah memasukkan data, lalu pilih
return to project.
37
Universitas Sumatera Utara
mengimport gambar pada ANSYS, pada tampilan awal pilih Geometri setelah
tampilannya muncul, pilih file > Import External Geometri File. Setelah itu
tekan Generate, maka gambar akan muncul pada layar. Lalu jika perlu
tambahan pengaturan gambar, masih bisa dilakukan pada ANSYS.
38
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengatur pembagian langkah pembebanan pilih Static Structural >
Analisis Settings > Auto Time Stepping > On. Ini dilakukan untuk membagi
tahapan pembebanan sesuai yang kita inginkan. Pada Initial Substeps,
masukkan jumlah pembagian pembebanan yang kita inginkan.
39
Universitas Sumatera Utara
Langkah yang dilakukan untuk memasukkan tumpuan rol adalah pilih Static
Structural > Insert > Displacement. Pilih tempat yang akan diletakkan
tumpuan sendi, lalu pilih apply pada tabel yang terletak kiri bawah layar. Lalu
pilih define by : Vector > Compenents. Pada X Component biarkan free, yang
berarti balok bisa bergerak ke arah sumbu X. Pada Y Component dan Z
Component, ganti free > constants agar balok tidak bisa bergerak ke arah
sumbu Y dan Z.
40
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. 18 Memasukkan Beban
41
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengeluarkan hasil deformasi yang terjadi adalah pilih Solution > Insert
> Deformation > Total
42
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
4. 1. Pendahuluan
Pada bab ini, pertama akan dihitung inersia dan section modulus cellular
beam dan honeycomb beam mengikuti rumus yang sudah dijabarkan seperti pada
Bab III sebelumnya. Lalu akan dibahas mengenai hasil percobaan yang didapatkan
berdasarkan data hasil dari ANSYS, dimana hasilnya akan berkaitan dengan kinerja
celluler beam dan honeycomb beam yang dibuat variasi. Data – data yang
diperlukan untuk analisis dan contoh permodelan variasi seperti yang sudah
dijelaskan pada bab III. Pembebanan yang dilakukan dilakukan bertahap dengan
bertambah 5000 N sampai terjadi eror dalam proses analisis dengan ANSYS.
Setelah mendapatkan model balok cellular beam dan honeycomb beam yang dapat
memikul beban yang lebih besar, lalu kedua balok tersebut akan dibandingkan
dengan profil awal sebelum dilakukan pemotongan. Setelah itu kedua balok
tersebut bersama dengan profil awal akan dibandingkan lagi dari hasil yang didapat
dari program ANSYS dengan hasil yang didapatkan dengan perhitungan analitis.
Pada subbab ini akan ditampilkan hasil dari perhitungan inersia dari setiap
model cellular beam dan honeycomb beam. Pada Bab III sudah dijabarkan rumus –
rumus untuk mencari inersia penampang cellular beam dan honeycomb beam. Pada
tabel dibawah ini adalah hasil dari perhitungan inersia kedua balok tersebut.
43
Universitas Sumatera Utara
44
Universitas Sumatera Utara
4. 3. Data Hasil Percobaan
Berikut hasil data yang didapat dari ANSYS untuk masing – masing
variasi yang dilakukan. Tabel pertama dibawah ini adalah tabel hasil dari profil
awal.
WF 400X200
Gaya (N) Tegangan (MPa) Lendutan (mm)
5000 14,98 2,0578
10000 29,946 4,1158
15000 44,896 6,1741
20000 59,832 8,2325
25000 74,753 10,291
30000 89,659 12,35
35000 104,55 14,409
40000 119,43 16,469
45000 134,29 18,528
50000 149,14 20,588
55000 163,97 22,648
60000 178,79 24,708
65000 193,59 26,768
70000 208,38 28,828
75000 223,18 30,9
80000 237,92 32,952
85000 252,67 35,013
90000 267,4 37,074
95000 282,12 39,135
100000 296,84 41,197
105000 249,55 43,268
110000 249,76 45,354
115000 249,92 47,459
120000 250,09 49,586
125000 250,25 51,802
130000 251,1 54,579
135000 252,91 59,045
140000 257,9 72,764
145000 .>error
45
Universitas Sumatera Utara
Model 1
46
Universitas Sumatera Utara
Model 2
Tabel 4.5 Tabel Data Hasil (Model 2)
Model 2 (S/Do = 1,28 ; D/Do = 1,5)
Cellular Beam Honeycomb Beam
Gaya (N)
Tegangan (MPa) Lendutan (mm) Tegangan (MPa) Lendutan (mm)
5000 11,346 1,1096 10,86 1,0197
10000 22,682 2,2193 21,71 2,0395
15000 34,006 3,329 32,55 3,0593
20000 45,32 4,4389 43,381 4,0792
25000 56,623 5,5488 54,203 5,0992
30000 67,915 6,6588 65,015 6,1193
35000 79,196 7,7688 75,819 7,1394
40000 90,467 8,879 86,612 8,1596
45000 101,73 9,9892 97,397 9,1799
50000 112,98 11,1 108,17 10,2
55000 124,22 12,21 118,94 11,221
60000 135,44 13,321 129,69 12,241
65000 146,49 14,492 140,44 13,261
70000 157,87 15,54 151,18 14,283
75000 169,07 16,651 161,91 15,303
80000 180,25 17,762 172,63 16,325
85000 191,43 18,873 183,35 17,347
90000 202,6 19,984 194,05 18,369
95000 213,75 21,095 204,75 19,393
100000 224,9 22,206 215,44 20,417
105000 236,03 23,317 226,12 21,442
110000 247,16 24,428 236,8 22,469
115000 258,27 25,539 247,47 23,498
120000 269,37 26,651 258,13 24,529
125000 270,72 27,763 268,83 25,562
130000 273,88 28,878 268,78 26,599
135000 277,04 29,996 272,23 27,641
140000 267,78 31,12 276,4 28,688
145000 260,97 32,252 265,79 29,743
150000 254,88 33,395 266,83 30,806
155000 256,9 34,552 258,44 31,88
160000 248,3 35,73 254,25 32,968
165000 248,34 36,948 248,11 34,077
170000 248,37 38,306 248,12 35,241
175000 248,88 40,096 248,27 36,578
180000 249,97 42,758 248,87 38,322
185000 249,59 40,958
>error
190000 >error
47
Universitas Sumatera Utara
Model 3
Tabel 4.6 Tabel Data Hasil (Model 3)
Model 3 (S/Do = 1,28 ; D/Do = 1,6)
Cellular Beam Honeycomb Beam
Gaya (N)
Tegangan (MPa) Lendutan (mm) Tegangan (MPa) Lendutan (mm)
5000 10,922 1,1576 11,112 1,0673
10000 21,836 2,3152 22,215 2,1346
15000 32,74 3,473 33,308 3,202
20000 43,636 4,6308 44,392 4,2695
25000 54,523 5,7887 55,466 5,3371
30000 65,4 6,9466 66,531 6,4047
35000 76,269 8,1047 77,587 7,4724
40000 87,129 9,2628 88,633 8,5402
45000 97,98 10,421 99,67 9,6081
50000 108,82 11,579 110,7 10,676
55000 119,66 12,738 121,72 11,744
60000 130,48 13,896 132,73 12,812
65000 141,3 15,056 143,73 13,881
70000 152,1 16,213 154,72 14,948
75000 162,9 17,372 165,7 16,017
80000 173,69 18,531 176,67 17,085
85000 184,47 19,69 187,64 18,154
90000 195,25 20,849 198,59 19,222
95000 206,01 22,008 209,54 20,291
100000 216,77 23,167 220,48 21,36
105000 227,52 24,326 231,41 22,43
110000 238,25 25,485 242,33 23,5
115000 248,99 26,644 253,25 24,571
120000 259,71 27,804 264,16 25,643
125000 258,95 28,966 272,85 26,717
130000 268,45 30,13 269,58 27,794
135000 270,29 31,298 278,66 28,875
140000 258,11 32,472 269,68 29,962
145000 263,62 33,655 267,21 31,056
150000 258,68 34,849 259,83 32,157
155000 255,14 36,059 248,48 33,269
160000 248,28 37,294 248,55 34,395
165000 248,37 38,615 248,59 35,572
170000 248,84 40,217 248,61 36,801
175000 249,86 42,362
180000 251,35 45,916 >error
185000 >error
48
Universitas Sumatera Utara
Model 4
49
Universitas Sumatera Utara
Model 5
50
Universitas Sumatera Utara
Model 6
51
Universitas Sumatera Utara
Model 7
52
Universitas Sumatera Utara
Model 8
Tabel 4.11 Tabel Data Hasil (Model 8)
Model 8 (S/Do = 1,08 ; D/Do = 1,5)
Cellular Beam Honeycomb Beam
Gaya (N)
Tegangan (MPa) Lendutan (mm) Tegangan (MPa) Lendutan (mm)
5000 35,558 1,5511 11,187 1,0224
10000 71,117 3,1022 22,384 2,0449
15000 106,68 4,6535 33,593 3,0674
20000 142,24 6,2048 44,812 4,09
25000 177,8 7,7562 56,042 5,1127
30000 213,36 9,3077 67,283 6,1354
35000 248,92 10,859 78,535 7,1582
40000 284,54 12,411 89,798 8,1811
45000 266,92 14,04 101,07 9,2041
50000 250,93 15,945 112,36 10,227
55000 253,61 18,701 123,65 11,25
60000 259,91 23,138 134,96 12,273
65000 272,69 30,834 146,33 13,292
70000 286,7 39,929 157,6 14,32
75000 301,2 50,411 168,94 15,344
80000 316,8 63,438 180,3 16,367
85000 334,19 80,763 191,66 17,391
90000 353,62 103,22 203,03 18,414
95000 375,09 131,64 214,42 19,438
100000 225,82 20,463
105000 237,23 21,488
110000 248,66 22,514
115000 260,1 23,54
120000 271,55 24,568
125000 274,69 25,597
130000 278,33 26,629
135000 278,83 27,665
140000 270,81 28,707
145000 >error 272,27 29,755
150000 254,11 30,81
155000 247,06 31,875
160000 247,03 32,952
165000 246,89 34,045
170000 246,67 35,181
175000 246,66 36,452
180000 247,44 38,085
185000 248,39 40,487
190000 >error
53
Universitas Sumatera Utara
Model 9
54
Universitas Sumatera Utara
4. 4. Analisa Data Hasil Percobaan
Pada tahap ini akan dianalisa data – data dari hasil percobaan yang bisa
dilihat pada tabel – tabel di subbab sebelumnya. Analisa akan disajikan dengan
berupa grafik garis yang didasarkan pada data hasil. Analisa akan dibagi menjadi 3
bagian berdasarkan dari tinggi profil atau parameter D/Do.
Pada bagian ini akan ditampilkan grafik tegangan dan deformasi yang
terjadi akibat pembebanan dari Model 1, Model 4 dan Model 7 yang memiliki tinggi
yang sama dengan perbedaan jarak S.
55
Universitas Sumatera Utara
Grafik 4.2 Lendutan Yang Terjadi Akibat Pembebanan (D/Do = 1,4)
56
Universitas Sumatera Utara
Pada cellular beam Model 7 terjadi lendutan terbesar dibandingkan dengan
model lain yaitu 170,29 mm.
Dengan Rasio D/Do = 1,4, dari hasil analisis dapat dilihat bahwa rasio S/Do =
1,28 lebih cocok untuk cellular beam. Untuk honeycomb beam, rasio S/Do
dengan nilai 1,18 dan 1,08 lebih cocok untuk digunakan.
Jika dilihat pada Model 7, rasio S/Do = 1,08 tidak cocok untuk digunakan pada
cellular beam.
Pada bagian ini akan ditampilkan grafik tegangan dan deformasi yang
terjadi akibat pembebanan dari Model 2, Model 5 dan Model 8 yang memiliki tinggi
yang sama dengan perbedaan jarak S.
57
Universitas Sumatera Utara
Grafik 4.4 Lendutan Yang Terjadi Akibat Pembebanan (D/Do = 1,5)
Dari grafik diatas terlihat bahwa Model 2 dan 5 honeycomb beam mampu
memikul beban sebesar 185 kN atau lebih besar daripada beban yang dapat
dipikul Model yang lain. Untuk cellular beam beban yang dapat dipikul paling
besar terjadi pada Model 2 yaitu sebesar 180 kN.
Untuk beban terkecil yang dapat dipikul terjadi pada cellular beam Model 8
sebesar 95 kN. Untuk honeycomb beam terjadi pada Model 5 sebesar 155 kN.
Tegangan paling besar terjadi pada cellular beam Model 8 jika dibandingkan
dengan Model lain yaitu sebesar 375,09 MPa.
Lendutan paling kecil terjadi pada Model 5 honeycomb beam yaitu sebesar
31,887 mm.
Pada Model 8 cellular beam mengalami lendutan terbesar yaitu 131,64 mm,
lebih besar dibandingkan dengan model – model lain.
58
Universitas Sumatera Utara
Untuk D/Do = 1,5, dapat dilihat bahwa perbandingan jarak antar lubang dengan
tinggi lubang yang cocok adalah sebesar 1,28 dan 1,18 untuk honeycomb beam.
Untuk cellular beam rasio S/Do yang cocok adalah 1,28.
Untuk cellular beam rasio S/Do = 1,08 tidak cocok. Karena menyebabkan jarak
antar lubang yang terlalu kecil. Tetapi untuk honeycomb beam tidak
berpengaruh, karena honeycomb beam dalam mengatur lebar bukaan tidak kaku
atau lebih mudah untuk disesuaikan.
Pada bagian ini akan ditampilkan grafik tegangan dan deformasi yang
terjadi akibat pembebanan dari Model 3, Model 6 dan Model 9 yang memiliki tinggi
yang sama dengan perbedaan jarak S.
59
Universitas Sumatera Utara
Grafik 4.6 Deformasi Yang Terjadi Akibat Pembebanan (D/Do = 1,6)
Dari grafik diatas terlihat bahwa Model 9 honeycomb beam mampu memikul
beban sebesar 195 kN atau lebih besar daripada beban yang dapat dipikul Model
yang lain. Pada cellular beam beban paling besar yang dapat dipikul terjadi pada
model 3 sebesar 180 kN.
Pada Model 9 cellular beam beban yang dapat dipikul sebesar 100 kN, lebih
kecil jika dibandingkan dengan model yang lain. Untuk honeycomb beam beban
paling kecil yang dapat dipikul terjadi pada Model 3 yaitu sebesar 170 kN.
Pada Model 9, cellular beam mengalami tegangan maksimum terbesar yaitu
389,01 MPa, paling besar yang terjadi jika dibandingkan dengan model yang
lain.
Lendutan paling kecil terjadi pada Model 3 honeycomb beam yaitu sebesar
36,801 mm. Untuk lendutan paling besar yang terjadi Model 9 cellular beam
yaitu sebesar 144,98 mm.
Untuk parameter D/Do = 1,6, dapat dilihat bahwa perbandingan jarak antar
lubang dengan tinggi lubang yang cocok adalah sebesar 1,08 untuk honeycomb
beam. Rasio S/Do yang cocok untuk cellular beam adalah 1,28. Sama seperti
60
Universitas Sumatera Utara
model-model dengan tinggi yang lain, rasio S/Do = 1,08 tidak cocok untuk
digunakan pada cellular beam
.
Pada subbab sebelum ini, sudah dibahas tentang besar tegangan dan
lendutan yang terjadi akibat pembebanan bertahap pada balok cellular dan
honeycomb. Dari data bisa dilihat besar beban yang dapat dipikul setiap balok.
Tetapi karena tahapan kenaikan beban setiap 5 kN, maka tidak dapat dilihat besar
beban akhir yang bisa dipikul balok.
Pada subbab ini, dilakukan analisis ulang untuk mencari beban yang dapat
dipikul balok tanpa tahapan pembebanan pada model balok yang memiliki beban
yang dapat dipikul sama besar. Sehingga didapat besar beban kritis sebelum
ANSYS menyatakan balok tersebut tidak stabil. Setelah diketahui balok yang
memikul beban paling besar dari beberapa model cellular beam dan honeycomb
beam akan dibandingkan dengan profil awal.
Hasil pada subbab sebelum ini, bisa dilihat Model 9 honeycomb beam
adalah balok yang bisa memikul beban yang lebih besar. Untuk jenis cellular beam,
Model 1, 2 dan 3 memiliki besar beban yang sama pada pembebanan bertahap.
Sehingga dilakukan analisa ulang terhadap ketiga model tersebut. Dari hasil yang
didapat, cellular beam Model 3 dapat memikul beban yang lebih besar.
61
Universitas Sumatera Utara
Grafik 4.7 Tegangan Yang Terjadi Akibat Pembebanan
62
Universitas Sumatera Utara
Pembahasan dari hasil analisis :
Dari tabel yang terlihat, Model 3 cellular beam dapat memikul beban sebesar
184,954 kN. Beban tersebut lebih kecil dibandingkan dengan Model 9
honeycomb beam yang sebesar 195 kN. Tetapi dari keduanya, terjadi kenaikan
dari beban yang dapat dipikul profil awal sebesar 140 kN.
Lendutan yang terjadi pada Model 9 honeycomb beam sebesar 80,946 mm. Lebih
besar dibandingkan daripada yang terjadi pada Model 3 cellular beam yang
sebesar 56,939 mm. Lendutan yang terjadi profil awal sebesar 72,764 mm.
Tegangan pada profil awal sebelum terjadi ketidakstabilan sebesar 257, 9 MPa.
63
Universitas Sumatera Utara
Pada balok Model 9 honeycomb beam tegangan makasimum terjadi pada daerah
sayap yang sebesar 260,75 MPa.
Pada Subbab ini akan dibandingkan besar tegangan lentur dan lendutan
yang terjadi akibat pembebanan dari hasil yang didapat dengan metode analitis dan
dari ANSYS. Besar beban yang digunakan adalah 75 kN. Ada 3 titik yang ditinjau
yaitu pada bagian atas profil, tengah dan bawah. Perbandingan dilakukan pada
profil awal, Model 3 cellular beam dan Model 9 honeycomb beam. Rumus yang
digunakan untuk metode analitis adalah rumus momen, tegangan lentur dan
lendutan pada balok dengan tumpuan sederhana yang biasa digunakan, seperti
berikut ini :
2. 𝑃. 𝐿 + 𝑞. 𝐿2
𝑀=
8
Dimana =
M = Momen
P = Beban terpusat = 65000 N
64
Universitas Sumatera Utara
q = Berat sendiri
L = Panjang Bentang = 10000 mm
Momen yang digunakan untuk tegangan lentur sama untuk profil awal,
Model 3 cellular beam dan Model 9 honeycomb beam. Untuk rumus tegangan
lentur yang digunakan seperti berikut :
𝑀
𝜎=
𝑆𝑥
Dimana :
σ = Tegangan Lentur
M = Momen
Sx = Section Modulus
𝑃. 𝐿3 5. 𝑞. 𝐿4
𝑑= +
48. 𝐸. 𝐼𝑥 384. 𝐸. 𝐼𝑥
Dimana :
d = Lendutan
P = Beban terpusat = 65000 N
q = Berat sendiri
65
Universitas Sumatera Utara
L = Panjang bentang = 10000 mm
E = Modulus elastisitas = 200000 MPa
Ix = Inersia terhadap sumbu-X
Pada cellular beam dan honeycomb beam, untuk besar inersia yang
digunakan adalah Ixgross. Lalu sesuai dengan AISC Steel Design Guide 31 :
Castellated And Cellular Beam Design (2016), maka inersia yang digunakan adalah
0,9 kalinya.
Pertama yang dibandingkan adalah profil awal. Untuk besar inersia dan
modulus section seperti yang sudah ada pada Bab 3. Dengan metode analitis, besar
tegangan lentur dan lendutan seperti berikut ;
2. 𝑃. 𝐿 + 𝑞. 𝐿2
𝑀=
8
𝑀 = 170750000 𝑁𝑚𝑚
𝑀
𝜎=
𝑆𝑥
170750000
𝜎=
1190000
𝜎 = 148,71 𝑀𝑃𝑎
66
Universitas Sumatera Utara
Lalu untuk besar lendutan yang terjadi dengan metode analitis, seperti
berikut ini :
𝑃. 𝐿3 5. 𝑞. 𝐿4
𝑑= +
48. 𝐸. 𝐼𝑥 384. 𝐸. 𝐼𝑥
𝑑 = 29,171 𝑚𝑚
Untuk lendutan yang terjadi dari ANSYS akan ditinjau pada 3 titik yaitu
pada bagian atas, tengah dan bawah penampang. Tegangan lentur akan ditinjau
pada serat atas, titik berat dan serat bawah, lalu akan dibuat dalam diagram tegangan
lentur. Seperti yang terlihat pada diagram tegangan lentur berikut ini :
-161,07 200
-148,71
Tinggi (mm)
0,35256
0
-180 0,00 0 180
179,95
-200
Tegangan Lentur (MPa) 148,71
ANSYS ANALITIS
67
Universitas Sumatera Utara
-0,160
-2,580 0 5000 10000
-5,000
-7,420
-9,840
Lendutan (mm)
-12,260
-14,680
-17,100
-19,520 -26,768
-21,940 -26,768
-26,772
-24,360
-26,780
-29,200 -29,171
Panjang (mm)
ANALTIS ANSYS (ATAS) ANSYS (Tengah) ANSYS (Bawah)
Pada Model 3 cellular beam untuk besar inersia dan modulus section yang
digunakan adalah gross section, karena pada tengah bentang tidak terdapat lubang.
Besaran inersia dan modulus section seperti yang sudah ada pada Bab 3. Dengan
metode analitis, besar tegangan lentur dan lendutan seperti berikut ;
68
Universitas Sumatera Utara
2 .65000 . 10000 + 0,632 . 100002
𝑀=
8
𝑀 = 170399888 𝑁𝑚𝑚
𝑀
𝜎=
𝑆𝑥𝑔𝑟𝑜𝑠𝑠
170399888
𝜎=
1831132
𝜎 = 93,117 𝑀𝑃𝑎
Lalu untuk besar lendutan yang terjadi seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya, inersia yang digunakan adalah 0,9 kalinya. Dengan metode analitis,
seperti berikut ini :
𝑃. 𝐿3 5. 𝑞. 𝐿4
𝑑= +
48. 𝐸. 𝐼𝑥 384. 𝐸. 𝐼𝑥
𝑑 = 15,038 𝑚𝑚
Untuk lendutan yang terjadi dari ANSYS akan ditinjau pada 3 titik yaitu
pada bagian atas, tengah dan bawah penampang. Tegangan lentur akan ditinjau
pada serat atas, titik berat dan serat bawah, lalu akan dibuat dalam diagram tegangan
lentur. Seperti yang terlihat pada diagram tegangan lentur berikut ini :
69
Universitas Sumatera Utara
-93,117 290
-140
Tinggi (mm)
0,000
0
-140 -0,5475 0 140
-290
Tegangan Lentur (MPa) 93,117 137,29
ANSYS ANALITIS
-2,950
Lendutan (mm)
-5,370
-7,790
-10,210
-12,630
-15,033 -15,049
70
Universitas Sumatera Utara
Jika dibandingkan antara metode analitis dengan Ansys maka
perbedaannya seperti pada Tabel dibawah ini :
Pada Model 9 cellular beam untuk besar inersia dan modulus section yang
digunakan adalah gross section, karena pada tengah bentang tidak terdapat lubang
sama seperti pada Model 3 cellular beam. Besaran inersia dan modulus section
seperti yang sudah ada pada Bab 3. Dengan metode analitis, besar tegangan lentur
dan lendutan seperti berikut ;
𝑀 = 170748372 𝑁𝑚𝑚
𝑀
𝜎=
𝑆𝑥𝑔𝑟𝑜𝑠𝑠
170748372 𝑁𝑚𝑚
𝜎=
1832287 𝑚𝑚3
𝜎 = 93,189 𝑀𝑃𝑎
71
Universitas Sumatera Utara
Lalu untuk besar lendutan yang terjadi seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya, inersia yang digunakan adalah 0,9 kalinya. Dengan metode analitis,
seperti berikut ini :
𝑃. 𝐿3
𝑑=
48. 𝐸. 0,9. 𝐼𝑥𝑔𝑟𝑜𝑠𝑠
𝑑 = 15,057 𝑚𝑚
Untuk lendutan yang terjadi dari ANSYS akan ditinjau pada 3 titik yaitu
pada bagian atas, tengah dan bawah penampang. Tegangan lentur akan ditinjau
pada serat atas, titik berat dan serat bawah, lalu akan dibuat dalam diagram tegangan
lentur. Seperti yang terlihat pada diagram tegangan lentur berikut ini :
-93,189 290
-140,4
Tinggi (mm)
0,000
0
-141 -0,34141 0 141
140,8
-290
Tegangan Lentur (MPa) 93,189
ANSYS ANALITIS
72
Universitas Sumatera Utara
-1,020 0 5000 10000
-2,190
-3,360
-4,530
Lendutan (mm)
-5,700
-6,870
-8,040
-9,210
-10,380
-11,550
-12,720 -13,903 -13,904
-13,890
-13,889
-15,060 -15,057
Panjang (mm)
ANALTIS ANSYS (ATAS) ANSYS (Tengah) ANSYS (Bawah)
73
Universitas Sumatera Utara
BAB V
Kesimpulan dan Saran
5. 1 Kesimpulan
74
Universitas Sumatera Utara
6. Jika dilihat dari tegangan yang terjadi, untuk cellular beam lebih baik karena
tegangan lebih tersebar disekeliling bukaan yang disebabkan tidak adanya sudut
dalam lingkaran. Sedangkan untuk honeycomb beam, tegangan terlihat lebih
terpusat pada sudut – sudut bukaannya atau terkonsentrasi pada sudutnya.
7. Pada perbandingan metode analitis dan hasil yang didapatkan dari ANSYS,
untuk tegangan lentur dan lendutan yang terjadi tidak terlalu jauh hasil yang
didapatkan.
8. Ketidakstabilan pada balok yang dianalisis terjadi akibat tidak adanya pelat
pengaku dan beban terpusat yang terlalu besar ditambah bertambahnya tinggi
profil dari awal. Sehingga menjadikan terjadi tekuk pada bagian badan dan
sayap.
5. 2 Saran
Berdasarkan hasil dari tugas akhir ini, ada beberapa saran yang dapat
diberikan untuk studi lebih lanjut. Sebagai berikut :
1. Dalam penggunaan balok dengan bukaan pada bagian badan, sebaiknya
digunkan pelat pengaku untuk menghidari terjadinya tekuk pada bagian badan
dan sayap.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan balok honeycomb
dan cellular dengan melakukan eksperimental pengujian lentur.
3. Dalam proses analisis dengan menggunakan program sebaiknya diperhatikan
satuan dalam pengaturan material dan arah pembebanan. Lalu lokasi tempat
tumpuan diletakkan.
75
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
BSN. (2002). SNI 03 - 1972 - 2001- Tata Cara Perencanaan Struktur Baja
Fares, Sameer dan Coulson, John. (2016). Steel Design Guide 31 - Castellated and
Cellular Beam Design. America: AISC.
Knowles, Peter. (1987). Design of Castellated Beam For Use With BS 5950 and BS
449. London: Constardo.
Salmon, Charles. (1997). Struktur Baja Desain dan Perilaku. Jakarta : Erlangga.
76
Universitas Sumatera Utara
Wakchaure dan Sagade. (2012). Parametric Study of Castellated Beam With
Varying Depth of Web Opening. International Journal of Sciencetific and
Research Publication Vol.2 No. 8
77
Universitas Sumatera Utara