Anda di halaman 1dari 159

BUKU AJAR

STRUKTUR BETON 2
D- III Konsentrasi Bangunan Sipil (KBS)
Jurusan Teknik Sipil
Politeknik Negeri Malang

Oleh:

Dr. Nawir Rasidi, ST., MT.


NIP. 197106041997021002

K NEGERI
NI M
K
E

A
IT

LA
POL

NG

D-III KONSENTRASI BANGUNAN GEDUNG


JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI MALANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN

1. a. Judul Buku Ajar : Struktur Beton 2


b. Program Studi : D-III Konsentrasi Bangunan Gedung
c. Semester : IV (empat)
2. Penulis
Ketua :
a. Nama lengkap dan Gelar : Dr. Nawir Rasidi, ST.MT
b. NIP : 197106041997021002
c. Pangkat / golongan : Pembina / IVa
d. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala

3. Total Biaya : Rp. 6.000.000,-


4. Sumber Dana : Mandiri
6. Tanggal Pengesahan : Januari 2017

Malang, 6 Januari 2017


Ketua Jurusan Teknik Penulis
Sipil,

Dandung Novianto, ST.,MT Dr. Nawir Rasidi, ST.,MT


NIP . 196411051990031003 NIP . 197106041997021002

Menyetujui :
Pembantu Direktur I

Dr. Drs. Ludfi Djajanto, MBA.


NIP 196204211988031003

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah senantiasa dipanjatkan kepada Tuhan Yang


Maha Esa yang telah memberikan karunia-Nya sehingga Buku Ajar Struktur
Beton ini dapat diselesaikan.
Buku Ajar ini dibuat sebagai salah satu media mengajar mata kuliah
Struktur Beton pada Konsentrasi Bangunan Gedung D-III Jurusan Teknik Sipil
Politeknik Negeri Malang. Buku ajar ini berisi materi Struktur Beton yaitu
Pendahuluan, Kolom, Konsol Pendek, Torsi Pada Balok dan Pondasi Pelat
Setempat. Dalam pembahasannya, buku ini berisi beberapa contoh perhitungan
yang dijelaskan secara terstruktur dan detail. Diharapkan mahasiswa dapat
memahami proses perhitungan tersebut sehingga mudah menerapkan pada analisis
struktur yang bersifat aplikasi.
Saran dan kritikan yang konstruktif sangat kami butuhkan demi
kelengkapan dan pencapaian tujuan dari penyusunan buku ajar ini.

Malang, Januari 2017

Penyusun

iii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR SAMPUL .................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
DAFTAR NOTASI ........................................................................................ vi

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................ 1


BAB 2. KOLOM BETON BERTULANG
2.1. Jenis-jenis Kolom ........................................................................... 2
2.2. Keruntuhan Kolom ....................................................................... .. 5
2.3. Ragam Kegagalan Material pada Kolom ..................................... .. 5
BAB 3. DASAR PERHITUNGAN KOLOM
3.1. Umum .......................................................................................... .. 6
3.2. Kuat Perlu .................................................................................... .. 6
3.3. Kuat Rancang ............................................................................... .. 7
3.4. Asumsi yang Digunakan dalam Perancangan .............................. .. 8
3.5. Batas dari Tulangan Komponen Struktural ................................. .. 9
3.6. Analisis Kekuatan Kolom Pendek .............................................. .. 10
1. Kekuatan Kolom Pendek dengan Beban Sentris ................... .. 10
2. Kekuatan Kolom Pendek dengan Beban Uniaksial .............. .. 10
3. Kolom Penampang Bundar dengan Beban Eksentris ............. .. 16
3.7. Pengaruh Kelangsingan ............................................................... .. 23
3.8. Analisis Kekuatan Kolom Panjang .............................................. .. 28
1. Metoda Pembesaran Momen ................................................ .. 28
2. Analisis Orde Kedua ............................................................ .. 30
3.9. Diagram Interaksi tanpa Dimensi ................................................. .. 30
3.10. Lentur Biaksial dan Tekan ......................................................... .. 33
1. Metode Beban Berlawanan dari Bresler ............................... .. 37
2. Metode Kontur Beban Cara Bresler ..................................... .. 39
3. Metode Kontur Beban Cara Parme ...................................... .. 41
BAB 4. PERANCANGAN DAN ANALISIS KOLOM
4.1. Langkah-langkah Perancangan dan Analisis Akibat Beban Uniaksial
pada Penampang Persegi .............................................................. .. 46
4.1.1. Kolom Pendek ................................................................. .. 46
4.1.2. Kolom Panjang ............................................................... .. 49
4.2. Perancangan Kolom Beton Bertulang Alat Bantu Diagram ......... .. 68
4.2.1. Kolom Pendek ................................................................. .. 68
4.2.2. Kolom Panjang ............................................................... .. 71
4.3. Langkah-langkah Perancangan dan Analisis Akibat Beban Biaksial
pada Penampang Persegi .............................................................. .. 84
4.3.1. Kolom Pendek ................................................................. .. 84
4.3.2. Kolom Panjang ............................................................... .. 90
4.4. Langkah-langkah Perancangan dan Analisis Akibat Beban Biaksial

iv
pada Penampang Bundar Akibat Beban Eksentris ....................... .. 101
4.4.1. Kolom Pendek ................................................................. .. 101
4.4.2. Kolom Panjang ................................................................ .. 105
4.5. Langkah-langkah Perancangan dan Analisis pada Penampang
Bundar Akibat Beban Eksentris dengan Alat Bantu Diagram ..... .. 111
4.4.1. Kolom Pendek .................................................................. .. 111
4.4.2. Kolom Panjang ................................................................ .. 114
BAB 5. KONSOL PENDEK (BRACKET/CORBEL) ............................... 121
BAB 6. TORSI PADA BALOK ................................................................... 128
BAB 7. PONDASI TELAPAK BETON BERTULANG ............................ 142

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 149


LAMPIRAN ................................................................................................... 150

v
DAFTAR NOTASI

a : tinggi blok tegangan persegi ekivalen,mm


ab : tinggi blok tegangan persegiekivalen pada keadaan balanced,mm
A : luas daerah tekan beton penampang bundar,mm²
Ag (Agr) : luas bruto penampang, mm²
As : luas tulangan tarik, mm²
As’ : luas tulangan tekan, mm²
Ast : luas total baja tulangan, mm²
b : lebar penampang kolom,mm
c : jarak dari sisi tekan terluar ke garis netral,mm
Cc : gaya tekan pada beton, N
Cs : gaya pada tulangan tekan, N
C : suatu faktor yang menghubungkan diagram momen aktual dengan suatu
diagram momen merata ekivalen
d : jarak dari sisi tekan terluar ke pusat tulangan tarik,mm
d’ : jarak dari sisi tekan terluar ke pusat tulangan tekan, mm
da : pias daerah tekan penampang bundar, mm
ds : jarak dari sisi tarik terluar beton terhadap pusat tulangan tarik,mm
D : beban mati , N ,mm
D : diameter tulangan,mm
Ds : jarak terjauh antar tulangan pada penampang bundar,mm
e (et) : eksentrisitas aktual, mm
eb : eksentrisitas pada keadaan balanced, mm
E : beban, N, mm
Ec : modulus elastisitas beton , Mpa
Es : modulus elastisitas baja tulangan, Mpa
EI : kekuatan lentur komponen struktur tekan, N.mm²
fc’ : kuat tekan beton yang disyaratkan, Mpa
fs : tegangan tulangan tarik, Mpa
fs’ : tegangan tulangan tekan, Mpa
fy : tegangan leleh baja tulangan yang disyaratkan, Mpa
h : tinggi penampang beton, mm
Icr : momen inersia balok, mm4
Ig : momen inersia dari penampang bruto kolom terhadap garis sumbunya,
dengan mengabaikan inersia tulangan, mm4
Igb : momen inersia dari penampang bruto balok, mm4
k : faktor panjang efektif
ln : panjang bentang bersih balok,mm
lu : panjang tak tertumpu kolom, mm
L : beban hidup, N, mm
Lr : beban hidup yang sudah direduksi, N,mm
m : perbandingan tegangan leleh baja, terhadap tegangan tekan beton
ekivalen

vi
Mc : momen berfaktor hasil pembesaran, Nmm
Mnb : momen nominal pada kondisi balanced, Nmm
Mnx : momen nominal yang bekerja pada sumbu x, Nmm
Mny : momen nominal yang bekerja pada sumbu y, Nmm
Mox : momen uniaksial ekivalen perlu pada arah sumbu x, Nmm
Moxn : momen tahanan nominal aktual pada arah sumbu x, Nmm
Moy : momen uniaksial ekivalen perlu pada arah sumbu y, Nmm
Moyn : momen tahanan nominal aktual pada arah sumbu y, Nmm
Mr : kapasitas momen rencana pada penampang, Nmm
Mu : momen rencana yang bekerja, Nmm
Mux : momen rencana pada arah sumbu x, Nmm
Muy : momen rencana pada arah sumbu y, Nmm
MD : momen akibat beban mati, Nmm
ML : momen akibat beban hidup, Nmm
M1b : nilai yang terkecil dari momen ujung terbesar pada kolom akibat
beban yang tidak menimbulkan goyangan ke samping, Nmm
M2b : nilai yang terbesar dari momen ujung terbesar pada kolom akibat
beban yang tidak menimbulkan goyangan ke samping, Nmm
M2s : nilai yang terbesar dari momen ujung terbesar pada kolom akibat
beban yang menimbulkan goyangan ke samping, Nmm
n : nilai perbandingan kapasitas penampang rencana terhadap beban
rencana yang bekerja
nt : jumlah tulangan yang dipakai
Pc : beban tekuk Euler, N
Pn : kuat tekan nominal
Pnb : kuat tekan nominal pada keadaan balanced, N
Po : kapasitas beban sentris maksimum, N
Pr : kapasitas kuat tekan rencana penampang, N
Pu : kuat tekan rencana yang bekerja, N
Pug : beban aksial berfaktor yang terjadi akibat beban grafitasi, N
Puw : beban aksial berfaktor yang terjadi akibat beban angin, N
r : jari-jari girasi penampang, mm
r : angka penulangan yang diperoleh dari diagram interaksi tanpa
dimensi
U : beban berfaktor, N, Nmm
W : beban angin, N , Nmm
α : suatu nilai pangkat yang tergantung pada dimensi penampang,
jumlah dan letak tulangan, kuat tekan beton, tegangan leleh
tulangan, dan jumlah selimut beton
β : konstanta yang tergnatung dari mutu beton
β : faktor kontur interaksi
βd : nilai perbandingan momen beban mati rencana terhadap momen
total rencana, yang besarnya kurang atau sama dengan satu (1)
β1 : faktor tinggi blok tegangan ekivalen
δb : faktor pembesaran momen untuk rangka yang ditahan terhadap
goyangan ke samping

vii
δs : faktor pembesaran momen untuk rangka tidak ditahan terhadap
goyangan ke samping
Ø : faktor reduksi kekuatan
Ψ : faktor kekangan ujung atas atau bawah kolom
ρ : angka penulangan kolom tergantung dari harga harga β
ρg : nilai perbandingan luas tulangan total terhadap luas penampang
bruto
Σ Pc : penjumlahan beban tekuk Euler pada kolom dalam satu
tingkat/lantai, N
Σ Pu : penjumlahan beban berfaktor yang bekerja pada kolom satu
lantai/tingkat, N
θ : sudut putar untuk mencari luas daerah tekan beton pada
penampang bundar.

viii
BAB 1
PENDAHULUAN

Pada Buku Ajar ini akan diuraikan tentang analisis dan perhitungan Kolom
Beton Bertulang dengan mengacu pada SK SNI T-15-1991-03 dan Konsol Pendek
(Bracket atau Corbel) dan Perhitungan Torsi pada Balok serta Perhitungan
Pondasi Telapak Beton Bertulang (pelat setempat). Materi ini sesuai dengan
kurikulum 5+1 Program D-III Teknik Sipil, Konsentrasi Bangunan Gedung,
Politeknik Negeri Malang.
Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktur yang memikul
beban dari balok. Kolom meneruskan beban dari elevasi atas ke elevasi yang lebih
bawah hingga akhirnya sampai ketanah melalui fondasi.
Dalam kenyataannya, unsur struktur tekan dengan beban aksial murni
(eksentrisitas sama dengan nol) merupakan hal yang sangat mustahil. Umumnya
kolom memikul beban aksial dan momen yang dapat ditimbulkan oleh kekangan
ujung akibat pencoran yang monolit dari balok-balok lantai dan kolom atau karena
eksentrisitas yang terjadi akibat ketidaktepatan letak dan ukuran kolom, beban
yang tidak simetris akibat perbedaan tebal plat disekitar kolom atau karena
ketidaksempurnaan lainnya.
Keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat
menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total
(total collapse) seluruh struktur. Selain itu, keruntuhan kolom struktur merupakan
hal yang sangat berarti ditinjau dari segi ekonomis maupun segi manusiawi. Oleh
karena itu dalam merencanakan kolom perlu lebih waspada, yaitu dengan
memberikan kekuatan cadangan yang lebih tinggi daripada yang dilakukan pada
balok dan elemen struktural horisontal lainnya.

1
BAB 2
KOLOM BETON BERTULANG

2.1. Jenis-jenis Kolom


Kolom beton bertulang biasanya terdiri dari baja tulangan longitudinal dan
ditunjukkan oleh macam dari penguatan lateral ulangan yang diberikan.
Jenis-jenis kolom menurut Wang (1986) dan Ferguson (1986) adalah:
1. Kolom ikat (tied column) biasanya berbentuk bujur sangkar persegi atau
lingkaran, dimana tulangan utama memanjang kedudukannya dipegang
oleh pengikat lateral terpisah yang umumnya ditempatkan pada jarak 12
sampai 24 inchi (300 sampai 600 mm)
2. Kolom Spiral (spiral column), umumnya jenis kolom yang berbentuk
bujur sangkar atau lingkaran, dimana tulangan memanjang disusun
membentuk lingkaran dan diikat oleh spiral yang ditempatkan secara
menerus dengan pitch sebesar 2 sampai 3 inchi (50 sampai 70 mm)
3. Kolom Komposit (composite column) merupakan jenis yang memakai
profit baja struktur, pipa atau tube tanpa atau dengan penulangan
memanjang tambahan. Salah satu susunan kolom komposit yang biasa,
mempunyai profit baja struktur yang sepenuhnya diliputi oleh beton yang
selanjutnya diperkuat dengan penulangan memanjang dan melintang
(spiral atau pengikat).
Pembagian yang lebih lengkap diberikan oleh Nawy (1990).
Kolom dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan susunan
tulangannya, posisi beban pada penampangnya dan panjang kolom dalam
hubungannya dengan dimensi lateralnya
a) Berdasarkan bentuk dan susunan tulangan :
1. Kolom Segiempat atau bujursangkar, dengan tulangan memanjang
dan sengkang ikat,

2
2. Kolom Bundar, dengan tulangan memanjang serta tulangan lateral
yang berupa spiral,
3. Kolom Komposit, yang terdiri atas beton dan profit baja strukutural
didalamnya.
Selanjutnya mengenai kolom ikat spiral dan komposit dapat dilihat
pada Gambar 2.1.
Pipa besi
Pengikat
Spiral

Cirlon 12" - 14"


Diisi beton
Pitch, cirlon 2" - 3"

Spiral

Pipa besi

a. Kolom Bersengkang d. Kolom komposit (baja


b. Kolom bertulangan sengkang c. Kolom komposit
menyelubungi inti beton)
(ikatan spiral yang
mengelilingi baja
inti struktur)

Gambar 2.1.
Jenis kolomberdasarkan bentuk dan susunan tulangan (Wang, 1986)

b) Berdasarkan pada posisi beban yang bekerja terhadap penampang


melintang:
1. Kolom yang mengalami beban sentris berarti tidak mengalami
momen lentur dan dapat ditunjukkan pada Gambar 2.2. (a),
2. Kolom dengan beban eksentris selain mengalami beban aksial juga
bekerja momen lentur. Momen ini dapat dikonversikan menjadi
satu beban P dengan eksentrisitas e seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 2.2 (b) dan (c). momen lentur ini dapat bersumbu tunggal
(uniaksial) seperti dalam hal kolom interior dan eksterior bangunan
yaitu kolom A dan B dalam Gambar 2.3 (a) dan (b) dimana beban
panel yang bersebelahan tidak sama. Kolom dianggap bersumbu
rangkap (biaksial) apabila lenturnya terjadi terhadap sumbu X dan

3
Y seperti dalam hal kolom pojok, yang diperlihatkan pada Gambar
2.3. (c)
c) Berdasarkan panjang kolom:
1. Kolom Pendek, dan
2. Kolom Panjang
P
P P P
Ey
Ey

Mx Mx
My Y
Y Y Y
Ex

P X
X X X

(a) (b) (c)

Gambar 2.2.
Jenis kolom berdasarkan posisi beban pada penampang melintang:
(a) Kolom dengan beban sentris (b) beban aksial dengan momen satu sumbu
(uniaksial) (c) beban aksial ditambah momen dua sumbu (biaksial) (Nawy, 1990)

A B A
B atau C

(b)
(a)

Gambar 2.3.
Lentur pada kolom: (a) tampak rangka (frame), (b) denah: A kolom interior yang
mengalami lentur uniaksial tidak simetris; B, kolom eksterior lentur uniaksial: C,
kolom pojok eksterior lentur biaksial (Nawy, 1990).

4
2.2. Keruntuhan Kolom
Keruntuhan kolom dapat terjadi bila tulangan bajanya leleh karena tarik
(terjadi pada kolom under reinforced) atau terjadinya kehancuran pada beton
yang tertekan (terjadi pada kolom over reinforced). selain itu kolom dapat
pula mengalami keruntuhan apabila kehilangan stabilitas lateral akibat tekuk.
Menurut Nawy (1990), apabila kolom runtuh karena kegagalan materialnya
(yaitu lelehnya baja atau hancurnya beton) maka kolom ini digolongkan
sebagai kolom pendek (short column). Apabila panjang kolom bertambah
kemungkinan kolom runtuh karena tekuk semakin besar. Dengan demikian
terjadi suatu transisi dari kolom pendek ke kolom panjang yang terdefinisi
dengan menggunakan perbandingan panjang efektif (klu) dengan jari-jari
girasi r. Tinggi lu adalah panjang tak tertumpu (unsupported length) kolom,
dan k adalah faktor yang bergantung pada kondisi ujung kolom terdapat
klu
penahan deformasi lateral atau tidak. Dan selanjutnya nilai itu disebut
r
angka kelangsingan.

2.3. Ragam Kegagalan Material pada Kolom


Berdasarkan besarnya regangan pada tulangan baja yang tertarik menurut
Nawy (1990) penampang kolom dapat dibagi menjadi dua kondisi awal
keruntuhan yaitu:
1. Keruntuhan tarik yang diawali denga lelehnya tulangan yang tertarik,
2. Keruntuhan tekan yang diawali dengan runtuhnya beton yang tertekan.
Kondisi balanced terjadi apabila keruntuhan diawali dengan lelehnya tulangan
yang tertarik sekaligus juga hancurnya beton yang tertekan.

5
BAB 3
DASAR PERHITUNGAN KOLOM

3.1. Umum
Terhadap kombinasi beban dan gaya terfaktor SNI (1991) memberi
pernyataan bahwa struktur dan komponen struktur harus direncanakan hingga
semua penampang mempunyai kuat rencana minimum sama dengan kuat
perlu.

3.2. Kuat Perlu


Agar struktur dan komponennya memenuhi persyaratan kekuatan dan layak
pakai terhadap bernacam-macam kombinasi beban maka harus dipenuhi
ketentuan dari faktor beban berikut:
1. Kuat Perlu U yang menahan beban mati D dan beban hidup L paling tidak
harus sama dengan
U 1,2 D  1,6 L.....................................................................(3.1)
2. Bila ketahanan struktur terhadap beban angin W harus diperhitungkan
dalam perencanaan maka pengaruh kombinasi beban DL dan W berikut
harus dipelajari untuk menentukan nilai U yang terbesar
U  0,75 (1,2 D  1,6 L  1,6W )...............................................(3.2a)
dimana kombinasi beban harus diperhitungkan kemungkinan beban hidup
L yang penuh dan kosong untuk mendapatkan kondisi yang paling
berbahaya dan
U = 0,9D + 1,3W…………………………………………..(3.2b)
Dengan catatan bahwa untuk setiap kombinasi beban D, L dan W
kekuatannya tidak kurang dari Persamaan 3.1.
3. Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus diperhitungkan
dalam perencanaan maka nilai U harus diambil sebagai

6
U = 1,05 (D + LR ± E)……………………………………...(3.3a)
U = 0,9 (D ± E)……………………………………………..(3.3b)
dimana LR adalah beban hidup yang telah direduksi sesuai dengan ketentuan
Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (1987).
Sedangkan nilai E ditetapkan berdasarkan ketentun Pedoman Perencanaan
Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung (1987)

3.3. Kuat Rancang


Kuat rancang yang tersedia pada suatu komponen struktur sambungannya
dengan struktur lain dan penampangnya dalam kriteria lentur beban normal
geser dan torsi harus diambil sebagai kekuatan nominal dikalikan dengan
suatu faktor reduksi kekuatan Φ.
SNI 1991 menentukan besarnya reduksi kekuatan sebagai berikut:
1. Lentur tanpa beban aksial………………………………………………0,80
2. Beban aksial dan beban aksial dengan lentur (untuk beban aksial dengan
lentur kedua nilai kekuatan nominal dari beban aksial dan momen harus
dikalikan dengan satu nilai Φ yang sesuai ):
a) Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur……………………………..0,80
b) Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur:
b.1. Komponen struktur dengan tulangan spiral maupun sengkang
ikat…………………………………………………………….....0,70
b.2. Komponen struktur dengan komponen sengkang
biasa……………………………………………………..……….0,65
Kecuali untuk nilai aksial tekan yang rendah nilai Φ boleh ditingkatkan
berdasarkan aturan berikut:
1. Untuk komponen struktur dimana nilai fy tidak melampaui 400 Mpa
dengan tulangan simetris dan dengan (h – d’ – ds)/h tidak kurang dari 0,65
nilaiΦ boleh ditingkatkan secara linier menjadi 0,80 untuk nilai ΦPn yang
berkurang dari 0,10 f’c Ag ke nol.

7
2. untuk komponen struktur beton bertulang yang lain Φ boleh ditingkatkan
secara linier menjadi 0,80 untuk keadaan dimana ΦPn berkurang dari nilai
terkecil antara 0,10f’c Ag dan ΦPnb ke nol.

3.4. Asumsi yang Digunakan dalam Perancangan


Dalam menghitung kolom perancangannya didasarkan pada asumsi sebagai
berikut:
1. Regangan dalam tulangan dan beton harus berbanding langsung dengan
jarak dari sumbu netral,
2. Regangan maksimum yang dapat digunakan pada serat beton tekan
terluar sama dengan 0,003,
3. Tegangan dalam tulangan dibawah kuat leleh yang ditentukan fy untuk
mutu tulangan yang digunakan harus diambil sebesar Es dikalikan
regangan baja. Untuk regangan yang lebih besar dari regangan yang
diberikan fy, tegangan pada tulangan harus dianggap tidak tergantung
pada regangan dan sama dengan fy,
4. kekuatan tarik beton diabaikan dan tidak digunakan dalam hitungan,
5. Hubungan antara distribusi tegangan tekan beton dan regangan beton
dianggap berbentuk persegi,
6. Distribusi tegangan beton persegi ekivalen didefinisikan sebagai berikut:
a) Tegangan beton sebesar 0,85f’c harus diasumsikan terdistribusi
secara merata pada daerah tekan ekivalen yang dibatasi oleh tepi
penampang dan suatu garis lurus yang sejajar dengan sumbu netral
sejarak a = β1c dari serat dengan regangan tekan maksimum,
b) Jarak c dari serat dengan regangan maksimum kesumbu netral harus
diukur dalam arah tegak lurus terhadap sumbu tersebut,
c) Faktor β1 harus diambil sebesar 0,85 untuk kuat tekan beton f’c
hingga atau sama dengan 30 MPa. Untuk kekuatan diatas 30 MPa,
β1 harus direduksi secara menerus sebesar 0,008 untuk tiap
kelebihan 1 MPa diatas 30 MPa, tetapi β1 tidak boleh kurang dari
0,65. Ketentuan ini dapat didefinisikan sebagai berikut:

8
1. jika f’c ≤ 30 MPa ; β1 = 0,85
2. jika 30 < f’ < 55 MPa ; β1 = 0,85 – 0,008(f’c – 30)
3. jika f’c ≥ 55 MPa ; β1 = 0,65
Keterangan mengenai diagram distribusi regangan dan tegangan serta
keseimbangan gaya-gaya pada penampang beton dapat dilihat pada Gambar
3.1.

b
ec = 0,003 0,85 fc'
d'
e' S Cs
As' a Cc
c

d h g.n

As
ds
Ts
eS

Gambar 3.1.
Penampang kolom diagram regangan dan tegangan serta gaya-gaya ekivalen
[Nawy, 1990]

3.5. Batas dari Tulangan Komponen Struktural


Luas tulangan komponen srtuktur tekan dibatasi oleh ketentuan berikut:
1. Luas tulangan komponen struktur tekan non komposit tidak boleh kurang
dari 0,01 ataupun lebih dari 0,08 kali luas bruto penampang Ag ( 1% - 8%
Ag )
2. jumlah minimum batang tulangan longitudinal pada komponen struktur
tekan adalah 4 untuk batang tulangan di dalam sengkang ikat segiempat
dan lingkaran, tiga untuk batang tulangan di dalam sengkang ikat segitiga,
dan 6 untuk batang tulangan yang dikelilingi oleh spiral.

9
3.6. Analisis Kekuatan Kolom Pendek
I. Kekuatan Kolom Pendek Dengan Beban Sentris
Kapasitas beban sentris maksimum P dapat dinyatakan sebagai :
Po = 0,85f’c (Ag – Ast) + Ast.fy………………………………...(3.4)
Beban yang sentris menyebabkan tegangan tekan yang merata di seluruh
bagian penampang. SNI (1991) memberikan persyaratan bahwa kuat tekan
nominal dari struktur tekan tidak boleh diambil lebih besar dari ketentuan
berikut:

Pn (maks)  0,85 0,85 f ' c ( Ag  Ast )  f y . Ast ………………………...(3.5a) 
untuk kolom berspiral dan
 
Pn (maks)  0,80 0,85 f ' c ( Ag  Ast )  f y . Ast ....................................(3.5b)

untuk kolom bersengkang


Beban nominal ini masih harus direduksi lagi dengan menggunakan faktor
reduksi kekuatan Φ. Biasanya untuk desain besarnya (Ag-Ast) dapat dianggap
sama dengan Ag tanpa kehilangan ketelitian (luas beton yang ditempati
tulangan diabaikan).
2. Kekuatan Kolom Pendek Akibat Beban Uniaksial
Penampang melintang suatu kolom segiempat tipikal dengan diagram
distribusi regangan tegangan dan gaya yang bekerja padanya dapat dilihat
pada Gambar 3.2 di bawah:
Pn

ec = 0,003 0,85 fc'


d' e
e'S Cs Cs
As' a Cc Cc
y h/2 c

h d g.n (d - d')
sumbu kolom

As
ds Ts Ts
eS
b Regangan
Tegangan Gaya dalam

Penampang melintang
Cc = 0,85 fc'.be
sumbu kolom f s = Es . es = fy
es = 0,003.((d-c)/e) Cs = As'.fs'
es' = 0,003.((c-d')/e) f s' = Es . e's = fy Ts = As.fs

c = jarak sumbu netral


y = jarak sumbu kolom
e = eksentrisitas beban ke sumbu kolom
d' = selimut efektif tulangan tekan

Gambar 3.2.
Tegangan dan gaya-gaya kolom (Namy, 1990)

10
Gaya nominal memanjang Pn bekerja pada keadaan runtuh dan mempunyai
eksentrisitas e dari sumbu lentur kolom.
Persamaan keseimbangan gaya dan momen pada kolom pendek dapat
dinyatakan sebagai:
Pn = Cc + Cs – Ts……………………………………………………...(3.6)
Momen tahanan nominal Mn yaitu sebesar Pne dapat dihitung dengan
keseimbangan momen terhadap sumbu lentur kolom.
Mn = Pn . e
a
= Cc ( y  )  Cs ( y  d ' )  T (d  y )..........................................(3.7)
2
Karena : Cc = 0,85 f’c ba, Cs = As’f’s dan Ts = Asfs
Maka persamaan 3.7 dapat ditulis sebagai:
Pn = 0,85f’cba + As’fs…………………………………………………(3.8)
a
Mn = Pn e = 0,85 f ' cba ( y  )  as' f ' s( y  d ' )  Asfs(d  y )...........(3.9)
2
Dalam persamaan 3.8 dan 3.9 tinggi netral dianggap kurang daripada tinggi
efektif dalam penampang dan juga baja pada sisi yang tertarik memang
mengalami tarik.
Perlu ditekankan di sini bahwa gaya aksial Pn tidak boleh melebihi kuat
tekan aksial maksimum Pn (maks) yang dihitung dengan menggunakan
Persamaan 3.5a. Tegangan f’s pada baja dapat mencapai fy apabila keruntuhan
yang terjadi berupa hancurnya beton.
Apabila keruntuhannya berupa lelehnya tulangan baja, besaran yang
disubsitusikan dengan fy. Apabila f’s atau fs lebih kecil daripada fy, maka yang
disubstitusikan adalah tegangan aktualnya, yang dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan yang diperoleh dari segitiga sebangun dengan
distribusi regangan di seluruh tinggi penampang berdasarkan gambar 3.2,
0,003(c  d ' )
f ' s  Ess'  Es  fy....................................... (3.10)
c
0,003(d  c)
f’s = Ess=Es  fy.......................................................(3.11)
c

11
Apabila Pn adalah beban aksial dan Pnb adalah beban aksial pada kondisi
balanced maka:
Pn < Pnb ; terjadi keruntuhan tarik
Pn = Pnb ; terjadi keruntuhan balanced
Pn > Pnb ; terjadi keruntuhan tekan

a) Kondisi keruntuhan balanced


Jika eksentrisitas semakin kecil maka ada suatu transisi dari keruntuh tarik
ke keruntuhan tekan. Kondisi kerutuhan balanced tercapai apabila tulangan
tarik mengalami regangan leleh dan saat itu pula beton mengalami regangan
batasnya.
Dari segitiga yang sebangun pada gambar 3.2 dapat diperoleh persamaan
tinggi sumbu netral pada kondisi balanced cb yaitu:
cb 0,003
 ………………………………………….(3.12a)
d 0,003  fy Es
atau dengan menggunakan Es = 2.105 MPa
600d
cb  ……………………………………………… (3.12b)
600  fy

600d
ab   1.d ………………………………………….(3.13)
600  fy
Pnb = 0,85 f’c b ab + As’f’s – As fy……………………………...(3.14)
cb
Mnb  Pnb cb  0,85 f 'c bab ( y  )  A' s f ' s ( y  d )  As fy(d  y) ..(3.15)
2

b) Kondisi Tarik Menentukan


Awal keadaan runtuh dalam hal eksentrisitas yang besar dapat terjadi
dengan lelehnya tulangan baja yang tertarik. Peralihan dari keruntuhan tekan
ke keruntuhan tarik terjadi pada eksentrisitas sama dengan eb. jika e lebih
besar daripada eb atau Pn < Pnb maka keruntuhan yang terjadi adalah
keruntuhan tarik yang diawali dengan lelehnya tulangan tarik.

12
Dalam praktek biasanya digunakan penulangan yang simetris yaitu A’s= As
dengan maksud mencegah kekeliruan dalam penempatan tulang tarik dan
tulangan tekan didalam pelaksanaan dilapangan. Penulangan yang simetris
juga diperlukan apabila ada kemungkinan tegangan berbalik tanda misalnya
karena arah angina atau gempa yang berbalik.
Apabila tulangan tekan diasumsikan telah leleh dan A’s= As maka
Persamaan 3.8 dan 3.9 dapat ditulis sebagai:
Pn = 0,85f’cba………………………………………………...(3.16)
a
Mn = Pn e = 0,85f’cba (y - ) + A’sfy (y – d’) + Asfy (d - y)….........(3.17)
2
Jika tinggi sumbu lentur kolom diganti dengan h/2 untuk tulangan yang
simetris dan A’s diganti dengan As serta Persamaan 3.16 dengan 3.17
digabungkan maka menghasilkan persamaan untuk mencari Pn.
h a
Pn e = Pn (  ) – Asfy (d – d’)…………………………………..(3.18a)
2 2
Karena a = Pn/0,85f’cb, diperoleh:
Pn 2 h
 Pn(  e)  As fy(d  d ' ) = 0……………………………..(3.18b)
1,7 f ' c .b 2
Dengan rumus ABC didapat:

h h 2 As f y (d  d ' )
Pn = 0,85f’cb[ (  e  (  e) 2  …………………..….(3.19)
2 2 0,85 fc1b

As fy
Jika  = ’ = dan m  maka persamaan 3.19 dapat diitylis
bd 0,85 fc1

sebagai:

h  2e  h  2e 
2
 d'
Pn = 0,85fcb [( )    2mp1  ] …………..………..(3.20)
2d  2d   d

dengan e merupakan jarak antara sumbu lentur kolom dengan titik tangkap
gaya.

13
Sedangkan apabila tulangan tekan belum leleh maka selain, memerlukan
persamaan dasar keseimbangan yaitu persamaan 3.8 dan 3.9 juga deprluan
prosedur coba-coba dan penyesuaian.
Untuk suatu geometri penampang dan eksentrisitas e yang diberikan
asumsikan besarnya jarak sumbu netral c. dengan harga c ini dapat dihitng
tinggi blok tegangan ekivalen, dnegan menggunakan a = 1.c. dari harga c
yang diasumsikan tadi hitung besarnya beban aksial nominal Pn dengan
memakai Persamaan 3.8. Sedangkan tegangan tekan f’s dan tarik fs dihitung
dengan menggunakan Persamaan 3.10 dan 3.11. Selanjutnya hitung juga
eksentrisitas untuk beban Pn ini dengan menggunakan Persamaan 3.9. Apabila
tidak memenuhi maka semua langkah diatas diulangi sampai terjadi
konvergensi yaitu eksentrisitas yang dihitung sama dengan eksentrisitas yang
diberikan.
Langkah-langkah dari prosedur coba-coba dan penyesuaian diatas dapat
dituliskan sebagai berikut:
1. jarak sumbu netral c ditetapkan
2. tinggi blok tegangan ekivalen a = 1.c,
3. tegangan baja tekan dan tarik yaitu:
0,003(c  d ' )
f’s = Es s’ = Es  f y ………………………….......…...( (3.10)
c
0,003(c  d )
fs = Es s = Es  f y …………………………….............( (3.11)
c
4. beban aksial nominal
Pnb = 0,85f’cba + As’f’s – As fs…………………………...............…...(3.14)
5. eksentrisitas yang terjadi dihitung
a
Mn = Pn e = 0,85f’cba (y - ) + A’sf’s (y – d’) + Asfs (d - y)…............(3.8)
2
6. hitungan dihentikan bila sudah tercapai syarat konvergensi yaitu
eksentrisitas hasil hitungan kira-kira sama dengan eksentrisitas yang
diberikan.

14
c) Kondisi Tekan Menentukan.
Terjadi keruntuhan tekan diawali dengan hancurnya beton. Eksentrisitas
gaya normal yang terjadi lebih kecil daripada eksentrisitas eb dan beban tekan
Pn melampaui kekuatan berimbang Pnb.
Dalam komdisi ini dicoba menggunakan prosedur pendekatan dari Whitney
(Wang, 1986). Salah satu metoda yang berlaku untuk hal dimana penulangan
ditempatkan simetris dalam lapis tunggal yang sejajar dengan sumbu lentur
adalah prosedur yang diusulkan oleh Whitney.
Dengan mengambil momen dari gaya-gaya dalam Gambar 3.3 terhadap
tulangan tarik diperoleh:
d  d' a
Pn (e  )  Cc (d  )  Cs (d  d ' ) ..........................................(3.21)
2 2
Didalam menaksir gaya tekan Cc dalam beton untuk tinggi distribusi tegangan
persegi Whitney menggunakan harga rata-rata yang berdasarkan keadaan
regangan berimbang a = 0,54d, sehingga:
Cc = 0,85f’cba = 0,85f’cb(0,54d) = 0,459bdf’c
a 0,54d 1
Cc (d- ) = 0,459bdf’c (d- ) = f’cbd2.....................................(3.22)
2 2 3
sumbu kolom

As As'

d-d' d'
d
h
Pn
e
N.A.

0,85 fc'

T
0,27 d

Cc Cs

0,54 d
Harga rata-rata untuk
keadaan regangan berimbang

Gambar 3.3.
Pendekatan Whitney kondisi tekan menentukan [Wang, 1986]

15
Bila tekan menentukan tulangan tekan biasanya leleh, jika regangannya c =
0,003 terjadi pada serat tekan ekstrim.
Dengan mengabaikan beton yang dipindahkan maka:
Cs = A’sf’y............................................................................................(3.23)
Pemasukan Persamaan 3.22 dan 3.23 ke dalam Persamaan 3.21 menghasikan,

1 1 2
fc bd A1 s f y (d  d 1 )
Pn  3 
d  d1 d  d1
e e
2 2

fc1bh A1 s f y
Pn   ................................................(3.24)
3he 3(d  d 1 )h e
  0,5
d2 2d 2 d  d1
Berdasarkan pengamatan whitney, untuk gaya beton sebesar 0,85f’cbh maka
kondisi dibawah ini cukup memuaskan hasilnya:
6dh  3h 2 1
2
  1,18
2d 0,85
Sehingga Persamaan 3.24 menjadi:

As1 f y bhfc1
Pn   ...........................................................(3.25)
e 3he
 0,5  1,18
d  d1 d2

3. Kolom Berpenampang Bundar Dengan Beban Eksentris


Kolom dengan penampang bundar tidak mengenal istilah beban biaksial
yaitu beban yang bekerja secara bersamaan terhadap sumbu lentur x dan y,
seperti halnya pada kolom penampang persegi atau bujursangkar. Dalam hal
ini digunakan istilah beban eksentris yaitu beban yang bekerja pada suatu
eksentrisitas tertentu, tanpa membedakan arah x maupun y. karena dimanapun
letak beban tersebut maka penampang beton selalu membentuk daerah beton
bertekanan yang sama yaitu berbentuk tembereng lingkaran serta garis

16
netralnya selalu sejajar dengan sumbu lentur yang terjadi akibat beban yang
bekerja.
Sedangkan bila ditinjau terhadap penampang persegi atau bujursangkar,
letak beban terhadap sumbu x dan y cukup mempengaruhi daerah beton yang
bertekanan, sehingga keadaan ini selalu membedakan antara beban biaksial,
dan uniaksial. Untuk beban biaksial, garis netralnya selalu membetuk sudut 
terhadap garis horisontal (keterangan lebih lanjut dapat dilihat Sub Bab
mengenai Lentur Biaksial dan Tekan). Sedangkan untuk beban uniaksial, garis
netralnya sejajar dengan sumbu lentur. Untuk memperjelas perbandingan
daerah beton yang tertekan ini dapat dilihat Gambar 3.4 berikut:

(a)
(b)

(c)

Gambar 3.4.
Bentuk-bentuk daerah tekan beton: (a) akibat beban eksentris
(b) akibat beban uniaksial (c) akibat beban biaksial

Seperti pada kolom persegi, kolom bundar juga menggunakan


keseimbangan momen dan gaya guna mencari gaya tahanan nominal Pn untuk
suatu eksentrisitas yang diberikan Persamaan keseimbangan tersebut serupa
dengan Persamaan 3.8 dan 3.9 dengan perbedaaan dalam hal:
1. bentuk luas yang tertekan yang merupakan elemen lingkaran, dan
2. tulangan-tulangan tidak dikelompokkan kedalam kelompok tekan dan
tarik yang sejajar

17
Dengan demikian gaya dan teganga pada masing-masing tulangan harus
ditinjau sendiri-sendiri. Luas dan titik berat segmen lingkaran yang tertekan
harus dihitung dengan menggunakan persamaan matematisnya. Pendekatan
akurat ini akan menjadi mudah apabila diselesaikan dengan bantuan
komputer. Tetapi dalam tulisan ini sebagai penyederhanaan hitungan maka
digunakan persamaan Whitney.
Whitney mengasumsikan behwa kolom bundar dapat ditransformasikan
menjadi kolom segiempat ekuivalen untuk keadaan balanced dan keruntuhan
tekan (Nawy, 19900. tetapi untuk keruntuhan tarik, tetap digunakan kolom
aktual namun masih memakai pengelompokkan tulangan tekan dan tarik.
Untuk jelasnya bisa melihat gambar 3.5.

0,003 mm/mm 0,85 fc'


d'
a Cs
As'=Ast/2 c Cc
d
2/3 Ds 0,8 h g.n

Pn As=Ast/2
Ts
ds eS < fy
e
b
Regangan Tegangan
Ast Penampang ekivalen
Ds
(b)

0,003 mm/mm 0,85 fc'


h
As'=0,4 Ast c a Cs
Cc
(a) g.n
h 3/4 Ds
As=0,4 Ast
Ts
eS < fy

Regangan Tegangan
Penampang ekivalen

(c)

Gambar 3.5.
Penampang ekivalen berdasarkan asumsi Whitney: (a) penampang aktual
(Ast = luas tulangan memanjang total), (b) penampang segiempat ekivalen
(keruntuhan tekan) (c) penampang kolom ekivalen (keruntuhan tarik) [Nawy,
1990)

18
a) Keruntuhan Balanced
Pada keadaan ini penampang kolom bundar ditransformasikan menjadi
penampang persegi ekivalen, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. tinggi dalam arah lentur sebesar 0,8h, dimana h adalah diameter luar
kolom bundar,
2. lebar kolom segiempat ekivalen diperoleh dengan membagi luas bruto
penampang kolom bundar dengan 0,8h, jadi b = Ag/0,8h
3. luas tulangan total A ekivalen didistribusikan pada dua lapis sejajar
dengan jarak 2Ds / 3 dalam arah lentur, dimana D adalah diameter
lingkaran tulangan (terjauh) as ke as.
Selanjutnya untuk menghitungtinggi garis netral tinggi blok tegangan
beban aksial tekan dan momen pada keadaan balanced, dapat mengikuti
Persamaan 3.12 sampai Persamaan 3.15.

b) Keruntuhan Tekan
Menurut Whitney penampang kolom bundar dapat diubah menjadi
penampang segiempat ekivalen bila kegagalannya berupa keruntuhan tekan,
dengan ketentuan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Persamaan keruntuhan tekan dapat diperoleh dengan menggantikan As’
menjadi 0,5Ast (d-d’) menjadi 2Ds / 3 dan d menjadi 0,5(h + 2Ds / 3), serta
menggantikan h menjadi 0,8h yang terdapat pada Persamaan 3.25.

1
As1 f y Ag f c
Pn   ................................................(3.26)
3e 9,6he
1  1,18
ds (0,8h  0,67 Ds ) 2

c) Keruntuhan Tarik.
Apabila keruntuhannya berupa kerntuhan tarik maka digunakan kolom
aktual untuk menghitung Cc, tetapi 40% dari luas tulangan Ast dikelompokkan
sejajar berjarak 0,75Ds.

19
Dengan menganggap tulangan tekan telah leleh dan daerah tekan beton
mempunyai luas A, Whitney (Park, 1974) berasumsi bahwa jarak pusat
penampang terhadap pusat berat luasan A, diberikan sebagai:
2A
x = 0,21 lh + 0,293 (0,785h - )....................................................(3.27a)
h
Bila diasumsikan juga bahwa tulangan tekan telah leleh dan As’ = As maka
dari Persamaan 3.8 diperoleh:
Pn
Pn = 0,85fc’A atau A = 1
0,85 f c
Sehingga,
Pn
x = 0,21 lh + 0,293 (0,785h - 1
)..............................................(3.27b)
0,85 f c
Dari beberapa asumsi mengenai keruntuhan tarik, maka momen yang terjadi
terhadap tulangan baja dapat ditulis sebagai berikut:
Pn (e + 0,375Ds) = Cc (x + 0,375Ds) + Cs (0,375Ds)..........................(3.28a)
Atau
Pn (e + 0,375Ds) = Pn (x + 0,375Ds) + 0,4Ast fv.................................(3.28b)

Subtitusikan harga x pada Persamaan 3.28b, sehingga didapatkan persamaan


kuadrat dalam Pn. Dengan menggunakan rumus ABC diperoleh:

0,85e m g Ds 0,85e
Pn  0,85h 2 f c '.[  0,38) 2  (  0,38)] .............(3.29)
h 2,5h h
dimana:
S st fy
g = ,m 1
, dan
Ag 0,85 f c

e = eksentrisitas gaya tekan nominal terhadap sumbu lentur kolom.


Jika tulangan tekan belum leleh maka selain menggunakan persamaan dasar
keseimbangan yang tertera pada Persamaan 3.8 dan 3.9, juga digunakan cara
coba-coba dan penyesuaian. Prosedur ini analog seperti yang dijelaskan pada
bagian kondisi tarik menentukan untuk penampang persegi. Perbedaannya
terletak pada daerah beton yang tertekan yang merupakan fungsi dari sudut

20
penampang persegi. Perbedaan terletak pada daerah beton yang tertekan yang
merupakan fungsi dari sudut  (Lihat Gambar 3.6).

da
? =a

h ? =0

Gambar 3.6.
Daerah tekan beton yang merupakan fungsi sudut 6 [Wicaksono, 1993]

Saat gaya aksial bekerja pada kolom bundar yang berdiameter h maka
menderita tekan dapat dinyatakan dalam a. seperti yang diperlihatkan Gambar
3.6, luas penampang tekan beton dapat dihitung dengan memakai ilmu ukur
analit. Yang mana luas bagian yang diarsir dinyatakan oleh:
dAc = 2(0,5h sin) da...........................................................................(3.30)
Harga a dapat diekspresikan sebagai:
a = R – R cos
= 0,5h(1 - cos)
Yang kemudian dideferensialkan terhadap  sehingga:
dA
 0,5h sin  , da  (0,5h sin  )d
d
Bila harga da disubtitusikan ke Persamaan 3.30, maka akan diperoleh:
dAc = 2(0,5h sin)(0,5h sin)d
1 2 2
= h sin  d…………………………………………………..(3.31)
2
Selanjutnya luas tampang tekan beton dihitung dengan cara mengintegralkan
Persamaan 3.31 sehingga diperoleh:
 0
h2
Ac =  sin 2 d
2  0

21
  sin  cos  
Ac = h2 
 4  …………………………………………….(3.32)

Persamaan 3.32 ini berlaku untuk a lebih kecil atau lebih besar dari jari-jari
(R) kolom bundar.
Untuk tipikal penampang dan eksentrisitas e yang diberikan asumsikan jarak
sumbu netral c. dengan harga c ini diperoleh tinggi blok tegangan a.
selanjutnya hitung luas daerah beton yang tertekan. Besarnya beban aksial
nominal Pn dapat dihitung dari Persamaan 3.8 dan tegangan tekan f’s serta
tarik fs dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.10 dan 3.11. kemudian
eksentrisitas yang terjadi dihitung berdasarkan Persamaan 3.9. apabila tidak
memenuhi maka langkah-langkah diatas diulangi terus sampai tercapai
konvergensi.
Langkah-langkah dari prosedur coba-coba dan penyesuaian diatas dapat
dituliskan sebagai berikut:
1. jarak sumbu netral c ditetapkan
2. tinggi blok tegangan ekivalen a = β1c
3. tegangan baja tekan dan tarik yaitu
0,003(c  d ' )
f’s = Es s’ = Es  f y ………………………….......…...( (3.10)
c
0,003(c  d )
fs = Es s = Es  f y …………………………….............( (3.11)
c
4. beban aksial nominal
Pn = 0,85f’cba + As’fs…………………………………………………(3.8)
5. eksentrisitas yang terjadi dihitung
a
Mn = Pn e = 0,85 f ' cba ( y  )  as' f ' s( y  d ' )  Asfs(d  y )...........(3.9)
2
6. hitungan dihentikan bila sudah tercapai syarat konvergensi yaitu
eksentrisitas hasil hitungan kira-kira sama atau sama dengan eksentrisitas
yang diberikan.
Prosedur coba-coba dan penyesuaian ini bila dihitung secara manual tidak
akurat serta perlu waktu yang cukup lama. Sehingga agar diperoleh hasil yang

22
optimum teliti dan cepat maka umumnya digunakan komputer sebagai
program bantu.

3.7. Pengaruh Kelangsingan


SNI (1991) mensyaratkan pengaruh kelangsingan boleh diabaikan bila:
1. klu/r < 34 – 12<1b / M2b, untuk komponen struktur tekan yang ditahan
terhadap goyangan kesamping atau
2. klu /r < 22 untuk komponen struktur tekan yang tidak ditahan terhadap
goyangan kesamping.
M1b dan M2b adalah momen pada ujung-ujung yang berlawanan pada kolom
dengan M2b adalah momen yang lebih besar dan M1b adalah momen yang
lebih kecil. Sedangkan lu merupakan panjang tak tertumpu kolom, k. Adalah
faktor panjang efektif yang ditentukan oleh berbagai kondisi pengekangan
ujung terhadap rotasi dan translasi, sedangkan r adalah jari-jari girasi
penampang kolom.
Untuk translasi kedua ujung yang dicegah secukupnya maka jarak antara
titik-titik balik diperlihatkan dalam Gambar 3.7. untuk semua hal yang
demikian diperoleh panjang ujung sendi ekivalen (klu) yang lebih kecil dari
panjang tak tertumpu (lu) atau k lebih kecil dari 1.

Gambar 3.7.
Panjang ujung sendi ekivalen tanpa translasi titik buhul [Wang, 1986]

23
Jika goyangan kesamping atau translasi ujung mungkin terjadi seperti dalam
hal portal tanpa pengaku panjang ujung sendi ekivalen melebihi panjang tak
tertumpu (k kebih besar dari 1) seperti terlihat dalam gambar 3.8.

Gambar 3.8.
Panjang ujung sendi ekivalen translasi titik buhul dimungkinkan [Wang, 1986]

Oleh karena kolom beton umumnya merupakan bagian dari portal adalah
perlu untuk mengerti konsep dari portal dengan pengaku (dimana stabilitas
tekuk tergantung pada kekakuan balok-balok dan kolom-kolom yang
membentuk portal). Seperti terlihat dalam gambar 3.9(a) dan (c) panjang
efektif klu untuk keadaan dimana translasi titik buhul dicegah tidak akan
melebihi panjang tak tertumpu lu. didalam suatu portal tanpa pengaku seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 3.9(b) dan (d) instabilitas mengakibatkan
tekuk dengan goyangan kesamping sehingga menyebabkan panjang efektif klu
selalu lebih besar dari panjang tak tertumpu lu.

24
Gambar 3.9.
Panjang ujung sendi ekivalen untuk portal [Wang, 1986]

Dalam SNI (1991) belum mengatur secara jelas cara menentukan besarnya
nilai faktor panjang efektif k. sehingga dicoba untuk meninjau ACI sebagai
bahan rujukan SNI dan juga dari literature lainnya. Menurut Wang (1986)
prosedur yang paling umum digunakan untuk mendapatkan faktor panjang
efektif adalah dengan menggunakan grafik alinemen dari Structural Stability
Research Council Guide yaitu Diagram Jackson dan Moreland seperti yang
terlihat pada Gambar 3.10.
Faktor panjang efektif merupakan fungsi dari faktor kekangan ujung ψA dan
ψB untuk masing-masing titik ujung atas dan bawah yang didefinisikan
sebagai:
 EI 
  kolom  kolom
Ψ=  Iu 
E I 
 c cr  balok  balok
 In 

25
dimana In merupakan panjang bentang bersih balok dan momen inersia balok,
Icr diambil sebesar setengan dari momen inersia penampang brutonya.

Gambar 3.10.
Grafik-grafik alinemen untuk faktor panjang efektif pada kolom-kolom didalam
portal menerus dimana unsur-unsur dikekang pada kedua ujung [ACI, 1983]

Kondisi unjung sendi memberikan ψ = ∞ dan ujung jepit ψ = 0. oleh karena


sendi tanpa gesekan tidak ada dalam praktek, ψ harus diambil sebesar 10
untuk ujung yang dalam analisis dimisalkan sebagai sendi (Wang, 1986).
Nomogram atau grafik alinemen dalam Gambar 3.10(a) adalah untuk portal
dengan pengaku dimana goyangan kesamping (translasi ujung0 dicegah dan
yang lain yaitu Gambar 3.10(b) adalah untuk portal tanpa pengaku dimana
goyangan kesamping dimungkinkan.
Grafik alinemen ini dapat dipakai untuk semua system satuan karena harga-
harga faktor panjang efektif karyawan. Tersebut disusun berdasarkan nilai-
nilai dari faktor kekangan ujung ψ A dan ψB yang tidak berdimensi.

26
Prosedur untuk mendapatkan faktor panjang efektif ini telah diakui oleh ACI-
10.11 didalam perhitungan pendekatan dari pengaruh kelangsingan. Dan
grafik alinemen untuk menghitung faktor karyawan. Secara eksplisit diakui
dengan pencantumannya didalam ACI commentary.
Sehingga dengan demikian grafik alinemen ini dapat dipakai guna mencari
faktor k Untuk semua kolom prismatis didalam suatu portal bertingkat dan
berbentang banyak.
Untuk mendapatkan nilai jari-jari girasi r, dapat ditentukan sebagai berikut:
1. untuk kolom persegi dengan lebar b dan tinggi harga pokok yaitu:

(bh 3 )
Ig 12  0,288h  0,3h, dan
r= 
A bh
2. untuk kolom bundar dengan diameter h yaitu:

(h 4 )
r= 64  0,25h
(h 2 )
4
Nilai M1b/M2b adalah positif untuk kelengkungan tunggal (single curvature)
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.11.

Gambar 3.11.
Macam-macam kelengkungan [Wang, 1986]

27
3.8. Analisis Kekuatan Kolom Panjang
Apabila angka kelangsingan klu /r melebihi persyaratan seperti yang
tercantum pada Sub Bab sebelumnya maka digunakan dua metoda analisi
stabilitas.

I. Metoda Pembesaran Momen (moment magnification method)


Metoda analisis ini didasarkan atas momen yang diperbesar yang dinyatakan
sebagai:
Mc = δM2 = δbM2b + δsM2s……………………………………………(3.33)
dimana:
Cm
δ=  1 ………………………………...…………….(3.34)
Pu
1
Pc
1
  1 …………………………………………....(3.35)
 Pu
1
  Pc
dan
 2 EI
Pc  …………………………………………………..(3.36)
(klu ) 2
∑Pu dan ∑Pu adalah penjumlahan gaya tekan dari semua kolom dalam satu
tingkat.
a) Untuk rangka yang tidak tahan terhadap goyangan kesamping, nilai δb
dan δs harus dihitung, serta nilai k harus lebih besar dari 1.
b) Sedangkan untuk rangka yang ditahan terhadap goyangan kesamping,
nilai δs harus diambil sebesar 0 dan nilai k lebih kecil dari 1.
c) Untuk komponen struktur yang ditahan terhadap goyangan kesamping
dan tanpa beban transversal diantara tumpuannya, Cm boleh diambil
sebagai :
M 1b
C m  0,6  0,4  0,4 ………………………….…………………..(3.37)
M 2b
d) Dan untuk kasus lain Cm harus diambil sebesar 1.

28
Menurut SNI (1991), bila perhitungannya menunjukkan bahwa pada
kedua ujung suatu komponen struktur tekan yang tertahan tidak terdapat
momen atau bahwa eksentrisitas ujung yang diperoleh dari perhitungan,
kurang dari (15 + 0,03h) mm M2b dalam persamaan 3.33 harus didasarkan
pada suatu eksentrisitas minimum (15 + 0,03h) mm. Rasio dari M1b/M2b
dalam persamaan 3.37 harus ditentukan dari salah satu ketentuan sebagai
berikut:
1. Bila eksentrisitas ujung yang didapat dari perhitungan kurang dari (15 +
0,03h) mm, momen ujung yang didapat dari perhitungan boleh digunakan
untuk menghitung M1b/M2b dalam persamaan 3.34,
2. Bila perhitungan menunjukkan bahwa pada dasarnya dikedua ujung dari
suatu komponen struktur tekan tidak terdapat momen, rasio dari M1b/M2b
harus diambil sama dengan 1.

Sedangkan bila perhitungan menunjukkan bahwa pada kedua ujung dari


suatu komponen struktur tekan yang tidak ditahan terhadap goyangan
kesamping tidak terdapat momen atau bahwa eksentrisitas ujung yang
diperoleh dari perhitungan kurang dari (15 + 0,03h) mm, maka M2b dalam
persamaan 3.33 harus didasarkan pada suatu eksentrisitas minimum sebesar
(15 + 0,03h) mm.
Untuk mendapatkan nilai EI digunakan hitungan yang lebih konservatif
yaitu:
Ec I g / 2,5
EI  ……………………………………………………….(3.38)
1 d
dimana:
,
Ec  4700 f c

Es = 2.105 MPa
1 3
Ig = bh
12
momen beban mati rencana 1,2M D
4   1
momen total rencana 1,2M D  1,6M L

29
2. Analisis Orde Kedua
Pendekatan matematis orde kedua, diperlukan apabila angka kelangsingan
klu /r melebihi 100. pada analisis ini, efek defleksi harus diperhitungkan.
Menurut pengamatan Nawy (1990), bahwa kebanyakan kolom pada
bangunan beton bertulang tidak memerlukan analisis orde kedua karena
biasanya kolom-kolom tersebut mempunyai angka kelangsingan dibawah
100. berdasarkan keadaan ini, maka dalam buku ini tidak membahas
analisis orde kedua

3.9. Diagram Interaksi Tanpa Dimensi


Kolom yangdibebani oleh beban dengan eksentrisitas tertentu , ekivalen
dengan suatu struktrur yang dibebani secara kombinasi dari benan aksial dan
momen lentur, pada suatu penampang kolom, jumlah kombinasi kekuatan
dalam menerima beban aksial dan momen lentur tidak terhingga banyaknya.
Kombinasi kekuatan ini dapat digambarkan pada suatukurva seperti yang
terlihat pad gambar 3.12 yang dikenal sebagai diagram interaksi M-N
(strength interaction diagram).

Gambar 3.12.
Diagram interaksi MN suatu penampang kolom [Wang, 1986]

30
Diagram interaksi ini merupakan penyajian dua dimensi dimana pada
sumbu x menyatakan momen lentur dan pada sumbu y menyatakan gaya
aksial/gaya normal. Bila pada pepenampang hanya bekerja beban aksial
(momen = 0), maka dikatakan penampang menderita beban konsentris dan
mempunyai kapasitas beban sentris maksimum (Po) seperti yang dinyatakan
dalam persamaan 3.4,
Po = 0,85 fc. Ag + Ast fy
dengan menganggap luas beton yang ditempati oleh tulangan baja
diabaikan.
Sedangkan bila pada penampang bekerja suatu beban aksial dengan
eksentrisitas yang tak terhingga, maka dapat dikatakan penampang tersebut
hanya mengalami momen lentur (beban aksial = 0). Dengan menganalog cara
yang dijelaskan sebelumnya mengenai kekuatan kolom pendek akibat beban
uniaksial, dan berdasarkan diagram distribusi regangan-tegangan serta
persamaan-persamaan keseimbangan gayanya, maka akan diperoleh nilai
momen nominal seperti yang tertera pada persamaan 3.9, yaitu:
a
Mn = 0,85 f ' c ba ( y  )  As ' f ' s ( y  d ' )  As f s (d  y )
2
dengan menganggap tidak ada gaya aksial yang bekerja.
Akibat kombinasi beban aksial dan monen lentur yang bekerja, pada
suatu saat penampang mengalami kondisi balanced. Pada keadaan ini
regangan tekan beton pada serat tepi terluar yang tertekan mencapai regangan
batas, εc = 0,003 dan secara bersamaan regangan tarik baja tulangan mencapai
titik leleh ε = fy/Es. Dalam kondisi balanced ini penampang mempunyai nilai
nominal untuk gaya aksial dan momen lenturnya yang masing-masing dapat
dinyatakan pada persamaan 3.14 dan 3.15, antara lain:
Pnb = 0,85fc’bab + As’f’y – As fs
ab
Mnb = 0,85fc’bab (y - ) + As’fs’ (y – d’) + Asfy (d - y)
2

31
yang sudah dijelaskan sebelumnya, mengenai kekuatan kolom pendek akibat
uniaksial.
Berdasarkan data-data di atas, serta titik-titik koordinat Mn dan Pn akibat
kombinasi momen lentur dan beban aksial yang bekerja pada penampang,
maka secara garis besar dapat digambarkan diagram interaksi M-N, sesuai
dengan yang diperlihatkan gambar 3.12.
Dari gambar 3.12 tersebut, dapat dilihat bahwa keadaan berimbang (kondisi
balanced) memberikan titik pembagian daerah, yaitu antara daerah tekan
dengan tarik menentukan. Kondisi patah tekan yang dikenal sebagai tekan
menentukan adalah keadaan dimana kekuatan tekan Pn melampaui kekuatan
tekan berimbang Pnb atau bila eksentrisitas e lebih kecil dari harga
eksentrisitas berimbang, sehingga regangan beton mencapai 0,003 sebelum
ulangan tarik leleh, pada keadaan ini garis netral c lebih besar dari garis netral
balanced cb.
Kondisi patah tarik yaqng dikenal sebagai tarik menentukan adalah dimana
kekuatan tekan Pn lebih kecil dari harga kekuatan berimbang Pnb atau
eksentrisitas e lebih besar daripada eksentrisitas eb, sehingga regangan tulang
tarik melampaui regangan lelehnya sebelum atau ketika regangan tekan beton
mencapai 0,003, pada keadaan ini c<cb.
Diagram interaksi yang sudah ada, baik yang disajikan dari Kusuma (1993)
ataupun dari beberapa tugas akhir dapat dipakai sebagai alat bantu dalam
perancangan dan analisis.Diagram interaksi tersebut mempunyai keadaan
tanpa dimensi. Hal ini didapat dengan cara mengalihkan kedua sumbu
diagram interaksi M-N dengan suatu faktor, antara lain:
1. untuk Momen, faktornya adalah:
1  et 
 , dan
Agr 0,85 f 'c  h 
2. untuk Beban Aksial, faktornya adalah:
1
Agr 0,85 f 'c
Sehingga koordinatnya dapat dinyatakan dengan:

32
1. sebagai absis,
Pu  et 
 
Agr 0,85 f 'c  h 
2. sebagai ordinat;
Pu
Agr 0,85 f 'c
Nilai-nlai ini merupakan besaran yang tidak berdimensi dan ditentukan
oleh faktor reduksi kekuatan Φ mutu beton maupun ukuran penampang.
Dalam et, telah diperhitungkan eksentrisitas e = Mu/Pu beserta faktor
pembesaran momen yang berkaitan dengan gejala tekuk atau kelangsingan
kolom.
Besaran pada kedua sumbu diagram interaksi tanpa dimensi dapat
dihitung dan ditentukan kemudian suatu nilai r dapat dibaca. Penulangan ρ
yang diperlukan adalah βr dengan β bergantung pada mutu beton sesuai
dengan yang ditunjukkan pada Lampiran 1 dalam tulisan ini. Dari tulangan
yang dipakai dengan bantuan diagram interaksi tanpa dimensi juga dapat
diperiksa apakah penampang dan tulangan yang dipakai sudah memenuhi atau
belum.
Mengenai penggunaan diagram interaksi tanpa dimensi untuk perancangan
dan analisis akan dijelaskan lebih lanjut pada bab IV.

3.10. Lentur Biaksial dan Tekan


Kolom-kolom pojok pada bangunan adalah suatu elemen struktur yang
mengalami momen lentur biaksial yaitu momen lentur yang bekerja secara
bersamaan terhadap sumbu x dan y seperti terlihat pada Gambar 3.13(a) dan
(b). kolom yang mengalami momen Mw terhadap sumbu x menghasilkan
eksentrisitas cy dan momen Mw terhadap sumbu y menghasilkan eksentrisitas
ex. dengan demikian sumbu netralnya membentuk sudut θ terhadap garis
horisontal.

33
Besar sudut θ bergantung pada interaksi momen lentur terhadap kedua
sumbu dan besarnya beban aksial. Daerah yang tertekan pada beton dapat
mempunya bentuk-bentuk seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.31(c).
Y

Ex

Mx Ey

h/2
h My
X
h/2

b/2
b
Pusat plastis

(a)

(iii) (i)
Balok lantai ujung

(iv) (i)
Mxx = P . ey (c)
Myy = P . ex

M= P . e = Mxx² - Myy²

Gambar 3.13.
Kolom pojok yang mengalami gaya aksial:
(a) penampang kolom dengan lentur aksial, (b) vektor momen Mxx dan Myy
(c) bentuk-bentuk daerah yang tertekan pada tampang kolom [Nawy,
1990)

Kolom-kolom yang demikian pada perancangan serta analisisnya harus


menggunakan suatu proses coba-coba dan penyesuaian didalam mendapatkan
posisi miring dari garis netral. Dan juga keserasian tegangan harus
diperhatikan pada setiap tulangan. Menurut Wang (1986) metoda seperti ini
cukup rumit dan tidak ada rumus yang dapat dikembangkan untuk
penggunaan yang praktis. Selain cara demikian biasanya digunakan konsep
permukaan runtuh.
Konsep penggunaan permukaan runtuh telah disajikan oleh Bresler dan
Pannell. Kekuatan nominal batas dari suatu penampang dalam lentur biaksial
dan tekan merupakn fungsi dari tiga variabel yaitu Pn, Mnx, dan Mny, yang juga
dapat dinyatakan didalam gaya aksial P yang bekerja dengan eksentrisitas e y =

34
Mnx/Pn dan ex = Mny/Pn yang masing-masing menurut arah sumbu x dan y
seperti terlihat pada Gambar 3.14.
Y

ex
Mnx = Pn.ey
Mny = Pn.ex
ey Pn
h X

(Batang tulangan
tidak diperlihatkan)

Gambar 3.14.
Notasi [Wang, 1986]

Gambar 3.15.
Permukaan runtuh S1 (Pn, ex, ey) [Wang, 1986)

Didefinisikan tiga tipe permukaan runtuh. Dalam tipe pertama S1, variabel
yang digunakan sepanjang ketiga sumbu ortoganal adalah Pn, ex, ey seperti
terlihat pada Gambar 3.15. dalam tipe kedua S2 variabel-variabelnya adalah
Pn, Mnx, dan Mny, seperti tunjukkan pada Gambar 3.17. Bresler mendapatkan

35
suatu prosedur analis yang sangat bermanfaat dengan menggunakan konsep
permukaan berbalikan (resiprocal) S2. Tipe yang ketiga permukaan runtuh S1
merupakan perluasan tiga dimensi dari diagram interaksi untuk lentur
uniaksial dan tekan seperti yang telah disinggung pada sub bab sebelumnya.
Didalam penyajian berikut ini dijelaskan dua metoda. Yang pertama dengan
menggunakan permukaan lawan 1/Pn – ex – ey (S2) yang memberikan alat
yang sederhana untuk analisis. Dan yang kedua menggunakan permukaan Pn -
Mny - Mnx (S3) yang berguna didalam perancangan dan analisis.

Gambar 3.16
Permukaan runtuh berbalikan S2 (/Pn – ex – ey) [Wang, 1986]

Gambar 3.17.
Permukaan runtuh S3 (Pn - Mny - Mnx) [Wang, 1986]

36
1. Metoda Beban Berlawanan dari Bresler
Didalam usaha untuk menyususn suatu prosedur yang realistis untuk analisis
Bresler menyarankan pendekatan untuk suatu titik (1/Penl, exA, eyb) pada
permukaan runtuh berlawanan S2 dengan suatu titik (1/Pi, exA, eyb) pada suatu
bidang datar S2’ yang melalui titik A B dan C. untuk jelasnya lihat Gambar
3.18. masing-masing titik pada permukaan yang sebenarnya didekati dengan
bidang yang berbeda atau keseluruhan permukaan runtuh didefinisikan oleh
tak terhingga jumlah bidang-bidang.

Gambar 3.18.
Grafik Penampilan Dari Metoda Beban Berbalikan [Wang, 1986]

Persoalan ini adalah untuk menentukan kekuatan Pn1 yang ada dengan
eksentrisitas biaksial exA dan eyB dengan memisalkan bahwa Pn1 sama dengan
Pi yang terletak pada bidang S2’ yang khusus ditetapkan untuk itu. Bidang
khusus ditentukan dengan jalan melakukan bidang ini melalui tiga titik A, B
dan C yang diketahui terletak pada permukaan runtuh sebenarnya S2.
A (exA, 0, 1/Py)
B (0, eyB, 1/Px)
C (0, 0, 1/Po)

37
dimana kekuatan Po adalah kekuatan nominal dibawah tekan aksial saja tanpa
eksentrisitas, Px adalah kekuatan nominal pada eksentrisitas uniaksial eyB (Mnx
= PxeyB) dan Py adalah kekuatan nominal pada eksentrisitas uniaksial e2xA (Mny
= PyexA).
Dengan perkataan lain, A mewakili suatu titik (P y, Mny)1 pada diagram
interaksi uniaksial Pn – Mn, seperti dalam Gambar 3.12 untuk lentur terhadap
sumbu y.
Titik B menyatakan suatu titik (Px, Mnx) pada diagram interaksi uniaksial Pn –
Mn terhadap sumbu x. dan titik C adalah satu titik bersama untuk kedua
diagram interaksi.
Persamaan bidang S2’ dapat ditentukan menurut ketiga titik A, B, dan C.
dengan menuliskan x = ex, y = ey, dan z = 1/Pn, persamaan umum dari bidang
adalah:
A1x + A2y + A3z + A4 = 0………………………………………...….(3.39)
Pemasukan-pemasukan koordinat-koordinat titik A, B, dan C (lihat Gambar
3.18) ke dalam 3.39 memberikan:
1
A1e xA  0  A3  A4  0 …………………………………..……..(3.40-a)
Py

1
0  A2 e yB  A3  A4  0 …………………………………...……(3.40-b)
Px

1
0  0  A3  A4  0 ……...……………………………………...(3.40-c)
Po
penyelesaian dari Persamaan 3.40(a), (b), dan (c) untuk A1, A2 dan A3 didalam
A4 yaitu:

1  P0 
A1    1 A4 ………………………………………………..(3.41-a)
e xA P 
 y 

1  P0 
A2    1 A4 ………………………………………...……..(3.41-b)
e yB  Px 
A3   Po A4 ……………….………………………………………..(3.41-c)

38
Dengan memasukkan Persamaan 3.14(a), (b), dan (c) kedalam Persamaan 3.39
diperoleh:
 x  Po   Po  
A4    1  y   1  Po z  1  0 ……………………….(3.42)
 e xA P  e 
 y  yB  Px 

Pembagian Persamaan diatas dengan Po mengubah persamaan dari bidang S2’


menjadi:

x  1   1 1 
  1  y     z 
1
 0 ……………………..….(3.43)
P 
e xA  y Po  e yB  Px Po  Po

Titik (x = exA, y = eyB, dan z = 1/Pi) pada bidang, mendekati titik (x = exA, y =
eyB, dan z = 1/Pn1) pada permukaan runtuh yang sebenarnya maka Persamaan
3.43 menjadi:
 1   
  1    1  1   1  1  0 ……...……………………..…(3.44)
P P   
 y o   Px Po  Pi Po
yang menciut menjadi bentuk yang berikut untuk P:
1 1 1 1
   …………………………………………………...(3.44)
Pi Px Py Po
bresler telah mendapatkan bahwa harga-harga Pi yang dihitung denga
menggunakan Persamaan 3.44 adalah sangat cocok dengan hasil-hasil
percobaan.

2. Metode Kontur Beban Cara Bresler


Metode ini mencakup pemotongan dari permukaan runtuh S3 (Gambar 3.17)
pada harga Pn yang konstan untuk memberikan apa yang dinamakan interaksi
kontur beban yang melibatkan Mnx, Mny. Dengan perkataan lain, keseluruhan
permukaan S3 dapat dianggap meliputi satu keluarga dari kurva-kurva (kontur
beban) yang sehubungan dengan harga Pn yang konstan tersebut, yang kalau
digambarkan bersama dalam satu bidang tunggal akan serupa dengan peta
kontur (countur map). Bidang cirian pada Pn yang konstan dengan kontur
beban yang bersangkutan, diperlihatkan dengan jelas dalam Gambar 3.19.

39
Gambar 3.19.
Kontur beban untuk P tetap pada permukaan runtuh S [wang, 1986]

Persamaan umum yang tak berdimensi untuk kontur beban pada Pn yang
konstan dapat dinyatakan dalam bentuk:
1 2
 M nx   M ny 
     1 ………...………….……………………….(3.45)
 M x   M y 
dimana
Mnx = Pney; Mny = Pnex
Mσx = Mnx kapasitas pada beban aksial Pn bila Mny (atau ex) nol
Mσy = Mny kapasitas pada beban aksial Pn bila Mnx (atau ey) nol
serta α1 dan α2 adalah pangkat yang tergantung pada dimensi dari penampang
jumlah dan letak penulangan, kekuatan beton tegangan leleh tulangan dan
jumlah dari selimut beton Bresler menyarankan bahwa dapat dibenarkan
untuk mengambil α1 = α2 = α, dengan
 
 M nx   M ny 
     1 ……..……………….……………………….(3.46)
 M x   M y 
yang diperlihatkan secara grafis dalam Gambar 3.20.

40
Gambar 3.20.
Kurva Interaksi untuk Persamaan 3.46 [Wang, 1986]

Bresler melaporkan harga-harga yang dihitung untuk α berkisar antara 1,15


sampai 1,55. untuk tujuan praktis cukup memuaskan untuk mengambil α
sebesar 1,5 untuk penampang persegi dan 2 untuk penampang bujursangkar.

3. Metoda Kontur Beban cara Parme


Cara Parme ini merupakan suatu perluasan dari metoda kontur beban
Bresler. Interaksi Bresler yang terdapat pada Persamaan 3.46 dianggap
sebagai kriteria kekuatan dasar untuk menetapkan kontur beban cirian yang
memberikan perpotongan dari permukaan runtuh S3 (Gambar 3.19) dengan
bidang horisontal dengan tinggi Pn. kontur beban cirian yang demikian
diperlihatkan dalam Gambar 3.21. perubahan didalam orientasi dari sumbu-
sumbu Mnx dan Mny dilakukan didalam Gambar 3.21 untuk mencocokkan
dengan penyajian dua dimensi.

41
Gambar 3.21
Kontur Beban Dibidang P yang Tetap dan Dipotong
Melalui Permukaan Runtuh [Wang, 1986]

Didalam cara Parme, suatu titik B pada kontur beban didefinisikan


sedemikian hingga kekuatan momen biaksial Mnx dan Mny pada titik ini adalah
didalam perbandingan yang sama dengan kekuatan momen uniaksial Mσx dan
Mσy sehingga pada titik B berlaku:
M nx M ny
 ………….……………….…….……………………….(3.47)
M x M y

atau
Mnx = βMσx; Mny = βMσy……………………………………………..(3.48)

Gambar 3.22.
Kontur beban tak berdimensi pada P yang tetap [Wang,1986]

42
Bila keliling beban pada Gambar 3.21 disesuaikan untuk mengambil bentuk
yang tak berdimensi seperti pada Gambar 3.22 titik B akan mempunyai
perbandingan β yang didefinisikan Persamaan 3.48 sebagai koordinat x dan y.
didalam pengertian fisik, perbandingan β merupakan perbandingan yang
konstan dari kekuatan momen uniaksial yang bekerja secara serentak pada
penampang kolom. Harga yang sebenarnya dari β tergantung pada
perbandingan dari Pn terhadap Po, disamping sifat-sifat bahan dan penampang
namun harga yang umum berkisar antara 0,55 dan 0,70. sedangkan untuk
perencanaan, disarankan untuk mengambil harga rata-rata β = 0,65.
Setelah harga empiris untuk β ditetapkan untuk suatu penampang dan
pembebanan, keliling beban tak berdimensi yang penuh menjadi tertentu jika
Persamaan 3.46 diterima sebagai hubungan yang sebenarnya. Hubungan
antara α dari Persamaan 3.46 dan β diperoleh dengan menggunakan koordinat
dari titik B, yang diketahui terletak pada keliling. Sehingga pemasukan dari
koordinat B ke dalam Persamaan 3.46 menghasilkan:
 
 M nx   M ny 
     1
 M x   M y 
1
βα =
2
α log β = log 0.5
log 0,5
α= …………………………………………...(3.48)
log 
Dengan demikian Persamaan 3.46 dapat dituliskan sebagai:
log 0, 5 log 0, 5

 M nx  log   M ny  

     1 ……………………………………….(3.50)
 M x   M y 
penggambaran dari Persamaan 3.50 untuk bermacam-macam harga β
diperlihatkan didalam Gambar 3.23.

43
Gambar 3.23.
Hubungan interaksi untuk lentur biaksial (kontur beban)
dinyatakan dalam nilai β [Wang, 1986]

Untuk tujuan perencanaa keliling beban yang tak berdimensi pada Gambar
3.22 dapat didekati dengan dua garis lurus AB dan BC seperti terlihat dalam
Gambar 3.24.

Gambar 3.24.
Pendekatan garis lurus dari kontur beban untuk perencanaan [Wang, 1986]

44
Bila Mny/Moy melampaui Mnx/Mox, persamaan pendekatan garis untuk BC
adalah:
M ny M nx 1   
  1 …...………….…….……………………….(3.51)
M y M x   

dan bila Mny/Moy lebih kecil dari Mnx/Mox, maka ppersamaan pendekatan garis
lurus untuk AB adalah:
M nx M ny 1   
  1 …...……………….……………………….(3.52)
M x M y   

untuk keperluan perencanaan, Persamaan 3.51 dan 3.52 dapat dituliskan


sebagai:
 M y  1     M ny M y 
M ny  M nx     M y ;    ...………………….(3.53)
 x  
M    nx
M M x 

 M  1     M ny M y 
M nx  M ny  x     M x ;    ………...………….(3.54)
 M y      M nx M x 
Dengan demikian Persamaan 3.53 dan 3.54 memberikan rumus aljabar
alternatif terhadap persamaan eksponensial pada Persamaan 3.50 atau Gambar
3.24.
Bila digunakan penampang persegi dengan tulangan yang disebarkan merata
sepanjang keempat sisi perbandingan dari Moy terhadap Mox (yaitu Moy / Mox
pada gambar 3.14) kira-kira sama dengan perbandingan b terhadap h, maka:
M oy b

M ox h
yang memberikan masing-masing untuk Persamaan 3.53 dan 3.54 yaitu:

 b  1     M ny M y 
M ny  M nx      M y ;    ……….…...………….(3.55)
 h     nx
M M x 

 b  1     M ny M y 
M nx  M ny      M  ;    ……………………….(3.56)
 h   
x
 M nx M x 

45
BAB 4
PERANCANGAN DAN ANALISIS KOLOM

4.1. Langkah-langkah Perancangan dan Analisis akibat Beban Uniaksial


pada Penampang Persegi
4.1.1. Kolom Pendek
Langkah-langkah berikut ini dapat diikuti untuk perancangan dan analisa
apabila perilaku kolom tersebut ditentukan oleh kegagalan material.
1. Hitunglah beban aksial luar rencana Pu dan momen rencana Mu. Serta
hitung juga eksentrisitas e = Mu / Pu.
2. Asumsikan ukuran penampang kolom. Dimensi kolom yang berupa
pecahan (bukan bilangan bulat) sebaiknya dihindari.
3. Asumsikan angka penulangan ρ antara1% sampai 8%, dan diperoleh luas
tulangannya.
4. Hitung eb untuk penampang yang diasumsikan ini dan tentukan jenis
keruntuhannya, apakah diawali dengan lelehnya tulangan tarik ataukah
dengan hancurnya beton tertekan.
5. Periksa/analisis apakah penampang tersebut sudah memenuhi atau
belum. Apabila penampang tersebut tidak dapat memikul beban rencana
atau terlalu besar maka ubahlah ukuran kolomnya dan (atau) tulangannya
kemudian ulangi langkah 4 dan 5. Prosedur yang lebih jelas dapat dilihat
pada Lampiran 2.
Contoh:
Kolom beton bertulang berpenampang persegi seperti yang diperlihatkan
pada Gambar 4.1 mengalami gaya aksial kerja akibat beban mati 200 kN,
dan akibat beban hidup 450 kN. Serta mengalami momen lentur kerja akibat
beban mati 135 MNmm, dan akibat beban hidup 157 MNmm. Bila diberikan
f’c = 30 Mpa dan fy = 400 Mpa maka desainlah dimensi dan tulangan
tersebut serta periksalah beban yang boleh bekerja pada penampang tersebut.

46
Pn

ec = 0,003 0,85 fc'


d' e
e'S Cs Cs
As' a Cc Cc
y h/2 c

h d g.n (d - d')
sumbu kolom

As
ds Ts Ts
eS
b Regangan
Tegangan Gaya dalam

Penampang melintang
Cc = 0,85 fc'.be
sumbu kolom fs = Es . es = fy
es = 0,003.((d-c)/e) Cs = As'.fs'
es' = 0,003.((c-d')/e) fs' = Es . e's = fy Ts = As.fs

c = jarak sumbu netral


y = jarak sumbu kolom
e = eksentrisitas beban ke sumbu kolom
d' = selimut efektif tulangan tekan

Gambar 4.1.
Penampang melintang kolom pendek diagram regangan dan tegangan
serta gaya-gaya dalam

Penyelesaian:
Hitung gaya aksial dan momen rencana yang bekerja:
Pu = 1,2PD + 1,6PL = 1,2.2.105 + 1,6.4,5.105
= 9,6.105 N
Mu = 1,2MD + 1,6ML = 1,2.1,35.108 + 1,6.1,57.108
= 4,132.108 Nmm
e = Mu/Pu = 430,42 mm
Asumsikan ukuran penampang 350 mm x 500 mm, dengan jarak ds = d’ = 50 mm
dan angka penulangan total 2,5%. Tulangan kolom dianggap simetris sehingga:
As 1
ρ = ρ’ =  0,025  0,0125
bd 2
As = A’s = 0,0125350(500-50) = 1968,75 mm2
Dicoba tulangan 6D22 masing-masing pada dua sisi berhadapan (As = A’s =
2279,64 mm2)
2279,64
ρ=  0,014
350(500  50)

47
Cek apakah eksentrisitas rencana yang diberikan e lebih besar atau lebih kecil
daripada eksentrisitas balanced eb
600d 600.450
cb =   270mm
600  f y 600  400
ab = β1cb = 0,85.270 = 229,5 mm
(cb  d ' ) (270  50)
f’s = 600  600
cb 270
= 488,9 MPa > fy = 400 MPa
Dengan demikian gunakan f’s = fy = 400 MPa
Pnb = 0,85f’cbab + As’f’s – As fy
= 0,85.30.350.229,5 = 2048,287 kN
h ab h h
Mnb= 0,85f’cbab(  ) +A’sf’s(  d ' ) +Asfy(d- )
2 2 2 2
500 229,5 500
=0,85.30.350.229,5(  ) +2279,64.400(  50)  2279,64.400
2 2 2
 500 
 450  
 2 
= 641,773.MNmm
cb= Mnb/Pnb = 313,32.mm<c=430,42.mm
Karena eksentrisitas yang diberikan (e = 430,42mm) lebih besar dari
eb(313,32mm) maka keruntuhan kolom tersebut berupa keruntuhan tarik.
Selanjutnya analisis tampang tersebut terhadap beban yang bekerja. Gunakan
faktor reduksi kekuatan ф=0,7.
fy 400
ρ = 0,014,m = = = 15,69
0,85 f ' c 0,85.30
h  2e 500  2.430,42
= 2.450 = -0,4
2d

d' 50
1- = 1- =0,89
d 450
 h  2e  h  2e 
2
 d' 
Pn = 0,85f’c bd      2mp1   
 2d  2d   d 
 

48
= 0,85.30.350.450  0,4   0,42  2.15,69.0,014.0,89 
 
= 1374,7232.kN
Pr’ = Pn = 0,7.1374,7232 = 962,31>960.kN OK
Pr’ = >0,1Agf’c
>0,1(350.500)30
Pr’ = 525.kN, maka.tetap.dipakai. =0,7 OK!

Cek apakah benar tegangan pada tulangan desak f’s > fy


Pn 1374723,2
a= = = 154,03.mm
0,85 f ' c b 0,85.30.350
154,03
c= = 181,21.mm
0,85

 181,21  50 
f’s= 600   = 434,45.Mpa > fy………OK!
 181,21 
Dengan demikian dimensi dan penulangan kolom hasil perancangan dapat dipakai
karena dari analisis yang dilakukan, beban rencana yang bekerja (960 kN) lebih
kecil dari kapasitas penampang (962,31 kN).

4.1.2 Kolom Panjang


Langkah-langkah berikut ini dapat diikuti untuk perancangan dan analisis,
apabila perilaku kolom tersebut ditentukan oleh pengaruh tekuk (kelangsingan).
1. Tentukan apakah kolom dari rangka (frame) yang didesain dan dianalisis
diperkaku terhadap goyangan lateral atau tidak. Kemudian asumsikan
ukuran penampang.
2. Hitung eksentrisitasnya dengan menggunakan minimumnya. Apabila lebih
kecil dari batas minimum gunakan harga minimum tersebut.
3. Hitung angka kelangsingan kolom, klu /r dan tentukan apakah termasuk
kolom langsing ataukah kolom pendek. Apabila berupa kolom langsing dan
kelangsingannya tidak melebihi 100, hitunglah momen yang diperbesar Mc.
Dengan menggunakan momen ini hitunglah, eksentrisitas ekivalen yang

49
dapat digunakan untuk merancang dan menganalisis kolom langsing ini
seperti pada kolom pendek. Apabila kl /r lebih besar dari 100, digunakan
analisis orde kedua.
4. Diagram alir mengenai urutan perhitungan ini dapat dilihat pada lampiran 3.
Sedangkan mengenai desain dan analisis kolom pendek ekivalen caranya
seperti tertera pada lampiran 2.

Contoh 1:
Rencanakanlah kolom D (lihat Gambar 4.2) yang mempunyai bentuk persegi
dengan sekang ikat serta lakukan pula analisis dari hasil perancangannya.
Kolom mempunyai panjang bersih (lu) 5500 mm dan merupakan bagian dari
portal gedung yang tidak ditahan terhadap goyangan lateral seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 4.2. Dari hasil analisis struktur kolom-kolom
dalam tingkat tersebut mendukung beban-beban gravitasi dan gempa seperti
yang diperlihatkan pada Tabel 4.1 4.2 4.3 dan Tabel 4.4.

Tabel 4.1
Beban-Beban Yang Bekerja Pada Kolom D
Beban Gravitasi Beban Gempa
Beban Mati Beban Hidup (E)
(D) (L)
Gaya Aksial (N) 59000 170000 320000
Momen (Nmm):
- Ujung Atas Kolom 71000000 62000000 54000000
- UjungBawah 92000000 85000000 65600000
Kolom

50
Tabel 4.2
Beban-Beban Yang Bekerja Pada Kolom M
Beban Gravitasi Beban Gempa (E)
Beban Mati Beban Hidup
(D) (L)
Gaya Aksial (N) 57000 160000 274000
Momen (Nmm):
- Ujung Atas Kolom 69000000 60500000 53500000
- Ujung Bawah Kolom 91200000 84100000 64700000

Tabel 4.3
Beban-Beban Yang Bekerja Pada Kolom L
Beban Gravitasi Beban Gempa (E)
Beban Mati Beban Hidup
(D) (L)
Gaya Aksial (N) 52000 140000 264000
Momen (Nmm):
- Ujung Atas Kolom 58900000 51200000 42600000
- Ujung Bawah Kolom 75800000 68700000 53100000

Tabel 4.4
Beban-Beban Yang Bekerja Pada Kolom N
Beban Gravitasi Beban Gempa (E)
Beban Mati Beban Hidup
(D) (L)
Gaya Aksial (N) 491000 131000 225200
Momen (Nmm):
- Ujung Atas Kolom 58200000 5010000 41200000
- Ujung Bawah Kolom 72400000 65200000 52200000

51
Ditetapkan bahwa:
Panjang bentang bersih balok, ln = 6850 mm
f’c = 30 Mpa, fy = 400 MPa

D
L 300 mm x 350 mm N
M

300 mm x 400 mm

Gambar 4.2
Portal Tidak Simetris Tanpa Pengaku

PENYELESAIAN:
Diasumsikan ukuran penampang 350 mm x 550 mm dengan jarak ds = d’ = 50
mm, seperti terlihat pada gambar 4.3.

d'
As'

h = 550 mm

As
ds

b = 350 mm
Gambar 4.3
Penampang melintang kolom D pada portal tidak simetris
Dihitung eksentrisitas dari momen ujung yang terbesar akibat beban gravitasi:
M2b = 1,2MD + 1,6ML
= 1,2.92000000 + 1,6.85000000 = 246400000 Nmm
Pug = 1,2MD + 1,6ML
= 1,2.590000 + 1,6.170000 = 980000 N

52
Eksentrisitas minimum:
cmin = 15 + 0,03h = 15 + 0,03.550 = 31,5 mm
e > emin, baik

Dihitung gaya aksial dan momen akibat kombinasi beban gravitasi dan beban
gempa.
U = 1,05. (D + L + E)
Pu = 1,05. (590000 + 170000 + 320000) = 1134000 N
M2S= 1,05.(92000000 + 85000000 + 65600000)
= 254700000 Nmm

Dihitung kekakuan kolom.

E c = 4700 f ' c = 4700 30 = 25742,96.Mpa

1 1
Ig = .bh3 = 350(550)3 = 4852600000.mm4
12 12
1,2M D 1,2.92000000
βd = =
1,2M D  1,6M L 1,2.92000000  1,6.85000000
= 0,45 <1
Ec I g 25742,96.4852600000
EI = =
2,51   d  2,51  0,45
= 34461000000000 Nmm2
Dihitung momen inersia balok di kanan kiri kolom. Dengan menganggap momen
inersia penampang retak balok sebesar setengah dari momen inersia penampang
bruto maka:
1. Momen Inersia balok di kanan kiri ujung atas kolom yaitu:
I gb 1  1 3
Icr  =
 300350  = 535937500 mm4
2 2 12 

2. Momen Inersia balok di kanan kiri ujung kolom yaitu:


I gb 11 
I cr    300(400) 3   800000000
2 2 12 

53
sehingga faktor-faktor kekangan ujung  yang terjadi pada kolom adalah:
 EI / I u ...kolom  kolom
A (ujung atas kolom) =
 Ec I cr / I n ...balok  balok

2(34461000000000 / 5500)
=
2(25742,96.535937500 / 6850)
= 3,1

 EI / I u ...kolom  kolom
B (ujung bawah kolom) =
 Ec I cr / I n ...balok  balok

2(34461000000000 / 5500)
=
2(25742,96.800000000 / 6850)
= 2,1

Dari gambar 3.10 (lampiran 12.b) dengan A = 3,1 dan B = 2,1, maka diperoleh
k = 1,72 sehingga:
klu 1,72.5500
  57,3  22 (termasuk.kolom.panjang)
r 0,3.550
Sedangkan beban tekuk Euler yang terjadi adalah:
 2 EI  2 .34461000000000
Pc = 
klu 2 2,25.55002
= 2218690,668.N
c  23796687,908  2218690,668
= 125030757,15.N
Berdasarkan data dari Tabel 4.1, 4.2, 4.3 dan 4.4, dihitung gaya aksial terfaktor
pada kolom L, D, M, dan N akibat kombinasi beban mati beban hidup serta beban
gempa.

54
Pu = 1,05(PD + PL + PE)
PuL = 1,05(520000 +140000 + 264000) = 970200 N
PuD = 1,05(590000 +170000 + 320000) = 1134000 N
PuM = 1,05(570000 +160000 + 274000) = 1054200 N
PuN = 1,05(491000 + 131000 + 225200) = 889600 N
Pu = PuL + PuD + PuM + PuN
= 970200 +113400 +1054200 +889600
= 4048000 N
Sehingga bila digunakan faktor reduksi kekuatan ф = 0,7 maka faktor pembesaran
momen yang terjadi adalah:
1 1
   1,926  1
u 4048000
1 1
c 0,7.12030757,15

Mu= sM2s
= 1,926.254700000 = 490550000 Nmm
e = Mu /Pu = 432,58 mm
Desain dan analisis kolom pendek ekivalen.
Untuk memahami hitungan yang dilakukan dapat dilihat Gambar 4.4.
Pn

ec = 0,003 0,85 fc'


d' e
e'S Cs Cs
As' a Cc Cc
y h/2 c

h d g.n (d - d')
sumbu kolom

As
ds Ts Ts
eS
b Regangan
Tegangan Gaya dalam

Penampang melintang
Cc = 0,85 fc'.be
sumbu kolom fs = Es . es = fy
es = 0,003.((d-c)/e) Cs = As'.fs'
es' = 0,003.((c-d')/e) fs' = Es . e's = fy Ts = As.fs

c = jarak sumbu netral


y = jarak sumbu kolom
e = eksentrisitas beban ke sumbu kolom
d' = selimut efektif tulangan tekan

Gambar 4.4
Penampang Kolom D Pada Portal Tidak Simetris Diagram Regangan Dan
Tegangan Serta Gaya-Gaya Dalam

55
Digunakan angka penulangan total 2,3% dan tulangan kolom dianggap simetris
sehingga :
As 1
 = ’ =  0,023  0,0115
bd 2
As = A’s = 0,0115.350(550-50) = 2012,5 mm2
Gunakan tulangan 6D22 masing-masing pada dua sisi berhadapan (As =
A’s=2279,64 mm2).
2279,64
=  0,013
350.500
Cek apakah eksentrisitas rencana yang diberikan lebih besar atau lebih kecil
daripada eksentrisitas balanced eb.
600d 600.500
cb =   300.mm
600  f y 600  400

ab = 1cb = 0,85.300 =255 mm


 c  d'  300  50 
f’s = 600  b   600 
 cb   300 
= 500.MPa > fy

Dengan demikian digunakan f’s = fy = 400 Mpa


Pnb = 0,85f’cbab + A’sf’s-Asfy
= 0,85.30.350.255 =2275875 N

h a 
Mnb = 0,85f’cbab   b   A' s f ' s   d '   As f y  d  
h h
2 2  2   2
= 0,85.30.350.255
 550 255   550   550 
    2279,64.400  50   2279,64.400 500  
 2 2   2   2 
= 746026800.Nmm
eb = Mnb/Pnb = 327,8 < e = 432,58.mm
Karena eksentrisitas akibat beban (e = 432,58 mm) lebih besar dari eb (327,8 mm)
maka kekuatan kolom ditentukan berdasarkan kekuatan tarik. Selanjutnya analisis

56
penampang tersebut terhadap beban yang bekerja, didasarkan pada tarik
menentukan.

fy 400
 = 0,013,m =   15,686
0,85 f ' c 0,85.30

h  2e 550  2.432,58
  0,31516
2d 2.500
d' 50
1-  1  0,9
d 500
 h  2e  h  2e 
2
 d '  
Pn = 0,85f’cbd      2 m 1  
 2d  2d   d 
 

Pn = 0,85.30.350.500  0,31516   0,315162  2.15,686.0,013.0,9 


 
= 1641124,1.N

Pr = фPn = 0,7.1641124,1 = 1148800 > 1134000 OK!


Pr > 0,1 Agf’c
> 0,1(350.550)30
1148800 > 577500 N maka tetap dipakai ф = 0,7 OK!
Cek apakah benar tegangan pada tulangan tekan f’s  fy
Pn 1641124,1
a=   183,879 .mm
0,85 f 'c b 0,85.30.350
183,879
c=  216,33 .mm
0,85

 216,33  50 
f’s = 600    461,32 .Mpa > fy ………..OK!
 216,33 
Dengan demikian, dimensi dan penulangan kolom sebesar 2,3% kuat menahan
kombinasi beban gravitasi dan gempa.
Kolom dikontrol juga terhadap beban mati dan beban hidup. Sebagaimana tampak
pada Gambar 4.2, bahwa portal ini tidak simetri sehingga portal pasti bergoyang
akibat beban mati dan beban hidup sehingga dalam menghitung pembesaran

57
momen kolomnya harus digunakan faktor pembesaran s. dihitung gaya aksial
dan momen akibat kombinasi beban mati dan beban hidup.

U = 1,2D + 1,6L
Pu = 1,2PD + 1,6 PL
= 1,2.590000 + 1,6.170000 = 980000 N
M2S = 1,2MD + 1,6ML
= 1,2.92000000 + 1,6.85000000 = 246400000 Nmm
Dari perhitungan sebelumnya diperoleh
Pc = 12030757,15 N
Berdasarkan data dari Tabel 4.1, 4.2, 4.3, dan 4.4 dihitung gaya aksial terfaktor
pada kolom L, D, M, dan N akibat kombinasi beban mati dan beban hidup.

Pu = 1,2PD + 1,6PL
PuL = 1,2.520000 + 1,6.140000 = 848000 N
PuD = 1,2.590000 + 1,6.170000 = 980000 N
PuM = 1,2.570000 + 1,6.160000 = 940000 N
PuN = 1,2.491000 + 1,6.131000 = 798800 N
Pu = PuL + PuD + PuM + PuN
= 848000 + 980000 +940000 + 798800
= 3566800 N

Sehingga, bila digunakan faktor reduksi kekuatan ф = 0,7 maka faktor


pembesaran momen yang terjadi adalah:
1 1
s =   1,735  1
u 3566800
1 1
c 0,7.12030757,15

Mu = sM2s
= 1,735.246400000 = 427504000.Nmm
e = Mu / Pu = 436,23.mm

58
Desain dan analisis kolom pendek ekivalen.
Untuk memahami selanjutnya dapat dilihat Gambar 4.4
Digunakan angka penulangan total 2,3% (sama dengan hitungan perencanaan di
depan) dan tulangan kolom dianggap simetris sehingga:
As 1
 = ’ =  0,013  0,0115
bd 2
As = A’s = 0,0115.350(550-50) = 2012,5 mm

Gunakan tulangan 6D22 masing-masing pada dua sisi berhadapan (As = A’s =
2279,64 mm).
2279,64
=  0,013
350.500
Cek apakah eksentrisitas rencana yang diberikan lebih besar atau lebih kecil
daripada eksentrisitas balanced eb.
600d 600.500
cb =   300 .mm
600  f y 600  400

ab = 1cb = 0,85.300 = 255.mm


 c  d'  300  50 
fs’= 600  b   600 
 cb   300 
= 500.Mpa > fy
Dengan demikian digunakan f’s = fy = 400 Mpa
Pnb = 0,85f’cbab + As’fs’-Asfy
= 0,85.30.350.25 = 2275875 N

h a 
Mnb= 0,85fc’bab   b  As ' f s '   d '   As f y
h
2 2  2 

= 0,85.30.350.255 
550 255   550   550 
   2279,64.400  50   2270,64.400 500  
 2 2   2   2 

= 746026800.Nmm

59
eb = Mnb / Pnb = 327,8 < e = 436,23.mm

Karena eksentrisitas akibat beban (e = 436,23 mm) lebih besar dari e (327,8 mm)
maka kekuatan kolom ditentukan berdasarkan kekuatan tarik. Selanjutnya analisis
penampang tersebut terhadap beban yang bekerja didasarkan pada tarik
menentukan.

fy
 = 0,013 , m =  15,686
0,85 f c '

h  2e 550  2.436,23
  0,32246
2d 2.500
d' 50
1  1  0,9
d 500
 h  2e  h  2e 
2
 d' 
Pn = 0,85fc’bd      m 1   
 2d  2d   d 
 

Pn = 0,85.30.350.500  0,32246   0,322462  2.15,686.0,013.0,9 


 
= 1623717,803.N
Pr = фPn
= 0,7.1623717,803 = 1136602,462 > 980000.N ……….OK!

Dengan demikian dimensi dan penulangan kolom sebesar 2,3% kuat menahan
kombinasi beban mati dan beban hidup.

Contoh 2:

Rencanakanlah kolom D yang mempunyai bentuk persegi dengan sengkang


ikat serta lakukan pula analisis dari hasil perancangannya. Kolom mempunyai
panjang tak tertumpu (lu) 5500 mm dan merupakan bagian dari rangka bangunan
dengan portal yang tidak ditahan terhadap goyangan lateral seperti yang

60
diperlihatkan pada Gambar 4.5. Kolom tersebut mendukung beban-beban
terfaktor sebagai berikut:

a) akibat beban gravitasi:

Pug = 1166 kN, M1b = 60 MNmm, M2b = 19341 MNmm

b) akibat beban angin:

Puw = 327,4 kN , M2s = 159,87 MNmm

Ditetapkan bahwa:

Panjang bentang bersih balok, ln = 6850 mm

d = 0,5 , fc’ = 30 Mpa , fy = 400 Mpa

300 mm x 350 mm

D
L
300 mm x 400 mm

Gambar 4.5

Portal tanpa pengaku tinjauan terhadap kolom uniaksial (kolom D)

61
PENYELESAIAN :

Asumsikan ukuran penampang 50 mm x 550 mm, dengan jarak ds = d’ = 50 mm,


seperti terlihat pada Gambar 4.6.
d'
As'

As
ds

b
Gambar 4.6

Penampang persegi kolom D

Hitung eksentrisitas dari momen ujung yang terbesar:

M 2b 1,9341.10 8
e=   165,87 .mm
Pug 1,199.10 6

Sedangkan eksentrisitas minimumnya yaitu:

emin = 15 + 0,03h = 15 + 0,03.550 = 31,5 mm

e > emin OK

Lalu hitunglah beban ekivalen akibat kombinasi beban gravitasi dan beban angin.

U = 0,75[(1,2D + 1,6L) + (1,6W)]

Pu = 0,75(1,166 + 0,3274)106 = 1,12.106 N

M1b = 0,75.0,6.108- = 0,45.108 Nmm

M2b = 0,75.1,9341.108 = 1,4506.108 Nmm

M2s = 0,75.1,579.108 = 1,199.108 Nmm

Kemudian dihitung kekakuan kolom.

62
Ec = 4700 f ' c  4700 30  25742,96 .Mpa

bh  350550  4,8526.10 9 .mm4


1 3 1 3
Ig =
12 12

Ec I g 25742,96.4,8526.10 9
EI = 
2,51   d  2,51  0,5

= 3,3312.1013 Nmm2

Selanjutnya dihitung angka kelangsingan kolom.

Faktor-faktor kekangan ujung  harus ditentukan. Dengan menganggap momen


inersia penampang retak balok sebesar setengah dari momen inersia penampang
bruto maka:

1. Momen Inersia balok untuk kondisi di ujung atas kolom yaitu:

I gb 11 3
Icr    300350   535937500 .mm4
2 2 12 

2. Momen Inersia balok untuk kondisi di ujung bawah kolom yaitu:

I gb 11 3
Icr   300400   800000000 .mm4
2 2 12 

Sehingga faktor-faktor kekangan ujung  yang terjadi pada kolom adalah:

EI / I u ..kolom  kolom


A(ujung.atas.kolom) =
Ec I cr / I n ..balok  balok

=

2 3,3312.1013 / 5500 
225742,96.535937500 / 6850

= 3,01  3

63
EI / I u ..kolom  kolom
B(ujung.bawah.kolom) =
Ec I cr / I n ..balok  balok

23,3312.1013 / 5500
=
225742,96.800000000 / 6850

= 2,01  2

Dari Gambar 3.10 dengan A = 3 dan B = 2. maka diperoleh k=1,7 sehingga:

klu 1,7.5500
  56,67 > 22.(termasuk.kolom.panjang)
r 0,3.550

Sedangkan beban tekuk Euler yang terjadi adalah:

 2 EI  2 .3,3312.1013
Pc =   3756961,826.N
(klu ) 2 (1,7.5500) 2

Karena 22 < 56,67 < 100 maka digunakan metoda pembesaran momen untuk
memperhitungkan resiko terjadinya tekuk.

Faktor-faktor kekangan ujung pada kolom luar L juga dihitung yaitu untuk
mendapatkan nilai faltor pembesaran momen s. bila dianggap dimensi kolom luar
L sama dengan kolom dalam D, maka:

2(3,3312.1013 / 5500)
A =
(25742,96.535937500 / 6850)

2(3,3312.1013 / 5500)
=
(25742,96.800000000 / 6850)

= 4,03  4

Berdasarkan gambar 3.10 (lampiran 12.b) dengan A = 6 dan B = 4 diperoleh k =


2,2 sehingga:

64
 2 EI  2 .3,3312.1013
PCL = 
( Klu ) 2 (2,2.5500) 2

= 2243309,85 N

Pc = 2(3756961,826 + 2243309,85)

= 12000543,35 N

Jika ditetapkan bahwa gaya aksial terfaktor yang bekerja pada kolom luar yaitu
PuL = 0,9151.106 N, maka:

Pu = 2(1,12.106 + 0,915.106) = 4,0702.106 N

Sehingga bila digunakan faktor reduksi kekuatan  = 0,7 maka faktor pembesaran
momen yang terjadi adalah:

1 1
b =   1,74  1
Pu 1,12.10 6
1 1
Pc 0,7.3756961,826

1 1
s =   1,94  1
Pu 4070200
1 1
Pc 0,7.12000543,35

Mu = Mc = b. M2b + s.M2s

= (1,74. 1,4506 + 1,94.1,199).108 = 4,85.108 Nmm

Mu
e=  433,04 mm
Pn

Desain dan analisis kolom pendek ekivalen. Untuk memahami hitungan yang
dilakukan dapat dilihat Gambar 4.7.

65
Pn

ec = 0,003 0,85 fc'


d' e
e'S Cs Cs
As' a Cc Cc
y h/2 c

h d g.n (d - d')
sumbu kolom

As
ds Ts Ts
eS
b Regangan
Tegangan Gaya dalam

Penampang melintang
Cc = 0,85 fc'.be
sumbu kolom fs = Es . es = fy
es = 0,003.((d-c)/e) Cs = As'.fs'
es' = 0,003.((c-d')/e) fs' = Es . e's = fy Ts = As.fs

c = jarak sumbu netral


y = jarak sumbu kolom
e = eksentrisitas beban ke sumbu kolom
d' = selimut efektif tulangan tekan

Digunakan angka permulaan total 2,4% dan tulangan kolom dianggap simetris
sehingga:

A 1
 = ’ =  0,024  0,012
bd 2

As = A’s = 0,012.350(550-50) = 2100 mm2

Gunakan tulangan 6D22 masing-masing pada dua sisi berhadapan (As = As’=
2279,64 mm2)

2279,64
=  0,013
350.500

Cek apakah eksentrisitas rencana yang diberikan lebih besar atau lebih kecil
daripada eksentrisitas balanced eb.

600d
cb =
600  f y

600.500
=  300.mm
600  400

66
ab = 1cb

= 0,85.300 = 255.mm

 c  d' 
f’s = 600  b 
 cb 

 300  50 
= 600    .MPa  f y
 300 

dengan demikian digunakan f’s = fy = 400 MPa


Pnb = 0,85f’cbab + As’f’s – As fy
= 0,85.30.350.255 = 2275,875 kN
h ab h h
Mnb= 0,85f’cbab(  ) +A’sf’s(  d ' ) +Asfy(d- )
2 2 2 2
550 255 550
=0,85.30.350.255(  ) +2279,64.400(  50)  2279,64.400
2 2 2
 550 
 500  
 2 
= 746,0268.MNmm
cb = Mnb/Pnb
= 327,8 < c = 433,04
Karena eksentrisitas yang diberikan (e=433,04mm) lebih besar darieb(327,8mm)
maka keruntuhan kolom tersebut berupa keruntuhan tarik.
Selanjutnya analisis tampang tersebut terhadap beban yang bekerja.
fy 400
ρ = 0,013,m = = = 15,686
0,85 f ' c 0,85.30
h  2e 550  2.433,04
= = -0,31608
2d 2.500
d' 50
1- = 1- = 0,9
d 500
 h  2e  h  2e 
2
 d' 
Pn = 0,85f’c bd      2mp1   
 2d  2d   d 
 

67
= 0,85.30.350.500  0,31608   0,316082  2.15,686.0,9 
 
= 1638,9154.kN
Pr’ = Pn = 0,7.1638,9154 = 1,1472.106 > 1,12.106.kN OK
Pr’ = >0,1Agf’c
>0,1(350.550)30
1147,2 > 577,5.kN, maka.tetap.dipakai. =0,7 OK!
Cek apakah benar tegangan pada tulangan desak f’ > fy
Pn 1638915,4
a= = = 183,63.mm
0,85 f ' c b 0,85.30.350
183,63
c= = 216,03.mm
0,85

 216,03  50 
f’s= 600   = 461,1.Mpa > fy………OK!
 216,03 

jadi dimensi dan penulangan kolom dapat digunakan.

4.2. Perancangan Kolom Beton Bertulang Dengan Alat Bantu Diagram

4.2.1. Kolom Pendek

Langkah-langkah perancangan kolom beton bertulang dengan alat bantu diagram


serta analisis terhadap hasil perancangannya dapat mengikuti cara berikut :
1. Asumsikan ukuran penampang yang dipakai
2. Hitung eksentisitas yang terjadi akibat beban rencana yang bekerja
3. Selanjutnya hitung pula besaran tak berdimensi pada sumbu vertikal
(misal K1) dan sumbu horisontal (misal K2). kemudian pilih diagram yang
sesuai (dapat dilihat pada Lampiran 1) sehingga suatu nilai/konstanta r
dapat dibaca. Penulangan yang diperlukan  adalah r yang mana harga 
tertera dikanan atas grafik,
4. Dari ukuran penampang yang diasumsikan tadi, serta dari angka
penulangan yang diperoleh, maka dapat ditentukan kebutuhan jumlah
tulangan pada penampang

68
5. Kemudian, analisis terhadap perancangan tersebut dilakukan dengan cara
menghitung kembali konstanta r berdasarkan jumlah tulangan yang
dipakai. Setelah itu dihitung besaran tak berdimensi pada sumbu vertikal.
Lalu dari kedua harga tadi didapat besaran tak berdimensi pada sumbu
horisontal. Sehingga dapat dicek beban yang boleh bekerja pada
penampang tersebut.
6. Prosedur hitungan yang lebih jelas, dapat dilihat pada Lampiran 4. Dan
data-data untuk hitungan ini diambil contoh hitungan Bab 4 sub bab 4.4
bagian 1.

Contoh:
Kolom beton bertulang berpenampang persegi seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 4.8 mengalami gaya aksial kerja akibat beban mati 200 kN, dan akibat
beban hidup 450 kN. Serta mengalami momen lentur kerja akibat beban mati 135
MNmm, dan akibat beban hidup 157 MNmm. Bila diberika f’c = 30 Mpa dan fy =
400 Mpa maka desainlah dimensi dan tulangan kolom tersebut serta periksalah
beban yang boleh bekerja pada penampang tersebut.

Pu

et
d'
As'

h
pusat plastis

As
ds

Gambar 4.8.
Penampang persegi kolom pendek
PENYELESAIAN:
Hitung gaya aksial dan momen rencana yang bekerja:
Pu = 1,2PD + 1,6PL = 1,2.2.105 + 1,6.4,5.105

69
= 9,6.105 N
Mu = 1,2MD + 1,6ML = 1,2.1,35.108 + 1,6.1,57.108
= 4,132.108 Nmm
e = Mu/Pu = 430,42 mm
Agr = bh = 350.500 = 175000 mm2
d ' 50
  0,1
h 500

kemudian hitung pula besaran tak berdimensi pada sumbu vertikal dan sumbu
horizontal. Pada sumbu vertikal dinyatakan dengan nilai:
Pu 9,6.10 5
K1 =   0,31
 Agr 0,85 f c ' 0,7.175000.0,85.30
Pada sumbu horizontal dinyatakan dengan nilai:
Pu  e1  9,6.10 5  430,42 
K2 =    
 Agr 0,85 f c '  h  0,7.175000.0,85.30  500 
= 0,26
dari dua besaran tak berdimensi tersebut dipilih grafik yang sesuai (lihat Lampiran
1 dalam ) sehingga didapatkan:
r = 0,02  = 1,2
 = r = 0,02.1,2 = 0,024
Ast -  Agr – 0,024.175000 = 4200 mm2
Dari contoh sebelumnya, digunakan tulangan masing-masing 6D22 pada dua sisi
berhadapan. Kemudian dicek/diperiksa hasil perancangannya.,
12
Ast =  (22) 2  4559,28.mm 2  4200.mm 2
4
Ast 4559,28
=   0,026
Agr 350.500

 0,026
r=   0,022
 1,2

Pu 9,6.10 5
K1 =   0,31
 Agr 0,85 f c ' 0,7.175000.0,85.30

70
Dengan harga K1 = 0,31 dan r = 0,022, maka dari grafik yang sesuai diperoleh K2
= 0,269, maka:
Pu  e1  Mr
K2 =   
 Agr 0,85 f c '  h   Agr 0,85 f c ' h

Mr
0,269 =
0,7.175000.0,85.30.500
Mr = 4,201.108.Nmm > 4,132.108 Nmm
Dengan demikian, dimensi penampang kolom dan penulangannya dapat dipakai:

4.2.2. Kolom Panjang


Langkah-langkah perancangan kolom beton bertulang serta analisisnya dengan
alat bantu diagram dapat diikuti sebagai berikut:
1. Tentukan kolom yang akan ditinjau dari rangka (frame) yang
bersangkutan, mempunyai pengaku lateral ataukah tidak. Kemudian
tentukan juga beban rencana yang bekerja.
2. Asumsikan ukuran penampang yang digunakan.
3. Berdasarkan prosedur hitungan manual, seperti yang dilakukan pada
kolom panjang (lihat lampiran 3), maka dapat dicari eksentrisitas yang
terjadi.
4. Selanjutnya hitung pula besaran tak berdimensi pada sumbu vertikal
(misal K1) dan sumbu horizontal (misal K2). Kemudian pilih diagram yang
sesuai (dapat dilihat pada lampiran 1), sehingga nilai suatu/konstanta r
dapat dibaca. Penulangan yang diperlukan  adalah r, yang mana harga 
tertera dikanan atas grafik.
5. Dari ukuran penampang yang diasumsikan tadi, serta angka penulangan
yang diperoleh, maka dapat ditentukan kebutuhan jumlah tulangan pada
penampang.
6. Kemudian, analisis terhadap hasil perancangan tersebut dilakukan dengan
cara menghitung kembali konstanta berdasarkan jumlah tulangan yang
dipakai. Setelah itu dihitung besaran tak berdimensi pada sumbu

71
horizontal. Sehingga dapat dicek beban yang boleh bekerja pada
penampang tersebut.
7. Prosedur yang lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 5. sedangkan data-
data untuk hitungan ini diambil dari contoh Bab 4 sub bab 4.1 bagian 2

Contoh 1:
Rencanakanlah kolom Dalam (lihat Gambar 4.9) yang mempunyai bentuk
persegi dengan sengkang ikat, serta lakukan pula analisis dari hasil
perancangannya pada kondisi pembebanan kombinasi beban mati, beban hidup,
dan beban gempa. Kolom mempunyai panjang bersih (lu) 5500 mmdan merupakan
bagian dari portal gedung yang tidak tahan terhadap goyangan lateral, seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 4.9. kolom-kolom dalam tingkat tersebut mendukung
beban-beban gravitasi dan gempa, seperti yang diperlihatkan pada Tabel 4.5, 4.6,
4.7, dan Tabel 4.8.,

Tabel 4.5
Beban-Beban Gravitasi Dan Gempa Pada Kolom D
Beban Gravitasi
Beban Mati Beban Hidup Beban Gempa (E)
(D) (L)

Gaya Aksial (N) 590000 170000 320000


Momen (Nmm):
- Ujung Atas kolom 71000000 62000000 54000000
- Ujung bawah kolom 92000000 85000000 65600000

Tabel 4.6
Beban-Beban Gravitasi Dan Gempa Pada Kolom M.

72
Beban Gravitasi
Beban Mati Beban Hidup Beban Gempa (E)
(D) (L)
Gaya Aksial (N) 570000 160000
Momen (Nmm):
Ujung Atas Kolom 69000000 60500000 53500000
Ujung Bawah Kolom 91200000 84100000 64700000

Tabel 4.7
Beban-Beban Gravitasi Dan Gempa Pada Kolom L
Beban Gravitasi
Beban Mati Beban Hidup Beban Gempa (E)
(D) (L)
Gaya Aksial (N) 520000 140000
Momen (Nmm):
Ujung Atas Kolom 58900000 51200000 42600000
Ujung Bawah Kolom 75800000 68700000 53100000

Tabel 4.8.
Beban-Beban Gravitasi Dan Gempa Pada Kolom N
Beban Gravitasi
Beban Mati Beban Hidup Beban Gempa (E)
(D) (L)
Gaya Aksial (N) 570000 160000
Momen (Nmm):
Ujung atas kolom 58200000 50100000 41200000
Ujung bawah kolom 72400000 65200000 52200000

73
Ditetapkan bahwa:
Panjang bentang bersih balok, In = 6850 fc’ = 30 Mpa fy = 400 Mpa

L D M

300 mm x 350 mm

300 mm x 400 mm

Gambar 4.9.
Portal tidak ditahan terhadap goyangan lateral dan bentuknya tidak simetris

PENYELESAIAN :
Diasumsikan ukuran penampang 350 mm x 550 mm, dengan jarak ds=d’= 50 mm
seperti terlihat pada gambar 4.10

Pu

et
d'
As'

h
pusat plastis

As
ds

Gambar 4.10
Penampang Persegi Kolom Panjang (Kolom D) Pada Portal Tidak Simetris

74
Dihitung eksentrisitas dan momen ujung yang terbesar akibat beban gravitasi
M2b = 1,2 MD + 1,6 ML
= 1,2 . 92000000 + 1,6 . 85000000 = 246400000 Nmm
Pug = 1,2 PD + 1,6 PL
= 1,2.590000 + 1,6.170000 = 980000 N,
M 2b 246400000
e=   251,43mm
Pug 980000

Eksentrisitas minimum:
emin = 15 + 0,03 h = 15 + 0,03.550 = 31,5 mm
e > emin , baik
Dihitung gaya aksial dan momen akibat kombinasi beban gravitasi dan beban
gempa.
U = 1,05 (D+ L + E)
Pu = 1,05 (590000 + 170000 + 320000) = 1134000 N
M2S= 1,05 (92000000 85000000 6500000)
= 254700000 Nmm
Dihitung kekakuan kolom:

Ec = 47 000 f c ' = 47000 30 = 25742,96 Mpa

1 3 1
I8 = bh  350 (550) 3  4852600000 mm4
12 12
1,2M D 1,2.92000000
d  
1,2M D  1,6M l 2,5(1  0,45)

= 0,45< 1
Ec I g 25742,96.4852600000
EI = 
2,5(1   d ) 2,5(1  0,45)
= 34461000000000Nmm2
Dihitung momen inersia balok dikanan kiri kolom, dengan menganggap momen
inersia penampang retak balok sebesar setengah dari momen inersia penampang
bruto, maka:

75
1. Momen Inersia balok di kanan kiri ujung atas kolom yaitu:
I gb 11 
I    300(350) 3   535937500 mm4
2 2 12 
2. Momen Inersia balok di kanan kiri ujung bawah kolom yaitu:
I gb 11 
I    300(400) 3   800000000 mm4
2 2 12 
Sehingga faktor kekangan ujung  yang terjadi pada kolom adalah
EI / I u kolom  kolom
A (ujung atas kolom) =
Ec I cr / I n balok  balok
2(34461000000000 / 5500)

2( 25742,96.800000000 / 6850)
 2,1

Dari gambar 3.10, dengan A = 3,1 dan B = 2,1 maka diperoleh k = 1,72
sehingga:
klu 1,72.5500
  57,3  22 (termasuk kolom panjang)
r 0,3.550
Sedangkan beban tekuk Euler yang terjadi adalah :
 2 EI  2 34461000000000
Pc =   3796687,908 N
(klu ) 2 (1,72.5500) 2
Karena 22 < 57,3<100, maka digunakan metoda pembesaran momen untuk
meperhitungkan resiko terjadinya tekuk.
Faktor-faktor kekangan ujung pada kolom luar L juga di hitung, yaitu untuk
mendapatkan nilai faktor pembesaran momen s. Bila dianggap dimensi kolom
luar L sama dengan kolom dalam D, maka :
2(34461000000000 / 5500)
A =  6,2
(25742,96.53593700 / 6850)
2(34461000000000 / 5500)
B =  4,2
(25742,96.800000000 / 6850)
Berdasarkan Gambar 3.10 (Lampiran 12.b), jika A = 6,2 dan B = 4,2
diperoleh k = 2,25 sehingga

76
 2 EI  2 34461000000000
PcL =   2218690,668 N
(klu ) 2 (2,25.5500) 2
Pc  2(3796687,908 + 2218690,668),
= 12030757,15N
Berdasarkan data-data dari tabel 4.5, 4.6, 4.7, dan 4.8, dihitung gaya aksial
terfaktor pada kolom L, D, M, dan N akibat kombinasi beban mati, beban hidup
serta gempa.
Pu = 1,05 (PD + PL + PE),
PuL = 1,05 (520000 + 140000 + 264000) = 970200 N.
PuD = 1,05 (590000 + 170000 + 320000) = 1134000 N
PuM = 1,05 (570000 + 160000 + 274000) = 1054200 N
PuN = 1,05 (491000 + 131000 + 225200) = 889600 N
Pu = PuL+ PuD + PuM + PuN +
= 970200 + 1134000 + 1054200 + 889600
= 4048000 N,
Sehingga, bila digunakan faktor reduksi kekuatan  = 0,7 maka faktor pembesaran
momen yang terjadi adalah :
1 1
s     1,926  1
Pu 4048000
1 1
 Pc 0,7.12030757,15

Mu = s M2s =1,926.254700000 = 490550000 Nmm


et = Mu / Pu= 432, 58 mm,
d ' 50
Agr= bh = 350.550 = 192500 mm 2,   0,09  0,1
h 550
Kemudian hitung pula besaran tak berdimensi pad asumbu vertikal dan sumbu
horizontal. Pada sumbu vertikal dinyatakan dengan nilai :
Pu 1,134.10 6  432,58 
K1    
 Agr 0,85 f c ' 0,7.192500.0,85.30  550 
= 0,026
Dari kedua besaran tak berdimensi tersebut dipilih grafik yang sesuasi sehingga
didapatkan :

77
r = 0,019,  = 1.2  = r = 0,019.1,2 = 0,023
Ast = Agr = 0,023.192500 = 4427,5 mm2
Dari contoh sebelumnya, digunakan tulangan masing-masing 6D22 pada dua sisi
berhadapan. Kemudian dicek/ diperiksa hasil perancangannya.
12
Ast=  (22) 2  4559,28 mm 2  4427,5mm 2
4
Ast 4559,28  0,024
  0,024;r    0,02
Agr 350.550  1,2

Pu 1,134.10 6
K1=   0,33
 Agr 0,85 f c ' 0,7192500.0,85.30
Dengan harga K1 = 0,33 dan r = 0,02 maka dari grafik yang sesuasi, diperoleh K2=
0,24 maka :

Pu  et  Mr
K2=  
 Ag r 0,58 f c '  h  Agr 0,85 f c ' h
Mr
0,264=
0,7.192500.085.30.550
Mr = 4,98925.108 Nmm>4,9055.108 ........................Ok!

Dari hasil perancangan dan analisis yang dilakukan kolom dan penulangannya
dapat dipakai.

Contoh 2:
Rencanakanlah kolom D yang mempunyai bentuk persegi dengan sengkang
ikat, serta lakukan pula analisis dari hasil perancangannya. Kolom mempunyai
panjang tak tertumpu (Iu) 5500 mm dan merupakan bagian dari rangka
bangunan dengan portal yang tidak ditahan terhadap goyangan lateral, seperti
yang diperlihatkan pada gambar 4.11. kolom tersebut mendukung beban-beban
terfaktor sebagai berikut:
a) Akibat beban gravitsi :
Pug = 1166 kN, M1b = 60 MNmm, M2b = 193,41 MNmm
b) Akibat beban angin:

78
Puw = 327,4 kN. M2s = 159,87 MNmm

Ditetapkan bahwa:
Panjang bentang bersih balok, In = 6850 mm
d = 0,5 . f’c = 30 MPa , fy = 400 Mpa

300 mm x 350 mm

D
L
300 mm x 400 mm

Gambar 4.11
Portal Tanpa Pengaku, Tinjauan Terhadap Kolom Dalam

PENYELESAIAN
Asumsikan ukuran penampang 350 mm x 550 mm, dengan jarak ds =d’ = 50
seperti terlihat pada gambar 4.12.

Pu

d’
et
A’S
h
+ Pusat plastis
A’S
d’

Gambar 4.12
Penampang persegi kolom panjang (kolom D)

79
Hitung eksentrisitas dari momen ujung yang tersebar.
M 2b 1,9341.108
e=   165,87 mm
Pug 1,166.108

Sedangkan eksentritas minimumnya yaitu:


emin = 15 + 0,03h = 15 + 0,03.550 = 31,5mm
e > emin OK!
Lalu hitunglah beban ekivalen akibat kombinasi denban gravitasi dan beban
angin.
U = 0,75 [(1,2D + 1,6 L) + (1,6 W)]
Pu = 0,75 (1.166 + 0,3274)106 = 1,12.106 N
M1b = 0,75. 0,6. 108 = 0,45.108 Nmm
M2b = 0,75. 1934.108 = 1,4560.108 Nmm
M3b = 0,75. 1,5987.108 = 1,199.108 Nmm
Kemudian dihitung kekakuan kolom:
Ec = 4700 f c '  4700 30  25742,96Mpa

1 3 1
Ig = bh  350(550) 3  4,5826.10 9 mm4
12 12
Ec 1g 25742,96.4,8526.108
EI = 
2,5(1  d ) 2,5(1  0,5)
= 3.3312.1013 Nmm2
Selanjutnya dihitung angka kelangsingan kolom:
faktor-faktor kekangan ujung  harus ditentukan. Dengan menganggap moemn
inersia penampang retak balok sebesar setengah dari momen inersia panampang
bruto maka :
1. Momen inersia balok untuk kondisi diujung atas kolom yaitu:
11
I gb 
   300(350) 3   535937500mm4
2 2 12 
2. Momen inersia balok untuk kondisi diujung bawwah kolom yaitu:
1 1
I gb 
   300(400) 3   80000000mm4
2 2 12 

80
Sehingga faktor-faktor kekangan ujung  yang terjadi pada kolom adalah :
EI / I u kolom  kolom
A (ujung atas kolom) =
Ec I cr / I n balok  balok

2(34461000000000 / 5500)
=
2(25742,96.53937500 / 6850)
= 3,1 3
EI / I u kolom  kolom
B (ujung bawah kolom) =
Ec I cr / I n balok  balok

2(34461000000000 / 5500)
=
2(25742,96.800000000 / 6850)
= 2,1 2
Dari gambar 3.10 (lampiran 12.b) dengan A = 3 dan B = 2 maka diperoleh k = 1,7
sehingga
kl u 1,7.5500
  56,67  22 (termasuk kolom panjang )
r 0,3.550
Sedangkan beban tekuk Euler yang terjadi adalah :
 2 EI  2 .3,3312.1013
Pc =   3756961,826 N
(kl u ) 2 (1.7.5500) 2
Karena 22 < 5667 < 100 maka digunakan metoda pembesaran momen untuk
memperhitungkan resiko terjadinya tekuk.
Faktor-faktor kekangan ujung pada kolom luar L juga dihitung, yaitu untuk
mendapatkan nilai faktor pembesaran momen S. Bila dianggap dimensi kolom
luar L sama dengan kolom dalam D maka :
2(3,3312.1013 / 5500
A =
2(25742,96.535937500 / 6850
= 6,01   6
2(3,3312.1013 / 5500
B =
2(25742,96.800000000 / 6850
= 4,03   4

81
Berdasarkan Gambar 3.10 dengan A = 6 dan B =4 diperoleh
k = 22 sehingga :
 2 EI  2 .3,3312.1013
PL =   2243309,85 N
(klu ) 2 (2,2.5500) 2

c  2(3756961,826  2243309,85)


= 12000543,35 N
Jika ditetapkan bahawa gaya aksial terfaktor yang bekerja pada kolom luar yaitu:
PuL = 0,9151.106 N maka :
u  2(1.12.10 6  0,9151.10 6 )

= 4,0702. 10 6 N
Sehingga bila digunakan faktor reduksi kekuatan  = 0,7maka faktor pembesaran
momen yang terjadia adalah :
1 1
s   1,74  1
Pu 1,12. 10 6
1 1
 Pc 0,7.3756961,826
1 1
s     1,94  1
Pu 4070200
1 1
Pu 0,7.12000543,35

Mu = Mc= b M2b+ s M2s


= (1,74.1,4506 + 1,94.1,199)108 Nmm
Mu
et = = 433, 04 mm,
Pu
Agr= bh = 350.550 = 192500 mm 2
d ' 50
  0,09  0,1
h 550
Kemudian hitung pula besaran tak berdimensi pada sumbu vertikal dan sumbu
horizontal.
Pada sumbu vertikal dinyatakan dengan nilai :
Pu 1,12.10 6
K1=   0,33
 Agr 0,85 f c ' 0,7192500.0,85.30
Dan pada sumbu horizontal dinyatakan dengan nilai :

82
Pu  et  1,12.10 6  433,04 
K2 =      0,26
AAgr 0,58 f c '  h  0,7.192500.0,85.30  550 
Dari kedua besaran tak berdimensi tersebut dipilih grafik yang sesuai (lihat
lampiran 1.d) sehingga didapatkan :

r = 0,019 ,  = 1,2
 = r.  = 0,019,28 = 0,023
Ast =  Agr = 0,02.192500 = 4427,5 mm2

Dari contoh sebelumnya, digunakan tulangan masing-masing 6 D22 pada dua sisi
berhadapan, kemudian dicek / diperiksa hasil perancangannya.
12
Ast =  (22) 2  4559,28mm2 > 4427,5 mm2
4

Ast 4559,28 2
=  0,024
Agr 350.550

 0,24
r=   0,02
 1.2

Pu 1,12.10 6
K1=   0,33
 Agr 0,85 f c ' 0,7192500.0,85.30

Dengan harga K = 0,33 dan r = 0,02 maka dari grafik yang sesuai diperoleh K =
0,264 maka
Pu  et  Mr
K2 =  
Agr 0,58 f c '  h  Agr 0,58 f c ' h
Mr
0,264 =
0,7192500.0,85.30.550
Mr = 4,9825 108 Nmm > 4,85 108 Nmm OK!

Dari hasil perancangan dan analisis diatas diperoleh momen kapasitas yang lebih
besar daripada momen rencana kerja yang diperlukan. Sehingga dimensi kolom
dan pemulangannya dapat dipakai.

83
4.3 Langakah-Langkah Perancangan Dan Analisis Akibat Beban Biaksikal
Pada Penampang Persegi
4.3.1. Kolom Pendek
Langkah-langkah berikut ini dapat dipakai sebagai petunjuk dalam desain
dan analisis kolom pendek yang mengalami lentur pada arah x dan y.
1. Hitung momen lentur ekiavalen, dengan menganggap banyaknya tulangan
pada masing-masing sisi sama. Asumsikan faktor kostanta interaksi 
antara 0,5 dan 0,7. serta asumsikan juga perbandingan b/h. angka
perbandingan ini dapat di dekati dengan Mny/Mnx. Dengan menggunakan
persemaan 3.55 dan 3.56, tentukan momen uniaksial ekivalen yang
diperlukan Mox atau Moy. Apabila Mnx lebih besar dari Mny gunakan Mox
untuk perancangan dan analisis begitu pula sebaliknya.
2. Asumsikan ukuran penampung emlintang kolom dan angka penulangan 
= ’ pada setiap dua sisi yang sejajar dengan sumbu lentur dari momen
uniaksial ekivalen yang terbesar. Tentukan penulangan perencana dan
hitung pula kapasitas Pn penampang yang telah diasumsikan tadi. Hasil
akhir memberikan jumlah tulangan memanjang yang dipakai pada
keempat sisi harus sama.
3. Hitung kekuatan momen nominal aktual Moxn untuk momen lentur
uniaksial ekivalen terhadap sumbu x dimana Moy = 0. besarnya tidak boleh
lebih kecil dari kekuatan momen yang diperlukan Mox.
4. Hitung kekuatan momen nominal aktual Moyn untuk momen lentur
uniaksial ekivalen terhadap sumbu y , dimana Mox = 0.
5. Carilah Mny dengan memasukkan harga Mnx/Mnoxn dan  pada gambar
3.23.
6. Lakukan coba-coba dan penyesuasian berikutnya dnegan memperbesar
harga  apabila Mny yang diperoleh dari diagram lebih kecil daripada Mny
yang diperlukan. Langkah-langkah tadi diulangi sampai harga Mny hasil
hitungan melebihi atau sama dengan Mny yang diperlukan baik dengan
cara mengubah-ubah harga  maupun penampang dan ulangannya.

84
Contoh Soal:
Suatu kolom pojok mengalami gaya aksial tekan rencana Pu = 945 kN Momen
lentur rencana Mux = 85 kNm terhadap sumbu x dan momen lentur rencana Muy
= 2278 kNm terhadap sumbu y. jika dipakai mutu beton fe’ = 30 Mpa maka
desainlah kolom persegi tersebut serta analisis beban yang boleh bekerja pada
penampangnya.

Penyelesaian
Gunakan faktor reduksi kekuatan  = 0,7
Gaya-gaya nominal yang diperlukan yaitru:
Pu
Pn =  9,45.10 6 N

M nx 1,85.108
Mnx =   2,643.10 8 Nmm
 0,7
M uy 1,2278.108
Mny =   1,754.10 8 Nmm  M nx
 0,7
Beban-beban yang bekerja dapat dilihat pada gambar 4.13

Y ex

Mny
Pn

ey

X
h
Mnx

Gambar 4.13
Penampang Kolom Pendek Yang Mengalami Beban Biaksial
(batang tulangan tidak diperlihatkan)

85
Lakukan hitungan momen lentur dan eksentrisitas ekivalen terhadap sumbu x
karena yang terbesar diantara kedua momen biaksial adalah Mnx, yaitu 6,643.108
Nmm
M nx 2.643.108
  1.51
M ny 1,754.108

Karena dimensi kolom sebanding dengan momen-momen yang bekerja dianggap


bahwa h/b =1,51. sehingga bila digunakan b= 300 mm maka kira-kira diambil h =
500 mm. Asumsikan faktor kontur interaksi  = 0,65 sesuai dengan yang
disarankan untuk perencanaan.
Momen uniaskial ekivalen yang diperlukan dapat dihitung sebagai berikut:
b 1 
Mox perlu = Mnx + Mny  
h 
500  1  0,65 
= 2,643.108 + 1,754.108  
300  0,65 
Mox perlu = Mnx perlu = 4,2171.108 Nmm
Periksa kapasitas Pn penampang yang telah diasumsikan tadi. Untuk
memudahgkan pemahaman hitungan lihat gambar 4.14
Pn

ec = 0,003 0,85 fc'


d' e
e'S Cs Cs
As' a Cc Cc
y h/2 c

h d g.n (d - d')
sumbu kolom

As
ds Ts Ts
eS
b Regangan
Tegangan Gaya dalam

Penampang melintang
Cc = 0,85 fc'.be
sumbu kolom f s = Es . es = fy
es = 0,003.((d-c)/e) Cs = As'.fs'
es' = 0,003.((c-d')/e) f s' = Es . e's = fy Ts = As.fs

c = jarak sumbu netral


y = jarak sumbu kolom
e = eksentrisitas beban ke sumbu kolom
d' = selimut efektif tulangan tekan

Gambar 4.14
Penampang melintang kolom pendek dengan diagram regangan dan tegangan
serta gaya-gaya dalam untuk momen uniaksial ekivalen terhadap sumbu x.

86
Dari ukuran penampang yang ada ditentukan d’ = ds = 50 mm, d= 500-50 = 450
mm dan angka penulangan  = ’ = 0,01.
AS = AS’ = 0,01.300.450 = 1350 mm2
Dicoba menggunakan tulangan AD22 (AS = 1519,76 mm2) pada masing-masing
sisi yang sejajar dengan sumbu lentur x untuk mengetahui jenis keruntuhan yang
terjadi dianalisis konsisi balanced:
600d 600  450
cb =   270 mm
600  f y 600  400

ab = 1cb = 0,85.270 =229,5 mm


 C  d'  270  50 
fs’= 600  b   600 
 cb   270 
= 488,9 MPa > fy 400 Mpa
Dengan demikian gunakan fS’= fy = 400 Mpa
Pnb = 0,85 fc’bab + As‘fs - As fy
= 0,85.30.300.229,5 = 756.106 N > Pn perlu
Maka keruntuhan yang menentukan adalah lelehnya tulangan tarik. Selanjutnya
analisis tampang tersebut terhadap beban yang bekerja.
A 1519,76
p   0,011
bd 300.450
fy 400
p   15,686
0,85 f c ' 0,85.30

M ox 4,2171.108
e   312,3 mm
Pn 1,35.108
H  2e 500  2.312,3
  0,1384
2d 2.450
d' 50
1 1  0,8889
d 450
 h  2c  h  2c 
2
 d' 
Pn = 0,85fc’bd      2mp1  
 2d  2d   d  

87

= 0,85.30.300.450  0,1384   0,01384) 2  2.15,686 0,011.0,8889 
= 1,4882,106 N >1,35. 106 N
Pr = θ Pn = 0,7 1488.2 = 1041,74 kN
Pr > 0,1Ag fc’
>0,1 (300.500)30
Pr> 450 kN
Maka tetap dipakai θ = 0,7
Cek apakah benar pada tegangan pada tulangan desak fs’  f
Pn 1488200
a=   194,5 mm
0,85 f c 0,85 30.300

194.5
c=  228,82 mm
0,85

 228,82  5 0 
fc’= 600    468,9MPa  f y OK!
 228,82 
Kemudian hitung momen tahanan nominal aktual Moxn untuk lentur uniaksial
ekivalen terhadap sumbu x (Moy= 0). Keruntuhan yang terjadi adalah keruntuhan
tarik. Dengan mengaggap bahwa pada keadaan beabn Pn yang diperlukan tulangan
tekan telah leleh, maka didapat:
Pn 135000
a=   176,47 mm
0,85 f c ' b 0,85 30.300

176,47
c=  207,6 mm
0,85

 176,47  50 
fs’= 600    455,49MPa  f y ............OK !
 176,47 
Moxn = Pne
h a h   h
= 0,85 fc’ba     As ' f s '   d '   As f y  d  
2 2 2   2
=0,85.30.300.176,47
 500 176,47   500   500 
    1519,76.400  50   1519,76.400 450  
 2 2   2   2 
=4,615.108 Nmm > Mox = 4,2171.108Nmm……………………..OK!

88
Selanjutnya hitung momen tahanan nominal aktual Moyn untuk momen lentur
uniaksial ekivalen terhadap sumbu y dimana Mox = 0
dalam kondisi ini : d = 500 mm, h = 300 mm
d’ = ds =40 mm, d= 260 mm, dan
As = As’ = 1519,76 mm2
Keadaan ini dapat dilihat pada gambar 4.15

ES= 0,85f’ Pn
0,003
S
d’ C ES dS C e
A’S CS C
gn
d h

A TS Pusat plastis
dS S
ES

Gambar 4.15
Penampang melintang kolom pendek untuk momen uniaksial ekivalen terhadap
sumbu y

Dengan coba-coba dan penyesuaian tentukan tinggi blok tegangan atau tinggi
garis netral sedemikian rupa sehingga Pn yang dihitung mendekati Pn yang
diperlukan:
Dicoba:
a = 106 mm dan
106
c=  124,7 mm
0,85

 c  d'   124,7  40 
fs’= 600    600   407,54MPa  f y
 c   124,7 

d c  260  124,7 


fs = 600    600   651MPa  f y
 c   124,7 

89
Digunakan fS’=400 Mpa dan fS= 400 Mpa
Pn = 0,85 fc’ba+As’fs’- Asfs
= 0,85.30.500.106
= 1,3515.106 N ≈Pn perlu = 1,35.106…..OK!

Dengan demikian gunakan a =106 mm untuk menghitung Moyn


h a h   h
Moyn = 0,85fc’ba     As ' f s '   d '   As f y  d  
2 2 2   2

 300   300 
= 0,85.30.500.106   40   1519,76.400 260  
 2   2 
= 2,6483.108 Nmm
Kemudian untuk mencari Muy diperlukan data Mnx / Moxn dan faktor . Yang
selanjutnya diplotkan pada Gambar 3.23 atau Lampiran 12.c.
M nx 2,643.108
  0,57
M oxn 4,615.108
  0,56
Dari kedua data ini diperoleh
M ny
 0,73
M oyn

Mny = 0,73.2,6483.108
Mny = 1,9333. 108 > Mny perlu = 1,7545. 108 Nmm ……………OK!
Jadi ukuran penampang dan penulangannya dapat digunakan.

4.3.2. Kolom Panjang


Langkah-langkah berikut ini dapat dipakai sebagai peunjuk dalam desain
dan analisis kolom panjangyang mengalami lentur pada arah x dan y.
1. Tentukan arah kolom dari rangka (frame) yang didesain, dan dianalisis,
diperkaku terhadap goyangan lateral atau tidak serta tentukan beban-
beban yang bekerja dan ukuran penampang.
2. hitung eksentrisitasnya akibat beban gravitasi dengan menggunakan
momen yang terbesar pada arah x dan y. periksalah bahwa eksentrisitas

90
yang terjadi lebih besar daripada eksentrisitas minimum atau tidak.
Apabila eksentrisitasnya lebih kecil maka gunakan harga minimum
tersebut.
3. Klasifikasikan kolom tersebut dengan menghitung angka
kelangsingannya. Jika berupa kolom panjang dan angka
kelangsingannya tidak melebihi 100 hitunglah momen yang diperbesar
mu pada arah x (mux)dan pada arah y (muy). Hitung juga beban aksial
rencana pu yang sudah merupakan beban kombinasi.
4. Selanjutnya dengan harga-harga yang sudah diperoleh ini desain dan
analisislah kolom panjang terseut seperti pada kolom pendek akobat
beban biaksial. Untuk jelasnya bisa dilihat pada lampiran 6 dan 7.
Contoh Soal :
Rencanakanlah kolom L yang mempnyai bentuk persegi dengan sengkang
ikat serta lakukan pula analisis dari hasil perancangannya. Kolom
mempunyai panjang tak tertumpu (lu) 5500 mm dan merupakan bagian
dari rangka bangunan dengan portal yang tidak ditahan terhadap goyangan
lateral seperti yang diperlihatkan pada gambar 4.16. Kolom tersebut
mendukung beban-beban terfaktor sebagai berikut:
a) akibat beban gravitasi:
Pug = 1542 kN,
M1buk = 26 MNmm. M2buk = 105MNmm
M1buy= 23MNmm, M2buy = 81,95MNmm
b) akibat beban ringan :
Puw = 200 kN, M2sux = 64,93 MNmm, M2suy = 36,79 MNmm
Ditetapkan bahwa :
Pajang bentang bersih balok ;
Searah sumbu y lny= 6525 mm
Searah sumbu x lnx= 5000 mm
Ukuran penampang balok pada portal arah x;
Ujung atas kolom, 325 mm x550 mm
Ujung bawah kolom, 325 mm x700 mm

91
dx =dy = d = 0,6,fc’= 30 MPa, fy = 400 Mpa

300 mm x 425 mm

L D

D 300 mm x 475 mm

X
L

(a) (b)

Gambar 4.16
Portal tanpa pengaku dan denah bangunan (b) portal arah y

PENYELESAIAN :
Asumsikan ukuran penampang 350 mm x 550 mm dengan jarak ds =d’ =50
seperti terlihat pada gambar 4.17.
d'
As'

As
ds

b
Gambar 4.17.
Penampang melintang kolom L
Lalu hitunglah beban ekivalen akibat kombinasi beban gravitasi dengan beban
angin .
U = 0,75 (1,2D + 1,6 L) + (1,6W)
P = 0,75 (1,542 + 0,2)106 = 1,3065. 106 N
M1bux = 0,75.0,26.108 = 0,195. 108 Nmm
M1buy = 0,75.0,23. 108 = 0,1725. 108 Nmm
M1bux = 0,75.1,05. 108 = 0,7875. 108 Nmm
M1buy = 0,75.0,8195. 108 = 0,6146. 108 Nmm
M1sux = 0,75.0,6493. 108 = 0,487. 108 Nmm

92
M1suy = 0,75.0,3679. 108 = 0,2759. 108 Nmm
Karena kolom mengalami momen dua arah yaitu terhadap sumbu lentur arah x
dan y maka ditinjau dua keadaan.
1. portal arah y (momen terhadap sumbu x)
Dan langkah selanjutnya, dihitung eksentrisitas akibat beban gravitasi dari
momen ujung terbesar.
M 2bux 1,05.10 8
e   68,1
Pug 1,542.10 6

Sedangkan eksenrtrisitas minimumnya yaitu:


emin = 15 + 0,03h = 15 + 0,03.355 = 31,5 mm
e>e min ……………………….OK!
Kemudian dihitung kekauan kolom.
Ec = 4700 f c '  4700 30  25742,96MPa

1 3 1
Igx = bh  350(550) 3  4,8526.10 9 mm 4
12 12
Ec 1gx 25742,96.4,5826.10 9
EIx = 
2,5(1   d ) 2,5(1  0,6)
= 3,123.1013 Nmm2
Selanjutnya dihitung angka kelangsingan kolom.
Faktor-faktor kekangan ujung  haarus ditentukan. Dengan menganggap momen
inersia penampang retak balok sebesar setengah dari momen inersia penampang
bruto maka:
1. Momen inersia balok untuk kondisi di ujung atas kolom yaitu:
1 1
I gb 
I    300(425) 3   959570312,5mm4
2 2 2 
2. Momen inersia balok untuk kondisi di ujung bawah kolom yaitu :
1 1
I gb 
I    300(475) 3   14512807mm4
2 2 2 
Sehingga faktor kekangan ujung  yang terjadi ada kolom adalah :

93
EI x / I u Kolom  kolom
A(ujung atas kolom) 
EI c I cr / I nybalok  balok

2(3,123.1013 / 5500)
=
(25742,96.959570312,5 / 6525)
 2,99  3
EI x / IuKolom  kolom
A(ujungbawahkolom) 
EI c I cr / I ny balok  balok

2(3,123.1013 / 5500)

(25742,96.1451285807 / 6525)
 1,98  2

Dari gambar 3.10 (Lampiran 12. b) dengan nilai A=3 dan B = 2 diperoleh k =
1,7 sehingga
k x lu 1,7.5500
  56.67  22 (termasuk kolom panjang)
r 0,3.550
Sedangkan beban tekuk Euler yang terjadi adalah:
 2 El x  2 3,123.1013
P c=   3522162,84 N
( k x lu ) 2 (1,7.5500)
Karena 22 < 56,67 < 100, maka digunakan metoda pembesaran momen untuk
memperhitungkan faktor tekuk.
Faktor-faktor kekangan ujung pada kolom dalam D juga dihitung yaitu untuk
mendapatkan nilai faktor pembesaran momen S. bila dianggap dimensi kolom D
sama dengan kolom luar L maka :
2(3,123.1013 / 5500)
 
2(25742,96.959750312,5 / 6525)
= 1,49 ≈ 1,5
2(3,123.1013 / 5500)
 
2(25742,96.1451285807 / 6525)
= 0,99 ≈ 1
Berdasarkan gambar 3.10 (Lampiran 12.b) dengan A= 1,5 dan B = 1 diperoleh
kx= 1,38 sehingga :

94
 2 El x  2 3,123.1013
PcD = 
( k x lu ) 2 (1,385500)
= 5354000,234 N
Pc= 2(3522162,847 + 5354000,234)
= 17734326, 16N
Jika ditetapkan bahwa gaya aksial terfaktor yang bekerja pada kolom dalam yaitu:
PuD = 1.3405.106N maka :
Pu= 2(1,3o56 106 + 1,344000,234)
= 5,294.106N
Sehingga bila digunakan faktor reduksi kekuatan  = 0,7maka faktor pembesaran
momen yang terjadia adalah :
1 1
 bx   2,13  1
Pu 1,3065. 10 6
1 1
 Pc 0,7.3522162,8647
1 1
 sx     1,74  1
Pu 5294000
1 1
Pu 0,7.17734326,16

Mu = Mc= b M2b+ s M2s


Mux = bx M2bux +sx M2sux
= (2,13.07875+1,74.0,487)108 = 2,2548. 108 Nmm
2. Portal arah x (Momen terhadap sumbu y)
Dan langkah selanjutnya dihitung eksentrisitas akibat beban gravitasi dari
momen ujung terbesar.
M 2buy 0,8195.108
e=   53,14
Pug 1,542.108

Sedangkan eksentrisitas minimumnya yaitu


emin = 15+0,03b = 15+0,03.350 =25,5mm
e>emin……………………………………………OK!
Kemudian dihitung kekakuan kolom.
Ec = 4700 f c '  4700 30  25472,96MPa

95
1 3 1
Igx = bh  350(550) 3  1,9651.10 9 mm4
12 12
Ec 1gx25742,96.1,965.10 9
EIy = 
2,5(1   d ) 2,5(1  0,6)
= 1,2647.1013 Nmm2
Selanjutnya dihitung angka kelangsungan kolom.
Faktor-faktor kekangan ujung  harus ditentukan. Dengan menganggap momen
inersia penampang retak balok sebesar setengah dari momen inersia penampang
bruto maka:
1. Momen inersia balok untuk kondisi di ujung atas kolom yaitu:
I gb 1 1 
I    325(550) 3   2252994792,5mm4
2 12 12 
3. Momen inersia balok untuk kondisi di ujung bawah kolom yaitu :
I gb 1 1 
I    325(700) 3   4644791667mm4
2 12 12 
Sehingga faktor kekangan ujung  yang terjadi pada kolom adalah :
EI y / I u Kolom  kolom
A(ujung atas kolom) 
EI c I cr / I nxbalok  balok

2(1,2647..1013 / 5500)
=
(25742,96.2252994792 / 5000)
 0,396  0,4

EI y / I u Kolom  kolom


 (ujungbawah kolom) 
EI c I cr / I nxbalok  balok

2(1,2647.1013 / 5500)

(25742,96.4644791667 / 5000)
 0,19  0,2

Dari gambar 3.10 (Lampiran 12. b) dengan nilai A=0,4 dan B =0,2 diperoleh ky
= 1,1 sehingga
k y lu 1,1.5500
  56.67  22 (termasuk kolom panjang)
r 0,3.350
Sedangkan beban tekuk Euler yang terjadi adalah:

96
 2 El y  21,2347.1013
P c=   3406717,06 N
( k y lu ) 2 (1,1.5500)

Karena 22 < 5667 < 100, maka digunakan metoda pembesaran momen untuk
memperhitungkan faktor tekuk.
Faktor-faktor kekangan ujung pada kolom dalam D juga dihitung yaitu untuk
mendapatkan nilai faktor pembesaran momen S. bila dianggap dimensi kolom D
sama dengan kolom luar L maka :
2(1,2647.1013 / 5500)
 
2(25742,96.2252994792 / 5000)
= 0,396 ≈ 0,4
2(1,2647.1013 / 5500)
 
2(25742,96.4644791667 / 5000)
= 0,19 ≈0,2
Dari gambar (Lampiran 12.b) dengan nilai A = 0,4 dan B =0,2 diperoleh ky =
1,1 sehingga :
 2 El y  21,2647.1013
PcD=   3406717,06 N
( k y lu ) 2 (1,1.5500)

Pc= 2(3406717,06 + 3406717,06)


= 13626868,24 N
Jika ditetapkan bahwa gaya aksial terfaktor yang bekerja pada kolom dalam yaitu:
PuD = 1,3405. 106 ,
Maka:
Pu= 2(1,3065.106 +1,3405. 106)
= 5,294.106 N
Sehingga bila digunakan faktor reduksi kekuatan  = 0,7, maka pembesaran
momen yang terjadi adalah :
1 1
 by   2,13  1
Pu 1,3065. 10 6
1 1
 Pc 0,7.340671,06

97
1 1
 sx     1,74  1
Pu 5294000
1 1
Pu 0,7.13626868,24

Muy = byM2buy +M2suy


= (2,21.6146+2,25.0,2759).108 = 1,979.108 Nmm
Selanjutnya dihtung gaya-gaya nominal yang diperlukan.
Pn 1,3065.106
Pn =   1,8664.106 N
 0,7

2,524.10 6
Pux
Mnx =   3,6069.10 6 Nmm
 0,7
M uy 1,979.106
Mny =   2,8271.106 Nmm < Mnx
 0,7
Beban-beban yang bekerja dapat dilihat pada gambar 4.18.
A 1519,76
p   0,011
bd 300.450
fy 400
m   15,686
0,85 f c ' 0,85.30

M bx 5,9991.108
e   321,43 mm
Pn 1,8664.108
h  2e 500  2.321,43
  0,14286
2d 2.500
d' 50
1 1  0,9
d 500
 h  2e  h  2c 
2
 d' 
Pn = 0,85fc’bd      2mp1  
 2d  2d   d  


= 0,85.30.350.500  0,14286   0,14286) 2  2.15,686 0,011.0,9 
= 1,9298,106 N > 1,8664. 106 N OK!
pr = θ Pn = 0,7 19298 = 135,86 kN
Pr > 0,1Ag fc’
>0,1 (350.550)30

98
Pr> 577,5 kN, maka tetap dipakai θ = 0,7 OK!
Cek apakah benar pada tegangan pada tulangan desak fs’  f
Pn 1929800
a=   216,22 mm
0,85 f c 0,85 30.350

194.5 228,82
c=   254,38 mm
0,85 0,85

 254,38  5 0 
fc’= 600    482,1MPa  f y OK!
 254,38 
Kemudian hitung momen tahanan nominal aktual Moxn untuk lentur uniaksial
ekivalen terhadap sumbu x dimana (Moy= 0). Keruntuhan yang terjadi adalah
keruntuhan tarik. Dengan mengaggap bahwa pada keadaan beban Pn yang
diperlukan tulangan tekan telah leleh, maka didapat:
Pn 1866400
a=   209,12 mm
0,85 f c ' b 0,85 30.350

209,12
c=  246 mm
0,85

 246  50 
fs’= 600    478,1MPa  f y ............OK !
 246 
Moxn = Pne
h a h   h
= 0,85 fc’ba     As ' f s '   d '   As f y  d  
2 2 2   2
=0,85.30.350.209,12
 550 209,12   550   550 
    1899,7.400  50   1899,7.400 500  
 2 2   2   2 
= 6,6005.108 Nmm > Mox = 5,9991.108Nmm……………….OK!
Selanjutnya hitung momen tahanan nominal aktual Moyn untuk momen lentur
uniaksial ekivalen terhadap sumbu y dimana Mox = 0
dalam kondisi ini : d = 500 mm, h = 350 mm
d’ = ds =40 mm, d= 260 mm, dan
As = As’ = 1519,76 mm2
Keadaan ini dapat dilihat pada gambar 4.20

99
ES= 0,003 0,85f’S Pn

d’ C ES dS CC e
A’S CS
gn
d h

AS TS Pusat plastis
dS
ES

Gambar 4.20
Penampang kolom panjang untuk momen uniaksial, ekivalen terhadap sumbu y

Dengan coba-coba dan penyesuaian, tentukan tinggi blok tegangan a atau tinggi
garis netral sedemikian rupa sehingga Pn yang dihitung mendekati Pn yang
diperlukan .
Dicoba:
a = 132,5 mm dan
132,5
c=  155,88 mm
0,85

 c  d'   155,88  40 
fs’= 600    600   446,03MPa  f y
 c   155,88 
d c  310  155,88 
fs = 600    600   503,22MPa  f y
 c   310 
Digunakan fS’=400 Mpa dan fS= 400 Mpa
Pn = 0,85 fc’ba+As’fs’- Asfs
= 0,85.30.550.132,5
= 1,8583.106 N ≈ Pn perlu = 1,8664.106 OK!
Dengan demikian gunakan a =106 mm untuk menghitung Moyn
h a h   h
Moyn = 0,85 fc’ b a     As ' f s '   d '   As f y  d  
2 2 2   2

100
= 0,85.30.550.132,5
 350 132,5   350   350 
    1899,7.400  40   1899,7.400 310  
 2 2   2   2 
= 4,0726.108 Nmm
Kemudian untuk mencari Muy diperlukan data Mnx / Moxn dan faktor . Yang
selanjutnya diplotkan pada gambar 3.23 atau Lampiran 12.c.
M nx 3,6069.108
  0,57
M oxn 6,6005.108
  0,56
Dari kedua data ini diperoleh
M ny
 0,74
M oyn

Mny = 0,74.4,0726.108
Mny = 3,0137. 108 > Mny perlu = 2,82713. 108 Nmm ……………OK!
Berdasarkan hasil perancangan dan analisis dapat dilihat bahwa kapasitas lebih
besar dari pada beban rencana yang bekerja sehingga dimensi penampang dan
penulangannya dapat digunakan.
4.4 Langkah-langkah perancangan dan analisis pada penampang Bundar
akibat beban Eksentris
4.4.1. Kolom Pendek
Langkah-langkah berikut ini dapat diikuti perancangan dan analisis
apabila perilaku kolom tersebut ditentukan oleh kegagalan material.
1. Hitunglah beban aksial luar rencana Pu dan momen rencana Mu serta
hitung juga eksentrisitas e= Mu/Pu.
2. Asumsikan ukuran penampang kolom . Dimensi kolom sebaiknya
berupa bilangan bulat.
3. Asumsikan angka penulangan ρ antara 1%sampai 8% dan diperoleh
luas tulangannya.
4. Hitung eb untuk penampang yang diasumsikan ini dan tentukan jenis
keruntuhan yang terjadi, apakah diawali dengan lelehnya tulangan tarik
ataukah hancurnya beton yang tertekan.

101
5. Periksan dan analisis apakah penampang tersebut sudah memenuhi
atau belum. Apabila penampang tersebut tidak dapat memikul beban
rencana atau terlalu besar, maka ubahlah ukuran kolomnya dan (atau)
tulangannya, kemudian ulangi langkah 4 dan 5. Prosedur yang lebih
jelas, dapat dilihat pada lampiran 8.
Contoh Soal :
Kolom beton bertulang berpenampang bundar seperti diperlihatkan dalam
Gambar 4.21 (a) mengalami gaya aksial; kerja akibat beban mati 375 kN.
Dan akibat beban hidup 362,5 kN. Serta mengalami momen lentur kerja
akibat beban mati 46,7 MNmm. Dan akibat beban hidup 95 MNmm. Bila
diberikan fc’= 30 Mpa dan fy = 400 MPa maka desainlah dimensi dan
tulangan kolom tersebut serta periksalah beban yang boleh bekerja pada
penampang tersebut. 0,003 mm/mm 0,85 fc'
d'
a Cs
As'=Ast/2 c Cc
d
2/3 Ds 0,8 h g.n

Pn As=Ast/2
Ts
ds eS < fy
e
b
Regangan Tegangan
Ast Penampang ekivalen
Ds
(b)

0,003 mm/mm 0,85 fc'


h
As'=0,4 Ast c a Cs
Cc
(a) g.n
h 3/4 Ds
As=0,4 Ast
Ts
eS < fy

Regangan Tegangan
Penampang ekivalen

Gambar 4.21 (c)


Penampang bundar kolom pendek dengan penampang persegi dan actual ekivalen

Penyelesaian:
Hitung gaya aksial dan momen rencana yang bekerja:
Pu = 1,2PD +1,6 PL = 1,2.0,375. 106 + 1,6.0,3625.106
Mu = 1,2MD +1,6 ML = 1,2.0,467. 108 + 1,6.0,95.105
E = Mu/Pu = 201, 94mm
Asumsikan diameter penampang h = 500 dengan Ds = 400 mm dan tulangi
oleh 6D22 kemudian transformasikan penampang kolom bundar menjadi

102
penampang persegi ekivalen untuk menentukan eksentrisitas pada keadaan
balanced.
Penampang persegi ekivalen seperti yang terlihat pada gambar 4.21 (b)
mempunyai ketentuan:
1. Tebal dalam arah lentur sebesar
0,8 = 0,8.500 = mm
2. Lebar kolom segi empat ekivalen
g 1
 5002
b=  4
 490,625mm
0,8h 0,8.500
3. Luas tulangan total Ast didistribusikan pada dua lapis
1 6 
As=As’=   (22) 2   1139,82mm
2 4 
4. Jarak antara lapis tulangan
2 2
Ds  400  266,67mm
3 3
5. Jarak tulangan (tekan /tarik) terhadap tepi terluar beton
1
d’=ds= (400  266,67)  66,665
2
6. Jarak tulangan tarik terhadap tepi terluar daerah tekan
D= 0,8h-d’=400-66,665 = 333,335
Cek apakah eksentritas rencana yang diberikan e lebih besar atau lebih kecil
daripada eksentritas balanced eb
600d 600.333,335
cb   200mm
600  f y 600  400

ab= β1cb =0,85.200 =170mm


 c  d'  200  66,665 
fs’ = 600  b   600   400MPa  f y
 cb   200 

Dengan demikian gunakan fs= =fy = 400 Mpa


Pnb = 0,85fc’bab + As’fs’-Asfy
= 0,85.30.490,625.170 = 2126,86 kN

103
 0,85h ab  1  2  
Mnb = 0,85 fc’bab     ( As ' f s ' As f y )    Ds 
 2 2 2  3  
=0,85.30.490,625.170

 0,8.500 170   1 
    2119,82.400 266,67   336,171 MNmm
 2 2   2 
eb = Mnb/Pnb = 172,165 mm < e = 201.94 mm
Karena eksentritas yang diberikan (e = 201,94 mm) lebih besar dari eb (172,165
mm) maka keruntuhan kolom tersebut berupa keruntuhan tarik.
Selanjutnya penampang kolom bundar aktual tetap dipakai untuk menghitung CC
dan 40% luas tulangan total Ast didistribusikan pada dua lapis dengan dua jarak
0,75 Ds seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 4.21 (c)
Gunakan faktor reduksi kekuatan  = 0,7.
6
Ast =  (500) 2  196250 mm2
4
1
Ast =  (500) 2  196250 mm2
4
Ast fy 400
ρ =  0,0116, m    15,686
Ag 0,85 f c ' 0,85.30

0,85e 0,85.20,94
 0,38   0,38  0,0367
h 500
  0,85e   0,85e  mpg Ds 
2

Pn= 0,58fc’h2    0,38     0,38  
  h   h  2,5h 
 

Pn= 0,58.30(500)2   0,85.201,94  0,38    15,686.0,011.400 


2
 0,85.201,94
  0,38  
  500   500  2,5.500 
 

= 1,7899.106 N
Pr=  Pn =0,7.1,7899. 106 N
= 1,2529. 106 > 1,03. 106 N OK!
Pr > 0,1 Agfc
> 0,1.196250.30
Pr > 588,75 kN, maka tetap dipakai  =0,7 OK!

104
Dengan demikian dimensi dan penulangan kolom hasil perancangan dapat dipakai
karena dari analisis yang dilakukan bisa dilihat bahwa beban rencana yang bekerja
lebih kecil daripada kapasitas penumpang.
4.3.2. Kolom Panjang
Langkah-langkah berikut ini dapat diikuti untuk perancangan dan analisis
apabila perilaku kolom tersebut ditentukan oleh pengaruh tekuk (kelangsingan)
1. Tentukan apakah kolom dari rangka (frame) yang didesain, dan dianalisis,
diperkaku terhadap goyangan lateral atau tidak. Kemudian asumsikan
ukuran penampung.
2. Hitung eksentrisitasnya dengan menggunakan yang terbesar dari momen
ujung dan cek apakah sudah lebih besar dari batas eksentrisitas
minimumnya. Apabila lebih kecil dari batas minimum gunakan harga
minimum tersebut.
3. Hitung angka kelangsingan kolom, klu/r dan tentukan apakah termasuk
kolom langsing ataukah kolom pendek. Apabila kollom langsing dan
kelangsingannya tidak melebihi 100 hitunglah momen yang diperbesar Mc.
dengan menggunakan momen ini hitunglah eksentrisitas ekivalen yang
dapat digunakan untuk merancang dan menganalisis kolom langsing ini
seperti pada kolom pendek. Apabila klu /r lebih besar dari 100 digunakan
analisis orde kedua.
4. Diagram alir mengenai urutasn perhitungan ini dapat dilihat pada
Lampiran 9 sedangkan mengenai desain dan analisis kolom pendek
ekivalen caranya seperti tertera pada Lampiran 8.

Contoh Soal :
Rencanakanlah kolom D yang berpenampang bundar dan analisi juga hasil
perancangannya. Kolom mempunyai panjang tak tertumpu (lu) 5500 mm dan
merupakan bagian dari rangka bangunan dengan portal yang tidak ditahan
terhadap goyangan lateral seperti yang diperlihatkan pada gambar 4.22. Kolom
tersebut mendukung beban-beban terfaktor sebagai berikut:
Pug = 1079 kN, M1b= 167,1 MNmm, M2b = 175 MNmm

105
Ditetapkan bahwa:
Panjang bentang bersih balik ln = 6800 mm
Βd = 0,5 : fc’= 30 Mpa, fy = 400 Mpa

225 mm x 300 mm

L D
250 mm x 325 mm

Gambar 4.22
Portal tanpa pengaku tinjauan terhadap kolom bundar D akibat beban eksentris.
Penyelesaian
Asumsikan bahwa kolom mempunyai diameter h = 500 mm, dan dengan Ds 400
seperti yang terlihat pada Gambar 4.23.

Ast
Ds

h
Gambar 4.23
Penampang bundar kolom D

Hitung eksentrisitas dari momen yang terbesar.


M 2b 1,75.108
e=   162,19 mm
Pug 1,079.10 6

Sedangkan eksentrisitas minimumnya yaitu:

106
emin = 15 + 0,03h = 15+0,03.500 = 30mm
e>emin……………………………………………OK!
Kemudian dihitung kekakuan kolom.
Ec = 4700 f c '  4700 30  25472,96MPa

1 4 1
Ig = h   (500) 4  3,0664.10 9 mm 4
64 64
Ec 1g 25742,96.3,0664.10 9
EI = 
2,5(1   d ) 2,5(1  0,5)
= 1,105019.1013 Nmm2
Selanjutnya dihitung angka kelangsungan kolom.
Faktor-faktor kekangan ujung  harus ditentukan. Dengan menganggap momen
inersia penampang retak balok sebesar setengah dari momen inersia penampang
bruto maka:
1. Momen inersia balok untuk kondisi di ujung atas kolom yaitu:
I gb1 1 
I    225(300) 3   25312500mm4
2 2 12 
2. Momen inersia balok untuk kondisi di ujung bawah kolom yaitu :
I gb 1 1 
I    225(325) 3   357584635,4mm4
2 2 12 
Sehingga faktor kekangan ujung  yang terjadi pada kolom adalah :
EI y / I u Kolom  kolom
A(ujung atas kolom) 
EI c I cr / I n balok  balok

2(2,105019.1013 / 5500)
=
2(25742,96.253125000 / 6800)
 0,99  4
EI / I u Kolom  kolom
B(ujungbawah kolom) 
EI c I cr / I nx balok  balok

2(1,2647.1013 / 5500)

2(25742,96.357584635 / 6800)
 2,83  2,8

107
Dari gambar 3.10 (Lampiran 12. b) dengan nilai A= 4 dan B = 2,8 diperoleh k
= 0,9 sehingga
k y lu 0,9.5500
  39,6
r 0,25.500

M   1,671.10 8 
34-12  1b   34  12 8
  22,54
 M 2b   1,75.10 
k y lu M 
Karena  34 - 12  1b  maka termasuk kolom panjang
r  M 2b 
Sehingga digunakan metoda pembesaran momen. Selanjutnya dihitung:
 2 El  2 2,105.1013
P c=   8470419,481N
( klu ) 2 (0,9.5500) 2

Gunakan faktor reduksi kekuatan  = 0,7, sehingga :


M   1,671.108 
Cm= 0,6+0,6+0,4  1b   0,6  0,4 
8 
 M 2b   1,75.10 
= 0,982>0,4
= 0,982
Cm 0,982
b    1,2  1
P 1,079.10 6
1 1
Pc 0,7.847419,481
Mu = Mc= bM2b
= 1,2.1,75.108 = 2,1.108 Nmm
e = Mu/Pu = 1,94,62 mm
Desain dan analisis kolom pendek ekivalen.
Ukuran penampang yang digunakan, diameter h= 500 mm dan dengan Ds = 400,
serta diyulangi oleh, 6D22 seperti terlihat pada Gambar 4.24 (a).
Kemudian trasformasikan penampang kolom bundar menjadi penampang persegi
ekivalen untuk menentukan eksentrisitas pada keadaan balanced seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4.24 (b). penampang persegi ekivalen mempunyai
ketentuan:
1. tebal dalam arah lentur sebesar

108
0,8h = 0,8.500 =400 mm
2. lebar kolom segi empat ekivalen
1
As
 (500) 2
b=  4  490,625 mm
0,8h 0,8.500
3. luas tulangan total Ast didistribusikan pada dua lapis
1 6 
As=As’=   (22) 2   1139,82 mm
2 4 
4. jarak antara lapis tulangan
2 2
Ds  400  266,67
3 3
5. jarak tulangan (tekan tarik)terhadap tepi terluar beton
1
d’=ds= (400  266,67)  66,665
2
6. jarak tulangan tarik terhadap tepi terluar daerah tekan
d= 0,8-d’ =400-66,665 = 333,335
0,003 mm/mm 0,85 fc'
d'
a Cs
As'=Ast/2 c Cc
d
2/3 Ds 0,8 h g.n

Pn As=Ast/2
Ts
ds eS < fy
e
b
Regangan Tegangan
Ast Penampang ekivalen
Ds
(b)

0,003 mm/mm 0,85 fc'


h
As'=0,4 Ast c a Cs
Cc
(a) g.n
h 3/4 Ds
As=0,4 Ast
Ts
eS < fy

Regangan Tegangan
Penampang ekivalen

(c)
Gambar 4.24
Penampang bundar kolom panjang dengan penampang persegi dan aktual
ekivalen
Cek apakah eksentrisitas rencana yang diberikan e lebih besar atau lebih kecil dari
pada eksentrisitas eb .

109
600d 600.333,335
cb   200mm
600  f y 600  400
ab= β1cb =0,85.200 =170mm
 c  d'  200  66,665 
fs’ = 600  b   600   400MPa  f y
 cb   200 
Dengan demikian gunakan fs= =fy = 400 Mpa
Pnb = 0,85fc’bab + As’fs’ - Asfy
= 0,85.30.490,625.170 = 2126,86 kN
 0,8h ab  1  2  
Mnb = 0,85 fc’bab     ( As ' f s ' As f y )    Ds 
 2 2 2  3  
=0,85.30.490,625.170

 0,8.500 170   1 
    21139,82.400 266,67   336,171 MNmm
 2 2   2 
eb = Mnb/Pnb = 172,165 mm < e = 201.94 mm
Karena eksentritas yang diberikan (e = 201,94 mm) lebih besar dari eb (172,165
mm) maka keruntuhan kolom tersebut berupa keruntuhan tarik.
Selanjutnya penampang kolom bundar aktual tetap dipakai untuk menghitung CC
dan 40% luas tulangan total Ast didistribusikan pada dua lapis dengan dua jarak
0,75 Ds seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 4.24 (c)
Gunakan faktor reduksi kekuatan  = 0,7.
6
Ast =  22) 2  2279,64 mm2
4
1
Aag =  (500) 2  196250 mm2
4
Ast fy 400
ρ =  0,0116, m    15,686
Ag 0,85 f c ' 0,85.30

0,85e 0,85.194,62
 0,38   0,38  0,049146
h 500
  0,85e   0,85e 
2
mp g Ds 
Pn= 0,58fc’h2    0,38     0,38   
  h   h  2,5h 
 

110
Pn= 0,58.30(500)2   0,85.194,62  0,38    15,686.0,011.400 
2
 0,85.194,62
  0,38  
  500   500  2,5.500 
 

= 1,88318.106
Pr=  Pn =0,7.1,883118. 106 N
= 1,3182.10. 106 > 1,079. 106 N………… OK!
Pr > 0,1 Agfc’
> 0,1.196250.30
Pr > 588,75 kN, maka tetap dipakai  =0,7 OK!
Dengan demikian dimensi dan penulangan kolom hasil perancangan dapat dipakai
karena dari analisis yang dilakukan bisa dilihat bahwa beban rencana yang bekerja
lebih kecil daripada kapasitas penampang.

4.5. Langkah-langkah Perancangan dan Analisis pada Penampang Bundar


Akibat Beban Eksentris dengan Alat Bantu Diagram

4.5.1. Kolom Pendek


Langkah-langkah perancangan kolom beton bertulang perancangannya
dapat mengikuti cara berikut :
1. asumsikan ukuran penampang yang dipakai,
2. hitung eksentrisitas yang terjadi akibat beban rencana yang bekerja
3. selanjutnya hitung pula besaran yang tak berdimensi pada sumbu vertikal
(misal K1) dan sumbu horisontal (misal K2). Kemudian pilih diagram yang
sesuai (dapat dilihat pada Lampiran 1) sehingga suatu nilai/konstanta r
dapat dibaca. Penulangan yang diperlukan ρ adalah βr yang mana harga β
tertera di kanan atas grafik.
4. dari ukuran penampang yang diasumsikan tadi serta dari angka penulangan
yang diperoleh maka dapat ditentukan jumlah tulangan pada penampang.
5. kemudian analisis terhadap hasil perancangan tersebut dilakukan dengan
cara menghitung kembali konstanta r berdasarkan jumlah tulangan yang
dipakai . Setelah itu dihitung besaran tak berdimensi pada sumbu vertikal.
Lalu dari kedua harga tadi didapat besaran tak berdimensi pada sumbu

111
horisontal. Sehingga dapat dicek beban yang boleh bekerja pada
penampang tersebut.
6. prosedur hitungan yang lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 10. Dan
data untuk hitungan ini diambil dari contoh hitungan Bab 4 sub bab 4.4.
bagian 1.

Contoh :
Kolom beton bertulang berpenampang bundar seperti diperlihatka dalam
gambar 3.25 (a) mengalami gaya aksial kerja akibat beban mati 375 kN
dan akibat beban hidup 362,5 kN. Serta mengalami momen lentur kerja
akibat beban mati 46,7 MNmm dan akibat beban hidup 95 MNmm. Bila
diberikan fc’=30 Mpa dan t’y= 400 Mpa maka desainlah dimensi dan
tulangan kolom tersebut serta periksalah beban yang boleh bekerja pada
penampang tersebut.

Pn

et

d' Ds

Ast

Gambar 4.25
Penampang bundar kolom pendek

Penyelesaian :
Hitung gaya aksial dan momen rencana yang bekerja :
P = 1,2PD + 1,6PL = 1,2.0,375.106 + 1,6.0,3625.106

112
= 1,03.106 N
M = 1,2MD + 1,6ML = 1,2.0,467.108 + 1,6.0,95.108
= 2,08.108 Nmm
et = M/P = 201,94 mm

Dimensi penampang yang dipakai yaitu h = 500 mm, dengan Ds = 400 mm.
1
Ag = (500)2 = 196250 mm2
4
d 50
  0,1
h 500
Kemudian hitung pula besaran tak berdimensi pada sumbu vertikal dan horizontal.

Pada sumbu vertikal dinyatakan dengan nilai :


P 1,03.10 6
K1    0,29
 Agr 0,85 f c' 0,7.196250.0,85.30

dan pada sumbu horizontal dinyatakan dengan nilai:


P  et  1,03.10 6  201,94 
K2       0,12
 Agr 0,85 f c  h  0,7.196250.0,85.30  500 
'

Dari kedua besaran tak berdimensi tersebut dipilih grafik yang sesuai (lihat
Lampiran 1) sehingga didapatkan :
r = 0,0115, β = 1,2
 = rβ = 0,0115.1,2 = 0,0138
Ast = Agr = 0,0138.196250 = 2708,25 mm2
Dari contoh sebelumnya, digunakan tulangan masing-masing 6D22 pada dua sisi
berhadapan. Kemudian dicek/diperiksa hasil perancangannya.
6
Ast = (22)2 = 2279,64 mm2 < 2708,25 mm2
4
Ast 2279,64
=   0,012
Agr 196250

 0,012
r=   0,0097  0,01, K1 = 0,29
 1,2

113
Dengan harga K1 = 0,29 dan r = 0,01 maka dari grafik yang sesuai diperoleh K2 =
0,0115 maka;
Pu  e1  r
K2 =  
 gr 0,85 f c '  h   gr 0,85. f c ' h
r
0,0115 =
0,7.196250.0,85.30.500,7
Mr = 2,0143.108.Nmm < 2,08.108 Nmm
Karena momen kapasitas penampang lebih kecil daripada momen rencana yang
bekerja maka dicoba memperbanyak tulangan yang dipakai yaitu: 8D22

 222  3039,52 mm2 < 2708,25 mm2


8
Ast =
4
 st 3039,52
=   0,0155
 g 196250

 0,0155
r=   0,013
 1,2
K1 = 0,29
Dengan harga K1 = 0,29 dan r = 0,013 maka dari grafik yang sesuai diperoleh K2
= 0,1263, maka:
u  e1  r
K2 =  
 gr 0,85 f c '  h   gr 0,85 f c ' h
r
0,1263 = =
0,7.196250.0,85.30.500,7
Mr = 2,2122.108 Nmm < 2,08.108 Nmm
Jadi penampang-penampang semula dengan diameter 500 mm yang menggunakan
tulangan 6D22 tidak mampu menerima beban yang bekerja. Sehingga dicoba
untuk menambah tulangan yang dipakai menjadi 8D22.

4.5.2. Kolom Panjang


Langkah-langkah perancangan kolom beton bertulang serta analisisnya dengan
alat Bantu diagram dapat diikuti sebagai berikut:

114
1. tentukan kolom yang ditinjau dari rangka (frame) yang bersangkutan
mempunyai pengaku lateral ataukah tidak. Kemudian tentukan juga beban-
beban rencana yang bekerja,
2. asumsikan ukuran penampang yang digunakan,
3. berdasarkan prosedur hitungan manual seperti yang dilakukan pada kolom
panjang (lihat lampiran 9), maka dapat dicari eksentrisitas yang terjadi,
4. selanjutnya hitung pula besaran tak berdimensi pada sumbu vertical
(misal K1) dan sumbu horizontal (missal K2). Kemudian pilih diagram
yang sesuai (dapat dilihat pada Lampiran 1) sehingga suatu nilai
/konstanta r dapat dibaca. Penulangan yang diperlukan  adalah r yang
mana harga  tertera di kanan atas grafik,
5. dari ukuran penampang yang diasumsikan tadi serta daru angka
penulangan yang diperoleh maka dapat ditentukan kebutuhan jumlah
tulangan pada penampang,
6. kemudian analisis terhadap hasil perancangan tersebut dilakukan dengan
cara menghitung kembali konstanta r berdasarkan jumlah tulangan yang
dipakai. Setelah itu dihitung besaran tak berdimensi pada sumbu vertical.
Lalu dari kedua harga tadi didapat besaran tak berdimensi pada sumbu
horizontal. Sehingga dapat dicek beban yang boleh bekerja pada
penampang tersebut,
7. prosedur yang lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 11. Sedangkan data-
data untuk hitungan ini diambil dari contoh Bab 4 sub bab 4.4 bagian 2.

Contoh Soal :
Rencanakanlah kolom dalam Dalam yang berpenampang bundar dan analisis
juga hasil perancangannya. Kolom mempunyai panjang tak tertumpu (lu) 5500
mm dan merupakan bagian dari rangka bangunan dengan portal yang ditahan
terhadap goyangan lateral seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.26.
Kolom tersebut mendukung beban-beban terfaktor sebagai berikut:
Pug = 1079 kN, M1b = 167,1 MNmm, M2b = 175 MNmm

115
Ditetapkan bahwa:
Panjang bentang bersih balok, ln = 6800 mm
d = 0,5 , fc’ = 30 MPa , fy = 400 MPa

225 mm x 300 mm

L D
250 mm x 325 mm

Gambar 4.26
Portal dengan pengaku tinjauan terhadap kolom dalam

Penyelesaian:
Berdasarkan contoh sebelumnya kolom mempunyai diameter h = 500 mm dan
dengan Ds = 400 mm, seperti terlihat pada Gambar 4.27.

Ast
Ds

Gambar 4.27
Penampang bundar kolom panjang

Hitung eksentrisitas dari momen ujung yang terbesar.

116
 2b 1,75.108
e=   162,19 mm
ug 1,079.10 6

Sedangkan eksentrisitas minimumnya yaitu:


emin = 15 + 0,03h = 15 + 0,03.500 = 30 mm
e > emin OK!
Kemudian dihitung kekakuan kolom.
Ec = 4700 f c '  4700 30  25742,96 MPa

h 4   5004  3,0664.10 9 mm4


1 1
Ig =
64 64
c g 25742,96.3,0664.10 9
EI = 
2,51   d  2,51  0,5
= 2,105019.1013 Nmm2

Selanjutnya dihitung angka kelangsingan kolom.


Faktor-faktor kekangan ujung  harus ditentukan. Dengan menganggap momen
inersia penampang retak balok sebesar setengah dari momen inersia penampang
bruto, maka:
1. momen inersia balok untuk kondisi di ujung atas kolom yaitu:
 gb
1 1 3
Icr    .225300   25312500 mm4
2 2 12 
2. momen inersia balok untuk kondisi di ujung bawah kolom yaitu:
 gb
1 1 3
Icr    .250325   357584635 mm4
2 2 12 
Sehingga faktor-faktor kekangan ujung  yang terjadi pada kolom adalah:
 / lu .kolom  kolom
A (ujung atas kolom) =
 c  cr / l n .balok  balok

=

2 2,105019.1013 / 5500 
225742,96.253125000 / 6800
= 3,99  4

117
 / lu .kolom  kolom
B (ujung bawah kolom) =
 c  cr / l n .balok  balok

=

2 2,105019.1013 / 5500 
225742,96.357584635,4 / 6800
= 2,82  2,8
Dari Gambar 3.10 (Lampiran 12.a) dengan nilai A = 4 dan Biaya = 2,8 maka
diperoleh karyawan. = 0,9 sehingga:
klu 0,9.5500
  39,6
r 0,25.500

   1,671.108 
34-12  1b   34  12   22,54
8 

 2b   1,75.10 

klu  
karena > 34-12  1b  , maka termasuk kolom panjang
r   2b 

Sehingga digunakan metoda pembesaran momen. Selanjutnya dihitung:


 2   2 .2,105019.1013
Pc =   8470419,481 N
klu 2 0,9.55002

Gunakan faktor reduksi kekuatan  = 0,7 sehingga:


   1,671.108 
Cm = 0,6 + 0,4  1b   0,6  0,4 
8 
  2b   1,75.10 
= 0,982 > 0,4
Cm 0,982
b =   1,2 > 1
u 1,079.10 6
1 1
c 0,7.8470419,481
Mu = Mc = bM2b
= 1,2.1,75.108 = 2,1.108 Nmm
u
e1 =  194,62 mm2
u

 5002  196250 mm2


1
Ag =
4

118
d ' 50
  0,1
h 500
Kemudian hitung pula besaran tak berdimensi pada sumbu vertical dan sumbu
horizontal.

Pada sumbu vertikal dinyatakan dengan nilai:


u 1,079.10 6
K1 =   0,31
 gr 0,85 f c ' 0,7.196250.0,85.30
Dan pada sumbu horizontal dinyatakan dengan nilai:
u  e1  1,079.10 6  194,62 
K2 =     
 gr 0,85 f c '  h  0,7.196250.0,85.30  500 
= 0,12
Dari kedua besaran tak berdimensi tersebut dipilih grafik yang sesuai (lihat
Lampiran 1) sehingga didapatkan:
r = 0,01075 , = 1,2
 = r = 0,01075.1,2 =0,0129
Ast = Agr = 0,0129.196250 = 2531,625 mm2
Dari contoh sebelumnya digunakan tulangan masing-masing 6D22 pada dua sisi
berhadapan. Kemudian dicek /diperiksa hasil perancangannya.

 222  2279,64 mm2 < 2531,625 mm2


6
Ast =
4
 st 2279,64
=   0,012
 gr 196250

 0,012
r=   0,0097  0,01
 1,2
K1 = 0,31
Dengan harga K1 = 0,31 dan r = 0,01 maka dari grafik yang sesuai diperoleh K2 =
0,0117 maka:
u  ei  r
K2 =  
 gr .0,85 f c '  h   gr .0,85 f c ' h

119
r
0,117 =
0,7.196250.0,85.30.500
Mr = 2,0493.108 Nmm < 2,1.108 Nmm

 222  3039,52 mm2 < 2531,625 mm2


8
Ast =
4
 st 3039,52
=   0,0155
 gr 196250

 0,0155
r=   0,013
 1,2
K1 = 0,31
Dengan harga K1 = 0,31 dan r = 0,013 maka dari grafik yang sesuai diperoleh K2
= 0,128 maka:
u  ei  r
K2 =  
 gr .0,85 f c '  h   gr .0,85 f c ' h
r
0,117 =
0,7.196250.0,85.30.500
Mr = 2,242.108 Nmm < 2,1.108 Nmm
Dengan demikian digunakan penampang kolom dengan diameter 500 mm yang
ditulangi oleh 8D22.

120
BAB 5
KONSOL PENDEK (BRACKET/CORBEL)

Perbedaan Kantilever dan Konsol Pendek


Pu
qu Vu

Nu

Kantilever / Overstek / Balok menjulur Konsol Pendek (Bracket / Corbel)

Konsol pendek adalah : Kantilever pendek yang berpenampang tidak


prismatis yang terdapat dimuka sebelah dalam dari kolom.
Konsol pendek berupa tonjolan pada sisi muka kolom.
Digunakan untuk menjaga komponen struktur lain yang bertumpu padanya.
Konsol pendek dibuat sebagai tempat tumpuan gelagar, balok atau pelat.
Karena tonjolannya pendek, maka perhitungannya tidak sama dengan balok
kantilever.

Vu Vu Vu Vu

Nu Nu Nu Nu

a) b) c) d)
a. Geser diagonal
b. Pisahnya penjangkaran  Semakin besar d maka retakan
semakin masuk kedalam
c. Pemisahan vertikal
d. Gesekan geser ( shear- friction )

121
pelat landasan

a
pelat siku
Vu

Nu

sengkang (1/3 Avf) d/2


2/3 d
d h

bidang geser

Kolom

Vu = gaya lintang/ beban luar


Nu = gaya normal
Syarat * a/d tidak boleh lebih dari Satu
* Nu tidak boleh lebih dari Vu

Penggunaan Konsol pendek pada bangunan T. Sipil

balok rangka

122
Cara Perhitungan :
a. Nu tidak boleh lebih dari Vu
b. Penampang pada muka tumpuan harus direncanakan memikul
 Gaya geser Vu
 Momen ( Vu .a + Nu ( h – d ) )
 Gaya Normal Nu
c. Faktor reduksi Ø = 0.60  semua perhitungan
Ø = 0.70  bisa digunakan untuk tumpuan
d. Tulangan Af harus diperhitungkan untuk menahan momen lentur
sebesar: Vu.a + Nu ( h-d ).
e. Perhitungan tulangan geser friksi Avf harus dihitung seperti sengkang
dimana untuk beton normal Vu < 0,2 fc’.bw.d atau Vu < 5,5 bw.d.
f. Tulangan An berfungsi untuk memikul gaya normal Nu dimana Nu ≤
Ø.An.fy.
g. Nu tidak boleh kurang dari 0,2 Vu, jika yang terjadi lebih kecil 0,2 Vu,
maka gunakan Nu yang bekerja Nu = 0,2 Vu.
h. Luas tulangan utama konsol pendek ( As ) harus diambil harga terbesar
dari :
 As = Af + An  Pilih yang terbesar
 As = 2/3 Avt + An
i. Tulangan geser sengkang ( ah ) dipasang sejajar dengan As dimana
Ah > 0,5 ( As-An )
Disebar merata dalam batas 2/3 d
Keterangan :
Vu= Vertikal ultimiate
Nu= Normal ultimate
Ø = Reduction factor
As = Area of steel
An = Area of steel for normal
Ah = Area of steel for horizontal
Avf = Area of steel for vertical & flexure

123
Af = Area of steel for flexure
bw = lebar web ( badan )
d = tinggi effektif = h - selimut beton

Keseimbangan Gaya Konsol Pendek


a
Vu

NT = As.fy Nu

As

d-a1/2 h-d-(d-a1/2)
h d µ.ND

ND
a1

0,85.fc
ND

Rasio penulangan :

As  fc ' 
=  0,04  
bd  fy 
Cara penjangkaran tulangan pokok pada sisi muka kolom :
1. Dengan las structural terhadap tulangan tranversal

dilas

124
2. Dengan membengkokan balik tulangan utama As sehingga membentuk
putaran horizontal.

dibengkokkan

Koefesien Friksi ( µ)
 Beton normal µ = 1,0
 Beton ringan berpasir µ = 0,95
 Beton ringan total µ = 0,75
Dimana ( µ ) tersebut dikalikan lagi :
1. Dicor monolit = 1,4 µ
2. Dicor kemudian dikasarkan = 1.00 µ
3. Dicor kemudian tidak dikasarkan = 0,60 µ
4. beton yang dijangkarkan dengan pasak dilas = 0,70 µ

CONTOH SOAL
Rencanakan konsol pendek yang menopang beban vertikal Vu = 180 KN
Pada jarak a= 125 mm dimuka kolom, tebal total h =460 mm, tinggi effektif
d= 350mm, fc’ = 35 Mpa, fy = 400 Mpa, berat sendiri konsol diabaikan.
Gaya normal Nu = 0,2 Vu,lebar konsol b= 250 mm.
Penyelesaian :
Vu 180
Gaya geser nominal = Vn =   300 KN
 0,60
Kemudian dicek = 0,2 fc’ bw d = 0,2. 35. 250. 350.10-3
= 612,5 KN > Vn

125
5,5 bw d = 5,5. 250. 350. 10-3
= 481,25 KN > Vn

Menentukan luas tulangan geser friksi


Hubungan konsol monolit = 1,40 µ
Beban normal = 1,40 µ

Maka :
Vn 300.10 3
Avf =   535,7 mm 2
fy .  400.1,40
Jika hubungan konsol non monolit µ = 1,00
Vn 300.103
Avf =   750 mm 2
fy .  400.1,00
Dari Avf yang ada digunakan nilai yang terbesar Avf = 750 mm2

Menentukan luas tulangan lentur


Gaya normal Nu = 0,2 Vu
= 0,2. 180. = 36 KN
Mu Vu . a  Nu ( h  d)
Af = 
. fy . ( lengan ) . fy . lengan
Dimana panjang lengan = 0,85 d
18.103. 125  36. 103 110
Maka Af =  342 mm 2
0,65.400.0,85.350

Nu 36.103
An =   138,5 mm 2
fy .  400.0,65
Menentukan tulangan pokok As
As = ( 2/3 Avf + An )
= 2/3. 750 + 138,5 = 638,5 mm2
As = Af + An = 342 +138,5 = 480,5 mm2
Dipilih yang terbesar.

126
0,04. fc '. b. d 0,04. 35. 250. 350
Asmin =   306,3 mm 2
fy 400
Dipakai As = 638,5 mm2
An = ½ ( As-An ) = ½ ( 638,5 – 138,5 ) = 250 mm2
Menentukan diameter tulangan
As perlu = 638,5 mm2,, Gunakan 3 D 18 = 763,5 mm2
An perlu = 250 mm2, Gunakan sengkang 3 D 10 = 2. 3. 78,5 = 471 mm2
Dipasang sepanjang 2/3. d = 233,3 mm ( vertical )
Maka dipasang 3 D 10 dengan spasi 115 mm, kemudian juga dipasang
tulangan 3 D 10 sebagai rangka dan salah satunya dilas jangkar.
Pelat landasan :
Syarat Vu ≤ ø. 0,60. fc’. Al Al = luas landasan
Maka Vu = 0,65. 35. 0,60. 180. 103. Al
180. 10 3
Al =  11303 mm 2
0.65. 0.06. 35
Gunakan pelat ukuran 110 x 110 mm2 ; tebal = 15 mm

127
128
BAB 6
TORSI PADA BALOK
Torsi/puntir akan terjadi bila beban yang bekerja berjarak tida sama dengan nol
dengan sumbu memanjangnya.
Contoh : balok induk dan balok anak

Balok Anak Kolom

Balok Induk

Denah Balok

Pelat

Balok Anak
Balok Induk

Potongan memanjang

Misalkan sebuah balok induk dan balok anak seperti gambar


Balok Induk

Beban

Momen Torsi

Balok Anak
Maka distribusi tegangan torsi pada balok induk

129
teg. geser torsi max (Vtmax)

Langkah-langkah perencanaan penulangan torsi


1. Tentukan momen torsi keseimbangan atau keserasian (dr soal/asumsi)
2. Tentukan penampang kritis, berjarak d dari muka tumpuan
Hitung momen torsi rencana (Tu);Tu= gaya luar x jarak ke sumbu
memanjang
1
Bila Tu <    

fc`  x 2 . y  , torsi diabaikan.
 24 
3. Kuat torsi yang dipunyai balok beton (Tc)

Tc =
1/15 
fc` .  x 2 . y
dimana Ct =
bw.d
 0,4.Vu 
2  x2.y
1  
 Ct.Tu 
Apabila balok selain mengalami torsi murni juga mengalami gaya
normal perhitungkan nilai torsi total :
 Nu 
Momen torsi total = Tc 1  0,30. 
 Ag 
Normal : - tarik Nu = negatif (tarik)
- tekan Nu = positif (tekan)
4. Ce apakah Tu >  Tc, hitung Ts
Tu
Torsi keseimbangan ; Ts = Tn – Tc ; Tn =

Torsi keserasian  
; Ts = 1/ 3 fc` 1/ 3.x2 . y  Tc
Bila torsi terjadi kombinasi geser dan lentur
 
Tu >  1/ 20. fc` .  x2 . y 

130
5. Bila Ts > 4 Tc maka penampang harus diperbesar
6. Pilih tulangan sengang minimal, gunakan diameter 10 mm
At Ts
Hitung luas senngkang untuk tiap segmen : 
S dt.x1. y1. fy

1 y1 
t   2    1,5
3 x1 
Av Vs
7. Hitung 
s fy.d
Vs = Vn – Vc

Vc =
1/ 6 
fc` .bw.d
2
 Tu 
1   2,5.Ct. 
 Vu 
8. Hitung luas tulangan torsi yang diperlukan :
   
 2,8.s   
L = 2 . At .
x1  y1
atau Al =   Tu   2. At . x  y1
s  fy  Tu  Vu   s
  3.Ct  

(Pilih yang terbesar)


9. Pilih tulangan torsi yng akan dipakai

Keterangan :
Tu : momen torsi berfaktor (torsi ultimate) ; kg.m
Tc : momen torsi yang dipikul oleh beton
Tn : momen torsi nominal ; Tu/ , = 0,85
Ts : momen torsi yang dipikul oleh tulangan / baja
x : jarak terpendek
y : jarak terpanjang
Vu : gaya geser vertical ultimate
Vn : gaa geser nominal
Vc : gaya geser yang dipikul oleh beton
Vs : gaya geser yang dipikul oleh tulangan / baja / sengkang

131
At : luas tulangan sengkang 1 kaki
Ct : faktor torsi dn geser
S : spasi / jarak antar sengang
Al : Luas tulangan torsi memanjang
Nu : gaya normal ultimate / rencana
Ag : Luas penampang balok ; Ag = b . h
t : faktor / koefisien antara x dan y
fc` : mutu beton
fy : mutu baja
: faktor reduksi / kekuatan 0,85
bw : lebar efektif balok
d : tinggi efektif balok

Beban momen torsi (T)


T =P.e
Tu = Pu . e ; Pu = 1,2 . PD + 1,6
. PL

Geser kritis

Beban

qu >>

Bid. M
Bentang Lentur
Balok panjang kritis
uute
(menambah luasan) Mmax
Dmax
Bentang geser
Kolom pendek kritis
Bid. D

132
tul. utama

sengkang
sengkang (Av)

tul. torsi 5
memanjang

tul. torsi (Al) balok


sumbu bekerjanya torsi
tul. utama (As & As')

133
Contoh Soal 1 :
Hitung Kapasitas torsi yang dipikul oleh balok beton ( Tc ) dengan bentuk
Vu
penampang seperti gambar jika diket fc’ = 30 Mpa ; = 0,05
Tu

750
a) b) 100

y2

500 y1
410 460

50

250 x1=375

c) d)
700 250

x2 100

y2 200

y1
450

110

50 90

x1=300 300

Penyelesaian !
Gambar

134
a) X2Y = 2502. 500 = 31250000 mm3
bw.d 250.410
Ct = = = 0,00328 /mm
x y
2
31250000

Tc =
1/15 fc '  X Y  1/15. 30 31250000
2
 1,846KN.m  1846Nm
2 2
 0,4.Vu   0,4 
1   1  x 0.05 
 Ct.Tu   0.00328 

b) X2Y = 3752.510 + 1002.375 = 75468750 mm2


bw.d 375.460
Ct =   0.002286 / mm
 x y 75468750
2

Tc 
1/15. 30 75468750  3129422.554 Nmm
2
 0.4 
1  x 0.05 
 0.002286 

c) ∑X2Y = 3002.600 +1002200+ 1002.200 = 58000000 mm3


bw.d 300.550
Ct =   0.0028 / mm
X Y
2
58.106

Tc = 
1/15. 30 58000000  29363668.001Nmm  29.36KNm
2
 0.4 
1  x 0.05 
 0.0028 

d) ∑X2Y = 3002.400 +2002 .250 = 46000000 mm3


bw.d 250.310
Ct =   0.00168 mm
 X Y 46.106
2

Tc = 
1/15. 30 46000000  117687.9814 Nmm
2
 0.4 
1  x 0.05 
 0.00168 

135
Contoh Soal !
1. diabaikan
1500 mm

hf 100 mm

flens/sayap 3 hf
3 hf = 300 mm

d y2 y1
500 mm

As

d'

bw = 350 mm

Diketahui balok T seperti gambr diatas ( seperti penaampng kritis )


fc` = 25 Mpa
Gaya geser Vu = 60 KN
Torsi rencana keseimbangan : 50 KN.m = 50.103 N.m
Tulangan utama lentur s = 2193 mm2

Diminta :
Rencanakan penulanngan torsi pada badan ?
Rencanakan penulangan Torsi pada bdan jia ada torsi keserasian = 25
KN.m

Penyelesaian :
a. Torsi Keseimbangan
 Menghitung momen torsi rencana
Momen torsi keseimbangan Tu = 50 KN.m
 x 2.. y = 3502 . 600 + 1002 . 300 + 1002 .300
= 79500000 mm2 = 79,5 m3
   
 1/ 24. fc` .  x2 . y  0,60. 1/ 24. 25 .79,5
= 9,94 KN.m
 
Karena Tu >  1/ 24. fc` .  x2 . y
50 > 9,94 …….maka diperlukan tulangan sengkang

136
 Merencanakan sengkang
Tu 50
Tn =  83,33 KN.m
 0,60
Jika dimisalkan selimut beton = 70 mm
d = 600 – 70 = 530 mm
bw.d 350.530
Ct = = = 0,0023/mm
 x .y
2
79,5.106
Torsi yang dipikul oleh beton (Tc)

Tc =
1/15 
fc` .  x 2 . y
2
 0,4.Vu 
1  
 Ct.Tu 

=
1/15 
fc` .  x 2 . y
2
 0,4.Vu 
1  
 Ct.Tu 
= 25,94 KN.m
Biasanya dianggap Torsi (Tc) dan gaya geser (Vc) pad balok beton
nilainya konstan / sama disepanjang balok.
Maka Torsi yang harus dipikul oleh baja / tulangan (Ts)
Ts = Tn – Tc
= 83,33 – 25,94 = 57,39 KN.m
Jika digunakan selimut beton 40 mm dn tulangan sengkang D.12
x1 = 350 – 2 ( 40 + 6 ) = 258 mm
y1 = 600 –2 ( 40 + 6 ) = 508 mm
1 y1 
t = . 2    1,323  1,50
3 x1 
Luas tulangan torsi tiap jarak sengkang
At Ts 57390000
   0,8274 mm2/mm
s t.x1. y1. fy 1,323.258.508.400
jarak/kaki
Note : 1 Mpa = 1 N/mm2 tau 0,98
1 KN = 103 N

137
 Merencanakan sengkang geser

Vc =
1/ 6 
fc` .bw.d
2
 Tu 
1   2,5.Ct. 
 Vu 

=
1/ 6 25 .350.530  31580 N
2
 50.10 6
1   2,5.0,0023. 
 60.103 

Vu 60
Vs = Vn – Vc =  Vc   31,58  68,42 KN
 0,6
Luas sengkang
Av Vs 68420
   0,3227 mm2/mm jarak/kaki
s fy.d 400.530

 Merencanakan sengkang gabungan


Avt 2 At Av
 
s s s
= 2 . (0,8274) + 0,3227 = 1,9775 mm2
Dicoba dimeter tulangaan D.10, luas 2 kaki (As) = 2 . 1/4 . D2
= 157 mm2
157
Jarak sesi (s) =  79,39 mm  80 mm
1,9775
Padahal spasi maksimum yang diijinkan :
Smax = ¼ (x1 + y1)
= ¼ (258 + 508)
= 191,5 mm  80 mm (OK)
maka digunakan tulangaan sengkaang D10 dengan spasi = 80 mm
Luas sengkang minimum perlu :
bw.s 1 / 3.350.80
Av + 2.At = 1/3 .   23,33 mm2
fy 400

Luas sengng terpasng = 157 mm2  23,33 mm2 …..(OK)

138
 Merencanakan tulangan torsi memanjang
x1  y1
Al = 2 . At . = 2 (0,8274) (258 + 508) = 1267,6 mm2
s
   
 2,8.s   
Al =   Tu   2. At . x  y1
 fy  Tu  Vu   s
  3.Ct  

bw.s 1 / 3.350.80
1/3 .   23,33 < 2 At = (0,8274) (80) = 132,4 mm2
fy 400

   
   
 2,8.600.80    2.132,4. 258  508
6
50.10
Al =  
 6 
 400  50.106  60.10   80
  3.0,00243  

= 227 mm2
Karena Al = 227 mm2 < 1267 mm2 ; digunakkan l = 1267 mm2
Luas Al tersebut dibagi untuk :
Disudut atas :
- ¼
- ¼
Disisi tegak penampang dengan spasi tidak melebihi 300 mm :
- ¼
- ¼
maka :
 As lapangan = ¼.Al + As = ¼.1267,6 + 2193 = 2510 mm2
gunakan 6D25 = 2945 mm2 ; untuk sisi bawah
2D16 = 402 mm2 ; untuk sisi samping
Gambar :

2D16 sengkang D10-190 mm

6D25

139
b. Torsi Keserasian
 Menghitung momen torsi rencana
Momen torsi keseimbangan
 
Tu = 25 KN.m >  1/ 24. fc` .  x2 . y = 9,94 KN.m
Maka harus digunakan sengkang
Karena merupakan tori keserasian, maka penmpang tersebut boleh
direncanakan terhdap momen torsi :
 
Tu =  1/ 3. fc` . 1/ 3.x2 . y = 26,50 KN.m > Tu = 25 KN.m
Dengan demikian penampangnya harus direncanakan terhadap
Tu = 25 KN.m
 Merencanakan Sengkang
Sama dengan cara pada soal (a)
Tc = 25,94 KN.m
Ts = Tn – Tc = (25/0,6) – 25,94 = 15,73 KN.m
Luas tulangan satu kaki :
At Ts

S dt.x1. y1. fy

15,73.106
=  0,2268 mm2/mm jarak/kaki
1,323.258.508.400
 Merencanaakan Sengkang Geser
Gaya geser yang dipikul beton (Vc)

Vc =
1/ 6 
fc` .bw.d
2
 Tu 
1   2,5.Ct. 
 Vu 

=
1/ 6 25 .350.530  59543 N = 59,543 KN
2
 25.106 
1   25.0,0023. 
 60.103 

Gaya geser yang dipikul baja tulangan (Vs)

140
Vu 60
Vs = Vn – Vc =  Vc   59,54  40,46 KN
 0,6
Luas tulangan 2 ki
Av Vs 40460
   0,1908 mm2/mm jarak/kaki
s fy.d 400.530

 Merencanakan Sengkang Gabungan ( Torsi & Geser )


bw.s 1 / 3.350.190
Av + 2.At = 1/3 .   55,42 mm2
fy 400
Luas sengkang terpasang = 157 mm2 > 55,42 mm2……(OK)
 Merencanakan tulangan torsi memanjang (Al)
x1  y1
Al = 2 . At . = 2 (0,2268) (258 + 508) = 347,5 mm2
s
   
 2,8.s   
Al =   Tu   2. At . x  y1
 fy  Tu  Vu   s
  3.Ct  

   
   
 2,8.600.190    2.86,18. 258  508
6
25.10
Al =  
400  60.106 
  25.10 
6
  190
  3.0,00243  

= 1725 mm2 > 1267,6 mm2 ; maa digunakan Al = 1725 mm2


bw.s 1 / 3.350.190
dimana : 1/3 .   55,42 < 2 At = (0,2268) (190)
fy 400
= 86,18 mm2
Luas Al tersebut seperempatnya disudut- sudut atas, seperempat lainnya
didistribusikan merata pada sisi tegak dengan jarak spasi tidak melebihi
300mm.
∑ Aslap = ¼ Al + As
= ¼. 1725 + 2193
= 2624 mm2

141
Gunakan 6 D25 ( 2945 mm2 )  sisi bawah
2 D18 ( 509 mm2)  sisi samping
Gambar

142
BAB 7
PONDASI TELAPAK BETON BERTULANG

Pondasi : komponen struktur pendukung yang paling bawah yang berfungsi


untuk menyalurkan beban ke tanah.

Teknik pondasi : mekanika tanah (daya dukung tanah)

P kolom

M
daerah kritis geser

deformasi lentur

Macam-macam Bentuk Pondasi Telapak Beton


P
M

Kolom "Telapak Dinding"

"Pondasi Pelat Setempat"

"Pondasi Telapak Gabungan"


(Persegi)
"Trapesium"

143
FILOSOFI PERENCANAAN

P
M

tanah urug tulangan

gaya tekan tanah

Mulai

Beban A

Statika Kontrol
Not Ok !
Ok
Penulangan Beton
(Dimensi) Selesai

Mekanika Tanah / Penurunan


DDT

144
Contoh Soal :
Pondasi Plat Setempat Bujursangkar
Diketahui data perencanaan sbb:
P Ukuran kolom 50 x 50 cm
M
Pmati = 1000 kN
Phidup = 780 kN
 tanah = 240 kPa
kolom 50 x 50
fc’ kolom = 30 MPa
fc’ pondasi = 20 MPa
t
fy = 300 MPa
bxh

Tekanan tanah ijin terletak pada kedalaman 1.7 m menggunakan baja


tulangan ø 25mm
 beton = 24 kN/m3
 tanah = 15.2 kN/m3

Diminta : rencanakan dimensi pelat pondasi & penulangannya !


Penyelesaian !
Berat pondasi dan tanah urug diatasnya rata-rata
 beton   tan ah 24  15
Rata rata = = = 19.6 kN/m3
2 2
Pada kedalaman 1.7 m dari muka tanah tekanan tanah yang timbul dibawah
pondasi akibat beban tersebut adalah :
 ' = 1.7 (19.6) = 33.32 kN/m2
maka tekanan tanah efektif menjadi :
 eff =  tanah -  ’ = 240 – 33.32 = 206.7 kN/m2
luas pelat telapak yang diperlukan (kasar) :
Pmati  Phidup
Aperlu =

1000  780
=
206.7
= 8.61 m2

145
Karena banyak mengandung asumsi-asumsi dan anggapan perhitungan,
dapat dipakai luas telapak lebih kecil dari yang diperlukan, misal gunakan :
Apakai = 2.9 x 2.9 = 8.41 m2
Tekanan tanah berfaktor (Pu) yang diakibatkan oleh beban yang bekerja
Pu 1.2 1000  1.6 780
u = Pu = = = 291 kN/m2
A 8.41
Diperkirakan tebal pondasi 70 cm, kemudian diperiksa kuat gesernya
t = 700 mm
d’ = 75 mm
diameter tulangan = 25 mm
maka d = 700 – 75 – 25 = 600 mm
Kuat geser pondasi diperiksa pada 2 keadaan :
1. Bekerja pada dua arah sumbu, geser pons
2. Bekerja pada satu arah sumbu, geser balok

1. Untuk Arah Kerja 2 Arah

daerah kritis geser


pondasi (ada 4 sisi)

b = lebar kolom + (2.d/2)


= 500 + 600
W = 2900 mm = 1100 mm

500mm
d/2 d/2

Gaya geser berfaktor yang bekerja pada penampang kritis =


Vu = pu (W2 – B2)
= 291 (2.92 – 1.12)

146
= 2095 kN
Kuat geser beton maksimum
 
Vc = 4 fc ' t d

= 4 20  1100 x 4 600
= 47226 kN
ø Vn = ø Vc
= 0.6 (47226) = 28336 kN
maka Vu < ø Vn …..ok!
2. Untuk Arah Kerja 1 Arah
daerah kritis geser balok
sebesar G dari sisi luar plat

G t 500mm

W  lebar kolom  2d
G=
2
2900  500  2600 
=
2
= 600 mm = 0.6 m
Gaya geser berfaktor yang bekerja
Vu = Pu W G
= 291 (2.9) (0.6)
= 506.3 kN

Vc = 1/6 fc ' bw d

147
= 1/6  20  (2900) (600)
= 1297 kN
ø Vn = ø Vc
= 0.6 (1297)
= 778.2 kN
Maka Vu < Vc ….ok!
Dengan demikian ukuran
 Penulangan Pondasi

Besar Momen
Mu = pu F (1/2 F) W
= 291 (1.2) (1/2 . 1.2) 2.9
= 607.61 kN m
= 6076100 kg cm
W  lebar kolom
F =
2
= 1200 mm

148
= 1.2 m
As perlu = 8120 mm2
As pakai = 20 ø 25 = 5818 mm2

20Ø25
20Ø25

20Ø25

1,4 1,4
 min =   0,0047
fy 300

 20  600 
 max = 0,75 0,85. 0,85    0,024
 300  600  300 

fy 300
m=  17,647
0,85 . fc ' 0,85 . 20

Mu 300
Rn =   7,275
 b . d 0,8 . 291. 60 2
2

1  2 m . Rn 

= 1  1 
m  fy 

1  2 .17,647 . 7,275 
  0,0025
= 1  1 
17,647  300 

 min <  <  max

149
DAFTAR PUSTAKA

Anonym, 1983, American Concrete Institute, Committee 318, Building Code


Requirements for Reinforced Concrete, America.
Anonym, 1983, American Concrete Institute, Committee 318, Comentary on
Building Code Requirements for Reinforced Concrete, America.
Anonym, 1989, Pedoman Beton 1989, Badan Penelitian dan Pengembangan PU,
Jakarta
Anonym, 1991, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung,
Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung.
Ferguson, P. M., (terjemahan: B. Susanto dan K. Setianto), 1986, Dasar-Dasar
Beton Bertulang, Edisi 4, Erlangga, Jakarta.
Harwanto, 1991, Analisis Kolom Beton Biaksial Pada Kolom Pendek, Tugas
Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.
Kusuma, G., Vis, W.C., 1993, Dasar-dasar Perencanaan Beton Bertulang, Seri 1,
Erlangga, Jakarta.
Kusuma, G., Vis, W.C., 1993, Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang,
Seri 4, Erlangga, Jakarta.
Nawy, E. G., (terjemahan: Bambang Suryoatmono), 1990, Beton Bertulang Suatu
Pendekatan Dasar, Edisi 1, Eresco, Bandung.
Park, R., Paulay, T., 1974, Reinforced Concrete Structure, John Wiley & Sons.
Inc.,NewYork.
Suprayogi, 1991, Perancangan Kolom Beton Bertulang Dengan Diagram Interaksi
Tanpa Dimensi Berdasarkan Pedoman Beton 1989, Tugas Akhir, Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.
Sudarmoko, Muhammad Aswin, 1995, Perancangan dan Analisis Kolom Beton
Bertulang, Biro Penerbit KMTS FT UGM, Yogyakarta.
Wang, C.K., Salmon, C.G., (terjemahan: Binsar Hariandja), 1986, Desain Beton
Bertulang, Jilid 1 & 2, Edisi 4, Erlangga, Jakarta.
Wicaksono, H., 1993, Pembuatan Diagram Perancangan Kolom Bulat, Tugas
Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.

150
LAMPIRAN

151

Anda mungkin juga menyukai