Anda di halaman 1dari 98

PENGARUH PENAMBAHAN SABUT KELAPA PADA

CAMPURAN BETON TERHADAP KUAT TEKAN DAN


SEBAGAI PEREDAM SUARA

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan


pendidikan Sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Sipil

Oleh

RICHO RONALD MARPAUNG


08 0404 042

BIDANG STUDI STRUKTUR


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2013

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Salah satu unsur utama dalam pembangunan itu adalah Beton. Bahan dasar dari beton
adalah campuran dari semen, air,agregat halus dan agregat kasar, sedangkan beton yang
menggunakan tulangan baja disebut beton bertulang. Perkembangan zaman di era globalisasi yang
pesat ini mengakibatkan terus bertambahnya jumlah barang bekas/limbah yang keberadaanya
dapat menjadi masalah bagi kehidupan, salah satunya adalah keberadaan limbah sabut kelapa.
Untuk itu, banyak hal yang telah dilakukan dalam rangka mendaur ulang guna mengatasi masalah
keberadaan limbah ini. Salah satunya adalah dengan memamfaatkan limbah tersebut untuk
keperluan yang bisa digunakan.
Dalam penelitian ini, sabut kelapa digunakan sebagai bahan tambahan pada campuran
beton normal. Variasi penambahan sabut kelapa pada beton normal untuk mengetahui nilai kuat
tekan ,kuat tarik dan nilai absorsi yang lebih baik serta diharapkan dapat meningkatkan kualitas
beton berupa kuat tekan dan kuat tarik. Adapun variasi penambahan sabut kelapa yang digunakan
adalah 0%, 5%, 10%, 15%, 20% dan pengujian yang dilakukan berupa kuat tekan, kuat tarik, dan
absorbsi. Dari hasil pengujian diperoleh hasil penurunan pada nilai slump, penurunan nilai kuat
tekan dan kuat tarik belah serta kenaikan nilai absorsi serap bunyi.
Penurunan kuat tekan sabut kelapa masing-masing sebesar 86,84%, 67,43%, 48,62%,
30,52% dari beton normal.Kuat tekan terbesar pada penambahan sabut kelapa terdapat pada
persentase 5% sebesar 39,72 MPa sehingga memenuhi mutu beton yang direncanakan. Sedangkan
penurunan kuat tarik penambahan sabut kelapa masing-masing sebesar 76,69%, %, 70,76%,
66,95%,55,29% dari beton normal. Kuat tekan terbesar sabut kelapa 5% sebesar 34,16
MPa.Penaikan nilai koefisien absorsi sabut kelapa terbesar adalah pada variasi penambahan sabut
kelapa 20% yaitu 0,93411 pada frekuensi 1500 hz.
Dari hasil pengujian tersebut diperoleh penurunan pada kuat tekan, kuat tarik belah. Untuk
itu, jika diadakan penelitian lebih lanjut ada baiknya nilai variasi sabut kelapa diperkecil kurang
dari 5% agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengganti. Penelitian lanjutan untuk beton mutu
tinggi dapat dilakukan dengan mencampur suatu larutan yang dapat meningkatkan daya ikat antara
sabut kelapa dengan material penyusun beton lainnya.

Kata kunci : sabut kelapa, kuat tekan, kuat tarik belah, absorbsi.

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang struktur

Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul

“PENGARUH PENAMBAHAN SABUT KELAPA PADA CAMPURAN BETON

TERHADAP KUAT TEKAN DAN SEBAGAI PEREDAM SUARA”.

Saya menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan,

bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

1. Ibu Rahmi Karolina, ST, MT selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan dukungan,

masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya

menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara.

5. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas teknik Universitas Sumatera

Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada saya.

Universitas Sumatera Utara


6. Teristimewa dihati buat keluarga saya, terutama kepada kedua orang tua saya, bapak dan

Mamak yang telah memberikan doa, motivasi, semangat dan nasehat kepada saya. Terima

kasih atas segala pengorbanan, cinta, kasih sayang dan do’a yang tiada batas untuk saya.

Suadara-saudara tercinta adik saya ferdy marpaung, dessy marpaung.

7. Terimakasih buat keluarga saya keluarga besar marpaung, buat namboru-namboru saya yang

sudah membantu banyak dalam hal doa dan materi. Buat nenek saya Op. Roma br silaen yang

selalu ada dalam setiap usaha saya.

8. Buat teman-teman seperjuangan 08 ,frans parlindungan, Nopandi, Pardi, Tumpal, Jathendra,

eric, Frengky , Deyva , chan dan mahasiswa sipil lainnya yang tidak dapat disebutkan

seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

9. Adek-adek 2011, chandra, defrin , manimpan,

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna.

Yang disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahamahan saya dalam hal ini. Oleh

karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi

perbaikan menjadi lebih baik.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat

bagi para pembaca.

Medan, Oktober 2013

Penulis

( Richo Ronald M )

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR NOTASI ............................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Pembatasan Penelitian ....................................................................... 4
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian .......................................................... 4
1.4 Metodologi Penelitian ....................................................................... 5
1.5 Tempat Penelitian ............................................................................. 7
1.6 Sistematika Penulisan ........................................................................ 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 8


2.1 Umum ............................................................................................... 8
2.2 Bahan Penyusun Beton ..................................................................... 9
2.2.1 Semen ...................................................................................... 9
2.2.1.1 Umum .......................................................................... 9
2.2.1.2 Semen Portland ........................................................... 11
2.2.1.3 Sifat-sifat Semen Portland ........................................... 11
2.2.1.4 Jenis-jenis Semen Portland ........................................ 14
2.2.1.5 Senyawa kimia ............................................................. 15
2.2.2 Air……………………………………………………………..15
2.2.3 Agregat……………………………………………………… . 16

Universitas Sumatera Utara


2.2.3.1 umum …………………………………………… ...... 16
2.2.3.2 Jenis Agregat………………………………………… 17

2.3 Sifat-sifat Beton ............................................................................... 22


2.3.1 Sifat-sifat Beton Segar (Fresh Concrete) .............................. 22
2.3.1.1 Kemudahan Pengerjaan (Workability) ...................... 22
2.3.1.2 Pemisahan Kerikil (Segregation) .............................. 24
2.3.1.3 Pemisahan Air (Bleeding) .......................................... 25
2.3.2 Sifat-sifat Beton Keras (Hardened Concrete) .......................... 25
2.3.2.1 Kekuatan Tekan Beton (f’c) ....................................... 29
2.3.2.2 Kuat Tarik Belah Beton ............................................ 31
2.3.2.3Uji peredam suara ……………………………………32
2.3.3 Bahan Tambahan ...................................................................... 35
2.3.3.1 Umum .......................................................................... 35
2.3.3.2 Alasan penggunaan Bahan Tambahan ........................ 37
2.3.3.3 Perhatian Penting Dalam Bahan Tambahan ................. 38
2.3.3.4. Jenis Admixture ......................................................... 39
2.3.3.4.1 Mineral Admixture ................................................... 39
2.3.3.4.2 Bahan Tambahan lainnya .......................................... 41

BAB 3 METODE PENELITIAN ....................................................................... 45


3.1 Umum .............................................................................................. 45
3.2 Bahan-bahan penyusun beton .......................................................... 48
3.2.1. Semen Portland .................................................................... 48
3.2.2. Agregat Halus ...................................................................... 48
3.2.3. Agregat Kasar ...................................................................... 51
3.2.4. Air ........................................................................................ 55
3.2.5. Sabut Kelapa ....................................................................... 55
3.3 Perencanaan Campuran Beton (Mix Design)..................................... 55
3.4 Penyediaan Bahan Penyusun Beton .................................................. 56
3.5 Pembuatan Benda Uji ........................................................................ 56

Universitas Sumatera Utara


3.6 Penggunaan Sabut kelapa ................................................................. 57
3.7 Pengujian Sampel .............................................................................. 58
3.7.1 Uji kuat Tekan Beton .............................................................. 59
3.7.2 Uji Kuat Tarik Beton .............................................................. 60
3.7.3 Uji Peredam Suara .................................................................. 61

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Nilai Slump ........................................................................................ 66
4.2 Uji Kuat Tekan Beton ....................................................................... 67
4.3 Pola Retak Pada Pengujian Kuat Tekan ........................................... 68
4.4 Uji Kuat Tarik Beton ......................................................................... 70
4.5 Uji Peredam Suara ............................................................................. 72

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 82


5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 82
5.2 Saran ................................................................................................. 83
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 84

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Variasi Sabut kelapa dan Jumlah Benda Uji ..................................... 6

Tabel 2.1 Pengaruh sifat agregat pada sifat beton ............................................. 16

Tabel 2.4 perkembangan kuat beton dengan bahan pengikat PC type 1 ........... 31

Tabel 2.5 komposisi serat sabut kelapa ............................................................. 42

Tabel 4.1 Nilai Slump berbagai jenis beton....................................................... 66

Tabel 4.2 Kuat tekan silinder ............................................................................ 67

Tabel 4.3 perhitungan kuat tarik beton.............................................................. 71

Tabel 4.4 Nilai absorsi Variasi serabut kelapa 0%............................................ 73

Tabel 4.5 Nilai absorsi Variasi serabut kelapa 5%............................................ 74

Tabel 4.6 Nilai absorsi Variasi serabut kelapa 15%.......................................... 75

Tabel 4.7 Nilai absorsi Variasi serabut kelapa 20 %......................................... 76

Tabel 4.8 Nilai absorsi Variasi serabut kelapa 5 % , 10 % , 15%, 20%............ 76

Tabel 4.9 Hubungan Kekuatan Beton rata-rata dengan koefisien serap bunyi

rata-rata untuk setiap serabut kelapa ................................................. 76

Tabel 4.10 Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien Serap Bunyi

untuk Variasi serabut kelapa 0%...................................................... 77

Tabel 4.11 Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien Serap Bunyi

untuk Variasi serabut kelapa 5%...................................................... 78

Tabel4.12 Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien Serap Bunyi

untuk Variasi serabut kelapa 10%.................................................... 79

Tabel4.13 Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien Serap Bunyi

untuk Variasi serabut kelapa 15%.................................................... 79

Tabel4.14 Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien Serap Bunyi

66

Universitas Sumatera Utara


untuk Variasi serabut kelapa 20%.................................................... 80

Tabel4.15 Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien Serap Bunyi

untuk Variasi serabut kelapa 0,5,10,15,20%.................................... 81

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerucut Abrams............................................................................ 24


Gambar 2.2 Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton ...... 26
Gambar 2.3 Perkiraan Kuat tekan beton pada berbagai umur .......................... 27
Gambar 2.4 Pengaruh Jumlah semen terhadap kuat tekan beton pada fas ....... 28
Gambar 2.5 Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton ...... 30
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Beton Normal ..................................... 46
Gambar 3.2Diagram Alir Pembuatan Beton Normal dengan sabut kelapa ...... 47
Gambar 3.3 Benda uji silinder ......................................................................... 59
Gambar 3.4 Uji split cylinder .......................................................................... 61
Gambar 3.5 impedance tube ............................................................................. 61
Gambar 3.6 Skema alat uji Tabung Impedansi ................................................ 64
Gambar 4.1 Grafik nilai slump terhadap variasi sabut kelapa ......................... 67
Gambar 4.2 Grafik kuat terhadap variasi sabut kelapa .................................... 68
Gambar 4.3 Pola Retak cone and shear pada kuat tekan .................................. 69
Gambar 4.4 Gambar pola retak pada silender beton ........................................ 69
Gambar 4.5 Grafik kuat tarik silinder terhadap serabut kelapa ........................ 72
Gambar 4.6 Grafik nilai koefisien serap bunyi dengan sabut kelapa 0 %........ 73
Gambar 4.7 Grafik nilai Koefisien serap bunyi dengan serabut kelapa 5 %... 74
Gambar 4.8 Grafik nilai Koefisien serap bunyi dengan serabut kelapa 10%.. 75
Gambar 4.9 Grafik nilai Koefisien serap bunyi dengan serabut kelapa 15%.. 75
Gambar 4.10 Grafik nilai Koefisien serap bunyi dengan serabut kelapa 20% 76
Gambar 4.11 Grafik nilai Koefisien serap bunyi dengan serabut kelapa 0%, 5%,
10%, 15%, 20% terhadap frekuensi ........................................... 77
Gambar 4.12 Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien Serap Bunyi untuk

Variasi serabut kelapa 0%............................................................. 78

Gambar 4.13Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien Serap Bunyi untuk

Variasi serabut kelapa 5%............................................................. 79

Gambar 4.14 Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien Serap Bunyi untuk

Variasi serabut kelapa 10%........................................................... 78

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.15 Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien Serap Bunyi untuk

Variasi serabut kelapa 15%........................................................... 80

Gambar 4.16 Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien Serap Bunyi untuk

Variasi serabut kelapa 20%........................................................... 80

Gambar 4.17 Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien Serap Bunyi untuk

Variasi serabut kelapa 0%, 5%,10%,15%.20% ............................ 81

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR NOTASI

SSD: saturated surface dry


n : jumlah sampel
SD : simpangan baku
f'c : kuat tekan beton karakteristik (MPa)
fr : kuat lentur (MPa)
fc’ : kekuatan tekan (kg/cm2)
P : beban tekan (kg)

A : luas penampang (cm2)


S : deviasi standar (kg/cm2)
σ’b : kekuatan masing – masing benda uji (kg/cm2)

σ’bm : kekuatan Beton rata –rata (kg/cm2)

N : jumlah Total Benda Uji hasil pemeriksaan

 bm : tegangan rata-rata (kg/ cm²)

 bk : tegangan karakteristik (kg/ cm²)

Fct : tegangan rekah beton (kg/cm)


P : beban maksimum (kg)
L : panjang sampel (cm)
D : diameter (cm)
F : beban yang diberikan (kg)
 : regangan
L : perubahan panjang (cm)
 : angka ekivalen
Ebaja :: elastisitas baja (2,1 x 105MPa)
 : tegangan (kg/ cm²)

E : modulus elastisitas (kg/ cm²)


k : Faktor Pembacaan Dial (mm)
M : momen pada daerah patahan (kgcm)
Z : modulus penampang arah melintang (cmᶾ)

Universitas Sumatera Utara


b : lebar balok (cm)
h : tinggi balok (cm)
w : momen tahanan (cm3)
R : modulus patahan (kg/ cm²)
 c : berat jenis beton (kg/cm3)

ms : massa sample kering (kg)


mb : massa sample setelah direndam (kg)
mg massa sample digantung di dalam air (gm)
:

 air : Berat Isi air (0.997 gr/cm3)

α : nilai koefisien absorpsi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Concrete Mix Design


Lampiran II Pemeriksaan Bahan
Lampiran III Data Pengujian
Lampiran IV Hasil Analisa pengujian Laboratorium Sabut kelapa
Lampiran V Dokumentasi

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Salah satu unsur utama dalam pembangunan itu adalah Beton. Bahan dasar dari beton
adalah campuran dari semen, air,agregat halus dan agregat kasar, sedangkan beton yang
menggunakan tulangan baja disebut beton bertulang. Perkembangan zaman di era globalisasi yang
pesat ini mengakibatkan terus bertambahnya jumlah barang bekas/limbah yang keberadaanya
dapat menjadi masalah bagi kehidupan, salah satunya adalah keberadaan limbah sabut kelapa.
Untuk itu, banyak hal yang telah dilakukan dalam rangka mendaur ulang guna mengatasi masalah
keberadaan limbah ini. Salah satunya adalah dengan memamfaatkan limbah tersebut untuk
keperluan yang bisa digunakan.
Dalam penelitian ini, sabut kelapa digunakan sebagai bahan tambahan pada campuran
beton normal. Variasi penambahan sabut kelapa pada beton normal untuk mengetahui nilai kuat
tekan ,kuat tarik dan nilai absorsi yang lebih baik serta diharapkan dapat meningkatkan kualitas
beton berupa kuat tekan dan kuat tarik. Adapun variasi penambahan sabut kelapa yang digunakan
adalah 0%, 5%, 10%, 15%, 20% dan pengujian yang dilakukan berupa kuat tekan, kuat tarik, dan
absorbsi. Dari hasil pengujian diperoleh hasil penurunan pada nilai slump, penurunan nilai kuat
tekan dan kuat tarik belah serta kenaikan nilai absorsi serap bunyi.
Penurunan kuat tekan sabut kelapa masing-masing sebesar 86,84%, 67,43%, 48,62%,
30,52% dari beton normal.Kuat tekan terbesar pada penambahan sabut kelapa terdapat pada
persentase 5% sebesar 39,72 MPa sehingga memenuhi mutu beton yang direncanakan. Sedangkan
penurunan kuat tarik penambahan sabut kelapa masing-masing sebesar 76,69%, %, 70,76%,
66,95%,55,29% dari beton normal. Kuat tekan terbesar sabut kelapa 5% sebesar 34,16
MPa.Penaikan nilai koefisien absorsi sabut kelapa terbesar adalah pada variasi penambahan sabut
kelapa 20% yaitu 0,93411 pada frekuensi 1500 hz.
Dari hasil pengujian tersebut diperoleh penurunan pada kuat tekan, kuat tarik belah. Untuk
itu, jika diadakan penelitian lebih lanjut ada baiknya nilai variasi sabut kelapa diperkecil kurang
dari 5% agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengganti. Penelitian lanjutan untuk beton mutu
tinggi dapat dilakukan dengan mencampur suatu larutan yang dapat meningkatkan daya ikat antara
sabut kelapa dengan material penyusun beton lainnya.

Kata kunci : sabut kelapa, kuat tekan, kuat tarik belah, absorbsi.

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Di era globalisasi ini, perkembangan konstruksi di Indonesia terus mengalamai

peningkatan yang signifikan. Hal ini tidak terlepas dari kebutuhan masyarakat terhadap fasilitas

infrastruktur, seperti pembangunan gedung bertingkat tinggi dan jembatan antar pulau yang

memiliki bentang yang sangat panjang.

Salah satu unsur utama dalam pembangunan itu adalah Beton. Bahan dasar dari beton

adalah campuran dari semen, air,agregat halus dan agregat kasar, sedangkan beton yang

menggunakan tulangan baja disebut beton bertulang. Namun belakangan ini banyak sekali

beton menggunakan bahan tambahan (addictive) agar bisa memenuhi permintaan konsumen.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut berbagai alternatif dapat dilakukan diantaranya adalah

dengan aneka usaha peningkatan bahan limbah anorganik maupun limbah pertanian.

Potensi Iimbah pertanian di Indonesia cukup besar. Salah satunya adalah sabut kelapa.

Sabut kelapa dapat juga digunakan sebagai peredam sura. Kualitas dari bahan peredam

suara ditunjukkan dengan harga α (koefisien penyerapan bahan terhadap bunyi), semakin besar

α maka semakin baik digunakan sebagai peredam suara. Nilai berkisar dari 0 sampai 1. Jika α

bernilai 0, artinya tidak ada bunyi yang diserap. Sedangkan jika α bernilai 1, artinya 100%

bunyi yang dating diserap oleh bahan. Koizumi (2002) telah mengembangkan bahan peredam

suara dari serat bambu yang mutunya bisa sebagus glasswool. Youneung Lee (2003) telah

mengembangkan peredam suara dari seratpolyester daur ulang. Dan Seung Yang (2003) telah

melakukan penelitian tentang penggunaan jerami untuk campuran bahan bangunan yang bisa

Universitas Sumatera Utara


meningkatkan penyerapan bunyi. Jika ditilik lebih mendalam benda-benda di sekeliling kita

yang tampak kurang berguna, ada yang dapat dimanfaatkan sebagai peredam suara. Sabut

kelapa mempunyai struktur yang serupa dengan peredam yabg telah ada. di sisi lain, Kelapa

dihasilkan Indonesia dalam jumlah besar. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 1997

areal perkebunan kelapa di Indonesia mencapai luas 3.759.397 ha. Dan menurut humas

Departemen Pertanian, produksi kelapa di Indonesia pada tahun 2002 mencapai 85 juta ton

kelapa kering (kopra) (Pustakabogor.net, 2003). Dari hasil panen kelapa yang melimpah di

Indonesia, tentunya akan dihasilkan produk sampingan berupa sabut kelapa yang sangat

melimpah. Karena sabut kelapa yang dihasilkan dari sebuah Kelapa adalah sekitar 35% berat

buah (Ristek.go.id, 2004). Namun, belum semua sabut kelapa yang ada dimanfaatkan dengan

optimal.

Pada tugas akhir ini beton yang dipakai adalah beton ringan, umumnya kekuatan tekan

beton ringan untuk umur 28 hari berkisar antara 20,68 – 27,58 MPa, untuk beton precast dan

press tress umumnya 34,47 MPa. Beton ringan yang digunakan adalah beton ringan struktural.

Beton ringan struktural adalah beton yang dibentuk dari agregat ringan atau campuran agregat

kasar ringan dan pasir alam sebagai pengganti agregat halus ringan. Pada umur 28 hari beton

ini mempunyai kekuatan tekan lebih dari 24,8 MPa bahkan ada beberapa yang menghasilkan

kekuatan tekan lebih dari 41,3 MPa. Beton ini digunakan untuk membuat bagian-bagian yang

bersifat structural, memiliki insulasi, tetapi lebih baik dari pada beton normal.

Prinsip yang dapat diterapkan untuk mengatasi kebisingan pada bangunan adalah

dengan menggunakan elemen yang memiliki tingkat insulasi suara yang baik (tinggi),

diantaranya dengan penggunaan elemen bangunan yang tebal, berat, masif namun sekaligus

lunak.

Universitas Sumatera Utara


Adapun tugas akhir saya didasari oleh 3 (tiga) penelitian :

1. “Disain Peredam Suara Berbahan Dasar Sabut Kelapa dan Pengukuran

Koefisien Penyerapan bunyinya” tahun 2006 oleh Ainie Khuriati, Eko

Komaruddin dan Muhammad Nur. Dalam jurnal ini dijelaskan bahwa sabut

kelapa dipakai sebagai peredam suara dengan memberikan variasi sampel 12

buah dimana α A = 0,3 , B = 0,44, C = 0,27, D= 0,44, E=0,51, F=0,44,G=0,47,

H=0,49, I=0,31, J=0,41. Dalam jurnal ini yang diuji adalah Penyerapan Bunyi

dan dimana benda uji yang dipakai adalah Silinder. Dari hasil pengujian Pada

frekuensi di bawah 500 Hz DECI-TEX 3D 25 koefisien penyerapannya sedikit

lebih bagus dari sampel E. Tetapi untuk frekuensi di atas 500 Hz sampai dengan

1500 Hz sampel E mempunyai koefisien penyerapan lebig bagus.

2. “Kajian Kuat Tekan Beton( compressive strength ) pada beton dengan

campuran abu sera kelapa ” tahun 2011 oleh Hendra Alexander dan Mukhlis.

Pada jurnal ini penelitian bertujuan untuk mengetahui pemamfaatan abu dari

serat kelapa sebagai subsitusi sebagian semen pada pembuatan beton. Benda

uji yang dipakai pada pengujian ini menggunakan Silender 150 mm x 300 mm

dan Kubus 150 mm x 150 mm x 150 mm, Variasi penggunaan abu serat kelapa

pada penelitian ini adalah 0% , 10 % 15 % 20 % dan 25 %. Pengujiann yang

dilakukan adalah kuat tekan.

3. “ Studi Pemamfaatan Pencampuran Jerami dan sabut Kelapa Sebagai Bahan

dasar Sekat Absorsi Bunyi Antar Ruangan di Kapal” oleh Ir. Alam

Baheramsyah, M.Sc, dan Adib Setyawan. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui barapa koefisien absorsi dengan pencampuran Pada penelitian ini

Universitas Sumatera Utara


serbuk kelapa dan serat jerami dicampur dan di buat perbandingan massa bahan

antara serat kelapa dan jerami yaitu 1 : 1, 1 : 2 dan 2 : 1. Pengujian yang

dilakukan pada serat jerami dan kelapa adalah uji absorpsi dengan

menggunakan tabung impedansi. Hasil dari penelitian ini adalah Pada frekuensi

di atas 350 pencampuran jerami dan sabut kelapa mampu sebagai penganti

bahan absorber yang terbuat dari rockwool.

1.2. Batasan Masalah

1. Mutu Beton f’c = 20 Mpa

2. Benda uji yang digunakan adalah silinder dengan ukuran diameter 15 cm dan tinggi

30 cm untuk pengujian tekan dan tarik.

3. Benda uji yang digunakan untuk uji kebisingan mempunyai diameter 11,2 cm dan

tinggi 2 cm.

4. Benda Uji dikeringkan di bawah sinar matahari yang sebelumnya sudah di cacah

dan dibersihkan.

5. Pengujian :

 Kuat tekan

 Kuat tarik

 Kebisingan / Peredam Suara

6. Material tambahan penyusun beton terdiri dari sabut kelapa pendek dengan ukuran

sekitar 3 cm. Komposisi serat yang digunakan pada masing-masing benda uji adalah

5%,10%,15% dan 20% .

1.3. Maksud Dan Tujuan Penelitian

Adapun maksud dan tujuan penelitian ini adalah :

Universitas Sumatera Utara


1. Mengetahui dan memanfaatkan limbah pertanian dalam hal ini sabut kelapa sebagai

bahan pengisi pada beton terhadap kuat tekan, dan kuat tarik beton.

2. Mengetahui perbedaan kuat tekan, dan kuat tarik dan peredaman suara dari beton

normal dengan beton yang ditambah dengan sabut kelapa.

1.4. Metodologi

Metode yang akan digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah uji eksperimental

di laboratorium.

Adapun karakterisitik material yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Sabut kelapa

Sabut kelapa yang digunakan adalah sabut kelapa yang di cacah dan yang

dikeringkan terlebih dahulu. Metode pencacahan sabut kelapa ini dilakukan secara

manual, untuk membuat sabut dengan serat panjang dan serat pendek dilakukan

pemotongan sabut, pemotongan sabut kelapa dilakukan dengan menggunakan pisau

atau gunting. Ukuran pemotongan sabut kelapa sekitar 3 cm

b. Benda uji

Dalam penelitian ini yang akan diuji adalah benda uji berbentuk silinder dengan

ukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 cm untuk pengujian kebisingan digunakan

benda uji tebal 2 cm dan diameter 11,2 cm. Pengujian dilakukan setelah umur beton

mencapai 28 hari. Variasi serat kelapa dan jumlah benda uji yang di digunakan

dapat dilihat pada tabel.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 1.1 variasi sabut kelapa dan jumlah benda uji

banyaknya benda uji

tarik

Fas variasi Tekan belah kebisingan jumlah

penambahan D15 x D15 x D11,2 x 2

sabut kelapa 30 (cm) 30 (cm) (cm)

0,55 Beton Normal 5 5 4 14

0,55 5% 5 5 4 14

0,55 10% 5 5 4 14

0,55 15% 5 5 4 14

0,55 20% 5 5 4 14

∑= 70

Jadi banyaknya benda uji yang digunakan :

1. Untuk uji Kuat Tekan sebanyak 25 silinder.

2. Untuk uji Kuat Tarik Belah sebanyak 25 silinder. .

3. Untuk uji Kebisingan sebanyak 20 silinder.

Adapun variasi yang digunakan adalah

1. Variasi 1, tanpa penambahan serat kelapa.

2. Variasi 2, Penambahan serat kelapa sebesar 5%

3. Variasi 3, Penambahan serat kelapa sebesar 10%.

4. Variasi 4, Penambahan serat kelapa sebesar 15%.

5. Variasi 5, Penambahan serat kelapa sebesar 20%

Universitas Sumatera Utara


1.5 Tempat Penelitian

Laboratorium Teknologi Beton dan Bahan Rekayasa Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara untuk pengujian tarik dan tekan. Laboratorium Noise / Vibration

Program Magister Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara untuk pengujian

kebisingan.

1.6 Sistematika Penulisan

BAB. I Pendahuluan

Bab ini mencangkup latar belakang penelitian,perumusan masalah,batasan

masalah,maksud dan tujuan penelitian,tempat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB. II dasar teori

Pada bab ini berisikan tentang dasar-dasar teori yang berkaiatan tentang penelitian

BAB. III Metode penelitian

Pada bab ini berisikan tentang prosedur percobaan yang meliputi

pendahuluan,sistematika penelitian,peralatan,pembuatan benda uji dan pengujian.

BAB. IV Hasil dan Pembahasan

Pada bab ini membahas tentang hasil dari percobaan kuat tekan dan tarik belah dan

menganalisis data yang diperoleh.

BAB. V Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian yang diperoleh dan saran-saran

dari penulis mengenai penelitian yang dilakukan.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Umum

Dalam konstruksi, beton adalah sebuah bahan bangunan komposit yang terbuat dari

kombinasi aggregat dan pengikat semen. Bentuk paling umum dari beton adalah beton semen

Portland, yang terdiri dari agregat mineral (biasanya kerikil dan pasir), semen dan air.

Kata beton dalam bahasa inggris berasal dari bahasa Latin concretus yang berarti

tumbuh bersama atau menggabungkan menjadi satu. Dalam bahasa Jepang digunakan kata

kotau-zai, yang arti harafiahnya material-material seperti tulang; mungkin karena agregat

mirip tulang-tulang hewan. (Teknologi Beton, 2007)

Beton merupakan pencampuran dari semen, agregat halus, agregat kasar dan air dengan suatu

perbandingan tertentu. Perbandingan ini tentu saja tidak sembarangan dikarenakan kekuatan

yang diinginkan, karakteristik bahan dan fungsi bangunan menjadi salah satu faktor yang

dipertimbangkan dalam pembuatan beton.

Sifat –sifat dan karakteristik material penyusun beton akan mempengaruhi kinerja dari beton

yang dibuat. Kinerja dari beton beton tersebut berdampak pada kekuatan yang diinginkan,

kemudahan dalam pengerjaannya dan keawetannya dalam jangka waktu tertentu.

Jika ingin membuat beton berkualitas baik, dalam arti memenuhi persyaratan yang lebih

ketat karena tuntutan yang lebih tinggi, maka harus diperhitungkan dengan seksama cara-cara

memperoleh adukan beton(beton segar/fresh concrete) yang baik dan beton (beton keras /

hardened concrete) yang dihasilkan juga baik. Beton yang baik ialah beton yang kuat, tahan

lama/awet, kedap air, tahan aus, dan sedikit mengalami perubahan volume (kembang susutnya

kecil).

Universitas Sumatera Utara


Sebagai bahan konstruksi beton mempunyai kelebihan dan kekurangan, kelebihan

beton antara lain :

1. Harganya relatif murah.

2. Mampu memikul beban yang berat.

3. Mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi.

4. Biaya pemeliharaan/perawatannya kecil.

Kekurangan beton antara lain :

1. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak. Oleh karena itu perlu

diberi baja tulangan, atau tulangan kasa (meshes).

2. Beton sulit untuk dapat kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air,

dan air yang membawa kandungan garam dapat merusak beton.

3. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah.

4. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi.

II.2. Bahan Penyusun Beton

II.2.1. Semen

II.2.1.1 Umum

Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam

pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan menjadi pasta

semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar, sedangkan jika

digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras

akan menjadi beton keras (hardened concrete).

Ada suatu kelompok komponen pembentuk beton lain yaitu bahan tambahan

(admixtures) yang hampir selalu dipakai dalam beton modern. Admixture ini adalah bahan

Universitas Sumatera Utara


selain semen yang ditambahkan pada tahap pencampuran terhadap agregat halus maupun kasar

dengan air ( sesuai SNI 2847 acuan ASTM C494 ).

Fungsi semen ialah untuk mengikat butir-butir agregat hingga membentuk suatu massa padat

dan mengisi rongga-rongga udara di antara butiran agregat.

Adapun sifat-sifat fisik semen yaitu :

a. Kehalusan Butir

Kehalusan semen mempengaruhi waktu pengerasan pada semen. Secara umum,

semen berbutir halus meningkatkan kohesi pada beton segar dan dapat

mengurangi bleeding (kelebihan air yang bersama dengan semen bergerak ke

permukaan adukan beton segar), akan tetapi menambah kecendrungan beton

untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut.

b. Waktu Ikatan

Waktu ikatan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai sutu tahap dimana

pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu tersebut terhitung

sejak air tercampur dengan semen. Waktu dari pencampuran semen dengan air

sampai saat kehilangan sifat keplastisannya disebut waktu ikat awal, dan pada

waktu sampai pastanya menjadi massa yang keras disebut waktu ikat akhir.

Pada semen portrland biasanya batasan waktu ikaran semen adalah :

 Waktu ikat awal > 60 menit

 Waktu ikat akhir > 480 menit

Waktu ikatan awal yang cukup awal diperlukan untuk pekerjaan beton, yaitu waktu

transportasi, penuangan, pemadatan, dan perataan permukaan.

Universitas Sumatera Utara


c. Panas hidrasi

Silikat dan aluminat pada semen bereaksi dengan air menjadi media perekat yang memadat

lalu membentuk massa yang keras. Reaksi membentuk media perekat ini disebut hidrasi.

d. Pengembangan volume (lechathelier)

Pengembangan semen dapat menyebabkan kerusakan dari suatu beon, karena itu

pengembangan beton dibatasi sebesar ± 0,8 % (A.M Neville, 1995). Akibat perbesaran volume

tersebut , ruang antar partikel terdesak dan akan timnul retak – retak.

II.2.1.2 Sement Portland

Menurut Standar Industri Indonesia (SII 0013-1981), definisi Semen Portland adalah suatu

bahan pengikat hidrolis (hydraulic binder) yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang

terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk

kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.

II.2.1.3 Sifat-Sifat Semen Portland

Sifat-sifat semen portland dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sifat fisaka dan sifat kimia.

a. sifat fisika semen portland

sifat-sifat fisika semen meliputi :

1. kehalusan butir (finesess)

proses hidrasi sangat dipengaruhi oleh kehalusan butir semen. Jika butir semen

lebih kasar maka waktu pengikatan (setting time) menjadi semakin lama.

Sebaliknya jika semakin halus butiran semen, proses hidrasinya semakin cepat,

sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir akan berkurang. Kehalusan

butir semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya bleeding atau kenaikan air

Universitas Sumatera Utara


kepermukaan, tetapi menambah kecenderungan beton untuk menyusut lebih

banyak dan mempermudah terjadinya retak susut.

2. Kepadatan (density)

Berat jenis semen yang disyaratkan oleh ASTM adalah 3.15 Mg/m3. Pada

kenyataannya, berat jenis semen yan gdiproduksi berkisar antara 3,05 Mg/m3

sampai 3,25 Mg/m3. Variasi ini akan berpengaruh pada proporsi campuran

semen dalam campuran.

3. Konsistensi

Konsistensi semen portland lebih banyak pengaruhnya pada saat pencampuran

awal, yaitu pada saat terjadi pengikatan sampai pada saat beton mengeras.

Konsistensi yang terjadi bergantung pada rasio antara semen dan air serta aspek-

aspek bahan semen seperti kehalusan dan keceptan hidrasi. Konsistensi semen

mortar bergantung pada konistensi semen dan agregate pencampurnya.

4. Waktu pengikatan

Waktu ikat adalah waktu yang diperlukan semen untuk mengeras, terhitung dari

mulai bereaksi dengna air dan menjadi pasta semen cukup kaku unutk menahan

tekanan. Waktu ikat semen dibagi menjadi dua :

a. Waktu ikat awal (initial setting time) yaitu waktu dari pencampuran semen

dengan air menjadi pasta semen hingga hilangnya sifat keplastisan.

b. Waktu ikat akhir (final setting time) yaitu waktu antara terbentuknya pasta

semen hingga beton mengeras.

Universitas Sumatera Utara


Pada semen portland initial setting time berkisar 1.0-2,0 jam, tetapi tidak bole

kurang dari 1,0 jam, sedangkan initial setting time tidak boleh lebig dari 8,0

jam.

5. Panas hidrasi

Panas hidrasi adalah panas yang terjadi pada saat semen bereaksi dengan air.

Dalam pelaksanaannya, perkembangan panas ini dapat mengakibatkan masalah

yakni timbulnya retakan pada saat pendinginan.

6. Perubahan volume (kekalan)

Kekalan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang

menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan capurannya dan

kemampuan untuk mempertahankan volume setelah pengiktan terjadinya.

Ketidakkekalan semen disebabkan oleh terlalu banyaknya jumlah kapur bebas

yang pembakarannya tida sempurna serta yang terdapat dalam campuran

tersebut.

b. Sifat kimia

Sifat-sifat kimia semen portland terdiri dari :

1. Kesegaran semen

Pengujian kehilangan berat akibat pembakaran dilakukan pada semen dengan suhu

900-1000oC. Kehilangan berat ini terjadi karena kelembaban yang menyebabkan

yang menyebabkan prehidrasi dan karbonisasi dalam bentuk kapur bebas atau

magnesium yang menguap.

2. Sisa yang tak larut

Sisa bahan yang tk habis bereaksi adalah sisa bahan tak aktif yang terdapat pada

semen. Semakin sedikit sisa bahan ini, semakin baik kualitas semen.

3. Panas hidrasi semen

Universitas Sumatera Utara


Seperti yang telah diuraikan, hidrasi terjadi jika semen bersentuhan dengan air.

II.2.1.4 Jenis-Jenis Semen Portland

Semen Portland menurut Peraturan Beton 1989 (SKBI.4.53.1989) dibagi menjadi 5

jenis (SK.SNI T-15-1990-03:2) yaitu :

 Tipe I, semen portland yang dalam penggunaannya tidak memerlukan

persyaratan khusus seperti jenis-jenis lainnya. Semen ini digunakan untuk

bangunan-bangunan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus.

 Tipe II, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan

terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. Semen ini digunakan untuk konstruksi

bangunan dan beton yang terus-menerus berhubungan dengan air kotor atau air

tanah atau untuk pondasi yang tertahan di dalam tanah yang mengandung air agresif

(garam-garam sulfat) dan saluran air buangan atau bangunan yang berhubungan

langsung dengan rawa.

 Tipe III, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan awal

yang tinggi dalam fase permulaan setelah pengikatan terjadi. Semen jenis ini

digunakan pada daerah yang bertemperatur rendah, terutama pada daerah yang

mempunyai musim dingin (winter season).

 Tipe IV, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi

yang rendah. Semen ini digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan yang besar dan masif,

umpamanya untuk pekerjaan bendung, pondasi berukuran besar atau pekerjaan

besar lainnya.

 Tipe V, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang

tinggi terhadap sulfat. Semen ini digunakan untuk bangunan yang berhubungan

dengan air laut, air buangan industri, bangunan yang terkena pengaruh gas atau uap

Universitas Sumatera Utara


kimia yang agresif serta untuk bangunan yang berhubungan dengan air tanah yang

mengandung sulfat dalam persentase yang tinggi.

II.2.1.5 Senyawa Kimia

Secara garis besar, ada 4 (empat) senyawa kimia utama yang menyusun semen portland, yaitu

a. Trikalsium Silikat (3CaO.SiO2) yang disingkat menjadi C3S.

b. Dikalsium Silikat (2CaO.SiO2) yang disingkat menjadi C2S.

c. Trikalsium Aluminat (3CaO.Al2O3) yang disingkat menjadi C3A.

d. Tetrakalsium Aluminoferrit (4CaO.Al2O3.Fe2O3) yang disingkat menjadi C4AF.

(Teknologi Beton,2003)

Senyawa tersebut menjadi kristal-kristal yang paling mengikat/mengunci ketika

menjadi klinker. Komposisi C3S dan C2S adalah 70% - 80% dari berat semen dan merupakan

bagian yang paling dominan memberikan sifat semen (Cokrodimuldjo, 1992). Semen dan air

saling bereaksi, persenyawaan ini dinamakan proses hidrasi, dan hasilnya dinamakan hidrasi

semen.

II.2.2 Air

Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting. Air diperlukan untuk bereaksi

dengan semen, serta sebagai bahan pelumas antar butir-butir agregat agar mudah dikerjakan

dan dipadatkan. Kandungan air yang rendah menyebabkan beton sulit dikerjakan (tidak mudah

mengalir), dan kandungan air yang tinggi menyebabkan kekuatan beton akan rendah serta

betonnya porous.

Air yang digunakan sebagai campuran harus bersih, tidak boleh mengandung minyak,

asam, alkali, zat organis atau bahan lainnya yang dapat merusak beton.

Dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.

b. Tidak mengandung garam-garamm yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dan

sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.

c. Tidak mengandungf klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.

d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

Untuk air perawatan, dapat dipakai juga air yang dipakai untuk pengadukan, tetapi harus

yang tidak menimbulkan noda atau endapan yang merusak warna permukaan beton. Besi dan

zat organis dalam air umumnya sebagai penyebab utama pengotoran atau perubahan warna,

terutama jika perawatan cukup lama.

Sumber air pada penelitian ini adalah jaringan PDAM Tirtanadi yang terdapat di

Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara.

II.2.3 Agregat

II.2.3.1 Umum

Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam

campuran beton. Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi, yaitu

berkisar 60%-70% dari volume beton. Walaupun fungsinya hanya sebagai pengisi, tetapi

karena komposisinya yang cukup besar sehingga karakteristik dan sifat agregat memiliki

pengaruh langsung terhadap sifat-sifat beton.

Tabel 2.1 Pengaruh sifat agregat pada sifat beton

Sifat Agregat Pengaruh pada Sifat Beon

Kelecakan Pengikatan dan


Bentuk, tekstur, gradasi Beton cair
Pengerasan

Sifat fisik, sifat kimia, Kekuatan. Kekerasan,


Beton keras
mineral ketahanan (durability)

Universitas Sumatera Utara


Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat buatan

(artificial aggregates). Secara umum agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu

agregat kasar dan agregat halus. Ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4.80

mm (British Standard) atau 4.75 mm (Standar ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang

ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm (4.75 mm) dan agregat halus adalah batuan yang

lebih kecil dari 4.80 mm (4.75 mm). Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya

berukuran lebih kecil dari 40 mm.

II.2.3.2 Jenis Agregat

Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan (pecahan).

Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan beratnya, asalnya, diameter

butirnya (gradasi), dan tekstur permukaannya.

Dari ukurannya, agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu agregat kasar dan

agregat halus.

1. Agregat Halus

Agregat halus (pasir) adalah mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam

campuran beton yang memiliki ukuran butiran kurang dari 5 mm atau lolos saringan no.4 dan

tertahan pada saringan no.200. Agregat halus (pasir) berasal dari hasil disintegrasi alami dari

batuan alam atau pasir buatan yang dihasilkan dari alat pemecah batu (stone crusher).

Agregat halus yang akan digunakan harus memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan oleh

ASTM. Jika seluruh spesifikasi yang ada telah terpenuhi maka barulah dapat dikatakan agregat

tersebut bermutu baik.

Universitas Sumatera Utara


Adapun spesifikasi tersebut adalah :

a. Susunan Butiran ( Gradasi )

Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena akan

mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain sehingga

menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi penyusutan. Analisa

saringan akan memperlihatkan jenis dari agregat halus tersebut. Melalui analisa

saringan maka akan diperoleh angka Fine Modulus. Melalui Fine Modulus ini dapat

digolongkan 3 jenis pasir yaitu :

 Pasir Kasar : 2.9 < FM < 3.2

 Pasir Sedang : 2.6 < FM < 2.9

 Pasir Halus : 2.2 < FM < 2.6

Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan ASTM C 33 –

74 a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.2 Batasan Gradasi untuk Agregat Halus

Ukuran Saringan ASTM Persentase berat yang lolos pada tiap

saringan

9.5 mm (3/8 in) 100

4.76 mm (No. 4) 95 – 100

2.36 mm ( No.8) 80 – 100

1.19 mm (No.16) 50 – 85

0.595 mm ( No.30 ) 25 – 60

0.300 mm (No.50) 10 – 30

0.150 mm (No.100) 2 - 10

Universitas Sumatera Utara


b. Kadar Lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron ( ayakan no.200 ),

tidak boleh melebihi 5 % ( ternadap berat kering ). Apabila kadar Lumpur

melampaui 5 % maka agragat harus dicuci.

c. Kadar Liat tidak boleh melebihi 1 % ( terhadap berat kering )

d. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organic yang akan merugikan

beton, atau kadar organic jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna

yang lebih tua dari standart percobaan Abrams – Harder dengan batas

standarnya pada acuan No 3.

e. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami

basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah,

tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam

semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan

di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari

0,60% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.

f. Sifat kekal ( keawetan ) diuji dengan larutan garam sulfat :

 Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %.

 Jika dipakai Magnesium – Sulfat, bagiam yang hancur maksimum 15 %.

2. Agregat Kasar

Yang dimaksud dengan agregat kasar adalah agregat yang berukuran lebih besar

dari 5 mm, sifat yang paling penting dari suatu agregat kasar adalah kekuatan hancur

dan ketahanan terhadap benturan yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta

semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan

terhadap proses pembekuan waktu musim dingin dan agresi kimia. Serta ketahanan

terhadap penyusutan.

Jenis agregat kasar secara umum adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


1. Batu pecah alami : Bahan ini diperoleh dari cadas atau batu pecah alami yang digali,

yang berasal dari gunung merapi.

2. Kerikil alami : kerikil didapat dari proses alami, yaitu dari pengikisan tepi maupun

dasar sungai oleh air sungai yang mengalir.

3. Agregat kasar buatan : terutama berupa slag atau shale yang biasa digunakan untuk

beton berbobot ringan. Biasanya hasil dari proses lain seperti dari blast -furnace dan

lain-lain.

4. Agregat untuk pelindung nuklir dan berbobot berat : dengan adanya tuntutan yang spesifik

pada zaman atom yang sekarang ini, juga untuk pelindung dari radaisi nuklir sebagai

akibat banyaknya pembangkit atom an stasiun tenga nuklir, maka perlu ada beton yang

melindungi dari sinar X, sinar gamma, dan neutron. Pada beton demikian syarat ekonomis

maupun syarat kemudahan pengerjaan tidak begitu menentukan. Agregat yang

diklasifikasikan disini misalnya baja pecah, barit, magnatit, dan limonit.

Spesifikasi dari Agregat kasar

Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi

persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

1. Susunan butiran (gradasi)

Agregat harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus tediri dari butiran yang beragam

besarnya, sehingga dapat mengisi rongga-rongga akibat ukuran yang besar, sehingga akan

mengurangi penggunaan semen atau penggunaan semen yang minimal. Agregat kasar harus

mempunyai susunan butiran dalam batas-batas seperti yang terlihat pada tabel

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.3 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar (ASTM, 1991)

ukuran lubang persentase lolos

ayakan (mm) komulatif (%)

38,1 95 - 100

19,1 35 – 70

9,52 10 - 30

4,75 0–5

2. Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan

lembab terus menerus atau yang akan berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh

mengandung bahan yang reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup

dapat menimbulkan pemuaian yang berklebihan di dalam mortar atau beton.

3. Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak berpori atau tidak

akan pecah atau hancur oleh pengaruk cuaca seperti terik matahari atau hujan.

4. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh

melebihi 1% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 1% maka agregat

harus dicuci.

5. Kekerasan butiran agregat diperiksa dengan bejana Rudellof dengan beban penguji 20

ton dimana harus dipenuhi syarat berikut:

 Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5 - 19,1 mm lebih dari 24% berat.

 Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,1 - 30 mm lebih dari 22% berat.

Universitas Sumatera Utara


6. Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los Angeles dimana tingkat

kehilangan berat lebih kecil dari 50%.

II.3 Sifat-sifat Beton

Karakteristik dari beton dipertimbangkan dalam hubungannya dengan kualitas yang

dituntut untuk tujuan konstruksi tertentu. Pendekatan praktis yang paling baik adalah

mengusahakan kesempurnaan semua sifat beton. Adapun sifat-sifat beton yaitu:

II.3.1 Sifat-sifat Beton Segar (Fresh Concrete)

Beton segar merupakan suatu campuran antara air, semen, agregat dan bahan tambahan

jika diperlukan setelah selesai pengadukan, usaha-usaha seperti pengangkutan,

pengecoran, pemadatan, penyelesaian akhir dan perawatan beton dapat mempengaruhi

beton segar itu sendiri setelah mengeras.

Beton segar yang baik ialah beton segar yang dapat diaduk, diangkut, dituang, dipadatkan,

tidak ada kecendrungan untuk terjadi segregasi (pemisahan kerikil dari adukan) maupun

bleeding (pemisahan air dan semen dari adukan). Hal ini karena segregasi maupun

bleeding mengakibatkan beton yang diperoleh akan jelek.

Tiga hal penting yang perlu diketahui dari sifat-sifat beton segar, yaitu: kemudahan

pengerjaan (workabilitas), pemisahan kerikil (segregation), pemisahan air (bleeding).

II.3.1.1 Kemudahan Pengerjaan (Workability)

Kelecakan adalah kemudahan mengerjakan beton, dimana menuang (placing) dan

memadatkan (compacting) tidak menyebabkan munculnya efek negatif berupa

pemisahan (segregation) dan pendarahan (bleeding).

Ada 3 pengertian disini, yaitu kompaktibilitas, mobilitas dan stabilitas.

a. Kompaktibilitas: kemudahan mengeluarkan udara dan pemadatan.

Universitas Sumatera Utara


b. Mobilitas: kemudahan mengisi acuan dan membungkus tulangan.

Beton dengan mobilitas yang baik umumnya mempunyai kompaktibilitas yang baik

pula. Jadi umumnya cukup mengandalkan mobilitas.

c. Stabilitas: kemampuan untuk tetap menjadi massa homogen tanpa pemisahan.

Unsur-unsur yang mempengaruhi workabilitas yaitu :

1. Jumlah air pencampur.

Semakin banyak air yang dipakai makin mudah beton segar itu dikerjakan ( namun

jumlahnya tetap diperhatikan agar tidak terjadi segregasi)

2. Kandungan semen.

Penambahan semen ke dalam campuran juga memudahkan cara pengerjaan adukan

betonnya, karena pasti diikuti dengan penambahan air campuran untuk memperoleh

nilai f.a.s (faktor air semen) tetap.

3. Gradasi campuran pasir dan kerikil.

Bila campuran pasir dan kerikil mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh

peraturan maka adukan beton akan mudah dikerjakan. Gradasi adalah distribusiukuran

dari agregat berdasarkan hasil persentase berat yang lolos pada setiap ukuran saringan

dari analisa saringan.

4. Bentuk butiran agregat kasar

Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah untuk dikerjakan.

5. Cara pemadatan dan alat pemadat.

Bila cara pemadatan dilakukan dengan alat getar maka diperlukan tingkat kelecakan

yang berbeda, sehingga diperlukan jumlah air yang lebih sedikit daripada jika

dipadatkan dengan tangan.

Universitas Sumatera Utara


Konsistensi/kelecakan adukan beton dapat diperiksa dengan pengujian slump yang didasarkan

pada ASTM C 143-74. Percoban ini menggunakan corong baja yang berbentuk konus

berlubang pada kedua ujungnya, yang disebut kerucut Abrams. Bagian bawah berdiameter 20

cm, bagian atas berdiameter 10 cm, dan tinggi 30 cm (disebut sebagai kerucut Abrams), seperti

yang ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerucut Abrams

II.3.1.2 Pemisahan Kerikil( Segregation)

Beton cair bisa dipandang sebagai suatu suspensi butir agregatdi dalam matriks mortar

semen. Bila kohesi tidak cukup untuk menahan partikel dalam suspensi maka akan terjadi

segregasi. Campuran beton yang tersegregasi adalah sukar atau tidak mungkin dituang, tidak

seragam, sehingga kualitasnya jelek.

Segregasi dapat terjadi karena turunnya butiran ke bagian bawah dari beton segar, atau

terpisahnya agregat kasar dari campuran, akibat cara penuangan dan pemadatan yang salah.

Segregasi tidak bisa diujikan sebelumnya, hanya dapat dilihat setelah semuanya terjadi.

Faktor – faktor yang menyebabkan segregasi adalah :

a. Ukuran partikel yang lebih besar dari 25 mm,

b. Berat jenis agregat kasar yang berbeda dengan agregat halus,

Universitas Sumatera Utara


c. Kurangnya jumlah material halus dalam campuran,

d. Bentuk butir yang tidak rata dan tidak bulat,

e. Campuran yang terlalu basah atau terlalu kering.

Untuk mengurangi kecenderungan segregasi maka diusahakan air yang diberikan sedikit

mungkin, adukan beton jangan dijatuhkan dengan ketinggian yang terlalu besar dan cara

pengangkutan, penuangan maupun pemadatan harus mengikuti cara-cara yang betul.

II.3.1.3 Pemisahan Air (Bleeding)

Perdarahan sering terjadi setelah beton dituang dalam acuan. Bisa dilihat dengan

terbentuknya lapisan air pada permukaan beton. Karena berat jenis semen lebih dari 3 kali berat

jenis air maka butir semen dalam pasta, terutama yang cair, cenderung turun. Pada beton yang

normal dengan konsistensi yang cukup, bleeding terjadi secara bertahap dengan rembesan

seragam pada seluruh permukaan. Namun pada campuran yang kurus (lean) dan basah, akan

membentuk saluran sehingga air bisa mengalir dengan cukup cepat untuk mengangkut butir

semen halus ke atas.

Perdarahan bisa dikurangi dengan menambah semen, memakai semen dengan butir

halus, atau menambah pengisi halus (filler) seperti pozzolan. Sayangnya semua upaya di atas

akan menambah susut pengeringan dan retak. Yang paling efektif adalah dengan mengurangi

air sambil mempertahankan kelecakan dengan memakai air entrainment. ( Paul Nugraha,

Antoni, 2007)

II.3.2 Sifat-sifat beton keras

Sifat-sifat beton yang telah mengeras mempunyai arti yang penting selama masa

pemakaiannya. Sifat-sifat penting dari beton yang telah mengeras antara lain: kekuatan tekan

beton dan kekuatan tarik belah beton.

Universitas Sumatera Utara


Perilaku mekanik beton keras merupakan kemampuan beton di dalam memikul beban pada

struktur bangunan. Kinerja beton keras yang baik ditunjukkan oleh kuat tekan beton yang

tinggi, kuat tarik yang lebih baik, perilaku yang lebih daktail, kekedapan air dan udara,

ketahanan terhadap sulfat dan klorida, penyusutan rendah dan keawetan jangka panjang.

Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kekuatan beton ialah :

1. Faktor air semen dan kepadatan

Semakin rendah nilai faktor air semen semakin tinggi kuat tekan betonnya, namun

kenyataannya pada suatu nilai faktor air semen tertentu semakin rendah nilai faktor air semen

kuat tekan betonnya semakin rendah pula, hal ini karena jika faktor air semen terlalu rendah

adukan beton sulit dipadatkan. Dengan demikian ada suatu nilai faktor air semen tertentu

(optimum) yang menghasilkan kuat tekan beton maksimum.

Kepadatan adukan beton sangat mempengaruhi kuat tekan betonnya setelah mengeras. Untuk

mengatasi kesulitan pemadatan adukan beton dapat dilakukan dengan cara pemadatan dengan

alat getar (vibrator) atau dengan memberi bahan kimia tambahan (chemical admixture) yang

besifat mengencerkan adukan beton sehingga lebih mudah dipadatkan.

50 fas 0.4
kekuatan 40 fas 0.5
beton (Mpa) 30 fas 0.6
20
10
0
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30

Gambar 2.2 Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton selama masa

perkembangannya (Tri Mulyono, 2003)

Universitas Sumatera Utara


2. Umur beton

Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton. Biasanya nilai kuat

tekan ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari. Kekuatan beton akan naik

secara cepat (linear) sampai umur 28 hari, tetapi setelah itu kenaikannya tidak terlalu

signifikan (Gambar 2.3). Umumnya pada umur 7 hari kuat tekan mencapai 65% dan pada

umur 14 hari mencapai 88% - 90% dari kuat tekan umur 28 hari.

40
35
30
25
20
tegangan
( Mpa ) 28 hari 6 bulan 5 tahun

waktu ( umur)

Gambar 2.3 Perkiraan Kuat tekan beton pada berbagai umur

3. Jenis semen

Semen Portland yang dipakai untuk struktur harus mempunyai kualitas tertentu

yang telah ditetapkan agar dapat berfungsi secara efektif.

Jenis Portland semen yang digunakan ada 5 jenis yaitu : I, II, III, IV, V. Jenis- jenis

semen tersebut mempunyai laju kenaikan kekuatan yang berbeda.

4. Jumlah semen

Jika faktor air semen sama (slump berubah), beton dengan jumlah kandungan semen

tertentu mempunyai kuat tekan tertinggi sebagaimana tampak pada Gambar 2.5.

Pada jumlah semen yang terlalu sedikit berarti jumlah air juga sedikit sehingga

adukan beton sulit dipadatkan yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah.

Namun jika jumlah semen berlebihan berarti jumlah air juga berlebihan sehingga

Universitas Sumatera Utara


beton mengandung banyak pori yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Jika

nilai slump sama (fas berubah), beton dengan kandungan semen lebih banyak

mempunyai kuat tekan lebih tinggi.

40
35
kekuatan 30
beton 25
(Mpa) 20
15
10
220 240 260 280 300 320 340 360
Jumlah Semen per m3 beton (kg)
Gambar 2.4 Pengaruh jumlah semen terhadap kuat tekan beton pada faktor air semen sama

(Kardiyono, 1998)

5. Sifat agregat

Sifat agregat yang paling berpengaruh terhadap kekuatan beton ialah kekasaran permukaan dan

ukuran maksimumnya. Permukaan yang halus pada kerikil dan kasar pada batu pecah

berpengaruh pada lekatan dan besar tegangan saat retak-retak beton mulai terbentuk. Oleh

karena itu kekasaran permukaan ini berpengaruh terhadap bentuk kurva tegangan-regangan

tekan dan terhadap kekuatan betonnya. Akan tetapi bila adukan beton nilai slump nya sama

besar, pengaruh tersebut tidak tampak karena agregat yang permukaannya halus memerlukan

air lebih sedikit, berarti fas nya rendah yang menghasilkan kuat tekan beton lebih tinggi.

Universitas Sumatera Utara


II.3.2.1 Kuat Tekan Beton

Kuat tekan beton merupakan kekuatan tekan maksimum yang dapat dipikul beton persatuan

luas. Kuat tekan beton normal antara 20 – 40 MPa. Kuat tekan beton dipengaruhi oleh : faktor

air semen (water cement ratio = w/c), sifat dan jenis agregat, jenis campuran, kelecakan

(workability), perawatan (curing) beton dan umur beton.

1. Faktor Air semen

Faktor air semen (water cement ratio = w/c) sangat mempengaruhi kuat tekan beton. Semakin

kecil nilai w/c nya maka jumlah airnya sedikit yang akan menghasilkan kuat tekan beton yang

besar.

D.A Abrams pada tahun 1918 menyatakan bahwa untuk material yang diberikan, kekuatan

beton hanya tergantung pada satu faktor saja, yaitu faktor air semen dari pasta. Ini dinyatakan

dengan rumus :

𝐴
𝑓 ′𝑐 = 𝑤
𝐵( 𝑐 )

Dimana : 𝑓 ′ 𝑐 = kuat tekan pada umur tertentu

A = Konstanta Empiris

B = Konstanta tergantung sifat semen, dan

w/c= Faktor air semen.

Duff dan Abrams (1919) meneliti hubungan antara faktor air semen dengan

kekuatan beton pada umur 28 hari dengan uji silinder yang dapat dilihat pada Gambar 2.5

Universitas Sumatera Utara


50 fas 0.4
kekuatan 40 fas 0.5
beton (Mpa) 30 fas 0.6
20
10
0
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30

Gambar 2.5 Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton selama

masa perkembangannya (Tri Mulyono, 2003)

2. Sifat dan jenis agregat

Sifat dan jenis agregat yang digunakan juga berpengaruh terhadap kuat tekan beton. Semakin

tinggi tingkat kekerasan agregat yang digunakan akan dihasilkan kuat tekan beton yang tinggi.

Selain itu susunan besar butiran agregat yang baik dan tidak seragam dapat memungkinkan

terjadinya interaksi antar butir sehingga rongga antar agregat dalam kondisi optimum yang

menghasilkan beton padat dan kuat tekan yang tinggi.

3. Jenis Cam puran

Jenis campuran beton akan mempengaruhi kuat tekan beton. Jumlah pasta semen harus cukup

untuk melumasi seluruh permukaan butiran agregat dan mengisi rongga-rongga diantara

agregat sehingga dihasilkan beton dengan kuat tekan yang diinginkan.

4. Perawatan (curing)

Untuk memperoleh beton dengan kekuatan seperti yang diinginkan, maka beton yang masih

muda perlu dilakukan perawatan dengan tujuan agar proses hidrasi pada semen berjalan dengan

sempurna. Pada proses hidrasi semen dibutuhkan kondisi dengan kelembaban tertentu. Apabila

beton terlalu cepat mengering, akan timbul retak-retak pada permukaannya. Retak-retak ini

Universitas Sumatera Utara


akan menyebabkan kekuatan beton turun, juga akibat kegagalan mencapai reaksi hidrasi

kimiawi penuh.

5. Umur Beton

Kuat tekan beton mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur beton. Kuat

tekan beton dianggap mencapai 100 % setelah beton berumur 28 hari. Menurut SNI T-15-1991,

perkembangan kekuatan beton dengan bahan pengikat PC type 1 berdasarkan umur beton

disajikan pada Tabel 2.4 sebagai berikut:

Tabel 2.4 Perkembangan Kekuatan Beton dengan bahan pengikat PC type 1

Umur beton
3 7 14 21 28 90 365
(hari)

PC Type 1 0.44 0.65 0.88 0.95 1.0 - -

II.3.2.2 Kuat Tarik Beton

Salah satu kelemahan beton adalah mempunyai kuat tarik yang sangat kecil dibandingkan

dengan kuat tekannya yaitu 10%–15% f’c. Kuat tarik beton berpengaruh terhadap kemampuan

beton di dalam mengatasi retak awal sebelum dibebani. Pengujian terhadap Kekuatan tarik

beton dapat dilakukan dengan cara:

1. Pengujian tarik langsung,untuk menguji tarik langsung pada spesimen silinder maupun

prisma dilakukan dengan menempelkan benda uji pada suatu pelat besi dengan lem

epoxy. Tepi benda uji harus digergaji dengan gerinda intan untuk menghilangkan

pengaruh pengecoran atau vibrasi. Beban kecepatan 0,005 MPa/detik sampai runtuh.

2.Pengujian tarik belah (pengujian tarik beton tak langsung) dengan menggunakan “Split

cylinder test”. Dengan membelah silinder beton terjadi pengalihan tegangan tarik

melalui bidang tempat kedudukan salah satu silinder dan silinder beton tersebut terbelah

Universitas Sumatera Utara


sepanjang diameter yang dibebaninya. Tegangan tarik tidak langsung dihitung dengan

persamaan :

2𝑃
𝑇=
𝜋𝑙𝑑

Dimana : T = kuat tarik beton (MPa)

P = beban hancur (N)

l = Panjang spesimen (mm)

d = diameter spesimen (mm)

II.3.2.2 Uji peredaman suara

Kebisingan merupakan suara yang tidak dikehendaki, kebisingan yaitu bunyi yang

tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat

menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan atau semua suara

yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja

pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. peredam suara adalah bahan

yang dapat mengurangi kebocoran suara di sebuah ruangan.

Uji peredaman suara atau uji kebisingan ini dilakukan dengan menggunakan alat impedance

tube dengan ASTM 1050, ISO 10543-2:1998.

Sumber kebisingan dalam pengendalian kebisingan lingkungan dapat diklasifikasikan menjadi

dua, yaitu:

a) Bising interior,

Bising yang berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga atau mesin mesin gedung

yang antara lain disebabkan oleh radio, televisi, alat-alat musik, dan juga bising yang

ditimbulkan oleh mesin-mesin yang ada digedung tersebut seperti kipas angin, motor

kompresor pendingin, pencuci piring dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara


b) Bising eksterior,

Bising yang dihasilkan oleh kendaraan transportasi darat, laut, maupun udara, dan alat-

alat konstruksi.Sifat suatu kebisingan ditentukan oleh intensitas suara, frekuensi suara,

dan waktu terjadinya kebisingan.

Reduksi Faktor-Faktor alami penyebab kebisingan, yakni :

a) Jarak

Gelombang bunyi memerlukan waktu untuk merambat. Dalam kasus di permukaan bumi,

gelombang bunyi merambat melalui udara. Dalam perjalanannya, gelombang bunyi akan

mengalami penurunan intensitas karena gesekan dengan udara.

b) Serapan Udara

Udara mempunyai massa. Udara mengisi ruang kosong diatas bumi dan digunakan oleh

suara untuk merambat. Namun adanya udara juga sebagai penghambat gelombang suara.

Gelombang suara akan mengalami gesekan dengan udara. Udara yang kering akan lebih

menyerap udara daripada udara lembab, karena adanya uap air akan memperkecil gesekan

antara gelombang bunyi dengan massa udara. udara yang bersuhu rendah akan lebih

menyerap suara daripada udara bersuhu tinggi, karena suhu rendah membuat udara menjadi

lebih rapat sehingga gesekan terhadap gelombang bunyi akan lebih besar.

c) Angin

Arah angin akan mempengaruhi besarnya frekuensi bunyi yang diterima oleh pendengar.

Arah angin yang menuju pendengar akan mengakibatkan suara terdengar lebih keras,

begitu juga sebaliknya.

d) Permukaan Bumi

Permukaan bumi yang berupa tanah dan rumput, merupakan barrier yang sangat alami.

Suara yang datang akan terserap langsung. Sebaliknya, permukaan yang tertutup aspal

jalan atau konblok akan langsung memantulkan bunyi.

Universitas Sumatera Utara


Bahan peredam suara untuk mengurangi kebisingan dapat menggunakan bahan-bahan

jadi yang sudah ada ataupun membuatnya sendiri, diantara bahan-bahan yang sudah ada

tersebut antara lain adalah bahan berpori, resonator dan panel (Lee, 2003), sementara material

yang sering digunakan adalah glasswool dan rockwool, namun dapat juga diganti dengan gabus

maupun bahan yang berkomposisi serat.

Kualitas dari bahan peredam suara ditunjukkan dengan harga α (koefisien penyerapan bahan

terhadap bunyi), semakin besar α maka semakin baik digunakan sebagai peredam suara. Nilai

α berkisar antara 0 sampai 1, jika α bernilai 0, artinya tidak ada bunyi yang diserap, sedangkan

jika α bernilai 1 artinya 100% bunyi yang datang diserap oleh bahan.

Material komposit alami (indigenous materials) seperti serat batang kelapa sawit (oil palm

frond fiber), sekam padi (rice husk), serabut kelapa (coconut fiber), eceng gondok (eichhornia

crassipes), dan serat nenas mempunyai potensi komersial yang sangat baik untuk dimanfaatkan

sebagai material pengganti komposit serat kaca (glass fiber). Hal ini dikarenakan harga yang

relative rendah, proses yang sederhana dan juga jumlahnya yang melimpah di sekitar

lingkungan kita

Serat-serat yang telah digunakan dan diteliti untuk meredam kebisingan (bunyi) antara lain

serat bamboo, serabut kelapa. Dalam penelitian ini menggunakan serabut kelapa sebagai

tambahan di dalam campuran beton sebagai benda uji pada uji peredaman suara atau

kebisingan.

Pengurangan kebisingan pada sumber suara dapat dilakukan dengan memodifikasi mesin atau

menempatkan peredam pada sumber bising. Pengurangan kebisingan pada media transmisi

dapat dilakukan dengan modifikasi ruangan dan penyusunan panel-panel partisi absorber yang

baik antara sumber bising dan manusia. Pengendalian kebisingan pada penerima dilakukan

dengan memproteksi telinga. Salah satu metode reduksi bising seperti yang telah disebutkan di

atas adalah dengan menggunakan bahan penyerap suara/absorber. Penggunaan material

Universitas Sumatera Utara


absorber menjadi solusi paling baik dalam penerapan metode pengendalian bising. Selama ini

panel penyerap suara yang dikembangkan menggunakan serat absorber sintetis yang diimpor

sehingga harganya menjadi mahal. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk

mengembangkan material absorber yang mempunyai kualitas baik dengan bahan baku yang

terbuat dariserat alami dan tersedia melimpah di sekeliling kita. Karakteristik akustik dan

mekanis suatu material komposit dapat diketahui dengan melakukan suatu pengujian.

Pengujian akustik suatu material merupakan suatu proses untuk menentukan sifat-sifat akustik,

yang berupa koefisien penyerapan, refleksi, impedansi, dan transmission loss suara. Untuk

menghasilkan produk yang rendah bising maka pengujian karakteristik akustik suatu material

menjadi langkah utama dalam menentukan karakteristik akustik suatu bahan. Metode yang

dapat digunakan untuk menentukan sifat akustik dari bahan komposit adalah

pengujian/penelitian dengan menggunakan tabung impedansi.

II.3.3 Bahan Tambahan

II.3.3.1 Umum

Bahan tambah (admixture) adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam

campuran beton pada saat atau selama percampuran berlangsung. Fungsi dari bahan ini adalah

untuk mengubah sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih cocok untuk pekerjaan tertentu, atau

untuk menghemat biaya.

Admixture atau bahan tambah yang didefenisikan dalam Standard Definitions

of terminology Relating to Concrete and Concrete Aggregates (ASTM C.125-1995:61) dan

dalam Cement and Concrete Terminology (ACI SP-19) adalah sebagai material selain air,

agregat dan semen hidrolik yang dicampurkan dalam beton atau mortar yang ditambahkan

sebelum atau selama pengadukan berlangsung. Bahan tambah digunakan untuk memodifikasi

sifat dan karakteristik dari beton misalnya untuk dapat dengan mudah dikerjakan, mempercepat

Universitas Sumatera Utara


pengerasan, menambah kuat tekan, penghematan, atau untuk tujuan lain seperti penghematan

energi.

Bahan tambah biasanya diberikan dalam jumlah yang relatif sedikit, dan harus

dengan pengawasan yang ketat agar tidak berlebihan yang justru akan dapat memperburuk sifat

beton.

Di Indonesia bahan tambah telah banyak dipergunakan. Manfaat dari penggunaan bahan

tambah ini perlu dibuktikan dengan menggunakan bahan agregat dan jenis semen yang sama

dengan bahan yang akan dipakai di lapangan. Dalam hal ini bahan yang dipakai sebagai bahan

tambah harus memenuhi ketentuan yang diberikan oleh SNI. Untuk bahan tambah yang

merupakan bahan tambah kimia harus memenuhi syarat yang diberikan dalam ASTM C.494,

“Standard Spesification for Chemical Admixture for Concrete”.

Untuk memudahkan pengenalan dan pemilihan admixture, perlu diketahui terlebih dahulu

kategori dan penggolongannya, yaitu :

1. Air entraining Agent (ASTM C 260), yaitu bahan tambah yang ditujukanuntuk

membentuk gelembung-gelembung udara berdiameter 1 mm atau lebih kecil

didalam beton atau mortar selama pencampuran, dengan maksud mempermudah

pengerjaan beton pada saat pengecoran dan menambah ketahanan awal pada beton.

2. Chemical admixture (ASTM C 494), yaitu bahan tambah cairan kimia yang

ditambahkan untuk mengendalikan waktu pengerasan (memperlambat atau

mempercepat), mereduksi kebutuhan air, menambah kemudahan pengerjaan beton,

meningkatkan nilai slump dan sebagainya.

3. Mineral admixture (bahan tambah mineral), merupakan bahan tambah yang

dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja beton. Pada saat ini, bahan tambah

mineral ini lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja tekan beton,

sehingga bahan ini cendrung bersifat penyemenan.

Universitas Sumatera Utara


Keuntungananny antara lain : memperbaiki kinerja workability, mempertinggi kuat tekan dan

keawetan beton, mengurangi porositas dan daya serap air dalam beton. Beberapa bahan tambah

mineral ini adalah pozzolan, fly ash, slang, dan silica fume.

4. Miscellanous admixture (bahan tambah lain), yaitu bahan tambah yang tidak

termasuk dalam ketiga kategori diatas seperti bahan tambah jenis polimer

(polypropylene, fiber mash, serat bambu, serat kelapa dan lainnya), bahan pencegah

pengaratan dan bahan tambahan untuk perekat (bonding agent).

II.3.3.2 Alasan Penggunaan Bahan Tambahan

Penggunaan bahan tambahan harus didasarkan pada alasan-alasan yang tepat

misalnya untuk memperbaiki sifat-sifat tertentu pada beton. Pencapaian kekuatan awal yang

tinggi, kemudahan pekerjaan, menghemat harga beton, memperpanjang waktu pengerasan dan

pengikatan, mencegah retak dan lain sebagainya. Para pemakai harus menyadari hasil yang

diperoleh tidak akan sesuai dengan yang diharapkan pada kondisi pembuatan beton dan bahan

yang kurang baik.

Keuntungan penggunaan bahan tambah pada sifat beton, antara lain :

a. Pada beton segar (fresh concrete)

 Memperkecil faktor air semen

 Mengurangi penggunaan air.

 Mengurangi penggunaan semen.

 Memudahkan dalam pengecoran.

 Memudahkan finishing.

b. Pada beton keras (hardened concrete)

 Meningkatkan mutu beton

 Kedap terhadap air (low permeability).

 Meningkatkan ketahanan beton (durability).

Universitas Sumatera Utara


 Berat jenis beton meningkat.

II.3.3.3 Perhatian Penting dalam Penggunaan Bahan Tambahan

Penggunaan bahan tambah di lapangan sering menimbulkan masalah-masalah

tidak terduga yang tidak mengguntungkan, karena kurangnya pengetahuan tentang interaksi

antara bahan tambahan dengan beton. Untuk mengurangi dan mencegah hal yang tidak terduga

dalam penggunaan bahan tambah tersebut, maka penggunaan bahan tambah dalam sebuah

campuran beton harus dikonfirmasikan dengan standar yang berlaku dan yang terpenting

adalah memperhatikan dan mengikuti petunjuk dalam manualnya jika menggunakan bahan

“paten” yang diperdagangkan.

a. Mempergunakan bahan tambahan sesuai dengan spesifikasi ASTM (American Society

for Testing and Materials) dan ACI (American Concrete International).

Parameter yang ditinjau adalah :

 Pengaruh pentingnya bahan tambahan pada penampilan beton.

 Pengaruh samping (side effect) yang diakibatkan oleh bahan tambahan. Banyak

bahan tambahan mengubah lebih dari satu sifat beton, sehingga kadang-kadang

merugikan.

 Sifat-sifat fisik bahan tambahan.

 Konsentrasi dari komposisi bahan yang aktif, yaitu ada tidaknya komposisi bahan

yang merusak seperti klorida, sulfat, sulfide, phosfat, juga nitrat dan amoniak

dalam bahan tambahan.

 Bahaya yang terjadi terhadap pemakai bahan tambahan.

 Kondisi penyimpanan dan batas umur kelayakan bahan tambahan.

 Persiapan dan prosedur pencampuran bahan tambahan pada beton segar.

 Jumlah dosis bahan tambahan yang dianjurkan tergantung dari kondisi struktural

dan akibatnya bila dosis berlebihan.

Universitas Sumatera Utara


 Efek bahan tambah sangat nyata untuk mengubah karakteristik beton misalnya

FAS, tipe dan gradasi agregat, tipe dan lama pengadukan.

b. Mengikuti petunjuk yang berhubungan dengan dosis pada brosur dan melakukan

pengujian untuk mengontrol pengaruh yang didapat.

Biasanya percampuran bahan tambahan dilakukan pada saat percampuran beton.

Karena kompleksnya sifat bahan tambahan beton terhadap beton, maka interaksi pengaruh

bahan tambahan pada beton, khususnya interaksi pengaruh bahan tambahan pada semen sulit

diprediksi. Sehingga diperlukan percobaan pendahuluan untuk menentukan pengaruhnya

terhadap beton secara keseluruhan.

II.3.3.4 Jenis Admixture

II.3.3.4.1 Mineral Admixture

a). Kerak Tanur Tinggi (Slag)

Slag merupakan hasil residu pembakaran tanur tinggi. Definisi slag dalam

ATSM. C.9889, “standard spesification for ground granulated blast-furnace slag use in

concrete and mortar”, (ASTM, 1995 : 494) adalah produ non-metal yang merupakan material

berbentuk halus, granular hasi pembakaran yang kemudian didinginkan, misalnya dengan

mencelupkannya kedalam air.

Slag dihasilkan oleh industri peleburan baja yang secara fisik menyerupai agregat kasar. Slag

adalah kerak, bahan sisa dari pengecoran besi (pig iron), dimana prosesnya memakai dapur

(furnace) yang bahan bakarnya dari udara yang ditiupkan (blast). Material penyusun slag

adalah kapur, silika dan alumina yang bereaksi pada temperatur 1600°C dan berbentuk cairan.

Bila cairan ini didinginkan secara lambat maka akan terjadi kristal yang tak berguna sebagai

campuran semen dan dapat dipakai sebagai pengganti agregat. Namun membentuk granulated

glass yang sangat reaktif, yang cocok untuk pembuatan semen slag. Slag tersebut kemudian

digiling hingga halus, dapat dipakai sebagai bahan pengganti semen pada pembuatan beton.

Universitas Sumatera Utara


Seiring dengan semangat pelestarian lingkungan, maka perusahaan penghasil limbah slag

mencari solusi pemanfaatan limbah slag tersebut. Berdasarkan penelitian sebelumnya limbah

slag dapat dimanfaatkan sebagai agregat kasar dan agregat halus dalam bahan konstruksi dan

campuran perkerasan aspal

b). Abu Terbang (Fly Ash)

Fly-ash atau abu terbang yang merupakan sisa-sisa pembakaran batu bara, yang dialirkan dari

ruang pembakaran melalui ketel berupa semburan asap, yang telah digunakan sebagai bahan

campuran pada beton. Fly-ash atau abu terbang di kenal di Inggris sebagai serbuk abu

pembakaran. Abu terbang sendiri tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen.

Tetapi dengan kehadiran air dan ukuran partikelnya yang halus, oksida silika yang dikandung

oleh abu terbang akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari

proses hidrasi semen dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan mengikat.

c). Uap Silika (Silika Fume)

Uap silika terpadatkan (Condensed Silica Fume, CSF) adalah produk samping dari proses fusi

(smelting) dalam produksi silikon metal dan amalgam ferrosilikon (pada pabrik pembuatan

mikrochip untuk komputer). Juga disebut siliks fume (SF), microsilika, silica fume dust,

amorphous silica, dan sebagainya. Namun SF yang dipakai untuk beton adalah yang

mengandung lebih dari 75% silikon. Secara umum, SF mengandung SiO2 86-96%, ukuran

butir rata-rata 0,1-0,2 micrometer, dan strukturnya amorphous (bersifat reaktif dan tidak

terkristalisasi). Ukuran siliks fume ini lebih halus dari pada asap rokok. Silika fume berbentuk

seperti fly ash tetapi ukurannya lebih kecil sekitar seratus kali lipatnya. SF bisa didapat dalam

bentuk bubuk, dipadatkan atau cairan yang dicampurkan dengan air 50%. Berat jenisnya sekitar

2,20 tetapi bulk density hanya 200-300 kg/m³. Specific suface area sangat besar, yaitu 15-25

m²/g.

Universitas Sumatera Utara


SF bisa dipakai sebagai pengganti sebagian semen, meskipun tidak ekonomis. Kedua

sebagai bahan tambahan untuk memperbaiki sifat beton, baik beton segar maupun beton

keras.Untuk beton normal dengan kadar semen di atas 250 kg/m³, kebutuhan air bertambah

dengan ditambahnya SF. Campuran lebih kohesif. Pada slump yang sama, lebih banyak energi

dibutuhkan untuk menghasilkan aliran tertentu. Ini mengindikasikan stabilitas lebih baik dari

beton cair. Perdarahan (bleeding) sangat berkurang sehingga perlu perawatan dini untuk

mencegah retak susut plastis, khususnya pada cuaca panas dan berangin. SF baisanya dipakai

bersama super plastisizer. Beton dari SF memperlihatkan kekuatan awal yang rendah. Namun

perawatan temperatur tinggi memberi pengaruh percepatan yang besar. Potensi kekuatan

adalah 3 sampai 5 kali dari semen portland per unit massa sehingga untuk kekuatan yang sama,

umur 28 hari memberikan faktor air semen yang lebih besar. Panas hidrasi juga 2 kali lebih

besar, namun karena potensi kekuatan tinggi, evolusi panas total bisa lebih rendah bila kadar

semen dikurangi. Jadi beton dengan kekuatan tinggi (diatas 100 Mpa) dapat dihasilkan. Sifat

mekanis lainnya seperti kuat tarik dan lentur dan modulus elastisitas berkaitan dengan kuat

tekan seperti halnya beton dari semen portland.

II.3.3.4.2 bahan tambah lainnya

Untuk mencapai hasil ataupun mengetahui pengaruh dari penggunnaan material Saat ini mulai

dilakukan pengujian penambahan material – material tertentu. Bahan tersebut ditambahkan ke

dalam campuran beton dengan berbagai tujuan, antara lain untuk mengurangi pemakaian

semen, agregat halus maupun agregat kasar. Cara pemakaiannya pun berbeda-beda, sebagai

bahan pengganti sebagian agregat atau sebagai tambahan pada campuran untuk mengurangi

pemakaian agregat.

Universitas Sumatera Utara


a) Serabut kelapa

Sabut kelapa merupakan bagian yang cukup besar dari buah kelapa, yaitu 35 % dari

berat keseluruhan buah. Sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus yang

menghubungkan satu serat dengan serat lainnya. Serat adalah bagian yang berharga

dari sabut. Setiap butir kelapa mengandung serat 525 gram (75 % dari sabut), dan

gabus 175 gram (25 % dari sabut). Satu butir buah kelapa menghasilkan 0,4 kg sabut

yang mengandung 30% serat. Komposisi kimia sabut kelapa terdiri atas selulosa,

lignin, pyroligneous acid, gas, arang, ter, tannin, dan potasium (Rindengan et al., 1995)

Komposisi kimia sabut kelapa terdiri atas selulosa, lignin, pyroligneous acid, gas, arang, tannin,

dan potasium.

Tabel 2.5 Komposisi Serat Sabut Kelapa

Parameter Hasil Uji Metode Uji

Komposisi (%)

Kadar Abu 2.02 SNI 14-1031-1989

Kadar Lignin ( Metode Klason) 31.48 SNI 14-0492-1990

Kadar Sari 3.41 SNI 14-1032-1989

Kadar Alfa Selulosa 32.64 SNI 14-0444-1989

Kadar Total Selulosa 55.34 Metoda Internal BBPK

Kadar Pentosan sebagai Hemiselulosa 22.70 SNI 01-1561-1989

Kelarutan dalam NaOH 1 % 20.48 SNI 19-1938-1990

Sumber : Sunario, 2008 dalam ( Laboratorium Balai Besar Pulp dan Kertas)

Dilihat sifat fisisnya sabut kelapa terdiri dari:

1. Seratnya terdiri dari serat kasar dan halus dan tidak kaku.

2. Mutu serat ditentukan dari warna dan ketebalan.

3. Mengandung unsur kayu seperti lignin, tannin dan zat lilin.

Universitas Sumatera Utara


Selama ini pemanfaatan serat sabut kelapa hanya digunakan untuk industri rumah tangga sekala

kecil. Misalnya baham pembuatan sapu, tali, keset dan alat-alat rumah tangga lainnya.

b) Abu Kulit Gabah (Rice Husk Ash)

Kulit gabah dari penggilingan padi dapat digunakan sebagi bahan bakar dalam proses

produksi. Kulit gabah terdiri dari 75% bahan mudah terbakar dan 25% berat akan berubah

menjadi abu. Abu ini dikenal dengan dengan Rice Husk Ash (RHA) yang mempunyai

kandungan silika reaktif sekitar 85 – 90%.

Untuk membuat abu kulit gabah menjadi silika reaktif yang dapat digunakan sebagai

material pozzolan dalam beton maka diperlukan kontrol pembakaran yang baik. Temperatur

pembakaran tidak boleh melebihi 800°C sehingga dapat dihasilkan RHA yang terdiri dari silika

yang tidak terkristalisasi. Jika kulit gabah ini terbakar hingga suhu lebih dari 850°C maka akan

menghasilkan abu yang sudah terkristalisasi menjadi arang dan tidak reaktif lagi sehingga tidak

mempunyai sifat pozzolan.

RHA kemudian dapat digiling untuk mendapatkan ukuran butiran yang halus. RHA sebagai

bahan tambahan dapat digunakan dengan mencampurkannya pada semen atau hanya memakai

air kapur sebagai campuran untuk mendapatka beton dengan kuat tekan rendah.

c) Limbah Karet

Cacahan karet ban merupakan salah satu bahan tambah ataupun pengganti pada agregat

yang akhir –akhir ini mulai diteliti dampak penggunaannya terhadap campuran pada beton.

Penggunaan cacahan karet ban ini dapat diperlakukan sebagai pengganti agregat kasar ataupun

halus tergantung pada besar butiran cacahan karet yang digunakan.

Dampak tahap awal yang diharapkan dari penggunaan cacahan karet ban ini adalah

didapatnya nilai perilaku mekanik beton yang setara ataupun mendekati dengan beton normal.

Sehingga didapat penghematan agregat dalam campuran beton tersebut.

Universitas Sumatera Utara


d) Bahan serat

Selain limbah dan industri metal, bahan serat (fiber) dapat pula meningkatkan kinerja

beton, yang dikenal dengan beton berserat. Disini serat berfungsi sebagai tulangan mikro yang

melindungi beton dari keretakan, meningkatkan kuat tarik dan lentur secara tak langsung. Serat

juga meningkatkan kekuatan tekan dan daktilitas beton, meningkatkan kekedapan beton, serta

meningkatkan daya tahan beton terhadap beban bertulang dan beban kejut. Sistem tulangan

mikro yang terbuat dari serat-serat ini bekerja berdasarkan prinsip-prinsip mekanis, yaitu

berdasar pada ikatan (bond) anatar serat dan beton, bukan secara kimiawi. Oleh karenanya,

material komposit beton berserat akan menjadi bahan yang tak mudah retak.

Proses kimiawi dalam beton tidak akan terpengaruh dengan adanya serat dan tidak akan

merugikan proses pengerasan beton dalam jangka pendek maupun panjang. Beberapa jenis

bahan serat yang dapat dipergunakan dalam beton, antara lain serat alami (rami, abaca), serat

sintetis (polyproplene. polyester), nylon), serat baja, dan fiber glass.

Meningkatkan kuat tarik dan lentur, meningkatkan daktilitas dan kemampuan menyerap energi

saat berdeformasi, mengurangi retak akibat susut beton, Meningkatkan ketahanan fatigue

(beban berulang) dan meningkatkan ketahanan impact (beban tumbukan) merupakan beberapa

keunggulan beton berserat.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Umum

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kajian eksperimental yang dilakukan

di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara

dan Laboratorium Noise / Vibration Program Magister Teknik Mesin Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara untuk pengujian kebisingan. Secara umum urutan tahap penelitian

ini meliputi :

a. Penyediaan bahan penyusun beton.

b. Pemeriksaan bahan.

c. Pengujian waktu ikat semen.

d. Perencanaan campuran beton (Mix Design).

e. Pembuatan benda uji.

f. Pemeriksaan nilai slump.

g. Pengujian kuat tekan beton umur 28 hari.

h. Pengujian kuat tarik beton umur 28 hari.

i. Pengujian kebisingan setelah umur 28 hari.

Universitas Sumatera Utara


Mulai

Pemeriksaan Bahan

Pengujian Waktu Ikat


Semen

Mix Design

Pengecoran

Pencetakan

Pengeringan (24 jam)

Perendaman (28 hari)

Pengujian Kuat Tekan,


Tarik Beton

Pengujian kebisingan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Beton Normal

Universitas Sumatera Utara


Mulai

Pemeriksaan Bahan

Pengujian Waktu Ikat


Semen

Mix Design

Pengecoran
Dengan penambahan serabut kelapa

Pencetakan

Pengeringan (24 jam)

Perendaman (28 hari)

Pengujian Kuat Tekan ,Tarik


Beton

Pengujian kebisingan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Beton dengan penambahan serabut kelapa

Universitas Sumatera Utara


III .2 Bahan-bahan penyusun beton

Bahan penyusun beton terdiri dari semen portland, agregat halus, agregat kasar dan air.

Sering pula ditambah bahan campuran tambahan yang sangat bervariasi untuk mendapatkan

sifat-sifat beton yang diinginkan. Biasanya perbandingan campuran yang digunakan adalah

perbandingan jumlah bahan penyusun beton yang lebih ekonomis dan efektif.

III.2.1 Semen Portland

Semen yang dipakai dalam penelitian ini adalah semen tipe I yang diproduksi oleh PT.

SEMEN PADANG dalam kemasan 1 zak 50 kg.

III.2.2 Agregat Halus

Agregat halus (pasir) yang dipakai dalam campuran beton dilakukan pemeriksaan,

meliputi :

 Analisa ayakan pasir

 Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian pasir lewat ayakan no.200)

 Pemeriksaan kandungan organik (colometric test)

 Pemeriksaan kadar liat (clay lump)

 Pemeriksaan berat isi pasir

 Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi pasir

Analisa Ayakan Pasir

a. Tujuan :

Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus kehalusan

pasir (FM)

b. Hasil pemeriksaan :

Modulus kehalusan pasir (FM) : 3.174

Pasir dapat dikategorikan pasir kasar.

Universitas Sumatera Utara


c. Pedoman :

% Komulatif tertahan hingga ayakan 0.15 mm


FM 
100

Berdasarkan nilai modulus kehalusan (FM), agregat halus dibagi dalam beberapa kelas,

yaitu :

 Pasir halus : 2.20 < FM < 2.60

 Pasir sedang : 2.60 < FM < 2.90

 Pasir kasar : 2.90 < FM < 3.20

Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Pasir Lewat Ayakan No.200)

a. Tujuan :

Untuk memeriksa kandungan lumpur pada pasir.

b. Hasil pemeriksaan :

Kandungan lumpur : 4.12% < 5% , memenuhi persyaratan.

c. Pedoman :

Kandungan Lumpur yang terdapat pada agregat halus tidak dibenarkan

melebihi 5% (dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 5% maka pasir harus

dicuci.

Pemeriksaan Kandungan Organik

a. Tujuan :

Untuk memeriksa kadar bahan organik yang terkandung di dalam pasir.

b. Hasil pemeriksaan :

Warna kuning terang (standar warna No.3), memenuhi persyaratan.

c. Pedoman :

Universitas Sumatera Utara


Standar warna No.3 adalah batas yang menentukan apakah kadar bahan organik pada pasir

lebih kurang dari yang disyaratkan.

Pemeriksaan Clay Lump Pada Pasir

a. Tujuan :

Untuk memerisa kandungan liat pada pasir.

b. Hasil pemeriksaan :

Kandungan liat 0.51% < 1% , memenuhi persyaratan.

c. Pedoman :

Kandungan liat yang terdapat pada agregat halus tidak boleh melebihi 1% (dari berat

kering). Apabila kadar liat melebihi 1% maka pasir harus dicuci.

Pemeriksaan Berat Isi Pasir

a. Tujuan :

Untuk menentukan berat isi (unit weight) pasir dalam keadaan padat dan

longgar.

b. Hasil pemeriksaan :

Berat isi keadaan rojok / padat : 1654.774 kg/m3

Berat isi keadaan longgar : 1619.443 kg/m3

c. Pedoman :

Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi pasir dengan cara merojok lebih besar

daripada berat isi pasir dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa pasir akan lebih padat

bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui berat isi pasir maka kita dapat

mengetahui berat pasir dengan hanya mengetahui volumenya saja.

Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Pasir

a. Tujuan :

Untuk menetukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air (absorbsi) pasir.

Universitas Sumatera Utara


b. Hasil pemeriksaan :

 Berat jenis SSD : 2477 kg/m3

 Berat jenis kering : 2419 kg/m3

 Berat jenis semu : 2563 kg/m3

 Absorbsi : 2.35%

c. Pedoman :

Berat jenis SSD merupakan perbandingan antara berat pasir dalam keadaan SSD dengan

volume pasir dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (Saturated Surface Dry) di mana

permukaan pasir jenuh dengan uap air sedangkan dalamnya kering, keadaan pasir kering di

mana pori-pori pasir berisikan udara tanpa air dengan kandungan air sama dengan nol,

sedangkan keadaan semu di mana pasir basah total dengan pori-pori penuh air. Absorbsi

atau penyerapan air adalah persentase dari berat pasir yang hilang terhadap berat pasir

kering di mana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering.

Hasil pengujian harus memenuhi :

Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu.

III.2.3 Agregat Kasar

Agregat kasar (batu pecah) yang dipakai dalam campuran beton diperoleh dari quarry sei

Wampu, Binjai., dengan syarat ukuran butirannya lolos ayakan 38.1 mm dan tertahan di ayakan

4.76 mm. Pemeriksaan yang dilakukan pada agregat kasar meliputi :

 Analisa ayakan batu pecah

 Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian lewat ayakan No.200)

 Pemeriksaan keausan menggunakan mesin pengaus Los Angeles

 Pemeriksaan berat isi batu pecah

 Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi batu pecah

Universitas Sumatera Utara


Analisa Ayakan Batu Pecah

a. Tujuan :

Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus kehalusan

(fineness modulus / FM) kerikil.

b. Hasil pemeriksaan :

FM : 7.45

5.5 < 7.45 < 7.5 , memenuhi persyaratan.

c. Pedoman :

% kumulatif tertahan hingga ayakan 0.150 mm


1. FM 
100

2. Agregat kasar untuk campuran beton adalah agregat kasar dengan modulus

kehalusan (FM) antara 5.5 sampai 7.5.

Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Kerikil Lewat Ayakan no.200)

a. Tujuan :

Untuk memeriksa kandungan lumpur pada kerikil.

b. Hasil pemeriksaan :

Kandungan lumpur : 0.96% < 1% , memenuhi persyaratan.

c. Pedoman :

Kandungan Lumpur yang terdapat pada agregat kasar tidak dibenarkan melebihi 1%

(ditentukan dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 1% maka pasir harus dicuci.

Pemeriksaan Keausan Dengan Mesin Los Angeles

a. Tujuan :

Untuk memeriksa ketahanan aus agregat kasar.

b. Hasil pemeriksaan :

Universitas Sumatera Utara


Persentase keausan : 17.55% < 50%

c. Pedoman :

berat awal  berat akhir


1. % keausan  x 100%
berat awal

2. Pada pengujian keausan dengan mesin pengaus Los Angeles, persentase

keausan tidak boleh lebih dari 50%.

Pemeriksaan Berat Isi Batu Pecah

a. Tujuan :

Untuk memeriksaan berat isi (unit weight) agregat kasar dalam keadaan padat

dan longgar.

b. Hasil pemeriksaan :

Berat isi keadaan rojok / padat : 1498.081 kg/m3

Berat isi keadaan longgar : 1475.610 kg/m3

c. Pedoman :

Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi batu pecah dengan cara merojok lebih

besar daripada berat isi dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa kerikil akan lebih

padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui berat isi batu pecah maka kita

dapat mengetahui berat batu becah dengan hanya mengetahui volumenya saja.

Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Batu Pecah

a. Tujuan :

Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air (absorbsi) batu pecah.

b. Hasil pemeriksaan :

 Berat jenis SSD : 2587 kg/m3

 Berat jenis kering : 2569 kg/m3

 Berat jenis semu : 2618 kg/m3

 Absorbsi : 0.78%

Universitas Sumatera Utara


c. Pedoman :

Berat jenis SSD merupakan perbandingan antara berat batu pecah dalam keadaan SSD

dengan volume batu pecah dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (Saturated Surface Dry) di

mana permukaan batu pecah jenuh dengan uap air, keadaan batu pecah kering di mana pori

batu pecah berisikan udara tanpa air dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan

keadaan semu di mana pasir basah total dengan pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan

air adalah persentase dari berat batu pecah yang hilang terhadap berat batu pecah kering, di

mana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering.

Hasil pengujian harus memenuhi :

Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu.

III.2.4 Air

Air yang digunakan dalam pembuatan sampel adalah air yang berasal dari sumber air yang

bersih. Secara pengamatan visual air yang dapat pembuatan beton yaitu air yang jernih, tidak

berwarna dan tidak mengandung kotoran-kotoran seperti minyak dan zat organik lainnya.

Dalam penelitian ini air yang dipakai adalah berasal dari PDAM Tirtanadi, di Laboratorium

Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU.

III.2.5 Serabut Kelapa

Serabut kelapa yang digunakan dalam penelitian ini adalah Serabut kelapa kering yang

terlebihi dahulu di rendam. Selama ini pemanfaatan serat sabut kelapa hanya digunakan untuk

industri rumah tangga sekala kecil. Misalnya baham pembuatan sapu, tali, keset dan alat-alat

rumah tangga lainnya.. Dalam penelitian ini serabut kelapa digunakan sebagai bahan tambah

dalam campuran beton. Sebelum digunakan serabut ini masih berukuran panjang. Pada

Universitas Sumatera Utara


penelitian ini serabut kelapa dipotong dengan ukuran sekitar 3 cm dengan menggunakan

gunting.

III.3 Perencanaan Campuran Beton (Mix Design)

Perencanaan campuran beton dimaksudkan untuk mengetahui komposisi atau proporsi

bahan-bahan penyusun beton. Proporsi bahan-bahan penyusun beton ini ditentukan melalui

sebuah perancangan beton (mix design). Hal ini dilakukan agar proporsi campuran dapat

memenuhi syarat teknis secara ekonomis. Dalam menentukan proporsi campuran dalam

penelitian ini digunakan metode Departemen Pekerjaan Umum yang berdasarkan pada SK SNI

T-15-1990-03.

Kriteria dasar perancangan beton dengan menggunakan metode Departemen Pekerjaan

Umum ini adalah kekuatan tekan dan hubungan dengan faktor air semen. Perhitungan mix

design secara lengkap dapat dilihat pada lampiran. Dari hasil perhitungan mix design tersebut

diperoleh perbandingan campuran beton antara semen : pasir : kerikil : air = 1,00 : 1,78 : 2,54

: 0,55

III.4 Penyediaan Bahan Penyusun Beton

Setelah dilakukan pemeriksaan karakteristik terhadap bahan pembuatan beton seperti

pasir, batu pecah, semen dan bahan tambahan yang akan digunakan untuk mendapatkan mutu

material yang baik sesuai dengan persyaratan yang ada, maka penyediaan bahan penyusun

beton adalah disaring, dicuci dan dijemur hingga kering permukaan. Kemudiaan bahan tersebut

disimpan dalam kotak dan ditempatkan di ruangan tertutup, hal ini untuk menghindari

pengaruh cuaca luar yang dapat merusak bahan ataupun mengakibatkan perbedaan kualitas

bahan.

Sehari sebelum dilakukan pengecoran benda uji bahan yang telah dipersiapkan tersebut

ditimbang berapa beratnya sesuai dengan variasi campuran yang ada dan diletakkan dalam

wadah yang terpisah untuk mempermudah pelaksanaan pengecoran yang dilakukan.

Universitas Sumatera Utara


III.5 Pembuatan Benda Uji

Pembuatan benda uji terdiri dari empat variasi campuran untuk percobaan, yaitu

campuran normal tanpa bahan pengganti, campuran dengan penambahan serabut kelapa

sebesar 5%; 10%; 15% dan 20% dari volume beton.

Setelah semua bahan selesai disediakan, hidupkan mesin molen dan masukkan

campuran beton sembarang ke dalamnya yang berfungsi untuk membasahi mesin tersebut

supaya adukan beton yang sebenarnya tidak berkurang. Setelah ± 30 detik, campuran tersebut

di buang. Untuk beton normal, langkah pertama masukkan agregat halus dan semen selama ±

30 detik supaya agregat halus dan semen tercampur rata. Kemudian air dimasukkan sebagian-

sebagian ke dalam molen secara menyebar, hal ini dilakukan supaya air tidak hanya tercampur

di beberapa tempat dan menyebabkan adukannya tidak rata (menggumpal). Selanjutnya

masukkan batu pecah dan biarkan mesin molen selama ± 1 menit sampai campuran beton

benar-benar tercampur secara merata dan homogen.

Adukan yang sudah tercampur merata, dituangkan ke dalam sebuah pan besar yang

tidak menyerap air, dan kemudian adukan diukur kekentalannya dengan menggunakan metode

slump test dari kerucut Abrams-Harder. Setelah pengukuran nilai slump, campuran beton

dimasukkan ke dalam cetakan silinder yang berukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 dengan

cara dibagi dalam tiga tahapan, dimana masing-masing tahapan diisi 1/3 bagian dari cetakan

silinder dan lalu dipadatkan dengan menggunakan alat vibrator.

Setelah umur beton 24 jam, cetakan silinder dibuka dan mulai dilakukan perawatan

beton dengan cara direndam dalam bak perendaman sampai pada masa yang direncanakan

untuk melakukan pengujian.

Universitas Sumatera Utara


III.6 Penggunaan serabut kelapa

Pada tugas akhir saya ini, penggunaan serabut kelapa yang saya gunakan sebagai bahan

tambah pada beton normal.

Adapun variasi yang digunakan adalah : 0%, 5%, 10%, 15%, 20%.

Cara penghitungan berat serabut kelapa yang digunakan yaitu (M2=% M1)

Dimana diketahui, volume total silinder beton = 0,215 mᶾ, berat isi serabut kelapa = 32.44

kg/m3.

Rumus yang dipakai :

(M2 = % M1 x Berat isi serabut kelapa)….……………………………….. (3.1)

Dimana :

M1 = Volume total silinder beton

M2 = Berat serabut kelapa yang dipakai

Dan kebutuhan steel slag yang digunakan adalah :

a. Variasi I : kosong (M2=0% M1)

b. Variasi II : (M2 = 5% M1 x Berat isi serabut kelapa )

M2 = 0.349 kg

c. Variasi III : (M2 = 10% M1 x Berat isi serabut kelapa )

M2 = 0.697 kg

d. Variasi IV : (M2=20% M1 x Berat isi serabut kelapa)

M2 = 1.046 kg

e. Variasi V : (M2=20% M1 x Berat isi serabut kelapa)

M2 = 1.3949 kg

III.7 Pengujian Sampel

Universitas Sumatera Utara


Pengujian yang dilakukan adalah pengujian kuat tekan beton,kuat tarik beton, dan

peredaman suara.

III.7.1 Uji Kuat Tekan Beton

Pengujian dilakukan pada umur beton 28 hari untuk tiap variasi beton sebanyak 4

buah. Sehari sebelum pengujian sesui umur rencana, silinder beton dikeluarkan dari bak

perendaman. Sebelum dilakukan uji kuat tekan, benda uji ditimbang beratnya. Pengujian kuat

tekan beton dilakukan dengan menggunakan mesin kompres elektrik berkapasitas 200 ton yang

digerakkan secara manual.

Kekuatan tekan benda uji beton dihitung dengan rumus :

𝑃
𝑓 ′𝑐 = ......................................................................(3.2)
𝐴

dimana : f’c = Kekuatan tekan (kg/cm2)

P = Beban tekan (kg)

A = Luas permukaan benda uji (cm2)

30 cm

Universitas Sumatera Utara


15 cm

Gambar 3.3 Benda Uji Silinder

III.7.2 Uji Kuat Tarik Beton

Konstruksi beton yang dipasang mendatar sering menerima beban tegak lurus sumbu

bahannya dan sering mengalami rekahan (splitting). Hal ini terjadi karena daya dukung beton

terhadap gaya lentur tergantung pada jarak dari garis berat beton, makin jauh dari garis berat

makin kecil daya dukungnya.

Kekuatan tarik belah relatif rendah, untuk beton normal berkisar antara 9%-15% dari

kuat tekan. Penggujian kuat tarik beton dilakukan melalui pengujian split cilinder. Nilai

pendekatan yang diperoleh dari hasil pengujian berulang kali mencapai kekuatan 0,50-0,60 kali

√fc’, sehingga untuk beton normal digunakan nilai 0,57 √fc’. Pengujian tersebut menggunakan

benda uji silinder beton berdiameter 150 mm dan panjang 300 mm, diletakkan pada arah

memanjang di atas alat penguji kemudian beban tekan diberikan merata arah tegak dari atas

pada seluruh panjang silinder. Apabila kuat tarik terlampaui, benda uji terbelah menjadi dua

bagian dari ujung ke ujung. Tegangan tarik yang timbul sewaktu benda uji terbelah disebut

sebagai spilt cilinder strength. Besarnya tegangan tarik belah beton (tegangan rekah beton)

dapat dihitung dengan rumus :


Fct  .......................................................................................(3.3)
πDL

di mana : Fct = Tegangan rekah beton (kg/cm)

P = Beban maksimum (kg)

L = Panjang silinder (cm)

D = Diameter (cm)

Universitas Sumatera Utara


A

Gambar 3.4 Uji Split Cylinder

III.7.3 Uji peredaman suara

Uji peredaman suara mengguanakan alat impedance tube dengan ASTM 1050,

ISO 10543-2:1998.

Gambar 3.5. impedance tube

Universitas Sumatera Utara


Penyerap jenis berserat adalah penyerap yang paling banyak dijumpai, sebagai contoh

jenis selimut mineral wool (rockwool atau glasswool). Penyerap jenis ini mampu menyerap

bunyi dalam jangkauan frekuensi yang lebar dan lebih disukai karena tidak mudah terbakar.

Namun kelemahanya terletak pada model permukaan yang berserat sehingga harus digunakan

dengan hati-hati agar lapisan serat tidak rusak/cacat dan kemungkinan terlepasnya serat-serat

halus ke udara karena usia pemakaian.

III.7.3.1 KOEFISIEN SERAP BUNYI

Konsep dari penyerapan bunyi (Acoustic Absorption) merujuk kepada kehilangan

energi yang terjadi ketika sebuah gelombang bunyi menabrak dan dipantulkan dari suatu

permukaan benda. Kata “ Absorpsi” sering digunakan oleh orang-orang dengan mengakaitkan

aksi dari sebuah Bunga Karang ketika terendam air. Jika suatu gelombang suara bertemu atau

menumbuk suatu permukaan bahan, maka suara tersebut akan dipantulkan, diserap, dan

diteruskan atau ditransmisikan oleh bahan tersebut. Besarnya energi suara yang yang

dipantulkan, diserap, atau diteruskan bergantung jenis dan sifat dari bahan atau material

tersebut. Pada umumnya bahan yang berpori (porous material) akan menyerap energi suara

yang lebih besar dibandingkan dengan jenis bahan lainnya, karena dengan adanya pori-pori

tersebut maka gelombang suara dapat masuk kedalam material tersebut. Energi suara yang

diserap oleh bahan akan dikonversikan menjadi bentuk energi lainnya, pada umumnya diubah

menjadi energi kalor.

Efisiensi penyerapan bunyi suatu bahan pada frekuensi tertentu dinyatakan oleh koefesien

absorbsi bunyi. Koefisien ini dinyatakan dengan α (Alpha), nilai α dapat berada diantara 0 dan

1 pada suatu frekuensi tertentu. Adalah suatu kebiasaan standar untuk membuat daftar nilai

koefesien serap bunyi pada wakil frekuensi standar yang meliputi bagian yang paling penting

dari jangkauan frekuensi audio, yaitu pada 250Hz, 500Hz, 1000Hz, 1500Hz, dan 2000 Hz.

Penyerapan bunyi suatu permukaan diukur dalam Sabin. Satu sabin menyatakan satu

Universitas Sumatera Utara


permukaan seluas 1 ft2 (atau 1 m2) yang mempunyai koefesien penyerapan α = 1,0. Sebagai

contoh, suatu permukaan akustik seluas 11 m2 dan mempunyai α = 0,5, maka penyerapan

permukaannya adalah Sα = 11 x 0,50 = 5,5 m2 dan material tersebut menyerap 65 0/0 bunyi

yang datang padanya. Untuk kualitas pengujian serapan bunyi suatu bahan akustik, sangat

dipengaruhi oleh ketebalan, kepadatan, porositas, serta orientasi perletakan bahan. Dalam

mengukur koefisien serapan bunyi pada material metode standard yang sering digunakan,

antara lain:

Metode tabung impedansi (resonator)

Secara eksperimental, pengujian dan pengambilan data untuk mendapatkan koefisien serap

bunyi dari material dilakukan dengan menggunakan tabung impedansi dan alat-alat pendukung

lainnya. Skematis dan set up alat untuk pengujian koefisien serap bunyi ditunjukkan pada

gambar 3.6.

Gambar 3.6. Skema alat uji Tabung Impedansi.

Prosedur Pengujian

Prosedur pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Siapkan semua peralatan uji dengan diatur sesuai gambar set up peralatan pengujian.

Universitas Sumatera Utara


2. Masukkan spesimen uji dalam tabung impedansi, yaitu ditengah ruang uji dengan posisi

tegak lurus terhadap arah ruang tabung.

3. Pengukuran dilakukan pada frekuensi 250Hz, 500Hz, 1000Hz, 1500Hz, dan 2000 Hz.

4. Hubungkan mikropon 1 dan mikropon 2 pada pre-amp mic channel 1 dan 2.

5. Hubungkan output chanel pre-amp mic ke chanel 1 dan chanel 2 pada labjack.

6. Hubungkan Labjack ke port USB pada Laptop lalu buka Software DAQFaqtory untuk

menganalisis sinyal.

7. Pada DAQFaqtory buka program Sound Recorder 4ch.

8. Untuk membangkitkan sinyal bunyi, buka program ToneGen. Bunyi yang dikeluarkan

berupa pure tone.

9. Atur frekuensi pada ToneGen lalu buka kembali DAQFaqtory untuk melihat grafik

tegangan suara pada masing-masing mikropon.

10. Klik Start/Stop Save untuk Logging data. Data grafik akan otomatis tersimpan dalam

drive (D:) pada laptop.

11. Ambil nilai amplitudo maksimum pada masing-masing mikropon (A dan B) untuk

dihitung koefisien absorpsinya.

12. Hitung nilai koefisien serap bunyi dengan rumus:

4
𝛼=
𝐴1 𝐴2
2+ +
𝐴2 𝐴1
Dimana :

A = Tegangan Maksimum Pengukuran

B = Tegangan minimum Pengukuran

A1 = Tegangan Maksimal pada tabung impedansi ( A + B )

A2 = Tegangan Minimum pada tabung impedansi ( A – B )

13. Ulangi prosedur diatas untuk frekuensi dan sampel yang berbeda.

Universitas Sumatera Utara


14. Masukkan data yang telah dihitung ke dalam tabel dan di plot ke dalam bentuk grafik

agar dapat melihat perbandingan koefisien serap bunyi pada frekuensi yang berbeda

dan pada masing-masing sampel.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Nilai Slump

Nilai slump selalu dihubungkan dengan kemudahan pengerjaan beton

(workabilitas), hal ini dipengaruhi beberapa faktor antara lain :

 Gradasi dan bentuk permukaan agregat

 Faktor air semen

 Volume udara pada adukan beton

 Karakteristik semen

 Bahan tambahan

Hasil pengujian nilai slump dan penambahan serabut kelapa dapat dilihat pada

tabel 4.1.

Tabel 4.1. Nilai Slump berbagai jenis beton

Kadar serabut Nilai slump

kelapa (cm)

0% 8

5% 4

10% 3

15% 2

20% 2

Universitas Sumatera Utara


10 8 nilai slump

Nilai Slump ( cm )
8
6 4
4 3
2 2
2
0
0% 5% 10% 15% 20%
Persentase serabut kelapa

Gambar 4.1 Grafik nilai slump terhadap variasi Serabut kelapa

Dari gambar 4.1 dapat dilihat bahwa dengan meningkatnya persentase pemakaian serabut

kelapa maka nilai slump turun, hal ini disebabkan oleh bahan tambahan serabut kelapa yang

tinggi mengakibatkan volume udara dan faktor air semennya turun hal ini sesuai dengan sifat

serabut kelapa yang memiliki daya serap air tinggi.

IV.2 Kuat Tekan Silinder Beton

Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 28 hari yang dimaksudkan

untuk mendapatkan gambaran perkembangan kekuatan tekan beton dengan menggunakan

bahan tambahan serabut kelapa dan hasilnya dibandingkan dengan beton normal.

Tabel 4.2 Kuat Tekan Silinder

Berat %
rata - kuat penurunan
Variasi rata tekan kuat tekan
Penambahan Simbol (kg) (kg/cm²) B-0

0% B-0 12,8 25.90 100

5% B-1 12,46 22.49 86.84

10% B-2 12,38 17.46 67.43

15% B-3 12,20 12.59 48.62

20% B-4 11,92 7.9 30.52

Universitas Sumatera Utara


Pengaruh penambahan serabut kelapa terhadap kuat
tekan
30

25 25.9

kuat tekan ( kg/cm 2)


22.49
20
17.46
15
12.59
10
7.9
5

0
0% 5% 10% 15% 20%
Persentase Serabut Kelapa

Gambar 4.2 Grafik kuat tekan terhadap variasi Serabut kelapa

Dari hasil pengujian silinder beton pada umur 28 hari diperoleh hasil bahwa terjadi

penurunan kekuatan pada setiap penambahan serabut kelapa . Sehingga didapat grafik yang

semakin menurun seiiring penambahan serabut kelapa . Kuat tekan tertinggi yang terjadi pada

substitusi serabut kelapa 5% sebesar 22.49 kg/cm². dan kuat tekan terendah 20% sebesar 7.9

kg/cm². Penurunan nilai kuat tekan pada setiap penambahan sabut kelapa diakibatkan oleh

semakin banyak serat yang dimasukkan ke dalam adukan beton maka akan mengurangi volume

beton yang seharusnya diisi oleh pasta semen.

IV.3 Pola Retak Pada Pengujian Kuat Tekan

Pada pengujian kuat tekan silinder beton ditemui satu kasus yang menarik untuk

dicermati yaitu pola retak pada benda uji silinder beton seperti yang terlihat pada Gambar 4.3.

Pola retak yang terjadi pada penelitian kuat tekan silinder adalah pola retak cone and shear .

Dimana pola retak tersebut dapat dilihat pada gambar 4.3.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.3 Pola retak cone and shear pada pengujian kuat tekan silinder beton dalam

penelitian.

Dimana pola retak yang terjadi menurut ASTM C 39 ada lima kemungkinan,

seperti terlihat pada gambar 4.4

a. kerucut (cone) b. kerucut dan terbelah c. kerucut dan geser


(cone dan split) (cone dan shear)

d. geser (shear) e. kolom (columnar)

Gambar 4.4. Gambar pola retak yang mungkin terjadi pada silinder beton

Universitas Sumatera Utara


Pola retak yang ideal diharapkan adalah yang berbentuk kerucut (cone). Karena pola

retak yang berbentuk kerucut menunjukkan kepadatan benda uji silinder merata dan

permukaannya benar-benar datar, sehingga penyebaran tekanan pada saat pengujian kuat tekan

terjadi secara merata pada seluruh permukaan yang kemudian disalurkan merata pula pada

seluruh bagian silinder.

Pada beberapa permukaan sillinder terdapat permukaan yang tidak merata, hal ini

disebabkan karena adanya penyusutan yang terjadi pada beton pada saat proses pengikatan,

sehingga permukaannya menurun dari keadaan semula. Oleh karena itu, untuk mendapatkan

hasil pengujian yang maksimal pada benda uji, maka sebelum dilakukan pengujian benda uji

dicapping yang bertujuan untuk mendapatkan permukaan benda uji yang rata.

Hasil pengujian benda uji silinder menunjukkan pola retak yang dominan terjadi adalah

kerucut dan geser (cone dan shear), namun juga terdapat pola retak kerucut dan terbelah. Kasus

ini mengindikasikan bahwa permukaan benda uji kurang datar dan kepadatannya juga kurang

serta daya lekat antara serabut kelapa dengan material lainnya.

IV.4 Uji Kuat Tarik Belah Beton

Pengujian kuat tarik beton dilakukan pada umur 28 hari yang dimaksudkan untuk

mendapatkan gambaran besarnya tegangan tarik beton dengan menggunakan bahan tambahan

slagP dan hasilnya dibandingkan dengan beton normal.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.3 Perhitungan Kuat Tarik Belah Beton dengan penambahan serabut kelapa
Perhitungan Kuat Tarik Belah Beton
Beban Kuat Tarik Belah Beton Kuat Tarik Kuat Tarik
Benda Berat
Variasi Berat Tarik D = 15 3/4D = 1/2D = 1/4D = Belah Belah Rata-
Uji Rata-Rata
Belah cm 11.25 cm 7.5 cm 3.75 cm (kg/cm2) Rata (kg/cm2)
1 13 21.8 56.76 41.14 61.71 123.43 56.61
2 12.9 18.6 26.33 35.10 52.65 105.31 43.88
0% 3 12.8 12.86 17.2 24.35 32.46 48.69 97.38 40.58 44.54
4 12.8 18.4 26.04 34.73 52.09 104.18 43.41
5 12.8 16.2 22.93 30.57 45.86 91.72 38.22
1 12.6 16.2 22.93 30.57 45.86 91.72 38.22
2 12.5 15.8 22.36 29.82 44.73 89.46 37.27
5% 3 12.5 12.5 14.2 20.10 26.80 40.20 80.40 33.50 34.16
4 12.5 14.6 20.67 27.55 41.33 82.66 34.44
5 12.4 11.6 16.42 21.89 32.84 65.68 27.36
1 12.5 14.2 20.10 26.80 40.20 80.40 33.50
2 12.5 13.8 19.53 26.04 39.07 78.13 32.55
10% 3 12.4 12.42 13.2 18.68 24.91 37.37 74.73 31.14 31.52
4 12.4 12.8 18.12 24.16 36.23 72.47 30.20
5 12.3 12.8 18.12 24.16 36.23 72.47 30.20
1 12.3 12.6 17.83 23.78 35.67 71.34 29.72
2 12.3 13 18.40 24.53 36.80 73.60 30.67
15% 3 12.2 12.22 12.6 17.83 23.78 35.67 71.34 29.72 29.82
4 12.2 12.8 18.12 24.16 36.23 72.47 30.20
5 12.1 12.2 17.27 23.02 34.54 69.07 28.78
1 12 11.4 16.14 21.51 32.27 64.54 26.89
2 12 10.6 15.00 20.00 30.01 60.01 25.01
20% 3 12 11.92 10.8 15.29 20.38 30.57 61.15 25.48 24.63
4 11.8 10.2 14.44 19.25 28.87 57.75 24.06
5 11.8 9.2 13.02 17.36 26.04 52.09 21.70

Universitas Sumatera Utara


Pengaruh serabut kelapa terhadap
kuat tarik Belah
kuat tarik ( kg/cm 2) 50 44.54

40 34.16
31.52 29.82
30 24.63

20
kuat tarik
10

0
0% 5% 10% 15% 20%
Persentase serabut kelapa

Gambar 4.5 Grafik kuat tarik belah silinder terhadap penggunaan serabut kelapa

Dari hasil pengujian kuat tarik belah beton pada silinder beton pada umur 28 hari diperoleh hasil
bahwa terjadi penurunan tegangan tarik beton pada setiap penambahan penggunaan serabut
kelapa . Kuat tarik belah tertinggi terjadi pada penggunaan serabut kelapa 5% sebesar 34.16
kg/cm² dan Kuat tarik belah terendah penggunaan serabut kelapa 20 % sebesar 24.63 kg/cm².
Penurunan nilai kuat tarik pada setiap penambahan serat diakibatkan oleh semakin banyak serat
yang dimasukkan ke dalam adukan beton akan semakin mengurangi volume beton yang
seharusnya diisi pasta semen, sehingga daya lekat antar masing-masing bahan penyusun beton
kurang sempurna.
Selain itu serabut kelapa juga memiliki lignin yang banyak dimana Suatu komposit akan
mempunyai sifat fisik atau kekuatan yang baik apabila mengandung sedikit lignin, karena lignin
bersifat kaku dan rapuh. ( Sunario, 2008 Laboratorium Balai Besar Pulp dan Kertas)

IV.5 Uji Peredaman Suara

Pada penelitian ini uji peredaman suara dilakukan dengan menghitung koefisien

serap bunyi dari bahan serat yang digunakan yaitu serabut kelapa dengan frekuensi 500Hz,

1000Hz, 1500Hz, dan 2000Hz. Untuk menghitung koefisien serap bunyi digunakan persamaan

di bawah ini:
𝐴+𝐵
SWR = 𝐴−𝐵 …………………………………………………………… (4.1)

Universitas Sumatera Utara


Dimana :

A = tegangan maksimum pengukuran

B = tegangan minimum pengukuran

4
 .....................................................................................(4.2)
(2  A1/ A2  A2/A1)

Dimana :

A1 = tegangan maksimal pada tabung impedance

= A+B

A2 = tegangan minimal pada tabung impedance

= A-B

Tabel 4.4 Nilai Absorsi Penambahan Serabut Kelapa 0 %

Sampel Beton 100% : Serabut Kelapa 0%


Frekuensi(Hz) A B A1 A2 α
250 1.02447 0.92930 1.95376 0.09517 0.17717
500 2.45474 2.15501 4.60975 0.29973 0.22929
1000 1.45739 1.24536 2.70275 0.21204 0.26981
1500 0.81213 0.60832 1.42045 0.20382 0.43894
2000 0.70005 0.55851 1.25856 0.14154 0.36349

α
1.20
1.00
Koefisien Absobrsi

0.80
0.60
0.40 α

0.20
0.00
0 500 1000 1500 2000 2500
Frekuensi

Gambar 4.6 Grafik nilai Koefisien serap bunyi dengan serabut kelapa 0 % terhadap

frekuensi

Universitas Sumatera Utara


Pada Gambar 4.6 Penambahan serabut kelapa 0 % nilai absorsi tertinggi terjadi pada

frekusensi 1500 hz dimana nilai absorsinya sebesar 0.43894 dan nilai absorsi terkecil terjadi

pada frekuensi 250 Hz dimana nilai absorsinya sebesar 0.17717.

Tabel 4.5 Nilai absorsi Penambahan serabut kelapa 5%

Sampel Beton 95% : Serabut Kelapa 5%


Frekuensi(Hz) A B A1 A2 α
250 1.04036 0.92546 1.96582 0.11490 0.20868
500 2.45474 2.33248 4.78721 0.12226 0.09713
1000 1.54318 1.39155 2.93473 0.15163 0.18686
1500 0.84798 0.36253 1.21051 0.48544 0.81722
2000 0.90551 0.52794 1.43345 0.37757 0.66007

Beton 95% : Serabut Kelapa 5%


1.20
1.00
Koefisien Absorbsi

0.80
0.60
0.40 α

0.20
0.00
0 500 1000 1500 2000 2500
Frekuensi

Gambar 4.7 Grafik nilai Koefisien serap bunyi dengan serabut kelapa 5 % terhadap

frekuensi

Tabel 4.6 Nilai absorsi Penambahan serabut kelapa 10%

Sampel Beton 90% : Serabut Kelapa 10%


Frekuensi(Hz) A B A1 A2 α
250 1.05577 0.86073 1.91650 0.19503 0.33533
500 2.45474 2.05474 4.50947 0.40000 0.29935
1000 1.66484 1.30765 2.97249 0.35719 0.38307
1500 0.74489 0.24087 0.98577 0.50402 0.89544
2000 1.04395 0.76767 1.81162 0.27628 0.45926

Universitas Sumatera Utara


Beton 90% : Serabut Kelapa 10%
1.20

1.00
Koefisien Absorbsi

0.80

0.60
α
0.40

0.20

0.00
0 500 1000 1500 2000 2500
Frekuensi

Gambar 4.8 Grafik nilai Koefisien serap bunyi dengan serabut kelapa 10% terhadap

frekuensi

Tabel 4.7 Nilai absorsi Penambahan serabut kelapa 15%

Sampel Beton 85% : Serabut Kelapa 15%


Frekuensi(Hz) A B A1 A2 α
250 1.10029 0.83317 1.93345 0.26712 0.42661
500 2.45474 2.01474 4.46947 0.44000 0.32636
1000 1.34421 0.77966 2.12386 0.56455 0.66359
1500 0.58668 0.11082 0.69750 0.47586 0.96432
2000 0.57948 0.32058 0.90007 0.25890 0.69395

Beton 85% : Serabut Kelapa 15%


1.20
1.00
Koefisien Absorbsi

0.80
0.60
0.40 α
0.20
0.00
0 500 1000 1500 2000 2500
Frekuensi

Gambar 4.9 Grafik nilai Koefisien serap bunyi dengan serabut kelapa 15% terhadap

frekuensi

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.8 Nilai absorsi Penambahan serabut kelapa 20%

Sampel Beton 95% : Serabut Kelapa 5%


Frekuensi(Hz) A B A1 A2 α
250 1.56236 0.99241 2.55477 0.56994 0.59652
500 2.45474 1.99566 4.45040 0.45907 0.33906
1000 1.63428 0.88693 2.52121 0.74734 0.70547
1500 0.77246 0.15707 0.92953 0.61540 0.95866
2000 0.80543 0.20675 1.01217 0.59868 0.93411

Beton 80% : Serabut Kelapa 20%


1.20
1.00
Koefisiensi Absobsi

0.80
0.60
0.40 α
0.20
0.00
0 500 1000 1500 2000 2500
Frekuensi

Gambar 4.10 Grafik nilai Koefisien serap bunyi dengan serabut kelapa 20% terhadap

frekuensi

Tabel 4.9 Nilai Absorsi penambahan serabut kelapa 5 % , 10 % , 15%, 20%

Sampel koef. Frekuensi (Hz)


(%) absorpsi 250 500 1000 1500 2000
B 80%-SK
α 0.59652 0.33906 0.70547 0.95866 0.93411
20%
B 85%-SK
α 0.42661 0.32636 0.66359 0.96432 0.69395
15%
B 90%-SK
α 0.33533 0.29935 0.38307 0.89544 0.45926
10%
B 95%-SK 5% α 0.20868 0.09713 0.18686 0.81722 0.66007
B 100%-SK
α
0% 0.04152 0.04152 0.13432 0.24303 0.23133

Universitas Sumatera Utara


Beton : Serabut Kelapa
1.2

1
Koefisien Absorpsi

0.8

0.6

0.4

0.2

0
0 500 1000 1500 2000 2500
Frekuensi

B 80%-SK 20% B 85%-SK 15% B 90%-SK 10%


B 95%-SK 15% B 100%-SK 0%

Gambar 4.11 Grafik nilai Koefisien serap bunyi dengan serabut kelapa 0%, 5%, 10%, 15%,

20% terhadap frekuensi

Tabel 4.10 Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien Serap Bunyi untuk setiap penambahan
serabut kelapa 0 %

Benda Uji untuk


Nilai Kuat Tekan Nilai Kuat Tarik Nilai Koefisien
Variasi serabut
(Kg/cm2) (Kg/cm2) Serap Bunyi
kelapa 0 %
Benda Uji 1 24.46 56.61 0.0415197
Benda Uji 2 27.18 43.88 0.134328
Benda Uji 3 25.25 40.58 0.243038
Benda Uji 4 26.50 43.41 0.231326

Universitas Sumatera Utara


Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien
Serap Bunyi untuk Variasi Serabut kelapa 0 %
60

kekuatan Beton (kg/cm2)


50

40 kuat tekan
30 kuat tarik

20

10

0
0 0.1 0.2 0.3
koefisien serap bunyi
Gambar 4.12 Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien Serap Bunyi untuk Variasi
serabut kelapa 0%

Tabel 4.11 Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien Serap Bunyi untuk setiap penmabahan
5 % serabut kelapa

Benda Uji untuk


Nilai Kuat Tekan Nilai Kuat Tarik Nilai Koefisien
Variasi serabut
(Kg/cm2) (Kg/cm2) Serap Bunyi
kelapa 5 %
Benda Uji 1 22.53 38.22 0.33906
Benda Uji 2 22.76 37.27 0.70547
Benda Uji 3 22.99 33.50 0.95866
Benda Uji 4 21.63 34.44 0.93411

Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien


Serap Bunyi untuk Variasi serabut kelapa 5 %
50
kekuatan beton (kg/cm2)

40
30
20 Kuat Tekan

10 Kuat Tarik

0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
koefisien serap bunyi

Gambar 4.13 Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien Serap Bunyi untuk Variasi
serabut kelapa 5%

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.12 Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien Serap Bunyi untuk setiap penambahan
10 % serabut kelapa

Benda Uji untuk Nilai Koefisien


Nilai Kuat Tekan Nilai Kuat Tarik
Variasi serabut Serap
(Kg/cm2) (Kg/cm2)
kelapa10 % Bunyi(volt)
Benda Uji 1 18.91 33.50 0.32636
Benda Uji 2 17.44 32.55 0.66359
Benda Uji 3 17.66 31.14 0.96432
Benda Uji 4 17.32 30.20 0.69395

Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien


Serap Bunyi untuk Variasi serabut kelapa 10 %
40
35
kekuatan beton (kg/cm2)

30
25
20 Kuat Tekan
15 Kuat Tarik
10
5
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
koefisien serap bunyi
Gambar 4.14 Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien Serap Bunyi untuk Variasi
serabut kelapa 10%

Tabel 4.13 Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien Serap Bunyi untuk setiap penambahan
15 % serabut kelapa

Benda Uji untuk


Nilai Kuat Tekan Nilai Kuat Tarik Nilai Koefisien
Variasi serabut
(Kg/cm2) (Kg/cm2) Serap Bunyi
kelapa15 %
Benda Uji 1 14.04 29.72 0.29935
Benda Uji 2 13.25 30.67 0.38307
Benda Uji 3 12.57 29.72 0.89544
Benda Uji 4 11.66 30.20 0.45926

Universitas Sumatera Utara


Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien
Serap Bunyi untuk Variasi serabut kelapa15%
kekuatan beton (kg/cm2) 35
30
25
20
Kuat Tekan
15
10 Kuat Tarik

5
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
koefisien serap bunyi

Gambar 4.15 Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien Serap Bunyi untuk Variasi
serabut kelapa 15%

Tabel 4.14 Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien Serap Bunyi untuk setiap penmabahan
20 % serabut kelapa

Benda Uji untuk


Nilai Kuat Tekan Nilai Kuat Tarik Nilai Koefisien
Variasi serabut
(Kg/cm2) (Kg/cm2) Serap Bunyi
kelapa 20 %
Benda Uji 1 8.04 26.89 0.09713
Benda Uji 2 9.06 25.01 0.18686
Benda Uji 3 7.25 25.48 0.81722
Benda Uji 4 7.13 24.06 0.66007

Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien


Serap Bunyi untuk Variasi serabut kelapa 20%
30
kekuatan beton (kg/cm2)

25
20
15
kuat tekan
10
kuat tarik
5
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
koefisien serap bunyi

Gambar 4.16 Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien Serap Bunyi untuk Variasi
serabut kelapa 20%

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.15 Hubungan Kekuatan Beton rata-rata dengan Koefisien Serap Bunyi rata-rata untuk
setiap penambahan serabut kelapa

Nilai Kuat Tarik Nilai Koefisien


Variasi serabut Nilai Kuat Tekan Rata
Rata - rata Serap Bunyi
kelapa - rata (Kg/cm2)
(Kg/cm2) Rata - rata
0% 25.90 44.54 0.16
5% 22.49 34.16 0.394
10 % 17.46 31.52 0.474
15 % 12.59 29.82 0.615
20 % 7.9 24.63 0.7074

Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien


Serap Bunyi untuk Variasi serabut kelapa 20%
30
kekuatan beton (kg/cm2)

25
20
15
kuat tekan
10
kuat tarik
5
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
koefisien serap bunyi

Gambar 4.17 Hubungan Kekuatan Beton dengan Koefisien Serap Bunyi untuk Variasi
serabut kelapa 0%,5%,10%,15%,20%

Dari grafik hubungan antara kekuatan beton dengan koefisien serap bunyi terlihat bahwa

semakin besar penambahan serabut kelapa maka kekuatan beton semakin menurun. Pada

koefisien serap bunyi semakin besar penambahan serabut kelapa maka semakin tinggi koefisien

serap bunyi.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang saya lakukan maka saya dapat mengambil beberapa

kesimpulan sebagai berikut :

1. Penggunaan serabut kelapa pada campuran beton dengan variasi 5%,10% , 15% dan

20% dapat menurunkan nilai slump.hal ini disebabkan oleh bahan tambahan yang

tinggi mengakibatkan volume udara dan faktor air semennya turun hal ini sesuai

dengan sifat serabut kelapa yang memiliki daya serap air tinggi .

2. Penggunaan serabut kelapa pada campuran beton dengan variasi 5%,10% , 15% dan

20% dari volume beton berdampak terhadap penurunan nilai kuat tekan menjadi

dari beton normal mengalami penurunan nilai kuat tekan 25.9 kg/cm2, 22.49 kg/cm2,

17.46 kg/cm2, 12.59 kg/cm2, 7.9 kg/cm2. Diakibatkan karena serabut kelapa yag

memiliki berbagai kandungan yang dapat mengubah karakteristik beton.

3. Nilai kuat tarik belah yang diperoleh menunjukkan grafik yang semakin menurun

pada setiap penambahan serabut kelapa yaitu 44.54 kg/cm2 , 4.16 kg/cm2, 31.52

kg/cm2, 29.82 kg/cm2, 24.63 kg/cm2.Diakibatkan karena serabut kelapa yag memiliki

berbagai kandungan yang dapat mengubah karakteristik beton

4. Nilai koefisien serap bunyi menunjukkan grafik yang semakin meningkat pada

setiap penambahan variasi serabut kelapa.

Universitas Sumatera Utara


V.2 Saran

1. Perlu kiranya diteliti lebih lanjut penggunaan serabut kelapa ini dengan persentase

yang lebih kecil dari yang sudah dilaksanakan guna mencari kadar optimum

penggunaan serabut kelapa ini dengan hasil minimal mendekati kuat tekan beton

normal.

2. Pada penggunaan serabut kelapa 5% nilai penurunan kekuatan beton yang diperoleh

tidak terlalu besar, sehingga apabila diadakan penelitian lebih lanjut pada

penggunaan serabut kelapa untuk kuat tekan dan kuat tarik belah dianjurkan untuk

menggunakan persentase dibawah 5%

3. Pada Pemotongan Serabut kelapa sepanjang 3 cm nilai kuat tekan dan nilai kuat

Tarik belah mengalami penurunan, sehingga disarankan untuk tidak melakukan

pemotongan pada serabut kelapa

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Anonim , 2002 , SK SNI 03-2847-2002 , Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk

Bangunan Gedung, Badan Standar Nasional , Jakarta.

Dipohusodo , Istimawan , 1999 , Struktur Beton Bertulang, PT.Gramedia Pustaka Utama ,

Jakarta.

Habudin, Christine Mayavani , 2006 , Pengaruh Perawatan Terhadap Kuat Tekan dan

Absorpsi beton K-300, Jurusan Teknik Sipil Universitas Diponegoro , Semarang.

Khuriati , Ainie , Eko Komaruddin , dan Muhammad Nur. , 2006 , Disain Peredam Suara

Berbahan Dasar Sabut Kelapa dan Pengukuran koefisien Penyerapan bunyinya. (

Jurnal BERKALA FISIKA , Vol 9 No.1 Januari 2006, hal 15-25 ).

Muklis dan Alexander Hendra , 2011 , Kajian Kuat Tekan Beton (Compressive Strenght) pada

beton dengan Campuran abu serabut kelapa , Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri

Padang , Padang.

Mulyono , Tri , 2003 , Teknologi Beton , Penerbit ANDI , Yogyakarta.

Setyawan , Adib , 2009, “ Studi Pemamfaatan Pencampuran Jerami dan sabut Kelapa

Sebagai Bahan dasar Sekat Absorsi Bunyi Antar Ruangan di Kapal”, Skripsi

Program Sarjana Jurusan Teknik Sistem Perkapalan Institut Teknologi Sepuluh

November , Surabaya.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai