Anda di halaman 1dari 117

PENGARUH PERAWATAN (CURING) PADA BETON

DENGAN LIMBAH ABU BOILER PABRIK KELAPA SAWIT


(PKS) SEBAGAI SUBSTITUSI SEMEN TERHADAP
KUAT TEKAN BETON

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat


untuk menempuh ujian sarjana teknik sipil

Disusun Oleh :

FD PARDI HABEAHAN
08 0404 147

SUB JURUSAN STRUKTUR


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK

Salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan beton adalah perawatan


(curing). Perawatan (curing) adalah suatu langkah/tindakan untuk memberikan
kesempatan pada semen/beton mengembangkan kekuatannya secara wajar dan
sesempurna mungkin. Perawatan (curing) beton dilakukan setelah beton mencapai
final setting, artinya beton telah mengeras, sampai dengan minimal 7 hari (initial
curing). Beton merupakan gabungan material yang terutama terdiri dari tiga bahan
campuran yaitu: semen, air, dan agregat yang memiliki perbandingan tertentu.
Namun bahan baku pembentuk beton yang selama ini diperoleh dari alam
cenderung menurun mendorong peneliti menambahkan bahan-bahan lain yang
mempunyai sifat yang sama dengan pembentuk beton dalam campuran beton.
Salah satunya adalah abu boiler PKS. Limbah abu boiler PKS merupakan salah
satu limbah yang menjadi masalah utama bagi perusahaan industri. Untuk itu,
peneliti berusaha memanfaatkan abu boiler PKS ini agar pemanfaatannya dapat
dioptimalkan.
Dalam penelitian ini, abu boiler PKS digunakan sebagai substitusi pada
semen berdasarkan berat dalam variasi campuran dan dengan melakukan 3
metode perawatan, yaitu curing rendam, curing membran, curing kering. Adapun
variasi substitusi abu boiler PKS yang digunakan adalah 0%, 7,5%, 12,5%, dan
17,5%. Pengujian yang dilakukan berupa slump test dan kuat tekan. Dari hasil
pengujian diperoleh kenaikan nilai pada slump, dan penurunan kuat tekan untuk
semua variasi menjadi 84.22%, 71,43% dan 56,30% dari beton normal untuk
curing rendam. Untuk curing plastik 90.47%, 69.81%, dan 54.25% dari beton
normal. Untuk curing kering 74.15%, 63,75%, dan 52,03% dari beton normal.
Dari hasil pengujian di atas diperoleh penurunan kuat tekan. Namun
dengan metode curing rendam dan plastik, variasi substitusi 7,5% masih
memenuhi kuat tekan beton yang direncanakan. Untuk mengetahui kelayakan
penggunaan abu boiler PKS dalam campuran beton perlu dilakukan pengujian
lanjutan terhadap perilaku mekanik beton yang lainnya.

Kata kunci : beton normal, abu boiler PKS, kuat tekan, curing.

2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan anugrah, berkat, dan rahmat -Nya kepada saya,
sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik
Sipil bidang struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara, dengan judul “PENGARUH PERAWATAN (CURING)
PADA BETON DENGAN LIMBAH ABU BOILER PABRIK KELAPA
SAWIT (PKS) SEBAGAI SUBSTITUSI SEMEN TERHADAP KUAT
TEKAN BETON”.
Saya menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak
terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
beberapa pihak yang berperan penting yaitu :
1. Ibu Nursyamsi, ST, MT selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan
dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran
dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Robert Panjaitan dan Ibu Rahmi Karolina, ST.MT selaku dosen
pembanding saya, serta Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas teknik
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini
kepada saya.
6. Teristimewa dihati buat keluarga saya, terutama kepada kedua orang tua saya,
Bapak J.Habeahan dan Ibu D.Gultom yang telah memberikan doa, motivasi,
semangat dan nasehat kepada saya. Terima kasih atas segala pengorbanan,
cinta, kasih sayang dan do‟a yang tiada batas untuk saya. Untuk adik-adik
saya tercinta Siska, Lilis, William, Angelica, dan Valentina, yang telah

3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
banyak membantu dan memberi saya semangat selama ini, terima kasih atas
doanya. Dan keluarga besar yang selalu memberi semangat kepada saya.
7. Asisten Laboratorium Bahan Rekayasa, Prima‟09, Rahmat‟10, Fauzi„10, Mas
Subandi, Reza‟09, Hafiz‟09.
8. Buat Lestari Rosimar Gultom, Lena Weleni Gultom, Tulang Himsar Gultom,
Niar Satrini Gultom dan Sin In Sui Sinaga yang banyak memberikan doa,
motivasi, semangat, nasehat dan membantu saya dalam menyelesaikan tugas
akhir ini, terima kasih atas doanya.
9. Terima kasih atas bantuannya buat rekan-rekan mahasiswa Jurusan Teknik
Sipil Angkatan 2008, Sandro, Luhut, Hermanto, Michael Octavianus, Hafiz,
Topandi, Tumpal, Arif, Tito, Nopandi, Jatendra, Eric, Richo, David, Jevri,
Putri, Nurul, Ester, Evi, Baby, Andi, Lamhot‟06, Yazid‟09, dan teman
angkatan 2008 yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu. Kepada abang-
abang dan kakak senior, adik-adik angkatan 2009, 2010 dan 2011.
10. Dan untuk semua orang, yang tidak mungkin saya tuliskan satu-persatu atas
dukungannya yang sangat baik dengan kerendahan hati saya meminta maaf
yang sebesar-besarnya, karena kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha
Esa, dan saya hanya manusia yang penuh kekhilafan.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari
kata sempurna. Yang disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya
pemahamahan saya dalam hal ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari para pembaca demi perbaikan menjadi lebih baik.
Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Agustus 2013

Penulis
( FD Pardi Habeahan )

4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vii
DAFTAR NOTASI .......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... ix

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 3
1.3 Batasan Masalah ........................................................................ 4
1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian................................................... 5
1.5 Metodologi Penelitian ................................................................ 5
1.6 Percobaan ................................................................................... 6
1.7 Manfaat Penelitian ..................................................................... 8
1.8 Sistematika Penulisan ................................................................ 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Umum ........................................................................................ 10
2.2 Bahan-Bahan Penyusun Beton .................................................. 13
2.2.1 Semen ............................................................................. 13
2.2.1.1 Umum ................................................................ 13
2.2.1.2 Semen Portland .................................................. 13
2.2.1.3 Jenis-Jenis Semen Portland ................................ 14
2.2.1.4 Senyawa Utama Dalam Semen Portland ........... 15
2.2.1.5 Reaksi Hidrasi .................................................... 17
2.2.2 Agregat ........................................................................... 18
2.2.2.1 Umum ................................................................ 18

5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2.2.2 Agregat Halus .................................................... 19
2.2.2.3 Agregat Kasar .................................................... 21
2.2.3 Air .................................................................................. 24
2.2.4 Bahan Tambah (Admixture) ........................................... 25
2.2.4.1 Umum ............................................................... 25
2.2.4.2 Alasan Penggunaan Bahan Tambahan ............... 27
2.2.4.3 Jenis Admixture ................................................ 28
2.2.4.3.1 Mineral Admixture ................................ 28
2.2.4.3.2 Jenis Miscellanous Admixture ................ 30
2.2.4.4 Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit (PKS) ............. 32
2.3 Perawatan Beton (Curing) ......................................................... 39
2.3.1 Umum ............................................................................ 39
2.3.2 Jenis-Jenis Perawatan Beton (Curing) ........................... 43
2.3.2.1 Perawatan Dengan Pembasahan......................... 44
2.3.2.2 Perawatan Dengan Penguapan ........................... 45
2.3.2.3 Perawatan Dengan Membran ............................. 45
2.3.2.4 Perawatan Lainnya ............................................. 50
2.3.3 Waktu Perawatan ........................................................... 50
2.3.4 Pengaruh Perawatan Terhadap Kuat Tekan Beton ........ 50
2.4 Sifat-Sifat Beton Segar (Fresh Concrete) .................................. 52
2.4.1 Kemudahan Pengerjaan (Workability) ........................... 53
2.4.2 Pemisahan Kerikil (Segregation) ................................... 56
2.4.3 Pemisahan Air (Bleeding) .............................................. 56
2.5 Kuat Tekan Beton (F’c) ............................................................. 57

BAB 3 METODE PENELITIAN


3.1. Umum ........................................................................................ 64
3.2. Bahan-Bahan Penyusun Beton ................................................... 66
3.2.1. Semen Portland .............................................................. 66
3.2.2. Agregat Halus ................................................................ 66
3.2.3. Agregat Kasar ................................................................ 69
3.2.4. Air .................................................................................. 72

6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.2.5. Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit .................................... 73
3.3. Penelitian Penggunaan Abu Boiler Yang Sudah Ada ................ 74
3.4. Perencanaan Campuran Beton (Mix Design) ............................. 76
3.5. Penyediaan Bahan Penyusun Beton ........................................... 77
3.6. Pembuatan Benda Uji ................................................................ 77
3.7. Penggunaan Abu Boiler ............................................................. 78
3.8. Pemeriksaan Nilai Slump ........................................................... 79
3.9. Perawatan (Curing) Beton ......................................................... 80
3.10. Pengujian Sampel ....................................................................... 81

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Nilai Slump................................................................................. 82
4.2 Uji Kuat Tekan Beton ............................................................... 83
4.2.1 Water Curing ................................................................ 87
4.2.2 Sealed Curing ................................................................ 89
4.2.3 Dry Curing ..................................................................... 91
4.3 Pengaruh Curing Terhadap Kuat Tekan Beton .......................... 93
4.2.4 Substitusi Boiler PKS 0% ............................................. 93
4.2.5 Substitusi Boiler PKS 7,5% .......................................... 94
4.2.6 Substitusi Boiler PKS 12,5% ......................................... 95
4.2.7 Substitusi Boiler PKS 17,5% ......................................... 96

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan ................................................................................ 97
5.2 Saran .......................................................................................... 98

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 99

7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Distribusi Pengujian Benda Uji Silinder ........................................... 7
Tabel 2.1 Empat Senyawa Utama Dari Semen Portland ................................... 16
Tabel 2.2 Komposisi Oksida Semen Portland ................................................... 16
Tabel 2.3 Komposisi Umum Oksidasi Semen Portland Tipe I ......................... 17
Tabel 2.4 Reaksi Hidrasi Senyawa Semen ........................................................ 18
Tabel 2.5 Pengaruh Sifat Agregat Pada Sifat Beton ......................................... 19
Tabel 2.6 Susunan Gradasi Untuk Agregat Halus ............................................. 20
Tabel 2.7 Susunan Gradasi Untuk Agregat Kasar ............................................. 23
Tabel 2.8 Kandungan Senyawa Kimia Abu Boiler PKS ................................... 32
Tabel 2.9 Hubungan Antara Umur dan Kuat Tekan Beton ............................... 60
Tabel 2.10 Perkembangan Kuat Tekan Untuk Semen Portland Tipe I ............. 60
Tabel 4.1 Nilai Slump Untuk Berbagai Variasi ................................................. 82
Tabel 4.2 Kuat Tekan Silinder Beton ................................................................ 84
Tabel 4.3 Kuat Tekan Silinder Dengan Curing Rendam (Water Curing) ........ 87
Tabel 4.4 Hubungan Kuat Tekan Silinder Dengan Lama Curing Rendam....... 88
Tabel 4.5 Kuat Tekan Silinder Dengan Curing Plastik (Sealed Curing) .......... 89
Tabel 4.6 Hubungan Kuat Tekan Silinder Dengan Lama Curing Plastik ......... 90
Tabel 4.7 Kuat Tekan Silinder Dengan Curing Kering (Dry Curing) .............. 91
Tabel 4.8 Hubungan Kuat Tekan Silinder Dengan Lama Curing Kering ......... 92
Tabel 4.9 Substitusi Abu Boiler 0% .................................................................. 93
Tabel 4.10 Substitusi Abu Boiler 7,5% ............................................................. 94
Tabel 4.11 Substitusi Abu Boiler 12,5% ........................................................... 95
Tabel 4.12 Substitusi Abu Boiler 17,5% ........................................................... 96

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Benda Uji Silinder ........................................................................ 8
Gambar 2.1 Unsur-Unsur Pembuat Beton ........................................................ 11
Gambar 2.2 Diagram Reaksi Hidrasi Partikel Semen ...................................... 17
Gambar 2.3 Bagan Pengelolaan Limbah PKS Secara Terpadu Dengan Konsep
Zero Waste (PPKS) ............................................................................................ 33

8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 2.4 Serabut Kelapa Sawit ................................................................... 38
Gambar 2.5 Cangkang Sawit ............................................................................ 38
Gambar 2.6 Abu Boiler PKS ............................................................................ 39
Gambar 2.7 Grafik Hubungan antara Kelembaban dengan Kehilangan Air .... 40
Gambar 2.8 Grafik Hubungan antara Temperatur Udara dan Beton denga
Kehilangan air .................................................................................................... 41
Gambar 2.9 Grafik Hubungan Kecepatan Angin dengan Kehilangan Air ....... 42
Gambar 2.10 Grafik Hubungan Temperatur Beton dengan Kehilangan Air.... 42
Gambar 2.11 Perawatan dengan Menggunakan Penutup Plastik di Lapangan 47
Gambar 2.12 Grafik Kuat Tekan Beton dalam Berbagai Perlakuan ................ 52
Gambar 2.13 Kerucut Abrams .......................................................................... 54
Gambar 2.14 Jenis-Jenis Slump Adukan Beton ................................................ 55
Gambar 2.15 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Beton .................. 58
Gambar 2.16 Hubungan Antara Faktor Air Semen Dengan Kekuatan Beton .. 59
Gambar 2.17 Hubungan Antara Umur Beton Dan Kuat Tekan Beton ............ 60
Gambar 2.18 Perkembangan Kekuatan Tekan Mortar Untuk Berbagai Tipe
Portland Semen .................................................................................................. 61
Gambar 2.19 Pengaruh Jumlah Semen Terhadap Kuat Tekan Beton .............. 62
Gambar 2.20 Pengaruh Jenis Agregat Terhadap Kuat Tekan Beton ................ 63
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Beton Normal Dan Beton Abu Boiler . 65
Gambar 3.2 Abu Cangkang Kelapa Sawit Yang Lolos Ayakan No.200.......... 74
Gambar 3.3 Uji Tekan Beton ........................................................................... 81
Gambar 4.1 Grafik Nilai Slump Terhadap Variasi Abu Boiler Pks ................. 83
Gambar 4.2 Grafik Kuat Tekan Beton ............................................................. 86
Gambar 4.3 Grafik Kuat Tekan Silinder dengan Curing Rendam ................... 87
Gambar 4.4 Hubungan Kuat Tekan Silinder dengan Lama Curing Rendam ... 88
Gambar 4.5 Grafik Kuat Tekan Silinder dengan Curing Plastik ..................... 89
Gambar 4.6 Hubungan Kuat Tekan Silinder dengan Lama Curing Plastik ..... 90
Gambar 4.7 Grafik Kuat Tekan Silinder dengan Curing Kering ..................... 91
Gambar 4.8 Hubungan Kuat Tekan Silinder dengan Lama Curing Kering ..... 92
Gambar 4.9 Grafik Hubungan Curing dengan Kuat Tekan Substitusi 0% ...... 93
Gambar 4.10 Grafik Hubungan Curing dengan Kuat Tekan Substitusi 7,5% . 94

9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 4.11 Grafik Hubungan Curing dengan Kuat Tekan Substitusi 12,5% 95
Gambar 4.12 Grafik Hubungan Curing dengan Kuat Tekan Substitusi 17,5% 96

DAFTAR NOTASI
SSD: saturated surface dry
n : jumlah sampel
f'c : kuat tekan beton karakteristik (MPa)
fc‟ : kekuatan tekan (kg/cm2)
P : beban tekan (kg)
A : luas penampang (cm2)
σ‟b : kekuatan masing – masing benda uji (kg/cm2)

σ‟bm : kekuatan Beton rata –rata (kg/cm2)

N : jumlah Total Benda Uji hasil pemeriksaan

Fct : tegangan rekah beton (kg/cm)


P : beban maksimum (kg)
L : panjang sampel (cm)
D : diameter (cm)
F : beban yang diberikan (kg)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Concrete Mix Design


Lampiran II Pemeriksaan Bahan pada Agregat Halus dan Agregat Kasar
Lampiran III Data Pengujian
Lampiran IV Dokumentasi

10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.9 Latar Belakang

Pembangunan dewasa ini semakin berkembang dengan pesat, hal ini dapat

dilihat dengan semakin banyaknya dibangun konstruksi berskala besar. Seperti

sebagai sarana transportasi berupa jembatan berbentang panjang, jalan layang,

bangunan air seperti bangunan pembangkit tenaga listrik, bendungan maupun

pada struktur bangunan seperti gedung perkantoran, hotel bertingkat tinggi, serta

apartement sebagai sarana perumahan yang banyak diminati dewasa ini di kota-

kota besar. Dari sekian banyak konstruksi yang telah dibuat terlihat bahwa

konstruksi beton lebih dominan digunakan. Misalnya, pada konstuksi jalan,

gedung bertingkat maupun pada stuktur bangunan air seperti pada bendungan dan

saluran irigasi. Untuk itu dituntut pula bagaimana mendapatkan suatu kuat tekan

yang sesuai dengan yang direncanakan.

Bersamaan dengan meningkatnya skala pembangunan menunjukkan

semakin banyak kebutuhan beton di masa yang akan datang. Beton merupakan

material utama untuk konstruksi yang banyak digunakan di seluruh dunia.

Campuran yang homogen antara semen, air, aggregate halus (pasir) dan aggregate

kasar (kerikil) dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya dengan perbandingan

tertentu. Semen merupakan komposisi utama dalam pembuatan beton. Dengan

demikian kebutuhan akan bahan baku semen dan material campuran lainnya

seperti agreat kasar, agregat halus, air serta bahan tambahan lainnya akan

11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
meningkat pula. Namun bahan baku yang selama ini diperoleh dari alam

cenderung menurun akibat eksploitasi yang terus dilakukan.

Melihat fenomena di atas, banyak orang mencoba memanfaatkan limbah

untuk digunakan dalam campuran beton. Namun tidak menghilangkan sifat beton

asli pada normalnya. Salah satu limbah yang dapat dipergunakan tersebut adalah

limbah abu boiler pabrik kelapa sawit (PKS).

Menurut data yang diperoleh dari PTPN V, Indonesia merupakan salah

satu Negara produsen Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia. Indonesia menjadi

prosuden CPO dunia terbesar dengan total kontribusi sekitar 22,03 juta ton

(47,2%) atau naik 4,2% dibandingkan sebelumnya. Luas kebun kelapa sawit pada

tahun 2011 yang ada di Indonesia mencapai 8,9 juta ha (PTPN V, 2010, par 4).

Berkaitan dengan isu lingkungan, pengolahan limbah kelapa sawit harus

mendapatkan penanganan yang tepat. Limbah abu boiler PKS ini berasal dari

pengolahan kelapa sawit yang merupakan sisa dari pembakaran cangkang dan

serabut kelapa sawit di dalam tungku pembakaran pada suhu 700-800 oC.

kandungan silika yang terdapat dalam abu ini cukup besar sehingga cukup

potensial untuk digunakan.

Untuk mencapai mutu beton yang direncanakan ada beberapa faktor yang

harus diperhatikan seperti cara pencampuran (mixing), penuangan (casting),

pemadatan (compacting), dan perawatan (curing). Faktor lain yang tidak kalah

penting adalah mutu bahan pembantu seperti mutu cetakan (form work).

Perawatan (curing) adalah suatu langkah/tindakan untuk memberikan

kesempatan pada semen/beton mengembangkan kekuatannya secara wajar dan

sesempurna mungkin. Untuk tujuan tersebut maka suatu pekerjaan beton

12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dipadatkan sampai beton dianggap cukup keras. Kelembaban beton itu harus

dijaga agar proses hidrasi semen dapat terjadi dengan wajar dan berlangsung

dengan sempurna. Bila hal ini tidak dilakukan, akan terjadi beton yang kurang

kuat dan juga timbul retak-retak.

Secara umum perawatan beton dibagi atas beberapa metode, seperti

metode perawatan basah, penguapan, membran, dan lain-lain. Pada penelitian ini

dilakukan dengan perawatan menggunakan metode sealed curing, metode dry

curing, dan water curing. Metode perawatan membran bertujuan untuk

melindungi air yang ada di dalam beton agar tidak keluar begitu juga air dari luar

tidak masuk ke dalam beton, tanpa menggunakan air tambahan dari luar beton

untuk membantu proses hidrasi. Metode ini disebut juga metode pengontrol air.

1.10 Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

seberapa besar pengaruh beton yang dilapisi membran (plastik) sebagai

pembungkus benda uji dengan beton yang dirawat dengan metode dry curing atau

water curing dengan substitusi abu boiler PKS terhadap kuat tekan. Penguapan

pada beton yang terlalu banyak setelah pengecoran dapat mengganggu proses

hidrasi, yang mengakibatkan berkurangnya mutu beton tersebut. Hidrasi yang

lebih banyak akan menghasilkan kekuatan yang lebih tinggi. Oleh sebab itu

kehilangan air dari beton harus diproteksi, salah satu caranya adalah dengan

menggunakan membran.

Kurangnya perhatian para pekerja maupun teknisi dilapangan mengenai

perawatan terhadap struktur beton pasca pengecoran dapat berakibat kurang baik

13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
terhadap kekuatannya. Terutama pada pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan

langsung dengan matahari. Dimana pada kondisi ini penguapan terjadi sangat

besar sehingga proses hidrasi dapat terganggu.

1.11 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi cakupan/ruang lingkupnya

agar tidak terlalu luas. Pembatasan masalah meliputi:

1. Mutu beton yang digunakan adalah f‟c 25,

2. Menggunakan bahan campuran abuboiler PKS,

3. Substitusi semen dengan abu boiler PKS sebanyak

0%;7,5%;12,5%;17,5%

4. Faktor air semen, fas = 0.46

5. Benda uji yang digunakan adalah silinder dengan diameter 15 cm dan

tinggi 30 cm,

6. Pengujian kuat tekan (SNI. 03-1974-1990) silinder dilakukan pada

umur 7 dan 28 hari untuk semua variasi,

7. Metode perawatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah :

 Dry-curing (perawatan kering): beton diletakkan di dalam ruangan

laboratorium,

 Sealed-curing (perawatan dengan bahan penutup/membran): pada

percobaan ini digunakan plastik sebagai pembungkus benda uji,

 Water curing (perawatan basah): benda uji di rendam di air.

14
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.12 Maksud dan Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh beton yang dilapisi membran (plastik) sebagai pembungkus benda uji

dengan beton yang dirawat dengan metode dry curing atau water curing dengan

substitusi abu boiler PKS terhadap kuat tekan, sehingga diperoleh suatu sistem

perawatan yang menghasilkan beton sesuai dengan perencanaan.

Dari hasil penelitian diperoleh suatu sistem perawatan maupun campuran

bahan tambahan (additive) yang mungkin dapat diterapkan/dilaksanakan di

lapangan. Dimana diharapkan bagi pekerja, pengawas, maupun teknisi di

lapangan dapat melaksanakannya.

1.13 Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah kajian

eksperimental di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun tahap-tahap pelaksanaan

penelitian sebagai berikut :

1. Penyediaan bahan penyusun beton berupa semen, pasir, batu pecah, dan

bahan campuran abu boiler Pabrik Kelapa Sawit PKS (lolos ayakan

no.200).

2. Pemeriksaan bahan penyusun beton.

 Analisa ayakan agregat halus, agregat kasar

 Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi agregat halus dan agregat kasar

 Pemeriksaan berat isi pada agregat halus dan agregat kasar

15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
 Pemeriksaan kadar Lumpur ( pencucian agregat kasar dan halus lewat

ayakan no.200 )

 Pemeriksaan kadar liat (clay lump) pada agregat halus

 Pemeriksaan kandungan organik (colorimetric test) pada agregat halus.

 Pemeriksaan keausan agregat kasar melalui percobaan Los Angeles.

3. Mix design (perancangan campuran). Penimbangan/penakaran bahan

penyusun beton berdasarkan uji karakteristik f‟c 25.

4. Perawatan (curing) pada beton, dengan perlakuan perawatan:

 Dry-curing (diletakkan di dalam laboratorium)

 Water-curing (direndam)

 Sealed-curing (dibungkus plastik)

5. Pengujian kuat tekan beton menggunakan benda uji silinder.

1.14 Percobaan

 Pembuatan beton dengan menggunakan abu boiler PKS sebagai pengganti

semen untuk setiap variasi. Jumlah variasi yang akan di uji ada 4 jenis.

Benda uji yang dibuat adalah beton berbentuk silinder dengan diameter 15

cm dan tinggi 30 cm.

Adapun variasi yang digunakan :

a. Variasi 1, tanpa substitusi abu boiler PKS (beton normal)

b. Variasi 2, substitusi abu boiler PKS sebesar 7,5 % dari volume semen

c. Variasi 3, substitusi abu boiler PKS sebesar 12,5 % dari volume semen

d. Variasi 4, substitusi abu boiler PKS sebesar 17,5 % dari volume semen

16
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
 Pengujian slump (SNI. 1972:2008), untuk mengetahui tingkat kemudahan

pengerjaan (workability) setelah penggantian agregat dan sebelumnya.

 Pengujian kekuatan tekan beton (SNI. 03-1974-1990) pada umur 7 dan 28

hari.

Tabel 1.1 Distribusi Pengujian Benda Uji Silinder

Penambahan Variasi
Perlakuan
Abu Boiler PKS Dimensi Umur
fas Pengujian perawatan Total
0 7,5 12,5 17,5 (cm) (hari)
(curing)
% % % %

Silinder
0.46 6 6 6 6 Kuat tekan Dry-curing 7,28 48

Silinder
0.46 6 6 6 6 Kuat tekan Water-curing 7,28 48

Silinder
0.46 6 6 6 6 Kuat tekan Sealed-curing 7,28 48

JUMLAH 144

Total benda uji yang digunakan dalam pengujian kuat tekan beton adalah

sebanyak 144 buah silinder.

17
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 1.1 Benda Uji Silinder

1.15 Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan beberapa

manfaat bagi perkembangan teknologi beton, antara lain sebagai berikut :

1. Dari hasil penelitian ini kiranya dapat kita jadikan suatu acuan bahwa

penggunaan abu boiler PKS sebagai komponen pembentuk beton merupakan

suatu pilihan yang patut dipertimbangkan untuk mengubah sifat beton tertentu

sesuai yang diinginkan.

2. Bahan pertimbangan bagi perusahaan / individu untuk menggunakan abu

boiler PKS sebagai salah satu bahan dalam adukan beton.

3. Penggunaan abu boiler PKS dapat meminimalkan penggunaan semen

(ekonomis).

4. Dapat mengurangi polusi lingkungan yang ditimbulkan oleh limbah abu boiler

PKS.

5. Untuk mengetahui perbandingan berbagai metode perawatan beton. Yang

akhirnya dapat di aplikasikan di lapangan.

18
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6. Dapat menjadi bahan yang dipertimbangkan dalam pembuatan suatu produk

dari beton.

1.16 Sistematika Penulisan

BAB. I Pendahuluan

Bab ini mencangkup latar belakang penelitian, perumusan masalah,

batasan masalah, maksud dan tujuan penelitian, tempat penelitian dan

sistematika penulisan.

BAB. II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini berisikan tentang dasar-dasar teori yang berkaitan tentang

penelitian

BAB. III Metode penelitian

Pada bab ini berisikan tentang prosedur percobaan yang meliputi

pendahuluan, sistematika penelitian, peralatan, pembuatan benda uji dan

pengujian.

BAB. IV Hasil dan Pembahasan

Pada bab ini membahas tentang hasil dari percobaan kuat tekan serta

menganalisis data yang diperoleh.

BAB. V Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian yang diperoleh dan

saran-saran dari penulis mengenai penelitian yang dilakukan.

19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Menurut Paul Nugraha dan Antonini kata beton dalam bahasa Indonesia

berasal dari kata yang sama dalam bahasa Belanda. Kata concrete dalam bahasa

Inggris berasal dari bahasa latin concretus yang berarti tumbuh bersama atau

menggabungkan menjadi satu (1).

Tjokrodimuljo, K menjelaskan, beton yang sudah keras dapat dianggap

sebagai batu tiruan, dengan rongga-rongga butiran yang besar (agregat kasar ;

krikil atau batu pecah) diisi oleh butiran yang lebih halus (agregat halus; pasir)

dan pori-pori antara agregat halus diisi oleh semen dan air (dalam Cristine

Mayavani dan Habudin, 2006: 6).

Beton merupakan gabungan material yang terutama terdiri dari tiga bahan

campuran yaitu: semen, air, dan agregat, sehingga dapat mempunyai kekuatan

yang dapat dimanfaatkan. Bahan campuran ini tentunya memiliki perbandingan

tertentu disesuaikan kekuatan yang diinginkan. Selain itu dapat pula ditambahkan

bahan-bahan lain untuk mendapatkan sifat-sifat beton yang diinginkan. Seorang

perencana harus dapat membuat perencanaan yang ekonomis dalam hal jumlah

bahan penyusun beton untuk mencapai kekuatan yang diinginkan.

Menurut Edward G. Nawy, beton didefenisikian sebagai sekumpulan

interaksi mekanis dan kimiawis dari material pembentuknya. Dengan demikian,

masing-masing komponen tersebut perlu dipelajari sebelum mempelajari beton

secara keseluruhan. Perencana dapat mengembangkan pemilihan material yang

layak komposisinya sehingga diperoleh beton yang efisien, memenuhi kekuatan

20
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
batas yang disyaratkan oleh perencana dan memenuhi persyaratan service ability

yang dapat diartikan sebagai pelayanan yang handal dengan memenuhi kriteria

ekonomi (dalam Fadly Lutfi, 2012: 9).

Sebagai material komposit, ada 3 sistem umum yang melibatkan semen,

yaitu pasta semen, mortar dan beton seperti ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Unsur-unsur pembuat beton

Sebagai bahan konstruksi beton mempunyai kelebihan dan kekurangan

(Tri Mulyono, 2003:4).

Kelebihan beton antara lain :

1. Harganya relatif murah.

2. Mampu memikul beban yang berat.

3. Mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi.

4. Biaya pemeliharaan/perawatannya kecil.

Kekurangan beton antara lain :

1. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak. Oleh

karena itu perlu diberi baja tulangan, atau tulangan kasa (meshes).

2. Beton sulit untuk dapat kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat

dimasuki air, dan air yang membawa kandungan garam dapat merusak

beton.

21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah.

4. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi.

5. Daya pantul suara yang besar.

Kualitas dalam pelaksanaan pencampuran beton menjadi hal penting

diperhatikan untuk mencapai beton yang maksimal. Adapun hal-hal yang

mempengaruhi kualitas beton menurut Edward G Nawi, adalah sebagai berikut:

a. Kualitas semen

b. Proporsi semen terhadap air dalam campurannya

c. Kekuatan dan kebersihan agregat

d. Interaksi atau adesi antara pasta semen dan agregat

e. Pencampuran yang cukup dari bahan-bahan pembentuk beton

f. Penempatan yang benar, penyelesaian pada beton segar

g. Perawatan pada temperature yang tidak lebih dari 500F pada saat beton

hendak mencapai kekuatannya

h. Kandungan klorida tidak melebihi 0,15% dalam beton tidak terlindungi

dan 1% untuk beton terlindungi (dalam Fadly Lutfi, 2012: 9).

Disamping kualitas dalam pelaksanaannya, sifat-sifat dan karakteristik

material penyusun beton akan mempengaruhi kinerja dari beton yang dibuat yang

berdampak terhadap kekuatan yang diinginkan, kemudahan dalam pengerjaannya

dan keawetannya dalam jangka waktu tertentu. Untuk itu perlu diketahui terlebih

dahulu sifat-sifat dan karakteristik bahan-bahan penyusun beton tersebut.

22
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2 Bahan-Bahan Penyusun Beton

2.2.1 Semen

2.2.1.1Umum

Arti kata semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesif maupun

kohesif, yaitu bahan perekat. Semen merupakan hasil industri yang sangat

kompleks, dengan campuran serta susunan yang berbeda-beda. Semen dapat

dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: 1). Semen hidraulis dan 2). Semen non-

hidraulis (Tri Mulyono, 2003: 20).

Semen hidraulis adalah semen yang akan mengeras bisa bereaksi dengan

air, tahan terhadap air (water resistance) dan stabil stabil didalam air setelah

mengeras. Contoh semen hidraulis antara lain kapur hidrolik, semen ppozzolan,

semen terak, semen alam, semen portland, semen portland-pozzolan, semen

portland terak tanur tinggi, semen alumina dan semen ekspansif. Contoh lainnya

adalah semen portland putih, semen warna dan semen-semen untuk keperluan

khusus. Semen non-hidraulis adalah semen (perekat) yang dapat mengeras tetapi

tidak stabil dalam air. Contoh utama dari semen non-hidraulis adalah kapur.

2.2.1.2Semen Portland

Arti kata semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesif maupun

kohesif, yaitu bahan pengikat. Menurut Standar Industri Indonesia, SII 0013-

1981, definisi Semen Portland adalah suatu bahan pengikat hidrolis (hydraulic

binder) yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri

dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis bersama bahan-bahan yang

biasa digunakan, yaitu gypsum (Paul Nugrahan dan Antoni, 2007: 25).

23
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2.1.3Jenis-Jenis Semen Portland

Ada beberapa jenis semen portland yang sering digunakan. Jenis-jenis

semen portland (SNI. 03-2834-2000: 4) yaitu :

 Semen Portland tipe I adalah semen Portland untuk penggunaan umum

tanpapersyaratan khusus;

 Semen Portland tipe II adalah semen Portland yang dalam penggunaannya

memerlukan ketahan terhadap sulfat dan kalor hidrasi sedang;

 Semen Portland tipe III adalah semen Portland yang dalam penggunaannya

memerlukan kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi;

 Semen Portland tipe V adalah semen Portland yang dalam penggunaannya

memerlukan ketahan yang tinggi terhadap sulfat;

Adapun sifat-sifat fisik semen portland menurut Tri Mulyono, yaitu :

a. Kehalusan Butir

Kehalusan semen mempengaruhi waktu pengerasan pada semen. Secara

umum, semen berbutir halus meningkatkan kohesi pada beton segar dan dapat

mengurangi bleeding (kelebihan air yang bersama dengan semen bergerak ke

permukaan adukan beton segar), akan tetapi menambah kecendrungan beton

untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut.

b. Waktu ikatan

Waktu ikatan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai sutu tahap

dimana pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu tersebut

terhitung sejak air tercampur dengan semen. Waktu dari pencampuran semen

dengan air sampai saat kehilangan sifat keplastisannya disebut waktu ikat

awal, dan pada waktu sampai pastanya menjadi massa yang keras disebut

24
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
waktu ikat akhir. Pada semen portrland biasanya batasan waktu ikaran semen

adalah :

 Waktu ikat awal > 60 menit

 Waktu ikat akhir > 480 menit

Waktu ikatan awal yang cukup awal diperlukan untuk pekerjaan beton, yaitu

waktu transportasi, penuanga, pemadatan, dan perataan permukaan.

c. Panas hidrasi

Silikat dan aluminat pada semen bereaksi dengan air menjadi media perekat

yang memadat lalu membentuk massa yang keras. Reaksi membentuk media

perekat ini disebut hidrasi.

d. Pengembangan volume (lechathelier)

Pengembangan semen dapat menyebabkan kerusakan dari suatu beon, karena

itu pengembangan beton dibatasi sebesar ± 0,8% (A.M Neville, 1995). Akibat

perbesaran volume tersebut, ruang antar partikel terdesak dan akan timbul

retak – retak (dalam Ade Sri Rezeki, 2013:28).

2.2.1.4Senyawa Utama Dalam Semen Portland

Menurut Cokrodimuldjo, Bahan utama pembentuk semen Portland adalah

kapur (CaO), silica (Sio3), sedikit magnesia (MgO), dan terkadang sedikit alkali.

Senyawa tersebut menjadi kristal-kristal yang paling mengikat/mengunci ketika

menjadi klinker. Komposisi C3S dan C2S adalah 70% - 80% dari berat semen dan

merupakan bagian yang paling dominan memberikan sifat semen. Semen dan air

saling bereaksi, persenyawaan ini dinamakan proses hidrasi, dan hasilnya

dinamakan hidrasi semen (dalam Ade Sri Rezeki, 2013:30).

25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.1 Empat senyawa utama dari semen portland

Nama Oksida Rumus Notasi Kadar Rata -


Rumus Oksida
Utama Empiris Pendek Rata ( % )

Trikalsium
CaSiO5 3CaO.SiO2 C3 S 50
silikat
Dikalsium
CaSiO4 2CaO.SiO2 C2 S 25
Silikat
Trikalsium
Ca3Al2O6 3CaO.Al2O3 C3 A 12
Aluminat
Tetrakalsium 4CaO.Al2O3.
2Ca2AlFeO5 C4AF 8
Aluminoferrit Fe2O3
Gypsum CaSO4.2H2O CŜH2 3,5
Sumber : Buku Teknologi Beton ( Paul Nugraha dan Antoni, 2007)

Sedangkan menurut beberapa sumber lainnya, komposisi semen portland

disajikan dalam bentuk lebih umum dan lebih sederhana, seperti Tabel 2.2

berikut:

Tabel 2.2 Komposisi Oksida Semen Portland

Oksida Komposisi

Kapur (CaO ) 60 - 65 %
Silika ( SiO2 ) 17 - 25 %
Alumina ( Al2O3 ) 3-8%
Besi ( Fe2O3 ) 0,5 - 6 %
Megnesia ( MgO ) 0,5 - 4 %
Soda (K2O + Na2O ) 0,5 - 1 %
Sulfur ( SO3 ) 1-2%
Sumber : Buku Teknologi Beton Kardiyono Tjokrodimuljo (dalam Ade Sri
Rezeki, 2013:30).

26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.3 Komposisi Umum Oksida Semen Portland Tipe I
Oksida Nama Umum % Berat
CaO Kapur 63
SiO2 Silika 22
Al2O3 Alumina 6
Fe2O3 Ferrit Oksida 2,5
MgO Magnesia 2,6
K2O Alkalis 0,6
Na2O Disodium Oksida 0,3
SO2 Sulfur Dioksida 2,0
CO2 Karbon Dioksida -
H2O Air -
Sumber : Buku Teknologi Beton Paul Nugraha dan Antonini (2007)

2.2.1.5Reaksi Hidrasi

Ketika air ditambahkan ke dalam campuran semen, proses kimiawi yang

disebut hidrasi akan berlangsung. Mekanisme hidrasi semen ada dua, yaitu

mekanisme larutan dan mekanisme padat. Pada mekanisme larutan, zat yang

direaksikan larut dan menghasilkan ion dalam larutan. Ion-ion ini kemudian

bergabung sehingga menghasilkan zat yang menggumpal (flocculate). Karena

daya larut senyawa yang ada pada semen kecil, maka hidraulis lebih dominan

daripada larutan.

27
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 2.2 Diagram Reaksi Hidrasi Partikel Semen (Teknologi beton, Paul
Nugraha dan Antoni, 2007)

Tabel 2.4 Reaksi hidrasi senyawa semen

Senyawa yang bereaksi Komponen yang dihasilkan

Gel Tobermorit + Kalsium


Trikalsium Silikat + Air
Hidroksida
Gel Tobermorit + Kalsium
Dikalsium Silikat + Air
Hidroksida
Tetrakalsium Aluminoferrit + Air
Kalsium Aluminoferrit Hidrat
+ Kalsium Hidroksida
Tetrakalsium Aluminat + Air +
Tetrakalsium Aluminat Hidrat
Kalsium Hidroksida
Tetrakalsium Aluminat + Air +
Kalsium Monosulfoaluminate
Gypsum

2.2.2 Agregat

2.2.2.1Umum

Agregat (yang tidak bereaksi) merupakan bahan-bahan campuran beton

yang saling diikat oleh perekat semen. Kandungan agregat dalam campuran beton

biasanya sangat tinggi, yaitu berkisar 60%-70% dari volume beton. Walaupun

fungsinya hanya sebagai pengisi, tetapi karena komposisinya yang cukup besar

sehingga karakteristik dan sifat agregat memiliki pengaruh langsung terhadap

sifat-sifat beton. Dengan agregat yang baik, beton dapat dikerjakan (workable),

kuat, tahan lama (durable) dan ekonomis.

Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam

atau agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum agregat dapat dibedakan

berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus.

28
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.5 Pengaruh Sifat Agregat Pada Sifat Beton

Sifat Agregat Pengaruh pada Sifat Beon

Kelecakan Pengikatan
Bentuk, tekstur, gradasi Beton cair
dan Pengerasan
Sifat fisik, sifat kimia, Kekuatan. Kekerasan,
Beton keras
mineral ketahanan (durability)

2.2.2.2Agregat Halus

Agregat halus merupakan pengisi yang berupa pasir. Ukurannya bervariasi

antara ukuran No.4 dan No.100 saringan standar amerika. Agregat yang halus

harus bebas bahan organic, lempung, partikel yang lebih kecil dari saringan

No.100 atau bahan-bahan lain yang dapat merusak campuran beton.

Agregat halus yang akan digunakan harus memenuhi spesifikasi yang

telah ditetapkan oleh ASTM. Jika seluruh spesifikasi yang ada telah terpenuhi

maka barulah dapat dikatakan agregat tersebut bermutu baik (dalam Ade Sri

Rezeki, 2013: 37)

Adapun spesifikasi tersebut adalah :

1. Modulus kehalusan butiran 2,3 sampai 3,1

Melalui Fine Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu :

 Pasir Kasar : 2.9 < FM < 3.2

 Pasir Sedang : 2.6 < FM < 2.9

 Pasir Halus : 2.2 < FM < 2.6

2. Susunan gradasi harus memenuhi syarat seperti tabel 2.6 berikut:

29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.6 Susunan Gradasi Untuk Agregat Halus

Ukuran Lubang Ayakan Persen Lolos Kumulatif (%)


3/8 in (9,5 mm) 100
No.4 (4,75 mm) 95-100
No.8 (2,36 mm) 80-100
No.16 (1,18 mm) 50-85
No.30 (0,6 mm) 25-60
No.50 (0,3 mm) 10-30
No.100 (0,15 mm) 2-10

3. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikron (0,074 mm atau

No.200) dalam persen berat maksimum,

 Untuk beton yang mengalami abrasi sebesar 3%

 Untuk beton jenis lainnya sebesar 5%

4. Kadar gumpalan tanah liat dan partikel yang mudah dirapikan maksimum

3%

5. Kadar arang dan lignit

 Bila tampak permukaan beton dipandang penting (beton akan

diekspos), maksimum 0,5%

 Beton jenis lainnya, maksimum 1,0%

6. Kadar zat organik yang ditentukan dengan mencampur agregat halus

dengan larutan natrium sulfat (NaSO4) 3%, tidak menghasilkan warna

yang lebih tua dibanding warna standard. Jika warnanya lebih tua maka

ditolak kecuali:

 Warna lebih tua timbul karena sedikit adanya arang lignit atau

yang sejenisnya

30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
 Ketika diuji dengan uji perbandingan kuat tekan beton yang dibuat

dengan pasir standard silika hasilnya menunjukkan nilai lebih besar

dari 95%.

7. Tidak boleh bersifat reaktif terhadap alkali jika dipakai untuk beton yang

berhubungan dengan basah dan lembab atau yang berhubungan dengan

bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali semen, dimana penggunaan

semen yang mengandung natrium oksida tidak lebih dari 0,6%

8. Kekekalan jika diuji dengan natrium sulfat bagian yang hancur maksimum

10%, dan jika dipakai magnesium sulfat, maksimum 15%.

2.2.2.3Agregat Kasar

Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4,80

mm (british standard) atau 4,75 mm (standard ASTM). Sifat agregat kasar

mempengaruhi kekuatan akhir beton keras dan daya tahannya terhadap

disintegrasi beton, cuaca, dan efek-efek rusak lainnya. Agregat kasar mineral ini

harus bersih dari bahan-bahan organik dan harus mempunyai ikatan yang baik

dengan semen.

Jenis-jenis agregat kasar yang umum dipakai adalah (I Putu Laintaran,

dkk, 2009:18):

1. Batu pecah alami

Bahan ini didapat dari cadas atau batu pecah alami yang digali. Batu ini

dapat berasal dari gunung api, jenis sedimen atau jenis metamorf.

Meskipun dapat menghasilkan kekuatan yang tinggi terhadap beton, batu

31
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pecah kurang memberikan kemudahan pengerjaan dan pengecoran

dibandingkan dengan jenis agregat kasar lainnya.

2. Kerikil alami

Kerikil ini didapat dari proses alami yaitu dari pengikisan tepi maupun

dasar sungai oleh air sungai yang mengalir. Kerikil memberikan kekuatan

yang lebih rendah dari pada batu pecah, tetapi memberikan kemudahan

pengerjaan yang lebih tinggi.

3. Agregat kasar buatan

Terutama berupa slag atau shale yang bisa digunakan untuk beton

berbobot ririgan. Biasanya merupakan hasil dari proses lain seperti dari

blast-furnace dan lain - lain.

4. Agregat untuk pelindung nuklir dan berbobot berat

Dengan adanya tuntutan yang spesifik pada jaman atom sekarang ini, juga

untuk pelindung dari radiasi nuklir sebagai akibat dari semakin banyaknya

pcmbangkit atom dan stasiun tenaga nuklir, maka perlu ada beton yang

dapat melindungi dari sinar x, sinar gamma dan neutron. Pada beton

demikian syarat ekonomis maupun syarat kemudahan pengerjaan tidak

begitu menentukan. Agregat kasar yang diklasifikasikan disini, misalnya

baja pecah, barit, magnetik dan limonit. Berat volume beton yang dengan

agregat biasa adalah sekitar 144 lb/ft3. Sedangkan beton dengan agregat

berbobot berat mernpunyai berat volume sekitar 225 sampai 330 lb/ft3.

Sifat - sifat beton penahan radiasi yang berbobot berat ini bergantung pada

kerapatan dan kepadatannya, hampir tidak bergantung pada sektor air

32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
semennya. Dalam hal demikian, kerapatan yang tinggi merupakan satu

satunya kriteria disamping kerapatan dan kekuatannya.

Adapun syarat-syarat agregat kasar berdasarkan ASTM (dalam Fadly

Lutfi, 2012:15) adalah:

1. Tidak boleh bersifat reaktif terhadap alkali jika dipakai untuk beton yang

berhubungan dengan basah dan lembab atau yang berhubungan dengan

bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali semen, dimana penggunaan

semen yang mengandung natriium oksida tidak lebih dari 0,6%.

2. Modulus kehalusan berkisar antara 6,0-7,1.

3. Susunan gradasi harus memenuhi syarat tabel 2.7 berikut.

Tabel 2.7 Susunan Gradasi Untuk Agregat Kasar

Ukuran Lubang Ayakan (mm) Persentase Lolos Kumulatif (%)


38,10 95 - 100
19,10 35 - 70
9,52 10 - 30
4,75 0-5

4. Kadar bahan atau partikel yang berpengaruh buruk pada beton

(deleterious) adalah tidak lebih besar dari 3%.

5. Sifat fisika yang mencakup kekerasan agregat diuji dengan bejana Los

Angelos dengan diameter 19,1 mm harus memiliki persentase 24% - 32%.

6. Agregat kasar jika diuji dengan larutan sulfat (natrium sulfat, NaSO4)

bagiannya yang hancur maksimum 12% dan jika diuji dengan magnesium

sulfat (MgSO4) bagiannya yang hancur maksimum 18%.

7. Kadar lumpur (butir yang lebih kecil dari 70 mikron) maksimum 1%.

33
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2.3 Air

Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses hidrasi, yaitu

reaksi kimia antara semen dan air yang menyebabkan campuran ini menjadi keras

setelah lewat beberapa waktu tertentu, membasahi agregat dan memberikan

kemudahan dalam pekerjaan beton. Air yang dapat diminum umumnya digunakan

sebagai campuran beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa berbahaya,

yang tercemar garam, minyak gula, atau bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam

campuran beton akan menurunkan kualitas beton, bahkan dapat mengubah sifat-

sifat beton.

Air yang digunakan untuk pembuatan beton dipengaruhi oleh faktor-faktor

berikut ini (Paul Nugraha dan Antoni, 2007: 74)

a. Ukuran agregat maksimum

Diameter membesar menjadikan kebutuhan air menurun (begitu juga

jumlah mortar yang dibutuhkan menjadi lebih sedikit.

b. Bentuk butir

Butiran yang bulat menjadikan kebutuhan air menurun (batu pecah perlu

lebih banyak air).

c. Gradasi agregat

Gradasi baik menjadikan kebutuhan air menurun untuk kelecakan yang

sama.

d. Kotoran dalam agregat

Makin banyak slit, tanah liat, dan lumpur maka kebutuhan air meningkat.

e. Jumlah agregat halus (dibandingkan agregat kasar)

Agregat halus lebih sedikit maka kebutuhan air menurun.

34
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Adapun syarat-syarat mutu air menurut British Standard (BS.3148-80)

(dalam Fadly Lutfi, 2012:18) adalah sebagai berikut:

a. Gabungan ion-ion yang terdapat dalam air yaitu kalsium, magnesium,

natrium, kalium, bikarbonat, sulfat, klorida, nitrat, dan kadang-kadang

karbonat tidak melebihi 2000 mg per liter.

b. Konsentrasi NaCl atau garam dapur dalam air harus lebih kecil dari 2000

ppm (part per million) dan kandungan sulfat dalam air harus lebih kecil

dari 1250 ppm.

c. Air campuran asam tidak boleh melebihi pH 3,00

d. Konsentrasi air dengan kandungan basa (Natrium hidroksida) harus lebih

rendah dari 0,5% dari berat semen.

e. Kadar gula dalam air tidak boleh melebihi 0,2% dari berat semen.

f. Air yang mengandung minyak tidak boleh melebihi 2% dari berat semen.

2.2.4 Bahan Tambah (Admixture)

2.2.4.1Umum

Bahan tambah (admixture) adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke

dalam campuran beton pada saat atau selama percampuran berlangsung. Fungsi

dari bahan ini adalah untuk mengubah sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih

cocok untuk pekerjaan tertentu, atau untuk menghemat biaya.

Admixture atau bahan tambah yang didefenisikan dalam Standard

Definitions of terminology Relating to Concrete and Concrete Aggregates (ASTM

C.125-1995:61) dan dalam Cement and Concrete Terminology (ACI SP-19)

adalah sebagai material selain air, agregat dan semen hidrolik yang dicampurkan

35
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dalam beton atau mortar yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan

berlangsung. Bahan tambah digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakteristik

dari beton misalnya untuk dapat dengan mudah dikerjakan, mempercepat

pengerasan, menambah kuat tekan, penghematan, atau untuk tujuan lain seperti

penghematan energi. Bahan tambah biasanya diberikan dalam jumlah yang relatif

sedikit, dan harus dengan pengawasan yang ketat agar tidak berlebihan yang

justru akan dapat memperburuk sifat beton (dalam Ade Sri Rezeki, 2013: 43).

Di Indonesia bahan tambah telah banyak dipergunakan. Manfaat dari

penggunaan bahan tambah ini perlu dibuktikan dengan menggunakan bahan

agregat dan jenis semen yang sama dengan bahan yang akan dipakai di lapangan.

Dalam hal ini bahan yang dipakai sebagai bahan tambah harus memenuhi

ketentuan yang diberikan oleh SNI. Untuk bahan tambah yang merupakan bahan

tambah kimia harus memenuhi syarat yang diberikan dalam ASTM C.494,

“Standard Spesification for Chemical Admixture for Concrete” (dalam Mhd Falah

Hudan, 2012).

Untuk memudahkan pengenalan dan pemilihan admixture, perlu diketahui

terlebih dahulu kategori dan penggolongannya (Ade Sri Rezeki, 2013: 44) yaitu :

 Air entraining Agent (ASTM C 260), yaitu bahan tambah yang ditujukan

untuk membentuk gelembung-gelembung udara berdiameter 1 mm atau

lebih kecil didalam beton atau mortar selama pencampuran, dengan

maksud mempermudah pengerjaan beton pada saat pengecoran dan

menambah ketahanan awal pada beton.

 Chemical admixture (ASTM C 494), yaitu bahan tambah cairan kimia

yang ditambahkan untuk mengendalikan waktu pengerasan

36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(memperlambat atau mempercepat), mereduksi kebutuhan air, menambah

kemudahan pengerjaan beton, meningkatkan nilai slump dan sebagainya.

 Mineral admixture (bahan tambah mineral), merupakan bahan tambah

yang dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja beton. Pada saat ini, bahan

tambah mineral ini lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja

tekan beton, sehingga bahan ini cendrung bersifat penyemenan.

Keuntunganannya antara lain : memperbaiki kinerja workability,

mempertinggi kuat tekan dan keawetan beton, mengurangi porositas dan

daya serap air dalam beton. Beberapa bahan tambah mineral ini adalah

pozzolan, fly ash, slang, dan silica fume.

 Miscellanous admixture (bahan tambah lain), yaitu bahan tambah yang

tidak termasuk dalam ketiga kategori diatas seperti bahan tambah jenis

polimer (polypropylene, fiber mash, serat bambu, serat kelapa dan

lainnya), bahan pencegah pengaratan dan bahan tambahan untuk perekat

(bonding agent).

2.2.4.2Alasan Penggunaan Bahan Tambahan

Penggunaan bahan tambahan harus didasarkan pada alasan-alasan yang

tepat misalnya untuk memperbaiki sifat-sifat tertentu pada beton. Pencapaian

kekuatan awal yang tinggi, kemudahan pekerjaan, menghemat harga beton,

memperpanjang waktu pengerasan dan pengikatan, mencegah retak dan lain

sebagainya. Para pemakai harus menyadari hasil yang diperoleh tidak akan sesuai

dengan yang diharapkan pada kondisi pembuatan beton dan bahan yang kurang

baik.

37
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Keuntungan penggunaan bahan tambah pada sifat beton, antara lain (Ade

Sri Rezeki, 2013: 46)

a. Pada beton segar (fresh concrete)

 Memperkecil faktor air semen

 Mengurangi penggunaan air.

 Mengurangi penggunaan semen.

 Memudahkan dalam pengecoran.

 Memudahkan finishing.

b. Pada beton keras (hardened concrete)

 Meningkatkan mutu beton

 Kedap terhadap air (low permeability).

 Meningkatkan ketahanan beton (durability).

 Berat jenis beton meningkat.

2.2.4.3Jenis Admixture

2.2.4.3.1 Mineral Admixture

a. Kerak Tanur Tinggi (slag)

Blast-furnace-slag adalah kerak (slag), bahan sisa dari pengecoran besi

(pig iron), dimana prosesnya memakai dapur (furnace) yang bahan

bakarnya dari udara yang ditiupkan (blast). Material penyusun slag adalah

kapur, silika dan alumina yang bereaksi pada temperatur 1600 oC dan

berbentuk cairan. Bila cairan ini didinginkan secara lambat maka akan

terjadi kristal yang tak berguna sebagai campuran semen dan dapat dipakai

sebagai pengganti agregat. Namun membentuk granulated glass yang

38
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sangat reaktif, cocok untuk pembuatan semen slag. Bijih dari blast furnace

tersebut kemudian digiling hingga halus, dapat dipakai sebagai bahan

pengganti semen pada pembuatan beton (dalam Fadly Lutfi, 2012: 20).

b. Uap Silika (Silika Fume)

Menurut ASTM C.1240, 1995:637-642 silica fume adalah material

pozzolan yang halus, dimana komposisi silika lebih banyak dihasilkan dari

tanur tinggi atau sisa produksi silikon atau alloy besi silikon (dikenal

sbagai gabungan antara mikrosilika dengan silika fume). Silica fume

mengandung SiO2 sebanyak 86-96%, ukuran butir rata-rata 0,1-0,2

micrometer, dan strukturnya amorphous (bersifat reaktif dan tidak

terkristalisasi). Ukuran silica fume ini lebih halus daripada asap rokok.

Silica fume berbentuk seperti fly ash tetapi ukurannya lebih kecil sekitar

seratus kali lipatnya. Silica fume biasa didapat dalam bentuk bubuk,

dipadatkan atau cairan yang dicampurkan dengan air 50%. Berat jenisnya

sekitar 2,20 tetapi bulk density hanya 200-300 kg/m3. Specific suface area

sangat besar, yaitu 15-25 m2/g. Silica fume biasa dipakai sebagai pengganti

sebagian semen, meskipun tidak ekonomis. Kedua, sebagai bahan

tambahan untuk memperbaiki sifat beton, baik beton segar maupun beton

keras. Untuk beton normal dengan kadar semen diatas 250 kg/m3,

kebutuhan air bertambah dengan ditambahnya silica fume. Campuran lebih

kohesif. Pada slump yang sama, lebih banyak energi dibutuhkan untuk

menghasilkan aliran tertentu. Ini mengindikasikan stabilitas lebih baik dari

beton cair. Pendarahan (bleeding) sangat berkurang sehingga perlu

perawatan dini untuk mencegah retak susut plastis, khususnya pada cuaca

39
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
panas dan berangin. Silica fume biasanya dipakai bersama super plastisizer

(dalam Fadly Lutfi, 2012: 21).

c. Abu Terbang Batu Bara (Fly Ash)

Abu terbang ini merupakan material yang berasal dari sisa pembakaran

batubara yang tidak terpakai. Pembakaran batubara ini kebanyakan

digunakan pada pembangit listrik tenaga uap. Material ini mempunyai

kadar bahan semen yang tinggi dan mempunyai sifat pozzolanik.

Kandungan fly ash sebagian besar terdiri dari silikat oksida (SiO2),

aliuminium (Al2O3), besi (Fe2O3), dan kalsium (CaO) serta magnesium,

potasium, sodium, titanium, dan sulfur dalam jumlah yang lebih sedikit.

Abu terbang sendiri tidak mempunyai kemampuan mengikat seperti

halnya semen. Tetapi dengan kehadiran air dan ukuran partikelnya yang

halus, oksida silika yang dikandung oleh abu terbang akan bereaksi secara

kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen

dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan mengikat.

2.2.4.3.2 Jenis Miscellanous Admixture (Bahan Tambah Lain)

Saat ini mulai dilakukan pengujian penambahan material – material

tertentu guna mencapai hasil ataupun mengetahui pengaruh dari penggunnaan

material tersebut. Bahan tersebut ditambahkan ke dalam campuran beton dengan

berbagai tujuan, antara lain untuk mengurangi pemakaian semen, agregat halus

maupun agregat kasar. Cara pemakaiannya pun berbeda-beda, sebagai bahan

pengganti sebagian agregat atau sebagai tambahan pada campuran untuk

mengurangi pemakaian agregat.

40
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Abu Kulit Gabah (Rice Husk Ash)

Kulit gabah dari penggilingan padi dapat digunakan sebagi bahan

bakar dalam proses produksi. Kulit gabah terdiri dari 75% bahan mudah

terbakar dan 25% berat akan berubah menjadi abu. Abu ini dikenal dengan

dengan Rice Husk Ash (RHA) yang mempunyai kandungan silika reaktif

sekitar 85 – 90%.

Untuk membuat abu kulit gabah menjadi silika reaktif yang dapat

digunakan sebagai material pozzolan dalam beton maka diperlukan kontrol

pembakaran yang baik. Temperatur pembakaran tidak boleh melebihi

800°C sehingga dapat dihasilkan RHA yang terdiri dari silika yang tidak

terkristalisasi. Jika kulit gabah ini terbakar hingga suhu lebih dari 850°C

maka akan menghasilkan abu yang sudah terkristalisasi menjadi arang dan

tidak reaktif lagi sehingga tidak mempunyai sifat pozzolan.

RHA kemudian dapat digiling untuk mendapatkan ukuran butiran

yang halus. RHA sebagai bahan tambahan dapat digunakan dengan

mencampurkannya pada semen atau hanya memakai air kapur sebagai

campuran untuk mendapatka beton dengan kuat tekan rendah.

b. Cacahan Karet Ban Kenderaan

Cacahan karet ban merupakan salah satu bahan tambah ataupun

pengganti pada agregat yang akhir –akhir ini mulai diteliti dampak

penggunaannya terhadap campuran pada beton. Penggunaan cacahan karet

ban ini dapat diperlakukan sebagai pengganti agregat kasar ataupun halus

tergantung pada besar butiran cacahan karet yang digunakan.

41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dampak tahap awal yang diharapkan dari penggunaan cacahan

karet ban ini adalah didapatnya nilai perilaku mekanik beton yang setara

ataupun mendekati dengan beton normal. Sehingga didapat penghematan

agregat dalam campuran beton tersebut.

2.2.4.4Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit (PKS)

Abu boiler PKS ini adalah abu yang telah mengalami proses penggilingan

dari kerak pada proses pembakaran cangkang dan serat buah pada suhu 700-800
o
C pada dapur tungku boiler. Abu boiler PKS merupakan biomass dengan

kandungan silica (SiO2) yang potensial dimanfaatkan. Pembakaran cangkang dan

serat buah menghasilkan kerak yang keras berwarna putih-keabuan akibat

pembakaran dengan suhu yang tinggi dengan kandungan silica 61%. Tingginya

kandungan silica ini membuat abu boiler PKS ini dapat dimanfaatkan sebagai

bahan pozzolan dalam campuran beton.

Pemeriksaan kandungan abu boiler PKS yang telah dilakukan oleh Lutfi,F

(2012) di laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Boiler PKS (PPKS), yang

ditunjukkan tabel 2.8 berikut.

Tabel 2.8 Kandungan Senyawa Kimia Abu Boiler PKS

Parameter Hasil uji (%) Metode uji


K2O 1,34 SNI 2803.2010
MgO 0,96 SNI 02.2804.2005
CaO 2,05 SNI 02.2804.2005
Al2O3 3,18 SNI 02.2804.2005
Fe2O3 0,37 SNI 02.2804.2005
SiO2 71,35 SNI 02.2804.2005
Mn 0,008 AAS

42
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Na <LoD AAS
Zn 0,05 AAS
Cu <LoD AAS
C, organic 7,28 Gravimetri

Keterangan: LoD Cu=0,001mg/l, LoD Mn=0,001mg/l, LoD Na=0,0002 mg/l

Gambar 2.3 Bagan Pengelolaan Limbah PKS Secara Terpadu dengan

Konsep Zero Waste (PPKS)

Proses pembentukan limbah abu boiler PKS ini dapat digolongkan dalam

beberapa stasiun, yaitu (Fadly Lutfi, 2012: 23)

43
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Stasiun Penerimaan Tandan Buah Segar (TBS)

a) Jembatan Timbang

Sebelum diolah dalam pabrik kelapa sawit (PKS), TBS yang berasal dari

kebun diterima di stasiun ini untuk ditimbang. Jembatan ini merupakan

alat ukur timbangan berupa jembatan untuk kendaraan. Jembatan timbang

terdiri dari beberapa platform untuk menerima beban secara langsung,

indicator untuk membaca berat yang diterima oleh bagian platform, dan

unit computer untuk memproses pembacaan indicator.

b) Loading Ramp

Loading ramp merupakan suatu bangunan dengan lantai berupa kisi-kisi

pelat besi berjarak 10 cm dengan kemiringan 45o. kisi-kisi tersebut

berfungsi untuk memisahkan kotoran berupa pasir, kerikil, dan sampah

yang terikut dalam TBS. pada bagunan ini buah disortir menurut

kriterianya agar minyak yang dihasilkan mendapat kualitas yang baik.

2. Stasiun Perebusan/Sterilisasi

a) Rebusan (Sterilizer)

Proses perebusan merupakan tahapan kegiatan yang sangat penting pada

pengolahan kelapa sawit karena pada proses ini memegang peranan dalam

pencapaian kualitas minyak yang dihasilkan. Tujuan perebusan ini adalah

menghentikan proses peningkatan Asam Lemak Bebas (ALB) saat TBS

dipotong dari batangnya dan mengurangi kadar air agar inti biji lekang

dari cangkangnya.

44
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b) Pemipihan/Penebahan (Threshing)

Alat pemipil yang digunakan berupa tromol pemipil dengan dinding

berbentuk silinder berdiameter 2 m dan panjang 4-5m. Semakin besar

diameter drum maka peluang untuk buah terbanting dengan ketinggian

yang lebih jauh akan semakin besar sehingga brondolan akan jatuh dan

masuk melalui kisi-kisi sebesar 5 cm, sedangkan tandan terdorong keluar

ke Empty Bunch Conveyor (BBC).

3. Stasiun Kempa

a) Pelumatan (Digestion)

Digester merupakan alat untuk melumatkan brondolan, sehingga daging

buah terlepas dari biji. Bentuk mesin ini berupa ketel silinder yang tegak

dan berdinding dua lapis. Setiap dinding dipisahkan oleh ruangan dimana

ruangan ini berfungsi untuk diberikannya uap panas agar memanaskan

buah yang ada di dalam tremol sehingga minyak yang dikandungnya

mudah keluar. Di tremol bagian dalam terdapat sebuah sumbu yang

dilengkapi dengan 6 buah tingkat yang terdiri dari 5 tingkat pisau

pengaduk dan 1 tingkat pisau lempar. Pisau pengaduk berfungsi untuk

melumatkan brondolan dan pisau lempar digunakan untuk mendorong

massa keluar dari ketel menuju Pressan.

b) Pengepressan (Pressing)

Pada pabrik kelapa sawit, umumnya digunakan Screw Press sebagai alat

pengempaan untuk memisahkan minyak dari daging buah. Proses

pemisahan minyak terjadi akibat putaran Screw mendesak buah,

sedangkan dari arah berlawanan tertahan oleh Sliding Cone. Screw dan

45
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sliding Cone ini berada dalam sebuah selubung baja yang disebut Press

Cage, dimana dindingnya berlubang-lubang diseluruh permukaannya.

Dengan demikian minyak dari daging buah akan didesak keluar dari

lubang-lubang tersebut.

4. Stasiun Kernel

a) Cake Brake Conveyor (CBC)

CBC memiliki panjang 3000 cm dan lebar 70 cm yang berbentuk U. alat

ini berfungsi untuk membawa campuran ampas dengan biji/noten dari

Screw Press sambil mengeringkannya. Biji/noten dibawa ke Polishing

Drum untuk disortir dan memberikan ampas ke Cyclone.

b) Polishing Drum

Polishing Drum memiliki panjang 570 cm dan diameter 100 cm dengan

putaran 18 rpm. Alat ini berfungsi untuk menerima biji/noten dari CBC

yang bercampur dengan kotoran ampas, mensortir biji/noten hingga benar-

benar bersih dan mengirimkan biji/noten ke Silo Noten melalui Conveyor

dan Nut Destoner.

c) Cyclone/Ducting

Cyclone dilengkapi dengan Blower (Fan). Alat ini berfungsi untuk

menghisap ampas dari CBC dan mengirimkannya ke Ketel Uap sebagai

bahan bakar melalui saluran Fibrecyclone.

d) Nut Grading Drum

Nut Grading Drum memiliki diameter 97 cm dan panjang 400 cm yang

berfungsi untuk mensortir biji/noten yang masuk dari Nut Destoner

46
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sehingga biji/noten yang ukuran besar terpisah dari biji/noten yang ukuran

kecil.

e) Silo Noten (Nut Bin)

Silo Noten memiliki Blower (Fan) pemanas yang dilengkapi dengan

Heater dan pengatur biji masuk (Shaking Grade) ke Nut Cracker. Alat ini

berfungsi untuk pengeringan biji/noten dengan cara peniupan udara panas

sehingga kadar air yang terkandung di dalam biji/noten berkurang dan

mengatur pemecahan biji/noten di Nut Cracker.

f) Ripple Mill

Alat ini berfungsi untuk memecahkan biji/noten seefisien mungkin dengan

kerusakan kernel seminimal mungkin. Sebelum masuk ke Ripple Mill,

biji/noten yang jatuh dari Nut Silo akan diterima oleh Vibrating Feeder.

Vibrating Feeder mengatur banyaknya biji/noten yang akan masuk ke

Ripple Mill.

g) Light Tenerea Dust Separator (LTDS)

LTDS dilengkapi dengan ayakan biji/noten untuk fraksi besar dan kecil.

Fungsi alat ini adalah untuk menerima biji/noten yang telah dipecah dari

Nut Cracker, membersihkan inti dari abu, cangkang halus dan biji-biji

pecah dan mengirim kembali biji/noten yang tidak pecah dengan membagi

fraksi besar dan kecil yang dibantu dengan Conveyor ke Nut Bin kemudian

mengirim biji/noten yang sudah pecah ke Hydrocyclone.

h) Hydrocyclone

Hydrocyclone berfungsi untuk memisah inti dan cangkang dari biji/noten

yang telah pecah berdasarkan berat jenis dengan gaya sentrifugal yang

47
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dipompakan ke Cyclone, mengirim inti ke Silo Inti untuk dikeringkan dan

mengirim cangkang ke Silo Cangkang dan Ketel Uap untuk menjadi bahan

bakar.

5. Stasiun Boiler (Ketel Uap)

Ketel Uap berasal dari kata “boil” yang artinya mendidih dan menguap.

Dengan demikian boiler dapat diartikan sebagai suatu peralatan

pembangkit/pembentuk uap atau disebut juga sebagai suatu peralatan yang

berfungsi untuk mengkonversikan energi kimia dari bahan bakar menjadi

energi panas. Bahan bakar diubah dalam stasiun boiler menjadi abu boiler

PKS.

Bahan bakar yang digunakan adalah serabut dan cangkang kelapa sawit.

Serabut adalah bahan bakar padat yang bebentuk seperti rambut, apabila telah

mengalami proses pengolahan berwarna coklat muda, serabut ini terdapat

dibagian kedua dari buah kelapa sawit setelah kulit buah kelapa sawit.didalam

serabut dan daging buah sawitlah minyak CPO terkandung. Sedangkan, Cangkang

adalah sejenis bahan bakar padat yang berwarna hitam berbentuk seperti batok

kelapa dan agak bulat, terdapat pada bagian dalam pada buah kelapa sawit yang

diselubungi oleh serabut.

Gambar 2.4 Serabut kelapa sawit Gambar 2.5 Cangkang sawit

48
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Biasanya limbah abu boiler PKS sering digunakan untuk penimbun jalan

disekitar jalan perkebunan dan sebgai kompos/pupuk. Namun dibalik itu, ternyata

limbah ini memiliki manfaat juga untuk campuran dalam beton. Kandungan

oksida dalam abu boiler PKS seperti SiO2, AlO3, CaO dan lainnya sama seperti

kandungan oksida pada semen yang dimana jika abu boiler PKS digunakan dalam

campuran beton akan menghasilkan beton yang kuat tanpa harus menghilangkan

sifat asli dari beton normalnya.

Gambar 2.6 Abu Boiler PKS

2.3 Perawatan Beton (Curing)

2.3.1 Umum

Jumlah air dalam beton cair sebetulnya sudah lebih dari cukup (sekitar 12

liter per sak semen) untuk menyelesaikan reaksi hidrasi. Namun sebagian air

hilang karena menguap sehingga hidrasi selanjutnya terganggu. Jadi perawatan

perlu untuk mengisi pori-pori kapiler dengan air, karena hidrasi terjadi

didalamnya (Paul Nugraha dan Antoni, 2007: 150).

Perawatan ini dilakukan setelah beton mencapai final setting, artinya beton

telah mengeras. Perawatan ini dilakukan, agar proses hidrasi selanjutnya tidak

49
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mengalami gangguan. Jika hal ini terjadi, beton akan mengalami keretakan karena

kehilangan air yang begitu cepat. Perawatan dilakukan minimal selama 7 (tujuh)

hari dan beton berkekuatan awal tinggi minimal selama 3 (tiga) hari serta harus

dipertahankan dalam kondisi lembab, kecuali dilakukan dengan perawatan yang

dipercepat (Tri Mulyono, 2003: 229).

Menurut A.M. Neville, ada empat hal yang mempengaruhi proses

penguapan yang dapat menyebabkan kehilangan air pada beton (Christine

Mayavani dan Habudin, 2006: 10) yaitu :

1. Kelembaban relatif

Semakin besar nilai kelembaban relatif, maka semakin sedikit kehilangan

air yang terjadi.

Gambar 2.7 Grafik Hubungan Antara Kelembaban Dengan Kehilangan Air


(Neville, A.M., 2002)

50
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Temperatur udara dan beton

Temperatur udara dan beton sangat mempengaruhi proses penguapan yang

terjadi pada beton. Semakin tinggi temperatur maka kehilangan air yang

terjadi semakin banyak.

Gambar 2.8 Grafik Hubungan Antara Temperatur Udara Dan Beton


Dengan Kehilangan Air (Neville, A.M., 2002)

3. Kecepatan udara

Proses penguapan juga dipengaruhi oleh adanya angin. Kecepatan angin

yang besar akan mempercepat proses penguapan yang terjadi.

51
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 2.9 Grafik Hubungan Antara Kecepatan Angin Dengan Kehilangan Air
(Neville, A.M., 2002)

4. Temperatur beton

Perbedaan diantara temperatur udara dan beton juga mempengaruhi

terhadap kehilangan air seperti yang ditunjukan oleh gambar berikut.

Gambar 2.10 Grafik Hubungan Antara Temperatur Beton Dengan Kehilangan


Air
(Neville, A.M., 2002)

52
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Murdock, L.J. dan Brook, KM menjelaskan, selain dapat menyebabkan

kehilangan air yang dapat mengganggu proses hidrasi, penguapan juga dapat

menyebabkan penyusutan kering yang terlalu awal dan cepat, sehingga berakibat

timbulnya tegangan tarik yang mungkin dapat menimbulkan retak-retak, kecuali

bila beton telah mencapai kekuatan yang cukup untuk menahan tegangan ini

(Christine Mayavani dan Habudin, 2006: 12).

Bervariasinya bahan dasar pembentuk beton menyebabkan beton

mempunyai beberapa sifat, di antaranya adalah sifat awet/daya tahan beton.

Parameter daya tahan beton meliputi (Nursyamsi, vol. 4 no. 2, 2005: 317)

a. Daya tahan terhadap beban struktur beton, dapat ditentukan dari:

 Kuat tekan hancur beton, yaitu kekuatan beton untuk memikul beban

rencana sebelum mengalami kehancuran.

 Kuat tarik, yaitu kemampuan beton menahan tarikan. Sifat ini

umumnya tidak terlalu diperhitungkan untuk memikul beban tetapi

akan sangat menentukan kemampuan beton menahan retak yang

terjadi akibat perubahan kadar air atau suhu.

b. Daya tahan selama proses pengerasan beton, yaitu kemampuan beton

menghindari terjadinya retak-retak plastis akibat penyusutan volume.

c. Daya tahan terhadap penetrasi bahan-bahan yang dapat merusak beton,

dapat ditentukan dari permeabilitas beton.

2.3.2 Jenis-Jenis Perawatan Beton (Curing)

Perawatan beton ini dapat dilakukan dengan pembasahan atau penguapan

(steam) serta dengan menggunakan membran. Pemilihan cara mana yang

53
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
digunakan semata-mata mempertimbangkan kemudahan pengerjaan ataupun biaya

yang dikeluarkan.

2.3.2.1Perawatan Dengan Pembasahan

Perawatan dengan pembasahan dilakukan di laboratorium ataupun di

lapangan. Pekerjaan perawatan dengan pembasahan ini dapat dilakukan dengan

beberapa cara yaitu (Tri Mulyono, 2003: 230):

1. Menaruh beton segar dalam ruangan yang lembab.

2. Menaruh beton segar dalam genangan air.

3. Menaruh beton segar dalam air.

4. Menyelimuti permukaan beton dengan air.

5. Menyelimuti permukaan beton dengan karung basah.

6. Menyirami permukaan beton secara kontinyu.

7. Melapisi permukaan beton dengan air dengan melakukan compound.

Cara a, b, dan c digunakan untuk contoh uji. Cara d, e, f digunakan untuk

beton di lapangan yang permukaanya mendatar, sedangkan cara f dan g digunakan

untuk yang permukaanya vertikal.

Dengan perawatan merendam, benda uji direndam seluruhnya dalam air

yang mempunyai suhu 23 ± 2oC mulai pelepasan dari cetakan hingga saat

pengujian dilakukan. Ruang penyimpanan harus bebas dari getaran terutama pada

waktu 48 jam pertama setelah benda uji disimpan (SNI. 03-2493-1991).

Dalam penelitian ini pengaruh suhu tidak diperhatikan. Benda uji

diletakkan di dalam bak perendaman di dalam laboratorium bahan rekayasa

Departemen Teknik Sipil USU, dengan menggunakan air PDAM Tirtanadi.

54
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3.2.2Perawatan Dengan Penguapan

Perawatan dengan uap dapat dibagi menjadi dua, yaitu perawatan dengan

tekanan rendah dan perawatan dengan tekanan tinggi. Perawatan tekanan rendah

berlangsung selama 10-12 jam pada suhu 40o-55oC, sedangkan penguapan dengan

suhu tinggi dilaksanakan selama 10-16 jam pada suhu 65o-95oC, dengan suhu

akhir 40o-55oC. Sebelum perawatan dengan penguapan dilakukan, beton harus

dipertahankan pada suhu 10o-30oC selama beberapa jam.

Perawatan dengan penguapan berguna pada daerah yang mempunyai

musim dingin. Perawatan ini harus diikuti dengan perawatan pembasahan setelah

lebih dari 24 jam, minimal selama umur 7 hari, agar kekuatan tekan dapat tercapai

sesuai dengan rencana pada umur 28 hari (Tri Mulyono, 2003: 231).

2.3.2.3Perawatan Dengan Membran

Membran yang digunakan untuk perawatan merupakan penghalang fisik

untuk menghalangi penguapan air. Bahan yang digunakan harus kering dalam

waktu 4 jam (sesuai final setting time), dan membentuk selembar film yang

kontinyu, melekat dan tidak bergabung, tidak beracun, tidak selip, bebas dari

lubang-lubang halus dan tidak membahayakan beton (Tri Mulyono, 2003: 232).

Lembaran plastik atau lembaran lain yang kedap air dapat digunakan

dengan sangat efesien. Perawatan dengan menggunakan membran sangat berguna

untuk perawatan pada lapisan perkerasan beton (rigid pavement). Cara ini harus

dilaksanakan sesegera mungkin setelah waktu pengikatan beton. Perawatan

dengan cara ini dapat juga dilakukan setelah atau sebelum perawatan dengan

pembahasan (Tri Mulyono, 2003: 232).

55
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tipe-tipe lembaran bahan perawat beton sesuai SNI. 4817:2008, adalah

sebagai berikut :

a) Kertas biasa dan putih.

b) Lembaran tipis polyethylene; bening (tembus pandang) dan putih, buram.

c) Lembaran goni dilapisi polyethylene putih.

Menurut Rancangan Pedoman Teknis Bahan Konstruksi Bangunan Dan

Rekayasa Sipil (RPT0. ICS 93.010). Cara perawatan membran ini dapat dibagi

lagi ke dalam 3 macam, yaitu:

a) Membran cair

Perawatan membran yang dilakukan dengan menyemprot perawatan cair

ke permukaan beton ketika seluruh permukaan beton kering. sebelumnya

terlebih dahulu dibuka cetakannya dan finishing dilakukan. Jika

seandainya hujan turun maka harus dibuat pelindung sebelum lapisan

membran cukup kering, atau seandainya lapisan membran rusak maka

harus dilakukan pelapisan ulang lagi.

b) Selimut kedap air

Metode ini dilakukan dengan menyelimuti permukaan beton dengan bahan

lembaran kedap air yang bertujuan mencegah kehilangan kelembaban ari

permukaan beton. Beton harus basah pada saat lembaran kedap air ini

dipasang. Lembaran bahan ini aman untuk tidak terbang/pindah tertiup

angin dan apabila ada kerusakan/sobek harus segera diperbaiki selama

periode perawatan berlangsung.

56
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c) Form-In-Place

Perawatan yang dilakukan dengan tetap mempertahankan cetakan sebagai

dinding penahan pada tempatnya selama waktu yang diperlukan beton

dalam masa perawatan.

Gambar 2.11 Perawatan Dengan Menggunakan Penutup Plastik Di


Lapangan

Berikut ini merupakan jenis kemasan plastik yang beredar di maysarakat

(Firman, 2012:13)

1. Polyethylene terepththalate (PET)

Plastik jenis ini berwarna jernih atau transparan, kuat, tahan pelarut, kedap

gas dan cairan, melembek pada suhu 80 0C. kemasan jenis ini banyak

dipakai di botol mineral, tray biscuit, wadah kosmetik dll.

2. High density polyethylene (HDPE)

Jenis plastik ini memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras sampai semi

fleksibel, buram, tahan terhadap bahan kimia dan cairan lebih tahan

57
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
terhadap suhu tinggi namun disarankan digunakan untuk sekali pakai.

Biasanya kemasan ini banyak dijumpai pada botol kemasan susu berwarna

putih, shampoo, kursi lipat wadah es krim dll.

3. Polyvinyl chloride (PVC)

Jenis plastik yang sangat sulit untuk di daur ulang. Sifat plastik PVC kuat,

keras, bisa jernih (tembus pandang), dapat diubah bentuknya

menggunakan pelarut, melembek pada suhu 800 C. berbahaya bagi

kesehatan, banyak ditemukan pada botol kemasan.

4. Low density polyethylene (LDPE)

Karakter plastic ini kuat, agak tembus cahaya, fleksibel dengan permukaan

berlemak, melembek pada suhu 700 C, mudah tergores banyak digunakan

pada plastik kemasan, tempat makanan dll. Salah satu contoh LDPE

adalah stretch film atau plastik wrapping.

5. Polypropylene (PP)

Karakter plastik ini lebih kuat, transparan yang tidak jernih ringan,

ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil pada suhu tinggi, tahan pelarut

dan cukup mengkilap. Banyak digunakan untuk botol susu, sedotan,

wadah makanan dll.

6. Polystyrene (PS)

Sifat kemasan ini adalah jernih, berkasa, kaku, mudah patah,

buram,melembek pada suhu 950 C, terpengaruh oleh lemak dan pelarut.

Bahan ini harus di hindari, karena berbahaya untuk kesehatan otak, dan

mengganggu hormone estrogen pada perempuan yang berakibat pada

58
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
masalah reproduksi. Banyak digunakan pada bahan tempat makan

Styrofoam, CD, karton telur.

7. Other terdiri atas polycarbonate (PC), styrene acrylonitrile (SAN) dan

Nylon. Banyak digunakan pada gallon air, alat elektronik. Sifat dari jenis

kemasan ini memiliki resistensi yang tinggi terhadap reaksi kimia.

Pada penelitian ini digunakan jenis kantong plastik yang terbuat dari bahan

baku LDPE (Low Density Poly Ethylene), biasa di masyarakat dikenal dengan

sebutan “kantong Gula”. Bahan plastik LDPE yang bersifat lentur menyebabkan

plastik tidak mudah sobek terhadap benda tajam. Plastik ini berwarna bening,

kuat, kedap air, tidak menyebabkan perubahan warna pada benda uji dan tidak

lengket pada benda uji. Bentuk plastik ini cocok digunakan terhadap benda uji

yang bentuknya silinder.

Selain berfungsi untuk menghindari hilangnya air selama masa perawatan,

membran ini berfungsi juga untuk mengurangi naiknya temperatur beton yang

permukaannya secara langsung terkena sinar matahari.

Adapun persyaratan fisik lembar tipis polyethylene yang digunakan dalam

perawatan membran (SNI. 4817-2008) adalah:

a. Lembar tipis polyethylene harus terdiri dari lembaran tunggal yang terbuat

dari resin polyethylene.

b. Lembaran tidak boleh ada kerusakan yang terlihat dan harus seragam

bentuknya.

c. Tipe lembaran terang harus betul-betul tembus pandang sedangkan tipe

lembaran putih harus mengandung bahan pewarna putih.

59
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3.2.4Perawatan Lainnya

Perawatan pada beton lainnya yang dapat dilakukan adalah perawatan

dengan menggunakan sinar infra merah, yaitu dengan melakukan penyinaran

selama 2-4 jam pada suhu 90°C. hal tersebut dilakukan untuk mempercepat

penguapan air pada beton mutu tinggi. Selain itu ada pula perawatan hidrotermal

(dengan memanaskan cetakan untuk beton-beton pra-cetak selama 4 jam pada

suhu 65°C) dan perawatan dengan karbonisasi (Tri Mulyono, 2003: 232).

2.3.3 Waktu Perawatan

Waktu curing paling krusial adalah setelah beton mencapai final setting

(beton telah mengeras) sampai dengan minimal 7 hari (initial curing). Hal ini

karena selama waktu itu (time of initial curing) material-material pembentuk

beton mengalami proses hidrasi secara aktif. Beton harus dicegah menjadi kering

selama sekurang-kurangnya 5 sampai 7 hari agar diperoleh ketahanan maksimal

terhadap disintegrasi (pemecahan) (Murdock, L.J. dan Brook, KM., 1991). ACI

308 juga menyebutkan bahwa perawatan dilakukan paling tidak selama 7 hari

(seven days of moist curing) (dalam Christine Mayavani dan Habudin, 2006:15).

2.3.4 Pengaruh Perawatan Terhadap Kuat Tekan Beton

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa perawatan sangat

mempengaruhi kekuatan beton. Berkurangnya kekuatan beton yang tidak

mendapatkan perawatan secara baik disebabkan karena adanya retak susut, daya

lekatan agregat yang lemah dan pori-pori yang berlebih sehingga beton menjadi

tidak massiv (Christine Mayavani dan Habudin, 2006: 17).

60
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Neville menjelaskan bahwa perkembangan yang baik dari kekuatan beton

tidak hanya dipengaruhi keseluruhan semen terhidrasi, dan ini terbukti dalam

praktik di lapangan. Kualitas beton juga tergantung kepada gel/space ratio dari

pasta semen. Jika sekiranya ruang yang terisi air dalam beton segar lebih besar

dari volume yang dapat diisi oleh produksi dari hidrasi, hidrasi yang lebih banyak

akan menghasilkan kekuatan yang lebih tinggi dan permeabilitas yang lebih

rendah (Christine Mayavani dan Habudin, 2006: 17).

Kehilangan air dari beton harus diproteksi, dan selanjutnya kehilangan air

secara internal oleh pengeringan sendiri harus digantikan oleh air dari luar. Yaitu

pemasukan air ke dalam beton harus difasilitasi sebaik mungkin, maupun dengan

mencegah peguapan seperti penggunaan membran. Sehingga proses hidrasi yang

terjadi pada pengikatan dan pengerasan beton sangat terbantu oleh pengadaan

airnya. Meskipun pada keadaan normal, air tersedia dalam jumlah yang memadai

untuk hidrasi penuh selama pencampuran, perlu adanya jaminan bahwa masih ada

air yang tertahan atau jenuh untuk memungkinkan kelanjutan proses hidrasi itu

sendiri.

Penguapan dapat menyebabkan suatu kehilangan air yang cukup berarti

sehingga mengakibatkan terhentinya proses hidrasi, dengan konsekuensi

berkurangnya peningkatan kekuatan. Penguapan juga dapat menyebabkan

penyusutan kering yang terlalu awal dan cepat, sehingga berakibat timbulnya

tegangan tarik yang mungkin menyebabkan retak, kecuali bila beton telah

mencapai kekuatan yang cukup untuk menahan tegangan ini. Oleh karena itu

direncanakan suatu cara perawatan untuk mempertahankan beton supaya terus

menerus berada dalam keadaan basah selama periode beberapa hari atau bahkan

61
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
beberapa minggu. Hal ini termasuk pencegahan penguapan dengan pengadaan

beberapa selimut pelindung yang sesuai maupun dengan membasahi

permukaannya secara berulang-ulang.

Gambar 2.12 Grafik Kuat Tekan Beton Dalam Berbagai Perlakuan


Menurut Neville, A.M., (dalam Christine Mayavani dan Habudin, 2006: 17)

Dari gambar di atas menjelaskan mengenai kuat tekan beton dalam

berbagai perlakuan perawatan. Terlihat jelas dari grafik bahwa beton yang tidak

mendapatkan perawatan memiliki kuat tekan yang jauh lebih kecil dibandingkan

dengan beton yang mendapatkan perawatan. Beton yang mendapatkan perawatan

secara berkelanjutan akan menunjukkan grafik peningkatan kuat tekan secara

terus menerus.

2.4 Sifat-Sifat Beton Segar (Fresh Concrete)

Beton segar merupakan suatu campuran antara air, semen, agregat dan

bahan tambahan jika diperlukan setelah selesai pengadukan, usaha-usaha seperti

62
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pengangkutan, pengecoran, pemadatan, penyelesaian akhir dan perawatan beton

dapat mempengaruhi beton segar itu sendiri setelah mengeras.

Beton segar yang baik ialah beton segar yang dapat diaduk, diangkut,

dituang, dipadatkan, tidak ada kecendrungan untuk terjadi segregasi (pemisahan

kerikil dari adukan) maupun bleeding (pemisahan air dan semen dari adukan). Hal

ini karena segregasi maupun bleeding mengakibatkan beton yang diperoleh akan

jelek.

Tiga hal penting yang perlu diketahui dari sifat-sifat beton segar, yaitu:

kemudahan pengerjaan (workabilitas), pemisahan kerikil (segregation),

pemisahan air (bleeding).

2.4.1 Kemudahan Pengerjaan (Workability)

Kelecakan adalah kemudahan mengerjakan beton, dimana menuang

(placing) dan memadatkan (compacting) tidak menyebabkan munculnya efek

negatif berupa pemisahan (segregation) dan pemisahan air (bleeding).

Unsur-unsur yang mempengaruhi workabilitas yaitu2 :

a. Jumlah air pencampur.

Semakin banyak air yang dipakai makin mudah beton segar itu dikerjakan

( namun jumlahnya tetap diperhatikan agar tidak terjadi segregasi)

b. Kandungan semen.

Penambahan semen ke dalam campuran juga memudahkan cara

pengerjaan adukan betonnya, karena pasti diikuti dengan penambahan air

campuran untuk memperoleh nilai f.a.s (faktor air semen) tetap.

c. Gradasi campuran pasir dan kerikil.

63
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Bila campuran pasir dan kerikil mengikuti gradasi yang telah disarankan

oleh peraturan maka adukan beton akan mudah dikerjakan. Gradasi adalah

distribusiukuran dari agregat berdasarkan hasil persentase berat yang lolos

pada setiap ukuran saringan dari analisa saringan.

d. Bentuk butiran agregat kasar

Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah untuk dikerjakan.

e. Cara pemadatan dan alat pemadat.

Bila cara pemadatan dilakukan dengan alat getar maka diperlukan tingkat

kelecakan yang berbeda, sehingga diperlukan jumlah air yang lebih sedikit

daripada jika dipadatkan dengan tangan.

Konsistensi/kelecakan adukan beton dapat diperiksa dengan pengujian

slump yang didasarkan pada ASTM C 143-74. Percoban ini menggunakan corong

baja yang berbentuk konus berlubang pada kedua ujungnya, yang disebut kerucut

Abrams. Bagian bawah berdiameter 20 cm, bagian atas berdiameter 10 cm, dan

tinggi 30 cm (disebut sebagai kerucut Abrams), seperti yang ditunjukkan pada

gambar 2.13 berikut.

Gambar 2.13 Kerucut Abrams

64
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Variasi yang terjadi antara nilai slump adanya beberapa ukuran akibat tiga

buah jenis slump yang terjadi dalam praktek yaitu :

1. Penurunan umum dan seragam tanpa ada yang pecah, oleh karena itu

dapat disebut slump yang sebenarnya. Pengambilan nilai slump

sebenarnya dengan mengukur penurunan minimum dari puncak

kerucut.

2. Slump geser yang terjadi bilamana paruh puncaknya tergeser atau

tergelincir ke bawah pada bidang miring. Pengambilan nilai slump

geser ini ada dua yaitu dengan mengukur penurunan minimum dan

penurunan rata-rata dari puncak kerucut.

3. Campuran beton pada kerucut runtuh seluruhnya. Pengambilan nilai

slump collapse dengan mengukur penurunan minimum dari puncak

kerucut4.

(a) (b) (c)

Gambar 2.14 Jenis-jenis slump adukan beton (a) slump sebenarnya,

(b) slump geser, (c) slump runtuh. (Paul Nugraha, 2007)

Untuk maksud dan alasan-alasan tertentu, maka dengan persetujuan

pengawas ahli, dapat dipakai nilai-nilai slump yang menyimpang, asalkan

dipatuhi hal-hal sebagai berikut: (Indrayumansyah, 2001: 3)

1. Beton dapat dikerjakan dengan baik.

65
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Tidak terjadi pemisahan butir halus dan kasar dari adukan

3. Mutu beton yang disyaratkan tetap terpenuhi.

2.4.2 Pemisahan Kerikil (Segregation)

Kecenderungan agregat kasar untuk lepas dari campuran beton

dinamakan segregasi. Hal ini akan menyebabkan sarang kerikil, yang pada

akhirnya akan menyebabkan keropos pada beton. Segregasi ini disebabkan oleh

beberapa hal, antara lain :

1. Campuran kurus atau kurang semen.

2. Terlalu banyak air.

3. Besar ukuran agregat maksimum lebih dari 40 mm.

4. Permukaan butir agregat kasar, semakin kasar permukaan butir agregat

semakin mudah terjadi segregasi.

Untuk mengurangi kecenderungan segregasi maka diusahakan air yang

diberikan sedikit mungkin, adukan beton jangan dijatuhkan dengan ketinggian

yang terlalu besar dan cara pengangkutan, penuangan maupun pemadatan harus

mengikuti cara-cara yang betul.

2.4.3 Pemisahan Air (Bleeding)

Kecenderungan air untuk naik kepermukaan beton yang baru

dipadatkan dinamakan bleeding. Air yang naik ini membawa semen dan butir-

butir pasir halus, yang pada saat beton mengeras akan membentuk selaput

(laitence).

66
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Bleeding dapat dikurangi dengan cara : (Tri Mulyono, 2003: 236)

1. Memberi lebih banyak semen.

2. Menggunakan air sedikit mungkin.

3. Menggunakan pasir lebih banyak.

2.5 Kuat Tekan Beton (F’c)

Kuat tekan beton merupakan sifat yang paling penting dalam beton keras.

Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan

luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin

tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu

beton yang dihasilkan.

Kekuatan tekan benda uji beton dihitung dengan rumus :

dengan : f‟c : kekuatan tekan (kg/cm2)

P : beban tekan (kg)

A : luas permukaan benda uji (cm2)

Standar deviasi dihitung berdasrakan rumus :

dengan: S : Deviasi standar (kg/cm2)

σ‟b : Kekuatan masing – masing benda uji (kg/cm2)

σ‟bm : Kekuatan Beton rata –rata ( kg/cm2 )

N : Jumlah Total Benda Uji hasil pemeriksaan

67
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Beberapa faktor utama yang mempengaruhi mutu dari kekuatan beton,

yaitu :

1. Proporsi bahan-bahan penyusunnya

2. Metode perancangan

3. Perawatan

4. Keadaan pada saat pengecoran dilaksanakan, yang terutama

dipengaruhi oleh lingkungan setempat.

Gambar 2.15 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kekuatan Beton


(Mulyono T, 2003)

Dari faktor-faktor utama tersebut termasuk didalamnya beberapa faktor

lain yang mempengaruhi kekuatan tekan beton, yaitu :

1. Faktor air semen dan kepadatan

68
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Semakin rendah nilai faktor air semen semakin tinggi kuat tekan betonnya,

namun kenyataannya pada suatu nilai faktor air semen tertentu semakin

rendah nilai faktor air semen kuat tekan betonnya semakin rendah pula, hal

ini karena jika faktor air semen terlalu rendah adukan beton sulit

dipadatkan. Dengan demikian ada suatu nilai faktor air semen tertentu

(optimum) yang menghasilkan kuat tekan beton maksimum (Tri Mulyono,

2003:42).

Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton pada umur 28

hari dengan uji silinder yang dapat dilihat pada Gambar berikut.

Gambar 2.16 Hubungan Antara Faktor Air Semen Dengan Kekuatan Beton

Selama Masa Perkembangannya (Tri Mulyono, 2003: 43)

2. Umur beton

Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton.

Biasanya nilai kuat tekan ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28

hari. Kekuatan beton akan naik secara cepat (linear) sampai umur 28 hari,

tetapi setelah itu kenaikannya tidak terlalu signifikan. Umumnya pada

umur 7 hari kuat tekan mencapai 65% dan pada umur 14 hari mencapai

88% - 90% dari kuat tekan umur 28 hari.

69
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.9. Hubungan antara Umur dan Kuat tekan beton (Ali Asroni, 2010: 10)

Umur beton
3 7 14 21 28 90 365
(hari)
Kuat tekan
40 65 88 95 100 120 135
beton (%)

Gambar 2.17 Hubungan Antara Umur Beton Dan Kuat Tekan Beton
(Istimawan, 1999 )

Data kuat tekan sebagai dasar perancangan, dapat menggunakan hasil uji

kurang dari 28 hari berdasarkan data yang lalu untuk kondisi yang sama. Jika

menggunakan hal ini maka dalam perancangan harus disebutkan dalam

gambar atu uraian lainnya, dan hasilnya dikonversi untuk umur 28 hari

berdasarkan tabel berikut (SK.SNI. T-15-1990-03).

Tabel 2.10 Perkembangan Kuat Tekan Untuk Semen Portland Tipe I

Umur beton (hari) 3 7 14 21 28

Semen Portlan Tipe I 0,46 0,65 0,88 0,95 1,00

3. Jenis semen

Semen Portland yang dipakai untuk struktur harus mempunyai kualitas

tertentu yang telah ditetapkan agar dapat berfungsi secara efektif.Jenis

Portland semen yang digunakan ada 5 jenis yaitu : I, II, III, IV, V. Jenis-

70
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
jenis semen tersebut mempunyai laju kenaikan kekuatan yang berbeda

sebagaimana tampak pada Gambar 2.17 .

Gambar 2.18 Perkembangan Kekuatan Tekan Mortar Untuk Berbagai Tipe

Portland Semen (Tri Mulyono, 2003: 35)

4. Jumlah semen

Menurut Kardiyono, jika faktor air semen sama (slump berubah), beton dengan

jumlah kandungan semen tertentu mempunyai kuat tekan tertinggi. Pada jumlah

semen yang terlalu sedikit berarti jumlah air juga sedikit sehingga adukan beton

sulit dipadatkan yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Namun jika

jumlah semen berlebihan berarti jumlah air juga berlebihan sehingga beton

mengandung banyak pori yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Jika nilai

slump sama (fas berubah), beton dengan kandungan semen lebih banyak

mempunyai kuat tekan lebih tinggi (dalam Ade Sri Rezeki, 2013: 21). Seperti

ditunjukkan pada gambar berikut.

71
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 2.19 Pengaruh Jumlah Semen Terhadap Kuat Tekan Beton

Pada Faktor Air Semen Sama

5. Sifat agregat

Mindess menjelaskan bahwa sifat agregat yang paling berpengaruh terhadap

kekuatan beton ialah kekasaran permukaan dan ukuran maksimumnya.

Permukaan yang halus pada kerikil dan kasar pada batu pecah berpengaruh

pada lekatan dan besar tegangan saat retak-retak beton mulai terbentuk. Oleh

karena itu kekasaran permukaan ini berpengaruh terhadap bentuk kurva

tegangan-regangan tekan dan terhadap kekuatan betonnya. Akan tetapi bila

adukan beton nilai slump nya sama besar, pengaruh tersebut tidak tampak

karena agregat yang permukaannya halus memerlukan air lebih sedikit, berarti

fas nya rendah yang menghasilkan kuat tekan beton lebih tinggi (dalam Ade

Sri Rezeki, 2013: 22).

72
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 2.20 Pengaruh Jenis Agregat Terhadap Kuat Tekan Beton

Pada pemakaian ukuran butir agregat lebih besar memerlukan

jumlah pasta lebih sedikit, berarti pori-pori betonnya juga sedikit sehingga

kuat tekannya lebih tinggi. Tetapi daya lekat antara permukaan agregat

dan pastanya kurang kuat sehingga kuat tekan betonnya menjadi rendah.

Oleh karena itu pada beton kuat tekan tinggi dianjurkan memakai agregat

dengan ukuran besar butir maksimum 20 mm.

73
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.11. Umum

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kajian eksperimental

yang dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara. Secara umum urutan tahap penelitian ini meliputi :

a. Penyediaan bahan penyusun beton.

b. Pemeriksaan bahan.

c. Perencanaan campuran beton (Mix Design).

d. Pembuatan benda uji.

e. Pemeriksaan nilai slump.

f. Metode curing beton (water curing, sealed curing, dry curing)

g. Pengujian kuat tekan beton umur 7 dan 28 hari.

74
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MULAI

PEMERIKSAAN BAHAN

MIX DESIGN

PENCETAKAN
 Beton Normal
 Dengan Substitusi Abu Boiler PKS
Sebesar 7,5% ; 12,5% ; 17,5%

PENGERINGAN
(selama 24 jam)

Water curing Sealed curing Dry curing


(selama 7 & 28 hari) (selama 7 & 28 hari) (selama 7 & 28 hari)

PENGUJIAN

ANALISA DATA

SELESAI

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Beton Normal dan Beton Abu Boiler

75
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.12. Bahan-Bahan Penyusun Beton
Bahan penyusun beton terdiri dari semen portland, agregat halus, agregat

kasar dan air. Sering pula ditambah bahan campuran tambahan yang sangat

bervariasi untuk mendapatkan sifat-sifat beton yang diinginkan. Biasanya

perbandingan campuran yang digunakan adalah perbandingan jumlah bahan

penyusun beton yang lebih ekonomis dan efektif.

3.2.6. Semen Portland


Semen yang dipakai dalam penelitian ini adalah semen tipe I yang

diproduksi oleh PT. SEMEN PADANG dalam kemasan 1 zak 50 kg.

3.2.7. Agregat Halus

Agregat halus (pasir) yang dipakai dalam campuran beton dilakukan

pemeriksaan, meliputi :

 Analisa ayakan pasir

 Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian pasir lewat ayakan No.200)

 Pemeriksaan kandungan organik (colometric test)

 Pemeriksaan berat isi pasir

 Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi pasir

Analisa Ayakan Pasir

a. Tujuan :

Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus

kehalusan pasir (FM)

b. Hasil pemeriksaan :

Modulus kehalusan pasir (FM) : 3.17

76
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pasir dapat dikategorikan pasir kasar.

c. Pedoman :

% Komulatif tertahan hingga ayakan 0.15 mm


FM 
100

Berdasarkan nilai modulus kehalusan (FM), agregat halus dibagi dalam

beberapa kelas, yaitu :

 Pasir halus : 2.20 < FM < 2.60

 Pasir sedang : 2.60 < FM < 2.90

 Pasir kasar : 2.90 < FM < 3.20

Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Pasir Lewat Ayakan No.200)

a. Tujuan :

Untuk memeriksa kandungan lumpur pada pasir.

b. Hasil pemeriksaan :

Kandungan lumpur : 4.10% < 5% , memenuhi persyaratan.

c. Pedoman :

Kandungan Lumpur yang terdapat pada agregat halus tidak dibenarkan

melebihi 5% (dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 5% maka

pasir harus dicuci.

Pemeriksaan Kandungan Organik

a. Tujuan :

Untuk memeriksa kadar bahan organik yang terkandung di dalam pasir.

b. Hasil pemeriksaan :

Warna kuning terang (standar warna No.3), memenuhi persyaratan.

c. Pedoman :

77
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Standar warna No.3 adalah batas yang menentukan apakah kadar bahan

organik pada pasir lebih kurang dari yang disyaratkan.

Pemeriksaan Berat Isi Pasir

a. Tujuan :

Untuk menentukan berat isi (unit weight) pasir dalam keadaan padat dan

longgar.

b. Hasil pemeriksaan :

Berat isi keadaan rojok / padat : 1654.20 kg/m3

Berat isi keadaan longgar : 1619.44 kg/m3

c. Pedoman :

Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi pasir dengan cara merojok

lebih besar daripada berat isi pasir dengan cara menyiram, hal ini berarti

bahwa pasir akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan

mengetahui berat isi pasir maka kita dapat mengetahui berat pasir dengan

hanya mengetahui volumenya saja.

Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Pasir

a. Tujuan :

Untuk menetukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air (absorbsi)

pasir.

b. Hasil pemeriksaan :

 Berat jenis SSD : 2.63 ton/m3

 Berat jenis kering : 2.53 ton/m3

 Berat jenis semu : 2.82 ton/m3

 Absorbsi : 4.06%

78
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c. Pedoman :

Berat jenis SSD merupakan perbandingan antara berat pasir dalam keadaan

SSD dengan volume pasir dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (Saturated

Surface Dry) di mana permukaan pasir jenuh dengan uap air sedangkan

dalamnya kering, keadaan pasir kering di mana pori-pori pasir berisikan udara

tanpa air dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu di

mana pasir basah total dengan pori-pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan

air adalah persentase dari berat pasir yang hilang terhadap berat pasir kering di

mana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering.

Hasil pengujian harus memenuhi :

Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu.

3.2.8. Agregat Kasar


Agregat kasar yang digunakan untuk beton merupakan kerikil hasil

disintegrasi dari batu-batuan atau berupa batu pecah (split) yang diperoleh dari

alat pemecah batu, dengan syarat ukuran butirannya lolos ayakan 38.1 mm dan

tertahan di ayakan 4.76 mm. Pemeriksaan yang dilakukan pada agregat kasar

meliputi :

 Analisa ayakan batu pecah

 Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian lewat ayakan No.200)

 Pemeriksaan keausan menggunakan mesin pengaus Los Angeles

 Pemeriksaan berat isi batu pecah

 Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi batu pecah

79
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Analisa Ayakan Batu Pecah

a. Tujuan :

Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus

kehalusan (fineness modulus / FM) kerikil.

b. Hasil pemeriksaan :

FM : 7.45

5.5 < 7.45 < 7.5 , memenuhi persyaratan.

c. Pedoman :

% kumulatif tertahan hingga ayakan 0.150 mm


1. FM 
100

2. Agregat kasar untuk campuran beton adalah agregat kasar dengan

modulus kehalusan (FM) antara 5.5 sampai 7.5.

Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Kerikil Lewat Ayakan No.200)

a. Tujuan :

Untuk memeriksa kandungan lumpur pada kerikil.

b. Hasil pemeriksaan :

Kandungan lumpur : 0.95% < 1% , memenuhi persyaratan.

c. Pedoman :

Kandungan Lumpur yang terdapat pada agregat kasar tidak dibenarkan

melebihi 1% (ditentukan dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi

1% maka pasir harus dicuci.

Pemeriksaan Keausan Dengan Mesin Los Angeles

a. Tujuan :

Untuk memeriksa ketahanan aus agregat kasar.

80
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Hasil pemeriksaan :

Persentase keausan : 18.04% < 50%

c. Pedoman :

berat awal  berat akhir


1. % keausan  x 100%
berat awal

2. Pada pengujian keausan dengan mesin pengaus Los Angeles, persentase

keausan tidak boleh lebih dari 50%.

Pemeriksaan Berat Isi Batu Pecah

a. Tujuan :

Untuk memeriksaan berat isi (unit weight) agregat kasar dalam keadaan padat

dan longgar.

b. Hasil pemeriksaan :

Berat isi keadaan rojok / padat : 1498.08 kg/m3

Berat isi keadaan longgar : 1479.36 kg/m3

c. Pedoman :

Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi batu pecah dengan cara

merojok lebih besar daripada berat isi dengan cara menyiram, hal ini berarti

bahwa kerikil akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan

mengetahui berat isi batu pecah maka kita dapat mengetahui berat batu becah

dengan hanya mengetahui volumenya saja.

Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Batu Pecah

a. Tujuan :

Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air (absorbsi)

batu pecah.

81
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Hasil pemeriksaan :

 Berat jenis SSD : 2.17 ton/m3

 Berat jenis kering : 2.15 ton/m3

 Berat jenis semu : 2.19 ton/m3

 Absorbsi : 0.85%

c. Pedoman :

Berat jenis SSD merupakan perbandingan antara berat batu pecah dalam

keadaan SSD dengan volume batu pecah dalam keadaan SSD. Keadaan SSD

(Saturated Surface Dry) di mana permukaan batu pecah jenuh dengan uap air,

keadaan batu pecah kering di mana pori batu pecah berisikan udara tanpa air

dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu di mana

pasir basah total dengan pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah

persentase dari berat batu pecah yang hilang terhadap berat batu pecah kering,

di mana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering.

Hasil pengujian harus memenuhi :

Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu.

3.2.9. Air
Air yang digunakan dalam pembuatan sampel adalah air yang berasal dari

sumber air yang bersih. Secara pengamatan visual air yang dapat digunakan dalam

pembuatan beton yaitu air yang jernih, tidak berwarna dan tidak mengandung

kotoran-kotoran seperti minyak dan zat organik lainnya. Dalam penelitian ini air

yang dipakai adalah berasal dari PDAM Tirtanadi, di Laboratorium Bahan

Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU.

82
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.2.10.Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit

Abu Boiler merupakan sisa dari pembakaran cangkang dan serabut buah

kelapa sawit didalam dapur atau tungku pembakaran yang disebut boiler dengan

suhu 7000C-8000C. Abu boiler PKS ini diperoleh dari pabrik pengolahan minyak

kelapa sawit PT. Inno Wangsa Oil & Fat, Jalan MG Manurung No. 12 Medan.

Abu boiler tersebut berwarna gelap (hitam keabu-abuan) dan ukuran

butirnya bervariasi dari ukuran pasir hingga kerakal (pebble). Komposisi kimia

abu boiler didominasi oleh SiO2, Al2O3,CaO dan lainnya. Pada dasarnya abu boiler

mempunyai komposisi kimia yang menyerupai aluminosilikat lainnya,seperti

lempung.

Sebelum digunakan, abu boiler PKS yang akan digunakan sebagai

substitusi semen harus diayak lolos ayakan No. 200. Hal ini di lakukan agar abu

boiler yg kita pakai menyerupai sifat daripada semen.

Penggunaan abu boiler ini dalam campuran beton didasarkan atas sifat

pozolanik yang terkandung dalam abu boiler, yaitu mampu bereaksi dengan

kalsium hidroksida dan air untuk membentuk suatu bahan yang dapat mengeras

(sementasi). Sama halnya seperti fly ash (batu bara) yang merupakan pozolanik

yang memiliki senyawa kimia aluminosilikat dan senyawa lainnya,abu terbang

dapat digunakan sebagai bahan campuran semen untuk menghasilkan beton.

83
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 3.2 Abu Cangkang Kelapa Sawit Yang Lolos Ayakan No.200

3.13. Penelitian Penggunaan Abu Boiler Yang Sudah Ada

Belum banyak penelitian yang dilakukan dalam pemanfaatan abu boiler

dalam teknologi beton. Saat ini masih digunakan sebagai bahan tambah, pengganti

maupun pemanfaatan dalam pembuatan beton dan mortar. Namun belum ada yang

meninjau tentang perbedaan curing (perawatan) yang digunakan. Diantara

kumpulan artikel, skripsi dan tesis penelitian yang sudah ada yaitu :

a. Mhd Falah Hudan, Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara, Medan, Abu Boiler Sebagai Bahan Pengganti

Semen Dalam Campuran Beton Dan Perbandingannya Dengan Beton

Normal.

Kuat tekan beton yang tertinggi pada umur beton 28 hari terdapat

pada campuran beton penggantian semen dengan Abu Boiler 10%

(BAS10) yaitu sebesar 26,833 Mpa dan kuat tekan beton yang terendah

terdapat pada campuran beton dengan Abu Boiler 30% (BAS30) yaitu

sebesar 14,720 MPa. Sedangkan modulus elastis beton diperoleh kenaikan

nilai elastisitas beton sebesar 19,75% pada campuran beton dengan

84
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
penggantian semen terhadap Abu Boiler 10% (BAS10) dan nilai

penurunan elastis terdapat pada campuran beton dengan Abu Boiler 30%

(BAS30) sebesar 9,96% terhadap beton normal. Kuat lentur balok

diperoleh mengalami penurunan dari semua variasi campuran beton

sebesar 1,32% pada beton penggantian semen terhadap Abu Boiler 10%

(BAS10) dan 23,3% pada beton campuran dengan Abu Boiler 30%

(BAS30).

b. Samijo, Program Pasca Sarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara,

Pembuatan Paving Block dengan menggunakan Limbah Abu Boiler PKS

Gunung Bayu sebagai Bahan Pengisi dengan Alternatif Limbah Fly Ash

PLTU Sibolga.

Pembuatan Paving Block dalam penelitian ini ada dua tahapan ,

tahapan pertama campurannya dari material semen, fly ash, pasir, dan air.

Vareabel pada pembuatan paving block ini adalah komposisi fly ash :

semen : 0% : 100%; 10% : 90%; 20% : 80%; 30% : 70%; 40% : 60%; 50%

: 50%. Dari karakteristiknya diambil dua nilai optimumnya yaitu; semen :

fly ash = 80% : 20% dan 70% : 30%. Tahapan kedua campurannya dari

material semen, fly ash, pasir, abu boiler, dan air. Vareabel pada

pembuatan paving block ini adalah komposisi abu boiler terhadap berat

pasir yaitu : 2,5%; 5%; 7,5%; 10%; 12,5%.dengan komponen semen : fly

ash = 80% : 20% dan 70% :30%. Tahapan kedua inilah pembuatan paving

block yang diteliti dan didapat karakteristik optimumnya pada komposisi

semen 80%, fly ash 20%, abu boiler 7,5% dari berat pasir diperoleh hasil

pengukuran : densitas = 2,11 gr/cm3; serapan air = 5,32%; kuat tekan =

85
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8,35 MPa; kuat patah = 3,0 MPa; kekerasan = 116 HB. Hasil pengamatan

dengan menggunakan mikroskop optik terlihat jelas butiran abu boiler

berwarna kebiruan dan butiran fly ash berwarna kecoklatan dan kedua

butiran tersebut terlihat semakin membesar setelah sampel direndam

dengan air, yang berarti bila sampel direndam dengan air kekuatannya

makin berkurang.

c. R Juni Indrawan, Budi Indrawan, Damon, Monita Olivia,dan Ovan

Rachmadano,Reseacrh Club jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Universitas Riau, Pekanbaru, Pemanfaatan Abu Sawit Sebagai Bahan

Tambah Pada Beton.

Pengujian material pembuatan beton dilakukan hanya untuk

mendapatkan data-data yang diperlukan dalam perencanaan beton. Metode

pembuatan campuran beton pada penelitian ini adalah metode DEO

(Departement of Environment) menggunakan pertolongan tabel dan grafik.

3.14. Perencanaan Campuran Beton (Mix Design)


Perencanaan campuran beton dimaksudkan untuk mengetahui komposisi

atau proporsi bahan-bahan penyusun beton. Proporsi bahan-bahan penyusun beton

ini ditentukan melalui sebuah perancangan beton (mix design). Hal ini dilakukan

agar proporsi campuran dapat memenuhi syarat teknis secara ekonomis. Dalam

menentukan proporsi campuran dalam penelitian ini digunakan metode

Departemen Pekerjaan Umum yang berdasarkan pada SNI. 03-2834-2000.

Kriteria dasar perancangan beton dengan menggunakan metode

Departemen Pekerjaan Umum ini adalah kekuatan tekan dan hubungan dengan

faktor air semen. Perhitungan mix design secara lengkap dapat dilihat pada

86
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
lampiran. Dari hasil perhitungan mix design tersebut diperoleh perbandingan

campuran beton antara semen : pasir : kerikil : air = 1,00 : 1,62 : 2,31 : 0,50.

3.15. Penyediaan Bahan Penyusun Beton

Setelah dilakukan pemeriksaan karakteristik terhadap bahan pembuatan

beton seperti pasir, batu pecah, semen dan bahan tambahan yang akan digunakan

untuk mendapatkan mutu material yang baik sesuai dengan persyaratan yang ada,

maka penyediaan bahan penyusun beton adalah disaring, dicuci dan dijemur

hingga kering permukaan. Kemudiaan bahan tersebut disimpan dalam kotak dan

ditempatkan di ruangan tertutup, hal ini untuk menghindari pengaruh cuaca luar

yang dapat merusak bahan ataupun mengakibatkan perbedaan kualitas bahan.

Sehari sebelum dilakukan pengecoran benda uji bahan yang telah

dipersiapkan tersebut ditimbang berapa beratnya sesuai dengan variasi campuran

yang ada dan diletakkan dalam wadah yang terpisah untuk mempermudah

pelaksanaan pengecoran yang dilakukan.

3.16. Pembuatan Benda Uji


Pembuatan benda uji terdiri dari empat variasi campuran untuk percobaan,

yaitu campuran normal tanpa bahan substitusi, campuran dengan substitusi abu

boiler sebesar 7,5%; 12,5% dan 17,5% terhadap berat semen.

Setelah semua bahan selesai disediakan, hidupkan mesin molen dan

masukkan campuran beton sembarang ke dalamnya yang berfungsi untuk

membasahi mesin tersebut supaya adukan beton yang sebenarnya tidak berkurang.

Setelah ± 30 detik, campuran tersebut dibuang. Untuk beton normal, langkah

pertama masukkan agregat halus dan semen selama ± 30 detik supaya agregat

87
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
halus dan semen tercampur rata. Kemudian air dimasukkan sebagian-sebagian ke

dalam molen secara menyebar, hal ini dilakukan supaya air tidak hanya tercampur

di beberapa tempat dan menyebabkan adukannya tidak rata (menggumpal).

Selanjutnya masukkan batu pecah dan biarkan mesin molen selama ± 1 menit

sampai campuran beton benar-benar tercampur secara merata dan homogen.

Adukan yang sudah tercampur merata, dituangkan ke dalam sebuah pan

besar yang tidak menyerap air, dan kemudian adukan diukur kekentalannya

dengan menggunakan metode slump test dari kerucut Abrams-Harder. Setelah

pengukuran nilai slump, campuran beton dimasukkan ke dalam cetakan silinder

yang berukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 cm dengan cara dibagi dalam tiga

tahapan, di mana masing-masing tahapan diisi 1/3 bagian dari cetakan silinder lalu

dipadatkan dengan menggunakan alat vibrator.

Setelah umur beton 24 jam, cetakan silinder dibuka dan mulai dilakukan

perawatan beton dengan cara water curing (direndam dalam bak), sealed curing

(dibungkus plastik), dry curing (diletakkan di dalam ruangan) sampai pada masa

yang direncanakan untuk melakukan pengujian.

3.17. Penggunaan Abu Boiler

Pada Tugas Akhir ini Abu Boiler yang saya gunakan sebagai substitusi

semen adalah berdasarkan berat. Hal ini ditujukan agar penggunaan Abu Boiler

dapat mengikuti bahan semen dan tidak memberikan perubahan yang signifikan

terhadap campuran beton.

Adapun variasi yang digunakan adalah : 0%, 7.5%, 12.5%, dan 17.5%.

Cara penghitungan berat Abu Boiler yang digunakan yaitu (M2= % M1)

88
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dimana diketahui dari hasil perhitungan, berat semen yang dipakai untuk 36

silinder adalah 96,9 kg.

Rumus yang dipakai :

(M2 = % M1)

Dimana :

M1 = Berat semen yang dipakai

M2 = Berat abu boiler yang dipakai

Maka kebutuhan Abu Boiler yang digunakan adalah :

a. Variasi I : (M2 = 0% M1)

b. Variasi II : (M2 = 7,5% M1)

M2 = 7,2675 kg

c. Variasi III : (M2 = 12,5% M1)

M2 = 12,1125 kg

d. Variasi IV : (M2 = 17,5% M1)

M2 = 16,9575 kg

3.18. Pemeriksaan Nilai Slump

Pemeriksaan nilai slump dilakukan setelah adukan yang sudah tercampur

merata, dituangkan ke atas sebuah pan besar yang tidak menyerap air, kemudian

masukkan adukan tersebut ke dalam kerucut Abraham-Harder sebanyak 3 lapisan

dimana tiap lapisan ditumbuk sebanyak 25 kali sampai padat. Setelah dipadatkan,

angkat kerucut Abraham-Harder perlahan – lahan selama waktu 5-7 detik.

Balikkan kerucut dan letakkan disamping adukan, kemudian ukur perbedaan

89
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tinggi antara kerucut dan adukan. Pemeriksaan nilai slump dilakukan berdasarkan

SNI. 1972:2008.

3.19. Perawatan (Curing) Beton

Pada penelitian ini dilakukan perawatan (curing) beton dengan

menggunakan tiga metode, yaitu:

1. Metode water curing (perawatan basah)

Benda uji direndam air di dalam bak perendaman. Air yang digunakan

dalam curing ini adalah air yang berasal dari PDAM Tirtanadi, di

Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

USU.

2. Metode dry curing (perawatan kering)

Benda uji silinder diletakkan di dalam ruangan Laboratorium Bahan

Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU.

3. Metode sealed curing (perawatan membran)

Pada perawatan ini benda uji silinder dibungkus plastik (plastik gula).

Agar benda uji seluruhnya terbungkus plastik, maka dibagian atasnya

diikat dengan karet dengan tujuan agar tidak terjadi penguapan dari bagian

atasnya. Metode perawatan sealed ini bertujuan untuk melindungi air yang

ada di dalam beton agar tidak keluar begitu juga air dari luar tidak masuk

ke dalam beton, tanpa menggunakan air tambahan dari luar beton untuk

membantu proses hidrasi. Metode ini disebut juga metode pengontrol air.

90
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.20. Uji Kuat Tekan Beton

Pengujian dilakukan pada umur beton 7 hari dan 28 hari untuk tiap

variasi beton. Sehari sebelum pengujian sesuai umur rencana, silinder beton

dikeluarkan dari bak perendaman untuk metode water-curing. Sebelum dilakukan

uji kuat tekan, benda uji ditimbang beratnya. Pengujian kuat tekan beton

dilakukan dengan menggunakan mesin kompres elektrik berkapasitas 200 ton

yang digerakkan secara manual.

Kekuatan tekan benda uji beton dihitung dengan rumus :

Ρ
f' c 
Α

di mana : f‟c = Kekuatan tekan (kg/cm2)

P = Beban tekan (kg)

A = Luas permukaan benda uji (cm2)

Gambar 3.3 Uji Tekan Beton

91
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4 Nilai Slump

Nilai slump selalu dihubungkan dengan kemudahan pengerjaan beton

(workabilitas), hal ini dipengaruhi beberapa faktor antara lain :

 Gradasi dan bentuk permukaan agregat

 Faktor air semen

 Volume udara pada adukan beton

 Karakteristik semen

 Bahan tambahan

Hasil pengujian nilai slump dengan substitusi abu boiler PKS dapat dilihat

pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Nilai Slump untuk berbagai variasi

Variasi Penambahan Abu Nilai Slump


Boiler (cm)
0% 12
7.5% 14
12.5% 15
17.5% 17

Dari tabel dapat dilihat bahwa dengan meningkatnya persentase substitusi

abu boiler nilai slump naik dengan signifikan. Pengaruh penggunaan abu boiler ini

terhadap nilai slump dapat dilihat pada Grafik 4.1.

92
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pengaruh Abu Boiler terhadap Nilai Slump
18
16
14
Nilai Slump (cm)

12
10
8
6
4
2
0
0.0% 2.5% 5.0% 7.5% 10.0% 12.5% 15.0% 17.5% 20.0%
Variasi Abu Boiler

Gambar 4.1 Grafik Nilai Slump Terhadap Variasi Abu Boiler PKS

4.5 Uji Kuat Tekan Beton

Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 7 dan 28 hari yang

dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran perkembangan kekuatan tekan beton

dengan menggunakan bahan substitusi abu boiler PKS dan hasilnya dibandingkan

dengan beton normal. Juga untuk melihat bagaimana peranan curing terhadap

kuat tekan beton.

Dari hasil percobaan, kuat tekan yang diperoleh untuk semua variasi

substitusi abu boiler PKS dan berbagai metode curing yang dilakukan,

ditunjukkan pada tabel 4.2 berikut.

93
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.2 Kuat Tekan Silinder Beton

7 Hari 28 Hari

Variasi % %
Curing Berat Kuat Berat Kuat
Substitusi Terhadap Terhadap
Rata-rata Tekan Rata-rata Tekan
(Kg) Beton (Kg) Beton
(MPa) (MPa)
Normal Normal
0% 12.83 18.97 100.00 12.85 32.31 100.00
7.5% 12.77 17.04 89.83 12.83 27.21 84.22
Rendam
12.5% 12.62 13.70 72.22 12.78 23.08 71.43
17.5% 12.43 11.91 62.78 12.70 18.19 56.30
0% 12.73 17.74 100.00 12.88 28.85 100.00
7.5% 12.67 16.78 94.59 12.60 26.10 90.47
Plastik
12.5% 12.68 12.15 68.49 12.60 20.14 69.81
17.5% 12.38 9.62 54.23 12.55 15.65 54.25
0% 12.57 24.33 100.00 12.72 21.93 100.00
7.5% 12.52 17.80 73.16 12.67 16.26 74.15
Kering
12.5% 12.42 14.08 57.87 12.55 13.98 63.75
17.5% 12.30 11.89 48.87 12.15 11.41 52.03

Dari hasil pengujian kuat tekan silinder beton di atas menunjukkan,

terjadinya penurunan kuat tekan akibat substitusi abu boiler PKS. Hal ini

menunjukkan bahwa abu boiler mengakibatkan berkurangnya daya ikat beton.

Namun dalam batas pemakaian tertentu hasil kuat tekan yang dihasilkan masih

sesuai dari kuat tekan rencana.

Kemungkinan hilangnya air pada beton akibat penguapan baik pada saat

pembongkaran cetakan benda uji, pengangkutan, ataupun kehilangan air pada saat

pengecoran akan mengakibatkan berkurangnya air dalam beton yang akan

mengganggu proses berlangsungnya hidrasi semen. Hidrasi semen yang baik akan

menghasilkan kekuatan beton yang baik juga.

Pada curing rendam, air yang hilang tersebut akan digantikan air yang

yang ada disekitar benda uji yang direndam. Pada prosesnya air yang hilang akan

94
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
digantikan air perendaman dalam bak perendaman. Hal ini akan mendukung

untuk terjadinya proses hidrasi semen yang baik. Oleh karena itu, kuat tekan yang

dihasilkan dari curing rendam ini akan menghasilkan kuat tekan yang tinggi

karena air dalam beton sangat mencukupi untuk hidrasi semen.

Perawatan beton dengan curing plastik akan mencegah terjadinya

penguapan air dari beton. Sehingga jumlah air dalam beton tetap terjaga untuk

hidrasi semen. Curing rendam lebih baik dari curing plastik ini dikarenakan dalam

curing rendam air yang hilang selama proses pengecoran, ataupun pembongkaran

cetakan akan digantikan air perendam benda uji. Sedangkan dalam curing plastik

hanya berfungsi untuk menjaga terjadinya penguapan lanjutan agar hidrasi semen

berjalan dengan baik.

Pada perawatan kering, air akan dengan mudah menguap dari beton.

Penguapan ini bisa saja diakibatkan oleh suhu, ataupun tiupan angin. Besarnya

penguapan air ini akan menghilangkan air dari beton yang menghambat proses

terjadinya hidrasi semen. Hal ini terlihat dari rendahnya kuat tekan yang

dihasilkan dari curing kering ini.

Dari penjelasan di atas disimpulkan bahwa beton dengan curing rendam

akan menghasilkan kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan dengan beton

dengan curing plastik ataupun curing kering. Hal ini menunjukkan bahwa hidrasi

semen akan berlangsung lebih baik pada perawatan beton dengan curing rendam.

95
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kuat Tekan Beton
34
32
30 0% rendam
28 7.5% rendam
26
12.5% rendam
24
17.5% rendam
22
0% plastik
Kuat Tekan (MPa)

20
7.5% plastik
18
16 12.5% plastik
14 17.5% plastik
12 0% kering
10 7.5% kering
8 12.5% kering
6 17.5% kering
4
2
0
0 7 14 21 28

h a r i

Gambar 4.2 Grafik Kuat Tekan Beton

96
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2.1 Water Curing

Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 7 dan 28 hari yang

dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran perkembangan kekuatan tekan beton

dengan menggunakan bahan substitusi abu boiler dan hasilnya dibandingkan

dengan beton normal, dimana perawatan beton dilakukan dengan perendaman

benda uji.

Tabel 4.3 Kuat Tekan Silinder dengan Curing Rendam (Water Curing)

7 hari 28 hari
Variasi % %
Berat Kuat Berat Kuat
Substitusi Terhadap Terhadap
Rata-rata Tekan Rata-rata Tekan
(kg) Beton (kg) Beton
(MPa) (MPa)
Normal Normal
0% 12.83 29.18 100 12.85 32.31 100
7.5% 12.77 26.22 91.23 12.83 27.21 84.22
12.5% 12.62 21.08 73.35 12.78 23.08 71.43
17.5% 12.43 18.32 63.74 12.70 18.19 56.30

Pengaruh Abu Boiler terhadap Kuat Tekan dengan


Curing Rendam
35.00

30.00
Kuat Tekan (MPa)

25.00

20.00
hari 7
15.00
hari 28
10.00

5.00

0.00
0.0% 2.5% 5.0% 7.5% 10.0% 12.5% 15.0% 17.5% 20.0%
Variasi Abu Boiler

Gambar 4.3 Grafik Kuat Tekan Silinder dengan Curing Rendam (Water Curing)

97
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dari hasil pengujian silinder beton dengan curing rendam pada umur 7 dan

28 hari diperoleh hasil bahwa terjadi penurunan kekuatan pada setiap penggantian

kadar penggunaan Abu Boiler. Sehingga didapat grafik yang semakin menurun

seiiring penggantian kadar Abu Boiler. Kuat tekan tertinggi terjadi pada substitusi

Abu Boiler 7,5% sebesar 26.22 MPa untuk umur 7 hari dan 27.21 MPa untuk

umur 28 hari.

Jika dilihat dari perkembangan mutu beton sesuai dengan lama hari

pengujian, diperoleh semakin lama pengujian maka hasil yang didapat juga

semakin tinggi. Hal ini di tunjukkan pada tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4 Hubungan Kuat Tekan Silinder Dengan Lama Curing Rendam

Hari 7 28

Variasi Kuat Tekan Kuat Tekan


Substitusi (MPa) (MPa)

0% 18.97 32.31
7.5% 17.04 27.21
12.5% 13.70 23.08
17.5% 11.91 18.19

Hubungan Kuat Tekan dengan


Lama Waktu Curing Rendam
35
30
Kuat Tekan (MPa)

25
20 0%
15 7.50%
12.50%
10
17.50%
5
0
0 7 14 21 28
hari
Gambar 4.4 Hubungan Kuat tekan silinder dengan lama curing rendam

98
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2.2 Sealed curing

Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 7 dan 28 hari yang

dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran perkembangan kekuatan tekan beton

dengan menggunakan bahan substitusi abu boiler dan hasilnya dibandingkan

dengan beton normal, dimana perawatan beton dilakukan dengan membungkus

benda uji di dalam plastik.

Tabel 4.5 Kuat Tekan Silinder Dengan Curing Plastik (Sealed Curing)

7 Hari 28 Hari
Variasi Berat % Berat %
Kuat Kuat
Substitusi Rata - Terhadap Rata - Terhadap
Tekan Tekan
Rata Beton Rata Beton
(MPa) (MPa)
(Kg) Normal (Kg) Normal
0% 12.73 27.29 100 12.88 28.85 100
7.5% 12.67 25.81 94.58 12.60 26.10 90.47
12.5% 12.68 18.70 68.52 12.60 20.14 69.81
17.5% 12.38 14.81 54.27 12.55 15.65 54.25

Pengaruh Abu Boiler terhadap Kuat Tekan


dengan Curing Plastik
35.00
30.00
Kuat Tekan (MPa)

25.00
20.00
15.00 hari 7
10.00 hari 28
5.00
0.00
0.0% 2.5% 5.0% 7.5% 10.0% 12.5% 15.0% 17.5% 20.0%
Variasi Abu Boiler

Gambar 4.5 Grafik Kuat Tekan Silinder Dengan Curing Plastik (Sealed Curing)

Dari hasil pengujian silinder beton dengan curing plastik pada umur 7 dan

28 hari diperoleh hasil bahwa terjadi penurunan kekuatan pada setiap penggantian

99
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kadar penggunaan Abu Boiler. Sehingga didapat grafik yang semakin menurun

seiiring penggantian kadar Abu Boiler. Kuat tekan tertinggi terjadi pada substitusi

Abu Boiler 7,5% sebesar 25.81 MPa untuk umur 7 hari dan 26.10 MPa untuk

umur 28 hari.

Jika dilihat dari perkembangan mutu beton sesuai dengan lama hari

pengujian, diperoleh semakin lama pengujian maka hasil yang didapat juga

semakin tinggi. Hal ini di tunjukkan pada tabel 4.6 berikut.

Tabel 4.6 Hubungan Kuat Tekan Silinder Dengan Lama Curing Plastik

Hari Ke 7 28
Variasi Kuat Tekan Kuat Tekan
Substitusi (MPa) (MPa)
0% 17.74 28.85
7.5% 16.78 26.10
12.5% 12.15 20.14
17.5% 9.62 15.65

Hubungan Kuat Tekan dengan


Lama Waktu Curing Plastik
35

30
Kuat Tekan (MPa)

25

20 0%
15 7.50%

10 12.50%
17.50%
5

0
0 7 14 21 28
hari

Gambar 4.6 Hubungan Kuat Tekan Silinder Dengan Lama Curing Plastik

100
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2.3 Dry curing

Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 7 dan 28 hari yang

dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran perkembangan kekuatan tekan beton

dengan menggunakan bahan substitusi abu boiler dan hasilnya dibandingkan

dengan beton normal, dimana benda uji beton diletakkan di dalam ruangan

laboratorium yang kering.

Tabel 4.7 Kuat Tekan Silinder Dengan Curing Kering (Dry Curing)

7 Hari 28 Hari
Variasi Berat % Berat %
Kuat Kuat
Substitusi Rata - Terhadap Rata - Terhadap
Tekan Tekan
Rata Beton Rata Beton
(MPa) (MPa)
(Kg) Normal (Kg) Normal
0% 12.57 24.33 100 12.72 21.93 100
7.5% 12.52 17.80 73.16 12.67 16.26 74.15
12.5% 12.42 14.08 57.87 12.55 13.98 63.75
17.5% 12.30 11.89 48.87 12.15 11.41 52.03

Pengaruh abu Boiler terhadap kuat tekan dengan


curing kering
30.00

25.00
Kuat Tekan (MPa)

20.00

15.00
hari 7
10.00
hari 28
5.00

0.00
0.0% 2.5% 5.0% 7.5% 10.0% 12.5% 15.0% 17.5% 20.0%
Variasi Abu Boiler

Gambar 4.7 Grafik Kuat Tekan Silinder Dengan Curing Kering (Dry Curing)

101
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dari hasil pengujian silinder beton dengan curing kering pada umur 7 dan

28 hari diperoleh hasil bahwa terjadi penurunan kekuatan pada setiap penggantian

kadar penggunaan Abu Boiler. Sehingga didapat grafik yang semakin menurun

seiiring penggantian kadar Abu Boiler. Kuat tekan tertinggi terjadi pada substitusi

Abu Boiler 7,5% sebesar 17,80 MPa untuk umur 7 hari dan 16,26 MPa untuk

umur 28 hari.

Tabel 4.8 Hubungan Kuat Tekan Silinder Dengan Lama Curing Kering

Hari 7 28

Variasi Kuat Tekan Kuat Tekan


Substitusi (MPa) (MPa)

0% 15.82 21.93
7.5% 11.57 16.26
12.5% 9.15 13.98
17.5% 7.73 11.41

Hubungan Kuat Tekan dengan


Lama Waktu Curing Kering
25

20
Kuat Tekan (MPa)

15 0%
7.50%
10
12.50%
5 17.50%

0
0 7 14 21 28
hari

Gambar 4.8 Hubungan Kuat Tekan Silinder Dengan Lama Curing Kering

102
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.6 Pengaruh Curing Terhadap Kuat Tekan Beton

4.3.1 Substitusi Abu Boiler PKS 0%

Tabel 4.9 Hubungan Curing dengan Kuat Tekan Substitusi 0%

Hari 7 28
Curing Variasi Kuat Tekan Kuat Tekan
Substitusi (MPa) (MPa)

Rendam 0% 18.97 32.31


Plastik 0% 17.74 28.85
Kering 0% 15.82 21.93

Hubungan Curing terhadap Kuat Tekan Beton


Substitusi Abu Boiler PKS 0%
36
32
28
Kuat Tekan (MPa)

24
20
16 rendam
12 plastik
8
kering
4
0
0 7 14 21 28
hari

Gambar 4.9 Hubungan Curing dengan Kuat Tekan Substitusi 0%

Dari hasil pengujian silinder beton dengan substitusi abu boiler 0% pada

umur 7 dan 28 hari diperoleh hasil bahwa kuat tekan dengan curing rendam lebih

tinggi dibanding dengan curing plastik dan kering. Kuat tekan tertinggi terjadi

pada curing rendam sebesar 32.31 MPa. dan yang paling rendah adalah kuat tekan

dengan curing kering sebesar 21.93 MPa.

103
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.3.2 Substitusi Abu Boiler PKS 7,5%

Tabel 4.10 Hubungan Curing dengan Kuat Tekan Substitusi 7,5%

Hari 7 28
Curing Variasi Kuat Tekan Kuat Tekan
Substitusi (MPa) (MPa)
Rendam 7.5% 17.04 27.21
Plastik 7.5% 16.78 26.10
Kering 7.5% 11.57 16.26

Hubungan Curing terhadap Kuat Tekan Beton


Substitusi Abu Boiler PKS 7,5%
32
28
24
Kuat Tekan (MPa)

20
16
12 rendam
8
plastik
4
kering
0
0 7 14 21 28
hari

Gambar 4.10 Hubungan Curing dengan Kuat Tekan Substitusi 7,5%

Dari hasil pengujian silinder beton dengan substitusi abu boiler 7,5% pada

umur 7 dan 28 hari diperoleh hasil bahwa kuat tekan dengan curing rendam lebih

tinggi dibanding dengan curing plastik dan kering. Kuat tekan tertinggi terjadi

pada curing rendam sebesar 27.21 MPa. dan yang paling rendah adalah kuat tekan

dengan curing kering sebesar 16.26 MPa.

104
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.3.3 Substitusi Abu Boiler PKS 12,5%

Tabel 4.11 Hubungan Curing dengan Kuat Tekan Substitusi 12,5%

Hari 7 28
Curing Variasi Kuat Tekan Kuat Tekan
Substitusi (MPa) (MPa)
Rendam 12.5% 13.70 23.08
Plastik 12.5% 12.15 20.14
Kering 12.5% 9.15 13.98

Hubungan Curing terhadap Kuat Tekan Beton


Substitusi Abu Boiler PKS 12,5%
28

24

20
Kuat Tekan (MPa)

16

12
rendam
8
plastik
4 kering

0
0 7 14 21 28
hari

Gambar 4.11 Hubungan Curing dengan Kuat Tekan Substitusi 12,5%

Dari hasil pengujian silinder beton dengan substitusi abu boiler 12,5%

pada umur 7 dan 28 hari diperoleh hasil bahwa kuat tekan dengan curing rendam

lebih tinggi dibanding dengan curing plastik dan kering. Kuat tekan tertinggi

terjadi pada curing rendam sebesar 23.08 MPa. dan yang paling rendah adalah

kuat tekan dengan curing kering sebesar 13.98 MPa.

105
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.3.4 Substitusi Abu Boiler PKS 17,5%

Tabel 4.12 Hubungan Curing dengan Kuat Tekan Substitusi 17,5%

Hari 7 28
Curing Variasi kuat tekan kuat tekan
Substitusi (MPa) (MPa)

rendam 17.5% 11.91 18.19


plastik 17.5% 9.62 15.65
kering 17.5% 7.73 11.41

Hubungan Curing terhadap Kuat Tekan Beton


Substitusi Abu Boiler PKS 17,5%
20

16
Kuat Tekan (MPa)

12

rendam
8
plastik
4 kering

0
0 7 14 21 28
hari

Gambar 4.12 Hubungan Curing dengan Kuat Tekan Substitusi 17,5%

Dari hasil pengujian silinder beton dengan substitusi abu boiler 17,5%

pada umur 7 dan 28 hari diperoleh hasil bahwa kuat tekan dengan curing rendam

lebih tinggi dibanding dengan curing plastik dan kering. Kuat tekan tertinggi

terjadi pada curing rendam sebesar 18.19 MPa. dan yang paling rendah adalah

kuat tekan dengan curing kering sebesar 11.41 MPa.

106
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Penggunaan abu boiler pada campuran beton dengan substitusi 7,5%,

12,5%, dan 17,5% dari pemakaian semen dapat meningkatkan nilai

slump sehingga workability beton bertambah.

2. Penggunaan abu boiler pada campuran beton dengan substitusi 7,5%,

12,5%, dan 17,5% dari pemakaian semen mengalami penurunan nilai

kuat tekan dari beton normal setiap variasinya untuk semua macam-

macam curing beton.

3. Secara umum, hasil penelitian menyimpulkan bahwa beton dengan

perawatan rendam menghasilkan kuat tekan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan curing plastik. Serta curing kering menghasilkan

kuat tekan yang paling rendah dari ketiga macam curing.

4. Kuat tekan beton normal dengan curing rendam dan curing plastik

memenuhi kuat tekan beton rencana, baik pada umur 7 hari maupun

umur 28 hari. Kuat tekan beton dengan curing rendam yaitu 29.18

MPa untuk umur 7 hari dan 32,31 MPa untuk umur 28 hari. Kuat tekan

beton dengan curing plastik yaitu 27.29 MPa untuk umur 7 hari dan

28.85 MPa untuk umur 28 hari.

5. Substitusi abu boiler 7,5 % memenuhi kuat tekan beton rencana untuk

jenis curing rendam dan plastik. Kuat tekan beton substitusi abu boiler

7,5 % dengan curing rendam yaitu 26.22 MPa untuk umur 7 hari dan

107
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27,21 MPa untuk umur 28 hari. Sedangkan, kuat tekan beton substitusi

abu boiler 7,5 % dengan curing plastik yaitu 27.29 MPa untuk umur 7

hari dan 28.85 MPa untuk umur 28 hari.

6. Sedangkan kuat tekan beton normal dengan curing kering tidak

memenuhi kuat tekan beton rencana, baik pada umur 7 hari maupun

umur 28 hari. Kuat tekan beton dengan curing kering yaitu 24,33 MPa

untuk umur 7 hari dan 21,93 MPa untuk umur 28 hari.

5.2. Saran

1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode

curing yang berbeda sebagai bahan perbandingan dalam perencanaan

pekerjaan beton.

2. Pada penggunaan abu boiler 7,5% dengan curing rendam dan plastik

kuat tekan beton yang ditemukan masih sesuai dengan kuat tekan

rencana, sehingga perlu dilakukan pengujian terhadap perilaku

mekanik beton yang lain untuk mengetahui kelayakannya dalam

pelaksanaan konstruksi.

3. Kombinasi antara limbah abu boiler dengan material lain maupun

kombinasi metode curing yang berbeda juga dapat dipertimbangkan

guna memperoleh hasil yang lebih baik.

4. Sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan

perawatan terhadap perilaku mekanik beton yang lain dengan berbagai

metode perawatan yang ada.

108
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA

Asroni, Ali. 2010. Balok dan Pelat Beton Bertulang. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Dipohusodo, Istimawan. 1999. Struktur Beton Bertulang. Jakarta : PT. Gramedia


Pustaka Utama.

Firman. 2012. Pengaruh Jenis Plastik Pembungkus Pada Penyimpanan Buah


Rambutan (Nephelium Lappaceum, Linn). Jurusan Teknologi Pertanian,
Universitas Hasanuddin: Makassar.

Habudin, Christine Mayavani. 2006. Pengaruh Perawatan Terhadap Kuat Tekan


dan Absorption Beton K-300. Jurusan Teknik Sipil, Universitas
Diponegoro : Semarang.

Hudan, Mhd Falah. 2012. Abu Boiler Sebagai Bahan Pengganti Semen Dalam
Campuran Beton Dan Perbandingannya Dengan Beton Normal.
Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara: Medan.

Indrayumansyah. 2001. Pentingnya perawatan beton untuk mencapai nilai


kekuatan. Jurnal Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Padang: Padang.

Laintarawan, I Putu, Dkk.2009. Konstruksi Beton I. Program Studi Teknik


Sipil,Universitas Hindu Indonesia, Denpasar.

Lutfi, Fadly. 2012. “Studi eksperimental perilaku mekanika beton normal dengan
substitusi limbah abu boiler kelapa sawit (PKS)”. Departemen Teknik
Sipil, Universitas Sumatera Utara: Medan.

Mulyono, Tri. 2003. Teknologi Beton. Yogyakarta : Penerbit Andi.

Nugraha,Paul & Antoni. 2007. Teknologi Beton. Yogyakarta : Penerbit Andi.

Nursyamsi. 2005. Pengaruh Perawatan Terhadap Daya Tahan Beton. Jurnal


Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara : Medan.

Rezeki, Ade Sri. 2013. Pengaruh Substitusi Abu Kulit Kerang Terhadap Sifat
Mekanik Beton. Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara:
Medan.

109
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RPT0. ICS 93.010. Tentang “Rancangan Pedoman Teknis Bahan Konstruksi
Bangunan Dan Rekayasa Sipil Bidang Sumber Daya Air”.

SK.SNI. T-15-1990-03. Tentang “Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran


Beton Normal”.

SNI. 03-1974-1990. Tentang “Metode Pengujian Kuat Tekan Beton”.

SNI. 03-2493-1991. Tentang “Metoda Pembuatan Dan Perawatan Benda Uji


Beton Di Laboratorium”.

SNI. 03-2834-2000. Tentang “Tata cara pembuatan rencana campuran beton


normal”.

SNI. 1972:2008. Tentang “Cara Uji Slump Beton”.

SNI. 4817-2008. Tentang “Spesifikasi lembaran bahan penutup untuk perawatan


beton”.

Ptpn5. 2012. Produksi Crude Palm Oil (CPO) Dunia.


<http://www.bumn.go.id/ptpn5/id/publikasi/berita/produksi-cpo-dunia-
diprediksi-4667-juta-ton/> [di akses tanggal 20 juni 2013].

110
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FOTO DOKUMENTASI

Gambar 1. Abu Boiler PKS Lolos Ayakan No. 200

Gambar 2. Agregat kasar

111
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 3. Agregat Halus

Gambar 4. Semen Padang Tipe 1

112
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 5. Penyediaan Bahan Untuk Pengecoran

Gambar 6 Proses Pembersihan Cetakan Silinder

113
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 7. Cetakan Silinder

Gambar 8. Proses Pengecoran Dengan Substitusi Abu Boiler

114
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 9. Pemeriksaan Slump

Gambar 10. Benda Uji Silinder Siap Cetak

115
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 11. Proses Perendaman Benda Uji Silinder

Gambar 12. Proses Curing Plastik Benda Uji Silinder

Gambar 13. Proses Curing Kering Benda Uji Silinder

116
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 14. Pengujian Kuat Tekan Gambar 15. Benda Uji yang Runtuh

Akibat Uji Tekan

117
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai