Anda di halaman 1dari 101

EVALUASI KINERJA PENYALURAN AIR DI DAERAH

IRIGASI PAYA SORDANG KECAMATAN


PADANGSIDIMPUAN TENGGARA KABUPATEN TAPANULI
SELATAN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian


pendidikan Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh:

ANDRI KURNIA NASUTION


13 0404 003

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
F A K U L T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

58
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Irigasi berperan meningkatkan produksi tanaman, dengan cara mengatur,


menyediakan kebutuhan air bagi tanaman. Kebutuhan air bagi tanaman
dipengaruhi oleh kehilangan air yang diakibatkan penurunan kinerja jaringan
irigasi. Untuk itu diperlukan sistem irigasi yang baik agar kebutuhan air bagi
tanaman dapat terpenuhi.
Kehilangan air yang terjadi pada saluran irigasi dapat mempengaruhi
efisiensi kebutuhan air yang diperlukan oleh tanaman. Untuk meningkatkan
produksi tanaman dapat juga dilakukan dengan cara mengoptimalkan lahan yang
tersedia sehingga penggunaan lahan menjadi lebih efektif. Lokasi studi penelitian
berada di Daerah Irigasi Paya Sordang Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara ,
Kabupaten Tapanuli Selatan.
Analisa kebutuhan air irigasi dilakukan dengan menggunakan metode
F.J.Mock, dari analisis kebutuhan air irigasi didapat besarnya debit andalan DAS
Batang Angkola sehingga diperoleh pola dan masa tanam yang baik. Dari
pengukuran debit dapat diketahui efisiensi pada saluran irigasi. Sedangkan untuk
menghitung efektifitas lahan dilakukan dengan cara membagi luas areal yang
terairi dengan luas rancangan.
Berdasarkan penelitian ini debit andalan adalah sebesar 17.75 m3/det dan
kebutuhan air adalah sebesar 0,7 lt/dt/ha. Efisiensi pada jaringan sekunder sebesar
91,1962 %, efisiensi ini sudah memenuhi efisiensi yang ditetapkan dalam Kriteria
perencanaan Irigasi yaitu untuk saluran sekunder Efisiensinya 90 %. Dari hasil
penelitian di dapat bahwa Irigasi Paya Sordang saat ini kurang efektif. Ini terlihat
dari awal rencana luas irigasi yang sebesar 4,350 ha dan yang dapat teraliri hanya
1,232 ha saat musim kering dan 3,118 ketika musim hujan, sehingga efektifitas
pada irigasi Paya Sordang hanya sebesar 28,322 % saat musim kering dan
71,678% saat musim hujan.

Kata kunci: Analisis Kebutuhan Air, debit andalan, Efisiensi, Efektivitas.

66
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

tugas akhir.

Penulisan Tugas Akhir ini tidak akan dapat diselesaikan dengan baik oleh

penulis tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis

menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :

1. Bapak Ivan Indrawan, ST, MT selaku Dosen Pembimbing yang berperan

penting sebagai orang tua bagi penulis yang telah berkenan meluangkan

waktu, tenaga dan pikiran untuk membantu, membimbing dan mengarahkan

penulis hingga selesainya tugas akhir ini.

2. Bapak Muhammad Faisal, ST, MT dan Bapak Robi Arianta Sembiring, ST,

M.Eng selaku Dosen Pembanding/Penguji yang telah memberikan masukan

dan kritikan yang membangun dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia selaku koordinator tugas akhir sub

jurusan sumber daya air, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara, yang telah memberikan izin dalam mewujudkan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Medis Sejahtera Surbakti, ST, MT, selaku Ketua Departemen

Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Ir. Andi Putra Rambe, MBA, selaku Sekretaris Departemen Teknik

Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

66
Universitas Sumatera Utara
6. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Pembantu Dekan I Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bimbingan dan

dukungan yang membangun dalam menyelesaikan skiripsi ini.

7. Kedua orang tua saya Alm. H. Bahran Efendy Nasution BA dan Dra. Hj

Suaidah Lubis MM yang telah memberikan bimbingan, dukungan, perhatian

dan doanya selama ini serta abang/kakak dan adikku Sutan Bajora, Efrida

Pipi Saputri, Imam Hidayat yang selalu memberikan semangat.

8. Bapak/Ibu staf pengajar serta pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara.

9. Teman-teman seperjuangan stambuk 2013, abang dan kakak stambuk ’07,

’08, ’10, adik-adik stambuk ’16, dan semuanya yang tidak bisa disebutkan

namanya satu persatu terima kasih atas bantuannya selama ini.

Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya

atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa di dalam penelitian dan penulisan Tugas Akhir

ini terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik

sehingga dapat menyempurnakan Tugas Akhir ini. Semoga Tugas Akhir ini dapat

memberi manfaat bagi para pembaca.

Medan, November 2017


Hormat Saya

Andri Kurnia Nasution

66
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Daftar Halaman
ABSTRAK ....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
DAFTAR NOTASI ........................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1


1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Tujuan Penelitian ........................................................................... 3
1.3. Manfaat Penelitian........................................................................... 3
1.4. Metode dan Tahapan Penelitian ..................................................... 4
1.5. Pembatasan Masalah ...................................................................... 6
1.6. Sistematika Penulisan ..................................................................... 7

BAB II TIJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 8


2.1. Siklus Hidrologi ............................................................................. 8
2.2. Daerah Aliran Sungai ..................................................................... 9
2.3. Jaringan Irigasi ............................................................................... 11
2.3.1. Klasifikasi Jaringan Irigasi .................................................... 12
2.3.1.1. Jaringan Sederhana .................................................. 13
2.3.1.2. Jaringan Irigasi Semi Teknis ................................... 14
2.3.1.3. Jaringan Irigasi Teknis ............................................. 15
2.3.2. Petak Tersier .......................................................................... 16
2.3.3. Petak Sekunder ...................................................................... 16
2.3.4. Petak Primer .......................................................................... 17
2.4. Bangunan Irigasi ............................................................................. 17
2.4.1. Bangunan Utama ................................................................... 18
2.4.1.1. Bendung ................................................................... 18

66
Universitas Sumatera Utara
2.4.1.2. Pengambilan Bebas .................................................. 19
2.4.1.3. Pengambilan dari Waduk ......................................... 19
2.4.1.4. Stasiun Pompa ......................................................... 19
2.4.2. Bangunan Pembawa .............................................................. 20
2.4.3. Bangunan Bagi dan Sadap ..................................................... 21
2.4.4. Bangunan Pengatur dan Pengukur ........................................ 21
2.4.5. Bangunan Drainase ............................................................... 22
2.4.6. Bangunan Pelengkap ............................................................. 23
2.5. Analisa Hidrologi ............................................................................ 23
2.5.1. Curah Hujan Regional ........................................................... 23
2.5.2. Kesetimbangan Air ................................................................ 27
2.5.2.1. Metode Dr. F. J. Mock ............................................. 27
2.5.3. Debit ...................................................................................... 31
2.5.3.1. Debit Air .................................................................. 31
2.5.3.2. Pengukuran Debit .................................................... 32
2.5.3.3. Debit Andalan .......................................................... 39
2.6. Analisa Kebutuhan Air untuk Irigasi .......................................... 40
2.7. Kebutuhan Air Padi di Sawah .................................................... 41
2.7.1. Kebutuhan Air Untuk Pengolahan Lahan Padi ................ 42
2.7.2. Penggunaan Konsumtif .................................................... 43
2.7.3. Perkolasi ........................................................................... 45
2.7.4. Penggantian Lapisan Air .................................................. 46
2.7.5. Curah Hujan Efektif ......................................................... 46
2.7.6. Efisiensi Irigasi ................................................................. 47
2.7.7. Efektifitas Irigasi .............................................................. 48
2.7.8. Kebutuhan Air Sawah ....................................................... 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 49


3.1. Deskripsi Daerah Studi ............................................................... 49
3.1.1. Kondisi Umum ................................................................. 49
3.1.2. Lokasi Studi ...................................................................... 50
3.1.3. Kondisi Klimatologi ......................................................... 51

66
Universitas Sumatera Utara
3.2. Data Teknis Lapangan ................................................................ 52
3.2.1. Jaringan Irigasi Paya Sordang .......................................... 52
3.3. Metode Pengumpulan Data ........................................................ 52
3.4. Metode Analisis dan Pengolahan Data ....................................... 53
3.4.1. Analisis Hidrologi ............................................................ 53
3.4.2. Mengukur Debit Aliran .................................................... 53
3.4.3. Analisis Tingkat Efisiensi ................................................. 54
3.4.4. Analisis Tingkat Efektifitas .............................................. 55

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ................................................... 57


4.1. Analisa Hidrologi ......................................................................... 57
4.1.1. Perhitungan Curah Hujan Regional ................................... 57
4.1.2. Curah Hujan Efektif ........................................................... 59
4.1.3. Daerah Aliran Sungai Batang Angkola .............................. 62
4.1.4. Evapotranspirasi ................................................................. 63
4.1.5. Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock .......................... 63
4.2. Kebutuhan Air di Irigasi Paya Sordang ...................................... 68
4.3. Analisis Tingkat Efisiensi Saluran Irigasi .................................... 72
4.4. Perhitungan Efektifitas Saluran ................................................... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 82


5.1. Kesimpulan ................................................................................... 82
5.2. Saran ............................................................................................ 82

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 83


LAMPIRAN

66
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1.1. Diagram Alir Metode Penelitian ................................................... 5

Gambar 2.1. Skematis Contoh Jaringan Irigasi Sederhana ................................ 13

Gambar 2.2. Skematis Contoh Jaringan Irigasi Semi Teknis ............................. 14

Gambar 2.3. Skematis Contoh Jaringan Irigasi Teknis ...................................... 15

Gambar 3.1. Sungai Batang Angkola .................................................................. 49

Gambar 3.2. Peta Lokasi Kecamatan Padang Sidempuan Tenggara, Kota Padang

Sidimpuan ...................................................................................... 51

Gambar 3.3 Alur Pengerjaan dan Pengolahan Data …………………………... 56

Gambar 4.1. Debit Andalan Metode F.J. Mock .................................................. 68

Gambar 4.2. Saluran BPS12-BPS13 Inflow (Skala 1:50) ................................... 78

Gambar 4.3. Saluran BPS12-BPS13 Outflow (Skala 1:50) ................................ 79

Gambar 4.4. Saluran BPS13-BPS14 Inflow (Skala 1:50) ................................... 80

Gambar 4.5. Saluran BPS13-BPS14 Outflow (Skala 1:50) ................................ 81

Gambar 4.6. Saluran BPS14-BPS15 Inflow (Skala 1:50) ................................... 82

Gambar 4.7. Saluran BPS14-BPS15 Outflow (Skala 1:50) ................................ 83

66
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1. Klasifikasi Jaringan Irigasi ............................................................... 12

Tabel 2.2. Contoh Bangunan Pengukuran Debit ................................................ 22

Tabel 2.3. Jenis dan Alat Pengukuran Debit ....................................................... 34

Tabel 2.4. Harga Koefisien Kekasaran Manning ................................................ 39

Tabel 2.5. Harga Koefisiensi Tanaman .............................................................. 44

Tabel 2.6. Tingkat Efisiensi Pada Saluran Pada Jaringan Irigasi ....................... 48

Tabel 4.1. Curah Hujan Regional DAS Batang Angkola ................................... 58

Tabel 4.2. Rangking Curah Hujan Regional ...................................................... 60

Tabel 4.3. Curah Hujan Efektif untuk Tanaman Padi ........................................ 61

Tabel 4.4. Rekapitulasi Perhitungan Evaporation Potensial (mm/hari) ............. 63

Tabel 4.5. Perhitungan Debit Andalan Metode F. J. Mock ................................ 67

Tabel 4.6. Efisiensi Saluran Sekunder Irigasi Paya Sordang ............................. 80

66
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR NOTASI

Notasi Halaman

A = Luas Daerah yang Dibatasi oleh Garis Isohyet ................................ 26

An = Luas basah eksploitasi normal (m2) ................................................ 26

Ap = Luas Aliran Rata-rata ...................................................................... 36

BF = Aliran Dasar (m3/dtk/km) ................................................................. 31

Dro = Limpasan Langsung ......................................................................... 31

Ea = Evapotranspirasi aktual (mm) .......................................................... 28

E = Evapotranspirasi terbatas (mm) ....................................................... 28

Etc = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari) .............................................. 43

Eto = Evapotranspirasi potensial (mm) ...................................................... 28

ET = Evapotranspirasi ............................................................................... 40

HE = Hujan Efektif ................................................................................... 41

I = Garis Isohyet ..................................................................................... 26

IR = Kebutuhan Air Irigasi ...................................................................... 42

i = Faktor infiltrasi ................................................................................ 30

I = Infiltrasi (mm) ................................................................................. 31

in = Inflasi Bulan ke n (mm) ................................................................... 30

k = Faktor resesi air tanah ..................................................................... 30

KAI = Kebutuhan Air Irigasi ....................................................................... 40

KA = Kehilangan Air ................................................................................. 40

KK = Kebutuhan Khusus .......................................................................... 40

KAT = Kontribusi Air Tanah ....................................................................... 41

66
Universitas Sumatera Utara
M = Kebutuhan Air untuk Mengganti Kehilangan Air ........................... 42

n = Jumlah Stasiun Pengamat ................................................................. 26

NFR = Kebutuhan air irigasi di sawah (lt/det/Ha) ...................................... 45

PAI = Pemberian Air Irigasi ....................................................................... 41

P = Curah Hujan Wilayah ....................................................................... 25

Qn = Banyaknya Air yang Tersedia .......................................................... 31

Q = Debit Aliran ...................................................................................... 36

qt = Aliran Tanah ..................................................................................... 30

qo = Aliran Tanah pada Awal Bulan ........................................................ 30

Ron = Limpasan Priode n (m3/dtk/km2) ...................................................... 31

R = Area Rainfall (mm) .......................................................................... 24

R1, R2,... = Poin Raun Fall Stasiun Ke-i ............................................................. 24

R = Hujan Bulnan.................................................................................... 28

ΔS = Keseimbangan Air di Permukaan Tanah .......................................... 28

T = Jangka Waktu Penyiapan Lahan (hari) ............................................ 42

Vn = Volume Simpanan ........................................................................... 30

Vn-1 = Volume simpanan air tanah periode n – 1 (m3)................................ 30

WLR = Pengganti Lapisan Air (mm/hari) .................................................... 45

WS = Water Surplus .................................................................................. 29

66
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Usaha untuk meningkatkan suatu produksi tanaman pangan khususnya

padi, sebagai suatu komuditas di Indonesia pada dasarnya dapat dilakukan melalui

berbagai pendekatan antara lain ekstensifikasi, intensifikasi dan rehabilitasi.

Peningkatan produksi pangan dalam jangka waktu pendek dapat dilakukan secara

intensifikasi dengan meningkatkan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya yang

ada, pada usaha tani padi sawah optimalisasi pemanfaatan sumberdaya dapat

dilakukan antara lain melalui pemanfaatan air irigasi secara efisien dan efektif.

Kendala utama yang dihadapi untuk memacu pertumbuhan produksi

pangan khususnya padi adalah turunnya produktivitas lahan. Hal ini diakibatkan

oleh over intensifikasi pada lahan sawah terkait dengan intensitas tanam yang

tinggi dengan dosis pemupukan yang cenderung melebihi kebutuhan optimal.

Selain itu, banyak lahan yang mengalami kekurangan air akibat dari menurunnya

kualitas dari suatu irigasi.

Turunnya kualitas irigasi merupakan akibat dari menurunnya kinerja dari

suatu irigasi. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan kinerja

irigasi diantaranya terjadi karena alih fungsi lahan dari lahan sawah kebentuk

penggunaan lain (pemukiman). Dengan demikian, kondisi jaringan irigasi banyak

yang tidak dimanfaatkan atau dibiarkan rusak.

Penurunan kinerja jaringan irigasi merupakan ancaman nyata terhadap

kurangnya kebutuhan air untuk sawah. Dampak penurunan kinerja irigasi akan

66
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi komitmen petani untuk tetap mempertahankan ekosistem sawah.

Hal ini disebabkan oleh buruknya kinerja irigasi yang mengakibatkan lahan

tersebut kurang kondusif untuk usaha tani khususnya padi.

Rendahnya kualitas fisik jaringan irigasi dikarenakan adanya kerusakan

prasarana terkait dengan terbatasnya sumberdaya untuk melakukan pemeliharaan

dan perbaikan atau akibat terjadinya perubahan lingkungan terutama wilayah hulu

sehingga jaringan irigasi rusak. Penilaian keadaan fisik irigasi dapat dilakukan

dengan menilai sejauh mana bangunan-bangunan irigasi dapat berfungsi

sebagaimana yang diharapkan. Indikatornya adalah efektifitas prasarana yang

ditentukan oleh ratio perbandingan antara jumlah bangunan yang berfungsi

dengan jumlah total bangunan irigasi yang ada pada daerah irigasi.

Perubahan kebijakan pengolahan irigasi yang tengah dilakukan pemerintah

pada saat ini mempunyai sasaran yang lebih jauh yaitu hanya sekedar perubahan

kewenangan pengolahan, namun juga dicapainya tingkat layanan dengan

kapasitas yang cukup tinggi pada tingkat jaringan irigasi primer, sekunder, tersier

dan kuarter.

Untuk mengetahui tingkat layanan dari suatu irigasi perlu diadakannya

penilaian terhadap kinerja jaringan irigasi tersebut. Daerah Irigasi Paya Sordang

Kecamatan Padang Sidempuan Tenggara Kota Padang Sidempuan Kabupaten

Tapanuli Selatan merupakan sumber utama dalam hal pengairan persawahan di

Padang Sidempuan. Dalam hal ini petani yang memanfaatkan irigasi Paya

Sordang sebagai sumber air untuk memenuhi kebutuhan air di areal pertanian

banyak yang mengalami kekurangan air, hal ini diduga kerena menurunnya

kinerja jaringan irigasi yang ada.

66
Universitas Sumatera Utara
1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian pada tugas akhir ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui sistem jaringan irigasi yang terdapat di Daerah Irigasi Paya

Sordang.

2. Mengetahui kebutuhan air irigasi yang terdapat pada irigasi Paya Sordang.

3. Mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas penyaluran air di Irigasi Paya

Sordang.

Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk mengoptimalkan kinerja

jaringan irigasi dan menjadi masukan bagi daerah lain untuk memperbaiki

jaringan irigasi agar dapat bekerja optimal. Selain daripada itu tugas akhir ini

dapat meningkatkan wawasan bagi penulis bagaimana cara meningkatkan kinerja

jaringan irigasi.

1.3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk mengoptimalkan kinerja

jaringan irigasi dan menjadi masukan bagi daerah lain untuk memperbaiki

jaringan irigasi agar dapat bekerja optimal. Selain daripada itu tugas akhir ini

dapat meningkatkan wawasan bagi penulis bagaimana cara meningkatkan kinerja

jaringan irigasi.

1.4. Metode dan Tahapan Penelitian

Tugas akhir ini disusun dengan tahapan sebagai berikut:

1. Mengumpulkan beberapa literatur dari buku, makalah, jurnal dan catatan

kuliah yang berkaitan dengan studi untuk studi pustaka.

66
Universitas Sumatera Utara
2. Mengumpulkan data primer berupa dokumentasi lokasi penelitian dan

penyaluran air.

3. Mengumpulkan data sekunder berupa data curah hujan , dan skema jaringan

irigasi. Data sekunder merupakan data dari instansi, lembaga masyarakat, dan

pihak terkait yang berhubungan dengan pembahasan.

4. Menganalisa data curah hujan dan klimatologi untuk menghitung debit

andalan, mengatur pola tanam dan menghitung kebutuhan air dengan metode

F.J. Mock.

5. Menganalisa efisiensi dan efektifitas jaringan irigasi.

6. Membuat kesimpulan dan saran. Secara garis besar metode dan tahapan

penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.1.

66
Universitas Sumatera Utara
Mulai

Tinjauan Pustaka

Pengumpulan Data

Data debit air Detail lokasi

Curah hujan Skema Jaringan irigasi

Pengolahan Data

Analisa Data

Teori Irigasi Debit Air (Q = A .v )

Efektifitas jaringan irigasi


(IA = X 100)
Kebutuhan air irigasi
(KAI = ET + KA + KK)
Efisiensi Jaringan irigasi
Ec = Debit Keseluruhan – debit hiang

Hasil

Kesimpulan dan saran

Selesai

Gambar 1.1 Diagram Alir Metode Penelitian

66
Universitas Sumatera Utara
1.5.Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah yang diambil untuk mempermudah tugas akhir ini

adalah :

1. Perhitungan terhadap debit andalan dan kebutuhan air irigasi dalam mengairi

tanaman hanya menggunakan metode F.J. Mock

2. Analisa efektifitas dan efisiensi jaringan irigasi yang dilakukan hanya pada

jaringan irigasi sekunder.

66
Universitas Sumatera Utara
1.6. Sistematika Penulisan

Adapun tahapan sistematika penulisan tugas akhir ini :

Bab I. Pendahuluan

Berisi latar belakang penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

metode dan tahapan penelitian, pembatasan masalah, dan sistematika

penulisan dari tugas akhir ini.

Bab II. Tinjauan Pustaka

Merupakan uraian tentang landasan teori tentang siklus hidrologi, intensitas

curah hujan, evapotranspirasi, jaringan irigasi, analisa hidrologi, teori

tentang efektifitas dan efisiensi jaringan irigasi.

Bab III. Metodologi Penelitian

Berisi uraian tentang persiapan penelitian mencakup tempat dan waktu,

rancangan penelitian, pelaksanaan penelitian dan diagram alir pengerjaan

penelitian.

Bab IV. Analisa dan Pembahasan

Merupakan analisa dan pembahasan hasil penelitian yang meliputi analisis

curah hujan, analisis debit andalan, kebutuhan air irigasi, efisiensi dan

efektifitas kebutuhan air irigasi.

Bab V. Kesimpulan dan Saran

Merupakan kesimpulan dari butir – butir kesimpulan hasil analisa dan

pembahasan yang telah dilakukan. Kesimpulan juga disertai dengan

rekomendasi saran yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya atau untuk

penerapan hasil penelitian di lapangan.

66
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi merupakan rangkaian proses berpindahnya air permukaan

bumi dari suatu tempat ke tempat lainnya hingga kembali ke tempat asalnya.

Air naik ke udara dari permukaan laut atau dari daratan melalui evaporasi. Air di

atmosfer dalam bentuk uap air atau awan bergerak dalam massa yang besar di atas

benua dan dipanaskan oleh radiasi tanah. Panas membuat uap air lebih naik lagi

sehingga cukup tinggi dan dingin untuk terjadi kondensasi. Uap air berubah jadi

embun dan seterusnya jadi hujan atau salju. Curahan (precipitation) turun ke

bawah, ke daratan atau langsung ke laut. Air yang tiba di daratan kemudian

mengalir di atas permukaan sebagai sungai, terus kembali ke laut.

Sebagian dari air hujan yang turun dari awan menguap sebelum tiba di

permukaan bumi, sebagian lagi jatuh di atas daun tumbuh-tumbuhan

(intercception) dan menguap dari permukaan daun-daun. Air yang tiba di tanah

dapat mengalir terus ke laut, namun ada juga yang meresap dulu ke dalam tanah

(infiltration) dan sampai ke lapisan batuan sebagai air tanah. Sebagian dari air

tanah dihisap oleh tumbuh-tumbuhan melalui daun-daunan lalu menguapkan

airnya ke udara (transpiration). Air yang mengalir di atas permukaan menuju

sungai kemungkinan tertahan di kolam, selokan, dan sebagainya (surface

detention), ada juga yang sementara tersimpan di danau, tetapi kemudian

menguap atau sebaliknya, sebagian air mengalir di atas permukaan tanah melalui

parit, sungai, hingga menuju ke laut (surface run off), sebagian lagi infiltrasi ke

66
Universitas Sumatera Utara
dasar danau dan bergabung di dalam tanah sebagai air tanah yang pada akhirnya

ke luar sebagai mata air. Siklus hidrologi dibedakan ke dalam tiga jenis yaitu:

(Limantara, 2010)

1. Siklus Pendek : Air laut menguap kemudian melalui proses kondensasi

berubah menjadi butir-butir air yang halus atau awan dan selanjutnya hujan

langsung jatuh ke laut dan akan kembali berulang.

2. Siklus Sedang : Air laut menguap lalu dibawa oleh angin menuju daratan dan

melalui proses kondensasi berubah menjadi awan lalu jatuh sebagai hujan di

daratan dan selanjutnya meresap ke dalam tanah lalu kembali ke laut melalui

sungai-sungai atau saluran-saluran air.

3. Siklus Panjang : Air laut menguap, setelah menjadi awan melalui proses

kondensasi, lalu terbawa oleh angin ke tempat yang lebih tinggi di daratan

dan terjadilah hujan salju atau es di pegunungan-pegunungan yang tinggi.

Bongkah-bongkah es mengendap di puncak gunung dan karena gaya beratnya

meluncur ke tempat yang lebih rendah, mencair terbentuk gletser lalu

mengalir melalui sungai-sungai kembali ke laut.

2.2. Daerah Aliran Sungai

Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan suatu

kesatuan dengan sungai dan anak – anak sungainya, yang berfungsi menampung,

menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke

laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di

laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan.

66
Universitas Sumatera Utara
Air pada DAS merupakan aliran air yang mengalami siklus hidrologi

secara alamiah. Selama berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air dari

permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke

laut yang tidak pernah berhenti tersebut, air tersebut akan tertahan sementara di

sungai, danau, dan dalam tanah. Pembagian daerah aliran sungai berdasarkan

fungsi hulu, tengah dan hilir yaitu: (KP Irigasi 01, 2010)

1. Bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelolah untuk

mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang

antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS,

kualitas air, kemampuan menyimpan air, dan curah hujan.

2. Bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelolah

untuk memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara

lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan

menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana

pengairan seperti pengolahan sungai, waduk, dan danau.

3. Bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelolah

untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang

diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air,

ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih,

serta pengolahan air limbah.

66
Universitas Sumatera Utara
Bentuk daerah aliran sungai terbagi atas tiga jenis, yaitu: (Suripin, 2005)

1. Daerah aliran sungai (DAS) dengan pola bulu burung, di daerah aliran sungai

ini selain terdapat sungai utama, tidak jauh dari sungai utama tersebut, di

sebelah kirinya dan kanan terdapat pola-pola sungai kecil atau anak-anak

sungai.

2. Daerah aliran sungai (DAS) dengan pola radial atau melebar, di daerah aliran

sungai ini pun terdapat sungai utama (besar dengan beberapa anak

sungainya), hanya anak-anak sungainya melingkar dan akan bertemu pada

satu titik daerah.

3. Daerah aliran sungai (DAS) dengan pola paralel atau sejajar, daerah aliran

sungai ini memiliki 2 jalur daerah aliran, yang memang paralel, yang di

bagian hilir keduanya bersatu membentuk sungai besar.

2.3. Jaringan Irigasi

Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang

diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan,

pembagian, pemberian dan penggunaannya.

Secara hirarki jaringan irigasi dibagi menjadi jaringan utama dan jaringan

tersier. Jaringan utama meliputi bangunan, saluran primer dan saluran

sekunder.Sedangkan jaringan tersier terdiri dari bangunan dan saluran yang

berada dalam petak tersier. Suatu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari

suatu jarigan irigasi disebut dengan daerah irigasi.

66
Universitas Sumatera Utara
2.3.1. Klasifikasi Jaringan Irigasi

Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran, serta kelengkapan fasilitas,

jaringan irigasi dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu:(KP Irigasi 01, 2010)

1. Jaringan irigasi sederhana.

2. Jaringan irigasi semi teknis.

3. Jaringan irigasi teknis.

Klasifikasi Jaringan Irigasi dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2. 1. Klasifikasi Jaringan Irigasi

Klasifikasi Jaringan Irigasi

Teknis Semi Teknis Sederhana

Bangunan Utama Bangunan Bangunan Permanen Bangunan

Permanen atau semi Permanen Sementara

Kemampuan Baik Sedang Tidak mampu

dalam mengukur mengatur/mengukur

dan mengatur

debit

Jaringan saluran Saluran Saluran pemberi dan Saluran pemberi dan

pemberi dan pembuang tidak pembuang menjadi

pembuang sepenuhnya terpisah satu

terpisah

Petak tersier Dikembangk Belum dikembangkan Belum ada jaringan

an identitas bangunan terpisah yang

sepenuhnya tersier jarang dikembangkan

66
Universitas Sumatera Utara
Efisiensi secara 50-60% 40-50% <40%

keseluruhan

Ukuran Tak ada <2000 hektar <500 hektar

batasan

Sumber :Standar Perencanaan Irigasi KP-01

2.3.1.1. Jaringan Irigasi Sederhana

Jaringan irigasi sederhana biasanya diusahakan secara mandiri oleh suatu

kelompok petani pemakai air, sehingga kelengkapan maupun kemampuan dalam

mengukur dan mengatur masih sangat terbatas. Ketersediaan air biasanya

melimpah dan mempunyai kemiringan yang sedang sampai curam, sehingga

mudah untuk mengalirkan dan membagi air. Jaringan irigasi sederhana mudah

diorganisasikan karena menyangkutpemakai air dari latar belakang sosial yang

sama namun jaringan ini masih memiliki beberapa kelemahan antara lain:

1. Terjadi pemborosan air karena banyak air yang terbuang.

2. Air yang terbuang tidak selalu mencapai lahan di sebelah bawah yang lebih

subur.

3. Bangunan penyadap bersifat sementara, sehingga tidak mampu bertahan

lama. Ilustrasi jaringan irigasi sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.1.

66
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Skematis Contoh Jaringan Irigasi Sederhana.( KP Irigasi 01,

2010)

2.3.1.2. Jaringan Irigasi Semi Teknis

Jaringan irigasi semi teknis memiliki bangunan sadap yang permanen atau

pun semi permanen. Bangunan sadap pada umumnya sudah dilengkapi dengan

bangunan pengambil dan pengukur. Jaringan saluran sudah terdapat beberapa

bangunan permanen, namun sistem pembagiannya belum sepenuhnya mampu

mengatur dan mengukur. Karena belum mampu mengatur dan mengukur dengan

baik, sistem pengorganisasian biasanya lebih rumit.

Ilustrasi jaringan irigasi semi teknis sebagai bentuk pengembangan dari jaringan

irigasi sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.2.

66
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Skematis Contoh Jaringan Irigasi Semi Teknis.( KP Irigasi 01,

2010)

2.3.1.3 Jaringan Irigasi Teknis

Jaringan irigasi teknis mempunyai bangunan sadap yang permanen.

Bangunan sadap serta bangunan bagi mampu mengatur dan mengukur. Disamping

itu terdapat pemisahan antara saluran pemberi dan pembuang. Pengaturan dan

pengukuran dilakukan dari bangunan penyadap sampai ke petak tersier.

Untuk memudahkan sistem pelayanan irigasi kepada lahan pertanian,

disusun suatu organisasi petak yang terdiri dari petak primer, petak sekunder,

petak tersier, petak kuarter dan petak sawah sebagai satuan terkecil. Gambar 2.3.

memberikan ilustrasi jaringan irigasi teknis sebagai pengembangan dari jaringan

irigasi semi teknis.

66
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Skematis Contoh Jaringan Irigasi Teknis. ( KP Irigasi 01, 2010)

2.3.2. Petak Tersier

Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter masing-masing seluas

kuranglebih 8 sampai dengan 15 hektar. Pembagian air, eksploitasi dan

perneliharaan di petak tersier menjadi tanggung jawab para petani yang

mempunyai lahan di petak yang bersangkutan dibawah bimbing pemerintah. Petak

tersier sebaiknya mempunyai batas--batas yang jelas, misalnya jalan, parit, batas

desa dan batas-batas lainnya. Ukuran petak tersier berpengaruh terhadap efisiensi

pemberian air. Beberapa faktor lainnya yang berpengaruh dalam penentuan luas

petak tersier antara lain jumlah petani, topografi dan jenis tanaman. Apabila

kondisi topografi memungkinkan, petak tersier sebaiknya berbentuk bujur sangkar

66
Universitas Sumatera Utara
atau segi empat. Hal ini akan memudahkan dalam pengaturan tata letak dan

pembagian air yang efisien.

Petak tersier sebaiknya berbatasan langsung dengan saluran sekunder atau

saluran primer. Sedapat mungkin dihindari petak tersier yang terletak tidak secara

langsung di sepanjang jaringan saluran irigasi utama, karena akan memerlukan

saluran muka tersier yang mebatasi petak-petak tersier lainnya.

2.3.3. Petak Sekunder

Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya

dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari

bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak

sekunder pada urnumnya berupa tanda topografi yang jelas misalnya saluran

drainase. Luas petak sukunder dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi

topografi daerah yang bersangkutan.

Saluran sekunder pada umumnya terletak pada punggung mengairi daerah

di sisi kanan dan kiri saluran tersebut sampai saluran drainase yang

membatasinya. Saluran sekunder juga dapat direncanakan sebagai saluran garis

tinggi yang mengairi lereng lereng medan yang lebih rendah.

2.3.4. Petak Primer

Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil

langsung airdari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer

yang mengambil air langsung dari bangunan penyadap. Daerah di sepanjang

saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara menyadap

66
Universitas Sumatera Utara
air dari saluran sekunder. Apabila saluran primer melewati sepanjang garis tinggi

daerah saluran primer yang berdekatan harus dilayani langsung dari saluran

primer.

2.4. Bangunan irigasi

Keberadaan bangunan ingasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan

pengaturan air irigasi Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijumpai dalam

praktek irigasi antara lain:(KP Irigasi 01, 2010)

1. Bangunan utama

2. Bangunan pembawa

3. Bangunan bagi dan sadap

4. Bangunan pengatur muka air

5. Bangunan pernbuang dan penguras

6. Bangunan pelengkap.

2.4.1. Bangunan Utama

Bangunan utama dimaksudkan sebagai penyadap dari suatu sumber air

untuk dialirkan ke seluruh daerah irigasi yang dilayani. Berdasarkan sumber

airnya, bangunan utama dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori

yaitu:(KP Irigasi 01, 2010)

1. Bendung

2. Pengambilan bebas

3. Pengambilan dari waduk

4. Stasiun pompa.

66
Universitas Sumatera Utara
2.4.1.1. Bendung

Bendung adalah adalah bangunan air dengan kelengkapannya yang

dibangun melintang dengan sungai yang sengaja dibuat dengan maksud untuk

meninggikan elevasi muka air sungai. Apabila muka air di bendung mencapai

elevasi tertentu yang dibutuhkan, maka air sungai dapat disadap dan dialirkan

secara gravitasi ke tempat-ternpat yang mernerlukannya. Terdapat beberapa jenis

bendung, diantaranya adalah: (KP Irigasi 01, 2010)

1. Bendung tetap (weir)

2. Bendung gerak (barrage)

3. Bendung karet (inflamble weir).

Pada bangunan bendung biasanya dilengkapi dengan bangunan pengelak,

peredam energi, bangunan pengambilan, bangunan pembilas , kantong lumpur dan

tanggul banjir.

2.4.1.2. Pengambilan Bebas

Pengambilan bebas adalah bangunan yang dibuat ditepi sungai menyadap

air sungai untuk dialirkan ke daerah irigasi yang dilayani. Perbedaan dengan

bendung adalah pada bangunan pengambilan bebas tidak dilakukan pengaturan

tinggi muka air di sungai. Untuk dapat mengalirkan air, secara gravitasi muka air

di sungai harus lebih tinggi dari daerah irigasi yang dilayani.

2.4.1.3. Pengambilan dari Waduk

Salah satu fungsi waduk adalah menampung air pada saat terjadi

kelebihan air dan mengalirkannya pada saat diperlukan. Dilihat dari kegunaannya,

66
Universitas Sumatera Utara
waduk dapat bersifat multi guna. Pada urnumnya waduk dibangun memiliki

banyak kegunaan seperti untuk irigasi, pernbangkit listrik, peredam banjir,

pariwisata, dan perikanan. Apabila salah satu kegunaan waduk untuk irigasi, maka

pada bangunan outlet dilengkapi dengan bangunan sadap untuk irigasi. Alokasi

pemberian air sebagai fungsi luas daerah irigasi yang dilayani serta karakteristik

waduk.

2.4.1.4. Stasiun Pompa

Bangunan pengambilan air dengan pompa menjadi pilihan apabila upaya-

upaya penyadapan air secara gravitasi tidak memungkinkan untuk dilakukan, baik

dari segi teknik maupun ekonomis. Salah satu karakteristik pengambilan irigasi

dengan pompa adalah investasi awal yang tidak begitu besar namun biaya operasi

dan eksploitasi yang sangat besar.

2.4.2. Bangunan Pembawa

Bangunan pernbawa mempunyai fungsi mernbawa/mengalirkan air dari

surnbemya menuju petak irigasi. Bangunan pernbawa meliputi saluran primer,

saluran sekunder, saluran tersier dan saluran kwarter. Termasuk dalam bangunan

pernbawa adalah talang, gorong-gorong, siphon, tedunan dan got miring. Saluran

primer biasanya dinamakan sesuai dengan daerah irigasi yang dilayaninya.

Sedangkan saluran sekunder sering dinamakan sesuai dengan nama desa yang

terletak pada petak sekunder tersebut. Berikut ini penjelasan berbagai saluran

yang ada dalam suatu sistern irigasi yaitu: (KP Irigasi 01, 2010)

66
Universitas Sumatera Utara
1. Saluran primer membawa air dari bangunan sadap menuju saluran sekunder

dan ke petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada

bangunan bagi yang terakhir.

2. Saluran sekunder membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran

primer menuju petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder

tersebut. Batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan sadap terakhir.

3. Saluran tersier membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran

sekunder menuju petak-petak kuarter yang dilayani oleh saluran sekunder

tersebut. batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks tersier

terkahir.

4. Saluran kuarter mernbawa air dari bangunan yang menyadap dari boks tersier

menuju petak-petak sawah yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas

akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks kuarter terkahir.

2.4.3. Bangunan Bagi dan Sadap

Bangunan bagi merupakan bangunan yang terletak pada saluran primer,

sekunder dan tersier yang berfungsi untuk membagi air yang dibawa oleh saluran

yang bersangkutan. Khusus untuk saluran tersier dan kuarter bangunan bagi ini

masing masing disebut boks tersier dan boks kuarter. Bangunan sadap tersier

mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder menuju saluran tersier

penerima. Dalam rangka penghematan bangunan bagi dan sadap dapat digabung

menjadi satu rangkaian bangunan. Bangunan bagi pada saluran-saluran besar pada

umumnya mempunyai 3 (tiga) bagian utama, yaitu: (KP Irigasi 01, 2010)

66
Universitas Sumatera Utara
1. Alat pembendung, bermaksud untuk mengatur elevasi muka air sesuai dengan

tinggi pelayanan yang direncanakan.

2. Perlengkapan jalan air melintasi tanggul, jalan atau bangunan lain menuju

saluran cabang. Konstruksinya dapat berupa saluran terbuka ataupun gorong-

gorong. Bangunan ini dilengkapi dengan pintu pengatur agar debit yang

masuk saluran dapat diatur.

3. Bangunan ukur debit, yaitu suatu bangunan yang dimaksudkan untuk

mengukur besarnya debit yang mengalir.

2.4.4. Bangunan Pengatur dan Pengukur

Agar pemberian air irigasi sesuai dengan yang direncanakan, perlu

dilakukan pengaturan dan pengukuran aliran di bangunan sadap (awal saluran

primer), cabang saluran jaringan primer serta bangunan sadap primer dan

sekunder. Bangunan pengatur muka air dimaksudkan untuk dapat mengatur muka

air sampai batas-batas yang diperlukan untuk dapat memberikan debit yang

konstan dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Sedangkan bangunan pengukur

dimaksudkan untuk dapat memberi informasi mengenai besar aliran yang

dialirkan. Kadangkala, bangunan pengukur dapat juga berfungsi sebagai bangunan

pangatur. Beberapa contoh bangunan pengukur debit diberikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Contoh Bangunan Pengukur Debit

Tipe Alat Ukur Mengukur Dengan Kemampuan Mengatur

Ambang Lebar Aliran atas Tidak

Parshal Flume Aliran atas Tidak

Cipoletti Aliran atas Tidak

66
Universitas Sumatera Utara
Romijn Aliran atas Ya

Crump de Gruyter Aliran bawah Ya

Constant Head Orifice Aliran bawah Ya

Bangunan Sadap Pipa Sederhana Aliran bawah Ya

Sumber :Standar Perencanaan Irigasi KP-01

2.4.5. Bangunan Drainase

Bangunan drainase dimaksudkan untuk membuang kelebihan air di petak

sawah maupun saluran. Kelebihan air di petak sawah dibuang melalui saluran

pernbuang, sedangkan kelebihan air disaluran dibuang melalui bengunan

pelimpah. Terdapat beberapa jenis saluran pembuang, yaitu saluran pembuang

kuerter, saluran pernbuang tersier, saluran pernbuang sekunder dan saluran

pernbuang primer. Jaringan pembuang tersier dimaksudkan untuk :

1. Mengeringkan sawah.

2. Mernbuang kelebihan air hujan.

3. Mernbuang kelebihan air irigasi

Saluran pernbuang kuarter menampung air langsung dari sawah di daerah

atasnya atau dari saluran pernbuang di daerah bawah. Saluran pernbuang tersier

menampung air buangan dari saluran pernbuang kuarter. Saluran pernbuang

primer menampung dari saluran pernbuang tersier dan membawanya untuk

dialirkan kernbali ke sungai.

66
Universitas Sumatera Utara
2.4.6. Bangunan Pelengkap

Sebagaimana namanya, bangunan pelengkap berfungsi sebagai pelengkap

bangunan-bangunan irigasi yang telah disebutkan sebelumnya. Bangunan

pelengkap berfungsi sebagai untuk memperlancar para petugas dalam eksploitasi

dan pemeliharaan. Bangunan pelengkap dapat juga dimanfaatkan untuk pelayanan

umum. Jenis-jenis bangunan pelengkap antara lain jalan inspeksi, tanggul,

jernbatan penyebrangan, tangga mandi manusia, sarana mandi hewan, serta

bangunan lainnya.

2.5. Analisa Hidrologi

2.5.1. Curah Hujan Regional

Curah hujan wilayah yang terdapat pada suatu daerah aliran sungai (DAS)

sangat diperlukan untuk mengetahui mengenai informasi tentang pengaturan air

irigasi, mengetahui neraca air dalam suatu lahan dan untuk mengetahui besarnya

aliran permukaan (run off).

Curah hujan regional di dapat melalui penakaran curah hujan yang terdapat

pada setiap wilayah/daerah. Semakin banyak penakar dipasang di lapangan

diharapkan dapat diketahui besarnya rata-rata CH yang menunjukkan besarnya

CH yang terjadi di daerah tersebut. Disamping itu juga diketahui variasi CH di

suatu titik pengamatan. Ada tiga cara untuk menghitung hujan rata-rata daearah

aliran yang bisa dilakukan, yaitu :

1. Metode Arithmetic Mean

Metode ini adalah metode yang paling sederhana untuk menghitung hujan

rerata pada suatu daerah. Pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun dalam

66
Universitas Sumatera Utara
waktu yang bersamaan dijumlahkan dan kemudian dibagi dengan jumlah stasiun.

Stasiun hujan yang digunakan dalam hitungan biasanya adalah berada di dalam

DAS, tetapi stasiun di luar DAS yang masih berdekatan juga bisa diperhitungkan.

Metode rerata aljabar memberikan hasil yang baik apabila

a. Stasiun hujan tersebut tersebar secara merata di DAS

b. Distribusi hujan relatif merata pada seluruh DAS

Persamaan rerata aljabar

R = 1n (R1 + R2 + ...+ Rn ) 2-1

di mana R = area rainfall (mm), n = jumlah stasiun pengamat dan R1 ,R2 , ..., Rn

= point rainfall stasiun ke-i (mm).

2. Metode Thiessen

Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang

mewakili luasan disekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap bahwa

hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun yang terdekat, sehingga hujan

yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut. Metode ini digunakan

apabila penyebaran stasiun hujan didaerah yang ditinjau tidak merata. Hitungan

curah hujan rerata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap

stasiun. Pembentukan poligon Thiessen adalah sebagai berikut :

a. Stasiun pencatat hujan digambarkan pada peta DAS yang ditinjau termasuk

stasiun hujan diluar DAS yang berdekatan.

b. Stasiun-stasiun tersebut dihubungkan dengan garis lurus (garis terputus)

sehingga membentuk segitiga-segitiga, yang sebaiknya mempunyai sisi

dengan panjang yang kira-kira sama.

66
Universitas Sumatera Utara
c. Dibuat garis berat pada sisi-sisi segitiga.

d. Garis-garis berat tersebut membentuk poligon yang mengelilingi tiap stasiun.

Tiap stasiun mewakili luasan yang dibentuk oleh poligon. Untuk stasiun yang

berada didekat batas DAS, garis batas DAS membentuk batas tertutup dari

poligon.

e. Luas tiap poligon di ukur dan kemudian dikalikan dengan kedalaman hujan di

stasiun yang berada didalam poligon.

f. Jumlah dari hitungan pada butir e untuk semua stasiun dibagi dengan luas

daerah yang ditinjau menghasilkan hujan rerata daerah tersebut yang dalam

bentuk matematik mempunyai bentuk berikut ini:

P= 2-2

di mana P= curah hujan wilayah, P1,P2,..Pn =hujan di stasiun 1,2,3...n dan

A1,A2,...An = luas daerah yang mewakilistasiun 1,2,3....n

3. Metode Isohyet

Isohyet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan kedalaman hujan

yang sama. Pada metode isohyet, dianggap bahwa hujan pada suatu daerah di

antara dua garis isohyet adalah merata dan sama dengan nilai rerata dari kedua

garis isohyet tersebut. Pembuatan garis isohyet dilakukan dengan prosedur berikut

ini:

a. Lokasi stasiun hujan dan kedalaman hujan digambarkan pada peta daerah

yang ditinjau.

66
Universitas Sumatera Utara
b. Dari kedua nilai kedalaman hujan di stasiun yang berdampingan dibuat

interpolasi dengan pertambahan nilai yang ditetapkan.

c. Dibuat kurva yang meenghubungkan titik-titik interpolasi yang mempunyai

kedalaman hujan yang sama. Ketelitian tergantung pada pembuatan garis

isohyet dan intervalnya.

d. Diukur luas daerah antara dua isohyet yang berurutan dan kemudian

dikalikan dengan nilai rata-rata dari nilai kedua garis isohyet.

e. Jumlah dari hitungan pada butir d untuk seluruh garis isohyet dibagi dengan

luas daerah yang ditinjau menghasilkan kedalaman hujan rerata daerah

tersebut. Secara matematis hujan rerata tersebut dapat ditulis.

P = 2-3

di mana P = curah hujan wilayah, I1,I2,...In= garis isohyet ke 1,2, dan 3 dan

A1,A2,...An= luas daerah yang dibatasi oleh garis isohyet ke1,2 dan 3.

2.5.2. Kesetimbangan Air

2.5.2.1.Metode F.J. Mock

Metode ini ditemukan oleh Dr. F.J. Mock. Metode ini dikembangkan

untuk menghitung debit bulanan rata-rata. Dengan metode ini, besarnya aliran dari

data curah hujan, karakteristik hidrologi daerah pengaliran dan evapotranspirasi

dapat dihitung. Pada dasarnya metode ini adalah hujan yang jatuh pada catchment

area sebagian akan hilang sebagai evapotranspirasi, sebagian akan langsung

menjadi aliran permukaan (direct run off) dan sebagian lagi akan masuk kedalam

tanah (infiltrasi), di mana infiltrasi pertama-tama akan menjenuhkan top soil,

66
Universitas Sumatera Utara
kemudian menjadi perkolasi membentuk air bawah tanah (ground water) yang

nantinya akan keluar ke sungai sebagai aliran dasar (base flow). Prinsip Metode

F.J.Mock adalah:

1. Memperhitungkan volume air yang masuk (hujan), keluar (infiltrasi,

perkolasi, dan evapotranspirasi) dan yang disimpan dalam tanah (soil

storage).

2. Dalam sistem mengacu pada waterbalance, volume air total yang berada di

bumi tetap, hanya sirkulasi dan distribusi yang bervariasi.

Adapun ketentuan dari metode ini adalah sebagai berikut:

1. Data meteorologi

Data meterologi yang digunakan mencakup:

a. Data presipitasi dalam hal ini adalah curah hujan bulanan dan data curah

hujan harian.

b. Data klimatologi berupa data kecepatan angin, kelembapan udara,

tempratur udara dan penyinaran matahari untuk menentukan

evapotranspirasi potensial (Eto) yang dihitung berdasarkan metode

“Penman Modifikasi“

2. Evapotranspirasi aktual ( Ea)

Penentuan harga evapotranspirasi aktual ditentuakan berdasarkan persamaan :

E = Eto x d/30 x m 2-4

E = Eto x (m / 20) x (18-n) 2-5

Ea = Eto – E 2-6

di manaEa= evapotranspirasi aktual (mm), Eto =evapotranspirasi potensial

(mm), d= 27 – (3/2) x n, n= jumlah hari hujan dalam sebulan dan

66
Universitas Sumatera Utara
m=Perbandingan permukaan tanah tanah yang tidak tertutup dengan tumbuh-

tumbuhan penahan hujan koefisien yang tergantung jenis areal dan musiman

dalam %.

3. Keseimbangan air dipermukaan tanah (ΔS)

a. Air hujan yang mencapai permukaan tanah dapat dirumuskan sebagai

berikut:

ΔS = R – Ea 2- 7

di manaΔS = keseimbangan air dipermukaan tanah, R= hujan bulanan

dan Ea= evapotranspirasi aktual.

Bila harga positif (R>Ea) maka air akan masuk ke dalam tanah bila

kapasitas kelembapan tanah belum terpenuhi. Sebaliknya bila kondisi

kelembapan tanah sudah tercapai maka akan terjadi limpasan permukaan

(surface runoff).

Bila harga tanah ΔS negatif (R>Ea), air hujan tidak dapat masuk

kedalam tanah (infiltrasi) tetapi air tanah akan keluar dan tanah akan

kekurangan air (defisit).

b. Perubahan kandungan air tanah (soil storage) tergantung dari harga ΔS.

Bila ΔS negatif maka kapasitas kelembapan tanah akan kekurangan dan

bila harga ΔS positif akan menambah kekurangan kapasitas kelembapan

tanah bulan sebelumnya.

c. Kapasitas kelembapan tanah (soil moisture capacity). Didalam

memperkirakan kapasitas kelembapan tanah awal diperlukan pada saat

dimulainya perhitungan dan besarnya tergantung dari kondisi porositas

lapisan tanah atas dari daerah pengaliran. Biasanya diambil 50 s/d 250

66
Universitas Sumatera Utara
mm, yaitu kapasitas kandungan air didalam tanah per m3. Semakin besar

porositas tanah maka kelembapan tanah akan besar pula.

d. Kelebihan Air (water surplus)

e. Besarnya air lebih dapat mengikuti formula sbb:

WS = ΔS - Tampungan tanah 2- 8

di manaWS = water surplus, S= R-Ea dan tampungan tanah =

perbedaan kelembapan tanah.

4. Limpasan dan penyimpanan air tanah (Run off dan Ground Water storage).

a. Infiltrasi (i)

Infiltrasi ditaksir berdasarkan kondisi porositas tanah dan kemiringan

daerah pengaliran. Daya infiltrasi ditentukan oleh permukaan lapisan atas

dari tanah. Misalnya kerikil mempuyai daya infiltrasi yang lebih tinggi

dibandingkan dengan tanah liat yang kedap air. Untuk lahan yang terjal

dimana air sangat cepat menipis diatas permukaan tanah sehingga air tidak

dapat sempat berinfltrasi yang menyebabkan daya infiltrasi lebih kecil.

Formula dari infiltrasi ini adalah sebagai berikut:

i = Koefisien Infiltrasi x WS 2-9

dimana i = infiltrasi (koefisien infiltrasi, (i) = 0 s/d 1,0 ) dan WS=

kelebihan air.

b. Penyimpanan air tanah (ground water storage).

Pada permulaan perhitungan yang telah ditentukan penyimpanan air awal

yang besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan waktu.

Persamaan yang digunakan adalah:

Vn = k. (Vn-1) + ½ (1 + k ) in 2-10

66
Universitas Sumatera Utara
Dimana Vn= volume simpanan ait tanah periode n ( m3), Vn-1= volume

simpanan air tanah periode n – 1 (m3), k= qt/qo = faktor resesi aliran air

tanah (catchmentare recessionfactor). Faktor resesi aliran tanah (k)

berkisar antara 0 s/d 1, qt = aliran tanah pada waktu t (bulan ke t), qo=

aliran tanah pada awal (bulan ke 0) dan in= Infiltrasi bulan ke n (mm).

Untuk mendapatkan perubahan volume aliran air dalam tanah

mengikuti persamaan:

ΔVn = Vn – Vn-1 2- 11

c. Limpasan (Run off )

Air hujan atau presipitasi akan menempuh tiga jalur menuju kesungai.

Satu bagian akan mengalir sebagai limpasan permukaan dan masuk

kedalam tanah lalu mengalir ke kiri dan kananya membentuk aliran antara.

Bagian ketiga akan berperkolasi jauh kedalam tanah hingga mencapai

lapisan air tanah. Aliran permukaan tanah serta aliran antara sering

digabungkan sebagai limpasan langsung (direc runoff) Untuk memperoleh

limpasan, maka persamaan yang digunakan adalah:

BF = I - (Δ Vn ) 2-12

Dro = WS – I 2-13

Ron = BF +Dro 2-14

Dimana BF= aliran dasar (m3/dtk/km), I= infltrasi (mm), ΔVn= perubahan

volume aliran tanah (m3), Dro= limpasan langsung (mm), WS =

kelebihan air dan Ron= limpasan periode n (m3/dtk/km2).

d. Banyaknya air yang tersedia dari sumbernya.

Persamaan yang digunakan adalah:

66
Universitas Sumatera Utara
Qn = Ron x A 2-15

Dimana Qn= banyaknya air yg tersedia dari sumbernya, periode n(m3/dtk)

dan A = luas daerah tangkapan (catchment area) km2.

2.5.3. Debit

2.5.3.1. Debit air

Debit adalah suatu koefisien yang menyatakan banyaknya air yang

mengalir dari suatu sumber persatu-satuan waktu, biasanya diukur dalam satuan

liter / detik. Pengukuran debit dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:

1. Pengukuran debit dengan bending.

2. Pengukuran debit berdasarkan kerapatan lautan obat.

3. Pengukuran kecepatan aliran dan luas penampang melintang, dalam hal ini

untuk mengukur kecepatan arus digunakan pelampung atau pengukur arus

dengan kincir.

4. Pengukuran dengan menggunakan alat-alat tertentu seperti pengukur arus

magnetis, pengukur arus gelombang supersonis.

Untuk memenuhi kebutuhan air pengairan irigasi bagi lahan-lahan pertanian,

debit air di daerah bendung harus lebih cukup untuk disalurkan ke saluran-saluran

(induk-sekunder-tersier) yang telah disiapkan di lahan-lahan pertanaman. Agar

penyaluran air pengairan ke suatu areal lahan pertanaman dapat diatur dengan

sebaik-baiknya (dalam arti tidak berlebihan atau agar dapat dimanfaatkan

seefisien mungkin, dengan mengingat kepentingan areal lahan pertanaman

lainnya) maka dalam pelaksanaanya perlu dilakukan pengukuran debit air.

Dengan distribusi yang terkendali, dengan bantuan pengukuran-pengukuran

66
Universitas Sumatera Utara
tersebut, maka masalah kebutuhan air pengairan selalu dapat diatasi tanpa

menimbulkan gejolak dimasyarakat petani pemakai air pengairan.

2.5.3.2. Pengukuran Debit

Pengukuran global kecepatan aliran dilakukan dengan mengukur waktu

pelampung melewati jarak yang terukur. Pelampung digunakan bila pengukuran

dengan pengukur arus tidak dapat dilakukan karena sampah, ketidakmungkinan

melintasi sungai, bila pengukuran membahayakan karena banjir yang sangat

tinggi maupun pada kecepatan yang sangat rendah. Alat ukur arus adalah alat

untuk mengukur kecepatan aliran. Apabila alat ini ditempatkan pada suatu titik

kedalaman tertentu maka kecepatan aliran pada titik tersebut akan dapat

ditentukan berdasarkan jumlah putaran dan waktu lamanya pengukuran. Apabila

keadaan lapangan tidak memungkinkan untuk melakukan pengukuran dengan

menggunakan alat ukur arus maka pengukuran dapat dilakukan dengan alat

pelampung. Alat pelampung yang digunakan dapat mengapung seluruhnya atau

sebagian melayang dalam air.

Pengukuran debit aliran yang paling sederhana dapat dilakukan dengan

metoda apung. Caranya dengan menempatkan benda yang tidak dapat tenggelam

di permukaan aliran sungai untuk jarak tertentu dan mencatat waktu yang

diperlukan oleh benda apung tersebut bergerak dari suatu titik pengamatan ke titik

pengamatan lain yang telah ditentukan. Kecepatan aliran juga bisa diukur dengan

menggunakan alat ukur current meter. Alat berbentuk propeler tersebut

dihubungkan dengan kotak pencatat (alat monitor yang akan mencatat jumlah

putaran selama propeler tersebut berada dalam air) kemudian dimasukkan ke

66
Universitas Sumatera Utara
dalam sungai yang akan diukur kecepatan alirannya. Bagian ekor alat tersebut

menyerupai sirip dan akan berputar karena gerakan aliran sungai. Tiap putaran

ekor tersebut akan mencatat oleh alat monitor, dan kecepatan aliran sungai akan

ditentukan oleh jumlah putaran per detik untuk kemudian dihitung dengan

menggunakan persamaan matematik yang khusus dibuat untuk alat tersebut untuk

lama waktu pengukuran tertentu. Tabel 2.3 menjelaskan jenis-jenis alat

pengukuran debit dan kemampuan mengaturnya.

Tabel 2.3 Jenis dan Alat Pengukur Debit

Kemampuan
Tipe Alat Ukur Mengukur Dengan
Mengatur

Ambang Lebar Aliran atas Tidak

Parshal Flume Aliran atas Tidak

Cipoletti Aliran atas Tidak

Romijn Aliran atas Ya

Crump de Gruyter Aliran bawah Ya

Constant Head Orifice Aliran bawah Ya

Bangunan Sadap Pipa Sederhana Aliran bawah Ya

Sumber :Standar Perencanaan Irigasi KP-01

1. Debit secara Langsung ( debit sesaat)

Dalam pengukuran debit air secara langsung digunakan beberapa alat

pengukur yang langsung dapat menunjukkan ketersediaan air pengairan bagi

penyaluran melalui jaringan-jaringan yang telah ada atau telah dibangun.

Dalam hal ini berbagai alat pengukur yang telah biasa digunakan yaitu:

a. Alat Ukur Pintu Romijn

66
Universitas Sumatera Utara
Ambang dari pintu Romijn dalam pelaksanaan pengukuran dapat dinaik

turunkan, yaitu dengan bantuan alat pengangkat.

b. Sekat Ukur Thompson

Berbentuk segitiga sama kaki dengan sudut 90o dapat dipindah-

pindahkan karena bentuknya sangat sederhana (potable), lazim

digunakan untuk mengukur debit air yang relatif kecil.

c. Alat Ukur Parshall Flume

Alat ukur tipe ini ditentukan oleh lebar dari bagian penyempitan,yang

artinya debit air diukur berdasarkan mengalirnya air melalui bagian yang

menyempit (tenggorokan) dengan bagian dasar yang direndahkan.

d. Bangunan Ukur Cipoletti

Prinsip kerja bangunan ukur Cipoletti di saluran terbuka adalah

menciptakan aliran kritis. Pada aliran kritis, energi spesifik pada nilai

minimum sehingga ada hubungan tunggal antara head dengan debit.

Dengan kata lain Q hanya merupakan fungsi H saja. Besarnya konstanta

k dan n ditentukan dari turunan pertama persamaan energi pada

penampang saluran yang bersangkutan. Pada praktikum ini besarnya

konstanta k dan n ditentukan dengan membuat serangkaian hubungan H

dengan Q yang apabila diplotkan pada grafik akan diperoleh garis

hubungan H – Q yang paling sesuai untuk masing – masing jenis

bangunan ukur. Dalam pelaksanaan pengukuran-pengukuran debit

air,secara langsung, dengan pintu ukur romijin, sekat ukur tipe cipoletti

66
Universitas Sumatera Utara
dan sekat ukur tipe Thompsonbiasanya lebih mudah karena untuk itu

dapat memperhatikan daftar debit air yang tersedia.

2. Pengukuran debit air secara tidak langsung

Pengukuran debit air dapat dilakukan dengan menggunakan pelampung,

terdapat dua tipe pelampung yang digunakan yaitu pelampung permukaan dan

pelampung tangkai.

Tipe pelampung tangkai lebih teliti dibandingkan tipe pelampung permukaan.

Pada permukaan debit dengan pelampung dipilih bagian sungai yang lurus dan

seragam, kondisi aliran seragam dengan pergolakannya seminim mungkin.

Pengukuran dilakukan pada saat tidak ada angin. Pada bentang terpilih (jarak

tergantung pada kecepatan aliran, waktu yang ditempuh pelampunh untuk jarak

tersebut tidak boleh lebih dari 20 detik) paling sedikit lebih panjang dibanding

lebar aliran. Kecepatan aliran permukaan ditentukan berdasarkan rata- rata yang

diperlukan pelampung menempuh jarak tersebut. Sedang kecepatan rata-rata

didekati dengan pengukuran kecepatan permukaan dengan suatu koefisien yang

besarnya tergantung dari perbandingan antara lebar dan kedalaman air. Dalam

pelepasan pelampung harus diingat bahwa pada waktu pelepasannya, pelampung

tidak stabil oleh karena itu perhitungan kecepatan tidak dapat dilakukan pada saat

pelampung baru dilepaskan, keadaan stabil akan dicapai 5 detik sesudah

pelepasannya. Pada keadaan pelampung stabil baru dapat dimulai pengukuran

kecepatannya. Debit aliran diperhitungkan berdasarkan kecepatan rata-rata kali

luas penampang. Pada pengukuran dengan pelampung, dibutuhkan paling sedikit

2 penampang melintang. Dari 2 pengukuran penampang melintang ini dicari

penampang melintang rata-ratanya, dengan jangka garis tengah lebar permukaan

66
Universitas Sumatera Utara
air kedua penampang melintang yang diukur pada waktu bersama-sama disusun

berimpitan, penampang lintang rata-rata didapat dengan menentukan titik – titik

pertengahan garis – garis horizontal dan vertikal dari penampang itu, jika terdapat

tiga penampang melintang, maka mula – mula dibuat penampang melintang rata –

rata antara penampang melintang rata – rata yang diperoleh dari penampang

lintang teratas dan terbawah. Debit aliran kecepatanrata – rata:

Q = C . Vp Ap 2-16

Dimana Q = debit aliran, C = koefisien yang tergantung dari macam pelampung

yang digunakan, Vp = kecepatan rata – rata pelampung dan Ap = luas aliran rata –

rata.

3. Pengukuran dengan Current Meter

Alat ini terdiri dari flow detecting unit dan counter unit. Aliran yang diterima

detecting unit akan terbaca pada counter unit, yang terbaca pada counter unit

dapat merupakan jumlah putaran dari propeller maupun langsung menunjukkan

kecepatan aliran, aliran dihitung terlebih dahulu dengan memasukkan dalam

rumus yang sudah dibuat oleh pembuat alat untuk tiap – tiap propeller. Pada jenis

yang menunjukkan langsung, kecepatan aliran yang sebenarnya diperoleh dengan

mengalihkan factor koreksi yang dilengkapi pada masing-masing alat

bersangkutan. Propeler pada detecting unit dapat berupa : mangkok, bilah dan

sekrup. Bentuk dan ukuran propeler ini berkaitan dengan besar kecilnya aliran

yang diukur. Debit aliran dihitung dari rumus :

Q=VxA 2-17

di mana V = kecepatang aliran danA = luas penampang.

66
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian dalam pengukuran tersebut disamping harus mengukur

kecepatan aliran, diukur pula luas penampangnya. Distribusi kecepatan untuk tiap

bagian pada saluran tidak sama, distribusi kecepatan tergantung pada :

a. Bentuk saluran

b. Kekasaran saluran

c. Kondisi kelurusan saluran

Dalam penggunaan current meter pengetahuan mengenai distribusi

kecepatan ini amat penting. Hal ini bertalian dengan penentuan kecepatan aliran

yang dapat dianggap mewakili rata-rata kecepatan pada bidang tersebut. Dari hasil

penelitian “United Stated Geological Survey” aliran air di saluran (stream) dan

sungai mempunyai karakteristik distribusi kecepatan sebagai berikut:

a. Kurva distribusi kecepatan pada penampang melintang berbentuk parabolic.

b. Lokasi kecepatan maksimum berada antara 0,05 s/d 0,25 h kedalam air

dihitung dari permukaan aliran.

c. Kecepatan rata-rata berada ± 0,6 kedalaman dibawah permukaan air.

d. Kecepatan rata-rata ± 85% kecepatan permukaan.

e. Untuk memperoleh ketelitian yang lebih besar dilakukan pengukuran secara

mendetail kearah vertical dengan menggunakan integrasi dari pengukuran

tersebut dapat dihitung kecepatan rata-ratanya. Dalam pelaksanaan kecepatan

rata-rata nya.

4. Menggunakan Persamaan Manning

Rumus manning pada pengaliran disaluran terbuka dapat rumuskan dalam

bentuk:

V = 1/n R2/3 I1/2 2-18

66
Universitas Sumatera Utara
dimana V = kecepatan aliran, n = koefisien kekasaran Manning, R = jari-jari

hidrolik dan I = kemiringan dasar saluran.

Berdasarkan pengukuran yang sesungguhnya dan pengalaman dengan

jenis saluran yang berbeda, harga-harga n berikut ini umumkan disarankan untuk

saluran bertepi kukuh (Tabel 2.4).

Tabel 2.4. Harga Koefisien Kekasaram Manning

No Permukaan Harga n yang disarankan

1 Kaca, plastik, kuningan 0,010

2 Kayu 0,011-0,014

3 Besi tuang 0,013

4 Plesteran semen 0,011

5 Pipa pembuangan 0,013

6 Beton 0,012-0,017

7 Pasangan batu 0,017-0,025

8 Batu Pecah 0,035-0,040

9 Batu bata 0,014

Sumber :Standar Perencanaan Irigasi KP-01

2.5.3.3.Debit Andalan

Debit andalan adalah besarnya debit yang tersedia untuk memenuhi

kebutuhan air dengan resiko yang telah diperhitungkan. Tujuan utama untuk

mencari debit andalan adalah untuk menentukan debit perencanaan yang

diharapkan selalu tersedia di sungai sepanjang tahun. Dalam penelitian ini debit

andalan merupakan debit yang memiliki probabilitas 80%. Debit dengan

66
Universitas Sumatera Utara
probabilitas 80% adalah debit yang memiliki kemungkinan terlampaui sebesar

80% dari 100% kejadian. Jumlah kejadian yang dimaksud adalah jumlah data

yang digunakan untuk menganalisis probabilitas tersebut. Jumlah data minimum

yang diperlukan untuk analisis adalah lima tahun dan pada umumnya untuk

memperoleh nilai yang baik data yang digunakan hendaknya berjumlah 10 tahun

data.

Dalam analisis ini, dikarenakan minimalnya data yang diperoleh maka

dalam perhitungan debit andalan digunakan metode Dr. F.J.Mock. Sebagai data

masukan digunakan dari curah hujan di daerah aliran sungai, evapotraspirasi,

vegetasi dan karakteristik geologi daerah aliran yang terdapat di Panyabungan.

2.6. Analisa Kebutuhan Air untuk Irigasi

Analisis kebutuhan air irigasi merupakan salah satu tahap penting yang

diperlukan dalam perencanaan dan pengelolaan sistern irigasi. Kebutuhan air

tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman pada

suatu periode untuk dapat tumbuh dan produksi secara normal. Kebutuhan air

nyata untuk areal usaha pertanian meliputi evapotranspirasi (ET), sejumlah air

yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara khusus seperti penyiapan lahan dan

penggantian air, serta kehilangan selama pemakaian. Sehingga kebutuhan air

dapat dirumuskan sebagai berikut: (Sudjarwadi, 1990)

KAI = ET + KA + KK 2-19

di mana KAI = Kebutuhan Air Irigasi, ET = Evapotranspirasi, KA = Kehilangan

air dan KK = Kebutuhan Khusus.

66
Universitas Sumatera Utara
Misalnya evapotranspirasi suatu tanaman pada suatu lahan tertentu pada

suatu periode adalah 5 mm per hari, kehilangan air ke bawah (perkolasi) adalah 2

mm per hari dan kebutuhan khusus untuk penggantian lapis air adalah 3 mm per

hari maka. kebutuhan air pada periode tersebut dapat dihitung sebagai berikut

KAI = 5 + 2 + 3

KAI = 10 mm perhari

Untuk memenuhi kebutuhan air ingasi terdapat dua sumber utama. Yaitu

pernberian air irigasi (PAI) dan hujan efektif (HE). Disamping itu terdapat sumber

lain yang dapat dimanfaatkan adalah kelengasan yang ada di daerah perakaran

serta kontribusi air bawah permukaan. Pemberian Air Irigasi dapat dipandang

sebagai kebutuhan air dikurangi hujan efektif dan sumbangan air tanah.

PAI = KAI - HE – KAT 2-20

di mana PAI = Pemberian air irigasi, KAI = Kebutuhan air, HE = Hujan efektif

dan KAT = Kontribusi air tanah

Sebagai contoh misalnya kebutuhan air pada suatu periode telah dihitung

sebesar 10 mm per hari, sumbangan hujan efektif pada periode tersebut juga telah

dihitung sebesar 3 mm per hari dan kontribusi air tanah adalah 1 mm per ha, maka

air yang perlu diberikan adalah:PAI = 10 – 3 -1

PAI = 6 mm per hari

2.7 Kebutuhan Air Padi di Sawah

Analisis kebutuhan air untuk tanaman padi di sawah dipengaruhi oleh

beberapa faktor berikut ini:

1. Pengolahan lahan

66
Universitas Sumatera Utara
2. Penggunaan konsumtif

3. Perkolasi

4. Penggantian lapisan air

5. Sumbangan. hujan efektif

6. Efisiensi irigasi

7. Efektifitas irigasi

8. Kebutuhan air di sawah

Kebutuhan air total di sawah merupakan jumlah faktor 1 sampai dengan 4,

sedangkan kebutuhan netto air di sawah merupakan kebutuhan total dikurangi

faktor hujan efektif. Kebutuhan air di sawah dapat dinyatakan dalam satuan

mm/hari ataupun lt/dt.

2.7.1. Kebutuhan Air Untuk Pengolahan Lahan Padi

Pada Standar Perencanaan irigasi disebutkan bahwa kebutuhan air untuk

penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan maksimum air irigasi pada

suatu proyek irigasi. Ada 2 faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan

air untuk penyiapan lahan ialah:

1. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan.

2. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.

Metode yang dapat digunakan untuk perhitungan kebutuhan air irigasi

selama penyiapan lahan salah satunya adalah metode yang dikembangkan oleh

van de Goor dan Zijlstra(1968). Metode ini didasarkan pada laju air konstan

dalam l/dt selama penyiapan lahan dan menghasilkan rumus berikut:

IR = M. ek/(ek – 1) 2-21

M = Eo + P 2-22

66
Universitas Sumatera Utara
K = MT/S 2-23

dimana IR = kebutuhan air irigasi untuk pengolahan tanah (mm/hari), M =

kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di

sawah yang telah dijenuhkan (= Eo + P), Eo = evaporasi air terbuka (mm/hari) (=

Eto x 1,10), P = perkolasi (mm/hari), T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari), S

= kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm, yakni 250

+ 50 = 300 mm dan k = Konstanta

2.7.2. Penggunaan Konsumtif

Penggunaan air untuk kebutuhan tanaman (consumtive use) dapat didekati

dengan menghitung evapotranspirasi tanaman, yang besarnya dipengaruhi oleh

jenis tanaman, umur tanaman dan faktor klimatologi. Nilai evapotranspirasi

merupakan jumlah dari evaporasi dan transpirasi. Yang dimaksud dengan

evaporasiadalah proses perubahan molekul air di permukaan menjadi molekul air

di atmosfir. Sedangkan transpirasi adalah proses fisiologis alamiah pada tanarnan,

dimana air yang dihisap oleh akar diteruskan lewat tubuh tanaman dan diuapkan

kembali melalui pucuk daun. Nilai evapotranspirasi dapat diperoleh dengan

pengukuran di lapangan atau dengan rumus-rumus empiris. Untuk keperluan

perhitungan kebutuhan air irigasi dibutuhkan nilai evapotranspirasi potensial (Eto)

yaitu evapotranspirasi yang terjadi apabila tersedia cukup air. Kebutuhan air untuk

tanaman adalah nilai Eto dikalikan dengan suatu koefisien tanaman.

Etc = Kc x Eto 2- 24

di mana Kc = koefisien tanaman, Eto = evapotranspirasi potensial (mm/hari) dan

Etc = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari).

66
Universitas Sumatera Utara
Kebutuhan air konsumtif ini dipengaruhi oleh jenis dan usia tanaman

(tingkat pertumbuhan tanaman). Pada saat tanaman mulai tumbuh, nilai

kebutuhanair konsumtif meningkat sesuai pertumbuhannya dan mencapai

maksimum padasaat pertumbuhan vegetasi maksimum. Setelah mencapai

maksimum danberlangsung beberapa saat menurut jenis tanaman, nilai kebutuhan

air konsumtifakan menurun sejalan dengan pematangan biji. Pengaruh watak

tanaman terhadapkebutuhan tersebut dengan faktor tanaman (kc).Nilai koefisien

pertumbuhan tanaman ini tergantung jenis tanaman yangditanam. Untuk tanaman

jenis yang sama juga berbeda menurut varietasnya.Harga dari koefisien tanam

dapat dilihat pada tabel 2.5 dibawah ini.

Tabel 2.5 Harga Koefisien Tanaman

Padi Palawija

Bulan Varietas Varietas


Keledai K. Tanah Jagung
Biasa Unggul

0,5 1,10 0,50

1,0 1,10 0,51


1,10 0,50 0,50
1,5 1,10 0,66
1,10 0,75 0,95
2,0 1,10 0,85
1,05 1,00 0,96
2,5 1,10 0,95
1,05 1,00 1,05
3,0 1,05 0,95
0,95 0,82 1,02
3,5 0,95 0,95
0,00 0,45* 0,95*
4,0 0,00 0,55

4,5 0,55*

Sumber : Standart Perencanaan Irigasi KP-01

66
Universitas Sumatera Utara
1. Kebutuhan air irigasi selama jangka waktu penyiapan lahan

IR = M.ek/(ek – 1) 2-25

dimana IR = kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan (mm/hari), M =

kebutuhan ait untuk mengganti menkonspensasi air yang hilang akibat

evaporasi, M=Eo+P, E0= Evaporasi air terbuka yang diambil dari 1,1 x ET0

selama penyiapan lahan, k = MT/S, T = jangka waktu penyiapan lahan (hari)

dan S = air yang dibutuhkan untuk penjenuhan ditambah dengan 50 mm.

2. Kebutuhan bersih air di sawah untuk padi (NFR)

NFR = ETc + P – Re + WLR 2-26

3. Kebutuhan irigasi untuk padi

IR = NFR/e 2-27

di mana Etc = penggunaan konsumtif (mm), P= kehilangan air akibat

perkolasi (mm/hari), Re = curah hujan per hari (mm/hari), E= efisiensi irigasi

secara keseluruhan dan WLR= penggantian lapisan air (mm/hari).

2.7.3. Perkolasi

Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah. Data-data

mengenai perkolasi akan diperoleh dari penelitian kemampuan tanah maka

diperlukan penyelidikan kelulusan tanah. Pada tanah lempung berat dengan

karakteristik pengolahan (puddling) yang baik, laju perkolasi dapat mencapai 1-3

mm/hari. Pada tanah-tanah yang lebih ringan, laju perkolasi bisa lebih tinggi.

Untuk menentukan laju perkolasi, perlu diperhitungkan tinggi muka air tanahnya.

Sedangkan rembesan terjadi akibat meresapnya air melalui tanggul sawah.

66
Universitas Sumatera Utara
2.7.4. Penggantian lapisan air

Setelah pemupukan perlu dijadwalkan dan mengganti lapisan air menurut

kebutuhan. Penggantian diperkirakan sebanyak 2 kali masing-masing 50 mm satu

bulan dan dua bulan setelah transplantasi (atau 3,3 mm/hari selama 1/2 bulan).

2.7.5. Curah Hujan Efektif

Analisa curah hujan yang dimaksud adalah curah hujan efektif untuk

menghitung kebutuhan air irigasi. Curah hujan efektif atau andal adalah bagian

dari keseluruhan curah hujan yang secara efektif tersedia untuk kebutuhan air

irigasi.

Curah hujan efektif (Reff) ditentukan berdasarkan besarnya R80 yang

merupakan curah hujan yang besarnya dapat dilampaui sebanyak 80% atau

dengan kata lain dilampauinya 8 kali kejadian dari 10 kali kejadian. Artinya,

bahwa besarnya curah hujan yang terjadi lebih kecil dari R80 mempunyai

kemungkinan hanya 20%. Untuk menghitung besarnya curah hujan efektif

dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

R80 = (n/5) + 1 2- 28

di mana Reff= curah hujan efektif 80% (mm/hari), (n/5)+1 = rangking curah

hujan efektif dihitung dari curah hujan terkecil dan n = jumlah data.

Untuk menghitung curah hujan efektif padi digunakan persamaan sebagai berikut:

Reff= 0,7 x x R 2-29

di mana Reff= curah hujan efektif 80 % dan R = curah hujan minimum pada

tengah bulanan.

66
Universitas Sumatera Utara
2.7.6. Efisiensi Irigasi

Efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata

yang terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang

keluar dari pintu pengambilan (intake). Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi

pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efisiensi di jaringan

sekunder yaitu dari bangunan pembagi sampai petak sawah. Efisiensi irigasi

didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di

saluran maupun di petak sawah. Kehilangan air yang diperhitungkan untuk

operasi irigasi meliputi kehilangan air di tingkat tersier, sekunder dan primer.

Besarnya masing-masing kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang

saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan kedudukan air tanah.

Besarnya nilai efisiensi irigasi ini dipengaruhi oleh jumlah air yang hilang selama

di perjalanan. Efisiensi kehilangan air pada saluran primer, sekunder dan tersier

berbeda-beda pada daerah irigasi. Besarnya kehilangan air di tingkat saluran

primer 80%, sekunder 90% dan tersier 90%. Sehingga efisiensi irigasi total = 90%

x 90% x 80% = 65 %.

Rumus efisiensi irigasi dinyatakan sebagai berikut:

DebitPangkal  DebitUjung
Debit Hilang = x100%
DebitPangkal

Ec = Debit Keseluruhan – Debit Hilang 2-30

dimana Ec = Efisiensi irigasi. (%)

66
Universitas Sumatera Utara
Standarisasi tingkat efisiensi pada jaringan irigasi dapat dilihat pada Tabel

2.6.

Tabel 2.6. Tingkat Efisiensi pada Setiap Saluran pada Jaringan

Irigasi.

Jaringan Efisiensi

Saluran Primer 90 %

Saluran Sekunder 90 %

Saluran Tersier 80 %

Sumber : Standar Perencanaan Irigasi ( KP-01)

2.7.7. Efektifitas Irigasi

Tingkat efektifitas jaringan irigasi terutama pada jaringan irigasi induk dan

jaringan irigasi sekunder diperoleh menggunakan persamaan berikut.

IA = X 100 % 2-31

dimana semakin tinggi nilai IA menunjukkan semakin efektifitas pengolahan

jaringan irigasi.

2.7.8. Kebutuhan Air Sawah

Perkiraan banyaknya air untuk irigasi didasarkan pada faktor-faktor jenis

tanaman, jenis tanah, cara pemberiaan airnya, cara pengolahan tanah, banyak

turun curah hujan, waktu penanaman, iklim, pemeliharaan saluran dan bangunan

bendung dan sebagainya.

66
Universitas Sumatera Utara
Banyaknya air pada petak sawah dapat dirumuskan sebagai berikut :

NFR = Etc + P + WLR – Re 2-32

di manaNFR = kebutuhan air irigasi di sawah (lt/det/Ha), Etc = penggunaan

konsumtif (mm/hari), WLR = penggantian lapisan air (mm/hari), P = perkolasi

(mm/hari) dan Re = curah hujan efektif.

Kebutuhan air di pintu pengambilan dapat dirumuskan sebagai berikut :

DR = (NFR x A)/e 2-33

di mana NFR = kebutuhan air irigasi di sawah (lt/det/Ha), DR = kebutuhan air di

pintu pengambilan (lt/det/Ha) A = luas areal irigasi rencana (ha) dan e = efisiensi

irigasi.

66
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Deskripsi Daerah Studi

3.1.1 Kondisi Umum

Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Irigasi Paya Sordang yang terletak

di Kabupaten Tapanuli Selatan tepatnya di Kota Padang Sidimpuan Kecamatan

Padang Sidimpuan Tenggara. Lokasi penelitian Bendung Paya Sordang dapat

dilihat pada gambar 3.1

Bendung Paya Sordang

Irigasi Paya Sordang

Gambar 3.1 Sungai Batang Angkola

66
Universitas Sumatera Utara
3.1.2 Lokasi Studi

Irigasi Paya Sordang terletak di kecamatan Padang Sidimpuan Tenggara

yang merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kota Padang Sidimpuan.

Secara geografis terletak pada:

Lintang Selatan : 1° 18’ 16,5”

Bujur Timur : 99° 19’ 14,10”

Letak Diatas Permukaan Laut : 200 – 1800 Meter

Luas wilayah Kecamatan Padang Sidimpuan Tenggara : 43,5 km2

Topografi wilayahnya yang berupa lembah yang dikelilingi oleh Bukit Barisan,

sehingga kalau dilihat dari jauh, wilayah kota Padang Sidempuan tak ubahnya

seperti cekungan yang meyerupai danau. Puncak tertinggi dari bukit dan gunung

yang mengelilingi kota ini adalah Gunung Lubuk Raya dan Bukit (Tor)

Sanggarudang yang terletak berdampingan di sebelah utara kota. Salah satu

puncak bukit yang terkenal di kota padang Sidimpuan yaitu Bukit (Tor)

Simarsayang. Juga terdapat banyak sungai yang melintasi kota ini, antara lain

sungai Batang Ayumi, Aek Sangkumpal Bonang (yang sekarang menjadi nama

pusat perbelanjaan di tengah kota ini), Aek Rukkare yang bergabung dengan Aek

Sibontar, dan Aek Batangbahal.

Peta lokasi Kecamatan Padang Sidimpuan Tenggara dapat dilihat pada Gambar

3.2.

66
Universitas Sumatera Utara
Lokasi Penelitian

Gambar 3.2 Peta Lokasi Kecamatan Padang Sidempuan Tenggara, Kota

Padang Sidimpuan

3.1.3. Kondisi Klimatologi

Suhu rata-rata bulanan di Kecamatan Padang Sidimpuan Tenggara berkisar

antara 23°C – 32°C dan Kelembaban udara berkisar dari 79% hingga 84%.

66
Universitas Sumatera Utara
3.2. Data Teknis di Lapangan

3.2.1 Jaringan Irigasi Paya Sordang

Jaringan irigasi pada daerah Paya Sordang terdiri atas:

1. Saluran Induk Paya Sordang

Sumber Daerah Irigasi Paya Sordang Berasal dari Sungai Batang Angkola .

Air di mulai dari bangunan intake mengalir ke saluran primer, sekunder,

tersier, kuarter sampai ke petak-petak sawah.

Panjang saluran Induk adalah 9.556 m

2. Saluran Sekunder Paya Sordang

Panjang saluran Sekunder Seluruhnya adalah 4.667 m

3. Saluran tersier

Jaringan irigasi utama berakhir di bangunan sadap tersier, dari bangunan

sadap tersier ke hulu. Air mengalir ke petak-petak tersier melalui bangunan

sadap tersier di petak ini terdapat beberapa kelompok bangunan kecil yaitu

boks bagi tersier, boks bagi kuarter, gorong-gorong, sipon dan flume.

Boks-boks air ini dialirkan ke saluran-saluran terkecil yang terdapat di

seluruh jaringan yaitu saluran kuarter.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Dalam studi pustaka dillakukan dengan cara mengumpulkan dan

mempelajari buku, jurnal atau literatur lain yang berhubungan dengan judul yang

dibahas dan mengumpulkan data data yang diperlukan untuk menjadi referensi.

a. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pengukuran

Inflow – Outflow untuk setiap saluran pegamatan . Hal ini dapat dilakukan

66
Universitas Sumatera Utara
dengan mengukur debit inflow pada pangkal saluran dan debit outflow pada

ujung saluran dengan menggunakan persamaan Manning.

b. Data Sekunder. Kegiatan yang akan dilakukan dalam tahap pengambilan data

sekunder adalah pengumpulan semua data yang akan digunakan dalam

analisis data dari berbagai instansi di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara

Kabupaten Tapanuli Selatan.

3.4. Metode Analisis dan Pengolahan Data

3.4.1. Analisis Hidrologi

Analisis hidrologi bertujuan untuk menyajikan data-data dalam analisis

hidrologi.

3.4.2. Mengukur Debit Aliran

Debit aliran dihitung menggunakan rumus persamaan 2-17.

Q=VxA

Dengan demikian dalam pengukuran tersebut disamping harus

mengukurkecepatan aliran, diukur pula luas penampangnya. Untuk mengukur

kecepatan aliran menggunakan persamaan Manning persamaan 2-18.

V = 1/n x R2/3 x I1/2

di mana V = Kecepatan aliran, n = Koefisien kekasaran Manning, R = Jari-jari

hidrolik dan I = Kemiringan dasar saluran.

66
Universitas Sumatera Utara
3.4.3 Analisis Tingkat Efisiensi

Efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata

yang terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang

keluar dari pintu pengambilan (intake). Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi

pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efisiensi di jaringan

sekunder yaitu dari bangunan pembagi sampai petak sawah. Efisiensi irigasi

didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di

saluran maupun di petak sawah. Kehilangan air yang diperhitungkan untuk

operasi irigasi meliputi kehilangan air di tingkat tersier, sekunder dan primer.

Besarnya masing-masing kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang

saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan kedudukan air tanah.

Besarnya nilai efisiensi irigasi ini dipengaruhi oleh jumlah air yang hilang

selama di perjalanan. Efisiensi kehilangan air pada saluran primer, sekunder dan

tersier berbeda-beda pada daerah irigasi. Besarnya kehilangan air di tingkat

saluran primer 80%, sekunder 90% dan tersier 90%. Sehingga efisiensi irigasi

total = 90% x 90% x 80% = 65 %.

Rumus efisiensi irigasi dinyatakan sebagai berikut persamaan 2-30

Ec = Debit Keseluruhan – Debit Hilang

di mana Ec = Efisiensi Irigasi

66
Universitas Sumatera Utara
3.4.4 Analisis Tingkat Efektifitas

Tingkat efektifitas jaringan irigasi terutama pada jaringan irigasi induk dan

jaringan irigasi sekunder diperoleh menggunakan persamaan berikut persamaan

2-31.

IA = X 100 %

Dimana semakin tinggi nilai IA menunjukkan semakin efektifitas

pengolahan jaringan irigasi. Berikut ini dapat dilihat alur pengerjaan dan

pengolahan data pada Gambar 3.3

66
Universitas Sumatera Utara
Mulai

Tinjauan Pustaka

Pengumpulan Data

Curah hujan Klimatologi Data Hidrolis Data Lokasi

Evapotraspirasi Pengukuran dilapangan

Persamaan Manning
F.J. Mock
V=
Debit Andalan
Debit Air
Q=VxA Efektifitas Jaringan
Kebutuhan Air Jenis Tanaman IA = x 100 %
Irigasi

Efisiensi Jaringan Irigasi


Ec = Debit Keseluruhan – Debit Hilang

Analisa Pola Tanam

Hasil

Kesimpulan dan saran

Selesai

Gambar 3.3 Alur Pengerjaan dan Pengolahan Data

66
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Hidrologi

4.1.1 Perhitungan Curah Hujan Regional

Perhitungan curah hujan regional dimaksudkan untuk menghitung rata rata

curah hujan yang terjadi di DAS Batang Angkola, untuk mengetahui curah hujan

maksimum dan minimum yang terjadi pada daerah aliran sungai Batang Angkola

setiap bulannya. Data yang digunakan adalah dari stasiun penakaran yang berada

di sekitar daerah irigasi Paya Sordang, Pijorkoling, Padang Balangka,

Hutaholbung, dan Marpinggan, dan metode yang digunakan, Metode rata-rata

aljabar. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.1.

66
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 Curah Hujan Regional DAS Batang Angkola

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Tahun
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

2010 57 42 38 35 25 31 20 25 37 38 6 42 45 50 28 49 28 13 35 44 31 40 55 52

2011 50 32 32 80 35 32 35 24 32 35 13 45 48 45 23 50 30 18 36 40 40 31 52 46

2012 43 50 28 45 26 42 26 23 36 40 5 40 25 32 25 60 21 15 40 42 35 35 45 51

2013 48 53 30 32 30 45 29 21 41 42 10 51 26 34 18 55 26 21 41 52 38 43 43 47

2014 51 25 36 46 28 30 34 17 42 41 8 48 27 60 27 54 27 20 34 48 35 46 53 38

2015 71 78 40 32 31 57 47 26 40 47 0 50 47 0 31 52 39 11 40 42 30 38 50 53

2016 45 20 26 51 0 32 17 19 35 47 11 43 24 70 19 63 29 10 31 45 37 39 69 45

Max 71 78 40 80 35 57 47 26 42 47 13 51 48 70 31 63 39 21 41 52 40 46 69 53

Rata-rata 52.1 42.9 32.9 45.9 25 38.4 29.7 22.14 37.57 41.4 7.57 45.6 34.6 41.6 24.4 54.7 28.57 15.43 36.7 44.7 35.1 38.86 52.4 47.43

Min 43 20 26 32 0 30 17 17 32 35 0 40 24 0 18 49 21 10 31 40 30 31 43 38

58
Universitas Sumatera Utara
Sumber : hasil perhitungan

66
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil perhitungan curah hujan regional di atas, terlihat bahwa curah

hujan maksimum rata-rata terjadi di akhir bulan Agustus sebesar 54,7 mm dan

terendah terjadi di setengah bulan Juni sebesar 7,57 mm.

4.1.2 Curah Hujan Efektif

Curah hujan efektif adalah bagian dari curah hujan total yang digunakan

oleh tanaman selama masa pertumbuhan. Besarnya jumlah curah hujan efektif

dipengaruhi oleh cara pemberian air irigasi, laju pengurangan air genangan,

kedalaman lapisan air yang dipertahankan, jenis tanaman dan tingkat ketahanan

tanaman terhadap kekurangan air. Untuk irigasi tanaman padi, curah hujan efektif

diambil 80 % kemungkinan curah hujan terlewati. Curah hujan efektif diperoleh

dengan mengurutkan data curah hujan bulanan dari yang terbesar hingga terkecil

rekapitulasi dari perhitungan curah hujan efektif dapat dilihat pada Tabel 4.2.

58
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Ranking Curah Hujan Regional

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Tahun
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 43 20 26 32 0 30 17 17 32 35 0 40 24 0 18 49 21 10 31 40 30 31 43 38

2 45 25 28 32 25 31 20 19 35 38 5 42 25 32 19 50 26 11 34 42 31 35 45 45

3 48 32 30 35 26 32 26 21 36 40 6 43 26 34 23 52 27 13 35 42 35 38 50 46

4 50 42 32 45 28 32 29 23 37 41 8 45 27 45 25 54 28 15 36 44 35 39 52 47

5 51 50 36 46 30 42 34 24 40 42 10 48 45 50 27 55 29 18 40 45 37 40 53 51

6 57 53 38 51 31 45 35 25 41 47 11 50 47 60 28 60 30 20 40 48 38 43 55 52

7 71 78 40 80 35 57 47 26 42 47 13 51 48 70 31 63 39 21 41 52 40 46 69 53

R80 46.2 27.8 28.8 33.2 25.4 31.4 22.4 19.8 35.4 38.8 5.4 42.4 25.4 32.8 20.6 50.8 26.4 11.8 34.4 42 32.6 36.2 47 45.4

R50 50.5 46 34 45.5 29 37 31.5 23.5 38.5 41.5 9 46.5 36 47.5 26 54.5 28.5 16.5 38 44.5 36 39.5 52.5 49

Sumber : hasil perhitungan

58
Universitas Sumatera Utara
Curah hujan efektif tanaman padi diperoleh dengan menggunakan

perhitungan sebagai berikut adalah contoh perhitungan cura hujan yang

digunakan.

1. R80 = 50,8 untuk bulan Agustus-2, dengan Persamaan 2-28.

Reff = R80

= 2,371 mm/hari

2. Untuk bulan Maret – 2 , dengan R80 = 31,4 maka

Reff = R80

= 1,465 mm/hari

Menghitung curah hujan efektif tanaman padi pada bulan yang lain,

digunakan cara yang sama seperti contoh diatas. Hasil perhitungan curah hujan

efektif pada tanaman padi dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Curah Hujan Efektif untuk Tanaman Padi

Curah Hujan Efektif untuk tanaman Padi

Bulan -Ke R80 (mm/hari)

1 46.2 2.156
Januari
2 27.8 1.297

1 28.8 1.344
Februari
2 33.2 1.549

Maret 1 25.4 1.185

58
Universitas Sumatera Utara
2 31.4 1.465

1 22.4 1.045
April
2 19.8 0.924

1 35.4 1.652
Mei
2 38.8 1.811

1 5.4 0.252
Juni
2 42.4 1.979

1 25.4 1.185
Juli
2 32.8 1.531

Tabel 4.3 Curah Hujan Efektif untuk Tanaman Padi (Lanjutan)

1 20.6 0.961
Agustus
2 50.8 2.371

1 26.4 1.232
September
2 11.8 0.551

1 34.4 1.605
Oktober
2 42 1.960

1 32.6 1.521
November
2 36.2 1.689

1 47 2.193
Desember
2 45.4 2.119

Sumber : perhitungan curah hujan efektif tanaman padi

66
Universitas Sumatera Utara
4.1.3 Daerah Aliran Sungai Batang Angkola

Daerah aliran sungai merupakan daerah dimana semua airnya mengalir ke

dalam sungai. Daerah ini umumnya dibatasi oleh batas topografi yang berarti

ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan air bawah

tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan

tingkat pemakaian.

Luas DAS Batang Angkola yaitu 331 km2. Sedangkan luas areal sawah

yang dialiri adalah 1.232 Ha.

4.1.4 Evapotranspirasi

Evapotranspirasi adalah kebutuhan dasar bagi tanaman yang harus

dipenuhi oleh sistem irigasi yang bersangkutan untuk menjamin suatu tingkat

produksi yang diharapkan. Evapotranspirasi sangat dipengaruhi oleh keadaan

iklim.

Menghitung besarnya evapotranspirasi, dibutuhkan data-data klimatologi

yang meliputi :

1. Temperatur udara

2. Kelembaban udara,

3. Lama penyinaran matahari dan

4. Kecepatan angin.

Tabel Rekapitulasi Perhitungan Evapotranspirasi Potensial dapat dilihat pada

tabel 4.4 dibawah ini.

66
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.4 Rekapitulasi Perhitungan Evapotranspirasi Potensial (mm/hari)

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

3.38 3.34 3.19 3.09 3.33 3.32 3.04 2.91 2.94 2.93 2.83 2.74

Sumber: BMKG Pinang Sori

4.1.5 Debit Andalan Batang Angkola dengan metode F.J.Mock

Dalam menentukan besarnya ketersediaan air atau debit andalan pada DAS

Batang Gadis, digunakan Metode F.J.Mock. Data yang menjadi parameter dalam

menentukan debit andalan antara lain:

1. Data jumlah harian hujan

2. Data curah hujan bulanan rata rata

3. Data evapotranpirasi potensial

Adapun langkah perhitungan ketersedian air atau debit andalan pada DAS

Batang Angkola dengan Metode F.J.Mock dapat dilihat pada contoh perhitungan

pada bulan Agustus-2 sebagai berikut:

Dihitung debit andalan untuk bulan Agustus-2

1. Data Meteorologi

a. Curah hujan setengah bulanan (R) = 50,8 mm/setengah bulan

b. Jumlah hari hujan (n) = 3 hari

2. Evapotranspirasi aktual (Ea)

a. Evapotranspirasi potensial (Eto) = 2.91 x 3 = 8,73 mm/15hari

b. Permukaan lahan terbuka (m) = 20%

c. Eto/Ea = (m/20) x (18-n) = (20/20) x (18-3) = 15,0%

d. Evapotranspirasi terbatas (Ee)

66
Universitas Sumatera Utara
= Eto x (m/20) x (18-n)/100

= 8,73 x ( 20/20) x (18-3)/100

= 1,31 mm/15hari

e. Ea = Eto – Ee = 8,73 – 1,31 = 7,42 mm/15hari

3. Keseimbangan air

a. S = R – Ea = 50,8 – 7,42 = 43,38 mm/15hari

b. Limpasan Badai (PF =5%). Jika S 0; PF= 0, jika S 0;

PF = R x 0,05 maka PF = 0

c. Kandungan air tanah (SS). Jika R>Ea; SS = 0, jika R<Ea;

SS = S –PF maka SS=0

d. Kapasitas kelembaban air tanah. Jika SS=0, maka kelembaban air tanah=

200, jika SS 0 maka kapasitas kelembaban air tanah= kandungan air

tanah.

e. Kelebihan air (WS) = S – SS = 43,38 – 0 = 43,38 mm/15 hari

4. Limpasan dan penyimpanan air

a. Faktor infiltrasi (i) diambil 0,4

b. Faktor resesi air tanah (k) diambil 0,6

c. Infiltrasi (I) = i x WS = 0,40 x 43,38 = 17,35 mm/15hari

d. Volume air tanah (G) = 0,5 (1+k) I = 0,5(1+0,6)17,35 = 13,88 mm/15hari

e. Penyimpanan volume air tanah (L) = k (Vn-1) = 0,6 x 100 = 60,0

f. Total volume penyimpanan air tanah (Vn) = G + L = 13,88 + 60 = 73,88

g. Perubahan volume aliran dalam tanah ( Vn),

Vn =Vn - Vn-1 = 73,88 – 100 = -26,1

h. Aliran dasar (BF), dengan Persamaan 2-12

66
Universitas Sumatera Utara
BF = I - Vn = 17,35 – (- 26,1) = 43,47 mm/15hari

i. Limpasan langsung (Dro), dengan Persamaan 2-13

Dro = WS – I + PF = 43,38 – 17,35+ 0 = 26,03 mm/15hari

j. Total limpasan (Tro), dengan Persamaan 2-14

Tro = BF + Dro = 43,47 + 26,03 = 69,5 mm/15hari

k. Debit sungai (Q), dengan Persamaan

Q = Tro x A

= 17,75 m3/dt

Dari perhitungan di atas diperoleh debit andalan maksimum sebesar 17,75

m3/s pada akhir Agustus. perhitungan debit andalan metode F.J. Mock dapat di

lihata pada Tabel 4.5.

66
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5 Perhitungan Debit Andalan Metode F.J. Mock

58
Universitas Sumatera Utara
Grafik debit andalan metode F.J. Mock dapat dilihat pada Gambar 4.1.

25

20

15

10

Grafik Debit Andalan

Gambar 4.1. Debit Andalan Metode F.J. Mock

Dari Gambar di atas dapat dilihat bahwa debit andalan maksimum berada pada

bulan Agustus yaitu 17,75 m3/det dengan persentase 80% dan debit andalan

minimum terjadi pada bulan Juni yaitu 9,68 m3/det dengan persentase 80%.

4.2. Kebutuhan Air di Irigasi Paya Sordang

Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk

memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk

tanaman dengan memperhatikan jumlah air yang di berikan oleh alam melalui

hujan dan kontribusi air tanah.

68

Universitas Sumatera Utara


Kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan oleh faktor – faktor berikut:

1. Penyiapan lahan

2. Penggunaan konsumtif

3. Perkolasi dan rembesan

4. Pergantian lapisan air

5. Curah hujan efektif.

Kebutuhan air irigasi Paya Sordang dihitung berdasarkan pola tanam yang

dilakukan pada masa tanam awal Agustus. Analisa kebutuhan air irigasi adalah

sebagai berikut :

1. Direncanakan waktu penyiapan sawah ( T ) = 45 hari

2. Air yang dibutuhkan untuk penjenuhan ( S ) = 300 mm

3. Pola tanam: padi-padi-palawija

4. Awal musim tanam dimulai pada awal Agustus

a. Kebutuhan air untuk mengganti evaporasi dan perkolasi

M = 1,1 x Eto + P = 1,1 x 2,91 + 2,00

= 5,201 mm/hari

b. Menghitung konstanta

K = =

= 0,78015

c. Kebutuhan air untuk pengolahan lahan

NFR = LP-Re

NFR = M. - Re

70

Universitas Sumatera Utara


mm/hari

DR =

lt/dt/ha

Menghitung kebutuhan air pada pertengahan Agustus, dilakukan dengan cara

seperti diatas.

Untuk menghitung kebutuhan air yaitu, pada pertengahan Agustus. Dihitung

berdasarkan koefisien tanaman .

Perhitungan kebutuhan air dihitung sebagai berikut:

1. Kebutuhan air pada masa tanam

=1,08

Etc = Eto x C

= 2,91 x 1,08

= 3,1428 mm/hari

2. Kebutuhan air di sawah untuk padi:

NFR = Etc + P – Re + WLR

= 3,1428 + 2,00 – 2,371 + 1,10

= 3,8718 mm/hari

70

Universitas Sumatera Utara


DR =

= 0,7 lt/dt/ha

Dari perhitungan kebutuhan air pada bulan Agustus diperoleh air

maksimum 0,7 lt/dt/ha.

70

Universitas Sumatera Utara


72

Universitas Sumatera Utara


4.3 Analisis Tingkat Efisiensi Saluran Irigasi

Tingkat efisiensi jaringan irigasi terutama pada jaringan irigasi sekunder

diperoleh dengan cara menghitung kehilangan air yang terjadi pada saluran

sekunder. Dalam menghitung kehilangan air, yang pertama dilakukan adalah

pengukuran debit saluran dilapangan, sehingga dapat diketahui jumlah air yang

masuk dan jumlah air yang keluar.

Pengukuran yang dilakukan dilapangan adalah dimensi saluran irigasi

Paya Sordang yaitu, lebar saluran irigasi, tinggi saluran irigasi, dan tinggi

permukaan air yang terdapat pada saluran irigasi Paya Sordang.

Dalam pengolahan data dilakukan dengan menggunakan persamaan

manning untuk mengetahui kecepatan aliran yang terjadi, dan untuk mengukur

debit air digunakan persamaan 3-1.

Untuk mengukur efisiensi pada jaringan irigasi sekunder digunakan

persamaan 2-33. Sehingga dapat diketahui besarnya kehilangan air yang terjadi.

Besarnya efisiensi pada tingkat saluran.

72
Universitas Sumatera Utara
Dari perhitungan yang dilakukan menggunakan persamaan Manning maka didapat

debit aliran di saluran sekunder Paya Sordang sebagai berikut:

1. Saluran Sekunder

a. BPS12-BPS13 Inflow

Saluran BPS12-BPS13 inflow dapat dilihat pada Gambar 4.2

h H

Gambar 4.2 Saluran BPS12-BPS13 Inflow (Skala 1:50)

B = 1,00 m

H = 0,90 m

Tinggi Air ( h) = 0,75 m

Kemiringan ( I ) = 0,0001071

N = 0,025 ( Pasangan batu )

a. Luas Tampang Basah

A = B x h = 1 x 0,75 = 0,75m2

b. Keliling Basah

P = B + 2h = 2,5 m

c. Kecepatan Aliran

R = A/P = 0,3 m

V = 1/n x R2/3x I1/2 = 0,186 m/s

Universitas Sumatera Utara


Maka :

Q = A x V = 0,139 m3/s

b. Saluran BPS12-BPS13 Outflow

Saluran BPS12-BPS13 outflow dapat dilihat pada Gambar 4.3

Gambar 4.3 Saluran BPS12-BPS13 Outflow (Skala 1:50)

B = 1,00 m

H = 0,90 m

Tinggi air (h) = 0,70 m

Kemiringan ( I ) = 0,0001071

N = 0,025 ( Pasangan batu )

a. Luas Tampang basah

A = B x h = 0,7 m2

b. Keliling Basah

P = B + 2 h = 2,4 m

c. Kecepatan Aliran

R = A/P = 0,292 m

V = 1/n x R2/3x I1/2 m = 0,182 m/s

Q = A x V = 0,127 m3/s

Universitas Sumatera Utara


2. Saluran Sekunder

a. BPS13–BPS14 Inflow

Saluran BPS13-BPS14 inflow dapat dilihat pada Gambar 4.4

h H

Gambar 4.4 Saluran BPS13-BPS14 Inflow (Skala 1:50)

B = 1,00 m

H = 0,80 m

Tinggi air (h) = 0,63 m

Kemiringan ( I ) = 0,0001071

N = 0,025 ( Pasangan bata )

a. Luas Tampang basah

A = B x h = 0,63 m2

b. Keliling Basah

P = B + 2 h = 2,26 m

c. Kecepatan Aliran

R = A/P = 0,279 m

V = 1/n x R2/3x I1/2 = 0,177 m/s

Q = A x V = 0,111 m/s

Universitas Sumatera Utara


b. BPS13-BPS14 Outflow

Saluran BPS13-BPS14 outflow dapat dilihat pada Gambar 4.5

h H

Gambar 4.5 Saluran BPS13-BPS14 Outflow (Skala 1:50)

B = 1,00 m

H = 0,80 m

Tinggi air (h) = 0,6 m

Kemiringan ( I ) = 0,0001071

N = 0,025 ( Pasangan bata )

a. Luas Tampang basah

A = B x h = 0,6 m2

b. Keliling Basah

P = B + 2 h = 2,2 m

c. Kecepatan Aliran

R = A/P = 0,273 m

V = 1/n x R2/3x I1/2 = 0,174 m/s

Q = Ax V = 0,104 m3/s

Universitas Sumatera Utara


3. Saluran Sekunder

a. BPS14-BPS15 Inflow

Saluran BPS14-BPS15 inflow dapat dilihat pada Tabel 4.6

h H

Gambar 4.6 Saluran BPS14-BPS15 inflow (Skala 1:50)

B = 1,00 m

H = 0,70 m

h = 0,55 m

Kemiringan ( I ) = 0,0001071

N = 0,025 ( Pasangan batu )

a. Luas Tampang basah

A = B x h = 0,55 m2

b. Keliling Basah

P = B + 2 h = 2,1 m

c. Kecepatan Aliran

R = A/P = 0,262 m

V = 1/n x R2/3x I1/2 = 0,169 m/s

Q = Ax v = 0,093 m3/s

Universitas Sumatera Utara


b. BPS14-BPS115 Outflow

Saluran BPS14-BPS15 outflow dapat dilihat pada Gambar 4.7

h H

Gambar 4.7 BPS14-BPS15 Outflow (Skala 1:50)

B = 1,00 m

H = 0,70 m

h = 0,50 m

Kemiringan ( I ) = 0,0001071

N = 0,025 ( Pasangan bata )

a. Luas Tampang basah

A = B x h = 0,5 m2

b. Keliling Basah

P=B+2h=2m

c. Kecepatan Aliran

R = A/p = 0,25 m

V = 1/n x R2/3x I1/2 = 0,164 m/s

Q = Ax v = 0,082 m3/s

Universitas Sumatera Utara


Dari perhitungan di atas diperoleh efisiensi sebagai berikut :

1. Saluran sekunder BPS12-BPS13

Debit hilang =

= x 100 %

= 8,403%

untuk efisiensi pada saluran sekunder BPS12-BPS13 adalah :

Ec = Debit Keseluruhan – Debit Hilang

= 100 – 8,403

= 91,597 %

2. Saluran sekunder BPS13-BPS14

Debit Hilang =

= x 100

= 6,141 %

Untuk efisiensi pada saluran sekunder BPS13-BPS14

Ec = Debit Keseluruhan – Debit Hilang

= 100 – 6,141

= 93,859 %

3. Saluran sekunder BPS14-BPS15

Debit Hilang =

= x 100 %

= 11,867 %

Untuk efisiensi pada saluran sekunder BPS14-BPS15

Universitas Sumatera Utara


Ec = Debit Keseluruhan – Debit Hilang

= 100 – 11,867

= 88,133 %

Dari perhitungan diatas untuk efisiensi saluran sekunder pada irigasi Paya

Sordang dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Efisiensi Saluran Sekunder Irigasi Paya Sordang

Debit Pangkal Debit Ujung Kehilangan Air

Saluran (m3/s) (m3/s) (m3/s) Efisiensi

BPS 12 - BPS 13 0.139 0.127 0.012 91.59684

BPS 13 - BPS 14 0.111 0.104 0.007 93.8588

BPS 14 - BPS 15 0.093 0.082 0.011 88.13297

0.010 91.1962

Pada Tabel 4.6 diperoleh efisiensi penyaluran di saluran sekunder Paya

Sordang sebesar 91,1962 %. Kehilangan air di sepanjang saluran sekunder Paya

Sordang adalah sebesar 8,804 % dari efisiensi pada saluran sekunder pada

kondisi normal sebesar 90 %. Kehilangan pada saluran sekunder Paya Sordang

ini masih tergolong efisiensi penyalurannya. Faktor yang mempengaruhi

kehilangan air pada saluran sekunder ini adalah evaporasi, rembesan dan karena

saluran yang dilapisi bahan kedap air sudah rusak. Kondisi saluran juga

mempengaruhi kehilangan air dimana semakin panjang saluran maka semakin

besar pula kehilangan airnya, begitu juga dengan lebar saluran. Di sekitar saluran

sekunder juga ditemukan tumbuh – tumbuhan , dan bahkan memasuki permukaan

air pada saluran.

Universitas Sumatera Utara


4.4 Perhitungan Efektifitas Saluran

Efektifitas pengelolaan jaringan irigasi ditunjukkan oleh perbandingan

antara luas areal terairi terhadap luas rancangan. Dalam hal ini semakin tinggi

perbandingan tersebut semakin efektif pengelolaan jaringan irigasi. Tingkat

efektifitas akan diukur dari nilai Indek Luas Areal (IA), dengan rumusan berikut :

IA = X 100 %

IA = x 100 %

IA = 28,322 %

Di lapangan diidentifikasi rasio atau perbandingan luas areal terairi

terhadap rancangan luas areal mencapai 28,322 %. Artinya dari seluruh target

areal yang akan diairi terdapat 71.678 % yang tidak terairi jika pada musim

kering, dan untuk pada musim hujan:

IA = X 100 %

IA = x 100 %

IA = 71.678 %

Artinya dari seluruh target areal yang akan diairi terdapat 28.322 % yang

tidak terairi.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Dari hasil perhitungan kebutuhan air pada pola tanam yang dimulai pada awal

Agustus didapat kebutuhan air maksimum adalah sebesar 0,7 lt/dt/ha.

2. Dengan menggunakan metode F.J. Mock didapat nilai debit andalan

maksimum pada daerah aliran sunga ( DAS ) Batang Angkola adalah sebesar

17,75 m3/dt, terdapat pada akhir agustus.

3. Dari tabel 4.6, efisiensi saluran sekunder di irigasi Paya Sordang sebesar

91,196 %. Kehilangan air sepanjang saluran sekunder sebesar 8,804 %. Dari

efisiensi pada keadaan normal di saluran sekunder sebesar 90 %. Sehingga

memenuhi standar efisiensi.

4. Dari perhitungan, rasio atau perbandingan luas areal terairi terhadap

rancangan luas areal mencapai 28,322 % areal yang akan diairi dan terdapat

71.678 % yang tidak terairi jika pada musim kering, dan untuk pada musim

hujan 71.678 % areal yang teraliri dan 28.322 % yang tidak terairi.

5.2. Saran.

1. Harus ada pengerukan yang terjadi di saluran primer, karna dapat

menyalurkan air di saluran primer dengan baik dan dapat memenuhi

kebutuhan air yang diperlukan oleh tanaman di Daerah Irigasi Paya Sordang.

Universitas Sumatera Utara


2. Perlu diadakan perbaikan pada saluran irigasi Paya Sordang sehingga dapat

meningkatkan efisiensi dan efektifitas untuk mengoptimalkan produktifitas

hasil tanaman.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA
Agus, indra. 2010. Penentuan Jenis Distribusi dan Uji Kesesuain Smirnov
Kolmogorov Data Hujan Das Taratak Timbulun. Politeknik Negeri Padang.

Direktorat Jenderal Pengairan, 1986. Standar Perencanaan Irigasi (KP-01).


Departemen Pekerjaan Umum, CV. Galang Persada : Bandung.

Direktorat Jenderal Pengairan, 1986. Standar Perencanaan Irigasi (KP-02).


Departemen Pekerjaan Umum, CV. Galang Persada : Bandung.

Direktorat Jenderal Pengairan, 1986. Standar Perencanaan Irigasi (KP-03).


Departemen Pekerjaan Umum, CV. Galang Persada : Bandung.

Hadihardjaja, Joetata. 2005. Irigasi dan Bangunan Air. Gunadarma:Jakarta.

Hariany, Susi, dkk. 2011. Evaluasi Kinerja Jaringan Irigasi Di Saluran Sekunder
Pada Berbagai Tingkat Pemberian Air Di Pintu Ukur. Jurnal Rekayasa,
Vol.15 Nomor 3: Lampung

Hermawan, Bambang. 2003. Analisis Perhitungan Harga Air Irigasi di Daerah


Irigasi Kedungdowo Kramat Kabupaten Batang. Master Theses Civil
Engineering RTS 627.52. Digital Library ITS. http://digilib.its.ac.id/ITS-
Master-3100003019027/1179. Diakses Sabtu 14 Februari 2014 1:44 pm.

JF, Ortega, Tarjuelo JM, de Juan JA. 2002. Evaluation Of Irrigation Performance
In Localized Irrigation Systems Of Semiarid Regions (Castilla-La Mancha,
Spain). Agricultural Engineering International: The Cigr Journal of
Scientific Research and Development Manuscript LW 01 007. Vol
IV:Spain.

Limantara, Lily Montarcih. 1986. Hidrologi Praktis. Lubuk Agung:Bandung.

Ludiana. 2015. Evaluasi Kinerja Jaringan Irigasi Bendungan Tilong Kecamatan


Kupang Tengah Kabupaten Kupang. Jurnal Teknik Sipil Vol.IV, No.1:
Kupang

Nurrochmad, Fatchan. 2007. Analisis Kinerja Jaringan Irigasi. AGRITECH,


Vol.27 No.4:Yogya karta.

Subarkah, Ir. Iman. 1978. Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air. Idea
Dharma:Bandung.

Suroso. 2007. Evaluasi Kinerja Jaringan Irigasi Banjaran Untuk Meningkatkan


Efektifitas dan Efisiensi Pengelolaan Air Irigasi. Purwokerto.

Triatmodjo, Bambang. 1993. Hidraulika II. BETA OFFSET:Yogyakarta.

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN

Gambar Bendungan

Gambar Intake

Universitas Sumatera Utara


Gambar Papan Irigasi Paya Sordang

Universitas Sumatera Utara


Gambar Batu Petama Proyek Irigasu Paya Sordang

Gambar Saluran Irigasi

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai