Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini dengan baik.
Tugas akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan menempuh ujian sarjana
pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul tugas akhir ini adalah Evaluasi Tingkat Kerusakan Jalan Sebagai
Dasar Penentuan Perbaikan Jalan .
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama penulisan Tugas Akhir ini
banyak sekali bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan
hati, penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.
2.
3.
4.
5.
Bapak dan Ibu Dosen Pembanding yang telah memberikan masukan dan
waktunya dalam penyelesaian Tugas akhir ini.
6.
Istimewa untuk orang tua tercinta, st.B.A. Manurung dan dra. L. Sirait yang
senantiasa mencurahkan segenap kasih sayang dan segala dukungan yang
tidak dapat terbalas oleh penulis.
7.
Untuk keluarga besar penulis Dr. Argen Manurung / Ria Yap, Bsc serta
sheryll (keluarga abang penulis), Hotman Dolok Saribu, ST / Sofia
Manurung, Amd serta cecia (keluarga kakak penulis), dan adik (Reni
Manurung, Amd), terima kasih atas cinta, doa dan dukungannya kepada
penulis.
8.
Buat semua sahabat penulis (Mejen, leo, Bens, Cot Dogol, Jon Dod,
Waloed, Bolon, Jun, Lae Cecep, Lae Suryo, Ical, Gajut, Ijal, Perdi, Jong
Elak, Jack, Samm, Mario, Joko, Nuek, Ndre, Pre Robb, Pe2ng, Gober, Emir,
Ari, Royhan, Sulaiman, Amrin, Rustxell) beserta semua teman-teman
stambuk 04, 05, 06, 07 dan 08 yang tidak bisa disebutkan namanya satu
persatu, terimakasih atas segala doa dan dukungannya.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari
sempurna, karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman serta referensi yang
penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan saran-saran dan kritik demi
perbaikan pada masa-masa yang akan datang.
Medan,
2010
DAFTAR ISI
ABSTRAK.............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI
..................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
I.2 Perumusan Masalah ................................................................................... 3
I.3 Pembatasan Masalah .................................................................................. 4
I.4 Tujuan Penulisan ....................................................................................... 5
I.5 Metodologi Penulisan ............................................................................... 5
I.6 Sistematika Penulisan ................................................................................ 8
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Nilai Deduct Value Tiap Jenis dan Tingkat Kerusakan ......... 105
Tabel 4.5
ABSTRAK
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, telah banyak mengalami
peningkatan yang pesat dalam intensitas aktifitas sosial ekonomi seiring dengan
kemajuan ekonomi yang telah terjadi. Aktifitas masyarakat seiring dengan jumlah
penduduk yang semakin meningkat di suatu wilayah merupakan faktor utama
pembangkit kebutuhan perjalanan sehingga pada akhirnya perlu adanya tingkat
efisiensi, keamanan, serta kenyamanan dalam perjalanan. Peningkatan jumlah
pergerakan yang terjadi juga akan menuntut kualitas maupun kuantitas prasarana
yang harus seimbang.
Perkembangan suatu negara sangat berhubungan dengan perkembangan
jaringan jalan pada negara tersebut. Jaringan jalan sebagai urat nadi pembangunan
nasional merupakan prioritas pertama dan utama dalam perkembangan suatu
negara dan juga merupakan prasarana bagi masyarakat dalam melakukan aktifitas.
Jalan raya adalah salah satu prasarana yang akan mempercepat
pertumbuhan dan pengembangan suatu daerah serta akan membuka hubungan
sosial, ekonomi dan budaya antar daerah. Didalam undang-undang Republik
Indonesia No. 38 tahun 2004 tentang prasarana jalan, disebutkan bahwa jalan
mempunyai peranan penting dalam mewujudkan perkembangan kehidupan
bangsa. Maka jalan darat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat di dalam
melaksanakan aktivitas sehari-hari.
Lapisan perkerasan jalan akan mengalami penurunan tingkat pelayanan.
Menurunnya tingkat pelayanan jalan ditandai dengan adanya kerusakan pada
lapisan perkerasan jalan, kerusakan yang terjadi juga bervariasi pada setiap
segmen di sepanjang ruas jalan dan apabila dibiarkan dalam jangka waktu yang
lama, maka akan dapat memperburuk kondisi lapisan perkerasan sehingga dapat
mempengaruhi keamanan, kenyamanan, dan kelancaran dalam berlalu lintas.
Pada umumnya, jalan direncanakan memiliki umur rencana pelayanan
tertentu sesuai kebutuhan dan kondisi lalu lintas yang ada, misalnya 10 sampai
dengan 20 tahun, dengan harapan bahwa jalan masih tetap dapat melayani lalu
lintas dengan tingkat pelayanan pada kondisi yang baik. Untuk mencapai
pelayanan pada kondisi yang baik selama umur rencana tersebut, diperlukan
adanya upaya pemeliharaan jalan.
Pemeliharaan jalan disini adalah kegiatan mempertahankan, memperbaiki,
menambah ataupun mengganti bangunan fisik yang telah ada agar fungsinya tetap
dapat dipertahankan atau ditingkatkan untuk waktu yang lebih lama. Pemeliharaan
rutin adalah penanganan jalan yang hanya diberikan terhadap lapis permukaan
yang sifatnya untuk dapat meningkatkan kualitas berkendara (Riding Quality),
tanpa meningkatkan kekuatan struktural, dan dilakukan sepanjang tahun.
Pemeliharaan berkala adalah pemeliharaan jalan yang dilakukan pada waktu
waktu tertentu (tidak menerus sepanjang tahun) dan sifatnya meningkatkan
kemampuan struktural. Peningkatan adalah penanganan jalan guna memperbaiki
Perumusan Masalah
Prasarana jalan yang terbebani oleh volume lalu lintas yang tinggi dan
Oleh sebab itu maka perlu dilakukan penelitian awal terhadap kondisi
permukaan jalan yaitu dengan melakukan survai secara visual yang berarti dengan
cara melihat dan menganalisa kerusakan tersebut berdasarkan jenis dan tingkat
kerusakannya untuk digunakan sebagai dasar dalam melakukan kegiatan
pemeliharaan dan perbaikan.
I.3.
Pembatasan Masalah
Agar penulisan tugas akhir ini dapat terarah dan sesuai dengan tujuan,
(patholes),
jembul
(shoving),
penurunan
setempat
I.4.
Tujuan Penulisan
Sehubungan dengan permasalahan kerusakan pada lapisan perkerasan
jalan yang mempengaruhi tingkat pelayanan jalan, maka tugas akhir ini bertujuan
untuk :
1. Menilai kondisi perkerasan jalan guna mengetahui jenis dan tingkat
kerusakan yang terjadi serta menentukan jenis pemeliharaan yang sesuai.
2. Membandingkan hasil analisa metode Bina Marga dengan metode
Pavement Condition Index (PCI) dalam mengevaluasi kerusakan jalan.
I.5.
Metodologi Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah :
a. Studi literatur yaitu dengan mengumpulkan data-data dan keterangan dari
buku-buku yang berhubungan dengan pembahasan pada tugas akhir ini
serta masukan-masukan dari dosen pembimbing. Data data yang
digunakan untuk menentukan tingkat kerusakan jalan yaitu berupa data
panjang, lebar, luasan, serta kedalaman tiap jenis kerusakan yang terjadi.
Dan juga data volume lalu lintas harian.
b. Untuk analisis data dalam menentukan tingkat kerusakan jalan sebagai
dasar untuk menentukan upaya perbaikan jalan dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode pendekatan antara lain dengan metode
Bina Marga dan metode Pavement Condition Index (PCI).
CDV
baik (good), sedang (fair), jelek (poor), sangat jelek (very poor),
dan gagal (failed).
c. Analisa hasil keputusan dari kedua metode yang digunakan.
I.6.
Sistematika Penulisan
Untuk mencapai tujuan penulisan tugas akhir ini dilakukan beberapa
tahapan yang dianggap perlu. Metode dan prosedur pelaksanaannya secara garis
besar adalah sebagai berikut.
BAB.I
PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, tujuan, manfaat penelitian ini,
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini meliputi pengambilan teori dari berbagai sumber bacaan yang
METODOLOGI PENULISAN
Bab ini berisikan kesimpulan logis berdasarkan analisa data, temuan dan
bukti yang disajikan sebelumnya yang menjadi dasar untuk menyusun suatu saran
sebagai suatu usulan
.
BAB II
PERKERASAN JALAN RAYA
2.1.
digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai antara lain
adalah batu pecah, batu belah, batu kali dan hasil samping peleburan baja.
Sedangkan bahan ikat yang dipakai antara lain adalah aspal, semen dan tanah liat.
Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat
dibedakan atas :
a. Konstruksi perkerasan lentur (Flexible Pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan
aspal
sebagai
bahan
pengikatnya.
Lapisan-lapisan
Bahan pengikat
Repetisi beban
Penurunan tanah
dasar
Perubahan
temperatur
Perkerasan lentur
Aspal
Timbul Rutting (lendutan
pada jalur roda)
Jalan bergelombang
(mengikuti tanah dasar)
Modulus kekakuan
berubah.
Timbul tegangan dalam
yang kecil
Perkerasan kaku
Semen
Timbul retak-retak pada
permukaan
Bersifat sebagai balok
diatas perletakan
Modulus kekakuan tidak
berubah.
Timbul tegangan dalam
yang besar
Sumber : Sukirman, S., (1992), Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova, Bandung
menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan yang ada dibawahnya,
sehingga beban yang diterima oleh tanah dasar lebih kecil dari beban yang
diterima oleh lapisan permukaan dan lebih kecil dari daya dukung tanah dasar.
Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari :
Lapisan Permukaan (surface course)
Lapisan Pondasi Atas (base course)
Lapisan Pondasi Bawah (sub base course)
Lapisan Tanah Dasar (subgrade)
Sebagai lapisan tidak tembus air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan
akibat cuaca.
pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan
agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri
memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung
lapisan terhadap beban roda. Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu
Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisanlapisan di atasnya dapat dikurangi ketebalannya (penghematan biaya
konstruksi).
dukung tanah dasar terhadap roda-roda alat berat (terutama pada saat pelaksanaan
konstruksi) atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup
tanah dasar dari pengaruh cuaca. Bermacam-macam jenis tanah setempat (CBR >
20%, PI < 10%) yang relatif lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai
bahan pondasi bawah. Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur atau
semen portland, dalam beberapa hal sangat dianjurkan agar diperoleh bantuan
yang efektif terhadap kestabilan konstruksi perkerasan.
d. Lapisan tanah dasar (Subgrade)
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada sifatsifat dan daya dukung tanah dasar. Dalam pedoman ini diperkenalkan modulus
resilien (MR) sebagai parameter tanah dasar yang digunakan dalam perencanaan
Modulus resilien (MR) tanah dasar juga dapat diperkirakan dari CBR standar dan
hasil atau nilai tes soil index. Korelasi Modulus Resilien dengan nilai CBR
(Heukelom & Klomp) berikut ini dapat digunakan untuk tanah berbutir halus
(fine-grained soil) dengan nilai CBR terendam 10 atau lebih kecil.
MR (psi) = 1.500 x CBR
Persoalan tanah dasar yang sering ditemui antara lain :
Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar
air.
Daya dukung tanah tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada
daerah dan jenis tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau
akibat pelaksanaan konstruksi.
2.3.
sebagai:
a. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan agregat
dan antara aspal itu sendiri.
b. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang
ada dari agregat itu sendiri.
Dengan demikian, aspal haruslah memiliki daya tahan (tidak cepat rapuh)
terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat
elastis yang baik.
2.4.
a. Lalu lintas, yang dapat berupa peningkatan beban, dan repetisi beban.
b. Air, yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang tidak baik
dan naiknya air akibat kapilaritas.
c. Material konstruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh sifat
material itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh sistem pengolahan
bahan yang tidak baik.
d. Iklim, Indonesia beriklim tropis, dimana suhu udara dan curah hujan
umumnya tinggi, yang dapat merupakan salah satu penyebab kerusakan
jalan.
e. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil. Kemungkinan disebabkan oleh
system pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh sifat
tanah dasarnya yang memang kurang bagus.
f. Proses pemadatan lapisan di atas tanah dasar yang kurang baik.
Umumnya kerusakan-kerusakan yang timbul itu tidak disebabkan oleh satu
faktor saja, tetapi dapat merupakan gabungan penyebab yang saling berkaitan.
Sebagai contoh, retak pinggir, pada awalnya dapat diakibatkan oleh tidak baiknya
sokongan dari samping. Dengan terjadinya retak pinggir, memungkinkan air
meresap masuk ke lapis dibawahnya yang melemahkan ikatan antara aspal dengan
mencapai umur rencana. Kegagalan pada perkerasan dapat dilihat dari kondisi
kerusakan fungsional dan struktural.
Kerusakan fungsional adalah apabila perkerasan tidak dapat berfungsi lagi
sesuai dengan yang direncanakan. Sedangkan kerusakan struktural terjadi ditandai
dengan adanya rusak pada satu atau lebih bagian dari struktur perkerasan jalan.
Kegagalan fungsional pada dasarnya tergantung pada derajat atau tingkat
kekasaran permukaan, sedangkan kegagalan struktural disebabkan oleh lapisan
tanah dasar yang tidak stabil, beban lalu lintas, kelelahan permukaan, dan
pengaruh kondisi lingkungan sekitar.
2.5.1.
a.
1. Retak halus atau retak garis (hair cracking), lebar celah lebih kecil atau sama
dengan 3 mm, penyebab adalah bahan perkerasan yang kurang baik, tanah
dasar atau bagian perkerasan di bawah lapis permukaan kurang stabil. Retak
halus ini dapat meresapkan air ke dalam permukaan dan dapat menimbulkan
kerusakan yang lebih parah seperti retak kulit buaya bahkan kerusakan seperti
lubang dan amblas. Retak ini dapat berbentuk melintang dan memanjang,
dimana retak memanjang terjadi pada arah sejajar dengan sumbu jalan,
biasanya pada jalur roda kendaraan atau sepanjang tepi perkerasan atau
pelebaran, sedangkan untuk retak melintang terjadi pada arah memotong
sumbu jalan, dapat terjadi pada sebagian atau seluruh lebar jalan.
Metode pemeliharaan dan penanganan :
Untuk retak halus (< 2 mm) dan jarak antara retakan renggang,
dilakukan metode perbaikan P2 (laburan aspal setempat).
Untuk retak halus (< 2 mm) dan jarak antara retakan rapat, dilakukan
metode perbaikan P3 (penutupan retak).
kotak.
Terjadi
pada
lapis
tambahan
(overlay)
yang
aspal cair dan pasir. Untuk retak berbentuk kotak perbaikan dilakukan dengan
membongkar dan melapis kembali dengan bahan yang sesuai.
oleh adanya debu, minyak air, atau benda non adhesive lainnya, atau akibat
tidak diberinya tack coat sebagai bahan pengikat antar kedua lapisan. Retak
selip pun dapat terjadi akibat terlalu banyaknya pasir dalam campuran lapisan
permukaan, atau kurang baiknya pemadatan lapisan permukaan. Perbaikan
dapat dilakukan dengan membongkar bagian yang rusak dengan dan
menggantikannya dengan lapisan yang lebih baik.
Distorsi (distortion)
Distorsi / perubahan bentuk dapat terjadi akibat lemahnya tanah dasar,
pemadatan yang kurang pada lapis pondasi, sehingga terjadi tambahan pemadatan
akibat beban lalu lintas. Sebelum perbaikan dilakukan sewajarnyalah ditentukan
terlebih dahulu jenis dan penyebab distorsi yang terjadi. Dengan demikian dapat
ditentukan jenis penanganan yang tepat.
Distorsi dapat dibedakan atas :
1. Alur (ruts), yang terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Alur dapat
merupakan tempat menggenangnya air hujan yang jatuh di atas permukaan
jalan, mengurangi tingkat kenyamanan, dan akhirnya dapat timbul retak-
retak. Terjadinya alur disebabkan oleh lapis perkerasan yang kurang padat,
dengan demikian terjadi tambahan pemadatan akibat repetisi beban lalu lintas
pada lintasan roda. Campuran aspal dengan stabilitas rendah dapat pula
menimbulkan deformasi plastis.
Perbaikan dapat dilakukan dengan melakukan metode perbaikan P6
(perataan) untuk kerusakan alur ringan. Untuk kerusakan alur yang cukup
parah dilakukan perbaikan P5 (penambalan lubang) yang pelaksanaan serta
bahan dan peralatannya dapat dilihat pada lampiran A.
5. Jembul (upheaval), terjadi setempat, dengan atau tanpa retak. Hal ini terjadi
akibat adanya pengembangan tanah dasar pada tanah yang ekspansif.
Perbaikan dilakukan dengan membongkar bagian yang rusak dan melapisnya
kembali.
c.
b. Lapis permukaan tipis sehingga ikatan aspal dan agregat mudah lepas akibat
pengaruh cuaca.
c. Sistem drainase jelek, sehingga air banyak yang meresap dan mengumpul pada
lapis permukaan.
d. Retak-retak yang terjadi tidak segera ditangani sehingga air meresap masuk dan
mengakibatkan terjadinya lubang-lubang kecil.
Lubang-lubang tersebut diperbaiki dengan cara:
Selanjutnya untuk urutan pelaksanaan perbaikan serta bahan dan peralatan dapat
dilihat pada lampiran A.
2. Pelepasan butir (raveling), dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek
serta disebabkan oleh hal yang sama dengan lubang. Dapat diperbaiki dengan
memberikan lapisan tambahan diatas lapisan yang mengalami pelepasan butir
setelah lapisan tersebut dibersihkan, dan dikeringkan.
menjadi
licin,
sehingga
membahayakan kendaraan.
Pengausan terjadi karena agregat berasal dari material yang tidak tahan aus
terhadap roda kendaraan, atau agregat yang dipergunakan berbentuk bulat dan
licin, tidak berbentuk cubical. Dapat diatasi dengan menutup lapisan dengan
latasir, buras, atau latasbum.
tinggi, aspal menjadi lunak dan akan terjadi jejak roda. Berbahaya bagi kendaraan
karena bila dibiarkan, akan menimbulkan lipatan-lipatan (keriting) dan lubang
pada permukaan jalan. Kegemukan (bleeding) dapat disebabkan pemakaian kadar
aspal yang tinggi pada campuran aspal, pemakaian terlalu banyak aspal pada
pekerjaan prime coat atau tack coat. Dapat diatasi dengan penanganan P1
(Penebaran Pasir) yaitu dengan menaburkan agregat panas dan kemudian
dipadatkan, atau lapis aspal diangkat dan kemudian diberi lapisan penutup.
f.
terjadi karena pemadatan yang tidak memenuhi syarat. Dapat diperbaiki dengan
dibongkar kembali dan diganti dengan lapis yang sesuai.
2.5.2.
Alligator Cracking
Retak yang saling merangkai membentuk kotak kotak kecil yang
buaya biasa terjadi hanya di daerah yang dilalui beban lalu lintas yang berulang
dan biasanya disertai alur, sehingga tidak akan terjadi di seluruh daerah kecuali
seluruh area jalan dikenakan arus lalu lintas. Cara mengukur kerusakan yang
terjadi adalah dengan menghitung luasan retak.
Tingkat kerusakan
kerusakan ringan (low) yang ditandai dengan serangkaian retak halus yang saling
terhubung tanpa ada retakan yang pecah, kerusakan sedang (medium) yang
ditandai dengan serangkaian retak yang terhubung membentuk kotak-kotak kecil
dan pola retak sudah cukup kelihatan jelas karena sudah terdapat retak yang
mulai pecah, dan kerusakan berat (high) yang ditandai dengan serangkaian retak
menyerupai kulit buaya yang keseluruhan retaknya sudah pecah sehingga jika
dibiarkan dapat menyebabkan terjadinya alur bahkan lubang pada jalan.
b.
Bleeding
Kegemukan (bleeding) biasanya ditandai dengan permukaan jalan yang
menjadi lebih hitam dan licin. Permukaan jalan menjadi lebih lunak dan lengket.
Ini disebabkan pemakaian aspal yang berlebih. Cara mengukur kerusakan adalah
dengan menghitung luasan kegemukan yang terjadi.
Tingkat kerusakan dibagi menjadi kerusakan ringan (low) yang ditandai dengan
permukaan jalan yang hitam, aspal tidak menempel pada roda kendaraan,
kerusakan sedang (medium) yang ditandai dengan permukaan aspal hitam, aspal
menempel pada kendaraan selama beberapa minggu dalam setahun, kerusakan
berat (high) yang di tandai dengan permukaan yang berwarna hitam dan terdapat
jejak roda kendaraan akibat aspal yang menempel pada roda kendaraan.
c.
Block Cracking
Hampir sama dengan retak kulit buaya, merupakan rangkaian retak
berbentuk persegi dengan sudut tajam, tetapi bentuknya saja yang lebih besar dari
retak kulit buaya. Block craking ini tidak hanya terjadi di daerah yang mengalami
arus lalu lintas berulang, tetapi juga dapat terjadi di daerah yang jarang dilalui
arus lalu lintas.
d.
dengan jembul (shoving) yang di sebabkan oleh ketidak stabilan aspal, bumps and
sags ini dapat disebabkan oleh penumpukan material pada suatu celah jalan yang
diakibatkan oleh beban lalu lintas.
Corrugation
Keriting
(corrugation) Kerusakan
kerusakan diukur dari beda tinggi antar lembah dan puncak gelombang. Penyebab
Depression
Amblas (depression) merupakan kerusakan yang terjadi dimana suatu
Edge Cracking
Kerusakan yang terjadi pada tepi lapis perkerasan yang tampak berupa
retakan, kerusakan jenis ini biasanya terjadi akibat kepadatan lapis permukaan di
tepi perkerasan tidak memadai, juga disebabkan seringnya air yang dari bahu
jalan.
h.
i.
jalan. Kerusakan ini dapat disebabkan oleh erosi tanah pada bahu jalan, penurunan
tanah dasar pada bahu, dan juga perencanaan jalan tanpa menyesuaikan tingkat
bahu jalan. Kerusakan ini sangat berbahaya bagi pengendara karena perbedaan
elevasi yang besar antara badan jalan dan bahu jalan dapat menyebabkan
kecelakaan lalu lintas.
k.
Polished Aggregate
Kerusakan ini ditandai dengan aggregat pada permukaan jalan menjadi
halus dan licin akibat beban lalu lintas yang berulang ulang. Ini menyebabkan
daya saling mengikat antara ban kendaraan dengan aspal menjadi berkurang
sehingga berbahaya pada saat mengemudi kencang karena jalan memiliki tingkat
kekasaran (skid resistance) yang rendah. Cara mengukur adalah dengan
menghitung luasan yang mengalami polished aggregate, tetapi jika disertai
dengan kerusakan kegemukan (bleeding), maka polished aggregate diabaikan.
m.
Potholes
Lubang (potholes) biasanya berukuran tidak begitu besar (diameter < 90
cm). berbentuk seperti mangkuk yang tidak beraturan dengan pinggiran tajam.
pertumbuhan lubang semakin besar diakibatkan kondisi air yang tergenang pada
badan jalan. Lubang pada dasarnya bermula dari retak-retak yang semakin parah
akibat air meresap hingga ke lapisan jalan sehingga menyebabkan sifat saling
mengikat aggregat dalam lapisan menjadi berkurang.
Berdasarkan tingkat kerusakannya, lubang dapat di bagi menjadi kerusakan
rendah (low), sedang (medium), dan buruk (high). Ketentuannya dapat di jelaskan
pada tabel 2.2 dibawah ini.
Tabel 2.2. Tingkat Kerusakan Lubang (Potholes)
Kedalaman (inchi)
Diameter (inchi)
4-8
> 8 18
> 18 - 30
0,5 - 1
>1-2
>2
n.
Railroad Crossing
Kerusakan ini merupakan lintasan jalur kereta api yang terdapat dalam jalan
raya. Terdapat benjolan dan lengkugan pada daerah lintasan ini sehingga
mengganggu kenyamanan pengendara. Cara mengukur adalah dengan menghitung
luasan jalur kereta yang melintasi jalan dan juga diukur sesuai dengan tingkat
kerusakannya.
Rutting
Alur (rutting) adalah penurunan setempat yang terjadi pada jalur roda
kendaraan, alur pada permukaan jalan ada yang disertai retak dan tanpa disertai
retak. Alur tidak terjadi di seluruh permukaan badan jalan, hanya pada daerah
yang dilalui roda kendaraan. Dapat disebabkan adanya muatan yang berlebih
sehingga menyebabkan deformasi yang permanen pada permukaan jalan. Jika alur
sering tergenang air maka dapat meningkat menjadi lubang.
Berdasarkan tingkat kerusakannya, alur di bagi menjadi 3 yaitu, tingkat kerusakan
rendah (low) dengan kedalaman peurunan - inchi, tingkat kerusakan sedang
(medium) dengan kedalaman penurunan > - 1 inchi, dan tingkat kerusakan
buruk (high) dengan kedalaman penurunan > 1 inchi.
p.
Shoving
Jembul (shoving) umumya terjadi di sekitar alur roda kendaraan di tepi
perkerasan dan sifatnya permanen. Kerusakan ini disebabkan oleh arus lalu lintas
yang melebihi beban standar. Cara mengukur jembul adalah dengan mengukur
luasan permukaan sesuai dengan tingkat kerusakan yang terjadi.
q.
Slippage Cracking
Retak selip (slippage cracking) merupakan retak menyerupai bulan sabit
atau setengah retak berbentuk bulan yang memiliki dua ujung menunjuk jauh
kearah lalu lintas. Cara mengukur retak selip adalah dengan mengukur luasan
permukaan sesuai dengan tingkat kerusakan yang terjadi mulai dari rendah (low),
sedang (medium), dan buruk (high).
r.
Swell
Pembengkakan jalan (swell) merupakan kerusakan yang di tandai dengan
tonjolan di sekitar permukaan jalan dan dapat mencapai panjang sekitar 3 m pada
permukaan jalan, dapat juga disertai retak permukaan. Ini disebabkan kepadatan
tanah dasar yang kurang. Memiliki tingkatan kerusakan mulai dari rendah (low),
sedang (medium), dan buruk (high).
s.
akibat hilangnya bahan pengikat aspal atau tar sehingga menyebabkan pelepasan
butiran aggregat. Pelepasan butiran ini menunjukkan kualitas aspal serta
campuran yang rendah atau ada kesalahan dalam pencampuran. Pelepasan butiran
ini juga dapat di sebabkan adanya lalu lintas yang berlebih.
Berdasarkan tingkat kerusakannya dapat dibedakan menjadi kerusakan rendah
(low) ditandai dengan dimulainya pelepasan butiran pada permukaan jalan,
kerusakan sedang (medium) yang ditandai dengan pelepasan butiran yang
menyebabkan permukaan jalan menjadi tidak rata dan kasar, kerusakan berat
(high) yang ditandai dengan pelepasan butiran yang menyebabkan permukaan
menjadi tidak
disekitar kerusakan.
2.6.
BAB III
METODOLOGI
3.1.
Tujuan Metodologi
Tujuan metodologi ini adalah menjelaskan tata cara dalam mendapatkan
data-data pokok baik data primer maupun data lain yang diperlukan, yang
selanjutnya akan digunakan dalam pengolahan dan juga analisa data dalam rangka
mendapatkan hasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan, yaitu memberi
penilaian terhadap kondisi jalan berdasarkan jenis dan tingkat kerusakan yang
terjadi pada perkerasan lentur jalan sebagai dasar penentuan jenis perbaikan jalan
yang sesuai.
3.2.
memudahkan dalam pembahasan dan analisa dibuat suatu diagram alir atau
flowchart , seperti pada gambar 3.1.
Diagram alir ini merupakan tahapan studi yang akan dilakukan dalam
rangka menyelesaikan studi ini. Dengan demikian, studi ini dapat diselesaikan
dengan sistematis dan mendapatkan hasil yang valid serta sesuai dengan tujuan
yang diharapkan.
Tujuan Penelitian :
Menilai kondisi perkerasan jalan guna mengetahui jenis
dan tingkat kerusakan yang terjadi serta menentukan jenis
pemeliharaan yang sesuai.
Membandingkan hasil analisa metode Bina Marga dengan
metode Pavement Condition Index (PCI) dalam
mengevaluasi kerusakan jalan.
Pengumpulan Data
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Retak (Cracks)
Alur (Ruts)
Tambalan (Patching)
Lubang (Potholes)
Amblas (Depressions)
Keriting (Corrugation)
Kegemukan Aspal (Bleeding)
Jembul (Shoving)
Pelepasan Butiran (Ravelling)
Pengausan (Polished Aggregate)
Swell
Bums and Sags
Lane/Shoulder Drop Off
Railroad Crossing
permukaan,
jenis
kerusakan
yang
ditinjau
adalah
kerusakan kumulatif maka akan semakin besar pula nilai kondisi jalan,
yang berarti bahwa jalan tersebut memiliki kondisi yang buruk sehingga
membutuhkan pemeliharaan yang lebih baik.
3.3.1.2. Urutan Prioritas
Setelah ditentukan nilai kondisi jalan, maka perlu diketahui urutan
prioritas penanganan yang perlu untuk dilaksanakan. Dalam menentukan
urutan prioritas diperlukan data kelas lalu lintas harian untuk pekerjaan
pemeliharaan yang skala nya dapat dilihat pada tabel 3.2. Penilaian urutan
prioritas penanganan terhadap kondisi jalan dapat dihitung dengan rumus :
Urutan prioritas = 17 ( Kelas LHR + Nilai Kondisi Jalan )
Dimana :
Kelas LHR
Nilai
9
8
7
6
5
4
3
2
1
Angka
5
4
3
1
1
Angka
3
2
1
0
Angka
3
2
1
0
Angka
7
5
3
1
0
Angka
3
2
1
0
KEKASARAN PERMUKAAN
Tipe
E. Desintegration
D. Pelepasan Butir (Ravelling)
C. Kekurusan (Hungry)
B. Kegemukan (Fatty / Bleeding)
A. Permukaan Rapat (Close Texture)
AMBLAS
Kedalaman
D. >5/100m
C. 2-5/100m
B. 0-2/100m
A. tidak ada
Angka
4
3
2
1
0
Angka
4
2
1
0
LHR
<20
20-50
50-200
200-500
500-2000
2000-5000
5000-20000
20000-50000
>50000
aggregate,railroad
crossing,
rutting,
Density =
Ad
As
100%
Density =
Ld
As
100%
dimana :
As
100%
Ad
As
Ld
2. Bleeding
Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan bleeding dapat dilihat pada gambar 3.3 dibawah
ini. Sesuai dengan tingkatan kerusakannya, L (low severity
level), M (medium severity level), dan H (high severity level).
3. Block Cracking
Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan block cracking dapat dilihat pada gambar 3.4
dibawah ini. Sesuai dengan tingkatan kerusakannya, L (low
5. Corrugation
Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan corrugation dapat dilihat pada gambar 3.6
dibawah ini. Sesuai dengan tingkatan kerusakannya, L (low
severity level), M (medium severity level), dan H (high severity
level).
6. Depression
Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan depression dapat dilihat pada gambar 3.7
dibawah ini. Sesuai dengan tingkatan kerusakannya, L (low
severity level), M (medium severity level), dan H (high severity
level).
7. Edge Cracking
Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan edge cracking dapat dilihat pada gambar 3.8
dibawah ini. Sesuai dengan tingkatan kerusakannya, L (low
severity level), M (medium severity level), dan H (high severity
level).
3.10
dibawah
ini.
Sesuai
dengan
tingkatan
Gambar 3.12. Kurva Deduct Value Untuk Patching and Utility Cut Patching
13. Potholes
Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan potholes dapat dilihat pada gambar 3.14
dibawah ini. Sesuai dengan tingkatan kerusakannya, L (low
severity level), M (medium severity level), dan H (high severity
level).
15. Rutting
Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan rutting dapat dilihat pada gambar 3.16 dibawah
ini. Sesuai dengan tingkatan kerusakannya, L (low severity
level), M (medium severity level), dan H (high severity level).
16. Shoving
Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan shoving dapat dilihat pada gambar 3.17 dibawah
ini. Sesuai dengan tingkatan kerusakannya, L (low severity
level), M (medium severity level), dan H (high severity level).
18. Swell
Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan swell dapat dilihat pada gambar 3.19 dibawah
ini. Sesuai dengan tingkatan kerusakannya, L (low severity
level), M (medium severity level), dan H (high severity level).
3.20
dibawah
ini.
Sesuai
dengan
tingkatan
Gambar 3.21. Kurva Hubungan Antara Nilai TDV dengan Nilai CDV
Jika nilai CDV diketahui, maka nilai PCI untuk tiap unit dapat
diketahui dengan rumus:
PCI(s) = 100 CDV
dengan :
PCI(s)
CDV
PCI (s)
N
dengan:
PCI
PCI(s)
Jumlah unit
3.3.2.2. Klasifikasi
Kualitas
Perkerasan
dan
Penentuan
Jenis
Pemeliharaan
Dari nilai PCI masing-masing unit penelitian dapat diketahui
kualitas lapis perkerasan untuk unit segmen berdasarkan kondisi
tertentu yaitu sempurna (excellent), sangat baik (very good), baik
(good), sedang (fair), jelek (poor), sangat jelek (very poor), dan gagal
(failed). Adapun pembagian nilai kualitas kondisi perkerasan
berdasarkan nilai PCI adalah sebagai berikut:
Sempurna (Excellent)
85 - 100
70 - 85
Baik (Good)
55 - 70
Sedang (Fair)
40 - 55
Jelek (Poor)
25 - 40
10 - 25
Gagal (Failed).
0 10
BAB IV
PENGUMPULAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA
4.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan di sepanjang ruas jalan Setia Budi
Medan. Data yang diambil berupa data kondisi jalan, data kondisi kerusakan
perkerasan jalan, serta data volume lalu lintas harian yang diperlukan untuk
menentukan urutan prioritas dalam menentukan jenis pemeliharaan.
Tahapan pengumpulan
data
ini
mengikuti prosedur
yang
telah
Panjang ruas jalan yang disurvei adalah sepanjang 5.4 kilometer dimulai
dari Simpang Pemda sampai Simpang Sunggal.
Ruas jalan Setia Budi ini terdiri dari 4 lajur 2 arah dengan median dan
bahu jalan. Lebar perkerasan 3 meter per lajur. Untuk lebih jelasnya dapat
di lihat pada gambar 4.1 dibawah ini.
1.5 m
3.0 m
3.0 m
3.0 m
3.0 m
1.5 m
0.9 m
1.5 m
1.5 m
Jenis Kerusakan (m )
Segmen
Sta
Retak Buaya
Keriting
Retak Melintang/Memanjang
Alur
Tambalan
Lubang
Amblas
Jembul
(Alligator Cracking)
(Corrugation)
(Rutting)
(Patching)
(Potholes)
(Depression)
(Shoving)
18.5
28
3.5
1.5
10
11
Pelepasan
Butir
(Ravelling)
295
14
0.16
330
27.5
5.5
0.32
85
25
1.15
3.6
30
29
0.53
90
0.12
75
0.55
212.5
1
5.2
2.5
2.5
14.5
5.5
1.5
2.5
0.2
10
4.5
0.12
3.5
7.5
10
50
12
13
13
14
15
1.5
16
17
18
0.5
19
0.5
20
21
16
0.5
0.65
1.2
2.5
0.2
3
0.16
6
2.5
14.8
2.4
12.5
22
1.5
3.2
23
24
25
26
27
28
29
1.5
16.5
30
31
32
88
33
12
34
27
35
107
36
33
37
43.5
38
26
39
45
0.06
40
97.5
0.12
41
153
42
9.1
43
12
22
44
0.06
45
28.5
10
0.16
46
50
30
47
15
7.5
48
28
5.5
0.16
0.6
5.5
0.04
1.6
2.8
0.6
0.06
2.5
150
1.59
3.5
75
0.5
1.76
66
0.09
63
16
0.16
16
7.5
15
4.5
30
48
24
49
12
12
50
31
7.5
51
52
53
54
0.8
3.5
Total
983.60
Sumber : Data Primer (Survei 10 - 12 September 2010)
28
10
0.2
14
26
0.18
90
0.09
36
4
16.00
82.70
7.20
369.60
10.59
14.10
17.00
1805.00
Dari data luasan kerusakan jalan yang di dapat, maka dapat di tentukan persentasi
tiap jenis kerusakan dari yang terbesar sampai terkecil, yang digambarkan melalui
diagram dibawah ini.
R. Buaya
983.6 m2 (29.75 %)
Pelepasan Butir
1805 m2 (54.6 %)
Keriting
16 m2 (0.48 %)
R. Memanjang/Melintang
82.7 m2 (2.50 %)
Alur
7.20 m2 (0.22 %)
Tambalan
369.6 m2 (11.18 %)
Jembul
17 m2 (0.51 %)
Lubang
10.59m2 (0.32 %)
Amblas
14.1 m2 (0.43 %)
Retak Kulit Buaya (Alligator Cracking), dengan luas 983.6 m2 (29.75 %).
2. Golongan 2
3. Golongan 3
4. Golongan 4
5. Golongan 5a :
bus kecil
Golongan 5b :
bus besar
6. Golongan 6a :
Golongan 6b :
7. Golongan 7a :
truk 3 sumbu
Golongan 7b :
truk gandeng
Golongan 7c :
8. Golongan 8
Jumlah volume lalu lintas yang melewati ruas jalan Setia Budi selama satu hari
(24 jam) dapat di lihat pada tabel 4.2 dibawah ini.
Tabel 4.2. Data Volume Lalu Lintas
Golongan
1
2
3
Jenis kendaraan
sepeda motor, kendaraan
roda tiga
sedan, jeep, station wagon
opelet, pick up opelet,
suburban, combi, minibus
pick up, micro truk, mobil
hantaran
Volume lalu
lintas
(kendaraan)
Volume lalu
lintas
(smp)
22488
11244
11195
11195
2485
2485
642
642
5a
bus kecil
5b
bus besar
15
45
6a
333
666
6b
46
92
7a
truk 3 sumbu
7b
truk gandeng
7c
78
39
37282
26408
Total
Sumber : Data Primer (Survei 22 September 2010)
Dari hasil survei volume kendaraan selama 24 jam didapatkan volume lalu lintas
yang melewati Jalan Setia Budi adalah 26408 smp.
Maka berdasarkan tabel 3.2, dapat ditentukan kelas lalu lintas untuk Jalan Setia
Budi adalah 7 (untuk LHR 20000 50000).
Jenis Kerusakan
Retak
Alur
Tambalan dan
Lubang
Kekasaran
Permukaan
Amblas
Rata Rata
Angka
Kerusakan
Ukuran
Angka
Kerusakan
< 10%
Pelepasan Butir
Kedalaman
Total
Faktor Pengaruh
Retak Buaya
Lebar
Luas
Retak Acak
Lebar
Luas
Retak Melintang
Lebar
Luas
Retak Memanjang
Lebar
Luas
Kedalaman
Luas
Jenis Kerusakan
Retak
Faktor Pengaruh
Retak Buaya
Lebar
Luas
Retak Acak
Ukuran
Angka
Kerusakan
Rata Rata
Angka
Kerusakan
-
Alur
Tambalan dan
Lubang
Kekasaran
Permukaan
Amblas
Lebar
Luas
Retak Melintang
Lebar
Luas
Retak Memanjang
Lebar
Luas
Kedalaman
> 2mm
< 10 %
1
3
1
Luas
< 10%
Pelepasan Butir
Kedalaman
Total
4.667
1.667
Total angka kerusakan untuk segmen 2 = 4.667, Berdasarkan tabel 3.1 segmen 2
memiliki angka kerusakan diantara 4 - 6. Maka didapat nilai kondisi jalan untuk
segmen ini adalah 2.
c. Segmen 3 (Stasioning 0+200 s/d 0+300)
Jenis Kerusakan
Retak
Alur
Tambalan dan
Lubang
Ukuran
Angka
Kerusakan
Retak Buaya
Lebar
Luas
Retak Acak
Lebar
Luas
Retak Melintang
Lebar
Luas
Retak Memanjang
Lebar
Luas
Kedalaman
> 2mm
< 10%
-
5
3
1
-
Luas
< 10%
Faktor Pengaruh
Rata Rata
Angka
Kerusakan
3
Kekasaran
Permukaan
Amblas
Pelepasan Butir
Kedalaman
Total
Jenis Kerusakan
Retak
Alur
Tambalan dan
Lubang
Kekasaran
Permukaan
Amblas
Rata Rata
Angka
Kerusakan
Ukuran
Angka
Kerusakan
Retak Buaya
Lebar
Luas
Retak Acak
Lebar
Luas
Retak Melintang
Lebar
Luas
Retak Memanjang
Lebar
Luas
Kedalaman
> 2mm
< 10%
-
5
3
1
-
Luas
< 10%
>5/ 100m
4
Total
4
10
Faktor Pengaruh
Pelepasan Butir
Kedalaman
Total angka kerusakan untuk segmen 4 = 10, Berdasarkan tabel 3.1 segmen 4
memiliki angka kerusakan diantara 10-12. Maka didapat nilai kondisi jalan untuk
segmen ini adalah 4.
Jenis Kerusakan
Retak
Alur
Tambalan dan
Lubang
Kekasaran
Permukaan
Amblas
Rata Rata
Angka
Kerusakan
Ukuran
Angka
Kerusakan
Retak Buaya
Lebar
Luas
Retak Acak
Lebar
Luas
Retak Melintang
Lebar
Luas
Retak Memanjang
Lebar
Luas
Kedalaman
> 2mm
< 10%
> 2mm
< 10 %
5
3
1
1
3
1
Luas
< 10%
>5/ 100m
4
Total
4
11.667
Faktor Pengaruh
Pelepasan Butir
Kedalaman
1.667
Total angka kerusakan untuk segmen 5 = 11.667, Berdasarkan tabel 3.1 segmen 5
memiliki angka kerusakan diantara 10-12. Maka didapat nilai kondisi jalan untuk
segmen ini adalah 4.
Nilai kondisi jalan untuk segmen 6 sampai segmen 54 dapat dicari seperti
cara penilaian kondisi jalan pada segmen 1 sampai segmen 5. Adapun nilai
kondisi jalan dari segmen 1 sampai segmen 54 dapat dilihat pada tabel 4.3 di
bawah ini.
Stasioning
Nilai Kondisi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
3
4.667
6
10
11.667
11
6
4.667
1.667
4.667
4.333
4.667
4.333
8.667
2.333
1.333
0
4.667
4.667
4.667
4
7.667
7
4.667
4.667
1.667
7
3
1.667
3
0
1
2
2
4
4
4
2
2
1
2
2
2
2
3
1
1
0
2
2
2
2
3
3
2
2
1
3
1
1
1
0
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
3
6
6
3
6
3
6
6
3
3.333
10
3
6
3
3
6
6
6
3
7.667
3
3
4.667
Total
1
2
2
1
2
1
2
2
1
2
4
1
2
1
1
2
2
2
1
3
1
1
2
99
Dari perhitungan penilaian kondisi jalan didapat nilai kondisi jalan rata rata
adalah :
=
99
=
= 1.833
54
Maka :
Urutan prioritas
= 17 ( 7 + 1.833 )
= 8.167
Deduct Value (CDV), dan kemudian akan didapat nilai PCI jalan. Selanjutnya
akan ditentukan klasifikasi jenis perkerasan dan program pemeliharaan yang
sesuai untuk jalan Setia Budi. Seperti yang telah dijelaskan dalam bab
sebelumnya.
4.2.2.1. Penilaian Kondisi Jalan
Berdasarkan data kerusakan jalan yang diperoleh, maka selanjutnya dapat
dilakukan penilaian kondisi jalan untuk mendapatkan nilai PCI jalan Setia Budi
ini. Adapun penilaian kondisi jalan dengan metode PCI ini dilakukan tiap segmen
jalan, yang masing masing segmen panjangnya 100 m.
a. Segmen 1 (Stasioning 0+000 s/d 0+100)
Jenis Kerusakan yang terjadi pada segmen ini adalah :
18.5 m2
Luas Area
12 x 100 = 1200 m2
Low (L)
1.5417 %
Shoving
Luas kerusakan
3 m2
Luas Area
12 x 100 = 1200 m2
Medium (M)
0.25 %
295 m2
Luas Area
12 x 100 = 1200 m2
Medium (M)
24.583 %
26
3 + 3 + 26
32
= 32
Nilai Corrected Deduct Value (CDV) didapat dari grafik hubungan antara Total
Deduct Value (TDV) dan Corrected Deduct Value (CDV) di bawah ini:
= 100 CDV
PCI
= 100 32
= 68
20 m
Luas Area
12 x 100 = 1200 m2
Low (L)
1.6667 %
14 m2
Luas Area
12 x 100 = 1200 m2
Low (L)
1.1667 %
Potholes
Jumlah kerusakan
Luas Area
12 x 100 = 1200 m2
Medium (M)
0.08333 %
30
330 m2
Luas Area
12 x 100 = 1200 m2
Medium (M)
27.5 %
28
4 + 3 + 30 + 28 = 65
48
Nilai Corrected Deduct Value (CDV) didapat dari grafik hubungan antara Total
Deduct Value (TDV) dan Corrected Deduct Value (CDV) di bawah ini:
= 100 CDV
PCI
= 100 48
= 52
Alligator Cracking
Luas kerusakan
27.5 m2
Luas Area
12 x 100 = 1200 m2
High (H)
2.2917 %
43
5.5 m2
Luas Area
12 x 100 = 1200 m2
Low (L)
0.4583 %
Potholes
Jumlah kerusakan
Luas Area
12 x 100 = 1200 m2
Low (L)
0.08333 %
19
Luas Area
12 x 100 = 1200 m2
Medium (M)
0.1667 %
45
Jumlah kerusakan
85 m2
Luas Area
12 x 100 = 1200 m2
Low (L)
7.0833 %
43 + 1 + 19 + 45 + 4 = 112
70
Nilai Corrected Deduct Value (CDV) didapat dari grafik hubungan antara Total
Deduct Value (TDV) dan Corrected Deduct Value (CDV) di bawah ini:
= 100 CDV
PCI
= 100 70
= 30
Nilai deduct value untuk tiap jenis kerusakan jalan untuk segmen 4 sampai
segmen 54 dapat dicari seperti cara mencari nilai deduct value pada segmen 1
sampai segmen 3. Adapun nilai deduct value jalan dari segmen 1 sampai segmen
54 dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini.
Tabel 4.4. Nilai Deduct Value Tiap Jenis dan Tingkat Kerusakan
Segmen
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Alligator
Cracking
L
Corrugation
Longitudinal
and
Transverse
Cracking
Rutting
43
29
30
11
5
4
3
5
4
4
6
3
8
5
12
6
2
0
1
0
1
0
0
1
9
Depression
Potholes
19
14
13
30
45
Weathering
and
Ravelling
L
26
28
4
75
10
15
14
60
45
65
30
30
1
0
Shoving
15
4
13
3
3
1
1
22
Patching
30
30
50
65
50
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
0
0
2
0
0
2
3
0
0
1
0
0
17
15
4
16
4
15
30
6
3
2
2
1
1
30
19
4
19
13
20
19
4
9
75
4
0
6
0
43
21
29
30
5
30
50
14
13
31
32
33
29
36
45
24
30
5
9
19
14
30
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
50
19
21
0
13
5
7
28
36
23
30
21
31
14
13
2
5
1
9
4
30
30
12
10
10
2
1
3
8
14
30
50
30
10
9
15
11
12
Selanjutnya, untuk nilai PCI tiap jenis kerusakan jalan dari segmen 1
sampai segmen 54 dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini.
Segmen
Stasioning
Total Deduct
Value (TDV)
Corrected
Deduct Value
(CDV)
Nilai PCI
(100 CDV)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
32
65
112
129
144
68
77
16
6
37
42
12
96
72
82
30
0
32
23
18
4
9
55
24
20
19
33
98
7
15
80
43
32
48
70
73
70
43
56
16
6
37
31
8
55
52
59
30
0
32
17
18
0
0
34
24
20
19
24
69
0
10
58
43
68
52
30
27
30
57
44
84
94
63
69
92
45
48
41
70
100
68
83
82
100
100
66
76
80
81
76
31
100
90
42
57
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
40
72
31
46
87
43
69
75
50
41
38
52
60
41
36
40
33
32
64
79
41
17
24
46
31
28
55
27
44
55
50
26
29
27
44
31
26
30
24
32
36
51
30
12
Total Nilai PCI
76
54
69
72
45
73
56
45
50
74
71
73
56
69
74
70
76
68
64
49
70
88
3588
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa total nilai PCI adalah 3588. Sehingga dapat
dicari nilai PCI rata rata untuk Jalan Setia Budi.
3588
54
= 66.444
termasuk dalam klasifikasi kualitas baik (good). Berdasarkan nilai PCI maka
jalan tersebut termasuk dalam program pemeliharaan rutin.
4.3.
sebagai perbandingan antara metode Bina Marga dan metode Pavement Condition
Index (PCI). Adapun perbandingan evaluasi dari kedua metode yang digunakan
adalah sebagai berikut :
a. Metode Bina Marga
Amblas
Data yang digunakan adalah data panjang, lebar, luasan, serta kedalaman
dari tiap jenis kerusakan yang ditinjau. Serta data volume lalu lintas
harian.
Hasil analisa dari evaluasi kerusakan jalan yang didapatkan untuk jalan
Setia Budi Medan diperoleh urutan prioritas = 8.167 (urutan prioritas >
7), yang dimasukkan kedalam urutan prioritas kelas A, dimana jalan yang
berada pada urutan prioritas ini dimasukkan kedalam program
pemeliharaan rutin.
Data yang digunakan adalah data panjang, lebar, luasan, serta kedalaman
dari tiap jenis kerusakan yang ditinjau.
dan
nilai
corrected
deduct
value
(CDV).
Yang
jenis
nilai PCI
66.444. Dari hasil nilai PCI jalan ini, maka Jalan Setia Budi termasuk
dalam klasifikasi kualitas baik (good). Berdasarkan nilai PCI, maka jalan
tersebut termasuk dalam program pemeliharaan rutin.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil studi dan analisa yang dilakukan pada jalan Setia Budi Medan,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Dari hasil evaluasi kerusakan pada jalan Setia Budi Medan, dapat dilihat
bahwa total kerusakan yang terjadi adalah seluas 3305.79 m2. Dan jenis
kerusakan jalan yang terjadi dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah
sebagai berikut :
983.6 m2
(29.75%).
pemeliharaan yang sesuai untuk jalan Setia Budi Medan adalah program
pemeliharaan rutin.
3. Hasil evaluasi kerusakan jalan berdasarkan metode Pavement Condition
Index (PCI) menunjukkan bahwa nilai kondisi jalan atau nilai PCI jalan
Setia Budi Medan adalah 66.444 yang termasuk dalam klasifikasi kualitas
perkerasan dengan tingkat baik (good). Berdasarkan nilai PCI tersebut ,
maka jenis pemeliharaan yang sesuai untuk jalan Setia Budi Medan adalah
program pemeliharaan rutin.
5.2. Saran
1. Prioritas penanganan yang utama dilakukan pada unit atau segmen jalan
yang memiliki nilai kondisi jalan yang rendah, sehingga kerusakan yang
terjadi pada ruas jalan tidak menjadi lebih parah.
2. Survei dilakukan dengan survai visual, sehingga masih diperlukan studi
lanjutan dengan menggunakan alat yang penilaiannya lebih akurat, seperti
alat NAASRA Roughometer untuk menghitung nilai kekasaran permukaan
sehingga dapat dijadikan acuan dalam penentuan tingkat pelayanan jalan.
3. Evaluasi yang diamati dalam tugas akhir ini merupakan evaluasi terhadap
perkerasan jalan, sehingga untuk mendukung program pemeliharaan yang
lebih kompleks, maka diperlukan juga studi lanjutan terhadap sistem
drainase jalan, trotoar dan bahu jalan, serta perhitungan anggaran biaya
yang diperlukan untuk pemeliharaan. Sehingga dapat tercipta suatu sistem
pemeliharaan jalan yang lebih tepat, efisien dan lebih ekonomis.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pekerjaan Umum, (1992), Petunjuk Praktis Pemeliharaan Rutin
Jalan Upr. 02.1 Pemeliharaan Rutin Perkerasan Jalan, Direktorat Jenderal
Bina Marga, Jakarta, Indonesia.
Departemen Pekerjaan Umum, (1990), Tata Cara Penyusunan Program
Pemeliharaan Jalan Kota, No. 018/T/BNKT/1990, Direktorat Jenderal Bina
Marga, Jakarta, Indonesia.
Direktorat Pembinaan Jalan Kota, (1991), Tata Cara Survai Kondisi Jalan
Kota, No: 05/T/BNKT/1991, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta,
Indonesia.
Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, (2004), Survai Pencacahan
Lalu Lintas Dengan Cara Manual, Pd. T-19-2004-B, Direktorat Bina Teknik.
Direktorat Jenderal Tata Perkotaan dan Pedesaan, Jakarta, Indonesia.
Departement Of Defense, (2004), Pavement Maintenance Management, UFC
3-270-08, Unified Facilities Criteria (UFC), USA.
Departement Of Defense, (2001), Paver Asphalt Surfaced Airfields Pavement
Condition Index(PCI), UFC 3-270-06, Unified Facilities Criteria (UFC), USA.
Sukirman, S., (1992), Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova, Bandung.
Suwandi, S., Sartono, W., Christady, H., (2008), Evaluasi Tingkat Kerusakan
Jalan Dengan Metode Pavement Condition Index (PCI) untuk Menunjang
Pengambilan Keputusan, Forum Teknik Sipil No.XVIII, Yogyakarta,
Indonesia.
Walker, D., Entine, L., Kummer, S., (2002), Pavement Surface Evaluation and