Anda di halaman 1dari 124

EVALUASI TINGKAT KERUSAKAN JALAN SEBAGAI

DASAR PENENTUAN PERBAIKAN JALAN

MIKAEL ABDI MANURUNG


040404081
Disetujui Oleh :
Pembimbing

Yusandy Aswad ST. MT


NIP. 19731109 200012 1001

BIDANG STUDI TRANSPORTASI


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK USU
2010

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Jalan raya adalah salah satu prasarana yang akan mempercepat


pertumbuhan dan pengembangan suatu daerah serta akan membuka hubungan
sosial, ekonomi dan budaya antar daerah. Didalam undang-undang Republik
Indonesia No. 38 tahun 2004 tentang prasarana jalan, disebutkan bahwa jalan
mempunyai peranan penting dalam mewujudkan perkembangan kehidupan
bangsa. Maka jalan darat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat di dalam
melaksanakan aktivitas sehari-hari.
Seiring dengan berjalannya waktu, lapisan perkerasan jalan akan
mengalami penurunan tingkat pelayanan. Menurunnya tingkat pelayanan jalan
ditandai dengan adanya kerusakan pada lapisan perkerasan jalan, kerusakan yang
terjadi juga bervariasi pada setiap segmen di sepanjang ruas jalan dan apabila
dibiarkan dalam jangka waktu yang lama, maka akan dapat memperburuk kondisi
lapisan perkerasan sehingga dapat mempengaruhi keamanan, kenyamanan, dan
kelancaran dalam berlalu lintas, sehingga perlu dilakukan program pemeliharaan
dan rehabilitasi. Pemeliharaan dan rehabilitasi kerusakan jalan ini juga
memerlukan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu diperlukan evaluasi kondisi
kerusakan jalan untuk menentukan jenis pemeliharaan dan penanganan apa yang
tepat untuk dilaksanakan.
Studi evaluasi kondisi kerusakan jalan pada studi ini dilakukan melalui
survei visual, yaitu dengan mengukur panjang, lebar, dalam serta luasan dari tiap
kerusakan yang terjadi. Kategori jenis kerusakan yang ditinjau adalah alligator
cracking, bleeding, block cracking, bumps and sags, corrugation, depression,
edge cracking, joint reflection, lane/shoulder drop off, longitudinal and transverse
cracking, patching and utility cut patching, polished aggregate, potholes, railroad
crossings, rutting, shoving, slippage cracking, swell, weathering and ravelling.
Untuk analisa pengambilan keputusan digunakan beberapa metode pendekatan
yaitu metode Bina Marga dan metode Pavement Condition Index (PCI).
Studi dilakukan terhadap ruas jalan Setia Budi Medan, dengan panjang
jalan yang diamati sepanjang 5.4 km yang dibagi dalam 54 segmen jalan dimana
tiap segmen panjangnya 100 m. Jenis kerusakan yang terjadi pada ruas jalan Setia
Budi Medan terdiri dari ravelling, alligator cracking, patching, longitudinal and
transverse cracking, shoving, corrugation, depression, potholes dan rutting.
Hasil analisa menggunakan metode Bina Marga didapat nilai urutan prioritas
adalah 8.167 dengan program pemeliharaan rutin sebagai alternatif pemeliharaan
yang sesuai. Hasil analisa menggunakan metode PCI didapat nilai PCI jalan
adalah 66.444 dimana jalan termasuk dalam tingkat jalan dengan kondisi baik
(good) sehingga alternatif jenis pemeliharaan yang sesuai adalah program
pemeliharaan rutin.

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini dengan baik.
Tugas akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan menempuh ujian sarjana
pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul tugas akhir ini adalah Evaluasi Tingkat Kerusakan Jalan Sebagai
Dasar Penentuan Perbaikan Jalan .
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama penulisan Tugas Akhir ini
banyak sekali bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan
hati, penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.

Tuhan Yang Maha Esa, untuk segala rahmat dan berkat-Nya.

2.

Bapak Yusandy Aswad, ST.MT sebagai dosen pembimbing yang telah


bersedia meluangkan waktu dan pikiran ataupun masukan yang sangat
berharga dalam penyusunan/penulisan Tugas Akhir ini hingga selesai.

3.

Bapak Prof.Dr.Ing. Johannes Tarigan sebagai ketua Departemen Teknik


Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Medan.

4.

Bapak Ir. Terunajaya, Msc sebagai sekretaris Departemen Teknik Sipil


Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Medan.

5.

Bapak dan Ibu Dosen Pembanding yang telah memberikan masukan dan
waktunya dalam penyelesaian Tugas akhir ini.

6.

Istimewa untuk orang tua tercinta, st.B.A. Manurung dan dra. L. Sirait yang
senantiasa mencurahkan segenap kasih sayang dan segala dukungan yang
tidak dapat terbalas oleh penulis.

Universitas Sumatera Utara

7.

Untuk keluarga besar penulis Dr. Argen Manurung / Ria Yap, Bsc serta
sheryll (keluarga abang penulis), Hotman Dolok Saribu, ST / Sofia
Manurung, Amd serta cecia (keluarga kakak penulis), dan adik (Reni
Manurung, Amd), terima kasih atas cinta, doa dan dukungannya kepada
penulis.

8.

Buat semua sahabat penulis (Mejen, leo, Bens, Cot Dogol, Jon Dod,
Waloed, Bolon, Jun, Lae Cecep, Lae Suryo, Ical, Gajut, Ijal, Perdi, Jong
Elak, Jack, Samm, Mario, Joko, Nuek, Ndre, Pre Robb, Pe2ng, Gober, Emir,
Ari, Royhan, Sulaiman, Amrin, Rustxell) beserta semua teman-teman
stambuk 04, 05, 06, 07 dan 08 yang tidak bisa disebutkan namanya satu
persatu, terimakasih atas segala doa dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari
sempurna, karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman serta referensi yang
penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan saran-saran dan kritik demi
perbaikan pada masa-masa yang akan datang.

Medan,

2010

Mikael Abdi Manurung


04 0404 081

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

ABSTRAK.............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI

..................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi


DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
I.2 Perumusan Masalah ................................................................................... 3
I.3 Pembatasan Masalah .................................................................................. 4
I.4 Tujuan Penulisan ....................................................................................... 5
I.5 Metodologi Penulisan ............................................................................... 5
I.6 Sistematika Penulisan ................................................................................ 8

BAB II PERKERASAN JALAN RAYA


II.1 Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan ........................................................ 10
II.2 Konstruksi Perkerasan Lentur .................................................................. 11
II.3 Sifat Perkerasan Lentur ............................................................................ 15
II.4 Penyebab Kerusakan Perkerasan Lentur ................................................... 17
II.5 Jenis Kerusakan Perkerasan Lentur........................................................... 18
II.5.1 Jenis Kerusakan Perkerasan Berdasarkan Metode Bina Marga ...... 18
II.5.2 Jenis Kerusakan Perkerasan Berdasarkan Metode Pavement

Universitas Sumatera Utara

Condition Index (PCI) .................................................................. 33


II.6 Jenis Pemeliharaan Jalan .......................................................................... 42

BAB III METODOLOGI


III.1 Tujuan Metodologi ................................................................................. 43
III.2 Bagan Alir (Flowcart) Studi .................................................................... 43
III.3 Metode Pendekatan Penilaian Kondisi Perkerasan Lentur........................ 45
III.3.1 Metode Bina Marga .................................................................... 45
III.3.1.1 Penilaian Kondisi Perkerasan .......................................... 45
III.3.1.2 Urutan Prioritas ............................................................... 47
III.3.2 Metode Pavement Condition Index (PCI) .................................... 50
III.3.2.1 Penilaian Kondisi Perkerasan .......................................... 50
III.3.2.2 Klasifikasi Kualitas Perkerasan dan Penentuan Jenis
Pemeliharaan.................................................................. 72

BAB IV PENGUMPULAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA


IV.1 Pengumpulan Data .................................................................................. 74
IV.1.1 Data Kondisi Jalan ...................................................................... 74
IV.1.2 Data Kondisi Kerusakan Jalan..................................................... 75
IV.1.3 Data Lalu Lintas ......................................................................... 80
IV.2 Pengolahan Data ..................................................................................... 82
IV.2.1 Analisa Data dengan Metode Bina Marga ................................... 82
IV.2.1.1 Penilaian Kondisi Jalan ................................................... 83
IV.2.1.2 Penentuan Urutan Prioritas .............................................. 89
IV.2.2 Analisa Data dengan Metode Pavement Condition Index (PCI) ... 89
IV.2.2.1 Penilaian Kondisi Jalan ................................................... 90

Universitas Sumatera Utara

IV.2.2.2 Klasifikasi Jenis Perkerasan dan Program Pemeliharaan.. 110


IV.3 Perbandingan Hasil Analisa Data Menurut Metode Bina Marga dan
Metode Pavement Condition Index (PCI) ............................................... 110

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


V.1 Kesimpulan .............................................................................................. 113
V.2 Saran ........................................................................................................ 114

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1

Perbedaan Antara Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku .... 11

Tabel 2.2

Tingkat Kerusakan Lubang (Potholes) ................................... 39

Tabel 3.1

Nilai Kondisi Jalan ................................................................ 48

Tabel 3.2

Kelas Lalu Lintas untuk Penilaian Kondisi Jalan .................... 49

Tabel 4.1

Data Luas Kerusakan Jalan .................................................... 76

Tabel 4.2

Data Volume Lalu Lintas ....................................................... 81

Tabel 4.3

Penilaian Kondisi Jalan Tiap Segmen .................................... 87

Tabel 4.4

Nilai Deduct Value Tiap Jenis dan Tingkat Kerusakan ......... 105

Tabel 4.5

Nilai PCI Tiap Segmen Jalan ............................................... 108

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Jalan raya adalah salah satu prasarana yang akan mempercepat


pertumbuhan dan pengembangan suatu daerah serta akan membuka hubungan
sosial, ekonomi dan budaya antar daerah. Didalam undang-undang Republik
Indonesia No. 38 tahun 2004 tentang prasarana jalan, disebutkan bahwa jalan
mempunyai peranan penting dalam mewujudkan perkembangan kehidupan
bangsa. Maka jalan darat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat di dalam
melaksanakan aktivitas sehari-hari.
Seiring dengan berjalannya waktu, lapisan perkerasan jalan akan
mengalami penurunan tingkat pelayanan. Menurunnya tingkat pelayanan jalan
ditandai dengan adanya kerusakan pada lapisan perkerasan jalan, kerusakan yang
terjadi juga bervariasi pada setiap segmen di sepanjang ruas jalan dan apabila
dibiarkan dalam jangka waktu yang lama, maka akan dapat memperburuk kondisi
lapisan perkerasan sehingga dapat mempengaruhi keamanan, kenyamanan, dan
kelancaran dalam berlalu lintas, sehingga perlu dilakukan program pemeliharaan
dan rehabilitasi. Pemeliharaan dan rehabilitasi kerusakan jalan ini juga
memerlukan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu diperlukan evaluasi kondisi
kerusakan jalan untuk menentukan jenis pemeliharaan dan penanganan apa yang
tepat untuk dilaksanakan.
Studi evaluasi kondisi kerusakan jalan pada studi ini dilakukan melalui
survei visual, yaitu dengan mengukur panjang, lebar, dalam serta luasan dari tiap
kerusakan yang terjadi. Kategori jenis kerusakan yang ditinjau adalah alligator
cracking, bleeding, block cracking, bumps and sags, corrugation, depression,
edge cracking, joint reflection, lane/shoulder drop off, longitudinal and transverse
cracking, patching and utility cut patching, polished aggregate, potholes, railroad
crossings, rutting, shoving, slippage cracking, swell, weathering and ravelling.
Untuk analisa pengambilan keputusan digunakan beberapa metode pendekatan
yaitu metode Bina Marga dan metode Pavement Condition Index (PCI).
Studi dilakukan terhadap ruas jalan Setia Budi Medan, dengan panjang
jalan yang diamati sepanjang 5.4 km yang dibagi dalam 54 segmen jalan dimana
tiap segmen panjangnya 100 m. Jenis kerusakan yang terjadi pada ruas jalan Setia
Budi Medan terdiri dari ravelling, alligator cracking, patching, longitudinal and
transverse cracking, shoving, corrugation, depression, potholes dan rutting.
Hasil analisa menggunakan metode Bina Marga didapat nilai urutan prioritas
adalah 8.167 dengan program pemeliharaan rutin sebagai alternatif pemeliharaan
yang sesuai. Hasil analisa menggunakan metode PCI didapat nilai PCI jalan
adalah 66.444 dimana jalan termasuk dalam tingkat jalan dengan kondisi baik
(good) sehingga alternatif jenis pemeliharaan yang sesuai adalah program
pemeliharaan rutin.

Universitas Sumatera Utara

BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, telah banyak mengalami
peningkatan yang pesat dalam intensitas aktifitas sosial ekonomi seiring dengan
kemajuan ekonomi yang telah terjadi. Aktifitas masyarakat seiring dengan jumlah
penduduk yang semakin meningkat di suatu wilayah merupakan faktor utama
pembangkit kebutuhan perjalanan sehingga pada akhirnya perlu adanya tingkat
efisiensi, keamanan, serta kenyamanan dalam perjalanan. Peningkatan jumlah
pergerakan yang terjadi juga akan menuntut kualitas maupun kuantitas prasarana
yang harus seimbang.
Perkembangan suatu negara sangat berhubungan dengan perkembangan
jaringan jalan pada negara tersebut. Jaringan jalan sebagai urat nadi pembangunan
nasional merupakan prioritas pertama dan utama dalam perkembangan suatu
negara dan juga merupakan prasarana bagi masyarakat dalam melakukan aktifitas.
Jalan raya adalah salah satu prasarana yang akan mempercepat
pertumbuhan dan pengembangan suatu daerah serta akan membuka hubungan
sosial, ekonomi dan budaya antar daerah. Didalam undang-undang Republik
Indonesia No. 38 tahun 2004 tentang prasarana jalan, disebutkan bahwa jalan
mempunyai peranan penting dalam mewujudkan perkembangan kehidupan

Universitas Sumatera Utara

bangsa. Maka jalan darat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat di dalam
melaksanakan aktivitas sehari-hari.
Lapisan perkerasan jalan akan mengalami penurunan tingkat pelayanan.
Menurunnya tingkat pelayanan jalan ditandai dengan adanya kerusakan pada
lapisan perkerasan jalan, kerusakan yang terjadi juga bervariasi pada setiap
segmen di sepanjang ruas jalan dan apabila dibiarkan dalam jangka waktu yang
lama, maka akan dapat memperburuk kondisi lapisan perkerasan sehingga dapat
mempengaruhi keamanan, kenyamanan, dan kelancaran dalam berlalu lintas.
Pada umumnya, jalan direncanakan memiliki umur rencana pelayanan
tertentu sesuai kebutuhan dan kondisi lalu lintas yang ada, misalnya 10 sampai
dengan 20 tahun, dengan harapan bahwa jalan masih tetap dapat melayani lalu
lintas dengan tingkat pelayanan pada kondisi yang baik. Untuk mencapai
pelayanan pada kondisi yang baik selama umur rencana tersebut, diperlukan
adanya upaya pemeliharaan jalan.
Pemeliharaan jalan disini adalah kegiatan mempertahankan, memperbaiki,
menambah ataupun mengganti bangunan fisik yang telah ada agar fungsinya tetap
dapat dipertahankan atau ditingkatkan untuk waktu yang lebih lama. Pemeliharaan
rutin adalah penanganan jalan yang hanya diberikan terhadap lapis permukaan
yang sifatnya untuk dapat meningkatkan kualitas berkendara (Riding Quality),
tanpa meningkatkan kekuatan struktural, dan dilakukan sepanjang tahun.
Pemeliharaan berkala adalah pemeliharaan jalan yang dilakukan pada waktu
waktu tertentu (tidak menerus sepanjang tahun) dan sifatnya meningkatkan
kemampuan struktural. Peningkatan adalah penanganan jalan guna memperbaiki

Universitas Sumatera Utara

pelayanan jalan yang berupa peningkatan struktural dan geometriknya agar


mencapai tingkat pelayanan sesuai dengan yang direncanakan.
Pemeliharaan jalan merupakan suatu kegiatan untuk memperpanjang atau
setidaknya dapat mencapai umur rencana jalan, dimana upaya pemeliharaan jalan
ini mempunyai tujuan utama yaitu :
1. Melindungi permukaan dan struktur jalan serta mengurangi tingkat
kerusakan jalan sehingga dapat memperpanjang umur rencana.
2. Memperkecil biaya pengoperasian kendaraan pada jalan dengan membuat
permukaan jalan halus dan nyaman.
3. Menjaga agar jalan tetap dalam keadaan kokoh dan aman, sehingga
memberikan keamanan bagi pengemudi yang menggunakan jalan, dan
dapat memberikan kondisi pelayanan terhadap transportasi yang dapat
diandalkan.
Pemeliharaan dan rehabilitasi kerusakan jalan ini juga memerlukan biaya
yang tidak sedikit. Oleh karena itu diperlukan evaluasi kondisi kerusakan
perkerasan untuk menentukan jenis pemeliharaan dan penanganan apa yang tepat
untuk dilaksanakan.
I.2.

Perumusan Masalah
Prasarana jalan yang terbebani oleh volume lalu lintas yang tinggi dan

berulang-ulang akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas jalan. Sebagai


indikatornya dapat diketahui dari kondisi permukaan jalan, baik kondisi struktural
maupun kondisi fungsionalnya yang mengalami kerusakan.

Universitas Sumatera Utara

Oleh sebab itu maka perlu dilakukan penelitian awal terhadap kondisi
permukaan jalan yaitu dengan melakukan survai secara visual yang berarti dengan
cara melihat dan menganalisa kerusakan tersebut berdasarkan jenis dan tingkat
kerusakannya untuk digunakan sebagai dasar dalam melakukan kegiatan
pemeliharaan dan perbaikan.
I.3.

Pembatasan Masalah
Agar penulisan tugas akhir ini dapat terarah dan sesuai dengan tujuan,

maka diperlukan pembatasan masalah, yaitu sebagai berikut :


1. Penulis hanya membahas kondisi kerusakan pada perkerasan jalan lentur
(flexible pavement) sebagai dasar penentuan jenis penanganan.
2. Kerusakan-kerusakan yang ditinjau adalah keretakan jalan (cracking),
kerusakan tepi (edge break), alur (rutting), keriting (corrugations),
lubang-lubang

(patholes),

jembul

(shoving),

penurunan

setempat

(deformations), kegemukan aspal (bleeding), pelepasan butiran (ravelling),


tambalan (patching), pengausan (polished aggregate), pembengkakan
jalan (swell), tonjolan (bumps and sags), penurunan pada bahu jalan
(lane/shoulder drop off), dan perlintasan kereta api pada jalan raya
(railroad crossing).
3. Data data yang digunakan didapat melalui survei visual yaitu berupa data
panjang, lebar, luasan, serta kedalaman tiap jenis kerusakan yang terjadi.
Dan juga data volume lalu lintas harian.
4. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode Bina Marga dan metode
Pavement Condition Index (PCI).

Universitas Sumatera Utara

I.4.

Tujuan Penulisan
Sehubungan dengan permasalahan kerusakan pada lapisan perkerasan

jalan yang mempengaruhi tingkat pelayanan jalan, maka tugas akhir ini bertujuan
untuk :
1. Menilai kondisi perkerasan jalan guna mengetahui jenis dan tingkat
kerusakan yang terjadi serta menentukan jenis pemeliharaan yang sesuai.
2. Membandingkan hasil analisa metode Bina Marga dengan metode
Pavement Condition Index (PCI) dalam mengevaluasi kerusakan jalan.
I.5.

Metodologi Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah :
a. Studi literatur yaitu dengan mengumpulkan data-data dan keterangan dari
buku-buku yang berhubungan dengan pembahasan pada tugas akhir ini
serta masukan-masukan dari dosen pembimbing. Data data yang
digunakan untuk menentukan tingkat kerusakan jalan yaitu berupa data
panjang, lebar, luasan, serta kedalaman tiap jenis kerusakan yang terjadi.
Dan juga data volume lalu lintas harian.
b. Untuk analisis data dalam menentukan tingkat kerusakan jalan sebagai
dasar untuk menentukan upaya perbaikan jalan dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode pendekatan antara lain dengan metode
Bina Marga dan metode Pavement Condition Index (PCI).

Universitas Sumatera Utara

a. Metode Bina Marga


Penilaian kondisi jalan berdasarkan metode bina marga yaitu dengan
melakukan survey di lapangan dan hasil survey dibagi dalam beberapa segmen.
Kerusakan yang dilihat antara lain adalah keretakan (cracking), alur (rutting),
lubang (potholes) atau tambalan (patching), dan amblas (depression). Dalam
menentukan nilai tiap kerusakan, dapat dilakukan dengan mengukur luas, lebar
atau dalam yang dilihat di lapangan dan masing masing keadaan tersebut
menunjukkan skala kondisi jalan, mulai dari keadaan rusak berat sampai ringan.
Selanjutnya, kita dapat menentukan tingkat urutan prioritas jalan tersebut
yang digunakan untuk mengetahui skala prioritas suatu kondisi perkerasan suatu
jalan. Sehingga dapat diambil keputusan dalam menentukan jenis pemeliharaan
yang sesuai untuk kondisi suatu ruas jalan.
b. Metode Pavement Condition Index (PCI)
Pavement Condition Index (PCI) adalah sistem penilaian kondisi
perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat dan luas kerusakan yang terjadi, dan
dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai PCI ini memiliki
rentang 0 100 dengan kriteria sempurna (excellent), sangat baik (very good),
baik (good), sedang (fair), jelek (poor), sangat jelek (very poor), dan gagal
(failed). Adapun penilaian kondisi kerusakan dengan menggunakan metode
Pavement Condition Index yaitu dengan meneliti:
1. Density (Kadar kerusakan)
Density atau kadar kerusakan adalah persentasi luasan dari suatu
jenis kerusakan terhadap luasan suatu unit segmen yang diukur

Universitas Sumatera Utara

dalam meter persegi atau meter panjang. Nilai density suatu


jenis kerusakan juga dibedakan berdasarkan tingkat kerusakan.
2. Deduct Value (Nilai pengurangan)
Deduct value adalah nilai pengurangan untuk tiap jenis
kerusakan yang diperoleh dari kurva hubungan antara density
dan deduct value. Deduct value juga dibedakan atas tingkat jenis
kerusakan.
3. Total Deduct Value (TDV)
Adalah nilai total deduct value untuk tiap jenis kerusakan dan
tingkat kerusakan pada suatu unit penelitian.
4. Corrected Deduct Value (CDV)
Corrected deduct value diperoleh dari kurva hubungan antara
nilai TDV dengan nilai CDV dengan pemilihan lengkung kurva
sesuai dengan jumlah nilai individual deduct value yang
mempunyai nilai lebih besar dari 5. Jika nilai CDV diketahui,
maka nilai PCI untuk tiap unit dapat diketahui dengan rumus:
PCI(s) = 100 CDV
dengan :
PCI(s)

Pavement Condition Index untuk tiap unit

CDV

Corrected Deduct Value untuk tiap unit

5. Klasifikasi Kualitas Perkerasan


Dari nilai PCI masing-masing unit penelitian daapat diketahui
kualitas lapis perkerasan untuk unit segmen berdasarkan kondisi
tertentu yaitu sempurna (excellent), sangat baik (very good),

Universitas Sumatera Utara

baik (good), sedang (fair), jelek (poor), sangat jelek (very poor),
dan gagal (failed).
c. Analisa hasil keputusan dari kedua metode yang digunakan.
I.6.

Sistematika Penulisan
Untuk mencapai tujuan penulisan tugas akhir ini dilakukan beberapa

tahapan yang dianggap perlu. Metode dan prosedur pelaksanaannya secara garis
besar adalah sebagai berikut.
BAB.I

PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, tujuan, manfaat penelitian ini,

ruang lingkup pembahasan dan sistematika penulisan.


BAB.II

TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini meliputi pengambilan teori dari berbagai sumber bacaan yang

mendukung analisa permasalahan yang berkaitan dengan Tugas Akhir ini.


BAB.III

METODOLOGI PENULISAN

Bab ini membahas tentang pendiskripsian dan langkah-langkah kerja serta


tata cara yang akan dilakukan dalam mengevaluasi tingkat kerusakan serta upaya
perbaikan dan pemeliharaan berdasarkan metode Bina Marga dan metode
Pavement Condition Index (PCI).
BAB.IV

PENGUMPULAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA

Bab ini membahas tentang pengumpulan data-data yang diperlukan,


selanjutnya data-data tersebut dianalisa berdasarkan metode Bina Marga dan

Universitas Sumatera Utara

metode Pavement Condition Index (PCI) untuk mendapatkan beberapa


kesimpulan.
BAB.V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan logis berdasarkan analisa data, temuan dan
bukti yang disajikan sebelumnya yang menjadi dasar untuk menyusun suatu saran
sebagai suatu usulan
.

Universitas Sumatera Utara

BAB II
PERKERASAN JALAN RAYA
2.1.

Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan


Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang

digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai antara lain
adalah batu pecah, batu belah, batu kali dan hasil samping peleburan baja.
Sedangkan bahan ikat yang dipakai antara lain adalah aspal, semen dan tanah liat.
Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat
dibedakan atas :
a. Konstruksi perkerasan lentur (Flexible Pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan

aspal

sebagai

bahan

pengikatnya.

Lapisan-lapisan

perkerasan bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah


dasar.
b. Konstruksi perkerasan kaku (Rigit Pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan semen (Portland Cement) sebagai bahan pengikatnya. Pelat
beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasat dengan
atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul
oleh pelat beton.
c. Konstruksi perkerasan komposit (Composite Pavement), yaitu perkerasan
kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa
perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas
perkerasan lentur.
Perbedaan utama antara perkerasan kaku dan lentur diberikan pada tabel 2.1 di
bawah ini.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku


1
2

Bahan pengikat
Repetisi beban

Penurunan tanah
dasar
Perubahan
temperatur

Perkerasan lentur
Aspal
Timbul Rutting (lendutan
pada jalur roda)
Jalan bergelombang
(mengikuti tanah dasar)
Modulus kekakuan
berubah.
Timbul tegangan dalam
yang kecil

Perkerasan kaku
Semen
Timbul retak-retak pada
permukaan
Bersifat sebagai balok
diatas perletakan
Modulus kekakuan tidak
berubah.
Timbul tegangan dalam
yang besar

Sumber : Sukirman, S., (1992), Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova, Bandung

Sesuai dengan pembatasan masalah, maka untuk pembahasan selanjutnya hanya


akan dibahas tentang konstruksi perkerasan lentur saja.
2.2.

Konstruksi Perkerasan Lentur Jalan


Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), adalah perkerasan yang

menggunakan aspal sebagai bahan pengikat dan lapisan-lapisan perkerasannya


bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Aspal itu
sendiri adalah material berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang
berbentuk padat sampai agak padat. Jika aspal dipanaskan sampai suatu
temperatur tertentu, aspal dapat menjadi lunak / cair sehingga dapat membungkus
partikel agregat pada waktu pembuatan aspal beton. Jika temperatur mulai turun,
aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya (sifat termoplastis).
Sifat aspal berubah akibat panas dan umur, aspal akan menjadi kaku dan rapuh
sehingga daya adhesinya terhadap partikel agregat akan berkurang. Perubahan ini
dapat diatasi / dikurangi jika sifat-sifat aspal dikuasai dan dilakukan langkahlangkah yang baik dalam proses pelaksanaan.
Konstruksi perkerasan lentur terdiri atas lapisan-lapisan yang diletakkan diatas
tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk

Universitas Sumatera Utara

menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan yang ada dibawahnya,
sehingga beban yang diterima oleh tanah dasar lebih kecil dari beban yang
diterima oleh lapisan permukaan dan lebih kecil dari daya dukung tanah dasar.
Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari :
Lapisan Permukaan (surface course)
Lapisan Pondasi Atas (base course)
Lapisan Pondasi Bawah (sub base course)
Lapisan Tanah Dasar (subgrade)

Gambar 2.1. Lapisan Konstruksi Perkerasan Lentur


a. Lapisan permukaan (Surface Course)
Lapis permukaan struktur pekerasan lentur terdiri atas campuran mineral
agregat dan bahan pengikat yang ditempatkan sebagai lapisan paling atas dan
biasanya terletak di atas lapis pondasi.
Fungsi lapis permukaan antara lain :

Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda.

Sebagai lapisan tidak tembus air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan
akibat cuaca.

Sebagai lapisan aus (wearing course)


Bahan untuk lapis permukaan umumnya sama dengan bahan untuk lapis

pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan
agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri
memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung
lapisan terhadap beban roda. Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu

Universitas Sumatera Utara

mempertimbangkan kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi agar


dicapai manfaat sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
b. Lapisan pondasi atas (Base Course)
Lapis pondasi adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak
langsung di bawah lapis permukaan. Lapis pondasi dibangun di atas lapis pondasi
bawah atau, jika tidak menggunakan lapis pondasi bawah, langsung di atas tanah
dasar.
Fungsi lapis pondasi antara lain :

Sebagai bagian konstruksi perkerasan yang menahan beban roda.

Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.


Bahan-bahan untuk lapis pondasi harus cukup kuat dan awet sehingga dapat

menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan


sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan
sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik. Bermacam-macam bahan
alam/setempat (CBR > 50%, PI < 4%) dapat digunakan sebagai bahan lapis
pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil pecah yang distabilisasi dengan semen,
aspal, pozzolan, atau kapur.
c. Lapisan pondasi bawah (Sub Base Course)
Lapis pondasi bawah adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang
terletak antara tanah dasar dan lapis pondasi. Biasanya terdiri atas lapisan dari
material berbutir (granular material) yang dipadatkan, distabilisasi ataupun tidak,
atau lapisan tanah yang distabilisasi. Fungsi lapis pondasi bawah antara lain :

Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebar


beban roda.

Universitas Sumatera Utara

Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisanlapisan di atasnya dapat dikurangi ketebalannya (penghematan biaya
konstruksi).

Mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.

Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan konstruksi berjalan lancar.


Lapis pondasi bawah diperlukan sehubungan dengan terlalu lemahnya daya

dukung tanah dasar terhadap roda-roda alat berat (terutama pada saat pelaksanaan
konstruksi) atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup
tanah dasar dari pengaruh cuaca. Bermacam-macam jenis tanah setempat (CBR >
20%, PI < 10%) yang relatif lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai
bahan pondasi bawah. Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur atau
semen portland, dalam beberapa hal sangat dianjurkan agar diperoleh bantuan
yang efektif terhadap kestabilan konstruksi perkerasan.
d. Lapisan tanah dasar (Subgrade)
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada sifatsifat dan daya dukung tanah dasar. Dalam pedoman ini diperkenalkan modulus
resilien (MR) sebagai parameter tanah dasar yang digunakan dalam perencanaan
Modulus resilien (MR) tanah dasar juga dapat diperkirakan dari CBR standar dan
hasil atau nilai tes soil index. Korelasi Modulus Resilien dengan nilai CBR
(Heukelom & Klomp) berikut ini dapat digunakan untuk tanah berbutir halus
(fine-grained soil) dengan nilai CBR terendam 10 atau lebih kecil.
MR (psi) = 1.500 x CBR
Persoalan tanah dasar yang sering ditemui antara lain :

Universitas Sumatera Utara

Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari jenis tanah tertentu


sebagai akibat beban lalu-lintas.

Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar
air.

Daya dukung tanah tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada
daerah dan jenis tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau
akibat pelaksanaan konstruksi.

Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu-lintas


untuk jenis tanah tertentu.

Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu-lintas dan penurunan yang


diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir (granular soil) yang tidak
dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan konstruksi.

2.3.

Sifat Perkerasan Lentur Jalan


Aspal yang dipergunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi

sebagai:
a. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan agregat
dan antara aspal itu sendiri.
b. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang
ada dari agregat itu sendiri.
Dengan demikian, aspal haruslah memiliki daya tahan (tidak cepat rapuh)
terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat
elastis yang baik.

Universitas Sumatera Utara

a. Daya tahan (durability)


Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya
akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini merupakan sifat dari
campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat, campuran dengan aspal, faktor
pelaksanaan dan sebagainya.
b. Adhesi dan Kohesi
Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga
dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah
kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap ditempatnya setelah
terjadi pengikatan.
c. Kepekaan terhadap temperatur
Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau
lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika
temperature bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan
temperatur. Kepekaan terhadap temperatur dari setiap hasil produksi aspal
berbeda-beda tergantung dari asalnya walaupun aspal tersebut mempunyai jenis
yang sama.
d. Kekerasan aspal
Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat
sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan agregat
yang telah disiapkan pada proses peleburan. Pada waktu proses pelaksanaan,
terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas (viskositas bertambah
tinggi). Peristiwa perapuhan terus berlangsung setelah masa pelaksanaan selesai.
Jadi selama masa pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi yang

Universitas Sumatera Utara

besarnya dipengaruhi juga oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat.


Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi.

2.4.

Penyebab Kerusakan Perkerasan Lentur Jalan


Kerusakan pada konstruksi perkerasan lentur dapat disebabkan oleh:

a. Lalu lintas, yang dapat berupa peningkatan beban, dan repetisi beban.
b. Air, yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang tidak baik
dan naiknya air akibat kapilaritas.
c. Material konstruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh sifat
material itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh sistem pengolahan
bahan yang tidak baik.
d. Iklim, Indonesia beriklim tropis, dimana suhu udara dan curah hujan
umumnya tinggi, yang dapat merupakan salah satu penyebab kerusakan
jalan.
e. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil. Kemungkinan disebabkan oleh
system pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh sifat
tanah dasarnya yang memang kurang bagus.
f. Proses pemadatan lapisan di atas tanah dasar yang kurang baik.
Umumnya kerusakan-kerusakan yang timbul itu tidak disebabkan oleh satu
faktor saja, tetapi dapat merupakan gabungan penyebab yang saling berkaitan.
Sebagai contoh, retak pinggir, pada awalnya dapat diakibatkan oleh tidak baiknya
sokongan dari samping. Dengan terjadinya retak pinggir, memungkinkan air
meresap masuk ke lapis dibawahnya yang melemahkan ikatan antara aspal dengan

Universitas Sumatera Utara

agregat, hal ini dapat menimbulkan lubang-lubang disamping dan melemahkan


daya dukung lapisan dibawahnya.
2.5.

Jenis Kerusakan Perkerasan Lentur


Lapisan perkerasan sering mengalami kerusakan atau kegagalan sebelum

mencapai umur rencana. Kegagalan pada perkerasan dapat dilihat dari kondisi
kerusakan fungsional dan struktural.
Kerusakan fungsional adalah apabila perkerasan tidak dapat berfungsi lagi
sesuai dengan yang direncanakan. Sedangkan kerusakan struktural terjadi ditandai
dengan adanya rusak pada satu atau lebih bagian dari struktur perkerasan jalan.
Kegagalan fungsional pada dasarnya tergantung pada derajat atau tingkat
kekasaran permukaan, sedangkan kegagalan struktural disebabkan oleh lapisan
tanah dasar yang tidak stabil, beban lalu lintas, kelelahan permukaan, dan
pengaruh kondisi lingkungan sekitar.
2.5.1.

Jenis Kerusakan Perkerasan Berdasarkan Metode Bina Marga

Jenis Kerusakan Perkerasan Lentur dapat dibedakan atas:


1. Retak (cracking)
2. Distorsi (distortion)
3. Cacat permukaan (disintegration)
4. Pengausan ( polished aggegate)
5. Kegemukan (bleeding / flushing)
6. Penurunan pada bekas penanaman utilitas

Universitas Sumatera Utara

a.

Retak (Cracking) dan penanganannya


Retak yang terjadi pada lapisan permukaan jalan dapat dibedakan atas :

1. Retak halus atau retak garis (hair cracking), lebar celah lebih kecil atau sama
dengan 3 mm, penyebab adalah bahan perkerasan yang kurang baik, tanah
dasar atau bagian perkerasan di bawah lapis permukaan kurang stabil. Retak
halus ini dapat meresapkan air ke dalam permukaan dan dapat menimbulkan
kerusakan yang lebih parah seperti retak kulit buaya bahkan kerusakan seperti
lubang dan amblas. Retak ini dapat berbentuk melintang dan memanjang,
dimana retak memanjang terjadi pada arah sejajar dengan sumbu jalan,
biasanya pada jalur roda kendaraan atau sepanjang tepi perkerasan atau
pelebaran, sedangkan untuk retak melintang terjadi pada arah memotong
sumbu jalan, dapat terjadi pada sebagian atau seluruh lebar jalan.
Metode pemeliharaan dan penanganan :

Untuk retak halus (< 2 mm) dan jarak antara retakan renggang,
dilakukan metode perbaikan P2 (laburan aspal setempat).

Untuk retak halus (< 2 mm) dan jarak antara retakan rapat, dilakukan
metode perbaikan P3 (penutupan retak).

Untuk lebar retakan (> 2 mm) lakukan perbaikan P4 (pengisian retak).

Selanjutnya untuk urutan pelaksanaan perbaikan serta bahan dan peralatan


dapat dilihat pada lampiran A.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2. Retak Halus


2. Retak kulit buaya (alligator crack), lebar celah lebih besar atau sama dengan
3 mm. Saling berangkai membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang
menyerupai kulit buaya. Retak ini disebabkan oleh bahan perkerasan yang
kurang baik, pelapukan permukaan, tanah dasar atau bagian perkerasan di
bawah lapisan permukaan kurang stabil, atau bahan pelapis pondasi dalam
keadaan jenuh air (air tanah naik). Umumnya daerah dimana terjadi retak
kulit buaya tidak luas. Jika daerah dimana terjadi retak kulit buaya luas,
mungkin hal ini disebabkan oleh repetisi beban lalu lintas yang melampaui
beban yang dapat dipikul oleh lapisan permukaan tersebut. Retak kulit buaya
dapat diresapi oleh air sehingga lama kelamaan akan menimbulkan lubanglubang akibat terlepasnya butir-butir.
Untuk retak kulit buaya dilakukan metode perbaikan P2 (laburan aspal
setempat) dan P5 (penambalan lubang/patching) sesuai dengan tingkat
kerusakan retak yang terjadi. Urutan pelaksanaan serta bahan dan peralatan
dapat dilihat pada lampiran A.
Perbaikan juga harus disertai dengan perbaikan drainase disekitarnya,
sehingga nantinya air tidak tergenang di badan jalan yang dapat
mempengaruhi umur jalan.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3. Retak Kulit Buaya


3. Retak pinggir (edge crack), retak memanjang jalan, dengan atau tanpa cabang
yang mengarah ke bahu dan terletak dekat bahu. Retak ini disebabkan oleh
tidak baiknya sokongan dari arah samping, drainase kurang baik, terjadinya
penyusutan tanah, atau terjadinya settlement di bawah daerah tersebut. Akar
tanaman yang tumbuh di tepi perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya
retak pinggir ini. Di lokasi retak, air dapat meresap yang dapat semakin
merusak lapisan permukaan. Retak dapat diperbaiki dengan mengisi celah
dengan campuran aspal cair dan pasir. Perbaikan drainase harus dilakukan,
bahu diperlebar dan dipadatkan. Jika pinggir perkerasan mengalami
penurunan, elevasi dapat diperbaiki dengan mempergunakan hotmix. Retak
ini lama kelamaan akan bertambah besar disertai dengan terjadinya lubanglubang.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4. Retak Pinggir


4. Retak sambungan bahu dan perkerasan (edge joint crack), retak memanjang,
umumnya terjadi pada sambungan bahu dengan perkerasan. Retak dapat
disebabkan oleh kondisi drainase di bawah bahu jalan lebih buruk daripada di
bawah perkerasan, terjadinya settlement di bahu jalan, penyusutan material
bahu atau perkerasan jalan, atau akibat lintasan truk / kendaraan berat dibahu
jalan. Perbaikan dapat dilakukan seperti perbaikan retak refleksi.

Gambar 2.5. Retak Sambungan Bahu dan Perkerasan


5. Retak sambungan jalan (lane joint cracks), retak memanjang, yang terjadi
pada sambungan 2 lajur lalu lintas. Hal ini disebabkan tidak baiknya ikatan
sambungan kedua lajur. Perbaikan dapat dilakukan dengan memasukkan
campuran aspal cair dan pasir ke dalam celah-celah yang terjadi. Jika tidak
diperbaiki, retak dapat berkembang menjadi lebar karena terlepasnya butirbutir pada tepi retak dan meresapnya air ke dalam lapisan.

Universitas Sumatera Utara

6. Retak sambungan pelebaran jalan (widening cracks), adalah retak memanjang


yang terjadi pada sambungan antara perkerasan lama dengan perkerasan
pelebaran. Hal ini disebabkan oleh perbedaan daya dukung di bawah bagian
pelebaran dan bagian jalan lama, dapat juga disebabkan oleh ikatan antara
sambungan tidak baik. Perbaikan dilakukan dengan mengisi celah-celah yang
timbul dengan campuran aspal cair dan pasir. Jika tidak diperbaiki, air dapat
meresap masuk ke dalam lapisan perkerasan melalui celah-celah, butir-butir
dapat lepas dan retak dapat bertambah besar.

Gambar 2.6. Retak Sambungan Pelebaran Jalan


7. Retak refleksi (reflection cracks), retak memanjang, melintang, diagonal atau
membentuk

kotak.

Terjadi

pada

lapis

tambahan

(overlay)

yang

menggambarkan pola retakan dibawahnya. Retak refleksi dapat terjadi jika


retak pada perkerasan lama tidak diperbaiki secara baik sebelum pekerjaan
overlay dilakukan. Retak refleksi dapat pula terjadi jika terjadi gerakan
vertical / horizontal dibawah lapis tambahan sebagai akibat perubahan kadar
air pada jenis tanah yang ekspansif. Untuk retak memanjang, melintang dan
diagonal perbaikan dapat dilakukan dengan mengisi celah dengan campuran

Universitas Sumatera Utara

aspal cair dan pasir. Untuk retak berbentuk kotak perbaikan dilakukan dengan
membongkar dan melapis kembali dengan bahan yang sesuai.

Gambar 2.7. Retak Refleksi


8. Retak susut (shrinkage cracks), retak yang saling bersambungan membentuk
kotak-kotak besar dengan susut tajam. Retak disebabkan oleh perubahan
volume pada lapisan pondasi dan tanah dasar. Perbaikan dapat dilakukan
dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair dan pasir serta dilapisi
dengan burtu.

Gambar 2.8. Retak Susut


9. Retak slip (slippage cracks), retak yang bentuknya melengkung seperti bulan
sabit. Hal ini terjadi disebabkan oleh kurang baiknya ikatan antar lapis
permukaan dan lapis dibawahnya. Kurang baiknya ikatan dapat disebabkan

Universitas Sumatera Utara

oleh adanya debu, minyak air, atau benda non adhesive lainnya, atau akibat
tidak diberinya tack coat sebagai bahan pengikat antar kedua lapisan. Retak
selip pun dapat terjadi akibat terlalu banyaknya pasir dalam campuran lapisan
permukaan, atau kurang baiknya pemadatan lapisan permukaan. Perbaikan
dapat dilakukan dengan membongkar bagian yang rusak dengan dan
menggantikannya dengan lapisan yang lebih baik.

Gambar 2.9. Retak Slip


b.

Distorsi (distortion)
Distorsi / perubahan bentuk dapat terjadi akibat lemahnya tanah dasar,

pemadatan yang kurang pada lapis pondasi, sehingga terjadi tambahan pemadatan
akibat beban lalu lintas. Sebelum perbaikan dilakukan sewajarnyalah ditentukan
terlebih dahulu jenis dan penyebab distorsi yang terjadi. Dengan demikian dapat
ditentukan jenis penanganan yang tepat.
Distorsi dapat dibedakan atas :
1. Alur (ruts), yang terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Alur dapat
merupakan tempat menggenangnya air hujan yang jatuh di atas permukaan
jalan, mengurangi tingkat kenyamanan, dan akhirnya dapat timbul retak-

Universitas Sumatera Utara

retak. Terjadinya alur disebabkan oleh lapis perkerasan yang kurang padat,
dengan demikian terjadi tambahan pemadatan akibat repetisi beban lalu lintas
pada lintasan roda. Campuran aspal dengan stabilitas rendah dapat pula
menimbulkan deformasi plastis.
Perbaikan dapat dilakukan dengan melakukan metode perbaikan P6
(perataan) untuk kerusakan alur ringan. Untuk kerusakan alur yang cukup
parah dilakukan perbaikan P5 (penambalan lubang) yang pelaksanaan serta
bahan dan peralatannya dapat dilihat pada lampiran A.

Gambar 2.10. Alur


2. Keriting (corrugation), alur yang terjadi melintang jalan. Dengan timbulnya
lapisan permukaan yang berkeriting ini pengemudi akan merasakan
ketidaknyamanan dalam mengemudi. Penyebab kerusakan ini adalah
rendahnya stabilitas campuran yang dapat berasal dari terlalu tingginya kadar
aspal, terlalu banyak menggunakan agregat halus, agregat berbentuk butiran
dan berpermukaan licin, atau aspal yang dipergunakan mempunyai penetrasi
yang tinggi. Keriting dapat juga terjadi jika lalu lintas dibuka sebelum

Universitas Sumatera Utara

perkerasan mantap (untuk perkerasan yang menggunakan aspal cair).


Perbaikan terhadap kerusakan ini dapat dilakukan dengan melakukan metode
perbaikan P6 (perataan) dan juga perbaikan P5 (penambalan lubang) jika
keriting juga disertai dengan timbulnya lubang-lubang pada permukaan jalan.
Kerusakan ini juga dapat diperbaiki dengan :
a. Jika lapis permukaan yang berkeriting itu memiliki lapisan pondasi
agregat, perbaikan yang tepat adalah dengan mengaruk kembali,
dicampur dengan lapis pondasi, dipadatkan kembali dan diberi lapis
permukaan baru.
b. Jika lapis permukaan dengan bahan pengikat memiliki ketebalan > 5 cm,
maka lapis tipis yang mengalami keriting tersebut diangkat dan diberi
lapis permukaan yang baru.

Gambar 2.11. Keriting


3. Sungkur (shoving), deformasi plastis yang terjadi setempat, ditempat
kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam. Kerusakan
terjadi dengan atau tanpa retak. Penyebab kerusakan sama dengan kerusakan
keriting. Perbaikan dapat dilakukan dengan cara perbaikan P6 (perataan) dan

Universitas Sumatera Utara

perbaikan P5 (penambalan lubang). Selanjutnya untuk urutan pelaksanaan


perbaikan serta bahan dan peralatan dapat dilihat pada lampiran A.

Gambar 2.12. Sungkur


4. Amblas (grade depressions), terjadi setempat, dengan atau tanpa retak.
Amblas dapat terdeteksi dengan adanya air yang tergenang. Air yang
tergenang ini dapat meresap ke dalam lapisan permukaan yang akhirnya
menimbulkan lobang. Penyebab amblas adalah beban kendaraan yang
melebihi apa yang direncanakan, pelaksanaan yang kurang baik, atau
penurunan bagian perkerasan dikarenakan tanah dasar mengalami settlement.
Perbaikan dapat dilakukan dengan :
a. Untuk amblas yang < 5cm, lakukan metode perbaikan P6 (perataan).
b. Untuk amblas yang > 5 cm, lakukan metode perbaikan P5 (penambalan
lubang).
c. Periksa dan perbaiki selokan dan gorong-gorong agar air lancar mengalir.
d. Periksa dan perbaiki bahu jalan yang mengalami kerusakan.
Selanjutnya untuk urutan pelaksanaan perbaikan serta bahan dan peralatan
dapat dilihat pada lampiran A.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.13. Amblas

5. Jembul (upheaval), terjadi setempat, dengan atau tanpa retak. Hal ini terjadi
akibat adanya pengembangan tanah dasar pada tanah yang ekspansif.
Perbaikan dilakukan dengan membongkar bagian yang rusak dan melapisnya
kembali.
c.

Cacat permukaan (disintegration)


Yang termasuk dalam cacat permukaan adalah :

1. Lubang (potholes), berupa mangkuk, ukuran bervariasi dari kecil sampai


besar. Lubang-lubang ini menampung dan meresapkan air ke dalam lapis
permukaan yang menyebabkan semakin parahnya kerusakan jalan.
Lubang dapat terjadi karena :
a. Campuran material lapis permukaan jelek, seperti :
- Kadar aspal rendah, sehingga film aspal tipis dan mudah lepas.
- Agregat kotor sehingga ikatan antara aspal dan agregat tidak baik.
- Temperatur campuran tidak memenuhi persyaratan.

Universitas Sumatera Utara

b. Lapis permukaan tipis sehingga ikatan aspal dan agregat mudah lepas akibat
pengaruh cuaca.
c. Sistem drainase jelek, sehingga air banyak yang meresap dan mengumpul pada
lapis permukaan.
d. Retak-retak yang terjadi tidak segera ditangani sehingga air meresap masuk dan
mengakibatkan terjadinya lubang-lubang kecil.
Lubang-lubang tersebut diperbaiki dengan cara:

Untuk lubang yang dangkal ( < 20 mm ), lakukan metode perbaikan P6


(perataan).

Untuk lubang yang > 20 mm, lakukan metode perbaikan P5 (penambalan


lubang).

Selanjutnya untuk urutan pelaksanaan perbaikan serta bahan dan peralatan dapat
dilihat pada lampiran A.

Gambar 2.14. Lubang

Universitas Sumatera Utara

2. Pelepasan butir (raveling), dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek
serta disebabkan oleh hal yang sama dengan lubang. Dapat diperbaiki dengan
memberikan lapisan tambahan diatas lapisan yang mengalami pelepasan butir
setelah lapisan tersebut dibersihkan, dan dikeringkan.

Gambar 2.15. Pelepasan Butiran

3. Pengelupasan lapisan permukaan (stripping), dapat disebabkan oleh


kurangnya ikatan antar lapisan permukaan dan lapis dibawahnya, atau terlalu
tipisnya lapis permukaan. Dapat diperbaiki dengan cara digarus, diratakan
dan dipadatkan. Setelah itu dilapis dengan buras.
d.

Pengausan (polished aggregate)


Permukaan

menjadi

licin,

sehingga

membahayakan kendaraan.

Pengausan terjadi karena agregat berasal dari material yang tidak tahan aus
terhadap roda kendaraan, atau agregat yang dipergunakan berbentuk bulat dan
licin, tidak berbentuk cubical. Dapat diatasi dengan menutup lapisan dengan
latasir, buras, atau latasbum.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.16. Pengausan


e.

Kegemukan (bleeding / flushing)


Permukaan jalan menjadi licin dan tampak lebih hitam. Pada temperatur

tinggi, aspal menjadi lunak dan akan terjadi jejak roda. Berbahaya bagi kendaraan
karena bila dibiarkan, akan menimbulkan lipatan-lipatan (keriting) dan lubang
pada permukaan jalan. Kegemukan (bleeding) dapat disebabkan pemakaian kadar
aspal yang tinggi pada campuran aspal, pemakaian terlalu banyak aspal pada
pekerjaan prime coat atau tack coat. Dapat diatasi dengan penanganan P1
(Penebaran Pasir) yaitu dengan menaburkan agregat panas dan kemudian
dipadatkan, atau lapis aspal diangkat dan kemudian diberi lapisan penutup.

Gambar 2.17. Kegemukan

Universitas Sumatera Utara

f.

Penurunan pada bekas penanaman utilitas


Penurunan yang terjadi di sepanjang bekas penanaman utilitas. Hal ini

terjadi karena pemadatan yang tidak memenuhi syarat. Dapat diperbaiki dengan
dibongkar kembali dan diganti dengan lapis yang sesuai.

Gambar 2.18. Penurunan pada bekas penanaman utilitas

2.5.2.

Jenis Kerusakan Perkerasan Berdasarkan Metode Pavement Condition


Index (PCI)
Menurut Metode Pavement Condition Index (PCI), jenis dan tingkat

kerusakan perkerasan lentur jalan raya dibedakan menjadi :


a.

Alligator Cracking
Retak yang saling merangkai membentuk kotak kotak kecil yang

menyerupai kulit buaya. Kerusakan ini disebabkan karena konstruksi perkerasan


yang tidak kuat dalam mendukung beban lalu lintas yang berulang ulang. Pada
mulanya terjadi retak retak halus, akibat beban lalu lintas yang berulang
menyebabkan retak retak halus terhubung membentuk serangkaian kotak
kotak kecil yang memiliki sisi tajam sehingga menyerupai kulit buaya. Retak

Universitas Sumatera Utara

buaya biasa terjadi hanya di daerah yang dilalui beban lalu lintas yang berulang
dan biasanya disertai alur, sehingga tidak akan terjadi di seluruh daerah kecuali
seluruh area jalan dikenakan arus lalu lintas. Cara mengukur kerusakan yang
terjadi adalah dengan menghitung luasan retak.
Tingkat kerusakan

alligator cracking (retak kulit buaya) dibagi menjadi

kerusakan ringan (low) yang ditandai dengan serangkaian retak halus yang saling
terhubung tanpa ada retakan yang pecah, kerusakan sedang (medium) yang
ditandai dengan serangkaian retak yang terhubung membentuk kotak-kotak kecil
dan pola retak sudah cukup kelihatan jelas karena sudah terdapat retak yang
mulai pecah, dan kerusakan berat (high) yang ditandai dengan serangkaian retak
menyerupai kulit buaya yang keseluruhan retaknya sudah pecah sehingga jika
dibiarkan dapat menyebabkan terjadinya alur bahkan lubang pada jalan.

b.

Bleeding
Kegemukan (bleeding) biasanya ditandai dengan permukaan jalan yang

menjadi lebih hitam dan licin. Permukaan jalan menjadi lebih lunak dan lengket.
Ini disebabkan pemakaian aspal yang berlebih. Cara mengukur kerusakan adalah
dengan menghitung luasan kegemukan yang terjadi.
Tingkat kerusakan dibagi menjadi kerusakan ringan (low) yang ditandai dengan
permukaan jalan yang hitam, aspal tidak menempel pada roda kendaraan,
kerusakan sedang (medium) yang ditandai dengan permukaan aspal hitam, aspal
menempel pada kendaraan selama beberapa minggu dalam setahun, kerusakan
berat (high) yang di tandai dengan permukaan yang berwarna hitam dan terdapat
jejak roda kendaraan akibat aspal yang menempel pada roda kendaraan.

Universitas Sumatera Utara

c.

Block Cracking
Hampir sama dengan retak kulit buaya, merupakan rangkaian retak

berbentuk persegi dengan sudut tajam, tetapi bentuknya saja yang lebih besar dari
retak kulit buaya. Block craking ini tidak hanya terjadi di daerah yang mengalami
arus lalu lintas berulang, tetapi juga dapat terjadi di daerah yang jarang dilalui
arus lalu lintas.
d.

Bums and Sags


Merupakan tonjolan kecil yang terjadi pada permukaan perkerasan, berbeda

dengan jembul (shoving) yang di sebabkan oleh ketidak stabilan aspal, bumps and
sags ini dapat disebabkan oleh penumpukan material pada suatu celah jalan yang
diakibatkan oleh beban lalu lintas.

Gambar 2.19. Bumps and Sags


e.

Corrugation
Keriting

(corrugation) Kerusakan

lapian perkerasan tampak seperti

bergelombang dimana jarak antara tiap

gelombang sangat dekat. Tingkat

kerusakan diukur dari beda tinggi antar lembah dan puncak gelombang. Penyebab

Universitas Sumatera Utara

kerusakan dimungkinkan oleh terjadinya pergeseran bahan perkerasan, lapis


perekat antara lapis permukaan dan lapis pondasi tidak memadai, pengaruh
kendaraan yang sering berhenti dan berjalan secara tiba tiba. Tingkat kerusakan
keriting dapat diukur berdasarkan kedalaman keriting yang terjadi. Untuk tingkat
kerusakan ringan (low) kedalaman < inchi, untuk (medium) kedalaman 1
inchi, dan untuk tingkat kerusakan parah (high) kedalaman > 1 inchi.
f.

Depression
Amblas (depression) merupakan kerusakan yang terjadi dimana suatu

permukaan lapisan perkerasan lebih rendah daripada lapisan permukaan di


sekitarnya, sehingga kondisi jalan tampak seperti membentuk kubangan atau
lengkungan. Kerusakan ini terjadi karena beban lalu lintas yang berlebih tidak
sesuai dengan perencanaan. Tingkat kerusakan amblas dapat diukur berdasarkan
kedalaman amblas yang terjadi. Untuk tingkat kerusakan ringan (low) kedalaman
- 1 inchi, untuk (medium) kedalaman 1 2 inchi, dan untuk tingkat kerusakan
parah (high) kedalaman > 2 inchi.
g.

Edge Cracking
Kerusakan yang terjadi pada tepi lapis perkerasan yang tampak berupa

retakan, kerusakan jenis ini biasanya terjadi akibat kepadatan lapis permukaan di
tepi perkerasan tidak memadai, juga disebabkan seringnya air yang dari bahu
jalan.
h.

Joint Reflection Cracking


Retak refleksi merupakan jenis kerusakan jalan yang berbentuk seperti retak

memanjang dan melintang membentuk kotak. Retak refleksi ini merupakan


gambaran dari retak perkerasan sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara

i.

Lane / Shoulder Drop Off


Ditandai dengan adanya perbedaan elevasi antara badan jalan dengan bahu

jalan. Kerusakan ini dapat disebabkan oleh erosi tanah pada bahu jalan, penurunan
tanah dasar pada bahu, dan juga perencanaan jalan tanpa menyesuaikan tingkat
bahu jalan. Kerusakan ini sangat berbahaya bagi pengendara karena perbedaan
elevasi yang besar antara badan jalan dan bahu jalan dapat menyebabkan
kecelakaan lalu lintas.

Gambar 2.20. Lane/Shoulder Drop Off


j.

Longitudinal and Transverse Cracking


Retak memanjang (longitudinal cracking) merupakan retak yang terjadi

searah dengan sumbu jalan, retak melintang (transverse cracking) merupakan


retak yang terjadi tegak lurus sumbu jalan. Retak ini disebabkan oleh kesalahan
pelaksanaan, terutama pada sambungan perkerasan atau pelebaran, dan juga dapat
disebabkan penyusutan permukaan aspal akibat suhu rendah atau pengerasan
aspal.

Universitas Sumatera Utara

k.

Patching and Utility Cut Patching


Tambalan (patching) adalah wilayah perkerasan yang telah diganti menjadi

baru untuk memperbaiki perkerasan yang ada. Tambalan dianggap merupakan


cacat jalan walaupun sudah di kerjakan dengan sangat baik. Idetifikasi terhadap
tambalan ini biasanya diukur dengan menghitung luasan tambalan. Tambalan
dibagi berdasarkan tingkat kerusakannya yaitu tingkat kerusakan rendah (low),
sedang (medium), dan berat (high), sesuai dengan bentuk tambalannya.

Gambar 2.21. Patching


l.

Polished Aggregate
Kerusakan ini ditandai dengan aggregat pada permukaan jalan menjadi

halus dan licin akibat beban lalu lintas yang berulang ulang. Ini menyebabkan
daya saling mengikat antara ban kendaraan dengan aspal menjadi berkurang
sehingga berbahaya pada saat mengemudi kencang karena jalan memiliki tingkat
kekasaran (skid resistance) yang rendah. Cara mengukur adalah dengan
menghitung luasan yang mengalami polished aggregate, tetapi jika disertai
dengan kerusakan kegemukan (bleeding), maka polished aggregate diabaikan.

Universitas Sumatera Utara

m.

Potholes
Lubang (potholes) biasanya berukuran tidak begitu besar (diameter < 90

cm). berbentuk seperti mangkuk yang tidak beraturan dengan pinggiran tajam.
pertumbuhan lubang semakin besar diakibatkan kondisi air yang tergenang pada
badan jalan. Lubang pada dasarnya bermula dari retak-retak yang semakin parah
akibat air meresap hingga ke lapisan jalan sehingga menyebabkan sifat saling
mengikat aggregat dalam lapisan menjadi berkurang.
Berdasarkan tingkat kerusakannya, lubang dapat di bagi menjadi kerusakan
rendah (low), sedang (medium), dan buruk (high). Ketentuannya dapat di jelaskan
pada tabel 2.2 dibawah ini.
Tabel 2.2. Tingkat Kerusakan Lubang (Potholes)
Kedalaman (inchi)

Diameter (inchi)
4-8

> 8 18

> 18 - 30

0,5 - 1

>1-2

>2

Sumber : Departement Of Defense, (2004), Pavement Maintenance Management, UFC 3-270-08,


Unified Facilities Criteria (UFC), USA

n.

Railroad Crossing
Kerusakan ini merupakan lintasan jalur kereta api yang terdapat dalam jalan

raya. Terdapat benjolan dan lengkugan pada daerah lintasan ini sehingga
mengganggu kenyamanan pengendara. Cara mengukur adalah dengan menghitung
luasan jalur kereta yang melintasi jalan dan juga diukur sesuai dengan tingkat
kerusakannya.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.22. Railroad Crossing


o.

Rutting
Alur (rutting) adalah penurunan setempat yang terjadi pada jalur roda

kendaraan, alur pada permukaan jalan ada yang disertai retak dan tanpa disertai
retak. Alur tidak terjadi di seluruh permukaan badan jalan, hanya pada daerah
yang dilalui roda kendaraan. Dapat disebabkan adanya muatan yang berlebih
sehingga menyebabkan deformasi yang permanen pada permukaan jalan. Jika alur
sering tergenang air maka dapat meningkat menjadi lubang.
Berdasarkan tingkat kerusakannya, alur di bagi menjadi 3 yaitu, tingkat kerusakan
rendah (low) dengan kedalaman peurunan - inchi, tingkat kerusakan sedang
(medium) dengan kedalaman penurunan > - 1 inchi, dan tingkat kerusakan
buruk (high) dengan kedalaman penurunan > 1 inchi.
p.

Shoving
Jembul (shoving) umumya terjadi di sekitar alur roda kendaraan di tepi

perkerasan dan sifatnya permanen. Kerusakan ini disebabkan oleh arus lalu lintas
yang melebihi beban standar. Cara mengukur jembul adalah dengan mengukur
luasan permukaan sesuai dengan tingkat kerusakan yang terjadi.

Universitas Sumatera Utara

q.

Slippage Cracking
Retak selip (slippage cracking) merupakan retak menyerupai bulan sabit

atau setengah retak berbentuk bulan yang memiliki dua ujung menunjuk jauh
kearah lalu lintas. Cara mengukur retak selip adalah dengan mengukur luasan
permukaan sesuai dengan tingkat kerusakan yang terjadi mulai dari rendah (low),
sedang (medium), dan buruk (high).
r.

Swell
Pembengkakan jalan (swell) merupakan kerusakan yang di tandai dengan

tonjolan di sekitar permukaan jalan dan dapat mencapai panjang sekitar 3 m pada
permukaan jalan, dapat juga disertai retak permukaan. Ini disebabkan kepadatan
tanah dasar yang kurang. Memiliki tingkatan kerusakan mulai dari rendah (low),
sedang (medium), dan buruk (high).
s.

Weathering and Ravelling


Kerusakan ini ditandai dengan permukaan perkerasan yang kasar dan rusak

akibat hilangnya bahan pengikat aspal atau tar sehingga menyebabkan pelepasan
butiran aggregat. Pelepasan butiran ini menunjukkan kualitas aspal serta
campuran yang rendah atau ada kesalahan dalam pencampuran. Pelepasan butiran
ini juga dapat di sebabkan adanya lalu lintas yang berlebih.
Berdasarkan tingkat kerusakannya dapat dibedakan menjadi kerusakan rendah
(low) ditandai dengan dimulainya pelepasan butiran pada permukaan jalan,
kerusakan sedang (medium) yang ditandai dengan pelepasan butiran yang
menyebabkan permukaan jalan menjadi tidak rata dan kasar, kerusakan berat
(high) yang ditandai dengan pelepasan butiran yang menyebabkan permukaan

Universitas Sumatera Utara

menjadi tidak

rata, kasar, dan tidak jarang disertai dengan adanya lubang

disekitar kerusakan.
2.6.

Jenis Pemeliharaan Jalan


Pemeliharaan jalan adalah penanganan jalan yang meliputi perawatan,

rehabilitasi, penunjangan, dan peningkatan. Adapun jenis pemeliharaan jalan


ditinjau dari waktu pelaksanaannya adalah :
1. Pemeliharaan rutin adalah penanganan yang diberikan hanya pada lapis
permukaan yang sifatnya untuk meningkatkan kualitas berkendara (Riding
Quality), tanpa meningkatkan kekuatan struktural, dan dilakukan
sepanjang tahun.
2. Pemeliharaan berkala adalah pemeliharaan yang dilakukan terhadap jalan
pada waktu-waktu tertentu (tidak menerus sepanjang tahun) dan sifatnya
meningkatkan kekuatan struktural.
3. Peningkatan jalan adalah penanganan jalan guna memperbaiki pelayanan
jalan yang berupa peningkatan struktural dan atau geometriknya guna
mencapai tingkat pelayanan yang direncanakan.

Universitas Sumatera Utara

BAB III
METODOLOGI
3.1.

Tujuan Metodologi
Tujuan metodologi ini adalah menjelaskan tata cara dalam mendapatkan

data-data pokok baik data primer maupun data lain yang diperlukan, yang
selanjutnya akan digunakan dalam pengolahan dan juga analisa data dalam rangka
mendapatkan hasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan, yaitu memberi
penilaian terhadap kondisi jalan berdasarkan jenis dan tingkat kerusakan yang
terjadi pada perkerasan lentur jalan sebagai dasar penentuan jenis perbaikan jalan
yang sesuai.
3.2.

Bagan Alir (Flowcart) Studi


Berdasarkan studi pustaka yang sudah dibahas sebelumnya, maka untuk

memudahkan dalam pembahasan dan analisa dibuat suatu diagram alir atau
flowchart , seperti pada gambar 3.1.
Diagram alir ini merupakan tahapan studi yang akan dilakukan dalam
rangka menyelesaikan studi ini. Dengan demikian, studi ini dapat diselesaikan
dengan sistematis dan mendapatkan hasil yang valid serta sesuai dengan tujuan
yang diharapkan.

Universitas Sumatera Utara

Tujuan Penelitian :
Menilai kondisi perkerasan jalan guna mengetahui jenis
dan tingkat kerusakan yang terjadi serta menentukan jenis
pemeliharaan yang sesuai.
Membandingkan hasil analisa metode Bina Marga dengan
metode Pavement Condition Index (PCI) dalam
mengevaluasi kerusakan jalan.

Pengumpulan Data

Data Primer Metode PCI

Data Primer Metode Bina Marga

Data panjang, lebar , luasan, kedalaman


pada tiap jenis kerusakan jalan, yaitu :

Data panjang, lebar , luasan,


kedalaman pada tiap jenis kerusakan
jalan, yaitu :
1. Retak (Cracks)
2. Alur (Ruts)
3. Tambalan (Patching)
4. Lubang (Potholes)
5. Kekasaran Permukaan
6. Amblas (Depressions)
Data volume lalu lintas harian.
{

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Analisa Data Metode Bina Marga

Retak (Cracks)
Alur (Ruts)
Tambalan (Patching)
Lubang (Potholes)
Amblas (Depressions)
Keriting (Corrugation)
Kegemukan Aspal (Bleeding)
Jembul (Shoving)
Pelepasan Butiran (Ravelling)
Pengausan (Polished Aggregate)
Swell
Bums and Sags
Lane/Shoulder Drop Off
Railroad Crossing

Analisa Data Metode PCI

Dari data yang ada, maka dapat


ditentukan :
Nilai kondisi jalan
Nilai kelas LHR
Penentuan urutan prioritas
Urutan prioritas = 17 (Kelas LHR +
nilai kondisi jalan)
Penentuan jenis pemeliharaan terhadap
kerusakan berdasarkan urutan prioritas

Dari data yang ada, maka didapat :


Kadar kerusakan (density)
Nilai pengurangan (deduct value)
Total Deduct Value (TDV)
Corrected Deduct Value (CDV)
Penilaian Kondisi Perkerasan
Nilai PCI = 100 CDV
Klasifikasi Kualitas Perkerasan dan
penentuan jenis pemeliharaan jalan.

Analisa perbandingan hasil keputusan kedua metode

Kesimpulan dan saran

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.1. Bagan Alir ( Flowchart ) Studi


3.3.

Metode Pendekatan Penilaian Kondisi Perkerasan Lentur

3.3.1. Metode Bina Marga


Penilaian kondisi jalan berdasarkan metode bina marga yaitu dengan
melakukan survey di lapangan dan hasil survey dibagi dalam beberapa segmen.
Kerusakan yang dilihat antara lain adalah keretakan (cracking), alur (rutting),
lubang (potholes) atau tambalan (patching), kekasaran permukaan dan amblas
(depression). Dalam menentukan nilai tiap kerusakan, diperlukan data luasan,
lebar atau dalam yang dilihat di lapangan dan juga volume lalu lintas harian
selama 24 jam.
Selanjutnya, kita dapat menentukan tingkat urutan prioritas jalan tersebut
yang digunakan untuk mengetahui skala prioritas suatu kondisi perkerasan suatu
jalan. Sehingga dapat diambil keputusan dalam menentukan jenis pemeliharaan
yang sesuai untuk kondisi suatu ruas jalan.
3.3.1.1. Penilaian Kondisi Perkerasan
Dalam melaksanakan penilaian kondisi perkerasan, maka pada
tahap awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi jenis kerusakan yang
akan ditinjau dan juga besar atau luasan kerusakan yang terjadi.
Jenis kerusakan yang ditinjau berdasarkan metode bina marga adalah :
1. Keretakan (Cracking), jenis keretakan yang di tinjau adalah retak kulit
buaya, acak, melintang, memanjang (dengan skala kerusakan 5, 4, 3, 1),
dengan ketentuan lebar retakan 2 mm, 1 2 mm, < 1 mm (dengan skala
kerusakan 3, 2, 1), serta luasan kerusakan > 30 %, 10 30 %, < 10 %

Universitas Sumatera Utara

(dengan skala kerusakan 3, 2, 1). Masing-masing keadaan skala


menunjukkan kondisi mulai dari rusak berat sampai ringan. (lihat tabel
3.1)
2. Alur (Rutting), diukur berdasarkan kedalaman kerusakan mulai dari
skala > 20 mm, 11 20 mm, 6 10 mm, 0 5 mm (dengan skala
kerusakan 7, 5, 3, 1). Masing-masing keadaan skala menunjukkan
kondisi mulai dari rusak berat sampai ringan. (lihat tabel 3.1)
3. Lubang (Potholes) dan Tambalan (Patching), diukur berdasarkan luasan
kerusakan yang terjadi yang dimulai dari skala > 30 %, 20 30 %, 10
20 %, < 10 % (dengan skala kerusakan 3, 2, 1, 0). Masing-masing
keadaan skala menunjukkan kondisi mulai dari rusak berat sampai
ringan. (lihat tabel 3.1)
4. Kekasaran

permukaan,

jenis

kerusakan

yang

ditinjau

adalah

pengelupasan (Desintegration), pelepasan butir (raveling), kekurusan


(hungry), kegemukan (fatty/bleeding), dan permukaan rapat (close
texture). Dengan skala kerusakan 4, 3, 2, 1, 0. (lihat tabel 3.1)
5. Amblas (Depression), diukur berdasarkan kedalaman kerusakan yang
terjadi dimulai dari skala > 5/100 m, 2 5 /100 m, 0 2 /100 m (dengan
skala kerusakan 4, 2, 1). Masing-masing keadaan skala menunjukkan
kondisi mulai dari rusak berat sampai ringan. (lihat tabel 3.1)
Dari hasil pengamatan tersebut, maka di dapat nilai dari tiap jenis
kerusakan yang diidentifikasi, sehingga untuk menentukan penilaian
kondisi jalan didapat dengan cara menjumlahkan seluruh nilai kerusakan
perkerasan yang terjadi, dapat diketahui bahwa semakin besar angka

Universitas Sumatera Utara

kerusakan kumulatif maka akan semakin besar pula nilai kondisi jalan,
yang berarti bahwa jalan tersebut memiliki kondisi yang buruk sehingga
membutuhkan pemeliharaan yang lebih baik.
3.3.1.2. Urutan Prioritas
Setelah ditentukan nilai kondisi jalan, maka perlu diketahui urutan
prioritas penanganan yang perlu untuk dilaksanakan. Dalam menentukan
urutan prioritas diperlukan data kelas lalu lintas harian untuk pekerjaan
pemeliharaan yang skala nya dapat dilihat pada tabel 3.2. Penilaian urutan
prioritas penanganan terhadap kondisi jalan dapat dihitung dengan rumus :
Urutan prioritas = 17 ( Kelas LHR + Nilai Kondisi Jalan )
Dimana :
Kelas LHR

= Kelas lalu lintas (tabel 3.2)

Nilai Kondisi Jalan

= Nilai yang diberikan terhadap kondisi jalan


(tabel 3.1)

Dari hasil perhitungan urutan prioritas diatas, maka dapat


ditentukan skala pengambilan keputusan terhadap program pemeliharaan
yaitu sebagai berikut :
1. Urutan prioritas A (dengan nilai > 7)
Jalan yang berada pada urutan prioritas ini dimasukkan dalam
program pemeliharaan rutin.
2. Urutan prioritas B (dengan nilai 4 6)
Jalan yang berada pada urutan prioritas ini dimasukkan dalam
program pemeliharaan berkala.

Universitas Sumatera Utara

3. Urutan prioritas C (dengan nilai 0 3)


Jalan yang berada pada urutan prioritas ini dimasukkan dalam
program peningkatan kondisi jalan.
Tabel 3.1. Nilai Kondisi Jalan
PENILAIAN KONDISI
Angka
26-29
22-25
19-21
16-18
13-15
10-12
7-9
4-6
0-3
RETAK RETAK
Tipe
E. Buaya
D. Acak
C. Melintang
B. Memanjang
A. Tidak ada
Lebar
D. >2mm
C. 1-2mm
B. <1mm
A. Tidak ada
JUMLAH KERUSAKAN
Luas
D. >30%
C. 10-30%
B. <10%
A. 0
ALUR
Kedalaman
E. >20mm
D. 11-20mm
C. 6-10mm
B. 0-5mm
A. Tidak ada
TAMBALAN DAN LUBANG
Luas
D. >30%
C. 20-30%
B. 10-20%
A. <10%

Nilai
9
8
7
6
5
4
3
2
1
Angka
5
4
3
1
1
Angka
3
2
1
0
Angka
3
2
1
0
Angka
7
5
3
1
0
Angka
3
2
1
0

Universitas Sumatera Utara

KEKASARAN PERMUKAAN
Tipe
E. Desintegration
D. Pelepasan Butir (Ravelling)
C. Kekurusan (Hungry)
B. Kegemukan (Fatty / Bleeding)
A. Permukaan Rapat (Close Texture)
AMBLAS
Kedalaman
D. >5/100m
C. 2-5/100m
B. 0-2/100m
A. tidak ada

Angka
4
3
2
1
0
Angka
4
2
1
0

Sumber : Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan Kota

Tabel 3.2. Kelas Lalu Lintas Untuk Penilaian Kondisi Jalan


Kelas Lalu Lintas

LHR

<20

20-50

50-200

200-500

500-2000

2000-5000

5000-20000

20000-50000

>50000

Sumber: Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan Kota

Universitas Sumatera Utara

3.3.2. Metode Pavement Condition Index (PCI)


Pavement Condition Index (PCI) adalah sistem penilaian kondisi
perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat dan luas kerusakan yang terjadi, dan
dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Adapun penilaian
kondisi kerusakan jalan dimulai dengan melakukan identifikasi terhadap jenis
jenis kerusakan yang akan ditinjau. Menurut metode Pavement Condition Index
(PCI), jenis jenis kerusakan jalan yang ditinjau adalah alligator cracking,
bleeding, block cracking, bumps and sags, corrugation, depression, edge
cracking, joint reflection, lane/shoulder drop off, longitudinal and transverse
cracking, patching and utility cut patching, polished aggregate, potholes, railroad
crossings, rutting, shoving, slippage cracking, swell, weathering and ravelling.
Jenis jenis kerusakan perkerasan jalan tersebut akan di identifikasi
berdasarkan tingkat kerusakan pada tiap tiap jenis kerusakan (severity level).
Tingkat kerusakan yang akan digunakan dalam metode PCI adalah low severity
level (L), medium severity level (M), dan high severity level (H).
3.3.2.1. Penilaian Kondisi Perkerasan
Dalam melaksanakan penilaian kondisi perkerasan di lakukan
dalam beberapa tahap pekerjaan. Tahap awal adalah dengan mengevaluasi
jenis jenis kerusakan yang terjadi sesuai dengan tingkat kerusakannya
(severity level). Yaitu dengan cara mengukur panjang, luas dan kedalaman
terhadap tiap tiap kerusakan. Kemudian pada tahap berikutnya perlu
dihitung nilai density, deduct value, total deduct value, corrected deduct
value, sehingga kemudian akan didapat nilai PCI yang merupakan acuan
dalam penilaian kondisi perkerasan jalan.

Universitas Sumatera Utara

a. Density (Kadar Kerusakan)


Density atau kadar kerusakan adalah persentasi luasan dari suatu
jenis kerusakan terhadap luasan suatu unit segmen yang diukur dalam
meter persegi atau meter panjang. Nilai density suatu jenis kerusakan
juga dibedakan berdasarkan tingkat kerusakan.
Rumus mencari nilai density :

Untuk jenis kerusakan alligator cracking, bleeding, block


cracking, corrugation, depression, patching and utility cut
patching,polished

aggregate,railroad

crossing,

rutting,

shoving, slippage cracking, swell, wheatering and ravelling


adalah :

Density =

Ad
As

100%

Untuk jenis kerusakan bumps and sags, edge cracking, joint


reflection cracking, lane and shoulder drop off, long and trans
cracking adalah :

Density =

Ld
As

100%

Untuk jenis kerusakan potholes adalah :


Density =

dimana :

As

100%

Ad

= luas total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m2)

As

= luas total unit segmen (m2)

Ld

= panjang total jenis kerusakan tiap tingkat kerusakan (m)

= jumlah banyak lubang

Universitas Sumatera Utara

b. Deduct Value (Nilai Pengurangan)


Deduct value adalah nilai pengurangan untuk tiap jenis kerusakan
yang diperoleh dari kurva hubungan antara density dan deduct value.
Deduct value juga dibedakan atas tingkat jenis kerusakan.
1. Alligator Cracking
Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan alligator cracking dapat dilihat pada gambar 3.2
dibawah ini. Sesuai dengan tingkatan kerusakannya, L (low
severity level), M (medium severity level), dan H (high severity
level).

DISTRESS DENSITY - PERCENT

Gambar 3.2. Kurva Deduct Value Untuk Alligator Cracking

Universitas Sumatera Utara

2. Bleeding
Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan bleeding dapat dilihat pada gambar 3.3 dibawah
ini. Sesuai dengan tingkatan kerusakannya, L (low severity
level), M (medium severity level), dan H (high severity level).

DISTRESS DENSITY - PERCENT

Gambar 3.3. Kurva Deduct Value Untuk Bleeding

3. Block Cracking
Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan block cracking dapat dilihat pada gambar 3.4
dibawah ini. Sesuai dengan tingkatan kerusakannya, L (low

Universitas Sumatera Utara

severity level), M (medium severity level), dan H (high severity


level).

DISTRESS DENSITY - PERCENT

Gambar 3.4. Kurva Deduct Value Untuk Block Cracking

4. Bums and Sags


Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan bums and sags dapat dilihat pada gambar 3.5
dibawah ini. Sesuai dengan tingkatan kerusakannya, L (low
severity level), M (medium severity level), dan H (high severity
level).

Universitas Sumatera Utara

DISTRESS DENSITY - PERCENT

Gambar 3.5. Kurva Deduct Value Untuk Bums and Sags

5. Corrugation
Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan corrugation dapat dilihat pada gambar 3.6
dibawah ini. Sesuai dengan tingkatan kerusakannya, L (low
severity level), M (medium severity level), dan H (high severity
level).

Universitas Sumatera Utara

DISTRESS DENSITY - PERCENT

Gambar 3.6. Kurva Deduct Value Untuk Corrugation

6. Depression
Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan depression dapat dilihat pada gambar 3.7
dibawah ini. Sesuai dengan tingkatan kerusakannya, L (low
severity level), M (medium severity level), dan H (high severity
level).

Universitas Sumatera Utara

DISTRESS DENSITY - PERCENT

Gambar 3.7. Kurva Deduct Value Untuk Depression

7. Edge Cracking
Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan edge cracking dapat dilihat pada gambar 3.8
dibawah ini. Sesuai dengan tingkatan kerusakannya, L (low
severity level), M (medium severity level), dan H (high severity
level).

Universitas Sumatera Utara

DISTRESS DENSITY - PERCENT

Gambar 3.8. Kurva Deduct Value Untuk Edge Cracking

8. Joint Reflection Cracking


Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan joint reflection cracking dapat dilihat pada
gambar 3.9 dibawah ini. Sesuai dengan tingkatan kerusakannya,
L (low severity level), M (medium severity level), dan H (high
severity level).

Universitas Sumatera Utara

DISTRESS DENSITY - PERCENT

Gambar 3.9. Kurva Deduct Value Untuk Joint Reflection Cracking

9. Lane/Shoulder Drop Off


Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan lane/shoulder drop off dapat dilihat pada
gambar

3.10

dibawah

ini.

Sesuai

dengan

tingkatan

kerusakannya, L (low severity level), M (medium severity level),


dan H (high severity level).

Universitas Sumatera Utara

DISTRESS DENSITY - PERCENT

Gambar 3.10. Kurva Deduct Value Untuk Lane/Shoulder Drop Off

10. Longitudinal and Transverse Cracking


Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan longitudinal and transverse cracking dapat
dilihat pada gambar 3.11 dibawah ini. Sesuai dengan tingkatan
kerusakannya, L (low severity level), M (medium severity level),
dan H (high severity level).

Universitas Sumatera Utara

DISTRESS DENSITY - PERCENT

Gambar 3.11. Kurva Deduct Value Untuk Longitudinal and Transverse


Cracking

11. Patching and Utility Cut Patching


Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan patching and utility cut patching dapat dilihat
pada gambar 3.12 dibawah ini. Sesuai dengan tingkatan
kerusakannya, L (low severity level), M (medium severity level),
dan H (high severity level).

Universitas Sumatera Utara

DISTRESS DENSITY - PERCENT

Gambar 3.12. Kurva Deduct Value Untuk Patching and Utility Cut Patching

12. Polished Aggregat


Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan polished aggregate dapat dilihat pada gambar
3.13 dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara

DISTRESS DENSITY - PERCENT

Gambar 3.13. Kurva Deduct Value Untuk Polished Aggregate

13. Potholes
Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan potholes dapat dilihat pada gambar 3.14
dibawah ini. Sesuai dengan tingkatan kerusakannya, L (low
severity level), M (medium severity level), dan H (high severity
level).

Universitas Sumatera Utara

DISTRESS DENSITY - PERCENT

Gambar 3.14. Kurva Deduct Value Untuk Potholes

14. Railroad Crossing


Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan railroad crossing dapat dilihat pada gambar
3.15 dibawah ini. Sesuai dengan tingkatan kerusakannya, L (low
severity level), M (medium severity level), dan H (high severity
level).

Universitas Sumatera Utara

DISTRESS DENSITY - PERCENT

Gambar 3.15. Kurva Deduct Value Untuk Railroad Crossing

15. Rutting
Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan rutting dapat dilihat pada gambar 3.16 dibawah
ini. Sesuai dengan tingkatan kerusakannya, L (low severity
level), M (medium severity level), dan H (high severity level).

Universitas Sumatera Utara

DISTRESS DENSITY - PERCENT

Gambar 3.16. Kurva Deduct Value Untuk Rutting

16. Shoving
Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan shoving dapat dilihat pada gambar 3.17 dibawah
ini. Sesuai dengan tingkatan kerusakannya, L (low severity
level), M (medium severity level), dan H (high severity level).

Universitas Sumatera Utara

DISTRESS DENSITY - PERCENT

Gambar 3.17. Kurva Deduct Value Untuk Shoving

17. Slippage Cracking


Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan slippage cracking dapat dilihat pada gambar
3.18 dibawah ini. Sesuai dengan tingkatan kerusakannya, L (low
severity level), M (medium severity level), dan H (high severity
level).

Universitas Sumatera Utara

DISTRESS DENSITY - PERCENT

Gambar 3.18. Kurva Deduct Value Untuk Slippage Cracking

18. Swell
Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan swell dapat dilihat pada gambar 3.19 dibawah
ini. Sesuai dengan tingkatan kerusakannya, L (low severity
level), M (medium severity level), dan H (high severity level).

Universitas Sumatera Utara

DISTRESS DENSITY - PERCENT

Gambar 3.19. Kurva Deduct Value Untuk Swell

19. Weathering and Ravelling


Adapun kurva hubungan antara density dan deduct value untuk
jenis kerusakan weathering and ravelling dapat dilihat pada
gambar

3.20

dibawah

ini.

Sesuai

dengan

tingkatan

kerusakannya, L (low severity level), M (medium severity level),


dan H (high severity level).

Universitas Sumatera Utara

DISTRESS DENSITY - PERCENT

Gambar 3.20. Kurva Deduct Value Untuk Weathering and Ravelling

c. Total Deduct Value (TDV)


Setelah didapat nilai deduct value dari tiap tiap jenis kerusakan
dan tingkat kerusakannya, maka akan didapatkan nilai total deduct
value untuk tiap jenis kerusakan dan tingkat kerusakan pada suatu
unit penelitian. Total deduct value

ini didapatkan dengan

menjumlahkan seluruh nilai dari deduct value tiap kerusakan jalan


pada tiap segmen jalan.
d. Corrected Deduct Value (CDV)
Corrected Deduct Value (CDV) diperoleh dari kurva hubungan
antara nilai TDV dengan nilai CDV dengan pemilihan lengkung kurva

Universitas Sumatera Utara

sesuai dengan jumlah nilai individual deduct value yang mempunyai


nilai lebih besar dari 5. Kurva hubungan antara nilai TDV dengan nilai
CDV dapat dilihat pada gambar 3.21 dibawah ini.

TOTAL DEDUCT VALUE (TDV)

Gambar 3.21. Kurva Hubungan Antara Nilai TDV dengan Nilai CDV

Jika nilai CDV diketahui, maka nilai PCI untuk tiap unit dapat
diketahui dengan rumus:
PCI(s) = 100 CDV
dengan :
PCI(s)

Pavement Condition Index untuk tiap unit

CDV

Corrected Deduct Value untuk tiap unit

Untuk nilai PCI secara keseluruhan :


PCI =

PCI (s)
N

Universitas Sumatera Utara

dengan:
PCI

nilai PCI perkerasan seluruhnya

PCI(s)

Nilai PCI untuk tiap unit

Jumlah unit

3.3.2.2. Klasifikasi

Kualitas

Perkerasan

dan

Penentuan

Jenis

Pemeliharaan
Dari nilai PCI masing-masing unit penelitian dapat diketahui
kualitas lapis perkerasan untuk unit segmen berdasarkan kondisi
tertentu yaitu sempurna (excellent), sangat baik (very good), baik
(good), sedang (fair), jelek (poor), sangat jelek (very poor), dan gagal
(failed). Adapun pembagian nilai kualitas kondisi perkerasan
berdasarkan nilai PCI adalah sebagai berikut:
Sempurna (Excellent)

85 - 100

Sangat Baik (Very Good)

70 - 85

Baik (Good)

55 - 70

Sedang (Fair)

40 - 55

Jelek (Poor)

25 - 40

Sangat Jelek (Very Poor)

10 - 25

Gagal (Failed).

0 10

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.22. Klasifikasi Kualitas Kondisi Perkerasan Berdasarkan Nilai PCI


Dari hasil klasifikasi kualitas perkerasan jalan ini, maka dapat ditentukan
urutan jenis pemeliharaan yang sesuai untuk di lakukan. Jika nilai PCI < 50 (untuk
jalan primer), dan nilai PCI < 40 (untuk jalan sekunder), maka diusulkan jenis
pemeliharaan mayor yaitu pemeliharaan terhadap keseluruhan unit jalan melalui
overlay atau rekonstruksi terhadap jalan tersebut. Sedangkan jika nilai PCI > 50
(untuk jalan primer, dan nilai PCI > 40 (untuk jalan sekunder) maka dapat
dilakukan program pemeliharaan rutin sebagai usulan penanganannya.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
PENGUMPULAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA
4.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan di sepanjang ruas jalan Setia Budi
Medan. Data yang diambil berupa data kondisi jalan, data kondisi kerusakan
perkerasan jalan, serta data volume lalu lintas harian yang diperlukan untuk
menentukan urutan prioritas dalam menentukan jenis pemeliharaan.
Tahapan pengumpulan

data

ini

mengikuti prosedur

yang

telah

dikemukakan pada bab metodologi penelitian. Dari prosedur-prosedur yang telah


dirancang tersebut akan didapatkan data-data yang akan digunakan selanjutnya di
dalam pengolahan data guna mendapatkan hasil sesuai dengan tujuan penulisan
tugas akhir ini.
4.1.1. Data Kondisi Jalan
Data kondisi jalan ini meliputi :

Panjang ruas jalan yang disurvei adalah sepanjang 5.4 kilometer dimulai
dari Simpang Pemda sampai Simpang Sunggal.

Ruas jalan Setia Budi ini terdiri dari 4 lajur 2 arah dengan median dan
bahu jalan. Lebar perkerasan 3 meter per lajur. Untuk lebih jelasnya dapat
di lihat pada gambar 4.1 dibawah ini.

Dalam menganalisa perkerasan jalan yang panjangnya 5.4 kilometer dibagi


dalam 54 segmen yang masing-masing segmen panjangnya 100 meter.

Universitas Sumatera Utara

1.5 m

3.0 m

3.0 m

3.0 m

3.0 m

1.5 m

0.9 m
1.5 m

1.5 m

Gambar 4.1. Gambar Penampang Melintang Jalan Setia Budi

4.1.2. Data Kondisi Kerusakan Jalan


Data kondisi kerusakan jalan meliputi data panjang, lebar, luasan, serta
kedalaman dari tiap-tiap jenis dan tingkat kerusakan yang terjadi pada jalan. Data
luas kerusakan jalan Setia Budi ini direkapitulasi masing-masing setiap 100 meter
yang dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini, yang selanjutnya akan dilakukan
pengolahan data berdasarkan metode Bina Marga dan Pavement Condition Index
(PCI).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.1. Data Luas Kerusakan Jalan


2

Jenis Kerusakan (m )
Segmen

Sta

Retak Buaya

Keriting

Retak Melintang/Memanjang

Alur

Tambalan

Lubang

Amblas

Jembul

(Alligator Cracking)

(Corrugation)

(Long and Trans Cracking)

(Rutting)

(Patching)

(Potholes)

(Depression)

(Shoving)

0+000 s/d 0+100

18.5

0+100 s/d 0+200

0+200 s/d 0+300

0+300 s/d 0+400

0+400 s/d 0+500

28

0+500 s/d 0+600

3.5

0+600 s/d 0+700

0+700 s/d 0+800

1.5

0+800 s/d 0+900

10

0+900 s/d 1+000

11

1+000 s/d 1+100

Pelepasan
Butir
(Ravelling)

295

14

0.16

330

27.5

5.5

0.32

85

25

1.15

3.6

30

29

0.53

90

0.12

75

0.55

212.5

1
5.2
2.5

2.5

14.5

5.5

1.5

2.5

0.2

10

4.5

0.12

3.5

7.5

10

50

12

1+100 s/d 1+200

13

1+200 s/d 1+300

13

14

1+300 s/d 1+400

15

1+400 s/d 1+500

1.5

16

1+500 s/d 1+600

17

1+600 s/d 1+700

18

1+700 s/d 1+800

0.5

19

1+800 s/d 1+900

0.5

20

1+900 s/d 2+000

21

2+000 s/d 2+100

16

0.5
0.65
1.2

2.5

0.2
3
0.16
6

2.5

14.8

2.4

12.5

Universitas Sumatera Utara

22

2+100 s/d 2+200

1.5

3.2

23

2+200 s/d 2+300

24

2+300 s/d 2+400

25

2+400 s/d 2+500

26

2+500 s/d 2+600

27

2+600 s/d 2+700

28

2+700 s/d 2+800

29

2+800 s/d 2+900

1.5

16.5

30

2+900 s/d 3+000

31

3+000 s/d 3+100

32

3+100 s/d 3+200

88

33

3+200 s/d 3+300

12

34

3+300 s/d 3+400

27

35

3+400 s/d 3+500

107

36

3+500 s/d 3+600

33

37

3+600 s/d 3+700

43.5

38

3+700 s/d 3+800

26

39

3+800 s/d 3+900

45

0.06

40

3+900 s/d 4+000

97.5

0.12

41

4+000 s/d 4+100

153

42

4+100 s/d 4+200

9.1

43

4+200 s/d 4+300

12

22

44

4+300 s/d 4+400

0.06

45

4+400 s/d 4+500

28.5

10

0.16

46

4+500 s/d 4+600

50

30

47

4+600 s/d 4+700

15

7.5

48

4+700 s/d 4+800

28

5.5

0.16

0.6

5.5

0.04

1.6

2.8

0.6

0.06
2.5

150

1.59

3.5

75
0.5

1.76

66
0.09

63

16
0.16

16
7.5

15
4.5
30

48
24

Universitas Sumatera Utara

49

4+800 s/d 4+900

12

12

50

4+900 s/d 5+000

31

7.5

51

5+000 s/d 5+100

52

5+100 s/d 5+200

53

5+200 s/d 5+300

54

5+300 s/d 5+400

0.8

3.5

Total
983.60
Sumber : Data Primer (Survei 10 - 12 September 2010)

28

10

0.2

14

26

0.18

90

0.09

36

4
16.00

82.70

7.20

369.60

10.59

14.10

17.00

Universitas Sumatera Utara

1805.00

Dari data luasan kerusakan jalan yang di dapat, maka dapat di tentukan persentasi
tiap jenis kerusakan dari yang terbesar sampai terkecil, yang digambarkan melalui
diagram dibawah ini.

R. Buaya
983.6 m2 (29.75 %)

Pelepasan Butir
1805 m2 (54.6 %)
Keriting
16 m2 (0.48 %)
R. Memanjang/Melintang
82.7 m2 (2.50 %)
Alur
7.20 m2 (0.22 %)
Tambalan
369.6 m2 (11.18 %)

Jembul
17 m2 (0.51 %)

Lubang
10.59m2 (0.32 %)

Amblas
14.1 m2 (0.43 %)

Gambar 4.2. Diagram Persentase Penilaian Tiap Kerusakan Jalan

Berdasarkan diagram persentase diatas dapat dilihat jenis kerusakan jalan


yang terjadi, mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil, yaitu :

Pelepasan butir (Ravelling), dengan luas 1805 m2 (54.6 %).

Retak Kulit Buaya (Alligator Cracking), dengan luas 983.6 m2 (29.75 %).

Tambalan (Patching), dengan luas 369.6 m2 (11.18 %).

Universitas Sumatera Utara

Retak Memanjang / Melintang (Long and Trans Cracking), dengan luas


82.7 m2 (2.50 %).

Jembul (Shoving), dengan luas 17 m2 (0.51 %).

Keriting (Corrugation), dengan luas 16 m2 (0.48 %).

Amblas (Depression), dengan luas 14.1 m2 (0.43 %).

Lubang (Potholes), dengan luas 10.59 m2 (0.32 %).

Alur (Rutting), dengan luas 7.2 m2 (0.22 %).

4.1.3. Data Lalu Lintas


Data lalu lintas yang diambil adalah data volume lalu lintas selama satu
hari (24 jam), dengan interval waktu tiap 1 jam. Data lalu lintas ini diambil di
sepanjang ruas jalan Setia Budi dengan cara penghitungan langsung (survei
lapangan). Adapun tujuan data volume lalu lintas ini adalah untuk menentukan
kelas LHR jalan (tabel 3.2), sehingga dapat dicari urutan prioritas untuk
menentukan jenis pemeliharaan jalan yang sesuai untuk ruas jalan tersebut.
Dalam penghitungan volume lalu lintas, terdapat 8 jenis golongan
kendaraan yang akan di survei, antara lain :
1. Golongan 1

sepeda motor, kendaraan roda tiga

2. Golongan 2

sedan, jeep, station wagon

3. Golongan 3

opelet, pick up opelet, suburban, combi, minibus

4. Golongan 4

pick up, micro truk, mobil hantaran

5. Golongan 5a :

bus kecil

Golongan 5b :

bus besar

6. Golongan 6a :

truk ringan 2 sumbu

Universitas Sumatera Utara

Golongan 6b :

truk berat 2 sumbu

7. Golongan 7a :

truk 3 sumbu

Golongan 7b :

truk gandeng

Golongan 7c :

truk semi trailer

8. Golongan 8

kendaraan tidak bermotor

Jumlah volume lalu lintas yang melewati ruas jalan Setia Budi selama satu hari
(24 jam) dapat di lihat pada tabel 4.2 dibawah ini.
Tabel 4.2. Data Volume Lalu Lintas

Golongan
1
2
3

Jenis kendaraan
sepeda motor, kendaraan
roda tiga
sedan, jeep, station wagon
opelet, pick up opelet,
suburban, combi, minibus
pick up, micro truk, mobil
hantaran

Volume lalu
lintas
(kendaraan)

Volume lalu
lintas
(smp)

22488

11244

11195

11195

2485

2485

642

642

5a

bus kecil

5b

bus besar

15

45

6a

truk ringan 2 sumbu

333

666

6b

truk berat 2 sumbu

46

92

7a

truk 3 sumbu

7b

truk gandeng

7c

truk semi trailer

kendaraan tidak bermotor

78

39

37282

26408

Total
Sumber : Data Primer (Survei 22 September 2010)

Universitas Sumatera Utara

Dari hasil survei volume kendaraan selama 24 jam didapatkan volume lalu lintas
yang melewati Jalan Setia Budi adalah 26408 smp.
Maka berdasarkan tabel 3.2, dapat ditentukan kelas lalu lintas untuk Jalan Setia
Budi adalah 7 (untuk LHR 20000 50000).

4.2. Pengolahan Data


Pengolahan data pada pengerjaan tugas akhir ini dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode pendekatan yaitu metode Bina Marga dan metode
Pavement Condition Index (PCI).
4.2.1. Analisa Data dengan Metode Bina Marga
Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan, selanjutnya dapat
dilakukan penilaian kondisi jalan. Penilaian kondisi jalan ini dilakukan untuk tiap
segmen yang panjang tiap segmen adalah 100 m. Adapun penilaian kondisi jalan
dipengaruhi oleh keretakan, alur, lubang, tambalan, kekasaran permukaan, dan
amblas. Selanjutnya ditentukan urutan prioritas penanganan yang diperlukan
sehingga dapat diketahui jenis pemeliharaan yang diperlukan untuk jalan Setia
Budi.

Universitas Sumatera Utara

4.2.1.1. Penilaian Kondisi Jalan


a. Segmen 1 (Stasioning 0+000 s/d 0+100)

Jenis Kerusakan

Retak

Alur
Tambalan dan
Lubang
Kekasaran
Permukaan
Amblas

Rata Rata
Angka
Kerusakan

Ukuran

Angka
Kerusakan

< 10%

Pelepasan Butir

Kedalaman

Total

Faktor Pengaruh
Retak Buaya
Lebar
Luas
Retak Acak
Lebar
Luas
Retak Melintang
Lebar
Luas
Retak Memanjang
Lebar
Luas
Kedalaman
Luas

Total angka kerusakan untuk segmen 1 = 3, Berdasarkan tabel 3.1 segmen 1


memiliki angka kerusakan diantara 0-3. Maka didapat nilai kondisi jalan untuk
segmen ini adalah 1.
b. Segmen 2 (Stasioning 0+100 s/d 0+200)

Jenis Kerusakan

Retak

Faktor Pengaruh
Retak Buaya
Lebar
Luas
Retak Acak

Ukuran

Angka
Kerusakan

Rata Rata
Angka
Kerusakan
-

Universitas Sumatera Utara

Alur
Tambalan dan
Lubang
Kekasaran
Permukaan
Amblas

Lebar
Luas
Retak Melintang
Lebar
Luas
Retak Memanjang
Lebar
Luas
Kedalaman

> 2mm
< 10 %

1
3
1

Luas

< 10%

Pelepasan Butir

Kedalaman

Total

4.667

1.667

Total angka kerusakan untuk segmen 2 = 4.667, Berdasarkan tabel 3.1 segmen 2
memiliki angka kerusakan diantara 4 - 6. Maka didapat nilai kondisi jalan untuk
segmen ini adalah 2.
c. Segmen 3 (Stasioning 0+200 s/d 0+300)

Jenis Kerusakan

Retak

Alur
Tambalan dan
Lubang

Ukuran

Angka
Kerusakan

Retak Buaya
Lebar
Luas
Retak Acak
Lebar
Luas
Retak Melintang
Lebar
Luas
Retak Memanjang
Lebar
Luas
Kedalaman

> 2mm
< 10%
-

5
3
1
-

Luas

< 10%

Faktor Pengaruh

Rata Rata
Angka
Kerusakan
3

Universitas Sumatera Utara

Kekasaran
Permukaan
Amblas

Pelepasan Butir

Kedalaman

Total

Total angka kerusakan untuk segmen 3 = 6, Berdasarkan tabel 3.1 segmen 3


memiliki angka kerusakan diantara 4 - 6. Maka didapat nilai kondisi jalan untuk
segmen ini adalah 2.

d. Segmen 4 (Stasioning 0+300 s/d 0+400)

Jenis Kerusakan

Retak

Alur
Tambalan dan
Lubang
Kekasaran
Permukaan
Amblas

Rata Rata
Angka
Kerusakan

Ukuran

Angka
Kerusakan

Retak Buaya
Lebar
Luas
Retak Acak
Lebar
Luas
Retak Melintang
Lebar
Luas
Retak Memanjang
Lebar
Luas
Kedalaman

> 2mm
< 10%
-

5
3
1
-

Luas

< 10%

>5/ 100m

4
Total

4
10

Faktor Pengaruh

Pelepasan Butir
Kedalaman

Universitas Sumatera Utara

Total angka kerusakan untuk segmen 4 = 10, Berdasarkan tabel 3.1 segmen 4
memiliki angka kerusakan diantara 10-12. Maka didapat nilai kondisi jalan untuk
segmen ini adalah 4.

e. Segmen 5 (Stasioning 0+400 s/d 0+500)

Jenis Kerusakan

Retak

Alur
Tambalan dan
Lubang
Kekasaran
Permukaan
Amblas

Rata Rata
Angka
Kerusakan

Ukuran

Angka
Kerusakan

Retak Buaya
Lebar
Luas
Retak Acak
Lebar
Luas
Retak Melintang
Lebar
Luas
Retak Memanjang
Lebar
Luas
Kedalaman

> 2mm
< 10%
> 2mm
< 10 %

5
3
1
1
3
1

Luas

< 10%

>5/ 100m

4
Total

4
11.667

Faktor Pengaruh

Pelepasan Butir
Kedalaman

1.667

Total angka kerusakan untuk segmen 5 = 11.667, Berdasarkan tabel 3.1 segmen 5
memiliki angka kerusakan diantara 10-12. Maka didapat nilai kondisi jalan untuk
segmen ini adalah 4.
Nilai kondisi jalan untuk segmen 6 sampai segmen 54 dapat dicari seperti
cara penilaian kondisi jalan pada segmen 1 sampai segmen 5. Adapun nilai

Universitas Sumatera Utara

kondisi jalan dari segmen 1 sampai segmen 54 dapat dilihat pada tabel 4.3 di
bawah ini.

Tabel 4.3. Penilaian Kondisi Jalan Tiap Segmen


Segmen

Stasioning

Total Angka Kerusakan

Nilai Kondisi

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

0+000 s/d 0+100


0+100 s/d 0+200
0+200 s/d 0+300
0+300 s/d 0+400
0+400 s/d 0+500
0+500 s/d 0+600
0+600 s/d 0+700
0+700 s/d 0+800
0+800 s/d 0+900
0+900 s/d 1+000
1+000 s/d 1+100
1+100 s/d 1+200
1+200 s/d 1+300
1+300 s/d 1+400
1+400 s/d 1+500
1+500 s/d 1+600
1+600 s/d 1+700
1+700 s/d 1+800
1+800 s/d 1+900
1+900 s/d 2+000
2+000 s/d 2+100
2+100 s/d 2+200
2+200 s/d 2+300
2+300 s/d 2+400
2+400 s/d 2+500
2+500 s/d 2+600
2+600 s/d 2+700
2+700 s/d 2+800
2+800 s/d 2+900
2+900 s/d 3+000
3+000 s/d 3+100

3
4.667
6
10
11.667
11
6
4.667
1.667
4.667
4.333
4.667
4.333
8.667
2.333
1.333
0
4.667
4.667
4.667
4
7.667
7
4.667
4.667
1.667
7
3
1.667
3
0

1
2
2
4
4
4
2
2
1
2
2
2
2
3
1
1
0
2
2
2
2
3
3
2
2
1
3
1
1
1
0

Universitas Sumatera Utara

32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54

3+100 s/d 3+200


3+200 s/d 3+300
3+300 s/d 3+400
3+400 s/d 3+500
3+500 s/d 3+600
3+600 s/d 3+700
3+700 s/d 3+800
3+800 s/d 3+900
3+900 s/d 4+000
4+000 s/d 4+100
4+100 s/d 4+200
4+200 s/d 4+300
4+300 s/d 4+400
4+400 s/d 4+500
4+500 s/d 4+600
4+600 s/d 4+700
4+700 s/d 4+800
4+800 s/d 4+900
4+900 s/d 5+000
5+000 s/d 5+100
5+100 s/d 5+200
5+200 s/d 5+300
5+300 s/d 5+400

3
6
6
3
6
3
6
6
3
3.333
10
3
6
3
3
6
6
6
3
7.667
3
3
4.667
Total

1
2
2
1
2
1
2
2
1
2
4
1
2
1
1
2
2
2
1
3
1
1
2
99

Dari perhitungan penilaian kondisi jalan didapat nilai kondisi jalan rata rata
adalah :
=

99
=
= 1.833

54

Universitas Sumatera Utara

4.2.1.2. Penentuan Urutan Prioritas


Penilaian urutan prioritas penanganan terhadap kondisi jalan Setia
Budi dapat dihitung dengan rumus :
Urutan prioritas

= 17 ( Kelas LHR + Nilai Kondisi Jalan )

Maka :
Urutan prioritas

= 17 ( 7 + 1.833 )
= 8.167

Dari hasil perhitungan diatas, maka didapat urutan prioritas untuk


jalan Setia Budi adalah 8.167. Urutan prioritas >7 adalah urutan prioritas
kelas A dimana jalan yang berada pada urutan prioritas ini dimasukkan
dalam program pemeliharaan rutin.

4.2.2. Analisa Data dengan Metode Pavement Condition Index (PCI)


Dalam menentukan nilai PCI suatu segmen jalan, harus diketahui faktor
faktor kerusakan yang berpengaruh terhadap nilai PCI tersebut. Adapun faktor
kerusakan yang berpengaruh adalah alligator cracking, bleeding, block cracking,
bumps and sags, corrugation, depression, edge cracking, joint reflection,
lane/shoulder drop off, longitudinal and transverse cracking, patching and utility
cut patching, polished aggregate, potholes, railroad crossings, rutting, shoving,
slippage cracking, swell, weathering and ravelling.
Berdasarkan data kerusakan yang telah diperoleh, maka selanjutnya akan
dicari nilai density (persentase kerusakan) tiap jenis kerusakan ini. Selanjutnya,
dari nilai density ini akan didapat nilai angka pengurangan (deduct value), total
nilai angka pengurangan atau nilai Total Deduct Value (TDV), nilai Corrected

Universitas Sumatera Utara

Deduct Value (CDV), dan kemudian akan didapat nilai PCI jalan. Selanjutnya
akan ditentukan klasifikasi jenis perkerasan dan program pemeliharaan yang
sesuai untuk jalan Setia Budi. Seperti yang telah dijelaskan dalam bab
sebelumnya.
4.2.2.1. Penilaian Kondisi Jalan
Berdasarkan data kerusakan jalan yang diperoleh, maka selanjutnya dapat
dilakukan penilaian kondisi jalan untuk mendapatkan nilai PCI jalan Setia Budi
ini. Adapun penilaian kondisi jalan dengan metode PCI ini dilakukan tiap segmen
jalan, yang masing masing segmen panjangnya 100 m.
a. Segmen 1 (Stasioning 0+000 s/d 0+100)
Jenis Kerusakan yang terjadi pada segmen ini adalah :

Patching and utility cut patching


Luas kerusakan

18.5 m2

Luas Area

12 x 100 = 1200 m2

Tingkat kerusakan (severity level)

Low (L)

Kadar Kerusakan (density)

1.5417 %

Nilai Pengurangan (deduct value)

Nilai Pengurangan (deduct value) didapat dari grafik hubungan density


dan deduct value di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara

Shoving
Luas kerusakan

3 m2

Luas Area

12 x 100 = 1200 m2

Tingkat kerusakan (severity level)

Medium (M)

Kadar Kerusakan (density)

0.25 %

Nilai Pengurangan (deduct value)

Nilai Pengurangan (deduct value) didapat dari grafik hubungan density


dan deduct value di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara

Weathering and Ravelling


Luas kerusakan

295 m2

Luas Area

12 x 100 = 1200 m2

Tingkat kerusakan (severity level)

Medium (M)

Kadar Kerusakan (density)

24.583 %

Nilai Pengurangan (deduct value)

26

Nilai Pengurangan (deduct value) didapat dari grafik hubungan density


dan deduct value di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara

Total Deduct Value (TDV)

3 + 3 + 26

Corrected Deduct Value (CDV)

32

= 32

Nilai Corrected Deduct Value (CDV) didapat dari grafik hubungan antara Total
Deduct Value (TDV) dan Corrected Deduct Value (CDV) di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara

Sehingga nilai PCI untuk segmen 1 adalah :


PCI

= 100 CDV

PCI

= 100 32

= 68

b. Segmen 2 (Stasioning 0+100 s/d 0+200)


Jenis Kerusakan yang terjadi pada segmen ini adalah :

Longitudinal and Transverse Cracking


Panjang kerusakan

20 m

Luas Area

12 x 100 = 1200 m2

Tingkat kerusakan (severity level)

Low (L)

Kadar Kerusakan (density)

1.6667 %

Nilai Pengurangan (deduct value)

Universitas Sumatera Utara

Nilai Pengurangan (deduct value) didapat dari grafik hubungan density


dan deduct value di bawah ini:

Patching and utility cut patching


Luas kerusakan

14 m2

Luas Area

12 x 100 = 1200 m2

Tingkat kerusakan (severity level)

Low (L)

Kadar Kerusakan (density)

1.1667 %

Nilai Pengurangan (deduct value)

Nilai Pengurangan (deduct value) didapat dari grafik hubungan density


dan deduct value di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara

Potholes
Jumlah kerusakan

Luas Area

12 x 100 = 1200 m2

Tingkat kerusakan (severity level)

Medium (M)

Kadar Kerusakan (density)

0.08333 %

Nilai Pengurangan (deduct value)

30

Nilai Pengurangan (deduct value) didapat dari grafik hubungan density


dan deduct value di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara

Weathering and Ravelling


Luas kerusakan

330 m2

Luas Area

12 x 100 = 1200 m2

Tingkat kerusakan (severity level)

Medium (M)

Kadar Kerusakan (density)

27.5 %

Nilai Pengurangan (deduct value)

28

Nilai Pengurangan (deduct value) didapat dari grafik hubungan density


dan deduct value di bawah ini :

Universitas Sumatera Utara

Total Deduct Value (TDV)

4 + 3 + 30 + 28 = 65

Corrected Deduct Value (CDV)

48

Nilai Corrected Deduct Value (CDV) didapat dari grafik hubungan antara Total
Deduct Value (TDV) dan Corrected Deduct Value (CDV) di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara

Sehingga nilai PCI untuk segmen 2 adalah :


PCI

= 100 CDV

PCI

= 100 48

= 52

c. Segmen 3 (Stasioning 0+200 s/d 0+300)


Jenis Kerusakan yang terjadi pada segmen ini adalah :

Alligator Cracking
Luas kerusakan

27.5 m2

Luas Area

12 x 100 = 1200 m2

Tingkat kerusakan (severity level)

High (H)

Kadar Kerusakan (density)

2.2917 %

Nilai Pengurangan (deduct value)

43

Universitas Sumatera Utara

Nilai Pengurangan (deduct value) didapat dari grafik hubungan density


dan deduct value di bawah ini:

Patching and utility cut patching


Luas kerusakan

5.5 m2

Luas Area

12 x 100 = 1200 m2

Tingkat kerusakan (severity level)

Low (L)

Kadar Kerusakan (density)

0.4583 %

Nilai Pengurangan (deduct value)

Nilai Pengurangan (deduct value) didapat dari grafik hubungan density


dan deduct value di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara

Potholes
Jumlah kerusakan

Luas Area

12 x 100 = 1200 m2

Tingkat kerusakan (severity level)

Low (L)

Kadar Kerusakan (density)

0.08333 %

Nilai Pengurangan (deduct value)

19

Luas Area

12 x 100 = 1200 m2

Tingkat kerusakan (severity level)

Medium (M)

Kadar Kerusakan (density)

0.1667 %

Nilai Pengurangan (deduct value)

45

Jumlah kerusakan

Universitas Sumatera Utara

Nilai Pengurangan (deduct value) didapat dari grafik hubungan density


dan deduct value di bawah ini:

Weathering and Ravelling


Luas kerusakan

85 m2

Luas Area

12 x 100 = 1200 m2

Tingkat kerusakan (severity level)

Low (L)

Kadar Kerusakan (density)

7.0833 %

Nilai Pengurangan (deduct value)

Nilai Pengurangan (deduct value) didapat dari grafik hubungan density


dan deduct value di bawah ini :

Universitas Sumatera Utara

Total Deduct Value (TDV)

43 + 1 + 19 + 45 + 4 = 112

Corrected Deduct Value (CDV)

70

Nilai Corrected Deduct Value (CDV) didapat dari grafik hubungan antara Total
Deduct Value (TDV) dan Corrected Deduct Value (CDV) di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara

Sehingga nilai PCI untuk segmen 3 adalah :


PCI

= 100 CDV

PCI

= 100 70

= 30

Nilai deduct value untuk tiap jenis kerusakan jalan untuk segmen 4 sampai
segmen 54 dapat dicari seperti cara mencari nilai deduct value pada segmen 1
sampai segmen 3. Adapun nilai deduct value jalan dari segmen 1 sampai segmen
54 dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.4. Nilai Deduct Value Tiap Jenis dan Tingkat Kerusakan

Segmen

Nilai Deduct Value Tiap Jenis dan Tingkat Kerusakan


Stasioning

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

0+000 s/d 0+100


0+100 s/d 0+200
0+200 s/d 0+300
0+300 s/d 0+400
0+400 s/d 0+500
0+500 s/d 0+600
0+600 s/d 0+700
0+700 s/d 0+800
0+800 s/d 0+900
0+900 s/d 1+000
1+000 s/d 1+100
1+100 s/d 1+200
1+200 s/d 1+300
1+300 s/d 1+400
1+400 s/d 1+500
1+500 s/d 1+600

Alligator
Cracking
L

Corrugation

Longitudinal
and
Transverse
Cracking

Rutting

43
29
30

11

5
4
3
5
4
4
6

3
8
5
12
6
2

0
1
0
1
0
0
1
9

Depression

Potholes

19
14
13

30
45

Weathering
and
Ravelling
L

26
28
4

75

10
15
14

60
45
65

30
30

1
0

Shoving

15
4

13

3
3
1
1

22

Patching

30
30

50
65
50

Universitas Sumatera Utara

17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40

1+600 s/d 1+700


1+700 s/d 1+800
1+800 s/d 1+900
1+900 s/d 2+000
2+000 s/d 2+100
2+100 s/d 2+200
2+200 s/d 2+300
2+300 s/d 2+400
2+400 s/d 2+500
2+500 s/d 2+600
2+600 s/d 2+700
2+700 s/d 2+800
2+800 s/d 2+900
2+900 s/d 3+000
3+000 s/d 3+100
3+100 s/d 3+200
3+200 s/d 3+300
3+300 s/d 3+400
3+400 s/d 3+500
3+500 s/d 3+600
3+600 s/d 3+700
3+700 s/d 3+800
3+800 s/d 3+900
3+900 s/d 4+000

0
0

2
0
0
2
3
0
0
1
0
0

17
15
4
16
4
15

30
6
3
2
2
1
1

30
19

4
19
13

20
19

4
9

75

4
0

6
0
43
21
29

30
5
30

50
14
13

31
32
33
29
36
45

24

30
5

9
19

14
30

Universitas Sumatera Utara

41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54

4+000 s/d 4+100


4+100 s/d 4+200
4+200 s/d 4+300
4+300 s/d 4+400
4+400 s/d 4+500
4+500 s/d 4+600
4+600 s/d 4+700
4+700 s/d 4+800
4+800 s/d 4+900
4+900 s/d 5+000
5+000 s/d 5+100
5+100 s/d 5+200
5+200 s/d 5+300
5+300 s/d 5+400

50
19
21

0
13
5

7
28
36
23
30
21
31
14

13

2
5
1

9
4
30
30

12
10
10

2
1
3

8
14

30
50
30

10

9
15
11

12

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya, untuk nilai PCI tiap jenis kerusakan jalan dari segmen 1
sampai segmen 54 dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini.

Tabel 4.5. Nilai PCI Tiap Segmen Jalan

Segmen

Stasioning

Total Deduct
Value (TDV)

Corrected
Deduct Value
(CDV)

Nilai PCI
(100 CDV)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

0+000 s/d 0+100


0+100 s/d 0+200
0+200 s/d 0+300
0+300 s/d 0+400
0+400 s/d 0+500
0+500 s/d 0+600
0+600 s/d 0+700
0+700 s/d 0+800
0+800 s/d 0+900
0+900 s/d 1+000
1+000 s/d 1+100
1+100 s/d 1+200
1+200 s/d 1+300
1+300 s/d 1+400
1+400 s/d 1+500
1+500 s/d 1+600
1+600 s/d 1+700
1+700 s/d 1+800
1+800 s/d 1+900
1+900 s/d 2+000
2+000 s/d 2+100
2+100 s/d 2+200
2+200 s/d 2+300
2+300 s/d 2+400
2+400 s/d 2+500
2+500 s/d 2+600
2+600 s/d 2+700
2+700 s/d 2+800
2+800 s/d 2+900
2+900 s/d 3+000
3+000 s/d 3+100
3+100 s/d 3+200

32
65
112
129
144
68
77
16
6
37
42
12
96
72
82
30
0
32
23
18
4
9
55
24
20
19
33
98
7
15
80
43

32
48
70
73
70
43
56
16
6
37
31
8
55
52
59
30
0
32
17
18
0
0
34
24
20
19
24
69
0
10
58
43

68
52
30
27
30
57
44
84
94
63
69
92
45
48
41
70
100
68
83
82
100
100
66
76
80
81
76
31
100
90
42
57

Universitas Sumatera Utara

33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54

3+200 s/d 3+300


3+300 s/d 3+400
3+400 s/d 3+500
3+500 s/d 3+600
3+600 s/d 3+700
3+700 s/d 3+800
3+800 s/d 3+900
3+900 s/d 4+000
4+000 s/d 4+100
4+100 s/d 4+200
4+200 s/d 4+300
4+300 s/d 4+400
4+400 s/d 4+500
4+500 s/d 4+600
4+600 s/d 4+700
4+700 s/d 4+800
4+800 s/d 4+900
4+900 s/d 5+000
5+000 s/d 5+100
5+100 s/d 5+200
5+200 s/d 5+300
5+300 s/d 5+400

40
72
31
46
87
43
69
75
50
41
38
52
60
41
36
40
33
32
64
79
41
17

24
46
31
28
55
27
44
55
50
26
29
27
44
31
26
30
24
32
36
51
30
12
Total Nilai PCI

76
54
69
72
45
73
56
45
50
74
71
73
56
69
74
70
76
68
64
49
70
88
3588

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa total nilai PCI adalah 3588. Sehingga dapat
dicari nilai PCI rata rata untuk Jalan Setia Budi.



3588
54

= 66.444

Universitas Sumatera Utara

4.2.2.2. Klasifikasi Jenis Perkerasan dan Program Pemeliharaan


Dari hasil perhitungan diatas, maka didapat nilai PCI untuk jalan Setia
Budi adalah 66.444. Dari hasil nilai PCI jalan ini, maka

Jalan Setia Budi

termasuk dalam klasifikasi kualitas baik (good). Berdasarkan nilai PCI maka
jalan tersebut termasuk dalam program pemeliharaan rutin.

4.3.

Perbandingan Hasil Analisa Data Menurut Metode Bina Marga dan


Metode Pavement Condition Index (PCI)
Dari evaluasi tingkat kerusakan jalan, didapatkan beberapa perbedaan

sebagai perbandingan antara metode Bina Marga dan metode Pavement Condition
Index (PCI). Adapun perbandingan evaluasi dari kedua metode yang digunakan
adalah sebagai berikut :
a. Metode Bina Marga

Dalam evaluasi tingkat kerusakan dengan menggunakan metode Bina


Marga, terdapat 5 jenis kerusakan yang ditinjau, antara lain :
Retak
Retak yang dimaksud dapat berupa retak buaya, retak acak, retak
melintang, dan retak memanjang.
Alur
Tambalan dan Lubang
Kekasaran permukaan
Kekasaran permukaan yang dimaksud dapat berupa pengelupasan
permukaan jalan (desintegration), pelepasan butir (ravelling),
kekurusan (hungry), dan kegemukan (fatty / bleeding).

Universitas Sumatera Utara

Amblas

Data yang digunakan adalah data panjang, lebar, luasan, serta kedalaman
dari tiap jenis kerusakan yang ditinjau. Serta data volume lalu lintas
harian.

Pengambilan data dan analisadata dilakukan tiap segmen jalan, dimana


masing masing segmen panjangnya 100 m.

Prosedur analisa data dengan metode Bina Marga, yaitu :


Dari data yang ada, maka dapat ditentukan nilai kondisi jalan dan
nilai kelas LHR yang ketentuannya dapat dilihat pada tabel 3.1 dan
tabel 3.2.
Penentuan urutan prioritas dengan rumus :
Urutan Prioritas = 17 (Kelas LHR + Nilai Kondisi Jalan)
Penentuan jenis pemeliharaan terhadap kerusakan berdasarkan
urutan prioritas.

Hasil analisa dari evaluasi kerusakan jalan yang didapatkan untuk jalan
Setia Budi Medan diperoleh urutan prioritas = 8.167 (urutan prioritas >
7), yang dimasukkan kedalam urutan prioritas kelas A, dimana jalan yang
berada pada urutan prioritas ini dimasukkan kedalam program
pemeliharaan rutin.

b. Metode Pavement Condition Index (PCI)

Kategori jenis kerusakan yang ditinjau menurut metode PCI lebih


spesifik, terdapat 19 jenis kerusakan yang ditinjau, antara lain alligator
cracking, bleeding, block cracking, bumps and sags, corrugation,
depression, edge cracking, joint reflection, lane/shoulder drop off,

Universitas Sumatera Utara

longitudinal and transverse cracking, patching and utility cut patching,


polished aggregate, potholes, railroad crossings, rutting, shoving,
slippage cracking, swell, weathering and ravelling.

Data yang digunakan adalah data panjang, lebar, luasan, serta kedalaman
dari tiap jenis kerusakan yang ditinjau.

Pengambilan data dan analisadata dilakukan tiap segmen jalan, dimana


masing masing segmen panjangnya 100 m.

Prosedur analisa data dengan menggunakan metode Pavement Condition


Index (PCI), yaitu :
Dari data yang ada, maka dapat ditentukan nilai kadar kerusakan
(density), nilai pengurangan (deduct value), nilai total deduct value
(TDV),

dan

nilai

corrected

deduct

value

(CDV).

Yang

ketentuannya dapat dilihat pada bab metodologi.


Penilaian kondisi perkerasan jalan dengan rumus :
Nilai PCI = 100 CDV
Klasifikasi kualitas perkerasan jalan dan penentuan

jenis

pemeliharaan jalan yang sesuai.

Hasil analisa data didapat

nilai PCI

untuk jalan Setia Budi adalah

66.444. Dari hasil nilai PCI jalan ini, maka Jalan Setia Budi termasuk
dalam klasifikasi kualitas baik (good). Berdasarkan nilai PCI, maka jalan
tersebut termasuk dalam program pemeliharaan rutin.

Universitas Sumatera Utara

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil studi dan analisa yang dilakukan pada jalan Setia Budi Medan,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Dari hasil evaluasi kerusakan pada jalan Setia Budi Medan, dapat dilihat
bahwa total kerusakan yang terjadi adalah seluas 3305.79 m2. Dan jenis
kerusakan jalan yang terjadi dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah
sebagai berikut :

Pelepasan butir (Ravelling), dengan luas 1805 m2 (54.6 %).

Retak Kulit Buaya (Alligator Cracking), dengan luas

983.6 m2

(29.75%).

Tambalan (Patching), dengan luas 369.6 m2 (11.18 %).

Retak Memanjang / Melintang (Long and Trans Cracking), dengan


luas 82.7 m2 (2.50 %).

Jembul (Shoving), dengan luas 17 m2 (0.51 %).

Keriting (Corrugtion), dengan luas 16 m2 (0.48 %).

Amblas (Depression), dengan luas 14.1 m2 (0.43 %).

Lubang (Potholes), dengan luas 10.59 m2 (0.32 %).

Alur (Rutting), dengan luas 7.2 m2 (0.22 %).

2. Hasil evaluasi kerusakan jalan berdasarkan metode Bina Marga


menunjukkan bahwa urutan prioritas untuk jalan Setia Budi Medan adalah
8.167 (urutan prioritas > 7), adalah urutan prioritas kelas A. Sehingga jenis

Universitas Sumatera Utara

pemeliharaan yang sesuai untuk jalan Setia Budi Medan adalah program
pemeliharaan rutin.
3. Hasil evaluasi kerusakan jalan berdasarkan metode Pavement Condition
Index (PCI) menunjukkan bahwa nilai kondisi jalan atau nilai PCI jalan
Setia Budi Medan adalah 66.444 yang termasuk dalam klasifikasi kualitas
perkerasan dengan tingkat baik (good). Berdasarkan nilai PCI tersebut ,
maka jenis pemeliharaan yang sesuai untuk jalan Setia Budi Medan adalah
program pemeliharaan rutin.

5.2. Saran
1. Prioritas penanganan yang utama dilakukan pada unit atau segmen jalan
yang memiliki nilai kondisi jalan yang rendah, sehingga kerusakan yang
terjadi pada ruas jalan tidak menjadi lebih parah.
2. Survei dilakukan dengan survai visual, sehingga masih diperlukan studi
lanjutan dengan menggunakan alat yang penilaiannya lebih akurat, seperti
alat NAASRA Roughometer untuk menghitung nilai kekasaran permukaan
sehingga dapat dijadikan acuan dalam penentuan tingkat pelayanan jalan.
3. Evaluasi yang diamati dalam tugas akhir ini merupakan evaluasi terhadap
perkerasan jalan, sehingga untuk mendukung program pemeliharaan yang
lebih kompleks, maka diperlukan juga studi lanjutan terhadap sistem
drainase jalan, trotoar dan bahu jalan, serta perhitungan anggaran biaya
yang diperlukan untuk pemeliharaan. Sehingga dapat tercipta suatu sistem
pemeliharaan jalan yang lebih tepat, efisien dan lebih ekonomis.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pekerjaan Umum, (1992), Petunjuk Praktis Pemeliharaan Rutin
Jalan Upr. 02.1 Pemeliharaan Rutin Perkerasan Jalan, Direktorat Jenderal
Bina Marga, Jakarta, Indonesia.
Departemen Pekerjaan Umum, (1990), Tata Cara Penyusunan Program
Pemeliharaan Jalan Kota, No. 018/T/BNKT/1990, Direktorat Jenderal Bina
Marga, Jakarta, Indonesia.
Direktorat Pembinaan Jalan Kota, (1991), Tata Cara Survai Kondisi Jalan
Kota, No: 05/T/BNKT/1991, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta,
Indonesia.
Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, (2004), Survai Pencacahan
Lalu Lintas Dengan Cara Manual, Pd. T-19-2004-B, Direktorat Bina Teknik.
Direktorat Jenderal Tata Perkotaan dan Pedesaan, Jakarta, Indonesia.
Departement Of Defense, (2004), Pavement Maintenance Management, UFC
3-270-08, Unified Facilities Criteria (UFC), USA.
Departement Of Defense, (2001), Paver Asphalt Surfaced Airfields Pavement
Condition Index(PCI), UFC 3-270-06, Unified Facilities Criteria (UFC), USA.
Sukirman, S., (1992), Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova, Bandung.
Suwandi, S., Sartono, W., Christady, H., (2008), Evaluasi Tingkat Kerusakan
Jalan Dengan Metode Pavement Condition Index (PCI) untuk Menunjang
Pengambilan Keputusan, Forum Teknik Sipil No.XVIII, Yogyakarta,
Indonesia.
Walker, D., Entine, L., Kummer, S., (2002), Pavement Surface Evaluation and

Rating Asphalt Roads Manual, University of Wisconsin, Madison.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai