Anda di halaman 1dari 29

UNIVERSITAS INDONESIA

VARIABEL PENGARUH YANG DOMINAN DALAM


MENCAPAI MUTU PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN
LENTUR

MAKALAH

Fahira Salsabila
1606870332

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

DEPOK
FEBRUARI 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Variabel Pengaruh yang Dominan dalam Mencapai Mutu Pekerjaan Konstruksi
Jalan Lentur” dengan baik. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas Mata
Kuliah Perancangan Struktur Perkerasan.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sigit
Pranowo Hadiwardoyo DEA. dan Ibu Ir. Ellen Sophie Wulan Tangkudung M.S.
selaku Dosen Mata Kuliah Perancangan Struktur Perkerasan yang telah
memberikan materi dalam menunjang proses penyelesaian makalah ini serta kepada
semua pihak lainnya yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan
sesuai dengan waktunya.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini tidak luput dari
kesalahan dan kurang kesempurnaan, maka kritik dan saran yang konstruktif
dari semua pihak akan penulis terima dengan lapang dada untuk menjadikan
makalah ini lebih baik lagi. Namun penulis berharap semoga makalah ini tetap
bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan serta dapat
menjadi sumber inspirasi untuk kedepan nantinya.

Depok, 12 Februari 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv

DAFTAR TABEL ................................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 6


1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 6
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 6
1.3. Batasan Msalah ........................................................................................ 7
1.4. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 7
1.4.1. Tujuan Umum .............................................................................. 7
1.4.2. Tujuan Khusus ............................................................................. 7
1.5. Manfaat Penulisan .................................................................................... 8

BAB 2 PEMBAHASAN ........................................................................................ 9


2.1. Perkerasan Jalan ....................................................................................... 9
2.1.1. Definisi Perkerasan Jalan ............................................................. 9
2.1.2. Jenis Perkerasan Jalan .................................................................. 9
2.1.3. Fungsi Perkerasan Jalan ............................................................. 10
2.1.4. Perkerasan Lentur Jalan ............................................................. 10
2.1.5. Lapisan Konstruksi Perkerasan Lentur ...................................... 12
2.1.6. Sifat Perkerasan Lentur Jalan ..................................................... 16
2.2. Kerusakan Perkerasan Lentur ................................................................ 17
2.2.1. Jenis Kerusakan Perkerasan Lentur ........................................... 17
2.2.2. Penyebab Kerusakan Perkerasan Lentur .................................... 20
2.3. Faktor – Faktor yang Dapat Mempertahankan Umur Rencana Jalan
Perkerasan Lentur ............................................................................................. 21
2.3.1. Sumber Daya Manusia (SDM) ................................................... 21
2.3.2. Bahan.......................................................................................... 22
2.3.3. Peralatan ..................................................................................... 24
2.3.4. Pengendalian Mutu..................................................................... 25
2.3.5. Lingkungan ................................................................................ 26

BAB 3 PENUTUP................................................................................................ 27
3.1. Kesimpulan ............................................................................................ 27
3.2. Saran ....................................................................................................... 27

ii Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 28

iii Universitas Indonesia


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lapisan Konstruksi Perkerasan Lentur………………………………11

Gambar 2. Retak Halus ......................................................................................... 18

Gambar 3. Retak Buaya ........................................................................................ 18

Gambar 4. Retak Pinggir ....................................................................................... 19

iv Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku ....................... 10

Tabel 2. Persyaratan Gradasi Butiran Agregat sebagai Bahan Susun Lapis Pondasi
Jalan....................................................................................................................... 23

v Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Jalan raya merupakan jalan utama yang menghubungkan satu kawasan
dengan kawasan yang lain. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang pesat
dengan permintaan bangkitan perjalanan yang tinggi serta diiringi oleh
perkembangan teknologi yang semakin canggih, maka kebutuhan terhadap
jalan yang memenuhi persyaratan untuk meningkatkan kekuatan konstruksi
menjadi sangat penting. Kekuatan konstruksi jalan sangat dipengaruhi oleh
jenis perkerasan jalan tersebut.
Semakin tingginya bangkitan perjalanan juga mengakibatkan semakin
pesat pula pertumbuhan jumlah lalu lintas yang dapat mengakibatkan semakin
pendeknya umur pelayanan jalan tersebut. Hal ini berkaitan juga dengan mutu
jalan, baik dari segi perkerasan, lebar jalan, maupun tingkat jalan tersebut dalam
perencanaan. Dengan demikian dapat dipastikan jalan-jalan tersebut akan
mengalami kerusakan. Hal ini terjadi karena perkerasan jalan banyak yang retak.
Kualitas dari perkerasan jalan dipengaruhi banyak hal, mulai dari kualitas
material penyusun, perencanaan pekerjaan konstruksi jalan, proses pemadatan
yang baik dan merata ketika pengerjaan konstruksi, hingga faktor lingkungan
yang ada. Pembahasan lebih lanjut yang memungkinkan untuk menunjang
perkembangan konstruksi perkerasan jalan ini sendiri menjadi inspirasi untuk
pembuatan makalah ini. Sesuai uraian di atas, pada makalah ini akan dibahas
mengenai variabel dominan yang sangat penting untuk meningkatkan mutu
pekerjaan konstruksi jalan lentur.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, masalah-masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah.
1. Apa pengertian dari perkerasan jalan lentur?

6 Universitas Indonesia
2. Berapa jenis kerusakan yang dapat terjadi pada perkerasan jalan lentur?
3. Apa saja penyebab kerusakan pada perkerasan jalan lentur?
4. Bagaimana cara mencegah kerusakan pada perkerasan jalan lentur?

1.3. Batasan Msalah


Adapun batasan-batasan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini
di antaranya.
1. Pengertian perkerasan jalan lentur
2. Jenis-jenis kerusakan yang dapat terjadi pada perkerasan jalan lentur
3. Penyebab kerusakan pada perkerasan jalan lentur
4. Cara mencegah kerusakan pada perkerasan jalan lentur

1.4. Tujuan Penulisan

1.4.1. Tujuan Umum


Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Perancangan Struktur Perkesaran yang diberikan kepada mahasiswa
Departemen Teknik Sipil, Universitas Indonesia, Jurusan Teknik Sipil.

1.4.2. Tujuan Khusus


Berdasarkan latar belakang beserta batasan permasalahan yang ada
maka tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah.
1. Mengetahui pengertian dari perkerasan jalan lentur
2. Mengetahui jenis-jenis kerusakan yang dapat terjadi pada perkerasan
jalan lentur
3. Mengetahui penyebab kerusakan pada perkerasan jalan lentur
4. Mengetahui cara mencegah kerusakan pada perkerasan jalan lentur

7 Universitas Indonesia
1.5. Manfaat Penulisan
Penulis berharap dengan selesainya makalah ini, dapat memberikan
wawasan kepada pembaca mengenai cara mencegah kerusakan pada perkerasan
jalan lentur dengan mengetahui variabel dominan yang sangat penting dan
berpengaruh dalam peningkatan mutu pekerjaan konstruksi jalan lentur.

8 Universitas Indonesia
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Perkerasan Jalan

2.1.1. Definisi Perkerasan Jalan

Menurut Sukirman (2003), perkerasan jalan adalah lapisan perkerasan


yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi
memberikan pelayanan kepada transportasi, dan selama masa pelayanannya
diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti.

2.1.2. Jenis Perkerasan Jalan

Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat


dibedakan sebagaimana berikut. (Sukiman, 1999)
a. Konstruksi perkerasan lentur (Flexible Pavement)
Perkerasan dengan menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya dan
lapisan-lapisan perkerasan bersifat memikul dan menyebarkan beban
lalu lintas ke tanah dasar.
b. Konstruksi perkerasan kaku (Rigit Pavement)
Bahan pengikat menggunakan semen (Portland Cement) serta pelat
beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan
atau tanpa lapis pondasi bawah. Lalu beban lalu lintas sebagian besar
dipikul oleh pelat beton.
c. Konstruksi perkerasan komposit (Composite Pavement)
Kombinasi antara perkerasan kaku dengan perkerasan lentur di mana
perkerasan kaku dapat diletakkan di atas perkerasan lentur ataupun
sebaliknya.

9 Universitas Indonesia
2.1.3. Fungsi Perkerasan Jalan
Masing-masing jenis dari perkerasan memiliki perbedaan serta fungsi
yang berbeda tergantung bahan dasar yang digunakan. Di antara perbedaan
utama yang mendasar antara perkerasan kaku dengan perkerasan lentur dapat
dijelaskan sebagaimana tabel di bawah ini.

Tabel 1. Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku


No Komponen Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku
1 Bahan pengikat Aspal Semen
Timbul retak-retak
Timbul Rutting (lendutan
2 Repetisi beban pada
pada jalur roda)
permukaan
Penurunan tanah Jalan bergelombang Bersifat sebagai balok
3
dasar (mengikuti tanah dasar) diatas perletakan
Modulus kekakuan Modulus kekakuan
Perubahan berubah. tidak berubah.
4
temperatur Timbul tegangan Timbul tegangan dalam
dalam yang kecil yang besar

Sumber : Sukirman, S., (1992), Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova, Bandung

Sesuai dengan pembatasan masalah yang telah dijabarkan pada bab


sebelumnya, maka untuk pembahasan selanjutnya hanya akan dibahas
mengenai konstruksi perkerasan lentur saja.

2.1.4. Perkerasan Lentur Jalan

Konstruksi perkerasan lentur atau flexible pavement ialah perkerasan


yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat dan lapisan-lapisan
perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah

10 Universitas Indonesia
dasar. Aspal merupakan material yang berwarna hitam atau coklat tua dan pada
temperatur ruang berbentuk padat hingga mencapai agak padat. Namun apabila
aspal dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu, maka aspal dapat menjadi
lunak atau cair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu
pembuatan aspal beton. Lalu ketika temperatur mulai turun, aspal kemudian
akan kembali mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya, hal ini
membuktikan bahwa aspal memiliki sifat termoplastis.
Sifat aspal menjadi berubah akibat panas dan umur yaitu aspal akan
menjadi kaku dan rapuh kembali sehingga daya adhesinya terhadap partikel
agregat akan berkurang. Perubahan ini dapat diatasi atau dikurangi bila sifat-
sifat aspal dikuasai dan dilakukan langkah- langkah yang baik dalam proses
pelaksanaan.
Adapun konstruksi perkerasan lentur terdiri atas lapisan-lapisan yang
diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut
berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan yang
ada dibawahnya sehingga beban yang diterima oleh tanah dasar lebih kecil dari
beban yang diterima oleh lapisan permukaan dan lebih kecil dari daya dukung
tanah dasar.
Lapisan-lapisan konstruksi perkerasan lentur jalan dijelaskan seperti
ilustrasi gambar di bawah.

Gambar 1. Lapisan Konstruksi Perkerasan Lentur


Sumber: www.dpupr.grobogan.co.id

11 Universitas Indonesia
2.1.5. Lapisan Konstruksi Perkerasan Lentur

Mengenai penjelasan dari masing-masing lapisan pada perkerasan


lentur adalah sebagaimana berikut.
a. Lapisan Permukaan (Surface)
Lapisan permukaan yang terletak paling atas pada suatu jalan raya.
Lapisan ini yang biasanya dipijak oleh masyarakat, atau lapisan yang
bersentuhan langsung dengan ban kendaraan. Adapun fungsi lapisan tersebut.
1. Lapisan perkerasan penahan beban roda
Dengan syarat harus mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban
roda selama masa pelayanan.
2. Lapisan kedap air
Bertujua agar air hujan yang jatuh di atasnya tidak teresap ke lapisan di
bawahnya yang dapat melemahkan lapisan tersebut
3. Lapis aus (wearing course)
Lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan
sehingga mudah menjadi aus.
4. Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah,
Agar dapat dipikul oleh lapisan lain dengan daya dukung yang lebih
buruk
Untuk dapat memenuhi fungsi tersebut di atas, pada umumnya lapisan
permukaan dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga
menghasilkan lapisan kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan
yang lama.

Jenis lapis permukaan yang umum digunakan di Indonesia antara lain:


1. Lapisan bersifat nonstruktural, berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap
air.
 Aspal campuran panas (Hot Mix) dengan jenis A TB, A TS8, HRS,
HRSS I AC
 Aspal campuran dingin (Cold Mix) dengan jenis slurry seal, DGEM,

12 Universitas Indonesia
OGEM dan Macadam Emulsion
 Burtu (laburan aspal satu lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri
dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi
seragam, dengan tebal maksimum 2 cm
 Burda (laburan aspal dua lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri
dari lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara
berurutan dengan tebal padat maksimum 3,5 cm
 Latasir (lapis tipis aspal pasir), merupakan lapis penutup yang terdiri
dari lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus dicampur,
dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal padat 1 – 2
cm
 Buras (laburan aspal), merupakan lapis penutup yang terdiri dari
lapisan aspal taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8 inch
 Latasbum (lapis tipis asbuton murni), merupakan lapis penutup yang
terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan
perbandingan tertentu yang dicampur secara dingin dengan tebal
padat maksimum 1 cm
 Lataston (lapis tipis aspal beton), dikenal dengan hot rolled sheet
(HRS) merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara
agregat bergradasi timpang, mineral pengisi (filler) dan aspal keras
dengan perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam
keadaan panas. Tebal padat antara 2,5 – 3,0 cm

Jenis lapis permukaan di atas walaupun bersifat nonstruktural, namun


dapat menambah daya tahan perkerasan terhadap penurunan mutu sehingga
secara keseluruhan dapat menambah masa pelayanan dari konstruksi
perkerasan. Biasanya jenis perkerasan ini terutama digunakan sebagai
pemeliharaan jalan.

13 Universitas Indonesia
2. Lapisan bersifat struktural, di mana memiliki fungsi sebagai lapisan
yang dapat menahan dan menyebarkan beban roda kendaraan.
 Penetrasi Macadam (Lapen), merupakan lapis perkerasan yang terdiri
dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan
seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan di atasnya dan
dipadatkan lapis demi lapis. Di atas lapen ini biasanya diberi laburan
aspal dengan agregat penutup. Tebal lapisan satu lapis dapat bervariasi
antara 4 – 10 cm.
 Lasbutag, merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri
dari campuran antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk,
dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal pada tiap lapisannya
antara 3 – 5 cm.
 Laston (Lapis aspal beton), merupakan suatu lapisan pada konstruksi
jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang
mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan pada
suhu tertentu.

b. Lapisan Pondasi Atas (Base Course)


Merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapis pondasi
bawah dan lapis permukaan. Karena terletak tepat di bawah permukaan
perkerasan, maka lapisan ini akan menerima pembebanan yang berat dan
paling menderita akibat muatan. Oleh karena itu material yang digunakan
harus berkualitas sangat tinggi dan pelaksanaan konstruksi harus dilakukan
dengan cermat.
Secara umum base course mempunyai fungsi sebagai berikut.
 Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban aroda dan
menyebarkannya ke lapisan di bawahnya.
 Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
 Bantalan terhadap lapisan permukaan.

14 Universitas Indonesia
Untuk lapis pondasi atas tanpa bahan pengikat umumnya menggunakan
material dengan CBR > 50% dan Palstisitas Index (PI) < 4%. Bahan-bahan
alam seperti batu pecah, kerikil pecah, stabilitas tanah dengan semen dan
kapur juga tetap dapat digunakan sebagai base course.
Jenis lapis pondasi atas yang umum digunakan di Indonesia antara lain.

1. Agregat bergradasi baik, dapat dibagi atas batu pecah kelas A, batu
pecah kelas B dan batu pecah kelas C. Batu pecah kelas A mempunyai
gradasi yang lebih kasar dari batu pecah kelas B, dan batu pecah kelas
B lebih kasar dari batu pecah kelas C. Kriteria dari masing-masing
jenis lapisan di atas dapat diperoleh pada spesifikasi yang diberikan.

2. Pondasi Macadam
3. Pondasi Telford
4. Penetrasi Macadam (Lapen)
5. Aspal Beton Pondasi (Asphal Concrete Base / Asphalt Treated Base)
6. Stabilisasi, yang terdiri dari :
 Stabilisasi agregat dengan semen (Cement Treated Base)
 Stabilisasi agregat dengan kapur (Lime Treated Base)
 Stabilisasi agregat dengan aspal (Asphalt Treated Base)

c. Lapisan Pondasi Bawah (Sub-Base Course)


Lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah
dasar dinamakan lapis pondasi bawah (sub-base course) yang berfungsi
sebagai.

 Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke


tanah dasar dengan CBR < 20% dan Plastisitas Indeks (PI) > 10%.
 Efisiensi penggunaan material sebab relatif lebih murah bila
dibandingkan dengan lapisan perkerasan di atasnya.
 Lapisan peresapan agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.

15 Universitas Indonesia
Jenis lapisan pondasi bawah yang umum digunakan di Indonesia adalah.

1. Agregat bergradasi baik, dibedakan atas sirtu/ pitrun yang terbagi dalam
kelas A, kelas B dan kelas C. sirtu kelas A bergradasi lebih kasar dari
sirtu kelas B, yang masing-masing dapat dilihat pada spesifikasi yang
diberikan.
2. Stabilisasi, yang terdiri dari.
 Stabilisasi agregat dengan semen (Cement Trreated Subbase)
 Stabilisasi agregat dengan kapur (Lime Treated Subbase)
 Stabilisasi tanah dengan semen ( Soil Cement Stabilization)
 Stabilisasi tanah dengan kapur (Soil Lime Stabilization)

d. Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)


Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung
pada sifat- sifat dan daya dukung tanah dasar. Dalam pedoman ini
diperkenalkan modulus resilien (MR) sebagai parameter tanah dasar yang
digunakan dalam perencanaan Modulus resilien (MR) tanah dasar juga dapat
diperkirakan dari CBR standar dan hasil atau nilai tes soil index. Korelasi
Modulus Resilien dengan nilai CBR (Heukelom & Klomp) berikut ini dapat
digunakan untuk anah berbutir halus (fine-grained soil) dengan nilai CBR
terendam 10 atau lebih kecil.

MR (psi) = 1.500 x CBR

2.1.6. Sifat Perkerasan Lentur Jalan

Aspal yang dipergunakan pada konstruksi perkerasan jalan antara lain


berfungsi sebagai.
a. Bahan pengikat
Memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan agregat atau antara

16 Universitas Indonesia
aspal itu sendiri.
b. Bahan pengisi
Mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari
agregat itu sendiri.

Dengan demikian, aspal harus memiliki daya tahan terhadap cuaca,


mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat elastis yang
baik seperti.
a. Daya tahan (durability)
Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat
asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan.
b. Adhesi dan Kohesi
Adhesi adalah kemampuan tarik menarik aspal dengan agregat
sehingga dihasilkan suatu ikatan yang baik antara agregat dengan aspal.
Kohesi adalah kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap
ditempatnya setelah terjadi pengikatan.
c. Kepekaan terhadap temperatur
Kepekaan terhadap temperatur dari setiap hasil produksi aspal berbeda-
beda tergantung dari asalnya walaupun aspal tersebut mempunyai jenis yang
sama.
d. Kekerasan aspal
Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang
terjadi.

2.2. Kerusakan Perkerasan Lentur

2.2.1. Jenis Kerusakan Perkerasan Lentur

Jenis-jenis kerusakan perkerasan berdasarkan Metode Bina Marga dapat


dibedakan atas.

17 Universitas Indonesia
1. Retak (Cracking)
Retak yang terjadi pada lapisan permukaan jalan dapat dibedakan
kembali menjadi.
a. Retak halus atau retak garis (hair cracking)
Lebar celah lebih kecil atau sama dengan 3 mm dan penyebabnya
adalah bahan perkerasan yang kurang baik, tanah dasar atau
bagian perkerasan di bawah lapis permukaan kurang stabil.

Gambar 2. Retak Halus


Sumber: www.jualbatusplit.com

b. Retak kulit buaya (alligator crack)


Lebar celah lebih besar atau sama dengan 3 mm. Retak ini disebabkan
oleh bahan perkerasan yang kurang baik, pelapukan permukaan, tanah
dasar atau bagian perkerasan di bawah lapisan permukaan kurang
stabil, atau bahan pelapis pondasi dalam keadaan jenuh air (air tanah
naik).

Gambar 3. Retak Buaya


Sumber: www.jualbatusplit.com

18 Universitas Indonesia
c. Retak pinggir (edge crack)
Retak memanjang jalan, dengan atau tanpa cabang yang mengarah ke
bahu dan terletak dekat bahu. Retak ini disebabkan oleh tidak baiknya
sokongan dari arah samping, drainase kurang baik, terjadinya
penyusutan tanah, atau terjadinya settlement di bawah daerah
tersebut.

Gambar 4. Retak Pinggir


Sumber: www.jualbatusplit.com

b. Retak sambungan bahu dan perkerasan (edge joint crack)


Umumnya terjadi pada sambungan bahu dengan perkerasan. Retak
dapat disebabkan oleh kondisi drainase di bawah bahu jalan lebih
buruk daripada di bawah perkerasan, terjadinya settlement di bahu
jalan, atau penyusutan material bahu atau perkerasan jalan.
c. Retak sambungan jalan (lane joint cracks)
Hal ini disebabkan tidak baiknya ikatan sambungan kedua lajur.
d. Retak sambungan pelebaran jalan (widening cracks)
Disebabkan oleh perbedaan daya dukung di bawah bagian pelebaran
dan bagian jalan lama.
e. Retak refleksi (reflection cracks)
Retak refleksi dapat terjadi jika retak pada perkerasan lama tidak
diperbaiki secara baik sebelum pekerjaan overlay dilakukan.
f. Retak susut (shrinkage cracks)
Retak yang diakibatkan oleh perubahan volume pada lapisan
pondasi dan tanah dasar.
g. Retak slip (slippage cracks)

19 Universitas Indonesia
20

Disebabkan oleh kurang baiknya ikatan antar lapis permukaan dan


lapis dibawahnya. Kurang baiknya ikatan dapat disebabkan oleh
adanya debu, minyak air, atau benda non adhesive lainnya.
e. Distorsi / perubahan bentuk dapat terjadi akibat lemahnya tanah dasar,
pemadatan yang kurang pada lapis pondasi sehingga terjadi tambahan
pemadatan akibat beban lalu lintas. Distorsi dapat dibedakan atas.
1. Alur (ruts)
Terjadinya alur disebabkan oleh lapis perkerasan yang kurang
padat, dengan demikian terjadi tambahan pemadatan akibat
repetisi beban lalu lintas pada lintasan roda.
2. Keriting (corrugation)
Penyebab kerusakan ini adalah rendahnya stabilitas campuran
yang dapat berasal dari terlalu tingginya kadar aspal, terlalu
banyak menggunakan agregat halus, agregat berbentuk butiran
dan berpermukaan licin, atau aspal yang dipergunakan
mempunyai penetrasi yang tinggi.
3. Sungkur (shoving)
Deformasi plastis yang terjadi setempat, ditempat kendaraan
sering berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam. Kerusakan
terjadi dengan atau tanpa retak. Penyebab kerusakan sama dengan
kerusakan keriting.
4. Amblas (grade depressions)
Penyebab amblas adalah beban kendaraan yang melebihi apa yang
direncanakan, pelaksanaan yang kurang baik, atau penurunan
bagian perkerasan dikarenakan tanah dasar mengalami settlement.
5. Jembul (upheaval)
Terjadi akibat adanya pengembangan tanah dasar pada tanah yang
ekspansif.

2.2.2. Penyebab Kerusakan Perkerasan Lentur

Kerusakan pada konstruksi perkerasan lentur dapat disebabkan


oleh beberapa faktor, antara lain:

Universitas Indonesia
21

a. Lalu lintas, yang dapat berupa peningkatan beban, dan repetisi


beban.
b. Air, yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang
tidak baik dan naiknya air akibat kapilaritas.
c. Material konstruksi perkerasan, baik akibat sifat material itu sendiri
ataupun sistem pengolahan yang tidak baik.
d. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil

2.3. Faktor – Faktor yang Dapat Mempertahankan Umur Rencana Jalan


Perkerasan Lentur

Untuk menghasilkan kualitas jalan yang baik, maka diperlukan pekerjaan


pondasi bawah yang sesuai dengan prosedur yaitu persiapan pekerjaan,
pelaksanaan pekerjaan, dan pasca pelaksanaan pekerjaan (Dirjen Bina Marga,
2010).
Terdapat lima faktor yang dapat meningkatkan mutu jalan yang memiliki
perkerasan lentur di antaranya sumber daya manusia (SDM), bahan, peralatan,
pengendalian mutu, serta lingkungan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh
Ankit et.al (2012), bahwa SDM dalam pekerjaan perkerasan tidak hanya merancang
dan membangun saja namun juga untuk memantau kinerja jalan dalam pelayanan
sehingga dapat mengatur jadwal pemeliharaan jalan. Ankit et.al (2012) juga
menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi prestasi jalan adalah cuaca, bahan
material yang digunakan, jumlah kendaraan yang menggunakan jalan, struktur
perkerasan dan keadaan perkerasan pada saat pekerjaan dilakukan.

2.3.1. Sumber Daya Manusia (SDM)


SDM pelaksana dalam hal ini adalah seorang kontraktor dan
pengawas lapangan. Untuk dapat mempertahankan umur rencana jalan,
maka SDM yang meliputi kontraktor dan pengawas pekerjaan harus
mengikuti standar dan operasi prosedur yang sesuai dengan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Dirjen Bina Marga.

Kontraktor sebagai unsur pelaksana jalan melibatkan orang-orang


yang akan dipekerjakan dilapangan, seperti operator mesin dan peralatan serta

Universitas Indonesia
22

pengolah bahan dan material yang dipergunakan dalam pekerjaan jalan.


Kontraktor wajib menjamin pemberian tugas dan konsultan pengawas,
menyediakan bukti – bukti yang ada dalam kontrak, memiliki tanggung
jawab terhadap hasil pekerjaan tersebut, serta memberikan laporan kepada
pengawasan jalan. Jika tidak bekerja sesuai dengan tugas dan tanggung
jawabnya maka hasil pekerjaan akan mengakibatkan menurunnya umur
rencana jalan.
Seorang pengawas lapangan juga harus menguasai spesifikasi yang
telah ditentukan dalam kontak kerja dan mengetahui standar operasional
prosedur pekerjaan. Dengan demikian kualitas pekerjaan dapat terjaga sesuai
dengan yang telah ditetapkan. Adapun keahlian yang harus dimiliki seorang
pengawas jalan agar dapat meningkatkan umur rencana jalan adalah mampu
memeriksa pekerjaan tanah, memeriksa pekerjaan pondasi jalan, memeriksa
pekerjaan perkerasan, memeriksa pekerjaan bangunan pelengkap dan
pelengkap jalan, memeriksa pekerjaan drainase dan memeriksa laporan
kemajuan setiap kegiatan (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, 2016).
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Visintine et.al (2015), yang menyatakan bahwa dalam pekerjaan konstruksi,
pengalaman kontraktor dan SDM pengerjaan merupakan penentu dalam
keberhasilan pekerjaan jalan di mana faktor utama yang menyebabkan
kegagalan adalah kelalaian kontraktor dalam menerapkan spesifikasi yang
telah ditentukan baik mengenai bahan, alat, dan prosedur pekerjaannya
sehingga menurunkan mutu (ketahanan terhadap beban roda). Oleh karena itu,
kontraktor harus memperhitungkan pekerjaan lapis demi lapis pada
perkerasan lentur.

2.3.2. Bahan

Persyaratan bahan dalam pekerjaan pondasi bawah dijelaskan


dalam Dokumen Pelelangan Nasional Penyediaan Pekerjaan Konstruksi
untuk Kontrak Harga Satuan (2010). Apabila persyaratan- persyaratan
bahan tersebut tidak dipenuhi maka akan menyebabkan kerusakan jalan dan

Universitas Indonesia
23

penurunan umur rencana jalan. Misalnya gradasi agregat uang tidak sesuai
dengan yang dipersyaratkan ataupun dalam proses pencampuran bahan,
kadar air yang digunakan tidak mengikuti batas optimum yang telah
ditentukan, tentu hal inilah yang menyebabkan kerusakan jalan terjadi
sebelum batas umur yang direncanakan.
Bahan material utama untuk perkerasan lentur terdiri atas bahan
pengikat dan bahan pokok berupa pasir, kerikil, batu pecah/ agregat dan
lain- lain. Sedangkan untuk bahan pengikat perkerasan bergantung dari
jenis perkerasan jalan yang akan digunakan berupa tanah liat, aspal/
bitumen, portland cement, atau kapur/ lime. Persyaratan bahan perkerasan
lentur terbuat dari bahan batu pecah dengan ukuran yang bervariasi
membentuk gradasi tertutup serperti yang ditampilkan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Persyaratan Gradasi Butiran Agregat sebagai Bahan Susun Lapis Pondasi Jalan

Sumber: Dirjen Bina Marga (2010)

Agregat sebagai komponen utama dari lapisan perkerasan jalan


mengandung 90% – 95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75% –
85% agregat berdasarkan persentase volume (Sukirman, 1999). Pemilihan
jenis agregat untuk digunakan pada konstruksi perkerasan dipengaruhi oleh
gradasi, kekuatan, bentuk butir, tekstur permukaan, kelekatan terhadap aspal
serta kebersihan dan sifat kimia. Jenis dan campuran agregat
mempengaruhi daya tahan suatu perkerasan jalan (Mulyono, 2007). Bahan
susun butiran tiap kelas lapis pondasi memiliki dua fraksi agregat, yaitu
fraksi agregat kasar dan fraksi agregat halus.

Universitas Indonesia
24

Ketentuan agregat kasar adalah agregat yang tertahan pada ayakan


4,75 mm; agregat kasar Kelas A yang terdiri dari batu kali harus 100 %
mempunyai paling sedikit dua bidang pecah; agregat kasar Kelas B yang
terdiri dari batu kali harus 65 % mempunyai paling sedikit satu bidang
pecah; dan agregat kasar Kelas C terdiri dari kerikil (Dirjen Bina marga,
2010). Agregat yang digunakan juga harus bebas dari bahan organik dan
gumpalan lempung atau bahan- bahan lain yang tidak dikehendaki dan
memenuhi standar mutu, gradasi butiran agregat, dan sifat-sifat fisik agregat.
Berdasarkan Manual Desain Perkerasan Departemen Transportasi
Jalan Raya Honolulu (2002), perbedaan jenis agregat menyebabkan
perbedaan kapasitas ketahanan terhadap traffic, oleh karena itu harus
memperhitungkan ketebalan struktur dan pengerjaannya berbeda untuk
perkerasan lentur. Agregat lapisan pondasi bawah terdiri dari 6 lapisan, dan
kombinasi lapisan garnular dengan pemisah permiabel dapat berfungsi
sebagai sistem pengamanan yang dapat mencegah intrusi bahan halus dari
sekitar tanah kedalam lapisan permiabel (Departemen Transportasi Jalan
Raya Honolulu, 2002).

2.3.3. Peralatan

Peralatan dan laboratorium yang digunakan harus memiliki


sertifikat kalayakan dan bukti kalibrasi presisi yang dikeluarkan oleh
lembaga terakreditasi dalam Jaringan Kalibrasi Nasional (JKN) minimal
satu kali setiap enam bulan.
Penilaian kelayakan alat uji mutu dan alat berat lapangan yang
meliputi.
a. Jumlah, jenis, dan spesifikasi kebutuhan
b. Sejarah kerusakan dna pemeliharaan rutin
c. Kemampuan teknisi/ operator
d. Tersedia suku cadang jika alat mengalami kerusakan
e. Umur pemakaian alat uji
f. Kesesuaian manual alat uji

Universitas Indonesia
25

g. Proses pengadaan alat uji


Soenarno (2006) menyimpulkan bahwa utilisasi alat pemadat
perkerasan berbutir pada umumnya kurang optimal karena (i) alat berat
memiliki umur operasional lebih panjang daripada umur kalendernya dan
minimumnya biaya perawatan rutin maupun berkala; (ii) ketika pekerjaan
pemadatan sudah selesai, sertifikasi kalibrasi presisi komponen alat berat
sudah tidak diperbaharui. Hal tersebut yang menyebabkan produktifitasnya
rendah dan hasil pemadatan kurang mencapai mutu yang diharapkan.
Penurunan kinerja pemadatan yang disebabkan kurangnya utilisasi alat berat
akan berdampak terjadinya konsolidasi bahan berbutir sehingga volumenya
menjadi berkurang dan tidak mampu menerima desakan vertikal beban lalu
lintas melalui lapisan permukaan.

2.3.4. Pengendalian Mutu

Dalam mengendalikan mutu pekerjaan, pemborong diwajibkan


meyerahkan sampel dari material yang akan dipakai untuk mendapat
persetujuan. Bahan dapat digunakan setelah mendapat persetujuan dari
Direksi Teknis atas mutu bahan Lapis Fondasi Agregat yang diusulkan.
Apabila pengendalian mutu dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku maka pelaksanaan pekerjaan jalan akan menghasilkan kualitas
yang baik. Pengendalian mutu ini dapat dilaksanakan oleh pengawas
lapangan dimulai dari persiapan, pelaksanaan dan pasca pelaksanaan
pekerjaan dengan memperhatikan standar-standar yang telah ditetapkan
oleh peraturan menteri pekerjaan umum dan dirjen Bina Marga.
Berdasarkan Adlinge dan Gupta (2013), menyatakan bahwa kinerja
perkerasan bergantung pada apa, kapan dan bagaimana pengendalian dan
pemeliharaan dilakukan. Perkerasan akan mengalami kerusakan seiring
waktu, oleh karena itu penentuan waktu pemeliharaan menjadi sangat
penting, hal ini dilakukan agar dapat menambah 10% umur jalan dan dapat
mengurangi biaya pemeliharaan jalan (Adlinge & Gupta, 2013).

Universitas Indonesia
26

2.3.5. Lingkungan

Kerusakan yang diakibatkan oleh faktor lingkungan disebabkan oleh


a. Lalu lintas
Peningkatan mobilisasi lalu lintas yang meningkat menyebabkan
terjadi peningkatan dan repetisi beban terhadap badan jalan.
b. Air
Air yang berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang tidak
baik dan naiknya air akibat kapilaritas menyebabkan meningkatnya kadar
air setelah proses pelaksanaan pekerjaan jalan.
c. Iklim atau cuaca.
Iklim tropis di Indonesia merupakan salah satu penyebab kerusakan
jalan karena suhu udara dan curah hujan yang tinggi.
d. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil.
Kondisi tanah dasar yang tidak stabil disebabkan oleh sistem
pelaksanaan yang kurang baik, atau sifat tanah dasaryang kurang bagus.
Menurut Ankri et.al (2012), kondisi lingkungan sangat menentukan
dampak terhadap kinerja perkerasan lentur. Faktor eksternal seperti curah
hujan, suhu, kelembapan dan kedalaman muka air menjadi faktor utama
dalam mempengaruhi kinerja perkerasan. Sedangkan yang menjadi faktor
internal adalah kerentanan terhadap kelembapan, petensi infiltrasi. Terdapat
enam aspek iklim utama yang mempengaruhi kinerja perkerasan yaitu curah
hujan, kecepatan angin, suhu udara, kelembapan relatif, tekanan atmosfer
dan radiasi panas serta peningkatan kapiler tanah.

Universitas Indonesia
27

BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini adalah.


1. Sumber daya manusia, bahan, peralatan, pengendalian mutu, serta
lingkungan merupakan faktor-faktor yang sangat berpengaruh dalam
peningkatan mutu atau kualitas dari perkerasan jalan lentur
2. Pekerjaan konstruksi jalan lentur yang baik dapat dihasilkan dari
penggunaan material dan peralatan yang sesuai dengan persyaratan, SDM
yang mengikuti standard operational procedure (SOP), serta adanya
tindakan pencegahan maupun penanggulangan terhadap bahaya-bahaya
lingkungan yang akan memiliki pengaruh buruk pada pengerjaannya
3. Pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai akan berdampak pada pengurangan
umur rencana jalan terutama pada pekerjaan konstruksi jalan lentur

3.2. Saran

1. Diperlukan adanya pelatihan khusus terlebih dahulu bagi SDM maupun


pengawas lapangan sebelum melakukan pengerjaan konstruksi perkerasan
jalan lentur agar selalu terbiasa dalam menerapkan standard operational
procedure (SOP)

Universitas Indonesia
28

DAFTAR PUSTAKA

Adiwijaya. (2017). Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia dalam Mencapai


Mutu Pekerjaan Konstruksi Jalan Lentur. Jakarta: Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat.

Puadi, K. (2013). Lapisan Struktur Perkerasan Jalan. Kuala Pembuang: Fakultas


Teknik, Universitas Darwan Ali.

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai