Anda di halaman 1dari 126

EVALUASI KRITERIA PENERIMAAN CAMPURAN BERASPAL

LAPIS PERMUKAAN MENURUT SPESIFIKASI JALAN BINA

MARGA VERSI DESEMBER 2006

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas


dan Memenuhi Syarat Menempuh
Ujian Sarjana Teknik Sipil

RINI ADELINA SEMBIRING


05 0404 034

BIDANG STUDI TRANSPORTASI


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2011

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Adapun judul dari Tugas Akhir ini adalah “Evaluasi Kriteria Penerimaan

Campuran Beraspal Lapis Permukaan Menurut Spesifikasi Jalan Bina Marga

Versi Desember 2006”. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan pendidikan Strata I (S1) di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari

bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak. Penulis hanya dapat

mengucapkan terima kasih atas segala jerih payah, motivasi dan doa yang diberikan

hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara, terutama kepada :

1. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc, selaku Dosen Pembimbing

yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran untuk

membantu, membimbing dan mengarahkan penulis hingga selesainya

tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik

Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2
4. Bapak Ir. Joni Harianto, Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, Bapak Medis S.

Surbakti, ST.MT, selaku Dosen Pembanding/Penguji yang telah

memberikan masukan dan kritikan yang membangun dalam

menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Bapak/Ibu Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera

Utara yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan

hingga selesainya tugas akhir ini.

6. Bapak/Ibu Staf Tata Usaha Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam menyelesaikan

dan menyukseskan tugas akhir ini.

7. Pak Kasdi, selaku Kepala Laboratorium Mekanika Tanah, dan Kepala

Laboratorium sementara Pengendalian Mutu Jalan dan Jembatan

tertanggal 13 Desember 2010, yang telah membantu menjelaskan

prosedur pengendalian mutu pekerjaan jalan menurut spesifikasi jalan

Bina Marga Versi Desember 2006 di Dinas Bina Marga, Jl. Sakti Lubis

No.7 Medan.

8. Ibunda Hj. Rosdinar Bangun dan ayahanda T. Anwar Sembiring (Alm)

tercinta yang selalu mendukung, membimbing, dan memotivasi penulis

dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

9. Kepada ketiga abangku Rahmad Dhani (sukses buat sekolah kapten

pelayarannya), Zulhaydi Barika, SE dan Adekin Rimansyah. terima kasih

buat semua dukungan, motivasi dan rasa sayangnya buat penulis.

10. Teman – temanku : Rio Damuri yang telah banyak membantu dalam

akomodasi, motivasi, dan dukungan dalam pengerjaan tugas akhir ini.

3
Anisa Ridha, dan Andreas Pandia yang ikut serta menemani ke Dinas

Bina Marga dalam hal keperluan tugas akhir ini. Ida, Nisa, Enny, dan

Afrijal, terima kasih atas dukungan, motivasi dan rasa semangatnya

kepada penulis.

11. Teman-teman seperjuangan angkatan ’05, terima kasih atas bantuan

dalam bentuk apapun selama kita bersama-sama menjalani masa kuliah

dan pengerjaan tugas akhir ini, kebersamaan yang telah kita lewati sangat

berarti bagiku dan pantas untuk dikenang, “Hidup CIV05”. Abang-abang

& Kakak-kakak angkatan ’02 ’04 dan Adik-adik angkatan ’06 ’08, terima

kasih atas bantuan dan dukungannya baik secara langsung maupun tidak

langsung dalam penyelesaian tugas akhir ini, sehingga tugas akhir ini

dapat selesai dengan baik.

Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan rahmat dan karuniaNya

kepada kita semua, dan atas dukungan yang telah diberikan, penulis mengucapkan

terima kasih. Akhirnya, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2011


Hormat Saya,
Penulis

Rini Adelina Sembiring


NIM : 05 0404 034

4
ABSTRAK

Kondisi jalan di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara masih banyak


mengalami kerusakan dini. Salah satu penyebabnya adalah perkerasan jalan dengan
bahan konstruksinya campuran beraspal yang tidak memenuhi spesifikasi disebabkan
oleh pekerjaan konstruksi jalan tidak sesuai dengan spesifikasi. Maka, dilakukan
evaluasi kriteria penerimaan campuran beraspal lapis permukaan pada pekerjaan
konstruksi jalan dengan mengontrol kualitasnya.
Kontrol kualitas merupakan parameter evaluasi dengan pemeriksaan kembali
yang bertujuan mengetahui kriteria penerimaan campuran beraspal dengan indikator
teknis, yaitu tingkat kepadatan dalam persen, yang merupakan perbandingan antara
kepadatan lapangan dan kepadatan laboratorium dengan menggunakan metode
statistik pada kriteria penerimaan spesifikasi. Agar spesifikasi yang telah menjadi
standarisasi teknis dalam pekerjaan jalan dapat digunakan dalam jangka waktu yang
lama.
Metode statistik yang digunakan pada pengujian kriteria penerimaan
kepadatan adalah distribusi normal dan distribusi t. Kedua metode tersebut dipilih
karena adanya perbedaan konsep/parameter perencanaan dalam menentukan
pengujian hipotesis terhadap rata – rata dan pengujian terhadap sampel minimum.
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode statistik, terlihat jelas

µ ≤ µ 0 = 97.33% ≤ 98%. Jika pekerjaan konstruksi jalan harus memenuhi spesifikasi


bahwa pengujian hipotesis terhadap rata – rata kepadatan dengan n = 6 adalah

sesuai dengan kriteria penerimaan Rc = ( x - ks ) ≥ L, maka seharusnya


x ≥ L = x ≥ 98% atau L ≤ 98%. Karena spesifikasi AASHTO menerapkan batas
kontrol kualitas rata – rata kepadatan adalah 90 % lebih kecil dari 98 % rata – rata
kepadatan spesifikasi jalan Bina Marga Versi Desember 2006. Untuk pengujian
kepadatan terhadap sampel minimum, hasil perhitungan metode distribusi t,
LCL=92.27%, UCL=101.8%, diperoleh 92.27% ≤ x ≤ 101.8% . Karena n ≤ 30, maka
digunakan metode t sebagai penerimaan sampel, sehingga nilai x untuk 3 – 4 sampel
perpengujian harus di atas 92.27% atau 95% dapat diterima sebagai sampel
minimum. Semakin besar nilai rata – rata batas spesifikasi, semakin besar pula nilai
sampel minimum jika diambil perpengujian atau per lot.

5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

ABSTRAK ................................................................................................. iv

DAFTAR ISI .................................................................................................. v

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi

DAFTAR NOTASI ...................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN................................................................... 1

I.1. Umum ............................................................................................ 1

I.2. Permasalahan ................................................................................. 2

I.3 Maksud dan Tujuan ....................................................................... 3

I.4. Pembatasan Masalah ...................................................................... 4

I.5. Metodologi ..................................................................................... 4

I.6. Sistematika Penulisan .................................................................... 7

BAB II KONTROL KUALITAS (QUALITY CONTROL ) DALAM

PEKERJAAN JALAN …………………………………… .. 9

II.1. Umum ........................................................................................... 9

II.2. Struktur Perkerasan Lentur ........................................................... 9

II.2.1. Campuran beraspal ...................................................... 10

II.2.1.1. Agregat ........................................................... 11

II.2.1.2. Aspal .............................................................. 12

II.3. Kontrol Kualitas (Quality Control) ........................................... 14

II.3.1. Tujuan Kontrol Kualitas ............................................. 16

6
II.3.2. Proses kontrol kualitas

(quality control processes) ............................. 16

II.3.2.1. Kontrol agregat ................................. 17

II.3.2.2. Kontrol aspal .................................... 22

II.3.2.3. Kontrol campuran beraspal............... 26

II.3.3. Penerimaan kontrol kualitas

(quality control acceptance) ...................................... 31

II.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kontrol Kualitas ........... ..33

II.4.1. Pemilihan Sampel ........................................................ 33

II.4.1.1. Pemilihan Lot ................................... 34

II.4.1.2. Teknik Sampling .............................. 35

II.4.2. Metode Statistik ........................................................... 36

II.4.2.1. Distribusi Normal ......................................... 36

II.4.2.2. Distribusi t ................................................... 39

II.4.3. Risiko .............................................................. 41

II.4.4. Kriteria Penerimaan ..................................................... 43

II.4.5. Persen Kesalahan ......................................................... 44

II.4.6. Grafik kontrol dan Kurva OC ..................................... 45

BAB III PENGENDALIAN MUTU (QUALITY CONTROL)

MENURUT BINAMARGA 2006 ........................................ 49

III.1. Standar perkerasan lentur .......................................................... 49

III.2. Perkerasan beraspal ................................................................... 51

III.3. Pengendalian proses .................................................................. 53

III.3.1. Tebal lapisan ............................................................. 53

7
III.3.2. Agregat ...................................................................... 54

III.3.3. Bahan pengisi (filler) ................................................. 57

III.3.4. Gradasi agregat gabungan ......................................... 57

III.3.5. Bahan aspal ............................................................... 59

III.3.6. Campuran beraspal .................................................... 61

III.3.6.1. Prosedur DMF ............................................ 62

III.3.6.2. Prosedur JMF ............................................. 66

III.3.6.3. Peralatan lapangan dan

laboratorium .............................................. 68

III.3.6.4. Pelaksanaan perkerasan beraspal ............... 69

III.4. Pengendalian mutu ................................................................... 75

III.4.1. Persyaratan tebal ........................................................ 76

III.4.2. Persyaratan kepadatan lapangan ................................ 76

BAB IV STUDI PERBANDINGAN KONTROL KUALITAS

(QUALITY CONTROL) ....................................................... 82

IV.1. Pengendalian Mutu (Quality Control) Menurut

Binamarga versi Desember 2006 .............................................. 82

IV.1.1. Pengukuran Tebal Lapisan ......................................... 82

IV.1.2. Perhitungan Berat ...................................................... 83

IV.1.3. Perhitungan Kepadatan Relatif .................................. 84

IV.2. Kontrol Kualitas (Quality Control) Pekerjaan Jalan ................. 85

IV.2.1. Pengujian Terhadap Rata – Rata ................................. 87

IV.2.2. Pengujian Terhadap Sampel ........................................ 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................ 99

8
V.1. Kesimpulan ................................................................... 99

V.2. Saran ............................................................................. 101

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

9
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Flowchart Pengerjaan Tugas Akhir ............................................. 6

Gambar 2.1. Struktur perkerasan lentur ......................................................... 10

Gambar 2.2. Mesin abrasi los angeles ............................................................ 20

Gambar 2.3. Alat uji kepipihan agregat ......................................................... 21

Gambar 2.4. Pengujian titik nyala dengan cleveland open cup. .................... 24

Gambar 2.5. Pengujian penetrasi ................................................................... 24

Gambar 2.6. Pengujian titik lembek aspal ..................................................... 25

Gambar 2.7. Pengujian daktalitas................................................................... 25

Gambar 2.8. Tabung viskometer untuk pengujian viskositas ........................ 26

Gambar 2.9. Tempat pengujian atau tempat sekelompok sampel

yang akan diuji disebut lot ........................................................ 34

Gambar 2.10. Kurva distribusi normal........................................................... 39

Gambar 2.11. Kurva distribusi t ..................................................................... 41

Gambar 2.12. Grafik kontrol .......................................................................... 46

Gambar 2.13. Distribusi normal dan miring dengan

jumlah sampel berbeda........................................................... 48

Gambar 2.14. Batas spesifikasi, satu batas maupun dua batas....................... 48

Gambar 2.15. Distribusi rata – rata, kemungkinan penerimaan dengan

Kontrol rerata ........................................................................... 48

Gambar 4.1. Sampel yang telah dicore dari permukaan perkerasan pada

pekerjaan jalan .......................................................................... 82

Gambar 4.2.Perhitungan berat dengan menggunakan timbangan neraca

digital ....................................................................................... 84

10
Gambar 4.3. Data terdistribusi normal ........................................................... 89

Gambar 4.4. Grafik kontrol ............................................................................ 92

Gambar 4.5. Distribusi normal pengujian terhadap rata – rata ...................... 93

Gambar 4.6. Sampel terdistribusi normal ...................................................... 95

Gambar 4.7. Distribusi normal dengan risiko produsen, l = batas bawah ..... 98

11
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Ukuran saringan ............................................................................ 18

Tabel 2.2. Jumlah contoh yang dipilih secara acak........................................ 23

Tabel 2.3. Perbandingan penerimaan rata – rata kepadatan secara

statistik antara beberapa spesifikasi ............................................. 33

Tabel 2.4. Nilai rekomendasi untuk risiko produsen ( α ).............................. 42

Tabel 2.5. Pengambilan Keputusan dengan uji Hipotesis .............................. 44

Tabel 2.6. Nilai persen kesalahan .................................................................. 44

Tabel 2.7. Rekomendasi jumlah sampel per lot (n) ....................................... 45

Tabel 3.1. Tebal nominal minimum lapisan beraspal dan toleransinya ......... 54

Tabel 3.2.Sifat-sifat fisik agregat kasar sebagai bahan susun campuran

beraspal .......................................................................................... 56

Tabel 3.3. Sifat-sifat fisik agregat halus sebagai bahan susun

campuran beraspal ........................................................................ 57

Tabel 3.4. Gradasi agregat gabungan untuk campuran beraspal .................... 58

Tabel 3.5. Sifat-sifat fisik aspal keras penetrasi 60/70................................... 59

Tabel 3.6 Sifat-sifat fisik aspal polimer ........................................................ 60

Tabel 3.7. Persyaratan Aspal Dimodifikasi Dengan Aspal Alam .................. 60

Tabel 3.8. Sifat-sifat fisik aspal multigrade ................................................... 61

Tabel 3.9. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Latasir

(untuk Lalu-lintas < 0,5 juta ESA/tahun) ..................................... 64

Tabel 3.10. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Lataston

(untuk Lalu-lintas < 1 juta ESA/tahun) ........................................ 64

Tabel 3.11. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston (AC)............................. 65

12
Tabel 3.12. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston

Dimodifikasi (AC Modified) ...................................................... 65

Tabel 3.13. Toleransi Komposisi Campuran ................................................. 67

Tabel 3.14. Ketentuan tingkat kepadatan lapangan perkerasan beraspal ....... 77

Tabel 3.15. Ketentuan frekuensi pengambilan benda uji

untuk pengendalian mutu............................................................ 79

Tabel 4.1. Data pengendalian mutu kepadatan campuran beraspal ............... 85

Tabel 4.2. Persyaratan ketentuan kepadatan campuran aspal menurut

spesifikasi Ditjen Bina Marga versi Desember 2006 ................... 87

Tabel 4.3. Distribusi frekuensi terhadap rata – rata ....................................... 88

Tabel 4.4. Satu batas-Uji Sampel dengan Uji Kolmogorov-Smirnov............ 89

Tabel 4.5. Distribusi frekuensi terhadap sampel ............................................ 93

Tabel 4.6. Satu batas-Uji Sampel dengan Uji Kolmogorov-Smirnov

terhadap sampel ............................................................................ 94

13
DAFTAR NOTASI

NOTASI KETERANGAN

N Jumlah titik uji (lot atau sampel)

X Dapat berupa satuan panjang, lebar, luas,

volume, atau waktu

x Data bilangan

n Jumlah sampel

x Rata – rata data

s Deviasi standar

µ Rata – rata populasi

σ Deviasi standar populasi

π Nilai konstan =3,14

e Bilangan konstan = 2,7183

a Nilai Penerimaan

Kα Nilai ketetapan variabel yang dapat

dilihat di tabel

LCL Batas kontrol kualitas bawah

UCL Batas kontrol kualitas atas

Rc Nilai karakteristik kepadatan

(Perbandingan antara kepadatan

lapangan dengan kepadatan

laboratorium)

k Nilai koefisien

14
Z Distribusi normal

t Distribusi t

µ0 Rata – rata standar (spesifikasi)

L = µ0 Batas (Limit) kontrol (spesifikasi)

α Risiko produsen

β Risiko konsumen

kp Nilai tabel untuk menentukan persentase

kesalahan (p)

p Persentase kesalahan diperoleh dari nilai

k p pada tabel distribusi normal

kβ Nilai tabel distribusi normal untuk risiko

produsen α

µ1 Rata – rata hitung

15
ABSTRAK

Kondisi jalan di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara masih banyak


mengalami kerusakan dini. Salah satu penyebabnya adalah perkerasan jalan dengan
bahan konstruksinya campuran beraspal yang tidak memenuhi spesifikasi disebabkan
oleh pekerjaan konstruksi jalan tidak sesuai dengan spesifikasi. Maka, dilakukan
evaluasi kriteria penerimaan campuran beraspal lapis permukaan pada pekerjaan
konstruksi jalan dengan mengontrol kualitasnya.
Kontrol kualitas merupakan parameter evaluasi dengan pemeriksaan kembali
yang bertujuan mengetahui kriteria penerimaan campuran beraspal dengan indikator
teknis, yaitu tingkat kepadatan dalam persen, yang merupakan perbandingan antara
kepadatan lapangan dan kepadatan laboratorium dengan menggunakan metode
statistik pada kriteria penerimaan spesifikasi. Agar spesifikasi yang telah menjadi
standarisasi teknis dalam pekerjaan jalan dapat digunakan dalam jangka waktu yang
lama.
Metode statistik yang digunakan pada pengujian kriteria penerimaan
kepadatan adalah distribusi normal dan distribusi t. Kedua metode tersebut dipilih
karena adanya perbedaan konsep/parameter perencanaan dalam menentukan
pengujian hipotesis terhadap rata – rata dan pengujian terhadap sampel minimum.
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode statistik, terlihat jelas

µ ≤ µ 0 = 97.33% ≤ 98%. Jika pekerjaan konstruksi jalan harus memenuhi spesifikasi


bahwa pengujian hipotesis terhadap rata – rata kepadatan dengan n = 6 adalah

sesuai dengan kriteria penerimaan Rc = ( x - ks ) ≥ L, maka seharusnya


x ≥ L = x ≥ 98% atau L ≤ 98%. Karena spesifikasi AASHTO menerapkan batas
kontrol kualitas rata – rata kepadatan adalah 90 % lebih kecil dari 98 % rata – rata
kepadatan spesifikasi jalan Bina Marga Versi Desember 2006. Untuk pengujian
kepadatan terhadap sampel minimum, hasil perhitungan metode distribusi t,
LCL=92.27%, UCL=101.8%, diperoleh 92.27% ≤ x ≤ 101.8% . Karena n ≤ 30, maka
digunakan metode t sebagai penerimaan sampel, sehingga nilai x untuk 3 – 4 sampel
perpengujian harus di atas 92.27% atau 95% dapat diterima sebagai sampel
minimum. Semakin besar nilai rata – rata batas spesifikasi, semakin besar pula nilai
sampel minimum jika diambil perpengujian atau per lot.

5
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 UMUM

Jalan merupakan prasarana transportasi yang mempunyai peranan penting

dalam aktivitas perekonomian di bidang transportasi. Sebab dapat menjamin

kelancaran arus barang dan manusia.[8] Permukaan jalan dilapisi dengan perkerasan

jalan, yaitu perkerasan lentur (flexibel pavement), dan perkerasan kaku (rigid

pavement).[19] Sehingga jalan harus memiliki kondisi yang sesuai dengan umur

rencana serta memenuhi spesifikasi.

Kondisi jalan di Indonesia terlihat mengalami kerusakan dimana – mana,

khususnya di Propinsi Sumatera Utara. Sepanjang 365,24 kilometer jalan propinsi di

Sumatera Utara dalam kondisi rusak dari total 2.752,41 kilometer jalan propinsi

tersebut. Jika dipersentasekan mencapai 47,06% (jalan nasional), 22,57% (jalan

propinsi), dan 57,04% (jalan kabupaten).[8]

Salah satu kerusakan yang terjadi disebabkan oleh tingginya frekuensi

kendaraan yang lewat di atas permukaan jalan, sehingga menyebabkan turunnya

tingkat pelayanan jalan. Hal ini juga dipengaruhi oleh perkerasan jalan yang telah

direncanakan tidak sesuai dengan spesifikasi. Adanya retak – retak (cracking),

pengelupasan (ravelling) dan berlubang (potholes) pada permukaan jalan merupakan

bukti penurunan tingkat pelayanan jalan atau kondisi jalan mengalami kerusakan.[17]

Kerusakan tersebut ditanggulangi dengan upaya perbaikan konstruksi jalan

berupa serangkaian kegiatan yang diarahkan untuk menjaga agar struktur jalan dapat

berfungsi dengan senyaman mungkin. Usaha melakukan perbaikan – perbaikan yang

bertujuan memperpanjang umur rencana disebut dengan pekerjaan pemeliharaan

16
jalan. Pemeliharaan jalan terdiri atas peningkatan jalan, overlay, atau pemeliharaan

rutin (penambalan saja).

Pada pemeliharaan jalan terdapat prosedur pekerjaan konstruksi jalan, yaitu

jenis perkerasan jalan harus dihampar dan dipadatkan. Proses pemadatan dalam

perencanaan harus sesuai dengan spesifikasi. Akan tetapi, dalam kondisi tertentu

setelah diaplikasikan di lapangan dan telah mengalami pemadatan, tidak

mencerminkan dan sesuai dengan spesifikasi, sehingga kerusakan terjadi kembali

dan tidak mencapai umur rencana.

Oleh karena itu, dilakukan evaluasi dengan mengontrol kualitas (quality

control) perkerjaan konstruksi jalan di lapangan dengan mengambil benda uji core

menggunakan core drill dan dibandingkan dengan perencanaan di laboratorium yang

menggunakan percobaan Marshal. Kemudian ditentukan tingkat persentase

penerimaan perkerasan tersebut terhadap perbandingan di lapangan dan di

laboratorium.

I.2 PERMASALAHAN

Sebagian kondisi jalan di Sumatera Utara berada dalam kondisi rusak,

sehingga upaya untuk meningkatkan kondisi jalan tersebut menjadi lebih baik

memerlukan biaya yang cukup besar. Hal ini terjadi, karena pekerjaan konstruksi

jalan tidak sesuai dengan spesifikasi. Maka, dilakukan evaluasi kriteria penerimaan

spesifikasi terhadap perkerasan pada pekerjaan konstruksi jalan.

Tujuan evaluasi tersebut adalah mengetahui tingkat kualitas dalam perkerasan

jalan dengan mengontrol kualitas bahan perkerasan, agar komposisi struktur

perkerasan sesuai dengan kriteria penerimaan spesifikasi, karena spesifikasi

17
merupakan standard untuk melakukan proses pekerjaan konstruksi jalan, peningkatan

serta pemeliharaan jalan.

Jenis perkerasan yang dibahas adalah perkerasan lentur (flexible pavement)

yang memiliki susunan lapisan sebagai berikut:

1. Lapisan tanah dasar (sub grade),

2. Lapisan pondasi bawah (subbase course),

3. Lapisan pondasi atas (base course), dan

4. Lapisan pondasi permukaan/penutup (surface course) terdiri atas dua

lapis, yaitu lapis aus (wearing course), dan lapis pengikat.

Pada tugas akhir ini akan dibahas lapisan permukaan/penutup (surface

course) sebagai faktor kerusakan jalan disebut dengan campuran beraspal.[4]

Permasalahan yang dibahas pada tugas akhir ini tidak meliputi kondisi jalan

yang rusak, tetapi hanya pada campuran beraspal lapis permukaan yang seharusnya

memenuhi spesifikasi. Untuk itu, dilakukan evaluasi kriteria penerimaan terhadap

campuran beraspal dengan mengontrol kualitasnya (quality control) menggunakan

metode statistik dengan acuan spesifikasi jalan Bina Marga versi Desember 2006.

I.3 MAKSUD DAN TUJUAN

Penulisan Tugas Akhir ini dikerjakan dengan maksud mendapatkan gambaran

hasil pengujian yang sesuai dengan spesifikasi apabila dilakukan evaluasi

menggunakan metode statistik dalam memeriksa kembali kriteria penerimaan

campuran beraspal pada pekerjaan konstruksi jalan.

Kemudian tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah mengetahui kriteria

penerimaan campuran beraspal menurut spesifikasi jalan Bina Marga versi Desember

18
2006. Hasil akhir yang diperoleh diharapkan dapat menjadi pembelajaran untuk

digunakan sesuai dengan kondisi lapangan.

I.4 PEMBATASAN MASALAH

Pada penulisan Tugas Akhir ini, penulis membatasi masalah pada campuran

beraspal lapis permukaan dengan mengontrol kualitasnya. Kontrol kualitas

merupakan parameter evaluasi dengan pemeriksaan kembali yang bertujuan

mengetahui kriteria penerimaan campuran beraspal dengan indikator teknis, yaitu

tingkat kepadatan dalam persen, yang merupakan perbandingan antara kepadatan

lapangan dan kepadatan laboratorium. Metode statistik digunakan untuk mengetahui

kriteria penerimaan tingkat kepadatan tersebut dengan menggunakan rumus – rumus

dan grafik kontrol (control chart).

Adapun metode statistik yang digunakan adalah :

 Distribusi Normal

 Distribusi t

Karena yang paling umum dipergunakan di Sumatera Utara ialah perkerasan

lentur, maka pada tulisan ini hanya akan dibahas lapis permukaan seperti campuran

beraspal (AC - WC).

I.5 METODOLOGI

Metode pembahasan yang dilakukan pada penulisan Tugas Akhir ini adalah

studi literatur dengan mencari dan mengumpulkan data-data dari buku ajar (text

book), standar perencanaan yang relevan, jurnal maupun buku-buku petunjuk teknis

yang sesuai dengan pembahasan ”Evaluasi Kriteria Penerimaan Campuran

Beraspal Lapis Permukaan Menurut Spesifikasi Jalan Bina Marga Versi

Desember 2006”. Serta masukan dari dosen pembimbing. Kemudian menganalisa,

19
membandingkan dan menulis kembali dalam bentuk yang lebih terperinci dan

praktis.

Adapun permasalahan yang dianalisa dan dibandingkan meliputi :

• Menganalisa kriteria penerimaan spesifikasi pada pengukuran kualitas

campuran beraspal lapis permukaan dengan indikator teknis pada kontrol

kualitas (quality control), yaitu tingkat kepadatan perkerasan jalan (JSD).

Metode Statistik digunakan untuk mengetahui kriteria penerimaan tersebut.

• Membandingkan kontrol kualias (quality control) dalam pekerjaan jalan dan

kontrol kualitas (quality control) menurut spesifikasi jalan Bina Marga versi

Desember 2006.

Tahapan – tahapan penulisannya adalah :

1. Mempelajari dan mengkaji pustaka mengenai kontrol kualitas (quality

control) dalam pekerjaan jalan dan menurut spesifikasi jalan Bina Marga

versi Desember 2006.

2. Pengambilan data – data :

• Data tingkat kepadatan di lapangan


Data sekunder
• Data tingkat kepadatan perencanaan di laboratorium

3. Perhitungan jumlah kumulatif data sekunder dengan metode statistik dengan

menggunakan kriteria penerimaan sebagai analisis data, yaitu :

Rc = ( x - ks ) ≥ L

4. Menganalisa hasil perhitungan dengan menggunakan grafik dan kurva

kontrol.

20
PERMASALAHAN

Perlunya kontrol kualitas sebagai parameter evaluasi kriteria penerimaan


campuran beraspal lapis permukaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi,
karena metoda yang digunakan mempengaruhi penerimaan spesifikasi

MAKSUD

Untuk mendapatkan gambaran hasil pengujian apabila dilakukan evaluasi


menggunakan metode statistik dalam memeriksa kembali kriteria
penerimaan campuran beraspal pada pekerjaan konstruksi jalan

TUJUAN

Untuk mengetahui kriteria penerimaan campuran beraspal menurut


spesifikasi jalan Bina Marga versi Desember 2006.

Kontrol Kualitas Dalam Pekerjaan Jalan Pengendalian Mutu Menurut Spesifikasi


Jalan Bina Marga Versi Desember 2006

Proses Kontrol Kualitas Penerimaan Kontrol Pengendalian


Pengendalian Proses
Kualitas Mutu

Faktor – Faktor Yang


Mempengaruhi Kontrol
Kualitas:

Parameter yang digunakan :

 Pemilihan Sampel

 Metode Statistik

 Risiko

 Kriteria Penerimaan

Studi Perbandingan Kontrol Kualitas

KESIMPULAN

Gambar 1.1. Flowchart Pengerjaan Tugas Akhir

21
I.6 SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk memperjelas tahapan yang dilakukan dalam studi ini, di dalam

penulisan tugas akhir ini dikelompokkan ke dalam 5 (lima) bab dengan sistematika

pembahasan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan bingkai studi atau rancangan yang akan dilakukan meliputi

uraian umum, permasalahan, maksud dan tujuan penulisan, pembatasan

masalah, metodologi pembahasan, dan sistematika penulisan yang dipakai

dalam tulisan ini.

BABII KONTROL KUALITAS (QUALITY CONTROL) DALAM PEKERJAAN

JALAN

Merupakan kajian berbagai literatur serta hasil studi yang relevan dengan

pembahasan ini. Dalam hal ini diuraikan kontrol kualitas (quality control)

dalam pekerjaan jalan, apa yang akan dikontrol dengan menggunakan metode

statistik.

BAB III PENGENDALIAN MUTU (QUALITY CONTROL) MENURUT BINA

MARGA 2006

Bab ini berisikan tentang kontrol kualitas yang disyaratkan oleh Ditjen Bina

Marga pada spesifikasi versi desember 2006.

BAB IV STUDI PERBANDINGAN KONTROL KUALITAS (QUALITY

CONTROL)

Berisikan pembahasan dan perbandingan mengenai data – data yang telah

ada, sehingga dapat diperoleh kesimpulan.

22
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan penutup yang berisikan kesimpulan yang telah diperoleh dari

pembahasan pada bab sebelumnya, dan saran mengenai hasil penulisan yang

dapat dijadikan masukan.

23
BAB II

Kontrol Kualitas (Quality Control) dalam Pekerjaan Jalan

II.1. Umum

Perkerasan merupakan struktur lapisan yang terletak di atas tanah dasar, yang

bersifat konstruktif sehingga memiliki nilai struktural dan fungsional. Nilai struktural

berkaitan dengan daya dukung perkerasan untuk mendukung repetisi beban lalu

lintas kendaraan dan kemampuannya untuk tetap stabil, mantap dan aman terhadap

pengaruh infiltrasi air permukaan dan perubahan cuaca. Nilai fungsional berkaitan

dengan performansi permukaan jalan dalam melayani lalu lintas kendaraan dengan

aman dan nyaman yang meliputi aspek – aspek teknis, antara lain: kerataan,

kekesatan dan kemiringan permukaan.[12]

Menurut Yoder, E. J dan Witczak (1975), pada umumnya jenis konstruksi

perkerasan jalan ada 2 jenis :

 Perkerasan Lentur (Flexible Pavement), yaitu pekerasan yang

menggunakan aspal sebagai bahan pengikat.

 Perkerasan Kaku (Rigid Pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan

semen (portland cement) sebagai bahan pengikat.[19]

Perkerasan jalan yang dibahas adalah perkerasan lentur.

II.2. Struktur Perkerasan Lentur

Perkerasan lentur merupakan perkerasan yang dibangun di atas tanah dasar

(subgrade). Susunan struktur lapisan perkerasan lentur jalan dari bagian atas ke

bawah seperti gambar 2.1 di bawah ini : [4]

24
Gambar 2.1.Struktur Perkerasan Lentur

1. Lapis permukaan/penutup (surface course)

2. Lapis pondasi (base course);

3. Lapis pondasi bawah (subbase course);

4. Lapisan tanah dasar (subgrade)

Perkerasan lentur di atas didukung dengan bahan – bahan konstruksi sebagai

kekuatan struktur perkerasan. Bahan konstruksi dicampur di unit pencampuran aspal,

agar kualitas dapat diperoleh sesuai harapan dan disebut campuran beraspal.

II.2.1. Campuran beraspal

Campuran beraspal merupakan campuran yang terdiri dari kombinasi agregat

yang dicampur dengan aspal. Pencampuran dilakukan sedemikian rupa sehingga

permukaan agregat terselimuti aspal dengan seragam. Campuran beraspal terdiri dari

dua keadaan : panas (hotmix) dan dingin (coldmix). Namun, campuran beraspal yang

sering digunakan yaitu dalam keadaan panas (hotmix) atau disebut sebagai campuran

beraspal panas.[6]

Campuran beraspal yang umum digunakan di Indonesia, antara lain : [12]

- AC (Asphalt Concrete) atau laston (lapis beton aspal)

- HRS (Hot Rolled Sheet) atau lataston (lapis tipis beton aspal)

- HRSS (Hot Rolled Sand Sheet) atau latasir (lapis tipis aspal

pasir).

25
Pada campuran beraspal diperoleh sifat-sifat mekanis yang disebut sifat friksi

dan kohesi dari bahan-bahan pembentuknya. Sifat friksi terdapat pada agregat yang

diperoleh dari ikatan antar butir agregat (interlocking), dan kekuatannya tergantung

pada gradasi, tekstur permukaan, bentuk butiran dan ukuran agregat maksimum yang

digunakan. Sedangkan sifat kohesinya diperoleh dari aspal yang digunakan.

II.2.1.1. Agregat

Agregat adalah sekumpulan batu – batu pecah, kerikil, pasir atau mineral

lainnya baik berupa hasil alam maupun hasil buatan. Agregat merupakan komponen

utama dari lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90 – 95 % agregat

berdasarkan persentase berat atau 75 – 85 % agregat berdasarkan persentase volume.

Dengan daya dukung, keawetan dan kualitas perkerasan jalan ditentukan juga dari

sifat agregat dan hasil campuran dengan material lain.

Secara umum agregat yang digunakan dalam campuran beraspal dibagi atas 2 (dua)

fraksi, yaitu :

a. Agregat Kasar

b. Agregat Halus

a. Agregat Kasar

Agregat Kasar adalah agregat yang tertahan saringan pada ayakan nomor 8

(diameter 2,36 mm). Agregat kasar terdiri dari batu pecah atau kerikil pecah yang

bersih, kering, kuat dan awet dan bebas dari bahan lain yang mengganggu. Bahan

yang pecah bila berulang-ulang dibasahi dan dikeringkan tidak boleh digunakan.

Agregat kasar cukup berperan penting dalam menentukan stabilitas campuran

perkerasan. Pada umumnya semakin bertambahnya kandungan agregat kasar maka

26
semakin tinggi pula stabilitas dari perkerasannya. Akan tetapi hal tersebut juga dapat

memperbesar void yang terjadi pada perkerasan beraspal.

b. Agregat halus

Agregat Halus adalah agregat yang lolos saringan ayakan nomor 8 (diameter

2,36 mm). Agregat halus terdiri dari pasir alam dan pasir buatan atau gabungan

antara dari bahan – bahan tersebut. Agregat halus juga dapat berasal dari batu kapur

pecah yang hanya boleh digunakan apabila dicampur dengan pasir alam dalam

perbandingan yang sama. Agregat halus harus bersih, kering, kuat, dan bebas dari

gumpalan – gumpalan lempung serta bahan – bahan lain yang mengganggu serta

terdiri dari butiran – butiran yang bersudut tajam dan mempunyai permukaan

kasar.[6]

II.2.1.2. Aspal

Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan

yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup

pemanasan dan sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat

menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya selama proses produksi dan

masa pelayanannya. Pada dasarnya aspal terbuat dari suatu rantai hidrokarbon yang

disebut bitumen. Oleh sebab itu, aspal sering disebut material berbituminous.

Umumnya aspal dihasilkan dari penyulingan minyak bumi, sehingga disebut

aspal keras. Tingkat pengontrolan yang dilakukan pada tahapan proses penyulingan

akan menghasilkan aspal dengan sifat-sifat yang khusus yang cocok untuk

pemakaian yang khusus pula, seperti untuk pembuatan campuran beraspal, pelindung

atap dan penggunaan khusus lainnya.

27
Aspal terdiri dari : Asphaltenes, Malthenes, dan Oils. Asphaltenes adalah

komponen utama dari aspal sekitar 80 %, Malthenes terdiri dari zat – zat yang

memberikan stabilitas pada Asphaltenes yang mempengaruhi viskositas dan

kelelehan (berfungsi sebagai flux). Dan Oils memberi sifat adhesif dan pemuluran

(daktalitas).

Fungsi aspal pada perkerasan jalan adalah :

• Sebagai bahan pengikat antara agregat maupun antara aspal itu sendiri.

• Sebagai bahan pengisi, mengisi rongga antara butir – butir agregat dan pori –

pori yang ada dari agregat itu sendiri.

Jenis aspal terdiri dari aspal keras, aspal cair, aspal emulsi, dan aspal alam,

yaitu :

a. Aspal keras

Aspal keras merupakan aspal hasil destilasi yang bersifat viskoelastis

sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan

sebaliknya.

b. Aspal cair

Aspal cair merupakan aspal hasil dari pelarutan aspal keras dengan bahan

pelarut berbasis minyak.

c. Aspal emulsi

Aspal emulsi dihasilkan melalui proses pengemulsian aspal keras. Pada

proses ini partikel-partikel aspal padat dipisahkan dan didispersikan

dalam air.

d. Aspal alam

28
Aspal yang secara alamiah terjadi di alam. Berdasarkan depositnya aspal

alam dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, yaitu aspal danau dan aspal

batu.[6]

Campuran beraspal di atas harus memenuhi spesifikasi yang telah dibuat

sebagai standar pekerjaan jalan. Namun, tidak jarang perkerasan jalan di atas

mengalami tingkat penurunan pelayanan jalan yang disebabkan terjadinya kerusakan

dini perkerasan di awal umur pelayanan. Akibatnya tingkat keamanan dan

kenyamanan berkendaraan berkurang karena kondisi bentuk dari hasil pemeliharaan

rutin maupun peningkatan jalan tidak memenuhi spesifikasi yang disyaratkan. Oleh

sebab itu, dilakukan evaluasi dengan cara mengontrol kualitas perkerasan kontruksi

pada spesifikasi yang ditetapkan pada pekerjaan jalan.

Kontrol kualitas perkerjaan jalan telah dipelajari di beberapa negara seperti

Amerika Serikat, Belanda, Australia, Spanyol, Prancis, dan negara lainnya selama

beberapa tahun dengan menggunakan penerapan teknik statistik kontrol kualitas.

Meskipun terkadang ada kesulitan, namun manfaat dari pendekatan statistik

sepenuhnya dapat meningkatkan perekonomian.[15]

II.3. Kontrol kualitas (quality control)

Kontrol dapat didefenisikan sebagai usaha dalam melakukan uji evaluasi, dan

pengawasan untuk menjaga produk. Kualitas dapat didefenisikan sebagai

karakteristik yang dibutuhkan untuk tingkat keunggulan yang diinginkan dan

disesuaikan pada spesifikasi. Maka, kontrol kualitas (quality control) adalah usaha –

usaha yang dilakukan dengan teknik dan kegiatan operasional untuk mendapatkan

produk yang sesuai dengan tingkat spesifikasi yang ditetapkan.

29
Teknik dan kegiatan operasional meliputi pemeriksaan hasil perencanaan,

pengujian yang dilakukan selama konstruksi, pengujian bahan, kalibrasi mesin dan

peralatan pengujian. Dalam hal ini, kontrol kualitas diperlukan untuk menghasilkan

indikator pada berbagai tahap proyek untuk memperlihatkan bahwa persyaratan dan

spesifikasi dipenuhi. Ini berguna sebagai pendeteksi dini dari kerusakan atau

ketidaksesuaian yang membutuhkan perhatian atau perbaikan akibat berkurangnya

kualitas produk.

Kualitas produk sering dianggap sebagai alat pemeriksaan akhir. Namun,

pendapat demikian dapat menimbulkan biaya pengerjaan kembali yang cukup tinggi.

Karena kontrol kualitas (quality control) seharusnya dilaksanakan mulai dari proses

pengolahan pada titik – titik kritis kualitas, dimana sering terjadi penyimpangan

kualitas. Oleh karena itu, dibutuhkan data dalam proses kontrol kualitas tersebut.

Untuk memperoleh data tersebut, diperlukan metode yang cukup agar analisa yang

dilakukan mendekati yang sebenarnya. Metode yang digunakan adalah metode

statistik.[7]

Penerapan metode statistik pada kontrol kualitas (quality control) disebut

kontrol kualitas statistik (quality control statistic). Kontrol kualitas statistik berperan

penting dalam memenuhi spesifikasi, yaitu :

− Sebagai konsep, merupakan batas statistik yang dapat

membuat peningkatan keseragaman kualitas,

− Sebagai teknik untuk mencapai kualitas, dan

− Sebagai pengambilan keputusan.[20]

30
II.3.1. Tujuan kontrol kualitas

Tujuan kontrol kualitas adalah memperoleh jaminan kualitas (quality

Assurance) sebagai parameter dan pengukuran pembayaran yang dapat dilakukan

dengan penerimaan kontrol kualitas (quality control acceptance) dan menjaga

konsistensi kualitas.

Adapun keuntungan menggunakan kontrol kualitas, antara lain:

 Untuk mempertinggi kualitas atau mengurangi biaya.

 Menjaga kualitas lebih seragam (uniform).

 Penggunaan alat produksi lebih efisien.

 Mengurangi pekerjaan kembali (rework) dan pembuangan.

 Inspeksi yang lebih baik.

 Memperbaiki hubungan produsen-konsumen.

 Spesifikasi lebih baik.

Menerapkan kontrol kualitas juga dimaksudkan untuk menggunakan metode

pengawasan dalam dua tahapan kontrol kualitas (quality control) dalam pekerjaan

jalan, yaitu pada :

1. Proses kontrol kualitas (quality control processes), dan

2. Penerimaan kontrol kualitas (quality control acceptance).[18]

II.3.2. Proses Kontrol Kualitas (quaility control processes)

Proses kontrol kualitas (quality control processes) dalam pekerjaan jalan

didefenisikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan mengontrol pekerjaan

jalan melalui semua tahapan proses perencanaan pekerjaan jalan dengan cara

memeriksa kualitasnya. Metode kontrol kualitas digunakan dalam mengontrol batas

– batas yang harus sesuai dengan spesifikasi.[18]

31
Proses kontrol kualitas (quality control processes) dalam pekerjaan jalan

dilakukan dengan pemeriksaan sebagai berikut :

II.3.2.1. Kontrol agregat

Agregat berperan penting dalam stabilitas campuran bergradasi menerus.

Salah satu penyebab utama masalah teknis yang terjadi dengan aspal adalah

perbedaan antara perencanaan di lapangan dengan perencanaan di laboratorium.

Untuk itulah pentingnya kontrol kualitas terhadap agregat saat proses pemilihan

material itu sendiri, hingga proses pencampuran dengan aspal untuk memastikan

keseragaman dari campuran yang diproduksi. Adapun yang perlu diperhatikan pada

kontrol kualitas agregat, meliputi :

1. Pengujian agregat.

Pengujian diperlukan untuk mengetahui karakteristik fisik dan mekanik

agregat sebelum digunakan sebagai bahan campuran beraspal.

2. Metode pengambilan contoh (sampling)

 Standar pengambilan contoh, yaitu berdasarkan standar pekerjaan jalan.

 Segregasi agregat, yaitu fraksi agregat yang terpisah akibat dari selama

proses pemecahan, proses penyimpanan bahan (stockpiles),

pengangkutan, penghamparan, atau hal lainnya.

 Pengambilan contoh agregat dari sumbernya.

3. Pengujian analisa ukuran butir (gradasi)

Gradasi agregat adalah pembagian ukuran butiran yang dinyatakan dalam

persen dari berat total dan ditentukan dengan penyaringan bahan

menggunakan ayakan nomor terkecil hingga terbesar lalu ditimbang, agar

diperoleh konstruksi campuran yang bermutu tinggi.

32
Tabel 2.1. Ukuran saringan

Lubang saringan
No. Saringan
inch mm
1 ½ in. 1.50 38.1
1 in. 1.00 25.4
¾ in. 0.75 19.0
½ in. 0.50 12.7
3/8 in. 0.375 9.51
No.4 0.187 4.76
No.8 0.0937 2.38
No.16 0.0469 1.19
No.30 0.0234 0.595
No.50 0.0117 0.297
No.100 0.0059 0.149
No.200 0.0029 0.074
[6]
Sumber : Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas (2005). Hal.54.

Gradasi agregat juga harus dianalisa ukuran butirannya dengan analisa

saringan. Analisa saringan ada 2 jenis yaitu :

 Analisa saringan kering digunakan pada agregat normal untuk pekerjaan

rutin.

 Analisa saringan dicuci (analisa saringan basah) dilakukan bila agregat

tersebut mengandung abu yang sangat halus atau mengandung lempung.

4. Berat Jenis (specific gravity) dan penyerapan (absorpsi)

- Berat Jenis (specific gravity) adalah perbandingan berat dari suatu satuan

volume bahan terhadap berat air dengan volume yang sama pada

temperatur 200 – 250C (680 - 770F). Dikenal beberapa macam Berat Jenis

agregat, yaitu :

a. Berat jenis semu (apparent specific gravity),

Gsa =
(v s + v i )γ w
ws

33
b. Berat Jenis bulk (bulk specific gravity),

Gbs =
(v p + v i + v s )γ v x γ w
=
ws ws

c. Berat Jenis efektif (effective specific gravity),

Gse =
(v s + v c )γ w
ws

Dengan pengertian :

Ws = Berat agregat kering

γw = Berat Isi air= 1 g/cm3

Vp = volume pori yang meresap air

Vi = volume pori yang tidak meresap air

Vs = volume agregat padat

Vc = volume pori meresap air yang tidak meresap aspal (volume total)

- Penyerapan (absorpsi) adalah agregat yang seharusnya sedikit berpori

agar dapat menyerap aspal. Karena jika agregat berpori banyak, maka

akan menyerap aspal besar sehingga tidak ekonomis dan tidak dapat

digunakan sebagai bahan campuran beraspal.

5. Pemeriksaan keausan dengan mesin abrasi.

Pada pekerjaan jalan, agregat akan mengalami proses tambahan seperti

pemecahan, pengikisan akibat cuaca, pengausan akibat lalu lintas. Agregat

34
dengan nilai keausan yang besar mudah pecah selama pemadatan atau akibat

pengaruh beban lalu-lintas atau hal lainnya tidak diijinkan karena beberapa

sebab :

a. Gradasi akan berubah karena agregat yang kasar akan menjadi butiran

yang halus dan tidak memadai.

b. Agregat yang lemah tidak akan menghasilkan lapisan yang kuat karena

bidang pengunci yang bersudut mudah pecah.

Pengujian keausan agregat dilakukan dengan mesin abrasi Los Angeles.

Seperti terlihat pada gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2. Mesin abrasi Los Angeles

6. Pengujian setara pasir (sand equivalent)

Pengujian dilakukan untuk menentukan perbandingan relatif dari bagian yang

dapat merugikan (seperti butiran lunak dan lempung) terhadap bagian agregat

yang lolos saringan No.4.

7. Pemeriksaan gumpalan lempung dan butiran yang mudah pecah dalam

agregat

Agregat yang tertahan saringan 1,18 mm diperiksa dan dipisahkan dengan

diremas jari guna melihat agregat tersebut mudah pecah atau tidak. Sehingga

menjadi beberapa fraksi, lalu direndam sekitar 24 jam. Butiran halus yang

terjadi disaring dan ditimbang.

35
8. Pemeriksaan daya lekat agregat terhadap aspal (affinity)

Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara menguji kelekatan agregat terhadap

aspal.

9. Angularitas

Merupakan suatu pengukuran penentuan jumlah agregat berbidang pecah.

Pengujian angularitas agregat terbagi 2, yaitu :

a. Angularitas agregat kasar adalah persentase dari berat partikel agregat

lebih besar dari 4,75 mm (No.4) dengan satu atau lebih bidang pecah.

b. Angularitas agregat halus adalah persentase rongga udara yang terdapat

pada agregat padat lepas dan lolos pada saringan 2,36 mm (No.8). Makin

besar nilai rongga udara berarti makin besar bidang pecah yang terdapat

pada agregat halus.

10. Pemeriksaan kepipihan agregat

Bentuk butir (particle shape) agregat salah satunya adalah berbentuk pipih

dan akan mudah patah apabila mendapat beban lalulintas. Untuk itu diuji

dengan alat uji kepipihan seperti terlihat pada gambar 2.3. Kepipihan

dinyatakan dalam persentase berat contoh agregat sebanyak minimum 200

butir agregat.

Gambar 2.3. Alat uji kepipihan agregat

36
11. Pengujian partikel ringan dalam agregat

Partikel ringan pada agregat berjumlah besar yang digunakan sebagai

campuran aspal panas akan mengganggu stabilitas campuran. Partikel ringan

yang dimaksud adalah partikel yang mengapung di atas larutan yang berat

jenisnya 2.

Pengujian dilakukan untuk agregat halus yang lolos saringan No. 4 (4,75 mm)

dan tertahan di atas saringan No.50 (0,30 mm) serta agregat kasar yang lolos

saringan 3” (76,20 mm) dan tertahan di atas saringan No.4 (4,75 mm). Bahan

yang digunakan untuk memisahkan partikel ringan adalah larutan seng

khlorida (ZnCl2) berat jenis 2.[6]

II.3.2.2. Kontrol aspal

Pada umumnya aspal diperoleh dari sumber yang telah diuji dan diterima oleh

direksi pekerjaan jalan. Sangat sedikit uji pengawasan untuk aspal, namun telah

dilakukan oleh orang yang terlibat pada kontrol kualitas secara manual. Masalah

yang sering terjadi pada aspal adalah mencari masalah yang berkaitan dengan lapisan

aspal. Sehingga pentingnya dilakukan uji kontrol kualitas sebelum memasukkan ke

dalam campuran aspal, meliputi :

1. Pengambilan contoh bahan aspal

Pengambilan contoh aspal untuk pengujian harus diwakili dan dijaga agar

tidak terkontaminasi oleh bahan lain sebelum pengujian. Pemeriksaan

meliputi :

a. Ukuran contoh,

b. Pengambilan contoh dari mobil tangki, truk penyemprot aspal atau tangki

penyimpanan aspal yang dilengkapi alat sirkulasi,

37
c. Pengambilan contoh dari tangker atau tongkang,

d. Pengambilan contoh dari pipa selama pemuatan dan pembongkaran,

e. Pengambilan contoh dari drum terpilih secara random seperti Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Jumlah contoh yang dipilih secara acak

Dalam pengiriman Yang diambil


2–8 2
9 – 27 3
28 – 64 4
65 – 125 5
126 – 216 6
217 – 343 7
344 – 512 8
513 – 729 9
730 – 1000 10
1001 – 1331 11
[6]
Sumber : Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas (2005). Hal.67.

f. Pengambilan contoh bahan semi padat atau bahan padat yang belum

dipecah diambil dengan akar tiga dari jumlah kemasan dilokasi,

g. Pengambilan contoh bahan hasil pemecahan atau berbentuk tepung,

h. Pengambilan contoh di tempat tujuan pengiriman.

2. Titik nyala dengan Cleveland Open Cup

Penentuan titik nyala dilakukan untuk memastikan bahwa aspal cukup aman

untuk pelaksanaan. Jika rendah, maka adanya minyak ringan dalam aspal

seperti terlihat pada gambar 2.4.

38
Gambar 2.4. Pengujian titik nyala dengan Cleveland Open Cup

3. Penetrasi bahan bitumen

Pengujian ini dimaksudkan untuk menetapkan nilai kekerasan aspal.

Kekerasan aspal diukur dengan jarum penetrasi standar yang masuk kedalam

permukaan bitumen pada temperatur 25 0C, beban 100 gram dan waktu 5

detik. Alat pengujian ditunjukkan pada gambar 2.5.

Gambar 2.5. Pengujian penetrasi

4. Titik lembek

Konsistensi bitumen ditunjukkan oleh temperatur dimana aspal berubah

bentuk karena perubahan tegangan. Hasilnya digunakan untuk menentukan

temperatur kelelehan dari aspal. Alat pengujian ditunjukkan pada gambar 2.6.

39
Gambar 2.6. Pengujian titik lembek aspal

5. Daktilitas bahan bitumen

Daktilitas ditunjukkan oleh panjangnya benang aspal yang ditarik hingga

putus. Pengujian dilakukan dengan alat yang terdiri atas cetakan, bak air dan

alat penarik contoh. Alat pengujian ditunjukkan pada gambar 2.7.

Gambar 2.7. Pengujian daktalitas

6. Pengujian temperatur pencampuran dan pemadatan dengan alat

viskometer

Cara ini dimaksudkan untuk menentukan temperatur campuran dan

pemadatan campuran beraspal panas, mencakup pengujian kekentalan aspal

secara empiris pada temperatur antara 1200 – 200 0C. Gambar peralatan

diperlihatkan pada Gambar 2.8.[6]

40
Gambar 2.8. Tabung viskometer untuk pengujian viskositas

II.3.2.3. Kontrol campuran beraspal

Dalam tahap pencampuran agregat dan aspal, harus diperiksa dan dikontrol

saat dilakukan proses pencampuran, meliputi :

1. Laboratorium

Semua peralatan yang akan digunakan untuk pengujian harus diperiksa

kesesuaiannya dengan persyaratan yang dipakai, dan prosedur – prosedur pengujian

yang digunakan dalam spesifikasi harus tersedia di laboratorium dan diaplikasikan

secara benar, hal lain yang perlu diperhatikan adalah kalibrasi peralatan secara

berkala. Dalam pengujian yang perlu diamati adalah metode pengujian contoh,

jumlah contoh, frekuensi dan harus sesuai dengan spesifikasi.

2. Stock Pile

Suatu penanganan agregat di tempat penyimpanan (stock pile) yang kurang baik akan

sangat mempengaruhi perbedaan volumetrik campuran antara JMF dengan

pelaksanaan.

Pada saat proses penumpukan dan pemindahan agregat di Stock Pile sering terjadi

segregasi dan terkontaminasinya agregat dengan tanah/lumpur. Sehingga akan

41
menyulitkan atau bahkan tidak mungkin operator AMP dapat mengadakan

penyesuaian gradasi dalam waktu yang sangat terbatas. Untuk itu di perlukan

pengetahuan dan keahlian yang cukup pada operator di saat pengujian dengan

memeriksa data yang diperlukan di Stock Pile, meliputi :

- Proses kebersihan agregat di Stock Pile, terutama kebersihan pasir.

- Agregat tidak mengalami segregasi

- Agregat tidak tercampur satu sama lainnya dan tidak terkontaminasi dengan

tanah/lempung atau bahan lainnya.

3. Unit pencampur aspal (AMP)

AMP merupakan satu unit alat yang memproduksi campuran beraspal panas.

AMP yang paling sering digunakan adalah jenis Batch (penakaran). Komponen –

komponen yang terdapat dalam AMP adalah :

a. Cold Bin

Cold Bin adalah tempat penyimpanan agregat kasar, agregat halus dan

pasir. Material yang telah melalui Cold Bin sangat berpengaruh terhadap

produksi campuran beraspal. Untuk itu perlunya kontrol kualitas yang ketat pada

Cold Bin dengan melakukan pemeriksaan, meliputi :

− Gradasi agregat

Perubahan gradasi terjadi jika Quari atau supplier berbeda. Untuk itu

setiap terjadi perubahan oleh quari atau supplier, dilakukan pembuatan

JMF kembali.

− Kondisi dari tiap Cold Bin

Pencampuran agregat antara bin yang berdekatan dapat dicegah dengan

cara membuat pemisah yang cukup dan pengisian tidak berlebih.

42
− Kalibrasi bukaan Cold Bin

− Bukaan Cold Bin

Bukaan Cold Bin kadang - kadang tersumbat jika agregat halus basah,

agregat terkontaminasi tanah lempung atau penghalang lain yang tidak

umum seperti batu dan kayu.

− Kecepatan Conveyor dan pengontrolan aliran agregat dan membuang

material yang tidak perlu.

b. Dryer

Setelah dari Cold Bin agregat dibawa ke Dryer yang mempunyai fungsi :

1) Menghilangkan kandungan air pada agregat, dan

2) Memanaskan agregat sampai suhu yang disyaratkan. Pemeriksaan yang

diperlukan meliputi :

− Alat pengukur suhu

− Pemeriksaan suhu pemanasan

− Pemeriksaan kadar air secara tepat, yaitu dengan menggunakan cermin

dan spatula, (ambil contoh secukupmya dan lewatkan cermin tersebut

lalu amati kadar air yang menggembur pada permukaan cermin atau

spatula).

c. Hot Screen

Setelah agregat kering dan dipanaskan, agregat diangkut dengan pengangkut

panas (hot elevator) untuk disaring dan dipisahkan dalam beberapa ukuran. Pada

umumnya proses penyaringan terjadi pelimpahan agregat, misalnya yang seharusnya

masuk ke Hot Bin I tetapi terbawa ke Hot bin II. Pelimpahan ini pada kondisi normal

43
terjadi kurang dari 5% dan cenderung konstan, sehingga tidak terlalu mempengaruhi

kualitas produksi. Hal ini terjadi bila :

- Lubang saringan tertutup agregat.

- Kecepatan produksi ditambah sehingga agregat yang disaring bertambah

sementara efisiensi operasi penyaringan tetap.

- Agregat halus basah, sehingga pada saat pengeringan dan pemanasan

agregat tersebut akan menggumpal dan masuk ke Hot Bin yang tidak

semestinya.

- Lubang saringan sudah ada yang rusak, pemeriksaan yang diperlukan adalah

pemeriksaan harian secara visual pada kebersihan dan kondisi saringan.

d. Hot Bin

Jika agregat halus masih menyisakan kadar air (karena dryer kurang baik)

setelah pemanasan, maka agregat yang sangat halus (debu) akan menempel dan

menggumpal pada dinding Hot Bin dan akan jatuh setelah cukup berat. Hal tersebut

dapat menyebabkan perubahan kecil pada gradasi agregat, yaitu penambahan

material yang lolos saringan No. 200.

e. Weight Hopper

Pada bagian ini operator AMP sangat berperan. Jika keseimbangan waktu

pencapaian berat Hot Bin sulit tercapai, maka operator harus membuang agregat

tersebut dan melakukan pemeriksaan aliran material dari Cold Bin. Akan tetapi jika

ketidakseimbangan waktu tersebut dipaksakan terus berjalan, maka dapat dipastikan

terjadi penyimpangan gradasi akibat proporsi masing – masing Hot Bin karena tidak

sesuai pemeriksaan yang dilakukan pada bagian :

- Kalibrasi timbangan termasuk timbangan aspal.

44
- Kotak penimbang (Weight Box) tergantung bebas.

- Kontrol harian terhadap kinerja operator AMP.

f. Pugmill

Pugmill merupakan alat yang mencampur agregat dengan aspal. Setelah

agregat ditimbang sesuai dengan proporsinya, maka agregat dan aspal dicampur di

pugmill. Dalam Pugmill terjadi dua jenis campuran yaitu :

1. Pencampuran kering

Lamanya pencampuran ini diusahakan sesingkatnya mungkin untuk

meminimalkan degradasi agregat, umumnya 1 atau 2 detik.

2. Pencampuran basah

Pada pencampuran juga diusahakan seminimal mungkin untuk menghindari

degradasi dan oksidasi. Jika agregat kasar telah terselimuti aspal maka

pencampuran basah dihentikan, karena dapat dipastikan agregat halus juga

terselimuti aspal. Umumnya waktu pencampuran kurang dari 30 detik.

Pemeriksaan yang diperlukan meliputi :

- Temperatur aspal (pada tangki aspal).

- Lamanya pencampuran.

- Tampak Visual yang keluar dari Pugmill, apakah campuran merata,

terselimuti aspal, aspal menggumpal atau pugmill bocor.

4. Pemeriksaan hasil campuran beraspal

Untuk mengetahui secara dini penyimpangan – penyimpangan yang terjadi,

sehingga dapat diperbaiki dengan segera, maka pemeriksaan terhadap hasil produksi

sangat diperlukan, pemeriksaan meliputi :

45
- Secara visual temperatur campuran dapat diamati di atas dump truck.

Bila berasap biru, berarti terlalu panas (over heating), dan jika

menggumpal atau tidak seragam berarti kurang panas (under heating).

- Pemeriksaan juga harus dengan alat terutama untuk pemeriksaan

temperatur campuran di atas dump truck.

- Pengambilan sampel untuk pengujian sifat – sifat (ekstraksi, analisa

saringan, marshall, kepadatan, dan lain-lain) dengan frekuensi yang

sesuai dengan spesifikasi.[3]

II.3.3. Penerimaan kontrol kualitas (quaility control acceptance)

Penerimaan kontrol kualitas (quality control acceptance) dinyatakan dengan

hasil proses kontrol kualitas (quality control processes).[17] Penerimaan tersebut

dilakukan dengan menguji kualitas campuran beraspal yang telah selesai pada tahap

pekerjaan jalan di lapangan, sehingga campuran beraspal harus sesuai dengan

spesifikasi, meliputi : [6]

1. Pengambilan contoh dan pengujian (sampling and testing)

Pengambilan contoh dan pengujian dicatat sebagai data yang bertujuan untuk

menilai kualitas produksi apakah memenuhi syarat atau tidak. Salah satu

kesalahan yang besar dalam menguji material adalah kegagalan untuk mengambil

contoh yang mewakili. Contoh pengujian pada kontrol kualitas di lapangan

adalah :

1. Pengujian kadar aspal

2. Pengujian kepadatan campuran aspal

3. Pengujian gradasi agregat

46
Namun, pengujian yang sering dilakukan adalah pengujian kepadatan campuran

aspal. Karena merupakan tolak ukur atau parameter dalam melakukan

pembayaran proyek pekerjaan jalan.

2. Pengujian kepadatan di lapangan

Untuk pengujian kepadatan lapangan dilakukan dengan pengambilan contoh

inti (core) padat dari core drill atau memotong permukaan perkerasan atau

pengujian dengan nuclear density tester. Selanjutnya contoh inti padat diuji di

laboratorium untuk mendapatkan kualitas kepadatan campuran beraspal.

Pengujian kepadatan dengan cara apapun, agar dilaksanakan berdasarkan

pengujian secara acak (random), dengan jumlah minimum tertentu, umumnya

setiap jarak 200 m. Nilai rata-rata kepadatan dan nilai tunggal yang didapat dari

pengujian kepadatan harus masuk dalam kriteria yang disyaratkan oleh suatu

proyek. Pengambilan contoh inti (core) dapat digunakan juga untuk mengukur

ketebalan padat suatu hamparan campuran aspal panas. Hal yang perlu

diperhatikan dalam pengujian kepadatan dengan core drill :

- Contoh uji yang diambil dari lapangan pada umumnya basah karena pada saat

pengambilan contoh dibantu dengan semprotan air.

- Penimbangan contoh uji untuk mencari berat kering tidak boleh dilakukan

dengan tergesa-gesa.

- Penimbangan contoh uji harus dilakukan setelah beratnya konstan. Artinya

penimbangan harus dilakukan setelah contoh uji benar-benar kering.

47
Tabel 2.3. Perbandingan penerimaan rata – rata kepadatan secara

statistik antara beberapa spesifikasi

Jenis ukuran Penerimaan rata – rata


Spesifikasi Sampel
sampel per lot kepadatan (JSD %)
WSDOT 3- ∞ 5 95
FHWA 5- ∞ 5 95
NAASRA 6- ∞ 6 93
FAA 3–8 4 90
AASHTO 3 – 50 6 90

Sumber : Mahoney, J.P.’01.Hal.18.[10], Pavement Material ’89, hal.22.[13]

Dalam menentukan penerimaan proses kontrol kualitas (quality control

processes) dan penerimaan kontrol kualitas (quality control acceptance), digunakan

metode statistik dalam mengambil keputusan penyesuaian spesifikasi.[6]

II.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kontrol Kualitas

Kontrol kualitas (quality control) dalam pekerjaan jalan sering mengalami

ketidaksesuaian dengan spesifikasi. Namun, dengan menggunakan metode statistik,

kesalahan – kesalahan pekerjaan jalan dapat dibuktikan melalui pengontrolan

terhadap spesifikasi. Faktor – faktor yang mempengaruhi kontrol kualitas (quality

control) pekerjaaan jalan dengan metode statistik agar sesuai dengan spesifikasi

adalah :

II.4.1. Pemilihan sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi. Dimana populasi

merupakan keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian kita, baik terhingga

maupun tidak terhingga, dan disebut sebagai N. Sampel merupakan jumlah data

48
atribut dan data variabel yang memiliki karakteristik kualitas yang diklasifikasikan

ke dalam suatu kriteria, dan disebut sebagai n.

- Data atribut adalah semua kerakteristik kualitas yang diklasifikasikan

dalam kriteria baik atau jelek, bagus atau cacat, dan lain – lain. Data

atribut biasanya dapat menyimpulkan informasi jumlah cacat atau persen

cacat.

- Data variabel adalah semua karakteristik yang dapat diukur, seperti berat

yang diukur dalam gram. Ukuran – ukuran data variabel ini memberikan

informasi yang lebih berguna untuk proses kontrol kualitas. Data ini

dipakai untuk menentukan rata – rata dan standar deviasi yang sering

disebut dengan x .[7]

Sampel dipilih secara acak (random), berguna untuk mengetahui kualitas

pekerjaan jalan yang telah memenuhi spesifikasi. Sampel diperoleh dengan

menggunakan penomoran acak dan dipilih berdasarkan lot.

II.4.1.1. Pemilihan lot

Lot adalah sekelompok bahan atau item pekerjaan yang akan diuji dan

merupakan tempat di mana sampel akan diambil sesuai dengan spesifikasi. Lot

disebut sebagai titik uji atau populasi, yaitu merupakan tempat sekelompok sampel

yang akan diuji.

Gambar 2.9. Tempat pengujian atau tempat sekelompok sampel yang

akan diuji disebut lot

49
Dapat ditentukan dengan menganggap lot sebagai nilai populasi N. Untuk

menentukan jumlah lot dan sampel (jumlah titik uji), dapat ditetapkan dengan rumus

sebagai berikut :[5]

N = 3 X …………………………………… …..(2.1).

II.4.1.2. Teknik Sampling

Dalam pengumpulan data, diperlukan sampel yang baik untuk diperkirakan.

Penggunaan metode dalam pengumpulan data yang benar disebut teknik sampling.

Dua hal yang dapat diterima dalam teknik sampling, yaitu : pertama, tidak dapat

menjamin bahwa selalu mendapatkan sampel yang baik. Hal kedua adalah bahwa

data harus diperoleh dalam kondisi yang terkendali. Ini termasuk persyaratan bahwa

data harus homogen. Dalam sampling ada dua metode sampling :

1. Random Sampling merupakan teknik pengambilan sampel secara acak (variabel

acak) yang hanya dapat dilaksanakan apabila elemen populasi bersifat homogen,

maksudnya semua elemen tersebut memiliki kesempatan terpilih sama dalam

populasi. Misalnya besar populasi adalah N, sedang unsur dalam sampel (sample

size) adalah n, maka besarnya kesempatan bagi tiap satuan untuk terpilih dalam

sampel adalah n/N.

Pengambilan sampel secara acak ditentukan dengan menggunakan tabel bilangan

acak. Prosedur penggunaan tabel dilakukan dengan mengikuti langkah – langkah

berikut : [5]

a. Disediakan dua tabung gelas, plastik, karet gelang dan kertas.

b. Disiapkan kertas sebanyak 110 lembar. Kelompok I, kertas diberi tulisan dari

angka 0 sampai 9. Kelompok II, kertas diberi tulisan dari 1 sampai 100.

c. Kertas digulung dan tulisan tidak boleh terlihat.

50
d. Masukkan kertas ke dalam masing – masing tabung gelas. Kemudian ditutup

dengan plastik dan karet gelang lalu diberi lubang.

e. Gelas dikocok selama kira – kira 10 detik dan keluarkan masing – masing 1

buah kertas kemudian dibaca dan dicatat seperti berikut :

i) Angka yang keluar dari kelompok I sebagai Nomor Kolom (misal : x)

ii) Angka yang keluar dari kelompok II sebagai Nomor Baris (misal : y)

Koordinat (x; y) ditentukan pada tabel bilangan acak sebagai bilangan tiga digit

yang dicari.

2. Non-random sampling berbeda dengan random sampling dalam hal sampel

dipilih bukan berdasarkan sistem acak. [20]

II.4.2. Metode Statistik

Metode statistik dapat mempengaruhi kontrol kualitas (quality control) dalam

membuat keputusan. Karena dari metode ini dapat diambil kesimpulan bahwa sampel

yang diuji sesuai dengan spesifikasi.

II.4.2.1. Distribusi Normal

Distribusi normal merupakan asumsi normal dari data variabel yang berkelanjutan.

Distribusi normal :

• Berhubungan dengan nilai mean, median dan modus.

• Kurva normal yang simetris dan disebut kurva lonceng.

• Persamaan linier yang berkelanjutan yang memiliki deviasi standar

yang disebut sebagai σ . Semakin besar nilai σ , maka kurva akan

semakin landai, dan semakin kecil nilai σ maka kurva akan semakin

melancip menuju + ∞ ke - ∞ .

Mean sampel dapat dihitung pada persamaan berikut :[13]

51
x + x 2 + x 3 ........ + x n
x= 1 x = ∑ x i …………………… (2.2)
1 n
atau
n n i=1

Deviasi standar sampel ditunjuk dan dihitung sebagai:

∑ (x − x) 2
n

s= i =1
i

n −1
…………………………………… (2.3)

Pangkat dua dari deviasi standar disebut variasi.

n ∑ x i − (∑ x i ) 2
s =
2

n(n − 1)
2
………………………………. (2.4)

Deviasi standar populasi juga dapat ditentukan dengan adanya nilai populasi N.

∑ (x − μ) 2
n

σ= i =1
i
……………………………… (2.5)
N

Faktor koefisien juga digunakan dalam nilai statistik.

s
CV =   x100 ……………………………..…(2.6)
x

Perhitungan Distribusi Normal

Distribusi normal dikatakan sebagai distribusi normal standar adalah dengan rata –

rata µ = 0 dan deviasi standar σ = 1 yang memiliki fungsi densitas berbentuk :

f(x) = e −(x −μ)


1 2
2σ 2
…………………………….. (2.7)
σ 2π

Nilai x mempunyai batas - ∞ < x < ∞ , sehingga dapat dikatakan berdistribusi

normal.

Probabilitas dari pengukuran jika lebih besar atau sama dengan nilai tertentu dapat

ditentukan dengan mengintegrasikan persamaan :[19]

52
PR (x ≥ a) = ∫ f(x)dx = α ……………………………………… (2.8)
+∞

Karena frekuensi luas di bawah kurva normal adalah sama dengan satu, probabilitas

pengukuran yang kurang dari satu adalah

PR (x < a) = 1 − Pn (x ≥ a) ……………………………………… (2.9)

Standar data variabel ini disebut deviasi normal z, dan digunakan untuk mengubah

setiap data variabel menjadi distribusi normal. Transformasi nilai x menjadi nilai z :

x −μ
z= ….…………….………………… (2.10)
σ

Penggunaan Tabel Distribusi Normal

Tabel distribusi normal untuk variabel acak sehingga mendapatkan nilai normal.

Nilai tabel tersebut merupakan solusi untuk mengetahui nilai yang diinginkan dengan

batas tertentu :[19]


+∞
PR (x ≥ Ka) = α =
1 −z n
.e 2 dz ……………………………. (2.11)
Ka 2π

a −μ
Kα = …………………………………………………… (2.12)
σ

a −μ
Jika a < μ , maka K α = atau disebut nilai K α mutlak positif.
σ

PR (x ≥ a) = PR [{x − μ)/σ] ≥ [{a − μ)/σ}] = α

PR (x ≥ a) = PR (z ≥ K α ) = α ………………………………….. (2.13)

Sifat – sifat penting distribusi normal :

1. Grafiknya selalu ada di atas sumbu datar x

2. Bentuknya simetris terhadap x = µ

53
3. Grafiknya mendekati sumbu datar x dimulai dari x = μ + 3σ ke kanan dan

x = μ − 3σ ke kiri.

Gambar 2.10. kurva distribusi normal

Distribusi normal juga berfungsi sebagai pengujian hipotesis. Pengujian

hipotesis adalah cara pengambilan keputusan atau kesimpulan, dimana perumusan

sementara mengenai sesuatu yang dibuat untuk menjelaskannya dan untuk menuntun

atau mengarahkan penelitian selanjutnya. Setiap hipotesis bisa benar atau tidak benar

dan karenanya perlu diadakan penyelidikan. Kurva terdistribusi normal jika sampel

≥ 30.[16]

II.4.2.2. Distribusi t

Walaupun distribusi normal sangat penting dan banyak digunakan dalam

menentukan keputusan, namun, tidak satu – satunya jenis distribusi yang digunakan

atau berlaku untuk analisis hanya distribusi normal. Melainkan distribusi tersebut

adalah distribusi t.

Distribusi t merupakan variabel acak tertentu yang terdistribusi secara

normal. Namun, jika standar deviasi σ tidak diketahui, maka jika disubstitusi,

standar deviasi sampel s digunakan ke variabel tersebut, tidak mengakibatkan

54
variabel acak sehingga tidak dapat terdistribusi normal, walaupun s merupakan σ .

Biasanya sampel distribusi t ≤ 30. Distribusi t adalah :[19]

( x − μ) n
t= ………………………………………….. (2.14)
s

Distribusi ini banyak digunakan dalam solusi masalah ketika deviasi standar

populasi tidak diketahui. Nilai rata – rata yang diharapkan dari distribusi ini adalah

nol dan seperti distribusi normal, juga memiliki jangkauan - ∞ ke + ∞ . Namun, tidak

seperti distribusi normal, nilai persen dari distribusi t merupakan fungsi dari derajat

kebebasan dk atau v .

PR (t ≥ t a;V ) = α ……………………………………….. (2.15)

Nilai v tergantung pada data variabel, yaitu ditunjukkan dalam persamaan dk

atau v = n – 1.

Penggunaan Tabel Distribusi

Nilai persentase distribusi dilihat pada nilai yang memiliki konsep umum

dalam pemecahan nilai probabilitas. Terdapat nilai – nilai variabel v dan persen

risiko α yang memungkinkan terjadinya signifikansi dalam penerimaan sampel.[18]

α µ α

55
-t tabel 0 + t tabel

Gambar 2.11. kurva distribusi t

II.4.3. Risiko

Pada spesifikasi, untuk pemilihan sampel yang berkualitas bisa mengalami

kesalahan. Jika hasil kinerja pekerjaan tidak memuaskan, maka pekerjaan tersebut

dapat ditolak dan menimbulkan kerugian, disebut risiko produsen. Sebaliknya,

kesalahan yang menghasilkan penerimaan produk yang tidak memuaskan yang

merugikan konsumen, disebut risiko konsumen. Agar kesalahan tidak terjadi, maka

dalam perencanaan harus memiliki tingkat keyakinan (confidence level) penerimaan

dalam bentuk persentase (1 hingga 100%). Sehingga dalam melaksanakan pekerjaan

tersebut dapat dipercaya dan spesifikasi juga menjadi standarisasi yang akurat.[13]

Ada dua tipe risiko :

1. Risiko produsen adalah kesalahan yang terjadi pada saat nilai sampel

berada di luar batas kontrol namun proses sebenarnya dalam kontrol

(random effect) dengan nilai yang telah ditetapkan sebesar 5% atau

10%. Maksudnya adalah tingkat kepercayaan yang diterima, dimana

rendahnya kemungkinan penolakan atau penerimaan sampel harus

pada batas kontrol yang diterima (tingkat keyakinan kualitas

minimum yang diterima biasanya 95% atau 90%). Risiko produsen

disebut sebagai α .

Tabel 2.4. Nilai rekomendasi untuk risiko produsen ( α )

Jenis Perencanaan Kontrol Kualitas Risiko Produsen ( α )

56
Diterima / Ditolak 10 %

Ketetapan untuk Penerimaan 20 %

Sumber : Main Road Weastern Australia. (2008). Hal.4. [11]

2. Risiko konsumen adalah kesalahan yang terjadi pada saat nilai sampel

berada di dalam batas kontrol namun proses sebenarnya tidak dalam

kontrol (terjadi proses pergeseran) dan ditetapkan sebesar 10% atau

20%. Maksudnya adalah rendahnya kemungkinan penerimaan atau

persentase ditolaknya sampel dengan tingkat kepercayaan yang telah

ditetapkan. Risiko ditunjuk sebagai β . [13]

• Tingkat keyakinan terhadap rata – rata : σ diketahui, dengan batas 1 arah.[19]

  σ 
LCL=  x − K α   ≤ μ ............................................................(2.16)
  n 

  σ 
UCL=  x + K α   ≥ μ ............................................................(2.17)
  n 

• Tingkat keyakinan terhadap sampel: σ tidak diketahui dengan batas 2 arah.

  s    s 
LCL=  x − t α/2;n −1   ≤ x ≤ UCL=  x + t α/2;n −1   ……………………(2.18)
  n     n 

II.4.4. Kriteria Penerimaan

Merupakan batas di mana sampel yang telah di uji secara statistik

menghasilkan nilai penerimaan Rc ≥ L serta menggunakan pengujian hipotesis

dalam pengambilan keputusan.[11]

57
Rc = ( x - ks ) ≥ L…………………………………………(2.20)

• Uji Hipotesis.[19]

− K α/2 ≤ z ≤ + K α/2
H : μ = μ0
− t α/2:n −1 ≤ t ≤ + t α/2:n −1
, H diterima

z ≥ Kα
H : μ ≥ μ0
t ≥ t α:n −1
, H diterima

z ≤ −K α
H : μ ≤ μ0
t ≤ t α:n −1
, H diterima

 Rata – rata (satu populasi) :

z=
(x − μ ) 0 n
……………………………………………..(2.21)

(x − μ )
σ

t= 0 n
……………………………………………..(2.22)
s

 Rata – rata (dua populasi) :

(x − x2 )
(σ ) ( )
z=
/ n x1 + σ x 2 / n x 2
1
………………………………..…(2.23)
2 2

(x )
x1

− x2
(s ) ( )
t=
1

/ n x1 + s x 2 / n x 2
………………………………...….(2.24)
2 2
x1

Tabel 2.5. Pengambilan Keputusan dengan uji Hipotesis

Hipotesis (H) Benar Hipotesis (H) Salah

Terima H Keputusan Benar Risiko konsumen ( β )

Tolak H Risiko produsen ( α ) Keputusan Benar


[16]
Sumber : sudjana ’84. Hal.

58
II.4.5. Persen kesalahan

Untuk mengontrol perkerasan jalan, tingkat kualitas yang terbaik didefinisikan

dalam persen kesalahan yang bertujuan :

• Mengetahui sampel yang tidak dapat diterima,

• Dapat menyesuaikan dengan spesifikasi, sehingga mengetahui kesuksesan

pekerjaan. Disebut dengan p (%).[11]

Tabel 2.6. Nilai persen kesalahan

Jenis fasilitas Persentase Kesalahan (p)


Jalan Bebas 10 %
Jalan Raya dan Jalan Utama 15 %
Jalan Lainnya 20 %
Sumber : Main Road Weastern Australia. (2008). Hal.3. [11]

Dapat dihitung mengunakan persamaan di bawah ini :[10]

kp − k
kα =
(
 + k ÷ (2(n − 1)) 
1 2
)
1

2 
2

( )
 
k p = k +  k α  + k ÷ (2(n − 1))   …………………………(2.25)
 1 2 
1

 2  
2

 

k − kp
kβ =
(
 + k ÷ (2(n − 1)) 
1 2
)
1

2 
2

( )
 
k p = k +  k β  + k ÷ (2(n − 1))   …………………………(2.26)
 1 2 
1

 2  
2

 

Sehingga dapat dihitung sampel sebenarnya saat diketahui L (Batas

Spesifikasi) dari kriteria penerimaan dan uji hipotesis.

59
(K − Kα ) σ2
n=
(μ 0 − μ1 )2
2
β
…………………………………………(2.27)

Tabel 2.7. Rekomendasi jumlah sampel per lot (n)

Komponen Pekerjaan Jumlah sampel per Lot (n)

Pondasi Tanggul 6

Konstruksi 6

Tanah Dasar 6

Pondasi Bawah 9

Pondasi Atas (Agregat) 9

Lapisan Permukaan (Campuran aspal) 10

Sumber : Main Road Weastern Australia. (2008). Hal.4. [11]

II.4.6. Grafik kontrol dan Kurva OC

1. Grafik kontrol

Grafik kontrol merupakan kumpulan data yang ditulis dalam bentuk grafik

dan digunakan untuk membuat penilaian kontrol kualitas (quality control) pada

proses kontrol kualitas (quality control processes) terhadap spesifikasi.

Adapun jenis grafik kontrol, yaitu grafik X. Grafik X adalah jenis grafik

kontrol yang menggunakan angka rata – rata dari contoh yang diambil dari pengujian

permukaan perkerasan. Hasil yang akan diukur adalah sampel variabel atau atribut

untuk mengetahui hasil atau tingkat kontrol kualitas yaitu rata – rata sampel.

Grafik X mempunyai tiga parameter penting yang ditentukan dengan cara

perhitungan dari data-data historis, yaitu:

1. Nilai rata-rata

2. Batas kontrol atas atau upper control limit (UCL)

60
3. Batas kontrol bawah atau lower control limit (LCL)

Gambar 2.12. Grafik kontrol

Tahapan untuk membentuk grafik kontrol adalah sebagai berikut:

1. Grafik kontrol dibentuk dari data dimana kinerja masa depan dibandingkan

dengan kinerja masa lalu.

2. Lalu dihitung angka rata-rata, batas kontrol atas dan batas kontrol bawah. Batas

kontrol berdasarkan pada distribusi sampling.

3. Kemudian digambar grafik kontrol dimana sumbu Y menunjukkan perhitungan

variabel dan sumbu mendatar X menunjukkan jumlah sample.

4. Pada grafik ditulis angka hasil pengukuran sampel variabel atau atribut dari unit.

5. Lalu diterjemahkan arti grafik untuk melihat apakah:

• Proses terkontrol dan tidak perlu ada tindakan

• Proses tak terkontrol maka perlu dicari penyebabnya

• Proses terkontrol tetapi ada kecenderungan dimana harus memperingatkan

kepada spesifikasi ada kemungkinan terjadi kondisi yang tidak acak atau

kondisi yang tak terkendali.[7]

2. Kurva OC

61
Kurva (OC) adalah kurva yang diplotkan untuk menyajikan penerimaan

kontrol kualitas. Kurva tersebut akan menunjukkan dan membedakan sampel yang

dapat diterima atau tidak diterima terhadap spesifikasi. Kurva OC juga menjelaskan

risiko yang terjadi pada pelaksanaan kontrol kualitas. Sehingga kurva merupakan

batas statistik dari penilaian sampel yang akan dipilih nantinya. Sebuah kurva OC

terhadap rata - rata ditunjukkan pada Gambar 2.15.

Kurva OC menegaskan penerimaan sampel yang telah dikontrol kualitasnya

dengan menggunakan resiko produsen ( α ) dan konsumen ( β ) sebagai signifikansi

penerimaan dan faktor yang mempengaruhi kontrol kualitas bahan dan pekerjaan.

Untuk penerimaan sampel ditentukan dengan (P/1 - α ). Dimana P menggunakan

resiko konsumen ( β ) sebagai parameter proporsi kerusakan sampel. Sehingga dapat

dilihat dengan tabel kurva OC kesesuaian spesifikasi yang telah menjadi standar

perencanaan campuran beraspal sebelumnya.[13]

Gambar 2.13. Distribusi Normal dan Miring dengan jumlah sampel

berbeda.[11]

62
Gambar 2.14. Batas Spesifikasi, Satu Batas maupun Dua Batas.[13]

Gambar 2.15. Distribusi rata – rata, kemungkinan penerimaan dengan kontrol

rerata.[13]

63
BAB III

Pengendalian Mutu (Quality Control) Menurut Bina Marga 2006

III.1. Standar perkerasan lentur

Menurut Yates & Aniftos (1998), standar adalah sesuatu yang digunakan

sebagai basis (dasar) untuk perbandingan dan evaluasi karakteristik material dan

prosedur kerja beserta hasil implementasinya yang selalu siap pakai jika diperlukan

dan selalu mengutamakan aspek keselamatan dan keamanan bagi manusia dan

lingkungan. Standar adalah dokumen yang berisi ketentuan teknis dari sebuah

produk, metode, proses atau sistem yang dirumuskan secara konsensus (komitmen

bersama) dan ditetapkan oleh instansi yang berwenang, baik secara nasional maupun

internasional.[12]

Sebelum tahun 1985, pengelolaan perkerasan jalan sebagian besar

dilaksanakan dengan mengacu pada standar Amerika (AASHTO dan ASTM) karena

masih belum banyak tersedia standar produk Indonesia yang disesuaikan dengan

kondisi lingkungan daerah di wilayah kerja Indonesia.

Indonesia memiliki SNI sebagai standar rujukan dalam standar teknis bidang

konstruksi jalan dan jembatan oleh Departemen PU khususnya dirujukan untuk

Ditjen Bina Marga. Standar teknis yang dimaksud adalah buku spesifikasi teknis

bidang jalan dan jembatan yang di dalamnya terdapat urutan standardisasi: definisi

jenis konstruksi, standar rujukan yang digunakan, persyaratan bahan dan peralatan

serta metode kerja (tata cara) yang digunakan, pengendalian mutu, pengukuran dan

pembayaran. Namun, dalam tahap operasionalnya, mulai timbul permasalahan teknis

yang cukup serius dikaitkan terjadinya kerusakan dini. Beberapa penyebab kerusakan

64
dini tersebut berasal dari aspek SDM, peralatan, bahan konstruksi, pengendalian

mutu dan lingkungan.

Dalam perkembangannnya, Balitbang Departemen PU telah membuat

Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan sebagai standar untuk pembangunan

perkerasan, peningkatan, dan pemeliharaaan jalan khususnya pada jalan negara

dan/atau propinsi, yang terdiri atas 11 divisi yaitu:

1. divisi-1 (penjelasan umum): 4 (empat) seksi;

2. divisi-2 (drainase jalan): 4 (empat) seksi;

3. divisi-3 (pekerjaan tanah): 4 (empat) seksi;

4. divisi-4 (pelebaran perkerasan jalan dan bahu jalan): 2 (dua) seksi;

5. divisi-5 (perkerasan berbutir dan beton semen): 7 (tujuh) seksi;

6. divisi-6 (perkerasan beraspal): 7 (tujuh) seksi;

7. divisi-7 (struktur jembatan): 18 seksi;

8. divisi-8 (pengembalian kondisi): 4 (empat) seksi;

9. divisi-9 (pekerjaan harian): satu seksi;

10. divisi-10 (pemeliharaan rutin): 2 (dua) seksi; dan

11. divisi-11 (perlengkapan jalan dan utilitas): 4 (empat) seksi.

Setiap seksi tersebut terdiri atas:

o Standar – standar yang digunakan sebagai rujukan (produk SNI, AASHTO,

BSI);

o Standar metode pelaksanaan yang terdiri atas persyaratan bahan kontruksi,

peralatan dan tata cara kerja;

o Standar pengendalian mutu; dan

o Standar pengukuran dan pembayaran hasil pekerjaan.

65
Dalam pembahasan standar perkerasan lentur jalan ini digunakan spesifikasi teknis

Bina Marga versi Desember 2006 divisi – 6.[11]

III.2. Perkerasan beraspal

Perkerasan beraspal sering disebut campuran beraspal yang terdiri atas

campuran agregat dan bahan aspal yang dicampur dalam keadaan panas di unit

produksi AMP, selanjutnya diangkut dalam keadaan panas ke lokasi penghamparan

di atas lapis pondasi jalan atau lapis permukaan jalan lama, kemudian diikuti proses

pemadatan lapangan dengan tetap memperhatikan persyaratan suhu pada tiap tahapan

pemadatannya sampai didapatkan perkerasan beraspal yang sesuai dengan mutu dan

gambar rencana.

Jenis perkerasan beraspal atau campuran beraspal pada spesifikasi Bina

Marga versi Desember 2006, yaitu :[4]

a) Latasir (Sand Sheet) Kelas A dan B

Campuran-campuran ini ditujukan untuk jalan dengan lalu lintas ringan,

khususnya pada daerah dimana agregat kasar sulit diperoleh. Pemilihan

Kelas A atau B terutama tergantung pada tebal nominal minimum.

Campuran Latasir biasanya memerlukan penambahan filler agar

memenuhi kebutuhan sifat-sifat yang disyaratkan.

b) Lataston (HRS)

Lataston Lapis Permukaan (HRS-Wearing Course) dan Lataston Lapis

Pondasi (HRSBase) berukuran maksimum dengan agregat masing-masing

campuran adalah 19 mm. Lataston Lapis Pondasi (HRS-Base)

mempunyai proporsi fraksi agregat kasar lebih besar daripada Lataston

Lapis Permukaan (HRS - Wearing Course). Untuk mendapatkan hasil

66
yang memuaskan, maka campuran harus dirancang sampai memenuhi

semua ketentuan yang diberikan dalam Spesifikasi. Dua kunci utama

adalah :

i) Gradasi yang benar-benar senjang. Agar diperoleh gradasi

senjang, maka hampir selalu dilakukan pencampuran pasir

halus dengan agregat pecah. Bilamana pasir (alam) halus tidak

tersedia untuk memperoleh gradasi senjang maka campuran

Laston bisa digunakan.

ii) Sisa rongga udara pada kepadatan membal (refusal density)

harus memenuhi ketentuan yang ditunjukkan dalam

Spesifikasi.

c) Laston (AC)

Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan Laston

Lapis Pondasi (AC-Base) memiliki ukuran maksimum agregat masing-

masing campuran adalah 19 mm, 25,4 mm, 37,5 mm. Setiap jenis

campuran AC yang menggunakan bahan Aspal dimodifikasi dengan

Aspal Alam atau Aspal Multigrade disebut masing-masing sebagai AC-

WC Modified, AC-BC Modified, dan AC-Base Modified.

Perkerasan beraspal atau campuran beraspal di atas harus diuji kualitasnya,

agar spesifikasi dapat digunakan seterusnya. Pada spesifikasi, kualitas campuran

beraspal dikontrol dalam beberapa tahap. Kontrol kualitas campuran beraspal pada

spesifikasi Bina Marga versi Desember 2006 disebut pengendalian mutu. Namun,

sebelum ke tahap pengendalian mutu, harus melakukan tahap pengendalian proses.

67
III.3. Pengendalian proses

Pengendalian proses merupakan kegiatan yang dilakukan dalam melakukan

pekerjaan jalan menurut spesifikasi Bina Marga versi Desember 2006 dengan

menguji kualitas bahan dan campuran. Pengendalian dilakukan pada : [4]

1. Tebal lapisan

2. Agregat

3. Bahan pengisi (filler)

4. Gradasi agregat gabungan

5. Bahan aspal

6. Campuran beraspal

III.3.1. Tebal lapisan

Tebal lapisan harus dipantau dengan benda uji inti (core) perkerasan yang

diambil paling sedikit dua buah untuk tiap luasan 500 m2 atau jarak antar titik core

drill tidak lebih dari 200 m. Toleransi tebal lapisan beraspal dapat dilihat dalam

Tabel 3.1. Tebal aktual campuran beraspal yang dihampar di setiap ruas dari

pekerjaan, didefinisikan sebagai tebal rata-rata dari semua benda uji core drill yang

diambil di ruas tersebut, yang harus sama atau lebih besar dari tebal nominal

rancangan yang ditentukan dalam gambar rencana.

Tebal lapisan diuji sesuai dengan kerataan melintang dan memanjang, yaitu :

a. Kerataan Melintang

Kerataan diukur dengan mistar lurus sepanjang 3 m yang diletakkan tepat di

atas permukaan jalan tidak boleh melampaui 5 mm untuk lapis aus dan lapis

antara atau 10 mm untuk lapis pondasi. Perbedaan setiap dua titik pada setiap

penampang melintang tidak boleh melampaui 5 mm dari elevasi yang

68
dihitung dari penampang melintang yang ditunjukkan dalam Gambar

Rencana.

b. Kerataan Memanjang

Kerataan memanjang merupakan setiap ketidakrataan individu yang diukur

dengan mistar lurus sepanjang 3 m yang diletakkan sejajar dengan sumbu

jalan dan tidak boleh melampaui 5 mm.

Tebal lapisan digunakan sebagai lapis perata sekaligus sebagai lapis perkuatan

(strengthening) tidak boleh melebihi 2,5 kali tebal nominal yang diberikan dalam

tabel 3.1.

Tabel. 3.1. Tebal nominal minimum lapisan beraspal dan toleransinya

Tebal Nominal Toleransi


Jenis Campuran Simbol
Minimum (cm) Tebal (mm)

± 2,0
Latasir kelas A SS – A 1,5
Latasir kelas B SS – B 2,0

± 3,0
Lapis Aus HRS – WC 3,0
Lataston
Lapis Pondasi HRS – Base 3,5
Lapis Aus AC – WC 4,0 ± 3,0
Laston Lapis Antara AC – BC 5,0 ± 4,0
Lapis Pondasi AC – Base 6,0 ± 5,0
[4]
Sumber : Spesifikasi Bina Marga Versi Desember 2006.

III.3.2. Agregat

Agregat pada spesifikasi memliki penyerapan terhadap air maksimum 3%.

Berat jenis (bulk spesific gravity) agregat kasar dan halus minimum 2,5 gr/cc dan

perbedaannya tidak boleh lebih dari 0,2.

69
a. Agregat kasar

Agregat kasar pada spesifikasi Bina Marga adalah :

a. Agregat yang tertahan saringan pada ayakan nomor 8 (diameter 2,36 mm)

sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 3.2.

b. Agregat kasar harus disiapkan dalam ukuran nominal. Ukuran maksimum

(maximum size) agregat adalah satu ayakan yang lebih besar dari ukuran

nominal maksimum (nominal maximum size). Ukuran nominal maksimum

adalah satu ayakan yang lebih kecil dari ayakan pertama (teratas) dengan

bahan tertahan kurang dari 10 %.

c. Agregat kasar harus mempunyai angularitas seperti yang disyaratkan dalam

Tabel 3.2. Angularitas agregat kasar didefinisikan sebagai persen terhadap

berat agregat yang lebih besar dari 4,75 mm dengan muka bidang pecah satu

atau lebih.

d. Agregat kasar untuk Latasir kelas A dan B boleh dari kerikil yang bersih.

e. Agregat kasar harus ditumpuk terpisah dan harus dipasok ke instalasi

pencampur aspal dengan menggunakan pemasok penampung dingin (cold bin

feeds) sehingga gradasi gabungan agregat dapat dikendalikan dengan baik.

f. Batas-batas yang ditentukan dalam Tabel 3.2 untuk partikel kepipihan dan

kelonjongan dapat dinaikkan oleh Direksi Pekerjaan bilamana agregat

tersebut memenuhi semua ketentuan lainnya dan semua upaya yang dapat

dipertanggungjawabkan telah dilakukan untuk memperoleh bentuk partikel

agregat yang baik.

70
Tabel 3.2 Sifat-sifat fisik agregat kasar sebagai bahan susun campuran beraspal

Pengujian Standar Nilai

Kekekalan bentuk agregat terhadap


SNI 03-3407-1994 Maks.12 %
larutan natrium dan magnesium sulfat
Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks. 40 %
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95 %
Angularitas SNI 03-6877-2002 95/90(*)
Partikel Pipih dan Lonjong(**) ASTM D-4791 Maks. 10 %
Material lolos Saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks. 1 %
[4]
Sumber : Spesifikasi Bina Marga Versi Desember 2006.

Catatan :

(*) 95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah

satu atau lebih dan 90% agregat kasar mmepunyai muka bidang pecah dua atau lebih.

(**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5.

b. Agregat halus

Agregat Halus adalah agregat yang lolos saringan ayakan nomor 8 (diameter

2,36 mm) sesuai SNI 03 – 6819 – 2002. Agregat halus terdiri dari pasir alam atau

pasir buatan atau gabungan antara dari bahan – bahan tersebut dengan persentase

maksimum yang disarankan untuk Laston (AC) adalah 15% sebagaimana

ditunjukkan dalam Tabel 3.3. Butiran halus mengisi rongga antar butiran kasar

sehingga didapatkan kohesi campuran yang kuat. Oleh karenanya butiran halus harus

memiliki bentuk pecah bersudut banyak dan tidak pipih serta bertekstur kasar.

71
Tabel 3.3 Sifat-sifat fisik agregat halus sebagai bahan susun campuran beraspal

Pengujian Standar Nilai

Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min. 50 %

Material Lolos Saringan No. 200 SNI 03-4428-1997 Maks. 8 %

Angularitas SNI 03-6877-2002 Min 45


[4]
Sumber : Spesifikasi Bina Marga Versi Desember 2006.

III.3.3. Bahan pengisi (filler)

Bahan pengisi (filler) adalah bahan yang ditambahkan dalam campuran

beraspal yang berasal dari cement portland dan debu batu kapur (limestone dust) atau

abu batu (stonedust) yang harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan. Bahan

pengisi ini harus mengandung bahan halus yang lolos saringan ayakan nomor 200

(diameter 75 micron) dengan kadar tidak kurang dari 75% terhadap beratnya dan

bersifat non plastis (SNI M–02–1994–03).

Peranan agregat pengisi ini amat penting terutama untuk mengisi ruang-ruang

kecil yang kosong antar butiran halus sehingga akan didapatkan campuran padat

yang memiliki rongga sesuai spesifikasi. Bilamana bahan pengisi (filler) berupa

kapur tidak terhidrasi atau terhidrasi sebagian, digunakan bahan pengisi yang

ditambahkan dengan proporsi maksimum 1,0% dari berat total campuran aspal.

III.3.4. Gradasi agregat gabungan

Pada campuran beraspal, gradasi agregat gabungan ditunjukkan dalam

persentase terhadap berat agregat lolos saringan yang harus memenuhi nilai rentang

antara batas bawah dan batas atas, sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 3.4.

Ketepatan gradasi ukuran butiran agregat gabungan merupakan kunci penting untuk

mencapai mutu campuran dan efektivitas kadar aspal karena hampir 85% volume

72
campuran beraspal terisi agregat. Gradasi agregat yang memenuhi spesifikasi akan

berdampak membentuk campuran yang padat karena akan menghasilkan tekstur

perkerasan yang memiliki tahanan geser (skid resistance) yang tinggi.

Tabel 3.4. Gradasi agregat gabungan untuk campuran beraspal

Ukuran ayakan % Berat Yang Lolos


Latasir (SS) Lataston (HRS) LASTON (AC)
ASTM (mm) Kelas A Kelas B WC Base WC BC Base
1½“ 37,5 100
1” 25 100 90 – 100
¾“ 19 100 100 100 100 100 90 - 100 Maks. 90
½“ 12,5 90 - 100 90 - 100 90 - 100 Maks. 90
3/8 “ 9,5 90 - 100 75 - 85 65 - 100 Maks. 90
No. 8 2,36 75 - 100 50 - 721 35 - 551 28 - 58 23 - 39 19 – 45
No. 16 1,18
No. 30 0,600 35 - 60 15 – 35
No. 200 0,075 10 - 15 8 – 13 6 - 12 2-9 4 - 10 4-8 3–7
DAERAH LARANGAN
No. 4 4,75 - - 39,5
No. 8 2,36 39,1 34,6 26,8 – 30,8
No. 16 1,18 25,6 – 31,6 22,3 – 28,3 26,8 – 30,8
No. 30 0,600 19,1 – 23,1 16,7 – 20,7 13,6 – 17,6
No. 50 0,300 15,5 13,7 11,4
[4]
Sumber : Spesifikasi Bina Marga Versi Desember 2006.

Catatan :

1. Untuk HRS-WC dan HRS-Base, paling sedikit 80 % agregat lolos ayakan No.8 (2,36

mm) harus juga loloas ayakan No.30 (0,600 mm). Lihat contoh batas-batas “bahan

bergradasi senjang” yang lolos ayakan No.8 (2,36 mm) dan tertahan ayakan No.30

(0,600 mm) dalam Tabel.

2. Untuk AC, digunakan titik kontrol gradasi agregat, berfungsi sebagai batas-batas

rentang utama yang harus ditempati oleh gradasi-gradasi tersebut. Batas-batas

gradasi ditentukan pada ayakan ukuran nominal maksimum, ayakan menengah (2,36

mm) dan ayakan terkecil (0,075 mm).

73
III.3.5. Bahan aspal

Persyaratan bahan aspal diawali dengan pemilihan jenis aspal, dapat berasal

dari aspal keras penetrasi 60/70, aspal polimer, aspal dimodifikasi dengan asbuton

atau aspal multigrade yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditunjukkan dalam

Tabel 3.5 sampai dengan Tabel 3.8. Pengambilan contoh aspal (SNI 06-6890- 2002)

dari tiap truk tangki harus dilaksanakan pada bagian atas, tengah dan bawah. Bahan

aspal harus diekstraksi dari benda uji campuran beraspal sesuai SNI 03-6894-2002.

Setelah konsentrasi larutan aspal yang terekstraksi mencapai 200 mm, partikel

mineral yang terkandung harus dipindahkan dengan alat sentrifugal. Pemindahan ini

dianggap memenuhi bilamana kadar abu dalam bahan aspal yang diperoleh kembali

tidak melebihi 1% (dengan pengapian). Bahan aspal harus diperoleh kembali dari

larutan sesuai dengan prosedur SNI-03-4797-1988.

Tabel 3.5 Sifat-sifat fisik aspal keras penetrasi 60/70

No. Jenis Pengujian Metode Persyaratan


1 Penetrasi, 250C, 100 gr, 5 detik; 0,1 mm SNI 06-2456-1991 60 – 79
2 Titik Lembek; 0C SNI 06-2434-1991 48 – 58
3 Titik Nyala; 0C SNI 06-2433-1991 Min. 200
4 Daktalitas, 250C; cm SNI 06-2432-1991 Min. 100
5 Berat jenis SNI 06-2441-1991 Min. 1,0
6 Kelarutan dalam Trichlor Ethylen; % berat SNI 06-2438-1991 Min. 99
7 Penurunan Berat (dengan TFOT); % berat SNI 06-2440-1991 Max. 0,8
8 Penetrasi setelah penurunan berat; % asli SNI 06-2456-1991 Min. 54
9 Daktalitas setelah penurunan berat; % asli SNI 06-2432-1991 Min. 50

− Standar Naptha
10 Uji bintik (spot Test)

− Naptha Xylene
AASHTO T.102 Negatif
− Hephtane Xylene
[12]
Sumber : Mulyono, A.T.

74
Catatan : Penggunaan pengujian spot tes adalah pilihan (optional). Apabila
disyaratkan direksi dapat menentukan pelarut yang akan digunakan, naptha, naptha
xylene atau heptane xylane.
Tabel 3.6 Sifat-sifat fisik aspal polimer

No. Jenis Pengujian Metode Persyaratan


1 Penetrasi, 250C, 100 gr, 5 detik; 0,1 mm SNI 06-2456-1991 50 – 80
2 Titik Lembek; 0C SNI 06-2434-1991 Min. 54
3 Titik Nyala; 0C SNI 06-2433-1991 Min. 225
4 Daktalitas, 250C; cm SNI 06-2432-1991 Min. 50
5 Berat jenis SNI 06-2441-1991 Min. 1,0
6 Kekentalan pada 135: cSt SNI 06-6721-1991 300 – 2000
7 Stabilitas penyimpanan pada 1630C

− Perbedaan Titik Lembek; 0C


selama 48 jam SNI 06-2434-1991 Maks. 2

8 Kelarutan dalam Trichlor Ethylen; % berat SNI 06-2438-1991 Min. 99


9 Penurunan Berat (dengan TFOT); berat SNI 06-2440-1991 Max. 1,0
10 Perbedaan Penetrasi setelah TFOT; % asli SNI 06-2456-1991 Maks. 40
Perbedaan Titik Lembek setelah TFOT; %
11 SNI 06-2434-1991 Maks. 6,5
asli
12 Elastic recovery pada 250C; % Min. 30
[4]
Sumber : Spesifikasi Bina Marga Versi Desember 2006.

Tabel 3.7 Persyaratan Aspal Dimodifikasi Dengan Aspal Alam

No. Jenis Pengujian Metode Persyaratan


0
1 Penetrasi, 25 C, 100 gr, 5 detik; 0,1 mm SNI 06-2456-1991 40 – 55
2 Titik Lembek; 0C SNI 06-2434-1991 Min. 55
3 Titik Nyala; 0C SNI 06-2433-1991 Min. 225
4 Daktalitas, 250C; cm SNI 06-2432-1991 Min. 50
5 Berat jenis SNI 06-2441-1991 Min. 1,0
6 Kelarutan dalam Trichlor Ethylen; % berat SNI 06-2438-1991 Min. 90
7 Penurunan Berat (dengan TFOT); % berat SNI 06-2440-1991 Maks. 2
8 Penetrasi setelah kehilangan berat; % berat SNI 06-2456-1991 Min. 55
9 Daktalitas setelah TFOT; % asli SNI 06-2432-1991 Min. 50
10 Mineral Lolos Saringan No. 100; % * SNI 03-19681990 Min. 90
[4]
Sumber : Spesifikasi Bina Marga Versi Desember 2006.

75
Tabel 3.8 Sifat-sifat fisik aspal multigrade

No. Jenis Pengujian Metode Persyaratan


0
1 Penetrasi, 25 C, 100 gr, 5 detik; 0,1 mm SNI 06-2456-1991 50 – 70
2 Titik Lembek; 0C SNI 06-2434-1991 Min. 55
3 Titik Nyala; 0C SNI 06-2433-1991 Min. 225
4 Daktalitas, 250C; cm SNI 06-2432-1991 Min. 100
5 Berat jenis SNI 06-2441-1991 Min. 1,0
6 Kelarutan dalam Trichlor Ethylen; % berat SNI 06-2438-1991 Min. 99
7 Penurunan Berat (dengan TFOT); % berat SNI 06-2440-1991 Maks. 0,8
8 Penetrasi setelah penurunan berat; % berat SNI 06-2456-1991 Min. 60
9 Daktalitas setelah penurunan berat; % asli SNI 06-2432-1991 Min. 50
[4]
Sumber : Spesifikasi Bina Marga Versi Desember 2006.

III.3.6. Campuran beraspal

Campuran beraspal terdiri dari agregat dan aspal. Campuran beraspal dapat

dilakukan dengan perbandingan berat atau volume. Pada perbandingan berat,

proporsi agregat hampir 94% sisanya aspal sekitar 6%. Maksudnya, ditinjau dari

satuan berat maka fungsi struktural agregat batuan sangat penting dalam mendukung

beban lalulintas kendaraan.

Prosedur rancangan campuran beraspal harus memenuhi persyaratan di

bawah ini :

1. Sebelum campuran aspal dihampar, kontraktor disyaratkan menunjukkan

metoda kerja, agregat, aspal, dan campuran yang memadai dengan membuat

dan menguji campuran percobaan di laboratorium dan di instalasi pencampur

aspal (AMP).

2. Pengujian yang dilakukan meliputi analisa saringan, berat jenis, dan

penyerapan air untuk semua agregat yang digunakan. Pengujian lainnya

adalah penentuan Berat Jenis Maksimum campuran aspal (AASHTO T209-

76
90), pengujian sifat – sifat Marshall (SNI 06-2489-1990) dan Kepadatan

Membal (Refusal Density) campuran rancangan (BS 598 Part104-1989).

3. Contoh agregat diambil dari penampung panas (hot bin).

Prosedur pencampuran agregat dan aspal pada umumnya harus melalui dua tahapan,

yaitu:

- Prosedur DMF, dan

- Prosedur JMF.

III.3.6.1. Prosedur DMF

Prosedur DMF sebagai tahap awal pengujian mutu bahan untuk merancang

perbandingan antara agregat dan aspal secara laboratorium, termasuk juga pengujian

sifat fisik agregat dan aspal.

Prosedur DMF dimulai sejak usulan penggunaan agregat dan aspal sebagai

bahan susun campuran sampai perancangan perbandingan kadar agregat dan aspal,

yang secara berurutan adalah:

• Menetapkan sumber material dan mengambil contoh sampel agregat dari hot

bin AMP sesuai kebutuhan benda uji yang disepakati;

• Uji mutu awal terhadap sifat-sifat fisik agregat dan aspal;

• Uji mutu analisis saringan gradasi agregat gabungan sesuai dengan spesifikasi

teknis, grafik gradasi yang dianalisis sebaiknya mendekati grafik ideal yang

berada di tengah antara batas atas dan bawah;

• Menentukan perbandingan berat antara agregat kasar, halus dan filler

terhadap total kebutuhan agregat;

77
• Mencampur agregat dan aspal untuk membuat benda uji dengan variasi kadar

aspal dari yang terendah sampai yang tertinggi dengan interval 0,5% pada

model gradasi agregat tertentu;

• Melakukan uji Marshall untuk menghitung nilai stabilitas, kelelehan plastis

(flow), jumlah rongga udara dalam keadaan padat, jumlah rongga udara yang

terisi aspal dan kepadatan laboratorium;

• Menentukan kadar aspal optimum dengan metode grafis atau analitis;

• Menghitung perbandingan berat agregat dan aspal terhadap total campuran.

Spesifikasi teknis uji mutu campuran agregat dan aspal dapat ditunjukkan

dalam Tabel 3.9 sampai Tabel 3.10.

Perkiraan awal kadar aspal benda uji dirancang dengan Persamaan (3.1),

selanjutnya dibuat tiga kadar aspal di atas dan dua kadar aspal di bawah kadar aspal

perkiraan awal yang sudah dibulatkan mendekati 0,5%. Misalnya dari hasil

perhitungan dengan Persamaan (3.1) didapatkan Pb = 5,7%, dibulatkan Pb = 5,5%;

selanjutnya dibuat benda uji dengan kadar aspal 5,5%; langkah berikutnya membuat

benda uji dengan kadar aspal 6,0%; 6,5%; 7,0%; dengan 4,5%; dan 5,0%.

Pb = 0,035 (% CA) + 0,045 (% FA) + 0,18 (% Filler) + Konstanta ….(3.1)

dengan:

• Pb = kadar aspal perkiraan awal;

• CA = kadar agregat kasar tertahan saringan nomor 8;

• FA = kadar agregat halus lolos saringan nomor 8 dan tertahan nomor 200;

• F = kadar agregat halus lolos saringan nomor 200;

Nilai konstanta sekitar 0,5 - 1,0 untuk AC dan 2,0 – 3,0 untuk HRS.

78
Tabel 3.9 Ketentuan Sifat-sifat Campuran Latasir (untuk Lalu-lintas < 0,5 juta

ESA/tahun)

Sifat – sifat Campuran Latasir


Kelas A & B
Penyerapan aspal (%) Maks. 2,0
Jumlah tumbukan per bidang 50
Rongga dalam campuran (%) (3) Min. 3,0
Maks. 6,0
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min. 20
Rongga terisi aspal (%) Min. 75
Stabilitas Marshall (kg) Min. 200
Pelelehan (mm) Min. 2
Maks. 3
Marshall Quotient (kg/mm) Min. 80
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah
Min. 75
0 (4)
perendaman 24 jam, 60 C
[4]
Sumber : Spesifikasi Bina Marga Versi Desember 2006.

Tabel 3.10. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Lataston (untuk Lalu-lintas < 1

juta ESA/tahun).

Sifat – sifat Campuran Lataston


WC BC
Penyerapan aspal (%) Maks 1,7
Jumlah tumbukan per bidang 75
Rongga dalam campuran (%) (3) Min. 3,0
Maks 6,0
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min. 18 17
Rongga terisi aspal (%) Min. 68
Stabilitas Marshall (kg) Min. 800
Pelelehan (mm) Min. 3
Marshall Quotient (kg/mm) Min. 250
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman 24 jam, 600C (4) Min. 75
Rongga dalam campuran (%) pada(2) kepadatan membal (refusal) Min. 2
[4]
Sumber : Spesifikasi Bina Marga Versi Desember 2006.

79
Tabel 3.11. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston (AC)

Sifat – sifat Campuran Laston


WC BC Base
Penyerapan aspal (%) Maks. 1,2
Jumlah tumbukan per bidang 75 112(1)
Rongga dalam campuran (%) (3) Min. 3,5
Maks. 5,5
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min. 15 14 13
Rongga terisi aspal (%) Min. 65 63 60
Stabilitas Marshall (kg) Min. 800 1500(1)
Maks. - -
Pelelehan (mm) Min. 3 5(1)
Marshall Quotient (kg/mm) Min. 250 300
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah
Min. 75
perendaman 24 jam, 600C (4)
Rongga dalam campuran (%) pada (2)
Min. 2,5
kepadatan membal (refusal)
[4]
Sumber : Spesifikasi Bina Marga Versi Desember 2006.

Tabel 3.12. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston Dimodifikasi (AC Modified)

Laston (AC)
Sifat – sifat Campuran
WC BC Base
Mod Mod Mod
Penyerapan kadar aspal (%) Maks. 1,7
Jumlah tumbukan per bidang 75 112(1)
Rongga dalam campuran (%) (3) Min. 3,5
Maks. 5,5
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min. 15 14 13
Rongga terisi aspal (%) Min. 65 63 60
Stabilitas Marshall (kg) Min. 1000 1800(1)
Maks. - -
Kelelehan (mm) Min. 3 5(1)
Marshall Quotient (kg/mm) Min. 300 350
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah
Min. 75
perendaman 24 jam, 600C (4)
Rongga dalam campuran (%) pada (2)
Min. 2,5
kepadatan membal (refusal)
Stabilitas Dinamis, lintasan/mm Min. 2500
[4]
Sumber : Spesifikasi Bina Marga Versi Desember 2006.

80
Catatan :
1) Modifikasi Marshall.
2) Untuk menentukan kepadatan membal (refusal), penumbuk bergetar (vibratory hammer)
disarankan digunakan untuk menghindari pecahnya butiran agregat dalam campuran.
Jika digunakan penumbukan manual jumlah tumbukan per bidang harus 600 untuk
cetakan berdiamater 6 in dan 400 untuk cetakan berdiamater 4 in
3) Berat jenis efektif agregat akan dihitung berdasarkan pengujian Berat Jenis Maksimum
Agregat (Gmm test, AASHTO T-209).
4) Direksi Pekerjaan dapat menyetujui prosedur pengujian AASHTO T283 sebagai alternatif
pengujian kepekaan kadar air. Pengondisian beku cair (freeze thaw conditioning) tidak
diperlukan. Standar minimum untuk diterimannya prosedur T283 harus 75% Kuat Tarik
Sisa.

III.3.6.2. Prosedur JMF

Prosedur JMF sebagai tahap merancang perbandingan antara agregat dan

aspal di lapangan dengan operasional unit produksi AMP, yang dilanjutkan dengan

percobaan penghamparan dan pemadatan lapangan.

Pada prinsipnya JMF terdiri atas percobaan campuran hasil DMF di unit

produksi AMP dan percobaan penghamparan beserta pemadatannya. Uji coba

penerapan DMF pada unit produksi AMP meliputi kegiatan:

- Mengecek kelayakan semua komponen AMP termasuk kalibrasinya;

- Mengalirkan agregat dingin sesuai fraksinya ke dalam alat pemanas dan

pengering;

- Melakukan penimbangan agregat panas sesuai DMF;

- Mencampurkan aspal terhadap agregat sesuai DMF;

- Memproses pencampuran agregat dan aspal secara panas;

81
- Membuat benda uji untuk pengujian nilai Marshall (kepadatan, stabilitas,

flow, jumlah rongga udara dalam campuran padat, jumlah rongga udara yang

terisi aspal).

Uji coba penghamparan meliputi kegiatan:

- Merencanakan jenis dan kapasitas alat penghampar (asphalt finisher)

termasuk kelayakan pemakaiannya; dan

- Menentukan beberapa alternatif tebal hampar campuran hasil olah AMP dan

pengecekan temperatur penghamparannya.

Uji coba pemadatan meliputi kegiatan:

• Merencanakan jenis dan berat alat pemadat serta alternatif jumlah lintasan

(passing) pemadatannya pada tiap alternatif tebal hampar dan kelaikan

pemakaiannya;

• Mencatat temperatur pada tiap tahapan pemadatan;

• Melakukan core drill terhadap lapisan yang padat dan rata untuk

mendapatkan sampel kepadatan lapangan dan pengecekan kadar aspal yang

aktual serta gradasi agregat yang digunakan.

Tabel 3.13. Toleransi Komposisi Campuran

Agregat Gabungan Lolos Ayakan Toleransi Komposisi Campuran


Sama atau lebih besar dari 2,36 mm ± 5 % berat total agregat
2,36 mm sampai No. 50 ± 3 % berat total agregat
No. 100 dan tertahan No. 200 ± 2 % berat total agregat
No. 200 ± 1 % berat total agregat

Kadar aspal Toleransi


Kadar aspal ± 0,3 % berat total campuran

82
Temperatur Campuran Toleransi

± 100C
Bahan meninggalkan AMP dan dikirim
ke tempat penghamparan
[4]
Sumber : Spesifikasi Bina Marga Versi Desember 2006.

III.3.6.3. Peralatan lapangan dan laboratorium

Peralatan lapangan dan laboratorium merupakan penilaian kelayakan alat uji

mutu dan alat berat lapangan yang meliputi:

• Jumlah dan jenis serta spesifikasinya terhadap kebutuhan dalam RKS;

• Sejarah kerusakan dan pemeliharaan rutin atau berkala;

• Kemampuan teknisi atau operator;

• Ketersediaan suku cadang jika alat mengalami kerusakan;

• Umur pemakaian alat uji;

• Kesesuaian manual atau petunjuk teknis alat uji; dan

• Proses pengadaan alat uji (milik sendiri atau menyewa dari lembaga

lain). Beberapa peralatan berat

Lapangan yang harus disediakan adalah:

 Unit produksi asphalt mixing plant;

 Alat angkut (dump truck);

 Alat penghampar (asphalt finisher);

 Alat pemadat (tandem roller, pneumatic tyre roller, three wheel roller);

 Alat penyemprot aspal (asphalt sprayer);

 Timbangan truk (truck scales); dan

 Alat pengukur campuran (termometer bahan).

83
III.3.6.4. Pelaksanaan perkerasan beraspal

Secara umum terdiri atas:

• Produksi campuran;

• Penghamparan campuran panas;

• Pemadatan terhadap hasil penghamparan dalam keadaan panas.

1. Produksi campuran

Produksi campuran dilakukan dengan menggunakan unit AMP yang telah

memenuhi persyaratan sertifikasi kelayakan dan kalibrasi. Setiap fraksi agregat harus

ditampung secara terpisah dan masing-masing dimasukkan ke dalam pengering

(dryer) secara seragam dengan menggunakan pemasok mekanis. Agregat harus

dikeringkan dan dipanaskan secara seksama. Suhu agregat berada pada batas-batas

ketentuan JMF. Agregat yang telah dipanaskan harus disaring sesuai dengan fraksi

dimasukkan ke dalam ruangan bin yang terpisah. Agregat panas dan bahan pengisi

kering harus ditimbang secara teliti dan dimasukkan kedalam unit pengaduk, sesuai

dengan proporsi yang diperlukan untuk mendapatkan rumusan JMF.

Pada pengadukan campuran dalam AMP tipe batch plant, setelah agregat dan

bahan pengisi diaduk kering selama 5 (lima) sampai 10 (sepuluh) detik, kemudian

aspal ditambahkan dan diaduk terus menerus sekurang-kurangnya selama 10

(sepuluh) detik sampai diperoleh campuran yang merata (masa pengadukan yang

terlalu lama harus dihindarkan). Apabila digunakan AMP tipe continuous plant,

masa pengadukan tidak boleh kurang dari 45 detik sampai memperoleh campuran

yang merata.

Pemanasan aspal harus pada suhu antara 1400C sampai 1600C. Pada saat

dimasukkan kedalam unit pengaduk, suhu agregat tidak boleh lebih tinggi 150C

84
daripada suhu aspal. Volume seluruh campuran di dalam ruang pengaduk tidak boleh

terlalu banyak atau terlalu sedikit. Aspek teknis yang harus diperhatikan sebagai

kunci utama pencapaian mutu campuran adalah:

1. Tidak ada penyimpangan sifat fisik agregat dan aspal;

2. Tidak terjadi perubahan gradasi campuran butiran agregat;

3. Perbandingan berat antar fraksi agregat dan aspal tepat sesuai JMF;

4. Temperatur campuran lebih tinggi dari persyaratan minimal dan masih

memungkinkan pencapaian suhu minimal penghamparan;

5. Lama pengadukan campuran optimum tidak menimbulkan segregasi;

6. Kalibrasi semua presisi komponan peralatan.

2. Pengangkutan campuran

Dari unit pengaduk AMP ke lokasi pekerjaan harus dilakukan dengan

menggunakan truk beroda karet dan mempunyai bak dari logam yang rapat, bersih

serta dilabur secukupnya dengan bahan pencegah melekatnya campuran terhadap bak

truk (misal air sabun, minyak ringan, minyak parain atau larutan kapur). Untuk

melindungi campuran dari pengaruh cuaca, maka selama pengangkutan, campuran

dalam bak truk harus ditutup dengan kain terpal atau bahan lainnya yang sejenis.

Pengangkutan campuran tidak boleh dilakukan terlalu sore, agar penghamparan dan

pemadatan campuran dapat diselesaikan pada saat cuaca masih terang, kecuali

apabila di lapangan telah disiapkan penerangan secukupnya.

Setiap kali pengangkutan campuran, truk harus ditimbang dan dicatat berat

seluruh beban, beban truk kosong dan berat bersih campuran. Pada saat dimasukkan

ke dalam alat penghampar, campuran harus mempunyai suhu minimum 1200C.

Beberapa kasus di lapangan yang sering terjadi adalah operator truk tidak tepat

85
waktu dan tidak mengerti dampak keterlambatan pengangkutan dari AMP menuju

lokasi penghamparan. Karena temperatur campuran beraspal turun 2,50C setiap

pengangkutan selama satu jam perjalanan.[11]

3. Penyiapan permukaan

Permukaan yang akan dilapisi campuran beraspal terlebih dahulu harus

dibersihkan dari bahan-bahan lepas dan bahan-bahan lain yang menggangu.

Permukaan harus diberi lapisan pengikat (bila perlu) sesuai dengan ketentuan yang

berlaku. Lapisan pengikat ini terbuat dari aspal cair panas yang berfungsi sebagai

pengikat antara lapisan yang lama dengan lapisan yang baru atau untuk

mengkontaminasi lapisan pondasi jalan dengan aspal sehingga tidak mengurangi

kadar aspal aktual dalam campuran perkerasan baru. Selain itu permukaan yang akan

dilapisi campuran baru harus dalam kondisi bersih, kering (tidak basah), tidak

lembab dan tidak turun hujan sehingga tidak mengganggu ikatan antara lapisan lama

dan baru.

4. Pembatasan cuaca.

Pelaksanaan penghamparan hanya boleh dilakukan pada cuaca dalam kondisi

baik, yaitu tidak terjadi hujan. Oleh karenanya diperlukan langkah-langkah:

1. Membaca fenomena ramalan hujan dari stasiun BMG terdekat agar

tidak terjadi kegagalan penghamparan dan pemadatan;

2. Memperbaiki dan meningkatkan fungsi saluran drainase yang ada

untuk mempercepat pengaliran air permukaan jika terjadi hujan pada

saat mulai penghamparan;

86
3. Jika diperkirakan hari akan hujan maka komunikasi dengan unit

produksi AMP harus efektif agar tidak terjadi pemborosan material

dan penghamparan harus segera dihentikan; dan

4. Apabila dalam keadaan terpaksa unit produksi AMP terlanjur

memproduksi campuran dalam jumlah yang diperlukan, sesampainya

di lokasi penghamparan ternyata mulai turun hujan maka

penghamparan tidak dapat diteruskan karena dikhawatirkan suhu

minimal penghamparan tidak tercapai yang pada akhirnya berdampak

kesulitan memadatkan lapisan beton aspal.

5. Penghamparan campuran

Penghamparan campuran sebaiknya dimulai dari posisi terjauh dari unit

produksi AMP. Alat penghampar harus dioperasikan sedemikian rupa sehingga

menghasilkan permukaan yang rata tanpa ada retakan, sobekan, alur atau cacat

lainnya, apabila setelah selesai pemadatan akan diperoleh tebal, kelandaian

memanjang, elevasi dan potongan melintang yang sesuai dengan bidang gambar

rencana. Apabila ada permukaan terjadi segregasi, sobek atau alur, maka

pengoperasian alat penghampar harus dihentikan dan dijalankan lagi setelah alat

penghampar diperbaiki. Bagian permukaan yang kasar atau tersegregasi harus

diperbaiki dengan cara menebarkan dan meratakan bahan campuran yang halus.

Butiran kasar tidak boleh ditaburkan di atas permukaan hamparan yang

segregasi karena akan membentuk perkerasan yang tidak padat setelah dipadatkan.

Perataan secara manual sejauh mungkin dihindarkan. Selama penghamparan, harus

diperhatikan agar pada sudut-sudut atau tempat lainnya pada alat penghampar, tidak

terdapat bahan campuran yang terkumpul atau mendingin.

87
Aspek teknis yang harus diperhatikan adalah:

1. Tebal hampar dihitung dengan faktor konversi tebal padat;

2. Kemiringan melintang dan memanjang sudah terbentuk dengan garis

hampar; dan

3. Sebelum dipadatkan terlebih dahulu diperiksa permukaan hampar

terhindar dari segregasi.

6. Pemadatan campuran

Pemadatan campuran harus dilakukan secepatnya setelah penghamparan

dinyatakan selesai, yaitu pada saat hamparan sudah tidak bergerak (displacement)

karena pemadatan. Pemadatan dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu:

• Pemadatan awal (breakdown rolling) dengan alat pemadat roda besi, suhu

campuran minimum 1100C, roda penggerak alat pemadat harus mengarah ke

alat penghampar;

• Pemadatan antara (intermediate rolling) dengan menggunakan alat pemadat

roda karet, suhu campuran sekitar 900C, dilakukan sedekat mungkin di

belakang pemadatan awal saat lapisan masih mempunyai suhu yang akan

menghasilkan kepadatan maksimum; dan

• Pemadatan akhir (finishing rolling) dengan menggunakan roda besi, suhu

campuran sekitar 600C, dilakukan pada saat lapisan masih mempunyai

kondisi yang memungkinkan jejak atau bekas roda alat pemadat pada

permukaannya dapat dihilangkan.

Pemadatan arah memanjang harus dimulai pada sambungan dan berpindah ke

tepi luar untuk selanjutnya semakin bergeser ke arah tengah perkerasan (pada bagian

tikungan, pemadatan dimulai pada bagian perkerasan yang rendah dan bergeser ke

88
bagian yang lebih tinggi). Untuk daerah tanjakan atau turunan pemadatan dimulai

dari bagian yang rendah menuju ke bagian yang lebih tinggi. Kecepatan alat pemadat

roda besi dan roda karet, masing-masing tidak boleh lebih dari 4,0 km/jam dan 10,0

km/jam, dan harus cukup lambat sehingga tidak terjadi pergerakan hamparan.

Lintasan pemadatan tidak boleh bergeser secara tiba-tiba, sedangkan arahnya tidak

boleh berubah secara mendadak agar campuran tidak melekat pada roda alat

pemadat, oleh karenanya permukaan roda alat pemadat harus dibasahi dengan air

secukupnya.

Alat pemadat atau alat berat lainnya tidak boleh dibiarkan berdiri di atas

lapisan yang baru, kecuali lapisan tersebut telah dingin dan mantap. Pada saat

pemadatan, tepi lapisan harus dibentuk secara rapi sesuai dengan batas-batas yang

ditetapkan. Bagian tepi yang berlebihan harus dipotong tegak lurus dan kelebihan

bahannya harus dibuang ke tempat lain yang tidak akan mengganggu lingkungan.

Jumlah lintasan pemadatan pada setiap tahap didasarkan pada jumlah lintasan

menurut berita acara percobaan pemadatan.

Beberapa aspek teknis yang menjadi kunci pencapaian mutu pemadatan

adalah:

 temperatur pemadatan sesuai yang disyaratkan, pemadatan pada suhu lebih

rendah dari suhu minimal akan berdampak tidak tercapainya tebal padat dan

kohesitas lapisan;

 tebal padat minimal sama dengan bidang gambar rencana; dan

 jumlah passing tidak boleh dikurangi karena akan berdampak pada penurunan

tingkat kepadatan lapangan. Akar masalahnya tersebut terletak pada kualitas

89
SDM di lapangan mulai dari operator alat berat, teknisi atau laboran alat uji

mutu, dan field engineer maupun quality control engineer.

7. Pembuatan sambungan

Memanjang maupun melintang pada lapisan yang berurutan harus dibuat

secara bertangga, sehingga secara vertikal tidak terletak dalam satu bidang.

Sambungan memmanjang harus diatur sedemikian rupa sehingga pada lapisan yang

paling atas akan terletak pada garis pembagi jalur lalu lintas. Sambungan melintang,

baik arah vertikal maupun mendatar harus dibuat dengan jarak minimum 25 cm.

Penghamparan campuran pada bagian permukaan yang letaknya berdampingan

dengan permukaan yang telah dilapisi hanya boleh dilaksanakan apabila lapisan

terdahulu telah mempunyai bidang tepi yang vertikal dan telah diberi lapisan

pengikat.

Ikatan yang lemah pada alur sambungan akan berdampak timbulnya retak

memanjang sesuai garis sambungan, jika retak (crack) tersebut menerima repetisi

beban lalu lintas secara terus menerus maka terbentuk alur (rutting) dibarengi

lubang-lubang (potholes), selajutnya air hujan masuk menerobos ke dalam lapisan

pondasi melalui lubang-lubang tersebut dan terbentuklah penurunan (deformasi)

yang diikuti lubang-lubang besar.

III.4. Pengendalian mutu

Pengendalian mutu dilakukan secara rutin dan berkala tergantung skala

kebutuhan dalam spesifikasi teknis pada uji coba rancangan campuran,

penghamparan dan pemadatannya.

90
III.4.1. Persyaratan tebal

Lapis beton aspal yang telah selesai tidak boleh lebih tipis dari 5 % atau 10%

lebih terhadap tebal padat yang dikehendaki dalam bidang gambar rencana. Tebal

perkerasan padat pada lebar efektif jalan tidak boleh menyimpang dari persyaratan

tebal nominal minimum dan toleransinya (lihat Tabel 3.17).

Demikian pula tebal hampar campuran beraspal diterapkan berdasarkan tebal

padat dalam bidang gambar rencana dikalikan dengan faktor konversi tebal yang

disepakati dalam berita acara trial spreading. Persyaratan tebal berkaitan erat dengan

kekuatan struktur perkerasan, namun tidak berati perkerasan yang tebal lebih kuat

daripada perkerasan yang tidak tebal karena masih tergantung aspek lain yaitu

kualitas material dan tata cara pelaksanaan di lapangan. Untuk itu harus dikoreksi

tebal lapisan dari lapangan dengan tebal lapisan dari laboratorium dengan faktor

koreksi sebagai berikut :

C t = Tebal nominal yang diterima


Tebal nominal rancangan

III.4.2. Persyaratan kepadatan lapangan

Lapisan perkerasan beraspal yang telah selesai dipadatkan tidak boleh kurang

dari 95% terhadap kepadatan laboratorium produksi harian. Misalnya kepadatan

laboratorium 2,30 gr/cc, maka kepadatan lapangan yang aktual minimal 2,20 gr/cc.

Cara lain untuk mengevaluasi rata – rata tingkat kepadatan adalah dengan

menghitung JSD, yang mensyaratkan bahwa tingkat kepadatan jenis lataston tidak

boleh kurang dari 97% JSD dan 98% JSD untuk semua jenis campuran aspal lainnya.

Cara pengambilan benda uji campuran aspal dan pemadatannya di

laboratorium masing-masing sesuai dengan AASHTO T 168 dan SNI 06-2489-1991

untuk ukuran butiran agregat maksimum 25 mm atau ASTM D5581 untuk ukuran

91
maksimum 50 mm. Tabel 3.14 menyajikan ketentuan tingkat kepadatan campuran

aspal berdasarkan nilai JSD, yang mensyaratkan bahwa perbandingan kepadatan

maksimum dan minimum dalam serangkaian benda uji yang mewakili setiap lokasi

yang diukur harus lebih kecil 1,08.

Jika, perbandingan kepadatan di lapangan yang dicore dengan kepadatan di

laboratorium tidak memenuhi ketentuan spesifikasi, maka seharusnya diulang

kembali pekerjaan konstruksi. Namun, pada spesifikasi tidak menyatakan hal

tersebut, melainkan menyatakan bahwa akan diambil kembali sampel core. Serta

memerintahkan kontraktor untuk mengulangi proses campuran rancangan dengan

biaya kontraktor sendiri bilamana rata – rata kepadatan Marshall di laboratorium dari

setiap produksi selama empat hari berturut – turut berbeda lebih 1% dari Kepadatan

Standar Kerja (JSD).

Tabel 3.14 Ketentuan tingkat kepadatan lapangan perkerasan beraspal

Kepadatan yg Jumlah benda uji Kepadatan Nilai minimum


disyaratkan per pengujian Minimum Rata- setiap pengujian
(% JSD) rata (% JSD) tunggal (% JSD)
98 3–4 98,1 95
5 98,3 94,9
6 98,5 94,8

97 3–4 97,1 94
5 97,3 93,9
6 97,5 93,8
[4]
Sumber : Spesifikasi Bina Marga Versi Desember 2006.

Beberapa kasus di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua data tingkat

kepadatan lapangan lebih besar 95% dari kepadatan laboratorium karena ada

beberapa aspek teknis yang mempengaruhinya, antara lain:

92
 Prosedur pemadatan tidak dilaksanaan dengan benar dan tepat, misalnya

jumlah passing dikurangi, suhu pemadatan di bawah batas suhu minimal, alat

pemadat tidak bekerja dengan baik dan layak pakai, operator kurang terampil

sehingga pemadatannya tidak sempurna; dan

 Terjadi hujan saat penghamparan atau pemadatan awal sehingga memberikan

kesempatan air masuk ke dalam celah saat pemadatan berlangsung, akibatnya

air menghalangi lekatan aspal dengan agregat.

1. Pengambilan benda uji

Untuk pengendalian mutu harian, dilakukan pengambilan sampel secara rutin,

antara lain:

1. Aspal dari tempat penyimpanannya di unit produksi AMP untuk

menguji sifat fisik;

2. Agregat dingin dan kering dari masing-masing ruang bin dingin dan

panas untuk pengujian gradasi agregat gabungan;

3. Campuran aspal panas di unit pengaduk AMP untuk diekstraksi dan

uji sifat Marshall; dan

4. Core drill lapisan perkerasan yang sudah dipadatkan untuk uji tingkat

kepadatan lapangan. Mesin bor harus disediakan untuk mengambil

benda uji (core) yang mampu memotong benda uji inti berdiameter 4

inchi maupun 6 inchi pada lapisan beraspal yang telah selesai

dikerjakan.

Ketentuan frekuensi pengambilan benda uji untuk pengendalian mutu dengan

maksud pengendalian proses dapat ditunjukkan dalam Tabel 3.16. Pengambilan

sampel campuran panas dilakukan di unit pengaduk AMP atau di lokasi

93
penghamparan bilamana terjadi segregasi yang berlebihan selama pengangkutan dan

penghamparannya.

Beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam pengambilan sampel benda

uji adalah:

• Kesesuaian kuantitasnya terhadap volume pekerjaan;

• Durasi pengadaannya;

• Kesesuaian mutunya terhadap bahan konstruksi;

• Metode, lokasi, jumlah dan frekuensi pengambilan sampling;

• Keberadaan bahan lokal yang memenuhi standar mutu; dan

• Kesesuaian jumlahnya yang dapat mewakili lokasi pekerjaan

Tabel 3.15. Ketentuan frekuensi pengambilan benda uji untuk pengendalian mutu

Bahan dan Pengujian Frekwensi pengujian


Aspal :
Aspal berbentuk drum 3 dari jumlah drum
Aspal curah Setiap tangki aspal
Jenis pengujian aspal drum dan curah mencakup :
Asbuton butir/Aditif Asbuton

3 dari jumlah kemasan
Kadar air
− Ekstraksi (kadar aspal)
− Ukuran butir maksimum
− Penetrasi aspal asbuton

− Abrasi dengan mesin Los Angeles


Agregat :
Setiap 5.000 m3
− Gradasi agregat yang ditambahkan ke tumpukan Setiap 1.000 m3

− Gradasi agregat dari penampung panas (hot bin)


Setiap 250 m3 (min. 2 pengujian per

− Nilai setara pasir (sand equivalent)


hari)
Setiap 250 m3

− Suhu di AMP dan suhu saat sampai di lapangan


Campuran :
Setiap batch dan pengirimiman

− Gradasi dan kadar aspal


Setiap 200 ton (min. 2 pengujian per

− Kepadatan, stabilitas, kelelehan, Marshall


hari)
Setiap 200 ton (min. 2 pengujian per
Quotient, rongga dalam campuran pd. 75
hari)
tumbukan

94
− Rongga dalam campuran pd.Kepadatan Membal Setiap 3.000 ton
− Campuran Rancangan (Mix Design) Marshall Setiap perubahan agregat/rancangan

− Benda uji inti (core) berdiameter 4” untuk


Lapisan yang dihampar :
Setiap 200 meter panjang
partikel ukuran maksimum 1” dan 5” untuk
partikel ukuran di atas 1”, baik untuk
pemeriksaan pemadatan maupun tebal lapisan :
paling sedikit 2 benda uji inti per 200 meter
panjang.

− Elevasi permukaan, untuk penampang


Toleransi Pelaksanaan :
Paling sedikit 3 titik yang diukur
melintang dari setiap jalur lalu lintas. melintang pada paling sedikit setiap
12,5 meter memanjang sepanjang
jalan tersebut.
[4]
Sumber : Spesifikasi Bina Marga Versi Desember 2006.

2. Pengujian pengendalian mutu campuran aspal

Beberapa pengujian pengendalian mutu campuran aspal, yaitu :

1. Analisa ayakan (cara basah), paling sedikit dua contoh agregat setiap

penampung panas.

2. Temperatur campuran saat pengambilan contoh di instalasi pencampur

aspal (AMP) maupun di lokasi penghamparan (satu per jam).

3. Kepadatan Marshall Harian dengan lengkap dari semua benda uji yang

diperiksa.

4. Kepadatan hasil pemadatan di lapangan dan persentase kepadatan

lapangan relatif terhadap Kepadatan Campuran Kerja (JMD) untuk setiap

benda uji inti (core).

5. Stabilitas, kelelehan, Marshall Quotient, paling sedikit dua contoh.

6. Kadar aspal dan gradasi agregat yang ditentukan dari hasil ekstraksi kadar

aspal paling sedikit dua contoh. Bilamana cara ekstraksi sentrifugal

digunakan maka koreksi abu harus dilaksanakan seperti yang disyaratkan

SNI 03-3640-1994.

95
7. Rongga dalam campuran pada kepadatan membal (refusal), yang dihitung

berdasarkan Berat Jenis Maksimum campuran perkerasan aspal

(AASHTO T209-90).

8. Kadar aspal yang terserap oleh agregat, yang dihitung berdasarkan Berat

Jenis Maksimum campuran perkerasan aspal (AASHTO T209-90).[4]

3. Kendala pengendalian mutu

Beberapa kendala yang sering terjadi dalam pekerjaan perkerasan beraspal, antara

lain:

1. Keterbatasan kualitas material agregat batuan yang digunakan karena

tuntutan spesifikasi teknis yang harus berlekatan dengan aspal serta sistem

pencampurannya dengan unit produksi AMP;

2. Ketidaktepatan proses pembentukan butiran agregat karena banyak

komponen APP yang sudah aus dan ketidakcocokan jenis APP terhadap

target diameter butiran sehingga berdampak internal friction menjadi lemah;

3. Ketidaktepatan proses pencampuran agregat dan aspal karena banyak

komponen AMP yang tidak terkalibrasi presisinya sehingga batas-batas

spesifikasinya terlampaui;
4.
Umur operasional alat penghampar dan pemadat yang melebihi umur

kalendernya sehingga sering mengalami kemacetan, sementara mutu


[12]
perkerasan sangat ditentukan oleh ketepatan temperatur material.

96
BAB IV

STUDI PERBANDINGAN KONTROL KUALITAS (QUALITY

CONTROL)

IV.1. Pengendalian Mutu (Quality Control) Menurut Binamarga versi Desember

2006

Pengendalian mutu dapat dilakukan secara rutin dan berkala tergantung skala

kebutuhan dalam spesifikasi dengan kesepakatan uji coba rancangan campuran,

penghamparan dan pemadatannya. Pengendalian mutu penerimaan diperiksa di

laboratorium sesaat setelah pekerjaan jalan selesai. Kemudian diambil nilai

kepadatan relatif dari perbandingan antara kepadatan campuran beraspal yang

dilakukan di laboratorium secara ekstraksi dengan kepadatan di lapangan dari hasil

pekerjaan jalan.

IV.1.1. Pengukuran tebal lapisan

Tebal lapisan permukaan perkerasan yang telah diambil dengan core drill

diukur dengan mistar. Tebal lapisan diukur 4 sisi karena bentuknya berupa silinder

atau tabung padat seperti terlihat pada gambar berikut.

Gambar 4.1. Sampel yang telah dicore dari permukaan perkerasan pada

pekerjaan jalan

97
Setelah nilai tebal lapisan setiap sisi didapat, dihitung untuk memperoleh nilai

rata – rata tebal lapisan yang mewakili semua sisi dan tidak boleh menyimpang dari

persyaratan tebal nominal minimum dan toleransinya (lihat Tabel 3.1). Kemudian

tebal lapisan yang dicore di lapangan dikoreksi dengan tebal lapisan yang diekstraksi

dengan alat uji marshall di laboratorium.

IV.1.2. Perhitungan berat

Sampel yang telah diukur tebal relatifnya akan dilanjutkan dengan

menghitung perbandingan berat yang telah dipadatkan di lapangan. Perhitungan berat

sampel dilakukan menggunakan timbangan neraca. Tahapan – tahapan penimbangan

dilakukan sebagai berikut :

a. Sampel ditimbang dengan neraca digital dalam keadaan kering.

b. Selanjutnya sampel direndam dalam air selama 24 jam atau kurun waktu

sehari. Setelah sehari, sampel ditimbang di dalam air dengan menggunakan

timbangan neraca yang terhubung dari benang dan wadah.

c. Sampel diangkat dan dilap kering.

d. Setelah itu, sampel ditimbang kembali untuk mendapatkan nilai jenuh

permukaan.[1]

a. b.

98
c. d.

Gambar 4.2. Perhitungan berat dengan menggunakan timbangan neraca digital

IV.1.3. Perhitungan kepadatan relatif

Kepadatan relatif adalah perbandingan antara kepadatan di lapangan dengan

kepadatan di laboratorium. Kepadatan relatif merupakan indikator teknis dalam

penerimaan pengendalian mutu pekerjaan sesuai dengan spesifikasi. Namun,

ketentuan kepadatan (lihat tabel 3.14) menurut spesifikasi Bina Marga versi

Desember 2006 mensyaratkan, rasio atau perbandingan kepadatan maksimum dan

minimum jika lebih besar dari 1,08 maka sampel tersebut harus dibuang dan akan

diambil kembali sampel yang baru.

Kepadatan relatif = Kepadatan di lapangan x 100 %


Kepadatan di laboratorium

99
Tabel 4.1. Data pengendalian mutu kepadatan campuran beraspal

Tebal Berat (gram) Kepadatan %Kepadatan


No. Sta/km Deskripsi Sampel Jenuh Volume Di Di Di lap.
(cm) Udara Air
(ssd) lap. lab. (pembulatan)
1 0+034 L AC - WC 5.3 893.6 900.3 498.1 402.2 2.222 2.309 96
2 0+049 R AC - WC 4.45 770 777.4 435.7 341.7 2.253 2.309 98
3 0+086 L AC - WC 4.4 768.2 775.2 434.3 340.9 2.253 2.309 98
4 0+149 R AC - WC 4.3 781.3 788.5 439.2 349.3 2.237 2.309 97
5 0+165 L1 AC - WC 5.63 992.8 998.7 554.7 444 2.236 2.309 97
6 0+165 L2 AC - WC 4.5 753.6 760.2 425.9 334.3 2.254 2.309 98
7 0+223 R AC - WC 5.05 857.5 865.6 479.4 386.2 2.220 2.309 96
8 0+245 L AC - WC 5 791.2 798.4 446.3 352.1 2.247 2.309 97
9 0+317 R AC - WC 4.15 722 729.3 405.4 323.9 2.229 2.309 97
10 0+333 L AC - WC 5 852.5 860.4 478 382.4 2.229 2.309 97
11 0+387 R1 AC - WC 4.28 708.3 715.3 396.2 319.1 2.220 2.309 96
12 0+387 R2 AC - WC 4.45 738.2 745.6 414 331.6 2.226 2.309 96
13 0+403 L AC - WC 4.38 704.2 712.3 395.7 316.6 2.224 2.309 96
14 0+469 R AC - WC 4.33 739 747.6 420.1 327.5 2.256 2.309 98
15 0+480 L AC - WC 4.65 802.3 810.3 452.2 358.1 2.240 2.309 97
16 0+541 R AC - WC 4.08 701 709.4 393.2 316.2 2.217 2.309 96
17 0+573 L1 AC - WC 4.13 690.3 697.6 391.4 306.2 2.254 2.309 98
18 0+573 L2 AC - WC 3.85 661.7 668.4 372 296.4 2.232 2.309 97
19 0+625 R AC - WC 4.5 760.5 768.3 425.7 342.6 2.220 2.309 96
20 0+674 L AC - WC 3.75 599.4 607.2 338.5 268.7 2.231 2.309 97
21 0+693 R AC - WC 5.05 872.5 880.4 489.3 391.1 2.231 2.309 97
22 0+735 L AC - WC 4.88 839.6 847.3 469.5 377.8 2.222 2.309 96
23 0+767 R1 AC - WC 5.1 829.9 836.4 464.4 372 2.231 2.309 97
24 0+767 R2 AC - WC 4.65 788.7 795.3 442.9 352.4 2.238 2.309 97
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum. (2009).[2]

IV.2. Kontrol Kualitas (Quality Control) Pekerjaan Jalan

Kontrol kualitas (quality control) pekerjaan jalan menggunakan data – data

statistik sebagai acuan perhitungan untuk menentukan kriteria penerimaan

perkerasan campuran aspal (beraspal) yang telah melakukan prosedur pekerjaan.

Sehingga hasil perhitungan sesuai dengan spesifikasi. Kontrol kualitas (quality

control) yang diuji adalah :

1. Tebal lapis perkerasan,

100
2. Kepadatan lapangan, dan

3. Kadar aspal.

Namun, pada penulisan tugas akhir ini, kontrol kualitas yang diuji adalah

kepadatan lapangan merupakan persyaratan yang telah ditentukan Ditjen Bina Marga

pada perkerasan jalan. Terdapat tabel ketentuan kepadatan lapangan yang merupakan

persyaratan spesifikasi. Data pada tabel merupakan data – data bilangan yang dapat

disebut data statistik. Untuk itu, dilakukan perhitungan statistik untuk menentukan

kesuksesan pekerjaan jalan yang sesuai dengan spesifikasi.

Data-data Kepadatan

• Digunakan data sekunder, yaitu tabel persyaratan ketentuan kepadatan

menurut spesifikasi Ditjen Bina Marga versi Desember 2006. Data digunakan

sebagai acuan pengujian metode statistik dalam menentukan kesesuaian nilai

– nilai yang tertulis.

• Data kumulatif, yaitu data pengendalian mutu (tabel 4.1). Data digunakan

sebagai pengujian terhadap rata – rata kepadatan standar 98% dan pengujian

terhadap sampel 95%.

101
IV.2.1. Pengujian terhadap rata – rata

Tabel 4.2. Persyaratan ketentuan kepadatan campuran aspal menurut

spesifikasi Ditjen Bina Marga versi Desember 2006.

Kepadatan Nilai minimum


Kepadatan yg Minimum Rata- setiap pengujian
Jumlah benda uji rata
disyaratkan tunggal
per pengujian (% JSD)
(% JSD) (% JSD)
(x) (x)
3–4 98,1 95
98 5 98,3 94,9
6 98,5 94,8

• Diketahui :

Panjang jalan = 200 m

Dengan menggunakan persamaan (2.1), maka didapat jumlah sampel :

N=3 X

N = 3 200

N = 5.8 ≈ 6

• Diambil sampel n = 6 dengan data pada tabel 4.1,

x 1 = 96; x 2 = 98; x 3 = 98; x 4 = 97; x 5 = 97; x 6 = 98

Untuk menentukan rata – rata digunakan persamaan (2.2) :

x1 + x 2 + x 3 + x 4 + x 5 + x 6
x=
N

96 + 98 + 98 + 97 + 97 + 98
x=
6

x = 97.33

102
Tabel 4.3. Distribusi frekuensi terhadap rata - rata

(x − x )
Sampel Data 2
s σ C.V Kα α(%) Kβ β(%)
(n) (x)

1 96 1.778
2 98 0.444
3 98 0.444
0.82 0.745 0.84 2.19 1.43 2.2 1.39
4 97 0.111
5 97 0.111
6 98 0.444

∑ ( xi − x )
Rata –rata

( x ) = 97.33 = 3.33

Didapat hasil : Nilai keterangan

• Rata – rata (%) : x = 97.33 pers.(2.2)

• s = 0.82
3.33
6 −1
Deviasi standar (sampel) : …(2.3)

• σ = 0.745
3.33
Deviasi standar (Populasi) : …(2.5)
6


0.82
Coefficient Variation : C.V = 0.84 x100 ...(2.6)
97.33

98 − 97.33
• Nilai tabel dis.normal α : K α = 2.19 …(2.11)
0.745 / 6

• Resiko Produsen : α = 1.43% (tabel distribusi normal)

• Distribusi normal :

Dengan mengasumsi data variabel di atas terdistribusi normal, maka

digunakan SPSS 17 untuk mengetahui data tersebut terdistribusi normal atau

tidak.

103
Gambar 4.3. Data terdistribusi normal

• Tingkat keyakinan : σ diketahui

Dengan menggunakan persamaan (2.16) dan (2.17) :

  σ    0.745 
LCL=  x − K α   ≤ μ = 97.33 − 2.19  ≤ 98 = 96.66 ≤ 98 ….(Memenuhi)
  n    6 

  σ    0.745 
UCL=  x + K α   ≥ μ = 97.33 + 2.19  ≥ 98 = 97.99 ≥ 98 (Tidak Memenuhi)
  n    6 

• Kriteria penerimaan :

Dengan menggunakan persamaan (2.20)

- Rc = ( x - ks ) ≥ L

= (97.33 – k 0.82) ≥ 98

98 − 97.33
k≤
0.82

k ≤ -0.82

- Uji hipotesis (H) rata – rata

Menggunakan persamaan (2.21) dan (2.22) :

104
− K α/2 ≤ z ≤ + K α/2
H : μ = μ0
− t α/2:n −1 ≤ t ≤ + t α/2:n −1
, H diterima

z ≥ Kα
H : μ ≥ μ0
t ≥ t α:n −1
, H diterima

z ≤ −K α
H : μ ≤ μ0
t ≤ t α:n −1
, H diterima

z=
(x − μ ) 0 n
=
(97.33 − 98) 6
= −2.19089 ≤ 2.19

(x − μ )
σ 0.745

t= 0 n
=
(97.33 − 98) 6
= −2 ≤ 3.745
s 0.82

∴ Hipotesis diterima jika µ ≤ µ 0 . Namun, kriteria penerimaan menyatakan

Rc ≥ L atau secara hipotesis diketahui µ ≥ µ 0 . Sehingga dapat diambil

keputusan bahwa Spesifikasi menerima hipotesis, padahal hipotesis salah

disebut risiko konsumen β .

• Persen kesalahan, digunakan persamaan (2.25), diketahui :

kp − k
kα =
(
 + k ÷ (2(n − 1)) 
1 2
)
1

2 
2

k p − 0.82
2.19 =
(
 + 0.82 ÷ (2(6 − 1)) 
1 2
)
1

2 
2

k p − 0.82
2.19 =
0.753

1.645 = k p − 0.82

k p = 0.82 + 1.645

k p = 2.47

105
Untuk k p = 2.47, maka, dilihat pada tabel distribusi normal, diperoleh nilai P

= (0.0067)*100 = 0.67 %.

• Resiko Konsumen, digunakan persamaan (2.26) :

k − kp
kβ =
(
 + k ÷ (2(n − 1)) 
1 2
)
1

2 
2

0.82 − 2.47
kβ =
(
 + 0.82 ÷ (2(6 − 1)) 
1 2
)
1

2 
2

0.82 − 2.47
kβ =

k β = −2.2
0.753

Untuk k β = 2.2, maka, dilihat pada tabel distribusi normal, diperoleh nilai β

= (0.0139)*100 = 1.39 %.

• Sampel Sebenarnya :

Dengan menggunakan persamaan (2.27).

Biasanya departemen jalan menggunakan β = 5% dalam penerimaan

sampel.[19]

Dengan : µ1 = PR (1 - β )*100 = (1 – 5%)*100 = 95.

K β = 1.645 (tabel distribusi normal)

(K − Kα ) σ2 (2.19 + 1.645)2 0.745 2


n= = = 0.908 ≈ 1 sampel
(μ 0 − μ 1 )2
2

(98 − 95) 2
β

• Kurva penerimaan

− Grafik kontrol

Dengan menggunakan program SPSS 17, diperoleh grafik kontrol dari

sampel seperti di bawah ini : [14]

106
Gambar 4.4. Grafik kontrol

− Kurva OC

Dengan menggunakan program SPSS 17, diperoleh kurva OC dari sampel seperti di

bawah ini :

• Distribusi Normal

Gambar 4.5. Distribusi normal pengujian terhadap rata – rata

107
IV.2.2. Pengujian terhadap sampel

Pada tabel 4.2. diketahui kepadatan sampel minimum per pengujian (per lot) 95 %

untuk 3 – 4 sampel. Untuk pengujian kontrol kualitas statistik terhadap sampel,

diketahui 4 sampel.

Tabel 4.5. Distribusi frekuensi terhadap sampel

Sampel Data (x − x ) 2
s σ C.V Kα α(%) Kβ β(%)
(n) (x)

1 96 1.778
2 98 0.444
0.96 0.83 0.98 2.71 0.33 2.71 0.33
3 98 0.444
4 97 0.111

∑ ( xi − x )
Rata –rata

( x ) = 97.25 = 2.777

Diperoleh : Nilai keterangan

• Rata – rata (%) : x = 97.25 pers.(2.2)

• s = 0.96
2.777
4 −1
Deviasi standar (sampel) : …(2.3)

• σ = 0.83
2.777
Deviasi standar (Populasi) : …(2.5)
4


0.96
Coefficient Variation : C.V = 0.98 x100 ...(2.6)
97.25

95 − 97.25
• Nilai tabel dis.normal α : K α = 2.71 …(2.10)
0.83

• Resiko Produsen : α = 0.33% (tabel distribusi normal)

• Distribusi normal :

108
Dengan mengasumsi data variabel di atas terdistribusi normal, maka

digunakan SPSS 17 untuk mengetahui data tersebut terdistribusi normal atau

tidak.

Gambar 4.6. Sampel terdistribusi normal

• Tingkat Keyakinan : σ tidak diketahui

Dengan menggunakan persamaan (2.18) dan (2.19) :

Diketahui α = 0.33/2 = 0.165% , v = n − 1 = 4 − 1 = 3 . Dengan menggunakan

interpolasi:

0.165 − 0.1 t − 10.214


= α
0.5 − 0.1 5.841 − 10.214
tα = 9.44

  s    0.96 
LCL=  x − t α/2;n −1   ≤ μ = 97.25 − 9.44  ≤ 95 = 92.72 ≤ 97.25 (Memenuhi)
  n     4 

  s    0.96 
UCL=  x + t α/2;n −1   ≥ μ = 97.25 + 9.44  ≥ 95 = 101.8 ≥ 97.25 (Memenuhi)
  n     4 

Diperoleh, LCL = 92.72 ≤ 95…….. (memenuhi)

109
• Kriteria penerimaan :

Dengan menggunakan persamaan (2.20)

- Rc = ( x - ks ) ≥ L

= (97.25 – k 0.96) ≥ 95

95 − 97.25
k≤
0.96

k ≤ 2.34

- Uji hipotesis (H) rata – rata

Menggunakan persamaan (2.21) dan (2.22) :

− K α/2 ≤ z ≤ + K α/2
H : μ = μ0
− t α/2:n −1 ≤ t ≤ + t α/2:n −1
, H diterima

z ≥ Kα
H : μ ≥ μ0
t ≥ t α:n −1
, H diterima

z ≤ −K α
H : μ ≤ μ0
t ≤ t α:n −1
, H diterima

z=
(x − μ ) 0 n
=
(97.25 − 95) 4
= 5.42 ≤ 5.43

(x − μ )
σ 0.83

t= 0 n
=
(97.25 − 95) 4
= 4.69 ≤ 5.893
s 0.96

∴ Hipotesis diterima jika µ ≤ µ 0 . Namun, kriteria penerimaan menyatakan

Rc ≥ L atau secara hipotesis diketahui µ ≥ µ 0 . Sehingga dapat diambil

keputusan bahwa Spesifikasi menerima hipotesis, padahal hipotesis salah

disebut risiko konsumen β .

110
• Persen kesalahan, digunakan persamaan (2.25), diketahui :

kp − k
kα =
(
 + k ÷ (2(n − 1)) 
1 2
)
1

2 
2

k p − 2.34
2.71 =
(
 + 2.34 ÷ (2(4 − 1)) 
1 
)
1
2

2 
2

k p − 2.34
2.71 =
1.189

3.221 = k p − 2.34

k p = 2.34 + 3.221

k p = 5.561

Untuk k p = 5.561, maka, dilihat pada tabel distribusi t, diperoleh nilai P =

(0.00)*100 = 0 %.

• Resiko Konsumen, digunakan persamaan (2.26) :

k − kp
kβ =
(
 + k ÷ (2(n − 1)) 
1 2
)
1

2 
2

2.34 − 5.561
kβ =
(
 + 2.34 ÷ (2(6 − 1)) 
1 2
)
1

2 
2

2.34 − 5.561
kβ =

k β = −2.71
1.189

Untuk k β = 2.71, maka, dilihat pada tabel distribusi normal, diperoleh nilai β

= (0.0033)*100 = 0.33 %.

111
• Kurva penerimaan

− Kurva OC

Dengan menggunakan program SPSS 17, diperoleh kurva OC dari sampel seperti di

bawah ini :

• Distribusi Normal

Gambar 4.7. Distribusi normal dengan risiko produsen, L = batas bawah

112
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. KESIMPULAN

1. Kontrol kualitas (quality control) campuran beraspal pada pekerjaan konstruksi

jalan menjadi suatu sistem dalam mengevaluasi dan menguji kualitas yang

dilakukan dengan menggunakan metode statistik untuk mengetahui kriteria

penerimaan spesifikasi. Agar spesifikasi yang telah menjadi standarisasi teknis

dalam pekerjaan jalan dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama.

2. Penerimaan campuran beraspal lebih diterapkan pada kepadatan perkerasan jalan.

Indikator teknis ini merupakan parameter dalam pengukuran dan pembayaran saat

melakukan pekerjaan jalan. Jika, perbandingan kepadatan di lapangan yang dicore

dengan kepadatan di laboratorium tidak memenuhi ketentuan spesifikasi, maka

seharusnya diulang kembali pekerjaan konstruksi. Namun, spesifikasi Bina Marga

tidak menyatakan hal tersebut, melainkan menyatakan bahwa akan diambil

kembali sampel core. Serta memerintahkan kontraktor untuk mengulangi proses

campuran rancangan dengan biaya kontraktor sendiri bilamana rata – rata

kepadatan Marshall di laboratorium dari setiap produksi selama empat hari

berturut – turut berbeda lebih 1% dari Kepadatan Standar Kerja (JSD).

3. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode statistik, terlihat jelas bahwa

pengujian hipotesis terhadap rata – rata dengan n = 6 adalah µ ≤ µ 0 = 97.33% ≤

98%. Jika pekerjaan jalan harus memenuhi spesifikasi sesuai dengan kriteria

penerimaan Rc = ( x - ks ) ≥ L, maka seharusnya x ≥ L = x ≥ 98% atau L ≤ 98%.

Untuk pengujian terhadap sampel minimum, hasil perhitungan metode distribusi t,

LCL=92.27%, UCL=101.8%, diperoleh 92.27% ≤ x ≤ 101.8% . Karena n ≤ 30,

113
maka digunakan metode distribusi t sebagai penerimaan sampel, sehingga nilai x

untuk 3 – 4 sampel perpengujian harus di atas 92.27% atau 95% dapat diterima

sebagai sampel minimum. Semakin besar nilai rata – rata batas spesifikasi,

semakin besar pula nilai sampel minimum jika diambil perpengujian atau per lot.

4. Jika diaplikasikan ke dalam kemungkinan penerimaan dengan menggunakan tabel

A, nilai – nilai yang diketahui adalah α = 1.34 %, p = 0.67 %, n = 6, dan tingkat

keyakinan = 98.38 %, maka diperoleh nilai penerimaan spesifikasi sebesar 99.9 %.

Namun spesifikasi dinilai memiliki tingkat keyakinan sangat besar jika harus

melihat sisi perekonomian di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara, karena

tidak mampu untuk melakukan pekerjaan kembali jika campuran aspal tidak

terkontrol kualitasnya. Sedangkan spesifikasi AASHTO menerapakan batas


[8]
kontrol kualitas rata – rata kepadatan adalah 90 % lebih kecil dari spesifikasi

jalan Bina Marga Versi Desember 2006 dengan rata – rata kepadatan 98 % dan

sampel sebenarnya n = 1.

5. Dengan demikian dari metode statistik di atas, kontrol kualitas (quality control)

campuran beraspal lapis permukaan pada pekerjaan konstruksi jalan yang

diterapkan oleh spesifikasi lain lebih akurat dalam mengevaluasi kriteria

penerimaan campuran beraspal dibandingkan prosedur yang diterapkan pada

spesifikasi Bina Marga. Namun, persyaratan – persyaratan yang terkandung pada

spesifikasi digunakan sebagai acuan standar dalam pekerjaan jalan di Indonesia,

khususnya di Sumatera Utara. Akan tetapi, jika kepadatan standar 98% tetap

diterapkan, maka seharusnya perkerasan jalan di Indonesia tidak mengalami

kerusakan dini, karena memiliki tingkat keyakinan yang cukup tinggi dalam

melakukan kesalahan sebesar 1.43%.

114
6. Perencanaan yang tidak tepat dengan penyesuaian spesifikasi akan menyebabkan

jalan cepat rusak atau menyebabkan konstruksi tidak sesuai umur rencana jalan

sehingga mempengaruhi kualitas struktur perkerasan jalan, baik dari segi

fungsional maupun sruktural.

V.2. SARAN

1. Dengan dilakukan kontrol kualitas (quality control) menggunakan metode

statistik, kualitas campuran beraspal pada pekerjaan konstruksi jalan dapat

dianalisis dengan mengevaluasi kriteria penerimaan campuran beraspal lapis

permukaan sesuai dengan spesifikasi. Namun, sebaiknya dalam melakukan

pekerjaan jalan pada proses kontrol kualitas juga harus dapat dianalisis dengan

pendekatan statistik. Sehingga dalam pengambilan sampel tidak ditemukan

kekeliruan. Mungkin dengan menggunakan grafik kontrol yang mewakili metode

statistik. Pengawasan juga diperlukan, agar pelaksanaan pekerjaan konstruksi

jalan tidak menyimpang dari spesifikasi.

115
DAFTAR PUSTAKA

1. AASHTO T166. (1988). Bulk Specific Gravity Of Compacted Bituminous

Mixtures Using Saturated Surface-Dry Specimens. Paper from

www.in.gov/indot/files/166.pdf

2. Departemen Pekerjaan Umum. (2009). Hasil Pengujian Ketebalan dan

Kepadatan AC-WC. Proyek Pemeliharaan Jalan dan Jembatan,

Provinsi Sumatera Utara, Direktorat Jenderal Bina Marga.

3. Departemen Pekerjaan Umum. (2005). Pengendalian Mutu Pelaksanaan

Pembangunan Jalan dan Jembatan. Proyek Pembangunan Jalan dan

Jembatan, Provinsi Sulawesi Selatan.

4. Departemen Pekerjaan Umum. (2006). Spesifikasi Umum Versi Desember

2006. Direktorat Jenderal Bina Marga.

5. Departemen Pekerjaan Umum. (2002). Tata Cara Pengambilan Contoh Uji

Secara Acak Untuk Bahan Konstruksi. Standar SNI 03 – 6868 –

2002.

6. Departemen Permukiman. (2005). Manual Pekerjaan Campuran Beraspal

Panas. Pusat Penelitian dan Pengembangan Prasarana Transportasi,

Bandung.

7. Ishak, A. dan Tryana, M.S. (1999). Pengendaliam Mutu Proses dengan

Menggunakan Metode Statistik. Karya Tulis, Jurusan Teknik

Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

8. Laporan Akhir. (2008). Penyusunan Pra PJM Penanganan Jalan Propinsi Di

Wilayah Sumatera Utara. Data Jalan Sumatera Utara.

116
9. Livneh, M. (2002). On The Acceptance Criteria For Statistical Quality

Control In Pavement Construction. Journal of Transportation

Research Institute Technion - Israel Institute of Technology.

10. Mahoney, J.P. dan Muench, S.T. (2001). A Quantification and Evaluation of

WSDOT’s Hot Mix Asphalt Concrete Statistical Acceptance

Specification. Journal Transportation Research Board, National

Research Council, Washington, D.C.

11. Main Road Weastern Australia. (2008). Statistically Based Quality Control

For Density In Road Construction. Engineering of Road Note 8,

Government of Western Australia.

12. Mulyono, A. T. (2007). Model Monitoring Dan Evaluasi Pemberlakuan

Standar Mutu Perkerasan Jalan Berbasis Pendekatan Sistemik.

Disertasi Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

13. Pavement Material. (1989). Statistical Assessment of Quality. NAASRA,

Technical Report, Australia.

14. Priyatno, D. (2009). 5 Jam Belajar Olah Data Dengan SPSS 17. Penerbit

ANDI, Yogyakarta.

15. Road Research. (1972). Proceedings Of The Symposium On The Quality

Control Of Road Works. Organisation For Economic Co –

Operation And Development Paris.

16. Sudjana. (1984). Metoda Statistika Edisi ke 3. TARSITO, Bandung.

17. Sukirman, S. (1992). Perkerasan Lentur Jalan Raya. Nova, Bandung.

117
18. Taute, A. dan Pretorius, D. (2007). Hot Mix Asphalt Quality Control.

Proceedings of the 9th Conference on Asphalt Pavements for

Southern Africa (CAPSA’07), Gaborone, Botswana.

19. Yoder, E.J. dan Witczak. (1975). Principles of Pavement design. New York.

20. Youchak, L.G. (1978). Statistical Quality Control In Highway Construction

Testing The Assumption Normality. Present In Partial Fulfillment Of

The Requirements For The Degree Master Of Sience, The Ohio

State University.

118
LAMPIRAN

119
TABEL A

Tabel dan Kurva OC dengan rencana penerimaan sampel dengan σ tidak

diketahui.[12]

120
121
Tabel. Distribusi Normal dengan luas di bawah kurva normal K α menuju ∞

Tabel. Nilai Persentase dari Distribusi t

122
123
Lokasi Titik Core Drill

Nama Paket :

Kontraktor : PT. KARYA MURNI PERKASA

124
Lokasi Titik Core Drill

Nama Paket :

Kontraktor : PT. KARYA MURNI PERKASA

125

Anda mungkin juga menyukai