Anda di halaman 1dari 87

ANALISIS GEOTEKNIK TERHADAP KESTABILAN TUBUH

BENDUNGAN AKIBAT REMBESAN PADA LOKASI BENDUNGAN LAU


SIMEME DENGAN PROGRAM PLAXIS V.8.6

TUGAS AKHIR

diajukan untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana S1 pada


Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

FERGA VANESA SARAGIH

17 0404 138

BIDANG STUDI GEOTEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Bendungan Lau Simeme merupakan bendungan tipe urugan dengan inti


terletak tegak pada tubuh bendungan. Salah satu masalah yang sering terjadi pada
bendungan urugan seperti berpotensi runtuh akibat berubahnya tegangan dalam
tanah akibat aliran tanah. Untuk menghindari keruntuhan, maka di perlukan analisis
rembesan air pada tubuh bendungan yang dihitung secara bersamaan menggunakan
metode analisis dan bantuan program PLAXIS V.8.6.
Desain geometri dengan memodelkan fisik berbentuk trapesium dengan
kombinasi parameter permeabilitas (k), ketinggian muka air (∆ℎ) dan panjang
lintasan rembesan (l) dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antar parameter
dengan satuan yang sama. Analisis akan menggunakan variasi pembebanan di hulu
, yaitu muka air kondisi banjir dengan elevasi 253,78 m dan muka air kondisi
normal dengan 246,80 m dan yang di hilir elevasi 190 m. Tanah yang digunakan
pada inti bendungan adalah material lempung dengan koefisien permeabilitas
sebesar 2,61 x 10-6 m/detik.
Hasil pengujian tanah tersebut digunakan dalam perhitungan kecepatan
menggunakan hukum Darcy dan debit rembesan menggunakan cara Dupuit. Hasil
yang dapat diambil dari studi kasus ini nilai kecepatan dengan program PLAXIS
V.8.6 untuk kondisi muka air banjir sebesar 10,66 x 10-6 m/detik dengan debit 2,66
x 10-6 m3/detik dan kondisi muka air normal sebesar 10,36 x 10-6 m/detik dengan
debit 1,56 x 10-6 m3/detik, sedangkan untuk kecepatan yang menggunakan metode
analisis untuk kondisi muka air banjir sebesar 1,01 x 10 -6 m/detik dengan debit
24,20 x 10-3 m3/detik serta kondisi muka air normal kecepatannya 0,87 x 10-6
m/detik dengan debit 18,85 x 10 -3 m3/detik. Pada program PLAXIS V.8.6 faktor
keamanan muka air banjir 2,75 , faktor keamanan muka air normal 2,93 sedangkan
untuk metode analisis faktor keamanan muka air banjir 1,38 dan faktor keamanan
muka air normal 1,59.
Maka dapat disimpulakan semakin tinggi elevasi muka air maka debit rembesan
yang dihasilkan akan semakin besar dan sebaliknya, begitupula dengan faktor
keamanan semkain tinggi elevasi muka air maka faktor keamanannya akan semakin
kecil. Penyebab perbedaan nilai faktor keamanan antara PLAXIS V.8.6 dan metode
analisis, karena metode analisis tidak menggunakan parameter modulus young dan
poisson’s ratio.
Kata Kunci : bendungan urugan, debit rembesan, kecepatan, PLAXIS V.8.6, faktor
keamanan.

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia, rahmat dan
berkatNya yang dilimpahkan bagi penulis sehingga saya dapat menyelesaikan
Tugas Akhir ini.

Tugas Akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil
bidang studi Geoteknik Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Sumatera, dengan judul :

ANALISIS GEOTEKNIK TERHADAP KESTABILAN TUBUH


BENDUNGAN AKIBAT REMBESAN PADA LOKASI BENDUNGAN LAU
SIMEME DENGAN PROGRAM PLAXIS V.8.6

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian Tugas Akhir ini tidak terlepas
dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

1. Bapak Benno Saragih dan Ibu Rosanna sebagai kedua orangtua penulis yang
turut memberikan dukungan penuh kasih sayang, kesabaran dalam
mendidik , menjaga, serta mendoakan agar penulis dapat terus melanjutkan
studinya sampai akhir.
2. Bapak Ir. Rudi Iskandar, M.T selaku Dosen pembimbing dan Penguji yang
telah dengan sabar memberi bimbingan, saran, dan dukungan dalam bentuk
waktu dan pemikiran untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
3. Bapak Dr. Ir. Moh. Sofian Asmirza S M.Sc. dan Ibu Ir. Ika Puji Hastuty,
M.T selaku dosen Pembanding dan Penguji penulis di Departemen Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. M. Ridwan Anas, S.T., M.T., selaku Sekretaris Departemen
Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak/Ibu Dosen Staff Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.

ii

Universitas Sumatera Utara


6. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dalam proses
administrasi kepada penulis selama perkuliahan.
7. Kepada Karo ku tersayang yang selalu mendukung dan mendoakan saya,
semoga karo tetap sehat dan berumur panjang untuk melihat cucu nya
sukses.
8. Kepada Kak Erin Sebayang alumni Teknik sipil yang telah membantu dan
memberikan penjelasan kepada penulis.
9. Kepada sepupu tersayang Meylisa, Ameta yang selau bertukar pendapat,
memberi canda tawa dan memberi pendapat dalam pembuatan Tugas
Akhir.
10. Kepada sahabat-sahabat saya yang dari SMA, Adinda, Sopal, Yeni, Maylin,
Ivani, Melani,Nindy, Triwani dan Yohana terima kasih untuk cerita dan
dukungan yang penulis dapatkan sampai saat ini, semoga kita kita selalu
bersama dan sukses untuk kedepannya.
11. Teman-teman seperjuangan stambuk 2017 terutama Febyarta, Yolenda,
Fannya, Jessica, Lolied, Afan dan yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
terima kasih untuk kebersamaan yang selama ini baik di perkuliahan
maupun di pertemanan yang luar biasa, semoga kita semua sehat dalam
kondisi pandemi ini dan sukses dalam cita dan cintanya.
12. Bapak Binsar Silitonga dan Bapak Matius Ginting yang telah memberikan
saya masukan dan arahan mengenai tugas akhir ini
13. Seluruh rekan yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu atas dukungan
yang sangat baik.

Penulis Menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis meminta maaf
bilamana pembaca menemukan banyak kekurangan dalam Tugas Akhir ini, dan
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Bapak dan
Ibu Staf Pengajar serta rekan-rekan mahasiswa demi penyempurnaan Tugas
Akhir ini.

iii

Universitas Sumatera Utara


Akhir kata, Penulis mengucapkan terimakasih dan semoga laporan Tugas
Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 13 Oktober 2021

Penulis,

Ferga Vanesa Saragih


170404138

iv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

ABSTRAK .............................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..........................................................................................................v

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ..................................................................................................x

DAFTAR NOTASI .............................................................................................. xi

BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................................1

1.1 Latar Belakang..............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................2

1.3 Tujuan Penelitian .........................................................................................2

1.4 Batasan Masalah...........................................................................................2

1.5 Sistematika Penulisan...................................................................................3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................5

2.1 Umum ..........................................................................................................5

2.2 Bendungan Urugan ......................................................................................6

2.3 Permeabilitas ...............................................................................................6

2.4 Aliran air dalam tanah .................................................................................7

2.5 Hukum Darcy ..............................................................................................8

2.6 Pengukuran Debit ........................................................................................8

2.7 Koefisien Permbeabilitas ..........................................................................12

2.8 Penentuan koefisien permeabilitas ............................................................13

2.9 Rembesan ...................................................................................................14

2.10 Grouting ..................................................................................................15

Universitas Sumatera Utara


2.11 Jaring Arus (Flow Net) .............................................................................16

2.12 Tekanan Rembesan .................................................................................17

2.13 Kemanan Bangunan Terhadap Bahaya Piping ........................................17

2.14 Metode Reduksi Phi – C (Phi-C Reduction) ...........................................18

2.15 Keamanan Bangunan dari Potensi Kegagalan ........................................18

2.16 Penurunan (Settlement) ...........................................................................20

2.17 Rembesan Pada Sruktur Bendungan ........................................................21

2.18 Metode Elemen Hingga ...........................................................................23

2.19 Program PLAXIS V.8.6 ..........................................................................25

2.20 Model Material Mohr-Coloumb ..............................................................27

2.21 Penelitian Terdahulu ...............................................................................28

BAB 3. METODE PENELITIAN .....................................................................35

3.1 Pendahuluan ..............................................................................................35

3.2 Pengumpulan Data ....................................................................................35

3.3 Pengolahan Data ........................................................................................35

3.4 Flowchart / Bagan Penelitian ....................................................................36

3.5 Metode Pengumpulan Data ........................................................................37

3.6 Metode Perencanaan dengan PLAXIS V.8.6 .............................................38

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................41

4.1 Lokasi Penelitian .......................................................................................41

4.2 Parameter Tanah ........................................................................................42

4.3 Pemodelan Bendungan dan Lapisan Tanah pada PLAXIS V.8.6 ............51

4.3.1 Pemodelan Geometri ........................................................................51

4.3.2 Kondisi Batas (Boundary Condition) ................................................52

vi

Universitas Sumatera Utara


4.3.3 Input Parameter Tanah ......................................................................53

4.3.4 Penyusunan Jaring Elemen (Meshing) ..............................................53

4.3.5 Muka Air Tanah dan Kondisi Awal (Initial Condition) ...................54

4.3.6 Deformasi Bendungan ......................................................................57

4.3.7 Bidang Aliran dan Garis Freatik ......................................................59

4.3.8 Faktor Keamanan (Safety Factor) .....................................................61

4.3 Analisis Rembesan dengan Metode Analisis .............................................63

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................66

5.1 Kesimpulan ...............................................................................................66

5.2 Saran ..........................................................................................................67

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................68

vii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Klasifikasi Umum Bendungan Urugan ...............................................6

Gambar 2.2 Tekanan,elevasi, dan tinggi energi total aliran dalam tanah ...............8

Gambar 2.3 Bidang datar trapesium ........................................................................9

Gambar 2.4 Flownet aliran air di dalam tanah lewat turap ...................................17

Gambar 2.5 Hitung Rembesan secara Dupuit .......................................................22

Gambar 2.6 Hitung Rembesan secara Schaffernak ...............................................22

Gambar 2.7 Hitung Rembesan secara Casagrande ................................................23

Gambar 2.8 (a) 15 titik nodal dan (b) 6 titik nodal ................................................26

Gambar 2.9 (a) Titik Tegangan 12 titik dan (b) Titik tegangan 3 titik .................26

Gambar 4.1 Lokasi Penelitian ...............................................................................41

Gambar 4.2 Potongan melintang tubuh bendungan ..............................................45

Gambar 4.3 Tabel Bore log 2 .................................................................................48

Gambar 4.4 Pemodelan Geometri pada program PLAXIS V.8.6 ..........................52

Gambar 4.5 Penetapan kondisi batas pada geometri .............................................52

Gambar 4.6 Input parameter tanah dan pemodelan Mohr-coulomb ......................53

Gambar 4.7 Penyusunan jaring elemen .................................................................54

Gambar 4.8 Penetapan muka air tanah dalam kondisi awal ..................................55

Gambar 4.9 Penetapan muka air tanah dalam kondisi banjir ................................55

Gambar 4.10 Penetapan muka air tanah dalam kondisi muka air normal .............55

Gambar 4.11 Tekanan air pori aktif dalam kondisi muka air banjir .....................56

Gambar 4.12 Tekanan air pori aktif dalam kondisi muka air normal ....................56

Gambar 4.13 Deformasi untuk kondisi awal .........................................................57

Gambar 4.14 Jaringan elemen pada saat kondisi muka air banjir .........................57

Gambar 4.15 Perpindahan total muka air banjir ....................................................58

viii

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.16 Jaringan elemen pada saat kondisi muka air normal .......................58

Gambar 4.17 Perpindahan total muka air normal ..................................................59

Gambar 4.18 Bidang Aliran muka air banjir .........................................................59

Gambar 4.19 Aliran normal untuk kondisi muka air banjir ..................................60

Gambar 4.20 Perpindahan total muka air normal ..................................................60

Gambar 4.21 Aliran normal untuk kondisi muka air normal ................................61

Gambar 4.22 Faktor kemanan untuk kondisi awal ................................................61

Gambar 4.23 Faktor kemanan untuk muka air banjir ...........................................62

Gambar 4.24 Faktor kemanan untuk kondisi awal ................................................62

Gambar 4.25 Perbandingan diagram kondisi muka air banjir dan kondisi muka

air normal ........................................................................................63

Gambar 4.26 Keterangan ukuran pada kondisi banjir (Elv. 251,78) ....................63

Gambar 4.27 Keterangan ukuran pada kondisi normal (Elv. 246,80) ..................64

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai koreksi temperatur μT/μ20 ............................................................12

Tabel 2.2 Nilai koefieien permeabilitas (k) ...........................................................12

Tabel 4.1 Tabel data Laboratorium .......................................................................44

Tabel 4.2 Tabel parameter yang digunakan ..........................................................46

Tabel 4.2 Tabel material potongan melintang bendungan .....................................47

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR NOTASI

h Tinggi energi total (total head) (m)

p/𝛾𝑤 Tinggi energi tekanan (pressure head) (m)

p Tekanan air (t/m2, kN/m2)

v2/2g Tinggi energi kecepatan (velocity head) (m)

v Kecepatan air (m/detik)

𝛾𝑤 Berat volume air (t/m3, kN/m3)

z Tinggi energi elevasi (m)

g Percepatan gravitasi (m/detik2)

i Gradien hidrolik

k Koefisien permeabilitas (m/detik)

L Panjang garis aliran (m)

A Luas penampang pengaliran (m2)

K Koefisien absolute (cm2)

𝜇 Koefisien kekentalan air (g/cm.detik)

𝜌𝑤 Rapat massa (g/cm3)

Vv Volume rongga pori (m3)

V Volume total (m3)

Av Luas rongga tanah pada tampang ditinjau

As Luas penampang tanah yang ditinjau

h Beda tinggi (m)

t Waktu pengaliran (menit)

xi

Universitas Sumatera Utara


Tv Faktor waktu

∆𝑒 Perubahan angka pori pada perubahan tekanan tertentu

D Kedalaman lubang bor (m)

C Konstanta

SF Faktor keamanan (safety factor)

Ie Gradien hidrolik debit

Ic Gradien hidrolik dari material

Gs Spesific Gravity

e Angka porositas (void ratio)

St Penurunan total

Si Penurunan segera

Sc Penurunan akibat konsolidasi primer

Ss Penurunan akibat konsolidasi sekunder

∆𝐻 Besarnya penurunan tubuh bendungan (m)

mv Koefisien kompresibilitas (cm2 / kg)

∆𝜎𝑣 Selisih pertambahan tegangan venergial awal dan akhir (kg/cm2)

Cv Koefisien konsolidasi (m2/detik)

𝛼 Sudut (°)

E Modulus Young (kN/m2)

𝜗 Poisson’s Ratio

c Kohesi (kg/m2)

Ψ Sudut dilantasi

𝜙 Sudut geser (°)

xii

Universitas Sumatera Utara


𝛾𝑠𝑎𝑡 Kepadatan jenuh (saturated density) (kN/m3)

𝛾𝑢𝑛𝑠𝑎𝑡 Kepadatan tak jenuh (unsaturated density) (kN/m3)

xiii

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHLUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan masyarakat terhadap bangunan terus mengalami


peningkatan, baik itu dalam sekala kecil ataupun dalam sekala yang lebih besar.
Dalam sekala besar bangunan-bangunan yang dibuat bertujuan meningkatkan
kualitas kehidupan manusia dalam berbagai aspek, contoh bangunan-bangunan
yang dibuat dalam sekala besar diantaranya adalah bendungan. Bendungan
merupakan salah satu bangunan hidrolik yang bertujuan untuk mendukung
kesejahteraan masyarakat di bidang pertanian, sumberdaya air, energi,
perikanan dan pariwisata. Untuk itu struktur dari sebuah bendungan haruslah
memiliki kekuatan yang baik dan aman bagi masyarakat disekitar bendungan
itu. Saat ini bendungan-bendungan yang telah dibangun terdiri dari dua macam,
yaitu bendungan urugan dan bendungan beton. Salah satu permasalahan pada
urugan adalah terdapatnya rembesan-rembesan yang melalui inti bendungan
urugan. Rembesan-rembesan itu dapat mengakibatkan kerusakan yang cukup
besar dan membahayakan pada tubuh bendungan. Inti bendungan merupakan
lapisan yang berfungsi memperkecil rembesan air yang melalui tubuh
bendungan pada bendungan tipe urugan, khususnya pada bendungan tipe
urugan dengan zona berlapis. Jenis bahan yang digunakan sebagai bahan inti
bendungan pada umumnya adalah tanah lempung. Tanah lempung memiliki
kelebihan berupa rendahnya permeabilitas terhadap air yang berguna untuk
mengurangi debit rembesan yang terjadi pada inti bendungan, namun tanah
lempung memiliki nilai kuat geser yang rendah. Hal ini dapat membahayakan
tubuh bendungan tersebut karena dapat menyebabkan keruntuhan tubuh
bendungan yang disebabkan mengalirnya air melalui lubang-lubang pada
pondasi (piping). Apabila air dari waduk merembes melalui tubuh atau pondasi
bendungan urugan yang terdiri atas material tanah yang dipadatkan, maka
tekanan hidroliknya akan didistribusikan terhadap tegangan pori yang
merupakan pengikat antar butiran material (Azdan dan Samekto, 2008).

Universitas Sumatera Utara


1.2 Rumusan Masalah
Pemasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana hubungan antara tinggi muka air banjir dan normal terhadap
kecepatan rembesan pada tubuh bendungan ?
2. Berapa kecepatan dan debit yang terjadi saat muka air banjir dan muka air
normal dengan program PLAXIS V.8.6 ?
3. Berapa kecepatan dengan menggunakan hukum Darcy dan debit dengan
cara Dupuit yang terjadi saat muka air banjir dan muka air normal ?
4. Berapa faktor keamanan yang terjadi pada muka air banjir dan muka air
normal dengan program PLAXIS V.8.6 ?
5. Berapa faktor keamanan yang terjadi pada muka air banjir dan muka air
normal dengan analisis ?

1.3 Tujuan
Adapun manfaat dan tujuan dari penulisan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis hubungan antara tinggi muka air banjir dan normal terhadap
kecepatan rembesan pada Bendungan Lau Simeme
2. Menganalisis hubungan antara tinggi muka air di hulu dan hilir bendungan
dengan kecepatan rembesan pada di tubuh Bendungan Lau Simeme
3. Mengetahui debit yang terjadi dan nilai faktor keamanan rembesan

1.4 Batasan Masalah


Dalam penelitian Tugas Akhir ini tentunya banyak parameter yang
berkaitan dan perlu dilakukan batasan masalah yang hanya dilakukan dalam
Tugas Akhir ini. Adapun batasan masalah yang akan dibahas pada Tugas Akhir
ini meliputi :
1. Analisis dilakukan dengan Metode Elemen Hingga menggunakan
Program PLAXIS V.8.6
2. Menggunakan borlog DH - 2 dimana total kedalamannya adalah
21,40 m.

Universitas Sumatera Utara


3. Menggunakan 2 elevasi muka air yaitu muka air banjir dengan
elevasi 251,78 dan muka air normal dengan elevasi 246,80 m ,
dimana diambil elevasi di hilir sama-sama di elevasi 190 m.
4. Tidak meninjau rembesan yang ada dibawah tubuh bendung karena
tanah kedap air (Impermeable).
5. Proyek bendungan Lau Simeme dianggap telah selesai.
6. Pada analisis ini tidak membahas kestabilan lereng.

1.5 Sistematika Penulisan


Laporan Penelitian Tugas Akhir ini disusun dengan sistematika sebagai
berikut:
1. BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan secara singkat latar belakang, perumusan masalah,
tujuan, batas masalah, serta sistematika penulisan laporan Tugas Akhir.

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Pada bab ini menguraikan tentang analisis Bendungan Lau Simeme,
permeabilitas, aliran air dalam tanah, hukum Darcy, rembesan, debit,
PLAXIS V.8.6, model material Mhor-Coloumb dan faktor keamanan.

3. BAB III METODOLOGI PENELITIAN


Bab ini menjelaskan secara umum metodologi penelitian yang dilakukan
untuk menganilisis, beserta cara memperoleh data.

4. BAB IV HASIL PEMBAHASAN


Bab ini menyajikan data yang diperoleh, hasil analisis data dan analisis
perhitungan dengan menggunakan program PLAXIS V.8.6 dan diskusi
terhadap hasil yang diperoleh. Hasil penelitian dapat disajikan dalam bentuk
grafik/gambar/tabel.

Universitas Sumatera Utara


5. BAB V SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran mengenaik studi kasus pada
laporan tugas akhir.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Tanah adalah material berupa agregat mineral-mineral padat yang tidak


terikat secara kimia satu sama lain dan berasal dari bahan-bahan 5energia,
lapuk, disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di
antara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995). Perbedaan antara pasir/
kerikil dan lanau/ lempung dapat diketahui dari sifat-sifat material tersebut:
lanau/lempung seringkali terbukti kohesif (saling mengikat), sedangkan yang
berbutir (pasir, kerikil) adalah tidak kohesif (tidak saling mengikat). Studi
mengenai aliran air melalui pori-pori tanah diperlukan dalam mekanika tanah
karena hal ini sangat berguna dalam :

1. Memperkirakan jumlah rembesan air dalam tanah


2. Menyelidiki masalah-masalah yang menyangkut pemompaan air untuk
konstruksi di bawah tanah
3. Menganalisis kestabilan suatu bendungan tanah dan konstruksi dinding
penahan tanah yang terkena gaya rembesan.

2.2 Bendungan Urugan

Suatu bendungan yang dibangun dengan cara menimbunkan bahan-


bahan seperti batu, krakal, kerikil, pasir, dan tanah pada komposis tertentu
dengan fungsi sebagai pengempang atau pengangkat permukaan air yang
terdapat di dalam waduk di udiknya disebut dengan bendungan type urugan
atau bendungan urugan (Sosrodarsono & Kensaku, 1981). Berdasarkan (SNI
8062 : 2015 pasal 3.3), bendungan urugan adalah bendungan yang terbuat dari
bahan urugam dari borrow area yang dipadatkan dengan menggunakan vibrator
roller atau alat pemadat lainnya pada setiap hamparan dengan tebal tertentu.
Sehubungan dengan fungsinya sebagai pengempang air atau pengangkat
permukaan air di dalam suatu bendungan, maka secara garis besarnya tubuh
bendungan merupakan penahan rembesan air energi hilir serta penyangga

Universitas Sumatera Utara


tandonan air tersebut (Sosrodarsono & Kensaku, 1981). Untuk klasifikasi
umum benudngan urugan dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Klasifikasi Umum Bendungan Urugan


(Sumber : Sosrodarsono & Kensaku (1981)

2.3 Permeabilitas

Permeabilitas didefinisikan sebagai sifat bahan berpori yang


memungkinkan aliran rembesan dari cairan yang berupa air atau minyak
mengalir lewat rongga pori. Untuk tanah, Permeabilitas dilukiskan sebagai sifat
tanah yang mengalirkan air melalui rongga pori tanah. Tahanan terhadap aliran
bergantung pada jenis tanah, ukuran butiran, bentuk butiran, rapat massa, serta
bentuk geometri rongga pori.

Temperatur juga sangat mempengaruhi tahanan aliran (kekentalan dan


tegangan permukaan). Walaupun secara teoritis, semua jenis tanah lebih atau
kurang mempunyai rongga pori, dalam praktek, istilah mudah meloloskan air
dimaksudkan untuk tanah yang memang benar-benar mempunyai sifat
meloloskan air. Sebaliknya, tanah disebut kedap air, bila tanah tersebut
mempunyai kemampuan meloloskan air yang sangat kecil.

Universitas Sumatera Utara


2.4 Aliran Air Dalam Tanah

Menurut Bernoulli, tinggi energi total (total head) adalah tinggi energi
elevasi atau Elevation Head(z) ditambah tinggi energi tekanan atau pressure
Head(h) yaitu Ketinggian kolom air hAatau hB. Didalam pipa diukur dalam
millimeter atau meter di atas titiknya. Tekanan hidrostatis bergantung pada
kedalaman suatu titik di bawah muka air tanah. Untuk mengetahui besar
tekanan air pori, Teorema Bernaulli dapat diterapkan. Menurut Bernaulli,
tinggi energi total (total Head) pada suatu titik dapat dinyatakan oleh
persamaan :

𝑝 𝑣2
h= + 2𝑔 + 𝑧 (2.1)
𝛾𝑤

Dengan :

h = Tinggi energi total (total head)(m)

p/ γw = Tinggi energi tekanan (pressure head) (m)

p = Tekanan air (t/m2 ,kN/m2 )

v2/2g = Tinggi energi kecepatan (velocity head) (m)

v = Kecepatan air (m/det)

γw = Berat volume air (t/m3 ,kN/m3 )

g = Percepatan gravitasi (m/dt2 )

z = Tinggi energi elavasi (m)

Karena kecepatan rembesan didalam tanah sangat kecil,maka tinggi energi


kecepatan dalam suku persamaan Bernoulli dapat diabaikan. Sehingga
persamaan tinggi energi total menjadi :
𝑝
h= 𝛾 + 𝑧 (2.2)
𝑤

Jadi, tinggi energi total (h) sama dengan tinggi energi elevasi di tambah tinggi
energi tekanan pada titik tertentu yang ditinjau, yaitu sama dengan jarak
vertikal yang diukur dari bidang referensi ke permukaan air dalam pipa.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2 Tekanan,elevasi, dan tinggi energi total aliran dalam tanah
(Sumber : Das, Braja M. 1983)

Pergerakan air tanah atau yang biasa disebut dengan aliran air tanah
terjadi karena adanya perbedaan tekanan air. Untuk menghitung kecepatan
aliran air yang mengalir dapat menggunakan persamaan yang sederhana yaitu
Hukum Darcy.

2.5 Hukum Darcy

Dalam tanah jenuh, asalkan rongga pori tanah tidak sangat besar, aliran
air adalah laminer. Pada rentang aliran laminer, Darcy (1956), mengusulkan
hubungan antara kecepatan dan gradient hidrolik sebagai berikut :

v=kxi (2.3)

Dengan :

v = Kecepatan air mengalir dalam tanah (cm/det)

k = Koefisien permeabilitas (m/det)

i = ∆h/L = Gradien hidrolik

L = Panjang garis aliran (m)

2.6 Pengukuran Debit

Debit (discharge), atau besarnya aliran sungai (streamflow) adalah


volume aliran yang mengalir melalui suatu penampang melintang sungai per
satuan waktu. Debit dinyatakan dalam satuan m3/detik atau liter/detik. Aliran

Universitas Sumatera Utara


adalah pergerakan air di dalam alur sungai. Pada dasarnya perhitungan debit
adalah pengukuran luas penampang dikalikan dengan kecepatan aliran sungai
yang dirumuskan sebagai berikut (Sri Harto, 2000) :

Debit rembesan (Q) dinyatakan dalam Persamaan :

Q = v.A = k.i.A (2.4)

∆h
i= (2.5)
𝐿

Dengan :

v = Kecepatan air mengalir dalam tanah (cm/det)

i = ∆h/L = Gradien hidrolik

L = Panjang garis aliran (m)

k = Koefisien permeabilitas (m/det)

A = Luas penampang pengaliran (m²)

Nilai.A.(luas.penampang.aliran) merupakan bentuk yang diperoleh


bila sebuah permukaan yang dipotong (iris) oleh sebuah bidang datar tertentu.
Luas penampang diperlukan .supaya didapat kondisi yang lebih mendekati
kondisi.asli.di.lapangan. Untuk tugas akhir ini digunakan luas penampang
dengan bidang datar trapesium,.maka menggunakan persamaan berikut:

𝑑1 +𝑑2
A (m2) = ( ) x t………………….. (2.6)
2

D d2 C

A B
d1
Gambar 2.3 Bidang datar trapezium
(Sumber : Analytic Geometry(Geometri Analitik),2018 )

Universitas Sumatera Utara


Dengan :

A = Alas bidang trapesium (m)

d1 = Sisi bawah bangun datar trapesium (m)

d2 = Sisi atas bangun datar trapesium (m)

t = Tinggi bidang datar trapesium (m)

Koefisien permeabilitas (k) mempunyai satuan yang sama dengan


kecepatan cm/det atau mm/det. Yaitu menunjukkan ukuran tahanan tanah
terhadap air, bila pengaruh sifat-sifatya dimasukkan, maka :

k 𝜌𝑤 g
k (cm/det) = (2.7)
𝜇

Dengan :

K = Koefisien absolute (cm2 ), tergantung dari sifat butiran tanah

ρw = Rapat massa air (g/cm3 )

μ = Koefisien kekentalan air (g/cm.det)

g = Percepatan gravitasi (cm/det2)

Kecepatan yang dinyatakan dalam persamaan debit rembesan adalah


kecepatan air yang dihitung berdasarkan luas kotor penampang tanah. Karena
air hanya dapat mengalir lewat rongga pori, maka persamaan kecepatan
sebenarnya rembesan lewat tanah (vs) dapat diperoleh dengan cara sebagai
berikut ini. Untuk tanah dengan volume satuan, porositas (n) dinyatakan
dengan:

𝑉𝑣 𝐴𝑣 . 1 𝐴𝑣
𝑛= = = (2.8)
𝑣 𝐴 .1 𝐴

Dimana:

Vv = Volume rongga pori (m³)

v = Volume total (m³)

Av = Luas rongga tanah pada tampang ditinjau

10

Universitas Sumatera Utara


A = Luas yang terdiri dari rongga dan butiran pada tampang ditinjau

Debit rembesan: Q = v (Av + As) = vs Av (2.9)

Dengan:

As = Luas penampang tanah yang ditinjau

Karena untuk volume satuan, Av / (Av + As) = Av / A = n ; maka dapat


diperoleh:

vs = v / n (2.10)

vs = ki / n (2.11)

Pada sembarang temperatur T, koefisien permeabilitas dapat diperoleh dari


persamaan :

k20 γw20 (μT ) …………..…..…… (2.12)


=
kT γwT (μ20)

Dengan:

k20 , kT = Koefisien permeabilitas padaT ° dan 20°C

γwT ,γw20 = Berat volume air pada T ° dan 20°C

μT , μ20 = Koefisien kekentalan air padaT ° dan 20°C


𝛾 𝜇
Karena nilai 𝛾 𝑤𝑇 mendekati 1, maka k20 = 𝑘 𝑇 𝜇 𝑇
𝑤20 20

11

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1 Nilai Koreksi temperatur μT/μ20
(Sumber : Dasar-Dasar Mekanika Tanah, 2018)
Temperatur (T),°C μT/μ20 Temperatur (T),°C μT/μ20
10 1,298 21 0,975
11 1,263 22 0,952
12 1,228 23 0,930
13 1,195 24 0,908
14 1,135 25 0,887
15 1,106 26 0,867
16 1,078 27 0,847
17 1,051 28 0,829
18 1,051 29 0,811
19 1,025 30 0,793
20 1

Tabel 2.2 Nilai koefieien permeabilitas (k)


(Sumber : Das,Braja M. 1983)
Jenis Tanah k (mm/det)
Butiran kasar 10 - 103
Kerikil halus, butiran kasar bercampur pasir butiran 10-2 - 10
sedang
Pasir halus, lanau longgar 10-4 - 10-2
Lanau padat, lanau berlempung 10-5 - 10-4
Lempung berlanau, lempung 10-8 - 10-5

2.7 Koefisien Permeabilitas

Hukum Darcy menunjukkan bahwa permeabilitas tanah ditentukan


oleh koefisien permeabilitasnya. Koefisein permeabilitas tanah bergantung
pada berbagai faktor.

12

Universitas Sumatera Utara


Setidaknya, ada enam faktor utama yang memengaruhi permeabilitas
tanah, yaitu:

a. Viskositas cairan, semakin tinggi viskositasnya, koefisien


permeabilitas tanahnya akan semakin kecil.
b. Distribusi ukuran pori, semakin merata distribusi ukuran porinya,
koefesien permeabilitasnya cenderung semakin kecil.
c. Distibusi ukuran butiran, semakin merata distribusi ukuran butirannya,
koefesien permeabilitasnya cenderung semakin kecil.
d. Rasio kekosongan (void), semakin besar rasio kekosongannya,
koefisien permeabilitas tanahnya akan semakin besar.
e. Kekasaran partikel mineral, semakin kasar partikel mineralnya,
koefisien permeabilitas tanahnya akan semakin tinggi.
f. Derajat kejenuhan tanah, semakin jenuh tanahnya, koefisien
permeabilitas tanahnya akan semakin tinggi.

2.8 Penentuan Koefisien Permeabilitas

Setidaknya ada dua cara menentukan koefisien permeabilitas, yaitu


dengan uji head tetap dan uji head jatuh. Uji Constant Head tetap digunakan
untuk tanah yang memiliki butiran kasar dan memiliki koefisien permeabilitas
yang tinggi. Sedangkan uji Falling Head digunakan untuk tanah yang memiliki
butiran halus dan memiliki koefisien permeabilitas yang rendah.

a. Uji tinggi jatuh (falling head test) (ASTM D 2434 - 68) Uji ini untuk
tanah berbutir halus seperti lempung dan lanau, dimana koefisien
permeabilitas dapat dicari dengan Persamaan :

Q = k.i.A = k. 𝐿 . 𝐴 = 𝑎 𝑑𝑡 ……………..……(2.13)
ℎ 𝑑ℎ

k = 2,303 (𝐴𝑡 ) 𝑙𝑜𝑔 (ℎ1 ) …………..……..… (2.14)


𝑎𝐿 ℎ
2

Dengan :

h = h1-h2 = Beda tinggi sembarang waktu t (m)

A = Luas potongan melintang benda uji (m2)

13

Universitas Sumatera Utara


a = Luas pipa pengukur (m2)

L = Panjang sampel (m)

b. Uji konsolidasi (consolidation test) (ASTM D 2435 - 90) Konsolidasi


adalah proses keluarnya air dari rongga pori dari tanah jenuh dengan
permeabilitas rendah akibat beban. Koefisien permeabilitas diperoleh
dari persamaan konsolidasi yaitu :

𝐻 2
𝑇𝑣 𝛾𝑤 ∆𝑒 ( 2 )
𝑘= …………………… (2.15)
𝑡. ∆𝜎. (1 + 3)

Untuk 90% konsolidasi, Tv = 0,848, maka dapat diperoleh persamaan koefisien


permeabilitas :

𝐻 2
0,848 𝛾𝑤 ∆𝑒 ( 2 )
𝑘= ……………...…… (2.16)
𝑡90 . ∆𝜎. (1 + 3)

Dengan :

t = Waktu pengaliran (menit)

Tv = Faktor waktu

H = Panjang rata-rata lintasan drainase (cm)

Δe = Perubahan angka pori pada perubahan tekanan tertentu

γw = Berat volume air (kg/cm3)

2.9 Rembesan

Di alam, aliran air melewati tidak hanya satu arah atau seragam di
seluruh luasan yang tegak lurus arah aliran. Pada kasus yang demikian aliran
air tanah umumnya ditentukan dengan menggunakan grafik yang di sebut
jaring arus (flownet). Konsep jaring arus didasarkan pada persamaan
kontinuitas lapelace. Rembesan yang akan dipelajari disini didasarkan pada
analisis dua dimensi. Bila tanah dianggap homogen dan isotropis (kx=kz= k),
maka dalam bidang x-z hukum Darcy dapat dinyatakan sebagai berikut:

14

Universitas Sumatera Utara


𝛿ℎ …………….……..… (2.17)
𝑣𝑥 = 𝑘𝑖𝑥 = − 𝑘
𝛿𝑥

𝛿ℎ …………….……….. (2.18)
𝑣𝑧 = 𝑘𝑖𝑧 = − 𝑘
𝛿𝑧

2.10 Grouting

Grouting merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk


perbaikan tanah. Grouting diterapkan dengan cara menyuntikkan semen ke
dalam tanah di bawah tekanan untuk mengubah karakteristik atau perilaku
tanah (Nicholson, 2015). Material grouting yang digunakan untuk mengisi
retakan, celah-celah, dan ruang kosong yang berada di bawah tanah, tidak
mengacu pada jenis-jenis tertentu. Material grouting memiliki berbagai macam
sifat, dari yang memiliki viskositas sangat rendah sampai campuran padat dan
cair yang kental (Karol, 2003). Bahan-bahan yang biasanya dijadikan bahan
untuk grouting, yaitu campuran semen dan air, campuran semen, abu batu dan
air, lempung dan air, serta campuran pasir dan air, dan lain-lain.

Jenis material yang digunakan untuk proyek ditentukan berdasarkan


beberapa variabel, termasuk persyaratan khusus proyek, jenis tanah, perkiraan
perpindahan material serta diperlukan juga pengaturan waktu dan sebagainya.
Material grouting dapat dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu :

1. Particulate (cement) grouts, yaitu partikel padat yang tersuspensi


dalam cairan.

2. Chemical grouts, yaitu bahan yang sepenuhnya dilarutkan dalam


cairan.

3. Compaction grouts, umumnya untuk mengantikan tanah granular


longgar, memperkuat tanah berbutir halus, diklasifikasikan
sebagai particulate grouts meskipun tidak dalam bentuk cairan.
Semen yang diinjeksikan akan mengisi celah-celah rembesan atau
bocoran yang terdapat di bawah permukaan, sehingga kecepatan
air mengalami penurunan yang cukup signifikan.

15

Universitas Sumatera Utara


Berkurangnya penurunan kecepatan air di bawah tanah menjadi
alasan erosi tidak lagi dipertahankan. Grouting mempengaruhi kecepatan air di
bawah permukaan karena melindungi celah-celah rembesan sehingga air tidak
dapat lolos (Kalkani, 1997).

Rekomendasi Penanggulangan Rembesan Metode grouting sebagai


salah satu metode penanggulangan rembesan dapat ditentukan kedalamannya
dengan menggunakan Persamaan (2.19) sebagai berikut :

1
D = 3 H + C …………….……..… (2.19)

Dengan,

D = Kedalaman lobang bor (m)

H = Ketinggian air Pseudostatis waduk (m)

C = Konstanta (8-20)

2.11 Jaring Aliran (Flow Net)

Sekelompok garis aliran dan garis ekipotensial disebut jaring aliran


(flow net). Garis aliran adalah garis yang akan dilalui oleh air yang merembes
masuk kedalam tanah dari bagian hulu ke bagian hilir. Garis aliran dapat
digambar pada setiap titik dimana air mulai merembes. Setiap garis aliran
mempunyai nilai k yang sama. Sedangkan, garis ekipotensial adalah garis-garis
yang mempunyai tinggi energi potensial yang sama (h konstan). Permeabilitas
lapisan lolos air dianggap isotropis ( kx = ky = k). Apabila tanah anisotropis,
maka permeabilitas tanah pada arah horizontal tidak sama dengan arah
vertikalnya, meskipun tanahnya homogen.

16

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.4 Jaring aliran air di dalam tanah lewat turap
(Sumber : Das, Braja M. 1983)

2.12 Tekanan Rembesan

Air pada keadaan statis di dalam tanah, akan mengakibatkan tekanan


hidrostatis yang arahnya ke atas (uplift). Akan tetapi, jika air mengalir lewat
lapisan tanah, aliran air akan mendesak partikel tanah sebesar tekanan
rembesan hidrodinamis yang bekerja menurut arah alirannya. Besarnya
tekanan rembesan akan merupakan fungsi dari gradient hidrolik.

2.13 Keamanan Bangunan Terhadap Bahaya Piping

Telah disebutkan bahwa bila tekanan rembesan keatas yang terjadi


dalam tanah sama dengan ic , maka tanah akan pada kondisi mengapung.
Keadaan semacam ini juga dapat berakibat terangkutnya butir-butir tanah
halus material penyusun bendungan. Jika proses pengangkutan meterial halus
tersebut berlangsung secara terus menerus, maka akan menyebabkan
terjadinya erosi pada pondasi bendungan (piping). Oleh karena itu, perlu
dilakukan perhitungan faktor keamanan untuk mengetahui apakah suatu
bendungan aman dari bahaya piping atau tidak. Faktor keamanan dari piping
dapat dihitung dengan persamaan berikut:

𝑖𝑐 …………………………… (2.20)
𝑆𝐹 =
𝑖𝑒

17

Universitas Sumatera Utara


Dengan:

SF minimum = 4, aman (Badan Standarisasi Nasional, 2016).

Ie = Gradien hidrolik debit

Ic = Gradien hidrolik dari material

Penentuan harga Ic menggunakan persamaan sebagai berikut:

𝐺𝑠 −1
Ic = ………………………… (2.21)
1+𝑒

Dengan:

GS = Spesifik gravity

e = Void ratio

2.14 Metode Reduksi Phi – C (Phi-C Reduction)

Metode reduksi Phi-C merupakan metode elemen hingga pada program


PLAXIS yang digunakan untuk menghitung nilai faktor keamanan dengan
cara membandingkan kekuatan awal tanah terhadap kekuatan minimum yang
dibutuhkan suatu bidang untuk dapat stabil atau setimbang. Prosedur kerja
phi-c reduction pada program PLAXIS dengan cara mengurangi nilai kuat
geser (shear strength) tanah secara berkala hingga mencapai kondisi runtuh
(collapse) dan tanah dimodelkan sebagai material elasto-plastis. Nilai faktor
keamanan (𝐹𝐾) didapat dari Persamaan (2.22) sebagai berikut :

kekuatan awal tanah yang tersedia


FK = kekuatan saat kondisi runtuh
(2.22)

2.15 Keamanan Bendungan dari Potensi Kegagalan

Bendungan memiliki kedalaman atau ketinggian. Tinggi bendungan


merupakan beda tinggi secara vertikal antara puncak dan bagian terbawah
dari pondasi bendungan. Tinggi bendungan harus ditentukan secara optimal
yaitu dengan memperhatikan tinggi ruang bebas dan tinggi air untuk operasi
waduk. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan tinggi ruang
bebas antara lain :

18

Universitas Sumatera Utara


1. Tinggi ruang bebas (freeboard) untuk bendungan urugan minimal 1
meter lebih tinggi dibanding bendungan beton karena air sama sekali
tidak boleh melimpah melewati puncak bendungan.

2. Peninggian puncak bendungan urugan selama proses konstruksi


tidak boleh dihitung sebagai bagian dari tinggi ruang bebas.

3. Jika di sebelah hilir bendungan terdapat daerah yang padat


penduduknya atau bangunan vital, maka tinggi ruang bebas harus di
ambil lebih besar. (Soedibyo, 1993).

Konstruksi tubuh bendungan tanah, secara umum harus menyediakan


bangunan pelimpah dan atau bangunan pengeluaran yang cukup kapasitasnya
untuk mencegah terjadinya limpasan yang melewati puncak bendungan,
hanya diperbolehkan yang berasal dari gelombang yang terjadi karena angin,
tanpa menimbulkan kerusakan tubuh bendungan yang berarti. Lereng di hulu
dan hilir bendungan harus tidak mudah longsor.

Lereng di hulu bendungan harus stabil dan aman dalam semua


kondisi, baik pada waktu waduk kosong, penuh air maupun permukaan air
turun dengan tiba-tiba (rapid drawdown). Demikian pula untuk lereng di
sebelah hilir harus stabil dan aman pada semua kondisi. Aman disini meliputi
aman terhadap geser, aman terhadap penurunan bendungan dan aman
terhadap rembesan. (Soedibyo, 1993).

Kegagalan bendungan tanah dapat dikelompokkan dalam 3 kategori


umum. Kategori tersebut adalah kegagalan overtopping, kegagalan rembesan,
dan kegagalan struktur. (North Carolina Department of Environment and
Natural Resources, 2007). Desain tubuh bendungan tanah dapat
diperhitungkan dari beragam potensi kegagalan yang mungkin dapat terjadi.

Kerusakan pada tubuh bendungan tanah dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,


yaitu :

1. Tipe kegagalan akibat pengaruh Hidrologi dan Hidrolika

2. Tipe kegagalan akibat pengaruh perembesan Air.

19

Universitas Sumatera Utara


3. Tipe kegagalan karena Pengaruh Struktur.

2.16 Penurunan (Settlement)

Ketika suatu lapisan tanah diberikan beban di atasnya (misalnya


pondasi atau timbunan tanah di atasnya) maka partikel tanah akan mengalami
penambahan tegangan, sehingga pada tanah terjadi penurunan (settlement).
Keluarnya air dari dalam pori selalu disertai dengan berkurangnya volume
tanah. Berkurangmya volume tanah ini menyebabkan penurunan lapisan
tanah tersebut. Secara umum jenis penurunan yang terjadi akibat pembebanan
dapat dibagi dalam 3 tahap, yaitu:

1. Penurunan seketika (immediate settlement).

2.....Penurunan.konsolidasi.primer.(primary.consolidation
settlement).

3.....Penurunan.konsolidasi.sekunder.(secondary.consolidation
settlement).

Penurunan total dari tanah berbutir halus yang jenuh ialah jumlah dari
penurunan segera, penurunan konsolidasi primer, dan penurunan konsolidasi
sekunder. Bila dinyatakan dalam bentuk persamaan, penurunan total adalah
(Hardiyanto, 2002):

𝑆𝑡 = 𝑆𝑖 +𝑆𝑐 +𝑆𝑠 ………….….… (2.23)

dimana:

𝑆t = Penurunan total,

𝑆i = Penurunan segera,

𝑆c = Penurunan akibat konsolidasi primer,

𝑆s = Penurunan akibat konsolidasi sekunder.

Besarnya penurunan bendungan bendungan (∆𝐻) yang disebabkan oleh


adanya proses konsolidasi dihitung dengan rumus:

(∆𝐻) = mv x ∆𝜎𝑣 𝑥 𝐻 ……………......…… (2.24)

20

Universitas Sumatera Utara


Dimana :

∆𝐻 = Besarnya penurunan tubuh bendungan (m)

H = Tinggi bendungan (m)

mv = Koefisien kompresibilitas (cm2 /kg)

∆𝜎𝑣 = Selisih pertambahan tegangan vertikal awal dan akhir (kg/cm 2 )

Waktu penurunan bendungan (t) yang disebabkan oleh adanya proses


konsolidasi dihitung dengan rumus :

𝑇𝑣 𝑥 𝐻 2 …………...……….…… (2.25)
𝑡=
𝐶𝑣

Dimana :

t = Waktu penurunan (detik)

H = Tinggi bendungan (m)

Tv = Faktor waktu

Cv = Koefisien konsolidasi (m2 /detik)

2.17 Rembesan pada Struktur Bendung

Hukum Darcy dapat digunakan untuk menghitung debit rembesan yang


melalui struktur bendungan. Dalam merencanakan sebuah bendungan, perlu
diperhatikan stabilitasya terhadap bahaya longsoran, erosi lereng dan
kehilangan air akibat rembesan yang melalui tubuh bendungan. Beberapa cara
diberikan untuk menentukan besarnya rembesan yang melewati bendungan
yang dibangun dari tanah homogennya. Berikut ini disajikan beberapa cara
untuk menentukan debit rembesan.

a. Cara Dupuit (1863),

Menganggap bahwa gradient hidrolik (i) adalah sama dengan


kemiringan permukaan freatis dan besarnya konstan dengan kedalamannya
yaitu i = dz/dx, Maka,

21

Universitas Sumatera Utara


𝑑𝑧
𝑞=𝑘 𝑧 ……………..…….. ….… (2.26)
𝑑𝑥
𝑑 𝐻1
∫ 𝑞 𝑑𝑥 = ∫ 𝑘𝑧. 𝑑𝑧 ……….…….....…… (2.27)
0 𝐻2

𝑘
𝑞= (𝐻12 − 𝐻22 ) ……….…….....…… (2.28)
2𝑑

Gambar 2.5 Hitung rembesan secara Dupuit


(Sumber : Dasar-Dasar Mekanika Tanah, 2018)

b. Cara Schaffernak (1917)


Debit rembesan dapat ditentukan dari persamaan :
Q = k a sin α tg α…………..…..…… (2.29)
2𝑑 ± √4𝑑 2 − 4{(𝐻 2 𝑐𝑜𝑠 2 𝛼)/𝑠𝑖𝑛2 𝛼 } …...… (2.30)
𝑎=
2 cos 𝛼

Gambar 2.6 Hitung rembesan secara Schaffernak


(Sumber : Dasar-Dasar Mekanika Tanah, 2018)

22

Universitas Sumatera Utara


c. Cara Casagrande (1937)
mengusulkan cara untuk menghitung rembesan lewat tubuh bendungan
yang didasarkan pada pengujian model. Besarnya debit rembesan dapat
di tentukan dengan persamaan :
̅̅̅̅ 𝑥 1 = 𝑎 sin 𝛼 ………………….… (2.31)
A= 𝐵𝐹

,atau ………..…… (2.32)


𝑑𝑧
Q = k 𝑑𝑠 a sin2 α
𝐻 𝑠 …...……… (2.33)
∫ 𝑧. 𝑑𝑥 = ∫ 𝑎 𝑠𝑖𝑛2 𝛼. 𝑑𝑠
𝑎 sin 𝛼 𝑎

Gambar 2.7 Hitung rembesan secara Casagrande


(Sumber : Dasar-Dasar Mekanika Tanah, 2018)

2.18 Metode Elemen Hingga

Metode elemen hingga adalah salah satu metode numerik untuk


menyelesaikan berbagai problem rekayasa, seperti mekanika struktur,
mekanika tanah, mekanika batuan, mekanika fluida, dan sebagainya (Katili,
Irwan. 2008). Dalam metode ini seluruh masalah yang kompleks, seperti
variasi bentuk, kondisi batas dan beban diselesaikan dengan metode
pendekatan.

Pada bidang geoteknik, metode elemen hingga memiliki perbedaan


dengan metode elemen hingga pada rekayasa struktur, dimana pada rekayasa
geoteknik terjadi interaksi elemen yang memiliki kekakuan yang berbeda.
Seperti dalam menganalisis pondasi terdapat perbedaan kekakuan antara dua
elemen, yaitu elemen tanah dan elemen struktur atau pondasi itu sendiri.

23

Universitas Sumatera Utara


Metode elemen hingga dalam rekayasa geoteknik adalah metode
yang membagi-bagi daerah yang akan dianalisis menjadi bagian-bagian
yang kecil yang disebut sebagai elemen. Semakin banyak pembagian elemen
maka hasil perhitungan numeriknya akan semakin mendekati kondisi asli.

Konsep dasar metode elemen hingga adalah apabila suatu sistem


dikenai gaya luar, maka gaya luar tersebut diserap oleh sistem tersebut dan
akan menimbulkan gaya dalam dan perpindahan. Untuk mengetahui
besarnya gaya dalam dan perpindahan akibat gaya luar tersebut, perlu
dibentuk suatu Persamaan yang mewakili sistem tersebut. Dalam metode
elemen hingga keseluruhan sistem dibagi kedalam elemen-elemen dengan
jumlah tertentu. Selanjutnya, dibentuk persamaan:

[K]{D} = {R}

Dimana :

[K] = Matriks kekakuan global

{D}= Matriks perpindahan global


{R}= Matriks gaya global

Langkah dasar dalam Metode Elemen Hingga Langkah-langkah dasar


dalam finite element analysis adalah sebagai berikut:
a. Membuat dan menentukan daerah yang akan diselesaikan menggunakan
elemen hingga, kemudian menguraikan masalah menjadi nodal-nodal
dan elemen-elemen.
b. Mengasumsikan bentuk fungsi untuk menggambarkan sifat fisik dari
sebuah elemen, yang merupakan pendekatan fungsi kontinyu yang
diasumsikan untuk menggambarkan solusi dari sebuah elemen.
c. Menyelesaikan persamaan untuk sebuah elemen.

d. Menyatukan elemen-elemen untuk menghadirkan keseluruhan masalah.


Membentuk matrik kekakuan global discretize.
e. Terapkan kondisi batas, kondisi awal dan pembebanan.

24

Universitas Sumatera Utara


2.19 Program PLAXIS V.8.6
Metode elemen hingga dalam geoteknik dapat dilakukan dengan
menggunakan program. Salah satu program metode elemen hingga yang
dipakai adalah PLAXIS V.8.6 . PLAXIS V.8.6 adalah salah satu program
aplikasi komputer berdasarkan metode elemen hingga dua dimensi yang
digunakan secara khusus untuk menganalisis deformasi dan stabilitas untuk
berbagai aplikasi dalam bidang geoteknik, seperti daya dukung tanah.
Kondisi sesungguhnya dapat dimodelkan dalam regangan bidang maupun
secara axisymetris.

Analisis menggunakan metode elemen hingga pada sebuah program


memerlukan adanya pemodelan terlebih dahulu. Secara umum pemodelan
geometri pada metode elemen hingga dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Axysimetris, digunakan untuk struktur yang simetris, seperti tiang


pancang.

2. Plain strain, biasanya digunakan untuk pemodelan struktur


memanjang, misalnya dinding penahan tanah badan jalan dan
saluran drainase.

3. Plain stress, biasanya digunakan untuk pemodelan portal.

Pemodelan pada PLAXIS V.8.6 hanya terdiri dari axysimetris dan


plain strain dan harus dilakukan sedemikian rupa berdasarkan tahapan
pelaksanaan di lapangan dengan harapan bahwa hasil yang didapat mendekati
hasil pelaksanaan di lapangan.

Program aplikasi ini menggunakan tiga buah komponen utama,


yaitu titik, garis, dan klaster. Apabila model geometri telah terbentuk, maka
suatu model elemen hingga secara otomatis terbentuk dengan komposisi dari
klaster-klaster dan garis-garis yang membentuk model geometri tersebut.
Komponen penyusun sebuah jaring elemen hingga dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu:

a. Elemen Pemilihan elemen dapat dilakukan dengan memilih


elemen dengan 15 buah titik nodal atau dengan 6 buah titik nodal. Elemen 15

25

Universitas Sumatera Utara


titik nodal berguna untuk menghasilkan perhitungan yang akurat. Sedangkan,
elemen dengan 6 titik nodal dapat dipilih untuk melakukan proses
perhitungan yang singkat.

b. Titik Nodal dalam program ini pilihan titik nodal ada dua, yaitu
15 titik nodal dan 6 titik nodal. Penyebaran titik-titik nodal dalam suatu
elemen baik pada elemen 15 titik nodal maupun pada elemen 6 titik nodal.

(a) (b)

Gambar 2.8 (a) 15 titik nodal dan (b) 6 titik nodal

c. Titik tegangan adalah titik integrasi Gauss yang digunakan untuk


menghitung tegangan dan regangan. Sebuah elemen 15 titik nodal memiliki
12 buah titik tegangan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8-a sedangkan
elemen 6 titik nodal memiliki 3 buah titik tegangan seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.8-b.

(a) (b)

Gambar 2.9 (a) Titik tegangan 12 titik dan (b) Titik tegangan 3 titik

Di dalam program metode elemen hingga ini ada beberapa jenis


pemodelan tanah seperti linear elastic, soft soil model, hardening soil model,
dan lain-lain. Salah satu diantaranya adalah pemodelan Mohr-Coulomb.

26

Universitas Sumatera Utara


2.20 Model Material Mohr-Coulumb
Pemodelan Mohr-Coulomb mengasumsikan bahwa perilaku
tanah bersifat plastis sempurna (Linear Elastic Perfectly Plastic Model),
dengan menetapkan suatu nilai tegangan batas dimana pada titik tersebut
tegangan tidak lagi dipengaruhi oleh regangan. Input parameter meliputi 5
(lima) buah parameter yaitu :

a. Modulus Young (E), Poisson’s Ratio ( 𝜗 ) yang memodelkan


keelastisitasan tanah

b. Kohesi (c) dan sudut geser (ϕ) memodelkan perilaku plastis dari
tanah

c. Sudut dilantasi (ψ) memodelkan perilaku dilantansi tanah

Pada pemodelan Mohr-Coulumb umumnya dianggap bahwa nilai


E konstan untuk suatu kedalaman pada suatu jenis tanah, namun jika
diinginkan adanya peningkatan nilai E per kedalaman tertentu disediakan
input tambahan dalam program PLAXIS V.8.6. Selain 5 parameter di atas,
kondisi tanah awal memiliki peran penting dalam masalah deformasi tanah.
Nilai dalam pemodelan Mohr-Coulomb didapat dari hubungannya dengan
koefisien tekanan.

𝜎ℎ
𝐾𝑜 = ………..….……..…… (2.34)
𝜎𝑣

Dimana:

𝑣 𝜎ℎ
= ………………....…… (2.35)
1 − 𝑣 𝜎𝑣

Secara umum nilai υ bervariasi dari 0,3 sampai 0,4 namun untuk
kasus-kasus penggalian (unloading) nilai υ yang lebih kecil masih realistis.
Nilai kohesi c dan sudut geser ϕ diperoleh dari uji geser Triaxial, atau
diperoleh dari hubungan empiris berdasarkan data uji lapangan. Sementara
sudut dilantasi (ψ) digunakan untuk memodelkan regangan volumetrik
plastik yang bernilai positif. Pada tanah lempung, umumnya tidak terjadi
dilantasi (ψ = 0), sementara pada tanah pasir dilantasi tergantung dari

27

Universitas Sumatera Utara


kerapatan dan sudut geser (ϕ) dimana ψ = ϕ - 30°. Jika ϕ < 30° maka ψ = 0.
Sudut dilantasi (ψ) bernilai negatif hanya bersifat realistis jika diaplikasikan
pada pasir lepas.

Parameter-parameter yang digunakan pada program PLAXIS V.8.6, yaitu:

1. Tanah Model tanah yang dipilih yaitu model Mohr-Coulomb, dimana


perilaku tanah dianggap elastis dengan parameter yang dibutuhkan yaitu:

a. Modulus elastisitas, E (stiffness modulus).

b. Poisson’s Ratio (𝜗) diambil 0,2 – 0,4.

c. Sudut geser dalam (ϕ) didapat dari hasil pengujian laboratorium.

d. Kohesi (c) didapat dari hasil pengujian laboratorium.

e. Sudut dilantansi (Ψ) diasumsikan sama dengan nol.

f. Berat isi tanah γ (kN/m3) didapat dari hasil pengujian laboratorium.

2.21 Penelitian Terdahulu

Dharmayasa, I Gusti Ngurah Putu. (2018) melakukan penelitian tugas


akhir tentang “Analisis Rembesan Dibawah Tubuh Bendungan Urugan”.
Melalui penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa : 1) Bendungan urugan
menjadi pilihan untuk dibangun karena lebih mudah untuk memperoleh
material untuk bahan urugan sehingga proses pembangunannya lebih cepat.
2) Salah satu ukuran dalam menentukan keamanan bendungan adalah
dengan mengukur debit yang terjadi di bawah tubuh bendungan, oleh karena
itu sangat penting untuk menghitung debit rembesan ketika musim hujan
karena pada musim hujan ini muka air di hulu bendundungan berada posisi
maksimum sehingga akan diperoleh nilai rembesan maksimum dibawah
tubuh bendungan. 3) Analisis menggunakan program SEEP/W dengan hasil
debit rembesan dibawah bendungan tanpa cut off untuk kondisi musim
hujan dihitung dengan SEEP/W sebesar 3,162×10-6 m3 /detik dan dengan cut
off diperoleh debit 2,077 x10-6 m3 /detik dan dengan cut-off diperoleh debit
1,85 x 10-6 m3 /detik. Hasil perhitungan ini memperlihatkan bahwa

28

Universitas Sumatera Utara


pemasangan cut off mampu mengurangi besarnya rembesan. Rembesan
pada pondasi bendungan lebih kecil dari debit rembesan yang diijinkan yaitu
4,9206 m3 /detik, sehingga debit rembesan yang melalui tanah dasar
bendungan aman bagi bendungan.

Seroy, Camela Apriani (2020) melakukan penelitian tentang “Analisa


Kesabilan Bangunan Embung Nunuka 1”. Melalui penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa : 1) Embung Nunuka mengalami deformasi terbesar
arah vertikal (Uy) sebesai 0,16 meter yaitu pada kondisi bangunan embung
selesai dibangun dengan menggunakan plaxis 8.5, dan dari rumus empiris
dapat diperkirakan penurunan yang terjadi adalah sebesar 0,037 meter,
sedangkan deformasi arah vertikal yang terjadi menggunakan aplikasi
geostudio dimana deformasi arah vertikal yang terbesar terjadi pada puncak
embung yaitu sebesar 0,045 meter. Hasil analisa deformasi untuk ketiga
metode diatas yang dipergunakan diatas dapat disimpulkan bahwa timbunan
ekstra yang diperlukan adalah sebesar minimal sebesar 0,25-0,30 meter.
2) Faktor keamanan yang terjadi pada bangunan embung Nunuka
menggunakan aplikasi PLAXIS 8.5 pada berbagai kondisi yang ditinjau
adalah aman berkisar antara 1,722 – 1,813 dengan FK ijin yaitu 1,5
sedangkan dengan menggunakan aplikasi geostudio faktor keamanannya
berkisar antara 1,630- 1,1988. Dapat disimpulkan bahwa Embung Nunuka
aman dari beberapa kondisi yang ditinjau baik menggunakan aplikasi
PLAXIS 8.5 maupun menggunakan Geostudio. Dimana tidak ada yang <
dari FK ijin yang ada. 3) Rembesan yang terjadi pada Embung Nunuka
ditinjau dari rembesan yang terjadi pada bangunan embung Nunuka dengan
menggunakan aplikasi PLAXIS maupun aplikasi Geostudio adalah aman.
Dengan menggunakan aplikasi PLAXIS total rembesan yang terjadi pada
embung berbanding dengan debit inflow tahunan rata-rata adalah sebesar
0,6629 % dimana angka itu adalah lebih kecil dari FK ijin yaitu 2%,
sedangkan dengan menggunakan aplikasi Geostudio total rembesan yang
terjadi adalah sebesar 0,106 % (lebih kecil dari 2%).

Sukirman, (2014) melakukan penelitian tentang “Analisis Rembesan


pada Benduung Tipe Urugan melalui Uji Hidrolik di Laboratorium Hidro”.

29

Universitas Sumatera Utara


Melalui penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa : 1) Bendungan
digunakan untuk menaikkan muka air dan menyimpan air, salah satu
masalah yang sering terjadi adalah adanya rembesan pada bendungan. 2)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel tanah,
tinggi muka air terhadap kecepatan rembesan dan aliran rembesan pola pada
bendungan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah hukum
Darcy. Peralatan yang digunakan adalah Drainase dan Rembesan Tangki. 3)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kecepatan rembesan pada pasir 1
(pasir sedang) dengan ketinggian air 40 cm, 30 cm, dan 25 cm adalah 8,4 x
10-4 cm / detik, 7,4 x 10-4 cm / detik dan 6 x 10-4 cm / detik. Pada 2 pasir
(pasir halus) dengan ketinggian air 40 cm, 30 cm dan 25 cm adalah 3,58 x
10-4 cm/ detik, 3,07 x 10-4 cm/ detik, dan 2,69 x 10-4 cm/ detik. Hasilnya
menunjukkan bahwa semakin tinggi muka air semakin cepat rembesan dan
semakin besar ukuran butir tanah semakin cepat pula kecepatannya.

Rheky Julistian Lontoh,dkk (2020) melakukan penelitian tentang


“Analisa Kestabilan Bendungan Lolak 1”. Melalui penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa : 1) Bendungan Lolak adalah aman, ditinjau dari angka
keamanan terhadap nilai deformasi/penurunan yang terjadi pada tubuh
bendungan khususnya pada zona inti 1, dimana angka maksimum deformasi
yang terjadi dari hasil analisa yang telah dilakukan dalam beberapa kondisi
yaitu 0,186 meter. Angka tersebut lebih kecil dari syarat ijin penurunan
pada bendungan lolak yaitu sebesar 0,29 m. 2) Bendungan Lolak masih
masuk dalam kategori aman ditinjau dari nilai FK terhadap longsoran
bendungan dalam berbagai kondisi, dimana FK yang dihitung berkisar
antara 2,08 – 2,23. Angka tersebut masih lebih kecil dari FK ijin yang
disyaratkan yaitu 1,2 untuk kondisi gempa dan 1,5 untuk kondisi tanpa
gempa. 3) Bendungan Lolak aman ditinjau dari rembesan dan aliran
kecepatan kritis yang terjadi. Dari hasil Analisa yang telah dilakukan, total
debit rembesan maksimum yang diprediksi terjadi adalah sebesar 4,75 x 10 -
5
m3/detik, angka tersebut lebih kecil dari kriteria debit rembesan yang
diijinkan yaitu 9,26 m3 /detik. Sedangkan untuk total Kecepatan maksimum
yang diperoleh dari output program PLAXIS untuk zona inti bendungan

30

Universitas Sumatera Utara


adalah 5,58 x 10-6 cm/detik, artinya kecepatan maksimum yang dihitung
masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan kritis yang diijinkan
yang terjadi yaitu 0,10 cm/det.

Setyaningtyas, Amelia (2012) melakukan penelitian tentang “Analisa


Rembesan Pada Bendungan Tipe Urugan Homogen Dengan Kemiringan 30
Derajat Melalui Pemodelan Fisik”, Melalui penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa : 1) Salah satu masalah yang sering terjadi pada
bendungan adalah adanya aliran rembesan air pada tubuh bendungan
tersebut. Dengan demikian, analisis rembesan perlu dilakukan guna
mengamati bentuk pola aliran rembesan dan debit rembesan dari tubuh
bendungan tersebut. Dalam penelitian ini, model fisik bendungan urugan
homogen direncanakan berbentuk trapesium, kemiringan lereng 30 derajat
dengan tingkat kepadatan 90 persen. 2) Dimensi bendungan ini adalah 3200
cm, tinggi 880 cm, dan lebar samping 1760 cm. Drainase terpasang
sepanjang 1200 cm dan tinggi 80 cm dibagian hilir bendungan dengan bahan
pasir berkerikil. Variasi tinggi air tampungan yakni 800 cm, 700 cm, 600
cm, 500 cm, 400 cm, 300 cm, dan 260 cm. Variasi ini dilakukan dalam
rangka mempelajari pengaruh tinggi air tampungan terhadap pola rembesan
air. 3) Berdasarkan sistem klasifikasi USCS (Unified Soid Classification
System) bahwa tanah diklasifikasikan sebagai tanah SP (tanah berpasir
bersih) dengan koefisien permeabilitas sebesar 2,04 x 10-3 cm/detik. Hasil
pengujian tanah tersebut digunakan dalam perhitungan debit rembesan
dengan tiga metode perhitungan, yaitu metode empiris (model fisik),
metode Casagrande, dan software Geostudio 2012 SEEP/W Student
Version. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini semakin tinggi
air tampungan dibagian hulu semakin tinggi, maka debit rembesan yang
dihasilkan di bagian hilir akan semakin besar. Sebaliknya, apabila air
tampungan di bagian hulu rendah, maka debit rembesan yang dihasilkan
dibagian hilir akan kecil.

Setyawati, heni (2018) melakukan penelitian Tugas Akhir tentang


“Analisis Rembesan Pada Perencanaan Pembangunan Bendungan Logung
Kabupaten Kudus, Jawa Tengah”. Melalui penelitian tersebut dapat

31

Universitas Sumatera Utara


disimpulkan bahwa : 1) Bendungan termasuk kedalam heavy construction
sehingga bendungan menyimpan potensi bahaya yang besar dan memiliki
resiko kerusakan fisik serta kegagalan fungsi. Salah satu kerusakan fisik
serta kegagalan fungsi pada bendungan adalah erosi akibat mengalirnya air
melalui lubang-lubang pada pondasi (piping). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui debit air bendungan yang merembes melewati as bendungan
pada keadaan muka air normal dan banjir, serta mengetahui nilai faktor
keamanan bendungan dari bahaya piping. 2) Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode observasi lapangan meliputi pemetaan geologi,
pengukuran geolistrik dan pemboran inti, serta perhitungan Faktor
Keamanan (FK). Sampel inti batuan diuji di laboratorium untuk mengetahui
sifat fisik dan mekanika tanah terutama nilai specific gravity dan void ratio.
Perhitungan FK menggunakan simulasi dengan input muka air normal dan
muka air banjir. Berdasarkan hasil dari pemetaan geologi, permukaan lokasi
penelitian disusun oleh batupasir tuffan, tuff, dan breksi. Pengukuran
geolistrik dan pemboran inti menunjukkan bahwa bagian bawah permukaan
dari lokasi penelitian tersusun oleh tuff yang mendominasi bagian atas dan
batupasir tuffan mendominasi bagian bawah. 3) Debit rembesan sebelum
grouting pada keadaan muka air normal adalah sebesar 14,33 m3 /hari dan
berubah menjadi 9,49 m3 /hari, debit rembesan sebelum grouting pada
kondisi muka air banjir sebesar 15,32 m 3 /hari dan berubah menjadi 10,17
m3 /hari. Nilai faktor keamanan piping Bendungan Logung pada saat
sebelum di grouting adalah 1,38 dan naik menjadi 4,77 setelah di grouting.

Ilmiatul, Nur. (2016) melakukan penelitian Tugas Akhir tentang


“Kajian Garis Freatis Pada Tubuh Bendungan Urugan untuk Mengatasi
Rembesan Berdasarkan Kepadatan Tanah Modifikasi dengan Uji Model
Fisik”. Melalui penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa : 1) Keamanan
terhadap kegagalan karena rembesan merupakan kriteria penting dalam
desain bendungan urugan homogen. Dengan demikian, analisis yang
komprehensif dilakukan untuk mengamati bentuk garis freatis dan untuk
menghitung tingkat rembesan yang terjadi dalam tubuh bendungan. Variasi
pengamatan dari kepadatan tanah kering dengan kondisi kadar air

32

Universitas Sumatera Utara


pemadatan dari OMC (Optimum Moisture Content), sisi kering/dry side
(OMC-3%) dan sisi basah/wet side (OMC+3%) dilakukan dalam rangka
untuk mempelajari pengaruh kepadatan terhadap pola garis freatis dengan
ketinggian.air.di.hulu yang berbeda model bendungan ini. 2) tinggi muka air
dihulu berbanding lurus dengan debit outflow. Semakin besar debit outflow,
begitu pula sebaliknya. Pada semua kondisi kepadatan ketinggian muka air
hulu 24 cm menghasilkan nilai debit outflow yang paling besar. 3)
Kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan sistem klasifikasi USCS
(Unified Soil Classification System) dan AASHTO (American Association
of State Highway and Transporting Official) adalah bahwa tanah modifikasi
dapat diklasifikasikan sebagai tanah CL (tanah dengan plastisitas rendah)
yang memiliki karakteristik yang baik sebagai bahan bendungan urugan
dengan konduktivitas hidrolik yang rendah (k=2,564x10-7cm/s). Semakin
tinggi muka air hulu maka semakin tinggi rembesan yang dihasilkan namun
rembesan akan semakin rendah bila tanah semakin padat. Untuk
perhitungan empiris, pada penelitian ini analisis dari Geostudio SEEP/W
2012 memiliki hasil yang terbaik untuk menghitung tingkat rembesan pada
model ini dibandingkan metode lainnya (observasi, Dupuit, Schaffernak dan
Casagrande).

Rahardjo, Endro (1992) melakukan penelitian Tugas Akhir tentang


“Simulasi Garis Depresi Debit Rembesan Bendungan Homogen dengan
Model Fisik”. Melalui penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa : 1)
Keamanan terhadap kegagalan karena rembesan merupakan kriteria penting
dalam desain bendungan urugan. Dalam penelitian ini menggunakan
aplikasi Geostudio SEEP/W 2012dan metode empiris Dupuit, Schaffernak
dan Cassagrande. Pada aplikasi, model fisik berbentuk trapesium dengan
dimensi panjang 180 cm, tinggi 50 cm, lebar puncak bendung 10 cm,
kemiringan hulu 1:2, dan kemiringan hilir 1:1,4. Tanah yang digunakan
dalam penelitian ini adalah. Kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan
system.klasifikasi USCS (Unified Soil ClassificationSystem) dan AASHTO
(American Association of State Highway and Transporting Official) adalah
bahwa tanah lempung yang digunakan dapat diklasifikasikan sebagai tanah

33

Universitas Sumatera Utara


CL yang memiliki karakteristik yang baik sebagai bahan bendungan urugan
dengan konduktivitas hidrolik yang rendah (k=2,70325x10 -7cm/dt). 2)
Semakin tinggi muka air hulu maka semakin tinggi rembesan yang
dihasilkan. Untuk perhitungan empiris, pada penelitian ini analisis dari
Geostudio SEEP/W 2012 memiliki hasil yang terbaik untuk menghitung
tingkat rembesan pada model ini dibandingkan metode lainnya (Dupuit,
Schaffernak dan Cassagrande). Adapun perhitungan debit ditinjau
berdasarkan.ketinggian.muka.air.hulu.30cm,.40cm.dan.50cm.dengan.kepa
datan.saat.kondisi optimum moisture content (OMC) dengan kadar air
sebesar 23,13% adalah sebagai berikut: Perhitungan.dengan analisis
software Geostudio SEEP/W 2012 menghasilkan.debit.outflow yang
dihasilkan dari masing-masing ketinggian 30cm, 40cm dan 50cm masing-
masing sebesar 7,3281 x10-7 cm3/dt, 1,0727 x10-6 cm3/dt dan 2,387 x10-6
cm3/dt. Sedangkan perhitungan analitis menggunakan metode Dupuit
menghasilkan debit outflow yang dihasilkan dari masing-masing ketinggian
30cm, 40cm dan 50cm masing-masing sebesar 2,387 x10-6 cm3/dt, 1,816
x10-6 cm3/dt dan 2,561 x10-6 cm3/dt. 3) Perhitungan analitis menggunakan
metode Schaffernak menghasilkan debit outflow yang dihasilkan dari
masing-masing ketinggian 30cm, 40cm dan 50cm masing-masing sebesar
1,032 x10-6 cm3/dt, 2,276 x10-6 cm3/dt dan 5,223 x10-6 cm3/dt. Perhitungan
analitis menggunakan metode Cassagrande menghasilkan debit outflow
yang dihasilkan dari masing-masing ketinggian 30cm, 40cm dan 50cm
masing-masing sebesar 8,275 x10-7 cm3/dt, 1,756 x10-6 cm3/dt dan 3,566
x10-6 cm3/dt.

34

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendahuluan

Berdasarkan dari permasalahan yang diteliti, metode yang digunakan


adalah metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif
sebagaimana yang dijelaskan oleh Sugiyono (2015, hlm. 14) adalah :
Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada
populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya
dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen
penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk
menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

3.2 Pengumpulan data

Dalam studi ini, penulis memperoleh..data survei juga mencari data


untuk rekayasa geoteknik yang dilakukan oleh instansi terkait. Untuk dapat
melakukan.analisa.sebagaimana.permasalahan.yang.diangkat,.maka
diperlukan beberapa data pendukung yang diperoleh dari berbagai sumber.
Data yang digunakan adalah data sekunder dimana data sekunder tersebut
adalah merupakan segala informasi yang di dapat secara tidak langsung,
adapun data sekunder yang di dapat berupa;

1. Hasil Penyelidikan tanah di sekitar daerah tersebut.

2. Sifat batuan dan data litiologi.

3.3 Pengolahan data

Data-data yang dikumpul, kemudian dianalisis menggunakan


program PLAXIS V.8.6 sehingga didapatkan hasil dan kesimpulan.

35

Universitas Sumatera Utara


3.4 Flowchart / Bagan Penelitian

Untuk lebih menjelaskan alur pada proses penelitian ini dapat di lihat
pada diagram alir penelitian yang disajikan pada Gambar 3.1.

Mulai

Studi Pustaka

Perumusan Masalah

Pembatasan Masalah

Pengumpulan Data
Sekunder

Data Tanah: Data Muka air kondisi

1.Data Laboratorium Banjir dan normal

2. Peta Topografi

Analisis Data

Gambar 3.1 Deskripsi Alur Penelitian

36

Universitas Sumatera Utara


Analisis Data

Analisis Kestabilan Bendungan


dan Rembesan Dengan Program
PLAXIS V.8.6

Outuput:
1. Letak kedudukan air di tubuh bendungan
2. Kecepatan rembesan (m/det)
3. Debit aliran (m3/det)
4. Faktor keamanan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.1 Deskripsi Alur Penelitian (Sambungan)

3.5 Metode Pengumpulan Data

Dalam menganalisis kestabilan bendungan terhadap rembesan,


diperlukan informasi tentang sifat-sifat tanah dengan data lapangan yang
lengkap. Saat mencari data tanah untuk mengetahui kedalaman tanah keras
akan dilakukan pengujian tanah di laboratorium dimana data tanah tersebut
sebelumnya diperoleh melalui pengujian alat bor saat di lapangan.
Kelengkapan dan keakuratan data sangat mendukung hasil perhitungan
yang valid untuk bentuk dan kekuatan bangunan bendungan dan bangunan
lain yang ada di sekitarnya.

37

Universitas Sumatera Utara


3.6 Metode Perencanaan dengan program PLAXIS V.8.6

Tahapan pemodelan bendungan dan tebal lapisan tanah dianalisis


dengan beberapa tahap, yaitu:

1. Menggambar geometri 2 dimensi struktur proyek yang dihitung. Untuk


membuat model geometri, berikut langkah-langkahnya:

a. Mulailah program masukan dan pilih proyek baru dalam kotak dialog
buka/buka proyek.

b. Dalam tab proyek properti, masukkan judul yang sesuai.

c. Dalam lembar-tab pilihan umum, gunakan model Regangan bidang


dengan jumlah elemen 15 titik nodal dan percepatan gravitasi bumi
sebesar 9,8m/detik2 . Selanjutnya untuk satuan digunakan (panjang
= m; gaya = kN ; waktu = hari) dan mengatur spasi antar grid sebesar
0,5 meter

d. Klik tombol yang akan diikuti dengan munculnya lembar kerja.

e. Kemudian membuat garis line sesuai bentuk bendungan dan lapisan


tanah yang ada di bawahnya. Kemudian membuat jepit standart
pada tebal lapisan tanah secara vertikal dan horizontal.

2. Mengatur material data dan membuat mesh:

a. Klik material sets , dan muncul lembar-tab material sets. Klik new,
dan pada general, masukkan material model (Mohr-Coulumb), dan
masukkan saturated density dan unsaturated density. Dan beralih ke
parameters, input semua parameter tanah, seperti : Young modulus
(E), poisson’s ratio, sudut geser, kohesi. Beralih ke tab ground
waters, input flow parameters. Setelah selesai di input, maka klik
oke.

b. Drag tiap material kepada arah gambar. Selajutnya dipilih jaring


elemen yang sangat halus , dimana semakin halus maka nilai yang
diharapkan seakin sesuai dengan kondisi di lapangan.

38

Universitas Sumatera Utara


c. kemudian lakukan susun jaringan elemen untuk menunjukkan
konektivitas.

3. Kondisi awal (Initial Conditions) ; kondisi yang harus ditentukan dan


dihitung terlebih dahulu sebelum memulai perhitungan. Secara umum
kondisi awal terdiri dari kondisi awal untuk tekanan air, konfigurasi
geometri awal dan kondisi tegangan efektif awal.

a. klik tombol ini maka akan menampilkan modus kondisi


air awal. Untuk kondisi awal terdiri dari 2 buah modus yang berbeda
yaitu modus air awal dan modus konfigurasi geometri awal.
Perpindahan antara kedua modus ini dilakukan dengan
menggunakan tombol “switch”

b. karena kita tidak mengikutsertakan tekanan air maka lanjutkan


ke konfigurasi geometri awal dengan mengklik tombol sebelah
kanan dari “switch”. Garis freatik secara otomatis akan diletakkan
pada dasar geometri.

c. kemudian klik garis freatik untuk membuat tinggi muka air yang
kita inginkan

d. Klik tombol hitung tegangan awaI untuk memunculkan dialog


prosedur K0 akan muncul, kemudian masukkan faktor pengali total
untuk berat tanah ∑Mweight sebesar 1,0. Hal ini berarti bahwa berat
tanah sepenuhnya akan diaplikasikan dalam perhitungan tegangan
awal. Kemudia klik OK

4. Melakukan perhitungan

a. Setelah klik tombol “hitung” , maka data akan disimpan dan


program masukan akan tertutup dan program perhitungan akan
berjalan, program perhitungan dapat digunakan untuk
mendefinisikan dan membagi-bagi tahap-tahap perhitungan seperti
tahap tahap, interval waktu dan perilaku yang digunakan dalam tiap

39

Universitas Sumatera Utara


identifikasi. Setelah selesai maka tinggal klik <hitung> untuk ingin
ditampilkan berupa faktor keamanan.

b. Klik Periksa titik titik nodal untuk kurva perpindahan untuk


melihat titik yang diinginkan. Periksa apakah tahapan perhitungan
yang dieksekusi telah ditandai dengan anak panah warna biru . jika
belum maka klik ganda pada tahapan perhitungan dan pilih tandai
perhitungan dari menu pop up. Kemudian <hitung> untuk memulai
perhitungan

c. Setelah perhitungan selesai maka langkah terakhir dapat


mengaktifkan tombol <keluaran>. Pilih tegangan dan regangan yang
serupa sesuai dengan pada bagian pertama

d. untuk tampilan kurva bisa diklik tombol jalankan program


kurva pada toolbar, kemudia pilih diagram baru dari kotak dialog
dan pilih berkas dari Tugas Akhir dan buka. Setelah terbuka akan
muncul pilihan pada sumbu X dan Y apa yang akan diisi seperti
perpindahan, regangan, ∑stage atau yang lainnya kemudian
<terapkan> dan <ok>.

40

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Lokasi Penelitian


Pada Tugas Akhir yang saya kerjakan untuk lokasi bendungan
tersebut berada di daerah Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang,
Sumatera Utara. berada di Sungai Percut kawasan hutan produksi,
koordinat 2°0’57”-3°0’16” Lintang Utara dan antara 98°0’33”-
99°0’27”.

Lokasi Penelitian

Gambar 4.1 Lokasi Penelitian

41

Universitas Sumatera Utara


Daerah ini secara geografis terletak pada wilayah
pengembangan Pantai Timur Sumatera Utara serta memiliki topografi,
kountur dan iklim yang bervariasi. Kawasan hulu yang konturnya
berhawa tropis pegunungan, kawasan dataran rendah yang landai
sementara kawasan pantai berhawa tropis pegunungan. Untuk dataran
pegunungan ± 111.970 Ha (44.90 %) terdiri dari 7 kecamatan
(Kutalimbaru, Sibolangit, Biru-biru, STM Hilir, STM Hulu, Gunung
Meriah, dan Bangun Purba) dengan jumlah desa sebanyak 133 desa.
Potensi Utama adalah Pertanian Rakyat, Perkebunan, dan Peternakan.
Kabupaten Deli Serdang terdapat 5 (lima) Daerah Aliran Sungai
(DAS) yaitu DAS Belawan, DAS Deli, DAS Belumai, DAS Percut,
dan DAS Ular, dengan luas areal 378.841 Ha, yang kesemuanya
bermuara ke Selat Malaka dengan hulunya berada di Kabupaten
Simalungun dan Karo.

4.2 Parameter tanah

Dalam analisis stabilitas lereng diperlukan penentuan parameter


tanah yang sesuai dengan kondisi di lapangan. Untuk mendapatkan
parameter tanah yang diperlukan dalam proses analisis diperoleh dari
hasil uji laboratorium dan korelasi dari data tanah yang tersedia.

Melalui proses stratifikasi yang telah dilakukan didapatkanlah


beberapa parameter pada pengujian bor, sondir dan laboratorium,
parameter ini dilatarbelakangi oleh teori Mohr-Coloumb. Pada
pemodelan material Mohr-Coulomb model terdapat 7 parameter yang
perlu dimasukkan, yaitu :

1. Young Modulus (E) (kN/m2).

2. Poisson’s Ratio (v).

3. Sudut Geser (ϕ) (°).

4. Kohesi (c) (kg/m2).

5. Saturated Density (γsat) (kN/m3).

42

Universitas Sumatera Utara


6. Unsaturated Density (γunsat). (kN/m3).

7. Permeabilitas (kx,y) (m/det).

43

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4. 1 Tabel Data Laboratorium

44

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.2 Potongan Melintang Tubuh Bendungan (dalam satuan meter)
( Sumber : Kantor Bendungan Lau Simeme )

45

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.2 Parameter yang digunakan untuk lapisan tanah
(Sumber : Tabel data laboratorium dan bor log 2)

Layer Jenis 𝜸𝒔𝒂𝒕 𝜸𝒖𝒏𝒔𝒂𝒕 Poisson Young Mod. C ∅ k


Tanah 𝒈𝒓 𝒈𝒓 Ratio (υ) 𝒌𝒈 𝒌𝒈 (°) 𝒎⁄
⁄ 𝟑 ⁄ 𝟑 ⁄ 𝟐 ⁄ 𝟐 𝒔𝒆𝒄
𝒄𝒎 𝒄𝒎 𝒄𝒎 𝒄𝒎
𝝐
1 Lempung 1,689 1,120 0,2977 4,58+04 4,38 39,79 1,00E-06
berpasir

2 Pasir Padat 1,910 1,448 0,3349 5,84E+04 38,69 23,57 5,36E-07

46

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.3 Material Potongan Melintang Bendungan

(Sumber : Jurnal Analisa Kestabilan Bendungan Lolak 1, Analisa Kestabilan Bangunan Embung Nunuka 1, Analisis Stabilitas
Lereng Bendungan Jatigede Dengan Parameter Gempa Termodifikasi, Das 1983)

Ket. Jenis Matrial 𝜸𝒔𝒂𝒕 𝜸𝒖𝒏𝒔𝒂𝒕 Poisson Young Mod. C ∅ k


(°)
𝒌𝑵⁄ 𝒌𝑵⁄ Ratio (υ) 𝒌𝑵⁄ 𝒌𝑵⁄ 𝒎⁄
𝒔𝒆𝒄
𝒎𝟑 𝒎𝟑 𝒄𝒎𝟐 𝒄𝒎𝟐

𝑬
1 Lempung/Clay 18,7 13,9 0,35 20.000 30,1 18,3 2,61E-06

2a Filter 19,9 15,1 0,3 100.000 40 30 6,50E-06

2b Transisi 21,7 16,3 0,3 100.000 40 35 3,60E-05

3a Batu pondasi 18,7 14,1 0,3 20.000 34,1 27 8,287E-09

3b Batu Quarry 22,9 18,5 0,3 100.000 50 39 4,051E-06

4 Rip-rap 22,8 19,6 0,3 150.000 50 40 2,315E-05

47

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.3 Data bor log 2

48

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.3 Data bor log 2 (Sambungan)

49

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.3 Data bor log 2 (Sambungan)

50

Universitas Sumatera Utara


4.3 Pemodelan Bendungan dan lapisan tanah pada PLAXIS V.8.6

Pemahaman parameter tanah yang digunakan sebagai input


pada program PLAXIS V.8.6. Parameter tanah yang diperlukan
disesuaikan dengan model yang dipilih, model Linier elastic, Mohr-
Coulomb, Advanced Mohr- Coulomb, Soft Soil Cap, Drucker Prager,
Cam-Clay, dan Modified Cam-Clay, masing- masing memerlukan
parameter tanah tersendiri, meskipun ada beberapa parameter yang
bersesuaian. Parameter ini didapatkan dari hasil pengujian
laboratorium, lapangan dan korelasi keduanya. Model Mohr-coulomb
membutuhkan total lima buah parameter, yang umum digunakan oleh
para praktisi geoteknik dan dapat diperoleh dari uji-uji yang umum
dilakukan di laboratorium. Parameter-parameter tersebut yaitu:
modulus elastisitas (E), poisson’ratio (υ), sudut geser (𝜙), kohesi (c)
dan sudut dilatansi (𝜓). Parameter- parameter ini diinput ke dalam
program PLAXIS V.8.6 . Adapun konstitutif model yang digunakan
pada analisis ini, yaitu menggunakan Mohr Coloumb.

4.3.1 Pemodelan Geometri

Pembuatan sebuah model elemen hingga dimulai dengan


pembuatan geometrik dari model, yang merupakan gambaran dari
masalah yang ingin dianalisis. Pada penelitian ini dimodelkan klaster
dengan ketinggian kontur geometrik dengan tinggi 98,4 meter dari
permukaan tanah hingga ujung bendungan, untuk lebar kontur
geometri tanah sebesar 588,33 meter, serta ukuran jarak tanah ke tepi
awal bendungan sebesar 115,5 dimana satu setengah dari tinggi
bendungan dan untuk panjang, lebar, ketinggian dan jenis material
dapat di lihat pada Gambar 4.4 .

51

Universitas Sumatera Utara


Lempung
77 m Filter Transisi Geometri line
Batu pondasi
Rip-rap Batu Quarry
Lapisan tanah
115,5 m
3,9 m 357,33 m

17,5 m

588,33 m

Gambar 4.4 Pemodelan Geometri pada Program PLAXIS V.8.6

4.3.2.Kondisi Batas (Boundary Condition)

Dengan mengklik tombol standar fixities pada toolbar,


kemudian akan membentuk kondisi batas yaitu perpindahan tertentu
dan gaya tertentu (beban). Pada prinsipnya, seluruh batas harus
mempunyai sebuah kondisi batas pada tiap arah. Dengan kata lain, jika
kondisi batas tidak dinyatakan secara eksplisit pada suatu batas
tertentu (batas bebas), maka kondisi alami akan diterapkan, yaitu
dimana gaya tertentu adalah nol dan perpindahan adalah bebas.

Untuk menghindari situasi dimana perpindahan dari


geometri tidak terkontrol, beberapa titik dari geometri harus
mempunyai perpindahan tertentu. Bentuk yang paling sederhana dari
perpindahan tertentu adalah sebuah jepit (perpindahan nol), tetapi
perppindahan tertentu tidak bernilai nol juga dapat diberikan.

Boundary Condition

Gambar 4.5 Penetapan kondisi batas pada geometri

52

Universitas Sumatera Utara


4.3.3 Input Parameter Tanah

Parameter material Mohr-Coulomb yang digunakan


berdasarkan Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 dimana pemodelan dengan
kondisi elastis-plastis terdiri dari beberapa parameter seperti pada
Gambar 4.6 yakni Modulus Young (E) dan Poisson Rasio (υ), kohesif
(c), sudut gesek dalam (𝜙), sudut dilatansi (ψ), berat jenis kering (γ dry),
berat jenis jenuh (γsat), dan juga permeabilitas (kx,y). Adapun data
material yang diperlukan untuk bendungan adalah sebagai berikut:
material lempung, filter ,transisi, random batu dari pondasi, material
random batu dari quarry Mardinding dan rip-rap.

Gambar 4.6 Input parameter tanah dan pemodelan Mohr-coulomb.

4.3.4 Penyusunan Jaring Elemen (Meshing)

Prosedur penyusunan jaring elemen yang sepenuhnya dilakukan


secara otomatis, dimana geometri dari model dibagi menjadi elemen-
elemen dasar dan elemen structural yang kompatibel jika ada dalam
geometri. Penyusunan jaring elemen akan mengikut sertakan seluruh
titik dan garis yang ada dalam model geometri, sehingga posisi yang
tepat dari seluruh lapisan, beban dan struktur ikut diperhitungkan
dalam jaring elemen hingga.

Proses pernyusunan didasarkan pada prinsip triangulasi yang


handal, yang mencari segitiga yang teroptimasi dan akan
menghasilkan jaring elemen yang tidak beraturan (unstructured

53

Universitas Sumatera Utara


mesh). Secara pra pilih, tingkat kekasaran global dari jaring elemen
telah diatur pada tingkat sangat kasar, kasar, sedang ,halus dan sangat
halus yang ditampilkan pada pemilihan pertama setelah dilakukan
pemasukan material. Untuk pemodelan ini digunakan tingkat
kekasaran global sangat halus, supaya mendapatkan hasil yang hampir
sama dengan kondisi yang ada di lapangan.

Gambar 4.7 Penyusun jaring elemen dengan mesh sangat halus

4.3.5. Muka Air Tanah dan Kondisi Awal (Initial Condition)

Secara umum, kondisi awal terdiri dari tekanan air, konfigurasi


geometri awal dan kondisi tegangan efektif awal. Untuk analisis
perhitungan tegangan efektif awal dapat dilakukan dengan
menggunakan prosedur-K0. Pilihan kondisi awal terdiri dari dua
buah modus yang berbeda yaitu modus kondisi air awal dan modus
konfigurasi geometri awal. Perpindahan antara kedua modus ini
dilakukan dengan menggunakan tombol “switch” dalam toolbar.

Muka air tanah pada kondisi awal ditentukan pada elevasi 0,00
sebelum melakukan tekanan air pori awal (initial condition) dan
tegangan awal (initial soil stress) seperti Gambar 4.8.

54

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.8 Penetapan muka air tanah dalam kondisi awal

Gambar 4.9 Penetapan muka air tanah dalam kondisi muka air
banjir (El. 251,78 m)

Gambar 4.10 Penetapan muka air tanah dalam kondisi muka air normal
(El. 246,8 m)

55

Universitas Sumatera Utara


Tekanan air pori yaitu tekanan pada air yang terkandung dalam
pori tanah pori ini saling berhubungan sehingga sehingga pada
keadaan tersebut tekanan air pori adalah hidrostatik terhadap MAT.

Gambar 4.11 Tekanan air pori aktif dalam kondisi muka air banjir

Gambar 4.12 Tekanan air pori aktif dalam kondisi muka air normal

56

Universitas Sumatera Utara


4.3.6 Deformasi Bendungan

Deformasi adalah perubahan bentuk atau posisi yang disebabkan


oleh adanya beban yang mengenai suatu gaya (force).

Pada deformasi bendungan didapat perpindahan maksimum


yang terjadi sebesar 50,92 x10-3 m pada saat muka air banjir dan
maksimum 44,27 x 10-3 m saat muka air normal.

Gambar 4.13 Deformasi untuk keadaan awal

Gambar 4.14 Jaringan elemen pada saat kondisi muka air banjir

57

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.15 Perpindahan total muka air banjir

Gambar 4.16 Jaringan elemen pada saat kondisi muka air normal

58

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.17 Perpindahan total muka air normal

4.3.7 Bidang Aliran dan garis freatik

Bidang aliran adalah penampang yang menahan laju aliran


dengan kecepatan yang diinginkan. Sedangkan garis freatik adalah
garis yang memotong tubuh bendungan. Adapun kecepatan aliran
pada kondisi muka air banjir sebesar 10,66 x 10-6 m/detik dan debit
totalnya sebesar 2,66 x 10-6 m3/detik dan untuk kecepatan aliran di
kondisi normal sebesar 10,36 x 10-6 m/detik dan debit totalnya 1,56 x
10-6 m3/detik.

Garis freatik
Bidang Aliran

Gambar 4.18 Bidang aliran muka air banjir

59

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.19 Aliran normal untuk kondisi muka air banjir

Gambar 4.20 Bidang aliran muka air normal

60

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.21 Aliran normal untuk kondisi muka air normal

4.3.8 Faktor keamanan (Safety Factor)

Sesudah dilakukan kalkulasi, klik pada bagian “pengali”


dalam pada tampilan plaxis kemudian dilihat pada kolom “Σ-Msf”
yang merupakan koefisien angka keamanan. Dapat dilihat bahwa
faktor keamanan yang didapat pada muka air banjir sebesar 2,75 dan
muka air rendah sebesar 2,93.

Gambar 4.22 Faktor kemanan untuk kondisi awal

61

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.23 Faktor kemanan untuk muka air banjir

Gambar 4.24 Faktor kemananan untuk kondisi muka air normal

62

Universitas Sumatera Utara


Elv. 246,80 m

Elv. 246,80 m

Gambar 4.25 Perbandingan diagram kondisi muka air banjir dan


kondisi muka air normal

4.4 Analisis Rembesan dengan Metode Analisis

Adapun Data data untuk menghitung rembesan dengan


hukum Darcy untuk kondisi muka air banjir ,muka air normal.

61,78 m 159,069 m
Elv. 251,78 313,744 m

Elv. 190 460,507 m 146,58 m


115,5 m

Gambar 4.26 Keterangan ukuran pada kondisi banjir (Elv. 251,78)

Untuk koefisien permeabilitas (k) lempung/clay digunakan 2,61


x 10-6 m/detik (diambil material inti/clay pada Tabel 4.3) dengan
elevasi 251,78 m jika hilir diambil elevasi 190 m , maka kecepatan
aliran dan debit totalnya adalah:

∆H = 61,78 meter, lebar bidang datar segitiga = 146,58 meter.

Maka panjang garis aliran adalah √146,582 + 61,78 2 = 159,07


meter.

63

Universitas Sumatera Utara


∆𝐻
v = k.i = k. 𝐿

61,78
= 2,61 x 10-6 (159,07) = 1,01 𝑥 10-6 m/detik

𝑑1+ 𝑑2 460,51+ 313,74


A=( )𝑥 𝑡 = ( ) x 61,78 = 23916,61 m2
2 2

Q = k.i.A

= 1,012 𝑥 10-6 x 23916,61 = 24,20 x 10-3 m3/detik

Elv. 246,8 299,077 m

169,372 m
56,8 m

Elv. 190 460,507 m 161,26 m


115,5 m

Gambar 4.27 Keterangan ukuran pada kondisi normal (Elv. 246,80 )

Untuk kondisi muka air normal,tetap menggunakan koefisien


permeabilitas lempung dengan nilai 2,61 x 10-6 (diambil berdasarkan
material lempung pada Tabel 4.3 mengenai material potongan
melintang bendung) dengan elevasi 246,80 m dan elevasi kedua
adalah 190 m. Maka kecepatan aliran dan debit totalnya adalah:

∆H = 56,8 meter, lebar bidang datar segitiga = 161,26 meter.

Maka panjang garis aliran adalah √161,26 2 + 56,8 2 = 169,37


meter.

∆𝐻
v = k.i = k. 𝐿

56,80
= 2,61 x 10-6 (169,26 ) = 0,87 x 10-6 m/detik

𝑑1+ 𝑑2 460,51+299,08
A =( )𝑥 𝑡 = ( ) x 56,8 = 21572,19 m2
2 2

64

Universitas Sumatera Utara


Q = k.i.A

= 0,87 x 10-6 x 21572,19 = 18,85 x 10-3 m3/detik

Sedangkan untuk faktor keamanan untuk kondsi muka air banjir dan
muka air normal adalah:

𝑘𝑒𝑘𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎


Fk = , maka
𝑘𝑒𝑘𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑘𝑜𝑛𝑑𝑖𝑠𝑖 𝑟𝑢𝑛𝑡𝑢ℎ

70,30 𝑥 10−3 𝑚
Fkair muka banjir 50,92 𝑥 10−3 𝑚 = 1,38

70,30 𝑥 10−3 𝑚
Fkair muka normal 44,27 𝑥 10−3 𝑚 = 1,59

65

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari Tugas Akhir ini adalah:
1) Setiap pertambahan tinggi muka air di hulu maka, nilai tekanan
rembesan akan semakin meningkat di hilir. Semakin kecil
perpindahan yang terjadi pada saat kondisi muka air tentu maka
faktor keamanannya juga semakin besar begitu pula sebaliknya.
2) Nilai kecepatan aliran rembesan dan debit total kestabilan
bendungan berdasarkan program PLAXIS V.8.6:
a. Kecepatan untuk kondisi muka air banjir (v)= 10,66 x 10-6
m/detik, dengan debit (Q)= 2,66 x 10-6 m3/detik.
b. Kecepatan untuk kondisi muka air normal (v) = 9,88 x 10-6
m/detik, dengan debit (Q)= 1,56 x 10-6 m3/detik.
3) Nilai kecepatan aliran rembesan menggunakan hukum Darcy dan
debit total kestabilan bendungan menggunakan cara Dupuit (1863) :
a. Kecepatan untuk kondisi muka air banjir (v) = 1,01 x 10-6
m/detik, dengan debit(Q)= 24,20 x 10-3 m3/detik
b. Kecepatan untuk kondisi muka air normal (v) = 0,87 x 10-6
m/detik, dengan debit (Q)= 18,85 x 10-3 m3/detik
4) Nilai faktor keamanan program PLAXIS V.8.6:
a. Faktor keamanan untuk kondisi muka air banjir = 2,75
b. Faktor keamanan untuk kondisi muka air normal = 2,93
5) Nilai faktor keamanan metode analisis :
c. Faktor keamanan untuk kondisi muka air banjir = 1,38
d. Faktor keamanan untuk kondisi muka air normal = 1,59
6) Perbedaan nilai faktor keamanan kestabilan bendungan akibat
rembesan dengan program PLAXIS V.8.6 dan metode analisis,
dikarenakan metode analisis tidak menggunakan parameter

66

Universitas Sumatera Utara


modulus elastisitas tanah dan angka poisson ratio serta tinjauan
rembesan hanya pada area inti yang bermaterial lempung
5.2 Saran
1) Penelitian selanjutnya untuk dapat divariasi dengan tanah dengan
jenis dan modifikasi yang berbeda.
2) Penelitian untuk analisis kecepatan rembesan,debit dan faktor
keamanan ini dapat dilakukan dengan perbandingan dari beberapa
perangkat lunak elemen hingga, seperti: program SEEP2D, program
PC-SEEP/SEEP-W dari Geo-Slope Programming dan program-
program lainnya.

67

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Alwin, Muhammad (2018). “Kajian Garis Freatis Pada Tubuh Bendungan Urugan
Untuk Mengatasi Rembesan Berdasarkan Kepadatan Tanah Menggunakan
Aplikasi Geostudio. Seep/W”. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Malang:
Universitas Brawijaya.

ASTM D 2434 – 68 , (2000), “Standard Test Method For Permeability Of Granuler


Soils (Constant Head)”.

Azdan, M.D. dan Samekto, C.2008. “Kritisnya Kondisi Bendungan di Indonesia”.


Seminar Nasional Bendungan Besar, Surabaya.

Azmeri, Rizalihadi,M dan Irma Yanita. (2013) .”Observasi Garis Freatis pada
Model Bendungan Berdasarkan Kepadatan Tanah Melalui Model Fisik”,
Vol.20 No.1, Darussalam Banda Aceh.

Badan Standarisasi Nasional. (2016). “Metode Analisis dan Cara Pengendalian


Rembesan Air untuk Bendungan Tipe Urugan, SNI 8065:2016”. Jakarta.
Cipta Aji, Herlambang. (2012). “Pemodelan Fisik Aliran Air, Vol. 9 No 10”,
Jakarta .

Das, Braja M. (1995). “Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid


1”. Malang: Erlangga.

Dharmayasa, I Gusti Ngurah Putu. (2018). “ANALISIS REMBESAN DIBWAH


TUBUH BENDUNGAN URUGAN”. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Bali:
Universitas Pendidikan Nasional.

Experiment Instruction Drainage and Seepage Tank (1999). Gunt


Humburg,Germany.

Geostudio-2012..“Stability Modeling with Geostudio”. GEO-SLOPE


Internasional,Ltd, 1-246.

Hardiyatmo, Hary C. (2012). “Mekanika Tanah 1”, Penerbit Gadjah Mada


University Press,Yogyakarta.

68

Universitas Sumatera Utara


Hardiyatmo, Hary Christady. (2010). “Mekanika Tanah 1”. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.

Harseno, Adi, (2008), “Tinjauan Tinggi Tekanan Air di Bawah Bendungan dengan
Turap dan Tanpa Turap pada Tanah Berbutir Halus”, Majalah Ilmiah UKRIM.

Ilmiatul, Nur. (2016). “Kajian Garis Freatis Pada Tubuh Bendungan Urugan untuk
Mengatasi Rembesan Berdasarkan Kepadatan Tanah Modifikasi dengan Uji
Model Fisik”. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Malang: Universitas Brawijaya.

Kalkani, E.C. (1997), “Geological conditions, seepage grouting, and evaluation of


piezometer measurments in abutments of an earth dam. Engineering Geology”,
Vol 46,pp. 93-104.

Ma'rifah, B. H. (2016). Pengaruh Pola Aliran Saluran Pelimpah Samping Akibat


dari Penempatan Spillway dengan Tipe Mercu Ogee Waduk Wonorejo. Skripsi
tidak diterbitkan, Surabaya : PPs Universitas Negeri Surabaya.

Nicholson, P. (2015), “Soil Improvement and Ground Modification Methods 1st


Edition”. Butterworth-Heinemann. United Kingdom.

Noegroho, Djarwanti. (2008). “Komparasi Koefisien Permebilitas (k) Pada Tanah


Kohesif”, FT UNS.
Plaxis 2D-Versi 8.6 . 2017. PLAXIS Versi 8 Manual ,7–122.

Prof.Dr,Ir Irwan. Katili,DEA , (2008), “Metode Elemen Hingga untuk Skeletal”.


Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2008.

R. H. Karol, (2003), “Chemical Grouting and Soil Stabilization”. Open Journal of


Geology, Vol.3 No.2 .

Rahardjo, Endro. (1992). “Simulasi Garis Depresi Debit Rembesan Bendungan


Homogen dengan Model Fisik”. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Malang:
Universitas Brawijaya.

Rheky Julistian Lontoh,dkk (2020) “Analisa Kestabilan Bendungan Lolak 1” Jurnal


Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi : Manado, Vol 8.

69

Universitas Sumatera Utara


Sari, Undayani Cita, Sri Prabandiyani Retno Wardani, Suharyanto, and Windu
Partono. (2016). “Analisis Tekanan Air Pori Menggunakan Metode Elemen
Hingga Dengan Pemodelan Mohr-Coulomb Pada PLAXIS V.8.6.” In
Konferensi Nasional Teknik Sipil 10, Yogyakarta, 675–83.

Sari, Undayani Cita. (2016). “Kajian Pengaruh Tekanan Air Pori Terhadap
Rembesan Dan Stabilitas Bendungan Sermo.” Universitas Diponegoro.

Seroy, Camela Apriani (2020). “Analisa Kesabilan Bangunan Embung Nunuka


“.Jurnal Sipil Statik. Manado: Universias Sam Ratulangi, Vol.8 No.2.

Setyaningtyas, Amelia (2012). “Analisa Rembesan Pada Bendungan Tipe Urugan


Homogen Dengan Kemiringan 30 Derajat Melalui Pemodelan Fisik”, 1-10.

Setyawati, heni (2018). “Analisis Rembesan Pada Perencanaan Pembangunan


Bendungan Logung Kabupaten Kudus, Jawa Tengah”. Skripsi. Tidak
dipublikasikan. Semarang: Universitas Diponegoro.

Siti Mahpudoh,dkk (2014) “Analisis Kestabilan Tanah Terhadap Konstruksi


Bendungan Cipanganten Dengan Menggunakan Plaxis” . Jurnal Teknik
Universitas Pakuan, 1-8.

SNI 8062 : (2015) , “Tata Cara Desain Tubuh Bendungan Tipe Urugan”, ICS
93.100.

Soedarmo, Djatmiko. Purnomo, Edy.(1993). “Mekanika Tanah 1”.Kanisius,


Malang.

Soedibyo, (1993), “Teknik Bendungan”. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Sosrodarsono, S. dan Takeda, K. (2002). “Bendungan Tipe Urugan”. PT . Pradnya


Paramita : Jakarta.
Sosrodarsono, T. K. (1981). “Bendungan Type Urugan. Jakarta”: Pt. Pradnya
Paramita.

Sri Harto Br. 2000. Hidrologi : “Teori, Masalah, Penyelesaian”. Nafiri Offset.
Yogyakarta.

70

Universitas Sumatera Utara


Sugiyono. 2015. “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D”. Bandung:
Afabeta

Sukirman, Sarino, Hakki, H. (2014). “Analisis Rembesan pada Benduung Tipe


Urugan melalui Uji Hidrolik di Laboratorium Hidro” FT Unsri. Jurnal Teoritis
Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Sriwijaya, Vol 2:2.

Sunggono. (1984). “Mekanika Tanah”. Nova, Bandung

Wicaksana, Surya P, (2014), “Analisis Aliran Air Tanah di Bawah Turap dengan
Uji Coba Laboratorium”, Jurnal Teknik Universitas Sriwijaya.

71

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai