Anda di halaman 1dari 134

TUGAS AKHIR

ANALISIS KONSOLIDASI TANAH LUNAK MENGGUNAKAN

PRELOADING DAN PVD DENGAN METODE ANALITIS DAN METODE

ELEMEN HINGGA (STUDI KASUS PROYEK JALAN BEBAS

HAMBATAN MEDAN-KUALANAMU KM 36+100)

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menjadi

Sarjana

Disusun Oleh :

MICHAEL
12 0404 037

BIDANG STUDI GEOTEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Pada umumnya, tanah lunak sering digunakan dalam pelaksanaan


konstruksi, namun kurang menguntungkan secara teknis karena tanah lunak
memiliki kandungan air yang tinggi tetapi sulit terdrainasi karena
permeabilitasnya yang rendah dan kompresibilitas yang besar sehingga
menyebabkan terjadinya penurunan yang besar dalam waktu yang lama. Hal
inilah yang sering menjadi masalah dalam pelaksanaan suatu pekerjaan
konstruksi. Pada proyek jalan bebas hambatan Medan-Kualanamu KM 36+100
ini, perbaikan tanah lempung untuk mengatasi masalah di atas adalah dengan cara
menggunakan Prefabricated Vertical Drain (PVD). Pemasangan PVD dapat
mempercepat waktu penurunan yang terjadi karena disipasi air pori terjadi dalam
dua arah yaitu secarah horizontal dan vertikal.
Dalam tugas akhir ini, dilakukan analisa perhitungan konsolidasi tanah
dengan menggunakan metode analitis dan metode elemen hingga, dimana
perhitungan penurunan dan waktu konsolidasi dihentikan pada saat derajat
knsolidasi mencapai 95%. Analisa jarak spasi antar PVD serta pola pemasangan
antar PVD juga akan dihitung untuk mendapatkan jarak yang paling efektif yang
disesuaikan dengan waktu konsolidasi yang paling cepat tanpa adanya analisis
biaya
Dari hasil perhitungan tanpa menggunakan PVD yang telah dilakukan maka
diperleh waktu yang dibutuhkan untuk mencapai derajat konslidasi 95% adalah
136 hari dengan besar penurunan 41 cm. Sedangkan dengan menggunakan PVD,
waktu yang dibutuhkan adalah 25 hari dengan besar penurunan 41 cm. Dari
analisa yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penggunaan PVD dapat
mepercepat waktu konsolidasi. Jika dibandingkan dengan penurunan di lapangan,
besar penurunan yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan perhitungan
secara analisa dan metode elemen hingga yaitu sebesar 9,3 cm

Kata Kunci : Tanah Lunak, Penurunan, Derajat Konslidasi, Prefabricated


Vertical Drain (PVD)

i
Universitas Sumatera Utara
KATA PEGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan berkat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil

bidang studi Geoteknik Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara, dengan judul “ANALISIS KONSOLIDASI TANAH LUNAK

MENGGUNAKAN PRELOADING DAN PVD DENGAN METODE ANALITIS

DAN METODE ELEMEN HINGGA (STUDI KASUS PROYEK JALAN

BEBAS HAMBATAN MEDAN-KUALANAMU KM 36+100)”

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas

dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

beberapa pihak yang berperan penting yaitu:

1. Bapak Medis Sejahtera Surbakti S.T., M.T., Ph.D selaku Ketua Departemen

Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Andy Putra Rambe, MBA, selaku Sekretaris Departemen Teknik

Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Rudi Iskandar, M.T, selaku Dosen Pembimbing yang telah dengan

sabar untuk meluangkan waktu serta memberi bimbingan dan saran kepada

penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, M.S.CE, selaku koordinator Sub Jurusan

Geoteknik Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara beserta dosen penguji.

ii
Universitas Sumatera Utara
5. Ibu Ika Puji Hastuty S.T, M.T, selaku dosen Penguji beserta Kepala

Laboratorium Mekanika Tanah Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak dan Ibu staf pengajar dan seluruh pegawai Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak dan Ibu pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

8. Pihak Satuan Kerja pada proyek Jalan Bebas Hambatan Medan-Kualanamu

yang bergerak sebagai owner yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat Republik Indonesia (KPUPRRI), terkhususnya kepada

Bapak Faisal Rizal S.T., M.T yang telah membantu saya dan mengarahkan

saya untuk mengumpulkan data-data yang saya butuhkan dalam menyelesaikan

tugas akhir ini.

9. Pihak Satuan Kerja pada proyek Jalan Bebas Hambatan Medan-Kualanamu

yang bergerak sebagai kontraktor, terutama Pak Husein dan Pak Gindo yang

telah membantu saya memberikan data-data yang saya butuhkan dalam

menyelesaikan tugas akhir ini.

Secara khusus, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang tulus

dan sedalam-dalamnya kepada :

1. Kepada Papa saya Tjia Nyek Sin yang selalu memberikan dukungan moral dan

doa kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. Semoga Tuhan

selalu memberkati beliau.

2. Kepada Mama saya Lusina Tjandra yang selalu memberikan dukungan doa,

semangat dan kasih saying kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir

ini. Semoga Tuhan selalu memberkati beliau.

iii
Universitas Sumatera Utara
3. Kepada sahabat-sahabat saya di kampus (Fanny, Astrya, Novita, Hendra,

Sintong, Brian, Rinaldy, Aditya, Frans, George, Erick, Luccas, Ecy, Hizkia,

Anastasia, Agita, Yohana, Joshua, dan Claudya) yang selalu memberi doa,

semangat, penghiburan dan bantuan selama 5 tahun masa perkuliahan dan

terutama dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

4. Kepada sahabat SMA saya Monica Tiresna Lubis, S.T. yang selama ini selalu

memberikan dukungan dalam bentuk doa, motivasi, dan semangat kepada

penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

5. Kepada seluruh teman-teman stambuk 2012 yang selalu ada selama 5 tahun

masa perkuliahan yang telah memberi semangat, bantuan, dan ilmu kepada

penulis dari awal hingga akhir masa perkuliahan

6. Kepada adik angkatan 2013 (Juanda Andika Siregar, S.T., Lintong Situmorang,

S.T., dan Ary Simanjuntak, S.T.) yang telah memberikan semangat dan ilmu

kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini

7. Kepada segenap pihak yang belum penulis sebut satu-persatu atas jasa dan

dukungannya membantu penulis sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan

dengan baik.

iv
Universitas Sumatera Utara
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini jauh dari sempurna karena

keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis akan

terbuka terhadap semua saran dan kritik mengenai Tugas Akhir ini. Penulis

berharap Tugas Akhir ini juga memberi manfaat bagi kita semua.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Tugas Akhir ini

dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Desember 2017

Penulis

Michael

v
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ...................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi
DAFTAR NOTASI .................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xviii
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
I.1. Latar Belakang ................................................................. 1
I.2. Tujuan dan Manfaat .......................................................... 2
I.2.1. Tujuan ................................................................ 2
I.2.2. Manfaat .............................................................. 2
I.3. Pembatasan Masalah ........................................................ 3
I.4. Sistematika Penulisan ....................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 5
II.1. Pendahuluan ..................................................................... 5
II.2. Tanah ............................................................................... 6
II.3. Tanah Lempung ................................................................ 7
II.3.1. Karakter Fisik Tanah Lempung Lunak ................ 8
II.4. Timbunan pada Tanah Lempung Lunak ............................ 11
II.5. Pembebanan Awal (Preloading) ....................................... 11
II.5.1. Beban Preloading Bertahap ................................ 14
II.6. Prefabricated Vertical Drain (PVD) ................................. 15
II.7. Smear Zone ...................................................................... 21
II.8. Konsolidasi ...................................................................... 26
II.8.1. Perhitungan Penentuan Tekanan
Prakonsolidasi ..................................................... 27
II.8.2. Koefisien Konsolidasi Arah Vertikal ................... 29
II.8.3. Koefisien Konsolidasi Arah Horizontal ............... 29

vi
Universitas Sumatera Utara
II.8.4. Koefisien Konsolidasi Arah Vertikal
Gabungan ........................................................... 29
II.8.5. Derajat Konsolidasi Arah Vertikal ...................... 30
II.8.6. Derajat Konsolidasi Arah Radial ......................... 30
II.8.7. Derajat Konsolidasi Rata-Rata ............................ 31
II.8.8. Waktu Konslidasi ................................................ 32
II.8.9. Faktor Waktu Konsolidasi Arah Radial ............... 33
II.8.10. Perhitungan Besarnya Penurunan Konsolidasi ..... 33
II.8.11. Tegangan Air Pori Akibat Beban Tak
Terdrainase ......................................................... 35
II.8.12. Tegangan Total dan Tegangan Efektif ................. 37
II.9. Settlement ......................................................................... 37
II.10. Plaxis sebagai Metode Elemen Hingga ............................. 39
II.10.1. Pemodelan Jenis Material pada Metode
Elemen Hingga .................................................... 41
II.10.1.1. Model Tanah Mohr-Coulomb .......................... 41
II.10.1.2. Verifikasi Pemodelan Vertical Drain ............... 49
II.11. Instrumen Geoteknik ........................................................ 51
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 59
III.1. Data Umum Proyek .......................................................... 59
III.2. Data Prefabricated Vertical Drain (PVD) ......................... 60
III.3. Data Teknis Lapangan ...................................................... 61
III.4. Tahapan Penimbunan ....................................................... 62
III.5. Data pada Program Metode Elemen Hingga ..................... 63
III.6. Metode Pengumpulan Data ............................................... 64
III.7. Tahap Penelitian ............................................................... 65
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 66
IV.1. Pendahuluan ..................................................................... 66
IV.2. Analisa Studi Kasus Jalan Bebas Hambatan Medan-
Kualanamu KM 36+100 dengan Metode Analitis ............. 66
IV.2.1. Perhitungan Penurunan ....................................... 66

vii
Universitas Sumatera Utara
IV.2.2. Analisa Derajat Konsolidasi tanpa
Menggunakan PVD ............................................. 68
IV.2.3. Analisa Derajat Konsolidasi dengan
Menggunakan PVD.............................................. 69
IV.2.4. Variasi Perhitungan Derajat Konsolidasi
Berdasarkan Pola Pemasangan dan Jarak
Pemasangan Antar PVD....................................... 72
IV.2.4.1. Analisa Derajat Konsolidasi dengan
Menggunakan PVD dengan Pemasangan
Pola Segitiga dan Jarak 1,5 m ......................... 72
IV.2.4.2. Analisa Derajat Konsolidasi dengan
Menggunakan PVD dengan Pemasangan
Pola Segitiga dan Jarak 1,7 m ......................... 74
IV.2.4.3. Analisa Derajat Konsolidasi dengan
Menggunakan PVD dengan Pemasangan
Pola Persegi dan Jarak 1,6 m .......................... 76
IV.2.5. Analisa Tegangan Excess Pore Water
Pressure .............................................................. 80
IV.3. Verifikasi Pemodelan PVD pada Metode Elemen
Hingga .............................................................................. 82
IV.4. Analisa Skala Penuh ......................................................... 89
IV.4.1. Penurunan pada Program Metode Elemen
Hingga (FEM) .................................................... 93
IV.4.2. Disipasi Excess Pore Water Pressure pada
Program Metode Elemen Hingga (FEM) ............. 97
IV.4.3. Analisa Derajat Konsolidasi dengan Pola
Persegi Spasi 1,6 m ............................................. 82
IV.5. Nilai Penurunan Berdasarkan Pembacaan Settlement
Plate .............................................................................. 105

viii
Universitas Sumatera Utara
IV.6. Perbandingan Nilai Penurunan yang Didapat dari
Analisa dengan Metode Elemen Hingga, Analisa
dengan Metode Analitik, dan Pembacaan Settlement
Plate di Lapangan ............................................................ 107
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 110
V.1. Kesimpulan ...................................................................... 110
V.2. Saran ............................................................................. 111
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. xix
LAMPIRAN ............................................................................................... xxi

ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Aktivitas tanah lempung 9


Tabel 2.2 Variasi faktor waktu terhadap derajat konsolidasi 32
Tabel 2.3 Besar Af untuk berbagai kondisi tanah 37
Tabel 2.4 Nilai perkiraan modulus elatisitas tanah 44
Tabel 2.5 Hubungan jenis tanah dengan poisson’s ratio (μ) 45
Tabel 2.6 Hubungan antara kepadatan, relative density, nilai N-SPT, 46
qc, dan sudut geser (ф)
Tabel 2.7 Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah 47
Tabel 2.8 Korelasi N-SPT dengan γsat untuk pasir (non-kohesif) 48
Tabel 2.9 Korelasi N-SPT dengan γsat untuk tanah lempung (kohesif) 49
Tabel 3.1 Dimensi PVD 60
Tabel 3.2 Tahapan penimbunan 62
Tabel 3.3 Parameter tanah ketika model axisymmetry pada saat 63
verifikasi
Tabel 4.1 Analisa penurunan timbunan 1-D Terzaghi untuk tanah 66
terkonsolidasi normal
Tabel 4.2 Analisa penurunan timbunan 1-D Terzaghi untuk tanah 67
terkonsolidasi normal berdasarkan nilai Cc yang sudah
dikorelasi dengan persamaan empiris
Tabel 4.3 Analisa derajat konsolidasi tanpa menggunakan PVD 68
Tabel 4.4 Analisa derajat konsolidasi dengan menggunakan PVD 70
dengan pemasangan pola segitiga dan jarak 1,6 m
Tabel 4.5 Analisa derajat konsolidasi dengan menggunakan PVD 73
dengan pemasangan pola segitiga dan jarak 1,5 m
Tabel 4.6 Analisa derajat konsolidasi dengan menggunakan PVD 75
dengan pemasangan pola segitiga dan jarak 1,7 m
Tabel 4.7 Analisa derajat konsolidasi dengan menggunakan PVD 77
dengan pemasangan pola persegi dan jarak 1,6 m

x
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.8 Hubungan derajat konsolidasi dan waktu berdasarkan pada 79
pola segitiga dan pola persegi serta jarak pemasangan PVD
yang bervariasi
Tabel 4.9 Hasil disipasi excess pore water pressure berdasarkan 80
tahapan penimbunan
Tabel 4.10 Nilai derajat konsolidasi setiap titik nodal pada 23,721 hari 88
dan 24 hari.
Tabel 4.11 Parameter tanah ketika model skala penuh 89
Tabel 4.12 Nilai excess pore water pressure di setiap titik nodal 104
Tabel 4.13 Hasil analisa penurunan berdasarkan tahap penimbunan 107
Tabel 5.1 Hasil analisa penurunan berdasarkan tahap penimbunan 110
Tabel 5.2 Hubungan derajat konsolidasi dan waktu berdasarkan pada 111
pola segitiga dan pola persegi serta jarak pemasangan PVD
yang bervariasi
Tabel 5.3 Hasil perhitungan tegangan air pori berlebih dengan metode 111
analitis
Tabel 5.4 Hasil perhitungan tegangan air pori berlebih dengan metode 112
elemen hinggap

xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses pemberian pembebanan awal (preloading) 14


Gambar 2.2 Aliran air pori pada PVD 17
Gambar 2.3 Prefabricated Vertical Drain 18
Gambar 2.4 Pola PVD (kiri pola bujur sangkar, kanan pola segitiga) 20
Gambar 2.5 Transformasi tampang vertical drain 21
Gambar 2.6 PVD dikaitkan ke pelat baja 22
Gambar 2.7 Proses pemasangan PVD 23
Gambar 2.8 Pemasangan PVD di Lapangan 23
Gambar 2.9 Pengaruh smear dan tahanan drain 25
Gambar 2.10 Skematik dan peralatan percobaan yang menunjukkan 27
central drain dan smear zone
Gambar 2.11 Penentuan smear zone menggunakan rasio permeabilitas 28
dan kadar air
Gambar 2.12 Prosedur penentuan tekanan prakonsolidasi dengan cara 30
grafis
Gambar 2.13 Kriteria keruntuhan Mohr-Coulumb 44
Gambar 2.14 Kriteria keruntuhan Mohr-Coulumb 45
Gambar 2.15 Kriteria keruntuhan Mohr-Coulumb dalam ruang tegangan 46
utama
Gambar 2.16 Definisi E0 dan E50 dari hasil pengujian triaxial terdrainase 47
Gambar 2.17 Detail pemasangan settlement plate 56
Gambar 2.18 Detail pemasangan satu piezometer dalam satu lubang bor 59
Gambar 2.19 Detail pemasangan dua piezometer dalam satu lubang bor 59
Gambar 2.20 Detail pemasangan water stand pipe 60

xii
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.1 Hubungan derajat konslidasi (95%) terhadap waktu (136 74
hari) dengan metode analitis tanpa menggunakan PVD
Gambar 4.2 Hubungan derajat konslidasi (95%) terhadap waktu (25 75
hari) dengan metode analitis dengan menggunakan PVD
pola segitiga spasi 1,6 m
Gambar 4.3 Grafik perbandingan lamanya hari untuk mencapai derajat 76
konsolidasi 95% antara menggunakan PVD dan tanpa PVD
Gambar 4.4 Hasil disipasi excess pore water pressure dari persamaan 78
Skempton berdasarkan besar beban timbunan
Gambar 4.5 Hubungan derajat konsolidasi (95%) terhadap waktu (22 80
hari) dengan metode analitis menggunakan PVD pola
segitiga spasi 1,5 m
Gambar 4.6 Hubungan derajat konsolidasi (95%) terhadap waktu (28 82
hari) dengan metode analitis menggunakan PVD pola
segitiga spasi 1,7 m
Gambar 4.7 Hubungan derajat konsolidasi (95%) terhadap waktu (29 84
hari) dengan metode analitis menggunakan PVD pola
persegi spasi 1,6 m
Gambar 4.8 Hubungan derajat konsolidasi dan waktu berdasarkan pada 85
pola segitiga dan spasi 1,5 m; 1,6 m; dan 1,7 m pada
kondisi U = 95%
Gambar 4.9 Hubungan derajat konsolidasi dan waktu berdasarkan pada 85
spasi 1,6 m dan pola segitiga dan persegi pada kondisi U =
95%
Gambar 4.10 Plan verifikasi PVD 89
Gambar 4.11 Lokasi titik nodal pengamatan derajat konsolidasi untuk 89
kondisi axisymmetry dan plane strain
Gambar 4.12 Derajat konsolidasi dan waktu konsolidasi di titik nodal A 90
pada kondisi axisymmetry (96,454% / 23,721 hari) dan
plane strain (93,947% / 24 hari)

xiii
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.13 Derajat konsolidasi dan waktu konsolidasi di titik nodal B 90
pada kondisi axisymmetry (97,850% / 23,721 hari) dan
plane strain (97,632% / 24 hari)
Gambar 4.14 Derajat konsolidasi dan waktu konsolidasi di titik nodal C 91
pada kondisi axisymmetry (97,853% / 23,721 hari) dan
plane strain (97,632% / 24 hari)
Gambar 4.15 Derajat konsolidasi dan waktu konsolidasi di titik nodal D 91
pada kondisi axisymmetry (95,525% / 23,721 hari) dan
plane strain (93,345% / 24 hari)
Gambar 4.16 Derajat konsolidasi dan waktu konsolidasi di titik nodal E 92
pada kondisi axisymmetry (97,654% / 23,721 hari) dan
plane strain (97,074% / 24 hari)
Gambar 4.17 Derajat konsolidasi dan waktu konsolidasi di titik nodal F 92
pada kondisi axisymmetry (97,649% / 23,721 hari) dan
plane strain (96,952% / 24 hari)
Gambar 4.18 Gambar perencanaan proyek jalan bebas hambatan Medan- 96
Kualanamu KM 36+100
Gambar 4.19 Pemodelan geometri proyek jalan bebas hambatan Medan- 97
Kualanamu KM 36+100
Gambar 4.20 Kontur penurunan yang terjadi pada output FEM proyek 98
jalan bebas hambatan Medan-Kualanamu KM 36+100
Gambar 4.21 Mesh timbunan proyek jalan bebas hambatan Medan- 99
Kualanamu KM 36+100 untuk peninjauan penurunan
terhadap waktu
Gambar 4.22 Grafik penurunan di titik nodal A sebesar 15,219 cm pada 99
hari ke 242
Gambar 4.23 Grafik penurunan di titik nodal B sebesar 16,87 cm pada 100
hari ke 242
Gambar 4.24 Grafik penurunan di titik nodal C sebesar 15,191 cm pada 100
hari ke 242

xiv
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.25 Perbandingan grafik penurunan di titik nodal A (settlement 101
plate kiri), titik nodal B (titik tengah lapisan permukaan
tanah) dan titik nodal C (settlement plate kanan) terdapat
selisih 1,679 cm
Gambar 4.26 Excess pore water pressure pada output FEM proyek jalan 102
bebas hambatan Medan-Kualanamu KM 36+100
Gambar 4.27 Grafik excess pore water pressure terhadap waktu di titik 103
nodal A
Gambar 4.28 Grafik excess pore water pressure terhadap waktu di titik 103
nodal B
Gambar 4.29 Grafik excess pore water pressure terhadap waktu di titik 104
nodal C
Gambar 4.30 Grafik excess pore water pressure terhadap waktu di titik 104
nodal D
Gambar 4.31 Grafik excess pore water pressure terhadap waktu di titik 105
nodal E
Gambar 4.32 Grafik excess pore water pressure terhadap waktu di titik 105
nodal F
Gambar 4.33 Grafik excess pore water pressure terhadap waktu di titik 106
nodal G
Gambar 4.34 Grafik excess pore water pressure terhadap waktu di titik 106
nodal H
Gambar 4.35 Grafik excess pore water pressure terhadap waktu di titik 107
nodal I
Gambar 4.36 Grafik excess pore water pressure terhadap waktu di titik 107
nodal J
Gambar 4.37 Grafik perbandingan nilai excess pore water pressure 108
terhadap waktu di setiap titik nodal
Gambar 4.38 Grafik perbandingan nilai excess pore water pressure 109
terhadap waktu di setiap titik nodal E dan titik nodal J
Gambar 4.39 Hubungan antara tebal timbunan preloading dengan 112
tanggal pembacaan pada SP-39

xv
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.40 Hubungan antara penurunan dengan tanggal pembacaan 112
pada SP-39
Gambar 4.41 Perbandingan grafik penurunan antara analisa dengan 115
metode elemen hingga, analisa dengan metode analitik, dan
pembacaan settlement plate di lapangan
Gambar 4.42 Grafik tebal timbunan pada proyek jalan bebas hambatan 117
Medan-Kualanamu KM 36+100 selama 242 hari

xvi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR NOTASI
A dan B Parameter Skempton
Am Luasan mandrel (cm2)
c Kohesi tanah (kN/m2)
C Perbandingan antara Indeks Plastisitas (IP) dengan persentase
butiran yang lebih kecil dari 0,002 mm
Cc Indeks kompresi tanah
Ch Koefisien konsolidasi arah horizontal (cm2/s)
cu Kohesi tanah dasar (t/m2)
Cu Kuat geser mula-mula (t/m2)
Cu’ Kuat geser setelah pemampatan (t/m2)
ΔCu Peningkatan kuat geser akibat pemampatan (t/m2)
Cs Indeks pengembangan tanah
Cv Koefisien konsolidasi arah vertikal (cm2/s)
D Diameter jangkauan kerja PVD (m)
de Diameter ekivalen (setelah penampang diubah menjadi bentuk
lingkaran (cm)
ds Diameter smear zone (cm)
dw Diameter ekivalen PVD (cm)
e0 Angka pori
Exp Bilangan eksponen (2,7182818)
F(n) Faktor hambatan disebabkan karena jarak PVD
F(s) Efek smear zone
H Panjang maksimum lintasan drainase (cm)
Hcr Tinggi timbunan kritis (m)
kh Koefisien permeabilitas horizontal (mm/s)
kr Koefisien permeabilitas radial (mm/s)
ks Koefisien permeabilitas tanah arah radial pada smear zone (mm/s)
lmandrel Lebar mandrel (cm)
pmandrel Panjang mandrel (cm)
m Bilangan integer (0)
OCR Overconsolidation Ratio

xvii
Universitas Sumatera Utara
Pc Tegangan prakonsolidasi efektif (t/m2)
PI Indeks Plastisitas (%)
Po Tegangan overburden efektif (t/m2)
Po’ Tegangan overburden efektif setelah pemampatan (t/m2)
ΔP Penambahan tegangan (t/m2)
qu Daya dukung tanah (t/m2)
R Jari-jari jangkauan kerja PVD (m)
rs Jari-jari smear zone (cm)
rw Jari-jari ekivalen PVD (cm)
s Rasio smear zone
S Penurunan akibat proses konsolidasi (m)
Sc Consolidation Settlement (cm)
Si Immediate Settlement (cm)
Ss Secondary Settlement (cm)
t Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai derajat konsolidasi U%
(s)
Tr Faktor waktu konsolidasi arah radial
Tv Faktor waktu konsolidasi arah horizontal
U Derajat konsolidasi rata-rata
Ur Derajat konsolidasi arah radial
Uv Derajat konsolidasi arah vertikal
ΔU Kenaikan tegangan air pori akibat beban tak terdrainase
Δσ1 Perubahan tegangan aksial (tegangan deviator) (t/m2)
Δσ3 Perubahan tegangan normal yang bekerja pada bidang utama
(t/m2)
σ Tegangan normal (kN/m2)
σp ’ Preconsolidation Pressure (kN/m2)
σo’ Effective Overburden Pressure (kN/m2)
τ Tegangan geser tanah (kN/m2)
ϕ Sudut geser tanah (derajat)
γtimb Berat volume tanah timbunan (t/m3)

xviii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran-1, Data Typical Preloading

Lampiran-2, Data Plan dan Profile

Lampiran-3, Data Plan PVD

Lampiran-4, Data Installation Monitoring Soft Soil

Lampiran-5, Data Drilling Log

Lampiran-6, Data Borehole

Lampiran-7, Data Pembacaan Settlement Plate di Lapangan

Lampiran-8, Data Pembacaan Pneumatic Piezometer di Lapangan

Lampiran-9, Data Pembacaan Water Stand Pipe di Lapangan

Lampiran-10, Data Pembacaan Inclinometer di Lapangan

xix
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Pada umumnya tanah lunak bersifat kurang menguntungkan secara

teknis untuk mendukung suatu pekerjaan konstruksi. Plastisitas yang tinggi,

kembang susut yang tinggi, daya dukung yang rendah, kandungan air yang

tinggi dan sulit terdrainase karena permeabilitas tanah relatif rendah serta

kompresibilitas yang besar menyebabkan tanah mengalami penurunan yang

besar dan dalam waktu yang sangat lama. Hal inilah yang sering menjadi

masalah dalam pelaksanaan suatu pekerjaan konstruksi. Salah satu metode

untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan sistem

preloading yang dikombinasikan dengan Prefabricated V ertical Drain (PVD).

Preloading atau pemberian beban awal dilakukan dengan cara

memberikan beban yaitu berupa timbunan sehingga menyebabkan tanah akan

termampatkan sebelum konstruksi didirikan. PVD adalah sistem drainase buatan

yang dipasang vertikal di dalam lapisan tanah. Sistem drainase vertikal ini

mempunyai bentuk berupa sabuk berpenampang persegi panjang, terdiri dari

bagian luar berupa penyaring/filter yang terbuat dari bahan synthetic/geotextile,

kertas atau goni dan bagian dalam yang berfungsi sebagai media aliran air yang

terbuat dari plastik atau serabut organik. Pada saat ini penggunaan PVD sudah

banyak digunakan karena dapat mengurangi waktu penurunan dan konsolidasi

tanah secara signifikan dari beberapa tahun ke dalam hitungan bulan. Ini

dikarenakan vertical drain dapat menekan keluar air pori selama proses

konsolidasi tanah dan juga mengalirkan air secara cepat arah horizontal

1
Universitas Sumatera Utara
Pada tugas akhir ini, perhitungan mengenai besarnya penurunan akibat

Preloading menggunakan data parameter tanah, dimensi PVD, Bore Hole, dan

Settlement Plate serta instrument Geoteknik lain yang berasal dari lapangan lokasi

proyek, yaitu Proyek Jalan Tol Medan-Kualanamu STA 36+100. Kemudian akan

dibandingkan besar penurunannya secara analitis dan dengan metode elemen

hingga

I.2. Tujuan dan Manfaat

I.2.1. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah:

1. Mengetahui besarnya penurunan tanah lunak yang menggunakan preloading

dan PVD

2. Mengetahui lamanya waktu konsolidasi tanah lunak yang menggunakan

preloading dan PVD

3. Menganalisa perbandingan lama waktu konsolidasi tanah lunak tanpa

menggunakan PVD dan menggunakan PVD

4. Menganalisa perbandingan besar penurunan tanah lunak yang terjadi secara

analitis dan metode elemen hingga dengan pengamatan di lapangan.

5. Mengetahui besar teganganair pori berlebih tanah secara analitis dan metode

elemen hingga

I.2.2. Manfaat

Manfaat dari penyusunan tugas akhir ini antara lain:

1. Agar penulis maupun pembaca dapat mengetahui perbandingan besar

penurunan dan lama waktu konsolidasi secara analitis maupun dengan metode

elemen hingga

2
Universitas Sumatera Utara
2. Sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi dan

ingin mempelajari hal yang dibahas tugas akhir ini.

I.3. Pembatasan Masalah

Untuk memperjelas ruang lingkup yang akan dibahas dalam tugas akhir

ini dan untuk mempermudah penulis dalam menganalisa maka dibuat batasan

masalah yang meliputi:

1. Data-data yang digunakan untuk melakukan analisis didapat dari data

parameter tanah, dimensi PVD, Bore Hole, dan Settlement Plate serta

instrument Geoteknik lain yang berasal dari lapangan lokasi proyek, yaitu

Proyek Jalan Tol Medan-Kualanamu STA 36+100.

2. Nilai-nilai ataupun koefisien yang tidak terdapat pada data-data diperoleh

berdarkan referensi-referensi dan sumber-sumber yang ada

I.4. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini akan dibuat dalam 5 (lima)

bab uraian sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Bab pendahuluan berisi latar belakang penulisan, lokasi penelitian, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan

Bab II : Tinjauan Pustaka

Bab ini mencakup hal-hal yang dijadikan penulis sebagai dasar teori

dalam membahas analisa konsolidasi tanah yang dihitung secara analitis dan

dengan metode elemen hingga

3
Universitas Sumatera Utara
Bab III : Metodologi Penelitian

Bab ini berisi tentang metodologi yang dilakukan dalam analisa berupa

urutan tahapan pelaksanaan dari pencarian data, studi literarur, hingga analisa data

yang telah diperoleh. Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan metodologi penelitian

adalah sebagai berikut:

1. Mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan tugas akhir

2. Melakukan studi literatur sebagai dasar teori dan referensi

3. Melakukan studi kepustakaan terhadap jurnal-jurnal terkait

4. Menganalisa data-data di atas berdasarkan formula yang ada

Bab IV : Pembahasan

Bab ini berisi tentang pembahasan perhitungan analisa konsolidasi tanah

baik secara analitis maupun dengan metode elemen hingga. Hasil perhitungan dari

masing-masing metode kemudian akan dibandingan dengan data di lapangan.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil analisa dan saran-saran yang

diberikan atas hasil yang diperoleh.

4
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pendahuluan

Pada umumnya tanah lunak bersifat kurang menguntungkan secara teknis

untuk mendukung suatu pekerjaan konstruksi. Plastisitas yang tinggi, kembang

susut yang tinggi, daya dukung yang rendah, kandungan air yang tinggi dan sulit

terdrainase karena permeabilitas tanah yang relatif rendah serta kompresibilitas

yang besar menyebabkan tanah mengalami penurunan yang besar dan dalam

waktu yang sangat lama. Untuk mengatasi masalah ini, maka kita perlu

mempercepat konsolidasi. Salah satu metode untuk mempercepat konsolidasi

tersebut adalah dengan menggunakan sistem preloading yang dikombinasikan

dengan Prefabricated Vertical Drain (PVD).

Preloading atau pemberian beban awal dilakukan dengan cara

memberikan beban yaitu berupa timbunan sehingga menyebabkan tanah akan

termampatkan sebelum konstruksi didirikan. PVD adalah sistem drainase buatan

yang dipasang vertikal di dalam lapisan tanah. Sistem drainase vertikal ini

mempunyai bentuk berupa sabuk berpenampang persegi panjang, terdiri dari

bagian luar berupa penyaring/filter yang terbuat dari bahan synthetic/geotextile,

kertas atau goni dan bagian dalam yang berfungsi sebagai media aliran air yang

terbuat dari plastik atau serabut organik.

5
Universitas Sumatera Utara
Pada saat ini penggunaan PVD sudah banyak digunakan karena dapat

mengurangi waktu penurunan dan konsolidasi tanah secara signifikan dari

beberapa tahun ke dalam hitungan bulan. Ini dikarenakan vertical drain dapat

menekan keluar air pori selama proses konsolidasi tanah dan juga mengalirkan air

secara cepat arah horizontal

II.2. Tanah

Tanah dapat didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat

(butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu

sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel

padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara

partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995).

Menurut Bowles (1991), tanah adalah campuran partikel-partikel yang

terdiri dari salah satu atau seluruh jenis berikut :

1. Berangkal (boulders), yaitu potongan batuan yang besar, biasanya lebih besar

dari 250 mm sampai 300 mm. Untuk kisaran ukuran 150 mm sampai 250 mm,

fragmen batuan ini disebut sebagai kerakal (cobbles) atau pebbes.

2. Kerikil (gravel), yaitu partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm.

3. Pasir (sand), yaitu batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm. Berkisar

dari kasar (3 mm sampai 5 mm) sampai halus (< 1 mm).

4. Lanau (silt), yaitu partikel batuan yang berukuran dari 0,002 mm sampai 0,074

mm.

5. Lempung (clay), yaitu partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002

mm.

6. Koloid (colloids), partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,001 mm.

6
Universitas Sumatera Utara
II.3. Tanah Lempung

Tanah lempung dan mineral lempung adalah tanah yang memiliki

partikel-partikel mineral tertentu yang “menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah

bila dicampur dengna air” (Grim, 1953). Partikel-partikel tanah yang berukuran

lebih kecil dari 2 mikron (2μ), atau < 5 mikron menurut sistem klasifikasi yang

lain, disebut sebagai partikel tanah lempung Partikel-partikel dari mineral

lempung umumnya berukuran koloid (< 1μ) dan ukuran 2μ merupakan batas atas

(paling besar) dari ukuran partikel mineral lempung.

Untuk menentukan jenis lempung tidak cukup hanya dilihat dari ukuran

butirannya saja tetapi perlu diketahui mineral yang terkandung didalamnya.

ASTM D-653 memberikan batasan bahwa secara fisik ukuran lempung adalah

partikel yang berukuran antara 0,002 mm samapi 0,005 mm.

Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung (Hardiyatmo, 1999) adalah

sebagai berikut:

1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm

2. Permeabilitas rendah

3. Kenaikan air kapiler tinggi

4. Bersifat sangat kohesif

5. Kadar kembang susut yang tinggi

6. Proses konsolidasi lambat.

Kebanyakan jenis tanah terdiri dari banyak campuran atau lebih dari satu

macam ukuran partikel. Tanah lempung belum tentu terdiri dari partikel lempung

saja, akan tetapi dapat bercampur butir-butiran ukuran lanau maupun pasir dan

mungkin juga terdapat campuran bahan organik.

7
Universitas Sumatera Utara
II.3.1. Karakter Fisik Tanah Lempung Lunak

Menurut Bowles (1989), mineral-mineral pada tanah lempung umumnya

memiliki sifat-sifat:

1. Hidrasi

Partikel mineral lempung biasanya bermuatan negatif sehingga partikel

lempung selalu mengalami hidrasi, yaitu dikelilingi oleh lapisan lapisan

molekul air yang disebut sebagai air terabsorbsi. Lapisan ini pada umumnya

mempunyai tebal dua molekul, oleh karena itu disebut sebagai lapisan difusi

ganda atau lapisan ganda. Lapisan difusi ganda adalah lapisan yang dapat

menarik molekul air atau kation disekitarnya. Lapisan ini akan hilang pada

temperatur yang lebih tinggi dari 600 sampai 1000 C dan akan mengurangi

plasitisitas alamiah, tetapi sebagian air juga dapat menghilang cukup dengan

pengeringan udara saja.

2. Aktivitas

Hasil pengujian index properties dapat digunakan untuk mengidentifikasi tanah

ekspansif. Hardiyatmo (2006) merujuk pada Skempton (1953) mendefinisikan

aktivitas tanah lempung sebagai perbandingan antara Indeks Plastisitas (IP)

dengan persentase butiran yang lebih kecil dari 0,002 mm yang dinotasikan

dengan huruf C, disederhanakan dalam persamaan

Aktivitas = (2.1)

Untuk nilai A > 1,25 digolongkan aktif dan sifatnya ekspansif. Nilai 1,25 < A

< 0,75 digolongkan normal sedangkan nilai A < 0,75 digolongkan tidak aktif.

Aktivitas juga berhubungan dengan kadar air potensial relatif. Nilai-nilai khas

dari aktivitas dapat dilihat pada Tabel 2.1.

8
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Aktivitas tanah lempung (Skempton, 1953)

Minerologi Tanah Lempung Nilai Aktivitas

Kaolinite 0,4 – 0,5

Ilinite 0,5 – 1,0

Montmorillonite 1,0 – 7,0

3. Flokulasi dan Dispersi

Apabila mineral lempung terkontaminasi dengan substansi yang tidak

mempunyai bentuk tertentu atau tidak berkristal maka daya negatif netto, ion-

ion H+ dari air gaya Van Der Waals dan partikel berukuran kecil akan bersama-

sama tertarik dan bersinggungan atau bertabrakan di dalam larutan tanah dan

air. Beberapa partikel yang tertarik akan membentuk flok (flock) yang

berorientasi secara acak atau struktur yang berukuran lebih besar akan turun

dari larutan itu dengan cepatnya membentuk sedimen yang lepas. Flokulasi

adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan air akibat

mineral lempung umumnya mempunyai pH > 7. Flokulasi larutan dapat

dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam (ion

H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi.

Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam.

4. Pengaruh Zat Cair

Fase air yang berada di dalam struktur tanah lempung adalah air yang tidak

murni secara kimiawi. Pada pengujian di laboratorium untuk batas Atterberg,

ASTM menentukan bahwa air suling ditambahkan sesuai dengan keperluan.

Pemakaian air suling yang relatif bebas ion dapat membuat hasil yang cukup

9
Universitas Sumatera Utara
berbeda dari apa yang didapatkan dari tanah di lapangan dengan air yang telah

terkontaminasi. Air yang berfungsi sebagai penentu sifat plastisitas dari

lempung. Satu molekul air memiliki muatan positif dan muatan negatif pada

ujung yang berbeda (dipolar). Fenomena ini hanya terjadi pada air yang

molekulnya dipolar dan tidak terjadi pada cairan yang tidak dipolar seperti

karbon tetrakolrida (Ccl4) yang jika dicampur lempung tidak akan terjadi

apapun.

5. Sifat Kembang Susut (Swelling Potential)

Plastisitas yang tinggi terjadi akibat adanya perubahan sistem tanah dengan air

yang mengakibatkan terganggunya keseimbangan gaya-gaya di dalam struktur

tanah. Gaya tarik yang bekerja pada partikel yang berdekatan yang terdiri dari

gaya elektrostatis yang bergantung pada komposisi mineral, serta gaya Van

Der Walls yang bergantung pada jarak antar permukaan partikel. Partikel

lempung pada umumnya berbentuk pelat pipih dengan permukaan bermuatan

negatif dan ujung-ujungnya bermuatan posistif. Muatan negatif ini

diseimbangkan oleh kation air tanah yang terikat pada permukaan pelat oleh

suatu gaya listrik. Sistem gaya internal kimia-listrik ini harus dalam keadaan

seimbang antara gaya luar dan hisapan matrik. Apabila susunan kimia air tanah

berubah sebagai akibat adanya perubahan komposisi maupun keluar masuknya

air tanah, keseimbangan gaya–gaya dan jarak antar partikel akan membentuk

keseimbangna baru. Perubahan jarak antar partikel ini disebut sebagai proses

kembang susut.

10
Universitas Sumatera Utara
Tanah-tanah yang banyak mengandung lempung mengalami perubahan

volume ketika kadar air berubah. Perubahan itulah yang membahayakan bagunan.

Tingkat pengembangan secara umum bergantung pada beberapa faktor yaitu:

1. Tipe dan jumlah mineral yang ada di dalam tanah.

2. Kadar air.

3. Susunan tanah.

4. Konsentrasi garam dalam air pori.

5. Sementasi.

6. Adanya bahan organik, dll.

II.4. Timbunan pada Tanah Lempung Lunak

Penambahan beban berupa tanah timbunan pada suatu permukaan

tanah lempung dapat menyebabkan lapisan tanah di bawahnya mengalami

pemampatan. Pemampatan tersebut disebabkan oleh adanya deformasi

partikel tanah, relokasi partikel, keluarnya air atau udara di dalam pori, dan

lain - lain. Faktor-faktor tersebut mempunyai hubungan dengan keadaan tanah

II.5. Pembebanan Awal (Preloading)

Metode preloading atau pembebanan awal adalah metode penimbunan

beban yang besarnya lebih besar atau sama dengan beban konstruksi yang akan

dilaksanakan. Timbunan pada lapisan tanah lempung berfungsi sebagai

preloading yang mempercepat proses konsolidasi. Dengan terdisipasinya air pori

pada lapisan tanah tersebut maka akan meningkatkan kuat geser tanah dan kohesi

tanah, sehingga lapisan tanah tersebut dapat memikul beban yang besar dan

mempengaruhi tinggi timbunan yang akan dipergunakan. Penentukan tinggi

11
Universitas Sumatera Utara
timbunan sesuai dengan nilai penurunan agar tanah timbunan tidak dibuang sia-sia

dan dapat dijadikan pondasi dari suatu konstruksi.

Tinggi timbunan kritis beban preloading ini dihitung berdasarkan daya

dukung tanah lempung mula-mula, kemudian dibandingkan dengan tinggi

timbunan atau beban yang mampu diterima oleh tanah dasar yaitu H kritis (Hcr).

Daya dukung tanah lempung dalam perencanaan beban preloading

dihitung sebagai berikut:

qu = 2 . Cu (2.2)

(nilai Cu diambil dari kohesi tanah dasar dari tipe jenis material tanah yang

dipakai untuk timbunan)

qu = γtimb . Hcr (2.3)

Maka

.
= (2.4)

Dimana:

qu = Daya dukung tanah (t/m2)

Cu = Kohesi tanah dasar (t/m2)

γtimbunan = Berat volume tanah timbunan (t/m3)

Hcr = Tinggi timbunan kritis (m)

Kombinasi antara metode preloading dengan instalasi PVD merupakan

salah satu metode untuk mempercepat proses konsolidasi. Kombinasi pada

metode ini dilakukan dengan cara memberikan beban awal yaitu berupa timbunan

(preloading) pada tanah lempung yang telah dipasang PVD. Studi ini dilakukan

untuk mengetahui percepatan waktu konsolidasi yang dihasilkan dari proses

12
Universitas Sumatera Utara
kombinasi preloading dan PVD untuk mencapai konsolidasi primer pada derajat

konsolidasi yang sama.

Prinsip dari preloading dijelaskan pada Gambar 2.1, dimana besar beban

yang direncanakan adalah sebesar po dan penurunan total yang terjadi dalam

selang waktu tBU adalah sebesar s1 (garis po). Akibat beban tambahan sebesar ps

maka beban total pv yang sebesar (po + ps) akan menghasilkan penurunan yang

semakin besar (garis pv), sehingga penurunan total tanah akibat beban rencana po

dapat tercapai dalam waktu yang lebih singkat ts. Setelah penurunan akibat beban

rencana tercapai, seluruh beban sementara ini (pv) dihilangkan dan beban

bangunan (po) kemudian diberikan. Perbedaan penurunan total akibat beban

rencana tanpa preloading dan akibat pembebanan awal (preloading) setelah

mencapai waktu tBU adalah sebesar s2 - s1 yang merupakan penurunan yang terjadi

akibat beban rencana dan akibat beban preloading.

Gambar 2.1. Proses pembebanan awal (preloading)

Dengan adanya preloading, maka partikel-partikel tanah akan semakin

padat dan jumlah penampang butiran tanah yang saling menempel satu sama lain

13
Universitas Sumatera Utara
akan semakin meningkat serta akan meningkatkan shear strength. Hal ini berarti

bahwa pada saat pembebanan awal, tanah kohesif akan meningkatkan shear

strength-nya dan meningkatkan daya dukung terhadap compression yang lebih

besar.

II.5.1. Beban Preloading Bertahap

Besarnya beban preloading yang akan diberikan dapat ditentukan

terlebih dahulu, kemudian dibandingkan dengan tinggi timbunan atau beban yang

mampu diterima oleh tanah dasar yaitu H kritis ( ). Apabila ternyata tinggi

timbunan sebagai beban preloading yang akan diberikan lebih besar dari pada Hcr,

maka timbunan tersebut harus diletakkan secara bertahap (stepped preloading).

Umumnya timbunan yang dilakukan bertahap adalah timbunan di atas tanah

lunak.

Langkah-langkah pemberian beban preloading secara bertahap adalah

sebagai berikut:

1. Menghitung pemampatan yang akan terjadi akibat timbunan setinggi Hcr

(beban tahap I).

2. Menghitung besar pemampatan untuk U rata-rata = 90% dan waktu yang

diperlukannya yaitu St1 dan t1.

3. Menghitung peningkatan daya dukung tanah akibat pemampatan sebesar St 1,

dengan menggunakan persamaan:


= 0,11 + 0,0037 (2.5)

=∆ + (2.6)

14
Universitas Sumatera Utara
Dimana:

∆ = Peningkatan kuat geser akibat pemampatan (t/m2)

= Tegangan overburden efektif setelah pemampatan (t/m2)

= Plasticity Index (%)

= Kuat geser mula-mula (t/m2)

= Kuat geser setelah pemampatan (t/m2)

4. Menghitung penambahan tinggi timbunan (beban tahap II) berdasarkan daya

dukung tanah yang telah meningkat yang dihitung pada langkah no. 3.

5. Menghitung besar pemampatan akibat beban tahap II untuk U rata-rata = 90%

dan waktu yang diperlukannya, St2 dan t2.

6. Menghitung peningkatan daya dukung setelah pemampatan akibat beban tahap

II terjadi.

7. Menentukan beban tahap III seperti langkah sebelumnya sehingga sampai total

pemampatan yang harus dihilangkan tercapai. Pada akhir tahap pemberian

beban, dapat diketahui tinggi akhir dari timbunan harus sama dengan tinggi

timbunan rencana.

II.6. Prefabricated Vertical Drain (PVD)

PVD merupakan material geosynthetic yang konsep kerjanya sama

dengan kolam pasir yang mempunyai karakteristik sebagai pengumpul air pori

yang kemudian akan dialirkan secara vertikal baik ke atas maupun ke bawah

lapisan tanah sepanjang PVD tersebut. Laju konsolidasi yang rendah pada

lempung jenuh dengan permeabilitas rendah dapat dinaikkan dengan

menggunakan PVD. Kemudian konsolidasi yang diperhitungkan akibat pengaliran

horizontal radial menyebabkan disipasi kelebihan tekanan air pori yang lebih

15
Universitas Sumatera Utara
cepat, sedangkan pengaliran vertikal sangat kecil pengaruhnya. Dalam teori, besar

penurunan konsolidasi akhir adalah sama, hanya laju penurunannya yang berbeda-

beda.

Gambar 2.2. Aliran air pori pada PVD

PVD umumnya berbentuk pita dengan sebuah inti plastik beralur terbuat

dari material geosintesis (material polimer) yang dibentuk seperti potongan yang

panjang. Material polimer dapat berupa Material PVC dengan lebar 90 sampai

100 mm, ketebalan 2 sampai 6 mm (Gulhati, Shaskhi K. 2005). Gambaran lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.3

16
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Prefabricated Vertical Drain

Jika menggunakan PVD, maka karekteristik hidroliknya harus

diperhatikan dengan seksama, misalnya mengenai kapasitas pengeluaran air dan

permeabilitas dari filter dan kuat tekuk serta ketahanannya terhadap degradasi

fisik dan biokimia dalam berbagai kondisi cuaca dan lingkungan yang tidak

ramah.

PVD biasanya dipasang sampai pada kedalaman lapisan tanah undrained

dengan menggunakan rig penetrasi statis. Untuk yang lebih dalam dibutuhkan rig

yang lebih besar untuk mempermudah proses penetrasi.

Karena tujuannya adalah untuk mengurangi panjang lintasan pengaliran,

maka jarak antara drainase merupakan hal yang terpenting. PVD tersebut biasanya

diberi jarak dengan pola bujur sangkar atau segitiga. Jarak antara drainase tersebut

harus lebih kecil daripada tebal lapisan lempung dan tidak ada gunanya

menggunakan PVD dalam lapisan lempung yang relatif tipis. Untuk mendapatkan

desain yang baik, koefisien konsolidasi horizontal dan vertikal (Ch dan Cv) yang

akurat sangat penting untuk diketahui. Biasanya rasio Ch/Cv terletak antara 1 dan

2. Semakin tinggi rasio ini, maka pemasangan PVD semakin bermanfaat.

17
Universitas Sumatera Utara
Untuk penentuan titik pemasangan PVD biasanya akan digunakan pola-

pola tertentu untuk memudahkan pelaksanaan. Pada umumnya, PVD dipasang

dengan pola bujur sangkar atau segitiga dimana rumus yang berlaku untuk

mengetahui daerah pengaruh kerja PVD itu adalah:

R = 0,546S atau D = 1,13S (untuk pola bujur sangkar) (2.7)

R = 0,525S atau D = 1,05S (untuk pola segitiga) (2.8)

Dimana R adalah jari-jari, D adalah diameter jangkauan kerja PVD dan S adalah

spacing atau jarak antar PVD.

Gambar 2.4. Pola PVD (kiri pola bujur sangkar, kanan pola segitiga)

Pola segitiga dan bujur sangkar tidak memiliki banyak pengaruh terhadap

kinerja PVD, hanya dari segi pemasangan pola bujur sangkar akan lebih mudah

untuk dikontrol, sedangkan dari segi penurunan maka pola segitiga akan

memberikan penurunan yang lebih seragam.

Ukuran band drain atau PVD adalah 100 mm kali 4 mm dengan bentuk

penampang persegi panjang. Oleh karena itu, pada Gambar 2.6 perlu dilakukan

transformasi tampang dari PVD. Pada saat dilakukan perhitungan terhadap PVD

tersebut maka penampang dari PVD akan dimodelkan menjadi berbentuk

lingkaran dengan perhitungan diameter ekivalen yang diasumsikan sebagai

18
Universitas Sumatera Utara
keliling persegi panjang dibagi π (Hansbo, 1960). Asumsi tersebut didasarkan

pada rumusan di bawah ini:

Keliling lingkaran = keliling persegi panjang (2.9)

= 2( + ) (2.10)

( )
= (2.11)

Gambar 2.5. Transformasi tampang vertical drain

Sistem vertical drain dengan PVD harus dipasang dengan mandrel yang

ujungnya tertutup (closed end mandrel) yang dimasukkan ke dalam tanah baik

dengan penetrasi statis maupun pemancangan dengan vibrator. Tingkat kerusakan

atau gangguan pada tanah yang ditimbulkannya tergantung pada bentuk dan

ukuran dari mandrel dan sepatu yang dapat dilepaskan (detachable shoe) pada

dasar mandrel, yang digunakan untuk mengangkut material ke dalam tanah.

Pemasangan PVD pada lapisan tanah lunak dilakukan dengan

menggunakan mandrel. Mandrel tersebut dipasang pada alat pengarah atau leader

pada suatu crane. PVD yang berada dalam mandrel kemudian ditanamkan ke

lapisan lunak sampai kedalaman tanah keras. Ujung dari PVD kemudian dijepit

19
Universitas Sumatera Utara
pada lapisan tanah keras dan mandrel kemudian diangkat ke permukaan lapisan

tanah dengan meninggalkan PVD pada lapisan tanah tersebut.

Adapun proses pemasangan PVD secara bertahap adalah sebagai berikut:

1. Persiapkan alat yaitu berupa excavator, stitcher, PVD, mandrel dan plate

angkur baja. Pada dasar mandrel, material PVD dilingkarkan ke pengait baja

atau drain shoe yang dapat memperkuat posisi PVD supaya tidak lepas dengan

mandrel pada saat proses pemasangan seperti dapat dilihat pada Gambar 2.6

Gambar 2.6 PVD dikaitkan ke pelat baja atau drain shoe

2. PVD dipasang dengan menekan mandrel baja yang sudah dikaitkan dengan

PVD. Mandrel didorong masuk kedalam tanah dengan menggunakan alat

excavator.

3. Setelah PVD mencapai kedalaman yang diinginkan atau alat sudah menemui

lapisan keras, mandrel kemudian dilepas dan ditarik keatas tanah. Sementara

itu, PVD dan plat pengait dari baja tetap dibiarkan didalam tanah. Setelah

mandrel telah sepenuhnya keluar dari lapisan tanah, sisa PVD tersebut

dipotong 15-20 cm dari permukaan tanah lantai kerja.

4. Untuk dapat mendorong mandrel kedalam tanah, nilai resisten pada tanah

(tanah di lantai kerja yang biasanya padat atau dilapisi geotextile) harus tidak

20
Universitas Sumatera Utara
melebihi 5 Mpa. Apabila lapisan tanah dipermukaan adalah merupakan jenis

tanah sangat kuat, untuk memasukan mandrel ke dalam tanah diperlukan

sistem getar, hammer maupun drilling system.

Ilustrasi proses pemasangan dapat dilihat pada Gambar 2.7 dan 2.8

Gambar 2.7. Proses pemasangan PVD (Menard)

Gambar 2.8. Pemasangan PVD di lapangan

II.7. Smear Zone

Pada pemasangan PVD diasumsikan bahwa sifat-sifat tanah di

sekelilingnya tidak berubah. Tapi pada kenyataannya, pemasangan PVD sedikit

mengganggu tanah, tergantung pada sensitifitas tanahnya (Rowe, 1968).

21
Universitas Sumatera Utara
Gangguan pada tanah akibat PVD seperti mengurangi permeabilitas tanah yang

dapat memperlambat proses konsolidasi disebut dengan efek smear.

Solusi yang mungkin dilakukan adalah dengan memperkecil luas

penampang mandrel, akan tetapi kekakuan mandrel tetap dipertahankan.

Efek smear, F(s) dirumuskan sebagai berikut:

( ) = − 1 ln( ) (2.12)

Dimana:

kh/kr = diasumsikan bernilai 2

kh = koefisien permeabilitas horizontal (mm/detik)

kr = koefisien permeabilitas radial (mm/detik)

s = rasio smear zone (cm)

ds = diameter smear zone (cm)

dw = diameter ekivalen PVD (cm)

Gambar 2.9. Pengaruh smear dan tahanan drain (After Hansbo, 1981).

22
Universitas Sumatera Utara
Smear Zone adalah sand drain yang terbuat dari peremasan tanah

lempung selama operasi pengeboran untuk PVD, hal ini mengakibatkan

pengurangan koefisien permabilitas arah horizontal.

Menurut jurnal Tugu Pasaribu “Analisa Penurunan pada Tanah Lunak

Akibat Timbunan (Studi Kasus Runway Bandara Kualanamu)”, rumus untuk

menentukan rs, adalah:

∗ .
= ∗ (2.13)

Dimana :

rs = Jari-jari smear zone (cm)

= Panjang mandrel (cm)

= Lebar mandrel (cm)

Pemasangan PVD dengan mandrel bisa mengubah subsoil. Bagian pada

smear zone yang terganggu, akan mengalami pengurangan permeabilitas pada

arah lateral dan peningkatan kompresibilitas. Pada lapisan tanah lempung, tanah

yang lebih halus dan lebih mampat, akan terbawa hingga ke lapisan yang dapat

ditembus air sehingga mengurangi permeabilitas pada tanah di sekeliling PVD.

Barron (1948) menyarankan konsep penurunan permeabilitas dengan mengurangi

nilai koefisien konsolidasi. Hansbo (1979) menambahkan penjelasan lebih lanjut

bahwa smear zone dengan permeabilitas yang berkurang disekitar PVD dikelilingi

oleh tanah yang tak terganggu.

Berdasarkan permeabilitas yang berkurang di smear zone, Jamiolkowski

et al. (1983) mengajukan bahwa diameter dari smear zone (ds) dan diameter dari

lubang akibat mandrel (dm) adalah:

23
Universitas Sumatera Utara
ds = (2,5 s/d 3) . dm (2.14)


d = (2.15)

Dimana :

ds = Diameter Smear Zone (cm)

dm = Diameter Mandrel (cm)

Am = Luasan Ukuran Mandrel (cm2)

dm adalah diameter dari lingkaran yang disebabkan oleh mandrel. Dari

persamaan diatas, menurut Akagi (1979) dan Hansbo (1987), smear zone biasa

dievaluasikan dengan persamaan sebagai berikut:

ds = 2.dm (2.16)

Onoue et al. (1991) memperkenalkan 3 zona hipotesis berdasarkan,

plastic smear zone yang dekat dengan PVD dimana tanah terbentuk ulang secara

drastis selama pemasangan PVD, plastic zone dimana permeabilitas berkurang

secara sedang, dan outer undisturbed zone dimana tanah tidak terpengaruh oleh

pemasangan PVD.

Berdasarkan eksperimen, Indraratna dan Redana (1998) menyatakan

bahwa diameter dari smear zone paling tidak sekitar 3 s/d 4 kali lebih besar dari

diameter lubang akibat mandrel. Hubungan ini dicoba dengan menggunakan

konsolidometer besar yang didesain khusus.

24
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Skematik dari peralatan percobaan yang menunjukkan central drain

dan smear zone (Indraratna dan Redana, 1998)

Gambar di bawah ini menunjukkan variasi dari rasio permeabilitas arah

horizontal dengan vertikal, dan kadar air sepanjang jarak radial dari central drain

pada perlengkapan konsolidasi skala besar (Indratna dan Redana 1998;

Sathanthan dan Indraratna 2006; Walker dan Indraratna 2006). Radius dari smear

zone sekitar 2.5 kali dari radius ekivalen mandrel. Permeabilitas arah lateral (pada

area smear zone) adalah 61% s/d 92% dari nilai pada daerah luar yang tidak

terganggu, dimana mirip dengan rekomendasi dari Hansbo (1987) dan Bergado et

al (1991). Hanya saja Sathananthan et al. (2008) menggunakan cavity expansion

theory (CET), mengikuti Cam Clay model, untuk menganalisa jarak dari smear

zone akibat mandrel yang menusuk tanah. Prediksi mereka diperiksa dengan tes

laboratorium. Skala besar dimana jarak dari smear zone ini dihitung berdasarkan

respon dari tegangan air pori berlebih saat mandrel menusuk tanah, perubahan

permeabilitas arah lateral, dan penurunan aliran air menuju drain.

25
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11. Penentuan smear zone menggunakan rasio permeabilitas dan kadar

air (Sathananthan dan Indraratna, 2006)

II.8. Konsolidasi

Konsolidasi adalah proses terdisipasinya air tanah akibat bekerjanya

beban, yang terjadi sebagai fungsi waktu karena kecilnya permeabilitas tanah.

Proses ini berlangsung terus sampai kelebihan tekanan air pori yang disebabkan

oleh kenaikan tegangan total yang telah benar-benar hilang. Peristiwa konsolidasi

umumnya dipicu oleh adanya beban/muatan di atas tanah. Muatan tersebut dapat

berupa tanah atau konstruksi bangunan yang berdiri diatas tanah. Bila lapisan

tanah mengalami beban di atasnya, maka air pori akan mengalir keluar dari

lapisan tersebut dan volumenya akan berkurang atau dengan kata lain akan

mengalami konsolidasi (Wesley, 1977).

26
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya konsolidasi akan berlangsung satu arah (one dimensional

consolidation) yaitu pada arah vertikal saja, karena lapisan yang mengalami

tambahan beban itu tidak dapat bergerak secara horizontal, karena ditahan oleh

tanah disekitarnya (lateral pressure).

II.8.1. Perhitungan Penentuan Tekanan Prakonsolidasi

Tegangan maksimum yang pernah dialami tanah disebut tekanan

prakonsolidasi (preconsolidation pressure) (p’).

Menurut riwayat pembebananya, tanah dibedakan atas :

1. Normally consolidated, dimana OCR = 1

2. Over consolidated, dimana OCR > 1

3. Under consolidated, dimana OCR < 1

Dimana,

OCR = Overconsolidation ratio = p’ / o’

p’ = Preconsolidation pressure (kN/m2)

o’ = Effective overburden pressure (kN/m2)

Tanah dikatakan dalam kondisi underconsolidated jika tanah tersebut tidak

stabil, tanah dalam proses pembentukan (baru diendapkan) dan belum

sampai pada kondisi setimbang. Sedangkan tanah dalam kondisi overconsolidated

terjadi akibat perubahan tegangan total yang terjadi karena erosi, penggalian,

melelehnya lapisan salju yang menutupi dan terjadi akibat perubahan tekanan pori

karena penguapan oleh pohon- pohon, pemompaan air tanah dalam, pengaliran

air tanah ke lorong saluran dan pengeringan lapisan permukaan.

27
Universitas Sumatera Utara
An a b
f 
gk
a g 
po d
ri,
e c
t
Pc
h

Tekanan , p (skala log)

Gambar 2.12. Prosedur penentuan tekanan prakonsolidasi dengan cara grafis.


Sumber : Braja M Das “Mekanika Tanah (Prinsip – prinsip Rekayasa
Geoteknis)”.

Dari Gambar 2.12 dapat dilihat bahwa (Casagrande, 1936)

menyarankan suatu cara mudah untuk menentukan besarnya tekanan

prakonsolidasi, Pc, dari grafik e versus log p yang digambar dari hasil

percobaan konsoilidasi di laboratorium. Prosedurnya adalah sebagai berikut

(lihat Gambar 2.12):

1. Dengan melakukan pengamatan secara visual, tentukan titik a dimana

grafik e versus log p mempunyai jari-jari kelengkungan yang paling

minimum.

2. Gambar garis datar ab.

3. Gambar garis singgung ac pada titik a.

4. Gambar garis ad yang merupakan garis bagi sudut bac.

5. Perpanjang bagian grafik e versus log p yang merupakan garis lurus

hingga memotong garis ad di titik f. Absis untuk titik f adalah besarnya

tekanan prakonsolidasi.

28
Universitas Sumatera Utara
II.8.2. Koefisien Konsolidasi Arah Vertikal

Koefisien konsolidasi vertikal (Cv) menentukan kecepatan pengaliran air

pada arah vertikal dalam tanah. Karena pada umumnya konsolidasi berlangsung

satu arah saja, yaitu arah vertikal, maka koefisien konsolidasi sangat berpengaruh

terhadap kecepatan konsolidasi yang akan terjadi.

Harga Cv dapat dicari menggunakan persamaan berikut:

C = (2.17)

Dimana:

Cv = Koefisien konsolidasi arah vertical (cm²/s)

Tv = Faktor waktu konsolidasi arah vertikal

t = Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai derajat konsolidasi U% (s)

H = Panjang maksimum lintasan drainase (cm)

II.8.3. Koefisien Konsolidasi Arah Horizontal

Menurut Muller dan Larsson (2013) pada jurnal Aspects on the

Modelling of Smearzones Around Vertical Drain untuk material tanah jenis

lempung homogen maka nilai konsolidasi horizontal (Ch) ;

= 1−2∗ (2.18)

II.8.4. Koefisien Konsolidasi Arah Vertikal Gabungan

Cv gabungan didapat dari nilai Cv dan tebal lapisan tanah setiap pengujian

yang didapatkan dari borehole. Menurut CUR (Centre for Civil Engineering

Research and Codes), rumus untuk mencari Cv gabungan adalah sebagai berikut:

( )
C Gabungan = (2.19)

29
Universitas Sumatera Utara
II.8.5. Derajat Konsolidasi Arah Vertikal

Menentukan nilai derajat konsolidasi arah vertikal dapat dinyatakan

dengan dua formula berikut:

 Jika Uv < 60%, Maka Uv :

U = (2.20)
π
( ( ) . ) .
π

 Jika Uv > 60%, Maka Uv:

( )
U =1− ∑ Exp (2.21)
( )

Sumber : Braja M Das “Advanced Soil Mechanics”

Dimana :

Uv = Derajat konsolidasi arah vertikal

Tv = Faktor waktu konsolidasi arah vertikal

m = Bilangan integer = 0

Exp = Bilangan eksponen = 2,7182818

II.8.6. Derajat Konsolidasi Arah Radial

Dengan menggunakan metode equal strain consolidation (Baron, 1948),

maka untuk menentukan nilai derajat konsolidasi arah radial, Ur:

U =1− = 1 − exp (2.22)

Dimana :

Ur = Derajat konsolidasi arah radial

Tr = Faktor waktu konslidasi arah radial

m = ln − + + ln Sz (2.23)

Sz = (2.24)

30
Universitas Sumatera Utara
n = (2.25)

=2 (2.26)

de = Diameter ekivalen (cm)

dw = Diameter ekivalen PVD (cm)

rs = Jari-jari smear zone (cm)

rw = Jari-jari ekivalen PVD (cm)

ks = Koefisien permeabilitas tanah arah radial pada smear zone = (1 – 15) kr

kr = Koefisien permeabilitas tanah arah radial = (1 – 15) kv

II.8.7. Derajat Konsolidasi Rata-Rata

Derajat konsolidasi tahah (U) adalah perbandingan penurunan tanah pada

waktu tertentu dengan penurunan total. Persamaan derajat konsolidasi pada tanah

yang distabilisasi dengan menggunakan sistem PVD menurut Carrillo (1942)

adalah sebagai berikut:

U = 1 – (1 – Ur) (1 – Uv) (2.27)

Dimana:

U = Derajat konsolidasi rata-rata

Ur = Derajat konsolidasi arah radial

Uv = Derajat konsolidasi arah vertikal

Variasi derajat konsolidasi rata-rata terhadap faktor waktu yang tak

berdimensi, diberikan dalam Tabel 2.2, yang berlaku untuk keadaan di mana U o

adalah sama untuk seluruh kedalaman lapisan yang mengalami konsolidasi.

31
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Variasi faktor waktu terhadap derajat konsolidasi

Uav % Tv
0 0
10 0.008
20 0.0314
30 0.0707
40 0.126
50 0.196
55 0.239
60 0.286
65 0.304
70 0.403
75 0.477
80 0.567
85 0.684
90 0.848
95 1.129
100 ∞

II.8.8. Waktu Konsolidasi

Besarnya waktu konsolidasi akibat pemakaian PVD dihitung

menggunakan persamaan:

= . 2. ( ). ln (2.28)
.

Dimana:

t = Waktu yang diperlukan untuk mencapai Uh (detik)

D = Diameter ekivalen lingkaran (cm)

= 1,13 S (untuk pola susunan bujursangkar) dan

= 1,05 S (untuk pola susunan segitiga)

Ch = Koefisien konsolidasi arah horizontal (cm2/s)

F(n) = Faktor hambatan disebabkan karena jarak PVD

Ur = Derajat konsolidasi arah radial

32
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan lamanya waktu konsolidasi di lapangan dapat

mempergunakan rumus sebagai berikut:

T = (2.29)

Dimana:

Tv = Faktor waktu konslidasi arah vertikal

H = Panjang maksimum lintasan drainase (cm)

Cv = Koefisien konsolidasi arah vertikal (cm2/s)

t = Waktu konsolidasi (s)

II.8.9. Faktor Waktu Konsolidasi Arah Tadial

Menentukan faktor waktu radial, Tr :


T = (2.30)

Sumber : Braja M Das “Advanced Soil Mechanics”

Dimana :

Tr = Faktor waktu konsolidasi arah radial

Ch = Koefisien konsolidasi arah horizontal (cm2/s)

t = Waktu konsolidasi (s)

de = Diameter ekivalen (cm)

II.8.10. Perhitungan Besarnya Penurunan Konsolidasi

Besarnya penurunan konsolidasi dapat dicari dengan

mempergunakan persamaan sebagai berikut :

. ∆
s= log (2.31)

Sedangkan besarnya penurunan pada kondisi tanah lempung

yang terlalu terkonsolidasi adalah:

33
Universitas Sumatera Utara
Apabila (Po + P) < Pc


s= H log (2.32)

Apabila (Po + P) > Pc

∆ ∆
s= H log + H log (2.33)

Dimana:

S = Penurunan akibat proses konsolidasi (m)

Cc = Indeks kompresi tanah

Cs = Indeks pengembangan tanah

Po = Tegangan overburden efektif (t/m2)

Pc = Tegangan prakonsolidasi efektif (t/m2)

P = Penambahan tegangan (t/m2)

e0 = Angka pori

H = Tebal lapisan tanah (m)

(Sumber: Braja M Das “Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis)” ).

Adapun cara untuk mendapatkan parameter-parameter konsolidasi di atas

adalah sebagai berikut:

1. Tekanan Prakonsolidasi (Pc)

Menunjukkan besarnya tekanan vertikal maksimum yang pernah terjadi

terhadap tanah tersebut.

2. Indeks Kompresi Tanah (Cc)

Didapat dari kurva hasil tes konsolidasi kompresi asli yang merupakan bagian

kurva dengan tekanan melebihi tekanan prakonsolidasi, bentuk kurvanya

mendekati linier. Dari bagian kurva ini dapat dihitung Indeks Kompresi

34
Universitas Sumatera Utara
(Compression Index) Cc, yang merupakan kemiringan dari bagian kurva ini.

Holtz dan Kovacs (1986), menentukan persamaan empiris untuk korelasi nilai C c

sebagai berikut :

 Untuk Tanah Undisturbed Clays of Low to Medium Sensitivity

Cc = 0,009 * (LL - 10) (2.34)

 Untuk Tanah Remolded Clays

Cc = 0,007 * (LL - 7) (2.35)

3. Rekompresi dan Pengembangan (Recompression and Swell)

Bagian rekompresi dari kurva konsolidasi menunjukkan tingkah laku tanah

jika mengalami tambahan beban kembali setelah sebelumnya mengalami

penurunan tegangan, sedangkan jika tanah mengalami penurunan tegangan,

tidak seluruhnya volume tanah kembali, dari bagian kurva ini dapat dihitung

Indeks Pengembangan (Swelling Index), Cs, dan Index Rekompresi

(Recompression Index).

4. Koefisien Konsolidasi (Cv)

Koefisien konsolidasi menunjukkan kecepatan pengaliran air pori selama

konsolidasi, secara empiris dapat ditentukan dengan 2 cara, yaitu metoda

logaritma waktu (Casagrande) dan metoda akar waktu (Taylor).

II.8.11. Tegangan Air Pori Akibat Beban Tak Terdrainase

Jika suatu lapisan lempung dengan tebal 2Hdr yang terletak antara dua

lapisan pasir yang sangat tembus air (highly permeable) diberi penambahan

tekanan sebesar ΔP, maka tekanan air pori pada suatu titik di dalam lapisan tanah

lempung tersebut akan mengalir ke luar dalam arah vertikal, yaitu ke arah lapisan

pasir.

35
Universitas Sumatera Utara
Perubahan angka air pori terjadi karena penambahan tegangan efektif

(yaitu : pengurangan tekanan air pori yang terjadi). Dengan anggapan bahwa

penambahan tegangan efektif sebanding dengan pengurangan tekanan air pori.

Kecepatan air yang mengalir ke luar dan kecepatan air yang mengalir

masuk sama dengan kecepatan perubahan volume. Persamaan umum perubahan

tegangan air pori pada uji triaksial undrained pada sampel tanah bebentuk silinder

adalah:

∆U = B ∆ + A(∆ −∆ ) (2.36)

Dimana :

∆U = Kenaikan tegangan air pori akibat beban tak terdrainase

∆ = Perubahan tegangan normal yang bekerja pada bidang utama

∆ = Perubahan tegangan aksial (tegangan deviator)

A dan B = Parameter Skempton

36
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3. Besar Af untuk berbagai kondisi tanah

Type of Clay Af

Highly Sensitive Clays +0,75 sampai dengan +1,5

Normally Consolidated Clays +0,5 sampai dengan +1

Compacted Sandy Clays +0,25 sampai dengan +0,75

Lightly Overconsolidated Clays 0 sampai dengan +0,5

Compacted Clay-Gravels -0,5 sampai dengan +0,75

Heavily Overconsolidated Clays -0,5 sampai dengan 0

(Sumber: An Introduction to Geotechnical Engineering)

II.8.12. Tegangan Total dan Tegangan Efektif

Pendekatan analisis tegangan total disebut juga pendekatan pada kondisi

undrained, dimana excess pore water pressure belum sepenuhnya terdisipasi,

sehingga parameter undrained yang dipakai.

Pada program FEM analis tegangan total (kondisi undrained)

dimungkinkan dilakukan dengan memakai parameter efektif, tak terkecuali pada

masalah konsolidasi. Parameter efektif yang dimaksud seperti shear modulus (G),

poisson ratio (v’).

Keadaan ini berarti analisisnya dimulai dari keadaan undrained (analisis

tegangan total) kemudian diiterasi oleh program yang memberikan hasil output

dalam bentuk tegangan efektif.

II.9. Settlement

Akibat adanya beban timbunan (preloading) yang ditempatkan di atas

tanah dasar yang sangat lunak maka akan terjadi penurunan (settlement) tanah

dasar. Settlement tersebut disebabkan oleh adanya deformasi partikel tanah,

37
Universitas Sumatera Utara
relokasi partikel, keluarnya air atau udara dari dalam pori dan sebab-sebab

lainnya. Keluarnya air atau udara dari dalam pori selalu disertai dengan

berkurangnya volume tanah, berkurangnya volume tanah tersebut dapat

menyebabkan penurunan lapisan tanah tersebut.

Bilamana suatu lapisan tanah lempung yang jenuh air yang

mampu mampat (compressible) diberi penambahan tegangan berupa timbunan

(preloading) di atasnya, maka penurunan (settlement) tanah tersebut akan terjadi

dengan segera. Koefisien rembesan lempung adalah sangat kecil dibandingkan

dengan koefisien rembesan pasir sehingga penambahan tekanan air pori yang

disebabkan oleh pembebanan akan berkurang secara lambat laun dalam waktu

yang sangat lama. Jadi untuk tanah lempung lembek, perubahan volume yang

disebabkan oleh keluarnya air dari dalam pori (konsolidasi) akan terjadi

sesudah penurunan segera. Penurunan konsolidasi tersebut biasanya jauh lebih

besar dan lebih lambat serta lama dibandingkan dengan penurunan segera.

Secara umum, penurunan (settlement) pada tanah yang disebabkan

oleh pembebanan dapat dibagi dalam tiga kelompok besar, yaitu :

1. Penurunan konsolidasi (consolidation settlement), yang merupakan hasil

dari perubahan volume tanah jenuh air sebagai akibat dari keluarnya air

yang menempati pori-pori tanah.

2. Penurunan segera (immediate settlement), yang merupakan akibat dari

deformasi elastis tanah kering, basah dan jenuh air tanpa adanya perubahan

kadar air.

38
Universitas Sumatera Utara
3. Penurunan sekunder (secondary settlement), merupakan pemampatan yang

diakibatkan oleh adanya penyesuaian yang bersifat plastis dari butir-butir

tanah.

Settlement total yang terjadi pada tanah yang dibebani (St)

mempunyai 3 komponen :

St = Si + Sc + Ss (2.37)

Dimana :

Si = Immediate settlement (cm)

Sc = Consolidation settlement (cm)

Ss = Secondary settlement (cm)

II.10. Plaxis Sebagai Metode Elemen Hingga

Plaxis adalah salah satu program aplikasi komputer yang menghitung

konsolidasi dengan menggunakan teori konsolidasi Biot. Program ini melakukan

perhitungan berdasarkan metode elemen hingga yang digunakan secara khusus

untuk melakukan analisis deformasi dan stabilitas untuk berbagai aplikasi dalam

bidang geoteknik. Kondisi sesungguhnya dapat dimodelkan dalam regangan

bidang maupun secara axisymetris. Program ini menerapkan metode antarmuka

grafis yang mudah digunakan sehingga pengguna dapat dengan cepat membuat

model geometri dan jaring elemen berdasarkan penampang melintang dari kondisi

yang ingin dianalisis. Program ini terdiri dari empat buah sub-program yaitu

masukan, perhitungan, keluaran, dan kurva.

Kondisi di lapangan yang disimulasikan ke dalam program Plaxis ini

bertujuan untuk mengimplementasikan tahapan pelaksanaan di lapangan ke dalam

tahapan pengerjaan pada program, dengan harapan pelaksanaan di lapangan dapat

39
Universitas Sumatera Utara
didekati sedekat mungkin pada program, sehingga respon yang dihasilkan dari

program dapat diasumsikan sebagai cerminan dari kondisi yang sebenarnya terjadi

di lapangan dengan tahapan sebagai berikut:

1. Pembentukan mesh secara keseluruhan meliputi mesh lapisan tanah asli, PVD,

dan timbunan.

2. Pendefenisian dan input parameter, meliputi parameter tanah, PVD, dan

timbunan.

3. Initial condition : menyatakan kondisi asli tanah perlapisan dan tinggi muka air

tanah.

4. Pemotongan tanah asli (clearing and stripping) setebal ½ meter.

5. Penimbunan dengan pasir sebagai sand blanket setebal ½ meter.

6. Pemasangan PVD mencapai lapisan tanah kohesif lunak.

7. Penimbunan dengan lempung padat secara bertahap hingga ketinggian

timbunan yang ditentukan.

Selengkapnya ringkasan tahapan pelaksanaan pensimulasian pada tanah

di jalan bebas hambatan Medan-Kualanamu dapat dilihat pada bab IV.

Ada dua kondisi dalam penurunan konsolidasi yang perlu diperhatikan,

yaitu kondisi regangan vertikal bebas (free vertical strain) dan kondisi regangan

vertikal sepadan (equal vertical strain). Kondisi regangan vertikal bebas

mengasumsikan bahwa tegangan vertikal permukaan adalah konstan dan

penurunan/deformasi permukaan tidak seragam selama proses konsolidasi.

Sedangkan kondisi regangan vertikal sepadan mengasumsikan bahwa tegangan

vertikal permukaan tidak seragam dan penurunan/deformasi permukaan seragam.

40
Universitas Sumatera Utara
II.10.1. Pemodelan Jenis Material pada Metode Elemen Hingga

Di dalam program metode elemen hingga ini ada beberapa jenis

pemodelan tanah seperti linear elastic, soft soil model, hardening soil model, dll.

Salah satu diantaranya adalah pemodelan Mohr-Coulomb.

Dikarenakan Tugas Akhir ini hanya menggunakan pemodelan jenis

material Mohr-Coulomb, oleh karena itu untuk pemodelan jenis material yang lain

tidak diperjelaskan.

II.10.1.1. Model Tanah Mohr-Coulomb

Pada tahun 1910, Mohr mengemukakan suatu teori keruntuhan pada

material, menurut Mohr keruntuhan pada material terjadi pada suatu bidang yang

disebabkan oleh kombinasi kritis tegangan normal atau geser sendirian. Hubungan

antara tegangan normal dan tegangan geser pada suat bidang keruntuhan diberikan

dalam suatu fungsi sebagai berikut :

=( ) ` (2.38)

Gambar 2.13. Kriteria keruntuhan Mohr-Coulumb

Keruntuhan geser tanah terjadi bukan disebabkan oleh hancurnya

butir-butir tanah tersebut tetapi karena adanya gerakan relatif antara butir-butir

tanah.

41
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 1776, Couloumb telah mendefinisikan persamaan tersebut,

yang pada akhirnya persamaan tersebut lebih sering dikenal dalam bentuk

persamaan :

= + ϕ (2.39)

dimana :

= Tegangan geser (kN/m 2)

= Kohesi tanah (kN/m2)

= Tegangan normal (kN/m2)

ϕ = Sudut geser tanah (derajat)

Persamaan 2.39 dikenal dengan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb,

yang merupakan suatu garis lurus seperti pada Gambar berikut :

Gambar 2.14. Kriteria keruntuhan model Mohr-Coulomb, (Desai C.S,1984)

Untuk tanah jenuh air, tegangan normal total pada titik tersebut adalah

penjumlahan dari tegangan efektif ( ′) dan tekanan air pori (u).

= ′+ (2.40)

Pemodelan Mohr-Coulomb mengasumsikan bahwa perilaku tanah

bersifat plastis sempurna (Linear Elastic Perfectl Plastic Model), artinya material

akan mengalami deformasi elastis sebelum mencapai suatu keruntuhan, bilamana

42
Universitas Sumatera Utara
batas elastis telah terlewati barulah material mencapai kondisi plastis, selanjutnya

material mengalami keruntuhan.

Beberapa kelebihan dari model ini adalah cukup sederhana (simple),

valid untuk dipakai pada material tanah sehingga banyak dipakai dan tersedia

pada banyak program komputer. Sedangkan kekurangan dari model ini 2

(intermediate principal stress) diabaikan.

Gambar 2.15. Kriteria keruntuhan model Mohr-Coulomb dalam ruang tegangan


utama (Desai C.S.,1984)

Model Mohr-Coulomb ini menetapkan suatu nilai tegangan batas

dimana pada titik tersebut tegangan tidak lagi dipengaruhi oleh regangan.

Input parameter yang dibutuhkan pada model Mohr-Coulomb meliputi

7 buah parameter yaitu :

1. Modulus Elastisitas (Stiffness Modulus)

Modulus elastisitas didapat dari hasil hubungan tegangan–regangan dari

pengujian triaxial test. Sudut kemiringan awal E0 yang dibentuk sebagai modulus

elastisitas yang juga disebut sebagai Young’s modulus. Untuk tanah lempung

43
Universitas Sumatera Utara
overconsolidation dan beberapa jenis batuan dengan rentang linear elastis yang

besar, digunakan E0.

Sedangkan E50 didefinisikan sebagai secant modulus pada kekuatan 50%.

Untuk material pasir dan lempung normal consolidation lebih tepat menggunakan

E50.

Gambar 2.16 . Definisi E0 dan E50 dari hasil pengujian triaxial terdrainase

Nilai modulus elastisitas tanah juga dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah

perlapisan pada Tabel 2.4

Tabel 2.4. Nilai perkiraan modulus elastisitas tanah

Type of Soil Modulus of Elasticity, Es (MN/m2)


Loose Sand 10,5-24,0
Medium Dense Sand 17,25-27,60
Dense Sand 34,50-55,20
Silty Sand 10,35-17,25
Sand and Gravel 69,00-172,50
Soft Clay 4,1-20,7
Medium Clay 20,7-41,4
Stiff Clay 41,4-96,6

44
Universitas Sumatera Utara
2. Poisson’s Ratio (v)

Poisson’s ratio adalah harga perbandingan regangan lateral dengan tegangan

aksial yang berguna untuk menghubungkan besar modulus elastisitas (E) dengan

modulus geser (G). dengan persaman sebagai berikut :

E = 2 (1 + V) G (2.41)

Poisson’s ratio sering dianggap sebesar 0,2 - 0,4 dalam pekerjaan-pekerjaan

mekanika tanah.

Untuk nilai poisson’s ratio efektif (μ) diperoleh dari hubungan jenis tanah,

konsistensi tanah dengan poisson’s ratio seperti terlihat pada

Tabel 2.5. Hubungan jenis tanah dengan Poisson’s Ratio (μ)

Type of Soil Poisson’s Ratio (μ)


Loose Sand 0,20-0,40
Medium Dense Sand 0,25-0,40
Dense Sand 0,30-0,45
Silty Sand 0,20-0,40
Sand and Gravel 0,15-0,35
Soft Clay
Medium Clay
0,20-0,50
Stiff Clay

3. Sudut Geser Dalam (ϕ)

Sudut geser dalam dan kohesi tanah merupakan parameter dari kuat geser tanah

yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang

bekerja pada tanah. Deformasi dapat terjadi akibat adanya kombinasi keadaan

kritis dari tegangan normal dan tegangan geser. Nilai dari sudut geser dalam

45
Universitas Sumatera Utara
didapat dari engineering properties tanah, yaitu dengan triaxial test dan direct

shear test.

Hubungan antara sudut geser dalam (ϕ) dengan nilai SPT setelah dikoreksi

menurut Mayerhof 1965 diperlihatkan pada Tabel 2.6, sebagai berikut:

Tabel 2.6. Hubungan antara kepadatan, relative density, nilai N-SPT, qc, dan

sudut geser (ϕ)

Tekanan

Kepadatan Relative Nilai N-SPT Konus (qc) Sudut Geser

Density (γd) (Kg/cm2) (ϕ)

Very Loose < 0,2 <4 < 20 < 30

Loose 0,2 – 0,4 4 – 10 20 – 40 30 – 35

Medium Dense 0,4 – 0,6 10 – 30 40 – 120 35 – 40

Dense 0,6 – 0,8 30 – 50 120 – 200 40 – 45

Very Dense 0,8 – 1,0 > 50 > 200 > 45

4. Kohesi (c)

Kohesi didefenisikan sebagai gaya tarik menarik antar partikel tanah. Kohesi

merupakan salah satu parameter kuat geser tanah yang menentukan ketahanan

tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah.

Sama seperti sudut geser dalam (ϕ), nilai dari kohesi didapat dari engineering

properties, yaitu dengan triaxial test dan direct shear test.

5. Sudut Dilatasi (ψ)

Sudut dilantasi (ψ) adalah sudut yang dibentuk bidang horizontal dengan arah

pengembangan butiran pada saat butiran menerima tegangan deviatorik.

46
Universitas Sumatera Utara
Digunakan untuk memodelkan regangan volumetrik plastik yang bernilai

positif. Pada tanah lempung, umumnya tidak terjadi dilantasi (ψ = 0), sementara

pada tanah pasir dilantasi tergantung dari kerapatan dan sudut geser (ϕ) dimana

ψ = ϕ - 30°. Jika ϕ < 30° maka ψ = 0. Sudut dilantasi (ψ) bernilai negatif hanya

bersifat realistis jika diaplikasikan pada pasir lepas.

6. Permeabilitas (k)

Koefisien rembesan pada tanah adalah kemampuan tanah untuk dapat

mengalirkan atau merembeskan air (atau jenis fluida lainnya) melalui pori-pori

tanah. Nilai koefisien permeabilitas tanah dapat ditentukan berdasarkan jenis

tanah seperti pada Tabel 2.7 berikut ini :

Tabel 2.7 Nilai koefisien permeabilitas tanah

Type of Soil K (mm/s)


Coarse 10 – 103
Fine Gravel, Coarse, and Medium Sand 10-2 – 10
Fine Sand, Loose Silt 10-4 – 10-2
Dense Silt, Clayey Silt 10-5 – 10-4
Silt Clay, Clay 10-8 – 10-5
Sumber: Advanced Soil Mechanics – Third Edition, Braja M. Das (2008)

7. Berat Isi Tanah (γ)

a. Berat Jenis Tanah Kering (γdry)

γdry adalah perbandingan antara berat tanah kering dengan satuan volume

tanah. Berat jenis tanah kering dapat diperoleh dari data soil test & direct

shear.

47
Universitas Sumatera Utara
b. Berat Jenis Tanah Jenuh (γsat)

γsat adalah perbandingan antara berat tanah jenuh air dengan satuan volume

tanah jenuh. Dimana ruang porinya terisi penuh oleh air. Nilai γsat dapat

ditentukan berdasarkan jenis tanah, yang dapat dilihat pada Tabel 2.8 &

Tabel 2.9.

Tabel 2.8. Korelasi N-SPT dengan γsat untuk pasir (non-kohesif)

Relatif

Kepadatan Density Nilai N γsat

(Gs) (%) SPT (KN/m3)

Very Loose 0 – 15 <4 < 16

Loose 16 – 35 5 – 10 15,2 – 20

Medium Dense 36 – 65 11 – 30 17,62 – 21

Dense 66 – 85 31 – 50 17,62 – 22,42

Very Dense 86 – 100 > 51 > 21

(Sumber: Terzaghi dan Peck, 1943)

48
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.9. Korelasi N-SPT dengan γsat untuk tanah lempung (kohesif)

Kepadatan Nilai N γsat

SPT (KN/m3)

Very Soft <2 16 - 19

Soft 2–4 16 - 19

Medium 4–8 17 - 20

Stiff 8 – 15 19 – 22

Very Stiff 15 – 30 19 – 22

Hard > 30 19 – 22

II.10.2. Verifikasi Pemodelan Vertical Drain

Untuk mempercepat proses konsolidasi, dibuat suatu konstruksi vertical

drain, yang ditanamkan ke lapisan tanah secara vertikal. Pola penanaman vertical

drain yang terpasang di lapangan setempat-setempat, dengan jarak tertentu,

sementara di dalam program elemen hingga fasilitas pengimlementasian vertical

drain bersifat menerus (plane strain). Untuk dapat mengimplementasikan vertical

drain yang terpasang di lapangan ke dalam program, maka haruslah terlebih

dahulu diverifikasi kedalam bentuk plane strain yang akan menghasilkan

koefisien permeabilitas tanah (k) yang baru, selanjutnya dengan koefisien

permeabilitas tanah yang baru tersebut proses pensimulasian pada program

elemen hingga dapat dilakukan.

Menurut D. Russell, C.C Hird, dan I.C Pyrah, 1999 proses

pengekivalenan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

49
Universitas Sumatera Utara
1. Jarak antara vertical drain pada kondisi plane strain dapat diubah (perubahan

geometri), dengan permeabilitas yang dibuat tetap pada kondisi axisymmetry

dan plane strain (kax = kpl).

2. Permeabilitas pada kondisi plane strain dapat diubah dengan geometri yang

dibuat sama.

3. Mengkombinasikan perubahan geometri dan permeabilitas

D.Russell,et.al, 1995 mengekivalenkan koefisien permeabilitas tanah dari

kondisi axisymmetry menjadi plane strain dengan cara menyamakan debit air

yang masuk pada kondisi axisymmetry dengan kondisi plane strain.

Pengekivalenan koefisien permeabilitas (k) dilakukan dengan rumusan sebagai

berikut :

∗k =R ∗k ln + ln(S) − (2.42)

Dimana:

kax = Permeabilitas tanah arah horizontal kondisi axisymmetry

kpl = Permeabilitas tanah arah horizontal kondisi plane strain

ks = Permeabilitas tanah pada daerah smear zone

B = ½ dari jarak vertical drain untuk kondisi plane strain

R = Jari-jari ekivalen kondisi axisymmetry

S = (2.43)

n = (2.44)

50
Universitas Sumatera Utara
rs = bs = Jari-jari smear zone (cm)

re = be = Jari-jari ekivalen (setelah penampang diubah menjadi bentuk

lingkaran)

rw = bw = Jari-jari vertical drain

II.11. Instrumen Geoteknik

Instrumen geoteknik adalah perangkat geoteknik untuk mempelajari

perilaku tanah yang berupa penurunan tanah, tekanan air pori, kuat geser tanah,

deformasi lateral pada permukaan tanah, yang dipasang sebelum proses

penimbunan dilakukan.

Keberhasilan pekerjaan perbaikan tanah dengan menggunakan PVD

dengan teknik penimbunan secara bertahap, sangat bergantung pada data

pengamatan perilaku dan kondisi tanah. Data pengamatan berguna untuk

memberikan peringatan awal bila timbunan dalam kondisi kritis terhadap

keruntuhan timbunan. Data pengamatan juga memungkinkan bisa diambilnya

keputusan yang berkaitan dengan kinerja PVD, perubahan pada desain, dan lain

lain selama proses penimbunan berlangsung. Oleh sebab itu, pengamatan perilaku

dan kondisi tanah pada saat konstruksi menjadi hal yang penting.

Instrumen geoteknik secara periodik harus dipantau pada interval waktu

tertentu, dengan periode sebagai berikut :

1. Pemantauan harian.

Pemantauan harian dilakukan pada awal kegiatan yaitu selama proses

penimbunan berlangsung dan sebulan sesudah penimbunan selesai. Pada

periode ini, penurunan timbunan, deformasi lateral dan tekanan air pori yang

terjadi pada tanah merupakan respon langsung terhadap beban timbunan

51
Universitas Sumatera Utara
sehingga membutuhkan frekuensi pemantauan yang lebih sering. Pemantauan

awal ini dapat berfungsi juga sebagai peringatan awal terhadap risiko

ketidakstabilan tanah yang terjadi selama penempatan timbunan. Bila terjadi

tanda-tanda kritis ketidakstabilan tanah di bawah timbunan, maka peringatan

awal ini dapat menghentikan pelaksanaan penimbunan atau memperlambat

proses penimbunan.

2. Pemantauan mingguan.

Pemantauan mingguan dilakukan pada periode kedua setelah satu bulan dari

selesainya proses penimbunan. Pada periode ini kondisi timbunan umumnya

relatif stabil, maka frekuensi pemantauan dapat dikurangi untuk membuktikan

efektivitas stabilisasi dangkal. Periode pemantauan dilakukan umumnya 3

sampai 6 bulan tergantung pada jadwal dan perpanjangan evaluasi.

3. Pemantauan bulanan.

Pemantauan bulanan dilakukan pada periode ketiga setelah pemantauan

mingguan selesai. Hal ini untuk mengamati lebih lanjut tentang perilaku

stabilisasi dangkal setelah terbebani timbunan. Pada periode ini, perubahan

penurunan timbunan, deformasi lateral dan tekanan air pori umumnya kecil.

II.11.1. Settlement Plate

Settlement plate berfungsi untuk memantau deformasi vertikal lapisan

tanah lunak akibat beban timbunan di atasnya dan untuk mengamati nilai

perbedaan penurunan pada permukaan tanah. Settlement plate ini dipasang pada

lapisan tanah yang distabilisasi sebelum konstruksi timbunan dilaksanakan. Untuk

memantau perbedaan penurunan, maka settlement plate ditempatkan pada bagian

tengah dan kedua ujung timbunan. Penurunan tanah ini yang nantinya akan

52
Universitas Sumatera Utara
menjadi dasar apakah kondisi tanah tersebut masih mengalami penurunan atau

sudah mengalami final settlement artinya sudah tidak terjadi penurunan lagi.

Namun data dari settlement plate ini belum begitu valid karena bisa dikarenakan

proses pemasangannya yang salah atau kondisi material yang tidak bagus

sehingga mudah rusak atau bisa juga dikarenakan settlement plate tidak berfungsi

dengan baik akibat penempatannya yang tidak mewakili lokasi yang akan

dianalisa. Settlement plate dipasang di sisi kiri dan kanan timbunan, dimana cara

pembacaan dilakukan setiap 2 hari dan di hari tersebut dilakukan sebanyak 2 kali

pada waktu pagi dan sore hari

Spesifikasi peralatan settlement plate adalah seperti berikut:

1. Square plate yang terbuat dari baja dengan ukuran minimum 600 mm dan tebal

minimum 10 mm.

2. Pipa PVC dengan diameter minimum 75 mm.

3. Riser pipe yang terbuat dari baja dengan diameter minimum 25 mm.

4. Peralatan survei untuk mengukur ujung atas dari riser pipe.

Pemasangan settlement plate adalah seperti berikut:

1. Las Riser pipe ke square plate.

2. Lakukan penggalian sampai kedalaman square plate yang ditentukan.

3. Letakan square plate dengan riser pipe yang sudah dilas kepada square plate

tesebut pada dasar galian yang telah dilakukan.

4. Timbun kembali lubang galian tersebut.

5. Buat tanda referensi awal pada riser pipe dan tentukan elevasinya.

6. Dengan bertambah tingginya timbunan, lakukan penyambungan riser pipe

sesuai dengan kebutuhan.

53
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.17. Detail pemasangan settlement plate

II.11.2. Pneumatic Piezometer

Pneumatic Piezometer adalah bentuk yang paling sederhana dari sebuah

manometer yang terdiri dari tabung/selang vertikal dengan ujung terbuka yang

dihubungkan dengan pipa yang akan diukur tekanannya. Karena adanya

perbedaan tekanan antara pipa dan udara di luar, maka zat cair di dalam

tabung/selang akan terus naik hingga mencapai keadaan seimbang.

Piezometer berfungsi untuk memantau kenaikan tekanan ekses air pori

selama pelaksanaan pekerjaan perbaikan tanah dengan menggunakan kombinasi

preloading dan vertical drains. Di samping itu juga berfungsi sebagai pengukur

disipasi tekanan air pori terhadap waktu. Pemasangan piezometer umumnya di

54
Universitas Sumatera Utara
tengah-tengah timbunan dan ditempatkan pada lapisan tanah lempung lunak

dengan kedalaman yang bervariasi.

Spesifikasi peralatan pneumatic piezometer adalah seperti berikut:

1. Pipa pelindung (casing) yang digunakan mempunyai diameter dalam minimum

100 mm.

2. Tip pneumatic piezometer harus terbuat dari bahan keramik dan

mampumenerima tekanan sekurang-kurangnya hingga 200 meter tekanan air.

3. Selang ganda yang digunakan harus menjamin agar saluran selang pertama

dapat menerima suplai tekanan udara dari alat baca serta meneruskannya

kembali ke alat baca melalui saluran selang kedua.

4. Unit alat baca pneumatic piezometer harus dapat mensuplai tekanan minimal

40 m air dan mempunyai ketelitian 1 mm tekanan air.

5. Menggunakan alat bor sesuai kedalaman dan kondisi lapangan berdasarkan

ketentuan yang berlaku. Lubang bor untuk penempatan tip pneumatic

piezometer mempunyai diameter (75-100) mm yang tergantung dari besarnya

tip pneumatic piezometer. Lubang bor untuk penempatan pneumatic

piezometer harus lurus dan bagian dasar lubang harus lebih dalam minimal

500 mm dari lapisan yang akan diukur tekanan air porinya, dan harus bersih

dari kotoran sisa pemboran.

Pemasangan pneumatic piezometer yaitu seperti berikut:

1. Pemasangan satu piezometer dalam satu lubang bor

a. Angkat casing setinggi lebih kurang 15 cm kemudian tuangkan pasir untuk

mengisi lubang bor di bawah casing. Cek kedalaman lubang bor. Terus

55
Universitas Sumatera Utara
lakukan langkah tersebut sampai didapatkan lapisan pasir minimal setebal

50 cm di bawah ujung bawah piezometer.

b. Masukan tip pneumatic piezometer bersama selang ganda.

c. Angkat casing setinggi lebih kurang 15 cm kemudian tuangkan pasir untuk

mengisi lubang bor di bawah casing. Terus lakukan langkah tersebut sampai

elevasi pasir telah berada minimal 50 cm di atas tip pneumatic piezometer

bagian atas.

d. Angkat casing setinggi kurang lebih 15 cm kemudian tuangkan bentonite

pellets untuk mengisi lubang bor di bawah casing. Terus lakukan langkah

tersebut sampai lapisan bentonite mencapai ketebalan minimum 100 cm di

atas lapisan pasir.

e. Isi lubang bor (casing) dengan grouting cement/bentonite.

f. Cabut casing keseluruhan dengan hati-hati dan tanpa melakukan putaran

dan kemudian isi lubang bor yang tersisa dengan grouting cement/bentonite.

g. Lakukan pembacaan awal tekanan air pori dengan alat baca pneumatic

sampai pembacaan tetap, maksimum 3 hari.

2. Pemasangan dua pneumatic piezometer dalam satu lubang bor

a. Pasang piezometer yang pertama (terdalam) dengan mengikuti langkah a

hingga langkah d pada bagian sebelumnya (pemasangan satu pizometer

dalam lobang bor).

b. Isi lubang bor (casing) dengan grouting cement/bentonite sampai dengan

elevasi minimum 50 cm di bawah pneumatic piezometer yang kedua.

c. Langkah selanjutnya sama dengan cara pemasangan tip pneumatic

piezometer yang pertama.

56
Universitas Sumatera Utara
Pneumatic piezometer dipasang pada lubang bor yang ditempatkan di

bagian tengah timbunan pada kedalaman yang bervariasi dalam lapisan tanah

kompresibel. Waktu pembacaan yang dipergunakan adalah seperti berikut

1. Pada kondisi awal, pembacaan dilakukan sesuai kebutuhan, tergantung kondisi

lapangan.

2. Pada saat pekerjaan penimbunan, pembacaan yang dilakukan tergantung dari

tahapan pekerjaan penimbunan sehingga diperoleh data yang cukup untuk

setiap beban timbunan yang sesuai dengan waktu konsolidasi yang digunakan.

3. Pada saat beban sudah tetap (mencapai maksimum preloading), pembacaan

dilakukan sampai nilai tekanan air pori mendekati pembacaan pada kondisi

awal, atau sekurang-kurangnya sampai keadaan air pori menunjukan

pembacaan yang tetap.

Gambar 2.18. Detail Gambar 2.19. Detail


pemasangan satu piezometer pemasangan dua piezometer
dalam satu lubang bor dalam satu lubang bor

57
Universitas Sumatera Utara
II.11.3. Water Stand Pipe

Water stand pipe digunakan untuk memonitor elevasi dari muka air tanah

pada saat dan setelah penimbunan. Water stand pipe dipasang pada as timbunan

dan berdekatan dengan piezometer. Di lapangan, water stand pipe dilakukan

pembacaan setiap dua hari sekali.

Pemasangan water stand pipe adalah seperti berikut:

1. Lakukan pengeboran sesuai dengan kedalaman yang dibutuhkan

2. Masukan water stand pipe seperti yang terlihat pada Gambar 2.20

3. Lakukan pembacaan awal

Gambar 2.20. Detail pemasangan water stand pipe

II.11.4. Inclinometer

Inclinometer digunakan untuk memonitor pergerakan lateral tanah

selama pelaksanaan pekerjaan penimbunan, baik untuk timbunan badan jalan

maupun untuk timbunan preloading.

58
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Data Umum Proyek

Adapun data umum proyek pembangunan Jalan Tol Medan-Kualanamu

adalah sebagai berikut :

1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Tol Medan-Kualanamu

2. Fungsi Bangunan : Jalan Tol

3. Lokasi Proyek : Tanjung Morawa – Parbarakan STA 36+100

4. Pemilik Proyek : Kementerian Pekerjaan Umum Dirjen Bina

Marga

5. Konsultan Pengawas : PT. Bina Karya

6. Kontraktor Pelaksana : CHEC, CSCEC, HK, JO

7. Status : Proyek Pemerintah

Pada cara analitik ini diasumsikan hanya lapisan tanah asli yang akan

mengalami penurunan. Perhitungan derajat konsolidasi digunakan rumusan

radial konsolidasi (vertikal dan radial drainase). Besar penurunan digunakan

persamaan konsolidasi primer 1-D dari Terzaghi.

Kondisi tanah yang ditinjau pada lokasi proyek dapat dilihat dari Tabel

3.1. Tanah dengan kedalaman 32,5 meter yang terdiri dari 8 lapisan tanah

dengan jenis yang berbeda-beda akan ditimbun secara bertahap dengan besar

tinggi yang berbeda-beda juga. Muka air tanah terletak pada kedalaman 2 meter

dari permukaan tanah. Timbunan tersebut akan berfungsi sebagai preloading

untuk mempercepat proses konsolidasi. Pada lapisan tanah lempung itu sendiri

akan dipasang prefabricated vertical drain yang juga difungsikan untuk

59
Universitas Sumatera Utara
mempercepat proses konsolidasi. Pemasangan prefabricated vertical drain pada

lapisan tanah mencapai kedalaman 8 meter atau mencapai lapisan ke-3 dengan

jarak antara vertical drain satu dengan vertical drain yang lainnya sebesar 1,6

meter.

III.2. Data Prefabricated Vertical Drain (PVD)

Data PVD :

Tabel 3.1 Dimensi PVD

Properties Requirment Testing Method


Width Minimum 100 mm
Thickness Minimum 3.3 mm
Tensile strength Lebih besar dari 2000 N ASTM D-4595
Strength at 10% elongation,
Lebih besar dari 1000 N ASTM D-4595
dry and wet condition
Minimum 1x10-4
Filter Permeability ASTM D-4491
m/second
Lebih kecil dari 90
Opening Size ASTM D-4751
microns
Discharge Capacity at 300 Minimum 50x10-6
ASTM D-4716
kPa, straight m3/second
Discharge Capacity at 200 Minimum 35x10-6
ASTM D-4716
kPa, buckled m3/second
Discharge Capacity at 100 Minimum 40x10-6
ASTM D-4716
kPa, buckled m3/second

60
Universitas Sumatera Utara
III.3. Data Teknis Lapangan

Data ini diperoleh dari lapangan menurut pengamatan dari pihak

konsultan pengawas dengan data sebagai berikut:

1. Panjang PVD : 8,000 meter

2. Lebar PVD : 0,100 meter

3. Tebal PVD : 0,033 meter

4. Pola Pemasangan PVD : Segitiga

5. Jarak Antar PVD : 1,600 meter

6. Dimensi Mandrel : 0,130 meter x 0,040 meter

7. Tebal Sand Blanket : 0,600 meter

8. Tebal Tanah Timbunan : 3,612 meter

61
Universitas Sumatera Utara
III.4. Tahapan Penimbunan

Data ini diperoleh dari pembacaan alat settlement plate di lapangan:

Tabel 3.2 Tahapan penimbunan

Tahapan Tinggi Lama Konsolidasi Jumlah

Penimbunan (m) (hari) (hari)

0 0,000 0 0

1 0,553 2 2

2 2,474 18 20

3 2,849 6 26

4 2,959 92 118

5 3,143 2 120

6 3,379 56 176

7 3,423 42 218

8 3,612 24 242

62
Universitas Sumatera Utara
III.5. Data pada Program Metode Elemen Hingga

Data ini diperoleh dari hasil pengujian SPT (Standard Penetration Test)

dan hasil uji laboratorium, yang kemudian di korelasikan dengan tabel-tabel yang

ada di Bab II.

Tabel 3.3. Parameter tanah ketika model axisymmetry pada saat verifikasi

Parameter Kedalaman (m)


0 - 3,5 3,5 - 7 7 - 10,5 10,5 - 16 16 - 22,5 22,5 - 25 25 - 32,5
Jenis Tanah Sandy Clayes Coarse Coarse Medium Medium Silty
Clay Sand Sand Sand Mixed Sand Sand Sand
Tuff
Tipe Undrained Undrained Drained Drained Drained Drained Drained
N-SPT 5 6 23 18 25 36 52
γsat (KN/m3) 15,931 16,16 19,755 18,865 20,111 18,883 21,200
γdry (KN/m3) 10,516 6,350 9,945 9,055 10,301 9,073 11,390
Kohesi (KN/m2) 22,800 1 1 1 1 1 1
Sudut Geser (φ) 7,800 31,667 38,250 37 38,750 41,500 45,750
E (KN/m2) 3500 3800 14900 18000 18000 21500 48000
Kx (m/hari) 4,32*10-4 4,32*10-2 4,32*10-1 4,32*10-1 4,32*10-1 4,32*10-1 4,32*10-1
Ky (m/hari) 8,64*10-5 8,64*10-3 8,64*10-2 8,64*10-2 8,64*10-2 8,64*10-2 8,64*10-2
Poisson Ratio (μ) 0,300 0,150 0,300 0,350 0,250 0,300 0,450

Parameter Kedalaman (m)


PVD Smear Smear Sand
0-8 Zone Zone Timbunan Blanket
0 - 3,5 3,5 - 7
Tipe Drained Undrained Undrained Drained Drained
γsat (KN/m3) 18,400 15,931 16,160 21,500 17
γdry (KN/m3) 15,200 10,516 6,350 16 14
Kohesi (KN/m2) 1 22,800 1 25 5
Sudut Geser (φ) 25 7,800 31,667 25 25
E (KN/m2) 4100 3500 3800 4500 9100
Kx (m/hari) 8,640 2,16*10-4 2,16*10-2 8,64*10-2 8,640
Ky (m/hari) 8,640 8,64*10-5 8,64*10-3 8,64*10-2 8,640
Poisson Ratio (μ) 0,225 0,300 0,150 0,350 0,310

63
Universitas Sumatera Utara
III.6. Metode Pengumpulan Data

Untuk mendukung penelitian Tugas Akhir ini, penulis memperoleh data-

data yang diperlukan dari proyek pembangunan Jalan Tol Medan-Kualanamu

melalui Kantor Satker Perkerasan Jalan Tol Medan-Kualanamu. Data-data

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Data Drilling Log

2. Data Uji Laboratorium

3. Data Instrumen Geoteknik

4. Data PVD dan Preloading

5. Gambar Desain

64
Universitas Sumatera Utara
III.7. Tahap Penelitian

Mulai

Perumusan Masalah Data Penyelidikan


Lapangan:
Parameter Tanah,
Studi Literatur Dimensi PVD, SPT, Bore
Hole, dan Settlement
Plate serta instrumen
Pengumpulan Data Sekunder Geoteknik

Analisis Perhitungan - Analisis perhitungan


Data Sekunder konsolidasi
- Program metode
elemen hingga
(Plaxis)
Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

65
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Pendahuluan

Bab ini membahas mengenai analisa perhitungan konsolidasi tanah

untuk mengetahui perbandingan lama waktu konsolidasi tanah antara tanpa

menggunakan PVD dengan yang menggunakan PVD serta untuk mengetahui

perbandingan besar penurunan dengan metode analitis dan metode elemen hingga

untuk dibandingkan dengan penurunan di lapangan.

IV.2. Analisa Studi Kasus Jalan Bebas Hambatan Medan-Kualanamu

KM 36+100 dengan Metode Analitis

IV.2.1. Perhitungan Penurunan

Prinsip perhitungan penurunan yang digunakan adalah persamaan

normally consolidated 1-D Terzaghi yang terdapat pada Persamaan (2.31) yang

ditampilkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Analisa penurunan timbunan 1-D Terzaghi untuk tanah terkonsolidasi

normal

Elevasi Tanah
Kedalaman Kedalaman γ Po ΔP
Lapisan Lunak Setiap Cc eo S (m)
(H) Efektif (Z) (kN/m3) (kN/m2) (kN/m2)
Lapisan (m)

1 0,000-2,000 2,000 1,000 15,931 15,931 66,192 0,469 1,484 0,269


2 2,000-3,500 1,500 0,750 10,516 39,749 66,192 0,469 1,484 0,121
3 3,500-7,000 3,500 1,750 6,350 58,749 66,192 0,279 1,484 0,129
0,518

Beberapa parameter dari analisa perhitungan di atas menggunakan

nilai yang diperoleh dari Data SPT, Data Borehole II dari laboratorium Mekanika

66
Universitas Sumatera Utara
Tanah, dan Tabel 3.3. Pada kedalaman 3,50 – 7,00 m; nilai Cc yang digunakan

berasal dari persamaan empiris yang dihasilkan dari Persamaan (2.34),

berdasarkan nilai LL dari Data Borehole II kedalaman 1,50 – 2,00 m.

Nilai Z diperoleh dari setengah kedalaman lapisan tanah lunak (H)

Nilai ΔP diperoleh (γ sand blanket * Z sand blanket) + (γ timbunan * Z

timbunan). Nilai Cc dan e0 diperoleh dari Data Borehole II. Besar penurunan total

yang diperoleh dari Persamaan (2.31) adalah sebesar 0,518 m

Kemudian dilakukan kembali perhitungan analisa penurunan dengan

menggunakan nilai compression index (Cc) yang diperoleh dari persamaan empiris

pada Persamaan (2.34) dengan nilai LL diperoleh dari Data Borehole II.

Tabel 4.2 Analisa penurunan timbunan 1-D Terzaghi untuk tanah terkonsolidasi

normal berdasarkan nilai Cc yang sudah dikorelasi dengan persamaan empiris

Elevasi Tanah
Kedalaman Kedalaman γ Po ΔP
Lapisan Lunak Setiap Cc eo S (m)
(H) Efektif (Z) (kN/m3) (kN/m2) (kN/m2)
Lapisan (m)

1 0,000-2,000 2,000 1,000 15,931 15,931 66,192 0,339 1,484 0,194


2 2,000-3,500 1,500 0,750 10,516 39,749 66,192 0,339 1,484 0,087
3 3,500-7,000 3,500 1,750 6,350 58,749 66,192 0,279 1,484 0,129
0,410

Dari Tabel 4.2, besar penurunan yang diperoleh adalah sebesar 0,410

m. Jika dibandingkan dengan Tabel 4.1, terdapat selisih 0,108 m diantara

keduanya karena Tabel 4.2 menggunakan nilai Cc yang dikorelasi dari persamaan

empiris pada Persamaan (2.34)

67
Universitas Sumatera Utara
IV.2.2. Analisa Derajat Konsolidasi Tanpa Menggunakan PVD

Analisa perhitungan dilakukan dengan menggunakan metode

konsolidasi 1-D Terzaghi. Hasil analisa ditampilkan pada Tabel 4.3 dan Gambar

4.1

Tabel 4.3. Analisa derajat konsolidasi tanpa menggunakan PVD

Koefisien
Konsolidasi
Waktu Faktor Derajat
Arah Hdr/2 Penurunan
(t) Waktu Konsolidasi
Vertikal (m) (Sc) (m)
(hari) (Tv) (Uv)
(Cv)
(m2/hari)
0 0,102 3,5 0,000 0,000 0,000
2 0,102 3,5 0,017 0,146 0,060
6 0,102 3,5 0,050 0,252 0,103
10 0,102 3,5 0,083 0,326 0,134
18 0,102 3,5 0,150 0,436 0,179
20 0,102 3,5 0,167 0,460 0,188
24 0,102 3,5 0,200 0,503 0,206
40 0,102 3,5 0,333 0,643 0,264
42 0,102 3,5 0,350 0,657 0,270
56 0,102 3,5 0,466 0,743 0,305
60 0,102 3,5 0,500 0,763 0,313
80 0,102 3,5 0,666 0,843 0,346
92 0,102 3,5 0,766 0,877 0,360
100 0,102 3,5 0,833 0,896 0,367
102 0,102 3,5 0,849 0,900 0,369
120 0,102 3,5 0,999 0,931 0,382
136 0,102 3,5 1,132 0,950 0,390
140 0,102 3,5 1,166 0,954 0,391
150 0,102 3,5 1,249 0,963 0,395
160 0,102 3,5 1,332 0,970 0,398
170 0,102 3,5 1,416 0,975 0,400
180 0,102 3,5 1,499 0,980 0,402
190 0,102 3,5 1,582 0,984 0,403
200 0,102 3,5 1,665 0,987 0,405
210 0,102 3,5 1,749 0,989 0,406
220 0,102 3,5 1,832 0,991 0,406
230 0,102 3,5 1,915 0,993 0,407

68
Universitas Sumatera Utara
Dari tabel di atas, nilai Cv berasal dari data laboratorium, nilai Tv

diperoleh dari Persamaan (2.29), nilai Uv diperoleh dari Persamaan (2.20) dan

(2.21) dan nilai Sc diperoleh dari Persamaan (2.31)

0
10
20
30
Derajat Konsolidasi (%)

40
50
60
70
80
90
100
0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250
Waktu (Hari)

Gambar 4.1 Grafik Hubungan derajat konsolidasi terhadap waktu tanpa

menggunakan PVD

IV.2.3. Analisa Derajat Konsolidasi dengan Menggunakan PVD

Analisa perhitungan ini sedikit hampir sama caranya dengan analisa

tanpa menggunakan PVD. Yang membedakan adalah adanya perhitungan

parameter konsolidasi arah radial. Dalam perhitungan ini digunakan pemasangan

PVD dengan pola segitiga dan dengan jarak spasi antar PVD yaitu 1,6 m. Hasil

analisa ditampilkan pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.2

69
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.4. Analisa derajat konsolidasi dengan menggunakan PVD dengan

pemasangan pola segitiga dan jarak 1,6 m

t Cv Sc
Tv Uv 1-Uv Tr Ch Ur 1-Ur U
(Hari) (m2/hari) (m)

0 0,000 0,102 0,000 1,000 0,000 0,122 0,000 1,000 0,000 0,000
2 0,017 0,102 0,146 0,854 0,087 0,122 0,167 0,833 0,288 0,118
6 0,050 0,102 0,252 0,748 0,260 0,122 0,422 0,578 0,568 0,233
10 0,083 0,102 0,326 0,674 0,434 0,122 0,599 0,401 0,730 0,299
18 0,150 0,102 0,436 0,564 0,781 0,122 0,807 0,193 0,891 0,366
19 0,158 0,102 0,448 0,552 0,824 0,122 0,824 0,176 0,903 0,370
20 0,167 0,102 0,460 0,540 0,867 0,122 0,840 0,160 0,913 0,375
24 0,200 0,102 0,503 0,497 1,041 0,122 0,889 0,111 0,945 0,387
25 0,208 0,102 0,513 0,487 1,084 0,122 0,898 0,102 0,951 0,390
40 0,333 0,102 0,643 0,357 1,735 0,122 0,974 0,026 0,991 0,406
42 0,350 0,102 0,657 0,343 1,821 0,122 0,979 0,021 0,993 0,407
56 0,466 0,102 0,743 0,257 2,429 0,122 0,994 0,006 0,998 0,409
60 0,500 0,102 0,763 0,237 2,602 0,122 0,996 0,004 0,999 0,410
80 0,666 0,102 0,843 0,157 3,469 0,122 0,999 0,001 1,000 0,410
92 0,766 0,102 0,877 0,123 3,990 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
100 0,833 0,102 0,896 0,104 4,337 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
110 0,916 0,102 0,915 0,085 4,770 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
120 0,999 0,102 0,931 0,069 5,204 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
140 1,166 0,102 0,954 0,046 6,071 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
160 1,332 0,102 0,970 0,030 6,939 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
180 1,499 0,102 0,980 0,020 7,806 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
200 1,665 0,102 0,987 0,013 8,673 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
220 1,832 0,102 0,991 0,009 9,541 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410

Dari Tabel 4.4 di atas, nilai Cv berasal dari data laboratorium, nilai Tv

diperoleh dari Persamaan (2.29), nilai Uv diperoleh dari Persamaan (2.20) dan

(2.21), nilai Tr diperoleh dari Persamaan (2.30), nilai Ch diperoleh dari Persamaan

(2.18) dimana koefisien pengali yang dipakai adalah 1,2; nilai Ur diperoleh dari

Persamaan (2.22), Nilai U diperoleh dari Persamaan (2.27) dan nilai Sc diperoleh

dari Persamaan (2.31)

70
Universitas Sumatera Utara
0
10
20

Derajat Konsolidasi (%)


30
40
50
60
70
80
90
100
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240
Waktu (Hari)

Gambar 4.2. Grafik hubungan derajat konsolidasi terhadap waktu dengan

menggunakan PVD dengan pemasangan pola segitiga dan jarak 1,6 m

Kemudian dilihat perbandingan lama waktu untuk mencapai derajat

konsolidasi 95% antara tanpa menggunakan PVD dengan yang menggunakan

PVD. Grafik perbandingan tersebut ditunjukkan pada Gambar 4.3

0
10
20
Derajat Konsolidasi (%)

30
40
50 Dengan PVD
60
Tanpa PVD
70
80
90
100
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260
Waktu (Hari)

Gambar 4.3 Grafik perbandingan lama waktu konsolidasi antara tanpa

menggunakan PVD dengan yang menggunakan PVD

71
Universitas Sumatera Utara
Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa waktu yang diperlukan

untuk mencapai derajat konsolidasi tanpa menggunakan PVD lebih lama yaitu

136 hari dibandingkan dengan yang menggunakan PVD yang hanya

membutuhkan waktu 25 hari untuk mencapai derajat konsolidasi 95%.

IV.2.4. Variasi Perhitungan Derajat Konsolidasi Berdasarkan Pola

Pemasangan dan Jarak Pemasangan Antar PVD

IV.2.4.1. Analisa Derajat Konsolidasi dengan Menggunakan PVD dengan

Pemasangan Pola Segitiga dan Jarak 1,5 m

Analisa yang dilakukan sama seperti pada pertingan derajat

konsolidasi dengan menggunakan PVD dengan pemasangan pola segitiga dan

jarak 1,6 m pada bagian sebelumnya. Yang membedakan adalah nilai de nya

dimana diperoleh dari Persamaan (2.8). Hasil analisa ditampilkan pada Tabel 4.5

dan Gambar 4.4

72
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5. Analisa derajat konsolidasi dengan menggunakan PVD dengan

pemasangan pola segitiga dan jarak 1,5 m

t Cv
Tv Uv 1-Uv Tr Ch Ur 1-Ur U Sc (m)
(Hari) (m2/hari)

0 0,000 0,102 0,000 1,000 0,000 0,122 0,000 1,000 0,000 0,000
2 0,017 0,102 0,146 0,854 0,099 0,122 0,191 0,809 0,309 0,118
6 0,050 0,102 0,252 0,748 0,296 0,122 0,470 0,530 0,604 0,233
10 0,083 0,102 0,326 0,674 0,493 0,122 0,653 0,347 0,766 0,299
17 0,142 0,102 0,424 0,576 0,839 0,122 0,835 0,165 0,905 0,360
18 0,150 0,102 0,436 0,564 0,888 0,122 0,851 0,149 0,916 0,366
19 0,158 0,102 0,448 0,552 0,938 0,122 0,866 0,134 0,926 0,370
20 0,167 0,102 0,460 0,540 0,987 0,122 0,880 0,120 0,935 0,375
22 0,183 0,102 0,482 0,518 1,086 0,122 0,903 0,097 0,950 0,382
24 0,200 0,102 0,503 0,497 1,184 0,122 0,921 0,079 0,961 0,387
25 0,208 0,102 0,513 0,487 1,234 0,122 0,929 0,071 0,966 0,390
40 0,333 0,102 0,643 0,357 1,974 0,122 0,986 0,014 0,995 0,406
42 0,350 0,102 0,657 0,343 2,072 0,122 0,988 0,012 0,996 0,407
56 0,466 0,102 0,743 0,257 2,763 0,122 0,997 0,003 0,999 0,409
60 0,500 0,102 0,763 0,237 2,961 0,122 0,998 0,002 1,000 0,410
80 0,666 0,102 0,843 0,157 3,947 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
92 0,766 0,102 0,877 0,123 4,540 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
100 0,833 0,102 0,896 0,104 4,934 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
110 0,916 0,102 0,915 0,085 5,428 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
120 0,999 0,102 0,931 0,069 5,921 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
140 1,166 0,102 0,954 0,046 6,908 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
160 1,332 0,102 0,970 0,030 7,895 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
180 1,499 0,102 0,980 0,020 8,882 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
200 1,665 0,102 0,987 0,013 9,868 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
220 1,832 0,102 0,991 0,009 10,855 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410

73
Universitas Sumatera Utara
0
10
20
Derajat Konsolidasi (%) 30
40
50
60
70
80
90
100
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240
Waktu (Hari)

Gambar 4.4. Grafik hubungan derajat konsolidasi terhadap waktu dengan

menggunakan PVD dengan pemasangan pola segitiga dan jarak 1,5 m

IV.2.4.2. Analisa Derajat Konsolidasi dengan Menggunakan PVD dengan

Pemasangan Pola Segitiga dan Jarak 1,7 m

Analisa yang dilakukan sama seperti pada pertingan derajat

konsolidasi dengan menggunakan PVD dengan pemasangan pola segitiga dan

jarak 1,5 m pada bagian sebelumnya. Yang membedakan adalah nilai de nya

dimana diperoleh dari Persamaan (2.8). Hasil analisa ditampilkan pada Tabel 4.6

dan Gambar 4.5

74
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.6. Analisa derajat konsolidasi dengan menggunakan PVD dengan

pemasangan pola segitiga dan jarak 1,7 m

t Cv
Tv Uv 1-Uv Tr Ch Ur 1-Ur U Sc (m)
(Hari) (m2/hari)

0 0,000 0,102 0,000 1,000 0,000 0,122 0,000 1,000 0,000 0,000
2 0,017 0,102 0,146 0,854 0,077 0,122 0,147 0,853 0,272 0,118
6 0,050 0,102 0,252 0,748 0,230 0,122 0,380 0,620 0,537 0,233
10 0,083 0,102 0,326 0,674 0,384 0,122 0,549 0,451 0,696 0,299
17 0,142 0,102 0,424 0,576 0,653 0,122 0,742 0,258 0,851 0,360
18 0,150 0,102 0,436 0,564 0,691 0,122 0,762 0,238 0,866 0,366
19 0,158 0,102 0,448 0,552 0,730 0,122 0,780 0,220 0,879 0,370
20 0,167 0,102 0,460 0,540 0,768 0,122 0,797 0,203 0,890 0,375
21 0,175 0,102 0,471 0,529 0,807 0,122 0,812 0,188 0,901 0,378
22 0,183 0,102 0,482 0,518 0,845 0,122 0,827 0,173 0,910 0,382
24 0,200 0,102 0,503 0,497 0,922 0,122 0,852 0,148 0,927 0,387
25 0,208 0,102 0,513 0,487 0,960 0,122 0,864 0,136 0,934 0,390
28 0,233 0,102 0,542 0,458 1,076 0,122 0,893 0,107 0,951 0,396
40 0,333 0,102 0,643 0,357 1,537 0,122 0,959 0,041 0,985 0,406
42 0,350 0,102 0,657 0,343 1,613 0,122 0,965 0,035 0,988 0,407
56 0,466 0,102 0,743 0,257 2,151 0,122 0,988 0,012 0,997 0,409
60 0,500 0,102 0,763 0,237 2,305 0,122 0,992 0,008 0,998 0,410
80 0,666 0,102 0,843 0,157 3,073 0,122 0,998 0,002 1,000 0,410
92 0,766 0,102 0,877 0,123 3,534 0,122 0,999 0,001 1,000 0,410
100 0,833 0,102 0,896 0,104 3,842 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
110 0,916 0,102 0,915 0,085 4,226 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
120 0,999 0,102 0,931 0,069 4,610 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
140 1,166 0,102 0,954 0,046 5,378 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
160 1,332 0,102 0,970 0,030 6,146 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
180 1,499 0,102 0,980 0,020 6,915 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
200 1,665 0,102 0,987 0,013 7,683 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
220 1,832 0,102 0,991 0,009 8,451 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410

75
Universitas Sumatera Utara
0
10
20
Derajat Konsolidasi (%) 30
40
50
60
70
80
90
100
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240
Waktu (Hari)

Gambar 4.5. Grafik hubungan derajat konsolidasi terhadap waktu dengan

menggunakan PVD dengan pemasangan pola segitiga dan jarak 1,7 m

IV.2.4.3. Analisa Derajat Konsolidasi dengan Menggunakan PVD dengan

Pemasangan Pola Persegi dan Jarak 1,6 m

Analisa yang dilakukan sama seperti pada pertingan derajat

konsolidasi dengan menggunakan PVD dengan pemasangan pola segitiga dan

jarak 1,7 m pada bagian sebelumnya. Yang membedakan adalah nilai de nya

dimana diperoleh dari Persamaan (2.7). Hasil analisa ditampilkan pada Tabel 4.7

dan Gambar 4.6

76
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.7. Analisa derajat konsolidasi dengan menggunakan PVD dengan

pemasangan pola persegi dan jarak 1,6 m

t Cv
Tv Uv 1-Uv Tr Ch Ur 1-Ur U Sc (m)
(Hari) (m2/hari)

0 0,000 0,102 0,000 1,000 0,000 0,122 0,000 1,000 0,000 0,000
2 0,017 0,102 0,146 0,854 0,075 0,122 0,143 0,857 0,268 0,118
6 0,050 0,102 0,252 0,748 0,225 0,122 0,372 0,628 0,530 0,233
10 0,083 0,102 0,326 0,674 0,374 0,122 0,539 0,461 0,689 0,299
18 0,150 0,102 0,436 0,564 0,674 0,122 0,752 0,248 0,860 0,366
19 0,158 0,102 0,448 0,552 0,711 0,122 0,770 0,230 0,873 0,370
20 0,167 0,102 0,460 0,540 0,749 0,122 0,787 0,213 0,885 0,375
21 0,175 0,102 0,471 0,529 0,786 0,122 0,803 0,197 0,896 0,378
22 0,183 0,102 0,482 0,518 0,824 0,122 0,818 0,182 0,906 0,382
25 0,208 0,102 0,513 0,487 0,936 0,122 0,856 0,144 0,930 0,390
29 0,241 0,102 0,551 0,449 1,086 0,122 0,894 0,106 0,952 0,397
40 0,333 0,102 0,643 0,357 1,498 0,122 0,955 0,045 0,984 0,406
42 0,350 0,102 0,657 0,343 1,573 0,122 0,961 0,039 0,987 0,407
56 0,466 0,102 0,743 0,257 2,097 0,122 0,987 0,013 0,997 0,409
60 0,500 0,102 0,763 0,237 2,247 0,122 0,990 0,010 0,998 0,410
80 0,666 0,102 0,843 0,157 2,996 0,122 0,998 0,002 1,000 0,410
92 0,766 0,102 0,877 0,123 3,445 0,122 0,999 0,001 1,000 0,410
100 0,833 0,102 0,896 0,104 3,744 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
110 0,916 0,102 0,915 0,085 4,119 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
120 0,999 0,102 0,931 0,069 4,493 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
140 1,166 0,102 0,954 0,046 5,242 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
160 1,332 0,102 0,970 0,030 5,991 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
180 1,499 0,102 0,980 0,020 6,740 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
200 1,665 0,102 0,987 0,013 7,489 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410
220 1,832 0,102 0,991 0,009 8,238 0,122 1,000 0,000 1,000 0,410

77
Universitas Sumatera Utara
0
10
20
Derajat Konsolidasi (%) 30
40
50
60
70
80
90
100
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240
Waktu (Hari)

Gambar 4.6. Grafik hubungan derajat konsolidasi terhadap waktu dengan

menggunakan PVD dengan pemasangan pola persegi dan jarak 1,6 m

Kemudian dilihat perbandingannya dengan perbedaan variasi pola

pemasangan PVD (Gambar 4.7) dan perbedaan variasi jarak spasi antar PVD

(Gambar 4.8) serta secara tabulasi dapat dilihat pada Tabel 4.8

0
10
20
Derajat Konsolidasi (%)

30
40
50 Segitiga
60 Persegi
70
80
90
100
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240
Waktu (Hari)

Gambar 4.7. Grafik hubungan derajat konsolidasi dan waktu berdasarkan pada

spasi 1,6 meter dan pola segitiga dan persegi pada kondisi U = 95%.

78
Universitas Sumatera Utara
0
10
20
Derajat Konsolidasi (%) 30
40 1,5 m
50
1,6 m
60
1,7 m
70
80
90
100
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240
Waktu (Hari)

Gambar 4.8. Grafik hubungan derajat konsolidasi dan waktu berdasarkan pada

pola segitiga dan spasi 1,5 m; 1,6 m; dan 1,7 m pada kondisi U = 95%.

Tabel 4.8. Hubungan derajat konsolidasi dan waktu berdasarkan pada pola

segitiga dan pola persegi serta jarak pemasangan PVD yang bervariasi

VARIASI PEMASANGAN PVD U = 90 % U = 95 %


HARI

Pola Segitiga Spasi 1,5 m 17 22


Pola Segitiga Spasi 1,6 m 19 25
Pola Segitiga Spasi 1,7 m 21 28
Pola Persegi Spasi 1,6 m 22 29

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa waktu yang paling cepat

diperoleh untuk mencapai derajat konsolidasi 95% adalah dengan menggunakan

PVD dengan pemasangan pola segitiga dan jarak 1,5 m yaitu 22 hari, maka

semakin dekat jarak pemasangan antar PVD maka jarak tempuh aliran air menjadi

semakin dekat sehingga wktu yang dibutuhkan juga semakin cepat.

79
Universitas Sumatera Utara
IV.2.5. Analisa Tegangan Excess Pore Water Pressure

Analisa ini dilakukan dengan menggunakan persamaan Skempton

yang terdapat pada Persamaan (2.36). Berdasarkan persamaan ini, diasumsikan

bahwa perubahan tekanan tidak terjadi (Δσ3 = 0) sehingga nilai parameter

Skempton pereduksi diabaikan (B = 1). Sehingga Persamaan (2.36) dapat

disederhanakan menjadi ΔU = A (Δσ1). Parameter A diperoleh dari Tabel 2.3

dimana kondisi tanah yang digunakan adalah normally consolidated clays, maka

nilai A yang digunakan adalah +0,5 sampai dengan +1. Pada analisa ini, nilai A

yang digunakan adalah 1.

Hasil analisa tegangan excess pore water pressure dapat dilihat pada

Tabel 4.9 dan Gambar 4.9.

Tabel 4.9 Hasil disipasi excess pore water pressure berdasarkan tahapan

penimbunan

Tinggi Total Ekses Ekses


Ekses
Timbunan Tinggi Konsolid Air Pori Air Pori
Pekerjaan Air Pori
Perlapisan Timbunan asi (Hari) Total Sisa
(kN/m2)
(m) (m) (kN/m2) (kN/m2)
Timbunan
Sand 0,6
Blanket 1,153 2 17,248 17,248 12,281
Timbunan 1 0,553
Timbunan 2 1,921 3,074 18 30,736 43,017 3,350
Timbunan 3 0,375 3,449 6 6 9,350 2,592
Timbunan 4 0,11 3,559 92 1,76 4,352 0,002
Timbunan 5 0,184 3,743 2 2,944 2,946 2,096
Timbunan 6 0,236 3,979 56 3,776 5,872 0,008
Timbunan 7 0,044 4,023 42 0,704 0,712 0,005
Timbunan 8 0,189 4,212 24 3,024 3,029 0,166

80
Universitas Sumatera Utara
Beberapa parameter di atas diperoleh dari tahapan penimbunan yang

terdapat pada Tabel 3.2. Nilai ekses air pori diperoleh dari perkalian berat jenis

timbunan atau sand blanket dengan tinggi timbunan perlapisan. Kemudian untuk

mendapatkan nilai air pori sisa, yang diperhatikan adalah lama konsolidasi dan

derajat konsolidasi pada hari tersebut yang dapat dilihat dari Tabel 4.4. Sebagai

contoh untuk tahapan penimbunan ke-2, lama waktu konsolidasi yang dibutuhkan

adalah 18 hari. Pada Tabel 4.4, nilai derajat konsolidasi pada waktu 18 hari adalah

0,891. Nilai ini kemudian dikurangkan dengan 1 dan dikalikan dengan nilai ekses

air pori pada tahapan penimbunan ke-2 yaitu 30,736 kN/m 2, sehingga diperoleh

nilai ekses air pori sisa sebesar 3,350 kN/m2. Nilai ekses air pori total diperoleh

dari penjumlahan antara nilai ekses air pori sisa dengan nilai ekses air pori pada

tahapan penimbunan selanjutnya.

50
45
40
Excess Pore Pressure (KN/m2)

35
30
25
20
15
10
5
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260
Waktu (Hari)

Gambar 4.9. Grafik hasil disipasi excess pore water pressure dari persamaan

Skempton berdasarkan besar beban timbunan

81
Universitas Sumatera Utara
Dalam analisa ini, diasumsikan bahwa penimbunan bertahap yang

dilakukan adalah langsung selesai dan terjadi konsolidasi, dimana pada kondisi

sebenarnya, penimbunan bertahap memerlukan waktu. Dari hasil analisa, dapat

diartikan bahwa dengan proses konsolidasi, air akan keluar dari massa tanah yang

akan menyebabkan tegangan air pori berkurang. Bangkitnya nilai tegangan air

pori ekses dipengaruhi akibat adanya besar beban yang diberikan.

IV.3. Verifikasi Pemodelan PVD pada Metode Elemen Hingga

Pada tahapan ini dilakukan verifikasi pengekivalenan untuk

selanjutnya dilakukan analisa perhitungan dalam program FEM. Tahapannya

adalah sebagai berikut:

1. Diambil 1 (satu) segmen vertikal drain yang terpasang dilapangan ukuran 160

x 160 cm 2

2. Buat jari-jari ekivalent ( ) daerah pengaruh:

160X160
= πr → = = 90,29
π

3. Buat jari-jari ekivalen ( ) daerah pengaruh vertikal drain meliputi:

a. Ukuran vertikal drain yang terpasang 10 cm x 0,33 cm

b. Keliling vertikal drain = 2 * (10+0,33) = 20,66 cm

c. Jari-jari ekivalent vertical drain pada pemodelan axisimetris 2πr =

20,66 cm → r = 3,29 cm (Hansbo, 1979)

d. Diperkirakan ukuran mandrel = 13 cm x 4 cm dan daerah terganggu (smear

zone) sebesar 3 kali diameter mandrel maka :

e. Luas mandrel = 13 4 = 52

f. Jari-jari mandrel = 52/ = 4,069

82
Universitas Sumatera Utara
g. Jari-jari eqivalent smear zone = 3 x 4,069 = 12,207 cm

Plan verifikasi dari analisa di atas dapat dilihat pada Gambar 4.10

Gambar 4.10. Plan verifikasi PVD

Setelah verifikasi, kemudian dilanjutkan dengan pengekivalenan

kondisi lapangan ke kondisi pemodelan axisymmetry pada program FEM seperti

Gambar 4.11 (a). Analisa dibuat seperempat dari luasan daerah pengaruh PVD

yang dimodelkan ke dalam kondisi plane strain pada program FEM seperti

Gambar 4.12 (b). Kemudian dilakukan penyamaan grafik dengan mencari faktor

pembagi koefisien permeabilitas agar dapat mewakili untuk kemudian dilanjutkan

ke pemodelan skala penuh.

83
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.11 Lokasi titik nodal pengamatan derajat konsolidasi untuk kondisi

axisymmetry dan plane strain

Perbandingan nilai permeabilitas axisymmetry (kax) dan permeabilitas

plane strain (kpl) dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan Russel pada

Persamaan (2.42) dan dengan cara iterasi pada program FEM. Perbandingannya

dapat dilihat pada Gambar 4.12 sampai Gambar 4.17 dan Tabel 4.10

84
Universitas Sumatera Utara
0
10
20
30

Derajat Konsolidasi (%)


40
50
Axisimetris
60
Plane Strain
70
80
90
100
0 5 10 15 20 25
Waktu (Hari)

Gambar 4.12 Grafik hubungan derajat konsolidasi dan waktu di titik nodal A pada

kondisi axisymmetry (96,454% / 23,721 hari) dan plane strain (93,947% / 24 hari)

0
10
20
Derajat Konsolidasi (%)

30
40
50 Axisimetris
60
Plane Strain
70
80
90
100
0 5 10 15 20 25

Waktu (Hari)

Gambar 4.13 Grafik hubungan derajat konsolidasi dan waktu di titik nodal B pada

kondisi axisymmetry (97,850% / 23,721 hari) dan plane strain (97,632% / 24 hari)

85
Universitas Sumatera Utara
0
10
20
30

Derajat Konsolidasi (%)


40
50 Axisimetris
60 Plane Strain
70
80
90
100
0 5 10 15 20 25
Waktu (Hari)

Gambar 4.14 Grafik hubungan derajat konsolidasi dan waktu di titik nodal C pada

kondisi axisymmetry (97,853% / 23,721 hari) dan plane strain (97,632% / 24 hari)

0
10
20
30
Derajat Konsolidasi (%)

40
50
Axisimetris
60
Plane Strain
70
80
90
100
0 5 10 15 20 25
Waktu (Hari)

Gambar 4.15 Grafik hubungan derajat konsolidasi dan waktu di titik nodal D pada

kondisi axisymmetry (95,525% / 23,721 hari) dan plane strain (93,345% / 24 hari)

86
Universitas Sumatera Utara
0
10
20
30

Derajat Konsolidasi (%)


40
50
Axisimetris
60
Plane Strain
70
80
90
100
0 5 10 15 20 25
Waktu (Hari)

Gambar 4.16 Grafik hubungan derajat konsolidasi dan waktu di titik nodal E pada

kondisi axisymmetry (97,654% / 23,721 hari) dan plane strain (97,074% / 24 hari)

0
10
20
30
Derajat Konsolidasi (%)

40
50 Axisimetris
60 Plane Strain
70
80
90
100
0 5 10 15 20 25
Waktu (Hari)

Gambar 4.17 Grafik hubungan derajat konsolidasi dan waktu di titik nodal F pada

kondisi axisymmetry (97,649% / 23,721 hari) dan plane strain (96,952% / 24 hari)

87
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.10. Nilai derajat konsolidasi setiap titik nodal pada 23,721 hari dan 24

hari.

TITIK WAKTU KONDISI DERAJAT


NODAL (HARI) KONSOLIDASI (%)

A 23,721 Axisymmetry 96,454


24,000 Plane Strain 93,948
B 23,721 Axisymmetry 97,85
24,000 Plane Strain 97,632
C 23,721 Axisymmetry 97,854
24,000 Plane Strain 97,632
D 23,721 Axisymmetry 95,525
24,000 Plane Strain 93,345
E 23,721 Axisymmetry 97,654
24,000 Plane Strain 97,074
F 23,721 Axisymmetry 97,649
24,000 Plane Strain 96,952

Dari hasil analisa di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pada Gambar 4.12 sampai Gambar 4.17, pada titik nodal A, B, C, D, E, dan F

menunjukkan bahwa laju konsolidasi plane strain dan axisymmetry

menunjukkan grafik yang hampir sama atau rapat. Ini berarti bahwa kondisi

pemodelan plane strain sudah mewakili keadaan axisymmetry untuk kemudian

dilanjutkan ke pemodelan sebenarnya yaitu model skala penuh

2. Pada persamaan Russell, diperoleh k = ,sedangkan dari hasil iterasi


,

metode elemen hingga diperoleh k =


,

88
Universitas Sumatera Utara
IV.4. Analisa Skala Penuh

Pada analisa skala penuh, digunakan k = pada daerah


,

terganggu yang diperoleh dari iterasi metode elemen hingga yang merupakan nilai

kesesuaian yang mendekati lapangan.

Sketsa perencanaan dan pemodelan geometri proyek jalan bebas

hambatan Medan Kualanamu KM 36+100 ditampilkan pada Gambar 4.18 dan

Gambar 4.19.

Parameter tanah yang digunakan pada analisa skala penuh dapat

dilihat pada Tabel 4.11. Tabel ini hampir sama dengan Tabel 3.3, tetapi yang

membedakan adalah nilai Kx pada parameter skala penuh yang berada pada daerah

smear zone dibagi 3,95 terhadap parameter Kx pada kondisi axisymmetry

Tabel 4.11. Parameter tanah ketika model skala penuh

Parameter Kedalaman (m)


0 - 3,5 3,5 - 7 7 - 10,5 10,5 - 16 16 - 22,5 22,5 - 25 25 - 32,5
Jenis Tanah Sandy Clayes Coarse Coarse Medium Medium Silty
Clay Sand Sand Sand Mixed Sand Sand Sand
Tuff
Tipe Undrained Undrained Drained Drained Drained Drained Drained
N-SPT 5 6 23 18 25 36 52
γsat (KN/m )
3 15,931 16,16 19,755 18,865 20,111 18,883 21,200
γdry (KN/m3) 10,516 6,350 9,945 9,055 10,301 9,073 11,390
Kohesi (KN/m2) 22,800 1 1 1 1 1 1
Sudut Geser (φ) 7,800 31,667 38,250 37 38,750 41,500 45,750
E (KN/m2) 3500 3800 14900 18000 18000 21500 48000
Kx (m/hari) 1,09*10-4 1,09*10-2 4,32*10 -1 4,32*10 -1 4,32*10-1 4,32*10-1 4,32*10-1
Ky (m/hari) 8,64*10-5 8,64*10-3 8,64*10 -2 8,64*10 -2 8,64*10-2 8,64*10-2 8,64*10-2
Poisson Ratio (μ) 0,300 0,150 0,300 0,350 0,250 0,300 0,450

89
Universitas Sumatera Utara
Parameter Kedalaman (m)
PVD Smear Smear Sand
0-8 Zone Zone Timbunan Blanket
0 - 3,5 3,5 - 7
Tipe Drained Undrained Undrained Drained Drained
γsat (KN/m3) 18,400 15,931 16,160 21,500 17
γdry (KN/m3) 15,200 10,516 6,350 16 14
Kohesi (KN/m2) 1 22,800 1 25 5
Sudut Geser (φ) 25 7,800 31,667 25 25
E (KN/m2) 4100 3500 3800 4500 9100
Kx (m/hari) 8,640 2,16*10-4 2,16*10-2 8,64*10-2 8,640
Ky (m/hari) 8,640 8,64*10-5 8,64*10-3 8,64*10-2 8,640
Poisson Ratio (μ) 0,225 0,300 0,150 0,350 0,310

90
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.18 Sketsa perencanaan proyek jalan beban hambatan Medan-Kualanamu KM 36+100

91

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.19. Pemodelan geometri proyek jalan bebas hambatan Medan-Kualanamu KM 36+100

92

Universitas Sumatera Utara


IV.4.1. Penurunan pada Program Metode Elemen Hingga (FEM)

Gambar 4.20 menunjukkan kontur penurunan dengan berbagai jenis

warna lapisan tanah yang menunjukkan perbedaan besar penurunan yang terjadi,

jika diperhatikan, pergerakan kontur semakin menjauhi daerah vertical drains

sehingga penurunan yang dialami akan semakin mengecil.

Gambar 4.20 Kontur penurunan yang terjadi pada output FEM proyek jalan bebas

hambatan Medan-Kualanamu KM 36+100

Gambar 4.21 menunjukkan mesh titik peninjauan penurunan terhadap

waktu, dimana titik nodal A adalah titik pemasangan settlement plate kiri, titik

nodal B adalah titik tengah lapisan permukaan tanah, dan titik nodal C adalah

titik pemasangan settlement plate kanan.

93
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.21 Mesh timbunan proyek jalan bebas hambatan Medan-Kualanamu

KM 36+100 untuk peninjauan penurunan terhadap waktu

Gambar 4.22 sampai Gambar 4.24 menampilkan hasil penurunan

terhadap waktu yang didapat dengan metode elemen hingga.

0.000

-0.020

-0.040
Penurunan (m)

-0.060

-0.080

-0.100

-0.120

-0.140
0 25 50 75 100 125 150
Waktu (Hari)

Gambar 4.22 Grafik penurunan di titik nodal A sebesar 13,661 cm pada hari ke

252

94
Universitas Sumatera Utara
0.000
-0.020
-0.040
-0.060

Penurunan (m) -0.080


-0.100
-0.120
-0.140
-0.160
0 25 50 75 100 125 150
Waktu (Hari)

Gambar 4.23 Grafik penurunan di titik nodal B sebesar 15,456 cm pada hari ke

252

0.000

-0.020

-0.040
Penurunan (m)

-0.060

-0.080

-0.100

-0.120

-0.140
0 25 50 75 100 125 150
Waktu (Hari)

Gambar 4.24 Grafik penurunan di titik nodal C sebesar 13,659 cm pada hari ke

252

Dari grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa penurunan yang

dihasilkan di ketiga titik tinjauan tersebut berbeda walaupun keadaan parameter

95
Universitas Sumatera Utara
dan klasifikasi tanah sama semua untuk setiap lapisan karena letak kontur

melintang tanah lunak yang tidak sama. Tetapi penurunan yang dihasilkan pada

Gambar 4.22 dan 4.24 hampir sama karena letak kontur melintang keduanya

berada pada ujung kaki timbunan.

Grafik perbandingan besar penurunan untuk ketiga titik peninjauan

dapat dilihat pada Gambar 4.25

0.000

-0.020

-0.040

-0.060
Penurunan (m)

-0.080 Nodal A

-0.100 Nodal B
Nodal C
-0.120

-0.140

-0.160
0 25 50 75 100 125 150
Waktu (Hari)

Gambar 4.25 Perbandingan grafik penurunan di titik nodal A (settlement plate

kiri), titik nodal B (titik tengah lapisan permukan tanah), dan titik nodal C

(settlement plate kanan)

96
Universitas Sumatera Utara
IV.4.2. Disipasi Excess Pore Water Pressure pada Program Metode

Elemen Hingga (FEM)

Tegangan air pori dapat terjadi karena adanya penambahan beban

akibat timbunan yang akan diterima oleh air. Dengan proses konsolidasi, air akan

keluar dari masa tanah yang akan menyebabkan tegangan air pori menjadi

berkurang. Daerah yang dipasang PVD sudah tidak mengalami tegangan air pori

karena sudah mengalami disipasi sedangkan daerah di luar PVD masih

mengalami tegangan air pori ekses akibat beban timbunan.

Gambar 4.26 menunjukkan titik peninjauan disipasi excess pore water

pressure untuk dianalisa pada program metode elemen hingga (FEM).

Gambar 4.26 Excess pore water pressure pada output FEM proyek jalan bebas

hambatan Medan-Kualanamu KM 36+100

Gambar 4.27 sampai Gambar 4.36 menampilkan nilai excess pore

water pressure terhadap waktu dengan metode elemen hingga.

97
Universitas Sumatera Utara
2.0
1.8
E
1.6
x
c 1.4
k

(
e N 1.2
s / 1.0
s m 0.8
2 0.6
P 0.4
)

P
0.2
0.0
0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275
Waktu (Hari)

Gambar 4.27 Grafik nilai excess pore water pressure terhadap waktu di titik nodal

A (titik pemasangan settlement plate kiri)

4.0

E 3.5
x 3.0
c k
(

2.5
e N
s / 2.0
s m 1.5
2
P 1.0
)

P 0.5
0.0
0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275
Waktu (Hari)

gambar 4.28 Grafik nilai excess pore water pressure terhadap waktu di titik nodal

B (titik tengah lapisan permukaan tanah)

98
Universitas Sumatera Utara
2.0
1.8
E
1.6
x
c 1.4
k

(
e N 1.2
s / 1.0
s m 0.8
2 0.6
P 0.4
)

P
0.2
0.0
0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275
Waktu (Hari)

Gambar 4.29 Grafik nilai excess pore water pressure terhadap waktu di titik nodal

C (titik pemasangan settlement plate kanan)

4.0

E 3.5
x 3.0
c k
(

2.5
e N
s / 2.0
s m 1.5
2
P 1.0
)

P 0.5
0.0
0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275
Waktu (Hari)

Gambar 4.30 Grafik nilai excess pore water pressure terhadap waktu di titik nodal

D (titik tengah lapisan 1)

99
Universitas Sumatera Utara
4.0

E 3.5
x 3.0
c k

(
2.5
e N
s / 2.0
s m 1.5
2
P 1.0
)

P 0.5
0.0
0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275
Waktu (Hari)

Gambar 4.31 Grafik nilai excess pore water pressure terhadap waktu di titik nodal

E (titik tengah lapisan 2)

2.0
1.8
E
1.6
x
c 1.4
k
(

e N 1.2
s / 1.0
s m 0.8
2 0.6
P 0.4
)

P
0.2
0.0
0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275
Waktu (Hari)

Gambar 4.32 Grafik nilai excess pore water pressure terhadap waktu di titik nodal

F (titik tengah lapisan 3)

100
Universitas Sumatera Utara
2.0
1.8
E
1.6
x
c 1.4
k

(
e N 1.2
s / 1.0
s m 0.8
2 0.6
P 0.4
)

P
0.2
0.0
0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275
Waktu (Hari)

Gambar 4.33 Grafik nilai excess pore water pressure terhadap waktu di titik nodal

G (titik tengah lapisan 4)

1.0
0.9
E
0.8
x
c 0.7
k
(

e N 0.6
s / 0.5
s m 0.4
2 0.3
P 0.2
)

P
0.1
0.0
0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275
Waktu (Hari)

Gambar 4.34 Grafik nilai excess pore water pressure terhadap waktu di titik nodal

H (titik tengah lapisan 5)

101
Universitas Sumatera Utara
1.0
0.9
E
0.8
x
c 0.7
k

(
e N 0.6
s / 0.5
s m 0.4
2 0.3
P 0.2
)

P
0.1
0.0
0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275
Waktu (Hari)

Gambar 4.35 Grafik nilai excess pore water pressure terhadap waktu di titik nodal

I (titik tengah lapisan 6)

1.0
0.9
E
0.8
x
c 0.7
k
(

e N 0.6
s / 0.5
s m 0.4
2 0.3
P 0.2
)

P
0.1
0.0
0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275
Waktu (Hari)

Gambar 4.36 Grafik nilai excess pore water pressure terhadap waktu di titik nodal

J (titik tengah lapisan 7)

Grafik nilai excess pore water pressure terhadap waktu untuk

keseluruhan titik nodal peninjauan dapat dilihat pada Gambar 4.37. Perbandingan

102
Universitas Sumatera Utara
antara grafik yang memiliki bangkitan nilai excess pore water pressure tertinggi

dan terendah dapat dilihat pada Gambar 4.38.

4.0
3.5 Titik A
E
x Titik B
3.0
c k Titik C
(

2.5
e N Titik D
s / 2.0
Titik E
s m 1.5
2 Titik F
P 1.0
Titik G
)

P 0.5 Titik H
0.0 Titik I
0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275
Titik J
Waktu (Hari)

Gambar 4.37 Grafik perbandingan nilai excess pore water pressure terhadap

waktu di setiap titik nodal

4.0

E 3.5
x 3.0
c k
(

2.5
e N
s / 2.0
Titik E
s m 1.5
2 Titik J
P 1.0
)

P 0.5
0.0
0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275
Waktu (Hari)

Gambar 4.38 Grafik perbandingan nilai excess pore water pressure terhadap

waktu di titik nodal E dan titik nodal J

103
Universitas Sumatera Utara
Hasil disipasi excess pore water pressure untuk setiap titik nodal juga

dapat dilihat secara rinci pada Tabel 4.12

Tabel 4.12 Nilai excess pore water pressure di setiap titik nodal

Tinggi Lama Nilai Tekanan Ekses Air Pori di Titik Nodal (kN/m2)
Tahap Timbunan Konsolidasi
(cm) (Hari)
A B C D E F G H I J
1 0,553 2 1,292 1,545 1,291 1,745 1,947 1,322 0,402 0,087 0,045 0,036
2 2,474 18 1,559 2,058 1,559 2,226 2,395 1,979 1,197 0,649 0,538 0,503
3 2,849 6 0,549 0,747 0,549 0,791 0,832 0,773 0,664 0,586 0,535 0,503
4 2,959 92 0,549 0,747 0,550 0,821 0,857 0,773 0,638 0,558 0,521 0,498
5 3,143 2 0,238 0,345 0,239 0,390 0,440 0,314 0,148 0,110 0,111 0,112
6 3,379 56 0,239 0,346 0,242 0,449 0,500 0,314 0,168 0,142 0,135 0,132
7 3,423 42 0,030 0,041 0,031 0,044 0,047 0,047 0,051 0,062 0,067 0,068
8 3,612 24 0,049 0,070 0,049 0,075 0,080 0,073 0,056 0,048 0,046 0,045
 Titik nodal A-C terletak di atas muka air tanah

 Titik nodal C-J terletak di bawah muka air tanah

Dari hasil analisa di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Dengan proses konsolidasi, air akan keluar dari massa tanah yang akan

menyebabkan tekanan air pori berkurang. Bangkitnya nilai tegangan air pori

ekses dipengaruhi akibat adanya besar beban yang diberikan

2. Antara titik nodal A, B, dan C yang sama-sama berada di atas muka air tanah,

Titik nodal A memiliki nilai bangkitan excess pore water pressure lebih rendah

dibandingkan titik nodal B. Hal ini disebabkan karena titik nodal A berada

lebih jauh dari sumber beban timbunan tanah jika dibandingkan dengan letak

titik ndal B. Sedangkan titik nodal A memiliki nilai bangkitan excess pore

water pressure hampir sama dengan titik nodal C. Hal ini disebabkan karena

letak titik nodal A dan C sama sama berada pada ujung kaki timbunan.

104
Universitas Sumatera Utara
3. Antara titik nodal A, B, dan C dengan D dan E, Titik nodal A, B, dan C

memiliki nilai bangkitan excess pore water pressure lebih rendah dibandingkan

titik nodal D dan E. Hal ini disebabkan karena titik nodal D dan E berada di

bawah muka air tanah pada kondisi jenuh

4. Pada titik nodal di bawahnya yaitu titik nodal F sampai J yang juga berada di

bawah muka air tanah, besar nilai excess pore water pressure yang dihasilkan

sangat rendah jika dibandingkan dengan titik nodal D dan E, serta dari titik

nodal F sampai J, nilai excess pore water pressure secara perlahan mengalami

penurunan. Hal ini disebabkan karena semakin jauh titik tinjauan dari sumber

beban, maka nilai excess pore water pressure yang dihasilkan akan semakin

kecil.

IV.5. Nilai Penurunan Berdasarkan Pembacaan Settlement Plate

Pembacaan settlement plate dimulai dari tanggal 4 April 2016 sampai

tanggal 30 November 2016. Hasil pembacaan settlement plate harus dilengkapi

dengan nilai tebal preloading di lapangan agar kevalidan data tersebut terjaga.

Pembacaan monitoring settlement plate dilakukan setiap 2 hari, dan dalam satu

hari tersebut dilakukan dua kali pembacaan yaitu pada waktu pagi dan sore hari.

Gambar 4.39 menunjukkan grafik hubungan antara tebal timbunan

preloading terhadap tanggal pembacaan sedangkan Gambar 4.40 merupakan

grafik hubungan antara penurunan terhadap waktu pembacaan pada Settlement

Plate

105
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.39 Grafik hubungan antara tebal timbunan preloading dengan tanggal pembacaan pada SP-39

Gambar 4.40 Grafik hubungan antara penurunan dengan tanggal pembacaan pada SP-39

106

Universitas Sumatera Utara


Dari kedua grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa hubungan tebal

preloading dengan penurunan adalah berbanding lurus, dimana semakin tinggi

tebal timbunan maka penurunan yang terjadi akan semakin besar. Pada Gambar

4.39, terlihat bahwa tebal timbunan yang terjadi tidak selalu naik tetapi juga

terkadang turun, hal ini mungkin dapat terjadi karena hilangnya tanah timbunan

akibat tergerus oleh hujan atau dapat disebabkan oleh adanya kesalahan

pembacaan di lapangan (human error). Pada Gambar 4.40, grafik penurunan

terhadap tanggal pembacaan terlihat belum datar karena proses penurunan masih

terjadi.

IV.6. Perbandingan Nilai Penurunan yang Didapat dari Analisa dengan

Metode Elemen Hingga, Analisa dengan Metode Analitik, dan

Pembacaan Settlement Plate di Lapangan

Perbandingan penurunan yang diperoleh dari metode analitis, metode

elemen hingga, dan pembacaan monitoring settlement plate di lapangan dapat

dilihat Tabel 4.13 dan Gambar 4.41.

Tabel 4.13 Hasil analisa penurunan berdasarkan tahap penimbunan

Penurunan
Tinggi Lama Penurunan di Titik Nodal di Metode
Tahap (cm) Lapangan Analitik
Timbunan Konsolidasi
Penimbunan (cm)
(cm) (hari) (cm)
A B C SP-39
1 0,553 2 2,591 2,628 2,585 0 11,8
2 2,474 18 10,139 10,612 10,137 0,3 37,5
3 2,849 6 11,327 12,033 11,324 0,3 39,2
4 2,959 92 11,941 12,829 11,939 6,4 41
5 3,143 2 12,372 13,398 12,369 6,5 41
6 3,379 56 13,119 14,525 13,118 7,7 41
7 3,423 42 13,234 14,713 13,233 8,7 41
8 3,612 24 13,661 15,456 13,659 9,3 41

107
Universitas Sumatera Utara
0

-5

-10
Metode Analitis Spasi 1,6 m
-15
Metode FEM di Titik Settlement Sebelah
Penurunan (cm)

-20 Kiri
-25 Metode FEM di Titik Tengah Lapisan
Permukaan Tanah
-30
Data Settlement Plate Di Lapangan
-35
Metode FEM di Titik Settlement Sebelah
-40
Kanan
-45
0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275
Waktu (Hari)

Gambar 4.41 Perbandingan grafik penurunan antara analisa dengan metode elemen hingga, analisa dengan metode analitik dan pembacaan

settlement plate di lapangan

108

Universitas Sumatera Utara


Dari hasil analisa di atas, dapat dilihat bahwa nilai penurunan pada

metode analitik lebih besar daripada kedua metode lainnya, hal ini disebabkan

karena pada metode analitik, tanah masih dalam keadaan organik sehingga masih

terdapat banyak air yang membuat tanah tersebut masih lunak dan lemah,

sedangkan pada metode lainnya, tekanan air pada tanah sudah mulai dikeluarkan

karena adanya PVD, sehingga tanah tersebut menjadi lebih kuat.

109
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan pada proyek jalan bebas hambatan

Medan-Kualanamu KM 36+100, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Penurunan

Hasil analisa perhitungan penurunan secara analitis, dengan metode elemen

hingga dan dari pembacaan settlement plate di lapangan dapat dilihat pada

Tabel 5.1

Tabel 5.1 Hasil analisa penurunan berdasarkan tahap penimbunan

Penurunan
Tinggi Lama Penurunan di Titik Nodal di Metode
Tahap (cm) Lapangan Analitik
Timbunan Konsolidasi
Penimbunan (cm)
(cm) (hari) (cm)
A B C SP-39
1 0,553 2 2,591 2,628 2,585 0 11,8
2 2,474 18 10,139 10,612 10,137 0,3 37,5
3 2,849 6 11,327 12,033 11,324 0,3 39,2
4 2,959 92 11,941 12,829 11,939 6,4 41
5 3,143 2 12,372 13,398 12,369 6,5 41
6 3,379 56 13,119 14,525 13,118 7,7 41
7 3,423 42 13,234 14,713 13,233 8,7 41
8 3,612 24 13,661 15,456 13,659 9,3 41

2. Lama waktu konsolidasi

Secara analitis, lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai derajat

konsolidasi 95% tanpa menggunakan PVD adalah 136 hari sedangkan jika

menggunakan PVD hanya membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk

mencapai derajat konsolidasi 95%, yaitu 25 hari. Perbandingan lama waktu

110
Universitas Sumatera Utara
konsolidasi dengan menggunakan pola dan jarak pemasangan PVD yang

bervariasi dapat dilihat pada Tabel 5.2

Tabel 5.2. Hubungan derajat konsolidasi dan waktu berdasarkan pada pola

segitiga dan pola persegi serta jarak pemasangan PVD yang bervariasi

VARIASI PEMASANGAN PVD U = 90 % U = 95 %


HARI

Pola Segitiga Spasi 1,5 m 17 22


Pola Segitiga Spasi 1,6 m 19 25
Pola Segitiga Spasi 1,7 m 21 28
Pola Persegi Spasi 1,6 m 22 29

3. Tegangan air pori berlebih

Hasil perhitungan analisa tegangan air pori berlebih baik secara analitis

maupun dengan metode elemen hingga dapat dilihat pada Tabel 5.3 dan 5.4

sebagai berikut:

Tabel 5.3. Hasil perhitungan tegangan air pori berlebih dengan metode analitis

Tinggi Total Ekses Ekses


Ekses
Timbunan Tinggi Konsolid Air Pori Air Pori
Pekerjaan Air Pori
Perlapisan Timbunan asi (Hari) Total Sisa
(kN/m2)
(m) (m) (kN/m2) (kN/m2)
Timbunan
Sand 0,6
Blanket 1,153 2 17,248 17,248 12,281
Timbunan 1 0,553
Timbunan 2 1,921 3,074 18 30,736 43,017 3,350
Timbunan 3 0,375 3,449 6 6 9,350 2,592
Timbunan 4 0,11 3,559 92 1,76 4,352 0,002
Timbunan 5 0,184 3,743 2 2,944 2,946 2,096
Timbunan 6 0,236 3,979 56 3,776 5,872 0,008
Timbunan 7 0,044 4,023 42 0,704 0,712 0,005
Timbunan 8 0,189 4,212 24 3,024 3,029 0,166

111
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.4. Hasil perhitungan tegangan air pori berlebih dengan metode elemen

hingga.

Tinggi Lama Nilai Tekanan Ekses Air Pori di Titik Nodal (kN/m2)
Tahap Timbunan Konsolidasi
(cm) (Hari)
A B C D E F G H I J
1 0,553 2 1,292 1,545 1,291 1,745 1,947 1,322 0,402 0,087 0,045 0,036
2 2,474 18 1,559 2,058 1,559 2,226 2,395 1,979 1,197 0,649 0,538 0,503
3 2,849 6 0,549 0,747 0,549 0,791 0,832 0,773 0,664 0,586 0,535 0,503
4 2,959 92 0,549 0,747 0,550 0,821 0,857 0,773 0,638 0,558 0,521 0,498
5 3,143 2 0,238 0,345 0,239 0,390 0,440 0,314 0,148 0,110 0,111 0,112
6 3,379 56 0,239 0,346 0,242 0,449 0,500 0,314 0,168 0,142 0,135 0,132
7 3,423 42 0,030 0,041 0,031 0,044 0,047 0,047 0,051 0,062 0,067 0,068
8 3,612 24 0,049 0,070 0,049 0,075 0,080 0,073 0,056 0,048 0,046 0,045

Dari hasil analisa di atas, dapat dilihat bahwa nilai bangkitan tertinggi tegangan

air pori secara analitis lebih besar (43,017 kN/m 2) daripada dengan metode

elemen hingga (2,395 kN/m2)

V.2 Saran

1. Untuk mendapatkan perbandingan respon program yang benar, diperlukan

penilitian lanjutan.

2. Dalam pemodelan struktur geoteknik untuk setiap jenis lapisan tanah

disarankan menggunakan pemodelan tanah yang berbeda-beda

3. Setiap ruas jalan seharusnya dilakukan pengujian SPT untuk mendapatkan

parameter tanah yang lebih akurat.

112
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Modul Pelatihan Geosintetik (Volume 1 : Klasifikasi dan Fungsi


Geosintetik), Pedoman Departemen Pekerjaan Umum

Anonim, Perencanaan dan Pelaksanaan Perkuatan Tanah Dengan Geosintetik,


Jakarta Selatan 2009. Pedoman Departemen Pekerjaan Umum

Anonim, Stabilisasi Dangkal Tanah Lunak Untuk Konstruksi Timbunan Jalan


(Dengan Semen & Cerucuk).2005.Pedoman Departemen Pekerjaan Umum

Barron, R. A. 1948. Consolidation of fine-grained soils by drain wells.


Transactions ASCE, Vol. 113, paper 2346, pp. 718-724.

Bergado, D. T., Asakami, H., Alfaro, M. C. & Balasubramaniam, A. S. (1991).


Smear effects of vertical drains on soft Bangkok clay. J. Geotech. Engng
Div. ASCE, 117(10), 1509-30.

Das, Braja M, Mekanika Tanah (Prinsip – Prinsip Rekayasa Geoteknis),


Terjemahan oleh Noor Endah & Indra Surya Mochtar. Jilid I, Jakarta :
Erlangga 1995.

Das, Braja M, Mekanika Tanah (Prinsip - Prinsip Rekayasa Geoteknis),


Terjemahan oleh Noor Endah & Indra Surya Mochtar. Jilid II Jakarta :
Erlangga 1995.

Das, Braja M, Advanced Soil Mechanics Third Edition.UK:British Library 2008.


Hansbo, S. 1979. Consolidation of clay by band-shaped prefabricated drains.
Ground Engineering, July, Vol. 12, No.5.

Hansbo, S. 1981. Consolidation of fine-grained soils by prefabricated drains.


Proceedings, 10th International Conference on Soil Mechanics and
Foundation Engineering, Vol. 3, Stockholm.

Hansbo, S. 1987. Design aspects of vertical drains and lime column installations.
In Proceedings of the 9th Southeast Asian Geotechnical Conference,
Bangkok, Thailand, Vol. 2. Southeast Asian Geotechnical Society,
Bangkok, pp. 8-1-8-2.

Indraratna B., Bamunawita C., Redana I., Mclntosh G. (2003). ”Modelling of


Prefabricated Vertical Dains in Soft Clay and Evaluation of Their
Effctiveness in Practice”. Journal of Ground Improvement. 7(3), 2003, 127-
138.”

113
Universitas Sumatera Utara
Indraratna, Buddhima. (2008). ”Recent Advancements in the use of Prefabricated
Vertical Drains in Soft Soils”. Australian Geomechanics Journal, March
issue, 2008, 29-46.

Indraratna Buddhima, Aljorany A., Rujikiatkamjorn Cholachat. (2011).


”Consolidation by Vertical Drain Beneath a Circular Embankment Using
Analytical and NumericalModelling”. Journal of Geomechanics, ASCE,
2011, 1000-1005.

Jamiolkowski, M., Lancellota, R. and Wolski, W. 1983. Precompression and


speeding up consolidation. Proceedings, Eighth European Conference on
Soil Mechanics and Foundation Engineering, Vol. 3. Helsinki.

Mendrofa, Junieli.2015 “Analisis Perbaikan Lapisan Soft Soil dengan Sistem


Prefabricated Vertical Drain pada Jalan Tol Medan-Kualanamu dengan
Metode Elemen Hingga”. Tesis Magister Universitas Sumatera Utara.

Pasaribu Hotlan Togu. 2010.”Analisa Penurunan Pada Tanah Lunak Akibat


Timbunan (Studi Kasus RUNWAY Bandara Medan Baru)”. Universitas
Sumatera Utara.

Sari Samita Sylda.2015. ”Kajian Efektivitas Penggunaan Geogrid Sebagai Bahan


Pemisah Lapisan Antara Tanah Gambut dan Tanah Merah Dalam Struktur
Timbunan Menggunakan Metode Elemen Hingga”. Skripsi Universitas
Sumatera Utara

Siregar, Juanda Andika.2017 “Analisis Perbaikan Tanah Lunak Akibat Pengaruh


Penggunaan PVD dan Geotekstil dengan Menggunakan Metode Analitik
dan Metode Elemen Hingga (Studi Kasus Pryek Jalan Bebas Hambatan
Medan-Kualanamu KM 35+622,42)”. Skripsi Universitas Sumatera Utara.

114
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai