Anda di halaman 1dari 206

PENGARUH PENGGUNAAN SERAT KULIT LUAR TEBU

TERHADAP KUAT TEKAN DAN LENTUR


BETON ABU DAUN JAGUNG

TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana S1 pada Departemen Teknik Sipil,
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Disusun oleh:

TAMARA CHRISTIN BELIA PURBA


16 0404 107

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
ABSTRAK
Beton adalah salah satu bahan konstruksi yang mengalami peningkatan produksi
dan inovasi yang sangat pesat seiring berkembangnya teknologi dan populasi makhluk
hidup. Beton memiliki sifat dasar lebih kuat menahan tegangan tekan daripada tegangan
lainnya. Semen sebagai salah satu penyusun beton merupakan sumber daya alam yang
tidak dapat diperbaharui serta menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Oleh
karena itu dibutuhkan alternatif baru bahan penyusun beton yang dapat membantu beton
menahan tegangan yang terjadi dan mewujudnyatakan beton ramah lingkungan yaitu
dengan memanfaatkan kulit luar tebu serta daun jagung yang merupakan limbah pertanian
yang masih kurang dimanfaatkan. Pada penelitian ini dikaji pengaruh penggunaan limbah
organik berupa kulit luar tebu serta daun jagung untuk meningkatkan kekuatan beton
dalam menahan tegangan yang terjadi serta mewujudnyatakan beton ramah lingkungan.
Metode penelitian yang digunakan adalah kajian ekperimental di laboratorium
dengan tujuan mengetahui pengaruh serat kulit luar tebu dan daun jagung terhadap kuat
tekan dan lentur beton. Pada penelitian ini digunakan superplasticizer untuk meningkatkan
workability pada self compacting concrete (SCC). Adapun persentase abu daun jagung
yang digunakan dipilih dari variasi 5%, 10%, 15% dan 20% dari berat semen yang
memberikan kuat tekan paling optimum pada umur 28 hari dan variasi persentase serat
kulit luar tebu yang digunakan pada penelitian ini yaitu 0%, 0,5%, 1%, 1,5%, 2% dan 2,5%
dari berat semen. Pada penelitian ini digunakan juga beton normal sebagai kontrol.
Pengujian kuat tekan dilakukan dengan benda uji silinder diameter 15 𝑐𝑚 dan tinggi 30 𝑐𝑚
pada umur 7, 14 dan 28 hari serta kuat lentur dengan benda uji pelat ukuran panjang 60
𝑐𝑚, lebar 10 𝑐𝑚 dan tinggi 4 𝑐𝑚 pada umur 28 hari.
Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh kekuatan tekan optimum pada beton abu
daun jagung 15% dengan penambahan 0,5% serat kulit luar tebu pada umur 7, 14 dan 28
hari masing-masing sebesar 21,1 𝑀𝑃𝑎, 23,5 𝑀𝑃𝑎 dan 27,1 𝑀𝑃𝑎. Kekuatan lentur
optimum juga terjadi pada beton abu daun jagung dengan penambahan 0,5% serat kulit
luar tebu sebesar 5,826 𝑀𝑃𝑎. Dari hasil pengujian ini, dapat diketahui bahwa beton ADJ
dengan serat 0,5% kulit tebu mampu meningkatkan kuat tekan dan kuat lentur terhadap
beton normal serta penggunaan abu daun jagung dan serat kulit luar tebu sebagai limbah
organik dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambah dalam adukan beton.
Kata kunci : abu daun jagung, serat kulit luar tebu, beton ramah lingkungan, self
compacting concete, kuat tekan, kuat lentur.

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa, karena atas kasih
dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir ini merupakan
syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik (ST) Bidang Stuktur, Departemen Teknik
Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dengan judul “Pengaruh Penggunaan
Serat Kulit Luar Tebu Terhadap Kuat Tekan dan Lentur Beton Abu Daun Jagung”.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari
doa, dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang telah berperan
penting, yaitu:
1. Bapak Dr. Ir. Muhammad Aswin, ST., MT. selaku Pembimbing penulis dan Ketua
Bidang Studi Struktur yang telah banyak memberikan masukan, saran, ilmu bahkan
dukungan untuk membantu penulis menyelesaikan tugas akhir ini,
2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Wakil Dekan I Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara,
3. Bapak Medis Sejahtera Surbakti, S.T., M.T., Ph.D selaku Ketua Departemen
Teknik Sipil, Faklutas Teknik, Universitas Sumatera Utara,
4. Bapak Ridwan Anas, S.T., M.T. selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil,
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara,
5. Bapak Ir. Sanci Barus M.T dan Ibu Ir. Rahmi Karolina S.T., M.T selaku Dosen
Pembanding yang telah memberi bimbingan dan masukan kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan tugas akhir ini,
6. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara yang telah memberi bantuan kepada keperluan
administrasi tugas akhir ini,
7. Asisten Laboratorium Bahan Rekayasa, Departemen Teknik Sipil, Fakultas
Teknik, Universitas Sumatera Utara, Eka Fadli Rasyid Siahaan yang telah
membantu serta memberikan ilmu kepada penulis selama melakukan penelitian
serta kepada kak Sella selaku staff administrasi Laboratorium Bahan Rekayasa
yang telah membantu penelitian yang dilakukan penulis,
8. Teristimewa kepada keluarga penulis, terutama kedua orang tua penulis, Bapak
Repelita Purba dan Ibu Harta Malem Br. Ginting, yang telah memberikan doa,

ii
dukungan, motivasi, semangat, dan materi dengan sangat tulus dan ikhlas kepada
penulis. Tidak lupa kedua adik penulis, Frinti Layasi Purba dan Lucky Kawalta
Purba yang telah memberikan dukungan, doa, dan semangat kepada penulis, serta
adik sepupu penulis, Paulina Magdalena Br. Meliala yang telah membantu penulis
dalam mencari bahan penelitian penulis.
9. Tante (bibik tengah), Kasmoria Br. Ginting yang sudah memberi pengertian selama
penulis tinggal bersama serta selalu memberi dukungan, motivasi, semangat serta
setiap materi dan waktu untuk membantu penulis. Tidak lupa juga kepada kakak
dan abang sepupu penulis, Ria Rehngenana Br. Tarigan dan Ria Harapenta Tarigan
yang sudah seperti kakak dan abang penulis sendiri yang selalu sabar dan tulus
memberi semangat, dorongan serta motivasi bahkan ilmu kepada penulis,
10. Yelni Afriany Pasaribu selaku sahabat penulis serta teman seperjuangan dalam
penyelesaian tugas akhir ini yang selalu membantu dan menemani penulis berjuang
bersama menyelesaikan tugas akhir ini,
11. Popo Hayanti Pinem dan Christin Natalia Naiborhu selaku teman seperjuangan
penulis yang selalu membantu dan menemani dalam menyelesaikan tugas akhir ini,
12. Teman kelompok kecil penulis, Dexametasoni Napitupulu, Evalina Manihuruk dan
Daniel Pandapotan Simbolon serta kakak Tuti Oktavianita Br. Tarigan yang selalu
memberi dukungan dan semangat serta doa untuk penulis dalam menyelesaikan
tugas akhir penulis,
13. Teman-teman Kasih, Florent Oktaviani Gurning, Cynthia Wijaya, Marta Gloria
Anggreni Purba, dan Nancy Indah Lestari Halawa yang telah memberi dukungan
serta semangat kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini,
14. Teman-teman stambuk 2016 terkhusus kepada Toni Syahputra Sitompul, Antonio
Pakpahan, Daniel Prabowo Tambunan, Rikki Silalahi, Yogi Arianto Nainggolan,
Deo Syafri Manulang, Riswanda Gultom, Yoga Siregar yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan proses penelitian penulis,
15. Adik-adik stambuk 2019, Ondo Damanik, Adrian Sahat Tua Parningotan Siagian,
Dwi Purnama Julianto, Syahrul Ramadhan yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan proses penelitian penulis sehingga tugas akhir ini dapat selesai,

iii
16. Pengurus PERMATA GBKP Runggun Pujidadi periode 2018-2020, kakak
Rosalina Br. Sembiring, dan Rony Firdaus Ginting yang telah memberi dukungan
dan doa kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir penulis,
17. PT. Keraton atas dukungan material yang diberikan untuk melakukan penelitian
tugas akhir ini,
18. PT. Multi Adverindo atas dukungan peminjaman cetakan silinder kepada penulis
untuk melakukakan penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
ini.
Adapun kekurangan dan keterbatasan pada penulisan tugas akhir ini, penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk memperbaiki tugas
akhir ini menjadi lebih baik lagi.

Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
berperan dalam penyelesaikan tugas akhir ini. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.

Medan, November 2020


Penulis

(Tamara Christin Belia Purba)


NIM. 160404107

iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .......................................................................................................ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... v

DAFTAR TABEL.......................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... x

DAFTAR NOTASI ........................................................................................................ xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................................... 3
1.4 Batasan Masalah...................................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................................. 4
1.6 Sistematika Penulisan.............................................................................................. 4
1.7 Jadwal Penelitian..................................................................................................... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 7

2.1 Beton ....................................................................................................................... 7


2.2 Material Penyusun Beton ........................................................................................ 8
2.2.1 Semen ............................................................................................................ 8
2.2.2 Semen Portland............................................................................................. 9
2.2.2.1 Senyawa kimia dalam semen Portland ........................................ 9
2.2.3 Agregat ........................................................................................................ 11
2.2.3.1 Agregat kasar .............................................................................. 12
2.2.3.2 Agregat halus .............................................................................. 12
2.2.4 Air ............................................................................................................... 13
2.2.4.1 Jumlah air ................................................................................... 14
2.3 Perkembangan Bahan Penyusun Beton ................................................................. 15
2.3.1 Bahan Tambah (Admixture) ........................................................................ 15
2.3.1.1 Bahan Tambah Kimia (Chemical Admixture) ............................ 15
2.3.1.2 Bahan Tambah Mineral (Additive) ............................................. 18
2.3.1.3 Abu Daun Jagung ....................................................................... 19

v
2.3.1.4 Serat Kulit Luar Tebu ................................................................. 20
2.4 Beton Segar ........................................................................................................... 21
2.4.1 Slump Flow.................................................................................................. 24
2.5 Beton Keras ........................................................................................................... 25
2.5.1 Kekuatan Beton ........................................................................................... 25
2.5.1.1 Kekuatan Tekan Beton ............................................................... 25
2.5.1.2 Kekuatan Lentur Beton............................................................... 27
2.5.2 Susut, Rangkak dan Retak........................................................................... 28
2.5.3 Durabilitas dan Permeabilitas ..................................................................... 28
2.6 Perkembangan Teknologi Beton ........................................................................... 29
2.6.1 Beton Serat .................................................................................................. 29
2.6.2 Beton Ramah Lingkungan atau Beton Hijau (Green Concrete) ................. 30
2.6.3 Self Compacting Concrete (SCC) ............................................................... 30
2.7 Penelitian Terdahulu Yang Terkait ....................................................................... 31
BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................................. 56

3.1 Umum.................................................................................................................... 56
3.2 Tahapan-Tahapan Penelitian ................................................................................. 57
3.2.1 Persiapan ..................................................................................................... 57
3.2.1.1 Mix design .................................................................................. 57
3.2.1.2 Penyediaan material yang digunakan ......................................... 60
3.2.1.3 Pemeriksaan Alat-Alat Yang Digunakan ................................... 79
3.2.2 Trial Mix...................................................................................................... 81
3.2.3 Pembuatan Benda Uji Beton Abu Daun Jagung ......................................... 81
3.2.4 Pembuatan Benda Uji Beton ADJ + Serat Kulit Luar Tebu ....................... 81
3.2.5 Pengujian-Pengujian yang Dilakukan ......................................................... 87
3.2.5.1 Pengujian Tarik Serat Kulit Luar Tebu ...................................... 87
3.2.5.2 Pengujian Slump Flow ................................................................ 89
3.2.5.3 Pengujian Berat Volume Beton .................................................. 90
3.2.5.4 Pengujian Kekuatan Tekan Beton (SNI 1974:2011) .................. 92
3.2.5.5 Pengujian Kekuatan Lentur Beton.............................................. 93
3.2.6 Analisis Data ............................................................................................... 95
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 96

4.1 Pengujian Tarik Serat Kulit Luar Tebu ................................................................. 96

vi
4.2 Pengujian Slump Flow........................................................................................... 97
4.3 Berat Volume Beton.............................................................................................. 98
4.4 Hasil Pengujian Kekuatan Tekan Beton ............................................................. 102
4.4.1 Kuat Tekan Beton ADJ Kontrol ( ADJ 5% Sampai 20%) ........................ 102
4.4.2 Kuat Tekan Beton Normal (0% ADJ, 0% KLT) ....................................... 103
4.4.3 Kuat Tekan Beton 0% Serat (15% ADJ, 0% KLT) .................................. 104
4.4.4 Kuat Tekan Beton 0,5% Serat (15% ADJ, 0,5% KLT) ............................ 105
4.4.5 Kuat Tekan Beton 1% Serat (15% ADJ, 1% KLT) .................................. 106
4.4.6 Kuat Tekan Beton 1,5% Serat (15% ADJ, 1,5% KLT) ............................ 107
4.4.7 Kuat Tekan Beton 2% Serat (15% ADJ, 2% KLT) .................................. 108
4.4.8 Kuat Tekan Beton 2,5% Serat (15% ADJ, 2,5% KLT) ............................ 109
4.4.9 Kuat Tekan Beton Normal Dan Beton ADJ + Penambahan Serat KLT ... 110
4.4.10 Kondisi Keruntuhan Beton Normal Dan Beton ADJ + Serat KLT ... 115
4.5 Kekuatan Lentur Beton ....................................................................................... 118
4.5.1 Beban Lentur ............................................................................................. 118
4.5.2 Kuat Lentur ............................................................................................... 120
4.5.3 Lendutan .................................................................................................... 121
4.5.3.1 Lendutan Akhir ......................................................................... 121
4.5.3.2 Lendutan Saat Beban Lentur Maksimum ................................. 123
4.5.3.3 Gabungan Lendutan Saat Beban Lentur Maksimum dan
Lendutan Akhir ....................................................................................... 124
4.5.4 Hubungan Beban dan Lendutan ................................................................ 126
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 134

5.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 134


5.2 Saran.................................................................................................................... 135
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 136

LAMPIRAN .................................................................................................................. 140

vii
DAFTAR TABEL
BAB 1 PENDAHULUAN
Tabel 1. 1 : Jadwal Penelitian ................................................................................................. 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.1: Senyawa utama penyusun semen Portland ............................................................... 9
Tabel 2.2: Batas toleransi kandungan pada air ........................................................................ 14
Tabel 2.3: Kandungan Zat Pada Tebu .................................................................................... 21
Tabel 2.4: Batas Nilai Workability Dengan Berbagai Metode ................................................. 24
Tabel 2.5: Variasi Bahan Tambah Pada Beton ....................................................................... 32
Tabel 2.6: Hasil Penelitian Sifat Mekanik Beton .................................................................... 32
Tabel 2.7: Kekuatan Tekan Beton dengan Penambahan Abu Ampas Kopi ............................... 34
Tabel 2.8: Hasil Uji XRF Abu Ampas Tebu........................................................................... 35
Tabel 2.9: Hasil Kekuatan Lentur Beton UHPC Umur 28 Hari ................................................ 36
Tabel 2.10: Hasil Kekuatan Tekan Beton Serat Daun Nenas ................................................... 37
Tabel 2.11: Hasil Kuat Lentur Beton Serat Daun Nenas .......................................................... 38
Tabel 2.12: Komposisi Kimia Sugar Cane Bagasse Ash (SCBA) ............................................. 45
Tabel 2.13: Hasil Penelitian Studi Eksperimental Abu Ampas Tebu umur 7 Hari ..................... 46
Tabel 2.14: Hasil Studi Eksperimental Abu Ampas Tebu Umur 28 Hari .................................. 46
Tabel 2.15: Rancangan Benda Uji ......................................................................................... 47
Tabel 2.16: Variasi Benda Uji ............................................................................................... 47
Tabel 2.17: Hasil Kekuatan Tekan Dan Lentur Beton Serat Ban .............................................. 48
Tabel 2.18: Sifat-sifat bahan penyusun beton ......................................................................... 50
Tabel 2.19: Detail Jumlah Benda Uji ..................................................................................... 53
Tabel 2.20: Hasil Uji Unsur Kimia Abu Bonggol Jagung ........................................................ 54
Tabel 2.21: Hasil Uji Berat Volume Beton SCC ..................................................................... 54
BAB 3 METODE PENELITIAN
Tabel 3.1: Perkiraan Kadar Air Bebas (𝑘𝑔/𝑐𝑚3) untuk campuran beton ................................. 58
Tabel 3.2: Persyaratan jumlah semen minimum (SNI 03-2834-2000) ..................................... 58
Tabel 3.3: Jumlah Benda Uji Tahap Pertama (Beton Abu Daun Jagung) .................................. 81
Tabel 3.4: Jumlah Benda Uji Tahap Kedua ............................................................................ 82
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1: Kuat Tarik Serat Kulit Luar Tebu ............................................................................... 96

viii
Tabel 4.2: Ukuran Serat Kulit Luar Tebu ..................................................................................... 96
Tabel 4.3: Nilai Slump Flow Beton .............................................................................................. 97
Tabel 4.4: Berat Volume Silinder Beton pada Umur 7 Hari ......................................................... 98
Tabel 4.5: Berat Volume Silinder Beton pada Umur 14 Hari ...................................................... 99
Tabel 4.6: Berat Volume Silinder Beton pada Umur 28 Hari ..................................................... 100
Tabel 4.7: Kekuatan Tekan Beton ADJ pada Umur 28 Hari ...................................................... 102
Tabel 4.8: Kuat Tekan Rata-Rata Beton Normal ........................................................................ 103
Tabel 4.9: Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 0% KLT ....................................................... 104
Tabel 4.10: Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 0,5% KLT .................................................. 105
Tabel 4.11: Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 1% KLT ..................................................... 106
Tabel 4.12: Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 1,5% KLT ................................................. 107
Tabel 4.13: Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 2% KLT ..................................................... 108
Tabel 4.14: Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 2,5% KLT .................................................. 109
Tabel 4.15: Kuat Tekan Rata-Rata Seluruh Spesimen................................................................ 111
Tabel 4.16: Beban Lentur Rata-Rata Seluruh Spesimen............................................................. 118
Tabel 4.17: Kuat Lentur Rata-Rata Beton Normal dan ADJ dengan penambahan serat ............. 120
Tabel 4.18: Lendutan Akhir Rata-Rata Beton Normal dan ADJ + KLT .................................... 122
Tabel 4.19: Lendutan pada Beban Lentur Maksimum Beton Normal dan ADJ + KLT ............. 123
Tabel 4.20: Gabungan Lendutan pada Beban Maksimum dan Lendutan akhir .......................... 125
Tabel 4.21: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Sampel Beton Normal ............................... 126
Tabel 4.22: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ ................................................ 127
Tabel 4.23: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ + 0,5% KLT ........................... 128
Tabel 4.24: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ + 1% KLT .............................. 129
Tabel 4.25: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ + 1,5% KLT ........................... 130
Tabel 4.26: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ + 2% KLT .............................. 131
Tabel 4.27: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ + 2,5% KLT ........................... 132
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

ix
DAFTAR GAMBAR
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1: Produksi Jagung di Indonesia ............................................................................ 19
Gambar 2.2: Produksi Jagung Menurut Provinsi tahun 2014 - 2018 ......................................... 19
Gambar 2.3: Daerah Produksi Tebu Indonesia ....................................................................... 20
Gambar 2.4: Pola Kehancuran Benda Uji Silinder .................................................................. 26
Gambar 2.5: Hubungan Faktor Air-Semen Dengan Kuat Tekan Beton ..................................... 27
Gambar 2.6: Sketsa Pengujian Kuat Lentur Beton .................................................................. 28
Gambar 2.7: Beton SCC Homogen yang Tidak Mengalami Bleeding ...................................... 31
Gambar 2.8: Beton SCC yang Mengalami Bleeding ............................................................... 31
Gambar 2 9: Hasil Kuat Tekan Beton Normal dengan Penambahan Abu Ampas Tebu .............. 35
Gambar 2.10: Hasil Kuat Tekan Beton UHPC dengan Penambahan Abu Ampas Tebu ............. 36
Gambar 2.11: Kuat Tekan Beton Serat Daun Nenas ............................................................... 38
Gambar 2.12: Kuat Lentur Beton Serat Daun Nenas .............................................................. 39
Gambar 2.13: Kuat Tekan Beton Variasi Panjang Serat Sabut Kelapa ...................................... 40
Gambar 2.14: Kuat Lentur Beton Variasi Panjang Serat Sabut Kelapa ..................................... 40
Gambar 2. 15 : Diagram Alir Trial Mix Self Compacting Concrete .......................................... 42
Gambar 2.16: Hubungan Binder dan Nilai SF50 Dosis Viscocrete Berbeda ............................... 43
Gambar 2.17: Hubungan Komposisi Binder dan Nilai SFmaks Dosis Viscocrete Berbeda ........... 43
Gambar 2.18: Hubungan Komposisi Binder dan Nilai FL40 Dosis Viscocrete Berbeda ............. 43
Gambar 2.19: Hubungan Komposisi Binder dan Nilai FLmaks Dosis Viscocrete Berbed ............ 44
Gambar 2.20: Hubungan Komposisi Binder dan Kuat Tekan Beton Viscocrete 1.5%................ 44
Gambar 2.21: Hubungan Komposisi Binder dan Kuat Tekan Viscocrete 2% ............................ 44
Gambar 2.22: Kekuatan Tekan Beton Serat ........................................................................... 49
Gambar 2.23: Persentase Penurunan Kekuatan Tekan Beton ................................................... 49
Gambar 2.24: Hasil Uji slump flow 𝑇50 ................................................................................ 51
Gambar 2.25: Hasil Uji Berat Isi Beton ................................................................................ 51
Gambar 2.26: Hasil Uji Waktu Ikat ....................................................................................... 52
Gambar 2.27: Hasil Uji Kuat Tekan ...................................................................................... 52
Gambar 2.28: Hasil Uji Kuat Tarik Umur 28 Hari .................................................................. 52
Gambar 2.29: Diagram Berat Volume Beton.......................................................................... 54

x
Gambar 2.30: Hubungan Kadar Abu Bonggol Jagung dengan Volume Rongga ....................... 55
Gambar 2.31: Perbandingan Tegangan dan Regangan Setiap Tipe Beton SCC ......................... 55
BAB 3 METODE PENELITIAN
Gambar 3. 1: Flow Chart Penelitian ...................................................................................... 56
Gambar 3.2: Grafik persen pasir terhadap kadar agregat maksimum ukuran 100 𝑚𝑚 ............... 59
Gambar 3.3: Perkiraan berat isi beton basah (SNI 03-2834-2000)............................................ 59
Gambar 3.4: Semen OPC Produksi PT. SEMEN PADANG .................................................... 60
Gambar 3.5: Flow Chart Pembakaran Abu Daun Jagung (ADJ) .............................................. 61
Gambar 3.6: Ladang Jagung ................................................................................................. 62
Gambar 3.7: Wadah Pembakaran Daun Jagung ...................................................................... 62
Gambar 3.8: Abu Daun Jagung yang Dikumpulkan ................................................................ 63
Gambar 3.9: Flowchart Penyediaan Serat Kulit Luar Tebu ...................................................... 64
Gambar 3.10: Penjemuran Kulit Luar Tebu ........................................................................... 65
Gambar 3.11: Hasil Pemotongan Kulit Luar Tebu Sepanjang 3 cm .......................................... 66
Gambar 3.12: Hasil Pengirisan Kulit Luar Tebu ..................................................................... 66
Gambar 3.13: Pasir .............................................................................................................. 67
Gambar 3.14: Timbangan D-SCALE..................................................................................... 67
Gambar 3.15: Oven .............................................................................................................. 68
Gambar 3.16: Satu set ayakan ............................................................................................... 68
Gambar 3.17: Shieve shaker machine .................................................................................... 69
Gambar 3.18: Mould ............................................................................................................ 70
Gambar 3.19: Batang Perojok ............................................................................................... 70
Gambar 3.20: Piknometer ..................................................................................................... 71
Gambar 3.21: Pan ................................................................................................................ 71
Gambar 3.22: Kerikil ........................................................................................................... 74
Gambar 3.23: Sekop ............................................................................................................ 75
Gambar 3.24: Ember ............................................................................................................ 76
Gambar 3.25: Keranjang Kawat ............................................................................................ 76
Gambar 3.26: Dunagan Test ................................................................................................. 77
Gambar 3.27: Superplasticizer .............................................................................................. 79
Gambar 3.28: Concrete Mixer (Molen) .................................................................................. 79
Gambar 3.29: Compression Test Machine.............................................................................. 80
Gambar 3.30: Universal Testing Machine.............................................................................. 80

xi
Gambar 3.31: Material yang digunakan ................................................................................. 82
Gambar 3.32: Pemasukan Kerikil dan Pasir ........................................................................... 83
Gambar 3.33: Pemasukan Semen dan ADJ ............................................................................ 83
Gambar 3.34: Penuangan Air kedalam Molen ........................................................................ 84
Gambar 3.35: Pemasukan Superplasticizer ............................................................................ 84
Gambar 3.36: Campuran Beton yang Menggumpal-Gumpal ................................................... 85
Gambar 3.37: Pemasukan Serat Tebu .................................................................................... 85
Gambar 3.38: Pengujian Slump Flow .................................................................................... 86
Gambar 3.39: Campuran beton dalam cetakan ....................................................................... 86
Gambar 3.40: Curing Beton .................................................................................................. 87
Gambar 3.41: Pemasangan Pengait Serat pada Universal Testing Machine .............................. 87
Gambar 3.42: Serat yang akan diuji ....................................................................................... 88
Gambar 3.43: Serat Yang Sudah Diuji Dan Putus ................................................................... 88
Gambar 3.44: Pemasukkan Beton Segar Ke Dalam Kecurut .................................................... 89
Gambar 3.45: Aliran Beton Segar ......................................................................................... 90
Gambar 3.46: Pengukuran Diameter Aliran Beton Segar ........................................................ 90
Gambar 3.47: Penimbangan Benda Uji .................................................................................. 91
Gambar 3.48: Pengukuran Benda Uji Silinder ........................................................................ 91
Gambar 3.49: Proses Capping Benda Uji ............................................................................... 92
Gambar 3.50: Pengujian Kuat Tekan Beton ........................................................................... 93
Gambar 3.51: Penggambaran garis pembagi pada benda uji pelat ............................................ 94
Gambar 3.52: Perletakan Spreader Beam ............................................................................... 94
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 4.1: Nilai Slump Flow Beton .................................................................................... 97
Gambar 4.2: Berat Volume Silinder Beton pada Umur 7 Hari ................................................. 99
Gambar 4.3: Berat Volume Silinder Beton pada Umur 14 Hari ............................................. 100
Gambar 4.4: Berat Volume Silinder Beton pada Umur 28 Hari ............................................. 101
Gambar 4.5: Kekuatan Tekan Beton ADJ pada Umur 28 Hari ............................................... 102
Gambar 4.6: Kekuatan Tekan Beton ADJ pada Umur 28 Hari ............................................... 103
Gambar 4.7: Kuat Tekan Rata-Rata Beton Normal ............................................................... 104
Gambar 4.8: Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 0% KLT ............................................... 105
Gambar 4.9: Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 0,5% KLT............................................. 106
Gambar 4.10: Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 1% KLT.............................................. 107

xii
Gambar 4.11: Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 1,5% KLT ........................................... 108
Gambar 4.12: Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 2% KLT.............................................. 109
Gambar 4.13: Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 2,5% KLT ........................................... 110
Gambar 4.14: Hubungan Variasi Serat KLT dan Kuat Tekan pada Umur 7 Hari ..................... 111
Gambar 4.15: Hubungan Variasi Serat KLT Dan Kuat Tekan Pada Umur 14 Hari .................. 112
Gambar 4.16: Hubungan Variasi Serat KLT dan Kuat Tekan pada Umur 28 Hari ................... 112
Gambar 4.17: Hubungan Antara Variasi Serat KLT, Umur Beton dan Kuat Tekan ................. 113
Gambar 4.18: Hubungan Antara Variasi Serat KLT, Umur Beton Dan Kuat Tekan ................ 113
Gambar 4.19: Kondisi Keruntuhan Beton Normal ................................................................ 115
Gambar 4.20: Kondisi Keruntuhan Beton ADJ 0% KLT ....................................................... 115
Gambar 4.21: Kondisi Keruntuhan Beton ADJ 0% KLT ....................................................... 116
Gambar 4.22: Kondisi Keruntuhan Beton ADJ..................................................................... 117
Gambar 4.23: Kondisi Keruntuhan Beton ADJ 2% KLT ....................................................... 117
Gambar 4.24: Beban Lentur Rata-Rata Beton ...................................................................... 119
Gambar 4.25: Beban Lentur Rata-Rata Beton ...................................................................... 119
Gambar 4.26: Kuat Lentur Rata-Rata Beton Normal dan ADJ dengan penambahan serat ........ 120
Gambar 4.27: Kuat Lentur Rata-Rata Beton Normal dan ADJ dengan penambahan serat ........ 121
Gambar 4.28: Lendutan Akhir Rata-Rata Beton Normal dan ADJ + KLT .............................. 122
Gambar 4.29: Lendutan Akhir Rata-Rata Beton Normal dan ADJ + KLT .............................. 123
Gambar 4.30: Lendutan pada Beban Maksimum Beton Normal dan ADJ + KLT ................... 124
Gambar 4.31: Lendutan pada Beban Maksimum Beton Normal dan ADJ + KLT ................... 124
Gambar 4.32: Gabungan Lendutan pada Beban Maksimum dan Lendutan akhir ..................... 125
Gambar 4.33: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton Normal .................................... 126
Gambar 4.34: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Sampel Beton ADJ ............................. 127
Gambar 4.35: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ + 0,5% ............................. 128
Gambar 4.36: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ + 1% KLT ........................ 129
Gambar 4.37: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ + 1,5% KLT ...................... 130
Gambar 4.38: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan pada Beton ADJ + 2% KLT ................ 131
Gambar 4.39: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ + 2,5% KLT ...................... 132
Gambar 4.40: Hubungan Beban Dan Lendutan Beton Normal Dan Beton ADJ + KLT ........... 133
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

xiii
DAFTAR NOTASI

𝑓’𝑐 : Kuat tekan beton (𝑀𝑃𝑎)


𝑃 : Beban tekan (𝑁)
A : Luas Penampang (𝑚𝑚2 )

𝜎 : Tegangan lentur (𝑁⁄𝑚2 )


W : Section Modulus (𝑚3 )
𝑀𝑜𝑅 : Modulus of Rupture
SSD : Saturated Surface Dry
ADJ : Abu Daun Jagung
KLT : Kulit Luar Tebu
FAS : Faktor Air Semen
M : Massa (𝐾𝑔)
V : Volume (𝑚3 )
FM : Fineness Modulus
SCC : Self Compacting Concrete

xiv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perkembangan pada bidang konstruksi di seluruh dunia meningkat seiring


meningkatnya teknologi serta populasi makhluk hidup. Salah satu material penyusun
konstruksi yang berperan adalah beton. Peran beton dalam perkembangan bidang
konstruksi disebabkan karena adanya beberapa keunggulan antara lain, harga yang relatif
murah, mudah dibentuk dan diangkut, memiliki kekuatan tekan yang tinggi, tahan terhadap
karat, serta tidak mengalami pembusukan.

Beton adalah campuran antara semen Portland atau semen hidrolik yang lain,
agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk
massa padat (SNI 03-2847, 2002). Bahan penyusun beton merupakan sumber daya alam
yang tidak dapat diperbaharui dan dihasilkan dari alam melalui proses penambangan.
Beton memiliki sifat dasar lebih kuat menahan tegangan tekan daripada tegangan lainnya
(Mulyono, 2003).

Ketersediaan bahan baku beton yang semakin terbatas, pengaruhnya terhadap


lingkungan serta sifat dasar beton yang lemah menahan tegangan lainnya memicu
alternatif-alternatif baru bahan pembentuk serta pembuatan beton, seperti beton serat (fibre
concrete) dan beton ramah lingkungan atau beton hijau (green concrete).

Penambahan serat berfungsi agar beton mampu mengalami tegangan dan tekanan
tanpa mengalami retakan. Serat alami juga dapat meningkatkan ketahanan terhadap
benturan pada beton (Fathi & Fathi, 2015). Terdapat 2 (dua) jenis serat, yaitu: (1) serat
organik atau serat alami adalah serat yang diambil dari alam seperti serat bambu, serat
tebu, serat pisang, serat serabut kelapa dan lain-lain. (2) Serat anorganik atau serat sintetis
adalah serat buatan seperti, serat nylon, serat karbon, serat kaca dan lain-lain.

Penggunaan serat sintetis sebagai perkuatan beton saat ini semakin berkembang
seiring perkembangan teknologi. Namun pada penggunaan serat sintetis terdapat beberapa
kelemahan, yaitu beresiko meracuni, tidak tereduksi secara alami, serta harga yang relatif
mahal. Oleh sebab itu sekarang semakin dikembangkan penggunaan serat alami sebagai
perkuatan beton. Beberapa kelebihan serat alami yang menjadi pertimbangan untuk

1
semakin dikembangkan dalam teknologi beton yaitu, tidak beracun, mudah didapatkan,
dapat tereduksi secara alami, serta harganya yang murah, namun memiliki kekuatan
mekanis yang sama dengan serat sintetis.

Salah satu serat alami yang banyak terdapat di Indonesia adalah serat yang berasal
dari tebu, baik serat dalam tebu yang sudah digiling/serat ampas tebu (baggase) maupun
serat kulit luar tebu. Pada umumnya tebu mengandung 11-16 % serat (Nugroho et al.,
2012). Hingga saat ini serat kulit luar tebu masih masih belum banyak dimanfaatkan.
Masyarakat yang memiliki perkebunan tebu pada umumnya akan membuang kulit tebu
setelah mendapat bagian dalam tebu yang mengandung air serta sari gula untuk dinikmati.

Pemakaian semen menghasilkan emisi karbondioksida (𝐶𝑂2 ) yang mengakibatkan


pemanasan global. Pemakaian semen serta produksinya turut menyumbang sekitar 5% dari
total emisi karbondioksida (𝐶𝑂2 ) dunia (Worrell et al., 2001). Ini membuat beton
konvensional tidak ramah lingkungan bahkan berpotensi merusak lingkungan.

Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis yang memicu luasnya
lahan pertanian dan perkebunan. Pada hampir seluruh kegiatan produksi atau pemenuhan
kebutuhan manusia termasuk pertanian dan perkebunan menghasilkan limbah baik limbah
organik maupun limbah anorganik.

Menurut data Kementrian Pertanian, pada tahun 2018 luas total lahan pertanian
jagung di Indonesia mencapai 5,7 juta ha yang menghasilkan jumlah produksi jagung
mencapai 30 juta ton. Hasil dari lahan pertanian ini bukan hanya menghasilkan produksi
jagung melainkan limbah pertanian berupa limbah organik yang terdiri dari batang jagung,
daun jagung, kulit jagung serta bonggol jagung. Limbah tanaman jagung terdiri atas 50%
batang, 20% daun, 20% bonggol, 10% kulit (Retnani et al., 2009).

Hingga saat ini limbah pertanian di Indonesia masih belum banyak dimanfaatkan
baik oleh masyarakat maupun oleh pemerintah. Pemanfaatan limbah pertanian oleh
masyarakat hanya sekedar sebagai bahan pakan ternak. Proses penghancuran limbah secara
alami berlangsung secara lambat. Hal ini menyebabkan bertumpuknya limbah pada lahan
pertanian terlebih ketika limbah mengalami pembusukan maka akan menyebabkan polusi
udara, serta mengurangi keindahan alam.

2
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji pengaruh
penggunaan limbah organik yang dihasilkan pertanian jagung berupa daun jagung, serta
kulit luar tebu terhadap beton dengan harapan meningkatkan kekuatan tekan dan kekuatan
lentur beton.

1.2 Rumusan Masalah

1. Daun jagung dapat menimbulkan limbah organik pada lahan pertanian. Namun
demikian, abu daun jagung memiliki kandungan silika oksida (𝑆𝑖𝑂2 ) yang cukup
tinggi.
2. Kulit luar tebu juga merupakan limbah organik. Namun demikian kulit luar tebu
merupakan sumber yang potensial untuk dijadikan serat alami pada campuran beton.
3. Pada umumnya beton normal memiliki kuat lentur yang rendah.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengurangi dan memanfaatkan limbah daun jagung, serta pemanfaatan kulit
luar tebu sebagai bahan serat alami pada beton.
2. Untuk menginvestigasi kuat tekan dan lentur beton dimana salah satu bahan
penyusunnya yaitu abu daun jagung dan kulit luar tebu.

1.4 Batasan Masalah

Pada penelitian ini terdapat beberapa batasan-batasan agar ruang lingkup masalah
tidak terlalu luas. Adapun batasan-batasan masalah yang dimaksud, yaitu:

1. Semen yang digunakan merupakan semen Portland Tipe I,


2. Abu daun jagung yang digunakan akan dipilih dari variasi 5%, 10%, 15% dan 20%
dari berat semen sebagai material tambahan (addition) yang memberikan kuat tekan
paling optimum pada umur 28 hari,
3. Pemeriksaan kandungan kimia abu daun jagung di Pusat Penelitian Kelapa Sawit
(PPKS) Medan,
4. Pemeriksaan kekuatan tarik serat kulit luar tebu di Laboratorium Teknologi Hasil
Hutan (THH) Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara,
5. Variasi bahan serat kulit luar tebu adalah 0%, 0,5%, 1%, 1,5%, 2% dan 2,5% dari
berat semen,

3
6. Menggunakan superplasticizer untuk meningkatkan workability dan menghasilkan
self compacting concrete,
7. Menggunakan benda uji beton silinder dengan ukuran diameter 15 𝑐𝑚 dan tinggi 30
𝑐𝑚 untuk pengujian kuat tekan, serta benda uji pelat dengan ukuran panjang 60 𝑐𝑚,
lebar 10 𝑐𝑚, dan tinggi 4 𝑐𝑚,
8. Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 7, 14 dan 28 hari untuk seluruh
variasi serat dan pengujian kuat lentur hanya dilakukan pada umur beton 28 hari,
9. Agregat kasar yang digunakan tidak lebih besar dari 10 mm,
10. Berat jenis kerikil dan pasir yang digunakan diukur,
11. Pembuatan rancangan adukan beton (mix design) berdasarkan kriteria beton normal,
dengan jumlah semen tidak lebih dari 500 𝑘𝑔⁄𝑚3 .

1.5 Manfaat Penelitian

Pada penelitian ini, ada beberapa manfaat yang diharapkan, yaitu:

1. Mewujudkan beton ramah lingkungan serta menambah fungsi dari tanaman jagung
serta tebu.
2. Menambah wawasan bagi praktisi dan ilmu pengetahuan mengenai beton dengan
campuran abu daun jagung serta serat alami kulit luar tebu sehingga dapat dilakukan
kembali pemanfaatan limbah-limbah organik lainnya.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam tugas akhir ini disusun per bab, pada setiap bab
terdiri dari beberapa bagian yang diuraikan secara rinci. Sistematika penulisan pada
masing-masing bab adalah sebagai berikut:

BAB 1 Pendahuluan

Pada bab ini dibahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan
masalah, batasan masalah, manfaat penelitian, sistematika penulisan serta jadwal
penelitian yang digunakan pada tugas akhir.

4
BAB 2 Tinjauan Pustaka

Pada bab ini dibahas mengenai uraian dari literatur atau referensi yang menjadi
acuan dalam penulisan tugas akhir yaitu mengenai material beton, serat tebu, material
cementitious, daun jagung, kuat tekan serta kuat lentur pada beton.

BAB 3 Metodologi Penelitian

Pada bab ini dibahas mengenai tahapan-tahapan penelitian serta metode analisis
data yang digunakan dalam menyelesaikan tugas akhir

BAB 4 Hasil dan Pembahasan

Pada bab ini berisikan pembahasan tentang analisis data dari hasil penelitian yang
didapatkan dari pengujian kuat tekan serta kuat tarik belah beton sesuai umur yang sudah
ditetapkan.

BAB 5 Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari bab-bab
sebelumnya.

5
1.7 Jadwal Penelitian

Pada tugas akhir ini agar mencapai tujuan penelitian, dibuat jadwal penelitian seperti pada Tabel.1.1.
Tabel 1.1: Jadwal Penelitian
2019 2020
NOVEMBER DESEMBER JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOVEMBER DESEMBER
No Uraian Kegiatan
MINGGU MINGGU MINGGU MINGGU MINGGU MINGGU MINGGU MINGGU MINGGU MINGGU MINGGU MINGGU MINGGU MINGGU
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58
1 STUDI LITERATUR
2 SEMINAR PROPOSAL
3 PENGANTARAN SURAT BANTUAN MATERIAL KE KRATON
4 MIX DESIGN
5 PENGAMBILAN MATERIAL (DAUN JAGUNG)
6 PEMBAKARAN DAUN JAGUNG
7 PENGAMBILAN MATERIAL (KULIT LUAR TEBU)
8 PENJEMURAN DAN PENGIRISAN KULIT LUAR TEBU
9 PENGUJIAN KUAT TARIK KULIT LUAR TEBU
10 ANALISIS BAHAN MATERIAL
11 PEMERIKSAAN KETERSEDIAAN ALAT
12 PEMBUATAN CETAKAN PELAT
PENYESUAIAN SCHEDULE KEMBALI KARENA USU LOCKDOWN
13 PENGECORAN BETON ADJ VARIASI 20%, 15%, 10%, 0%
14 CURING BETON ADJ
15 PENGUJIAN KUAT TEKAN SILINDER BETON 28 HARI
16 PENGECORAN BETON NORMAL
17 CURING BETON NORMAL
18 PENGUJIAN KUAT TEKAN SILINDER BETON 7 HARI
19 PENGUJIAN KUAT TEKAN SILINDER BETON 14 HARI
20 PENGUJIAN KUAT TEKAN SILINDER BETON 28 HARI
21 PENGUJIAN KUAT LENTUR PELAT BETON 28 HARI
22 PENGECORAN BETON ADJ 0 % KLT
23 CURING BETON ADJ
24 PENGUJIAN KUAT TEKAN SILINDER BETON 7 HARI
25 PENGUJIAN KUAT TEKAN SILINDER BETON 14 HARI
26 PENGUJIAN KUAT TEKAN SILINDER BETON 28 HARI
27 PENGUJIAN KUAT LENTUR PELAT BETON 28 HARI
28 PENGECORAN BETON ADJ 0,5 % KLT
29 CURING BETON ADJ
30 PENGUJIAN KUAT TEKAN SILINDER BETON 7 HARI
31 PENGUJIAN KUAT TEKAN SILINDER BETON 14 HARI
32 PENGUJIAN KUAT TEKAN SILINDER BETON 28 HARI
33 PENGUJIAN KUAT LENTUR PELAT BETON 28 HARI
34 PENGECORAN BETON ADJ 1 % KLT
35 CURING BETON ADJ
36 PENGUJIAN KUAT TEKAN SILINDER BETON 7 HARI
37 PENGUJIAN KUAT TEKAN SILINDER BETON 14 HARI
38 PENGUJIAN KUAT TEKAN SILINDER BETON 7 HARI
39 PENGUJIAN KUAT LENTUR PELAT BETON 28 HARI
40 PENGECORAN BETON ADJ 1,5 % KLT
41 CURING BETON ADJ
42 PENGUJIAN KUAT TEKAN SILINDER BETON 7 HARI
43 PENGUJIAN KUAT TEKAN SILINDER BETON 14 HARI
44 PENGUJIAN KUAT TEKAN SILINDER BETON 28 HARI
45 PENGUJIAN KUAT LENTUR PELAT BETON 28 HARI
46 PENGECORAN BETON ADJ 2 % KLT
47 CURING BETON ADJ
48 PENGUJIAN KUAT TEKAN SILINDER BETON 7 HARI
49 PENGUJIAN KUAT TEKAN SILINDER BETON 14 HARI
50 PENGUJIAN KUAT TEKAN SILINDER BETON 28 HARI
51 PENGUJIAN KUAT LENTUR PELAT BETON 28 HARI
52 PENGECORAN BETON ADJ 2.5 % KLT
53 CURING BETON ADJ
54 PENGUJIAN KUAT TEKAN SILINDER BETON 7 HARI
55 PENGUJIAN KUAT TEKAN SILINDER BETON 14 HARI
56 PENGUJIAN KUAT TEKAN SILINDER BETON 28 HARI
57 PENGUJIAN KUAT LENTUR PELAT BETON 28 HARI
58 ANALISIS DATA
59 PENULISAN TUGAS AKHIR (BAB 4-5, SELESAI))
60 SEMINAR HASIL
61 SIDANG SARJANA
62 WISUDA SARJANA
= UTS
= UAS
= LIBUR
= USU LOCKDOWN
= SCHEDULE SEBELUM USU LOCKDOWN
= SCHEDULE SETELAH PENYESUAIAN KEMBALI

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beton
Beton adalah campuran antara semen Portland atau semen hidrolik yang lain,
agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk
massa padat (SNI 03-2847, 2002). Melalui pengertian beton, terlihat bahwa beton
merupakan fungsi dari material penyusunnya sehingga kekuatan beton bergantung pada
kualitas material penyusun beton. Material-material penyusun beton akan saling berikatan
sehingga membentuk satu kesatuan massa padat.

Semen merupakan material penting yang mengandung senyawa kimia aktif,


dimana ketika bercampur dengan air berfungsi mengikat material lainnya. Agregat tidak
mengambil peranan penting dalam proses pengikatan secara kimiawi, namun agregat
berfungsi mencegah perubahan-perubahan volume beton setelah pengadukan serta
memperbaiki keawetan beton. Pada umumnya dalam beton terkandung 4%-8% rongga
udara, 25%-40% pasta semen, serta 60%-75% agregat halus dan agregat kasar.

Beton memiliki sifat dasar baik dalam menahan tegangan tekan daripada tegangan
yang lain sehingga kekuatan tekan beton dianggap paling penting dalam perencanaan
beton. Nawy (1985) menjelaskan parameter-parameter yang paling mempengaruhi
kekuatan beton (Mulyono, 2003), yaitu:

a. kualitas semen,
b. proporsi semen terhadap campuran,
c. kekuatan dan kebersihan agregat,
d. interaksi atau adhesi antara pasta semen dengan agregat,
e. pencampuran yang cukup dari bahan-bahan pembentuk beton,
f. penempatan yang benar, penyelesaian dan pemadatan beton,
g. perawatan beton,
h. kandungan klorida tidak melebihi 0,15% dalam beton yang diekspos dan 1% bagi
beton yang tidak diekspos.

7
Penggunaan beton yang begitu luas disebabkan beberapa keunggulannya
dibandingkan material struktur lainnya, seperti:

1. Tahan terhadap api atau temperatur yang tinggi,


2. Tidak mengalami korosi dan pembusukan,
3. Biaya pemeliharaan kecil,
4. Mudah dibentuk sesuai kebutuhan,
5. Mampu memikul beban yang berat.

Meskipun beton memiliki beberapa keunggulan, beton juga memiliki beberapa


kekurangan yang menjadi pertimbangan dalam perencanaan beton, seperti:

1. Memiliki berat sendiri yang besar mencapai 2400 𝑘𝑔/𝑚3 ,


2. Memiliki kekuatan tariknya rendah,
3. Bentuk yang sulit diubah,
4. Tidak dapat didaur ulang,
5. Beton cenderung mengalami retak karena menggunakan semen hidraulis.

2.2 Material Penyusun Beton

2.2.1 Semen

Semen adalah bahan penyusun beton yang memiliki sifat adhesif dan kohesif
sehingga mampu mengikat agregat menjadi satu kesatuan massa padat serta mengisi
rongga-rongga udara ketika bercampur dengan air. Meskipun komposisi semen dalam
beton hanya berkisar 10%, namun perannya sangat penting karena ketika bercampur
dengan air berfungsi untuk mengikat material lainnya.

Semen merupakan bahan yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan
yang berbeda-beda. Perbedaan persentase campuran senyawa akan menyebabkan
perbedaan sifat semen. Semen dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

1. Semen non-hidrolik adalah semen yang dapat mengeras dalam air namun tidak stabil
dalam air. Contoh semen non-hidrolik adalah kapur keras yang tidak dapat mengeras
ketika bereaksi dengan air namun dapat mengeras ketika bereaksi dengan 𝐶𝑂2 dan
setelah itu tahan terhadap air.

8
2. Semen hidrolik adalah semen yang akan mengeras jika bereaksi dengan air, tahan
terhadap air, dan stabil dalam air setelah pengerasan. Contoh semen hidrolik adalah
semen Portland, semen alam, dan semen alumina.

2.2.2 Semen Portland

Nawy (1985) menjelaskan bahwa berdasarkan ASTM C-150 (1985), semen


Portland merupakan semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang
terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk
kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan
utamanya. Semen Portland memiliki berat jenis berkisar 3,12 sampai 3,16 dan berat
volume sekitar 1500 𝑘𝑔/𝑐𝑚3 (Mulyono, 2003).

Semen Portland terbuat dari 4 (empat) kelompok bahan mentah utama, yaitu:
1) Kelompok calcareous : oksida kapur
2) Kelompok siliceous : oksida silika
3) Kelompok argillacous : oksida alumina
4) Kelompok ferriferous : oksida besi

2.2.2.1 Senyawa kimia dalam semen Portland

Semen Portland mengandung beberapa senyawa kimia dengan perbedaan sifat dari
setiap senyawa. Secara garis besar terdapat 4 (empat) senyawa kimia utama penyusun
semen Portland dengan tambahan gypsum sebagai pengatur waktu ikat (setting time)
semen yang ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1: Senyawa utama penyusun semen Portland (Nugraha, 2007)


Nama Oksida Rumus Rumus Oksida Notasi Kadar rata-
Utama Empiris Pendek rata (%)
Trikalsium Silikat 𝐶𝑎3 𝑆𝑖𝑂5 3𝐶𝑎𝑂. 𝑆𝑖𝑂2 𝐶3 𝑆 50
Dikalsium Silikat 𝐶𝑎2 𝑆𝑖𝑂4 2𝐶𝑎𝑂. 𝑆𝑖𝑂2 𝐶2 𝑆 25
Tetrakalsium 𝐶𝑎2 𝐴𝑙2 𝑂6 3𝐶𝑎𝑂. 𝐴𝑙𝑂3 𝐶3 𝐴 12
Aluminat
Tetrakalsium 2𝐶𝑎2 𝐴𝑙𝐹𝑒𝑂5 4𝐶𝑎𝑂. 𝐴𝑙2 𝑂3. 𝐹𝑒2 𝑂3 𝐶4 𝐴𝐹 8
Aluminoferrit
Kalsium Sulfat 𝐶𝑎𝑆𝑂4 . 2𝐻2 𝑂 𝐶𝑆𝐻2 3,5
Dihidrat
(Gypsum)

9
Setiap senyawa penyusun semen memiliki sifat yang berbeda. Senyawa 𝐶3 𝑆 dan
𝐶2 𝑆 memiliki sifat perekat. Senyawa 𝐶3 𝐴 merupakan senyawa yang paling reaktif.
Senyawa 𝐶4 𝐴𝐹 berfungsi sebagai katalisator (fluxing agents) yang menurunkan temperatur
pembakaran dalam kiln (Nugraha, 2007).

Senyawa kimia dalam semen Portland tidak stabil secara termodinamis sehingga
akan bereaksi dengan air. Reaksi yang terjadi akan membentuk produk hidrasi yang stabil.
Ketika air dicampur ke dalam semen, proses hidrasi akan berlangsung. Hasil dari proses
hidrasi akan mengendap dibagian luar, sedangkan semen yang bagian dalamnya belum
terhidrasi akan terhidrasi secara bertahap sehingga volumenya mengecil atau mengalami
susut.

Reaksi hidrasi pada semen membentuk komponen yang berbeda pada masing-
masing senyawa kimia penyusun semen. Pada senyawa 𝐶3 𝑆 dan 𝐶2 𝑆 akan membentuk gel
tobermorite dan kalsim hidroksida dimana kalsium hidroksida mengakibatkan sifat basa
yang kuat sehingga semen sensitif terhadap asam dan akan mencegah terjadinya korosi.
Pada proses hidrasi senyawa 𝐶3 𝐴 yang merupakan senyawa yang paling reaktif akan
membentuk kristal kalsium aluminat hidrat yang menyebabkan pengerasan pasta semen,
namun pada proses ini juga disertai pengeluaran panas yang besar sehingga perlu
ditambahkan gypsum untuk memperkecil reaktivitas senyawa 𝐶3 𝐴. Pada proses hidrasi
senyawa 𝐶4 𝐴𝐹 akan membentuk kalsium aluminoferrit hidrat (Nugraha, 2007).

Perbedaan persentase senyawa kimia akan mengakibatkan perbedaan sifat semen.


Menurut SNI 2049-2015 semen Portland dibagi atas 5 (lima) jenis, yaitu:

1. Jenis I yaitu semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan
persyaratan-persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain.
2. Jenis II yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan
terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.
3. Jenis III semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi
pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.
4. Jenis IV yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor
hidrasi rendah.
5. Jenis V yaitu semen Portland yang dalam penggunaanya memerlukan ketahanan
tinggi terhadap sulfat.

10
2.2.3 Agregat

Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi
dalam campuran mortar atau beton. Pada umumnya agregat mengisi 60%-75% dari total
volume beton (Aiyub, 2011). Fungsi agregat dalam campuran beton adalah sebagai bahan
pengisi serta mengurangi atau menghemat pemakaian semen Portland serta mengurangi
resiko terjadinya penyusutan saat pengerasan beton.

Agregat harus memenuhi standar tertentu agar dapat digunakan secara optimum,
yaitu: partikel yang bebas dari bahan kimia yang terserap, maupun tanah liat serta bahan
halus lain yang dapat mempengaruhi hidrasi dan ikatan semen, bersih dan kuat (Steven et
al., 2002). Menurut Landgren (2009), dalam menggunakan agregat sebagai bahan pengisi
beton terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Volume udara. Partikel-partikel agregat pada umumnya berbeda satu dengan yang
lainnya sehingga tidak mengisi campuran beton dengan baik dan membentuk
rongga-rongga udara namun dapat diatasi dengan mengisi rongga udara dengan
pasta semen.
2. Volume padat mempengaruhi berat isi beton.
3. Berat jenis agregat mempengaruhi proporsi campuran beton.
4. Penyerapan berpengaruh pada berat jenis. Semakin kecil penyerapan agregat yang
terjadi maka akan semakin tinggi berat jenis agregat.
5. Kadar air permukaan agregat mempengaruhi penggunaan air saat pencampuran.
Terdapat 4 kondisi kadar air pada agregat, yaitu : kering kerontang (bone dry),
kering udara (air dry), saturated surface dry (SSD), dan lembab atau basah (moist
atau wet) (Nugraha, 2007).

Cara membedakan jenis agregat yang paling banyak dilakukan ialah dengan
didasarkan pada ukuran butir – butir yang terdiri atas dua (2) jenis, yaitu: agregat kasar dan
agregat halus. Agregat kasar adalah agregat dengan butiran kasar, terdiri dari kerikil,
kerikil pecah, batu pecah, terak tanur, atau beton yang dihancurkan. Agregat halus adalah
agregat dengan butiran halus, terdiri dari pasir alami, pasir buatan atau kombinasi
keduanya (ASTM C33-99, 1999).

11
2.2.3.1 Agregat kasar

Agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil desintegrasi alami dari batu atau berupa
batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir antara
5 𝑚𝑚 – 40 𝑚𝑚 (SNI 03-2834, 2000). Menurut SK SNI S-04-1989-F, persyaratan agregat
kasar antara lain:

a. Butir-butirnya keras, tidak berpori dan indeks kekerasan ≤ 5%,


b. Kekal, tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca (terik matahari dan hujan).
Jika diuji dengan larutan garam Natrium Sulfat bagian yang hancur maksimum
12%, jika dengan garam Magnesium Sulfat maksimum 18%,
c. Tidak mengandung lumpur (butiran halus yang lewat ayakan 0,06 𝑚𝑚) lebih dari
1 %,
d. Tidak boleh mengandung zat-zat yang reaktif terhadap alkali,
e. Butiran agregat yang pipih dan panjang tidak boleh lebih dari 20%,
f. Modulus halus butir antara 5-8 dengan variasi butir sesuai standar gradasi.

2.2.3.2 Agregat halus

Agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil desintegrasi secara alami dari batu
atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir
terbesar 5 𝑚𝑚 (SNI 03-2834-, 2000). Menurut SK SNI S-04-1989-F, persyaratan agregat
halus antara lain:

a. Butir-butirnya tajam dan keras, dengan indeks kekerasan ≤ 2,2,


b. Kekal, tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca (terik matahari dan hujan).
Jika di uji dengan larutan garam Natrium Sulfat bagian yang hancur maksimum
12%, jika dengan garam Magnesium Sulfat maksimum 18%,
c. Tidak mengandung lumpur (butiran halus yang lewat ayakan 0,06 mm) lebih dari
5%,
d. Tidak mengandung zat organis terlalu banyak, yang dibuktikan dengan percobaan
warna dengan larutan 3% 𝑁𝑎𝑂𝐻, yaitu warna cairan di atas endapan agregat halus
tidak boleh lebih gelap daripada warna standar/pembanding,
e. Modulus halus butir antara 1,50 – 3,80 dan dengan variasi butir sesuai standar
gradasi,

12
f. Agregat halus dari laut atau pantai, boleh dipakai asalkan dengan petunjuk dari
lembaga pemeriksaan bahan-bahan yang diakui.

2.2.4 Air

Penggunaan air pada pembuatan beton berfungsi untuk memicu proses kimiawi
semen, membasahi agregat serta memberikan kemudahan dalam pengerjaan beton
(workability). Tanpa air tidak akan terjadi proses kimiawi pada semen sehingga tidak
memicu pengikatan campuran beton. Kandungan air yang berlebih pada campuran beton
dapat menyebabkan gelembung air setelah proses hidrasi selesai, sedangkan kandungan air
yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak tercapai sepenuhnya (Mulyono,
2003).

Air yang tidak cukup bersih atau mengandung kotoran yang cukup banyak akan
menyebabkan gangguan proses pengerasan campuran beton, perubahan volume yang dapat
menyebabkan keretakan, bercak-bercak pada permukaan beton serta gangguan kekuatan
dan ketahanan beton (Nugraha, 2007).

Syarat air yang dapat digunakan untuk campuran beton pada umumnya adalah
air yang dapat diminum yang bersih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak mengandung
minyak, asam, alkali dan zat organik. Pedoman ini tidak cukup menilai mutu air yang dapat
digunakan pada beton. Air dengan larutan gula tentu dapat diminum tetapi tidak dapat
digunakan dalam campuran beton. Kandungan gula 0,25 dari berat semen dapat
menyebabkan waktu ikat yang semakin cepat dan menurunkan kekuatan beton umur 28
hari (Nugraha, 2007). Batas toleransi kandungan pada air yang digunakan pada campuran
beton dapat dilihat pada Tabel 2.2.

13
Tabel 2.2: Batas toleransi kandungan pada air (Nugraha, 2007)
Konsentrasi
Kandungan Keterangan
Maksimum (𝑝𝑝𝑚)
Suspensi 2.000 Silt, tanah liat, bahan organik
Ganggang 500-1000 Air entrain
Karbonat 1.000 Mengurangi waktu ikat
Bikarbonat 400-1.000 400 ppm untuk 𝐶𝑎, 𝑀𝑔
Sodium sulfat 10.000 Kekuatan dini dapat meningkat,
Magnesium sulfat 40.000 tapi kekuatan akhir menurun
Sodium klorida 20.000 Mengurangi waktu ikat,
Kalsium klorida 50.000 kekuatan dini meningkat tetapi
Magnesium klorida 40.000 kekuatan akhir menurun
Garam besi 40.000 -
Phosphat, arsenat, borat 500
Memperlambat waktu ikat
Garam 𝑍𝑛, 𝐶𝑢, 𝑀𝑛, 𝑆𝑛 500
Asam inorganis 10.000 pH tidak kurang dari 3,0
Sodium hidroksida 500 -
Sodium sulfida 100 Beton harus diuji
Gula 500 Memengaruhi waktu ikat

2.2.4.1 Jumlah air

Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah air dalam campuran beton sebagai


berikut:
1. Ukuran Agregat Maksimum
Diameter agregat yang semakin besar akan menurunkan kebutuhan air pada
campuran beton.
2. Bentuk Butir
Penggunaan agregat dengan bentuk bulat akan menurunkan kebutuhan air,
sedangkan penggunaan batu pecah akan meningkatkan kebutuhan air dalam
campuran beton.
3. Gradasi Agregat
Agregat dengan gradasi yang baik akan menurunkan kebutuhan air dalam
campuran beton.
4. Kotoran dalam Agregat
Agregat yang mengandung banyak silt, tanah liat dan lumpur akan meningkatkan
kebutuhan air dalam campuran beton.

14
5. Jumlah Agregat Halus
Jumlah agregat halus yang lebih sedikit dibandingkan jumlah agregat kasar akan
menurunkan kebutuhan air dalam campuran beton (Nugraha, 2007).

2.3 Perkembangan Bahan Penyusun Beton

2.3.1 Bahan Tambah (Admixture)

Bahan tambah (Admixture) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam campuran


beton pada saat dan selama pencampuran berlangsung (Mulyono, 2003). Jumlahnya relatif
sedikit namun pengaruhnya cukup besar pada campuran beton. Menurut Steven et al.
(2002) alasan utama penggunaan bahan tambah adalah:

1. Untuk mengurangi biaya konstruksi beton,


2. Untuk mencapai sifat-sifat tertentu dalam beton dengan lebih efektif,
3. Menjaga mutu beton secara bertahap,
4. Untuk mengatasi keadaan darurat tertentu selama proses pencampuran beton.

Penambahan bahan tambah pada campuran beton tidak mengubah komposisi yang
signifikan dari material lainnya, sehingga perubahan berat volume dari campuran beton
dengan menggunakan bahan tambah tidak terasa secara langsung dibandingkan dengan
berat volume beton tanpa bahan tambah (Mulyono, 2003).

Secara umum bahan tambah dalam campuran beton dibedakan menjadi dua jenis
yaitu bahan tambah kimia (chemical admixture) dan bahan tambah mineral (additive).

2.3.1.1 Bahan Tambah Kimia (Chemical Admixture)

Menurut ASTM C.494 jenis bahan tambah kimia (chemical admixture)


diklasifikasikan menjadi tujuh jenis menurut fungsinya (Nugraha, 2007) sebagai berikut:

1. Jenis A – Mengurangi Air (Water Reducer)


Bahan tambah pengurang air digunakan untuk mengurangi air dalam pencampuran
beton dengan tidak mengurangi kadar semen dan nilai slump. Hal ini bertujuan untuk
memproduksi beton dengan nilai rasio faktor air semen yang rendah (Mulyono, 2003).
Pada umumnya pengurangan air yang terjadi dapat mencapai 5% sampai 10% (Steven et
al., 2002).

15
Butir semen cenderung membentuk kumpulan dan mengakibatkan air terjebak
didalamnya. Bahan tambah kimia pengurang air memiliki sifat aktif membawa muatan
listrik negatif pada permukaan sehingga menyebabkan gaya tolak menolak antar butiran
semen yang terjadi saat bahan tambah bertemu dengan air. Gaya tolak menolak ini
menyebabkan air yang terperangkap dalam kumpulan semen terlepas (Nugraha, 2007).

2. Jenis B – Memperlambat Pengikatan (Retarder)


Bahan tambah perlambatan pengikatan digunakan agar campuran akan tetap
mudah dikerjakan (workable) untuk waktu yang lebih lama.

3. Jenis C – Mempercepat Pengikatan (Accelerator)


Bahan kimia ini digunakan untuk mengurangi waktu pengikatan untuk keperluan
perbaikan yang mendesak dan pada saat musim dingin ketika pengikatan berjalan lambat.

Komposisi dalam bahan tambah kimia ini seperti kalsium klorida akan
mempercepat hidrasi dari 𝐶2 𝑆 dan 𝐶3 𝑆 dan pada saat sama memperlambat hidrasi 𝐶3 𝐴.
Namun kalsium klorida dapat berpengaruh negatif pada tulangan sehingga bahan kalsium
klorida tidak dianjurkan (Nugraha, 2007).

4. Jenis D – A + B (Water Reducer and Retarder)


Bahan tambah kimia dengan perpaduan pengurang air dan memperlambat
pengikatan pada campuran beton.

5. Jenis E – A + C (Water Reducer and Acceleration)


Bahan tambah kimia dengan perpaduan pengurang air dan percepatan pengikatan
pada campuran beton.

6. Jenis F – Superplasticizer (Water Reducer And High Range)


Superplasticizer adalah bahan tambah kimia yang dapat meningkatkan kelecakan
campuran beton dengan cara kerja yang sama dengan bahan tambah kimia jenis A. Partikel
semen cenderung berkumpul dan menyebabkan air terjebak dalam kumpulan partikel
semen. Dampak yang terjadi ketika air terjebak dalam kumpulan semen ini adalah
berkurangnya flowbility dan kelecakan pada campuran beton serta menghasilkan rongga-
rongga udara yang dapat mengurangi kekuatan beton. Agar partikel semen tidak
berkumpul, superplasticizer akan melepaskan air dari aprtikel semen dengan cara
superplasticizer melakukan gaya tolak menolak antar partikel semen agar menciptakan

16
rongga dan air dapat terlepas (Nugraha, 2007). Superplasticizer dapat mengurangi air pada
campuran beton hingga 12% sampai 30% (Steven et al., 2002). Superplasticizer
menghasilkan beton kohesif yang homogen umumnya cenderung tanpa mengalami segresi
dan bleeding (Shetty, 1992).

Superplasticizer terbagi atas beberapa jenis yaitu, sulphonate melamine


formaldehyde condensates (SMFC), sulphonate naphthalene formaldehyde condensates
(SNFC)¸ dan polycarboxylate ethers (PCE). Penyebaran yang dilakukan superplasticizer
disebabkan oleh electrostatic repulsion dan steric repulsion. Electrostatic repulsion terjadi
pada superplasticizer jenis SMFC dan SNFC, dimana partikel semen saling tolak-menolak
saat diberi muatan ion negatif oleh superplasticizer. Steric repulsion terjadi pada
superplasticizer jenis PCE, dimana partikel semen saling tolak-menolak karena adanya
overlapping dari cabang-cabang polimer yang berasal dari batang polimer yang melekat
pada partikel semen.

Berat molekul rata-rata pada superplasticizer menjadi kepentingan utama dalam


upaya efisiensi penggunaannya pada campuran beton. Semakin tinggi berat molekul
superplasticizer maka akan semakin tinggi efisiensinya terhadap campuran beton. Namun
berat molekul yang terlalu tinggi juga akan mengalami penurunan efisiensi (Shetty, 1992).

Dosis yang dapat digunakan tergantung pada saran pembuat superplasticizer. Pada
umumnya pembuat superplasticizer akan mencantumkan beberapa informasi khususnya
dosis penggunaan pada brosus produk mereka. Superplasticizer SMFC dan SNFC dengan
dosis yang tinggi (1,5% atau lebih) dapat menyebabkan campuran beton sulit mengeras
bahkan kehilangan kekuatannya, sedangkan untuk superplasticizer PCE hanya
berpengaruh pada pengurangan kekuatan awal dan tidak berpengaruh pada kekuatan akhir
beton (Nugraha, 2007).

Dalam penggunaan superplasticizer pada campuran beton terdapat beberapa


kegunaan sebagai berikut:

1. Meningkatkan workability dengan lebih tinggi dari bahan kimia pembantu


pengurang air.

17
2. Memudahkan penuangan beton pada bagian yang sulit dijangkau oleh pemadat.
Hal ini karena beton dengan superplasticizer sangat cair dan dapat mengalir
dengan baik (Nugraha, 2007).
3. Pada umumnya digunakan pada beton mutu tinggi dan self compacting concrete.

Namun terdapat beberapa kelemahan pada penggunaan superplasticizer yang


harus diperhatikan, yaitu:

1. Slump loss untuk superplasticizer SNFC yang dipengaruhi oleh temperatur dan
kompabilitas antara merek semen dan superplasticizer.
2. Dapat terjadi segregasi dan bleeding jika mix design tidak dikontrol dengan baik.
3. Harga yang relatif mahal dari jenis bahan tambah kimia lainnya.

7. Jenis G – Water Reducer and High Range and Retarder


Bahan tambah kimia dengan perpaduan superplasticizer dan bahan kimia
memperlambat pengikatan pada campuran beton. Bahan tambah kimia ini dapat
mengurangi air 12% atau lebih dan menghambat waktu pengikatan campuran beton.

2.3.1.2 Bahan Tambah Mineral (Additive)

Bahan tambah mineral merupakan salah satu inovasi pada pembuatan beton
dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja beton. Beberapa kegunaan
bahan tambah mineral antara lain (Cain, 1994):

1. Memperbaiki workability,
2. Mengurangi panas hidrasi,
3. Mengurangi biaya produksi beton,
4. Meningkatkan daya tahan terhadap serangan sulfat,
5. Meningkatkan daya tahan terhadap serangan reaksi alkali-silika,
6. Meningkatkan usia beton,
7. Meningkatkan kekuatan beton,
8. Meningkatkan durability,
9. Mengurangi penyusutan,
10. Mengurangi daya serap dalam beton.

18
2.3.1.3 Abu Daun Jagung

Jagung merupakan tanaman semusim yang cukup berpengaruh di daerah Indonesia.


Produksi tanaman jagung pun semakin berkembang mengingat kebutuhan konsumsi
masyarakat yang juga semakin meningkat setiap tahunnya. Menurut Kementrian Pertanian,
pada tahun 2018 produksi jagung nasional naik 3,91% menjadi 30 juta ton dibandingkan
2017 yang sebesar 28,9 juta ton. Bahkan ditargetkan produksi jagung pada 2019 mencapai
33 juta ton atau naik 9,8% dari tahun sebelumnya. Hasil produksi jagung di Indonesia dapat
dilihat pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2.

Gambar 2.1: Produksi Jagung di Indonesia (https://databoks.katadata.co.id/)

Gambar Gambar 2.2: Produksi Jagung Menurut Provini tahun 2014 - 2018

19
Hampir pada setiap kegiatan produksi yang dilakukan manusia akan menghasilkan
produk sampingan yang disebut limbah (Ervianto, 2012). Peningkatan produksi jagung
juga meningkatkan produksi limbah pertanian. Limbah produksi tanaman jagung terdiri
atas 50% batang, 20% daun, 20% bonggol, 10% kulit (Retnani et al., 2009).

Abu daun jagung merupakan hasil pembakaran limbah daun jagung yang sudah
mengering. Nasri et al. (2017) melaporkan daun jagung berbentuk memanjang dan muncul
pada setiap buku batang. Jumlah daun terdiri dari 8-18 helaian, tergantung varietasnya.
Panjang daun bervariasi yaitu antara 30-50 𝑐𝑚 dengan lebar mencapai 15 𝑐𝑚.

2.3.1.4 Serat Kulit Luar Tebu

Tebu (Saccharum officinarum) merupakan salah satu jenis tanaman yang hanya
dapat ditanam di daerah yang memiliki iklim tropis seperti Indonesia. Tanaman tebu
berbentuk tinggi kurus dan dapat mencapai tinggi 3-5 𝑚. Pada umumnya tebu
dimanfaatkan sebagai bahan utama pembuatan gula karena tebu kaya akan kandungan
sachaerose. Mengutip dari Badan Pusat Statistik dalam Katalog Statistik Tebu Indonesia
pada tahun 2017, Sumatera Utara merupakan salah satu daerah produksi tebu untuk
Indonesia. Penyebaran daerah produksi tebu di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3: Daerah Produksi Tebu Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2017)

Tanaman tebu bukan hanya mengandung air dan sachaerose yang digunakan
sebagai produksi gula tetapi memiliki komposisi yang lebih kompleks yakni zat serabut

20
atau fiber, gula reduksi dan beberapa bahan lainnya. Kandungan zat pada tebu dapat dilihat
pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3: Kandungan Zat Pada Tebu (Nugroho et al., 2012)


No Nama Bahan Jumlah (%) Keterangan
1 Air 67-75 𝐻2 𝑂
2 sachaerose 12-19 Zat gula
3 Zat Sabut 11-16 Serat
4 Gula Reduksi 0,5-1,5 -
5 Amylin 0,5-1,5 -
6 Geleta 0,5-1,5 -

Tebu merupakan tanaman yang kaya akan kandungan air dan serat. Serat pada tebu
terbagi menjadi 2 bagian, serat bagian dalam tebu dan serat kulit luar tebu. Hingga saat ini
serat kulit luar tebu masih masih belum banyak dimanfaatkan. Masyarakat yang memiliki
perkebunan tebu pada umumnya akan membuang kulit tebu setelah mendapat bagian
dalam tebu yang mengandung air serta sari gula untuk dinikmati.

2.4 Beton Segar

Beton segar adalah campuran material segar yang masih bersifat plastis atau
karakteristiknya belum berubah dan dapat dicetak dengan bentuk apapun (Shetty, 1992).
Menurut Mulyono (2003) terdapat tiga sifat yang perlu untuk diperhatikan dalam
pengerjaan beton segar, antara lain:

a. Workability
Workability atau kelecakan adalah kemudahan dalam pengerjaan beton, dimana
menuang dan memadatkan tidak menyebabkan munculnya efek negatif seperti pemisahan
(segregation) agregat kasar dengan mortar dan bleeding dimana air dapat terpisah dari
material padat. Terdapat tiga pengertian kelecakan, yaitu kompakbilitas, mobilitas dan
stabilitas (Nugraha, 2007).

1. Kompakbilitas adalah kemudahan pengeluaran udara pada campuran beton segar


dan kemudahan pemadatan.
2. Mobilitas adalah kemudahan beton segar dalam mengisi cetakan dan membungkus
tulangan.
3. Stabilitas adalah kemampuan beton segar untuk tidak mengalami pemisahan atau
tetap menjadi massa homogen.

21
Menurut Shetty (1992) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi workability,
antara lain:

1. Kandungan air.
Kadar air memiliki pengaruh signifikan pada workability beton segar. Semakin
tinggi kadar air maka akan semakin tinggi pelumasan pada beton dan merupakan
salah satu faktor penting yang mempengaruhi workability pada beton segar. Namun
penambahan air tidak dapat dilakukan dengan sembarangan. Penambahan air harus
tetap diimbangi dengan penambahan semen agar menjaga Faktor Air Semen (FAS)
tetap konstan.
2. Proporsi Campuran (Mix Proportion)
Rasio agregat-semen merupakan salah satu faktor penting dalam workability.
Semakin tinggi rasio agregat-semen maka akan semakin ramping beton. Beton
ramping lebih sedikit mengandung jumlah pasta untuk memberi pelumasan pada
beton segar. Namun pada beton dengan rasio agregat-semen yang lebih rendah akan
lebih banyak pasta tersedia sehingga menghasilkan campuran yang kohesif dengan
workability yang lebih baik.
3. Ukuran, Bentuk dan Gradasi Agregat
Pada agregat dengan dengan ukuran lebih besar, bentuk dan gradasi lebih beraturan
akan menghasilkan workability yang lebih baik. Seperti agregat dengan tekstur
kasar akan memiliki luas permukaan yang lebih besar daripada yang agregat
dengan tekstur halus maka agregat dengan tekstur yang kasar akan menyerap lebih
banyak air.
4. Penggunaan Bahan Tambah
Penggunaan bahan tambah khususnya bahan tambah kimia superplasticizer sangat
berpengaruh pada workability beton segar, dimana bahan tambah kimia berfungsi
melepaskan air dari kumpulan partikel semen sehingga menigkatkan workability.

b. Pemisahan (Segregation)
Segregasi adalah kecenderungan butir-butir kasar untuk lepas dari campuran beton.
Segregasi terjadi karena turunnya butiran ke bagian bawah akibat cara penuangan dan
pemadatan yang salah (Nugraha, 2007). Beton dikatakan baik jika semua material
terdistribusi dengan benar untuk membuat campuran yang homogen. Beton yang tidak

22
homogen bukan hanya akan menjadi lemah namun dapat mengubah sifat beton keras
(Shetty, 1992).

Menurut Nugraha (2007) ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
segregasi, yaitu:

1. Ukuran partikel yang lebih besar dari 25 𝑚𝑚,


2. Perbedaan berat jenis agregat kasar dan agregat halus,
3. Kurangnya jumlah agregat halus dalam campuran beton,
4. Bentuk butiran yang terlalu acak,
5. Campuran yang terlalu cair atau terlalu kering.

Terjadinya segregasi dapat dicegah dengan beberapa cara sebagai berikut


(Mulyono, 2003):

1. Tinggi jatuh diperpendek, diusahakan beton segar langsung dimasukkan kedalam


cetakan tanpa terkena beturan,
2. Penggunaan air yang benar sesuai syarat,
3. Ukuran agregat yang sesuai dengan syarat. Gradasi agregat tidak terlalu acak,
4. Proses pemadatan campuran beton yang baik.

c. Bleeding
Bleeding adalah naiknya air dalam campuran beton yang baru dipadatkan
(Mulyono, 2003). Air yang bereaksi dan bercampur dengan semen akan naik ke permukaan
atas dan setelah mengeras akan membentuk selaput yang sering disebut laitance. Laintance
adalah keadaan dimana pada bagian permukaan terisi dengan pasta tanpa adanya atau
sedikitnya agregat akan meningkatkan resiko susut retak yang lebih tinggi (Shetty, 1992).
Menurut Mulyono (2003) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
bleeding dan terdapat beberapa cara untuk mengatasi terjadinya bleeding. Adapun faktor
yang mempengaruhi terjadinya bleeding antara lain:

1. Susunan butir agregat. Komposisi campuran agregat yang benar akan mengurangi
terjadinya bleeding.
2. Jumlah penggunaan air. Penggunaan air berlebih pada campuran beton dapat
meningkatkan kelecakan namun meningkatkan resiko terjadinya bleeding.

23
3. Kecepatan hidrasi. Beton yang mengalami pengerasan lebih cepat akan
mengurangi resiko terjadinya bleeding.
4. Proses pemadatan. Pemadatan merupakan salah satu hal penting dalam pembuatan
beton namun pemadatan yang berlebihan akan meningkatkan resiko terjadinya
bleeding karena pemadatan berlebih dapat mendorong agregat turun ke
permukaan bawah beton.

Adapun cara mengatasi atau mengurangi resiko terjadinya bleeding menurut


Mulyono (2003) antara lain:

1. Menambah penggunaan semen pada campuran beton, Menambahkan penggunaan


butiran halus (filler) yang bersifat pozolan pada campuran beton. Dalam upaya
mengatasi resiko terjadinya bleeding, penambahan semen dan butiran halus (filler)
yang bersifat pozolan dapat menambah susut pengeringan dan retak sehingga
kurang efektif (Nugraha, 2007).
2. Menggunakan air sesedikit mungkin sesuai dengan perencanaan campuran,
3. Menambahkan sedikit udara dalam campuran beton. Dapat dilakukan dengan cara
menambahkan bahan kimia pembantu air-entrainment.

2.4.1 Slump Flow

Slump Flow merupakan salah satu pengujian pada beton untuk mengetahui
kelecakan (workability) beton. Slump flow digunakan pada Self Compacting Concrete
(SCC). Metode yang digunakan mengacu pada Europan Federation Of National
Associations Represebting for Concrete (EFNARC) dimana terdapat berbagai batas hasil
pengujian kelecakan (workability) sesuai dengan berbagai metode pengujian workability
dimana salah satunya menggunakan metode slump flow. Batas-batas nilai workability
dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4: Batas Nilai Workability Dengan Berbagai Metode


Property Criteria
Slump-flow class SF1 550 mm to 650 mm
Slump-flow class SF2 660 mm to 750 mm
Slump-flow class SF3 760 mm to 850 mm
V-funnel class VF1, V-funnel class VF2 ≤ 8 s, 9 s to 25 s
L-Box class PA1 ≥ 0,80 with 2 rebars
L-Box class PA2 ≥ 0,80 with 3 rebars

24
Laju aliran campuran beton dipengaruhi oleh viskositas. Pada pengujian slump
flow, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tepian luar sebesar 500 𝑚𝑚 dibutuhkan
untuk mengidentifikasi flowability beton dimana beton dapat dengan mudah mengisi
cetakan tanpa perlu dilakukan pemadatan.

2.5 Beton Keras

Beton keras adalah campuran beton yang telah mengeras (SNI 03-3976-1995).
Pada beton keras terdapat beberapa sifat-sifat yang perlu diperhatikan antara lain, kekuatan
beton, susut, durabilitas serta permeabilitas (Nugraha, 2007).

2.5.1 Kekuatan Beton

2.5.1.1 Kekuatan Tekan Beton

Sifat beton yang paling umum untuk diuji adalah kekuatan beton. Beton sangat baik
menahan tegangan tekan daripada jenis tegangan yang lainnya. Kekuatan tekan beton juga
mendefenisikan mutu dari sebuah struktur. Kuat tekan beban beton adalah besarnya beban
per satuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan
tertentu, yang dihasilkan oleh mesin tekan (SNI 03-1974-1990). Adapun persamaan yang
digunakan dalam menentukan nilai kuat tekan beton mengacu pada SNI 1974-2011 sebagai
berikut:
𝑃
𝑓𝑐 ′ = 𝐴 ………. (1)

dimana 𝑓𝑐 ′ adalah kuat tekan beton yang dinyatakan dalam 𝑀𝑃𝑎 atau 𝑁⁄𝑚𝑚2 , 𝑃
adalah gaya tekan aksial yang dinyatakan 𝑁, 𝐴 adalah luas penampang melintang benda
uji yang dinyatakan dalam 𝑚𝑚2 .

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengujian kekuatan tekan antara lain:

1. Capping
Pada proses pengujian kuat tekan, silinder akan diratakan pada bagian
permukaannya agar tidak terjadi konsentrasi tegangan yang mengakibatkan kekuatan tekan
tidak terdistribusi secara merata dan akhirnya mengurangi mutu kekuatan beton (Nugraha,
2007).

25
2. Pola Kehancuran
Setelah dilakukannya pengujian kekuatan tekan akan terjadi retakan yang
membentuk pola yang berbeda-beda. Pola kehancuran terbentuk karena adanya gaya tekan
pada benda uji silinder (Rayyana et al., 2019). Berdasarkan SNI 1974-2011 terdapat
beberapa jenis pola kehancuran pada pengujian kuat tekan yang dapat dilihat pada Gambar
2.4.

Gambar 2.4: Pola Kehancuran Benda Uji Silinder (SNI 1974-2011)

a. Bentuk kehancuran kerucut,


b. Bentuk kehancuran kerucut dan belah,
c. Bentuk kehancuran kerucut dan geser,
d. Bentuk kehancuran geser,
e. Bentuk kehancuran sejajar sumbu tegak (kolumnar).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan tekan beton antara lain:

1. Faktor Air-Semen
Faktor air-semen (FAS) adalah perbandingan berat air dengan semen pada beton.
Peningkatan faktor air-semen dapat meningkatkan kelecakan beton (workability) namun
dapat mengurangi kekuatan tekan beton. Air yang terlalu banyak dapat menciptakan pori-
pori pada beton dan mengurangi kepadatan beton sehingga mengurangi mutu beton
(Carrasquillo, 2006). Penggunaan air yang terlalu sedikit pada campuran beton dapat
menurunkan mutu beton karena beton sulit untuk dipadatkan (Mulyono, 2003). Hubungan
antara faktor air-semen dan kekuatan tekan beton dapat dilihat pada Gambar 2.5.

26
Gambar 2.5: Hubungan Faktor Air-Semen Dengan Kuat Tekan Beton (Mulyono, 2003)

2. Agregat
Proporsi penggunaan agregat pada beton yang mencapai 60%-75% dari total
volume beton menjadikan agregat merupakan salah satu faktor terciptanya beton dengan
mutu yang baik. Faktor-faktor yang ada apa pada agregat yang mempengaruhi kekauatan
beton adalah perbandingan agregat dan semen campuran, kekuatan agregat, bentuk dan
ukuran agregat, dan gradasi permukaan agregat (Mulyono, 2003).

3. Perawatan (Curing)
Perawatan beton adalah proses mengatur laju dan tingkat kehilangan kelembaban
dari beton selarna hidrasi semen berlangsung (Simanjuntak & Saragih, 2015). Perawatan
dilakukan setelah beton mencapai final setting. Perawatan yang baik dimaksudkan untuk
menghindari terjadinya retak karena kehilangan air yang begitu cepat ketika beton sudah
mengeras (Mulyono, 2003).

2.5.1.2 Kekuatan Lentur Beton


Kuat lentur beton adalah kemampuan balok beton yang diletakan pada dua
perletakan untuk menahan gaya dengan arah tegak lurus sumbu benda uji, yang diberikan
kepadanya, sampai benda uji patah, dinyatakan dalam Mega Pascal (𝑀𝑃𝑎) gaya per satuan
luas (SNI 4431, 2011).

Pada sebuah balok yang dibebani akan terjadi perlawanan dari balok tersebut
terhadap beban luar yang membebaninya. Perlawanan ini akan menimbulkan momen
lentur sebagai reaksi beton yang harus ditahan oleh material beton dari aksi pembebanan
dan harga maksimum yang dapat dicapai sebelum terjadi keruntuhan adalah momen

27
internal maksimum dari balok (Pane et al., 2015) Sketsa pengujian kuat tekan beton
ditunjukkan seperti pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6: Sketsa Pengujian Kuat Lentur Beton

Momen yang didapatkan dari reaksi perletakan digunakan untuk mencari tegangan
. Berdasarkan Frick, 1979 rumus tegangan dapat dilihat pada persamaan (2).
𝑀
𝜎= ……… (2)
𝑊

Dimana rumus modulus penampang dapat dilihat pada persamaan (3) :


𝑏ℎ3
𝐼 12 𝑏ℎ2
𝑊= = ℎ = ………. (3)
𝑦 6
2

Sehingga rumus kuat lentur yang digunakan dapat dihitung dengan persamaan (4)
sebagai berikut:
𝑝𝑙
𝑀𝑜𝑅 = ………. (4)
𝑏ℎ2

2.5.2 Susut, Rangkak dan Retak


Susut merupakan keadaan perubahan volume ketika air masuk atau keluar dari
campuran beton. Menurut Nugraha (2007) terdapat beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya susut antara lain kadar agregat, kadar air, kadar semen dan bahan
kimia pembantu, kondisi perawatan dan penyimpanan.

2.5.3 Durabilitas dan Permeabilitas


Beton yang memiliki ketahanan yang tinggi adalah beton yang mampu menghadapi
lingkungan sekitarnya yang direncakanan tanpa mengalami kerusakan selama jangka
waktu yang diingingkan. Ketahanan pada beton dapat dipengaruhi oleh cuaca terlebih pada

28
keadaan perubahan cuaca yang drastis, air yang mengandung kandungan kimia, serta
permeabilitas beton tersebut (Nugraha, 2007).

Permeabilitas terbagi menjadi 2 macam, yaitu permeabilitas terhadap zat cair


(kedap air) dan permeabilitas terhadap udara (kedap udara). Permeabilitas bergantung pada
faktor air-semen dari campuran beton. Campuran beton dengan faktor air-semen yang
tinggi akan mengakibatkan terjadinya pori-pori pada beton yang sudah mengeras sehingga
menjadi jalan masuk air atau udara dan mengurangi kepadatan beton dan menyebabkan
permeabilitas beton yang tinggi (Nugraha, 2007). Semakin tingginya permeabilitas beton
akan mengurangi durabilitas beton.

2.6 Perkembangan Teknologi Beton

2.6.1 Beton Serat

Beton serat (fiber reinforced concrete) adalah beton yang dibuat dari campuran
semen, agregat halus, agregat kasar, air, dan sejumlah serat (fiber) yang disebar secara acak
dalam adukan (Astawa, 2018). Pada umumnya serat yang ditambahkan pada beton berupa
batang-batang dengan ukuran 5-500 µ𝑚 dengan panjang bervariasi berkisar 25
𝑚𝑚 (Mulyono, 2003). Penambahan serat pada beton dimaksudkan untuk membantu
memperbaiki sifat dasar beton yaitu, kuat menahan tegangan tekan namun lemah dalam
menahan tegangan lain khususnya lentur. Serat alami dapat meningkatkan ketahanan
benturan terhadap beton (Fathi & Fathi, 2015).

Menurut As’ad (2008), beton serat memberi banyak keuntungan antara lain:

a. Serat terdistribusi secara acak di dalam volume beton pada jarak yang relatif dekat satu
sama lain. Hal ini akan memberi tahanan berimbang ke segala arah dan memberi
keuntungan material struktur yang dipersiapkan untuk menahan beban gempa dan
angin.
b. Perbaikan perilaku deformasi seperti ketahanan terhadap impak, daktilitas yang lebih
besar, kuat lentur, dan kapasitas torsi yang lebih baik.
c. Meningkatkan ketahanan beton terhadap formasi dan pembentukan retak.
d. Peningkatan ketahanan pengelupasan (spalling) dan retak pada selimut beton akan
membantu menghambat korosi besi tulangan dari serangan kondisi lingkungan yang
berpotensi korosi.

29
Penggunaan fiber pada beton akan berpengaruh pada sifat mekanik beton dengan
kadar optimum serat. Serat yang terlalu sedikit atau terlalu banyak akan memberi pengaruh
tidak baik terhadap beton. Serat yang digunakan terlalu banyak akan mengakibatkan
pengurangan kelecakan beton serta menciptakan rongga pada beton. persentase optimum
serat dipengaruhi oleh bentuk, aspek rasio, dan jenis serat yang digunakan (Nugraha, 2007).

2.6.2 Beton Ramah Lingkungan atau Beton Hijau (Green Concrete)

Konsep beton hijau pertama kali ditemukan di Denmark pada tahun 1998. Beton
Hijau adalah jenis beton yang menyerupai beton konvensional tetapi produksi atau
penggunaan beton tersebut memerlukan jumlah minimal energi dan tidak menyebabkan
bahaya lingkungan (Rizky, 2014). Sifat dari green concrete ini adalah memenuhi beberapa
kriteria yaitu: beton dengan konten klinker minimal, beton dengan jenis semen dan bahan
pengikat hijau (Ahmad et al., 2017)

Menurut Institution of Structural Engineers (1999), pembuatan material penyusun


beton yang ramah lingkungan ini dapat dilakukan dengan mewujudkan 4 (empat) usaha
kelangsungan dan konservasi lingkungan, yaitu:
(1) Pengurangan emisi gas rumah kaca (terbesar adalah karbondioksida (𝐶𝑂2 )),
(2) Efisiensi energi dan material dasar,
(3) Penggunaan material buangan/waste, dan
(4) Pengurangan efek yang mengganggu kesehatan/keselamatan pada pengguna
konstruksi, baik yang timbul selama proses konstruksi ataupun yang timbul selama operasi
bangunan, dengan menggunakan Konsep 4R (Reduce, Refurbish, Reuse and Recycle).

2.6.3 Self Compacting Concrete (SCC)

Self Compacting Concrete adalah beton dengan kemampuan memadatkan sendiri.


Metode pemadatan sendiri ini bukan hanya pada deformasi yang tinggi sehingga mudah
untuk dipadatkan tetapi juga pada kemungkinan segregasi yang rendah. Pada beton
konvensional deformasi berbanding lurus dengan kemungkinan terjadinya segregasi pada
saat beton dituangkan (Nugraha, 2007).

Adapun pengaturan yang dilakukan untuk mendapatkan beton SCC dengan


kemungkinan segregasi yang rendah antara lain: mempunyai kadar agregat yang rendah,
faktor air-binder yang rendah dan menggunakan superplasticizer (Nugraha, 2007).

30
Penggunaan air pada SCC juga harus diperhatikan sehingga tidak terjadi kemungkinan
terjadinya bleeding. Self Compacting Concrete yang baik harus tetap homogen, kohesif,
tidak terjadi segregasi, blocking, dan bleeding. Perbedaan SCC yang mengalami bleeding
dan tidak mengalami bleeding dapat dilihat pada Gambar 2.7 dan Gambar 2.8.

Gambar 2.7: Beton SCC Homogen yang Tidak Mengalami Bleeding


(ASTM C 1611/ C1611M – 05)

Gambar 2.8: Beton SCC yang Mengalami Bleeding


(ASTM C 1611/ C1611M – 05)

2.7 Penelitian Terdahulu Yang Terkait

1. Sugar Beet Fiber And Tragacanth Gum Effects On Concrete


Penelitian penggunaan serat alam pada beton dilakukan oleh Fathi & Fathi (2015)
dengan tujuan mengetahui pengaruh penggunaan serat tebu dan getah Tragacanth yang
berasal dari timur tengah terhadap sifat mekanik beton. Sifat mekanik beton ditinjau dari
slump flow, kekuatan tekan serta kekuatan tarik beton.

31
Benda uji pada penelitian ini merupakan beton normal/Normal Concrete (NC) dan
Self Compacting Concrete (SCC) berbentuk silinder dengan diameter 15 𝑐𝑚 dan panjang
30 𝑐𝑚 sebanyak 66 buah dan diuji pada umur 28 hari. Pada penelitian ini digunakan bahan
tambah berupa mikro silika, serat tebu dan getah kering dengan variasi seperti terlihat pada
Tabel 2.5.

Tabel 2.5: Variasi Bahan Tambah Pada Beton (Fathi & Fathi, 2015)

Nama Benda Getah Kering Serat Ampas Mikro Silika


Uji Tebu
NC1 0% 0% 3%
NC2 1,2% 0% 3%
NC3 0% 1% 3%
SCC1 1,2% 2% 3%
SCC2 2,4% 3% 3%
SCC3 3,6% 4% 3%
SCC4 4,8% 5% 3%
SCC5 6% 6% 3%
SCC6 7,2% 7% 3%

Kekuatan tekan benda uji beton normal mencapai 37 MPa dan kekuatan tarik
benda uji beton normal mencapai 3,6 𝑀𝑃𝑎. Hasil dari penelitian ini diperoleh bahwa
benda uji SCC2 memiliki kuat tekan optimum sebesar 37,2 𝑀𝑃𝑎 atau naik 0,5% dari kuat
tekan beton normal dan kekuatan tekan beton semakin menurun seiring bertambahnya
variasi bahan tambah, sedangkan kuat tarik optimum didapat pada benda uji SCC6 sebesar
3,66 𝑀𝑃𝑎 atau naik 1,67% dari kuat tarik beton normal dan kekuatan tarik beton semakin
meningkat seiring bertambahnya bahan tambah. Adapun hasil pengujian sifat mekanik
pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6: Hasil Penelitian Sifat Mekanik Beton (Fathi & Fathi, 2015)

Nama Slump Flow Kekuatan Kekuatan Modulus Elastisitas


Benda Uji (𝑐𝑚) Tekan (𝑀𝑃𝑎) Tarik (𝑀𝑃𝑎) (𝐺𝑃𝑎)
NC1 - 37 3,6 30,2
NC2 - 36 3,5 30,2
NC3 50 36,5 3,5 30,3
SCC1 42 37,1 3,43 30,2
SCC2 55 37,2 3,52 30,4
SCC3 62 37 3,6 30,5
SCC4 70 36 3,6 30,2
SCC5 77 34 3,65 29,3
SCC6 85 32,5 3,66 28,6

32
2. Kuat Tekan Beton Yang Mengandung Abu Ampas Kopi Dengan Bahan
Tambah Superplasticizer
Penelitian penggunaan abu ampas kopi pada campuran beton dilakukan oleh
Alkhaly & Fedriansyah (2018). Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh penggunaan abu ampas kopi (AAK) terhadap kuat tekan beton
dengan mutu rencana 35 𝑀𝑃𝑎. Persentase abu ampas kopi yang digunakan adalah sebesar
5% dengan variasi superplasticizer 0,5%, 1% dan 2% dari berat semen serta pengurangan
air sebesar 10%.

Abu ampas kopi yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari pembakaran
ampas kopi pada suhu 700℃ yang kemudian dihaluskan hingga lolos ayakan no.200. Pada
penelitian ini juga menggunakan bahan tambah kimia berupa superplasticizer dengan jenis
sikamen-NN yang diproduksi PT. Sika Indonesia. Digunakan juga faktor air semen sebesar
0,385 dengan jumlah 5 buah benda uji untuk masing-masing variasi benda uji dan
dilakukan pengujian pada umur 28 hari. Cara pencampuran adukan beton yaitu material
kering seperi agregat kasar dan halus, semen, dan abu ampas kopi dimasukkan kedalam
molen secara bertahap dan ditambahkan 1⁄3 bagian air dan molen mulai dihidupkan.
Kemudian masukkan 1⁄2 bagian dari superplasticizer yang sudah dicampur dengan 1⁄3
bagian air dan terakhir masukkan lagi 1⁄2 bagian superplasticizer yang sudah dicampur
dengan 1⁄3 bagian air.

Hasil dari penelitian ini didapat kekuatan tekan beton normal sebesar 35,98 𝑀𝑃𝑎
dan beton dengan penambahan superpasticizer dengan kuat tekan paling tinggi pada
variasi 2% superplasticizer sebesar 47,83 𝑀𝑃𝑎. Pada beton dengan penambahan abu
ampas kopi 5% dan superplasticizer diperoleh kuat tekan paling tinggi pada variasi 2%
superplasticizer sebesar 49,74 𝑀𝑃𝑎 yang dapat dilihat pada Tabel 2.7. Pada penelitian ini
dapat dilihat bahwa pengurangan air sebesar 10% dan peningkatan persentase penggunaan
superplasticizer dapat meningkatkan kekuatan beton. Pada penelitian ini juga disimpulkan
bahwa penambahan abu ampas kopi sebesar 5% dapat meningkatkan kekuatan tekan beton.

33
Tabel 2.7: Kekuatan Tekan Beton dengan Penambahan Abu Ampas Kopi
(Alkhaly & Fedriansyah, 2018)
No Kode Sampel Rata-Rata Kuat Tekan Varian Varian
(𝑀𝑝𝑎) Terhadap BN Terhadap
(%) BSP1 (%)
1 BN 35,98 100 85,02
2 BSP1 42,32 117,62 100
3 BSP2 43,33 120,43 102,39
4 BSP3 47,83 132,93 113,02
5 BAK 37,34 103,78 88,23
6 BAK1 44,71 124,26 105,46
7 BAK2 45,90 127,57 108,46
8 BAK3 49,74 138,24 117,53

3. Pengaruh Abu Ampas Tebu Sebagai Pozzolan Pada Campuran Beton


Normal Dan Beton UHPC Terhadap Kuat Tekan Dan Kuat Lentur Beton
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Hardjasaputra et al., (2018) dengan tujuan
mengetahui pengaruh penambahan abu ampas tebu (AAT) terhadap kuat tekan dan kuat
lentur beton. Pada penelitian ini dilakukan pengujian terhadap beton normal dengan variasi
abu ampas tebu 0%, 5%, 10% dan 15% dari berat semen dan beton UHPC (Ultra High
Performance Concrete) dengan variasi abu ampas tebu 0%, 5%, 10% dan 15% dari berat
silica fume. Kekuatan tekan yang direncanakan dalam penelitian ini adalah 40 𝑀𝑃𝑎 untuk
beton normal dan 100 𝑀𝑃𝑎 untuk beton UHPC. Pada penelitian ini dilakukan berbagai
analisis butiran abu ampas tebu untuk mengetahui karakteristik dari abu ampas tebu yaitu
Particle Size Analysis (PSA) untuk mengetahui ukuran butiran, Scanning Electron
Microsope (SEM) untuk mengetahui bentuk butiran, Energy Dispersive Spectroscopy
(EDS) untuk mengetahui elemen kandungan abu ampas tebu dan X-Ray Fluoroscene (X-
RF) untuk mengetahui senyawa yang terkandung dalam abu ampas tebu.

Pada penelitian ini digunakan abu ampas tebu yang didapat dari pembakaran pada
tungku khusus dengan suhu 600℃ selama 30 menit dan dihaluskan dengan mesin Los
Angeles selama 2 jam. Benda uji beton yang digunakan untuk pengujian kuat tekan
merupakan benda uji silinder dengan ukuran diameter 15 𝑐𝑚 dan tinggi 30 𝑐𝑚 dan untuk
pengujian lentur dengan benda uji balok dengan ukuran 30 𝑐𝑚 × 6 𝑐𝑚 × 6 𝑐𝑚 dengan 2
buah benda uji pada masing-masing setiap variasi serta pengujian dilakukan pada umur 28

34
hari. pada penelitian ini pengujian lentur dilakukan pada beton UHPC dengan variasi abu
ampas tebu 5% dan 10%.

Hasil dari penelitian ini didapat bahwa abu ampas tebu mengandung 𝑆𝑖𝑂2 sebesar
53,47% yang dapat dilihat pada Tabel 2.8. Dari pengujian kuat tekan beton normal didapat
bahwa kekuatan tekan paling tinggi pada penambahan abu ampas tebu 15% dengan kuat
tekan 53,9 𝑀𝑃𝑎, dimana terjadi peningkatan sebesar 33,68% dari beton tanpa abu ampas
tebu. Pada beton UHPC diperoleh kekuatan tekan paling tinggi pada penambahan abu
ampas tebu 10% dengan kuat tekan 122.55 𝑀𝑃𝑎, dimana terjadi peningkatan sebesar 17%
dari beton UHPC tanpa penambahan abu ampas tebu. Hasil pengujian kuat tekan beton
normal dan beton UHPC dapat dilihat pada Gambar 2.9 dan Gambar 2.10.

Tabel 2.8: Hasil Uji XRF Abu Ampas Tebu (Hardjasaputra et al., 2018)

Unsur Komposisi Unsur (%)


Silikat (𝑆𝑖𝑂2 ) 53,47
Besi Oksida (𝐹𝑒𝑂3 ) 3,67
Alumunium Oksida (𝐴𝑙2 𝑂3 ) 0,41
Total 57,55

Gambar 2 9: Hasil Kekuatan Tekan Beton Normal dengan Penambahan Abu Ampas
Tebu (Hardjasaputra et al., 2018)

35
Gambar 2.10: Hasil Kekuatan Tekan Beton UHPC dengan Penambahan Abu Ampas
Tebu (Hardjasaputra et al., 2018)

Hasil penelitian untuk kuat lentur didapat bahwa kekuatan lentur mengalami
kenaikan seiring dengan penambahan abu ampas tebu, dimana kekuatan lentur paling
tinggi terjadi pada beton UHPC dengan penambahan abu ampas tebu sebesar 10% dari
silika fume dengan kuat lentur sebesar 11,4%. Sehingga pada penelitian ini diperoleh
kesimpulan bahwa penambahan abu ampas tebu dapat meningkatkan kekuatan tekan dan
kekuatan lentur beton. Hasil pengujian kekuatan lentur dapat dilihat pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9: Hasil Kekuatan Lentur Beton UHPC Umur 28 Hari


(Hardjasaputra et al., 2018)
Kode Balok Kadar AAT Load Max Kuat Lentur Rata-rata
(%) (𝑁) (𝑀𝑃𝑎) (𝑀𝑃𝑎)
TMM7-AT0-A 0 3573,9 6,577
6,98
TMM7-AT0-A 0 4012,6 7,384
TMM7-AT0-A 5 5688,5 10,468
9,19
TMM7-AT0-A 5 4298,5 7,910
TMM7-AT0-A 10 5895,8 10,850
11,40
TMM7-AT0-A 10 6489,1 11,942

4. Kajian Pemanfaatan Limbah Serat Daun Nanas Pada Kuat Tekan Dan Kuat
Lentur Beton
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Yanti et al. (2019) dengan tujuan mengetahui
pengaruh penggunaan serat daun nenas terhadap kekuatan tekan dan kekuatan lentur beton.
Pada penelitian ini digunakan variasi serat daun nenas sebesar 0%, 1%, 3%, 5% dan 7%
terhadap berat semen dengan mutu rencana beton K-225 dan diuji pada umur 28 hari. Serat
daun nenas yang digunakan pada penelitian ini didapatkan dari perkebunan masyarakat
setempat dengan umur tanam berkisar 1-1,5 tahun.

36
Pada penelitian ini digunakan benda uji silinder beton dengan ukuran diameter 15
𝑐𝑚 dan tinggi 30 𝑐𝑚 untuk pengujian kuat tekan dan balok berukuran panjang 54 𝑐𝑚,
lebar 15 𝑐𝑚 dan tinggi 15 𝑐𝑚 untuk pengujian kekuatan lentur beton. Pemisahan serat
daun nenas dilakukan dengan cara merendam daun nenas dalam larutan 𝑁𝑎𝑂𝐻 selama 4
jam. Setelah itu daun nenas dicuci dengan air hingga bersih dan disisir dengan kawat besi
untuk memisahkan serat daun nenas dengan daging daun nenas. Serat daun nenas yang
didapatkan dikeringkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Pada penelitian ini dilakukan
pengujian statistik dengan menggunakan metode analisis varians (ANOVA) untuk melihat
pengaruh penggunaan serat daun nenas terhadap kuat tekan dan kuat lentur beton.

Hasil dari penelitian ini didapat bahwa kekuatan tekan rata-rata yang paling tinggi
terjadi pada beton dengan variasi serat daun nenas 5% sebesar 267 𝑘𝑔⁄𝑐𝑚2 . Nilai kekuatan
lentur yang didapat pada penelitian ini terjadi peningkatan seiring bertambahnya variasi
serat daun nenas, dimana kekuatan lentur tertinggi terjadi pada penambahan 5% serat daun
nenas sebesar 41,61 𝑘𝑔⁄𝑐𝑚2 . Hasil kekuatan tekan pada penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 2.10 dan Gambar 2.11 serta kekuatan lentur pada Tabel 2.11 dan Gambar 2.12.

Tabel 2.10: Hasil Kekuatan Tekan Beton Serat Daun Nenas (Yanti et al., 2019)

Kuat
Berat Luas Kuat
Persen Benda Beban Tekan
Sampel Tekan Tekan
Serat Uji (𝑘𝑁) Rat-Rata
(𝑘𝑔) (𝑐𝑚2 ) (𝑘𝑔⁄𝑐𝑚2 )
(𝑘𝑔⁄𝑐𝑚2 )
1 12,72 17662,5 431 248,9
0 2 12,7 17662,5 405 233,9 240,82
3 12,68 17662,5 415 239,7
1 12,32 17662,5 435 251,2
1 2 12,58 17662,5 442 255,3 244,28
3 12,62 17662,5 392 226,4
1 12,74 17662,5 440 254,1
3 2 12,7 17662,5 448 258,7 260,26
3 12,66 17662,5 464 268
1 12,28 17662,5 495 285,9
5 2 12,52 17662,5 421 243,1 267,00
3 12,12 17662,5 471 272
1 12,58 17662,5 422 243,7
7 2 12,51 17662,5 398 229,8 235,81
3 12,48 17662,5 405 233,9

37
Gambar 2.11: Kuat Tekan Beton Serat Daun Nenas (Yanti et al., 2019)

Tabel 2.11: Hasil Kuat Lentur Beton Serat Daun Nenas (Yanti et al., 2019)

Persen Serat Kuat Lentur Kuat Lentur Rata-


(%) (𝑘𝑔⁄𝑐𝑚2 ) Rata (𝑘𝑔⁄𝑐𝑚2 )
36,7
0 34 35,36
35,4
36,7
1 35,7 36,63
37,5
38,1
3 37,4 38,31
39,4
40,5
5 42,3 41,61
42
40,8
7 38,8 39,67
39,4

38
Gambar 2.12: Kuat Lentur Beton Serat Daun Nenas (Yanti et al., 2019)

Pada analisis varians (ANOVA) didapat hasil Fhitung untuk kekuatan tekan sebesar
3,04 serta hasil F0,05tabel dan F0,01tabel berturut-turut sebesar 3,48 dan 5,99. Dari hasil yang
didapat diperoleh bahwa Fhitung < Ftabel yang memberikan hasil bahwa tidak terdapat
interaksi atau perlakuan yang nyata dari serat daun nenas terhadap kekuatan tekan beton.
Pada analisis varians (ANOVA) didapat hasil Fhitung untuk kekuatan lentur sebesar 16,02
serta hasil F0,05tabel dan F0,01tabel berturut-turut sebesar 3,48 dan 5,99. Dari hasil yang didapat
diperoleh bahwa Fhitung > Ftabel yang memberikan hasil bahwa terdapat interaksi atau
perlakuan yang nyata dari serat daun nenas terhadap kekuatan tekan beton.

5. Pengaruh Panjang Serat Sabut Kelapa Terhadap Kuat Tekan Dan Kuat
Lentur Beton
Penelitian ini dilakukan oleh Handani et al. (2009) dengan tujuan mengetahui
pengaruh panjang serat sabut kelapa terhadap kuat tekan dan kuat lentur beton. Pada
penelitian ini digunakan variasi panjang serat sabut kelapa 1 𝑐𝑚 (sampel A), 3 𝑐𝑚 (sampel
B) dan 5 𝑐𝑚 (sampel C) dengan persentase serat sebesar 10% dari berat semen.

Benda uji pada penelitian ini dicetak dengan ukuran panjang 22 𝑐𝑚, lebar 11 𝑐𝑚
dan tinggi 6 𝑐𝑚. Pengujian kuat tekan dilakukan pada umur 3, 7, 14, dan 28 hari dengan
menggunakan alat Universal Testing Machine. Pada penelitian ini digunakan semen
Portland tipe I produksi PT. Semen Padang dengan massa jenis 3,1x103 𝑔⁄𝑐𝑚3 , agregat
halus dengan diameter 5 𝑚𝑚 dan agregat kasar batu pecah berdiameter 5 𝑚𝑚-10 𝑚𝑚.
Pemisahan serat sabut kelapa yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara
tradisional meliputi perendaman dan pemisahan serat.

39
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menyatakan bahwa kekuatan tekan
maksimum pada beton terjadi pada variasi panjang serat 3 𝑐𝑚 sebesar 73,4x103 𝑔⁄𝑐𝑚2 .
Kekuatan lentur maksimum yang diperoleh pada penelitian ini terjadi pada variasi panjang
serat 3 𝑐𝑚 sebesar 29,95x103 𝑔⁄𝑐𝑚2 pada umur 28 hari. Hasil kuat tekan dan lentur pada
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.13 dan Gambar 2.14.

Gambar 2.13: Kuat Tekan Beton Variasi Panjang Serat Sabut Kelapa
(Handani et al., 2009)

Gambar 2.14: Kuat Lentur Beton Variasi Panjang Serat Sabut Kelapa
(Handani et al., 2009)

Pada penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa serat dengan panjang 3 𝑐𝑚 dapat
mengisi pori-pori beton dengan baik dan antar serat saling memberikan kekuatan sehingga
diperoleh kekuatan tekan maksimum. Pada penambahan serat dengan panjang 1 𝑐𝑚 juga
dapat mengisi pori-pori beton namun antar serat kurang memberi dukungan terhadap

40
kekuatan beton. Pada penambahan serat dengan panjang 5 𝑐𝑚 cenderung mengumpul pada
saat pengadukan sehingga beton menjadi kurang homogen.

6. Penggunaan Fly Ash dan Viscocrete Pada Self Compacting Concrete

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Sugiharto et al. (2001) dengan tujuan


mengetahui perbandingan komposisi campuran beton dengan penambahan fly ash yang
tepat untuk pembuatan self compacting concrete (SCC). Pada penelitian ini dilakukan
pengujian workability dengan menggunakan slump cone, pengujian flowability dengan
menggunakan L-shaped box dan kuat tekan beton dengan menggunakan benda uji
berbentuk silinder berdiameter 15 𝑐𝑚 dan tinggi 30 𝑐𝑚. Kekuatan beton diuji pada umur
7, 14, 28, dan 56 hari.

Pada penelitian dilakukan trial mix untuk memperkirakan komposisi bahan


campuran untuk pembuatan SCC. Tahap awal adalah menentukan dosis viscocrete pada
perbandingan binder dengan variasi viscocrete 1.5%, 2% dan 3%. Setelah itu dilakukan
trial mix untuk menentukan perbandingan agregat kasar dan agregat halus yang optimum
dengan cara menetapkan jumlah binder dan komposisi binder serta dosis viscocrete yang
digunakan. Pada tahap awal ditentukan jumlah binder sebesar 425 𝑘𝑔⁄𝑐𝑚3 , perbandingan
binder adalah 8:2 dan dosis viscocrete sebesar 1.5% dari total binder dan ditambahkan 3
variasi perbandingan agregat kasar dan halus yaitu 1:1, 1:1,25 dan 1:1,5 dan dilakukan
pengujian workability dan flowability.

Setelah didapatkan perbandingan agregat kasar dan halus yang optimum maka
dilakukan trial untuk menentukan jumlah air yang tepat untuk setiap perbandingan binder.
Air yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar 60% dari jumlah air pada beton
konvensional, setelah itu dicek secara visual apakah sudah mencapai keadaan yang
diinginkan atau belum. Jika belum tercapai maka air akan ditambahkan sedikit demi sedikit
hingga mencapai keadaan yang diinginkan. Cara yang dilakukan adalah dengan
menetapkan perbandingan agregat kasar dan halus serta dosis viscocrete kemudian
perbandingan binder diubah-ubah dengan variasi 8:2, 7:3, 6:4 dan 5:5. Diagram alir trial
mix pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.15.

41
Gambar 2. 15 : Diagram Alir Trial Mix Self Compacting Concrete
(Sugiharto et al., 2001)

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini didapat bahwa perbandingan agregat kasar
dan halus yang optimum pada pengujian flowability dan workability terjadi pada variasi
1:1 dengan jumlah air yang berbeda-beda pada setiap variasi perbandingan binder. Batas
penggunaan fly ash yang dapat digunakan hanya sampai perbandingan binder 5:5. Hal ini
karena penggunaan fly ash yang lebih banyak dari pada semen dapat mengurangi
penggunaan air sehingga tidak tercapai kondisi workable daan flowable. Penambahan air
pada campuran dengan fly ash yang lebih banyak dari pada semen dapat mengakibatkan
terjadinya dispersi dan segregasi sehingga campuran kurang homogen. Pada penelitian ini
didapat bahwa perbandingan binder 6:4 dan dosis viscocrete sebesar 1,5% memberikan
kondisi yang optimum paling stabil, baik ditinjau dari flowability dan workability dan
kekuatan tekan. Adapun hasil dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.16, Gambar
2.17, Gambar 2.18, Gambar 2.19 dan Gambar 2.20.

42
Gambar 2.16: Hubungan perbandingan Binder dan Nilai SF50 Dosis Viscocrete Berbeda
(Sugiharto et al., 2001)

Gambar 2.17: Hubungan Komposisi Binder dan Nilai SFmaks Dosis Viscocrete Berbeda
(Sugiharto et al., 2001)

Gambar 2.18: Hubungan Komposisi Binder dan Nilai FL40 Dosis Viscocrete Berbeda
(Sugiharto et al., 2001)

43
Gambar 2.19: Hubungan Komposisi Binder dan Nilai FLmaks Dosis Viscocrete Berbeda
(Sugiharto et al., 2001)

Gambar 2.20: Hubungan Komposisi Binder dan Kuat Tekan Beton Viscocrete 1.5%
(Sugiharto et al., 2001)

Gambar 2.21: Hubungan Komposisi Binder dan Kuat Tekan Viscocrete 2%


(Sugiharto et al., 2001)

7. Experimental Study on Bagasse Ash in Concrete


Penelitian terkait selanjutnya adalah studi eksperimental abu ampas tebu dalam
beton yang dilakukan oleh Srinivasan & Sathiya (2010). Pada penelitian ini dikaji
pengaruh penggunaan abu ampas tebu terhadap benda uji yang digunakan sebanyak 180
buah, dengan variasi benda uji 36 buah kubus sisi 15 𝑐𝑚, 108 buah silinder diameter 15
c𝑚 dan panjang 30 𝑐𝑚, serta 36 buah balok ukuran 75 𝑐𝑚 × 15 𝑐𝑚 × 15 𝑐𝑚 dengan umur

44
7 hari dan 28 hari saat dilakukan pengujian. Variasi abu ampas tebu yang digunakan yaitu
0%, 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%.

Ampas tebu yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Pabrik Gula Sakhti,
India. Hasil pembakaran ampas tebu menunjukkan bahwa komposisi kimia pada abu
ampas tebu didominasi oleh 𝑆𝑖𝑂2 sebesar 78,34% seperti pada Tabel 2.12.

Tabel 2.12: Komposisi Kimia Sugar Cane Bagasse Ash (SCBA)


(Srinivasan & Sathiya, 2010)
Komponen Persentase Komponen
(%)
𝑆𝑖𝑂2 78,34
𝐴𝑙2 8,55
𝐹𝑒2 𝑂 3,61
𝐶𝑎𝑂 2,15
𝑁𝑎2 𝑂 0,12
𝐾2 𝑂 3,46
𝑀𝑛𝑂 0,13
𝑇𝑖𝑂2 0,5
𝐵𝑎𝑂 <0,16
𝑃2 𝑂5 1,07
Berat yang hilang saat 0,42
pembakaran

Hasil dari penelitian ini didapat bahwa beton normal memiliki kuat tekan 13,8 𝑀𝑃𝑎
pada umur 7 hari dan 21,7 𝑀𝑃𝑎 pada umur 28 hari. Kuat tekan optimal diperoleh pada
penambahan abu ampas tebu 5% yaitu sebesar 15,83 MPa pada umur 7 hari dan 29,5 𝑀𝑃𝑎
pada umur 28 hari. Namun seiring bertambahnya abu ampas tebu maka kuat tekan beton
juga semakin berkurang. Penurunan kuat tekan terbesar terjadi pada beton dengan variasi
abu ampas tebu sebesar 25% yaitu sebesar 7,55 𝑀𝑃𝑎 pada umur 7 hari dan 17,73 𝑀𝑃𝑎
pada umur 28 hari. Pada penelitian ini juga didapat kekuatan lentur optimum terjadi pada
variasi 5% SCBA pada umur 28 hari sebesar 3,74 𝑀𝑃𝑎. Sehingga berdasarkan penelitian
ini, penambahan abu ampas tebu dengan persentase yang tepat dapat meningkatkan kuat
tekan dan kuat lentur beton.

45
Tabel 2.13: Hasil Eksperimental Abu Ampas Tebu umur 7 Hari
(Srinivasan & Sathiya, 2010)

Nama Persen Kuat Kuat Tarik Kekuatan Modulus Massa


Sampel SCBA Tekan Belah Lentur Elastisitas Jenis
(𝑀𝑃𝑎) (𝑀𝑃𝑎) (𝑀𝑃𝑎) (𝑀𝑃𝑎) (𝑘𝑔⁄𝑚3
C0 0 13,8 0.693 3,63 22800 2535,30
N1 5 15,83 0.97 3,35 23100 2541,23
N2 10 12,33 0,9 3,19 23000 2517,52
N3 15 8,79 0,7 3,04 21900 2494,81
N4 20 8,3 0,65 2,75 20100 2400,01
N5 25 7,75 0,42 2,3 19800 2396,04

Tabel 2.14: Hasil Eksperimental Abu Ampas Tebu Umur 28 Hari


(Srinivasan & Sathiya, 2010)

Nama Persen Kuat Kuat Tarik Kekuatan Modulus Massa


Sampel SCBA Tekan Belah Lentur Elastisitas Jenis
(𝑀𝑃𝑎) (𝑀𝑃𝑎) (𝑀𝑃𝑎) (𝑀𝑃𝑎) (𝑘𝑔⁄𝑚3
C0 0 21,47 1,526 3,46 30010 2546,17
N1 5 29,50 1,94 3,74 29200 2581,72
N2 10 24,7 1,59 3,56 25800 2505,67
N3 15 19,32 1,45 3,38 21000 2429,62
N4 20 18,85 1,34 3,18 19500 2410,21
N5 25 17,73 1,24 3,02 18500 2400,00

8. Structural Performance of RC and R-ECC Dapped-End Beams Based


on the Role of Hanger or Diagonal Reinforcements Combined by ECC
Penelitian ini adalah studi eksperimental tentang kekuatan dapped-end pada balok
yang dilakukan oleh Mohammed et al. (2019). Pada penelitian ini digunakan metode
perkuatan pada area dapped-end dengan dilakukannya penambahan ECC yang
dimodifikasi dengan menggunakan bahan fly ash dan silica fume sehingga mengurangi
kegagalan akibat beban yang bekerja dan lendutan maksimum. Penggunaan bahan fly ash
dan silica fume adalah untuk meningkatkan efek mikro dan dapat mengisi campuran ECC
serta dapat meningkatkan kekuatan ECC. Pada penelitian ini dilakukan pengujian kuat
tekan, kuat tarik belah, modulus elastisitas, poisson rasio, kuat lentur, kuat tarik langsung,
kapasitas tegangan tarik, kepadatan beton dan permeabilitas beton.

46
Hasil penelitian yang dapat diperoleh kekuatan lentur beton normal (NSC) lebih
kecil daripada ECC dimana kekuatan lentur beton normal hanyak sebesar 3,79 MPa
sedangkan ECC-1 menhasilkan 11,74 MPa dan ECC-2 menghasilkan 13,42 MPa. Begitu
juga kekuatan tekan yang terjadi lebih besar pada ECC dari pada beton normal. Hasil
pengujian pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.15.

Tabel 2.15: Rancangan Benda Uji (Mohammed et al., 2019)

9. Pengaruh Penggunaan Viscocrete-10 Dan Serat Ban Bekas Terhadap Nilai


Slump Dan Kuat Tekan Beton Serat
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Maryoto & Pamudji (2008) mengenai
pengaruh bahan tambah viscocrete-10 dan ban bekas terhadap nilai slump, kuat lentur dan
kuat tekan beton. Pada penelitian ini digunakan benda uji berbentuk silinder dengan
diameter 15 𝑐𝑚 dan tinggi 30 𝑐𝑚 dengan 7 variasi beton dimana setiap variasi beton
menggunaan serat ban dengan panjang yang berbeda-beda dan diuji pada umur 28 hari.
Setiap variasi masing-masing dibuat 2 benda uji. Adapun variasi panjang serat serta kode
sampel benda uji terdapat pada Tabel.2.1.

Tabel 2.16: Variasi Benda Uji (Maryoto & Pamudji, 2008)

Kode Ukuran Ukuran serat Volume


Diameter Jumlah
sampel tinggi limbah ban serat FAS
(mm) benda uji
beton (mm) bekas (%)
SN.0 30 15 0 0 0,33 2
SBB.1 30 15 1x1x1 2,5 0,33 2
SBB.5 30 15 1x1x5 2,5 0,33 2
SBB.10 30 15 1x1x10 2,5 0,33 2
SBB.25 30 15 1x1x25 2,5 0,33 2
SBB.50 30 15 1x1x50 2,5 0,33 2
SBB.75 30 15 1x1x75 2,5 0,33 2
Total benda uji 14

47
Pada penelitian ini digunakan ban bekas dengan serat benang, semen PCC produksi
PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, batu pecah serta viscocrete. Ban bekas yang dibuat
dengan cara memotong-motong ban bekas dalam bentuk serat (tire fiber) dengan panjang
seperti pada Tabel 2.16. Ban bekas yang digunakan sudah terlebih dahulu dilakukan
pengujian tarik dan menghasilkan kekuatan tarik sebesar 15,3 MPa.

Hasil pengujian pada penelitian ini diperoleh nilai slump yang semakin menurun
seiring dengan penambahan serat ban. Serat dengan panjang kurang dari 50 mm tidak
mempengaruhi nilai slump karena serat ban tidak menyerap air. Hasil pengujian tekan
diperoleh bahwa kekuatan tekan menurun seiring bertambahnya variasi panjang serat.
Penurunan paling besar terjadi pada variasi panjang serat 1 mm dengan besar 13,77 MPa
dimana terjadi penurunan kekuatan tekan sebesar 34,24%. Pada pengujian lentur diperoleh
kekuatan lentur maksimal pada variasi panjang serat 25 dan 50 mm dimana diperoleh kuat
lentur sebesar 5,4 MPa. Hasil kekuatan tekan dan lentur pada penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel.2.17. Hasil kekutan tekan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.22.
Hasil persentase penurunan kekuatan tekan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar
2.23.

Tabel 2.17: Hasil Kekuatan Tekan Dan Lentur Beton Serat Ban
(Maryoto & Pamudji, 2008)
Panjang Serat Kuat Tekan Kuat Lentur Penurunan Kuat
No
(Mm) (Mpa) (Mpa) Tekan (%)
1 0 20,94 4,7 -
2 1 13,77 4,6 34,24
3 5 18,87 5 9,88
4 10 16,8 5,1 19,77
5 25 15,29 5,4 26,98
6 50 14,91 5,4 28,8
7 75 14,9 4,6 28,88

48
Gambar 2.22: Kekuatan Tekan Beton Serat (Maryoto & Pamudji, 2008)

Gambar 2.23: Persentase Penurunan Kekuatan Tekan Beton


(Maryoto & Pamudji, 2008)

10. Karakteristik Beton SCC dengan Menggunakan Bahan Tambah Abu Sekam
Padi
Penelitian ini menggunakan material abu sekam padi sebagai bahan tambah semen
pada campuran beton SCC yang dilakukan oleh Assalam et al (2019) yang bertujuan untuk
meneliti karakteristik beton SCC terhadap penggunaan bahan tambah abu sekam padi.
Penelitian ini dilakukan dengan 4 variasi penambahan superplasticizer dan abu sekam padi
(ASP) yaitu 0%, 5%, 10%, dan 15% dari berat semen.

49
Benda uji pada penelitian ini menggunakan superplasticizer atau admixture Tipe F
yaitu Naptha 511P dari PT. Naptha Karya Belide. Pada penelitian ini dilakukan pengujian
pada agregat kasar dan agregat halus meliputi pengujian berat jenis dan penyerapan air,
pengujian berat isi, pengujian kadar air, pengujian analisa ayak, dan pengujian kadar
lumpur. Sifat-sifat bahan penyusun beton selengkapnya disajikan pada Tabel 2.18.

Tabel 2.18: Sifat-sifat bahan penyusun beton (Assalam et al., 2019)

Agregat Agregat
Sifat-sifat Agregat Kasar Halus
Nilai Nilai
Berat Jenis 2.619 2.481
Penyerapan Air (%) 0.275 3.742
Berat Isi (kg/m3 ) 1350.306 1371.39
Voids (%) 48.339 44.609
Modulus Halus Butir 6.02 2.662
Kadar Air (%) 1.861 7.964
Kadar Lumpur (%) 3.439 2.092

Berdasarkan hasil pengujian slump flow 𝑇50 pada masing-masing variasi abu sekam
padi dapat disimpulkan melalui Gambar 2.24 bahwa penggunaan ASP sebesar 5% dapat
meningkatkan workability beton SCC yang terlihat dari waktu aliran beton yang lebih
cepat dibanding tanpa ASP. Penggunaan ASP 10% dan 15% membuat aliran beton tidak
mencapai 500 𝑚𝑚. Penggunaan ASP 10% dan 15% membuat beton lebih kental. Hasil
pengujian berat isi beton segar pada masing-masing variasi abu sekam padi, terdapat pada
Gambar 2.25 bahwa semakin banyak jumlah/presentase abu sekam padi yang dicampurkan
ke dalam beton maka semakin kecil berat isi beton segar yang dihasilkan dengan
penurunan pada variasi abu sekam padi 5%, 10%, dan 15% berturut-turut adalah 0.77 %,
1.84 %, dan 3.37 % terhadap berat isi beton SCC tanpa penambahan abu sekam padi. Hasil
pengujian waktu ikat, yaitu semakin banyak jumlah/presentase abu sekam padi yang
ditambahkan kedalam campuran beton, maka semakin cepat waktu pengikatannya. Waktu
ikat awal dengan waktu paling cepat diperoleh oleh beton dengan variasi abu sekam padi
15% yaitu 112.94 menit. Beton dengan variasi 5%, 10% dan 15% mengalami kenaikan
beturut-turut pada waktu ikat terhadap beton dengan variasi 0% sebesar 17.82%, 64.91%
dan 77.59% seperti pada Gambar 2.26. Hasil pengujian kuat tekan beton SCC pada umur
3, 7, 14, dan 28 hari, diperoleh nilai kuat tekan rata-rata dari variasi 5%, 10%, dan 15%

50
penambahan abu sekam padi dan setiap umur pengujian mengalami penurunan
dibandingkan dengan variasi 0%. Nilai rata-rata penurunan variasi ASP 5%, 10%, dan 15%
berturut-turut adalah 11.38%, 4.84%, dan 10.72%. Hasil pengujian kuat tarik pada umur
28 hari, kuat tarik beton mengalami penurunan pada variasi abu sekam padi 5%, 10% dan
15% terhadap variasi abu sekam padi 0% dengan penurunan sebesar 15.99 %, 19.00%, dan
10.35%. Kuat tarik beton tertinggi diperoleh oleh beton normal dengan nilai kuat tarik
beton rata-rata yaitu 3.598 𝑁⁄𝑚𝑚2 . Hasil kekuatan tekan dan lentur pada penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 2.27 dan Gambar 2.28.

Gambar 2.24: Hasil Uji slump flow 𝑇50 (Assalam et al., 2019)

Gambar 2.25: Hasil Uji Berat Isi Beton (Assalam et al., 2019)

51
Gambar 2.26: Hasil Uji Waktu Ikat (Assalam et al., 2019)

Gambar 2.27: Hasil Uji Kuat Tekan (Assalam et al., 2019)

Gambar 2.28: Hasil Uji Kuat Tarik Umur 28 Hari (Assalam et al., 2019)

52
11. Kajian Penambahan Abu Bonggol Jagung yang Bervariasi dan Bahan
Tambah Superplasticizer Terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Beton Memadat Sendiri
(Self – Compacting Concrete)
Penelitian ini menggunakan abu bonggol jagung yang bervariasi dan bahan tambah
superplasticizer yang dilakukan oleh Fakhrunisa et al (2018) yang bertujuan untuk
mengetahui presentase unsur kimia abu bonggol jagung, mengetahui sifat fisik beton SCC,
nilai kuat tekan dan modulus elastisitas beton SCC, komposisi campuran beton SCC pada
kuat tekan rencana 𝑓𝑐’ 30 𝑀𝑃𝑎, perbedaan sifat fisik dan mekanik beton SCC dengan
penambahan abu bonggol jagung yang bervariasi dan, dan kadar abu bonggol jagung
optimum yang menghasilkan kinerja terbaik.

Berikut adalah jumlah benda uji sesuai pengujian untuk setiap variasi abu bonggol
jagung seperti pada Tabel 2.19.

Tabel 2.19: Detail Jumlah Benda Uji (Fakhrunisa et al., 2018)

Kadar
Kadar ABJ Pengujian
Superplasticizer
Modulus
(%) (%) Porositas Kuat Tekan
Elastisitas
0 0,8 3 benda uji 12 benda uji 2 benda uji
4 0,8 3 benda uji 12 benda uji 2 benda uji
8 0,8 3 benda uji 12 benda uji 2 benda uji
12 0,8 3 benda uji 12 benda uji 2 benda uji
Jumlah 0,8 12 benda uji 48 benda uji 8 benda uji
TOTAL 68 benda uji

Pengujian sifat fisik pada beton SCC seperti slump flow, berat volume dan porositas
sudah sesuai dengan yang disyaratkan. Kadar abu bonggol jagung 4% menghasilkan nilai
rata-rata kuat tekan dan modulus elastisitas yang tertinggi dengan kuat tekan sebesar
36,251 𝑀𝑃𝑎 dan modulus elastisitas sebesar 20.078,37 𝑀𝑃𝑎. Jadi nilai kuat tekan
berbanding lurus dengan modulus elastisitas. Komposisi campuran yang telah memenuhi
kuat tekan (𝑓𝑐’) 30 𝑀𝑃𝑎 adalah variasi 4% dan 8%. Terdapat perbedaan modulus elastisitas
yang signifikan karena penambahan abu bonggol jagung. Kadar abu bonggol jagung
optimum yang memiliki kinerja terbaik adalah pada kadar 4%. Hasil dari penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 2.20.

53
Tabel 2.20: Hasil Uji Unsur Kimia Abu Bonggol Jagung (Fakhrunisa et al., 2018)

Penelitian Abu Bonggol Jagung dari Ds. Gedog Wetan, Kec. Turen, Kab. Malang
Komposisi Hasil Uji Komposisi Hasil Uji Komposisi Hasil Uji
Si 8,75% Mn 0,12% Rb 0,30%
P 2,4% Fe 1,05% Y 1,1%
S 0,4% Cu 0,16% Mo 0,06%
K 81,2% Zn 0,16% Ba 3,0%
Ti 0,07% Br 1,12% Eu 0,2%

Tabel 2.21: Hasil Uji Berat Volume Beton SCC (Fakhrunisa et al., 2018)

Rata-rata
Umur Tinggi Berat Volume
Kode Beton Volume Beton
Beton
(cm) (kg/m3) (kg/m3)
ABJBV/0-28 (1) 30 2.384,464
2.354,622
ABJBV/0-28 (2) 29,8 2.324,780
ABJBV/4-28 (1) 29,5 2.329,483
2.331,513
ABJBV/4-28 (2) 29,6 2.333,544
ABJBV/8-28 (1) 28 hari 30 2.365,078
2.345,382
ABJBV/8-28 (2) 29,7 2.325,687
ABJBV/12-28(1) 29,9 2.317,005
ABJBV/12-28(2) 29,7 2.357,009 2.337,007

Gambar 2.29: Diagram Berat Volume Beton (Fakhrunisa et al., 2018)

54
Gambar 2.30: Hubungan Kadar Abu Bonggol Jagung dengan Volume Rongga
(Fakhrunisa et al., 2018)

Gambar 2.31: Perbandingan Tegangan dan Regangan Setiap Tipe Beton SCC
(Fakhrunisa et al., 2018)

55
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Umum

Penelitian pada tugas akhir ini dilakukan secara eksperimental. Agar penelitian ini
dapat dilakukan secara efisien dan efektif serta dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan maka dibuat tahapan-tahapan penelitian seperti pada Gambar 3.1.

Gambar 3. 1: Flow Chart Penelitian

56
3.2 Tahapan-Tahapan Penelitian

3.2.1 Persiapan

3.2.1.1 Mix design

Perencanaan campuran beton butuh untuk dilakukan untuk mendapat komposisi


yang proposional dari material yang tersedia serta agar tercapai kekuatan yang sudah
ditentukan. Material yang baik belum tentu dapat menghasilkan beton baik jika tidak
didukung oleh komposisi campuran yang proposional. Pada penelitian ini digunakan SNI
03-2834-2000 sebagai acuan perencanaan campuran beton.

Perencanaan campuran beton dilakukan dengan langkah-langkah antara lain :

1. Menentukan kekuatan tekan yang ditargetkan pada umur 28 hari,


2. Menentukan jenis semen yang digunakan,
3. Menentukan jenis agregat kasar dan agregat halus yang digunakan, agregat yang
digunakan dapat berupa agregat yang dipecah atau tidak dipecah,
4. Menetapkan faktor air semen yang digunakan. Dalam penelitian ini faktor air semen
tidak ditentukan menggunakan grafik melainkan langsung ditetapkan,
5. Menetapkan faktor air semen maksimum (dapat ditetapkan sebelumnya atau tidak).
Jika faktor air semen yang telah ditetapkan pada langkah 4 lebih kecil dari pada faktor
air semen maksimum maka yang digunakan adalah faktor air semen terendah,
6. Menetapkan slump agar diperoleh beton yang mudah dituangkan dan diratakan,
7. Menentukan ukuran agregat maksimum yang digunakan,
8. Menentukan nilai kadar air bebas, menurut Tabel 3.1,

57
Tabel 3.1: Perkiraan Kadar Air Bebas (kg/cm3 ) untuk campuran beton
(SNI 03-2834-2000)

AGREGAT SLUMP
Diameter
0-1 𝒄𝒎 1-3 𝒄𝒎 3-6 𝒄𝒎 6-18 𝒄𝒎
Maksimum
Jenis Kaku Kental Sedang Encer
10 Tidak Pecah 150 180 205 225
Pecah 180 205 230 250
20 Tidak Pecah 135 160 180 195
Pecah 170 190 210 225
40 Tidak Pecah 115 140 160 175
Pecah 155 175 190 205

9. Menghitung kebutuhan semen yang besarnya adalah kadar air bebas dibagi dengan
faktor air semen yang telah ditetapkan,
10. Jumlah maksimum semen jika tidak ditetapkan dapat diabaikan,
11. Menentukan jumlah semen minimum sesuai dengan Tabel 3.2,

Tabel 3.2: Persyaratan jumlah semen minimum (SNI 03-2834-2000)

Jumlah Semen Minimum Nilai fas


Lokasi
Per 𝒎𝟑 Beton (𝒌𝒈) Maksimum
Beton dalam ruang bangunan
a. Keadaan keliling non-
275 0,60
korosif
b. Keadaan keliling korosif
yang disebabkan oleh 325 0.52
kondensasi atau uap korosif
Beton di luar ruangan
a. Tidak terlindungi dari
hujan dan terik matahari 325 0,60
langsung
b. Terlindungi dari hujan
275 0,60
dan terik matahari langsung

12. Menentukan susunan butir agregat halus,


13. Menentukan persentase pasir dengan Gambar 3.2.

58
Gambar 3.2: Grafik persen pasir terhadap kadar agregat maksimum ukuran 100 𝑚𝑚
(SNI 03-2834-2000)

14. Menghitung berat jenis relatif agregat dengan cara :

Berat jenis agregat gabungan = (persentase agregat halus × berat jenis agregat halus)
+ (persentase agregat kasar × berat jenis agregat kasar),

15. Menentukan berat isi beton dengan Gambar 3.3 sesuai dengan kadar air bebas yang
sudah didapatkan dan berat jenis relatif dari agregat gabungan,

Gambar 3.3: Perkiraan berat isi beton basah (SNI 03-2834-2000)

59
16. Menghitung kadar agregat gabungan yang besarnya adalah berat jenis beton dikurangi
jumlah kadar semen dan kadar air bebas,

17. Menghitung kadar agregat halus yang besarnya adalah hasil kali persen pasir dengan
kadar agregat gabungan,

18. Menghitung kadar agregat kasar yang besarnya adalah kadar agregat gabungan
dikurangi dengan kadar agregat halus,

19. Setelah itu sudah didapatkan proporsi campuran dengan syarat kondisi agregat adalah
kering permukaan.

Dalam penelitian ini terdapat beberapa bahan tambah yaitu abu daun yang akan
dipilih dari variasi 5%, 10%, 15% dan 20% dari berat semen yang memberikan kuat tekan
paling optimum pada umur 28 hari dan serat kulit luar tebu dengan variasi 0.5%, 1%,
1.5%, 2% dan 2.5% dari berat semen awal serta bahan tambah kimia berupa
superplasticizer. Pada dasarnya, mix design beton abu daun jagung dengan tambahan serat
kulit luar tebu mengacu pada mix design dari beton normal yang sudah diuraikan di atas.

3.2.1.2 Penyediaan material yang digunakan

Adapun material-material yang dibutuhkan dalam pembuatan benda uji dalam


penelitian ini antara lain :
1. Semen Portland
Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen tipe I atau yang dikenal
dengan semen Ordinary Portland Cement (OPC), diproduksi oleh PT. SEMEN PADANG
dengan kemasan 1 zak 50 𝑘𝑔 seperti pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4: Semen OPC Produksi PT. SEMEN PADANG

60
2. Abu Daun Jagung
Abu daun jagung yang digunakan pada penelitian ini merupakan bahan tambahan
yang bersifat pozzolan yang dihasilkan dari pembakaran limbah daun jagung yang berasal
dari daerah kota Binjai. Abu daun jagung diuji kandungan kimia terlebih dahulu di Pusat
Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) sebelum digunakan sebagai bahan tambah pada penelitian
ini. Hasil dari pemeriksaan komposisi kimia abu daun jagung dapat dilihat pada lampiran
1. Prosedur pembakaran abu daun jagung dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Mulai

Persiapan Material Abu Daun Jagung


a. Pengumpulan Daun Jagung
b. Pembuatan Wadah Pembakaran Daun Jagung

Pembakaran Daun Jagung

Penyimpanan Abu Daun jagung

Selesai

Gambar 3.5: Flow Chart Pembakaran Abu Daun Jagung (ADJ)

Adapun tahapan-tahapan dalam proses pembakaran daun jagung adalah sebagai


berikut:

a. Persiapan

1. Pengumpulan Daun Jagung


Daun jagung yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah yang berasal dari
ladang jagung yang berada di daerah kota Binjai seperti pada Gambar 3.6. pengumpulan
daun jagung disesuaikan dengan kebutuhan penggunaan pada proses penelitian. Daun
jagung yang dikumpulkan merupakan daun jagung yang sudah kering, dimana daun jagung
berwarna kecoklatan dan mudah dilepas dari batang jagung.

61
Gambar 3.6: Ladang Jagung

2. Pembuatan Wadah Pembakaran Daun Jagung


Wadah pembakaran daun jagung terbuat dari drum bekas yang diikat dan diberi
alas seng dibagian bawah wadah seperti pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7: Wadah Pembakaran Daun Jagung

b. Pembakaran Daun Jagung

Pembakaran daun jagung dilakukan dengan memasukan daun jagung sedikit demi
sedikit ke dalam drum, tujuannya agar pembakaran dapat dilakukan dengan sempurna dan
tidak ada sisa daun jagung yang tidak terbakar. Daun jagung dibakar tanpa menggunakan

62
bahan bakar apapun kemudian beberapa kali diputar-putar dengan menggunakan batang
besi untuk memastikan seluruh daun jagung terbakar dengan sempurna dan menghasilkan
abu dengan kualitas yang baik.

c. Pengumpulan dan Penyimpanan Abu Daun Jagung

Abu hasil pembakaran daun jagung yang sudah dibakar masih dalam keadaan panas
dan terdapat bara api didiamkan terlebih dahulu hingga mencapai suhu ruangan atau sudah
dapat dipegang. Kemudian abu dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam wadah plastik yang
tertutup rapat. Abu daun jagung yang digunakan dalam penelitian ini tidak dilakukan
penghalusan, pemeriksaan seperti analisa ayakan atau pemeriksaan berat jenis dan lain-
lain. Hasil pembakaran abu daun jagung dapat dilihat pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8: Abu Daun Jagung yang Dikumpulkan

3. Serat Kulit Luar Tebu


Penelitian ini juga menggunakan serat kulit luar tebu yang digunakan sebagai
bahan tambah. Serat tebu yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari limbah penjual
es tebu disekitar Marelan. Adapun proses pembuatan serat kulit luar tebu dapat dilihat pada
Gambar 3.9.

63
Mulai

Persiapan kulit luar tebu


a. Pengujian tarik serat tebu
b. Pengumpulan Limbah Kulit Luar Tebu
c. Penjemuran Limbah Kulit Luar Tebu

Proses Pengirisan Menjadi Serat


a. Pemotongan seragam Kulit Luar Tebu
b. Pengirisan Kulit Luar tebu

Penyimpanan Serat Kulit Luar Tebu

Selesai

Gambar 3.9: Flowchart Penyediaan Serat Kulit Luar Tebu

Adapun tahapan-tahapan dalam proses penyediaan serat kulit luar tebu adalah
sebagai berikut:

a. Persiapan Kulit Luar Tebu

1. Pengujian tarik serat tebu


Serat kulit luar tebu pada penelitian ini terlebih dahulu dilakukan pengujian
kekuatan tarik serat di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan (THH), Fakultas Kehutanan,
Universitas Sumatera Utara. Terdapat 3 jenis tebu yang dikumpulkan untuk pengujian tarik
serat, yaitu tebu kampung, tebu merah dan tebu kuning. Pada penelitian ini serat kulit luar
tebu yang digunakan merupakan jenis tebu dengan hasil kuat tarik optimum.

2. Pengumpulan Limbah Kulit Luar Tebu


Serat tebu yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari limbah penjual es tebu
disekitar Marelan. Kulit tebu dikumpulkan sesuai dengan kebutuhan yang digunakan pada
penelitian.

64
3. Penjemuran Limbah Kulit Luar Tebu
Kulit tebu yang dikumpulkan kemudian dijemur di bawah sinar matahari sampai
benar-benar kering. Tujuannya agar menghilangkan kadar air pada kulit luar tebu,
menjadikan kulit tebu lebih awet dan memudahkan proses pengirisan. Adapun kulit luar
tebu yang sudah benar-benar kering akan memberikan berat yang sama pada setiap
harinya, tidak berbau dan tidak mudah berjamur. Penjemuran tebu dapat dilihat pada
Gambar 3.10.

Gambar 3.10: Penjemuran Kulit Luar Tebu

b. Proses Pengirisan Menjadi Serat

1. Pemotongan Seragam Kulit Luar Tebu


Kulit luar tebu kemudian dipotong-potong seragam sepanjang 3 𝑐𝑚 dengan
menggunakan gunting. Pada proses pemotongan ruas-ruas tebu dihindari untuk ikut dalam
kulit tebu yang sudah dipotong. Ruas-ruas kulit luar tebu dihindari karena pada ruas tebu
terjadi pemisahan antar ruas dan dapat mengurangi tegangan tarik yang terjadi. Hasil
pemotongan kulit luar tebu dapat dilihat pada Gambar 3.11.

65
Gambar 3.11: Hasil Pemotongan Kulit Luar Tebu Sepanjang 3 cm

2. Pengirisan Kulit Luar tebu


Kulit luar tebu yang sudah dipotong seragam selanjutnya diiris. Kulit luar tebu diiris
tipis-tipis menggunakan pisau tipis hingga tebu menjadi serat-serat yang terdiri dari
beberapa bagian. Hasil pengirisan serat kulit luar tebu dapat dilihat pada Gambar 3.12.

Gambar 3.12: Hasil Pengirisan Kulit Luar Tebu

c. Penyimpanan Serat Kulit Luar Tebu

Serat-serat kulit luar tebu dikumpulkan menjadi satu di dalam wadah plastik kedap
air agar serat kulit luar tebu tetap dalam keadaan kering dan terhindar dari jamur.

4. Agregat Halus
Agregat halus yang digunakan pada penelitian ini merupakan pasir yang berasal dari
PT. Kreasi Beton (KRATON). Pasir yang digunakan terlebih dahulu melalui pemeriksaan
analisa ayakan dan pemeriksaan berat jenis. Pasir yang digunakan dalam penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 3.13.

66
Gambar 3.13: Pasir

a. Analisa Ayakan Pasir (SNI-03-1968-1990)


1. Tujuan :
Untuk memeriksa gradasi atau penyebaran butiran dan menentukan nilai modulus
kehalusan (Fineness Modulus)
2. Peralatan :
a. Timbangan D-SCALE kapasitas 30 𝑘𝑔
Timbangan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.14.

Gambar 3.14: Timbangan D-SCALE

b. Oven
Oven yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3. 15.

67
Gambar 3.15: Oven

c. Satu set ayakan


Satu set ayakan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.16.

Gambar 3.16: Satu set ayakan

d. Shieve shaker machine


Shieve shaker machine yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.17.

68
Gambar 3.17: Shieve shaker machine

3. Bahan :
Pasir yang digunakan adalah pasir kering oven seberat 1000 𝑔𝑟𝑎𝑚
4. Prosedur :
a. Ambil pasir yang telah kering oven (110 ± 5)℃,
b. Sediakan pasir sebanyak 1000 𝑔𝑟𝑎𝑚,
c. Susun ayakan berturut-turut dari atas ke bawah (9,52 𝑚𝑚; 4,76 𝑚𝑚; 2,38 𝑚𝑚;
1,19 𝑚𝑚; 0,60 𝑚𝑚; 0,30 𝑚𝑚; 0,15 𝑚𝑚; pan),
d. Tempatkan susunan ayakan tersebut diatas shieve shaker machine,
e. Masukkan sampel pada ayakan paling atas lalu ditutup rapat,
f. Lalu mesin dihidupkan selama 5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡,
g. Kemudian timbang sampel yang tertahan pada masing-masing ayakan.
5. Perhitungan
Rumus yang digunakan untuk menghitung Fineness Modulus dapat dilihat pada Persamaan
(5)
% Kumulatif tertahan hingga ayakan 0,15 mm
𝐹𝑀 = ………. (5)
100

69
Keterangan :
FM = Fineness Modulus
b. Pemeriksaan Berat Jenis Pasir (SNI 03-1970-1990)
1. Tujuan:
Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) kering, semu dan SSD pasir
2. Peralatan:
a. Mould
Mould yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.18.

Gambar 3.18: Mould

b. Batang Perojok
Batang perojok yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.19.

Gambar 3.19: Batang Perojok

70
c. Oven
Oven yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.15.
d. Piknometer
Piknometer yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.20.

Gambar 3.20: Piknometer

e. Timbangan
Timbangan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.14.
f. Pan
Pan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.21.

Gambar 3.21: Pan

71
3. Bahan:
a. Pasir,
b. Air.
4. Prosedur:
a. Sediakan pasir secukupnya,
b. Rendam pasir tersebut dalam wadah dengan air selama 24 𝑗𝑎𝑚,
c. Pasir tersebut dianginkan hingga tercapai kondisi kering permukaan,
d. Untuk menentukan pasir dalam kondisi SSD yaitu, masukkan pasir dalam mould
1 2
tinggi, lalu rojok 25 kali, kemudian isi pasir hingga ketinggian tinggi, dirojok
3 3

25 kali. Demikian seterusnya diisi hingga penuh dan dirojok 25 kali. Setelah itu
mould diangkat perlahan, dan apabila pasir runtuh pada bagian tepi atasnya (tidak
keseluruhan) berarti pasir dalam keadaan SSD,
e. Sediakan pasir yang telah mencapai keadaan SSD dalam dua bagian masing-
masing seberat 500 𝑔𝑟𝑎𝑚. Bagian yang pertama dimasukkan ke dalam oven dan
dikeringkan selama 24 𝑗𝑎𝑚. Bagian yang lain dimasukkan ke dalam piknometer
kemudian diisi dengan air dan diguncang berulang-ulang dengan tujuan agar udara
yang ada dalam pasir keluar, yang ditandai dengan adanya buih dalam air. Buih
yang keluar dibuang dengan cara mengisi piknometer dengan air sampai melimpah
sampai leher piknometer tersebut. Pengisian air dilakukan secara perlahan-lahan.
Setelah udara tidak ada lagi, atur agar air sampai batas air.
f. Timbang berat piknometer + air + pasir,
g. Buang isi piknometer lalu isi dengan air bersih hingga batas maksimum air,
h. Timbang berat piknometer yang berisi air, dan catat hasilnya,
i. Untuk pasir yang sudah dalam keadaan kering, lakukan penimbangan.

5. Perhitungan

1) Berat jenis SSD (Saturated Surface Dry) adalah perbandingan dari berat pasir
dengan volume pasir yang semuanya dalam keadaaan kering permukaan (SSD).
Keadaan SSD adalah saat permukaan pasir kering tidak terdapat air sedangkan
bagian dalam sudah jenuh air. Rumus berat jenis SSD dapat diilihat pada
Persamaan (6)

72
500
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑆𝑆𝐷 = 𝐵+500−𝐶 ………. (6)

2) Berat jenis kering adalah perbandingan dari berat pasir dengan volume pasir yang
pori-porinya berisikan udara dengan kandungan air sama dengan nol. Rumus berat
jenis kering dapat dilihat pada Persamaan (7).

𝐴
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 = 𝐵+500−𝐶 ………. (7)

3) Berat jenis semu adalah perbandingan dari berat pasir dengan volume pasir yang
basah total dengan pori-pori penuh air. Rumus berat jenis semu dapat dilihat pada
Persamaan (8).

𝐴
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑆𝑒𝑚𝑢 = ………. (8)
𝐵+𝐴−𝐶

4) Absorbsi adalah penyerapan air yang merupakan persentase perbandingan dari


berat air yang diserap terhadap berat pasir yang kering.

Dimana:
A = Berat pasir dalam keadaan kering (𝑔𝑟𝑎𝑚)
B = Berat piknometer berisi air (𝑔𝑟𝑎𝑚)
C = Berat piknometer berisi pasir dan air (𝑔𝑟𝑎𝑚)

5. Agregat Kasar
Agregat kasar yang digunakan untuk membuat campuran beton yaitu batu pecah
dengan gradasi berkisar 10 𝑚𝑚 yang berasal dari PT. KRATON yang dapat dilihat pada
Gambar 3.24. Agregat kasar yang digunakan harus memenuhi syarat ukuran butiran lolos
ayakan 38,1 𝑚𝑚 dan tertahan pada ayakan 4,76 𝑚𝑚.

Agregat kasar (kerikil) yang digunakan sebelumnya harus melalui pemeriksaan


analisa ayakan kerikil dan pemeriksaan berat jenis kerikil.

73
Gambar 3.22: Kerikil

a. Analisa Ayakan Kerikil (SNI-03-1968-1990)


1) Tujuan:
Untuk mengetahui gradasi kerikil atau penyebaran butiran dan menentukan nilai modulus
kehalusan (FM) kerikil.
2) Peralatan:
a. Shieve shaker machine
Shieve shaker machine yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.17.
b. Timbangan
Timbangan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.14.
c. Pan
Pan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.21.
d. Satu set ayakan
Satu set ayakan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.16.
e. Sekop
Sekop yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.23.

74
Gambar 3.23: Sekop

3) Bahan:
Kerikil sebanyak 2000 𝑔𝑟𝑎𝑚
4) Prosedur:
Sediakan sampel kerikil dengan berat masing-masing 2000 𝑔𝑟𝑎𝑚,
a. Lalu, masukkan kerikil dengan ayakan yang telah disusun dengan sesuai
urutan yaitu 38,1 𝑚𝑚; 19,1 mm; 9,52 𝑚𝑚; 4,76 𝑚𝑚; 2,38 𝑚𝑚; 1,19 𝑚𝑚;
0,60 𝑚𝑚; 0,30 𝑚𝑚; 0,15 𝑚𝑚; pan,
b. Tutup susunan ayakan tersebut dan letakkan pada shieve shaker machine,
kemudian hidupkan selama 10 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡,
c. Setalah 10 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡, ambil ayakan dan timbang kerikil yang tertahan pada
masing-masing ayakan tersebut.
5) Perhitungan
Keterangan :
FM = Fineness Modulus
b. Pemeriksaan Berat Jenis Kerikil (SNI 03-1969-1990)
1) Tujuan:
Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) kering, semu dan SSD kerikil
2) Peralatan:
a) Ember
Ember yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.24.

75
Gambar 3.24: Ember

b) Saringan ukuran 4,76 𝑚𝑚 dan 19,1 𝑚𝑚


c) Oven
Oven yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.13.
d) Keranjang kawat
Keranjang kawat yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.25.

Gambar 3.25: Keranjang Kawat

e) Timbangan
Timbangan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.15.
f) Pan
Pan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.21.
e. Dunagan test
Dunagan test yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.26.

76
Gambar 3.26: Dunagan Test

3) Bahan :
Kerikil dan Air
4) Prosedur :
a. Kerikil diayak dengan ayakan 19,1 𝑚𝑚 dan 4,76 𝑚𝑚. Diambil kerikil yang
lolos ayakan 19,1 𝑚𝑚 dan yang tertahan di ayakan 4,76 𝑚𝑚 ± 3 𝑘𝑔,
b. Rendam kerikil tersebut dalam suatu ember dengan air selama 24 𝑗𝑎𝑚,
c. Kerikil hasil rendaman tersebut dikeringkan hingga didapat kondisi kering
permukaan (SSD) dengan kain lap,
d. Siapkan kerikil sebanyak 1250 𝑔𝑟𝑎𝑚 untuk 2 sampel,
e. Atur keseimbangan air dan keranjang pada Dunagan test set sampai timbangan
digital menunjukkan angka 0 (nol) pada saat air dalam kondisi tenang,
f. Masukkan kerikil yang telah mencapai kondisi SSD ke dalam keranjang yang
berisi air,
g. Timbang berat air + keranjang + kerikil,
h. Keluarkan kerikil lalu dikeringkan dengan oven selama 24 𝑗𝑎𝑚,
i. Timbang berat kerikil yang telah kering.
5) Perhitungan :
a) Berat jenis SSD (Saturated Surface Dry) adalah perbandingan dari berat
kerikil dengan volume kerikil yang semuanya dalam keadaaan kering
permukaan (SSD). Keadaan SSD adalah saat permukaan kerikil kering tidak

77
terdapat air sedangkan bagian dalam sudah jenuh air. Rumus berat jenis SSD
dapat dilihat pada Persamaan (4).
𝐵
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑆𝑆𝐷 = 𝐵−𝐶 ………. (9)

b) Berat jenis kering adalah perbandingan dari berat kerikil dengan volume
kerikil yang pori-porinya berisikan udara dengan kandungan air sama dengan
nol. Rumus berat jenis kering dapat dilihat pada Persamaan (10).
𝐴
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 = 𝐵−𝐶 ………. (10)

c) Berat jenis semu adalah perbandingan dari berat kerikil dengan volume kerikil
yang basah total dengan pori-pori penuh air. Rumus berat jenis kering dapat
dilihat pada Persamaan 11.
𝐴
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑆𝑒𝑚𝑢 = ………. (11)
𝐴−𝐶

d) Absorbsi adalah penyerapan air yang merupakan persentase perbandingan dari


berat air yang diserap terhadap berat kerikil yang kering.
Dimana:
A = Berat agregat dalam keadaan kering (𝑔𝑟𝑎𝑚)
B = Berat agregat dalam keadaan SSD (𝑔𝑟𝑎𝑚)
C = Berat agregat dalam air (𝑔𝑟𝑎𝑚)

6. Air
Air yang digunakan dalam penelitian ini yaitu air bersih yang berasal dari PDAM
Tirtanadi di Laboratorium Bahan dan Rekayasa Beton, Departemen Teknik Sipil, Fakultas
Teknik, USU. Syarat air yang digunakan untuk campuran dan perawatan beton harus
bersih, tidak boleh mengandung minyak, asam, zat organis atau bahan lainnya yang dapat
merusak beton.

7. Superplasticizer
Superplasticizer yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis Viscocrete -8670
MN yang diproduksi oleh PT. Sika Indonesia yang dapat dilihat pada Gambar.3.27.

78
Gambar 3.27: Superplasticizer

3.2.1.3 Pemeriksaan Alat-Alat Yang Digunakan

Dalam penelitian ini alat-alat yang digunakan berasal dari Laboratorium Bahan dan
Rekayasa Beton, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, dan Laboratorium Teknologi
Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara. Adapun alat-alat yang
digunakan antara lain :

1. Concrete Mixer (Molen) yang dapat dilihat pada Gambar 3.28.

Gambar 3.28: Concrete Mixer (Molen)

2. Sendok semen dan ember,


3. Cetakan benda uji silinder dengan tinggi 30 𝑐𝑚 dan diameter 15 𝑐𝑚, cetakan benda
uji pelat dengan panjang 60 𝑐𝑚, lebar 10 𝑐𝑚 dan tinggi 4 𝑐𝑚, kuas, dan oli, kunci
untuk membuka baut cetakan,

79
4. Kerucut abrams untuk mengukur slump, papan slump flow, mistar atau meteran,
5. Compression Test Machine ELE INTERNATIONAL dengan kapasitas 3000 kN
yang dapat dilihat pada Gambar 3.29.

Gambar 3.29: Compression Test Machine

6. Universal Testing Machine TENSILON kapasitas 45000 kN yang dapat dilihat


pada Gambar 3.30.

Gambar 3.30: Universal Testing Machine

80
3.2.2 Trial Mix

Pada penelitian ini dilakukan trial mix untuk meninjau kelecakan (workability)
serta kekuatan beton pada umur 28 hari. Pada penelitian ini dilakukan trial mix pada beton
dengan 20% abu daun jagung. Benda uji beton yang digunakan merupakan silinder dengan
ukuran diameter 15 𝑐𝑚 dan tinggi 30 𝑐𝑚 sebanyak 3 buah yang kemudian direndam dalam
bak air. Benda uji yang dalam bak perendam dikeluarkan 1 hari sebelum pengujian kuat
tekan. Hasil uji kuat tekan beton dari trial mix ini adalah 20 𝑀𝑃𝑎.

3.2.3 Pembuatan Benda Uji Beton Abu Daun Jagung

Pada penelitian ini tahap pertama pembuatan benda uji yaitu beton abu daun jagung
dengan variasi 5%, 10%, 15% dan 20% dari berat semen. Benda uji yang digunakan
merupakan silinder dengan diameter 15 𝑐𝑚 dan tinggi 30 𝑐𝑚 dimana tiap variasi berjumlah
3 buah dan pengujian dilakukan pada umur 28 hari. Tujuan pembuatan benda uji pada
tahap pertama yaitu untuk mendapatkan beton abu daun jagung dengan kuat tekan yang
optimum untuk digunakan pada pembuatan benda uji tahap kedua. Banyaknya sampel pada
pembuatan benda uji tahap pertama dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3: Jumlah Benda Uji Tahap Pertama (Beton Abu Daun Jagung)
No Variasi Abu Daun Jumlah Benda Uji
Jagung (buah)
1 5% 3
2 10% 3
3 15% 3
4 20% 3
Total 12

3.2.4 Pembuatan Benda Uji Beton ADJ + Serat Kulit Luar Tebu

Pada tahap kedua pembuatan benda uji yaitu beton abu daun jagung dengan variasi
yang memberikan nilai kuat tekan paling optimum yang diperoleh akan ditambahkan
dengan serat kulit luar tebu dengan variasi 0%, 0,5%, 1%, 1,5%, 2% dan 2,5% dari berat
semen. Benda uji yang digunakan adalah silinder beton dengan ukuran diameter 15 𝑐𝑚
dan tinggi 30 𝑐𝑚 dengan benda uji dari setiap variasi masing-masing berjumlah 3 buah
untuk pengujian kekuatan tekan beton pada umur 7, 14 dan 28 hari serta benda uji pelat
dengan ukuran panjang 60 𝑐𝑚, lebar 10 𝑐𝑚, dan tinggi 4 𝑐𝑚 dengan jumlah benda uji dari
setiap variasi berjumlah 3 buah untuk pengujian kekuatan lentur beton pada umur 28 hari.
Banyaknya sampel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.4.

81
Tabel 3.4: Jumlah Benda Uji Tahap Kedua (Beton Abu Daun Jagung Dengan
Penambahan Serat Kulit Luar Tebu)

Jumlah Benda
Jumlah Benda Uji
Variasi Abu Variasi Uji Kuat
Kuat Tekan Beton
No Daun Serat Kulit Lentur Beton
Jagung Luar Tebu 7 14
28 hari 28 hari
hari hari
1 0% 0% 3 3 3 3
0% 3 3 3 3
0.5% 3 3 3 3
% ADJ 1% 3 3 3 3
2
Optimum 1.5% 3 3 3 3
2% 3 3 3 3
2.5% 3 3 3 3
Total 84

Adapun langkah-langkah dalam pembuatan benda uji yaitu :


1. Mempersiapkan semua material sesuai dengan komposisi campuran beton pada
mix design. Material yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.31.

Gambar 3.31: Material yang digunakan

2. Mempersiapkan peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan benda uji


beton,

82
3. Memasukkan semua pasir dan kerikil kedalam molen seperti pada Gambar
3.32. Kemudian molen diputar hingga kerikil dan pasir bercampur dengan
estimasi waktu 2 menit lalu matikan mesin molen.

Gambar 3.32: Pemasukan Kerikil dan Pasir

4. Memasukkan semua semen dan abu daun jagung kedalam molen seperti pada
Gambar 3.33 dan pastikan tidak ada semen atau abu daun jagung yang tumpah
kemudian molen diputar hingga semua material bercampur merata.

Gambar 3.33: Pemasukan Semen dan ADJ

5. Setelah seluruh material kering bercampur, masukkan ¾ proporsi air kedalam


molen seperti pada Gambar 3.34 dengan perlahan-lahan tanpa mematikan
mesin dan secara bersamaan hidupkan stopwatch untuk menghitung waktu

83
pengecoran. Pastikan air yang dimasukkan tidak keluar dari molen supaya tidak
mengurangi jumlah air.

Gambar 3.34: Penuangan Air kedalam Molen

6. Memasukan sebagian superplasticizer yang sudah dicampurkan dengan 300 𝑚𝑙


air secara perlahan dan biarkan air dengan superplasticizer menyatu dengan
campuran adukan selanjutnya masukkan sisa superplastizier yang sudah
dicampurkan dengan 200 ml air secara perlahan seperti pada Gambar 3.35.
biarkan molen diputar hingga adukan tercampuran merata dengan estimasi
waktu 5 menit.

Gambar 3.35: Pemasukan Superplasticizer

7. Adukan dengan penambahan superplasticizer tadi akan menggumpal


membentuk bola-bola kecil beton seperti pada Gambar 3.36. Bola-bola kecil

84
yang terbentuk akan terpecah dan menjadi campuran beton segar ketika sisa air
dimasukkan perlahan-lahan dengan mengenai gumpalan bola-bola kecil
tersebut. Setelah workability beton tercapai, molen dan stopwatch dihentikan
atau dimatikan.

Gambar 3.36: Campuran Beton yang Menggumpal-Gumpal

8. Memasukkan serat tebu kedalam adukan secara konstan dan perlahan-lahan


seperti pada Gambar 3.37 pada variasi beton dengan penambahan serat. Biarkan
molen berputar hingga serat dan adukan beton segar dalam bercampur dengan
estimasi waktu 90 detik.

Gambar 3.37: Pemasukan Serat Tebu

9. Setelah itu dilakukan pengujian slump flow dengan memasukkan adukan beton
segar ke dalam kerucut Abram dan dihitung diameter aliran adukan beton
seperti pada Gambar 3.38.

85
Gambar 3.38: Pengujian Slump Flow

10. Adukan beton dimasukkan kedalam cetakan silinder dan pelat yang sudah
diberi pelumas sesaat setelah pengujian slump flow. Adukan beton didalam
cetakan tidak dirojok atau dipadatkan karena adukan beton merupakan self
compacting concrete dimana adukan beton memiliki kemampuan untuk
memadatkan sendiri. Kemudian adukan beton di dalam cetakan diratakan

11. dengan sendok semen seperti pada Gambar 3.39. Adukan beton yang sudah
selesai dicetak disimpan selama 24 jam agar dapat mengikat.

Gambar 3.39: Campuran beton dalam cetakan

12. Setelah beton mencapai umur 24 jam, cetakan silinder dan pelat dibuka dan
dilakukan perawatan beton (curing) dengan cara direndam di dalam bak
perendam seperti pada Gambar 3.40 yang disediakan oleh Laboratorium Bahan
dan Rekayasa Teknik Sipil, USU.

86
Gambar 3.40: Curing Beton

3.2.5 Pengujian-Pengujian yang Dilakukan

Dalam penelitian ini dilakukan beberapa pengujian, yaitu pengujian tarik serat,
pengujian slump flow, pengujian berat volume, pengujian kekuatan tekan beton dan
pengujian kekuatan lentur beton.

3.2.5.1 Pengujian Tarik Serat Kulit Luar Tebu

Pada penelitian ini dilakukan pengujian terhadap kekuatan tarik dari serat kulit luar
tebu yang digunakan. Pengujian dilakukan pada 3 jenis tebu, yaitu Tebu Kampung, Tebu
Merah dan Tebu Kuning. Pengujian tarik serat ini bertujuan untuk mencari jenis tebu
dengan kekuatan tarik serat yang paling tinggi untuk digunakan pada penelitian ini.
Pengujian tarik serat dilakukan menggunakan Universal Testing Machine. Adapun
langkah-langkah pengujian tarik serat sebagai berikut:

1. Mempersiapkan dan memasang alat pengait serat pada Universal Testing Machine
seperti pada Gambar 3.41.

Gambar 3.41: Pemasangan Pengait Serat pada Universal Testing Machine

87
2. Mengatur kecepatan pembebanan pada komputer yang tersambung dengan
Universal Testing Machine dan digunakan kecepatan pembebanan sebesar 5
𝑚𝑚⁄𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 dan memasukkan data-data pengukuran serat.
3. Meletakkan serat di pengait yang sudah dipasang pada Universal Testing Machine
seperti pada Gambar 4.32 dan dilakukan pengujian tarik serat.

Gambar 3.42: Serat yang akan diuji

4. Pengujian dilakukan hingga serat putus dan diperoleh data kekuatan tarik serta
seperti pada Gambar 3.43.

Gambar 3.43: Serat Yang Sudah Diuji Dan Putus

88
3.2.5.2 Pengujian Slump Flow

Pada penelitian ini dilakukan pengujian terhadap workability beton dengan


mengukur slump flow beton SCC. Pengujian slump flow dilakukan pada campuran beton
segar sebelum dituangkan ke dalam cetakan silinder. Adapun langkah-langkah pengujian
slump flow sebagai berikut:

1. Mempersiapkan alat-alat untuk melakukan slump flow berupa kerucut Abram dan
pelat slump flow. Pastikan peralatan yang digunakan sudah bersih dan terhindar
dari kotoran. Pastikan pelat slump flow berada pada tempat yang datar,
2. Pastikan kerucut berada pada bagian tengah pelat slump flow dengan keadaan
kerucut dengan diameter yang paling kecil berada di bagian bawah sedangkan
bagian kerucut dengan diameter paling besar berada pada bagian atas,
3. Tahan bagian atas kerucut dengan tangan serta masukkan beton segar ke dalam
kerucut perlahan-lahan hingga memenuhi kecurut seperti pada Gambar 3.44.

Gambar 3.44: Pemasukkan Beton Segar Ke Dalam Kecurut

4. Angkat kerucut dengan perlahan dan konstan dan biarkan sampai beton segar
berhenti mengalir seperti pada Gambar 3.45 sambil menghidupkan stopwatch
untuk menghitung waktu yang digunakan hingga beton segar mencapai diameter
500 𝑚𝑚 (𝑇50 ).

89
Gambar 3.45: Aliran Beton Segar

5. Ukur diameter aliran paling besar dan diameter paling kecil beton segar
menggunakan meteran seperti pada Gambar 3.46.

Gambar 3.46: Pengukuran Diameter Aliran Beton Segar

3.2.5.3 Pengujian Berat Volume Beton

Pada penelitian ini pengujian berat volume beton dilakukan sebelum dilakukannya
pengujian kuat tekan dan lentur beton. Pengujian berat volume dilakukan pada beton yang
kering udara dan sudah melalui proses curing. Adapun langkah-langkah pengujian berat
volume beton sebagai berikut:

90
1. Benda uji silinder dikeluarkan dari bak curing 2 hari sebelum dilakukannya
pengujian kekuatan tekan dan lentur beton. Selama 2 hari beton akan dibiarkan
kering dengan suhu ruangan dan ditimbang pada hari akan dilakukannya pengujian
kuat tekan dan lentur beton seperti pada Gambar 3.47.

Gambar 3.47: Penimbangan Benda Uji

2. Pada silinder beton dilakukan pengukuran dengan cara mengukur diameter pada 3
bagian beton, yaitu bagian atas, tengah dan bawah beton dan nilainya dirata-
ratakan. Lalu ukur tinggi beton dari 2 sisi yaitu kanan dan kiri beton dan nilainya
dirata-ratakan seperti pada Gambar 3.48.

Gambar 3.48: Pengukuran Benda Uji Silinder

3. Pada pelat beton dilakukan pengukuran panjang, lebar dan tinggi bagian atas beton
dan bagian bawah beton.
Pengujian berat volume menggunakan persamaan:

91
𝑀
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 = ………. (11)
𝑉

Keterangan : Berat volume adalah berat volume dari beton keras yang dinyatakan
dalam (𝑘𝑔/𝑚3 ), M adalah massa beton keras yang dinyatakan dalam 𝑘𝑔, V adalah
volume beton keras yang dinyatakan dalam 𝑚3 .

3.2.5.4 Pengujian Kekuatan Tekan Beton (SNI 1974:2011)

Pada penelitian ini silinder beton akan diuji pada umur 7, 14 dan 28 hari dengan
jumlah benda uji masing-masing 3 buah dari setiap variasi beton. Benda uji akan
dikeluarkan dari bak curing 2 hari sebelum dilakukan pengujian. Langkah-langkah
pengujian kekuatan tekan antara lain :

1. Benda uji beton dikeluarkan dari bak curing 2 hari sebelum dilakukannya
pengujian dan dikeringkan dengan suhu ruangan pada laboratorium,
2. Pada hari dilakukannya pengujian, benda uji akan di-capping dengan belerang pada
bagian atas agar bagian permukaan beton rata dan beban dapat terdistribusi secara
merata seperti pada Gambar 3.49.

Gambar 3.49: Proses Capping Benda Uji

3. Dilakukan pengujian dengan alat Compression Test Machine, dimana benda uji
diletakkan tepat di tengah-tengah piston alat uji.
4. Pengujian dilakukan hingga benda uji mengalami keruntuhan untuk mendapatkan
kekuatan tekan maksimum beton (P) yang dinyatakan dalam 𝑀𝑃𝑎 seperti pada
Gambar 3.50.

92
Gambar 3.50: Pengujian Kuat Tekan Beton

3.2.5.5 Pengujian Kekuatan Lentur Beton

Pengujian kekuatan lentur pada penelitian ini dilakukan pada umur benda uji pelat
beton pada umur 28 hari, dimana setiap variasi beton terdiri dari masing-masing 3 benda
uji pelat dengan ukuran panjang 60 𝑐𝑚, lebar 10 𝑐𝑚 dan tinggi 4 𝑐𝑚. Pengujian kekuatan
lentur dilakukan menggunakan Unversal Testing Machine (UTM) dengan metode tiga titik
pembebanan (Third Point Loading Method). Beton yang akan diuji sudah melalui proses
perendaman selama 26 hari dan dikeluarkan 2 hari sebelum pengujian kuat lentur. Adapun
tahapan-tahapan yang dilakukan pada pengujian kuat lentur antara lain:

1. Menggambar garis pembagi yang sama panjang sebesar 15 𝑐𝑚 seperti pada


Gambar 3.51. Garis pembagi berfungsi untuk perletakan spreder beam.

93
Gambar 3.51: Penggambaran garis pembagi pada benda uji pelat

2. Pemasangan tumpuan sesuai jarak yang ditetapkan,


3. Meletakkan sampel pada tumpuan dengan tepat, tidak boleh timpang dan
bergoyang.
4. Meletakkan spreader beam pada posisi yang telah ditentukan sesuai
penggambaran garis yang sudah dibuat seperti pada gambar 3.52.

Gambar 3.52: Perletakan Spreader Beam

5. Mengatur kecepatan pembebanan dan memasukkan data pengukuran benda uji


pada komputer
6. Pembebanan dilakukan oleh Universal Testing Machine (UTM) sampai benda uji
runtuh. Kemudian, diperoleh beban maksimum (𝑃𝑚𝑎𝑥), lalu dilakukan
perhitungan kekuatan lentur beton.

94
3.2.6 Analisis Data

Adapun data yang dihasilkan disajikan dalam bentuk:


a. Tabel,
b. Diagram batang dan diagram garis.

Analisis akan dilakukan untuk mengkaji pengaruh penggunaan serat kulit luar tebu
terhadap beton abu daun jagung yang ditinjau berdasarkan kuat tekan dan kuat lentur yang
dihasilkan. Kekuatan tekan beton diuji pada saat beton berumur 7, 14 dan 28 hari dan
kekuatan lentur diuji pada umur 28 hari. Pengaruh penggunaan serat kulit luat tebu dapat
dilihat saat kekuatan tekan dan lentur dari beton abu daun jagung dan serat kulit luar tebu
dibandingkan dengan beton abu daun jagung tanpa serat kulit luar tebu dan beton normal
(tanpa abu daun jagung dan serat kulit luar tebu), apakah hasil pengujian lebih besar atau
lebih kecil. Selain itu akan dikaji juga kadar optimum dari penggunaan serat kulit luar tebu
terhadap kekuatan tekan dan kekuatan lentur beton abu daun jagung baik dalam umur 7,
14 dan 28 hari.

95
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengujian Tarik Serat Kulit Luar Tebu

Pengujian kekuatan tarik serat kulit luar tebu dilakukan pada 3 jenis tebu yaitu Tebu
Kampung, Tebu Merah dan Tebu Kuning. Hasil pengujian kekuatan tarik dapat dilihat
pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1: Kuat Tarik Serat Kulit Luar Tebu


Kuat Tarik
Kuat Tarik
Jenis Tebu Rata-Rata
MPa MPa
59.99
Tebu Kampung 46.67 50.757
45.613
73.155
Tebu Merah 96.314 85.483
86.981
66.566
Tebu Kuning 80.02 78.566
89.113

Berdasarkan hasil kekuatan tarik serat KLT untuk mencari jenis tebu yang memiliki
kekuatan tarik optimum yang akan digunakan pada penelitian ini diperoleh bahwa
kekuatan tarik optimum terjadi pada kulit luar tebu jenis Tebu Merah dimana diperoleh
kekuatan tarik rata-rata sebesar 85,483 𝑀𝑃𝑎. Oleh karena itu jenis tebu yang digunakan
pada penelitian ini adalah Tebu Merah.

Dari hasil pengukuran serat yang digunakan pada penelitian ini diperoleh rata-rata
pengukuran seperti pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2: Ukuran Serat Kulit Luar Tebu


Panjang Serat Lebar Serat Tebal Serat
(mm) (mm) (mm)
33.4 1.35 0.94
31.01 1.36 1.05
30.10 1.23 1.08

96
4.2 Pengujian Slump Flow

Pengujian slump flow dilakukan untuk mengetahui kondisi kelecakan (workability)


adukan beton berdasarkan penyebaran campuran beton segar. Pengujian slump flow dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.1.

Tabel 4.3: Nilai Slump Flow Beton


Variasi Beton Slump Flow rata-rata (𝑐𝑚)
Normal 61.3
ADJ + 0% KLT 77.4
ADJ + 0,5 KLT 75
ADJ + 1% KLT 74.2
ADJ + 1,5% KLT 74
ADJ + 2% KLT 70.3
ADJ + 2,5% KLT 69.5

Nilai Slump flow (cm)


90

80 77.4
75 74.2 74
70.3 69.5
70
61.3
Nilai Slump flow (cm)

60

50

40

30

20

10

0
Normal ADJ + 0% ADJ + 0,5 ADJ + 1% ADJ + 1,5% ADJ + 2% ADJ + 2,5%
KLT KLT KLT KLT KLT KLT
Variasi Beton

Gambar 4.1: Nilai Slump Flow Beton

Berdasarkan Tabel 2.4 Mengenai batas nilai metode uji untuk self compacting
concrete (SCC) pada EFNARC diperoleh bahwa seluruh benda uji termasuk dalam self
compacting concrete (SCC) dengan kelas slump flow yang berbeda-beda. Beton normal
termasuk pada slump flow class SF1, beton ADJ dengan variasi serat kulit luar tebu 1%

97
sampai 2,5% termasuk pada slump flow class SF2 dan beton ADJ dengan penambahan
serat 0,5% termasuk pada slump flow class SF3.

Berdasarkan hasil pengujian nilai slump flow pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.1,
terlihat bahwa semakin banyak penambahan serat kulit luar tebu maka semakin rendah
nilai slump flow campuran beton segar. Serat pada campuran beton segar cenderung
menyerap air sehingga air di dalam campuran beton segar akan berkurang. Kenaikan
persentase serat berarti meningkatkan jumlah penggunaan serat kulit luar tebu pada
campuran beton segar dan mengurangi nilai slump flow campuran beton.

4.3 Berat Volume Beton

Pengujian berat volume pada beton dilakukan untuk memeriksa perbandingan berat
volume pada beton normal dan beton ADJ dengan penambahan serat kulit luar tebu. Hasil
pengujian berat volume dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.2
untuk silinder beton umur 7 hari, Tabel 4.5 dan Gambar 4.3 untuk silinder beton umur 14
hari, Tabel 4.6 dan Gambar 4.4 untuk silinder beton umur 28 hari.
Tabel 4.4: Berat Volume Silinder Beton pada Umur 7 Hari
BERAT
VARIASI
VOLUME
(%) (Kg/mᶟ)
Normal 2385.30
ADJ + 0% KLT 2411.54
ADJ + 0,5 KLT 2374.53
ADJ + 1% KLT 2351.47
ADJ + 1,5% KLT 2325.68
ADJ + 2% KLT 2255.54
ADJ + 2,5% KLT 2212.74

98
BERAT VOLUME BETON NORMAL DAN
BETON ADJ + KLT TEBU UMUR 7 HARI
2450
2411.54
2400 2385.30
2374.53
2351.47
2350
Berat Volume (Kg/mᶟ)

2325.68

2300
2255.54
2250
2212.74
2200

2150

2100
Normal ADJ + 0% ADJ + 0,5 ADJ + 1% ADJ + 1,5% ADJ + 2% ADJ + 2,5%
KLT KLT KLT KLT KLT KLT
Variasi Beton

Gambar 4.2: Berat Volume Silinder Beton pada Umur 7 Hari

Tabel 4.5: Berat Volume Silinder Beton pada Umur 14 Hari


BERAT
VARIASI
VOLUME
(%) (Kg/mᶟ)
Normal 2376.00
ADJ + 0% KLT 2390.54
ADJ + 0,5 KLT 2351.77
ADJ + 1% KLT 2321.11
ADJ + 1,5% KLT 2295.12
ADJ + 2% KLT 2235.23
ADJ + 2,5% KLT 2182.05

99
BERAT VOLUME BETON NORMAL
DAN BETON ADJ + KLT UMUR 14 HARI
2450

2390.54
2400 2376.00
2351.77
2350
2321.11
Berat Volume (Kg/mᶟ)

2295.12
2300

2250 2235.23

2200 2182.05

2150

2100

2050
Normal ADJ + 0% ADJ + 0,5 ADJ + 1% ADJ + 1,5% ADJ + 2% ADJ + 2,5%
KLT KLT KLT KLT KLT KLT
Variasi Beton

Gambar 4.3: Berat Volume Silinder Beton pada Umur 14 Hari

Tabel 4.6: Berat Volume Silinder Beton pada Umur 28 Hari


BERAT
VARIASI
VOLUME
(%) (Kg/mᶟ)
Normal 2327.58
ADJ + 0% KLT 2380.54
ADJ + 0,5 KLT 2335.47
ADJ + 1% KLT 2308.25
ADJ + 1,5% KLT 2286.38
ADJ + 2% KLT 2221.09
ADJ + 2,5% KLT 2177.48

100
BERAT VOLUME BETON NORMAL DAN
BETON ADJ +KLT UMUR 28 HARI
2400 2380.54

2350 2335.47
2327.58
2308.25
2300 2286.38
Berat Volume (Kg/mᶟ)

2250
2221.09

2200 2177.48

2150

2100

2050
Normal ADJ + 0% ADJ + 0,5 ADJ + 1% ADJ + 1,5% ADJ + 2% ADJ + 2,5%
KLT KLT KLT KLT KLT KLT
Variasi Beton

Gambar 4.4: Berat Volume Silinder Beton pada Umur 28 Hari

Berdasarkan hasil pengujian berat volume terlihat bahwa semakin banyak


penambahan serat pada beton maka semakin kecil berat volume beton yang dihasilkan.
Pada penelitian ini abu daun jagung merupakan bahan tambahan campuran beton dengan
persentase yang konstan yaitu 15% sehingga proporsi penggunaan semen dan abu daun
jagung tetap pada setiap variasi beton. Serat kulit luar tebu memiliki berat jenis yang lebih
rendah sebagai material akan mengisi ruang yang harusnya diisi oleh material lainnya pada
campuran beton sehingga berat beton akan berkurang seiring penambahan serat kulit luar
tebu.
Pada penelitian ini dilakukan pengujian berat volume pada umur 7, 14 dan 28 hari
dan diperoleh hasil bahwa berat volume paling besar terjadi pada umur 7 hari dan berat
volume paling kecil terjadi pada umur 28 hari. Penurunan berat volume seiring dengan
penambahan umur dikarenakan hidrasi semen yang membutuhkan waktu untuk mengikat
beton seutuhnya hingga mencapai kepadatan yang memadai.

101
4.4 Hasil Pengujian Kekuatan Tekan Beton

Pengujian kekuatan tekan beton dilakukan pada umur 7 hari, 14 hari dan 28 hari.
Beton yang diuji sebelumnya sudah dirawat dengan melakukan perendaman pada bak
curing.
4.4.1 Kuat Tekan Beton ADJ Kontrol ( ADJ 5% Sampai 20%)

Pengujian kekuatan tekan beton ADJ dilakukan pada umur 28 hari. Hasil pengujian
kekuatan tekan hanya digunakan untuk menentukan variasi tetap ADJ yang akan
digunakan pada beton ADJ dengan penambahan serat KLT dapat dilihat pada Tabel 4.7
dan Gambar 4.5.
Tabel 4.7: Kekuatan Tekan Beton ADJ pada Umur 28 Hari
Variasi Abu Kuat
Daun Tekan
Jagung Rata-Rata
(%) (Mpa)
5 16.8
10 25
15 27.57
20 20.54

Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ


30 27.57
25
25
20.54
Kuat Tekan (MPa)

20 16.8

15

10

0
5 10 15 20
Variasi Abu Daun Jagung

Gambar 4.5: Kekuatan Tekan Beton ADJ pada Umur 28 Hari

102
Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ
30 27.57
25
25

Kuat Tekan (MPa)


20.54
20
16.8
15

10

0
5 10 15 20
Variasi Abu Daun Jagung

Gambar 4.6: Kekuatan Tekan Beton ADJ pada Umur 28 Hari

Berdasarkan hasil kekuatan tekan beton ADJ kontrol untuk mencari nilai optimum
beton ADJ yang akan digunakan dalam penambahan serat diperoleh bahwa kekuatan tekan
optimum terjadi pada beton ADJ 15% dimana diperoleh kekuatan tekan rata-rata sebesar
27,57 𝑀𝑃𝑎. Oleh karena itu pada penelitian ini digunakan persentase ADJ yang tetap atau
konstan sebesar 15% pada setiap variasi serat KLT.

4.4.2 Kuat Tekan Beton Normal (0% ADJ, 0% KLT)

Pengujian kekuatan tekan pada beton normal dilakukan pada umur 7, 14 dan 28
hari. Hasil pengujian kekuatan tekan beton normal dapat dilihat pada Tabel 4.8 dan Gambar
4.7.
Tabel 4.8: Kuat Tekan Rata-Rata Beton Normal

Umur
Kuat Tekan Rata-
Benda
No. Sampel Rata Beton Normal
Uji
(MPa)
(Hari)

1 0% ADJ 7 13.1
2 0% ADJ 14 14.8
3 0% ADJ 28 17.7

103
Kuat Tekan Rata-Rata Beton Normal (MPa)
20
18
16 17.7

Kuat Tekan (MPa) 14


14.8
12
13.1
10
8
6
4
2
0
7 14 28
Umur Benda Uji (Hari)

Gambar 4.7: Kuat Tekan Rata-Rata Beton Normal

Berdasarkan hasil pengujian kekuatan tekan beton normal pada Tabel 4.8 dan
Gambar 4.6 terlihat bahwa kekuatan tekan beton meningkat seiring bertambahnya umur
beton.

4.4.3 Kuat Tekan Beton 0% Serat (15% ADJ, 0% KLT)

Pengujian kekuatan tekan pada beton 0% serat kulit luar tebu (KLT) dilakukan pada
umur 7, 14 dan 28 hari. Hasil pengujian kekuatan tekan beton normal dapat dilihat pada
Tabel 4.9 dan Gambar 4.8.
Tabel 4.9: Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 0% KLT

Umur Kuat Tekan Rata-


Benda Rata Beton ADJ
No. Sampel
Uji dan 0% Serat KLT
(Hari) (MPa)

1 0% KLT 7 16.4
2 0% KLT 14 21.1
3 0% KLT 28 24.0

104
Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 0%
Serat Kulit Luar Tebu (MPa)
30

25
Kuat Tekan (MPa)
20 24.000
21.100
15
16.400
10

0
7 14 28
Umur Benda Uji (Hari)

Gambar 4.8: Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 0% KLT

Berdasarkan hasil pengujian kekuatan tekan beton ADJ pada Tabel 4.9 dan Gambar
4.8 terlihat bahwa kekuatan tekan beton dengan penambahan abu daun jagung 15%
meningkat dibandingkan kekuatan tekan rata-rata beton normal pada umur 7,14 dan 28
hari. Hasil pengujian beton ADJ 15% pada tahap kedua memiliki perbedaan dari benda uji
beton ADJ 15% pada tahap pertama dimungkinkan karena perbedaan tempat pengambilan
daun jagung yang digunakan, dimana tetap pada kota yang sama namun berbeda kelurahan.

4.4.4 Kuat Tekan Beton 0,5% Serat (15% ADJ, 0,5% KLT)

Pengujian kekuatan tekan pada beton 0,5% serat dilakukan pada umur 7, 14 dan 28
hari. Hasil pengujian kekuatan tekan beton ADJ dengan penambahan 0,5% serat kulit luar
tebu dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan Gambar 4.9.
Tabel 4.10: Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 0,5% KLT

Umur Kuat Tekan Rata-


Benda Rata Beton ADJ
No. Sampel
Uji dan 0,5% Serat
(Hari) KLT (MPa)

1 0.5% KLT 7 21.1


2 0.5% KLT 14 23.5
3 0.5% KLT 28 27.1

105
Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ DAN 0,5%
Serat KLT (MPa)
30

25 27.100
Kuat Tekan (MPa)
20 23.500
21.100
15

10

0
7 14 28
Umur Benda Uji (Hari)

Gambar 4.9: Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 0,5% KLT

Berdasarkan hasil pengujian kekuatan tekan beton ADJ dengan penambahan 0,5%
serat kulit luar tebu pada Tabel 4.9 dan Gambar 4.9 terlihat bahwa kekuatan tekan beton
ADJ dengan penambahan serat kulit luar tebu sebesar 0,5% meningkat dibandingkan
kekuatan tekan rata-rata beton ADJ tanpa serat kulit luar tebu pada umur 7,14 dan 28 hari.

4.4.5 Kuat Tekan Beton 1% Serat (15% ADJ, 1% KLT)

Pengujian kekuatan tekan pada beton 1% serat dilakukan pada umur 7, 14 dan 28
hari. Hasil pengujian kekuatan tekan beton ADJ dengan penambahan 1% serat kulit luar
tebu dapat dilihat pada Tabel 4.11 dan Gambar 4.10.
Tabel 4.11: Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 1% KLT

Umur Kuat Tekan Rata-


Benda Rata Beton ADJ
No. Sampel
Uji dan 1% Serat KLT
(Hari) (MPa)

1 1% KLT 7 21.5
2 1% KLT 14 22.4
3 1% KLT 28 25.9

106
Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 1%
Serat KLT (MPa)
30

25
Kuat Tekan (MPa) 25.900
20 22.400
21.500
15

10

0
7 14 28
Umur Benda Uji (Hari)

Gambar 4.10: Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 1% KLT

Berdasarkan hasil pengujian kekuatan tekan beton ADJ dengan penambahan 1%


serat kulit luar tebu pada Tabel 4.11 dan Gambar 4.10 terlihat bahwa kekuatan tekan beton
ADJ dengan penambahan serat kulit luar tebu sebesar 1% menurun dibandingkan kekuatan
tekan rata-rata beton ADJ dengan penambahan 0,5% serat kulit luar tebu pada umur 7,14
dan 28 hari.

4.4.6 Kuat Tekan Beton 1,5% Serat (15% ADJ, 1,5% KLT)

Pengujian kekuatan tekan pada beton 1,5% serat dilakukan pada umur 7, 14 dan 28
hari. Hasil pengujian kekuatan tekan beton ADJ dengan penambahan 1,5% serat kulit luar
tebu dapat dilihat pada Tabel 4.12 dan Gambar 4.11.
Tabel 4.12: Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 1,5% KLT

Umur Kuat Tekan Rata-


Benda Rata Beton ADJ
No. Sampel
Uji dan 1.5% Serat
(Hari) KLT (MPa)

1 1.5% KLT 7 18.3


2 1.5% KLT 14 22.1
3 1.5% KLT 28 25.5

107
Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 1,5%
Serat KLT (MPa)
30

25
Kuat Tekan (MPa) 25.500
20 22.100
15 18.300

10

0
7 14 28
Umur Benda Uji (Hari)

Gambar 4.11: Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 1,5% KLT

Berdasarkan hasil pengujian kekuatan tekan beton ADJ dengan penambahan 1,5%
serat kulit luar tebu pada Tabel 4.12 dan Gambar 4.11 terlihat bahwa kekuatan tekan beton
ADJ dengan penambahan serat kulit luar tebu sebesar 1,5% menurun dibandingkan
kekuatan tekan rata-rata beton ADJ dengan penambahan 1% serat kulit luar tebu pada umur
7, 14 dan 28 hari.

4.4.7 Kuat Tekan Beton 2% Serat (15% ADJ, 2% KLT)

Pengujian kekuatan tekan pada beton 2% serat dilakukan pada umur 7, 14 dan 28
hari. Hasil pengujian kekuatan tekan beton ADJ dengan penambahan 2% serat kulit luar
tebu dapat dilihat pada Tabel 4.13 dan Gambar 4.12.
Tabel 4.13: Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 2% KLT

Umur Kuat Tekan Rata-


Benda Rata Beton ADJ
No. Sampel
Uji dan 2% Serat KLT
(Hari) (MPa)

1 2% KLT 7 17.6
2 2% KLT 14 21.3
3 2% KLT 28 22.7

108
Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 2%
Serat KLT (MPa)
25

20 22.700
Kuat Tekan (MPa) 21.300

15 17.600

10

0
7 14 28
Umur Benda Uji (Hari)

Gambar 4.12: Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 2% KLT

Berdasarkan hasil pengujian kekuatan tekan beton ADJ dengan penambahan 2%


serat kulit luar tebu pada Tabel 4.13 dan Gambar 4.12 terlihat bahwa kekuatan tekan beton
ADJ dengan penambahan serat kulit luar tebu sebesar 2% menurun dibandingkan kekuatan
tekan rata-rata beton ADJ dengan penambahan 1,5% serat kulit luar tebu pada umur 7,14
dan 28 hari.

4.4.8 Kuat Tekan Beton 2,5% Serat (15% ADJ, 2,5% KLT)

Pengujian kekuatan tekan pada beton 2,5% serat dilakukan pada umur 7, 14 dan 28
hari. Hasil pengujian kekuatan tekan beton ADJ dengan penambahan 2,5% serat kulit luar
tebu dapat dilihat pada Tabel 4.14 dan Gambar 4.13.
Tabel 4.14: Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 2,5% KLT

Umur Kuat Tekan Rata-


Benda Rata Beton ADJ
No. Sampel
Uji dan 2.5% Serat
(Hari) KLT (MPa)

1 2.5% KLT 7 4.5


2 2.5% KLT 14 11.5
3 2.5% KLT 28 15.3

109
Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 2,5%
Serat KLT (MPa)
18
16
Kuat Tekan (MPa) 14 15.300
12
10 11.500
8
6
4
2 4.500
0
7 14 28
Umur Benda Uji (Hari)

Gambar 4.13: Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ dan 2,5% KLT

Berdasarkan hasil pengujian kekuatan tekan beton ADJ dengan penambahan 2,5%
serat kulit luar tebu pada Tabel 4.14 dan Gambar 4.13 terlihat bahwa kekuatan tekan beton
ADJ dengan penambahan serat kulit luar tebu sebesar 2,5% menurun dibandingkan
kekuatan tekan rata-rata beton ADJ dengan penambahan 2% serat kulit luar tebu pada umur
7,14 dan 28 hari. Kekuatan tekan beton ADJ dengan penambahan serat kulit luar tebu
sebesar 2,5% juga lebih rendah dari kekuatan tekan rata-rata beton normal pada umur 7,14
dan 28 hari. Kekuatan tekan beton ADJ dengan penambahan serat kulit luar tebu sebesar
2,5% merupakan kekuatan tekan paling rendah dibandingkan dengan variasi beton ADJ
dengan penambahan serat lainnya.

4.4.9 Kuat Tekan Beton Normal Dan Beton ADJ + Penambahan Serat KLT

Hasil dari pengujian kekuatan tekan beton normal dan beton ADJ dengan
penambahan serat kulit luar tebu dibandingkan untuk setiap umur pengujian agar dapat
diketahui dengan mudah variasi optimum dari beton ADJ dengan penambahan serat kulit
luar tebu. Hasil pengujian kekuatan tekan seluruh beton ADJ dengan variasi penambahan
serat kulit luar tebu dan umur pengujian dapat dilihat pada Tabel 15. Hasil perbandingan
antara beton ADJ dengan variasi penambahan serat kulit luar tebu dan kekuatan tekan pada
umur pengujian 7, 14 dan 28 hari dapat dilihat pada Gambar 4.14, Gambar 4.15 dan
Gambar 4.16. Hasil perbandingan antara beton ADJ dengan variasi penambahan serat kulit

110
luar tebu, umur pengujian beton dan kekuatan tekan dapat dilihat pada Gambar 4.17 dan
Gambar 4.18.

Tabel 4.15: Kuat Tekan Rata-Rata Seluruh Spesimen


Kuat Tekan Rata-Rata Beton (MPa)
No. Sampel
7 Hari 14 Hari 28 Hari
1 Normal 13.1 14.8 17.7
2 ADJ + 0% KLT 16.4 21.1 24.0
3 ADJ + 0.5% KLT 21.1 23.5 27.1
4 ADJ + 1% KLT 21.5 22.4 25.9
5 ADJ + 1.5% KLT 18.3 22.1 25.5
6 ADJ + 2% KLT 17.6 21.3 22.7
7 ADJ + 2.5% KLT 4.5 11.5 15.3

KUAT TEKAN RATA-RATA BETON NORMAL DAN BETON


ADJ + KLT UMUR 7 HARI
Normal ADJ + 0% KLT ADJ + 0.5% KLT ADJ + 1% KLT
ADJ + 1.5% KLT ADJ + 2% KLT ADJ + 2.5% KLT

25
21.1 21.5
20 18.3 17.6
Kuat Tekan (MPa)

16.4
15 13.1

10

4.5
5

0
Normal ADJ + 0% ADJ + 0.5% ADJ + 1% ADJ + 1.5% ADJ + 2% ADJ + 2.5%
KLT KLT KLT KLT KLT KLT
Variasi Beton

Gambar 4.14: Hubungan Variasi Serat KLT dan Kuat Tekan pada Umur 7 Hari

111
KUAT TEKAN RATA-RATA BETON NORMAL DAN BETON
ADJ + KLT UMUR 14 HARI
Normal ADJ + 0% KLT ADJ + 0.5% KLT ADJ + 1% KLT
ADJ + 1.5% KLT ADJ + 2% KLT ADJ + 2.5% KLT
25 23.5
22.4 22.1
21.1 21.3
20
Kuat Tekan (MPa)

14.8
15
11.5
10

0
Normal ADJ + 0% ADJ + 0.5% ADJ + 1% ADJ + 1.5% ADJ + 2% ADJ + 2.5%
KLT KLT KLT KLT KLT KLT
Variasi Beton

Gambar 4.15: Hubungan Variasi Serat KLT Dan Kuat Tekan Pada Umur 14 Hari

Kuat Tekan Rata-Rata Beton Normal dan Beton ADJ + KLT


Umur 28 Hari
Normal ADJ + 0% KLT ADJ + 0.5% KLT ADJ + 1% KLT
ADJ + 1.5% KLT ADJ + 2% KLT ADJ + 2.5% KLT
30 27.1
25.9 25.5
24.0
25 22.7
Kuat Tekan (MPa)

20 17.7
15.3
15

10

0
Normal ADJ + 0% ADJ + 0.5% ADJ + 1% ADJ + 1.5% ADJ + 2% ADJ + 2.5%
KLT KLT KLT KLT KLT KLT
Variasi Beton

Gambar 4.16: Hubungan Variasi Serat KLT dan Kuat Tekan pada Umur 28 Hari

112
KUAT TEKAN RATA-RATA BETON NORMAL DAN BETON
ADJ + SERAT KLT VARIASI UMUR 7, 14 DAN 28 HARI
7 Hari 14 Hari 28 Hari

30
27.1
25.9 25.5
24.0
25 23.5
22.4 22.1 21.3 22.7
21.1 21.1 21.5
Kuat Tekan (MPa)

20 17.7 18.3 17.6


16.4
14.8 15.3
15 13.1
11.5
10

4.5
5

0
Normal ADJ + 0% ADJ + 0.5% ADJ + 1% ADJ + 1.5% ADJ + 2% ADJ + 2.5%
KLT KLT KLT KLT KLT KLT
Variasi Beton

Gambar 4.17: Hubungan Antara Variasi Serat KLT, Umur Beton dan Kuat Tekan

KUAT TEKAN BETON NORMAL DAN BETON ADJ + SERAT


KULIT LUAR TEBU VARIASI UMUR 7, 14 DAN 28 HARI
30

27.100
25.900
25.500
25
23.500 24.000
22.100
22.400 22.700
21.500 21.100
21.300
Kuat Tekan (MPa)

21.100
20
18.300
17.600 17.700
16.400
15 15.300
14.800
13.100
11.500
10

5 4.500

0
7 14 28
Umur Benda Uji (Hari)
Kuat Tekan Rata-Rata Beton Normal Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ
Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ + 0.5% KLT Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ + 1% KLT
Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ + 1.5% KLT Kuat Tekan Rata-Rata Beton ADJ + 2% KLT

Gambar 4.18: Hubungan Antara Variasi Serat KLT, Umur Beton Dan Kuat Tekan

113
Berdasarkan Tabel 4.15 dan Gambar 4.14 sampai Gambar 4.18 diketahui bahwa
penambahan abu daun jagung dan serat kulit luar tebu memberikan pengaruh terhadap
kekuatan tekan beton. Pengaruh pada kekuatan tekan tersebut berupa peningkatan dan
penurunan kekuatan tekan pada variasi tertentu. Peningkatan kekuatan tekan beton terjadi
pada variasi beton ADJ dengan serat kulit luar tebu 0% sampai beton ADJ dengan serat
kulit luar tebu 2%. Dari hasil pengujian diperoleh kekuatan tekan optimum terjadi pada
beton ADJ dengan serat kulit luar tebu 0,5% dengan hasil kekuatan tekan beton pada umur
7,14 dan 28 hari berturut-turut sebesar 21,1 𝑀𝑃𝑎, 23,5 𝑀𝑃𝑎 dan 27,1 𝑀𝑃𝑎 dengan
peningkatan berturut-turut sebesar 61,07%, 58,785 dan 56,497% dibandingkan dengan
kekuatan tekan beton normal pada umur 7,14 dan 28 hari berturut-turut sebesar 13,1 𝑀𝑃𝑎,
14,8 𝑀𝑃𝑎 dan 17,7 𝑀𝑃𝑎.
Pada penelitian ini digunakan superplasticizer sebagai bahan tambah kimia untuk
meningkatkan kelecakan beton agar serat dapat terdistribusi secara acak dan merata dengan
baik. Penggunaan superplasticizer mempengaruhi kepadatan beton. Beton dengan
penggunaan superplasticizer akan lebih padat karena superplasticizer dapat mengeluarkan
air yang terjebak pada kumpulan partikel semen. Kepadatan yang baik akan menghasilkan
beton dengan lebih sedikit atau tanpa rongga udara dan dapat meningkatkan kekuatan tekan
beton.
Secara keseluruhan abu daun jagung dan serat kulit luar tebu dengan variasi 0,5%
sampai 2% meningkatkan kekuatan tekan beton namun kekuatan tekan optimum terjadi
pada variasi serat 0,5%. Beton dengan penambahan serat 2,5% menurunkan kekuatan tekan
beton, dimungkinkan hal ini karena serat dalam beton mengisi ruang yang seharusnya diisi
oleh material lainnya seperti agregat dan semen akan menurunkan kepadatan beton dan
menurunkan kemampuan beton menahan beban yang terjadi. Berdasarkan pengujian
kandungan kimia yang terdapat dalam abu daun jagung diperoleh kandungan 𝑆𝑖𝑂2 sebesar
62,32% yang pada dasarnya mempengaruhi terbentuknya senyawa 𝐶𝑆𝐻. Akan tetapi
ketika hidrasi semen terjadi, tidak semua 𝑆𝑖𝑂2 akan bereaksi dengan 𝐶𝑎(𝑂𝐻)2 . Sehingga
tidak dapat menjadi jaminan bahwa material dengan kandungan 𝑆𝑖𝑂2 yang tinggi dapat
menghasilkan 𝐶𝑆𝐻 dalam jumlah banyak. Pada umumnya jumlah 𝐶𝑆𝐻 berbanding lurus
dengan kekuatan tekan beton. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan penambahan abu
daun jagung 15% dan serat kulit luar tebu sebesar 0,5% memberi peningkatan kekuatan
tekan paling optimum.

114
4.4.10 Kondisi Keruntuhan Beton Normal Dan Beton ADJ + Serat KLT

Pada pengujian kekuatan tekan silinder beton dihasilkan model atau kondisi
keruntuhan pada benda uji dengan mengacu pada bentuk kondisi keruntuhan aktual
keruntuhan masing-masing silinder beton normal dan beton ADJ dengan penambahan serat
kulit tebu.
a. Kondisi keruntuhan beton normal
Kondisi keruntuhan benda uji beton normal pada umur 28 hari dapat dilihat pada
Gambar 4.19. Benda uji beton yang sudah dilakukan pengujian kekuatan tekan akan
mengalami keruntuhan. Kondisi keruntuhan beton normal berbentuk pola dengan retakan
kasar.

Gambar 4.19: Kondisi Keruntuhan Beton Normal

b. Kondisi keruntuhan beton 0% serat (15% ADJ, 0% KLT)


Kondisi keruntuhan benda uji beton ADJ dengan 0% serat KLT pada umur 28
hari dapat dilihat pada Gambar 4.20.

Gambar 4.20: Kondisi Keruntuhan Beton ADJ 0% KLT

115
Keruntuhan yang terjadi pada beton ADJ tanpa penggunaan serat kulit luar tebu
mengalami pola retak yang kasar namun tidak sekasar pola retak pada beton normal.
Diperkirakan hal ini terjadi karena pada beton ADJ digunakan superplasticizer sehingga
beton ADJ lebih padat dari pada beton normal. Penggunaan abu daun jagung juga
dimungkinkan membantu menambah kekuatan beton sehingga lebih kuat menahan tekanan
yang terjadi.

c. Kondisi keruntuhan beton 0,5% serat (15% ADJ, 0% KLT)


Kondisi keruntuhan benda uji beton ADJ dengan 0,5% serat KLT pada umur 28
hari dapat dilihat pada Gambar 4.21.

Gambar 4.21: Kondisi Keruntuhan Beton ADJ 0% KLT

Keruntuhan yang terjadi pada beton ADJ dengan penambahan 0,5% serat KLT
merupakan pola retak dan pola kehancuran yang kasar. Berdasarkan hasil uji pengujian
kekuatan tekan, beton ADJ dengan penambahan 0,5% serat KLT memberikan kuat tekan
optimum dan menunjukkan bahwa ADJ dan 0,5% serat KLT dapat memberikan efek
pengikatan agregat yang lebih baik dibandingkan yang lainnya sehingga memberikan pola
retak dan pola kehancuran yang lebih kasar dibandingkan benda uji lainnya.

d. Kondisi keruntuhan beton 1% sampai 2% serat (15% ADJ, 1%-2% KLT)


Kondisi keruntuhan benda uji beton ADJ dengan 1% sampai 2% serat KLT pada
umur 28 hari dapat dilihat pada Gambar 4.22.

116
a b c
Gambar 4.22: a) Kondisi Keruntuhan Beton ADJ 1% KLT b) Kondisi Keruntuhan Beton
ADJ 1,5% KLT c) Kondisi Keruntuhan Beton ADJ 2% KLT

Keruntuhan yang terjadi pada beton ADJ dengan penambahan 1% sampai 2%


serat KLT mengalami pola retak yang hampir sama. Pola retak yang terjadi berbentuk halus
dan tidak terlalu banyak. Pola retak yang halus dan tidak terlalu banyak dimungkinkan
karena penggunaan serat yang membantu material beton untuk menahan terjadinya
retakan. Dimungkinkan bahwa posisi serat pada campuran beton mengikuti sumbu lateral
silinder beton sehingga ketika terjadi tekanan, serat akan membantu beton
mempertahankan keadaannya. Namun demikian, penggunaan serat kulit luar yang mengisi
campuran beton akan membuat berkurangnya ruang untuk material lainnya pada beton
sehingga mengakibatkan kekuatan tekan menurun walaupun tidak melebihi beton normal.

a. Kondisi keruntuhan beton 2,5% serat (15% ADJ, 0% KLT)


Kondisi keruntuhan benda uji beton ADJ dengan 2,5% serat KLT pada umur 28
hari dapat dilihat pada Gambar 4.23.

Gambar 4.23: Kondisi Keruntuhan Beton ADJ 2% KLT

117
Keruntuhan yang terjadi pada beton ADJ dengan penambahan 2,5% serat KLT
mengalami pola retak agak kasar seperti yang terjadi pada beton ADJ tanpa penggunaan
serat. Pola retak yang terjadi dimungkinkan karena kurangnya kepadatan pada beton
karena penggunaan serat KLT yang paling banyak dari variasi lainnya. Serat kulit luar tebu
yang mengisi beton tidak dapat membantu beton menahan kuat tekan sehingga pada beton
ADJ dengan penambahan 2,5% KLT menghasilkan kekuatan tekan beton yang paling
rendah dari semua variasi penambahan serat kulit luar tebu.

4.5 Kekuatan Lentur Beton

4.5.1 Beban Lentur

Pengujian kekuatan lentur beton dilakukan pada umur 28 hari dengan benda uji
pelat beton. Beton yang diuji sebelumnya sudah dirawat dengan melakukan perendaman
pada bak curing. Hasil pengujian dengan menggunakan Universal Testing Machine
menghasilkan beban lentur yang dapat dilihat pada Tabel 4.16, Gambar 4.24 dan Gambar
4.25.
Tabel 4.16: Beban Lentur Rata-Rata Seluruh Spesimen
Beban Lentur
VARIASI
(P)
(%) (N)
Normal 2119.102
ADJ dan 0% KLT 2290.250
ADJ dan 0.5% KLT 2400.571
ADJ dan 1% KLT 2308.820
ADJ dan 1.5% KLT 2059.192
ADJ dan 2% KLT 2019.563
ADJ dan 2.5% KLT 2018.833

118
BEBAN LENTUR RATA-RATA PELAT BETON NORMAL
DAN ADJ + KLT UMUR 28 HARI

2500

2400
2400.571
2290.250 2308.820
2300
P (N)

2200

2100 2119.102

2000 2059.192 2019.563


2018.833
1900

1800
Normal ADJ dan 0% ADJ dan ADJ dan 1% ADJ dan ADJ dan 2% ADJ dan
KLT 0.5% KLT KLT 1.5% KLT KLT 2.5% KLT
Variasi Beton

Gambar 4.24: Beban Lentur Rata-Rata Beton

BEBAN LENTUR RATA-RATA PELAT BETON NORMAL


DAN ADJ + KLT UMUR 28 HARI
2500
2400.571
2400
2290.250 2308.820
2300

2200
P (N)

2119.102
2100 2059.192
2019.563 2018.833
2000

1900

1800
Normal ADJ dan 0% ADJ dan ADJ dan 1% ADJ dan ADJ dan 2% ADJ dan
KLT 0.5% KLT KLT 1.5% KLT KLT 2.5% KLT
Variasi Beton

Gambar 4.25: Beban Lentur Rata-Rata Beton

Berdasarkan hasil pengujian diperoleh bahwa nilai beban lentur optimum terjadi
pada beton ADJ dengan penambahan serat kulit luar tebu 0,5% sebesar 2400,571 𝑁 dan
seiring bertambahnya serat maka beban lentur yang terjadi pada beton semakin berkurang.

119
4.5.2 Kuat Lentur

Kekuatan lentur yang terjadi pada beton diperoleh dengan menggunakan


persamaan 𝑀𝑜𝑅 dimana digunakan beban lentur dari hasil pengujian. Adapun kuat lentur
rata-rata yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 4.17, Gambar 4.26 dan Gambar 4.27.

Tabel 4.17: Kuat Lentur Rata-Rata Beton Normal dan ADJ dengan penambahan serat
Kuat Lentur
VARIASI
Rata-Rata
(%) (MPa)
Normal 5.366
ADJ dan 0% KLT 5.560
ADJ dan 0.5% KLT 5.826
ADJ dan 1% KLT 5.250
ADJ dan 1.5% KLT 5.163
ADJ dan 2% KLT 5.135
ADJ dan 2.5% KLT 5.131

KUAT LENTUR RATA-RATA PELAT BETON


NORMAL DAN ADJ + KLT UMUR 28 HARI
6.0 5.826
Kuat Lentur (MPa)

5.8 5.560
5.6 5.366
5.4 5.250
5.163 5.135 5.131
5.2
5.0
4.8
4.6
4.4
4.2
4.0
Normal ADJ dan ADJ dan ADJ dan ADJ dan ADJ dan ADJ dan
0% KLT 0.5% KLT 1% KLT 1.5% KLT 2% KLT 2.5% KLT
Variasi Beton

Gambar 4.26: Kuat Lentur Rata-Rata Beton Normal dan ADJ dengan penambahan serat

120
KUAT LENTUR RATA-RATA PELAT BETON
NORMAL DAN ADJ + KLT UMUR 28 HARI
6.0 5.826
5.8
5.560
5.6
Kuat Lnetur (MPa) 5.366
5.4 5.250
5.163 5.135 5.131
5.2
5.0
4.8
4.6
4.4
4.2
4.0
Normal ADJ dan ADJ dan ADJ dan ADJ dan ADJ dan ADJ dan
0% KLT 0.5% KLT 1% KLT 1.5% KLT 2% KLT 2.5% KLT

Variasi Beton

Gambar 4.27: Kuat Lentur Rata-Rata Beton Normal dan ADJ dengan penambahan serat

Berdasarkan perhitungan 𝑀𝑜𝑅 diperoleh kekuatan lentur paling besar terjadi pada
beton ADJ dengan penambahan serat kulit luar tebu 0,5% sebesar 5,825 𝑀𝑃𝑎. Kekuatan
lentur yang terjadi pada penambahan serat 0,5% meningkatkan kekuatan lentur beton
normal sebesar 8,56% serta meningkatkan 4,78% dari kekuatan lentur beton ADJ tanpa
penggunaan serat. Akan tetapi seiring bertambahnya serat maka kekuatan lentur semakin
menurun. Dimungkinkan bahwa penggunaan serat berlebih pada beton menyebabkan
kepadatan beton yang berkurang sehingga kekuatan lentur beton menurun. Oleh karena itu
penggunaan serat kulit luar tebu yang menghasilkan kekuatan lentur optimum hanya
sebanyak 0,5% dari berat semen awal.

4.5.3 Lendutan

4.5.3.1 Lendutan Akhir

Lendutan terjadi akibat pelat beton yang diberikan beban. Lendutan yang terjadi
pada pengujian kuat lentur dapat dilihat Tabel 4.18, Gambar 4.28 dan Gambar 4.29.

121
Tabel 4.18: Lendutan Akhir Rata-Rata Beton Normal dan ADJ + KLT
Lendutan
VARIASI
Akhir
(%) (mm)
Normal 1.98
ADJ dan 0% KLT 2.186
ADJ dan 0.5% KLT 2.286
ADJ dan 1% KLT 2.479
ADJ dan 1.5% KLT 2.593
ADJ dan 2% KLT 2.779
ADJ dan 2.5% KLT 2.872

LENDUTAN AKHIR RATA-RATA PELAT BETON


NORMAL DAN ADJ + KLT UMUR 28 HARI
3.2
2.872
2.779
2.9 2.593
2.479
2.6 2.287
Lendutan (mm)

2.186
2.3 1.987
2.0
1.7
1.4
1.1
0.8
0.5
Normal ADJ dan 0% ADJ dan ADJ dan 1% ADJ dan ADJ dan 2% ADJ dan
KLT 0.5% KLT KLT 1.5% KLT KLT 2.5% KLT
Variasi Beton
Gambar 4.28: Lendutan Akhir Rata-Rata Beton Normal dan ADJ + KLT

122
LENDUTAN AKHIR RATA-RATA PELAT BETON
NORMAL DAN ADJ + KLT UMUR 28 HARI
3.2
2.872
2.9 2.779
2.593
2.6 2.479
Lendutan (mm)

2.287
2.3 2.186
1.987
2.0
1.7
1.4
1.1
0.8
0.5
Normal ADJ dan 0% ADJ dan ADJ dan 1% ADJ dan ADJ dan 2% ADJ dan
KLT 0.5% KLT KLT 1.5% KLT KLT 2.5% KLT
Variasi Beton

Gambar 4.29: Lendutan Akhir Rata-Rata Beton Normal dan ADJ + KLT

4.5.3.2 Lendutan Saat Beban Lentur Maksimum

Hasil rata-rata lendutan saat mengalami beban lentur maksimum setiap variasi
beton normal dan beton ADJ dengan penambahan serat dapat dilihat pada Tabel 4.19,
Gambar 4.30 dan Gambar 4.31.

Tabel 4.19: Lendutan pada Beban Lentur Maksimum Beton Normal dan ADJ + KLT
Lendutan pada
VARIASI
Pmax
(%) (mm)
Normal 1.442
ADJ dan 0% KLT 1.4532
ADJ dan 0.5% KLT 1.5149
ADJ dan 1% KLT 1.654
ADJ dan 1.5% KLT 1.8077
ADJ dan 2% KLT 1.975
ADJ dan 2.5% KLT 2.12

123
LENDUTAN RATA-RATA PADA BEBAN MAKSIMUM
BETON NORMAL DAN ADJ + KLT UMUR 28 HARI
2.3 2.12
1.975
2 1.8077
1.654
Lendutan (mm)
1.7 1.5149
1.442 1.4532
1.4

1.1

0.8

0.5
Normal ADJ dan 0% ADJ dan ADJ dan 1% ADJ dan ADJ dan 2% ADJ dan
KLT 0.5% KLT KLT 1.5% KLT KLT 2.5% KLT
Variasi Beton

Gambar 4.30: Lendutan pada Beban Maksimum Beton Normal dan ADJ + KLT

LENDUTAN RATA-RATA PADA BEBAN MAKSIMUM


BETON NORMAL DAN ADJ + KLT UMUR 28 HARI
2.3
2.12
1.975
2
1.8077
Lendutan (mm)

1.654
1.7
1.5149
1.442 1.4532
1.4

1.1

0.8

0.5
Normal ADJ dan 0% ADJ dan ADJ dan 1% ADJ dan ADJ dan 2% ADJ dan
KLT 0.5% KLT KLT 1.5% KLT KLT 2.5% KLT
Variasi Beton

Gambar 4.31: Lendutan pada Beban Maksimum Beton Normal dan ADJ + KLT

4.5.3.3 Gabungan Lendutan Saat Beban Lentur Maksimum dan Lendutan Akhir

Hasil gabungan lendutan saat beban lentur maksimum dan lendutan akhir setiap
variasi beton normal dan beton ADJ dengan penambahan serat dapat dilihat pada Tabel
4.20, Gambar 4.32

124
Tabel 4.20: Gabungan Lendutan pada Beban Maksimum dan Lendutan akhir
Lendutan Lendutan
VARIASI
pada Pmax Akhir
(%) (mm) (mm)
Normal 1.442 1.9869
ADJ dan 0% KLT 1.4532 2.186467
ADJ dan 0.5% KLT 1.5149 2.2867
ADJ dan 1% KLT 1.654 2.479233
ADJ dan 1.5% KLT 1.8077 2.5928
ADJ dan 2% KLT 1.975 2.7788
ADJ dan 2.5% KLT 2.12 2.871993

GABUNGAN LENDUTAN AKHIR DAN LENDUTAN


PADA SAAT BEBAN MAKSIMUM
3.5
2.779 2.872
3.0
2.479 2.593
2.287
Lendutan (mm)

2.5 2.186 2.120


1.987 1.975
2.0 1.808
1.654
1.442 1.453 1.515
1.5

1.0

0.5

0.0
Normal ADJ dan ADJ dan ADJ dan ADJ dan ADJ dan ADJ dan
0% KLT 0.5% KLT 1% KLT 1.5% KLT 2% KLT 2.5% KLT
Variasi Beton
Ledutan saat Pmax Lendutan Akhir

Gambar 4.32: Gabungan Lendutan pada Beban Maksimum dan Lendutan akhir

Berdasarkan Gambar 4.32 terlihat bahwa lendutan akhir dan lendutan pada saat
beban maksimum mengalami kenaikan nilai seiring bertambahnya persentase serat.
Penambahan serat 0,5% pada beton menambahkan kekuatan lentur namun setelah itu
kekuatan lentur menurun yang dimungkinkan karena serat yang mengurangi kepadatan
beton. Namun serat dapat membantu beton dalam menahan lendutan yang terjadi hingga
mengalami keruntuhan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.20 dan Gambar 3.32 dimana
setiap kenaikan variasi serat akan menghasilkan nilai lendutan yang semakin tinggi.

125
4.5.4 Hubungan Beban dan Lendutan

Adapun grafik hubungan antara beban dan lendutan dari sampel yang
mewakili setiap variasi dapat dilihat pada Tabel 4.21 – Tabel 4.27 dan Gambar 4.33–
Gambar 4.39. Untuk grafik hubungan antara beban dan lendutan gabungan dari
semua variasi dapat dilihat pada Gambar 4.40.
a. Beton Normal
Tabel 4.21: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Sampel Beton Normal
Lendutan Beban Lentur
(mm) (N)
0 0
0.1795 361.2765662
0.3788 698.338674
0.578 1236.105349
0.7773 1707.011282
0.9768 2103.84122
1.1762 2232.090915
1.3754 1187.845712
1.5747 599.5618396
1.794 341.4934827

Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton Normal

2500

2000
Beban Lentrur (N)

1500

1000

500

0
0 0.5 1 1.5 2
Lendutan (mm)

Gambar 4.33: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton Normal

126
b. Beton ADJ

Tabel 4.22: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ


Lendutan Beban Lentur
(mm) (N)
0 0
0.1197 220.0764
0.2989 517.5896
0.5381 1003.069
0.7773 1543.537
1.0766 1883.648
1.4152 2240.671
1.6544 1470.195
1.9137 691.4313
2.1732 339.5493

Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ


2500

2000
Beban Lentur (N)

1500

1000

500

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Lendutan (mm)

Gambar 4.34: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Sampel Beton ADJ

127
c. Beton ADJ + 0,5% KLT

Tabel 4.23: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ + 0,5% KLT
Lendutan Beban Lentur
(mm) (N)
0 0
0.1994 398.259
0.4187 849.879
0.6381 1465.56
0.85754 2271.39
1.07682 2622.06
1.29634 1348.64
1.51578 677.639
1.7352 464.916
1.9347 398.965

Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ +


0,5% KLT
3000

2500
Beban Lentur (N)

2000

1500

1000

500

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Lendutan (mm)

Gambar 4.35: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ + 0,5%

128
d. Beton ADJ + 1% KLT

Tabel 4.24: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ + 1% KLT
Lendutan Beban Lentur
(mm) (N)
0 0
0.1197 234.6832
0.4187 821.2906
0.8173 1416.749
1.1961 2385.38
1.4324 2570.327
1.6345 926.7376
1.794 583.8549
1.8738 494.2421
1.9735 391.388

Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ +


1% KLT
3000

2500
Beban Lentur (N)

2000

1500

1000

500

0
0 0.5 1 1.5 2
Lendutan (mm)

Gambar 4.36: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ + 1% KLT

129
e. Beton ADJ + 1,5% KLT

Tabel 4.25: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ + 1,5% KLT
Lendutan Beban Lentur
(mm) (N)
0 0
0.2195 180.4431
0.45886 522.6325
0.69828 1056.891
0.8379 1505.113
1.177 2252.282
1.31658 2016.378
1.59584 640.622
1.8951 459.7791
2.1143 309.0395

Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ +


1,5% KLT

2500

2000
Beban Lentur (N)

1500

1000

500

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Lendutan (mm)

Gambar 4.37: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ + 1,5% KLT

130
f. Beton ADJ + 2% KLT

Tabel 4.26: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ + 2% KLT
Lendutan Beban Lentur
(mm) (N)
0 0
0.2392 369.6847
0.4983 748.2676
0.7573 1243.026
1.0367 1793.197
1.3356 2023.096
1.5349 1104.207
1.7741 551.9555
2.03342 446.8813
2.23318 345.2598

Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ +


2% KLT
2500

2000
Beban Lentur (N)

1500

1000

500

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Lendutan (mm)

Gambar 4.38: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan pada Beton ADJ + 2% KLT

131
g. Beton ADJ + 2,5% KLT

Tabel 4.27: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ + 2,5% KLT
Lendutan Beban Lentur
0 0
0.6378 152.0529
0.8971 503.9331
1.0167 738.7655
1.2359 1369.419
1.4351 1924.94
1.5946 1458.875
1.9536 467.2554
2.233 321.6201
2.3727 289.7056

Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ +


2,5% KLT
2500

2000
Beban Lentur (N)

1500

1000

500

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Lendutan (mm)

Gambar 4.39: Hubungan Beban Lentur dan Lendutan Beton ADJ + 2,5% KLT

132
GRAF IK H UBUNGAN ANTARA BEBAN DAN
LENDUTAN BETO N NO RM AL DAN BETO N ADJ +
KLT
NORMAL 0% 0,5% 1% 1,5% 2% 2,5%
3000

2500
Beban Lentur (N)

2000

1500

1000

500

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Lendutan (mm)

Gambar 4.40: Hubungan Beban Dan Lendutan Beton Normal Dan Beton ADJ + KLT

Berdasarkan Gambar 4.40 dapat dilihat hubungan beban lentur yang diberikan
dengan lendutan yang terjadi dimana seiring penambahan kekuatan maka lendutan akan
semakin besar hingga beban mencapai maksimum dan kekuatan yang diberikan akan
berkurang dan berhenti terbeban hingga mencapai lendutan akhir.

Pada beton normal dapat terlihat bahwa lendutan akhir yang terjadi adalah yang
paling kecil dari seluruh variasi yang terjadi. Pada beton ADJ dengan penambahan serat
2,5% dapat terlihat bahwa lendutan akhir yang terjadi merupakan yang terbesar dari
seluruh variasi, beban lentur maksimum yang dapat diterima beton lebih kecil dari seluruh
variasi beton ADJ dengan penambahan serat namun lendutan yang terjadi tetap dapat
ditahan oleh serat hingga mencapai lendutan akhir sebesar 2,37 𝑚𝑚. Dimungkinkan
distribusi serat yang merata secara acak pada beton menambah kemampuan beton dalam
menahan lendutan yang terjadi.

133
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian mengenai pengaruh penggunaan serat kulit luar tebu
terhadap kuat tekan dan lentur beton abu daun jagung diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Berdasarkan hasil pengujian komposisi kimia dari Abu Daun Jagung di Pusat
Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) diketahui bahwa abu daun jagung memiliki
kandungan silika oksida (𝑆𝑖𝑂2 ) sebesar 63,32%.
2. Berdasarkan hasil pengujian kuat tarik serat tebu dari 3 jenis tebu yaitu Tebu Merah,
Tebu Kampung dan Tebu Kuning diperoleh kekuatan tarik serat optimum pada Tebu
Merah.
3. Berdasarkan hasil pengujian tekan beton Abu Daun Jagung pada umur 28 hari dengan
variasi 5%, 10% dan 15% dan 20% diperoleh kekuatan tekan rata-rata paling optimum
pada variasi 15% abu daun jagung dari berat awal semen.
4. Penggunaan serat kulit luar tebu pada beton Abu Daun Jagung menurunkan nilai slump
flow self compacting concrete karena serat melakukan penyerapan air dalam campuran
beton segar.
5. Penggunaan serat kulit luar tebu pada beton Abu Daun Jagung menurunkan berat
volume beton. Serat yang mengisi volume beton menggantikan material penyusun
beton lainnya dan menjadikan kepadatan beton beton berkurang.
6. Kekuatan tekan rata-rata beton meningkat hingga persentase 0,5% serat kulit luar tebu
namun terjadi penurunan seiring penambahan serat.
7. Kekuatan lentur rata-rata beton meningkat sampai persentase 0,5% serat kulit luar tebu
namun terjadi penurunan seiring penambahan serat.
8. Lendutan ketika terjadi keruntuhan akan semakin besar seiring dengan penambahan
serat. Lendutan optimum terjadi pada beton abu daun jagung dengan variasi 2,5% serat
kulit luar tebu.

134
5.2 Saran
Dari hasil penelitian pengaruh penggunaan serat kulit luar tebu terhadap kuat tekan
dan lentur beton abu daun jagung, saran yang dapat dikemukakan untuk penelitian lebih
lanjut adalah:

1. Melakukan penelitian lebih lanjut terhadap kuat tarik serat jenis tebu yang lainnya
untuk memperoleh kuat tekan dan lentur beton yang lebih baik.
2. Melakukan penelitian lebih lanjut terhadap penggunaan ADJ yang diperhalus
sebagai material beton ADJ dengan penambahan serat kulit luar tebu.
3. Melakukan penelitian lebih lanjut terhadap penggunaan ADJ sebagai substitusi
parsial semen pada beton dengan penambahan serat kulit luars tebu.
4. Melakukan variasi umur beton yang melebihi 28 hari pada benda uji beton ADJ
dengan penambahan serat kulit luar tebu.
5. Menggunakan wadah pembakaran daun jagung khusus dengan pengaturan suhu
agar diperoleh abu dengan kualitas yang lebih baik.

135
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, I. A., Pertiwi, N., & Taufiq, N. A. S. (2017). Beton Ramah Lingkungan. Journal
of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Aiyub. (2011). Pembuatan dan Pengujian Benda Uji Pada proses pengecoran untuk
pembuatan benda uji kubus dengan ukuran panjang 15 cm , tinggi 30 cm . Jumlah
masing-masing bahan untuk satu kali pengecoran di sesuaikan dengan jumlah
benda uji yang akan di buat dan ka. 3(1), 20–27.

Alkhaly, Y. R., & Fedriansyah, Y. (2018). Kuat Tekan Beton Yang Mengandung Abu
Ampas Kopi Dengan Bahan Tambah Superplasticizer. Teras Jurnal, 8(1), 360.

As’ad, S. (2008). Teknologi Beton Serat.

Assalam, M. F., Hardian, M. F., & Amalia. (2019). TAMBAH ABU SEKAM PADI. (2).

Astawa, M. D. (2018). STRUKTUR BETON FIBER (Bagian Materi Sruktur Beton I).

ASTM C33-99. (1999). Concrete Aggregates 1.

Cain, J. C. (1994). Mineral admixtures. 500–518.

Carrasquillo, P. M. (2006). Concrete strength testing. ASTM Special Technical


Publication, 169 D-STP, 125–140.

Ervianto, W. I. (2012). Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau.

Fakhrunisa, N., Djatmika, B., & Karjanto, A. (2018). Kajian penambahan abu bonggol
jagung yang ber- variasi dan bahan tambah superplasticizer terha- dap sifat fisik
dan mekanik beton memadat sendiri (self – compacting concrete). 23(2), 9–18.

Fathi, H., & Fathi, A. (2015). Sugar beet fiber and Tragacanth gum effects on concrete.
Journal of Cleaner Production, 112, 808–815.

Handani, S., Mahyudin, A., & Sabardi, W. (2009). Pengaruh Panjang Serat Sabut Kelapa
terhadap Kuat Tekan dan Kuat Lentur Beton. Jurnal Ilmu Fisika | Universitas
Andalas, Vol. 1, hal. 26–30.

Hardjasaputra, H., Marcia, D., & Rachmansyah. (2018). Pengaruh Abu Ampas Tebu
Sebagai Pozzolan Pada Campuran Beton Normal Dan Beton Uhpc Terhadap Kuat

136
Tekan Dan Kuat Lentur Beton. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, 151–156.

Landgren, R. (2009). Unit Weight, Specific Gravity, Absorption, and Surface Moisture.
Significance of Tests and Properties of Concrete and Concrete-Making Mate rials,
421-421–428.

Maryoto, A., & Pamudji, G. (2008). Program Studi Teknik Sipil Unsoed. Dinamika
Rekayasa, 4(1), 41–49.

Mohammed, B. S., Aswin, M., Liew, M. S., & Zawawi, N. A. W. A. (2019). Structural
Performance of RC and R-ECC Dapped-End Beams Based on the Role of Hanger or
Diagonal Reinforcements Combined by ECC. International Journal of Concrete
Structures and Materials, Vol. 13.

Mulyono, T. (2003). Teknologi Beton. In Penerbit Andi.

Nasri, Subagyono, R. R. D. J. N., & Gunawan, R. (2017). Sintesis Silika Mesopori Sba-
15 Dari Abu Daun Jagung (Zea Mays L). Jurnal Kimia Mulawarman, 15(1), 60.

Nugraha, P. (2007). Teknologi Beton dari Material, Pembuatan, ke Beton Kinerja Tinggi.
Universitas Kristen Indonesia, Andi Offset, Yogjakarta.

Nugroho, P. A., Mustaqim, & Rusnoto. (2012). Analisa Sifat Mekanik Komposit Serat
Tebu dengan Matrik Resin Epoxy. Jurnal Engineering - FT. Universitas Pancasakti
Tegal, 4(1), 56–64.

Pane, F. P., Tanudjaja, H., & Windah, R. S. (2015). Pengujian Kuat Tarik Lentur Beton
Dengan Variasi Kuat Tekan Beton. Jurnal Sipil Statik, 3(5), 313–321.

Rayyana, N., Afifuddin, M., & Idris, Y. (2019). Pengaruh Substitusi Campuran Abu
Ampas Tebu dan Abu Sekam Padi sebagai Pengganti Semen terhadap Kuat Tekan
Beton Mutu Tinggi pada Lingkungan yang Berbeda. 1(1), 32–37.

Retnani, Y., Basymeleh, S., & Herawati, L. (2009). Pengaruh Jenis Hijauan Pakan Dan
Lama Penyimpanan Terhadap Sifat Fisik Wafer. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu
Peternakan Universitas Jambi, XII(4), 196–202.

Shetty, M. . (1992). CONCRETE TECHNOLOGY THEORY AND PRACTICE Branches :

Simanjuntak, J. O., & Saragih, T. E. (2015). Hubungan Perawatan Beton Dengan Kuat

137
Tekan (Pengujian Laboratorium). (3).

SNI 03-1974-1990. (n.d.). SNI 03-1974-1990 Metode Pengujian Kuat Tekan Beton.
Badan Standardisasi Nasional Indonesia.

SNI 03-2834-. (2000). SNI 03-2834-2000: Tata cara pembuatan rencana campuran beton
normal. Sni 03-2834-2000, 1–34.

SNI 03-2847. (2002). Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung.
Bandung: Badan Standardisasi Nasional.

SNI 03-3976-1995. (n.d.). BAB I Ruang Lingkup Ruang Lingkup Pengertian BAB II
PERSYARATAN-PERSYARATAN Bahan Peralatan Pelaksanaan. TATA CARA
PENGADUKAN PENGECORAN BETON, 1–16.

SNI 2049-2015. (n.d.). SNI 2049-2015. Standar Nasional Indonesia Semen portland. 1–
147.

SNI 4431:2011. (2011). Cara uji kuat lentur beton normal dengan dua titik pembebanan.
Standar Nasional Indonesia, 16.

SNI1974-2011. (n.d.). Cara Uji Kuat Tekan Beton dengan Benda Uji Silinder. Badan
Standardisasi Nasional Indonesia, 20.

Srinivasan, R., & Sathiya, K. (2010). Experimental Study on Bagasse Ash in Concrete.
International Journal for Service Learning in Engineering, Humanitarian
Engineering and Social Entrepreneurship, 5(2), 60–66.

Steven, H. K., Beatrix.K, & William, C. P. (2002). Design and Control

Sugiharto, H., Kusuma, G. H., Himawan, A., & Darma, D. S. (2001). Penggunaan Fly
Ash Dan Viscocrete Pada Self Compacting Concrete. Civil Engineering Dimension,
3(1), 30–35.

World Business Council for Sustainable Development. (2003). Sustainability initiative.


World Cement, 34(4), 43–44.

Worrell, E., Price, L., Martin, N., Hendriks, C., & Meida, L. O. (2001). Carbon dioxide
emissions from the global cement industry. Annual Review of Energy and the
Environment, 26(June), 303–329.

138
Yanti, G., Zainuri, & Megasari, S. W. (2019). Kajian pemanfaatan limbah serat daun
nanas pada kuat tekan dan kuat lentur beton. 5(2).

139
LAMPIRAN 1
PEMERIKSAAN BAHAN

140
KOMPOSISI KIMIA ABU DAUN SERAI (ADS)

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Lokasi Pengujian :-

Abu Daun Jagung Semen Padang


Parameter
(%) Tipe I (%)
SiO2 62,32 21,94
Al2O3 1,89 5,46
Fe2O3 0,26 3,43
CaO 7,04 0,78
MgO 2,14 65,07

141
KOMPOSISI KIMIA ABU DAUN JAGUNG (ADJ)

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Lokasi Pengujian : Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan

142
PENGUJIAN KUAT TARIK SERAT KULIT LUAR TEBU

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Lokasi Pengujian : Laboratorium Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan USU.

Kuat Tarik
Jenis Tebu Kuat Tarik
Rata-Rata
59.99
Tebu Kampung 46.67 50.757
45.613
73.155
Tebu Merah 96.314 85.483
86.981
66.566
Tebu Kuning 80.02 78.566
89.113

Mengetahui,
Asisten Laboratorium THH
Fakultas Kehutanan USU

(Robi Hidayat)

143
ANALISA AYAKAN AGREGAT HALUS UNTUK MATERIAL BETON

(SNI 03 -1968 - 1990)

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Tanggal Pengujian : 12 Maret 2020

Berat Bahan Kering : 1000 gram


Jumlah Persen
Berat Jumlah Berat
Saringan Tertahan Tertahan
(gram) (gram) Tertahan Lewat

9.52 (3/8") 0.00 0.00 0.00 100.00


No. 4 19.00 19.00 1.90 98.10
No. 8 178.00 197.00 19.70 80.30
No. 16 233.00 430.00 43.00 57.00
No. 30 135.00 565.00 56.50 43.50
No. 50 184.00 749.00 74.90 25.10
No. 100 159.00 908.00 90.80 9.20
PAN 92.00 1000.00 100.00 0.00

Hasil pemeriksaan:

Modulus kehalusan pasir (FM): 2,87

Agregat halus termasuk zona 2

Pasir dapat dikategorikan dalam pasir sedang.

Mengetahui,
Asisten Laboratorium Beton
Teknik Sipil USU

(Eka Fadli Rasyid)

144
BERAT JENIS AGREGAT HALUS UNTUK MATERIAL BETON
(SNI 03 -1969 - 1990)

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Tanggal Pengujian : 12 Maret 2020

Pengujian Penyerapan Air Agregat Kasar I Satuan


Berat benda uji kering permukaan jenuh (SSD) 500 500 Gram
Berat benda uji kering-oven Bk 455 Gram
Berat piknometer diisi air (29oC) B 674 Gram
Berat piknometer + benda uji (SSD) + air (29°C) Bt 950 Gram

Pengujian Penyerapan Air


I Satuan
Agregat Halus
500
Berat jenis SSD 2,23 -
(B+500-Bt)
Bk
Berat jenis kering 1,99 -
(B+500-Bt)
Berat jenis semu
Bk 2,63 -
(B+Bk-Bt)

Hasil pengujian memenuhi syarat yaitu, berat jenis kering < berat jenis SSD <
berat jenis semu.

Mengetahui,
Asisten Laboratorium Beton
Teknik Sipil USU

(Eka Fadli Rasyid)

145
ANALISA AYAKAN AGREGAT KASAR UNTUK MATERIAL BETON (SNI 03 -
1968 - 1990)

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Tanggal Pengujian : 12 Maret 2020

Berat Bahan Kering : 2000 gram


Jumlah Jumlah Persen
Berat
Berat
Saringan Tertahan
Tertahan Tertahan Lewat
(gram)
(gram)
38.10 (1 1/2") 0.00 0.00 0.00 100.00
19.10 (3/4") 0.00 0.00 0.00 100.00
12.70 (1/2") 8.00 8.00 0.40 99.60
9.52 (3/8") 201.00 209.00 10.45 89.55
No. 4 1283.00 1492.00 74.60 25.40
No. 8 251.00 1743.00 87.15 12.85
No. 16 85.00 1828.00 91.40 8.60
No. 30 41.00 1869.00 93.45 6.55
No. 50 54.00 1923.00 96.15 3.85
No. 100 47.00 1970.00 98.50 1.50
PAN 30.00 2000.00 100.00 0.00

Hasil Pemeriksaan:
Modulus kehalusan kerikil (FM): 5,52

Mengetahui,
Asisten Laboratorium Beton
Teknik Sipil USU

(Eka Fadli Rasyid)

146
BERAT JENIS AGREGAT KASAR UNTUK MATERIAL BETON
(SNI 03 -1969 - 1990)

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Tanggal Pengujian : 12 Maret 2020

Pengujian Penyerapan Air Agregat Kasar I Satuan

Berat benda uji kering-permukaan jenuh (SSD) Bj 1500 Gram


Berat benda uji kering Bk 1481 Gram
Berat benda uji di dalam air Ba 937,2 Gram

Perhitungan Pengujian Penyerapan Air


I Satuan
Agregat Kasar
Bj
Berat jenis SSD 2,67 -
Bj−Ba

Bk
Berat jenis kering 2,63 -
Bj−Ba

Bk
Berat jenis semu 2,72 -
Bk−Ba

Hasil pengujian memenuhi syarat yaitu, berat jenis kering < berat jenis SSD < berat
jenis semu.

Mengetahui,
Asisten Laboratorium Beton
Teknik Sipil USU

(Eka Fadli Rasyid)

147
LAMPIRAN II
PERENCANAAN CAMPURAN BETON (MIX DESIGN)

148
PERENCANAAN CAMPURAN BETON (MIX DESIGN)
(SNI-03-2834-2000)

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107
Judul : Pengaruh Penggunaan Serat Kulit Luar Tebu Terhadap
Kuat Tekan Dan Lentur Beton Abu Daun Jagung
Semen : Semen Padang Tipe I (OPC)
Agregat Kasar : Batu Pecah 1:2 PT. KRATON
Agregat Halus : Pasir PT. KRATON
Air : PDAM Laboratorium Bahan dan Rekayasa Beton, USU
Pengujian Agregat : Terlampir

1. Kuat tekan sudah ditetapkan 20-30 MPa untuk umur 28 hari.

2. Perencanaan faktor air semen

Dalam penelitian ini, faktor air semen langsung ditetapkan sebesar 0,60.

3. Faktor air semen maksimum, dalam hal ini ditetapkan 0,60 sesuai Tabel 1. Nilai fas
terendah yang dipakai.

Tabel 1: Persyaratan Fas maksimum dan Jumlah Semen Minimum


Jumlah Semen Minimum
Lokasi Nilai fas Maksimum
per m3 Beton (kg)
Beton dalam ruang bangunan
a. Keadaan keliling non-
korosif 275 0,60
b. Keadaan keliling korosif
yang disebabkan oleh
kondensasi atau uap
korosif 325 0,52
Beton di luar ruangan
a. Tidak terlindung
darihujan dan terik
matahari langsung 325 0,60
b. Terlindung dari huja
dan terik matahari
langsung 275 0,60

149
4. Slump ditetapkan setinggi: 60-180 mm.
5. Ukuran agregat maksimum ditetapkan 10 mm.
6. Untuk mendapatkan nilai kadar air bebas, periksalah Tabel 2 yang dibuat untuk agregat
gabungan alami yang berupa batu pecah.
Tabel 2: Perkiraan Kadar Air Bebas (kg/m3)
AGREGAT SLUMP
Diameter 1-3
0-1 cm 3-6 cm 6-18 cm
Maksimum cm
10 Tidak Pecah 150 180 205 225
Pecah 180 205 230 250
20 Tidak Pecah 135 160 180 195
Pecah 170 190 210 225
40 Tidak Pecah 115 140 160 175
Pecah 155 175 190 205

7. Pemakaian semen sebanyak : 455 kg/m3


8. Jumlah semen maksimum: tidak ditentukan, jadi dapat diabaikan.
9. Kadar semen minimum: ditetapkan 275 kg/m3 sesuai dengan Tabel 1. Jika kadar semen
yang diperoleh dari perhitungan 7 belum mencapai syarat minimum yang ditetapkan,
maka harga minimum ini harus dipakai dan faktor air semen yang baru perlu
disesuaikan.
10. Faktor air semen yang disesuaikan (dalam hal ini dapat diabaikan, karena syarat
minimum kadar semen sudah dipenuhi).
11. Susunan butir gradasi agregat halus (dari hasil analisis ayakan didapat bahwa pasir
berada pada zona 2). Zona gradasi pasir dapat dilihat pada Tabel 3, dan persentase
kumulatif lolos pasir dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3: Zona Gradasi Pasir
UKURAN ZONA 1 ZONA 2 ZONA 3 ZONA 4
AYAKAN MAX MIN MAX MIN MAX MIN MAX MIN
No. 100 10 0 10 0 10 0 15 0
No. 50 20 5 30 8 40 12 50 15
No. 30 34 15 59 35 79 60 100 80
No. 16 70 30 90 55 100 75 100 90
No. 8 95 60 100 75 100 85 100 95
No. 4 100 90 100 90 100 90 100 95
9.52 (3/8") 100 100 100 100 100 100 100 100

150
Tabel 4: Persentase Kumulatif Lolos Bahan Uji
Bahan Uji
Ukuran Ayakan
Lolos (%)
No. 100 9,5
No. 50 25,1
No. 30 43,5
No. 16 57,0
No. 8 80,3
No. 4 98,1
9.52 (3/8") 100,0

151
Gambar 1: Grafik Gradasi Agregat Halus

12. Persentase Agregat Halus


Persentase pasir berdasarkan Gambar 3. untuk kelompok ukuran butir agregat
maksimum 10 mm pada nilai slump 60 – 180 mm dan nilai faktor air semen 0,55.
Untuk agregat halus (pasir) yang termasuk daerah susunan butir zona 2 diperoleh nilai
antara 46,5% – 59%.

Tabel 5: Persentase Kumulatif Lolos Bahan Uji


Agregat Maksimum (mm) Faktor Zona II
Pasir
10 Min 46.5%
Max 59.0%

152
59,0

46,5

Gambar 2: Persen Pasir Terhadap Kadar Total Agregat untuk Ukuran Butir
10 mm

Gradasi Asli % Lolos Gradasi Campuran %


Ayakan Pasir Kerikil Pasir Kerikil Total
PT. KRATON PT.KRATON 46.7% 53.3%
1 1/2" 100.00 100.00 47 53.3 100
3/4" 100.00 99.60 47 53 100
3/8" 100.00 89.55 47 47.73 94.43
No. 4 98.10 25.40 45.81 13.54 59.35
No. 8 80.30 12.85 37.50 6.85 44.35
No. 16 57.00 8.60 26.62 4.58 31.20
No. 30 43.50 6.55 20.31 3.49 23.81
No. 50 25.10 3.85 11.72 2.05 13.77
No. 100 9.20 1.50 4.30 0.80 5.09

Dalam penelitian ini, persentase agregat halus yang dipakai sebesar 46,7 %

153
Gambar 3: Batas Gradasi Agregat Gabungan untuk Besar Butir Maksimum
(10 mm)
13. Perhitungan Berat Jenis Relatif Agregat
Tabel 7: Berat Jenis Relatif Agregat
Agregat
No Uraian Gabungan
Halus Kasar
1 Berat Jenis SSD 2,62 3,11
2 Komposisi Agregat 46,7 53,3 2.88
3 B.J Agregat Campuran 1,22 1.66

14. Berat Jenis Beton

2,88
2451

250

Gambar 4: Perkiraan Berat Jenis Beton

154
Berat jenis beton diperoleh dari Gambar 4 dengan membuat grafik linear baru sesuai
dengan berat jenis agregat gabungan yaitu 2,46. Titik potong grafik baru dengan garis
tegak lurus kadar air bebas yang nilainya 250 kg/m akan menghasilkan nilai berat jenis
beton yang direncanakan yaitu sebesar 2451 kg/m3.

15. Kadar agregat gabungan adalah berat jenis beton dikurangi dengan jumlah kadar semen
dan jumlah air = 2452 – 455 – 272 = 1725 kg/m3
16. Kadar agregat halus = 0,467 x 1725 = 806 kg/m3
17. Kadar agregat kasar = 1725 – 806 = 920 kg/m3
18. Komposisi campuran
a) Semen = 455 kg/m3
b) Pasir = 806 kg/m3
c) Kerikil = 920 kg/m3
d) Air = 273 kg/m3

155
Berikut tabel rancangan campuran beton hasil analisa berdasarkan SNI 03-2834-
2000.

Tabel 8: Perencanaan Campuran Beton


No Uraian Tabel/Grafik/Perhitungan Nilai Satuan
Kuat Tekan yang
1 Ditetapkan 20-30 MPa
diisyaratkan
2 Faktor Air Semen Ditetapkan 0,60 -
Faktor Air Semen
3 Ditetapkan 0,60 -
Maksimum
4 Slump Ditetapkan 60-180 mm
Ukuran Agregat
5 Ditetapkan 10 mm
Maksimum
6 Kadar Air Bebas Tabel 1 250 kg/m3
7 Jumlah Semen 6:2 455 kg/m3
Jumlah Semen
8 Diabaikan - -
Maksimum
Jumlah Semen
9 Ditetapkan 275 kg/m3
Minimum
Faktor Air Semen
10 Ditetapkan 0,60 -
yang Disesuaikan
Susunan Butir Gradasi
11 Gambar 1 -
Agregat Halus Zona 2
Persentase Gambar 2 44,5-57
12 %
Agregat Halus Dipakai (Tabel 4) 46,7
Berat Jenis (%Ag.Halus x
13 Relatif Agregat Bj.Halus)+(%Ag.Kasar x 2,88 -
(SSD) Bj.Kasar)
14 Berat Jenis Beton Gambar 4 2451 kg/m3
Kadar Agregat
15 14-(6+7) 1724 kg/m3
Gabungan
Kadar Agregat
16 12x15 805 kg/m3
Halus
Kadar Agregat
17 15-16 927 kg/m3
Kasar

Komposisi a. Semen 455 kg/m3


18 Campuran (1m3 b. Air 273 kg/m3
beton) c. Agregat Halus 806 kg/m3
d. Agregat Kasar 920 kg/m3

156
Tabel 9: Komposisi Campuran Beton Normal
Berat material per 1 m3:
Faktor Berat/Vol
Material
- (kg/m3)
Semen 1.00 455.00
Air; f.a.s = 0.6 (=0.6*Berat Semen) 0.60 273.00
Pasir 1.77 806.00
Kerikil 2.02 920.00
Berat volume beton 2454.00

Tabel 10: Komposisi Campuran Beton ADJ 5%


Berat material per 1 m3:
Faktor Berat/Vol
Material
- (kg/m3)
Semen 1.00 455.00
Abu daun jagung (ADJ=5%*Berat Semen) 0.050 22.75
Air; f.a.s = 0.6 (=0.6*Berat Semen) 0.60 273.00
Serat kulit tebu (= 0%*Berat Semen) 0.00 0.00
Pasir 1.77 806.00
Kerikil 2.02 920.00
Superplasticizer (SP) = 0.9%*C 0.009 4.10
Berat volume beton 2480.85

Tabel 11: Komposisi Campuran Beton ADJ 10%


Berat material per 1 m3:
Faktor Berat/Vol
Material
- (kg/m3)
Semen 1.00 455.00
Abu daun jagung (ADJ=10%*Berat Semen) 0.100 45.50
Air; f.a.s = 0.6 (=0.6*Berat Semen) 0.60 273.00
Serat kulit tebu (= 0%*Berat Semen) 0.00 0.00
Pasir 1.77 806.00
Kerikil 2.02 920.00
Superplasticizer (SP) = 1%*C 0.010 4.55
Berat volume beton 2504.05

157
Tabel 12: Komposisi Campuran Beton ADJ 15%
Berat material per 1 m3:
Faktor Berat/Vol
Material
- (kg/m3)
Semen 1.00 455.00
Abu daun jagung (ADJ=15%*Berat Semen) 0.150 68.25
Air; f.a.s = 0.6 (=0.6*Berat Semen) 0.60 273.00
Serat kulit tebu (= 0%*Berat Semen) 0.00 0.00
Pasir 1.77 806.00
Kerikil 2.02 920.00
Superplasticizer (SP) = 1.1%*C 0.011 5.01
Berat volume beton 2527.26

Tabel 13: Komposisi Campuran Beton ADJ 20%


Berat material per 1 m3:
Faktor Berat/Vol
Material
- (kg/m3)
Semen 1.00 455.00
Abu daun jagung (ADJ=20%*Berat Semen) 0.200 91.00
Air; f.a.s = 0.6 (=0.6*Berat Semen) 0.60 273.00
Serat kulit tebu (= 0%*Berat Semen) 0.00 0.00
Pasir 1.77 806.00
Kerikil 2.02 920.00
Superplasticizer (SP) = 1.2%*C 0.012 5.46
Berat volume beton 2550.46

Tabel 14: Komposisi Campuran Beton ADJ Serat 0%


Berat material per 1 m3:
Faktor Berat/Vol
Material
- (kg/m3)
Semen 1.00 455.00
Abu daun jagung (ADJ=15%*Berat Semen) 0.15 68.25
Air; f.a.s = 0.6 (=0.6*Berat Semen) 0.60 273.00
Serat kulit tebu (= 0%*Berat Semen) 0.00 0.00
Pasir 1.77 806.00
Kerikil 2.02 920.00
Superplasticizer (SP) = 1.1%*C 0.011 5.01
Berat volume beton 2527.26

158
Tabel 15: Komposisi Campuran Beton ADJ Serat 0,5%
Berat material per 1 m3:
Faktor Berat/Vol
Material
- (kg/m3)
Semen 1.00 455.00
Abu daun jagung (ADJ=15%*Berat Semen) 0.150 68.25
Air; f.a.s = 0.6 (=0.6*Berat Semen) 0.60 273.00
Serat kulit tebu (= 0.5%*Berat Semen) 0.005 2.28
Pasir 1.77 806.00
Kerikil 2.02 920.00
Superplasticizer (SP) = 1.15%*C 0.0115 5.23
Berat volume beton 2529.76

Tabel 16: Komposisi Campuran Beton ADJ Serat 1%


Berat material per 1 m3:
Faktor Berat/Vol
Material
- (kg/m3)
Semen 1.00 455.00
Abu daun jagung (ADJ=15%*Berat Semen) 0.150 68.25
Air; f.a.s = 0.6 (=0.6*Berat Semen) 0.60 273.00
Serat kulit tebu (= 1%*Berat Semen) 0.01 4.55
Pasir 1.77 806.00
Kerikil 2.02 920.00
Superplasticizer (SP) = 1.2%*C 0.012 5.46
Berat volume beton 2532.26

Tabel 17: Komposisi Campuran Beton ADJ Serat 1,5%


Berat material per 1 m3:
Faktor Berat/Vol
Material
- (kg/m3)
Semen 1.00 455.00
Abu daun jagung (ADJ=15%*Berat Semen) 0.150 68.25
Air; f.a.s = 0.6 (=0.6*Berat Semen) 0.60 273.00
Serat kulit tebu (= 1.5%*Berat Semen) 0.015 6.83
Pasir 1.77 806.00
Kerikil 2.02 920.00
Superplasticizer (SP) = 1.25%*C 0.0125 5.69
Berat volume beton 2534.76

159
Tabel 18: Komposisi Campuran Beton ADJ Serat 2%
Berat material per 1 m3:
Faktor Berat/Vol
Material
- (kg/m3)
Semen 1.00 455.00
Abu daun jagung (ADJ=15%*Berat Semen) 0.150 68.25
Air; f.a.s = 0.6 (=0.6*Berat Semen) 0.60 273.00
Serat kulit tebu (= 2%*Berat Semen) 0.020 9.10
Pasir 1.77 806.00
Kerikil 2.02 920.00
Superplasticizer (SP) = 1.3%*C 0.013 5.92
Berat volume beton 2537.27

Tabel 19: Komposisi Campuran Beton ADJ Serat 2,5%


Berat material per 1 m3:
Faktor Berat/Vol
Material
- (kg/m3)
Semen 1.00 455.00
Abu daun jagung (ADJ=15%*Berat Semen) 0.150 68.25
Air; f.a.s = 0.6 (=0.6*Berat Semen) 0.60 273.00
Serat kulit tebu (= 2.5%*Berat Semen) 0.025 11.38
Pasir 1.77 806.00
Kerikil 2.02 920.00
Superplasticizer (SP) = 1.35%*C 0.0135 6.14
Berat volume beton 2539.77

160
LAMPIRAN III
PENGUJIAN BENDA UJI BETON

161
LEMBAR DATA
PENGUJIAN SLUMP BETON
(SNI 1972:2008)

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Tanggal Pengujian : Sesuai Tanggal Pembuatan Beton

Slump Flow Slump Flow Slump Flow


Variasi Beton
Terkecil Terpanjang Rara-Rata (Cm)
Normal 61 61.6 61.3
0% KLT 71.4 77 77.4
0,5 KLT 67 72 75
1% KLT 68 82 74.2
1,5% KLT 70 70.6 74
2% KLT 76 78.8 70.3
2,5% KLT 71 77 69.5

Mengetahui,
Asisten Laboratorium Beton
Teknik Sipil USU

(Eka Fadli Rasyid)

162
LEMBAR DATA
PENGUJIAN BERAT VOLUME BENDA UJI BETON

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Tanggal Pengujian : Saat Umur Benda Uji Beton 28 Hari

BERAT
VARIASI
VOLUME
(%) (Kg/mᶟ)
Normal 2327.58
ADJ + 0% KLT 2380.54
ADJ + 0,5 KLT 2335.47
ADJ + 1% KLT 2308.25
ADJ + 1,5% KLT 2286.38
ADJ + 2% KLT 2221.09
ADJ + 2,5% KLT 2177.48

Mengetahui,
Asisten Laboratorium Beton
Teknik Sipil USU

(Eka Fadli Rasyid)

163
LEMBAR DATA
PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON ADJ
(SNI 1974:2011)

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Tanggal Pengujian : Saat Umur Benda Uji Beton 28 Hari

ADJ 5%

Kuat
Umur Beban
Kuat Tekan
Benda Beban Rata-
No. Sampel Tekan Rata-
Uji Rata
Rata
(Hari) (kN) (kN) (MPa) (MPa)
1 ADJ 10% BU 1 257.81647 14.5
2 ADJ 10% BU 2 28 353.25 511,7 20.0 16.9
3 ADJ 10% BU 3 289.96032 16.2

164
LEMBAR DATA
PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON ADJ
(SNI 1974:2011)

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Tanggal Pengujian : Saat Umur Benda Uji Beton 28 Hari

ADJ 10%

Kuat
Umur
Beban Kuat Tekan
Benda Beban
No. Sampel Rata-Rata Tekan Rata-
Uji
Rata
(Hari) (kN) (kN) (MPa) (MPa)
1 ADJ 10% BU 1 415.1 23.5
2 ADJ 10% BU 2 28 436.2 511,7 25.2 25.0
3 ADJ 10% BU 3 468.9 26.2

165
LEMBAR DATA
PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON ADJ
(SNI 1974:2011)

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Tanggal Pengujian : Saat Umur Benda Uji Beton 28 Hari

ADJ 15%

Kuat
Umur Beban
Kuat Tekan
Benda Beban Rata-
No. Sampel Tekan Rata-
Uji Rata
Rata
(Hari) (kN) (kN) (MPa) (MPa)
1 ADJ 15% BU 1 497.4615 28.4
2 ADJ 15% BU 2 28 479.94525 482.86463 27.4 27.6
3 ADJ 15% BU 3 471.18713 26.9

166
LEMBAR DATA
PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON ADJ
(SNI 1974:2011)

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Tanggal Pengujian : Saat Umur Benda Uji Beton 28 Hari

ADJ 20%

Kuat
Umur Beban
Kuat Tekan
Benda Beban Rata-
No. Sampel Tekan Rata-
Uji Rata
Rata
(Hari) (kN) (kN) (MPa) (MPa)
1 ADJ 20% BU 1 369.59288 21.1
2 ADJ 20% BU 2 28 375.02291 359.72539 21.4 20.5
3 ADJ 20% BU 3 334.56038 19.1

167
LEMBAR DATA
PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON ADJ
(SNI 1974:2011)

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Tanggal Pengujian : Berdasarkan Umur Beton

Normal

Kuat
Umur Beban
Kuat Tekan
Benda Beban Rata-
No. Sampel Tekan Rata-
Uji Rata
Rata
(Hari) (kN) (kN) (MPa) (MPa)
1 Normal 1 249.9 14.1
2 Normal 2 7 205.9 231.6 11.6 13.1
3 Normal 3 239.0 13.5
4 Normal 1 279.9 15.9
5 Normal 2 14 264.02 263.91 14.8 14.8
6 Normal 3 247.81 13.8
7 Normal 1 336.0 19.0
8 Normal 2 28 318.3 313.3 18.0 17.7
9 Normal 3 285.6 16.1

168
LEMBAR DATA
PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON ADJ
(SNI 1974:2011)

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Tanggal Pengujian : Berdasarkan Umur Beton

Beton ADJ + 0% KLT

Kuat
Umur Kuat
Beban Tekan
Benda Beban Teka
Rata-Rata Rata-
No. Sampel Uji n
Rata
(MPa
(Hari) (kN) (kN) (MPa)
)
1 ADJ + 0% KLT BU 1 339.6 16.9
2 ADJ + 0% KLT BU 2 7 389.8 373.9 14.4 16.4
3 ADJ + 0% KLT BU 3 392.2 17.9
4 ADJ + 0% KLT BU 1 359.7 20.3
5 ADJ + 0% KLT BU 2 14 407.8 373.5 23.0 21.1
6 ADJ + 0% KLT BU 3 353.1 19.9
7 ADJ + 0% KLT BU 1 462.2 25.4
8 ADJ + 0% KLT BU 2 28 413.0 435 23.0 24.0
9 ADJ + 0% KLT BU 3 429.8 23.7

169
LEMBAR DATA
PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON ADJ
(SNI 1974:2011)

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Tanggal Pengujian : Berdasarkan Umur Beton

Beton ADJ + 0,5% KLT

Kuat
Umur
Beban Kuat Tekan
Benda Beban
No. Sampel Rata-Rata Tekan Rata-
Uji
Rata
(Hari) (kN) (kN) (MPa) (MPa)
1 ADJ + 0,5% KLT BU 1 388.2 19.2
2 ADJ + 0,5% KLT BU 2 7 436.1 416.5 22.0 21.1
3 ADJ + 0,5% KLT BU 3 425.3 22.1
4 ADJ + 0,5% KLT BU 1 508.6 21.9
5 ADJ + 0,5% KLT BU 2 14 425.3 456.5 24.6 23.5
6 ADJ + 0,5% KLT BU 3 435.6 24.0
7 ADJ + 0,5% KLT BU 1 444.1 25.1
8 ADJ + 0,5% KLT BU 2 28 501.3 481.2 28.5 27.1
9 ADJ + 0,5% KLT BU 3 498.2 27.8

170
LEMBAR DATA
PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON ADJ
(SNI 1974:2011)

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Tanggal Pengujian : Berdasarkan Umur Beton

Beton ADJ + 1% KLT

Kuat
Umur
Beban Kuat Tekan
Benda Beban
No. Sampel Rata-Rata Tekan Rata-
Uji
Rata
(Hari) (kN) (kN) (MPa) (MPa)
1 ADJ + 1% KLT BU 1 309.9 17.0
2 ADJ + 1% KLT BU 2 7 413.0 380.9 23.3 21.5
3 ADJ + 1% KLT BU 3 419.9 24.2
4 ADJ + 1% KLT BU 1 366.3 20.7
5 ADJ + 1% KLT BU 2 14 343.6 396.3 19.4 22.4
6 ADJ + 1% KLT BU 3 479.1 27.1
7 ADJ + 1% KLT BU 1 488.6 27.3
8 ADJ + 1% KLT BU 2 28 440.6 464.5 24.7 25.9
9 ADJ + 1% KLT BU 3 464.3 25.6

171
LEMBAR DATA
PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON ADJ
(SNI 1974:2011)

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Tanggal Pengujian : Berdasarkan Umur Beton

Beton ADJ + 1,5% KLT

Kuat
Umur
Beban Kuat Tekan
Benda Beban
No. Sampel Rata-Rata Tekan Rata-
Uji
Rata
(Hari) (kN) (kN) (MPa) (MPa)
1 ADJ + 1,5% KLT BU 1 253.7 20.0
2 ADJ + 1,5% KLT BU 2 7 307.0 291.3 17.3 18.3
3 ADJ + 1,5% KLT BU 3 313.3 17.7
4 ADJ + 1,5% KLT BU 1 429.7 24.3
5 ADJ + 1,5% KLT BU 2 14 360.3 391.3 20.3 22.1
6 ADJ + 1,5% KLT BU 3 384.0 21.7
7 ADJ + 1,5% KLT BU 1 454.6 25.4
8 ADJ + 1,5% KLT BU 2 28 451.3 457.4 25.3 25.5
9 ADJ + 1,5% KLT BU 3 466.1 25.7

172
LEMBAR DATA
PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON ADJ
(SNI 1974:2011)

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Tanggal Pengujian : Berdasarkan Umur Beton

Beton ADJ + 2% KLT

Kuat
Umur
Beban Kuat Tekan
Benda Beban
No. Sampel Rata-Rata Tekan Rata-
Uji
Rata
(Hari) (kN) (kN) (MPa) (MPa)
1 ADJ + 2% KLT BU 1 253.7 18.7
2 ADJ + 2% KLT BU 2 7 307.0 291.3 18.6 17.6
3 ADJ + 2% KLT BU 3 313.3 15.4
4 ADJ + 2% KLT BU 1 434.0 24.5
5 ADJ + 2% KLT BU 2 14 375.0 377 21.2 21.3
6 ADJ + 2% KLT BU 3 322.0 18.2
7 ADJ + 2% KLT BU 1 321.8 17.8
8 ADJ + 2% KLT BU 2 28 409.4 403.3 23.1 22.7
9 ADJ + 2% KLT BU 3 478.7 27.1

173
LEMBAR DATA
PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON ADJ
(SNI 1974:2011)

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Tanggal Pengujian : Berdasarkan Umur Beton

Beton ADJ + 2,5% KLT


Kuat
Umur Beban
Kuat Tekan
Benda Beban Rata-
No. Sampel Tekan Rata-
Uji Rata
Rata
(Hari) (kN) (kN) (MPa) (MPa)
1 ADJ + 2.5% KLT BU 1 97.5 4.7
2 ADJ + 2.5% KLT BU 2 7 67.1 85.7 3.7 4.5
3 ADJ + 2.5% KLT BU 3 92.5 5.2
4 ADJ + 2.5% KLT BU 1 157.3 8.9
5 ADJ + 2.5% KLT BU 2 14 220.3 203.6 12.4 11.5
6 ADJ + 2.5% KLT BU 3 233.1 13.1
7 ADJ + 2.5% KLT BU 1 286.4 16.0
8 ADJ + 2.5% KLT BU 2 28 169.0 270.7 9.6 15.3
9 ADJ + 2.5% KLT BU 3 356.8 20.2

174
LEMBAR DATA
PENGUJIAN KUAT LENTUR BETON ADJ

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Tanggal Pengujian : Berdasarkan Umur Beton

Normal

Kuat
Umur
Beban Kuat Lentur
Benda Beban
No. Sampel Rata-Rata Lentur Rata-
Uji
Rata
(Hari) (N) (kN) (MPa) (MPa)
1 Normal 1 2215.075 5.39
2 Normal 2 28 2232.091 2119.1024 5.38 5.37
3 Normal 3 1910.141 5.33

175
LEMBAR DATA
PENGUJIAN KUAT LENTUR BETON ADJ

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Tanggal Pengujian : Berdasarkan Umur Beton

Beton ADJ + 0% KLT

Kuat
Umur
Beban Kuat Lentur
Benda Beban
No. Sampel Rata-Rata Lentur Rata-
Uji
Rata
(Hari) (kN) (kN) (MPa) (MPa)
1 ADJ + 0% KLT BU 1 2635.914 6.35
2 ADJ + 0% KLT BU 2 28 2240.671 2290.2504 5.32 5.56
3 ADJ + 0% KLT BU 3 1994.167 5.01

176
LEMBAR DATA
PENGUJIAN KUAT LENTUR BETON ADJ

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Tanggal Pengujian : Berdasarkan Umur Beton

Beton ADJ + 0,5% KLT

Kuat
Umur
Beban Kuat Tekan
Benda Beban
No. Sampel Rata-Rata Tekan Rata-
Uji
Rata
(Hari) (kN) (kN) (MPa) (MPa)
1 ADJ + 0,5% KLT BU 1 2306.289 5.62
2 ADJ + 0,5% KLT BU 2 28 2641.864 2400.5708 6.62 5.83
3 ADJ + 0,5% KLT BU 3 2253.56 5.24

177
LEMBAR DATA
PENGUJIAN KUAT LENTUR BETON ADJ

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Tanggal Pengujian : Berdasarkan Umur Beton

Beton ADJ + 1% KLT

Kuat
Umur
Beban Kuat Lentur
Benda Beban
No. Sampel Rata-Rata Lentur Rata-
Uji
Rata
(Hari) (kN) (kN) (MPa) (MPa)
1 ADJ + 1% KLT BU 1 2237.826 4.85
2 ADJ + 1% KLT BU 2 28 2570.327 2308.8204 6.03 5.25
3 ADJ + 1% KLT BU 3 2118.307 4.87

178
LEMBAR DATA
PENGUJIAN KUAT LENTUR BETON ADJ

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Tanggal Pengujian : Berdasarkan Umur Beton

Beton ADJ + 1,5% KLT

Kuat
Umur
Beban Kuat Lentur
Benda Beban
No. Sampel Rata-Rata Lentur Rata-
Uji
Rata
(Hari) (kN) (kN) (MPa) (MPa)
1 ADJ + 1,5% KLT BU 1 2097.093 5.02
2 ADJ + 1,5% KLT BU 2 28 2023.096 2059.1923 5.38 5.163
3 ADJ + 1,5% KLT BU 3 2057.388 5.1

179
LEMBAR DATA
PENGUJIAN KUAT LENTUR BETON ADJ

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Tanggal Pengujian : Berdasarkan Umur Beton

Beton ADJ + 2% KLT

Kuat
Umur
Beban Kuat Tekan
Benda Beban
No. Sampel Rata-Rata Tekan Rata-
Uji
Rata
(Hari) (kN) (kN) (MPa) (MPa)
1 ADJ + 2% KLT BU 1 1924.94 4.88
2 ADJ + 2% KLT BU 2 28 1982.155 2019.5633 5.16 5.135
3 ADJ + 2% KLT BU 3 2151.595 5.36

180
LEMBAR DATA
PENGUJIAN KUAT LENTUR BETON ADJ

Nama : Tamara Christin Belia Purba

NIM : 160404107

Tanggal Pengujian : Berdasarkan Umur Beton

Beton ADJ + 2,5% KLT

Kuat
Umur
Beban Kuat Tekan
Benda Beban
No. Sampel Rata-Rata Tekan Rata-
Uji
Rata
(Hari) (kN) (kN) (MPa) (MPa)
1 ADJ + 2.5% KLT BU 1 1730.933 4.90
2 ADJ + 2.5% KLT BU 2 28 2252.282 2018.8334 5.01 5.131
3 ADJ + 2.5% KLT BU 3 2073.285 5.48

181
LAMPIRAN IV
DOKUMENTASI

182
Pengujian kuat tarik serat

Serat yang sudah dilakukan pengujian kuat tarik

183
Hasil Pengukuran Serat KLT

184
Ladang Jagung

Wadah Pembakaran Daun Jagung

185
Abu Daun Jagung Hasil Pembakaran

Abu Daun Jagung Yang Disimpan Dalam Plastik

Penjemuran Kulit Tebu

186
Hasil Pengirisan Serat Kulit Luar Tebu

Persiapan Material

Proses Pengecoran

187
Pengujian Slump Flow

Pengukuran Diameter Aliran Beton

188
Pengukuran Volume Beton

Proses Capping

Kondisi Keruntuhan Silinder Beton

189
Menggambar Pola Pada Pelat Beton

Pengujian Kuat Lentur

Patahan Setelah Pengujian Kuat Lentur

190
Patahan Setelah Pengujian Kuat Lentur

191

Anda mungkin juga menyukai