TUGAS AKHIR
diajukan untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana S1
pada Departemen Teknik Sipil
YOHANES IGNATIUS K T
14 0404 082
Kata kunci: MCR, SRPMK, Strong Column Weak Beam, Pushover Analysis
i
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan Tugas
Akhir ini. Penulisan Tugas Akhir yang berjudul “Analisis Ratio Momen
Kapasitas Kolom Dengan Balok Pada Kaitannya Terhadap Filosofi Strong
Column Weak Beam” ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan dalam
mencapai gelar Sarjana S1 pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas
dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
bagian ini penulis ingin memberikan apresiasi serta menyampaikan ucapan terima
kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna ,MT, Ph.D selaku Dosen pembimbing, yang
telah banyak mengarahkan, membuka wawasan penulis, memberikan
dukungan, bimbingan serta meluangkan waktu dan pikiran kepada penulis
untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Ir. Torang Sitorus, MT dan Ibu Nursyamsi, ST, MT selaku Dosen
Penguji yang telah memberikan masukan dan arahan kepada penulis dalam
penyempurnaan tugas akhir ini.
3. Bapak Medis Sejahtera Surbakti, ST, MT, Ph.D, selaku Ketua Departemen
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Andy Putra Rambe, MBA selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya selama penulis
menempuh masa studi S1.
6. Bapak/Ibu Staf pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
7. Kepada Ibunda tercinta yakni Ibu Ng Tjui Gek dan saudara penulis yakni
Abangda Christian Kartiko yang selalu memberikan doa, kasih sayang,
ii
Universitas Sumatera Utara
pengertian, dan dukungan yang tiada hentinya sehingga penulis terus
termotivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir.
8. Kepada Paman penulis, Bapak Amir Halim yang telah dengan rendah hati
selalu mendukung bantuan financial, dari awal hingga akhir saya kuliah.
9. Kepada Pembimbing Rohani penulis, Fransiska Vivy Tjahjasari yang selalu
mendukung saya untuk terus semangat dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
10. Partner tugas akhir saya Hendra dan Willy Setiawan yang menjadi teman
seperjuangan dalam mengerjakan dan menyelesaikan tugas akhir ini.
11. Kepada teman-teman OMK (Orang Muda Katolik) Kristus Raja Medan yang
selalu mendoakan saya agar tidak mengalami kesulitan dalam menyelasaikan
Tugas Akhir ini.
12. Kepada seluruh teman-teman angkatan 2014 yang tidak bisa saya sebutkan
satu-persatu, yang selalu membantu dan memberikan semangat agar saya
segera mengerjakan Tugas Akhir ini.
13. Seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dari segi apapun,
sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis memohon maaf untuk setiap kekurangan dalam tugas akhir ini
dan sangat mengharapkan kritik serta saran sebagai perbaikan di masa mendatang.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan berharap semoga Tugas
Akhir ini dapat memberikan sumbangsih bagi kemajuan ilmu teknik sipil
khususnya dibidang struktur.
Hormat saya,
Yohanes I K T
14 0404 082
iii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK...........................................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL...............................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... vii
DAFTAR NOTASI............................................................................................. ix
iv
Universitas Sumatera Utara
3.1.1 Persyaratan Detailing Komponen Lentur SRPMK………… 31
3.1.2 Persyaratan Detailling Komponen Struktur SRPMK yang
Menerima Kombinasi Lentur dan Beban Aksial ................... 33
3.1.3 Persyaratan Detailing Hubungan Balok-Kolom SRPMK...... 39
3.1.4 Perencanaan Diafragma……………………………………. 42
3.2 Prosedur Pushover Analysis………………………………………. 44
3.3 Tahapan Analisis………………………………………………….. 46
3.4 Data Struktur Bangunan dan Pembebanan………………………... 54
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN…………………………….... 58
4.1 Analisis Pengaruh Beban Gempa pada Gedung SRPMK................. 58
4.2 Deskripsi Model Struktur ................................................................. 60
4.3 Desain Komponen Struktur Lentur SRPMK .................................... 62
4.3.1 Balok Induk ........................................................................... 62
4.3.2 Kolom……………………………………………………... . 68
4.4 Hasil Analisis Pushover………………………………………….... 73
4.4.1 Kurva Kapasitas (Capacity Curve)……………………….... 73
4.4.2 Titik Kinerja (Performance Point)…………………………. 73
4.4.3 Skema Distribusi Sendi Plastis…………………………….. 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………… .. 79
5.1 Kesimpulan……………………………………………………… ... 79
5.2 Saran………………………………………………………………. 80
DAFTAR PUSTAKA…………………...……………………………………. 81
LAMPIRAN…………………………………………………………………....83
v
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
BAB I
Tidak terdapat tabel
BAB II
Tabel 2.1 Tingkat Kerusakan Struktur ............................................................. 21
BAB III
Tabel 3.1 Koefisien Situs, Fa ........................................................................... 56
Tabel 3.2 Koefisien Situs, Fv ........................................................................... 56
Tabel 3.3 Kategori Desain seismik berdasarkan parameter respons
percepatan pada perioda pendek....................................................... 56
Tabel 3.4 Kategori Desain seismik berdasarkan parameter respons
percepatan pada perioda 1 detik ....................................................... 57
Tabel 3.5 Koefisien Situs, FPGA…………………………………………….... 57
BAB IV
Tabel 4.1 Gaya Lateral Ekivalen dan Gaya Geser Ekivalen per Lantai ........... 60
Tabel 4.2 Perhitungan Kapasitas Kolom .......................................................... 71
Tabel 4.3 Nilai Performance Point……………………………………………74
BAB V
Tidak terdapat tabel
vi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
BAB I
Tidak terdapat gambar
BAB II
Gambar 2.1 Lokasi sendi plastis yang pertama untuk variasi ꞵc (Yangbing
Liu, dkk. 2012)............................................................................. 6
Gambar 2.2 Perbandingan status kerusakan dibawah ujung perpindahan 75
mm untuk variasi ꞵc (Yangbing Liu, dkk. 2012)……………… 6
Gambar 2.3 Perbandingan mode keruntuhan ultimate untuk variasi ꞵc
(Yangbing Liu, dkk. 2012)………………………………........... 7
Gambar 2.4 Ilustrasi Hirarki Plastifikasi (Sushree Sunayana, 2014)……….. 10
Gambar 2.5 Mekanisme sendi plastis (SEAOC Blue Book, 1999)………….. 16
Gambar 2.6 Kurva Kapasitas (Muh Ichsan Ramadani,dkk, 2013)………….. 20
Gambar 2.7 Properti sendi plastis (Manual SAP2000 versi 14.2.2)………... 21
Gambar 2.8 Efektivitas pengekangan sengkang persegi dan sengkang spiral
(Arry Kurniansyah, dkk, 2013)………………………………….. 24
Gambar 2.9 (a) Tulangan sengkang dengan tulangan pengikat yang menyilang;
(b) Tulangan sengkang dengan tambahan jumlah tulangan
pengikat menyilang untuk meningkatkan efektivitas pengekangan
pada kolom; (c) Pengekangan dengan tulangan sengkang &
tulangan longitudinal. (Jack Moehle,2015)……….... 25
Gambar 2.10 Perbandingan volume sengkang terhadap volume inti beton
terkekang (Arry Kurniansyah, dkk, 2013)………………………. 26
Gambar 2.11 Bentuk distribusi tegangan kekangan pada sengkang persegi (Arry
Kurniansyah, dkk, 2013)…………………………………. 27
Gambar 2.12 Distribusi tegangan kekangan dalam arah lateral dan longitudinal
(Arry Kurniansyah, dkk, 2013)………………………………….. 27
Gambar 2.13 Arching action pada beton terkekang (After Paultre and Légeron,
2008, used with permission from ASCE)………………………... 28
vii
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.14 Kurva tegangan-regangan beton terkekang (After Mander et.al,
1988a)………………………………………………………….. 30
BAB III
Gambar 3.1 Jenis Hubungan Balok dan Kolom (Sushree Sunayana, 2014)… 40
Gambar 3.2 Luas Efektif Hubungan Balok dan Kolom (SNI 2847-2013)….. 42
Gambar 3.3 Posisi Sumbu Lokal Balok (Manual SAP2000 versi 14.2.2)…... 44
Gambar 3.4 Posisi Sumbu Lokal Kolom (Manual SAP2000 versi 14.2.2)…..44
Gambar 3.5 Respon Spektra (Sumber : ATC-40, Volume 1)……………….. 57
BAB IV
Gambar 4.1 Respon Spektra yang diperoleh dari perhitungan……………….59
Gambar 4.2 Model 3D struktur gedung……………………………………... 60
Gambar 4.3 Denah struktur gedung (a) Tampak depan; (b) Tampak atas…... 61
(c) Tampak samping…………………………………………… 62
Gambar 4.4 Diagram Interaksi Kolom………………………………….........72
Gambar 4.5 Kurva Kapasitas Hasil Analisis SAP 2000…………………………… 73
Gambar 4.6 Grafik Evaluasi Kinerja Struktur………………………………. 74
Gambar 4.7 Step 0 hasil Run pada program SAP2000...……………………. 75
Gambar 4.8 Step 2 hasil Run pada program SAP2000………………...……. 76
Gambar 4.9 Step 7 hasil Run pada program SAP2000…………………….... 77
Gambar 4.10 Step 12 hasil Run pada program SAP2000…………………….. 78
BAB V
Tidak terdapat gambar
viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR NOTASI
ix
Universitas Sumatera Utara
Pc : Beban tekuk kritis (N)
Po : Kekuatan aksial nominal pada eksentritas nol (N)
Pu : Gaya aksial terfaktor; diambil sebagai positif untuk tekan dan negatif
untuk tarik (N)
R : Koefisien modifikasi respons
s : Spasi pusat ke pusat suatu benda, misalnya tulangan longitudinal,
tulangan transversal, tendon, kawat atau angkur prategang (mm)
𝑆𝐷1 : Parameter percepatan respon spektral pada perioda 1 detik, redaman 5
persen
𝑆𝐷𝑆 : Parameter percepatan respon spektral pada perioda pendek, redaman 5
persen
𝑆𝑀1 : Parameter percepatan respon spectral MCE pada perioda 1 detik yang
sudah disesuaikan terhadap pengaruh kelas situs
𝑆𝑀𝑆 : Parameter percepatan respon spectral MCE pada perioda pendek yang
sudah disesuaikan terhadap pengaruh kelas situs
T : Perioda fundamental bangunan
Vc : Kekuatan geser nominal yang disediakan oleh beton (N)
Vs : Kekuatan geser nominal yang disediakan oleh tulangan geser (N)
Vu : Gaya geser terfaktor pada penampang (N)
Wu : Beban terfaktor per satuan panjang balok atau pelat satu arah
δ : Faktor pembesaran momen untuk mencerminkan pengaruh kurvatur
komponen struktur antara ujung-ujung komponen struktur tekan
ρg : Rasio As terhadap bd
x
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Universitas Sumatera Utara
Sederhananya, kolom dalam suatu struktur bangunan bertingkat adalah
elemen struktur menopang balok, seluruh beban lantai, dan beban lain diatasnya,
sedangkan balok hanya elemen struktur yang menopang dan mendistribusikan
beban–beban dilantai menuju ke kolom–kolom. Sehingga jika kolom runtuh, maka
semua sistem struktur yang ada diatasnya ikut runtuh juga. Tapi jika balok yang
mengalami keruntuhan lebih dulu maka kerusakan hanya terjadi pada bagian balok
itu kemudian menjalar ke elemen balok yang lainnya sampai struktur benar–benar
runtuh total saat beban yang bekerja tidak lagi mampu ditahan keseluruhan struktur.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlulah sebuah bangunan didesain
berdasarkan konsep Strong Column Weak Beam sehingga jika pada suatu saat
terjadi goncangan yang besar akibat pembebanan, kolom bangunan didesain akan
tetap bertahan, sehingga manusia yang berada didalam bangunan gedung masih
mempunyai waktu untuk menyelamatkan diri sebelum jika nantinya bangunan akan
runtuh total. (Regen Loudewik Kahiking dkk,2013)
Oleh karena itu, penulis akan mencoba menganalisis ratio Mc/Mb yang
seharusnya digunakan untuk syarat minimum dalam filosofi Strong Column Weak
Beam agar tidak terjadi sendi plastis pada ujung atas kolom.
2
Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan Penelitian
3
Universitas Sumatera Utara
1.6 Sistematika Penulisan
BAB I. PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian,
batasan masalah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
4
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan SNI Beton, Prinsip Strong Column Weak Beam bisa dicapai
dengan memberikan batasan
dengan:
a. ∑Me = jumlah Mn kolom yang merangka pada hubungan balok-kolom Mn
harus dihitung dengan gaya aksial terfaktor, yang sesuai dengan arah gaya-
gaya lateral yang ditinjau, yang menghasilkan nilai Mn terkecil
b. ∑Mg = jumlah Mn balok yang merangka pada hubungan balok-kolom. Pada
konstruksi balok-T, di mana pelat dalam keadaan tertarik pada muka kolom,
tulangan pelat yang berada dalam daerah lebar efektif pelat harus
diperhitungkan dalam menentukan Mn balok bila tulangan tersebut terangkur
dengan baik pada penampang kritis lentur.
5
Universitas Sumatera Utara
a. Untuk βc ≥ 1,6; sendi plastis pertama muncul di ujung balok kemudian
struktur membentuk mekanisme keruntuhan pada sendi balok dan kemudian
dengan deformasi yang meningkat menyebabkan seluruh struktur mencapai
batas ultimate sehingga ujung – ujung kolom mengalami kegagalan.
b. Untuk βc ≥ 2; sendi plastis terjadi pada semua ujung balok namun struktur
masih mampu bertahan dengan baik.
e. Untuk βc = 1; pertama sendi plastis muncul pada ujung bawah kolom, tetapi
juga terjadi pada ujung balok dan ujung atas kolom pada waktu yang sama.
6
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Perbandingan mode keruntuhan ultimate untuk variasi ꞵc
(Yangbing Liu,dkk. 2012)
a. Filosofi pada seismik design bertujuan untuk mencapai tingkat daktilitas yang
diinginkan pada suatu struktur. Jadi kita tidak perlu berpikir untuk kekuatan
yang lebih tingi tetapi untuk daktilitas yang lebih tinggi.
c. Nilai MCR yang tinggi tentunya bukan berarti bahwa formasi sendi pada
kolom telah dengan lengkap dihindari karena untuk mencegah keruntuhan
lantai, MCR diperbolehkan terlalu tinggi tetapi tidak ekonomis.
7
Universitas Sumatera Utara
(beban hidup dan beban mati) tapi juga mempertimbangkan beban geser yang
berasal dari kapasitas momen maksimum balok pada saat balok mengalami yielding.
8
Universitas Sumatera Utara
plastis tersebut pada dasarnya memberikan mekanisme disipasi energi pada struktur
sehingga dapat membatasi gaya gempa yang masuk ke struktur bangunan. Elemen
struktur yang rusak atau berperilaku inelastik tersebut pada hakikatnya berfungsi
sebagai “sekring” bagi struktur bangunan. Namun, walaupun struktur bangunan
berperilaku inelastik, struktur bangunan tidak boleh mengalami keruntuhan pada
saat menerima beban gempa rencana atau bahkan beban gempa yang lebih besar.
Untuk dapat menjamin hal tersebut, perilaku inelastik struktur harus
direncanakan dengan baik sehingga dapat menghasilkan perilaku struktur yang
daktail. Perencanaan yang harus dilakukan meliputi pemilihan elemen-elemen
struktur yang boleh rusak atau berperilaku inelastik, peningkatan daktilitas elemen-
elemen struktur tersebut, dan perlindungan elemen-elemen struktur lain yang
diharapkan tetap berperilaku elastik. Salah satu metode desain yang dapat
digunakan untuk tujuan ini adalah metode desain kapasitas.
Metode desain kapasitas pada dasarnya diaplikasikan pada perancangan
struktur bangunan tahan gempa dengan tujuan agar bentuk-bentuk plasifikasi/
disipasi energi yang sifatnya getas tidak muncul dalam mekanisme disipasi energi
yang dihasilkan oleh respon struktur bangunan. Agar tujuan ini dapat dicapai maka
perlu dirancang suatu hierarki plastifikasi sedemikian hingga hanya bentuk-bentuk
plasifikasi/ disipasi energi yang daktail yang muncul pada respon struktur.
Plasifikasi melalui mekanisme lentur merupakan contoh bentuk plastifikasi yang
sifatnya daktail, sedangkan plastifikasi melalui mekanisme geser pada umumnya
bersifat getas.
Untuk mencegah terjadinya plastifikasi melalui mekanisme geser, suatu
elemen struktur yang dipilih sebagai elemen pendisipasi energi harus dirancang
dengan kekuatan geser yang lebih tinggi daripada gaya geser maksimum yang
mungkin timbul pada saat elemen struktur tersebut mengembangkan mekanisme
disipasi melalui mekanisme lenturnya. Gaya geser maksimum tersebut dapat
diperoleh dengan memperbesar momen nominal penampang dengan suatu faktor
kuat lebih bahan baja tulangan, yang umumnya diambil sebesar 1,25. Prosedur
desain ini disebut metode desain kapasitas dan umum diaplikasikan pada
perencanaan elemen-elemen struktur balok, kolom, dinding, dan hubungan balok-
kolom (Hendrik dan Imran, 2010).
9
Universitas Sumatera Utara
Bentuk hierarki plastifikasi dapat diilustrasikan melalui konsep rantai. Bila
masing-masing cincin rantai menggambarkan mekanisme plastifikasi yang ada
pada struktur beton bertulang, maka rantai akan menghasilkan perilaku disipasi
energi yang daktail pada saat ditarik jika cincin dengan mekanisme plastifikasi yang
paling daktail pada rantai tersebut diberi kekuatan tarik yang paling lemah, atau
difungsikan sebagai “sekring”. Sedangkan cincin-cincin lain yang mekanisme
disipasi energinya bersifat kurang daktail atau getas diberi kekuatan yang lebih
besar daripada kekuatan maksimum paling mungkin yang dapat termobilisasi pada
cincin yang terlemah, sehingga cincin yang lain tersebut tidak pernah rusak/ plastis.
Metode desain kapasitas diaplikasikan untuk menjamin agar pada saat rantai
diberi gaya tarik maksimum, kerusakan/ plastifikasi hanya terjadi ditempat-tempat
yang memang diinginkan. Agar hal ini dapat terealisasi maka tempat-tempat lain
yang tidak diinginkan mengalami kerusakan/plastifikasi harus diberi kekuatan yang
lebih besar dibandingkan dengan kekuatan paling maksimum yang mungkin
termobilisasi pada tempat-tempat yang direncanakan mengalami plastifikasi.
Kekuatan paling maksimum yang mungkin termobilisasi pada suatu elemen
struktur dapat diperoleh dengan menerapkan faktor kuat lebih bahan. Selain itu,
agar mekanisme disipasi energi yang terjadi bersifat sangat daktail, maka pada
lokasi-lokasi yang dipilih sebagai tempat pendisipasi energi tersebut harus diberi
detailing penulangan, seperti tulangan pengekangan beton yang memadai.
10
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Konsep Desain terhadap Beban Gempa
Kriteria desain untuk struktur bangunan tahan gempa mensyaratkan bahwa
bangunan harus didesain agar mampu menahan beban gempa sesuai dengan
SNI Gempa yang berlaku, yaitu SNI 1726-2012. SNI gempa Indonesia ini
mendasarkan beban gempa desain sebagai 2/3 beban gempa MCER (gempa
maksimum yang dipertimbangkan). Dalam prosedur perencanaan
berdasarkan SNI gempa, struktur bangunan tahan gempa yang direduksi
dengan suatu faktor modifikasi respons struktur (faktor R) yang merupakan
representasi tingkat daktilitas yang dimiliki struktur. Dengan penerapan
konsep ini, pada saat gempa rencana terjadi, elemen-elemen bangunan
tertentu yang dipilih diperbolehkan mengalami plastifikasi (kerusakan)
sebagai sarana untuk pendisipasian energi gempa yang diterima struktur.
Elemen-elemen tertentu tersebut pada umumnya adalah elemen-elemen
struktur yang perilaku plastifikasinya bersifat daktail dan tidak mudah
runtuh. Elemen-elemen struktur lain yang tidak diharapkan mengalami
plastifikasi harus tetap berperilaku elastis selama gempa rencana terjadi.
Salah satu cara untuk menjamin agar hierarki plastifikasi yang terjadi sesuai
dengan yang direncanakan adalah dengan menggunakan konsep desain
kapasitas. Pada konsep desain kapasitas, tidak semua elemen struktur dibuat
sama kuat terhadap gaya dalam yang direncanakan, tetapi ada elemen-
elemen struktur atau titik pada struktur yang dibuat lebih lemah
dibandingkan dengan yang lain. Hal ini dibuat demikian agar hanya pada
elemen-elemen atau titik tersebut kerusakan struktur akan terjadi di saat
beban maksimum akibat gempa bekerja pada struktur.
Untuk menjamin agar proses plastifikasi hanya terjadi pada elemen-elemen
struktur yang terpilih maka elemen-elemen struktur yang diharapkan tetap
elastis pada saat gempa kuat terjadi harus didesain lebih kuat daripada
elemen-elemen yang terpilih tersebut. Untuk mencapai hal ini, maka pada
perencanaan elemen struktur yang diharapkan tetap elastis perlu
diaplikasikan faktor overstrengh. Hierarki plastifikasi yang terjadi kemudian
dapat diperiksa melalui suatu analisis pushover, dalam hal ini hierarki yang
terjadi harus sesuai dengan yang direncanakan (Hendrik dan Imran, 2010).
11
Universitas Sumatera Utara
Untuk menjamin struktur bangunan tidak runtuh saat terjadi gempa MCER,
elemen-elemen struktur bangunan yang diharapkan mengalami plastifikasi
harus diberi detailing penulangan yang memadai agar perilakunya tetap stabil
walaupun telah mengalami deformasi inelastis yang besar.
12
Universitas Sumatera Utara
Sebagai tambahan, parameter baja tulangan yang juga ikut berpengaruh
terhadap perilaku plastifikasi elemen struktur yang dihasilkan adalah nilai
kuat leleh, nilai faktor kuat lebih, dan nilai ratio kuat ultimit. Nilai-nilai
parameter baja tulangan tersebut sebaiknya selalu berada dalam batas-batas
yang diizinkan peraturan yang berlaku untuk mencegah terjadinya
keruntuhan prematur, utamanya pada sistem struktur yang direncanakan
dengan detailing yang sifatnya khusus (SNI Beton Pasal 21.1.5)
SNI Beton membatasi nilai kuat leleh yang disyaratkan untuk bahan baja
tulangan sebesar 400 MPa. Pengunaan baja tulangan dengan spesifikasi mutu
yang lebih tinggi pada dasarnya dilarang. Pembatasan ini disebabkan oleh
penggunaan bahan baja yang tulangan yang mutunya tinggi dapat
menyebabkan timbulnya geser dan tegangan lekatan yang tinggi antara
tulangan baja dan beton dapat menyebabkan kegagalan brittle pada saat
elemen mengembangkan kemampuan lentur maksimunya. Hal ini dapat
terjadi khususnya pada saat elemen struktur mengalami beban gempa yang
sifatnya bolak-balik (siklik).
13
Universitas Sumatera Utara
digunakan pada perencanaan geser di lokasi yang berpotensi membentuk
sendi plastis, seperti di daerah hubungan balok-kolom dan di daerah ujung-
ujung elemen balok atau kolom. Berdasarkan SNI Beton Pasal 21.5, gaya
geser rencana pada lokasi sendi plastis harus dihitung berdasarkan nilai kuat
momen ujung terbesar yang mungkin terjadi di lokasi tersebut. Dalam
penerapannya, momen-momen ujung tersebut, yaitu Mpr dihitung
menggunakan nilai kuat leleh tulangan baja yang diperbesar 1,25 kali.
Perbesaran ini dimaksudkan untuk mengantisipasi kuat lebih yang dimiliki
oleh tulangan lentur yang digunakan.
Prinsip yang sama juga diterapkan pada perencanaan daerah pertemuan
balok-kolom, yang berdasarkan peraturan harus memenuhi persyaratan
“Strong Column Weak Beam”. Nilai perbesaran 1,2 tersebut pada dasarnya
digunakan untuk mengakomodasi nilai overstrength yang dimiliki oleh
tulangan lentur balok. Panjang sendi plastis yang terbentuk pada ujung-ujung
elemen struktur yang diharapkan mendisipasi energi gempa yang pada
dasarnya sangat dipengaruhi oleh nilai rasio kuat ultimit baja tulangan yang
digunakan, yaitu nilai rasio kuat tarik aktual terhadap kuat leleh aktual baja
tulangan, yang pada dasarnya merupakan cerminan sifat hardening material
baja. Sifat hardening ini diperlukan agar dapat terjadi perambatan kelelehan
(redistribusi) ke arah tengah bentang setelah tercapainya momen leleh pada
penampang didekat muka tumpuan.
14
Universitas Sumatera Utara
2.4 Mekanisme Keruntuhan
Cosmas Wibisono dan Hendro Lie (2008), Ketika terjadi deformasi tak
terbatas pada bagian struktur tanpa diiringi peningkatan beban yang bekerja pada
struktur tersebut, maka dapat dikatakan struktur dalam keadaan runtuh. Salah satu
hal yang perlu diperhatikan pada saat struktur mengalami runtuh adalah jumlah
sendi yang cukup telah terbentuk untuk mengubah struktur atau bagian dari
struktur tersebut menjadi suatu bentuk mekanisme keruntuhan.
Jumlah sendi plastis yang telah terbentuk dapat dijadikan suatu patokan
apakah struktur telah mengalami keruntuhan atau belum. Hal ini dapat dikaitkan
dengan besarnya redaman pada saat struktur statis tak tentu. Setiap terbentuknya
sendi plastis maka akan diikuti dengan berkurangnya jumlah redaman sampai
struktur menjadi statis tak tentu. Jika jumlah sendi plastis melebihi jumlah redaman
maka kondisi ini menyebabkan keruntuhan pada struktur.
Pada kenyataannya kondisi seperti ini jarang terjadi karena ada beberapa hal
saat jumlah sendi plastis yang terjadi tidak melebihi redaman namun dapat
menyebabkan keruntuhan struktur. Hal ini dapat terjadi pada portal bertingkat dua
atau lebih. Keruntuhan suatu struktur dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Keruntuhan Lokal adalah keruntuhan yang diakibatkan oleh kegagalan pada
elemen struktur yang mengalami sendi plastis. Kegagalan ini terjadi karena
kapasitas penampang dari suatu elemen telah terlampaui. Parameter yang
digunakan untuk mengidentifikasi keruntuhan lokal adalah kelengkungan
dan sudut rotasi plastis.
b. Keruntuhan Global umumnya diasosiasikan dengan simpangan antar tingkat
(interstory drift) pada saat terjadi deformasi in-elastis yang dibatasi pada
nilai tertentu bergantung pada periode struktur. Keruntuhan ini terjadi jika
deformasi lateral suatu struktur telah melebihi batas maksimum yang telah
ditentukan oleh peraturan yang berlaku.
Park and Paulay (1974), Ada dua tipe mekanisme keruntuhan yang biasa
terjadi pada analisis static sebagai batas analisis, yaitu beam sway mechanism dan
column sway mechanism. Beam sway mechanism yaitu pembentukan sendi plastis
pada ujung-ujung balok, sedangkan column sway mechanism merupakan
15
Universitas Sumatera Utara
pembentukan sendi plastis pada kedua ujung baik atas maupun bawah dari elemen
struktur vertikal. Dalam perencanaannya, mekanisme keruntuhan yang diharapkan
adalah beam sway mechanism, hal ini disebabkan beberapa alasan yaitu :
a. Pada beam sway mechanism, jumlah sendi plastis terbentuk dalam banyak
elemen sehingga energi yang dipancarkan semakin banyak pula.
b. Pada column sway mechanism, sendi plastis hanya akan terbentuk pada
ujungujung kolom pada suatu lantai saja, sehingga pemencaran energi hanya
terjadi pada sejumlah kecil elemen.
c. Daktilitas kurvatur yang harus dipenuhi oleh balok pada umumnya jauh lebih
mudah dipenuhi daripada kolom yang sering kali memiliki daktilitas yang
terbatas akibat besarnya gaya aksial tekan yang bekerja.
16
Universitas Sumatera Utara
Diantara berbagai mekanisme tersebut, mekanisme lentur tarik merupakan
mekanisme yang dapat menghasilkan perilaku yang paling daktail. Agar
keruntuhan lentur yang terjadi dapat menghasilkan perilaku histeresis yang stabil
maka bentuk keruntuhan lainnya harus diupayakan tidak muncul dalam perilaku
yang dihasilkan.
17
Universitas Sumatera Utara
didominasi oleh perilaku lentur. Hal ini hanya dapat dicapai melalui penerapan
persyaratan-persyaratan detailing penulangan yang terencana dengan baik.
18
Universitas Sumatera Utara
c. Untuk membuat model analisis nonlinier akan lebih rumit dibanding model
analisis linier. Analisis nonlinier harus memperhitungkan karakteristik
inelastik beban-deformasi dari elemen-elemen yang penting dan efek P-Δ.
Yosafat Aji Pranata (2006), Metode analisis statik beban dorong (static
nonlinear/pushover analysis) merupakan suatu metode analisis, yang mana dari
hasil analisis antara lain diperoleh informasi berupa kurva kapasitas. Kurva
kapasitas menyatakan hubungan antara gaya geser dasar terhadap peralihan atap
struktur bangunan gedung. Dari kurva kapasitas kemudian dapat ditentukan
daktilitas peralihan aktual struktur, yang mana bergantung pada penentuan titik
peralihan pada saat leleh pertama terjadi dan titik peralihan ultimit (target peralihan
yang diharapkan).
19
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Kurva Kapasitas (Muhammad Ichsan Ramadani,dkk, 2013)
Kurva kapasitas dipengaruhi oleh pola distribusi gaya lateral yang digunakan
sebagai beban dorong. Pola pembebanan umumnya berupa respon ragam-1
struktur (atau dapat juga berupa beban statik ekivalen) berdasarkan asumsi
bahwa ragam struktur yang dominan adalah ragam-1. Beban dorong statik
lateral diberikan pada pusat massa sampai dicapai target perpindahan. Tujuan
lain analisa pushover adalah untuk memperkirakan gaya maksimum dan
deformasi yang terjadi, serta untuk memperoleh informasi letak bagian
struktur yang kritis. Selanjutnya dapat diidentifikasi bagian-bagian yang
memerlukan perhatian khusus untuk pendetailan atau stabilitasnya
(Dewobroto, 2005).
20
Universitas Sumatera Utara
2.5.2 Properti Sendi Plastis
Struktur gedung apabila menerima beban gempa pada tingkatan atau kondisi
tertentu, akan terjadi sendi plastis (hinge) pada balok pada gedung tersebut.
Sendi plastis merupakan bentuk ketidakmampuan elemen struktur balok dan
kolom menahan gaya dalam. Perencanaan suatu bangunan harus sesuai
dengan konsep desain kolom kuat balok lemah. Apabila terjadi suatu
keruntuhan struktur, maka yang runtuh adalah baloknya dahulu. Apabila
kolomnya runtuh dahulu, maka struktur langsung hancur. Adapun
keterangan mengenai karakteristik sendi plastik adalah sebagai berikut.
21
Universitas Sumatera Utara
2.5.3 Perencanaan Bangunan Tahan Gempa Berbasis Kinerja
Perencanaan tahan gempa berbasis kinerja (performance based seismic
design) merupakan proses yang dapat digunakan untuk perencanaan
bangunan baru maupun perkuatan (upgrade) bangunan yang sudah ada,
dengan pemahaman yang realistik terhadap resiko keselamatan (life),
kesiapan pakai (occupancy) dan kerugian harta benda (economic loss) yang
mungkin terjadi akibat gempa yang akan datang.
22
Universitas Sumatera Utara
2.6 Teori Pengekangan pada Kolom
Konsep kekangan pada kolom persegi dikembangkan secara analitis oleh
Sheikh dan Uzumeri (1982) yang pada studinya menyimpulkan bahwa untuk
penampang persegi, kekangan yang ditimbulkan oleh sengkang bersifat tidak
merata sehingga luasan daerah inti yang terkekang secara efektif pada dasarnya
lebih kecil daripada luas total daerah inti aktual. Dengan demikian terdapat suatu
daerah yang terkekang secara tidak efektif pada daerah inti penampang kolom.
Pengujian oleh banyak peneliti telah menunjukkan bahwa pengekangan dengan
tulangan sengkang dapat meningkat karakteristik tegangan-regangan beton pada
regangan yang tinggi. Richart, Brandtzaeg, dan Brown (Park dan Paulay 1975)
menemukan
𝑓′𝑐𝑐 = 𝑓′𝑐 + 𝑘1 𝑓1 (2.2)
di mana:
𝑓′𝑐𝑐 : kuat tekan aksial beton terkekang
𝑓′𝑐 : kuat tekan aksial maksimum beton tidak terkekang
𝑘1 : tegangan sengkang pengekang
𝑓1 : koefisien kekangan (4,1).
Richart, dkk. (1928) mengusulkan nilai k1 sebesar 4,1 untuk beton mutu
normal. Nilai k1 untuk beton mutu tinggi biasanya berkisar antara 4 - 4,5 (Imran
dan Cornelis, 1999).
23
Universitas Sumatera Utara
daripada pengekangan kolom dengan sengkang biasa ataupun pengekangan
kolom dengan spiral kurang rapat (Winter dan Nilson, 1993).
Kolom spiral akan dapat bertahan lebih lama (daktail) sebelum mengalami
keruntuhan dibandingkan dengan kolom yang diberi pengekangan dengan
sengkang biasa ataupun dengan spiral kurang rapat (kurang daktail).
Meskipun demikian, pengekangan dengan sengkang biasa menghasilkan
kenaikan signifikan dalam daktilitas. Hal ini menunjukkan bahwa adanya
perbedaan daktilitas bisa sangat mempengaruhi kekuatan kolom. Retak yang
timbul pada kolom akibat lelehnya tulangan akan mengakibatkan beton
mengalami sedikit tarik (Park dan Paulay, 1975), sehingga suatu saat beton
tidak mampu lagi bertahan dan terjadilah keruntuhan.
Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya evaluasi terhadap daktilitas
kurvatur kolom dengan memperhitungkan kontribusi pengekangan.
Distribusi tegangan kekangan yang timbul pada kolom yang diberi sengkang
persegi dan sengkang spiral dapat dimodelkan seperti pada Gambar 2.8 dan
Gambar 2.9
24
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9 (a) Tulangan sengkang dengan tulangan pengikat yang menyilang;
(b) Tulangan sengkang dengan tambahan jumlah tulangan pengikat menyilang
untuk meningkatkan efektivitas pengekangan pada kolom; (c) Pengekangan
dengan tulangan sengkang dan tulangan longitudinal. (Jack Moehle, 2015)
2 (𝐴𝑠ℎ𝑥 + 𝐴𝑠ℎ𝑦 )
𝜌𝑠 = (2.3)
𝑠 (𝑏𝑥 + 𝑏𝑦 )
Dimana:
a) 𝜌𝑠 : perbandingan volume sengkang terhadap volume inti beton
terkekang
b) Ashx : luas tulangan sengkang pada potongan yang tegak lurus
terhadap sumbu x
c) Ashy : luas tulangan sengkang pada potongan yang tegak lurus
terhadap sumbu y
d) bx : lebar dari pusat beton sejajar terhadap sumbu x
e) by : lebar dari pusat beton sejajar terhadap sumbu y
f) s : jarak antar tulangan sengkang.
25
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Perbandingan volume sengkang terhadap volume
inti beton terkekang (Arry Kurniansyah, dkk, 2013)
Penentuan tegangan lateral akibat kekangan pada penampang persegi dan bujur
sangkar tidak sama dengan penentuan tegangan lateral pada penampang bulat,
yang biasa dapat dihitung melalui hoop tension. Beberapa peneliti
menggunakan pendekatan tegangan lateral ekuivalen dengan konsep tegangan
kekangan pasif yang sangat bergantung pada tahanan (restraining force)
tulangan sengkang (Mander, dkk, 1988). Restraining force tersebut nilainya
tinggi pada sudut sengkang yang berfungsi sebagai daerah tumpuan dan
menurun pada lokasi yang menjauh pada sudut sengkang (tumpuan) sesuai
dengan kekakuan lentur sengkang dan spasi antartumpuan serta luasan
penampang dan kekuatan sengkang. Jadi, penurunan nilai restraining force ini
sebanding dengan jaraknya terhadap titik-titik tumpuan sengkang.
Berdasarkan konsep restraining force tersebut, distribusi tegangan kekangan
yang timbul pada kolom yang diberi sengkang persegi dapat dimodelkan
sebagai tegangan yang tidak merata dengan distribusi tegangan merupakan
fungsi dari konfigurasi tulangan sengkang, seperti diilustrasikan Gambar 2.11.
Pada arah longitudinal kolom, ditribusi tegangan kekangan pun diasumsikan
berperilaku sama sedemikian hingga pada tulangan sengkang. Gaya yang
timbul lebih besar daripada gaya kekangan yang timbul pada daerah yang
letaknya jauh dari tulangan sengkang seperti terlihat pada Gambar 2.12.
Sheikh dan Uzumeri (1982) mengasumsikan adanya daerah arching action
yang tidak terkekang berbentuk parabola dengan sudut kemiringan awal
26
Universitas Sumatera Utara
sebesar 45° yang terjadi secara vertikal antara sengkang dan secara horizontal
antara tulangan longitudinal seperti pada Gambar 2.13 Mander, dkk (1988)
mengakomodasi adanya daerah tidak terkekang pada inti kolom tersebut
dengan menghitung koefesien kekangan efektif (Ke), yang merepresentasikan
rasio perbandingan luas efektif daerah terkekang pada inti (Ae) dengan luas
bersih penampang inti (Acc). Faktor kekangan efektif tersebut dirumuskan
sebagai berikut:
Ke = Ae / Acc (2.4)
27
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.13 Arching action pada beton terkekang (After Paultre and Légeron,
2008, used with permission from ASCE.)
Pada level sengkang, luas daerah terkekang efektif adalah luas inti kolom
dikurangi dengan luas daerah arching action berbentuk parabola. Untuk satu
2
parabola, luasanya ditentukan sebesar 𝑊𝑖′ / 6 di mana Wi′ adalah jarak bersih
antara tulangan longitudinal. Luas total daerah terkekang tidak efektif pada
level sengkang (Ai) dapat dinyatakan sebagai berikut
𝒏 2
𝑊𝑖′
𝑨𝒊 = ∑ (2.5)
6
𝒊=𝟏
di mana n adalah jumlah tulangan longitudinal sudut atau yang diberi kait.
Dengan memperhitungkan luas daerah arching action dalam arah longitudinal,
luas daerah terkekang efektif pada level antar sengkang (Ae) dapat ditulis
sebagai berikut (Mander, dkk, 1988)
𝒏 2
𝑊𝑖′ 𝒔′ 𝒔′
𝑨𝒆 = (𝒄𝒙 𝒄𝒚 − ∑ ) (𝟏 − ) (𝟏 − ) (2.6)
𝟔 𝟐𝒄𝒙 𝟐𝒄𝒚
𝒊=𝟏
28
Universitas Sumatera Utara
Sehingga faktor kekangan efektif (Ke) dirumuskan sebagai berikut:
𝐴𝑒
𝐾𝑒 =
𝐴𝑐𝑐
2
𝑊′ 𝒔′ 𝒔′
(𝟏 − ∑𝒏𝒊=𝟏 𝟔𝒄 𝑖 𝒄 ) (𝟏 − 𝟐𝒄 ) (𝟏 − 𝟐𝒄 ) (2.7)
𝒙 𝒚 𝒙 𝒚
=
1 − 𝜌𝑐
di mana
2
𝑊𝑖′ : jumlah jarak bersih antara tulangan longitudinal
s′ : jarak bersih antar tulangan sengkang
𝜌𝑐 : perbandingan tulangan longitudinal terhadap luas area terkekang.
Apabila daerah tidak terkekang pada inti kolom tidak diperhitungkan maka
perhitungan tegangan fl akan menghasilkan nilai yang berlebihan maka
digunakan konsep tegangan kekangan merata yang dihitung dengan
mengalikan nilai fl dengan suatu faktor reduksi (Ke), yaitu:
𝐾𝑒 𝑓𝑦 𝐴𝑠ℎ𝑥 + 𝐴𝑠ℎ𝑦
𝑓𝑙𝑒 = 𝐾𝑒 𝑓𝑙 = ( ) (2.9)
𝑠 𝑐𝑥 𝑐𝑦
Untuk bagian persegi cx = cy = c dan Ashx = Ashy = Ash Persamaan (2.9)
berubah menjadi
𝐾𝑒 𝑓𝑦 𝐴𝑠ℎ (2.10)
𝑓𝑙𝑒 = 𝐾𝑒 𝑓𝑙 =
𝑠𝑐
29
Universitas Sumatera Utara
Hasil pengujian yang dilakukan oleh Cusson dan Paultre (1994), dan
Nagashima, dkk. (1992) ditemukan persamaan
𝑓′𝑐𝑐 ⁄𝑓′𝑐 = 1,0 + 2,1 (𝑓𝑙𝑒 ⁄𝑓′𝑐 )0,7 (2.11)
di mana 𝑓′𝑐𝑐 merupakan kuat tekan aksial beton terkekang dan
𝑓′𝑐 merupakan kuat tekan aksial maksimum beton tidak terkekang. Persamaan
(2.11) serupa dengan yang diusulkan oleh Richart, dkk. (1928), tetapi dengan
penambahan nilai koefisien antara penambahan kekuatan pada beton terkekang
yaitu 𝑓′𝑐𝑐 ⁄𝑓′𝑐 dan indeks pengekangan efektif yaitu 𝑓𝑙𝑒 ⁄𝑓′𝑐 .
Cusson dan Paultre (1994) juga membagi tiga bagian berdasarkan indeks
pengekangan efektif, yaitu:
a. Pengekangan rendah: 0% < 𝑓𝑙𝑒 ⁄𝑓′𝑐 < 5%.
b. Pengekangan sedang: 5% < 𝑓𝑙𝑒 ⁄𝑓′𝑐 < 20%
c. Pengekangan tinggi : 𝑓𝑙𝑒 ⁄𝑓′𝑐 > 20%
Hubungan tekanan tegangan-regangan dari beton terkekang berdasarkan hasil
percobaan yang dilakukan di laboratorium oleh Mander (1988), seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.14
30
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
31
Universitas Sumatera Utara
Persyaratan Tulangan lentur
Ada beberapa persyaratan tulangan lentur yang perlu diperhatikan pada
perencanaan komponen lentur SRPMK, diantaranya adalah:
a. Masing-masing luas tulangan atas dan bawah harus lebih besar dari luas
tulangan minimum yang dipersyaratkan, yaitu (0,25bwd√f’c)/fy atau
(1,4bwd)/fy. Rasio tulangan lentur maksimum (ρmaks) juga dibatasi
sebesar 0,025. Selain itu, pada penampang harus terpasang secara
menerus minimum dua batang tulangan atas dan dua batang tulangan
bawah.
b. Kuat lentur positif balok pada muka kolom harus lebih besar atau sama
dengan setengah kuat lentur negatifnya. Kuat lentur negatif dan positif
pada setiap penampang di sepanjang bentang tidak boleh kurang dari ¼
kuat lentur terbesar pada bentang tersebut.
c. Sambungan lewatan untuk penyambungan tulangan lentur harus diberi
tulangan spiral atau sengkang tertutup disepanjang sambungan tersebut.
Pemasangan tulangan spiral atau sengkang tertutup ini penting untuk
mengekang beton di daerah sambungan dan mengantisipasi
terkelupasnya selimut beton pada saat penampang mengalami deformasi
inelastik yang signifikan.
d. Sambungan lewatan tidak boleh digunakan pada:
1) Daerah hubungan balok-kolom,
2) Daerah hingga jarak dua kali tinggi balok h dari muka kolom, dan
3) Lokasi-lokasi yang berdasarkan hasil analisis, memperlihatkan
kemungkinan terjadinya leleh lentur akibat perpindahan lateral
inelastik struktur portal bangunan.
32
Universitas Sumatera Utara
Persyaratan Tulangan Transversal
Tulangan transversal pada komponen lentur dibutuhkan terutama untuk
menahan geser, mengekang daerah inti penampang beton dan menyediakan
tahanan lateral bagi tulangan lentur dimana tegangan leleh dapat terbentuk.
Karena pengelupasan (spalling) selimut beton dapat terjadi pada saat gempa
kuat, terutama di daerah sendi plastis dan di daerah sekitarnya, maka semua
tulangan transversal pada elemen SRPMK harus berbentuk sengkang
tertutup. Beberapa persyaratan harus dipenuhi untuk pemasangan tulangan
sengkang tertutup, diantaranya:
a. Sengkang tertutup harus dipasang:
1) Pada daerah hingga dua kali tinggi balok diukur dari muka tumpuan.
2) Di sepanjang daerah dua kali tinggi balok pada kedua sisi dari suatu
penampang yang berpotensi membentuk sendi plastis.
b. Sengkang tertutup pertama harus dipasang tidak lebih dari 50 mm dari
muka tumpuan. Spasi sengkang tertutup tidak boleh melebihi:
1) d/4, dengan d adalah tinggi efektif penampang komponen lentur
2) 8 kali diameter terkecil tulangan lentur
3) 24 kali diameter batang tulangan sengkang tertutup, dan
4) 300 mm
33
Universitas Sumatera Utara
Perencanaan Lentur
Seperti diuraikan sebelumnya, kuat lentur kolom harus memenuhi ketentuan
Strong Column Weak Beam. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya
leleh pada kolom-kolom yang pada dasarnya didesain sebagai komponen
pemikul beban lateral. Bila komponen kolom ini direncanakan tidak lebih
kuat daripada balok-balok yang merangka pada suatu hubungan balok dan
kolom yang sama, sangat mungkin terjadi perilaku inelastik dan bahkan
plastifikasi di ujung-ujung kolom. Hal ini tidak diinginkan karena kolom
tidak memiliki kemampuan disipasi energi sebaik balok. Besarnya beban
aksial yang bekerja pada kolom menyebabkan lebih rendahnya tingkat
daktilitas kolom dibandingkan dengan daktilitas balok.
Bila ada desain kolom yang tidak memenuhi strong column-weak beam,
maka kuat lateral dan kekakuan kolom tersebut harus diabaikan dalam
perhitungan kekuatan dan kekakuan struktur.
Untuk perhitungan Mn pada konstruksi balok-T yang merangka pada
hubungan balok-kolom, lebar efektif pelat dapat diambil sesuai SNI 2847-
2013 Pasal 8.12. Berdasarkan SNI beton, lebar efektif pelat pada konstruksi
balok-T tidak boleh melebihi seperempat bentang balok. Selain itu, lebar
efektif dari masing-masing sisi badan balok T tidak boleh melebihi:
a. Delapan (8) kali tebal pelat
b. Setengah (1/2) jarak bersih antara balok-balok yanhg bersebelahan
Untuk balok tepi, lebar efektif sayap dari sisi badan tidak boleh lebih dari:
a. Seperduabelas (1/12) dari bentang balok
b. Enam (6) kali tebal pelat, dan
c. Setengah (1/2) jarak bersih antara balok-balok yang bersebelahan.
34
Universitas Sumatera Utara
a. Rasio penulangan dibatasi minimum tidak boleh kurang dari 0,01 dan
maksimum tidak boleh lebih dari 0,06
Batas bawah rasio tulangan lentur kolom terutama berguna untuk
mengantisipasi pengaruh deformasi jangka panjang dan agar kuat lentur
rencana penampang kolom lebih besar daripada kuat lentur retaknya.
Batas atas rasio tulangan lentur ditetapkan untuk menjaga agar tidak
terjadi kerapatan tulangan yang berlebihan pada penampang, khususnya
di daerah sambungan lewatan.
b. Sambungan mekanis tipe 1 untuk penyambungan tulangan lentur (dengan
kekuatan 125% kuat leleh batang tulangan yang disambung) tidak boleh
ditempatkan di lokasi yang berpotensi membentuk sendi plastis, kecuali
sambungan mekanis tipe 2 (yaitu sambungan mekanis dengan kekuatan
yang lebih kuat dari kuat tarik batang tulangan yang disambung).
c. Sambungan las untuk penyambungan tulangan lentur (dengan kekuatan
125% kuat leleh batang tulangan yang disambung) tidak boleh
ditempatkan di lokasi yang berpotensi membentuk sendi plastis.
d. Sambungan lewatan hanya diizinkan si lokasi setengah panjang elemen
struktur yang berada ditengah, direncanakan sebagai sambungan lewatan
tarik, dan harus diikat dengan tulangan spiral atau sengkang tertutup yang
direncanakan sesuai ketentuan tulangan transversal
35
Universitas Sumatera Utara
SNI Beton mensyaratkan bahwa jumlah tulangan spiral atau sengkang
tertutup yang dipasang di daerah-daerah tertentu kolom yang berpotensi
membentuk sendi plastis harus memenuhi ketentuan berikut:
a. Rasio volumetric tulangan spiral atau sengkang cincin, ρs tidak boleh
kurang dari:
𝑓′𝑐
𝜌𝑠 = 0,12 (3.1)
𝑓𝑦𝑡
𝐴𝑔 𝑓′𝑐
𝜌𝑠 ∗ = 0,45 ( 𝐴 − 1) 𝑓𝑦𝑡
(3.2)
𝑠
b. Luas total penampang sengkang tertutup persegi tidak boleh kurang dari
persamaan-persamaan dibawah ini:
1) Untuk potongan penampang yang arah normalnya searah sumbu x:
𝑓 ′𝑐 𝐴𝑔
𝐴𝑠ℎ𝑥 ∗ = 0,3 (𝑠𝑏𝑐𝑥 )( − 1) (3.3)
𝑓𝑦𝑡 𝐴𝑐ℎ
dan
𝑓 ′𝑐
𝐴𝑠ℎ𝑥 = 0,09 (𝑠𝑏𝑐𝑥 ) (3.4)
𝑓𝑦𝑡
dengan:
a) Ashx = luas penampang total tulangan transversal dalam rentang
spasi s dan tegak lurus terhadap dimensi bcx
b) Ashy = luas penampang total tulangan transversal dalam rentang
spasi s dan tegak lurus terhadap dimensi bcy
c) s = spasi tulangan transversal
36
Universitas Sumatera Utara
d) bcx = dimensi penampang inti kolom yang arah normalnya
sejajar sumbu x, diukur dari sumbu ke sumbu tulangan
transversal terluar
e) bcy = dimensi penampang inti kolom yang arah normalnya
sejajar sumbu y, diukur dari sumbu ke sumbu tulangan
transversal terluar
f) Ag = luas bruto penampang kolom
g) Ach = luas penampang inti kolom dari sisi luar ke sisi luar
tulangan sengkang tertutup
h) Ac = luas penampang inti kolom dari sisi luar ke sisi luar
tulangan spiral
i) Fyt = kuat leleh tulangan transversal (maksimum 700 MPa)
Pers (3.2), (3.3), dan (3.5) yang diberi tanda asterisk diturunkan dengan
prinsip bahwa luas tulangan sengkang tertutup atau spiral yang terpasang
harus mampu meningkatkan kuat tekan inti kolom sedemikian hingga
peningkatan tersebut dapat mengkompensasi berkurangnya daya dukung
kolom dengan lepasnya selimut beton. Secara matematis, hal ini dapat
dinyatakan sebagai berikut.
Kuat tekan sumbangan selimut beton = kuat tekan tambahan inti beton
(hilang karena selimut beton lepas) (pengaruh adanya kekangan)
Hal ini berarti bahwa lepasnya selimut beton pada kolom tidak boleh
mengurangi kemampuan kolom dalam menahan beban aksial tekan.
Pers (3.2), (3.3), dan (3.5) diatas tidak perlu diperhatikan bila bagian inti
penampang kolom (tanpa selimut beton) telah dirancanakan terhadap
kombinasi beban gempa dan mampu menahan gaya dalam yang terjadi.
Sehingga walaupun luasan tulangan sengkang atau spiral yang terpasang
lebih kecil daripada luasan tulangan minimum yang disyaratkan oleh
persamaan-persamaan tersebut, struktur kolom tetap mampu menahan gaya
dalam yang terjadi pada saat selimut beton lepas.
37
Universitas Sumatera Utara
Jadi, dalam hal ini kebutuhan tulangan sengkang tertutup dan spiral pada
kolom hanya perlu direncanakan terhadap persamaan-persamaan lainnya,
yaitu pers (3.1), (3.4), dan (3.6).
Rasio volume tulangan spiral, ρs pada pers (3.1) dan (3.2) dapat dihitung
sebagai berikut.
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑙 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑙𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑛 𝐴𝑠𝑝 𝜋𝐷𝑐 4 𝐴𝑠𝑝
𝜌𝑠 = = = (3.8)
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑜𝑟𝑒 1 2 𝐷𝐶 𝑠
4 𝜋 𝐷𝐶 𝑠
Nilai Sx pada persamaan di atas dibatasi maksimum 150 mm dan tidak perlu
lebih kecil dari 100 mm.
Daerah-daerah pada kolom yang berpotensi membentuk sendi plastis, yang
harus dipasangi tulangan transversal dengan luasan dan spasi sesuai
ketentuan sebagai berikut:
a. Sepanjang lo dari setiap muka hubungan balok-kolom
b. Sepanjang lo pada kedua sisi dari setiap penampang yang berpotensi
membentuk leleh lentur (sendi plastis) akibat deformasi lateral inelastic
pada struktur rangka.
c. Sepanjang daerah sambungan lewatan tulangan longitudinal kolom
d. Ke dalam kepala pondasi sejauh minimum 300 mm
Panjang lo dalam hal ini ditentukan tidak kurang dari:
a. Tinggi penampang struktur kolom pada muka hubungan balok-
kolom atau pada segmen yang berpotensi membentuk leleh lentur,
b. Seperenam (1/6) bentang bersih struktur kolom, dan
c. 450 mm
38
Universitas Sumatera Utara
Bila gaya-gaya aksial terfaktor pada kolom akibat beban gempa
melampui Agf’c/10 dan gaya aksial tersebut berasal dari komponen
struktur lainnya yang sangat kaku yang didukungnya, misalnya dinding
maka kolom tersebut harus diberi tulangan transversal sesuai
ketentuan di atas pada seluruh tinggi kolom. Daerah pemasangan
tulangan transversal tersebut harus diperpanjang untuk suatu jarak
sebesar panjang penyaluran tulangan longitudinal terbesar ke dalam
komponen struktur yang sangat kaku tersebut.
Di luar daerah lo, tulangan spiral atau sengkang tertutup harus dipasang
dengan spasi sumbu ke sumbu tidak lebih dari nilai terkecil dari 6 kali
diameter tulangan longitudinal kolom atau 150 mm.
Persyaratan Geometri
Pada perencanaan hubungan balok-kolom, gaya pada tulangan lentur di
muka hubungan balok-kolom dapat ditentukan berdasarkan tegangan 1,25fy.
Faktor reduksi untuk perencanaan join dapat diambil sebesar 0,8. Beberapa
persyaratan geometri harus dipenuhi untuk join SRPMK diantaranya:
a. Untuk beton normal, dimensi kolom pada hubungan balok-kolom dalam
arah paralel tulangan longitudinal balok minimal harus 20 kali diameter
tulangan longitudinal terbesar pada balok.
b. Untuk beton ringan, dimensi minimumnya adalah 26 kali diameter.
39
Universitas Sumatera Utara
Persyaratan Tulangan Transversal
Tulangan transversal seperti sengkang tertutup yang dipasang pada daerah
sendi plastis kolom harus dipasang juga di daerah hubungan balok-kolom
(HBK), kecuali bila hubungan tersebut dikekang oleh komponen-komponen
struktur balok yang merangka padanya. Bila ada balok-balok dengan lebar
setidak-tidaknya tiga per empat (3/4) lebar kolom merangka pada keempat
sisi HBK maka tulangan transversal yang harus dipasang di daerah join
hanyalah setengah (1/2) dari yang dipasang di daerah sendi plastis kolom.
Tulangan transversal ini harus dipasang mulai dari sisi terbawah balok yang
merangka ke hubungan tersebut. Spasi tulangan transversal pada kondisi ini
dapat diperbesar menjadi 150 mm.
Pada HBK dengan lebar balok lebih besar daripada lebar kolom, tulangan
transversal seperti pada daerah sendi plastis kolom harus dipasang juga pada
hubungan tersebut untuk memberikan kekangan terhadap tulangan
longitudinal balok yang berada di luar daerah inti kolom.
Gaya geser horizontal pada daerah HBK dapat dihitung dengan
mengasumsikan bahwa elemen lentur yang merangka pada HBK tersebut
telah mencapai kapasitasnya, dengan menetapkan gaya tarik tulangan lentur
balok sebesar As (1,25fy).
Gambar 3.1 Jenis Hubungan Balok dan Kolom (Sushree Sunayana, 2014)
Berdasarkan SNI Beton, persamaan kuat geser HBK dapat dihitung sebagai
berikut:
Vjn = c (√f’c) Aj (3.10)
40
Universitas Sumatera Utara
Dengan nilai c dibatasi sama dengan 1,7 untuk hubungan balok-kolom yang
terkekang pada keemat sisinya, 1,25 untuk hubungan yang terkekang pada
ketiga sisinya atau dua sisi yang berlawanan, dan 1,0 untuk hubungan
lainnya. Suatu balok yang merangka pada suatu hubungan balok-kolom
dianggap memberikan kekangan bila setidak-tidaknya tiga per empat (3/4)
bidang muka HBK tersebut tertutupi oleh balok yang merangka tersebut.
HBK dapat dianggap terkekang penuh bila ada 4 balok yang merangka pada
masing-masing keempat sisi HBK tersebut.
Luas efektif join (Aj) pada pers (3.10) dapat dihitung sebagai hasil perkalian
antara lebar efektif join dan tinggi h.
41
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.2 Luas Efektif Hubungan Balok dan Kolom (SNI 2847-2013)
Akhir-akhir ini, pelat bercetak yang diberi topping cor ditempat sering
digunakan sebagai sistem struktur untuk pelat lantai. Berdasarkan SNI 03-
2847-2013, pelat penutup komposit cor setempat di atas lantai atau atap
pracetak dapat berfungsi sebagai diafragma structural selama penutup cor
setempat memiliki tebal tidak kurang dari 50 mm, diberi tulangan, dan
sambungan-sambungannya didetailkan untuk dapat menyalurkan gaya–gaya
kepada batang-batag tepi, komponen-komponen kolektor, dan sistem
pemikul beban lateral. Selain itu, pnutup tak komposit yang dicor setempat
diatas lantai atau atap pracetak juga dapat difungsikan sebagai diafragma
42
Universitas Sumatera Utara
struktural selama penutup tersebut memiliki tebal tidak kurang dari 65 mm
dan secara individual direncanakan terhadap gaya-gaya yang bekerja.
43
Universitas Sumatera Utara
3.2 Prosesdur Pushover Analysis
Gambar 3.3 Posisi Sumbu Lokal Balok (Manual SAP2000 versi 14.2.2)
Hinge properties untuk elemen kolom adalah P-M2-M3 yang artinya sendi
plastis terjadi karena interaksi gaya aksial (P) dan momen (M) sumbu lokal
2 dan sumbu lokal 3.
Gambar 3.4 Posisi Sumbu Lokal Kolom (Manual SAP2000 versi 14.2.2)
b. Letak sendi plastis pada analisa Pushover dengan SAP2000 hanya dapat
dinyatakan sebagai panjang relatif 0 dan 1, yang berarti sendi plastis
terletak pada joint-joint pertemuan balok dan kolom. Dengan kata lain,
sendi plastis hanya bisa diletakkan pada start joint, end joint, ataupun pada
kedua joint tersebut dari elemen balok atau kolom.
44
Universitas Sumatera Utara
c. Menentukan titik kontrol untuk memonitor besarnya perpindahan struktur.
Rekaman besarnya perpindahan titik kontrol dan gaya geser dasar
digunakan untuk menyusun kurva pushover.
d. Analisis Pushover dilakukan setelah struktur dibebani oleh beban gravitasi
yang direncanakan dengan pengaruh kombinasi beban mati dan tidak
kurang dari 25% dari beban hidup yang disyaratkan. Jadi setelah struktur
dibebani oleh beban gravitasi, beban statik lateral diberikan secara
berangsur-angsur untuk mencapai target displacement tertentu.
Ada 2 macam bentuk load application control untuk analisa statis nonlinear
yaitu a load-controlled dan displacement-controlled.
1) Load-controlled dipakai apabila kita tahu pembesaran beban yang
akan diberikan kepada struktur yang diperkirakan dapat menahan
beban tersebut, contohnya adalah beban gravitasi. Pada load-
controlled semua beban akan ditambahakan dari nol hingga
pembesaran yang diinginkan.
2) Displacement-controlled dipakai apabila kita mengetahui sejauh mana
struktur kita bergerak tetapi kita tidak tahu beban yang harus
dimasukkan. Ini sangat berguna untuk mengetahui perilaku struktur
tidak stabil dan mungkin kehilangan kapasitas pembawa beban selama
analisa dilakukan.
e. Membuat kurva pushover yang menggambarkan hubungan antara gaya
geser dasar (base shear) dan perpindahan (displacement).
f. Estimasi besarnya perpindahan lateral saat gempa rencana (target
perpindahan). Titik kontrol didorong sampai taraf perpindahan tersebut,
yang mencerminkan perpindahan maksimum yang diakibatkan oleh
intensitas gempa rencana yang ditentukan.
g. Mengevaluasi level kinerja struktur ketika titik kontrol tepat berada pada
target perpindahan merupakan hal utama dari perencanaan barbasis kinerja.
Komponen struktur dan aksi perilakunya dapat dianggap memuaskan jika
memenuhi kriteria yang dari awal sudah ditetapkan, baik terhadap
persyaratan deformasi maupun kekuatan.
45
Universitas Sumatera Utara
3.3 Tahapan Analisis
a. Studi literatur
Studi literatur dari jurnal dan buku yang terkait dalam analisis nonlinier
pushover. Mempelajari semua yang berhubungan dengan analisis nonlinier
pushover. Buku acuan yang dipakai antara lain SNI 03-1726-2002 Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Gedung, Peraturan pembebanan
berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung
SNI 03-1727- 1989, Applied Technology Council for Seismic evaluation and
retrofit of concrete buildings volume-1 (ATC-40), Federal Emergency
Management Agency for Prestandard And Commentary For The Seismic
Rehabilitation Of Buildings (FEMA-356), Uniform Building Code for
Earthquake Design volume-2 (UBC,1997) dan jurnal-jurnal yang berkaitan
dengan analisis pushover.
b. Pemodelan bangunan
Pemodelan bangunan yang diteliti, baik data sekunder maupun data primer.
Data yang didapat adalah Shop Drawing dan data tanah sondir boring
bangunan. Data ini digunakan untuk pemodelan struktur 3D yang selanjutnya
dianalisis dengan bantuan SAP 2000.
Shop Drawing digunakan untuk tahapan pemodelan yang sesuai dengan
gambar yang ada sehingga analisis ini tidak menyimpang dari gambar yang
ada. Semua struktur yang dimodelkan harus sesuai dengan Shop Drawing,
untuk bangunan non striktural tidak dimodelkan karena tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan dalam pemodelan 3D ini.
Data tanah digunakan untuk menentukan besarnya gaya tanah yang menekan
dinding basement. Besarnya gaya tekan tanah mempengaruhi struktur
46
Universitas Sumatera Utara
bagunan yang akan dianalisis, oleh sebab itu besarnya gaya tekan tanah ini
perlu diperhatikan dalam pemodelan 3D.
c. Pemodelan 3D
Pembuatan model struktur bangunan dengan pemodelan 3D sesuai dengan
data dan informasi dari bangunan rumah sakit.
1) System koordinat global dan lokal
Pemodelan ini dibuat sesuai dengan Shop Drawing yang ada. Perlu
diketahui pembuatan model 3D yang ada pada program SAP 2000
mempunyai aturan sistem koordinat global dan lokal. Sistem koordinat
global adalah sistem koordinat 3 dimensi yang saling tegak lurus dan
perjanjian tanda yang digunakan memenuhi kaidah aturan tangan kanan.
Sistem ini memiliki 3 sumbu yang saling tegak lurus yaitu sumbu X,Y,Z.
Arah koordinat dalam model struktur yang digunakan munggunakan nilai
± X, ± Y dan ± Z. Semua sistem koordinat dalam model struktur yang
digunakan selalu didefinisikan dengan koordinat global baik secara
langsung maupun secara tidak langsung.
47
Universitas Sumatera Utara
Sistem koordinat lokal elemen yang dipakai pada penelitian ini
dinyatakan dengan sumbu lokal 1, sumbu lokal 2, dan sumbu lokal 3 di
mana :
a) Sumbu lokal 1 adalah arah aksial.
b) Sumbu lokal 2 searah sumbu global +Z untuk balok dan searah sumbu
global +X untuk kolom.
c) Sumbu lokal 3 mengikuti kaidah aturan tangan kanan, di mana sumbu
3 tegak lurus dengan sumbu lokal 1 dan sumbu lokal 2.
Sistem sumbu lokal elemen dapat disimak pada gambar 3.3 dan 3.4
3) Diaphragm constraint
Tahapan ini dilakukan secara manual dalam SAP 2000. Diaphragm
Constraint ini menyebabkan semua joint pada satu lantai diberi batasan
constraint bergerak secara bersamaan sebagai diafragma planar yang
bersifat kaku (rigid) terhadap semua deformasi yang mungkin terjadi.
Asumsi Diaphragm constraint sangat tepat untuk fenomena
terbentuknya rigid floor di mana lantai struktur bergerak bersamaan
ketika suatu struktur mengalami gempa.
d. Perhitungan pembebanan
Menghitung beban-beban yang bekerja pada struktur berupa beban mati,
beban hidup. Beban mati yang dihitung berdasar pemodelan yang ada dimana
beban sendiri didalam Program SAP 2000 dimasukkan dalam load case
DEAD, sedangkan berat sendiri tambahan yang tidak dapat dimodelkan
dalam program SAP 2000 dalam load case Super Dead. Perhitungan berat
48
Universitas Sumatera Utara
sendiri ini dalam program SAP 2000 yang untuk dead adalah 1, sedangkan
super dead adalah 0, dimana beban untuk dead telah dihitung secara
otomatis oleh program SAP 2000, sedangkan untuk beban Super dead
bebannya perlu dimasukkan secara manual sesuai dengan data yang ada.
Beban hidup yang dimasukkan dalam program SAP 2000 dinotasikan dalam
live. Beban hidup ini mendapatkan reduksi beban gempa. Beban hidup
disesuaikan dengan peraturan yang ada. Perhitungan beban hidup ini dalam
program SAP 2000 yang untuk LIVE adalah 0, di mana beban hidup perlu
dimasukkan secara manual sesuai dengan data yang ada.
Am = 2.5 Ao (3.12)
Untuk waktu getar alami sudut Tc (tanah sedang : 0.6) faktor respons gempa
C ditentukan dengan persamaan berikut :
Untuk T < Tc , maka C = Am
49
Universitas Sumatera Utara
T = Ct . (H𝑛 )β (3.13)
dimana:
Ct = 0.018 untuk struktur beton bertulang.
Hn = tinggi puncak bagian utama struktur (m) .
β = 0.90 untuk bangunan beton.
T1 < ζ n (3.14)
Dimana:
T1 = waktu getar alami fundamental dari struktur gedung.
ζ = koefisien untuk wilayah gempa tempat struktur gedung
= 0.18 ( wilayah 3)
n = 6 ( jumlah tingkat).
50
Universitas Sumatera Utara
Gaya geser dasar horizontal akibat gempa (V) harus dibagikan
kesepanjang gedung menjadi beban-beban horizontal yang bekerja pada
masing-masing tingkat dengan rumus :
𝑊𝑖 𝑍𝑖
𝐹𝑖 = 𝑛 𝑉 (3.16)
∑𝑖=1 𝑊𝑖 𝑍𝑖
Dimana :
Wi : Berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai
Zi : Ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral
N : Nomor lantai tingkat paling atas
V : Gaya geser dasar nominal
51
Universitas Sumatera Utara
besarnya melalui perhitungan. Pada analisis ini pushover case untuk beban
gravitasi diberi nama GRAV.
52
Universitas Sumatera Utara
Flowchart Penelitian
Mulai
Perumusan Masalah
Studi Literatur
Pushover Analysis
Nilai MCR
Terjadi sendi ya
plastis diujung
atas kolom?
Tidak
Penarikan Kesimpulan
Selesai
53
Universitas Sumatera Utara
3.4 Data Sturktur Bangunan dan Pembebanan
a. Material
1) Kuat tekan beton (fc’) = 30 Mpa
2) Tulangan geser diameter ≤ 12 mm menggunakan baja tulangan polos
BJTP 24 dengan tegangan leleh, fy = 240 MPa dan fu = 390 MPa.
3) Tulangan utama diameter ≥ 12 mm menggunakan baja tulangan ulir
BJTD 40 dengan tegangan leleh, fy = 400 MPa dan fu = 570 MPa.
b. Elemen struktur
1) Jenis struktur = beton bertulang
2) Pondasi = terjepit, kaku di tanah
3) Penampang Balok
a) Balok Induk (B1) = 30 x 50 cm
b) Balok Induk (B2) = 30 x 60 cm
c) Balok Anak (BA) = 25 x 45 cm
4) Penampang kolom
a) Kolom Eksterior (K1) = 60 x 60 cm
b) Kolom Interior (K2) = 75 x 75 cm
5) Tebal pelat lantai dan atap = 15 cm
c. Geometrik struktur
Jumlah tipe struktur yang akan dimodelkan ada 1 tipe pemodelan dengan
geometri bangunan sebagai berikut:
1) Jumlah lantai = 7 lantai
2) Panjang bangunan = 30 m
Jumlah spasing (sb-x) = 5 spasing
3) Lebar bangunan = 18 m
Jumlah spasing (sb-y) = 3 spasing
4) Jarak antara spasing = 6 meter
5) Ketinggian antar lantai =4m
6) Ketinggian lantai bawah =6m
54
Universitas Sumatera Utara
7) Tinggi total bangunan = 30 m
55
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1 Koefisien Situs, Fa
56
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.4 Kategori desain seismik berdasarkan parameter respons
percepatan pada perioda 1 detik
Kategori Resiko
Nilai SD1
I atau II atau III IV
SD1 < 0,067 A A
0,067 ≤ SD1 < 0,133 B C
0,133 ≤ SD1 < 0,20 C D
0,20 ≤ SD1 D D
Sumber: SNI-1726-2012
57
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
2 2
𝑆𝐷𝑆 = 3
𝑆𝑀𝑆 maka 𝑆𝐷𝑆 = 3 x 0,7 = 0,467
2 2
𝑆𝐷1 = 𝑆𝑀1 maka 𝑆𝐷1 = 3 x 0,54 = 0,36
3
𝑆𝐷1 0,36
𝑇0 = 0,2 maka 𝑇0 = 0,2 = 0,154
𝑆𝐷𝑆 0,467
𝑆 0,36
𝑇𝑆 = 𝑆𝐷1 maka 𝑇𝑆 = 0,467 = 0,771
𝐷𝑆
𝑇
𝑆𝑎 = 𝑆𝐷𝑆 (0,4 + 0,6 )
𝑇0
Jika T = T0 = 0,154 maka 𝑆𝑎 = 0,467
𝑆𝐷1
𝑆𝑎 =
𝑇
Jika T = Ts = 0,771 maka 𝑆𝑎 = 0,467
Jika T = 1 maka 𝑆𝑎 = 𝑆𝐷1 = 0,36
Karena 𝑆𝐷𝑆 = 0,467 (0,33 ≤ SDS < 0,50) dan kategori resiko IV maka
kategori desain seismik D (Tabel 3.3)
Karena 𝑆𝐷1 = 0,36 (0,20 ≤ SD1) dan kategori resiko IV maka ketegori desain
seismik D (Tabel 3.4)
Karena KDS adalah D maka tingkat resiko kegempaan Tinggi sehingga
struktur bangunan harus didesain dengan SRPMK.
58
Universitas Sumatera Utara
0.500
0.450
0.400
0.350
0.300
0.250
0.200
0.150
0.100
0.050
0.000
0.00 0.05 0.15 0.25 0.35 0.45 0.55 0.65 0.75 0.85 0.95 1.05 1.15 1.25 1.30 1.35 1.40
𝑆𝐷1 0,36
𝐶𝑆 = 𝑅 = 8 = 0,088
𝑇 (𝐼) 0,771 ( )
1,5
Menghitung V lantai 1:
𝑉 = 𝐶𝑠 𝑊𝑡 = 0,088 x 34084,35 = 2984,038
Sehingga untuk menghitung F maka kita menggunakan V sebesar 2984,038
Hasil nilai V untuk lantai 2-7 dapat dilihat pada tabel 4.1
𝑊𝑖 𝑍𝑖
𝐹= 𝑉
∑𝑛𝑖=1 𝑊𝑖 𝑍𝑖
Hasil nilai F untuk setiap lantai dapat dilihat pada tabel 4.1
59
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 Gaya Lateral Ekivalen dan Gaya Geser Ekivalen per lantai
Lantai Tinggi lantai Berat Momen Fx Vx
dari dasar Lantai
Zx (m) Wx (KN) Wx.Zx (KN-m) (KN) (KN)
7 30 4563.09 136892.70 681.522 681.522
6 26 4756.05 123657.30 615.630 1297.152
5 22 4756.05 104633.10 520.917 1818.069
4 18 4756.05 85608.90 426.205 2244.275
3 14 4756.05 66584.70 331.493 2575.768
2 10 4756.05 47560.50 236.781 2812.548
1 6 5741.01 34446.06 171.490 2984.038
Total 34084.35 599383.26
60
Universitas Sumatera Utara
(a)
(b)
Gambar 4.3 Denah struktur gedung (a) Tampak depan; (b) Tampak atas
61
Universitas Sumatera Utara
(c)
62
Universitas Sumatera Utara
lentur maka struktur tersebut harus memenuhi beberapa persayaratan
sebagai berikut :
a. Gaya aksial tekan terfakor pada komponen struktur (balok) tidak
melebihi 0.1Ag f’c.
Ag B1 (300*500) = 150.000 mm²
0.1Ag f’c = 450 KN
Ag B2 (300*600) = 180.000 mm²
0.1Ag f’c = 540 KN
b. Gaya aksial tekan terfaktor pada balok akibat kombinasi beban gravitasi
dan beban gempa = 540 KN > 194,78 (syarat terpenuhi)
c. Bentang bersih komponen struktur tidak boleh kurang dari empat kali
tinggi efektifnya. Ln > 4d = 5250 > 4 x 545 (syarat terpenuhi)
d. Perbandingan lebar dan tinggi tidak boleh kurang dari 0,3
𝑏 300
B1: > 0,3 = > 0,3 = 0,6 > 0,3 (syarat terpenuhi)
ℎ 500
𝑏 300
B2 : ℎ > 0,3 = > 0,3 = 0,5 > 0,3 (syarat terpenuhi)
600
63
Universitas Sumatera Utara
d’ = 40 + ½(32) + 12 = 68 mm
d = h – d’ = 500 – 68 = 432 mm
Jd = 0,85 d
𝑀𝑢 −136,94.106
𝐴𝑠 = = 0,8.400.0,85.432 = 1165,41 mm²
Ø 𝑓𝑦 𝑗𝑑
Jumlah baja tulangan tarik yang diperlukan 6 D20 (As = 1885 mm²)
Jumlah baja tulangan tarik yang diperlukan 4 D20 (As = 1256,6 mm²)
64
Universitas Sumatera Utara
Jd = 0,85 d
𝑀𝑢 22,5.106
𝐴𝑠 = = 0,8.400.0,85.432 = 191,483 mm²
Ø 𝑓𝑦 𝑗𝑑
Jumlah baja tulangan tarik yang diperlukan 2 D20 (As = 628,4 mm²)
65
Universitas Sumatera Utara
(𝑐−68)𝑒𝑐 (104,468−68) 𝑓𝑦
𝑒𝑠′ = = 0,003 = 0,00105 < = 0,002
𝑐 104,468 𝐸𝑠
(Asumsi benar)
Cc = 0,85. f’c. a. b = 0,85. 30. 88,798. 300 = 679,3 KN
(𝑐−68) (104,468−68)
Cs = 753,96 = 753,96 = 263,19 KN
𝑐 104,468
b) Kondisi 2
Tulangan tekan (atas) 6 D20 (As = 1885 mm²)
Tulangan tarik (bawah) 4 D20 (As = 1256,6 mm²)
Asumsi tulangan tekan belum leleh :
𝑒𝑠′ 𝑒𝑐
=
𝑐 − 𝑑′ 𝑐
(𝑐 − 𝑑′)𝑒𝑐
𝑒𝑠′ =
𝑐
Cs = As’. es’ E
(𝑐−68)
Cs = 1885 0,003. 200000
𝑐
(𝑐−68)
Cs = 1131 KN
𝑐
a = 0,85 c
Cc = 0,85 f’c. a. b
Cc = 0,85.30.(0,85 c).300 = 6,5025 c KN
Tulangan tarik sudah leleh:
Ts = 1,25.As.fy
= 1,25. 1256,6. 400 = 628,3 KN
Ts = Cc + Cs
(𝑐−68)
628,3 = 6,5025 c + 1131
𝑐
6,5025 c² + 502,7 c – 76908 = 0
66
Universitas Sumatera Utara
Dengan menyelesaikan persamaan tersebut maka diperoleh nilai:
c = 76,765 mm ; a = 0,85 c = 65,25 mm
(𝑐−68)𝑒𝑐 (76,765−68) 𝑓𝑦
𝑒𝑠′ = = 0,003 = 0,00034 < 𝐸𝑠 = 0,002
𝑐 76,765
(Asumsi benar)
Cc = 0,85. f’c. a. b = 0,85. 30. 65,25. 300 = 499,16 KN
(𝑐−68) (76,765−68)
Cs = 1131 = 1131 = 129.137 KN
𝑐 76,765
67
Universitas Sumatera Utara
Spasi tulangan geser didapatkan dengan menggunakan persamaan:
𝐴𝑣 𝑉𝑠
=
𝑠 𝑓𝑦 . 𝑑
𝐴𝑣 375,11 (103 )
=
𝑠 240 . 432
Direncanakan menggunakan tulangan geser 2Ø12, Av = 226,08 mm²
𝐴𝑣.𝑓𝑦.𝑑 226,08. 240. 432
𝑠= = = 62,5 mm
𝑉𝑠 375,11 (103 )
4.3.2 Kolom
Menurut SNI 03-2847-2013 dijelaskan bahwa untuk komponen -komponen
struktur pada Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) yang
memikul gaya akibat beban gempa dan menerima beban aksial terfaktor yang
lebih besar dari 0,1.Ag.f’c maka, komponen struktur tersebut harus
memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
a. Gaya aksial tekan terfakor pada komponen struktur (kolom) tidak kurang
dari 0.1Ag f’c.
68
Universitas Sumatera Utara
Ag K1 (600*600) = 360.000 mm² (Kolom Eksterior)
0.1Ag f’c = 1080 KN
Ag K2 (750*750) = 562.500 mm² (Kolom Interior)
0.1Ag f’c = 1687,5 KN
Gaya aksial terfaktor maksimum = 5402,588 KN (syarat terpenuhi)
b. Sisi terpendek kolom tidak kurang dari 300 mm,
Sisi terpendek kolom b = 600 mm (Syarat Terpenuhi)
𝑏
c. ratio
ℎ
Rasio dimensi penampang tidak boleh kurang dari 0,4
𝑏 600
= 600 = 1 > 0,4 (syarat terpenuhi)
ℎ
𝐶𝑚 1
δns = 𝑃 = 0,65. 540258,8 = 1,172
1− 𝑢 1−
0,75. 3185762,2
0,75.𝑃𝑐
M2 = 491,403 KNm
Mc = δns. M2
= 1,172. 491,403 = 576,07 KNm
Karena pengaruh faktor pembesaran momen, maka nilai momen terfaktor
yang diperbesar dapat dihitung menggunakan rumus yang terdapat pada
SNI-03-2847-2013 berikut ini:
Mns = 151,83 KNm
69
Universitas Sumatera Utara
Mn = Mns + Mc
= 151,83 + 576,07 = 727,9 KNm
Pu = 5402,588 KN
70
Universitas Sumatera Utara
𝑎𝑏
Mnb = Pnb. (𝑑 − ) + As’ fs’ (d - d’) + As. fy (d – d’)
2
128,78
= 1970334. (534 − ) + 2463. 400. 468 + 2463. 400. 468
2
= 1847,44 KNm
ØPnb = 0,65 x 1970,33 = 1280,71 KN
ØMnb = 0,65 x 1847,44 = 1200,84 KNm
e) Kapasitas penampang pada kondisi murni (P=0):
𝐴𝑆. 𝑓𝑦
Mn = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 . (𝑑 − 0,59. 𝑓′ )
𝑐. 𝑏
2463. 400
Mn = 2463. 400. (534 − 0,59. ) = 494,28 KNm
30. 600
71
Universitas Sumatera Utara
ØPn (KN) Diagram P-M
ØMn (KNm)
Gambar 4.4 Diagram Interaksi Kolom
= 1,202
72
Universitas Sumatera Utara
4.4 Hasil Analisis Pushover
Hasil analisis pushover yang dilakukan dengan program SAP2000 Nonlinier
adalah kurva kapasitas (Capacity Curve) skema kelelehan berupa distribusi sendi
plastis yang terjadi dan titik kinerja (Performance Point).
73
Universitas Sumatera Utara
Performance Point
74
Universitas Sumatera Utara
Dt 0,067
a) Maksimal Drift = = = 0,00223
H 30
Sehingga level kinerja gedung adalah Immediate Occupancy.
Dt−D1 0,067−0,0016
b) Maksimal In-elastic Drift = = = 0.00218
Htot 30
Level kinerja gedung Nonlinear adalah Immediate Occupancy.
Maka kinerja gedung saat mencapai gaya geser dasar sebesar V = 3173,268
KN masuk pada level Immediate Occupancy yakni ada kerusakan yang pada
struktur dimana kekuatan dan kekakuannya hampir sama dengan kondisi
sebelum gempa dan gedung dapat digunakan kembali.
75
Universitas Sumatera Utara
Tahap pertama, step 0 pada saat nilai displacement 0,0016 m. Belum
terjadinya sendi plastis yang berperilaku linear pada tahap ini sehingga
elemen balok dan kolom masih dalam kondisi aman.
Sebagian besar elemen balok pada struktur bangunan mulai muncul sendi
plastis dengan level B yang mana masih bersifat elastic. Semua ditandai
dengan warna merah muda (pink). Seperti kita ketahui, level B menunjukkan
batas linear yang kemudian diikuti terjadinya pelelehan pertama pada
struktur bangunan. Karena pada kolom belum terdapat sendi plastis baik pada
ujung atas maupun pada ujung bawah, pada tahap ini bisa dikatakan bahwa
struktur bangunan tersebut masih aman dan tidak mengalami kerusakan yang
banyak secara struktural.
76
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya kita perhatikan tahap berikutnya yang terjadi, yakni step 7:
Seluruh elemen balok pada struktur bangunan sudah terjadi sendi plastis,
bahkan sebagian sendi plastis elemen balok mulai mencapai tahap leleh
pertama yakni level IO dengan perilaku nonlinear yang ditandai warna biru
gelap. Pada Level IO, elemen balok hanya terjadi kerusakan yang kecil atau
tidak berarti bagi struktur, kekakuan struktur hampir sama pada saat belum
terjadi gempa. Selain itu, ujung bawah kolom, mulai muncul sendi plastis
pada level LS yang ditandai dengan warna biru muda terang. Pada level LS,
elemen kolom tingkat kerusakan mulai dari kecil hingga tingkat sedang,
kekakuan struktur berkurang tetapi masih aman karena mempunyai ambang
yang cukup besar terhadap keruntuhan. Sedangkan, pada ujung atas kolom
masih belum terjadi sendi plastis. Sehingga bangunan ini masih aman dari
keruntuhan total.
77
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya kita perhatikan tahap berikutnya yang terjadi, yakni step 12 (step
terakhir dari tahap distribusi sendi plastis yang terjadi pada bangunan ini):
Pada tahap terakhir ini atau step 12, Seluruh elemen balok pada struktur
bangunan terjadi sendi plastis yang sama dengan step 7, yakni mencapai level
B dan IO dengan perilaku nonlinear yang ditandai warna pink dan biru gelap.
Pada ujung bawah kolom terjadi sendi plastis yang mencapai level E yang
ditandai dengan warna merah. Pada level ini, struktur tanah sudah tidak
mampu lagi menahan gaya geser dan bangunan tersebut pada akhirnya
hancur. Sedangkan pada ujung atas kolom telah terjadi sendi plastis dengan
level LS yang ditandai dengan warna biru muda terang.
78
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
79
Universitas Sumatera Utara
5.2 Saran
80
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
81
Universitas Sumatera Utara
Nurdianti, Ulfa. 2013. Studi Keandalan Struktur Gedung Tinggi Tidak Beraturan
Menggunakan Pushover Analysis Pada Tanah Medium. Makassar: Universitas
Hasanuddin.
Paulay, T and M.J.N. Priestley. 1992. Seismic Design of Reinforced Concrete and
Masonry Buildings. New York: John Willey & Sons,Inc.
Raut, Nivedita N dan Swati D Ambadkar. 2013. Pushover Analysis of Multistoried
Building. Massachusetts: Global Journals Inc (USA).
Sumarwan. 2010. Evaluasi Kinerja Struktur Beton Tahan Gempa Dengan Analisis
Pushover Menggunakan Software SAP2000. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.
Sunayana, Sushree. 2014. Moment Capacity Ratio at Beam-Column Joint in a
Regular RC Framed Building. Rourkela: National Institute of Technology
Rourkela.
82
Universitas Sumatera Utara
PERHITUNGAN BERAT STUKTUR
EXCEL SAP2000
GAMBAR MOMENT SAP2000
83
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan Berat Struktur Lantai 1
Berat Sendiri Struktur
Berat jenis beton 24 KN/m3
Elemen Balok
Luas penampang elemen balok (seragam untuk setiap lantai)
b 0.3 b 0.3 b 0.25
B1 h 0.5 B2 h 0.6 BA h 0.45
luas 0.15 m2 luas 0.18 m2 luas 0.1125 m2
Elemen pelat
jumlah luas total
15 32.4 486 m2 tebal pelat = 15 cm
Luas total pelat 486 m2
volum total pelat = 72.9 m3
berat total pelat = 1749.6 KN
Plafond
Luas total plafond 486 m2 berat jenis 0.1 KN/m2
Berat total plafond 48.6 KN
M&E
Luas total pelat 486 m2 berat jenis 0.2 KN/m2
Berat total M & E 97.2 KN
Elemen Balok
Berat Total Balok 1030.05 KN
Elemen Kolom
Luas Penampang h kolom 4m
b 0.6 m Panjang elemen
volume
Kolom tepi h 0.6 m Jumlah kolom Panjang Total
luas 0.36 m2 16 4 64 m 23.04 m3
b 0.75 m
Kolom interior h 0.75 m
luas 0.5625 m2 8 4 32 m 18 m3
volume total kolom = 41.04 m3
Berat total kolom = 984.96 KN
Elemen pelat
Berat Total Pelat 1749.6 KN
Universitas
SAP2000 v14.2.2 - File:SAP Bangunan 7 lantai - Moment 3-3 Diagram (1.4D+1.4SD) - KN, m, Sumatera
C Units Utara
SAP2000 12/4/18 17:33:03
Universitas
SAP2000 v14.2.2 - File:SAP Bangunan 7 lantai - Moment 3-3 Diagram (1.2D+1.2SD+1.6L) Sumatera
- KN, Utara
m, C Units
SAP2000 12/4/18 17:36:56
Universitas Sumatera
SAP2000 v14.2.2 - File:SAP Bangunan 7 lantai - Moment 3-3 Diagram (1.2D+1.2SD+1L+1EQX) - KN, m,Utara
C Units
SAP2000 12/4/18 17:37:30
Universitas Sumatera
SAP2000 v14.2.2 - File:SAP Bangunan 7 lantai - Moment 3-3 Diagram (1.2D+1.2SD+1L+1EQY) - KN, m,Utara
C Units
SAP2000 12/4/18 16:22:02
SAP2000 v14.2.2 - File:SAP Bangunan 7 lantai - Moment 3-3 Diagram (1.4D+1.4SD) - KN, m, C Units
Universitas Sumatera Utara
SAP2000 12/4/18 17:32:26
SAP2000 v14.2.2 - File:SAP Bangunan 7 lantai - Moment 3-3 Diagram (1.2D+1.2SD+1.6L) - KN, m, C Units
Universitas Sumatera Utara
SAP2000 12/4/18 17:29:16
SAP2000 v14.2.2 - File:SAP Bangunan 7 lantai - Moment 3-3 Diagram (1.2D+1.2SD+1L+1EQX) - KN, m, C Units
Universitas Sumatera Utara
SAP2000 12/4/18 17:28:21
SAP2000 v14.2.2 - File:SAP Bangunan 7 lantai - Moment 3-3 Diagram (1.2D+1.2SD+1L+1EQY) - KN, m, C Units
Universitas Sumatera Utara
SAP2000 12/4/18 17:30:01
SAP2000 v14.2.2 - File:SAP Bangunan 7 lantai - Moment 3-3 Diagram (1.2D+1.2SD+1L+1RSX+0.3RSY) - KN, m, C Units
Universitas Sumatera Utara
SAP2000 12/4/18 17:30:42
SAP2000 v14.2.2 - File:SAP Bangunan 7 lantai - Moment 3-3 Diagram (1.2D+1.2SD+1L+1RSY+0.3RSX) - KN, m, C Units
Universitas Sumatera Utara
SAP2000 12/4/18 18:02:59
Universitas
SAP2000 v14.2.2 - File:SAP Bangunan 7 lantai - Axial Force Diagram (1.4D+1.4SD) - KN, m, CSumatera
Units Utara
SAP2000 12/4/18 18:03:09
Universitas
SAP2000 v14.2.2 - File:SAP Bangunan 7 lantai - Axial Force Diagram (1.2D+1.2SD+1.6L) Sumatera
- KN, Utara
m, C Units
SAP2000 12/4/18 18:03:23
Universitas Sumatera
SAP2000 v14.2.2 - File:SAP Bangunan 7 lantai - Axial Force Diagram (1.2D+1.2SD+1L+1EQX) - KN, m, Utara
C Units
SAP2000 12/4/18 18:04:02
Universitas Sumatera
SAP2000 v14.2.2 - File:SAP Bangunan 7 lantai - Axial Force Diagram (1.2D+1.2SD+1L+1EQY) - KN, m, Utara
C Units
TABLE: Element Forces - Frames
Frame Station OutputCase CaseType StepType P V2 V3 T M2 M3 FrameElem
Text m Text Text Text KN KN KN KN-m KN-m KN-m Text
1496 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQY Combination -4756.564 -107.377 -3.799 -3.4883 12.3802 492.3668 1496-1
1496 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQX Combination -4756.564 -107.377 -3.799 -3.4883 12.3802 492.3668 1496-1
1489 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQY Combination -4757.116 -107.36 0.843 -3.4883 -6.6028 492.3336 1489-1
1489 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQX Combination -4757.116 -107.36 0.843 -3.4883 -6.6028 492.3336 1489-1
1482 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQY Combination -4761.438 -107.356 5.552 -3.4883 -25.7151 492.3263 1482-1
1482 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQX Combination -4761.438 -107.356 5.552 -3.4883 -25.7151 492.3263 1482-1
1503 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQY Combination -4767.601 -106.977 -8.242 -3.4883 30.9754 491.584 1503-1
1503 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQX Combination -4767.601 -106.977 -8.242 -3.4883 30.9754 491.584 1503-1
1419 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQX Combination -4757.601 -103.206 -0.834 -3.4883 6.5836 474.3047 1419-1
1419 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQY Combination -4757.601 -103.206 -0.834 -3.4883 6.5836 474.3047 1419-1
1405 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQX Combination -4758.998 -103.197 8.327 -3.4883 -31.1415 474.2873 1405-1
1405 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQY Combination -4758.998 -103.197 8.327 -3.4883 -31.1415 474.2873 1405-1
1412 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQY Combination -4756.079 -103.189 3.789 -3.4883 -12.361 474.2715 1412-1
1412 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQX Combination -4756.079 -103.189 3.789 -3.4883 -12.361 474.2715 1412-1
1426 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQX Combination -4770.042 -102.817 -5.637 -3.4883 25.8812 473.5449 1426-1
1426 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQY Combination -4770.042 -102.817 -5.637 -3.4883 25.8812 473.5449 1426-1
1405 6 1.2D+1.2SD+1L+1RSX+0.3RSY Combination Max -4755.836 83.891 31.064 8.591E-07 119.2865 384.2021 1405-1
1482 6 1.2D+1.2SD+1L+1RSX+0.3RSY Combination Max -4755.836 83.891 28.374 8.591E-07 124.5468 384.2021 1482-1
1419 6 1.2D+1.2SD+1L+1RSX+0.3RSY Combination Max -4750.323 84.205 31.179 8.591E-07 118.9929 384.108 1419-1
1496 6 1.2D+1.2SD+1L+1RSX+0.3RSY Combination Max -4750.324 84.205 28.223 8.591E-07 124.7703 384.108 1496-1
1489 6 1.2D+1.2SD+1L+1RSX+0.3RSY Combination Max -4750.323 84.222 28.223 8.591E-07 124.7703 384.0748 1489-1
1412 6 1.2D+1.2SD+1L+1RSX+0.3RSY Combination Max -4750.324 84.222 31.179 8.591E-07 118.9929 384.0748 1412-1
1503 6 1.2D+1.2SD+1L+1RSX+0.3RSY Combination Max -4755.836 84.271 28.374 8.591E-07 124.5468 383.4598 1503-1
1426 6 1.2D+1.2SD+1L+1RSX+0.3RSY Combination Max -4755.836 84.271 31.064 8.591E-07 119.2865 383.4598 1426-1
1376 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQX Combination -2637.401 -56.286 15.275 -1.4288 -24.0221 230.698 1376-1
1376 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQY Combination -2637.401 -56.286 15.275 -1.4288 -24.0221 230.698 1376-1
1355 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQX Combination -2685.124 -55.727 21.509 -1.4288 -48.4866 229.5958 1355-1
1355 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQY Combination -2685.124 -55.727 21.509 -1.4288 -48.4866 229.5958 1355-1
1369 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQX Combination -2680.065 -55.657 17.256 -1.4288 -31.9859 229.4582 1369-1
1369 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQY Combination -2680.065 -55.657 17.256 -1.4288 -31.9859 229.4582 1369-1
1362 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQY Combination -2691.589 -55.648 19.238 -1.4288 -39.9503 229.4403 1362-1
1362 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQX Combination -2691.589 -55.648 19.238 -1.4288 -39.9503 229.4403 1362-1
1383 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQY Combination -1923.054 -51.27 7.468 -1.4288 -4.5746 220.8109 1383-1
1383 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQX Combination -1923.054 -51.27 7.468 -1.4288 -4.5746 220.8109 1383-1
1475 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQX Combination -2944.568 -52.201 -5.897 -1.4288 21.7687 218.5874 1475-1
1475 6 1.2D+1.2SD+1L+1EQY Combination -2944.568 -52.201 -5.897 -1.4288 21.7687 218.5874 1475-1