Anda di halaman 1dari 149

EVALUASI HIDROLIS BENDUNG LAMA TERHADAP RENCANA

BENDUNG BARU PADA BENDUNG TIMBANG LAWAN DI

KABUPATEN LANGKAT

TUGAS AKHIR

TRISNAFIA SIAGIAN
050404085

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2012
ABSTRAK

Bendung merupakan bangunan air yang berfungsi untuk menaikkan elevasi muka
air. Bendung Timbang Lawan adalah bendung yang memanfaatkan sungai Bahorok
yang memiliki fungsi bukan hanya mengairi areal pertanian akan tetapi menjadi daerah
wisata di kawasan pariwisata Bukit Lawang. Bendung ini telah mengalami rehabilitasi
dari bendung tidak tetap (terbuat dari batu kali) menjadi bendung tetap (terbuat dari
beton cor) dikarenakan banjir bandang pada tahun 2003. Maksud dari penelitian ini
adalah untuk mengevaluasi bendung lama terhadap rencana bendung baru dalam hal
keamanannya dengan tetap mengarah kepada kriteria perencanaan sehingga dapat
meminimalisasi kegagalan bendung (jebol), bendung berfungsi sebagaimana adanya
dan tidak merugikan masyarakat disekitarnya.
Dalam penentuan debit banjir rencana terlebih dahulu dilakukan analisa frekuensi
dan penetapan sebaran data curah hujan kemudian diuji dengan chi kuadrat, dimana
distribusi yang sesuai adalah distribusi Log Pearson Type III sehingga curah hujan
rencana menggunakan distribusi Log Pearson Type III. Dari hasil analisa debit banjir
rancangan, untuk merencanakan tanggul banjir digunakan debit banjir kala ulang 100
tahun dengan metode kombinasi Haspers - Haspers didapat Q100 = 497,034 m3/detik,
kombinasi Haspers - Log Pearson III didapat Q100 = 398,866 m3/detik dan metode
Melchior - Haspers didapat Q100 = 266,716 m3/detik, metode Melchior - Log Pearson
III Q100 = 322,256 m3/detik.
Berdasarkan hal tersebut kemudian dihitung keamanan dari bendung dengan analisa
stabilitas bendung dan diperoleh bahwa dengan Q100 = 322,256 m3/detik bendung lama
jebol sedangkan bendung baru tidak jebol sehingga bendung baru layak untuk digunakan
dan sesuai dengan kriteria perencanaan. Berdasarkan perhitungan, bendung baru ( beton
cor) tidak mengalami tegangan tarik, momen tahanan ( Mt) lebih besar dari momen guling (
Mg ), dan tidak bergeser serta tegangan tanah yang terjadi tidak melebihi tegangan tanah
yang diijinkan.

i
KATA PENGANTAR

Terpujilah Allah yang agung dan mulia, Allah yang telah menciptakan langit
dan bumi. Bersyukur buat setiap pemeliharaan-Nya serta kasih setia-Nya yang selalu
menuntun penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Adapun judul dari Tugas Akhir ini adalah “Evaluasi Hidrolis Bendung Lama
Terhadap Rencana Bendung Baru Pada Bendung Timbang Lawan Di Kabupaten
Langkat”. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan Strata I (S1) di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara.
Penulis menyadari dalam mengerjakan penulisan tugas akhir ini tidak terlepas
dari bimbingan, dukungan, bantuan dan doa dari semua pihak. Penulis mengucapkan
terima kasih atas setiap jerih payah, motivasi serta doa yang diberikan sehingga penulis
dapat menyelesaikan studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara, terutama kepada :
 Bapak Ir. Boas Hutagalung, M.Sc selaku Dosen Pembimbing yang telah
berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran untuk membantu,
membimbing dan mengarahkan penulis sehingga tugas akhir ini dapat selesai.
 Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
 Bapak Ir. Syahrizal, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
 Bapak Bapak Ir. Syahrizal, Ir. Makmur Ginting M.Sc Bapak Ivan Indrawan,
ST,MT, selaku Dosen Pembanding/Penguji yang telah memberikan masukan
dan kritikan yang membangun dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
 Bapak/Ibu Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara
dan para pegawainya.
 Kepada kedua orang tuaku Bapak (Bungaran Siagian) dan Mama (Tiurmida
Sitompul) yang selalu berdoa, mendukung dan memotivasi penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
 Kepada adik - adikku ( Josua, Febri, Andreas, Antoni, Berlian ), terima kasih
buat setiap doa dan dukungan semangatnya.

 Buat PKKku B’Ivent dan B’Amran terima kasih buat setiap doa dan dukungan
semangatnya.
ii
 Buat KTB KKPS (Imelda, Elli, Cahaya, Grace, Dian dan Saor), adik KK
(Atania, Arta, Ester, Gabe Sri, Putri, Pricilia, Mutiara, Yetty) terimakasih ya buat
setiap doa dan dukungan semangatnya.
 Buat Sahabatku Rasdiana, Cory, Inneke, Naria dan yang tidak tesebutkan
namanya, terima kasih ya buat doa dan dukungan semangatnya.
 Buat teman-teman UKM KMK USU UP FT terima kasih ya buat doanya, juga
untuk adik-adik terima kasih telah memberi waktu dan tenaga untuk membantu
penulis pada saat pengerjaan tugas akhir ini.
 Buat teman-teman stambuk 2005 (Habibie, Andrisyam, Elsa, Ema, dan yang
lainnya yang tidak tersebutkan oleh penulis, terimakasih buat dukungan doa dan
semangatnya.
 Teman-teman satu kost senina 30, jalan bahagia dan berdikari 66 yang tidak
tersebutkan namanya satu persatu terima kasih ya buat doa dan semangat yang
diberikan.

Medan, Agustus 2012

Trisnafia S
050404085

iii
DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1


I.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
I.2 Lokasi Kegiatan ............................................................................................... 2
I.3 Perumusan Masalah ...................................................................................... 2
I.4 Tujuan dan Manfaat ........................................................................................2
I.4.1 Tujuan ..................................................................................................... 2
I.4.2 Manfaat ................................................................................................... 3
I.5 Ruang Lingkup Studi ....................................................................................... 3
I.6 Metodologi dan Gambran Lokasi Penelitian.................................................... 3
I.7 Sistematika Penulisan ...................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 9


II.1 Kondisi Umum ................................................................................................. 9
II.2 Kondisi Bendung/Jaringan yang ada .................................................................. 10
II.3 Bencana Banjir Bandang .................................................................................. 11
II.4 Kondisi Bendung Sekarang .............................................................................. 12
II.5 Kondisi Hidrolis Bendung................................................................................ 14

BAB III METODOLOGI DAN GAMBARAN LOKASI PENELITIAN ......... 16


III.1 Uraian Umum ................................................................................................... 16
III.2 Siklus Hidrologi ............................................................................................... 16
III.3 Hujan ................................................................................................................ 18
III.3.1 Pengertian Hujan ................................................................................... 18
III.3.2 Karakteristik Hujan ............................................................................ 18
III.3.3 Analisa Data Curah Hujan .................................................................. 20
III.4 Daerah aliran sungai (DAS) ............................................................................. 21
III. 4.1 Defenisi DAS Berdasarkan Fungsi ........................................................ 33
III.5 Analisa Debit Banjir Rencana .......................................................................... 34
III.6Tinjauan Hidraulis Bendung ............................................................................ 35
III.6.1 Elevasi Mercu Bendung ........................................................................ 35
III.6.2 Lebar Efektif Bendung .......................................................................... 36
III.6.3 Tinggi Muka Air Banjir di Atas Mercu Bendung ................................. 36
III.6.4 Tinggi Muka Air Banjir di Hilir Bendung ........................................... 37
III.6.5 Penentuan Dimensi Mercu Bulat........................................................... 38
III.6.6 Bangunan Pengambilan ......................................................................... 38
III.7 Analisa Stabilitas Bendung .............................................................................. 39
III.7.1 Akibat Berat Sendiri Bendung .............................................................. 39
III.7.2 Gaya Angkat (Uplift Pressure) ............................................................. 40
III.7.3 Gaya Gempa ......................................................................................... 40
III.7.4 Gaya Hidrostatis ................................................................................... 41
iv
III.7.5 Gaya Akibat Tekanan Tanah Aktif dan Pasif ....................................... 42
III.8 Analisa Stabilitas Bendung .............................................................................. 43
III.8.1 Stabilitas Terhadap Bendung ................................................................ 43
III.8.2 Stabilitas Terhadap Geser ..................................................................... 43
III.8.3 Stabilitas Terhadap Eksentritas............................................................. 43
III.8.4 Terhadap Daya Dukung Tanah ............................................................. 44
III.9 Tekanan Air....................................................................................... .................. 44
III.9.1 Tekanan Hidrostatik .............................................................................. 44
III.9.2 Tekanan Hidrodinamik ......................................................................... 45
III.9.3 Rembesan .............................................................................................. 45
III.9.4 Kombinasi Pembebanan ....................................................................... 49
III.9.5 Daya Dukung Tanah Bawah Untuk Pondasi ........................................ 50
III.9.5.1 Penurunan Tanah Dasar .......................................................... 51
III.9.6 Spesifikasi Mutu / Material .................................................................. 52

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 55


IV.1 Umum ............................................................................................................... 55
IV.2 Analisa Hidrologi ............................................................................................. 56
IV.2.1 Analisa Hidrologi yang Dilakukan ....................................................... 56
IV.2.1.1 Inventarisasi Data Stasiun Curah Hujan .................................... 56
IV.2.2 Perhitungan Curah Hujan Rencana ....................................................... 57
IV.3 Analisa Stabilitas.............................................................................................. 64
IV.3.1 Gaya-Gaya yang Bekerja ...................................................................... 64
IV.3.1.1 Gaya Berat ................................................................................. 64
IV.3.1.2 Gaya Gempa .............................................................................. 66
IV.3.1.3 Tekanan Lumpur ....................................................................... 66
IV.3.1.4 Gaya Hidrostatis ........................................................................ 67
IV.3.1.5 Uplift-Pressure........................................................................... 69
IV.3.2 Syarat-Syarat Stabilitas ......................................................................... 71

IV.1 Analisa Hidrologi ............................................................................................ 73


IV.1.1 Pengolahan Data Curah Hujan.............................................................. 73
IV.1.2 Analisa Hujan dengan Metode Rata-Rata Aljabar ................................ 74
IV.1.1.2 Penentuan Pola Distribusi Hujan ............................................... 75
IV.1.1.3 Perhitungan Curah Hujan Rencana Dengan Metode Log Pearson
Type III ...................................................................................... 80
IV.1.1.4 Perhitungan Uji Kesesuaian Distribusi Log Pearson Type III .. 81
IV.1.1.5 Menentukan Nilai Chi- Kuadrat ................................................ 83
IV.1.1.6 Menentukan Nilai Chi Kuadrat Kritis (X2Kr) ........................... 84
IV.1.1.7 Perhitungan Curah Hujan Rencana dengan Metode Haspers ... 88

IV.2 Analisa Stabilitas Bendung .............................................................................. 103


IV.2.1 Tinjauan Stabilitas Bendung Lama ....................................................... 103
IV.2.2 Tinjauan Stabilitas Bendung Baru ........................................................ 103

v
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 124
V.1 Kesimpulan........................................................................................................ 124
V.2 Saran .................................................................................................................. 125

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. xv

LAMPIRAN

vi
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Bendung adalah suatu bangunan yang dibuat dari pasangan batu kali, bronjong

atau beton, yang terletak melintang pada sebuah sungai yang tentu saja bangunan ini

dapat digunakan pula untuk kepentingan lain selain irigasi, seperti untuk keperluan air

minum, pembangkit listrik atau untuk pengendali banjir.

Menurut macamnya bendung dibagi dua, yaitu bendung tetap dan bendung

sementara, bendung tetap adalah bangunan yang sebagian besar konstruksi terdiri dari

pintu yang dapat digerakkan untuk mengatur ketinggian muka air sungai sedangkan

bendung tidak tetap adalah bangunan yang dipergunakan untuk meninggikan muka air

di sungai, sampai pada ketinggian yang diperlukan agar air dapat dialirkan ke saluran

irigasi dan petak tersier. Bangunan hidraulik seperti bendung adalah bangunan sipil

yang cukup beresiko jika terjadi kerusakan ataupun tidak lagi memiliki keamanan yang

sesuai dengan kriteria perencanaan, sehingga dapat menimbulkan kegagalan bendung

menyadap air setiap waktu, menganggu fungsi sungai seperti sedia kala, dan banjir yang

berdampak negatif di hulu bendung yang dapat menyebabkan korban jiwa.

Untuk mencegah terjadinya permasalahan akibat kerusakan bendung, maka pada

bendung perlu dilakukan inspeksi lapangan secara berkala dan mengamati permasalahan

- permasalahan untuk perbaikan sehingga bendung bisa berfungsi dengan baik karena

memiliki perencanaan struktur yang aman/stabil.

7
Bendung Timbang Lawan merupakan bendung yang sudah dikembangkan sejak

zaman Belanda dengan intake/pintu pengambilan pada sisi kiri. Kegagalan bendung

tersebut dalam mengendalikan banjir menyebabkan kehilangan ratusan jiwa dan

kerusakan pada bangunan sekitar bendung dimana daerah sekitar bendung juga

merupakan salah satu kawasan wisata yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Oleh sebab

itu membangun bendung baru dengan menjadikan bendung tersebut menjadi bendung

tetap sangat perlu sehingga dapat dilihat bagaimana bendung ini dapat berfungsi dengan

baik dan memiliki keamanan struktur atau bangunan bendung, dengan demikian

bendung tetap dapat digunakan untuk mengairi lahan pertanian, sebagai pengendali

banjir (menghindari banjir bandang terjadi kembali) serta dapat mendukung daerah

tersebut sebagai kawasan pariwisata.

I.2. Lokasi Kegiatan

Lokasi kegiatan dalam penelitian ini adalah Bendung Timbang Lawan sebagai

salah satu bendung yang terletak di Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Propinsi

Sumatera Utara, berjarak sekitar 80 kilometer dari Kota Medan dimana sumber air

berasal dari Sungai Bahorok.

I.3. Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam Tugas Akhir ini ialah pengevaluasian

bendung lama (batu kali) terhadap rencana bendung baru (beton cor) pada Bendung

Timbang Lawan ditinjau berdasarkan analisa hidrologi bendung dan analisis stabilitas

bendung sehingga dapat memaksimalkan fungsi daripada bendung tersebut.

8
I.4. Tujuan dan Manfaat

I.4.1. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk mengevaluasi

hidraulis dari bendung lama terhadap rencana bendung baru pada Bendung

Timbang Lawan disesuaikan dengan Standar Perencanaan Irigasi (Kriteria

Perencanaan Irigasi 02 dan Kriteria Perencanaan Irigasi 06).

I.4.2. Manfaat

Dengan penulisan Tugas Akhir ini diharapkan dapat meninjau kembali

perencanaan bendung sehingga dapat memberikan masukan guna

kemaksimalkan fungsi dan keamanan bendung.

I.5. Ruang Lingkup Studi

Pada penulisan Tugas Akhir ini, penulis membatasi masalah pada :

1) Survei dan pengumpulan data teknis bendung lama dan perencanaan bendung

baru.

2) Studi literatur mengenai standar perencanaan bendung.

3) Analisa hidrologi untuk mengetahui debit banjir dimana curah hujan yang

diambil pada penelitian ini adalah curah hujan maksimum harian selama 10

tahun dan meninjau hidrolis akibat debit banjir pada bendung lama dibandingkan

terhadap rencana bendung baru.

4) Analisis stabilitas bendung untuk menghitung keamanan struktur/bangunan

bendung.

9
I.6. METODOLOGI DAN GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

Adapun metodologi dan gambaran lokasi penelitian pada penulisan Tugas

Akhir ini adalah :

1) Analisa hidrologi meliputi

- Perhitungan cura hujan wilayah DAS dengan metode rata-rata Alkjabar.

- Penentuan metode perhitungan curah hujan rencana (Normal, Log

Pearson III, Gumbel, Log Normal).

- Uji sebaran menggunakan Chi Kuadrat.

- Perhitungan curah hujan rencana dengan metode yang memenuhi

- Perhitungan debit banjir rencana.

- Perhitungan debit banjir rencana menggunakan beberapa metode ( Haspers,

Rasional, Weduwen, Melchior ).

2) Analisa hidrolis bendung lama dan bendung baru

3) Analisa stabilitas bendung pada saat kondisi air kosong dan kondisi banjir

sesuai dengan syarat keamanan pada Kriteria Perencanaan Irigasi 06 yaitu:

- keamanan terhadap guling.

- keamanan terhadap geser.

- keamanan terhadap debiit tanah (piping).

10
Adapun bagan alir tahapan kegiatan penelitian secara skematis disajikan pada

gambar berikut ini:

Mulai

- Data Penyelidikan Tanah


- Data Curah Hujan
- Data Hidrolis Bendung Lama dan Baru

Analisa Hidrologi, Analisa Hidrolis dan Analisa Stabilitas

Gambar 1.1 Diagram Alir Penelitian

I.7. Sistematika Penulisan

Tahapan-tahapan dalam penulisan Tugas Akhir ini dibagi dalam 5 (lima) bab

dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan bingkai studi yang akan dilakukan dalam penulisan Tugas

Akhir ini meliputi latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan

manfaatpenelitian, ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian, dan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan kajian berbagai literatur mengenai teori - teori yang berkaitan


11
dengan penelitian, standar perencanaan bendung serta hasil studi

terdahulu yang berhubungan serta relevan dengan penelitian ini.

BAB III METODOLOGI DAN GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

Menguraikan tentang cara perhitungan yang digunakan dalam

menghitung debit banjir dengan analisa hidrologi, menganalisa hidrolis

nya dan analisa stabilitas untuk keamanan bendung serta member

gambaran lokasi penelitian.

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Berisikan pembahasan mengenai data-data hasil survei mencakup

kondisi bendung serta hasil perhitungan dari debit banjir, meninjau

hidrolis dan analisa stabilitas bendung.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bagian penutup yang berisikan kesimpulan yang diperoleh dari

pembahasan sebelumnya berupa pengevaluasian bendung lama terhadap

rencana bendung baru dan saran mengenai hasil penelitian yang

diperoleh untuk dijadikan sebagai gambaran serta masukan.

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Uraian Umum

Bendung merupakan bangunan air, dimana dalam perencanaan dan

pelaksanaannya melibatkan berbagai disiplin ilmu yang mendukung, seperti ilmu

hidrologi, hidrolika, irigasi, teknik sungai, pondasi, mekanika tanah, dan ilmu teknik

lingkungan untuk menganalisis dampak lingkungan akibat pembangunan

bendung tersebut. Untuk menunjang proses perencanaan bendung maka berbagai teori

dan rumus-rumus dari berbagai studi pustaka sangat diperlukan, terutama ketika

pengolahan data, desain rencana dan rehabilitasi bangunan air yang mengacu kepada

kriteria perencanaan yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pengairan,

Departemen Pekerjaan Umum terutama pada Kriteria Perencanaan 02 dan Kriteria

Perencanaan 06.

II.2. Siklus Hidrologi

Secara luas hidrologi meliputi pula berbagai bentuk air, termasuk transformasi

antara keadaan cair, padat, dan gas dalam atmosfir, di atas dan di bawah permukaan

tanah. Di dalamnya tercakup pula air laut yang merupakan sumber dan penyimpanan

air yang mengaktifkan kehidupan di planet bumi ini. Daur atau siklus hidrologi gerakan

air laut ke udara, kemudian jatuh ke permukaan tanah dan akhirnya mengalir ke laut

kembali. Air hujan yang jatuh di atas permukaan tanah, sebagian kecil akan meresap

(absorbsi) di dalam tanah (infiltrasi), sedang yang lainnya akan menjadi limpasan

13
permukaan (surface run off). Air meresap ini ada yang keluar dan kembali ke

permukaan melalui mata air (interflow), tapi sebagian besar akan tetap tersimpan dalam

tanah (ground water). Air tanah ini umumnya membutuhkan waktu yang relatif lama

untuk dapat muncul kembali ke permukaan, yang biasa disebut dengan limpasan air

tanah. Semua bagian-bagian air yang disebut di atas tadi pada akhirnya akan mengalir

menuju sungai, waduk, danau, ataupun laut.

Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus

hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh

sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet),

hujan gerimis atau kabut. Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat

berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh

tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus

bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:

 Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di

tanaman, dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan

kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan

menjadi bintik bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam

bentuk hujan, salju, dan es.

 Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah

melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air

tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak

secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air

tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.

14
 Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran

utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah,

maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat

dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama

lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan

disekitar daerah aliran sungai menuju laut. Air permukaan, baik yang

mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air

bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan

berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam

komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sisten Daerah

Aliran Sungai (DAS). Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap,

yang berubah adalah wujud dan tempatnya.

Dengan demikian ada empat macam proses dalam siklus hidrologi yang harus

dipelajari oleh para ahli hidrologi dan para ahli bangunan air, yaitu:

a. prespitasi

b. evaporasi

c. infiltrasi

d. surface run off

II.3. Hujan

III.3.1. Pengertian Hujan

Terjadinya hujan disebabkan penguapan air, terutama air dari permukaan

laut yang naik ke atmosfer, mendingin dan kemudian menyuling dan jatuh

sebagian

15
di atas laut dan sebagian ai atas daratan, sebagian meresap ke dalam tanah

(infiltrasi), sebagian di tahan tumbuh-tumbuhan (intersepsi), sebagian menguap

kembali (evaporasi) dan sebagian menjadi lembab. Air yang meresap ke dalam

tanah sebagian menguap melalui pori-pori di dalam tanah (evapotranspirasi) dan

demikian pula air yang ditahan tumbuh-tumbuhan sebagian menguap (transpirasi),

Air hujan yang menguap, yang meresap ke dalam tanah, yang ditahan tumbuh-

tumbuhan dan transpirasi tidak ikut menjadi aliran air di dalam sungai dan disebut

air hilang.

Para pakar hidrologi telah lama mengetahui bahwa dari seluruh jumlah

prespitasi yang jatuh ke wilayah daratan, hanya seperempatnya yang kembali ke

laut melalui limpasan langsung (direct runoff) atau aliran air tanah (ground water

flow). Penguapan dari permukaan laut adalah sumber utama air hujan, dan

diperkirakan tidak lebih dari sepuluh persen dari hujan di daratan berasal dari

penguapan dari daratan.

Dalam data hujan ada 5 buah unsur yang harus kita tinjau, yaitu:

a. intensitas i, adalah laju curah hujan = tinggi air per satuan waktu, misalnya

mm/menit, mm/jam, mm/hari

b. lama waktu atau durasi t, adalah lamanya curah hujan terjadi dalam menit

atau jam.

c. tinggi hujan d, adalah banyaknya atau jumlah hujan yang dinyatakan dalam

ketebalan air di atas permukaan dasar, dalam mm.

d. frekuensi, adalah frekuensi terjadinya hujan, biasanya dinyatakan dengan

waktu ulang (return period) T, misalnya sekali dalam T tahun.

16
e. luas, adalah luas geografis curah hujan A, dalam km2.

Hubungan antara intensitas, durasi dan tinggi hujan dinyatakan sebagai berikut:

I
d   idt   It ......................................................... (2-1)
0

Intensitas rata-rata I dirumuskan sebagai berikut:

d .........................................................................
i (2-2)
t

II.3.2. Karakteristik Hujan

A. Durasi Hujan

Durasi hujan adalah lamanya kejadian hujan yang diperoleh dari hasil

pencatatan alat ukur hujan otomatis (dalam menitan, jam-jaman ataupun

harian). Dalam perencanaan drainase, durasi hujan sering diakitkan dengan

waktu konsentrasi, khusunya pada drainase permukaan diperlukan durasi

relatif pendek, mengingat akan toleransi lamanya genangan.

B. Intensitas Curah Hujan

Intensiatas curah hujan adalah jumlah hujan dalam ratio satuan waktu,

yang biasanya dinyatakan dalam milimeter per jam. Besarnya intensitas curah

hujan berbeda-beda, tergantung dengan lamanya curah hujan dan frekuensi

kejadian.

Pada umumnya semakin besar durasi hujan t, intensitas hujannya

semakin kecil. Jika tidak ada waktu untuk mengamati besarnya intensitas

hujan

17
atau karena disebabkan tidak adanya alat untuk mengamati, maka dapat

ditempuh cara empiris dengan menggunakan rumus-rumus berikut ini:

- Talbot 
(1881) 
a ...................................................... (2-3)
i 
tb

- Sherman (1905)

i a
.......................................................... (2-4)
bt

a
- Inshigu i
ro t  b ................................................... (2-5)

-
Mononob 2/3
d  24 
e

i  24   ............................................ (2-6)
24  t 

18
dimana:

i = intensitas curah hujan (mm/jam)

t = waktu (durasi) curah hujan, menit untuk persamaan (2-3),

(3-4), dan (3-5), dan jam untuk persamaan (2-4)

a,b = konstanta

d24 = tinggi hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

C. Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan air untuk mengalir dari titik yang

paling jauh pada aliran ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir saluran. Waktu

konsentrasi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:

- Inlet time (t0) yakni waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di atas

permukaan tanah menuju aluran drainase.

- Conduit time (td) yakni waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di

sepanjang saluran drainase sampai ke titik kontrol yang diperlukan.

Waktu konsentrasi (tc) dapat dihitung dengan rumus berikut:

tc  t0  td ..................................................... (2-7)

II.3.3. Analisa Data Curah Hujan

Data curah hujan yang tercatat diproses berdasarkan areal yang mendapatkan

hujan sehingga didapat tinggi curah hujan rata-rata dan kemudian meramalkan

besarnya curah hujan pada periode tertentu.

A. Menentukan Areal Curah Hujan

19
Dengan melakukan penakaran dan pencatatan curah hujan, kita hanya

mendapatkan data curah hujan di suatu titik tertentu (point rainfall). Jika dalam suatu

areal terdapat beberapa alat penakar atau pencatat curah hujan, maka dapat diambil

nilai rata-rata utnuk mendapatkan nilai mcurah hujan areal.

Ada tiga macam cara yang berbeda dalam menetukan tinggi curah hujan

pada areal tertentu dari angka-angka curah hujan di beberapa titik pos pencatat curah

hujan atau AWLR (Automatic Water Level Recorder), antara lain:

 Cara Tinggi Rata-Rata (Arithmatic Mean)

Cara mencari tinggi rata-rata curah hujan di dalam suatu daerah aliran

dengan cara arithmatic mean merupakan salah satu cara yang sangat sederhana.

Biasanya cara ini dipakai pada daerah yang datar dan banyak stasiun curah

20
hujannya, dengan anggapan bahwa di daerah tersebut sifat curah hujannya adalah

sama rata (uniform distribution). Tinggi rata-rata curah hujan didapatkan dengan

mengambil nilai rata-rata pengukurna hujan di pos penakar hujan di dalam areal

tersebut. Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:

d  d 2  d3  
d 1 n d ................ (3-8)
dn 1 
n i1
n

Dimana:

d = tinggi curah hujan rata-rata (mm)

d1, d2, d3,...dn = tinggi curah hujan di stasiun 1,2,3,...,n (mm) n

= banyaknya stasiun penakar hujan

Gambar 3.1. DAS dengan tinggi rata-rata

Cara ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika stasiun-stasiun

penakarnya ditempatkan secara merata di areal tersebut, dan hasil penakaran

masing-masing penakar tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh stasiun

di seluruh areal.

21
 Cara Poligon Thiessen

Cara ini diperoleh dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus

pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Dengan demikian tiap

stasiun penakar Rn akan terletak pada suatu poligon tertentu An. Dengan

menghitung perbandingan luas untuk setiap stasiun yang besarnya = A n/A, dimana

A adalah luas daerah penampungan atau jumlah luas seluruh areal yang dicari

tinggi curah hujannya.

Gambar 2.2. DAS dengan perhitungan curah hujan poligon Thiessen

Curah hujan rata-rata diperoleh dengan cara menjumlahkan pada masing-

masing penakar yang mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan

menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung

antara dua pos penakar.

Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:

22
A1.d1  A2.d 2  A3.d 3  .....An.dn  Ai.di
d = (2-9)
A A

Keterangan:

A = Luas areal (km2)

d = Tinggi curah hujan rata-rata areal

d1, d2, d3,...dn = Tinggi curah hujan di pos 1, 2, 3,...n A1,

A2, A3,...An= Luas daerah pengaruh pos 1, 2, 3,...n

Hasil perhitungan dengan rumus (3-9) lebih teliti dibandingkan perhitungan

dengan rumus 3-8).

 Cara Isohyet

Cara ini terlebih dahulu harus menggambarkan kontur dengan tinggi

curah hujan yang sama (isohyet), seperti terlihat pada gambar. Kemudian luas

bagian diantara isohyet-isohyet yang berdekatan diukur dan harga rata-ratanya

dihitung sebagai harga rata-rata berimbang dari nilai kontur seperti terlihat pada

rumus berikut ini:

d 0  d1 A d1  d 2 dn  1
A A  ...
 dn ...................... (2-10)
An d
2 2 2
A1  A2  ...An

di  1  di
 Ai

d 2 ............................. (2-11)


 Ai

23
Dimana:

A = Luas areal (km2)

D = Tinggi curah hujan rata-rata areal D0,

d1, d2,...dn = Tinggi curah hujan di pos 0, 1, 2,...n

A1, A2, A3,...An = Luas bagian areal yang dibatasi oleh isohyet-isohyet

yang bersangkutan

Gambar 2.3: DAS dengan perhitungan curah hujan Isohyet

Ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal rata-rata,

tetapi memerlukan jaringan stasiun penakar yang relatif lebih padat yang

memungkinkan untuk membuat garis-garis Isohyet. Pada waktu menggambar

garis-garis Isohyet sebaiknya juga memperhatikan pengaruh bukit atau gunung

terhadap distribusi hujan.

B. Distribusi Frekuensi Curah Hujan

Sistem-sistem sumber daya air harus dirancang bagi hal-hal yang akan

terjadi pada masa yang akan datang, yang tak dapat dipastikan kapan akan terjadi.

24
Oleh karena itu, ahli hidrologi harus memberikan suatu pernyataan probabilitas

bahwa aliran-aliran sungai akan menyamai atau melebihi suatu nilai yang telah

ditentukan.

Probabilitas adalah suatu basis matematis bagi peramalan, dimana


rangkaian hasil lengkap yang didapat merupakan rasio hasil-hasil yang akan

menghasilkan suatu kejadian tertentu terhadap jumlah total hasil yang mungkin

(disalin dari: ‘Webster’s 7th New Collegiate Dictionary,’ 1971).

Curah hujan rancangan dihitung berdasarkan analisis Probabilitas Frekuensi

seperti yang yang mengacu pada SK SNI M-18-1989 tentang Metode Perhitungan

debit banjir. Tujuan dari analisa distribusi frekuensi curah hujan adalah untuk

memperkirakan besarnya variate-variate masa ulang tertentu.

Banyak macam distribusi teoritis yang kesemuanya itu dapat dibagi dua,

yaitu diskrit dan kontinu. Diskrit diantaranya adalah Binominal dan Poisson,

sedangkan kontinu adalah Normal, Log Normal, Gamma, Beta, Pearson dan Gumbel.

Untuk menganalisis probabilitas banjir biasanya dipakai beberapa macam distribusi

yaitu:

a. Gumbel

b. Log Pearson Type III

c. Normal

d. Log Normal

 Distribusi Gumbel

Menurut Gumbel (1941), persoalan tertua adalah berhubungan dengan

nilai-nilai ekstrem datang dari persoalan banjir. Tujuan teori statistik nilai- nilai

ekstrem adalah untuk menganalisis hasil pengamatan nilai-nilai ekstrem tersebut

25
untuk memperkirakan nilai-nilai ekstrem berikutnya.

Gumbel menggunakan teori nilai ekstrem untuk menunjukkan bahwa


dalam deret nilai-nilai ekstrem X1, X2, X3, ......., Xn, dengan sampel-sampel yang

sama besar, dan X merupakan variabel berdistribusi eksponensial, maka

probabilitas kumulatifnya P, pada sembarang nilai di antara n buah nilai Xn akan

lebih kecil dari nilai X tertentu (dengan waktu balik Tr), mendekati

e  a (
P( X )  e ........................... (-12)
xb )

Jika diambil Y = a(X-b), maka dapat menjadi

Y ......................................
P( X )  e e (2-13)

Dengan e = bilangan alam = 2,7182818...

Y = reduced variate

Jika diambil nilai logaritmanya dua kali berurutan dengan bilangan dasar e

terhadap rumus (3-1) didapat

1
X  ab  ln ln P( X ) ............................ (2-14)
a

Waktu balik merupakan nilai rata-rata banyaknya tahun (karena Xn merupakan

data debit maksimum dalam tahun), dengan suatu variate disamai atau

dilampaui oleh suatu nilai, sebanyak satu kali. Jika interval antara 2 buah

pengamatan konstan, maka waktu baliknya dapat dinyatakan sebagai berikut :

1
Tr (X )  ........................................ (2-15)
1  P( X )

26
Ahli-ahli teknik sangat berkepentingan dengan persoalan-persoalan

pengendalian banjir sehingga lebih mementingkan waktu balik Tr(X) dari pada

probabilitas P(X), untuk itu rumus (3-3) diubah menjadi :X  b 1  T (X )


 ln  ln r

 1

  
.................... (2-16)
r r 
Tr ( X )   a
Atau  T ( X )  1
Y   ln  ln r 
 


................................ r(2-17)  
 Tr ( X ) 

Chow menyarankan agar variate X yang menggambarkan deret hidrologi

acak dapat dinyatakan dengan rumus berikut ini

X     .K ................................ (2-18)

Dengan  = Nilai tengah (mean) populasi

 = Standard deviasi populasi K

= Factor frekwensi

Rumus (2-7) dapat diketai dengan

…………………… (2-19)
X  X  sK

Dengan X = nilai tengah sampel

s = Standard deviasi sampel

Faktor frekwensi K untuk nilai-nilai ekstrim Gumbel ditulis dengan rumus

27
berikut
Y 
ini : K T
Ys
………………………..…... (2-20)
Sn

YT   ln ln(Tr 1) / ……………………. (2-21)


Tr 

28
Dengan YT = Reduced variate

Y n = Reduced mean yang tergantung dari besarnya sampel n

Sn = Reduced Standard deviation yang tergantung dari besarnya

sampel n

Dari rumus (2-19) dan (2-20)


Y  Yn
X X T s
T S n

Y .s Y .s
=X n  T
Sn Sn

Sn Y .s
Jika  a dan X  n  b , maka
dimasukkan s s

1
X  b  Y ……………………………………. (2-22)

29
T a T

Dengan XT = debit banjir waktu balik T tahun YT

= Reduced variate

 Distribusi Log Pearson Type III

Parameter-parameter statistik yang diperlukan oleh distribusi Pearson

Type III adalah:

- Nilai tengah

- Standard deviasi

- Koefisien skewness

Untuk menghitung banjir perencanaan dalam praktek, the Hydrology

Committee of the Water Resources Council, USA, menganjurkan, pertama kali

mentransformasikan data ke nilai-nilai logaritma kemudian menghitung

parameter-parameter statistiknya. Karena transformasi tersebut, maka cara ini

disebut Log Pearson type III.

Dalam pemakaian Log Pearson Type III, kita harus mengkonversi

rangkaian datanya menjadi logaritma.

Rumus untuk metode Log Pearson :

Log Xr = LogX1 ........................................ (2-23)


i1
n

Dengan:
Xr = nilai rerata curah hujan Xi
= curah hujan ke-I (mm)
n = banyaknya data pengamatan

30
n

(LogX1  LogXr)
i1
2

Sx = ............................................................... (2-24)
n 1
dengan:
Sx = standard deviasi

Nilai XT bagi setiap probabilitas dihitung dari persamaan yang telah


dimodifikasikan :
Log XT = log Xr + K. log Sx ......................... (2-25)
dengan :
XT = besarnya curah hujan rancangan untuk periode ulang
pada T tahun.
K = faktor freluensi yang merupakan fungsi dari periode

ulang dan tipe distribusi frekuensi.

 Distribusi Normal
Distribusi ini mempunyai ‘probability density function’ sebagai

beriku
t: (𝑥−µ)2 ] .........................................
e [− (2-26)
2𝜎2
P’(X) = 1
𝜎√2𝜋

31
Dengan

σ = varian

µ = rata-rata

Sifat khas lain yaitu nilai asimetrisnya (skewness) hampir sama dengan

nol dan dengan kurtosis 3. Selain itu, kemungkinan:

P (𝑥 − 𝜎) = 15,87% P

(𝑥) = 50%

P (𝑥 + 𝜎) = 84,14%

Dengan demikian kemungkinan variant berada pada daerah (𝑥 − 𝜎) dan

(𝑥 + 𝜎) adalah 68,27%. Sejalan dengan itu maka yang berada antara (𝑥 −

2𝜎) dan (𝑥 + 𝜎) adalah 95,44%.

 Distribusi Log-Normal

‘Probability density function’ distribusi ini adalah:

P’ x = 1 eksp ( − ½ (𝑙𝑛𝑥− µ𝑛)2), (µ > 0) ............(2-27)


𝑥 𝜎𝑛 √2𝜋 𝜎𝑛

Denga 4
=½ ln ( µ )… .................................................. (2-28)
n
µ
𝑛 µ2+𝜎2
2+ µ2
𝜎2 = ln (𝜎 ) ..................................................... (2-29)
𝑛 µ2

Besarnya asimetri adalah

γ = 𝜂3 + 3𝜂 ……………………………………….... (2-30)

32
𝑣 𝑣

dengan
2
𝜂 = 𝜎 (𝑒−𝜎 𝑛− 1)0,5………………........................... (2-31)
𝑣 µ
kurtosis
k = 𝜂8 + 6𝜂6 + 15𝜂4 + 16𝜂2 + 3 ......................... (2-32)
𝑣 𝑣 𝑣 𝑣

Dengan persamaan (3-30), dapat didekati dengan nilai asimetri 3 dan

selalu bertanda positif. Atau nilai ‘skewness’ Cs kira-kira sama dengan tiga kali

nilai koefisien variasi Cv.

 Metode Haspers

Untuk metode ini, besar curah hujan rencana periode ulang T tahun

diperoleh dengan persamaan:

X T  X r  (.Sd ) ..................................................... (2-33)

dengan:
X

N
Xr .................................................................. (2-34)

1  X max1  Xr   X max 2  Xr  ............. (2-35)


  
Sd 
 
  
  
2 1 2 
 


N1
T ................................................................... (2-36)
m

33
dengan:

XT = Besar curah hujan dengan kala ulang T tahun (mm)

Xr = Besar curah hujan rata-rata (mm)

Sd = Standard deviasi

N = Jumlah tahun pengamatan

 = Standard variate

m = Nomor urut data

Xmax1 = Data curah hujan maksimum pertama (mm)


Xmax2 = Data curah hujan maksimum kedua (mm)

II.4. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan

wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima,

mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak

sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau. Linsley (1980) menyebut DAS

sebagai “A river of drainage basin in the entire area drained by a stream or system of

connecting streams such that all stream flow originating in the area discharged through a

single outlet”. Sementara itu IFPRI (2002) menyebutkan bahwa “A watershed is a

geographic area that drains to a common point, which makes it an attractive unit for

technical efforts to conserve soil and maximize the utilization of surface and subsurface

water for crop production, and a watershed is also an area with administrative and

property regimes, and farmers whose actions may affect each other’s interests”.

Dari definisi di atas, dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan ekosistem,

dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara
34
dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan

energi. Selain itu pengelolaan DAS dapat disebutkan merupakan suatu bentuk

pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber

daya alam (SDA) yang secara umum untuk mencapai tujuan peningkatan produksi

pertanian dan kehutanan yang optimum dan berkelanjutan (lestari) dengan upaya menekan

kerusakan seminimum mungkin agar distribusi aliran air sungai yang berasal

35
dari DAS dapat merata sepanjang tahun.

Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu,

tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS bagian hilir

merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari

segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan

menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transport

sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran airnya. Dengan perkataan lain ekosistem

DAS, bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS.

Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS

hulu seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilir

mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi.

II.4.1. Definisi DAS Berdasarkan Fungsi

Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh dalam

pengelolaan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai DAS berdasarkan

fungsi, yaitu pertama DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola

untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain

dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan

menyimpan air (debit), dan curah hujan. Kedua DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi

pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan

sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air,

kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana

pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.

36
Ketiga DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola

untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan

melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan,

dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah.

Keberadaan sektor kehutanan di daerah hulu yang terkelola dengan baik dan

terjaga keberlanjutannya dengan didukung oleh prasarana dan sarana di bagian tengah akan

dapat mempengaruhi fungsi dan manfaat DAS tersebut di bagian hilir, baik untuk

pertanian, kehutanan maupun untuk kebutuhan air bersih bagi masyarakat secara

keseluruhan. Dengan adanya rentang panjang DAS yang begitu luas, baik secara

administrasi maupun tata ruang, dalam pengelolaan DAS diperlukan adanya koordinasi

berbagai pihak terkait baik lintas sektoral maupun lintas daerah secara baik.

II.5. Analisa Debit Banjir Rencana

Metode untuk mendapatkan debit banjir rencana dapat menggunakan metode J.P.

der Weduwen:

Qn = Mn x f x q’ x R70/240

atau

Qn = f x q’ x Rn/240

dimana:

Qn = debit banjir yang terjadi pada periode ulang n tahun, m³/det.

Mn = koefisien perbandingan yang diambil dari table.

q’ = α x β x q = banyaknya air, m³/det/km² (lihat grafik).

37
Rn = curah hujan harian pada periode ulang n tahun, mm.

R70 = curah hujan 24 jam sebelum 240 mm yang pernah terjadi

satu kali selama 70 tahun pengamatan di Jakarta, mm.

II.6. Tinjauan Hidraulis Bendung

II.6.1. Elevasi Mercu Bendung

Elevasi mercu bendung ditentukan berdasarkan muka air rencana pada bangunan

sadap. Disamping itu kehilangan tinggi energi perlu ditambahkan untuk alat ukur,

pengambilan, saluran primer dan pada kantong Lumpur.

II.6.2. Lebar Efektif Bendung

Lebar efektif bendung di sini adalah jarak antar pangkal-pangkalnya (abutment),

menurut kriteria lebar bendung ini diambil sama dengan lebar rata-rata sungai yang setabil

atau lebar rata-rata muka air banjir tahunan sungai yangbersangkutan atau diambil lebar

maksimum bendung tidak lebih dari 1,2 kali lebar rata-rata sungai pada ruas yang stabil.

Berikut adalah persamaan lebar bendung:

Be = B – 2 (nKp+ Ka ) H1

Dimana :

Be = lebar efektif bendung (m).

n = jumlah pilar.

Kp = koefisien kontraksi pilar.

Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung.

H1 = tinggi energi di atas mercu (m).

38
Tabel 3.1. Harga-harga Koefisien kontraksi Pilar (Kp)

No. Uraian Harga


Kp
1 Untuk pilar segi 4 dengan sudut - sudut yang 0,02

dibulatkan pada jari-jari yang hampir sama dengan

0,1 tebal pilar

2 Untuk pilar berujung bulat 0,01

3 Untuk pilar berujung runcing 0,00

Tabel 3.2. Harga-harga koefisien kontraksi pangkal bendung (Ka)

No Uraia Harga
n (Ka)
1 Untuk pangkal tembok segi 4 dengan tembok hulu 0,2
pada

90º kearah aliran


2 Untuk pangkal tembok segi 4 dengan tembok hulu 0,1
pada

90º kearah aliran dengan 0,5 H1>r>0,15 H1


3 Untuk pangkal tembok bulat dimana r>0,5 H1 dan 0,00

tembok hulu tidak lebih dari 45 º kearah aliran

Dalam memperhitungkan lebar efektif, lebar pembilas yang sebenarnya (dengan

bagian depan terbuka) sebaiknya diambil 80% dari lebar rencana untuk mengkompensasi

perbedaan koefisiensi debit dibandingkan dengan mercu bendung itu sendiri.

39
Gambar 3.1. Lebar Efektif Mercu Bendung

II.6.3. Tinggi Muka Air Banjir di Atas Mercu Bendung

Persamaan tinggi energi di atas mercu (H1) menggunakan rumus

debit bendung dengan mercu bulat, yaitu:


2 2 𝑔 Be 𝐻11.5
Q = Cd �
3 3

Dimana :

Q = debit (m3/det)

Cd = koefisien debit

g = percepatan gravitasi (m/det2)

Be = lebar efektif bendung (m)

H1 = tinggi energi di atas mercu (m)

40
Gambar 3.2. Elevasi Air di Hulu dan Hilir Bendung

II.6.4. Tinggi Muka Air Banjir di Hilir Bendung

Perhitungan dilakukan dengan rumus, sebagai berikut : V

= c × √R I

A = ( b + m.h ) h

P = b + 2.h �
1 + 𝑚²
𝑃
R =
𝐴

Perhitungan h dengan coba-coba.

Elevasi muka air di hilir bendung = elevasi dasar hilir + h

Kondisi Hidrolis Bendung

Adapun kondisi hidrolis bendung lama dan bendung baru Timbang Lawan

sebagai berikut:

a. Bendung Lama (Bendung bronjong/pasangan batu kali).

- Lebar mercu bendung = 25 m

41
- Elevasi mercu = +196,20

- Elevasi dinding tepi kiri = +195,00

- Elevasi dinding tepi kanan = +195,00

- Elevasi dasar sungai di hilir bendung = +193,50

- Elevasi dasar koperan hilir (cut off) = +192,70

- Pintu pengambilan terletak = ± 30 m di hulu

- Catchment area bendung = 101,175 km2

- Debit banjir = 525 m3/det

- Areal sawah yang dialiri = 790 hektar

a. Bendung Baru (Beton Cor)

- Elevasi dasar sungai / lantai depan = +194,50

- Tinggi mercu = 2,00 meter

- Elevasi mercu bendung = +196,50

- Tinggi muka air di hulu bendung = 2,25 meter

- Elevasi muka air diatas mercu = +198,75

- Tinggi garis energi di hulu bendung = 0,59 meter

- Elevasi tinggi energi di hulu bendung = +199,34

- Lebar effektif bendung (B eff) = 62,00 meter

- Elevasi muka air di hulu pintu pengambil = +196,20

- Elevasi muka air saluran induk di hilir pengambil= +195,77

- Elevasi sawah tertinggi = +195,77

- Elevasi dasar kolam olak = +192,70

- Panjang kolam olak = 16 meter

42
- Kebutuhan elevasi endsill kolam olak = +193,50

- Areal sawah yang dialiri = 752 hektar

II. 6.5. Penentuan Dimensi Mercu Bulat

Tipe mercu untuk Bendung Timbang Lawan ini menggunakan tipe mercu bulat.

Sehingga besar jari-jari mercu bendung (r) = 0,1H1 – 0,7H1.

II.6.6. Bangunan Pengambilan

Pembilas pengambilan dilengkapi dengan pintu dan bagian depannya terbuka

untuk menjaga jika terjadi muka air tinggi selama banjir, besarnya bukaan pintu

bergantung kepada kecepatan aliran masuk yang diizinkan. Kecepatan ini bergantung

kepada ukuran butir bahan yang dapat diangkut. Kapasitas pengambilan harus sekurang-

kurangnya 120% dari kebutuhan pengambilan (dimension requirement) guna menambah

fleksibilitas dan agar dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi selama umur proyek.

Rumus dibawah ini memberikan perkiraan kecepatan yang dimaksud:


2

v ≥ 32 ( ) 1/3 d
𝑑

Dimana: v : kecepatan rata-rata, m/dt h :

kedalaman air, m

d : diameter butir, m

Dalam kondisi biasa, rumus ini dapat disederhanakan menjadi:


0.5
v ≈ 10 d

Dengan kecepatan masuk sebesar 1,0 – 2,0 m/dt yang merupakan besaran

perencanaan normal, dapat diharapkan bahwa butir-butir berdiameter 0,01 sampai 0,04 m

dapat masuk. Q = μ b a gz2

43
3
di mana: Q = debit, m /dt

μ = koefisiensi debit: untuk bukaan di bawah permukaan air dengan

kehilangan tinggi energi, μ = 0,80

b = lebar bukaan, m a =

tinggi bukaan, m
2
g = percepatan gravitasi, m/dt (≈ 9,8)

z = kehilangan tinggi energi pada bukaan, m

III.7. Analisa Stabilitas Bendung

Gambar 3.3 Gaya-gaya Yang Bekerja pada Tubuh Bendung

Keterangan :

W : Gaya Hidrostatis Up : Gaya Angkat (Uplift Pressure)

Pa : Tekanan Tanah Aktif Pp : Tekanan Tanah Pasif G :

Gaya Akibat Berat Sendiri

Stabilitas bendung dianalisis pada dua macam kondisi yaitu pada saat sungai

kosong dan pada saat sungai banjir. Tinjauan stabilitas yang diperhitungkan dalam

perencanaan suatu bendung meliputi :

44
II.7.1. Akibat Berat Sendiri Bendung

Rumus: G = V * γ

(Standar Perencanaan Irigasi KP-02)

Dimana :

V = volume (m3)

γ = berat jenis bahan, beton = 2,4 T/m3

II.7.2. Gaya Angkat (Uplift Pressure)

Rumus : Px = Hx − H

∆𝐻
Px = Hx – ( Lx )
∗ 𝐿

(Irigasi dan Bangunan Air, Gunadarma Hal 131)

Dimana :

Px = Uplift Pressure (tekanan air) pada titik X (T/m2)

Lx = jarak jalur rembesan pada titik x (m)

L = panjang total jalur rembesan (m)

∆H = beda tinggi energi (m)

Hx = tinggi energi di hulu bendung

II.7.3. Gaya Gempa

Rumus : 𝑎𝑑 = 𝑛 (𝑎𝑐𝑥𝑧)𝑚
𝑎𝑑
E=
𝑔

(Standar Perencanaan Irigasi KP-06)

Dimana:

45
ad = percepatan gempa rencana (cm/dt2)

n,m = koefisien untuk masing-masing jenis tanah

ac = percepatan kejut dasar (cm/dt2)

z = faktor yang tergantung dari letak geografis (dapat dilihat

pada “Peta Zona Seismik untuk Perencanaan Bangunan

Air Tahan Gempa” Lampiran 1) E

= koefisien gempa

G = percepatan gravitasi = 9,81 m/dt2.

Dari koefisien gempa di atas, kemudian dicari besarnya gaya gempa dan

momen akibat gaya gempa dengan rumus:

Gaya Gempa, He = E x G

Dimana:

E = koefisien gempa He

= gaya gempa

G = berat bangunan (Ton) Momen

: → M = K x Jarak (m)

II.7.4. Gaya Hidrostatis

Rumus: Wu = c.𝛾 w [h2 + ½ ζ (h1-h2)] A

(Irigasi dan Bangunan Air, Gunadharma, hal 131)

Dimana:

c = proposan luas di mana tekanan hidrostatis bekerja (c

= 1 untuk semua tipe pondasi)

46
γ w = berat jenis air (kg/m3) = 1000 kg/m3 = 1 T/m3

h2 = kedalaman air hilir (m)

h1 = kedalaman air hulu (m)

ζ = proporsi tekanan, diberikan pada tabel 2.10 (m) A

= luas dasar (m2)

Wu = gaya tekanan ke atas resultante (Ton)

Tabel 2.3. Harga-harga ζ

Tipe Pondasi Batuan Proporsi Tekanan

Berlapis horizontal 1,00

Sedang, pejal 0,67


(massive)
Baik, pejal 0,50

(Sumber : Irigasi dan Bangunan Air,Gunadarma)

III.7.5. Gaya Akibat Tekanan Tanah Aktif dan Pasif

 Tekanan tanah aktif dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Pa = 1
2
γ sub * Ka * h²

Ka = tan² (45° − ∅ / 2)

γsub = γsat − γw

= [ γw 𝐺𝑠+ ] – γw ; dimana γw = 1 T/m3


𝑒
1+𝑒

= [ γw 𝐺𝑠−1] 1+𝑒

47
 Tekanan tanah pasif dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Pp = 1γ sub ⃰ Kp‫ ٭‬h²


2

Kp = tan² (45° + ∅ / 2)

γsub = γsat − γw

= [ γw 𝐺𝑠+ ] – γw ; dimana γw = 1 T/m3


𝑒
1+𝑒

= [ γw 𝐺𝑠−1] 1+𝑒

Keterangan :

Pa = tekanan tanah aktif (T/m2)

Pp = tekanan tanah pasif (T/m2)

∅ = sudut geser dalam ( 0 )

G = gravitasi bumi = 9,81 m/detik2

h = kedalaman tanah aktif dan pasif (m)

γsub = berat jenis submerged / tanah dalam keadaan terendam


(T/m3)
γsat = berat jenis saturated / tanah dalam keadaan jenuh (T/m3)

γw = berat jenis air = 1,0 T/m3

Gs = Spesifik Gravity

e = Void Ratio

Setelah menganalisis gaya-gaya tersebut, kemudian diperiksa stabilitas

bendung terhadap guling, geser, pecahnya struktur, erosi bawah tanah (piping) dan daya

dukung tanah.

48
II.8. Analisis Stabilitas Bendung

II.8.1. Stabilitas Terhadap Guling

Rumus : Sf =
∑𝑀𝑡 ≥ 1,5
∑𝑀𝑔

Dimana : Sf = faktor keamanan

∑Mt = besarnya momen vertikal (KNm)

∑Mg = besarnya momen horisontal (KNm)

(Sumber : DPU Pengairan, Standar Perencanaan Irigasi KP-02)

II.8.2. Stabilitas Terhadap Geser

Rumus : Sf =
∑𝑅𝑣 ≥ 1,5
∑𝑅ℎ

Dimana : Sf = faktor keamanan

∑V = besarnya gaya vertikal (KN)

∑H = besarnya gaya horisontal (KN)

(Sumber : DPU Pengairan, Standar Perencanaan Irigasi KP-02)

II.8.3. Stabilitas Terhadap Eksentrisitas

∑Mt−∑Mg
Rumus : a =
∑V

e = ( B/ 2 – a ) < 1/6 . B

Dengan : B = lebar dasar bendung yang ditinjau ( m )

( Sumber : DPU, Standar Perencanaan Irigasi KP-02 )

II.8.4. Terhadap Daya Dukung Tanah

Rumus daya dukung tanah Terzaghi :

49
qult = c . Nc + γ . Nq . Df + 0,5 . γ. B . N

(Mekanika Tanah Jilid I, Braja M. Das )

qult
͞σ =
FS

Kontrol :
RV 6.e
σmaks = ( 1+ ) < ͞𝜎
B B

RV 6.e
σmin = ( 1− )>0
B B

(Teknik Bendung, Ir.Soedibyo, Hal : 107 )

Dimana :

SF = faktor keamanan

RV = gaya vertikal (Ton)

B = panjang tubuh bendung (m)

σ = tegangan yang timbul


(T/m2)
͞𝜎 = tegangan ijin (T/m2)

II.9. Tekanan Air

II.9.1. Tekanan hidrostatik

Tekanan hidrostatik adalah fungsi kedalaman di bawah permukaan air dan sama

dengan :

PH = 𝛾 w . z

di mana : PH = tekanan hidrostatik, kN/m2

𝛾w = berat volume air, kN/m3 ( 10)

z = jarak dari permukaan air bebas, m.


50
Gaya tekan ke atas (uplift) yang bekerja pada lantai bangunan adalah sama dengan berat
volume air yang dipindahkan oleh bangunan.

II.9.2. Tekanan hidrodinamik

Harga pasti untuk gaya hidrodinamik jarang diperlukan karena pengaruhnya kecil

saja pada jenis bangunan yang digunakan di jaringan irigasi. Prinsip gaya hidrodinamik

adalah bahwa jika kecepatan datang (approach velocity) cukup tinggi dan oleh sebab itu

tinggi energi besar, maka akan terdapat tekanan yang makin besar pada bagian-bagian

dinding (lihat Gambar 3.7).

51
II.9.3. Rembesan

Rembesan atau perkolasi air melalui tanah di sekitar bangunan diakibatkan oleh

beda tinggi energi pada bangunan itu.

Pada Gambar 3.8 ditunjukkan dua macam jalur rembesan yang mungkin terjadi: (A) jalur

rembesan di bawah bangunan dan (B) jalur rembesan di sepanjang sisi bangunan.

Perkolasi dapat mengakibatkan hal-hal berikut :

(a) tekanan ke atas (statik)

(b) erosi bawah tanah/piping (konsentrasi aliran yang mengakibatkan

kehilangan bahan)

(c) tekanan aliran (dinamik).

Rembesan dapat membahayakan stabilitas bangunan.

52
a. Gaya tekan ke atas

Gaya tekan ke atas pada tanah bawah dapat ditemukan dengan membuat jaringan

aliran (flownet), atau dengan asumsi-asumsi yang digunakan oleh Lane untuk teori angka

rembesan (weighted creep theory)

a.l. Jaringan aliran

Jaringan aliran dapat dibuat dengan:

(1) plot dengan tangan

53
(2) analog listrik atau

(3) menggunakan metode numeris (numerical method) pada komputer.

Dalam metode analog listrik, aliran air melalui tanah bawah dibandingkan dengan

aliran listrik melalui medan listrik daya-antar konstan. Besarnya voltase sesuai dengan

tinggi piesometrik, daya-antar dengan kelulusan tanah dan aliran listrik dengan kecepatan

air (lihat Gambar 39). Biasanya plot dengan Langan yang dilakukan dengan seksama akan

cukup memadai.

a.2. Teori angka rembesan Lane

Dalam teori angka rembesan Lane, diandaikan bahwa bidang horisontal memiliki

daya tahan terhadap aliran (rembesan) 3 kali lebih lemah dibandingkan dengan bidang

vertikal. Ini dapat dipekai untuk menghitung gaya tekan ke atas di bawah bangunan dengan

cars membagi beds tinggi ener&i pada bangunan sesuai dengan panjang relatif di sepanjang

pondasi (lihat Gambar 3.10).

Dalam bentuk rumus, ini berarti bahwa gaya angkat pada titik x di sepanjang dasar

bangunan dapat dirumuskan sebagai berikut:


𝐿𝑥
Px = Hx − ∆H
𝐿

dimana :

54
Px = gaya angkat pada x , kg/m2

L = panjang total bidang kontak bangunan dan tanah bawah, m

Lx = jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai x, m

 H = beda tinggi energi, m

Hx = tinggi energi di hulu bendung, m.

dan di mana L dan Lx adalah jarak relatif yang dihitung menurut cara

Lane, bergantung kepada arah bidang tersebut. Bidang yang membentuk

sudut 45° atau lebih terhadap bidang horisontal, dianggap vertikal.

b. Stabilitas terhadap erosi bawah tanah (piping)

Bangunan-bangunan yang harus mengatasi beda tinggi muka air hendaknya dicek

stabilitasnya terhadap erosi bawah tanah dan bahaya runtuh akibat naiknya dasar galian

55
(heave) atau rekahnya pangkal hilir bangunan. Bahaya terjadinya erosi bawah tanah dapat

dicek dengan jalan membuat jaringan aliran/flownet (lihat pasal 3.3.3.a.1) dan dengan

beberapa metode empiris, seperti:

- Metode Bligh

- Metode Lane, atau

- Metode Koshla

Metode Lane, yang juga disebut metode angka rembesan Lane (weighted creep ratio

method), adalah cara yang dianjurkan untuk mencek bangunan guna mengetahui adanya

erosi bawah tanah. Metode ini memberikan hasil yang aman dan mudah dipakai. Untuk

bangunan-bangunan yang relatif kecil, metode-metode lain mungkin dapat memberikan

hasil-hasil yang lebih baik, tetapi penggunaannya lebih sulit. Metode lane ini

membandingkan panjang jalur rembesan di bawah bangunan di sepanjang bidang

bangunan tanah bawah dengan beda tinggi muka air antara kedua sisi bangunan. Di

sepanjang jalur perkolasi ini, kemiringan yang lebih curam dari 45° dianggap vertikal dan

yang kurang dari 45° dianggap horisontal. Jalur vertikal dianggap memiliki daya tahan

terhadap aliran 3 kali lebih kuat daripada jalur horisontal.

Oleh karena itu, rumusnya adalah :

1
∑Lv + Lh
3
CL =
H

di mana :

CL = Angka rembesan Lane (lihat Tabel 3.7)

 Lv = jumlah panjang vertikal, m

 LH = jumlah panjang horisontal, m

56
H = beda tinggi muka air, m.

Tabel 2.4 harga-harga minimum angka rembesan Lane (CL)

Pasir sangat halus atau lanau 8,5


Pasir halus 7,0
Pasir sedang 6,0
Pasir kasar 5,0
Kerikil halus 4,0
Kerikil sedang 3,5
Kerikil kasar termasuk berangkal 3,0
Bongkah dengan sedikit berangkal dan kerikil 2,5
Lempung lunak 3,0
Lempung sedang 2,0
Lempung kasar 1,8
Lempung sangat kasar 1,6

III.9.4.Kombinasi Pembebanan

Tabel berikut ini menunjukkan kombinasi pembebanan dan kenaikan dalam

tegangan izin rencana.

57
No. Kombinasi Pembebanan Kenaikan Tegangan
Izin
1. M + H + K + T + Thn 0%

2. M +H + K + T + Thn + 20%
G
3. M + H + K + T + Thb 20%

4. M + H + K + T + Thn + 50%
G
5. M + H + K + T + Thb + 30%
Ss

Dimana:

M = Beban mati

H = Beban hidup

K = Beban kejut

T = Beban tanah

Thn = Tekanan air normal

Thb = Tekanan air selama banjir

G = Beban gempa

Ss = Pembebanan sementara selama


pelaksanaan

II.9.5. Daya dukung tanah bawah untuk pondasi

Daya dukung dapat dicari dari rumus berikut (dari Terzaghi):

qu =  c Nc + 𝛾 z Nq + b 𝛾 B N𝛾

dimana : qu = daya dukung batas, kN/m2

c = kohesi, tegangan kohesif, kN/m2

Nc, Nq dan N𝛾 = faktor-faktor daya dukung tak berdimensi

diberikan pada Gambar 2.3

58
𝛾 = berat volume tanah, kN/m3 B

= lebar telapak pondasi, m

 dan  faktor tak berdimensi, diberikan pada Tabel 2.5 z

= kedalaman pondasi di bawah permukaan, m.

Besarnya daya dukung izin bisa dicari dari :

𝑞𝑢
qa = + 𝛾𝑧
𝐹

dimana :

qa = daya dukung izin, kN/m2 qu

= daya dukung batas, kN/m2

F = faktor keamanan (2 sampai 3)

𝛾 = berat volume tanah, kN/m3

Z = kedalaman pondasi di bawah permukaan tanah, m.

Harga-harga perkiraan daya dukung izin disajikan pada Tabel (terlampir)

59
III.9.5.1. Penurunan tanah dasar

Penurunan dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus logaritmik Terzaghi

berikut
:
𝜎𝑘+∆𝜎𝑘
z = h ∗ ln
𝜎𝑘
dimana:

z = penurunan, m

11 = tebal lapisan yang dapat


dimampatkan
(dipadatkan), m
C =
modulus kemampatan tak
berdimensi

60
ak = tegangan butiran awal di tengah lapisan, kN/m2

k = tambahan tegangan butir akibat beban di permukaan,

kN/m2.

II.9.6. Spesifikasi Mutu/Material

Bangunan bendung dapat dibuat dari pasangan batu atau beton, atau campuran

kedua bahan ini yang masing-masing bahan bangunannya mempengaruhi bentuk dan

perencanaan bangunan tersebut.

(i) Pasangan batu

Sampai saat ini pasangan batu dilaksanakan dengan cara tidak standart dan

belum ditemukan cara mengontrol kekuatan pasangan batu. Kualitas pasangan batu

kali sangat ditentukan oleh komposisi campuran dan kerapatan adukan dalam speci

antar batu. Hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat kedisiplinan tukang dalam

merocok adukan dan tingkat kejujuran pengawas lapangan. Perilaku tukang

61
dan pengawas yang kurang memadai dapat mengakibatkan rendahnya mutu

pasangan batu kali.

Pasangan batu kali dapat dipakai pada bangunan melintang sungai dengan syarat-

syarat batasan sebagai berikut :

a. Tinggi bendung maksimum 3 m

b. Lebar sungai maksimum 30 m

c. Debit sungai per satuan lebar dengan periode ulang 100

3
tahun maksimum 8 m /dt/m

d. Tinggi tembok penahan tanah maksimum 6 m

Bangunan atau bagian bangunan diluar syarat-syarat batasan di atas akan

memakai material lain misalnya beton, yang tentunya memerlukan biaya lebih

mahal, namun lebih memberikan jaminan kualitas dan keamanan bangunan.

Pasangan batu akan dipakai apabila bahan bangunan ini (batu-batu berukuran besar)

dapat ditemukan di atau dekat daerah itu. Permukaan bendung yang

terkena abrasi langsung dengan air dan pasir, biasanya dilindungi dengan lapisan

batu keras yang dipasang rapat-rapat. Batu ini disebut batu candi, yaitu batu-batu

yang dikerjakan dengan tangan dan dibentuk seperti kubus agar dapat dipasang

serapat mungkin.

(ii) Beton

Di Indonesia beton digunakan untuk bendung pelimpah skala besar dan

tinggi melebihi syarat-syarat batasan seperti tersebut dalam butir (i). Meskipun

biayanya tinggi, tetapi lebih memberikan jaminan kualitas dan keamanan bangunan.

Hal ini bisa tercapai karena prosedur pelaksanaan dan kontrol kekuatan

62
bahan mengacu pada standart yang sudah baku. Di samping itu di daerah-daerah di

mana tidak terdapat batu yang cocok untuk konstruksi pasangan batu, beton

merupakan alternatif.

(iii) Beton Komposit

Bendung skala besar dan/atau tinggi melebihi batasan syarat-syarat dalam

butir (i) yang terbuat dari beton, akan memerlukan biaya yang mahal mengingat

volumenya yang besar. Dalam hal demikian tanpa mengurangi syarat-syarat

keamanan struktur bangunan diperbolehkan menggunakan beton komposit, yaitu

struktur beton yang di dalam tubuhnya diisi dengan pasangan batu kali. Tebal

lapisan luar beton minimal 60 cm.

Lindungan permukaan

Tipe dan ukuran sedimen yang diangkut oleh sungai akan mempengaruhi pemilihan

bahan yang akan dipakai untuk membuat permukaan bangunan yang langsung bersentuhan

dengan aliran air. Ada tiga tipe bahan yang bisa dipakai untuk melindungi bangunan

terhadap gerusan (abrasi), yakni:

 Batu Candi, yakni pasangan batu keras alamiah yang dibuat bentuk blok-blok segi

empat atau persegi dan dipasang rapat-rapat. Pasangan batu tipe ini telah terbukti

sangat tahan abrasi dan dipakai pada banyak bendung yang terkena abrasi keras.

Bila tersedia batu-batu keras yang berkualitas baik, seperti andesit, basal, diabase,

diorit, gabro, granit atau grano-diorit, maka dianjurkan untuk membuat permukaan

dari bahan ini pada permukaan bendung yang dibangun di sungai- sungai yang

mengangkut sedimen abrasif (berdaya gerus kuat).

63
 Beton, jika direncana dengan baik dan dipakai di tempat yang benar, merupakan

bahan lindungan yang baik pula, beton yang dipakai untuk lindungan permukaan

sebaiknya mengandung agregat berukuran kecil, bergradasi baik dan berkekuatan

tinggi.

 Baja, kadang-kadang dipakai di tempat yang terkena hempasan berat oleh air

yang mengandung banyak sedimen. Khususnya blok halang di kolam olak dan

lantai tepat di bawah pintu dapat dilindungi dengan pelat-pelat baja.

64
BAB III

METODOLOGI DAN GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

III.1. Umum

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode analisa hidrologi,analisa

hidrolis dan metode analisa stabilitas bendung yang disesuaikan dengan Kriteria

Perencanaan 02 dan 06. Adapun data-data yang mendukung terhadap metode ini diambil

dari data-data primer dan sekunder yang didapat dari Dinas Pekerjaan Umum Langkat

Provinsi Sumatera Utara.

Bagan alir tahapan kegiatan penelitian secara skematis disajikan berikut ini:

Mulai

- Data Penyelidikan Tanah


- Data Curah Hujan
- Data Hidrolis Bendung Lama dan Baru

Analisa Hidrologi dan Analisa Stabilitas

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

65
Dalam rangka mencapai tujuan dalam penelitian sangatlah diperlukan terlebih

dahulu metodologi penelitian dengan membuat diagram alir (flow chart). Maksud dari

pengerjaan metodologi ini adalah:

a. Untuk merencanakan secara lebih detail tahap-tahap pelaksanaan kegiatan yang


akan dilakukan selanjutnya, dengan tujuan untuk mengefisienkan waktu dan sumber
daya.
b. Menentukan metoda yang akan dipergunakan dalam mengolah dan menganalisis
data serta membahas model yang sudah di tetapkan, hal ini sangat penting dan
mempengaruhi kebutuhan data, waktu dalam analisis dan kualitas hasil penelitian.
c. Menyusun rencana pengerjaan survei yaitu berupa pemilihan metode survei dan
formulir survei.

III. 2. 1 Gambaran Lokasi Penelitian

Gambar 3.2 Lokasi Bendung Timbang Lawan

66
Bendung Timbang Lawan terletak di Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat,

Propinsi Sumatera Utara dimana secara administratif, Kabupaten Langkat berbatasan

dengan :

 Sebelah Utara : Kabupaten Aceh Timur, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam

dan Selat Malaka

 Sebelah Selatan : Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara

 Sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara

 Sebelah Barat : Kabapaten Aceh Tenggara, Propinsi Nanggroe Aceh

Darussalam

Kondisi Bendung Sekarang

Oleh karena jebolnya bendung lama dimana material berupa pasangan batu kali

maka pembangunan bendung baru dengan material beton cor telah dikerjakan sejak tahun

2006., instrumen bendung sudah mulai aus dan banyaknya ditemukan sedimen berupa

material pada bendung seperti terlihat pada gambar berikut:

Gambar 3.3. Bendung Timbang Lawan

67
Gambar 3.4. Bendung pada saat musim kemarau dan hujan

Gambar 3.5. Elevasi mercu bendung direndahkan pada musim kemarau

68
III.2. Analisa Hidrologi

III.2.1. Analisa hidrologi yang dilakukan, meliputi :

 Inventarisasi data curah hujan yang mempengaruhi pada daerah yang disurvei

(gambar terlampir).

 Uji Kesesuaian

 Perhitungan curah hujan rencana

 Perhitungan debit banjir pada periode ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 25 tahun,

30 tahun, 50 tahun dan 100 tahun.

III.2.1.1. Inventarisasi Data Stasiun Curah Hujan

a. Jumlah minimum stasiun pencatat curah hujan diambil minimum 3 (tiga) stasiun

curah hujan yang disyaratkan dalam peramalan banjir sungai tergantung pada luas

daerah aliran sungai (DAS).

b. Umur pencatat curah hujan minimum 10 tahun dengan catatan bahwa data yang

hilang (tidak tercatat) selama jangka waktu pengamatan tidak terlalu banyak.

Mengadakan pengamatan langsung di lapangan tentang keadaan bendung

dengan kondisi yang ada.

III.2.2. Perhitungan Curah Hujan Rencana

Untuk menentukan jenis sebaran yang akan digunakan dalam menetapkan periode

ulang/return periode (analisa frekuensi) maka dicari parameter statistik dari data

curah hujan wilayah baik secara normal maupun secara logaritmik. Dengan

mengurutkan data-data mulai dari terkecil sampai terbesar. Parameter statistik

dengan sebaran normal sebagai berikut :

69
Tabel 3.1 : Analisis Statistik Data Curah Hujan Stasiun 1, 2 & 3

No Xi
xi  x (xi  x)2 (xi  x)3 (xi  x)4
1 X1

2 X2

3 X3



maka diperoleh parameter sebagai berikut :

i1
xi
 Curah hujan rata- x  i1 …………… (4-1)
rata n
:

 (x
i1
i  x) 2
 Standar Sd  ...... (4-2)
deviasi  n 1
: Sx

 Koefisien Variasi Cv  ..................... (4-3)


(Cv) R
:

n(R  x)3 ……. (4-4)


 Koefisien Skewness (Cs) : Cs 
(n 1)(n 
2)(Sx)3

 Koefisien Kurtosis (Ck) :

70
n2 (R  x)4
Ck (4-5)
(n  1)(n  2)(n  3)(Sx) 4

71
Tabel 3.2 : Parameter statistik dengan sebaran logaritmatik

No. Xi (logx  log (logxi  log (logxi  log (logxi  log


i
x) x)2 x)3 x)4
1 X
1
2 X
2
n



dimana : 

ln X
Logaritma rata- ln Xr   ……… (4-6)

n
rata

Standar Deviasi (ln xi  ln (4-7)



Sdln x 
(SdlnXr) x)2
n 1
:

 Standar Varian (Cv) : Cv = Sd (lnX) / (lnXr) .... (4-8)

 Koefisien Skewness (Cs) :

n.(ln X  ln Xr)3 ……………….….... (4-9)


Cs 
(n  1)(n  2)(Sd(ln
Xr))3

72
 Koefisien Kurtosis (Ck) :

(n2  2n  3).(ln X  ln Xr)3


Ck (4-10)
(n  1)(n  2)(n  3)(Sd(ln Xr))3

Untuk memperkirakan besar curah hujan dengan berbagai periode ulang maka

dilakukan analisa frekuensi terhadap data curah hujan. Ada berbagai metode yang dapat

digunakan dalam mengestimasi besar curah hujan untuk berbagai periode ulang yaitu :

Metode Distribusi Normal, Log Normal, Gumbel, Log Person dan Log-Person Type III.

Untuk menentukan jenis sebaran yang akan digunakan, maka parameter statistik data

curah hujan wilayah diperiksa terhadap beberapa jenis sebaran sebagai berikut :

Tabel 3.3. Kesesuaian Data Curah Hujan Terhadap Jenis Sebaran

No. Jenis Sebaran Syara Hasil Ket


t Perhitungan
1. Normal Cs = 0

Ck = 3
2. Log Normal Cs (ln X) = 0

Ck (ln X) = 3
3. Log Person - Cs (ln X) > 0

Type III Ck (ln X) = 1,54 (Cs(lnX)2 + 3


4. Gumbel Cs = 1,14

Ck = 5,4
III.2.3. Uji Kesesuaian Data Curah Hujan

Setelah kita tetapkan jenis sebaran yang akan digunakan maka terlebih dahulu

diuji dengan metoda kwadrat terkecil dan uji Smirnov-Kolmogorav. Jika sesuai, maka jenis

73
sebaran yang dipilih tersebut dapat digunakan.

Uji Chi – Square


Uji Chi – Square digunakan untuk menguji apakah distribusi pengamatan dapat

disamai dengan baik oleh distribusi teoritis. Perhitungannya dengan menggunakan

persamaan (Shahin, 1976: 186) :


k (EF - OF)2
2
Xhit  
i1 EF

74
.............................................................. (4-11)

dimana :

k = 1 + 3,22 Log n OF

= nilai yang diamati

EF = nilai yang diharapkan

Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X2 hitung < X2

dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikan α dengan derajat


. CrHarga X2 Cr

kebebasan. Batas kritis X2 tergantung pada derajat kebebasan dan . Untuk kasus ini

derajat kebebasan mempunyai nilai yang di dapat dari perhitungan sebagai berikut :

DK = JK - ( P + 1) ................................................ (4-12)

dimana :

DK = derajat kebebasan JK

= jumlah kelas

P = faktor keterikatan (untuk pengujian Chi Square mempunyai keterikatan 2)

IV.3. Analisa Debit Banjir

Perhitungan debit banjir dengan menggunakan :

a. Metode empiris

b. Statistik atau probabilitas

c. Metode Unit Hidrograf

75
Debit banjir yang dianalisa untuk periode ulang 5 tahun, 10 tahun, 25 tahun, 30

tahun, 50 tahun, dan 100 tahun.

A. Metode Empiris

Dalam metode empiris dengan menggunakan data curah hujan harian maksimum,

dilakukan dengan langkah-langkah :

a. Stasiun curah hujan dipilih yang berada pada DAS Sungai Ular, minimum sebanyak

3 buah stasiun.

b. Dari data curah hujan harian maksimum ketiga pencatat dipilih data terbesar dengan

kejadian yang sama, akan memberikan peluang terjadinya banjir.

c. Curah hujan wilayah harian maksimum dicari dari ketiga stasiun, dengan terlebih

dahulu menghitung koefisien pengaruh masing-masing stasiun terhadap DAS

Sungai Ular dengan metoda Polygon Thiesen.

Curah hujan wilayah harian maksimum diperoleh berdasarkan persamaan :

R = C1. R1 + C2 . R2 + C3 . R3 .................................... (4-13)

dimana A1 A A3
C1  ;  2 ; C3
: Atot Atot Atotal
C 
al 2 al

- Ci = Koefisien Pemberat

- Ri = Curah hujan harian


maksimum
- A1 = Luas DAS pengaruh statiun 1

- = Luas Total DAS


Atota
l

76
Gambar 4.1. Poligon Thiesen pada DPS

Dengan demikian maka diperoleh n data curah hujan wilayah selama n tahun

pengamatan. Debit banjir rencana menggunakan metoda empiris antara lain :

a. Metode Weduwen

b. Metode Melchior

c. Metode Haspers

d. Rasional Mononobe

Dari keempat metode diatas yang sahih digunakan untuk berbagai ragam luasan

daerah aliran sungai (DAS) hanyalah metode Haspers, sedangkan untuk metode Woduwen

hanya sahih digunakan untuk luasan DAS kurang dari 100 Km 2. serta metode Melchior

sahih untuk luas DAS lebih besar dari 100 Km 2. Karena itu, dalam suatu analisis harus

senantiasa dilakukan dengan 2 (dua) metode dimana metode Haspers senantiasa bisa

dijadikan sebagai pembanding. Sungai Bahorok memiliki luas DAS sebesar 101,175 km 2,

sehingga metode yang dapat digunakan yaitu metode Haspers.

77
A. Metode Haspers

Keterkaitan parameter alam yang diperhitungkan dalam metode ini dinyatakan dalam

bentuk persamaan dasar seperti berikut :

QT = . .q.A. Rn.................................................(4-14)

1  0,012 A0,7
 = (4-15)
1  0,075A0,7 ....................................................

t  A0,75 
3,7x100,4t 
1
= 1   x (4-16)
  
  
  t2    12 
15

dimana :  
 Debit banjir rencana dengan kata ulang T tahun
QT = (m2/det)

 = Koefisien Limpasan

 = Koefisien Reduksi

q = Intensitas curah hujan (m3/Km2/det)

A = Luas Daerah Aliran Sungai (Km2)

t = Waktu konsentrasi (jam)




B. Metode Melchior

Besarnya debit banjir maksimum dinyatakan dengan persamaan sebagai

berikut :

Qmax = α . β . I . A .......................................................(4-17)

dimana :

Qmax = Debit banjir maksimum (m3/detik)

α = Koefisien pengaliran untuk masing-masing periode ulang tertentu


78
I = Intensitas hujan rancangan (mm) A =

Luas DAS/ Catchment area (km2)

Koefisien aliran (α) berkisar antara 0,42 – 0,62 dan Melchior menganjurkan

untuk memakai α = 0,52.

Koefisien reduksi dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

1970 
A  3960  1720. …………………………… (4-18)

0,12

Waktu konsentrasi dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

t
100.L ............................................................................. (4-19)
6.V

dimana :

V = Kecepatan rambat banjir ke tempat titik pengamatan (km/jam)

L = Panjang sungai dari ujung hulu sampai titik pengamatan (km)


0,6
 H 
V .................................................................... (4-20)
72


 L 

III.3. Analisa Stabilitas

Perencanaan teknis bendung dilakukan untuk menentukan kekuatan dari tubuh

bendung untuk mampu menahan gaya yang bekerja pada tubuh bendung tersebut. Proses

perencanaan atau analisis untuk stabilitas bendung umumnya dimulai dengan menentukan

gaya berat, gaya gempa, tekanan lumpur, gaya hidrostatis, gaya uplift-pressure.

79
III.3.1 Gaya-Gaya yang Bekerja

III.3.1.1 Gaya Berat

Dalam peninjauan stabilitas bendung, maka potongan-potongan yang ditinjau terutama

adalah potongan-potongan I-I dan II-II karena potongan ini adalah yang terlemah.

Gambar 4.1 Potongan terlemah bendung

Gaya berat ini adalah berat dari konstruksi, berarah vertikal ke bawah yang garis

kerjanya melewati titik berat konstruksi.

Gambar 3.2 Gaya berat tubuh bendung

Untuk memudahkan perhitungan, biasanya dibagi-bagi yang berbentuk segitiga-

80
segitiga, segi enpat atau trapesium. Karena peninjauannya adalah tiap lebar 1 meter, maka

gaya yang di perhitungkan adalah luas bidang kali berat jenis kontruksi ( untuk pasangan

batu kali biasanya di ambil 1,80 ).

III.3.1.2 Gaya Gempa

Untuk daerah-daerah yang banyak gunung berapinya seperti di Indonesia, maka

gaya gempa harus di perhitungkan terhadap kontruksi.

Gaya gempa sebesar, K = f . G

Dimana :

f = koefisien gempa.

G = berat kontruksi.

Gaya gempa ini berarah horizontal, kearah yang berbahaya (yang merugikan),

dengan garis kerja yang melewati titik berat kontruksi. Sudah tentu juga ada komponen

vertikal,tetapi ini relatift tidak berbahaya di bandingkan dengan komponen yang

horizontal. Harga f tergantung dari lokasi tempat kontruksi sesuai dengan peta zone

gempa.

III..3.1.3 Tekanan Lumpur

Apabila bendung sudah ber-exploitasi, maka akan tertimbun endapan di depan

bendung. Endapan ini diperhitungkan sebagian tinggi mercu.

81
Gambar 3.3 Tekanan lumpur

𝟏 𝟏−𝒔𝒊𝒏∅
P = × 𝜸𝒔 × h² × ( )
𝟐 𝟏+𝒔𝒊𝒏∅

Dimana : 𝛾𝑠 = b.d lumpur (biasanya diambil 1,6)

∅ = sudut geser dalam dari silt (repose angle)

III.3.1.4 Gaya Hidrostatis

Sebagaimana akan tercantum dalam syarat-syarat stabilitas nanti, maka harus

ditinjau pada waktu air banjir dan waktu air normal (air di muka setinggi mercu dan di

belakang kosong). Di samping itu ditinjau pula terdapat pengaliran dimana mercu

tenggelam dan mercu tidak tenggelam.

1) Mercu tidak tenggelam

1
W= ×𝛾×a× h
2

1
W= × 𝛾 × a × h²
2

1
W = × 𝛾 × a × (2h1 – h)
2

1
W = × 𝛾 × h × (2h1 – h)
2

1
W = × 𝛾 × b × h2
2

1
W= × 𝛾 × h2²
2

82
Gambar 3.4 Gaya hidrostatis kondisi air normal dan banjir

Untuk mercu tidak tenggelam pada saat air banjir sebenarnya ada lapisan air yang

mengalir di atas mercu.Tetapi karena lapisan ini biasanya tidak tebal, dan disamping itu

kecepatannya besar, maka untuk keamanan lapisan ini tidak diperhitungkan. Lain halnya

dengan mercu tenggelam, yang lapisannya lebih tebal.

2) Mercu Tenggelam.

Pada saat air normal adalah sama dengan peristiwa mercu tidak tenggelam. Pada

saat air banjir keadaannya sebagai berikut :

Gambar 3.5 Gaya hidrostatis kondisi air banjir

83
1
W = × 𝛾 × a × (2h1 – h)
2

1
W = × 𝛾 × h × (2h1 – h)
2

1
W= × 𝛾 × c × (h1 – h + d)
2

1
W = × 𝛾 × a × (h2 + d)
2

1
W= × 𝛾 × h2²
2

III..3.1.5. Uplift-pressure

Untuk ini harus dicari tekanan pada tiap-tiap titik sudut, baru kemudian bisa dicari

besarnya gaya yang bekerja pada tiap-tiap bidang.

Gambar 3.6 Tekanan pada tiap titik sudut

Secara umum besarnya tekanan pada titik X adalah :

Ux = ∆𝐻 − 𝐼𝑥 ∆𝐻 + ℎ2 − ∆𝐻 + ℎ𝑥 − 𝐼𝑥 ∆𝐻

𝐿 ∑𝐿

Ux = Hx − 𝐼𝑥 ∆𝐻
∑𝐿

84
Dimana : Ux = uplift-pressure titik X

Hx = ingginya titik X terhadap air di muka

X = panjang creep line sampai ketitik X


(ABCX)
L = jumlah panjang creep line (ABCXDE)

H = beda tekanan

Dengan demikian maka besarnya tekanan tiap-tiap titik akan dapat diketahui.

Dilihat dari rumus di atas maka teoritis uplift-pressure kemungkinan dapat bernilai positif

maupun negatif. Dalam hal ini tekanan negatif kenyataannya tidak akan terjadi oleh

karena adanya liang-liang renik di antara butir-butir tanah, sehingga akan berhubungan

dengan atmosphere. Jadi untuk tekanan negative ini besarnya dianggap nol.

Gambar 3.7 Uplift-pressure

Gaya uplift di bidang XD adalah : UXD = 1/2.b ( Ux + Ud ) dan bekerja pada titik

berat trapesium. Untuk tanah dasar yang baik disertai dengan drain yang baik pula maka

uplift dapat dianggap bekerja 67% nya. Jadi bekerja uplift-pressure antara 67%sampai

100%.

85
III.3.2 Anggapan-Anggapan Stabilitas

Gambar 3.8 Potongan yang paling lemah

Untuk menyederhanakan perhitungan tanpa mengurangi hakekat perhitungan itu

sendiri, maka diadakan anggapan-anggapan sebagai berikut :

a. Peninjauan potongan vertical adalah pada potongan-potongan yang paling

lemah (dalam hal ini potongan 1-1 dan 2-2).

b. Lapisan puddle tetap berfungsi.

c. Titik guling pada peninjau vertical di atas adalah titik A.

d. Konstruksi di bagian depan bendung akan penuh lumpur setinggi mercu

bendung.

e. Harus dipehitungkan sekurang-kurangnya pada dua keadaan muka air, yaitu

muka air banjir dan muka air normal.

f. Ditinaju pula potongan-potongan mendatar pada kedudukan :

 Bagian di atas lantai muka, tiap 1 meter vertikal.

 Bagian di bawah lantai muka, dua potongan pada tempat-tempat yang


dianggap terlemah.

86
III.3.2.1 Syarat-Syarat Stabilitas

a. Pada konstruksi dengan batu kali, maka tidak boleh terjadi tegangan tarik. Ini

berarti bahwa resultante gaya-gaya yang bekerja pada tiap-tiap potongan harus

masuk kern.

Gambar 3.9 Daerah kern

b. Momen tahanan (Mt) harus lebih besar dari momen guling (Mg). Faktor

keamanan untuk ini dapat diambil antara 1,50 dan 2,0.

fk ≥
∑𝑀𝑡 ; fk = faktor keamanan
∑𝑀𝑔

c. Konstruksi tidak boleh bergeser

Faktor keamanan untuk ini dapat diambil antara 1,2 dan 2,00.

∑𝑉 . 𝑓
fk =
∑𝐻

fk = faktor keamanan.

f = koefisien gesekan antara konstruksi dan dasarnya.

87
d. Tegangan tanah yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan tanah yang

diijinkan.

𝜎𝑔 ≤ ͞𝜎g

e. Setiap titik pada seluruh konstruksi tidak boleh terangkat oleh gaya keatas

(balance antara tekanan ke atas dan tekanan ke bawah).

Gambar 3.10 Balance antara tekanan ke atas dan tekanan ke bawah.

88
BAB IV

PEMBAHASAN HASIL EVALUASI BENDUNG

IV.1. Analisa Hidrologi

IV.1.1. Pengolahan Data Curah Hujan

Dalam analisa hidrologi ini data pengaliran sungai sangat diperlukan, akan tetapi

karena data tidak mencukupi maka digunakan data curah hujan harian maksimum per tahun

dari tiga stasiun penakar hujan yang berdekatan dengan daerah aliran sungai Bahorok

dengan periode pengamatan 10 tahun. Stasiun tersebut adalah, stasiun Bukit Lawang,

stasiun Maryke dan stasiun Sei Bingei.

Data curah hujan harian maksimum per tahun yang terjadi selama 10 tahun

terakhir (1999-2008) dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Data Curah Hujan Harian Maksimum Per Tahun.

Tahun Bukit Lawang Maryke Sei Bingei


(A1) (A2) (A3)
2001 99 61 93
2002 144 160 85
2003 155 85 74
2004 159 108 48
2005 163 123 45
2006 158 182 105
2007 121 80 216
2008 183 128 98
2009 149 87 98
2010 120 67 79
Sumber: Stasiun Klimatologi Sampali Medan

89
IV.1.1.1. Analisa Hujan dengan Metode Rata-rata Aljabar

Curah hujan wilayah maksimum harian per tahun dari ketiga stasiun tersebut

dihitung dengan menggunakan metode rata-rata aljabar. Luas catchment area diperoleh

berdasarkan data adalah sebesar 101,175 km². Adapun perhitungannya dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 4.2. Perhitungan Curah Hujan Harian Maksimum Rata-Rata dengan Metode

Aljabar Rata-rata.

Tahu A1 A2 A3 ΣA Rata-
n rata
2001 99 61 93 253 84,33

2002 144 160 85 389 129,67

2003 155 85 74 314 104,67

2004 159 108 48 315 105,00

2005 163 123 45 331 110,33

2006 158 182 105 445 148,33

2007 121 80 216 417 139,00

2008 183 128 98 409 136,33

2009 149 87 98 334 111,33

2010 120 67 79 266 88,67

90
Tabel 4.3. Urutan Peringkat Curah Hujan Harian Maksimum Rata-Rata dengan

Metode Rata-rata Aljabar

No. Urut Tahun Max

1. 2006 148,33

2. 2007 139,00

3. 2008 136,33

4. 2002 129,67

5. 2009 111.33

6. 2005 110,33

7. 2014 105,00

8. 2003 104,67

9. 2010 88,67

10. 2001 84,33

Berdasarkan tabel 4.3, didapat curah hujan harian maksium tertinggi adalah

148,33 mm (2006) dan curah hujan harian maksimum terendah adalah 84,33 mm (2001).

IV.1.1.2. Penentuan Pola Distribusi Hujan

Penentuan pola distribusi atau sebaran hujan dilakukan dengan menganalisa data curah

hujan harian maksimum yang diperoleh dengan menggunakan analisis frekuensi. Untuk

menentukan jenis sebaran yang akan digunakan dalam menetapkan periode ulang/return

periode (analisa frekuensi) maka dicari parameter statistik dari data curah hujan wilayah

baik secara normal maupun secara logaritmik.

91
Langkah yang ditempuh adalah dengan mengurutkan data-data mulai dari terkecil

sampai terbesar. Dari hasil analisis diperoleh nilai untuk masing-masing parameter statistik

adalah sebagai berikut :

1. Parameter statistik sebaran normal

Data-data yang digunakan dalam perhitungan parameter statistik dapat dilihat

pada tabel 4.4.

No. Xi xi  x (xi  x)2 (xi  x)3 (xi  x)4

1. 148.33 32.56 1060.41 34531.32 1124478.0


5
2. 139.00 23.23 539.82 12542.15 291404.29

3. 136.33 20.56 422.88 8696.07 178825.88

4. 129.67 13.90 193.32 2687.94 37373.09

5. 111.33 -4.44 19.68 -87.29 387.23

6. 110.33 -5.44 29.55 -160.63 873.21

7. 105.00 -10.77 115.91 -1247.85 13434.38

8. 104.67 -11.10 123.12 -1366.15 15158.83

9. 88.67 -27.10 734.19 -19893.70 539039.68

10. 84.33 -31.44 988.22 -31065.75 976582.91

n 10 10 10 10 10

 1157.66 0.00 4227.10 4636.10 3177557.5


6
115.77 0.00 422.71 463.61 317755.76
x

92
Dari tabel 4.4. didapat data nilai parameter statistik data curah

hujan wilayah dengan sebaran normal sehingga dapat ditentukan nilai

simpangan baku, koefisien varians, koefisien skewnes dan koefisien

kurtosis.

 Rata-rata X

X=

148,33  139,00  136,33  129,67  111,33  110,33  105,00  104,67 


88,67  84,33
10

= 115,77 mm

 Simpangan Sx 
baku
N
 (N 1)
 ( X 2  X 1 )2

 10
= (422,71)
(10  1)

= 21,67

Sx 21,67
 Kofisien Variansi Cv =
X
= 115,77

= 0,19
n(R  x)3
 Koefisien Skewness Cs 
(n 1)(n  2)(Sx)3

= 0,06

 
 Koefisin kurtosis Ck
n 2 (R  x) 4

(n  1)(n 
2)(n  3)(Sx) 4

Universitas Sumatera Utara


= -1,20

Selain parameter statistik data curah hujan wilayah dengan

sebaran normal, pola ditribusi hujan juga harus diuji dalam

parameter statistik dengan sebaran logaritmatik.

2. Parameter statistik sebaran normal

Data-data yang digunakan dalam perhitungan parameter

statistik dengan sebaran logaritmatik dapat dilihat pada tabel

4.5.

Tabel 4.5. Parameter Statistik dengan Sebaran Logaritmatik.

No Log Xi (logxi  log (logxi  log (logxi  log (logxi  log


x) x)2 x)3 x)4
1. 2.171 0.107647969 0.011588085 0.001247434 0.000134284

2. 2.143 0.079433773 0.006309724 0.000501205 3.98126E-05

3. 2.135 0.071010407 0.005042478 0.000358068 2.54266E-05

4. 2.113 0.049258483 0.002426398 0.000119521 5.88741E-06

5. 2.047 -0.016968819 0.000287941 -4.88602E-06 8.29099E-08

6. 2.043 -0.020887409 0.000436284 -9.11284E-06 1.90344E-07

7. 2.021 -0.042391729 0.001797059 -7.61804E-05 3.22942E-06

8. 2.020 -0.043758803 0.001914833 -8.37908E-05 3.66658E-06

9. 1.948 -0.115804319 0.01341064 -0.00155301 0.000179845

10. 1.926 -0.137598927 0.018933465 -0.002605224 0.000358476

n 10 10 10 10 10

 20.57 -0.07 0.06 -0.00211 0.00075

2.0566 -0.007005937 0.006214691 -0.000210598 7.50901E-05


x

Dari tabel 4.5. didapat data nilai parameter statistik data curah

Universitas Sumatera Utara


hujan wilayah dengan sebaran logaritmatik sehingga dapat ditentukan

nilai simpangan baku logaritmatik, koefisien varians, koefisien

skewnes dan koefisien kurtosis.

Universitas Sumatera Utara


 Rata-rata

2,17  2,14  2,13  2,11 2,05  2,04  2,02  2,02 1,95 1,93
LogX =
10

= 2,06
mm
SxLogXr 
 Simpangan baku
N
(N 1) 
 (LogX  LogX ) 2

 10
= (0,006214691)
(10  1)

= 0,08

SxLogX 0,08
 Kofisien Variansi Cv =
LogX
= 2,06

= 0,04

 
 Koefisien Skewness Cs n(LogX 

Log x)3

(n 1)(n 
2)(SxLogX )3

= -0,20

 
 Koefisin kurtosis Ck
n2 (LogX  Log

x)4

(n 1)(n  2)(n 
3)(SxLogX )4

Universitas Sumatera Utara


= -1,04

Untuk menentukan jenis sebaran yang akan digunakan, maka

parameter statistik data curah hujan wilayah diperiksa terhadap

beberapa jenis sebaran sebagai berikut :

Tabel 4.6. Kesesuaian Data Curah Hujan Terhadap Jenis Sebaran

No Jenis Syara Hasil Keterangan


Sebaran t Perhitungan
1. Normal Cs  0 Cs = 0,06 Tidak Sesuai

Ck  3 Ck = -1,20 Tidak Sesuai


2. Log Normal Cs (ln X)  0 Cs (ln X) = -0,20 Tidak Sesuai

Ck (ln X)  3 Ck (ln X) = -1,04 Tidak Sesuai


3. Log Person - Cs (ln X) > 0 Cs (ln X) = -0,20 Tidak Sesuai

Type III Ck (ln X) = 1,54 (Cs(lnX)2 + 3 Ck (ln X) = 3,0616 Sesuai

4. Gumbel Cs  1,14 Cs = 0,006 Tidak Sesuai

Ck  5,4 Ck = 0,286 Tidak Sesuai

Berdasarkan tabel 5.6, maka distribusi Log Normal (Cs  3Cv, Cs(LnX)

 0, Ck(LnX)  3) dan Gumbel (Cs > 1,14 dan Ck < 5,4) tidak dapat digunakan

sebagai metode perhitungan curah hujan rancangan. Berdasarkan analisis

frekuensi yang dilakukan pada data curah hujan harian maksimum diperoleh

bahwa jenis distribusi yang paling cocok dengan sebaran data curah hujan harian

maksimum di daerah aliran sungai Bahorok adalah distribusi Log Pearson type III.

IV.1.1.3. Perhitungan Curah Hujan Rencana dengan Metode

Log Pearson Type III.

Pada metode Log Pearson Type III ini, maka data curah hujan harian
maksimum yang diperoleh diubah dalam bentuk logaritmik sehingga

Universitas Sumatera Utara


parameter statistik yang digunakan adalah parameter statistik sebaran
logaritmatik.
Berdasarkan tabel ditribusi Log Pearson Tipe III untuk
koefisien kemencengan Cs pada lampiran untuk nilai Cs = -0,20
diperoleh harga K untuk periode ulang T tahun dengan cara
interpolasi antara lain sebagai berikut :

Tabel 4.7. Nilai K Untuk Harga Cs = -0,20

T Cs K
5 -0,20 0,850
10 -0,20 1,258
25 -0,20 1,680
30 -0,20 1,920
50 -0,20 1,945
100 -0,20 2,178

Nilai K yang didapat seperti tertera pada tabel 5.7 akan digunakan

dalam perhitungan curah hujan rancangan metode Log Pearon Type

III.

IV.1.1.4. Perhitungan Uji Kesesuaian Distribusi Log Pearson Type III

Data curah hujan maksimum yang telah didistribusikan

dengan metode Log Pearson Type III tersebut, kemudian akan diuji

secara statistik dengan metode Chi-kuadrat agar dapat diketahui

apakah jenis distribusi Log Pearson Type III telah sesuai dengan

rangkaian data curah hujan yang tersedia. Adapun langkah-langkah

perhitungan sebagai berikut:

1. Menentukan kelas interval

Jumlah kelas interval (k)

k  1  3,3 log N

Universitas Sumatera Utara


N = Jumlah tahun pengamatan k  1  3,3 log10  4,3  5 kelas Kelas interval ke-1

1. Probabilitas (P)
1
P
k

1
P = 0,2
5

2. Nilai-nilai parameter statistik (LogXr, Sd dan Cs) Log Xr = 2,06

Sd = 0,08

Cs = -0,20

3. Nilai faktor frekwensi (K)

Berdasarkan tabel pada lampiran diperoleh harga faktor frekuensi untuk Cs = -


  1 
0,20
ulangdan kala (1)  x100% = 80 %, yaitu sebesar K = -0,83
   
  5 

4. Kelas interval (CL)

CL  log1(log Xr  K.Sd )

CL  log1 (2,06  (0,83)(0,08))

CL  log1(1,99) = 98,54 mm

Universitas Sumatera Utara


Kelas interval ke-2 Jumlah kelas interval (k) k  1  3,3 log N

N = Jumlah tahun pengamatan k  1  3,3 log10  4,3  5

kelas Kelas interval ke-2

1. Probabilitas (P)
2
P
k

2
P = 0,4
5

2. Nilai-nilai parameter statistik

(LogXr, Sd dan Cs) Log Xr =

2,06

Sd = 0,08

Cs = -0,20

3. Nilai faktor frekwensi (K)

Berdasarkan tabel pada lampiran diperoleh harga faktor frekuensi untuk Cs = -


  2 
0,20 dan kala
ulang (1)  x100% = 60 %, yaitu sebesar K = -0,35
   
  5 

4. Kelas interval (CL)

CL  log1(log Xr  K.Sd )

CL  log1 (2,06  (0,35)(0,08))

CL  log1 (2,03) = 107,65 mm

Universitas Sumatera Utara


IV.1.1.5. Menentukan Nilai Chi-Kuadrat

1. Jumlah frekuensi yang diamati (Oi)

Banyaknya data curah hujan yang masuk dalam kelas interval

98,54 mm sampai

dengan 107,65 mm adalah sebanyak 2 sampel.

2. Luas probabilitas

1
=  0,205
3. Jumlah frekuensi yang

diharapkan (Ei) Ei =

N x Luas probabilitas

Ei = 10 x 0,20 = 2,0

4. Selisih antara frekuensi yang diamati terhadap frekuensi

yang diharapkan Oi – Ei = 2 – 2 = 0

5. Selisih kuadrat antara frekuensi yang diamati terhadap frekuensi

yang diharapkan

(Oi – Ei)2 = (0)2 = 0

6. Nilai Chi Kuadrat (X2)

2
2 (Oi  Ei) 
 X =  
 Ei 

0
X2 = =0
2

IV.1.1.5. Menentukan Nilai Chi Kuadrat Krtitis (X2Kr)

Dari tabel nilai Chi Kuadrat pada lampiran diperoleh nilai

Universitas Sumatera Utara


Chi Kuadrat untuk taraf signifikan 0,05 dan 0,01, sebagai berikut:

  = 0,05

  = k – (P+1)

= 5 – (2+1) = 2

 X2 0,05= 5,991

 X2 0,01= 9,21

IV. Kontrol

Telah dijelaskan bahwa, diharapkan nilai Chi Kuadrat

harus lebih kecil dari pada nilai Chi Kuadrat kritisnya.

Universitas Sumatera Utara


X2 < X20,05 dan X2 < X20,01

1,00 < 5,991 dan 1,00 < 9,210 ....................... OK

Tabel 4.8. Batas Kelas Interval Untuk Distribusi Log Pearson III

No. Probabilita Log Xr Sd K CL


Kelas s
0 0 2,06 0,08 0
1 0,2 2,06 0,08 -0,83 98,54
2 0,4 2,06 0,08 -0,35 107,65
3 0,6 2,06 0,08 0,31 121,56
4 0,8 2,06 0,08 0,85 134,28
5 1 2,06 0,08

Tabel 4.9. Perhitungan Nilai Chi Kuadrat

(Oi  Ei)
Kelas Interval Oi Luas Ei (Oi - Ei) (Oi - Ei)2 2
Ei
0,00 - 98,54 2 0,2 2 0 0 0

98,54 - 107,65 2 0,2 2 0 0 0

107,65 - 121,56 2 0,2 2 0 0 0

121,56 - 134,28 1 0,2 2 -1 1 0,5

134,28 - ~ 3 0,2 2 1 1 0,5

10 1 10 0 2 1
Jumlah

Berdasarkan tabel 4.9. diperoleh bahwa X2 sebesar 1,0 mm,

sedangkan X20,05 sebesar 5,991 mm, dan X20,01 sebesar 9,210 mm.

Ini berarti bahwa distribusi Log Pearson III telah sesuai dengan

sebaran data curah hujan yang tersedia, karena nilai X2 lebih kecil dari

pada nilai X20,05 ataupun terhadap nilai X20,01.

Universitas Sumatera Utara


IV.1.1.6. Peritungan Logaritma Hujan Rencana

Log XT = Log Xr + K. Sd

1. T = 5 tahun

Log X5 = Log Xr + K. Sd

Log X5 = 2,056 + 0,850. 0,083

Log X5 = 2,127

X5 = 133,95 mm

2. T = 10 tahun

Log X10 = Log Xr + K. Sd

Log X10 = 2,056 + 1,258. 0,083

Log X10 = 2,161

X10 = 144,78 mm

3. T = 25 tahun

Log X25 = Log Xr + K. Sd

Log X25 = 2,056 + 1,680. 0,083

Log X25 = 2,196

X25 = 156,90 mm

4. T = 30 tahun

Log X30 = Log Xr + K. Sd

Log X30 = 2,056 + 1,920. 0,083

Log X30 = 2,215

X30 = 164,23 mm

5. T = 50 tahun

Log X50 = Log Xr + K. Sd

Universitas Sumatera Utara


Log X50 = 2,056 + 1,945.
0,083
Log X50 = 2,217

X50 = 165,03 mm

6. T = 100 tahun

Log X100 = Log Xr + K. Sd

Log X100 = 2,056 + 2,178.


0,083
Log X100 = 2,236

X100 = 172,52 mm

Tabel 4.10. Ringkasan Hujan Rancangan Periode Ulang 5, 10, 25,

30, 50, 100 Tahun

Metode Log Pearson III.

T Log Xr Cs K SD Log Xt Xt
5 2,056 -0,20 0,850 0,08 2,127 133,95
10 2,056 -0,20 1,258 0,08 2,161 144,78
25 2,056 -0,20 1,680 0,08 2,196 156,90
30 2,056 -0,20 1,920 0,08 2,215 164,23
50 2,056 -0,20 1,945 0,08 2,218 165,03
100 2,056 -0,20 2,178 0,08 2,237 172,52

IV.1.1.6. Perhitungan Curah Hujan Rencana dengan Metode Haspers

Berdasarkan banyaknya tahun pengamatan, N = 10 tahun

dan data curah hujan maksimum pertama dan kedua beserta masing-

masing standard variabelnya(

1 dan  2 ), maka dapat diperoleh standar deviasi (Sd) sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.11. Standar Variabel (  )

Xmax No. urut Periode Ulang, T Standar


Variabel
m (N+)/m
 
148,33 1 11 1  1,296

84,33 2 5,5  2  0,71

Tabel 4.12. Tabel Perhitungan Curah Hujan Rencana Metode Haspers

Tahun Curah hujan max ( mm Rank Periode


) Ulang
X M T = (n+1) / M
2006 148,33 1 11,000
2007 139,00 2 5,500
2008 136,33 3 3,667
2002 129,67 4 2,750
2009 111,33 5 2,200
2005 110,33 6 1,833
2004 105,00 7 1,571
2003 104,67 8 1,375
2010 88,67 9 1,222
2001 84,33 10 1,100
Total 1157,66 10

X rata-rata = 115,77 X max1 = 148,33

X max2 = 84,33

X
Xr 
N

1157,66
Xr   115,766 mm
10

Universitas Sumatera Utara


1  X max1  Xr   X max 2  Xr 
Sd      2 
2 1
   

1  148,33  115,77   84,33  115,77 
Sd    28,93 mm
  
2    0,73 
1,35

Curah hujan rencana untuk berbagai periode ulang dengan menggunakan

metode Haspers menggunakan XT  Xr  (.Sd ) , maka diperoleh


persamaan

besar curah hujan rencana (XT) sebagai berikut:

1. T = 5 tahun

X5 = Xr +  . Sd

X5 = 115,766 + 0,64.
28,93
X5 = 134,28 mm

2. T = 10 tahun

X10 = Xr +  . Sd

X10 = 115,77 + 1,26. 28,93

X10 = 152,21 mm

3. T = 25 tahun

X25 = Xr +  . Sd

X25 = 115,77 + 2,10. 28,93

X25 = 176,51 mm

4. T = 30 tahun

X30 = Xr +  . Sd

X30 = 115,77 + 2,23. 28,93

X30 = 180,27 mm

5. T = 50 tahun

Universitas Sumatera Utara


X50 = Xr +  . Sd

X50 = 115,77 + 2,75. 28,93 X50 = 195,31 mm

6. T = 100 tahun X100 = Xr +  . Sd

X100 = 115,77 + 3,43. 28,93 X100 = 214,98 mm

Tabel 4.13. Ringkasan Hujan Rancangan Periode Ulang 5, 10, 25,

30, 50, 100 Tahun Metode Haspers

t 
T SD  Xr Xn
5 28,93 0,64 115,77 134,28
10 28,93 1,26 115,77 152,21
25 28,93 2,10 115,77 176,51
30 28,93 2,23 115,77 180,27
50 28,93 2,75 115,77 195,31
100 28,93 3,43 115,77 214,98

Dari tabel 5.10. dan tabel 5.13. maka didapat besar hujan

rancangan berbagai periode dengan metode Log Pearson III dan

metode Haspers. Ringkasan hujan rancangan dapat dilihat pada tabel

5.14.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.14. Ringkasan Hujan Rancangan Periode Ulang 5, 10, 25, 30, 50,

100 Tahun Metode Log Pearson III dan Metode Haspers

METODE
T. ulang
HASPER LOG PEARSON
III
5 134,28 133,95
10 152,21 144,78
25 176,51 156,90
30 180,27 164,23
50 195,31 165,03
100 214,98 172,52

IV.2. Perhitungan Debit Banjir

Perhitungan debit banjir pada sungai Bahorok diperlukan

untuk mengetahui besarnya debit perkiraan untuk berbagai kala ulang

yang nantinya berguna untuk perencanaan tanggul banjir di sungai

Bahorok. Perhitungan debit banjir ini akan dilakukan dengan metode

Haspers yang dikombinasikan dengan Log Pearson III dan Haspers

dan dengan metode Melchior.

IV.2.1. Perhitungan Debit Banjir Rencana dengan Metode Haspers

Data-data:

Luas daerah aliran sungai Bahorok (A) = 101,175 km2

Panjang sungai utama Bahorok = 18 km

Kemiringan dasar sungai rata-rata = 0,0262 Koefisien

pengaliran:

1  0,012.A0,7

1  0,075.A0,7

dimana  = koefisien pengaliran masing-masing areal pengembangan.

Universitas Sumatera Utara


1
 = 0,450
0,012(101,1750,7 )
1
0,075(101,1750,7 )

Waktu konsentrasi:

t  0,1xL0,8 xI 0,3

t  0,1x180,8 x0,02620,3 = 3,011 jam

t   A0,75 
 0,4.t 
1
3,7x10 
  
t2
15  x 12 
1 
    

1x3,0113,011  (3,7x100,4 101,1750,75 
  

  
2
1
3,011
15  x 12 
    

= 1,358

 = 0,736

Curah hujan efektif untuk beberapa periode ulang untuk 2

jam < t < 19 jam :

𝑡 × 𝑅24
𝑅𝑡 =
𝑡+1
3,011 × 𝑅24
𝑅𝑡 =
3,011 + 1

Rt = 0,751. Xi

Rt
dimana q 
3,6xt
,

0,751.Xi
q
3,6x3,011

q = 0,069 Xi m3/detik/km2

Besar debit banjir rencana dapat dihitung sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


Qn  . .A.q.Rn

Qn = 0,450 x 0,736 x 101,175 x

0,069 x Rn Qn = 2,312 . Rn

Kombinasi Metode Haspers-Haspers

Untuk n = 5 tahun

Qn = 2,312 . R(5)

Qn = 2,312 . 134,28

Qn = 310,455
m3/detik
Untuk n = 10 tahun

Qn = 2,312 . R(10)

Qn = 2,312 . 152,21

Qn = 351,910
m3/detik
Untuk n = 25 tahun

Qn = 2,312 . R(25)

Qn = 2,312 . 176,51

Qn = 408,091
m3/detik
Untuk n = 30 tahun

Qn = 2,312 . R(30)

Qn = 2,312 . 180,27

Qn = 416,784
m3/detik
Untuk n = 50 tahun

Qn = 2,312 . R(50)

Qn = 2,312 . 195,31

Universitas Sumatera Utara


Qn = 451,557
m3/detik
Untuk n =
100 tahun
Qn = 2,312 . R(100)

Qn = 2,312 . 214,98

Qn = 497,034
m3/detik

Tabel 4.15. Ringkasan debit banjir metode Haspers-Haspers

Kala Ulang Rn Qn
5 134,28 310,455
m³/det
10 152,21 351,910
m³/det
25 176,51 408,091
m³/det
30 180,27 416,784
m³/det
50 195,31 451,557
m³/det
100 214,98 497,034
m³/det

Kombinasi Metode Haspers-Log Pearson III

Untuk n = 5 tahun

Qn = 2,312 . R(5)

Qn = 2,312 . 133,95

Qn = 309,692
m3/detik
Untuk n = 10 tahun

Qn = 2,312 . R(10)

Qn = 2,312 . 144,78

Qn = 334,731
m3/detik

Universitas Sumatera Utara


Untuk n = 25 tahun

Qn = 1,924 . R(25)

Qn = 1,924 . 156,90

Qn = 362,753
m3/detik
Untuk =
n 30 tahun
Qn = 1,924 . R(30)

Qn = 1,924 . 164,23

Qn = 379,699
m3/detik
Untuk n = 50 tahun

Qn = 1,924 . R(50)

Qn = 1,924 . 165,03

Qn = 381,549
m3/detik

Untuk n = 100 tahun

Qn = 1,924 . R(100)

Qn = 1,924 . 172,52

Qn = 398,866
m3/detik

Tabel 4.16. Ringkasan debit banjir metode Haspers-Log Pearson III

Kala Rn Qn
Ulang
5 133,95 309,692 m3/det
10 144,78 334,731 m3/det
25 156,90 362,753 m3/det
30 164,23 379,699 m3/det
50 165,03 381,549 m3/det
100 172,52 398,866 m3/det

Universitas Sumatera Utara


Nilai debit untuk berbagai kala ulang dengan metode

kombinasi Haspers- Haspers dan Haspers-Log Pearson Type III ini

akan dibandingkan dengan metode perhitungan debit banjir lainnya.

Perhitungan Debit Banjir Rencana Metode Melchior

Dalam analisa debit banjir metode Melchior, data-data yang diperlukan yaitu :

- Luas DAS Bahorok (A) = 101,175 km

- Panjang sungai Bahorok (L) = 18 km

- Koefisien pengaliran dipakai  = 0,62

Luas elips yang mengelilingi

DAS Bahorok: F = ¼  .a.b

= 0,25 . 3,14 . 14 . 9,33

= 102,537 km2

Kemiringan rata-rata dasar sungai dari hulu I = 0,0185

Koefisien reduksi (1 ) :

1970
F   3960  1720.1
1 
0,12

1970
102,537  3960  1720.1

1 
0,12

1720 1 2 – 4268,937 1+ 2457,504 = 0

Untuk mendapatkan nilai  maka diselesaikan dengan persamaan

kuadrat rumus a,b,c.

Universitas Sumatera Utara


 b  b 2  4.a.c
1,2 
2.a


4268,937  (4268,937) 2  4.(1720).(2457,504)


=
2.1720

4268,937  1147,256
=
3440

diperoleh  1-1 = 1,574 dan  1-2 = 0,907. Maka, diambil harga  1 = 0,907

Hitung nilai R (lihat tabel 5.17).

Tabel 4.17. Hubungan Luas Elips dengan R (besarnya hujan

harian) Melchior Luas elips dinyatakan dalam km²

dalam m³/det/km²

L R L R L R
0.14 29.6 144 4.75 720 2.3
0.72 22.4 216 4 1080 1.85
5
1.4 19.9 288 3.6 1440 1.55
7.2 14.1 360 3.3 2160 1.2
5
14 11.8 432 3.05 2880 1
5
29 9 504 2.85 4320 0.7
72 6.25 576 2.65 5760 0.54
108 5.25 648 2.45 7200 0.48
Nilai R1 diinterpolasi dimana F = 102,537 km² diperoleh R1 sebesar

5,402 m3/detik/km2

Q = 1 .R1.A

= 0,907. (5,402). (101,175)

= 495,718 m3/detik

Universitas Sumatera Utara


Besarnya kecepatan rambat banjir ke tempat titik pengamatan :

V  1,31.(Q.I 2 )0,2

= 1,31.{(495,718).(0,01852 ) 0,2 }

= 0,919 m/detik

Waktu konsentrasi(t):

10.L
t
36.V

10.(18)
=
36.(0,919)

= 5,442 jam

Nilai F < 300 km2 dan t < 24 jam, maka faktor pengalinya diperoleh

dengan cara interpolasi sesuai tabel berikut:

Tabel 5.18. Persentase β2 untuk hujan selama lebih dari 24 jam

pada luas F terhadap hujan maksimum harian.

F Hujan Selama Berapa


Jam
(km²)
1 2 3 4 5 6 8 10 12 16 20 24
0 44 64 80 89 92 92 93 94 95 96 98 100
10 37 57 70 80 82 84 87 90 91 95 97 100
50 29 45 57 66 70 74 79 83 88 94 96 100
300 20 33 43 52 57 61 69 77 85 93 95 100
~ 12 23 32 42 50 54 66 74 83 92 94 100
Diperoleh faktor pengalinya 69,036% , sehingga didapat nilai 

 = 0,79298 1 = 0,69036 . 0,907 = 0,626

10. .R24max
Maka R 
36.t

Universitas Sumatera Utara


10.(0,626).(148,33)
R
36.(5,442)

= 4,740 m3/detik/km2

Harga R ini harus sama atau mendekati R1 yang ditaksir

sebelumnya. Sehingga perlu diulang untuk R1 yang lainnya.

Coba untuk R1 = 4,70

m3/detik/km2 Q = 0,907 .

(4,70). (101,175)

= 431,299 m3/detik

V = 1,31.{431,299).(0,01852 )0,2 }

= 0,894 m/detik

10.(18)
t
36.(0,894)

= 5,596 jam

Interpolasi faktor pengalinya diperoleh sebesar = 69,652% sehingga:

 = 0.6965. 1 = 0,6965 . 0,907 = 0,632

10. .R24max
Maka R 
, 36.t

10.(0,632.148,33)
R
36.(5,596)

= 4,651 m3/detik/km2

Harga R yang didapat = 4,651 sudah mendekati harga R1 = 4,70

sehingga digunakan harga R = 4,651 m3/detik/km2.

Universitas Sumatera Utara


Untuk t = 5,596 jam = 335,76 menit besarnya koreksi 6 %

(dari tabel 5.19). Tabel 4.19. Persentase harga-harga t (lama

waktu konsentrasi) Melchior

T % T % T % t %
40 2 630-720 10 1330- 18 2035- 26
1420 2120
40-115 3 720-810 11 1420- 19 2120- 27
1510 2210
115- 4 810-895 12 1510- 20 2210- 28
190 1595 2295
190- 5 895-980 13 1595- 21 2295- 29
270 1680 2380
270- 6 980-1070 14 1680- 22 2380- 30
360 1770 2465
360- 7 1070- 15 1770- 23 2465- 31
450 1155 1860 2550
450- 8 1155- 16 1860- 24 2550- 31
540 1240 1950 2640
540- 9 1240- 17 1950- 25 2640- 33
630 1330 2035 2725
2725- 34
2815

sehingga nilai R menjadi:

= 4,651 × 1,06 = 4,930 m3/detik/km2.

Debit banjir yang terjadi dapat dihitung dengan persamaan :

Rx
Qn = α . R . A
. 200

Rx
Qn = (0,62) . ( 4,930) .
(101,175) . 200

Rx
Qn = 309,252
. 200

Universitas Sumatera Utara


Qn = 1,546. Rx

Kombinasi
Melchior – Haspers

Untuk n = 5 tahun

Qn = 1,546 . R(5)

Qn = 1,546 .
(134,28)

Qn = 207,597
m3/detik
Untuk n
= 10 tahun
Qn = 1,546 . R(10)

Qn = 1,546 . (152,21)

Qn = 235,317
m3/detik
Untuk n = 25 tahun

Qn = 1,546 . R(25)

Qn = 1,546 . (176,51)

Qn = 272,884
m3/detik
Untuk n = 30 tahun

Qn = 1,546 . R(30)

Qn = 1,546 . (180,27)

Qn = 278,697
m3/detik

Untuk n = 50 tahun

Qn = 1,546 . R(50)

Qn = 1,546 . (195,31)

Qn = 301,949
m3/detik
Untuk n = 100 tahun

Universitas Sumatera Utara


Qn = 1,546 . R(100)

Qn = 1,546 . (214,98)

Qn = 332,359
m3/detik

Universitas Sumatera Utara


Kombinasi Melchior – Log Pearson Type III

Untuk n = 5 tahun

Qn = 1,546 . R(5)

Qn = 1,546 . (133,95)

Qn = 207,087 m3/detik

Untuk n = 10 tahun

Qn = 1,546 . R(10)

Qn = 1,546 . (144,78)

Qn = 223,830 m3/detik

Untuk n = 25 tahun

Qn = 1,546 . R(25)

Qn = 1,546 . (156,90)

Qn = 242,567 m3/detik

Untuk n = 30 tahun

Qn = 1,546 . R(30)

Qn = 1,546 . (164,23)

Qn = 253,899 m3/detik

Untuk n = 50 tahun

Qn = 1,546 . R(50)

Qn = 1,546 . (165,03)

Qn = 255,136 m3/detik

Untuk n = 100 tahun

Qn = 1,546 . R(100)
Qn = 1,546 . (172,52)

Qn = 266,716 m3/detik

Universitas Sumatera Utara


Sebagai perbandingan debit banjir rencana berbagai kala

ulang dapat dilihat pada tabel 5.20.

Tabel 4.20. Ringkasan Debit Banjir Rencana Beberapa Metode

KALA KOMBINASI HASPERS KOMBINASI MELCHIOR


ULANG HASPER LOG .PEARSON HASPER LOG PEARSON
S III S III
5 310,455 309,602 207,597 207,087
10 351,910 334,731 235,317 223,830
25 408,091 362,753 272,884 242,567
30 416,784 379,699 278,697 253,899
50 451,557 381,549 301,949 255,136
100 497,034 398,866 332,359 266,716
(Sumber: Hasil Perhitungan)

Debit banjir perkiraan dengan metode kombinasi Melchior-

Haspers sebesar 332,359 m3/detik layak untuk digunakan sebagai

debit rencana pada Daerah Irigasi Bendung Timbang Lawan.

IV.2. Analisa Stabilitas Bendung

IV.2.1. Tinjauan Stabilitas Bendung Lama

a. Tinggi air pada saat banjir = 5,3 m di hilir

bendung maka Q = 1,71 B h3/2

= 1,71 . 25 . (5,5)3/2

= 536,45 m3/det > 400 m3/det

Universitas Sumatera Utara


IV.2.2. Tinjauan Stabilitas Bendung Baru

a. Tinggi air pada saat banjir

Q = Cd x 2/3 x (2/3 x g)0.5 x B eff x H11.5

Elevasi mercu bendung minimum = + 196,45

Tinggi mercu = 2,00 meter

Lebar sungai rata-rata = 45,00 meter

Estimasi lebar total bendung = 1,1 x 45,0 meter = 49,50


meter
Lebar total bendung =
49,50 meter

Lebar pintu bilas diambil = 0,10 x 49,50 meter = 4,95 meter

Ditetapkan lebar total pintu bilas =2,00 meter

Lebar efektif bendung = B eff = B – 2 x ( n Kp +

Ka ) x H1 Lebar pelimpah samping = 12,00 meter dipasang

pada elevasi = + 198,50

B = 62 meter (total lebar


pelimpasan)
B eff = 62 – 0 × H1

Kapasitas pelimpasan sampai elevasi = + 198,50 (pelimpah samping)

- misal : tinggi air banjir (H1) = 2,00 meter

Tinggi Mercu Bendung (p) = 2,00 meter

Jari-jari rencana mercu (r) = 2,00 meter

B eff = 50,00 meter (lebar mercu

bendung tanpa pelimpah


samping)

H1 / r = 1,00 ; P / H1 = 1,00
Kemiringan mercu dibagian muka = 1,0 vertikal : 1,0 horizontal

Universitas Sumatera Utara


Dari grafik (KP-02, Gambar 4.4 – 4.7), didapat:

H1 / r 0,50 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00


Co 1,04 1,17 1,33 1,42 1,45 1,48
p / H1 0,50 0,75 1,00 1,50 2,00 2,50
C1 0,90 0,95 0,97 0,99 0,99 1,00
p / H1 0,70 0,80 0,90 1,00 1,10 1,20
C2 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

C0 = 1,17 ; C1 = 0,97 ; C2

= 1,00 Cd = C0 x C1 x C2 = 1,138

Q = Cd x 2/3 x (2/3 x g)0.5 x B eff x H11.5

Q = 1,138 x 2/3 x (2/3 x 9,81)0.5 x 50 x (2)1.5

Q = 274,32 m3/det < Qbanjir rencana = 332,359 m3/det

Sehingga dapat disimpulkan bahwa muka air banjir pada

saat Q100 lebih tinggi dari elevasi pelimpah samping +

198,50.

Kapasitas pelimpasan diatas elevasi

+ 198,50 misal : H1 = 2,25 meter

B eff = 50,00 + 12,00 =

62,00 meter H1 / r =

1,125

P / H1 = 0,889

Kemiringan mercu dibagian

muka = 1 : 1 Dari grafik (KP-

04, hal 44 – 45), didapat :

Universitas Sumatera Utara


C0 = 1,19

C1 = 0,96

C2 = 1,00

Cd = C0 x C1 x C2 = 1,147

Q = Cd x 2/3 x (2/3 x g)0.5 x B eff x H11.5

Q = 409,037 ……… OK (Debit Banjir > Debit Banjir


Rencana)

b. Rembesan dan Tekanan Air

- Kondisi air kosong

(muka air hulu setinggi mercu dan muka air hilir kondisi kering)

Tabel 4.22. Rembesan dan Tekanan Air (Lane)

Titik Garis
PANJANG REMBESAN TEKANAN AIR
Vertika Horisonta 1/3 Lw ∆H = H P=H-
l l Hor Lw/Cw ∆H
(m) (m) (m) (m) KN/m² KN/m KN/m²
²
A0 0 0 20 20
A0-A1 1.75 0 0
A1 1.75 1.36 37.5 36.14
A1-A2 0 0.4 0.13
A2 1.88 1.46 37.5 36.04
A2-A3 -1.35 0.4 0.13
A3 3.37 2.61 24 21.39
A3-A4 0 3 1
A4 4.37 3.39 24 20.61
A4-A5 1 0 0
A5 5.37 4.16 34 28.84
A5-A6 0 0.4 0.13
A6 5.5 4.26 34 29.74
A6-A7 -1 0 0
A7 6.5 5.04 24 18.96
A7-A8 0 3 1
A8 7.5 5.81 24 18.19

Universitas Sumatera Utara


A8-A9 1 0 0
A9 8.5 6.59 34 27.41
A9-A10 0 0.4 0.13
A10 8.63 6.69 34 27.31
A10-A11 -1 0 0
A11 9.63 7.47 24 16.53
A11-A12 0 3 1
A12 10.63 8.24 24 15.76
A12-A13 1 0 0
A13 11.63 9.02 34 24.98
A13-A14 0 0.4 0.13
A14 11.77 9.12 34 24.88
A14-A15 -1 0 0
A15 12.77 9.9 24 14.1
A15-A16 0 2 0.67
A16 13.43 10.41 24 13.59
A16-A 0.4 2 0.67
A 14.5 11.24 28 16.76
A-B 2.5 0 0
B 17 13.18 53 39.82
B-C 0 1.5 0.5
C 17.5 13.57 53 39.43
C-D -2 1 0.33
D 19.43 15.37 33 17.63
D-E 0 2 0.67
E 20.5 15.89 33 17.11
E-F 2 0 0
F 22.5 17.44 53 35.56
F-G 0 1.5 0.5
G 23 17.83 53 35.17
G-H 2.5 1.5 0.5
H 26 20.16 78 57.84
H-I 0 1.5 0.5
I 26.5 20.54 78 57.46
I-J -1.5 1.5 0.5
J 28.5 22.09 63 40.91
J-K 0 2 0.67
K 29.17 22.61 63 40.39
K-L -1 9 3
L 33.17 25.71 53 27.29
L-M 1.2 1 0.33
M 34.7 26.9 65 38.1
M-N 0 1.5 0.5

Universitas Sumatera Utara


N 35.2 27.29 65 37.71
N-O -3.5 0 0
O 38.7 30 30 0
Jumla 25.7 39 13
h

Untuk perhitungan “Rembesan”, panjang jalur rembesan

diambil sampai ke pangkal hilir koperan (Titik N).

Teori Lane: Cw = (Lv + Σ 1/3 Hv) / Hw

Elevasi mercu = +196,50

Elevasi ambang hilir = +193,50 _

Hw = 3,00

Cw = ( 22,20 + 13,00 ) / 3,00 = 11,73

Jenis material dasar bendung : Campuran pasir halus,

kerikil dan batu. Nilai rembesan Lane untuk material di atas

CL = 7,00 < Cw … OK! Kesimpulan : Konstruksi aman

terhadap rembesan.

- Kondisi Banjir

Tabel 4.23. Rembesan dan Tekanan Air

Titik Garis PANJANG REMBESAN TEKANAN AIR

Vertika Horisontal 1/3 Lw ∆H=Lw/C H P=H-


l Hor w ∆H
(m) (m) (m) (m) KN/m² KN/m KN/m
² ²
A0 0 0 42.5 42.5
A0-A1 1.75 0 0
A1 1.75 1.15 60 58.85
A1-A2 0 0.4 0.13
A2 1.88 1.24 60 58.76
A2-A3 -1.35 0.4 0.13
A3 3.37 2.22 46.5 44.28

Universitas Sumatera Utara


A3-A4 0 3 1
A4 4.37 2.88 46.5 43.62
A4-A5 1 0 0
A5 5.37 3.54 56.5 52.96
A5-A6 0 0.4 0.13
A6 5.5 3.62 56.5 52.88
A6-A7 -1 0 0
A7 6.5 4.28 46.5 42.22
A7-A8 0 3 1
A8 7.5 4.94 46.5 41.56
A8-A9 1 0 0
A9 8.5 5.6 56.5 50.9
A9-A10 0 0.4 0.13
A10 8.63 5.69 56.5 50.81
A10-A11 -1 0 0
A11 9.63 6.35 46.5 40.15
A11-A12 0 3 1
A12 10.63 7.01 46.5 39.49
A12-A13 1 0 0
A13 11.63 7.67 56.5 48.83
A13-A14 0 0.4 0.13
A14 11.77 7.75 56.5 48.75
A14-A15 -1 0 0
A15 12.77 8.41 46.5 38.09
A15-A16 0 2 0.67
A16 13.43 8.85 46.5 37.65
A16-A 0.4 2 0.67
A 14.5 9.55 50.5 40.95
A-B 2.5 0 0
B 17 11.2 75.5 64.3
B-C 0 1.5 0.5
C 17.5 11.53 75.5 63.97
C-D -2 1 0.33
D 19.43 13.07 55.5 42.43
D-E 0 2 0.67
E 20.5 13.51 55.5 41.99
E-F 2 0 0
F 22.5 14.83 75.5 60.67
F-G 0 1.5 0.5
G 23 15.16 75.5 60.34
G-H 2.5 1.5 0.5
H 26 17.13 100.5 83.37
H-I 0 1.5 0.5

Universitas Sumatera Utara


I 26.5 17.46 100.5 83.04
I-J -1.5 1.5 0.5
J 28.5 18.78 85.5 66.72
J-K 0 2 0.67
K 29.17 19.22 85.5 66.28
K-L -1 9 3
L 33.17 21.85 75.5 53.65
L-M 1.2 1 0.33
M 34.7 22.86 87.5 64.64
M-N 0 1.5 0.5
N 35.2 23.19 87.5 64.31
N-O -3.5 0 0
O 38.7 25.5 52.5 27
Jumlah 25.7 39 13

Untuk perhitungan rembesan, panjang jalur rembesan

diambil sampai ke pangkal hilir koperan (Titik N).

Teori Lane: Cw = (Lv + Σ 1/3 Hv) / Hw

Elevasi mercu = +198,75

Elevasi ambang hilir = +196,20 _

Hw = 2,55

Cw = ( 22,20 + 13,00 ) / 2,55 = 13,80

Nilai rembesan Lane untuk material di atas CL = 7,00 < Cw … OK!

Kesimpulan : Konstruksi aman terhadap rembesan.

Untuk menentukan tekanan air panjang jalur rembesan

diambil sampai elevasi ambang hilir kolam olak (Titik O).

Cw = Lw / Hw

Cw = ( 38,70 / 2,55 ) = 15,18

Universitas Sumatera Utara


Jenis material dasar bendung : Campuran pasir halus, kerikil dan batu.

c. Stabilitas Bendung

- Kondisi Kosong

Gaya Luas Tekanan Besar Sekitar Titik N


Gaya Lenga Momen
n
kN m kN.m
Horisontal :
W1 20.00 x 2.00 x 0.5 20 5.17 103.34
W2 16.76 x 2.50 x 1.0 41.9 2.45 102.65
23.06 x 2.50 x 0.5 28.83 2.03 58.62
W3 17.63 x 2 x 1 - 2.2 -77.55
35.25
21.81 x 2 x 0.5 - 1.87 -40.71
21.81
W4 17.11 x 2 x 1 34.22 2.2 75.28
18.45 x 2.0 x 0.5 18.45 1.87 -40.71
W5 35.17 x 2.5 x 1 87.93 -0.05 -4.4
22.67 x 2.5 x 0.5 28.34 -0.47 -13.23
W6 57.46 x 1.5 x 1 - -2.05 176.68
86.19
(-16.55 x 1.5 x 0.5) 12.41 -2.3 -28.55
W7 27.29 x 1.00 x 1 - 0.7 -19.1
27.29
13.10 x 1.00 x 0.5 -6.55 0.53 -3.49
W8 27.29 x 1.2 x 1 32.75 0.6 19.65
10.81 x 1.2 x 0.5 6.49 0.4 2.59
W9 37.71 x 3.50 x 0.5 -66 1.17 -77
0.4 x (1.8-1.0) x 6.5²
S1 x 0.5 33.8 2.17 73.23

Σ Mh 1
Σh1= 102.0 = 382.45
3

Vertikal :
W10 39.82 x 1.50 x 1 59.73 23.25 1388.78
(- 0.39 x 1.50 x 0.5) -0.29 23 -6.69
W11 39.43 x 1.0 x 1 39.43 22 867.55

Universitas Sumatera Utara


(-21.81x 1 x 0.5) -10.9 21.83 -238.08
W12 17.63 x 2.00 x 1 35.25 20.5 722.64
(-0.52 x 2.00 x 0.5 -0.52 20.17 -10.42
W13 35.56 x 1.50 x 1 53.34 18.75 1000.07
(-0.39 x 1.50 x 0.5) -0.29 18.5 -5.38
W14 35.17 x 1.50 x 1 52.76 17.25 910.04
22.67 x 1.50 x 0.5 17.01 17 289.1
W14a 57.84 x 1.50 x 1 86.77 15.75 1366.59
(-0.39 x 1.50 x 0.5 -0.29 15.5 -4.51
W14 57.46 x 1.50 x 1 86.19 14.25 1228.15
b
(-16.55 x 1.50 x 0.5 -12.41 14 -173.78
W15 40.91 x 2.00 x 1 81.81 12.5 1022.67
(-0.52 x 2.00 x 0.5) -0.52 12.17 -6.29
W16 40.39 x 9.00 x 1 363.51 7 2544.58
(-13.1 x 9.00 x 0.5) -58.95 5.5 -324.24
W17 27.29 x 1.00 x 1 27.29 2 54.58
10.81 x 1.00 x 0.5 5.41 1.83 9.91
W18 38.1 x 1.50 x 1 57.15 0.75 42.86
(-0.39 x 1.5 x 0.5) -0.29 0.5 -0.15
W19 20 x 2.00 x 0.5 -20 23.33 -466.67
Σv1= 861.17 Σ Mv 1 10211.33
=

Vertikal :
G1 2 x 2.00 x 0.5 x 22 -44 22.67 -997.33
G2 1.53 x 2.00 x1 x 22 -67.38 21.23 -1430.73
G3 2 x 2.00 x 0.5 x 22 -44 19.8 -871.29
G4 5.53 x 1.3 x 1 x 22 -158.2 21.23 -3359.18
G5 1.3 x 1.3 x 0.5 x 22 -18.59 18.04 -335.28
G6 1.5 x 2.00 x 1 x 22 -66 23.25 -1534.5
G7 1 x 2.00 x 0.5 x 22 -22 22.17 -487.67
G8 1.5 x 2.00 x 1 x 22 -66 18.75 -1237.5
G9 1.5 x 2.00 x 1 x 22 -66 17.25 -1138.5
G10 0.5 x 0.5 x 0.5 x 22 -2.75 16.33 -44.92
G11 0.80 x 0.80 x 0.5 x 22 -7.04 1.87 -13.14

Universitas Sumatera Utara


G12 1.6 x 0.80 x 1 x 22 -28.16 0.8 -22.53
G13 5 x 1.5 x 1 x 22 -165 14 -2310
G14 11.5 x 1.5 x 1 x22 -379.5 5.75 -2182.12
G15 5 x 1 x 1 x 22 -110 14 -1540
G15a 1.5 x 0.5 x 0.5 x 22 -41.25 17 -701.25
G15b 1.5 x 1 .5 x 1 x 22 -49.5 15.75 -779.63
G15c 1.5 x 1.5 x 0.5 x 22 -24.75 14.5 -358.87
G16 9 x 1 x 0.5 x 22 -99 8.5 -841.5
G17 1 x 1.2 x 0.5 x 22 -13.2 1.83 -24.2

G18 1.5 x 1.2 x 1 x 22 -39.6 0.75 -29.7


-
20239.83
Σv2= - Σ Mv 2
1511.91 =

Gaya - gaya resultante adalah (tidak termasuk tekanan

tanah vertikal dan gesekan):

Rv = -650,74 kN Rh = 102,03 kN

Mo = -9646,05 kN

Garis tangkap (line of action) gaya resultante sekarang

dapat ditentukan sehubungan dengan dengan titik N.

h = ( Mh / Rh ) = ( 382,45 / 102,03) = 3,75 m

v = ( Mv / Rv ) = ( -10028,50 / -650,74 ) = 15,41 m

Tekanan tanah di bawah bendung dapat dihitung

sebagai berikut : Panjang telapak pondasi, L = 24,00

Eksentrisitas : e = ( L / 2 ) – ( Mo / Rv )

= 12 – 14,82

= -2,823 m < 1/6 x L = 4,00 Ok!

Universitas Sumatera Utara


Kesimpulan : Bangunan aman terhadap bahaya guling selama terjadi

debit rendah. Dari data yang ada diketahui jenis tanah di bawah

pondasi bendung :

Tekanan tanah :

Dari data yang ada diketahui jenis tanah di bawah pondasi bendung, yaitu :

Pasir dan kerikil

σ = 𝑅𝑣/𝐿

σ yang diijinkan = 200 kN/m2

σ = Rv / L ( 1 ± 6 e / L )

 650,47  16,939
= (1 )
24,00 ± 0,24

= 27,11 ( 1 ± -0,71 )

S min = 27,11 ( 1 – 0,71 )

= 7,98 kN/m2 pada titik B < 200 kN/m2 OK!

S max = 27,11 ( 1 + 0,71 )

= 46,25 kN/m2 pada titik N < 200 kN/m2 OK!

Tekanan Tanah Pasif :

Keamanan terhadap gelincir meliputi bagian tekanan tanah

pasif di ujung hilir konstruksi, karena perkembangan tekanan tanah

pasif memerlukan gerak maka hanya sepenuhnya tekanan yang

benar – benar berkembang dan diperhitungkan

e p1 = 0,5 ( ρs – ρw ) g. 0,5 h tg2 ( 450 + ∅/2 )

= 0,5 ( 1,8 – 1,0 ) . 9,81 . 0,5 . 3,5 . tg2 ( 450 + 300/2 )

= 20,60 kN/m

Universitas Sumatera Utara


Tekanan Pasif
menjadi :

Ep1 = ½ x ( 0,5 x ep1 )

= 18,03 kN

Dengan tekanan tanah pasif, keamanan

terhadap guling : dengan koefisien gesekan

(f) = 0,50

Rv
s=f x

R
h


E
p1


s = 0,50 x 6
5
0
,
7
4

8
4
,
0
0

s = 3,87 m > 2 m OK!

Dengan tekanan tanah pasif, keamanan

terhadap guling : dengan koefisien gesekan

(f) = 0,50

Rv
s=f x

Universitas Sumatera Utara



R E
h p1

 650,74
s = 0,50 x
102,03

Universitas Sumatera Utara


s = 3,19 m > 1,50 m OK!

Keamanan terhadap erosi bawah tanah ( Piping )

Untuk mencegah pecahnya konstruksi bagian hilir bangunan,

hatga keamanan terhadap erosi tanah ditetapkan s = 2,0

S = s ( 1 + a/s ) / hs

Dimana:
S = faktor tekanan

s = kedalaman tanah = 3,50

a = tebal lapisan lindung (

dianggap 0 m ) hs = tekanan air

pada titik N

= 3,77 – 3,50

= 0,27

S = 3.50 /0.27

= 12, 90 > 2.0 ........... OK

Keamanan Terhadap Gempa

Dari peta daerah gempa, untuk D.I Timbang Lawan dapat dihitung

koefisien gempanya :

ad = n (ac. z)𝑚

ac = 85 + (Td-20).75/80

= 𝑎𝑑 / g Dimana :

ad = percepatan gempa rencana,

cm / det2 n, m = koefisien jenis tanah ( = 1

Universitas Sumatera Utara


56 dan 0.89) ac = percepatan kejut dasar,

cm/det2

Td = periode ulang (100 tahunan)

Ac = 113.1 cm /det2

E = koefisien gempa

g = percepatan gravitasi , = 9.8 cm/det2

z = 1.56

Universitas Sumatera Utara


Dari data di atas maka dapat dihitung :

ad = 155.84

E = 0.16

Gaya horizontal tambahan kea rah hilir menjadi :

He = E.ΣG

= 0.16 x 1511.91

= 240.18 kN

(dimana G = Σv2 = berat sendiri bendung)

Gaya tambahan akibat gempa tersebut dianggap akan bekerja pada

pusat gravitasi seperti yang telah dihitung di atas.

Momen tambahan yang diperhitungkan adalah :

= He . h = 240.18 x 3.75

Jumlah momen sekarang menjadi :

Mg = -9646.05 + 900.32

= -8745.73 kN m

Check stabilitas bendung pada saat Gempa :

 Eksentrisitas

( Guling ) : e

= ( L/2 ) – (

Mg /Rv )

= 12.00 - 8745.73 / 650.74

= -1.44 < 4.00 Ok

 Tekanan Tanah :

σ = 𝑅𝑣/𝐿 ( 1+ 6.e/L )

= 17.36kN / m2 < 200 kN / m2

Universitas Sumatera Utara


 Gelincir:

S = f x 𝑅𝑣/(𝑅ℎ + 𝐻𝑒 − 𝛴𝐸𝑝)

= 0.50 x 650.74 / (102 + 240.18 - 90.90 )

= 1.29 > 1.25 OK

- Kondisi Banjir

Gaya Luas Tekanan Besar Sekitar Titik N


Gaya Lenga Mome
n n
kN m kN.m
Horisontal :
W1 22.50 x 2.00 x 1 45 5.50 103.34
W2 16.76 x 2.50 x 1.0 41.9 2.45 102.65
23.06 x 2.50 x 0.5 28.83 2.03 58.62
W3 17.63 x 2 x1 - 2.2 -77.55
35.25
21.81 x 2 x 0.5 - 1.87 -40.71
21.81
W4 17.11 x 2 x 1 34.22 2.2 75.28
18.45 x 2.0 x 0.5 18.45 1.87 -40.71
W5 35.17 x 2.5 x 1 87.93 -0.05 -4.4
22.67 x 2.5 x 0.5 28.34 -0.47 -13.23
W6 57.46 x 1.5 x 1 - -2.05 176.68
86.19
(-16.55 x 1.5 x 0.5) 12.41 -2.3 -28.55
W7 27.29 x 1.00 x 1 - 0.7 -19.1
27.29
13.10 x 1.00 x 0.5 -6.55 0.53 -3.49
W8 27.29 x 1.2 x 1 32.75 0.6 19.65
10.81 x 1.2 x 0.5 6.49 0.4 2.59
W9 37.71 x 3.50 x 0.5 -66 1.17 -77
0.4 x (1.8-1.0) x 6.5²
S1 x 0.5 33.8 2.17 73.23

Σ Mh 1
Σh1= 102.0 = 382.45
3

Universitas Sumatera Utara


Vertikal :
W10 39.82 x 1.50 x 1 59.73 23.25 1388.78
(- 0.39 x 1.50 x 0.5) -0.29 23 -6.69
W11 39.43 x 1.0 x 1 39.43 22 867.55
(-21.81x 1 x 0.5) -10.9 21.83 -238.08
W12 17.63 x 2.00 x 1 35.25 20.5 722.64
(-0.52 x 2.00 x 0.5 -0.52 20.17 -10.42
W13 35.56 x 1.50 x 1 53.34 18.75 1000.07
(-0.39 x 1.50 x 0.5) -0.29 18.5 -5.38
W14 35.17 x 1.50 x 1 52.76 17.25 910.04
22.67 x 1.50 x 0.5 17.01 17 289.1
W14a 57.84 x 1.50 x 1 86.77 15.75 1366.59
(-0.39 x 1.50 x 0.5 -0.29 15.5 -4.51
W14 57.46 x 1.50 x 1 86.19 14.25 1228.15
b
(-16.55 x 1.50 x 0.5 -12.41 14 -173.78
W15 40.91 x 2.00 x 1 81.81 12.5 1022.67
(-0.52 x 2.00 x 0.5) -0.52 12.17 -6.29
W16 40.39 x 9.00 x 1 363.51 7 2544.58
(-13.1 x 9.00 x 0.5) -58.95 5.5 -324.24
W17 27.29 x 1.00 x 1 27.29 2 54.58
10.81 x 1.00 x 0.5 5.41 1.83 9.91
W18 38.1 x 1.50 x 1 57.15 0.75 42.86
(-0.39 x 1.5 x 0.5) -0.29 0.5 -0.15
W19 20 x 2.00 x 0.5 -20 23.33 -466.67
Σv1= 861.17 Σ Mv 1 10211.33
=

Vertikal :
G1 2 x 2.00 x 0.5 x 22 -44 22.67 -997.33
G2 1.53 x 2.00 x1 x 22 -67.38 21.23 -1430.73
G3 2 x 2.00 x 0.5 x 22 -44 19.8 -871.29
G4 5.53 x 1.3 x 1 x 22 -158.2 21.23 -3359.18
G5 1.3 x 1.3 x 0.5 x 22 -18.59 18.04 -335.28
G6 1.5 x 2.00 x 1 x 22 -66 23.25 -1534.5
G7 1 x 2.00 x 0.5 x 22 -22 22.17 -487.67

Universitas Sumatera Utara


G8 1.5 x 2.00 x 1 x 22 -66 18.75 -1237.5
G9 1.5 x 2.00 x 1 x 22 -66 17.25 -1138.5
G10 0.5 x 0.5 x 0.5 x 22 -2.75 16.33 -44.92
G11 0.80 x 0.80 x 0.5 x 22 -7.04 1.87 -13.14
G12 1.6 x 0.80 x 1 x 22 -28.16 0.8 -22.53
G13 5 x 1.5 x 1 x 22 -165 14 -2310
G14 11.5 x 1.5 x 1 x22 -379.5 5.75 -2182.12
G15 5 x 1 x 1 x 22 -110 14 -1540
G15a 1.5 x 0.5 x 0.5 x 22 -41.25 17 -701.25
G15 1.5 x 1 .5 x 1 x 22 -49.5 15.75 -779.63
b
G15c 1.5 x 1.5 x 0.5 x 22 -24.75 14.5 -358.87
G16 9 x 1 x 0.5 x 22 -99 8.5 -841.5
G17 1 x 1.2 x 0.5 x 22 -13.2 1.83 -24.2

G18 1.5 x 1.2 x 1 x 22 -39.6 0.75 -29.7


-
Σv2= - Σ Mv 2 20239.83
1511.91 =

Gaya - gaya resultante adalah (tidak termasuk tekanan

tanah vertikal dan gesekan):

Rv =Σv1+Σv2

= 873,02 + -1511,91

= -638,89 kN

Rh = 145,16 kN

Mo = Σ Mh1 + Σ Mv1 + Σ Mv2

Universitas Sumatera Utara


=615.81 + 11310.62 + -20239.83

= -8313,41 kN m

Garis tangkap (line of action) gaya resultante sekarang

dapat ditentukan sehubungan dengan dengan titik N.

h = ( Mh / Rh ) = ( 615,381 / 145,16)

= 4,24 m v

= ( Mv / Rv ) = ( -8919,21/ -638,89 )

= 13,98 m

Tekanan tanah di bawah bendung dapat dihitung


sebagai berikut : Panjang telapak pondasi, L = 24,00m

Eksentrisitas : e = ( L / 2 ) – ( Mo / Rv )

= 12 – 13,01

= -1,012 m < 1/6 x L = 4,00 Ok!

Tekanan tanah :

Dari data yang ada diketahui jenis tanah di bawah pondasi bendung, yaitu :

Pasir dan kerikil

σ = 𝑅𝑣/𝐿

σ yang diijinkan = 200 kN/m2

σ = Rv / L ( 1 ± 6 e / L )

 638,89  6,074
= (1 )
24,00 ± 0,24

Universitas Sumatera Utara


= 26,62 ( 1 ± -0,25 )

S min = 26,62 ( 1 – 0,25 )

= 19,88 kN/m2 pada titik B < 200 kN/m2 OK!

S max = 26,62 ( 1 - 0,25 )


< 200 kN/m2 OK!
= 33,36 kN/m2 pada titik N

Keamanan terhadap gelincir :

dengan koefisien gesekan (f) = 0,50

Rv
s = f x
Rh

 638,89
s = 0,50 x
145,16

s = 2,20 m > 1 m OK!

Keamanan terhadap erosi bawah tanah ( Piping )

hs = tekanan air pada titik N

= 3,77 – 3,50

= 0,27

S = 3.50 /0.27

= 12, 90 > 2.0 ........... OK

Keamanan Terhadap Gempa

Dari peta daerah gempa, untuk D.I Timbang Lawan dapat dihitung

koefisien gempanya :

ad = n (ac. z)𝑚

ac = 85 + (Td-20).75/80

E = 𝑎𝑑 / g

Universitas Sumatera Utara


Ad = 155.81

E = 0.16

Gaya horizontal tambahan kearah hilir menjadi :

He = E.ΣG

= 0.16 x 1511.91

= 240.13 kN

(dimana G = Σv2 = berat sendiri

bendung) Momen tambahan yang

diperhitungkan adalah :

= He . h = 240.13 x 4.24

= 1016,68 kN

Jumlah momen sekarang menjadi :

Mg = -8313.41 + 1018.68

= -7294.73 kN m

Check stabilitas bendung pada saat Gempa :

 Eksentrisitas

( Guling ) : e

= ( L/2 ) – (

Mg /Rv )

= 12.00 - 7294.73 / 638.89

= 0.58 < 4.00 Ok

 Tekanan Tanah :

σ = 𝑅𝑣/𝐿 ( 1+ 6.e/L )

= 30.50 kN / m2 < 200 kN / m2

 Gelincir:

S = f x 𝑅𝑣/(𝑅ℎ + 𝐻𝑒 − 𝛴𝐸𝑝)

Universitas Sumatera Utara


= 0.50 x 638.89 / (145 + 0.00 - 90.90 )

= 5.89 > 1.25 OK

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN

SARAN

VI.1. Kesimpulan

1. Dari hasil analisa perhitungan debit banjir rancangan dengan

menggunakan metode kombinasi Haspers - Haspers didapat

Q100 = 497,034 m3/detik, kombinasi Haspers - Log Pearson III

didapat Q100 = 398,866 m3/detik dan metode Melchior -

Haspers didapat Q100 = 266,716 m3/detik, metode Melchior -

Log Pearson III Q100 = 322,256 m3/detik.

2. Dengan perencanaan debit banjir Q100 = 322,256 m3/detik

bendung lama (pasangan batu kali) masih tidak aman terhadap

bahaya banjir sehingga mengakibatkan bendung jebol tetapi

bendung baru (beton cor) aman terhadap banjir.

3. Bendung lama rubuh disebabkan oleh akumulasi dari air yang

tersimpan akibat penumpukan tumpukan pohon yang tumbang

karena pola angin di daerah Bahorok dan juga adanya gaya

geser di tubuh bendung meskipun faktor keamanan yang

dihitung lebih besar dari ketetapan.

4. Akibat adanya bendung baru, terjadi kenaikan elevasi muka

air banjir setinggi 2 m, dimana elevasi muka air banjir sebelum

adanya bendung yaitu +196,50 m sedangkan elevasi muka air

banjir setelah adanya bendung yaitu +198,50 m.

5. Stabilitas bendung baru aman dengan Q = 322,256 m3/det.

Universitas Sumatera Utara


VI.2. Saran

1. Untuk mendapatkan besarnya debit banjir rancangan sungai

Bahorok yang lebih akurat perlu dilakukan dengan

menambahkan data curah hujan harian maksimum di beberapa

stasiun curah hujan yang mewakili dan dengan menambah

beberapa metode perhitungan debit banjir lainnya sehingga

perhitungan dapat diperbandingkan dengan baik dan

maksimal.

2. Peningkatan debit banjir juga dapat berdampak pada

kegagalan bangunan pengendali banjir (bendung, tanggul,

saluran drainase, dll). Hal ini disebabkan karena bangunan

pengendali banjir tidak mampu menahan beban gaya akibat

debit banjir yang telah mengalami peningkatan akibat

perubahan tata guna la

3. Sebaiknya masyarakat lebih memperhatikan lingkungan

sekitar sungai supaya mencegah adanya air yang tersimpan

atau banjir kiriman yang dapat menyebabkan kerugian yang

besar bagi masyarakat sendiri.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Chow Ven Te, 1997. Hidrolika Saluran Terbuka (Open Channel


Hydraulics). Terj. E.V. Nensi Rosalina Penerbit Erlangga.Jakarta

Chow Ven Te, Maidment R. David, Mays W. Larry, 1988. Applied Hydrology.
McGraw-Hill. Singapore

Dirjend. Pengairan Dept. Pekerjaan Umum. 1986. Standar


Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan
Utama (KP-02). CV. Galang Persada. Bandung

Dirjend. Pengairan Dept. Pekerjaan Umum. 1986. Standar


Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan
(KP-04). CV. Galang Persada. Bandung

Dirjend. Pengairan Dept. Pekerjaan Umum. 1986. Standar


Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Parameter
Bangunan (KP-06). CV. Galang Persada. Bandung

Sosrodarsono, Suyono. & Takeda, 1983. Hidrologi Untuk Pengairan.


Penerbit Pradnya Paramita. Jakarta.Soemarto, C. D., 1995.
Hidrologi Teknik. Penerbit Erlangga. Jakarta

Kodatie Robert J, Roestam Sjarief, 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu.
Penerbit Andi. Jakarta

Linsley Ray K., 1985. Teknik Sumber Daya Air Jilid 1. Terj. Yandi
Hermawan Penerbit Erlangga. Jakarta.

Linsley Ray K., 1989. Hidrologi Untuk Insinyur. Terj. Yandi


Hermawan. Penerbit Erlangga. Jakarta

Sosrodarsono, Suyono. & Takeda, 1983. Hidrologi Untuk Pengairan.


Penerbit Pradnya Paramita. Jakarta..

Subarkah Iman, Ir, 1980. Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan


Air. Penerbit Idea Drama. Bandung

El Hadidhy Habibi, 2009. Tugas Perencanaan Bendung. Departemen


Teknik Sipil USU

Wilson E.M, 1989. Hidrologi untuk Insinyur. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai