Anda di halaman 1dari 130

ANALISIS DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN

PONDASI TIANG PANCANG DENGAN METODE ANALITIS


DAN METODE ELEMEN HINGGA PADA BORE HOLE II
( STUDY KASUS PEMBANGUNAN BENDUNG BAJAYU SEI PADANG
KABUPATEN SERDANG BEDAGAI SUMATERA UTARA)

Disusun oleh :

ASTRYA SIMALANGO
12 0404 104

Disetujui oleh

Ir. Rudi Iskandar, M.T


NIP: 196503251991031006

BIDANG STUDI GEOTEKNIK


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
ABSTRAK

Secara umum pondasi diartikan sebagai bangunan bawah (sub structure) yang
berfungsi untuk meneruskan beban maupun gaya yang disebabkan oleh bangunan atas
(upper structure) ke lapisan tanah (bearing layers) dibawahnya pada kedalaman tertentu,
tanpa mengakibat terjadinya penurunan bangunan di luar batas toleransinya. Oleh sebab itu,
pondasi harus direncanakan dengan cermat dan teliti agar pondasi mampu memikul beban
sampai batas keamanan yang telah ditentukan, termasuk mendukung beban maksimum yang
mungkin terjadi.

Pada Proyek pembangunan Bendung Bajayu Sei Padang-Kabupaten Serdang Bedagai


akan dicari nilai daya dukung aksial perencanaan pondasi tiang pancang berdasarkan data
SPT, sondir, dengan menggunakan metode Meyerhoff serta berdasarkan data PDA, dan
Kalendering dan perhitungan dengan Metode Elemen Hingga. Selain itu perhitungan daya
dukung lateral menggunakan metode Broms dan menghitung penurunan elastis tiang pancang
yang terjadi serta menghitung efesiensi dan daya dukung kelompok tiang. Metode
pengumpulan data adalah pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari pihak Proyek .
Perhitungan daya dukung ultimit tiang berdasarkan data SPT pada titik Bore Hole II
pada kedalaman 18 meter adalah 107,61 ton. Data sondir adalah 264,949 ton pada kedalaman
14.4 . Dari hasil perhitungan PDA pada tubuh bendung adalah 108 ton. Dari hasil perhitungan
Kalendering dengan metode Hiley adalah 198,343 ton, dengan Metode ENR adalah 105,0315
ton, dengan Metode Danish Formula 273,377 ton. Dari hasil perhitungan metode elemen
hingga adalah 120,436 ton. Daya dukung lateral ultimit berdasarkan Metode Broms secara
analitis sebesar 8,555 ton, dan secara grafis sebesar 8,93 ton. Penurunan elastis tunggal yang
dihasilkan sebesar 2,54 mm dan berdasarkan Metode Poulus dan Davis sebesar 7,34
mm.penurunan dengan Metode elemen hingga adalah sebesar 38,69 mm dan dari tes PDA
diketahui penurunan sebesar 26 mm.

Terdapat sedikit perbedaan daya dukung dan penurunan dengan beberapa metode
yang digunakan. Perbedaan daya dukung dan penurunan tersebut dapat disebabkan oleh
perbedaan jenis tanah, kedalaman yang ditinjau, cara pelaksanaan pengujian, faktor
keamanan dan perbedaan parameter yang digunakan dalam perhitungan.

Kata Kunci : Kapasitas Daya Dukung, SPT, Sondir, PDA, Kalendering, Metode
Elemen Hingga, Penurunan Elastis

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan

penyertaanNya yang diberikan kepada saya hingga saya mampu untuk menyelesaikan Tugas

Akhir ini dengan baik.

Tugas Akhir ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan studi dalam Program Studi Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Tugas Akhir yang diambil adalah :

“Analisis Daya Dukung dan Penurunan Pondasi Tiang Pancang dengan Metode

Analitis dan Metode Elemen Hingga pada Bore Hole II ( Study Kasus Pembangunan

Bendung Bajayu Sei Padang Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara)”

Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, saya mendapat banyak bantuan, bimbingan

dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan,

masukan, dukungan dalam bentuk waktu dan pemikiran untuk membantu penulis

menyelesaikan Tugas Akhir ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE selaku koordinator bidang studi goteknik dan

selaku Dosen Pembanding, dan Ibu Ika Puji Hastuty, ST. MT. selaku Dosen Pembanding,

atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.

5. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara.

ii
6. Kepada kedua orangtua saya, yang saya hormati dan saya cintai, Bapak Alter Simalango

dan Ibu Hotmian Manik, terimakasih atas segala doa, kasih sayang, kesabaran, harapan,

dukungan moril dan materil yang diberikan sehingga saya bisa menyelesaikan penulisan

perkuliahan dan Tugas Akhir ini.

7. Kepada saudara-saudari saya tersayang, abang saya Hansen Simalango, kakak saya Anna

Simalango, dan adik saya Arifanda Simalango. Terimakasih untuk segala dukungan ,

motivasi, dan teladan yang diberikan kepada saya

8. Kepada pihak Konsultan maupun Kontraktor Pelaksana Proyek Pembangunan Bendung

Bajayu atas kepercayaannya memberikan data investigasi tanah dan gambar kerja.

9. Kepada Abang Joseph Admika Ginting angkatan 2006, dan abang kakak senior lainnya.

Terima kasih atas bantuannya selama masa perkuliahan dan saran-sarannya yang diberikan

dalam penulisan Tugas Akhir ini.

10. Kepada Sahabat dekat saya, Ecy Damanik, Fanny R Barimbing, Novita Simbolon,

Herlina W. Sitinjak , Yohana Zalukhu , Andika W Pinem, Hendra Sigalingging, Michael

Tjandra, dan teman lainnya Brian Pardosi, Hizkia Gultom, Rinaldy Simanjuntak, Sintong

Sihombing, Luccas Saragih, George Lumbantobing, Aditya Manalu, Josua, Claudya ,

Agita dan Anastasya dan teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terimakasih

untuk semangat, doa, dukungan, dan perhatian yang diberikan.

11. Kepada rekan tugas akhir saya yang memberi banyak dukungan, masukan dan bantuan ,

Alfonsius Tarigan dan teman- teman di “IUT”, serta seluruh teman–teman senasib dan

seperjuangan di perkuliahan , angkatan 2012 Teknik Sipil USU, terimakasih atas

dukungan , bantuan dan kerjasama selama diperkuliahan hingga penyusunan Tugas akhir

ini.

12. Kepada teman – teman “Dublasaone” yang senantiasa saling mendoakan dan saling

memberi dukungan.

iii
13. Kepada keluarga saya di KMK St. Yoseph Engineering, terimakasih untuk segala doa dan

dukungannya .

Dan segenap pihak yang belum saya sebut di sini ,terimakasih untuk segala bantuan dalam

bentuk apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Saya menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih memiliki banyak

kekurangan baik dari segi penulisan ataupun isi. Oleh sebab itu, saya mengaharapkan

saran dan kritik membangun dari pembaca untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.

Akhir kata saya mengucapkan terimakasih, semoga Tugas Akhir ini dapat

menjadi referensi bermaanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Januari 2017

Penulis

Astrya simalango
120404104

iv
DAFTAR ISI

Abstrak........................................................................................... i

Kata Pengantar................................................................................ ii

Daftar Isi.......................................................................................... v

Daftar Gambar ................................................................................ x

Daftar Tabel …………………….................................................... xii

Daftar Notasi................................................................................... xv

Daftar Lampiran.............................................................................. xix

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1

I.1 Latar Belakang ...........................................................................1

I. 2 Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................2

I.2.1 Tujuan .............................................................................2

I.2.2 Manfaat ...........................................................................3

I.3 Pembatasan Masalah..................................................................3

I.4 Sistematika Penulisan ................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................6

II.1 Pendahuluan .............................................................................6

II.2 Tanah ........................................................................................6

II.2.1 Penyelidikan Tanah (Soil Investigation) ........................7

II.2.2.1 Cone penetration test (sondir) .........................8

II.2.1.1 Standart Penetration Test (SPT) .....................10

II.3 Pondasi ....................................................................................12

II.3.1 Pondasi Dalam ( Deep Foundation ) .......................13

v
II.3.1.1 Pondasi tiang pancang…………………… 13

II.3.2.1.1 Jenis – Jenis Tiang Pancang ..................14

II.3.2.1.2 Alat pancang Tiang ...............................17

II.3.2.1.3 Metode pelaksanaan tiang pancang ......18

II.3.3 Kalendring .................................................................21

II.3.3.1 Tahapan Pelaksanaan Kalendering ..............21

II.3.4 Pile Driving Analyzer (PDA) ....................................22

II.4 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang .............................24

II.4.1 Kapasitas Daya Dukung Aksial Tiang Pancang .......24

II.4.1.1 Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang

Pancang dari Hasil Sondir ............................24

II.4.1.2 Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang

Pancang Dari Hasil SPT ..................................25

II.4.1.3 Kapasitas Daya Dukung Aksial Tiang

Pancang dari Data Kalendering ....................28

II.4.2 Kapasitas Daya Dukung Lateral Tiang Pancang ......30

II.4.2.1 Tiang Ujung Jepit dan Tiang Ujung Bebas 31

II.4.2.2 Tahanan Beban Lateral Ultimit ...................31

II.4.2.3 Metode Broms .............................................33

II.4.2.3.1 Tahanan Tiang dalam Tanah Kohesif .. 33

II.4.2.3.2 Tahanan Tiang dalam Tanah Granular

(Non – Kohesif ) ...................................37

II.5 Kelompok Tiang ................................................................... 42

II.5.1 Efisiensi dan kapasitas Kelompok Tiang ................ 44

II.6 Penurunan Tiang Pancang ....................................................46

vi
II.6.1 Penurunan Tiang Tunggal ........................................46

II.6.2 Penurunan Tiang Pancang Kelompok ...................... 51

II.7 Faktor Keamanan ................................................................. 53

II.8 Metode Elemen Hingga Bidang Geoteknik.......................... 53

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .........................................................63

III.1 Data Umum Proyek ..............................................................63

III.2 Karakteristik Tanah ..............................................................64

III.3 Data Teknis Tiang Pancang ..................................................66

III.4 Metode Pengumpulan Data ..................................................70

III.5 Tahap Penelitian.................................................................. .70

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................73

IV.1 Pendahuluan .........................................................................73

IV.2 Perhitungan Daya Dukung Aksial Pondasi Tiang Pancang..73

IV.2.1 Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Ultimate

Tiang Pancang Berdasarkan Data Sondir dengan

Metode Meyerhoff .................................................... 73

IV.2.2 Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Ultimate

Tiang Pancang Berdasarkan Data SPT (Standart Penetration Test)

76

IV.2.3 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Berdasarkan

data Pile Driving Analyser........................................81

IV.2.4 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang

Pancang dengan Data Kalendring............................. 81

IV.3 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Lateral Pondasi

Tiang Pancang ...................................................................... 82

vii
IV.4 Menghitung Kapasitas Kelompok Tiang Berdasarkan

Efisiensi............................................................................... 85

IV.5 Penurunan Elastis pada Tiang Tunggal dan Kelompok....... 86

V.5.1 Penurunan pada Tiang Tunggal.............................. 87

V.5.2 Penurunan Kelompok Tiang.................................... 90

4.6 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang

Pancang berdasarkan Metode Elemen Hingga .......................... 90

V.6.1 Proses Pemodelan pada Program metode elemen

Hingga ...................................................................... 93

V.7 Diskusi.......................................... ........................................... 100

V.7.1 Metode Elemen Hingga........................................... 100

V.7.1.1 Perbandingan antara tekanan air pori

Sebelum konsolidasi ...................................100

V.7.1.2 Perbandingan Daya Dukung Ultimit Sebe-

lum Konsolidasi dan Setelah Konsolidasi...101

V.7.1.3 Perbandingan Penurunan setelah Konso-

lidasi dan Sebelum Konsolidasi .........................102

V.7.1.4 Waktu konsolidasi .......................................104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................... 105

V.1 Kesimpulan .......................................................................... 105

V.2 Saran .................................................................................... 109

viii
Daftar Pustaka...................................... ........................................... xx

Lampiran.......................................................................................... xxii

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Diagram Fase Tanah ........................................................................... 7

Gambar 2.2 Kurva Percobaan Sondir Proyek Bendung Sei Bajayu .............................. 9

Gambar 2.3 Proses Uji Penetrasi Standar ............................................................. 11

Gambar 2.4 Grafik PDA Hasil Analisis CAPWAP……………………………..23

Gambar 2.5 Nilai N-SPT untuk Desain Tahaan Ujung Tanah Pasir .................... 25

Gambar 2.6 Hubungan antara Kuat Geser (cu) dengan Faktor Adhesi (α)

(API, 1987) ........................................................................................................... 27

Gambar 2.7 Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang Unjung Bebas pada

Tanah Kohesif ...................................................................................................... 34

Gambar 2.8 Tahanan Lateral Ultimit Tiang Dalam Tanah Kohesif ..................... 35

Gambar 2.9 Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang Ujung Jepit pada

Tanah kohesif ....................................................................................................... 36

Gambar 2.10 Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang Ujung Jepit pada

Tanah Non-kohesif ............................................................................................... 38

Gambar 2.11 Tahanan Lateral Ultimit Tiang Dalam Tanah Granular ................. 39

Gambar 2.12 Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang Ujung Bebas .................... 40

Gambar 2.13 Tiang Pancang Kelompok .............................................................. 42

Gambar 2.14 Pola susunan tiang pancang ............................................................ 44

Gambar 2.15 Faktor Penurunan Io(Poulus dan Davis, 1980) ............................... 48

x
Gambar 2.16 Faktor Penurunan Rµ(Poulus dan Davis, 1980) .............................. 48

Gambar 2.17 Faktor Penurunan Rk (Poulus dan Davis, 1980)..............................48

Gambar 2.18 Faktor Penurunan Rh (Poulus dan Davis,1980) .............................. 49

Gambar 2.19 Faktor Penurunan Rb (Poulus dan Davis, 1980) ............................. 49

Gambar 2.20 Variasi Jenis Bentuk Unit Tahanan Friksi Alami Terdis-

tribusi Sepanjang Tiang Tertanam ke Dalam Tanah ............................................ 51

Gambar 2.21 Titik nodal dan titik tegangan ......................................................... 55

Gambar 3.1 Letak Titik Pengujian Sondir ,Bor Mesin dan PDA ......................... 67

Gambar 3.2 Denah Tiang Pancang ...................................................................... 68

Gambar 3.3 Denah Titik Pengujian PDA dan Kelendering ............................... 69

Gambar 4.1 Pile Cap ............................................................................................ 85

Gambar 4.2 Parameter Tanah dari Allpile ............................................................ 91

Gambar 4.3 Lembar General Setting pada Plaxis ................................................ 93

Gambar 4.4 Pemodelan pada plaxis ..................................................................... 94

Gambar 4.5 Input Data Material Set .................................................................... 95

Gambar 4.6 Generate Mesh.................................................................................. 96

Gambar 4.7 Initial Water Pressure pada Program Plaxis .................................... 96

Gambar 4.8 Pemodelan Fase Sebelum Konsolidasi dan Setelahnya.................... 97

Gambar 4.9 Hasil Kalkulasi dan Besar ΣMsf pada Fase 3 ................................... 98

Gambar 4.10 Hasil Kalkulasi dan Besar Σ Msf pada Fase 4 ................................ 98

Gambar 4.11 Besar Nilai Penurunan yang Terjadi Setelah Hasil Perhitungan .... 99

Gambar 4.12 Excess Pore Pressure Sebelum Konsolidasi ................................ 101

Gambar 4.13 Excess Pore Pressure Setelah Konsolidasi .................................. 101

xi
Gambar 4.14. Penurunan Tanah Sebelum Konsolidasi ...................................... 103

Gambar 4.15 Penurunan Tanah Setelah Konsolidasi ......................................... 103

Gambar 4.16 Waktu Konsolidasi ....................................................................... 104

xii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1 Hubungan antara Angka Penetrasi Standar dengan Sudut Geser

Dalam dan Kepadatan Relatif pada Tanah Pasir ................................................. 27

Tabel 2.2 Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah ........................................ 28

Tabel 2.3 Efisiensi Jenis Alat Pancang ............................................................... 29

Tabel 2.4 Karakteristik Alat Pancang Diesel Hammer ........................................ 29

Tabel 2.5 Nilai Effisiensi Hammer....................................................................... 30

Tabel 2.6 Koefisien restitusi n .............................................................................. 30

Tabel 2.7 Hubungan Modulus Subgrade (k1) dengan Kuat Geser Un-

drained untuk Lempung Kaku Terkonsolidasi Berlebihan (Overconsolidation) . 32

Tabel 2.8 Nilai-Nilai nh untuk Tanah Granular (c = 0) ........................................ 33

Tabel 2.9 Nilai-Nilai nh untuk Tanah Kohesif ..................................................... 33

Tabel 2.10 Kriteria Pondasi Tiang Pendek dan Pondasi Tiang Panjang .............. 33

Tabel 2.11 Tabel Klasifikasi Tiang Pancang Bulat Berongga (WIKA) ....................... 41

Tabel 2.12 Nilai Koefisien empiris ( CP).............................................................. 51

Tabel 2.13 Batas Penurunan Maksimum .............................................................. 52

Tabel 2.14 Faktor Aman yang Disarankan oleh Reese dan O’Neill .................... 53

Tabel 2.15 Nilai Perkiraan Modulus Elastisitas Tanah ........................................ 58

Tabel 2.16 Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada Tanah Lempung .... 59

Tabel 2.17. Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada Tanah Pasir .......... 59

xiii
Tabel 2.18. Hubungan Jenis Tanah, Konsistensi dan Poisson’s Ratio (μ) .......... 60

Tabel 2.19 Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah.................................................. 62

Tabel 3.1. Deskripsi Tanah Bore Hole II dari Hasil SPT ..................................... 65

Tabel 3.1. Hasil Pengujian Sondir ........................................................................ 66

Tabel 4.1 Perhitungan Daya Dukung Ultimit dan Daya Dukung Ijin

Tiang Pancang pada Titik Sondir S-5 Diameter 40 cm dengan Metode

Meyerhoff ............................................................................................................. 75

Tabel 4.2 Perhitungan Daya Dukung Ultimate dan Daya Dukung Ijin

Tiang Pancang pada Bore Hole I diameter 40 cm dengan Metode Meyerhoff .... 80

Tabel 4.3 Kapasitas Daya Dukung Ultimit Tiang Pancang berdasarkan Data

PDA ...................................................................................................................... 81

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Penurunan Elastis Tiang Pancang Tunggal Dia-

meter 40 cm .......................................................................................................... 88

Tabel 4.5 Data Tiang Pancang ............................................................................. 91

Tabel 4.6 Input Parameter Tanah untuk Program Metode Elemen Hingga

Lokasi Bore Hole II .............................................................................................. 92

Tabel 4.7 Tekanan Air Pori dengan Program Metode Elemen Hingga.............. 100

Tabel 4.8 Daya Dukung dengan Program Metode elemen hingga .................... 102

Tabel 4.9 Penurunan Tanah dengan Program Metode Elemen Hingga ............ 103

Tabel 5.1 Nilai Daya Dukung Ultimit Berdasarkan Data Sondir, SPT, PDA

Test dan Kalendering. ....................................................................... 105

Tabel 5.2 Nilai Daya Dukung Ultimit dan Daya Dukung Ijin Berdasarkan

Data Sondir dan SPT .......................................................................... 106

xiv
Tabel 5.3 Hasil Perhitungan Nilai Daya Dukung Ultimit Lateral Tiang

Pancang ............................................................................................... 106

Tabel 5.4 Nilai Efisiensi kelompok tiang (Eg) ................................................... 106

Tabel 5.5.Hasil Penurunan Tiang ....................................................................... 107

Tabel 5.6.Hasil Perhitungan Daya Dukung Ultimit dan Penurunan Tiang

Pancang dengan Program Metode Elemen Hingga ............................................ 107

Tabel 5.7.Nilai Tekanan Air Pori dengan Program Metode Elemen Hingga..... 108

xv
DAFTAR NOTASI

Ap = luas penampang tiang (m2)

B = lebar atau diameter tiang (m)


Cp = koefisien empiris

Cs = konstanta Empiris

c = kohesi tanah (kg/cm²)

cu = kohesi undrained (kN/m2)

D = diameter tiang (m)

Dr = kerapatan relatif (%)

E = energi alat pancang (kg-cm)

Eb = modulus elastisitas tanah di dasar tiang (kN/m2)

Ep = modulus elastis tiang (kN/m2)

Es = modulus elastisitas tanah di sekitar tiang (kN/m2)

Es = modulus elastisitas bahan tiang (kN/m2)

e = angka pori

ef = effisiensi hammer (%)

f = jarak momen maksimum dari permukaan tanah (m)

Gs = specific gravity

g = jarak dari lokasi momen maksimum sampai dasar tiang (m)

H = tebal lapisan (m)

h = tinggi jatuh hammer (m)

I = momen inersia tiang (cm4)

xvi
I0 = faktor pengaruh penurunan tiang yang tidak mudah mampat
(Incompressible) dalam massa semi tak terhingga

K = faktor kekakuan tiang

k = koefisien permeabilitas

ki = modulus reaksi subgrade dari Terzaghi

kh = koefisien permeabilitas arah horizontal

kv = koefisien permeabilitas arah vertikal

L = panjang tiang pancang (m)

Lb = panjang lapisan tanah (m)

Li = tebal lapisan tanah, pengujian SPT dilakukan setiap interval


kedalaman pemboran (m)

My = momen leleh (kN-m)

N-SPT= nilai N-SPT

n = koefisien restitusi

nh = koefisien fariasi modulus

P = keliling tiang (m)

po = tekanan overburden efektif

pu = tahanan tanah ultimit

Q = besar beban yang bekerja (kN)

Qwp = daya dukung yang bekerja pada ujung tiang dikurangi daya
dukung friction (kN)

Qws = daya dukung friction (kN)

Rb = faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung

Rh = faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah

xvii
keras

Rk = faktor koreksi kemudahmampatan tiang

Rμ = faktor koreksi angka poisson

S = penetrasi pukulan per cm (cm)

Se(1) = penurunan elastis dari tiang (mm)

Se(2) = penurunan tiang yang disebabkan oleh beban di ujung tiang (mm)

Se(3) = penurunan tiang yang disebabkan oleh beban di sepanjang batang


tiang (mm)

S = besar penurunan yang terjadi (mm)

Wp = berat pile (Ton)

Wr = berat hammer (Ton)

α = koefisien adhesi antara tanah dan tiang

ŋ = effisiensi alat pancang

Ø = sudut geser dalam

𝛾 = berat isi tanah (kN/m3)

γdry = berat jenis tanah kering (kN/m3)

γsat = berat jenis tanah jenuh (kN/m3)

γw = berat isi air (kN/m3)

ξ = koefisien dari skin friction

μ = poisson’s ratio

ψ = sudut dilantansi (o)

xviii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran-1, Data Hasil Pengujian Sondir

Lampiran-2, Data Drilling Log

Lampiran-3, Data Uji Laboratorium

Lampiran-4, Data PDA test

Lampiran-5, Data Kalendering

Lampiran-6, Denah Lokasi Pengujian

xix
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dalam perencanaan suatu konstruksi bangunan, perencanaan pondasi adalah salah

satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Karena Setiap konstruksi memiliki beban

yang harus diteruskan ke lapisan tanah, baik itu beban yang dipikul oleh bangunan ataupun

beban akibat berat bangunan itu sendiri. Oleh sebab itu, setiap bangunan harus memiliki

pondasi untuk meneruskan beban tersebut.

Secara umum pondasi diartikan sebagai bangunan bawah (sub structure) yang

berfungsi untuk meneruskan beban maupun gaya yang disebabkan oleh bangunan atas

(upper structure) ke lapisan tanah (bearing layers) di bawahnya pada kedalaman tertentu,

tanpa mengakibat terjadinya penurunan bangunan di luar batas toleransinya. Oleh sebab itu,

pondasi harus direncanakan dengan cermat dan teliti agar pondasi mampu memikul beban

sampai batas keamanan yang telah ditentukan, termasuk mendukung beban maksimum yang

mungkin terjadi.

Pondasi secara umum dapat dibagi dalam 2 (dua) jenis, yaitu pondasi dalam dan

pondasi dangkal. Dalam perencanaan pondasi pemilihan jenis pondasi tergantung kepada:

1. Fungsi bangunan atas (upper structure) yang akan dipikul oleh pondasi tersebut.

2. Besarnya beban dan berat dari bangunan atas.

3. Kondisi tanah dimana bangunan tersebut akan didirikan.

4. Biaya pelaksanaan pondasi.

Untuk konstruksi beban ringan dan kondisi tanah cukup baik, biasanya dipakai

pondasi dangkal, tetapi untuk konstruksi beban berat biasanya jenis pondasi dalam adalah

1
pilihan yang tepat. Salah satu di antara tipe pondasi dalam yang dapat digunakan adalah

pondasi tiang pancang. Contoh kasusnya adalah pada proyek pembangunan Bendung Bajayu

Sei Padang - Kabupaten Serdang Bedagai. Pondasi yang digunakan adalah pondasi tiang

pancang yang dipancang dengan sistem hammer.

Pemakaian tiang pancang sabagai pondasi pada suatu bangunan dilakukan apabila

tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung yang cukup untuk

memikul beban bangunan atau apabila lapisan tanah keras yang mempunyai daya dukung

yang cukup untuk memikul beban bangunan letaknya sangat dalam. Oleh sebab itu, sangat

dibutuhkan informasi mengenai penyelidikan tanah baik untuk mengetahui letak lapisan

tanah keras, mengetahui daya dukung , penurunan dan sebagainya.

Perhitungan daya dukung tiang pancang dapat dilakukan dengan menggunakan

metode yang disarankan para ahli berdasarkan data-data penyelidikan tanah yang diperoleh,

seperti data SPT, sondir, PDA dan data laboratorium. Dari hasil perhitungan dapat diperoleh

informasi yang akurat mengenai perencanaan pondasi yang aman.

Pada tugas akhir ini, perhitungan mengenai daya dukung tiang pancang dan

penurunan pondasi tiang pancang secara analitis menggunakan data sondir, SPT, kalendering

dan PDA dibandingankan dengan perhitungan menggunakan program Metode Elemen

Hingga, sehingga dapat diambil kesimpulan mengenai nilai daya dukung dan penurunan

pondasi tiang pancang.

I.2 Tujuan Dan Manfaat

I.2.1 Tujuan

Adapun tujuan akhir yang diharapakan oleh penulis adalah :

1. Menghitung nilai daya dukung ultimit aksial tiang pancang diameter 40 cm dengan

metode Meyerhoff dari data Sondir dan SPT pada Bore Hole II, serta dengan data

PDA dan kelendering (Dynamic Formula).

2
2. Menghitung daya dukung ijin pondasi tiang pancang dengan metode meyerhoof

3. Menghitung nilai daya dukung ultimit lateral tiang pancang dengan metode Broms

menggunakan data SPT pada Bore Hole II dengan diameter tiang pancang 40 cm

4. Menghitung efisiensi kelompok tiang pancang dengan metode Converse-labarre, Los-

Angeles dan Feld.

5. Menghitung penurunan tiang pancang tunggal (single pile) dengan metode Poulus dan

Davis dan metode penurunan elastis.

6. Menghitung penurunan tiang pancang kelompok dengan metoed meyerhoff

7. Menghitung daya dukung ultimate dan penurunan tiang pancang pada Bore Hole II

dengan diameter 40 cm menggunakan program metode elemen hingga dengan

pemodelan tanah pasir dan Mohr Coulomb.

I.1.2 Manfaat

Manfaat dari penyusunan tugas akhir ini antara lain :

1. Agar penulis maupun pembaca dapat mengetahui perbandingan perhitungan daya

dukung dan penurunan tiang pancang secara analitis maupun dengan metode elemen

hingga.

2. Sebagai bahan referensi bagi pihak pihak yang membutuhkan informasi dan ingin

mempelajari hal yang dibahas tugas akhir ini

I.3 Pembatasan Masalah

Untuk memperjelas ruang lingkup yang akan dibahas dalam tugas akhir ini dan untuk

mempermudah penulis dalam menganalisa maka dibuat batasan batasan masalah yang

meliputi :

1. Data-data yang digunakan untuk melakukan analisis didapat dari data data Soil

Investigation yang diperoleh dari proyek pembangunan Bendung Bajayu Sei Padang-

3
Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara.

2. Nilai-nilai ataupun koefisien yang tidak terdapat pada data-data diperoleh berdasarkan

referensi dan sumber-sumber yang ada.

3. Penurunan konsolidasi primer pada ujung tiang tidak dihitung karena ujung tiang

berada pada lapisan pasir padat.

4. Lokasi yang ditinjau adalah bagian tubuh bendung.

I.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini akan dibuat dalam 5 ( lima ) bab uraian

sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Bab pendahuluan berisi latar belakang penulisan, tujuan dan manfaat, rumusan

masalah, pembatasan masalah.

Bab II: Tinjauan Pustaka

Bab ini mencakup hal – hal yang dijadikan penulis sebagai dasar dalam membahas

perbandingan nilai daya dukung dan penurunan tiang pancang yang dihitung secara analitis

dan dengan metode elemen hingga.

Bab III: Metodologi Penelitian

Bab ini berisi tentang metodologi yang dilakukan dalam analisa berupa urutan

tahapan pelaksanaan dari pecarian data, study literatur hingga analisa data yang telah

diperoleh.

4
Bab IV: Pembahasan

Bab ini berisi tentang pembahasan perhitungan daya dukung dan penurunan tiang

pancang baik secara analitis maupun dengan metode elemen hingga. Hasil perhitungan dari

masing–masing metode kemudian akan dibandingkan.

Bab V: Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil analisa dan saran – saran yang diberikan

atas hasil yang diperoleh.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pendahuluan

Dalam proyek konstruksi sipil, pondasi merupakan salah satu hal yang wajib

diperhitungkan. Pondasi adalah bagian dari suatu sistem rekayasa yang meneruskan beban

yang di topang oleh pondasi dan beratnya sendiri kepada dan kedalam tanah dan batuan yang

terletak dibawahnya (Bowles, Joseph E. 1997).

Kriteria perencanaan dalam suatu perencanaan pondasi adalah daya dukung dan

penurunan. Daya dukung pondasi yang direncanakan harus lebih besar daripada beban yang

bekerja pada pondasi tersebut baik beban statik maupun beban dinamiknya dan penurunan

yang terjadi akibat pembebanan tidak boleh melebihi penurunan yang diijinkan.

Oleh sebab itu, dalam perencanaan pondasi sangat dibutuhkan informasi mengenai

tanah melalui penyelidikan tanah karena setiap lapisan tanah mempunyai sifat dan

karakteristik yang berbeda-beda.

II.2. Tanah

Tanah adalah himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif

lepas (loose), yang terletak diatas bantuan dasar (bedrock). Diantara partikel tanah terdapat

pori-pori (voids ) yang dapat terisi oleh air ataupun udara.

Bila pori-pori tersebut terisih oleh air , maka tanah tersebut dikatakan dalam kondisi

jenuh. Bila pori-pori terisi udara dan air, tanah pada kondisi jenuh sebagian (partially

saturated). Sedangkan bila pori-pori tersebut tidak mengandung air sama sekali atau kadar

airnya nol maka tanah tersebut adalah tanah kering.

Komponen-komponen tanah tersebut dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase

seperti berikut :

6
Gambar 2.1 Diagram Fase

Karena sifat tanah perlapisan berbeda-beda, maka diperlukan kegiatan penyelidikan

tanah untuk mendapatkan informasi tanah yang diperlukan dalam perencanaan

II.2.1. Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)

Penyelidikan tanah merupakan suatu upaya yang bertujuan untuk mengetahui sifat-

sifat dan kondisi tanah yang sebenarnya dilapangan, juga struktur lapisan tanah dan sifat

teknis tanah. Penyelidikan tanah yang sering dilakukan antara lain :

a. Penyelidikan Lapangan ( in situ).

Penyelidikan lapangan biasanya terdiri dari :

- Standar Penetration Test ( SPT)

- Cone Penetration Test (sondir)

- Dynamic Cone Penetration Test ( DCP )

- Hand Boring, dll

b. Penyelidikan Laboratorium

Penyelidikan laboratorium terdiri dari :

- Uji index properties, seperti : water content, specific gravity, atterberg limit,

shieve analysis, unit weight

7
- Uji engineering properties, seperti : Direct Shear Test, Triaxial Test,

Consolidation Test, Permeability Test, Compaction Test, dan CBR

Ketelitian penyelidikan tanah tergantung pada besarnya beban rencana yang akan

dipikul, faktor keamanan yang diinginkan,kondisi lapisan tanah, dan biaya yang tersedia

untuk penyelidikan.tujuan penyelidikan tanah, antara lain :

Tujuan penyelidikan tanah, antara lain :

1. Menentukan sifat-sifat alamiah tanah di lokasi yang ditinjau

2. Menentukan kapasitas daya dukung ultimit tanah menurut tipe pondasi yang dipilih.

3. Menentukan tipe dan kedalaman pondasi.

4. Untuk mengetahui posisi muka air tanah

5. Untuk memprediksi besarnya penurunan yang akan terjadi

6. Menentukan besarnya tekanan tanah

7. Menyelidik keamanan suatu struktur bila penyelidikan dilakukan pada bangunan yang

telah ada sebelumya

8. Pada proyek jalan raya dan irigasi, penyelidikan tanah berguna untuk menentukan

letak-letak saluran,gorong-gorong,penentuan lokasi dan macam bahan timbunan.

II.2.1.1 Cone Penetration Test (Sondir)

Uji Penetrasi Kerucut Statis atau Uji Sondir banyak digunakan di Indonesia.

Pengujian ini berguna untuk menentukan lapisan-lapisan tanah berdasarkan tanahan ujung

konus dan daya lekat tanah setiap kedalaman pada alat sondir.

Dari hasil test Sondir ini didapatkan nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai

perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) didapatkan dengan menggunakan

Persamaan berikut :

1. Hambatan Lekat (HL)


𝐴
𝐻𝐿 = (𝐽𝑃 − 𝑃𝐾) × (2.1)
𝐵

8
2. Jumlah Hambatan Lekat (JHL)

𝐽𝐻𝐿𝑖 = ∑𝑖0 𝐻𝐿 (2.2)

Dimana :

PK = Perlawanan penetrasi konus (qc)

JP = Jumlah perlawanan (perlawanan ujung konus + selimut)

A = Interval pembacaan (setiap pembacaan 20 cm)

B = Faktor alat = luas konus / luas torak = 10 cm

i = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)

JHL = Jumlah Hambatan Lekat (kg/cm)

Hasil penyelidikan dengan Sondir ini digambarkan dalam bentuk grafik yang

menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan tanah dengan perlawanan penetrasi

konus atau perlawanan tanah terhadap konus yang dinyatakan dalam gaya persatuan panjang

ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Kurva Percobaan Sondir Proyek Bendung Sei Bajayu

9
Selain itu pengujian Sondir ini memiliki kelebihan, yaitu :

1. Baik untuk lapisan tanah lempung

2. Dapat dengan cepat menentukan lapisan tanah keras

3. Dapat memperkirakan perbedaan lapisan tanah

4. Dapat menghitung daya dukung ultimit tanah dengan rumus empiris

5. Baik digunakan untuk menentukan letak muka air tanah.

Dan kekurangan dari percobaan Sondir ini yaitu :

1. Tidak cocok digunakan pada lapisan tanah berbutir kasar (keras).

2. Hasil penyondiran diragukan apabila letak alat tidak vertikal atau konus dan

bikonus bekerja tidak baik.

3. Setiap penggunaan alat Sondir harus dilakukan kalibrasi dan pemeriksaan

perlengkapan antara lain :

a. Manometer yang digunakan masih dalam keadaan baik sesuai dengan

standar yang berlaku.

b. Ukuran konus yang akan digunakan harus sesuai dengan ukuran standar

(d = 36 mm)

c. Jarum manometer harus menentukan awal nilai nol.

d. Dalam pembacaan harus hati-hati.

II.2.1.2. Standart Penetration Test (SPT)

Tujuan Standart Penetration Test (SPT) yaitu untuk menentukan kepadatan relatif dan

sudut geser lapisan tanah tersebut dari pengambilan contoh tanah dengan tabung, dapat

diketahui jenis tanah dan ketebalan dari setiap lapisan tanah tersebut, untuk memperoleh data

yang kumulatif pada perlawanan penetrasi tanah dan menetapkan kepadatan dari tanah yang

tidak berkohesi .

10
Prosedur Pengujian Standart Penetration Test

1) Lakukan pengujian pada setiap perubahan lapisan tanah atau pada interval se-

kitar 1,50 m sampai dengan 2,00 m atau sesuai keperluan.

2) Tarik hammer dengan tinggi jatuh bebas hammer adalah 30 inci (75 cm).

(Hammer yang dipakai mempunyai berat 140 lbs (63,5 kg))

3) Lepaskan tali sehingga palu jatuh bebas menimpa penahan.

4) Ulangi langkah 2 dan 3 berkali-kali sampai mencapai penetrasi 15 cm.

5) Hitung jumlah pukulan atau tumbukan N pada penetrasi 15 cm yang pertama

6) Ulangi langkah 2, 3, 4 dan 5 sampai pada penetrasi 15 cm yang kedua dan

ke-tiga.

7) Catat jumlah pukulan N pada setiap penetrasi 15 cm. Jumlah pukulan yang

dihitung adalah N2 + N3. Nilai N1 tidak diperhitungkan karena masih kotor

bekas pengeboran.

8) Bila nilai N lebih besar dari pada 50 pukulan, hentikan pengujian dan tambah

pengujian sampai minimum 6 meter.

Gambar 2.3. Proses Uji Penetrasi Standar

11
Keuntungan dan kerugian SPT (Standart Penetration Test ) yaitu :

1. Keuntungan:

 Dapat diperoleh nilai N dan contoh tanah (terganggu).

 Prosedur pengujian sederhana, dapat dilakukan secara manual.

 Dapat digunakan pada sembarang jenis tanah dan batuan lunak.

 Pengujian Penetrasi Standar pada pasir, hasilnya dapat digunakan secara

langsung untuk memprediksi kerapatan relatif dan kapasitas daya dukung

ultimit tanah.

2. Kerugian :

 Sampel dalam tabung SPT diperoleh dalam kondisi terganggu.

 Nilai N yang diperoleh merupakan data sangat kasar, bila digunakan untuk

tanah lempung.

 Derajat ketidakpastian hasil uji SPT yang diperoleh bergantung pada

kondisi alat dan operator.

 Hasil tidak dapat dipercaya dalam tanah yang mengandung banyak kerikil.

II.3. Pondasi

Menurut Bowles, 1991, sebuah pondasi harus mampu memenuhi beberapa

persyaratan stabilitas dan deformasi, seperti :

 Kedalaman harus memadai untuk menghindarkan pergerakan tanah lateral dari

bawah pondasi, khusus untuk pondasi tapak dan rakit.

 Kedalaman harus berada di bawah daerah perubahan volume musiman yang

disebabkan oleh pembekuan, pencairan, dan pertumbuhan tanaman.

 Sistem harus aman terhadap penggulingan, rotasi, penggelinciran atau pergeseran

tanah.

12
 Sistem harus aman terhadap korosi atau kerusakan yang disebabkan oleh bahan

berbahaya yang terdapat di dalam tanah.

Pada umumnya pondasi dibagi menjadi dua jenis yaitu :

a. Pondasi dangkal

b. Pondasi dalam

II.3.1 Pondasi Dalam ( Deep Foundation)

Pondasi dalam digunakan apabila beban bangunan yang direncanakan sangat besar,

daya dukung lapisan tanah permukaan tidak baik atau letak lapisan tanah keras cukup dalam.

Contoh dari pondasi dalam antara lain : tiang pancang, caisson, bor pile , dll.

Pada proyek ini pondasi dalam yang digunakan adalah pondasi tiang pancang.

II.3.1.1. Pondasi Tiang Pancang

Pondasi tiang digunakan untuk suatu bangunan yang tanah dasar di bawah bangunan

tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul beban

berat bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila tanah pendukung yang mempunyai

daya dukung yang cukup letaknya sangat dalam.

Umunya pondasi tiang pancang digunakan untuk :

1) Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak di atas air atau tanah lunak ke

lapisan tanah pendukung yang kuat.

2) Untuk mengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya desakan ke atas akibat

tekanan hidrostatis atau momen penggulingan.

3) Memampatkan endapan tak berkohesi yang bebas lepas di dalam tanah dengan

melalui kombinasi perpindahan isi tiang pancang dan getaran dorongan saat

pemancangan sehingga kapasitas dukungnya bertambah.

13
4) Untuk mendukung pondasi bangunan yang permukaan tanahnya mudah tergerus air.

Dengan adanya pondasi tiang pancang, kegagalan gelincir yang dapat disebabkan oleh

erosi dan beban horisontal akan dapat diatasi.

5) Untuk menahan gaya-gaya horizontal dan gaya yang arahnya miring.

Dalam mendesain pondasi tiang pancang mutlak diperlukan informasi mengenai :

 Data tanah dimana bangunan akan didirikan.

 Daya dukung tiang pancang sendiri (baik single atau group pile).

 Analisa negative skin friction (karena mengakibatkan beban tambahan).

II.3.1.1.1. Jenis-Jenis Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang dapat digolongkan berdasarkan pemakaian bahan, cara

penyaluran beban, cara pemasangannya, dan berdasarkan perpindahan tiang.

1. Pondasi tiang pancang menurut pemakaian bahan

Tiang pancang dapat dibagi ke dalam beberapa kategori sebagai berikut :

a) Tiang Pancang Kayu

Pemakaian tiang pancang kayu ini adalah cara tertua dalam penggunaan tiang

pancang sebagai pondasi. Umumnya tiang pancang kayu yang dipakai di Indonesia untuk

perbaikan kapasitas daya dukung tanah lunak berdiameter antara 8-10 cm dan panjang 4

m. Biasanya tiang ini diberi pelindung dari besi yang disebut sepatu tiang untuk

menghindari kerusakan ujung tiang saat pemancangan.

Keuntungan pemakaian tiang pancang kayu :

 Kekuatan tarik besar sehingga pada saat pengangkatan untuk pemancangan tidak

menimbulkan kesulitan.

 Tiang pancang dari kayu relatif ringan sehingga mudah dalam transport.

 Mudah untuk pemotongannya apabila kayu ini sudah tidak dapat masuk lagi ke

dalam tanah.

14
Kerugian pemakaian tiang pancang kayu :

 Tiang pancang kayu mempunyai umur relatif kecil dibandingkan dengan tiang

pancang beton atau baja terutama pada daerah yang tinggi air tanahnya sering naik

dan turun.

 Tiang pancang kayu harus selalu terletak di bawah muka air tanah yang terendah

agar tahan lama sehingga memerlukan biaya tambahan untuk air tanah yang

letaknya sangat dalam

 Pada waktu pemancangan pada tanah berbatu (gravel) ujung tiang pancang kayu ini

dapat berbentuk sapu

b) Tiang Pancang Beton

Keuntungannya yaitu :

 Karena tiang dibuat di pabrik dan pemeriksaan kualitas ketat dapat dilakukan

setiap saat, hasilnya lebih dapat diandalkan.

 Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah.

 Daya dukung dapat diperkirakan berdasarkan rumus tiang pancang sehingga

mempermudah pengawasan pekerjaan konstruksi.

 Cara penumbukan sangat cocok untuk mempertahankan daya dukung vertikal.

Kerugiannya yaitu :

 Karena dalam pelaksanaannya menimbulkan getaran dan kegaduhan maka pada

daerah yang berpenduduk padat di kota dan desa, akan menimbulkan masalah

disekitarnya.

 Pemancangan sulit, bila diameter tiang terlalu besar.

 Bila panjang tiang pancang kurang, maka untuk melakukan penyambungannya

sulit dan memerlukan alat penyambung khusus.

15
 Bila memerlukan pemotongan maka dalam pelaksanaannya akan lebih sulit dan

memerlukan waktu yang lama.

Tiang pancang beton terdiri dari 3 macam, yaitu :

1. Precast Reinforced Concrete Pile

2. Precast Prestressed Concrete Pile .

3. Cast in Place Pile

2. Pondasi berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang kedalam tanah

Berdasarkan cara penyaluran bebannya ke tanah, pondasi tiang dapat dibedakan menjadi tiga

jenis yaitu :

a) Tiang Pancang dengan Tahanan Ujung (End Bearing Pile).

Menurut Hardiyatmo, 2002, Tiang dukung ujung (End Bearing Pile) adalah tiang

yang kapasitas dukungnya ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Dari hasil sondir

dapat dipakai kira- kira harga perlawanan konus S ≥ 150 kg/cm untuk lapisan non

kohesif, dan S ≥ 70 kg/cm untuk kohesif.

b) Tiang Pancang dengan Tahanan Geser/Sisi (Friction Pile)

Menurut Hardiyatmo, 2002, Tiang gesek (friction pile) adalah tiang yang kapasitas

dukungnya lebih ditentukan oleh perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah

disekitarnya. Bila butiran tanah sangat halus, tidak akan menyebabkan tanah di

antara tiang-tiang menjadi padat. Sebaliknya, bila butiran tanah kasar maka tanah

diantara tiang-tiang akan semakin padat.

c) Tiang Pancang dengan Tahanan Lekatan (Adhesive Pile)

Bila tiang dipancangkan di dasar tanah pondasi yang memiliki nilai kohesi yang

tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh lekatan antara tanah

di sekitar dan permukaan tiang.

16
Pada beberapa jenis tiang pancang, ujung tiang pancang dilengkapi dengan sepatu

tiang pancang. Sepatu tiang pancang biasanya terbuat dari logam. Sepatu tiang pancang

berfungsi untuk melindungi ujung tiang selama pemancangan, kecuali pemancangan

dilakukan pada tanah yang lunak. Sepatu harus benar-benar konsentris

(pusat sepatu sama dengan pusat tiang pancang) dan dipasang dengan kuat pada ujung

tiang. Bidang kontak antara sepatu dan ujung tiang harus cukup untuk menghindari tekanan

yang berlebihan selama pemancangan.

II.3.1.1.2. Alat Pancang Tiang

Dalam pemasangan tiang ke dalam tanah, tiang dipancang dengan alat pemukul

berupa pemukul (hammer) mesin uap, pemukul getar atau pemukul yang hanya dijatuhkan.

Penutup (pile cap) biasanya diletakkan menutup kepala tiang yang kadang-kadang dibentuk

dalam geometri tertutup.

a) Pemukul Jatuh (Drop Hammer)

Pemukul jatuh terdiri dari blok pemberat yang dijatuhkan dari atas. Pemberat ditarik

dengan tinggi jatuh tertentu kemudian dilepas dan menumbuk tiang. Pemakaian alat tipe ini

membuat pelaksanaan pemancangan berjalan lambat, sehingga alat ini hanya dipakai pada

volume pekerjaan pemancangan yang kecil.

Beberapa kelebihan dari metode ini adalah :

 Pengoperasian alat yang mudah

 Biaya operasi yang murah

 Mobilisasi alat lebih mudah dibandingkan jack-in-pile

Beberapa kekurangan dari metode ini:

 Waktu pemancangan yang lebih lama

 Tidak dapat digunakan untuk pekerjaan dibawah air

 Kemungkinan rusaknya tiang lebih besar akibat tinggi jatuh hammer

17
 Adanya kemungkinan rusaknya banguna disekitar lokasi akibat getaran permukaan

tanah

b) Pemukul Aksi Tiang (Single-acting Hammer)

Pemukul aksi tunggal berbentuk memanjang dengan ram yang bergerak naik oleh udara atau

uap yang terkompresi, sedangkan gerakan turun ram disebabkan oleh beratnya sendiri.

Energi pemukul aksi tunggal adalah sama dengan berat ram dikalikan tinggi jatuh.

c) Pemukul Aksi Double (Double-acting Hammer)

Pemukul aksi double menggunakan uap atau udara untuk mengangkat ram dan untuk

mempercepat gerakan ke bawahnya. Kecepatan pukulan dan energi output biasanya lebih

tinggi daripada pemukul aksi tunggal.

d) Pemukul Diesel (Diesel Hammer)

Pemukul diesel terdiri dari silinder, ram, balok anvil dan sistem injeksi bahan bakar.

Pemukul tipe ini umumnya kecil, ringan dan digerakkan dengan adalah jumlah benturan dari

ram ditambah energi hasil dari ledakan.

II.3.1.1.3. Metode Pelaksanaan Pemancangan Tiang Pancang

Pemancangan adalah penempatkan tiang pancang di dalam tanah sehingga berfungsi

sesuai perencanaan. Secara umum tahapan pekerjaan pondasi tiang pancang sebagai berikut :

a. Pekerjaan Persiapan

Berikut langkah-langkah untuk memulai persiapan pengerjaan pada lokasi proyek:

1. Membuat tanda, tiap tiang pancang harus diberi tanda serta tanggal saat tiang tersebut

dicor. Titik-titik angkat yang tercantum pada gambar harus dibubuhi tanda dengan

jelas pada tiang pancang. Untuk mempermudah perekaan, maka tiang pancang diberi

tanda setiap 1 meter.

2. Pengangkatan/pemindahan, tiang pancang harus dipindahkan/diangkat dengan hati-hati

sekali guna menghindari retak maupun kerusakan lain yang tidak diinginkan.

18
3. Rencanakan final set tiang, untuk menentukan pada kedalaman mana pemancangan

tiang dapat dihentikan, berdasarkan data tanah dan data jumlah pukulan terakhir (final

set).

4. Rencanakan urutan pemancangan, dengan pertimbangan kemudahan manuver alat.

5. Tentukan titik pancang dengan theodolith dan tandai dengan patok.

6. Pemancangan dapat dihentikan sementara untuk peyambungan batang berikutnya bila

level kepala tiang telah mencapai level muka tanah sedangkan level tanah keras yang

diharapkan belum tercapai.

Proses penyambungan tiang :

 Tiang diangkat dan kepala tiang dipasang pada helmet seperti yang dilakukan pada

batang pertama.

 Ujung bawah tiang didudukkan di atas kepala tiang yang pertama sedemikian

sehingga sisi-sisi pelat sambung kedua tiang telah berhimpit dan menempel menjadi

satu.

 Penyambungan sambungan las dilapisi dengan anti karat.

 Tempat sambungan las dilapisi dengan anti karat.

7. Selesai penyambungan, pemancangan dapat dilanjutkan seperti yang dilakukan pada

batang pertama. Penyambungan dapat diulangi sampai mencapai kedalaman tanah

keras yang ditentukan.

8. Pemancangan tiang dapat dihentikan bila ujung bawah tiang telah mencapai lapisan

tanah keras/final set yang ditentukan.

9. Pemotongan tiang pancang pada cut off level yang telah ditentukan.

b. Proses Pengangkatan

1. Pengangkatan tiang untuk disusun (dengan dua tumpuan)

Metode pengangkatan dengan dua tumpuan ini biasanya pada saat penyusunan tiang

19
beton, baik itu dari pabrik ke trailer ataupun dari trailer ke penyusunan

lapangan.Persyaratan umum dari metode ini adalah jarak titik angkat dari kepala tiang

adalah 1/5 L.

2. Pengangkatan dengan Satu Tumpuan

Metode pengangkatan ini biasanya digunakan pada saat tiang sudah siap akan

dipancang oleh mesin pemancangan sesuai dengan titik pemancangan yang telah

ditentukan di lapangan. Adapun persyaratan utama dari metode pengangkatan satu

tumpuan ini adalah jarak antara kepala tiang dengan titik angker berjarak L/3.

c. Proses Pemancangan

1. Alat pancang ditempatkan sedemikian rupa sehingga as hammer jatuh pada patok titik

pancang yang telah ditentukan.

2. Tiang diangkat pada titik angkat yang telah disediakan pada setiap lubang.Tiang

didirikan disamping driving lead dan kepala tiang dipasang pada helmet yang telah

dilapisi kayu sebagai pelindung dan pegangan kepala tiang

3. Ujung bawah tiang didudukkan secara cermat di atas patok pancang yang telah

ditentukan.

4. Penyetelan vertikal tiang dilakukan dengan mengatur panjang backstay sambil

diperiksa dengan waterpass sehingga diperoleh posisi yang betul-betul vertikal.

Sebelum pemancangan dimulai, bagian bawah tiang diklem dengan center gate pada

dasar driving lead agar posisi tiang tidak bergeser selama pemancangan, terutama

untuk tiang batang pertama.

5. Pemancangan dimulai dengan mengangkat dan menjatuhkan hammer secara kontiniu

ke atas helmet yang terpasang di atas kepala tiang.

d. Quality Control

1. Kondisi fisik tiang.

20
a. Seluruh permukaan tiang tidak rusak atau retak.

b. Umur beton telah memenuhi syarat.

c. Kepala tiang tidak boleh mengalami keretakan selama pemancangan.

2. Toleransi.

Vertikalisasi tiang diperiksa secara periodik selama proses pemancangan

berlangsung. Penyimpangan arah vertikal dibatasi tidak lebih dari 1:75 dan

penyimpangan arah horizontal dibatasi tidak lebih dari 75 mm.

3. Penetrasi

Tiang sebelum dipancang harus diberi tanda pada setiap setengah meter di

sepanjang tiang untuk mendeteksi penetrasi per setengah meter. Dicatat jumlah

pukulan untuk penetrasi setiap setengah meter.

4. Final set

Pemancangan baru dapat dihentikan apabila telah dicapai final set sesuai perhitungan.

II.3.3. Kalendering

Secara umum kalendering digunakan pada pekerjaan pemancangan tiang pancang

(beton maupun pipa baja) untuk mengetahui daya dukung tanah secara empiris melalui

perhitungan yang dihasilkan oleh proses pemukulan alat pancang. Alat pancang bisa berupa

diesel hammer maupun hydraulic hammer. Perhitungan kalendering akan menghasilkan

output yang berupa daya dukung tanah dalam Ton.

II.3.3.1 . Tahap Pelaksanaan Kalendering

Metode pelaksanaan kalendering cukup sederhana. Alat yang disediakan adalah : spidol,

kertas milimeter blok, selotip, waterpass, dan kayu pengarah spidol agar selalu pada

posisinya.. Pelaksanaanya dilakukan pada saat 10 pukulan terakhir saat hampir mendekati top

pile yang disyaratkan, dan faktor lain yang disesuaikan kondisi dilapangan.

Tahapan pelaksanaanya yaitu:

21
1. Saat kalendering telah ditentukan dihentikan pemukulannya oleh hammer.

2. Memasang kertas milimeter blok pada tiang pancang menggunakan selotip atau lem.

3. Menyiapkan spidol yang ditumpu pada papan penopang dan waterpass tukang, kemudian

menempelkan ujung spidol pada kertas milimeter.

4. Menjalankan pemukulan.

5. Satu orang melakukan kalendering dan satu orang mengawasi serta menghitung jumlah

pukulan.

6. Setelah 10 pukulan kertas milimeter diambil.

7. Tahap ini bisa dilakukan 2 - 3 kali agar memperoleh grafik yang bagus.

8. Usahakan kertas bersih, karena kalau menggunakan diesel hammer biasanya kena oli dan

grafiknya jadi kurang valid karena tertutup oli.

9. Setelah tahapan selesai , selanjutnya dihitung daya dukungnya.

II.3.4. Pile Driving Analyzer (PDA)

Uji pembebanan dinamis yang mulai berkembang digunakan adalah uji Pile Driving

Analyzer (PDA) yang dikembangkan oleh Professor Goble di Case Institute of Technology,

Ohio. PDA adalah suatu sistem yang terdiri dari suatu perangkat elektronik komputer dan

dilengkapi dengan sensor accelerometer dan strain transducer.

PDA didasarkan pada analisis data hasil rekaman getaran gelombang yang terjadi

pada waktu tiang dipukul dengan palu pancang. Regangan dan percepatan gelombang akibat

pengaruh alat pancang diukur dengan menggunakan strain transducer dan accelerometer.Uji

pembebanan untuk mencari daya dukung menggunakan beban dinamik dengan sebuah sistem

komputerisasi yang dilengkapi dengan strain transducer dan accelerator untuk menentukan

gaya dan kecepatan dalam bentuk grafik, pada saat pondasi tiang yang diuji dipikul dengan

hammer. Untuk melakukan tes ini diperlukan beban dinamik berupa tumbukan pada tiang.

Pada tiang pancang, biasanya tes PDA dilakukan dengan menggunakan hammer pancang

22
yang ada. Tumbukan yang terjadi akan menghasilkan gelombang, pembacaan gaya dan

kecepatan gelombang adalah dasar untuk menghitung daya dukung pondasi. Hasil dari uji

PDA kemudian dianalisa lebih jauh menggunakan Case Pile Wave Analysis Program

(CAPWAP). Analisis menggunakan CAPWAP akan menghasilkan : Daya dukung (Ru);

Gaya ujung (Rb); Gaya gesek (Rs); Displacement (DMX).

Alat dan Perlengkapan pengujian Pile Driving Analyzer yang digunakan antara lain :

1. PDA-Model PAX.

2. Empat (4) strain transducer dengan kabel.

3. Empat (4) accelerometer dengan kabel.

4. Alat bantu, seperti bor beton, baut fischer, kabel gulung dan perlengkapan keamanan.

Gambar 2.4 Grafik PDA Hasil Analisis CAPWAP Bendung Sei Bajayu

23
II.4 .Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang

Yang dimaksud dengan kapasitas dukung tiang adalah kemampuan atau kapasitas tiang

dalam mendukung beban. Jika satuan yang digunakan dalam kapasitas dukung pondasi

dangkal adalah satuan tekanan (kPa), maka dalam kapasitas dukung tiang satuannya adalah

satuan gaya (kN). Dalam beberapa literatur digunakan istilah pile capacity atau pile carrying

capacity.

II. 4.1. Kapasitas Daya Dukung Aksial

II.4.1.1 Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang Pancang dari Hasil Sondir

Sondir atau Cone Penetration Test (CPT) ini tes yang sangat cepat, sederhana,

ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya dilapangan dengan pengukuran terus-menerus dari

permukaan tanah dasar. Didalam perencanaan pondasi tiang pancang (pile), data tanah sangat

diperlukan guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari tiang pancang.

Untuk menghitung daya dukung ultimit tiang pancang berdasarkan data hasil

pengujian Sondir dapat dilakukan dengan menggunakan :

1. Metode Meyerhoff.

Daya dukung ultimate pondasi tiang dinyatakan dengan Persamaan :

Qult = (qc x Ap) + (JHL x K) (2.3)

Dimana :

Qult = Kapasitas daya dukung ultimit tiang pancang tunggal (kg)

qc = Tahanan ujung sondir (kg/cm2)

Ap = Luas penampang tiang (cm2)

JHL = Jumlah hambatan lekat (kg/cm)

K = Keliling tiang (cm)

Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan Persamaan :


𝑞𝑐 𝑥 𝐴𝑝 𝐽𝐻𝐿 𝑥 𝐾
Qijin = + (2.4)
3 5

24
Daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang tarik :

𝑇𝑢𝑙𝑡 = 𝐽𝐻𝐿 × 𝐾 (2.5)

Daya dukung ijin tarik :


𝑇𝑢𝑙𝑡
𝑄𝑖𝑗𝑖𝑛 = (2.6)
3

Daya dukung terhadap kekuatan bahan :

𝑃𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 = 𝜎𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛 × 𝐴𝑝 (2.7)

Dimana :

Qijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi (kg)

qc = Tahanan ujung sondir (kg/cm2)

Ap = Luas penampang tiang (cm2)

JHL = Jumlah Hambatan Lekat (kg/cm)

K = Keliling tiang (cm)

𝑇𝑢𝑙𝑡 = Daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang tarik (kg)

𝑃𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 = Kekuatan yang diijinkan pada tiang (kg)

𝜎𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛 = Tegangan tekan ijin bahan tiang (kg/cm2),

II.4.1.2 Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang Pancang Dari Hasil SPT

Untuk menghitung daya dukung ultimit pondasi tiang pancang berdasarkan data SPT

dapat digunakan metode Meyerhoff, adapun rumus yang dapat digunakan antara lain :

1. Kapasitas Daya Dukung Pondasi Tiang Pada Tanah Non Kohesif (Pasir Dan Kerikil)

Gambar 2.5 Nilai N-SPT untuk Desain Tahanan Ujung Tanah Pasir

25
1) Daya Dukung Ujung Pondasi Tiang

Qp = 40 x Nb x Ap (2.8)

Dimana :

𝑁1 + 𝑁2
𝑁𝑏 =
2

N1 = Nilai SPT pada kedalaman 10D pada ujung tiang ke atas

N2 = Nilai SPT pada kedalaman 4D pada ujung tiang ke bawah


1
Ap = Luas Tiang (m2) = 𝜋𝐷2
4

D = Diameter tiang pancang (m)

2) Tahanan Geser Selimut Tiang

Qs = 2 x N-SPT x P x Li (2.9)

Dimana :

N-SPT = Nilai SPT

Li = Tebal lapisan tanah (m)

P = Keliling tiang (m)

2. Kapasitas Daya Dukung Pondasi Tiang pada Tanah Kohesif

1) Daya Dukung Ujung Pondasi Tiang

Qp = 9 x cu x Ap (2.10)

2) Tahanan Geser Selimut Tiang

Qs = α x cu x P x Li (2.11)

Dimana :

α = Koefisien adhesi antara tanah dan tiang

cu = kohesi undrained (kN/m2)


2
cu = N-spt x x 10 (2.12)
3

Ap = Luas penampang tiang (m2)

26
P = Keliling tiang (m)

Li = Tebal lapisan tanah (m)

Gambar 2.6. Hubungan antara Kuat Geser (cu) dengan Faktor Adhesi (α) (API, 1987)

Dari nilai N yang diperoleh dari uji SPT, dapat diketahui hubungan empiris tanah

non-kohesif seperti sudut geser dalam (ø), indeks densitas dan berat isi tanah basah (γwet).

Hubungan empirisnya dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.

Tabel 2.1. Hubungan antara Angka Penetrasi Standar dengan Sudut Geser Dalam dan

Kepadatan Relatif pada Tanah Pasir

Angka penetrasi Kepadatan Relatif, Dr


Sudut geser dalam ϕ (°)
standar, N (%)

0–5 0–5 26 – 30

5 – 10 5 – 30 28 – 35

10 – 30 30 – 60 35 – 42

30 – 50 60 – 65 38 – 46

(Das,1995)

27
Tabel 2.2. Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah

Tanah tidak Harga N < 10 10-30 30 – 50 > 50

kohesif Berat isi 7 12 – 16 14 – 18 16 – 20 18 – 23

KN/m3

Tanah Harga N <4 4 – 15 16 – 25 > 25

kohesif Berat isi 7 14 – 18 16 – 18 16 – 18 > 20

KN/m3

(Das, 1995)
II.4.1.3. Kapasitas Daya Dukung Aksial Tiang Pancang dari Data Kalendering
Kapasitas daya dukung tiang pancang dari data kalendering dapat dihitung dengan

tiga metode, yaitu :

a) Metode Hiley Formula

2𝑊𝑟 𝑥 𝐻 𝑊𝑟+𝑒 2 𝑥 𝑊𝑝
𝑅= + (2.13)
𝑆+𝐾 𝑊𝑟+𝑊𝑝

Dimana : R : Kapasitas daya dukung (ton)

Wr : Berat Hammer (ton)

Wp : Berat pile (ton)

e : koefisien restitusi (0,25)

S : Penetrasi pukulan per cm (cm)

H : Tinggi jatuh hammer (cm)

K : Rata-rata rebound untuk 10 pukulan terakhir

b) Metode Danish Formula


𝜂𝑥𝐸
𝑃𝑢 = ᶇ𝑥𝐸𝑥𝐿 (2.14)
𝑆+[2 𝑥 𝐴 𝑥 𝐸𝑝]0,5

Dimana : 𝜂 : Efisiensi alat pancang (Tabel 2.3)

E : Energi alat pancang (kg/cm) (Tabel 2.4)

28
L : Panjang tiang pancang

Ep: : Modulus Elastisitas Tiang

Tabel 2.3. Efisiensi Jenis Alat Pancang

(Sumber : Sosrodarsono, 1997)

Tabel 2.4. Karakteristik Alat Pancang Diesel Hammer

(Sumber : Sosrodarsono, 1997)


c) Metode Modified New Enginering News Record (ENR)
(2.15)
Dimana :
Ef = efisiensi hammer (%) (Tabel 2.5)
Wr = berat hammer (Ton)
Wp = berat pile (Ton) (Tabel 2.6)
S = penetrasi pukulan per cm (cm)
N = koefisien restitusi = 0,4 (Tabel 2.7)
h = tinggi jatuh hammer (m)

29
Tabel 2.5. Nilai Efisiensi Hammer

(Sumber : Sosrodarsono, 1997)

Tabel 2.6. Koefisien Restitusi

(Sumber : Sosrodarsono, 1997)

II.4.2 Kapasitas Daya Dukung Lateral Tiang Pancang

Pondasi tiang terkadang harus menahan beban lateral (horizontal), seperti beban

gempa dan beban lainnya. Beban-beban tersebut akan bekerja pada ujung atas (kepala tiang).

Hal ini akan menyebabkan kepala tiang terdeformasi lateral dan akan menimbulkan gaya

geser pada tiang dan tiang akan melentur sehingga timbul momen lentur. Gaya geser yang

dipikul tiang harus mampu didukung oleh tampang tiang sesuai dengan bahan yang dipakai.

Besarnya gaya geser dapat dianggap terbagi rata ke seluruh tiang.

Selain kapasitas dukung tiang perlu juga ditinjau terhadap kapasitas dukung tanah di

sekitarnya. Keruntuhan yang mungkin terjadi karena keruntuhan tiang, dan dapat pula karena

keruntuhan tanah di sekitarnya. Jika tanah cukup keras maka keruntuhan akan terjadi pada

tiang karena kapasitas lentur tiang terlampaui. Sedangkan jika tiang cukup kaku (pendek)

maka keruntuhan yang akan terjadi akibat terlampauinya kapasitas dukung tanah.

30
II.4.2.1. Tiang Ujung Jepit dan Tiang Ujung Bebas

Dalam analisis gaya lateral, model ikatan tiang dengan pelat penutup tiang perlu

diperhatikan karena sangat mempengaruhi kelakuan tiang dalam mendukung beban lateral.

Sehubungan dengan hal tersebut, tiang-tiang dibedakan menurut dua tipe, yaitu :

1. Tiang ujung jepit (fixed end pile)

2. Tiang ujung bebas (free end pile)

Tiang ujung jepit didefinisikan sebagai tiang yang ujung atasnya terjepit (tertanam)

dalam pelat penutup kepala tiang. Tiang ujung bebas didefinisikan sebagai tiang yang bagian

atasnya tidak terjepit ke dalam pelat penutup kepala tiang

II.4.2.2. Tahanan Beban Lateral Ultimit

Untuk menentukan tiang termasuk tiang panjang atau tiang pendek perlu diketahui

faktor kekakuan tiang. Faktor kekakuan tiang dapat diketahui dengan menghitung faktor-

faktor kekakuan R dan T. Faktor-faktor tersebut dipengaruhi oleh kekakuan tiang (EI) dan

kompresibilitas tanah yang dinyatakan dalam modulus tanah (K) yang tidak konstan untuk

sembarang tanah, tapi tergantung pada lebar dan kedalaman tanah yang dibebani. Faktor

kekakuan untuk modulus tanah lempung (R) dinyatakan oleh Persamaan berikut :

4 EI
R= √ (2.16)
K

Dimana :

K = kh . d = k1/1,5 = Modulus tanah

k1 = Modulus reaksi subgrade dari Terzaghi

Ep = Modulus elastis tiang

Ip = Momen inersia tiang ( cm4)

d = Lebar atau diameter tiang (cm)

Nilai-nilai k1 yang disarankan oleh Terzaghi (1955), ditunjukkan dalam Tabel 2.7.

Pada kebanyakan lempung terkonsolidasi normal (normally consolidated) dan tanah granular,

31
modulus tanah dapat dianggap bertambah secara linier dengan kedalamannya. Faktor

kekakuan untuk modulus tanah granular dinyatakan oleh persamaan :

5 𝐸𝐼
𝑇=√ (2.17)
𝑛 ℎ

Dengan modulus tanah : k = nhz

Dan modulus reaksi subgarde horizontal : kh=nh(z/d)

Koefisien variasi modulus (nh) diperoleh Terzaghi secara langsung uji beban tiang

dalam tanah pasir yang terendam air. Nilai-nilai nh yang disarankan oleh Terzaghi dan Reese

dkk (1956) ditunjukkan dalam Tabel 2.8. Nilai-nilai nh yang lain, ditunjukkan dalam Tabel

2.9.

Dari nilai-nilai faktor kekakuan R dan T yang telah dihitung, (Tomlinson 1977)

mengusulkan kriteria tiang kaku atau disebut tiang pendek (tiang kaku) dan tiang panjang

(tiang tidak kaku/elastik) yang dikaitkan dengan panjang tiang yang tertanam dalam tanah

(L), seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 2.10. Batasan ini digunakan untuk menghitung

defleksi tiang akibat gaya horizontal.

Tabel 2.7 Hubungan Modulus Subgrade (k1) dengan Kuat Geser Undrained untuk Lempung

Kaku Terkonsolidasi Berlebihan (Overconsolidation)

Konsistensi Kaku Sangat kaku Keras


kohesi undrained Cu
kN/m2 100-200 200-400 ˃400
kg/cm2 1–2 2–4 ˃4
k1
MN/m3 18 – 36 36 -72 ˃72
kg/cm3 1,8 - 3,6 3,6 - 7,2 ˃7,2
k1 direkomendasikan
MN/m3 27 54 ˃108
kg/cm3 2,7 5,4 ˃10,8
(Terzaghi, 1955)

32
Tabel 2.8. Nilai-Nilai nh untuk Tanah Granular (c = 0)

Kerapatan relatif (Dr) Tidak Sedang Padat


padat
Interval nilai A 100 – 300 300 – 1000 1000 – 2000
Nilai A dipakai 200 600 1500
nh, pasir kering atau lembab 2425 7275 19400
(Terzaghi) (kN/m3)
nh, pasir terendam air
(kN/m3)
Terzaghi 1386 4850 11779
Reese dkk 5300 16300 34000
(Sumber : Tomlinson, 1977)

Tabel 2.9. Nilai-Nilai nh untuk Tanah Kohesif

Tanah nh (kN/m3) Referensi


Lempung terkonsolidasi 166 – 3518 Reese dan Matlock (1956)
normal lunak 277 – 554 Davisson - Prakash (1963)
Lempung terkonsolidasi 111 – 277 Peck dan Davidsson (1962)
normal organik 111 – 831 Davidsson (1970)
55 Davidsson (1970)
Gambut
27,7 – 111 Wilson dan Hilts (1967)
Loss 8033 – 11080 Bowles (1968)
(Sumber : Hardiyatmo, 2011)

Tabel 2.10. Kriteria Pondasi Tiang Pendek dan Pondasi Tiang Panjang
Modulus Tanah (K)
Modulus Tanah (K)
Tipe Tiang Bertambah Dengan
Konstan
Kedalaman
Kaku L ≤ 2T L ≤ 2R
Tidak Kaku L ≥ 4T L ≥ 3,5R
(Sumber : Tomlinson, 1977)

II.4.2.3. Metode Broms

II.4.2.3.1 Tahanan Tiang Dalam Tanah Kohesif

Tahanan tanah ultimit tiang yang terletak pada tanah kohesif atau lempung

(𝜑=0 ) bertambah dengan kedalamannya dari 2cu dipermukaan tanah sampai 12cu

pada kedalaman kira-kira 3 kali diameter tiang. Broms (1964) mengusulkan cara

33
pendekatan sederhana untuk mengestimasi distribusi tekanan tanah yang menahan

tiang dalam lempung. Yaitu, tahanan tanah dianggap sama dengan nol di permukaan

tanah sampai kedalaman 1,5 kali diameter tiang (1,5d) dengan konstan sebesar 9cu

untuk kedalaman yang lebih besar dari 1,5d tersebut. Hal ini dianggap sebagai efek

penyusutan tanah.

a. Tiang ujung bebas

Mekanisme keruntuhan tiang ujung bebas untuk tiang panjang (tiang tidak kaku)

dan tiang pendek (tiang kaku) diperlihatkan dalam Gambar 2.7. Untuk tiang panjang,

tahanan tiang terhadap gaya lateral akan ditentukan oleh momen maksimum yang

dapat ditahan tiangnya sendiri (My). Untuk tiang pendek, tahanan tiang terhadap gaya

lateral lebih ditentukan oleh tahanan tanah disekitar tiang.

(a)

(b)

Gambar 2.7. Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang Ujung Bebas pada Tanah Kohesif

(a) Tiang Panjang dan (b) Tiang Pendek (Hardiyatmo, 2011)

34
Pada gambar di atas, f mendefinisikan letak momen maksimum, sehingga dapat

diperoleh :

f = Hu / (9cu.d) (2.18)

Mmaks = Hu (e + 1,5d + 0,5f) (2.19)

Momen maksimum dapat pula dinyatakan oleh Persamaan berikut :

Mmaks = (9⁄4)d × g 2 × cu (2.20)

Dan L = 3d/2 + f + g (2.21)

Karena L = 3d/2 + f + g, maka nilai Hu didapat dari Persamaan diatas, yaitu:

Hu = 9cu x d (L − g − 1,5d) (2.22)

(a)

(b)

Gambar 2.8. Tahanan Lateral Ultimit Tiang Dalam Tanah Kohesif

(a) Pondasi Tiang Pendek, (b) Pondasi Tiang Panjang (Hardiyatmo,2011)

35
Grafik diatas berlaku untuk tiang pendek, bila tahanan momen maksimum tiang

My > Mmaks dan untuk tiang panjang My < Mmaks, maka Hu diperoleh dari Persamaan

(2.22) dengan Mmaks=My. Penyelesaian persamaan diplot ke dalam grafik hubungan

antara My/cud3 dan Hu/cud2 pada Gambar 2.8.

b. Tiang Ujung Jepit

Perubahan model keruntuhan sangat ditentukan oleh tahanan momen bahan

tiangnya sendiri (My). Broms menganggap bahwa momen yang terjadi pada tubuh tiang

yang tertanam di dalam tanah sama dengan momen yang terjadi diujung atas tiang yang

terjepit oleh pelat penutup tiang (pile cap). Mekanisme keruntuhan tersebut dapat dilihat

pada Gambar 2.9.

(a)

(b)

Gambar 2.9 Mekanisme Keruntuhan Pondasi (a) Tiang Pendek (b) Tiang Panjang pada Tiang

Ujung Jepit Dalam Tanah Kohesif (Hardiatmo,2011)

36
Untuk tiang pendek, dapat dihitung tahanan tiang ultimit terhadap beban lateral :

Hu = 9cud (L –g – 1,5d)

Mmaks = Hu ( 0,5L + 0,75d) (2.23)

Dimana :

Hu = Beban lateral (kN)

d = Diameter tiang (m)

cu = Kohesi tanah (kN/m2)

L = Panjang tiang (m)

g = Jarak dari lokasi momen maksimum sampai dasar tiang (m)

Nilai-nilai Hu dapat diplot dalam grafik hubungan L/d dan Hu/cud2 ditunjukkan pada

Gambar 2.8. Untuk tiang panjang, dimana tiang akan mengalami keluluhan ujung atas

yang terjepit, Hu dicari dengan Persamaan (2.24) dan Nilai-nilai Hu yang diplot dalam

grafik hubungan My/cud3 dan Hu/cud2 ditunjukkan pada Gambar 2.8.

2My
Hu = (2.24)
(1,5D+0,5f)

II.4.2.3.2 Tiang dalam Tanah Granular (Non-Kohesif)

a. Tiang Ujung Jepit

Model keruntuhan untuk tiang-tiang pendek (kaku). keruntuhan tiang berupa

translasi, beban lateral ultimit dinyatakan oleh :

Hu = 1.5 d ɣ L2 Kp (2.25)

2
Mmax = Hu ∙L = B ɣ L3 Kp (2.26)
3

Lokasi momen maksimum

H
f=0,82√ u (2.27)
d∙K ∙γ p

Momen leleh :

My = (0,5γ∙d∙L3 ∙Kp ) - HU ∙L (2.28)

37
Dimana :

d = Diameter tiang (m)

γ = Berat isi tanah (Ton/m3)

L = Panjang tiang (m)

Kp = Koefisien tanah pasif

(a) (b)

Gambar 2.10 Mekanisme Keruntuhan Tiang Ujung Jepit pada Tanah Non-Kohesif

(a) Tiang Pendek (b) Tiang Panjang

Kapasitas lateral tiang (Hu) juga dapat diperoleh secara grafis. Hu diperoleh dari

Gambar 2.11. Nilai Hu yang diperoleh dari grafik tersebut harus mendekati nilai Hu yang

dihitung secara manual pada Persamaan (2.25) dan (2.26).

Sedangkan untuk tiang tidak kaku dengan ujung jepit, dimana momen maksimum

mencapai My di dua lokasi (Mu+ = Mu-) maka Hu dapat diperoleh dari Persamaan berikut :

2My
Hu = 2f (2.29)
e+
3

𝐻𝑢
f = 0,82√ (2.30)
d∙Kp ∙γ

Persamaan (2.30) disubstitusi ke Persamaan (2.29), sehingga nilai Hu :

2My
Hu = Hu
(2.31)
𝑒+0,54 √
γdKp

Dimana :

38
Hu = Beban lateral (kN)

Kp = Koefisien tekanan tanah pasif = tan2(45o+ ø/2)

My = Momen ultimit (kN-m) (Tabel 2.13)

d = Diameter tiang (m)

f = Jarak momen maksimum dari permukaan tanah (m)

𝛾 = Berat isi tanah (kN/m3)

e = Jarak beban lateral dari permukaan tanah (m) = 0

(a) (b)

Gambar 2.11 Tahanan Lateral Ultimit Tiang Dalam Tanah Granular

(a) Tiang Pendek (b) Tiang Panjang (Hardiatmo,2011)

b. Tiang Ujung Bebas

Hitungan kapasitas lateral tiang ujung bebas (Hu) dapat dihitung dengan

Persamaan berikut :

0,5 γdL3 Kp
Hu = (2.32)
e+L

Momen maksimum terjadi pada jarak f di bawah permukaan tanah sehingga :

Hu = 1,5γ d Kp f2 (2.33)

Lokasi momen maksimum :

Hu
f = 0,82 √ (2.34)
d Kp γ

39
Sehingga momen maksimum diperoleh dengan Persamaan berikut :

Mmaks = Hu (e + 2f/3 ) (2.35)

Dimana:

d = Diameter tiang (m)

γ = Berat isi tanah (Ton/m3)

L = Panjang tiang (m)

Kp = Koefisien tanah pasif

(a)

(b)

Gambar 2.12 Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang Ujung Bebas


(a) Tiang Pendek (b) Tiang Panjang (Hardiatmo,2011)

40
Tabel 2.11. Klasifikasi Tiang Pancang Bulat Berongga

Panjang
Concrete Momen Lentur
Outside Unit Tiang Section Allowable
Cross (ton m)
Diameter weight Class (m) dan Modulus Axial Load
Section
(mm) (Kg/m) Diesel (m3) (ton)
(cm2)
Hammer Retak Batas
A2 2368,70 2,50 3,75 72,60
A3 6-15 2389,60 3,00 4,50 70,75
300 115 452
B k-13 2431,40 3,50 6,30 67,50
C 2478,70 4,00 8,00 65,40
AI 3646,00 3,50 5,25 93,10
6-15
A3 3693,90 4,20 6,30 89,50
350 145 K-13/K- 582
B 25 3741,70 5,00 9,00 86,40
C 3787,60 6,00 12,00 85,00
A2 5481,60 5,50 8,25 121,10
6-16
A3 5537,40 6,50 9,75 117,60
400 195 K-25/K- 765
B 35 5591,30 7,50 13,50 114,40
C 5678,20 9,00 18,00 111,50
A1 7591,60 7,50 11,25 149,50
A2 7655,60 8,50 12,75 145,80
6-16
450 235 A3 929 7717,10 10,00 15,00 143,90
K-35
B 7783,80 11,00 19,80 139,10
C 7929,00 12,50 25,00 134,90
A1 10506,00 10,50 15,75 185,30
A2 6-16 10579,30 12,50 18,75 181,70
500 290 A3 K-35/K- 1159 10653,50 14,00 21,00 178,20
B 45 10727,80 15,00 27,00 174,90
C 10944,60 17,00 34,00 169,00
A1 17482,80 17,00 25,50 252,70
A2 17577,70 19,00 28,50 249,00
6-16
600 395 A3 1570 17792,70 22,00 33,00 243,20
K-45
B 17949,60 25,00 45,00 238,30
C 18263,40 29,00 58,00 229,50
(Sumber : PT WIKA Beton)

41
II.5. Kelompok Tiang

Kelompok tiang adalah sekumpulan tiang yang dipasang secara relatif berdekatan dan

biasanya diikat menjadi satu di bagian atasnya dengan menggunakan pile cap seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 2.13. Untuk menghitung nilai kapasitas dukung kelompok tiang,

ada beberapa hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu, yaitu jumlah tiang dalam satu

kelompok, jarak tiang, dan susunan tiang .

Dalam perhitungan, poer dianggap/dibuat kaku sempurna sehingga :

 Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan

penurunan maka setelah penurunan bidang poer tetap akan merupakan bidang datar.

 Gaya-gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan tiang-tiang

tersebut.

Gambar 2.13 Tiang Pancang Kelompok

a. Jarak Tiang (S)

Pada prinsipnya jarak tiang (s) makin rapat, ukuran pile cap makin kecil dan secara

tidak langsung biaya lebih murah. Tetapi bila memikul beban momen maka jarak tiang perlu

diperbesar yang berarti menambah atau memperbesar tahanan momen. Umumnya, jarak

antara 2 (dua) tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60 m dan maksimum 2,00 m.

Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

42
 Bila jarak antar tiang s < 2,5d kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan

naik terlalu berlebihan karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu

berdekatan. Selain itu dapat menyebabkan terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang

telah dipancang lebih dahulu.

 Bila jarak antar tiang s > 3d akan menyebabkan perencanaan menjadi tidak ekonomis

sebab akan memperbesar ukuran/dimensi dari poer, jadi memperbesar biaya.

b. Jumlah tiang (n)

Untuk menentukan jumlah tiang yang akan dipasang didasarkan beban yang bekerja

pada pondasi dan kapasitas dukung ijin tiang, maka rumus yang dipakai ditunjukkan pada

Persamaan berikut :
𝑃
n= (2.36)
𝑄𝑎

Dimana :

P = Beban yang berkerja (ton)

Qa = Kapasitas dukung ijin tiang tunggal (ton)

c. Susunan tiang

Susunan tiang sangat berpengaruh terhadap luas denah pile cap, yang secara tidak

langsung tergantung dari jarak tiang. Bila jarak tiang kurang teratur atau terlalu lebar, maka

luas denah pile cap akan bertambah besar dan berakibat volume beton menjadi bertambah

besar sehingga biaya konstruksi membengkak. Pada Gambar 2.14 ditunjukkan contoh

susunan tiang (Joseph E. Bowles, 1988) :

43
Gambar 2.15. Pola Susunan Tiang Pancang (Bowles, 1984)

II.5.1.Efisiensi dan Kapasitas Kelompok Tiang

Menurut Coduto (1983), efisiensi tiang bergantung pada beberapa faktor yaitu :

1. Jumlah, panjang, diameter, susunan dan jarak tiang.

2. Model transfer beban (tahanan gesek terhadap tahanan dukung ujung).

3. Prosedur pelaksanaan pemasangan tiang.

4. Urutan pemasangan tiang

5. Jenis tanah.

6. Waktu setelah pemasangan.

7. Interaksi antara pelat penutup tiang (pile cap) dengan tanah.

Metode perhitungan didasarkan pada susunan tiang, dengan mengabaikan panjang

tiang, variasi bentuk tiang yang meruncing, variasi sifat tanah dengan kedalaman dan

pengaruh muka air tanah. Berikut ini beberapa metode dalam perhitungan efisiensi tiang :

a) Metode Converse-Labarre

Efisiensi kelompok tiang (Eg) diperoleh dari Persamaan :

(𝑛−1)m+(m−1)n
𝐸𝑔 = 1 − (2.37)
90𝑚𝑛

44
Dimana :

Ɵ = Arc tan d/s dalam derajat

n = Jumlah tiang dalam satu baris

m = Jumlah baris tiang

b) Metode Los Angeles

Efisiensi kelompok tiang (Eg) diperoleh dari Persamaan berikut :

𝑑
𝐸𝑔 = 1 − [𝑚(𝑛 − 1) + 𝑛(𝑚 − 1) + √2(𝑛 − 1)(𝑚 − 1)] (2.38)
𝜋.𝑠.𝑚.𝑛

Keterangan:

𝜂 = Efisiensi grup tiang

n = Jumlah tiang dalam 1 (satu) baris

m = Jumlah baris tiang

d = Diameter tiang (m)

s = Jarak antar tiang (m) (as ke as)


22
𝜋 = Phi lingkaran =
7

c) Metode Feld

Metode ini mereduksi daya dukung setiap tiang pada kelompok tiang dengan

l/n untuk setiap tiang yang berdekatan dan tidak memperhitungkan jarak tiang, akan

tetapi untuk jarak antar tiang s ≥ 3 maka tiang yang bersebelahan itu diasumsikan

tidak berpengaruh terhadap tiang-tiang yang ditinjau.

Jumlah tiang yang mengelilingi


𝐸𝑓𝑓−𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 = 1 − (2.39)
16

Total Eff-tiang = Jumlah tiang yang ditinjau x Eff-tiang (2.40)

Total Eff−tiang
Eff-tiang = (2.41)
𝑛

Jadi daya dukung tiang menurut Feld :

Daya dukung = Eff-tiang x Pn (2.42)

45
Dimana :

Pn = Daya dukung tiang tunggal (ton)

𝑛 = Jumlah tiang pancang

Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperlihatkan faktor efisiensi

tiang dinyatakan dengan persamaan berikut :

Qg = Eg . n . Qa (2.43)

Dimana :

Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan (ton)

n = Jumlah tiang dalam kelompok

Qa = Beban maksimum tiang tunggal (ton)

II.6. Penurunan Tiang Pancang

Pada waktu tiang dibebani, tiang akan mengalami pendekatan dan tanah di sekitarnya

akan mengalami penurunan. Penurunan terjadi dalam tanah ini disebabkan oleh berubahnya

susunan tanah maupun oleh pengurangan rongga pori atau air di dalam tanah tersebut.

Beberapa metode hitungan penurunan telah diusulkan, berikut ini akan dijelaskan penurunan

tiang tunggal dan penurunan tiang kelompok.

II.6.1.Penurunan Tiang Tunggal

a. Penurunan Tiang Tunggal Menurut Poulus dan Davis

Menurut Poulus dan Davis (1980) penurunan jangka panjang untuk pondasi tiang

tunggal tidak perlu ditinjau karena penurunan tiang akibat konsolidasi dari tanah relatif kecil.

Ini dikarenakan pondasi tiang direncanakan terhadap kuat dukung ujung dan kuat dukung

friksinya atau penjumlahan dari keduanya.

Perkiraan penurunan tiang tunggal dapat dihitung berdasarkan :

1. Untuk Tiang Apung atau Tiang Friksi


𝑄𝐼
S= (2.44)
𝐸𝑠 𝑑

46
I = Io R k R h R μ (2.45)

2. Ujung Tiang Dukung Ujung (End Bearing)


𝑄𝐼
S= (2.46)
𝐸𝑠 𝑑

I = Io R k R b R μ (2.47)

Dengan:

S = Penurunan untuk tiang tunggal (mm)

Q = Beban yang bekerja (kg)

Io = Faktor pengaruh penurunan tiang yang tidak mudah mampat

Rk= Faktor koreksi kemudah mampatan tiang

Rh= Faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah

Rb= Faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung

R μ = Faktor koreksi angka poison µ=0.3

Gambar 2.15, 2.16, 2.17, 2.18 dan 2.19 menunjukkan grafik faktor koreksi. K adalah

suatu ukuran kompressibilitas relatif dari tiang dan tanah yang dinyatakan oleh persamaan

berikut :
𝐸𝑝 .𝑅𝑎
𝐾= (2.48)
𝐸𝑠

𝐴𝑝
𝑅𝑎 = 1 (2.49)
4
𝜋𝑑 2

Dengan:

K = Faktor kekakuan tiang

Ep = Modulus elastisitas dari bahan tiang

Es = Modulus elastisitas tanah di sekitar tiang

Eb = Modulus elastisitas tanah di dasar tiang

47
Gambar 2.15 Faktor Penurunan Io (Poulus dan Davis, 1980)

Gambar 2.16 Faktor Penurunan Rµ (Poulus dan Davis, 1980)

Gambar 2.17 Faktor Penurunan Rk (Poulus dan Davis, 1980)

48
Gambar 2.18 Faktor Penurunan Rh (Poulus dan Davis, 1980)

Gambar 2.19 Faktor Penurunan Rb (Poulus dan Davis, 1980)

49
b. Penurunan Tiang Elastis

Penurunan segera atau penurunan elastis adalah penurunan pondasi yang

terletak pada tanah berbutir halus yang jenuh dan dapat dibagi menjadi tiga

komponen. Penurunan total adalah jumlah dari ketiga komponen tersebut, yang

ditunjukkan pada Persamaan di bawah ini :

S = Se(1) + Se(2) + Se(3) (2.50)

Dengan :

S = Penurunan total

Se(1) = Penurunan elastis dari tiang

Se(2) = Penurunan tiang yang disebabkan oleh beban di ujung tiang

Se(3) = Penurunan tiang yang disebabkan oleh beban di sepanjang

batang tiang

(Qwp +ξQws ).L


Se(1) = (2.51)
Ap Ep

Qwp Cp
Se(2) = (2.52)
d.qp

Qws Cs
Se(3) = (2.53)
𝐿.qp

Dimana :

Qwp = Daya dukung yang bekerja pada ujung tiang dikurangi daya

dukung friction (kN)

Qws = Daya dukung friction (kN)

Ap = Luas penampang tiang pancang (m2)

L = Panjang tiang pancang (m)

Ep = Modulus elastisitas dari bahan tiang (kN/ m2)

ξ = Koefisien dari skin friction,

d = Diameter tiang (m)

50
qp = Daya dukung ultimit (kN)

Cp = Koefisien empiris

Cs = Konstanta empiris

Cs = (0,93 + 0,16 √L/d) . Cp (2.54)

Nilai ξ tergantung dari unit tahanan friksi alami (the nature of unit friction

resistance) di sepanjang tiang terpancang di dalam tanah. Nilai ξ = 0,5 untuk bentuk

unit tahanan fiksi alaminya berbentuk seragam atau simetris, seperti persegi panjang

atau parabolik seragam, umumnya pada tanah lempung atau lanau. Sedangkan untuk

tanah pasir nilai ξ = 0,67 untuk bentuk unit tahanan fiksi alaminya berbentuk segitiga.

Pada Gambar 2.20 akan ditunjukkan bentuk unit tahanan friksi.

Gambar 2.20. Variasi Jenis Bentuk Unit Tahanan Friksi (Kulit) Alami Terdistribusi
Sepanjang Tiang Tertanam ke Dalam Tanah
(Sumber : Bowles, 1993)

Tabel 2.12. Nilai Koefisien Empiris (Cp)


Tipe Tanah Tiang Pancang Tiang Bor
Sand (dense to loose) 0,02-0,04 0,09-0,18
Clay (stiff to soft) 0,02-0,03 0,03-0,06
Silt (dense to loose) 0,03-0,05 0,09-0,12
(Sumber : Braja M. Das, 1995)

II.6.2. Penurunan Tiang Pancang Kelompok

Penurunan tiang pancang kelompok didefinisikan sebagai perpindahan titik tiang pancang

51
yang diakibatkan oleh peningkatan tegangan pada lapisan dasar sedalam pemancangan tiang

pancang dengan sifat elastisitas tanah ditambah pemendekan elastis tiang akibat pembebanan.

Penurunan tiang pancang kelompok merupakan jumlah dari penurunan elastis dan penurunan

konsolidasi. Penurunan elastis tiang adalah penurunan yang terjadi dalam waktu dekat atau

dengan segera setelah penerapan beban (elastic settlement atau immediate settlement).

Penurunan tiang kelompok (Meyerhoff, 1976) dapat dihitung dengan Persamaan berikut :

2𝑞√𝐵𝑔 𝐼
Sg = (2.55)
𝑁60

𝑄𝑔
q= (2.56)
𝐿𝑔 𝐵𝑔

Dengan
𝐿
I = (1 − ) ≥ 0.5 (2.57)
8𝐵𝑔

Sg = Penurunan Kelompok tiang (mm)

q = Tekanan pada dasar pondasi

Bg = Lebar kelompok tiang (cm)

L = Kedalaman pondasi tiang (cm)

Penurunan yang diizinkan dari suatu bangunan tergantung pada beberapa faktor

seperti jenis, tinggi, kekakuan, dan fungsi bangunan, besar dan kecepatan penurunan serta

distribusinya.

Tabel 2.13.Batas penurunan maksimum (Skempton dan MacDonald,1995)

Jenis Pondasi Batas penurunan maksimum


(mm)
Pondasi terpisah pada tanah 65
lempung
Pondasi terpisah pada tanah pasir 40
Pondasi rakit pada tanah lempung 65-100
Pondasi rakit pada tanah pasir 40-65

52
II.7. Faktor Keamanan

Untuk memperoleh kapasitas ijin tiang, maka kapasitas ultimit tiang dibagi dengan faktor

aman tertentu. Tabel 2.14 menunjukkan faktor keamanan yang disarankan oleh Reese dan

O’Neill.

Tabel 2.14 Faktor Aman yang Disarankan oleh Reese dan O’Neill

Faktor Aman

Klasifikasi Kontrol Baik Kontrol Normal Kontrol Kontrol Sangat


Struktur Jelek Jelek

Monumental 2,3 3 3,5 4

Permanen 3 2,5 2,8 3,4

Sementara 1,4 2,0 2,3 2,8

II.8. Metode Elemen Hingga Bidang Geoteknik

Analisa metode elemen hingga pada rekayasa geoteknik berbeda dengan metode

elemen hingga pada rekayasa struktur karena adanya interaksi elemen yang memiliki

kekakuan yang berbeda. Misalkan Pondasi dengan tanah memiliki kekakuan yang berbeda.

Analisis menggunakan metode elemen hingga pada sebuah program memerlukan

adanya pemodelan terlebih dahulu. Secara umum pemodelan geometri pada metode elemen

hingga dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Axysimteris,

pemodelan axysimetris digunakan untuk struktur yang simetris, seperti tiang

pancang,

2. Plain strain,

pemodelan plain strain biasanya digunakan untuk stuktur pemodelan struktu

memanjang, misalnya dinding penahan tanah badan jalan dan saluran drainase.
53
3. Plain stress.

Pemodelan plain stress biasanya digunakan untuk pemodelan portal

Metode elemen hingga dalam geoteknik dapat dilakukan dengan menggunakan

program. Salah satu program metode elemen hingga yang dipakai adalah plaxis. Plaxis adalah

sebuah paket program yang disusun berdasarkan metode elemen hingga yang telah

dikembangkan secara khusus untuk melakukan analisis deformasi dan stabilitas dalam bidang

Geoteknik (Plaxis,2012)

Pemodelan geometri dalam program ini hanya terdiri dari axysimetris dan plainstrain.

Pemodelan geometri dalam program Metode elemn hingga ini menggunakan tiga buah

komponen utama yaitu: titik, garis dan klaster. Apabila model geometri telah terbentuk, maka

suatu model elemen hingga secara otomatis terbentuk dengan komposisi dari klaster-klaster

dan garis-garis yang membentuk model geometri tersebut. Komponen penyusun sebuah

jaring elemen hingga dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu:

 Elemen

Pemilihan elemen dapat dilakukan dengan memilih elemen dengan 15 buah

titik nodal atau dengan 6 buah titik nodal. Elemen 15 titik nodal berguna untuk

menghasilkan perhitungan yang akurat. Sedangkan, elemen dengan 6 titik

nodal dapat dipilih untuk melakukan proses perhitungan yang singkat.

 Titik Nodal

Dalam program ini pilihan titik nodal ada dua yaitu 15 titik nodal dan 6 titik

nodal. Penyebaran titik-titik nodal dalam suatu elemen baik pada elemen 15

titik nodal maupun pada elemen 6 titik nodal ditunjukkan pada Gambar 2.22.

 Titik tegangan

Titik tegangan adalah titik integrasi Gauss yang digunakan untuk menghitung

tegangan dan regangan. Sebuah elemen 15 titik nodal memiliki 12 buah titik

54
tegangan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.21-a sedangkan elemen 6 titik

nodal memiliki 3 buah titik tegangan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.21-b

Gambar 2.21 Titik Nodal dan Titik Tegangan

Di dalam program metode elemen hingga ini ada beberapa jenis pemodelan tanah

seperti linear elastic, soft soil model, hardening soil model , dll. salah satu diantaranya adalah

pemodelan Mohr-Coulomb.

1. Model Tanah Mohr-Coulomb

Pemodelan Mohr-Coulomb mengasumsikan bahwa perilaku tanah bersifat plastis

sempurna (Linear Elastic Perfectl Plastic Model), dengan menetapkan suatu nilai

tegangan batas dimana pada titik tersebut tegangan tidak lagi dipengaruhi oleh regangan.

Input parameter meliputi 5 (lima) buah parameter yaitu :

 Modulus young (E), rasio poisson (υ) yang memodelkan keelastisitasan tanah

 Kohesi (c), sudut geser (ϕ) memodelkan perilaku plastis dari tanah

 Sudut dilantasi (ψ) memodelkan perilaku dilantansi tanah

Pada pemodelan Mohr-Coulumb umumnya dianggap bahwa nilai E konstan untuk

suatu kedalaman pada suatu jenis tanah, namun jika diinginkan adanya peningkatan nilai E

perkedalaman tertentu disediakan input tambahan dalam program Plaxis. Selain 5 (lima)

parameter di atas, kondisi tanah awal memiliki peran penting dalam masalah deformasi

55
tanah.Nilai rasio Poisson (υ) dalam pemodelan Mohr-Coulomb didapat dari hubungannya

dengan koefisien tekanan.


𝜎ℎ
𝐾𝑜 = (2.58)
𝜎𝑣

υ 𝜎ℎ
Dimana : = (2.59)
1−υ 𝜎𝑣

Secara umum nilai υ bervariasi dari 0,3 sampai 0,4 namun untuk kasus-kasus

penggalian (unloading) nilai υ yang lebih kecil masih realistis.

Nilai kohesi c dan sudut geser ϕ diperoleh dari uji Geser Triaxial, atau diperoleh dari

hubungan empiris berdasarkan data uji Lapangan. Sementara sudut dilantasi (ψ) digunakan

untuk memodelkan regangan volumetrik plastik yang bernilai positif. Pada tanah lempung

(NC), umumnya tidak terjadi dilantasi (ψ = 0), sementara pada tanah pasir dilantasi

tergantung dari kerapatan dan sudut geser (ϕ) dimana ψ = ϕ-30°. Jika ϕ < 30° maka ψ = 0.

Sudut dilantasi (ψ) bernilai negatif hanya bersifat realistis jika diaplikasikan pada pasir

lepas.

Parameter-parameter yang digunakan pada Program Plaxis

1. Tanah

Model tanah yang dipilih yaitu model Mohr-Coulomb, dimana perilaku tanah

dianggap elastis dengan parameter yang dibutuhkan yaitu :

a. Modulus elastisitas, E (stiffness modulus).

b. Poisson’s ratio (μ) diambil 0,2 – 0,4.

c. Sudut geser dalam (ø) didapat dari hasil pengujian laboratorium.

d. Kohesi (c) di dapat dari hasil pengujian laboratorium.

e. Sudut dilantansi (Ψ) diasumsikan sama dengan nol.

f. Berat isi tanah γ (kN/m3) didapat dari hasil pengujian laboratorium.

56
a. Modulus Young (E)

Karena sulitnya pengambilan contoh asli di lapangan untuk tanah granular

maka beberapa pengujian lapangan (in situ test) telah dikerjakan untuk mengestimasi

nilai modulus elastisitas tanah. Terdapat beberapa usulan nilai E yang diberikan oleh

peneliti, diantaranya pengujian Sondir yang dilakukan oleh DeBeer (1965) dan Webb

(1970) memberikan korelasi antara tahanan kerucut qc dan E sebagai berikut :

E = 2.qc (dalam satuan kg/cm) (2.60)

Bowles memberikan persamaan yang dihasilkan dari pengumpulan data

pengumpulan data Sondir, sebagai berikut :

E = 3.qc (untuk pasir) (2.61)

E = 2.sampai dengan 8.qc (untuk lempung) (kg/cm2) (2.62)

Nilai perkiraan modulus elastisitas dapat diperoleh dari pengujian SPT

(Standart Penetration Test). Nilai modulus elastis yang dihubungkan dengan nilai

SPT, sebagai berikut :

E = 6 ( N + 5 ) k/ft2 (untuk pasir berlempung) (2.63)

E = 10 ( N + 15 ) k/ft2 (untuk pasir) (2.64)

(Sumber : Hardiyatmo, 1994)

Hasil hubungan yang diperoleh adalah modulus elastisitas undrained (Es)

sedangkan input yang dibutuhkan adalah modulus elastisitas efektif (Es’). Persamaan

Es’ ditunjukkan pada persamaan berikut :

Es(1+v)
Es ′ = ( ) (2.65)
1,5

Sedangkan untuk keperluan praktis dapat dipakai berikut

Es’= 0,8 Es (2.66)

Menurut Bowles, 1997, nilai modulus elastisitas tanah juga dapat ditentukan

berdasarkan jenis tanah perlapisan pada Tabel 2.15.

57
Tabel 2.15 Nilai Perkiraan Modulus Elastisitas Tanah

Macam Tanah Es (Kg/cm2)

LEMPUNG

1. Sangat lunak 3,0 – 30

2. Lunak 20 – 40

3. Sedang 45 – 90

4. Berpasir 300 – 425

Pasir

1. Berlanau 50 – 200

2. Tidak padat 100 – 250

3. Padat 500 – 1000

PASIR DAN KERIKIL

1. Padat 800 – 2000

2. Tidak padat 500 – 1400

LANAU 20 – 200

LOSES 150 – 600

CADAS 1400 – 14000


(Sumber : Hardiyatmo, 2011)

Selain itu modulus elastisitas tanah dapat juga dicari dengan pendekatan terhadap

jenis dan konsistensi tanah dengan N-SPT , seperti pada Tabel 2.18 dan 2.19.

58
Tabel 2.16. Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada Tanah Lempung

Penetration Shear Young’s Shear


Subsurface resistance Ɛ50 Poisson’s strengh Modulus Modulus
condition range N (%) Ratio (v) Su Range Es Range G
(bpf) (psf) (psi) (psi)
Very soft 2 0,020 0,5 250 170-340 60-110
Soft 2-4 0,020 0,5 375 260-520 80-170
Medium 4-8 0,020 0,5 750 520-1040 170-340
Stiff 8-15 0,010 0,45 1500 1040- 340-690
2080
Very stiff 15-30 0,005 0,40 3000 2080- 690-1390
4160
Hard 30 0,004 0,35 4000 2890- 960-1930
5780
40 0,004 0,35 5000 3470- 1150-
6940 2310
60 0,0035 0,30 7000 4860- 1620-
9720 3420
80 0,0035 0,30 9000 6250- 2080-
12500 4160
100 0,003 0,25 11000 7640- 2540-
15270 5090
120 0,003 0,25 13000 9020- 3010-
18050 6020
(Sumber : Randolph, 1978)

Tabel 2.17. Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada Tanah Pasir

Cone Young’s Shear


Penetration Friction Poisson Relatief
Subsurface penetratio Modulus Modulus
Resistance Angle Ø Ratio Density
condition n qc=4N Range Es Range G
range (N) (deg) (μ) Dr(%)
(psi) (psi)
Very loose 0-4 28 0,45 0-16 0-15 0-440 0-160
Losse 4-10 28-30 0,4 16-40 15-35 440- 160-390
1100
Medium 10-30 30-36 0,35 40-120 35-65 1100- 390-
3300 1200
Dense 30-50 36-41 0,3 120-100 65-85 3300- 1200-
5500 1990
Very dense 50-100 41-45 0,2 200-400 85-100 5500- 1990-
11000 3900
(Sumber : Schmertman, 1970)

59
b. Poisson’s Ratio (μ)

Poisson’s ratio sering dianggap sebesar 0,2-0,4 dalam pekerjaan-pekerjaan

mekanika tanah. Nilai sebesar 0,5 biasanya dipakai untuk tanah jenuh dan nilai 0 (nol)

sering dipakai untuk tanah kering dan tanah lainnya untuk kemudahan dalam

perhitungan. Namun pada program Plaxis khususnya model tanah undrained μ'< 0,5.

Untuk nilai poisson ratio efektif (μ’) diperoleh dari hubungan jenis tanah,

konsistensi tanah dengan poisson ratio seperti terlihat pada Tabel 2.18.

Tabel 2.18. Hubungan Jenis Tanah, Konsistensi dan Poisson’s Ratio (μ)

Soil type Description (μ')

Clay Soft 0,35 - 0,40


Medium 0,30 - 0,35
Stiff 0,20 - 0,30
Sand Loose 0,15 – 0.25
Medium 0,25 - 0,30
Dense 0,25 - 0,35

(Sumber : Hardiyatmo, 2011)

c. Sudut Geser Dalam (ø)

Sudut geser dalam dan kohesi tanah merupakan parameter dari kuat geser

tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang

bekerja pada tanah. Deformasi dapat terjadi akibat adanya kombinasi keadaan kritis

dari tegangan normal dan tegangan geser. Nilai dari sudut geser dalam didapat dari

engineering properties tanah, yaitu dengan Triaxial Test dan Direct Shear Test.

Hubungan antara sudut geser dalam (ø) dengan nilai SPT setelah dikoreksi

menurut Peck, Hanson dan Thornburn, 1974 adalah :

Ø (derajat) = 27,1 + 0,3 Ncor – 0,00054 N2cor (2.69)

60
Dimana :

Ncor = nilai N-SPT setelah dikoreksi

d. Kohesi (c)

Kohesi didefenisikan sebagai gaya tarik menarik antar partikel tanah. Kohesi

merupakan salah satu parameter kuat geser tanah yang menentukan ketahanan tanah

terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah. Nilai dari kohesi didapat

dari engineering properties, yaitu dengan Triaxial Test dan Direct Shear Test.

e. Permeabilitas (k)

Koefisien rembesan (Permeability) pada tanah adalah kemampuan tanah untuk

dapat mengalirkan atau merembeskan air (atau jenis fluida lainnya) melalui pori-pori

tanah. Berdasarkan persamaan Kozeny-Carman nilai permeabilitas untuk setiap layer

tanah dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut :

𝑒3
k= (2.70)
1+𝑒

Untuk tanah yang berlapis-lapis harus dicari nilai permeabilitas untuk arah vertikal

dan horizontal dapat dicari dengan persamaan :


𝐻
kv = 𝐻 𝐻 𝐻 (2.71)
( 𝑘 1 )+ ( 𝑘 2 )+⋯+( 𝑘 𝑛 )
1 2 𝑛

1
kh = (kH1 + kH2 + ... + kHn) (2.72)
𝐻

Dimana :
H = Tebal lapisan (cm)
e = Angka pori
k = Koefisien permeabilitas (cm/dtk)
kv = Koefisien permeabilitas arah vertikal (cm/dtk)
kh = Koefisien permeabilitas arah horizontal (cm/dtk)

(Sumber : Braja, 1995)

61
Nilai koefisien permeabilitas tanah dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah seperti

pada Tabel 2.19 berikut ini :

Tabel 2.19 Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah


K
Jenis Tanah
cm/dtk ft/mnt

Kerikil bersih 1.0 – 100 2.0 – 200

Pasir kasar 1.0 - 0.01 2.0 - 0.02

Pasir halus 0.01 - 0.001 0.02 - 0.002

Lanau 0.001 - 0.00001 0.002 - 0.00002

Lempung < 0.000001 < 0.000002

(Sumber : Braja, 1995)

f. Berat Isi Tanah

a) Berat Jenis Tanah Kering (γdry)

Berat jenis tanah kering adalah perbandingan antara berat tanah kering dengan

satuan volume tanah. Berat jenis tanah kering dapat diperoleh dari data Soil Test

dan Direct Shear.

b) Berat Jenis Tanah Jenuh (γsat)

Berat jenis tanah jenuh adalah perbandingan antara berat tanah jenuh air dengan

satuan volume tanah jenuh. Dimana ruang porinya terisi penuh oleh air. Nilai dari

berat jenis tanah jenuh didapat dengan menggunakan persamaan berikut :

𝐺𝑠+𝑒
γsat = ( ) 𝛾𝑤 (2.73)
1+𝑒

(Sumber : Braja, 1995)

Dimana :
Gs : Specific gravity
e : Angka pori
γw : Berat isi air.(gr/cm3)

62
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Data Umum Proyek

Adapun data umum proyek pembangunan Bendung Bajayu adalah sebagai

berikut :

1. Nama Proyek : Pembangunan Bendung Bajayu

2. Fungsi Bangunan : Bendungan

3. Lokasi Proyek : Sei Padang – Kab. Serdang Bedagai

4. Pemilik Proyek : Dinas Pekerjaan Umum DirJen.Sumber

Daya Air

5. Konsultan Pengawas : PT.Virama Karya

6. Kontraktor Pelaksana : PT. Wijaya Karya - PT.Brantas Abibraya

7. Kosultan Penelitian Tanah : CV. Jaya Corindo Design

8. Status : Proyek Pemerintah

Ruang lingkup pekerjaan penyelidikan tanah yang dilaksanakan oleh proyek

tersebut antara lain :

1. Pekerjaan Penelitian Lapangan (Field Investigation)

Pekerjaan Penelitian tanah (soil investigation) di lapangan terdiri dari :

a. Penelitian uji sondir kapasitas 3,50 ton (modifikasi) sebanyak 7 (Tujuh)

titik hingga mencapai tegangan konus 150 kg/cm2 atau kedalaman

maksimum 20 meter.

63
b. Bore Machine 2 ( dua ) titik dengan kedalaman masing – masing BH I

sedalam 25 meter dan BH II sedalam 25 meter.

c. Pengambilan contoh tanah tidak terganggu (undisturbed sample).

d. Pengujian Standard Penetration Test (SPT) pada masing-masing titik Bore

hole

2. Pekerjaan Pengujian Laboratorium.

Pengujian Laboratorium yang diadakan berupa pengujian index properties dan

engineering properties.

 Index Properties :

a) Kadar air tanah (Moisture Content Test)

b) Berat Jenis Tanah (Specific Gravity Test)

c) Analisa Saringan (Sieve Analysis Test)

d) Batas cair dan plastisitas indeks (Atterberg Limit)

 Engineering Properties :

a) Berat Satuan Isi (Unit Weight Test)

b) Pengujian (Direct Shear test / Triaxial (Triaxial Test)

c) Pengujian Permeabilitas tanah

III.2. Karakteristik Tanah

Pada penelitian ini, titik yang ditinjau oleh penulis adalah titik bore hole

II. Dari data hasil pengujian SPT dan sondir dapat diketahui karakteristik

tanahnya seperti yang tertera pada Tabel 3.1.

64
Tabel 3.1 Deskripsi Tanah Bore Hole II dari hasil SPT

Tebal
Kedalaman
Lapisan Deskripsi Tanah
(m)
(m)
- Clayey Silt
0-2.85 2,85 - Color : Brown
- Plasticity : Medium
- Fine Sand
- Color : Brownish Gray
2.85-6.10 3.25
- Plasticity : Low to Non
Plastic
- Sandy Clay
6.10-8.05 1.95 - Color: Gray
- Plasticity: Medium
- Fine Sand
8.05-15 6.95 - Color : Gray
- Plasticity : Non Plastic
- Fine Sand
- Color : Light Gray
15-25 10
- Plasticity : Non Plastic
- Depth : 15,00 - 25,00 m

Dengan muka air tanah BH-II dijumpai pada kedalaman -2.50 m.

Sedangkan tingkat kepadatan tanah dari hasil pengujian Sondir disetiap

titik pengujian dapat dilihat pada Tabel 3.2

65
Tabel 3.2 Hasil Pengujian Sondir

Titik Kedalaman Perlawanan Jumlah Hambatan


Sondir (m) Konus Lekat (TSF)
/ CR (Kg/cm)
CPT-1 10.80 167 372
CPT-2 18.20 171 626
CPT-3 19.40 161 652
CPT-4 13.60 165 480
CPT-5 14.40 161 524
CPT-6 10.80 171 338
CPT-7 14.80 157 528
III.3. Data Teknis Tiang Pancang

Dalam proyek ini digunakan pondasi tiang pancang dengan spesifikasi se-

bagai berikut :

Jenis Pondasi : Pondasi Tiang Pancang beton

Diameter Tiang Pancang : Ø 300 mm dan Ø 400 mm

Panjang tiang pancang : 10 m

Mutu Beton : K-600

Jumlah tiang pancang pada tubuh bendung : 890 buah

Jumlah tiang pancang per pile cap : 36 buah

Fungsi tiang pancang pada bendung :

1. Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak di atas tanah lunak ke

tanah pendukung yang kuat.

2. Untuk mengikat/mengangkur bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat

ke atas akibat tekanan hidrostatis atau momen penggulingan.

3. Untuk menahan gaya-gaya horizontal.

Lokasi pengujian SPT dan Sondir, dan lokasi tiang yang ditinjau dapat

dilihat pada gambar 3.1, 3.2, 3.3

66
PDA 17-I

= TITIK PDA

Gambar 3.1 Letak Titik Pengujian Sondir, Bor Mesin dan PDA

67
68
Gambar 3.2 Denah Tiang Pancang

68
Titik pengujian PDA 17 I

Titik pengujian Kalendering 1A

Gambar 3.3 Denah Titik Pengujian PDA dan Kalendering

69
III.4. Metode Pengumpulan Data

Untuk mendukung penulisan Tugas Akhir ini, penulis memperoleh data dari

proyek Pembangunan Bendung Bajayu Sei Padang berupa data:

a. Hasil penelitian penetrasi sondir sebanyak 7 (Tujuh) titik

b. Bore Machine 2 ( dua ) titik

c. Pengujian Standard Penetration Test sebanyak (SPT) 2 titik ( masing –

masing Bore Hole)

d. Uji Laboratorium

e. Denah dan detail pondasi

III.5. Tahap Penelitian

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis melakukan beberapa tahapan

pelaksanaan sehingga tercapai tujuan dari penelitian, seperti yang dirangkum pada

Bab I. Untuk memudahkan tercapainya tujuan tersebut, maka penulis melakukan

tahapan-tahapan sebagai berikut :

a. Tahap pertama

Mengumpulkan berbagai jenis literatur dalam bentuk buku maupun tulisan

ilmiah yang berhubungan dengan Tugas Akhir ini.

b. Tahap kedua

Pengumpulan data-data penyelidikan tanah dari proyek tersebut yang

terkait dengan penelitian yang sedang dikerjakan. Data-data tersebut

antara lain : data hasil pengujian Sondir, data hasil SPT, data PDA test,

data Kalendring, dan data laboratorium.

70
c. Tahap ketiga

Melakukan analisa antara data yang diperoleh dari lapangan dengan buku

dan jenis literatur lainnya yang berhubungan dengan penulisan Tugas

Akhir ini.

d. Tahap keempat

Pada tahap ini dilakukan kegiatan menghitung dan membandingkan daya

dukung ultimate dan penurunan tiang pancang tunggal dan kelompok

secara analitis pada Bore Hole II dari data hasil sondir dan SPT pada tiang

pancang diameter 40 cm.

Setelah itu penulis juga melakukan perhitungan nilai daya dukung ultimit

dan penurunan elastis pada Bore Hole II dengan diameter 40 cm

menggunakan program Metode Elemen Hingga dengan pemodelan tanah

Mohr Coulomb.

71
Berikut adalah diagram alir pelaksanaan penelitian ini.

Mulai

Data Penyelidikan Lapangan :


Perumusan Masalah
- SPT
- Sondir
- Bor log
- PDA test
Studi Literatur - Kalendering
- Dimensi tiang pancang 40 cm
dan 30 cm
- Mutu beton tiang pancang K
Pengumpulan Data Sekunder 600 dan pile cap K250

Data Tanah dari Laboratorium


- Analisis Daya Dukung Aksial
Metode : - Meyerhoff
Analisis Perhitungan Data Sekunder - Kalendring
- PDA test
- Analisis Daya Dukung Lateral
Metode : - Broms
- Menghitung efisiensi tiang
Pembahasan Hasil Metode : - Converse-Labarrer
- Los-angeles
- Feld
- Penurunan Pondasi Tiang
Kesimpulan Pancang:
- Poulus dan Davis
- Penurunan elastis
- Program metode elemen hingga

Selesai

72
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1V.1. Pendahuluan

Pada bab ini akan dibahas mengenai analisis perhitungan daya dukung dan

penurunan tiang pancang dengan beberapa metode yang telah disebutkan pada bab

II. Daya dukung dan penurunan tiang pancang akan dihitung dengan metode

analitis dan metode elemen hingga dengan menggunakan data hasil sondir (Cone

Penetration Test), SPT (Standard Penetration Test), kalendering, PDA dan data

hasil laboratorium. Selain itu, pada bab ini juga akan dibahas mengenai

perhitungan efisiensi pada pondasi tiang pancang kelompok.

IV.2. Perhitungan Daya Dukung Aksial Tiang Pancang

Perhitungan daya dukung ultimatetiang pancang secara analitis dilakukan

berdasarkan data hasil Sondir (Cone Penetration Test) dan SPT (Standard

Penetration Test), kalendering dan PDA.

IV.2.1.Menghitung Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang Pancang Berdasarkan

Data Sondir dengan Metode Meyerhoff

 Contoh perhitungan daya dukung ultimit pada kedalaman 1 m berdasarkan

data Sondir S-1:

- Perlawanan penetrasi konus (PPK), qc = 7 kg/cm2

- Jumlah hambatan lekat (JHL) = 28 kg/cm

- Luas penampang tiang (Ap) = 1⁄4 π(40) 2 = 1257,143cm2

- Keliling tiang (K) = π 40 = 125,600cm

73
Maka, dari Persamaan (2.3) kapasitas daya dukung ultimit tiang adalah :

Qu = (7 x 1257,143) + (28 x 125,600)

= 12317 kg

= 12,317ton

Berdasarkan Persamaan (2.4) kapasitas daya dukung ijin (Qijin) adalah :

(7 x1257,143) (28 x125,600)


Q ijin = +
3 5

= 3637 kg

= 3,637 ton

Daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang tarik dari Persamaan

(2.5) adalah :

Tult = 28 × 125,600

= 3516,8 kg

= 3,5168 ton

Dari Persamaan (2.6) daya dukung ijin tarik adalah :

3,5168
Q ijin =
3

= 1,1722 ton

Berdasarkan Persamaan (2.7), daya dukung terhadap kekuatan bahan :

Ptiang = 300 kg⁄cm2 x 1257,143cm2

=377142,9 kg

= 377,1429 ton

Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1

74
Tabel 4.1 Perhitungan Daya Dukung Ultimit dan Daya Dukung Ijin Tiang

Pancang pada Titik Sondir S-5 Diameter 40 cm dengan Metode Meyerhoff

Kedalaman PPK Ap JHL K Qult Qall

(m) (kg/cm2) cm2 (kg/cm) (cm) (ton) (ton)

0 0 1.257,143 0 125,600 0,000 0,000

1 13 1.257,143 32 125,600 20,362 6,251

2 15 1.257,143 64 125,600 26,896 7,893

3 12 1.257,143 94 125,600 26,892 7,390

4 31 1.257,143 124 125,600 54,546 16,105

5 47 1.257,143 154 125,600 78,428 23,564

6 9 1.257,143 186 125,600 34,676 8,444

7 21 1.257,143 216 125,600 53,530 14,226

8 13 1.257,143 248 125,600 47,492 11,677

9 5 1.257,143 288 125,600 42,459 9,330

10 63 1.257,143 318 125,600 119,141 34,388

11 45 1.257,143 350 125,600 100,531 27,649

12 45 1.257,143 378 125,600 104,048 28,353

13 71 1.257,143 426 125,600 142,763 40,454

14 131 1.257,143 470 125,600 223,718 66,702

14,2 145 1.257,143 484 125,600 243,076 72,920

14,4 161 1.257,143 498 125,600 264,949 79,976

75
IV.2.2.Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang Pancang

Berdasarkan Data SPT (Standart Penetration Test)

Untuk menghitung kapasitas daya dukung ultimate tiang pancang ini

menggunakan data SPT (Standard Penetration Test) dilakukan perlapisan tanah

menggunakan metode Meyerhoff. Ada dua rumus yang digunakan untuk

melakukan perhitungan ini yaitu:

1. Jenis tanah non-kohesif (pasir).

2. Jenis tanah kohesif (lempung).

a. Daya Dukung Ultimit Pondasi Tiang pada Tanah Non-Kohesif (Pasir).

Contoh perhitungan diambil dari kedalaman 10 m BH-2, ∅ 40 cm :

Jenis tanah : Pasir

NSPT : 16

Nb :8

Li :2m

Ap : 0,125714 m2

P : 1,257143 m

Daya dukung ujung dan daya dukung selimut tiang pancang dari

Persamaan (2.8) dan (2.9) adalah :

Qp = 40 x 8 x 0,125714 x 2/0,4

= 201,14 kN

Qs = 2 x 16 x 1,257143 x 2

= 80,46 kN

b. Daya Dukung Ultimit Pondasi Tiang Pancang Pada Tanah Kohesif

(Lempung)

76
Contoh perhitungan diambil dari kedalaman 8 m, BH-2 ∅ 40 𝑐𝑚:

Jenis tanah : Lempung berpasir

N-SPT :3

Berdasarkan Persamaan (2.10), daya dukung ujung tiang pancang adalah :

cu = 3 x 2/3 x 10

= 20 kN/m2

Qp = 9 x 20x 0.125714

= 22.63 kN

Maka, daya dukung selimut tiang pancang dari Persaman (2.11) adalah :

α =1 ( API Method )

Li =2m

Qs = 1 x 20x 1.257143x 2

= 50.29kN

Perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.2

77
Tabel 4.2. Perhitungan Daya Dukung Ultimit dan Daya Dukung Ijin Tiang Pancang pada Bore Hole II diameter 40 cm dengan Metode
Meyerhoff

BH II
Deskripsi Skin friction End Qijin
Lapisan N- Qult Qult
Kedalaman Kohesif/non N1 N2 Nb cu α Local Cumm Bearing (ton),
ke Jenis tanah SPT (kN) (ton)
kohesif (kN) (kN) (kN) FS=3
0 Lempung 0 0 0 0 - - - - - - - -
1 Kohesif
2 Berlanau 0 0 0 0 - - - - - - - -
4 0 0 0 0 - - - - - - - -
2 Pasir non kohesif
6 6 1 3 2 - - - - - - - -
Lempung
8 3 Kohesif 3 1 1 1 20 1 50,29 50,29 22,63 72,91 7,29 2,92
Berpasir
10 16 7 9 8 - - 80,46 130,74 201,14 331,89 33,19 13,28
12 4 Pasir non Kohesif 20 9 11 10 - - 100,57 231,31 251,43 482,74 48,27 19,31
14 35 6 15 10,5 - - 176,00 407,31 264,00 671,31 67,13 26,85
16 38 7 14 10,5 - - 191,09 598,40 264,00 862,40 86,24 34,50
18 40 9 13 11 - - 201,14 799,54 276,57 1.076,11 107,61 43,04
20 5 Pasir non kohesif 43 11 15 13 - - 216,23 1.015,77 326,86 1.342,63 134,26 53,71
22 45 14 19 16,5 - - 226,29 1.242,06 414,86 1.656,91 165,69 66,28
24 50 14 19 16,5 - - 251,43 1.493,49 414,86 1.908,34 190,83 76,33

78
IV.2.2. Menghitung Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang Pancang

Berdasarkan Data PDA (Pile Driving analysis)

Berdasarkan hasil pengujian Tes PDA pada tiang pancang dengan

diameter 40 cm memiliki daya dukung ultimit sebagai berikut :

Tabel 4.3 Kapasitas Daya Dukung Ultimit Tiang Pancang


Berdasarkan Data PDA (Pile Driving analysis)
CAPWAP
No.Tiang Daya Daya Daya Penurunan
Pancang Dukung Dukung Dukung (mm)
Total ( ton) friksi ( ton) ujung ( ton)
1A -RETAINING 30.7
WALL HULU 107 9,6 90,5
KIRI
20A- TUBUH 28.7
130 27,9 102,1
BENDUNG
36D – TUBUH 25.4
93,2 8,2 85
BENDUNG
17I-TUBUH 26
108 23,4 84,7
BENDUNG

Daya dukung tiang yang diperoleh dari data PDA adalah daya dukung

tiang yang memiliki jarak terdekat dengan Bore hole II yaitu tiang 17 I

dengan besar daya dukungnya adalah 108 ton

IV.2.3.Menghitung Kapasitas Daya Dukung Ultimit Tiang Pancang

Berdasarkan Data Kalendering

Perhitungan daya dukung tiang pancang berdasarkan data Kalendering

dilakukan pada titik 1A, dengan data sebagai berikut :

Diameter tiang pancang (D) = 40 cm

Panjang tiang = 12 m = 1200 cm

Luas tiang pancang = 1257,143 cm2

Berat tiang keseluruhan (Wp) = 1,73 T

79
Tinggi jatuh (h) = 1,15 m = 115 cm

Banyaknya penetrasi pukulan diambil dari data kalendering pemancangan di

lapangan pada 10 (sepuluh) pukulan terakhir = 2 cm

Besarnya Rebound (K) = 0,8

Berat Hammer = 3,5 T

Koefisien restitusi = 0,25 (Metode Hiley)

0,4 (Metode ENR)

Dari Persamaan (2.13), (2.14), (2.15) maka daya dukung ultimitnya adalah :

a) Metode Hiley

2 𝑥 3,5 𝑥 115 3,5 + 0,252 𝑥 1,73


𝑅𝑑𝑢 = +
2,1 + 0,8 3,5 + 1,73

𝑅𝑑𝑢 = 198,343 𝑇

b) Metode Modified New Enginering News Record (ENR)

0,85 × 3,5 × 115 3,5 × 0,42 × 1,73


Rdu = ×
2 + 0,25 3,5 + 1,73

Rdu= 105,0315 T

c) Metode Danish Formula

0,85 𝑥 979200
𝑃𝑢 =
0,85 𝑥 979200 𝑥 1200 0,5
2+[ ]
2 𝑥 1257,143 𝑥 364060,4

𝑃𝑢 = 273377 𝑘𝑔 = 273,377 𝑇

IV.3. Menghitung Kapasitas Daya Dukung Lateral Pondasi Tiang Pancang

Kapasitas daya dukung lateral (horizontal) berfungsi untuk mengetahui

kestabilitasan apakah tanah tersebut akan runtuh atau tidak. Untuk menghitung

daya dukung horizontal, terlebih dahulu kita harus menghitung faktor kekakuan

tiang untuk jenis tanah non-kohesifnya. Perhitungan kapasitas daya dukung lateral

80
tiang pancang dilakukan dengan menggunakan metode Broms.

Metode ini hanya dapat digunakan pada satu jenis tanah saja, misalnya

untuk lapisan pasir saja atau lapisan lempung saja. Sehingga, apabila tanah

tersebut mempunyai lapisan yang bervariasi, maka akan diambil lapisan yang

dominan untuk mewakili semua lapisan. Dari hasil pengujian SPT diketahui

bahwa lapisan yang dominan adalah pasir. Contoh perhitungan diambil pada

kedalaman 18 m

a) Data Tanah BH-II

Jenis tanah = Granular

Berat isi tanah (γ) = 14 kN/m3

Sudut geser tanah (ø) = 26,873o

Koefisien variasi tanah (nh) = 11779 kN/m3

b) Data tiang pancang

Diameter tiang pancang (cm) = 40

Panjang tiang pancang (L) = 12 m

Mutu beton (f’c) = 600 kg/ cm2 = 60 Mpa

Momen ultimit (My) = 5,5 Tonmeter = 55 kNm

1. Daya dukung lateral BH-II untuk tiang pancang berdiameter 40 cm

a. Cek kekakuan tiang akibat beban lateral

E = 4700 √60

= 36.406,043 Mpa

= 36.406.043 kN/m2

1
I = π (0,4)4
64

= 0,001257 m4

81
Dari Persamaan (2.17) maka faktor kekakuan untuk modulus tanah

granular:

5 36406043 x 0,001257
T =√
11779

= 1,311867 m

L≥4T

12m ≥ 5,24747 m

Jenis tiang pancang dikategorikan tiang panjang/elastic pile. Tahanan tiang

terhadap gaya lateral akan ditentukan oleh momen maksimum yang dapat

ditahan tiangnya sendiri (My).

b. Cek keruntuhan tanah akibat beban lateral

Kp = tan2 (45° + 26,283°⁄2) = 2,6557

Maka dari Persamaan (2.31) nilai Hu adalah:

2 (55)
Hu =
Hu
0 + 0,54 √
14,5(0,3)(2,6557)

Mu 25
Tahanan momen ultimit : = = 81,84415
d4 γKp (0,3)4 ×14,2×2,6557

Hu = 85,54115 = 8,554115 Ton

Beban ijin lateral

85,54115
H =
2,5

= 34,216 kN = 3,4216Ton

c. Cek terhadap grafik

Mu 25
Tahanan momen ultimit : 4 = = 56,9712
d γKp (0,4)4 ×14,2×2,6557

82
Nilai tahanan ultimit sebesar 56,9712 diplot ke grafik pada Gambar 2.11-b,

sehingga diperoleh tahanan lateral ultimit 37.

Hu
37 =
Kp ×γ×d3

Hu = 89,29951 kN = 8,929951 ton


89,29951
H =
2,5
= 35,7198 kN= 3,57198 ton

Hasil yang diperoleh secara analitis tidak jauh berbeda dengan cara grafis.

IV.4. Menghitung Kapasitas Kelompok Tiang Berdasarkan Efisiensi

Gambar 4.1 Pile Cap

a) Metode Converse-Labarre

Dari Persamaan (2.37), Efisiensi kelompok tiang (Eg) :

Θ = Arc tan (40/ 200 )

= 11,3099

n=9 ;m=4

(9 − 1)4 + (4 − 1)9
Eg = 1 − (11,3099) = 0,794
90 x 4 x 9

b) Metode Los Angeles

83
Dari Persamaan (2.38) maka efisiensi grup tiang adalah :

0,4
𝐸𝑔 = 1 − [4(9 − 1) + 9(4 − 1) + √2(9 − 1)(4 − 1)
22
. 2.4.9
7

= 0,83571

c) Metode Feld

Berdasarkan Persamaan (2.39) , (2.40) dan (2.41 ) maka nilai efisiensi

kelompok tiang adalah :


5
𝐸𝑓𝑓−𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 𝐴 = 1 − = 0,6875 jumlah tiang A : 14
16

8
𝐸𝑓𝑓−𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 𝐵 = 1 − = 0,5 jumlah tiang B :18
16

4
𝐸𝑓𝑓−𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 𝐶 = 1 − = 0,75 jumlah tiang C : 4
16

Total Eff-tiang = (0.6875𝑥14) + (0,5𝑥18) + (0.75𝑥4)

(0.6875𝑥14)+(0,5𝑥18)+(0.75𝑥4)
Eff-tiang = = 0.600694
36

Berdasarkan ketiga metode efisiensi kelompok tersebut, diambil nilai

terkecil, yaitu metode Feld dengan Eg = 0,600694

Dari data SPT didapat nilai Qa=107,611.

Maka berdasarkan Persamaan (2.43) nilai Qg adalah :

Qg = 0.600694 x 36 x 107,611

= 2327,097 Ton

IV.5. Penurunan Elastis pada Tiang Tunggal dan Kelompok

Pada proyek ini, ujung tiang pancang jatuh di tanah pasir, sehingga tidak

memperhitungkan penurunan konsolidasi primer yang diperhitungkan adalah

penurunan elastisnya.

84
IV.5.1. Penurunan pada Tiang Tunggal

Beban rencana : 1440 ton

Nilai qc = 4N = 4(40) = 160 kg/cm2

Dimana:

qc (side) = perlawanan konus rata-rata pada masing-masing lapisan

sepanjang tiang.

Dari Persamaan (2.61), Besar modulus elastisitas tanah di sekitar tiang (Es)

adalah :

𝐸𝑠 = 3 x 160= 480 kg/cm2 = 48 MPa

Menentukan modulus elastisitas tanah di dasar tiang:

𝐸𝑏 = 10 × 𝐸𝑠

= 10 x 48 MPa

= 540 Mpa

𝐸𝑝 = 36406.04 MPa

Menentukan faktor kekakuan tiang dari Persamaan (2.48) dan (2.49) :

0,2357143𝑚2
Ra = = 1
1 2
𝜋(0,3)
4
36406,04 × 1
K =
48

= 758,459

𝑑𝑏 40
Untuk = =1
𝑑 40
𝐿 1200
Untuk = = 30
𝑑 40

85
a. Metode Poulos dan Davis (1980) :

Dengan menggunakan grafik pada Gambar 2.15, 2.16, 2.17, 2.18, 2.19
diperoleh :
𝐿 𝑑𝑏
𝐼𝑜 = 0,054 (untuk = 30 dan = 1)
𝑑 𝑑
𝐿
𝑅𝑘 = 1,4 (untuk = 30 dan K = 758,459)
𝑑
𝐿 ℎ 22
𝑅ℎ = 0,78 (untuk = 30 dan = = 1,5)
𝑑 𝐿 12

𝑅𝜇 = 0,94 (untuk 𝜇𝑠 = 0,3 dan K = 758,459)

𝐿 𝐸𝑏
𝑅𝑏 = 0,77 (untuk = 30 ; = 10 ; dan K = 758,459)
𝑑 𝐸𝑠

 Berdasarkan Persamaan (2.44) dan (2.45), maka tiang apung atau

tiang friksi :

𝐼 = 0,054 x 1,4 x 0,78 x 0,94 = 0,05542

1440000 kg × 0,05542
S =
480 kg⁄cm2 × 40 cm

= 0.369467 cm = 3,69 mm

 Berdasarkan Persamaan (2.46) dan (2.47), untuk tiang dukung ujung :

I = 0,054 x 1,4 x 0,94 x 0,77

= 0,05471 cm

1440000 kg × 0,05471
S=
480 kg⁄cm2 × 40 cm

= 0.364733 cm = 3,65 mm

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Penurunan Elastis

Tiang Pancang Tunggal Diameter 40 cm


No. Bentuk Penurunan Penurunan
Tiang (mm)
1. Untuk tiang apung 3,69
2. Untuk tiang 3,65

86
dukung ujung
Total Penurunan 7,34

Besar penurunan yang diijinkan (Sijin) : 7,34 mm < 25 mm (Aman).

b. Penurunan Elastis

Qwp = Daya dukung ujung – daya dukung selimut

= 276,57 – 201,14

= 75,428

Qws = 201,14 kN

Ap = 0,125714 m2

Ep = 36.406,04 MPa = 36.406.040 kN/m2

L = 12 m

Dari Gambar 2.20 maka ζ= 0,67

D = 0,4 m

Cp = 0.02 (Cp dari Tabel 2.12)

Cs = (0.93 +0.16(√12/0.4 . 0.02 = 0.036127

qp = 40 x L/d x Nb = 40 x 5 x 11 = 2200

Berdasarkan Persamaan (2.51),(2.52), dan (2.53) maka :

(276,57 + 0,67 x 201,14 ). 12


Se(1) =
0,125714 𝑥 36,406,040

= 0,000551 m

= 0,551 mm

276,57 x 0,02
Se(2) =
0,4 𝑥 2200

= 0,001714 𝑚

= 1,714 𝑚𝑚

87
201,14 x 0,0361
Se(3) =
12 𝑥 2200

= 0,000275 𝑚

= 0,275 𝑚𝑚

Maka, dari Persamaan (2.50) didapat penurunan total adalah :

S = 0,551 + 1,714 + 0,275 = 2,540 mm

IV.5.2. Penurunan Kelompok Tiang

Berdasarkan Gambar 4.1 dan dari Persamaan (2.55); (2.56) dan (2.57)

maka penurunan kelompok tiang adalah :

Diperoleh beban rencana pondasi dari data proyek sebesar 40 ton .

40000
q=
800 x 1380

= 0,036232 kg/cm2
1200
I = 1 − ≥ 0.5
8 x 1380
= 0.89 ≥ 0.5

2 x 0,036232 x √1380 x 0.89


Sg =
40

= 0,0598 cm = 5,98 mm

IV.6. Menghitung Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang Pancang

Berdasarkan Metode Elemen Hingga.

Pada Metode Elemen Hingga daya dukung ultimit yang akan dihitung

adalah daya dukung aksial pondasi tiang pancang. Pemodelan tanah yang

digunakan adalah pemodelan geometri axisymmetric yaitu kondisi awal

digambarkan seperempat namun sudah mewakili sisi yang lain karena dianggap

simetris dan dengan pemodelan tanah Mohr Coulomb. Data-data yang harus

88
diketahui sebelum melakukan pemodelan pondasi tiang pancang yang ditunjukkan

pada Tabel 4.5

Tabel 4.5 Data Tiang Pancang

No Keterangan Nilai

1 Lokasi Bore Hole II


Pondasi tiang
2 Jenis Pondasi Tiang
pancang
3 Diameter Tiang (m) 0,4
4 Panjang Tiang (m) 12
5 Luas Penampang (m2) 0,125714286
Modulus Elastisitas (E)
6 36406040
(kN/m2)
7 Momen Inersia (I) (m4) 0,001257143
8 Berat jenis (γ) (kN/m3) 24
9 EA (kN/m) 4576759,314
2
10 EI (kNm /m) 61000
11 Angka Poisson (μ) 0,3

Karena keterbatasan data, maka sebagian parameter tanah seperti sudut geser

dalam (∅), dan kohesi (c), diambil dari bantuan Program Allpile.

Gambar 4.2 Parameter Tanah dari Allpile

89
Tabel 4.6 Input Parameter Tanah untuk Program Metode Elemen Hingga Lokasi Bore Hole II

Jenis Tanah Tebal


Depth dan Lapisan MAT γdry γwet Kx Ky Es’ c
Lapisan Konsistensi
ke - m N SPT Tanah (m) (m) (kN/m3) (kN/m3) (m/day) (m/day) (kN/m2) µ' (kN/m2) Φ Ψ
clayey silt
1 0-2.85 2 Soft 2,85 2,5 7,09 16,9 0,864 0,864 2345,184 0,35 7,2 26,3 0
fine sand
Loose to
2 2.85-6.10 4 Very Loose 3,25 6,59 16,4 86,4 86,4 3034,944 0,35 0 28,6 0
sandy clay
3 6.10-8.05 6 Medium 1,95 9,49 19,3 0,00078 0,00078 10000 0,3 37,7 0 0
fine sand
4 8.05-15.00 20 MEDIUM 6,95 9,29 19,1 8,64 8,64 40000 0,25 0 36,5 6,5
fine sand
5 15- 25 45 Stiff 10 10,19 20 86,4 86,4 40000 0,35 0 39,5 9,5

90
IV.6.1. Proses Pemodelan pada Program Metode Elemen Hingga

Berikut ini proses pemasukan data ke program Metode Elemen Hingga,

yaitu :

1. Atur parameter dasar dari model elemen hingga dijendela general settings

Gambar 4.3 Lembar General Setting pada Metode Elemen Hingga

2. Pemodelan tanah digambar menggunakan garis geometri , diambil

kedalaman 19 m (kedalaman Bore Hole II) yang terdiri dari beberapa layer

dengan ketebalan tertentu.(lapisan tanah yang dimodelkan mulai dari

kedalaman 6 m, karena kedalaman 0-6 m adalah galian)

3. Kemudian gambarkan dinding diafragma sebagai tiang dengan cara

menggunakan tombol pelat , lalu gunakan tombol interface untuk

memisahkan kekakuan lebih dari satu elemen, yaitu kekakuan antara tanah

dan tiang.

4. Setelah itu gambarkan beban permukaan, yaitu sistem beban A-beban

terpusat dengan menggunakan , kemudian input nilai bebannya

dengan mengklik ujung beban.

5. Untuk membentuk kondisi batas, klik tombol jepit standar (standard

fixities .

91
Gambar 4.4 Pemodelan pada Metode Elemen Hingga

6. Kemudian masukkan data material dengan menggunakan tombol

material set . Untuk data tanah, pilih soil & interface pada set type,

sedangkan data tiang pilih plates pada set type. Setelah itu seret data-data

yang telah diinput ke dalam pemodelan geometri awal, seperti pada

Gambar 4.5.

(a)

92
(b)

Gambar 4.5 Input Data Material Set (a) Data Lapisan Tanah

(b) Data Tiang Pancang (c) Data material Dimasukkan ke Pemodelan

7. Kemudian klik generate mesh untuk membagi-bagi elemen menjadi

beberapa bagian yang beraturan sehingga mempermudah dalam

perhitungan lalu klik update.

93
Gambar 4.6 Generate Mesh

8. Kemudian klik tombol initial conditions untuk memodelkan muka air

tanah. Klik pada tombol phreatic level untuk menggambarkan kedalaman

muka air tanah.

Gambar 4.7 Initial Water Pressure pada Program Metode Elemen Hingga

94
9. Kemudian klik tombol generate water pressure untuk mendefenisikan

tekanan air tanah. Lalu setelah muncul diagram active pore pressures, klik

update, maka akan kembali ke tampilan initial water pressure, lalu klik

initial pore pressure, dan generate pore pressure maka akan muncul

diagram untuk effective stresses, klik update lalu calculate.

10. Dalam window calculation terdapat beberapa fase yang akan dikerjakan

dari awal hingga akhir pemodelan.

Gambar 4.8 Pemodelan Fase Sebelum Konsolidasi dan Setelahnya

11. Setelah perhitungan selesai ( ditandai dengan tanda centang berwarna

hijau) , maka akan diperoleh nilai ΣMsf dari kotak dialog Phi/c reduction

yang ditunjukkan pada Gambar 4.9 dan 4.10.

95
∑Msf

Gambar 4.9 Hasil Kalkulasi dan Besar ΣMsf pada Fase 3

Nilai Σ Msf 2 (sebelum konsolidasi) sebesar 3,0109 Qu titik Bore Hole 2


adalah :

Qu = Σ Msf x (1000 x 0,4) kN

= 3,0109 x 400 kN

= 1.204,36 kN

= 120,436 Ton

∑Msf

Gambar 4.10 Hasil Kalkulasi dan Besar Σ Msf pada Fase 4

96
Nilai Σ Msf 4 (setelah konsolidasi) sebesar 2,9758 Qu titik Bore Hole II

adalah :

Qu = Σ Msf x (1000 x 0,4) kN

= 2,9758 x 400 kN

= 1.190,32 kN

= 119,032 ton

Gambar 4.11 Besar Nilai Penurunan yang Terjadi Setelah Hasil Perhitungan

Dari hasil perhitungan diperoleh nilai penurunan lebih besar dari

penurunan maksimum, yaitu : 38,69 mm > 25 mm.

97
IV.7. Diskusi

IV.7.1. Metode Elemen Hingga

IV.7.1.1 Perbandingan antara Tekanan Air Pori Sebelum Konsolidasi

dan Setelah Konsolidasi dari Program Metode Elemen

Hingga.

Berdasarkan Gambar 4.12 dan 4.13 dan Tabel 4.7 dapat dilihat

bahwa besar nilai tekanan air pori ekses dari Program Metode Elemen

Hingga memberikan hasil yang berbeda antara keadaan plastis dan

konsolidasi.

Dari nilai tersebut dapat dilihat bahwa besar tekanan air pori ekses

sebelum konsolidasi lebih besar daripada setelah terjadi konsolidasi. Hal

ini dikarenakan sebelum konsolidasi terjadi, butiran tanah dan air pori

bersama-sama menahan beban dari luar sedangkan setelah konsolidasi

tanah telah termampatkan dan air telah keluar sehingga yang menahan

gaya luar hanya butiran tanah saja sehingga besarnya tekanan air pori

untuk menahan gaya luar berkurang.

Tabel 4.7 Tekanan Air Pori dengan Program Metode Elemen Hingga

Tekanan Air Pori Sebelum Tekanan Air Pori Setelah

Konsolidasi Konsolidasi

(kN/m2) (kN/m2)

69,43 0,846

98
Gambar 4.12 Excess Pore Pressure Sebelum Konsolidasi

Gambar 4.13 Excess Pore Pressure Setelah Konsolidasi

IV.7.1.2 Perbandingan Daya Dukung Ultimit Sebelum Konsolidasi dan

Setelah Konsolidasi

Berdasarkan perhitungan dengan Program Metode Elemen Hingga

yang dapat dilihat pada Tabel 4.8 didapatkan besar nilai daya dukung

ultimit yang berbeda antara keadaan sebelum konsolidasi dan setelah

konsolidasi.

99
Tabel 4.8 Daya Dukung dengan Program Metode elemen hingga

Qult sebelum konsolidasi Qult setelah konsolidasi


(Ton) (Ton)
120,436 119,032

Daya dukung saat pemancangan lebih besar dibandingkan setelah

konsolidasi, namun perbedaannya cukup kecil. Lapisan pada pemodelan

ini cenderung sama, karena didominasi oleh pasir. Hal ini yang

mengakibatkan daya dukungnya tidak jauh berbeda. Sedangkan terjadinya

daya dukung sebelum konsolidasi lebih besar daripada setelah konsolidasi

dapat dipengaruhi oleh air pori yang belum keluar saat pemancangan,

sehingga beban masih dipikul oleh tanah dan air. Sedangkan setelah

konsolidasi beban dipikul oleh tanah seluruhnya. Sedangkan besar

kecilnya daya dukung tanah itu sendiri dapat dipengaruhi oleh sifat tanah

disetiap lapisan.

IV.7.1.3 Perbandingan Penurunan setelah Konsolidasi dan Sebelum

Konsolidasi

Penurunan pondasi dapat ditinjau dalam dua keadaan yakni sebelum

dan sesudah konsolidasi. Dari hasil perhitungan dengan program Metode

Elemen Hingga didapat hasil penurunan pada tabel 4.9

Perbedaan penurunan yang terjadi tidak berbeda jauh. Saat tiang

baru selesai dipancang maka akan terjadi penurunan yang belum stabil,

penurunan akan terus berlangsung selama proses konsolidasi. Oleh karena

itu, setelah konsolidasi selesai penurunan yang terjadi sedikit lebih besar

100
dikarenakan proses karena partikel tanah telah rapat, air dan udara telah

keluar .

Tabel 4.9 Penurunan Tanah dengan Program Metode Elemen Hingga

Penurunan Tanah sebelum konsolidasi Penurunan Tanah setelah konsolidasi

(mm) (mm)

38,04 38,69

Perbandingan penurunan sebelum dan setelah konsolidasi dapat

dilihat pada Gambar 4.14 dan 4.15.

Gambar 4.14. Penurunan Tanah Sebelum Konsolidasi

Gambar 4.15. Penurunan Tanah Setelah Konsolidasi

101
IV.7.1.4 Waktu Konsolidasi

Dari perhitungan program sebelumnya, diperoleh lamanya waktu

proses konsolidai berlangsung adalah sebesar 1.97 hari. Kecepatan

waktu konsolidasi ini dapat dipengaruhi oleh besarnya koefisien

permeabilitas tanah. Pada pemodelan ini, tanah yang dimodelkan

didominasi oleh tanah pasir dimana koefisien permeabilitasnya lebih

besar dari tanah lempung dan pada pemodelan ini diambil besar nilai

parameter K maksimum, sehingga dengan permeabilitas yang besar,

proses disipasi air pori berlangsung cepat, dengan demikian konsolidasi

juga berlangsung dengan cepat.

Gambar 4.16 Waktu Konsolidasi

102
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan pada proyek Pembangunan Bendung
Bajayu Sei Padang Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil perhitungan untuk data Sondir, SPT, Kalendering dan hasil PDA test

diperoleh nilai daya dukung ultimit untuk diameter 0,4 m pada Bore Hole

II seperti tampak pada Tabel 5.1 dibawah ini.

Tabel 5.1 Nilai Daya Dukung Ultimit Berdasarkan


Data sondir, spt, pda test dan kalendering.
Metode Kedalaman Diameter
Qu (ton)
perhitungan (m) (m)

Sondir 14.4 40 264,949

SPT 18 40 107,61

PDA test 18 40 108

Kalendering

 Metode

Hiley 198,343
18 40
 Metode 105,032

ENR 273,377

 Danish

Formula

2. Daya dukung ultimit dan Daya dukung ijin tiang pancang diameter 0,4 m

dari perhitungan analitis untuk data Sondir, SPT pada Bore Hole II seperti

tampak pada Tabel 5.2 dibawah ini.

103
Tabel 5.2 Nilai Daya Dukung Ultimit dan Daya Dukung Ijin Berdasarkan
Data Sondir dan SPT
Metode Kedalaman Diameter Qu Qall

perhitungan (m) (m) (ton) (ton)

Sondir 14.4 40 264,949 79,976

SPT 18 40 107,61 43,04

3. Hasil perhitungan kapasitas daya dukung ultimit lateral tiang pancang

dengan metode Broms pada diameter 40 cm dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Hasil Perhitungan Nilai Daya Dukung Ultimit Lateral


Tiang Pancang
Bore Hole II
Metode perhitungan
Q ultimit Q ijin

Secara Analitis (Ton) 8,554115 3,422

Secara Grafis (Ton) 8,929951 3,572

4. Nilai efisiensi kelompok tiang (Eg) dengan metode Converse-Labarre,

Metode Los Angeles dan Metode Feld ditampilkan pada tabel berikut :

Tabel 5.4. Nilai Efisiensi Kelompok Tiang (Eg)

Metode perhitungan Efisiensi Kelompok Tiang (eg)


Metode Converse-Labarre 0,794
Metode Los Angeles 0,836
Metode Feld 0.601

Maka efisiensi kelompok tiang (Eg) diambil sebesar 0,601 (metode Feld).

Maka hasil perhitungan nilai daya dukung kelompok (Qg) sebesar

2327,097 ton

104
5. Hasil penurunan tiang pancang yang diperoleh dengan metode Poulus dan

Davis dan metode penurunan elastis dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5. Hasil Penurunan Tiang

Hasil Penurunan Tiang Control penurunan


Metode Penurunan
(mm) (mm)

Penurunan Poulus dan


7,34 < 25
Davis

Penurunan Elastis 2,540 >25

6. Hasil penurunan tiang pancang kelompok dengan metode Meyerhoff

sebesar Sg = 5,98 mm < 25 mm

7. Hasil perhitungan daya dukung ultimit dan penurunan tiang pancang pada

Bore Hole II dengan diameter 40 cm menggunakan program Metode

Elemen Hingga dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6. Hasil Perhitungan Daya Dukung Ultimit dan Penurunan Tiang

Pancang dengan Program Metode Elemen Hingga

Daya Dukung Ultimit Penurunan

(Ton) (mm)

120,436 38,04

Daya dukung sebelum konsolidasi dan sesudah konsolidasi relatif sama

8. Nilai tekanan air pori pada Bore Hole I menggunakan program Metode

Elemen Hingga dapat dilihat pada tabel 5.7

105
Tabel 5.7 Nilai Tekanan Air Pori dengan Program Metode Elemen
Hingga

Tekanan Air Pori (kN/m2)

Sebelum Konsolidasi Setelah Konsolidasi

69,43 0,846

9. Lamanya waktu proses konsolidasi yang berlangsung dengan Program

Metode Elemen Hingga adalah 1,97 hari

10. Dari hasil perhitungan diatas, nilai daya dukung tanah berdasarkan hasil

SPT, PDA test, dan kalendering (metode ENR), dan metode elemen

hingga tidak jauh berbeda, sehingga dapat digunakan sebagai pembanding.

11. Penurunan yang diperoleh dari perhitungan dengan metode elemen hingga

cukup besar, yaitu 38,69 mm . Hasilnya berbeda jauh dengan hasil

perhitungan secara analistis. Besarnya penurunan ini dapat dipengaruhi

oleh parameter-parameter masukan pada saat pemodelan, namun sebagai

pembandingnya, berdasarkan hasil tes PDA dilapangan nilai penurunan

yang terjadi juga cukup besar yaitu 26,0 mm.

106
V.2. Saran
1. Pengujian yang dilakukan baik dilapangan dan di laboratorium hendaknya

dilakukan lebih teliti.

2. data teknis yang lengkap sangat diperlukan karena data tersebut sangat

menunjang dalam membuat rencana analisa perhitungan sesuai dengan

standar dan syarat-syaratnya.

3. Untuk pengujian dilapangan , pengujian dengan PDA lebih baik diganti

atau harus diiringi dengan Loading test untuk hasil yang lebih akurat.

4. Dalam penggunaan program metode elemen hingga sangat diperlukan data

yang valid dan pemodelan yang tepat sehingga menghasilkan analisa yang

akurat.

107
DAFTAR PUSTAKA

HS.Sardjono. 1987, Pondasi Tiang Pancang Jilid I, Surabaya : Sinar Wijaya.

HS.Sardjono. 1987, Pondasi Tiang Pancang Jilid II, Surabaya : Sinar Wijaya.

Tindaon, Tua.2014, Analisa Daya Dukung Dan Penurunan Elastis Tiang Pancang Beton Ø 0,5

m Jembatan Sungai Penara Jalan Akses Non-Tol Kualanamu. Tugas Akhir.

Hardiyatmo,Hary C,2011. Analisis & Perancangan Fondasi II,Bandung : Gadjah Mada

University Press

Bowles, J. E., 1982, Foundation Analysis and Design, Terjemahan oleh Pantur Silaban. Jilid

I,Penerbit Erlangga, Jakarta

Bowles, J. E., 1984, Foundation Analysis and Design, Terjemahan oleh Pantur Silaban. Jilid

II,Penerbit Erlangga, Jakarta

Das, B. M., 1985, Principle of Geotechnical Engineering, Terjemahan oleh Noor Endah & Indra

Surya Mochtar. Jilid I,Penerbit Erlangga, Jakarta.

Das, B. M., 1985, Principle of Geotechnical Engineering, Terjemahan oleh Noor Endah & Indra

Surya Mochtar. Jilid II,Penerbit Erlangga, Jakarta.

Lambe, W. T., Whitman, R. V., 1969, Soil Mechanics, Jhon Willey & Sons, Inc., New York.

Manual Latihan Plaxis Versi 8

xx
Poulus, H.G., dan Davis, E.H., 1980, Pile Foundations Analysis and Design, : John Wiley and

Sons Publishers, Inc., America

Sosrodarsono, S.,dan Nakazawa, 2005, Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi, PT Pradnya

Paramita, Jakarta.

Sultan Ansyari U.,Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Pada Proyek Pembangunan

Switchyard Di Kawasan PLTU Pangkalan Susu – Sumatera Utara, Tugas Akhir Teknik

Sipil, Universitas Sumatera Utara.

Tambunan ,Welman F.F, Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Diameter 0,6 Meter

Dengan Menggunakan Metode Analitis Dan Metode Elemen Hingga Pada Interchange

Binjai Dari Proyek Jalan Tol Medan – Binjai, Tugas Akhir Teknik Sipil, Universitas

Sumatera Utara.

Kasturi Silvia , . Analisis Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal Dengan Metode

Analitis Dan Metode Elemen Hingga, Universitas Sumatera Utara.

xxi

Anda mungkin juga menyukai