TUGAS AKHIR
Daerah Sungai Wampu merupakan suatu Daerah Aliran Sungai yang terletak di
Kabupaten Karo dan Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Daerah rawan banjir berpotensi
mencakup daerah muara sungai. Faktor-faktor penyebab potensi banjir antara lain adalah
perubahan tata guna lahan di sebagian wilayah. Untuk pengamanan potensi bahaya banjir di
muara Daerah Aliran Sungai Wampu perlu diadakan penelitian untuk menentukan debit
banjir di Daerah Aliran Sungai tersebut dan membandingkannya dengan debit observasi di
lapangan atau debit observasi yang telah diteliti oleh badan yang berwenang, sehingga
metode penulisan ini bisa digunakan untuk kepentingan penentuan data debit banjir beberapa
waktu ke depan.
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode pengumpulan dan analisa data.
Pengumpulan data primer dan data sekunder, merupakan langkah awal dalam penelitian ini.
Kemudian dianalisa dengan metode Analisa Intensitas Curah hujan jam-jaman dari tiga
stasiun hujan yang selanjutnya parameter tersebut menjadi pendukung untuk menentukan
debit banjir dari Metode Hidrograf Satuan Sintetik.
Nilai curah hujan yang digunakan untuk perhitungan intensitas curah hujan adalah
nilai curah hujan Distribusi Log Person III periode ulang 5 tahun. Hasil debit puncak banjir
Hidrograf Satuan Sintetik Snyder 854,07099 m3/detik pada t = 29 jam, Hidrograf Satuan
Sintetik Nakayasu 2028,645848 m3/detik pada t = 10 jam dan Hidrograf Satuan Sintetik
Gamma I sebesar 2253,38 m3/detik pada t = 3,183 jam.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode Hidrograf Satuan Sintetik Snyder
menunjukkan hasil yang lebih mendekati data debit observasi sebesar 792,114 m3/detik
dibandingkan dengan metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu dan Gamma I yang sangat
jauh dari debit observasinya. Hidrograf Satuan Sintetik Snyder adalah metode yang dapat
digunakan untuk pengukuran debit di DAS Wampu.
Assalamu’alaikum.Wr.Wb.
Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberi karunia
kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Shalawat
dan salam ke atas Baginda Rasullah Muhammad SAW yang telah memberi keteladanan
tauhid, ikhtiar dan kerja keras sehingga menjadi panutan dalam menjalankan setiap aktifitas
kami sehari-hari, karena sungguh suatu hal yang sangat sulit yang menguji ketekunan dan
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada
Program Studi Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera
Utara. Adapun judul skripsi yang diambil adalah “Analisis Hidrograf Satuan Sintetik di
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari
dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang
1. Ibunda saya Painem. Spd dan Ayahanda saya Drs. Reflin Nasution tercinta yang telah
2. Kedua adik saya tercinta, Asyifah Regina Finkan Nasution dan Pristia Juli Astuti
3. Bapak Ir. Syahrizal, MT dan Bapak Ivan Indrawan, ST, MT, selaku Dosen
4. Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc selaku Dosen Koordinator Teknik Sumber Daya Air
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara.
6. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil
7. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
8. Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia, M.Sc dan Bapak Ir. Alferido Malik, selaku
Dosen Pembanding, atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap
10. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis. (Kak
Lince, Kak Dina, Kak Dewi, Bang Zul, Mas Bandi, Bang Edi dan Bang Amin).
11. Pak Arisman Hidrologi, Kak Dewi, dan Bg Diva di BWSS II yang sudah sangat
12. Pak Manat Panggabean di BMKG Sampali yang sudah membantu seluruh data Curah
13. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 2008, Berry, Alfrendi, M. Hafiz ,Riza , Fadil,
Aris, Imam, Muazzi, Dedial, Khatab, Khaidir, Ahmad, Deni, Indra, Maulana, Fadlan,
Arifin, Galih, Roemanto, Sam, Boy, Johan, Topan, Ibnu, Harry Ucup, Ozi, dan adik-
14. Dan segenap pihak yang belum penulis sebut di sini atas jasa-jasanya dalam
mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat
menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala
saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca diharapkan untuk penyempurnaan
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas Akhir ini
Halaman
ABSTRAK .............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... v
DAFTAR NOTASI................................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3
1.4 Manfaat ....................................................................................................... 4
1.5 Pembatasan Masalah ................................................................................... 4
1.6 Sistematika Penulisan ................................................................................. 5
LAMPIRAN
Halaman
Tabel 2.5 Reduksi Variat (YTr) sebagai fungsi periode ulang Gumbel ................... 19
Tabel 2.6 Reduksi Standar Deviasi (Sn) untuk distribusi Gumbel .......................... 19
Tabel 4.1 Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Teluk .............................. 39
Tabel 4.2 Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Perdamean ...................... 40
Tabel 4.3 Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Padang Brahrang ............ 40
Tabel 4.6 Analisa Curah Hujan Rencana dengan Distribusi Normal ...................... 43
Tabel 4.7 Analisa Curah Hujan dengan Distribusi Log Normal .............................. 44
Tabel 4.8 Analisa Curah Hujan Rencana dengan Distribusi Log Normal ............... 44
Tabel 4.9 Analisa Curah Hujan dengan Distribusi Log Pearson III ........................ 46
Tabel 4.10 Analisa Curah Hujan Rencana dengan Distribusi Log Pearson III ....... 47
Tabel 4.12 Analisa Curah Hujan Rencana dengan Distribusi Gumbel .................... 49
Tabel 4.14 Uji parameter statistik untuk menentukan jenis sebaran ....................... 52
Halaman
Gambar 4.1 Peta Lokasi Stasiun Hujan pada DAS Wampu .................................... 38
α = parameter hidrograf
K = tampungan (jam)
PENDAHULUAN
memperkirakan penggunaan konsep hidrograf satuan dalam suatu perencanaan pada daerah
yang data observasi debitnya kurang atau tidak tersedia. Berdasarkan cara-cara untuk
mendapatkan hidrograf satuan pengamatan, diperlukan serangkaian data antara lain data
tinggi muka air (rekaman AWLR), data pengukuran debit, data hujan harian dan data hujan
Sungai Wampu adalah salah satu sungai besar dengan panjang sekitar 127 km yang
terdapat di Sumatra Utara. Sungai ini terletak di dua kabupaten dimana bagian hulu terletak
di Kabupaten Karo dan lintasannya melalui Kabupaten Langkat dan bermuara di kawasan
Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut. Sungai inilah yang menjadi bahan
untuk melakukan pengamatan karena pada sebagian kawasan tidak tersedia pengukuran-
Untuk membuat hidrograf banjir pada sungai-sungai yang tidak ada atau sedikit sekali
dilakukan pengamatan (observasi) hidrograf banjirnya, maka perlu dicari karakteristik atau
parameter daerah pengaliran tersebut terlebih dahulu. Karakteristik atau parameter tersebut
antara lain waktu untuk mencapai puncak hidrograf, lebar dasar, luas, kemiringan, panjang
alur terpanjang, koefisien limpasan dan sebagainya. Untuk sungai-sungai yang tidak
disesuaikan terlebih dahulu dengan karakteristik daerah pengaliran yang ditinjau. Hidrograf
Nakayasu, HSS SCS, HSS Gama I, HSS Limantara dan lain-lain. Berikut ini merupakan
Secara umum perumusan masalah pada tugas akhir ini dapat dinyatakan sebagai
berikut:
Sintetik (HSS).
2. Penggunaan metode Hidrograf Satuan Sintetik sebagai cara praktis dalam menentukan
3. DAS Wampu adalah Daerah Aliran Sungai di Sumatera Utara dimana dibagian hilir
sungai terjadi peningkatan jumlah penduduk yang pesat yang menyebabkan terjadinya
Adapun tujuan dari tugas akhir saya ini adalah sebagai berikut:
1. Memperoleh model Hidrograf Satuan Sintetik yang paling sesuai dan mendekati data
1.4 Manfaat
Manfaat penulisan Tugas Akhir Analisis Hidrograf Satuan Sintetik di DAS Wampu
3. Hasil pada Tugas Akhir ini diharapkan bisa menjadi acuan praktis tanpa
Agar pembahasan tugas akhir ini tidak terlalu meluas sehingga dapat mengaburkan
masalah yang sebenarnya maka perlu dibuat pembatasan masalah. Adapun permasalahan
1. Penggunaan data curah hujan 10 tahun terakhir untuk perhitungan debit banjir sungai
5. Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) yang digunakan untuk menganalisis DAS Wampu
adalah:
• HSS Snyder
• HSS Nakayasu
• HSS Gama I
dengan data debit observasi di DAS Wampu (data debit puncak banjir dari BWSS II
Bab I Pendahuluan
Merupakan bingkai studi atau rancangan yang akan dilakukan meliputi tinjauan
Bab ini menguraikan tentang teori yang berhubungan dengan penelitian agar dapat
memberikan gambar model dan metode analisis yang akan digunakan dalam
menganalisa masalah.
Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dan rencana kerja dari
Bab ini merupakan analisa tentang permasalahan, evaluasi, dan perhitungan terhadap
yang telah dilakukan. Kesimpulan juga disertai dengan rekomendasi saran yang
lapangan.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hidrologi
Hidrologi merupakan tahapan awal perecanaan suatu rancang bangunnan dalam suatu
DAS untuk memperkirakan besarnya debit banjir yang terjadi didaerah tersebut. Pada saat air
hujan jatuh ke bumi, sebagian air jatuh langsung ke permukaan bumi dan ada juga yang
terhambat oleh vegetasi (Intersepsi). Intersepsi memiliki 3 macam, yaitu interception loss,
through fall, dan stem flow. Interception loss adalah air yang jatuh ke vegetasi tetapi belum
sampai mencapi tanah sudah menguap. Through fall adalah air hujan yang tidak langsung
jatuh ke bumi, tetapi terhambat oleh dedaunan terlebih dahulu. Stem flow adalah air hujan
Air hujan yang terhambat vegetasi sebagian ada yang menguap lagi atau mengalami
evaporasi ada juga yang kemudian jatuh ke permukaan tanah (through fall). Air hasil through
fall ini mengalir di permukaan dan berkumpul di suatu tempat menjadi suatu run off seperti
sungai, danau, dan bendungan apabila kapasitas lengas tanah sudah maksimal yaitu tidak
dapat menyerap air lagi. Dalam lengas tanah, ada zona aerasi yaitu zona transisi dimana air
didistribusikan ke bawah (infiltrasi) atau keatas (air kapiler). Semakin besar infiltrasi, tanah
akan semakin lembab dan setiap tanah memiliki perbedaan kapasitas penyimpanan dan pori-
pori tanah yang berbeda-beda. Vegetasi mengalami fotosintesis pada saat siang hari dan
mengalami transpirasi. Peristiwa berkumpulnya uap air di udara dari hasil evaporasi dan
adalah kemampuan atmosfer memindahkan air dari permukaan ke udara, dengan asumsi tidak
tanah. Kapasitas infiltrasi tergantung dari tekstur tanah, vegetasi, lengas tanah, kemiringan
lereng, dan waktu. Air tersebut memasuki celah-celah batuan yang renggang di dalam bumi
atau mengalami perkolasi untuk mengisi persediaan air tanah. Air tanah dapat muncul ke
permukaan tanah karena air memiliki kapilaritas yang tinggi. Dalam air tanah ada zona
aquifer (zona penahan air) yaitu menyediakan simpanan air yang besar yang mengatur siklus
hidrologi dan berpengaruh pada aliran air. Air tanah juga dapat menyuplai debit air sungai
apabila jalur air tanah terputus oleh jalur sungai. Air tanah dapat berkurang apabila digunakan
Selain itu, air yang langsung jatuh ke permukaan tanah langsung mengisi channel
storage contohnya sungai, danau, dan bendungan lalu menjadi run off. Tipe-tipe aliran adalah
over land flow, through flow, dan base flow. Over land flow terjadi apabila ketika kapasitas
presipitasi melebihi batas infiltrasi. Through flow adalah air perkolasi yang bergerak di zona
perkolasi yang bergerak pada horizon tanah. Baseflow adalah air yang bergerak di atas aliran
air untuk pengukuran muka air. Channel storage ini mengalami infiltrasi untuk mengisi
persediaan air tanah apabila dasar suatu channel storage jaraknya jauh dari tempat persediaan
air tanah. Sebagian air pada channel storage mengalami evaporasi kembali karena pengaruh
panas matahari.
pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah
menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju
ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian langsung
menguap ke udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi. Tidak semua bagian hujan yang
jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-
tumbuhan di mana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir
hidrologi.
Data curah hujan yang tercatat diproses berdasarkan areal yang mendapatkan hujan
sehingga didapat tinggi curah hujan rata-rata dan kemudian diramalkan besarnya curah hujan
pada periode tertentu. Berikut dijabarkan tentang cara menentukan tinggi curah hujan arel.
Dengan melakukan penakaran atau pecatatan hujan, kita hanya mendapat curah hujan di
suatu titik tertentu (point rainfall). Jika di dalam suatu areal terdapat beberapa alat penakar
hujan areal.
Ada 3 macam cara yang berbeda dalam menentukan tinggi curah hujan rata-rata pada
areal tertentu dari angka-angka curah hujan di beberapa titik pos penakar atau pencatat.
1. Rata-rata aljabar
Tinggi rata-rata curah hujan didapatkan dengan mengambil nilai rata-rata hitung (arithmatic
d1+d2+d3+ … + dn di
d = n
= ∑ni=1 n (2.1)
di mana d = tinggi curah hujan rata-rata, d1, d2 . . . dn = tinggi curah hujan pada pos penakar
Cara ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika pos-pos penakarnya ditempatkan
secara merata di areal tersebut, dan hasil penakaran masing-masing pos penakar tidak
mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak
lurus terhadap garis penghubung di antara dua buah pos penakar. Gambar (2.2) menunjukkan
contoh posisi stasiun 1, 2, dan 3 dari skema poligon Thiessen dalam Daerah Aliran Sungai
(DAS).
Curah hujan pada suatu daerah dapat dihitung dengan persamaan berikut:
An = luas daerah pengaruh pos penakar hujan (km2), dan A = luas total DAS (km2).
3. Cara isohyet
Dalam hal ini kita harus menggambarkan dulu kontur dengan tinggi curah hujan yang sama
d0 + d1A d1 + d2 dn − 1 + dn (2.4)
A A + ... An
d= 2 2 2
A1 + A2 + ...An
di − 1 + di
∑ 2
Ai (2.5)
d=
∑ Ai
di mana d = tinggi curah hujan rata-rata areal, A = luas areal total = A1 + A2 + A3 + ...+ An,
Ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal rata-rata, tetapi memerlukan
jaringan pos penakar yang relatif lebih padat yang memungkinkan untuk membuat isohyet.
Pada waktu menggambar garis-garis isohyet sebaiknya juga memperhatikan pengaruh bukit
distribusi yaitu: (A) Distribusi Normal, (B) Log Normal, (C) Gumbel, (D) Log Pearson Type
III.
A. Distribusi Normal
Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Untuk analisa
frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Normal, dengan persamaan sebagai
berikut:
XT = X + k.Sx (2.6)
Dimana:
XT : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah
hujan rencana untuk periode ulang T tahun.
∑X i
X : Harga rata–rata dari data = 1
n
K : Variabel reduksi
n n
∑X 2
i − ∑ Xi
Sx : Standard Deviasi = 1 1
n −1
B. Distribusi Log
Normal
Sumber: Buku Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan hal 37
Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Log Normal,
Dimana:
Log XT : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan
rancangan untuk periode ulang T tahun.
n
∑ log (X i )
Log X : Harga rata – rata dari data = 1
n
n n
∑ (LogX i2 − Log∑ X i )
SxLog X : Standard Deviasi = 1 1
n −1
K : Variabel reduksi
Untuk analisa frekuensi curah hujan dengan menggunakan metode Log Person Type
Dimana:
Log XT : Variate diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan
rancangan untuk periode ulang T tahun.
n
∑ Log X
i =1
i
∑ (Log X )
n
i − Log X 2
i =1
S1 : Standard Deviasi, S1 =
n −1
( )
n
n . ∑ Log X i − Log X 3
i =1
dengan periode ulang T Cs =
( n − 1 ) ( n − 2 ) . Si
3
Untuk mengetahui apakah data tersebut benar sesuai dengan jenis sebaran teoritis
yang dipilih maka perlu dilakukan pengujian lebih lanjut. Untuk keperluan analisis uji
Uji Chi Kuadrat digunakan untuk menguji apakah distribusi pengamatan dapat
disamai dengan baik oleh distribusi teoritis. Perhitungannya dengan menggunakan persamaan
berikut:
k
(EF - OF) 2 (2.11)
X 2hit = ∑
i =1 EF
di mana k = 1 + 3,22 Log n, OF = nilai yang diamati, dan EF = nilai yang diharapkan.
Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X2 hitung < X2Cr.
Harga X2Cr dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikan α dengan derajat kebebasan.
Batas kritis X2 tergantung pada derajat kebebasan dan α. Untuk kasus ini derajat kebebasan
DK = JK - (P + 1) (2.12)
Dimana :
DK = derajat kebebasan
JK = jumlah kelas
D. Distribusi Gumbel
Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode E.J. Gumbel, dengan
Dimana:
XT : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya
curah hujan rencana untuk periode ulang T (tahun).
n
∑X i
X : Harga rata – rata dari data = 1
∑ X i2 − ∑ X i
Sx : Standard Deviasi = 1 1
n −1
K : Variabel reduksi
YT − Yn
K = (2.9)
Sn
Dimana:
YT : Reduced variate sebagai fungsi dari periode ulang T
Yn : Reduced mean sebagai fungsi dari banyak data (N)
Sn : Reduced standard deviation sebagai fungsi dari banyak data N
Tabel
Sumber: Buku Reduksi
2.5Sistem Variat
Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan hal 51
a. Plot data dengan peluang agihan empiris pada kertas probabilitas, dengan
m
P= x 100% (2.13)
(n + 1)
Dimana:
m = nomor urut dari nomor kecil ke besar
n = banyaknya data
∆ max = Pe - Pt (2.15)
Dimana:
∆ max = selisih maksimum antara peluang empiris dengan teoritis, Pe =
c. Taraf signifikan diambil 5% dari jumlah data (n), didapat ΔCr dari tabel.
Dari tabel Uji Smirnov Kolmogorof, bila Δ maks < ΔCr, maka data dapat
diterima.
Di daerah di mana data hidrologi tidak tersedia untuk menurunkan hidrograf satuan,
maka dibuat hidrograf satuan sintetis yang didasarkan pada karakteristik fisik dari DAS.
Berikut ini diberikan beberapa metode yang biasa digunakan dalam menurunkan hidrograf
banjir.
Dalam permulaan tahun 1938, F.F. Snyder dari Amerika Serikat telah
LC= Jarak antara titik berat daerah pengaliran dengan pelepasan (outlet) yang diukur
tp = Ct (L . Lc) (2.28)
tp
tr = (2.29)
5,5
C p .A
Q p = 2, 78 (2.30)
tp
T=
b 72 + 3t p (2.31)
dimana:
tp : Waktu mulai titik berat hujan sampai debit puncak dalam jam
Ct : Koefisien yang diturunkan dari DAS yang memiliki data pada daerah yang
sama
Menghitung debit puncak per satuan luas dari hidrograf satuan standar :
2, 75.Cp
qp = (2.33)
tp
dimana :
Cp : Koefisien yang diturunkan dari DAS yang memiliki data pada daerah yang
sama
Harga L dan Lc diukur dari peta DAS untuk menghitung Ct dan Cp pada DAS yang terukur.
Berdasarkan hidrograf satuan yang diturunkan dapat diperolrh durasi efektif tR dalam jam,
tr = tR
Jika tpR jauh dari 5,5 t R , maka kelambatan DAS standar adalah :
t r- t R
t p = t pR + (2.34)
4
Dan persamaan (2.29) dan (2.33) diselesaikan untuk mendapatkan nilai tr dan tp. Nilai Ct dan
Lamanya hujan efektif tr ‘=tp/5,5 dimana tr diasumsi 1 jam. Jika tr’ > tr ( asumsi), dilakukan
koreksi terhadap tp
tr
= t'p+
Tp
2
maka :
tr
T=
P t p '+ (2.36)
2
tr
Tp= t p + (2.37)
2
sebagai berikut :
Q = Y .Qp (2.38)
dimana :
(1− x )2
−a
Y = 10 x
(2.39)
t
X= (2.40)
TR
=
a 1,32λ 2 + 0,15λ + 0, 045 (2.41)
(Q p .TR )
λ= (2.42)
(h. A)
dimana:
Setelah λ dan a dihitung, maka nilai y untuk masing-masing x dapat dihitung (dengan
membuat table), dari nilai-nilai tersebut diperoleh t=xTp dan Q=y.Qp , selanjutnya dibuat
C.A.R0
Qp = (2.43)
3,6 (0,3 TP + T0,3 )
Tp = tg + 0,8 tr (2.44)
T0,3 = α x tg (2.47)
2, 4
t
Qt = x Qp
T
p (2.48)
dimana:
C = koefisien pengaliran
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai menjadi
1.5 – 3.5, Qt = debit pada saat t jam (m3/det), dan L = panjang sungai (m).
Gambar (2.5) merupakan contoh gambar hidrograf nakayasu berupa hubungan antara
Tr
0,8 Tr tg
Qp
0,32 Qp
0,3 Qp
t
Tp T0,3 1,5 T0,3 (j )
maka:
2, 4
t
Qt = x Qp
T
p
maka:
t -Tp
T0,3
Q t = Q p x 0,3 , untuk (Tp + T0,3) ≤ t ≤ (Tp + T0,3 + 1,5T0,3),
t -Tp + 0,5T0,3
maka: Q t = Q p x 0,3
1,5T0,3
, dan untuk t > (Tp + T0,3 + 1,5T0,3),
t -Tp + 1,5T0,3
maka Q t = Q p x 0,3
2T0,3
.
Kajian sifat dasar Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gamma I adalah hasil penelitian
30 buah daerah aliran sungai di Pulau Jawa. Sifat-sifat daerah aliran sungai dalam metode
a. Faktor sumber (source factor, SF) adalah perbandingan antara jumlah panjang
d. Faktor lebar (width factor, WF) adalah perbandingan antara lebar DAS yang
diukur dari titik di sungai yang berjarak ¾ L dan lebar DPS yang diukur dari titik
e. Luas relatif DPS sebelah hulu (relative upper catchment area), yaitu
perbandingan antara luas DPS sebelah hulu garis yang ditarik terhadap garis yang
Jumlah pertemuan sungai (number of junction, JN). Gambar (2.4) berikut merupakan
WL
B
A
X WU
Rumus-rumus yang digunakan dalam metode HSS Gamma I adalah sebagai berikut:
dimana :
B = koefiesien reduksi.
dimana :
SF = faktor sumber
Menghitung debit puncak banjir HSS Gamma I (Qp) dengan rumus berikut:
dimana :
Menghitung waktu dasar pada metode HSS Gamma I (tb) dengan rumus berikut:
dimana :
SN = frekuensi sumber
Menghitung koefisien tampungan (K) pada metode ini dihitung dengan rumus:
dimana :
dimana :
dibandingkan dengan data debit Daerah Aliran Sungai Wampu yang diperoleh dari Balai
Wilayah Sungai Sumatera II untuk menentukan metode Hidrograf Satuan Sintetik yang
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian untuk penulisan skripsi ini berlangsung pada semester A Tahun ajaran
2014-2015 sampai dengan selesai yang dilakukan di Sungai Wampu yang terletak di
Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Langkat, Provinsi
Sumatera Utara terletak pada 03° 44’ 25” LU – 98° 26’ 49” BT.
1. Studi Literatur
Pertama dalam penulisan ini yaitu melakukan studi literatur yang berisi konsep-
konsep teoritis dari berbagai literatur yang dipelajari dan dipahami agar landasan
satuan sinetik.
2. Pengumpulan Data
a. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh dengan pengamatan dan pengukuran di
lapangan. Secara umum pengertian data primer adalah data yang diperoleh dari
sumber pertama/sumber data atau data yang dikumpulkan peneliti secara langsung
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang mendukung penelitian dan memberikan gambaran
jurnal, buku literatur, internet dan data-data yang digunakan. Secara umum
pengertian data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak kedua, data ini
c. Pengolahan Data
pengolahan data. Data-data yang diperoleh dari hasil survei lapangan, hasil analisa
dan data-data yang telah diolah oleh suatu pusat penelitian akan di hitung dengan
3. Analisis Data
Dari hasil pengolahan akan dilakukan analisa data sehingga dapat diperoleh
Data ini berguna untuk mengetahui intensitas curah hujan jam-jaman dalam kala
Data ini berguna untuk mengetahui debit puncak dari masing-masing metode
Mulai
Studi Literatur
Pengumpulan data
- Data DAS
- Peta DAS
- Peta Tata Guna Lahan
- Data Curah Hujan
- Data Debit
Selesai
3.3 Gambar
Sistematika 3.1 Tahapan Rencana Pelaksanaan Tugas Akhir
Penulisan
1. Pendahuluan
2. Tinjauan Pustaka
Pada bab ini akan diuraikan berbagai literature yang berkaitan dengan
satuan sintetik, analisis curah hujan, serta rumus-rumus yang berkaitan dengan judul
3. Metodologi Penelitian
Bab ini akan menjelaskan mengenai metodologi yang digunakan penulis yang akan
membahas semua tahapan secara umum yang dilakukan dari awal penelitian sampai
Bab ini berisi spesifikasi data yang akan digunakan dalam penelitian yaitu mencakup
data curah hujan, data debit observasi, dan data-data lingkungan lainnya yang
Bab ini menjelaskan mengenai hasil dan kesimpulan yang dapat ditarik setelah
dilakukan penelitian sehubungan dengan masalah yang telah ditentukan pada bab
sebelumnya. Selain itu juga akan diberikan beberapa saran untuk penelitian
Kabupaten Langkat yang berada di tiga stasiun pengamatan hujan yaitu, Stasiun
Utara. Selain itu, data-data pelengkap diambil di Kantor Badan Wilayah Sungai
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode analisis hidrologi
berupa analisis curah hujan sebagai pendukung untuk mendapatkan debit banjir
Beberapa variabel dalam penelitian ini adalah intensitas curah hujan, daerah aliran
Data curah hujan merupakan banyaknya hujan yang jatuh di suatu tempat. Curah
hujan mempengaruhi debit dan aliran permukaan pada suatu sungai. Data curah hujan
mulai 2003 sampai dengan 2012 pada 3 stasiun penangkaran hujan yaitu Teluk, Perdamean
Dengan metode aljabar (rata-rata) dipilih curah hujan tertinggi setiap tahun.Data
hujan yang terpilih setiap tahun merupakan hujan maksimum harian DAS untuk tahun yang
bersangkutan.
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Har.Maks
2003 29 35 28 58,5 65 29 70 82 46 53 120 68,5 120
2004 40 85 59 70 24 76 75 30 100 72 61 43,5 100
2005 21 45 65 80 21 34 34 43 42 35 55 32 80
2006 20 85 24,5 99 53 44 23 22 78 79 49 37,5 99
2007 23 40 92 52 60,5 29 44 92 26 76,5 43,5 94 94
2008 77 69 59 43 34 61,5 34 69 75 55 49 96 96
2009 32 47 76 88 24 54 63 23 22 32 67 45 88
2010 62 25 24 70 50 60 65 50 34 45 94 50 94
2011 78 105 41 130 49,5 82 114 72 115 29 41 85 130
2012 45 52 75 55 67 50 58,5 25 47 52 65 71 75
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Sampali Medan
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Har.Maks
2003 46 85 36 74 68,5 66 75 33,5 58 61 36 53 85
2004 44 45 36 58 44 40 27 46 38 77 65 54 77
2005 51 44 80 107 40 34 59 31 54 73 35 31 107
2006 43 50 97 51 42 77 47,5 30 42 77 85 94 97
2007 37 53 73 55 46 66 43 61 62 56 47 79 79
2008 41 16,5 33 42 15 56 29 44 42 62 86 84 86
2009 22 34 53 43 45 31 46 35 60 53 21 45 60
2010 78 25 44 46 48 122 32 40 77 34 45 78 122
2011 54 55 77 74 36 36 89 32 84 43 33 63 89
2012 66 30 84 87 95 49 15 52 39 25 51 75 95
Sumber:Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Sampali Medan
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Har.Maks
2003 40 43 51 39 49 34 30 50 79 46 115 88 115
2004 106 65 64 72 25 83 68 65 75 52,5 76 125 125
2005 49 29 90 76 35 36 20 54,5 42 31 80,5 44 90
2006 44 53 106 75 29 45 23 43 67 68 75 37,5 106
2007 50 12 41 92 88 45 74 28 64 33,5 29 82,5 92
2008 22 30,5 73 74 76 36 180 140 110 25 29 88 180
2009 80 104 126 81 111 76 35 75 31 105 75 121,5 126
2010 58 32,5 30 60 61 53 22,5 20,5 20,5 93 16 31 93
2011 32 87 58 19 25 26,2 70,5 64 66,8 68,5 72,5 57,8 87
2012 109 55 52 73 41 42 75,5 59 79,5 75 85 37 109
Sumber:Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Sampali Medan
Curah Hujan tertinggi pada tahun 2008 sebesar 120,67 mm. Data urut hujan maksimum
Tahun Rmax
2007 88,33
2009 91,33
2005 92,33
2012 93,00
2004 100,67
2003 100,67
2011 102,00
2010 103,00
2003 106,67
2008 120,67
Sumber: Hasil perhitungan
Penentuan pola distribusi atau sebaran hujan dilakukan dengan menganalisa data
curah hujan harian maksimum yang diperoleh dengan menggunakan analisis frekuensi. Untuk
menentukan jenis sebaran yang akan digunakan dalam menetapkan periode ulang/returny
Langkah yang ditempuh adalah dengan menggunakan data-data mulai dari terkecil
sampai terbesar. Dari hasil analisis diperoleh nilai untuk masing-masing parameter statisik.
Untuk menganalisis probabilitas curah hujan biasanya dipakai beberapa macam distribusi
yaitu: (A) Distribusi Normal, (B) Log Normal, (C) Log Pearson Type III, (D Gumbel).
998, 67
=
Dari data-data diatas didapat: X = 99,87 mm
10
(X i − X) 2 804, 27
=
Standar deviasi: S = = 9, 45
n −1 10 − 1
nilai KT (variabel reduksi) yang diperoleh dari tabel 2.1 untuk menentukan analisa curah
hujan rencana dengan Distribusi Normal seperti pada tabel 4.6 dibawah ini.
20
Dari data-data diatas didapat : =
X = 2 mm
10
(X i − X) 0, 01
Standar deviasi : S = = = 0, 03
n -1 10-1
Tabel 4.8 Analisa Curah Hujan Rencana dengan Distribusi Log Normal
Periode ulang
No KT Log X Log S Log XT Curah hujan ( XT)
(T) tahun
1 2 0 2.00 0.03 2.00 99.48
2 5 0.84 2.00 0.03 2.03 105.97
3 10 1.24 2.00 0.03 2.04 108.94
4 20 1.64 2.00 0.03 2.05 112.00
5 50 2.05 2.00 0.03 2.06 115.21
6 100 2.33 2.00 0.03 2.07 117.46
Sumber: Hasil Perhitungan
Berikut adalah hasil analisa curah hujan rencana dengan Distribusi Log Normal:
Log XT = LogX + (K T × S)
T = 2 tahun
Log X2 = 2+ (0 × 0,03)
Log X2 = 2
X2 = 99,48 mm
Log XT = LogX + (K T × S)
T = 5 tahun
Log X2 = 2 + (0.84 × 0,03)
Log X2 = 2,025
Log XT = LogX + (K T × S)
T = 10 tahun
Log X2 = 2 + (1.24 × 0,03)
Log X2 = 2,037
X2 = 108,94 mm
Log XT = LogX + (K T × S)
T = 20 tahun
Log X2 = 2 + (1.64 × 0,03)
Log X2 = 2.04
X2 = 112 mm
Log XT = LogX + (K T × S)
T = 50 tahun
Log X2 = 2 + (2.05× 0,03)
Log X2 = 2.062
X2 = 115.21 mm
Log XT = LogX + (K T × S)
T = 100 tahun
Log X2 = 2 + (2.33× 0,03)
Log X2 = 2.07
X2 = 117.46mm
Tabel 4.9 Analisa Curah Hujan dengan Distribusi Log Pearson III
20
Dari data-data diatas didapat: =
X = 2 mm
10
(X i − X) 2 0, 0143
=
Standar deviasi: S = = 0, 04
n −1 10 − 1
∑(X )
n 3
i −X
G= i =1
Selanjutnya pada analisa curah hujan rencana dengan distribusi Log Pearson III
diperlukan nilai K yang diperoleh dari tabel 2.3 seperti yang terdapat pada tabel 4.10
dibawah ini.
Log
No Periode ulang (T) tahun K Log S Log XT Curah hujan ( XT)
X
1 2 -0.017 2 0.04 2.00 99.84
2 5 0.836 2 0.04 2.03 *108.00
3 10 1.292 2 0.04 2.05 112.64
4 25 2.785 2 0.04 2.11 129.24
5 50 2.107 2 0.04 2.08 121.42
6 100 2.400 2 0.04 2.10 124.74
Tanda * merupakan parameter Curah Hujan (h) pada HSS Snyder
Berikut hasil analisa curah hujan rencana dengan Distribusi Log Person III:
Log XT = LogX + (K T × S)
T = 2 tahun
Log X2 = 2 + (-0,017× 0,04)
Log X2 = 2
X2 = 99.84 mm
Log XT = LogX + (K T × S)
T = 5 tahun
Log X2 = 2 + (0,8 × 0,04)
Log X2 = 2,03
X2 = 107,45 mm
Periode Ulang
m
No P= 1 (X i − X) (X i − X) 2
n +1 T=
Curah hujan (mm) Xi P
X 99,87
S 9.45
Sumber: Hasil Perhitungan
998, 67
=
Dari data-data diatas didapat: X = 99,867 mm
10
(X i − X) 2 804, 27
=
Standar deviasi: S = = 9, 45
n −1 10 − 1
Yn = 0.4952
Sn = 0.94
dengan Distribusi Gumbel. Nilai YTR diperoleh dari tabel 2.5 Yn dari tabel 2.4, dan Sn
1,500 0,495
2 5 0,94 99,87 9,45 1.06 109.87
4 2
2,251 0,495
3 10 0,94 99,87 9,45 1.85 117.34
0 2
2,970 0,495
4 20 0,94 99,87 9,45 2.61 124.50
9 2
3,902 0,495
5 50 0,94 99,87 9,45 3.59 133.78
8 2
4,601 0,495
6 100 0,94 99,87 9,45 4.32 140.73
2 2
Frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran hujan disamai atau
dilampaui.Analisa frekuensi diperlukan seri data hujan yang diperoleh dari penakar hujan,
baik yang manual maupun otomatis. Analisa frekuensi ini didasarkan pada sifat statistik data
kejadian yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan di masa yang akan
datang. Dengan anggapan bahwa sifat statistik kejadian hujan yang akan datang masih sama
dengan sifat statistik kejadian hujan masa lalu. Analisa frekuensi curah hujan diperlukan
untuk menentukan jenis sebaran (distribusi).Berikut analisa frekuensi curah hujan pada tabel
4.13
No. Xi P xi − x (x i − x ) 2 (x i − x ) 3 (x i − x ) 4
88,33333 0.09 -11,53 133,02 -1534,14 17693,83
1
91,33333 0.18 -8,53 72,82 -621,38 5302,47
2
92,33333 0.27 -7,53 56,75 -427,53 3220,72
3
93 0.36 -6,87 47,15 -323,77 2223,24
4
100,6667 0.45 0,80 0,64 0,51 0,41
5
100,6667 0.55 0,80 0,64 0,51 0,41
6
102 0.64 2,13 4,55 9,71 20,71
7
103 0.73 3,13 9,82 30,76 96,39
8
106,6667 0.82 6,80 46,24 314,43 2138,16
9
120,6667 0.91 20,80 432,64 8998,94 187178,13
10
998,7 804,27 6448,04 217874,47
Total
99,87
Rata-rata
Dari hasil perhitungan diatas selanjutnya ditentukan jenis sebaran yang sesuai, dalam
Untuk menentukan jenis sebaran yang akan digunakan, maka parameter statistik data
curah hujan wilayah diperiksa terhadap beberapa jenis sebaran sebagai berikut :
1. Distribusi Gumbel
4. Distribusi Normal
Berikut ini adalah perbandingan syarat-syarat distribusi dan hasil perhitungan analisa
frekuensi hujan.
Hasil
No Jenis Sebaran Syarat Keterangan
Perhitungan
Cs ≈ 0 1,06 tidak sesuai
1 Normal
Ck ≈ 3 5,42 tidak sesuai
CS≈CV3 + 3CV 0,27 tidak sesuai
2 Log Normal CK ≈ CV8+6CV6 +15CV4 +
3,13 tidak sesuai
16CV2 +3
3 Gumbel CS≈1.14 1,06 Tidak sesuai
Berdasarkan tabel 4.14, maka distribusi Log Pearson III dapat digunakan sebagai
metode perhitungan curah hujan rancangan. Berdasarkan analisis frekuensi yang dilakukan
pada data curah hujan harian maksimum diperoleh bahwa jenis distribusi yang paling cocok
dengan sebaran data curah hujan harian maksimum di daerah aliran air adalah distribusi Log
Pearson III.
Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov sering juga disebut uji kecocokan non parametrik
tertentu.Adapun hasil perhitungan uji Smirnov-Kolmogorov dapat dilihat pada tabel 4.15
berikut ini.
Kondisi hujan
Kebasahan tanah
Dalam hal ini telah ditentukan nilai dari koefisien limpasan terhadap
Waktu yang diperlukan oleh hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh
sampai ketempat keluarnya (titik control) disebut dengan waktu konsentrasi suatu
daerah aliran dimana setelah tanah menjadi jenuh dan tekanan kecil terpenuhi.
Dalam hal ini diasumsikan bahwa jika durasi hujan sama dengan waktu
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan persatuan waktu.
cendrung makin tinggi dan makin besarperiode ulangnya makin jauh pula
intensitasnya.
lengkung IDF. Data hujan jenis ini hanya dapat diperoleh dari stasiun penangkar
225
Intensitas Curah Hujan (mm/jam)
200
175
150 R2
125 R5
R10
100
R20
75
R50
50 R100
25
0
100
110
120
130
140
150
160
170
180
10
20
30
40
50
60
70
80
90
5
R 24 24 2/3
I= ( )
24 t c
99,84 24 2
I= ( )3 = 181 ,426 mm/jam
24 0.083
menemukan tiga parameter hidrograf yaitu, lebar dasar hidrograf, debit puncak,
dan kelambatan DAS (basin lag) yang cukup memadai untuk mendifinisikan
hidrograf satuan.
24 jam (Suripin,2003) dan debit rata rata sebesar 110,5055 m3 / det yang
t r- t R t 1
t p = t pR + t p = 24 + r- (dikombinasikan ke pers 2.29)
4 4
t p = 5, 5 t r
t 1 t 1
t p = 24 + r - 5,5 t r = 24 + r -
4 4
(5,5 × 4) t r = 24 × 4 + t r − 1
(22 − 1) t r = 96 − 1
t r = 4,5238 jam
t p = 5, 5 t r t p = 24,88 jam
110,5055
q pR = = 0.018m3 / det.cm
5930, 2
2, 75.Cp 2, 75.Cp
q pR = 0, 018 =
t pR 24
C p = 0,157
1. Mencari waktu mulai titik berat hujan sampai debit puncak (tp)
t p = 24,88 jam
t 4,5238
Tp ' = t p + r = 24,88 + = 27,1419 jam
2 2
tp 24,88
tr' = = = 4,5236
5,5 5,5
karena tr’>tr maka digunakan persamaan 2.33 antar lain :
Cp 0,157
qp = 0, 278. = 0, 278 = 0, 0175426
tp 24,88
λ = (Q p × Tp=
) / (h × A) (10, 40311532 × 28, 0228) / (0,108 ×=
5930, 2) 0, 455178609
tr = 4,5236jam
Q hujan
efektif
Tb (jam)
10
6
Hidrograf
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100110120130140150160170180190200210220
Hidrograf satuan sintetis (HSS) Nakayasu adalah metode yang berasal dari
Gambar 4.6 Peta Daerah Aliran Sungai Wampu (sumber: BWSS II)
yang luas. Faktor utama yang memepengaruhi C adalah laju infiltrasi tanah atau
persentase lahan kedap air, kemiringan lahan, tanaman penutup tanah, dan
intensitas hujan. Koefisien limpasan juga tergantung pada sifat dan kondisi tanah.
Laju infiltrasi menurun pada hujan yang terus-menerus dan juga dipengaruhi oleh
kondisi kejenuhan air sebelumnya. Faktor lain yang mempengaruhi nilai C yaitu
air tanah, derajat kepadatan tanah, porositas tanah dan simpanan depresi
(Suripin,2004).
Dari hasil perhitungan di atas maka nilai koefisien limpasan 0.25 ini dapat
diartikan bahwa air hujan yang turun akan melimpas ke permukaan dan mengalir
menuju daerah hilir. Nilai koefisien ini juga dapat digunakan untuk menentukan
kondisi fisik dari DAS Wampu yang artinya memiliki kondisi fisik yang baik. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Kodoatie dan Syarief (2005), yang menyatakan
bahwa angka koefisien aliran permukaan itu merupakan salah satu indikator untuk
menunjukkan bahwa semua air hujan terinterepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah
sebagai aliran permukaan (run off). Perubahan tata guna lahan yang terjadi secara
Dalam menghitung HSS Nakayasu diperlukan data yang diperoleh dari tabel 4.18
yaitu perhitungan intensitas hujan jam-jaman seperti pada tabel 4.24 berikut ini:
1 37,442
2 23,587
3 18,000
2.Menghitung waktu (time lag) dari permulaan hujan sampai puncak banjir
a. Kurva naik
1. 0 ≤ t < Tp , maka
Qt 2 = Qp.0,3
1,5T0,3
Rumus kurva turun maka,
t-[12,4256+(0,5(15,532)]
1,5(15,532) (Persamaan kurva turun 2)
Q t 2 = 21,3825(0,3)
t ≥ 51, 2556
t −Tp + (1,5T0,3 )
0,8tr tg
Qp
0,32 Qp
0, 3 Qp
Tp T0,3 1, 5 T0,3
Tb
berikut:
Kolom (1): Keterangan rentang waktu kurva naik dan kurva turun
Kolom (6): Kolom (4) x Akibat hujan kolom (6) diturunkan satu baris
Kolom (7): Kolom (4) x Akibat hujan kolom (7), diturunkan dua baris
Q (m3/detik)
30
25
20
15
Hidrograf
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70
2000
1500
Total
1000
500
0
0 10 20 30 40 50 60 70
L 127
=Tr 0, 43( )3 + 1, 0655SIM + 1,=
2775 0, 43( )3 + 1, 0655(0, 47) + 1,=
2775 3,183 jam
100.SF 100 × 0,856
=Qb 0,= =
475 A0,6444 D 0,9430 0, 475(5930, 2)0,6444 (0, 0214)0,9430 3, 420057709m3 det
t
−
( k)
Qt = Qp.e
Tr
t (jam)
Tb
t
Kolom (2): Debit dalam waktu tertentu Qt = Qp.e K
T Q akibat hujan 37,442 akibat hujan 23,587 akibat hujan 18,00 Total
0 0 0 0 0 0
1 - - - - -
2 - - - - -
3 - - - - -
3.18305 28.1570009 1054.254426 664.1391793 506.8260155 2253.38
4 22.3387005 836.4056225 526.9029276 402.0966082 1787.74
5 17.7226808 663.5726138 418.0248716 319.0082541 1418.33
6 14.0605052 526.453436 331.6451363 253.0890938 1125.25
7 11.1550735 417.6682619 263.1147186 200.791323 892.729
8 8.85001377 331.3622157 208.7452749 159.3002479 708.258
9 7.02126649 262.8902601 165.6106128 126.3827969 561.905
10 5.57040751 208.567198 131.3892019 100.2673352 445.794
11 4.41935082 165.4693333 104.2392277 79.5483147 353.676
12 3.50614593 131.2771161 82.69946417 63.11062683 280.593
13 2.78164369 104.1503031 65.61062973 50.06958643 222.612
14 2.20685099 82.62891471 52.05299426 39.72331779 176.612
15 1.75083218 65.55465846 41.29687861 31.51497923 140.117
16 1.38904409 52.00858877 32.76338292 25.0027936 111.164
17 1.10201509 41.26164897 25.99322991 19.83627161 88.1932
18 0.87429713 32.73543305 20.62204635 15.7373483 69.9691
19 0.6936343 25.97105554 16.36075229 12.48541744 55.5109
20 0.55030324 20.60445404 12.9800026 9.905458383 44.0402
21 0.4365898 16.34679521 10.29784356 7.858616363 34.9398
22 0.34637385 12.96892959 8.169919938 6.234729252 27.72
23 0.27479992 10.28905865 6.481705745 4.946398584 21.992
24 0.21801587 8.162950322 5.1423404 3.924285717 17.4476
25 0.17296556 6.476176315 4.079738549 3.113379992 13.8423
30
25
20
15 Hidrograf
10
0
0 10 20 30 40 50
2000
1500
1000 Total
500
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisa pada bab sebelumnya didapatkan debit banjir dari ketiga
1. Debit banjir dari metode Hidrograf Satuan Sintetik Snyder adalah sebesar
dan perencanaan bangunan air di Daerah Aliran Sungai Wampu adalah Hidrograf
Satuan Sintetik Snyder, karena nilai debit banjir observasi sebesar 792,114
m3/detik. Sedangkan untuk nilai hasil debit banjir HSS Gamma I sangat jauh dari
debit observasi, hal ini disebabkan karena terdapat perbedaan sendiri di metode ini
yaitu tidak adanya penggunaan parameter intensitas curah hujan jam-jaman seperti
yang digunakan di dalam metode HSS Snyder dan HSS Nakayasu. Untuk HSS
Nakayasu, penyebab data perhitungan jauh dari data observasi adalah dalam
penentuan nilai C yang diperoleh dari analisa peta yang harus lebih detail.
hanya cocok untuk Daerah Aliran Sungai di Pulau Jawa seperti yang telah
nilai C harus sangat maksimal dalam menganalisis Peta tata guna lahan
Limantara Lily Montarich, 2006, Model Hidrograf Satuan Sintetis untuk DAS-DAS
di Sebagian Indonesia, Desertasi, Tidak Diterbitkan, Universitas Brawijaya,
Malang.
Sri Harto Br , 1995, Analisa Hidrologi, PAU Ilmu Teknik Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.