Anda di halaman 1dari 96

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Departemen Teknik Sipil Skripsi Sarjana

2018

Analisis Perbandingan Tegangan Baut


Sambungan Balok Kolom Antara
Metode Manual dengan Metode
Numerik (ANSYS)

Thomas, Handi Utama


Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/7950
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
ANALISIS PERBANDINGAN TEGANGAN BAUT
SAMBUNGAN BALOK KOLOM ANTARA METODE
MANUAL DENGAN METODE NUMERIK (ANSYS)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian


Pendidikan Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

HANDI UTAMA THOMAS


14 0404 094

BIDANG STUDI STRUKTUR


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS PERBANDINGAN TEGANGAN BAUT SAMBUNGAN
BALOK KOLOM ANTARA METODE MANUAL DENGAN METODE
NUMERIK (ANSYS)

ABSTRAK

Konstruksi baja adalah konstruksi yang telah banyak digunakan sekarang

karena proses pembangunan yang cepat. Sambungan pada konstruksi baja adalah hal

yang tidak dapat ditiadakan sekarang dan akibat kesalahan sambungan juga

konstruksi ini biasanya mengalami kegagalan/keruntuhan. Dengan berkembangnya

metode dalam menganalisis sambungan, maka tujuan penulisan tugas akhir ini

adalah untuk menganalisis tegangan geser dan tarik baut pada sambungan balok

kolom dengan metode elemen hingga menggunakan program Ansys Workbench 15.0

yang kemudian dibandingkan dengan metode perhitungan secara manual dengan

konsep LRFD. Hasil yang di dapat penulis tegangan yang terjadi pada masing

masing baut melalui metode elemen hingga (Ansys) baik tegangan tekan maupun

tegangan tarik dibawah tahanan tegangan tekan maupun tegangan tarik yang dihitung

menggunakan metode maanual. Hasil deformasi yang didapat dari program ANSYS

adalah cenderung menurun dari baut baris teratas hingga terbawah dimana deformasi

maksimum terjadi pada baut baris teratas.

Kata Kunci : Sambungan balok kolom, ANSYS, LRFD, metode elemen hingga

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir
ini. Penulisan Tugas Akhir yang berjudul “ANALISIS PERBANDINGAN
TEGANGAN BAUT SAMBUNGAN BALOK KOLOM ANTARA
METODE MANUAL DENGAN METODE NUMERIK (ANSYS)” ini
dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian Sarjana
Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas
Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak


terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak yang berperan penting yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Ing.Johannes Tarigan selaku pembimbing dan Wakil Dekan 1

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan

dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran

kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Medis Sejahtera Surbakti, ST, MT, Ph.D, selaku Ketua Departemen

Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Daniel R. Teruna, M.T., Ph.D., IP-U selaku Dosen Penguji yang

telah memberikan masukan, arahan, dan bimbingan kepada penulis.

4. Bapak Ir. Torang Sitorus, M.T. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan

masukan, arahan, dan bimbingan kepada penulis.

5. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara yang memberikan bantuan selama ini kepada saya.
ii

Universitas Sumatera Utara


7. Kepada kedua orang tua ; Bapak Drs. Eddy Thomas dan Ibu Junita, SE yang

selalu memberikan doa, kasih sayang, nasihat, dukungan dan materi yang tiada

hentinya sehingga penulis terus termotivasi untuk menyelesaikan Tugas Akhir.

8. Bapak Ir. Sanjaya Aryatnie, MT selaku direktur dan pemilik PT. Erakarya

Konstruksi Nusantara dan Bapak Agus Salim, ST, MT selaku General Manager

PT. Erakarya Konstruksi Nusantara yang telah memberikan banyak dukungan,

saran dan waktu agar penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

9. Kepada The Special One Pretty Amanda Aryatnie yang telah memberikan

dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

10. Kepada sahabat-sahabat finite element team yang telah memberikan saran,

masukan, dan bantuan dalam penyelesaian tugas akhir ini, lae Satdes

Laurensius Sinaga ,Lae Ruben Situmorang dan lae Ignatio Manalu.

11. Kepada sahabat-sahabat kami dari Jurusan Fakultas Teknik Mesin yang telah

memberikan saran, masukan, dukungan, serta bantuan untuk menyelesaikan

Tugas Akhir ini yaitu Ericho dan Bastian Pinem

12. Kepada teman-teman angkatan 2014 yang tidak dapat disebutkan satu persatu

yang selalu membantu dan mendukung dalam penyelesaian Tugas Akhir ini

13. Kepada junior angkatan 2017, Aldi, Roy Andre dan semua junior yang tidak

bisa disebutkan satu-persatu, yang telah membantu dalam penyelesaian Tugas

Akhir ini.

14. Seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dari segi apapun,

sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

iii

Universitas Sumatera Utara


Bapak dan Ibu Staf Pengajar serta rekan – rekan mahasiswa demi penyempurnaan

Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Penulis berharap semoga

laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, September 2018

Penulis

HANDI UTAMA THOMAS


14 0404 094

iv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK.............................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... v

DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. x

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3

1.3 Pembatasan Masalah .............................................................................. 3

1.4 Tujuan Penelitian.................................................................................... 4

1.5 Metode Penelitian ................................................................................... 4

1.6 Sistematika Penulisan............................................................................. 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 7

2.1 Umum ..................................................................................................... 7

2.2 Baja....................................................................................................... 7

2.2.1 Pengertian Baja ............................................................................. 7

2.2.2 Pengaruh Unsur Baja ..................................................................... 8

2.2.3 Klasifikasi Baja ............................................................................. 9

2.2.4 Sifat Mekanik Baja ........................................................................ 11

2.3 Alat Sambung Konstruksi Baja .............................................................. 12

2.3.1 Alat Sambung Baut ....................................................................... 12

2.3.1.1 Jenis-Jenis Baut ............................................................... 12

Universitas Sumatera Utara


2.3.1.2 Tahanan Nominal Baut ................................................... 16

2.3.1.3 Tata Letak Baut ............................................................... 18

2.3.2 Alat Sambung Las ......................................................................... 19

2.3.2.1 Pengertian Las dan Jenisnya ........................................... 19

2.3.2.2 Kekuatan Las dan Perencanaan Las ................................ 21

2.4 Klasifikasi Sambungan Konstruksi Baja ................................................ 21

2.4.1 Sambungan Berdasarkan Kekakuan .............................................. 22

2.4.1.1 Sambungan Kaku ............................................................ 23

2.4.1.2 Sambungan Sederhana .................................................... 24

2.4.1.3 Sambungan Semi Kaku ................................................... 24

2.4.2 Sambungan Berdasarkan Kekuatan dan Daktilitas ....................... 25

2.4.3 Sambungan Momen....................................................................... 26

2.4.3 Efek Tebal Pelat Terhadap Gaya Pada Baut ................................. 27

2.4.4 Baut Dengan Tegangan Kombinasi............................................... 28

2.5 Pengertian Metode Perencanaan LRFD ................................................. 29

2.5.1 Pendahuluan .................................................................................. 29

2.5.2 Tentang Metode LRFD ................................................................. 30

2.5.3 Faktor Beban ................................................................................. 32

2.5.4 Faktor Resistensi dan Faktor Reduksi ........................................... 33

2.5.5 Besar Beban dan Faktor Resistensi ............................................... 34

2.5.6 Reabilitas dan Peraturan LRFD..................................................... 35

2.5.7 Kelebihan LRFD ........................................................................... 38

2.6 Metode Elemen Hingga .......................................................................... 38

2.6.1 Konsep Dasar Metode Elemen Hingga ......................................... 38

vi

Universitas Sumatera Utara


2.6.2 Langkah-Langkah Metode Elemen Hingga .................................. 39

2.6.3 Beberapa Bentuk Elemen dalam Metode Elemen Hingga ............ 44

2.6.3.1 Elemen Satu Dimensi ...................................................... 44

2.6.3.2 Elemen Dua Dimensi ...................................................... 44

2.6.3.3 Elemen Tiga Dimensi...................................................... 45

2.6.4 Perangkat Lunak Metode Elemen Hingga .................................... 45

2.6.4.1 Software Ansys ............................................................... 46

2.7 Hubungan Prinsip Metode Elastis dengan ANSYS ............................... 50

2.7 Studi Literatur ........................................................................................ 50

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 52

3.1 Bagan Alir .............................................................................................. 52

3.2 Studi Literatur ........................................................................................ 53

3.3 Spesifikasi Sambungan .......................................................................... 53

3.4 Desain Secara Manual ............................................................................ 54

3.5 Pemodelan Sambungan Melalui Software Solid Work 2015 ................. 56

3.6 Desain Sambungan Menggunakan Software Ansys Workbench ........... 57

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 60

4.1 Umum ..................................................................................................... 60

4.2 Data Sambungan ..................................................................................... 61

4.3 Perencanaan Manual .............................................................................. 61

4.3.1 Perencanaan Manual dengan Metode Luas Transformasi............. 61

4.3.2 Perencanaan Manual dengan Metode Garis Leleh ....................... 65

4.3.3 Perhitungan Kapasitas Sambungan Metode Langsung ................. 66

4.3.4 Perhitungan Sambungan Metode Kekuatan Batas ........................ 69

vii

Universitas Sumatera Utara


4.4 Perencanaan Numerik dengan Program ANSYS .................................... 71

4.4.1 Tegangan Geser Pada Baut ........................................................... 71

4.4.2 Tegangan Tarik Pada Baut ............................................................ 73

4.4.3 Deformasi Pada Baut..................................................................... 75

4.5 Pembahasan Hasil Ansys ...................................................................... 78

4.6 Grafik Deformasi Baut Berdasarkan Aplikasi Ansys ........................... 79

4.5 Tabel Perbandingan Tegangan Geser dan Tegangan Tarik Pada Baut

Antara Perhitungan Manual dengan Program Ansys ............................. 79

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 81

5.1 Kesimpulan............................................................................................. 81

5.2 Saran ...................................................................................................... 82

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. xi

viii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Sifat Mekanis Baja Struktural ............................................................. 12

Tabel 2.2 Proof Stress dan Kuat Tarik Minimal ................................................. 14

Tabel 4.1 Rekapitulasi Tegangan Tarik, Tegangan Geser dan Deformasi ........... 78

Tabel 4.2 Tabel Perbandingan Tegangan Geser Baut ......................................... 79

Tabel 4.3 Tabel Perbandingan Tegangan Tarik Baut ........................................... 80

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Detail Sambungan Balok-Kolom yang Direncanakan ................... 3

Gambar 2.1 Hasil Uji Tarik Benda Uji Sampai Mengalami Keruntuhan .......... 11

Gambar 2.2 Baut Mutu Tinggi ............................................................................ 13

Gambar 2.3 Mekanisme Sambungan Tumpu ..................................................... 15

Gambar 2.4 Mekanisme sambungan friksi ......................................................... 16

Gambar 2.5 Kegagalan Tarik Baut ..................................................................... 17

Gambar 2.6 Baut yang Mengalami Geser Tunggal ............................................ 18

Gambar 2.7 Baut yang Mengalami Geser Rangkap ........................................... 18

Gambar 2.8 Klarifikasi Sambungan Berdasarkan Kekakuan .............................. 22

Gambar 2.9 Distribusi Momen Tahanan Terhadap Momen Jepit Sempurna Pada

Sambungan Kaku ............................................................................ 23

Gambar 2.10 Momen Rotasi Pada Sambungan ..................................................... 26

Gambar 2.11 Perilaku Plat dan Efek Prying.......................................................... 28

Gambar 2.12 Konsep Perancangan Struktur Baja ................................................. 32

Gambar 2.13 Definisi dari Indeks Reliabilitas β ................................................... 36

Gambar 2.14 Elemen 1 Dimensi ........................................................................... 44

Gambar 2.15 Elemen 2 Dimensi .......................................................................... 45

Gambar 2.16 Elemen 3 Dimensi .......................................................................... 45

Gambar 2.17 Ansys 12.1 Realese ......................................................................... 47

Gambar 3.1 Gambar Sambungan yang Didesain ................................................ 54

Gambar 4.1 Sambungan Balok Kolom Tipe Flush End Plate ............................. 60

Gambar 4.2 Penentuan Garis Netral Metode Langsung ...................................... 66

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.3 Penentuan Garis Netral Metode Kekuatan Batas ............................ 69

Gambar 4.4 Tegangan Geser Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris I.......... 71

Gambar 4.5 Tegangan Geser Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris II ........ 71

Gambar 4.6 Tegangan Geser Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris III ....... 72

Gambar 4.7 Tegangan Geser Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris IV ....... 72

Gambar 4.8 Tegangan Geser Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris V ........ 73

Gambar 4.9 Tegangan Tarik Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris I .......... 73

Gambar 4.10 Tegangan Tarik Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris II ......... 74

Gambar 4.11 Tegangan Tarik Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris III........ 74

Gambar 4.12 Tegangan Tarik Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris IV ....... 75

Gambar 4.13 Deformasi Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris I ................... 75

Gambar 4.14 Deformasi Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris II ................. 76

Gambar 4.15 Deformasi Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris III ................ 76

Gambar 4.16 Deformasi Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris IV ................ 77

Gambar 4.17 Deformasi Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris V ................. 77

xi

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konstruksi bangunan tidak terlepas dari elemen elemen seperti kolom dan
balok, baik yang terbuat dari baja, kayu dan beton. Pada tempat tempat tertentu
elemen elemen tersebut harus disambung. Hal ini disebabkan karena ketersediaan
material di lapangan serta kemudahan dalam pengerjaan konstruksi tersebut.

Komponen sambungan dalam konstruksi struktur baja merupakan komponen


yang paling berbahaya. Kegagalan struktur paling banyak disebabkan oleh design
sambungan yang buruk dan kurang layak, serta besarnya ketidakcocokan antara
prilaku yang di analisis dan prilaku aktual sehingga perencanaan dan detail dari
elemen sambungan merupakan salah satu kepentingan utama dalam perencanaan
struktur rangka baja.

Sambungan berfungsi mengalihkan gaya momen internal dari satu komponen


struktur ke komponen lainnya sehingga pembebanan dapat diteruskan ke pondasi
(Dewobroto, 2016).

Ada 2 jenis sambungan yang dikenal secara umum, yaitu :

1. Sambungan tetap (permanent joint)


Merupakan sambungan yang bersifat tetap sehingga tidak dapat dilepas
selamanya kecuali dengan merusaknya terlebih dahulu, contohnya :
sambungan paku keeling dan sambungan las
2. Sambungan tidak tetap (semi permanent)
Merupakan sambungan yang bersifat sementara, sehingga masih dapat
dibongkar pasang selagi masih dalam kondisi normal, contohnya :
sambungan mur-baut, sambungan pasak.

Pada tugas akhir ini penulis akan membahas tentang sambungan baut.
Sambungan baut kelihatannya sangatlah sederhana, namun memiliki fungsi yang
sangat penting dan seringkali menjadi masalah utama yang menyebabkan kegagalan

1
Universitas Sumatera Utara
struktur.Banyak penyebab terjadinya kegagalan sambungan baut pada suatu
konstruksi baja diantaranya adalah kesalahan pada saat design, kesalahan pada saat
operasi dan perakitan.

Saat ini ada 2 metode yang paling sering digunakan untuk menganalisis
sambungan pada konstruksi baja yaitu metode tegangan kerja yang diacu oleh
American institute of Steel Construction (AISC) sebagai Allowable Stress Design (
ASD ) dan juga metode keadaan batas yang diacu oleh AISC sebagai Load and
Resistance Factor Design ( LRFD ). Tetapi pada beberapa tahun terakhir prinsip
perencanaan struktur baja mulai bergeser ke konsep LRFD yang dianggap jauh lebih
rasional dengan berdasarkan konsep probabilitas

Penggunaan LRFD dengan berdasarkan metode batas limit terutama pada


sambungan baut pastinya masih memiliki beberapa kekurangan dimana pada metode
LRFD distribusigaya yang diterima baut akibat pembebanan masih terdistribusi
merata pada setiap bautnya padahal kenyataanya distribusi gaya pada setiap baut
pada suatu sambungan baja bisa saja mengalami perbedaan distribusi. Pada tahun
2012, Yonathan Aditya Santoso dan Noek Santoso mengeluarkan jurnal tentang studi
pendahuluan simulasi numerical metode elemen hingga sambungan balok kolom
dimana hasil output yang dihasilkan terdapat perbedaan displacement pada setiap
baut di sambungan berarti gaya yang terjadi di masing-masing baut tersebut berbeda
– beda. Pada tahun 2015, P. Primasari melakukan penelitian dan melakukan tentang
kajian distribusi tegangan pada sambungan FRP dengan elemen hingga, hasil output
dari penelitian tersebut menyatakan P. Primasari memperoleh perbedaan distribusi
gaya pada setiap baut. Dengan mencermati kekurangan pada metode LRFD tersebut
, penulis akan melakukan analisis dengan metode elemen hingga yang menggunakan
program ANSYS 15.0

Menganalisissuatu sambungan baja dengan metode elemen hingga dapat


dilakukan dengan membuat model sambungan menggunakan program komputer
yaitu program SolidWork V14 yang kemudian di masukkan ke program peganalis
struktur yaitu program ANSYS 15.0. Metode pendekatan ini merupakan suatu
metode numerik sebagai alternatif selain membuat percobaan di laboratorium dimana

2
Universitas Sumatera Utara
metode pendekatan ini lebih ekonomis, menghemat waktu dan memudahkan dalam
membuat variasi tipe sambungan untuk dianalisis.

1.2 Perumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas penulis pada skripsi ini dititik beratkan pada
bagaimana distribusi gaya yang terjadi pada setiap baut dalam sambungan konstruksi
baja akibat adanya gaya geser dan momen akibat beban terfaktor pada sambungan
dan mengontrol kekuatan dari setiap bauttersebut secara manual berdasarkan metode
LRFD yang kemudian penulis akan membandingkannya dengan menggunakan
program ANSYS 15.0 yang mengacu pada metode elemen hingga.

1.3 Pembatasan Masalah

Yang menjadi batasan masalah penulis adalah :

1. Perhitungan distribusi tegangan yang dihitung adalah tegangan tarik dan


tegangan geser yang diterima setiap baut dalam sambungan dilakukan secara
manual yang berdasarkan metode LRFD dan membandingkannya dengan hasil
output dari program ANSYS 15.0.

2. Perhitungan deformasi setiap baut dalam sambungan dengan menggunakan


program ANSYS 15.0

3. Detail sambungan yang dianalisa adalah seperti berikut

Gambar 1.1 Detail Sambungan Balok-Kolom yang Akan Direncanakan

3
Universitas Sumatera Utara
4. Data sambungan, baut dan pelat sambung
a. Gaya geser akibat beban terfaktor = 250000 N
b. Momen akibat beban terfaktor = 25000000 Nmm
c. Jenis baut yang digunakan = A-325
d. Tegangan tarik putus baut (fub) = 620 MPa
e. Diameter baut = 16 mm
f. Jumlah baut dalam satu baris = 2 bh
g. Jumlah baris baut = 5 baris
h. Faktor reduksi kekuatan tarik baut = 0.75
i. Faktor reduksi kekuatan geser baut = 0.75
j. Tegangan leleh pelat = 240 MPa
k. Tegangan tarik putus pelat = 370 Mpa
l. Lebar plat sambung = 175 mm
m. Tebal pelat sambung = 10 mm

5. Proof load baut diabaikan dalam perhitungan menggunakan program ANSYS


Workbench V15.0

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penulis dalam membuat tugas akhir ini adalah :

a. Mengetahui perbandingan antara perhitungan distribusi tegangan geser untuk


setiap baris baut pada sambungan secara manual berdasarkan metode LRFD
dengan menggunakan program ANSYS 15.0
b. Mengetahui perbandingan antara perhitungan distribusi tegangan tarik untuk
setiap baris baut pada sambungan secara manual berdasarkan metode LRFD
dengan menggunakan program ANSYS 15.0
c. Mengetahui displacement baut pada sambungan baja dengan menggunakan
program ANSYS 15.0

1.5. Metode Penelitian

Metode yang digunakan penulis dalam penulisan tugas akhir ini adalah studi
literature yaitu dengan mengumpulkan data-data dan keterangan dari buku LRFD,

4
Universitas Sumatera Utara
jurnal-jurnal yang berhubungan dengan pemakaian metode elemen hingga dan
jurnal-jurnal yang berhubungan pembahasan pada tugas akhir ini serta masukan-
masukan dari dosen pembimbing. Perhitungan struktur dilakukan dengan program
komputer yaitu dengan program ANSYS workbench versi 15.0 untuk
membandingkannya dengan perhitungan manual metode LRFD.

Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan penulis dalam menyusun tugas akhir


ini adalah :

1. Penulis merumuskan masalah masalah yang terjadi di kenyataan dan


kemudian dari tinjauan tinjauan tersebut dibuat menjadi acuan untuk
melakukan penelitian ini
2. Penulis melakukan tahap pembelajaran melalui studi literature dari
berbagai sumber diantaranya jurnal jurnal yang berkaitan dengan
metode elemen hingga dan program ANSYS 15.0 serta buku yang
membahas tentang metode LRFD. Penulis juga mempelajari referensi
yang diberikan oleh dosen pembimbing.
3. Pada tahap selanjutnya kemudian penulis menggambarkan sambungan
balok-kolom baja dengan program Autocad 2D & 3D 2012 yang dimana
bertujuan untuk di analisis oleh penulis dengan metode LRFD dan
metode elemen hingga dengan program ANSYS workbench 15.0
4. Penulis menganalisis sambungan tersebut dengan metode LRFD yang
mengacu pada buku LRFD.
5. Penulis kemudian menginput gambar 3D yang sebelumnya telah dibuat
di program SolidWork 2014 ke program ANSYS 15.0 untuk diteliti
melalui program ANSYS 15.0 dimana penganalisaan melalui program
ANSYS 15.0 dimulai dengan menginput gambar yang telah dibuat
sebelumnya oleh penulis melalui program SolidWork 2014 kemudian
dilanjutkan dengan penentuan material, properti elemen, mendefinisikan
kontak material pada sambungan dan pemberian beban pada sambungan
sesuai yang direncanakan. Proses terakhir adalah meninjau output/hasil
keluaran pada baut akibat beban yang terjadi pada sambungan.

5
Universitas Sumatera Utara
6. Penulis membandingkan hasil output dari analisis metode LRFD dengan
analisis melalui program ANSYS workbench 15.0
7. Penulis membuat kesimpulan dan saran dari perbandingan hasil output
tersebut.

1.6 Sistematika penulisan


Sistematika penulisan yang digunakan penulis dalam menyusun tugas akhir
ini yaitu :
1. BAB I :PENDAHULUAN, terdiri dari latar belakang, studi literatur,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan masalah,
metodologi penulisan, dan sistematika penulisan.
2. BAB II:TINJAUAN PUSTAKA, berisi tentang penjelasan umum dan
teori-teori yang mendukung dalam penyusunan tugas akhir beserta
aplikasinya di lapangan
3. BAB III:METODE PENELITIAN, berisi perhitungan analisis yang
dilakukan berdasarkan pada pemodelan yang diilustrasikan
4. BAB IV:HASIL DAN PEMBAHASAN, berisi hasil yang didapat dari
data yang diperoleh pada tugas akhir
5. BAB V:KESIMPULAN DAN SARAN, berisi kesimpulan dan saran
dalam tugas akhir ini

6
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Baja merupakan material yang sering digunakan dalam konstruksi bangunan


di masa sekarang. Material baja unggul jika ditinjau dari segi kekuatan, kekakuan
dan daktilitasnya. Jadi tidak mengherankan jika di setiap proyek-proyek konstruksi
bangunan (jembatan atau gedung) maka baja selalu ditemukan, meskipun tentu saja
volumenya tidak harus mendominasi.

Adapun dikarenakan sifat materialnya yang ringan sehingga mampu


mempercepat proses konstruksi dan kelebihan material baja dibandingkan material
beton atau kayu adalah karena buatan pabrik, yang tentunya mempunyai kontrol
mutu yang baik. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa kualitas material baja yang
dihasilkannya relative homogen dankonsistendibanding material lain, yang berarti
juga lebih dapat diandalkan mutunya

Dalam konstruksi baja tentunya tidak terlepas dari sambungan antar elemen
elemen baja tersebut hal itu dikarenakan terbatasnya panjang elemen yang dapat di
fabrikasi dan pengangkutan ke lokasi proyek.

Sambungan berfungsi mengalihkan gaya momen internal dari satu komponen


struktur ke komponen lainnya sehingga pembebanan dapat diteruskan ke pondasi
(Dewobroto, 2016). Selain itu fungsi dari sambungan tersebut adalah untuk
memudahkan dalam penyetelan konstruksi baja dilapangan, memudahkan pergantian
bila suatu saat bagian/batang konstruksi mengalami rusak dan mendapatkan ukuran
baja sesuai kebutuhan.

2.2 Baja

2.2.1 Pengertian Baja

Baja adalah logam paduan antara besi (Fe) sebagai unsur dasar dan karbon(C)
sebagai unsur paduan utamanya. Dimana kandungan besi dalam baja berkisar antara
0,2%C sampai 1,7% C berat sesuai kelasnya. Di dalam proses pembuatannya akan

Universitas Sumatera Utara


terdapat unsurunsur lain selain karbon yang akan tertinggal di dalam baja seperti
mangan (Mn), silikon (Si), Kromium (Cr), Vanadium (V), dan unsur lainnya. Fungsi
karbon pada baja untuk sebagai unsur pengeras dengan mencegah dislokasi bergeser
pada kisi kristal (crystal lattice) atom besi. Baja karbon ini dikenal sebagai baja
hitam karena berwarna hitam, banyak digunakan untuk peralatan pertanian misalnya
sabit dan cangkul. Penambahan kandungan karbon pada baja dapat meningkatkan
kekerasan (hardness) dan kekuatan tariknya (tensile strength), namun di sisi lain
membuatnya menjadigetas (brittle) serta menurunkan keuletannya (ductility)
(Salmon dan Jhonson 1992). Menurut Bowles (1985) ductility (keliatan) adalah
kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik dalam tegangan maupun dalam
kompresi sebelum terjadi kegagalan.

2.2.2 Pengaruh Unsur Baja

Pengaruh unsur-unsur dalam pembuatan baja adalah sebagai berikut


(Mulyadi,2010) :

1. Silikon (Si)
Terkandung dalam jumlah kecil di dalam semua bahan besi dan
dibubuhkan dalam jumlah yang lebih besar pada jenis-jenis
istimewa.Fungsi dari unsur ini adalah untuk meningkatkan kekerasan,
kekenyalan, kekuatan, ketahan terhadap aus, ketahanan terhadap panas
dan karat, dan ketahanan terhadap keras. Efek samping dari kandungan
ini adalah menurunkan regangan, kemampuan untuk dapat ditempa dan
dilas.
2. Mangan (Mn)
Fungsi dari unsur ini adalah untuk meningkatkan kekuatan, kekerasan,
kemampuan untuk dapat di temper menyeluruh, ketahanan aus, penguatan
pada pembentukan dingin, tetapi menurunkan kemampuan serpih.
3. Nikel (Ni)
Fungsi dari unsur nikel adalah untuk meningkatkan keuletan, kekuatan,
pengerasan menyeluruh, ketahanan karat, tahanan listrik (kawat
pemanas), tetapi menurunkan kecepatan pendinginan regangan panas.
4. Krom (Cr)

Universitas Sumatera Utara


Fungsi dari unsur ini adalah untuk meningkatkan kekerasan, kekuatan,
batas rentang ketahanan aus, kemampuan diperkeras, kemampuan untuk
dapat ditemper menyeluruh, ketahanan panas, kerak, karat dan asam,
pemudahan pemolesan, tetapi menurunkan regangan (dalam tingkat kecil)
5. Molibdenum (Mo)
Fungsi dari unsur ini adalah untuk meningkatkan kekuatan tarik, batas
rentang, kemampuan untuk dapat ditemper menyeluruh, batas rentang
panas, ketahanan panas dan batas kelelahan, suhu pijar pada perlakuan
panas, tetapi menurunkan regangan, kerapuhan pelunakan.
6. Kobalt(Co)
Fungsi dari unsur ini adalah untuk meningkatkan kekerasan, ketahanan
aus, ketahanan karat dan panas, daya hantar listrik dan kejenuhan
magnetis
7. Vanadium (V)
Fungsi dari unsur ini adalah untuk meningkatkan kekuatan, batas rentang,
kekuatan panas, dan ketahanan lelah, suhu pijar pada perlakuan panas,
tetapi menurunkan kepekaan terhadap sengatan panas yang melewati
batas pada perlakuan panas.
8. Wolfram (W)
Fungsi dari unsur wolfram adalah untuk meningkatkan kekerasan,
kekuatan, batas rentang, kekuatan panas, ketahanan terhadap normalisasi
dan daya sayat, tetapi menurunkan regangan.
9. Titanium (Ti)
Fungsi dari titanium adalah untuk mempertahankan sifatnya hingga 400
C, karena itu merupakan kawat las.

2.2.3 Klasifikasi Baja


Menurut ASTM handbook vol.1:329 (1993), baja dapat diklasifikasikan
berdasarkan komposisi kimia seperti kadar karbon dan paduan yang digunakan.
Berikut merupakan klasifikasi baja berdasarkan komposisi kimianya. (Beumer dan
Anwir, 1994) :

Universitas Sumatera Utara


1. Baja Karbon
Baja karbon terdiri dari baja dan karbon.Karbon merupakan pengeras besi
yang efektif dan murah oleh karena itu pada umumnya baja hanya
mengandung karbon dengan sedikit bahan penyusun lainnya. Klasifikasi
baja karbon menurut kandungan karbonnya, yaitu :
a. Baja Karbon Rendah
Baja karbon rendah adalah baja yang mengandung karbon kurang dari
0,3% C. baja karbon rendah merupakan baja yang paling murah
diproduksi diantara semua karbon, mudah di quenchingdan dilas, serta
keuletan dan ketangguhannya sangat tinggi tetapi kekerasan rendah
dan tahan aus. Sehingga pada penggunaannya, baja jenis ini dapat
digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan komponen
bodymobil, struktur bangunan, pipa gedung, jembatan, kaleng, pagar,
dan lain-lain.(Beumer dan Anwir , 1994).
b. Baja Karbon Menengah
Baja karbon menengah adalah baja yangmengandung karbon 0,3% C-
0,6%C. baja karbon menengah memiliki kelebihan jika dengan baja
karbon rendah, kekuatan terik dan batas renggang yang tinggi, tidak
mudah di bentuk oleh mesin, lebih sulit dilakukan untuk pengelasan
dan dapat dikeraskan di quenchingdengan baik. Baja karbon
menengah banyak digunakan untuk poros, rel kereta api, roda gigi,
pegas, baut, komponen mesin yang membutuhkan kekuatan tinggi dan
lain-lain.(Beumer dan Anwir , 1994).
c. Baja Karbon Tinggi
Baja karbon tinggi adalah yang mengandung kandungan karbon 0,6%
C-1,7%C dan memiliki tahan panas yang tinggi, kekerasan tinggi,
namun keuletannya lebih rendah. Baja karbon tinggi mempunyai kuat
tarik paling tinggi dan banyak digunakan untuk material perkakas,
salah satu aplikasi dari baja ini adalah dalam pembuatan kawat baja
dan kabel baja.Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung di dalam
baja maka baja karbon ini banyak digunakan dalam pembuatan pegas
dan alat-alat perkakas seperti palu, gergaji atau pahat potong. Selain

10

Universitas Sumatera Utara


itu, baja jenis ini banyak digunakan untuk keperluan industri lain
seperti pembuatan kikir, pisau cukur, mata gergaji, dan
sebagainya.(Beumer dan Anwir, 1994).

2.2.4 Sifat Mekanik Baja

Pengujian sifat mekanis dari baja dapat dilakukan melalui uji tarik
dikarenakan bila melalui uji tekan pengujian tidak akan efektif memberikan data
yang akurat terhadap sifat-sifat mekanis baja, karena disebabkan oleh adanya terjadi
tekuk pada benda uji tersebut, selain itu perhitungan tegangan yang terjadi pada
benda uji lebih mudah dilakukan untuk uji tarik dibandingkan dengan uji tekan.

Pada gambardibawah menunjukan suatu hasil uji tarik material baja pada
suhu kamar serta memberikan laju regangan yang normal . Tegangan nominal ()
yang terjadi pada benda uji diplot pada sumbu vertical ,sedangkan regangan () yang
merupakan perbandingan antara pertambahanpanjang dengan panjang mula–mula
(∆L/L) di plot pada sumbu horizontal .

Stress

ult
Plastic Failure
plateau
y

Strain Hardening Zone Necking Zone

y sh ult
Strain
Elastic

Gambar 2.1 Hasil uji tarik benda uji sampai mengalami keruntuhan
(Agus Setiawan, Struktur Baja Metode LRFD, 2008)

Dari gambar 2.1 terlihat 4 zona perilaku yaitu : zona elastik, zona plastis,
zona strain hardening dan zona sepanjang peristiwa terjadiny neckling serta diakhiri
dengan kegagalan (failure). Keterangan berikutmerupakan penjelasan dari kempat
zona diatas :

11

Universitas Sumatera Utara


1. Dalam Zona regangan, tegangan dan regangan bersifat proposional,
kemiringan linear yang ada merupakan modulus elastisitas / modulus young
(E) . daerah ini dinamakan zona elastik, zona ini berakhir dengan ditandai
dengan tercapainya kelelehan material (Fy)
2. Setelah awal kelelehan terjadi zona berbentuk garis datar (flat plateau) pada
zona ini setiap peningkatan nilai regangan yangterjadi tidak ada peningkatan
nilai tegangan yang mengiringinya.Daerah ini disebut plato plastis.
3. Saat zona plasto plastis berakhir, strain hardening mulai terjadi dan secara
bertahap meningkatkan nilai tegangan sampaimencapai tegangan ultimate
(Fu). Setelah itu tegangan cenderungmenurun dengan bertambahnya regangan
sebagai nilai indikasi masuknya daerah neckling yang diakhiri dengan
kegagalan fraktur(failure)

Sesuai peraturan SNI, sifat mekanik baja yang dipakai adalah:

a. Modulus Elastisitas, E = 200.000 Mpa


b. Poison ratio = 0.30
c. Modulus Geser, G = 80.000 Mpa
d. Koefisien muai panjang, α = 12 x 10-6/°C
e. Serta persyaratan minimum pada table berikut :
Tabel 2.1 Sifat Mekanis Baja Struktural (SNI 03-1729-2002)

Tegangan putus Tegangan leleh Peregangan minimum


Jenis Baja
minimum Fu (MPa) minimum Fy (MPa) (%)
BJ 34 340 210 22
BJ 37 370 240 20
BJ 41 410 250 18
BJ 50 500 290 16
BJ 55 550 410 13

2.3 Alat Sambung Konstruksi Baja

2.3.1 Alat Sambung Baut

2.3.1.1 Jenis-jenis baut

Baut merupakan alat sambung dalam konstruksi baja yang paling sering
digunakan, oleh karena itu maka harus benar benar diperhitungkan desainnya. Ada

12

Universitas Sumatera Utara


beberapa jenis baut yang digunakan dalam perencanaan konsturksi baja yaitu
(Charles G. Salmon dan John E. Johnson, 1997) :

1. Baut Mutu Tinggi


Baut mutu tinggi mampu mengatasi slip antar dua elemen baja yang
disambung pada struktur rangka batang yang memikul gaya aksial dimana
kekuatan leleh minimal baut ini adalah 372 MPa.
Baut mutu tinggi terdiri dari dua yaitu A325 dan A490 yang dibuat
dengan bahan yang berbeda dan tentunya memiliki kuat tarik yang
berbeda pula.
Baut A325 terbuat dari baja karbon sedang yang diberi perlakuan panas
sekitar 558 sampai 634 MPa sedangkan baut A490 juga diberikan
perlakuan panas tetapi terbuat dari baja paduan (alloy) dengan kekuatan
leleh sekitar 793 sampai 896 MPa yang tergantung dengan diameter
bautnya.

(a) (b)

Gambar 2.2 Baut Mutu Tinggi (a).Baut A325, (b).Baut A490

Kedua baut ini memiliki kepala segi enam dan memiliki kode mutu nya di
kepala baut tersebut seperti yang ditunjukkan gambar 2.2. Bagian ulirnya
lebih pendek daripada bagian baut yang tidak struktural, dan dapat
dipotong atau digiling.Diameter baut kekuatan tinggi berkisar antara ½
dan 1 ½ inchi. Diameter yang paling sering digunakan pada konstruksi
gedung adalah ¾ sampai 7/8 inch, sedang ukuran yang paling umum
digunakan dalam perencanaan jembatan adalah 7/8 dan 1 inch.

Dalam pemasangan baut mutu tinggi memerlukan gaya tarik awal yang
cukup yang diperoleh dengan pengencangan awal. Gaya inilah yang

13

Universitas Sumatera Utara


memberikan friksi sehingga cukup kuat untuk memikul beban yang
bekerja.

Gaya ini disebut dengan proof load yang dapat diperoleh melalui
perkalian luas daerah tegangan tarik (As) dengan kuat leleh yang
besarnya 70% fuuntuk baut A325 sedangkan untuk baut A490 besarnya
80%fu. Dimana rumus As adalah sebagai berikut :

[ ]

Dimana db adalah diameter nominal baut dan n adalah jumlah ulir per mm
(Agus Setiawan, 2008)

Tabel 2.2 Proof Stress Baut Mutu Tinggi ( Agus Setiawan, 2008)

Tipe Baut Diameter (mm) Proof Stress (MPa)


A307 6.35 - 104 -
A 325 12.7 – 25.4 585
A490 12.7 – 38.1 825

Proof load adalah beban diperoleh dengan mengalikan luas tegangan tarik
dengan tegangan leleh yang ditetapkan berdasarkan regangan tetap 0,2%
atau perpanjangan 0,5% akibat beban (Charles G. Salmon dan John E.
Johnson, 1997)

Berdasarkan SNI 03-1729-2015, suatu baut yang memikul gaya terfaktor


Ru, harus memenuhi syarat sebagai berikut :

Ru ≤ Ø Rn

Keterangan :

 Ø adalah faktor reduksi kekuatan


 Rn adalah kuat nominal baut

Sambungan baut mutu tinggi dapat didesain menjadi 2 tipe, yaitu :

a. Sambungan tipe tumpu ( jika dikehendaki tidak ada slip)


Adalah sambungan yang dibuat dengan menggunakan baut yang
dikencangkan dengan tangan atau baut mutu tinggi yang

14

Universitas Sumatera Utara


dikencangkan untuk menimbulkan gaya tarik minimum yang
disyaratkan, yang kuat rencananya disalurkan oleh gaya geser
pada baut dan tumpuan pada bagian-bagian yang disambungkan.
Sambungan ini digunakan apabila kelebihan beban tidak penting
walaupun menyebabkan tangkai baut mendesak sisi lubang.Untuk
pembebanan lainnya, beban dipindahkan oleh gesekan bersama
dengan desakan pelat. Gelinciran hanya akan terjadi sekali asalkan
pembebanan bersifat statis dan tak berubah arah dan setelah itu
baut akan bertumpu pada bahan di sisi lubang.

P
No friction

Tumpu Baut Terjadi


Tumpu Pelat
Terjadi kerusakan pada
kerusakan pada baut
baut P

Gambar 2.3 Mekanisme sambungan tumpu (Dody B, 2012)

b. Sambungan Tipe Friksi


Adalah sambungan yang dibuat dengan menggunakan baut mutu
tinggi yang dikencangkan untuk menimbulkan tarikan baut
minimum yang disayaratkan sedemikian rupa sehingga gaya-gaya
geser rencana disalurkan melalui jepitan yang bekerja dalam
bidang kontak dan gesekan yang ditimbulkan antara bidang-
bidang kontak.Tipe ini digunakan apabila gelinciran pada beban
kerja tidak dikehendaki.Pada tipe ini daya tahan gelincir memadai
pada kondisi beban kerja harus disediakan di samping kekuatan
sambungan yang memadai.

15

Universitas Sumatera Utara


P
No friction

Baut dikencangkan

Gambar 2.4 Mekanisme sambungan friksi (Dody B, 2012)


2. Baut Hitam

Baut hitam disebut juga ASTM A307 dimana baut ini terbuat dari baja
karbon rendah dan merupakan jenis baut yang paling murah.Namun,baut
ini belum tentu menghasilkan sambungan yang paling murah karena
banyaknya jumlah baut yang dibutuhkan pada suatu sambungan.
Pemakaiannya terutama padastruktur ringan, batang sekunder atau
pengaku, anjungan(platform), jalan haluan(cat walk), gording, rusuk
dinding, rangka batang yang kecil dan lain-lain yang bebannya kecil dan
bersifat statis. Baut ini juga dipakai sebagai alat penyambung sementara
pada sambungan yang menggunakan baut kekuatan tinggi, paku keling
atau las.

3. Baut Sekrup
Baut ini digunakan bila sambungan memerlukan baut yang pas dengan
lubang yang telah dibor. Baut ini dibuat dengan mesin dengan bentuk
baut ini berbentuk segi enam.

4. Baut Bersisip
Baut ini digunakan untuk sambungan tumpu (bearing) dan sambungan
yang mengalami tegangan berganti(bolak-balik)

2.3.1.2 Tahanan Nominal Baut

Nilai-nilai tahanan nominal baut dapat direncanakan berdasarkan tahanan


kekuatan baut berdasarkan :

16

Universitas Sumatera Utara


1. Tahanan tarik rencana
P

Gambar 2.5 Kegagalan tarik baut(Charles G.Salmon dan John E.


Johnson, 1997)
Sesuai dengan keadaan batas retak dalam tarik dan bentuk kegagalan yang
terlihat dalam gambar 2.6, kekuatan nominal Rnpada suatu penyambung
dalam tarik adalah (SNI 03-1729-2002) :

Rn = 0,75.fub.Ab

Dengan : fub adalah kuat tarik baut(MPa)

: Ab adalah luas bruto penampang baut daerah tak berulir

2. Tahanan geser rencana

Gaya yang terjadi tegak lurus pada baut akan mengakibatkan baut
mengalami gaya geser seperti yang tampak pada gambar 2.7 berikut.
Berdasarkan gambar tersebut baut mengalami geser tunggal yang artinya
gaya tegak lurus yang terjadi pada baut dan 2 pelat mengakibatkan
kecenderungan 2 pelat saling menggelincir pada bidang kontak yang dimana
menyebabkan baut mengalami geser pada satu bidang saja

Bidang geser
Plat A baut

Plat b

Gambar 2.6 Baut yang mengalami geser tunggal (Charles G.Salmon dan John
E. Johnson, 1997)

17

Universitas Sumatera Utara


Bidang geser
Baut
Plat A

Plat B

Gambar 2.7 Baut yang mengalami geser rangkap (Charles G.Salmon dan
John E. Johnson, 1997)
Berdasarkan gambar 2.8 baut mengalami geser rangkap yang artinya
gaya tegak lurus yang terjadi pada baut dan 3 pelat mengakibatkan
kecenderungan 3 pelat saling menggelincir pada bidang kontak yang dimana
menyebabkan baut mengalami geser pada dua bidang.

Kapasitas pikul beban atau kekuatan desain sebuah baut yang mengalami
geser tunggal maupun rangkap sama dengan hasil kali antara jumlah bidang
geser dengan tegangan geser putus di seluruh luas bruto penampang
melintangnya, sehingga(SNI 03-1729-2015) :

Rn = fnv.Ab

Dengan keterangan sebagai berikut :

i. Fnv = tegangan geser nominal baut ( MPa)


ii. Ab = luas bruto penampang baut

2.3.1.3 Tata Letak Baut

Tata letak baut pada sambungan diatur dalam SNI 03-1729-2015 yang berisi
bahwa :

a. Jarak antar pusat lubang baut tidak boleh kurang dari 2.667 kali
diameter nominal baut
b. Jarak titik pusat lubang standar ke tepi dari bagian sambungan st ≥
1.25d, tetapi tidak boleh lebih dari 12 kali tebal pelat atau 150mm.
Gambar 2.10 Tata Letak Baut ( Agus Setiawan, 2008 )

18

Universitas Sumatera Utara


2.3.2 Alat Sambung Las

2.3.2.1 Pengertian Las dan Jenisnya

Las adalah ikatanmetalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang
dilaksanakandalam keadaan lumer atau cair.Definisi ini dapat diartikan lebih
lanjutbahwalas adalah sambungan setempat dari beberapa logam dengan
menggunakan energi panas (Wiryosumarto, 1996).

Pengelasan memberikan keuntungan baik itu dalam aspek komersil maupun


teknologi, adapun keuntungan dari pengelasan adalah sebagai berikut(Groover,
1996):

1. Pengelasan memberikan sambungan yang permanen. Kedua bagian yang


disambung menjadi satu kesatuan setelah dilas.
2. Sambungan las dapat lebih kuat daripada material induknya jika logam
pengisi (filler metal) yang digunakan memiliki sifat-sifat kekuatan yang
tinggi daripada material induknya, dan teknik pengelasan yang digunakan
harus tepat.
3. Pengelasan biasanya merupakan cara yang paling ekonomis jika ditinjau
dari harga pembuatannya dan segi penggunaannya.
4. Pengelasan tidak dibatasi di lingkungan pabrik saja. Pengelasan dapat
dikerjakan di lapangan

Sambungan las dalam konstruksi baja pada dasarnya terbagi dalam beberapa
macam yaitu(Wiryosumarto,1996) :

1. Sambungan tumpul
Sambungan tumpul adalah jenis sambungan yang paling efisien.Sambungan
ini dibagi lagi menjadi dua yaitu sambungan penetrasi penuhdan sambungan
penetrasi sebagian.Bentuk alur dalam sambungantumpul sangat
mempengaruhi efisiensi pekerjaaan, efisiensi sambungandan jaminan
sambungan.
2. Sambungan bentuk T dan bentuk silang.

19

Universitas Sumatera Utara


Pada kedua sambungan ini secara garis besar dibagi dalam dua jenisyaitu
jenis las dengan alur dan jenis las sudut.Dalam pelaksanaanpengelasan
mungkin sekali ada bagia batang yang menghalangi yangdalam hal ini dapat
diatasi dengan mempebesar sudut alur.
3. Sambungan sudut
Dalam sambungan ini dapat terjadi penyusutan dalam arah tebal pelatyang
dapat menyebabkan terjadinya retak lamel.Hal ini dapat dihindaridengan
membuat alur pada pelat tegak.
4. Sambungan tumpang
Karena sambungan ini efisiensinya rendah maka jarang sekali digunakan
untuk pelaksanaan penyambungan konstruksi utama. Sambungan tumpang
biasanya dilaksanakan dengan las sudut dan las isi.
5. Sambungan sisi
Sambungan sisi dibagi dalam sambungan las dengan alur dan sambunganlas
ujung. Untuk sambungan las dengan alur, maka pelatnya harus dibuatalur.
Sedangkan untuksambungan las ujung, pengelasan dilakukan pada ujung
pelat tanpa ada alur
6. Sambungan dengan pelat penguat
Sambungan ini dibagi dalam dua jenis yaitu sambungan dengan pelat penguat
tunggal dan dengan pelat penguat ganda.

Dalam pekerjaan konstruksi, ada empat tipe pengelasan, yaitu (Charles G.


Salmon dan John E. Johnson,1997):

1. Las Tumpul (Groove Weld)


Berguna untuk menghubungkan batang-batang struktur yang dipaskan pada
bidang yang sama. Karena las tersebut harus menyalurkan beban penuh
batang-batang yang dihubungkannya, maka las tersebut harus memiliki
kekuatan yang sama dengan batang-batang yang digabungkan.
2. Las Sudut (Fillet Weld)
Merupakan jenis las yang paling banyak digunakan karenahemat, mudah
dipabrikasi, dan adaptibilitasnya baik, serta tidak membutuhkan presisi pada
pengepasannya karena cukup ditumpang-tindihkan.

20

Universitas Sumatera Utara


3. Las Baji (Slot) dan Pasak (Plug)
Las baji dan pasak dapat digunakan secara tersendiri pada sambungan atau
dikombinasikan dengan las sudut. Manfaat utamanya adalah menyalurkan
gaya geser pada sambungan ewatan bila ukuran sambungan membatasi
panjang yang tersedia untuk las sudut atau las sisi lainnya, serta mencegah
terjadinya tekuk pada bagian-bagian yang saling tumpang tindih.

2.3.2.2 Kekuatan Las dan Perencanaan Las

Filosofi umum dari LRFD terhadap persyaratan keamanan suatu struktur


untuk las adalah sebagai berikut (SNI 03-1729-2015):

Pu ≤ φ Fnw Awe

Dimana keterangan sebagai berikut :

i. Pu = beban terfaktor per satuan panjang las


ii. φ = faktor reduksi tahanan
iii. Awe = luasan las
iv. Fnw = 0.6 kuat tarik kawat las

2.4 Sambungan Konstruksi Baja

Sambungan merupakan salah satu hal yang tidak dapat terlepas dari suatu
konstuksi baja sampai saat ini. Hal itu disebabkan karena terbatasnya panjang baja
yang di produksi pabrik, penyesuaian dengan cara pengangkutan baja ke lokasi
proyek, beragamnya ukuran baja yang diperlukan di proyek dan lain sebagainya.

Pada umumnya, sambungan antar balok dan kolom terdiri dari tiga elemen,
yaitu : balok, kolom dan alat penyambung. Ketiga elemen tersebut harus
direncanakan secara tepat dan detail agar tidak terjadi kesalahan fungsi bangunan
hingga kegagalan bangunan / failure sehingga oleh karena itu maka perencanaan
sambungan harus sesuai dengan syarat yang telah ditentukan.

Ada beberapa kriteria dasar yang umum dalam merencanakan sambungan,


antara lain (Ervina Sari, 2003):

21

Universitas Sumatera Utara


1. Kekuatan (strength)
Dari segi kekuatan, sambungan harus dapat menahan momen, gaya geser,
dan gaya aksial yang dipindahkan dari batang yang satu ke batang yang
lain.
2. Kekakuan (stiffness)
Kekakuan sambungan secara menyeluruh berguna untuk menjaga posisi
komponen struktur agar tidak bergerak atau berubah antara satu dengan
lainnya
3. Kapasitas rotasi
Pada sambungan yang direncanakan untuk menahan momen plastis, titik
simpulnya dapat dibuat tidak terlalu kaku (rigid).Namun demikian,
derajat kekakuannya harus cukup untuk memungkinkan redistribusi
momen yang sesuai dengan asumsi analisis.
4. Cukup ekonomis
Sambungan harus cukup sederhana agar biaya fabrikasinya murah, namun
tetap memenuhi syarat kekuatan dan kemudahan dalam pelaksanaannya.

2.4.1 Sambungan Berdasarkan Kekakuan

Pada gambar 2.17, kekakuan (rigidity) sama dengan kekakuan rotasi dimana
kurva 1, 2, 3, dan 4 menunjukkan sambungan rigid. Sedangkan kurva 5 termasuk
dalam klasifikasi sambungan semi-rigid. Dalam peraturan BS5950 dijelaskan bahwa
garis putus-putus antara rigid dengan semi-rigid diperolehdari rumus 2EI/L.

M 1 Rigid

3
4
M
5

Semi-Rigid
6 Normally pinned

Gambar 2.8 Klasifikasi sambungan berdasarkan kekakuan

22

Universitas Sumatera Utara


Menurut AISC-1.2 tentang perencanaan tegangan kerja (working stress) dan
AISC-2.1tentang perencanaan plastis, konstruksi baja dibedakan atas tiga kategori
sesuai dengan jenis sambungan yang dipakai. Ketiga jenis ini adalah sebagai berikut
(Charles G. Salmon dan John E. Johnson, 1995) :

1. Jenis 1 AISC. Sambungan portal kaku (rigid connection)


2. Jenis 2 AISC. Sambungan kerangka sederhana (simple framing)
3. Jenis 3 AISC. Sambungan kerangka semi-kaku (semi-rigid
connection)
Dimana kriteria sambungan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Sambungan kaku umumnya harus memikul momen ujung M1, yang
sekitar 90% dari MFaatau lebih, jadi derajat pengekangannya dapat
dikatakan 90%.
2. Sambungan sederhana hanya dapat menahan 20% dari momen MFaatau
kurang, seperti yang ditunjukkan oleh momen M2
3. Sambungan semi-kaku diperkirakan menahan momen sebesar M3, yang
mungkin sekitar 50% dari momen primer MFa

2.4.1.1 SambunganKaku

Pada sambungan ini deformasi titik kumpul harus sedemikian rupa sehingga
tidak terlalu berpengaruh pada distribusi gaya maupun terhadap deformasi
keseluruhan struktur. Sambungan inimemiliki kontinuitas penuh sehingga sudut
pertemuan antara batang-batang tidak berubah, yakni pengekangan (restraint) rotasi
sekitar 90% atau lebih dari yang diperlukan untuk mencegah perubahan sudut.

Ø1
ø
ø
ø≈0
Ø1 = Ø2

Gambar 2.9 Distribusi momen tahanan terhadap momen jepit sempurna pada
sambungan kaku (Ervina Sari, 2003)

23

Universitas Sumatera Utara


Sambungan kaku dipakai baik pada metode perencanaan tegangan kerja
maupun perencanaan plastis(Charles G. Salmon dan John E. Johnson, 1995).

Menurut SNI 03-1729-2002,sambungan ini dianggap memiliki kekakuan


yang cukup untuk mempertahankan sudut-sudut diantara komponen-komponen yang
disambung.

2.4.1.2 Sambungan Sederhana

Pada sambungan ini, harus dapat berubah bentuk agar memberikan rotasi
yang diperlukan pada sambungan.Sambungan tidak boleh mengakibatkan momen
lentur terhadap komponen struktur yang disambung.Pengekangan rotasi di ujung-
ujung batang pada sambungan ini dibuat sekecil mungkin.

Suatu kerangka dapat dianggap sederhana jika sudut semula antara batang-
batang yang berpotongan dapat berubah sampai 80% dari besarnya perubahan teoritis
yang diperoleh dengan menggunakan sambungan sendi tanpa gesekan.

Kerangka sederhana tidak digunakan dalam perencanaan plastis, kecuali pada


sambungan batang-batang tegak lurus bidang portal yang harus mencapai kekuatan
plastis(Charles G. Salmon dan John E. Johnson,1995).

Menurut SNI 03-1729-2002,jenis sambungan ini dipakai untuk menyambung


suatu balok ke balok lainnya atau ke sayap kolom.Pada sambungan ini, siku
penyambung dibuat sefleksibel mungkin dan sambungan pada kedua ujung
komponenstruktur dianggap bebas momen.

2.4.1.3 Sambungan Semi-Kaku

Pada sambungan semi-kaku, perhitungan kekakuan, penyebaran gaya, dan


deformasinya harus menggunakan analisa mekanika yang hasilnya didukung dengan
percobaan eksperimental. Sambungan tidak memiliki kekakuan yang cukup untuk
mempertahankan sudut antar elemen yang disambung.Pengekangan rotasi
sambunganberkisar antara 20% -90% dari yang diperlukan untuk mencegah
perubahan sudut.

24

Universitas Sumatera Utara


Sambungan semi-kaku tidak dipakai dalam perencanaan plastis dan jarang
sekali digunakan pada metode tegangan kerja, terutama karena derajat
pengekangannya sukar ditentukan(Charles G. Salmon dan John E. Johnson, 1995)

Dalam LRFD-A2.2, sambungan ini juga termasuk ke dalam “Tipe PR”


(Partially Restrained/terkekang sebagian), dimana penggunaanya tergantung pada
proporsi tertentu dari kekangan penuh.

Menurut SNI 03-1729-2002, sambungan ini tidak memilikikekuatan yang


cukup untuk mempertahankan sudut-sudut diantara komponen-komponen yang
disambung.

2.4.2 Sambungan Berdasarkan Kekuatan dan Daktilitas

Berdasarkan gambar 2.8 sehubungan dengan kekuatan (strength), sambungan


diklasifikasikan menjadi full strength, partial strength, dan nominally pinned.

1. Sambungan full strength didefinisikan sebagai sambungan


denganmoment resistanceMsama atau lebih besar dari moment capacity
(M≥Mcx). Kurva 1, 2, dan 4 menunjukkan sambungan full strength.
2. Sambungan partial strength didefinisikan sebagai sambungan
momentresistance M sama atau kurang dari moment capacity (M≤ Mcx).
Kurva 3 dan 5 termasuk ke dalam klasifikasi partial strength.
3. Sambungan nominally pinned adalah sambungan yang cukup fleksibel
dengan momen resistance tidak lebih 25% dari moment capacity. Kurva 6
menggambarkan sambungan tipe nominally pinned.

Pada gambar 2.8, kurva 2, 4, dan 5 adalah sambungan ductile. Kurva 1 tidak
ductile dan kurva 3 berada antara ductile dan non-ductile.Kurva 6 merupakan jenis
sambungan nominally pinned, sehingga merupakan sambungan sederhana.

Dari hasil grafik kurva momen rotasi ( M-) maka perencanaan sambungan
balok berdasarkan tingkat kekuatan sambungan terdapat tie sambungan yang dikenal
dengan istilah sambungan plat ujung / end plat connection. Dimana tipe sambungan
plat ujung tersebut dibagi atas 2 jenis tipe sambungan yaitu:

25

Universitas Sumatera Utara


1. Sambungan tipe Flush ( Flush End Plate )Sambungan ini memiliki bentuk
plat penyambung yang lebarnya sama dengan ketinggian balok yang akan
disambung sehingga baut yang berguna sebagai media penyambungnya
hanya diletakkan pada posisi bagian dalam balok saja
2. Sambungan tipe Extended ( Extended End Plate ) Sambungan ini
memiliki bentuk plat penyambung yang lebarnya lebih tinggi dari pada
ketinggian balok yang akan disambung sehingga baut yang berguna
sebagai media penyambungnya dapat diletakkan pada posisi bagian luar
balok penyambung.

2.4.3 Sambungan Momen

Sambungan momen dapatkitadidefinisikan sebagaisambungan yangmemiliki


kekakuan yangtinggidimana sambungan ini dapatmenjaga perubahan sudutyang
terjadiantara elemen–elemen yangdisambungsatu dengan yang lainnya.

Dengan kata lain,momen yang bekerja pada elemen yang


disambungditransfer secara penuhkepada mediapenyambung yang kemudian media
penyambungan tersebut meneruskan gayamomen ke elemen struktur yang
tersambung pada sambungan tersebuthal inimenyebabkanrotasi perputaranelemen–
elemen strukturpada sambunganitu berputar secara bersamaan sehingga tidak ada
penyimpangansudut atausangat kecil.

Ø1

Gambar 2.10 Momen rotasi pada sambungan (Joints in Steel


Construction, Moment Connections, 1995).

Berdasarkan kurva momen-rotasi (M-Ø), sambungan dapat diklasifikasikan


dalam tiga karakteristik seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.27. Tiga

26

Universitas Sumatera Utara


karakteristik tersebut adalah (Joints inSteel Construction, Moment Connections,
1995):

1. Momen tahanan (momentresistance), yaitu berupa sambungan full


strength,partial strength, atau nominally pinned(tidak ada momen
penahan).
2. Rotasi kekakuan (rotational stiffnes), dimana sambungan berifat rigid,
semi-rigid, atau nominally pinned(dimana tidak ada rotasi kekakuan).
3. Kapasitas rotasi (rotational capacity), dimana sambungan perlu
berdeformasi dan memerlukan rotasi plastis dari suatu tahapan gaya tanpa
mengalami keruntuhan.

Kurva momen-rotasi adalah grafik hubungan antara momen (sumbu y) dan


rotasi (sumbu x) dari suatu sambungan.Momen (M) dalam hal ini diakibatkan oleh
beban yangbekerja pada bidang balok terhadap sambungan dalam jarak
tertentu.Rotasi (Ø) adalah perpindahan balok terhadap kolom dalam arah dan sudut
tertentu.

2.4.4 Efek Tebal Pelat Terhadap Gaya Pada Baut


Perlunya pelat ujung pada sistem sambungan end-plate mempengaruhi
besarnya gaya tarik pada baut. Dalam mempelajari hal tersebut dapat melalui struktur
penggantung agar lebih mudah. Cara kerja baut struktur penggantung memiliki
mekanisme yang sama seperti sambungan baut tipe tarik pada umumnya.
Akibat adanya gaya aksi P bagian pelat ujung split tee atau end-plate bekerja
seperti balok meneruskan gaya tersebut ke baut didekatnya. Jika pelat ujung tidak
kaku, bagian tengah akan mengalami deformasi (pisah), tetapi bagian pinggir tetap
menempel akibat efek jepit pengencangan baut. Bagian tersebut menjadi tumpuan,
sedangkan bagian pelat lainnnya menjadi seperti pengungkit bagi baut. Itulah yang
menyebabkan gaya reaksi baut meningkat drastic. Jadi efek prying timbul karena
pelat ujungnya mengalami deformasi tapi bagian lainnya terjepit (ada kontak).
Terdapat tiga tahapan perilaku pelat pada sambungan split-tee dengan baut
tarik, yaitu(Wiryanto Dewobroto, 2016) :

27

Universitas Sumatera Utara


1. Perilaku Pelat Tebal
Perilaku dimana terjadi pada kondisi beban rendah, perilaku pelat masih
elastis sehingga pada perilaku ini dianggap tidak terjadi efek prying.
2. Perilaku Pelat Sedang
Perilaku ini dimana ketika beban ditambahkan terus setelah tahapan
pertama sehingga sendi plastis dapat terbentuk pada bagian tengah pelat.
Gaya tambahan pada baut, q akibat efek prying mulai terjadi.
3. Perilaku Pelat Tipis
Perilaku ini dimana ketika beban masih terus ditambahkan setelah terjadi
tahapan kedua dan bautnya masih kuat sehingga pelat mengalami sendi
plastis ke-2, dekat barisan baut penyambung. Besarnya gaya tambahan
pada baut akibat efek prying adalah yang terbesar yaitu qu.

(a) (b) (c)

Gambar 2.11 Perilaku Pelat dan Efek Prying (a). Pelat Tebal, (b). Pelat Sedang,
(c). Pelat tipis (Murray dan Sumner, 2003)

2.4.5 Baut Dengan Tegangan Kombinasi


Pada sambungan baut tipe tarik seperti profil tee, jika gaya tarik konsentris
bekerja tegak lurus pelat ujung atau α = 0º, maka semua baut menerima tegangan
tarik murni . Untuk α = 90º maka semua baut akan menerima tegangan geser murni.
Bila orientasi gaya konsentris antara sudut 0º< α<90º maka baut mengalami
kombinasi tegangan tarik dan tegangan geser sekaligus. Jika besar maka
pengaruhnya harus dimasukkan dengan cara memakai tegangan tarik nominal
termodifikasi sebagai berikut.(Wiryanto Dewobroto, 2016)
F´nt = 1.3 Fnt – (Fnt / φ Fnv ) * frv ≤ Fnt
Rn = F´nt*Ab

28

Universitas Sumatera Utara


Dimana :
Fnt = Tegangan tarik nominal, Tabel 8.5 atau J3.2 (AISC 2010)
Fnv = Tegangan geser nominal, Tabel 8.5 atau J3.2 (AISC 2010)
φ = 0.75
frv = Tegangan geser perlu
Ab = Luas penampang baut
Catatan : Bila salah satu komponen tegangan kombinasi tersebut kurang dari
0.3 φ Fnv atau 0.3 φ Fnt maka tidak perlu dihitung sebagai tegangan kombinasi

Dari rumus J3-3a (AISC 2010) dapat dituinjau dari sisi tegangan geser, yaitu :

F´nv = 1.3 Fnv – (Fnv / φ Fnt ) * ft ≤ Fnv

2.5 Pengertian Metode Perencanaan LRFD

2.5.1 Pendahuluan

Umumnya, pada masa lalu dan juga sekarang struktur dirancang dengan
metoda perancangan elastis. Perancang teknik menghitung beban kerja atau beban
yang akan dipikul oleh struktur dan dimensi elemen didasarkan pada tegangan ijin.
Tegangan ijin ini merupakan fraksi dari tegangan leleh.Meskipun kata „metoda
elastis‟ lebih sering digunakan untuk menjelaskan metoda ini, tetapi lebih tepat
dikatakan perancangan berdasarkan beban kerja (allowable-stress design atau
perancangan berdasarkan tegangan kerja). Banyak peraturan sebenarnya didasarkan
pada perilaku kekuatan batas dan bukan perilaku elastis.

Daktilitas baja telah ditunjukkan dapat memberikan kekuatan cadangan dan


merupakan dasar dari perancangan plastis. Dalam metoda ini beban kerja dihitung
dan dikalikan dengan faktor tertentu atau faktor keamanan, kemudian elemen
struktur dirancang berdasarkan kekuatan runtuh. Nama lain dari metoda ini adalah
perancangan batas (limit design) dan perancangan runtuh (collapse design).

Telah diketahui secara luas bahwa bagian terbesar dari kurva tegangan-
regangan baja berada diatas batas elastis. Hasil uji juga menunjukkan bahwa baja
dapat menahan beban diatas tegangan leleh, dan jika mendapat beban berlebih,
struktur statis tak tentu dapat mendistribusikan beban yang bekerja karena adanya

29

Universitas Sumatera Utara


sifat daktil baja. Berdasarkan hal tersebut muncul berbagai usulan perancangan
plastis dan memang tidak diragukan bahwa untuk struktur tertentu, perancangan
plastis akan memberikan penggunaan baja yang lebih ekonomis dibandingkan
perancangan elastis.

2.5.2 Tentang Metode LRFD

SNI 03-1729-2015 mengkombinasikan perhitungan kekuatan batas (ultimate)


dengan kemampuan layan dan teori kemungkinan untuk keamanan yang disebut juga
metode Load and Resistance Factor Design - LRFD. Dalam metoda LRFD terdapat
beberapaprosedur perencanaan dan biasa disebut perancangan kekuatan batas,
perancangan plastis, perancangan limit, atau perancangan keruntuhan (collapse
design).

LRFD didasarkan pada filosofi kondisi batas (limit state). Istilah kondisi
batas digunakan untuk menjelaskan kondisi dari suatu struktur atau bagian dari suatu
struktur tidak lagi melakukan fungsinya.Ada dua kategori dalam kondisi batas, yaitu
batas kekuatan dan batas layan (serviceability).

Kondisi kekuatan batas (strength limit state) didasarkan pada keamanan atau
kapasitas daya dukung beban dari struktur termasuk kekuatan plastis, tekuk
(buckling), hancur, fatik, guling, dll.

Kondisi batas layan (serviceability limit state) berhubungan dengan


performansi (unjuk kerja) struktur dibawah beban normal dan berhubungan dengan
hunian struktur yaitu defleksi yang berlebihan, gelincir, vibrasi, retak, dan
deteriorasi.

Struktur tidak hanya harus mampu mendukung beban rencana atau beban
ultimate, tetapi juga beban servis/layan sebagaimana yang disyaratkan pemakai
gedung.Misalnya suatu gedung tinggi harus dirancang sehingga goyangan akibat
angin tidak terlalu besar yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan, takut atau
sakit.Dari sisi kondisi batas kekuatan, rangka gedung tersebut harus dirancang
supaya aman menahan beban ultimate yang terjadi akibat adanya angin besar 50-

30

Universitas Sumatera Utara


tahunan, meskipun boleh terjadi kerusakan kecil pada bangunan dan pengguna
merasakan ketidaknyamanan.

Metode LRFD mengkosentrasikan pada persyaratan khusus dalam kondisi


batas kekuatan dan memberikan keluasaan pada perancang teknik untuk menentukan
sendiri batas layannya.Ini tidak berarti bahwa kondisi batas layan tidak penting,
tetapi selama ini hal yang paling penting (sebagaimana halnya pada semua peraturan
untuk gedung) adalah nyawa dan harta benda publik.Akibatnya keamanan publik
tidak dapat diserahkan kepada perancang teknik sendiri.

Dalam LRFD, beban kerja atau beban layan (Qi) dikalikan dengan faktor
bebanatau faktor keamanan (λi) hampir selalu lebih besar dari 1,0 dan dalam
perancangan digunakan „beban terfaktor‟. Besar faktor bervariasi tergantung tipe dan
kombinasi pembebanan sebagaimana akan dibahas dalam sub bab berikutnya.

Struktur direncanakan mempunyai cukup kekuatan ultimate untuk


mendukung beban terfaktor. Kekuatan ini dianggap sama dengan kekuatan nominal
atau kekuatan teoritis dari elemen struktur (Rn) yang dikalikan dengan suatu faktor
resistansi atau faktor overcapacity (φ) yang umumnya lebih kecil dari 1,0. Faktor
resistansi ini dipakai untuk memperhitungkan ketidak pastian dalam kekuatan
material, dimensi, dan pelaksanaan.Faktor resistansi juga telah disesuaikan untuk
memastikan keseragaman reliabilitas dalam perancangan sebagaimana dijelaskan
dalam Sub Bab 2.9.

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6.3 SNI 03-1729-2002, untuk suatu


elemen, penjelasan paragraf diatas dapat diringkas menjadi: (Jumlah faktor
perkalianbeban dan faktor beban) ≤ (faktor resistansi)(kekuatan/resistansi nominal)
yang secara konseptual diberikan dalam Gambar 2.

∑λiQi ≤ φRn (2.1)

31

Universitas Sumatera Utara


Ruas sebelah kiri dari Pers. (2.1) menyatakan pengaruh beban pada struktur
sedangkan ruas sebelah kanan menyatakan ketahanan atau kapasitas dari elemen
struktur.

Gambar 2.12 Konsep Perancangan Struktur Baja

2.5.3 Faktor Beban

Tujuan dari faktor beban adalah untuk menaikkan nilai beban akibat
ketidakpastian dalam menghitung besar beban mati dan beban hidup.Misalnya,
berapa besar ketelitian yang dapat anda lakukan dalam menghitung beban angin
yang bekerja pada gedung perkuliahan atau rumah anda sendiri?

Nilai faktor beban yang digunakan untuk beban mati lebih kecil dari pada
untuk beban hidup karena perancang teknik dapat menentukan dengan lebih pasti
besar beban mati dibandingkan dengan beban hidup. Beban yang berada pada
tempatnya untuk waktu yang lama variasi besar bebannya akan lebih kecil,
sedangkan untuk beban yang bekerja pada waktu relatif pendek akan mempunyai
variasi yang besar. Prosedur dalam LRFD akan membuat perancang teknik lebih
menyadari variasi beban yang akan bekerja pada struktur dibandingkan jika
perancangan dilakukan dengan metode perancangan tegangan ijin (Allowable Stress
Design – ASD).

Kombinasi beban yang ditinjau di bawah ini didasarkan pada Pasal 6.2.2 SNI
03-1729-2002. Dalam persamaan ini: D adalah beban mati yang diakibatkan oleh

32

Universitas Sumatera Utara


berat kostruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga,
dan peralatan layan tetap; L adalah beban hidup dari pengguna gedung dan beban
bergerak didalamnya, termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti
angin, air hujan, dll; La adalah beban hidup atap yang ditimbulkan selama perawatan
oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan
benda bergerak; H adalah beban hujan tidak termasuk genangan air hujan (ponding);
E adalah bebangempa yang ditentukan menurut SNI 03-1726-2002 atau
penggantinya. U menyatakan beban ultimate.

U = 1,4D (2.2)

U = 1,2D + 1,6L + 0,5(La atau H) (2.3)

Untuk memperhitungan kemungkinan adanya gaya ke atas (uplift), maka


LRFD memberikan kombinasi beban lain. Kondisi ini mencakup kasus dimana gaya
tarik muncul akibat adanya momen guling. Hal ini akan menentukan pada gedung
tinggkat tinggi dengan gaya lateral yang besar. Dalam kombinasi ini beban mati
direduksi 10% untuk mencegah estimasi berlebih (overestimate).

Kemungkinan gaya angin dan gempa mempunyai tanda minus atau positif
hanya perlu ditinjau pada Pers. (2.10) di bawah ini. Jadi dalam persamaan
sebelumnya, tanda untuk W dan E mempunyai tanda yang sama dengan suku lain
dalam persamaan tersebut.

U = 0,9D ±(1,3W atau 1,0E) (2.10)

Besar beban (D, L ,La, dll) harus mengacu pada peraturan muatan. Beban
hidup rencana untuk lantai yang luas, bangunan tingkat tinggi, dll dapat direduksi.

2.5.4 Faktor Resistansi atau Faktor Reduksi

Untuk menentukan kekuatan ultimate suatu struktur dengan tepat, perlu


memperhitungkan ketidakpastian kekuatan material, dimensi, dan
pelaksanaan.Dengan suatu faktor resistansi, perancang teknik berusaha menunjukkan
bahwa kekuatan suatu elemen tidak dapat dihitung dengan tepat karena

33

Universitas Sumatera Utara


ketidaksempurnaan dalam teori, variasi dalam sifat material, dan ketidak-
sempurnaan dimensi elemen.

Hal ini dilakukan dengan mengalikan kekuatan ultimate teoritis (disebut juga
kekuatan nominal) dari setiap elemen dengan faktor resistansi atau faktor reduksi
atau faktor overkapasitas (kapasitas lebih) φ, yang hampir selalu lebih kecil dari 1,0.
Nilai tersebut adalah 0,85 untuk kolom, 0,75 atau 0,90 untuk batang tarik, 0,90 untuk
balok dengan beban momen dan geser, dll.

Beberapa nilai faktor resistansi dari SNI 03-1729-2002 Tabel 6.4-2 dituliskan
kembali dalam Tabel 2.1. Sebagian istilah dalam tabel tersebut akan dibahas
kemudian.

2.5.5 Besar Beban dan Faktor Resistansi

Sebagian dari perancang teknik mungkin akan berpendapat bahwa tidaklah


ekonomis untuk merancang struktur dengan faktor beban yang begitu tinggi dan
faktor resistansi yang kecil. Tetapi karena begitu besarnya ketidakpastian maka hal
tersebut diperlukan. Diantara ketidakpastian itu adalah:

1. Kekuatan material akan mempunyai karakteristik yang berbeda dari


yang diasumsikan dan hal itu akan bertambah dengan adanya rangkak,
korosi, dan fatik.
2. Dalam metoda analisa seringkali terjadi kesalahan yang cukup besar.

3. Gaya yang berasal dari alam sulit untuk diprediksi, seperti gempa.

4. Tegangan yang ditimbulkan selama proses pabrikasi dan


pelaksanaan seringkali begitu besar.

5. Pekerja di bengkel sering memperlakukan profil baja dengan tidak


hati-hati, misalnya menjatuhkan, menempa, menarik elemen pada suatu
posisi untuk pembautan. Hal ini dapat menyebabkan gaya yang
disebabkan selama pabrikasi dan pelaksanaan lebih besar dari pada saat
konstruksi telah selesai. Lantai untuk suatu ruangan mungkin
direncanakan untuk memikul beban hidup bervariasi dari 195 s.d. 390

34

Universitas Sumatera Utara


2
kg/m , tetapi selama pelaksanaan konstruksi kontraktor menempatikan

batu bata ditumpuk setinggi 3,0 m sehingga menyebabkan beban


2
beberapa ratus kg/m .

6. Perubahan teknologi berpengaruh pada besar beban hidup. Misalnya


karena dari tahun ke tahun angin bertiup semakin kencang, maka
peraturan juga meningkatkan tekanan angin minimum yang harus
digunakan dalam perancangan.

7. Meskipun beban mati dapat diperkirakan dengan cukup teliti, tetapi


tidak demikian dengan beban hidup.

8. Ketidakpastian lain adalah tegangan residual dan konsentrasi


tegangan, variasi dimensi penampang profil, dll.

2.5.6 Reliabilitas dan Peraturan LRFD


Reliabilitas menyatakan perkiraan dalam persentase jumlah pengulangan
bahwa kekuatan struktur akan sama atau lebih dari beban maksimum yang bekerja
pada struktur selama masa layannya (misalnya 50 tahun).

Disini akan dijelaskan hal berikut:

1. Bagaimana LRFD mengembangkan prosedur untuk menentukan reliabilitas


dari perancangan yang diberikan.
2. Perancang teknik dapat menentukan persentase reliabilitas untuk situasi
yang berbeda.
3. Perancang teknik dapat menyesuaikan faktor resistansi φ untuk
mendapatkan persentase reliabilitas seperti yang telah ditetapkan dalam butir
(2) di atas.

Misalnya seorang perancang teknik menyatakan bahwa hasil rancangannya


mempunyai reliabilitas 99,7% (ini adalah nilai pendekatan yang didapat dengan
perancangan LRFD). Ini mempunyai arti jika dia telah merancang 1000 struktur
yang berbeda, maka 3 diantaranya mungkin akan mengalami beban berlebih
(overloaded) dan mengalami kegagalan sebelum masa layan 50 tahun selesai. Hal

35

Universitas Sumatera Utara


ini jangan diartikan bahwa 3 diantara bangunan tersebut akan runtuh dan rata
dengan tanah serta tidak berfungsi sama sekali.

Tiga bangunan dari 1000 tersebut belum tentu hancur tetapi bisa saja berada
dalam daerah plastis bahkan daerah strain hardening. Akibatnya jika beban berlebih
maka akan terjadi deformasi yang besar yang menimbulkan sedikit kerusakan pada
struktur.

Kita akan menghitung resistansi atau kekuatan, R, dari setiap struktur dan
begitu pula dengan beban maksimum, Q, yang diharapkan akan bekerja pada
struktur selama masa layan. Struktur akan aman jika R≥Q.

Nilai aktual dari R dan Q adalah variabel acak/random, maka tidak dapat
dikatakan 100% pasti bahwa R akan sama atau lebih besar dari Q untuk struktur
tertentu. Betapapun teliti perancangan dan pelaksanaan suatu struktur, akan selalu
ada kemungkinan kecil bahwa Q akan lebih besar dari R atau kondisi batas kekuatan
akan dilampaui. Tujuan dari peraturan LRFD adalah untuk membuat kemungkin ini
sekecil mungkin dan dengan persentase yang konsistensi.

Jadi besar resistansi dan beban adalah tidak pasti. Jika digambarkan kurva R/Q
untuk sejumlah struktur maka hasilnya adalah kurva probabilitas berbentuk bel
dengan nilai rata-rata Rm dan Qm dan standar deviasi. Jika R<Q maka kondisi batas
kekuatan akan dilampaui dan terjadi keruntuhan.

Gambar 2.13 Definisi dari Indeks Reliabilitas β

36

Universitas Sumatera Utara


Untuk memudahkan, kurva digambarkan secara logaritmik seperti pada
Gambar 2.29 Perlu diingat bahwa ln dari 1,0 adalah 0 dan jika ln R/Q< 0 berarti
kondisi batas kekuatan telah dilampaui. Kondisi ini dinyatakan dengan kurva yang
berarsir. Cara lain untuk mengekspresikan hal ini adalah semakin besar deviasi
standar, semakin besar reliabilitas. Dalam gambar nilai deviasi standar dinyatakan
dengan β dan disebut indeks reliabilitas.

Meskipun nilai yang pasti dari R dan Q tidak diketahui dengan baik, suatu
rumus untuk mendapatkan β telah didapat, yaitu

Dalam rumus diatas, Rm dan Qm adalah rata-rata resistansi dan beban,


sedangkan VR dan QR adalah koefisien variasi.

Berdasarkan perhitungan reliabilitas yang dijelaskan diatas, standar/peraturan


memutuskan untuk menggunakan nilai β yang konsisten sebagai berikut:

1. β = 3,00 untuk elemen akibat beban gravitasi.

2. β = 4,50 untuk sambungan. (Nilai ini menunjukkan bahwa


sambungan haruslebih kuat dibandingkan dengan elemen yang
disambung).

3. β = 2,5 untuk elemen akibat beban gravitasi dan beban angin. (Nilai
inimenunjukkan bahwa faktor keamanan tidak harus sebesar akibat
beban lateral yang biasanya mempunyai durasi yang pendek).

4. β = 1,75 untuk elemen akibat beban gravitasi dan beban gempa.

Nilai φ disesuaikan sedemikian rupa sehingga nilai β yang ditentukan diatas


bisa diperoleh dalam perancangan. Hal ini menjadikan perancangan dengan LRFD
akan hampir selalu memberikan hasil yang sama dengan metoda ASD jika rasio
beban hidup terhadap beban mati adalah 3.

37

Universitas Sumatera Utara


2.5.7 Kelebihan LRFD

Pertanyaan yang sering muncul adalah:”apakah LRFD akan lebih menghemat


dibandingkan dengan ASD?” Jawabannya adalah mungkin benar, terutama jika
beban hidup lebih kecil dibandingkan beban mati.

Perlu dicatat bahwa tujuan adanya LRFD bukanlah mendapatkan


penghematanmelainkan untuk memberikan reliabilitas yang seragam untuk semua
struktur baja. Dalam ASD faktor keamanan sama diberikan pada beban mati dan
beban hidup, sedangkan pada LRFD faktor keamanan atau faktor beban yang lebih
kecil diberikan untuk beban mati karena beban mati dapat ditentukan dengan lebih
pasti dibandingkan beban hidup. Akibatnya perbandingan berat yang dihasilkan dari
ASD dan LRFD akan tergantung pada rasio beban hidup terhadap beban mati.

Untuk gedung biasa rasio beban hidup terhadap beban mati sekitar 0,25 s.d. 4,0
atau sedikit lebih besar. Untuk bangunan baja tingkat rendah, perbandingan tersebut
akan sedikit diatas rentang ini. Dalam ASD kita menggunakan faktor keamanan yang
sama untuk beban mati dan beban hidup tanpa melihat rasio beban. Jadi dengan ASD
akan dihasilkan profil yang lebih berat dan faktor keamanan akan lebih naik dengan
berkurangnya rasio beban hidup terhadap beban mati.

Untuk rasio L/D lebih kecil dari 3, akan terdapat penghematan berat profil
berdasarkan LRFD atau sekitar 1/6 untuk elemen tarik dan kolom dan 1/10 untuk
balok. Sebaliknya jika rasio L/D sangat tinggi maka hampir tidak ada penambahan
penghematan berat baja yang dilakukan berdasarkan LRFD dibandingkan ASD.

2.6 Metode Elemen Hingga

2.6.1 Konsep Dasar Metoda Elemen Hingga

Konsep yang mendasari Metoda Elemen Hingga (Finite Element Method untuk
selanjutnya disingkat FEM) bukanlah hal yang baru.Prinsip "discretization"
dipergunakan hampir pada semua bentuk usaha manusia.Barangkali kebutuhan untuk
"discretizing” atau membagi sesuatu menjadi bentuk yang lebih kecil dan dapat
dimengerti timbul dari keterbatasan manusia, dalam arti manusia tidak dapat
mengerti atau menjangkau sekelilingnya dalam totalitasnya. Dengan perkataan lain

38

Universitas Sumatera Utara


kita membagi (discretize) alam atau sesuatu phenomena menjadi bagian-bagian kecil,
dan penyatuan secara keseluruhan yang kita bayangkan akan merupakan sesuatu
yang dapat menstimulir keadaan tersebut secara menyambung. Umumnya pada
pandangan seperti ini akan terjadi suatu unsur penyimpangan atau kesalahan, tetapi
prosedur FEM tersebut merupakan pendekatan praktis dengan toleransi
penyimpangan yang dapat diterima.

Para sarjana Sipil tertarik untuk menganalisa pengaruh gaya, temperatur dan
aliran air atau angin terhadap besaran-besaran seperti deformasi, tegangan,
temperatur, tekanan dan kecepatan air dan sebagainya. Sifat-sifat distribusi pengaruh
tersebut, dalam suatu massa tergantung daripada karakteristik sistem gaya dan sistem
massa itu sendiri.

Tujuan kita adalah untuk mendapatkan distribusi pengaruh-pengaruh


tersebut.Untuk memudahkan pengertian, baik kita gunakan istilah deformasi u untuk
mengganti istilah „pengaruh‟. Untuk problem lain mungkin kita gunakan istilah
temperatur T atau fluid head  .

Kita anggap bahwa distribusi deformasi u sulit dicari dengan cara konvensional
dan kita perlu menggunakan FEM yang berdasarkan konsep "diskretisasl”. Kita bagi
suatu massa atas sejumlah daerah-daerah kecil yang disebut "finite element" atau
elemen hingga.

Untuk analisa tegangan deformasi dari massa tersebut dalam kesetimbangan


akibat beban luar, pengertian kepada elemen ini mengenai penurunan dari hubungan
beban - kekakuan bahan. Untuk menurunkan hubungan ini kita gunakan
prinsip-prinsip yang mempengaruhi massa itu. Karena tujuan utama kita adalah
mencari distribusi dari u, kiti ingin menyatakan prinsip-prinsip tersebut dengan
besaran u. Hal ini kita capai dengan memilih pola atau bentuk dari distribusi u
tersebut atas sebuah elemen.

2.6.2 Langkah-Langkah Metode Elemen Hingga

Perumusan dan penerapan FEM dianggap terdiri darl 8 langkah dasar.


Langkah-langkah ini akan dibahas secara umum dengan maksud untuk mem-

39

Universitas Sumatera Utara


persiapkan kepada pengertian yang lebih detail daripada langkah-langkah tersebut.
Langkah-langkah tersebut yaitu :

1. Diskretisasi Dan Pemilihan Konfigurasi Elemen

Diskretisasi adalah pernbagian suatu sistem menjadi elemen-elemen.


Diskretisasi ini akan menghasilkan suatu harga pendekatan terhadap keadaan
sesungguhnya. Jadi bukan merupakan solusi eksak.Massa dibagi menjadi
sejumlah elemen yang kecil yang disebut "finite element".Hal ini tergantung
dari macam elemen yang dipakai, yang sebaliknya tergantung dari
karakteristik sistem massanya.Misalnya untuk suatu struktur yang berbentuk
batang maka elemen yang dipakai adalah elemen garis. Untuk massa
berbentuk plat barangkali bentuk elemen yang dipilih adalah segitiga atau
segiempat.

Proses diskretisasi ini mencakup prinsip-prinsip :

a. pembagian

b. kesinambungan (continuity)

c. kompatibilitas

d. konvergensi

e. kesalahan/penyimpangan

2. Memilih Model Atau Fungs1 Pendekatan

Pada ini kita memilih sebuah pola atau bentuk untuk distribusi dari besaran
yang dicari ( u, T, , dan sebagainya). Titik-titik nodal dari elemen
merupakan titik yang dipilih sebagai fungsi matematis untuk menggambarkan
bentuk distribusi dari besaran yang dicari itu pada suatu elemen.Umumnya
fungsi polinom dipergunakan sebagai fungsi pendekatan karena sederhana
untuk perumusan pada finite element.

Bila deformasi u sebagai besaran yang dicari, fungsi interpoIasi polinom

40

Universitas Sumatera Utara


dapat dinyatakan

U = NiU1 + N2u2 + …. + Nmum (2.12)

Disini u1, u2, ……,um adalah deformasi yang dicari pada titik-titik nodal dan
N1, N2,….Nm merupakan fungsi interpolasi. Misalnya.untuk elemen batang
dengan dua titik nodal di ujungnya, kiia dapat mempergunakan u1 dan u2
sebagai besaran yang dicari itu. Besaran yang tidak diketahui disebut "degree
of freedom" atau derajat kebebasan.

3. Menentukan Hubungan Tegangan-Regangan atau gradien besaran yang dicari

Untuk meneruskan ke langkah berikutnya dimana digunakan sesuatu prinsip


misalnya prinsip energi potensial minimum untuk mendapatkan persamaan
elemen, kita harus mendefinisikan besaran-besaran yang tercakup yang akan
muncul dalam prinsip tersebut. Untuk "Stress-Deformation problem" besaran
tersebut adalah regangan dari peralihan titik. Misalnya untuk kasus deformasi
yang terjadi hanya dalam satu arah y, regangan y dianggap, cukup kecil dan
dapat dinyatakan :

ey = dv/dy (2.13)

dimana v deformasi dalam arah y. Untuk kasus aliran cairan dalam satu arah,
hubungannya adalah gradien ix dari fluid head.

ix = d/dx (2.14)

dimana adalah fluid head atau potensial dan ix merupakan gradien dari 
yaitu perubahan  terhadap jaraknya x. Sebagai ilustrasi sederhana, hukum
Hooke dapat dipakai untuk mendefinisikan hubungan tegangan - regangan
pada suatu massa yang masif.

y = Ey * ey (2.15)

dimana : y = tegangan dalam arah vertikal

Ey = modulus elastisitas

41

Universitas Sumatera Utara


Dengan substitusi, diperoleh :

y = Ey * dv/dy (2.16)

Untuk kasus aliran melalui media berpori maka hukum Darcy kecepatan
aliran adalah dapat dinyatakan :

vx = kx * ix (2.17)

dimana : kx = permeabilitas dalam arah x

ix = gradien

v = kx * d/dx (2.18)

4. Menurunkan Persamaan Elemen

Dengan menggunakan hukum-hukum atau prinsip yang berlaku, kita dapat


memperoleh persamaan yang menentukan tingkah laku (behavior), sifat sifat
serta keadaan dari elemen. Persamaan yang diperoleh disini adalah dalam
bentuk umum sehingga dapat digunakan untuk sernua elemen dalam massa
yang telah dibagi-bagi (discretized body).Ada beberapa cara untuk
menurunkan persamaan elemen. Dua cara yang lazim dipakai, ialah Cara
Energi dan Cara Residual.

5. Penggabungan Persamaan-Persamaan Elemen Untuk Memperoleh Persamaan


Global & Memasukkan Syarat-Syarat Batas (Boundary Condition). Tujuan
terakhir adalah untuk momperoleh persamaan-persamaan untuk seluruh
sistem yang menentukan pendekatan perilaku struktur secara keseluruhan.
Sebuah persamaan elemen diturunkan, kita dapat memperoleh
persamaan-persamaan yang sama untuk elemen yang lain berturut-turut.

Kemudian persamaan-persamaan tersebut digabungkan untuk mendapatkan


persamaan global. Proses penggabungan ini didasarkan pada hukum kompati-
bilitas atau kontinuitas/kesinambungan. Dalam hukum tersebut diisyaratkan
bahwa sistem harus tetap berkesinambungan/kontinu, artinya titik-titik yang
bersebelahan akan tetap berada berdampingan setelah beban luar dikerjakan.

42

Universitas Sumatera Utara


Dengan perkataan lain, peralihan dua buah titik yang bersebelahan harus sa-
ma. Pada akhirnya akan diperoleh persamaan yang dinyatakan dengan matrix:

[K]{r} = {R}

dimana :

[K] : matrix penggabungan (assemblage property matrix)

{r} : vektor penggabungan darl besaran yang dicari (assemblage

vector of nodal unknowns)

{R} : vektor penggabungan dari beban luar (assemblage of nodal

forcing parameter).

6. Selesaikan Primary Unknown

Persamaan gabungan yang telah dimodifikasi dengan memasukkan


syarat-syarat batas itu akan merupakan sistem persamaan linier. Sistem per-
samaan ini dapat diselesaikan dengan cara eliminasi Gauss atau iterasi.

7. Selesaikan Besaran Kedua

Seringkali besaran lain harus dihitung dari besaran pertama (primary


unknown). Dalam hal masalah peralihan tegangan, besaran pertamanya be-
rupa peralihan (displacement) sedangkan besaran kedua berupa regangan, te-
gangan, momen atau gaya geser.

Untuk persoalan aliran, besaran utamanya adlah potensial di titik nodal


sedangkan besaran keduanya, dapat berupa kecepatan aliran atau debit.Pada
umumnya besaran kedua itu mudah diperoleh dari hubungan yang didapat
pada langkah 3.

8. Interpretasi Hasil
Yang penting juga dalam FEM ini adalah mereduksi hasil-hasil dari prosedur
perhitungan menjadi suatu bentuk yang dapat segera dipergunakan untuk
analysis dan design. Hasil-hasil tersebut biasanya berupa output dari

43

Universitas Sumatera Utara


komputer. Kemudian memilih penampang-penampang yang kritis dari sistem
dan menggambarkan nilaiinilalnya atau peralihan dan tegangannya sepanjang
sistem struktur itu.

2.6.3 Beberapa Bentuk Elemen dalam Metode Elemen Hingga

2.6.3.1 Elemen Satu Dimensi

1. Elemen Garis

Tipe elemen ini yang paling sederhana memiliki dua titik nodal, masing-
masing pada ujungnya, disebut elemen garis linier.Dua elemen lainnya
dengan orde yang lebih tinggi, yang umum digunakan adalah elemen garis
kuadratik dengan tiga titik nodal dan elemen garis kubik dengan empat buah
titik nodal.

a. Kubik b. Kuadratik

c. Linear
Gambar 2.14 Elemen 1 dimensi

2.6.3.2 Elemen dua dimensi

Beberapa elemen dua dimensi yaitu :

a. Elemen Segitiga
b. Elemen quadrilateral

Elemen orde linier pada masing-masing tipe ini memiliki sisi berupa garis
lurus, sedangkan untuk elemen dengan orde yang lebih tinggi dapat

44

Universitas Sumatera Utara


memiliki sisi berupa garis lurus, sisi yang berbentuk kurva ataupun dapat
pula berupa kedua-duanya.

Gambar 2.15 Elemen dua dimensi

2.6.3.3 Elemen tiga dimensi

Beberapa elemen dua dimensi yaitu elemen tetrahedron dan elemen


parallelepiped. Sama seperti tipe-tipe elemen yang telah disebutkan sebelumnya,
kecuali untuk orde linier, elemen-elemen ini dapat memiliki sisi yang berbentuk
kurva.Pada simulasi ini elemen yang dipilih adalah elemen tetrahedron.

Gambar 2.16 Elemen tiga dimensi

2.6.4 Perangkat Lunak Metode Elemen Hingga

Elemen hingga adalah idealisasi matematika terhadap suatu sistem dengan


membagi objek menjadi elemen-elemen diskrit yang kecil dengan bentuk yang
simpel. Metode elemen hingga adalah teknik yang sangat dominan pada structural
mechanics. Ada banyak perangkat lunak analisis elemen hingga yang digunakan
di industri saat ini dari beraneka disiplin ilmu teknik termasuk
mechanicalengineering. Dan solusi yang tepat untuk masalah-masalah itu adalah
“CAD/CAE”. CAD (Computer Aided Design) atau merancang berbantuan

45

Universitas Sumatera Utara


komputer adalah proses perancangan model yang cepat dan akurat, sedangkan
CAE (Computer Aided Engineering) atau Rancang-Bangun Berbantuan Komputer
adalah proses analisis dan simulasi tegangan yang mudah dan efektif.

Pernagkat lunak untuk penyelesaian kasus metode elemen hingga yang


tersebar di seluruh penjuru negeri bahkan di seluruh dunia dengan berbagai mutu
dan kemudahan yang berbeda-beda.Sebagai contoh dari perangkat lunak yang
digunakan untuk penyelesaian dalam kasus elemen hingga adalah ANSYS,
MSC.NASTRAN, ABAQUS, LSDYNA, CATIA dan lainnya.Pengguna perangkat
lunak FEM (Finite Element Method) kemudian terbiasa melihat GUI (graphic user
interface) dimana suatu benda didiskritisasi menjadi sekian puluhbahkan hingga
ribuan elemen. Istilah baru kemudian muncul yaitu Finite ElementModeling,
karena pengguna hanya memodelkan fisik suatu benda dengan elemen-elemen
kecil, mendefinisikan sifat-sifat material, memberikan kondisi batas dan
pembebanan, kemudian tinggal menjalankan perangkat lunak. Hal ini yang
dinamakan pre – processing. Fase post – processing biasanya lebih sulit karena
pengguna diharapkan bisa menginterpretasikan hasil, menganalisis angka dan fisik
yang dihasilkan dan melakukan troubleshooting jika hasilnya kurang memuaskan.

2.6.4.1 Software ANSYS

Metode elemen hingga merupakan salah satu metode numerik yang dapat
digunakan untuk menyelesaikan masalah struktural, termal dan
elektromagnetik.dalam metode ini seluruh masalah yang kompleks seperti variasi
bentuk, kondisi batas dan beban diselesaikan dengan metode pendekatan. karena
keanekaragaman dan fleksibilitas sebagai perangkat analisis, metode ini mendapat
perhatian dalam dunia teknik.

Metode elemen hingga adalah suatu alat numerik yang digunakan dalam
menyelesaikan masalah teknik seperti persamaan diferensial dan integral dengan
metode pendekatan.Metoda itu mula-mula dikembangkan untuk mempelajari tentang
struktur dan tekanan (Clough 1960) dan kemudian berkembang pada masalah
mekanika kontinu (Zienkiewicz dan Cheung 1965).

46

Universitas Sumatera Utara


ANSYS adalah program paket yang dapat memodelkan elemen hingga untuk
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan mekanika, termasuk di dalamnya
masalah statik, dinamik, analisis struktural (baik linier maupun nonlinier), masalah
perpindahan panas, masalah fluida dan juga masalah yang berhubungan dengan
akustik dan elektromagnetik.

Gambar 2.17 Ansys 12.1 Releasse

ANSYS merupakan aplikasi desain yang digunakan dan diakui secara


Internasional untuk mensimulasikan Finite Element Model dan Analisis guma
memudahkan pemilik proyek, insinyur, dan design engineer untuk secara cepat
membangun model penuh berdasarkan kebutuhan proyek.

ANSYS yang awalnya berasal dari nama produk komersial ANSYS


Mechanical atau ANSYS Multiphysic, keduanya peralatan software analisis elemen
hingga dengan bantuan komputer yang dikembangkan oleh ANSYS Inc. Perusahaan
tersebut sebenarnya mengembangkan produk software untuk teknik dengan bantuan
komputer, akan tetapi lebih dikenal dengan produk komersial ANSYS Mechanical &
ANSYS Multiphysic.

Untuk pengguna tingkat akademik ANSYS Inc menyediakan versi


nonkomersial ANSYS Multiphysic seperti ANSYS University Advanced dan
ANSYS University Research. ANSYS Mechanical, ANSYS Multiphysic and variasi
nonkomersialnya secara umum yang digunakan dalam akademik adalah alat analisis
yang berisi pre-processing (pembuatan bentuk geometrik, meshing), solver dan
modul post-processing dalam satu kesatuan Graphic User Interface.

47

Universitas Sumatera Utara


Dalam aplikasinya ANSYS dapat dibagi menjadi dua menurut dimensinya,
yaitu:

a. ANSYS Classic

ANSYS ini menyelesaikan problema dalam 2 dimensi seperti sistem solid


dalam bidang 2 dimensi dan perpindahan panas dalam 2 dimensi.

b. ANSYS Workbench

ANSYS ini menyelesaikan problema dalam 3 dimensi seperti sistem solid


dalam 3 dimensi dan masalah aliran fluida pada pipa dalam 3 dimensi.

ANSYS merupakan salah satu software yang digunakan untuk menganalisis


berbagai macam struktur, aliran fluida, dan perpindahan panas dari beberapa
software analisisis yang lain yaitu Nastran, CATIA, Fluent, dan yang lain. Ada tiga
analisis utama yang dibahas pada buku ini yaitu analisis struktur, aliran fluida, dan
perpindahan panas yang sangat sering dijumpai dalam keilmuteknikan.Agar materi
yang dibahas di buku ini dapat diikuti dengan baik, maka sebaiknya pembaca harus
memiliki dasar (basic) tentang keilmuan di atas.

Penyajian materi dilakukan secara bertahap yaitu mulai dari menggambar


benda (objek) sampai dilakukannya penganalisisan dan diperoleh hasilnya. Secara
umum penyelesaian elemen hingga menggunakan ANSYS dapat dibagi menjadi tiga
tahap, yaitu :

1. Preprocessing (Pendefinisian Masalah)

Masalah adalah bagian terpenting dalam suatu proses riset, karena masalah
dapat menghadirkan petunjuk berupa jenis informasi atau defenisi yang
nantinya akan sangat kita butuhkan.

Jika diartikan kedalam bahasa indonesia Pre- artinya sebelum dan Processor-
artinya pemroses. Preprocessing merupakan tahapan awal dalam mengolah
data input sebelum memasuki proses tahapan utama. Pada tahap pertama ini,
dilakukan pendefinisian dari objek yang nantinya akan diproses pada tahap
selanjutnya.

48

Universitas Sumatera Utara


Langkah umum dalam preprocessing terdiri dari :

(i) mendefinisikan keypoint/lines/areas/volume dari objek,

Dalam hal ini, pendefinisian diatas harus dilakukan setelah


dilakukannya pemodelan terlebih dahulu. Pemodelan merupakan
proses menggambar ataupun mengimport gambar benda atau objek
yang akan didefinisikan kedalam lembar kerja.

(ii) mendefinisikan tipe elemen dan bahan yang digunakan/sifat


geometric dari objek, dan

(iii) mendefinisikan mesh lines/areas/volumes sebagaimana dibutuhkan.


Jumlah detil yang dibutuhkan akan tergantung pada dimensi daerah
yang dianalisis, ie.,1D, 2D, axisymetric dan 3D.

2. Solution / Assigning Loads, Constraints, and Solving

Pemecahan masalah adalah suatu proses terencana yang perlu dilaksanakan


agar memperoleh penyelesaian tertentu dari sebuah masalah yang mungkin
tidak didapat dengan segera (Saad & Ghani, 2008:120).

Pada tahap ini, perlu dilakukan penentuan beban, model pembebanan (titik
atau luasan), constraints (translasi dan rotasi) dan kemudian menyelesaikan
hasil persamaan yang telah diset pada objek.

3. Postprocessing/ Further Processing and Viewing of The Results

Postprocessing adalah langkah akhir dalam suatu analisis berupa visualisasi


yang memungkinkan penganalisis untuk mengeksplor data.Hal yang
dilakukan pada langkah ini adalah mengorganisasi dan menginterpretasi data
hasil simulasi yang bisa berupa gambar, kurva, dan animasi.

Dalam bagian ini pengguna mungkin dapat melihat :

(i) daftar pergeseran nodal,

(ii) gaya elemen dan momentum,

49

Universitas Sumatera Utara


(iii) plot deflection dandiagram kontur tegangan (stress) atau pemetaan
suhu

2.7 Hubungan Prinsip Metode Elastis dengan ANSYS

Perencanaan struktur baja berdasarkan beban kerja (elastis), dimana dalam hal
itu penampang dibuat sedemikian rupa sehingga untuk berbagai kondisi pembebanan
maka tegangan pada penampang tersebut diusahakan di bawah tegangan ijin yang
ditetapkan(Wiryanto Dewobroto, 2015).Pada metode ini perencanaan sambungan
tidak melewati batas elastis bahan. Selama ini kita menggunakan konsep
perencanaan elastis linear dimana diperhitungkan bahwa deformasi struktur harus
relatif kecil. Kondisi elastis yaitu kondisi dimana deformasi akibat beban dapat
kembali ke posisi awal jika beban dihilangkan. Sehingga perilaku elastis linear
umumnya terjadi pada kondisi yang deformasinya relatif, sedemikian sehingga dapat
dianggap struktur dapat dianalisis berdasarkan geometri awal, sebelum ada beban.
(Wiryanto Dewobroto, 2016). Dengan menggunakan program ANSYS yang
merupakan program simulasi dimana kita akan memberikan beban pada sistem dan
akan mendapatkan langsung tegangan yang terjadi pada sistem tersebut. Pada
ANSYS kita juga memasukkan batas tegangan ijin bahan yang dapat kita bandingkan
dengan tegangan yang terjadi pada sistem.

2.8 Studi Literatur


Penulis mengacu dari beberapa studi literatur dalam menyusun laporan ini,
beberapa studi literatur yang dipakai dan berkaitan dengan studi ini adalah :
1. Santoso Yonathan Aditya, Noek Sulandri, dan Yosafat Aji Pranata dalam
jurnal “Studi Pendahuluan Simulasi Numerikal Metode Elemen Hingga
Sambungan Balok-Kolom Baja Tipe Clip-Angle” melakukan penelitian
translasi pada setiap baut dimana deformasi pada setiap baut berbeda beda
dengan perbedaan yang tidak begitu jauh
2. Ghinan Azhari dalam jurnal ”Analisis Sambungan Batang Tarik Struktur
Baja dengan Metode LRFD dan ASD “ dimana dalam jurnal ini dilakukan
perhitungan analisis sambungan batang tarik menggunakan metode LRFD
dan ASD

50

Universitas Sumatera Utara


3. Y. Djoko Setiyarto dalam jurnal “Pengaruh Tata Letak Baut Pada
Sambungan Momen Sebidang Untuk Struktur Baja Cold Formed” dimana
dalam jurnal ini mendapatkan kekuatan sambungan yang dianalisis
melalui program finite elemen mendekati dengan hasil eksperimental

51

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Bagan Alir

Bagan alir perlu di buat dalam melakukan penelitian agar penelitian yang
dilakukan terstruktur dan terencana dengan baik. Berikut adalah bagan alir yang
direncanakan penulis dalam melakukan penelitian ini

MULAI

Studi Literatur

Spesifikasi Sambungan -Gaya yang terjadi di


sambungan
-Data-data fisik sambungan
-Data-data desain
sambungan
Pemodelan Sambungan
dengan program Solid
Work 2014

Desain Sambungan

Desain secaara manual Desain secara numerik


dengan metode LRFD dengan program
ANSYS Workbench
V.15

Hasil & Kesimpulan

Selesai

Bagan 3.1 Bagan Alir Tugas Akhir

52

Universitas Sumatera Utara


3.2 Studi Literatur

Studi literature dimulai dengan mengumpulkan berbagai informasi dan data


data tentang teori sambungan baja yang meliputi teori umum baja, analisis
sambungan baut dengan metode LRFD, data-data peraturan sambungan baja di
Indonesia.Selain itu penulis juga mempelajari tata cara dalam penggunaan program
Solid Work yang digunakan untuk pemodelan sambungan baja dalam bentuk 3D dan
tata cara penggunaan program ANSYS Workbench dalam mendesain sambungan
baja yang telah dimodelkan secara 3D tersebut melalui buku-buku, jurnal-jurnal dan
pengguna ANSYS Workbench itu sendiri.

3.3 Spesifikasi Sambungan

Spesifikasi sambungan yang akan di desain, yaitu :

1. Jenis Sambungan : Sambungan Balok-Kolom Flush End Plate tipe lokal


2. Data sambungan, baut dan pelat sambung
a. Gaya geser akibat beban terfaktor (Vu) = 250000 N
b. Momen akibat beban terfaktor (Mu) = 25000000 Nmm
c. Jenis baut yang digunakan = A-325
d. Tegangan tarik putus baut (fub) = 620 MPa
e. Diameter baut (db) = 16 mm
f. Jumlah baut dalam satu baris (nx) = 2 bh
g. Jumlah baris baut (ny) = 5 baris
h. Faktor reduksi kekuatan tarik baut (t) = 0.75
i. Faktor reduksi kekuatan geser baut (f) = 0.75
j. Tegangan leleh pelat (Fyp) = 240 MPa
k. Tegangan tarik putus pelat (Fup) = 370 Mpa
l. Lebar plat sambung (b) = 175 mm
m. Tebal pelat sambung (tp) = 10 mm

53

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.1 Gambar Sambungan yang Akan di Desain

3.4 Desain Secara Manual

Langkah-langkah dibawah ini dipakai penulis dalam mendesain sambungan


balok kolom flush end plate tipe lokal, yaitu :

1. Menentukan letak garis netral dari kelompok baut dan pelat penyambung.
Langkah-langkah dalam penentuan letak garis netral yaitu :
a. Menentukan tinggi pelat sambung
= ny * a
b. Menentukan lebar pelat sambung ekivalen sebagai pengganti baut
tertarik

Menentukan lebar efektif pelat sambung bagian tekan


= 0.75 *lebar pelat sambung (b)
c. Mencari titik berat sumbu x (misalkan garis netral terletak pada jarak
y dari sisi atas plat sambung) dengan mencari momen statis luasan
terhadap garis netral
= ½ *lebar efektif (b’) * ( tinggi pelat (h) – x )2 = ½ * lebar pelat
sambung ekivalen (δ) * x2
Mendapatkan nilai x dilakukan melalui persamaan kuadrat.

54

Universitas Sumatera Utara


2. Mencari tegangan yang terjadi pada baut
Langkah-langkah dalam penentuan tegangan yang terjadi pada baut :
i. Menentukan persamaan hubungan tegangan
σ3 = (h-x) / x * σ1……………………………………….pers 3.1

σ2 = ( x - a / 2 ) / x * σ1…………………………………pers 3.2

ii. Menentukan persamaan momen

1/2 * (h - x) * b' * σ3 * 2/3 * ( h - x ) + 1/2 * x * d * σ1 * 2/3 * x =


Mu……………………………………………………….pers 3.3

iii. Mensubstitusi pers 3.1 ke pers 3.3 sehingga diperoleh

σ1 = 3 * Mu / [ ( h - x )3 / x * b' + x2 * d ]………………pers 3.4

iv. Menghitung tegangan tarik pada sisi atas pelat sambung


Dari pers 3.4 : σ1 = 3 * Mu / [ ( h - x )3 / x * b' + x2 * d ]
v. Menghitung tegangan tekan pada sisi bawah pelat sambung
Dari pers 3.1 : σ3 = (h-x) / x * σ1
vi. Menghitung tegangan tarik pada baut baris teratas.
Dihitung menggunakan metode perbandingan segitiga sebanding
berdasarkan gambar 3.2
Dari pers 3.2 : σ2 = ( x - a / 2 ) / x * σ1
vii. Menghitung tegangan tarik pada baut baris kedua dan seterusnya
Dihitung menggunakan metode perbandingan segitiga sebanding
berdasarkan gambar 3.2
3. Mencari gaya tarik baut
Langkah-langkah dalam penentuan gaya tarik baut, yaitu :
i. Mencari gaya tarik baut pada baut baris teratas (baris baut yang
mengalami tegangan tarik maximum)
Tu = σ2 * a * d
ii. Mencari gaya tarik yang ditahan oleh satu baut
Tu1 = Tu / nx

55

Universitas Sumatera Utara


iii. Melakukan pengontrolan gaya tarik baut yang terjadi dengan
tahanan tarik baut
1. Mencari luas penampang baut
Ab = π / 4 * d2
2. Mencari tahanan tarik nominal satu baut
Tn = 0.75 * Ab * fub
3. Mencari tahanan tarik satu baut
t * Tn
4. Syarat yang harus dipenuhi
Tu t * Tn
4. Mencari gaya geser pada baut
Langkah-langkah dalam menentukan gaya geser baut, yaitu :
i. Mencari gaya geser yang ditahan oleh satu baut :
Vs1 = Vu / n
ii. Mencari tegangan geser yang ditahan oleh satu baut :
P = Vs1 / Ab
iii. Menentukan luas penampang baut
Ab = π / 4 * d2
iv. Menentukan tahanan geser nominal baut
Vn = Ab * fub
v. Menentukan tahanan geser baut
f * Vn
vi. Syarat yang harus dipenuhi

Vs1f * Vn

3.5 Pemodelan Sambungan Melalui Software Solid Work 2015

Langkah-langkah dibawah ini dipakai penulis dalam menggambarkan sambungan


balok-kolom flush end plate melalui software solid work 2015, yaitu :

56

Universitas Sumatera Utara


1. Pembuatan sketch baru
Pembuatan sketch dengan menggunakan tool sketch kemudian memilih
bidang yang akan digambar diantara bidang depan, bidang samping, dan
bidang belakang.
2. Penggambaran 2D kolom, baut, balok, pelat penyambung.
Dalam proses penggambaran ini penulis menggunakan tool line, rectangle,
circle dan kemudian untuk mengubah dimensi penulis menggunakan tool
smart dimension dan memasukkan dimensi yang dikehendaki.
3. Penggambaran 3D kolom, baut, balok, pelat penyambung.
Setelah selesai menggambarkan gambar 2D, penulis melanjutkan untuk
menggambar 3D sambungan. Dalam proses menggambar 3D sambungan
penulis menggunakan tool extrude dan kemudian penulis memasukkan
seberapa panjang gambar 2D akan diextrude. Dalam membuat lubang mur
dan lubang pada pelat nyambung dan sayap kolom IWF penulis
menggunakan tool cut extrude dimana prinsipnya sama dengan tool extrude.
4. Penggambaran las antara pelat penyambung dengan sayap kolom IWF
Penggambaran las dilakukan menggunakan tool weldments, kemudian
penulis memasukkan tebal las yang dikehendaki dan melakukan pemilihan
bagian garis yang akan di las.

3.6 Desain Sambungan Menggunakan Software ANSYS Workbench

Langkah-langkah dibawah ini dipakai penulis dalam mendesain sambungan


balok-kolom flush end plate melalui software ANSYS Workbench V.15 yang
menerapkan metode elemen hingga, yaitu :

1. Pemilihan analisa sistem


Dalam tahap ini penulis memilih system analisa mode static structural untuk
mendesiain sambungan balok kolom dikarenakan beban yang terjadi di
tetapkan beban statis
2. Proses import model
Dalam proses ini penulis menginput model sambungan yang telah digambar
sebelumnya dari program solidwork dengan menggunakan tool file, import

57

Universitas Sumatera Utara


lalu penulis memilih file model sambungan yang akan di desain yang telah di
save dengan extensi *.step
3. Proses penamaan
Dalam proses ini penulis mengganti nama bagian-bagian dari sambungan
balok kolom agar mempermudah proses mendesain. Proses ini diawali
dengan memilih bar geometri, kemudian setelah muncul tab baru, penulis
menekan tombol F2 di bagian geometri yang akan di ubah namanya.
4. Proses input data material
Dalam proses ini penulis menginput data dari setiap material yang digunakan
penulis di sambungan yang akan didesain. Proses ini diawali dengan memilih
bar engineering data kemudian menambah jenis material yang digunakan.
Jenis material yang diinput dalam tahap ini oleh penulis adalah structural
steel dan structural steel 2, dimana structural steel untuk material kolom,
balok, pelat penyambung sedangkan structural steel 2 untuk material baut.
Penulis kemudian memasukkan data kuat tarik putus dan kuat tarik leleh
untuk keduajenis material tersebut.
5. Proses Assigment Material
Dalam proses ini penulis meinput jenis material yang telah dibuat di tahap
sebelumnya di setiap bagian sambungan. Proses menginput ini dilakukan
dengan cara memilih bagian yang akan di assign, kemudian di sub bagian dari
material yaitu assignment penulis memilih jenis material yang dikehendaki.
6. Proses Meshing
Dalam proses ini penulis melakukan pembagian suatu elemen menjadi
elemen-elemen yang lebih kecil dengan menggunakan tool meshing yang
dilanjutkan dengan memilih tool update dan kemudian akan tampak elemen-
elemen telah di meshing.
7. Proses input gaya
Dalam proses ini penulis menginput jenis gaya dan besaran gaya yang
direncanakan. Proses ini dilakukan dengan menggunakan tool insert lalu
penulis memilih force dan momen. Penulis menentukan besaran force dan
moment dari bar magnitude dan menentukan arah melalui bar direction.
Selain itupenulis juga memilih bidang dimana kedua gaya tersebut bekerja

58

Universitas Sumatera Utara


dengan menggunakan tool dikarenakan gaya yang bekerja terletak pada
permukaan bukan ruang atau garis.
8. Proses penetapan tumpuan
Dalam proses ini penulis menetapkan tumpuan sambungan tersebut. Proses
ini dilakukan dengan menggunakan tool insert lalu memilih fixed support dan
kemudian penulis menggunakan tool untuk memilih bidang yang menjadi
tumpuan sambungan tersebut. Bidang yang dipilih yaitu bagian telapak dari
kolom IWF.
9. Proses input jenis hasil analisis
Dalam proses ini penulis menentukan jenis hasil analisis yang ingin dicapai.
Proses ini menggunakan tool insert kemudian penulis memilih maximum
shear stress dan normal stress karena yang di tinjau adalah tegangan tarik dan
tegangan geser.
10. Proses Solving
Dalam proses ini penulis menggunakan tool solve kemudian penulis dapat
melihat hasil analisis dengan memilih bar maximum stress atau normal stress.
Penulis dapat melihat tegangan maximum dan minimum yang ditunjukkan
melalui kontur warna yang telah muncul.

59

Universitas Sumatera Utara


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Umum
Pada bab ini akan peulis akan membahas hasil perhitungan sambungan kolom
baja tipe flush end plate secara manual dan secara numerik yang menggunakan
program ANSYS Workbench V15. Dimana dari kedua` hasil ini penulis akan
membandingkannya dan menarik kesimpulan dari hasil perbandingan tersebut.

4.2 Data Sambungan


Vu
Mu

41
50
50
50 d1:
41 260 d2:
210 d3:
150 d4:
110

65
Gambar 4.1 Sambungan Balok Kolom Tipe Flush End Plate

Data sambungan yang akan di rencanakan adalah sebagai berikut :

a. Vu : 250000 N

b. Mu : 25000000 Nmm

c. Tipebaut : A-325

d. fub(tegangan tarik putus baut) : 620 MPa

e. diameter baut : 16 mm

f. Jarak antar baut (a) : 50 mm

g. Jumlah baut dalam satu baris : 2 bh

h. Jumlah baris baut : 5 baris

60

Universitas Sumatera Utara


i. Faktor reduksi kekuatan tarik baut : 0.75

j. Faktor reduksi kekuatan geser baut : 0.75

k. Tegangan leleh pelat : 240 MPa

l. Tegangan tarik putus pelat : 370 MPa

m. Lebar pelat sambung : 125mm

n. Tebal pelat sambung : 10mm

4.3 Perencanaan Manual

4.3.1 Perencanaan Manual dengan Metode Luasan Transformasi

Berikut adalah langkah langkah dalam menentukan kapasitas baut melalui


metode luasan transformasi, yaitu :

1. Letak Garis Netral

 Jumlah baut total


n = nx * ny
= 10 bh
 Tinggi pelat sambung
h = ny * a
= 250 mm
 Lebar plat sambung ekivalen sebagai pengganti baut tarik
 = nx * (/ 4 * db2 ) / a

= 8.0425 mm

 Lebar efektif plat sambung bagian tekan


b' = 0.75 * b

= 93.75mm

 Misal garis netral terletak pada jarak x dari sisi atas plat sambung.

61

Universitas Sumatera Utara


 Momen statis luasan terhadap garis netral

1/2 * b' * (h - x)2 = 1/2.* x2

(b' - ) / 2 * x2 - b' * h * x + 1/2 * b' * h2 = 0

(b' -) / 2 * x2 - b' * h * x + 1/2 * b' * h2= 0

Ax = (b' - ) / 2
= 42.85
Bx = - b' * h
= -30000
Cx = ½ * b * h2
= 4800000
Dx = (Bx)2 – 4 * Ax * C
= 77208000
x = [ -Bx -Dx ] / ( 2 * Ax )
= 247.506 mm
2. Tegangan yang terjadi pada baut
 Persamaan hubungan tegangan,
σ3 = (h-x) / x * σ1.....................................................................(pers 4.1)
σ2 = ( x - a / 2 ) / x * σ1............................................................(pers 4.2)
 Persamaan momen
1/2 * (h - x) * b' * σ3 * 2/3 * ( h - x ) + 1/2 * x *  * σ1 * 2/3 * x =
Mu…………………………………………………………………..(pers 4.3)
 Substitusi pers 4.1 kepers 4.3, maka
σ1 = 3 * Mu / [ ( h - x )3 / x * b' + x2 *  ]…………………….(pers 4.4)
 Tegangan tarik pada sisi atas plat sambung
Dari pers 4.4 :
σ1 = 3 * Mu / [ ( h - x )3 / x * b' + x2 * d ]
= 172.91 MPa
 Tegangan tekan pada sisi bawah plat sambung,
Dari pers 4.1 :

62

Universitas Sumatera Utara


σ3 = (h-x) / x * σ1
= 56.50 MPa
 Tegangan tarik pada baut baris teratas,
Dari pers 4.2 :
σ2 = ( x - a / 2 ) / x * σ1
= 173.42 MPa
 Tegangan tarik pada baut baris kedua
σ4 = σ3 * [(x-(a/2+a)] * (h – x)
= 96.906 Mpa
 Tegangan tarik pada baut baris ketiga
σ5 = σ3 * [(x-(a/2+a+a)] * (h – x)
= 72.794 Mpa
 Tegangan tarik pada baut baris keempat
σ6 = σ3 * [(x-(a/2+a+a+a)] * (h – x)
= 48.682 Mpa
 Tegangan tarik putus pada baut,
fub = 620 Mpa
 Tegangan geser putus pada baut,
fub = 457 Mpa
3. Tegangan Tarik Pada Baut
 Gaya tarik yang terjadi pada baut baris teratas,
Tu = σ2 * a * d
= 67544 N
 Gaya tarik yang ditahan satu baut,
Tu1 = Tu / n x
= 33772 N
 Luas penampang baut,
Ab = π / 4 * d2
= 201 mm2
 Tahanan tarik nominal satu baut,
Tn = 0.75 * Ab * fub
= 94248 N

63

Universitas Sumatera Utara


 Tahanan tarik satu baut,
t * Tn = 70686 N
 Syarat yang harus dipenuhi
Tu t * Tn
33772 N 70686 N………… (OK!!)
4. Tegangan Geser Pada Baut
 Gaya geser yang ditahan oleh satu baut,
Vs1 = Vu / n
= 25000 N
 Tegangan geser yang terjadi pada satu baut,
Ps = Vs1/Ab
= 124.34 Mpa
 Tahanan geser nominal baut,
Vn = Ab * fub
= 91857 N
 Tahanan geser baut,
f * Vn= 68892.75 N
 Syarat yang harus dipenuhi
Vs1  f * Vn
25000 N 68892.75 N………..(OK!!)
5. Tegangan Kombinasi Geser dan Tarik
F´nt = 1.3 Fnt – (Fnt / φ Fnv ) * frv
= 1.3 * 620 – (620/0.75*457) * 124.34
= 581 MPa ≤ Fnt
=581 MPa ≤ 620 MPa………..(OK!)

64

Universitas Sumatera Utara


4.3.2 Perencanaan Manual dengan Metode Teori Garis Leleh

Perencanaan manual dengan metode teori garis leleh dengan data berdasarkan
gambar 4.1 adalah sebagai berikut :

mp = ¼ * Fpy * tp2

= ¼ * 250 * 102 = 6250 Nmm


s = pf
= 41mm

Mpl = 4mp [ * ( ) ( )+ [ ( ) (

)]

= [ * ( ) ( )+ [ ( )

( )]

= 52.3 kNm

Syarat : φ Mpl ≥ Mu

(0.9)*52.3 KNm ≥ 25 KNm

47.07 KNm ≥ 25 KNm…………….(OK!)

65

Universitas Sumatera Utara


4.3.3. Perhitungan kapasitas sambungan dengan metode langsung

Gambar 4.2 Penentuan Garis Netral Metode Langsung

a. Menentukan Garis Netral


( ) = ∑ ( )

62.5 = [( ) ( ) ( ) ( )
( )]
62.5 =( )
0.1554 =( )
Maka didapat a = 84.9 mm dari ujung end plate bawah
b. Perhitungan kapasitas sambungan end plate didasarkan pada kekuatan
baut dengan efek prying

a´ = (a + ) ≤ (1.25b + )

= 30 + ≤ 1.25 * 29.5 +

= 38 mm ≤ 44.9 mm (OK !)

b´ =b– = 29.5 – = 21.5 mm

δ =1– = 1- = 0.775

66

Universitas Sumatera Utara


tmin =√ =√

= 16.7 mm

b.1 Baut baris pertama

Karena tmin > tf yaitu 10mm, pelat akan berdeformasi dan terjadi efek
prying. terhadap kapasitas baut maka kondisi pelat adalah

α = ( )

( )

= 3.89

Nilai α ≥ 1 pelat profil tee mencapai leleh. Itu berarti pelat lebih lemah
dari baut. Kapasitas tarik ditentukan oleh leleh pada pelat.

( )
T = (p*Fy*t2f )

( )
=

= 41.3 KN

Jadi kuat tarik baut untuk baris pertama ditentukan oleh kekuatan pelat
yaitu 2T = 2*41.3

= 82.6 KN

b.2 Baut baris kedua,

Lebar tributary adalah p2 = = 50 mm

67

Universitas Sumatera Utara


a´ = 38mm

b´ = 21.5mm

δ =1– = 1-

= 0.64

α = ( )

( )

= 8.48

Nilai α ≥ 1 pelat profil tee mencapai leleh. Itu berarti pelat lebih lemah
dari baut. Kapasitas tarik ditentukan oleh leleh pada pelat.

( )
T = (p*Fy*t2f )

( )
=

= 23.84 KN

Jadi kuat tarik baut untuk baris kedua ditentukan oleh kekuatan pelat
yaitu

2T = 2*23.84

= 47.7 KN

b.3 Baut baris ketiga,

Lebar tributary , a´ dan b´ sama dengan baut baris ke 2, sehingga kuat


tarik baut untuk baris ketiga adalah 47.7 KN

68

Universitas Sumatera Utara


b.4 Baut baris keempat,

Lebar tributary hampir sama dengan baut baris ke 1 , sehingga kuat


tarik baut untuk baris keempat adalah 82.6 KN

Resultan gaya tekan dari momen kopel berada di 28.3 mm dari end
plate bawah sehingga kapasitas sambungan sebagai jumlah kumulatif
statis momen gaya tarik baut (Fi) terhadap dimana resultan gaya tekan
itu terjadi ( ), yaitu :

Mpl = [82.6 x (241.7+91.7) +47.7 x (181.7+121.7)]

= (27538.84 + 14472.18)/1000

= 44.01 KNm

Syarat : φ Mpl ≥ Mu

(0.9)*44.01 KNm ≥ 25 KNm

39.6 KNm ≥ 25 KNm…….. (OK!)

4.3.4 Perhitungan kapasitas sambungan dengan metode kekuatan batas


Langkah – langkah dalam penentuan kapasitas sambungan dengan metode
kekuatan batas adalah :
a. Menentukan garis netral antara tegangan tarik dan tekan

T1
T2
y1

Tk
yn

Gambar 4.3 Penentuan Garis Netral Metode Kekuatan Batas

69

Universitas Sumatera Utara



=

= 31.13 mm

b. Menentukan tahanan momen sambungan 156214877.41

φ Mn = +∑

= 157537458.336 Nmm

c. Syarat

φ Mn ≥ Mu

157537458.336 Nmm ≥ 25000000 Nmm…….. (OK!)

70

Universitas Sumatera Utara


4.4Perencanaan Numerik dengan Program ANSYS

4.4.1 Tegangan Geser Pada Baut

Tegangan geser yang terjadi pada baut di setiap barisnya adalah sebagai
berikut:

1. Tegangan Geser Max Pada Baut Baris Pertama

Tegangan geser maksimum yang terjadi pada baut baris pertama menurut
program ANSYS adalah sebesar 59.846 MPa

Gambar 4.4 Tegangan geser maksimum yang terjadi pada baut baris I

2. Tegangan Geser Max Pada Baut Baris Kedua

Tegangan geser maksimum yang terjadi pada baut baris kedua menurut
program ANSYS adalah sebesar 27.126 MPa

Gambar 4.5 Tegangan geser maksimum yang terjadi pada baut baris II

71

Universitas Sumatera Utara


3. Tegangan Geser Max Pada Baut Baris Ketiga

Tegangan geser maksimum yang terjadi pada baut baris ketiga menurut
program ANSYS adalah sebesar 29.885 MPa

Gambar 4.6 Tegangan geser maksimum yang terjadi pada baut baris III

4. Tegangan Geser Max Pada Baut Baris Keempat

Tegangan geser maksimum yang terjadi pada baut baris keempat menurut
program ANSYS adalah sebesar 45.904 MPa

Gambar 4.7 Tegangan geser maksimum yang terjadi pada baut baris IV

72

Universitas Sumatera Utara


5. Tegangan Geser Max Pada Baut Baris Kelima

Gambar 4.8 Tegangan geser maksimum yang terjadi pada baut baris V

Tegangan geser maksimum yang terjadi pada baut baris kelima menurut
program ANSYS adalah sebesar 68.018 MPa.

4.4.2 Tegangan Tarik Pada Baut

Tegangan tarik yang terjadi pada baut di setiap barisnya adalah sebagai
berikut :

1. Tegangan Tarik Max Pada Baut Baris Pertama

Gambar 4.9 Tegangan tarik maksimum yang terjadi pada baut baris I

73

Universitas Sumatera Utara


Tegangan tarik maksimum yang terjadi pada baut baris pertama menurut
program ANSYS adalah sebesar 102 MPa.

2. Tegangan Tarik Max Pada Baut Baris Kedua

Gambar 4.10 Tegangan tarik maksimum yang terjadi pada baut baris II

Tegangan tarik maksimum yang terjadi pada baut baris kedua menurut
program ANSYS adalah sebesar 10.66 MPa.

3. Tegangan Tarik Max Pada Baut Baris Ketiga

Tegangan tarik maksimum yang terjadi pada baut baris ketiga menurut
program ANSYS adalah sebesar 12.184 MPa.

Gambar 4.11 Tegangan tarik maksimum yang terjadi pada baut baris III

74

Universitas Sumatera Utara


4. Tegangan Tarik Max Pada Baut Baris Keempat

Gambar 4.12 Tegangan tarik maksimum yang terjadi pada baut baris IV

Tegangan tarik maksimum yang terjadi pada baut baris keempat menurut
program ANSYS adalah sebesar 55.989 MPa.

4.4.3 Deformasi Pada Baut

Deformasi yang terjadi pada baut di setiap barisnya adalah sebagai berikut :

1. Deformasi pada baut baris pertama

Gambar 4.13 Deformasi maksimum yang terjadi pada baut baris I

Deformasi maksimum yang terjadi pada baut baris pertama menurut program
ANSYS adalah sebesar 2.6535 mm.

75

Universitas Sumatera Utara


2. Deformasi pada baut baris kedua

Gambar 4.14 Deformasi maksimum yang terjadi pada baut baris II

Deformasi maksimum yang terjadi pada baut baris kedua menurut program
ANSYS adalah sebesar 2.4135 mm.

3. Deformasi pada baut baris ketiga

Gambar 4.15 Deformasi maksimum yang terjadi pada baut baris III

Deformasi maksimum yang terjadi pada baut baris III menurut program
ANSYS adalah sebesar 2.1489 mm.

76

Universitas Sumatera Utara


4. Deformasi pada baut baris keempat

Gambar 4.16 Deformasi maksimum yang terjadi pada baut baris IV

Deformasi maksimum yang terjadi pada baut baris keempat menurut program
ANSYS adalah sebesar 1.8066 mm.

5. Deformasi pada baut baris kelima

Gambar 4.17 Deformasi maksimum yang terjadi pada baut baris V

Deformasi maksimum yang terjadi pada baut baris kelima menurut program
ANSYS adalah sebesar 1.4928mm.

77

Universitas Sumatera Utara


4.5 Pembahasan Hasil Ansys

Dari hasil yang diperoleh melalui program Ansys Workbench, dapat kita
simpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Deformasi yang terjadi pada baut cenderung menurun dari baut baris pertama
hingga baris kelima dimana deformasi maksimum baut sebesar 2.6535 mm
2. Tegangan geser yang terjadi pada baut terbesar adalah di baut paling ujung
yaitu di baut pertama dan kelima
3. Tegangan tarik yang terjadi pada baut mengalami kenaikan dan pernurunan
dari baut baris pertama hingga baris keempat
4. Rekapitulasi tegangan geser, tegangan tarik dan deformasi dapat dilihat
melalui tabel berikut
Tabel 4.1 Rekapitulasi Tegangan Tarik, Tegangan Geser, dan Deformasi
BARIS DEFORMASI TEGANGAN TEGANGAN
BAUT (mm) TARIK(Mpa) GESER (MPa)

1 2.6535 102 59.846

2 2.4135 10.66 27.126

3 2.1489 12.184 29.885

4 1.8066 55.989 45.904

5 1.4928 Dominan tekan 68.018

78

Universitas Sumatera Utara


4.6 Grafik Deformasi Baut Berdasarkan Aplikasi ANSYS

Grafik deformasi baut yang terjadi pada setiap baris bila di konversikan
menjadi tabel adalah sebagai berikut

Deformasi
(mm)
Deformasi Baut
3
2.5
2
1.5
1 Deformasi Baut
0.5
Baut baris
0
1 2 3 4 5 ke-n

Grafik 4.19 Grafik Deformasi Pada Setiap Baris Baut

4.7 Tabel Perbandingan Tegangan Geser dan Tegangan Tarik Pada Baut
Antara Perhitungan Manual dengan Program ANSYS

Perbandingan tegangan geser baut yang terjadi dengan program Ansys


dengan tahanan geser baut yang dihitung berdasarkan metode manual adalah

Tabel 4.2 Tabel Perbandingan Tegangan Geser Baut

Baris Baut Tahanan Tegangan Geser Tegangan Geser yang Terjadi


(Mpa) dengan Program ANSYS (MPa)

1 301.5 59.846

2 301.5 27.126

3 301.5 29.885

4 301.5 45.904

301.5 68.018
5

79

Universitas Sumatera Utara


Perbandingan tegangan tarik baut yang terjadi dengan program Ansys
dengan tahanan geser baut yang dihitung berdasarkan metode manual adalah

Tabel 4.3 Tabel Perbandingan Tegangan Tarik Baut

Baris Baut Tahanan Tegangan Tarik Tegangan Tarik yang Terjadi


(Mpa) dengan Program ANSYS
(MPa)

1 205.14 102

2 118.631 10.66

3 118.631 12.184

4 205.14 55.989

80

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari pengujian yang dilakukan penulis dalam meneliti tegangan yang terjadi
pada baut melalui program ANSYS Workbench 14.0 dan perhitungan manual,dapat
disimpulkan sebagai berikut :

1. Akibat dari adanya gaya geser dan momen yang disebabkan oleh beban
terfaktor pada sambungan tipe flush end plate tipe lokal, dimana besarnya
gaya geser adalah 250000 N dan besarnya momen adalah 25000000
Nmm, mengakibatkan tegangan geser pada baut dimana tegangan geser
terbesar di baut paling ujung yaitu baut baris pertama dan kelima bila
dihitung menggunakan program ANSYS Workbench 15.0. Tahanan
tegangan geser baut yang dihitung berdasarkan metode manual semuanya
melebihi tegangan geser yang terjadi.
2. Akibat dari adanya gaya geser dan momen yang disebabkan oleh beban
terfaktor pada sambungan tipe flush end plate, dimana besarnya gaya
geser adalah 250000 N dan besarnya momen adalah 25000000 Nmm,
mengakibatkan tegangan tarik terbesar pada baut pertama dan keempat
bila dihitung menggunakan program ANSYS Workbench 15.0 dan bila
dihitung secara manual tahanan tegangan tarik terbesar juga terletak pada
baut baris tersebut dan melebihi tegangan yang terjadi
3. Akibat dari adanya gaya geser dan momen yang disebabkan oleh beban
terfaktor pada sambungan tipe flush end plate, dimana besarnya gaya
geser adalah 250000 N dan besarnya momen adalah 25000000 Nmm,
mengakibatkan deformasi pada baut dimana deformasi tersebut cenderung
mengalami penurunan dari baut baris pertama hingga baut baris ketujuh
bila dihitung menggunakan program ANSYS Workbench 14.0. Besaran
deformasi maksimum yang terjadi pada baut adalah sebesar 2.6535 mm

81

Universitas Sumatera Utara


5.2 Saran

Dari hasil penelitian penulis tentang perbandingan tegangan pada baut antara
perhitungan numerik melalui program ANSYS Workbench 14.0 dengan perhitungan
secara manual, penulis menyarakan beberapa hal yaitu :

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tegangan yang terjadi pada
baut dengan pengaplikasian secara nyata ( eksperimental )
2. Perlu diperhitungan proof stress pada baut di dalam program ANSYS
Workbench 15.0 dengan harapan mendapatkan hasil yang lebih akurat lagi.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan program ANSYS
Workbench 15.0 dengan jarak baut yang berbeda untuk melihat apakah
terjadi perbedaan pada tegangan geser dan tegangan tarik tersebut.

82

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Azhari, Ghinan 2015.Analisis Sambungan Batang Tarik Struktur Baja Dengan Metode
ASD dan Metode LRFD. Jurnal Konstruksi : Sekolah Tinggi Teknologi Garut.
Badan Standardisasi Nasional, (2015), SNI 1729:2015 “Spesifikasi Untuk Bangunan
Gedung Baja Struktural”, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Balc,Roxana, Alexandru Chira, dan Nicolae Chira. 2012. Finite element analysis of
beam to column end plate bolted connection. Romania :Technical University
of Cluj-Napoca, Faculty of Civil Engineering.
Charles G. Salmon, John E. Johnson. 2009, Steel Structures Design and Behavior
Fifth Edision, Pearson Prentice Hall, New Jersey.
Departemen Pekerjaan Umum. 2002. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk
Bangunan Gedung. Jakarta : Departemen Pekerjaan Umum.
Dewobroto,W., (2016), Struktur Baja Perilaku, Analisis & Desain-AISC 2010 Edisi
ke-2, Penerbit Jurusan Teknik Sipil UPH, Tangerang.
Krysiewicz, Agnieszka Jablonska. 2015. Finite Element Modelling Of The Behaviour
Of Steel End-Plate Connections. Bialystok: Bialystok University of
Technology,Faculty of Civil and Environmental Engineering.
Purba,Muti D. 2009.Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja dan Analisa
Momen Sekunder Pada Sambungannya(Alat Sambung Baut). Tugas Akhir.
Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
Tayu Billina, Banu Dwi Handono, dan Ronny Pandaleke. 2017. Perilaku Sambungan
Baut Flush End-Plate Balok Kolom Baja Pada Kondisi Batas. Manado :
Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado.
Santoso Yonathan Aditya, NoekSulandari, dan Yosafat AjiPranata. 2012.Studi
Pendahuluan Simulasi Numerikal Metode Elemen Hingga Sambungan Balok-
Kolom Baja Tipe Clip-Angle. Bandung: Fakultas Teknik Universitas Kristen
Marantha.
Setiawan, Agus. 2008. Perencanaan Struktur Baja Metode LRFD 2nd Edition Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.

xi
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai