2018
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/7950
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
ANALISIS PERBANDINGAN TEGANGAN BAUT
SAMBUNGAN BALOK KOLOM ANTARA METODE
MANUAL DENGAN METODE NUMERIK (ANSYS)
TUGAS AKHIR
Disusun oleh :
ABSTRAK
karena proses pembangunan yang cepat. Sambungan pada konstruksi baja adalah hal
yang tidak dapat ditiadakan sekarang dan akibat kesalahan sambungan juga
metode dalam menganalisis sambungan, maka tujuan penulisan tugas akhir ini
adalah untuk menganalisis tegangan geser dan tarik baut pada sambungan balok
kolom dengan metode elemen hingga menggunakan program Ansys Workbench 15.0
konsep LRFD. Hasil yang di dapat penulis tegangan yang terjadi pada masing
masing baut melalui metode elemen hingga (Ansys) baik tegangan tekan maupun
tegangan tarik dibawah tahanan tegangan tekan maupun tegangan tarik yang dihitung
menggunakan metode maanual. Hasil deformasi yang didapat dari program ANSYS
adalah cenderung menurun dari baut baris teratas hingga terbawah dimana deformasi
Kata Kunci : Sambungan balok kolom, ANSYS, LRFD, metode elemen hingga
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir
ini. Penulisan Tugas Akhir yang berjudul “ANALISIS PERBANDINGAN
TEGANGAN BAUT SAMBUNGAN BALOK KOLOM ANTARA
METODE MANUAL DENGAN METODE NUMERIK (ANSYS)” ini
dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian Sarjana
Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas
Sumatera Utara.
1. Bapak Prof. Dr. Ing.Johannes Tarigan selaku pembimbing dan Wakil Dekan 1
2. Bapak Medis Sejahtera Surbakti, ST, MT, Ph.D, selaku Ketua Departemen
3. Bapak Ir. Daniel R. Teruna, M.T., Ph.D., IP-U selaku Dosen Penguji yang
4. Bapak Ir. Torang Sitorus, M.T. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan
Universitas Sumatera Utara yang memberikan bantuan selama ini kepada saya.
ii
selalu memberikan doa, kasih sayang, nasihat, dukungan dan materi yang tiada
8. Bapak Ir. Sanjaya Aryatnie, MT selaku direktur dan pemilik PT. Erakarya
Konstruksi Nusantara dan Bapak Agus Salim, ST, MT selaku General Manager
saran dan waktu agar penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
9. Kepada The Special One Pretty Amanda Aryatnie yang telah memberikan
10. Kepada sahabat-sahabat finite element team yang telah memberikan saran,
masukan, dan bantuan dalam penyelesaian tugas akhir ini, lae Satdes
11. Kepada sahabat-sahabat kami dari Jurusan Fakultas Teknik Mesin yang telah
12. Kepada teman-teman angkatan 2014 yang tidak dapat disebutkan satu persatu
yang selalu membantu dan mendukung dalam penyelesaian Tugas Akhir ini
13. Kepada junior angkatan 2017, Aldi, Roy Andre dan semua junior yang tidak
Akhir ini.
14. Seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dari segi apapun,
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
iii
Penulis
iv
Halaman
ABSTRAK.............................................................................................................. i
2.2 Baja....................................................................................................... 7
vi
vii
4.5 Tabel Perbandingan Tegangan Geser dan Tegangan Tarik Pada Baut
5.1 Kesimpulan............................................................................................. 81
viii
Halaman
Tabel 4.1 Rekapitulasi Tegangan Tarik, Tegangan Geser dan Deformasi ........... 78
ix
Halaman
Gambar 2.1 Hasil Uji Tarik Benda Uji Sampai Mengalami Keruntuhan .......... 11
Gambar 2.9 Distribusi Momen Tahanan Terhadap Momen Jepit Sempurna Pada
Gambar 4.1 Sambungan Balok Kolom Tipe Flush End Plate ............................. 60
Gambar 4.4 Tegangan Geser Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris I.......... 71
Gambar 4.5 Tegangan Geser Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris II ........ 71
Gambar 4.6 Tegangan Geser Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris III ....... 72
Gambar 4.7 Tegangan Geser Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris IV ....... 72
Gambar 4.8 Tegangan Geser Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris V ........ 73
Gambar 4.9 Tegangan Tarik Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris I .......... 73
Gambar 4.10 Tegangan Tarik Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris II ......... 74
Gambar 4.11 Tegangan Tarik Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris III........ 74
Gambar 4.12 Tegangan Tarik Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris IV ....... 75
Gambar 4.13 Deformasi Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris I ................... 75
Gambar 4.14 Deformasi Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris II ................. 76
Gambar 4.15 Deformasi Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris III ................ 76
Gambar 4.16 Deformasi Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris IV ................ 77
Gambar 4.17 Deformasi Maksimum yang Terjadi pada Baut Baris V ................. 77
xi
PENDAHULUAN
Konstruksi bangunan tidak terlepas dari elemen elemen seperti kolom dan
balok, baik yang terbuat dari baja, kayu dan beton. Pada tempat tempat tertentu
elemen elemen tersebut harus disambung. Hal ini disebabkan karena ketersediaan
material di lapangan serta kemudahan dalam pengerjaan konstruksi tersebut.
Pada tugas akhir ini penulis akan membahas tentang sambungan baut.
Sambungan baut kelihatannya sangatlah sederhana, namun memiliki fungsi yang
sangat penting dan seringkali menjadi masalah utama yang menyebabkan kegagalan
1
Universitas Sumatera Utara
struktur.Banyak penyebab terjadinya kegagalan sambungan baut pada suatu
konstruksi baja diantaranya adalah kesalahan pada saat design, kesalahan pada saat
operasi dan perakitan.
Saat ini ada 2 metode yang paling sering digunakan untuk menganalisis
sambungan pada konstruksi baja yaitu metode tegangan kerja yang diacu oleh
American institute of Steel Construction (AISC) sebagai Allowable Stress Design (
ASD ) dan juga metode keadaan batas yang diacu oleh AISC sebagai Load and
Resistance Factor Design ( LRFD ). Tetapi pada beberapa tahun terakhir prinsip
perencanaan struktur baja mulai bergeser ke konsep LRFD yang dianggap jauh lebih
rasional dengan berdasarkan konsep probabilitas
2
Universitas Sumatera Utara
metode pendekatan ini lebih ekonomis, menghemat waktu dan memudahkan dalam
membuat variasi tipe sambungan untuk dianalisis.
Masalah yang akan dibahas penulis pada skripsi ini dititik beratkan pada
bagaimana distribusi gaya yang terjadi pada setiap baut dalam sambungan konstruksi
baja akibat adanya gaya geser dan momen akibat beban terfaktor pada sambungan
dan mengontrol kekuatan dari setiap bauttersebut secara manual berdasarkan metode
LRFD yang kemudian penulis akan membandingkannya dengan menggunakan
program ANSYS 15.0 yang mengacu pada metode elemen hingga.
3
Universitas Sumatera Utara
4. Data sambungan, baut dan pelat sambung
a. Gaya geser akibat beban terfaktor = 250000 N
b. Momen akibat beban terfaktor = 25000000 Nmm
c. Jenis baut yang digunakan = A-325
d. Tegangan tarik putus baut (fub) = 620 MPa
e. Diameter baut = 16 mm
f. Jumlah baut dalam satu baris = 2 bh
g. Jumlah baris baut = 5 baris
h. Faktor reduksi kekuatan tarik baut = 0.75
i. Faktor reduksi kekuatan geser baut = 0.75
j. Tegangan leleh pelat = 240 MPa
k. Tegangan tarik putus pelat = 370 Mpa
l. Lebar plat sambung = 175 mm
m. Tebal pelat sambung = 10 mm
Metode yang digunakan penulis dalam penulisan tugas akhir ini adalah studi
literature yaitu dengan mengumpulkan data-data dan keterangan dari buku LRFD,
4
Universitas Sumatera Utara
jurnal-jurnal yang berhubungan dengan pemakaian metode elemen hingga dan
jurnal-jurnal yang berhubungan pembahasan pada tugas akhir ini serta masukan-
masukan dari dosen pembimbing. Perhitungan struktur dilakukan dengan program
komputer yaitu dengan program ANSYS workbench versi 15.0 untuk
membandingkannya dengan perhitungan manual metode LRFD.
5
Universitas Sumatera Utara
6. Penulis membandingkan hasil output dari analisis metode LRFD dengan
analisis melalui program ANSYS workbench 15.0
7. Penulis membuat kesimpulan dan saran dari perbandingan hasil output
tersebut.
6
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Dalam konstruksi baja tentunya tidak terlepas dari sambungan antar elemen
elemen baja tersebut hal itu dikarenakan terbatasnya panjang elemen yang dapat di
fabrikasi dan pengangkutan ke lokasi proyek.
2.2 Baja
Baja adalah logam paduan antara besi (Fe) sebagai unsur dasar dan karbon(C)
sebagai unsur paduan utamanya. Dimana kandungan besi dalam baja berkisar antara
0,2%C sampai 1,7% C berat sesuai kelasnya. Di dalam proses pembuatannya akan
1. Silikon (Si)
Terkandung dalam jumlah kecil di dalam semua bahan besi dan
dibubuhkan dalam jumlah yang lebih besar pada jenis-jenis
istimewa.Fungsi dari unsur ini adalah untuk meningkatkan kekerasan,
kekenyalan, kekuatan, ketahan terhadap aus, ketahanan terhadap panas
dan karat, dan ketahanan terhadap keras. Efek samping dari kandungan
ini adalah menurunkan regangan, kemampuan untuk dapat ditempa dan
dilas.
2. Mangan (Mn)
Fungsi dari unsur ini adalah untuk meningkatkan kekuatan, kekerasan,
kemampuan untuk dapat di temper menyeluruh, ketahanan aus, penguatan
pada pembentukan dingin, tetapi menurunkan kemampuan serpih.
3. Nikel (Ni)
Fungsi dari unsur nikel adalah untuk meningkatkan keuletan, kekuatan,
pengerasan menyeluruh, ketahanan karat, tahanan listrik (kawat
pemanas), tetapi menurunkan kecepatan pendinginan regangan panas.
4. Krom (Cr)
10
Pengujian sifat mekanis dari baja dapat dilakukan melalui uji tarik
dikarenakan bila melalui uji tekan pengujian tidak akan efektif memberikan data
yang akurat terhadap sifat-sifat mekanis baja, karena disebabkan oleh adanya terjadi
tekuk pada benda uji tersebut, selain itu perhitungan tegangan yang terjadi pada
benda uji lebih mudah dilakukan untuk uji tarik dibandingkan dengan uji tekan.
Pada gambardibawah menunjukan suatu hasil uji tarik material baja pada
suhu kamar serta memberikan laju regangan yang normal . Tegangan nominal ()
yang terjadi pada benda uji diplot pada sumbu vertical ,sedangkan regangan () yang
merupakan perbandingan antara pertambahanpanjang dengan panjang mula–mula
(∆L/L) di plot pada sumbu horizontal .
Stress
ult
Plastic Failure
plateau
y
y sh ult
Strain
Elastic
Gambar 2.1 Hasil uji tarik benda uji sampai mengalami keruntuhan
(Agus Setiawan, Struktur Baja Metode LRFD, 2008)
Dari gambar 2.1 terlihat 4 zona perilaku yaitu : zona elastik, zona plastis,
zona strain hardening dan zona sepanjang peristiwa terjadiny neckling serta diakhiri
dengan kegagalan (failure). Keterangan berikutmerupakan penjelasan dari kempat
zona diatas :
11
Baut merupakan alat sambung dalam konstruksi baja yang paling sering
digunakan, oleh karena itu maka harus benar benar diperhitungkan desainnya. Ada
12
(a) (b)
Kedua baut ini memiliki kepala segi enam dan memiliki kode mutu nya di
kepala baut tersebut seperti yang ditunjukkan gambar 2.2. Bagian ulirnya
lebih pendek daripada bagian baut yang tidak struktural, dan dapat
dipotong atau digiling.Diameter baut kekuatan tinggi berkisar antara ½
dan 1 ½ inchi. Diameter yang paling sering digunakan pada konstruksi
gedung adalah ¾ sampai 7/8 inch, sedang ukuran yang paling umum
digunakan dalam perencanaan jembatan adalah 7/8 dan 1 inch.
Dalam pemasangan baut mutu tinggi memerlukan gaya tarik awal yang
cukup yang diperoleh dengan pengencangan awal. Gaya inilah yang
13
Gaya ini disebut dengan proof load yang dapat diperoleh melalui
perkalian luas daerah tegangan tarik (As) dengan kuat leleh yang
besarnya 70% fuuntuk baut A325 sedangkan untuk baut A490 besarnya
80%fu. Dimana rumus As adalah sebagai berikut :
[ ]
Dimana db adalah diameter nominal baut dan n adalah jumlah ulir per mm
(Agus Setiawan, 2008)
Tabel 2.2 Proof Stress Baut Mutu Tinggi ( Agus Setiawan, 2008)
Proof load adalah beban diperoleh dengan mengalikan luas tegangan tarik
dengan tegangan leleh yang ditetapkan berdasarkan regangan tetap 0,2%
atau perpanjangan 0,5% akibat beban (Charles G. Salmon dan John E.
Johnson, 1997)
Ru ≤ Ø Rn
Keterangan :
14
P
No friction
15
Baut dikencangkan
Baut hitam disebut juga ASTM A307 dimana baut ini terbuat dari baja
karbon rendah dan merupakan jenis baut yang paling murah.Namun,baut
ini belum tentu menghasilkan sambungan yang paling murah karena
banyaknya jumlah baut yang dibutuhkan pada suatu sambungan.
Pemakaiannya terutama padastruktur ringan, batang sekunder atau
pengaku, anjungan(platform), jalan haluan(cat walk), gording, rusuk
dinding, rangka batang yang kecil dan lain-lain yang bebannya kecil dan
bersifat statis. Baut ini juga dipakai sebagai alat penyambung sementara
pada sambungan yang menggunakan baut kekuatan tinggi, paku keling
atau las.
3. Baut Sekrup
Baut ini digunakan bila sambungan memerlukan baut yang pas dengan
lubang yang telah dibor. Baut ini dibuat dengan mesin dengan bentuk
baut ini berbentuk segi enam.
4. Baut Bersisip
Baut ini digunakan untuk sambungan tumpu (bearing) dan sambungan
yang mengalami tegangan berganti(bolak-balik)
16
Rn = 0,75.fub.Ab
Gaya yang terjadi tegak lurus pada baut akan mengakibatkan baut
mengalami gaya geser seperti yang tampak pada gambar 2.7 berikut.
Berdasarkan gambar tersebut baut mengalami geser tunggal yang artinya
gaya tegak lurus yang terjadi pada baut dan 2 pelat mengakibatkan
kecenderungan 2 pelat saling menggelincir pada bidang kontak yang dimana
menyebabkan baut mengalami geser pada satu bidang saja
Bidang geser
Plat A baut
Plat b
Gambar 2.6 Baut yang mengalami geser tunggal (Charles G.Salmon dan John
E. Johnson, 1997)
17
Plat B
Gambar 2.7 Baut yang mengalami geser rangkap (Charles G.Salmon dan
John E. Johnson, 1997)
Berdasarkan gambar 2.8 baut mengalami geser rangkap yang artinya
gaya tegak lurus yang terjadi pada baut dan 3 pelat mengakibatkan
kecenderungan 3 pelat saling menggelincir pada bidang kontak yang dimana
menyebabkan baut mengalami geser pada dua bidang.
Kapasitas pikul beban atau kekuatan desain sebuah baut yang mengalami
geser tunggal maupun rangkap sama dengan hasil kali antara jumlah bidang
geser dengan tegangan geser putus di seluruh luas bruto penampang
melintangnya, sehingga(SNI 03-1729-2015) :
Rn = fnv.Ab
Tata letak baut pada sambungan diatur dalam SNI 03-1729-2015 yang berisi
bahwa :
a. Jarak antar pusat lubang baut tidak boleh kurang dari 2.667 kali
diameter nominal baut
b. Jarak titik pusat lubang standar ke tepi dari bagian sambungan st ≥
1.25d, tetapi tidak boleh lebih dari 12 kali tebal pelat atau 150mm.
Gambar 2.10 Tata Letak Baut ( Agus Setiawan, 2008 )
18
Las adalah ikatanmetalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang
dilaksanakandalam keadaan lumer atau cair.Definisi ini dapat diartikan lebih
lanjutbahwalas adalah sambungan setempat dari beberapa logam dengan
menggunakan energi panas (Wiryosumarto, 1996).
Sambungan las dalam konstruksi baja pada dasarnya terbagi dalam beberapa
macam yaitu(Wiryosumarto,1996) :
1. Sambungan tumpul
Sambungan tumpul adalah jenis sambungan yang paling efisien.Sambungan
ini dibagi lagi menjadi dua yaitu sambungan penetrasi penuhdan sambungan
penetrasi sebagian.Bentuk alur dalam sambungantumpul sangat
mempengaruhi efisiensi pekerjaaan, efisiensi sambungandan jaminan
sambungan.
2. Sambungan bentuk T dan bentuk silang.
19
20
Pu ≤ φ Fnw Awe
Sambungan merupakan salah satu hal yang tidak dapat terlepas dari suatu
konstuksi baja sampai saat ini. Hal itu disebabkan karena terbatasnya panjang baja
yang di produksi pabrik, penyesuaian dengan cara pengangkutan baja ke lokasi
proyek, beragamnya ukuran baja yang diperlukan di proyek dan lain sebagainya.
Pada umumnya, sambungan antar balok dan kolom terdiri dari tiga elemen,
yaitu : balok, kolom dan alat penyambung. Ketiga elemen tersebut harus
direncanakan secara tepat dan detail agar tidak terjadi kesalahan fungsi bangunan
hingga kegagalan bangunan / failure sehingga oleh karena itu maka perencanaan
sambungan harus sesuai dengan syarat yang telah ditentukan.
21
Pada gambar 2.17, kekakuan (rigidity) sama dengan kekakuan rotasi dimana
kurva 1, 2, 3, dan 4 menunjukkan sambungan rigid. Sedangkan kurva 5 termasuk
dalam klasifikasi sambungan semi-rigid. Dalam peraturan BS5950 dijelaskan bahwa
garis putus-putus antara rigid dengan semi-rigid diperolehdari rumus 2EI/L.
M 1 Rigid
3
4
M
5
Semi-Rigid
6 Normally pinned
22
2.4.1.1 SambunganKaku
Pada sambungan ini deformasi titik kumpul harus sedemikian rupa sehingga
tidak terlalu berpengaruh pada distribusi gaya maupun terhadap deformasi
keseluruhan struktur. Sambungan inimemiliki kontinuitas penuh sehingga sudut
pertemuan antara batang-batang tidak berubah, yakni pengekangan (restraint) rotasi
sekitar 90% atau lebih dari yang diperlukan untuk mencegah perubahan sudut.
Ø1
ø
ø
ø≈0
Ø1 = Ø2
Gambar 2.9 Distribusi momen tahanan terhadap momen jepit sempurna pada
sambungan kaku (Ervina Sari, 2003)
23
Pada sambungan ini, harus dapat berubah bentuk agar memberikan rotasi
yang diperlukan pada sambungan.Sambungan tidak boleh mengakibatkan momen
lentur terhadap komponen struktur yang disambung.Pengekangan rotasi di ujung-
ujung batang pada sambungan ini dibuat sekecil mungkin.
Suatu kerangka dapat dianggap sederhana jika sudut semula antara batang-
batang yang berpotongan dapat berubah sampai 80% dari besarnya perubahan teoritis
yang diperoleh dengan menggunakan sambungan sendi tanpa gesekan.
24
Pada gambar 2.8, kurva 2, 4, dan 5 adalah sambungan ductile. Kurva 1 tidak
ductile dan kurva 3 berada antara ductile dan non-ductile.Kurva 6 merupakan jenis
sambungan nominally pinned, sehingga merupakan sambungan sederhana.
Dari hasil grafik kurva momen rotasi ( M-) maka perencanaan sambungan
balok berdasarkan tingkat kekuatan sambungan terdapat tie sambungan yang dikenal
dengan istilah sambungan plat ujung / end plat connection. Dimana tipe sambungan
plat ujung tersebut dibagi atas 2 jenis tipe sambungan yaitu:
25
Ø1
26
27
Gambar 2.11 Perilaku Pelat dan Efek Prying (a). Pelat Tebal, (b). Pelat Sedang,
(c). Pelat tipis (Murray dan Sumner, 2003)
28
Dari rumus J3-3a (AISC 2010) dapat dituinjau dari sisi tegangan geser, yaitu :
2.5.1 Pendahuluan
Umumnya, pada masa lalu dan juga sekarang struktur dirancang dengan
metoda perancangan elastis. Perancang teknik menghitung beban kerja atau beban
yang akan dipikul oleh struktur dan dimensi elemen didasarkan pada tegangan ijin.
Tegangan ijin ini merupakan fraksi dari tegangan leleh.Meskipun kata „metoda
elastis‟ lebih sering digunakan untuk menjelaskan metoda ini, tetapi lebih tepat
dikatakan perancangan berdasarkan beban kerja (allowable-stress design atau
perancangan berdasarkan tegangan kerja). Banyak peraturan sebenarnya didasarkan
pada perilaku kekuatan batas dan bukan perilaku elastis.
Telah diketahui secara luas bahwa bagian terbesar dari kurva tegangan-
regangan baja berada diatas batas elastis. Hasil uji juga menunjukkan bahwa baja
dapat menahan beban diatas tegangan leleh, dan jika mendapat beban berlebih,
struktur statis tak tentu dapat mendistribusikan beban yang bekerja karena adanya
29
LRFD didasarkan pada filosofi kondisi batas (limit state). Istilah kondisi
batas digunakan untuk menjelaskan kondisi dari suatu struktur atau bagian dari suatu
struktur tidak lagi melakukan fungsinya.Ada dua kategori dalam kondisi batas, yaitu
batas kekuatan dan batas layan (serviceability).
Kondisi kekuatan batas (strength limit state) didasarkan pada keamanan atau
kapasitas daya dukung beban dari struktur termasuk kekuatan plastis, tekuk
(buckling), hancur, fatik, guling, dll.
Struktur tidak hanya harus mampu mendukung beban rencana atau beban
ultimate, tetapi juga beban servis/layan sebagaimana yang disyaratkan pemakai
gedung.Misalnya suatu gedung tinggi harus dirancang sehingga goyangan akibat
angin tidak terlalu besar yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan, takut atau
sakit.Dari sisi kondisi batas kekuatan, rangka gedung tersebut harus dirancang
supaya aman menahan beban ultimate yang terjadi akibat adanya angin besar 50-
30
Dalam LRFD, beban kerja atau beban layan (Qi) dikalikan dengan faktor
bebanatau faktor keamanan (λi) hampir selalu lebih besar dari 1,0 dan dalam
perancangan digunakan „beban terfaktor‟. Besar faktor bervariasi tergantung tipe dan
kombinasi pembebanan sebagaimana akan dibahas dalam sub bab berikutnya.
31
Tujuan dari faktor beban adalah untuk menaikkan nilai beban akibat
ketidakpastian dalam menghitung besar beban mati dan beban hidup.Misalnya,
berapa besar ketelitian yang dapat anda lakukan dalam menghitung beban angin
yang bekerja pada gedung perkuliahan atau rumah anda sendiri?
Nilai faktor beban yang digunakan untuk beban mati lebih kecil dari pada
untuk beban hidup karena perancang teknik dapat menentukan dengan lebih pasti
besar beban mati dibandingkan dengan beban hidup. Beban yang berada pada
tempatnya untuk waktu yang lama variasi besar bebannya akan lebih kecil,
sedangkan untuk beban yang bekerja pada waktu relatif pendek akan mempunyai
variasi yang besar. Prosedur dalam LRFD akan membuat perancang teknik lebih
menyadari variasi beban yang akan bekerja pada struktur dibandingkan jika
perancangan dilakukan dengan metode perancangan tegangan ijin (Allowable Stress
Design – ASD).
Kombinasi beban yang ditinjau di bawah ini didasarkan pada Pasal 6.2.2 SNI
03-1729-2002. Dalam persamaan ini: D adalah beban mati yang diakibatkan oleh
32
U = 1,4D (2.2)
Kemungkinan gaya angin dan gempa mempunyai tanda minus atau positif
hanya perlu ditinjau pada Pers. (2.10) di bawah ini. Jadi dalam persamaan
sebelumnya, tanda untuk W dan E mempunyai tanda yang sama dengan suku lain
dalam persamaan tersebut.
Besar beban (D, L ,La, dll) harus mengacu pada peraturan muatan. Beban
hidup rencana untuk lantai yang luas, bangunan tingkat tinggi, dll dapat direduksi.
33
Hal ini dilakukan dengan mengalikan kekuatan ultimate teoritis (disebut juga
kekuatan nominal) dari setiap elemen dengan faktor resistansi atau faktor reduksi
atau faktor overkapasitas (kapasitas lebih) φ, yang hampir selalu lebih kecil dari 1,0.
Nilai tersebut adalah 0,85 untuk kolom, 0,75 atau 0,90 untuk batang tarik, 0,90 untuk
balok dengan beban momen dan geser, dll.
Beberapa nilai faktor resistansi dari SNI 03-1729-2002 Tabel 6.4-2 dituliskan
kembali dalam Tabel 2.1. Sebagian istilah dalam tabel tersebut akan dibahas
kemudian.
3. Gaya yang berasal dari alam sulit untuk diprediksi, seperti gempa.
34
35
Tiga bangunan dari 1000 tersebut belum tentu hancur tetapi bisa saja berada
dalam daerah plastis bahkan daerah strain hardening. Akibatnya jika beban berlebih
maka akan terjadi deformasi yang besar yang menimbulkan sedikit kerusakan pada
struktur.
Kita akan menghitung resistansi atau kekuatan, R, dari setiap struktur dan
begitu pula dengan beban maksimum, Q, yang diharapkan akan bekerja pada
struktur selama masa layan. Struktur akan aman jika R≥Q.
Nilai aktual dari R dan Q adalah variabel acak/random, maka tidak dapat
dikatakan 100% pasti bahwa R akan sama atau lebih besar dari Q untuk struktur
tertentu. Betapapun teliti perancangan dan pelaksanaan suatu struktur, akan selalu
ada kemungkinan kecil bahwa Q akan lebih besar dari R atau kondisi batas kekuatan
akan dilampaui. Tujuan dari peraturan LRFD adalah untuk membuat kemungkin ini
sekecil mungkin dan dengan persentase yang konsistensi.
Jadi besar resistansi dan beban adalah tidak pasti. Jika digambarkan kurva R/Q
untuk sejumlah struktur maka hasilnya adalah kurva probabilitas berbentuk bel
dengan nilai rata-rata Rm dan Qm dan standar deviasi. Jika R<Q maka kondisi batas
kekuatan akan dilampaui dan terjadi keruntuhan.
36
Meskipun nilai yang pasti dari R dan Q tidak diketahui dengan baik, suatu
rumus untuk mendapatkan β telah didapat, yaitu
3. β = 2,5 untuk elemen akibat beban gravitasi dan beban angin. (Nilai
inimenunjukkan bahwa faktor keamanan tidak harus sebesar akibat
beban lateral yang biasanya mempunyai durasi yang pendek).
37
Untuk gedung biasa rasio beban hidup terhadap beban mati sekitar 0,25 s.d. 4,0
atau sedikit lebih besar. Untuk bangunan baja tingkat rendah, perbandingan tersebut
akan sedikit diatas rentang ini. Dalam ASD kita menggunakan faktor keamanan yang
sama untuk beban mati dan beban hidup tanpa melihat rasio beban. Jadi dengan ASD
akan dihasilkan profil yang lebih berat dan faktor keamanan akan lebih naik dengan
berkurangnya rasio beban hidup terhadap beban mati.
Untuk rasio L/D lebih kecil dari 3, akan terdapat penghematan berat profil
berdasarkan LRFD atau sekitar 1/6 untuk elemen tarik dan kolom dan 1/10 untuk
balok. Sebaliknya jika rasio L/D sangat tinggi maka hampir tidak ada penambahan
penghematan berat baja yang dilakukan berdasarkan LRFD dibandingkan ASD.
Konsep yang mendasari Metoda Elemen Hingga (Finite Element Method untuk
selanjutnya disingkat FEM) bukanlah hal yang baru.Prinsip "discretization"
dipergunakan hampir pada semua bentuk usaha manusia.Barangkali kebutuhan untuk
"discretizing” atau membagi sesuatu menjadi bentuk yang lebih kecil dan dapat
dimengerti timbul dari keterbatasan manusia, dalam arti manusia tidak dapat
mengerti atau menjangkau sekelilingnya dalam totalitasnya. Dengan perkataan lain
38
Para sarjana Sipil tertarik untuk menganalisa pengaruh gaya, temperatur dan
aliran air atau angin terhadap besaran-besaran seperti deformasi, tegangan,
temperatur, tekanan dan kecepatan air dan sebagainya. Sifat-sifat distribusi pengaruh
tersebut, dalam suatu massa tergantung daripada karakteristik sistem gaya dan sistem
massa itu sendiri.
Kita anggap bahwa distribusi deformasi u sulit dicari dengan cara konvensional
dan kita perlu menggunakan FEM yang berdasarkan konsep "diskretisasl”. Kita bagi
suatu massa atas sejumlah daerah-daerah kecil yang disebut "finite element" atau
elemen hingga.
39
a. pembagian
b. kesinambungan (continuity)
c. kompatibilitas
d. konvergensi
e. kesalahan/penyimpangan
Pada ini kita memilih sebuah pola atau bentuk untuk distribusi dari besaran
yang dicari ( u, T, , dan sebagainya). Titik-titik nodal dari elemen
merupakan titik yang dipilih sebagai fungsi matematis untuk menggambarkan
bentuk distribusi dari besaran yang dicari itu pada suatu elemen.Umumnya
fungsi polinom dipergunakan sebagai fungsi pendekatan karena sederhana
untuk perumusan pada finite element.
40
Disini u1, u2, ……,um adalah deformasi yang dicari pada titik-titik nodal dan
N1, N2,….Nm merupakan fungsi interpolasi. Misalnya.untuk elemen batang
dengan dua titik nodal di ujungnya, kiia dapat mempergunakan u1 dan u2
sebagai besaran yang dicari itu. Besaran yang tidak diketahui disebut "degree
of freedom" atau derajat kebebasan.
ey = dv/dy (2.13)
dimana v deformasi dalam arah y. Untuk kasus aliran cairan dalam satu arah,
hubungannya adalah gradien ix dari fluid head.
ix = d/dx (2.14)
dimana adalah fluid head atau potensial dan ix merupakan gradien dari
yaitu perubahan terhadap jaraknya x. Sebagai ilustrasi sederhana, hukum
Hooke dapat dipakai untuk mendefinisikan hubungan tegangan - regangan
pada suatu massa yang masif.
y = Ey * ey (2.15)
Ey = modulus elastisitas
41
y = Ey * dv/dy (2.16)
Untuk kasus aliran melalui media berpori maka hukum Darcy kecepatan
aliran adalah dapat dinyatakan :
vx = kx * ix (2.17)
ix = gradien
v = kx * d/dx (2.18)
42
[K]{r} = {R}
dimana :
forcing parameter).
8. Interpretasi Hasil
Yang penting juga dalam FEM ini adalah mereduksi hasil-hasil dari prosedur
perhitungan menjadi suatu bentuk yang dapat segera dipergunakan untuk
analysis dan design. Hasil-hasil tersebut biasanya berupa output dari
43
1. Elemen Garis
Tipe elemen ini yang paling sederhana memiliki dua titik nodal, masing-
masing pada ujungnya, disebut elemen garis linier.Dua elemen lainnya
dengan orde yang lebih tinggi, yang umum digunakan adalah elemen garis
kuadratik dengan tiga titik nodal dan elemen garis kubik dengan empat buah
titik nodal.
a. Kubik b. Kuadratik
c. Linear
Gambar 2.14 Elemen 1 dimensi
a. Elemen Segitiga
b. Elemen quadrilateral
Elemen orde linier pada masing-masing tipe ini memiliki sisi berupa garis
lurus, sedangkan untuk elemen dengan orde yang lebih tinggi dapat
44
45
Metode elemen hingga merupakan salah satu metode numerik yang dapat
digunakan untuk menyelesaikan masalah struktural, termal dan
elektromagnetik.dalam metode ini seluruh masalah yang kompleks seperti variasi
bentuk, kondisi batas dan beban diselesaikan dengan metode pendekatan. karena
keanekaragaman dan fleksibilitas sebagai perangkat analisis, metode ini mendapat
perhatian dalam dunia teknik.
Metode elemen hingga adalah suatu alat numerik yang digunakan dalam
menyelesaikan masalah teknik seperti persamaan diferensial dan integral dengan
metode pendekatan.Metoda itu mula-mula dikembangkan untuk mempelajari tentang
struktur dan tekanan (Clough 1960) dan kemudian berkembang pada masalah
mekanika kontinu (Zienkiewicz dan Cheung 1965).
46
47
a. ANSYS Classic
b. ANSYS Workbench
Masalah adalah bagian terpenting dalam suatu proses riset, karena masalah
dapat menghadirkan petunjuk berupa jenis informasi atau defenisi yang
nantinya akan sangat kita butuhkan.
Jika diartikan kedalam bahasa indonesia Pre- artinya sebelum dan Processor-
artinya pemroses. Preprocessing merupakan tahapan awal dalam mengolah
data input sebelum memasuki proses tahapan utama. Pada tahap pertama ini,
dilakukan pendefinisian dari objek yang nantinya akan diproses pada tahap
selanjutnya.
48
Pada tahap ini, perlu dilakukan penentuan beban, model pembebanan (titik
atau luasan), constraints (translasi dan rotasi) dan kemudian menyelesaikan
hasil persamaan yang telah diset pada objek.
49
Perencanaan struktur baja berdasarkan beban kerja (elastis), dimana dalam hal
itu penampang dibuat sedemikian rupa sehingga untuk berbagai kondisi pembebanan
maka tegangan pada penampang tersebut diusahakan di bawah tegangan ijin yang
ditetapkan(Wiryanto Dewobroto, 2015).Pada metode ini perencanaan sambungan
tidak melewati batas elastis bahan. Selama ini kita menggunakan konsep
perencanaan elastis linear dimana diperhitungkan bahwa deformasi struktur harus
relatif kecil. Kondisi elastis yaitu kondisi dimana deformasi akibat beban dapat
kembali ke posisi awal jika beban dihilangkan. Sehingga perilaku elastis linear
umumnya terjadi pada kondisi yang deformasinya relatif, sedemikian sehingga dapat
dianggap struktur dapat dianalisis berdasarkan geometri awal, sebelum ada beban.
(Wiryanto Dewobroto, 2016). Dengan menggunakan program ANSYS yang
merupakan program simulasi dimana kita akan memberikan beban pada sistem dan
akan mendapatkan langsung tegangan yang terjadi pada sistem tersebut. Pada
ANSYS kita juga memasukkan batas tegangan ijin bahan yang dapat kita bandingkan
dengan tegangan yang terjadi pada sistem.
50
51
METODOLOGI PENELITIAN
Bagan alir perlu di buat dalam melakukan penelitian agar penelitian yang
dilakukan terstruktur dan terencana dengan baik. Berikut adalah bagan alir yang
direncanakan penulis dalam melakukan penelitian ini
MULAI
Studi Literatur
Desain Sambungan
Selesai
52
53
1. Menentukan letak garis netral dari kelompok baut dan pelat penyambung.
Langkah-langkah dalam penentuan letak garis netral yaitu :
a. Menentukan tinggi pelat sambung
= ny * a
b. Menentukan lebar pelat sambung ekivalen sebagai pengganti baut
tertarik
54
σ2 = ( x - a / 2 ) / x * σ1…………………………………pers 3.2
55
Vs1f * Vn
56
57
58
59
41
50
50
50 d1:
41 260 d2:
210 d3:
150 d4:
110
65
Gambar 4.1 Sambungan Balok Kolom Tipe Flush End Plate
a. Vu : 250000 N
b. Mu : 25000000 Nmm
c. Tipebaut : A-325
e. diameter baut : 16 mm
60
= 8.0425 mm
= 93.75mm
Misal garis netral terletak pada jarak x dari sisi atas plat sambung.
61
Ax = (b' - ) / 2
= 42.85
Bx = - b' * h
= -30000
Cx = ½ * b * h2
= 4800000
Dx = (Bx)2 – 4 * Ax * C
= 77208000
x = [ -Bx -Dx ] / ( 2 * Ax )
= 247.506 mm
2. Tegangan yang terjadi pada baut
Persamaan hubungan tegangan,
σ3 = (h-x) / x * σ1.....................................................................(pers 4.1)
σ2 = ( x - a / 2 ) / x * σ1............................................................(pers 4.2)
Persamaan momen
1/2 * (h - x) * b' * σ3 * 2/3 * ( h - x ) + 1/2 * x * * σ1 * 2/3 * x =
Mu…………………………………………………………………..(pers 4.3)
Substitusi pers 4.1 kepers 4.3, maka
σ1 = 3 * Mu / [ ( h - x )3 / x * b' + x2 * ]…………………….(pers 4.4)
Tegangan tarik pada sisi atas plat sambung
Dari pers 4.4 :
σ1 = 3 * Mu / [ ( h - x )3 / x * b' + x2 * d ]
= 172.91 MPa
Tegangan tekan pada sisi bawah plat sambung,
Dari pers 4.1 :
62
63
64
Perencanaan manual dengan metode teori garis leleh dengan data berdasarkan
gambar 4.1 adalah sebagai berikut :
mp = ¼ * Fpy * tp2
Mpl = 4mp [ * ( ) ( )+ [ ( ) (
)]
= [ * ( ) ( )+ [ ( )
( )]
= 52.3 kNm
Syarat : φ Mpl ≥ Mu
65
62.5 = [( ) ( ) ( ) ( )
( )]
62.5 =( )
0.1554 =( )
Maka didapat a = 84.9 mm dari ujung end plate bawah
b. Perhitungan kapasitas sambungan end plate didasarkan pada kekuatan
baut dengan efek prying
a´ = (a + ) ≤ (1.25b + )
= 30 + ≤ 1.25 * 29.5 +
= 38 mm ≤ 44.9 mm (OK !)
δ =1– = 1- = 0.775
66
= 16.7 mm
Karena tmin > tf yaitu 10mm, pelat akan berdeformasi dan terjadi efek
prying. terhadap kapasitas baut maka kondisi pelat adalah
α = ( )
( )
= 3.89
Nilai α ≥ 1 pelat profil tee mencapai leleh. Itu berarti pelat lebih lemah
dari baut. Kapasitas tarik ditentukan oleh leleh pada pelat.
( )
T = (p*Fy*t2f )
( )
=
= 41.3 KN
Jadi kuat tarik baut untuk baris pertama ditentukan oleh kekuatan pelat
yaitu 2T = 2*41.3
= 82.6 KN
67
b´ = 21.5mm
δ =1– = 1-
= 0.64
α = ( )
( )
= 8.48
Nilai α ≥ 1 pelat profil tee mencapai leleh. Itu berarti pelat lebih lemah
dari baut. Kapasitas tarik ditentukan oleh leleh pada pelat.
( )
T = (p*Fy*t2f )
( )
=
= 23.84 KN
Jadi kuat tarik baut untuk baris kedua ditentukan oleh kekuatan pelat
yaitu
2T = 2*23.84
= 47.7 KN
68
Resultan gaya tekan dari momen kopel berada di 28.3 mm dari end
plate bawah sehingga kapasitas sambungan sebagai jumlah kumulatif
statis momen gaya tarik baut (Fi) terhadap dimana resultan gaya tekan
itu terjadi ( ), yaitu :
= (27538.84 + 14472.18)/1000
= 44.01 KNm
Syarat : φ Mpl ≥ Mu
T1
T2
y1
Tk
yn
69
= 31.13 mm
φ Mn = +∑
= 157537458.336 Nmm
c. Syarat
φ Mn ≥ Mu
70
Tegangan geser yang terjadi pada baut di setiap barisnya adalah sebagai
berikut:
Tegangan geser maksimum yang terjadi pada baut baris pertama menurut
program ANSYS adalah sebesar 59.846 MPa
Gambar 4.4 Tegangan geser maksimum yang terjadi pada baut baris I
Tegangan geser maksimum yang terjadi pada baut baris kedua menurut
program ANSYS adalah sebesar 27.126 MPa
Gambar 4.5 Tegangan geser maksimum yang terjadi pada baut baris II
71
Tegangan geser maksimum yang terjadi pada baut baris ketiga menurut
program ANSYS adalah sebesar 29.885 MPa
Gambar 4.6 Tegangan geser maksimum yang terjadi pada baut baris III
Tegangan geser maksimum yang terjadi pada baut baris keempat menurut
program ANSYS adalah sebesar 45.904 MPa
Gambar 4.7 Tegangan geser maksimum yang terjadi pada baut baris IV
72
Gambar 4.8 Tegangan geser maksimum yang terjadi pada baut baris V
Tegangan geser maksimum yang terjadi pada baut baris kelima menurut
program ANSYS adalah sebesar 68.018 MPa.
Tegangan tarik yang terjadi pada baut di setiap barisnya adalah sebagai
berikut :
Gambar 4.9 Tegangan tarik maksimum yang terjadi pada baut baris I
73
Gambar 4.10 Tegangan tarik maksimum yang terjadi pada baut baris II
Tegangan tarik maksimum yang terjadi pada baut baris kedua menurut
program ANSYS adalah sebesar 10.66 MPa.
Tegangan tarik maksimum yang terjadi pada baut baris ketiga menurut
program ANSYS adalah sebesar 12.184 MPa.
Gambar 4.11 Tegangan tarik maksimum yang terjadi pada baut baris III
74
Gambar 4.12 Tegangan tarik maksimum yang terjadi pada baut baris IV
Tegangan tarik maksimum yang terjadi pada baut baris keempat menurut
program ANSYS adalah sebesar 55.989 MPa.
Deformasi yang terjadi pada baut di setiap barisnya adalah sebagai berikut :
Deformasi maksimum yang terjadi pada baut baris pertama menurut program
ANSYS adalah sebesar 2.6535 mm.
75
Deformasi maksimum yang terjadi pada baut baris kedua menurut program
ANSYS adalah sebesar 2.4135 mm.
Gambar 4.15 Deformasi maksimum yang terjadi pada baut baris III
Deformasi maksimum yang terjadi pada baut baris III menurut program
ANSYS adalah sebesar 2.1489 mm.
76
Deformasi maksimum yang terjadi pada baut baris keempat menurut program
ANSYS adalah sebesar 1.8066 mm.
Deformasi maksimum yang terjadi pada baut baris kelima menurut program
ANSYS adalah sebesar 1.4928mm.
77
Dari hasil yang diperoleh melalui program Ansys Workbench, dapat kita
simpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Deformasi yang terjadi pada baut cenderung menurun dari baut baris pertama
hingga baris kelima dimana deformasi maksimum baut sebesar 2.6535 mm
2. Tegangan geser yang terjadi pada baut terbesar adalah di baut paling ujung
yaitu di baut pertama dan kelima
3. Tegangan tarik yang terjadi pada baut mengalami kenaikan dan pernurunan
dari baut baris pertama hingga baris keempat
4. Rekapitulasi tegangan geser, tegangan tarik dan deformasi dapat dilihat
melalui tabel berikut
Tabel 4.1 Rekapitulasi Tegangan Tarik, Tegangan Geser, dan Deformasi
BARIS DEFORMASI TEGANGAN TEGANGAN
BAUT (mm) TARIK(Mpa) GESER (MPa)
78
Grafik deformasi baut yang terjadi pada setiap baris bila di konversikan
menjadi tabel adalah sebagai berikut
Deformasi
(mm)
Deformasi Baut
3
2.5
2
1.5
1 Deformasi Baut
0.5
Baut baris
0
1 2 3 4 5 ke-n
4.7 Tabel Perbandingan Tegangan Geser dan Tegangan Tarik Pada Baut
Antara Perhitungan Manual dengan Program ANSYS
1 301.5 59.846
2 301.5 27.126
3 301.5 29.885
4 301.5 45.904
301.5 68.018
5
79
1 205.14 102
2 118.631 10.66
3 118.631 12.184
4 205.14 55.989
80
5.1 Kesimpulan
Dari pengujian yang dilakukan penulis dalam meneliti tegangan yang terjadi
pada baut melalui program ANSYS Workbench 14.0 dan perhitungan manual,dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Akibat dari adanya gaya geser dan momen yang disebabkan oleh beban
terfaktor pada sambungan tipe flush end plate tipe lokal, dimana besarnya
gaya geser adalah 250000 N dan besarnya momen adalah 25000000
Nmm, mengakibatkan tegangan geser pada baut dimana tegangan geser
terbesar di baut paling ujung yaitu baut baris pertama dan kelima bila
dihitung menggunakan program ANSYS Workbench 15.0. Tahanan
tegangan geser baut yang dihitung berdasarkan metode manual semuanya
melebihi tegangan geser yang terjadi.
2. Akibat dari adanya gaya geser dan momen yang disebabkan oleh beban
terfaktor pada sambungan tipe flush end plate, dimana besarnya gaya
geser adalah 250000 N dan besarnya momen adalah 25000000 Nmm,
mengakibatkan tegangan tarik terbesar pada baut pertama dan keempat
bila dihitung menggunakan program ANSYS Workbench 15.0 dan bila
dihitung secara manual tahanan tegangan tarik terbesar juga terletak pada
baut baris tersebut dan melebihi tegangan yang terjadi
3. Akibat dari adanya gaya geser dan momen yang disebabkan oleh beban
terfaktor pada sambungan tipe flush end plate, dimana besarnya gaya
geser adalah 250000 N dan besarnya momen adalah 25000000 Nmm,
mengakibatkan deformasi pada baut dimana deformasi tersebut cenderung
mengalami penurunan dari baut baris pertama hingga baut baris ketujuh
bila dihitung menggunakan program ANSYS Workbench 14.0. Besaran
deformasi maksimum yang terjadi pada baut adalah sebesar 2.6535 mm
81
Dari hasil penelitian penulis tentang perbandingan tegangan pada baut antara
perhitungan numerik melalui program ANSYS Workbench 14.0 dengan perhitungan
secara manual, penulis menyarakan beberapa hal yaitu :
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tegangan yang terjadi pada
baut dengan pengaplikasian secara nyata ( eksperimental )
2. Perlu diperhitungan proof stress pada baut di dalam program ANSYS
Workbench 15.0 dengan harapan mendapatkan hasil yang lebih akurat lagi.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan program ANSYS
Workbench 15.0 dengan jarak baut yang berbeda untuk melihat apakah
terjadi perbedaan pada tegangan geser dan tegangan tarik tersebut.
82
Azhari, Ghinan 2015.Analisis Sambungan Batang Tarik Struktur Baja Dengan Metode
ASD dan Metode LRFD. Jurnal Konstruksi : Sekolah Tinggi Teknologi Garut.
Badan Standardisasi Nasional, (2015), SNI 1729:2015 “Spesifikasi Untuk Bangunan
Gedung Baja Struktural”, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Balc,Roxana, Alexandru Chira, dan Nicolae Chira. 2012. Finite element analysis of
beam to column end plate bolted connection. Romania :Technical University
of Cluj-Napoca, Faculty of Civil Engineering.
Charles G. Salmon, John E. Johnson. 2009, Steel Structures Design and Behavior
Fifth Edision, Pearson Prentice Hall, New Jersey.
Departemen Pekerjaan Umum. 2002. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk
Bangunan Gedung. Jakarta : Departemen Pekerjaan Umum.
Dewobroto,W., (2016), Struktur Baja Perilaku, Analisis & Desain-AISC 2010 Edisi
ke-2, Penerbit Jurusan Teknik Sipil UPH, Tangerang.
Krysiewicz, Agnieszka Jablonska. 2015. Finite Element Modelling Of The Behaviour
Of Steel End-Plate Connections. Bialystok: Bialystok University of
Technology,Faculty of Civil and Environmental Engineering.
Purba,Muti D. 2009.Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja dan Analisa
Momen Sekunder Pada Sambungannya(Alat Sambung Baut). Tugas Akhir.
Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
Tayu Billina, Banu Dwi Handono, dan Ronny Pandaleke. 2017. Perilaku Sambungan
Baut Flush End-Plate Balok Kolom Baja Pada Kondisi Batas. Manado :
Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado.
Santoso Yonathan Aditya, NoekSulandari, dan Yosafat AjiPranata. 2012.Studi
Pendahuluan Simulasi Numerikal Metode Elemen Hingga Sambungan Balok-
Kolom Baja Tipe Clip-Angle. Bandung: Fakultas Teknik Universitas Kristen
Marantha.
Setiawan, Agus. 2008. Perencanaan Struktur Baja Metode LRFD 2nd Edition Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
xi
Universitas Sumatera Utara